oligohidramnion berat
DESCRIPTION
Oligohidramnion BeratTRANSCRIPT
LAPORAN KASUS
OLIGOHIDRAMNION
Pembimbing:
dr. Hanudse Hartono, Sp.OG
Mentor:
dr. Nutrisia Latjindung
Disusun oleh:
Sylvia Cahyadi 100100093Edric Chandra 100100095Monika Ayuningrum 100100239William Purba 100100354Dinda Hanifah 100100182
DEPARTEMEN ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK
MEDAN
2015
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan
berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini
dengan judul “Oligohidramnion”.
Penulisan laporan kasus ini adalah salah satu syarat untuk menyelesaikan
Kepaniteraan Klinik Senior Program Pendidikan Profesi Dokter di Departemen
Obstetri dan Ginekologi, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada pembimbing kami dr. Hanudse Hartono, Sp,OG. dan juga mentor
kami dr. Nutrisia Latjindung, yang telah meluangkan waktunya dan memberikan
banyak masukan dalam penyusunan laporan kasus ini sehingga penulis dapat
menyelesaikan tepat pada waktunya.
Penulis menyadari bahwa penulisan laporan kasus ini masih jauh dari
kesempurnaan, baik isi maupun susunan bahasanya, untuk itu penulis
mengharapkan saran dan kritik dari pembaca sebagai koreksi dalam penulisan
laporan kasus selanjutnya. Semoga laporan kasus ini bermanfaat, akhir kata
penulis mengucapkan terima kasih.
Medan, Oktober 2015
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR....................................................................................................
DAFTAR ISI.................................................................................................................
DAFTAR TABEL........................................................................................................
DAFTAR GAMBAR.....................................................................................................
BAB 1 PENDAHULUAN.............................................................................................
1.1. Latar Belakang.................................................................................1
1.2. Tujuan Umum...................................................................................2
1.3. Tujuan Khusus..................................................................................2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA....................................................................................
2.1. Definisi Oligohidramnion.................................................................3
2.2. Etiologi Oligohidramnion.................................................................3
2.3. Cairan Amnion.................................................................................4
2.3.1. Fisiologi Cairan Amnion.....................................................4
2.3.2. Fungsi Cairan Amnion.........................................................6
2.3.3. Volume Cairan Amnion.......................................................6
2.3.4. Pengukuran Cairan Amnion................................................7
2.3.5. Distribusi Cairan Amnion....................................................8
2.3.6. Kandungan Cairan Amnion...............................................10
2.4. Patofisiologi Oligohidramnion.......................................................13
iii
2.5. Tanda dan Gejala Klinis Oligohidramnion....................................14
2.6. Diagnosis Oligohidramnion...........................................................15
2.7. Terapi Oligohidramnion.................................................................18
2.7.1. Transcervical Amnioinfusion.............................................18
2.7.2. Transabdominal Amnioinfusion.........................................20
2.8. Komplikasi.....................................................................................20
2.9. Prognosis........................................................................................21
BAB 3 LAPORAN KASUS........................................................................................
BAB 4 PEMBAHASAN.............................................................................................
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................
iv
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Kategori Diagnostik Amnionic Fluid Index (AFI) 15
Tabel 2. Prognosis oligohidramnion pada 147 wanita 34 minggu
kehamilan
21
v
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Tampak gambar kantong amnion 5
Gambar 2.Grafik yang menunjukkan perubahan volume cairan
amnion sesuai dengan penambahan usia gestasi7
Gambar 3. Pengukuran cairan amnion berdasarkan empat kuadran 8
Gambar 4. Distribusi cairan amnion pada kehamilan 10
Gambar 5.Penilaian semikuantitatif (1) Penugukuran diameter
vertikal yang terbesar pada salah satu kantong amnion17
Gambar 6.Penilaian semikuantitatif (2) pengukuran indeks cairan
amnion (ICA)17
Gambar 7. Prosedur amnioinfusion 20
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kehamilan merupakan hal yang fisiologis, meskipun selama kehamilan
banyak hal yang berubah dalam tubuh. Kehamilan yang menyangkut nyawa ibu
dan anak harus diperhatikan, sebab kehamilan bukanlah sekedar menyimpan anak
dalam jangka waktu 9 bulan kemudia siap dilahirkan. Namun kehamilan harus
memperhatikan kesehatan ibu dan anak. Selama masa kehamilan banyak hal
patologis juga yang dialami ibu hamil, salah satunya adalah oligohidramnion.
Oligohidramnion adalah satu keadaan dimana air ketuban kurang dari
normal, yaitu kurang dari 500 cc. Untuk mengukur jumlah cairan ketuban dapat
melalui beberapa metode yaitu indeks cairan ketuban. Jika cairan ketuban kurang
dari 500 cc pada usia kehamilan 32-36 minggu maka akan dicurigaai mengalami
oligohidramnion.1
Oligohidramnion mengacu pada defisiensi besar volume cairan amnion.
Berkurangnya volume cairan amnion dapat menimbulkan hipoksia janin sebagai
akibat dari kompresi tali pusat karena gerakan janin atau kontraksi rahim. Selain
itu, lintasan mekonium janin ke dalam volume cairan amnion yang tereduksi
menghasilakan suatu suspensi tebal dan penuh pertikel yang dapat menyebabkan
ganguan pernapasan janin.1, 2
Penyebab pasti terjadinya oligohidramnion masih belum diketahui.
Beberapa keadaan berhubungan dengan oligohidramnion hampir selalu
berhubungan dengan obstruksi saluran traktus urinarius janin atau renal agenesis.
Etiologi primer lainnya mungkin oleh karena amnion kurang baik
pertumbuhannya dan etiologi sekunder lainnya, misalnya pada ketuban pecah
dini.1
Masalah diatas menjadi suatu tantangan pada dokter dalam mengelola
perencanaan persalinan untuk pasien dengan riwayat oligohidramnion, dalam
1
laporan kasus ini penulis akan membahas masalah serta penatalaksanaan yang
dapat dilakukan pada kasus.
1.2. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penyusunan laporan kasus ini adalah untuk mengetahui
penatalaksanaan pada kasus persalinan dengan riwayat oligohidramnion sesuai
kompetensi dan memenuhi persyaratan dalam mengikuti kegiatan Kepaniteraan
Klinik Senior (KKS) di Departemen Ilmu Obstetri dan Ginekologi, Fakultas
Kedokteran, Universitas Sumatera Utara.
1.3. Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari penyusunan laporan kasus ini adalah untuk mengetahui
lebih dalam dan rinci cara memberi informasi dan membantu perencanaan pada
ibu hamil dengan oligohidramnion.
2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi Oligohidramnion
Oligohidramnion adalah suatu keadaan dimana air ketuban kurang dari
normal, yaitu kurang dari 500 cc.
Definisi lainnya menyebutkan sebagai AFI yang kurang dari 5 cm. Karena
VAK tergantung pada usia kehamilan maka definisi yang lebih tepat adalah AFI
yang kurang dari presentil 5 (lebih kurang AFI yang <6,8 cm saat hamil cukup
bulan).3
2.2. Etiologi Oligohidramnion
Penyebab oligohidramnion tidak dapat dipahami sepenuhnya. Mayoritas
wanita hamil yang mengalami tidak tau pasti apa penyebabnya. Penyebab
oligohidramnion yang telah terdeteksi adalah cacat bawaan janin dan bocornya
kantung/membran cairan ketuban yang mengelilingi janin dalam rahim. Sekitar
7% bayi dari wanita yang mengalami oligohidramnion mengalami cacat bawaan,
seperti gangguan ginjal dan saluran kemih karena jumlah urin yang diproduksi
janin berkurang.
Masalah kesehatan lain yang juga telah dihubungkan dengan
oligohidramnion adalah tekanan darah tinggi, diabetes, SLE, dan masalah pada
plasenta. Serangkaian pengobatan yang dilakukan untuk menangani tekanan darah
tinggi, yang dikenal dengan nama angiotensin-converting enxyme inhibitoy (mis,
captopril), dapat merusak ginjal janin dan menyebabkan oligohidramnbion parah
dan kematian janin. Wanita yang memiliki penyakit tekanan darah tinggi yang
kronis seharusnya berkonsultasi terlebih dahulu dengan ahli kesehatan sebelum
merencanakan kehamilan untuk memastikan bahwa tekanan darah mereka tetap
terawasi baik dan pengobatan yang mereka lalui adalah aman selama kehamilan
mereka.
3
Fetal:
Kromosom
Kongenital
Hambatan pertumbuhan janin dalam rahim
Kehamilan possterm
Premature ROM (rupture of amniotic membrane
Maternal
Dehidrasi
Preeklamsia
Diabetes
Induksi obat
Indomethacin dan ACE inhibitor
Idiopatik4
2.3. Cairan Amnion
2.3.1. Fisiologi Cairan Amnion
Amnion manusia pertama kali dapat diidentifikasi pada sekitar hari ke-7
atau ke-8 perkembangan mudigah. Pada awalnya sebuah vesikel kecil yaitu
amnion, berkembang menjadi sebuah kantung kecil yang menutupi permukaan
dorsal mudigah. Karena semakin membesar, amnion secara bertahap menekan
mudigah yang sedang tumbuh, yang mengalami prolaps ke dalam rongga
amnion.1, 2, 5
4
Gambar 1. Tampak gambar kantong amnion
Cairan amnion pada keadaan normal berwarna putih agak keruh karena
adanya campuran partikel solid yang terkandung di dalamnya yang berasal dari
lanugo, sel epitel, dan material sebasea. Volume cairan amnion pada keadaan
aterm adalah sekitar 800 ml, atau antara 400ml -1500 ml dalam keadaan normal.
Pada kehamilan 10 minggu rata-rata volume adalah 30 ml, dan kehamilan 20
minggu 300 ml, 30 minggu 600 ml. Pada kehamilan 30 minggu, cairan amnion
lebih mendominasi dibandingkan dengan janin sendiri. Cairan amnion diproduksi
oleh janin maupun ibu, dan keduanya memiliki peran tersendiri pada setiap usia
kehamilan. Pada kehamilan awal, cairan amnion sebagian besar diproduksi oleh
sekresi epitel selaput amnion. Dengan bertambahnya usia kehamilan, produksi
cairan amnion didominasi oleh kulit janin dengan cara difusi membran. Pada
kehamilan 20 minggu, saat kulit janin mulai kehilangan permeabilitas, ginjal janin
mengambil alih peran tersebut dalam memproduksi cairan amnion. Pada
kehamilan aterm, sekitar 500 ml per hari cairan amnion di sekresikan dari urin
janin dan 200 ml berasal dari cairan trakea. Pada penelitian dengan menggunakan
radioisotop, terjadi pertukaran sekitar 500 ml per jam antara plasma ibu dan cairan
amnion.
Pada kondisi dimana terdapat gangguan pada ginjal janin, seperti agenesis ginjal,
akan menyebabkan oligohidramnion dan jika terdapat gangguan menelan pada
5
janin, seperti atresia esophagus, atau anensefali, akan menyebabkan
polihidramnion.2
2.3.2. Fungsi Cairan Amnion
Cairan amnion merupakan komponen penting bagi pertumbuhan dan
perkembangan janin selama kehamilan. Pada awal embryogenesis, amnion
merupakan perpanjangan dari matriks ekstraseluler dan di sana terjadi difusi dua
arah antara janin dan cairan amnion. Pada usia kehamilan 8 minggu, terbentuk
uretra dan ginjal janin mulai memproduksi urin. Selanjutnya janin mulai bisa
menelan. Eksresi dari urin, sistem pernafasan, sistem digestivus, tali pusat dan
permukaan plasenta menjadi sumber dari cairan amnion. Telah diketahui bahwa
cairan amnion berfungsi sebagai kantong pelindung di sekitar janin yang
memberikan ruang bagi janin untuk bergerak, tumbuh meratakan tekanan uterus
pada partus, dan mencegah trauma mekanik dan trauma termal. Cairan amnion
juga berperan dalam sistem imun bawaan karena memiliki peptid antimikrobial
terhadap beberapa jenis bakteri dan fungi patogen tertentu. Cairan amnion adalah
98% air dan elektrolit, protein , peptide, hormon, karbohidrat, dan lipid. Pada
beberapa penelitian, komponen-komponen cairan amnion ditemukan memiliki
fungsi sebagai biomarker potensial bagi abnormalitas-abnormalitas dalam
kehamilan. Beberapa tahun belakangan, sejumlah protein dan peptide pada cairan
amnion diketahui sebagai faktor pertumbuhan atau sitokin, dimana kadarnya akan
berubah-ubah sesuai dengan usia kehamilan. Cairan amnion juga diduga memiliki
potensi dalam pengembangan medikasi stem cell.1, 2, 5, 6
2.3.3. Volume Cairan Amnion
Volume cairan amnion pada setiap minggu usia kehamilan bervariasi,
secara umum, volume bertambah 10 ml per minggu pada minggu ke-8 usia
kehamilan dan meningkat menjadi 60 ml per minggu pada usia kehamilan 21
minggu, yang kemudian akan menurun secara bertahap sampai volume yang tetap
setelah usia kehamilan 33 minggu. Normal volume cairan amnion bertambah dari
50 ml pada saat usia kehamilan 12 minggu sampai 400 ml pada pertengahan
6
gestasi dan 1000 – 1500 ml pada saat aterm. Pada kehamilan postterm jumlah
cairan amnion hanya 100 sampai 200 ml atau kurang. Brace dan Wolf
menganalisa semua pengukuran yang dipublikasikan pada 12 penelitian dengan
705 pengukuran cairan amnion secara individual. Variasi terbesar terdapat pada
usia kehamilan 32-33 minggu. Pada saat ini, batas normalnya adalah 400 – 2100
ml.1, 2, 5, 6
Gambar 2. Grafik yang menunjukkan perubahan volume cairan amnion sesuai
dengan penambahan usia gestasi
2.3.4. Pengukuran Cairan Amnion
Terdapat 3 cara yang sering dipakai untuk mengetahui jumlah cairan
amnion, dengan teknik single pocket ,dengan memakai Indeks Cairan Amnion
(ICA), dan secara subjektif pemeriksa. Pemeriksaan dengan metode single pocket
pertama kali diperkenalkan oleh Manning dan Platt pada tahun 1981 sebagai
bagian dari pemeriksaan biofisik, dimana 2cm dianggap sebagai batas minimal
dan 8 cm dianggap sebagai polihidramnion. Metode single pocket telah
dibandingkan dengan AFI menggunakan amniosintesis sebagai gold standar. Tiga
penelitian telah menunjukkan bahwa metode pengukuran cairan ketuban dengan
teknik Indeks Cairan Amnion (ICA) memiliki korelasi yang lemah dengan volume
7
amnion sebenarnya (R2 dari 0.55,0.30 dan 0.24) dan dua dari tiga penelitian ini
menunjukkan bahwa teknik single pocketmemiliki kemampuan yang lebih baik.
Kelebihan cairan amnion seperti polihidramnion, tidak mempengaruhi fetus secara
langsung, namun dapat mengakibatkan kelahiran prematur. Secara garis besar,
kekurangan cairan amnion dapat berefek negatif terhadap perkembangan paru-
paru dan tungkai janin, dimana keduanya memerlukan cairan amnion untuk
berkembang.7, 8
Gambar 3. Pengukuran cairan amnion berdasarkan empat kuadran
2.3.5. Distribusi Cairan Amnion
1. Urin Janin
Sumber utama cairan amnion adalah urin janin. Ginjal janin mulai
memproduksi urin sebelum akhir trimester pertama, dan terus berproduksi sampai
kehamilan aterm.Wladimirof dan Campbell mengukur volume produksi urin janin
secara 3 dimensi setiap 15 menit sekali, dan melaporkan bahwa produksi urin
janin adalah sekitar 230 ml / hari sampai usia kehamilan 36 minggu, yang akan
meningkat sampai 655 ml/hari pada kehamilan aterm. Rabinowitz dan kawan-
kawan, dengan menggunakan teknik yang sama dengan yang dilakukan
Wladimirof dan Campbell, namun dengan cara setiap 2 sampai 5 menit, dan
menemukan volume produksi urin janin sebesar 1224 ml/hari. Pada tabel
menunjukkan rata-rata volume produksi urin per hari yang didapatkan dari
8
beberapa penelitian. Jadi, produksi urin janin rata-rata adalah sekitar 1000-1200
ml/hari pada kehamilan aterm.1, 2, 5, 7, 8, 9
9
2. Cairan Paru
Cairan paru janin memiliki peran yang penting dalam pembentukan cairan
amnion. Pada penelitian dengan menggunakan domba, didapatkan bahwa paru-
paru janin memproduksi cairan sampai sekitar 400 ml/hari, dimana 50% dari
produksi tersebut ditelan kembali dan 50% lagi dikeluarkan melalui mulut.
Meskipun pengukuran secara langsung ke manusia tidak pernah dilakukan, namun
data ini memiliki nilai yang representratif bagi manusia. Pada kehamilan normal,
janin bernafas dengan gerakan inspirasi dan ekspirasi, atau gerakan masuk dan
keluar melalui trakea, paru-paru dan mulut. Jadi jelas bahwa paru-paru janin juga
berperan dalam pembentukan cairan amnion.1, 2, 5, 7, 8, 9
3. Gerakan menelan
Pada manusia, janin menelan pada awal usia kehamilan. Pada janin
domba, proses menelan semakin meningkat seiring dengan meningkatnya usia
kehamilan.Sherman dan teman-teman melaporkan bahwa janin domba menelan
secara bertahap dengan volume sekitar 100-300 ml/kg/hari. Banyak teknik
berbeda yang dicoba untuk mengukurrata-rata volume cairan amnion yang ditelan
dengan menggunakan hewan, namun pada manusia, pengukuran yang tepat sangat
sulit untuk dilakukan. Pritchard meneliti proses menelan pada janin dengan
menginjeksi kromium aktif pada kompartemen amniotik, dan menemukan rata-
rata menelan janin adalah 72 sampai 262ml/kg/hari.1, 5, 6, 7, 8, 9
Abramovich menginjeksi emas koloidal pada kompartemen amniotik dan
menemukan bahwa volume menelan janin meningkat seiring dengan
bertambahnya usia kehamilan. Penelitian seperti ini tidak dapat lagi dilakukan
pada masa sekarang ini karena faktor etik, namun dari penelitian di atas jelas
bahwa kemampuan janin menelan tidak menghilangkan seluruh volume cairan
amnion dari produksi urin dan paru-paru janin, karena itu, harus ada mekanisme
serupa dalam mengurangi volume cairan amnion.1, 5, 7, 8, 9
10
Gambar 4. Distribusi cairan amnion pada kehamilan
4. Absorpsi Intramembran
Satu penghalang utama dalam memahami regulasi cairan amnion adalah
ketidaksesuaian antara produksi cairan amnion oleh ginjal dan paru janin, dengan
konsumsinya oleh proses menelan. Jika dihitung selisih antara produksi dan
konsumsi cairan amnion, didapatkan selisih sekitar 500-750 ml/hari, yang tentu
saja ini akan menyebabkan polihidramnion. Namun setelah dilakukan beberapa
penelitian, akhirnya terjawab, bahwa sekitar 200-500 ml cairan amnion diabsorpsi
melalui intramembran. Gambar menunjukkan distribusi cairan amnion pada fetus.
Dengan ditemukan adanya absorbsi intramembran ini, tampak jelas bahwa
terdapat keseimbangan yang nyata antara produksi dan konsumsi cairan amnion
pada kehamilan normal.9
2.3.6. Kandungan Cairan Amnion
Pada awal kehamilan, cairan amnion adalah suatu ultrafiltrat plasma ibu.
Pada awal trimester kedua, cairan ini terdiri dari cairan ekstrasel yang berdifusi
melalui kulit janin sehingga mencerminkan komposisi plasma janin. Namun
setelah 20 minggu, kornifikasi kulit janin menghambat difusi ini dan cairan
amnion terutama terdiri dari urin janin.Urin janin mengandung lebih banyak urea,
kreatinin, dan asam urat dibandingkan plasma. Selain itu juga mengandung sel
janin yang mengalami deskuamasi, verniks, lanugo dan berbagai sekresi. Karena
zat-zat ini bersifat hipotonik, maka seiring bertambahnya usia gestasi, osmolalitas
cairan amnion berkurang. Cairan paru memberi kontribusi kecil terhadap volume
11
amnion secara keseluruhandan cairan yang tersaring melalui plasenta berperan
membentuk
sisanya. 98% cairan amnion adalah air dan sisanya adalah elektrolit, protein,
peptid, karbohidrat, lipid, dan hormon.2, 7, 8
Terdapat sekitar 38 komponen biokimia dalam cairan amnion, di antaranya
adalah protein total, albumin, globulin, alkalin aminotransferase, aspartat
aminotransferase, alkalinfosfatase, γ-transpeptidase, kolinesterase, kreatinin
kinase, isoenzim keratin kinase, dehidrogenase laktat, dehidrogenase
hidroksibutirat, amilase, glukosa, kolesterol, trigliserida, High Density
Lipoprotein (HDL), low-density lipoprotein (LDL), very-low-density lipoprotein
(VLDL), apoprotein A1 dan B, lipoprotein, bilirubin total, bilirubin direk, bilirubin
indirek, sodium, potassium, klorid, kalsium, fosfat, magnesium, bikarbonat, urea,
kreatinin, anion gap , urea, dan osmolalitas.2, 7, 8
Faktor pertumbuhan epidermis (epidermal growth factor, EGF) dan factor
pertumbuhan mirip EGF, misalnyatransforming growth factor-α, terdapat di
cairan amnion. Ingesti cairan amnion ke dalam paru dan saluran cerna mungkin
meningkatkan pertumbuhan dan diferensiasi jaringan-jaringan ini melalui gerakan
inspirasi dan menelan cairan amnion. 1-7 Beberapa penanda (tumor marker) juga
terdapat di cairan amnion termasuk α-fetoprotein (AFP), antigen
karsinoembrionik (CEA), feritin, antigen kanker 125 (CA-125), dan 199 (CA-
199).1, 2, 5, 7, 9
1. Alfa Feto Protein (AFP)
Merupakan suatu glikoprotein yang disintesa yolk sac janin pada awal
kehamilan Konsentrasinya dalam cairan amnion meningkat sampai kehamilan 13
minggu dan kemudian akan berkurang. Jika kadar AFP ini meningkat dan diiringi
dengan peningkatan kadar asetil kolin esterase menunjukan adanya kelainan
jaringan syaraf seperti neural tube defect atau defek janin lainnya.Jika
peningkatan kadar AFP tidak diiringi dengan peningkatan kadar
12
asetilkolinesterase menunjukan adanya kemungkinan etiologi lain atau adanya
kontaminasi dari darah janin.1
2. Lesitin – Sfingomielin
Lesitin (dipalmitoyl phosphatidycholine) merupakan suatu unsur yang
penting dalam formasi dan stabilisasi dari lapisan surfaktan yang mempertahankan
alveolar dari kolaps dan respiratori distress, sebelum minggu ke 34 kadar lesitin
dan sfingomielin dalam cairan amnion sama konsentrasinya. Setelah minggu ke
34 konsentrasi lesitin terhadap sfingomielin relatifmeningkat . Jika konsentrasi
lesitin dalam cairan amnion lebih dari dua kali kadar sfingomielin (L/S Ratio),
menunjukan resiko terjadinya gawat nafas pada janin sangat rendah. Tetapi jika
perbandingan kadar lesitinsfingomielin kecil dari dua resiko terjadinya gawat
nafas pada janin meningkat. Karena lesitin dan sfingomielin juga ditemukan pada
darah dan mekonium, kontaminasi oleh kedua substansi tersebut dapat
membiaskan hasil. Selama kehamilan sejumlah agen bioaktif bertumpuk di cairan
amnion, kompartemen cairan amnion merupakan suatu tempat penyimpanan yang
luar biasa yang khususnya bermanfaat dalam kehamilan dan persalinan.
Banyaknya agen bioaktif yang terakumulasi dalam cairan amnion selama
kehamilan merupakan suatu hal yang tipikal dari inflamasi jaringan. Suatu hal
yang unik dari agen agen bioaktif ini adalah bersifat uterotonik seperti PGE2 ,
PGF2 , PAF dan endothelin-1, produk-produk ini dapat dilihat pada vagina dan
cairan amnion setelah proses persalinan dimulai. Agen-agen inflamasi ini penting
peranannya dalam proses dilatasi servik.1, 8, 10, 11
3. Sitokin
Makrofag terdapat dalam cairan amnion dalam jumlah yang kecil sebelum
proses persalinan, sebenarnya leukosit tidak dapat melakukan penetrasi normal
melalui membran janin baik secara in vivo atau in vitro, tetapi dengan adanya
inflamasi dari desidua pada partus preterm, leukosit ibu akan diambil menuju
13
cairan amnion, fenomena juga pada partus yang aterm, aktivasi leukosit
diakselerasi oleh inflamasi dan memungkinkan melewati membran janin.1, 8, 10
14
4. Interleukin -1β
Interleukin -1β merupakan sitokin primer, yang diproduksi secara cepat
sebagai respon dari infeksi dan perubahan imunologi dan Interleukin -1β akan
merangsang sitokin lain dan mediator inflamasi lainnya. Interleukin -1β secara
normal tidak terdeteksi sebelum proses persalinan, Interleukin -1β baru akan
muncul pada cairan amnion pada persalinan yang preterm atau sebagai reaksi dari
infeksi pada cairan amnion. Pada kehamilan aterm, seperti
prostaglandin,Interleukin -1β diproduksi pada desidua setelah induksi persalinan
atau dilatasi servik, yang kemudian akan didistribusikan pada cairan amnion dan
vagina. Sitokin lainnya yang terdapat dalam cairan amnion adalah Interleukin -6
atau Interleukin – 8.1, 8, 10
5. Prostaglandin
Prostaglandin terutama PGE2 juga PGF2α di dapatkan pada cairan amnion
pada semua tahap persalinan . Sebelum proses persalinan dimulai prostanoid
dalam cairan amnion dihasilkan dari ekskresi urine janin dan mungkin juga oleh
kulit, paru-paru dan tali pusat. Seiring dengan pertumbuhan janin , kadar
prostaglandin dalam cairan amnion meningkat secara bertahap. Walaupun
demikian tidak ada pertambahan kadar prostaglandin yang dapat dihubungkan
atau diinterprestasikan sebagai pertanda pre partus.Faktanya jumlah total kadar
prostaglandin dalam cairan amnion pada saat kehamilan cukup bulan sebelum
persalinan dimulai sangat kecil (sekitar 1μg) , karena waktu paruh prostaglandin
dalam cairan amnion sangat lama yaitu 6 – 12 jam jumlah dari prostaglandin yang
memasuki cairan amnion sangat kecil. Hubungan antara peningkatan kadar
prostaglandin dalam cairan amnion dan inisiasi dari persalinan menjadi suatu
tanda tanya selama lebih 30 tahun terakhir.1, 8, 10
2.4. Patofisiologi Oligohidramnion
Mekanisme atau patofisiologi terjadinya oligohidramnion dapat dikaitkan
dengan adanya sindroma potter dan fenotip potter, dimana Sindroma Potter dan
Fenotip Potter adalah suatu keadaan kompleks yang berhubungan dengan gagal
15
ginjal bawaan dan berhubungan dengan oligohidramnion (cairan ketuban yang
sedikit).
Fenotip Potter digambarkan sebagai suatu keadaan khas pada bayi baru
lahir, dimana cairan ketubannya sangat sedikit atau tidak ada. Oligohidramnion
menyebabkan bayi tidak memiliki bantalan terhadap dindind rahim. Tekanan dari
dinding rahim emnyebabkan gambaran wajah yang khas (wajah potter). Selain itu,
karena ruang di dalam rahim sempit, maka anggota gerak tubuh menjadi abnormal
atau mengalami kontraktur dan terpaku pada posisi abnormal.
Oligohidramnion juga menyebabkan terhentinya perkembangan paru-paru
(paru-paru hipoplastik), sehingga pada saat lahir, paru-paru tidak berfungsi
sebagaimana mestinya. Pada sindroma potter, kelainan yanh utama adalah gagal
ginjal bawaan, baik karena kegagalan pembentukan ginjal maupun karena
penyakit lain pada ginjal yang menyebabkan ginjal gagal berfungsi.
Dalam keadaan normal, ginjal membetuk cairan ketuban (sebagai air
kemih) dan tidak adanya cairan ketuban menyebabkan gambran yang khas dari
Sindroma Potter
Gejala Sindroma Potter berupa:
Wajah Potter (kedua mata terpisah jauh, terdapat lipatan epikantus,
pangkal hidung yang lebar, telinga yang rendah dan dagu yang tertarik ke
belakang)
Tidak terbentuk air kemih
Gawat pernapasan12
2.5. Tanda dan Gejala Klinis Oligohidramnion
Tanda dan gejala klinis oligohidramnion adalah, pada saat inspeksi uterus
terlihat lebih kecil dan tidak sesuai dengan usia kehamilan yang seharusnya. Ibu
yang sebelumnya pernah hamil dan normal, akan mengeluhkan adanya penurunan
gerakan janin. Saat dilakukan palpasi abdomen, uterus akan teraba lebih kecil dari
ukuran normal dan bagian bagian janin mudah diraba. Presentasi bokong dapat
16
terjadi. Pemeriksaan auskultasi normal, denyut jantung janin sudah terdengan
lebih dini dan lebih jelas, ibu merasa nyeri di perut pada setiap gerakan anak,
persalinan lebih lama dari biasanya, sewaktu his/mules akan terasa sakit sekali,
bila ketuban pecah, air ketuban akan sedikit sekali bahkan tidak ada yang keluar.13
2.6. Diagnosis Oligohidramnion
Wanita hamil yang dicurigai mengalami oligohidramnion, harus dilakukan
pemeriksaan ultrasonografi untuk memperkirakan jumlah cairan amnion, dan
memastikan diagnosis oligohidramnion6. Oligohidramnion dapat dicurigai bila
terdaat kantung amnion yang kurang dari 2x2cm, atau indeks cairan pada 4
kuadran kurang dari 5cm. setelah 38 minggu volume akan berkurang, tetapi pada
postterm oligohidramnion merupakan penanda serius apalagi bila bercampur
mekonium.14
Amnionic fluid index (AFI) diukur pertama dengan membagi uterus
menjadi empat kuadran dengan menggunakan linea nigra sebagai divisi kanan dan
kiri, umbilikus untuk kuadran atas dan bawah. Diameter maksimum vertikal
kantong amnion di setiap kuadran yang tidak mengandung tali pusat atau
ekstremitas janin diukur dalam sentimeter; jumlah pengukuran ini adalah AFI.
Sebuah AFI normal adalah 5,1-25 cm, dengan oligohidramnion didefinisikan
sebagai kurang dari 5,0 cm dan polihidramnion karena lebih dari 25 cm (Tabel
1).15
Tabel 1. Kategori Diagnostik Amnionic Fluid Index (AFI)
Volume Cairan Amnion Nilai AFI (cm)
Severe Oligohydramnion ≤5
Moderate Oligohydramnion 5.1-8.0
Normal 8.1-24.0
Polyhydramnion >24
17
Penilaian jumlah cairan amnion melalui pemeriksaan ultrasonografi dapat
dilakukan dengan cara subjektif ataupun semikuantitatif.14
a. Penilaian subjektif14
Dalam keadaan normal, janin tampak bergerak bebas dan dikelilingi oleh
cairan amnion. Struktur organ janin, plasenta, dan tali pusat dapat terlihat jelas.
Kantung-kantung amnion terlihat di beberapa tempat, terutama pada daerah
diantara kedua tungkai bawah dan diantara dinding depan dan belakang uterus.
Pada kehamilan trimester III biasanya terlihat sebagian dari tubuh janin
bersentuhan dengan dinding depan uterus.
Pada keadaan oligohidramnion, cairan amnion disebut berkurang bila
kantung amnion hanya terlihat di daerah tungkai bawah dan disebut habis bila
tidak terlihat lagi kantung amnion. Pada keadaan ini aktivitas gerakan janin
menjadi berkurang. Struktur janin sulit dipelajari dan ekstremitas tampak
berdesakan.
b. Penilaian Semikuantitatif14
Penilaian semikuantitatif dapat dilakukan melalui beberapa cara,
diantaranya: (1) Pengukuran diameter vertikal yang terbesar pada salah satu
kantong amnion. Morbiditas dan mortalitas perinatal akan meningkat bila
diameter vertikal terbesar kantong amnion < 2cm pada oligohidramnion. (2)
pengukuran indeks cairan amnion (ICA). Pengukuran ICA uterus dibagi kedalam
4 kuadran, pada setiap kuadran uterus dicari kantong amnion terbesar, bebas dari
bagian tali pusat dan ekstremitas janin.Indeks cairan amnion merupakan hasil
penjumlahan dari diameter vertikal terbesar kantong amnion pada setiap kuadran.
Nilai ICA yang normal adalah antara 5-20 cm. Penulis lain menggunakan batasan
5-18 cm atau 5-25 cm. Disebut oligohidramnion bila ICA < 5cm.
18
Gambar 5. Penilaian semikuantitatif (1) Penugukuran diameter vertikal yang
terbesar pada salah satu kantong amnion16
Gambar 6. Penilaian semikuantitatif (2) pengukuran indeks cairan amnion (ICA)16
Pemeriksaan laboratorium pada persalinan prematur dapat membantu
untuk menilai maturitas dari paru-paru fetus sehingga bisa mendeteksi
kemungkinan terjadinyarespiratory distress syndrome. Pemeriksaan dilakukan
dengan menilai rasio lecithin-sphingomyelin (L:S) dan
konsentrasi phosphatidylglycerol (PG). Selain itu, pada oligohidramnion dapat
dilakukan tes SLE (yang menyebabkan infark pada plasenta dan insufisiensi
plasenta). Evaluasi untuk hemolisis, peningkatan enzim hati, dan rendahnya
jumlah platelet (HELLP syndrome); peningkatan tekanan darah tinggi,
proteinuria, peningkatan asam urat, dan peningkatan fungsi hatim dan rendahnya
jumlah platelet juga dapat dilakukan.13
19
2.7. Terapi Oligohidramnion
Pertimbangkan untuk hospitalisasi pada kasus yang didiagnosa setelah usia
kehamilan 26-33 minggu. Jika fetus tidak memiliki anomali, persalinan sebaiknya
dilakukan. Ibu disarankan untuk tirah baring dan hidrasi guna meningkatkan
produksi cairan ketuban dengan meningkatkan ruang intravaskular ibu13. Studi
menunjukkan bahwa dengan minum 2 liter air , dapat meningkatkan AFI sebesar
30 %.13 Jika anomali janin tidak dianggap mematikan atau penyebab
oligohidramnion tidak diketahui, amnioinfusion profilaktik dengan normal
salin, ringer laktat, atau glukosa 5% dapat dilakukan untuk mencegah deformitas
kompresi dan penyakit paru hipoplastik, dan juga untuk memperpanjang usia
kehamilan.
Amnioinfusion adalah pemberian infuse normal salin 0,9% ke dalam uterus
selama persalinan untuk menghindari kompresi pada tali pusat atau untuk
melarutkan mekonium yang bercampur dengan cairan amnion atau yang disebut
juga dengan Transcervical Amnioinfusion. Pada prosedur ini, cairan diberikan bila
ketuban telah pecah dan ibu dalam keadaan intrapartum. Alternatif lain, cairan
dapat diinfus melalui jarum secara transabdominal, yaitu kebalikan dari
amniocentesis dimana cairan diberikan antepartum untuk mencegah komplikasi
pada fetus setidaknya sampai tercapai pematangan paru.
2.7.1. Transcervical Amnioinfusion17
Merupakan pemberian infuse normal salin 0,9% ke dalam uterus selama
persalinan untuk menghindari kompresi pada tali pusat atau untuk melarutkan
mekonium yang bercampur dengan cairan amnion.
Studi menunjukkan bahwa normal salin tidak akan mempengaruhi
keseimbangan elektrolit fetus. Pada kehamilan preterm direkomendasikan
menggunakan cairan hangat, sedangkan untuk kehamilan aterm dianjurkan cairan
pada suhu ruangan.
Amnioinfusion dilakukan dengan menggunakan intrauterine pressure
catheter (IUPC). Prosedur melakukannya yakni:
20
1. Menghubungkan kantong cairan infuse ke IV tubing;
2. Flush tubing, untuk menghindari masuknya udara ke dalam uterus;
3. Menjelaskan kepada pasien bahwa prosedur infuse tidak akan
menyakitkan. Insersi IUPC mungkin akan tidak nyaman;
4. Menyiapkan sarung tangan steril, lubrikan, IUPC, dan kabel;
5. Atur IUPC pada tekanan nol atmosfer;
6. Setelah IUPC dimasukkan, nilai tonus uterus saat pasien istirahat pada sisi
kiri, kanan, dan punggung, lalu rekam
7. Pasang IV tubing pada AMNIO port di IUPC
8. Bolus dengan 250-600 ml, 250 ml akan menghasilkan 6cm kantung cairan
amnion;
9. Gunakan infuse pump setelah bolus, maintenance cairan 150-180ml per
jam, yang paling sering digunakan adalah 180 ml per jam. Interpretasinya
dikatakan hasilnya positif jika didapati penurunan keparahan deselerasi,
mekonium berkurang viskositasnya dan warnanya lebih cerah. Sedangkan
dikatakan negatif jika terjadi peningkatan tonus uterus saat istirahat dan
tidak ada peningkatan pada pola DJJ.
Kontraindikasi dari amnioinfusion seperti plasenta previa,
korioamnionitis, fetal anomali, malpresentasi janin, impending delivery,
kehamilan multipel, kelainan uterus, serviks yang tidak berdilatasi, perdarahan
pada trimester III yang tidak terdiagnosa.
Adapun komplikasi dari tindakan ini yaitu hidramnion, prolaps tali pusat,
tekanan intra uterus yang tinggi, abruptio plasenta, infeksi uterus, maternal
chilling (karena cairan terlalu dingin), fetal bradikardi (karena cairan terlalu
dingin), fetal takikardi (karena cairan terlalu panas) (Gambar 7).
21
Gambar 7. Prosedur amnioinfusion
2.7.2. Transabdominal Amnioinfusion18
Antepartum transabdominal amnioinfusion adalah metode atau teknik
penambahan volume cairan amnion, dengan tujuan untuk memperpanjang masa
gestasi dan mencegah komplikasi fetal sampai sekurangnya tercapainya
pematangan pulmonal. Teknik ini sama dengan amniocentesis; dilakukan dengan
atau tanpa anestesi lokal, biasanya dengan jarum amniocentesis 150mm 20 – 22
gauge, yang simasukkan secara transabdominal ke kantung amnion terbesar
menggunakan guidance dari ultrasound. Digunakan infus kristaloid 0,9% salin
solution atau Ringer’s Lactate pada suhu tubuh, yang keduanya meruakan larutan
isotonik dan tidak menimbulkan ketidakseimbangan elektrolit pada janin.
Pada studi yang dilakukan oleh Paztor, angka survival meningkat 49,1%
dan merupakan hasil yang memuaskan. Keberhasilan ini ditinjau dari tingginya
waktu laten dan penurunan drastis kejadian hipoplasia pulmonal. Komplikasi
metode ini berupa ketuban pecah dini iaotrgenik.
2.8. Komplikasi
Oligohidramnion yang terjadi oleh sebab apapun akan berpengaruh buruk
pada janin. Komplikasi yang sering terjadi adalah PJT, hipoplasia paru,
deformitas pada wajah dan skelet, kompresi tali pusat, dan asipirasi mekonium
22
pada masa intra partum, dan kematian janin.14 Deformitas yang dapat terjadi pada
janin misalnya pada amniotic band syndrome , yaitu terjadinya adhesi antara
amnion dengan fetus yang menyebabkan deformitas yang serius termasuk
amputasi pada ektremitas bawah atau deformitas muskuloskeletal akibat kompresi
pada uterus (seperti clubfoot).19 Resiko infeksi pada fetus meningkat seiring
dengan pecahnya ketuban yang lama.
2.9. Prognosis
Secara umum, oligohidramnion yang berkembang di awal kehamilan
jarang terjadi dan seringkali memiliki prognosis yang buruk. Saat didiagnosis
pada pertengahan kehamilan, kelainan ini sering berkaitan dengan agenesis renal
(tidak adanya ginjal). Pada agenesis ginjal, angka mortalitasnya mencapai 100%.13
Pada renal dysplasia atau obstructive uropathy akan berkaitan erat dengan
hipoplasiapulmoner derajat ringan-sedang (sindrom Potter, yaitu bayi yang
menderita hypoplasia pulmoner) dan gagal ginjal jangka panjang. Dalam kasus
hipoplasia paru, efektivitas pengobatan seperti pemberian surfaktan , ventilasi
frekuensi tinggi , dan oksida nitrat belum diketahui efektivitasnya . Prognosis
dalam kasus ini berkaitan dengan volume cairan ketuban dan usia kehamilan saat
terjadinya oligohidramnion.13
Jika terdiagnosis sebelum kehamilan 37 minggu, hal ini kemungkinan
berkaitan dengan abnormalitas janin atau ketuban pecah dini yang menyebabkan
cairan amnion gagal berakumulasi kembali (Tabel 2).1
Tabel 2. Prognosis oligohidramnion pada 147 wanita 34 minggu kehamilan
23
BAB 3
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama : HA
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 30 tahun
Alamat : Jl. Bono No. 13 Medan Timur
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Pendidikan : Tamat SMA
Agama : Islam
Status : G1P0A0
Usia Kehamilan : 28 minggu 4/7 hari
No. Rekam Medik : 00.65.56.32
Ruangan : Rindu B1 III-1
Tanggal masuk : 02 Oktober 2015
ANAMNESIS
Keluhan Utama : Gerak Janin Berkurang
Telaah : Hal ini telah dialami sejak ±3 hari yang lalu. Janin
dirasakan kurang aktif bergerak dalam rahim.
Riwayat keluar darah (+) pada usia kehamilan ±14
minggu.
Diketahui pasien pernah melakukan pemeriksaan dengan
USG pada saat usia kehamilan ±17 minggu dan dikatakan
pasien memiliki cairan ketuban yang sedikit oleh dokter
Sp.OG.
Pada saat usia kehamilan ±26 minggu, pasien merasakan
perut yang keras dan tegang dan kemudian memeriksakan
24
diri kepada dokter Sp.OG dan diketahui melalui USG
bahwa cairan ketuban sangat sedikit.
Riwayat keluar air dari kemaluan (-), riwayat trauma (-),
riwayat minum obat (-), riwayat mules ingin melahirkan
(-). Pasien merupakan rujukan dari RS. Pirngadi dengan
diagnosis Oligohidramnion berat + PG + KDR (28-30
minggu) + AH.
RPT : Tidak jelas
RPO : Tidak jelas.
HPHT : 16 Maret 2015
TTP : 23 Desember 2015
ANC : Bidan 5x, Sp.OG 3x
STATUS PRESENS
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan Darah : 110/80 mmHg
Frekuensi Nadi : 80 kali/menit
Frekuensi Nafas : 20 kali/menit
Suhu : 36,8 oC
Anemis : -/-
Ikterus : -/-
Sianosis : -/-
Oedem : -/-
Dispnoe : -
STATUS OBSTETRIKUS
Abdomen : Membesar asimetris
Tinggi Fundus Uteri : 1 jari diatas umbilicus (25cm)
Tegang : Ballotement (+)
Terbawah : Ballotement (+)
Gerak : +
His : -
Denyut Jantung Janin : 148 kali/menit, reguler
VT : Tidak dilakukan pemeriksaan
25
26
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium
02 Oktober 2015
JENIS PEMERIKSAAN SATUAN HASIL RUJUKAN
HEMATOLOGI
Darah Lengkap (CBC)
Hemoglobin (HBG) g% 10.10 11.7 – 15.5
Eritrosit (RBC) 105/mm3 3.20 4.20 – 4.87
Leukosit (WBC) 103/mm3 12.62 4.5 – 11.0
Hematokrit % 31.40 38 – 44
Trombosit (PLT) 103/mm 176 150 – 450
MCV Fl 98.10 85 – 95
MCH Pg 31.60 28 – 32
MCHC g% 32.20 33 – 35
RDW % 13.50 11.6 – 14.8
MPV fL 11.80 7.0 – 10.2
PCT % 0.21
PDW fL 15.7
Hitung jenis
Neutrofil % 75.50 37 – 80
Limfosit % 16.90 20 – 40
Monosit % 6.70 2 – 8
Eosinofil % 0.60 1 – 6
Basofil % 0.300 0 – 1
Neutrofil Absolut 103/µl 9.54 2.7 – 6.5
Limfosit Absolut 103/µl 2.13 1.5 – 3.7
Monosit Asolut 103/µl 0.84 0.2-0.4
Eosinofil Absolut 103/µl 0.07 0 – 0,10
Basofil Absolut 103/µl 0.04 0 – 0,1
FAAL HEMOSTASIS
PT + INR
27
WAKTU PROTROMBIN
Pasien Detik 15.2
Kontrol Detik 13.90
INR 1.08
APTT
Pasien detik 31.9
Kontrol detik 33.0
Waktu Trombin
Pasien detik 12.5
Kontrol detik 16.7
GINJAL
Ureum mg/ dL 15.00 <50
Kreatinin mg/ dL 0.30 0.70 – 1,20
Elektrolit
Natrium (Na) mEq/L 140 135 – 155
Kalium (K) mEq/L 3.3 3.6 – 5.5
Klorida (Cl) mEq/L 105 96 – 106
METABOLISME KARBOHIDRAT
Gula Darah Sewaktu mg/ dL 89.00 <200
Kesan : dalam batas normal
Ultrasonography (Transadominal Sonography)
02 Oktober 2015
- Janin Tunggal, Anak Hidup
- FM (+), FHR (+)
- BPD : 6,17 cm
- AC : 17,56 cm
- FL : 4,42 cm
28
- Plasenta : corpus anterior grade II
- AFI : 1,24 cm
- EFW : 603 gram
Kesan : JT + IUP (25-26 minggu) + AH
29
DIAGNOSIS
Oligohidramnion berat + PG + KDR (28-30 minggu) + AH
PENATALAKSANAAN
IVFD RL 20 gtt/i
Ceftriaxone injection 1 g/12 jam
Nifedipine tablet 3 x 20 mg
Pocari Sweat 2 liter/menit
Dexamethasone injection 6 mg/12 jam
RENCANA
Amnioinfusion
FOLLOW UP
Follow up Pasien (03 Oktober 2015)
Tgl S O A P03 Oktober 2015
Sens: CMTD: 120/70 mmHgHR: 80 x/iRR: 18 x/iT= 36,7 oCAbdomen: membesar asimetrisTFU: 1 jari diatas umbilicusTeregang: ballotement (+)Terbawah: ballotement (+)Gerak: +DJJ: 144 x/iHIS: -
Oligohidramnion berat + PG + KDR (28-30 minggu) + AH
- IVFD RL 20 gtt/i- Inj. Ceftriaxone 1
g/12 jam- Nifedipine 3 x 20
mg- Pocari Sweat 2
liter/menit- Inj.
Dexamethasone 6 mg/12 jam
- R/Amnioinfusion
30
Follow Up Pasien (04 Oktober 2015)
Tgl S O A P04 Oktober 2015
Sens: CMTD: 120/60 mmHgHR: 84 x/iRR: 18 x/iT= 36,7 oCAbdomen: membesar asimetrisTFU: 1 jari diatas Teregang: ballotement (+)Terbawah: ballotement (+)Gerak: +DJJ: 140 x/iHIS: -
Oligohidramnion berat + PG + KDR (28-30 minggu) + AH
- IVFD RL 20 gtt/i- Inj. Ceftriaxone 1
g/12 jam- Nifedipine 3 x 20
mg- Pocari Sweat 2
liter/menit- Inj.
Dexamethasone 6 mg/12 jam
- R/Amnioinfusion
Hasil USG 04 Oktober 2015:
- Janin Tunggal, Anak Hidup
- FM (+), FHR (+)
- BPD : 6,08 cm
- AC : 17,2 cm
- FL : 4,69 cm
- SD Ratio : 2,25 cm
31
Follow Up Pasien (05 Oktober 2015)
Tgl S O A P05 Oktober 2015
Sens: CMTD: 120/70 mmHgHR: 82 x/iRR: 18 x/iT= 36,5 oCAbdomen: membesar asimetrisTFU: 1 jari diatas umbilicusTeregang: ballotement (+)Terbawah: ballotement (+)Gerak: +DJJ: 144 x/iHIS: -
Oligohidramnion berat + PG + KDR (28-30 minggu) + AH
- IVFD RL 20 gtt/i- Inj. Ceftriaxone 1
g/12 jam- Nifedipine 3 x 20
mg- Pocari Sweat 2
liter/menit- R/Amnioinfusion
Hasil USG 05 Oktober 2015:
- Janin Tunggal, Anak Hidup
- FM (+), FHR (+) 158 kali/menit
- BPD : 6,21 cm
- AC : 19,91 cm
- FL : 4,87 cm
- Fetal bladder sulit dinilai
32
- Plasenta : corpus anterior grade II
- AFI : 1,24 cm
- SD Ratio : 2,25 cm
- EFW : 751 gram
Kesan : JT + IUP (25-26 minggu) + AH + Oligohidramnion Berat
33
34
Follow Up Pasien (06 Oktober 2015)
Tgl S O A P06 Oktober 2015
Sens: CMTD: 120/80 mmHgHR: 82 x/iRR: 18x/iT= 36,4oCAbdomen: membesar asimetrisTFU: 1 jari diatas umbilicusTeregang: ballotement (+)Terbawah: ballotement (+)Gerak: +DJJ: 152 x/iHIS: -
Oligohidramnion berat + PG + KDR (28-30 minggu) + AH
- IVFD RL 20 gtt/i
- Inj. Ceftriaxone 1 g/12 jam
- Nifedipine 3 x 20 mg
- Pocari Sweat 2 liter/menit
- R/Amnioinfusion
Follow Up Pasien (07 Oktober 2015)
Tgl S O A P07 Oktober 2015
Sens: CMTD: 120/80 mmHgHR: 84 x/iRR: 18x/iT= 36,5oCAbdomen: membesar asimetrisTFU: 1 jari diatas umbilicusTeregang: ballotement (+)Terbawah: ballotement (+)Gerak: +DJJ: 140 x/iHIS: -
Oligohidramnion berat + PG + KDR (28-30 minggu) + AH
- IVFD RL 20 gtt/i- Inj. Ceftriaxone 1
g/12 jam- Nifedipine 3 x 20
mg- Pocari Sweat 2
liter/menit- Amnioinfusion
sebanyak 350 ml
35
BAB 4
PEMBAHASAN
Teori Kasus
Wanita hamil yang dicurigai
mengalami oligohidramnion, harus
dilakukan pemeriksaan ultrasonografi
untuk memperkirakan jumlah cairan
amnion, dan memastikan diagnosis
oligohidramnion6. Oligohidramnion
dapat dicurigai bila terdaat kantung
amnion yang kurang dari 2x2cm, atau
indeks cairan pada 4 kuadran kurang
dari 5cm.
Pada USG tanggal 05 Oktober 2015,
didapatkan bahwa AFI pasien adalah
1,24 cm.
Teori Kasus
Tanda dan gejala klinis
oligohidramnion adalah pada saat
inspeksi uterus terlihat lebih kecil dan
tidak sesuai dengan usia kehamilan
yang seharusnya. Ibu yang
sebelumnya pernah hamil dan normal,
akan mengeluhkan adanya penurunan
gerakan janin
Kehamilan ini merupakan kehamilan
pasien yang pertama tetapi pasien
mengeluhkan berkurangnya gerakan
bayi dibandingkan dengan biasanya.
Teori Kasus
Pertimbangkan untuk hospitalisasi
pada kasus yang didiagnosa setelah
usia kehamilan 26-33 minggu. Ibu
Usia kehamilan pasien 28-30 minggu
dan dilakukan rawat inap dengan
tatalaksana berupa tirah baring disertai
36
disarankan untuk tirah baring dan
hidrasi guna meningkatkan produksi
cairan ketuban dengan meningkatkan
ruang intravaskular ibu13. Studi
menunjukkan bahwa dengan minum 2
liter air , dapat meningkatkan AFI
sebesar 30 %
dengan pemberian minum cairan
isotonis seperti pocari sweat sebanyak
2 liter/hari.
Teori Kasus
Antepartum transabdominal
amnioinfusion adalah metode atau
teknik penambahan volume cairan
amnion, dengan tujuan untuk
memperpanjang masa gestasi dan
mencegah komplikasi fetal sampai
sekurangnya tercapainya pematangan
pulmonal
Pasien dilakukan amnioinfusion
sebanyak 350 cc.
37
DAFTAR PUSTAKA
1. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth J, Gilstrap L, Wenstrom
K. Williams obstetrics. 22nd. NewYork: McGRAW Hill Medical
Publishing Division. 2005:296-299.
2. Laughlin D, Knuppel R. Maternal-placental-fetal unit;fetal & early
neonatal physiology. In: DeCherney A, Nathan L, editors. Current
obstetric & gynecologic diagnosis & treatment. 9th ed. New York: The
McGraw-Hill Companies; 2003.
3. Neilson J. Fetal medicine in clinical practice. Dewhurst’s Textbook of
Obstetrics and Gynaecology for Postgraduates. Oxford: Blackwell
Science. 1999;153.
4. Wiknjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadhi T. Ilmu kandungan. Edisi
ke-2. 2005.
5. Fox H. The placenta, membranes, and umbilical cord. In: Chamberlain G,
Steer P, editors. Turnbull's obstetrics. 3rd ed. London: Churchill
Livingstone; 2002.
6. Chamberlain G. Obstetrics by 10 teachers. 16th ed: Oxford University
Press; 1997. p. 13-14.
7. Owen P. Fetal assessment in the third trimester: fetal growth and
biophysical methods. In: Chamberlain G, Steer P, editors. Turnbull’s
obstetrics. 3rd ed. London: Churchill Livingstone; 2002. p. 147-149, 141-
143.
8. Tong X-L, Wang L, Gao T-B, Qin Y-G, Qi Y-Q, Xu Y-P. Potential
function of amniotic fluid in fetal development—novel insights by
comparing the composition of human amniotic fluid with umbilical cord
and maternal serum at mid and late gestation. Journal of the Chinese
Medical Association. 2009;72(7):368-373.
38
9. Gilbert WM. Amniotic fluid dynamics. NeoReviews. 2006;7(6):e292-
e299.
10. Danforth DN, Gibbs RS. Danforth's obstetrics and gynecology: Lippincott
Williams & Wilkins. 2008.
11. Neilson J. Fetal medicine in clinical practice. In: Edmonds K, editor.
Dewhurst’s textbook of obstetrics and gynaecology for postgraduates. 6th
ed. London: Blackwell Publishing; 1999.
12. Barbati A, Di Renzo GC. Main clinical analyses on amniotic fluid. Acta
bio-medica: Atenei Parmensis. 2003;75:14-17.
13. Carter BS, Boyd RL. Polyhydramnios and Oligohydramnios. 2015.
Available from: http://reference.medscape.com/article/975821-overview.
[Accessed 10 October 2015]
14. Prawirohardjo S. Ilmu Kebidanan. 4 ed. Jakarta: PT. Bina Pustaka. 2010.
15. Lockwood CJ, Queenan JT, Spong CY. Management of High-risk
Pregnancy: An Evidence-based Approach: Blackwell Publishing. 2007.
16. Suchet IB. Ultrasound Assessment of Amniotic Fluid Canada. 2013.
Available from: http://www.fetalultrasound.com/online/text/3-063.HTM.
[Accessed 10 October 2015]
17. Weismiller DG. Transcervical amnioinfusion. American family physician.
1998;57(3):504-510.
18. Pásztor N. Management of severe oligohydramnios with antepartum
transabdominal amnioinfusion: szte; 2014.
19. Norwitz ER, Schorge JO. Obstetrics and Gynecology at a Glance:
Blackwell Science. 2001.
39