laporan kasus bbdm kelompok 1

Upload: anangga-aristantyo

Post on 12-Oct-2015

74 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

tht

TRANSCRIPT

LAPORAN KASUS BBDMSEORANG ANAK LAKI-LAKI 7 TAHUN DENGAN RHINITIS ALERGI PERSISTEN SEDANG BERAT

Diajukan untuk melengkapi tugas kepaniteraan seniorIlmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok-Bedah Kepala Leher Fakultas Kedokteran Universitas DiponegoroPembimbingDr. Anna Meilasari, Sp.THT-KL, Msi. Med

Disusun Oleh:1. Weka Bhramitasari22010 111 200 142 2. Winda Citra Gupita 22010 111 200 1433. Wiyosa Waluyan Rusdi 22010 110 200 138

ILMU KESEHATAN TELINGA HIDUNG TENGGOROK-BEDAH KEPALA LEHER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGOROSEMARANG2012

BAB IPENDAHULUAN

1.1PENDAHULUAN Rinitis tergolong infeksi saluran napas yang dapat muncul akut atau kronik. Rinitis akut biasanya disebabkan oleh virus yaitu pada selesma atau menyertai campak, tetapi dapat juga menyertai infeksi bakteri seperti pertusi. Rinitis disebut kronik bila radang berlangsung lebih dari 1 bulan. Rinitis alergi, rhinitis vasomotor, dan rhinitis medikamentosa digolongkan dalam rhinitis kronik. Rinitis kronik dapat berlanjut menjadi sinusitis. Salah satu bentuk rhinitis kronis adalah rhinitis atropi yang diduga disebabkan oleh kuman Kliebsiella ozaena atau akibat sinusitis kronis, defisiensi vitamin A. Rinitis Alergika secara klinis didefinisikan sebagai gangguan fungsi hidung, terjadi setelah paparan alergen melalui peradangan mukosa hidung yangdiperantarai IgE.Berdasarkan frekuensi serangan, WHO Initiative Allergic Rhinitis and Its Impact on Asthma 2007 membagi rinitis alergi menjadi 2 jenis : Yaitu intermiten, bila gejala 4 minggu. Sementara itu, klasifikasi menurut berat ringannya penyakit, dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu gejala ringan bila gejala rinitis tidak mengganggu aktivitas sehari-hari dan gejala sedang sampai berat, bila sudah terdapat 1 atau lebih gangguan seperti gangguan tidur, belajar, dan bekerja.Rinitis alergi telah menjadi masalah kesehatan global yang ditemukan diseluruh dunia, sedikitnya terdapat 10-25 % populasi dengan prevalensi yang semakin meningkat sehingga berdampak pada kehidupan sosial, kenerja di sekolah serta produktivitas kerja. Diperkirakan biaya yang dihabiskan baik secara langsung maupuntidak langsung akibat rinitis alergi ini sekitar 5,3 miliar dolar amerika pertahun.Di Amerika Serikat diperkirakan sekitar 40 juta orang menderita rinitis alergiatau sekitar 20% dari populasi. Secara akumulatif prevalensi rinitis alergi sekitar 15% pada laki-laki dan 14% pada wanita, bervariasi pada tiap negara. Ini mungkindiakibatkan karena perbedaan geografik, tipe dan potensi alergen.Rinitis alergi dapat terjadi pada semua ras, prevalensinya berbeda-bedatergantung perbedaan genetik, faktor geografi, lingkungan serta jumlah populasi. Dalam hubungannya dengan jenis kelamin, jika rinitis alergi terjadi pada masa kanak-kanak maka laki-laki lebih tinggi daripada wanita namun pada masa dewasa prevalensinya sama antara laki-laki dan wanita. Dilihat dari segi onset rinitis alergi umumnya terjadi pada masa kanak-kanak, remaja dan dewasa muda. Dilaporkan bahwa rinitis alergi 40% terjadi pada masa kanak-kanak. Pada laki-laki terjadi antaraonset 8-11 tahun, namun demikian rinitis alergi dapat terjadi pada semua umur.

B. Perumusan MasalahKarena rhinitis alergi merupakan penyakit yang sering dijumpai maka diagnosis dan pengobatan yang tepat memegang peranan yang penting.

C. Tujuan1. Tujuan umumUntuk mengetahui hal-hal yang berhubungan dengan rhinitis2.Tujuan khususMengetahui definisi dari rhinitis alergiMengetahui patogenesis terjadinya rhinitis alergiMengetahui Dasar Diagnosis dari rhinitis alergiMengetahui penatalaksanaan rhinitis alergiMengetahui komplikasi rhinitis alergi

D. ManfaatDengan mengetahui dan menguasai berbagai hal mengenai rhinitis khususnya tonsilitis alergi maka diharapkan dapat membantu para dokter dalam menegakkan suatu diagnosis, etiologi, komplikasi, dan pengobatan rhinitis alergi.

BAB IILAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PENDERITANama lengkap: An. Lazuardi AkmalPanggilan: AkmalTempat tanggal lahir: Rembang, 23 Juni 2005 Jenis kelamin: Laki-LakiWarga negara: IndonesiaAgama: IslamSuku : Jawa Alamat : Desa Pamotan RT 001/RW 013 Kecamatan Pamotan, Kabupaten RembangHP: -Sekolah: SD Kelas 2No. RM Irja: C247315

II. DAFTAR MASALAHNoMasalah aktifNoMasalah pasif

1234

56Pilek ingus encer bening Bersin-bersin Hidung gatalKonka livid, edema, discharge serousSkin Prick Test (+)Rhinitis alergi persisten sedang-berat (1,2,3,4,5)

III. DATA DASARAnamnesisKeluhan Utama : pilek berulangPerjalanan Penyakit Sekarang 2 tahun ini anak mengeluh pilek dengan ingus kental, kambuhan, terutama dirasakan pagi dan malam hari, bersin-bersin (+), hidung gatal (+), hidung buntu (+) bila pilek saja, tenggorokan gatal (+), telinga gatal (-), mata gatal (-), sering batuk-batuk (+) dan demam, sakit kepala (-). Selain itu, anak saat tidur mengorok, bernafas lewat mulut, dan sering terbangun pada malam hari. Anak kemudian dibawa ke dokter spesialis, dikatakan pembesaran amandel dan disarankan untuk dioperasi. 1 tahun yang lalu, anak menjalani operasi pengangkatan amandel di Rembang. Setelah dilakukan operasi, keluhan pilek masih dirasakan, pilek dirasakan terutama pada pagi dan malam hari, ingus encer, bening, bersin-bersin (+), hidung gatal (+), batuk-batuk (-), sakit kepala (-), mata gatal (-), sesak nafas (-), mendengkur (-), bernafas lewat mulut (-), terbangun malam hari (-). Anak kemudian dibawa berobat ke dokter spesialis dan disarankan untuk melakukan tes alegi di RSUP Dr. Kariadi Semarang.a. Riwayat penyakit dahulu Riwayat asma disangkal.Riwayat batuk lama disangkal.Riwayat alergi obat dan makanan disangkal.Riwayat operasi amandel 1 tahun yang lalu.

b. Riwayat penyakit keluargaRiwayat keluarga dengan pilek berulang (+) yaitu kakak kandung penderita, telah dilakukan tes alergi, setelah alergen dihindari pilek jarang berulang.Riwayat alergi obat dan makanan dalam keluarga disangkal.

c. Riwayat sosial ekonomiAyah pasien bekerja sebagai pegawai negeri. Ibu sebagai perawat. Menanggung 2 orang anak yang belum mandiri. Biaya pengobatan ditanggung Askes.Kesan: sosial ekonomi cukup

Pemeriksaan FisikStatus GeneralisKeadaan Umum : baikKesadaran: Compos mentisAktivitas : normoaktifStatus gizi : normoweightKulit : turgor cukupKonjungtiva : conjunctiva palpebra anemis -/-, ikterik -/-TV : T : tidak diukur N : 96 x/mnt RR : 28 x/mnt t : 36,8 oCJantung: dalam batas normal Paru-paru: dalam batas normalHati: tidak terabaLimpa: tidak terabaLimfe : pembesaran nnll (-)Anggota gerak : dalam batas normal

Status Lokalis THT1. TelingaKANANKIRI

MastoidPre-aurikula Retro-aurikula Aurikula Kanalis eksternus discaj granulasi Nyeri tekan (-)Abses (-), fistel (-)Abses (-), Nyeritekan (-), fistel (-)Nyeri tarik (-)Hiperemis, edema (-)(-) (-)

Nyeri tekan (-)Abses (-), fistel (-)Abses (-), Nyeri tekan (-), fistel (-)Nyeri tarik (-)Hiperemis, edema (-)(-)(-)

Membrana timpaniKANANKIRI

Warna Reflek cahaya Perforasi Putih mengkilat (+) arah jam 5(-)

Putih mengkilat (+) arah jam 7(-)

2. Hidung dan Sinus Paranasala. Pemeriksaan luarHidung: simetris, deformitas (-), massa tumor (-)Sinus: nyeri tekan (-), nyeri ketok (-)

b. Rinoskopi AnteriorKANANKIRI

DischargeMukosa Konka

TumorSeptum(+) serousLivid (+), hiperemis (-)Livid(+), edema(+), hipertrofi (-)(-)Septum deviasi (-)(+) serousLivid (+), hiperemis (-)Livid(+), edema(+), hipertrofi (-)(-)Septum deviasi (-)

c. Diafanoskopi Tidak dilakukan

3. Tenggoroka. Faringa.1 OrofaringPalatum : simetris, palatum bombans (-)Arkus faring: simetris, uvula di tengah, deviaisi (-)Mukosa: hiperemis (-)

Tonsil:KANANKIRI

UkuranWarnaPermukaanKripteDetritusMembranT0Hiperemis (-)Granulasi (-)Melebar (-)(-)(-)T0Hiperemis (-)Granulasi (-)Melebar (-)(-)(-)

PeritonsilAbses (-)Abses (-)

a.2 Nasofaring (rhinoskopi posterior): tidak dilakukan pemeriksaana.3 Laringfaring (Laringoskopi indirek): tidak dilakukan pemeriksaanb. Laring: tidak dilakukan pemeriksaan

4. Kepala dan leherKepala: mesosefal Wajah: facies adenoides (-), allergic salute (-), linea naslis (-), allergic shiners (-).Leher anterior: pembesaran nnll (-), benjolan (-)Leher lateral: pembesaran nnll (-), benjolan (-)

5. Gigi dan mulutGigi geligi: caries (+)Lidah: hipesalivasi (-), deviasi (-), atrofi papil (-)Palatum: palatum bombans (-)Pipi: benjolan (-), simetris

IV. PEMERIKSAAN LABORATURIUM/PENUNJANG KHUSUS Tes pendengaran Tes bisik : tidak dilakukan pemeriksaanTes garputala Rinne : kanan : AC > BC kiri : AC > BC schwabach: kanan : BC pemeriksa~penderita kiri: BC pemeriksa~penderita Weber : lateralisasi (-)Kesan : Normal Audiometri : tidak dilakukan pemeriksaan Timpanometri : tidak dilakukan pemeriksaan Tes keseimbangan & vestibuler : tidak dilakukan pemeriksaan Pemeriksaan radiologik: tidak dilakukan pemeriksaan Pemeriksaan endoskopik: tidak dilakukan pemeriksaan Pemeriksaan patologi klinik: tidak dilakukan pemeriksaan Pemeriksaan mikrobiologik: tidak dilakukan pemeriksaan Fungsi N. fasialis: tidak dilakukan pemeriksaan Tes alergi (Skin Prick Test): Histamin : (+) 5 mm Buffer : (-) Inhalant alergen : House dust : +3Human dander: +2Mixed fungi: +2Mite culture: +2Cat dander: +2Kecoa : +2Maize pollen: +2 Food allergen:Udang : +2Kepiting: +2Kedelai: +1Kopi : +1V. RINGKASANSeorang anak laki-laki 7 tahun datang dengan keluhan pilek. 2 tahun ini, anak mengeluh pilek dengan ingus kental, kambuhan, terutama pagi dan malam hari, bersin-bersin (+), hidung gatal (+), hidung buntu bila pilek saja, tenggorokan gatal (+), sering batuk-batuk (+) dan demam, tidur mengorok (+) , bernafas lewat mulut, dan sering terbangun pada malam hari. Anak dibawa ke dokter spesialis, dikatakan pembesaran amandel dan disarankan untuk dioperasi. 1 tahun yang lalu, operasi pengangkatan amandel di Rembang. Setelah dilakukan operasi, pilek (+), terutama pagi dan malam hari, ingus encer bening, bersin-bersin (+), hidung gatal(+). Anak dibawa ke dokter spesialis dan disarankan untuk tes alergi di RSUP dr. Kariadi Semarang. Pemeriksaan fisik : Rhinoskopi anterior: discharge (+) serous, konka livid +/+ , edema +/+. Pemeriksaan tes alergi (Skin Prick Test) : House dust +3

Diagnosis bandingRhinitis alergi persisten sedang-beratRhinitis infeksiRhinitis vasomotor

Diagnosis sementara Rhinitis alergi persisten sedang-beratVI. INITIAL PLAN IpDx : S : - O : - IpTx: Hindari Faktor pencetus (avoidance). Medikamentosa : Fluticason furoate nasal spray 1x1 semprot nasal dextra et sinistraIpMx: Keluhan: hidung tersumbat, bersin-bersin, produksi ingus.Komplikasi: sinusitis, OME, asma, batuk kronik, polip hidung, ISPA. Efek samping obat. IpEx :Edukasi untuk menghindari faktor pencetus: Menjaga kebersihan rumah dari debu. Mencuci alas tidur, sarung bantal, dan selimut dengan air panas, kasur dijemur. Menggunakan obat sesuai cara pakai yang benar

VII PROGNOSIS Quo ad vitam: ad bonam Quo ad sanam: ad bonam Quo ad fungsionam: ad bonam

BAB IIITINJAUAN PUSTAKA

3.1Rhinitis AlergiA. DEFINISIRinitis alergi adalah penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi pada pasien atopi yang sebelumnya sudah tersensitisasi dengan alergen yang sama serta dilepaskannya suatu mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan dengan alergen spesifik tersebut (von Pirquet, 1986). Menurut WHO ARIA (Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma) tahun 2001 adalah kelainan pada hidung dengan gejala bersin-bersin, rinore, rasa gatal dan tersumbat setelah mukosa hidung terpapar alergen yang diperantarai oleh IgE.

B. ETIOLOGIRinitis alergi dan atopi secara umum disebabkan oleh interaksi dari pasien yang secara genetik memiliki potensi alergi dengan lingkungan. Genetik secara jelas memiliki peran penting. Pada 20 30 % semua populasi dan pada 10 15 % anak semuanya atopi. Apabila kedua orang tua atopi, maka risiko atopi menjadi 4 kali lebih besar atau mencapai 50 %. Peran lingkungan dalam dalam rinitis alergi yaitu alergen, yang terdapat di seluruh lingkungan, terpapar dan merangsang respon imun yang secara genetik telah memiliki kecenderungan alergi. Adapun alergen yang biasa dijumpai berupa alergen inhalan yang masuk bersama udara pernapasan yaitu debu rumah, tungau, kotoran serangga, kutu binatang, jamur, serbuk sari, dan lain-lain.

C. PATOFISIOLOGISensitisasi Rinitis alergi merupakan penyakit inflamasi yang diawali oleh adanya proses sensitisasi terhadap alergen sebelumnya. Melalui inhalasi, partikel alergen akan tertumpuk di mukosa hidung yang kemudian berdifusi pada jaringan hidung. Hal ini menyebabkan sel Antigen Presenting Cell (APC) akan menangkap alergen yang menempel tersebut. Kemudian antigen tersebut akan bergabung dengan HLA kelas II membentuk suatu kompleks molekul MHC (Major Histocompability Complex) kelas II. Kompleks molekul ini akan dipresentasikan terhadap sel T helper (Th 0). Th 0 ini akan diaktifkan oleh sitokin yang dilepaskan oleh APC menjadi Th1 dan Th2. Th2 akan menghasilkan berbagai sitokin seperti IL3, IL4, IL5, IL9, IL10, IL13 dan lainnya. IL4 dan IL13 dapat diikat reseptornya di permukaan sel limfosit B, sehingga sel B menjadi aktif dan memproduksi IgE. IgE yang bersirkulasi dalam darah ini akan terikat dengan sel mast dan basofil yang mana kedua sel ini merupakan sel mediator. Adanya IgE yang terikat ini menyebabkan teraktifasinya kedua sel tersebut.Reaksi Alergi Fase Cepat Reaksi cepat terjadi dalam beberapa menit, dapat berlangsung sejak kontak dengan alergen sampai 1 jam setelahnya. Mediator yang berperan pada fase ini yaitu histamin, tiptase dan mediator lain seperti leukotrien, prostaglandin (PGD2) dan bradikinin. Mediator-mediator tersebut menyebabkan keluarnya plasma dari pembuluh darah dan dilatasi dari anastomosis arteriovenula hidung yang menyebabkan terjadinya edema, berkumpulnya darah pada kavernosus sinusoid dengan gejala klinis berupa hidung tersumbat dan oklusi dari saluran hidung. Rangsangan terhadap kelenjar mukosa dan sel goblet menyebabkan hipersekresi dan permeabilitas kapiler meningkat sehingga terjadi rinore. Rangsangan pada ujung saraf sensoris (vidianus) menyebabkan rasa gatal pada hidung dan bersin-bersin.Reaksi Alergi Fase Lambat Reaksi alergi fase cepat terjadi setelah 4 8 jam setelah fase cepat. Reaksi ini disebabkan oleh mediator yang dihasilkan oleh fase cepat beraksi terhadap sel endotel postkapiler yang akan menghasilkan suatu Vascular Cell Adhesion Mollecule (VCAM) dimana molekul ini menyebabkan sel leukosit seperti eosinofil menempel pada sel endotel. Faktor kemotaktik seperti IL5 menyebabkan infiltrasi sel-sel eosinofil, sel mast, limfosit, basofil, neutrofil dan makrofag ke dalam mukosa hidung. Sel-sel ini kemudian menjadi teraktivasi dan menghasilkan mediator lain seperti Eosinophilic Cationic Protein (ECP), Eosinophilic Derived Protein (EDP), Major Basic Protein (MBP) dan Eosinophilic Peroxidase (EPO) yang menyebabkan gejala hiperreaktivitas dan hiperresponsif hidung. Gejala klinis yang ditimbulkan pada fase ini lebih didominasi oleh sumbatan hidung.

D. KLASIFIKASIBerdasarkan rekomendasi dari WHO Initiative ARIA tahun 2000, menurut sifat berlangsungnya rinitis alergi dibagi menjadi: Intermiten, yaitu bila gejala kurang dari 4 hari/minggu atau kurang dari 4 minggu. Persisten, yaitu bila gejala lebih dari 4 hari/minggu dan/atau lebih dari 4 minggu. Sedangkan untuk tingkat berat ringannya penyakit, rinitis alergi dibagi menjadi: Ringan, yaitu bila tidak ditemukan gangguan tidur, gangguan aktivitas harian, bersantai, berolahraga, belajar, bekerja dan hal-hal lain yang mengganggu. Sedang atau berat, yaitu bila terdapat satu atau lebih dari gangguan tersebut di atas.

E. DIAGNOSISDiagnosis rinitis alergi ditegakkan berdasarkan:1. Anamnesis Perlu ditanyakan gejala-gejala spesifik yang mengganggu pasien (seperti hidung tersumbat, gatal-gatal pada hidung, rinore, bersin), pola gejala (hilang timbul, menetap) beserta onset dan keparahannya, identifikasi faktor predisposisi, respon terhadap pengobatan, kondisi lingkungan dan pekerjaan. Karena rinitis alergi seringkali berhubungan dengan konjungtivitis alergi, maka adanya gatal pada mata dan lakrimasi mendukung diagnosis rinitis alergi. Riwayat keluarga merupakan petunjuk yang cukup penting dalam menegakkan diagnosis pada anak.2. Pemeriksaan Fisik Pada muka biasanya didapatkan garis Dennie-Morgan dan allergic shinner, yaitu bayangan gelap di daerah bawah mata karena stasis vena sekunder akibat obstruksi hidung. Selain itu, dapat ditemukan juga allergic crease yaitu berupa garis melintang pada dorsum nasi bagian sepertiga bawah. Garis ini timbul akibat hidung yang sering digosokgosok oleh punggung tangan (allergic salute). Pada pemeriksaan rinoskopi ditemukan mukosa hidung basah, berwarna pucat atau livid dengan konka edema dan sekret yang encer dan banyak. Perlu juga dilihat adanya kelainan septum atau polip hidung yang dapat memperberat gejala hidung tersumbat. Selain itu, dapat pula ditemukan konjungtivis bilateral atau penyakit yang berhubungan lainnya seperti sinusitis dan otitis media.3. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan sitologi hidung tidak memastikan diagnosis, tetapi berguna sebagai pemeriksaan pelengkap. Ditemukannya eosinofil dalam jumlah banyak (5 sel/lapang pandang) menunjukkan kemungkinan alergi. Hitung jenis eosinofil dalam darah tepi dapat normal atau meningkat. Pemeriksaan IgE total seringkali menunjukkan nilai normal, kecuali bila tanda alergi pada pasien lebih dari satu penyakit. Lebih bermakna adalah pemeriksaan IgE spesifik dengan cara RAST (Radioimmuno Sorbent Test) atau ELISA (Enzyme Linked Immuno Sorbent Test). Uji kulit alergen penyebab dapat dicari secara invivo. Ada dua macam tes kulit yaitu tes kulit epidermal dan tes kulit intradermal. Tes epidermal berupa tes kulit gores (scratch) dengan menggunakan alat penggores dan tes kulit tusuk (skin prick test). Tes intradermal yaitu tes dengan pengenceran tunggal (single dilution) dan pengenceran ganda (Skin Endpoint Titration SET). SET dilakukan untuk alergen inhalan dengan menyuntikkan alergen dalam berbagai konsentrasi. Selain dapat mengetahui alergen penyebab, juga dapat menentukan derajat alergi serta dosis inisial untuk imunoterapi. Selain itu, dapat pula dilakukan tes provokasi hidung dengan memberikan alergen langsung ke mukosa hidung. Untuk alergi makanan, dapat pula dilakukan diet eliminasi dan provokasi atau Intracutaneous Provocative Food Test (IPFT).F. PENATALAKSANAANTerapi rinitis alergi umumnya berdasarkan tahap-tahap reaksi alergi, yaitu: Tahap terjadinya kontak antara alergen dengan kulit atau mukosa hidung. Tahapan ini diterapi dengan penghindaran terhadap alergen penyebab. Tahap penetrasi alergen ke dalam jaringan subkutan/submukosa menuju IgE pada permukaan sel mast atau basofil. Tahapan ini diterapi secara kompetitif dengan imunoterapi. Tahapan ikatan Ag-IgE di permukaan mastosit/basofil, sebagai akibat lebih lanjut reaksi Ag-IgE dimana dilepaskan histamin sebagai mediator. Tahapan ini dinetralisir dengan obat obatan antihistamin yang secara kompetitif memperebutkan reseptor H1 dengan histamin. Tahap manifestasi klinis dalam organ target, dimana ditandai dengan timbulnya gejala. Tahapan ini dapat diterapi dengan obat-obatan dekongestan sistematik atau lokal.PenatalaksanaanMenurut ARIA penatalaksanaan rinitis alergi meliputi:a. PenghindaranalergenMerupakan terapi yang paling ideal. Cara pengobatan ini bertujuan untukmencegah kontak antara alergen dengan IgE spesifik dapat dihindari sehingga degranulasi sel mastosit tidak berlangsung dan gejalapun dapat dihindari. Namun,dalam praktek adalah sangat sulit mencegah kontak dengan alergen tersebut. Masih banyak data yang diperlukan untuk mengetahuipentingnya perananpenghindaran alergen.b. PengobatanmedikamentosaCara pengobatan ini merupakan konsep untuk mencegah danataumenetralisasi kinerja molekul-molekul mediator yang dilepas sel-sel inflamasi alergis dan atau mencegah pecahnya dinding sel dengan harapan gejala dapatdihilangkan. Obat-obat yang digunakan untuk rinitis pada umumnya diberikan intranasal atau oral.Antihistamin yang dipakai adalah antagonis histamin H-1, yang bekerja secarainhibitorkompetitifpadareseptorH-1seltarget,danmerupakanpreparat farmakologik yang paling sering dipakai sebagai lini pertama pengobatan rinitis alergi. Antihistamin diabsorbsi secara oral dengan cepat dan mudah serta efektifuntuk mengatasi gejala pada respons fase cepat seperti rinore, bersin, gatal, tetapi tidak efektif untuk mengatasi obstruksi hidung pada fase lambat.Preparat simpatomimetik golongan agonis adrenergik alfa dipakai sebagai dekongestan hidung oral dengan atau tanpakombinasi dengan antihistamin atautopikal. Namun pemakaian secara topiukal hanya boleh untuk beberapa hari saja untuk menghindari terjadinya rinitis alergi medikamentosa. Preparat kortikosteroid dipilih bila gejala sumbatan hidung akibat respons fase lambat tidak dapat diatasi dengan obat lain. Kortikosteroid topikal bekerja untukmengurangi jumlah sel mastosit padamukosa hidung, mencegah pengeluaranprotein sitotoksik dari eosinofil, mengurangi aktifitas limfosit.Preparat antikolinergik topikal bermanfaat untuk mengatasi rinore, karena aktifitas inhibisi reseptor kolinergik pada permukaan sel efektor. Pengobatan barulainnya untuk rinitis alergi di masa yang akan datang adalah anti leukotrien, antiIgE, DNA rekombinan.Obat-obat tidak memiliki efek jangka panjang setelah dihentikan. Karenanyapada penyakit yang persisten, diperlukan terapi pemeliharaanc. Imunoterapi spesifikImunoterapi spesifik efektif jika diberikan secara optimal. Imunoterapisubkutan masih menimbulkan pertentangan dalam efektifitasdan keamanan. Oleh karena itu, dianjurkanpenggunaan dosis optimal vaksin yang diberi labeldalam unit biologis atau dalam ukuran masa dari alergen utama. Dosis optimaluntuk sebagian besar alergen utama adalah 5 sampai 20 g. Imunoterapi subkutan harus dilakukan oleh tenaga terlatih dan penderita harus dipantau selama 20 menit setelah pemberian subkutan. Indikasi imunoterapi spesifik subkutan Penderita yangtidak terkontrol baikdenganfarmakoterapi konvensional Penderita yang gejala-gejalanya tidak dapat dikontrol baik dengan antihistamin H1 dan farmakoterapi Penderitayangtidakmenginginkanfarmakoterapi Penderita dengan farmakoterapi yang menimbulkan efek samping yangtidak diinginkan Penderita yang tidak ingin menerima terapi farmakologis jangkapanjang.Imunoterapi spesifik nasal dan sublingual dosis tinggi-imunoterapi spesifikoral Dapat digunakan dengan dosis sekurang-kurangnya 50-100 kali lebihbesar dari padayang digunakan untuk imunoterapi subkutan. Pada penderita yang mempunyai efek sampingatau menolakimunoterapi subkutan Indikasinya mengikuti indikasi dari suntikan subsukatanPada anak-anak, imunoterapi spesifik adalah efektif. Namun tidakdirekomendasikan untuk melakukan imunoterapi pada anak dibawah umur5tahun.d. Imunoterapi non-spesifikImunoterapi non-spesifik menggunakan steroid topikal. Hasil akhir samaseperti pengobatan imunoterapi spesifik-alergen konvensional yaitu sama-sama mampu menekan reaksi inflamasi, namun ditinjau dari aspekbiomolekuler terdapat mekanisme yang sangat berbeda.Glukokortikosteroid (GCSs) berikatan dengan reseptor GCS yang berada di dalam sitoplasma sel, kemudian menembus membran inti sel danmempengaruhi DNA sehingga tidak membentuk mRNA. Akibat selanjutnyamenghambat produksi sitokin pro-inflammatorye. EdukasiPemeliharaan dan peningkatan kebugaran jasmani telah diketahuiberkhasiat dalam menurunkangejala alergis. Mekanismebiomolekulernyaterajadi pada peningkatan populasi limfosit TH yang berguna padapenghambatan reaksi alergis, sertamelalui mekanisme imunopsikoneurologisf. OperatifTindakan bedah dilakukan sebagai tindakan tambahan padabeberapapenderita yang sangat selektif. Sepertitindakan konkotomi (pemotongan konkainferior) perlu dipikirkan bila konka inferior hipertrofi berat dan tidak berhasildikecilkan dengan cara kauterisasi memakai AgNO3 25 % atau triklor asetat.

3. 2. Syok AnafilaktikSyok anafilaksis merupakan suatu reaksi alergi tipe yang fatal yang dapat terjadi dalam beberapa detik-menit, sebagai akibat reaksi antigen antibody, pada orang-orang yang sensitive setelah pemberian obat-obat secara parentral, pemberian serum / vaksin atau setelah digigit serangga.Reaksi ini diperankan oleh IgE antibody yang menyebabkan pelepasan mediator kimia dari sel mast dan sel basofil yang beredar dalam sirkulasi berupa fistamin, SRS-A, serotonin dll.

A. PatofisiologiMekanisme umum terjadinya reaksi anafilaksis dan anafilaktoid adalah berhubungan dengan degranulasi sel mast dan basophil yang kemudian mengeluarkan mediator kimia yang selanjutnya bertanggung jawab terhadap symptom. Degranulasi tersebut dapat terjadi melalui kompleks antigen dan Ig E maupun tanpa kompleks dengan Ig E yaitu melalui pelepasan histamine secara langsung.Mekanisme lain adalah adanya gangguan metabolisme asam arachidonat yang akan menghasilkan leukotrien yang berlebihan kemudian menimbulkan keluhan yang secara klinis tidak dapat dibedakan dengan meknisme diatas. Hal ini dapat terjadi pada penggunaan obat-obat NSAID atau pemberian gama-globulin intramuscular.

B. Angka KejadianAngka kejadian pasti reaksi anafilaksis tidaklah diketahui secara persis, namun beberapa studi epidemilogik melaporkan di Ontario, Canada angka kejadian berkisar 4 kasus / 10 juta penduduk, sementara laporan terakhir dari munich terdapat peningkatan sekitar 9,79 kasus / 100.000 penduduk, di Indonesia kita tidak punya data. Adanya peningkatan kasus tersebut disebabkan banyaknya penggunaan obat-obat baru atau terjadinya poliparmasi dalam pemberian obat-obat kepada pasien.

C. Faktor yang mempengaruhi angka kejadianBeberapa faktor yang dapat mempengaruhi kejadian adalah adanya riwayat atopi, cara pemberian (aoral atau parentral), konstansi pemberian antigen, waktu pemberian terhadap reaksi terakhir dan usia serta sex.

D. Manifestasi KlinisGejala dan tanda reaksi anafilaksis termasuk timbul rasa kecemasan, urtikaria, angiodema, nyeri punggung, rasa tercekik, batuk, bronkospasme atau edema laryng. Pada beberapa kasus, terjadi hipotensi, hilang kesadaran, dilatasi pupil, kejang hingga sudden death. Syok terjadi akibat sekunder dari hipoksia yang berat, vasodilatasi perifer atau adanya hipovolemia relative akibat adanya ektravasasi cairan dari pembuluh darah. Namun demikian vascular kolaps dapat terjadi tanpa didahului gejala gangguan respirasi dan dalam hal ini kematian dapat terjadi dalam beberapa menit.Gejala syok anfilaktif adalah gabungan gejala anafilaksis dengan adanya tanda-tanda syok yang secara sistimatis dapat dikelompokan dengan gejala prodromal, kardiovaskuler, pulmonal, gastrointestinal dan reaksi kulit. Gejala prodromal pada umumnya adalah perasaan tidak enak, lemah, gatal dihidung atau di palatum, bersin atau rasa tidak enak didada. Gejala ini merupakan permulaan dari gejala lainnya. Gejala pulmoner didahului dengan rhinitis, bersin diikuti dengan spasme bronkus dengan atau tanpa batuk lalu berlanjut dengan sesak anoksia sampai apneu.Gejala gastrointestinal berupa mual, muntah, rasa kram diperut sampai diare. Sedangkan gejala pada kulit berupa gatal-gatal, urtikaria dan angioedema.Tanda dan Gejala-gejala anfilaksis sesuai urutan tersering:-Urtikaria da angioedema-Dyspnea, wheezing-Dizzines, syncope, hipotensi-Nause, vomitus, diarea, kramp abdominal-Flush-Edema saluran nafas atas-Sakit kepala (Headache)-Rhinitis-Substernal pain-Gatal-gatal seluruh tubuh-SeizureDiagnosa syok anafilaksis jelas dicurigai bila setelah memberikan suntikan (iv/im) timbul gejala-gejala diatas.

E. PenatalaksanaanA.Posisi: Segera penderita dibaringkan pada posisi yang nyaman /comfortable dengan posisi kaki ditinggikan (posisi trendelenberg), dengan ventilasi udara yang baik dan jangan lupa melonggarkan pakaian.B. Airways: Jaga jalan nafas dan berikan oksigen nasal/mask 5-10 I/menit, dan jika penderita tak bernafas disiapkan untuk intubasi.C.Intravena access: Pasang IV line dengan cairan NacL 0,9% / Dextrose 5% 0,5-1 liter/30 menitD.Drug: Epinefrin / Adrenalin adalah drug of choice pada syok anafilaksis dan diberikan sesgera mungkin jika mencurigai syok anafilaksis (TD sistolik turin < 90 MmHg). Namun harus hati-hati dengan penderita yang dalam sehari-hari memang hipotensi. Untuk itu perlunya dilakukan pemeriksaan tekanan darah sebelum dilakukan tindakan.Dosis : 0,3-0,5 ml/cc Adrenalin/Epinefrin 1 : 1000 diberikan IM (untuk anak-anak dosis : 0,01 ml/KgBB/.dose dengan maksimal 0,4 ml/dose). Bila anafilaksis berat atau tidak respon dengan pemberian dengan cara SK/IM pemberian Epinefrin/adrenalin dapat langsung melalui intavena atau intratekal (bila pasien sudah dilakukan intubasi melalui ETT) dengan dosis 1-5 ml (Epi 1 : 10.000, dengan cara membuatnya yaitu mengencerkan epinefrin 1 ml1: 1000 dengan 10 ml NaCl). Dapat diulang dalam 5-10 menit. Jika belum ada respons diberikan adrenalin perdip dengan dosis ug/menit (cara membuat : 1 mg Epinefrin1: 1000 dilarutkan dalam DX5% 250 cc).Selain pemberian Epinefrin/Adrenalin pemberian antihistamin ternyata cukup efektif untuk mengontrol keluhan yang ditimbulkan pada kulit atau membantu pengobatan hipotensi yang terjadi. Dapat diberikan antihistamin antagonist H1 yaitu Dipenhidram dengan dosis 25-50 mg IV (untuk anak-anak 2 mg/KgBB) dan bila dikombinasikan dengan antagonis H2 ternyata lebih superioar yaitu denagn Ranitidin dosis 1 mg/kgbb IV atau dengan Cimetidine 4 mg/kgbb IV pemberian dilakukan secara lambat.Pemberian golongan kortikosteroid dapat diberikan walaupun bukanfirst line therapy. Obat ini kurang mempunyai efek untuk jangka pendek, lebih berefek untuk jangka panjang. Dapat diberikan Hidrokortison 250-500 mg IV atau metal prednisolon50-100 mg IV.Bila terdapat bronkospasme yang tak respon dengan adrenalin dapat diberikan aminophylin dengan dosis 6 mg/KgBB dala 50 ml NaCL 0.9% diberikan secara Iv dalam 30 menit. Bila penderita menunjukan tanda-tanda perbaikan harus diobservasi minimal 6 jam atau dirujuk ke RS bila belum menujukan respons.

F. PencegahanUntuk mencegah terjadinya reaksi anfilaksis, sebelum tindakan perlu dilakukan :1. Lakukanlah anamnesa adanya riwayat alergi terhadap obat-obatan atau adanya riwayat atopik lainnya ( seperti riwayat asma bronkiale, eksim atau riwayat urtikaria dll.). Adanya obat-obat yang memberi reaksi silang perlu diwaspadai seperti sesorang yang alergi terhadap aspirin, maka dia juga kemungkinan alergi terhadap obat-obat yang mempunyai efek antiprostaglandin. Psien-pasien yang tidak tahan terhadap golongan sepalosporin.2. Jelaskan kepada penderita bila merasakan adanya rasa yang aneh setelah dilakukan penyuntikan agar segera memberitahu untuk dapat mengantisipasi terhadap kemungkinan adanya reaksi anafilaksis (jangan didiamkan saja)\3. Diperlukan adanyaemergency kitdiruangan tempat dilakukan tindakan yang terdiri dari obat-obat : adrenalin/epinefrin, dipenfidramin, ranitidine tau cimetidine, dexametason, infuse Nacl/Dx5% dan infuse set.4. Bila kita meragukan penderita terhadap kemungkinan terjadinya reaksi anafilaksis setelah tindakan observasi selama 30 menit setelah tindakan.5. Jangan lupa mengukur tekanan darah sebelum tindakan untuk mengetahui baseline tekanan darah sebelum tindakan

BAB IVPEMBAHASAN

Rinitis alergi adalah penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi pada pasien atopi yang sebelumnya sudah tersensitisasi dengan alergen yang sama serta dilepaskannya suatu mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan dengan alergen spesifik tersebut (von Pirquet, 1986). Menurut WHO ARIA (Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma) tahun 2001 adalah kelainan pada hidung dengan gejala bersin-bersin, rinore, rasa gatal dan tersumbat setelah mukosa hidung terpapar alergen yang diperantarai oleh IgE.Pada pasien ini di diagnosis sebagai rhinitis alergi persisten sedang berat datang dengan diagnosis keluhan pilek. 2 tahun ini, anak mengeluh pilek dengan ingus kental, kambuhan, terutama pagi dan malam hari, bersin-bersin (+), hidung gatal (+), hidung buntu bila pilek saja, tenggorokan gatal (+), sering batuk-batuk (+) dan demam, tidur mengorok (+) , bernafas lewat mulut, dan sering terbangun pada malam hari. Anak dibawa ke dokter spesialis, dikatakan pembesaran amandel dan disarankan untuk dioperasi. 1 tahun yang lalu, operasi pengangkatan amandel di Rembang. Setelah dilakukan operasi, pilek (+), terutama pagi dan malam hari, ingus encer bening, bersin-bersin (+), hidung gatal(+). Anak dibawa ke dokter spesialis dan disarankan untuk tes alergi di RSUP dr. Kariadi Semarang. Pemeriksaan fisik : Rhinoskopi anterior: discharge (+) serous, konka livid +/+ , edema +/+. Pemeriksaan tes alergi (Skin Prick Test) : House dust +3.Pada pasien ini diberikan penatalaksanaan untuk menghindari faktor pencetus (avoidance) seperti menjaga kebersihan rumah dari debu, mencuci alas tidur, sarung bantal, dan selimut dengan air panas, menjemur kasur. Terapi medikamentosa Fluticason furoate nasal spray 1x1 semprot nasal dextra et sinistra. Pemantauan keluhan seperti hidung tersumbat, bersin-bersin, produksi ingus, Komplikasi: sinusitis, OME, asma, batuk kronik, polip hidung, ISPA dan pemantauan efek samping obat.Prognosis pada pasien ini ditinjau dari quo ad vitam, quo ad sanam, dan quo ad fungsionamnya adalah ad bonam

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan Pada kasus BBDM yang telah kami buat ini, mengenai seorang anak laki-laki 7 tahun dengan rhinitis alergi persisten sedang-berat dan usulan penatalaksanaan yaitu menghindari faktor pencetus (avoidance) dan terapi medikamentosa Fluticason furoate nasal spray 1x1 semprot nasal dextra et sinistra. Diagnosis didasarkan atas anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang yang telah dibahas sebelumnya. Prognosis penderita dalam kasus ini Quo ad vitam, quo ad sanam, quo ad fungsionamnya adalah ad bonam.

5.2Saran Gejala Rinitis alergi yang bervariasi mulai dari paling ringan hingga terjadinya kegawatan, membutuhkan kemampuan diagnosis dan penatalaksanaan secara paripurna, untuk menghambat perjalanan penyakit dan mengurangi kemungkinan komplikasi yang dapat terjadi.

DAFTAR PUSTAKA 1.Staf Bagian Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. Diktat anatomi organo sensuum, ed. 2007. Semarang 2. Efiaty A, Nurbaiti I, Jenny B, dkk. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Ed 6. 2007. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.3.Tony RB. Color Atlas of ENT Diagnosis 4th edition, revised and expanded. 2003. Thieme Stuttgart New York. 4. Rudolf P, Gerhard G, Iro H. Basic Othorhilolryngology. 2006. Thieme Stuttgart: New York.5.Adams GL, Boies LR, Hilger PA. Boeies. Buku Ajar Penyakit THT Edisi 6. 1997. EGC: Jakarta .7.