laporan farmakologi

16
Laporan Kelompok Praktikum Farmakologi Blok 29 JL.Terusan Arjuna No.6 Fakultas Kedokteran Ukrida Jakarta 2012 _______________________________________________________ _________ Anggota Kelompok: Sarah Regina Christy (10.2009.230) Andersen(101009234) Febryn Prsiliya Paliyama (102009242) Hana Karmila (102009243) Rozma Connica Bertha Ompusunggu (102009251) Ivan Dwi Pramudita Sunardi (102009261) Martha Puspitasari(102009262) Mira Dewi Prawira (102009265) 1

Upload: nies-pastries-party

Post on 31-Dec-2014

149 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

lap

TRANSCRIPT

Page 1: laporan farmakologi

Laporan Kelompok Praktikum Farmakologi Blok 29

JL.Terusan Arjuna No.6

Fakultas Kedokteran Ukrida Jakarta 2012

________________________________________________________________

Anggota Kelompok:

Sarah Regina Christy (10.2009.230)

Andersen(101009234)

Febryn Prsiliya Paliyama (102009242)

Hana Karmila (102009243)

Rozma Connica Bertha Ompusunggu (102009251)

Ivan Dwi Pramudita Sunardi (102009261)

Martha Puspitasari(102009262)

Mira Dewi Prawira (102009265)

1

Page 2: laporan farmakologi

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latarbelakang

Dalam blok kegawadaruratan, bagian farmakologi ikut menyumbang obat – obat yang

digunakan pada ICU, anestesi umum, local. Untuk melengkapi dan lebih memahami efek obat

anestesi umum, maka kali ini mahasiswa akan melihat demonstrasi efek anestesi umum yang

akan dilakukan pada anjing, karena tentunya praktikum ini tidak mungkin dilakukan pada orang

percobaan. Diharapkan pada mahasiswa memperhatikan dengan seksama demonstrasi efek obat

anestesi umum yang dilakukan pada anjing ini, terutama terjadinya stadium anestesi umum I, II,

III. Tentunya stadium IV tidak boleh dilakukan karena anjing akan masuk dalam stadium

paralysis pernafasan dan menimbulkan kematian. Disamping itu mahasiswa juga harus

mengetahui gunanya pemberian medikasi preanestesi dan pemberian obat yang dapat membantu

induksi stadium anestesi.

Perhatikanlah dengan baik – baik karena apa yang terjadi pada praktikum ini akan tampak

pada orang yang diberi anestesi umum untuk tujuan pembedahan. Dalam praktikum ini juga

mahasiswa melakukan sendiri penentuan perbandingan kekuatan obat anestesi umum, serta cara

menghitung secara statistic yang akan membuktikan apakah perbedaan efek dari hasil observasi

di atas akan berbeda secara signifikan atau tidak

1.2 Praktikum pemberian anestesi umum

a. Sasaran belajar

1. Memperlihatkan salah satu cara pemberian anestesi umum, yaitu secara semi open

2. Memperlihatkan stadium anestesi umum I, II, dan III – plana 1,2,3

2

Page 3: laporan farmakologi

3. Memperlihatkan perbedaan pemberian anestesi umum dengan atau tanpa medikasi

preanestesi sebelumnya

4. Memperlihatkan pemberian anestesi umum dengan atau tanpa induksi dengan

thiopental

b.Persiapan

Hewan coba : 2 ekor anjing

Alat : sungkup eter, serbet, kapas, penggaris

Obat : larutan eter tehnis

Atropin 0.5 mg/ml

Morfin 10 mg/ml

Tiopental

Dosis obat : Eter secukupnya

Atropin 1 mg/anjing IM

Morfin 1mg/kgBB IM

Tiopental 20 mg/kg BB IM

c. Tatalaksana

1. Percobaan anestesi umum tanpa medikasi preanstesi dan induksi

Sebelum percobaan dimulai, anjing yang akan diberi anestesi umum, diperiksa dulu,

refleksnya dengan cara menarik kakinya, rasa nyeri dengan menarik telingannya, juga ukur

lebar pupil matanya, frekuensi denyut jantung dan frekuensi nafas serta jenis pernapasannya

Baringkan anjing tadi diatas meja laboratorium, lalu pasanglah sungkup eter yang telah

3

Page 4: laporan farmakologi

dibalut dengan kain lap dan diberi lapisan kapas di dalam dan dasar sungkup. Berikanlah eter

tetes demi tetes, yang pada permulaan agak cepet, agar anjing dapat menghirup uap eter dan

segera masuk dalam stadium anestesi

Perhatikanlah anjing yang tidak diberi medikasi preanestesi dan induksi ini, akan lama

masuk dalam stadium berikutnya, jadi anjing akan meronta – ronta, melolong, dan banyak

sekresi liurnya karena iritasi eter yang diberikan. Selanjutnya perhatikan baik – baik stadium

yang terjadi I, II, dan III, dengan mengamati diameter pupil, frekuensi napas, jenis

pernapasan, frekuensi denyut jantung, gerak bola maa dan tonus otot. Observasi dilanjutkan

selama masa pemulihan ( recovery )

2. Percobaan anestesi umum tanpa medikasi preanestesi dan induksi

Seperempat jam sebelum praktikum dimulai anjing, disuntik dengan atropine dan morfin

sesuai dosis yang disepakati secara IM, sebagai medikasi preanestesi. Jelaskan guna kedua

obat medikasi preanestesi yang diberikan ini. Lakukan observasi yang sama pada anjing tadi,

kemudian baringkanlah anjing itu di atas meja laboratorium

Saat sebelum penetasan eter pada sungkup, suntikkan larutan thiopental IV pada vena di

tungkai anjing, ini akan menginduksi stadium II ( delirium ), sehingga anjing akan segera

masuk dalam stadium III, lalu teteskan eter seperti di atas. Lakukan observasi yang sama

dengan di atas dan perbedaan yang tampak pada anjing yang diberi dan tanpa medikasi

premedikasi atau induksi

1.3 Penentuan perbandingan kekuatan obat anestesi umum

a. Alat dan bahan

Alat : Gelas kimia 600 ml

Plastik untuk menutup gelas

Karet gelang

4

Page 5: laporan farmakologi

Semprit tuberculin ( 1 ml ) sekali paka

Bahan : Eter 500ml

Kloroform 500ml

Hewan coba : 2 ekor mencrit setiap rombongan mahasiswa

1.4 Tatalaksana

Untuk tiap rombongan mahasiswa disediakan dua gelas beaker ukuran 600 ml. Masukkan

seekor mencit ke dalam tiap gelas beaker, kemudian gelas beaker tersebut ditutup dengan

seember plastic yang telah ditempel kapas. Tindai tiap gelas beaker sesuai dengan anestetik yang

akan dipakai. Dengan interval 5 menit, suntikkan 0.2 ml anestetik tersebut di bawah ini, dengan

semprit tuberculin menembus plastic di atas sepotong kapas di dalam gelas beaker

Pada percobaan ini digunakan 2 macam obat, yaitu :

1. Eter

2. Kloroform

Tujuan

1. Mengerti kekuatan efek obat anestesi umum

2. Melakukan perbandingan kekuatan obat anestesi umum

3. Melakukan perhitungan statistic untuk mengetahui apakah perbedaan kekuatan efek

obat signifikan atau tidak

4. Memahami arti suatu perhitungan statistic dalam menilai perbedaan efek dua atau lebih obat

sejenis dan manfaat klinis

5

Page 6: laporan farmakologi

Penutup

Dengan melakukan sendiri kegiatan praktikum membandingkan kekuatan 2 jenis anestesi

umum serta menghitung sendiri perbedaan tadi secara statistic maka mahasiswa dapat lebih

mengerti makna dari “ Statistically significant” yang dapat dijumpai bila membaca hasil

penelitian atau jurnal kedokteran. Dan dengan mengamati stadia anestesi umum yang diberikan

secara demonstrasi pada anjing, mahasiswa lebih mengerti cara kerja, cara pemberian dan

kegunaan obat – obat premedikasi anestesi dan mekanisme kerjanya, serta ciri – ciri stadia

anestesi

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Dasar Teori

1. Analgetik Narkotik

Morfin adalah analgesik narkotik pertama yang digunakan untuk mengurangi cemas dan

ketegangan pasien menghadapi pembedahan,mengurangi nyeri, menghindari takipnea pada

anestesia dengan trikloretilen, dan membantu agar anestesia berlangsung baik.1 Kini dikenal

lebih dari 20 jenis opioid yang dapat digunakan untuk tujuan ini.

Kelompok obat ini juga memilliki sifat anestetik sehingga ia dapat mengurangi KAM,tetapi

ia tidak digunakan untuk tujuan anestesia karena untuk ini ternyata dibutuhkan dosis yang

menimbulkan efekk SSP lainnya. Dengan teknik anestesia berimbang,dampak buruk

morfin,yaitu memperpanjang waktu pemulihan dan depresi kardiovaskular,dapat diatasi,dan

mual,muntah,eksitasi, serta nyeri pasca bedah dapat dikurangi.

Morfin 8-10mg yang diberikan IM biasanya cukup untuk tujuan diatas,sedangkan dosis

0,001-0,2 mg/kg IV cukup untuk menimbulkan analgesia. Dalam anestesia berimbang dengan

N2O diperlukan morfin sampai 3 mg/kg,sedangkan bila digunakan anestetik inhalasi lainnya

dianjurkan dosis tidak lebih dari 1-2 mg/kgBB.

6

Page 7: laporan farmakologi

2. Antimuskarinik

Hipersekresi kelenjar ludah dan bronkus yang ditimbulkan oleh anestetik inhalasi dapat

mengganggu pernapasan selama anestesia. Atropin 0,4-0,6 mg IM mencegah hipersekresi ini 10-

15 menit setelah penyuntikan. Efek ini berlangsung selama 90 menit. Namun, dosis ini tidak

cukup untuk mencegah perubahan kardiovaskular akibat rangsangan parasimpatis,yaitu hipotensi

dan bradikardia,yang disebabkan oleh manipulasi sinus karotikus atau pemberian berulang

suksinilkolin IV. Untuk keadaan ini diperlukan dosis 1,5-2 mg atau pemberian atropin IV.

3. Eter (dietileter)

Eter merupakan cairan tidak berwarna yang mudah menguap,berbau tidak enak, mengiritasi

saluran nafas, mudah terbakar,danmudah meledak.1 Di udara terbuka eter teroksidasi menjadi

peroksida danbereaksi dengan alkohol membentuk asetaldehid,maka eter yang sudah terbuka

beberapa hari sebaiknya tidak digunakan lagi. Karena sifanya ini eter tidak digunakan lagi di

negara maju,tetapi di Indonesia masih dipakasi secara luas karena murah dan relatif tidak toksik

dan dapat digunakan dengan peralatan yang sederhana.

Eter merupakan anastetik yang sangat kuat. Sifat analgesiknya kuat sekali;dengan kadar

dalam darah arteri 10-15 mg% sudah terjadi analgesia tetapi pasien masih sadar. Eter pada kadar

tinggi dan sedang menimbulkan relaksasii otot dan hambatan neuromuskkular yang tidak dapat

dilawan oleh neostigmin. Zat ini meningkatkan hambatan neuromuskular oleh antibiotik seperti

neomisin,streptomisin,polimiksin, dan kanamisin.

Eter menyebabkan iritasi saluran napas dan merangsang sekresi kelenjar bronkus. Pada

induksi dan waktu pemulihan,eter menimbulkan salivasi,tetapi pada stadium yang lebih

dalam,salivasi akan dihambat dan terjadi depresi napas.

Eter menekan kontraktilitas otot jantung,tetapi in vivo efek ini dilawan oleh meningkatnya

aktivitas simpatis sehingga curah jantung tidak berubah atau meninggi sedikit. Eter tidak

menyebabkan sensitisasi jantung terhadap katekolamin. Pada anestesia ringan,seperti halnya

anestetik lain,eter menyebabkan dilatasi pembuluh darah kulit sehingga timbul kemerahan

terutama di daerah muka,pada anestesia yang lebih dalam kulit menjadi lembek,pucat,dingin,dan

basah. Terhadap pembuluh darah ginjal,eter menyebabkan vasokonstriksi sehingga terjadi

penurunan laju filtrasi glomerulus dan produksi urin menurun secara reversibel. Sebaliknya pada

pembuluh darah otak,eter menyebabkan vasodilatasi.

7

Page 8: laporan farmakologi

Eter menyebabkan mual dan muntah terutama pada waktu pemulihan,tetapi ini dapat pula

terjadi pada waktu induksi. Ini disebabkan oleh efek sentral atau akibat iritasi lambung oleh eter

yang tertelan.Aktivitas saluran cerna dihambat selama dan sesudah anestesia.

Eter disekresi melalui paru; sebagian kecil diekskresi juga melalui urin, air susu,dan keringat

serta melalui difusi kulit utuh. Penggunaan eter pada sistem semi tertutup dalam kombinasi

dengan oksigen atau N2O tidak dianjurkan pada pembedahan dengan tindakan kauterisasi sebab

ada bahaya timbulnya ledakan,dan bila api mencapai paru pasien akan mati akibat jaringan yang

terbakar atau paru-parunya pecah.

4. Kloform

Kloroform adalah nama umum untuk triklorometana (CHCl3). Kloroform dikenal karena

sering digunakan sebagai bahan pembius, meskipun kebanyakan digunakan sebagai pelarut

nonpolar di laboratorium atau industri.Wujudnya pada suhu ruang berupa cairan, namun mudah

menguap.Pada suhu normal dan tekanan, kloroform adalah cairan yang sangat mudah menguap,

jernih, tidak berwarna, berat, sangat bias, tidak mudah terbakar. Hal ini ditemukan pada Juli

1831 oleh dokter Amerika Samuel Guthrie (1782-1848), dan independen beberapa bulan

kemudian oleh Prancis Eugène Soubeiran (1797-1859) dan Justus von Liebig (1803-1873) di

Jerman. Kloroform yang bernama dan kimia ditandai pada tahun 1834 oleh Jean-Baptiste Dumas

(1800-1884).sifat anestesi Its dicatat awal tahun 1847 oleh Marie-Jean-Pierre Flourens (1794-

1867).

Kloroform bertindak sebagai anestesi yang relatif kuat mengganggu saluran pernafasan dan

menyebabkan system efek saraf pusat, termasuk sakit kepala, mengantuk, dan pusing.Pada

konsentrasi yang lebih tinggi dapat menyebabkan ketidaksadaran bahkan kematian.Kloroform

dapat menyebabkan perlukaan pada hari dan gangguan darah.Efek toksik kronisnya adalah

kematian karena denyut jantung yang tidak teratur dan hepatotoksik.

Hasil Percobaan

8

Page 9: laporan farmakologi

Tabel 1. Efek Kloroform terhadap Mencit

Dosis Letal: Waktu: Keterangan:

0.2 ml 18 detik Mencit mulai defekasi spontan

1 menit Mencit mulai bergerak tak terkontrol (stadium 2)

2.10 menit Mencit mulai tak banyak bergerak (stadium 3 plana 1)

2.30 menit Mencit mulai tenang (stadium 3 plana 2)

3.32 menit Pernafasan abdominal tampak lebih dominan

(stadium 3 plana 3)

4.54 menit Mata mencit tidak berbinar, pernafasan abdominal

(stadium 3 plana 4)

0.2 ml 6.50 menit Pernafasan abdominal melemah (stadium 4)

8 menit Mencit mati

Pembahasan:

Percobaan ini memiliki tujuan untuk membandingkan kekuatan obat anestetik umum

inhalasi, yaitu eter dan kloroform. Hewan coba yang digunakan adalah mencit sebanyak 2 ekor

dengan berat badan yang kurang lebih sama (homogen). Mencit dimasukkan ke dalam gelas

beaker yang ditutup rapat dengan plastik.Terdapat kapas yang ditempel di plastik sebagai media

untuk menyuntikkan cairan eter dan kloroform.Seperti yang diketahui, sifat sifat eter dan

klorofom adalah cairan tidak berwana namun berbau tajam, mudah menguap, mudah terbakar,

dan meledak. Ketika cairan anestesi disuntikkan ke kapas, cairan itu dengan mudah menguap

menjadi gas anestesi di dalam gelas beaker tersebut. Karena tidak ada celah bagi gas untuk

keluar, mencit menghirup seluruh gas dan mulailah timbul gejala teranestesi.

Sebelum diberi paparan gas, mencit masih tenang normal.Ketika disuntikkan cairan

kloroform, mencit yang menghirup gas klorofom dengan cepat pada detik ke-18 mengalami

defekasi spontan dan pada menit pertama, mencit bergerak-gerak kian kemari tak terkontrol.Ini

bisa dianggap mencit memasuki stadium 2 (eksitasi).Kemudian, pada menit ke-2 hingga menit

ke-4, mencit berangsur-angsur masuk stadium lebih dalam dari stadium 2 ke stadium 3.Tanda

nyata bahwa mencit memasuki stadium 3 adalah pergerakan ototnya sudah melemah dan jenis

pernafasannya lebih dominan abdominal dibanding torakal.Pada menit ke-8, mencit

menunjukkan tanda-tanda kematian, seperti tidak ada refleks otot, tidak ada pernafasan spontan,

9

Page 10: laporan farmakologi

dan tidak ada refleks pupil terhadap cahaya.Kloroform memiliki efek toksik akut dan kronik.

Secara akut, kloroform dapat menyebabkan depresi medulla oblongata dengan tanda depress

nafas. Secara kronik, kloroform memiliki efek hepatotoksik.Oleh karena itu, sekarang kloroform

tidak pernah dipakai sebagai anestesi inhalasi.Baunya yang tajam dapat mengiritasi saluran nafas

dan merangsang sekresi kelenjar bronkus.

Tabel 2. Efek Eter terhadap Mencit

Dosis Letal: Waktu: Keterangan:

0.2 ml 2 menit Mencit bergerak tak terkontrol (stadium 2)

0,2 ml 6 menit Mencit mulai tak banyak bergerak, pernapasan teratur

(stadium 3 plana 1)

7 menit Mencit mulai tenang, pernapasan teratur (stadium 3 plana 2)

9 menit Pernafasan abdominal tampak lebih dominan (stadium 3

plana 3)

0,2 ml 11 menit Pernafasan abdominal (stadium 3 plana 4)

14 menit Pernafasan abdominal melemah (stadium 4)

0.2 ml 15.43 menit Mencit mati, reflex pupil terhadap cahaya tidak ada

Pembahasan:

Sebelum diberi paparan gas eter, mencit masih bergerak normal seperti biasa.2 menit setelah

penyuntikan cairan, mencit mulai menunjukkan reaksi anastesi stadium ke-2 yaitu terlihat

adanaya gerakan-gerakan tidak terkontrol.Kemudian perlahan-lahan pada menit ke-6 mencit

mulai tenang dan tidak banyak bergerak, pernapasannya pun mulai teratur, itu menunjukkan

mencit sudah memasuki anastesi stadium 3 plana1 dan 2.Dan pada menit ke-9 mencit masuk

kestadium 3 plana 3, dimana pernapasan abdominal lebih dominan dan relaksasi otot rangka

sempurna.Pernapasan abdominal mulai melemah pada menit ke-14 (stadium 4).Pada menit ke-

15, mencit menunjukkan tanda-tanda kematian, seperti tidak ada refleks otot, tidak ada

pernafasan spontan, dan tidak ada refleks pupil terhadap cahaya.Eter merupakan anastetik yang

sangat kuat.Eter menyebabkan iritasi saluran napas dan merangsang sekresi kelenjar bronkus.

Pada induksi dan waktu pemulihan,eter menimbulkan salivasi,tetapi pada stadium yang lebih

10

Page 11: laporan farmakologi

dalam,salivasi akan dihambat dan terjadi depresi napas.Efek samping eter meliputi; mual,

muntah, iritasi saluran napas, hipersalivasi, dan vasokonstriksi.Kematian dari mencit yang diberi

eter kemungkinan disebabkan oleh efek depresi napas karena banyaknya cairan yang

disuntikkan.

Perbandingan Kelompok

(tgsnya IVAN – ANDERSEN)

KESIMPULAN

Eter dan kloroform adalah anastesi inhalasi yang digunakan pada percobaan ini. Dari

hasil praktikum ini dapat disimpulkan bahwa dosis lethal yang dibutuhkan oleh kloroform jauh

lebih sedikit bila dibandingkan dengan eter, demikian juga halnya untuk waktu lethal yang

dibutuhkan oleh kloroform lebih singkat bila dibandingkan dengan eter. Perbedaan yang

diperoleh ini bersifat signifikan secara statistic. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa

kloroform lebih bersifat toksik daripada eter sebagai anastesi inhalasi.

Daftar Pustaka

1. Zunilda DS, Elysabeth. Anestesi umum. Dalam: Departemen Farmakologi dan Terapeutik FKUI.

Farmakologi dan terapi. Edisi ke- 5. Jakarta : FKUI; 2009. h. 122 – 38.

11