lapkas neuro jelesten newest

79
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Pada tahun 1894, Devic dan Gault menyatakan karakteristik NMO adalah neuritis optik dan acute transverse myelitis.Neuromyelitis optica (NMO) atau disebut juga dengan Devic’s Disease merupakan demielinasi pada sistem saraf pusat dimana terjadinya peradangan yang dominan mengenai saraf optik dan medulla spinalis. 1 Demielinasi adalah gejala rusaknya selubung myelin pada neuron. Pada beberapa referensi juga menyatakan bahwa sebagian besar kasus NMO adalah idiopatik dengan proses autoimun. Predisposisi yang utama termasuk penyakit pulmonar TB, SLE, infeksi virus varicella, dan HIV. 2 Ditemukannya autoantibodi spesifik NMO-IgG pada NMO dapat membedakan NMO dari Multiple Sclerosis. NMO-IgG bereaksi dengan kanal air Aquaporin 4. Data menjelaskan bahwa autoantibodi terhadap Aquaporin 4 yang dihasilkan oleh sel B menyebabkan aktivasi komplemen, demielinasi dan kerusakan saraf yang dapat dilihat pada NMO. 1 Penyakit NMO adalah penyakit yang jarang terjadi. Prevalensi NMO terjadi Sembilan kali lebih banyak pada 1

Upload: dian-primadia-putri

Post on 24-Dec-2015

242 views

Category:

Documents


11 download

TRANSCRIPT

Page 1: Lapkas Neuro Jelesten Newest

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Pada tahun 1894, Devic dan Gault menyatakan karakteristik NMO adalah neuritis

optik dan acute transverse myelitis.Neuromyelitis optica (NMO) atau disebut juga

dengan Devic’s Disease merupakan demielinasi pada sistem saraf pusat dimana

terjadinya peradangan yang dominan mengenai saraf optik dan medulla spinalis.1

Demielinasi adalah gejala rusaknya selubung myelin pada neuron. Pada beberapa

referensi juga menyatakan bahwa sebagian besar kasus NMO adalah idiopatik dengan

proses autoimun. Predisposisi yang utama termasuk penyakit pulmonar TB, SLE,

infeksi virus varicella, dan HIV.2

Ditemukannya autoantibodi spesifik NMO-IgG pada NMO dapat

membedakan NMO dari Multiple Sclerosis. NMO-IgG bereaksi dengan kanal air

Aquaporin 4. Data menjelaskan bahwa autoantibodi terhadap Aquaporin 4 yang

dihasilkan oleh sel B menyebabkan aktivasi komplemen, demielinasi dan kerusakan

saraf yang dapat dilihat pada NMO.1

Penyakit NMO adalah penyakit yang jarang terjadi. Prevalensi NMO terjadi

Sembilan kali lebih banyak pada wanita dibanding pria. Median onset berkisar pada

umur 39 tahun dan dapat juga terjadi pada anak-anak dan orang tua. Penyakit ini lebih

banyak pada orang Asia Timur dan non kulit putih lainnya di seluruh dunia. Jika

penyakit ini dihubungkan dengan multiple sclerosis, maka kebanyakan pasien dengan

neuromyelitis optica di negara maju adalah orang berkulit putih.3,4

1.2. Tujuan

Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk melaporkan kasus

meningitis yang ditemukan di lapangan dan membandingkannya dengan landasan

teori yang sesuai. Penyusunan makalah ini sekaligus dilakukan untuk memenuhi

1

Page 2: Lapkas Neuro Jelesten Newest

persyaratan kegiatan Program Pendidikan Profesi Dokter (P3D) di Departemen

Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

1.3. Manfaat

Makalah ini diharapkan dapat mengembangkan kemampuan penulis, pada

umumnya, maupun pembaca, pada khususnya, untuk mengintegarasikan teori yang

ada dengan aplikasi kasus yang ditemui di lapangan.

2

Page 3: Lapkas Neuro Jelesten Newest

BAB 2

LAPORAN KASUS

2.1. ANAMNESIS

2.1.1. IDENTITAS PRIBADI

Nama : JS

Jenis kelamin : laki-laki

Usia : 51 tahun

Suku bangsa : Batak

Agama : Kristen

Alamat : Jalan Lingga No. 27 Pegagan Julu, Sumbul

Status : Sudah menikah

Pekerjaan : petani

Tanggal msuk : 2 Mei 2014

2.1.2. ANAMNESA

Keluhan utama : lemah kedua tungkai

Telaah : hal ini dialami os sejak ± 4 hari sebelum masuk rumah

sakit secara perlahan. Awalnya os merasa kebas pada tungkai kiri

kemudian keesokan harinya ke tungkai kanan. Dua minggu sebelumnya os

menyatakan mata kiri tiba-tiba tidak bisa melihat pada saat bangun tidur di

pagi hari, diikuti mata kanannya pada siang hari dan hal ini masih

dirasakan sampai sekarang. Sebelumnya os mengaku tidak pernah

mengalami penglihatan kabur. Dua hari sebelum masuk Rumah Sakit os

mengeluhkan kesulitan BAK dan BAB, semakin memberat belakangan ini.

Riwayat trauma (-), riwayat angkat beban berat (-), riwayat nyeri kepala (-),

riwayat kejang (-), muntah menyembur (-), konsumsi alkohol (-), merokok

3

Page 4: Lapkas Neuro Jelesten Newest

sesekali sebanyak 1-2 batang sehari, riwayat hipertensi (-), riwayat diabetes

melitus (-), riwayat penyakit jantung (-).

Riwayat penyakit terdahulu : dyspepsia

Riwayat penggunaan obat : antasida

2.1.3. ANAMNESA TRAKTUS

Traktus sirkulatorius : akral hangat, CRT < 3 detik

Traktus respiratorius : batuk (-), pilek (-)

Traktus digestivus : sulit BAB (+) 2 hari SMRS

Traktus urogenitalis : sulit BAK (+) 2 hari SMRS

Penyakit terdahulu dan kecelakaan : (-)

Intoksikasi dan obat-obatan : (-)

2.1.4. ANAMNESA KELUARGA

Faktor herediter : penyakit DM pada ibu os

Faktor familier : (-)

Lain-lain : (-)

2.1.5. ANAMNESA SOSIAL

Kelahiran dan pertumbuhan: dalam batas normal

Imunisasi : tidak jelas

Pendidikan : tamat SMA

Pekerjaan : petani

Perkawinan dan anak : I dengan 6 anak

2.2. PEMERIKSAAN JASMANI

2.2.1. PEMERIKSAAN UMUM

Tekanan darah : 130/70

Nadi : 92x/menit

4

Page 5: Lapkas Neuro Jelesten Newest

Frekuensi nafas : 20x/menit

Temperature : 36,30 C

Kulit dan selaput lendir : dalam batas normal

Kelenjar dan getah bening : pembesaran KGB (-)

Persendian : nyeri sendi (-)

2.2.2. KEPALA DAN LEHER

Bentuk dan posisi : bulat, medial

Pergerakan : normal

Kelainan panca indra : buta

Rongga mulut dan gigi : dalam batas normal

Kelenjar parotis : dalam batas normal

Desah : bruit carotis (-)

Dan lain-lain : (-)

2.2.3. RONGGA DADA DAN ABDOMEN

Rongga dada Rongga abdomen

Inspeksi : Simetris fusiform Simetris

Palpasi : Stem Fremitus Ka=Ki Soepel

Perkusi : Sonor Timpani

Auskultasi : Vesikuler Peristaltik (+) Normal

2.2.4. GENITALIA

Toucher : tdp

5

Page 6: Lapkas Neuro Jelesten Newest

2.3. STATUS NEUROLOGI

2.3.1. SENSORIUM : CM

2.3.2. KRANIUM

Bentuk : oval

Fontanella : tertutup

Palpasi : dalam batas normal

Perkusi : dalam batas normal

Auskultasi : dalam batas normal

Transiluminasi : tdp

2.3.3. PERANGSANGAN MENINGEAL

Kaku kuduk : (-)

Tanda Kernig : (-)

Tanda Brudzinski I : (-)

Tanda Brudzinski II : (-)

2.3.4. PENINGKATAN TEKANAN INTRAKRANIAL

Muntah : (-)

Sakit kepala : (-)

Kejang : (-)

2.3.5. SARAF OTAK / NERVUS KRANIALIS

NERVUS I meatus nasal dextra meatus nasal sinistra

Normosmia : (+) (+)

Anosmia : (-) (-)

Parosmia : (-) (-)

Hiposmia : (-) (-)

6

Page 7: Lapkas Neuro Jelesten Newest

NERVUS II Oculi Dextra Oculi Sinistra

Visus : 0 0

Lapangan pandang

Normal : tdp

Menyempit : tdp

Hemianopsia : tdp

Scotoma : tdp

Reflex ancaman : (-) (-)

Fundus okuli : tdp

NERVUS III, IV, VI Oculi Dextra Oculi Sinistra

Gerakan bola mata : dbn dbn

Nistagmus : (-) (-)

Pupil

Lebar : 4mm 4mm

Bentuk : bulat bulat

Reflex cahaya langsung: (-) (-)

Reflex cahaya tidak langsung: (-) (-)

Rima palpebra : dbn dbn

Deviasi conjugate : (-) (-)

Fenomena doll’s eye : (-) (-)

Strabismus : (-) (-)

7

Page 8: Lapkas Neuro Jelesten Newest

NERVUS V Kanan Kiri

Motorik

Membuka dan menutup mulut: (+) (+)

Palpasi otot masseter & temporalis: dbn dbn

Kekuatan gigitan : dbn dbn

Sensorik

Kulit : dbn

Selaput lendir : dbn

Refleks kornea

Langsung : (+) (+)

Tidak langsung : (+) (+)

Refleks masseter : dbn

Refleks bersin : tdp

NERVUS VII Kanan Kiri

Motorik

Mimik : dbn dbn

Kerut kening : dbn dbn

Menutup mata : dbn dbn

Meniup sekuatnya : dbn dbn

Memperlihatkan gigi : dbn dbn

Tertawa : dbn dbn

Sensorik

Pengecapan 2/3 depan lidah: dbn dbn

Produksi kelenjar ludah: (+) (+)

Hiperakusis : (-) (-)

Rekfleks stapedial : (+) (+)

8

Page 9: Lapkas Neuro Jelesten Newest

NERVUS VIII Kanan Kiri

Auditorius

Pendengaran : (+) (+)

Tes rinne : tdp tdp

Tes weber : tdp tdp

Tes schwabach : tdp tdp

Vestibularis

Nistagmus : (-) (-)

Reaksi kalori : tdp tdp

Vertigo : (-) (-)

Tinnitus : (-) (-)

NERVUS IX, X

Pallatum molle : dbn

Uvula : dbn

Disfagia : (-)

Disartria : (-)

Disfonia : (-)

Refleks muntah : tdp

Pengecapan 1/3 belakang lidah : dbn

NERVUS XI Kanan Kiri

Mengangkat bahu : dbn dbn

Fungsi otot sternocleidomastoideus: dbn dbn

NERVUS XII

Lidah

Tremor : (-)

Atrofi : (-)

9

Page 10: Lapkas Neuro Jelesten Newest

Fasikulasi : (-)

Ujung lidah sewaktu istirahat : medial

Ujung lidah sewaktu dijulurkan : medial

2.3.6. SISTEM MOTORIK

Trofi : normotrofi

Tonus otot : hipotoni

Kekuatan otot : ESD: 55555 ESS: 55555

EID: 11111 EIS: 11111

Sikap : berbaring

2.3.7. GERAKAN SPONTAN ABNORMAL

Tremor : (-)

Khorea : (-)

Ballismus : (-)

Mioklonus : (-)

Atetosis : (-)

Distonia : (-)

Spasme : (-)

Tic : (-)

Dan lain-lain : (-)

2.3.8. TEST SENSIBILITAS

Eksteroseptif : hipestesia setentang T4-T5

Proprioseptif : dbn

Fungsi kortikal untuk sensibilitas

Stereognosis : dbn pada ekstremitas atas S=D

Pengenalan dua titik: dbn pada ekstremitas atas S=D

Grafestesia : dbn pada ekstremitas atas S=D

10

Page 11: Lapkas Neuro Jelesten Newest

2.3.9. REFLEKS kanan kiri

2.3.9.1. Reflex fisiologis

Biceps : ++ ++

Triceps : ++ ++

Radioperiost : ++ ++

APR : +++ +++

KPR : +++ +++

Strumple : ++ ++

2.3.9.2. Refleks Patologis

Babinski : + +

Oppenheim : - -

Chaddock : - -

Gordon : - -

Schaefer : - -

Hoffman-trommer : - -

Klonus lutut : - -

Klonus kaki : + +

Reflex primitive : - -

2.3.10. KOORDINASI

Lenggang : tdp

Bicara : dbn

Menulis : tdp

Percobaan Apraksia : tdp

Mimik : dbn

Tes telunjuk-telunjuk : tdp

Tes telunjuk-hidung : tdp

11

Page 12: Lapkas Neuro Jelesten Newest

Diadokhinesia : tdp

Tes tumit-lutut : tdp

Tes Romberg : tdp

2.3.11. VEGETATIF

Vasomotorik : dbn

Sudomotorik : dbn

Pilo-erektor : tdp

Miksi defekasi : retensi urin et alvi

Potens dan libido : tdp

2.3.12. VERTEBRA

Bentuk

Normal : sdn

Scoliosis : sdn

Hiperlordosis : sdn

Pergerakan

Leher : dbn

Pinggang : sdn

2.3.13. TANDA PERANGSANGAN RADIKULER

Laseque : (-)

Cross laseque : (-)

Tes lhermitte : sdn

Tes naffziger : (-)

2.3.14. GEJALA-GEJALA SEREBELLAR

Ataksia : tdp

Disartria : (-)

12

Page 13: Lapkas Neuro Jelesten Newest

Tremor : (-)

Nistagmus : (-)

Fenomena rebound : (-)

Vertigo : (-)

Dan lain-lain : (-)

2.3.15. GEJALA-GEJALA EKSTRAPIRAMIDAL

Tremor : (-)

Rigiditas : (-)

Bradikinesia : (-)

Dan lain-lain : (-)

2.3.16. FUNGSI LUHUR

Kesadaran kualitatif : dbn

Ingatan baru : dbn

Ingatan lama : dbn

Orientasi

Diri : dbn

Tempat : dbn

Waktu : dbn

Situasi : dbn

Intelegensia : dbn

Daya pertimbangan : dbn

Reaksi emosi : dbn

Afasia

Ekspresif : sdn

Represif : sdn

Apraksia : sdn

13

Page 14: Lapkas Neuro Jelesten Newest

Agnosia

Agnosia visual : sdn

Agnosia jari-jari : (-)

Akalkulia : (-)

Disorientasi kanan-kiri : (-)

2.4. KESIMPULAN PEMERIKSAAN

Seorang laki-laki datang ke RSUP HAM pada tanggal 2 Mei 2014 dengan

keluhan utama lemah kedua tungkai. Hal ini dialami os sejak ± 4 hari sebelum masuk

Rumah Sakit secara perlahan. Awalnya os merasa kebas pada tungkai kiri kemudian

keesokan harinya ke tungkai kanan. Dua minggu sebelumnya os menyatakan mata

kiri tidak bisa melihat tiba-tiba pada saat bangun tidur di pagi hari, diikuti mata

kanannya pada siang hari dan hal ini masih dirasakan sampai sekarang. Riwayat mata

kabur (-). Dua hari sebelum masuk Rumah Sakit os mengeluhkan kesulitan BAK dan

BAB, semakin memberat belakangan ini. Riwayat trauma (-), riwayat angkat beban

berat (-), riwayat nyeri kepala (-), riwayat kejang (-), muntah menyembur (-),

konsumsi alkohol (-), merokok sesekali sebanyak 1-2 batang sehari, riwayat

hipertensi (-), riwayat diabetes melitus (-), riwayat penyakit jantung (-).

Riwayat penyakit terdahulu : dyspepsia

Riwayat penggunaan obat : antasida

STATUS PRESENSSensorium Compos MentisTekanan Darah 130/70 mmHgHeart Rate 92 x/iRespiratory Rate 20 x/iTemperatur 38 0C

STATUS NEUROLOGISSensorium Compos MentisPeningkatan TIK Muntah (-)

14

Page 15: Lapkas Neuro Jelesten Newest

Kejang (-)Sakit kepala (-)

Perangsangan meningealKaku kuduk (-)Kernig sign (-)Brudzinski I/II (-/-)

NERVUS KRANIALISN I normosmia N II, III RC -/-, pupil bulat, isokor ø 4mm, visus ODS 0N III, IV, VI Gerakan bola mata (+) N

N V Reflex kornea (+), buka tutup mulut (+)

N VII Mimik dan sudut mulut simetris

N VIII Pendengaran dbn

N IX, X Uvula medial

N XI Angkat bahu (+)

N XII Lidah dijulurkan medial

REFLEKS FISIOLOGIS

Biceps / TricepsKanan Kiri

++/++ ++/++

KPR / APRKanan Kiri

+++/+++ +++/+++

REFLEKS PATOLOGIS

BabinskyKanan Kiri

+ +

Klonus kakiKanan Kiri

+ +

KEKUATAN MOTORIK

Dijumpai kelemahan pada EID (11111) dan EIS (11111)

15

Page 16: Lapkas Neuro Jelesten Newest

2.5. DIAGNOSA

Diagnosa Fungsional : blindness ODS + paraparese UMN + hipesetesia setentang

T4-T5 + retensi urin et alvi

Diagnosa Etiologik : optik neuritis + acute transverse myelitis

Diagnosa Anatomik : N. II + medula spinalis setentang T4-T5

Diagnosa Banding :1. Neuromyelitis Optica

2. Multiple Sclerosis

Diagnosa Kerja : blindness ODS + paraparese UMN + hipesetesia setentang

T4-T5 + retensi urin et alvi ec. DD: 1) Neuromyelitis Optica 2)

Multiple Sclerosis

2.6. PENATALAKSANAAN

o Bed rest, head elevasi 30o C

o O2 2-4l/i via NK (k/p)

o Kateter terpasang

o IVFD R Sol 20 gtt/i

o Inj. Dexamethason 2 amp bolus iv à selanjutnya 1 amp / 6 jam

o Inj. Ranitidin 1 amp / 12 jam

o Vit B. Complex 3 x 1

2.7. RENCANA PROSEDUR DIAGNOSTIK

o Darah lengkap, KGD ad random, KGDN/2PP, RFT, LFT, Lipid profile, Elek-

trolit,HST, AGDA

o EKG

o Foto Vertebra Thorakal

o Head CT Scan kontras

o MRI brain and spinal cord

16

Page 17: Lapkas Neuro Jelesten Newest

17

Page 18: Lapkas Neuro Jelesten Newest

2.8. FOLLOW UP PASIEN

FOLLOW UP 3 Mei 2014

S: Lemah kedua tungkai

O: Sensorium: Compos Mentis, TD: 120/80, HR 116x/i, RR 24x/i, T: 36,5oC.

Peningkatan TIK (-), rangsangan meningeal (-)

Nervus Kranialis

NI : Normosmia

NII, III : Pupil bulat + isokor ɵ4mm, RC -/-, visus 0

NIII, IV, VI : pergerakan bola mata (+)

N V : buka tutup mulut (+), refleks kornea (+/+)

N VII : sudut mulut simetris

N VIII : pendengaran (+) N

N IX, X : uvula medial

N XI : angkat bahu (+)

NXII : lidah dijulurkan medial

Refleks fisiologis

B/T : ka (++/++) ki(++/++)

APR/KPR: ka (+++/+++) ki(+++/+++)

Refleks patologis

H/T : ka (-/-) ki(-/-)

Babinski : ka (+) ki(+)

Klonus kaki: ka(+), ki(+)

Kekuatan motorik

ESD: 55555/55555 ESS: 55555/55555

EID: 11111/11111 EIS: 11111/11111

Otonom : Retensio urin et alvi

Sensorik : Hipestesi setentang T4-T5

18

Page 19: Lapkas Neuro Jelesten Newest

A: Blindness ODS + paraparese UMN + hipestesi setentang T4-T5 + retensio

urin et alvi ec. dd/ 1. Neuromyelitis optica

2. Multiple sclerosis

P :

Bed rest, head elevation 300

IVFD Rsol 20gtt/i

Kateter terpasang

Inj Metilprednisolon 2amp bolus IV selanjutnya 1amp/6jam

Inj Ranitidin 1amp/12 jam

Inj Ceftriaxon 1gr/12 jam

Inj Citikolin 1amp/12 jam

Vit B Comp 3x1

Tes Prespirasi

FOLLOW UP 4 Mei 2014

S: Lemah kedua tungkai

O: Sensorium: Compos Mentis, TD: 120/70, HR 97x/i, RR 24x/i, T: 36,3oC.

Peningkatan TIK (-), rangsangan meningeal (-)

Nervus Kranialis

NI : Normosmia

NII, III : Pupil bulat + isokor ɵ4mm, RC -/-, visus 0

NIII, IV, VI : pergerakan bola mata (+)

N V : buka tutup mulut (+), refleks kornea (+/+)

N VII : sudut mulut simetris

N VIII : pendengaran (+) N

N IX, X : uvula medial

N XI : angkat bahu (+)

NXII : lidah dijulurkan medial

19

Page 20: Lapkas Neuro Jelesten Newest

Refleks fisiologis

B/T : ka (++/++) ki(++/++)

APR/KPR: ka (+++/+++) ki(+++/+++)

Refleks patologis

H/T : ka (-/-) ki(-/-)

Babinski : ka (+) ki(+)

Klonus kaki: ka(+), ki(+)

Kekuatan motorik

ESD: 55555/55555 ESS: 55555/55555

EID: 11111/11111 EIS: 11111/11111

Otonom : Retensio urin et alvi

Sensorik : Hipestesi setentang T4-T5

A: Blindness ODS + paraparese UMN + hipestesi setentang T4-T5 + retensio

urin et alvi ec. dd/ 1. Neuromyelitis optica

2. Multiple sclerosis

P :

Bed rest, head elevation 300

IVFD Rsol 20gtt/i

Kateter terpasang

Inj Metilprednisolon 1amp/6jam

Inj Ranitidin 1amp/12 jam

Inj Ceftriaxon 1gr/12 jam

Inj Citikolin 1amp/12 jam

Vit B Comp 3x1

Dulcolax sup k/p

20

Page 21: Lapkas Neuro Jelesten Newest

FOLLOW UP 5 Mei 2014

S: Lemah kedua tungkai

O: Sensorium: Compos Mentis, TD: 130/70, HR 68x/i, RR 20x/i, T: 36,3oC.

Peningkatan TIK (-), rangsangan meningeal (-)

Nervus Kranialis

NI : Normosmia

NII, III : Pupil bulat + isokor ɵ4mm, RC +/+ minimal, visus 0

NIII, IV, VI : pergerakan bola mata (+)

N V : buka tutup mulut (+), refleks kornea (+/+)

N VII : sudut mulut simetris

N VIII : pendengaran (+) N

N IX, X : uvula medial

N XI : angkat bahu (+)

NXII : lidah dijulurkan medial

Refleks fisiologis

B/T : ka (++/++) ki(++/++)

APR/KPR : ka (++++/++++) ki(++++/++++)

Refleks patologis

H/T : ka (-/-) ki(-/-)

Babinski : ka (+) ki(+)

Klonus kaki: ka(+), ki(+)

Kekuatan motorik

ESD: 55555/55555 ESS: 55555/55555

EID: 11111/11111 EIS: 11111/11111

Otonom : Retensio urin et alvi

Sensorik : Hipestesi setentang T4-T5

21

Page 22: Lapkas Neuro Jelesten Newest

A: Blindness ODS + paraparese UMN + hipestesi setentang T4-T5 + retensio

urin et alvi ec. dd/ 1. Neuromyelitis optica

2. Multiple sclerosis

P :

Bed rest, head elevation 300

IVFD Rsol 20gtt/i

Kateter terpasang

Inj Metilprednisolon 1amp/6jam

Inj Ranitidin 1amp/12 jam

Inj Ceftriaxon 1gr/12 jam

Inj Citikolin 1amp/12 jam

Vit B Comp 3x1

Dulcolax supp k/p

Rencana MRI brain – medula spinalis

Rencana konsul mata

FOLLOW UP 6 Mei 2014

S: Lemah kedua tungkai

O: Sensorium: Compos Mentis, TD: 130/80, HR 72x/i, RR 24x/i, T: 36,4oC.

Peningkatan TIK (-), rangsangan meningeal (-)

Nervus Kranialis

NI : Normosmia

NII, III : Pupil bulat + isokor ɵ4mm, RC +/+ minimal, visus 0

NIII, IV, VI : pergerakan bola mata (+)

N V : buka tutup mulut (+), refleks kornea (+/+)

N VII : sudut mulut simetris

N VIII : pendengaran (+) N

N IX, X : uvula medial

22

Page 23: Lapkas Neuro Jelesten Newest

N XI : angkat bahu (+)

NXII : lidah dijulurkan medial

Refleks fisiologis

B/T : ka (++/++) ki(++/++)

APR/KPR : ka (++++/++++) ki(++++/++++)

Refleks patologis

H/T : ka (-/-) ki(-/-)

Babinski : ka (+) ki(+)

Klonus kaki: ka(+), ki(+)

Kekuatan motorik

ESD: 55555/55555 ESS: 55555/55555

EID: 11111/11111 EIS: 11111/11111

Otonom : Retensio urin et alvi

Sensorik : Hipestesi setentang T4-T5

A: Blindness ODS + paraparese UMN + hipestesi setentang T4-T5 + retensio

urin et alvi ec. dd/ 1. Neuromyelitis optica

2. Multiple sclerosis

P :

Bed rest, head elevation 300

IVFD Rsol 20gtt/i

Kateter terpasang

Inj Metilprednisolon 1amp/6jam

Inj Ranitidin 1amp/12 jam

Inj Ceftriaxon 1gr/12 jam

Inj Citikolin 1amp/12 jam

Vit B Comp 3x1

Dulcolax supp k/p

Rencana MRI brain dan medula spinalis

23

Page 24: Lapkas Neuro Jelesten Newest

Rencana konsul mata

Rencana Fisioterapi aktif

Rencana pungsi lumbal

FOLLOW UP 7 Mei 2014

S: Lemah kedua tungkai

O: Sensorium: Compos Mentis, TD: 140/80, HR 72x/i, RR 20x/i, T: 37,9oC.

Peningkatan TIK (-), rangsangan meningeal (-)

Nervus Kranialis

NI : Normosmia

NII, III : Pupil bulat + isokor ɵ4mm, RC +/+ minimal, visus 0

NIII, IV, VI : pergerakan bola mata (+)

N V : buka tutup mulut (+), refleks kornea (+/+)

N VII : sudut mulut simetris

N VIII : pendengaran (+) N

N IX, X : uvula medial

N XI : angkat bahu (+)

NXII : lidah dijulurkan medial

Refleks fisiologis

B/T : ka (++/++) ki(++/++)

APR/KPR : ka (++++/++++) ki(++++/++++)

Refleks patologis

H/T : ka (-/-) ki(-/-)

Babinski : ka (+) ki(+)

Klonus kaki: ka(+), ki(+)

Kekuatan motorik

ESD: 55555/55555 ESS: 55555/55555

EID: 11111/11111 EIS: 11111/11111

24

Page 25: Lapkas Neuro Jelesten Newest

Otonom : Retensio urin et alvi

Sensorik : Hipestesi setentang T4-T5

A: Blindness ODS + paraparese UMN + hipestesi setentang T4-T5 + retensio

urin et alvi ec. dd/ 1. Neuromyelitis optica

2. Multiple sclerosis

P :

Bed rest, head elevation 300

IVFD Rsol 20gtt/i

Kateter terpasang

Inj Metilprednisolon 1amp/6jam

Inj Ranitidin 1amp/12 jam

Inj Ceftriaxon 1gr/12 jam

Inj Citikolin 1amp/12 jam

Vit B Comp 3x1

Dulcolax supp k/p

Rencana MRI brain dan medula spinalis dan konsul mata

Rencana Fisioterapi aktif

FOLLOW UP 8 Mei 2014

S: Lemah kedua tungkai

O: Sensorium: Compos Mentis, TD: 130/80, HR 72x/i, RR 24x/i, T: 36,4oC.

Peningkatan TIK (-), rangsangan meningeal (-)

Nervus Kranialis

NI : Normosmia

NII, III : Pupil bulat + isokor ɵ4mm, RC +/+ minimal, visus 0

NIII, IV, VI : pergerakan bola mata (+)

N V : buka tutup mulut (+), refleks kornea (+/+)

N VII : sudut mulut simetris

25

Page 26: Lapkas Neuro Jelesten Newest

N VIII : pendengaran (+) N

N IX, X : uvula medial

N XI : angkat bahu (+)

NXII : lidah dijulurkan medial

Refleks fisiologis

B/T : ka (++/++) ki(++/++)

APR/KPR : ka (++++/++++) ki(++++/++++)

Refleks patologis

H/T : ka (-/-) ki(-/-)

Babinski : ka (+) ki(+)

Klonus kaki : ka(+), ki(+)

Kekuatan motorik

ESD: 55555/55555 ESS: 55555/55555

EID: 00000/00000 EIS: 00000/00000

Otonom : Retensio urin et alvi

Sensorik : Hipestesi setentang T4-T5

A: Blindness ODS + paraparese UMN + hipestesi setentang T4-T5 + retensio

urin et alvi ec. dd/ 1. Neuromyelitis optica

2. Multiple sclerosis

P :

Bed rest, head elevation 300

IVFD Rsol 20gtt/i

Kateter terpasang

Inj Metilprednisolon 1amp/6jam

Inj Ranitidin 1amp/12 jam

Inj Ceftriaxon 1gr/12 jam

Inj Citikolin 1amp/12 jam

Vit B Comp 3x1

26

Page 27: Lapkas Neuro Jelesten Newest

Dulcolax supp k/p

Rencana MRI brain dan medula spinalis dan konsul mata

Rencana Fisioterapi aktif

FOLLOW UP 9 Mei 2014

S: Lemah kedua tungkai

O: Sensorium: Compos Mentis, TD: 130/70, HR 72x/i, RR 20x/i, T: 36,5oC.

Peningkatan TIK (-), rangsangan meningeal (-)

Nervus Kranialis

NI : Normosmia

NII, III : Pupil bulat + isokor ɵ4mm, RC +/+ minimal, visus 0

NIII, IV, VI : pergerakan bola mata (+)

N V : buka tutup mulut (+), refleks kornea (+/+)

N VII : sudut mulut simetris

N VIII : pendengaran (+) N

N IX, X : uvula medial

N XI : angkat bahu (+)

NXII : lidah dijulurkan medial

Refleks fisiologis

B/T : ka (++/++) ki(++/++)

APR/KPR : ka (++++/++++) ki(++++/++++)

Refleks patologis

H/T : ka (-/-) ki(-/-)

Babinski : ka (+), ki(+)

Klonus kaki : ka(+), ki(+)

Kekuatan motorik

ESD: 55555/55555 ESS: 55555/55555

EID: 11111/11111 EIS: 11111/11111

27

Page 28: Lapkas Neuro Jelesten Newest

Otonom : Retensio urin et alvi

Sensorik : Hipestesi setentang T4-T5

A: Blindness ODS + paraparese UMN + hipestesi setentang T4-T5 + retensio

urin et alvi ec. dd/ 1. Neuromyelitis optica

2. Multiple sclerosis

P :

Bed rest, head elevation 300

IVFD Rsol 20gtt/i

Kateter terpasang

Inj Metilprednisolon 1amp/6jam

Inj Ranitidin 1amp/12 jam

Inj Ceftriaxon 1gr/12 jam

Inj Citikolin 1amp/12 jam

Vit B Comp 3x1

Dulcolax supp k/p

Asam mefenamat 3 x 500mg (k/p)

Rencana MRI brain dan medula spinalis dan konsul mata

Rencana Fisioterapi aktif

FOLLOW UP 10 Mei 2014

S: Lemah kedua tungkai

O: Sensorium: Compos Mentis, TD: 130/80, HR 60x/i, RR 20x/i, T: 36,3oC.

Peningkatan TIK (-), rangsangan meningeal (-)

Nervus Kranialis

NI : Normosmia

NII, III : Pupil bulat + isokor ɵ4mm, RC +/+ , visus 1/300

NIII, IV, VI : pergerakan bola mata (+)

N V : buka tutup mulut (+), refleks kornea (+/+)

28

Page 29: Lapkas Neuro Jelesten Newest

N VII : sudut mulut simetris

N VIII : pendengaran (+) N

N IX, X : uvula medial

N XI : angkat bahu (+)

NXII : lidah dijulurkan medial

Refleks fisiologis

B/T : ka (++/++) ki(++/++)

APR/KPR : ka (++++/++++) ki(++++/++++)

Refleks patologis

H/T : ka (-/-) ki(-/-)

Babinski : ka (+), ki(+)

Klonus kaki : ka(+), ki(+)

Kekuatan motorik

ESD: 55555/55555 ESS: 55555/55555

EID: 11111/11111 EIS: 11111/11111

Otonom : Retensio urin et alvi

Sensorik : Hipestesi setentang T4-T5

A: Blindness ODS + paraparese UMN + hipestesi setentang T4-T5 + retensio

urin et alvi ec. dd/ 1. Neuromyelitis optica

2. Multiple sclerosis

P :

Bed rest, head elevation 300

IVFD Rsol 20gtt/i

Kateter terpasang

Inj Metilprednisolon 1amp/6jam

Inj Ranitidin 1amp/12 jam

Inj Ceftriaxon 1gr/12 jam

Inj Citikolin 1amp/12 jam

29

Page 30: Lapkas Neuro Jelesten Newest

Vit B Comp 3x1

Dulcolax supp k/p

Asam mefenamat 3 x 500mg (k/p)

Antacida syr 3 x cth 1

Rencana MRI brain dan medula spinalis dan konsul mata

Rencana Fisioterapi aktif

30

Page 31: Lapkas Neuro Jelesten Newest

2.9. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Hematologi (2 Mei 2014)Darah Lengkap (CBC):Hemoglobin (HGB) g% 16,10 13,2 – 17,3Eritrosit (RBC) 106/mm3 5,36 4.20 – 4,87Leucosit (WBC) 103/mm3 16,58 4.5 – 11,0Hematokrit % 45,40 43 – 49Trombosit (PLT) 103/mm3 345 150 – 450MCV fL 84,70 85 – 95MCH Pg 30,00 28 – 32MCHC g% 35,50 33 – 35RDW % 12.00 11.6 – 14.8PDW Fl 7,9Hitung JenisNeutrofil % 75,30 37 – 80Limfosit % 17,30 20 – 40Monocyte % 5,50 2 – 8Eosinofil % 1.60 1 – 6Basofil % 0.300 0 – 1 Neutrofil Absolut 103/µL 12,48 2.7 – 6.5Limfosit Absolut 103/µL 2,86 1.5 – 3.7Monosit Absolut 103/µL 0,91 0.2 – 0.4Eosinofil Absolut 103/µL 0.26 0 – 0.10Basofil Absolut 103/µL 0.05 0 – 0.1

Faal Hemostasis (2 Mei 2014)PT + INRWaktu Protrombin

Kontrol detik 14,00 Pasien detik 14.6

INR 1,05APTT

Kontrol detik 32,0 Pasien detik 34,2

Waktu thrombin Kontrol Detik 17,0 Pasien Detik 15,5

31

Page 32: Lapkas Neuro Jelesten Newest

Kimia KlinikMetabolisme KarbohidratGlukosa Darah (Sewaktu) mg/dl 138 < 200GinjalUreum mg/dl 19,60 < 50Kreatinin mg/dl 0.90 0.70 – 1,20ElektrolitNatrium (Na) mEq/l 138 135 – 155Kalium (K) mEq/l 4.7 3.6 – 5.5Klorida (Cl) mEq/l 102 96 – 106

Kimia Klinik (3 Mei 2014)HatiAST / SGOT U/l 18 < 38ALT / SGPT U/l 20 < 41Metabolisme Karbohidrat Glukosa Darah Puasa mg/dl 135 70-120 Glukosa Darah 2 Jam PP Mg/dl 224 <200LemakKolesterol Total mg/dl 227 < 200 Trigliserida mg/dl 59 40 – 200Kolesterol HDL mg/dl 64 > 65Kolesterol LDL mg/dl 128 < 150

Hasil Tes Prespirasi (3 Mei 2014)Dijumpai gangguan saraf otonom setentang T4-T5

32

Page 33: Lapkas Neuro Jelesten Newest

2.10. JAWABAN KONSUL

1. Departemen Radiologi

Kesan hasil CT scan otak tidak ada tanda-tanda SOL

2. Departemen Mata

Hasil funduskopi ODS

Warna jernih

Papil bulat, batas tegas

Retina eksudat (-), perdarahan (-)

Macula RF (-)

Diagnosa : papil atrofi ODS

3. Instalasi Rehabilitasi Medis (26 April 2014)

a. Temuan : lemah kedua tungkai bawah

b. Anjuran : fisioterapi aktif, bladder training

33

Page 34: Lapkas Neuro Jelesten Newest

BAB 3

TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Defenisi

Neuromyelitis Optika (atau dikenal juga dengan Devic’s disease) adalah penyakit

demielinasi persarafan dari sistem saraf pusat dominan menyerang saraf penglihatan

dan medula spinalis dan terjadi secara idiopatik dengan kejadian yang parah.1

Demielinasi pada neuromyelitis optica terjadi secara multifokal dan menyebabkan

inflamasi parah pada nervus optika dan medula spinalis dengan gambaran

longitudinally extensive myelitis (terlihat lebih dari atau sama dengan 3 lesi medula

spinalis pada segmen vertebra).1,5

Neuromyelitis optika (NMO) ditandai dengan adanya neuritis optika yang

bilateral, bersifat simultan, progresi yang cepat, dan bersifat parah, ditemukan juga

kelainan pada selubung mielin, terlihat pada gambaran medula spinalis secara

longitudinal yang abnormal, namun dengan tidak ditemukannya kelainan pada

gambaran di otak.6

3.2. Etiologi

Neuromyelitis optika terjadi karena adanya inflamasi pada sistem saraf pusat dan

dengan adanya kerusakan pada selubung myelin (demielinasi) menyerang nervus

optika dan medula spinalis. Dikatakan juga bahwa neuromyelitis optika terjadi secara

idiopatik dengan proses autoimun.1,5

NMO-IgG (serum autoantibodi spesifik) ditemukan pada serum pasien

neuromyelitis optica. NMO-IgG bereaksi dengan Aquaporin-4 (AQP4; kanal H2O

yang tersebar pada sistem saraf pusat) dan berperan terhadap terjadinya penyakit ini.

Ditemukannya antibodi tersebut pada pasien neuromyelitis optica menjadi pembeda

dengan penyakit demielinasi lainnya termasuk multiple sclerosis.6,7

34

Page 35: Lapkas Neuro Jelesten Newest

3.3. Epidemiologi

Kejadian neuromyelitis optika terjadi 9 kali lebih sering pada wanita dibanding

dengan pada pria. Angka kejadian tersering terjadi pada umur rata-rata 39 tahun,

walaupun neuromyelitis optika juga dapat terjadi pada anak-anak dan orang tua.

Secara garis besar kejadian neuromyelitis optika lebih sering terjadi pada populasi

dengan ras non-kulit putih ataupun pada polpulasi dengan komposisi genetik eropa

yang minor, misalnya AfroBrazilian (15% kasus penyakit demielinasi), di India barat

(27%), Jepang (20-30%), Asia barat, termasuk Hong Kong (36%), Singapura (48%)

dan India (10-23%).1

Ditemukan juga pada penelitian kasus neuromyelitis optika yang diturunkan

secara familial, tetapi tidak dengan silsilah yang multigenerasi.1 walaupun pada

penelitian lain dikatakan bahwa faktor genetik pada kejadian neuromyelitis optika

masih belum diketahui secara pasti.8

3.4. Klasifikasi Neuromyelitis Optika

Berdasarkan perjalanan penyakitnya, NMO dapat diklasifikasikan menjadi:

Relapse-remiting course

NMO tipe ini merupakan yang paling banyak dimiliki oleh pasien (80-90%

seluruh pasien NMO). Pada tipe ini dapat dijumpai periode kambuh yang

diikuti periode remisi. Kekambuhan dapat muncul dalam beberapa bulan

hingga beberapa dekade setelah serangan sebelumnya. Pada tipe ini, neuritis

optik dan myelitis yang terjadinya umumnya bersifat sekuensial. Gejala

neuritis optik atau myelitis biasanya memberat dalam beberapa hari kemudian

secara perlahan membaik dalam beberapa minggu atau bulan setelah

maksimal defisit klinis tercapai. Walaupun begitu, perbaikan yang terjadi

bersifat inkomplit, sehingga kebanyakan pasien akan mengalami kecacatan

akibat kekambuhan yang berulang dan berat.1 Angka kekambuhan serta

35

Page 36: Lapkas Neuro Jelesten Newest

progresifitas penyakit umumnya lebih rendah pada anak-anak dibandingkan

dewasa.2

Monophasic course (primary progressive)

Tipe ini merupakan bentuk NMO yang paling jarang ditemui. Neuritis optik

yang dialami pasien biasanya bilateral. Selain itu, neuritis optik dan myelitis

yang terjadi umumya bersamaan.1 Walaupun serangan awalnya jauh lebih

buruk dibandingkan tipe relapse-remiting, dikatakan bahwa tipe monofasik

memiliki prognosis jangka yang lebih baik. 5

3.5. Patogenesis Neuromyelitis Optika

Neuromyelitis Optica merupakan suatu penyakit demyelinasi pada nervus optikus dan

medula spinalis yang diperantarai oleh mekanisme autoimun. Awalnya NMO

dianggap sebagai bentuk khusus dari Multiple Sclerosis (MS). Namun berdasarkan

berbagai penelitian selama sepuluh tahun ini, didapati bahwa dua penyakit ini

berbeda.1 NMO adalah penyakit yang dimediasi oleh sel-B yang terkait dengan

pembentukan antibodi terhadap Aquaporin-4.5 Sedangkan MS merupakan suatu

penyakit autoimun akibat Sel-T yang autoreaktif terhadap Myelin Basic Protein

(MBP).6

Antibodi anti-AQP4 sering juga disebut sebagai antibodi NMO-IgG.

Aquaporin-4 merupakan kanal air utama pada sistem saraf pusat yang berperan dalam

menjaga homeostasis air. Kanal ini terutama terletak pada tonjolan kaki astrosit yang

menempel pada basal lamina endotelium.1 Astrosit merupakan suatu sel glia yang

berperan penting dalam struktur sawar darah-otak.9 Heterotetramer aquaporin-4

berkumpul membentuk susunan orthogonal yang menjadi target utama antibodi

NMO-IgG. Perbedaan ekspresi isoform inilah yang menjelaskan lesi NMO lebih

dapat dijumpai pada nervus optikus dan medula spinalis dibandingkan lokasi

lainnya.5

Antibodi anti-AQP4 dapat memasuki sistem saraf pusat melalui bagian sawar-

darah otak yang paling permeabel, yaitu pada kaki astrosit yang kemudian memicu

36

Page 37: Lapkas Neuro Jelesten Newest

reaksi cell-dependent cytotoxicity akibat domain ekstraselular kanal aquaporin-4 yang

kini dapat diakses oleh NMO-IgG.5 Berbagai mediator inflamasi dilepaskan diikuti

dengan aktivasi komplemen yang menyebabkan terjadinya peningktan permeabilitas

vaskular, infiltrasi masif sel-sel leukosit, terutama PMN (neutrofil dan eosinofil), ke

dalam cairan serebrospinal pada fase akut serangan. Aktivasi komplemen serta

influks sel-sel radang dapat menimbulkan jejas pada parenkim sistem saraf pusat

yang menyebabkan demyelinasi, kerusakan neuron yang berat, serta nekrosis. Jejas

sitolitik yang diperantarai oleh membrane attack complex (MAC) juga dapat

menyebabkan penebalan dan hyalinisasi ireguler pada berbagai vaskular sekitar.1

Temuan histopataologik lesi NMO pada nervus optikus ditandai dengan

infiltrasi limfosit, makrofag dan monosit, serta inflamasi venula. Sekuele jangka

panjang dapat berupa kavitasi dan nekrosis, proliferasi endotel vaskular, proliferasi

37

Page 38: Lapkas Neuro Jelesten Newest

atau hilangnya sel glia, serta demyelinasi bervus optikus dan kiasma optikum.

Hilangnya Retinal Nerve Fiber Layer (RNFL) dan ban sel ganglion retina dapat

menyebabkan degenerasi retrograde setelah hilangnya akson pada nervus optik.

Green dan Cree menemukan perubahan vaskularisasi retina yang nampak pada pasien

NMO, berupa penyempitan dan frosting.8 Hal ini menunjukkan bahwa iskemia retina

atau kerusakan akibat inflamasi lah yang menyebabkan hilangnya penglihatan.5

3.6. Manifestasi Klinis Neuromyelitis Optika

NMO ditandai dengan adanya mielitis dan unilateral atau bilateral neuritis optik yang

dapat memunculkan gejala-gejala seperti:1,10

Nyeri orbita diikuti hilangnya penglihatan/penglihatan kabur pada salah satu

atau kedua mata

Sentral skotoma

Bitemporal/ homonim hemianopsia

Simteris paraparesis atau paralisis

Hilangnya sensibilitas

Hilangnya kontrol BAK / BAB

Retensi BAK/BAB

Manifestasi klinis yang pertama kali muncul dapat berupa neuritis optik

terlebih dahulu, ataupun transverse myelitis lebih dahulu (masing-masing

kemungkinannya 50%). Sangat jarang dijumpai keduanya sekaligus. Bila mengalami

neuritis optik lebih dahulu awalnya pasien dapat mengalami penurunan tajam

penglihatan hingga 20/200 atau lebiih buruk (80%) hingga langsung no light

perception (30%). Pada lima tahun kemudian tajam penglihatan sangat menurun

hingga tidak mampu lagi melihat cahaya. Myelitis yang terjadi umumnya diawali

dengan rasa kebas, seperti merinding yang kemudian diikuti kelemahan ekstremitas

dan kehilangan sensori. Selanjutnya pasien akan mengeluhkan gangguan dalam

berkemih dan buang air besar. Lima tahun kemudian pasien juga akhirnya dapat

hanya terduduk di kursi roda.1,5

38

Page 39: Lapkas Neuro Jelesten Newest

Myelitis servikalis dapat meluas hingga mengenai batang otak yag dapat

menyebabkan mual, cegukan, atau gagal napas neurogenik akut, yang sangat jarang

dijumpai pada MS. Gejala lain akibat demylenasi medula spinalis yang dapat

dijumpai pada NMO dan MS adalah paroxysmal tonic spasm, spasme dengan nyeri

yang berulang, stereotipik pada ekstremitas dan trunkus yang berlangsung selama 20-

45 detik, serta gejala Lhermitte’s (disestesia pada spinalis atau ekstremitas akibat

fleksi leher).1

3.7. Diagnosa

Penegakan diagnosis neuromielitis optik (NMO) dilakukan secara bertahap dimulai

dari anamnesa, pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan penunjang berupa MRI

(Magnetic Resonance Imaging), lumbal pungsi, serta pemeriksaan darah.

Pada anamnesa didapati bahwa terjadi serangan nuritis optik bilateral maupun

unilateral berupa sakit pada mata diikuti dengan hilangnya kemampuan untuk

melihat, ketidaknormalan dari vaskularisasi retina berupa redaman vaskularisasi

perifer dan penyempitan arteriol. Terjadi juga paraparese atau quadriparese,

kehilangan kemampuan sensori disepanjang jalur lesi atau sindrom sensori medula

spinalis, gangguan fungsi sfingter, kejang tonik paroksismal dan gejala Lhermitte.11,12

Temuan pada MRI otak pada awal neuromyelitis optik biasanya normal. MRI

bagian orbital menggunakan gadolinum dapat menunjukkan adanya ‘enhancement’

dari satu atau kedua nervus optikus atau optik chiasma pada neuritis optik akut.

Mielitis transversal akut berhubungan dengan ‘longitudinally extensive’ lesi medula

spinalis, yang mencakup hiperintensitas T2 yang berada dibagian tengah medula dan

menyebar lebih dari 3 segmen vertebra. Dengan menggunakan kontras, lesi multiple

sclerosis biasanya hanya dibagian perifer dan mengenai satu vertebra saja. Dengan

terdeteksinya lesi longitudinally extensive transverse myelitis pada MRI

menunjukkan adanya indikator spesifik dari neuromielitis optika.12

39

Page 40: Lapkas Neuro Jelesten Newest

Gambaran MRI pada Neuromyelitis Optika3

Hitung sel pada cairan serebrospinal pada neuromielitis optika biasanya

sangat tinggi (50 sampai 1000x106 sel darah putih/L) dan didapati predominan

neutrofil, dan didapati juga kadar protein yang tinggi (100-500mg/dl). Pada multiple

sclerosis, cairan serebrospinalis menunjukkan plenositosis limfositik ringan, terdapat

juga oligoclonal bands yang dideteksi pada 85% kasus multiple sclerosis dan 20-30%

pada kasus neuromielitis optik.12

Tes serologis juga dilakukan pada kasus ini berupa deteksi NMO-IgG dengan

menggunakan teknik immunoflouresence. Tes serologis ini memiliki 73% sensitivitas

dan 91% spesifisitas untuk dapat membedakan neuromielitis optik dengan mupliple

sclerosis. Kemudian dilakukan tes antibodi aquaporin-4 dengan menggunakan teknik

ELISA. Tes antibodi ini memiliki spesifisitas 85-100% dan 47-91% sensitifitas untuk

mendiagnosa neuromielitis optik.12

Kriteria dari Wingerchuck et al. untuk menegakan neuromielitis optika:

Kriteria pasti

- Neuritis optik

- Mielitis akut

40

Page 41: Lapkas Neuro Jelesten Newest

- Tidak ada bukti terdapat penyakit lain diluar saraf optikus atau medula

spinalis

Kriteri pendukung mayor

- tidak dijumpai kelainan di otak pada saat dilakukan MRI pada onset

tertentu (criteria of Paty et al.2

- MRI medula spinalis menunjukkan kelainan pada lebih dari tiga segmen

tulang vertebra

- Didapati pleositosis dengan >50 leukosit/mm3 atau >5 neutrofil/mm3 pada

cairan serebrospinalis

Kriteria pendukung minor

- Neurtits optik bilateral

- Neuritis optik berat dengan tetap ketajaman visual kurang dari 20/200

pada setidaknya satu mata

- Keluhan menetap, serangan yang terjadi berhubungan dengan kelemahan

satu atau lebih anggota badan

Diagnosis mengharuskan semua kriteria mutlak dan satu kriteria utama yang

mendukung atau dua kriteria minor mendukung.13

3.8. Diagnosa Banding

3.8.1. Multiple Sclerosis

Multiple Sclerosis NMO

Tampilan klinis awal 85% relaps 80-90% relaps

15% primer, progressive 10-2-% monofasik

Tampilan klinis

sekunder

Sering Jarang

Lesi MRI medula

spinalis

Sepanjang 1-2 segmen >3 segmen

Lesi MRI otak Periventrikular, Simetris hipotalamus,

41

Page 42: Lapkas Neuro Jelesten Newest

subkortikal batang otak

Sel darah putih cairan

serbrospinal selama

relaps

<50/mm3, semua

mononuklear

>50/mm3, komponen

polimorfonuklear

Oligoclonal band

cairan serebrospinal

85% 15-30%

Penyakit autoimun

sistemik

Jarang Sering

Keparahan relaps Ringan-sedang Sedang-berat

Perbaikan setelah

relaps

Buruk-baik Buruk-semaikin buruk

Respon terhadap

interferon

Terbantu Dapat memperburuk

penyakit

Neuromielitis optika dan multiple sclerosis dibedakan berdasarkan klinis dan

radiologis. Diagnosa dini dan akurat dari neuromielitis optika sangat penting karena

neuromielitis optika mempunyai prognosis yang lebih buruk dibanding multiple

sclerosis. Neuroimaging mempunyai peran penting dalam membedakan neuromileitis

optika dengan multiple sclerosis. Temuan MRI otak cenderung negatif dan tidak

spesifik pada neuromielitis optika. Pada multiple sclerosis lesi pada white matter

secara khas terlihat pada juxtakortikal dan periventrikular. Gambaran MRI medula

spinalis pada neuromielitis optik yaitu adanya mielitis spinalis akut yang menyebar

pada lebih dari 3 segmen vertebra. Sedangkan pada MRI medula spinalis multiple

scleoris, plak biasanya menyebar tidak lebih dari 2 segmen vertebra. Pada

neuromielitis optika, lesi hipointens sering terjadi pada T1 dan berlokasi di bagian

tengah medula spinalis. Plak multiple sclerosis biasanya isointens pada T1 dan

berlokasi pada posterolateral medula spinalis. Pada fase akut dari neuromielitis

42

Page 43: Lapkas Neuro Jelesten Newest

optika, gambaran medula lebih terlihat membengkak dan pada fase kronis terlihat

atrofi.1

3.8.2. Acute Disseminated Encephalomyelitis (ADEM)

ADEM biasanya monofasik dengan gambaran MRI otak lesi yang asimetris

pada bagian subkortikal white matter dikedua hemisfer. Pada MRI spinalis dijumpai

infark pada medula spinalis dan neoplasma. Infark terjadi dalam onset yang cepat

(menit, berbeda dengan neuromielitis optik yang mempunyai onset jam sampai hari)

dan melibatkan bagian ventral dari medula. Pada neoplasma medula spinalis dijumpai

kontras enchancement yang bernodul-nodul dan menyebar luas menimbulkan

peritumoral edema.14

3.9. Penatalaksanaan

Kortikosteroid intravena (metilprednisolon) 1 gram per hari untuk 3 sampai 6 hari

berturut-turut merupakan terapi lini pertama untuk neurolielitis optika untuk

mengurangi aktivitas penyakit, perkembangan penyakit lebih lanjut dan memperbaiki

fungsi neurologis. Nakamura et al (2010) mengatakan bahwa pemberian steroid dosis

tinggi dalam 2-3 hari pertama setelah onset neuromielitis optika memberikan efek

neuroprotektif. Tetapi, banyak neuromielitis optika yang berat tidak menunjukkan

respon yang adekuat terhadap pemberiaan kortikosteroid. Pada pasien yang tidak

segera tanggap terhadap pemberian kortikosteroid, dapat dilakukan terapi

plasmapharesis 7 kali (1,0-1,5 volume plasma per exchange) selama 2 minggu.5,15

Inisiasi dini plasmapharesis dianjurkan, terutama untuk pasien dengan

neuromielitis optika dengan mielitis serviks parah, yang berisiko untuk gagal napas

neurogenik. Plasmapharesis juga baik untuk pasien dengan kehilangan penglihatan

akut yang memiliki neuritis optik yang refrakter terhadap terapi kortikosteroid. Tidak

ada perbedaan terapeutik terkontrol memiliki spesifitas pada kasus yang dicuriga

neuromielitis optika.5 Sampai saat ini neuromielitis optika didiagnosis dengan

progresif multipel sklerosis parah dan diobati dengan terapi imunomodulator yang

43

Page 44: Lapkas Neuro Jelesten Newest

dipercaya dapat mengurangi frekuensi kambuh pada multipel sklerosis (misalnya

interferon beta dan glatiramer asetat). Namun, pengamatan klinis tidak mendukung

keampuhan obat ini untuk pengobatan neuromielitis optika. 15

Terapi maintenance imunosupresif digunakan untuk mengurangi kekambuhan

dari neuromielitis optic seperti azathioprine, mycophenolate mofetil, rituximab,

mitoxantrone, cyclosphosphamide, methotrexate, imunoglobulin intravena dan

prednison. Temuan studi observasional kecil menunjukkan bahwa Azathioprine

(biasanya 2,5-3 mg/Kg/hari) dalam kombinasi dengan prednison oral (1 mg/kg/hari)

mengurangi frekuensi serangan.

Rituximab adalah antibodi monoclonal yang targetnya adalah CD20,

menghancurkan sel limfosit B tetapi tidak sel plasma. Keuntungan dari rituximab

adalah onset obat yang cepat (aktivitas penuh dalam 2 minggu) dan pemberian yang

jarang (dua kali pemberian setiap 6 bulan). Hasil laporan pengamatan 1-8 pasien

menunjukkan bahwa mitoxantrone, immunoglobulin intravena, dan rituximab dapat

menginduksi remisi klinis neuromielitis optika pada pasien yang naïf pengobatan atau

yang terus kambuh meskipun upaya lain pada imunosupresi.5,15

44

Page 45: Lapkas Neuro Jelesten Newest

Penelitian kohort mengenai terapi neuromyelitis optica15

Terapi rehabilitasi diperlukan untuk mencegah komplikasi dari immobilitas dan untuk

meningkatkan kemampuan fungsional. Sangatlah penting untuk memulai terapi

rehabilitasi selama pengobatan untuk mencegah kelumpuhan atau untuk mengurangi

pergerakan yang terbatas. Selama fase penyembuhan diperlukan edukasi terhadap

keluarga mengenai penyakit dan strategi pengobatan suapaya bisa dirawat di rumah5.

3.10. Prognosis

Kebanyakan individu dengan neuromielitis optik memiliki risiko kekambuhan yang

tidak bisa terprediksi, dapat terjadi serangan yang hitungan bulanan atau tahunan.

Kecacatan yang diderita tergantung dari kerusakan dari myelin. Beberapa individu

bisa kehilangan penglihatan di kedua mata dan kelemahan lengan dan tungkai.

Kelemahan otot dapat menyebabkan kesulitan bernafas dan mungkin memerlukan

45

Page 46: Lapkas Neuro Jelesten Newest

penggunaan ventilasi buatan. Kematian seorang individu dengan neuromielitis optika

paling sering disebabkan oleh komplikasi pernapasan dari serangan myelitis.15

46

Page 47: Lapkas Neuro Jelesten Newest

BAB 4

DISKUSI KASUS

Teori Kasus

Neuromyelitis optika terjadi 9 kali lebih ser-

ing pada wanita dibanding dengan pada pria.

Angka kejadian tersering terjadi pada umur

rata-rata 39 tahun, walaupun neuromyelitis

optika juga dapat terjadi pada anak-anak dan

orang tua.

Pasien berjenis kelamin laki-laki dengan usia

51 tahun.

Berdasarkan perjalanan penyakitnya, NMO

dapat diklasifikasikan menjadi relapse-

remiting course dan monophasic course.

Pada bentuk monophasic course umumnya

neuritis optik yang dialami pasien biasanya

bilateral. Selain itu, neuritis optik dan myeli-

tis yang terjadi umumya bersamaan.

Pasien mengalami kebutaan pada kedua mata

dalam selang waktu beberapa jam kemudian.

Satu minggu kemudian pasien mengeluhkan

kelemahan pada kedua tungkai yang diawali

dengan kebas. Beberapa hari kemudian pasien

mengeluhkan sulit BAK dan BAB.

NMO ditandai dengan adanya mielitis dan

unilateral atau bilateral neuritis optik yang da-

pat memunculkan gejala-gejala seperti:

Nyeri orbita diikuti hilangnya pengli-

hatan/penglihatan kabur pada salah

satu atau kedua mata

Sentral skotoma

Bitemporal/ homonim hemianopsia

Simteris paraparesis atau paralisis

Hilangnya sensibilitas

Pasien datang dengan keluhan:

Hilangnya penglihatan dengan tiba-

tiba pada kedua mata

Paraparesis

Hilangnya sensibilitas pada kedua

tungkai

Kesulitan BAK dan BAB

47

Page 48: Lapkas Neuro Jelesten Newest

Hilangnya kontrol BAK / BAB

Retensi BAK/BAB

Manifestasi klinis yang pertama kali muncul

dapat berupa neuritis optik terlebih dahulu,

ataupun transverse myelitis lebih dahulu

(masing-masing kemungkinannya 50%). San-

gat jarang dijumpai keduanya sekaligus. Bila

mengalami neuritis optik lebih dahulu awal-

nya pasien dapat mengalami penurunan tajam

penglihatan hingga 20/200 atau lebiih buruk

(80%) hingga langsung no light perception

(30%)

Manifestasi klinis yang pertama kali

munculpada pasien berupa neuritis optik lebih

dahulu pada kedua mata dengan visus 0 (no

light perception).

Penegakan diagnosis neuromielitis optik

(NMO) dilakukan secara bertahap dimulai

dari anamnesa, pemeriksaan fisik, serta

pemeriksaan penunjang berupa MRI

(Magnetic Resonance Imaging), lumbal

pungsi, serta pemeriksaan darah.

Penegakan diagnosis NMO pada pasien

dilakukan secara bertahap dimulai dari

anamnesis, pemeriksaan fisik, serta

pemeriksaan penunjang berupa CT Scan

kepala, serta pemeriksaan darah.

Temuan MRI bagian orbital menggunakan

gadolinum dapat menunjukkan adanya

‘enhancement’ dari satu atau kedua nervus

optikus atau optik chiasma pada neuritis optik

akut. Mielitis transversal akut berhubungan

dengan ‘longitudinally extensive’ lesi medula

spinalis, yang mencakup hiperintensitas T2

yang berada dibagian tengah medula dan

menyebar lebih dari 3 segmen vertebra.

Dengan terdeteksinya lesi longitudinally

Pemeriksaan MRI belum dilaksanakan pada

pasien hingga kasus ini penulis laporkan

walaupun telah direncanakan.

48

Page 49: Lapkas Neuro Jelesten Newest

extensive transverse myelitis pada MRI

menunjukkan adanya indikator spesifik dari

neuromielitis optika.

Hitung sel pada cairan serebrospinal pada

neuromielitis optika biasanya sangat tinggi

(50 sampai 1000x106 sel darah putih/L) dan

didapati predominan neutrofil, dan didapati

juga kadar protein yang tinggi

(100-500mg/dl).

Pemeriksaan pungsi lumbal belum dilakukan

pada pasien hingga kasus ini penulis laporkan

walaupun telah direncanakan.

Tes serologis juga dilakukan pada kasus ini

berupa deteksi NMO-IgG dengan

menggunakan teknik immunoflouresence. Tes

serologis ini memiliki 73% sensitivitas dan

91% spesifisitas untuk dapat membedakan

neuromielitis optik dengan mupliple sclerosis.

Tes serologis tidak dapat dilakukan pada

pasien ini karena keterbatasan fasilitas.

Diagnosis NMO menurut Kiriteria

Wingerchuck, et al. mengharuskan semua

kriteria mutlak dan satu kriteria utama yang

mendukung atau dua kriteria minor

mendukung terpenuhi.

Berdasarkan kriteria dari Wingerchuck,

pasien memenuhi seluruh kriteria pasti

(neuritis optik, mielitis optik, dan tidak ada

bukti terdapat penyakit lain diluar saraf

optikus atau medula spinalis) serta dua

kriteria minor (Neurtits optik bilateral dan

Keluhan menetap, serangan yang terjadi

berhubungan dengan kelemahan satu atau

lebih anggota badan).

Kortikosteroid intravena (metilprednisolon) 1

gram per hari untuk 3 sampai 6 hari berturut-

turut merupakan terapi lini pertama untuk

neurolielitis optika untuk mengurangi aktivi-

Pasien diberikan metilprednisolon sebanyak

1ampul/ 6 jam semenjak hari kedua

perawatan hingga sebelum kasus ini

dilaporkan.

49

Page 50: Lapkas Neuro Jelesten Newest

tas penyakit, perkembangan penyakit lebih

lanjut dan memperbaiki fungsi neurologis.

Pada pasien yang tidak segera tanggap ter-

hadap pemberian kortikosteroid, dapat di-

lakukan terapi plasmapharesis 7 kali (1,0-1,5

volume plasma per exchange) selama 2

minggu

Pasien tidak dilakukan plasmpharesis karena

keterbatasan fasilitas.

50

Page 51: Lapkas Neuro Jelesten Newest

BAB 5

PERMASALAHAN

1. Apakah diagnosis pada kasus ini sudah benar?

Menurut penulis diagnosis pada kasus ini sudah benar. Berdasarkan

anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan neurologis kriteria Wingerchuck

untuk menegakkan Neuromyelitis Optika pada pasien telah terpenuhi,

meskipun pemeriksaan penunjang lainnya yang sangat membantu penegakan

diagnosis NMO belum dilakukan (MRI, uji serologi NMO-IgG). Kriteria

Wingerchuck yang terpenuhi yaitu: seluruh kriteria mutlak (neuritis optik,

mielitis optik, dan tidak ada bukti terdapat penyakit lain diluar saraf optikus

atau medula spinalis) serta dua kriteria minor (Neurtits optik bilateral dan

Keluhan menetap, serangan yang terjadi berhubungan dengan kelemahan satu

atau lebih anggota badan).

2. Apakah penatalaksanaan pada kasus ini sudah benar?

Untuk penatalaksanaan akut pada pasien ini telah diberikan metilprednisolon

1 ampul/6 jam, pemberian metilprednisolon terus dilakukan hingga hari

penulis menghentikan follow-up. Setelah 5 hari pemberian kortikosteroid

diharapkan pasien mengalami perbaikan. Jika perbaikan tidak dialami pasien,

tatalaksana selanjutnya yang dianjurkan adalah plasmapharesis sebanyak 7

kali dalam 2 minggu, tetapi, pada pasien ini tidak dilakukan karena

keterbatasan fasilitas.

3. Bagaimana prognosis pasien pada kasus ini?

Kebanyakan individu dengan neuromielitis optik memiliki risiko kekambuhan

yang tidak bisa terprediksi, dapat terjadi serangan yang hitungan bulanan atau

tahunan. Kecacatan yang diderita tergantung dari kerusakan dari myelin. Be-

berapa individu bisa kehilangan penglihatan di kedua mata dan kelemahan

51

Page 52: Lapkas Neuro Jelesten Newest

lengan dan tungkai. Kelemahan otot dapat menyebabkan kesulitan bernafas

dan mungkin memerlukan penggunaan ventilasi buatan. Kematian seorang in-

dividu dengan neuromielitis optika paling sering disebabkan oleh komplikasi

pernapasan dari serangan myelitis

52

Page 53: Lapkas Neuro Jelesten Newest

BAB 6

KESIMPULAN

Pada kasus ini seorang laki-laki berusia 51 tahun didiagnosa dengan

neuromyelitis optika berdasarkan anamnesa, pemeriksaan jasmani, pemeriksaan

neurologis yang memnuhi 3 kriteria mutlak dan 2 kriteria minor berdasarkan kriteria

Wingerchuck untuk mendiagnosa neuromyelitis optika. Dari hasil anamnesa didapati

bahwa os mengalami optik neuritis bilateral dengan paraparesis tipe UMN serta

hipestesi setentang T4-T5 dan retensi urin dan alvi.

Pemeriksaan penunjang yang dtelah ilakukan pada os adalah Head CT Scan,

dan foto toraks, namun tidak dijumpai adanya kelainan. Pemeriksaan penunjang

lainnya seperti MRI otak dan medula spinalis, pungsi lumbal, dan tes imunoserologis

belum dilakukan pada pasien ini karena keterbatasan fasilitas.

Selama dirawat, terapi baik suportif maupun kuratif yang telah diterima os

meliputi IVFD R Sol 20gtt/i, O2 2-4L/I via nasal kanul bila perlu, injeksi

metilprednisolon 1 ampul/6 jam dan dilakukan tappering-off hingga saat ini. Selain

itu diberikan Ranitidine 1 amp/12 jam, Inj. Ceftriaxone 1gr/12 jam, Inj. Citikolin

1amp/12 jam, Vit. B Complex 3x1tab, Dulcolax sup dan Asam mefenamat 3x500 mg

bila perlu.

53

Page 54: Lapkas Neuro Jelesten Newest

BAB 7

SARAN

Saran yang diperlukan dalam menangani pasien ini diantaranya :

Praktisi kesehatan menjelaskan kepada keluarga pasien mengenai gejala-gejala,

pilihan pengobatan, lamanya masa pengobatan, estimasi durasi rawat inap dan

masa penyembuhan, serta efek samping yang mungkin timbul dari pilihan

pengobatannya serta komplikasi yang mungkin terjadi akibat penyakit yang

diderita oleh pasien.

Praktisi medis diharapkan dapat bekerja sama dengan pihak manajemen rumah

sakit dalam pemenuhan fasilitas pemeriksaan penunjang serta pengobatan demi

tercapainya kesembuhan pasien yang optimal.

54

Page 55: Lapkas Neuro Jelesten Newest

DAFTAR PUSTAKA

1. Wingerchuk, D.M., Lennon, V.A., Lucchinetti, C.F., Pittock, S.J.,

Weinshnker, B.G. The spectrum of neuromyelitis optica. The Lancet

Neurology. 2007;6:805-815.

2. Eggenbegger ER. Devic’s Disease (Neuromyelitis Optica). Michigan: East

Lansing

3. Wingerchuck DM. Lennon VA, Lucchinetti CF, Pittock SJ, Weinshenker BG.

The Spectrum of neuromyelitis optica. Lancet Neurology. 2005.(6) p 805-815

4. Marco AL, Peixoto. Devic’s Neuromyelitis Optica. Arq Neuropsiquitr. 2008.

P 120-138

5. Morrow, M.J., Wingerchuk, D.M. Neuromyelitis optica. J Neuro-Opthalmol.

2012;32:154-166.

6. Hauser, S.L., Goodin, D.S. Multiple sclerosis and other demyelinating

disease. Dalam: Hauser, S.L. Harrison’s Neurology in Clinical Medicine.

McGrawHill. 2010;2:437.

7. Snell, R.S. Neurobiologi neuron dan neuroglia. Dalam: Snell, R.S. Neurologi

Klinik. 2013;7:54.

8. Green, A.J., Cree, B.A. Distinctive retinal nerve fiber layer and vascular

changes in neuromyelitis optica following optic neuritis. J Neurol Neurosurg

Psychiatry. 2009;80:1002-1005.

9. Snell, R.S. Neurobiologi neuron dan neuroglia. Dalam: Snell, R.S. Neurologi

Klinik. 2013;7:54.

10. Maureen, A.M. Neuromyelitis optica (NMO) and NMO spectrum disorder.

The Transverse Myelitis Assoc. 2012:1-7.

11. Paty DW, Oger J, Kastrudoff I, et al. MRI in the Diagnosis of Multiple

Sclerosis: A Prospective Study with Comparison of Clinical Evaluation,

Evoked Potentials, Oligoclonal Banding, and CT. Neurology 1988; 38:180– 5.

55

Page 56: Lapkas Neuro Jelesten Newest

12. Wingerchuk, D.M., 2011. Neuromyelitis Optica Spectrum Disorders:

Diagnosis and Treatment. North American Neuro-Ophthalmology Society.

2011 Annual Meeting Syllabus 293-298.

13. Seze, J.D., et al., 2002. Devic’s Neuromyeliis Optica: Clinical, Laboratory,

MRI and Outcome Profile. Journal of the neurological sciences ELSEIVER

197(2002):57-61.

14. VandeVyver, V., et al., 2007. Devic’s Neuromyelitis Optica: Clinical and

Imaging Findings. Department of Radiology, University Hospital, Gent,

Belgium.

15. Collongues, Nicolas & Seze, Jerome de. Current and future treatment

Approaches for neuromyelitis optica . Therapeutic Advances in Neurological

Disorders. 2011 :4(2): 111-121

56