farmakologi antibiotik dan anti jamur
TRANSCRIPT
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan karunia-Nya sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Makalah ini membahas tentang
“GOLONGAN OBAT ANTIBIOTIKA DAN ANTIJAMUR” agar mahasiswa dapat
memahaminya.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen pengampu mata kuliah
FARMAKOLOGI Kebidanan yang telah membimbing kami dalam penyusunan makalah
ini. Kami menyadari bahwa makalah ini masih belum sempurna, oleh karena itu kami
mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak demi perbaikan pembuatan makalah
selanjutnya.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca. Akhir
kata, kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta
dalam penyusunan makalah ini. Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa memberikan
kelancaran dan kemudahan bagi kita semua.
Yogyakarta, Oktober 2013
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sejarah antibiotik anti jamur dimulai ketika ditemukannya obat antibiotik pertama oleh
Alexander Flemming yaitu Penicillin-G. Flemming berhasil mengisolasi senyawa
tersebut dari Penicillium chrysogenumsyn. P. Notatum. Dengan penemuan antibiotik ini
membuka sejarah baru dalam bidang kesehatan karena dapat meningkatkan angka
kesembuhan yang sangat bermakna. Kemudian terjadilah penggunaan besar-besaran
antibiotik pada saat perang dunia untuk pengobatan berbagai macam penyakit. Masalah
baru muncul ketika mulai dilaporkannya resistensi beberapa mikroba terhadap antibiotik
karena penggunaan antibiotik yang besar-besaran.
Hal ini tidak seharusnya terjadi jika kita sebagai pelaku kesehatan mengetahui
penggunaan antibiotik yang tepat. Kemajuan bidang kesehatan diikuti dengan
kemunculan obat-obat antibiotik yang baru menambah tantangan untuk mengusai terapi
medikamentosa ini. Antibiotik tidak hanya dari satu jenis saja. Beberapa senyawa-
senyawa yang berbeda dan berlainan ternyata mempunyai kemampuan dalam membunuh
mikroba.
Dimulai dengan mengetahui jenis-jenis dari antibiotik dilanjutkan mengetahui
mekanisme dan farmakologi dari obat-obat antibiotik tersebut dan terakhir dapat
mengetahui indikasi yang tepat dari obat antibiotik tersebut. Semua ini bertujuan akhir
untuk mengoptimalkan penggunaan antibiotik yang tepat dan efektif dalam mengobati
sebuah penyakit sekaligus dapat mengurangi tingkat resistensi.
1.2 Rumusan Masalah
1) Apakah yang dimaksud dengan antibiotik ?
2) Apa saja yang termasuk golongan antibiotik ?
3) Apa saja antibiotik yang aman bagi ibu hamil ?
4) Bagaimana studi kasus infeksi pada ibu hamil ?
5) Bagaimana menelaah kasus berdasarkan kajian farmakoterapi ?
6) Apa yang dimaksud dengan anti jamur?
7) Apa saja yang masuk dalam golongan anti jamur?
1.3 Tujuan Penulisan
1) Bagi penulis dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan dalam upaya
meningkatkan mutu pelayanan kesehatan.
2) Bagi pembaca
Sebagai bahan bacaan dan menambah pengetahuan tentang pelayanan kesehatan yang
bermutu dan sesuai dengan standar.
BAB II
ISI
2.1 DEFINISI ANTIBIOTIKA
Kata antibiotik berasal dari bahasa yunani yaitu Anti (melawan) dan Biotikos (cocok
untuk kehidupan). Istilah ini diciptakan oleh Selman tahun 1942 untuk menggambarkan
semua senyawa yang diproduksi oleh mikroorganisme yang dapat menghambat
pertumbuhan mikroorganisme lain. Namun istilah ini kemudian digeser dengan
ditemukannya obat antibiotik sintetis.
Penggunaan istilah antimikroba cenderung mengarah ke semua jenis mikroba dan
termasuk didalamnya adalah antibiotik, anti jamur, anti parasit, anti protozoa, anti virus,
dll. Antibiotik berbeda dengan istilah disinfectant karena desifektant membunuh kuman
dengan cara membuat lingkungan yang tidak wajar bagi kuman. Sedangkan kerja
dariantibiotik adalah cenderung bersifat Toksisitas Selektif dan dapat membunuh kuman
tanpa merugikan inang.
Prinsip Penggunaan Antibiotik
A. Berdasarkan penyebab infeksi: Dari hasil pemeriksaan mikrobiologis, pemberian
antibiotika tanpa pemeriksaan mikrobiologis dapat didasarkan pada educate guess.
B. Berdasarkan faktor pasien: Fungsi ginjal dan hati, riwayat alergi, daya tahan
terhadap infeksi, daya tahan terhadap obat, usia, wanita hamil dan menyusui.
2.2 PENGENALAN GOLONGAN ANTIBIOTIKA
1. Penisilin
Penisilin diperoleh dari jamur Penicilium chrysogeneum dari bermacam-macam jenis
yang dihasilkan (hanya berbeda mengenai gugusan samping R ) benzil penisilin ternyata
paling aktif. Sefalosforin diperoleh dari jamur cephalorium acremonium, berasal dari
sicilia (1943) penisilin bersifat bakterisid dan bekerja dengan cara menghambat sintesi
dinding sel.
Penisilin terdiri dari:
1. Benzil Penisilin Dan Fenoksimetil Penisilin
1) Benzil Penisilin
Indikasi: infeksi saluran kemih, otitis media, sinusitis, bronchitis kronis,
salmonelosis invasive, gonore.
Kontraindikasi: hipersensitivitas ( alergi ) terhadap penisilin.
Efek samping: reaksi alergi berupa urtikaria, demam, nyeri sendi, angioudem,
leukopoia, trombositopenia, diare pada pemberian per oral.
2) Fenoksimetil Penisilin
Indikasi: tonsillitis, otitis media, erysipelas, demam rematik, prpopiliaksis infeksi
pneumokokus.
2. Pensilin Tahan Penisilinase
1) Kloksasilin
Indikasi: infeksi karena stapilokokus yang memproduksi pensilinase.
Peringatan: gangguan fungsi ginjal, lesi eritematous pada glandular fever,
leukemia limfositik kronik, dan AIDS, riwayat infeksi.
Interaksi: obat ini berdifusi dengan baik dengan jaringan dan cairan tubuh. tetapi
penetrasi ke dalam cairan otak kurang baik kecuali jika selaput otak mengalami infeksi.
Kontraindikasi: hipersensitivitas ( alergi ) terhadap penisilin.
Efek samping : reaksi alergi berupa urtikaria, demam, nyeri sendi, angioudem,
leukopoia, trombositopenia, diare pada pemberian per oral.
2) Flukoksasilin
Indikasi :infeksi karena stapilokokus yang memproduksi pensilinase.
Peringatan :gangguan fungsi ginjal, lesi eritematous pada glandular fever,
leukemia limfositik kronik, dan AIDS.
Interaksi : obat ini berdifusi dengan baik dengan jaringan dan cairan tubuh. Tapi
penetrasi ke dalam cairan otak kurang baik kecuali jika selaput otak mengalami infeksi.
Kontraindikasi : hipersensitivitas ( alergi ) terhadap penisilin.
Efek samping : reaksi alergi berupa urtikaria, demam, nyeri sendi, angioudem,
leukopoia, trombositopenia, diare pada pemberian per oral.
3. Pensilin Spectrum Luas
1) Ampisilin
Ibu hamil: Kategori B
Ibu menyusui: Kategori A
Indikasi: Infeksi saluran kemih, otitis media, sinusitis, bronchitis kronis,
salmonelosis invasive, gonore.
Peringatan: Riwayat alergi, gangguan fungsi ginjal, lesi eritematous pada
glandular fever, leukemia limfositik kronik, dan AIDS.
Interaksi: Obat ini berdifusi dengan baik dengan jaringan dan cairan tubuh. Tapi
penetrasi kedalam cairan otak kurang baik kecuali jika selaput otak mengalami infeksi.
Absorbsi sebagian besar dipengaruhi oleh makanan. Pengobatan lebih baik diberikan
pada saat lambung kosong, 1 jam sebelum atau 2 jam sesudah makan.
Kontraindikasi: Hipersensitivitas ( alergi ) terhadap penisilin.
Efek samping: Reaksi alergi berupa urtikaria, demam, nyeri sendi, angioudem,
leukopoia, trombositopenia, diare pada pemberian per oral.
Pengaturan dosis Oral: 250-500 mg tiap 6 jam, diberikan 30 menit sebelum
makan. Infeksi saluran kemih: 500 mg tiap 8 jam. Injeksi intramuskuler, intravena atau
infus: 500 mg tiap 4-6 jam. Anak di bawah 10 tahun: setengah dosis dewasa.
Sediaan Ampisilin (generik): kapsul 250mg, 500mg; sirup kering 125mg/5ml,
250mg/5ml; serbuk untuk injeksi 500mg, 1g.
Amcillin: kapsul 250mg, 500mg; tablet 250mg, 500mg; sirup kering 125mg/5ml,
250mg/5ml; serbuk untuk injeksi 1g, 2g.
Ampi: kapsul 250mg, 500mg; sirup kering 125mg/5 ml.
2) Amoksisilin
Ibu Hamil : Ketegori B
Ibu Menyusui : Kategori A
Indikasi: infeksi saluran kemih, otitis media, sinusitis, bronchitis kronis,
salmonelosis invasive, gonore.
Peringatan: gangguan fungsi ginjal, lesi eritematous pada glandular fever,
leukemia limfositik kronik, dan AIDS.
Interaksi: obat ini berdifusi dengan baik dengan jaringan dan cairan tubuh. Tapi
penetrasi ke dalam cairan otak kurang baik kecuali jika selaput otak mengalami infeksi.
Kontraindikasi: hipersensitivitas ( alergi ) terhadap penisilin.
Efek samping: reaksi alergi berupa urtikaria, demam, nyeri sendi, angioudem,
leukopoia, trombositopenia, diare pada pemberian per oral.
Pengaturan Dosis:
Dewasa: 1x 500mg tablet tiap 12 jam atau 250mg tablet tiap 8 jam.
Suspensi: dewasa, untuk yang sulit menelan, 125mg/5ml atau 250mg/5ml suspensi
menggantikan tablet 500mg.
Anak
Kurang dari 3 bulan: 30mg/kg/hr dibagi tiap 12 jam didasarkan pada komponen
amoksisilin. Dianjurkan menggunakan suspensi 125 mg/5ml
3 bulan atau lebih: didasarkan pada komponen amoksisilin. Jangan menggunakan tablet
250mg jika berat<40kg.
40kg atau lebih: sesuai dosis dewasa
Amoksisilin dapat diminum dengan atau tanpa makanan.
Neonatus dan bayi 12 minggu (3 bulan) atau lebih muda: karena fungsi ginjal yang belum
optimal mempengaruhi eliminasi amoksisilin, dosis paling tinggi yang diijinkan adalah
30mg/kg/hr dibagi tiap 12 jam.
Sediaan Amoksisilin (generik): kaplet 500mg; kapsul 250mg; sirup kering
125mg/5ml, 250mg/5ml; serbuk untuk injeksi 1g.
Amoksan: drops 125mg/1,25 ml; kapsul 250mg, 500mg; sirup kering 125mg/5ml,
250mg/5ml; serbuk untuk injeksi 1g.
Kalmox: kapsul 500mg; sirup kering 125mg/5ml.
4. Penisilin Anti Pseudomona
1) Tikarsilin
Indikasi : infeksi yang disebabkan oleh pseoudomonas dan proteus.
2) Piperasilin
Indikasi : infeksi yang disebabkan oleh pseoudomonas aerugenosa.
3) Sulbenisilin
Indikasi : infeksi yang disebabkan oleh pseoudomonas aerugenosa.
2. Aminoglikosida
Aminoglokosida bersifat bakterisidal dan aktif terhadap bakteri gram posistif dan gram
negative. Gentamisin, Amikasin dan kanamisin juga aktif terhadap pseudomonas
aeruginosa.
Streptomisin aktif terhadap mycobacterium tuberculosis dan penggunaannya sekarang
hampir terbatas untuk tuber kalosa.
1) Gentamisin
Indikasi : septicemia dan sepsis pada neonatus, meningitis dan infeksi SSP
lainnya. Infeksi bilier, pielonefritis dan prostates akut, endokarditis, pneumonia
nosokomial, terapi tambahan pada miningitis karena listeria.
Kontraindikasi: kehamilan, miastenia gravis.
Efek samping: nefrotoksisitas yang biasanya terjadi pada orang tua atau pasien
gangguan fungsi ginjal. Jika terjadi gangguan fungsi ginjal maka interval pemberian
harus diperpanjang.
Mekanisme kerja obat: Aminoglikosida bersifat bakterisidal dan digunakan
terutama pada infeksi bakteri gram positif dan negatif. Aktivitas bakterisid melalui
penghambatan sintesis protein bakteri.
Pengaturan dosis Gentamisin: Dosis pada pasien infeksi serius dengan fungsi
ginjal normal 3 mg/kg/hari dalam dosis terbagi tiga setiap 8 jam.
Anak-anak 6-7,5 mg/kg/hari (2-2,5 mg/kg setiap 8 jam)
Infant dan neonatus 7,5 mg/kg/hari (2,5 mg/kg setiap 8 jam)
Neonatus umur < 1 minggu 5 mg/kg hari (2,5 mg setiap 12 jam).
Durasi terapi : biasanya 7-10 hari. Dosis pada pasien infeksi serius dengan fungsi ginjal
normal 3 mg/kg/hari dalam dosis terbagi tiga setiap 8 jam.
Sediaan Gentamisin (generik):cairan injeksi 10 mg/ml;40 mg/ml (K)
Garamycin®: cairan injeksi 20 mg/ml; 40 mg/ml; 60 mg/ml; 80 mg/ml (K)
Perhatian: gangguan funsi ginjal, bayi dan usia lanjut (sesuaikan dosis, awasi
fungsi ginjal, pendengaran dan vestibuler dan periksa kadar plasma), hindari penggunaan
jangka panjang. Aminoglikosida dapat menembus sawar plasenta, sehingga pemberian
pada wanita hamil sedapat mungkin dihindari (Kategori C). Apabila bila menyusui ekresi
gentamisin dalam ASI sangat minimal (Kategori A).
2) Amikasin
Indikasi : infeksi generatif yang resisten terhadap gentamisin.
3) Kanamisin
Indikasi: infeksi berat kuman gram negative yang resisten terhadap gentainisin
3. Makrolida
Eritromisin memiliki spectrum antibakteri yang hampir sama dengan penisilin, sehingga
obat ini digunakan sebagai alternative penisilin. Indikasi eritremisin mencakup indikasi
saluran napas, pertusis, penyakit gionnaire dan enteritis karena kampilo bakteri.
1) Eritromisin
Indikasi: sebagai alternatif untuk pasien yang alergi penisilin untuk pengobatan
enteritis kampilobakter, pneumonia, penyakit legionaire, sifilis, uretritis non gonokokus,
prostatitis kronik, akne vulgaris, dan profilaksis difteri dan pertusis.
Kontraindikasi: penyakit hati.
Efek samping: Mual, muntah, dan diare.Untuk infeksi ringan efek samping ini
dapat dihindarkan dengan pemberian dosis rendah.
Mekanisme kerja obat: Antibiotik golongan makrolida terikat secara reversible
pada sisi P ribosom subunit 50s dari bakteri dan dapat menghambat RNA-dependent
protein synthesis dengan cara merangsang pemutusan peptidyl t-RNA dari ribosom.
Antibiotik ini dapat bersifat bakteriostatik maupun bakterisid, tergantung faktor
konsentrasi obat.
Interaksi obat / Makanan : Jika diberikan bersamaan dengan antasida, konstanta
kecepatan eliminasi eritromisin dapat turun, dan berikan 2 jam sebelum atau sesudah
makan. Eritromisin estolat dan etilsuksinat, dan eritromisin base dalam bentuk tablet
lepas lambat tidak dipengaruhi oleh makanan.
Pengaturan dosis: Oral : Dewasa dan Anak di atas 8 tahun, 250-500 mg tiap 6 jam
atau 0,5-1 g tiap 12 jam. Anak sampai 2 tahun, 125 mg tiap 6 jam; 2-8 tahun 250 mg tiap
6 jam.
Infus intravena: infeksi berat pada dewasa dan anak, 50 mg/kg/hari secara infus kontinyu
atau dosis terbagi tiap 6 jam; infeksi ringan 25 mg/kg/hari bila pemberian per oral tidak
memungkinkan.
Sediaan Erybiotic : 250 mg/kapsul; 500 mg/kaplet; 200 mg/5 ml sirop.
Erysanbe : 250 mg/kapsul; 500 mg/kaplet; 200 mg/5 ml sirop kering; 200 mg/tablet
kunyah.
Erythrocin : 250 mg/kapsul; 500 mg/kaplet; 250 mg/5 ml sirop; 200 mg/tablet; 100
mg/2,5 ml sirop tetes.
Perhatian Kehamilan: eritromisin dapat melewati plasenta tetapi menghasilkan
kadar yang rendah dalam jaringan. Gunakan jika hanya benar-benar perlu (Kategori B).
Menyusui: eritromisin diekskresikan melalui ASI. Meskipun demikian, belum ditemukan
adanya efek samping pada bayi (Kategori A).
2) Azitromisin
Indikasi: infeksi saluran napas, otitis media, infeksi klamida daerah genital tanpa
kompliasi.
3) Klaritromisin
Indikasi : infeksi saluran napas, infeksi ringan dan sedang pada kulit dan jaringan lunak;
terapi tambahan untuk eradikasi helicobacter pylori pada tukak
4) Spiramisin
4. Sefalosforin
Sefalosforin merupakan antibiotic betalaktam yang bekerja dengan cara menghambat
sintesis dinding mikroba. Farmakologi sefalosforin mirip dengan penisilin, ekseresi
terutama melalui ginjal dan dapat di hambat probenisid.
ProbenIsid digunakan untuk mengobati asam urat atau encok arthritis kronis. Encok arthritis
ditandai dengan serangan yang rasa sakit parah dengan tiba-tiba, kemerahan dan nyeri di sendi,
seringkali sendi di pangkal jempol kaki.
Sefalosforin terbagi atas :
1) Sefadroksil
Indikasi: infeksi baktri gram (+) dan (-)
Kontra indikasi: hipersensitivitas terahadap sefalosforin, porfiria
Interaksi: sefalosforin aktif terhadap kuman garm (+) dan (-) tetapi spectrum anti
mikroba masing-masng derrivat bervariasi.
Efek samping: diare dan colitis yang disebabkan oleh antibiotic ( penggunaan
dosis tinggi) mual dan mumtah rasa tidak enak pada saluran cerna sakit kepala, Dll
2) Sefrozil
Indikasi : ISPA, eksaserbasi akut dari bronchitis kronik dan otitis media.
3) Sefotakzim
Indikasi : profilaksis pada pembedahan, epiglotitis karena hemofilus, meningitis.
4) Sefuroksim
Indikasi : profilaksis tindakan bedah, lebih aktif terhadap H. influenzae dan N
gonorrhoeae.
5) Sefamandol
Indikasi: profilaksis pada Tindakan 1 pembedahan.
5. Tetrasiklin
Tetrasiklin merupakan antibiotik dengan spectrum luas. Penggunaannya semakin lama
semakin berkurang karena masalah resistansi. . Resistensi adalah mekanisme tubuh yang
secara keseluruhan membuat rintangan untuk berkembangnya penyerangan atau
pembiakan agent menular atau kerusakan oleh racun yang dihasilkannya.
Resistensi antibiotika timbul bila suatu antibiotika kehilangan kemampuannya untuk
secara efektif mengendalikan atau membasmi pertumbuhan bakter; dengan kata lain
bakteri mengalami “resistensi” dan terus berkembangbiak meskipun telah diberikan
antibiotika dalam jumlah yang cukup untuk pengobatan.
Tetrasiklin terbagi atas :
1) Tetrasiklin.
Indikasi: akne vulgaris, eksaserbasi bronkitis kronis, klamidia, mikoplasma dan
riketsia, efusi pleura karena keganasan atau sirosis.
Kontraindikasi: hipersensitivitas terhadap golongan tetrasiklin.
Mekanisme kerja obat: tetrasiklin merupakan bakteriostatik yang bekerja dengan
mempengaruhi sintesis protein pada tingkat ribosom. Antibiotik ini berikatan secara
reversible dengan ribosom subunit 30s dari bakteri, mencegah terjadinya ikatan
aminoacyl transfer RNA dan menghambat sintesis protein, serta perkembangan sel.
Golongan tetracycline mempunyai aktivitas luas terhadap bakteri gram positif dan
negatif.
Efek samping: Mual, muntah, diare, eritema (hentikan pengobatan), sakit kepala
dan gangguan penglihatan dapat merupakan petunjuk peningkatan intrakranial,
hepatotoksisitas, pankreatitis dan kolitis.
Interaksi obat / makanan: Jika diberikan bersama antasida, garam besi, maka
absorpsi dan kadar serum tetrasiklin turun. Pengatasan: tetrasiklin diberikan 1 jam
sebelum atau 2 jam setelah antasida.
Jika diberikan bersama kontrasepsi oral maka tetrasiklin mempengaruhi resirkulasi
enterohepatik kontrasepsi steroid, sehingga menurunkan efeknya.
Jika diminum menggunakan susu, maka tetrasiklin akan membentuk khelat yang sulit
diabsorpsi.
Pengaturan dosis: Oral : 250 mg tiap 6 jam. Pada infeksi berat dapat ditingkatkan
sampai 500 mg tiap 6-8 jam.
Sifilis primer, sekunder dan laten: 500 mg tiap 6-8 jam selama 15 hari.
Uretritis non gonokokus: 500 mg tiap 6 jam selama 7-14 hari (21 hari bila pengobatan
pertama gagal atau bila kambuh).
Injeksi intra vena: 500 mg tiap 12 jam, maksimum 2 g perhari.
Sediaan: Bufacyn : 250 mg/kapsul; 500 mg/kapsul; 125 mg/5 ml sirop.
Conmycin : 250 mg/kapsul; 500 mg/kapsul.
Erlacylin : 30 mg/g salep, 1 % salep mata.
Hufacyclin : 250 mg/kapsul; 250 mg/5 ml sirop.
Megacycline : 250 mg/tablet.
Sakacyclin : 250 mg/kapsul.
Super Tetra : 250 mg/kapsul lunak.
Tetradex : 250 mg/kapsul; 500 mg/kapsul.
Perhatian: Kehamilan: golongan tetrasiklin dapat melewati plasenta dan
ditemukan dalam jaringan fetus. Dapat terjadi efek toksis pada fetus yang berupa
retardasi perkembangan tulang (Kategori D).
Menyusui: tetrasiklin dapat diekskresikan melalui air susu ibu.
Penggunaan antibiotik golongan tetrasiklin selama masa pertumbuhan gigi (dari akhir
masa kehamilan sampai anak usia 8 tahun) dapat menyebabkan perubahan warna gigi
(kuning, abu-abu, coklat) yang bersifat permanen.
Antibiotik golongan tetrasiklin membentuk kompleks kalsium yang stabil pada jaringan
pembentuk tulang
2) Demeklosiklin Hidroklorida
Indikasi: tetrasiklin. Lihat jugas gangguan sekresi hormone antidiuretik
Efek samping lihat tetrasiklin. Fotositivtas lebih sering terjadi pernah dilaporkan
terjadinya diabeters indipidus nefrogenik.
3) Doksisiklin
Indikasi: tetrasiklin.bruselosis (kombniasi dengan tetrasiklin), sinusitis kronis , pretatitis
kronis, penyakit radang perlvis (bersama metronidazo)
4) Oksitetrasiklin
Dosis: 250-500 mg tiap 6 jam
Oxytetracycline ( generic ) cairan Inj. 50 mg/ vial (K)
Teramycin (Pfizer Indonesia) cairan inj. 50 mg/ vial. Kapsul 250 mg (K).
6. Anti Jamur
Obat-obat anti jamur juga disebut dengan obat anti mikotik, dipakai untuk mengobati dua
jenis infeksi jamur : infeksi jamur superficial pada kulit atauselaput lender dan infeksi
jamur sistemik pada paru-paru atau system saraf pusat. Infeksi jamur dapat ringan, seperti
pada tinea pedis (atlete¶s food) atau berat,seperti pada paru-paru atau jamur seperti
candida spp, (ragi), merupakan bagian dari flora normal pada mulut, kulit, usus halus dan
vagina.
Tabel. Pedoman pemilihan Antimikroba
N
o
Infeks
i
Penyebab Antimikroba
1. Uretrit
is
N.
Gonorrhoe
(bukan
penghasil
penisilinas
e)
Ampisilin,amoksisi
lin,
Penisilin, G
tetraksilin
N.Gonorrh
oe
(penghasil
penisilinas
e).
Fluorokuinolon,
seftriakson.
2. Herpe
s
genita
l
Virus
Herpes
Simpleks
Asiklovir
3. Sifilis T.pallidum Penisilin G,
seftriakson,
tetraksilin.
4. Sistisi
s akut
E. coli,S.
saprophytic
us
Ampisilin,trimetro
pim
2.3 Pemilihan antibiotik yang aman untuk ibu hamil
Antibiotika banyak digunakan secara luas pada kehamilan. Karena adanya efek samping
yang potensial bagi ibu maupun janinnya, penggunaan antibiotika seharusnya digunakan
jika terdapat indikasi yang jelas. Prinsip utama pengobatan wanita hamil dengan penyakit
adalah dengan memikirkan pengobatan apakah yang tepat jika wanita tersebut tidak
dalam keadaan hamil. Biasanya terdapat berbagai macam pilihan, dan untuk alasan inilah
prinsip yang kedua adalah mengevaluasi keamanan obat bagi ibu dan janinnya.
Kehamilan akan mempengaruhi pemilihan antibiotik. Umumnya penisilin dan
sefalosporin dianggap sebagai preparat pilihan pertama pada kehamilan, karena
pemberian sebagian besar antibiotik lainnya berkaitan dengan peningkatan risiko
malformasi pada janin. Bagi beberapa obat antibiotik, seperti eritromisin, risiko tersebut
rendah dan kadang-kadang setiap risiko pada janin harus dipertimbangkan terhadap
keseriusan infeksi pada ibu. Beberapa jenis antibiotika dapat menyebabkan kelainan pada
janin. Hal ini terjadi karena antibiotika yang diberikan kepada wanita hamil dapat
mempengaruhi janin yang dikandungnya melalui plasenta. Antibiotika yang demikian itu
disebut teratogen suatu obat atau zat yang menyebabkan pertumbuhan janin yang
abnormal. Pada manusia, periode terjadinya teratogenesis adalah mulai hari ke 17 sampai
hari ke 54 post konsepsi. Besarnya reaksi toksik atau kelainan yang ditimbulkan oleh
antibiotika dipengaruhi oleh :
a. Besarnya dosis yang diberikan.
b. Lama dan saat pemberian.
c. Sifat genetik ibu dan janin.
d. Jenis antibiotik.
e. Trimester kehamilan.
Durasi penggunaan obat merupakan faktor penting untuk diingat. Penggunaan antibiotik
dalam jangka waktu lama bisa menyebabkan kecacatan pada janin dan dalam kasus yang
lebih buruk bisa menyebabkan keguguran. Pasalnya, beberapa jenis antibiotik lebih aman
digunakan pada trimester tertentu.
Untuk keadaan hamil, apalagi masih dalam trimester ketiga, pemberian antibiotik bisa
sangat membahayakan janin, karena hampir semua antibiotik memberikan efek samping
mual, muntah, pusing dan gangguan sistem pencernaan. Efek-efek samping yang
ditimbulkan juga akan menekan kehamilan. Bahkan ada antibiotik yang bisa menembus
sampai ke sistem kelenjar / cairan, seperti liur, kelenjar getah bening, cairan otak dan
ASI. Jika pada masa menyusui minum antibiotik, maka obat akan merembes di ASI dan
bayi akan minum ASI bercampur obat.
Namun bukan berarti ibu hamil dan menyusui tidak boleh minum obat antibiotik, harus
hati-hati dan perhatikan petunjuk dokter tentang cara pemakaiannya.
Penisilin merupakan obat-obatan yang paling umum digunakan selama kehamilan.
Antibiotik ini dipasarkan dengan beberapa nama seperti cephradine, cefalexin,
cefuroxime, cefaclor, dan lain-lain. Obat yang umum digunakan ini mengandung
cloxacillin, amxycillin, dan methicillin. Obat-obatan ini dinyatakan aman selama
kehamilan.
Berikut beberapa contoh antibiotik yang dinyatakan aman digunakan selama
kehamilan:
1) Amoxicillin
2) Ampicillin
3) Clindamycin
4) Erythromycin
5) Penicillin
Berdasarkan indeks keamanan obat pada kehamilan menurut United States Food and
Drug Administration (US FDA), klasifikasi obat berdasarkan tingkat keamanan
penggunaannya selama kehamilan dibagi dalam lima kategori. Lima kategori tersebut
terdiri dari A, B, C, D, dan X, dengan urutan yang paling aman hingga paling berbahaya.
Pada ibu hamil, penggunaan antibiotik dapat dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu:
1) Antibiotik yang dianggap aman
2) Atibiotik yang harus diberikan secara hati-hati
3) Antibiotik yang merupakan kontraindikasi
1. Antibiotik yang dianggap aman
Kenyataannya amat jarang obat yang termasuk kategori A, bahkan vitamin pun tergolong
kategori B. Beberapa golongan antibiotik kategori A:
1) Golongan Penisilin dengan ikatan protein rendah mampu melintasi plasenta dengan
mudah dan dianggap aman untuk digunakan namun beberapa golongan Metiltetrazoletiol
harus digunakan lebih hati-hati.
2) Golongan Makrolid tidak menunjukkan efek samping yang berbahaya untuk janin,
tetapi tetap diperhatikan kontraindikasi pada kehamilan.
3) Golongan Nitrofurantion dan metronidazol juga dapat dianggap aman.
2. Antibiotik yang harus digunakaan hati-hati
Obat yang termasuk kelompok ini hanya boleh digunakan dalam kondisi tertentu yang
sangat diperlukan. Golongan antibiotik B diantaranya adalah Fluorokuinolon,
Kontrimoksazol, dan Kloramfenikol. Pada Kloramfenikol sebaiknya tidak digunakan
selama kehamilan, kecuali bila obat lain yang lebih aman tidak bisa digunakan.
3. Antibiotik yang merupakan kontraindikasi
Antibiotik yang termasuk dalam golongan C adalah Tetrasiklin dan Aminoglikosida.
Tetrasiklin bila diberikan pada periode perkembangan tulang dan gigi (bulan keempat
dan kelima gestasi) menimbulkan yellow dyscoloration yang akan mempengaruhi gigi
dan tulang yang sedang dibentuk. Sedangkan Aminoglikosida harus digunakan secara
hati-hati pada trimester kedua.
Adapun beberapa golongan antibiotic yang memerlukan perhatian khusus bagi ibu hamil
adalah :
1) Golongan Aminoglikosida (biasanya dalam turunan garam sulfate-nya), seperti
amikacin sulfate, tobramycin sulfate, dibekacin sulfate, gentamycin sulfate, kanamycin
sulfate, dan netilmicin sulfate.
2) Golongan Sefalosporin, seperti : cefuroxime acetyl, cefotiam diHCl, cefotaxime
Na, cefoperazone Na, ceftriaxone Na, cefazolin Na, cefaclor dan turunan garam
monohydrate-nya, cephadrine, dan ceftizoxime Na.
3) Golongan Chloramfenicol, seperti : chloramfenicol, dan thiamfenicol.
4) Golongan Makrolid, seperti : clarithomycin, roxirhromycin, erythromycin,
spiramycin, dan azithromycin.
5) Golongan Penicillin, seperti : amoxicillin, turunan tridydrate dan turunan garamnya.
6) Golongan Kuinolon, seperti : ciprofloxacin dan turunan garam HCl-nya, ofloxacin,
sparfloxacin dan norfloxacin.
7) Golongan Tetracyclin, seperti : doxycycline, tetracyclin dan turunan HCl-nya (tidak
boleh untuk wanita hamil), dan oxytetracylin (tidak boleh untuk wanita hamil).
Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam pemberian obat pada ibu hamil adalah:
1) Keamanan : meski ada obat lain yang efektivitasnya lebih baik, tapi jika
keamanannya bagi ibu hamil belum diketahui, lebih baik tidak diberikan.
2) Dosis : pada awalnya pemberian obat harus dalam dosis rendah. Jika perlu,
penambahan dosis diberikan sedikit demi sedikit sampai tercapai efek terapi yang
diinginkan.
3) Durasi pemberian : jika tidak diperlukan sekali, pemberian obat tidak boleh terlalu
lama. Sampai akhirnya, pemberian bermacam obat sedapat mungkin dihindari demi
keselamatan ibu dan bayinya.
4) Jenis dan cara kerja obat sebagai bahan pertimbangan sebelum diberikan kepada
ibu hamil.
2.3. ANTIJAMUR
Preparat vaginal adalah sediaan obat yang diperuntukkan untuk permasalahan
pada alat kewanitaan seperti keputihan. Salah satu fungsi utama preparat vaginal yang
tersedia di Indonesia adalah sebagai obat keputihan yang beragam penyebabnya.
Salah satu penyebab keputihan adalah infeksi, infeksi disebabkan oleh jamur, bakteri atau
virus. Infeksi terbanyak penyebab keputihan adalah jamur dan parasit Trichomonas,
sehingga preparat vaginal di Indonesia banyak diperuntukkan untuk infeksi jamur dengan
beragam bentuk sediaan.
Obat antijamur terdiri dari beberapa kelompok yaitu : kelompok polyene (amfoterisin B,
nistatin, natamisin), kelompok azol (ketokonazol, ekonazol, klotrimazol, mikonazol,
flukonazol, itrakonazol), allilamin (terbinafin), griseofulvin, dan flusitosin.
A. Penggunaan:
Azol
Antijamur azol merupakan senyawa sintetik dengan aktivitas spektrum yang luas,
yang diklasifikasi sebagai imidazol (mikonazol dan ketokonazol) atau triazol (itrakonazol
dan flukonazol) bergantung kepada jumlah kandungan atom nitrogennya ada 2 atau 3.
Struktur kimia dan profil farmakologis ketokonazol dan itrakonazol sama, flukonazol
unik karena ukuran molekulnya yang kecil dan lipofilisitasnya yang lebih kecil. Pada
jamur yang tumbuh aktif, azol menghambat 14-α- demetilase, enzim yang bertanggung
jawab untuk sintesis ergosterol, yang merupakan sterol utama membran sel jamur. Pada
konsentrasi tinggi, azol menyebabkan K+ dan komponen lain bocor keluar dari sel jamur.
Flukonazol
Fluconazole merupakan jenis obat-obatan yang ampuh untuk mengatasi meningitis
cryptococcal, tetapi tidak boleh dijadikan prioritas utama untuk pasien pengidap AIDS
kecuali jika terdapat alasan-alasan tertentu. Fluconazole memang banyak menjadi jenis
obat yang menjadi pilihan banyak dokter untuk mengobati pasien penderita meningitis
coccidioidal. Syaratnya, pasien tersebut harus tetap mengkonsumsi fluconazole selama
hidupnya agar mencegah munculnya kembali penyakit yang sama.
Nystatin
Nystatin adalah obat antijamur polien untuk jamur dan ragi yang sensitif terhadap obat ini
termasuk Candida sp. Di dalam darah sangat berbahaya bagi tubuh, tetapi dengan sifatnya
yang tidak bisa melewati membran kulit sangat baik untuk digunakan sebagai obat
pemakaian luar saja. Tetapi dalam penggunaannya harus hati-hati jangan digunakan pada
luka terbuka.
Griseofulvin
Griseofulvin, suatu obat jamur, juga dilaporkan memiliki efek yang serupa, yaitu
mengurangi efek kontrasepsi oral. Obat jamur lain yang dilaporkan dapat menurunkan
potensi pil KB adalah itraconazole, namun mekanismenya belum diketahui secara pasti.
Yang menarik, obat kelompok triazol yang lain yaitu ketaconazole, dan fluconazole,
dilaporkan menghambat enzim sitokrom P450, yang berarti mengurangi metabolisme pil
KB menjadi bentuk tak aktifnya, yang pada gilirannya meningkatkan efek pil KB-nya.
Namun karena belum ada data epidemiologi yang akurat, masih sulit untuk
menyimpulkan secara pasti interaksi obat jamur dengan kontrasepsi oral.
A. Pertimbangan Pemilihan Antibiotika
Dalam pemilihan antibiotik, maka perlu dilakukan pertimbangan-pertimbangan berikut:
1) Mengidentifikasi organisme penginfeksi berdasarkan informasi klinis, tropisme
jaringan, dan data mikrobiologi.
2) Kesesuaian antimikroba dan mikroba penginfeksi harus diketahui.
3) Pemilihan obat juga harus menjamin tercapainya konsentrasi terapeutik pada
tempat infeksi.
4) Spektrum dan cara kerja antibiotik.
5) Faktor kondisi pasien. Dalam pemilihan antibiotik ini harus diperhatikan juga usia,
status imunologi, keberadaan benda asing (pace maker), sejarah reaksi alergi, disfungsi
ginjal dan atau hati, adanya penyakit tertentu, kehamilan dan ibu menyusui, serta faktor
genetik. Adanya benda asing dalam tubuh seperti alat pacu jantung dan alat-alat lain
dapat menurunkan aktivitas antibiotik.
B. Cara Kerja Antibiotik
Setiap antibiotik dapat memiliki mekanisme kerja yang khas dalam peranannya
menghambat/membunuh bakteri patogen. Namun secara umum, berdasarkan cara
kerjanya antibiotik dapat digolongkan menjadi:
1) Antibiotik bakterisida, yaitu antibiotik yang dapat menyebabkan kematian mikroba
pada konsentrasi yang dapat dicapai secara klinis. Contoh: beta laktam, glikoprotein,
aminoglikosida, kuinolon dan metronidazol.
2) Antibiotik bakteriostatik, yaitu antibiotik yang menghambat pertumbuhan mikroba
pada konsentrasi yang dapat dicapai secara klinis. Contoh: klindamisin, makrolida,
sulfonamida, trimetoprim, tetrasiklin dan kloramfenikol.
C. Durasi Terapi Antibiotik
Untuk mengasilkan efek terapi yang tepat, antibiotik harus diberikan pada rentang waktu
yang tepat pula. Panduan umum sehubungan dengan durasi terapi antibiotik adalah
sekurang-kurangnya 72 jam pada terapi infeksi akut yang tidak kompleks. Sedangkan
pada infeksi kronis seperti endokarditis dan osteomyelitis, terapi memerlukan durasi yang
lebih panjang, yaitu berkisar antara 4-6 minggu dengan analisis lanjutan untuk menilai
keberhasilan terapi.
D. Komplikasi Terapi Antibiotika
Komplikasi terapi antibiotika dapat mengakibatkan terjadinya:
1) Hipersensitivitas, contoh pada penisilin
2) Toksisitas langsung, contoh aminoglikosida pada konsentrasi tinggi
3) Superinfeksi, contoh antibiotika spektrum luas atau kombinasi antibiotika
E. Efektivitas Terapi Antibiotika
Untuk menilai efektivitas terapi antibiotika dapat dilihat/dikaji dari berbagai parameter-
parameter klinis berikut:
1) Derajat demam. Demam merupakan parameter penting untuk menilai respon terapi
antibiotika. Karena demam merupakan salah satu gejala adanya infeksi.
2) Jumlah sel darah putih (neutrofil), jumlah sel darah putih pada tahap awal infeksi
akan meningkat secara signifikan.
3) Data radiografi; effusi kecil, abses, dan ruang yang muncul menandakan adanya
pusat infeksi.
4) Nyeri dan inflamasi; pembengkakan, eritema, permukaan yang empuk/lunak
muncul pada infeksi permukaan, sendi dan tulang.
5) Laju endap darah (LED), peningkatan LED berkaitan dengan infeksi akut maupun
kronis, seperti: endokarditis, osteomyelitis, dan infeksi intraabdominal.
6) Konsentrasi komponen serum, khususnya komponen C3 akan turun pada infeksi
yang serius.
F. Kegagalan Terapi Antibiotika
Kegagalan terapi antibiotika dapat terjadi akibat beberapa faktor berikut:
1) Salah diagnosa (unsuspected infection)
2) Regimen obat yang tidak tepat baik dari segi dosis, rute pemberian, frekuensi dan
durasinya.
3) Pemilihan antibiotika yang tidak tepat
4) Resistensi mikroba
5) Ekspektasi yang berlebihan; nekrosis jaringan, pengurasan secara operasi, demam
virus, artritis, neoplasma, dan reaksi obat
6) Infeksi oleh dua atau lebih mikroba
2.4 Studi kasus infeksi pada ibu hamil
Studi terkini menyebutkan bahwa pemakaian antibiotik untuk mengatasi infeksi saluran
kemih pada ibu hamil akan meningkatkan risiko anak cacat lahir. Peneliti menemukan
fakta cacat lahir itu pada dua jenis antibiotik, yaitu sulfonamide (contoh: Bactrim) dan
nitrofurantoins (contoh: Macrobid). Sementara itu, antibiotik penicillins dan
erythromycins, yang banyak diresepkan untuk ibu hamil selama ini tergolong aman.
Infeksi merupakan penyebab utama kematian prematur pada bayi. Meskipun terapi
profilaksis antibiotik belum terbukti bermanfaat, pemberian obat-obat antibiotik kepada
ibu hamil dengan ketuban pecah dini dapat memperlambat kelahiran dan menurunkan
insidens infeksi. Penggunaan antibiotik yang diketahui tidak aman itu harus menjadi
perhatian para tenaga kesehatan dalam mengambil keputusan untuk menangani infeksi
pada ibu hamil.
Infeksi bakteri sangat berbahaya pada ibu hamil dan janinnya. Pemakaian antibiotik perlu
lebih diperhatikan, karena studi mengenai pengaruh antibiotik terhadap ibu hamil belum
banyak dilakukan.
Dalam investigasinya, peneliti menganalisis enam jenis antibiotik pada 13.000 wanita
hamil yang kandungannya terdeteksi cacat dan juga 5.000 wanita hamil yang bebas dari
cacat kandungan. Sebanyak 30 persen wanita dalam grup tersebut mengonsumsi
antibiotik selama kehamilan, terutama pada trimester pertama. Hasilnya ternyata,
sebanyak 14% wanita yang melahirkan anak cacat diketahui menggunakan antibiotik
beberapa bulan sebelum kehamilan dan pada trimester pertama.
Antibiotik sulfonamide terkait dengan enam jenis cacat lahir, sedangkan nitrofurantoins
terkait pada empat jenis cacat. Dua jenis antibiotik ini berisiko paling banyak
menghasilkan cacat lahir dibanding antibiotik lain yang risiko cacat lahirnya hanya 1
jenis. Cacat lahir itu antara lain ketidak normalan jantung yang dikenal dengan
(hypoplastic left heart syndrome). Penggunaan sulfonamides akan meningkatkan risiko
cacat tersebut hingga 4 kali lipat. Terjadi pada 1 dari 42.000 kelahiran.
Studi ini dimuat dalam Archives of Pediatrics & Adolescent Medicine dan diharapkan
menjadi panduan para tenaga kesehatan dan ibu hamil untuk menggunakan antibiotik
yang lebih aman.
Ada kalanya, ibu hamil yang mengalami infeksi memerlukan penggunaan antibiotik
sebagai pilihan obat. Sebagian antibiotik pada semua fase kehamilan aman dikonsumsi,
sebagian lagi dikontraindikasikan pada fase tertentu, dan ada juga yang
dikontraindikasikan untuk semua fase kehamilan.
2.5 Menelaah kasus berdasarkan kajian farmakoterapi
Penyakit infeksi merupakan penyakit yang banyak kita temui dimasyarakat kita atau
bahkan menimpa kita sendiri. Antiinfeksi atau antibiotik merupakan golongan obat yang
paling banyak digunakan dan paling banyak disalahgunakan juga. Penyakit infeksi adalah
suatu penyakit yang disebabkan oleh agen patogen yang masuk ke dalam tubuh dan
memicu perkembangan infeksi.
Agen patogen ini dapat berupa bakteri, virus, jamur (fungi), parasit.
Penyakit infeksi merupakan jenis penyakit yang sangat mudah menyebar dan menular,
akibat perpindahan atau pergerakan agen patogen tersebut dari satu individu ke individu
lainnya. Penularan infeksi dapat terjadi melalui:
1) Kontak fisik penderita dengan individu lainnya
2) Udara yang terkontaminasi agen patogen
3) Makanan yang terkontaminasi
4) Cairan tubuh (darah, mukus, urin)
5) Vektor pembawa agen patogen (lalat, nyamuk, atau binatang lainnya)
Tingkat keparahan penyakit infeksi pada seseorang bervariasi, yang sangat dipengaruhi
kondisi kekebalan tubuh (sistem imun) seseorang tersebut. Seseorang yang kontak
dengan agen patogen dapat mengalami infeksi atau bebas dari infeksi agen patogen
tersebut. Sedangkan pada orang yang telah terinfeksi sebagian akan menunjukan gejala
sakit dan dapat berkembang semakin parah dan sebagian lainnya asimptomatik dan kebal
terhadap infeksi tersebut. Penyakit infeksi juga merupakan penyebab kematian yang
paling banyak terjadi. Penggunaan antibiotik yang tidak rasional tersebut memicu
cepatnya proses perkembangan resistensi antibiotik.
Antiinfeksi dapat berupa antibiotik atau antimikroba, antivirus, antifungi,
antiparasit.Antibiotik merupakan agen antiinfeksi yang paling banyak digunakan. Konsep
penggunaan antibiotik dapat berupa terapi spesifik, pencegahan (profilaksis) dan terapi
empirik:
1) Terapi Spesifik
Pada terapi ini, antibiotik digunakan untuk mengobati penyakit yang disebabkan oleh
organisme penginfeksi dimana pilihan antimikroba yang tepat telah diketahui. Antibiotik
yang digunakan dalam terapi ini telah teruji, sehingga pemilihannya relatif mudah
berdasarkan sensitivitas mikroba dan kondisi pasiennya, disamping faktor lain seperti
biaya.
2) Terapi Empirik
Terapi empirik antibiotik adalah terapi terhadap organisme penginfeksi dan antimikroba
tepatnya belum diketahui, tetapi dapat diprediksi berdasarkan studi sebelumnya. Terapi
ini harus dilakukan pada penyakit-penyakit infeksi yang serius dan bersifat life-
threatening. Pemilihan antibiotik didasarkan pada pengalaman klinis dengan
menggunakan antibiotik tertentu yang diduga akan efektif pada kondisi tersebut.
3) Terapi Profilaksis
Terapi profilaksis adalah terapi antibiotik yang diberikan dengan tujuan pencegahan
infeksi spesifik pada beberapa individu atau infeksi pasca operasi. Dalam terapi
profilaksis operasi antibiotik jangka pendek diberikan sebelum terdapat bukti klinis
terjadinya infeksi.
STUDY KASUS
Belakangan nyonya Susi gelisah. Sudah seminggu ini haidnya terlambat. Apakah
nyonya Susi hamil? Padahal dia tidak pernah lupa minum pil KB. Mereka belum
berencana menambah anak lagi. Beberapa waktu lalu dia juga punya keluhan seperti
keputihan dan gatal di sekitar organ kewanitaannya. Dokter memberinya obat antijamur
griseofulvin. Adakah hubungan antara pil KB/kontrasepsi oral dengan antijamur yang dia
minum ?
Jawaban:
Hingga sekarang, interaksi obat antara pil KB dan obat antimikroba (antibiotika
dan antijamur) masih menjadi kontroversi. Sebagian dokter/klinisi melaporkan adanya
sejumlah wanita yang gagal ber-KB karena minum antibiotika selama penggunaan pil
KB, terutama tetrasiklin atau golongan penisilin, sementara para ilmuwan belum bisa
mengklaim secara kuat bahwa penggunaan secara bersama dua obat tersebut menurunkan
konsentrasi obat kontrasepsi oral dalam darah, terutama etinil estradiol (senyawa aktif
dalam pil KB).
• Mekanisme terjadinya interaksi antara pil KB dengan obat
antibiotika/antijamur ?
Etinil estradiol adalah estrogen pilihan yang banyak digunakan dalam pil KB, dan
merupakan senyawa yang aktif utama pil KB. Dari total zat aktif dalam satu pil, hanya
kira-kira 40-50 %-nya saja yang dapat mencapai peredaran darah sistemik dalam bentuk
tidak berubah, dengan rentang variasi individual berkisar 10 s/d 70%. Sisanya
dimetabolisir selama “first pass metabolisme” melalui saluran pencernaan dan liver/hati.
Etinil estradiol yang telah melalui peredaran darah akan diserap oleh tubuh, dan sisa yang
tidak terserap akan mengalami konjugasi dengan senyawa sulfat, terutama di dinding
saluran cerna, lalu ditranspor di pembuluh darah vena ke dalam liver dimana akan terjadi
hidroksilasi dan konjugasi dengan asam glukoronat.
Dengan proses metabolisme ini, etinil estradiol berubah menjadi senyawa yang tidak
aktif, yang pada akhirnya akan dikeluarkan melalui feses/tinja.
Griseofulvin, suatu obat jamur, juga dilaporkan memiliki efek yang serupa, yaitu
mengurangi efek kontrasepsi oral. Obat jamur lain yang dilaporkan dapat menurunkan
potensi pil KB adalah itraconazole, namun mekanismenya belum diketahui secara pasti.
Yang menarik, obat kelompok triazol yang lain yaitu ketaconazole, dan fluconazole,
dilaporkan menghambat enzim sitokrom P450, yang berarti mengurangi metabolisme pil
KB menjadi bentuk tak aktifnya, yang pada gilirannya meningkatkan efek pil KB-nya.
Namun karena belum ada data epidemiologi yang akurat, masih sulit untuk
menyimpulkan secara pasti interaksi obat jamur dengan kontrasepsi oral.
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Kemajuan bidang kesehatan diikuti dengan kemunculan obat-obat antibiotik yang baru
menambah tantangan untuk mengusai terapi medikamentosa ini. Antibiotik tidak hanya
dari satu jenis saja. Beberapa senyawa-senyawa yang berbeda dan berlainan ternyata
mempunyai kemampuan dalam membunuh mikroba.
Penisilin merupakan obat-obatan yang paling umum digunakan selama kehamilan.
Antibiotik ini dipasarkan dengan beberapa nama seperti cephradine, cefalexin,
cefuroxime, cefaclor, dan lain-lain. Obat yang umum digunakan ini mengandung
cloxacillin, amxycillin, dan methicillin. Obat-obatan ini dinyatakan aman selama
kehamilan.
Berikut beberapa contoh antibiotik yang dinyatakan aman digunakan selama kehamilan:
1) Amoxicillin
2) Ampicillin
3) Clindamycin
4) Erythromycin
5) Penicillin
Berdasarkan indeks keamanan obat pada kehamilan menurut United States Food and
Drug Administration (US FDA), klasifikasi obat berdasarkan tingkat keamanan
penggunaannya selama kehamilan dibagi dalam lima kategori. Lima kategori tersebut
terdiri dari A, B, C, D, dan X, dengan urutan yang paling aman hingga paling
berbahaya.Beberapa obat-obat anti jamur yang digunakan secara topikal untuk meringankanpenyakit
kulit akibat jamur, antara lain nistatin, imidazol (nikonazol, klotrimazol,ekonazol, isokonazol, tiokonazol,
bifonazol), dan Tisazol (itrakonazol).
3.2. SARAN
Diharapkan kepada para pembaca agar dalam pembuatan tugas selanjutnya dapa lebih
baik lagi karena kami akui masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Farmakologi dan Terapi, Edisi 5. 2007. Departemen Farmakologi Dan Terapeutik
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Disimpulkan oleh: Linda Wati dari buku berjudul Penyakit-Penyakit Pada Kehamilan:
Peran Seorang Internis, diterbitkan oleh Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
http://www.mediaindonesia.com/mediahidupsehat/index.php/
MAKALAH FARMAKOLOGI
ANTIBIOTIK DAN ANTI JAMUR
DOSEN PENGAMPU: INDRAWATI S., S.Farm,A.pt.
DISUSUN OLEH KELOMPOK2:
NAMA KELOMPOK
1. DELA MELIA INGGRIANI (12150182)
2. EKA PUJIASTUTI (12150183)
3. NI PUTU NOVAYANTI ( 12150184)
4. NI KOMANG DUIK AGUSTINI (12150185)
5. KADEK LOLA ERIKA ANDREANI ( 12150186)
KELAS : A.95
PRODI DIII KEBIDANAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITA RESPATI YOGYAKARTA 2012/2013