lapkas-oligohidramnion-rev.doc

50
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sekitar 8% wanita hamil memiliki cairan ketuban terlalu sedikit. Oligohidramnion dapat terjadi kapan saja selama masa kehamilan, walau pada umumnya sering terjadi di masa kehamilan trimester terakhir. Sekitar 12% wanita yang masa kehamilannya melampaui batas waktu perkiraan lahir (usia kehamilan 42 minggu) juga mengalami oligohidramnion, karena jumlah cairan ketuban yang berkurang hampir setengah dari jumlah normal pada masa kehamilan 42 minggu. 1 Penyebab oligohidramnion tidak dapat dipahami sepenuhnya. Mayoritas wanita hamil yang mengalami tidak tahu pasti apa penyebabnya. Penyebab oligohidramnion yang telah terdeteksi adalah cacat bawaan janin dan bocornya kantung/ membran cairan ketuban yang mengelilingi janin dalam rahim. Sekitar 7% bayi dari wanita yang mengalami oligohidramnion mengalami cacat bawaan, seperti gangguan ginjal dan saluran kemih karena jumlah urin yang diproduksi janin berkurang. Masalah kesehatan lain yang juga telah dihubungkan dengan oligohidramnion adalah tekanan darah tinggi, diabetes, SLE, dan masalah pada plasenta. Serangkaian pengobatan yang dilakukan untuk menangani tekanan darah tinggi, yang dikenal dengan nama angiotensin-converting 1

Upload: 568563

Post on 01-Jan-2016

61 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Lapkas-Oligohidramnion

TRANSCRIPT

Page 1: Lapkas-Oligohidramnion-Rev.doc

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sekitar 8% wanita hamil memiliki cairan ketuban terlalu sedikit. Oligohidramnion

dapat terjadi kapan saja selama masa kehamilan, walau pada umumnya sering

terjadi di masa kehamilan trimester terakhir. Sekitar 12% wanita yang masa

kehamilannya melampaui batas waktu perkiraan lahir (usia kehamilan 42 minggu)

juga mengalami oligohidramnion, karena jumlah cairan ketuban yang berkurang

hampir setengah dari jumlah normal pada masa kehamilan 42 minggu.1

Penyebab oligohidramnion tidak dapat dipahami sepenuhnya. Mayoritas

wanita hamil yang mengalami tidak tahu pasti apa penyebabnya. Penyebab

oligohidramnion yang telah terdeteksi adalah cacat bawaan janin dan bocornya

kantung/ membran cairan ketuban yang mengelilingi janin dalam rahim. Sekitar

7% bayi dari wanita yang mengalami oligohidramnion mengalami cacat bawaan,

seperti gangguan ginjal dan saluran kemih karena jumlah urin yang diproduksi

janin berkurang. Masalah kesehatan lain yang juga telah dihubungkan dengan

oligohidramnion adalah tekanan darah tinggi, diabetes, SLE, dan masalah pada

plasenta. Serangkaian pengobatan yang dilakukan untuk menangani tekanan darah

tinggi, yang dikenal dengan nama angiotensin-converting enxyme inhibitor (mis

captopril), dapat merusak ginjal janin dan menyebabkan oligohidramnion parah

dan kematian janin. Wanita yang memiliki penyakit tekanan darah tinggi yang

kronis seharusnya berkonsultasi terlebih dahulu dengan ahli kesehatan sebelum

merencanakan kehamilan untuk memastikan bahwa tekanan darah mereka tetap

terawasi baik dan pengobatan yang mereka lalui adalah aman selama kehamilan

mereka.2

Semakin awal oligohidramnion terjadi pada kehamilan, semakin buruk

prognosisnya. Jika terjadi pada trimester II, 80-90% akan mengakibatkan

mortalitas.3

1.2. Tujuan

1

Page 2: Lapkas-Oligohidramnion-Rev.doc

Dapat mengetahui tentang perbedaan jumlah cairan ketuban yang

fisiologis dan yang patologis, juga dapat mengetahui indikasi untuk dilakukan

suatu persalinan secara seksio cesarea dan juga untuk melengkapi persyaratan

kepaniteraan klinik senior di SMF Obstetri RSUP Haji Adam Malik Medan.

2

Page 3: Lapkas-Oligohidramnion-Rev.doc

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Cairan Ketuban

2.1.1. Definisi

Cairan ketuban atau cairan amnion adalah cairan yang memenuhi rahim. Cairan

ini ditampung di dalam kantung amnion yang disebut kantung ketuban atau

kantung janin. Cairan ketuban diproduksi oleh buah kehamilan, yaitu sel-sel

trofoblas, kemudian akan bertambah dengan produksi cairan janin, yaitu air seni

janin. Sejak usia kehamilan 12 minggu, janin mulai minum air ketuban dan

mengeluarkannya kembali dalam bentuk air seni. Jadi ada pola berbentuk

lingkaran atau siklus yang berulang.6

2.1.2. Anatomi dan Fisiologi Cairan Ketuban

Secara mikroskopis, selaput ketuban merupakan suatu struktur berlapis lapis yang

didominasi dengan jaringan penyangga dan jaringan epitel. Jaringan-jaringan

penyangga terdiri dari substrat matriks ekstraseluler kolagen dan non kolagen,

seperti fibronectin, integrin, febrilin, laminin dan proteoglican. Dibawah ini

digambarkan struktur selaput ketuban yang membentuk kantong kehamilan, yaitu:

1. Lapisan khorion, merupakan lapisan yang terluar berhubungan langsung

dengan jaringan desidua maternal. Berfungsi sebagai kerangka dari selaput.

Terdiri 4 lapisan :

a. Lapisan Trophoblas. Lapisan ini melekat dengan lapisan sel desidua

maternal, terdiri dari 2–10 sel tropoblas dan akan mengalami penipisan

sesuai dengan usia kehamilan.

b. Lapisan Pseudobasement membrane.Lapisan tipis jaringan retikulin yang

berada antara trophoblas dengan lapisan reticular.

c. Lapisan Reticular. Lapisan jaringan retikulin ini merupakan bagian utama

dari membrane khorion yang terdiri dari sel-sel fibroblast dan sel Hofbauer

yang bertugas dalam proses transport metabolit aktif dan sebagai

makrofag.

3

Page 4: Lapkas-Oligohidramnion-Rev.doc

d. Lapisan Celular. Merupakan lapisan paling dalam dari membran khorion,

berbatasan dan melekat langsung dengan lapisan amnion.

2. Lapisan amnion, merupakan lapisan bagian dalam selaput ketuban serta paling

elastis dibandingkan Lapisan khorion. Lapisan ini memiliki 5 lapisan:

a. Spongy layer. Lapisan yang berbatasan langsung dengan khorion.

Merupakan lapisan reticular yang terdiri dari jaringan kolagen dan mucus.

Mempunyai kemampuan bergeser dan meregang. Merupakan lapisan

“stress absorber” yang terdiri kolagen tipe III. Walaupun lapisan amnion

lebih tipis dbanding lapisan korion, lapisan tersebut lebih elastis.

b. Fibroblast layer. Lapisan ini terdiri dari sel-sel mesenkimal yang berasal

dari mesoderm discus embrionik. Didapat banyak makrofag yang sering

terlibat dalam proses penipisan selaput ketuban.

c. Compact layer. Merupakan bagian yang paling tebal dan mengandung

kolagen interstisiial tipe I, kolagen tipe III dan kolagen tipe V. Bersama

dengan membran basal merupakan kerangka jaringan ikat yang kokoh.

d. Basement membrane. Merupakan bagian yang terdiri dari jaringan

fibroblast kompleks dalam jaringan retikulin. Memisahkan lapisan

epithelial dengan jaringan selaput ketuban lainnya. Didapatkan sel

Hofbauer. Sangat kaya serabut kolagen tipe III dan IV.

e. Epithelial lining. Merupakan lapisan terdalam dari selaput ketuban. Terdiri

dari selapis sel kuboid yang tidak bersilia. Permukaan bebas dari sel ini

ditutupi oleh mikrovili. Antar sel dihubungkan dengan desmosom.

Embriologis berasal dari ektoderm. Pada lapisan ini disekresi kolagen tipe

III, IV dan glikoprotein nonkolagen (laminin, nidogen, fibronektin) yang

membentuk membran basal4

2.1.3. Embriologi Cairan Ketuban

Hari ke 6–7 setelah fertilisasi, embrio akan nidasi kedalam endometrium. Sel-sel

stroma endometrium mengalami perubahan yang disebut Decidual reaction, yang

4

Page 5: Lapkas-Oligohidramnion-Rev.doc

ditandai dengan pembengkakan sel akibat akumulasi glikogen dan lipid kedalam

sitoplasmanya. Tujuan perubahan ini guna menyiapkan tempat untuk nidasi dari

embrio. Sel yang mengalami perubahan ini disebut Sel desidua. Setelah proses

nidasi, bagian sel desidua yang menutupi lapisan atas dari kantong khorionik

disebut Lapisan sel desidua kapsularis, sedangkan lapisan yang membatasi antara

kantong khorionik dengan dinding endometrium uterus disebut Lapisan sel

desidua basalis. Jaringan endometrium yang mengalami desidualisasi selain

ditempat nidasi blastokist disebut Lapisan sel desidua parietalis. Dinding khorion

yang berbatas dengan Lapisan desidua basalis disebut Khorion frondusum.

Sedangkan dinding khorion yang berbatasan dengan Lapisan desidua kapsularis

yang nantinya mengalami regresi disebut Khorion laeve. Akibat perkembangan

yang progresif pada trimester pertama, kantong khorion akan memenuhi seluruh

rongga kavum uteri dan menyebabkan Lapisan sel desidua kapsularis terdorong

menjauhi pasokan darah dari dinding endometrium sehingga Lapisan desidua

kapsularis mengalami degenarasi menjadi lebih tipis. Berikutnya, Khorion laeve

akan kontak langsung dengan Desidua parietalis dan berfusi menjadi satu pada

pertengahan trimester kedua membentuk Membran khorion amnion (selaput

ketuban). Selaput Ketuban merupakan membran yang avaskuler tetapi secara aktif

terlibat dalam pengaturan jumlah cairan ketuban serta memproduksi zat-zat

bioaktif berupa peptida vasoaktif, faktor pertumbuhan dan sitokin5.

2.1.4. Volume Cairan Ketuban

Cairan amnion pada keadaan normal berwarna putih agak keruh karena adanya

campuran partikel solid yang terkandung di dalamnya yang berasal dari lanugo,

sel epitel, dan material sebasea. Volume cairan amnion pada keadaan aterm

adalah sekitar 800 ml, atau antara 400 ml -1500 ml dalam keadaan normal. Pada

kehamilan 10 minggu rata-rata volume adalah 30 ml, dan kehamilan 20 minggu

300 ml, 30 minggu 600 ml. Pada kehamilan 30 minggu, cairan amnion lebih

mendominasi dibandingkan dengan janin sendiri.

5

Page 6: Lapkas-Oligohidramnion-Rev.doc

Cairan amnion diproduksi oleh janin maupun ibu, dan keduanya memiliki

peran tersendiri pada setiap usia kehamilan. Pada kehamilan awal, cairan amnion

sebagian besar diproduksi oleh sekresi epitel selaput amnion. Dengan

bertambahnya usia kehamilan, produksi cairan amnion didominasi oleh kulit janin

dengan cara difusi membran. Pada kehamilan 20 minggu, saat kulit janin mulai

kehilangan permeabilitas, ginjal janin mengambil alih peran tersebut dalam

memproduksi cairan amnion.

Pada kehamilan aterm, sekitar 500 ml per hari cairan amnion di sekresikan

dari urin janin dan 200 ml berasal dari cairan trakea. Pada penelitian dengan

menggunakan radioisotop, terjadi pertukaran sekitar 500 ml per jam antara plasma

ibu dan cairan amnion.

Pada kondisi dimana terdapat gangguan pada ginjal janin, seperti agenesis

ginjal, akan menyebabkan oligohidramnion dan jika terdapat gangguan menelan

pada janin, seperti atresia esophagus, atau anensefali, akan menyebabkan

polihidramnion.

Volume cairan amnion pada setiap minggu usia kehamilan bervariasi,

secara umum volume bertambah 10 ml per minggu pada minggu ke-8 usia

kehamilan dan meningkat menjadi 60 ml per minggu pada usia kehamilan 21

minggu, yang kemudian akan menurun secara bertahap sampai volume yang tetap

setelah usia kehamilan 33 minggu. Normal volume cairan amnion bertambah dari

50 ml pada saat usia kehamilan 12 minggu sampai 400 ml pada pertengahan

gestasi dan 1000 – 1500 ml pada saat aterm. Pada kehamilan postterm jumlah

cairan amnion hanya 100 sampai 200 ml atau kurang.

Brace dan Wolf menganalisa semua pengukuran yang dipublikasikan pada

12 penelitian dengan 705 pengukuran cairan amnion secara individual. Variasi

terbesar terdapat pada usia kehamilan 32-33 minggu. Pada saat ini, batas

normalnya adalah 400 – 2100 ml1,2,3,4.

6

Page 7: Lapkas-Oligohidramnion-Rev.doc

Faktor utama yang mempengaruhi volume air ketuban :

1. Pengaturan fisiologis aliran oleh fetus

2. Pergerakan air dan larutan didalam dan yang melintasi membran

3. Pengaruh maternal pada pergerakan cairan transplasenta

Volume air ketuban merupakan prediktor kemampuan janin menghadapi

persalinan, karena kemungkinan tali pusat terjepit antara bagian bayi dan dinding

rahim meningkat tatkala air ketuban sedikit. Hal ini akan menimbulkan gawat

janin serta persalinan diakhiri dengan bedah cesar.

2.1.5. Kandungan Cairan Ketuban

Pada awal kehamilan, cairan amnion adalah suatu ultrafiltrat plasma ibu. Pada

awal trimester kedua, cairan ini terdiri dari cairan ekstrasel yang berdifusi melalui

kulit janin sehingga mencerminkan komposisi plasma janin. Namun setelah 20

minggu, kornifikasi kulit janin menghambat difusi ini dan cairan amnion terutama

terdiri dari urin janin.

Urin janin mengandung lebih banyak urea, kreatinin, dan asam urat

dibandingkan plasma. Selain itu juga mengandung sel janin yang mengalami

deskuamasi, verniks, lanugo dan berbagai sekresi. Karena zat-zat ini bersifat

hipotonik, maka seiring bertambahnya usia gestasi, osmolalitas cairan amnion

berkurang. Cairan paru memberi kontribusi kecil terhadap volume amnion secara

keseluruhan dan cairan yang tersaring melalui plasenta berperan membentuk

sisanya. 98% cairan amnion adalah air dan sisanya adalah elektrolit, protein,

peptid, karbohidrat, lipid, dan hormon.3,7,8

Terdapat sekitar 38 komponen biokimia dalam cairan amnion, di antaranya

adalah protein total, albumin, globulin, alkalin aminotransferase, aspartat

aminotransferase, alkalin fosfatase, γ-transpeptidase, kolinesterase, kreatinin

kinase, isoenzim keratin kinase, dehidrogenase laktat, dehidrogenase

7

Page 8: Lapkas-Oligohidramnion-Rev.doc

hidroksibutirat, amilase, glukosa, kolesterol, trigliserida, High Density

Lipoprotein (HDL), low-density lipoprotein (LDL), very-low-density lipoprotein

(VLDL), apoprotein A1 dan B, lipoprotein, bilirubin total, bilirubin direk, bilirubin

indirek, sodium, potassium, klorid, kalsium, fosfat, magnesium, bikarbonat, urea,

kreatinin, anion gap , urea, dan osmolalitas. 3,7,8

Faktor pertumbuhan epidermis (epidermal growth factor, EGF) dan factor

pertumbuhan mirip EGF, misalnya transforming growth factor-α, terdapat di

cairan amnion. Ingesti cairan amnion ke dalam paru dan saluran cerna mungkin

meningkatkan pertumbuhan dan diferensiasi jaringan-jaringan ini melalui gerakan

inspirasi dan menelan cairan amnion.1-7

Beberapa penanda (tumor marker) juga terdapat di cairan amnion

termasuk α-fetoprotein (AFP), antigen karsinoembrionik (CEA), feritin, antigen

kanker 125 (CA-125), dan 199 (CA-199). 1,2,3,5,7

Keadaan normal cairan ketuban

Pada usia kehamilan cukup bulan volume 1000-1500 cc

Keadaan jernih agak keruh

Steril

Bau khas, agak manis dan manis

Terdiri dari 98-99% air, 1-2% garam-garam anorganik dan bahan organic

(protein terutama albumin), runtuhan rambut lanugo, vernix caseosa dan sel-

sel epitel

Sirkulasi sekitar 500 cc/jam10

2.1.6. Fungsi Cairan Ketuban

Cairan amnion merupakan komponen penting bagi pertumbuhan dan

perkembangan janin selama kehamilan. Pada awal embryogenesis, amnion

merupakan perpanjangan dari matriks ekstraseluler dan di sana terjadi difusi dua

arah antara janin dan cairan amnion. Pada usia kehamilan 8 minggu, terbentuk

uretra dan ginjal janin mulai memproduksi urin. Selanjutnya janin mulai bisa

8

Page 9: Lapkas-Oligohidramnion-Rev.doc

menelan. Eksresi dari urin, sistem pernafasan, sistem digestivus, tali pusat dan

permukaan plasenta menjadi sumber dari cairan amnion. Telah diketahui bahwa

cairan amnion berfungsi sebagai kantong pelindung di sekitar janin yang

memberikan ruang bagi janin untuk bergerak, tumbuh meratakan tekanan uterus

pada partus, dan mencegah trauma mekanik dan trauma termal.

Cairan amnion juga berperan dalam sistem imun bawaan karena memiliki

peptid antimikrobial terhadap beberapa jenis bakteri dan fungi patogen tertentu.

Cairan amnion adalah 98% air dan elektrolit, protein , peptide, hormon,

karbohidrat, dan lipid. Pada beberapa penelitian, komponen-komponen cairan

amnion ditemukan memiliki fungsi sebagai biomarker potensial bagi

abnormalitas-abnormalitas dalam kehamilan. Beberapa tahun belakangan,

sejumlah protein dan peptide pada cairan amnion diketahui sebagai faktor

pertumbuhan atau sitokin, dimana kadarnya akan berubah-ubah sesuai dengan

usia kehamilan. Cairan amnion juga diduga memiliki potensi dalam

pengembangan medikasi stem cell 1,2,3,4

Ada beragam fungsi cairan ketuban, antara lain sebagai bantalan atau

peredam atau pelindung yang menjaga janin terhadap benturan dari luar. Cairan

ketuban juga memungkinkan janin leluasa bergerak sekaligus tumbuh bebas ke

segala arah. Selain itu sebagai benteng terhadap kuman dari luar tubuh ibu dan

menjaga kestabilan suhu tubuh janin. Cairan ketuban juga merupakan alat bantu

diagnosis dokter pada pemeriksaan amniosentesis.

Perlu diketahui, air ketuban tidak membuka apalagi mendorong janin

keluar. Yang bertugas untuk itu adalah kontraksi rahim (his). Jadi walaupun

ketuban sudah pecah atau kadar airnya sedikit , pembukaan mulut rahim dan

dorongan bayi untuk lahir tetap akan terjadi selama ada kontraksi.

Pada kehamilan normal, cairan amnion memberikan ruang bagi janin

untuk tumbuh, bergerak, dan berkembang. Tanpa cairan amnion, uterus akan

berkontraksi dan menekan janin. Jika terjadi pengurangan volume cairan amnion

pada awal kehamilan, janin akan mengalami berbagai kelainan seperti gangguan

9

Page 10: Lapkas-Oligohidramnion-Rev.doc

perkembangan anggota gerak, cacat dinding perut, dan sindroma Potter , suatu

sindrom dengan gambaran wajah berupa kedua mata terpisah jauh, terdapat

lipatan epikantus, pangkal hidung yang lebar, telinga yang rendah dan dagu yang

tertarik ke belakang.

Pada pertengahan usia kehamilan, cairan amnion menjadi sangat penting

bagi perkembangan paru janin. Tidak cukupnya cairan amnion pada pertengahan

usia kehamilan akan menyebabkan terjadinya hipoplasia paru yang dapat

menyebabkan kematian.

Selain itu cairan ini juga mempunyai peran protektif pada janin, cairan ini

mengandung agen-agen anti bakteria dan bekerja menghambat pertumbuhan

bakteri yang memiliki potensi patogen. .Selama proses persalinan dan kelahiran

cairan amnion terus bertindak sebagai medium protektif pada janin untuk

memantau dilatasi servik. Selain itu cairan amnion juga berperan sebagai sarana

komunikasi antara janin dan ibu. Kematangan dan kesiapan janin untuk lahir

dapat diketahui dari hormon urin janin yang diekskresikan ke dalam cairan

amnion.

Cairan amnion juga dapat digunakan sebagai alat diagnostik untuk melihat

adanya kelainan-kelainan pada proses pertumbuhan dan perkembangan janin

dengan melakukan kultur sel. Jadi cairan amnion memegang peranan yang cukup

penting dalam proses kehamilan dan persalinan. 11

2.1.7. Pengukuran Cairan Ketuban

Terdapat 3 cara yang sering dipakai untuk mengetahui jumlah cairan amnion,

dengan teknik single pocket ,dengan memakai Indeks Cairan Amnion (AFI), dan

secara subjektif pemeriksa.

Pemeriksaan dengan metode single pocket pertama kali diperkenalkan oleh

Manning dan Platt pada tahun 1981 sebagai bagian dari pemeriksaan biofisik,

dimana 2ccm dianggap sebagai batas minimal dan 8 cm dianggap sebagai

polihidramnion.

10

Page 11: Lapkas-Oligohidramnion-Rev.doc

Metode single pocket telah dibandingkan dengan AFI menggunakan

amniosintesis sebagai gold standar. Tiga penelitian telah menunjukkan bahwa

metode pengukuran cairan ketuban dengan teknik Indeks Cairan Amnion (ICA)

memiliki korelasi yang lemah dengan volume amnion sebenarnya (R2 dari 0.55,

0.30 dan 0.24) dan dua dari tiga penelitian ini menunjukkan bahwa teknik single

pocket memiliki kemampuan yang lebih baik.

Kelebihan cairan amnion seperti polihidramnion, tidak mempengaruhi

fetus secara langsung, namun dapat mengakibatkan kelahiran prematur. Secara

garis besar, kekurangan cairan amnion dapat berefek negatif terhadap

perkembangan paru-paru dan tungkai janin, dimana keduanya memerlukan cairan

amnion untuk berkembang 6,7

Jumlah cairan ketuban dapat dipantau melalui USG, tepatnya

menggunakan parameter AFI (Amniotic Fluid Index). Pada dasarnya, cairan

ketuban sudah bisa dideteksi begitu seorang ibu terlambat haid dan dengan USG

sudah terlihat kantung janinkarena itu berarti sudah terbentuk cairan ketuban.

Pada kehamilan normal, saat cukup bulan, jumlah cairan ketuban sekitar 1000 cc.

Cairan ketuban dikatakan kurang bila volumenya lebih sedikit dari 500 cc.

Ibu harus curiga jika ada cairan yang keluar secara berlebih atau sedikit tetapi

terus menerus melalui vagina. Biasanya berbau agak anyir, warnanya jernih dan

tidak kental. Sangat mungkin itu adalah cairan yang keluar atau merembes karena

ketuban mengalami perobekan. Tanda lainnya adalah gerak janin menyebabkan

perut ibu terasa nyeri12.

2.1.8. Distribusi Cairan Ketuban

Urin Janin

Sumber utama cairan amnion adalah urin janin. Ginjal janin mulai memproduksi

urin sebelum akhir trimester pertama, dan terus berproduksi sampai kehamilan

aterm. Wladimirof dan Campbell mengukur volume produksi urin janin secara 3

dimensi setiap 15 menit sekali, dan melaporkan bahwa produksi urin janin adalah

sekitar 230 ml / hari sampai usia kehamilan 36 minggu, yang akan meningkat

11

Page 12: Lapkas-Oligohidramnion-Rev.doc

sampai 655 ml/hari pada kehamilan aterm. Produksi urin janin rata-rata adalah

sekitar 1000-1200 ml/ hari pada kehamilan aterm.1,2,3,5,7,8

Cairan Paru

Cairan paru janin memiliki peran yang penting dalam pembentukan cairan

amnion. Pada penelitian dengan menggunakan domba, didapatkan bahwa paru-

paru janin memproduksi cairan sampai sekitar 400 ml/hari, dimana 50% dari

produksi tersebut ditelan kembali dan 50 % lagi dikeluarkan melalui mulut. Pada

kehamilan normal, janin bernafas dengan gerakan inspirasi dan ekspirasi, atau

gerakan masuk dan keluar melalui trakea, paru-paru dan mulut. Jadi jelas bahwa

paru-paru janin juga berperan dalam pembentukan cairan amnion. 1,2,3,5,7,8

Gerakan menelan

Pada manusia, janin menelan pada awal usia kehamilan. Pada janin domba, proses

menelan semakin meningkat seiring dengan meningkatnya usia kehamilan.

Sherman dan teman-teman melaporkan bahwa janin domba menelan secara

bertahap dengan volume sekitar 100-300 ml/kg/hari. Pritchard meneliti proses

menelan pada janin dengan menginjeksi kromium aktif pada kompartemen

amniotik, dan menemukan rata-rata menelan janin adalah 72 sampai 262

ml/kg/hari. 1,2,4,5,7,8

Absorpsi Intramembran

Satu penghalang utama dalam memahami regulasi cairan amnion adalah

ketidaksesuaian antara produksi cairan amnion oleh ginjal dan paru janin, dengan

konsumsinya oleh proses menelan. Jika dihitung selisih antara produksi dan

konsumsi cairan amnion, didapatkan selisih sekitar 500-750 ml/hari, yang tentu

saja ini akan menyebabkan polihidramnion. Namun setelah dilakukan beberapa

penelitian, akhirnya terjawab, bahwa sekitar 200-500 ml cairan amnion diabsorpsi

melalui intramembran. Gambar menunjukkan distribusi cairan amnion pada fetus.

Dengan ditemukan adanya absorbsi intramembran ini, tampak jelas bahwa

terdapat keseimbangan yang nyata antara produksi dan konsumsi cairan amnion

pada kehamilan normal. 5

12

Page 13: Lapkas-Oligohidramnion-Rev.doc

2.2. Oligohidramnion

2.2.1. Definisi Oligohidramnion

Oligohidramnion adalah suatu keadaan dimana air ketuban kurang dari normal,

yaitu kurang dari 500 cc. Definisi lainnya menyebutkan sebagai AFI yang kurang

dari 5 cm. Karena VAK tergantung pada usia kehamilan maka definisi yang lebih

tepat adalah AFI yang kurang dari presentil 5 ( lebih kurang AFI yang <6.8 cm

saat hamil cukup bulan) 13.

2.2.2. Patofisiologi Oligohidramnion

Mekanisme atau patofisiologi terjadinya oligohidramnion dapat dikaitkan dengan

adanya sindroma potter dan fenotip pottern, dimana, Sindroma Potter dan Fenotip

Potter adalah suatu keadaan kompleks yang berhubungan dengan gagal ginjal

bawaan dan berhubungan dengan oligohidramnion (cairan ketuban yang sedikit).

Fenotip Potter digambarkan sebagai suatu keadaan khas pada bayi baru

lahir, dimana cairan ketubannya sangat sedikit atau tidak ada. Oligohidramnion

menyebabkan bayi tidak memiliki bantalan terhadap dinding rahim. Tekanan dari

dinding rahim menyebabkan gambaran wajah yang khas (wajah Potter). Selain itu,

karena ruang di dalam rahim sempit, maka anggota gerak tubuh menjadi abnormal

atau mengalami kontraktur dan terpaku pada posisi abnormal.

Oligohidramnion juga menyebabkan terhentinya perkembangan paru-paru

(paru-paru hipoplastik), sehingga pada saat lahir, paru-paru tidak berfungsi

sebagaimana mestinya. Pada sindroma Potter, kelainan yang utama adalah gagal

ginjal bawaan, baik karena kegagalan pembentukan ginjal (agenesis ginjal

bilateral) maupun karena penyakit lain pada ginjal yang menyebabkan ginjal gagal

berfungsi.

Dalam keadaan normal, ginjal membentuk cairan ketuban (sebagai air

kemih) dan tidak adanya cairan ketuban menyebabkan gambaran yang khas dari

sindroma Potter.

13

Page 14: Lapkas-Oligohidramnion-Rev.doc

Gejala Sindroma Potter berupa :

Wajah Potter (kedua mata terpisah jauh, terdapat lipatan epikantus, pangkal

hidung yang lebar, telinga yang rendah dan dagu yang tertarik ke belakang).

Tidak terbentuk air kemih

Gawat pernafasan14.

2.2.3. Epidemiologi Oligohidramnion

Sekitar 8% wanita hamil memiliki cairan ketuban terlalu sedikit.

Olygohydramnion dapat terjadi kapan saja selama masa kehamilan, walau pada

umumnya sering terjadi di masa kehamilan trimester terakhir. Sekitar 12% wanita

yang masa kehamilannya melampaui batas waktu perkiraan lahir (usia kehamilan

42 minggu) juga mengalami olygohydramnion, karena jumlah cairan ketuban

yang berkurang hampirsetengah dari jumlah normal pada masa kehamilan 42

minggu1

2.2.4. Etiologi Oligohidramnion

Penyebab oligohydramnion tidak dapat dipahami sepenuhnya. Mayoritas wanita

hamil yang mengalami tidak tahu pasti apa penyebabnya. Penyebab

oligohydramnion yang telah terdeteksi adalah cacat bawaan janin dan bocornya

kantung/ membran cairan ketuban yang mengelilingi janin dalam rahim. Sekitar

7% bayi dari wanita yang mengalami oligohydramnion mengalami cacat bawaan,

seperti gangguan ginjal dan saluran kemih karena jumlah urin yang diproduksi

janin berkurang. Masalah kesehatan lain yang juga telah dihubungkan dengan

oligohidramnion adalah tekanan darah tinggi, diabetes, SLE, dan masalah pada

plasenta. Serangkaian pengobatan yang dilakukan untuk menangani tekanan

darah tinggi, yang dikenal dengan nama angiotensin-converting enxyme inhibitor

(mis captopril), dapat merusak ginjal janin dan menyebabkan oligohydramnion

parah dan kematian janin. Wanita yang memiliki penyakit tekanan darah tinggi

yang kronis seharusnya berkonsultasi terlebih dahulu dengan ahli kesehatan

sebelum merencanakan kehamilan untuk memastikan bahwa tekanan darah

14

Page 15: Lapkas-Oligohidramnion-Rev.doc

mereka tetap terawasi baik dan pengobatan yang mereka lalui adalah aman

selama kehamilan mereka.

Fetal : Kromosom, Kongenital, Hambatan pertumbuhan janin dalam rahim,

Kehamilan postterm dan Premature ROM (Rupture of amniotic membranes)

Maternal : Dehidrasi, Insufisiensi uteroplasental, Preeklamsia, Diabetes dan

Hypoxia kronis

Induksi Obat :Indomethacin and ACE inhibitors

Idiopatik2

Faktor Resiko Oligohidramnion

Wanita dengan kondisi berikut memiliki insiden oligohidramnion yang tinggi:

Anomali kongenital ( misalnya : agenosis ginjal,sindrom patter ).

Retardasi pertumbuhan intra uterin.

Ketuban pecah dini ( 24-26 minggu ).

Sindrom pasca maturitas15

Manifestasi Klinis Oligohidramnion

Uterus tampak lebih kecil dari usia kehamilan dan tidak ada ballotement.

Ibu merasa nyeri di perut pada setiap pergerakan anak.

Sering berakhir dengan partus prematurus.

Bunyi jantung anak sudah terdengar mulai bulan kelima dan terdengar lebih

jelas.

Persalinan lebih lama dari biasanya.

Sewaktu his akan sakit sekali.

Bila ketuban pecah, air ketuban sedikit sekali bahkan tidak ada yang keluar16.

2.2.5. Diagnosis dan Pemeriksaan Oligohidramnion

Pemeriksaan dengan USG dapat mendiagnosa apakah cairan ketuban terlalu

sedikit atau terlalu banyak. Umumnya para dokter akan mengukur ketinggian

cairan dalam 4 kuadran di dalam rahim dan menjumlahkannya. Metode ini dikenal

15

Page 16: Lapkas-Oligohidramnion-Rev.doc

dengan nama Amniotic Fluid Index (AFI). Jika ketinggian amniotic fluid (cairan

ketuban) yang di ukur kurang dari 5 cm, calon ibu tersebut didiagnosa mengalami

oligohydramnion. Jika jumlah cairan tersebut lebih dari 25 cm, ia di diagnosa

mengalami poluhydramnion17

2.2.6. Penatalaksanaan Oligohidramnion

Sebenarnya air ketuban tidak akan habis selama kehamilan masih normal dan

janin masih hidup. Bahkan air ketuban akan tetap diproduksi, meskipun sudah

pecah berhari-hari. Walau sebagian berasal dari kencing janin, air ketuban

berbeda dari air seni biasa, baunya sangat khas. Ini yang menjadi petunjuk bagi

ibu hamil untuk membedakan apakah yang keluar itu air ketuban atau air seni.

Supaya volume cairan ketuban kembali normal, dokter umumnya

menganjurkan ibu hamil untuk menjalani pola hidup sehat, terutama makan

dengan asupan gizi berimbang. Pendapat bahwa satu-satunya cara untuk

memperbanyak cairan ketuban adalah dengan memperbanyak porsi dan frekuensi

minum adalah ”salah kaprah”. Tidak benar bahwa kurangnya air ketuban

membuat janin tidak bisa lahir normal sehingga mesti dioperasi sesar.

Bagaimanapun, melahirkan dengan cara operasi sesar merupakan pilihan terakhir

pada kasus kekurangan air ketuban. Meskipun ketuban pecah sebelum waktunya,

tetap harus diusahakan persalinan pervaginam dengan cara induksi yang baik dan

benar.

Studi baru-baru ini menyarankan bahwa para wanita dengan kehamilan

normal tetapi mengalami oligohydramnion dimasa-masa terakhir kehamilannya

kemungkinan tidak perlu menjalani treatment khusus, dan bayi mereka cenderung

lahir denga sehat. Akan tetapi wanita tersebut harus mengalami pemantauan terus-

menerus. Dokter mungkin akan merekomendasikan untuk menjalani pemeriksaan

USG setiap minggu bahkan lebih sering untuk mengamati apakah jumlah cairan

ketuban terus berkurang. Jika indikasi berkurangnya cairan ketuban tersebut terus

berlangsung, dokter mungkin akan merekomendasikan persalinan lebih awal

dengan bantuan induksi untuk mencegah komplikasi selama persalinan dan

16

Page 17: Lapkas-Oligohidramnion-Rev.doc

kelahiran. Sekitar 40-50% kasus oligohydramnion berlangsung hingga persalinan

tanpa treatment sama sekali. Selain pemeriksaan USG, dokter mungkin akan

merekomendasikan tes terhadap kondisi janin, seperti tes rekam kontraksi untuk

mengganti kondisi stress tidaknya janin, dengan cara merekam denyut jantung

janin. Tes ini dapat memberi informasi penting untuk dokter jika janin dalam

rahim mengalami kesulitan. Dalam kasus demikian, dokter cenderung untuk

merekomendasikan persalinan lebih awal untuk mencegah timbulnya masalah

lebih serius. Janin yang tidak berkembang sempurna dalam rahim ibu yang

mengalami oligohydramnion beresiko tinggi untuk mengalami komplikasi selama

persalinan, seperti asphyxia (kekurangan oksigen), baik sebelum atau sesudah

kelahiran. Ibu dengan kondisi janin seperti ini akan dimonitor ketat bahkan

kadang-kadang harus tinggal di rumah sakit.

Jika wanita mengalami oligohydramnion di saat-saat hampir bersalin,

dokter mungkin akan melakukan tindakan untuk memasukan laruran salin melalui

leher rahim kedalam rahim. Cara ini mungkin mengurangi komplikasi selama

persalinan dan kelahiran juga menghindari persalinan lewat operasi caesar. Studi

menunjukan bahwa pendekatan ini sangat berarti pada saat dilakukan monitor

terhadap denyut jantung janin yang menunjukan adanya kesulitan. Beberapa studi

juga menganjurkan para wanita dengan oligohydramnion dapatmembantu

meningkatkan jumlah cairan ketubannya dengan minum banyak air. Juga banyak

dokter menganjurkan untuk mengurangi aktivitas fisik bahkan melakukan

bedrest.18

2.2.7. Prognosis Oligohidramnion

Semakin awal oligohidramnion terjadi pada kehamilan, semakin buruk

prognosisnya

Jika terjadi pada trimester II, 80-90% mortalitas3

2.2.8. Komplikasi Oligohidramnion

Kurangnya cairan ketuban tentu saja akan mengganggu kehidupan janin, bahkan

dapat mengakibatkan kondisi gawat janin. Seolah-olah janin tumbuh dalam

17

Page 18: Lapkas-Oligohidramnion-Rev.doc

”kamar sempit” yang membuatnya tidak bisa bergerak bebas. Malah pada kasus

extrem dimana sudah terbentuk amniotic band (benang atau serat amnion) bukan

tidak mustahil terjadi kecacatan karena anggota tubuh janin ”terjepit” atau

”terpotong” oleh amniotic band tersebut.

Efek lainnya janin berkemungkinan memiliki cacat bawaan pada saluran

kemih, pertumbuhannya terhambat, bahkan meninggal sebelum dilahirkan. Sesaat

setelah dilahirkan pun, sangat mungkin bayi beresiko tak segera bernafas secara

spontan dan teratur.

Bahaya lainnya akan terjadi bila ketuban lalu sobek dan airnya merembes

sebelum tiba waktu bersalin. Kondisi ini amat beresiko menyebabkan terjadinya

infeksi oleh kuman yang berasal daribawah. Pada kehamilan lewat bulan,

kekurangan air ketuban juga sering terjadi karena ukuran tubuh janin semakin

besar.

Masalah-masalah yang dihubungkan dengan terlalu sedikitnya cairan

ketuban berbeda-beda tergantung dari usia kehamilan. Oligohydramnion dapat

terjadi di masa kehamilan trimester pertama atau pertengahan usia kehamilan

cenderung berakibat serius dibandingkan jika terjadi di masa kehamilan trimester

terakhir. Terlalu sedikitnya cairan ketuban dimasa awal kehamilan dapat menekan

organ-organ janin dan menyebabkan kecacatan, seperti kerusakan paru-paru,

tungkai dan lengan.

Olygohydramnion yang terjadi dipertengahan masa kehamilan juga

meningkatkan resiko keguguran, kelahiran prematur dan kematian bayi dalam

kandungan. Jika oligohydramnion terjadi di masa kehamilan trimester terakhir,

hal ini mungkin berhubungan dengan pertumbuhan janin yang kurang baik.

Disaat-saat akhir kehamilan, oligohydramnion dapat meningkatkan resiko

komplikasi persalinan dan kelahiran, termasuk kerusakan pada ari-ari

memutuskan saluran oksigen kepada janin dan menyebabkan kematian janin.

Wanita yang mengalami oligohydramnion lebih cenderung harus mengalami

operasi caesar disaat persalinannya19.

18

Page 19: Lapkas-Oligohidramnion-Rev.doc

BAB 3

STATUS PASIEN

ANAMNESIS

ANAMNESIS PRIBADI :

Nama : Ny. S

Umur : 30 tahun

Pendidikan : Tamat SMP

Pekerjaan : Wiraswasta

Suku : Jawa

Agama : Islam

Tanggal masuk : 01-10-2012 pukul 21.00

ANAMNESE PENYAKIT :

Ny. S, 30 tahun, G1P0A0, Jawa, Islam, SMP, Wiraswasta i/d Tn. S, 35 tahun,

Tionghoa, Islam, SMA, Wiraswasta datang ke IGD RS HAM dengan

Keluhan Utama : Mules sesekali

Telaah : Hal ini dialami pasien sejak tanggal 01 Oktober 2012 pada

pukul 19.00 WIB. Riwayat keluar air dari kemaluan tidak

dijumpai. Riwayat keluar lendir darah tidak dijumpai. BAK

dan BAB dalam batas normal

RPT : Tidak dijumpai

RPO : Tidak dijumpai

Hari Pertama Haid Terakhir (HPHT) : 25-12-2011

Taksiran Tanggal Persalinan (TTP) : 01-10-2012

Usia Kehamilan : 39 minggu 3 hari

ANC : SpOG :3x

Bidan: 5x

Riwayat Persalinan : Hamil ini

19

Page 20: Lapkas-Oligohidramnion-Rev.doc

STATUS PRESEN S

Sens : CM Anemia: -

TD : 130/80 mmhg Ikterik: -

Nadi : 80x/I Dispnoe: -

RR : 20 x/I Sianosis: -

Suhu : 36,6 ° C Oedema: -

STATUS LOKALISATA :

Kepala : Conjuntiva palpebra inferior kanan/kiri anemis (-/-)

Leher : Pembesaran KGB (-)

Thorax : Suara Pernafasan : vesikuler, Stem Fremitus : kiri = kanan

: Suara tambahan : -

Abdomen : Membesar asimetris

Ekstremitas : Inferior: sianosis (-), oedema (-)

Superior: sianosis (-), oedema (-)

STATUS OBSTETRIKUS :

Abdomen : membesar asimetris

TFU : 3 jari bawah processus xiphoideus (32 cm)

Teregang : kanan

Terbawah : kepala (4/5)

His : + (1x10”/10’, ireguler)

Gerak : +

DJJ : 132 x/menit (regular)

EBW : 3100 gram

VT : Cerviks tertutup

Sarung tangan : lendir darah (-), air ketuban (-)

PELVIC SCORE

Pembukaan 0 : 0

Pendataran 0% : 0

20

Page 21: Lapkas-Oligohidramnion-Rev.doc

Penurunan -2 : 1

Konsistensi keras : 0

Posisi sacral : 0

Jumlah : 1

ADEKUASI PANGGUL

- Promontorium tidak teraba

- Linea ikominata 2/3 suferior

- Os sacrum cekung

- Spina ischiadica tidak menonjol

- Arcus pubis tumpul

- Os coccigeus mobile

Kesan : panggul adekuat

PEMERIKSAAN PENUNJANG

HASIL USG TAS

- JK, LK, AH

- FM (+), FHR (+)

- Plasenta fundal grade III

- BPD 92 mm (37w3d)

- FL 77 mm (38w6d)

- AC 346 mm (35w5d)

- AFI : 1,2

Kesan : IUP (37-38) mgg + PK + AH + Oligohidramnion Berat

HASIL LABORATORIUM (01 Oktober 2012)

Darah Rutin

Hb : 12 gr/dl

Ht : 36,30%

Leukosit : 14,16/mm3

21

Page 22: Lapkas-Oligohidramnion-Rev.doc

Trombosit : 306.000/mm3

KGD adrandom: 78 mg/dl

Ur/Cr : 20,0/0,52 mg/dl

Na/K/Cl : 137/4,1/108 mEq/L

HST

PT : 12,5 (12,3)

INR : 1,02

APTT : 26,4 (30,0)

TT : 14,2 (14,0)

DIAGNOSA SEMENTARA

Oligohidramnion + PG + KDR (39-40) minggu + PK + AH + B. Inpartu

RENCANA

Ripening serviks dengan pemasangan balon kateter no. 24 G yang diisi dengan

aquabidest sebanyak 40 cc.

Persalinan spontan pervaginam

FOLLOW UP

Tanggal 01 Oktober 2012 pukul 21.00

KU : Mules sesekali

Status presens:

Sens : CM Anemia: -

TD : 120/80 mmhg Ikterik: -

Nadi : 86x/I Dispnoe: -

RR : 20 x/I Sianosis: -

Suhu : 36,6 ° C Oedema: -

Status Obstetrikus

Abdomen : membesar asimetris

TFU : 3 jari bawah processus xiphoideus (32 cm)

22

Page 23: Lapkas-Oligohidramnion-Rev.doc

Teregang : kanan

Terbawah : kepala (4/5)

His : -

Gerak : +

DJJ : 132 x/menit (regular)

EBW : 3100 gram

Diagnosis

PG + KDR (39-40) minggu + PK + AH + B. Inpartu + Oligohidramnion berat

Rencana

- Ripening serviks dengan pemasangan balon kateter dengan aquabidest 40 cc

- Awasi vital sign, HIS, DJJ dan tanda inpartu

Tanggal 01 Oktober 2012 pukul 23.00

KU : Mules sesekali

Status presens:

Sens : CM Anemia: -

TD : 120/80 mmhg Ikterik: -

Nadi : 86x/I Dispnoe: -

RR : 20 x/I Sianosis: -

Suhu : 36,6 ° C Oedema: -

Status Obstetrikus

Abdomen : membesar asimetris

TFU : 3 jari bawah processus xiphoideus (32 cm)

Teregang : kanan

Terbawah : kepala (4/5)

His : (-)

Gerak : (+)

DJJ : 132 x/i

23

Page 24: Lapkas-Oligohidramnion-Rev.doc

EBW : 3100 gram

Status Lokalisata

Genitalia eksterna: terpasang balon kateter

Diagnosis :

PG + KDR (38-40) minggu + PK + AH + B. Inpartu + Oligohidramnion berat

Terapi :

Ripening serviks dengan pemasangan balon kateter dengan aquabidest 40 cc

Rencana

- awasi vital sign, HIS, DJJ dan tanda inpartu

Tanggal 02 Oktober 2012 pukul 08.00

KU : Mules sesekali

Status presens:

Sens : CM Anemia: -

TD : 120/80 mmhg Ikterik: -

Nadi : 86x/I Dispnoe: -

RR : 20 x/I Sianosis: -

Suhu : 36,6 ° C Oedema: -

Status Obstetrikus

Abdomen : membesar asimetris

TFU : 3 jari bawah processus xiphoideus (32 cm)

Teregang : kanan

Terbawah : kepala (4/5)

His : (+) 1x10”/10’, irregular

Gerak : (+)

DJJ : 132 x/i

24

Page 25: Lapkas-Oligohidramnion-Rev.doc

EBW : 3100 gram

Status Lokalisata

Genitalia eksterna: balon kateter belum terlepas

Diagnosis

PG + KDR (38-40) minggu + PK + AH + B. Inpartu + Oligohidramnion berat

Terapi

Ripening serviks dengan pemasangan balon kateter dengan aquabidest 40 cc

(mulai pukul 23.00 tanggal 01 Oktober 2012)

Rencana

- Awasi vital sign, HIS, DJJ dan tanda inpartu

- USG konfirmasi supervisor

Hasil USG konfirmasi:

- JK, LK, AH

- FM (+), FHR (+)

- Plasenta fundal grade III

- BPD 92 mm (37w3d)

- FL 77 mm (38w6d)

- AC 346 mm (35w5d)

- AFI : 0,5

Kesan: Oligohidramnion berat + PG + KDR (38-40) minggu + PK + AH

Advise : Seksio Cesarea dengan pertimbangan Oligohidramnion berat

Laporan Operasi Seksio Cesarea pada tanggal 02 Oktober 2012

Ibu dibaringkan dimeja operasi dengan infus dan kateter terpasang baik.

25

Page 26: Lapkas-Oligohidramnion-Rev.doc

Dibwah spinal anastesi dilakukan tindakan aseptic dan antiseptic dengan

larutan betadine dan alcohol 70%, kemudian ditutup dengan doek steril

kecuali di lapangan operasi .

Dilakukan insisi fannensteil mulai dari lapisan kutis, subkutis sampai fascia.

Dengan menyisipkan pinset anatomis dibawahnya fascia digunting ke kanan

dan ke kiri, fascia dan otot dikuakkan secara tumpul. Peritoneum dijinjing,

digunting dan dilebarkan.

Tampak uterus gravidarum sesuai dengan usia kehamilan. Dilakukan

identifikasi SBR dan ligamentum rotundum kemudian dipasang hack blast.

Plika vesikouterina digunting kekiri dan kekanan dan disisipkan kearah

bawah. Dinding uterus diinsisi secara konkaf sampai subendometrium,

endometrium ditembus dan diperlebar sesuai sayatan.

Tampak selaput ketuban dipecahkan, air ketuban mengalir kesan: jernih.

Dengan meluksir kepala lahir bayi perempuan, BB: 3200 gram, PB: 48 cm,

AS: 8/9, anus (+). Tali pusat dijepit di dua tempat dan digunting diantaranya.

Dengan PTT lahit plasenta kesan: lengkap. Cavum uteri dibersihkan dari sisa-

sisa plasenta dan selaput ketuban.

Uterus dijahit dengan continous interlocking dan dilakukan evaluasi

perdarahan dan tidak ada perdarahan. Dinding abdomen dijahit lapis demi

lapis lalu ditutup dengan kasa steril dan hipafix.

Keadaaan ibu post operasi baik

Terapi:

- IVFD RL + oksitosin 10-10-5 IU 20 gtt/menit

- Injeksi ceftriaxone 1 gram/ 12 jam

- Injeksi ketorolac 30 mg/8 jam

- Injeksi transamin 1 amp/ 8 jam (24 jam pertama)

Rencana:

- Awasi vital sign, kontraksi uterus dan tanda-tanda perdarahan

- Cek darah rutin 2 jam post operasi

26

Page 27: Lapkas-Oligohidramnion-Rev.doc

Follow up 02 Oktober 2012 pukul 14.15

KU : Nyeri luka operasi

Status presens:

Sens : CM Anemia: -

TD : 120/80 mmhg Ikterik: -

Nadi : 86x/I Dispnoe: -

RR : 20 x/I Sianosis: -

Suhu : 36,6 ° C Oedema: -

Status Lokalisata

Abdomen : soepel, luka operasi tertutup verban

TFU : 1 jari dibawah pusat, kontraksi (+)

p/v : -

lochia : (+) rubra

BAK : kateter terpasang OUP 50cc/jam

BAB : (-) flatus (-)

ASI : -/-

Diagnosis

Post SC a/I Oligohidramnion berat + NH0

Terapi :

- IVFD RL + Oksitosin 10-10-5-5 IU 20 gtt/i

- Injeksi ceftriaxone 1 gr/12 jam

- Injeksi Ketorolac 30 mg/8 jam

- Injeksi Transamin 1 amp/ 8 jam (24 jam pertama)

Rencana: cek darah rutin 2 jam post operasi

27

Page 28: Lapkas-Oligohidramnion-Rev.doc

Follow up tanggal 03 Oktober 2012 pukul 08.00

KU : Nyeri luka operasi

Status presens:

Sens : CM Anemia: -

TD : 110/60 mmhg Ikterik: -

Nadi : 86x/I Dispnoe: -

RR : 20 x/I Sianosis: -

Suhu : 36,6 ° C Oedema: -

Status Lokalisata

Abdomen : soepel, peristaltic (+) normal.

luka operasi tertutup verban, kesan: kering

TFU : 2 jari dibawah pusat, kontraksi (+)

p/v : -

lochia : (+) rubra

BAK : kateter terpasang OUP 50cc/jam, warna kuning pekat

BAB : (-) flatus (-)

ASI : -/-

Diagnosis

Post SC a/I Oligohidramnion berat + NH1

Hasil Laboratorium post operasi

Hb : 12 gr/dl

Ht : 38,7%

Leukosit : 18.800/mm3

Trombosit : 401.000/mm3

28

Page 29: Lapkas-Oligohidramnion-Rev.doc

Terapi

- IVFD RL + Oksitosin 10-10-5-5 IU 20 gtt/i

- Inj ceftriaxone 1 gr/12 jam

- Inj Ketorolac 30 mg/8 jam

- Inj Transamin 1 amp/ 8 jam sampai pukl 14.20 WIB

Rencana

- Lanjut terapi

- Mobilisasi

Follow up tanggal 04 Oktober 2012 pukul 08.00

KU : Nyeri luka operasi

Status presens:

Sens : CM Anemia: -

TD : 120/80 mmhg Ikterik: -

Nadi : 86x/I Dispnoe: -

RR : 20 x/I Sianosis: -

Suhu : 36,6 ° C Oedema: -

Status Lokalisata

Abdomen : soepel, peristaltic (+) normal.

luka operasi tertutup verban, kesan: kering

TFU : 2 jari dibawah pusat, kontraksi (+)

p/v : -

lochia : (+) rubra

BAK : kateter terpasang OUP 50cc/jam, warna kuning pekat

BAB : (-) flatus (+)

ASI : -/-

Diagnosis

Post SC a/I Oligohidramnion berat + NH2

29

Page 30: Lapkas-Oligohidramnion-Rev.doc

Terapi :

- Cefadroxil 2 x 500 mg

- Paracetamol 3x 500 mg

- B Compleks 2 x 1 tab

Rencana

- Aff kateter

- Aff Infus

- Mobilisasi

Follow up tanggal 05 Oktober 2012 pukul 08.00

KU : Nyeri luka operasi

Status presens:

Sens : CM Anemia: -

TD : 120/80 mmhg Ikterik: -

Nadi : 86x/I Dispnoe: -

RR : 20 x/I Sianosis: -

Suhu : 36,6 ° C Oedema: -

Status Lokalisata

Abdomen : soepel, peristaltik (+) normal.

luka operasi tertutup verban, kesan: kering

TFU : 2 jari dibawah pusat, kontraksi (+)

p/v : -

lochia : (+) rubra

BAK : kateter terpasang OUP 50cc/jam, warna kuning pekat

BAB : (+) flatus (+)

30

Page 31: Lapkas-Oligohidramnion-Rev.doc

ASI : -/-

Diagnosis

Post SC a/I Oligohidramnion berat + NH3

Terapi

- Cefadroxil 2 x 500 mg

- Paracetamol 3x 500 mg

- B Compleks 2 x 1 tab

Rencana

- Ganti Verban

- Pulang berobat jalan

31

Page 32: Lapkas-Oligohidramnion-Rev.doc

ANALISA KASUS

TEORI KASUS

Olygohydramnion dapat terjadi kapan

saja selama masa kehamilan, walau

pada umumnya sering terjadi di masa

kehamilan trimester terakhir

Pasien merupakan ibu hamil dengan

usia kehamilan telah mencapai 38-40

minggu. Berdasarkan teori,

oligohidramnion sering terjadi pada

masa kehamilan trimester terakhir

Pemeriksaan dengan USG dapat

mendiagnosa apakah cairan ketuban

terlalu sedikit atau terlalu banyak.

Metode ini dikenal dengan nama

Amniotic Fluid Index (AFI). Jika

ketinggian amniotic fluid (cairan

ketuban) yang di ukur kurang dari 5 cm,

ibu tersebut didiagnosa mengalami

oligohydramnion.

Dari hasil USG pasien didapatkan

Amniotic Fluid Index (AFI) yaitu 1,2

cm. Hal ini menunjukkan bahwa pasien

menderita oligohydramnion

Disaat-saat akhir kehamialn,

oligohydramnion dapat meningkatkan

resiko komplikasi persalinan dan

kelahiran, termasuk kerusakan pada ari-

ari memutuskan saluran oksigen kepada

janin dan menyebabkan kematian janin.

Wanita yang mengalami

oligohydramnion lebih cenderung harus

mengalami operasi caesar disaat

persalinannya

Pasien ini dilakukan induksi persalinan

namun tidak terjadi kemajuan maka

dilakukan persalinan dengan operasi

seksio caesaria

32

Page 33: Lapkas-Oligohidramnion-Rev.doc

BAB 4

KESIMPULAN

Cairan ketuban atau cairan amnion adalah cairan yang memenuhi rahim. Cairan

ini ditampung di dalam kantung amnion yang disebut kantung ketuban atau

kantung janin. Selaput ketuban merupakan suatu struktur berlapis lapis yang

didominasi dengan jaringan penyangga dan jaringan epitel yang terdiri dari 2

lapisan yaitu lapisan khorion dan lapisan amnion.

Volume cairan amnion pada keadaan aterm adalah sekitar 800 ml, atau

antara 400 ml -1500 ml dalam keadaan normal. Pada awal kehamilan, cairan

amnion adalah suatu ultrafiltrat plasma ibu. Pada awal trimester kedua, cairan ini

terdiri dari cairan ekstrasel yang berdifusi melalui kulit janin sehingga

mencerminkan komposisi plasma janin. Namun setelah 20 minggu, kornifikasi

kulit janin menghambat difusi ini dan cairan amnion terutama terdiri dari urin

janin.

Jumlah cairan ketuban dapat dipantau melalui USG, tepatnya

menggunakan parameter AFI (Amniotic Fluid Index). Oligohidramnion adalah

suatu keadaan dimana air ketuban kurang dari normal, yaitu kurang dari 500 cc.

Definisi lainnya menyebutkan sebagai AFI yang kurang dari 5 cm.

Olygohydramnion yang terjadi dipertengahan masa kehamilan juga

meningkatkan resiko keguguran, kelahiran prematur dan kematian bayi dalam

kandungan Disaat-saat akhir kehamilan, oligohydramnion dapat meningkatkan

resiko komplikasi persalinan dan kelahiran. Wanita yang mengalami

oligohydramnion lebih cenderung harus mengalami operasi caesar disaat

persalinannya.

33

Page 34: Lapkas-Oligohidramnion-Rev.doc

DAFTAR PUSTAKA

1. Winkjosastro H, Saifuddin BA, Rachimhadhi T. Ilmu Kebidanan. Jakarta.

Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2009.

2. Cunningham, FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Rouse DJ, Spong CY.

Williams Obstetrics, 23rd ed. USA Prentice Hall International Inc.

McGraw-Hill Companies. 2010.

3. Joy S. Abnormal labour. eMedicine. Aug 12. 2011. Diunduh dari:

http://emedicine.medscape.com/article/273053-overview [Diakses pada :

23 Juli 2012]

4. Baker PN. Obstetrics by Ten Teacher. Edisi 18. England.

BookPower/ELST. 2006.

5. Norwitz ER, Schorge JO. At a glance obstetri dan ginekologi. Edisi 2.

Dalam: persalinan dan kelahiran normal. Jakarta. Penerbit Erlangga. 2006.

6. Pernol, ML. Benson & pernol handbook of obstetrics and gynecology. 10 th

ed. USA. McGraw-Hill Companies. 2001.

7. DeCherney AH, Nathan L, Goodwin TM, Laufer N. Current obstetric &

gynecologic diagnosis & treatment , 9th ed. Philadelphia. Appleton &

Lange. 2008.

8. Muchtar R. Sinopsis obstetri. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC.

2002.

9. Nicholson JM, Kellar LC. Case report. The active management of

impending cephalopelvic disproportion in nulliparous women at term: a

case series. Journal of Pregnancy Volume 2010. 2010;

10.1155/2010/708615. Diunduh dari:

http://downloads.hindawi.com/journals/jp/2010/708615.pdf. [Diakses pada

: 23 Juli 2012]

34

Page 35: Lapkas-Oligohidramnion-Rev.doc

10. Ebell MH. Point-of-care guides: predicting the likelihood of successful

vaginal birth after cesarean delivery. American Family Physician. 2007

Oct 15;76(8):1192-1194.

Diunduh dari :

http://www.aafp.org/afp/2007/1015/p1192.html. [Diakses pada: 24 Juli

2012]

11. Porter TF, Zelop CM. Clinical management guidelines for obstectrician-

gynecologists : vaginal birth after cesarean delivery. ACOG Practice

Bulletin No. 54. American College of Obstetricians and Gynecology.

2004; 104:203-12. Diunduh dari :

www.acog.org/acog_districts/dist9/pb054.pdf [Diakses pada : 30 Juli

2012]

12. Tsvieli O, Sergienko R, & Sheiner E. Risk factors and perinatal outcome

of pregnancies complicated with cephalopelvic disproportion: a

population-based study. Maternal-fetal medicine. Archive of Gynecologic

& Obstetric. Springer-Verlag. September 2011. DOI 10.1007/s00404-011-

2086-4. Diunduh dari :

http://www.springerlink.com/content/J266541841130573/fulltext.pdf

[Diakses pada: 23 Juli 2012]

13. Kashif S, Mansoor M, Tariq R, Tahira T. Vaginal birth after caesarean

section; to evaluate factors for successful outcome. Professional Medical

Journal. Dec 2010;17(4): 665-669. Diunduh dari:

www.theprofesional.com/article/OCT-DEC-2010/PROF-1630.pdf

[Diakses pada: 29 Juli 2012]

14. Hofmeyr GJ, Shweni PM. Symphysiotomy for feto-pelvic disproportion

(review). The Cochrane Collaboration. 2010; 10. Diunduh dari :

http://apps.who.int/rhl/reviews/CD005299.pdf. [Diakses pada: 23 Juli

2012]

35