cha dm full contoh
DESCRIPTION
Cha Dm Full ContohCha Dm Full ContohCha Dm Full ContohCha Dm Full ContohCha Dm Full ContohCha Dm Full ContohCha Dm Full ContohCha Dm Full ContohCha Dm Full ContohCha Dm Full ContohCha Dm Full ContohCha Dm Full ContohCha Dm Full ContohCha Dm Full ContohCha Dm Full ContohCha Dm Full ContohCha Dm Full ContohCha Dm Full ContohCha Dm Full ContohCha Dm Full ContohCha Dm Full ContohCha Dm Full ContohCha Dm Full ContohCha Dm Full ContohCha Dm Full ContohCha Dm Full ContohCha Dm Full ContohCha Dm Full ContohCha Dm Full ContohCha Dm Full ContohCha Dm Full ContohCha Dm Full ContohTRANSCRIPT
COMMUNITY HEALTH ANALYSIS
FAKTOR-FAKTOR RESIKO YANG MEMPENGARUHI ANGKA
KEJADIAN DIABETES MELITUS TIPE 2 DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS TAMBAK II KABUPATEN BANYUMAS
Disusun Oleh
Adrian Nugraha Putra G1A211001
Rahmi Laksitarukmi G4A013042
Femy Indriani G4A013045
Pembimbing Fakultas : dr. Nendyah Roestijawati, MKK
Pembimbing Lapangan : dr. Indra Purwa
KEPANITERAAN ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS
ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
JURUSAN KEDOKTERAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JENDRAL SOEDIRMAN
2014
HALAMAN PENGESAHAN
Laporan Kepaniteraan Kedokteran KeluargaCommunity Health Analysis
Faktor-Faktor Risiko Yang Mempengaruhi Angka Kejadian Diabetes Melitus Tipe 2 di Wilayah Puskesmas Tambak II Kabupaten Banyumas
Disusun untuk memenuhi sebagian syarat Kepaniteraan Ilmu Kedokteran Komunitas/Ilmu Kesehatan Masyarakat
Jurusan KedokteranFakultas Kedokteran dan Ilmu-Ilmu Kesehatan
Universitas Jenderal Soedirman
Oleh:
Adrian Nugraha Putra G1A211001
Rahmi Laksitarukmi G4A013042
Femy Indriani G4A013045
Telah diperiksa, disetujui dan disahkan:Hari : Tanggal : Februari 2014
Preseptor Lapangan
dr. Indra Purwa NIP 19790602.201001.1.009
Preseptor Fakultas
dr. Nendyah Roestijawati, MKK NIP 19701110.200801.2.026
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Diabetes mellitus adalah suatu kelompok penyakit metabolik dengan
karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja
insulin, atau kedua-duanya. Faktor resiko terjadinya Diabetes mellitus terdiri
dari faktor resiko yang dapat dimodifikasi dan tidak dapat dimodifikasi.
Faktor yang tidak dapat dimodifikasi diantaranya umur, jenis kelamin, riwayat
keluarga, sedangkan faktor yang dapat di modifikasi adalah obesitas, pola
makan yang sehat, aktifitas fisik, dan merokok (ADA, 2010).
Penyakit diabetes mellitus ini merupakan penyakit yang apabila
diabaikan akan menyebabkan terjadinya beberapa komplikasi yang serius bagi
penderitanya, diantaranya adalah koma hipoglikemia yang dipacu karena
penderita tidak patuh dengan jadwal makanan yang telah ditetapkan.
Komplikasi lain yang berhubungan dengan perubahan metabolik misalnya
pada ginjal dapat menyebabkan gangguan atau perubahan pada sirkulasi serta
penyaringan yang akibat lanjutnya adalah gagal ginjal (ADA, 2010).
Diabetes mellitus (DM) merupakan salah satu penyakit degeneratif
yang sampai saat ini masih cukup banyak ditemui. Penyakit diabetes mellitus
ini sangat berdampak terhadap produktivitas dan dapat menurunkan sumber
daya manusia, sehingga tidak hanya berpengaruh secara individu tetapi juga
terhadap kesehatan suatu Negara (Suyono, 2007). Diabetes mellitus masih
merupakan salah satu penyakit yang menjadi permasalahan dan juga
membutuhkan upaya promosi kesehatan mulai dari tingkat puskesmas. Semua
kegiatan, baik yang langsung maupun tidak langsung untuk meningkatkan
kesehatan (Promotif), mencegah penyakit (Preventif), terapi (Kuratif) fisik,
mental atau sosial dan pemulihan (Rehabilitatif) kesehatan (fisik, mental,
sosial) merupakan bentuk usaha untuk meningkatkan kesehatan masyarakat
termasuk pada penderita diabetes mellitus (Notoatmojo, 2003).
Menurut International Diabetes Frederetion (IDF) tahun 2012, 371
juta orang didunia menderita diabetes mellitus. Data World Health
Organization (WHO) tahun 2007, Indonesia merupakan Negara yang
menempati urutan keempat dengan jumlah penderita diabetes mellitus terbesar
di dunia setelah India, Cina, dan Amerika Serikat. Sedangkan menurut IDF
tahun 2012,Indonesia merupakan Negara dengan penderita DM ke tujuh
terbanyak di dunia. Total penderita DM Indonesia menurut Depkes RI tahun
2008 mencapai 8.246.000 jiwa dan diperkirakan menjadi 21.257.000 jiwa
penderita pada tahun 2030. Prevalensi diabetes mellitus di provinsi Jawa Tengah
pada tahun 2012 mencapai 0,55%.
Berdasarkan temuan data dari Puskesmas Tambak II pada Periode
januari 2011- Desember 2011, Penyakit DM termasuk 10 penyakit terbesar
dengan angka kejadian sebanyak 63 kasus. Pada periode Januari 2012-
Desember 2012 kasus DM mencapai 177 kasus dan dari data terbaru pada
periode Januari 2013-September 2013 temuan DM mencapai 237 kasus. Hal
ini menunjukkan bahwa angka kejadian penyakit DM semakin meningkat dari
tahun ke tahun. Oleh karena itu, perlu diperhatikan faktor-faktor risiko DM
pada masyarakat di Puskesmas Tambak II. Untuk dapat dilakukan pencegahan
dan pengendalian lebih lanjut mengenai faktor-faktor risiko DM tersebut.
Sehingga, dapat mengurangi angka kejadian penyakit DM di wilayah
puskesmas Tambak II.
B. Tujuan
Tujuan Umum
Melakukan analisis kesehatan komunitas (Community Health Analysis)
di wilayah kerja Puskesmas Tambak II.
Tujuan Khusus
a. Mengetahui faktor risiko diabetes melitus yang ada pada masyarakat di
wilayah kerja Puskesmas Tambak II.
b. Melakukan intervensi terhadap penyebab masalah kesehatan untuk
mengatasi masalah kesehatan di tempat penelitian.
C. Manfaat
1. Manfaat Teoritis
a. Memberikan pengalaman bagi peneliti di bidang penelitian ilmu
kesehatan masyarakat serta menambah dan mengembangkan ilmu
pengetahuan masyarakat.
b. Menambah khasanah ilmu pengetahuan di bidang kesehatan
masyarakat.
2. Manfaat Praktis
a. Memberikan informasi pada warga masyarakat di wilayah Puskesmas
Tambak II khususnya tentang masalah kesehatan yang telah dianalisis
masalah, faktor risiko dan penanganannya.
b. Sebagai ilmu pengetahuan untuk meningkatkan pemahaman dan
kesadaran akan bahayanya kepada masyarakat tentang penyakit
diabetes melitus.
c. Sebagai bahan untuk tindakan preventif terhadap kejadian diabetes
melitus pada masyarakat yang beresiko
d. Membantu Puskesmas dalam menjalankan salah satu dari enam
program pokok yang ada.
II. ANALISIS SITUASI
I. GAMBARAN UMUM
A. Keadaan Geografi
Puskesmas II Tambak merupakan wilayah timur jauh (tenggara)
dari Kabupaten Banyumas, dengan luas wilayah 1.432 Ha atau sekitar
1,1% dari luas kabupaten Banyumas. Wilayah Puskesmas Tambak II
terdiri dari 5 desa yaitu; Pesantren, Karangpucung, Prembun, Purwodadi
dan Buniayu. Desa yang paling luas adalah Purwodadi yaitu 374 ha,
sedangkan desa yang wilayahnya paling sempit adalah Karangpucung
yaitu sekitar 218 ha.
Wilayah Puskesmas II Tambak terletak diperbatasa Kabupaten Banyumas
dengan Kabupaten Kebumen, dan berbatasan dengan :
1. Disebelah utara : Desa Watuagung
2. Sebelah timur : Kabupaten Kebumen
3. Sebelah Selatan : Desa Gebangsari
4. Sebelah Barat : Desa Kamulyan, Desa Karangpetir.
Wilayah Puskesmas II Tambak terletak pada ketinggian sekitar 15
mdpl – 35 mdpl. Dengan suhu udara rata – rata sekitar 27 derajat celcius
dengan kelembaban udara sekitar 80 %. Sekitar 50 % dari luas tanah
adalah daerah persawahan, 43 % pekarangan dan tegalan dan 7 % lain-
lain.
B. Keadaan Demografi
1. Pertumbuhan Penduduk
Jumlah penduduk dalam wilayah Puskesmas II Tambak tahun 2012
berdasarkan data yang dari BPS adalah 16.232 jiwa. Terdiri dari 7.910
jiwa (48,73 %) laki-laki dan 8.322 jiwa (51,27 %) perempuan. Jumlah
keluarga 4.707 KK. Bila dibandingkan dengan jumlah penduduk tahun
2011 (15.740 jiwa) mengalami kenaikan sebesar 3,125 %.
2. Kepadatan Penduduk
Jumlah penduduk tahun 2012 yang paling banyak adalah Desa
Purwodadi sebesar 5.057 jiwa, dengan kepadatan penduduk 1.352
jiwa/km2, sedangkan yang paling sedikit penduduknya adalah Desa
Pesantren sebesar 2.127 jiwa dengan kepadatan penduduk 967 jiwa/km2.
Kepadatan penduduk total wilayah Puskesmas II Tambak adalah 1.134
jiwa/km2. Penyebaran penduduknya cukup merata, mulai dari daerah
yang dekat jalan raya sampai ke daerah
C. Petugas kesehatan
Tenaga kesehatan merupakan tenaga kunci dalam mencapai
keberhasilan pembangunan bidang kesehatan. Jumlah tenaga kesehatan dalam
wilayah Puskesmas II Tambak adalah sebagai berikut :
a. Tenaga Medis
Tenaga Medis atau dokter yang ada di sarana kesehatan dalam wilayah
Puskesmas II Tambak ada 3 (tiga) orang dokter umum. 2 dokter umum
yang bekerja di Puskesmas II Tambak dan 1 dokter umum praktek
mandiri, atau rasio 18/100.000 jumlah penduduk. Menurut standar
Indikator Indonesia Sehat (IIS) tahun 2010 ratio tenaga medis per 100.000
penduduk adalah 40 tenaga medis, berarti tenaga medis masih kurang.
b. Dokter Spesialis
Dokter spesialis tidak ada. Standar IIS 2010, 6/100.000 penduduk.
c. Dokter Gigi
Dokter gigi tidak ada. Standar IIS 2010, 11/100.000 penduduk
d. Tenaga Farmasi
Tenaga farmasi tidak ada. Standar IIS 2010, 10/100.000 penduduk
e. Tenaga Bidan
Tenaga D-III Kebidanan jumlahnya 7 orang. Berarti ratio tenaga bidan
adalah 43/100.000 penduduk. Standar IIS 2010, jumlah tenaga bidan
100/100.000 (16 bidan). Berarti jumlah bidan masih kurang 9 bidan.
f. Tenaga Perawat
Tenaga perawat kesehatan yang ada di Puskesmas II Tambak lulusan SPK
ada 2 orang dan D-III Keperawatan 3 orang, jumlah seluruhnya ada 5
orang perawat (ratio 31/100.000 jumlah penduduk). Standar IIS tahun
2010, adalah 117,5/100.000 penduduk ( sekitar 19 perawat). Berarti
kurang 14 orang perawat.
g. Tenaga Gizi
Tenaga Gizi di Puskesmas II Tambak jumlahnya 1 orang, lulusan D-III
Gizi, ratio 6/100.000 penduduk. Standar IIS 2010, 22/100.000 penduduk
(3,5 ahli gizi). Berarti kurang 3 orang ahli gizi.
h. Tenaga Sanitasi
Tenaga Sanitasi ada 1 orang dengan pendidikan D-I. Ratio 6/100.000
penduduk. Standar IIS 2010, 40/100.000 penduduk (6,5 tenaga sanitasi).
Kurang 5 orang tenaga sanitasi.
i. Tenaga Kesehatan Masyarakat
Tenaga Kesehatan Masyarakat ada 2 orang. Standar IIS tahun 2010,
40/100.000 penduduk (6,5). Masih kurang 4 orang tenaga kesehatan
masyarakat
Tabel : Ratio Jumlah Tenaga Kesehatan terhadap Jumlah Penduduk
di Puskesmas II Tambak, tahun 2012.
No. Jenis Tenaga Jumlah
Tenaga
Kesehatan
Ratio per
100.000
pddk
Target IIS
per 100.000
pddk
1. Dokter Umum 3 15 40
2. Dokter Spesialis 0 0 6
3. Dokter Gigi 0 0 11
4. Farmasi 0 0 10
5. Bidan 7 43 100
6. Perawat 5 31 117,5
7. Ahli Gizi 1 6 22
8. Sanitasi 1 6 40
9. Kesehatan
Masyarakat
2 24 40
D. Sarana Kesehatan
1. Sarana Kesehatan Dengan Kemampuan Labkes
Puskesmas Tambak II satu-satunya sarana kesehatan yang mempunyai
kemampuan Labkes di wilayah Puskesmas Tambak II.
2. Rumah Sakit Yang Menyelenggarakan 4 Pelayanan Dasar
Rumah Sakit yang menyelenggarakan 4 pelayanan dasar tidak ada.
3. Pelayanan Gawat Darurat
Pelayanan gawat darurat di wilayah Puskesmas Tambak II hanya ada
di Puskesmas.
E. Pembiayaan Kesehatan
Penyelenggaraan pembiayaan di Puskesmas Tambak II terdiri dari
operasional umum, Jamkesmas, Jampersal dan dana BOK dengan tujuan
agar semua program kesehatan di Puskesmas Tambak II ini berjalan
dengan lancer dan mencapai target yang telah ditentukan. Anggaran dana
operasional umum di Rencana Kerja Anggaran tahun 2012 adalah
Rp.99.313.000,00 (sembilan puluh sembilan juta tiga ratus tiga belas ribu
rupiah), dan dapat direalisasikan Rp. 95.523.671,00 (96,2%). Rencana
anggaran untuk tahun 2013 sama seperti tahun 2012 yaitu
Rp.99.313.000,00. Sedangkan untuk dana Jamkesmas dan Jampersal tahun
2012 direncanakan sebesar Rp. 174.875.050,00 dan dapat direalisasikan
sebesar Rp. 78.982.800,00 (45,16%). Kemudian untuk RKA tahun 2013
Jamkesmas Jampersal adalah Rp. 148.576.200,00.
Dana Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) tahun 2012 di
rencanakan Rp. 58.000,00 (lima puluh delapan juta rupiah) dan 100%
dapat direalisasikan. Tahun 2013 dana BOK dianggarkan sebesar
Rp.60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah).
II. Capaian Program dan Derajat Kesehatan Masyarakat
Untuk melihat gambaran dari derajat kesehatan masyarakat di wilayah
Puskesmas II Tambak, dapat dilihat dari angka kematian (mortalitas), angka
kesakitan (morbiditas) dan status gizi.
A. MORTALITAS
Angka kematian dapat dipergunakan untuk menilai derajat kesehatan
masyarakat diwilayah tertentu dalam waktu tertentu. Disamping untuk
mengetahui derajat kesehatan, juga dapat digunakan sebagai tolok ukur
untuk menilai tingkat keberhasilan dari program pembangunan kesehatan
dan pelayanan kesehatan di suatu wilyah tertentu. Angka kematian
berdasarkan data yang dihimpun dari berbagai sumber dipaparkan sebegai
berikut dibawah ini.
1. Angka Kematian Bayi
Angka kelahiran hidup di wilayah Puskesmas II Tambak tahun 2012
adalah 299 (147 laki-laki dan 152 perempuan. Sedangkan kasus bayi
mati 4 bayi. Berarti angka kematian bayi (AKB) di wilayah
Puskesmas II Tambak adalah 13,4 per 1.000 kelahiran hidup.
Jika dibandingkan dengan AKB Puskesmas II Tambak tahun lalu yaitu
16,6/1.000 kelahiran maka terjadi penurunan 3,2/1.000 kelahiran
hidup. Dan jika dibandingkan dengan target Millenium Development
Goals (MDGS) tahun 2015 sebesar 17/1000 kelahiran hidup maka
AKB di Puskesmas II Tambak termasuk baik karena telah melampaui
target. Sebagai gambaran AKB selama periode 5 tahun terakhir (2008-
2012) dapat dilihat di grafik berikut
GAMBAR 2.1
GRAFIK ANGKA KEMATIAN BAYI PER 1.000 KELAHIRAN HIDUP
DI PUSKESMAS II TAMBAK TAHUN 2008 – 2012
2. Angka Kematian Ibu
Angka Kematian Ibu (AKI) adalah kematian yang terjadi pada ibu
karena peristiwa kehamilan, persalinan, dan masa nifas. Pada tabel 8
dapat dilihat bahwa angka kematian ibu (AKI) tahun 2012 adalah 3
kasus atau 1.003,3 per 100.000 kelahiran hidup. Sedangkan tahun
2011 adalah 662,3 per 100.000 kelahiran hidup. Kemudian tahun 2008
sampai tahun 2010 tidak ada kasus kematian ibu.
Angka-angka tersebut diatas masih belum mencapai target
AKI Jawa Tengah yaitu, 60 per 100.000 kelahiran hidup. Dilihat dari
kenyataan ini dapat dikatakan bahwa program KIA belum berjalan
secara optimal.
3. Angka Kematian Balita
Dilihat dari tabel 7 angka kematian Balita tahun 2013 nihil.
Sedangkan balita mati pada tahun 2011 juga nihil atau 0/1.000
kelahiran hidup. Tahun 2008 dan tahun 2009 angka kematian Balita
juga 0/1.000 kelahiran hidup. Ini menunjukan hasil pencapaian yang
baik dan perlu untuk dipertahankan.
B. MORBIDITAS
1. Malaria
Pada tahun 2012 tidak ditemukan kasus malaria positif maupun
malaria klinis. Demikian juga pada tahun 2011 juga tidak ditemukan
kasus malaria. Kasus malaria terakhir pada tahun 2010 ditemukan
malaria klinis sebanyak 32 atau 1,61 per 1000 penduduk. Positif
malaria 3 kasus (1,6/1000 pddk) atau 9 % dari jumlah malaria klinis.
Semua mendapatkan pengobatan. Bila dibandingkan dengan tahun
2009 terjadi peningkatan kasus karena pada tahun 2009 positif malaria
hanya 2 kasus (0,1/1000 pddk), dan pada tahun 2008 kasus malaria
positif tidak ditemukan.
Walau angkanya termasuk kecil, dan tidak menunjukan endemis
malaria namun demikian perlu diwaspadai karena semua kasus malaria
disini adalah eksodan dari luar jawa
2. TB Paru
Jumlah penemuan TB Paru BTA positif tahun 2012 adalah sebanyak 5
kasus atau CDR 25/100.000 penduduk. Sedangkan pada tahun 2011
adalah 12 kasus atau CDR 60/100.000 penduduk dengan angka
kesembuhan 66,67%. Sedangkan tahun 2010 kasus TB Paru BTA
positif 7 kasus atau 33/100.000 penduduk.
3. HIV/AIDS
Kasus HIV tidak pernah ada yang terdeteksi dalam wilayah kerja atau
tidak pernah ada kasus positif HIV. Hal ini tidak bisa menunjukan
secara pasti tidak adanya kasus HIV, sebab bisa dimungkinkan ada
kasus tetapi tidak karena pemeriksaan laborat untuk penderita HIV
sementara baru dilakukan pada klinik VCT atau di PMI pada waktu
donor darah. Dan Puskesmas selaku yang mempunyai wilayah belum
pernah mendapatkan tembusan hasil pemeriksaan laborat dari klinik
VCT maupun PMI karena laporan langsung ke tingkat kabupaten.
4. Acute Flaccid Paralysis (AFP)
Tidak ditemukan kasus AFP dalam wilayah kerja Puskesmas II
Tambak tahun 2012 maupun tahun sebelumnya. Hal ini dapat
dijadikan indikator keberhasilan program, baik program immunisasi
polio maupun program penemuan penderita AFP. Namun demikian
kita harus tetap waspada akan terjadinya AFP karena angka penemuan
penderita AFP kabupaten tahun 2011 adalah 6 kasus dan tahun 2010,
ditemukan 2 kasus.
5. Demam Berdarah Dengue (DBD)
Kasus DBD tidak ditemukan pada tahun 2012 dan tahun 2011.
Sedangkan pada tahun 2010 ada 5 kasus (25,13/100.000 pddk) dan
pada tahun 2009 juga ditemukan 5 kasus (25,45/100.000 pddk), pada
tahun 2008. Hal ini menunjukan terjadinya peningkatan kasus DBD
dari tahun 2008 sampai tahun 2010. Ini perlu diwaspadai terutama
masalah penularan penyakit DBD ini terkait erat dengan masalah
lingkungan. Program pemberantasan sarang nyamuk tentunya perlu
ditingkatan lagi selain dilakukan fogging apabila terjadi kasus DBD di
wilayah tertentu.
Gambar 2.2
Grafik Kasus DBD Per 100.000 Penduudk Di Puskesmas II Tambak
Tahun 2008-2011
6. Penyakit Tidak Menular
Dari tabel 84 dapat dilihat bahwa kasus penyakit tidak menular yang
terbanyak adalah Hypertensi, kemudian diikuti oleh Diabetes Militus
(DM), sedangkan peringkat ketiga dan seterusnya adalah astma
bronkhiale dan seterusnya.
Kalau dianalisa maka kebanyakan penyakit tidak menular disebabkan
oleh pola hidup yang kurang sehat. Mulai dari pola makan, pola
olahraga dan istirahat yang tidak baik yang bisa memicu timbulnya
penyakit tidak menular ini.
C. STATUS GIZI
Berdasarkan hasil Pemantauan Status Gizi di Posyandu melalui
penimbangan rutin tahun 2012, diperoleh hasil sebagai berikut :
1. Jumlah balita yang ada : 1.296 anak
2. Jumlah balita ditimbang : 895 anak (69,3%)
3. Jumlah balita yang naik BB-nya : 664 anak (74,2%)
4. Jumlah BGM : 23 anak (2,6%)
5. Jumlah Gizi buruk : 0 anak (0%).
Dari hasil tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa balita yang
ditimbang pada tahun 2012 mencapai angka 69,3% terjadi peningkatan
jika dibanding dengan tahun 2011 (66,3%). Angka balita yang naik berat
badannya mencapai 74,2 % ini juga terjadi peningkatan dari tahun 2011
(64,3%). Angka BGM (2,3%) dan BGT (0%) cukup baik karena masih
jauh dari angka 15% sebagai angka batasan maksimal BGM. Hal ini
menunjukan bahwa program gizi sudah cukup berhasil, namun demikian
perlu ditingkatkan kinerja posyandu terutama untuk mengaktifkan peran
serta untuk meningkatkan angka kehadiran balita di masing-masing
posyandu.
III. KERANGKA KONSEP MASALAH
A. Diabetes Melitus
1. Definisi Diabetes Melitus
Diabetes Mellitus (DM) adalah penyakit kronis metabolik, yang
mana terjadi insulin resisten atau defisiensi insulin. Diabetes Melitus
merupakan kelainan kronik mengenai metabolisme karbohidrat, lemak dan
protein. Gambaran khas dari Diabetes Mellitus adalah gangguan atau
kekurangan respon sekresi insulin, yang diterjemahkan menjadi gangguan
penggunaan karbohidrat (glukosa) dengan hasil akhir timbulnya
hiperglikemia(Balakumar, 2009; WHO, 2006).
2. Etiologi dan Klasifikasi Diabetes Melitus
Klasifikasi diabetes mellitus berdasarkan PERKENI tahun 2006 yaitu:
Tabel 4.1 Klasifikasi Diabetes Melitus
Jenis Etiologi
Tipe 1 Destruksi sel β, umumnya menjurus
ke defisiensi insulin absolute
(autoimun dan idiopatik)
Tipe 2 Bervariasi, mulai dari resistensi
insulin yang disertai defisiensi
insulin relative hingga defek sekresi
insulin yang dibarengi resistensi
insulin
Tipe lain a. Defek genetik fungsi sel β
b. Defek genetik kerja insulin
c. Penyakit eksokrin pancreas
d. Endokrinopati
e. Karena obat atau zat kimia
f. Infeksi
g. Sindrom genetk lain yang
berkaitan dengan DM
Diabetes Melitus Gestasional Intoleransi glukosa yang timbul atau
terdeteksi pada kehamilan pertama
dan gangguan toleransi glukosa
setelah terminasi kehamilan
a. Diabetes Mellitus
Diabetes tipe ini terjadi akibat kerusakan sel β pankreas. Dulunya
DM tipe 1 disebut juga diabetes onset-anak dan diabetes rentan
ketosis (dikarenakan sering menimbulkan ketosis). Onset DM tipe 1
terjadi sebelum kisaran usia 25-30 tahun (tetapi tidak selalu demikian
karena orang dewasa dan lansia yang kurus juga dapat mengalami
diabetes jenis ini). Fungsi dari sekresi insulin mengalami defisiensi
yang mengkibatkan jumlahnya sangat rendah ataupun tidak ada sama
sekali. Dengan keadaan seperti itu tanpa pengobatan dengan insulin
pasien biasanya akan mudah terjerumus ke dalam situasi ketoasidosis
diabetik. Gejala biasanya muncul secara mendadak, cepat dan berat
perjalanannya yang sangat progresif jika tidak dipantau, yang dapat
berkembang menjadi ketoasidosis dan koma. Ketika diagnosa bisa
ditegakkan, pasien biasanya memiliki berat badan yang rendah. Hasil
tes deteksi antibodi islet hanya bernilai sekitar 50-80% dan KGD >140
mg/dL (Fauci, 2008)
Pada DM tiper 1 terjadi defisiensi absolut insulin. Insulin adalah
hormon yang diproduksi sel β di pankreas, sebuah kelenjar yang
terletak di belakang lambung, yang berfungsi mengatur metabolisme
glukosa menjadi energi serta mengubah kelebihan glukosa menjadi
glikogen yang disimpan di dalam hati dan otot (Powers, 2005; NDIC,
2008). Tidak keluarnya insulin dari kelenjar pankreas penderita DM
tipe 1 bisa disebabkan oleh reaksi autoimun berupa serangan antibodi
terhadap sel β pankreas (Fauci, 2008)
b. Diabetes Mellitus Tipe 2
Diabetes Melitus Tipe ini disebut juga diabetes onset-matur (atau
onset-dewasa) dan diabetes resistan-ketosis (istilah NIDDM
sebenarnya tidak tepat karena 25% diabetes, pada penderita harus
diobati dengan insulin perbedaannya mereka tidak memerlukan insulin
sepanjang usia dan masih bisa dilakukan pemberian OHO). DM tipe 2
merupakan penyakit endokrinologi yang mewakili kurang-lebih 85%
kasus DM di Negara maju, dengan prevalensi sangat tinggi (35%
orang dewasa) pada masyarakat yang mengubah gaya hidup tradisional
menjadi modern, DM tipe 2 mempunyai onset pada usia sekitar
pertengahan (40-an tahun), atau lebih tua, dan jarang ataupun tidak
berkembang kearah ketosis. Kebanyakan penderita memiliki berat
badan yang lebih(obesitas). Atas dasar ini pula, penyandang DM jenis
ini dikelompokkan menjadi dua, yaitu kelompok obes dan kelompok
non-obes. Kemungkinan untuk menderita DM tipe 2 akan berlipat
ganda jika berat badan bertambah sebanyak 20% di atas berat badan
ideal dan usia bertambah 10 tahun atau di atas 40 tahun dan Gejala
muncul perlahan-lahan dan biasanya ringan (kadang-kadang bahkan
belum menampakkan gejala selama bertahun-tahun) serta progresivitas
gejala berjalan lambat. Keadaan Koma hiperosmolar dapat terjadi pada
kasus-kasus DM tipe II yang berat. Namun, ketoasidosis jarang
ditemukan pada kasus DM tipe II, kecuali pada kasus yang disertai
stress atau infeksi. Kadar insulin menurun atau bahkan tinggi, insulin
bekerja tidak efektif ,Pengendaliannya hanya berupa diet dan olahraga
ringan, atau dengan pemberian obat hipoglisemik yang diminum
secara teratur (Fauci, 2008).
c. Diabetes Melitus Tipe Lain (Annemans, 2008; Powers, 2005)
DM ini disebabkan oleh
1) Defek genetik fungsi sel β
2) Defek genetik dalam kerja insulin
3) Penyakit eksokrin pankreas misalnya: pankreatitis, pankreatektomi,
neoplasma, dan lain-lain.
4) Endokrinopati misalnya akromegali, Cushing's syndrome,
glucagonoma, pheochromocytoma, hyperthyroidism,
somatostatinoma, aldosteronoma
5) Karena obat atau zat kimia misalnya Vacor, pentamidine, nicotinic
acid, glucocorticoids, thyroid hormone, diazoxide, β-adrenergic
agonists, thiazides, phenytoin, α -interferon, protease inhibitors,
clozapine
6) Infeksi misalnya infeksi congenital rubella, cytomegalovirus,
coxsackie
7) Imunologi misalnya "stiff-person" syndrome, antibody anti reseptor
insulin
8) Sindrom genetik lain Down's syndrome, Klinefelter's syndrome,
Turner's syndrome, Wolfram's syndrome, Friedreich's ataxia,
Huntington's chorea, Laurence-Moon-Biedl syndrome, myotonic
dystrophy, porphyria, Prader-Willi syndrome.
d. Diabetes Melitus Gestasional
Diabetes mellitus gestasional didefenisikan sebagai setiap
intoleransi glukosa yang timbul atau terdeteksi pada kehamilan
pertama, tanpa memandang derajat intoleransi serta tidak
memperhatikan apakah gejala ini lenyap atau menetap selepas
melahirkan. Diabetes jenis ini biasanya muncul pada kehamilan
trimester kedua dan ketiga. Kategori ini mencakup DM yang
terdiagnosa ketika hamil (sebelumnya tidak diketahui). Wanita yang
sebelumnya diketahui telah mengidap DM dan kemudian hamil, tidak
termasuk ke dalam kategori ini (Fauci, 2008)
3. Patofisiologi
Sel β pankreas berfungsi untuk mengatur kadar glukosa darah yang
diperankan oleh suatu hormone yang disebut insulin. Pada DM tipe 2, hal
yang lebih dipermasalahkan bukanlah kurangnya sekresi insulin oleh sel-
sel β pulau langerhans, tetapi lebih kepada ketidaknormalan reseptor
insulin (resistensi insulin) dalam merespon hormon insulin dengan faktor
pemicu, diantaranya adalaha gaya hidup (life style), pola makan, obesitas
dan penuaan (degeneratif). Diabetes melitus tipe 2 ditandai dengan
resistensi insulin, dimana jaringan gagal merespon terhadap insulin dengan
kadar normal disertai dengan kompensasi hiperinsulinemia, meskipun
sekresi insulin ini sebenarnya mulai abnormal. Tetapi sekresi insulin oleh
sel pulau langerhans gagal melampaui resistensi insulin, sehingga untuk
memenuhi kebutuhan glukosa tubuh terjadi proses glukoneogenesis.
Pada saat kadar insulin plasma puasa mulai menurun, maka efek
penekanan insulin terhadap produksi glukosa hati, khususnya
glukoneogenesis mulai berkurang sehingga pelepasan glukosa hati
meningkat, mengakibatkan kadar gula darah puasa akan semakin
meningkat pula (Rao et al, 2004; Shoelson, 2006).
DM tipe 2 atau Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus
(NIDDM) disebabkan kegagalan relatif sel β dan resistensi insulin. Pada
jenis DM tipe 2, jumlah insulin bisa normal atau lebih, tetapi jumlah
reseptor insulin yang terdapat dalam permukaan sel yang kurang, sehingga
dapat menyebabkan resistensi insulin. Kenaikan kadar insulin plasma ini
dapat diinterpretasikan sebagai usaha pankreas yang mulai terganggu
dalam mengimbangi kenaikan glukosa darah. Akan tetapi apabila KGD
meningkat melebihi 140 mg/dl, sel β tidak sanggup lagi mengimbangi
kenaikan KGD tersebut, mulailah terjadi kegagalan sel β dan sekresi
insulin mulai berkurang (Rao et al, 2004; Shoelson, 2004).
Pada proses fisiologis yang dilakukan oleh sel-sel β pulau
langerhans, terdapat 3 fase fisiologis insulin yang dilakukan. Pertama,
glukosa plasma tetap normal meskipun terlihat adanya resistensi insulin
karena kadar insulin yang meningkat. Pada fase kedua, resistensi insulin
cenderung memburuk yang diikuti peningkatan konsentrasi insulin,
sehingga mengakibatkan hiperglikemia pasca prandial. Sedangkan fase
yang ketiga, resistensi insulin tetap memburuk yang diikuti dengan
penurunan sekresi insulin, sehingga menyebabkan hiperglikemia yang
nyata walaupun dalam keadaan puasa (Immanuel dan Hendriyono, 2006).
4. Gejala Diabetes Melitus
Gejala diabetes adalah adanya rasa haus yang berlebihan, sering
kencing terutama malam hari dan berat badan turun dengan cepat. Di
samping itu kadang-kadang ada keluhan lemah, kesemutan pada jari
tangan dan kaki, cepat lapar, gatal-gatal, penglihatan kabur, gairah seks
menurun, dan luka sukar sembuh. Kadang-kadang ada pasien yang sama
sekali tidak merasakan adanya keluhan. Mereka mengetahui adanya
diabetes hanya karena pada saat check-up ditemukan kadar glukosa
darahnya tinggi. Oleh karena itu dalam rangka penyuluhan kepada pasien
sering mendapat hambatan karena sulit memotivasi. Memang saat ini
tidak ada keluhan tetapi mereka harus menyadari bahwa kadar glukosa
darah yang selalu tinggi dalam jangka panjang akan menimbulkan apa
yang disebut komplikasi jangka panjang akibat keracunan glukosa. Pasien
dapat terkena komplikasi pada mata hingga buta atau komplikasi lain
seperti kaki busuk (gangren), komplikasi pada ginjal, jantung, dll
(Waspadji et al, 2002).
5. Kriteria Diagnosis Diabetes Melitus (ADA, 2011)
1) Kadar Glukosa plasma sewaktu > 200 mg/dl (11,1 mmol/L) pada
seseorang dengan keluhan diabetes melitus, seperti banyak buang air
kecil, mudah haus , cepat lapar dan penurunanan berat badan.
2) Kadar Glukosa plasma puasa 126 mg/dl (7,0 mmol/L).
3) Pada pemeriksaan tes toleransi glukosa oral, 2 jam setelah beban 75
mg glukosa oral, > 200 mg/dl (11,1 mmol/L)
4) Kadar Hba1c lebih dari >6,5%
6. Faktor Risiko Diabetes Melitus
Ruang lingkup faktor risiko DM dibagi atas dua faktor, yaitu:
a. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi(unmodifiable risk factors):
1) Usia
Semakin meningkat usia, fungsi organ tubuh akan semakin
menurun. Aktivitas sel β pankreas untuk menghasilkan insulin
menjadi berkurang dan sensitivitas sel-sel jaringan menurun
sehingga tidak menerima insulin. Keadaan ini menyebabkan
penurunan kemampuan fungsi tubuh dalam mengendalikan kadar
gula darah yang tinggi (Perkeni, 2006). Orang berusia lebih dari 45
tahun lebih berisiko mengalami DM.
2) Riwayat keluarga dengan diabetes mellitus
Seorang anak merupakan keturunan pertama dari orang tua dengan
DM berisiko mendapat DM tipe 2 adalah 15% bila salah satu
orangtuanya menderita DM dan berisiko 75% jika kedua
orangtuanya menderita DM. Selain itu, pada umumnya bila
seseorang menderita DM maka saudara kandungnya mempunyai
risiko DM sebesar 10% (Perkeni, 2006).
3) Riwayat melahirkan bayi dengan berat badan (BB) lahir > 4000
gram atau riwayat pernah menderita diabetes gestasional/
kehamilan dengan DM (Perkeni, 2006).
4) Riwayat lahir dengan berat badan lahir rendah (BBLR) yaitu <
2500 gram. Seseorang yang lahir dengan BBLR dimungkinkan
memiliki kerusakan pankreas, sehingga kemampuan pankreas
untuk memproduksi insulin akan terganggu (Perkeni, 2006).
b. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi (modifiable risk factors)
1) Berat badan lebih atau obesitas
Berat badan lebih diketahui jika Indeks Massa Tubuh (IMT)
seseorang yaitu >25 kg/m2. Obesitas merupakan salah satu faktor
risiko DM. Obesitas terjadi bila makanan yang dimakan
mengandung energi melebihi kebutuhan tubuh, sehingga kelebihan
energi tersebut akan disiimpan tubuh sebgai cadangan energi dalam
bentuk lemak yang mengakibatkan sesorang menjadi gemuk. Bila
makan berlebih dalam jangka waktu lama, cadangan lemak yang
ditimbun menjadi lebih banyak lagi sehingga seseorang menjadi
obesitas(Wajchenberg, 2000).
Cara sederhana mengetahui obesitas adalah dengan menghitung
Indeks Massa Tubuh. Penggunaan IMT disini hanya berlaku untuk
orang dewasa > 18 tahun dan tidak dapat diterapkan pada
pengukuran status gizi bayi anak, remaja dan ibu hamil serta
olahragawan (Supraiasa, 2002). Batas ambang IMT orang
Indonesia dikategorikan merujuk FAO /WHO yang telah
dimodifikasi berdasarkan pengalaman klinis dan hasil penelitian
dibeberapa negara berkembang, sebagai berikut :
Tabel 4.2 Kriteria IMT pada orang Indonesia
Kategori IMT
Kurus Kekurangan berat badan tingkat
berat
< 17
Kekurangan berat badan tingkat
ringan
17,0-18,4
Normal 18,5-25
Kegemukan Kelebihan berat badan tingkat ringan 25,0-27,0
Kelebihan berat badan tingkat berat >27,0
Sumber: Pedoman praktis memantau status gizi orang dewasa.
Depkes RI 1994.
2) Obesitas abdominal atau sentral
Sentral secara bermakna berhubungan dengan sindrom
metabolik (dislipidemia, hiperglikemia, hipertensia) yang didasari
oleh resistensi insulin. Obesitas sentral dapat diketahui dengan
pengukuran lingkar perut, pada pria > 102 cm (Asia > 90 cm) dan
Penelitian sebelumnya telah menemukan ada hubungan antara
obesitas sentral dan kadar gula darah, dimana terlihat semakin
tinggi lingkar pinggang semakin tinggi kadar gula darah.
Seseorang dengan obesitas sentral terjadi resistensi insulin
di hati yang mengakibatkan asam lemak bebas atau FFA (free fatty
acid) dan oksidasinya. FFA menyebabkan gangguan metabolisme
glukosa baik secara oksidatif maupun non-oksidatif sehingga
mengganggu pemakaian glukosa oleh jaringan perifer. Peningkatan
FFA pada orang yang gemuk pada umumnya terjadi karena proses
lipolisis jaringan adiposa lebih sering dari orang
normal(Valsamakis, et al., 2004)..
Peningkatan jumlah lemak visceral (abdominal)
mempunyai korelasi positif dengan hiperinsulin dan berkorelasi
negatif dengan sensitivitas insulin. Obesitas pada wanita > 82 cm
(Asia > 80 cm) (Nurtanio&Sunny, 2007).
3) Hipertensi
Insidensi penyakit kardiovaskuler dan gagal ginjal pada
penderita hipertensi terus meningkat sejalan dengan peningkatan
insidensi diabetes melitus. Banyak cara telah dilakukan untuk
upaya pencegahan meningkatnya insidensi tersebut, antara lain
upaya mengendalikan hipertensi salah satu faktor risiko penyakit
jantung koroner. Obat anti hipertensi yang layak digunakan telah
banyak ditawarkan pada pengelolaan hipertensi penderita diabetes
melitus. Diharapkan dengan terkontrol dengan baik tekanan darah
akan menyebabkan pengurangan risiko penyakit kardiovaskuler
(Haffner, 1998).
Tabel 4.3 Klasifikasi hipertensi menurut JNC-VII 2003
Kategori Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)
Normal ≤ 120 ≤ 80
Prehipertensi 121-139 81-90
Hipertensi derajat 1 140-159 91-99
Hipertensi derajat 2 >169 >100
4) Kurangnya aktivitas fisik
Kebugaran jasmani dapat menggambarkan kondisi fisik
seseorang untuk mampu melakukan kegiatan yang berhubungan
dengan aktivitas sehari-hari. Pada keadaan istirahat, metabolisme
otot hanya sedikit menggunakan glukosa darah sebagai sumber
energi, sedangkan pada saat beraktivitas fisik (olahraga), otot
menggunakan darah dan lemak sebagai sumber energi utama
(Waspadji, 2004).
Aktivitas fisik mengakibatkan sensitivitas reseptor dan
insulin akan semakin meningkat sehingga glukosa darah yang
dipakai untuk metabolisme energi semakin baik. Oleh karena itu,
seorang yang jarang melakukan aktivitas fisik atau berolahraga
menyebabkan sensitivitas reseptor dan insulin akan semakin
menurun sehingga glukosa darah akan tertimbun dan tidak terpakai
(Waspadji, 2004).
5) Diet tidak seimbang dengan tinggi gula dan rendah serat.
Konsumsi makanan yang tidak seimbang, tinggi gula dan
rendah serat juga merupakaan faktor risiko DM. Perencanaan
makanan yang dianjurkan seimbang dengan energi yang
dihasilkan, yaitu karbohidrat sekitar 45-65%, protein ±10-20%
dan lemak ± 20-25%.
6. Penatalaksanaan
Pilar penatalaksanaan Diabetes Melitus menurut Perkeni, 2006,
mencakup poin – poin di bawah ini :
1) Edukasi
2) Terapi gizi medis
3) Latihan jasmani
4) Intervensi farmakologis
Pengelolaan DM dimulai dengan pengaturan makan dan latihan
jasmani selama beberapa waktu (2-4 minggu). Apabila kadar glukosa
darah belum mencapai sasaran, dilakukan intervensi farmakologis dengan
obat hipoglikemik oral (OHO) dan atau suntikan insulin. Pada keadaan
tertentu, OHO dapat segera diberikan secara tunggal atau langsung
kombinasi, sesuai indikasi. Dalam keadaan dekompensasi metabolik berat,
misalnya ketoasidosis, stres berat, berat badan yang menurun dengan
cepat, adanya ketonuria, insulin dapat segera diberikan. Pengetahuan
tentang pemantauan mandiri, tanda dan gejala hipoglikemia dan cara
mengatasinya harus diberikan kepada pasien, sedangkan pemantauan
kadar glukosa darah dapat dilakukan secara mandiri, setelah mendapat
pelatihan khusus.
1) Edukasi
Diabetes tipe 2 umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan
perilaku telah terbentuk dengan mapan. Pemberdayaan penyandang
diabetes memerlukan partisipasi aktif pasien, keluarga dan masyarakat.
Tim kesehatan mendampingi pasien dalam menuju perubahan perilaku.
Untuk mencapai keberhasilan perubahan perilaku, dibutuhkan edukasi
yang komprehensif dan upaya peningkatan motivasi.
2) Terapi Gizi Medis
Terapi Gizi Medis (TGM) merupakan bagian dari
penatalaksanaan diabetes secara total. Kunci keberhasilan TGM adalah
keterlibatan secara menyeluruh dari anggota tim (dokter, ahli gizi,
petugas kesehatan yang lain dan pasien itu sendiri). Setiap penyandang
diabetes sebaiknya mendapat TGM sesuai dengan kebutuhannya guna
mencapai sasaran terapi. Prinsip pengaturan makan pada penyandang
diabetes hampir sama dengan anjuran makan untuk masyarakat umum
yaitu makanan yang seimbang dan sesuai dengan kebutuhan kalori dan
zat gizi masing-masing individu. Pada penyandang diabetes perlu
ditekankan pentingnya keteraturan makan dalam hal jadwal makan
jenis dan jumlah makanan, terutama pada mereka yang menggunakan
obat penurun glukosa darah atau insulin.
3) Latihan jasmani
Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani secara teratur
(3-4) kali seminggu selama kurang lebih 30 menit), merupakan salah
satu pilar dalam pengelolaan DM tipe 2. Kegiatan sehari-hari seperti
berjalan kaki ke pasar, menggunakan tangga, berkebun harus tetap
dilakukan. Latihan jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga dapat
menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas insulin,
sehingga akan memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan jasmani
yang dianjurkan berupa latihan jasmani yang bersifat aerobik seperti:
jalan kaki, bersepeda santai, jogging, dan berenang. Latihan jasmani
sebaiknya disesuaikan dengan umur dan status kesegaran jasmani.
Untuk mereka yang relatif sehat, intensitas latihan jasmani bisa
ditingkatkan, sementara yang sudah mendapat komplikasi DM dapat
dikurangi. Hindarkan kebiasaan hidup yang kurang gerak atau
bermalas-malasan.
4) Intervensi Farmakologis
Intervensi farmakologis ditambahkan jika sasaran glukosa
darah belum tercapai dengan pengaturan makan dan latihan jasmani.
a) Obat hipoglikemik oral (OHO)
Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 4 golongan:
1. Pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue)
a. Sulfonilurea
Obat golongan ini mempunyai efek utama
meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta pankreas, dan
merupakan pilihan utama untuk pasien dengan berat badan
normal dan kurang, namun masih boleh diberikan kepada
pasien dengan berat badan lebih. Untuk menghindari
hipoglikemia berkepanjangan pada berbagai keadaaan
seperti orang tua, gangguan faal ginjal dan hati, kurang
nutrisi serta penyakit kardiovaskular, tidak dianjurkan
penggunaan sulfonilurea kerja panjang.
b. Glinid
Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama
dengan sulfonilurea, dengan penekanan pada meningkatkan
sekresi insulin fase pertama. Golongan ini terdiri dari 2
macam obat yaitu: Repaglinid (derivat asam benzoat) dan
Nateglinid (derivat fenilalanin). Obat ini diabsorpsi dengan
cepat setelah pemberian secara oral dan diekskresi secara
cepat melalui hati.
2. Penambah sensitivitas terhadap insulin
a. Tiazolidindion
Tiazolidindion (rosiglitazon dan pioglitazon)
berikatan pada Peroxisome Proliferator Activated Receptor
Gamma (PPAR-γ), suatu reseptor inti di sel otot dan sel
lemak. Golongan ini mempunyai efek menurunkan
resistensi insulin dengan meningkatkan jumlah protein
pengangkut glukosa, sehingga meningkatkan ambilan
glukosa di perifer. Tiazolidindion dikontraindikasikan pada
pasien dengan gagal jantung klas I-IV karena dapat
memperberat edema/retensi cairan dan juga pada gangguan
faal hati. Pada pasien yang menggunakan tiazolidindion
perlu dilakukan pemantauan faal hati secara berkala.
3. Penghambat glukoneogenesis
a. Metformin
Obat ini mempunyai efek utama mengurangi
produksi glukosa hati (glukoneogenesis), di samping juga
memperbaiki ambilan glukosa perifer. Terutama dipakai
pada penyandang diabetes gemuk. Metformin
dikontraindikasikan pada pasien dengan gangguan fungsi
ginjal (serum kreatinin > 1,5 mg/dL) dan hati, serta pasien-
pasien dengan kecenderungan hipoksemia (misalnya
penyakit serebro- vaskular, sepsis, renjatan, gagal jantung).
Metformin dapat memberikan efek samping mual. Untuk
mengurangi keluhan tersebut dapat diberikan pada saat atau
sesudah makan.
4. Penghambat Glukosidase Alfa (Acarbose)
Obat ini bekerja dengan mengurangi absorpsi glukosa
di usus halus, sehingga mempunyai efek menurunkan kadar
glukosa darah sesudah makan. Acarbose tidak menimbulkan
efek samping hipoglikemia. Efek samping yang paling sering
ditemukan ialah kembung dan flatulens.
b) Insulin
Insulin diperlukan pada keadaan:
a. Penurunan berat badan yang cepat
b. Hiperglikemia berat yang disertai ketosis
c. Ketoasidosis diabetik
d. Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik
e. Hiperglikemia dengan asidosis laktat
f. Gagal dengan kombinasi OHO dosis hampir maksimal
g. Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke)
h. Kehamilan dengan DM/diabetes melitus gestasional yang tidak
terkendali dengan perencanaan makan
i. Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat
j. Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO
Berdasar lama kerja, insulin terbagi menjadi empat jenis, yakni:
a. insulin kerja cepat (rapid acting insulin)
b. insulin kerja pendek (short acting insulin)
c. insulin kerja menengah (intermediate acting insulin)
d. insulin kerja panjang (long acting insulin)
7. Komplikasi DM
DM yang tidak terkontrol dapat menimbulkan komplikasi akut
maupun komplikasi kronik. Komplikasi akut berupa diabetik ketoasidosis
dan sindrom hiperosmolar non-ketotik yang dapat mengancam jiwa
penderita (American Diabetes Association, 2011). Sedangkan komplikasi
kroniknya yaitu:
a. Mikrovaskular
1) Penyakit mata
a) Retinopathy (nonproliferative/proliferative)
b) Edema Makular
2) Neuropati
a) Sensorik dan motorik (mono- and polyneuropathy)
b) Autonomik
3) Nefropati
b. Makrovaskular
1) Penyakit arteri koroner
2) Penyakit arteri perifer
3) Penyakit Serebrovaskuler
c. Yang lain
1) Gastrointestinal (gastroparesis, diare)
2) Genitourinary (uropathy/sexual dysfunction)
3) Dermatologik
4) Infeksi
5) Katarak
6) Glaukoma
7) Penyakit Periodontal (Fauci, 2008; Powers, 2005)
Durasi dan keparahan hiperglikemia berhubungan kuat dengan
progresivitas penyakit mikrovaskular akibat diabetes. (Fauci, 2008;
Kronenberg, 2008), Hal ini berdasarkan bahwa pencegahan hiperglikemia
kronik dapat menunda terjadinya retinopathy, neuropathy, dan
nephropathy (Fauci, 2008).
B. KERANGKA TEORI
Trias klasik DMPolidipsiPolifagipoliuria
GDS ≥ 200 mg/dL
GDP ≥ 126 mg/dL
GD2PP ≥ 200 mg/dL
DM
Tipe IKerusakan
sel β pancreas
Tipe IIResistensi
insulin
DM GestasionalDM pada wanita hamil 24 minggu,normal kembali
apabila melahirkan
Tipe Lain
Autoimun, idiopatik, genetik
Dapat dimiodifikasi :
Obesitas,Hipertensi,Kurangnya
Aktivitas fisik,Diet tinggi gula dan rendah serat
Tidak dapat dimodifikasi :
Usia,Genetik, Riwayat
melahirkan bayi dengan berat badan > 4000 gr, riwayat lahir dengan BBLR
< 2500 grr
Defek genetik fungsi sel β,
defek genetik kerja insulin,
penyakit eksokrin pankreas,
endokrinopati, obat/zat kimia
Non medikamentosa :
Edukasi,Terapi gizi medis,Latihan jasmani
Medikamentosa Insulin,
Sulfonil urea, Glinid
Tiazolidindion, metformin, acarbose
C. KERANGKA KONSEP
D. Hipotesis
Terdapat hubungan antara faktor-faktor yang mempengaruhi angka kejadian
diabetes melitus tipe 2 di wilayah kerja Puskesmas Tambak II Kabupaten
Banyumas.
Faktor yang tidak bisa dimodifikasi :Umur
Riwayat keluarga yang menderita diabetes mellitus
Riwayat melahirkan bayi dengan berat badan lahir > 4000 gr
Riwayat pernah menderita diabetes gestasional
Riwayat lahir dengan berat badan lahir rendah (BBLR) yaitu < 2500 gram.
Faktor yang bisa dimodifikasi:Obesitas periferObesitas sentral
Hipertensi
Aktivitas fisik yang kurang
Diit tinggi gula rendah serat
Diabetes Mellitus
IV. METODOLOGI PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode analitik observasional dengan desain
cross sectional. Desain ini digunakan untuk dapat menganalisis faktor-faktor
yang dapat menyebabkan terjadinya diabetes mellitus tipe 2 di Puskesmas
Tambak II.
B. Ruang Lingkup Kerja
Ruang lingkup kerja pada penelitian ini di wilayah cakupan Puskesmas
Tambak II, khususnya di posyandu lansia Desa Pesantren.
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi Penelitian
a. Populasi Target
Populasi target pada penelitian ini adalah masyarakat yang berusia di atas
usia 45 tahun atau lebih di Kecamatan Tambak
b. Populasi Terjangkau
Populasi terjangkau pada penelitian ini adalah masyarakat yang berusia
45 tahun atau lebih yang berada dalam cakupan wilayah Puskesmas
Tambak II, khususnya di posyandu lansia Desa Pesantren.
c. Besar sampel
Teknik pengambilan sampel penelitian dilakukan dengan cara total
sampling, yaitu seluruh pasien yang memenuhi kriteria penelitian dan
langsung dimasukkan sebagai sample penelitian
d. Kriteria inklusi meliputi:
1) Warga lansia Desa Pesantren yang bersedia menjadi responden
penelitian
e. Kriteria eksklusi meliputi:
1) Responden yang tidak hadir saat penelitian berlangsung
2) Responden penelitian yang sedang berpuasa
D. Variable Yang Diteliti
Variabel bebas yang diteliti adalah faktor yang mempengaruhi kejadian
diabetes mellitus tipe 2. Variabel tergantung adalah kejadian diabetes mellitus.
E. Definisi Operasional
1. Diabetes mellitus
Definisi : Glukosa plasma sewaktu > 200 mg/dl pada seseorang dengan
keluhan seperti sering buang air kecil, banyak minum, banyak makan dan
disertai penurunan berat badan
Cara ukur : Tes ini mengukur glukosa dalam darah dengan menggunakan
stick glukosa yang diambil kapan saja, tanpa memperhatikan waktu makan.
Hasil ukur:
Skala : Nominal
2. Obesitas sentral
Definisi : Penimbunan lemak di daerah pinggang atau perut, dibuktikan
dengan pengukuran lingkar pinggang.
Cara ukur : Lingkar pinggang diukur pada daerah diantara tulang rusuk
terakhir dengan crista illiaca, serta dalam pengukurannya harus melalui
umbilicus setelah melakukan ekspirasi maksimal dan dinyatakan dalam
sentimeter (cm) dan menggunakan pita pengukur butterfly sebagai alat ukur
Pengukuran dilakukan sebanyak tiga kali kemudian diambil nilai rata-rata
serta pengukuran dilakukan dalam posisi berdiri.
Diagnosis GDS Keluhan
Non Diabetes mellitus < 200
< 200
≥ 200
-
+
-
Diabetes mellitus ≥ 200 +
Hasil ukur :
Skala: Nominal
3. Obesitas perifer
Definisi : Cadangan lemak yang ditimbun berlebih di dalam tubuh, dibuktikan
dengan pengukuran indeks massa tubuh (IMT)
Cara ukur : IMT = BB (kg) / TB2 (meter).
Hasil ukur :
Skala : Nominal
4. Hipertensi
Definisi :Hipertensi atau disebut juga dengan istilah tekanan darah tinggi
adalah kondisi medis dimana tekanan darah 140/90 mmHg atau
lebih.
Cara ukur :Pengukuran dilakukan di salah satu lengan 2 kali dengan
menggunakan alat tensimeter.
Hasil ukur :
Skala: Nominal
5. Aktivitas fisik
Definisi : Olahraga atau latihan fisik sedang sampai berat selama 30
menit atau lebih secara terus menerus dan dilakukan
seminggu 3 kali.
Hasil ukur: Aktivitas fisik teratur
Aktivitas fisik tidak teratur
Skala : Nominal
Kategori Laki-laki Perempuan
Non obesitas sentral < 90 cm < 80 cm
Obesitas sentral ≥ 90 cm ≥ 80 cm
Kategori IMT
Non obesitas perifer <25
Obesitas perifer ≥25,0
Kategori Sistolik
(mmHg)
Diastolik
(mmHg)
Normal ≤ 120 ≤ 80
Hipertensi ≥140 ≥90
6. Diet
Definisi : Pola diit seimbang adalah makan secara teratur, konsumsi
sayur-sayuran dan buah-buahan >2 porsi sehari, dan gula
pasir <3 sendok makan sehari.
Hasil ukur : Pola diit seimbang
Pola diit tidak seimbang
Skala : Nominal
F. Instrumen Pengambilan Data
Sumber data adalah primer yang diperoleh dari wawancara dengan
menggunakan kuesioner dan pengukuran langsung terhadap responden.
Wawancara dilakukan terhadap responden yang berkunjung pada saat
posyandu lansia Puskesmas Tambak II dengan metode pertanyaan bersifat
kombinasi pertanyaan terbuka dan tertutup. Alat pengumpulan data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner, timbangan berat badan
analog, alat pengukur tinggi badan dengan menggunakan meteran serta
pengukuran lingkar lengan atas dan lingkar perut dengan menggunakan metline
dengan satuan cm.
G. Rencana Analisis Data
Analisis dan pengolahan data merupakan suatu langkah penting agar data
hasil wawancara penelitian dapat ditafsirkan oleh peneliti serta dibaca oleh
orang lain. Langkah-langkah analisis dan pengolahan data adalah sebagai
berikut:
1. Pengisian kuesioner
Pengisian kuesioner adalah menuliskan informasi yang didapatkan dari
responden baik dari wawancara maupun pemeriksaan yang meliputi
pengukuran tekanan darah, berat badan, tinggi badan, lingkar perut, serta
pengukuran gula darah sewaktu.
2. Tahap pengolahan data
a. Editing yaitu melakukan koreksi terhadap data yang terkumpul mengenai
kelengkapan, kejelasan, relevansi, dan konsistensi data.
b. Pengkodean yaitu merubah data yang berbentuk huruf menjadi bentuk
angka atau bilangan yang sesuai dengan klasifikasi yang ditetapkan
peneliti.
c. Entry data yaitu memindahkan data ke dalam komputer untuk diolah
lebih lanjut.
d. Tabulasi data yaitu membuat tabel untuk hasil pengumpulan dan
pengolahan data.
e. Penyajian data yaitu gambaran hasil yang bisa berupa tabel, tulisan atau
grafik.
f. Data dianalisa dengan metode analisis deskriptif dengan menggunakan
tabel distribusi frekuensi tentang karakteristik sampel sebagai analisis
univariat. Analisis bivariat menggunakan metode Chi-square untuk
mengetahui hubungan antar variabel.
Penyusunan laporan hasil penelitian
V. HASIL DAN ANALISIS PENYEBAB MASALAH
A. Hasil
1. Analisis Univariat
Penelitian dilakukan pada tanggal 5 dan 6 Februari 2014. Populasi target
pada penelitian ini adalah warga Posyandu Lansia II dan III Desa
Pesantren di wilayah kerja Puskesmas Tambak II. Berdasarkan total
sampel, didapatkan jumlah sampel sebanyak 60 responden yang dipilih
berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi. Dari hasil penelitian diperoleh
gambaran karakteristik responden penelitian berdasarkan jenis kelamin,
usia, IMT (Indeks Massa Tubuh), kadar glukosa darah, aktifitas fisik.
a. Karakteristik Responden Menurut Jenis Kelamin
Tabel 6.1. Karakteristik Responden Menurut Jenis Kelamin
Karakteristik JumlahN %
Jenis Kelamin Perempuan 58 96.7Laki-laki 2 3.3
Sumber: Data primer, 2014
Hasil penelitian pada responden menunjukkan bahwa distribusi
responden menurut jenis kelamin terdiri dari 58 orang (3.3%)
perempuan dan 2 orang (96.7%) laki-laki.
b. Karakteristik Responden Menurut usia
Tabel 6.2. Karakteristik Responden Menurut Usia
Karakteristik JumlahN %
Usia >55 33 5545-55 27 45
Sumber: Data primer, 2014
Hasil penelitian pada responden menunjukkan bahwa distribusi
responden menurut usia terdiri dari 33 orang (55%) yang berusia
diatas 55 tahun dan 27 orang (45%) yang berusia antara 45-55 tahun
c. Karakteristik Responden Menurut Penyakit Diabetes mellitus
Tabel 6.3. Karakteristik Responden Menurut penyakit Diabetes
mellitus
Karakteristik JumlahN %
Penyakit Diabetes Mellitus
DM 13 21.7Non-DM 47 78.3
Sumber: Data primer, 2014
Hasil penelitian pada responden menunjukkan bahwa distribusi
responden menurut penyakit diabetes mellitus terdiri dari 13 orang
(21.7%) yang menderita penyakit diabetes mellitus dan 47 orang
(78.3%) yang tidak menderita diabetes mellitus
d. Karakteristik Responden Menurut IMT
Tabel 6.4. Karakteristik Responden Menurut IMT
Karakteristik JumlahN %
IMT Obesitas Perifer 35 58,3%Non Obesitas Perifer 25 41,7%
Sumber: Data primer, 2014
Hasil penelitian pada responden menunjukkan bahwa distribusi
responden menurut IMT terdiri dari 35 orang (58,3%) obesitas perifer
dan 25 orang (41,7%) non obesitas perifer.
e. Karakteristik Responden Menurut Lingkar Pinggang
Tabel 6.5. Karakteristik Responden Menurut Lingkar Pinggang
Karakteristik JumlahN %
IMT Obesitas Sentral 35 58,3Non Obesitas Sentral 25 41,7
Sumber: Data primer, 2014
Hasil penelitian pada responden menunjukkan bahwa distribusi
responden menurut lingkar pinggang terdiri dari 35 orang (58,3%)
obesitas sentral dan 25 orang (41,7%) non obesitas sentral.
f. Karakteristik Responden Menurut Tekanan Darah
Tabel 6.6. Karakteristik Responden Menurut Tekanan Darah
Karakteristik JumlahN %
Tekanan Darah Hipertensi 35 58,3Non Hipertensi 25 41,7
Sumber: Data primer, 2014
Hasil penelitian pada responden menunjukkan bahwa distribusi
responden menurut tekanan darah terdiri dari 35 orang (58,3%)
hipertensi dan 25 orang (41,7%) non hipertensi.
g. Karakteristik Responden Menurut Aktivitas Fisik
Tabel 6.7. Karakteristik Responden Menurut Aktivitas Fisik
Karakteristik JumlahN %
Aktivitas fisik Teratur 14 23,3Tidak teratur 46 76,7
Sumber: Data primer, 2014
Hasil penelitian pada responden menunjukkan bahwa distribusi
responden menurut aktivitas fisik terdiri dari 14 orang (23,3%)
aktivitas fisik teratur dan 46 orang (76,7%) aktivitas fisik tidak teratur.
h. Karakteristik Responden Menurut Diit Makanan
Tabel 6.8. Karakteristik Responden Menurut Diit Makanan
Karakteristik JumlahN %
Diit Makanan Seimbang 19 31,7Tidak seimbang 41 68,3
Sumber: Data primer, 2014
Hasil penelitian pada responden menunjukkan bahwa distribusi
responden menurut diit makanan terdiri dari 19 orang (31,7%) diit
makanan seimbang dan 41 orang (68,3%) diit makanan tidak
seimbang.
2. Analisis Bivariat
a. Hubungan antara obesitas sentral dengan Diabetes mellitus tipe 2
Analisis bivariat hubungan antara obesitas sentral dengan Diabetes
mellitus tipe 2 terlihat pada tabel 6.9.
Tabel 6.9 Hubungan antara Obesitas Sentral dengan Diabetes Mellitus tipe 2
Kejadian Kasus DM TotalDM Non DM
Obesitas Sentral
Non Obesitas Sentral
10 25 35
3 22 25
Total 13 47 60p = 0,125
Pengujian terhadap data (tabel 6.9) yang diperoleh memenuhi
syarat uji chi-square dengan hasil uji menunjukkan p = 0,125, dengan
demikian nilai p lebih besar dari α (α = 0,05). Hasil penelitian ini
secara statistik tidak terdapat hubungan antara obesitas sentral dengan
Diabetes mellitus tipe 2
b. Hubungan antara hipertensi dengan Diabetes mellitus tipe 2
Analisis bivariat hubungan antara hipertensi dengan Diabetes mellitus
tipe 2 terlihat pada tabel 6.10
Tabel 6.10 Hubungan antara Hipertensi dengan Diabetes mellitus
tipe 2
Kejadian Kasus DM TotalDM Non DM
Hipertensi
Non Hipertensi
11 24 35
2 23 25
Total 13 47 60p = 0,030
Pengujian terhadap data (tabel 6.10) yang diperoleh memenuhi syarat
uji chi-square dengan hasil uji menunjukkan p = 0,030 dengan
demikian nilai p lebih kecil dari α (α = 0,05). Hasil penelitian ini
secara statistik menunjukkan terdapat hubungan yang bermakna antara
hipertensi dengan Diabetes mellitus tipe 2.
c. Hubungan antara Aktivitas FIsik dengan Diabetes Mellitus tipe 2
Analisis bivariat hubungan antara aktivitas fisik dengan Diabetes
mellitus tipe 2 terlihat pada tabel 6.11
Tabel 6.11 Hubungan antara Aktivitas Fisik dengan Diabetes
mellitus tipe 2
Kejadian Kasus DM Total
DM Non DM
Teratur
Tdak teratur
3 11 14
10 36 46
Total 13 47 60
p = 0,980
Pengujian terhadap data (tabel 6.11.) yang diperoleh memenuhi
syarat uji chi-square dengan hasil uji menunjukkan p = 0,980, dengan
demikian nilai p lebih besar dari α (α = 0,05). Hasil penelitian ini
secara statistik menunjukkan tidak terdapat hubungan secara statistik
antara aktivitas fisik dengan Diabetes mellitus tipe 2.
d. Hubungan antara Diit Makanan dengan Diabetes Mellitus tipe 2
Analisis bivariat hubungan antara diit makanan dengan Diabetes
mellitus tipe 2 terlihat pada tabel 6.12
Tabel 6.12 Hubungan antara Diit Makanan dengan Diabetes
mellitus tipe 2
Kejadian Kasus DM TotalDM Non DM
Diit seimbang
Diit tidak seimbang
5 14 19
8 33 41
Total 13 47 60p = 0,552
Pengujian terhadap data (tabel 6.12) yang diperoleh memenuhi
syarat uji chi-square dengan hasil uji statistik p = 0,552 dengan
demikian nilai p lebih besar dari α (α = 0,05). Jadi, hasil penelitian ini
secara statistik menunjukkan tidak terdapat hubungan yang bermakna
antara diit makanan dengan Diabetes mellitus tipe 2.
Dari hasil analisis bivariat yang telah dilakukan kepada seluruh faktor
resiko penyakit Diabetes mellitus tipe 2 ditemukan bahwa terdapat hubungan
bermakna antara hipertensi dengan kejadian Diabetes mellitus tipe 2
VI. ALTERNATIF PEMECAHAN MASALAH
A. Penyusunan Alternatif Pemecahan Masalah
Beberapa alternative pemecahan masalah yang dapat digunakan sebagai
pilihan untuk membantu mengatasi permasalahan diabetes mellitus tipe 2 di
wilayah kerja Puskesmas Tambak II antara lain :
1. Penyuluhan mengenai penyakit DM
2. Pembagian leaflet mengenai penyakit DM
3. Pengobatan gratis
B. Penentuan Alternatif Terpilih
Penentuan prioritas pemecahan masalah harus memperhitungkan
beberapa aspek, karena tidak semua alternative pemecahan masalah dapat
dilakukan. Aspek-aspek tersebut meliputi sarana, tenaga, dana, serta waktu.
Prioritas masalah dapat dipilih dengan menggunakan suatu metode yaitu
metode Reinke. Metode ini menggunakan dua kriteria, yaitu efektivitas dan
efisiensi jalan keluar.
Efektifitas jalan keluar meliputi besarnya masalah yang dapat diatasi,
pentingnya jalan keluar, sedangkan efisiensi jalan keluar dikaitkan dengan
biaya yang diperlukan untuk melakukan jalan keluar. Kriteria efisiensi jalan
keluar dikaitkan dengan biaya yang dikeluarkan dalam menyelesaikan
masalah. Pembagian skoring-nya adalah dari sangat mahal (1), hingga sangat
murah (5).
Tabel 7.1. Kriteria dan Skoring Efektivitas Jalan Keluar
Skor M(besarnya masalah yang dapat diatasi)
I(kelanggengan
selesainya masalah)
V(kecepatan penyelesaian
masalah)
1 sangat kecil sangat tidak langgeng sangat lambat2 kecil tidak langgeng lambat3 cukup besar cukup langgeng cukup cepat4 besar langgeng cepat5 sangat besar sangat langgeng sangat cepat
Tabel 7.1 Kriteria dan Skoring Efisiensi Jalan Keluar
Skor C(biaya yang dikeluarkan)
1 Sangat mahal2 Mahal3 Cukup mahal4 Murah5 Sangat murah
Prioritas pemecahan masalah pada kasus DM di wilayah kerja
Puskesmas Tambak II dengan menggunakan metode Reinke adalah sebagai
berikut:
Tabel 7.3 Prioritas Pemecahan Masalah Metode Reinke
No Daftar Alternatif Jalan Keluar
Efektivitas Efisiensi MxIxVC
Urutan Prioritas MasalahM I V C
1 Penyuluhan mengenai penyakit DM
4 4 4 3 21,33 1
2 Pembagian leaflet mengenai penyakit DM
2 2 2 3 2,67 3
3 Pengobatan gratis 3 2 3 2 9 2
Berdasarkan hasil perhitungan prioritas pemecahan masalah dengan
menggunakan metode Reinke, maka diperoleh prioritas pemecahan masalah
yaitu, penyuluhan mengenai penyakit DM.
VII. RENCANA KEGIATAN DAN LAPORAN HASIL PELAKSANAAN
A. Latar Belakang
Diabetes mellitus adalah suatu kelompok penyakit metabolik dengan
karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja
insulin, atau kedua-duanya. Faktor resiko terjadinya Diabetes mellitus terdiri
dari faktor resiko yang dapat dimodifikasi dan tidak dapat dimodifikasi.
Faktor yang tidak dapat dimodifikasi diantaranya umur, jenis kelamin, riwayat
keluarga, sedangkan faktor yang dapat di modifikasi adalah obesitas, pola
makan yang sehat, aktifitas fisik, dan merokok (ADA, 2010).
Penyakit diabetes mellitus ini merupakan penyakit yang apabila
diabaikan akan menyebabkan terjadinya beberapa komplikasi yang serius bagi
penderitanya, diantaranya adalah koma hipoglikemia yang dipacu karena
penderita tidak patuh dengan jadwal makanan yang telah ditetapkan.
Komplikasi lain yang berhubungan dengan perubahan metabolik misalnya
pada ginjal dapat menyebabkan gangguan atau perubahan pada sirkulasi serta
penyaringan yang akibat lanjutnya adalah gagal ginjal (ADA, 2010).
Diabetes mellitus (DM) merupakan salah satu penyakit degeneratif
yang sampai saat ini masih cukup banyak ditemui. Penyakit diabetes mellitus
ini sangat berdampak terhadap produktivitas dan dapat menurunkan sumber
daya manusia, sehingga tidak hanya berpengaruh secara individu tetapi juga
terhadap kesehatan suatu Negara (Suyono, 2007). Diabetes mellitus masih
merupakan salah satu penyakit yang menjadi permasalahan dan juga
membutuhkan upaya promosi kesehatan mulai dari tingkat puskesmas. Semua
kegiatan, baik yang langsung maupun tidak langsung untuk meningkatkan
kesehatan (Promotif), mencegah penyakit (Preventif), terapi (Kuratif) fisik,
mental atau sosial dan pemulihan (Rehabilitatif) kesehatan (fisik, mental,
sosial) merupakan bentuk usaha untuk meningkatkan kesehatan masyarakat
termasuk pada penderita diabetes mellitus (Notoatmojo, 2003).
Menurut International Diabetes Frederetion (IDF) tahun 2012, 371
juta orang didunia menderita diabetes mellitus. Data World Health
Organization (WHO) tahun 2007, Indonesia merupakan Negara yang
menempati urutan keempat dengan jumlah penderita diabetes mellitus terbesar
di dunia setelah India, Cina, dan Amerika Serikat. Sedangkan menurut IDF
tahun 2012,Indonesia merupakan Negara dengan penderita DM ke tujuh
terbanyak di dunia. Total penderita DM Indonesia menurut Depkes RI tahun
2008 mencapai 8.246.000 jiwa dan diperkirakan menjadi 21.257.000 jiwa
penderita pada tahun 2030. Prevalensi diabetes mellitus di provinsi Jawa
Tengah pada tahun 2012 mencapai 0,55%.
Berdasarkan temuan data dari Puskesmas Tambak II pada Periode
januari 2011- Desember 2011, Penyakit DM termasuk 10 penyakit terbesar
dengan angka kejadian sebanyak 63 kasus. Pada periode Januari 2012-
Desember 2012 kasus DM mencapai 177 kasus dan dari data terbaru pada
periode Januari 2013-September 2013 temuan DM mencapai 237 kasus. Hal
ini menunjukkan bahwa angka kejadian penyakit DM semakin meningkat dari
tahun ke tahun. Oleh karena itu, perlu diperhatikan faktor-faktor risiko DM
pada masyarakat di Puskesmas Tambak II. Untuk dapat dilakukan pencegahan
dan pengendalian lebih lanjut mengenai faktor-faktor risiko DM tersebut.
Sehingga, dapat mengurangi angka kejadian penyakit DM di wilayah
puskesmas Tambak II.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Melakukan analisis kesehatan komunitas (Community Health Analysis) di
wilayah kerja Puskesmas Tambak II.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui faktor risiko diabetes melitus yang ada pada masyarakat di
wilayah kerja Puskesmas Tambak II.
b. Melakukan intervensi terhadap penyebab masalah kesehatan untuk
mengatasi masalah kesehatan di tempat penelitian.
C. Bentuk dan Materi Kegiatan
Kegiatan akan dilaksanakan disajikan dalam bentuk penyuluhan
tentang DM, faktor resiko Hipertensi terhadap DM, komplikasi DM, dan
manajemen DM kepada kader Posyandu Lansia Desa Pesantren Kecamatan
Tambak Kabupaten Banyumas.
D. Sasaran
Kader Posyandu Lansia Desa Pesantren Kecamatan Tambak
Kabupaten Banyumas.
E. Pelaksanaan
1. Personil
Penanggung jawab : dr. Indra (Preseptor Lapangan).
Pembimbing : Mba Dewi (Bidan Desa)
Pelaksana : Adrian Nugraha Putra
Femy Indriani
Rahmi Laksita Rukmi
Pembicara : Adrian Nugraha Putra
2. Waktu dan Tempat
Hari : Senin
Tanggal : 10 Februari 2014
Waktu : 09.00 – 10.00 WIB
Tempat : Balai Pertemuan Desa Pesantren
F. Rencana Anggaran
Konsumsi : Rp. 100.000,00
Jumlah : Rp. 100.000,00
VIII. LAPORAN HASIL PELAKSANAAN
Kegiatan penyuluhan penyakit DM yang meliputi tanda dan gejala,
faktor resiko terutama dengan penyakit hipertensi, komplikasi, dan manajemen
DM dilakukan pada para kader Posyandu lansia desa pesantren. Kegiatan tersebut
dilakukan pada hari Senin tanggal 10 Februari 2014 pukul 09.00-11.00 WIB.
Penyuluhan kepada kader Posyandu Desa Pesantren terpilih sebagai subjek
penyuluhan karena diharapkan dapat meningkatkan ilmu pengetahuan tentang
faktor resiko hipertensi terhadap DM, sehingga para kader tersebut dapat
menyampaikannya kepada masyarakat khususnya para lansia yang lebih luas di
Desa Pesantren.
Anggota kader Posyandu lansia di Desa Pesantren yang biasa hadir
sekitar ± 15 orang, akan tetapi pada pelaksanaan penyuluhan ini hanya dihadiri
oleh 10 orang. Selama penyuluhan berlangsung, para kader menunjukkan
ketertarikannya terhadap materi yang disampaikan, dan dalam kesempatan itu
pula para peserta diberi kesempatan untuk bertanya mengenai hal-hal yang belum
mereka pahami mengenai penyakit DM.
Pelaksanaan kegiatan ini tidak lepas dari beberapa kendala. Kendala
yang dihadapi diantaranya adalah adanya beberapa kader yang usianya sudah
lanjut, sehingga informasi yang disampaikan kurang dipahami dan dimengerti.
A. Monitoring dan Evaluasi
1. Pelaksanaan Kegiatan
Intervensi kesehatan yang dilakukan dengan melakukan penyuluhan
mengenai tanda dan gejala, faktor resiko terutama dengan penyakit
hipertensi, komplikasi, dan manajemen DM terhadap para kader posyandu
lansia desa pesantren kecamatan Tambak untuk meningkatkan ilmu
pengetahuan terhadap penyakit DM terutama mengenai faktor risiko
hipertensi terhadap DM. Kegiatan yang dilakukan diharapkan dapat
mengatasi masalah-masalah yang berhubungan dengan tingginya angka
kejadian diabetes.
Pelaksanaan kegiatan dilaksanakan melalui 3 tahap yaitu :
a. Tahap Persiapan
1. Perijinan
Perijinan dibuatkan oleh pihak dokter muda yang ditujukan
kepada dokter puskesmas dan Bidan desa yang berada di posyandu
lansia . Dalam pelaksanaan, penulis mendapatkan ijin secara lisan dari
dokter dan Bidan desa untuk mengadakan penelitian mengenai faktor
risiko yang mempengaruhi kejadian diabetes melitus terutama
hipertensi di wilayah puskesmas II tambak.
2. Materi
Materi yang disiapkan adalah materi tentang diabetes mellitus
dan hipertensi.
3. Sarana
Sarana yang dipersiapkan berupa laptop untuk membantu dalam
proses penyuluhan.
b. Tahap pelaksanaan
Hari/Tanggal : Senin, 10 Februari 2014
Pukul : 09.00-11.00 WIB
Tempat : Posyandu Desa Pesantren
Pembimbing : dr. Indra Purwa ( Selaku Dokter
Puskesmas II tambak)
dr. Nendyah R, MKK ( selaku Perceptor
Fakultas)
Bidan Dewi (selaku Bidan Desa yang
menangani Posyandu Desa Pesantren)
Pelaksana : Dokter Muda Unsoed (Adrian Nugraha
Putra, Femy Indriani, Rahmi Laksita
Rukmi )
Peserta : Peserta posyandu sebanyak 10 orang
c. Penyampaian materi
Penyampaian materi dilakukan dengan lisan untuk
menjelaskan tentang penyakit tanda dan gejala, faktor resiko
terutama dengan penyakit hipertensi, komplikasi, dan manajemen
DM.
d. Tahap Evaluasi
Tahap evaluasi adalah melakukan evaluasi mengenai 3 hal, yaitu
evaluasi formatif, evaluasi promotif, evauasi sumatif. Berikut ini akan
dijelaskan mengenai hasil evaluasi masing-masing aspek.
1. Evaluasi Formatif
Evaluasi formatif digunakan untuk mengetahui apakah kegiatan
sudah sesuai dengan masalah atau tidak. Pada kegiatan penyuluhan
ini materi yang disampaikan sudah sesuai dengan penelitian yang
dilakukan.
2. Evaluasi Promotif
Evaluasi promotif dilakukan untuki mengetahui apakah
pelaksanaan kegiatan penyuluhan sesuai dengan perencanaan.
Rencana penyuluhan yang dijadwalkan pada hari Senin, 10 Februari
2014 pukul 09.00 WIB sudah sesuai dengan yang dijadwalkan, akan
tetapi dalam pelaksanaannya kegiatan ini hanya dihadiri oleh 10
orang peserta, kurang 5 peserta dari 15 peserta yang ditargetkan.
3. Evaluasi Sumatif
Evaluasi sumatif dilakukan untuk mengetahui apakah
kegiatan penyuluhan dapat meningkatkan pengetahuan mengenai
faktor resiko DM terhadap hipertensi. Evaluasi ini dilakukan dengan
cara pemberi materi memberikan beberapa pertanyaan terhadap
paserta kader. Pada pelaksanaan kegiatan ini, para peserta dapat
menjawab 4 pertanyaan dari 5 pertanyaan mengenai materi yang
diberikan. Hal ini menunjukkan bahwa ilmu pengetahuan peserta
kader sudah terjadi peningkatan, sehingga diharapkan mampu
menekan jumlah prevalensi penyakit DM dan hipertensi serta deteksi
dini kesehatan lansia.
IX. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat ditarik kesimpulan
bahwa terdapat hubungan yang bermakna secara statistik antara faktor risiko
hipertensi terhadap angka kejadian diabetes melitus di wilayah kerja
puskesmas Tambak II Kabupaten banyumas.
2. Alternatif pemecahan masalah pada penelitian ini adalah penyuluhan secara
interaktif terhadap kader posyandu lansia tentang tanda dan gejala, faktor
resiko terutama dengan penyakit hipertensi, komplikasi, dan manajemen
DM.
B. Saran
1. Kegiatan penyuluhan ini untuk kedepannya perlu perencanaan dan persiapan
yang lebih matang agar target peserta dapat tercapai sehingga maksud dan
tujuan penyuluhan lebih tersampaikan.
2. Kegiatan penyuluhan ini diharapkan tidak hanya diberikan kepada para
kader saja tetapi juga kepada para warga lansia yang mempunyai faktor
risiko tinggi terkena penyakit DM.
3. Perlu diadakan penyuluhan secara periodik dan terpadu pada masyarakat di
wilayah kecamatan Tambak khususnya di Desa Pesantren mengenai
penyakit diabetes mellitus khususnya terhadap salah satu faktor risiko
penyakit tersebut yaitu hipertensi.
4. Bagi para kader diharapkan lebih berperan aktif dalam melakukan
pencegahan diabetes mellitus di masyarakat khusunya pada lansia dengan
melakukan perubahan pola hidup yang lebih sehat.
DAFTAR PUSTAKA
American Diabetes Association. 2011. Standards of Medical Care in Diabetes.Diabetes Care. (24) pp.S11-S61.
Annemans, L., Nadia Demarteau, Shanlian Hu, Tae-Jin Lee, Zaher Morad, Thanom Supaporn, Wu-Chang Yang, Andrew J. Palmer (2008). "An Asian Regional Analysis of Cost-Effectiveness of Early Irbesartan Treatment versus Conventional Antihypertensive, Late Amlodipine, and Late Irbesartan Treatments in Patients with Type 2 Diabetes, Hypertension, and Nephropathy." Value In Health II Nomer 3: 354-364
Balakumar, P., Mandeep Kumar Arora, Manjeet Singh (2009). "Emerging role of PPAR ligands in the management of diabetic nephropathy." Pharmacological Research
Depkes RI. 2012. Profil Kesehatan Jawa Tengah 2012. Available from : www.depkes.go.id. Diakses pada 23 Januari 2014
Fauci, A. S., Braunwald Eugene, Kasper Dennis, Hauser Stephen, Longo, Larry Jameson, Joseph Loscalzo. (2008). Harrison's Principles Of Internal Medicine Seventeenth Edition. United States of America, The McGraw-Hill Companies.
Haffner, S.M. et al. 1998. N Engl J Med;339:229–234
Immanuel S., Hendriyono. 2006. Maturity Onset Diabetes of The Young. MajalahKedokteran Indonesia volume 5 (No 2). 56-63.
International Diabetes Federation. 2012. IDF Diabetes Atlas. Available from : www.idf.org . Diakses pada 23 Januari 2014.
Nurtanio, N., Sunny, W., 2007. Resistensi Insulin pada Obesitas Sentral. BIK Biomed, Vol. 3 (3), pp.89-96.
Notoatmodjo. S, 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Rineka Cipta.
Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI). 2006. Diabetes The Silent Killer.
Powers, A.C., 2005. Diabetes Mellitus dalam D.L. Kasper, A.S. Fauci, D.L. Longo, E. Braunwald, S.L. Hauser, J.L Jameson, (eds). Harrison’s Priciples of Internal Medicine. 16th ed, McGraw-Hill Medical Publishing Division, New York: pp.2152-80.
Rao, Shoba S., Phillip, P., Tamara, M., 2004. Impaired Glucose Tolerance and Impaired Fasting Glucose. American Family Physician Vol. 69 (8), pp. 1961-8.
Shoelson, S.E., Lee, J.S., Goldfine, A.B., 2006. Inflamation and Insulin Resistence. J Clin Invest. (116), pp.1793-801
Suparaiasa, I.D.N., Bachyar, B., Ibnnu, F. 2002.Penilaian Status Gizi.Jakarta :Penerbit EGC. Hal 42-43,60
Valsamakis, G., Anwar, A., Tomlinson, J.W., Shackleton, C.H.L., Mc Ternan, P.G., Chetty, R., et al., 2004. 11β-Hydroxysteroid Dehydrogenase Type 1 Activity in Lean and Obese Males with Type 2 Diabetes Mellitus. J Clin Endocrinology and Metabolism, (89) pp.4755-61.
Wajchenberg, B.L., 2000. Subcutaneous and Visceral Adipose Tissue: Their relation to the metabolic syndrome. Endoc Rev 2002; 21 (6), pp.697-738.
Waspadji, Sarwono. 2004. PengelolaanFarmakologisDiabetesMellitus yang RasionaldalamBuku Ajar IlmuPenyakitDalamJilid I Edisi III. Jakarta: BalaiPenerbit FKUI: pp.648-54
WHO, 2006. Definition and Diagnosis of Diabetes Mellitus and Intermediate Hyperglycemia.
World Health Organization.(2007). Prevalence of diabetes worlwide (on-line). Available from : www.who.com. Diakses pada 23 Januari 2014.
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMANFAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN KEDOKTERANPURWOKERTO
2014
LEMBAR INFORMASI PENELITIAN
Kami adalah mahasiswa Jurusan Kedokteran Fakultas Kedokteran dan
Ilmu – Ilmu Kesehatan Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto, akan
melakukan penelitian dengan judul “FAKTOR-FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI ANGKA KEJADIAN DIABETES MELITUS TIPE 2
PADA LANSIA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TAMBAK II
KABUPATEN BANYUMAS”. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi faktor-
faktor risiko diabetes melitus tipe 2 pada masyarakat lansia Kecamatan Tambak
Kabupaten Banyumas. Tugas subyek penelitian adalah mengisi kuesioner atau
angket yang disediakan oleh peneliti.
Keikutsertaan subyek dalam penelitian ini adalah secara sukarela. Identitas
dan jawaban subyek dijamin kerahasiannya. Semua jawaban subyek hanya akan
digunakan untuk kepentingan penelitian. Tidak ada risiko yang akan terjadi pada
subyek dalam penelitian ini.
Subyek memiliki hak untuk mengundurkan diri dalam keikutsertaan
sebagai subyek dalam penelitian ini. Subyek dapat mengundurkan diri sebelum
dilakukan pengambilan data dengan memberitahu peneliti. Subyek yang
membutuhkan informasi lebih lanjut tentang penelitian ini dapat menghubungi
Femy Indriani, Rahmi Laksitarukmi dan Adrian Nugraha Putra mahasiswa
Jurusan Kedokteran Fakultas Kedokteran dan Ilmu-Ilmu Kesehatan Universitas
Jenderal Soedirman.
Hormat Kami,
PenelitiUNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATANJURUSAN KEDOKTERAN
PURWOKERTO2014
LEMBAR PERSETUJUAN PENELITIAN
“FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ANGKA KEJADIAN
DIABETES MELITUS TIPE 2 PADA LANSIA DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS TAMBAK II KABUPATEN BANYUMAS”
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama :
Usia :
Alamat :
Setelah membaca dan diberi penjelasan tentang penelitian ini, maka saya bersedia
menjadi subyek pada penelitian yang dilakukan oleh Femy Indriani, Rahmi
Laksitarukmi dan Adrian Nugraha Putra, mahasiswa Jurusan Kedokteran Fakultas
Kedokteran dan Ilmu-Ilmu Kesehatan Jurusan Kedokteran Universitas Jenderal
Soedirman Purwokerto.
Tambak, Februari 2014
(...................................)
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMANFAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN KEDOKTERANPURWOKERTO
2014
KUESIONER
FORMULIR PENGUKURAN FAKTOR RISIKO DM TIPE 2
A. IDENTITAS PRIBADI
1. Nama : L/P
2. Tempat, tanggal lahir :
3. Pekerjaan :
4. Pendidikan :
5. Suku :
6. Alamat :
7. No telp :
8. GDS :
9. Keluhan : 1. Banyak makan
2. Banyak minum
3. Banyak kencing
A. RIWAYAT FAKTOR RISIKO DM
1. Apakah anda lahir dengan BB < 2,5kg?
a. ya b. tidak
4. Apakah ada riwayat keluarga dengan DM?
a.ya b. tidak
5. Apakah anda mempunyai riwayat darah tinggi?
a. ya b. tidak
B. FAKTOR GAYA HIDUP
1. Berapa porsikah anda mengkonsumsi sayur atau buah setiap hari?
a. ≤ 2 porsi b. > 2 porsi
2. Apakah anda suka minum yang manis setiap hari?
a. ya b. tidak
3. Minuman manis apa yang sering anda konsumsi?
4. Berapa gelas minuman manis yang anda konsumsi dalam 1 hari?
a. 1 gelas b. > 1 gelas
5. Berapa sendok gula yang anda konsumsi dalam 1 gelas?
a. < 3 sdm b. 3 sdm
6. Aktivitas fisik : a. ya b. tidak
Bila ya : a. teratur b. tidak
Bila teratur : a. < 30 menit jalan kaki/hari atau olah raga < 3-4
hari/minggu
g. > 30 menit jalan kaki/hari atau olah raga > 3-4
hari/minggu
E. PENGUKURAN FAKTOR RISIKO DM
a. Tekanan darah : / mmHg
b. Berat badan : kg
c. Tinggi badan : cm
d. Indeks Massa Tubuh : kg/m2
e. Lingkar perut : cm
LAMPIRANPemeriksaan Gula darah
Kegiatan Penyuluhan