laporan lapkas 2 diare

52
STATUS PASIEN Identitas pasien No. RM : 7649XX Nama : An. M Usia : 1 tahun 10 bulan Jenis Kelamin : Perempuan Nama orang tua : Tn.A Alamat : Jl.percetakan negara, jakarta pusat Tgl MRS : 05 Desember 2014 ALLOANAMNESA (kepada ibu OS) Keluhan Utama : BAB ≥ 10 X sejak 2 hari SMRS Keluhan Tambahan : tidak mau makan dan minum, lemas , muntah Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang dengan keluhan 2 Hari SMRS BAB dengan konsistensi cair ≥ 10 x, berwarna kuning , lendir (-) dan berampas,darah (-), busa(-). BAB awalnya encer lama kelamaan menjadi cair .BAB disertai nyeri perut. Muntah 7x berisi Laporan Kasus | 1

Upload: rio-oktabyantoro

Post on 23-Dec-2015

31 views

Category:

Documents


8 download

DESCRIPTION

Diare pada anak

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Lapkas 2 Diare

STATUS PASIEN

Identitas pasien

No. RM : 7649XX

Nama : An. M

Usia : 1 tahun 10 bulan

Jenis Kelamin : Perempuan

Nama orang tua : Tn.A

Alamat : Jl.percetakan negara, jakarta pusat

Tgl MRS : 05 Desember 2014

ALLOANAMNESA (kepada ibu OS)

Keluhan Utama :

BAB ≥ 10 X sejak 2 hari SMRS

Keluhan Tambahan :

tidak mau makan dan minum, lemas , muntah

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang dengan keluhan 2 Hari SMRS BAB dengan konsistensi cair ≥ 10 x, berwarna

kuning , lendir (-) dan berampas,darah (-), busa(-). BAB awalnya encer lama kelamaan

menjadi cair .BAB disertai nyeri perut. Muntah 7x berisi makanan lama lama air saja.

Muntah sejak 1 hari SMRS. Muntah kira kira ½ gelas, muntah tiap di isi makanan. , BAK

jarang, sedikit dan warna menjadi seperti teh pekat. 1hari SMRS pasien masih mau bermain,

rewel , menangis masih mengeluarkan air mata dan mau minum. Sekarang pasien lemas,

tidak rewel dan menangis, sudah tidak mau main/beraktivitas, makan minum sulit.

Laporan Kasus | 1

Page 2: Laporan Lapkas 2 Diare

Riwayat Penyakit Dahulu

Belum pernah mengalami hal yang seperti ini sebelumnya

Kejang demam disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga

Keluarga tidak ada yang menderita hal yang sama

Riwayat alergi disangkal

Riwayat pengobatan

1 hari SMRS sudah berobat ke Puskesmas diberi obat penurun panas dan obat diare

tetapi tidak ada perbaikan

Riwayat Kehamilan :

ANC teratur di Bidan

Ibu Os tidak pernah sakit saat hamil

Riwayat kelahiran

Cukup bulan (37 minggu)

Lahir spontan ditolong bidan di RB

BBL 3100 gram; PB 51 cm

Pola Makan

ASI dari 0 bulan sampai 6 bulan

Susu formula diberikan pada usia 6 bulan sampai sekarang

Makanan nasi + lauk pauk ( daging, telur ) sebanyak 3 x sehari

Riwayat Imunisasi :

BCG : 1x

Laporan Kasus | 2

Page 3: Laporan Lapkas 2 Diare

Hepatisis : 3x

Polio : 4x

DPT : 3x

Campak : 1x

Kesan : imunisasi dasar lengkap

Riwayat Tumbuh kembang

Tengkurap pada usia 6 bulan

Berdiri pada usia 10 bulan

Berjalan pada usia 12 bulan

Saat ini os sudah bisa berlari

Kesan : Tumbuh kembang sesuai usia

Riwayat Alergi

Alergi udara disangkal

Alergi susu disangkal

Alergi makanan disangkal

Riwayat Psikososial

Tinggal bersama dengan keluarga besar, 1 rumah berisi 5 orang

Jumlah ventilasi di dalam rumah cukup

Terdapat sinar matahari yang masuk ke dalam rumah

Anggota keluarga merokok

Terdapat kontak penderita dengan asap rokok

Laporan Kasus | 3

Page 4: Laporan Lapkas 2 Diare

Pemeriksaan Fisik

Keadaan Umum : Sakit Sedang

kesadaran : ComposMentis

Tanda vital

Suhu : 38,0ᵒC

Nadi : 100 kali/menit

Pernapasan : 25 kali/menit

Tekanan darah : Tidak dilakukan

Antropometri

• BB : 12 kg

• PB : 93cm

Status Gizi

• BB/U x 100 %

12 kg / 13,5 kg x 100% = 88 % à gizi baik

• TB/U x 100 %

93 cm / 95 cm x 100 % = 94% à gizi baik

• BB/TB x100 %

12 kg / 14 kg x 100 % = 101,58 % à gizi baik

Kesan: status gizi baik

STATUS GENERALIS

Laporan Kasus | 4

Page 5: Laporan Lapkas 2 Diare

KEPALA

Bentuk : Normochepal

Rambut : Hitam, distribusi merata, tidak rontok, ubun-ubun sudah menutup

Mata : Cekung (+/+), Edema palpebra (-/-), Konjungtiva anemis (-/-), Sklera

ikterik (-/-), refleks cahaya (+/+), pupil isokor

Hidung : Pernapasan cuping hidung (-/-), secret (-/-)

Telinga : Normotia, serumen (-/-)

Mulut : Bibir pucat (-), bibir kering (+), sianosis (-), lidah kotor (-), stomatitis (-)

LEHER

Tidak terdapat pembesaran KGB.

THORAK

PARU

Inspeksi : Dada simetris

Palpasi : Tidak dilakukan

Perkusi : Tidak dilakukan

Auskultasi : Vesikular, tidak ada whezzing dan tidak ada ronkhi.

JANTUNG

Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat

Laporan Kasus | 5

Page 6: Laporan Lapkas 2 Diare

Palpasi : Ictus cordis tidak teraba

Perkusi : Tidak dilakukan

Auskultasi : BJ I & II reguler, murmur (-), gallop (-)

ABDOMEN

Inspeksi : Perut datar

Auskultasi : Bising usus meningkat (17 x/menit)

Palpasi : Abdomen supel, turgor kembali agak lambat, tidak teraba pembesaran hepar

dan lien

Perkusi : Timpani seluruh abdomen

Ekstremitas atas

Akral : Hangat/hangat

Edema : -/-

Sianosis : -/-

CRT : < 2 s / < 2 s

Ekstremitas bawah

Akral : Hangat/hangat

Edema : -/-

Sianosis : -/-

CRT : < 2 s / < 2 s

GENITALIA DAN RECTUM

Perempuan dan tidak ada kelainan

Laporan Kasus | 6

Page 7: Laporan Lapkas 2 Diare

REFLEKS

Patologis

Babinski (-)

Oppenheim (-)

Burdzinski I (-)

Burdzinski II (-)

Fisiologis

Petella (+)

Biseps (+)

Tendo Achilles (+)

PEMERIKSAAN PENUNJANG :

Hematologi Hasil Satuan Nilai Rujukan

Hemoglobin 11 L gr/dl 11-13

Hematokrit 35 L % 35-43

Leukosit 19 Ribu/µl 5,000-10,000

Trombosit 333 Ribu / µl 229-553

Laporan Kasus | 7

Page 8: Laporan Lapkas 2 Diare

RESUME

Seorang anak perempuan usia 1 tahun 10 bulan hari datang dengan keluhan BAB cair ± 7x,

berwarna kuning, disertai lendir dan berampas. Demam (+),tidak mau makan dan terlihat

seperti orang haus ,muntah berisi makanan dan air , lemas (+), rewel (+)

Pada Pemeriksaan Fisik ditemukan

Kesadaran composmentis dan keadaan umumnya pasien tampak rewel

• Suhu : 38,00 C

• Pernapasan : 25x/mnt

• Nadi : 100x/mnt

• Air mata sedikit dan Mata cekung

Laporan Kasus | 8

Page 9: Laporan Lapkas 2 Diare

• Mukosa Bibir kering

• Turgor kulit kembali agak lambat

• Bising usus meningkat (17x/menit)

Pada pemeriksaan penunjang ditemukan

• Hematologi : Leukosit 19 Ribu/µl

Assesment :

• Diare

• Vomitus

• Febris

WD : Diare akut dengan dehidrasi ringan sedang ec bakteri

Penatalaksanaan ;

- IVFD KN3B 10 tpm

- Ceftriazone injek 1 x 500 mg

- Vometa 3x1

- Zink 1x 1

- Ibuprofen forte 3x 1/2

- FOLLOW UP

Laporan Kasus | 9

Page 10: Laporan Lapkas 2 Diare

Tanggal/Jam S O A P

06-12-2014 Demam (+),

BAB 7x ampas

, masih lemas,

mual muntah

2x.

N :100x/menit

RR :25 x/menit

S :38,0 oC

KU : CM, tampak

masih rewel

PF: mata cekung, bibir

kering, akral hangat.

Obs febris ec

GEA

dgn dehidrasi

ringan sedang

Lanjutkan terapi

07-12-2014 BAB 5X,

konsistensi cair

+ ampas

jumlahnya

banyak,

berbusa (-),

minum banyak,

nafsu makan

baik, BAK

normal.

N : 105 x/menit

RR : 24 x/menit

S : 36,6oC

KU: CM, masih rewel.

PF: mata cekung, bibir

lembap

GE dengan

dehidrasi ringan

sedang

Lanjutkan terapi diteruskam

08-12-2014

Belum BAB

sejak jam 12

malam, BAK

normal, minum

banyak, nafsu

makan

meningkat.

N :110 x/menit

RR :25 x/menit

S :36,6oC

PF: mukosa bibir tidak

kering.

Pasien mulai

membaik

Terapi dihentikan

Zinc 1x1

Lacto-B

BLPL

Laporan Kasus | 10

Page 11: Laporan Lapkas 2 Diare

BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Menurut WHO tahun 1998, diare adalah buang air besar encer atau cair lebih dari tiga

kali sehari. Sedangkan menurut Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UI, definisi diare

berbeda pada neonatus dan bayi > 1 bulan serta anak. Neonatus dikatakan diare bila

frekuensi BAB > 4 kali, sedangkan bayi > 1 bulan dan anak dikatakan diare bila frekuensi

BAB > 3 kali.

Diare akut adalah buang air besar pada bayi atau anak lebih dari 3 kali perhari,

disertai perubahan konsistensi tinja menjadi cair dengan atau tanpa lendir dan darah yang

berlangsung kurang dari satu minggu. Pada bayi yang minum ASI sering frekuensi BAB

lebih dari 3-4 kali perhari, keadaan ini tidak dapat disebut diare tetapi masih bersifat

fisiologis atau normal selama berat badan bayi meningkat normal.

Diare akut didefinisikan sebagai abnormalitas tingginya kandungan air dalam feses,

pada keadaan normal mendekati 10 ml/kg/hari pada bayi dan anak sedangkan pada

remaja dan dewasa mendekati 200 g/hari. (Stefano, 2010)

Menurut World Gastroenterology Organisation guidelines 2005, diare akut

didefinisikan sebagai pasase tinja yang cair dengan jumlah lebih banyak dari normal,

berlangsung kurang dari 14 hari. Diare kronik adalah diare yang berlangsung lebih dari 15

hari.

Diare persisten didefinisikan sebagai berlanjutnya episode diare selama 14 hari atau

lebih yang dimulai dari suatu diare cair akut atau berdarah (disentri). (WHO CDD, 1988)

Diare persisten merupakan istilah yang dipakai di luar negeri yang menyatakan diare

berlangsung 15-30 hari yang merupakan kelanjutan dari diare akut (peralihan antara diare

akut dan kronik, dimana lama diare kronik yang dianut yaitu berlangsung lebih dari 30

hari). (IPD, 2006)

B. Epidemiologi

Setiap tahun diperikirakan lebih dari satu milyar kasus diare di dunia dengan 3,3 juta

kasus kematian sebagai akibatnya. Diperkirakan angka kejadian di negara berkembang

Laporan Kasus | 11

Kasus : BAB lebih kurang 7x dalam sehari dengan konsistensi cair , berwarna kuning , berlendir , berampas dan tidak ada darah

Kasus : BAB lebih kurang 7x dalam sehari dengan konsistensi cair , berwarna kuning , berlendir , berampas dan tidak ada darah

Page 12: Laporan Lapkas 2 Diare

berkisar 3,5 – 7 episode per anak pertahun dalam 2 tahun pertama kehidupan dan 2 – 5

episode per anak per tahun dalam 5 tahun pertama kehidupan. Hasil survei oleh

Depkes.diperoleh angka kesakitan diare tahun 2000 sebesar 301 per 1000 penduduk

angka ini meningkat bila dibanding survei pada tahun 1996 sebesar 280 per 1000

penduduk. Diare masih merupakan penyebab utama kematian bayi dan balita.Hasil

Surkesnas 2001 didapat proporsi kematian bayi 9,4% dengan peringkat 3 dan proporsi

kematian balita 13,2% dengan peringkat 2.

Di Indonesia dilaporkan bahwa setiap anak mengalami diare sebanyak 1-2 episode per

tahun (Depkes, 2003). Berdasarkan survei demografi kesehatan indonesia tahun 2002-

2003, prevalensi diare pada anak-anak dengan usia kurang dari 5 tahun di indonesia

adalah laki-laki 10,8% dan perempuan 11,2%. Berdasarkan umur, prevalensi tertinggi

terjadi pada usia 6-11 bulan (19,4%), 12-23 bulan (14,8%) dan 24-35 bulan (12%). (Biro

pusat statistik, 2003)

C. Etiologi

Diare secara garis besar dibagi atas radang dan non radang. Diare radang dibagi lagi

atas infeksi dan non infeksi. Diare non radang bisa karena hormonal, anatomis, obat-

obatan dan lain-lain. Penyebab infeksi bisa virus, bakteri, parasit dan jamur, sedangkan

non infeksi karena alergi, radiasi. (Lung. McGraw Hill, 2003).

Mekanisme penularan utama untuk patogen diare adalah fecal-oral, dengan air dan

makanan yang merupakan penghantar untuk kerjadian terbanyak.

Laporan Kasus | 12

Page 13: Laporan Lapkas 2 Diare

Bagan etiologi diareWHO :

Adapun beberapa penyebab diare pada anak yaitu :

1. Infeksi

A. Virus

Ada beberapa jenis virus yang dapat menyebabkan diare akut, antara lain

Rotavirus (sebanyak 40-60%), Norwalk virus, Adenovirus. Norwalk virus dan

Adenovirus sering menyebabkan diare akut pada anak besar dan dewasa,

sedangkan Rotavirus sering terjadi pada anak usia dibawah 5 tahun terutama

usia dibawah 2 tahun.

B. Bakteri

Ada beberapa bakteri yang menyebabkan diare akut pada anak :

E.Coli

Laporan Kasus | 13

Kasus : pemeriksaan tinja ditemukan bakteri gram negatif

Kasus : pemeriksaan tinja ditemukan bakteri gram negatif

Kasus ini pada pemeriksaan tinja ditemukan kuman gram negative ( leukosit : 20-30 /LBP

Kasus ini pada pemeriksaan tinja ditemukan kuman gram negative ( leukosit : 20-30 /LBP

Page 14: Laporan Lapkas 2 Diare

Ada 5 subtipe yang menimbulkan diare akut.E. Coli ini merupakan

penyebab kedua diare akut setelah Rotavirus dengan frekuensi 20-

30%. Subtipe E. Coli tersebut adalah :

Entero Pathogenic E. Coli (EPEC)

EPEC melekat pada submukosa usus dengan cara khusus.

Perlekatan setempat melekat longgar pada mikrovilli sel epitel

melalui bangunan seperti tali disebut villi pembentuk

berkas,disertai perlekatan pada selepitel melalui kerja gene eae.

Perlekatan menyebabkan kenaikan kadar kalsium intraseluler

dan polimerisasiaktin padat pada sisi perlekatan. Namun belum

ada penjelasan mengapa perubahan sitoskeletal ini

menyebabkan diare.

Entero Toxigenic E. Coli (ETEC)

ETEC merupakan penyebab penting diare cair akut pada anak

dan dewasa di negara berkembang.ETEC tidak masuk ke dalam

mukosa usus namun diare yang terjadi disebabkan karena

toksin.Ada dua jenis toksin ETEC yaitu toksin yang tidak tahan

panas (LT) dan toksin yang tahan panas (ST). Toksin LT sangat

mirip dengan toksin kolera, yakni akan terikat pada ganglioside

GM1 pada dinding sel mukosa usus tapi ikatannya tidak sekuat

toksin kolera. Kemudian setelah terikat akan mengaktifkan

adenylate cyclase dengan cara mirip toksin kolera sehingga

menyebabkan peningkatan sekresi cairan isotonik. Sedangkan

toksin ST menimbulkan aksi yang sangat cepat dan tidak terikat

pada ganglioside dari dinding sel mukosa, ST bekerja dengan

mengaktifkan guanylate cyclase dan menghasilkan cGMP pada

sel mukosa yang mengakibatkan peningkatan sekresi caitan

isotonik.

Entero Invasive E. Coli (EIEC)

Strain ini menimbulkan diare berdarah karena strain tersebut

dapat menembus sel mukosa usus besar sehingga terjadi

kerusakan dari mukosa usus.Akibatnya terjadi gangguan

absorbsi cairan. Patogenesis EIEC ini hampir sama dengan

Shigella.

Laporan Kasus | 14

Page 15: Laporan Lapkas 2 Diare

Entero Hemorrhagic E. Coli (EHEC)

Dua toksin utama dihasilkan oleh EHEC.Satu identik dengan

shigatoksin, exotoksin Shigella Dysentriae serotipe 1

penghambat sintesis protein (SLT-1/VT-1).Kedua toksin lebih

jauh terkait dengan Shigatoksin (SLT-II/VT-II). Kedua toksin

menghambat sintesis protein dan mengakibatkan kematian sel.

Shigella

Di negara berkembang diperkirakan insidensi shigella sekitar 10% dari

oenyebab diare akut tetapi di Indonesia hanya sekitar 1-2% saja. Ada 4

spesies yang sering menyebabkan diare akut yaitu :

Shigella flexneri

Shigella sonnei

Shigella dysentriae

Shigella boydii

Shigella sp. menimbulkan diareberdarah (dysentriform diarrhea).

Campylobacter yeyuni

Di negara berkembang insidensinya berkisar antara 5-14%, di RSCM

menemukan 5% penyebab diare akut pada tahun 1981. Campylobacter

yeyuni juga menyebabkan diare berdarah (dysentriform diarrhea).

Salmonella sp.

Golongan Salmonella sp. yang menyebabkan diare akut disebut non

Thyphoidal salmonellosis dan paling sering disebabkan oleh

Salmonella paratyphii. Lima persen golongan Salmonella sp. ini

menimbulkan diare berdarah.

Yersinia

Merupakan bakteri penyebab diare akut berdarah atau dysentriform,di

Indonesia belum diketahui frekuensinya karena belum ada penelitian

mengenai hal ini karena susanya media untuk perbenihan.

Vibrio

Vibrio sering menimbulkan kejadian luar biasa diare akut.Ada 2

biotipe yaitu tipe ELTOR dan Classic dengan dua serotipe Ogawa dan

Inaba.Insidensinya berkisar 1-2% dari diare akut.

C. Parasit

Laporan Kasus | 15

Page 16: Laporan Lapkas 2 Diare

Entamoeba Histolytica.Insidensinya kurang dari 1%

Giardia Lamblia. Biasanya menyerang anak usia 1-5 tahun.

Crytosporidium. Di negara berkembang frekuensinya antara 4-115.

Sering terjadi pada penderita AIDS.

2. Malabsorbsi

Biasanya malabsorbsi karbohidrat disebabkan oleh defisiensi enzim laktase

sehingga terjadi intoleransi laktosa.Malabsorbsi tersebut menyebabkan diare

osmotik karena terjadi peningkatan tekanan osmotik lumen usus sehingga cairan

tertarik dari intraseluler ke lumen usus. Jarang sekali diare akut disebabkan oleh

malabsorbsi lemak atau protein. Malabsorbsi lemak bisa disebabkan karena

lipolisis yang tidak memadai misalnya akibat insufisiensi pankreas, dan juga

disebabkan penurunan garam-garam empedu terkonjugasi.

3. Alergi

Diantaranya yaitu :

Alergi susu

Alergi makanan

CMPSE (cow’s milk protein enteropathy).

4. Keracunan

Makanan yang mengandung zat kimiaberacun

Makanan mengandung mikroorganisme yang mengeluarkan toksin,

misalnya : Clostridium spp,Staphylococcus spp.

5. Imunodefisiensi

Diare sering terjadi pada penderita AIDS.

6. Sebab Lain

Pemberian antibiotik, defek anatomis seperti malrotasi, Hisrchrsprung’s disease

dan Shor Bowel Syndrome.

.

Laporan Kasus | 16

Page 17: Laporan Lapkas 2 Diare

D. Patofisiologi

Menurut patofisiologinya diare dibedakan dalam beberapa kategori yaitu diare osmotik,

sekretorik dan diare karena gangguan motilitas usus (IDAI, 2010).

Diare osmotik

Terjadi karena terdapatnya bahan yang tidak dapat diabsorpsi menyebabkan bahan

intraluminal pada usus halus bagian proksimal tersebut bersifat hipertonis dan

menyebabkan hiperosmolaritas. Akibat perbedaan tekanan osmosis antara lumen

usu dan darah maka pada segmen usus jejunum yang bersifat permeabel, air akan

mengalir ke arah lumen jejunum sehingga air akan banyak terkumpul di dalam

lumen usus. Natrium akan mengikuti masuk ke dalam lumen, dengan demikian

akan terkumpul cairan intraluminal yang besar dengan kadar natrium yang

normal. Sebagian kecil cairan ini akan diabsorpsi kembali, akan tetapi lainnya

akan tetap tinggal di lumen oleh karena ada bahan yang tidak diserap seperti Mg,

Glukose, sukrose, laktose, maltose di segmen ileum dan melebihi kemampuan

absorpsi kolon sehingga terjadi diare. Bahan-bahan seperti karbohidrat dari jus

buah atau bahan yang mengandung sorbitol dalam jumlah berlebihan akan

memberikan dampak yang sama.

Diare sekretorik

Dikenal 2 bahan yang menstimulasi sekresi lumen yaitu enterotoksin bakteri dan

bahan kimia yang dapat menstimulasi seperti laksansia, garam empedu bentuk

dihydroxy serta asamlemak rantai panjang.

Toksin penyebab diare ini terutama bekerjadengan cara meningkatkan konsentrasi

intrasel cAMP, cGMP atau Ca2+ yang selanjutnya akan mengaktifkan protein

kinase. Pengaktifan protein kinase akan menyebabkan fosforilasi membran protein

sehingga mengakibatkan perubahan saluran ion, akan menyebabkan Cl- di kripta

keluar. Di sisi lain terjadi peningkatan pompa natrium, dan natrium masuk ke

dalam lumen usus bersama Cl-.

Bahan laksatif dapat menyebabkan bervariasi efek pada aktivitas NaK-ATPase.

Beberapa diantaranya memacu peningkatan kadar cAMP intraseluler,

meningkatkan permeabilitas intestinal dan sebagian menyebabkan kerusakan sel

mukosa. Beberapa obat menyebabkan sekresi intestinal.Penyakit malabropsi

seperti reseksi ileum, penyakit Crohn dapat menyebabkan kelainan sekresi seperti

menyebabkan peningkatan konsentrasi garam empedu, lemak.

Laporan Kasus | 17

Kasus : pada pemeriksaan hematologi : leukosit = 19.000 dan pemeriksaan tinja pada makroskopik ditemukan leukosit 20-30/LBP dan kuman gram negatif

Kasus : pada pemeriksaan hematologi : leukosit = 19.000 dan pemeriksaan tinja pada makroskopik ditemukan leukosit 20-30/LBP dan kuman gram negatif

Page 18: Laporan Lapkas 2 Diare

Diare sekretorik pada anak-anak di negara berkembang umumnya disebabkan

enterotoksin E.Coli atau Cholera.Berbdeda dengan negara berkembang di negara

maju, diare sekretorik jarang ditemukan, apabila ada kemungkinan disebabkan

obat atau tumor seperti ganglioneuroma atau neuroblastoma yang menghasilkan

hormon seperti VIP.Pada orang dewasa, diare sekretorik berat disebabkan

neoplasma pankreas, sel non-beta yang menghasilkan VIP, polipeptida pankreas,

hormon sekretorik lainnya. Diare yang disebabkan tumor ini sangat jarang.

Diare karena gangguan motilitas usus

Meskipun motilitas jarang menjadi penyebab utama malabsorpsi tetapi perubahan

motilitas mempunyai pengaruh terhadap absorpsi.Baik peningkatan ataupun

penurunan motilitas, keduanya menyebabkan diare.Penurunan motilitas dapat

mengakibatkan bakteri tumbuh lampau yang menyebabkan diare. Perlambatan

transit obat-obatan atau nutrisi akan meningkatkan absopsi. Kegagalan motilitas

usus yang berat menyebabkan stasis intestinal berakibat inflamasi, dekonjugasi

garam empedu dan malabsopsi. Diare akibat hiperperistaltik pada anak jarang

terjadi.Watery diare dapat disebabkan karena hipermotilitas pada kasus kolon

irritable pada bayi. Gangguan motilitas mungkin merupakan penyebab diare pada

tirotoksikosis, malabsopsi asam empedu dan penyakit lain. Diare ini juga terjadi

akibat adanya gangguan pada kontrol otonomik, misal pada diabetik neuropathi,

post vagotomi, post reseksi usus serta hipertiroid.

Diare terkait imunologi

Diare terkait iunologi dihubungkan dengan reaksi hipersensitivitas tipe I, III, dan

IV.Reaksi tipe I yaitu terjadi reaksi antara sel mast dengan IgE dan alergen

makanan.Reaksi tipe III misalnya pada penyakit gastroenteropati, sedangkan

reaksi tipe IV terdapat pada coeliac disease dan protein loss enteropaties. Pada

reaksi tipe I, alergen yang masuk tubuh menimbulkan respon imun dengan

dibentuknya IgE yang selanjutnya akan diikat oleh reseptor spesifik pada

permukaan sel mast dan basofil. Bila terjadi aktivasi akibat pajanan berulang

dengan antigen yang spesifik, sel mast akan melepaskan mediator seperti

histamin, ECF-A, PAF, SRA-A dan prostaglandin. Pada reaksi tipe III terjadi

reaksi kompleks antigen antibodi dalam jaringan atau pembuluh darah yang

Laporan Kasus | 18

Page 19: Laporan Lapkas 2 Diare

mengakibatkan komplemen. Komplemen yang diaktifkan kemudian melepaskan

Macrophage Chemotactic Factor yang akan merangsang sel mast dan basofil

melepas berbagai mediator. Pada reaksi tipe IV terjadi respon imun seluler, disini

tidak terdapat peran antibodi.Antigen dari luar dipresentasikan sel APC (Antigen

Presenting Cell) ke sel Th1 yang MHC-II dependen. Terjadi pelepasan berbagai

sitokin seperti MIF, MAF dan INF-γ oleh Th1. Sitokin tersebut akan mengaktivasi

makrofag dan menimbulkan kerusakan jaringan.

Berbagai mediator diatas akan menyebabkan luas permukaan mukosa berkurang

akibat kerusakan jaringan, merangsang sekresi klorida diikuti oleh natrium dan

air.

Alergi susu sapi

Bahan yang dipergunakan untuk membuat susu formula sebagian besar berasal dari

susu hewani terutama sapi. Beberapa penelitian melaporkan bahwa sekitar 2%-3% anak usia

di bawah 2 tahun mengalami alergi terhadap susu sapi terutama terhadap kandungan

proteinnya.

Protein di susu sapi berada dalam bentuk yang disebut dengan kasein sebanyak 80%

dan whey (20%). Paling sering berperan sebagai elergen (yang menyebabkan elergi) adalah

protein dalam bentuk kasein, alfa laktalbumin, beta laktoglobulin, beta serum albumin, dan

gamma globulin.

Mulai terjadinya alergi susu sapi terutama pada tahun-tahun pertama kehidupan bayi,

dan akan tampak lebih jelas sewaktu bayi mulai disapih. Gejala klinis  yang muncul sangat

bervariasi mulai dari yang ringan sampai berat, dan mulai munculnya gejala dapat cepat

terlihat setelah beberapa menit meminum atau memakan bahan makanan yang terbuat dari

susu sapi atau setelah beberapa jam kemudian. Gejala klinis yang paling sering muncul

adalah diare yang berkepanjangan, dapat disertai kram, kolik (sakit perut yang periodik) dan

muntah.

Diare alergi susu sapi dapat juga muncul pada bayi-bayi yang meminum ASI yang di

dalam diet ibunya mengandung susu sapi karena alergen protein susu sapi dapat melewati

ASI.

Laporan Kasus | 19

Page 20: Laporan Lapkas 2 Diare

Gejala diare oleh alergi susu sapi harus dibedakan dengan diare yang disebabkan oleh

intoleran susu sapi (tidak diterimanya susu) oleh susu bayi, terutama intoleran terhadap

laktosa, yaitu karbohidrat utama yang terdapat di dalam susu.

Diare karena intoleran laktosa disebabkan karena kekurangan enzim laktase di dalam

saluran cerna bayi, yang berperan menghidrolisis (mengubah) laktosa yang ada di dalam susu

menjadi glukosa dan galaktosa (gula susu) yang mudah diserap oleh usus bayi.

Kekurangan enzim laktase dapat terjadi primer yaitu dibawa sejak lahir, atau didapat

setelah lahir seperti bayi yang lahir sebelum cukup bulan (prematur), setelah diare mendadak

yang disebabkan infeksi seperti infeksi virus yang menyebabkan rusaknya mukosa

(permukaan usus) yang berperan memproduksi enzim laktase.

Mekanisme diare alergi susu sapi berbeda dengan diare yang disebabkan intoleran

laktosa, bukan karena kekurangan enzim  laktase, tetapi terjadi melalui perantaraan reaksi

imunologik tubuh (zat anti dari sistem pertahanan tubuh) terhadap protein susu.

Reaksi ini akan melepaskan bahan-bahan yang disebut dengan mediator (seperti

histamin, prostaglandin, leukotrin) yang menimbulkan gejala klinis tergantung dari organ

tempat terjadinya reaksi tersebut. Bila menyerang saluran cerna, gejala yang paling sering

muncul adalah diare yang bisa terjadi berkepanjangan selama meminum atau memakan

makanan yang berasal dari susu sapi, dapat pula disertai gejala kolik, kran, mual, dan muntah.

Di samping melepaskan bahan-bahan mediator, reaksi imunologik yang terjadi dapat

pula menyebabkan kerusakan (peradangan) pada mukosa usus yang disebut dengan proktitis,

enterokolitis dengan gejala diare yang dapat bercampur darah.

Bila didapatkan gejala-gejala sepeti yang telah dijelaskan dari susu sapi, maka

segeralah berkonsultasi dengan dokter spesialis anak.

Mekanisme primer yang menyebabkan diare akut adalah

1. Rusaknya vili-vili disekitar daerah brush border usus halus, yang menyebabkan

malabsorbsi yang menyebabkan diare karena gangguan osmotik.

Laporan Kasus | 20

Page 21: Laporan Lapkas 2 Diare

2. Kuman yang melepaskan toksin yang berkaitan dengan enterosit reseptor yang

spesifik yang menyebabkan terlepasnya ion klorida ke dalam membran intestinal

sehingga menyebabkan gangguan absorbsi kemudian diare. (Santoso, 2001).

Patogenesis terjadinya diare yang disebabkan virus yaitu virus yang masuk

melalui makanan dan minuman sampai ke enterosit, akan menyebabkan infeksi dan

kerusakan villi usus halus. Enterosit yang rusak diganti dengan yang baru yang

fungsinya belum matang, villi mengalami atropi dan tidak dapat mengabsorpsi cairan

dan makanan dengan baik, akan meningkatkan tekanan koloid osmotik usus dan

meningkatkan motilitasnya sehingga timbul diare.

Diare karena bakteri terjadi melalui salah satu mekanisme yang berhubungan

dengan pengaturan transpor ion dalam sel-sel usus cAMP,cGMP, dan Ca dependen.

Patogenesis terjadinya diare oleh salmonella, shigella, E coli agak berbeda dengan

patogenesis diare oleh virus, tetapi prinsipnya hampir sama. Bedanya bekteri ini dapat

menembus (invasi) sel mukosa usus halus sehingga depat menyebakan reaksi

sistemik.Toksin shigella juga dapat masuk ke dalam serabut saraf otak sehingga

menimbulkan kejang.Diare oleh kedua bakteri ini dapat menyebabkan adanya darah

dalam tinja yang disebut disentri.

E. Manifestasi Klinis

Mula-mula anak cengeng, gelisah, suhu tubuh naik, nafsu makan berkurang kemudian

timbuldiare.Tinja mungkin disertai lendir dan darah.Daerah anus dan sekitarnya timbul

luka lecet karena sering defekasi dan tinja yang asam akibat laktosa yang tidak diabsorbsi

usus selama diare.Gejala muntah dapat timbul sebelum atau selama diare dan dapat

disebabkan karena lambung turut meradang atau akibat gangguan keseimbangan asam

basa dan elektrolit.

Bila kehilangan cairan terus berlangsung tanpa pergantian yang memadai maka gejala

dehidrasi mulai tampak yaitu berat badan turun, turgor kulit berkurang, mata dan ubun-

ubun cekung (bayi), selaput lendir bibir, mulut, dan kulit kering. Bila keadaan ini terus

berlanjut maka akan terjadi syok hipovolemik dengan gejala takikardi, denyut jantung

menjadi cepat, nadi lemah dan tidak teraba, tekanan darah turun, pasien tampak lemah

dan kesadaran menurun, diuresis berkurang.

Diare menyebabkan hilangnya sejumlah besar air dan elektrolit dan sering disertai

dengan asidosis metabolik karena kehilangan basa, bila hal ini terjadi maka pasien akan

Laporan Kasus | 21

Page 22: Laporan Lapkas 2 Diare

tampak pucat, napas cepat dan dalam (Kusmaul).Dehidrasi dapat diklasifikasikan

berdasarkan defisit air dan atau keseimbangan elektrolit.Pada dehidrasi ringan

terjadikehilangan cairan kurang dari 5%,Pada dehidrasi sedang terjadikehilangan cairan

antara 5%-10% dan pada dehidrasi berat terjadi kehilangan cairan lebih dari 10%.

Derajat Dehidrasi

Gejala &

Tanda

Keadaan

UmumMata

Mulut/

LidahRasa Haus Kulit

Penurunan

BB

Estimasi

def.

cairan

Tanpa

DehidrasiBaik, Sadar Normal Basah

Minum

Normal,

Tidak Haus

Dicubit

kembali

cepat

< 5 50 cc

Dehidrasi

Ringan –

Sedang

Gelisah

RewelCekung Kering

Tampak

Kehausan

Kembali

lambat5 – 10 50–100

Dehidrasi

Berat

Letargik,

Kesadaran

Menurun

Sangat

cekung

dan kering

Sangat

kering

Sulit, tidak

bisa minum

Kembali

sangat

lambat

>10 100 cc

 

Berdasarkan konsentrasi Natrium plasma tipe dehidrasi dibagi 3 yaitu : dehidrasi

hiponatremia ( < 130 mEg/L ), dehidrasi iso-natrema ( 130m – 150 mEg/L ) dan

dehidrasi hipernatremia ( > 150 mEg/L ). Pada umunya dehidrasi yang terjadi adalah

tipe iso – natremia (80%) tanpa disertai gangguan osmolalitas cairan tubuh, sisanya

15 % adalah diare hipernatremia dan 5% adalah diare hiponatremia.

 

Kehilangan bikarbonat bersama dengan diare dapat menimbulkan asidosis metabolik

dengan anion gap yang normal (8-16 mEg/L), biasanya disertai hiperkloremia.Selain

penurunan bikarbonat serum terdapat pula penurunan pH darah, kenaikan pCO2. Hal ini

akan merangsang pusat pernapasan untuk meningkatkan kecepatan pernapasan sebagai

Laporan Kasus | 22

Pada kasus : Keadaan umum rewel , mukosa bibir dan mulut kering , air mata sedikit , tampak kehausan , turgor abdomen kembali agak lambat, hiperperistaltik

Pada kasus : Keadaan umum rewel , mukosa bibir dan mulut kering , air mata sedikit , tampak kehausan , turgor abdomen kembali agak lambat, hiperperistaltik

Page 23: Laporan Lapkas 2 Diare

upaya meningkatkan eksresi CO2 melalui paru (pernapasan Kussmaul). Untuk

pemenuhan kebutuhan kalori terjadi pemecahan protein dan lemak yang mengakibatkan

meningkatnya produksi asam sehingga menyebabkan turunnya nafsu makan

bayi.Keadaan dehidrasi berat dengan hipoperfusi ginjal serta eksresi asam yang menurun

dan akumulasi anion asam secara bersamaan menyebabkan berlanjutnya keadaan asidosis.

 

Kadar kalium plasma dipengaruhi oleh keseimbangan asam basa sehingga pada

keadaan asidosis metabolik dapat terjadi hipokalemia.Kehilangan kalium juga melalui

cairan tinja dan perpindahan K+ ke dalam sel pada saat koreksi asidosis dapat pula

menimbulkan hipokalemia. Kelemahan otot merupakan manifestasi awal dari

hipokalemia, pertama kali pada otot anggota badan dan otot pernapasan.Dapat terjadi

arefleks, paralisis dan kematian karena kegagalan pernapasan.Disfungsi otot harus

menimbulkan ileus paralitik, dan dilatasi lambung. EKG mnunjukkan gelombang T yang

mendatar atau menurun dengan munculnya gelombang U. Pada ginjal kekurangan K+

mengakibatkan perubahan vakuola dan epitel tubulus dan menimbulkan sklerosis ginjal

yang berlanjut menjadi oliguria dan gagal ginjal.

F. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan tinja

Makroskopik

Tinja yang watery dan tanpa mukus atau darah biasanya disebabkan oleh

enterotoksin virus, protozoa atau infeksi diluar saluran gastrointestinal.

Tinja yang mengandung darah atau mukus bisa disebabkan infeksi bakteri yang

menghasilkan sitotoksin, bakteri enteroinvasif yang menyebabkan peradangan mukosa

atau parasit usus seperti E. histolytica, B. coli, dan T. trichiura. Apabila terdapat darah

biasanya bercampur dalam tinja kecuali pada infeksi dengan E. histolytica darah sering

terdapat pada permukaan tinja dan pada infeksi EHEC terdapat garis-garis darah pada

tinja.Tinja yang berbau busuk didapatkan pada infeksi dengan Salmonella, Giardia,

Cryptosporidium dan Strongyloides.

Mikroskopik

Leukosit dalam tinja diproduksi sebagai respon terhadap bakteri yang

menyerang mukosa kolon. Leukosit yang positif pada pemeriksaan tinja menunjukkan

adanya kuman invasif atau kuman yang memproduksi sitokin seperti Shigella,

Salmonella, C. jejuni,C. difficile, Y. enterocolitica, V. parahaemolyticus dan

Laporan Kasus | 23

Page 24: Laporan Lapkas 2 Diare

kemungkinan Aeromonas atau P. shigelloides. Leukosit yang ditemukan umumnya

adalah PMN kecuali pada S. typhii mononuklear.

Kultur tinja harus segera dilakukan bila dicurigai terdapat Hemolytic Uremic

Syndrome, diare dengan tinja berdarah, bila terdapat lekosit pada tinja, KLB diare

dan pada penderita immunocompromised.

1. Pemeriksaan darah: darah perifer lengkap, analisis gas darah dan elektrolit

(terutama Na, K, Ca, dan P serum pada diare yang disertai kejang), kultur dan tes

kepekaan terhadap antibiotik.

2. Duodenal intubation(biopsi duodenum), untuk mengetahui kuman penyebab

secara kuantitatif dan kualitatif terutama pada diare kronik yang disebabkan

Giardiasis, Strongyloides, dan protozoa yang membentuk spora.

G. Tata laksana

Penggantian cairan dan elektrolit merupakan elemen yang penting dalam terapi efektif

diare akut. Beratnya dehidrasi secara akurat dinilai berdasarkan berat badan yang hilang

sebagai persentasi kehilangan total berat badan dibandingkan berat badan sebelumnya

sebagai baku emas. 

Pemberian terapi cairan dapat dilakukan secara oral atau parateral.Pemberian secara oral

dapat dilakukan untuk dehidrasi ringan sampai sedang dapat menggunakan pipa

nasogastrik, walaupun pada dehidrasi ringan dan sedang. Bila diare profus dengan

pengeluaran air tinja yang banyak ( > 100 ml/kgBB/hari ) atau muntah hebat (severe

vomiting) sehingga penderita tak dapat minum sama sekali, atau kembung yang sangat

hebat (violent meteorism) sehingga upaya rehidrasi oral tetap akan terjadi defisit maka

dapat dilakukan rehidrasi parenteral walaupun sebenarnya rehidrasi parenteral dilakukan

hanya untuk dehidrasi berat dengan gangguan sirkulasi. Keuntungan upaya terapi oral

karena murah dan dapat diberikan dimana-mana. AAP merekomendasikan cairan

rehidrasi oral (ORS) untuk rehidrasi dengan kadar natrium berkisar antara 75-90 mEq/L

Laporan Kasus | 24

Page 25: Laporan Lapkas 2 Diare

dan untuk pencegahan dan pemeliharaan dengan natrium antara 40-60mEq/L. Anak yang

diare dan tidak lagi dehidrasi harus dilanjutkan segera pemberian makanannya sesuai

umur. Menurut buku pedoman pelayanan kesehatan anak di rumah sakit, WHO tahun

2005, penatalaksanaan diare dibagi menjadi 3 rencana terapi yakni rencana terapi A untuk

penanganan diare di rumah, rencana terapi B untuk dehidrasi ringan/sedang, terapi C

untuk dehidrasi berat.

Rencana Terapi A

Oralit yang harus diberikan sebagai tambahan bagi kebutuhan cairannya sehari-

hari :

< 2 tahun : 50-100 ml tiapkali BAB

> 2 tahun : 100-200ml tiap BAB

Beri tablet Zink

Pada anak berumur 2 bulan ke atas, beri tablet zink selama 10 hari dengan dosis

Umur < 6 bulan : ½ tablet (10 mg) per hari

Umur > 6 bulan : 1 tablet (20 mg) per hari

Rencana Terapi B

(Dehidrasi Ringan – Sedang)

Rehidrasi pada dehidrasi ringan dan sedang dapat dilakukan dengan pemberian oral

sesuai dengan defisit yang terjadi namun jika gagal dapat diberikan secara intravena

sebanyak : 75 ml/kgBB/3jam. Pemberian cairan oral dapat dilakukan setelah anak dapat

minum sebanyak 5ml/kgbb/jam. Biasanya dapat dilakukan setelah 3-4 jam pada bayi dan

1-2 jam pada anak .Penggantian cairan bila masih ada diare atau muntah dapat diberikan

sebanyak 5-10 ml/kgbb setiap diare cair.

Beri tablet zink selama 10 hari dengan dosis yang sama seperti pada rencana terapi A.

Meskipun belum terjadi dehidrasi berat tetapi bila anak sama sekali tidak bisa minum

oralit mislanya karena anak muntah profus, dapat diberikan infus dengan intravena

secepatnya. Berikan 70 ml/kg BB cairan RL / Ringer Asetat (atau jika tak tersedia,

gunakan larutan NaCl) yang dibagi sebagai berikut :

Bayi (dibawah 12 bulan) : 70 ml/kgBB/5 jam

Anak (12 bulan sampai 5 tahun) : 70 ml/kgBB/2,5 jam

(Pelayanan kesehatan anak di rumah sakit, WHO, 2009)

Laporan Kasus | 25Kasus : BB : 12 kg dan pasien disertai muntah

Kasus : BB : 12 kg dan pasien disertai muntah

Page 26: Laporan Lapkas 2 Diare

Menurut IDAI ststus hidrasi dievaluasi secara berkala.

Berat badan 3-10 kg : 200 ml/kgBB/hari

Berat badan 10-15 kg : 175 ml/kgBB/hari

Berat badan > 15 kg : 135 ml/kgbb/hari

Rencana Terapi C

Penderita dengan dehidrasi berat, yaitu dehidrasi lebih dari 10% untuk bayi dan anak dan

menunjukkan gangguan tanda-tanda vital tubuh (somnolen-koma, pernafasan Kussmaul,

gangguan dinamik sirkulasi) memerlukan pemberian cairan elektrolit parenteral.

Penggantian cairan parenteral menurut panduan WHO diberikan sebagai berikut :

Usia <12 bln: 30ml/kgbb/1jam, selanjutnya 70ml/kgbb/5jam

Usia >12 bln: 30ml/kgbb/1/2 jam, selanjutnya 70ml/kgbb/2½ jam

 

Pada keadaan dehidrasi berat dan syok maka dilakukan rehidrasi parenteral 20 -30 ml/kg

BB, kemudian evaluasi 30 -60 menit, bila hemodinamik stabil maka rehidrasi sesuai

dehidrasi berat. (Depkes RI)

Menurut buku Pelayanan Medis IDAI

- diberikan rehidrasi parenteral dengan RL atau ringer asetat 100 ml/kgbb dengan cara

pemberian: sama dengan diatas, masukan cairan peroral diberikan bila pasien sudah

mau dan dapat minum, dimulai dengan 5 ml/kgbb selama proses rehidrasi.

Walaupun pada diare terapi cairan parenteral tidak cukup bagi kebutuhan penderita akan

kalori, namun hal ini tidaklah menjadi masalah besar karena hanya menyangkut waktu

yang pendek. Apabila penderita telah kembali diberikan diet sebagaimana biasanya .

Segala kekurangan tubuh akan karbohidrat, lemak dan protein akan segera dapat

dipenuhi. Itulah sebabnya mengapa pada pemberian terapi cairan diusahakan agar

penderita bila memungkinkan cepat mendapatkan makanan / minuman sebagai biasanya

bahkan pada dehidrasi ringan sedang yang tidak memerlukan terapi cairan parenteral

makan dan minum tetap dapat dilanjutkan.

 

Laporan Kasus | 26

Page 27: Laporan Lapkas 2 Diare

Rencana Terapi C (Dehidrasi berat)

Laporan Kasus | 27

Page 28: Laporan Lapkas 2 Diare

Beberapa antimikroba yang sering dipakai antara lain (WHO, 2006)

Kolera :

Tetrasiklin 12,5 mg/kg/x (4 x sehari selama 3 hari)

Eritromisin 12,5 mg/kg/x (4 x sehari selama 3 hari)

Laporan Kasus | 28

Page 29: Laporan Lapkas 2 Diare

Shigella :

Ciprofloxasin 15 mg/ kgBB (2 x sehari selama 3 hari)

Amebiasis:

Metronidasol 10mg/kg/x (3 x sehari selama 5 hari / 10 hari pada kasus berat)

Giardiasis :

Metronidasol 5mg/kg/x (3 x sehari selama 5 hari) 

Seng (Zinc)

Defisiensi seng sering didapatkan pada anak-anak di negara berkembang dan

dihubungkan dengan menurunnya fungsi imun dan meningkatnya kejadian infeksi

yang serius.Seng merupakan mikronutrien komponen berbagai enzim dalam tubuh,

yang penting untuk sintesis DNA.Pada sistematik review dari 10 RCT, seng dapat

menurunkan insiden diare sebanyak 15% dan prevalensi diare sampai 25%. Sejak

tahun 2004, WHO dan UNICEF telah menganjurkan penggunaan seng pada anak > 6

bulan dengan diare dengan dosis 20 mg/hari selama 10-14 hari dan pada bayi < 6 bulan

dengan dosis 10 mg perhari selama 10-14 hari.

H. Komplikasi

Dehidrasi

Hipoglikemi

Gangguan keseimbangan asam basa (asidosis metabolik)

Asidosis metabolik terjadi karena beberapa hal, yakni :

Kehilangan Na-bikarbonat bersama feses

Adanya ketosis kelaparan. Metabolisme lemak yang tidak sempurna sehingga

benda keton tertimbun dalam tubuh.

Terjadi penimbunan asam laktat karena adanya anoksia jaringan

Produk metabolisme yang bersifat asam meningkat karena tidak dapat

dikeluarkan oleh ginjal

Pemindahan ion Na dari cairan ekstraseluler ke dalam cairan intraseluler.

(Suraatmaja, 2005)

Laporan Kasus | 29

Kasus : diberikan zink 1 x 1Kasus : diberikan zink 1 x 1

Page 30: Laporan Lapkas 2 Diare

Secara klinis asidosis dapat diketahui dengan memperhatikan pernapasan yakni

pernapasan cepat, teratur dan dalam yang disebut pernapasan Kusmaul.Pernapasan ini

merupakan homeostasis respiratorik yaitu usaha dari tubuh untuk mempertahankan

pH darah. (Suraatmaja, 2005)

Gangguan elektrolit

Hipernatremia

Penderita diare dengan natrium plasma >150 mmol/L memerlukan

pemantauan berkala yang ketat. Tujuannya adalah menurunkan kadar natrium

secara perlahan-lahan. Penurunan kadar natrium plasma yang cepat sangat

berbahaya oleh karena dapat menimbulkan edema otak. Rehidrasi oral atau

nasogastik meenggunakan oralitadalah cara terbaik dan paling aman.

Koreksi dengan rehidrasi intravena dapat dilakukan menggunakan cairan

0,45% saline – 55 dextrose selama 8 jam.Hitung kebutuhan cairan

menggunakan berat badan tanpa koreksi. Periksa kadar natrium plasma setelah

8 jam. Bila normallanjutkan dengan rumatan, bila sebaliknya lanjtukan 8 jam

lagi dan periksa kembali natrium plasma setelah 8 jam. Untuk rumatan

gunakan 0,18% saline – 5% dextrose, perhitungkan untuk 24 jam.Tambahkan

10 mmol KCl pada setiap 500 ml cairan infus setelah pasien dapat

kencing.Selanjutnya pemberian diet normal dapat mulai diberikan.Lanjutkan

pemberian oralit 10ml/kgBB/setiap BAB, sampai diare berhenti.

Hiponatremia

Anak dengan diare yang hanya minum air putih atau cairan yang hanya

mengandung sedikit garam, dapat terjadi hiponatremia (Na < 130

mol/L).hiponatremia sering terjadi pada anak dengan Shigellosis dan pada

anak malnutrisi berat dengan edema. Oralit aman dan efektif untuk terapi dari

hampir semua anak dengan hiponatremia.Bila tidak berhasil, koreksi Na

dilakukan bersamaan dengan koreksi cairan rehidrasi yaitu memakai Ringer

Laktat atau normal saline. Kadar Na koreksi (mEq/L) = 125 – kadar Na serum

yang diperiksa dikalikan 0,6 dan dikalikan berat badan. Separuh diberikan

dalam 8 jam, sisanya diberikan dalam 16 jam. Peningkatan serum Na tidak

boleh melebihi 2 mEq/L/jam.

Hiperkalemia

Laporan Kasus | 30

Page 31: Laporan Lapkas 2 Diare

Disebut hiperkalemia jika K > 5 mEq/L, koreksi dilakukan dengan pemberian

kalsium glukonas 10% 0,5-1 ml/kgBB i.v pelan-pelan dalam 5-10 menit

dengan monitor detak jantung.

Hipokalemia

Dikatakan hipokalemia bila K < 3,5 mEq/L, koreksi dilakukan menurut kadar

K : jika kadar kalium 2,5-3,5 mEq/L diberikan peroral 75 mcg/kgBB/hari

dibagi 3 dosis. Bila < 2,5 mEq/L maka diberikan secara intravena drip (tidak

boleh bolus) diberikan dalam 4 jam.

Dosisnya : (3,5 - kadar K terukur x BB x 0,4 + 2 mEq/kgBB/24 jam) diberikan

dalam 4 jam, kemudian 20 jam berikutnya adalah (3,5 - kadar K terukur x BB

x 0,4 + 1/6 x 2 mEq x BB)

Hipokalemia dapat menyebabkan kelemahan otot, paralitik ileus, gangguan

fungsi ginjal dan aritmia jantung.Hipokalemia dapat dicegah dan kekurangan

kalium dapat dikoreksi dengan menggunakan oralit dan memberikan makanan

yang kaya kalium selama diare dan sesudah diare berhenti.

Kejang

Pada anak yang mengalami dehidrasi, walaupun tidak selalu, dapat terjadi kejang

sebelum atau selama pengobatan rehidrasi.Kejang tersebutdapat disebabkan oleh

karena hipoglikemik, kebanyakan terjadi pada bayi atau anak yang gizinya buruk,

hiperpireksia, hiponatremia atau hipernatremia.

Gangguan sirkulasi

Sebagai akibat diare dengan atau tanpa disertai muntah, dapat terjadi gangguan

sirkulasi darah berupa renjatan/syok hipovolemik.Akibatnya perfusi jaringan

berkurang dan terjadi hipoksia dan asidosis bertambah berat.Kemudian dapat

mengakibatkan perdarahan di otak yang menimbulkan penurunan kesadaran dan bila

tidak diatasi dengan segera maka pasien dapat meninggal. (Suraatmaja, 2005)

I. Pencegahan

Sejumlah intervensi telah diusulkan untuk mencegah diare pada anak, kebanyakan

meliputi cara yang berhubungan dengan cara pemberian makanan kepada bayi,

kebersihan perseorangan, kebersihan makanan, penyediaan air bersih, pembuangan tinja

yang aman dan imunisasi. Ada 7 cara diidentifikasi sebagai sasaran untuk promosi, yaitu :

Laporan Kasus | 31

Page 32: Laporan Lapkas 2 Diare

1. Pemberian ASI

2. Perbaikan makanan pendamping ASI

3. Penggunaan air bersih untuk kebersihan dan untuk minum

4. Cuci tangan dengan sabun sehabis buang air besar dan sebelum makan.

5. Penggunaan jamban yang bersih dan higienis

6. Pembuangan tinja yang aman

7. Imunisasi campak

Penderita yang dirawat inap harus ditempatkan pada tindakan pencegahan enteric,

termasuk cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan penderita, penggunaan jas

panjang bila ada kemungkinan pencemaran dan sarung tangan bila menyentuh bahan

yang terinfeksi. Penderita dan keluarganya harus dididik mengenai cara penularan

enteropatogen dan cara-cara mengurangi penularan. (Behrman, 2000)

ANALISA MASALAH

Laporan Kasus | 32

Page 33: Laporan Lapkas 2 Diare

Diagnosa pada kasus ini adalah diare akut dengan dehidrasi ringan sedang ec bakteri

karena :

S : Keluhan BAB ± 7x dengan konsistensi cair, berwarna kuning, disertai lendir dan

berampas , dan tidak disertai darah sejak 3 hari SMR

O : Dari pemeriksaan fisik didapatkan: Keadaan umum: rewel , kesadaran composmentis,

Suhu 38,0 ℃, Pernapasan : 25 x/menit ( reguler ), Nadi 100x/menit ( reguler, kuat angkat )

ubun-ubun sudah menutup , air mata sedikit , mata cekung , mukosa bibir kering dan pada

pemeriksaan abdomen auskultasi hiperperistaltik 17x/menit dan palpasi turgor kulit kembali

agak lambat. Ekstremitas atas dan bawah hangat.

Pemeriksaan penunjang

Laporan Kasus | 33

Berdasarkan teori : Dehidrasi ringan sedang (kehilangan cairan 5-10% berat

badan)

Apabila di dapatkan dua tanda utama ditambah dua atau lebih tanda

tambahan

Keadaan umum gelisah dan cengeng

Ubun-ubun besar sedikit cekung, mata sedikit cekung, air

mata kurang, mukosa mulut dan bibir sedikit kering

Turgor kembali agak lambat

Akral hangat

Berdasarkan teori : Dehidrasi ringan sedang (kehilangan cairan 5-10% berat

badan)

Apabila di dapatkan dua tanda utama ditambah dua atau lebih tanda

tambahan

Keadaan umum gelisah dan cengeng

Ubun-ubun besar sedikit cekung, mata sedikit cekung, air

mata kurang, mukosa mulut dan bibir sedikit kering

Turgor kembali agak lambat

Akral hangat

Berdasarkan teori : diare aku adalah buang air besar pada bayi atau anak

lebih dari 3 kali perhari, disertai perubahan konsistensi tinja menjadi cair

dengan atau tanpa lendir dan darah yang berlangsung kurang dari satu

minggu

Berdasarkan teori : diare aku adalah buang air besar pada bayi atau anak

lebih dari 3 kali perhari, disertai perubahan konsistensi tinja menjadi cair

dengan atau tanpa lendir dan darah yang berlangsung kurang dari satu

minggu

Page 34: Laporan Lapkas 2 Diare

Laporan Kasus | 34

Normal : 1-5 /LBPNormal : 1-5 /LBP

Normal = tidak ditemukan bakteri

Normal = tidak ditemukan bakteri

Berdasarkan teori :

Makroskopik à Tinja yang mengandung darah atau mucus bisa disebabkan

infeksi bakteri yang menghasilkan sitotoksin, bakteri enteroinvasif yang

menyebabkan peradangan mukosa.

Mikroskopik à Leukosit dalam tinja diproduksi sebagai respon terhadap bakteri

yang menyerang mukosa kolon. Leukosit yang positif pada pemeriksaan tinja

menunjukkan adanya kuman invasif atau kuman yang memproduksi sitokin

seperti Shigella, Salmonella, C. jejuni,C. difficile, Y. enterocolitica, V.

parahaemolyticus dan kemungkinan Aeromonas atau P. shigelloides. Leukosit

yang ditemukan umumnya adalah PMN kecuali pada S. typhii mononuklear.

Berdasarkan teori :

Makroskopik à Tinja yang mengandung darah atau mucus bisa disebabkan

infeksi bakteri yang menghasilkan sitotoksin, bakteri enteroinvasif yang

menyebabkan peradangan mukosa.

Mikroskopik à Leukosit dalam tinja diproduksi sebagai respon terhadap bakteri

yang menyerang mukosa kolon. Leukosit yang positif pada pemeriksaan tinja

menunjukkan adanya kuman invasif atau kuman yang memproduksi sitokin

seperti Shigella, Salmonella, C. jejuni,C. difficile, Y. enterocolitica, V.

parahaemolyticus dan kemungkinan Aeromonas atau P. shigelloides. Leukosit

yang ditemukan umumnya adalah PMN kecuali pada S. typhii mononuklear.

Page 35: Laporan Lapkas 2 Diare

Penatalaksanaan

Injeksi

- IVFD KN3B 12 tpm

- Cefriaxone injek 1x500 mg

Oral

- Zink tab 1 x 1

- Vometa syr 3 x 1/2

- Sanmol drop 4 x 1,2 ml

- Injeksi cefriaxone

Ceftriaxone mempunyai spektrum luas dan waktu paruh eliminasi 8 jam.

Ceftriaxone efektif terhadap mikroorganisme gram positif dan gram negatif. Ceftriaxone juga

sangat stabil terhadap enzim beta laktamase yang dihasilkan oleh bakteri

- Zink

Dapat menurunkan BAB dan volume tinja sehingga dapat menurunkan dehidrasi pada

anak . diberikan selama 10-14 hari meskipun anak sudah tidak mengalami diare.

- Vometa

Sesuai indikasi mual dan muntah dan dyspepsia yang disertai perlambatan

pengosongan lambung

Sediaan sirup 1 mg/ ml 60 mg ( dosis : 3 x sehari 2,5 mg / 10 kgBB )

Laporan Kasus | 35

Sesuai dengan kasus ditemukan bakteri gram negatif dan leukosit 20-30/LBP dalam pemeriksaan tinja

Sesuai dengan kasus ditemukan bakteri gram negatif dan leukosit 20-30/LBP dalam pemeriksaan tinja

Kasus : os mual dan muntah lebih kurang 3x sehari berisi makanan dan air

Kasus : os mual dan muntah lebih kurang 3x sehari berisi makanan dan air

Page 36: Laporan Lapkas 2 Diare

- Sanmol drop

untuk menurunkan demam yang menyertai influenza. SANMOL mengandung Paracetamol

yang bekerja sebagai nalgesik, bekerja dengan meningkatkan ambang rangsang rasa sakit dan

sebagai antipiretik, diduga bekerja langsung pada pusat penghantar panas di hipotalamus . Tiap 0.6

ml mengandung Paracetamol 60 mg (100 mg/ml). 1 - 2 tahun: 0.6 ml - 1.2 ml, 3 - 4 kali sehari.

BAB IV

DAFTAR PUSTAKA

Laporan Kasus | 36

Page 37: Laporan Lapkas 2 Diare

1. Corwin AL, Subekti D, Sukri NC, Willy RJ, Master J, Priyanto E, dkk. A large outbreak of

probable rotavirus in nusa tenggara timur, Indonesia. Am J Trop Med Hyg. 2005; 72(4):488-

94

2. Departemen Kesehatan RI. Buku Ajar Diare: Pendidikan medik pemberantasan diare.

Jakarta: Ditjen. PPM dan PLP 1999.

3. Depkes RI. Profil Kesehatan Indonesia 2009. http://www.depkes.

Go.id/downloads/profil_kesehatan_2009/index html). Diakses 1 januari 2011.

4. Depkes. Pedoman Pemberantasan Penyakit Diare. Jakarta: Ditjen PPM & PL. 2005.

5. Hendarwanto. Diare akut karena infeksi, dalam: Waspadji S, Rachman AM, Lesmana LA,

dkk. Editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalan Jilid I. Ed.ke-3. Jakarta: Balai Penerbit

FKUI:1996.hal.451-57.

6. Irwanto. Ilmu Penyakit Anak: Diagnosa dan Penatalaksanaan. Salemba Medika. Jakarta.

2002. h. 73 – 79.

7. Irianto J, Soesanto S, Supartini, Inswiasri, Irianti S, Anwar A. Faktor-faktor yang

mempengaruhi kejadian diare pada anak balita. Buletin penelitian kesehatan 1996;

24(2&3):77-96

8. Lung E, acute diarrheal diseasse.in Friedman SL, McQuaid KR, Grendell JH,editors. Current

diagnosis and treatment in gastroenterology.2nd edition. Newyork: Lange medical

books,2003.p.131-50.

9. Mannick E, Zhang Z, Udall JN. Immunophysiology and nutrition of the gut.Dalam: Walker

WA, Watkins JB, Duggan C, penyunting. Nutrition in pediatrics. Edisi ke-3. Hamilton London:

BC Decker Inc; 2003. h.341-57

10. Noerasid H, Suraatmadja S, Asnil PO. Gastroenteritis (diare) akut. Dalam: Suharyono,

Boediarso A, Halimun EM, penyunting. Gastroenterologi anak praktis. Edisi ke-4. Jakarta: FK-

UI; 2003. h.51-76

11. Offit PA. Gastroenteritis virus. Dalam:Rudolph AM, Hoffman JIE, Rudolph CD, penyunting.

Buku Ajar Pediatri Rudolph. Edisi ke-20, volume ke-1.Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC;

2006. h.719-20

12. Orenstein DM. Diare akut dalam :Behman, Kliegman, Arvin,editor.Nelson.Ilmu Kesehatan

Anak.ed ke-15.Jakarta.EGC.2000.hal.889-92

13. Pusponegoro HD,dkk. Diare akut da;am: Standar pelayanan medis kesehatan anak.ed ke-

1.Jakarta.Badan penerbit IDAI.2004.49-52

14. Pudjiaji AH, Hegar B, Handyastuti S,dkk. Diare akut dalam: Pedoman pelayanan medis IDAI,

jilid I. Jakarta. Badan Penerbit IDAI:2010. hal.58-61.

Laporan Kasus | 37

Page 38: Laporan Lapkas 2 Diare

15. Soewondo ES. Penatalaksanaan diare akut akibat infeksi. Dalam: Suharto,Hadi U,

Nasronudin, editor. Seri penyakit triopik infeksi. Perkembangan terkini dalam pengelolaan

beberapa penyakit tropik infeksi.Surabaya:Airlangga University Press.2002.hal.34-40.

Laporan Kasus | 38