laporan akhir praktikum farmakologi anti diare

24
LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM FARMAKOLOGI Pengujian Efek Anti Diare KELOMPOK 4 Selasa, 5 April 2011 Aldila Indah R 260110090029 Natur Yasinka260110090030 Silviana D. A. 260110090031 Dianti Nofriani 260110090032 Novita Chandra 260110090033 Harna L. P. 260110090034 Ridha Tria 260110090036 Pramuja Aria M. 260110090039 LABORATORIUM FARMAKOLOGI FAKULTAS FARMASI

Upload: chipyavianti

Post on 02-Jul-2015

5.380 views

Category:

Documents


415 download

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Akhir Praktikum Farmakologi Anti Diare

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM FARMAKOLOGI

Pengujian Efek Anti Diare

KELOMPOK 4

Selasa, 5 April 2011

Aldila Indah R 260110090029

Natur Yasinka 260110090030

Silviana D. A. 260110090031

Dianti Nofriani 260110090032

Novita Chandra 260110090033

Harna L. P. 260110090034

Ridha Tria 260110090036

Pramuja Aria M. 260110090039

LABORATORIUM FARMAKOLOGI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS PADJADJARAN

2011

Page 2: Laporan Akhir Praktikum Farmakologi Anti Diare

Pengujian Efek Anti Diare

I. TUJUAN

Mengetahui sejauh mana aktivitas obat anti diare dapat menghambat

diare yang disebabkan oleh oleum ricini pada hewan percobaan dan

metode transit intestinal.

II. PRINSIP

Efek obat anti diare dalam menghambat gerak peristaltik usus dapat

ditandai dengan terhambatnya aliran tinta cina yang melewati usus.

III. TEORI

Diare merupakan buang air besar (defekasi) dengan tinja, berbentuk

cairan atau setengah cairan (setengah padat), dengan kandungan air pada tinja

lebih banyak dari biasanya, normalnya 100–200 ml/tinja (Hendarwanto, 1996).

Pada diare, tinja mengandung lebih banyak air dibandingkan yang normal. Tetapi

apabila mengeluarkan tinja normal secara berulang tidak disebut diare (Andrianto,

1995). Dengan kata lain, diare merupakan keadaan buang air besar dengan banyak

cairan (mencret) dan merupakan gejala dari penyakit-penyakit tertentu atau

gangguan lainnya (Tjay dan Rahardja, 2002).

Diare sebenarnya adalah proses fisiologis tubuh untuk mempertahankan

diri dari serangan mikroorganisme (virus, bakteri, parasit dan sebagainya) atau

bahan-bahan makanan yang dapat merusak usus agar tidak menyebabkan

kerusakan mukosa saluran cerna. Diare dikatakan meningkat ketika frekuensi

meningkat dengan konsentrasi tinja lebih lembek atau cair, bersifat mendadak dan

berlangsung dalam waktu 7-14 hari (Sunoto, 1996).

Secara normal makanan yang terdapat di dalam lambung dicerna menjadi

bubur (chymus), kemudian diteruskan ke usus halus untuk diuraikan lebih lanjut

Page 3: Laporan Akhir Praktikum Farmakologi Anti Diare

oleh enzim-enzim. Setelah terjadi resorpsi, sisa chymus tersebut yang terdiri dari

90% air dan sisa-sisa makanan yang sukar dicernakan, diteruskan ke usus besar

(colon). Bakteri-bakteri yang biasanya selalu berada di colon mencerna lagi sisa-

sisa (serat-serat) tersebut, sehingga sebagian besar dari sisa-sisa tersebut dapat

diserap pula selama perjalanan melalui usus besar. Airnya juga diresorpsi kembali

sehingga akhirnya isi usus menjadi lebih padat (Tjay dan Rahardja, 2002).

Beberapa klasifikasi diare antara lain adalah:

1. Klasifikasi berdasarkan pada jenis infeksi gastroenteritis (diare dan

muntah), diklasifikasikan menurut dua golongan:

a. Diare infeksi spesifik: titis abdomen dan poratitus, disentri bani

(Shigella).

b. Diare non spesifik.

2. Klasifikasi lain diadakan berdasarkan organ yang terkena infeksi:

a. Diare infeksi enternal atau diare karena infeksi di usus (bakteri, virus,

parasit).

b. Diare infeksi parenteral atau diare karena infeksi di luar usus (otitis,

media, infeksi saluran pernafasan, infeksi saluran urin, dan lainnya)

(Andi, 2010).

3. Klasifikasi diare berdasarkan lamanya diare:

a. Diare akut atau diare karena infeksi usus yang bersifat mendadak, dan

bisa berlangsung terus selama beberapa hari. Diare ini disebabkan

oleh karena infeksi usus sehingga dapat terjadi pada setiap umur dan

bila menyerang umumnya disebut gastroenteritis infantile.

b. Diare kronik merupakan diare yang berlangsung lebih dari dua

minggu, sedangkan diare yang sifatnya menahun diantara diare akut

dan diare kronik disebut diare sub akut (Andrianto, 1995).

Patogenesis terjadinya proses diare kronik sangat kompleks dan multipel

(Andrade et al., 2000). Patogenesis utama pada diare kronik adalah kerusakan

mukosa usus (Suraatmaja, 2005) yang menyebabkan gangguan digesti dan

transportasi nutrien melalui mukosa. Faktor penting lainnya adalah faktor

Page 4: Laporan Akhir Praktikum Farmakologi Anti Diare

intraluminal yang menyebabkan gangguan proses digesti saja misalnya akibat

gangguan pankreas, hati, dan membran brush border enterosit. Biasanya kedua

faktor tersebut terjadi bersamaan sebagai penyebab diare kronik (Ghishan, 2008).

Pada tahap awal kerusakan mukosa usus disebabkan oleh etiologi diare

akut yang tidak mendapat penanganan dengan baik. Akhirnya berbagai faktor

melalui interaksi timbal balik mengakibatkan lingkaran setan. Keadaan ini tidak

hanya menyebabkan perbaikan kerusakan mukosa tidak efektif tetapi juga

menimbulkan kerusakan mukosa yang lebih berat dengan segala komplikasinya

(Suraatmaja, 2005).

Enteropatogen misalnya infeksi bakteri/infestasi parasit yang sudah

resisten terhadap antibiotik/anti parasit, disertaiov ergrowth bakteri non-patogen

seperti Pseudomonas, Klebsiella, Streptococcus, Staphylococcus, dan sebagainya

akan memprovokasi timbulnya lesi di mukosa usus. Kerusakan epitel usus

menyebabkan kekurangan enzim laktase dan protease yang mengakibatkan

maldigesti dan malabsorpsi karbohidrat dan protein. Pada tahap lanjut, setelah

terjadi malnutrisi, terjadi atrofi mukosa lambung, usus halus disertai penumpulan

vili, dan kerusakan hepar dan pankreas yang mengakibatkan terjadinya maldigesti

dan malabsorpsi seluruh nutrien. Makanan yang tidak dicerna dengan baik akan

meningkatkan tekanan koloid osmotik dalam lumen usus sehingga terjadilah diare

osmotik. Ov ergrowth bakteri yang terjadi mengakibatkan dekonjugasi dan

dehidroksilasi asam empedu. Dekonjugasi dan dehidroksilasi asam empedu

merupakan zat toksik terhadap epitel usus dan menyebabkan gangguan

pembentukan ATP-ase yang sangat penting sebagai sumber energi dalam absorpsi

makanan (Suraatmaja, 2005).

Usus merupakan organ utama untuk pertahanan tubuh. Defisiensi sekretori

IgA (SigA) dan cell mediated immunity akan menyebabkan individu tidak mampu

mengatasi infeksi bakteri/virus/jamur atau infestasi parasit dalam usus, akibatnya

kuman akan berkembang biak dengan leluasa, terjadiovergrowth dengan akibat

lebih lanjut berupa diare kronik dan malabsorpsi makanan yang lebih berat

(Suraatmaja, 2005).

Page 5: Laporan Akhir Praktikum Farmakologi Anti Diare

Kelompok obat yang sering kali digunakan pada diare adalah:

1. Kemoterapeutik untuk terapi kausal, yakni memberantas bakteri penyebab

diare, seperti antibiotika, sulfonamida, kinolon, dan funazolidon.

2. Obstipansia untuk terapi simtomatis, yang dapat menghentikan diare dengan

beberapa cara, yakni:

a. Zat-zat penekan peristaltik (antimotilitas) sehingga memberikan lebih

banyak waktu untuk resorpsi air dan elektrolit oleh mukosa usus: candu

dan alkaloidnya, derivat-derivat petidin (difenoksilat dan loperamida), dan

antikolinergik (atropin, ekstra belladonna). Adapun mekanisme kerja obat-

obatan ini adalah menstimulasi aktivasi reseptor μ pada neuron menterikus

dan menyebabkan hiperpolarisasi dengan meningkatkan konduktansi

kaliumnya. Hal tersebut menghambat pelepasan asetilkolin dari pleksus

mienterikus dan menurunkan motilitas usus. Loperamid merupakan opioid

yang paling tepat untuk efek lokal usus karena tidak menembus sawar

otak. Oleh karena itu loperamid hanya menimbulkan sedikit efek sentral

dan tidak menimbulkan efek ketergantungan (Tjay dan Rahardja, 2002).

b. Adstringensia, yang menciutkan selaput lendir usus, misalnya asam semak

(tanin) dan tannalbumin, garam-garam bismut, dan aluminium (Tjay dan

Rahardja, 2002).

c. Adsorbensia, misalnya yang pada permukaannya dapat menyerap

(adsorpsi) zat-zat beracun (toksin) yang dihasilkan oleh bakteri atau yang

adakalanya berasal dari makanan (udang, ikan) (Tjay dan Rahardja, 2002).

3. Spasmolitika,yakni zat-zat yang dapat melepaskan kejang-kejang otot yang

seringkali mengakibatkan nyeri perut pada diare, antara lain papaverin dan

oksifenonium (Tjay dan Rahardja, 2002).

Pengobatan simtomatik dengan opiat atau loperamid bermanfaat untuk

mengurangi hebatnya diare. Meskipun demikian, perlu diperhatikan bahwa obat-

obat ini dapat menimbulkan efek samping seperti distensi abdominal, dll (Neal,

2005).

Page 6: Laporan Akhir Praktikum Farmakologi Anti Diare

Obat antimotilitas secara luas digunakan sebagai simtomatis pada diare

akut ringan sampai sedang. Opioid seperti morfin, difenoksilat, dan kodein 

menstimulasi aktivasi reseptor µ pada neuron mienterikus dan menyebabkan

hiperpolarisasi dengan meningkatkan konduktansi kaliumnya. Hal tersebut

menghambat pelepasan asetilkolin dari pleksus mienterikus dan menurunkan

motilitas usus (Neal, 2005).

Loperamid adalah opioid yang paling tepat untuk efek local pada usus

karena tidak menembus ke dalam otak. Oleh karena itu, loperamid hanya

mempunyai sedikit efek sentral dan tidak mungkin menyebabkan ketergantungan

(Neal, 2005).

Loperamid merupakan derivat difenoksilat dengan khasiat obstipasi yang

dua sampai tiga kali lebih kuat tetapi tanpa khasiat terhadap susunan saraf pusat

sehingga tidak menimbulkan ketergantungan. Zat ini mampu menormalkan

keseimbangan resorpsi-sekresi dari sel-sel mukosa, yaitu memulihkan sel-sel yang

berada dalam keadaan hipersekresi ke keadaan resorpsi normal kembali (Tjay dan

Rahardja, 2002).

Loperamid tidak diserap dengan baik melalui pemberian oral dan

penetrasinya ke dalam otak tidak baik, sifat-sifat ini menunjang selektifitas

kerjanya. Kadar puncak dalam plasma dicapai dalam waktu 4 jam sesudah minum

obat. Masa laten yang lama ini disebabkan oleh penghambatan motilitas saluran

cerna dan karena obat mengalami sirkulasi enterohepatik (Andi, 2010).

Loperamid memperlambat motilitas saluran cerna dengan mempengaruhi

otot sirkuler dan longitudinalis usus. Obat ini berikatan dengan reseptor opioid

sehingga diduga efek konstipasinya diakibatkan oleh ikatan loperamid dengan

reseptor tersebut. Waktu paruh 7-14 jam (Andi, 2010).

Terapi Rehidrasi :  Larutan oral yang mengandung elektrolit dan glukosa

diberikan untuk mengoreksi dehidrasi berat yang dapat diakibatkan oleh infeksi

akibat organisme toksigenik. Terapi ini lebih penting daripada terapi dengan obat,

terutama pada bayi dan pada diare karena infeksi (Neal, 2005).

Page 7: Laporan Akhir Praktikum Farmakologi Anti Diare

Antibiotik :  Berguna hanya untuk infeksi tertentu, misalnya kolera dan

disentri basiler berat, yang diterapi dengan tetrasiklin (antibiotic spectrum

luas). Kuinolon, tampaknya efektif melawan patogen diare yang paling penting

(Neal, 2005).

IV. ALAT DAN BAHAN

IV.1. Alat

- Alat bedah

- Alat/meja bedah

- Sonde oral mencit

- Penggaris (pengukur jarak)

- Timbangan

IV.2. Bahan

- Hewan percobaan (mencit putih)

- Loperamid HCl (0,24 dan 0,48 mg/mL)

- Tinta cina

- Suspensi PGA 2% (diwarnai hitam dengan tinta cina/norit 0,1/10 gram sebagai marker)

V. PROSEDUR

Bobot mencit ditimbang, kemudian mencit dikelompokkan menjadi 3

kelompok secara acak. Pada kelompok kontrol negative, mencit diberi PGA 2%,

kelompok 2 diberi Loperamid dosis 0,24 mg/mL dan kelompok 3 diberi

Loperamid dosis 0,48 mg/mL. Pada t=45 menit, semua hewan diberikan tinta cina

0,1 mL/10 g mencit, secara oral. Pada t- 65 menit, semua hewan dikorbankan

dengan dislokasi tulang leher. Kemudian mencit dibedah dan ususnya idkeluarkan

secara hati-hati sampai teregang. Usus yang sudah teregang diukur :

Page 8: Laporan Akhir Praktikum Farmakologi Anti Diare

1) Panjang usus yang dilalui norit mulai dari pylorus sampai ujung akhir

(berwarna hitam).

2) Panjang seluruh usus dari pylorus sampai rectum. Selanjutnya dihitung

rasio normal jarak yang detempuh marker terhadap panjang usus

seluruhnya.

Hasil-hasil pengamantan disajikan dalam tabel dan dibuat grafik.

VI. DATA PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN

VI.1. Data pengamatan

Mencit KelompokPanjang

UsusUsus

Termarker Rasio Rata-Rata

I

1 51.5 13 0.25

0.3252 54.5 10.5 0.19

3 56 32 0.57

4 46.4 13.3 0.29

II

1 62 11 0.18

0.882 54 10 0.19

3 43.2 15.5 0.36

4 53.9 8.2 0.15

III

1 48 18 0.38

0.372 59.5 9.5 0.09

3 63.5 14 0.22

4 53.8 9.5 0.8

Page 9: Laporan Akhir Praktikum Farmakologi Anti Diare

VI.2. Analisis dan perhitungan

Hipotesis :

Ho : π1 = 0, artinya seluruh perlakuan memberikan efek yang

sama terhadap mencit.

H1 : π1 ≠ 0, artinya tidak seluruh perlakuan memberikan efek

yang sama terhadap mencit.

Tabel ANAVA

SV DK JK KT FHIT FTAB

Rata-Rata 1 0.048 0.048 0.167 4.26

Perlakuan 2 0.019 0.0095

Kekeliruan

eksperimen9 0.513 0.057

Jumlah 12 0.58

Perhitungan

DK :

Rata – rata = 1

Perlakuan = p-1 = 3-1 = 2

Kekeliruan eksperimen = Dktotal-Dkperlakuan –Dkrata-rata= 12-

2-1=9

Total = 12

Jumlah Kuadrat :

JKR

JKR= ∑ Yi2

DkTotal=0.7612

12=0.048

JKP

Page 10: Laporan Akhir Praktikum Farmakologi Anti Diare

JKP=0.3272+0.2182+0.2162

3−0.048=0.019

JKE

JKE=(∑ Y )2−JKP−JKR=0.58−0.019−0.048=0.513

Kuadrat Tengah :

KTR ¿0.048

1=0.048

KTP ¿ 0.0192

=0.0095

KTE ¿ 0.5139

=0.057

F-hit

Fhit=KTPKTE

=0.00950.057

=0.167

Kesimpulan

Ftabel : F0.05 (2 :9 )=4.26

Karena Fhitung < Ftabel maka H0 diterima

artinya artinya seluruh perlakuan memberikan efek yang sama

terhadap mencit

Page 11: Laporan Akhir Praktikum Farmakologi Anti Diare

VI.3. Grafik

Kontrol negatif Loperamid dosis I Loperamid dosis II0

0.1

0.2

0.3

0.4

0.5

0.6

0.7

0.8

0.9

Grafik Rasio Terhadap Jenis Obat

1234

Jenis Obat

Rasio

Page 12: Laporan Akhir Praktikum Farmakologi Anti Diare

Kontrol negatif Loperamid dosis I Loperamid dosis II0

0.1

0.2

0.3

0.4

0.5

0.6

0.7

0.8

0.9

1234

VII. PEMBAHASAN

Pada percobaan kali ini dilakukan uji obat diare. percobaan kali ini

bertujuan agar praktikan lebih mengetahui sejauh mana obat tersebut bekerja.

Percobaan kali ini diawali dengan pembagian kelompok hewan pecobaan yang

pada praktikum kali ini adalah mencit menjadi 3 kelompok. Kemudian mencit

diberi tanda agar tidak tertukar saat dilakukan pengamatan. Kemudian mencit

ditimbang untuk melakukan perhitungan terhadap dosis obat yang akan diberikan.

Dosis obat berbanding lurus dengan berat badan mencit sehingga apabila ada

perbedaan berat badan, dosis yang diberikan pun harus berbeda agar memberikan

efek yang sesuai. Mencit yang digunakan haruslah mencit yang sedang

dipuasakan sebelumnya karena apabila tidak dipuasakan kemungkinan tidak

tepatnya pengamatan semakin besar karena adanya makanan yang masih dicerna

pada lambung atau usus mencit yang dapat mempengaruhi perjalanan zat penanda

yang digunakan karena adanya pencernaan makanan. Zat penanda yang digunakan

yaitu tinta cina. Ketika menit 0, mencit diberikan obat diamana kelompok 1 diberi

gom arab karena merupakan kelompok pembanding (kelompok control negatif),

Page 13: Laporan Akhir Praktikum Farmakologi Anti Diare

kelompok 2 diberi obat yang akan diuji dengan dosis 1 lalu kelompok 3 diberi

obat yang akan diuji dosis 2. Obat yang digunakan sebagai bahan uji yaitu

loperamid dengan dosis 0,24mg/ml dan 0,48mg/ml. Kelompok pembanding harus

dibuat agar dapat mengetahui efek obat yang diuji terhadap peristaltik usus mencit

dimana nantinya panjang usus yang ditandai oleh zat penanda antara kelompok

pembanding dan kelompok yang diberi obat uji. Kelompok yang diberi obat pun

harus dilakukan pada 2 dosis agar mengetahui hubungan konsentrasi obat dengan

efek farmakologinya dengan cara membandingkan keduanya. Kemudian mencit

dibiarkan sampai menit ke 45, mencit, lalu diberikan tinta cina secara peroral.

Pemberian waktu selama 45 menit dimaksudkan agar efek farmakologi obat dapat

tercapai ketika diberikan zat penanda, karena obat diberikan secara peroral

biasanya memberikan efek yang lebih lama dibandingkan dengan obat yang

diberikan secara parenteral. Kemungkinan absorpsi obat yang tidak teratur, yang

tergantung pada faktor-faktor seperti perbaikan yang mendasar, jumlah atau jenis

makanan dalam saluran cerna, dan perusakan beberapa obat oleh reaksi dari

lambung atau oleh enzim-enzim dari saluran cerna. Kerugiannya adalah

beberapa jenis obat dapat rusak oleh adanya enzim saluran cerna, perlu kerjasama

dari penderita, tidak dapat dilakukan bila pasien koma, dan banyak faktor yang

dapat mempengaruhi bioavailibilitasnya. Bioavailibilitas adalah jumlah obat,

dalam persen terhadap dosis, yang mencapai sirkulasi sistemik dalam bentuk utuh

maupun aktif. Tinta cina diberikan dengan maksud menandai sejauh mana

perjalanan yang dapat ditempuh suatu zat pada pencernaan mencit. Tinta cina

berwarna sangat pekat sehingga sangat cocok untuk digunakan pada pengamatan

ini dimana akan memberikan tanda hitam pada usus mencit. Kemudian pada saat

menit ke 65 atau 20 menit setelah pemberian tinta cina, mencit didislokasi leher

agar mempermudah untuk pengukuran panjang usus yang tertandai karena

praktikan harus mengeluarkan ususnya dari perut mencit. Pembedahan hewan

percobaan harus dilakukan dengan hati-hati agar usus mencit yang merupakan

tujuan pengamatan tidak tergangu dan tidak terlalu mempengaruhi hasil

pengamatan. Pengeluaran usus pun harus dilakukan secara hati – hati dan jangan

sampai usus tertarik karena ketika usus tertarik panjang usus kemungkinan akan

Page 14: Laporan Akhir Praktikum Farmakologi Anti Diare

bertambah sehingga ada perubahan pada pengukuran panjang yang akan

dilakukan berikutnya. Setelah itu dilakukan pengukuran panjang usus dari

lambung hingga ke anus yang merupakan panjang usus keseluruhan dan dari

lambung hingga ke tanda terakhir yang diberikan tinta cina pada usus mencit.

Data dari pengukuran tersebut digunakan untuk mengetahui rasio dari kelompok

mencit kontrol negatif, kelompok mencit dengan obat uji I, dan kelompok mencit

dengan obat uji II. Rasio tersebut digunakan untuk mengetahui efek obat

antidiare yang diuji yaitu loperamid. Loperamid merupakan derivat difenoksilat

dengan khasiat obstipasi yang dua sampai tiga kali lebih kuat tetapi tanpa khasiat

terhadap susunan saraf pusat sehingga tidak menimbulkan ketergantungan. Zat ini

mampu menormalkan keseimbangan resorpsi-sekresi dari sel-sel mukosa, yaitu

memulihkan sel-sel yang berada dalam keadaan hipersekresi ke keadaan resorpsi

normal kembali. Dari data kelompok 4, panjang usus yang termarker pada mencit

obat uji I lebih pendek dibandingkan dengan panjang usus yang termarker pada

mencit obat uji II. Konsentrasi obat uji I lebih kecil dibandingkan dengan obat uji

I, seharusnya efek antidiare yang ditimbulkan dalam mempengaruhi gerakan

peristaltik kurang efektif jika dibandingkan dengan obat uji II. Hal tersebut

disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu teknik pemberian tinta cina secara peroral

belum benar, karena pada saat mencit untuk obat uji I dilakukan pembedahan tinta

cina tidak hanya tersebar dalam usus tapi juga tersebar pada organ lain.

Kemungkinan pada saat melakukan teknik penyondean untuk pemberian obat

secara peroral, praktikan melakukan dengan tidak tepat, sehingga sebagian tinta

cina ada yang masuk ke dalam saluran pernafasan. Oleh karena itu, tinta cina yang

seharusnya memarker usus, menjadi tersebar ke bagian organ tubuh yang lain,

sehingga panjang usus yang termarker pada mencit untuk obat uji I menjadi lebih

pendek dibandingkan dengan panjang usus yang termarker pada mencit untuk

obat uji II. Kemudian, dari data pengukuran panjang usus yang dimarker dan

panjang usus seluruhnya dapat diperoleh hasil persentase inhibisi peristaltik. Dari

data keseluruhan persen inhibisi dari mencit untuk obat uji I yaitu sebesar 66,67%,

dan persen inhibisi dari mencit untuk obat uji II yaitu sebesar 66,08%.

Seharusnya persen yang didapat dari persen inhibisi peristaltik pada obat uji I

Page 15: Laporan Akhir Praktikum Farmakologi Anti Diare

lebih kecil dibandingkan dengan persen inhibisi peristaltik pada obat uji II, karena

konsentrasi pada obat uji II lebih besar dibandingkan dengan konsentrasi pada

obat uji I. Hal tersebut terjadi karena konsentrasi dapat mempengaruhi efek kerja

suatu obat dalam tubuh. Jika konsentrasi obat lebih besar dalam pemberian obat,

maka efek terapi dari obat tersebut akan lebih meningkat.

Dari hasil percobaan aktivitas suatu obat antidiare akan menimbulkan

efek yang dapat menghambat diare. Obat yang diuji dalam percobaan ini yaitu

loperamid yang dapat menghambat diare dengan cara menekan peristaltik dari

usus. Namun, aktivitas suatu obat antidiare dapat dipengaruhi beberapa faktor.

Seperti, cara pemberian obat, konsentrasi suatu obat, serta faktor eksternal lain.

VIII. KESIMPULAN

Aktivitas obat antidiare dapat menghambat diare. Salah satu cara untuk

menghambat diare tersebut dengan menekan peristaltik usus. Metode

transit intestinal dapat digunakan untuk mengetahui persentase inhibisi

peristaltik dari suatu obat antidiare. Persentase inhibisi peristaltik dari

obat uji (loperamid) I yang didapat dalam percobaan yaitu 66,67%.

Sedangkan, persentase inhibisi peristaltik dari obat uji (loperamid) II

yang didapat dalam percobaan yaitu 66,08%.

Page 16: Laporan Akhir Praktikum Farmakologi Anti Diare

DAFTAR PUSTAKA

Andi. 2010. Pengujian Aktivitas Antidiare. Available online at

http://andiscientist.blogspot.com/2010/11/pengujian-aktivitas-

antidiare.html [diakses 9 April 2011]

Andrade, J.A.B., C. Murcira, and U.F. Neto. 2000. Persistent diarrhea. Mac

Millan. Philadelphia.

Andrianto, P. 1995. Penatalaksanaan dan Pencegahan Diare Akut. Penerbit Buku

EGC. Jakarta.

Ghishan, F. K. 2008. Chronic Diarrhea. Edisi ke-18. Saunders. Philadelpia.

Page 17: Laporan Akhir Praktikum Farmakologi Anti Diare

Hendarwanto. 1996. Diare Akut Karena Infeksi Ilmu Penyakit Dalam. FKUI.

Jakarta.

Neal, M. J. 2005. At A Glance Farmakologi Medis. Penerbit Buku EGC. Jakarta.

Sunoto. 1996. Buku Ajar Diare. Depkes RI. Jakarta.

Suraatmaja, S. 2005. Gastroenterologi Anak. Lab/SMF Ilmu Kesehatan Anak FK

UNUD/RS Sanglah. Denpasar.

Tjay, Tan Hoan dan Kirana, Rahardja. 2002. Obat-obat Penting, Khasiat,

Penggunaan dan Efek-Efek Sampingnya Edisi Kelima. PT Elex Media

Komputindo. Jakarta.