cha dm full contoh

87
COMMUNITY HEALTH ANALYSIS FAKTOR-FAKTOR RESIKO YANG MEMPENGARUHI ANGKA KEJADIAN DIABETES MELITUS TIPE 2 DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TAMBAK II KABUPATEN BANYUMAS Disusun Oleh Adrian Nugraha Putra G1A211001 Rahmi Laksitarukmi G4A013042 Femy Indriani G4A013045 Pembimbing Fakultas : dr. Nendyah Roestijawati, MKK Pembimbing Lapangan : dr. Indra Purwa KEPANITERAAN ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT JURUSAN KEDOKTERAN

Upload: faidh-husnan

Post on 14-Feb-2016

46 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

Cha Dm Full ContohCha Dm Full ContohCha Dm Full ContohCha Dm Full ContohCha Dm Full ContohCha Dm Full ContohCha Dm Full ContohCha Dm Full ContohCha Dm Full ContohCha Dm Full ContohCha Dm Full ContohCha Dm Full ContohCha Dm Full ContohCha Dm Full ContohCha Dm Full ContohCha Dm Full ContohCha Dm Full ContohCha Dm Full ContohCha Dm Full ContohCha Dm Full ContohCha Dm Full ContohCha Dm Full ContohCha Dm Full ContohCha Dm Full ContohCha Dm Full ContohCha Dm Full ContohCha Dm Full ContohCha Dm Full ContohCha Dm Full ContohCha Dm Full ContohCha Dm Full ContohCha Dm Full Contoh

TRANSCRIPT

Page 1: Cha Dm Full Contoh

COMMUNITY HEALTH ANALYSIS

FAKTOR-FAKTOR RESIKO YANG MEMPENGARUHI ANGKA

KEJADIAN DIABETES MELITUS TIPE 2 DI WILAYAH KERJA

PUSKESMAS TAMBAK II KABUPATEN BANYUMAS

Disusun Oleh

Adrian Nugraha Putra G1A211001

Rahmi Laksitarukmi G4A013042

Femy Indriani G4A013045

Pembimbing Fakultas : dr. Nendyah Roestijawati, MKK

Pembimbing Lapangan : dr. Indra Purwa

KEPANITERAAN ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS

ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

JURUSAN KEDOKTERAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS JENDRAL SOEDIRMAN

2014

Page 2: Cha Dm Full Contoh

HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Kepaniteraan Kedokteran KeluargaCommunity Health Analysis

Faktor-Faktor Risiko Yang Mempengaruhi Angka Kejadian Diabetes Melitus Tipe 2 di Wilayah Puskesmas Tambak II Kabupaten Banyumas

Disusun untuk memenuhi sebagian syarat Kepaniteraan Ilmu Kedokteran Komunitas/Ilmu Kesehatan Masyarakat

Jurusan KedokteranFakultas Kedokteran dan Ilmu-Ilmu Kesehatan

Universitas Jenderal Soedirman

Oleh:

Adrian Nugraha Putra G1A211001

Rahmi Laksitarukmi G4A013042

Femy Indriani G4A013045

Telah diperiksa, disetujui dan disahkan:Hari : Tanggal : Februari 2014

Preseptor Lapangan

dr. Indra Purwa NIP 19790602.201001.1.009

Preseptor Fakultas

dr. Nendyah Roestijawati, MKK NIP 19701110.200801.2.026

Page 3: Cha Dm Full Contoh

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Diabetes mellitus adalah suatu kelompok penyakit metabolik dengan

karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja

insulin, atau kedua-duanya. Faktor resiko terjadinya Diabetes mellitus terdiri

dari faktor resiko yang dapat dimodifikasi dan tidak dapat dimodifikasi.

Faktor yang tidak dapat dimodifikasi diantaranya umur, jenis kelamin, riwayat

keluarga, sedangkan faktor yang dapat di modifikasi adalah obesitas, pola

makan yang sehat, aktifitas fisik, dan merokok (ADA, 2010).

Penyakit diabetes mellitus ini merupakan penyakit yang apabila

diabaikan akan menyebabkan terjadinya beberapa komplikasi yang serius bagi

penderitanya, diantaranya adalah koma hipoglikemia yang dipacu karena

penderita tidak patuh dengan jadwal makanan yang telah ditetapkan.

Komplikasi lain yang berhubungan dengan perubahan metabolik misalnya

pada ginjal dapat menyebabkan gangguan atau perubahan pada sirkulasi serta

penyaringan yang akibat lanjutnya adalah gagal ginjal (ADA, 2010).

Diabetes mellitus (DM) merupakan salah satu penyakit degeneratif

yang sampai saat ini masih cukup banyak ditemui. Penyakit diabetes mellitus

ini sangat berdampak terhadap produktivitas dan dapat menurunkan sumber

daya manusia, sehingga tidak hanya berpengaruh secara individu tetapi juga

terhadap kesehatan suatu Negara (Suyono, 2007). Diabetes mellitus masih

merupakan salah satu penyakit yang menjadi permasalahan dan juga

membutuhkan upaya promosi kesehatan mulai dari tingkat puskesmas. Semua

kegiatan, baik yang langsung maupun tidak langsung untuk meningkatkan

kesehatan (Promotif), mencegah penyakit (Preventif), terapi (Kuratif) fisik,

mental atau sosial dan pemulihan (Rehabilitatif) kesehatan (fisik, mental,

sosial) merupakan bentuk usaha untuk meningkatkan kesehatan masyarakat

termasuk pada penderita diabetes mellitus (Notoatmojo, 2003).

Menurut International Diabetes Frederetion (IDF) tahun 2012, 371

juta orang didunia menderita diabetes mellitus. Data World Health

Page 4: Cha Dm Full Contoh

Organization (WHO) tahun 2007, Indonesia merupakan Negara yang

menempati urutan keempat dengan jumlah penderita diabetes mellitus terbesar

di dunia setelah India, Cina, dan Amerika Serikat. Sedangkan menurut IDF

tahun 2012,Indonesia merupakan Negara dengan penderita DM ke tujuh

terbanyak di dunia. Total penderita DM Indonesia menurut Depkes RI tahun

2008 mencapai 8.246.000 jiwa dan diperkirakan menjadi 21.257.000 jiwa

penderita pada tahun 2030. Prevalensi diabetes mellitus di provinsi Jawa Tengah

pada tahun 2012 mencapai 0,55%.

Berdasarkan temuan data dari Puskesmas Tambak II pada Periode

januari 2011- Desember 2011, Penyakit DM termasuk 10 penyakit terbesar

dengan angka kejadian sebanyak 63 kasus. Pada periode Januari 2012-

Desember 2012 kasus DM mencapai 177 kasus dan dari data terbaru pada

periode Januari 2013-September 2013 temuan DM mencapai 237 kasus. Hal

ini menunjukkan bahwa angka kejadian penyakit DM semakin meningkat dari

tahun ke tahun. Oleh karena itu, perlu diperhatikan faktor-faktor risiko DM

pada masyarakat di Puskesmas Tambak II. Untuk dapat dilakukan pencegahan

dan pengendalian lebih lanjut mengenai faktor-faktor risiko DM tersebut.

Sehingga, dapat mengurangi angka kejadian penyakit DM di wilayah

puskesmas Tambak II.

B. Tujuan

Tujuan Umum

Melakukan analisis kesehatan komunitas (Community Health Analysis)

di wilayah kerja Puskesmas Tambak II.

Tujuan Khusus

a. Mengetahui faktor risiko diabetes melitus yang ada pada masyarakat di

wilayah kerja Puskesmas Tambak II.

b. Melakukan intervensi terhadap penyebab masalah kesehatan untuk

mengatasi masalah kesehatan di tempat penelitian.

Page 5: Cha Dm Full Contoh

C. Manfaat

1. Manfaat Teoritis

a. Memberikan pengalaman bagi peneliti di bidang penelitian ilmu

kesehatan masyarakat serta menambah dan mengembangkan ilmu

pengetahuan masyarakat.

b. Menambah khasanah ilmu pengetahuan di bidang kesehatan

masyarakat.

2. Manfaat Praktis

a. Memberikan informasi pada warga masyarakat di wilayah Puskesmas

Tambak II khususnya tentang masalah kesehatan yang telah dianalisis

masalah, faktor risiko dan penanganannya.

b. Sebagai ilmu pengetahuan untuk meningkatkan pemahaman dan

kesadaran akan bahayanya kepada masyarakat tentang penyakit

diabetes melitus.

c. Sebagai bahan untuk tindakan preventif terhadap kejadian diabetes

melitus pada masyarakat yang beresiko

d. Membantu Puskesmas dalam menjalankan salah satu dari enam

program pokok yang ada.

Page 6: Cha Dm Full Contoh

II. ANALISIS SITUASI

I. GAMBARAN UMUM

A. Keadaan Geografi

Puskesmas II Tambak merupakan wilayah timur jauh (tenggara)

dari Kabupaten Banyumas, dengan luas wilayah 1.432 Ha atau sekitar

1,1% dari luas kabupaten Banyumas. Wilayah Puskesmas Tambak II

terdiri dari 5 desa yaitu; Pesantren, Karangpucung, Prembun, Purwodadi

dan Buniayu. Desa yang paling luas adalah Purwodadi yaitu 374 ha,

sedangkan desa yang wilayahnya paling sempit adalah Karangpucung

yaitu sekitar 218 ha.

Wilayah Puskesmas II Tambak terletak diperbatasa Kabupaten Banyumas

dengan Kabupaten Kebumen, dan berbatasan dengan :

1. Disebelah utara : Desa Watuagung

2. Sebelah timur : Kabupaten Kebumen

3. Sebelah Selatan : Desa Gebangsari

4. Sebelah Barat : Desa Kamulyan, Desa Karangpetir.

Wilayah Puskesmas II Tambak terletak pada ketinggian sekitar 15

mdpl – 35 mdpl. Dengan suhu udara rata – rata sekitar 27 derajat celcius

dengan kelembaban udara sekitar 80 %. Sekitar 50 % dari luas tanah

adalah daerah persawahan, 43 % pekarangan dan tegalan dan 7 % lain-

lain.

Page 7: Cha Dm Full Contoh

B. Keadaan Demografi

1. Pertumbuhan Penduduk

Jumlah penduduk dalam wilayah Puskesmas II Tambak tahun 2012

berdasarkan data yang dari BPS adalah 16.232 jiwa. Terdiri dari 7.910

jiwa (48,73 %) laki-laki dan 8.322 jiwa (51,27 %) perempuan. Jumlah

keluarga 4.707 KK. Bila dibandingkan dengan jumlah penduduk tahun

2011 (15.740 jiwa) mengalami kenaikan sebesar 3,125 %.

2. Kepadatan Penduduk

Jumlah penduduk tahun 2012 yang paling banyak adalah Desa

Purwodadi sebesar 5.057 jiwa, dengan kepadatan penduduk 1.352

jiwa/km2, sedangkan yang paling sedikit penduduknya adalah Desa

Pesantren sebesar 2.127 jiwa dengan kepadatan penduduk 967 jiwa/km2.

Kepadatan penduduk total wilayah Puskesmas II Tambak adalah 1.134

jiwa/km2. Penyebaran penduduknya cukup merata, mulai dari daerah

yang dekat jalan raya sampai ke daerah

C. Petugas kesehatan

Tenaga kesehatan merupakan tenaga kunci dalam mencapai

keberhasilan pembangunan bidang kesehatan. Jumlah tenaga kesehatan dalam

wilayah Puskesmas II Tambak adalah sebagai berikut :

a. Tenaga Medis

Tenaga Medis atau dokter yang ada di sarana kesehatan dalam wilayah

Puskesmas II Tambak ada 3 (tiga) orang dokter umum. 2 dokter umum

yang bekerja di Puskesmas II Tambak dan 1 dokter umum praktek

mandiri, atau rasio 18/100.000 jumlah penduduk. Menurut standar

Indikator Indonesia Sehat (IIS) tahun 2010 ratio tenaga medis per 100.000

penduduk adalah 40 tenaga medis, berarti tenaga medis masih kurang.

b. Dokter Spesialis

Dokter spesialis tidak ada. Standar IIS 2010, 6/100.000 penduduk.

c. Dokter Gigi

Dokter gigi tidak ada. Standar IIS 2010, 11/100.000 penduduk

d. Tenaga Farmasi

Tenaga farmasi tidak ada. Standar IIS 2010, 10/100.000 penduduk

Page 8: Cha Dm Full Contoh

e. Tenaga Bidan

Tenaga D-III Kebidanan jumlahnya 7 orang. Berarti ratio tenaga bidan

adalah 43/100.000 penduduk. Standar IIS 2010, jumlah tenaga bidan

100/100.000 (16 bidan). Berarti jumlah bidan masih kurang 9 bidan.

f. Tenaga Perawat

Tenaga perawat kesehatan yang ada di Puskesmas II Tambak lulusan SPK

ada 2 orang dan D-III Keperawatan 3 orang, jumlah seluruhnya ada 5

orang perawat (ratio 31/100.000 jumlah penduduk). Standar IIS tahun

2010, adalah 117,5/100.000 penduduk ( sekitar 19 perawat). Berarti

kurang 14 orang perawat.

g. Tenaga Gizi

Tenaga Gizi di Puskesmas II Tambak jumlahnya 1 orang, lulusan D-III

Gizi, ratio 6/100.000 penduduk. Standar IIS 2010, 22/100.000 penduduk

(3,5 ahli gizi). Berarti kurang 3 orang ahli gizi.

h. Tenaga Sanitasi

Tenaga Sanitasi ada 1 orang dengan pendidikan D-I. Ratio 6/100.000

penduduk. Standar IIS 2010, 40/100.000 penduduk (6,5 tenaga sanitasi).

Kurang 5 orang tenaga sanitasi.

i. Tenaga Kesehatan Masyarakat

Tenaga Kesehatan Masyarakat ada 2 orang. Standar IIS tahun 2010,

40/100.000 penduduk (6,5). Masih kurang 4 orang tenaga kesehatan

masyarakat

Page 9: Cha Dm Full Contoh

Tabel : Ratio Jumlah Tenaga Kesehatan terhadap Jumlah Penduduk

di Puskesmas II Tambak, tahun 2012.

No. Jenis Tenaga Jumlah

Tenaga

Kesehatan

Ratio per

100.000

pddk

Target IIS

per 100.000

pddk

1. Dokter Umum 3 15 40

2. Dokter Spesialis 0 0 6

3. Dokter Gigi 0 0 11

4. Farmasi 0 0 10

5. Bidan 7 43 100

6. Perawat 5 31 117,5

7. Ahli Gizi 1 6 22

8. Sanitasi 1 6 40

9. Kesehatan

Masyarakat

2 24 40

D. Sarana Kesehatan

1. Sarana Kesehatan Dengan Kemampuan Labkes

Puskesmas Tambak II satu-satunya sarana kesehatan yang mempunyai

kemampuan Labkes di wilayah Puskesmas Tambak II.

2. Rumah Sakit Yang Menyelenggarakan 4 Pelayanan Dasar

Rumah Sakit yang menyelenggarakan 4 pelayanan dasar tidak ada.

3. Pelayanan Gawat Darurat

Pelayanan gawat darurat di wilayah Puskesmas Tambak II hanya ada

di Puskesmas.

E. Pembiayaan Kesehatan

Penyelenggaraan pembiayaan di Puskesmas Tambak II terdiri dari

operasional umum, Jamkesmas, Jampersal dan dana BOK dengan tujuan

agar semua program kesehatan di Puskesmas Tambak II ini berjalan

dengan lancer dan mencapai target yang telah ditentukan. Anggaran dana

operasional umum di Rencana Kerja Anggaran tahun 2012 adalah

Page 10: Cha Dm Full Contoh

Rp.99.313.000,00 (sembilan puluh sembilan juta tiga ratus tiga belas ribu

rupiah), dan dapat direalisasikan Rp. 95.523.671,00 (96,2%). Rencana

anggaran untuk tahun 2013 sama seperti tahun 2012 yaitu

Rp.99.313.000,00. Sedangkan untuk dana Jamkesmas dan Jampersal tahun

2012 direncanakan sebesar Rp. 174.875.050,00 dan dapat direalisasikan

sebesar Rp. 78.982.800,00 (45,16%). Kemudian untuk RKA tahun 2013

Jamkesmas Jampersal adalah Rp. 148.576.200,00.

Dana Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) tahun 2012 di

rencanakan Rp. 58.000,00 (lima puluh delapan juta rupiah) dan 100%

dapat direalisasikan. Tahun 2013 dana BOK dianggarkan sebesar

Rp.60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah).

II. Capaian Program dan Derajat Kesehatan Masyarakat

Untuk melihat gambaran dari derajat kesehatan masyarakat di wilayah

Puskesmas II Tambak, dapat dilihat dari angka kematian (mortalitas), angka

kesakitan (morbiditas) dan status gizi.

A. MORTALITAS

Angka kematian dapat dipergunakan untuk menilai derajat kesehatan

masyarakat diwilayah tertentu dalam waktu tertentu. Disamping untuk

mengetahui derajat kesehatan, juga dapat digunakan sebagai tolok ukur

untuk menilai tingkat keberhasilan dari program pembangunan kesehatan

dan pelayanan kesehatan di suatu wilyah tertentu. Angka kematian

berdasarkan data yang dihimpun dari berbagai sumber dipaparkan sebegai

berikut dibawah ini.

1. Angka Kematian Bayi

Angka kelahiran hidup di wilayah Puskesmas II Tambak tahun 2012

adalah 299 (147 laki-laki dan 152 perempuan. Sedangkan kasus bayi

mati 4 bayi. Berarti angka kematian bayi (AKB) di wilayah

Puskesmas II Tambak adalah 13,4 per 1.000 kelahiran hidup.

Jika dibandingkan dengan AKB Puskesmas II Tambak tahun lalu yaitu

16,6/1.000 kelahiran maka terjadi penurunan 3,2/1.000 kelahiran

hidup. Dan jika dibandingkan dengan target Millenium Development

Page 11: Cha Dm Full Contoh

Goals (MDGS) tahun 2015 sebesar 17/1000 kelahiran hidup maka

AKB di Puskesmas II Tambak termasuk baik karena telah melampaui

target. Sebagai gambaran AKB selama periode 5 tahun terakhir (2008-

2012) dapat dilihat di grafik berikut

GAMBAR 2.1

GRAFIK ANGKA KEMATIAN BAYI PER 1.000 KELAHIRAN HIDUP

DI PUSKESMAS II TAMBAK TAHUN 2008 – 2012

2. Angka Kematian Ibu

Angka Kematian Ibu (AKI) adalah kematian yang terjadi pada ibu

karena peristiwa kehamilan, persalinan, dan masa nifas. Pada tabel 8

dapat dilihat bahwa angka kematian ibu (AKI) tahun 2012 adalah 3

kasus atau 1.003,3 per 100.000 kelahiran hidup. Sedangkan tahun

2011 adalah 662,3 per 100.000 kelahiran hidup. Kemudian tahun 2008

sampai tahun 2010 tidak ada kasus kematian ibu.

Angka-angka tersebut diatas masih belum mencapai target

AKI Jawa Tengah yaitu, 60 per 100.000 kelahiran hidup. Dilihat dari

kenyataan ini dapat dikatakan bahwa program KIA belum berjalan

secara optimal.

Page 12: Cha Dm Full Contoh

3. Angka Kematian Balita

Dilihat dari tabel 7 angka kematian Balita tahun 2013 nihil.

Sedangkan balita mati pada tahun 2011 juga nihil atau 0/1.000

kelahiran hidup. Tahun 2008 dan tahun 2009 angka kematian Balita

juga 0/1.000 kelahiran hidup. Ini menunjukan hasil pencapaian yang

baik dan perlu untuk dipertahankan.

B. MORBIDITAS

1. Malaria

Pada tahun 2012 tidak ditemukan kasus malaria positif maupun

malaria klinis. Demikian juga pada tahun 2011 juga tidak ditemukan

kasus malaria. Kasus malaria terakhir pada tahun 2010 ditemukan

malaria klinis sebanyak 32 atau 1,61 per 1000 penduduk. Positif

malaria 3 kasus (1,6/1000 pddk) atau 9 % dari jumlah malaria klinis.

Semua mendapatkan pengobatan. Bila dibandingkan dengan tahun

2009 terjadi peningkatan kasus karena pada tahun 2009 positif malaria

hanya 2 kasus (0,1/1000 pddk), dan pada tahun 2008 kasus malaria

positif tidak ditemukan.

Walau angkanya termasuk kecil, dan tidak menunjukan endemis

malaria namun demikian perlu diwaspadai karena semua kasus malaria

disini adalah eksodan dari luar jawa

2. TB Paru

Jumlah penemuan TB Paru BTA positif tahun 2012 adalah sebanyak 5

kasus atau CDR 25/100.000 penduduk. Sedangkan pada tahun 2011

adalah 12 kasus atau CDR 60/100.000 penduduk dengan angka

kesembuhan 66,67%. Sedangkan tahun 2010 kasus TB Paru BTA

positif 7 kasus atau 33/100.000 penduduk.

3. HIV/AIDS

Kasus HIV tidak pernah ada yang terdeteksi dalam wilayah kerja atau

tidak pernah ada kasus positif HIV. Hal ini tidak bisa menunjukan

secara pasti tidak adanya kasus HIV, sebab bisa dimungkinkan ada

kasus tetapi tidak karena pemeriksaan laborat untuk penderita HIV

sementara baru dilakukan pada klinik VCT atau di PMI pada waktu

Page 13: Cha Dm Full Contoh

donor darah. Dan Puskesmas selaku yang mempunyai wilayah belum

pernah mendapatkan tembusan hasil pemeriksaan laborat dari klinik

VCT maupun PMI karena laporan langsung ke tingkat kabupaten.

4. Acute Flaccid Paralysis (AFP)

Tidak ditemukan kasus AFP dalam wilayah kerja Puskesmas II

Tambak tahun 2012 maupun tahun sebelumnya. Hal ini dapat

dijadikan indikator keberhasilan program, baik program immunisasi

polio maupun program penemuan penderita AFP. Namun demikian

kita harus tetap waspada akan terjadinya AFP karena angka penemuan

penderita AFP kabupaten tahun 2011 adalah 6 kasus dan tahun 2010,

ditemukan 2 kasus.

5. Demam Berdarah Dengue (DBD)

Kasus DBD tidak ditemukan pada tahun 2012 dan tahun 2011.

Sedangkan pada tahun 2010 ada 5 kasus (25,13/100.000 pddk) dan

pada tahun 2009 juga ditemukan 5 kasus (25,45/100.000 pddk), pada

tahun 2008. Hal ini menunjukan terjadinya peningkatan kasus DBD

dari tahun 2008 sampai tahun 2010. Ini perlu diwaspadai terutama

masalah penularan penyakit DBD ini terkait erat dengan masalah

lingkungan. Program pemberantasan sarang nyamuk tentunya perlu

ditingkatan lagi selain dilakukan fogging apabila terjadi kasus DBD di

wilayah tertentu.

Gambar 2.2

Grafik Kasus DBD Per 100.000 Penduudk Di Puskesmas II Tambak

Tahun 2008-2011

Page 14: Cha Dm Full Contoh

6. Penyakit Tidak Menular

Dari tabel 84 dapat dilihat bahwa kasus penyakit tidak menular yang

terbanyak adalah Hypertensi, kemudian diikuti oleh Diabetes Militus

(DM), sedangkan peringkat ketiga dan seterusnya adalah astma

bronkhiale dan seterusnya.

Kalau dianalisa maka kebanyakan penyakit tidak menular disebabkan

oleh pola hidup yang kurang sehat. Mulai dari pola makan, pola

olahraga dan istirahat yang tidak baik yang bisa memicu timbulnya

penyakit tidak menular ini.

C. STATUS GIZI

Berdasarkan hasil Pemantauan Status Gizi di Posyandu melalui

penimbangan rutin tahun 2012, diperoleh hasil sebagai berikut :

1. Jumlah balita yang ada : 1.296 anak

2. Jumlah balita ditimbang : 895 anak (69,3%)

3. Jumlah balita yang naik BB-nya : 664 anak (74,2%)

4. Jumlah BGM : 23 anak (2,6%)

5. Jumlah Gizi buruk : 0 anak (0%).

Dari hasil tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa balita yang

ditimbang pada tahun 2012 mencapai angka 69,3% terjadi peningkatan

jika dibanding dengan tahun 2011 (66,3%). Angka balita yang naik berat

badannya mencapai 74,2 % ini juga terjadi peningkatan dari tahun 2011

(64,3%). Angka BGM (2,3%) dan BGT (0%) cukup baik karena masih

jauh dari angka 15% sebagai angka batasan maksimal BGM. Hal ini

menunjukan bahwa program gizi sudah cukup berhasil, namun demikian

perlu ditingkatkan kinerja posyandu terutama untuk mengaktifkan peran

serta untuk meningkatkan angka kehadiran balita di masing-masing

posyandu.

Page 15: Cha Dm Full Contoh

III. KERANGKA KONSEP MASALAH

A. Diabetes Melitus

1. Definisi Diabetes Melitus

Diabetes Mellitus (DM) adalah penyakit kronis metabolik, yang

mana terjadi insulin resisten atau defisiensi insulin. Diabetes Melitus

merupakan kelainan kronik mengenai metabolisme karbohidrat, lemak dan

protein. Gambaran khas dari Diabetes Mellitus adalah gangguan atau

kekurangan respon sekresi insulin, yang diterjemahkan menjadi gangguan

penggunaan karbohidrat (glukosa) dengan hasil akhir timbulnya

hiperglikemia(Balakumar, 2009; WHO, 2006).

2. Etiologi dan Klasifikasi Diabetes Melitus

Klasifikasi diabetes mellitus berdasarkan PERKENI tahun 2006 yaitu:

Tabel 4.1 Klasifikasi Diabetes Melitus

Jenis Etiologi

Tipe 1 Destruksi sel β, umumnya menjurus

ke defisiensi insulin absolute

(autoimun dan idiopatik)

Tipe 2 Bervariasi, mulai dari resistensi

insulin yang disertai defisiensi

insulin relative hingga defek sekresi

insulin yang dibarengi resistensi

insulin

Tipe lain a. Defek genetik fungsi sel β

b. Defek genetik kerja insulin

c. Penyakit eksokrin pancreas

d. Endokrinopati

e. Karena obat atau zat kimia

f. Infeksi

g. Sindrom genetk lain yang

berkaitan dengan DM

Diabetes Melitus Gestasional Intoleransi glukosa yang timbul atau

Page 16: Cha Dm Full Contoh

terdeteksi pada kehamilan pertama

dan gangguan toleransi glukosa

setelah terminasi kehamilan

a. Diabetes Mellitus

Diabetes tipe ini terjadi akibat kerusakan sel β pankreas. Dulunya

DM tipe 1 disebut juga diabetes onset-anak dan diabetes rentan

ketosis (dikarenakan sering menimbulkan ketosis). Onset DM tipe 1

terjadi sebelum kisaran usia 25-30 tahun (tetapi tidak selalu demikian

karena orang dewasa dan lansia yang kurus juga dapat mengalami

diabetes jenis ini). Fungsi dari sekresi insulin mengalami defisiensi

yang mengkibatkan jumlahnya sangat rendah ataupun tidak ada sama

sekali. Dengan keadaan seperti itu tanpa pengobatan dengan insulin

pasien biasanya akan mudah terjerumus ke dalam situasi ketoasidosis

diabetik. Gejala biasanya muncul secara mendadak, cepat dan berat

perjalanannya yang sangat progresif jika tidak dipantau, yang dapat

berkembang menjadi ketoasidosis dan koma. Ketika diagnosa bisa

ditegakkan, pasien biasanya memiliki berat badan yang rendah. Hasil

tes deteksi antibodi islet hanya bernilai sekitar 50-80% dan KGD >140

mg/dL (Fauci, 2008)

Pada DM tiper 1 terjadi defisiensi absolut insulin. Insulin adalah

hormon yang diproduksi sel β di pankreas, sebuah kelenjar yang

terletak di belakang lambung, yang berfungsi mengatur metabolisme

glukosa menjadi energi serta mengubah kelebihan glukosa menjadi

glikogen yang disimpan di dalam hati dan otot (Powers, 2005; NDIC,

2008). Tidak keluarnya insulin dari kelenjar pankreas penderita DM

tipe 1 bisa disebabkan oleh reaksi autoimun berupa serangan antibodi

terhadap sel β pankreas (Fauci, 2008)

b. Diabetes Mellitus Tipe 2

Diabetes Melitus Tipe ini disebut juga diabetes onset-matur (atau

onset-dewasa) dan diabetes resistan-ketosis (istilah NIDDM

sebenarnya tidak tepat karena 25% diabetes, pada penderita harus

Page 17: Cha Dm Full Contoh

diobati dengan insulin perbedaannya mereka tidak memerlukan insulin

sepanjang usia dan masih bisa dilakukan pemberian OHO). DM tipe 2

merupakan penyakit endokrinologi yang mewakili kurang-lebih 85%

kasus DM di Negara maju, dengan prevalensi sangat tinggi (35%

orang dewasa) pada masyarakat yang mengubah gaya hidup tradisional

menjadi modern, DM tipe 2 mempunyai onset pada usia sekitar

pertengahan (40-an tahun), atau lebih tua, dan jarang ataupun tidak

berkembang kearah ketosis. Kebanyakan penderita memiliki berat

badan yang lebih(obesitas). Atas dasar ini pula, penyandang DM jenis

ini dikelompokkan menjadi dua, yaitu kelompok obes dan kelompok

non-obes. Kemungkinan untuk menderita DM tipe 2 akan berlipat

ganda jika berat badan bertambah sebanyak 20% di atas berat badan

ideal dan usia bertambah 10 tahun atau di atas 40 tahun dan Gejala

muncul perlahan-lahan dan biasanya ringan (kadang-kadang bahkan

belum menampakkan gejala selama bertahun-tahun) serta progresivitas

gejala berjalan lambat. Keadaan Koma hiperosmolar dapat terjadi pada

kasus-kasus DM tipe II yang berat. Namun, ketoasidosis jarang

ditemukan pada kasus DM tipe II, kecuali pada kasus yang disertai

stress atau infeksi. Kadar insulin menurun atau bahkan tinggi, insulin

bekerja tidak efektif ,Pengendaliannya hanya berupa diet dan olahraga

ringan, atau dengan pemberian obat hipoglisemik yang diminum

secara teratur (Fauci, 2008).

c. Diabetes Melitus Tipe Lain (Annemans, 2008; Powers, 2005)

DM ini disebabkan oleh

1) Defek genetik fungsi sel β

2) Defek genetik dalam kerja insulin

3) Penyakit eksokrin pankreas misalnya: pankreatitis, pankreatektomi,

neoplasma, dan lain-lain.

4) Endokrinopati misalnya akromegali, Cushing's syndrome,

glucagonoma, pheochromocytoma, hyperthyroidism,

somatostatinoma, aldosteronoma

Page 18: Cha Dm Full Contoh

5) Karena obat atau zat kimia misalnya Vacor, pentamidine, nicotinic

acid, glucocorticoids, thyroid hormone, diazoxide, β-adrenergic

agonists, thiazides, phenytoin, α -interferon, protease inhibitors,

clozapine

6) Infeksi misalnya infeksi congenital rubella, cytomegalovirus,

coxsackie

7) Imunologi misalnya "stiff-person" syndrome, antibody anti reseptor

insulin

8) Sindrom genetik lain Down's syndrome, Klinefelter's syndrome,

Turner's syndrome, Wolfram's syndrome, Friedreich's ataxia,

Huntington's chorea, Laurence-Moon-Biedl syndrome, myotonic

dystrophy, porphyria, Prader-Willi syndrome.

d. Diabetes Melitus Gestasional

Diabetes mellitus gestasional didefenisikan sebagai setiap

intoleransi glukosa yang timbul atau terdeteksi pada kehamilan

pertama, tanpa memandang derajat intoleransi serta tidak

memperhatikan apakah gejala ini lenyap atau menetap selepas

melahirkan. Diabetes jenis ini biasanya muncul pada kehamilan

trimester kedua dan ketiga. Kategori ini mencakup DM yang

terdiagnosa ketika hamil (sebelumnya tidak diketahui). Wanita yang

sebelumnya diketahui telah mengidap DM dan kemudian hamil, tidak

termasuk ke dalam kategori ini (Fauci, 2008)

3. Patofisiologi

Sel β pankreas berfungsi untuk mengatur kadar glukosa darah yang

diperankan oleh suatu hormone yang disebut insulin. Pada DM tipe 2, hal

yang lebih dipermasalahkan bukanlah kurangnya sekresi insulin oleh sel-

sel β pulau langerhans, tetapi lebih kepada ketidaknormalan reseptor

insulin (resistensi insulin) dalam merespon hormon insulin dengan faktor

pemicu, diantaranya adalaha gaya hidup (life style), pola makan, obesitas

dan penuaan (degeneratif). Diabetes melitus tipe 2 ditandai dengan

resistensi insulin, dimana jaringan gagal merespon terhadap insulin dengan

kadar normal disertai dengan kompensasi hiperinsulinemia, meskipun

Page 19: Cha Dm Full Contoh

sekresi insulin ini sebenarnya mulai abnormal. Tetapi sekresi insulin oleh

sel pulau langerhans gagal melampaui resistensi insulin, sehingga untuk

memenuhi kebutuhan glukosa tubuh terjadi proses glukoneogenesis.

Pada saat kadar insulin plasma puasa mulai menurun, maka efek

penekanan insulin terhadap produksi glukosa hati, khususnya

glukoneogenesis mulai berkurang sehingga pelepasan glukosa hati

meningkat, mengakibatkan kadar gula darah puasa akan semakin

meningkat pula (Rao et al, 2004; Shoelson, 2006).

DM tipe 2 atau Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus

(NIDDM) disebabkan kegagalan relatif sel β dan resistensi insulin. Pada

jenis DM tipe 2, jumlah insulin bisa normal atau lebih, tetapi jumlah

reseptor insulin yang terdapat dalam permukaan sel yang kurang, sehingga

dapat menyebabkan resistensi insulin. Kenaikan kadar insulin plasma ini

dapat diinterpretasikan sebagai usaha pankreas yang mulai terganggu

dalam mengimbangi kenaikan glukosa darah. Akan tetapi apabila KGD

meningkat melebihi 140 mg/dl, sel β tidak sanggup lagi mengimbangi

kenaikan KGD tersebut, mulailah terjadi kegagalan sel β dan sekresi

insulin mulai berkurang (Rao et al, 2004; Shoelson, 2004).

Pada proses fisiologis yang dilakukan oleh sel-sel β pulau

langerhans, terdapat 3 fase fisiologis insulin yang dilakukan. Pertama,

glukosa plasma tetap normal meskipun terlihat adanya resistensi insulin

karena kadar insulin yang meningkat. Pada fase kedua, resistensi insulin

cenderung memburuk yang diikuti peningkatan konsentrasi insulin,

sehingga mengakibatkan hiperglikemia pasca prandial. Sedangkan fase

yang ketiga, resistensi insulin tetap memburuk yang diikuti dengan

penurunan sekresi insulin, sehingga menyebabkan hiperglikemia yang

nyata walaupun dalam keadaan puasa (Immanuel dan Hendriyono, 2006).

4. Gejala Diabetes Melitus

Gejala diabetes adalah adanya rasa haus yang berlebihan, sering

kencing terutama malam hari dan berat badan turun dengan cepat. Di

samping itu kadang-kadang ada keluhan lemah, kesemutan pada jari

tangan dan kaki, cepat lapar, gatal-gatal, penglihatan kabur, gairah seks

Page 20: Cha Dm Full Contoh

menurun, dan luka sukar sembuh. Kadang-kadang ada pasien yang sama

sekali tidak merasakan adanya keluhan. Mereka mengetahui adanya

diabetes hanya karena pada saat check-up ditemukan kadar glukosa

darahnya tinggi. Oleh karena itu dalam rangka penyuluhan kepada pasien

sering mendapat hambatan karena sulit memotivasi. Memang saat ini

tidak ada keluhan tetapi mereka harus menyadari bahwa kadar glukosa

darah yang selalu tinggi dalam jangka panjang akan menimbulkan apa

yang disebut komplikasi jangka panjang akibat keracunan glukosa. Pasien

dapat terkena komplikasi pada mata hingga buta atau komplikasi lain

seperti kaki busuk (gangren), komplikasi pada ginjal, jantung, dll

(Waspadji et al, 2002).

5. Kriteria Diagnosis Diabetes Melitus (ADA, 2011)

1) Kadar Glukosa plasma sewaktu > 200 mg/dl (11,1 mmol/L) pada

seseorang dengan keluhan diabetes melitus, seperti banyak buang air

kecil, mudah haus , cepat lapar dan penurunanan berat badan.

2) Kadar Glukosa plasma puasa 126 mg/dl (7,0 mmol/L).

3) Pada pemeriksaan tes toleransi glukosa oral, 2 jam setelah beban 75

mg glukosa oral, > 200 mg/dl (11,1 mmol/L)

4) Kadar Hba1c lebih dari >6,5%

6. Faktor Risiko Diabetes Melitus

Ruang lingkup faktor risiko DM dibagi atas dua faktor, yaitu:

a. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi(unmodifiable risk factors):

1) Usia

Semakin meningkat usia, fungsi organ tubuh akan semakin

menurun. Aktivitas sel β pankreas untuk menghasilkan insulin

menjadi berkurang dan sensitivitas sel-sel jaringan menurun

sehingga tidak menerima insulin. Keadaan ini menyebabkan

penurunan kemampuan fungsi tubuh dalam mengendalikan kadar

gula darah yang tinggi (Perkeni, 2006). Orang berusia lebih dari 45

tahun lebih berisiko mengalami DM.

Page 21: Cha Dm Full Contoh

2) Riwayat keluarga dengan diabetes mellitus

Seorang anak merupakan keturunan pertama dari orang tua dengan

DM berisiko mendapat DM tipe 2 adalah 15% bila salah satu

orangtuanya menderita DM dan berisiko 75% jika kedua

orangtuanya menderita DM. Selain itu, pada umumnya bila

seseorang menderita DM maka saudara kandungnya mempunyai

risiko DM sebesar 10% (Perkeni, 2006).

3) Riwayat melahirkan bayi dengan berat badan (BB) lahir > 4000

gram atau riwayat pernah menderita diabetes gestasional/

kehamilan dengan DM (Perkeni, 2006).

4) Riwayat lahir dengan berat badan lahir rendah (BBLR) yaitu <

2500 gram. Seseorang yang lahir dengan BBLR dimungkinkan

memiliki kerusakan pankreas, sehingga kemampuan pankreas

untuk memproduksi insulin akan terganggu (Perkeni, 2006).

b. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi (modifiable risk factors)

1) Berat badan lebih atau obesitas

Berat badan lebih diketahui jika Indeks Massa Tubuh (IMT)

seseorang yaitu >25 kg/m2. Obesitas merupakan salah satu faktor

risiko DM. Obesitas terjadi bila makanan yang dimakan

mengandung energi melebihi kebutuhan tubuh, sehingga kelebihan

energi tersebut akan disiimpan tubuh sebgai cadangan energi dalam

bentuk lemak yang mengakibatkan sesorang menjadi gemuk. Bila

makan berlebih dalam jangka waktu lama, cadangan lemak yang

ditimbun menjadi lebih banyak lagi sehingga seseorang menjadi

obesitas(Wajchenberg, 2000).

Cara sederhana mengetahui obesitas adalah dengan menghitung

Indeks Massa Tubuh. Penggunaan IMT disini hanya berlaku untuk

orang dewasa > 18 tahun dan tidak dapat diterapkan pada

pengukuran status gizi bayi anak, remaja dan ibu hamil serta

olahragawan (Supraiasa, 2002). Batas ambang IMT orang

Indonesia dikategorikan merujuk FAO /WHO yang telah

Page 22: Cha Dm Full Contoh

dimodifikasi berdasarkan pengalaman klinis dan hasil penelitian

dibeberapa negara berkembang, sebagai berikut :

Tabel 4.2 Kriteria IMT pada orang Indonesia

Kategori IMT

Kurus Kekurangan berat badan tingkat

berat

< 17

Kekurangan berat badan tingkat

ringan

17,0-18,4

Normal 18,5-25

Kegemukan Kelebihan berat badan tingkat ringan 25,0-27,0

Kelebihan berat badan tingkat berat >27,0

Sumber: Pedoman praktis memantau status gizi orang dewasa.

Depkes RI 1994.

2) Obesitas abdominal atau sentral

Sentral secara bermakna berhubungan dengan sindrom

metabolik (dislipidemia, hiperglikemia, hipertensia) yang didasari

oleh resistensi insulin. Obesitas sentral dapat diketahui dengan

pengukuran lingkar perut, pada pria > 102 cm (Asia > 90 cm) dan

Penelitian sebelumnya telah menemukan ada hubungan antara

obesitas sentral dan kadar gula darah, dimana terlihat semakin

tinggi lingkar pinggang semakin tinggi kadar gula darah.

Seseorang dengan obesitas sentral terjadi resistensi insulin

di hati yang mengakibatkan asam lemak bebas atau FFA (free fatty

acid) dan oksidasinya. FFA menyebabkan gangguan metabolisme

glukosa baik secara oksidatif maupun non-oksidatif sehingga

mengganggu pemakaian glukosa oleh jaringan perifer. Peningkatan

FFA pada orang yang gemuk pada umumnya terjadi karena proses

lipolisis jaringan adiposa lebih sering dari orang

normal(Valsamakis, et al., 2004)..

Peningkatan jumlah lemak visceral (abdominal)

mempunyai korelasi positif dengan hiperinsulin dan berkorelasi

Page 23: Cha Dm Full Contoh

negatif dengan sensitivitas insulin. Obesitas pada wanita > 82 cm

(Asia > 80 cm) (Nurtanio&Sunny, 2007).

3) Hipertensi

Insidensi penyakit kardiovaskuler dan gagal ginjal pada

penderita hipertensi terus meningkat sejalan dengan peningkatan

insidensi diabetes melitus. Banyak cara telah dilakukan untuk

upaya pencegahan meningkatnya insidensi tersebut, antara lain

upaya mengendalikan hipertensi salah satu faktor risiko penyakit

jantung koroner. Obat anti hipertensi yang layak digunakan telah

banyak ditawarkan pada pengelolaan hipertensi penderita diabetes

melitus. Diharapkan dengan terkontrol dengan baik tekanan darah

akan menyebabkan pengurangan risiko penyakit kardiovaskuler

(Haffner, 1998).

Tabel 4.3 Klasifikasi hipertensi menurut JNC-VII 2003

Kategori Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)

Normal ≤ 120 ≤ 80

Prehipertensi 121-139 81-90

Hipertensi derajat 1 140-159 91-99

Hipertensi derajat 2 >169 >100

4) Kurangnya aktivitas fisik

Kebugaran jasmani dapat menggambarkan kondisi fisik

seseorang untuk mampu melakukan kegiatan yang berhubungan

dengan aktivitas sehari-hari. Pada keadaan istirahat, metabolisme

otot hanya sedikit menggunakan glukosa darah sebagai sumber

energi, sedangkan pada saat beraktivitas fisik (olahraga), otot

menggunakan darah dan lemak sebagai sumber energi utama

(Waspadji, 2004).

Aktivitas fisik mengakibatkan sensitivitas reseptor dan

insulin akan semakin meningkat sehingga glukosa darah yang

dipakai untuk metabolisme energi semakin baik. Oleh karena itu,

Page 24: Cha Dm Full Contoh

seorang yang jarang melakukan aktivitas fisik atau berolahraga

menyebabkan sensitivitas reseptor dan insulin akan semakin

menurun sehingga glukosa darah akan tertimbun dan tidak terpakai

(Waspadji, 2004).

5) Diet tidak seimbang dengan tinggi gula dan rendah serat.

Konsumsi makanan yang tidak seimbang, tinggi gula dan

rendah serat juga merupakaan faktor risiko DM. Perencanaan

makanan yang dianjurkan seimbang dengan energi yang

dihasilkan, yaitu karbohidrat sekitar 45-65%, protein ±10-20%

dan lemak ± 20-25%.

6. Penatalaksanaan

Pilar penatalaksanaan Diabetes Melitus menurut Perkeni, 2006,

mencakup poin – poin di bawah ini :

1) Edukasi

2) Terapi gizi medis

3) Latihan jasmani

4) Intervensi farmakologis

Pengelolaan DM dimulai dengan pengaturan makan dan latihan

jasmani selama beberapa waktu (2-4 minggu). Apabila kadar glukosa

darah belum mencapai sasaran, dilakukan intervensi farmakologis dengan

obat hipoglikemik oral (OHO) dan atau suntikan insulin. Pada keadaan

tertentu, OHO dapat segera diberikan secara tunggal atau langsung

kombinasi, sesuai indikasi. Dalam keadaan dekompensasi metabolik berat,

misalnya ketoasidosis, stres berat, berat badan yang menurun dengan

cepat, adanya ketonuria, insulin dapat segera diberikan. Pengetahuan

tentang pemantauan mandiri, tanda dan gejala hipoglikemia dan cara

mengatasinya harus diberikan kepada pasien, sedangkan pemantauan

kadar glukosa darah dapat dilakukan secara mandiri, setelah mendapat

pelatihan khusus.

1) Edukasi

Diabetes tipe 2 umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan

perilaku telah terbentuk dengan mapan. Pemberdayaan penyandang

Page 25: Cha Dm Full Contoh

diabetes memerlukan partisipasi aktif pasien, keluarga dan masyarakat.

Tim kesehatan mendampingi pasien dalam menuju perubahan perilaku.

Untuk mencapai keberhasilan perubahan perilaku, dibutuhkan edukasi

yang komprehensif dan upaya peningkatan motivasi.

2) Terapi Gizi Medis

Terapi Gizi Medis (TGM) merupakan bagian dari

penatalaksanaan diabetes secara total. Kunci keberhasilan TGM adalah

keterlibatan secara menyeluruh dari anggota tim (dokter, ahli gizi,

petugas kesehatan yang lain dan pasien itu sendiri). Setiap penyandang

diabetes sebaiknya mendapat TGM sesuai dengan kebutuhannya guna

mencapai sasaran terapi. Prinsip pengaturan makan pada penyandang

diabetes hampir sama dengan anjuran makan untuk masyarakat umum

yaitu makanan yang seimbang dan sesuai dengan kebutuhan kalori dan

zat gizi masing-masing individu. Pada penyandang diabetes perlu

ditekankan pentingnya keteraturan makan dalam hal jadwal makan

jenis dan jumlah makanan, terutama pada mereka yang menggunakan

obat penurun glukosa darah atau insulin.

3) Latihan jasmani

Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani secara teratur

(3-4) kali seminggu selama kurang lebih 30 menit), merupakan salah

satu pilar dalam pengelolaan DM tipe 2. Kegiatan sehari-hari seperti

berjalan kaki ke pasar, menggunakan tangga, berkebun harus tetap

dilakukan. Latihan jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga dapat

menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas insulin,

sehingga akan memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan jasmani

yang dianjurkan berupa latihan jasmani yang bersifat aerobik seperti:

jalan kaki, bersepeda santai, jogging, dan berenang. Latihan jasmani

sebaiknya disesuaikan dengan umur dan status kesegaran jasmani.

Untuk mereka yang relatif sehat, intensitas latihan jasmani bisa

ditingkatkan, sementara yang sudah mendapat komplikasi DM dapat

dikurangi. Hindarkan kebiasaan hidup yang kurang gerak atau

bermalas-malasan.

Page 26: Cha Dm Full Contoh

4) Intervensi Farmakologis

Intervensi farmakologis ditambahkan jika sasaran glukosa

darah belum tercapai dengan pengaturan makan dan latihan jasmani.

a) Obat hipoglikemik oral (OHO)

Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 4 golongan:

1. Pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue)

a. Sulfonilurea

Obat golongan ini mempunyai efek utama

meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta pankreas, dan

merupakan pilihan utama untuk pasien dengan berat badan

normal dan kurang, namun masih boleh diberikan kepada

pasien dengan berat badan lebih. Untuk menghindari

hipoglikemia berkepanjangan pada berbagai keadaaan

seperti orang tua, gangguan faal ginjal dan hati, kurang

nutrisi serta penyakit kardiovaskular, tidak dianjurkan

penggunaan sulfonilurea kerja panjang.

b. Glinid

Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama

dengan sulfonilurea, dengan penekanan pada meningkatkan

sekresi insulin fase pertama. Golongan ini terdiri dari 2

macam obat yaitu: Repaglinid (derivat asam benzoat) dan

Nateglinid (derivat fenilalanin). Obat ini diabsorpsi dengan

cepat setelah pemberian secara oral dan diekskresi secara

cepat melalui hati.

2. Penambah sensitivitas terhadap insulin

a. Tiazolidindion

Tiazolidindion (rosiglitazon dan pioglitazon)

berikatan pada Peroxisome Proliferator Activated Receptor

Gamma (PPAR-γ), suatu reseptor inti di sel otot dan sel

lemak. Golongan ini mempunyai efek menurunkan

resistensi insulin dengan meningkatkan jumlah protein

pengangkut glukosa, sehingga meningkatkan ambilan

Page 27: Cha Dm Full Contoh

glukosa di perifer. Tiazolidindion dikontraindikasikan pada

pasien dengan gagal jantung klas I-IV karena dapat

memperberat edema/retensi cairan dan juga pada gangguan

faal hati. Pada pasien yang menggunakan tiazolidindion

perlu dilakukan pemantauan faal hati secara berkala.

3. Penghambat glukoneogenesis

a. Metformin

Obat ini mempunyai efek utama mengurangi

produksi glukosa hati (glukoneogenesis), di samping juga

memperbaiki ambilan glukosa perifer. Terutama dipakai

pada penyandang diabetes gemuk. Metformin

dikontraindikasikan pada pasien dengan gangguan fungsi

ginjal (serum kreatinin > 1,5 mg/dL) dan hati, serta pasien-

pasien dengan kecenderungan hipoksemia (misalnya

penyakit serebro- vaskular, sepsis, renjatan, gagal jantung).

Metformin dapat memberikan efek samping mual. Untuk

mengurangi keluhan tersebut dapat diberikan pada saat atau

sesudah makan.

4. Penghambat Glukosidase Alfa (Acarbose)

Obat ini bekerja dengan mengurangi absorpsi glukosa

di usus halus, sehingga mempunyai efek menurunkan kadar

glukosa darah sesudah makan. Acarbose tidak menimbulkan

efek samping hipoglikemia. Efek samping yang paling sering

ditemukan ialah kembung dan flatulens.

b) Insulin

Insulin diperlukan pada keadaan:

a. Penurunan berat badan yang cepat

b. Hiperglikemia berat yang disertai ketosis

c. Ketoasidosis diabetik

d. Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik

e. Hiperglikemia dengan asidosis laktat

f. Gagal dengan kombinasi OHO dosis hampir maksimal

Page 28: Cha Dm Full Contoh

g. Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke)

h. Kehamilan dengan DM/diabetes melitus gestasional yang tidak

terkendali dengan perencanaan makan

i. Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat

j. Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO

Berdasar lama kerja, insulin terbagi menjadi empat jenis, yakni:

a. insulin kerja cepat (rapid acting insulin)

b. insulin kerja pendek (short acting insulin)

c. insulin kerja menengah (intermediate acting insulin)

d. insulin kerja panjang (long acting insulin)

7. Komplikasi DM

DM yang tidak terkontrol dapat menimbulkan komplikasi akut

maupun komplikasi kronik. Komplikasi akut berupa diabetik ketoasidosis

dan sindrom hiperosmolar non-ketotik yang dapat mengancam jiwa

penderita (American Diabetes Association, 2011). Sedangkan komplikasi

kroniknya yaitu:

a. Mikrovaskular

1) Penyakit mata

a) Retinopathy (nonproliferative/proliferative)

b) Edema Makular

2) Neuropati

a) Sensorik dan motorik (mono- and polyneuropathy)

b) Autonomik

3) Nefropati

b. Makrovaskular

1) Penyakit arteri koroner

2) Penyakit arteri perifer

3) Penyakit Serebrovaskuler

c. Yang lain

1) Gastrointestinal (gastroparesis, diare)

2) Genitourinary (uropathy/sexual dysfunction)

3) Dermatologik

Page 29: Cha Dm Full Contoh

4) Infeksi

5) Katarak

6) Glaukoma

7) Penyakit Periodontal (Fauci, 2008; Powers, 2005)

Durasi dan keparahan hiperglikemia berhubungan kuat dengan

progresivitas penyakit mikrovaskular akibat diabetes. (Fauci, 2008;

Kronenberg, 2008), Hal ini berdasarkan bahwa pencegahan hiperglikemia

kronik dapat menunda terjadinya retinopathy, neuropathy, dan

nephropathy (Fauci, 2008).

Page 30: Cha Dm Full Contoh

B. KERANGKA TEORI

Trias klasik DMPolidipsiPolifagipoliuria

GDS ≥ 200 mg/dL

GDP ≥ 126 mg/dL

GD2PP ≥ 200 mg/dL

DM

Tipe IKerusakan

sel β pancreas

Tipe IIResistensi

insulin

DM GestasionalDM pada wanita hamil 24 minggu,normal kembali

apabila melahirkan

Tipe Lain

Autoimun, idiopatik, genetik

Dapat dimiodifikasi :

Obesitas,Hipertensi,Kurangnya

Aktivitas fisik,Diet tinggi gula dan rendah serat

Tidak dapat dimodifikasi :

Usia,Genetik, Riwayat

melahirkan bayi dengan berat badan > 4000 gr, riwayat lahir dengan BBLR

< 2500 grr

Defek genetik fungsi sel β,

defek genetik kerja insulin,

penyakit eksokrin pankreas,

endokrinopati, obat/zat kimia

Non medikamentosa :

Edukasi,Terapi gizi medis,Latihan jasmani

Medikamentosa Insulin,

Sulfonil urea, Glinid

Tiazolidindion, metformin, acarbose

Page 31: Cha Dm Full Contoh

C. KERANGKA KONSEP

D. Hipotesis

Terdapat hubungan antara faktor-faktor yang mempengaruhi angka kejadian

diabetes melitus tipe 2 di wilayah kerja Puskesmas Tambak II Kabupaten

Banyumas.

Faktor yang tidak bisa dimodifikasi :Umur

Riwayat keluarga yang menderita diabetes mellitus

Riwayat melahirkan bayi dengan berat badan lahir > 4000 gr

Riwayat pernah menderita diabetes gestasional

Riwayat lahir dengan berat badan lahir rendah (BBLR) yaitu < 2500 gram.

Faktor yang bisa dimodifikasi:Obesitas periferObesitas sentral

Hipertensi

Aktivitas fisik yang kurang

Diit tinggi gula rendah serat

Diabetes Mellitus

Page 32: Cha Dm Full Contoh

IV. METODOLOGI PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode analitik observasional dengan desain

cross sectional. Desain ini digunakan untuk dapat menganalisis faktor-faktor

yang dapat menyebabkan terjadinya diabetes mellitus tipe 2 di Puskesmas

Tambak II.

B. Ruang Lingkup Kerja

Ruang lingkup kerja pada penelitian ini di wilayah cakupan Puskesmas

Tambak II, khususnya di posyandu lansia Desa Pesantren.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi Penelitian

a. Populasi Target

Populasi target pada penelitian ini adalah masyarakat yang berusia di atas

usia 45 tahun atau lebih di Kecamatan Tambak

b. Populasi Terjangkau

Populasi terjangkau pada penelitian ini adalah masyarakat yang berusia

45 tahun atau lebih yang berada dalam cakupan wilayah Puskesmas

Tambak II, khususnya di posyandu lansia Desa Pesantren.

c. Besar sampel

Teknik pengambilan sampel penelitian dilakukan dengan cara total

sampling, yaitu seluruh pasien yang memenuhi kriteria penelitian dan

langsung dimasukkan sebagai sample penelitian

d. Kriteria inklusi meliputi:

1) Warga lansia Desa Pesantren yang bersedia menjadi responden

penelitian

e. Kriteria eksklusi meliputi:

1) Responden yang tidak hadir saat penelitian berlangsung

2) Responden penelitian yang sedang berpuasa

Page 33: Cha Dm Full Contoh

D. Variable Yang Diteliti

Variabel bebas yang diteliti adalah faktor yang mempengaruhi kejadian

diabetes mellitus tipe 2. Variabel tergantung adalah kejadian diabetes mellitus.

E. Definisi Operasional

1. Diabetes mellitus

Definisi : Glukosa plasma sewaktu > 200 mg/dl pada seseorang dengan

keluhan seperti sering buang air kecil, banyak minum, banyak makan dan

disertai penurunan berat badan

Cara ukur : Tes ini mengukur glukosa dalam darah dengan menggunakan

stick glukosa yang diambil kapan saja, tanpa memperhatikan waktu makan.

Hasil ukur:

Skala : Nominal

2. Obesitas sentral

Definisi : Penimbunan lemak di daerah pinggang atau perut, dibuktikan

dengan pengukuran lingkar pinggang.

Cara ukur : Lingkar pinggang diukur pada daerah diantara tulang rusuk

terakhir dengan crista illiaca, serta dalam pengukurannya harus melalui

umbilicus setelah melakukan ekspirasi maksimal dan dinyatakan dalam

sentimeter (cm) dan menggunakan pita pengukur butterfly sebagai alat ukur

Pengukuran dilakukan sebanyak tiga kali kemudian diambil nilai rata-rata

serta pengukuran dilakukan dalam posisi berdiri.

Diagnosis GDS Keluhan

Non Diabetes mellitus < 200

< 200

≥ 200

-

+

-

Diabetes mellitus ≥ 200 +

Page 34: Cha Dm Full Contoh

Hasil ukur :

Skala: Nominal

3. Obesitas perifer

Definisi : Cadangan lemak yang ditimbun berlebih di dalam tubuh, dibuktikan

dengan pengukuran indeks massa tubuh (IMT)

Cara ukur : IMT = BB (kg) / TB2 (meter).

Hasil ukur :

Skala : Nominal

4. Hipertensi

Definisi :Hipertensi atau disebut juga dengan istilah tekanan darah tinggi

adalah kondisi medis dimana tekanan darah 140/90 mmHg atau

lebih.

Cara ukur :Pengukuran dilakukan di salah satu lengan 2 kali dengan

menggunakan alat tensimeter.

Hasil ukur :

Skala: Nominal

5. Aktivitas fisik

Definisi : Olahraga atau latihan fisik sedang sampai berat selama 30

menit atau lebih secara terus menerus dan dilakukan

seminggu 3 kali.

Hasil ukur: Aktivitas fisik teratur

Aktivitas fisik tidak teratur

Skala : Nominal

Kategori Laki-laki Perempuan

Non obesitas sentral < 90 cm < 80 cm

Obesitas sentral ≥ 90 cm ≥ 80 cm

Kategori IMT

Non obesitas perifer <25

Obesitas perifer ≥25,0

Kategori Sistolik

(mmHg)

Diastolik

(mmHg)

Normal ≤ 120 ≤ 80

Hipertensi ≥140 ≥90

Page 35: Cha Dm Full Contoh

6. Diet

Definisi : Pola diit seimbang adalah makan secara teratur, konsumsi

sayur-sayuran dan buah-buahan >2 porsi sehari, dan gula

pasir <3 sendok makan sehari.

Hasil ukur : Pola diit seimbang

Pola diit tidak seimbang

Skala : Nominal

F. Instrumen Pengambilan Data

Sumber data adalah primer yang diperoleh dari wawancara dengan

menggunakan kuesioner dan pengukuran langsung terhadap responden.

Wawancara dilakukan terhadap responden yang berkunjung pada saat

posyandu lansia Puskesmas Tambak II dengan metode pertanyaan bersifat

kombinasi pertanyaan terbuka dan tertutup. Alat pengumpulan data yang

digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner, timbangan berat badan

analog, alat pengukur tinggi badan dengan menggunakan meteran serta

pengukuran lingkar lengan atas dan lingkar perut dengan menggunakan metline

dengan satuan cm.

G. Rencana Analisis Data

Analisis dan pengolahan data merupakan suatu langkah penting agar data

hasil wawancara penelitian dapat ditafsirkan oleh peneliti serta dibaca oleh

orang lain. Langkah-langkah analisis dan pengolahan data adalah sebagai

berikut:

1. Pengisian kuesioner

Pengisian kuesioner adalah menuliskan informasi yang didapatkan dari

responden baik dari wawancara maupun pemeriksaan yang meliputi

pengukuran tekanan darah, berat badan, tinggi badan, lingkar perut, serta

pengukuran gula darah sewaktu.

Page 36: Cha Dm Full Contoh

2. Tahap pengolahan data

a. Editing yaitu melakukan koreksi terhadap data yang terkumpul mengenai

kelengkapan, kejelasan, relevansi, dan konsistensi data.

b. Pengkodean yaitu merubah data yang berbentuk huruf menjadi bentuk

angka atau bilangan yang sesuai dengan klasifikasi yang ditetapkan

peneliti.

c. Entry data yaitu memindahkan data ke dalam komputer untuk diolah

lebih lanjut.

d. Tabulasi data yaitu membuat tabel untuk hasil pengumpulan dan

pengolahan data.

e. Penyajian data yaitu gambaran hasil yang bisa berupa tabel, tulisan atau

grafik.

f. Data dianalisa dengan metode analisis deskriptif dengan menggunakan

tabel distribusi frekuensi tentang karakteristik sampel sebagai analisis

univariat. Analisis bivariat menggunakan metode Chi-square untuk

mengetahui hubungan antar variabel.

Penyusunan laporan hasil penelitian

Page 37: Cha Dm Full Contoh

V. HASIL DAN ANALISIS PENYEBAB MASALAH

A. Hasil

1. Analisis Univariat

Penelitian dilakukan pada tanggal 5 dan 6 Februari 2014. Populasi target

pada penelitian ini adalah warga Posyandu Lansia II dan III Desa

Pesantren di wilayah kerja Puskesmas Tambak II. Berdasarkan total

sampel, didapatkan jumlah sampel sebanyak 60 responden yang dipilih

berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi. Dari hasil penelitian diperoleh

gambaran karakteristik responden penelitian berdasarkan jenis kelamin,

usia, IMT (Indeks Massa Tubuh), kadar glukosa darah, aktifitas fisik.

a. Karakteristik Responden Menurut Jenis Kelamin

Tabel 6.1. Karakteristik Responden Menurut Jenis Kelamin

Karakteristik JumlahN %

Jenis Kelamin Perempuan 58 96.7Laki-laki 2 3.3

Sumber: Data primer, 2014

Hasil penelitian pada responden menunjukkan bahwa distribusi

responden menurut jenis kelamin terdiri dari 58 orang (3.3%)

perempuan dan 2 orang (96.7%) laki-laki.

b. Karakteristik Responden Menurut usia

Tabel 6.2. Karakteristik Responden Menurut Usia

Karakteristik JumlahN %

Usia >55 33 5545-55 27 45

Sumber: Data primer, 2014

Hasil penelitian pada responden menunjukkan bahwa distribusi

responden menurut usia terdiri dari 33 orang (55%) yang berusia

diatas 55 tahun dan 27 orang (45%) yang berusia antara 45-55 tahun

Page 38: Cha Dm Full Contoh

c. Karakteristik Responden Menurut Penyakit Diabetes mellitus

Tabel 6.3. Karakteristik Responden Menurut penyakit Diabetes

mellitus

Karakteristik JumlahN %

Penyakit Diabetes Mellitus

DM 13 21.7Non-DM 47 78.3

Sumber: Data primer, 2014

Hasil penelitian pada responden menunjukkan bahwa distribusi

responden menurut penyakit diabetes mellitus terdiri dari 13 orang

(21.7%) yang menderita penyakit diabetes mellitus dan 47 orang

(78.3%) yang tidak menderita diabetes mellitus

d. Karakteristik Responden Menurut IMT

Tabel 6.4. Karakteristik Responden Menurut IMT

Karakteristik JumlahN %

IMT Obesitas Perifer 35 58,3%Non Obesitas Perifer 25 41,7%

Sumber: Data primer, 2014

Hasil penelitian pada responden menunjukkan bahwa distribusi

responden menurut IMT terdiri dari 35 orang (58,3%) obesitas perifer

dan 25 orang (41,7%) non obesitas perifer.

e. Karakteristik Responden Menurut Lingkar Pinggang

Tabel 6.5. Karakteristik Responden Menurut Lingkar Pinggang

Karakteristik JumlahN %

IMT Obesitas Sentral 35 58,3Non Obesitas Sentral 25 41,7

Sumber: Data primer, 2014

Hasil penelitian pada responden menunjukkan bahwa distribusi

responden menurut lingkar pinggang terdiri dari 35 orang (58,3%)

obesitas sentral dan 25 orang (41,7%) non obesitas sentral.

Page 39: Cha Dm Full Contoh

f. Karakteristik Responden Menurut Tekanan Darah

Tabel 6.6. Karakteristik Responden Menurut Tekanan Darah

Karakteristik JumlahN %

Tekanan Darah Hipertensi 35 58,3Non Hipertensi 25 41,7

Sumber: Data primer, 2014

Hasil penelitian pada responden menunjukkan bahwa distribusi

responden menurut tekanan darah terdiri dari 35 orang (58,3%)

hipertensi dan 25 orang (41,7%) non hipertensi.

g. Karakteristik Responden Menurut Aktivitas Fisik

Tabel 6.7. Karakteristik Responden Menurut Aktivitas Fisik

Karakteristik JumlahN %

Aktivitas fisik Teratur 14 23,3Tidak teratur 46 76,7

Sumber: Data primer, 2014

Hasil penelitian pada responden menunjukkan bahwa distribusi

responden menurut aktivitas fisik terdiri dari 14 orang (23,3%)

aktivitas fisik teratur dan 46 orang (76,7%) aktivitas fisik tidak teratur.

h. Karakteristik Responden Menurut Diit Makanan

Tabel 6.8. Karakteristik Responden Menurut Diit Makanan

Karakteristik JumlahN %

Diit Makanan Seimbang 19 31,7Tidak seimbang 41 68,3

Sumber: Data primer, 2014

Hasil penelitian pada responden menunjukkan bahwa distribusi

responden menurut diit makanan terdiri dari 19 orang (31,7%) diit

makanan seimbang dan 41 orang (68,3%) diit makanan tidak

seimbang.

Page 40: Cha Dm Full Contoh

2. Analisis Bivariat

a. Hubungan antara obesitas sentral dengan Diabetes mellitus tipe 2

Analisis bivariat hubungan antara obesitas sentral dengan Diabetes

mellitus tipe 2 terlihat pada tabel 6.9.

Tabel 6.9 Hubungan antara Obesitas Sentral dengan Diabetes Mellitus tipe 2

Kejadian Kasus DM TotalDM Non DM

Obesitas Sentral

Non Obesitas Sentral

10 25 35

3 22 25

Total 13 47 60p = 0,125

Pengujian terhadap data (tabel 6.9) yang diperoleh memenuhi

syarat uji chi-square dengan hasil uji menunjukkan p = 0,125, dengan

demikian nilai p lebih besar dari α (α = 0,05). Hasil penelitian ini

secara statistik tidak terdapat hubungan antara obesitas sentral dengan

Diabetes mellitus tipe 2

b. Hubungan antara hipertensi dengan Diabetes mellitus tipe 2

Analisis bivariat hubungan antara hipertensi dengan Diabetes mellitus

tipe 2 terlihat pada tabel 6.10

Tabel 6.10 Hubungan antara Hipertensi dengan Diabetes mellitus

tipe 2

Kejadian Kasus DM TotalDM Non DM

Hipertensi

Non Hipertensi

11 24 35

2 23 25

Total 13 47 60p = 0,030

Pengujian terhadap data (tabel 6.10) yang diperoleh memenuhi syarat

uji chi-square dengan hasil uji menunjukkan p = 0,030 dengan

demikian nilai p lebih kecil dari α (α = 0,05). Hasil penelitian ini

secara statistik menunjukkan terdapat hubungan yang bermakna antara

hipertensi dengan Diabetes mellitus tipe 2.

Page 41: Cha Dm Full Contoh

c. Hubungan antara Aktivitas FIsik dengan Diabetes Mellitus tipe 2

Analisis bivariat hubungan antara aktivitas fisik dengan Diabetes

mellitus tipe 2 terlihat pada tabel 6.11

Tabel 6.11 Hubungan antara Aktivitas Fisik dengan Diabetes

mellitus tipe 2

Kejadian Kasus DM Total

DM Non DM

Teratur

Tdak teratur

3 11 14

10 36 46

Total 13 47 60

p = 0,980

Pengujian terhadap data (tabel 6.11.) yang diperoleh memenuhi

syarat uji chi-square dengan hasil uji menunjukkan p = 0,980, dengan

demikian nilai p lebih besar dari α (α = 0,05). Hasil penelitian ini

secara statistik menunjukkan tidak terdapat hubungan secara statistik

antara aktivitas fisik dengan Diabetes mellitus tipe 2.

d. Hubungan antara Diit Makanan dengan Diabetes Mellitus tipe 2

Analisis bivariat hubungan antara diit makanan dengan Diabetes

mellitus tipe 2 terlihat pada tabel 6.12

Tabel 6.12 Hubungan antara Diit Makanan dengan Diabetes

mellitus tipe 2

Kejadian Kasus DM TotalDM Non DM

Diit seimbang

Diit tidak seimbang

5 14 19

8 33 41

Total 13 47 60p = 0,552

Pengujian terhadap data (tabel 6.12) yang diperoleh memenuhi

syarat uji chi-square dengan hasil uji statistik p = 0,552 dengan

demikian nilai p lebih besar dari α (α = 0,05). Jadi, hasil penelitian ini

Page 42: Cha Dm Full Contoh

secara statistik menunjukkan tidak terdapat hubungan yang bermakna

antara diit makanan dengan Diabetes mellitus tipe 2.

Dari hasil analisis bivariat yang telah dilakukan kepada seluruh faktor

resiko penyakit Diabetes mellitus tipe 2 ditemukan bahwa terdapat hubungan

bermakna antara hipertensi dengan kejadian Diabetes mellitus tipe 2

Page 43: Cha Dm Full Contoh

VI. ALTERNATIF PEMECAHAN MASALAH

A. Penyusunan Alternatif Pemecahan Masalah

Beberapa alternative pemecahan masalah yang dapat digunakan sebagai

pilihan untuk membantu mengatasi permasalahan diabetes mellitus tipe 2 di

wilayah kerja Puskesmas Tambak II antara lain :

1. Penyuluhan mengenai penyakit DM

2. Pembagian leaflet mengenai penyakit DM

3. Pengobatan gratis

B. Penentuan Alternatif Terpilih

Penentuan prioritas pemecahan masalah harus memperhitungkan

beberapa aspek, karena tidak semua alternative pemecahan masalah dapat

dilakukan. Aspek-aspek tersebut meliputi sarana, tenaga, dana, serta waktu.

Prioritas masalah dapat dipilih dengan menggunakan suatu metode yaitu

metode Reinke. Metode ini menggunakan dua kriteria, yaitu efektivitas dan

efisiensi jalan keluar.

Efektifitas jalan keluar meliputi besarnya masalah yang dapat diatasi,

pentingnya jalan keluar, sedangkan efisiensi jalan keluar dikaitkan dengan

biaya yang diperlukan untuk melakukan jalan keluar. Kriteria efisiensi jalan

keluar dikaitkan dengan biaya yang dikeluarkan dalam menyelesaikan

masalah. Pembagian skoring-nya adalah dari sangat mahal (1), hingga sangat

murah (5).

Tabel 7.1. Kriteria dan Skoring Efektivitas Jalan Keluar

Skor M(besarnya masalah yang dapat diatasi)

I(kelanggengan

selesainya masalah)

V(kecepatan penyelesaian

masalah)

1 sangat kecil sangat tidak langgeng sangat lambat2 kecil tidak langgeng lambat3 cukup besar cukup langgeng cukup cepat4 besar langgeng cepat5 sangat besar sangat langgeng sangat cepat

Page 44: Cha Dm Full Contoh

Tabel 7.1 Kriteria dan Skoring Efisiensi Jalan Keluar

Skor C(biaya yang dikeluarkan)

1 Sangat mahal2 Mahal3 Cukup mahal4 Murah5 Sangat murah

Prioritas pemecahan masalah pada kasus DM di wilayah kerja

Puskesmas Tambak II dengan menggunakan metode Reinke adalah sebagai

berikut:

Tabel 7.3 Prioritas Pemecahan Masalah Metode Reinke

No Daftar Alternatif Jalan Keluar

Efektivitas Efisiensi MxIxVC

Urutan Prioritas MasalahM I V C

1 Penyuluhan mengenai penyakit DM

4 4 4 3 21,33 1

2 Pembagian leaflet mengenai penyakit DM

2 2 2 3 2,67 3

3 Pengobatan gratis 3 2 3 2 9 2

Berdasarkan hasil perhitungan prioritas pemecahan masalah dengan

menggunakan metode Reinke, maka diperoleh prioritas pemecahan masalah

yaitu, penyuluhan mengenai penyakit DM.

Page 45: Cha Dm Full Contoh

VII. RENCANA KEGIATAN DAN LAPORAN HASIL PELAKSANAAN

A. Latar Belakang

Diabetes mellitus adalah suatu kelompok penyakit metabolik dengan

karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja

insulin, atau kedua-duanya. Faktor resiko terjadinya Diabetes mellitus terdiri

dari faktor resiko yang dapat dimodifikasi dan tidak dapat dimodifikasi.

Faktor yang tidak dapat dimodifikasi diantaranya umur, jenis kelamin, riwayat

keluarga, sedangkan faktor yang dapat di modifikasi adalah obesitas, pola

makan yang sehat, aktifitas fisik, dan merokok (ADA, 2010).

Penyakit diabetes mellitus ini merupakan penyakit yang apabila

diabaikan akan menyebabkan terjadinya beberapa komplikasi yang serius bagi

penderitanya, diantaranya adalah koma hipoglikemia yang dipacu karena

penderita tidak patuh dengan jadwal makanan yang telah ditetapkan.

Komplikasi lain yang berhubungan dengan perubahan metabolik misalnya

pada ginjal dapat menyebabkan gangguan atau perubahan pada sirkulasi serta

penyaringan yang akibat lanjutnya adalah gagal ginjal (ADA, 2010).

Diabetes mellitus (DM) merupakan salah satu penyakit degeneratif

yang sampai saat ini masih cukup banyak ditemui. Penyakit diabetes mellitus

ini sangat berdampak terhadap produktivitas dan dapat menurunkan sumber

daya manusia, sehingga tidak hanya berpengaruh secara individu tetapi juga

terhadap kesehatan suatu Negara (Suyono, 2007). Diabetes mellitus masih

merupakan salah satu penyakit yang menjadi permasalahan dan juga

membutuhkan upaya promosi kesehatan mulai dari tingkat puskesmas. Semua

kegiatan, baik yang langsung maupun tidak langsung untuk meningkatkan

kesehatan (Promotif), mencegah penyakit (Preventif), terapi (Kuratif) fisik,

mental atau sosial dan pemulihan (Rehabilitatif) kesehatan (fisik, mental,

sosial) merupakan bentuk usaha untuk meningkatkan kesehatan masyarakat

termasuk pada penderita diabetes mellitus (Notoatmojo, 2003).

Menurut International Diabetes Frederetion (IDF) tahun 2012, 371

Page 46: Cha Dm Full Contoh

juta orang didunia menderita diabetes mellitus. Data World Health

Organization (WHO) tahun 2007, Indonesia merupakan Negara yang

menempati urutan keempat dengan jumlah penderita diabetes mellitus terbesar

di dunia setelah India, Cina, dan Amerika Serikat. Sedangkan menurut IDF

tahun 2012,Indonesia merupakan Negara dengan penderita DM ke tujuh

terbanyak di dunia. Total penderita DM Indonesia menurut Depkes RI tahun

2008 mencapai 8.246.000 jiwa dan diperkirakan menjadi 21.257.000 jiwa

penderita pada tahun 2030. Prevalensi diabetes mellitus di provinsi Jawa

Tengah pada tahun 2012 mencapai 0,55%.

Berdasarkan temuan data dari Puskesmas Tambak II pada Periode

januari 2011- Desember 2011, Penyakit DM termasuk 10 penyakit terbesar

dengan angka kejadian sebanyak 63 kasus. Pada periode Januari 2012-

Desember 2012 kasus DM mencapai 177 kasus dan dari data terbaru pada

periode Januari 2013-September 2013 temuan DM mencapai 237 kasus. Hal

ini menunjukkan bahwa angka kejadian penyakit DM semakin meningkat dari

tahun ke tahun. Oleh karena itu, perlu diperhatikan faktor-faktor risiko DM

pada masyarakat di Puskesmas Tambak II. Untuk dapat dilakukan pencegahan

dan pengendalian lebih lanjut mengenai faktor-faktor risiko DM tersebut.

Sehingga, dapat mengurangi angka kejadian penyakit DM di wilayah

puskesmas Tambak II.

B. Tujuan

1. Tujuan Umum

Melakukan analisis kesehatan komunitas (Community Health Analysis) di

wilayah kerja Puskesmas Tambak II.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui faktor risiko diabetes melitus yang ada pada masyarakat di

wilayah kerja Puskesmas Tambak II.

b. Melakukan intervensi terhadap penyebab masalah kesehatan untuk

mengatasi masalah kesehatan di tempat penelitian.

Page 47: Cha Dm Full Contoh

C. Bentuk dan Materi Kegiatan

Kegiatan akan dilaksanakan disajikan dalam bentuk penyuluhan

tentang DM, faktor resiko Hipertensi terhadap DM, komplikasi DM, dan

manajemen DM kepada kader Posyandu Lansia Desa Pesantren Kecamatan

Tambak Kabupaten Banyumas.

D. Sasaran

Kader Posyandu Lansia Desa Pesantren Kecamatan Tambak

Kabupaten Banyumas.

E. Pelaksanaan

1. Personil

Penanggung jawab : dr. Indra (Preseptor Lapangan).

Pembimbing : Mba Dewi (Bidan Desa)

Pelaksana : Adrian Nugraha Putra

Femy Indriani

Rahmi Laksita Rukmi

Pembicara : Adrian Nugraha Putra

2. Waktu dan Tempat

Hari : Senin

Tanggal : 10 Februari 2014

Waktu : 09.00 – 10.00 WIB

Tempat : Balai Pertemuan Desa Pesantren

F. Rencana Anggaran

Konsumsi : Rp. 100.000,00

Jumlah : Rp. 100.000,00

Page 48: Cha Dm Full Contoh

VIII. LAPORAN HASIL PELAKSANAAN

Kegiatan penyuluhan penyakit DM yang meliputi tanda dan gejala,

faktor resiko terutama dengan penyakit hipertensi, komplikasi, dan manajemen

DM dilakukan pada para kader Posyandu lansia desa pesantren. Kegiatan tersebut

dilakukan pada hari Senin tanggal 10 Februari 2014 pukul 09.00-11.00 WIB.

Penyuluhan kepada kader Posyandu Desa Pesantren terpilih sebagai subjek

penyuluhan karena diharapkan dapat meningkatkan ilmu pengetahuan tentang

faktor resiko hipertensi terhadap DM, sehingga para kader tersebut dapat

menyampaikannya kepada masyarakat khususnya para lansia yang lebih luas di

Desa Pesantren.

Anggota kader Posyandu lansia di Desa Pesantren yang biasa hadir

sekitar ± 15 orang, akan tetapi pada pelaksanaan penyuluhan ini hanya dihadiri

oleh 10 orang. Selama penyuluhan berlangsung, para kader menunjukkan

ketertarikannya terhadap materi yang disampaikan, dan dalam kesempatan itu

pula para peserta diberi kesempatan untuk bertanya mengenai hal-hal yang belum

mereka pahami mengenai penyakit DM.

Pelaksanaan kegiatan ini tidak lepas dari beberapa kendala. Kendala

yang dihadapi diantaranya adalah adanya beberapa kader yang usianya sudah

lanjut, sehingga informasi yang disampaikan kurang dipahami dan dimengerti.

A. Monitoring dan Evaluasi

1. Pelaksanaan Kegiatan

Intervensi kesehatan yang dilakukan dengan melakukan penyuluhan

mengenai tanda dan gejala, faktor resiko terutama dengan penyakit

hipertensi, komplikasi, dan manajemen DM terhadap para kader posyandu

lansia desa pesantren kecamatan Tambak untuk meningkatkan ilmu

pengetahuan terhadap penyakit DM terutama mengenai faktor risiko

hipertensi terhadap DM. Kegiatan yang dilakukan diharapkan dapat

mengatasi masalah-masalah yang berhubungan dengan tingginya angka

kejadian diabetes.

Page 49: Cha Dm Full Contoh

Pelaksanaan kegiatan dilaksanakan melalui 3 tahap yaitu :

a. Tahap Persiapan

1. Perijinan

Perijinan dibuatkan oleh pihak dokter muda yang ditujukan

kepada dokter puskesmas dan Bidan desa yang berada di posyandu

lansia . Dalam pelaksanaan, penulis mendapatkan ijin secara lisan dari

dokter dan Bidan desa untuk mengadakan penelitian mengenai faktor

risiko yang mempengaruhi kejadian diabetes melitus terutama

hipertensi di wilayah puskesmas II tambak.

2. Materi

Materi yang disiapkan adalah materi tentang diabetes mellitus

dan hipertensi.

3. Sarana

Sarana yang dipersiapkan berupa laptop untuk membantu dalam

proses penyuluhan.

b. Tahap pelaksanaan

Hari/Tanggal : Senin, 10 Februari 2014

Pukul : 09.00-11.00 WIB

Tempat : Posyandu Desa Pesantren

Pembimbing : dr. Indra Purwa ( Selaku Dokter

Puskesmas II tambak)

dr. Nendyah R, MKK ( selaku Perceptor

Fakultas)

Bidan Dewi (selaku Bidan Desa yang

menangani Posyandu Desa Pesantren)

Pelaksana : Dokter Muda Unsoed (Adrian Nugraha

Putra, Femy Indriani, Rahmi Laksita

Rukmi )

Peserta : Peserta posyandu sebanyak 10 orang

c. Penyampaian materi

Page 50: Cha Dm Full Contoh

Penyampaian materi dilakukan dengan lisan untuk

menjelaskan tentang penyakit tanda dan gejala, faktor resiko

terutama dengan penyakit hipertensi, komplikasi, dan manajemen

DM.

d. Tahap Evaluasi

Tahap evaluasi adalah melakukan evaluasi mengenai 3 hal, yaitu

evaluasi formatif, evaluasi promotif, evauasi sumatif. Berikut ini akan

dijelaskan mengenai hasil evaluasi masing-masing aspek.

1. Evaluasi Formatif

Evaluasi formatif digunakan untuk mengetahui apakah kegiatan

sudah sesuai dengan masalah atau tidak. Pada kegiatan penyuluhan

ini materi yang disampaikan sudah sesuai dengan penelitian yang

dilakukan.

2. Evaluasi Promotif

Evaluasi promotif dilakukan untuki mengetahui apakah

pelaksanaan kegiatan penyuluhan sesuai dengan perencanaan.

Rencana penyuluhan yang dijadwalkan pada hari Senin, 10 Februari

2014 pukul 09.00 WIB sudah sesuai dengan yang dijadwalkan, akan

tetapi dalam pelaksanaannya kegiatan ini hanya dihadiri oleh 10

orang peserta, kurang 5 peserta dari 15 peserta yang ditargetkan.

3. Evaluasi Sumatif

Evaluasi sumatif dilakukan untuk mengetahui apakah

kegiatan penyuluhan dapat meningkatkan pengetahuan mengenai

faktor resiko DM terhadap hipertensi. Evaluasi ini dilakukan dengan

cara pemberi materi memberikan beberapa pertanyaan terhadap

paserta kader. Pada pelaksanaan kegiatan ini, para peserta dapat

menjawab 4 pertanyaan dari 5 pertanyaan mengenai materi yang

diberikan. Hal ini menunjukkan bahwa ilmu pengetahuan peserta

kader sudah terjadi peningkatan, sehingga diharapkan mampu

menekan jumlah prevalensi penyakit DM dan hipertensi serta deteksi

dini kesehatan lansia.

Page 51: Cha Dm Full Contoh

IX. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat ditarik kesimpulan

bahwa terdapat hubungan yang bermakna secara statistik antara faktor risiko

hipertensi terhadap angka kejadian diabetes melitus di wilayah kerja

puskesmas Tambak II Kabupaten banyumas.

2. Alternatif pemecahan masalah pada penelitian ini adalah penyuluhan secara

interaktif terhadap kader posyandu lansia tentang tanda dan gejala, faktor

resiko terutama dengan penyakit hipertensi, komplikasi, dan manajemen

DM.

B. Saran

1. Kegiatan penyuluhan ini untuk kedepannya perlu perencanaan dan persiapan

yang lebih matang agar target peserta dapat tercapai sehingga maksud dan

tujuan penyuluhan lebih tersampaikan.

2. Kegiatan penyuluhan ini diharapkan tidak hanya diberikan kepada para

kader saja tetapi juga kepada para warga lansia yang mempunyai faktor

risiko tinggi terkena penyakit DM.

3. Perlu diadakan penyuluhan secara periodik dan terpadu pada masyarakat di

wilayah kecamatan Tambak khususnya di Desa Pesantren mengenai

penyakit diabetes mellitus khususnya terhadap salah satu faktor risiko

penyakit tersebut yaitu hipertensi.

4. Bagi para kader diharapkan lebih berperan aktif dalam melakukan

pencegahan diabetes mellitus di masyarakat khusunya pada lansia dengan

melakukan perubahan pola hidup yang lebih sehat.

Page 52: Cha Dm Full Contoh

DAFTAR PUSTAKA

American Diabetes Association. 2011. Standards of Medical Care in Diabetes.Diabetes Care. (24) pp.S11-S61.

Annemans, L., Nadia Demarteau, Shanlian Hu, Tae-Jin Lee, Zaher Morad, Thanom Supaporn, Wu-Chang Yang, Andrew J. Palmer (2008). "An Asian Regional Analysis of Cost-Effectiveness of Early Irbesartan Treatment versus Conventional Antihypertensive, Late Amlodipine, and Late Irbesartan Treatments in Patients with Type 2 Diabetes, Hypertension, and Nephropathy." Value In Health II Nomer 3: 354-364

Balakumar, P., Mandeep Kumar Arora, Manjeet Singh (2009). "Emerging role of PPAR ligands in the management of diabetic nephropathy." Pharmacological Research

Depkes RI. 2012. Profil Kesehatan Jawa Tengah 2012. Available from : www.depkes.go.id. Diakses pada 23 Januari 2014

Fauci, A. S., Braunwald Eugene, Kasper Dennis, Hauser Stephen, Longo, Larry Jameson, Joseph Loscalzo. (2008). Harrison's Principles Of Internal Medicine Seventeenth Edition. United States of America, The McGraw-Hill Companies.

Haffner, S.M. et al. 1998. N Engl J Med;339:229–234

Immanuel S., Hendriyono. 2006. Maturity Onset Diabetes of The Young. MajalahKedokteran Indonesia volume 5 (No 2). 56-63.

International Diabetes Federation. 2012. IDF Diabetes Atlas. Available from : www.idf.org . Diakses pada 23 Januari 2014.

Nurtanio, N., Sunny, W., 2007. Resistensi Insulin pada Obesitas Sentral. BIK Biomed, Vol. 3 (3), pp.89-96.

Notoatmodjo. S, 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Rineka Cipta.

Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI). 2006. Diabetes The Silent Killer.

Powers, A.C., 2005. Diabetes Mellitus dalam D.L. Kasper, A.S. Fauci, D.L. Longo, E. Braunwald, S.L. Hauser, J.L Jameson, (eds). Harrison’s Priciples of Internal Medicine. 16th ed, McGraw-Hill Medical Publishing Division, New York: pp.2152-80.

Page 53: Cha Dm Full Contoh

Rao, Shoba S., Phillip, P., Tamara, M., 2004. Impaired Glucose Tolerance and Impaired Fasting Glucose. American Family Physician Vol. 69 (8), pp. 1961-8.

Shoelson, S.E., Lee, J.S., Goldfine, A.B., 2006. Inflamation and Insulin Resistence. J Clin Invest. (116), pp.1793-801

Suparaiasa, I.D.N., Bachyar, B., Ibnnu, F. 2002.Penilaian Status Gizi.Jakarta :Penerbit EGC. Hal 42-43,60

Valsamakis, G., Anwar, A., Tomlinson, J.W., Shackleton, C.H.L., Mc Ternan, P.G., Chetty, R., et al., 2004. 11β-Hydroxysteroid Dehydrogenase Type 1 Activity in Lean and Obese Males with Type 2 Diabetes Mellitus. J Clin Endocrinology and Metabolism, (89) pp.4755-61.

Wajchenberg, B.L., 2000. Subcutaneous and Visceral Adipose Tissue: Their relation to the metabolic syndrome. Endoc Rev 2002; 21 (6), pp.697-738.

Waspadji, Sarwono. 2004. PengelolaanFarmakologisDiabetesMellitus yang RasionaldalamBuku Ajar IlmuPenyakitDalamJilid I Edisi III. Jakarta: BalaiPenerbit FKUI: pp.648-54

WHO, 2006. Definition and Diagnosis of Diabetes Mellitus and Intermediate Hyperglycemia.

World Health Organization.(2007). Prevalence of diabetes worlwide (on-line). Available from : www.who.com. Diakses pada 23 Januari 2014.

Page 54: Cha Dm Full Contoh

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMANFAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN

JURUSAN KEDOKTERANPURWOKERTO

2014

LEMBAR INFORMASI PENELITIAN

Kami adalah mahasiswa Jurusan Kedokteran Fakultas Kedokteran dan

Ilmu – Ilmu Kesehatan Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto, akan

melakukan penelitian dengan judul “FAKTOR-FAKTOR YANG

MEMPENGARUHI ANGKA KEJADIAN DIABETES MELITUS TIPE 2

PADA LANSIA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TAMBAK II

KABUPATEN BANYUMAS”. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi faktor-

faktor risiko diabetes melitus tipe 2 pada masyarakat lansia Kecamatan Tambak

Kabupaten Banyumas. Tugas subyek penelitian adalah mengisi kuesioner atau

angket yang disediakan oleh peneliti.

Keikutsertaan subyek dalam penelitian ini adalah secara sukarela. Identitas

dan jawaban subyek dijamin kerahasiannya. Semua jawaban subyek hanya akan

digunakan untuk kepentingan penelitian. Tidak ada risiko yang akan terjadi pada

subyek dalam penelitian ini.

Subyek memiliki hak untuk mengundurkan diri dalam keikutsertaan

sebagai subyek dalam penelitian ini. Subyek dapat mengundurkan diri sebelum

dilakukan pengambilan data dengan memberitahu peneliti. Subyek yang

membutuhkan informasi lebih lanjut tentang penelitian ini dapat menghubungi

Femy Indriani, Rahmi Laksitarukmi dan Adrian Nugraha Putra mahasiswa

Jurusan Kedokteran Fakultas Kedokteran dan Ilmu-Ilmu Kesehatan Universitas

Jenderal Soedirman.

Hormat Kami,

Page 55: Cha Dm Full Contoh

PenelitiUNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATANJURUSAN KEDOKTERAN

PURWOKERTO2014

LEMBAR PERSETUJUAN PENELITIAN

“FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ANGKA KEJADIAN

DIABETES MELITUS TIPE 2 PADA LANSIA DI WILAYAH KERJA

PUSKESMAS TAMBAK II KABUPATEN BANYUMAS”

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama :

Usia :

Alamat :

Setelah membaca dan diberi penjelasan tentang penelitian ini, maka saya bersedia

menjadi subyek pada penelitian yang dilakukan oleh Femy Indriani, Rahmi

Laksitarukmi dan Adrian Nugraha Putra, mahasiswa Jurusan Kedokteran Fakultas

Kedokteran dan Ilmu-Ilmu Kesehatan Jurusan Kedokteran Universitas Jenderal

Soedirman Purwokerto.

Tambak, Februari 2014

(...................................)

Page 56: Cha Dm Full Contoh

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMANFAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN

JURUSAN KEDOKTERANPURWOKERTO

2014

KUESIONER

FORMULIR PENGUKURAN FAKTOR RISIKO DM TIPE 2

A. IDENTITAS PRIBADI

1. Nama : L/P

2. Tempat, tanggal lahir :

3. Pekerjaan :

4. Pendidikan :

5. Suku :

6. Alamat :

7. No telp :

8. GDS :

9. Keluhan : 1. Banyak makan

2. Banyak minum

3. Banyak kencing

A. RIWAYAT FAKTOR RISIKO DM

1. Apakah anda lahir dengan BB < 2,5kg?

a. ya b. tidak

4. Apakah ada riwayat keluarga dengan DM?

a.ya b. tidak

5. Apakah anda mempunyai riwayat darah tinggi?

a. ya b. tidak

B. FAKTOR GAYA HIDUP

1. Berapa porsikah anda mengkonsumsi sayur atau buah setiap hari?

a. ≤ 2 porsi b. > 2 porsi

Page 57: Cha Dm Full Contoh

2. Apakah anda suka minum yang manis setiap hari?

a. ya b. tidak

3. Minuman manis apa yang sering anda konsumsi?

4. Berapa gelas minuman manis yang anda konsumsi dalam 1 hari?

a. 1 gelas b. > 1 gelas

5. Berapa sendok gula yang anda konsumsi dalam 1 gelas?

a. < 3 sdm b. 3 sdm

6. Aktivitas fisik : a. ya b. tidak

Bila ya : a. teratur b. tidak

Bila teratur : a. < 30 menit jalan kaki/hari atau olah raga < 3-4

hari/minggu

g. > 30 menit jalan kaki/hari atau olah raga > 3-4

hari/minggu

E. PENGUKURAN FAKTOR RISIKO DM

a. Tekanan darah : / mmHg

b. Berat badan : kg

c. Tinggi badan : cm

d. Indeks Massa Tubuh : kg/m2

e. Lingkar perut : cm

Page 58: Cha Dm Full Contoh

LAMPIRANPemeriksaan Gula darah

Page 59: Cha Dm Full Contoh

Kegiatan Penyuluhan