laporan cha sokaraja

108
LAPORAN AKHIR COMMUNITY HEALTH ANALYSIS HUBUNGAN PENCEGAHAN PRIMER DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA PAUD PELANGI GEMBIRA DESA WIRADADI KECAMATAN SOKARAJA Preseptor Fakultas : dr. Diah Krisnansari, M.Si Preseptor Lapangan : dr. Sugeng Rahadi Disusun Oleh : Saidatun Nisa G1A212116 Rifqi Maziansyah G1A212139 KEPANITERAAN ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT JURUSAN KEDOKTERAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

Upload: rifqi-maziyansyah

Post on 20-Jan-2016

95 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

CHA

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan CHA Sokaraja

LAPORAN AKHIRCOMMUNITY HEALTH ANALYSIS

HUBUNGAN PENCEGAHAN PRIMER DENGAN KEJADIAN ISPAPADA BALITA PAUD PELANGI GEMBIRA DESA WIRADADI

KECAMATAN SOKARAJA

Preseptor Fakultas : dr. Diah Krisnansari, M.Si

Preseptor Lapangan : dr. Sugeng Rahadi

Disusun Oleh :

Saidatun Nisa G1A212116

Rifqi Maziansyah G1A212139

KEPANITERAAN ILMU KEDOKTERAN KOMUNITASILMU KESEHATAN MASYARAKAT

JURUSAN KEDOKTERANFAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMANPURWOKERTO

2013HALAMAN PENGESAHAN

Page 2: Laporan CHA Sokaraja

LAPORAN AKHIRCOMMUNITY HEALTH ANALYSIS

HUBUNGAN PENCEGAHAN PRIMER DENGAN KEJADIAN ISPAPADA BALITA PAUD PELANGI GEMBIRA DESA WIRADADI

KECAMATAN SOKARAJA

Disusun untuk memenuhi sebagian syarat dariKepaniteraan Ilmu kedokteran Komunitas/

Ilmu Kesehatan MasyarakatJurusan Kedokteran

Fakultas Kedokteran dan Ilmu-Ilmu KesehatanUniversitas Jenderal Soedirman

Disusun Oleh :

Saidatun Nisa G1A212116

Rifqi Maziyansyah G1A212139

Telah dipresentasikan dan disetujui:Hari :Tanggal : Desember 2013

Preseptor Lapangan

Tanda tangan dan stempel institusi

dr. Sugeng Rahadi

NIP. 196010281 198912 1 001

Preseptor Fakultas

Tanda Tangan

dr. Diah Krisnansari, M.Si

NIP. 19770202 200501 2 001

I. PENDAHULUAN

Page 3: Laporan CHA Sokaraja

i. Latar Belakang Penulisan

Gambaran masyarakat Indonesia di masa depan yang ingin dicapai

melalui pembangunan kesehatan adalah masyarakat, bangsa, dan negara

yang ditandai oleh penduduknya yang hidup dalam lingkungan dan dengan

perilaku hidup sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan

kesehatan yang bermutu secara adil dan merata, serta memiliki derajat

kesehatan yang optimal di seluruh wilayah Republik Indonesia. Upaya yang

dilakukan demi tercapainya tujuan tersebut salah satunya adalah

menanggulangi penyakit-penyakit yang masih menjadi permasalahan

kesehatan di masyarakat. Di Indonesia, penyakit menular masih merupakan

salah satu masalah di bidang kesehatan.

Salah satu penyakit menular dengan angka prevalensi yang masih

tinggi adalah ISPA. Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah proses

infeksi akut berlangsung selama 14 hari, yang disebabkan oleh

mikroorganisme dan menyerang salah satu bagian, dan atau lebih dari

saluran napas, mulai dari hidung (saluran atas) hingga alveoli (saluran

bawah), termasuk jaringan adneksanya, seperti sinus, rongga telinga tengah

dan pleura (Anonim, 2007).

Penyakit infeksi saluran pernafasan, bersama-sama dengan

malnutrisi dan diare merupakan penyebab kesakitan dan kematian utama

pada anak balita di negara berkembang (Permatasari, 2009). World Health

Organization (WHO) memperkirakan insidensi Infeksi Saluran Pernapasan

Akut (ISPA) di negara berkembang dengan angka kematian balita di atas 40

per 1000 kelahiran hidup adalah 15% - 20% pertahun pada golongan usia

balita. Kematian pada penderita ISPA terjadi jika penyakit telah mencapai

derajat ISPA berat. Paling sering kematian terjadi karena infeksi telah

mencapai paru-paru. Menurut WHO ± 13 juta anak balita di dunia

meninggal setiap tahun dan sebagian besar kematian tersebut terdapat di

negara berkembang dan ISPA merupakan salah satu penyebab utama

kematian dengan membunuh ± 4 juta anak balita setiap tahun (WHO, 2007).

Page 4: Laporan CHA Sokaraja

Penyakit ISPA tidak hanya masih terjadi di negara berkembang,

namun juga masih merupakan masalah di negara maju. Pada cakupan dunia,

angka kematian di Spanyol akibat pnemonia mencapai 25%, sedangkan di

Inggris dan Amerika sekitar 12% atau 25-30 per 100.000 penduduk.

Sedangkan untuk angka kematian akibat ISPA dan pnemonia pada tahun

1999 untuk negara-negara di Asia yaitu Jepang sebesar 10%, Singapura

sebesar 10,6%, Thailand sebesar 4,1%, Brunei sebesar 3,2% dan Philipina

sebesar 11,1% (Permatasari, 2009).

Infeksi saluran pernafasan ini menyebabkan empat dari lima belas

juta perkiraan kematian pada anak berusia di bawah 5 tahun pada setiap

tahunnya, sebanyak dua pertiga kematian tersebut adalah bayi terutama bayi

dengan usia 2 bulan pertama sejak kelahiran. Di Indonesia, ISPA masih

merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang utama terutama

pada bayi (0-11 bulan) dan balita (1-4 tahun). Diperkirakan angka kejadian

ISPA pada balita di Indonesia yaitu sebesar 10-20%. Berdasarkan hasil

Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT), penyakit ISPA pada tahun 1986

berada di urutan keempat (12,4%) sebagai penyebab kematian bayi.

Sedangkan pada tahun 1992 dan 1995 menjadi penyebab kematian bayi

yang utama yaitu 37,7% dan 33,5%. Hasil SKRT pada tahun 1998 juga

menunjukkan bahwa penyakit ISPA merupakan penyebab kematian utama

pada bayi (36%) dan hasil SKRT pada tahun 2001 menunjukkan bahwa

prevalensi tinggi ISPA yaitu sebesar 39% pada bayi dan 42% pada balita

(Depkes, 2007).

ISPA juga merupakan salah satu penyebab utama kunjungan pasien

pada sarana kesehatan. Sebanyak 40% - 60% kunjungan berobat di

Puskesmas dan 15% - 30% kunjungan berobat di bagian rawat jalan dan

rawat inap rumah sakit disebabkan oleh ISPA. Host, lingkungan dan

sosiokultural merupakan beberapa variabel yang dapat mempengaruhi

insiden dan keparahan penyakit ini (Dirjen P2ML, 2000)..

Di Jawa Tengah, kejadian ISPA berada di angka 29,08%. Angka

kematian (mortalitas) pada bayi 23,8%, dan balita sebesar 15,5%. Pada

tahun 2002, cakupan penemuan pneumonia balita di Jawa Tengah mencapai

Page 5: Laporan CHA Sokaraja

19,03%. Angka tersebut mengalami peningkatan pada tahun 2003 yaitu

menjadi 21,16% dan pada tahun 2004 mengalami peningkatan menjadi

50,6% (Profil Kesehatan Jawa Tengah, 2005). Berdasarkan hasil laporan

Riset Kesehatan Dasar pada tahun 2007, prevalensi ISPA sekitar 25,5%

dengan prevalensi tertinggi terjadi pada bayi dua tahun (>35%).

(Permatasari, 2009).

Menurut Anderson dan Judith (2006) pencegahan adalah komponen

kunci dari praktik kesehatan modern. Dalam praktik komunitas, dikenal tiga

pencegahan. Pencegahan yang pertama merupakan pencegahan primer,

melalui promosi kesehatan dan tindakan perlindungan. Pencegahan kedua

adalah pencegahan sekunder berupa deteksi dini dan pengobatan terhadap

kondisi yang merugikan kesehatan. Pencegahan ketiga yakitu pencegahan

tersier, dilakukan jika penyakit atau kondisi tertentu telah menyebabkan

kerusakan pada individu. Tahapan pencegahan penyakit menurut Leavell

dan Clark terdiri dari pre-patogenesis dimana keadaan patologis belum

dijumpai dan patogenesis dimana telah terjadi reaksi yang menimbulkan

penyakit. Dalam tahap pre-patogenesis dapat dilakukan pencegahan primer.

Pencegahan lebih diutamakan pada tahap pre-patogenesis karena merupakan

dasar untuk tetap mempertahankan dan memelihara status kesehatan

(mengutamakan tindakan preventif dan promotif tanpa mengesampingkan

tindakan kuratif dan rehabilitatif). Oleh karena itu, menurut Anderson dan

Judith (2006) intervensi pada tingkat pencegahan primer merupakan faktor

yang penting yang harus diprioritaskan pelaksanaannya dalam mengatasi

masalah kesehatan, sehingga diharapkan terjadi penurunan yang berarti

terhadap angka kesakitan dan kematian akibat suatu penyakit (Yamin et al.,

2010).

Data Puskesmas Rawat Inap I Sokaraja menunjukkan bahwa ISPA

merupakan penyakit yang menempati peringkat pertama dari sepuluh pola

penyakit di wilayah kerja Puskesmas Rawat Inap I Sokaraja. Pada bulan

April tahun 2013 tercatat sebanyak 529 orang menderita Infeksi Saluran

Pernapasan Akut (ISPA), dengan angka tertinggi sebanyak 142 kasus terjadi

pada balita. Tingginya angka kejadian ISPA pada balita berkaitan dengan

Page 6: Laporan CHA Sokaraja

faktor resiko yang ada. Pencegahan primer yang dilakukan ibu dapat

menurunkan faktor resiko penyakit ISPA (Yamin et al., 2010). Penelitian

mengenai hubungan pencegahan primer pada angka kejadian ISPA di Desa

Wiradadi juga belum pernah dilakukan. Oleh karena itu peneliti ingin

meneliti hubungan pencegahan primer dengan terjadinya ISPA pada balita

di Desa Wiradadi wilayah kerja Puskesmas Rawat Inap I Kecamatan

Sokaraja.

ii. Tujuan Penulisan

i. Tujuan umum

Mengetahui hubungan pencegahan primer dengan angka

kejadian ISPA pada anak balita PAUD Pelangi Gembira di Desa

Wiradadi wilayah kerja Puskesmas Rawat Inap I Sokaraja, Kecamatan

Sokaraja, Kabupaten Banyumas.

ii. Tujuan khusus

a. Mengetahui program dan cakupan program Puskesmas Rawat Inap

I Sokaraja.

b. Mengetahui angka kejadian ISPA di Kecamatan Sokaraja

c. Mengetahui pencegahan primer yang mempengaruhi kejadian

ISPA di Kecamatan Sokaraja.

d. Mencari alternatif pemecahan masalah kesehatan pada wilayah

penelitian

e. Melakukan intervensi terhadap penyebab masalah kesehatan untuk

mengatasi masalah kesehatan pada wilayah penelitian.

iii. Manfaat Penulisan

1. Manfaat Teoritis

Menambah ilmu pengetahuan di bidang kesehatan lingkungan,

khususnya pada penyakit ISPA yang memiliki angka kejadian yang

tinggi di masyarakat.

2. Manfaat Praktis

Page 7: Laporan CHA Sokaraja

Sebagai sumber informasi untuk melakukan tindakan promotif,

preventif, kuratif, dan rehabilitatif dalam upaya menurunkan angka

kejadian penyakit ISPA pada anak balita di Kecamatan Sokaraja.

3. Manfaat bagi masyarakat

Sebagai pengetahuan untuk meningkatkan pemahaman

masyarakat mengenai penyakit ISPA dalam upaya untuk mencegah

penyakit terjadinya penyakit tersebut, sehingga tercapai masyarakat

yang sehat secara individu, keluarga dan komunitas.

II. ANALISIS SITUASI

Page 8: Laporan CHA Sokaraja

i. Deskripsi situasi dan kondisi PUSKESMAS dan wilayah kerjanya

1. Keadaan geografis

Puskesmas 1 Sokaraja berada di wilayah kecamatan Sokaraja.

Wilayah Puskesmas 1 Sokaraja meliputi 10 desa dari sejumlah 18 desa

yang ada di Kecamatan Sokaraja. Luas wilayah Kecamatan Sokaraja 29.92

km2 dengan ketinggian dari permukaan laut berkisar antara 140-600 M.

Sedangkan wilayah kecamatan Sokaraja dibatasi oleh:

Disebelah utara : Kembaran

Disebelah Selatan : Kecamatan Kalibagor

Disebelah Timur : Kabupaten Purbalingga

Disebelah Barat : Kecamatan Purwokerto Timur.

Penggunaan Lahan di wilayah Kecamatann Sokaraja dapat dirinci

sebagai berikut:

Tanah sawah 3.129,871 Ha

Tanah Pekarangan 1.317,227 Ha

Tanah perkebunan 733.752 Ha

Kolam 28.484 Ha

Lain-lain 73 Ha

2. Keadaan demografis

a. Pertumbuhan penduduk

Berdasarkan data dari Kecamatan Sokaraja pada akhir tahun

2012, jumlah penduduk di wilayah Puskesmas 1 Sokaraja 52.023 Jiwa

yang terdiri dari 25.701 laki-laki (49,4%) dan 26.322 perempuan

(49,4%) tergabung dalem 14.512 rumah tangga/KK.

Jumlah penduduk tertinggi di desa Sokaraja Kulon sebesar 7.599

jiwa, sedangkan terendah di Desa Karang Kedawung sebesar 2.698

jiwa.

b. Jumlah penduduk menurut golongan umur

Jumlah Penduduk di wilayah Puskesmas 1 Sokaraja berdasarkan

golongan umur dan jenis kelamin pada tahun 2012 dapat dilihat pada

tabel berikut:

Tabel 2.1 Jumlah Penduduk menurut golongan umur di wilayah Puskesmas 1 Sokaraja tahun 2012

Page 9: Laporan CHA Sokaraja

No Golongan Umur

Jumlah penduduk JumlahLaki-laki Perempuan

1 0-4 1316 1562 28782 5-9 2158 2156 43143 10-14 2160 2290 44504 15-19 2011 2112 41235 20-24 2062 2117 41796 25-29 2014 2099 41137 30-34 2011 2119 41308 35-39 2031 2120 41519 40-44 2002 2111 411310 45-49 2192 2059 425111 50-54 1419 1432 285112 55-59 1390 1344 273413 60-64 1198 1198 239614 65-69 903 788 169115 70-74 601 481 108216 75+ 233 334 567

Jika dilihat dari jumlah penduduk berdasarkan kelompok umur

pada tabel diatas, maka jumlah penduduk dalam kelompok umur 10-

14 tahun adalah yang tertinggi, yaitu sebesar 4450 jiwa atau sebesar

8.5%.

c. Kepadatan penduduk

Penduduk diwilayah Puskesmas 1 Sokaraja adalah bervariasi

kepadatanya. Desa terpadat penduduknya ialah desa Wiradadi dengan

tingkat kepadatan sebesar 5.279 jiwa setiap kilometer persegi,

sedangkan yang tingkat kepadatanya paling rendah adalah desa

Karang Kedawung yaitu sebesar 1.665 jiwa setiap kilometer persegi.

3. Keadaan sosial ekonomi

a. Tingkat Pendidikan

Data pendidikan penduduk diwilayah Puskesmas 1 Sokaraja

dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 2.2 Data pendidikan penduduk Puskesmas 1 Sokaraja tahun 2012 (10 tahun keatas)

No

Jenis pendidikan

Desa Jumlah01 02 03 04 05 06 07 08 09 10

1 Tidak sekolah

263 213

69 127

88 248

183

107

261

159

1723

Page 10: Laporan CHA Sokaraja

2 Belum tamat SD

546 1259

297

540

318

1050

1338

967

1010

572

7897

3 Tamat SD/MI

1056

2520

1195

1291

692

1166

1376

926

1202

531

11955

4 Tamat SMP/MTS

536 1256

1227

1162

490

1386

1174

1064

721

707

9723

5 Tamat SMU/SMA/MA

989 1008

1037

1122

499

1164

1592

925

646

727

9709

6 AK/Diploma

43 132

183

233

75 433

492

165

158

134

2058

7 Universitas

118 222

104

172

129

226

291

136

144

162

1704

Keterangan Desa: 01. Karangrauh, 02. Karangnanas, 03. Kalikidang, 04. Wiradadi, 05. Karang Kedawung, 06. Sokaraja Tengah, 07. Sokaraja Kulon, 08. Sokaraja Kidul, 09. Sokaraja Tengah, 10. Pamijen

Berdasarkan data diatas, pendidikan penduduk tertinggi adalah

pendidikan sekolah dasar (SD) yaitu sebanyak 11.955 sedangkan pada

pendidikan tinggi (Diploma & Universitas) Sebanyak 3.762 orang.

ii. Capaian Program dan Derajat Kesehatan Masyarakat

Pembangunan kesehatan di Kabupaten Banyumas pada umumnya, dan

diwilayah Puskesmas 1 Sokaraja khususnya diarahkan pada masi rendahnya

derajat kesehatan, status gizi, dan kesejahteraan sosial. Maka pembangunan

kesehatan diarahkan dalam upaya perbaikan kesehatan masyarakat melalui

perbaikan gizi, kebersihan lingkungan, pemberantasan penyakir menular,

penyediaan air bersih, serta pelayanan kesehatan ibu dan anak.

Pembangunan kesehatan diwilayah Puskesmas 1 Sokaraja yang telah

dilaksanakan sampai saat ini sebagian besar dapat dikatakan berhasil yang

ditandai dengan menurunya angka kematian bayi, angka kematian ibu, serta

makin sadarnya masyarakat sokaraja akan arti pentingnya perilaku hidup bersih

dan sehat (PHBS).

Page 11: Laporan CHA Sokaraja

Hasil-hasil yang dicapai pada pembangunan kesehatan di wilayah

Puskesma 1 Sokaraja dapat dilihat dari indikator dibidang derajat kesehatan,

perilaku masyarakat, kesehatan lingkungan serta pelayanan kesehatan.

1. Derajat Kesehatan masyarakat

a. Angka kesakitan

i. DBD

Jumlah kasus yang ditemukan di Wilayah Puskesmas 1

Sokaraja sebanyak 12 kasus (terdiri dari laki-laki 4 kasus dan

perempuan 8 kasus) atau sebesar 23,1 per 100.000 penduduk

sedangkan pada tahun 2011 kasus DBD yang ditemukan di wilayah

Puskesmas 1 Sokaraja adalah sebanyak 20 kasus, dengan demikian

maka terjadi penurunan angka kejadian.

a.) Penderita DBD yang ditangani

Jumlah penderita DBD yang ditangani Puskesmas 1

Sokaraja adalah sebanyak 12 kasus atau sebesar 100%. Target

IS 2010 adalah 100%.

b.) Angka Kematian DBD/CFR

Tidak ada kematian karena DBD di Wilayah Puskesmas 1

Sokaraja

ii. Malaria

a.) Malaria positif

Tidak ditemukan kasus malaria positif yang ditemukan di

wilayah Puskesmas 1 Sokaraja tahun 2012, sedangkan kasus

malaria positif tahun 2011 sebanyak 3 kasus, dengan demikian

terjadi penurunan kasus.

b.) Malaria Klinis

Tidak ditemukan kasus malaria klinis yang ditemukan di

wilayah Puskesmas 1 Sokaraja.

c.) Penderita Malaria yang diobati

iii. TB Paru

Jumlah kasus penderita TB paru positif (BTA positif) baru

di Puskesmas 1 Sokaraja pada tahun 2011 sebanyak 25 kasus

Page 12: Laporan CHA Sokaraja

(terdiri dari 16 kasus pada laki-laki dan 13 kasus pada perempuan)

dan 1 kasus TB paru lama (kambuhan). Sedangkan pada tahun

2011 kasus TB paru positif adalah 30 kasus.

Adapun target penemuan penderita baru TB paru dengan

BTA positif adalah 80% dari perkiraan jumlah penderita TB Paru

BTA positif yaitu sebanyak 40 kasus . Dengan demikian, bila

dibandingkan dengan target IS 2008 maka CDR untuk Puskesmas 1

Sokaraja = 62,5%, masih belum memenuhi target penemuan, hal

ini terjadi karena masih belum maksimalnya pelaksanaan program

P2 Tb paru khususnya karena belum dioptimalkannya jejaring P2

TB untuk dapat meningkatkan jangkauan penemuan penderita baru

TB paru positif khususnya dengan bidan desa dan yang lain dan

juga banyak penderita TB yang memilih berobatke RS atau sarana

kesehatan lainnya.

Untuk itu dalam waktu dekat perlu segera dioptimalkan

jejaring program P2 TB paru dengan melibatkan seluruh bidan desa

yang ada dan BP serta dokter praktek swasta dalam Wilayah

Puskesmas 1 Sokaraja.

iv. Hepatitis

Kasus hepatitis tidak ditemukan di Wilayah Puskesmas 1

Sokaraja pada tahun 2011.

b. Angka kematian

i. Angka kematian bayi

Jumlah bayi lahir mati di Wilayah Puskesmas 1 Sokaraja

pada tahun 2012 = 20 terdiri dari 7 bayi laki-laki dan 13 bayi

perempuan (angka lahir mati =16,6) sedangkan jumlah lahir mati

pada tahun 2011 = 9, ini berarti kenaikan, sedangkan target

Indonesia sehat 2010 sebesar 40 per 1000 kelahiran hidup. Jumlah

bayi lahir hidup pada tahun 2012 sebanyak 1182 bayi. Sedangkan

jumalh lahir hidup pada tahun 2012 sebanyak 1224 bayi, ini berarti

terjadi penurunan angka kelahiran sebanyak 42 bayi.

Page 13: Laporan CHA Sokaraja

ii. Angka kematian ibu melahirkan maternal

Jumlah angka kematia ibu melahirkan maternal di Wilayah

Puskesmas 1 Sokaraja tahun 2012 sebanyak 1 orang atau sebesar

dan pada tahun 2011 tidak ditemukan kematian ibu melahirkan.

c. Status Gizi

i. Status gizi bayi baru lahir

Dari jumlah bayi yang lahir hidup pada tahun 2012

sebanyak 1182 dan ditemukan bayi lahir hidup dengan berat badan

lahir rendah 67 bayi. Sedangkan bayi lahir hidup dengan BBLR

pada tahun 2011 sebanyak 38 bayi, ini berarti ada peningkatan

yang cukup signifikan. Ini disebabkan karenan resti, gizi buruk,

KEK (Kekurangan Energi Kronik).

ii. Status gizi balita

Pada tahun 2011 jumlah balita yang ada di Wilayah

Puskesmas 1 Sokaraja sebanyak 3.974 balita dengan perincian

sebagai berikut.

a.) Balita datang ditimbang D/S

Di Wilayah Puskesmas 1 Sokaraja pada tahun 2011 balita

yang datang ditimbang adalah sebanyak 2.434 orang atau

sebesar 61.2%. Adapun target IS 2010 adalah 80%.

b.) Balita yang naik berat badannya atau N/D

Pada tahun 2011 Wilayah Puskesmas 1 Sokaraja balita

yang naik berat badannya adalah sebanyak 1.451 orang sebesar

59,6% dari balita yang ditimbang. Sedangkan target IS 2010

adalah 80%.

c.) Balita bawah garis merah / BGM

Di Wilayah Puskesmas 1 Sokaraja pada tahun 2011 balita

yang status gizinya dibawah garis merah adalah sebanyak 47

orang atau sebesar 1,9%. Sedangkan IS tahun 2010 adalah

<15%.

Page 14: Laporan CHA Sokaraja

2. Perilaku Masyarakat

Perilaku masyarakat ditekankan pada peran serta masyarakat di

bidang kesehatan melalui delapan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS)

baik di masyarakat maupun institusi dalam rangka penurunan angka

kematian bayi, balita dan ibu serta berbagai upaya mewujudkan derajat

kesehatan yang tinggi.

a. Desa yang melaksanakan PHBS

Dari jumlah 14.512 rumah tangga yang ada, rumah tangga yang

dipantau pada tahun 2012 sebanyak 12.474 dan rumah tangga yang

berPHBS sebanyak 10.972 (80%).

b. Posyandu

Di Wilayah Puskesmas 1 Sokaraja terdapat 72 buah posyandu,

adapun menurut tingkat perkembangan posyandu dapat dirinci sebagai

berikut:

i. Posyandu Pratama

Dari 72 posyandu yang ada di Wilayah Puskesmas 1

Sokaraja terdapat 8 posyandu pratama atau sebesar 11,11%.

ii. Posyandu Madya

Dari 72 posyandu yang ada di Wilayah Puskesmas 1

Sokaraja terdapat 11 posyandu madya atau sebesar 15,28%.

iii. Posyandu Purnama

Dari 72 posyandu yang ada di Wilayah Puskesmas 1

Sokaraja terdapat 28 posyandu purnama atau sebesar 38,89%.

posyandu.

iv. Posyandu Mandiri

Dari 72 posyandu yang ada di Wilayah Puskesmas 1

Sokaraja terdapat 28 posyandu mandiri atau sebesar 34,72%.

3. Kesehatan Lingkungan

Keadaan lingkungan sangat berperan dalam penentuan derajat

kesehatan di samping perilaku dari masyarakat itu sendiri sebagai upaya

untuk meningkatkan kesehatan lingkungan masyarakat. Beberapa indikator

Page 15: Laporan CHA Sokaraja

penting yang dapat mempengaruhi kesehatan lingkungan adalah sebagai

berikut:

a. Rumah dan sarana pendidikan

i. Rumah Sehat

Dari 14.503 buah rumah, yang diperiksa sebanyak 12.602

rumah (86,9%) ternyata yang memenuhi syarat kesehatan sebanyak

8.656 buah rumah atau sebesar 68.7%, sedangkan target IS 2010

adalah 65%.

ii. Sekolah Sehat

Jumlah sekolah yang ada di Wilayah Puskesmas 1 Sokaraja

sebanyak 22 buah sekolah dasar dari jumalha sekolah tersebut

sebanyak 22 buah adalah sekolah sehat atau sebesar 100%. Dan

terdapat 4 buah SLTP serta 5 SLTA yang termasuk dalam kategori

sekolah sehat atau memenuhi syarat kesehatan.

b. Tempat umum (TUPM) dan Pengelolaan makanan sehat

i. Hotel

Jumlah hotel yang ada di Wilayah Puskesmas 1 Sokaraja

sebanyak 3 buah.

ii. Restoran / Rumah makan

Jumlah restoran atau rumah makan yang ada di Wilayah

Puskesmas 1 Sokaraja sebanyak 3 buah, sedangkan yang

memenuhi syarat kesehatan sebanyak 3 buah atau 100%.

iii. Pasar

Jumlah pasar yang ada di Wilayah Puskesmas 1 Sokaraja

sebanyak 2 buah dan diperiksa 2 buah dan yang memenuhi syarat

kesehatan sebanyak 2 buah atau 100%.

iv. TUPM lainya

Jumlah TUPM lainnya yang ada di Wilayah Puskesmas 1

Sokaraja sebanyak 9 buah dan diperiksa 9 buah dan yang

memenuhi syarat kesehatan sebanyak 9 buah atau 100%.

c. Keluarga yang memiliki akses air bersih

Page 16: Laporan CHA Sokaraja

Pembuangan air limbah dan tinja yang tidak memenuhi syarat

kesehatan dapat menyebabkan rendahnya kualitas air dan dapat

menimbulkan penyakit di lingkungan masyarakat. Dari 14.512 rumah

tangga yang ada di Wilayah Puskesmas 1 Sokaraja dari 6.241 buah

rumah yang diperiksa diperoleh jumlah keluarga yang memiliki akses

air bersih sebagai berikut:

i. Ledeng

Dari 6.241 rumah yang diperiksa yang memiliki ledeng

sebanyak 1.006 rumah atau sebesar 17,1%.

ii. SGL

Dari 6.241 rumah yang diperiksa yang memiliki sumur gali

atau SGL sebanyak 3.347 rumah atau sebesar 53,6%.

iii. Kemasan

Dari 6.241 rumah yang diperiksa tidak memiliki air kemasan.

iv. Lainya

Dari 6.241 rumah yang diperiksa akses air bersih lainnya

sebanyak 0.

d. Keluarga dengan kepemilikan sarana sanitasi dasar

i. Persediaan air bersih

Pada tahun 2012, di Wilayah Puskesmas 1 Sokaraja jumlah

yang diperiksa sebanyak 6.241 KK dari 14.512 KK yang ada dan

yang mempunyai persediaan air bersih sebanyak 4.413 KK atau

sebesar 70,7%.

ii. Jamban

Pada tahun 2011, di Wilayah Puskesmas 1 Sokaraja jumlah

yang diperiksa sebanyak 6.241 KK yang mempunyai jamban

sebanyak 2.835 KK atau sebesar 45,4%.

iii. Tempat sampah

Pada tahun 2011, di Wilayah Puskesmas 1 Sokaraja jumlah

yang diperiksa sebanyak 6.067 KK dan yang memiliki tempat

sampah sebanyak 5.536 KK atau sebesar 91.2%.

iv. Pengelolaan air limbah

Page 17: Laporan CHA Sokaraja

Pada tahun 2012, di Wilayah Puskesmas 1 Sokaraja jumlah

yang diperiksa sebanyak 6.241 KK dan yang memiliki pengelolaan

air limbah sebanyak 6.005 KK atau sebesar 96,2%.

4. Pelayanan kesehatan

a. Pelayanan persalinan

Jumlah persalinan yang ada di Wilayah Puskesmas 1 Sokaraja

sebanyak 1.206 persalainan dan semua ditolong oleh tenaga kesehatan

(100%). Sedangkan target IS 2010 adalah sebanyak 77%.

b. Bayi yang telah diimunisasi

i. BCG

Bayi yang diimunisasi BCG yang dilayani posyandu

sebanyak 1.159 bayi yang terdiri 552 bayi laki-laki dan 607 bayi

perempuan.

ii. DPT 1

Bayi yang diimunisasi DPT 1 pada tahun 2012 sebanyak

1.146 bayi yang terdiri 537 bayi laki-laki dan 609 bayi perempuan.

iii. DPT 3

Bayi yang diimunisasi DPT 3 sebanyak 1.143 bayi yang

terdiri 554 bayi laki-laki dan 589 bayi perempuan.

iv. Polio 3

Bayi yang diimunisasi polio 3 di Wilayah Puskesmas 1

Sokaraja pada tahun 2012 sebanyak 1.024 bayi yang terdiri 554

bayi laki-laki dan 470 bayi perempuan.

v. Campak

Bayi yang diimunisasi campak di Wilayah Puskesmas 1

Sokaraja pada tahun 2012 sebanyak 1.156 bayi yang terdiri 546

bayi laki-laki dan 610 bayi perempuan.

c. Peserta KB terhadap PUS

Jumlah PUS berdasarkan data dari BPPKB Kecamatan Sokaraja

untuk Wilayah Puskesmas 1 Sokaraja adalah sebanyak 9.170 PUS,

sedangkan jumlah peserta KB baru sebanyak 1.703 orang atau 18,6%

Page 18: Laporan CHA Sokaraja

dari PUS dan jumlah peserta KB aktif sebanyak 6.872 atau sebesar

74,9% dari PUS.

d. Cakupan desa UCI

Pada tahun 2012, Wilayah Puskesmas 1 Sokaraja pencapaian desa

UCI adalah 100 % secara keseluruhan.

e. Desa terkena KLB yang ditangani -24 jam

Pada tahun 2012 di Wilayah Puskesmas 1 Sokaraja tidak terdapat

KLB.

f. Penderita dan kematian, CFR KLB menurut jenis KLB dan desa yang

terserang

Pada tahun 2011 di Wilayah Puskesmas 1 Sokaraja tidak terdapat

KLB.

g. Ibu hamil yang mendapat pelayanan Fe 1, Fe 3, Imunisasi TT4 & TT5

menurut desa

Pada tahun 2011 di Wilayah Puskesmas 1 Sokaraja terdapat ibu

hamil sebanyak 1.240 orang dan yang mendapatkan pelayan Fe 1

sebanyak 1.240 atau sebesar 100%. Ibu hamil yang mendapat pelayanan

TT 4 sebanyak 298 atau sebesar 24,0%. Sedangkan jumlah ibu hamil

yang medapatkan pelayanan Fe 3 sebanyak 1.233 orang atau sebesar

99,44%. Ibu yang mendapatkan pelayanan TT 5 sebanyak 833 orang.

h. Bayi yang diberi ASI eksklusif

Pada tahu 2012 di Wilayah Puskesmas 1 Sokaraja terdapat bayi

yang lahir sebanyak 302 bayi dan yang mendapat ASI eksklusif

sebanyak 29 bayi atau sebesar 9,6%.

i. Pelayanan gigi dan mulut

i. Pelayanan dasar gigi

Pada tahun 2012 di Wilayah Puskesmas 1 Sokaraja jumlah

penderita dengan tumpatan gigi tetap sebanyak 222 orang dan

pencabutan gigi tetap sebanyak 280 dengan demikian rasio tambal

atau cabut sebanyak 0,8.

ii. UKGS (PROM-PREV)

Page 19: Laporan CHA Sokaraja

Pada tahun 2012 di Wilayah Puskesmas 1 Sokaraja jumlah

murid SD yang di periksa sebanyak 2.575 orang, murid SD yang

perlu perawatan sebanyak 557 orang dan yang mendapat perawatan

sebanyak 552 orang atau 99,1%.

j. KK miskin mendapat pelayanan kesehatan

Pada tahun 2012 di Wilayah Puskesmas 1 Sokaraja jumlah KK

miskin sebanyak 17.534 orang dan keluarga yang mendapat pelayanan

kesehatan sebanyak 16.988 orang.

k. Penduduk peserta jaminan pemeliharaan kesehatan

Pada tahun 2012 jumlah penduduk yang menjadi peserta jaminan

pemeliharaan kesehatan berupa ASKES sebanyak 8.995 orang.

l. Peserta KB aktif menurut jenis kontrasepsi

i. Jumlah peserta KB aktif

1.) MKJP

a.) IUD

Pada tahun 2012 di Wilayah Puskesmas 1 Sokaraja

peserta KB IUD sebanyak 991 orang atau sebesar 13,6%.

b.) MOP/MOW

Pada tahun 2012 di Wilayah Puskesmas 1 Sokaraja

peserta KB MOP/MOW sebanyak 367 orang atau sebesar

5,34%.

c.) Implant

Pada tahun 2012 di Wilayah Puskesmas 1 Sokaraja

peserta KB Implant sebanyak 594 orang atau sebesar

8,64%.

2.) Non-MKJP

a.) Suntik

Pada tahun 2012 di Wilayah Puskesmas 1 Sokaraja

peserta KB suntik sebanyak 4.030 orang atau sebesar

58,64%.

b.) Obat Vagina

Page 20: Laporan CHA Sokaraja

Pada tahun 2012 di Wilayah Puskesmas 1 Sokaraja

peserta KB obat vagina sebanyak 0 orang atau nihil.

c.) Pil

Pada tahun 2012 di Wilayah Puskesmas 1 Sokaraja

peserta KB pil sebanyak 708 orang atau sebesar 10,30%.

d.) Kondom

Pada tahun 2012 di Wilayah Puskesmas 1 Sokaraja

peserta KB kondom sebanyak 182 orang atau sebesar

2,65%.

e.) Lainya

Pada tahun 2012 di Wilayah Puskesmas 1 Sokaraja

peserta KB lainnya sebanyak 0 orang atau nihil.

ii. Jumlah peserta KB baru

a.) MKJP

a.) IUD

Pada tahun 2012 di Wilayah Puskesmas 1 Sokaraja

peserta KB IUD sebanyak 170 orang atau sebesar 9,98%.

b.) MOP/MOW

Pada tahun 2012 di Wilayah Puskesmas 1 Sokaraja

peserta KB MOP/MOW sebanyak 53 orang atau sebesar

3,11%.

c.) Implant

Pada tahun 2011 di Wilayah Puskesmas 1 Sokaraja

peserta KB Implant sebanyak 223 orang atau sebesar

13,09%.

b.) Non-MKJP

a.) Suntik

Pada tahun 2012 di Wilayah Puskesmas 1 Sokaraja

peserta KB suntik sebanyak 223 orang atau sebesar 13,09%.

b.) Obat Vagina

Page 21: Laporan CHA Sokaraja

Pada tahun 2012 di Wilayah Puskesmas 1 Sokaraja

peserta KB baru suntik sebanyak 686 orang atau sebesar

40,28%.

c.) Pil

Pada tahun 2012 di Wilayah Puskesmas 1 Sokaraja

peserta KB pil sebanyak 350 orang atau sebesar 20,55%.

d.) Kondom

Pada tahun 2012 di Wilayah Puskesmas 1 Sokaraja

peserta KB kondom sebanyak 221 orang atau sebesar

12,98%.

e.) Lainya

Pada tahun 2011 di Wilayah Puskesmas 1 Sokaraja

peserta KB lainnya sebanyak 0 orang atau nihil.

5. Kejadian Kecelakaan Lalu Lintas

a. Jumlah Kesehatan

Pada tahun 2012 di wilayah Puskesmas I Sokaraja, kecelakaan

yang ditangani sebanyak 16 kejadian.

b. Jumlah Korban

i. Mati

Pada tahun 2012 di Puskesmas I Sokaraja korban meninggal

karena kecelakaan sebanyak 0 orang atau sebesar 0%.

ii. Luka Berat

Pada tahun 2012 di Puskesmas I Sokaraja korban kecelakaan

karena kecelakaan sebanyak 0 orang atau sebesar 0%.

iii. Luka Ringan

Pada tahun 2012 di Puskesmas I Sokaraja korban kecelakaan

dengan luka ringan sebanyak 20 orang atau sebesar 71,43%.

6. Kebutuhan, Pengadaan. Dan Ketersediaan Obat Esensial

Pada tahun 2012 di Puskesmas I Sokaraja pengadaan dan

ketersediaan obat haya terpenuhi sebesar 75,68%.

Page 22: Laporan CHA Sokaraja

III. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN DAN PRIORITAS MASALAH

i. Daftar Permasalahan Kesehatan yang Ada

Tabel 3.1. Prevalensi 10 Penyakit Tertinggi pada anak usia 0-5 tahun di Wilayah Kerja Puskesmas I Sokaraja Periode Januari-Desember 2013

No Penyakit Jumlah (%)1 ISPA 76,232 Penyakit Kulit Infeksi 11,123 Diare 7,424 Penyakit Kulit Alergi 2,015 Thypoid 0,966 Gastritis 0,697 Konjungtivitis 0.698 Tukak Lambung 0,449 Faringitis 0,3510 asma bronkiale 0,9

Sumber: Data Sekunder Puskesmas I Sokaraja 2013

ii. Penentuan Prioritas Masalah (Berdasarkan Metode Tertentu)

Penentuan prioritas masalah di Kecamatan Sokaraja dengan

menggunakan metode Hanlon Kuantitatif. Untuk keperluan ini digunakan 4

kelompok kriteria, yaitu:

1. Kelompok kriteria A :besarnya masalah

2. Kelompok kriteria B :kegawatan masalah, penilaian terhadap

dampak, urgensi dan biaya

3. Kelompok kriteria C :kemudahan dalam penanggulangan, yaitu

penilaian terhadap tingkat kesulitan penanggulangan masalah

4. Kelompok kriteria D :PEARL faktor, yaitu penilaian terhadap

propriety, economic, acceptability, resources availability, legality

Adapun perincian masing-masing bobot kriteria pada prioritas masalah di

Puskesmas I Sokaraja adalah sebagai berikut :

1. Kriteria A (besarnya masalah)

Untuk menentukan besarnya masalah kesehatan diukur dari

besarnya penduduk yang terkena efek langsung.

Page 23: Laporan CHA Sokaraja

Tabel 3.2. Kriteria A, Besarnya Masalah Penyakit di Puskesmas I Sokaraja Periode Januari-Agustus 2013

Masalah kesehatan Besarnya Masalah Dari Data Sekunder Puskesmas I Sokaraja (%)

Nilai

0-20(1)

21-40(2)

41-60(3)

61-80(4)

81-100(5)

ISPA X 4Penyakit Kulit Infeksi X 1

Diare X 1

Penyakit Kulit Alergi X 1

Thypoid X 1

Gastritis X 1

Konjungtivitis X 1

Tukak Lambung X 1

Faringitis X 1

asma bronkiale X 1

Sumber: Data Sekunder Puskesmas I Sokaraja 2013

2. Kriteria B (kegawatan masalah)

Kegawatan (paling cepat mengakibatkan kematian)

1. Tidak gawat

2. Kurang gawat

3. Cukup gawat

4. Gawat

5. Sangat gawat

Urgensi (harus segera ditangani, apabila tidak ditangani dapat

menyebabkan kematian)

1. Tidak urgen

2. Kurang urgen

3. Cukup urgen

4. Urgen

5. Sangat urgen

Biaya (biaya penanggulangan)

1. Sangat murah

2. Murah

Page 24: Laporan CHA Sokaraja

3. Cukup mahal

4. Mahal

5. Sangat mahal

Tabel 3.3. Kriteria B (Kegawatan Masalah)

Masalah Kegawatananan

Urgensi Biaya Nilai

ISPA 4 4 3 11

Penyakit Kulit Infeksi 3 3 2 8

Diare 4 4 2 10

Penyakit Kulit Alergi 4 4 2 10

Thypoid 3 3 3 9

Gastritis 3 2 3 8

Konjungtivitis 3 3 3 9

Tukak Lambung 3 2 3 8

Faringitis 3 3 3 9

asma bronkiale 4 4 3 11

3. Kriteria C (penanggulangan masalah)

Untuk menilai kemudahan dalam penanggulangan, pertanyaan

yang harus dijawab adalah apakah sumber-sumber dan teknologi yang

tersedia mampu menyelesaikan masalah: makin sulit dalam

penanggulangan, skor yang diberikan makin kecil.

1. Sangat sulit ditanggulangi

2. Sulit ditanggulangi

3. Cukup bisa ditanggulangi

4. Mudah ditanggulangi

5. Sangat mudah ditanggulangi

Pada tahap ini dilakukan pengambilan suara dari 2 orang yang

kemudian dirata-rata untuk menentukan skor, dimana skor tertinggi

merupakan masalah yang paling mudah ditanggulangi.

Adapun hasil konsensus tersebut adalah sebagai berikut :

Page 25: Laporan CHA Sokaraja

1. ISPA

(3+3)/2 = 3

2. Penyakit Kulit Infeksi

(3+3)/2 = 3

3. Diare

(4+4)/2 = 4

4. Penyakit Kulit Alergi

(3+3)/2 = 3

5. Typhoid

(3+3)/2 = 3

6. Gastritis

(3+2)/2 = 2,5

7. Konjungtivitis

(3+3)/2 = 3

8. Tukak Lambung

(2+3)/2 = 2,5

9. Faringitis

(4+4)/2 = 4

10. Asma Bronkiale

(3+3)/2 = 3

4. Kriteria D (PEARL faktor)

Propriety : Kesesuaian (1/0)

Economic : Ekonomi murah (1/0)

Acceptability : Dapat diterima (1/0)

Resources availability : Tersedianya sumber daya (1/0)

Legality : Legalitas terjamin (1/0)

Page 26: Laporan CHA Sokaraja

Tabel 3.4. Kriteria PEARL

Masalah P E A R L Hasil ISPA 1 1 1 1 1 1Penyakit Kulit Infeksi 1 1 1 1 1 1Diare 1 1 1 1 1 1Penyakit Kulit Alergi 1 1 1 1 1 1Thypoid 1 1 1 1 1 1Gastritis 1 1 1 1 1 1Konjungtivitis 1 1 1 1 1 1Tukak Lambung 1 1 1 0 1 0Faringitis 1 1 1 1 1 1asma bronkiale 1 1 1 1 1 1

Penetapan nilai

Setelah nilai kriteria A, B, C, dan D didapatkan kemudian nilai tersebut

dimasukkan ke dalam formula sebagai berikut :

Nilai prioritas dasar (NPD) = (A+B) x C

Nilai prioritas total (NPT) = (A+B) x C x D

Tabel 3.5. Urutan Prioritas Masalah

Masalah A B CD NP

DNPT

Urutan prioritasP E A R L

ISPA 4 11 3 1 1 1 1 1 45 45 IPenyakit Kulit Infeksi

1 8 3 1 1 1 1 1 27 27 VIII

Diare 1 10 4 1 1 1 1 1 44 44 IIPenyakit Kulit Alergi

1 10 3 1 1 1 1 1 33 33 V

Thypoid 1 9 3 1 1 1 1 1 30 30 VIGastritis 1 8 2,5 1 1 1 1 1 22,5 22,5 IXKonjungtivitis

1 9 3 1 1 1 1 1 30 30 VII

Tukak Lambung

1 8 2,5 1 1 1 0 1 22,5 0 X

Faringitis 1 9 4 1 1 1 1 1 40 40 III

Asma Bronkiale

1 11 3 1 1 1 1 1 36 36 IV

Page 27: Laporan CHA Sokaraja

Prioritas pertama masalah diperoleh dengan nilai NPT tertinggi.

Berdasarkan hasil perhitungan dengan metode Hanlon kuantitatif urutan

prioritas masalahnya adalah sebagai berikut :

1. ISPA

2. Diare

3. Faringitis

4. Asma bronkiale

5. Penyakit Kulit Alergi

6. Thypoid

7. Konjungtivitis

8. Penyakit Kulit Infeksi

9. Gastritis

10. Tukak Lambung

Page 28: Laporan CHA Sokaraja

IV. KERANGKA KONSEPTUAL MASALAH

i. Dasar Teori dan Pembahasan Berdasar Referensi yang Berkaitan dengan

Penyebab Masalah

A. Definisi

ISPA adalah penyakit saluran pernafasan akut atas atau bawah, biasanya

menular, yang dapat menimbulkan berbagai spektrum penyakit yang berkisar

dari penyakit tanpa gejala atau infeksi ringan sampai parah atau mematikan,

tergantung pada patogen penyebabnya, faktor lingkungan, dan fakttor pejamu.

ISPA biasanya disebabkan oleh agen infeksius yang ditularkan dari manusia ke

manusia (WHO, 2007)

ISPA adalah penyakit infeksi yang menyerang salah satu dan atau lebih

bagian dari saluran napas, mulai dari hidung (saluran pernapasan atas) hingga

alveoli (saluran pernapasan bawah) termasuk jaringan adneksanya, seperti

sinus, rongga telinga tengah dan pleura yang disebabkan oleh masuknya kuman

(bakteri, virus atau riketsia) ke dalam organ saluran pernapasan yang

berlangsung selama 14 hari. Batas 14 hari diambil untuk menunjukkan proses

akut dari suatu penyakit, meskipun untuk beberapa penyakit yang dapat

digolongkan dalam ISPA proses ini dapat berlangsung lebih dari 14 hari

(Depkes RI, 2007)

B. Klasifikasi

ISPA dibagi menurut derajat keparahannya. Pembagian ini dibuat

berdasarkan gejala-gejala klinis yang timbul dan telah ditetapkan dalam

lokakarya Nasional II ISPA tahun 1988. Adapun pembagiannya sebagai berikut

(Depkes. RI, 2007):

Secara anatomis yang termasuk Infeksi saluran pernapasan akut :

a. ISPA ringan

Seorang anak dinyatakan menderita ISPA ringan jika ditemukan

satu atau lebih gejala-gejala sebagai berikut :

1. Batuk 

Page 29: Laporan CHA Sokaraja

2. Serak, yaitu anak bersuara parau pada waktu mengeluarkan suara

(misalnya pada waktu berbicara atau menangis).

3. Pilek, yaitu mengeluarkan lender atau ingus dari hidung

4. Panas atau demam, suhu tubuh lebih dari 370C atau jika dahi anak

diraba dengan penggung tangan terasa panas.

b. ISPA sedang

Seorang anak dinyatakan menderita ISPA sedang jika dijumpai

gejala-gejala ISPA ringan disertai gejala-gejala berikut :

1. Pernapasan >50 kali per menit pada anak yang berumur >1 tahun

atau > 40kali per menit pada anak yang berumur 1 tahun atau lebih.

2. Suhu tubuh lebih dari 390C.

3. Tenggorokan berwarna merah.

4. Timbul bercak-bercak pada kulit menyerupai bercak campak.

5. Telinga sakit atau mengeluarkan nanah dari lubang telinga.

6. Pernapasan berbunyi seperti mendengkur atau mencuit-cuit. Dari

gejala-gejala ISPA sedang, perlu berhati-hati jika anak menderita

ISPA ringan sedangkan suhu tubuhnya lebih dari 390C atau gizinya

kurang baik,atau umurnya ≤4 bulan, maka anak tersebut menderita

ISPA sedang dan harus mendapat pertolongan dari petugas

kesehatan.

c. ISPA berat

Seorang anak dinyatakan menderita ispa berat jika dijumpai

gejala-gejala ISPAringan atau ISPA sedang disertai gejala berikut :

1. Bibir atau kulit membiru.

2. Lubang hidung kembang kempis (dengan cukup lebar) pada

waktu bernapas.

3. Kesadaran menurun.

4. Pernapasan berbunyi berciut-ciut dan anak tampak gelisah.

5. Sela iga tertarik ke dalam pada waktu bernapas.

6. Nadi cepat, lebih dari 160 kali per menit atau tidak teraba.

7. Tenggorokan berwarna merah.

Page 30: Laporan CHA Sokaraja

Penderita ini harus dirawat di puskesmas atau rumah sakit, karena

perlu mendapat perawatan dengan peralatan khusus seperti oksigen

dan atau cairan infus.

Menurut Depkes RI (2007), Pembagian ISPA berdasarkan atas umur dan

tanda-tanda klinis yang didapat yaitu :

1. Untuk anak umur 2 bulan-5 tahun

Untuk anak dalam berbagai golongan umur ini ISPA diklasifikasikan

menjadi 3 yaitu :

a. Pneumonia berat

Tanda utama :

1. Adanya tanda bahaya yaitu tidak bisa minum, kejang, kesadaran

menurun, stridor, serta gizi buruk.

2. Adanya tarikan dinding dada kebelakang. Hal ini terjadi bila paru-paru

menjadi kaku dan mengakibatkan perlunya tenaga untuk menarik

nafas.

3. Tanda lain yang mungkin ada :

a. Nafas cuping hidung.

b. Suara rintihan.

c. Sianosis (pucat).

b. Pneumonia tidak berat

Tanda Utama :

1. Tidak ada tarikan dinding dada ke dalam.

2. Di sertai nafas cepat :

a. Lebih dari 50 kali/menit untuk usia 2 bulan – 1 tahun.

b. Lebih dari 40 kali/menit untuk usia 1 tahun – 5 tahun.

c. Bukan pneumonia

Tanda utama :

1. Tidak ada tarikan dinding dada kedalam.

2. Tidak ada nafas cepat :

a. Kurang dari 50 kali/menit untuk anak usia 2 bulan – 1 tahun.

b. Kurang dari 40 kali/menit untuka anak usia 1 tahun – 5 tahun.

Page 31: Laporan CHA Sokaraja

2. Anak umur kurang dari 2 bulan

Untuk anak dalam golongan umur ini, di klasifikasikan menjadi 2 yaitu :

a. Pneumonia berat

Tanda utama :

1. Adanya tanda bahaya yaitu kurang bisa minum, kejang, kesadaran

menurun, stridor, wheezing, demm atau dingin.

2. Nafas cepat dengan frekuensi 60 kali/menit atau lebih.

3. Tarikan dinding dada ke dalam yang kuat.

b. Bukan pneumonia

Tanda utama :

1. Tidak ada nafas cepat.

2. Tidak ada tarikan dinding dada ke dalam.

C. Etiologi Dan Faktor Resiko

Etiologi ISPA terdiri dari:

1. Bakteri: diplococcus pyogenes, pneumococcus, streptococcus pyogenes,

sttaphylococcus aureus, haemophilus influenza, dan lain-lain

2. Virus: Rinovirus, coronavirus, adenovirus, enterovirus, (ISPA atas virus

utama), Parainfluenza, 123 coronavirus, adenovirus.

3. Jamur: Aspergillus sp, Candida albicans, Histoplama, dan lain-lain.

4. Aspirasi: makanan, asap kendaraan bermotor, BBM bahan bakar minyak),

cairan amnion pada saatt lahir, benda asing (biji-bijian, mainan plastik kecil,

dan lain-lain) (Naning, 2002).

Disamping penyebab, perlu juga diperhatikan faktor resiko, yaitu faktor yang

mempengaruhi atau mempermudah terjadinya ISPA. Secara umum ada 3 faktor

yaitu:

1. Keadaan sosial ekonomi dan cara mengasuh atau mengurus anak.

2. Keadaan gizi dan cara pemberian makan.

3. Kebiasaan merokok dan pencemaran udara

Faktor yang meningkatkan morbiditas adalah anak usia 2 bulan, gizi

kurang, Berat Badan Lahir Rendah (BBLR), pemberian Air Susu Ibu (ASI)

tidak memadai, polusi udara, kepadatan dalam rumah, imunisasi tidak lengkap

dan menyelimuti anak berlebihan (Naning, 2002).

Page 32: Laporan CHA Sokaraja

Faktor yang meningkatkan mortalitas adalah umur kurang dari 2 bulan,

tingkat social ekonomi rendah, gizi kurang, Berat Badan Lahir Rendah

(BBLR), tingkat pengetahuan ibu rendah, kepadatan dalam rumah, imunisasi

tidak lengkap dan menderita penyakit kronis (Naning, 2002).

D. Patofisiologi

Perjalanan klinis penyakit ISPA dimulai dengan berinteraksinya virus

dengan tubuh. Masuknya virus sebagai antigen ke saluran pernafasan

menyebabkan silia yang terdapat pada permukaan saluran nafas bergerak ke

atas mendorong virus ke arah faring atau dengan suatu tangkapan refleks

spasmus oleh laring. Jika refleks tersebut gagal maka virus merusak lapisan

epitel dan lapisan mukosa saluran pernafasan (Drazen, 2005).

Iritasi virus pada kedua lapisan tersebut menyebabkan timbulnya batuk.

Kerusakan stuktur lapisan dinding saluran pernafasan menyebabkan kenaikan

aktifitas kelenjar mukus yang banyak terdapat pada dinding saluran nafas,

sehingga terjadi pengeluaran cairan mukosa yang melebihi noramal.

Rangsangan cairan yang berlebihan tersebut menimbulkan gejala batuk.

Sehingga pada tahap awal gejala ISPA yang paling menonjol adalah batuk

(Drazen, 2005).

Adanya infeksi virus merupakan predisposisi terjadinya infeksi

sekunder bakteri. Akibat infeksi virus tersebut terjadi kerusakan mekanisme

mukosiliaris yang merupakan mekanisme perlindungan pada saluran

pernafasan terhadap infeksi bakteri sehingga memudahkan bakteri-bakteri

patogen yang terdapat pada saluran pernafasan atas seperti streptococcus

pneumonia, haemophylus influenza dan staphylococcus menyerang mukosa

yang rusak tersebut. Infeksi sekunder bakteri ini menyebabkan sekresi mukus

bertambah banyak dan dapat menyumbat saluran nafas sehingga timbul sesak

nafas dan juga menyebabkan batuk yang produktif. Invasi bakteri ini

dipermudah dengan adanya fakor-faktor seperti kedinginan dan malnutrisi.

Suatu laporan penelitian menyebutkan bahwa dengan adanya suatu serangan

infeksi virus pada saluran nafas dapat menimbulkan gangguan gizi akut pada

bayi dan anak (Drazen, 2005).

Page 33: Laporan CHA Sokaraja

Virus yang menyerang saluran nafas atas dapat menyebar ke tempat-

tempat yang lain dalam tubuh, sehingga dapat menyebabkan kejang, demam,

dan juga bisa menyebar ke saluran nafas bawah. Dampak infeksi sekunder

bakteripun bisa menyerang saluran nafas bawah, sehingga bakteri-bakteri yang

biasanya hanya ditemukan dalam saluran pernafasan atas, sesudah terjadinya

infeksi virus, dapat menginfeksi paru-paru sehingga menyebabkan pneumonia

bakteri (Drazen, 2005).

Penanganan penyakit saluran pernafasan pada anak harus diperhatikan

aspek imunologis saluran nafas terutama dalam hal bahwa sistem imun di

saluran nafas yang sebagian besar terdiri dari mukosa, tidak sama dengan

sistem imun sistemik pada umumnya. Sistem imun saluran nafas yang terdiri

dari folikel dan jaringan limfoid yang tersebar, merupakan ciri khas system

imun mukosa. Ciri khas berikutnya adalah bahwa IgA memegang peranan pada

saluran nafas atas sedangkan IgG pada saluran nafas bawah. Diketahui pula

bahwa sekretori IgA (sIgA) sangat berperan dalam mempertahankan integritas

mukosa saluran nafas (Drazen, 2005).

Dari uraian di atas, perjalanan klinis penyakit ISPA ini dapat dibagi

menjadi empat tahap, yaitu:

a. Tahap prepatogenesis, penyebab telah ada tetapi penderita belum

menunjukkan reaksi apa-apa.

b. Tahap inkubasi, virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa. Tubuh

menjadi lemah apalagi bila keadaan gizi dan daya tahan sebelumnya

memang sudah rendah.

c. Tahap dini penyakit, dimulai dari munculnya gejala penyakit. Timbul gejala

demam dan batuk.

d. Tahap lanjut penyakit, dibagi menjadi empat, yaitu dapat sembuh sempurna,

sembuh dengan ateletaksis, menjadi kronis dan dapat meninggal akibat

pneumonia.

E. Manifestasi Klinis dan Diagnosis

Tanda dan gejala penyakit ISPA antara lain (Catzel, 2000):

1. Batuk

Page 34: Laporan CHA Sokaraja

Batuk terjadi karena produksi mukus meningkat, sehingga terakumulasi

pada trakea yang kemudian menimbulkan batuk. Batuk juga bisa terjadi

karena iritasi pada bronkus. Sifat batuk dimulai dari batuk kering

(nonproduktif) kemudian setelah timbul peradangan menjadi

produktif (menghasilkan sputum).

2. Kesulitan bernafas

Akumulasi mukus di trakhea akan mengakibatkan saluran napas tersumbat

sehingga mengalami kesulittan dalam bernafas

3. Sakit tenggorokan

Terjadi iritasi jalan nafas akibat pembengkakan akan merangsang ujung

dendrit oleh nervus, untuk menstimulasi pelepasan kemoreseptor yaitu

bradikinin dan serotonin sehingga terjadi perangsangan nyeri pada

tenggorokan.

4. Demam

Infeksi jalan nafas juga mengakibatkan munculnya demam, ini sebagai

mekanisme pertahanan tubuh dalam melawan mikroorganisme yang masuk.

Gambaran klinis secara umum yang sering didapat adalah rinitis, nyeri

tenggorokan, batuk dengan dahak kuning/ putih kental, nyeri retrosternal dan

konjungtivitis. Suhu badan meningkat antara 4-7 hari disertai malaise, mialgia,

nyeri kepala, anoreksia, mual, muntah dan insomnia. Bila peningkatan suhu

berlangsung lama biasanya menunjukkan adanya penyulit. Diagnosis ISPA

oleh karena virus dapat ditegakkan dengan pemeriksaan laboratorium terhadap

jasadrenik itu sendiri. Pemeriksaan yang dilakukan adalah biakan virus,

serologis, diagnostik virus secara langsung. Sedangkan diagnosis ISPA oleh

karena bakteri dilakukan dengan pemeriksaan sputum, biakan darah, biakan

cairan pleura (Catzel, 2000).

Tanda-tanda bahaya

Pada umumnya suatu penyakit saluran pernapasan dimulai dengan

keluhan-keluhan dan gejala-gejala yang ringan. Dalam perjalanan penyakit

mungkin gejala-gejala menjadi lebih berat dan bila semakin berat dapat jatuh

dalam keadaan kegagalan pernapasan dan mungkin meninggal. Bila sudah

dalam kegagalan pernapasan maka dibutuhkan penatalaksanaan yang lebih

Page 35: Laporan CHA Sokaraja

rumit, meskipun demikian mortalitas masih tinggi, maka perlu diusahakan agar

yang ringan tidak menjadi lebih berat dan yang sudah berat cepat-cepat

ditolong dengan tepat agar tidak jatuh dalam kegagalan pernapasan (Catzel,

1990).

Tanda-tanda bahaya dapat dilihat berdasarkan tanda-tanda klinis dan

tanda-tanda laboratories (Depkes. RI, 2007).

Tanda-tanda klinis

1. Pada sistem respiratorik adalah: tachypnea, napas tak teratur (apnea),

retraksi dinding thorak, napas cuping hidung, cyanosis, suara napas lemah

atau hilang, grunting expiratoir dan wheezing.

2. Pada sistem cardial adalah: tachycardia, bradycardiam, hypertensi,

hypotensi dan cardiac arrest.

3. Pada sistem cerebral adalah : gelisah, mudah terangsang, sakit kepala,

bingung, papil bendung, kejang dan coma.

4. Pada hal umum adalah : letih dan berkeringat banyak.

Tanda-tanda laboratoris

1. hypoxemia

2. hypercapnia dan

3. acydosis (metabolik dan atau respiratorik)

Tanda-tanda bahaya pada anak golongan umur 2 bulan sampai 5 tahun

adalah: tidak bisa minum, kejang, kesadaran menurun, stridor dan gizi buruk,

sedangkan tanda bahaya pada anak golongan umur kurang dari 2 bulan adalah:

kurang bisa minum (kemampuan minumnya menurun ampai kurang dari

setengah volume yang biasa diminumnya), kejang, kesadaran menurun, stridor,

Wheezing, demam dan dingin (Depkes. RI, 2007).

F. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang lazim dilakukan adalah pemeriksaan

kultur/ biakan kuman (swab); hasil yang didapatkan adalah biakan kuman (+)

sesuai dengan jenis kuman, pemeriksaan hitung darah (deferential count); laju

endap darah meningkat disertai dengan adanya leukositosis dan bisa juga

Page 36: Laporan CHA Sokaraja

disertai dengan adanya thrombositopenia dan pemeriksaan foto thoraks jika

diperlukan (Yu, 2001).

G. Penatalaksanaan

Pengobatan antara lain :

1. Simptomatik (Misna, 2008) :

a. Analgesik-antipiretik untuk mengobati gejala demam seperti parasetamol

danaspirin.

b. Kombinasi dekongestan dan anti alergi untuk pilek dan flu.

Contoh :dekongestan antara lain pseudoefedrin, fenil propanolamin.

Contoh antialergiadalah dipenhidramin.

c. Ekspektoran untuk batuk berdahak. Contoh : ammonium klorida.

d. Mukolitik untuk batuk berdahak. Contoh : ambroksol, bromheksin,

gliserilguaokolat.

e. Antitusif untuk meringankan gejala batuk kering. Contoh :

dekstrometorfan.

2. Suportif (Misna, 2008):

meningkatkan daya tahan tubuh berupa Nutrisi yang adekuat,

pemberian multivitamin dll.

3. Antibiotik (Misna, 2008):

a. Idealnya berdasarkan jenis kuman penyebab

b. Utama ditujukan pada S.pneumonia,H.Influensa dan S.Aureus

c. Antibiotik. Antibiotik tidak disarankan untuk ISPA yang disebabkan oleh

virus karena antibiotik tidak dapat membunuh virus. Antibiotik diberikan

jika gejala memburuk, terjadi komplikasi atau radang yang disebabkan

oleh bakteri.

d. Menurut WHO: Pneumonia rawat jalan yaitu kotrimoksasol,

Amoksisillin, Ampisillin, Penisillin Prokain,Pnemonia berat : Benzil

penicillin, klorampenikol, kloksasilin, gentamisin.

e. Antibiotik baru lain : Sefalosforin,quinolon dll.

H. Komplikasi

1. Asma

Page 37: Laporan CHA Sokaraja

Asma adalah mengi berulang atau batuk persisten yang disebabkan

oleh suatu kondisi alergi non infeksi dengan gejala : sesak nafas, nafas

berbunyi wheezing, dada terasa tertekan, batuk biasanya pada malam hari

atau dini hari (Misna, 2008).

2. Syok

Syok merupakan kondisi dimana seseorang mengalami penurunan

f'ungsi dari sistem tubuh yang disebabkan oleh berbagai faktor antara lain :

faktor obstruksi contohnya hambatan pada system pernafasan yang

mengakibatkan seseorang kekurangan oksigen sehingga seseorang tersebut

kekurang suplay oksigen ke otak dan mengakibatkan syok (Misna, 2008).

3. Kejang demam

Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan

suhu tubuh (suhu rentan lebih dari 38Oc) dengan geiala berupa serangan

kejang klonik atau tonikklonik bilateral. Tanda lainnya seperti mata terbalik

keatas dengan disertai kejang kekakuan atau kelemahan, gerakan sentakan

berulang tanpa didahului kekakuan atau hanya sentakan kekauan fokal

(Adelle, 2002).

4. Sinusitis

Sinusitis hanya terjadi pada anak besar, karena pada anak kecil atau

bayi sinus paranasal belum tumbuh. Gejala umum ttampak lebih menonjol,

nyeri kepala bertambah, nyeri tekan biasanya di daerah sinus frontalis dan

maksilaris (Adelle, 2002).

I. Prognosis

Pada dasarnya, prognosis ISPA adalah baik apabila tidak terjadi

komplikasi yang berat. Hal ini juga didukung oleh sifat penyakit ini sendiri,

yaitu self limiting disease sehingga tidak memerlukan tindakan pengobatan

yang rumit. Penyakit yang tanpa komplikasi berlangsung 1-7 hari. Kematian

terbanyak oleh karena infeksi bakteri sekunder. Bila panas menetap lebih dari 4

hari dan leukosit > 10.000/ul,biasanya didapatkan infeksi bakteri sekunder

(Alsagaff, 2009).

Page 38: Laporan CHA Sokaraja

J. Pencegahan

Hal-hal yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya penyakit ISPA

pada anak antara lain (Depkes. RI, 20007):

1. Menjaga keadaan gizi anda dan keluarga agar tetap baik. Memberikan ASI

eksklusif pada bayi anda.

2. Menjaga pola hidup bersih dan sehat, makanan yang bergizi, istirahat/tidur

yang cukup dan olah raga teratur.

3. Melakukan imunisasi pada anak anda. Imunisasi yang dapat mencegah

ISPA diantaranya imunisasi influenza, imunisasi DPT-Hib /DaPT-Hib, dan

imunisasi PCV.

4. Hindari kontak yang terlalu dekat dengan penderita ISPA.

5. Hindari menyentuh mulut atau hidung anda setelah kontak dengan flu.

Biasakan cuci tangan dengan air dan sabun atau hand sanitizer setelah

kontak dengan penderita ISPA.

6. Apabila anda sakit, gunakanlah masker dan rajin cuci tangan agar tidak

menulari anak anda atau anggota keluarga lainnya.

7. Mencegah anak berhubungan terlalu dekat dengan saudaranya atau anggota

keluarga lainnya yang sedang sakit ISPA.

8. Upayakan ventilasi yang cukup dalam ruangan/rumah, menjaga kebersihan

rumah dan menghindarkan lingkungan rumah dari polusi udara, terutama

akibat asap rokok.

ii. Skema Kerangka Konseptual dari Faktor Penyebab Masalah

Gambar 4.1. Kerangka Konsep

iii. Hipotesis

1. Pemberian nutrisi2. Menciptakan rumah yang sehat

dan bebas polusi udara3. Kebersihan diri4. Mencari informasi tentang ISPA

ISPA

Page 39: Laporan CHA Sokaraja

Terdapat hubungan antara pemberian nutrisi, upaya menciptakan rumah

sehat dan bebas polusi udara, kebersihan diri, serta upaya mencari informasi

dengan angka kejadian ISPA.

V. METODOLOGI PENELITIAN

i. Desain Penelitian

Desain penelitian yang direncanakan adalah studi observasional

analitik dengan metode cross sectional.

ii. Populasi dan Sampel

1. Populasi Penelitian

a. Populasi Target

Populasi target pada penelitian ini adalah ibu-ibu yang

mempunyai anak balita di Kecamatan Sokaraja

b. Populasi Terjangkau

Populasi terjangkau pada penelitian ini adalah ibu-ibu yang

mempunyai anak balita di PAUD Pelangi Gembira Desa Wiradadi

Kecamatan Sokaraja.

2. Subjek Penelitian

Responden diambil dengan menggunakan metode total sampling

yaitu ibu-ibu yang mempunyai anak balita yang terdaftar di PAUD

Pelangi Gembira Desa Wiradadi Kecamatan Sokaraja tahun ajaran

2013/2014.

iii. Ruang lingkup Kerja

Desa Wiradadi, Kecamatan Sokaraja, Kabupaten Banyumas

iv. Variabel Penelitian

a. Variabel Terikat

Kejadian ISPA

b. Variabel Bebas

Page 40: Laporan CHA Sokaraja

Variabel yang diteliti meliputi pemberian nutrisi, menciptakan rumah

yang sehat dan bebas polusi udara, kebersihan diri, serta mencari

informasi tentang ISPA.

v. Definisi Operasional

1. Variabel terikat

a. Definisi ISPA

Kejadian ISPA adalah infeksi saluran pernafasan yang ditandai

dengan batu, pilek, dan demam. Data diperoleh dengan cara

wawancara dengan ibu dan atau orang yang merawat bayi yang

dilakukan oleh pewawancara. Balita dikatakan menderita ISPA jika

selama satu bulan terakhir balita tersebut sakit ISPA.

b. Kriteria

Ya dan tidak

c. Alat ukur

Kuisioner

d. Skala

Nominal

2. Variabel Bebas

a. Pemberian nutrisi

Pemberian nutrisi yang memadai bagi balita meliputi

pemberian ASI ekslusif oleh ibu selama 6 bulan, pemberian ASI

hingga usia` anak 2 tahun, pemberian menu lauk, sayuran, buah,

susu formula setiap harinya, kontrol jadwal makan anak sebanyak 3

kali dalam sehari, serta pembatasan jajanan yang dikonsumsi anak

balita. Alat ukur adalah kuesioner. Skala pengukuran nominal.

Kriteria variabel adalah baik dan buruk. Kriteria baik jika skor ≥ 8,

buruk jika < 8.

b. Menciptakan rumah yang sehat dan bebas polusi udara

Upaya ini mencakup tindakan menghindari kebiasaan merokok

di dalam rumah, tidak menggunakan tungku kayu, tidak

menggunakan nyamuk bakar di rumah, pengaturan kamar anak

Page 41: Laporan CHA Sokaraja

sehingga cahaya masuk dan udara bertukar, penggunaan tempat

sampah tertutup, serta membersihkan kaca dan langit-langit rumah

setiap hari,. Alat ukur adalah kuesioner. Skala pengukuran nominal.

Kriteria variabel adalah baik dan buruk. Kriteria baik jika skor ≥ 5,

buruk jika < 5.

c. Kebersihan diri

Kebersihan diri meliputi anjuran pada anak untuk mencuci

tangan setelah memegang benda kotor dan sebelum makan, anjuran

untuk mencuci tangan dengan sabun, serta kebiasaan mencuci tangan

dengan air mengalir. Alat ukur adalah kuesioner. Skala pengukuran

nominal. Kriteria variabel adalah baik dan buruk. Kriteria baik jika

skor 3, buruk jika < 3.

d. Mencari informasi tentang ISPA

Upaya untuk mencari informasi mengenai ispa ditunjukkan

dengan usaha untuk mencari pertolongan ke pelayanan kesehatan,

serta mendapatkan penyuluhan mengenai ISPA karena keaktifan

berinteraksi dengan kader dan petugas kesehatan. Alat ukur adalah

kuesioner. Skala pengukuran nominal. Kriteria variabel adalah baik

dan buruk. Kriteria baik jika skor 2, buruk jika < 2.

vi. Instrumen Pengambilan Data (Kuesioner)

Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

kuesioner dan merupakan jenis data primer yaitu data yang diperoleh

langsung dari sumbernya. Kuesioner dan observasi langsung digunakan untuk

mengetahui faktor faktor individu. Pertanyaan yang terdapat pada kuesioner

meliputi pemberian nutrisi , menciptakan rumah yang sehat dan bebas polusi

udara, kebersihan diri, upaya mencari informasi mengenai ISPA, serta

kejadian ISPA.

vii. Rendana Analisis Data

Analisis dilakukan untuk mendapatkan informasi tentang hubungan

antara variabel bebas dan variabel terikat yang terdapat dalam hipotesis

penelitian. Uji statistik yang digunakan adalah chi square test. Jika expected

Page 42: Laporan CHA Sokaraja

count yang < 5 lebih dari 20%, maka dilakukan uji fisher. Analisis ini

menggunakan alat bantu program komputer SPSS. Uji analisis bivariat yang

digunakan dapat dilihat pada tabel 5.1.

Tabel 5.1. Uji analisis yang digunakan untuk mengetahui hubungan antara faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kejadian ISPA

No AnalisisUji yang

digunakan

1 Hubungan antara pemberian nutrisi dengan kejadian ISPA

Fisher

2 Hubungan antara upaya menciptakan rumah sehat dan bebas polusi udara dengan kejadian ISPA

Fisher

3 Hubungan antara kebersihan diri dengan kejadian ISPA

Fisher

4 Hubungan antara upaya mencari informasi tentang ISPA dengan kejadian ISPA

Chi Square

Page 43: Laporan CHA Sokaraja

VI. HASIL DAN ANALISIS PENYEBAB MASALAH

i. Deskripsi Data Dasar

Penelitian dilakukan di PAUD Pelangi Gembira Desa Wiradadi

Kecamatan Sokaraja. Penelitian ini dilakukan dengan cara mendata jumlah

balita yang terdaftar dan selanjutnya dilakukan wawancara pada kegiatan

orang tua. Sebelum dilakukan wawancara, responden diminta untuk mengisi

lembar informed consent penelitian. Responden yang datang sebanyak 25

orang. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan distribusi responden penelitian

yang dapat dilihat pada Tabel 6.1

Tabel. 6.1. Distribusi Responden

NO Variabel F (%)

1 ISPA Ya 12 48

Tidak 13 52

2 Pemberian nutrisi pada anak

Baik 22 88

Buruk 3 12

3 Menciptakan rumah sehat dan bebas polusi udara

BaikBuruk

817

3268

4 Kebersihan diri Baik 18 72

Buruk 7 28

5 Upaya mencari informasi tentang

BaikBuruk

1312

5248

Page 44: Laporan CHA Sokaraja

ISPA

Jumlah Responden 25 100

Berdasarkan tabel 6.1 didapatkan bahwa kejadian ISPA di PAUD

Pelangi Gembira Desa Wiradadi sebesar 48% dari jumlah balita yang ada.

Pencegahan primer berupa pemberian nutrisi yang telah tepat dilakukan oleh

ibu balita mencapai 88% dari jumlah ibu balita yang ada. Hal ini

menunjukkan bahwa sebagian besar ibu balita telah melakukan upaya

pencegahan primer melalui asupan nutrisi anak terhadap penyakit ISPA.

Upaya ibu balita untuk menciptakan rumah yang sehat dan bebas polusi udara

dari keseluruhan hanya mencapai 32%. Ibu balita belum menjadikan

lingkungan sebagai salah satu aspek untuk melakukan pencegahan primer

terhadap penyakit ISPA. Kebersihan diri yang diajarkan ibu terhadap balita

sebagai upaya untuk menurunkan faktor resiko ISPA juga telah mencapai

angka 72%. Upaya untuk mencari informasi tentang ISPA pada anak yang

telah dilakukan oleh ibu balita mencapai 52% dari keseluruhan responden

yang datang pada penelitian.

ii. Analisis Hubungan Faktor Penyebab (uji hipotesis)

a. Analisis Bivariat

Analisis bivariat yang digunakan pada penelitian adalah uji hipotesis

Chi-square. Analisis ini untuk melihat ada tidaknya hubungan antara variabel

bebas yaitu pemberian nutrisi, menciptakan rumah yang sehat dan bebas

polusi udara, kebersihan diri, serta upaya untuk mencari informasi mengenai

ISPA dengan variabel terikat yaitu kejadian ISPA pada balita. Dari hasil

analisis didapatkan hasil hubungan pencegahan primer dengan kejadian ISPA

yang dapat dilihat pada Tabel 6.2

Tabel 6.2 Hubungan Faktor Risiko ISPA pada Balita dengan Kejadian ISPA Balita di Desa Karangnanas Kecamatan Sokaraja

Pencegahan primer P

Pemberian nutrisi pada anak 0,593

Page 45: Laporan CHA Sokaraja

Upaya menciptakan rumah yang sehat dan bebas polusi udara

0,030

Kebersihan diri 0,030

Upaya mencari informasi tentang ISPA 0,017

Keterangan: p : nilai signifikansi

Berdasarkan hasil uji hipotesis fisher, hubungan antara pemberian

nutrisi pada anak balita dengan kejadian ISPA, didapatkan nilai p = 0,593 (p

> 0,05) atau probabilitas di atas 0,05. Didapatkan kesimpulan bahwa tidak

terdapat hubungan yang signifikan antara pemberian nutrisi pada anak balita

dengan kejadian ISPA pada balita di Desa Wiradadi Kecamatan Sokaraja.

Berdasarkan hasil uji hipotesis Fisher, hubungan antara upaya

menciptakan rumah sehat dan bebas polusi udara dengan kejadian ISPA,

didapatkan nilai p = 0,030 dimana p < 0,05 atau probabilitas di bawah 0,05.

Didapatkan kesimpulan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara

upaya menciptakan rumah sehat dan bebas polusi udara dengan kejadian

ISPA pada balita di Desa Wiradadi Kecamatan Sokaraja.

Berdasarkan analisis statistik dengan menggunakan uji hipotesis fisher,

hubungan antara kebersihan diri dengan kejadian ISPA didapatkan p = 0,030

(p < 0,05), dengan demikian dapat dikatakan bahwa terdapat hubungan yang

signifikan antara kebersihan diri dengan kejadian ISPA pada balita di Desa

Wiradadi Kecamatan Sokaraja.

Berdasarkan analisis statistik dengan menggunakan uji hipotesis Chi

Square, hubungan antara upaya mencari informasi tentang ISPA dengan

kejadian ISPA didapatkan p = 0,017 (p < 0,05), dengan demikian dapat

dikatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara upaya mencari

informasi tentang ISPA dengan kejadian ISPA pada balita di Desa Wiradadi

Kecamatan Sokaraja.

b. Analisis Multivariat

Berdasarkan hasil dari analisis bivariat didapatkan variabel yang

berpengaruh terhadap kejadian ISPA adalah upaya menciptakan rumah sehat

Page 46: Laporan CHA Sokaraja

dan bebas polusi udara, kebersihan diri, serta upaya mencari informasi

tentang ISPA. Untuk mengetahui variabel mana yang lebih berpengaruh,

dilakukan analisis multivariate yang dapat dilihat dari Tabel 6.3

Tabel 6.3 Analisis Multivariat

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)Step 3a

LINGKUNGAN

-2.552 1.183 4.651 1 .031 .078

Constant 4.498 2.197 4.190 1 .041 89.833

iii. Pengambilan Kesimpulan Penyebab Utama Masalah

Diantara 4 indikator pencegahan primer yang diteliti terdapat tiga

indikator yang berpengaruh terhadap terjadinya ISPA. Signifikansi hubungan

dapat dilihat pada nilai p value setiap variabel. Berdasarkan hasil penelitian,

indikator yang signifikan mempengaruhi kejadian ISPA adalah :

a. Upaya menciptakan rumah sehat dan bebas polusi udara (p=0,030)

b. Kebersihan diri (p=0,030)

c. Upaya mencari informasi tentang ISPA (p=0,017)

Sedangkan, indikator yang tidak signifikan berhubungan dengan

kejadian ISPA adalah pemberian nutrisi dengan p value 0,593

Berdasarkan hasil penelitian tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa

upaya pencegahan primer berupa menciptakan rumah yang sehat dan bebas

polusi udara, kebersihan diri, serta upaya mencari informasi mengenai ISPA

berpengaruh pada kejadian ISPA pada balita. Pemberian nutrisi penting

dalam pertumbuhan balita, namun tidak memiliki hubungan yang signifikan

dengan kejadian ISPA.

Upaya menciptakan rumah yang sehat dan bebas polusi udara adalah

upaya pencegahan primer yang paling mempengaruhi kejadian ISPA pada

balita. Kebiasaan merokok dan penggunaan tungku kayu akan menghasilkan

asap dengan konsentrasi yang tinggi dan dapat merusak mekanisme

Page 47: Laporan CHA Sokaraja

pertahanan paru sehingga akan memudahkan timbulnya ISPA. Selain itu

disebutkan bahwa, kebiasaan menggunakan obat nyamuk bakar juga dapat

meningkatkan risiko kejadian ISPA (Wiwoho, 2005). Menurut Lubis (1989),

segala fasilitas yang tersedia di dalam maupun luar rumah jika tidak dijaga

kebersihannya dapat menjadi media penyakit. Menurut Slamet (2004), tempat

sampah yang dibiarkan dalam keadaan terbuka juga menjadi sarang vektor

penyakit. Kebersihan diri penting bagi kesehatan, dan bersifat individu dan

kebiasaan menurut Tarwoto dan Wartonah (2006) (Yamin, 2005).

Oleh karena itu, tindakan PHBS perlu diajarkan pada balita sedari kecil.

Tindakan PHBS yang dapat diajarkan diantaranya adalah mencuci tangan

setelah memegang benda kotor dan sebelum makan, mencuci tangan dengan

sabun, serta menggunakan air mengalir. Peran aktif ibu dalam mencari

infomasi mengenai ISPA juga merupakan aspek yang penting dalam

pencegahan terjadinya ISPA. Informasi yang didapatkan sangat bermanfaat

bagi ibu dalam menangani ISPA, karena penyakit ISPA merupakan penyakit

yang ada sehari-hari di dalam masyarakat atau keluarga. Hal ini perlu

mendapat perhatian serius oleh kita semua karena penyakit ini banyak

menyerang balita, sehingga itu balita dan anggota keluarganya yang sebagian

besar dekat dengan balita mengetahui dan terampil menangani penyakit ISPA

ketika anaknya sakit (Depkes, 2002).

Page 48: Laporan CHA Sokaraja

VII. ALTERNATIF PEMECAHAN MASALAH

i. Penyusunan Alternatif pemecahan masalah

1. Kerja bakti dilakukan secara rutin agar lingkungan sekitar bersih dari

sampah yang dapat menjadi faktor resiko terjadinya ISPA.

2. Memberi penyuluhan kepada masyarakat agar tidak merokok di dalam

rumah, tidak membawa anak ketika memasak dengan tungku kayu,

membersihkan rumah setiap hari, serta mengajarkan balita cuci tangan

sebelum makan dan setelah memegang benda kotor.

3. Pembagian masker gratis dan sosialisasi kepada masyarakat tentang

pentingnya memakai pelindung saat sedang terjangkit ISPA.

4. Pembagian sabun gratis dan sosialisasi kepada masyarakat tentang

pentingnya cuci tangan dengan sabun sebelum makan ataupun setelah

memegang benda kotor.

5. Pengefektifan kader puskesmas dalam melaksanakan program PHBS.

ii. Penentuan Alternatif Terpilih dengan Metode Tertentu

Alternatif pemecahan masalah yang telah disusun tersebut tidak semua

dapat dilaksanakan, oleh karena harus memperhitungkan berbagai kemampuan

yang meliputi sarana, dana, dan waktu yang terbatas. Untuk itulah dilakukan

Page 49: Laporan CHA Sokaraja

langkah pemilihan prioritas peemecahan masalah dengan menggunakan

metode Reinke. Metode ini menggunakan dua kriteria yaitu efektifitas dan

efisiensi jalan keluar. Efektifitas jalan keluar meliputi besarnya masalah yang

dapat diatasi, pentingnya jalan keluar dan sensitivitas jalan keluar, sedangkan

efisiensi jalan keluar dikaitkan dengan biaya yang diperlukan untuk melakukan

jalan keluar.

Kriteria efektifitas jalan keluar :

a. M (besarnya masalah yang dapat diatasi) :

1. Masalah yang dapat diatasi sangat kecil

2. Masalah yang dapat diatasi kecil

3. Masalah yang dapat diatasi cukup besar

4. Masalah yang dapat diatasi besar

5. Masalah yang dapat diatasi sangat besar

b. I (pentingnya jalan keluar) yang dikaitkan dengan kelanggengan selesainya

masalah :

1. Sangat tidak langgeng

2. Tidak langgeng

3. Cukup langgeng

4. Langgeng

5. Sangat langgeng

c. V (sensitivitas jalan keluar yang dikaitkan dengan kecepatan penyelesaian

masalah) :

1. Penyelesaian masalah sangat lambat

2. Penyelesaian masalah lambat

3. Penyelesaian cukup cepat

4. Penyelesaian masalah cepat

5. Penyelesaian masalah sangat cepat

Kriteria efisiensi jalan keluar yang dikaitkan dengan biaya yang

dikeluarkan dalam menyelesaikan masalah (C) :

1. Biaya sangat mahal

2. Biaya mahal

Page 50: Laporan CHA Sokaraja

3. Biaya cukup mahal

4. Biaya murah

5. Biaya sangat murah

Prioritas pemecahan masalah pada kasus ISPA di desa Wiradadi,

kecamatan Sokaraja dengan menggunakan metode Reinke adalah sebagai

berikut :

Tabel 7.1 Prioritas pemecahan masalah dengan menggunakan metode

Reinke

No Daftar alternatif jalan

keluar

Efektifitas Efisiensi M x I x V

C

Urutan

prioritas

masalahM I V C

1. Kerja bakti dilakukan

secara rutin agar

lingkungan sekitar

bersih dari sampah

yang dapat menjadi

faktor resiko

terjadinya ISPA

3 3 3 5 5,4 IV

2. Memberi penyuluhan

kepada masyarakat

agar agar tidak

merokok di dalam

rumah, tidak

membawa anak

ketika memasak

4 3 3 4 9 II

Page 51: Laporan CHA Sokaraja

dengan tungku kayu,

membersihkan rumah

setiap hari, serta

mengajarkan balita

cuci tangan sebelum

makan dan setelah

memegang benda

kotor.

3. Pembagian masker

gratis dan sosialisasi

kepada masyarakat

tentang pentingnya

memakai pelindung

saat sedang terjangkit

ISPA

3 3 2 4 4,5 V

4. Pembagian sabun

gratis dan sosialisasi

kepada masyarakat

tentang pentingnya

cuci tangan dengan

sabun sebelum makan

dan setelah

memegang benda

kotor

3 3 3 4 6,75 III

5. Pengefektifan kader

puskesmas dalam

melaksanakan

4 4 3 3 16 I

Page 52: Laporan CHA Sokaraja

program PHBS

Berdasarkan hasil perhitungan analisis prioritas pemecahan masalah

dengan menggunakan metode Reinke diperoleh prioritas pemecahan masalah,

yaitu :

1. Pengefektifan kader puskesmas dalam melaksanakan program PHBS.

VIII. RENCANA KEGIATAN (PLAN OF ACTION)

i. Latar Belakang

Kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai pola hidup bersih dan

sehat, serta rendahnya pengetahuan mengenai penanganan ISPA pada balita

menjadi alasan atas adanya kegiatan penyuluhan terhadap para orang tua

PAUD Pelangi Gembira tentang penyakit ISPA pada balita. Berdasarkan hasil

observasi yang telah dilakukan, diketahui bahwa perilaku masyarakat

mengenai bagaimana hidup bersih dan sehat masih cukup kurang, padahal hal

ini merupakan salah satu cara untuk mencegah terjadinya penyakit ISPA.

Lingkungan sangat berperan penting dalam terjadinya pathogenesis suatu

penyakit. Lingkungan perumahan di desa Wiradadi sangat padat penduduk.

Jika lingkungan tidak bersih dan banyak terkena polusi udara, maka akan

memudahkan terjadi penyebaran penyakit dari satu rumah ke rumah lainnya.

Penularan ISPA sangat mudah, maka dari itu kebersihan lingkungan sangat

berpengaruh. Ibu balita yang dapat melakukan pencegahan primer pada

terjadinya penyakit ISPA pada balita, yaitu dengan mengupayakan rumah yang

sehat dan bebas polusi udara, mengajarkan anak untuk menjaga kebersihan diri,

serta terus berupaya untuk mencari pengetahuan mengenai penyakit ISPA.

ii. Tujuan

1. Tujuan

a. Spesifik

Page 53: Laporan CHA Sokaraja

Dari plan of action yang akan dilaksanakan ke depan diharapkan

bertujuan untuk mencegah terjadinya kejadian ISPA di desa Wiradadi.

b. Measurable

Dengan plan of action yang telah disusun, diharapkan hasilnya

dapat dipantau dengan baik mengenai kelancaran dan tingkat

keberhasilan pelaksanaan rencana serta angka kejadian ISPA sendiri.

c. Appropriate

Pelaksanaan kegiatan yang telah di tetapkan diharapkan dapat

sesuai dengan rencana yang telah di rumuskan. Dalam merealisasikannya

di dukung dengan sumber daya manusia, sumber daya dana, sarana dan

prasarana yang ada dengan pengelolaan yang efisien.

d. Realistic

Untuk pencapaian dari apa yang kita rencanakan, di perlukan

penyesuaian dengan sumber daya manusia, sumber dana, sarana dan

prasarana yang telah ada. Supaya tujuan yang kita harapkan lebih realistis

dan tercapai dengan apa yang kita harapkan.

e. Time Bound

Pelaksanaan kegiatan yang berpedoman pada plan of action

tersebut diharapkan dapat mencapai hasil yang diharapkan berupa

penurunan angka kejadian ISPA dalam kurun waktu tertentu.

iii. Bentuk Kegiatan

Penyuluhan dan pembagian leaflet mengenai pencegahan primer terhadap

penyakit ISPA terhadap para orang tua siswa PAUD Pelangi Gembira, Desa

Wiradadi Kecamatan Sokaraja, serta pemberian poster untuk PAUD Pelangi

Gembira.

iv. Sasaran

Page 54: Laporan CHA Sokaraja

Orang tua siswa PAUD Pelangi Gembira, Desa Wiradadi Kecamatan

Sokaraja.

v. Pelaksanaan

1. Orang tua siswa PAUD Pelangi Gembira dikumpulkan di ruang kelas

PAUD Pelangi Gembira pada tanggal 19 Desember 2013 pukul 08.00 WIB

hingga selesai dalam rangka penyuluhan tentang pencegahan primer

penyakit ISPA

2. Sosialisasi mengenai apa, bagaimana, dan pentingnya pencegahan primer

terhadap penyakit ISPA, PHBS serta perlunya diadakan survey rumah

tentang PHBS secara berkesinambungan.

3. Peserta diberikan waktu untuk menanyakan hal yang kurang jelas yang

berkenaan dengan pencegahan primer penyakit ISPA

vi. Rencana Anggaran

Penggandaan soal pre dan post test = Rp. 30.000,00

Pembelian alat tulis = Rp. 24.000,00

Pembuatan Poster = Rp. 60.000,00

Snack = Rp. 200.000,00

Pembuatan Leaflet = Rp. 30.000,00

Total = Rp 334.000,00

Page 55: Laporan CHA Sokaraja

IX. PELAKSANAAN DAN EVALUASI KEGIATAN

i. Evaluasi Hasil Pelaksanaan

Setelah dilakukan penyuluhan kepada warga Desa Wiradadi, dilakukan

evaluasi untuk mengetahui apakah penyuluhan yang dilakukan berpengaruh

terhadap tingkat pengetahuan warga tentang pencegahan primer penyakit ISPA

pada balita di bandingkan sebelum diberikan penyuluhan. Adapun alat yang

digunakan untuk mengevaluasi adalah dengan kuesioner.

Penyuluhan yang disampaikan pada orang tua siswa PAUD Pelangi

Gembira Desa Wiradadi diharapkan dapat mengatasi masalah-masalah yang

berhubungan dengan ISPA pada balita. Pelaksanaan kegiatan penyuluhan

dilaksanakan melalui 3 tahap, yaitu:

1. Tahap persiapan

a. Perizinan

Perizinanan oleh pihak dokter muda dengan bantuan Bidan Desa

setempat yang ditujukan pada guru PAUD Pelangi Gembira secara lisan.

b. Materi

Materi yang dipersiapkan adalah materi mengenai ISPA pada

balita, etiologi, faktor predisposisi, faktor resiko, tanda gejala, cara

pencegahan primer, penanganan pertama, dan komplikasi.

c. Sarana

Page 56: Laporan CHA Sokaraja

Sarana yang dipersiapakan berupa alat tulis, kuesioner, dan LCD.

2. Tahap pelaksanaan kegiatan

a. Judul kegiatan : penyuluhan tentang pencegahan primer terhadap

penyakit ISPA pada balita

b. Hari / tanggal : Selasa, 19 Desember 2013, Pukul 08.00- selesai

c. Tempat : PAUD Pelangi Gembira, Desa Wiradadi Kecamatan Sokaraja.

d. Penanggung jawab :

1. Dr. Dyah Krisnansari selaku pembimbing fakultas

2. Dr. Sugeng Rahadi selaku preseptor puskesmas 1 Sokaraja dan

pembimbing lapangan

e. Pelaksana

1. Saidatun Nisa

2. Rifqi Maziyansyah

f. Peserta

Orang tua siswa PAUD Pelangi Gembira, Desa Wiradadi,

Kecamatan Sokaraja

g. Penyampaian Materi

Penyampaian materi tentang ISPA pada balita, meliputi etiologi,

faktor predisposisi, faktor resiko, tanda gejala, cara pencegahan primer,

penanganan pertama, dan komplikasi.. Penyampaian materi dilakukan

dengan lisan dalam bentuk presentasi dan pembagian Power Point.

3. Tahap evaluasi

Tahap evaluasi adalah melakukan evaluasi mengenai 3 hal yaitu

evaluasi sumber daya, evaluasi proses, evaluasi hasil. Berikut ini akan

dijelaskan mengenai hasil evaluasi masing-masing aspek:

a. Evaluasi sumber daya

Evaluasi sumber daya meliputi evaluasi terhadap 4 M yaitu man,

money, method, material

1. Man

Secara keseluruhan sumber daya dalam pelaksanaan kegiatan

penyuluhan cukup baik, karena narasumber memiliki pengetahuan

Page 57: Laporan CHA Sokaraja

yang cukup memadai mengenai materi yang disampaikan. Para

peserta yang ikut membantu juga sangat aktif membantu jalannya

acara.

2. Money

Sumber dana yang digunakan cukup untuk menunjang

terlaksanakannya kegiatan penyuluhan, termasuk menyiapkan sarana

dan prasarana.

3. Method

Metode penyuluhan adalah pemberian materi secara lisan dan

tulisan dengan pembacaan power point. Evaluasi pada metode ini

termasuk cukup baik dan sasaran penyuluhan tertarik untuk mengikuti

dan mendengarkan penjelasan narasumber.

4. Material

Materi yang diberikan pada penyuluhan telah dipersiapkan

dengan baik, materi penyuluhan diperoleh dari buku kedokteran dan

sumber-sumber referensi terbaru mengenai ISPA pada balita.

b. Evaluasi proses

Evaluasi terhadap proses di sini adalah terhadap proses pelaksanaan

diskusi. Diskusi yang dijadwalkan pada hari Selasa, 19 Desember 2013

pukul 08.00 WIB. Proses diskusi berlangsung kurang lebih 1 jam,

meliputi pembukaan, pengisian materi dan diskusi, serta penutupan.

Peserta penyuluhan terlihat antusias mendengarkan penyuluhan. Hal ini

dilihat diskusi yang dinilai cukup aktif. Pelaksanaan diskusi berlangsung

baik secara keseluruhan.

c. Evaluasi hasil

Evaluasi dilakukan dengan cara memberikan pertanyan pre test dan

post test dengan metode pembagian lembar pertanyaan tentang ISPA,

yang berisi tentang tanda dan gejala, penyebab, pencegahan primer,

penangan pertama, serta komplikasi penyakit ISPA pada balita.

Pertanyaan yang diajukan sebagai berikut:

1. Apa tanda dan gejala ISPA?

a. Batu, pilek, demam

Page 58: Laporan CHA Sokaraja

b. Mencret, mual

c. Bintik-bintik merah di kulit

d. Mata dan kulit berwarna kuning

2. Apa yang menyebabkan ISPA?

a. Virus

b. Bakteri

c. Jamur

d. Semua benar

3. Bagaimana cara mencegah penyakit ISPA?

a. Pemberian asi eksklusif, pemberian makanan yang bergizi, jaga

kebersihan diri, menjaga kebersihan rumah dari asap dan debu

b. Selalu menutup jendela, memasak dengan tungku kayu tanpa

menggunakan cerobong asap

c. Memberikan makanan tambahan sebelum bayi Anda berusia 6

bulan

d. Tidak membersihkan perabotan rumah secara rutin

4. Apa yang dilakukan bila balita anda batuk, pilek atau sesak?

a. Bawa ke puskesmas

b. Dirawat di rumah

c. Bawa ke dukun

5. Apakah ISPA dapat menyebabkan kematian?

a. Ya

b. Tidak

c. Tidak tahu

Dari hasil penilaian pre test dan post test didapatkan bahwa

sebanyak 23 orang mengisi lembar pre test dan post test. Sebanyak 16

orang hasilnya meningkat, dan 7 orang hasilnya tetap. Masyarakat pun

tampak puas terkait pelaksanaan penyuluhan yang interaktif. Analisis

SWOT untuk pelaksanaan penyuluhan adalah sebagai berikut :

1. Strength

a. Warga antusias dengan diadakannya penyuluhan

Page 59: Laporan CHA Sokaraja

b. Para peserta sangat bersemangat dan membantu jalannya acara

penyuluhan

c. Acara bertepatan dengan pembagian raport sehingga pengumpulan

massa berlangsung lebih mudah.

2. Weakness

a. Tempat penyuluhan yang kurang memadai.

b. Fasilitas untuk penyuluhan seperti mikrofon dan speaker tidak

tersedia.

3. Oportunity

a. Puskesmas mendukung acara penyuluhan yang kami lakukan.

b. Belum ada program penyuluhan ISPA pada balita di desa Wiradadi.

4. Threat

Tidak ada dana yang tersedia untuk penyuluhan.

ii. Kesimpulan dan saran

1. Kesimpulan

a. Terdapat hubungan yang bermakna antara upaya menciptakan rumah

yang sehat dan bebas polusi udara, kebersihan diri, serta upaya mencari

informasi tentang ISPA sebagai pencegahan primer terhadap angka

kejadian ISPA di wilayah kerja Puskesmas I Sokaraja.

b. Terdapat hubungan yang tidak bermakna antara pemberian nutrisi

sebagai pencegahan primer terhadap angka kejadian ISPA di wilayah

kerja Puskesmas I Sokaraja.

2. Saran

a. Meningkatkan promosi kesehatan untuk meningkatkan pengetahuan

orang tua bayi dan balita mengenai ISPA

b. Perilaku hidup bersih dan sehat di Desa Wiradadi perlu ditingkatkan agar

angka kejadian ISPA dapat diturunkan.

Page 60: Laporan CHA Sokaraja

DAFTAR PUSTAKA

Adelle, P. 2005. Perawatan Kesehatan Ibu dan Anak. Jakarta:EGC

Alsagaff, H; Mukty, A. 2009. Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya:

Airlangga

Catzel, Pincus & Ian robets. (2000). Kapita Seleta Pediatri Edisi II. alih bahasa

oleh Dr. yohanes gunawan. Jakarta: EGC

Depkes RI Direktorat Jenderal PPM & PLP, 2007. Pedoman Pemberantasan

Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) : Jakarta

Depkes, 2009. Pneumonia, Penyebab Utama Kematian Balita. [Online] Available

at: http://www.depkes.go.id/index.php/berita/press-release/410-pneumonia-

penyebab-kematian-utama-balita.html [Accessed 6 Februari 2012].

Drazen JM, Weinberger SE, 2005. Approch to the patient with disease of the

respiratory system. In : Kasper DL, Braunwald E, Fauci AS, Hauser SL

(eds) Harrison’s Principles of Internal Medicine. 16th ed. Mc Graw-Hill.

New York: 1495-7

Misnadiarly, 2008. Penyakit Infeksi Saluran Napas Pneumonia Pada Anak Balita,

OrangDewasa, Usia Lanjut, Pneuminia Atypik dan Pneumonia Atypik

Mikobakterium. Jakarta:Pustaka Populer Obor

Naning R, 2002. Infeksi Saluran Pernapasan Akut (Handout kuliah Ilmu

Kesehatan Anak) PSIK FK UGM

Permatasari, C.A.E., 2009. Faktor Risiko Kejadian Gejala ISPA Ringan pada

Baduta di Kelurahan Rangkapan Jaya Baru Kota Depok Tahun 2008

Page 61: Laporan CHA Sokaraja

Rasmaliah, 2004. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) dan

Penanggulangannya : USU Digital Library.

Yamin, Ahmad. Diah, Raini., Sulastri, Wida. 2010. Kebiasaan Ibu dalam

Pencegahan Primer Penyakit ISPA pada Balita Keluarga Non Gakin di

Desa Nanjung Mekar Wilayah Kerja Puskesmas Nanjung Mekar

Kabupaten Bandung. Bandung : Pustaka Unpad

Yu. H.Y. Victor & Hans E. Monintja, 2000. Beberapa Masalah Perawatan

Intensif Neonatus. Jakarta: Balai penerbit FKUI

WHO, 2007. Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) yang Cenderung Epidemi

dan Pandemi Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Fasilitas

Pelayanan Kesehatan

Page 62: Laporan CHA Sokaraja

LAMPIRAN

A. Analisis Univariat

1. ISPA

ISPA

Frequency PercentValid

PercentCumulative

Percent

Valid Ya 12 48.0 48.0 48.0

Tidak 13 52.0 52.0 100.0

Total 25 100.0 100.0

2. Pemberian nutrisi

NUTRISI

Frequency PercentValid

PercentCumulative

Percent

Valid Baik 22 88.0 88.0 88.0

Buruk 3 12.0 12.0 100.0

Total 25 100.0 100.0

3. Menciptakan rumah yang sehat dan bebas polusi udara (lingkungan)

Page 63: Laporan CHA Sokaraja

LINGKUNGAN

Frequency Percent Valid PercentCumulative

Percent

Valid Baik 8 32.0 32.0 32.0

Buruk 17 68.0 68.0 100.0

Total 25 100.0 100.0

4. Kebersihan diri

KEBERSIHAN

Frequency PercentValid

PercentCumulative

Percent

Valid Baik 18 72.0 72.0 72.0

Buruk 7 28.0 28.0 100.0

Total 25 100.0 100.0

5. Mencari informasi tentang ISPA

INFORMASI

Frequency PercentValid

PercentCumulative

Percent

Valid Baik 13 52.0 52.0 52.0

Buruk 12 48.0 48.0 100.0

Total 25 100.0 100.0

B. Analisis Bivariat

1. Pemberian nutrisi dengan ISPA

Page 64: Laporan CHA Sokaraja

Crosstab

NUTRISI

TotalBaik Buruk

ISPA Ya Count 10 2 12

Expected Count 10.6 1.4 12.0

Tidak Count 12 1 13

Expected Count 11.4 1.6 13.0

Total Count 22 3 25

Expected Count 22.0 3.0 25.0

Chi-Square Tests

Value DfAsymp. Sig.

(2-sided)Exact Sig. (2-

sided)Exact Sig. (1-

sided)

Pearson Chi-Square .476a 1 .490

Continuity Correctionb .005 1 .941

Likelihood Ratio .482 1 .488

Fisher's Exact Test .593 .469

Linear-by-Linear Association

.457 1 .499

N of Valid Casesb 25

a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1,44.

b. Computed only for a 2x2 table

2. Menciptakan rumah yang sehat dan bebas polusi udara (lingkungan) dengan ISPA

Page 65: Laporan CHA Sokaraja

Crosstab

LINGKUNGAN

TotalBaik Buruk

ISPA Ya Count 1 11 12

Expected Count 3.8 8.2 12.0

Tidak Count 7 6 13

Expected Count 4.2 8.8 13.0

Total Count 8 17 25

Expected Count 8.0 17.0 25.0

Chi-Square Tests

Value DfAsymp. Sig.

(2-sided)Exact Sig. (2-

sided)Exact Sig. (1-

sided)

Pearson Chi-Square 5.940a 1 .015

Continuity Correctionb 4.033 1 .045

Likelihood Ratio 6.515 1 .011

Fisher's Exact Test .030 .020

Linear-by-Linear Association

5.702 1 .017

N of Valid Casesb 25

a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3,84.

b. Computed only for a 2x2 table

3. Kebersihan diri dengan ISPA

Crosstab

KEBERSIHAN

TotalBaik Buruk

ISPA Ya Count 6 6 12

Expected Count 8.6 3.4 12.0

Tidak Count 12 1 13

Expected Count 9.4 3.6 13.0

Total Count 18 7 25

Expected Count 18.0 7.0 25.0

Page 66: Laporan CHA Sokaraja

Chi-Square Tests

Value DfAsymp. Sig.

(2-sided)Exact Sig. (2-

sided)Exact Sig. (1-

sided)

Pearson Chi-Square 5.540a 1 .019

Continuity Correctionb 3.640 1 .056

Likelihood Ratio 5.961 1 .015

Fisher's Exact Test .030 .027

Linear-by-Linear Association

5.319 1 .021

N of Valid Casesb 25

a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3,36.

b. Computed only for a 2x2 table

4. Mencari informasi tentang ISPA dengan ISPA

Crosstab

INFORMASI

TotalBaik Buruk

ISPA Ya Count 3 9 12

Expected Count 6.2 5.8 12.0

Tidak Count 10 3 13

Expected Count 6.8 6.2 13.0

Total Count 13 12 25

Expected Count 13.0 12.0 25.0

Page 67: Laporan CHA Sokaraja

Chi-Square Tests

Value dfAsymp. Sig.

(2-sided)Exact Sig. (2-

sided)Exact Sig. (1-

sided)

Pearson Chi-Square 6.740a 1 .009

Continuity Correctionb 4.820 1 .028

Likelihood Ratio 7.076 1 .008

Fisher's Exact Test .017 .013

Linear-by-Linear Association

6.470 1 .011

N of Valid Casesb 25

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5,76.

b. Computed only for a 2x2 table

C. Analisis multivariat

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

Step 1a LINGKUNGAN

-54.092 1.448E4 .000 1 .997 .000

KEBERSIHAN

-37.143 1.186E4 .000 1 .998 .000

INFORMASI -35.760 1.087E4 .000 1 .997 .000

Constant 182.186 4.724E4 .000 1 .997 1.325E79

Step 2a LINGKUNGAN

-21.904 1.119E4 .000 1 .998 .000

INFORMASI -21.498 1.119E4 .000 1 .998 .000

Page 68: Laporan CHA Sokaraja

Constant 65.999 3.357E4 .000 1 .998 4.604E28

Step 3a LINGKUNGAN

-2.552 1.183 4.651 1 .031 .078

Constant 4.498 2.197 4.190 1 .041 89.833

a. Variable(s) entered on step 1: LINGKUNGAN, KEBERSIHAN, INFORMASI.

Responden ISPA Nutrisi LingkunganKebersiha

nInformasi

1 Ya Baik Baik Buruk Buruk2 Tidak Baik Baik Baik Baik3 Tidak Baik Buruk Baik Baik4 Tidak Baik Buruk Baik Baik5 Tidak Baik Baik Baik Baik6 Tidak Baik Baik Baik Buruk7 Tidak Baik Buruk Baik Baik8 Tidak Baik Buruk Baik Baik9 Tidak Baik Baik Baik Buruk10 Ya Baik Buruk Baik Buruk11 Ya Baik Buruk Buruk Buruk12 Ya Baik Buruk Buruk Buruk13 Ya Baik Buruk Buruk Baik

Page 69: Laporan CHA Sokaraja

14 Ya Baik Buruk Baik Buruk15 Tidak Baik Baik Baik Baik16 Tidak Baik Baik Baik Buruk17 Ya Buruk Buruk Baik Baik18 Tidak Baik Buruk Baik Baik19 Ya Baik Buruk Buruk Buruk20 Ya Baik Buruk Baik Buruk21 Ya Baik Buruk Buruk Buruk22 Ya Baik Buruk Baik Buruk23 Tidak Buruk Baik Baik Baik24 Ya Buruk Buruk Baik Baik25 Tidak Baik Buruk Baik Baik

D. Data Responden

E. Kuesioner

Lampiran Informed Consent Penelitian

KEPANITERAAN ILMU KEDOKTERAN

KOMUNITAS DAN

ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN UNSOED

PUSKESMAS I SOKARAJA

Page 70: Laporan CHA Sokaraja

LEMBAR PARTISIPASI DALAM PENELITIAN

Judul Penelitian

PENGARUH PENCEGAHAN PRIMER IBU TERHADAP KEJADIAN

ISPA

PADA BALITA DI DESA WIRADADI KECAMATAN SOKARAJA

Peneliti

Rifqi dan Nisa

Co-Ass IKM Fakultas Kedokteran UNSOED

Kami meminta Anda untuk berpartisipasi dalam penelitian ini. Formulir ini

berisi penjelasan tentang latar belakang dilakukannya penelitian ini, tujuan

penelitian, serta manfaat penelitian ini. Apabila ada yang tidak mengerti bisa

ditanyakan langsung kepada peneliti. Kemudian Anda bisa langsung memutuskan

untuk berpartisipasi atau tidak dalam penelitian ini

Pendahuluan

Penyakit menular masih merupakan salah satu masalah di bidang kesehatan

di Indonesia. Salah satu penyakit menular dengan angka prevalensi yang masih

tinggi adalah Infeksi Saluran pernafasan Akut (ISPA). Data Puskesmas I Sokaraja

Page 71: Laporan CHA Sokaraja

menunjukkan bahwa ISPA merupakan penyakit yang menempati peringkat

pertama dari sepuluh pola penyakit di wilayah kerja Puskesmas I Sokaraja.

Penyakit ini sangat dipengaruhi faktor resiko yang ada, oleh karena itu

pencegahan primer yang dilakukan ibu untuk mengatasi masalah kesehatan ini

sangat penting. Pengaruh pencegahan primer ibu dengan kejadian ISPA pada

balita di Desa Wiradadi belum pernah diteliti sehingga peneliti tertarik untuk

mengkaji pengaruh pencegahan primer yang dilakukan ibu akan faktor risiko

ISPA pada balita yang berhubungan dengan kejadian ISPA pada balita di Desa

Wiradadi.

Tujuan Penelitian

Mengetahui pengaruh pencegahan primer ibu dengan angka kejadian ISPA

pada balita di wilayah kerja Puskesmas I Sokaraja, Desa Wiradadi, Kecamatan

Sokaraja, Kabupaten Banyumas.

Manfaat Penelitian

Sebagai sumber informasi untuk melakukan tindakan promotif, preventif,

kuratif, dan rehabilitatif dalam upaya menurunkan angka kejadian penyakit ISPA

di Kecamatan Sokaraja

Pernyataan Persetujuan

Dengan menandatangani surat persetujuan ini, saya memberi konfirmasi

bahwa secara sukarela saya SETUJU / TIDAK SETUJU (coret yang tidak perlu)

untuk menjadi responden dalam penelitian ini.

Sokaraja,

Desember 2013

Responden

Page 72: Laporan CHA Sokaraja

(.............................)

Lampiran Kuisioner Penelitian

KEPANITERAAN ILMU KEDOKTERAN

KOMUNITAS DAN

ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN UNSOED

PUSKESMAS I SOKARAJA

Page 73: Laporan CHA Sokaraja

KUESIONER

IDENTITAS

1. Tanggal diisi :

………………………………………………………

2. Nama balita : ........................................................

Umur : ........bl/thn

3. Berat badan anak sekarang : ................... kg

4. Tinggi badan anak sekarang : .............. cm

5. Nama orang tua

a. Bapak : …………………………………… Umur : ……

tahun

b. Ibu : …………………………………… Umur : ……tahun

6. Pendidikan orang tua

a. Bapak : ………………………………………………………

b. Ibu : ……………………………………………………....

7. Pekerjaan orang tua

a. Bapak : ………………………………………………………

b. Ibu : ………………………………………………………

8. Alamat : ………………………………………………………..................

9. Pendapatan keluarga :

> Rp. 625.000

< Rp. 625.000

10. Anggota keluarga lain : ………….………………………… Umur : ……

tahun

……………………………………. Umur : ……

tahun

Petunjuk pengisian: Silakan berikan tanda ceklist (√) pada yang sesuai dengan

anak balita dan diri Anda.

Page 74: Laporan CHA Sokaraja

1. Apakah anak Anda pernah menderita Infeksi Saluran Pernafasan (ISPA)

dengan gejala batuk, pilek, dan demam selama 1 bulan terakhir?

Ya

Tidak

2. Apakah ada anggota keluarga Anda yang pernah menderita Infeksi Saluran

Pernafasan (ISPA) dengan gejala batuk, pilek, dan demam selama 1 bulan

terakhir?

Ya

Tidak

3. Apakah Anda memberikan ASI ekslusif selama 6 bulan?

Ya

Tidak

4. Apakah Anda memberikan ASI sampai usia anak 2 tahun?

Ya

Tidak

5. Apakah Anda memberikan menu lauk (ikan/telur/tahu/tempe) dalam menu

makan anak setiap hari?

Ya

Tidak

6. Apakah anda memberikan menu sayuran dalam menu makan anak setiap

hari?

Ya

Tidak

7. Apakah Anda memberikan buah yang cukup (minimal 1 kali/hari) pada

anak?

Ya

Tidak

8. Apakah anak anda diberikan tambahan susu formula setiap hari?

Ya

Tidak

9. Apakah Anda mengontrol jadwal makan anak sebanyak 3 kali/hari ?

Ya

Page 75: Laporan CHA Sokaraja

Tidak

10. Apakah Anda membatasi jenis jajanan anak?

Ya

Tidak

11. Apakah ada anggota keluarga Anda yang merokok di dalam rumah?

Ada

Tidak

12. Apakah Anda memasak menggunakan tungku kayu?

Ya

Tidak

13. Apakah Anda menggunakan obat nyamuk bakar di rumah?

Ya

Tidak

14. Apakah Anda mengatur kamar anak sehingga cahaya masuk dan udara

bertukar?

Ya

Tidak

15. Apakah Anda menggunakan tempat sampah yang tertutup?

Ya

Tidak

16. Apakah Anda membersihkan kaca dan langit-langit rumah setiap hari?

Ya

Tidak

17. Apakah anda mengajurkan anak mencuci tangan setelah memegang benda

kotor dan sebelum makan?

Ya

Tidak

18. Apakah anda mengajurkan anak mencuci tangan dengan sabun?

Ya

Tidak

19. Di manakah biasanya Anda menganjurkan anak mencuci tangan?

a. Keran air mengalir

Page 76: Laporan CHA Sokaraja

b. Air di dalam ember

c. Air di dalam gayung

d. Lainnya, sebutkan...............................................

20. Apakah Anda selalu mecari pertolongan ke pelayanan kesehatan?

Ya

Tidak

21. Apakah Anda pernah mendapatkan penyuluhan mengenai pencegahan

ISPA dari kader atau petugas kesehatan?

Pernah

Belum