cover laporan anestesi dan farmakologi

Upload: edytahir

Post on 16-Jul-2015

299 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

CHECK LIST PRAKTEK KLINIK KEPERAWATAN ANESTESI REANIMASI MATRIKULASI PRODI DIPLOMA IV KEPERAWATAN ANESTESI REANIMASI TAHUN AKADEMIK 2011 / 2012 DI IBS RSUD SLEMAN

Disusun oleh :

HERMANSYAHNIM : PO7120411018

KEMENTERIAN KESEHATAN RI POLITEKNIK KESEHATAN YOGYAKARTA PRODI DIV KEPERAWATAN ANESTESI REANIMASI TAHUN 2011

LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN PERIANESTESI PRAKTEK MATRIKULASI DI IBS RSUD SLEMAN

Disusun oleh : HERMANSYAH NIM : PO7120411018

TELAH DIPERIKSA DAN DISETUJUI Tanggal : 3 Desember 2011

Pembimbing Klinik

Pembimbing Pendidikan

Raden Sugeng Riyadi, SST NIP: 19751011 199503 1 002

Yustiana Olfah,APP,M.Kes NIP: 19671017 199003 2 001

CHECK LIST PRAKTEK KLINIK KEPERAWATAN ANESTESI REANIMASI MATRIKULASI PRODI DIPLOMA IV KEPERAWATAN ANESTESI REANIMASI TAHUN AKADEMIK 2011 / 2012 DI IBS RSUD SLEMAN

Disusun oleh :

IDHA YONITA TH LIOENIM : PO7120411021

KEMENTERIAN KESEHATAN RI POLITEKNIK KESEHATAN YOGYAKARTA PRODI DIV KEPERAWATAN ANESTESI REANIMASI TAHUN 2011

LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN FARMAKOLOGI OBAT ANESTESI PRAKTEK MATRIKULASI DI IBS RSUD SLEMAN

Disusun oleh : HERMANSYAH NIM : PO7120411018

TELAH DIPERIKSA DAN DISETUJUI Tanggal : 3 Desember 2011

Pembimbing Klinik

Pembimbing Pendidikan

Raden Sugeng Riyadi, SST NIP: 19751011 199503 1 002

Yustiana Olfah,APP,M.Kes NIP: 19671017 199003 2 001

KATA PENGANTARPuji Syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan karuniaNya, penulis dapat menyelesaikan laporan Praktik Klinik Keperawatan Anestesi yang berjudul Asuhan Keperawatan Perianestesi Pada Pasien Hernia Inguinalis Lateralis Dekstra Yang Dilakukan Herniotomi Dengan Anestesi Spinal di IBS RSUD Sleman. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam rangkaian kegiatan praktik dan penyusunan laporan ini tidak akan terlaksana sebagaimana yang diharapkan tanpa adanya bantuan dari beberapa pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis meyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Direktur RSUD Sleman yang telah memberikan ijin lahan praktik bagi kami. 2. Dr. Heri Setyanto, SpB. selaku penanggung jawab IBS RSUD Sleman. 3. Kepala IBS RSUD Sleman yang telah banyak membantu kami dalam melaksanakan praktik sehingga dapat berjalan dengan lancar. 4. Ibu Yustiana Olfah, APP,M.Kes. selaku pembimbing pendidikan pada Poltekkes Kemenkes Yogyakarta yang telah memberikan bimbingan selama praktik maupun dalam penyusunan laporan. 5. Bapak Raden Sugeng Riyadi,SST selaku pembimbing klinik yang telah dengan sabar mendampingi dan memberikan bimbingan kepada kami. 6. Semua Bapak dan Ibu Perawat anestesi dan bedah IBS RSUD Sleman yang selama praktik banyak membantu dan bekerjasama dengan baik. Penulis menyadari masih terdapat kekurangan dalam penulisan ini sehingga penulis mengharapkan kritik maupun saran yang bersifat positif demi kesempurnaannya. Semoga Tuhan Yang Maha Esa memberikan balasan kebaikan atas segala amal yang telah dilakukan dan semoga karya ini berguna bagi penulis sendiri maupun pihak lain yang memanfaatkan.

Sleman,

Nopember 2011 Penulis

DAFTAR ISI

Halaman HALAMAN JUDUL .................................................................................................... i HALAMAN PENGESAHAN ...................................................................................... ii KATA PENGANTAR ................................................................................................ iii DAFTAR ISI .............................................................................................................iv BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................. 1 A. Latar Belakang ................................................................................... 1 B. Rumusan masalah ............................................................................ 2 C. Tujuan Penulisan . .......... 2

BAB II TINJAUAN TEORI ................................................................................................. 3 A. Konsep dasar ..................................................................................... 3 B. Keperawatan anestesi ................................................................................. 6

BAB III

TINJAUAN KASUS ................................................................................. 20

BAB IV PEMBAHASAN ...................................................................................... 39 BAB V PENUTUP . ............................................. 40 A. Kesimpulan. ..................................................................................... 40 B. Saran ............................................................................................................ 40 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 41

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang Perkembangan ilmu pengetahuan tentang ilmu bedah saat ini sangat pesat. Hal ini juga harus didukung dengan peningkatan pemberian perawatan pada klien penderita penyakit bedah. Hernia merupakan salah satu penyakit yang seringkali ditemui pada penderita penyakit bedah, dimana hernia sendiri bermacam-macam jenisnya disesuaikan menurut letaknya seperti; hernia inguinalis, hernia scrotalis, hernia umbilikalis, hernia epigastrika, hernia lumbalis, hernia femoralis dan lain-lain. Pada insidens hernia inguinalis pada bayi dan anak-anak antara 1 dan 2%. Kemungkinan terjadi hernia pada sisi kanan 60%, sisi kiri 20-25% dan bilateral 15%. Kejadian hernia bilateral pada anak perempuan dibandingkan laki-laki kira-kira sama (10%) walaupun frekuensi prossessus vaginalis yang tetap terbuka lebih tinggi pada perempuan. Anak yang pernah menjalani operasi pada waktu bayi mempunyai kemungkinan 16% mendapat hernia kontralateral pada usia dewasa. Insidens hernia inguinalis pada orang dewasa kira-kira 2%. Kemungkinan kejadian hernia bilateral dari insidens tersebut mendekati 10%. Untuk menghindari terjadinya komplikasi yang tidak diharapkan, perlu hendaknya dilakukan penanganan yang baik. Dalam hal ini perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan perlu hendaknya meningkatkan mutu asuhan keperawatan yang akan diberikan dengan memperhatikan aspek biologis, psikologis, sosial dan spiritual.

B. Batasan dan Rumusan Masalah1. Batasan Masalah Dalam laporan kasus ini, pembahasan dibatasi pada asuhan keperawatan perianestesi hernia inguinalis lateralis dekstra mulai dari pre, intra dan post operasi herniotomi dengan anestesi spinal sampai pasien stabil selama di ruang pulih sadar dan kembali ke ruang perawatan.

2. Rumusan masalah Dari uraian diatas dapat dirumuskan suatu permasalahan yaitu

Bagaimanakah asuhan keperawatan perianestesi pada pasien HIL dekstra yang dilakukan herniotomi dengan anestesi spinal di IBS RSUD Sleman ? C. Tujuan Penulisan 1. Tujuan umum Mampu melaksanakan asuhan keperawatan perianestesi pada pasien HIL dekstra yang dilakukan herniotomi dengan anestesi spinal. 2. Tujuan khusus a. Mampu melaksanakan pemeriksaan pre operasi pada pasien hernia. b. Mampu menentukan obat premedikasi, induksi, teknik dan obat anestesi yang digunakan. c. Mampu melaksanakan tugas limpah tindakan anestesi pada pasien hernia yang dilakukan herniotomi. d. Mampu melaksanakan pengawasan selama anestesi dan pembedahan, serta melakukan tindakan yang diperlukan bila timbul masalah selama anestesi dan pembedahan serta melaksanakan perawatan post operasi.

BAB II TINJAUAN TEORIA. Konsep dasar 1. Pengertian Ada beberapa pendapat yang dikemukakan oleh para ahli mengenai penyakti Hernia, namun pada dasarnya semua mempunyai pengertian yang sama. Menurut Barbara Kalo dalam Decision Making in Medical Surgical Nursing disebutkan: Hernia didefinisikan sebagai tonjolan sebuah organ atau jaringan melalui dinding dari cavum yang terkena, dan herniasi terjadi seperti suatu tonjolan keluar Viscus abdomen melalui dinding dari cavum abdomen pada tempat yang bervariasi. Suatu kelemahan dari dinding abdomen mungkin congenital atau didapat. Bedasarkan pendapat tersebut diatas, Penulis dapat menyimpulkan bahwa hernia adalah suatu tonjolan abnormal dari organ-organ intraabdomninal yang keluar melalui dinding cavum abdomen yang dapat di sebabkan karena kelemahan dinding abdomen atau congenital dan terjadinya pada tempat yang bervariasi. Hernia inguinalis lateralis adalah hernia yang melalui anulus inguinalis internus/leteralis menyusuri kanalis inguinalis keluar ronga perut melalui anulus inguinalis eksterna/medialis. Disebut juga hernia inguinalis lateralis karena terletak di sebelah

vasaepigastrika inferior yang melalui anulus inguinalis internus/lateralis menyusuri kanalis dan keluar ronga perut melalui anulus inguinalis eksterna.medialis. Disebut inguinalis lateralis karena terletak disebelah lateral vasa epigastrika inferior. Hernia inguinalis lateralis (inderecta) terdapat sekitar 20 x lebih banyak pada pria dibandingkan pada wanita, dan hampir 1/3 bersifat belateral hernia lebih sering terjadi disisi kanan (Normal, Procesus vaginalis kiri). Hernia inguinalis inderecta lebih sering pada anak-anak dan dewasa muda. 2. Penyebab Hernia umumnya terjadi sebagai hasil kelemahan dinding otot dan peningkatan intraabdominal. Kelemahan otot ini diwariskan atau didapat sejak bayi lahir sebagai proses penuaan. Peningkatan tekanan intraabdominal selain kehamilan dan kegemukan adalah mengangkat beban berat dan batuk kronis.

3.Pathofhisiologi Kanalis inguinalis adalah kanal yang normal pada fetus. Pada bulan ke 8 dari kehamilan terjadi desunsustis tikulorum melalui kanal tersebut. Keadaan ini akan menarik peritonium ke daerah skrotum sehingga terjadi tonjolan peritonium yang disebut vaginalis pertonii. Bila bayi lahir, umumnya prosessus telah mengalami proses obliterasi isi rongga perut tidak dapat melalui kanalis tersebut. Tetapi dalam beberapa hal sering belum menutup. Karena testis kiri lebih duru turun dari yang kanan, maka kanalis inguinalis yang kanan lebih sering terbuka. Bila kanalis yang kiri terbuka, maka umumnya yang kanan juga masih terbuka. Dalam keadaan normal, kanal yang terbuka ini akan menutup pada usia 2 bulan. Bila prosessus terbuka sebagian, maka akan timbul hidrokel. Bila kanalis ini terbuka terus karena prosessus tidak berobliterasi, maka akan timbul hernia inguinalis lateralis konginetal. Pada orang tua, kanalis itu tetap tertutup. Namun karena daerah itu merupakan Locus minirris resistensial. Maka pada keadaan yang menyebabkan intra abdominal meninggi kanal itu dapat terbuka kembali dan timbul hernia inguinalis lateralis akuisita. Keadaan yang menyebabkan tekanan intra abdominal meninggi adalah hamil, batuk cronis, pekerjaan mengangkat beban berat, defekasi yang mengejan dan miksi mengejan, misalnya pada penderita prostat hipertropi. 4.Pemeriksaan fisik Keadaan umum klien biasanya baik. Bila benjolan tidak nampak, maka klien disuruh mengejan dengan menutup mata mulut dalam keadaan berdiri, bila ada hernia, maka akan tampak benjolan. Bila benjolan sejak permulaan sudah tampak harus dibuktikan bahwa benjolan itu dapat dimasukkan kembali. Pasien dalam posisi tidur, bernapas dengan mulut untuk mengurangi tekanan intra abdominal, lalu angkat scrotum perlahan-lahan, bila benjolan itu dapat masuk, maka diagnosis pasti hernia juga dapat ditegakkan bila terdengar bisingusus pada benjolan tersebut. Keadaan cincin hernia perlu diperksa. Caranya adalah dengan cara mengikuti fasikulus spermaticus sampai ke anulus inguinalis interna. Pada keadaan normal, jari tangan tidak masuk, untuk klien disuruh mengejan dan merasakan apakah ada masa yang menekan. Bila masa itu menekan ujung jari, maka itu adalah hernia inguinalis lateralis, sedangkan bila menekan sisi jari, maka diaagnosisnya adalah hernia inguinalis medialis.

5.Gejala-gejala Umumnya penderita mengatakan turun berok, burut, atau kelingsir. Atau mengatakan adanya benjolan itu bisa mengecil atau menghilang dan bila menangis, mengejan pada waktu defikasi atau miksi, mengangkat benda berat akan timbul kembali. Dapat pula ditemukan rasa nyeri pada benjolan atau gejala mual dan muntah bila telah ada komplikasi. 6.Pemeriksaan Diagnostik Pemeriksaan diagnostik merupakan pemeriksaaan penunjang, karena klien dengan hernia inguinalis lateralis dextra. Dengan pemeriksaan fisik saja diagnosia sudah dapat ditegakkan. Pemeriksaan yang biasanya dilakukan (untuk klien dewasa) adalah: Pemeriksaan darah lengkap Thorax foto Pemeriksaan kadar gula dalam darah/urine ECG

7.Pengobatan Semua hernia inguinalis inderect, tak tergantung dari usia serta hernia direct simtomatik atau herina direct yang besar harus diperbaiki kecuali kalau ada kontra indikasi yang kuat. Penyakit pernapasan dan penyumbatan urologis yang menyertai harus diperbaiki atau ditangani terlebih dahulu. Hernia inkarserata akut harus dikembalikan atau dioperasi segera. Obstruksi atau strangulasi harus dilakukan operasi darurat. 8.Komplikasi Terjadinya perlengketan antara isi hernia dengan dinding kantong hernia. Sehingga isi hernia tidak dapat dimasukkan kembali. Keadaan ini disebut hernia inguinalis lateralis reponibilis. Pada keadaan ini belum ada gangguan penyaluran ke usus. Isi hernia yang terserang menyebabkan ireponibilis adalah mentum karena mudah melekat pada dinding hernia dan isinya menjadi lebih besar karena infiltrasi lemak. Usus besar lebih sering menyebabkan irenopobilis daripada usus halus. Terjadinya penekanan terhadap cincin hernia, akibatnya makin banyak usus yang masuk. Cincin hernia menjadi relatif sempit dan menimbulkan gangguan penyaluran isi usus. Keadaan ini disebut hernia inguinalis lateralis inkaserata.

Bila inkaserata dibiarkan maka lama kelamaan akan timbul edema, sehingga terjadi penekanan pembuluh darah dan terjadi nekrosis. Keadaan ini disebut hernia inguinalis lateralis strangulata. Strangulata juga dapat terjadi bukan karena usus terjepit melainkan ususnya berputar. Pada keadaan inkaserata dan strangulasi maka timbul gelaja ileus yaitu kembung, muntah dan obstipasi. Pada strangulasi maka nyeri lebih kuat (hebat), daerah benjolan menjadi merah dan penderita amat gelisah. 9.Prognosa Penyembuhan dipercepat kalau pasien menghindari gerakan mengangkat barang-barang berat ataupun ketegangan otot lainnya. Pekerja kasar tidak boleh bekerja sebelum 4 sampai 6 minggu kemudian, sedangkan mereka yang banyak duduk boleh bekerja dalam beberapa hari. B. Keperawatan anestesi 1. Fase pre anestesi a. Persiapan fisik Beberapa Persiapan fisik yang harus dilakukan terhadap pasien sebelum operasi antara lain : o o o o o o o o b. Status kesehatan fisik secara umum Status Nutrisi Keseimbangan cairan dan elektrolit Pengosongan lambung dan kolon Pencukuran daerah operasi Personal Hygine Pengosongan kandung kemih Latihan Pra Operasi

Persiapan penunjang Persiapan penunjang merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari tindakan pembedahan. Tanpa adanya hasil pemeriksaan penunjang, maka dokter bedah tidak mungkin bisa menentukan tindakan operasi yang harus dilakukan pada pasien. Pemeriksaan penunjang yang dimaksud adalah berbagai pemeriksaan radiologi, laboratorium maupun pemeriksaan lain seperti EKG, dan lain-lain. 1) Pemeriksaan Radiologi dan diagnostik, seperti : Foto thoraks, EKG (Elektro Kardio Grafi), dll. 2) Pemeriksaan Laboratorium; pemeriksaan darah : hemoglobin, angka leukosit, limfosit, LED (laju endap darah), jumlah trombosit, protein total

(albumin dan globulin), elektrolit (kalium, natrium, dan chlorida), CT BT, ureum kretinin, BUN. Pemeriksaan Kadar Gula Darah (KGD). Pemeriksaan KGD dilakukan untuk mengetahui apakah kadar gula darah pasien dalan rentang normal atau tidak.

c.

Pemeriksaan status anastesi Pemeriksaaan status fisik untuk dilakukan pembiusan dilakukan untuk keselamatan selama pembedahan. Sebelum dilakukan anastesi demi

kepentingan pembedahan, pasien akan mengalami pemeriksaan status fisik yang diperlukan untuk menilai sejauh mana resiko pembiusan terhadap diri pasien. Penilaian yang biasa digunakan adalah dengan menggunakan metode ASA (American Society of Anasthesiologist). Pemeriksaan ini dilakukan karena obat dan teknik anestesi pada umumnya akan mengganggu fungsi pernapasan, peredaran darah dan sistem saraf. d. Informed consent Selain dilakukannya berbagai macam pemeriksaan penunjang terhadap pasien, hal lain yang tidak kalah penting, yaitu Informed Consent. Baik pasien maupun keluarganya harus menyadari bahwa tindakan medis, operasi sekecil apapun mempunyai resiko. Oleh karena itu setiap pasien yang akan menjalani tindakan medis, wajib menuliskan surat pernyataan persetujuan dilakukan tindakan medis (pembedahan dan anastesi). Meskipun mengandung resiko tinggi tetapi seringkali tindakan operasi tidak dapat dihindari dan merupakan satusatunya pilihan bagi pasien. Dalam kondisi nyata, tidak semua tindakan operasi mengakibatkan komplikasi yang berlebihan bagi klien e. Persiapan mental/psikis Persiapan mental merupakan hal yang tidak kalah pentingnya dalam proses persiapan operasi karena mental pasien yang tidak siap atau labil dapat berpengaruh terhadap kondisi fisiknya.Tindakan pembedahan merupakan ancaman potensial maupun aktual pada integeritas seseorang yang dapat membangkitkan reaksi stres fisiologis maupun psikologis (Long, 2000). Contoh perubahan fisiologis yang muncul akibat kecemasan/ketakutan antara lain: 1) Pasien dengan riwayat hipertensi jika mengalami kecemasan sebelum operasi dapat mengakibatkan pasien sulit tidur dan tekanan darahnya akan meningkat sehingga operasi bisa dibatalkan. 2) Pasien wanita yang terlalu cemas menghadapi operasi dapat mengalami menstruasi lebih cepat dari biasanya, sehingga operasi terpaksa harus

ditunda. Setiap orang mempunyai pandangan yang berbeda dalam menghadapi pengalaman operasi sehingga akan memberikan respon yang berbeda pula, akan tetapi sesungguhnya perasaan takut dan cemas selalu dialami setiap orang dalam menghadapi pembedahan. Berbagai alasan yang dapat menyebabkan ketakutan/kecemasan pasien dalam menghadapi pembedahan antara lain : a) Takut nyeri setelah pembedahan b) Takut/cemas mengalami kondisi yang sama dengan orang lain yang mempunyai penyakit yang sama. c) Takut/ngeri menghadapi ruang operasi, peralatan pembedahan dan petugas. d) Takut mati saat dibius/tidak sadar lagi. e) Takut operasi gagal. Untuk mengurangi dan mengatasi kecemasan pasien, perawat dapat menanyakan beberapa hal yang terkait dengan persiapan operasi, antara lain : Pengalaman operasi sebelumnya Pengertian pasien tentang tujuan/alasan tindakan operasi Pengetahuan pasien tentang persiapan operasi baik fisik maupun penunjang. Pengetahuan pasien tentang situasi/kondisi kamar operasi dan petugas kamar operasi. Pengetahuan pasien tentang prosedur (pre, intra, post operasi) Pengetahuan tentang latihan-latihan yang harus dilakukan sebelum operasi dan harus dijalankan setalah operasi, seperti : latihan nafas dalam, batuk efektif, ROM, dll. Peran perawat dalam memberikan dukungan mental dapat

dilakukan dengan berbagai cara : Membantu pasien mengetahui tentang tindakan-tindakan yang dialami pasien sebelum operasi, memberikan informasi pada pasien tentang waktu operasi, hal-hal yang akan dialami oleh pasien selama proses operasi, menunjukkan tempat kamar operasi, dll. Dengan mengetahui berbagai informasi selama operasi maka diharapkan pasien mejadi lebih siap menghadapi operasi, meskipun demikian ada keluarga yang tidak menghendaki pasien mengetahui tentang berbagai hal yang terkait dengan operasi yang akan dialami pasien.

Memberikan penjelasan terlebih dahulu sebelum setiap tindakan persiapan operasi sesuai dengan tingkat perkembangan. Gunakan bahasa yang sederhana dan jelas. Misalnya: jika pasien harus puasa, perawat akan menjelaskan kapan mulai puasa dan sampai kapan, manfaatnya untuk apa, dan jika diambil darahnya, pasien perlu diberikan penjelasan tujuan dari pemeriksaan darah yang dilakukan, dll. Diharapkan dengan pemberian informasi yang lengkap, kecemasan yang dialami oleh pasien akan dapat diturunkan dan mempersiapkan mental pasien dengan baik. Memberi kesempatan pada pasien dan keluarganya untuk menanyakan tentang segala prosedur yang ada. Dan memberi kesempatan pada pasien dan keluarga untuk berdoa bersama-sama sebelum pasien di antar ke kamar operasi. Mengoreksi pengertian yang salah tentang tindakan pembedahan, karena pengertian yang salah akan menimbulkan kecemasan pada pasien. Pada saat pasien telah berada di ruang serah terima pasien di kamar operasi, petugas kesehatan di situ akan memperkenalkan diri sehingga membuat pasien merasa lebih tenang. Untuk memberikan ketenangan pada pasien, keluarga juga diberikan kesempatan untuk mengantar pasien sampai ke batas kamar operasi dan diperkenankan untuk menunggu di ruang tunggu yang terletak di depan kamar operasi. f. Diagnosa keperawatan pre anestesi 1) Kurang Pengetahuan Definisi : Tidak adanya atau kurangnya informasi kognitif sehubungan dengan topik spesifik.

Batasan karakteristik : memverbalisasikan adanya masalah, ketidakakuratan mengikuti instruksi, perilaku tidak sesuai.

Faktor yg berhubungan : keterbatasan kognitif, interpretasi, terhadap informasi yg salah, kurangnya keinginan untuk mencari informasi, tidak mengetahui sumber sumber informasi. Kriteria Hasil :

Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit, kondisi, prognosis, dan program pengobatan Pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur yang dijelaskan secara benar Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan perawat / tim kesehatan lainnya Teaching : disease process Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan pasien tentang proses penyakit yang spesifik Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal ini berhubungan dengan anatomi dan fisiologi, dengan cara yang tepat Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit, dengan cara yang tepat Gambarkan proses penyakit, dengan cara yang tepat Identifikasi kemungkinan penyebab, dengan cara yang tepat Sediakan informasi pada pasien tentang kondisi, dengan cara yang tepat Hindari harapan yang kosong Sediakan bagi keluarga informasi tentang kemajuan pasien dengan cara yang tepat Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin diperlukan untuk mencegah komplikasi di masa yang akan datang dan atau proses pengontrolan penyakit Diskusikan pilihan terapi atau penanganan Dukung pasien untuk mengeksplorasi atau mendapatkan second opinion dengan cara yang tepat atau diindikasikan Eksplorasi kemungkinan sumber atau dukungan, dengan cara yang tepat Rujuk pasien pada grup atau agensi di komunitas lokal, dengan cara yang tepat Instruksikan pasien mengenai tanda dan gejala untuk melaporkan pada pemberi perawatan kesehatan, dengan cara yang tepat.

2) Cemas (ansietas) Definisi : Suatu keresahan, perasan ketidaknyamanan yang tidak mudah yang disertai dengan respon autonomis ; sumbernya sering kali tidak spesifik atau tidak

diketahui oleh individu ; perasaan khawatir yang disebabkan antisipasi terhadap bahaya (Wilkinson, 2007). Ditandai dengan : gelisah, insomnia, resah, ketakutan, sedih, fokus pada diri, kekhawatiran dan kesulitan untuk berkonsentrasi.

Tujuan : Kontrol cemas : Kemampuan untuk menghilangkan atau mengurangi perasaan khawatir dan tegang dari suatu sumber yang tidak dapat diidentifikasi. Koping : Tindakan untuk mengatasi stressor yang membebani sumbersumber individu. Kriteria Hasil : Klien mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala cemas Mengidentifikasi, mengontrol cemas Vital Sign dalam batas normal Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh dan tingkat aktivitas menunjukkan berkurangnya kecemasan. Intervensi : Penurunan Kecemasan Gunakan pendekatan yang menenangkan Nyatakan dengan jelas harapan terhadap perilaku pasien Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan selama prosedur Temani pasien untuk memberikan keamanan dan mengurangi takut Berikan informasi faktual mengenai diagnosis, tindakan prognosis Dorong keluarga untuk menemani anak Lakukan back / neck rub Dengarkan dengan penuh perhatian Identifikasi tingkat kecemasan Bantu pasien mengenal situasi yg menimbulkan kecemasan Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan, ketakutan, persepsi Instruksikan pasien menggunakan teknik relaksasi Berikan obat untuk mengurangi kecemasan mengungkapkan dan menunjukkan tehnik untuk

g.

Persiapan pasien di kamar operasi Persiapan operasi dilakukan terhadap pasien dimulai sejak pasien masuk ke ruang perawatan sampai saat pasien berada di kamar operasi sebelum tindakan bedah dilakukan. Persiapan di ruang serah terima diantaranya adalah prosedur administrasi, persiapan anastesi dan kemudian prosedur drapping. Kesalahan yang dilakukan pada saat tindakan preoperatif apapun bentuknya dapat berdampak pada tahap-tahap selanjutnya, untuk itu diperlukan kerjasama yang baik antara masing-masing komponen yang berkompeten untuk

menghasilkan outcome yang optimal, yaitu kesembuhan pasien secara paripurna. 2. Fase Intra anestesi Fase intra anestesi dimulai ketika pasien masuk atau dipindah ke instalasi bedah dan berakhir saat pasien dipindahkan ke ruang pemulihan. Pada fase ini lingkup aktivitas keperawatan mencakup pemasangan IV catheter, pemberian medikasi intravena, melakukan pemantauan kondisi fisiologis menyeluruh sepanjang prosedur pembedahan dan menjaga keselamatan pasien. Contoh : memberikan dukungan psikologis selama induksi anestesi, bertindak sebagai perawat scrub, atau membantu mengatur posisi pasien di atas meja operasi dengan menggunakan prinsip-prinsip dasar kesimetrisan tubuh. Aktivitas keperawatan yang dilakukan selama tahap intra anestesi meliputi 4 hal, yaitu : a. Safety Management Tindakan ini merupakan suatu bentuk jaminan keamanan/kenyamanan bagi pasien selama prosedur pembedahan. Tindakan yang dilakukan untuk jaminan keamanan/kenyamanan diantaranya adalah : 1) Pengaturan posisi pasien a) Faktor penting yang harus diperhatikan ketika mengatur posisi di ruang operasi adalah: o Daerah operasi o Usia o Berat badan pasien o Tipe anestesi b) Hal-hal yang dilakukan oleh perawat terkait dengan pengaturan posisi pasien meliputi : Kesejajaran fungsional Pemajanan area pembedahan Mempertahankan posisi sepanjang prosedur operasi

c) Memasang alat grounding ke pasien d) Memberikan dukungan fisik dan psikologis pada klien untuk

menenangkan pasien selama operasi sehingga pasien kooperatif. e) Memastikan bahwa semua peralatan yang dibutuhkan telah siap seperti : cairan infus, oksigen, jumlah spongs, jarum dan instrumen tepat.

2)

Monitoring Fisiologis Pemantauan fisiologis yang dilakukan meliputi : a) Melakukan balance cairan b) Penghitungan balance cairan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan cairan pasien c) Pemenuhan balance cairan dilakukan dengan cara menghitung jumlah cairan yang masuk dan yang keluar (cek pada kantong kateter urine) kemudian melakukan koreksi terhadap imbalance cairan yang terjadi. Misalnya dengan pemberian cairan infus. d) Memantau kondisi kardiopulmonal : Pemantaun kondisi kardiopulmonal harus dilakukan secara kontinyu untuk melihat apakah kondisi pasien normal atau tidak. Pemantauan yang dilakukan meliputi fungsi pernafasan, nadi dan tekanan darah, saturasi oksigen, perdarahan serta suhu tubuh. e) Pemantauan terhadap perubahan vital sign f) Pemantauan tanda-tanda vital penting dilakukan untuk memastikan kondisi klien masih dalam batas normal.

3)

Monitoring Psikologis Dukungan Psikologis (sebelum induksi dan bila pasien sadar) : a) Memberikan dukungan emosional pada pasien b) Berdiri di dekat klien dan memberikan sentuhan selama prosedur induksi c) Mengkaji status emosional klien d) Mengkomunikasikan status emosional klien kepada tim kesehatan jika ada perubahan.

4)

Pengaturan dan koordinasi Nursing Care Tindakan yang dilakukan antara lain : a) Manajemen keamanan fisik pasien b) Mempertahankan prinsip dan teknik asepsis c) Membantu dokter anestesi dalam pelaksanaan induksi anestesi.

b. Diagnosa keperawatan intra anestesi

1)

Risiko hipotermi berhubungan dengan paparan lingkungan, medikasi yang menyebabkan vasodilatasi. a) Definisi : Kondisi penurunan suhu tubuh seseorang di bawah rentang normal (Wilkinson, 2007). b) Tujuan : Thermoregulation : Keseimbangan antara panas yang dihasilkan, peningkatan panas dan kehilangan panas. Thermoregulation : neonate : Keseimbangan antara panas yang dihasilkan, peningkatan panas dan kehilangan panas selama periode neonatus. c) Kriteria Hasil : Suhu tubuh dalam rentang normal Nadi dan RR dalam rentang normal d) Intervensi : Temperature regulation Monitor suhu minimal tiap 2 jam Rencanakan monitoring suhu secara kontinyu Monitor TD, nadi, dan RR Monitor warna dan suhu kulit Monitor tanda-tanda hipertermi dan hipotermi Tingkatkan intake cairan dan nutrisi Selimuti pasien untuk mencegah hilangnya kehangatan tubuh Ajarkan pada pasien cara mencegah keletihan akibat panas Diskusikan tentang pentingnya pengaturan suhu dan kemungkinan efek negatif dari kedinginan Beritahukan tentang indikasi terjadinya keletihan dan penanganan emergency yang diperlukan Ajarkan indikasi dari hipotermi dan penanganan yang diperlukan Berikan antipiretik jika perlu

Vital sign Monitoring Monitor TD, nadi, suhu, dan RR

Catat adanya fluktuasi tekanan darah Monitor VS saat pasien berbaring, duduk, atau berdiri Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan Monitor TD, nadi, RR,sebelum,selama, dan setelah aktivitas Monitor kualitas dari nadi Monitor frekuensi dan irama pernapasan Monitor suara paru Monitor pola pernapasan abnormal Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit Monitor sianosis perifer Monitor adanya cushing triad ( tekanan nadi yang melebar, bradikardi, peningkatan sistolik ) Identifikasi penyebab dari

perubahan vital sign

2)

Risiko kecelakaan cedera berhubungan dengan efek anestesi umum dan posisi operasi. a) Definisi : Risiko cedera sebagai hasil dari kondisi lingkungan yang ditemukan pada setting perioperatif. b) Tujuan: Risk Kontrol Kriteria hasil : Klien terbebas dari cedera Selama operasi tidak bangun dan tenang Pasien sadar setelah anestesi selesai Kemampuan untuk melakukan gerakan yang bertujuan Kemampuan untuk bergerak atau berkomunikasi Pasien aman tidak jatuh

c) Intervensi : Environment Management ( Manajemen Lingkungan ) Sediakan lingkungan yang aman untuk pasien Tingkatkan keamanan dan ketajaman Jaga posisi imobil Ubah tempat atau tubuh pasien untuk meningkatkan fungsi fisiologis Cegah injury jatuh Pasang pengaman tempat tidur (side rail) Pantau penggunaan obat anestesi dan efek yang timbul.

3. Fase Post Operatif Perawatan post operatif meliputi beberapa tahapan, yaitu : a. Pemindahan pasien dari kamar operasi ke unit perawatan pasca anastesi (recovery room) Pemindahan pasien dari kamar operasi ke ruang pemulihan atau unit perawatan pasca anastesi (PACU: post anasthesia care unit) memerlukan pertimbangan-pertimbangan khusus. Pertimbangan itu diantaranya adalah letak incisi bedah, perubahan vaskuler dan pemajanan. Letak incisi bedah harus selalu dipertimbangkan setiap kali pasien pasca operatif dipindahkan. Banyak luka ditutup dengan tegangan yang cukup tinggi, dan setiap upaya dilakukan untuk mencegah regangan sutura lebih lanjut. Selain itu pasien diposisikan sehingga ia tidak berbaring pada posisi yang menyumbat drain dan selang drainase. Hipotensi arteri yang serius dapat terjadi ketika pasien digerakkan dari satu posisi ke posisi lainnya. Seperti posisi litotomi ke posisi horizontal atau dari posisi lateral ke posisi terlentang. Bahkan memindahkan pasien yang telah dianastesi ke brankard dapat menimbulkan masalah gangguan vaskuler juga. Untuk itu pasien harus dipindahkan secara perlahan dan cermat. Segera setelah pasien dipindahkan ke barankard atau tempat tidur, gaun pasien yang basah (karena darah atau cairan lainnnya) harus segera diganti dengan gaun yang kering untuk menghindari kontaminasi dan hipotermia. Selama perjalanan transportasi tersebut pasien diselimuti dan diberikan pengikatan diatas lutut dan siku serta side rail harus dipasang untuk mencegah terjadi resiko injury. Selain hal tersebut di atas untuk mempertahankan keamanan dan kenyamanan pasien, selang dan peralatan drainase harus ditangani dengan cermat agar dapat berfungsi dengan optimal. Proses transportasi ini merupakan tanggung jawab perawat sirkuler dan perawat anastesi dengan koordinasi dari dokter anestesi yang bertanggung jawab. b. Perawatan post anastesi di ruang pemulihan (recovery room) Setelah selesai tindakan pembedahan, klien harus dirawat sementara di ruang pulih sadar (recovery room : RR) sampai kondisi pasien stabil, tidak mengalami komplikasi operasi dan memenuhi syarat untuk dipindahkan ke ruang perawatan (bangsal perawatan). PACU atau RR biasanya terletak berdekatan dengan ruang operasi. Hal ini disebabkan untuk mempermudah akses bagi pasien untuk perawat yang disiapkan merawat pasca operatif (perawat anastesi), ahli anastesi dan ahli bedah , alat monitoring dan peralatan khusus penunjang lainnya. Alat monitoring yang terdapat di ruang ini digunakan untuk

memberikan penilaian terhadap kondisi pasien. Jenis peralatan yang ada diantaranya adalah alat bantu pernafasan : oksigen, laringoskop, set

trakheostomi, peralatan bronkhial, kateter nasal, ventilator mekanik dan peralatan suction. Selain itu di ruang ini juga harus terdapat alat yang digunakan untuk memantau status hemodinamika dan alat-alat untuk mengatasi permasalahan hemodinamika, seperti : apparatus tekanan darah, peralatan parenteral, plasma ekspander, set intravena, set pembuka jahitan, defibrilator, kateter vena, torniquet. Bahan-bahan balutan bedah, narkotika dan medikasi kegawatdaruratan, set kateterisasi dan peralatan drainase. Selain alat-alat tersebut diatas, pasien post operasi juga harus ditempatkan pada tempat tidur khusus yang nyaman dan aman serta memudahkan akses bagi pasien, seperti : pemindahan darurat. Dan dilengkapi dengan kelengkapan yang digunakan untuk mempermudah perawatan. Seperti tiang infus, side rail, tempat tidur beroda, dan rak penyimpanan catatan medis dan perawatan. Pasien tetap berada dalam PACU sampai pulih sepenuhnya dari pegaruh anestesi, yaitu tekanan darah stabil, fungsi pernapasan adekuat, saturasi oksigen minimal 95% dan tingkat kesadaran yang baik. 1) Kriteria penilaian yang digunakan untuk menentukan kesiapan pasien untuk dikeluarkan dari PACU adalah : a) Fungsi pulmonal yang tidak terganggu b) Hasil oksimetri nadi menunjukkan saturasi oksigen yang adekuat c) Tanda-tanda vital stabil, termasuk tekanan darah d) Orientasi pasien terhadap tempat, waktu dan orang e) Pengeluaran urine tidak kurang dari 30 ml/jam ( 0,5 ml/kgbb/jam ). f) Mual dan muntah dalam kontrol

g) Nyeri minimal. 2) Tujuan perawatan pasien post operatif adalah : a) Mempertahankan jalan nafas dengan mengatur posisi, memasang suction dan pemasangan mayo/gudel. b) Mempertahankan ventilasi/oksigenasi c) Ventilasi dan oksigenasi dapat dipertahankan dengan pemberian bantuan nafas melalui ventilator mekanik atau nasal kanul. d) Mempertahakan sirkulasi darah dilakukan dengan pemberian cairan plasma ekspander. 3) Observasi keadaan umum, observasi vomitus dan drainase Keadaan umum dari pasien harus diobservasi untuk mengetahui keadaan pasien, seperti kesadaran dan sebagainya. Vomitus atau muntahan mungkin saja terjadi akibat pengaruh anestesi sehingga perlu dipantau

kondisi vomitusnya. Selain itu drainase sangat penting untuk dilakukan obeservasi terkait dengan kondisi perdarahan yang dialami pasien. 4) Balance cairan Harus diperhatikan untuk mengetahui input dan output cairan klien. Cairan harus balance untuk mencegah komplikasi lanjutan, seperti dehidrasi akibat perdarahan atau justru kelebihan cairan yang dapat menjadi beban bagi jantung dan juga mungkin terkait dengan fungsi eleminasi pasien. 5) Mempertahankan kenyamanan dan mencegah resiko injury Pasien post anastesi biasanya akan mengalami kecemasan, disorientasi dan beresiko besar untuk jatuh. Tempatkan pasien pada tempat tidur yang nyaman dan pasang side railnya. Nyeri biasanya sangat dirasakan pasien, diperlukan intervensi keperawatan yang tepat juga kolaborasi dengan medis terkait dengan agen pemblok nyerinya. 6) Hal-hal yang harus diketahui oleh perawat anastesi di ruang PACU adalah a) Jenis pembedahan Jenis pembedahan yang berbeda tentunya akan berakibat pada jenis perawatan post anastesi yang berbeda pula. Hal ini sangat terkait dengan jenis posisi yang akan diberikan pada pasien. b) Jenis anastesi Perlu diperhatikan tentang jenis anastesi yang diberikan, karena hal ini penting untuk pemberian posisi kepada pasien post operasi. Kondisi patologis klien sebelum operasi harus diperhatikan

dengan baik untuk memberikan informasi awal terkait dengan perawatan post anastesi. Misalnya : pasien mempunyai riwayat hipertensi, maka jika pasca operasi tekanan darahnya tinggi, tidak masalah jika pasien dipindahkan ke ruang perawatan asalkan kondisinya stabil. Tidak perlu menunggu terlalu lama. Jumlah perdarahan intra operatif penting bagi perawat RR untuk mengetahui apa yang terjadi selama operasi (dengan melihat laporan operasi) terutama jumlah perdarahan yang terjadi. Karena dengan mengetahui jumlah perdarahan akan menentukan transfusi yang diberikan. Pemberian transfusi selama operasi ; Apakah selama operasi pasien telah diberikan transfusi atau belum, jumlahnya berapa dan sebagainya. Hal ini diperlukan untuk menentukan apakah pasien masih layak untuk diberikan transfusi ulangan atau tidak. Jumlah dan jenis terapi cairan selama operasi Jumlah dan jenis cairan operasi harus diperhatikan dan dihitung dibandingkan dengan keluarannya. Keluaran urine yang terbatas kurang dari 30 ml/jam kemungkinan

menunjukkan gangguan pada fungsi ginjalnya. Komplikasi yang paling sering muncul adalah hipotensi, hipotermi dan hipertermi malignan.

c. Masalah keperawatan post operasi 1) Nyeri berhubungan dengan agen cedera fisik ( tindakan operasi ). 2) Risiko kecelakaan cedera berhubungan dengan anestesi umum

BAB III TINJAUAN KASUS

A. PENGKAJIAN ( Tanggal 12 Nopember 2011, jam 08.00 WIB ).

1. BIODATA PASIEN a. Nama b. Umur c. Jenis kelamin d. Alamat e. Pekerjaan f. Agama : Tn. S.Y. : 33 tahun : Laki-laki : Margomulyo : Swasta : Islam : HIL Dekstra : 191556 : 10 Nopember 2011 : 12 Nopember 2011 : 09.00 09.45 : 09.10 09.45 : 171 cm : 60 kg.

g. Diagnose medis h. Nomor RM i. j. Tanggal masuk RS Tanggal operasi

k. Lama anestesi l. Lama operasi

m. Tinggi badan n. Berat badan

2. PENANGGUNG JAWAB a. Nama b. Umur c. Alamat d. Pekerjaan : Ny. RN : 30 tahun : Margomulyo : Swasta

e. Hubungan dg pasien : Isteri 3. KELUHAN UTAMA Pasien mengeluh adanya benjolan di perut kanan bawah. 4. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG Sejak 1 tahun yang lalu mulai dirasakan adanya benjolan kecil di perut kanan bawah tapi tidak terasa sakit, kemudian sekitar 1 bulan ini benjolan mulai membesar. Benjolan tampak naik turun bila mengejan. Pasien belum pernah menjalani pembedahan maupun pembiusan sebelumnya.

5. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU Pasien mengatakan tidak pernah menderita penyakit serupa sebelumnya. Penyakit-penyakit lain juga tidak pernah diderita seperti diabetes mellitus, asma, ginjal, hati. dan lain-lain.

6. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA Keluarga, baik saudara maupun orang tua tidak ada yang menderita penyakit seperti yang diderita pasien saat ini. Demikian juga dengan penyakit-penyakit lainnya.

7. PEMERIKSAAN FISIK Kesadaran Compos mentis, GCS : 4-5-6. Orientasi terhadap orang, tempat dan waktu baik. Keadaan umum cukup, nadi 88 x/mnt, RR 18 x/mnt, tekanan darah pada pagi hari 130/80 mmHg. Kepala Normal, tidak ada kelainan bentuk, konjungtiva tidak anemis, sclera tidak icterik, hidung tidak ada polip, mulut : bibir agak kering. Malampati 2 ( hanya dasar uvula terlihat ), buka mulut 3 jari, tidak ada gigi palsu, gigi ompong Tidak didapatkan nyeri menelan atau suara serak. Leher Tidak terdapat pembesaran kelenjar limfe leher, pergerakan leher dalam batas normal. Dada Inspeksi : bentuknya normochest, dada simetris Palpasi : ekspansi paru kanan dan kiri seimbang, tidak ada flail chest. Perkusi : kedua sisi dada sonor Auskultasi : S1S2 murni,irama reguler, suara napas vesikuler. Perut Inspeksi : tampak benjolan saat mengejan kurang lebih 3 x 4 cm pada perut kanan bawah, benjolan tampak turun naik saat mengejan. Auskultasi : bising usus normal Palpasi : teraba benjolan saat mengejan pada perut kanan bawah. Perkusi : perut timpani

Ekstremitas Tidak ada keluhan dan tidak ada kelainan pada ekstremitas atas maupun bawah, pada tangan kanan terpasang infus RL botol pertama 20 tetes/mnt makro sejak di ruang perawatan. Genetalia dan anus Scrotum tampak membesar bila mengejan, bila berbaring scrotum normal kembali.

8. Kondisi psikososial Sejak masuk RS untuk dijadwalkan operasi, pasien mengalami sulit tidur nyenyak, memikirkan mengenai operasi penyakitnya, memikirkan soal biaya selama dirawat di RS dan memikirkan apakah setelah operasi tidak mengalami hal-hal yang bisa membahayakan. Hubungan dengan keluarga baik dari pihak suami maupun istri berjalan baik, demikian pula dengan para tetangganya.

9. PEMERIKSAAN PENUNJANG Laboratorium (tanggal 10 11 2011) Jenis Pemeriksaan Hemoglobin Leukosit Trombosit Eritrosit Hematokrit CT BT GDS Gol. Darah Natrium Kalium Klorida Hasil 14,9 8,0 164 4,86 43,2 7 3 94 A(+) 139 3,8 100 Satuan gr/dl ribu/mmk ribu/mmk juta/mmk % menit menit mg/dl mmol/l mmol/l mEq/l Nilai Normal 13 - 18 4,50 - 11,00 150 - 400 4,50 - 6,20 40 - 54 5 - 15 1-6 < 100 135 - 150 3,6 5,5 98 - 108

Foto rontgen ( tanggal 10 11 2011) Jantung Paru Kesimpulan : Status fisik ASA 1 Persiapan pasien di ruang penerimaan ( tanggal 12 11 2011) Pasien tiba di IBS pada jam 08.00 WIB 1) Melakukan pendekatan pada pasien, menyapa pasien dan mengajak pasien berkomunikasi. 2) Menanyakan apakah pasien sudah puasa, dan pasien mengatakan telah puasa sejak jam 02.00 WIB. 3) Menanyakan apakah pasien bisa istirahat / tidur. 4) Mengecek kembali tekanan darah dengan hasil 130/80 mmHg, nadi 88x/menit, RR 18 x/menit. 5) Pasien sudah dipasang infuse. 6) Mengecek kembali identitas pasien ( Nama, nomor register, diagnose) 7) Mengecek kembali hasil pemeriksaan diagnostic dan memastikan sudah lengkap. 8) Memastikan kembali informed consent dan telah diisi dengan lengkap dan benar. 9) Mengecek kelengkapan administrasi yang lainnya Pasien masuk ke ruang persiapan dan dipersilahkan berbaring di tempat tidur yang telah dipersiapkan. Berkomunikasi dengan pasien dan jelaskan maksud dan tujuan tindakan yang akan dilakukan. Pasien puasa selama 7 jam. Maka perhitungan kebutuhan cairannya adalah sebagai berikut : BB Lama puasa Maintenance (M) = 60 kg = 7 jam = 2 cc/kgbb/jam = 2 cc x 60 kg x 1 jam = 120 cc / jam Pengganti puasa (PP) = 7 jam x maintenance : dbn : dbn

= 7 jam x 120 cc = 840 cc Stres operasi (SO) = 6 cc/kgbb/jam = 6 cc x 60 kg x 1 jam = 360 cc / jam Jadi cairan yang harus masuk : Pada jam pertama = M + SO + 50% PP = 120 cc + 360 cc + 420 cc = 900 cc Pada jam kedua/ketiga = M + SO + 25% PP = 120 cc + 360 cc + 210 cc = 690 cc Pengganti perdarahan diperhitungkan tersendiri ( 2-3 volume perdarahan)

a. Persiapan obat 1) Obat premedikasi : Sulfas Atropin 0,25 mg 2 ampul Fortanest 5 mg/5ml 1 ampul Fentanyl 100 mcg 1 ampul Petidin 100 mg 1 ampul Ondansetron 4 mg 1 ampul

2) Obat induksi : Bupivacain HCL 0,5 % 20 mg

3) Obat analgetika Ketorolak 30 mg 1 ampul

4) Cairan kristaloid dan koloid Ringer Laktat HES

5) Obat-obat emergensi : Atropin 0,25 mg 2 ampul dan Epedrin 1 ampul. 6) Obat desinfektan : Alkohol 70 % dan Betadhine b. Persiapan alat Mesin anestesi beserta monitornya ETT no. 6,5 7,0 7,5 masing-masing 1 bh Konektor ETT Magil forcep Laringoskope dengan bilah / blade no 3 dan no 4.

Spuit 3 cc, 5 cc, 10 cc Mayo Stetoskop Plester Gunting Suction yang berfungsi dan kanulanya. Nasal kanul untuk oksigen Standar infuse Ambu bag Stilet Handscoon steril no. 7,5

B. ASKEP PRE ANESTESI 1. Analisa data pada masalah : Cemas.

Nama Umur NO 1 HARI / TANGGAL JAM Sabtu 12 11 2011 08.00 WIB DS :

: Tn. S.Y. : 33 tahun DATA

Tanggal Diagnosa

: 12 Nopember 2011 : HIL Dekstra ETIOLOGI Kurang pengetahuan tentang proses penyakit, prosedur anestesi dan operasi

MASALAH Cemas

Pasien menanyakan tentang penyakit yang sedang diderita, prosedur anestesi dan operasi. DO : Tekanan darah 130/80 mmHg Nadi 88 x/menit Napas 18 x/menit Ekspresi wajah tampak tegang, Selama di RS merasa sulit tidur Pasien belum pernah mengalami anestesi dan operasi

26

2.

Perencanaan pada masalah : Cemas. : Tn. S.Y. : 33 tahun Tanggal Diagnosa : 12 Nopember 2011 : HIL Dekstra.

Nama Umur

NO 1

DIAGNOSA Cemas b/d kurang pengetahuan tentang proses penyakit, prosedur anestesi dan operasi, ditandai dengan : DS : Pasien menanyakan tentang penyakit yang sedang diderita. DO : Tekanan darah 130/80 mmHg Nadi 88 x/menit Napas 18 x/menit Ekspresi wajah tampak tegang, -

TUJUAN Setelah dilakukan tindakan diharapkan kecemasan berkurang dengan kriteria : Pasien tampak tenang. Melaporkan berkurangnya perasaan cemas atau gugup. Ekspresi wajah lebih tenang. Tanda vital normal : TD 120/70 mmHg Nadi 80 x/menit RR 12 16 x/menit -

INTERVENSI Kaji ulang tingkat kecemasan, yakni seberapa berat kecemasan yang dirasakan pasien. -

RASIONAL Identifikasi tingkat kecemasan yang tepat sebagai dasar pemilihan intervensi yang tepat. Termasuk untuk menentukan alternative tindakan.

Berikan penjelasan kepada pasien mengenai hal-hal yang akan dialami selama pre operasi dan paska operasi, tinggal di RR, dan program paska operasi.

-

Informasi dan penjelasan yang baik menghindarkan terjadinya kesalahan pemahaman pasien terhadap prosedur operasi dan pembiusan.

-

Ciptakan lingkungan yang tenang, nyaman dan

-

Lingkungan yang tenang dan pengenalan

27

Selama di RS merasa sulit tidur Pasien belum pernah mengalami anestesi dan operasi -

perkenalkan pada personil anestesi dan pembedahan.

terhadap petugas meningkatkan rasa percaya diri pasien.

Perlihatkan empati dan menyentuh tangan,duduk dekat pasien dan bicara dengan lembut.

-

Menunjukkan perhatian dan empati untuk membantu, memberikan ketenangan hati.

-

Berikan obat premedikasi sesuai instruksi medik, yaitu midazolam dosis sedasi 0,025 0,1 mg/kgbb.

-

Dengan premedikasi sedative dapat: Mengurangi cemas dan rasa takut Menimbulkan rasa ngantuk.

28

3. Implementasi dan evaluasi pada masalah : Cemas. Nama Umur TANGGAL /JAM 12 11 2011 Jam 08.10 WIB Mengidentifikasi tingkat kecemasan, yang mana pasien berada pada kecemasan tingkat sedang. Membina hubungan baik dan saling percaya dengan pasien, saling memperkenalkan diri, menyampaikan tujuan datang dan melakukan pemeriksaan pada pasien. Memberikan penjelasan secara sederhana tentang prosedur dan tahap tahap operasi dan pembiusan. Memperlihatkan empati dan menyentuh tangan,duduk dekat pasien dan bicara dengan lembut. : Tn. S.Y : 33 tahun IMPLEMENTASI Tanggal Diagnosa : 12 Nopember 2011 : HIL Dekstra. EVALUASI Tanggal 12 11 2011 Jam 08.30 WIB. S: Pasien mengatakan Saya pasrah dan siap untuk di operasi . O: Pasien tampak tenang. TD 120/70 mmhg Nadi 80 x/mnt RR 16x/mnt A : Kecemasan berkurang P : Lanjutkan intervensi

29

C. ASKEP INTRA ANESTESI Data fokus intra anestesi Pasien dibawa masuk ke ruang operasi jam 09.00 wib, ditidurkan di meja operasi dengan posisi supine pakai bantal di kepala. Alat monitoring tanda vital dipasang, untuk mengetahui status tanda vital pre anestesi,dan dilakukan pengukuran TD 120/70 mmHg, Nadi 80 x /menit, SpO2 100 %. Mendampingi pasien, memberi motivasi dan nasehat agar lebih tenang, pasrah dan diminta untuk mengungkapkan perasaan negatifnya. Jam 09.00 wib, TD 120/70 mmHg, Nadi 80 x/mnt, SpO2 100%, pasien disuruh duduk, melakukan identifikasi L 4-5, Lakukan penyuntikan dengan jarum spinocan no G 25. LCS positif jernih, darah negative. Masukkan obat bupivacaine 15 mg. Posisi pasien diatur supine dan mengecek apakah sudah terblokir saraf motorik dan sensorik, diberi oksigen nasal canul 2,5 liter/menit. Jam 09.10 dimulai incisi, TD 115/60 mmHg, Nadi 89 x/menit, SpO2 99 %, suara napas bersih, Infus RL 500 cc sekitar 200 tetes/menit, Inj.Ondansetron 4 mg IV Jam 09.15 wib, TD 117/60 mmHg, Nadi 85 x/menit, SpO2 100 % Jam 09.20 wib, TD 117/69 mmHg, Nadi 80 x/menit, SpO2 100 % Jam 09.25 wib, TD 119/68 mmHg, Nadi 80 x/menit, SpO2 100 % Jam 09.30 wib, TD 114/66 mmHg, Nadi 75 x/menit, SpO2 100 % Jam 09.35 wib, TD 118/69 mmHg, Nadi 77 x/menit, SpO2 100 % Jam 09.40 wib, TD 125/70 mmHg, Nadi 78 x/menit, SpO2 100 % Jam 09.45 wib, operasi selesai, TD 125/75 mmHg, Nadi 80 x/menit, SpO2 100 %, perdarahan operasi diperkirakan 200 cc.

41

Jam 09.50 pasien dipindahkan ke RR dan diberi oksigen nasal 3 liter/menit, diselimuti agar tidak kedinginan dan dilakukan pengawasan ketat terhadap tanda vital terutama tekanan darah, pernapasan, kesadaran dan suhu tubuh. Cairan infuse RL 20 tetes/menit.

2. Analisa data pada masalah : Risiko terjadi shock hipovolemi.

Nama Umur NO 1. HARI / TANGGAL JAM Sabtu 12 11 2011 Jam 09.10 WIB. DS :

: Tn. S.Y. : 33 tahun DATA

Tanggal Diagnosa

: 12 Nopember 2011 : HIL Dekstra ETIOLOGI Vasodilatasi pembuluh darah karena efek obat anestesi spinal

MASALAH Resiko terjadi shock hipovolemi

pasien mengatakan mual.

DO : Bupivacaine 15 mg Puasa 7 jam TD 115 / 60 mmHg, Nadi 89 x/mnt.

41

3. Rencana perawatan pada masalah : Risiko terjadi shock hipovolemi Nama Umur : Tn. S.Y. : 33 tahun Tanggal Diagnosa : 12 Nopember 2011 : HIL Dekstra

NO 1.

DIAGNOSA Risiko terjadi shock

TUJUAN Setelah dilakukan

INTERVENSI Pemberian cairan kristaloid di guyur 1000 ml. Atur posisi meja operasi kepala lebih tinggi dari kaki.

RASIONAL Mencukupi volume cairan pada pembuluh darah. Menghindari terjadinya blok tinggi. Pertahankan blok sampai maksimal thorakal 7

hipovolemi b/d vasodilatasi tindakan keperawatan, pembuluh darah efek obat anestesi spinal ditandai dengan : pasien mengatakan rasa mual TD turun dari awal menjadi 115/60 mmHg, nadi naik 89 x/mnt tidak terjadi shock hipovolemi, dengan criteria : TD dalam batas Sistole 100 140 Diastole 60 - 90 Nadi antara 60 90 kali/menit. Irama jantung regular Mual berkurang atau hilang.

Berikan oksigen 2,5 lpm nasal canul Kolaborasi pemberian obat epedrin dan atau cairan koloid

Menghindari hipoksia.

Epedrin untuk membantu vasokonstriksi pembuluh darah dan cairan koloid untuk memenuhi volume intra vaskuler.

41

4. Implementasi dan evaluasi pada masalah : Risiko terjadi shock hipovolemi Nama Umur TANGGAL /JAM 12 11 2011 : Tn. S.Y. : 33 tahun IMPLEMENTASI Jam 09.10 WIB s/d 09. 30 WIB Mencegah terjadinya shock : Mengguyur cairan RL 1000 ml. dilanjutkan pemberian cairan koloid 500 ml Memberi oksigen nasal 2,5 lpm. Meja operasi diatur kepala lebih tinggi Member motivasi pada pasien Tanggal Diagnosa : 12 Nopember 2011 : HIL Dekstra EVALUASI Tanggal 12 11 2011 Jam 09.45 WIB S: O: TD 125/70 mmHg, Nadi 78 x/menit, SpO2 99 %. Tidak terjadi shock A : Tujuan tercapai. P : Lakukan observasi di RR.

41

D. ASKEP POST ANESTESI Data fokus post anestesi : Jam 09.50 pasien berada di RR dan diberi oksigen nasal 3 liter/menit, infuse RL 20 tetes/menit, diselimuti agar tidak kedinginan dan dilakukan pengawasan ketat terhadap tanda vital terutama tekanan darah, pernapasan, dan suhu tubuh. Jam 09.50 WIB, TD 125 / 70 mmHg, Nadi 84 x /menit, SpO2 100 %, bromage skore 1 Jam 09.55 WIB, TD 127/75 mmHg, Nadi 86 x/mnt, SpO2 99 %. Bromage skore 1. Pasien disarankan napas dalam lewat hidung dan dihembuskan pelan-pelan lewat mulut, ini diulangi beberapa kali untuk mengurangi rasa nyeri. Jam 10.30 WIB, TD 130/85 mmHg, Nadi 86 x/menit, RR 16 x/menit, SpO2 99 %, keluhan nyeri berkurang dan pasien merasa lebih nyaman. Selanjutnya pasien dipindahkan ke ruang perawatan , dengan bromage score 1.

41

1. Analisa data pada masalah : Nyeri akut.

Nama Umur NO 1 HARI / TANGGAL JAM 12 11 2011 Jam 10.00 WIB. DS :

: Tn. S.Y. : 33 tahun DATA

Tanggal Diagnosa

: 12 Nopember 2011 : HIL dekstra ETIOLOGI Cedera fisik (luka operasi)

MASALAH Nyeri

Pasien mengatakan sakit pada luka operasi DO : TD 140 / 90 mmHg, Nadi 90 x /menit, SpO2 100 % Scala Bromage 1

41

2.

Rencana perawatan pada masalah : Nyeri : Tn. S.Y. : 33 tahun DIAGNOSA Nyeri b/d cedera fisik (luka operasi) ditandai dengan : DS : Pasien mengatakan sakit pada luka operasi DO : Tampak menyeringai menahan sakit. TD 140 / 90 mmHg, Nadi 90 x /menit, SpO2 100 % Scala Bromage 1 TUJUAN Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 30 menit, nyeri berkurang, dengan criteria hasil : Pasien menyatakan nyeri berkurang Pasien mampu istirahat Ekspresi wajah nyaman dan tenang Tanda vital dalam batas normal. Ajarkan teknik relaksasi, dengan bernapas dalam lewat hidung dan dihembuskan lewat mulut pelan-pelan. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat pereda nyeri Gunakan teknik komunikasi terapeutik, berikan informasi yang spesifik, realistis dengan kondisi pasien saat ini. Komunikasi terapeutik akan membantu memfokuskan perhatian dan meningkatkan kemampuan mekanisme koping. Teknik relaksasi meningkatkan ambang nyeri dan dapat meningkatkan konsentrasi oksigen otak. Obat pereda nyeri bekerja dengan memblok rangsang nyeri. Tanggal Diagnosa INTERVENSI Kaji derajat, lokasi, durasi frekuensi dan karakteristik nyeri (apakah nyeri ringan, sedang atau menyusahkan) : 12 Nopember 2011 : HIL Dekstra RASIONAL Menentukan derajat nyeri guna menentukan intervensi lanjutan yang sesuai.

Nama Umur NO 1

41

4. Implementasi dan evaluasi pada masalah : Nyeri akut. Nama Umur TANGGAL /JAM 12 11 2011 Jam 10.00 WIB. : Tn S.Y. : 33 tahun IMPLEMENTASI Mengkaji derajat, lokasi, durasi, frekuensi dan karakteristik nyeri. Menggunakan teknik komunikasi terapeutik Memberi motivasi dan nasehat untuk bersabar dulu karena luka operasi yang baru dan obat pereda nyeri akan segera diberikan. Mendampingi pasien dan menunjukkan rasa empati Menyarankan pasien untuk berdoa atau mengalihkan perhatian. Mengajarkan teknik relaksasi. Merubah posisi tidur semi fowler Menyarankan dan mencontohkan tarik napas dalam lewat hidung, tahan sebentar, lalu hembuskan lewat mulut dengan pelan-pelan. Melakukan kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat pereda nyeri yaitu injeksi ketorolak 30 mg intravena. A : Tujuan tercapai sebagian P : Lanjutkan intervensi dan perawatan di ruangan. O: Pasien tampak lebih tenang TD 130/85 mmHg, Nadi 86 x/menit, SpO2 99 %. Scala bromage 1 Tanggal Diagnosa : 12 Nopember 2011 : HIL Dekstra EVALUASI Tanggal 12 11 2011 Jam 10.30 WIB S: Pasien menyatakan rasa nyeri sudah berkurang

41

41

BAB IV PEMBAHASAN

Dilakukan asuhan keperawatan perianestesi terhadap pasien laki-laki 33 tahun, diagnosa medis HIL Dekstra yang dilakukan tindakan herniotomi. Pada fase preoperasi terhadap pasien telah dilakukan pemeriksaan rutin baik pemeriksaan fisik, laboratorium. Hasil pemeriksaan fisik dan laboratorium secara umum hasilnya dalam batas normal. Pada fase intraoperasi fungsi kardiorespirasi dimonitor dengan ketat, baik itu

Tekanan darah, nadi, pernapasan, suhu dan saturasi. Asuhan keperawatan meliputi fase pre, intra dan post anestesi. Persiapan

preanestesi pada pasien telah dilaksanakan dengan seoptimal mungkin baik persiapan fisik, psikologis maupun administratif. Meskipun semua persiapan telah dilakukan, tetapi ternyata pada fase ini masalah yang prioritas muncul adalah adanya rasa cemas. Penyebab yang paling sesuai pada pasien adalah memikirkan proses penyakit yang sedang diderita, sebab ketidaktahuan tentang prosedur anestesi dan pembedahan bisa menjadi pencetus yang dominan. Masalah cemas preoperasi ini didukung oleh data berupa raut muka yang tegang dan peningkatan tekanan darah. Seperti dikatakan Long (2000), bahwa dampak psikologis berupa cemas dapat meningkatkan tekanan darah. Pada intraanestesi masalah yang mungkin muncul adalah resiko shock hipovolemi disebabkan terjadinya vasodilatasi pembuluh darah perifer karena efek dari obat anestesi spinal, namun setelah intervensi keperawatan dilakukan dan monitoring yang ketat shock hipovolemi tidak terjadi. Pada fase post anestesi, masalah aktual yang muncul adalah nyeri yang berhubungan dengan agen cedera fisik berupa luka operasi. Intervensi keperawatan yang diberikan pada masalah ini harus lebih progresif baik dengan pendekatan farmakologis maupun non farmakologis. Nyeri yang hebat apalagi berkepanjangan akan sangat mengganggu kenyamanan pasien dan juga berdampak buruk terhadap sistem

kardiovaskuler berupa takikardia dan hipertensi.. Pada tahap ini pemantauan yang cermat masih terus diperlukan. Evaluasi terhadap intervensi yang diberikan baik pada fase preanestesi, intraanestesi dan postanestesi secara umum membuahkan hasil, berupa rasa cemas berkurang, shock hipovolemi tidak terjadi selama operasi berlangsung, nyeri post operasi berkurang.

41

BAB V PENUTUP

A. KESIMPULANKasus yang penulis temukan selama praktik telah dipersiapkan dengan baik.persiapan yang baik meliputi persiapan fisik, mental dan administrasi serta pemeriksaan penunjang lainnya, akan memperlancar pelaksanaan tindakan pada fase intraoperasi dan memberikan hasil yang baik pula pada fase postoperasi. Secara umum pasien-pasien yang akan menjalani pembedahan, masalah psikologis yang paling sering muncul adalah kecemasan sebagai akibat

ketidaktahuan prosedur , trauma pada pengalaman di masa lampau atau karena memikirkan proses penyakit yang sedang dialami. Teknik anestesi dan obat-obat yang digunakan telah disesuaikan dengan penyakit pasien, prosedur pembedahan termasuk antisipasi terhadap kemungkinan penyulit. Demikian pula halnya di masa observasi post operasi di ruang pemulihan, tidak ditemukan severing. Masalah aktual yang terjadi adalah nyeri berhubungan dengan luka operasi. Intervensi terhadap semua permasalahan pasien telah dilakukan dan sebagian besar menunjukkan keberhasilan, walaupun belum seluruhnya.

B. SARAN1. Untuk dapat memberikan asuhan keperawatan yang baik, maka harus diawali dengan tahap pengkajian yang lengkap. 2. Dalam menyusun rencana tindakan sebaiknya ada suatu pedoman atau prosedur tetap mengenai diagnose keperawatan dalam lingkup keperawatan perianestesi sehingga tidak terjadi tumpang tindih dengan permasalahan medis. 3. Dokumentasi yang berkesinambungan mulai dari awal pengkajian sampai evaluasi harus dilakukan dengan cermat sehingga didapatkan gambaran yang utuh dari kasus yang sedang dipelajari.

41

DAFTAR PUSTAKA

8th INSAR National CongressTracking with CompetencePatient Safety in Anaesthesia Plenary Session II. Agung Room. PS7. Friday 13th July, 2007. Judith M. Wilkinson, 2007. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Edisi 7. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. Long, Barbara C, 2000, Perawatan Medikal Bedah , Alih Bahasa : Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran, Bandung. Mangku Gde, Agung Senapathi Tjokorda Gde, 2010. Buku Ajar Ilmu Anestesi dan Reanimasi, cetakan I, Indeks Jakarta. Morgan G. Edward, et al, 2004, Clinical Anestesiology, fourth edition, New York. Rubin, A.,Sataloff, R., 2007, Vocal Fold Paresis and Paralysis : Otolaryngologic Clinical of North America Volume 40, Issue 5, W.B. Saunders Company. Ruhyanudin Faqih, 2007, Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Kardiovaskuler, Edisi Revisi, UMM Pres, Malang. Soeparman, 1994, Ilmu Penyakit Dalam, Cetakan ketiga, Balai Penerbit FKUI, Jakarta. Sota Omoigui, 1997, Buku Saku Obat-obatan Anestesia, edisi II, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

41

41

41

41