lapkas 2 t.capitis

Upload: mimiazmiyati

Post on 05-Jan-2016

23 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

lapkas

TRANSCRIPT

LAPORAN KASUSTINEA CAPITIS

Pembimbing :dr. Hj. Vita Nooraini, Sp.KK Disusun oleh:Jayyidah Afifah2010730055

KEPANITERAAN KLINIK STASE KULITRUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN CIANJURPROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTERFAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA2015

KATA PENGANTAR

Assalammualaikum Wr. Wb.Puji syukur saya panjatkan atas ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada kita semua. Tidak lupa salawat serta salam kepada junjungan besar Rasulullah SAW beserta para sahabatnya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan kasus Tinea Capitis.Selain itu saya ingin mengucapkan terima kasih kepada dr. Hj. Vita Nooraini, Sp. KK, selaku pembimbing yang telah membimbing penulis dalam penyusunan laporan laporan kasus ini. Saya menyadari sepenuhnya bahwa dalam pembuatan laporan ini masih jauh dari sempurna. Semoga dengan adanya kritik dan saran yang diberikan pembimbing dan pembaca, saya bisa mengoreksi laporan kasus di lain kesempatan.Wassalamualaikum Wr. Wb.

Cianjur, September 2015 Penulis

21

BAB IPENDAHULUAN

Dermatofitosis adalah penyakit pada jaringan yang mengandung zat tanduk, misalnya statum korneum pada epidermis, rambut, dan kuku yang disebabkan golongan jamur dermatofita. Dermatofita merupakan golongan jamur yang mencerna keratin. Dermatofita termasuk kelas fungi imperfecti, yang terbagi dalam 3 genus yaitu Microsporum, Trichophyton, dan Epidermophyton. Hingga kini dikenal sekitar 41 spesies dermatofita yang terbagi dari 2 spesies Epidermophyton, 17 spesien Microsporum, dan 21 spesien Trichophyton. Dermatofitosis dibagi berdasarkan lokasi sehingga dikenal bentuk tinea kapitis, tinea barbe, tinea pedis et manum, tinea unguium, dan tinea korporis.Tinea kapitis (ringworm of the scalp) merupakan dermatofitosis pada kulit kepala dan berhubungan dengan rambut yang disebabkan oleh spesies Microsporum dan Trichophyton. Terdapat 3 cara penularan dermatofita yaitu infeksi antropofilik, infeksi zoofilik dan infeksi geofilik. Tinea kapitis merupakan penyakit jamur yang sering terjadi pada anak-anak dibandingkan orang dewasa. Faktor yang dapat menyebabkan terjadinya tinea kapitis adalah higienitas yang buruk, kepadatan penduduk dan status sosial ekonomi yang rendah. Di negara-negara maju, Trichophyton tonsurans merupakan penyebab paling umum, sedangkan di negara-negara berkembang penyebab paling umum adalah Microsporum canis.Kelainan pada tinea kapitis dapat ditandai dengan lesi bersisik, kemerah-merahan, alopesia dan kadang terjadi gambaran yang lebih berat yang disebut kerion. Dalam klinik tinea kapitis dapat dilihat sebagai tiga bentuk yaitu gray patch, kerion, dan black dot ringworm. Untuk menegakkan diagnosis maka dibutuhkan pemeriksaan penunjang seperti lampu wood, mikroskopis menggunakan KOH dengan mengambil sampel dengan kerokan pada lesi.

BAB IISTATUS PASIEN

KETERANGAN UMUM PENDERITA Nama: An. P Umur: 9 tahun Jenis Kelamin: Laki-laki Alamat: Jalan DR.Muwardi Gang wakas 1 RT01/11. Desa Muka. Kec.Cianjur Pekerjaan: - Pendidikan: SD Agama: Islam Tanggal Pemeriksaan : 16 September 2015

ANAMNESISAllo dan Autoanamnesis : Pada ibu pasien dan pasien pada tanggal 16 september 2015. Keluhan Utama Kebotakan pada daerah kulit kepala atas disertai gatal dan bersisik .Anamnesis khusus: Riwayat Penyakit Sekarang Kebotakan pada daerah kulit kepala bawah disertai gatal dan bersisik sejak 1 bulan sebelum masuk rumah sakit. Kebotakan disertai gatal yang terus menerus dengan ukuran seperti koin logam terus menyebar ke daerah sekitar nya dan membuat kebotakan yang baru. 6 minggu sebelum masuk rumah sakit, awalnya terdapat bruntus kemerahan berukuran kecil seperti jarum pentul di daerah kulit kepala yang dirasakan gatal sehingga pasien sering menggaruknya, gatal dirasakan bertambah jika pasien sedang terkena panas dan berkeringat dan lama kelamaan semakin membesar. Lalu bruntus kemerahan mulai melebar disertai kerontokan pada rambut dan timbul sisik seperti ketombe ketika pasien disisir oleh ibunya. Selain itu karena gatalnya terutama jika saat berkeringat, pasien sering menggaruk sehingga rambut pasien semakin rontok. Satu minggu sebelum masuk rumah sakit, rambut semakin rontok dan kulit kepala yang semakin terasa gatal dan timbul sisik yang semakin banyak. Terkadang apabila dicabut dengan tangan ibu nya, rambutnya pun mudah rontok. Pasien semakin jarang masuk sekolah karena malu dengan kepalanya sehingga ibu pasien merasa khawatir dan memutuskan membawa pasien berobat ke spesialis kulit dan kelamin. Ibu pasien mengaku jika pasien sering bermain dengan kucing didaerah lingkungan rumahnya, os sangat menyukai kucing tersebut hingga os sering memandikan dan mencium kucingnya. Riwayat Penyakit Dahulu: Tidak pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya. Riwayat Penyakit Keluarga: Anggota keluarga yang tinggal serumah tidak ada yang menderita keluhan seperti ini. Riwayat Pengobatan:Pasien belum pernah berobat dengan keluhan yang seperti ini. Riwayat Alergi: Alergi terhadap makan-makanan laut, obat, debu dan cuaca disangkal. Riwayat PsikososialPasien tinggal di tempat padat penduduk. Pasien mandi 2x sehari, terkadang 1x hari dan cuci rambut dengan shampoo jarang dilakukan hanya 1x dalam seminggu. Ibu pasien mengaku jika pasien sering bermain dengan kucing didaerah lingkungan rumahnya, os sangat menyukai kucing tersebut hingga os sering memandikan dan mencium kucingnya. Pasien menjadi jarang masuk sekolah karena mau dengan kepalanya yang botak.

PEMERIKSAAN FISIK Keadaan umum : Tampak sakit ringan Kesadaran : Composmentis Tekanan Darah : Tidak dilakukan Nadi : 76x/menit Respirasi : 18x/menit Suhu : afebris BB = 17 kgSTATUS GENERALIS Kepala Rambut: Alopecia (+) Mata: Conjunctiva anemis (-/-), Sklera ikterik (-/-) Hidung: Deviasi septum nasi (-), Sekret (-) Telinga : Normotia, Sekret (-/-), Serumen (-/-) Mulut: Bibir kering (-), mukosa faring hiperemis (-), tonsil T1/T1 tidak hiperemis, tidak ada caries dentis Leher Pembesaran KGB: Tidak teraba membesar Pembesaran tiroid: Tidak teraba membesar Thoraks Paru-paru Inspeksi Bentuk dan pergerakan simetris, retraksi dinding dada (-) Palpasi Vokal fremitus (+/+) di kedua lapang paru, nyeri tekan (-/-) Perkusi Sonor pada kedua lapang paru Auskultasi Vesikuler (+/+), Wheezing (-/-), Rhonki (-/-) Jantung Inspeksi Ictus Cordis tidak terlihat . Palpasi Ictus Cordis teraba pada ICS 5 midclavicula sinistra. PerkusiTidak dilakukan Auskultasi Bunyi jantung I / II regular murni, murmur (-), gallop(-) Abdomen Inspeksi Datar, Scar (-) Auskultasi Bising usus (+) normal. Palpasi Supel, turgor baik, hepatosplenomegali (-) PerkusiTimpani diseluruh kuadran abdomen Ekstremitas Atas : Deformitas (-), udem (-/-), akral hangat (+/+), RCT < 2 detik. Bawah : Deformitas (-), udem (-/-), akral hangat (+/+), RCT < 2 detik. Kulit: Lihat status Dermatologikus

STATUS DERMATOLOGIKUSDistribusi Regional

A/R Kulit kepala parietal, occipitalis.

Lesi Tampak lesi multipel, bentuk tidak teratur, dengan diameter terkecil 0,5 x 1 cm, diameter terbesar 3 x 3 cm, sirkumskrip, sebagian menimbul dan sebagian datar , permukaan ditutupi skuama, kasar, kering, rambut rontok.

Efluroesensi Papul eritema , skuama.

PEMERIKSAAN PENUNJANGDilakukan pemeriksaan KOH 10%, dengan spesimen berasal dari kerokan kulit pada lesi yang dilihat di atas mikroskop. Intrepetasi : ditemukan hifa (panjang)

RESUMEAn.P Laki-laki, 9 tahun datang ke poliklinik kulit dan kelamin RSUD cianjur dengan keluhan kebotakan pada daerah kulit kepala disertai gatal dan bersisik sejak 1 bulan sebelum masuk rumah sakit. Kebotakan disertai gatal yang terus menerus dengan ukuran seperti koin logam dan terus menyebar dan membuat kebotakan baru. 6 minggu SMRS, awalnya terdapat bruntus kemerahan berukuran kecil seperti jarum pentul di daerah kulit kepala yang dirasakan gatal, dan akan bertambah gatal jika berkeringat, sehingga pasien sering menggaruknya dan lama kelamaan semakin membesar. Lalu bruntus kemerahan mulai melebar disertai kerontokan pada rambut dan timbul sisik seperti ketombe. 1 minggu SMRS, rambut semakin rontok, mudah dicabut, semakin terasa gatal dan sisik semakin banyak. Pasien semakin jarang masuk sekolah karena malu dengan kepalanya. Pada riwayat psikososial pasien mandi 2x/ hari dan cuci rambut dengan shampoo jarang dilakukan. Ibu pasien mengaku jika pasien sering bermain dengan kucing didaerah lingkungan rumahnya. Pada Status Generalisata ditemukan adanya alopesia didaerah kepala bagian parietal dan occipital, dan pada status dermatologis ditemukan : distribusi regional. A/R : Kulit kepala parietal , occipitalis. Tampak lesi multipel, bentuk tidak teratur, dengan diameter terkecil 0,5 x 1 cm, diameter terbesar 3 x 3 cm, sirkumskrip, sebagian menimbul dan sebagian datar , permukaan ditutupi skuama, kasar, kering, rambut rontok. Efloresensi : papula eritema, skuama. Pada pemeriksaan KOH 10% yang berasal dari kerokan kulit ditemukan hifa (panjang)Diferential Diagnosis Tinea Capitis

Diagnosis Kerja Tinea capitis

Usulan Pemeriksaan : Pemeriksaan dengan lampu wood Pemeriksaan kultur jamur penyebab (Sabourauds Dextrose Agar (SDA) + Chloramphenicol + cyclohexamide).

PENATALAKSANAANUmum: Menjaga kebersihan agar tetap sehat dan terhindar dari infeksi kulit. Menghindari garukan agar lesi tetap kering dan bersih dan mengurangi resiko infeksi sekunder bakteri. Mencuci pakaian, kain, atau handuk penderita dan tidak menggunakan peralatan harian bersama-sama. Mandi dengan air bersih dan memakai sabun dan shampoo.

Khusus: Topikal Ketokonazol shampoo ( scalp solution) 2 % di kepala Diberikan 2-3x dalam seminggu.Sedian 2 % = 80mL Sistemik : Griseofulvin : 10mg/kgBB/hari : 10 x 17 kg / hari = 170 mg tablet, 1kali/hari (1/2 tab) Sedian 500 mg CTM: 6-12 tahun 2 mg tiap 4-6 jam, maksimal 12 mg/hari. : 3 x 2mg ( tab) Sedian tab 4mg

PROGNOSIS Quo ad vitam : Ad Bonam Quo ad Functionam : Ad Bonam Quo ad sanatinam : Dubia ad Bonam

BAB IIIANALISA KASUS DAN TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS KASUSKasus Teori

EpidemiologiPasien anak laki-laki usia 9 tahun

Tinea capitis banyak pada anak 4-14 tahun, dewasa jarang.

PredileksiMengeluh kebotakan pada kepala disertai gatal dan bersisik pada kulit kepala.Predileksi tinea capitis pada rambut dan kulit kepala , alis mata dan bulu mata

LesiAwalnya keluhan berupa bruntus kemerahan kemudian menjadi bercak-disertai sisik halus. keluhan ini dirasakan sejak 6 minggu yang lalu. Ibu pasien juga mengatakan rambut disekitar bercak menjadi mudah rontok sehingga tampak botak . Lesi bercak kemerahan disertai skuama halus

Penegakkan DiagnosisDiagnosa berdasarkan anamnesis , pemeriksaan dermatologis.

Pemeriksaan KOH 10% yang berasal dari kerokan kulit ditemukan hifa (panjang)

Diagnosa ditegakkan berdasarkan anamnesis dan gejala klinis lesi kemerah- merahan, alopesia dan kadang terjadi gambaran yang lebih berat yang disebut kerion.

Untuk menegakkan diagnosis dibutuhkan pemeriksaan penunjang seperti lampu wood, microskopis menggunakan KOH dengan mengambil sampel dengan kerokan pada lesi

Penatalaksanaan Ketokonazol shampoo ( scalp solution) 2 % 2-3x seminggu, Griseofulvin 1x1/2 tab CTM 3x1/2 tab

Terapi topikal Selenium sulfida, shampo ketokonazol digunakan seminggu 2-3 kaliTerapi oral Griseofulvin Golongan azole Terbinafine

1. Working Diagnosis1. Tinea Capitis

1. Prognosis Kasus Quo ad vitam : ad bonam tidak ada gejala atau tanda yang mengarah pada ancaman kematian. Keadaan umum, kesadaran dan tanda vital pasien masih dalam batas normal. Quo ad functionam : ad bonam Tinea capitis menimbulkan lesi kulit yang tidak mengganggu fisiologis kulit secara bermakna Quo ad sanationam : ad bonam dengan menghilangkan faktor predisposisi maka penyakit ini dapat diobati secara tuntas dan sembuh.

BAB IVTINJAUAN PUSTAKA (TINEA KAPITIS)

A. DEFINISITinea kapitis adalah suatu infeksi pada kulit kepala dan rambut yang disebabkan oleh spesies dermatofita. Dermatofita merupakan golongan jamur yang menyebabkan dermatifitosis yang mempunyai sifat mencerna keratin.B. SINONIMRingworm of the scalp and hair, tinea tonsurans.C. EPIDEMIOLOGI Tinea kapitis merupakan penyakit yang sudah dianggap sebagai masalah kesehatan yang serius pada beberapa dekade dan sering muncul pada anak- anak usia antara 4 sampai 14 tahun. Namun pada orang dewasa jarang terjadi, hal ini terjadi akibat perubahan pada pH kulit kepala dan peningkatan asam lemak yang berguna sebagai proteksi atau sebagai jamur statik. Tinea kapitis sering terjadi di daerah pedesaan dan tranmisi meningkat dengan higienitas yang buruk, kepadatan penduduk dan status sosial ekonomi yang rendah. Kejadian pada orang dewasa biasanya lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan laki-laki, pada orang dengan imunitas yang rendah, dan pada orang yang berkulit hitam dibandingkan kulit putih. Ada tiga cara penularan dermatofita yaitu : Infeksi antropofilik yang menyebar dari satu anak ke anak yang lain dapat hadir sebagai kasus sporadis. Terjadi penyebaran melalui kontak langsung atau melalui penyebaran udara dari spora dan penyebaran tidak langsung yaitu terkontaminasi dari benda-benda seperti sisir , sikat , topi dan lain sebagainya. Infeksi menyebar dari hewan ke anak ( infeksi zoofilik ) melalui kontak langsung maupun dengan lingkungan disekitar hewan yang terinfeksi seperti karpet, pakaian, furnitur dan lain sebagainya. Infeksi menyebar dari tanah ke manusia ( infeksi geofilik ) namun jarang terjadi. D. ETIOLOGI Tinea kapitis terjadi akibat dermatofita spesies Microsporum dan Trichophyton. Setiap negara dan daerah memiliki perbedaan pada spesies penyebab tinea kapitis misalnya di amerika serikat dan Eropa Barat 90 % kasus tinea kapitis yang disebabkan oleh T. tonsurans dan jarang disebabkan M. Canis, sedangkan di Eropa Timur dan Selatan serta Afrika Utara disebabkan oleh T. violaceum. Di inggris kasus terbanyak disebabkan oleh infeksi M.canis yang di dapatkan dari kucing. Spesies penyebab terjadinya tinea kapitis gray patch adalah microsporum dan trikofiton. Pada tinea kapitis black dot terutama disebabkan oleh Tricophyton tonsurans, T. violaceum dan T. mentagrophytes. Penyebab utama tinea kapitis kerion adalah Microsporum canis, M. gypseum, T. tonsurans, dan T. violaceum. Sedangkan pada tinea favus disebabkan oleh spesies T. schoenleinii, T. violaceum, dan M. Gypseum. E. KLASIFIKASI1. Infeksi Ektothrix Invasi terjadi pada batang rambut luar. Hifa fragmen ke arthroconidia, menyebabkan kerusakan kutikula. Infeksi ini disebabkan oleh Microsporum spp. (M. audouinii dan M. canis) 2. Infeksi Endothrix Infeksi terjadi di dalam batang rambut tanpa kerusakan kutikula. Arthroconidia ditemukan dalam batang rambut. Infeksi ini disebabkan oleh Trichophyton spp. (T. tonsurans di Amerika Utara , T. violaceum di Eropa , Asia , sebagian Afrika).

"Black Dot " Tinea capitis Merupakan varian endothrix yang menyerupai dermatitis seboroik. Kerion Merupakan varian endothrix dengan plak inflamasi. Favus Merupakan varian endothrix dengan arthroconidia dalam batang rambut. Sangat jarang di Eropa Barat dan Amerika Utara . Di beberapa bagian dunia (Timur Tengah, Afrika Selatan) masih endemik .

Gambar 2.1 Gambaran Ektothrix dan EndothrixF. PATOGENESISInfeksi dermatofita melibatkan 3 step utama yaitu : 1. Perlekatan pada keratinosit

Jamur superfisial harus melewati berbagai rintangan untuk bisa melekat pada jaringan keratin diantaranya sinar ultraviolet, suhu, kelembaban, kompetisi dengan flora normal dan sphingosin yang diproduksi oleh keratinosit serta asam lemak yang diproduksi oleh glandulasebasea juga bersifat fungistatik

2. Penetrasi melewati dan di antara sel

Setelah terjadi perlekatan, spora berkembang dan menembus stratum korneum dengan kecepatan yang lebih cepat daripada proses desquamasi. Penetrasi juga dibantu oleh sekresi proteinase, lipase dan enzim mucinolitik, yang juga menyediakan nutrisi untuk jamur. Trauma dan maserasi juga membantu memfasilitasi penetrasi jamur kejaringan. Pertahanan baru muncul ketika begitu jamur mencapai lapisan terdalam dari epidermis.3. Pembentukan respon penjamu

Derajat inflamasi dipengaruhi oleh status imun pasien dan organisme yang terlibat. Reaksi hipersensitivitas tipe IV, atau Delayed Type Hipersensitivity (DHT) memainkan peran yang sangat penting dalam melawan dermatofita. Pada pasien yang belum pernah terinfeksi dermatofita sebelumnya, infeksi primer menyebabkan inflamasi minimal dan trichopitin tes hasilnya negative.infeksi menghasilkan sedikit eritema dan skuama yang dihasilkan oleh peningkatan pergantian keratinosit. Antigen dermatofita diproses oleh sel langerhans epidermis dan dipresentasikan dalam limfosit T di nodus limfe. Limfosit T melakukan proliferasi dan bermigrasi ketempat yang terinfeksi untuk menyerang jamur. Pada saat ini, lesi tiba-tiba menjadi inflamasi, dan barier epidermal menjadi permeable terhadap transferin dan sel-sel yang bermigrasi. Segera jamur hilang dan lesi secara spontan menjadi sembuh. Dermatofit ectothrix merupakan bentuk infeksi pada perifolikel stratum korneum, kemudian menyebar ke sekitar dan ke dalam batang rambut dari pertengahan hingga akhir anagen rambut sebelum masuk ke folikel untuk menembus korteks rambut. Arthroconidia kemudian mencapai korteks rambut sehingga pada pemeriksaan mikroskopis pada sediaan rambut yang diambil akan ditemukan arthroconidia dan dapat juga ditemukan hifa intrapilari. Invasi rambut oleh dermatofita , terutama M. audouinii ( anak ke anak , melalui tukang cukur , topi , kursi teater ) , M. canis ( muda hewan peliharaan ke anak dan kemudian anak ke anak ) , atau T. tonsurans.Patogenesis pada arthroconidia endothrix sama seperti ectothrix yaitu awalnya menyerang stratum korneum dari kulit kepala, yang dapat diikuti oleh infeksi pada batang rambut namun arthroconidia tetap didalam batang rambut, menggantikan keratin intrapilari dan meninggalkan korteks yang intak. Hal ini yang menyebabkan rambut menjadi sangat rapuh dan pada permukaan kulit kepala akan ditemukan folikel yang hilang, meninggalkan titik hitam kecil black dot serta inflamasi yang parah yang ditemukan pada semua kasus.G. GEJALA KLINIKDi dalam klinik tinea kapitis dapat di lihat sebagai 3 bentuk yang jelas ( RIPPON, 1970 dan CONANT dkk, 1971 ).1. Grey patch ringworm.Grey patch ringworm merupakan tinea kapitis yang biasanya disebabkan oleh genus Microsporum dan sering ditemukan pada anak anak. Penyakit mulai dengan papul merah yang kecil di sekitar rambut. Papul ini melebar dan membentuk bercak yang menjadi pucat dan bersisik. Keluhan penderita adalah rasa gatal. Warna rambut menjadi abu abu dan tidak berkilat lagi. Rambut mudah patah dan terlepas dari akarnya, sehingga mudah dicabut dengan pinset tanpa rasa nyeri. Semua rambut di daerah tersebut terserang oleh jamur, sehingga dapat terbentuk alopesia setempat.Tempat tempat ini terlihat sebagai grey patch. Grey patch yang di lihat dalam klinik tidak menunjukkan batas batas daerah sakit dengan pasti. Pada pemeriksaan dengan lampu wood dapat di lihat flouresensi hijau kekuningan pada rambut yang sakit melampaui batas batas grey tersebut. Pada kasus kasus tanpa keluahan pemeriksaan dengan lampu wood ini banyak membantu diagnosis ( RIPPON, 1974 ). Tinea kapitis yang disebabkan oleh Microsporum audouinii biasanya disertai tanda peradangan ringan, hanya sekali sekali dapat terbentuk kerion.

Gambar 2.2 Tinea Kapitis Gray Patch2. KerionKerion adalah reaksi peradangan yang berat pada tinea kapitis, berupa pembengkakan yang menyerupai sarang lebah dengan serbukan sel radang yang padat disekitarnya. Bila penyebabnya Microsporum caniis dan Microsporum gypseum, pembentukan kerion ini lebih sering dilihat, agak kurang bila penyebabnya adalah Trichophyto violaceum. Kelainan ini dapat menimbulkan jaringan parut dan berakibat alopesia yang menetap, parut yang menonjol kadang kadang dapat terbentuk.

Gambar 2.4 Kerion pada Kulit Kepala3. Black dot ringwormBlack dot ringworm terutama disebabkan oleh Trichophyton tonsurans dan Trichophyton violaceum. Pada permulaan penyakit, gambaran klinisnya menyerupai kelainan yang di sebabkan oleh genus Microsporum. Rambut yang terkena infeksi patah, tepat pada rambut yang penuh spora. Ujung rambut yang hitam di dalam folikel rambut ini memberi gambaran khas, yaitu black dot, Ujung rambut yang patah kalau tumbuh kadang kadang masuk ke bawah permukaan kulit. Dalam hal ini perlu dilakukan irisan kulit untuk mendapatkan bahan biakan jamur.Tinea kapitis juga akan menunjukkan reaksi peradangan yang lebih berat, bila disebabkan oleh Trichophyton mentagrophytes dan Trichophyton verrucosum, yang keduanya bersifat zoofilik. Trichophyton rubrum sangat jarang menyebabkan tinea kapitis, walaupun demikian bentuk klinis granuloma, kerion , alopesia dan black dot yang disebabkan Trichophyton rubrum pernah di tulis ( Price dkk, 1963 ).

Gambar 2.3 Tinea Kapitis Black DotH. DIAGNOSISDiagnosa ditegakkan berdasarkan gambaran klinis, pemeriksaan dengan lampu wood dan pemeriksaan mikroskopik rambut langsung dengan KOH. Pada pemeriksaan mikroskopik akan terlihat spora di luar rambut (ektotriks) atau di dalam rambut (endotriks).Diagnosis laboratorium dari dermatofitosis tergantung pada pemeriksaan dan kultur dari kikisan lesi. Infeksi pada rambut ditandai dengan kerusakan yang ditemukan pada pemeriksaan. Lesi dapat dilepaskan dengan forsep tanpa disertai dengan trauma atau dikumpulkan dengan potongan potongan yang halus dengan ayakan halus atau sikat gigi.Sampel rambut terpilih di kultur atau dilembutkan dalam 10 20 % potassium hydroxide (KOH) sebelum pemeriksaan di bawah mikroskop. Pemeriksaan dengan preparat KOH (KOH mount ) selalu menghasilkan diagnosa yang tepat adanya infeksi tinea.Pada pemeriksaan lampu wood didapatlkan infeksi rambut oleh M. canis, M.ferrugineum, akan memberikan flouresensi cahaya hijau terang hingga kuning kehijauan. Infeksi rambut oleh T. schoeiileinii akan terlihat warna hijau pudar atau biru keputihan, dan hifa didapatkan di dalam batang rambut. Pada rambut sapi T. verrucosum memperlihatkan fluoresensi hijau tetapi pada manusia tidak berfluoresensi.Ketika diagnosa ringworm dalam pertimbangan, kulit kepala diperiksa di bawah lampu wood. Jika fluoresensi rambut yang terinfeksi biasa, pemeriksaan mikroskopik cahaya dan kultur. Infeksi yang disebabkan oleh spesies microsporum memberikan fluoresensi warna hijau.I. DIAGNOSIS BANDINGDiagnosa dari tinea kapitis, khususnya pada anak anak memberi kesan eritematous, tambalan sisik dan alopesia. Rambut rapuh dan tak bercahaya , infiltrat, lesi ulserasi dapat menjadi tanda. Dermatitis seboroik, psoriasis, lupus erytrematosus, alopesia areata, impetigo, trikotilomania, pyoderma, folikulitis decalcans dan sifilis sekunder adalah merupakan pertimbangan diferensial diagnosa. Pemeriksaan dengan KOH setiap bulan menentukan kepantasan diagnosa jika hal itu sebuah tinea.Pada dermatitis seboroik, rambut yang terlibat lebih difus, rambut tidak rapuh dan kulit kepala merah , bersisik dan gatal. Dermatitis seboroik dan penyakit berskuama kronik lain seperti psoriasis dapat menyebabkan pengumpulan sisik menjadi massa padat di kulit kepala. Kondisi ini disebut pitiriasis amiantacea. Sisik lebih kasar pada psoriasis tetapi tidak rapuh. Impetigo sulit dibedakan dengan inflamasi ringworm, tetapi akhirnya nyeri lebih parah. Alopesia areata dapat agak eritematous pada tahap awal penyakit ini tetapi dapat kembali normal seperti warna kulit.J. TERAPI

1. Pengobatan Antifungi antara lain :

Obat antimitotik digunakan untuk penetrasi folikel rambut. Gold standar terapi oral untuk tinea kapitis pada empat dekade adalah griseofulvin. Obat baru yang dapat digunakan untuk alternatif terapi tinea kapitis adalah flukonazole, ketokonazole,itrakonazole, dan terbinafine.

Griseofulvin Merupakan turunan dari spesies penicillium mold. Griseofulvin sebagai fungistatik dengan efek inhibitor RNA jamur, DNA, menghambat sintesis asam nukleat, microtubular assembly, dan merusak sintesis dinding sel. Dosis rekomendasi untuk tinea kapitis adalah 20mg/kg/hari untuk micronized form dan 15mg/kg/hari untuk ultramicronized form atau 0,5-1 g untuk orang dewasa dan 0,25-0,5 g untuk anak-anak. Lama pengobatan umumnya 6-12 minggu. Terapi tergantung pada organisme ( misalnya infeksi T. tonsurans mungkin memerlukan pengobatan jangka panjang ) tetapi bervariasi antara 8 dan 10 minggu . Efek samping termasuk mual dan ruam pada 8 15 %. Obat ini kontra indikasi pada kehamilan. Griseofulvin tidak larut dalam air dan absorbsinya buruk dari saluran pencernaan. Sehingga untuk mempertinggi absorpsi obat dalam usus, sebaiknya obat dimakan bersama-sama makanan yang banyak mengandung lemak seperti susu, kacang, mentega. Efek samping griseofulvin jarang dijumpai, namun keluhan utama ialah sefalgia pada 15% penderita. Efek sampig lainnya dapat berupa gangguan traktus digestivus ialah nausea, vomitus, dan diare. Griseovulvin juga bersifat fotosensitif dan dapat mengganggu fungsi hepar. Antijamur Golongan Azole

Obat antijamur golongan azole termasuk ketokonazole,itrakonazole dan flukonazole. Mereka bekerja dengan menghambatan pembentukan ergosterol dalam jamur dengan inhibitor sitokrom p450-dependent enzymes di dalam membran sel. Untuk tinea kapitis dosis itraconazole umumnya diberikan 3-5 mg / kg/ hari selama empat sampai enam minggu atau 2 x 100-200 mg/hari. Itraconazole memiliki spektrum yang sangat luas terhadap jamur , termasuk aspergillus dan dermatofit. Kontraindikasi pada pasien dengan gagal jantung kongestif. Ketokonazole merupakan obat jamur yang bersifat fungistatik dapat diberikan obat sebanyak 200 mg/hari selama 10 hari- 2 minggu pada pagi hari setelah makan. Kontraindikasi ketokonazol adalah pada penderita kelainan hepar. Flukonazol memberikan efek yang efektif terhadap berbagai organisme yang berbeda termasuk Trichophyton dan spesies Microsporum. Flukonazol , berbeda dengan antijamur azol lainnya karena sangat larut dalam air dan memiliki bioavailabilitas yang sangat baik. Dosis flukonazol berkisar 1,5-6 mg/kg/hari. Penggunaan flukonazol merupakan kontraindikasi dalam kombinasi dengan astemizol dan terfenadine serta tidak dianjurkanpada pasien dengan penyakit hati atau disfungsi ginjal atau dikombinasi dengan eritromisin Terbinafine

Terbinafine adalah fungisidal terhadap kedua Trichophyton dan Microsporum spp. Terbinafine adalah obat allylamine sebagai antijamur spektrum. Terbinafine bekerja dengan memblok pembentukan ergosterol pada membran sel jamur dengan menghambat squalene epoksidase yang mengarah ke akumulasi squalene. Obat ini dimetabolisme di hati dan diekskresikan terutama dalam urin . Terbinafine tersedia sebagai krim atau dalam bentuk tablet (250mg). Di beberapa negara tablet pediatrik tersedia ( 125mg ). Dosis 62,5 mg - 250 mg sehari tergantung pada berat badan atau dosis dewasa adalah 250 mg sedangkan pada anak-anak digunakan berdasarkan pada berat badan yaitu : < 20 kg (62,5 mg/hari) , 20 40 kg (125 mg/ hari) dan > 40 kg (250 mg/hari). Durasi pengobatan dilakukan selama 4 minggu, namun jika penyebabnya adalah T. tonsurans membutuhkan pengobatan selama satu bulan. Efek samping teribinafine ditemukan pada 10% pada penderita yaitu gangguan gastrointestinal seperti nausea, vomitus, nyeri lambung, diare, konstipasi, umumnya ringan. cephalgia ringan dan dilaporkan 3,3-7% gangguan fungsi hepar.

DAFTAR PUSTAKA

1. Unandar Budimulja. Mikosis: dalam Prof.Dr. dr. Adhi Djuanda, dkk Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 5. Jakarta : FKUI. 2008; p.92-99 2. E.M Higgins, dkk. Guideline for The Management of Tinea Capitis.British Journal of Dermatology. 2000; 143:53-58 3. Shannon Verma, Michael P. Hefferman. Superficial Fungal infection :Dermatophytosis, Onychomycosis, Tinea Nigra, Piedra. Dalam : Freedberg IM, Eisen AZ, Wolff K, Austen KF, Goldsmith LA, Katz SI, dkk. Fitzpatricks Dermatology in General Medicine 7th ed. Volume 1 & 2. New York Mc Graw Hill, 2008 : p 1807-1813 4. Health Protection Agency. Tinea Capitis in The United Kingdom: A report on its diagnosis, management and prevention. London : Health Protection Agency, March 2007 5. N rebollo, dkk. Tinea Capitis. Review Article. Actas Dermosifiliogr. 2008;99:91-100 6. Maha A, Dayel, Iqbal Bukhari. Tinea Capitis. The Gulf Journal of Dermatology and Venereology.Vol.1. No.1. 2004 7. Robin Graham-Brown, Tony Burns. Dermatologi. Edisi 8. Jakarta : Erlangga. 2005 ; p. 35 8. Prof.Dr.R.S.Siregar. Penyakit Kulit Jamur. Edisi 2. Jakarta : EGC.2004; p.24 9. Klaus Wolff, Richard Allen Johnson, dkk. Fitzpatricks Color Atlas & Synopsis of Cinival Dermatology 5th ed.New York Mc Graw Hill. 2007 10. Brendan P. Kelly. Superficial Fungal Infections : Pediatrics in Review. American Academy of Pediatrics. 2012;33;e22