laporan kemajuan cha

77
LAPORAN KEMAJUAN COMMUNITY HEALTH ANALYSIS HUBUNGAN ANTARA PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT TATANAN RUMAH TANGGA DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA STUDI KASUS DI DESA WANGON Disusun oleh: Adhini Dwirespati G1A211074 Mu’izza Nur Afifa G1A211079 KEPANITERAAN ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

Upload: adhini

Post on 12-Aug-2015

73 views

Category:

Documents


11 download

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Kemajuan Cha

LAPORAN KEMAJUANCOMMUNITY HEALTH ANALYSIS

HUBUNGAN ANTARA PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT TATANAN RUMAH TANGGA DENGAN KEJADIAN DIARE PADA

BALITA

STUDI KASUS DI DESA WANGON

Disusun oleh:Adhini Dwirespati G1A211074Mu’izza Nur Afifa G1A211079

KEPANITERAAN ILMU KEDOKTERAN KOMUNITASILMU KESEHATAN MASYARAKAT

JURUSAN KEDOKTERANFAKULTAS KEDOTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

NOVEMBER 2011

Page 2: Laporan Kemajuan Cha

LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN KEMAJUANHUBUNGAN ANTARA PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT

TATANAN RUMAH TANGGA DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA

STUDI KASUS DI DESA WANGON

Disusun untuk memenuhi sebagian syarat dari Kepaniteraan Ilmu Kedokteran Komunitas/ Ilmu Kesehatan Masyarakat

Jurusan KedokteranFakultas Kedokteran dan Ilmu-ilmu Kesehatan

Universitas Jenderal Soedirman

Disusun oleh:Adhini Dwirespati G1A211074Mu’izza Nur Afifa G1A211079

Telah dipresentasikan dan disetujuiTanggal November 2011

Perseptor Lapangan

dr. Tulus Budi PurwantoNIP. 19820327 200903 1 006

Perseptor Fakultas

dr. Agung S. Dwi Laksana, M.Sc.PHNIP. 19670905 200012 1 001

Page 3: Laporan Kemajuan Cha

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Diare merupakan permasalahan umum yang ditemukan di seluruh dunia.

Diare merupakan salah satu bentuk mekanisme pertahanan tubuh dengan cara

pembersihan saluran cerna dari kuman-kuman patogen. Dengan cara demikian

diare dapat sembuh sendiri (self limiting disease), namun di sisi lain, diare

dapat menyebabkan kehilangan cairan, elektrolit, dan sari-sari makanan. Bila

diare terus berlangsung, akan terjadi penyulit seperti dehidrasi dengan

renjatan, gagal ginjal akut, gangguan keseimbangan elektrolit, asidosis,

hipoglikemia, kurang kalori protein akut, dan lain-lain. Penyulit inilah yang

lebih berbahaya dan dapat menyebabkan penderita meninggal dunia (Butterton

& Calderwood, 2005).

World Health Organization (WHO) (2004) menyebutkan bahwa diare

terjadi di seluruh dunia dan menyebabkan 4% dari semua kematian. Secara

umum, diare disebabkan oleh infeksi gastrointestinal dan membunuh sekitar

2,2 juta orang setiap tahun. Di Indonesia, diperkirakan 200-400 kejadian diare

di antara 1.000 penduduk per tahun. Sebagian besar dari penderita (60-80%)

adalah anak usia di bawah 5 tahun. Sebagian besar darinya (1-2%) akan jatuh

ke dalam dehidrasi dan sebanyak 50-60% penderita ini akan meninggal bila

tidak mendapatkan pertolongan (Soeparto, 2003). Hasil Survei Kesehatan

Rumah Tangga (SKRT) tahun 2004, menunjukkan angka kematian akibat

diare adalah 23 per 100 ribu penduduk dan pada balita adalah 75 per 100 ribu

balita (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (KKRI), 2005).

Diare merupakan salah satu penyakit yang berbasis lingkungan. Keadaan

lingkungan terutama sanitasi dan ketersediaan air bersih merupakan salah satu

faktor utama penularan diare. Faktor lingkungan ini akan berinteraksi bersama

perilaku manusia, apabila faktor lingkungan yang tidak sehat karena tercemar

bakteri atau virus serta berakumulasi dengan perilaku manusia yang tidak

sehat pula, maka dapat menimbulkan kejadian penyakit diare (KKRI, 2005;

Irianto, 2000; Warouw, 2002). Selain itu adanya transisi demografi dan

epidemiologi penyakit, maka masalah penyakit akibat perilaku cenderung

Page 4: Laporan Kemajuan Cha

semakin kompleks (Soemirat, 2000). Mengingat dampak dari perilaku

terhadap derajat kesehatan cukup besar, maka diperlukan berbagai upaya

untuk mengubah perilaku yang tidak sehat menjadi sehat, salah satunya adalah

melalui program Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS dan menciptakan

lingkungan sehat di rumah tangga.

Menurut Green (1990) dalam Notoatmodjo S. (2007) salah satu faktor

seseorang melakukan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat adalah enambling

factor yaitu faktor pemicu terhadap perilaku yang memungkinkan suatu

tindakan atau motivasi. Faktor pemicu tersebut mencakup ketersediaan sarana

dan prasarana atau fasilitas kesehatan misalnya air bersih, tempat pembuangan

sampah, ketersediaan jamban, makanan bergizi dan sebagainya. Berdasarkan

7 indikator PHBS dan 3 indikator gaya hidup sehat yang berhubungan dengan

kejadian diare adalah bayi diberi ASI eksklusif, mencuci tangan pakai sabun,

menggunakan air bersih, dan menggunakan jamban.

B. Tujuan

1. Tujuan Umum

Mengetahui hubungan antara perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS)

tatanan rumah tangga dengan kejadian diare pada balita di desa Wangon,

kecamatan Wangon.

2. Tujuan Khusus

a. Menggambarkan kejadian diare pada balita di desa Wangon

b. Menggambarkan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) tatanan

rumah tangga di desa Wangon.

C. Manfaat

1. Manfaat Teoritis

Menjadi dasar penelitian selanjutnya mengenai masalah kesehatan balita

yang terjadi di wilayah kerja Puskesmas 1 Wangon.

2. Manfaat Praktis

a. Memberikan informasi kepada warga masyarakat di wilayah kerja

Puskesmas 1 Wangon mengenai masalah diare pada balita dan perilaku

hidup bersih dan sehat pada tatanan rumah tangga.

Page 5: Laporan Kemajuan Cha

b. Memberikan informasi mengenai karakteristik yang berhubungan

dengan kejadian diare pada balita di wilayah kerja Puskesmas 1

Wangon sebagai bahan pertimbangan menentukan kebijakan yang

harus diambil untuk menyelesaikan masalah ini.

Page 6: Laporan Kemajuan Cha

II. ANALISIS SITUASI

A. Deskripsi Situasi dan Kondisi Puskesmas dan Wilayah Kerja

1. Keadaan Geografi

Puskesmas 1 Wangon merupakan Puskesmas yang terletak di

Kabupaten Banyumas. Luas wilayah Puskesmas lebih kurang 39,5 km2.

Wilayah kerja Puskesmas 1 Wangon mencakup tujuh desa, yaitu Desa

Klapagading Wetan, Desa Wangon, Desa Klapagading Kulon, Desa

Banteran, Desa Rawaheng, Desa Pengandegan, dan Desa Randegan. Desa

yang memiliki wilayah paling luas adalah Desa Randegan dengan luas

10,4 km2, sedangkan desa yang paling sempit adalah Desa Banteran

dengan luas 2,5 km2 (Puskesmas 1 Wangon, 2011).

Batas wilayah kerja Puskesmas 1 Wangon yaitu:

a. di sebelah utara : wilayah kerja Puskesmas 2 Wangon

b. di sebelah selatan : wilayah Kabupaten Cilacap

c. di sebelah barat : wilayah kerja Puskesmas Lumbir

d. di sebelah timur : wilayah kerja Puskesmas Jatilawang

Luas lahan di wilayah Puskesmas 1 Wangon terdiri dari tanah sawah

sebanyak 8.625 Ha, tanah pekarangan sebanyak 57,16 Ha, tanah tegalan

sebanyak 1.899,79 Ha, tanah hutan negarasebanyak 209 Ha, tanah

perkebunan rakyat 85 Ha, dan lain-lain sebanyak 241 Ha (Puskesmas 1

Wangon, 2011).

2. Keadaan Demografi

a. Pertumbuhan Penduduk

Berdasarkan data yang didapat dari Kecamatan/Desa untuk

wilayah Puskesmas 1 Wangon, jumlah penduduk pada akhir tahun

2010 adalah 53.800 jiwa, yang terdiri dari laki-laki sebanyak 27.205

jiwa, sedangkan perempuan sebanyak 26.595 jiwa yang tergabung

dalam 15.562 kepala keluarga. Desa dengan kepadatan penduduk

tertinggi pada tahun 2010 adalah Desa Klapagading Kulon yaitu

sejumlah 10.977 jiwa, sedangkan desa dengan kepadatan penduduk

Page 7: Laporan Kemajuan Cha

terendah adalah Desa Banteran yaitu sebanyak 4.727 jiwa (Puskesmas

1 Wangon, 2011).

b. Jumlah penduduk berdasarkan golongan umur

Jumlah penduduk menurut golongan umur di wilayah Puskesmas

1 Wangon tahun 2010 dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Jumlah penduduk menurut golongan umur di wilayah Puskesmas 1 Wangon tahun 2010

No Golongan umur(Tahun)

Laki-laki Perempuan Jumlah

1 0-4 2.443 2.556 4.999

2 5-14 4.741 4.817 9.558

3 15-44 11.842 11.311 23.153

4 45-64 6.623 6.123 12.746

5 >65 1.556 1.788 3.344

Jumlah 27.205 26.595 53.800

(Puskesmas 1 Wangon, 2011)

Berdasarkan data di atas, kelompok umur dengan penduduk

terbanyak yaitu golongan umur 15-44 tahun, yaitu sebesar 23.153 jiwa,

maka dapat dikatakan penduduk wilayah kerja Puskesmas 1 Wangon

tergolong padat penduduk usia muda/ usia produktif. Sedangkan untuk

golongan penduduk dengan jumlah terendah yaitu penduduk usia > 65

tahun sejumlah 3.344 jiwa (Puskesmas 1 Wangon, 2011).

c. Kepadatan Penduduk

Penduduk di wilayah Puskesmas 1 Wangon penyebarannya tidak

merata hal ini dibuktikan dengan adanya jumlah penduduk yang

jumlahnya tinggi dan rendah pada masing-masing desa. Jumlah

kepadatan di wilayah Puskemas 1 Wangon sebesar 12.362 jiwa /km2

dan di desa terpadat adalah Desa Klapagading Kulon sebesar 3.136

jiwa setiap km2. Sedangkan kepadatan penduduk terendah di Desa

Randegan sebesar 634 jiwa/km2 (Puskesmas 1 Wangon, 2011).

3. Keadaan Sosial Ekonomi

Tingkat pendidikan penduduk di wilayah Puskesmas 1 Wangon

(Puskesmas 1 Wangon, 2011):

Page 8: Laporan Kemajuan Cha

a. Tidak/belum sekolah : 2.679 orang (6,5%)

b. Tidak/belum tamat SD : 6.789 orang (16,5%)

c. SD/MI : 14.727 orang (35,8%)

d. Tamat SLTP/MTs : 8.577 orang (20,9%)

e. Tamat SLTA/MA : 5.825 orang (14,2%)

f. AK/Diploma/Universitas : 2.511 orang (6,1%)

B. Capaian Program Puskesmas

Pembangunan kesehatan di Kabupaten Banyumas masih diarahkan pada

rendahnya derajat kesehatan, status gizi, dan kesejahteraan sosial, oleh karena

itu pembangunan kesehatan diarahkan dalam upaya perbaikan kesehatan

masyarakat melalui perbaikan gizi, kebersihan lingkungan, pemberantasan

penyakit menular, penyediaan air bersih, serta kesehatan ibu dan anak

(Puskesmas 1 Wangon, 2011).

1. Derajat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas 1 Wangon, 2011).

a. Angka kesakitan

1) DBD

Berdasarkan data yang dihimpun petugas surveillance selama tahun

2010 ditemukan 10 kasus DBD di seluruh desa.

2) Malaria

Tidak ada kasus malaria di Puskesmas 1 Wangon pada tahun 2010.

3) TB paru

Kasus TB paru positif pada tahun 2010 di Puskesmas 1 wangon

sebanyak 11 kasus. Jumlah kasus ini tidak tercerminkan keadaan

yang sesungguhnya, karena masih ada penderita TB paru yang

berobat ke dokter praktik swasta dan tidak dipantau oleh Puskesmas.

4) Diare

Jumlah diare di Puskesmas 1 Wangon tahun 2010, sebanyak 754

kasus.

5) Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA)

Angka kunjugan penderita ISPA sebanyak 5046 jiwa, pada

pneumonia sebanyak 143 jiwa, kekurangan ini dimungkinkan karena:

Page 9: Laporan Kemajuan Cha

a) Sistem pencatatan dan pelaporan kurang baik

b) Kerja sama lintas program kurang baik

b. Angka kematian

Angka kematian bayi

Menurut data yang dihimpun petugas Kesehatan Ibu dan Anak (KIA)

terdapat 15 kasus kematian bayi dari 980 kelahiran hidup. Angka

kematian bayi sebesar 15,3/1.000 kelahiran hidup. Sedangkan kasus

bayi lahir mati sebanyak 4 kasus (Puskesmas 1 Wangon, 2011).

c. Status gizi

Penentuan gizi menggunakan indikator tabel pada buku pedoman

pemantauan status gizi tahun 2001 diklasifikasikan sebagai berikut :

1) Kategori I : status gizi buruk

2) Kategori II : status gizi kurang

3) Kategori III : status gizi sedang

4) Kategori IV : status gizi baik

5) Kategori V : status gizi lebih

Status gizi balita dibagi menjadi 2, yaitu :

1) Status gizi bayi baru lahir

Dari jumlah bayi lahir hidup sebanyak 96 bayi.

2) Status gizi balita (umur 12 sampai dengan umur 59 bulan)

Dari jumlah balita yang ada dapat dipaparkan sebagai berikut :

a) Balita yang ditimbang : 3.220 anak

b) Berat badan naik : 2.481 anak

c) Bawah garis merah : 20 anak

d) Bawah garis titik-titik : 3 anak

d. Status gizi dan ibu hamil

1) Ibu hamil dengan anemia gizi besi (AGB)

Dari jumlah 1.041 ibu hamil yang diperiksa, jumlah ibu hamil

dengan anemia gizi besi (AGB) tidak ada.

Page 10: Laporan Kemajuan Cha

2) Status gizi ibu hamil Kurang Energi Kronik (KEK)

Pada tahun 2010 ini status gizi ibu hamil Kurang Energi Kronik

(KEK) ditemukan ibu hamil KEK sebanyak 363 ibu hamil

(Puskesmas 1 Wangon, 2011).

2. Perilaku masyakarat

Perilaku masyarakat ditentukan pada peran serta masyarakat di bidang

kesehatan melalui penerapan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) baik

di masyarakat, di sekolah, maupun di instansi dalam rangka penurunan

angka kematian bayi, balita, dan ibu serta berbagai upaya mewujudkan

derajat kesehatan yang tinggi.

a. Posyandu

Berdasarkan data 2010, jumlah Posyandu di Puskesmas 1 Wangon

sebanyak 78 Posyandu.

1) Desa Wangon

Jumlah Posyandu : 13

Jumlah Kader : 57 kader, 44 kader aktif

2) Desa Klapagading

Jumlah Posyandu : 12

Jumlah Kader : 54 kader, 44 kader aktif

3) Desa Klapagading Kulon

Jumlah Posyandu : 17

Jumlah Kader : 71, 62 kader aktif

4) Banteran

Jumlah Posyandu : 8

Jumlah Kader : 36 (aktif)

5) Rawaheng

Jumlah Posyandu : 5

Jumlah Kader : 26 (aktif)

6) Pengadegan

Jumlah Posyandu : 12

Jumlah Kader : 60, 43 kader aktif

Page 11: Laporan Kemajuan Cha

7) Randegan

Jumlah Posyandu : 11

Jumlah Kader : 55 (aktif)

b. SD/MI yang bebas Narkotika, Psikotropika, dan Zat-Zat Aditif

(NAPZA)

Pada tahun 2010, dari 38 SD/MI yang ada di wilayah Puskesmas 1

Wangon, seluruh sekolah bebeas NAPZA atau sebesar 100%.

c. Penduduk yang terlindungi Asuransi Kesehatan

Dari jumlah penduduk di Puskesmas 1 Wangon, yaitu sebanyak 53.800

orang. Penduduk yang menggunakan Jaminan Kesehatan Masyarakat

(Jamkesmas) sebanyak 22.816 (Puskesmas 1 Wangon, 2011).

3. Kesehatan Lingkungan

Keadaan lingkungan masyarakat mempunyai peranan yang sangat

penting dalam mempengaruhi derajat kesehatan di samping perilaku

masyarakat itu sendiri. Upaya untuk meningkatkan kesehatan masyarakat,

beberapa indikator penting yang dapat mempengaruhi kesehatan

lingkungan, yaitu sebagai berikut :

a. Rumah sehat

Dari 900 rumah yang diperikasa ternyata yang memenuhi syarat

kesehatan sebanyak 374 buah atau sebesar 42,6% dari jumlah yang

diperiksa.

b. Sekolah sehat

Jumlah sekolah yang ada di wilayah Puskesmas 1 Wangon, sebanyak 58

sekolah yang diperiksa sebanyak 58 sekolah, dan semuanya merupakan

sekolah sehat.

c. Sarana ibadah

1) Masjid Sehat

Jumlah masjid sebanyak 79 buah yang diperiksa kesehatannya 79

buah, sedangkan masjid yang memenuhi syarat kesehatan sebanyak

46 buah atau 58%.

Page 12: Laporan Kemajuan Cha

2) Pesantren

Jumlah pesantren sebanyak 3 buah, yang memenuhi syarat

kesehatan sebanyak 3 buah.

d. Tempat-Tempat Umum (TTU)

Pada tahun 2010, jumlah TTU yang diperiksa syarat kesehatannya

sebanyak 87 buah atau sebesar 72,5% dari jumlah TTU yang diperiksa.

e. Keluarga yang memiliki sarana kesehatan lingkungan

Pembuangan air limbah atau tinja yang tidak memenuhi syarat

kesehatan dapat menyebabkan rendahnya kualitas air, dapat

menimbulkan penyakit menular di masyarakat. Sarana kesehatan

lingkungan di wilayah Puskesmas 1 Wangon dari jumlah keluarga

sebanyak 15.562 keluarga, adapun kondisi sarana kesehatan lingkungan

adalah sebagai berikut :

1) Tempat Buang Air Besar (BAB) atau jamban

Jumlah keluarga yang ada 15.562, sedangkan jamban yang periksa

syarat kesehatannya sebanyak 4209 buah atau sebesar 53,87% dari

jumlah keluarga yang punya.

2) Tempat sampah

Dari 15.562 keluarga yang diperiksa tempat sampahnya terdapat

7823 rumah yang punya atau sebesar 50% tempat sampah yang

diperiksa.

3) Pengelolaan air limbah

Sebanyak 2.728 Sistem Pembuangan Akhir Limbah (SPAL) yang

diperiksa dari 1.456 dari SPAL keluarga yang mempunyai atau

sebesar 17,29% jumlah SPAL yang diterima.

4) Persediaan air bersih

Sebanyak 15.562 persediaan air bersih yang diperiksa 1480 keluarga

yang mempunyai sarana persediaan air bersih atau sebesar 9,5%

jumlah sarana persediaan air bersih yang diperiksa (Puskesmas 1

Wangon, 2011).

Page 13: Laporan Kemajuan Cha

4. Pelayanan Kesehatan

a. Sarana kesehatan dasar

Jumlah sarana kesehatan dasar di wilayah Puskesamas I Wangon pada

tahun 2010 sebanyak 6 sarana kesehatan dasar, baik itu milik

pemerintah maupun swasta, yaitu sebagai berikut :

1) Puskesmas : 1

2) Puskesmas pembantu : 1

3) Puskesmas keliling : 1

4) Polindes : 2

5) PKD : 5

b. Pelayanan persalinan

Perkiraan jumlah persalinan di wilayah Puskesmas I Wangon pada

tahun 2010 berjumlah 997. Adapun persalinan yang ditolong oleh nakes

berjumlah 973 persalinan atau sebesar 97,6%. Pelayanan persalinan

oleh nakes telah memenuhi target (84%) sehingga kematian ibu

diharapkan semakin menurun.

c. Bayi yang telah diimunisasi

Jumlah bayi di wilayah Puskesmas 1 Wangon menurut data petugas

imunisasi adalah 949 bayi, sedangkan jumlah bayi yang diimunisasi

adalah sebagai berikut :

1) Imunisasi Difteri, Pertusis, dan Tetanus I (DPT I)

Bayi yang diimunisasi DPT I sebanyak 930 bayi atau sebesar 98%.

2) Bayi yang diimunisasi campak sebanyak 893 atau 94,10%

(imunisasi lengkap) telah memenuhi target (80%).

d. Peserta KB terhadap Pria Usia Subur (PUS)

Jumlah PUS diwilayah Pusesmas 1 Wangon pada tahun 2010 sebanyak

11.760 PUS, jumlah peserta KB baru mencapai 1.764 orang, sedangkan

jumlah peserta KB aktif sejumkah 8.707 orang (74%). Telah memenuhi

target dari 70% (Puskesmas 1 Wangon, 2011).

Page 14: Laporan Kemajuan Cha

III. IDENTIFIKASI PERMASALAH DAN PRIORITAS MASALAH

A. Daftar Permasalahan Kesehatan

Tabel 3.1. Daftar 10 Besar Penyakit pada Tahun 2010

No Nama Penyakit Jumlah Prevalensi (per 1.000 penduduk

1 ISPA 5.046 93,79

2 Penyakit kulit 2.235 41,54

3 Mialgia 1.898 35,28

4 Infeksi 1.400 26,02

5 Asma 942 11,93

6 Dispepsia 899 16,71

7 Sefalgia 888 16,50

8 Diare 754 14,01

9 Hipertensi 700 13,01

10 Konjungtivitis 452 8,40

Sumber: Data Sekunder Puskesmas 1 Wangon

B. Penentuan Prioritas Masalah

Penentuan prioritas masalah di wilayah kerja Puskesmas 1 Wangon

dengan menggunakan metode Hanlon Kuantitatif dengan empat kelompok

kriteria, yaitu:

1. Kelompok kriteria A : besarnya masalah

2. Kelompok kriteria B : kegawatan masalah, penilaian terhadap

dampak, urgensi dan biaya

3. Kelompok kriteria C : kemudahan dalam penanggulangan, yaitu

penilaian terhadap tingkat kesulitan

penanggulangan masalah

4. Kelompok kriteria D : PEARL factor, yaitu penilaian terhadap

propriety, economic, acceptability, resources

availability, legality

Page 15: Laporan Kemajuan Cha

Adapun perincian masing-masing bobot kriteria pada prioritas masalah di

Puskesmas 1 Wangon adalah sebagai berikut:

1. Kriteria A (besarnya masalah)

Untuk menentukan besarnya masalah kesehatan diukur dari besarnya

penduduk yang terkena efek langsung.

Tabel 3.2. Kriteria A Hanlon Kuantitatif

Masalah kesehatan

Besarnya masalah dari data sekunder Puskesmas 1 Wangon

Nilai0-50 (per 1.000)

(1)

51-100 (per 1.000)

(2)

101-200 (per 1.000)

(3)

201-400 (per 1.000)

(4)ISPA X 2

Penyakit kulit X 1

Mialgia X 1

Infeksi X 1

Asma X 1

Dispepsia X 1

Sefalgia X 1

Diare X 1

Hipertensi X 1

Konjungtivitis X 1

2. Kriteria B (kegawatan masalah)

Kegawatan : (paling cepat mengakibatkan kematiaan)

Skor : 1 = Tidak gawat

2 = Kurang gawat

3 = Cukup gawat

4 = Gawat

5 = Sangat gawat

Urgensi: (harus segera ditangani, apabila tidak menyebabkan kematian)

Skor : 1 = Tidak urgen

2 = Kurang urgen

3 = Cukup urgen

4 = Urgen

Page 16: Laporan Kemajuan Cha

5 = Sangat urgen

Biaya: (biaya penanggulangan)

Skor : 1 = Sangat murah

2 = Murah

3 = Cukup mahal

4 = Mahal

5 = Sangat mahal

Tabel 3.3. Kriteria B Hanlon Kuantitatif

Masalah Kegawatan Urgensi Biaya Nilai

ISPA 3 2 3 8

Penyakit kulit 1 2 2 5

Mialgia 2 2 2 6

Infeksi 3 2 3 8

Asma 2 2 3 7

Dispepsia 2 2 3 7

Sefalgia 2 2 3 7

Diare 3 3 2 8

Hipertensi 2 2 2 6

Konjungtivitis 1 1 3 5

3. Kriteria C (penanggulangan masalah)

Untuk menilai kemudahan dalam penanggulangan, pertanyaan yang

harus dijawab adalah apakah sumber-sumber dan teknologi yang tersedia

mampu menyelesaikan masalah: makin sulit dalam penanggulangan, skor

yang diberikan makin kecil.

Skor : 1 = Sangat sulit di tanggulangi

2 = Sulit ditanggulangi

3 = Cukup bisa ditanggulangi

4 = Mudah ditanggulangi

5 = Sangat mudah ditanggulangi

Pada tahap ini dilakukan pengambilan suara dari 2 orang yang

kemudian dirata-rata untuk menentukan skor, dimana skor tertinggi

Page 17: Laporan Kemajuan Cha

merupakan masalah yang paling mudah ditanggulangi. Adapun hasil

konsensus tersebut adalah sebagai berikut :

1. ISPA : (3+4)/2 = 3,5

2. Penyakit kulit : (3+3)/2 = 3

3. Mialgia : (2+2)/2 = 2

4. Infeksi : (2+3)/2 = 2,5

5. Asma : (2+3)/2 = 2,5

6. Dispepsia : (3+2)/2 = 2,5

7. Sefalgia : (2+2)/2 = 2

8. Diare : (4+4)/2 = 4

9. Hipertensi : (2+2)/2 = 2

10. Konjungtivitis : (2+2)/2 = 2

4. Kriteria D (P.E.A.R.L)

Propriety : kesesuaian (1/0)

Economic : ekonomi murah (1/0)

Acceptability : dapat diterima (1/0)

Resources availability : tersedianya sumber daya (1/0)

Legality : legalitas terjamin (1/0)

Tabel 3.4. Kriteria P.E.A.R.L. Hanlon Kuantitatif

Masalah P E A R L Hasil Perkalian

ISPA 1 1 1 1 1 1

Penyakit kulit 1 1 1 1 1 1

Mialgia 1 1 1 1 1 1

Infeksi 1 1 1 1 1 1

Asma 1 1 1 1 1 1

Dispepsia 1 1 1 1 1 1

Sefalgia 1 1 1 1 1 1

Diare 1 1 1 1 1 1

Hipertensi 1 1 1 1 1 1

Konjungtivitis 1 1 1 1 1 1

Penetapan nilai

Page 18: Laporan Kemajuan Cha

Setelah nilai kriteria A, B, C, dan D didapatkan kemudian nilai

tersebut dimasukkan ke dalam formula sebagai berikut :

a. Nilai prioritas dasar (NPD) = (A+B) x C

b. Nilai prioritas total (NPT) = (A+B) x C x D

Tabel 3.5. Penetapan Prioritas Masalah

Masalah A B CD

NPD NPTUrutan

prioritasP E A R LISPA 2 8 3,

5

1 1 1 1 1 35 38,5 2

Penyakit kulit 1 5 3 1 1 1 1 1 18 30 3

Mialgia 1 6 2 1 1 1 1 1 14 20 7

Infeksi 1 8 2,

5

1 1 1 1 1 22,5 22,5 5,5

Asma 1 7 2,

5

1 1 1 1 1 20 22,5 5,5

Dispepsia 1 7 2,

5

1 1 1 1 1 20 25 4

Sefalgia 1 7 2 1 1 1 1 1 20 18 8

Diare 1 8 4 1 1 1 1 1 36 40 1

Hipertensi 1 6 2 1 1 1 1 1 14 14 9

Konjungtivitis 1 5 2 1 1 1 1 1 12 12 10

Prioritas pertama masalah diperoleh dengan nilai NPT tertinggi.

Berdasarkan hasil perhitungan dengan metode Hanlon kuantitatif urutan

prioritas masalahnya adalah sebagai berikut:

1. Diare

2. ISPA

3. Penyakit Kulit

4. Dispepsia

5. Infeksi dan Asma

6. Mialgia

7. Sefalgia

Page 19: Laporan Kemajuan Cha

8. Hipertensi

9. Konjungtivitis

IV. KERANGKA KONSEPTUAL MASALAH

A. Diare

1. Definisi

Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair

atau setengah cair (setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari

biasanya lebih dari 200 g atau 200 ml/24 jam. Selain itu dilihat dari

frekuensi, yaitu buang air besar encer lebih dari 3 kali per hari. Buang air

besar encer tersebut dapat/ tanpa disertai lendir dan darah (Ciesla, 2003;

Guerrant, 2001).

2. Etiologi (Asnil dkk, 2003)

a. Infeksi

Infeksi dapat disebabkan infeksi enteral dan parenteral.

Mikroorganisme yang menjadi penyebab infeksi enteral antara lain:

1) Bakteri: Shigella sp., E. Coli patogen, Salmonella sp., Vibrio

cholera, Yersinia enterocolytica, Campylobacter jejuni, Vibrio

parahaemoliticus, V.NAG, Staphylococcus aureus, Streptococcus,

Kliebsiella, Pseudomonas, Aerumonas, Proteus

2) Virus: Rotavirus, Adenovirus, Norwalk virus, Norwalk like virus,

cytomegalovirus (CMV), echovirus

3) Parasit: cacing perut, Ascaris, Trichiuris, Strongyloides, Blastsistis

huminis, protozoa, Entamoeba histolitica, Giardia labila,

Belantudium coli dan Crypto

b. Non-infeksi

1) Intoksikasi makanan: Makanan beracun atau mengandung logam

berat, makanan mengandung bakteri atau toksin: Clostridium

perferingens, Bacillus cereus, Staphylococcus aureus,

Streptococcus anhaemolyticus dll.

2) Alergi : susu sapi atau makanan tertentu.

Page 20: Laporan Kemajuan Cha

3) Malabsorpsi/ maldigesti : karbohidrat : monosakarida (glukosa,

laktosa, galaktosa), disakarida (laktosa, sukrosa), lemak (rantai

panjang trigliserida protein: asam amino tertentu, celiac sprue

gluten malabsorption, protein intolerance, cows milk, vitamin dan

mineral.

3. Manifestasi Klinis

Diare akut karena infeksi dapat disertai keadaan muntah-muntah

dan/atau demam, tenesmus, hematochezia, nyeri perut atau kejang perut.

Diare yang berlangsung beberapa waktu tanpa penanggulangan medis

yang adekuat dapat menyebabkan kematian karena kekurangan cairan di

badan yang mengakibatkan renjatan hipovolemik atau karena gangguan

biokimiawi berupa asidosis metabolik yang lanjut. Karena kehilangan

cairan seseorang merasa haus, berat badan berkurang, mata menjadi

cekung, lidah kering, tulang pipi menonjol, turgor kulit menurun serta

suara menjadi serak. Frekuensi nafas lebih cepat dan lebih dalam

(kussmaul), gangguan kardiovaskular pada hipovolemik yang berat dapat

berupa renjatan dengan tanda-tanda denyut nadi yang cepat. Pada balita,

anak mulai rewel, suhu badan meningkat, nafsu makan berkurang, muka

pucat, ujung-ujung ekstremitas dingin dan kadang sianosis. Perfusi ginjal

menurun dan akan timbul anuria yang jika tidak segera diatasi akan timbul

penyulit berupa gagal ginjal akut (Nelwan, 2001; Procop & Cockerill,

2003).

4. Faktor-faktor Risiko (Asnil dkk, 2003)

a. Faktor makanan

Makanan yang mengakibatkan diare adalah makanan yang

tercemar, basi, beracun, terlalu banyak lemak, mentah (sayuran) dan

kurang matang. Makanan yang terkontaminasi jauh lebih mudah

mengakibatkan diare pada anak-anak balita.

b. Faktor lingkungan

Dapat terjadi pada lingkungan yang tidak saniter seperti : Pasokan

air tidak memadai, air terkontaminasi tinja, jamban tidak memenuhi

Page 21: Laporan Kemajuan Cha

syarat kesehatan. Sumber air minum utama merupakan salah satu

sarana sanitasi yang tidak kalah pentingnya berkaitan dengan kejadian

diare. Sebagian kuman infeksius penyebab diare ditularkan melalui

jalur fekal oral. Penularan dapat terjadi dengan cara memasukkan ke

dalam mulut, cairan atau benda yang tercemar dengan tinja, misalnya

air minum, jari-jari tangan, dan makanan yang disiapkan dalam panci

yang dicuci dengan air tercemar (KKRI, 2004).

Tempat pembuangan tinja yang tidak memenuhi syarat sanitasi

akan meningkatkan risiko terjadinya diare berdarah pada anak balita

sebesar dua kali lipat dibandingkan keluarga yang mempunyai

kebiasaan membuang tinjanya yang memenuhi syarat sanitasi

(Wibowo, 2004). Menurut hasil penelitian Irianto (1996), bahwa anak

balita berasal dari keluarga yang menggunakan jamban (kakus) yang

dilengkapi dengan tangki septik, prevalensi diare 7,4% terjadi di kota

dan 7,2% di desa. Sedangkan keluarga yang menggunakan kakus tanpa

tangki septik 12,1% diare terjadi di kota dan 8,9 % di desa. Kejadian

diare tertinggi terdapat pada keluaga yang mempergunakan sungai

sebagi tempat pembuangan tinja, yaitu, 17,0% di kota dan 12,7% di

desa.

c. Faktor perilaku

Menurut KKRI (2005), faktor perilaku yang dapat menyebabkan

penyebaran bakteri pathogen dan meningkatkan risiko terjadinya diare

adalah sebagai berikut :

1) Tidak memberikan ASI secara penuh 4-6 bulan pada pertama

kehidupan.

2) Menggunakan botol susu yang memudahkan pencemaran bakteri

pathogen, karena botol susu susah dibersihkan. Menyimpan

makanan pada suhu kamar, yang jika didiamkan beberapa jam

bakteri pathogen akan berkembang biak.

3) Menggunakan air minum yang tercemar.

4) Tidak mencuci tangan setelah buang air besar atau sesudah makan

dan menyuapi anak.

Page 22: Laporan Kemajuan Cha

5) Tidak membuang tinja (termasuk tinja bayi) dengan benar.

d. Faktor psikologis

Rasa takut, cemas, dan tegang, jika terjadi pada anak dapat

menyebabkan diare kronis. Tetapi jarang terjadi pada anak

balita,umumnya terjadi pada anak yang lebih besar.

5. Penatalaksanaan

a. Rehidrasi

Adapun tujuan dari pada pemberian cairan adalah :

a) Memperbaiki dinamika sirkulasi ( bila ada syok ).

b) Mengganti defisit yang terjadi.

c) Rumatan ( maintenance ) untuk mengganti kehilangan cairan dan

elektrolit yang sedang berlangsung ( ongoing losses ).

b. Kausatif

Sebagian besar kasus diare tidak memerlukan pengobatan dengan

antibiotika karena pada umumnya sembuh sendiri (self limiting).

Antibiotika hanya diperlukan pada sebagian kecil penderita diare

misalnya kholera, shigella, karena penyebab terbesar dari diare pada

anak adalah virus (Rotavirus), kecuali pada bayi berusia di bawah 2

bulan berpotensi terjadinya sepsis oleh karena bakteri mudah

mengadakan translokasi kedalam sirkulasi, atau pada anak/bayi yang

menunjukkan secara klinis gejala yang berat serta berulang atau yang

menunjukkan gejala diare dengan darah dan lendir yang jelas atau

gejala sepsis (Castelli dkk, 1998).

Beberapa antimikroba yang sering dipakai antara lain (Gerding,

2000):

1) Kolera : Tetrasiklin 50mg/kg/hari dibagi 4 dosis ( 2 hari )

2) Furasolidon 5mg/kg/hari dibagi 4 dosis ( 3 hari )

3) Shigella : Trimetoprim 5-10mg/kg/hari

4) Sulfametoksasol 25-50mg/kg/hari dibagi 2 dosis ( 5 hari )

Page 23: Laporan Kemajuan Cha

5) Asam Nalidiksat : 55mg/kg/hari dibagi 4 ( 5 hari )

6) Amebiasis : Metronidasol 30mg/kg/hari dibagi 4 dosis ( 5-10 hari)

7) Untuk kasus berat : Dehidro emetin hidrokhlorida 1-1,5 mg/kg

( maks 90mg ) ( im ) s/d 5 hari tergantung reaksi (untuk semua

umur)

8) Giardiasis : Metronidasol 15mg/kg/hari dibagi 4 dosis ( 5 hari )

c. Penanggulangan Gizi

Minuman dan makanan jangan dihentikan lebih dari 24 jam,

karena pulihnya mukosa usus tergantung dari nutrisi yang cukup.

Pemberian kembali makanan atau minuman (refeeding): ASI, susu

formula rendah laktosa, makanan secara cepat sangatlah penting bagi

anak dengan gizi kurang yang mengalami diare akut dan hal ini akan

mencegah berkurangnya berat badan lebih lanjut dan mempercepat

kesembuhan (Ziyane, 1999).

d. Penanggulangan Penyakit Penyerta

B. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat Tatanan Rumah Tangga

1. Definisi

Perilaku hidup bersih dan sehat tatanan rumah tangga adalah upaya

untuk memberdayakaan anggota rumah tangga agar tahu, mau, dan mampu

mempraktikkan perilaku hidup bersih dan sehat serta berperan aktif dalam

gerakan kesehatan di masyarakat (Promosi Kesehatan Kementerian

Kesehatan Republik Indonesia (PromKes KKRI), 2007).

2. Indikator

Pembinaan PHBS di rumah tangga dilakukan untuk mewujudkan

rumah tangga sehat. Rumah tangga sehat adalah rumah tangga yang

memenuhi tujuh indikator PHBS dan 3 indikator gaya hidup sehat sebagai

berikut (PromKes KKRI, 2007):

a. Tujuh indikator PHBS di Rumah Tangga:

1. Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan adalah pertolongan

persalinan dalam rumah tangga yang dilakukan oleh tenaga

kesehatan (bidan, dokter, dan tenaga para medis lainnya).

Page 24: Laporan Kemajuan Cha

2. Bayi diberi ASI eksklusif adalah bayi usia 0-6 bulan hanya diberi

ASI saja sejak lahir sampai usia 6 bulan.

3. Penimbangan bayi dan balita

Penimbangan balita dimaksudkan untuk memantau pertumbuhan

balita setiap bulan dan mengetahui apakah balita berada pada

kondisi gizi kurang atau gizi buruk.

4. Mencuci tangan dengan air dan sabun

a. Air yang tidak bersih banyak mengandung kuman dan bakteri

penyebab penyakit. Bila digunakan, kuman berpindah ke

tangan. Pada saat makan, kuman dengan cepat masuk ke dalam

tubuh yang bisa menimbulkan penyakit.

b. Sabun dapat mengikat lemak, kotoran dan membunuh kuman.

Tanpa sabun, kotoran dan kuman masih tertinggal di tangan.

5. Menggunakan air bersih

Air yang kita pergunakan sehari-hari untuk minum, memasak,

mandi, berkumur,membersihkan lantai, mencuci alat-alat dapur,

mencuci pakaian, dan sebagainya haruslah bersih, agar kita tidak

terkena penyakit atau terhindar dari penyakit.

6. Menggunakan jamban sehat

Setiap rumah tangga harus memiliki dan menggunakan jamban

leher angsa dan tangki septic atau lubang penampungan kotoran

sebagai penampung akhir.

7. Rumah bebas jentik

Adalah rumah tangga yang setelah dilakukan pemeriksaan jentik

berkala tidak terdapat jentik nyamuk.

b. Tiga indikator gaya hidup sehat:

1. Makan buah dan sayur setiap hari

Adalah anggota keluarga umur 10 tahun ke atas yang

mengkomsumsi minimal 3 porsi buah dan 2 porsi sayuran atau

sebaliknya setiap hari.

2. Melakukan aktivitas fisik setiap hari

Page 25: Laporan Kemajuan Cha

Perilaku Hidup Bersih dan SehatTatanan rumah tangga Diare Balita

Adalah anggota rumah tangga umur 10 tahun ke atas melakukan

aktivitas fisik 30 menit setiap hari.

3. Tidak merokok dalam rumah

Anggota rumah tangga umur 10 tahun ke atas tidak boleh merokok

di dalam rumah ketika berada bersama dengan anggota keluarga

yang lainnya.

Dari ketujuh indikator PHBS di atas yang berhubungan dengan

kejadian diare adalah: menggunakan air bersih, menggunakan jamban

sehat, dan cuci tangan dengan air dan sabun.

C. Skema Kerangka Konseptual

D. Hipotesis

Terdapat hubungan antara perilaku hidup bersih dan sehat tatanan rumah

tangga dengan kejadian diare pada Balita.

Page 26: Laporan Kemajuan Cha

V. METODOLOGI PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian analitik, dengan

pendekatan cross sectional.

B. Ruang Lingkup Kerja

Ruang lingkup kerja dilakukan di Puskesmas 1 Wangon yang melibatkan

Desa Wangon

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

a) Populasi target adalah balita

b) Populasi terjangkau adalah balita di Desa Wangon

2. Sampel

Penentuan jumlah sampel menggunakan metode cluster sampling.

Besar sampel dihitung menggunakan rumus proporsi binomunal dengan

diketahui jumlah total balita yang ada di Desa Wangon yang tercatat sampai

dengan bulan Oktober 2011 sebanyak 670 balita. Banyaknya balita yang

mengalami diare di Desa Wangon sebanyak 52 balita, sehingga

prevalensinya adalah 7,7 per 100 balita.

Z21- α/2. p .(1-p).Nn = ------------------------------ d2(N-1) + Z2 1- α/2.p.(1-p)

(1,96)2.0,077.(0,923).670 = -------------------------------------------------- (0,05)2.(670-1) + (1,96)2. 0,077.(0,923) 182,9 = ---------------- 1,67 + 0,27 182,9 = ----------

Page 27: Laporan Kemajuan Cha

1,94 = 94,3~ 95

Jumlah sampel minimal adalah 95 balita, sehingga jumlah sampel yang

digunakan pada penelitian ini adalah jumlah sampel minimal ditambah 10%

faktor drop out dan diperoleh sampel sebanyak 105 balita.

Kriteria inklusi:

a) Balita yang berlamatkan di Desa Wangon

b) Responden adalah ibu balita yang telah menyatakan kesediaannya untuk

mengikuti penelitian

Kriteria eksklusi:

a) Responden yang menjawab pertanyaan kuesioner secara tidak lengkap

b) Responden yang menolak melanjutkan partisipasi di tengah wawancara

D. Variabel Penelitian

1. Variabel Independen : perilaku hidup bersih dan sehat tatanan rumah

tangga

2. Variabel Dependen : kejadian diare balita

E. Definisi Operasional

Tabel 5.1. Definisi Operasional Variabel Penelitian

Variabel Definisi Parameter Alat Ukur SkalaVariabel independen:PHBS tatanan rumah tangga

Perilaku ibu dalam mempraktikkan PHBS tatanan rumah tangga yang mempengaruhi terjadinya diare, yaitu: memberikan ASI eksklusif, menggunakan air bersih, menggunakan jamban sehat, dan cuci tangan dengan air dan sabun

Skoring kuesioner

Observasi dan Kuesioner

Nominal

Variabel Dependen:Kejadian diare balita

Kejadian diare pada balita dengan gejala BAB cair > 3x/hari yang berlangsung kurang dari 7 hari dan dapat

Dikategorikan:Pernah diare dan tidak

Kuesioner Nominal

Page 28: Laporan Kemajuan Cha

disertai gejala yang lain. pernah diare

F. Instrumen Pengambilan Data

1. Alat Pengumpulan Data

Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

kuesioner.

2. Cara Pengumpulan Data

Cara pengumpulan data menggunakan teknik wawancara kepada

responden (ibu balita) sesuai dengan pertanyaan-pertanyaan dalam

kusioner serta observasi terhadap lingkungan rumah responden.

G. Rencana Analisis Data

1. Tabulasi Data

Input data menggunakan kode pada setiap variabel dan penghitungan

jumlah skor dari setiap pertanyaan kuesioner.

2. Analisis Univariat

Setiap variabel yang diukur dalam penelitian dihitung distribusi dan

frekuensinya serta ditampilkan dalan tabel dan grafik.

3. Analisis Bivariat

Analisis bivariat digunakan untuk menguji hubungan antara dua variabel

yang diteliti. Uji yang digunakan adalah uji chi square. Besarnya risiko

dianalisis menggunakan rasio prevalensi. Uji alternative adalah uji fisher’s

exact.

Page 29: Laporan Kemajuan Cha

VI. HASIL DAN ANALISIS PENYEBAB MASALAH

A. Deskripsi Data Dasar

1. Analisis Deskriptif

Analisis Deskriptif dalam penelitian ini menggambarkan karakeristik

responden penelitian. Responden penelitian berjumlah 95 responden. Data

responden diambil melalui Kuesioner saat mereka datang ke kegiatan

Posyandu. Ibu yang datang ke kegiatan ini diminta untuk menjawab

pertanyaan kuesioner yang telah tersedia. Karakteristik responden meliputi

usia, pendidikan, pekerjaan dan penghasilan ibu balita.

Tabel. 6.1. Distribusi Frekuensi Responden

Variabel Frekuensi Presentase (%)

usia

< 25

≥ 25

57

38

60

40

Pendidikan

tidak sekolah

SD

SMP

SMA

Sarjana

Pekerjaan

wiraswasta

ibu rumah tangga

35

60

36,8

63,2

penghasilan

< 500.000

500.000 – 1000.000

> 1000.000

21

52

22

22,1

54,7

23,2

Page 30: Laporan Kemajuan Cha

Jumlah 95 100 %

Berdasarkan tabel 6.1 didapatkan hasil sebanyak 57 responden

(60%) berusia dibawah 25 tahun sedangkan 38 responden (40%) berusia

diatas sama dengan 25 tahun. Sebagian besar responden yaitu sebanyak 60

responden (63,2%) adalah ibu rumah tangga, sedangkan 35 responden

(36,8%) adalah wiraswasta. Penghasilan responden pada penelitian ini

sebagian besar masih berada di batas Rp. 500.000,00 - Rp. 1000.000,00

yaitu sebanyak 52 responden (54,7%), sedangkan 21 responden (22,1%)

memiliki penghasilan dibawah Rp. 200.000,00 dan 22 responden (23,2%)

berpenghasilan diatas Rp. 1000.000,00. Pendidikan

2. Analisis Bivariat

Analisis bivariat yang digunakan pada penelitian adalah Chi-

square. Analisis ini untuk melihat ada tidaknya hubungan antara variabel

independen yaitu sumber air minum, sumber air bersih, kebiasaan cuci

tangan dan pemberian ASI eksklusif dengan variabel dependen yaitu diare

pada balita. Dari hasil analisis didapatkan hasil sebagai berikut.

1. Hubungan sumber air minum dengan kejadian diare balita

Tabel 6.2. hubungan pengetahuan ibu dengan kejadian diare.

Sumber air minumDiare

TotalTidak Ya

Baik 14 (14,7%) 64 (67,4%) 78 (82,1%)

Buruk 0 (0%) 17(17,9%) 17 (17,9%)

Total 14 (14,7%) 81 (85,3%) 95 (100 %)

Berdasarkan data dari tabel 6.2 didapatkan hasil bahwa

responden yang memiliki sumber air minum baik dan tidak mengalami

diare sebanyak 14 orang (14,7%) sedangkan yang mengalami diare

sebanyak 64 (67,4%). Responden yang memiliki sumber air minum

buruk dan tidak mengalami diare sebanyak 0 (0%) sedangkan yang

mengalami diare sebanyak 17 orang (17,9%).

Page 31: Laporan Kemajuan Cha

2. Hubungan sumber air bersih dengan kejadian diare balita

Tabel 6.3. hubungan sumber air bersih dengan kejadian diare.

Sumber air bersihDiare

TotalTidak Ya

Baik 14 (14,7%) 61 (64,2%) 75 (78,9%)

Buruk 0 (0%) 20 (21,05%) 20 (21,05 %)

Total 14 (14,7 %) 81 (85,25%) 95 (100 %)

Berdasarkan data dari tabel 6.3 didapatkan hasil bahwa

responden yang memiliki sumber air bersih baik dan tidak mengalami

diare sebanyak 14 orang (14,7%) sedangkan yang mengalami diare

sebanyak 61 (64,2%). Responden yang memiliki sumber air bersih

buruk dan tidak mengalami diare sebanyak 0 (0%) sedangkan yang

mengalami diare sebanyak 20 orang (21,05%).

3. Hubungan kebiasaan cuci tangan dengan kejadian diare

Tabel 6.4. Hubungan kebiasaan cuci tangan dengan kejadian diare.

Kebiasaan cuci

tangan

DiareTotal

Tidak Ya

Baik 7 (7,4%) 17 (17,9%) 24 (25,3%)

Buruk 7 (7,4%) 64 (67,4%) 71 (74,8 %)

Total 14 (14,7 %) 81 (85,3%) 95 (100 %)

Berdasarkan data dari tabel 6.4 didapatkan hasil bahwa

responden yang memiliki kebiasaan cuci tangan baik dan tidak

mengalami diare sebanyak 7 orang (7,4%) sedangkan yang mengalami

diare sebanyak 17 (17,9%). Responden yang memiliki kebiasaan cuci

tangan buruk dan tidak mengalami diare sebanyak 7 (7,4%) sedangkan

yang mengalami diare sebanyak 64 orang (67,4%).

Page 32: Laporan Kemajuan Cha

4. Hubungan pemberian ASI eksklusif dengan kejadian diare

Tabel 6.5. Hubungan pemberian ASI eksklusif dengan kejadian diare.

Pemberian ASI

eksklusif

DiareTotal

Tidak Ya

Ya 7 (7,4%) 10 (10,5%) 17 (17,9%)

Tidak 7 (7,4%) 71 (74,7%) 78 (82,1%)

Total 14 (14,7 %) 81 (85,2%) 95 (100 %)

Berdasarkan data dari tabel 6.5 didapatkan hasil bahwa

responden yang memberikan ASI eksklusif dan balita yang tidak

mengalami diare sebanyak 7 orang (7,4%) sedangkan yang mengalami

diare sebanyak 10 (10,5%). Responden yang tidak memberikan ASI

eksklusif dan balita yang tidak mengalami diare sebanyak 7 (7,4%)

sedangkan yang mengalami diare sebanyak 71 orang (74,7%).

5. Hubungan pemakaian jamban dengan kejadian diare pada balita.

Tabel 6.6. Hubungan pemakaian jamban dengan kejadian diare.

Pemakaian jambanDiare

TotalTidak Ya

Sehat 11 (11,6%) 67 (70,5%) 78 (82,1%)

Tidak sehat 3 (3,2%) 14 (14,7%) 17 (17,9%)

Total 14 (14,7 %) 81 (85,2%) 95 (100 %)

Berdasarkan data dari tabel 6.6 didapatkan hasil bahwa

responden yang menggunakan jamban sehat dan balita yang tidak

mengalami diare sebanyak 11 orang (11,6%) sedangkan yang

mengalami diare sebanyak 67 (70,5%). Responden yang tidak

menggunakan jamban sehat dan balita yang tidak mengalami diare

sebanyak 3 (3,2%) sedangkan yang mengalami diare sebanyak 14

orang (14,7%).

Page 33: Laporan Kemajuan Cha

Tabel 6.5.. Hasil Uji Chi-Square

Variabel P value

Sumber air bersih 0,036

Sumber air minum 0,059

Kebiasaan cuci tangan 0,021

Pemberian ASI eksklusif 0,001

Pemakaian jamban 0,709

Pada penelitan ini didapatkan bahwa sumber air minum dan pemakaian

jamban sehat tidak berhubungan dengan kejadian diare pada balita dengan

masing-masing nilai p adalah 0,059 dan 0,709 (>0,05). Sementara sumber air

bersih, kebiasaan cuci tangan dan pemberian ASI eksklusif memiliki

hubungan yang signifikan dengan kejadian diare pada balita dengan masing-

masing nilai p 0,036 , 0.021 dan 0,001. Hubungam pengetahuan ibu dengan

kejadian diare.

Pengetahuan sebagai parameter keadaan sosial dapat sangat

menentukan kesehatan masyarakat. Masyarakat dapat terhindar dari penyakit

asalkan pengetahuan tentang kesehatan dapat ditingkatkan, sehingga kebiasaan

cuci tangan dan keadaan lingkungan sosialnya menjadi sehat (Slamet, 1994).

Pada balita yang belum dapat menjaga kebersihan dan menyiapkan makanan

sendiri, kualitas makanan dan minuman tergantung pada ibu sebagai pengasuh

utama. Kebiasaan cuci tangan ibu dalam menjaga kebersihan dan mengolah

makanan sangat dipengaruhi oleh pengetahuan ibu tentang cara pengolahan

dan penyiapan makanan yang sehat dan bersih (Margawai, 1996). Sehingga

dengan pengetahuan ibu yang baik diharapkan dapat mengurangi angka

kejadian diare pada anak balitanya. Pada penelitian ini, orang tua yang

memiliki pengetahuan yang baik tentang diare bisa menurunkan jumlah angka

kejadian diare di desa Wangon Kecamatan Wangon Kabupaten Banyumas.

Kebiasaan cuci tangan ibu dalam menjaga kebersihan dan mengolah

makanan sangat dipengaruhi oleh pengetahuan ibu tentang cara pengolahan

Page 34: Laporan Kemajuan Cha

dan penyiapan makanan yang sehat dan bersih (Margawai, 1996).

Pengetahuan ibu yang baik diharapkan dapat mengurangi angka kejadian diare

pada anak balitanya. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh

Joko (1996), yang menyatakan bahwa pengetahuan ibu sebagai faktor utama

yang menyebabkan terjadinya diare pada anak balita. Jadi untuk memutuskan

rantai penularan diare ini diperlukan upaya-upaya peningkatan pengetahuan

ibu secara lebih berkala oleh petugas kesehatan dan kader posyandu, seperti

langsung mempraktikan dengan alat peraga dan gambar.

Selain itu tingkat pengetahuan ini juga dipengaruhi oleh multifaktor

seperti tingkat pendidikan, peran penyuluh kesehatan, akses informasi yang

tersedia dan keinginan untuk mencari informasi dari berbagai media.

Mayoritas responden hanya tamatan SD, sehingga dimaklumi kalau tingkat

pengetahuan yang mereka peroleh masih minim. Menurut Chadijah (1997)

pendidikan orang tua, terutama ibu merupakan salah satu kunci perubahan

sosial budaya. Pendidikan yang relatif tinggi akan memiliki praktek yang lebih

baik terhadap pemeliharaan kesehatan keluarga terutama anak balita. Artinya

jika pengetahuan ibu dapat ditingkatkan maka angka kejadian diare akut pada

anak balita ini dapat segera diturunkan.

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang pernah dilakukan

oleh Fatmawati (2008) yang meneliti hubungan antara kejadian diare dengan

hygiene perorangan pada anak usia 1 – 3 tahun di Puskesmas Purwosari

Kudus. Jenis penelitian ini adalah explanatory research dengan pendekatan

cross sectional. Jumlah populasi bayi di wilayah kerja Puskesmas Purwosari

Kudus adalah 473, kemudian diambil sampel sebanyak 79 yaitu anak umur 1-3

tahun yang tinggal di wilayah kerja Puskesmas Purwosari Kudus. Uji statistik

yang digunakan adalah Chi Square dan untuk mengetahui keeratan hubungan

menggunakan koefisien kontingensi. Dalam penelitian tersebut didapatkan

nilai p sebesar 0.014, sehingga terdapat hubungan yang signifikan antara

kejadian diare dengan hygiene perorangan.

B. Analisis Hubungan Faktor Penyebab (Uji Hipotesis)

Page 35: Laporan Kemajuan Cha

Hasil analisis statistik di atas menunjukkan bahwa variabel sumber air

minum dan pemakaian jamban sehat tidak berhubungan dengan kejadian diare

pada balita. Sumber air bersih, pemberian ASI eksklusif dan kebiasaan cuci

tangan ibu mempunyai hubungan yang signifikan dengan kejadian diare pada

balita.

Apabila melihat faktor ibu, kita dapat melihat bahwa pengetahuan dan

perilaku bersih/kebiasaan cuci tangan ibu sangat berpengaruh terhadap angka

kejadian diare di desa Wangon. Hal ini karena pengetahuan ibu merupakan

masalah mendasar yang sangat berpengaruh terhadap angka kejadian diare

pada balita. Ibu yang pengetahuannya kurang sangat mungkin sekali tidak

memperhatikan higienitas diri dan bayinya.

Menurut Lawrence Green, pengetahuan dan sikap seseorang terhadap

kesehatan merupakan salah satu faktor predisposisi yang mempengaruhi

perilaku seseorang, jadi jika seorang ibu tidak pernah mendapatkan informasi

atau penyuluhan mengenai bahaya diare dan pencegahannya dapat

berpengaruh dalam angka kejadian diare pada bayinya di kemudian hari

(Hurlock, 2002)

C. Pengambilan Kesimpulan Penyebab Utama Masalah

Dari hasil analisis bivariat di atas, didapatkan faktor yang secara

signifikan berpengaruh terhadap kejadian diare pada balita adalah pemberian

ASI eksklusif dan kebiasaan cuci tangan. Pada analisis bivariat menyatakan

bahwa pemberian ASI eksklusif dan kebiasaan cuci tangan mempunyai

hubungan yang signifikan dengan kejadian diare dengan nilai p 0.001 dan

0,021.

VII.

Page 36: Laporan Kemajuan Cha

VIII. ALTERNATIF PEMECAHAN MASALAH

A. Penyusunan Alternatif Pemecahan Masalah

Berdasarkan penjelasan di atas tentang variabel yang berpengaruh

terhadap kejadian diare balita adalah pemberian ASI eksklusif dan kebiasaan

cuci tangan. Dengan melihat faktor risiko ini, maka dapat dibuat beberapa

alternatif pemecahan masalah terkait buruknya kebiasaan cuci tangan ibu

dan rendahnya pengetahuan ibu tentang ASI Eksklusif. Metode yang

digunakan adalah Hanlon Kuantitatif.

Alternatif pemecahan masalah yang dapat dijadikan referensi adalah

sebagai berikut:

-Diskusi dengan responden dan kader tentang diare.

-Pelatihan tentang merebus air yang benar

-Penyuluhan tentang pentingnya ASI eksklusif 6 bulan tanpa penambahan

makanan tambahan dalam mencegah terjadinya diare pada balita

-Penyuluhan dan pelatihan tentang PHBS meliputi bagaimana melakukan

cuci tangan pada waktu-waktu yang tepat, cara penyajian botol dot untuk

balita dan cara pembuatan larutan gula garam.

Prioritas pemecahan masalah

Alternatif pemecahan masalah yang telah disusun tersebut, diperlukan

langkah pemilihan prioritas peemecahan masalah dengan menggunakan

metode Reinke untuk menentukan penyebab utama prevalensi diare pada

penelitian ini. Metode ini menggunakan dua kriteria yaitu efektifitas dan

efisiensi jalan keluar. Efektifitas jalan keluar meliputi besarnya masalah

yang dapat diatasi, pentingnya jalan keluar dan sensitivitas jalan keluar,

sedangkan efisiensi jalan keluar dikaitkan dengan biaya yang diperlukan

untuk melakukan jalan keluar.

Kriteria efektifitas jalan keluar :

a. M (besarnya masalah yang dapat diatasi) :

1. Masalah yang dapat diatasi sangat kecil

2. Masalah yang dapat diatasi kecil

3. Masalah yang dapat diatasi cukup besar

Page 37: Laporan Kemajuan Cha

4. Masalah yang dapat diatasi besar

5. Masalah yang dapat diatasi sangat besar

b. I (pentingnya jalan keluar) yang dikaitkan dengan kelanggengan

selesainya masalah :

1. Sangat tidak langgeng

2. Tidak langgeng

3. Cukup langgeng

4. Langgeng

5. Sangat langgeng

c. V (sensitivitas jalan keluar yang dikaitkan dengan kecepatan

penyelesaian masalah) :

1. Penyelesaian masalah sangat lambat

2. Penyelesaian masalah lambat

3. Penyelesaian cukup cepat

4. Penyelesaian masalah cepat

5. Penyelesaian masalah sangat cepat

Kriteria efeisiensi jalan keluar yang dikaitkan dengan biaya yang

dikeluarkan dalam menyelesaikan masalah (C) :

1. Biaya sangat mahal

2. Biaya mahal

3. Biaya cukup mahal

4. Biaya murah

5. Biaya sangat murah

B. Penentuan Alternatif Terpilih

Alternatif pemecahan masalah yang telah disusun dalam ”plan of

action” tidak semua dapat dilaksanakan. Hal ini disebabkan oleh

kemampuan baik sarana, tenaga, dana, dan waktu yang terbatas. Oleh sebab

itu, dilakukan langkah pemilihan prioritas alternatif pemecahan masalah

dalam memilih program yang akan dilaksanakan langsung ke masyarakat.

Salah satu metode yang dapat digunakan dalam pemilihan prioritas

pemecahan masalah adalah metode Reinke. Metode ini menggunakan dua

kriteria yaitu efektifitas dan efisiensi jalan keluar.

Page 38: Laporan Kemajuan Cha

Efektifitas jalan keluar meliputi besarnya masalah yang dapat diatasi,

pentingnya jalan keluar, sedangkan efisiensi jalan keluar dikaitkan dengan

biaya yang diperlukan untuk melakukan jalan keluar.

Kriteria efektifitas jalan keluar

o M (besarnya masalah yang dapat diatasi) :

1. Masalah yang dapat diatasi sangat kecil

2. Masalah yang dapat diatasi kecil

3. Masalah yang dapat diatasi cukup besar

4. Masalah yang diatasi besar

5. Masalah yang diatasi dapat sangat besar

o I (pentingnya jalan keluar yang dikaitkan dengan kelanggengan

selesainya masalah):

1. Sangat tidak langgeng

2. Tidak langgeng

3. Cukup langgeng

4. Langgeng

5. Sangat langgeng

o V (sensitivitas jalan keluar yang dikaitkan dengan kecepatan

penyelesaian masalah):

1. Penyelesaian masalah sangat lambat

2. Penyelesaian masalah lambat

3. Penyelesaian cukup cepat

4. Penyelesaian masalah cepat

5. Penyelesaian masalah sangat cepat

Kriteria efisiensi jalan keluar (yang dikaitkan dengan biaya yang

dikeluarkan dalam menyelesaikan masalah)

1. Biaya sangat murah

2. Biaya murah

3. Biaya cukup murah

4. Biaya mahal

5. Biaya sangat mahal

Page 39: Laporan Kemajuan Cha

Prioritas pemecahan masalah dengan menggunakan metode Reinke untuk

masalah rendahnya angka kejadian diare di desa Banjaranyar adalah sebagai

berikut :

Tabel 7.1 Prioritas Pemecahan Masalah dengan Metode Rinke

No Daftar Alternatif Jalan Keluar Efektivitas Efisiensi

C

MxIxV

C

Urutan

Prioritas

Masalah

M I V

1 Diskusi dengan responden dan

kader tentang diare

4 3 5 3 20 III

2 Pelatihan tentang merebus air

yang benar

5 5 3 4 18,75 IV

3 Penyuluhan tentang pentingnya

ASI eksklusif 6 bulan tanpa

penambahan makanan tambahan

dalam mencegah terjadinya diare

pada balita.

4 4 4 3 21,33 1I

4 Penyuluhan dan pelatihan

tentang PHBS meliputi

bagaimana melakukan cuci

tangan pada waktu-waktu yang

tepat, cara penyajian botol dot

untuk balita dan cara pembuatan

larutan gula garam.

4 4 4 2 32 I

Berdasarkan hasil perhitungan prioritas pemecahan masalah menggunakan

metode Rinke, maka didapat dua prioritas pemecahan masalah, yaitu Penyuluhan

PHBS tentang kapan dan bagaimana cara melakukan cuci tangan yang tepat serta

pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan.. Perilaku ibu dalam mencegah dan

manajemen diare pada balita sangat dipengaruhi oleh pengetahuan ibu tentang

cara melakukan cuci tangan dan waktu-waktu yang tepat dan cara pembuatan

larutan gula dan garam.

Page 40: Laporan Kemajuan Cha

IX. RENCANA KEGIATAN

Sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna, manusia dikaruniai

akal pikiran agar dapat hidup dengan layak. Akal pikiran ini terwujud dari

kebiasaan cuci tangan seseorang dalam bentuk pengetahuan, sumber air bersih,

dan tindakan. Kebiasaan cuci tangan merupakan hasil dari pada segala macam

pengalaman serta interaksi manusia dengan lingkungannya. Skinner merumuskan

bahwa kebiasaan cuci tangan merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap

stimulus atau rangsangan dari luar.

A. Latar Belakang

Kebiasaan cuci tangan dapat dibagi dua :

1. Kebiasaan cuci tangan tertutup (covert behavior).

Respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau

tertutup. Respons atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada

perhatian, persepsi, pengetahuan, dan sumber air bersih yang terjadi pada

orang yang menerima stimulus dan belum dapat diamati secara jelas oleh

orang lain.

2. Kebiasaan cuci tangan terbuka (overt behavior)

Respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau

terbuka. Respons terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk

tindakan atau praktek, yang dengan mudah dapat diamati oleh orang lain.

(Notoatmodjo,S. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat, Cetakan Pertama.

RinekaCipta ; Jakarta.)

Respons terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau

praktek, yang dengan mudah dapat diamati oleh orang lain. Pengetahuan yang

kurang baik akan mengakibatkan sumber air bersih dan kebiasaan cuci tangan

seseorang menjadi kurang tepat dalam menanggapi suatu hal. Berdasarkan

hasil Community Health Analysis di desa Wangon, hygiene perorangan masih

rendah. Salah satu desa dengan angka kejadian diare tertinggi di kecamatan

Wangon yaitu desa Wangon. Terkait dengan tingginya angka kejadian diare

di desa Wangon berhubungan dengan hygiene perorangan yang masih rendah

serta kebersihan lingkungan yang kurang. Oleh karena itu, untuk menyikapi

Page 41: Laporan Kemajuan Cha

rendahnya hygiene perorangan serta kebersihan lingkungan yang tercermin

dari sumber air bersih dan kebiasaan cuci tangan mereka, diperlukan suatu

upaya tertentu. Upaya yang dapat dilaksanakan sesuai dengan penentuan

prioritas pemecahan masalah adalah penyuluhan tentang bagaimana

menerapkan kebiasaan cuci tangan hidup bersih dan sehat, salah satunya

adalah dengan memberikan penyuluhan tentangcara dan waktu yang tepat

untuk melakukan cuci tangan serta cara pembuatan larutan gula garam.

Kebiasaan cuci tangan ibu dalam menjaga kebersihan dan mengolah makanan

sangat dipengaruhi oleh pengetahuan ibu tentang cara dan waktu yang tepat

untuk melakukan cuci tangan.

Tujuan

Tujuan Umum :

Memberikan informasi mengenai PHBS tatanan rumah tangga dan diare pada

balita

Tujuan Khusus :

Memberikan informasi kepada ibu balita serta kader-kader desa Wangon

tentang :

1. Mengetahui tentang cara menjaga hygiene perorangan

2. Mengetahui tentang cara mencuci tangan yang baik dan benar.

3. Mengetahui pentingnya memberikan ASI eksklusif selama 6 bulan

4. Mengetahui cara membuat larutan gula garam.

B. Bentuk dan Materi Kegiatan

Kegiatan yang telah dilaksanakan disajikan dalam bentuk

penyuluhan secara interaktif mengenai bagaimana menerapkan pola hidup

bersih dan sehat di tatanan rumah tangga dalam mencegah terjadinya diare

pada balita.

C. Sasaran

Ibu yang memiliki Balita di desa Wangon .

D. Pelaksanaan

1. Personil

- Pembimbing : Bidan Nita Umi Fatmawati (Bidan Desa Wangon).

- Pelaksana : Adhini Dwirespati dan Mu’izza Nur Afifa

Page 42: Laporan Kemajuan Cha

2. Waktu dan Tempat

- Hari : Minggu

- Tanggal : 20 November 2011

- Tempat : PKD Desa Wangon

- Waktu : 08.30 - 10.00 WIB

3. Narasumber : Adhini Dwirespati dan Mu’izza Nur Afifa

E. Rencana Anggaran

Biaya leaflet, alat tulis dan transportasi : Rp. 75.000,00

Page 43: Laporan Kemajuan Cha

X. RENCANA KEGIATAN

A. Monitoring dan Evaluasi

1. Pelaksanaan Kegiatan

Intervensi kesehatan yang dilakukan penyuluhan dengan ibu-ibu

posyandu mengenai PHBS meliputi penyuluhan cuci tangan yang baik dan

benar, pentingnya pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan, pencegahan

diare pada balita serta penyuluhan pembuatan larutan gula garam sebagai

oralit. Penyuluhan yang dilakukan diharapkan dapat mengatasi masalah-

masalah yang berhubungan dengan kejadian diare pada balitadan

penatalaksanaan secara dini. Pelaksanaan kegiatan penyuluhan

dilaksanakan melalui 3 tahap yaitu :

a. Tahap Persiapan

Perijinan : Perijinan dibuatkan oleh pihak dokter muda yang

ditujukan kepada Bidan desa Wangon. Dalam pelaksanaan, penulis

mendapatkan ijin secara lisan dari Bidan desa Wangon dan

penyuluhan ibu-ibu posyandu untuk mengadakan penyuluhan

mengenai PHBS dan diare pada balita sesuai dengan jadwal yang

telah dibuat.

Materi : Materi yang disiapkan adalah materi tentang pengertian

diare, PHBS yang meliputi penyuluhan cuci tangan yang baik dan

benar, pentingnya pemberian ASI eksklusif serta cara pembuatan

larutan gula garam.

Sarana : Sarana yang dipersiapkan berupa alat tulis dan leaflet

b. Tahap pelaksanaan

Hari/Tanggal :Minggu, 20 November 2011, Pukul: 08.30 WIB

Tempat : PKD desa Wangon Kecamatan Wangon.

Pembimbing : Bidan Nita Umi Fatmaati (selaku Bidan Desa

Wangon)

Pelaksana : Dokter Muda UNSOED (Adhini Dwirespati dan

Mu’izza Nur Afifa)

Peserta : Ibu-ibu posyandu posyandu sebanyak 30 orang

Page 44: Laporan Kemajuan Cha

c. Penyampaian materi : penyampaian materi dilakukan dengan lisan dan

tulisan untuk menjelaskan tentang diare pada balita serta penerapan PHBS

dalam tatanan rumah tangga seperti bagaimana cara melakukan cuci

tangan yang baik dan benar, pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan serta

pembuatan larutan gula garam.

d. Tahap Evaluasi

Tahap evaluasi adalah melakukan evaluasi mengenai 3 hal, yaitu

evaluasi sumber daya, evaluasi proses, evaluasi hasil. Berikut ini akan

dijelaskan mengenai hasil evaluasi masing-masing aspek.

1. Evaluasi sumber daya

Evaluasi sumber daya meliputi evaluasi terhadap 5 M yaitu

man, money, metode, material, machine.

a. Man: Secara keseluruhan sumber daya dalam pelaksanaan diskusi

sudah termasuk baik karena narasumber memiliki pengetahuan

yang cukup memadai mengenai materi yang disampaikan.

b. Money: Sumber dana juga cukup untuk menunjang terlaksananya

diskusi termasuk untuk menyiapkan sarana dan prasarana.

c. Metode: Metode diskusi adalah pemberian materi secara lisan dan

tulisan. Metode ini cukup baik dan sasaran penyuluhan tertarik

untuk mengikuti dan mendengarkan penjelasan narasumber.

d. Material: Materi yang diberikan pada penyuluhan telah

dipersiapkan dengan baik, materi penyuluhan diperoleh dari

internet, buku ajar ilmu penyakit dalam, dan artikel kesehatan.

2. Evaluasi proses

Evaluasi terhadap proses disini adalah terhadap proses

pelaksanaan penyuluhan. penyuluhan yang dijadwalkan pada hari

Minggu, 20 November 2011 pukul 08.00 WIB terlambat kira-kira 30

menit sehingga dimulai pada pukul 08.30 WIB. Proses penyuluhan

berlangsung kurang lebih 60 menit, meliputi pengisian pretest 10

menit dan postest 15 menit, pemberian materi 20 menit, dan sesi

diskusi 10 menit. Antusiasme peserta penyuluhan dinilai cukup. Hal ini

dilihat dari antusias peserta pada saat diskusi yang dinilai cukup aktif.

Page 45: Laporan Kemajuan Cha

Peserta yang hadir terdiri 30 orang ibu-ibu peserta posyandu. Secara

keseluruhan pelaksanaan diskusi berlangsung baik.

3. Evaluasi Hasil

Pre test dilaksanakan dengan metode pengisian kuesioner

kepada peserta diskusi sebelum diberikan penyuluhan. Setelah

dilakukan penyuluhan, para peserta kembali diminta untuk mengisi

soal post test dalam rangka mengetahui apakah penyuluhan yang

dilakukan berpengaruh terhadap pengetahuan ibu yang memiliki balita

di Desa Wangon tentang PHBS. Setelah dilakukan evaluasi, maka di

dapatkan hasil sebagai berikut

Tabel 8.1. Distribusi Frekuensi Responden

Pengetahuan dan

penerapan PHBS

Pre test Post test

Frekuensi Frekuensi

Baik 12 (40%) 24 (8%)

Buruk 18 (60%) 6 (20%)

Jumlah 30 30

Berdasarkan tabel 8.1, dari total 30 responden yang dievaluasi. Sejumlah

12 orang (40%) memiliki pengetahuan dan penerapan PHBS yang baik, dan 18

orang (60%) memiliki pengetahuan dan penerapan PHBS yang buruk pada

pretest. Setelah dilakukan penyuluhan PHBS dilakukan evaluasi terhadap

responden mengenai pengetahuan serta penerapan PHBS dan didapatkan hasil

24 responden (80%) memiliki pengetahuan serta penerapan PHBS yang baik

dan 6 responden (20%) memiliki pengetahuan serta penerapan PHBS yang

buruk.

B. Kesimpulan dan Saran

Kesimpulan

1. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat ditarik kesimpulan

bahwa terdapat hubungan yang bermakna secara statistik antara sumber air

bersih, pemberian ASI dan kebiasaan cuci tangan dengan kejadian diare

balita di desa Wangon Kecamatan Wangon.

Page 46: Laporan Kemajuan Cha

2. Aternatif pemecahan masalah pada penelitian ini adalah penyuluhan dan

pelatihan PHBS kepada ibu yang memiliki balita.

3. Dari hasil yang didapat bahwa responden memiliki penambahan

pengetahuan mengenai kebiasaan cuci tangan hidup sehat dan bersih.

Saran

1. Bagi masyarakat, untuk meningkatkan pengetahuan dan kebiasaan cuci

tangan hidup sehat sehingga dapat mencegah terjadinya diare pada balita.

2. Puskesmas, memberikan skala prioritas kegiatan program setiap tahun,

guna peningkatan pengetahuan masyarakat, higienitas, dan sanitasi

lingkungan dalam penangulanggan terjadinya diare.

Page 47: Laporan Kemajuan Cha

DAFTAR PUSTAKA

Asnil, P., H. Noerasid, Suraatmadja. 2003. Gastroenteritis Akut. Dalam: Suharyo, Budiarso, Halimun. Editor. Gastroenterologi Anak Praktis. Jakarta: FKUI.

Butterton, J.R., S.B. Calderwood. 2005. Acute Infection Diarrheal Diseases and Bacterial Food Poisoning. Dalam: Kasper, Hauser, Braundwald, Longo, dkk. Editor. Harrisons Principle of Internal Meedicine. Edisi 16. USA: McGraw-Hill Inc.

Castelli, F. A. Beltrame, G. Carosi. 1998. Principles and management of the ambulatory treatment of traveller's diarrhea. Bull Soc Pathol Exot, 91(5 Pt 1-2):452-5.

Ciesla WP, Guerrant RL. Infectious Diarrhea. In: Wilson WR, Drew WL, Henry NK, dkk. Editor. Current Diagnosis and Treatment in Infectious Disease. New York: Lange Medical Books, 2003. 225 - 68.

Fatmawati, H. 2008. Hubungan Pemberian ASI Eksklusif, MP ASI, Hygiene perorangan dan Sanitasi Lingkungan Dengan Kejadian Diare Anak 1-5 Tahun Di Wilayah Kerja Puskesmas Purwosari Kudus. Karya Tulis Ilmiah. Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro; Semarang.

Gerding, D.N. 2000. Treatment of Clostridium difficile-associated diarrhea and colitis. Curr Top Microbiol Immunol, 250:127-139.

Guerrant RL, Gilder TV, Steiner TS, dkk. 2001. Practice Guidelines for the Management of Infectious Diarrhea. Clinical Infectious Diseases

Kementerian Kesehatan RI (KKRI). 2004. Buku Panduan Hygiene Sanitasi. Labuhan Batu.

_______. 2005. KepMenKes RI No. 1216/MenKes/SK/XI/2001 Tentang Pedoman Pemberantasan Penyakit Diare, Ditjen PPM & PL, Jakarta.

_______. 2005. Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Tahun 2004. Jakarta.

Irianto, J. dkk, 1996. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kejadian Diare pada Anak Balita. Buletin Penelitian Kesehatan, 24: 494-9.

Irianto, J. 2000. Prediksi Keparahan Diare Menurut Faktor-faktor yang berpengaruh pada Anak Balita di Indonesia. Center for Research and Development of Health Ecology. http://digilib.3w.LitbangDepkes.go.id/go.php?id=jkpkbppk-gdl-res-2000-joko-1085-diare. Diakses 11 November 2011.

PromKes KKRI. 2007. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat di Rumah Tangga. http://www.promosikesehatan.com/?act=program&id=12. Diakses 12 November 2011.

Mansjoer, A. et al. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Media Ausculapius; Jakarta.Nelwan, R.H.H. 2001. Penatalaksanaan Diare. Dalam: Setiati S, Alwi I, Kasjmir

YI, dkk, Editor. Current Diagnosis and Treatment in Internal Medicine. Jakarta: FK UI. 49-56.

Notoatmojo, S. 2007. Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. Jakarta: Rineka Cipta.

Nursallam. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan, Cetakan Kedua. Rineka Cipta ; Jakarta

Page 48: Laporan Kemajuan Cha

Procop, G.W., F. Cockerill. 2003. Vibrio & Campylobacter. In: Wilson WR, Drew WL, Henry NK dkk, Editor. Current Diagnosis and Treatment in Infectious Disease, New York: Lange Medical Books. 603-13.

Soemirat, J. 2000. Epidemiologi Lingkungan. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Warman, Y. 2008. Hubungan Faktor Lingkungan, Sosial Ekonomi Dan Pengetahuan Ibu Dengan Kejadian Diare Akut Pada Balita Di Kelurahan Pekan Arba Kecamatan Tembilahan Kabupaten Inhil. Karya Tulis Ilmiah. Fakultas Kedokteran Universitas Riau, Pekanbaru.

Warouw, P.S. 2002. Hubungan Faktor Lingkungan dan Sosial Ekonomi dengan Morbiditas ISPA dan Diare. Direktorat Penyehatan Lingkungan. http://digilib.LitbangDepkes.go.id./go.php?id=jkpkbppk-gdl-res-2002-sonny-836-lingkungan. Diakses 11 November 2011.

Wibowo, T., Soenarto, S., dan Pramono, D., 2004. Faktor-Faktor Risiko Kejadian Diare Berdarah pada Balita di Kabupaten Sleman. Jurnal Berita Kedokteran Masyarakat. Vol. 20. No.1. maret 2004 : 41-48.

World Health Organization (WHO), 2004. Global Water Supply and Sanitasion Assesment. Geneva: World Health Organization,

Ziyane, I.S. 1999. The relationship between infant feeding practices and diarrhoeal infections. J Adv Nurs, 29(3): 721-6.

.

.

Page 49: Laporan Kemajuan Cha

LAMPIRAN

KUESIONERHUBUNGAN PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT (PHBS)

DENGAN KEJADIAN DIARE BALITA DI DESA WANGON

I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nomor Responden :2. Nama :3. Umur :4. Pendidikan :

1. Tidak Sekolah2. SD3. SLTP4. SLTA5. Sarjana

5. Pekerjaan : 1. PNS2. Wiraswasta3. Petani4. Ibu rumah tangga

6. Penghasilan : 1. < Rp 500.0002. Rp 500.000 – Rp 1.000.0003. > Rp 1.000.000

7. Alamat :

II. PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT (PHBS)A. MENGGUNAKAN AIR BERSIH 1. Apakah sumber air bersih di rumah?

a. Air PDAM b. Air Sumur 2. Jika sumber air berasal dari sumur, berapa jarak sumur dengan sumber

pencemaran? a. > 10 meter b. < 10 meter

3. Jika sumber air berasal dari sumur, bagaimana keadaan sumur ?a. Punya cincin dan lantainya kedap airb. Tidak punya cincin dan air tergenang di lantai

4. Apakah air bersih yang digunakan memenuhi persyaratan fisik (tidak berbau, tidak berasa, tidak berwarna) ? a. Ya b. Tidak

Page 50: Laporan Kemajuan Cha

5. Apakah ibu mencuci peralatan makan dan minum dengan sabun dan air bersih (direbus) sebelum digunakan? a. Ya b. Tidak

6. Apakah menurut ibu air bersih yang tersedia mencukupi untuk kebutuhan sehari-hari? a. Ya b. Tidak

7. Berapa kali ibu membersihkan tempat penampungan air bersih ?a. Setiap hari b. Sekali seminggu

8. Apakah menurut ibu, penyakit diare dapat disebabkan karena penggunaan air bersih yang tidak sehat?a. Ya b. Tidak

B. MENGGUNAKAN AIR MINUM 9. Apakah sumber air minum di rumah ?

a. Air PDAM b. Air Sumur 10. Jika sumber air berasal dari sumur, berapa jarak sumur dengan sumber

pencemaran? a. > 10 meter b. < 10 meter

11. Jika sumber air berasal dari sumur, bagaimana keadaan sumur ?a. Punya cincin dan lantainya kedap airb. Tidak punya cincin dan air tergenang di lantai

12. Apakah air minum yang digunakan memenuhi persyaratan fisik (tidak berbau, tidak berasa, tidak berwarna) ? a. Ya b. Tidak

13. Apakah ibu memasak air sampai mendidih sebelum diminum?a. Ya b. Tidak

14. Bagaimana keadaan tempat penyimpanan air minum?a. Bersih, bertutup, dan menggunakan gayung khusus untuk mengambil airb. Tidak bersih, tidak bertutup

15. Berapa kali ibu membersihkan tempat penampungan air minum?a. Setiap hari b. Sekali seminggu

16. Apakah menurut ibu, penyakit diare dapat disebabkan karena penggunaan air minum yang tidak sehat? a. Ya b. Tidak

B. MENGGUNAKAN JAMBAN 17. Apa jenis jamban di rumah ibu?

a. Leher angsa b. Wc Cemplung 18. Apakah jamban mempunyai septictank?

a. Ya b. Tidak 19. Apakah seluruh anggota menggunakan jamban?

a. Ya b. Tidak * Jika tidak, ke mana anggota keluarga BAB (buang air besar)?

a. Parit b. Pekarangan 20. Apakah pada jamban tersedia air yang cukup?

a. Ya b. Tidak 21. Apakah jamban mempunyai ventilasi?

a. Ya b. Tidak

Page 51: Laporan Kemajuan Cha

22. Bagaimanakah keadaan jamban keluarga?a. Lantai dan dinding jamban bersih, tidak licin dan tidak berbaub. Lantai dan dinding jamban tidak bersih, licin dan berbau

23. Berapa kali ibu membersihkan jamban?a. Setiap hari b. Sekali seminggu

24. Apakah menurut ibu, penyakit diare dapat disebabkan karena tidak menggunakan jamban yang sehat ?a. Ya b. Tidak

C. CUCI TANGAN 25. Apakah anggota keluarga selalu mencuci tangan dengan sabun?

a. Ya b. Tidak 26. Apakah anggota keluarga selalu mencuci tangan dengan air mengalir?

a. Ya b. Tidak 27. Apakah ibu menyediakan sabun di rumah untuk cuci tangan anggota keluarga?

a. Ya b. Tidak 28. Apakah anggota keluarga selalu mencuci tangan pakai sabun sebelum makan?

a. Ya b. Tidak 29. Apakah ibu selalu mencuci tangan pakai sabun setelah menceboki anak BAB?

a. Ya b. Tidak30. Apakah ibu selalu mencuci tangan pakai sabun sebelum menyiapkan

makanan?a. Ya b. Tidak

31. Apakah keluarga selalu mencuci tangan pakai sabun setelah ke jamban/BAB? a. Ya b. Tidak

32. Menurut ibu, apa gunanya mencuci tangan pakai sabun?a. Mencegah masuknya kuman penyakit ke tubuh manusiab. Supaya bersih

33. Dari mana ibu mendapat informasi tentang cuci tangan pakai sabun?a. Dari Petugas Puskesmas c. lainnya, sebutkan………….b. Dari televisi

34. Apakah ibu selalu mengajari anggota rumah tangga mencuci tangan pakai sabun? a. Ya b. Tidak

35. Apakah ibu selalu mengingatkan anggota rumah tangga mencuci tangan pakai sabun? a. Ya b. Tidak

36. Apakah ibu selalu mengawasi anggota rumah tangga mencuci tangan pakai sabun? a. Ya b. Tidak

37. Apakah menurut ibu, penyakit diare dapat dicegah dengan cuci tangan pakai sabun ?a. Ya b. Tidak

38. Apakah menurut ibu cuci tangan pakai sabun merepotkan? a. Tidak b. Ya

39. Apakah menurut ibu cuci tangan pakai sabun butuh biaya?a. Tidak b. Ya

Page 52: Laporan Kemajuan Cha

40. Apakah menurut ibu cuci tangan yang baik dan benar harus memakai sabun khusus? a. Tidak b. Ya

41. Menurut ibu, bagaimana mencuci tangan yang benar? a. Pakai sabun dan air mengalirb. Pakai air saja

D. PEMBERIAN ASI42. Apakah ibu memberikan ASI saja sampai usia anak ibu 6 bulan?

a. Ya b. Tidak43. Apakah Anda memberikan susu formula kepada anak Anda?

a. Ya, jika ya pada usia………b. Tidak

44. Kapan ibu mulai mengenalkan makanan tambahan?a. Usia 6 bulanb. Usia < 6 bulan

III. DIARE45. Apakah balita Anda dalam satu bulan terakhir ini terkena diare (BAB lebih

dari 3 kali sehari dengan keadaan kotoran cair) ?a. Ya b. Tidak

46. Apakah Ibu dan pengasuh balita Anda telah menerapkan PHBS ?a. Ya b. Tidak

47. Apakah balita Anda menderita diare karena Anda atau pengasuh tidak melakukan PHBS?a. Ya b. Tidak

48. Apakah menurut ibu diare dapat terjadi karena tidak melakukan PHBS? a. Ya b. Tidak

IV. FAKTOR-FAKTOR LAIN PENYEBAB DIARE 49. Apakah menurut ibu diare dapat terjadi karena faktor makanan (makan

makanan yang sudah basi, keracunan makanan) ?a. Ya b. Tidak

50. Apakah satu bulan terakhir ini balita Anda memakan makanan yang sudah basi? a. Ya b. Tidak

51. Apakah satu bulan terakhir ini balita Anda mengkonsumsi makanan jajanan dari luar? a. Ya b. Tidak

52. Apakah balita Anda dalam satu bulan terakhir ini terkena diare? a. Ya b. Tidak

53. Jika Ya, apakah menderita diare karena faktor makanan tersebut ?a. Ya b. Tidak

KEADAAN SANITASI RUMAH RESPONDEN 1. Sumber air bersih?

a. AIR PDAM b. Air Sumur 2. Jika dari sumur, jarak sumur dari sumber pencemar?

a. > 10 meter b. < 10 meter

Page 53: Laporan Kemajuan Cha

3. Jika SAB dari sumur, keadaan fisik sumur?a. Pakai cincin dan lantai kedap airb. Tidak punya cincin dan air tergenang di lantai

4. Bagaimana keadaan tempat penyimpanan air minum?a. Bersih, bertutup, dan menggunakan gayung khusus untuk mengambil airb. Tidak bersih, tidak bertutup

5. Jenis jamban:a. Leher angsa b. Wc Cemplung

6. Kondisi jamban: a. bersih b. kurang bersih

7. Jamban mempunyai ventilasi:a. Ya b. Tidak

8. Sarana cuci tangan:a. Ada b. Tidak

9. Terdapat sabun di tempat cuci tangan:a. Ada b. Tidak