bbdm kelompok 1

46
LAPORAN KASUS BBDM SEORANG WANITA 60 TAHUN DENGAN KURANG PENDENGARAN TELINGA KANAN Disusun oleh: KELOMPOK 1 Dewi Ayu Kusuma 220101132101 01 Danang Prasetyo W 220101142100 85 Laurentia Laksmi A.H 220101132101 03 M. Hasbi Asshiddiqi 220101142100 78 Adityas Rahmalia 220101132101 06 Nungki Rusydiana P. 220101142101 11 Ratya Kirana Sadono 220101132101 08 Nur Kholisa M.A 220101142101 12 Samuel Raditya Wibawa 220101132101 34 Astari Indriyastuti 220101132101 13

Upload: seia-mahanani

Post on 20-Dec-2015

260 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: BBDM kelompok 1

LAPORAN KASUS BBDM

SEORANG WANITA 60 TAHUN DENGAN KURANG

PENDENGARAN TELINGA KANAN

Disusun oleh:

KELOMPOK 1

Dewi Ayu Kusuma 22010113210101 Danang Prasetyo

W

22010114210085

Laurentia Laksmi

A.H

22010113210103 M. Hasbi

Asshiddiqi

22010114210078

Adityas Rahmalia 22010113210106 Nungki

Rusydiana P.

22010114210111

Ratya Kirana Sadono 22010113210108 Nur Kholisa M.A 22010114210112

Samuel Raditya

Wibawa

22010113210134 Astari Indriyastuti 22010113210113

KEPANITERAAN SENIOR ILMU KESEHATAN TELINGA

HIDUNG TENGGOROK BEDAH KEPALA LEHER

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG

2015

Page 2: BBDM kelompok 1

HALAMAN PENGESAHAN

Nama Mahasiswa : Kelompok 1

Dewi Ayu Kusuma 22010113210101

Laurentia Laksmi A.H 22010113210103

Adityas Rahmalia 22010113210106

Ratya Kirana Sadono 22010113210108

Samuel Raditya Wibawa 22010113210134

Danang Prasetyo W 22010114210085

M. Hasbi Asshiddiqi 22010114210078

Nungki Rusydiana P. 22010114210111

Nur Kholisa M.A 22010114210112

Astari Indriyastuti 22010113210113

Bagian : Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala

Leher

Judul Kasus : Seorang Wanita 60 Tahun dengan Kurang Pendengaran

Telinga Kanan

Pembimbing : dr. Dwi Marliyawati, Sp. THT-KL

Semarang, 30 Maret 2015

Pembimbing

Page 3: BBDM kelompok 1

BAB I

LAPORAN KASUS

 

I.  IDENTITAS PENDERITA

Nama : Ny. S

Tempat, tanggal lahir : Demak, 4 Desember 1955

Usia : 60 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Warga negara : Indonesia

Suku : Jawa

Alamat lengkap : Tanubayan - Demak

Pekerjaan : Pedagang makanan

Pendidikan tertinggi : Tamat SD

No. RM Irna : C525209

II.  DATA DASAR

A.  SUBYEKTIF

Berdasarkan Autoanamnesis tanggal 20 November 2013 pukul 11.15 WIB

di Poliklinik THT Rumah Sakit Dokter Kariadi Semarang

Keluhan Utama : kurang pendengaran telinga kanan

Riwayat Penyakit Sekarang :

± 2 bulan yang lalu, pasien mengeluhkan telinga kanan kurang dengar,

gembrebeg (+/-), keluar cairan dari telinga (-/-), nyeri telinga (+/-), demam (-),

pusing berputar (-), muntah (-), perot (-). Kurang pendengaran dirasakan

mendadak, tidak memberat dan mengganggu aktivitas pasien sehari – hari. Pasien

kemudian berobat ke RSUD Demak dan kemudian dirujuk ke RSDK.

Riwayat penyakit lain / sebelumnya:

Riwayat sakit gula, danalergi disangkal

Page 4: BBDM kelompok 1

Riiwayat hipertensi (+)

Riwayat sakit jantung (+)

Riwayat pengobatan jangka waktu lama disangkal

Riwayat penyakit keluarga:

• Riwayat hipertensi, kencing manis, dan alergi pada keluarga disangkal

Riwayat sosial ekonomi:

Pekerjaan pasien sebagai pedagang makanan, suami pasien sebagai wiraswasta

Penghasilan per bulan kurang lebih Rp 1.000.000

Tanggungan 2 anak belum mandiri

Biaya pengobatan dengan BPJS non PBI

Kesan sosial ekonomi: kurang

B. OBJEKTIF

PEMERIKSAAN FISIK

Pada pemeriksaan pada hari Jumat, 20 Maret 2015 pukul 11.25 di Poliklinik THT

Rumah Sakit Umum Kariadi didapatkan :

Status Generalis

Kesadaran = composmentis

Aktivitas = baik

Kooperatif = baik

Status Gizi = cukup

Kulit = turgor kulit cukup

Konjungtiva = konjungtiva palpebra pucat (+/+)

Nadi = 88x/menit

Tensi = 120/80 mmHg

RR = 24x/menit

Suhu = 36,8oC aksiller

Page 5: BBDM kelompok 1

Status Lokalis (THT)

1. Telinga

KANAN KIRI

Mastoid Nyeri ketok (-), nyeri tekan (-), bengkak (-)

Nyeri ketok (-), nyeri tekan (-), bengkak (-)

Preaurikula

Nyeri tekan tragus (-), fistel (-), abses (-)

Nyeri tekan tragus (-), fistel (-), abses (-)

Retroaurikula

Fistel (-), abses (-), nyeri tekan (-)

Fistel (-), abses (-), nyeri tekan (-)

Aurikula Nyeri tarik (-), hiperemis (-)

Nyeri tarik (-), hiperemis (-)

Kanalis eksternus

Edema (-), hiperemis (-)

Edema (-), hiperemis (-)

Discaj (-) (-)

Lain-lain Serumen (+) Serumen (+)

Membaran timpani

• Warna Putih mengkilat Putih mengkilat

• Refleks cahaya

(+) (+)

• Perforasi (-) (-)

• Lain-lain - -

2. Hidung dan sinus paranasal

Pemeriksaan luar :

• Hidung : simetris, deformitas (-), discaj (-)

• Sinus : nyeri tekan & nyeri ketok psngksl hidung (-), dahi (-)

• Rinoskopi anterior

Page 6: BBDM kelompok 1

Rhinoskopi

Anterior

Kanan Kiri

Discaj (-) (-)

Mukosa pucat (-), oedema (-) pucat (-), oedema (-)

Konka oedem (-), hipertrofi

(-)

oedem (-), hipertrofi(-)

Tumor Tidak tampak massa Tidak tampak massa

Septum

Palatal phenomen

Deviasi (-)

(-)

• Diafanoskopi : tidak dilakukan

3. Tenggorok

KANAN KIRI

Palatum Massa (-), simetris

Arkus faring Simetris, uvula ditengah

Mukosa Hiperemis (-)

Tonsil T1-1, hiperemis (-), permukaan rata, kripte melebar

(-/-), detritus (-/-)

Peritonsil Abses (-) Abses (-)

Page 7: BBDM kelompok 1

Lain-lain -

4. Kepala dan Lehe r

Kepala : mesosefal

Wajah : simetris, deformitas (-)

Leher anterior : pembesaran tiroid (-), pembesaran nnll. (-)

Leher lateral : pembesaran nnll (-)

5. Gigi dan Mulut

• Gigi geligi : karies (-), gigi goyang (-)

• Lidah : deviasi (-), lidah kotor, gerak bebas

• Palatum : simetris, bombans (-)

• Pipi : simetris, benjolan (-)

PEMERIKSAAN TAMBAHAN

Tes Pendengaran

Tes bisik:

Kanan = 2/6 (kurang pendengaran berat)

Kiri = 5/6 (kurang pendengaran sangat berat)

Tes garpu tala :

1. Rinne:

Kanan = (+) AC>BC

Kiri = (+) AC>BC

2. Schwabach:

Kanan = memendek

Kiri = normal

3. Weber: lateralisasi ke kiri

Audimetri

Page 8: BBDM kelompok 1

Kesan:

Kanan : SNHL berat (PTA=77,5)

Kiri : dbn

Timpanometri

Page 9: BBDM kelompok 1

Kesan:

Kanan : tipe B

Kiri : tipe A

RESUME

Seorang Wanita, 50Tahun

± 2 bulan yang lalu, pasien mengeluhkan telinga kanan kurang dengar, gembrebeg

(+/-), keluar cairan dari telinga (-/-), otalgia (+/-), demam (-), vertigo(-), muntah

(-), perot (-). Kurang pendengaran dirasakan mendadak, tidak memberat dan

mengganggu aktivitas pasien sehari – hari. Pasien kemudian berobat ke RSUD

Demak dan kemudian dirujuk ke RSDK.

Hidung : dbn

Telinga :

Tes bisik = (Kurang dengar berat / Normal)

Tes garpu tala = (SNHL / normal)

DIAGNOSIS

Page 10: BBDM kelompok 1

SNHL berat telinga kanan curiga OME

RENCANA PENGELOLAAN

1. Pemeriksaan diagnostik :

Initial Plan dx:

S = (-)

O = (-)

2. Terapi :

Pemasangan Alat Bantu Dengar

3. Pemantauan :

keadaan umum, tanda vital, keluhan yang dirasakan pasien

progresivitas penyakit

4. Penyuluhan :

Menjelaskan kepada pasien tentang penyakit, rencana pemeriksaan, terapi

dan efek samping terapi.

PROGNOSIS

• Quo ad vitam : ad bonam

• Quo ad sanam : dubia ad bonam

• Quo ad fungsionam : dubia ad bonam

BAB 2

Page 11: BBDM kelompok 1

SASARAN BELAJAR

1. Faktor Resiko Otitis Media Efusi

1. Usia

Penelitian pada beberapa anak sekolah di Saudi Arabia didapatkan usia

merupakan faktor risiko otitis media efusi. Anak dengan usia kurang dari 8

tahun memiliki risiko yang lebih tinggi menderita otitis media efusi. Hal

ini dapat dikarenakan struktur anatomi dari telinga yang mulai membesar

seiring dengan perkembangan anak dan sistem imun yang semakin kuat.1

2. Riwayat otitis media akut sebelumnya

Penelitian pada beberapa anak sekolah di Saudi Arabia didapatkan risiko

otitis media efusi meningkat pada anak yang memiliki riwayat otitis media

akut yang rekuren.1

3. Jumlah anggota keluarga

Risiko terjadinya otitis media efusi meningkat pada anak yang memiliki

anggota keluarga lebih dari 4 yang tinggal dalam satu rumah.2

4. Bayi yang minum susu botol

Bayi yang minum susu botol memiliki risiko yang lebih tinggi menderita

otitis media efusi dibandingkan bayi yang minum ASI. Penelitian pada

anak TK di Cina didapatkan bahwa ASI merupakan faktor protektif

terhadap OME.2

5. Pendidikan ibu rendah

Penelitian di Saudi Arabia terhadap beberapa anak sekolah didapatkan

kejadian otitis media akut meningkat pada anak yang ibunya memiliki

pendidikan rendah (lebih rendah dari pendidikan tingkat 2).1

6. Terdapat obstruksi nasal

Penelitian terhadap anak TK di Cina didapatkan bahwa anak yang

memiliki obstruksi pada nasal merupakan faktor risiko terjadinya otitis

media efusi.2

7. Paparan asap rokok

Page 12: BBDM kelompok 1

Penelitian terhadap anak sekolah di Turki didapatkan risiko OME

persisten meningkat pada anak di Istanbul, Turki yang terpapar asap

rokok.3

8. Alergi

Kejadian OME pada penelitian di Turki didapatkan meningkat pada anak

dengan riwayat alergi. Alergi dapat menyebabkan inflamasi pada jalan

nafas dan kemudian berkontribusi terjadinya infeksi telinga. Alergi juga

berhubungan dengan kejadian asma dan sinusitis.3

2. Patofisiologi SNHL

Tuli sensorineural adalah berkurangnya pendengaran atau gangguan

pendengaran yang terjadi akibat kerusakan pada telinga bagian dalam, saraf

yang berjalan dari telinga ke otak (saraf pendengaran), atau otak.

Tuli sensorineural koklea disebabkan oleh aplasia (congenital, labirinitis

(oleh bakteri/virus), intoksikasi obat streptomisin, kanamisin, garamisin,

neomisin, kina, asetosal atau alkohol. Selain itu, tuli sensorineural juga dapat

disebabkan oleh tuli mendadak (sudden deafness), trauma kapitis, trauma

akustik, dan pajanan bising.

Tuli sensorineural retrokoklea disebabkan oleh neuroma akustik, tumor

sudut pons serebelum, mieloma multipel, cedera otak, perdarahan otak, dan

sebagainya.

PATOFISIOLOGI

Perjalanan penyakit dari tuli sensorineural disebabkan oleh beberapa hal

sesuai dengan etiologi yang sudah disebutkan diatas. Pada tuli sensorineural

(perseptif) kelainan terdapat pada koklea (telinga dalam), nervus VIII atau di

Page 13: BBDM kelompok 1

pusat pendengaran. Sel rambut dapat dirusak oleh tekanan udara akibat

terpapar oleh suara yang terlalu keras untuk jangka waktu yang lama dan

iskemia. Kandungan glikogen yang tinggi membuat sel rambut dapat bertahan

terhadap iskemia melalui glikolisis anaerob.

Sel rambut juga dapat dirusak oleh obat-obatan, seperti antibiotik

aminoglikosida dan agen kemoterapeutik cisplatin, yang melalui stria

vaskularis akan terakumulasi di endolimfe. Hal ini yang menyebabkan tuli

telinga dalam yang nantinya mempengaruhi konduksi udara dan tulang.

Ambang pendengaran dan perpindahan komponen aktif membran basilar akan

terpengaruh sehingga kemampuan untuk membedakan berbagai nada

frekuensi yang tinggi menjadi terganggu. Akhirnya, depolarisasi sel rambut

dalam tidak adekuat dapat menghasilkan sensasi suara yang tidak biasa dan

mengganggu (tinnitus subyektif). Hal ini bias juga disebabkan oleh eksitasi

neuron yang tidak adekuat pada jaras pendengaran atau korteks auditorik.

Kekakuan membran basilar mengganggu mikromekanik yang akan

berperan dalam ketulian pada usia lanjut. Tuli telinga dalam juga disebabkan

oleh sekresi endolimfe yang abnormal. Jadi, loop diuretics pada dosisi tinggi

tidak hanya menghambat kotranspor Na+ -K+ -2Cl- ginjal, tetapi juga di

pendengaran. Kelainan genetik pada kanak K+ di lumen juga diketahui

menyebabkan hal tersebut. Kanal K+ terdiri atas dua subunit (IsK/KvLQT1) yang

juga diekspresikan pada organ lain, berperan dalam proses repolarisasi. Defek

KvLQT1 atau IsK tidak hanya mengakibatkan ketulian, tetapi juga perlambatan

repolarisasi miokardium.

Page 14: BBDM kelompok 1

Ganggguan penyerapan endolimfe juga dapat menyebabkan tuli di mana

ruang endolimfe menjadi menonjol keluar sehingga mengganggu hubungan

antara sel rambut dan membran tektorial (edema endolimfe). Akhirnya,

peningkatan permeabilitas antara ruang endolimfe dan perilimfe yang

berperan dalam penyakit Meniere yang ditandai dengan serangan tuli dan

vertigo

3. Patofisiologi Otitis Media Efusi

Otitis Media Efusi adalah radang mukoperiostium rongga telinga tengah

dengan sekret non-purulen, sedangkan keadaan membrana tympani tetap utuh.

Patofisiologi

Penyebab OME :

Obstruksi tuba kronis

Alergi

Barotrauma

Otitis Media Efusi terbagi menjadi :

1. Otitis Media Serosa dapat terjadi akibat adanya transudat atau plasma yang

mengalir dari pembuluh darah ke telinga tengah akibat adanya perbedaan

tekanan hidrostatik.

2. Otitis Media Mukoid terjadi akibat sekresi aktif dari kelenjar dan kista yang

terdapat dalam mukosa telinga tengah. Otitis media mukoid dapat pula terjadi

karena lanjutan dari OMA dimana sekret purulen diresorbsi yang menyebabkan

sekret menjadi kental.

Faktor utama yang berpengaruh dalam keadaan ini adalah teganggunya fungsi

Tuba Eustachius (obstruksi). Akibat obstruksi ini kadar O2 di dalam cavum

timpani akan berkurang diiringi dengan peningkatan kadar CO2. Sementara

keadaan di pembuluh kapiler, pO2 menurun namun pCO2 tetap. Akibatnya kadar

pCO2 lebih tinggi daripada pO2 yang menyebabkan permeabilitas kapiler naik,

Page 15: BBDM kelompok 1

sehingga darah atau transudat atau plasma merembes ke telinga tengah, namun

membrana timpani tetap utuh. Sumbatan pada tuba biasanya ternjadi akibat infeksi

virus.

4. Deferensial Diagnosis dan Diagnosis Sementara

A. Deferensial Diagnosis

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang

dilakukan pada pasien ini maka diagnosa bandingnya adalah tuli campuran,

dengan diagnosa banding tuli sensorineural dan tuli konduktifnya adalah:

a. Tuli sensorineural

Tuli sensorineural adalah gangguan pendengaran yang disebabkan oleh

adanya abnormalitas koklea, saraf auditorik, dan struktur lain yang mengolah

impuls neural ke korteks auditorik di otak.4

Sudden sensorineural hearing loss (SSNHL)

Didefinisikan sebagai bentuk sensasi subjektif kehilangan pendengaran

sensorineural pada satu atau kedua telinga yang berlangsung secara cepat

dalam periode 72 jam, dengan kriteria audiometri berupa penurunan

pendengaran ≥30 dB sekurang-kurangnya pada 3 frekuensi berturut-turut,

yang menunjukkan adanya abnormalitas pada koklea, saraf auditorik, atau

pusat persepsi dan pengolahan impuls pada korteks auditorik di otak.

Beberapa kemungkinan penyebab tuli mendadak, yaitu idiopatik (71%),

penyakit infeksi (12,8%), penyakit telinga (4,7%), trauma (4,2%), vaskular

dan hematologik (2,8%), neoplasma (2,3%), serta penyebab lainnya (2,2%).

Pada pasien ini, kurang pendengaran terjadi mendadak akan tetapi pasien

baru datang berobat setelah 2 bulan sejak keluhan muncul. Pemeriksaan

audiometri nada murni pada pasien ini menunjukkan adanya SNHL pada

telinga kanan dengan penurunan pendengaran lebih dari 30 dB pada semua

frekuensi. Selain itu, pasien ini memiliki faktor resiko berupa penyakit

hipertensi dan jantung yang merupakan 2,8% penyebab dari tuli mendadak.4

Fistula perilimfa

Page 16: BBDM kelompok 1

Merupakan kondisi adanya hubungan abnormal antara ruang perilimfa

telinga dalam dengan telinga tengah atau mastoid. Fistula perilimfa dapat

menyebabkan timbulnya kurang pendengaran pada satu atau kedua telinga,

tinitus, aura, vertigo, disekuilibrium atau kombinasi dari gejala-gejala

tersebut. Fistula perilimfa dapat terjadi akibat trauma.

Pada pasien ini kurang pendengaran (+), tinitus (+), aura (-), vertigo (-),

disekuilibrium (-), riwayat trauma (-).5.6

Presbikusis

Presbikusis adalah tuli sensorineural dengan penyebab multifaktorial,

biasanya muncul usia ≥50 tahun dengan karakteristik gangguan pendengaran

pada frekuensi tinggi. Presbikusis merupakan akibat dari proses penuaan,

terutama berhubungan dengan suplai mikrovaskular sel rambut, yang

menyebabkan iskemia, hipoksia, dan stres oksidatif.

Pasien berusia 60 tahun, dimana proses penuaan biasanya telah terjadi.

Selain itu, penyakit hipertensi dan jantung yang diderita dapat mempercepat

proses tersebut dan memperberat kondisi yang diakibatkan. Akan tetapi, pada

pasien ini, keluhan kurang pendengaran tidak dikeluhkan pada kedua telinga,

melainkan hanya pada telinga kanan. Selain itu, audiometri telinga kiri

menunjukkan bahwa telinga kiri dalam batas normal.5.6

b. Tuli konduktif

Otitis Media Efusi Akut

Merupakan keadaan terdapatnya sekret yang nonpurulen di telinga tengah,

sedangkan membran timpani utuh tanpa tanda-tanda infeksi. Gejala yang

menonjol adalah kurang pendengaran. Rasa sedikit nyeri dalam telinga dapat

terjadi pada saat awal tuba terganggu, yang menyebabkan timbul tekanan

negatif pada telinga tengah, tetapi setelah sekret terbentuk tekanan negatif ini

pelan-pelan hilang. Tinitus, vertigo, atau pusing kadang ada tetapi ringan.

Pada pasien ini ditemukan gejala kurang pendengaran, nyeri telinga dan

tinitus. Pemeriksaan fisik tidak menemukan kelainan pada telinga luar, tetapi

Page 17: BBDM kelompok 1

pemeriksaan timpanometri telinga kanan menunjukkan tipe B yang

menandakan adanya cairan dalam cavum timpani.7

Otitis Media Supuratif Akut

Otitis media akut merupakan peradangan akibat infeksi pada telinga

tengah, dengan penyebab utama adalah sumbatan pada tuba Eustachius.

Gejala yang ditimbulkan biasanya nyeri telinga, kurang pendengaran, keluar

cairan dari telinga atau rasa penuh di telinga. Biasanya ada demam dan

didahului dengan infeksi saluran napas atas. Otitis media supuratif akut dapat

menyebabkan perforasi membran timpani.

Pasien mengeluhkan kurang pendengaran disertai dengan nyeri telinga,

keluar cairan dari telinga (-), rasa penuh di telinga (-). Pasien tidak demam

dan tidak mengalami infeksi saluran napas atas sebelum keluhan muncul.

Pada pemeriksaan fisik membran timpani tampak intak.8

B. Diagnosis SementaraBerdasarkan diagnosa banding yang telah disusun terhadap pasien ini, maka

diagnosa sementaranya adalah tuli campuran telinga kanan karena sudden

sensorineural hearing loss dan otitis media efusi.

5. Terapi dan Edukasi

TERAPI SNHL

1. Alat Bantu Dengar (ABD)

Rehabilitasi sebagai upaya untuk mengembalikan fungsi pendengaran

dilakukan dengan pemasangan alat bantu dengar (hearing aid ). Memasang

suatu alat bantudengar merupakan suatu proses yang rumit yang tidak hanya

melibatkan derajat dan tipe ketulian, namun juga perbedaan antar telinga,

kecakapan diskriinasi dan psikoakustik lainnya.

Page 18: BBDM kelompok 1

2. Implan Koklea

Implan koklea merupakan perangkat elektronik yang memepunyai

kemampuan menggantikan fungsi koklea untuk meningkatkan kemampuan

mendengar dan berkomunikasi pada pasien tuli sensorineural berat dan total

bilateral.

Indikasi pemasangan implan koklea adalah :

- Tuli sensorineural berat bilateral atau tuli total bilateral (anak maupun

dewasa) yang tidak / sedikit mendapat manfaat dari ABD.

- Usia 12 bulan– 17 tahun

- Tidak ada kontra indikasi medis

- Calon pengguna mempunyai perkembangan kognitif yang baik

Kontra Indikasi pemasangan implan koklea antara lain :

- Tuli akibat kelainan pada jalur pusat (tuli sentral)

- Proses penulangan koklea

- Koklea tidak berkembang

Adapun cara kerja Implan koklea adalah, impuls suara ditangkap oleh

mikrofon dan diteruskan menuju speech processor melalui kabel penghubung.

speech processor akan melakukan seleksi informasi suara yang sesuai dan

mengubahnya menjadi kode suara yang akan disampaikan ke transmiter.

Kode suara akan dipancarkan menembus kulit menuju stimulator. Pada

bagian ini kode suara akan dirubah menjadi sinyal listrik dan akan dikirim

menuju elektrode-elektrode yang sesuai di dalam kokleasehingga

menimbulkan stimulasi serabut-serabut saraf. Pada speech processor terdapat

Page 19: BBDM kelompok 1

sirkuit khusus yang berfungsi untuk meredam bising lingkungan.

Keberhasilan implan koklea ditentukan denga menilai kemampuan

mendengar, pertambahan kosa kata dan pemahaman bahasa. Dewasa ini,

dilaporkan beberapa penemuan baru tentang regenerasi selrambut antara lain,

proses pengkodean faktor transkripsi Math1 oleh vektor adenovirus yang

ditanam pada telinga kelinci percobaan yang tuli berhasil di mana ditemukan

perbaikan ambang pendengaran kelinci tersebut. Ini karena transkripsi faktor

Math1 ini penting bagi regenerasi sel rambut. Selain itu, sedang dijalankan

penelitian 'stem cell' dimana diharapkan sel-sel ini dapat berdiferensiasi ke

sel-selrambut dan neuron akustik dan selanjutnya dipakai untuk

menggantikan sel-sel rambut maupun neuron koklea yang sudah mengalami

degenerasi atau rusak.

3. Medikamentosa: vitamin B1, 1x100mg (neurotropik)

EDUKASI SNHL

Edukasi tuli sensorineural disesuaikan dengan penyebab ketulian. Tuli

karena pemakaian obat-obatan yang bersifat ototoksik, diatasi dengan penghentian

obat. Jika diakibatkan oleh bising, penderita sebaiknya dipindahkan kerjanya dari

lingkungan bising. Bila tidak memungkinkan dapat menggunakan alat pelindung

telinga terhadap bising, seperti sumbat telinga (ear plug ), tutup teling (iear muff)

dan pelindung kepala (helmet ). Apabila gangguan pendengaran sudah

mengakibatkan kesulitan berkomunikasi bisa menggunakan alat bantu dengar.

TERAPI OME

I. TATALAKSANA

NON BEDAH

Page 20: BBDM kelompok 1

Tatalaksana otitis media efusi secara medikamentosa dapat dikatakan

kontroversial, dan penerapannya tergantung dari setiap negara. Terapi

medikamentosa dapat berupa decongestan, anti histamin, antibiotik, perasat

valsava (bila tidak ada tanda-tanda infeksi jalan napas atas), dan

hiposensitisasi alergi.

Dekongestan dapat diberikan melalui tetes hidung, atau kombinasi

anti histamin dengan dekongestan oral. Namun kepustakaan lain menuliskan

bahwa antihistamin maupun dekongestan tidak berguna bila tidak ada

kongesti nasofaring .

Dasar dari pemberian antibiotik adalah berdasarkan penelitian dari

hasil kultur bakteri cairan otitis media efusi. Cairan serosa dan mukoid yang

dikumpulkan pada miringotomi untuk diteliti, hasilnya ditemukan biakan

kultur positif pada 40% spesimen. Hasil biakan kultur tersebut mengandung

organisme yang identik dengan organisme yang didapat dari

timpanosentesis otitis media akut. Maka, pemilihan antibiotik pada otitis

media serosa dan mukoid serupa dengan otitis media akut. Hasil penelitian

terkini, membuktikan bahwa penggunaan antibiotik terbukti efektif hanya

pada sejumlah kecil pasien, dan efeknya cenderung bersifat jangka pendek.

Oleh karena itu, penggunaannya tidak selalu mutlak, mengingat efek

sampingnya (seperti gastroenteritis, reaksi atopik, risiko resistensi) tidak

sebanding dengan keefektifannya.

Hiposensitisasi alergi hanya dilakukan pada kasus-kasus yang jelas

memperlihatkan alergi dengan tes kulit. Bila terbukti alergi makanan, maka

diet perlu dibatasi.

Tatalaksana lain yang masih kontroversial keefektifannya antara

lain: penggunaan steroid, dan mucolytik. Penggunaan kedua golongan ini

kontroversial karena hasil studi banding dengan placebo, tidak menunjukan

perbedaan atau hanya sedikit perbaikan.

BEDAH

Page 21: BBDM kelompok 1

Beberapa pilihan untuk tatalaksana bedah antara lain: miringitomi,

pemasangan tuba timpanostomi, adenoidektomi.

Pemasangan tuba timpanostomi untuk sebagai ventilasi, yang

memungkinkan udara masuk ke dalam telinga tengah, dengan demikian

menghilangkan keadaan vakum. Tuba timpanostomi terdapat dua macam:

short term (contoh: grommets), long term (contoh: T-tubes). Tuba jangka

pendek dapat bertahan hingga 12 bulan, sedangkan tuba jangka panjang

dapat digunakan hingga bertahun-tahun. Tuba ventilasi dibiarkan pada

tempatnya sampai terlepas sendiri dalam jangka waktu 6-12bulan.

Sayangnya karena cairan seringkali berulang, beberapa anak memerlukan

tuba yang dirancang khusus sehingga dapat bertahan lebih dari 12 bulan.

Keburukan tuba yang tahan lama ini adalah menetapnya perforasi setelah

tuba terlepas. Namun, Pemasangan tuba ventilasi dapat memulihkan

pendengaran dan membenarkan membran timpani yang mengalami

retraksi berat terutama bila ada tekanan negatif yang menetap.

Tindakan miringitomi dan aspirasi efusi tanpa pemasangan tuba

timpanostomi dibuktikan hanya berguna untuk efek jangka pendek.

Berdasarkan studi oleh Gates, tindakan miringitomi diikuti pemasangan

tuba timpanostomi, dapat mempercepat perbaikan pendengaran,

mempersingkat durasi penyakit, mengurangi angka rekurens. Luka insisi

setelah miringitomi biasanya sembuh dalam 1minggu, namun, biasanya

Page 22: BBDM kelompok 1

disfungsi tuba eustachius membutuhkan waktu lebih lama untuk sembuh

(biasanya 6minggu). Oleh karena ini, tindakan miringitomi saja, akan

meningkatkan angka rekurens.

Manfaat adenoidektomi pada otitis media serosa kronik masih

diperdebatkan. Tentunya tindakan ini cukup berarti pada individu dengan

adenoid yang besar, dimana tindakan adenoidektomi dapat menghilangkan

obstruksi hidung – nasofaring, memperbaiki fungsi tuba eustachius, dan

mengeliminasi sumber reservoir bakteri. Namun sebagian besar anak tidak

memenuhi kategori tersebut. Penelitian mutakhir (Gates) melaporkan

bahwa adenoidektomi terbukti menguntungkan sekalipun jaringan adenoid

tersebut tidak menyebabkan obstruksi. Namun, mengingat risiko post

operasi (seperti perdarahan), adenoidektomi biasanya baru

dipertimbangkan ketika penggunaan tuba timpanostomi gagal untuk

menangani otitis media efusi.

PILIHAN TERAPI LAIN

Kebanyakan pasien dengan otitis media efusi, tidak membutuhkan

terapi, terutama jika gangguan pendengarannya ringan, oleh karena

resolusi spontan sering terjadi. Dalam 3 bulan pertama setelah onset atau

setelah diagnosis, disarankan untuk diobservasi atau dapat diberikan

tatalaksana non bedah terlebih dahulu (3). Dalam jangka waktu tersebut,

menurut studi, cairan dapat menghilang hingga 90 persen. Cairan yang

tetap bertahan setelah 3 bulan, merupakan indikasi bedah.

Keputusan untuk melakukan intervensi bedah tidak hanya

berdasarkan lamanya penyakit. Derajat gangguan dan frekuensi parahnya

gangguan pendahulu juga perlu dipertimbangkan. Intervensi lebih awal

dan agresif disarankan perlu dilakukan pada pasien dengan:

keterlambatan berbicara dan tumbuh kembang

otitis media unilateral

gangguan pendengaran bermakna (> 40 db: indikasi 22elative, 21-

40 db: indikasi 22elative)

Page 23: BBDM kelompok 1

pasien dengan sindrom (contoh: Down Syndrome), atau dengan

palatoschizis

Sumber lain membagi pilihan terapi berdasarkan onset akut atau

kronis. Pada otitis media efusi akut, pengobatan medikal diberikan

vasokonstriktor lokal (tetes hidung), anti histamin, perasat valsava bila

tidak ada tanda infeksi jalan napas atas. Setelah satu atau dua minggu, bila

gejala masih menetap, dilakukan miringitomi, dan bila masih belum

sembuh maka dilakukan miringotomi serta pemasangan pipa ventilasi

(Grommet). Pada otitis media efusi kronis, pengobatan harus dilakukan

miringotomi dan pemasangan pipa ventilasi Grommet.

EDUKASI Otitis Media Efusi

- Menjelaskan kepada pasien tentak penyakit dan tata laksanan

- Menjelaskan kepada psien tentang komplikasi penyakit yang dapat terjadi

6. Pencegahan SNHL dan Otitis Media Efusi

Pencegahan SNHL

Pencegahan SNHL pada anak-anak seharusnya terfokus pada

menurunkan insidensi terjadinya genetik SNHL melalui program edukasi

sedangkan pencegahan pada acquired SNHL dapat dilakukan melalui

program vaksinasi.

Pencegahan genetik SNHL

Kebanyakan populasi manusia, pernikahan tidak dilakukan secara acak.

Agama, ekonomi, tradisi budaya, geografi, dan keluarga tekanan merupakan

faktor yang menentukan dan mempengaruhi pemilihan pasangan. Faktor-

faktor ini juga meningkatkan pertalian darah dan menyebabkan endogami.

Homogenitas genetik yang dihasilkan meningkatkan kejadian penyakit resesif

autosomal yang jarang, hubungan pertama kali dijelaskan oleh Garrod lebih

dari 100 tahun yang lalu dan digunakan saat ini untuk melokalisasi banyak

Page 24: BBDM kelompok 1

gen yang terlibat dalam autosomal resesif SNHL non-sindromik. Prevalensi

kekerabatan bervariasi oleh budaya dan tertinggi di negara-negara Arab,

diikuti oleh India, Jepang, Brazil, dan Israel. Negara yang paling umum

terjadi pernikahan antara sepupu. Pasangan ini cenderung berasal dari

kelompok-kelompok dengan pendidikan dan sosial ekonomi yang rendah,

agama tradisional, dan menikah dini. Keturunan perkawinan seperti mewarisi

untai komplementer identik DNA melalui nenek moyang Parentally bersama

di 6-25% dari semua lokus, refleksi dari koefisien tinggi perkawinan sedarah.

Konseling genetik yang terarah dan edukasi kesehatan dapat membantu untuk

menurunkan kejadian autosomal resesif SNHL nonsyndromic.

Pencegahan acquired SNHL

Di negara-negara berkembang tanpa program vaksinasi rubella, congenital

rubella syndrome tetap menjadi penyebab paling penting dari acquired

congenital SNHL. Beban mortalitas dan morbiditas jatuh paling banyak pada

orang-orang yang hidup dalam kemiskinan dan di pusat-pusat perkotaan yang

padat, dan program vaksinasi yang dikelola dengan baik akan menjadi cara

sederhana untuk meningkatkan harapan hidup mereka. Beban penyakit adalah

isu sentral dalam pelaksanaan program vaksinasi apapun, dan data pada beban

penyakit yang diperlukan untuk advokasi pasien, pengembangan kebijakan

kesehatan masyarakat, dan pengembangan vaksin. Program global WHO

untuk Vaksin dan Imunisasi telah memberikan rekomendasi untuk mencegah

sindrom rubella bawaan, dan studi pendahuluan juga mendukung masuknya

vaksin terhadap H influenzae dan S pneumoniae. Di negara-negara maju, di

mana congenital cytomegalovirus telah menggantikan congenital rubella

syndrome sebagai penyebab paling umum acquired congenital SNHL pada

anak-anak, pengembangan vaksin yang efektif tetap menjadi prioritas utama.

Pencegahan OME

Modifikasi berikut dapat membantu mengurangi frekuensi otitis media

dengan efusi (OME):

Page 25: BBDM kelompok 1

·  Hindari iritan seperti asap rokok, yang dapat mengganggu fungsi tuba

eustakius.

·  Identifikasi dan menghindari allergen yang dapat menyebabkan Ome anak

Anda.

·  Cuci tangan dan mainan

·  Gunakan filter udara dan mendapatkan udara segar untuk

membantumenurunkan paparan terhadap kuman udara.

·  Jangan gunakan terlalu banyak antibiotik. Terlalu sering

menggunakanantibiotik keturunan bakteri semakin resisten.

·  Menyusui akan membuat anak kurang rentan terhadap infeksi

telinga selama bertahun-tahun.

·  Vaksin pneumokokus dapat mencegah infeksi dari penyebab yang

paling umum dari infeksi telinga akut (yang dapat

menyebabkan Ome). Vaksin flu juga dapat membantu.

7. Komplikasi SNHL dan OME

Komplikasi SNHL

Komplikasi yang dapat timbul yaitu terjadinya kehilangan pendengaran

secara permanen. Hal ini dapat diakibatkan secara langsung dari keadaan

penyakit yang mendasarinya yang memang sudah berat maupun secara tidak

langsung dari terlambatnya dilakukan terapi atau pengobatan. Jika sudah

terjadi kehilangan pendengaran yang permanen atau irreversible maka yang

harus dilakukan adalah pemberian informasi serta edukasi kepada keluarga

pasien mengenai keadaannya, pemikiran untuk penggunaan alat bantu dengar,

latihan pendengaran (auditory training) agar dapat menggunakan sisa

pendengaran yang ada dengan membaca ucapan bibir (lip reading), serta

psikoterapi agar pasien dapat menerima keadaannya.

Komplikasi OME

Membran timpani : Retraksi , atrofi , kolestoma

Page 26: BBDM kelompok 1

Kholestoma adalah suatu Krista epiterial yang berisi deskuamasi epitel.

Dimana deskuamasi terbentuk terus meenerus lalu menumpuk sehingga

kolesoma bertambah besar .

Klasifikasi :

- Kolestoma kongenital yang terbentuk pada massa embrionik dan

ditemukan pada telinga dengan membrane timpani utuh tanpa tanda

infeksi

- Kolestoma akusit yang terbentuk setelah lahir

Kolestoma akusita primer : terbentuk tanpa didahului oleh perforasi

membrane timpani

Kolestoma akusit sekunder :terbentuk setelah ada perforasi membrane

timpani.

Cavum timpani : OMK, kholestoma

Telinga dalam : SNHL

Timpanosklerosis

Merupakan suatu terminologi untuk mendeskripsikan penebalan sedikit

dari jaringan membrane timpani.

Perforasi

Infeksi telinga ada kemungkinan kecil nanah dapat terbentuk dari telinga

tengah. Nanah dapat menekan telinga yang menyebabkan terbentuknya

lubang (perforasi) yang berkembang ke membrane timpani. Membran

timpani yang perforasi dapat menyebabkan ketulian.Namun, pada banyak

kasus, membrane timpani dapat sembuh sendiri dalam enam sampai

delapan minggu.Pada kasus yang metap, perforasi membrane timpani

dapat ditangain dengan pembedahan minor (miringoplasi) dimana jaringan

digunakan untuk menutup lubang membrane timpani.

8. Cara Menghitung PTA

CARA PEMBACAAN AUDIOGRAM

Page 27: BBDM kelompok 1

1. Prinsip Pemeriksaan

Ambang dengar (hearing threshold) adalah intensitas terendah yang masih

dapat didengar, dinyatakan dalam dB. Audiometri merupakan pemberian

rangsangan bunyi pada telinga melalui hantaran udara pada frekwensi tertentu

dengan intensitas paling rendah yang masih dapat didengar, hasilnya adalah

grafik audiogram. Kepekaan terhadap nada murni diukur pada frekwensi 500,

1000, 2000, 3000, 4000, 6000 dan 8000 Hz. Kisaran normal ambang dengar

antara 0 – 25 dB.

2. Persiapan pemeriksaan.

Sebelum pemeriksaan probondus harus terbebas dari paparan bising minimal

selama 16 jam untuk menghindari adanya temporary threshold shift (TTS).

3. Tahapan pemeriksaan audiometri.

- Berikan instruksi yang jelas dan tepat. Probandus perlu mengetahui apa yang

harus didengar dan respon apa yang harus diberikan jika mendengar nada. Oleh

karena itu lakukan pengenalan nada pada probondus, kemudian probondus

diinstruksikan untuk menekan tombol bila mendengar nada

- Pasang headphone dengan posisi warna merah untuk telinga kanan dan warna

biru untuk telinga kiri

- Pemeriksaan dimulai pada telinga kanan dimulai pd frekuensi 1000 Hz dengan

intensitas 40 – 50 dB, bila orang yang diperiksa mendengar maka ia akan

menekan tombol sinyal dan petunjuk lampu akan menyala.

- Turunkan secara bertahap intensitas suara sebesar 10 dB sampai tidak

mendengar, naikkan lagi intensitas suara dengan setiap kenaikan sebesar 5 dB

sampai orang yang diperiksan mendengar lagi. Berikan rangsangan sampai 3

kali bila respon hanya 1 kali dari 3 kali test maka naikan lagi 5 dB dan berikan

rangsangan 3 kali. Bila telah didapat respon yang tetap maka perpaduan antara

penurunan dan penambahan merupakan Batas Ambang Dengar.

- Catat hasil dalam lembar data pemeriksaan dan pada audiogram.

Page 28: BBDM kelompok 1

- Untuk pemeriksaan frekuensi berikutnya, mulailah pada tingkat 15 dB lebih

rendah dari ambang dengar pada frekuensi 1000 Hz ( misalnya bila pada

frekuensi 1000 Hz dimulai intensitas 50 dB, maka pada frekuensi 2000 Hz

dimulai dengan intensitas 30-35 dB )

- Lakukan pemeriksaan untuk frekuensi diatas 1000 Hz dengan cara yang sama,

dan terakhir pemeriksaan pada frekuensi 500 Hz.

Perlu di ingat :

- Gunakan tinta merah untuk telinga kanan dan tinta biru untuk telinga kiri.

- Hantaran udara (Air Conduction = AC)

Kanan = O

Kiri = X

- Hantaran tulang (Bone Conduction = BC)

Kanan = >

Kiri = <

- Hantaran udara (AC) dihubungkkan dengan garis lurus ( ____ ) dengan

menggunakan tinta merah untuk telinga kanan dan biru untuk telinga kiri.

- Hantaran tulang (BC) dihubungkan dengan putus-putus ( - - - -) dengan

menggunakan tinta merah untuk telinga kanan dan biru untuk telinga kiri.

Contoh audiogram pendengaran normal (telinga kanan):

Page 29: BBDM kelompok 1

Normal : AC dan BC sama atau kurang dari 25 dB

AC dan BC tidak berimpit, tidak ada air-bone gap

Contoh audiogram tuli sensorineural (telinga kanan):

Tuli sensorineural : AC dan BC lebih dari 25 dB

AC dan BC berimpit, tidak ada ai-bone gap

Page 30: BBDM kelompok 1

Contoh audiogram tuli konduktif (telinga kanan):

Tuli konduktif : BC normal atau kurang dari 25 dB

AC lebih dari 25 dB

Contoh audiogram tuli campuran (telinga kanan):

Tuli campuran (Mix Hearing Loss) : BC lebih dari 25 dB, AC lebih dari 25 dB.

Antara AC dan BC terdapat air-bone gap

Catatan:

Page 31: BBDM kelompok 1

- Disebut terdapat air-bone gap apabila antara AC dan BC terdapat

perbedaan lebih atau sama dengan 10 dB, minimal pada 2 frekuensi yang

berdekatan.

- Untuk menghitung ambang dengar (dB), akumulasikan dB pada frekuensi

500 Hz, 1000 Hz dan 2000 Hz (merupakan ambang dengar percakapan

sehari-hari), kemudian dirata-ratakan.

- contoh:

didapatkan derajat ketulian pada telinga dengan audiogram 35 dB pada

frekuensi 500 Hz, 45 dB pada frekuensi 1000 Hz dan 55 dB pada frekuensi

2000 Hz.

Jawab : 35 + 45 + 55 = 45 dB (tuli sedang) 3

Derajat ketulian (menurut buku FKUI)

- Normal : 0 – 25 dB

- Tuli ringan : 26 – 40 dB

- Tuli sedang : 41 – 60 dB

- Tuli berat : 61 – 90 dB

- Tuli sangat berat : > 90 dB

Page 32: BBDM kelompok 1

DAFTAR PUSTAKA

1. Humaid, Al Humaid, Ashraf AS, Masood KA. Prevalence and risk factors of

Otitis Media with effusion in school children in Qassim Region of Saudi

Arabia. Int J Health Sci (Qassim). 2014 Oct; 8(4): 325–334.

(http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4350887/)

2. P Chen, ZN Wang, ZQ Xu. Risk factors for otitis media with effusion in

children. Zhonghua Er Bi Yan Hou Tou Jing Wai Ke Za Zhi. 2008

Dec;43(12):903-5. (http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/19141240)

3. Gultekin E, Develioglu ON, Yener M. Prevalence and risk factors for

persistent Otitis Media with effusion in primary schoo; children in Istanbul,

Turkey. Received: October 21, 2008; Accepted: May 12, 2009;

(http://www.aurisnasuslarynx.com/article/S0385-8146%2809%2900127-8/

abstract)

4. Novita, Stevani, Natalia Yuwono. Diagnosis dan Tatalaksana Tuli Mendadak.

CDK-210. 2013; 40 (11); 820-6.

Page 33: BBDM kelompok 1

5. Kutz, Joe Walter. Perilymphatic Fistula [cited 2015 28 March]. Available

from: http://emedicine.medscape.com/article/856806-overview

6. Isaacson, Jon E., Neil M. Vora. Differential Diagnosis and Treatment of

Hearing Loss. American Family Physician. 2003; 68 (6); 1125-32.

7. Zahnert, Thomas. The Differential Diagnosis of Hearing Loss. Deutsches

Ärzteblatt International. 2011; 108 (25); 433-44.

8. Soepardi, Efiaty Arsyad, et al. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Tekinga Hidung

Tenggorok Kepala dan Leher Ed 6. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia. 2007.