lap p1 farkindas fixx

19
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan Jurusan Farmasi Jl. Dr. Soeparno, karang wangkal LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM FARMAKOKINETIKA DASAR Nama Kelompok : Kelompok 4 Golongan : I A Nama Mahasiswa : 1. Swastika Dwi Ariasti ( G1F013029 ) 2. Defi Srium Siagian ( G1F013031 ) 3. Siti Rohmatillah H. ( G1F013033 ) 4. Isrohatun Sya’diah ( G1F013035 ) 5. Firrizqi Adam ( G1F013037 ) Tanggal Praktikum : 23 Maret 2015 Judul Praktikum : SIMULASI INVITRO MODEL FARMAKOKINETIKA Nama Asisten : Kak Riyanti Dosen Pembimbing : Tunggul Adi P. M. Sc., Apt A. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Setiap obat mempunyai karakteristik masing – masing berkaitan dengan ADME-nya (Adsorbsi, Distribusi, Metabolisme, Ekskresi). ADME akan menentukan kadar obat dalam reseptornya sehingga akan menentukan timbulnya efek

Upload: defisiagian

Post on 18-Dec-2015

498 views

Category:

Documents


52 download

DESCRIPTION

laporan praktikum farkindas

TRANSCRIPT

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMANFakultas Ilmu-Ilmu KesehatanJurusan FarmasiJl. Dr. Soeparno, karang wangkal LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM FARMAKOKINETIKA DASAR

Nama Kelompok : Kelompok 4Golongan : I ANama Mahasiswa : 1. Swastika Dwi Ariasti ( G1F013029 ) 2. Defi Srium Siagian ( G1F013031 ) 3. Siti Rohmatillah H. ( G1F013033 ) 4. Isrohatun Syadiah( G1F013035 ) 5. Firrizqi Adam( G1F013037 )Tanggal Praktikum : 23 Maret 2015Judul Praktikum : SIMULASI INVITRO MODEL FARMAKOKINETIKANama Asisten : Kak RiyantiDosen Pembimbing: Tunggul Adi P. M. Sc., Apt

A. PENDAHULUAN1. Latar BelakangSetiap obat mempunyai karakteristik masing masing berkaitan dengan ADME-nya (Adsorbsi, Distribusi, Metabolisme, Ekskresi). ADME akan menentukan kadar obat dalam reseptornya sehingga akan menentukan timbulnya efek farmakologi atau efek toksiknya. Hal tersebut dapat dikaji dalam studi Farmakokinetik. Studi ini memberikan banyak manfaat yaitu mencegah antaraksi obat yang tidak diinginkan, melakukan penyesuaian posologi pada kasus gagal ginjal atau hati, merencanakan skema terapik obat baru, mendeteksi perbedaan individual dalam metabolisme obat, menangani obat yang kurang aman, dan lain lain.Dalam tubuh, obat berada dalam suatu keadaan dinamik. Dalam suatu sistem biologik peristiwa peristiwa yang dialami obat sering terjadi secara serentak. Dalam menggambarkan sistem biologik yang kompleks tersebut, dibuat penyederhanaan anggapan mengenai pergerakan obat itu. Suatu hipotesis atau model disusun dengan menggunakan istilah matematik, yang memberi arti singkat dari pernyataan hubungan kuantitatif. Berbagai model matematik dapat dirancang untuk meniru proses laju absorpsi, distribusi, dan eliminasi obat. Model matematik ini memungkinkan pengembangan persamaan untuk menggambarkan konsentrasi obat dalam tubuh sebagai fungsi waktu (Shargel dan Andrew, 2005).Suatu kompartemen bukan suatu daerah fisiologik atau anatomik yang nyata, tetapi dianggap sebagai sutu jaringan atau kelompok jaringan yang mempunyai aliran darah dan afinitas obat yang sama. Dalam masing masing kompartemen, obat dianggap didistribusi secara merata. Model kompartemen didasarkan atas anggapan linier yang menggunakan persamaan diferensial linier (Shargel dan Andrew, 2005).Secara konseptual, obat bergerak masuk dan keluar kompartemen secara dinamik. Tetapan laju reaksi diperlukan untuk menyatakan semua proses laju obat masuk dan keluar dari kompartemen. Model kompartemen kemudian diuji kebenarannya dan selanjutnya diperoleh parameter parameter farmakokinetiknya (Shargel dan Andrew, 2005).2. Dasar Teori Model farmakokinetik merupakan model matematika yang menggambarkan hubungan antara dosis dan konsentrasi obat dalam setiap individu. Parameter dari model menggambarkan faktor-faktor yang dipercaya penting dalam penentuan observasi dari konsentrasi atau efek obat. Estimasi parameter model adalah tahap untuk mengukur respon secara individu dan variabilitas dalam populasi. Model farmakokinetik mempunyai aplikasi langsung untuk terapi obat berkenaan dengan menentukan aturan dosis yang sesuai. Selama ini estimasi parameter dilakukan pada populasi farmakokinetik yaitu untuk menghitung variabilitas dalam respon obat. Populasi farmakokinetik digunakan untuk menggambarkan karakteristik farmakokinetik dan farmakodinamik dari suatu obat dalam populasi dengan mengkaitkan struktur model matematika dalam model statistika (Shargel dan Andrew, 2005).Profil farmakokinetika yang paling sederhana dapat diperoleh pada pemberian obat dengan dosis tunggal (1 kali pemberian). Secara ringkas, suatu obat diberikan dengan dosis tertentu, kemudian diikuti dengan pengambilan sampel-sampel darah/serum/plasma untuk diukur kadar obatnya pada waktu-waktu tertentu. Kadar obat dan waktu kemudian diplot dalam suatu kurva, sehingga didapatkan profil farmakokinetik seperti berikut :onsetMECINTENSITAS

MTCtCDURASI

Gambar 1. Profil FarmakokinetikaParameter-parameter farmakokinetik kemudian dihitung secara matematis, meliputi tetapan kecepatan absorpsi (Ka), kadar puncak obat dalam darah/serum/plasma (Cmax), waktu untuk mencapai kadar puncak (Tmax), tetapan kecepatan eliminasi (Kel), waktu paro eliminasi (T1/2) dan luas daerah di bawah kurva kadar obat vs. waktu (AUC) (Shargel dan Andrew, 2005).Model kompartemen satu terbuka mempunyai anggapan bahwa perubahan kadar obat dalam plasma sebanding dengan kadar obat dalam jaringan. Model ini obat akan didstribusikan ke semua jaringan di dalam tubuh melalui sistem sirkulasi dan secara tepat berkeseimbangan di dalam tubuh. Tetapi, model ini tidak menganggap bahwa konsentrasi obat dalam tiap jaringan adalah sama pada berbagai waktu. Di samping itu DB juga tidak dapat ditentukan secara langsung, tetapi dapat ditentukan konsentrasi obatnya dengan menggunakan darah. Volume distribusi, Vd adalah volume dalam tubuh dimana obat tersebut larut ( Hakim, 2007 ).

Gambar 2. Kompartemen satu terbukaKeterangan :1 = Pemberian suntikan IV dengan dosis Xo2 = Pemberian yang harus melewati membran (misal: oral) untuk sampai ke kompartemen dengan jumlah obat tersedia untuk diabsorbsi (Xa) dan tetapan kecepatan absorbsi Ka K = Tetapan kecepatan eksresi obat dari kompartemen.(cahyadi, 1985).Jika suatu obat diberikan dalam bentuk injeksi intravena cepat (iv bolus), seluruh dosis obat masuk tubuh dengan segera. Dalam hal ini tidak terjadi absorpsi obat, dimana obat akan didistribusikan bersama sistem sirkulasi sistemik dan secara cepat berkesetimbangan di dalam tubuh. Dalam model ini juga dianggap bahwa berbagai perubahan kadar obat dalam plasma mencerminkan perubahan yang sebanding dengan kadar obat dalam jaringan. Tetapi, model ini tidak menganggap bahwa konsentrasi obat dalam tiap jaringan tersebut adalah sama pada berbagai waktu. Jumlah obat di dalam tubuh tidak dapat ditentukan secara langsung, melainkan dengan menentukan konsentrasi obat dalam plasma/darah setiap satuan waktu dan mengalikannya dengan volume distribusinya Vd, yaitu volume dalam tubuh dinama obat tersebut melarut (Hakim, 2007).

Gambar 3. Model satu kompartemen terbuka intravenaKeterangan :D = dosis intra vena bolusV = Volume distribusiK = Konstanta laju eleminasi(Cahyadi, 1985).3. Tujuan Percobaan Tujuan Umum : Memahami konsep farmakokinetika suatu obat Tujuan Khusus : Mempelajari konsep farmakokinetika suatu obat dengan menggunakan simulasi invitro Membedakan profil farmakokinetika suatu obat dengan dosis, rute pemakaian, klirens dan volume distribusi yang berbeda Menerapkan analisis farmakokinetika dalam perhitungan parameter farmakokinetika

B. BAHAN DAN ALAT YANG DIGUNAKANa. BahanBahan yang digunakan pada praktikum ini yaitu metilen merah dan air suling.b. AlatAlat yang digunakan pada praktikum ini yaitu spektrofotometer, magnetic stirrer, tabung reaksi, pipet ukur, gelas beker 1L/2L, pipet volume 25 ml/30 ml.

C. CARA KERJAa. Macam PercobaanSetiap Kelompok

-dilakukan satu macam percobaan secara ekstravaskulerI. dosis (200 mg), klirens (200 ml/15 menit), VD (0,5 L)ii. dosis (100 mg), klirens (100 ml/15 menit), VD (0,5 L)iii. dosis (200 mg), klirens (200 ml/15 menit), VD (1 L)Hasil

b. Tahapan Percobaan 1. Pembuatan larutan baku kerja metilen merahLarutan baku induk (metilen merah)

-dibuat dari 100 mcg/ml metilen merah, dilarutkan dalam 100 ml air suling. -dibuat dengan cara mengencerkan larutan baku induk dengan air suling sampai kadar 0,25; 0,5; 1; 2; 3; 5 mcg/ml. Hasil

2. Penentuan panjang gelombang maksimumLarutan baku kerja 2 dan 5 mcg/ml

-ditentukan panjang gelombang maksimum -diamati nilai serapan pada panjang gelombang antara 530-570 nm -dibuat kurva serapan pada kertas grafik skala -ditentukan maksimumHasil

3. Pembuatan kurva bakuLarutan baku

-dilakukan pengamatan serapan pada 1 panjang gelombang maksimum dari 2. -dibuat tabel hasil pengamatan dan kurva kadar pada kertas grafik berskala sama dan dihitung koefisien korelasi, dibuat persamaan garisnya. Hasil

4. Simulasi model farmakokinetika invitroGelas beaker

-diisi dengan air suling secara kuantitatif sesuai nilai VD, dijalankan stirer -ditambahkan metilen merah sesuai dengan dosis yang ditentukan sebelumnya -diambil sampel larutan metilen merah berkali-kali sebesar nilai Cl dan segera digantikan volume yang diambil tersebut dengan air suling -diukur serapan sampel pada panjang gelombang maksimum yang telah diperoleh, digunakan air suling sebagai blangko -dihitung parameter farmakokinetikaHasil

D. HASIL PERCOBAANLarutan induk = 5 mg ad 50 ml = 0,1 mg/ml = 100 mcg/mlPerlakuan kelompokIIIIIIIV

Dosis (mg)20102010

CL (ml/15menit)200100200100

Vd (L)0,50,511

Hasil absorbansi larutan induk/ bakuKonsentrasi (mg/ml)Absorbansi

50,403

100,524

200,623

400,847

500,925

R = 0,992 A = 0,384B = 0,011y = 0,384 + 0,011xHasil percobaanKelompokKadar (C)ALog Ct (menit)t vs log C

10,2680

0,19615

0,13930

011845

20,1540

0,14915

0,13330

0,12745

30,1530

0,14115

0,11830

0,11245

40,1120

0,10615

0,10530

0,10445

E. PEMBAHASANParameter farmakokinetika adalah besaran yag di turunkan secaraa matematis dari model berdasarkan hasil pengukuran kadar obat utuh atau metabolitnya dalam darah, urin, atau cairan hayati lainnya. Fungsi dari penetapan farmakokinetika suatu obat adalah untuk mengkaji kinetika absorbsi, distribusi dan eliminasi (Shargel, 2005). Secara umum parameter farmakokinetika di golongkan menjadi 3 yaitu:a. Parameter primer Parameter ini adalah parameter farmakokinetika yang harganya dipengaruhi secara langsung oleh variable biologis. Contoh dari parameter primer adalah volume distribusi (Vd), Clirens (Cl), dan kecepatan absorbsi (Ka). Volume distribusi (Vd) adalah volume hipotik dalam tubuh tempat obat larut, salah satu faktor yang harus dipertimbangkan dalam menentukan jumlah obat di dalam tubuh dan digunakan untuk menilai jumlah relatif obat di luar kompartemen sentral (Shargel,2005). Clirens (Cl) adalah parameter farmakokinetika yang menggambarkan eliminasi obat yang merupakan jumlah volume cairan yang mengandung obat yang diberikan dari kompartemen tubuh setiap waktu (Shargel,2005). Kecepatan absorbsi (Ka) adalah tetapan laju absopsi obat.b. Parameter sekunder Parameter ini adalah parameter yang bergantung pada parameter primer. Contoh dari parameter sekunder antara lain, waktu paruh eliminasi (t1/2) dan kecepatan eliminasi (Kel). Waktu paruh eliminasi merupakan waktu yang dibutuhkan obat untuk tereliminasi menjadi separuh dari konsentrasi awal. Besar kecilnya waktu paruh eliminasi sangat menentukan lama kerja obat dan menjadi acuan untuk menetapkan dosis pada pemakaian berulang (Shargel,2005).c. Parameter tersierParameter ini tidak hanya bergantung pada parameter primer, tetapi juga bergantung pada besaran lain. Contoh parameter turunan antara lain, waktu puncak (t maks), kadar puncak (cp maks) dan area under curve (AUC). Kadar puncak adalah kadar tertinggi yang terukur di dalam darah atau plasma. Area under curve (AUC) adalah permukaan di bawah kurva (grafik) yang menggambarkan nilai naik dan turunannya kadar plasma sebagai fungsi waktu dan juga dapat di gunakan untuk membandingkan kadar masing-masing plasma obat bila penentuan eliminasinya tidak mengalami perubahan (Tjay dan Rahardja, 2007).Model farmakokinetika merupakan suatu hubungan metematik yang menggambarkan suatu perubahan konsentrasi terhadap waktu. Mengapa menggunakan model farmakokinetika karena untuk menentukan suatau kadar obat yang mengalami proses distribusi yang di bawa oleh cairan tubuh (darah) untuk melanjutkan proses metabolisme obat ke setiap jaringan yang saling terhubung satu sama lain, Suatu kompartemen bukan daerah fisiologik atau anatomi yang nyata tetapi dianggap sebagai suatu jaringan atau kelompok jaringan yang mempunyai aliran darah dan afinitas obat yang sama . Model-model farmakokinetika ada 3 antara lain:1. Model KompartemenModel kompartemen bukan merupakan suatu daerah anatomi yang nyata , model ini di bagi menjadi dua yaitu:a. Model kompartemen satu terbuka Model kompartemen satu terbuka mempunyai anggapan bahwa perubahan kadar obat dalam plasma sebanding dengan kadar obat dalam jaringan. Model ini obat didistribusikan ke semua jaringan di dalam tubuh, tetapi model ini tidak menganggap bahwa konsentrasi obat dalam tiap jaringan adalah sama pada berbagai waktu. b. Model kompartemen dua terbuka Model kompartemen dua di anggap bahwa obat terdistribusi ke dalam dua kompartemen yaitu kompartemen sentral dan kompartemen perifer dimana obat tersebut memilih rute langsung yaitu kompartemen 1 atau rute yang harus berputar menuju tempat tertentu seperti kompartemen 2.2. Model caternary Model carternary terdiri atas kompartemen-kompartemen yang bergabung satu dengan yang lain menjadi satu deretan kompartemen (wulandari, 2009).3. Model fisiologik (model aliran)Model fisiologik merupakan model farmakokinetika yang di dasarkan atas data anatomik dan fisiologikyang diketahui, dan di gunakan untuk memperkirakan farmakokinetika pada manusia dan data hewan untuk mengetahui efek suatu obat (Shargel,2005).Pada praktikum kali inidilakukan pengamatan perubahan konsentrasi metilen merah yang di anggap sebagai obat terhadap waktu yang dilakukan in vitro secara intravaskular yang di simulasikan dengan keadaan yang ada didalam tubuh dimana obat diberikan dalam bentuk injeksi intravena. Langkah pertama, pembuatan larutan baku kerja metilen merah yang di timbang sebesar 10 mg di larutkan dalam 50 ml air suling kemudian di lakukan pengenceran sampai di dapat larutan dengan kadar 0,25; 0.5;1; 2; 3; 5 mcg/ ml. langkah berikutnya penentuan panjang gelombang maksimum dengan menggunakan larutan baku kerja 2 dan 5 mcg/ml kemudian di ukur nilai serapannya pada panjang gelombang 530-570 nm. Kemudian dibuat kurva serapan agar dapat di tentukan nilai panjang gelombang maksimum, di hitung korelasinya dan di buat persamaan garis. Pengujian invitro secara intravaskular, langkah pertama diisi gelas beker dengan air suling sebanyak 1 liter sebagai volume distribusi, kemudian di tambahkan metilen merah dengan dosis sebesar 10 mg, metilen merah yang digunakan adalah dari larutan baku induk yang disesuaikan volumenya. Larutan metil merah yang tercampur menggambarkan proses distribusi obat yang langsung terdistribusi di dalam tubuh. Setelah itu di ambil larutan metilen merah sebesar nilai klirens yaitu 100 ml/ 15 menit dengan empat kali replikasi pada waktu menit 0; 15; 30; 45 dan segera di gantikan volume yang di ambil dengan air suling. Perlakuan ini menjelaskan proses ekskresi obat dari tubuh dalam satuan waktu Karena berdasarkan model farmakokinetika yang paling sederhana pelarutan obat dalam suatu volume tubuh digambarkan sebagai model kompartemen satu terbuka dimana konsentrasi obat dari waktu nol ( awal ) akan semakin berkurang secara konstan hingga waktu tertentu sampai konsentrasi obat didalam tubuh habis. Dalam kompartemen ini tidak ada proses distribusi dan absorbsi obat tapi langsung pada fase eliminasi jadi obat dapat terabsorbsi 100 % didalam tubuh (Shargel,2005). Kemudian dilakukan pengukuran serapan sampel pada panjang gelombang maksimum yang telah di peroleh menggunakan air suling sebagai blanko dan di hitung parameter farmakokinetikanya.Hasil yang di dapatkan untuk penentuan nilai absorbansi larutan baku metilen merah dengan konsentrasi 5 mg/ml (0,403 A), 10 mg/ ml (0,524 A), 20 mg/ml (0,623 A), 40 mg/ml (0,847 A), 50 mg/ml (0,925 A), dengan perhitungan regresi linier di dapatkan persamaan linier y= 0,384 + 0,011x, dan nilai regresi linier (r) yang didapat adalah 0,992. Regresi linier ini menunjukkan data yang diperoleh memiliki ketelitian dan presisi yang cukup tinggi, karena berdasarkan pustaka nilai regresi yang sempurna adalah mendekati 1 0,9999 (Cahyadi, 1985).Langkah terakhir yang dilakukan dalam praktikum ini adalah menentukan kadar metilen merah. Sampel yang direplikasi sebanyak 4 kali. Nilai absorbansi replikasi I adalah 0,112, replikasi II adalah 0,106, replikasi III adalah 0,105 dan replikasi IV 0,104. Nilai absorbansi ini yang nantinya akan masuk ke dalam persamaan % kadar yang menunjukkan kadar metilen merah. Sehingga untuk kadar metilen merah yang di pengaruhi waktu di dapatkan 5 mg (0 menit), 3 mg (15 menit), 1,8 mg (30menit), 1,08 mg (45 menit) dan juga di dapatkan log C 0,698, 0,477, 0,255, 0,033. Oleh karena itu dari perhitungan hasil pengaruh waktu dengan log C sampel di dapatkan persamaan regresi linier y= 0,698- 0,014x, dan nilai regresi linier (r) yang didapat adalah 0,999. Regresi linier ini menunjukkan data yang diperoleh memiliki ketelitian dan presisi yang cukup tinggi, karena berdasarkan pustaka nilai regresi yang sempurna adalah mendekati 1 0,9999 (Cahyadi, 1985). Setelah itu hasil perhitungan kadar utuk kelompok I (), kelompok II (), kelompok III (), kelompok IV(). Kelompok I dan III melakukan percobaan dengan pemberian dosis serta nilai klirens yang sama, hanya saja nilai Vd untuk kedua kelompok tersebut berbeda. Begitu pula dengan kelompok II dan IV yang memiliki perbedaan parameter Vd pada dosis dan klirens yang sama. Berdasarkan hasil praktikum dan perhitungan, diperoleh bahwa nilai k akan menjadi lebih besar pada obat dengan nilai Vd yang lebih kecil. Hal ini membuktikan bahwa nilai k berbanding terbalik dengan nilai Vd (Hakim,2011). Selain itu, pemberian dosis yang berbeda pada nilai Vd yang sama akan memberikan nilai k dan AUC yang berbeda pula. Grafik hubungan antara nilai t (waktu) dan log C (konsentrasi) sebagai berikut:

Hasil yang di dapatkan dari simulasi in vitro intravaskular model farmakokinetika yang telah di lakukan menunjukan bahwa adanya perbedaan nilai klirens dan volume distribusi dapat mengakibatkan terjadinya perbedaan nilai dari parameter farmakokinetika lainnya dalam praktikum ini adalah nilai AUC dan k. Klirens dan Volume distribusi merupakan parameter farmakokinetika primer yang nilainya di pengaruhi langsung oleh variabel biologis (Shargel,2005).

F.KESIMPULAN Model kompartemen dalam farmakokinetika berperan dalam memahami dan menyerderhanakan kinetika obat dalam tubuh. Profil farmakokinetika suatu obat dipengaruhi oleh dosis obat, rute pemakaian, klirens dan Vd yang berbeda. Parameter farmakokinetika primer terdiri dari Vd, Cl dan Ka; parameter turunan terdiri dari t1/2 dan Ke; dan parameter turunan terdiri dari AUC dan CSS. Nilai Vd yaitu 1L, Cl 100ml/15 menit Ka G. DAFTAR PUSTAKA

Cahyadi, Yeyet, 1985, Pengantar Farmakokinetika, Cermin Dunia Kedokteran, No : 37Hakim, L.,2007, Farmakokinetika, UGM Press, Yogyakarta.Shargel L. dan Andrew B.C., 2005, Biofarmasetika dan Farmakokinetika Terapan, Airlangga Univeersity Press, SurabayaTjay, T.H, dan Rahardja, K, 2007, Obat-obat Penting, Edisi V, Jakarta, Elex Media Komputindo.Wulandari, Retno, 2009, Profil Farmakokinetika Teofilin yang Diberikan Secara Bersamaan dengan Jus Jambu (Psidum guajava. L.) pada Kelinci Jantan, Skripsi, surakarta, Universitas Muhammadiyyah Surakarta.