tatalaksana endometriosis fixx

25
TATALAKSANA KONSERVATIF NYERI ENDOMETRIOSIS Endometriosis dianggap sebagai penyakit yang bergantung pada estrogen, sehingga salah satu pilihan pengobatan adalah dengan menekan hormon menggunakan obat-obatan untuk mengobatinya. Saat ini, kontrasepsi oral, progestin, GnRH agonis dan aromatase inhibitor adalah jenis obat-obatan yang sering dipakai dalam tatalaksana medikamentosa endometriosis. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa masing-masing obat tersebut setara dalam pengobatan endometriosis, sehingga jenis obat yang digunakan harus mempertimbangkan preferensi pasien, efek samping ,biaya dan ketersediaan obat tersebut. 1. Kontrasepsi Hormonal a. Cara Kerja Kontrasepsi oral kombinasi bekerja pada kelainan endometriosis dengan cara menekan LH dan FSH serta mencegah terjadinya ovulasi dengan cara menginduksi munculnya keadaan pseudo-pregnancy. Selain itu penggunaan kontrasepsi oral kombinasi juga akan mengurangi aliran menstruasi, desidualisasi implant endometriosis, dan meningkatkan apoptosis pada endometrium eutopik pada wanita dengan endometriosis (ESHRE, 2013). b. Pemilihan Jenis Pil Kontrasepsi Penggunaan kontrasepsi oral kombinasi merupakan pilihan yang efektif untuk mengurangi gejala yang ditimbulkan oleh endometriosis. Terapi ini juga aman dan dapat digunakan

Upload: sofiakusumadewi

Post on 18-Feb-2016

46 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

o b g y n

TRANSCRIPT

Page 1: Tatalaksana Endometriosis Fixx

TATALAKSANA KONSERVATIF NYERI ENDOMETRIOSIS

Endometriosis dianggap sebagai penyakit yang bergantung pada estrogen, sehingga salah

satu pilihan pengobatan adalah dengan menekan hormon menggunakan obat-obatan untuk

mengobatinya. Saat ini, kontrasepsi oral, progestin, GnRH agonis dan aromatase inhibitor adalah

jenis obat-obatan yang sering dipakai dalam tatalaksana medikamentosa endometriosis. Berbagai

penelitian menunjukkan bahwa masing-masing obat tersebut setara dalam pengobatan

endometriosis, sehingga jenis obat yang digunakan harus mempertimbangkan preferensi pasien,

efek samping ,biaya dan ketersediaan obat tersebut.

1. Kontrasepsi Hormonal

a. Cara Kerja

Kontrasepsi oral kombinasi bekerja pada kelainan endometriosis dengan cara

menekan LH dan FSH serta mencegah terjadinya ovulasi dengan cara menginduksi

munculnya keadaan pseudo-pregnancy. Selain itu penggunaan kontrasepsi oral

kombinasi juga akan mengurangi aliran menstruasi, desidualisasi implant endometriosis,

dan meningkatkan apoptosis pada endometrium eutopik pada wanita dengan

endometriosis (ESHRE, 2013).

b. Pemilihan Jenis Pil Kontrasepsi

Penggunaan kontrasepsi oral kombinasi merupakan pilihan yang efektif untuk

mengurangi gejala yang ditimbulkan oleh endometriosis. Terapi ini juga aman dan dapat

digunakan jangka panjang pada wanita yang tidak ingin memiliki anak dan membutuhkan

kontrasepsi (ESHRE, 2013).

c. Efektifitas

Pada review sistematik Cochrane, hanya satu penelitian yang membahas mengenai

penggunaan kontrasepsi hormonal sebagai terapi nyeri pada endometriosis. Peneliti

menyimpulkan bahwa penggunaan dosis rendah kontrasepsi oral efektif dalam

mengurangi nyeri pada endometriosis, tapi kesimpulan ini diambil dari jumlah sampel

penelitian yang terbatas dan waktu follow up 6 bulan. Didapatkan hasil dalam follow up

6 bulan tidak ada perbedaan bermakna antara kelompok kontrasepsi oral dengan

kelompok GnRH analog mengenai efektifitas dalam mengobati dismenorea (OR 0.48; IK

0.08 – 2.90). Hasil yang sama juga didapatkan untuk nyeri yang tidak terkait menstruasi

(OR 0.93; IK 0.25-3.53) dan dyspareunia (OR 4.87; IK 0.96-24.65) (ESHRE, 2013).

Page 2: Tatalaksana Endometriosis Fixx

d. Rekomendasi (ESHRE, 2013)

1. Klinisi dapat mempertimbangkan pemberian kontrasepsi oral kombinasi karena

mengurangi dyspareunia, dismenore dan nyeri tidak terkait menstruasi (Rekomendasi

B)

2. Klinisi boleh mempertimbangkan pemakaian berlanjut kontrasepsi oral kombinasi

pada wanita dengan dismenore terkait endometriosis (Rekomendasi C)

3. Klinisi boleh mempertimbangkan pemakaian kontrasepsi ring vagina atau transdermal

(estrogen/progestin) untuk mengurangi dyspareunia, dismenore dan nyeri pelvis

kronis (Rekomendasi C)

2. Progestagens dan anti-progestagens

Progesteron memilik efek antimitotik terhadap sel endometrium, sehingga memiliki potensi

dalam pengobatan endometriosis. Progestagens (contoh : Progestin) turunan 19-

nortestosteron seperti dienogest memiliki kemampuan untuk menghambat enzim aromatase

dan ekspresi COX-2 dan produksi PGE2 pada kultur sel endometriosis. Biopsi percontoh

jaringan endometrium dari wanita yang diobati dengan LNG-IUS (Levonorgestrel

Intrauterine System) selama 6 bulan menunjukkan ekspresi reseptor estrogen yang

berkurang, menurunnya indeks proliferasi sel dan peningkatan ekspresi Fas (Soares et al,

2012)

a. Pemilihan jenis progestin

Preparat progestin terdapat dalam bentuk preparat oral, injeksi dan LNG-IUS. Selain

bentuk, preparat progestin juga dapat dibagi menjadi turunan progesteron alami

(didrogesteron, medroksiprogesteron asetat) dan turunan C-19-nortestosteron

(noretisteron, linestrenol, desogestrel) (Schweppe, 2009).

Noretindron asetat, 5 sampai 20 mg per hari, efektif pada sebagian besar pasien dalam

meredakan dismenorea dan nyeri panggul menahun. Efek samping yang ditimbulkan

termasuk nyeri payudara dan perdarahan luruh. Progestin intramuskular dan subkutan

yang diberikan setiap 3 bulan diketahui efektif dalam menekan gejala endometriosis.

Levonorgestrel 20 mg per hari yang terkandung dalam LNG-IUS akan berefek pada atrofi

endometrium dan amenorea pada 60% pasien tanpa menghambat ovulasi (Leyland et al,

2010). Didrogesteron 5-10 mg per hari sampai dengan 4 bulan telah diteliti efektif untuk

Page 3: Tatalaksana Endometriosis Fixx

meredakan gejala endometriosis. Penelitian desogestrel 75 mg per hari diketahui efektif

menurunkan skala nyeri panggul (VAS) dibandingkan dengan kontrasepsi oral.

Dienogest merupakan progestin selektif yang mengkombinasikan 19-norprogestin

dan turunan progesteron sehingga hanya memberikan efek lokal pada jaringan

endometrium. Tidak seperti agen 19-norprogestin lainnya, dienogest memiliki efek

androgenik yang rendah, bahkan memiliki efek antiandrogenik yang menguntungkan

sehingga hanya memberikan efek yang minimal terhadap perubahan kadar lemak dan

karbohidrat (Schindler, 2011).

Tabel 1. Aktifitas biologis progesterone dan progestogen

Keterangan : * TE, Tidak ada Efek, + tidak memberikan efek atau efek ringan, + memberikan efek sedang, ++ memberikan efek yang kuat **17 os-OH, 17-hydroxyprogesterone derivates

Pemilihan jenis progestin yang digunakan harus mempertimbangkan efek androgenik,

efek antimineralokortikoid dan efek glukokortikoid (lihat tabel di atas).

b. Efektifitas

Review sistematis Cochrane melakukan kajian mengenai efektifitas progestin atau

anti progestin dalam pengobatan nyeri akibat endometriosis. Kajian ini meliputi 2 RCT

yang membandingkan progestin dengan placebo dan 8 penelitian yang membandingkan

dengan pengobatan lainnya. Dari penelitian yang membandingkan dengan placebo, satu

penelitan memberikan hasil yang bermakna namun penelitian kedua tidak memberikan

hasil yang bermakna (Brown et al , 2012).

Page 4: Tatalaksana Endometriosis Fixx

Dienogest dengan dosis harian 2 mg telah dibuktikan bermakna dalam mengurangi

nyeri pelvik dan nyeri haid yang terkait endometriosis. Dienogest juga setara dengan

GnRH agonis dalam pengobatan nyeri endometriosis (Leyland et al, 2010).

Terdapat tiga penelitian yang menilai efek penggunaan LNG IUS terhadap gejala

terkait endometriosis. Penelitian pertama oleh Petta dkk membandingkan LNG IUS

dengan leuprolide asetat. Didapatkan penurunan bermakna skor visual analogue pain

scores (VAS) setelah 6 bulan pada kedua kelompok dan tidak ada perbedaan antar

kelompok tersebut. Penelitian kedua oleh Gomes dkk menilai efek LNG IUS berdasarkan

ASRM stadium skor, yang menemukan penurunan yang bermakna skor nyeri pelvik

setelah 6 bulan dan tidak ada perbedaan antara LNG IUS dengan leuprolide asetat.

Fereira dkk (2010) juga mendapatkan penurunan skor nyeri dan tidak ada perbedaan

antar LNG IUS dengan GnRH analog (ESHRE, 2013).

c. Rekomendasi (ESHRE, 2013)

1. Klinisi direkomendasikan menggunakan progestin (medroxyprogesterone acetate

(oral or depot) , dienogest, cyproterone asetat, norethisterone acetate or danazol) or

anti-progestagens (gestrinone) sebagai salah satu pilihan untuk mengurangi nyeri

akibat endometriosis (Rekomendasi A)

2. GDG merekomendasikan agar klinisi melihat dan menilai efek samping dari

progestagens dan anti progestagens ketika akan memberikan obat ini, terutama efek

samping ireversibel (misalnya trombosis, efek samping androgenic) (Rekomendasi D

GPP)

3. Klinisi dapat mempertimbangakan pemberian LNG IUS sebagai salah satu pilihan

dalam mengurangi nyeri terkait endometriosis (Rekomendasi B)

3. Agonis GnRH

a. Cara kerja

Pajanan GnRH yang terus menerus ke hipofisis akan mengakibatkan down-regulation

reseptor GnRH yang akan mengakibatkan berkurangnya sensitifitas kelenjar hipofisis.

Kondisi ini akan mengakibatkan keadaan hipogonadotropin hipogonadisme yang akan

mempengaruhi lesi endometriosis yang sudah ada. Amenore yang timbul akibat kondisi

tersebut akan mencegah pembentukan lesi baru (Soares et al, 2012). GnRH juga akan

meningkatkan apoptosis susukan endometriosis. Selain itu GnRH bekerja langsung pada

Page 5: Tatalaksana Endometriosis Fixx

jaringan endometriosis. Hal ini dibuktikan dengan adanya reseptor GnRH pada

endometrium ektopik. Kadar mRNA reseptor estrogen (ERá) menurun pada

endometriosis setelah terapi jangka panjang. GnRH juga menurunkan VEGF

yangmerupakan faktor angiogenik yang berperan untuk mempertahankan pertumbuhan

endometriosis. Interleukin 1A (IL-1A) merupakan faktor imunologi yang berperan

melindungi sel dari apoptosis

b. Efektifitas

Review sistematis Cochrane tahun 2010 membandingkan pemberian GnRH analog

dalam mengobati nyeri yang terkait endometriosis. Hasil menunjukkan bahwa GnRH

analog lebih efektif dibandingkan placebo, namun tidak lebih baik bila dibandingkan

dengan LNG-IUS atau danazol oral. Tidak ada perbedaan efektifitas bila GnRH analog

diberikan intramuskuler, sub kutan atau intranasal (Brown et al, 2010).

Karena efek pemberian GnRH analog adalah efek hipoestrogenik, maka diperlukan

pemberian estrogen sebagai terapi add back. Hal ini didasari bahwa kadar estrogen yang

diperlukan untuk melindungi tulang, fungsi kognitif dan mengatasi gejala defisiensi

estrogen lainnya lebih rendah dibandingkan kadar yang akan mengaktifasi jaringan

endometriosis. Berbagai penelitian telah menunjukkan bahwa terapi add back ini tidak

mengurangi efektifitas GnRH analog. Pada pemberian GnRH analog dengan terapi add

back estrogen dan progestogen selama 6 bulan, densitas mineral tulang lebih tinggi

dibandingkan dengan pemberian GnRH saja (ESHRE, 2013).

c. Rekomendasi

1. Klinisi direkomendasikan menggunakan agonis GnRH (nafarelin, leuprolid,

buserelin, goserelin atau triptorelin) sebagai salah satu pilihan dalam mengurangi

nyeri akibat endometriosis, meskipun bukti penelitian mengenai dosis atau durasi

pengobatan terbatas (Rekomendasi A)

2. Klinisi direkomendasikan memberikan terapi hormone add-back saat memulai terapi

agonis GnRH untuk mencegah hilangnya massa tulang dan timbulnya gejala

hipoestrogenik. Pemberian terapi add back tidak mengurangi efek pengobatan nyeri

(Rekomendasi A)

Page 6: Tatalaksana Endometriosis Fixx

3. GDG merekomendasikan agar klinisi berhati-hati mempertimbangkan pemberian

agonis GnRH pada wanita muda dan dewasa, karena wanita mungkin tidak mencapai

kepadatan tulang maksimal (Rekomendasi D GPP)

4. Aromatase inhibitor

a. Cara Kerja

Beberapa penelitian menunjukkan potensi mitogenik estradiol yang mendorong

pertumbuhan dan proses inflamasi di lesi endometriosis. Estrogen lokal dari lesi

endometriosis berkaitan erat dengan ekspresi enzim aromatase sitokrom P450. Kadar

mRNA aromatase yang meningkat ditemukan pada lesi endometriosis dan endometrioma

ovarium. Karena peran penting enzim aromatase dan estrogen lokal pada endometriosis,

maka aromatase inhibitor dipikirkan menjadi pilihan terapi yang potensial pada pasien

dengan endometriosis (Pavone dan Bulun, 2012).

b. Efek Samping

Efek samping relatif ringan seperti nyeri kepala ringan, nyeri sendi, mual dan diare.

Dibandingkan dengan penggunaan GnRH analog, keluhan hot flushes lebih ringan dan

lebih jarang. Penggunaan jangka panjang dapat meningkatkan risiko osteopenia,

osteoporosis dan fraktur. Data jangka panjang didapat dari wanita yang diobati karena

kanker payudara, dimana ditemukan kejadian fraktur berkisar dari 2,5 hingga 11 persen

(Pavone dan Bulun, 2012).

c. Efektifitas

Dua kajian sistematis menilai potensi menggunakan aromatase inhibitor pada nyeri

akibat endometriosis. Kajian pertama oleh Nawathe dkk pada tahun 2008 menilai 5

penelitian dimana 4 penelitian menunjukkan efek yang signifikan pemberian aromatase

inhibitor terhadap nyeri terkait endometriosis. Namun kajian ini hanya mendapatkan

penelitian dengan jumlah kasus yang sedikit dan hanya satu uji klinis acak. 11 Ferero dkk

pada 2010 melakukan kajian sistematis yang menilai 7 penelitian pengobatan danazol

pada endometriosis. Didapatkan hasil letrozol oral yang dikombinasi dengan noretisteron

asetat atau desogestrel, anastrozol vaginal suposituria 250 ug/hari atau oral 1mg/hari

Page 7: Tatalaksana Endometriosis Fixx

dengan kombinasi pil kontrasepsi kombinasi memberikan hasil penurunan bermakna

nyeri terkait endometriosis pada wanita pra-menopause (ESHRE, 2013).

d. Rekomendasi

Pada wanita dengan endometriosis rektovagina yang tidak berhasil dengan terapi

medis lain atau pembedahan, klinisi dapat mempertimbangkan pemberian aromatase

inhibitor yamg dikombinasikan dengan progestagen, kontrasepsi oral kombinasi atau

GnRH analog untuk mengurangi nyeri terkait endometriosis (Rekomendasi B)

5. Terapi analgesik

Beberapa penelitian menunjukkan peningkatan kadar prostaglandin di cairan peritoneum dan

lesi endometriosis pada wanita dengan endometriosis. Sehingga, obat anti inflamasi non

steroid (NSAIDs) banyak digunakan dalam penatalaksanaan nyeri terkait endometriosis.

a. Efektifitas

Cobelis dkk (2004) melakukan uji klinis penggunaan penghambat COX-2 (rofecoxib)

dibandingkan dengan kontrol selama 6 bulan pada 28 pasien. Didapatkan penurunan yang

bermakna pada dismenore, dyspareunia dan nyeri pelvik kronik setelah pengobatan 6

bulan dibandingkan dengan placebo (p < 0.001).

Allen dkk melakukan review sistematis mengenai peran antiinflamasi non steroid

(NSAIDs) dalam mengurangi nyeri terkait endometriosis. Disimpulkan bahwa masih

belum cukup bukti yang menunjukkan OAINS efektif dalam pengobatan nyeri terkait

endometriosis (ESHRE, 2013)

b. Rekomendasi (ESHRE, 2013)

GDG merekomendasikan, klinisi harus mempertimbangkan penggunaan obat

antiinflamasi non steroid (NSAIDs) atau analgetik lain untuk mengurangi nyeri terkait

endometriosis (D GPP)

TATALAKSANA BEDAH NYERI ENDOMETRIOSIS

1. Laparoscopic uterosacral nerve ablation (LUNA) dan pre-sacral neurectomy (PSN) pada

nyeri karena endometriosis

a. Prosedur

Prosedur LUNA adalah melakukan ablasi atau eksisi sekitar 1,5-2 cm bagian

ligamentum sakrouterina di insersi serviks. Prosedur ini dimulai dengan memposisikan

Page 8: Tatalaksana Endometriosis Fixx

uterus anteversi menggunakan manipulator uterus, mengidentifikasi ligamentum

uterosakral yang kemudian salah satu atau keduanya dipotong dekat dengan insersinya di

serviks. Sebagian kecil ligamen diambil untuk pemeriksaan histologi dan konfirmasi

adanya serabut saraf didalamnya (Nassif et al, 2013). Sedangkan, Prosedur PSN pada

laparoskopi adalah melakukan eksisi jaringan saraf antara peritoneum dan periosteum

sebanyak paling tidak 2 cm (Nassif et al, 2011).

b. Efektivitas LUNA dan PSN dalam menekan nyeri karena endometriosis

Cochrane review tahun 2010 menilai efektifitas pembedahan jalur saraf pelvik dalam

penatalaksanaan dismenore primer dan sekunder. Terdapat 4 uji klinis acak pada pasien

endometriosis yang membandingkan LUNA dengan pembedahan laparoskopi

konservatif. Setelah follow up 6 bulan tidak ada perbedaan bermakna antar kedua

kelompok dalam keluhan nyeri(OR 1.03, IK 95% 0.52-2.02). Dalam penilaian jangka

panjang juga tidak menunjukkan perbedaan (OR 0.77, IK 95% 0.43-1.39) (Proctor et al,

2010)

Cochrane review 2010 oleh Proctor menilai presacral neurectomy (PSN) dalam terapi

pembedahan endometriosis dibandingkan dengan pembedahan konservatif. Dalam follow

up 6 bulan didapatkan perubahan nyeri yang signifikan pada kelompok PSN (OR 4.52,

IK 95% 1.84-11.09). Pada follow up 12 bulan juga didapatkan perbedaan bermakna (OR

3.14, IK 95% 1.59-6.21).

Pembedahan dengan PSN memiliki risiko efek samping yang lebih tinggi

dibandingkan dengan pembedahan konservatif antara lain perdarahan, konstipasi,

urgensi. Pada kelompok pembedahan konservatif tidak dilaporkan adanya efek samping ,

namun pada kelompok PSN dilaporkan 13 wanita dengan keluhan konstipasi, 3 wanita

dengan urgency dan dua wanita tidak merasakan nyeri pada persalinan (OR 14.6, IK 95%

5.0-42.2)

c. Rekomendasi (ESHRE, 2013)

1. Klinisi sebaiknya tidak melakukan LUNA sebagai prosedur tambahan pembedahan

konservatif dalam menangani nyeri terkait endometriosis (Rekomendasi A)

2. Klinisi harus menyadari bahwa pre-sacral neurectomy merupakan prosedur tambahan

yang efektif untuk mengurangi nyeri terkait endometriosis, namun membutuhkan

keterampilan yang khusus dan mempunyai risiko yang besar (Rekomendasi A)

Page 9: Tatalaksana Endometriosis Fixx

2. Ablasi vs eksisi pada endometriosis

Ablasi dan eksisi sama-sama efektif pada pengobatan nyeri terkait endometriosis.

Bagaimanapun, informasi ini didapatkan dari studi kecil sehingga kesimpulan harus menjadi

suatu perhatian.

Eksisi lesi dapat digunakan dengan kemungkinan kepentingan pengambilan sampel untuk

pemeriksaan histologi . Selanjutnya , teknik ablasi tidak cocok untuk stadium endometriosis

dengan komponen endometriosis yang mendalam (ESHRE, 2013).

Rekomendasi

Klinisi dapat mempertimbangkan keduanya baik ablasi ataupun eksisi peritoneal

endometriosis untuk mengurangi nyeri terkait endometriosis (Rekomendasi C).

Page 10: Tatalaksana Endometriosis Fixx

ALGORITMA PENATALAKSANAAN NYERI PADA ENDOMETRIOSIS

Page 11: Tatalaksana Endometriosis Fixx

TATALAKSANA INFERTILITAS PADA ENDOMETRIOSIS

Page 12: Tatalaksana Endometriosis Fixx

Pembedahan harus ditawarkan lebih dini pada pasien infertilitas terkait endometriosis

sebagai bagian dari penatalaksanaan karena keuntungannya dalam meningkatkan angka konsepsi

alami. Waktu yang tersedia terkait usia, cadangan ovarium dan status faktor tuba dan faktor pria

merupakan faktor utama yang penting untuk dipertimbangkan selain stadium penyakit. Setelah

tindakan operatif kita masih membutuhkan waktu 12 bulan untuk memberikan kesempatan

pemulihan dan kemungkinan untuk konsepsi secara alami.

Sebelum memutuskan untuk melakukan pembedahan atau medikamentosa terlebih dahulu,

cadangan ovarium sekali lagi merupakan faktor pertimbangan utama dalam penatalaksanaan

infertilitas jika terjadi penurunan atau usia pasien sudah lebih dari 38 tahun dan infertilitas telah

berlangsung lama maka tindakan in vitro fertilization (IVF) sangat perlu untuk segera dilakukan,

bahkan bila stadium endometriosis tidak terlalu berat tindakan pembedahan dapat ditunda.

Keputusan ini akan semakin kuat bila ternyata ada gangguan pada faktor tuba atau faktor pria

seperti tampak pada gambar 1.

Gambar 1. Algoritma penanganan infertilitas terkait endometriosis (de Ziegler, 2010)

Sebelum dilakukan tindakan pembedahan diperlukan beberapa verifikasi. Cadangan

ovarium harus diperiksa terlebih dahulu jika nilainya rendah, usia pasien lebih dari 38 tahun atau

Page 13: Tatalaksana Endometriosis Fixx

durasi infertilitas yang lama maka penjelasan pasien harus mengarah kepada tindakan IVF

sehingga tindakan pembedahan dapat dilewatkan.

Pembedahan tetap harus dipertimbangkan karena manfaatnya sangat besar bagi pasien

endometriosis untuk meningkatkan kemungkinan konsepsi alami. Diharapkan konsepsi alami

terjadi paling lama satu tahun setelah pembedahan. Jika hal ini gagal maka menurut de Ziegler

sebaiknya tindakan selanjutnya adalah IVF. Menurut bagan de Ziegler pada gambar 1 tidak

dianjurkan untuk dilakukan hiperstimulasi ovarium terkontrol yang dilanjutkan dengan

inseminasi karena tidak tepat guna secara ekonomis dan luarannya kurang baik berdasarkan

beberapa metaanalisis.

Bahkan mereka menganjurkan untuk setiap pasien endometriosis di stadium manapun yang

mungkin dilakukan pembedahan bila menghendaki untuk segera hamil semestinya juga

ditawarkan untuk langsung dilakukan IVF tanpa pembedahan dengan pertimbangan rumitnya

penatalaksanaan endometriosis dan kerugian dan ketidaknyamanan pasien yang timbul pada

setiap tindakan yang dipilih.

Pilihan untuk langsung melakukan IVF tanpa pembedahan pada endometriosis ini

sebaiknya tidak dilakukan bila memang ditemukan adanya nyeri pelvis berat, adanya

hidrosalping dan endometrioma yang besar atau bilateral. Pada kasus ini tindakan pembedahan

terlebih dahulu lebih memberikan manfaat dan dilanjutkan dengan IVF.

1. Oral terapi

Meskipun terapi medikamentosa endometriosis terbukti dapat mengurangi rasa nyeri

namun belum ada data yang menyebutkan bahwa pengobatan dapat meningkatkan fertilitas.

Beberapa penelitian acak melaporkan bahwa penggunaan progestin dan agonis GnRH tidak

dapat meningkatkan fertilitas pasien endometriosis derajat ringan sampai sedang. Penelitian

acak yang dilakukan pada 71 pasien endometriosis derajat ringan sampai sedang melaporkan

laju kehamilan dalam 1-2 tahun sama dengan laju kehamilan bila diberikan agonis GnRH

selama 6 bulan (HIFERI, 2013).

Review sistematik dan meta analisis 16 penelitian acak yang dilakukan pada kelompok

yang menggunakan obat-obatan penekan ovulasi dibandingkan dengan kelompok tanpa

pengobatan atau danazol, melaporkan bahwa pengobatan obat-obatan penekan ovulasi

(medroksi-progesteron, gestrinone, pil kombinasi oral, dan agonis GnRH) pada perempuan

Page 14: Tatalaksana Endometriosis Fixx

infertilitas yang mengalami endometriosis tidak meningkatkan kehamilan dibandingkan

kelompok tanpa pengobatan (OR 0.74; 95% CI 0.48 to 1.15) atau dengan danazol (OR 1.3;

95% CI 0.97 to 1.76) (HIFERI, 2013).

2. Combined Ovarian Stimulation (COS) dengan atau tanpa Intrauterine Insemination (IUI)

Beberapa RCT menunjukkan tingkat kehamilan secara signifikan lebih tinggi penanganan

dengan COS & IUI dibandingkan tanpa penanganan COS dan IUI. Namun adanya

endometriosis terbukti mengurangi efektivitas pengobatan IUI sekitar setengahnya (OR

0,45), jika dibandingkan dengan perlakuan yang sama pada wanita tanpa adanya

endometriosis. Secara umum, pengobatan berulang dengan COS dan IUI menunjukkan efek

datar atau menetap setelah 3-4 siklus, karena itu pasien harus dinasihati untuk beralih ke IVF

setelah 3-4 siklus.

IUI ditambah gonadotrophin telah terbukti secara signifikan meningkatkan tingkat

kelahiran hidup pada setidaknya dua RCT. Satu RCT melaporkan 29% tingkat kelahiran

hidup dengan IUI dan gonadotrophin dibandingkan 8% dengan tanpa pengobatan. RCT

cross-over menemukan bahwa alternatif penanganan dengan gonadotrophin ditambah IUI

memiliki angka kehamilan 19% dibandingkan 0% dengan IUI saja (Verma, 2012). Pada RCT

cross-over yang lain antara pasien dengan infertilitas yang tidak bisa dijelaskan atau pada

endometriosis yang dikoreksi dengan pembedahan, tingkat kehamilan per siklus secara

signifikan lebih tinggi dengan empat siklus clomiphene citrate / IUI dibandingkan dengan

empat siklus hubungan seks yang dijadwalkan (masing-masing 9,5% vs 3,3%) (ASRM,

2012).

Rekomendasi : Pengobatan dengan IUI meningkatkan angka kesuburan pada endometriosis

minimal - ringan. IUI dengan stimulasi ovarium efektif tetapi peran IUI tanpa stimulasi tidak

pasti (rekomendasi grade A)

3. Assisted Reproduction Techniques (ART)

In Vitro Fertilization (IVF) adalah terapi yang tepat, terutama jika fungsi tuba terganggu,

jika juga ada faktor infertilitas dari laki-laki dan / atau dengan terapi lain gagal (rekomendasi

grade B). Sebuah laporan baru dari hasil in vitro fertilization embrio transfer (IVFET) di

Amerika Serikat menunjukkan bahwa secara keseluruhan tingkat persalinan pada wanita

infertil berkisar 44,6% pada mereka yang berusia di bawah 35 tahun menjadi 14,9% pada

Page 15: Tatalaksana Endometriosis Fixx

mereka yang berusia 41 - 42 tahun. Rata-rata angka persalinan untuk semua diagnosis adalah

33,2%, dibandingkan dengan 39,1% pada wanita dengan endometriosis (ASRM, 2012).

Namun, meta-analisis dari penelitian yang dipublikasikan menunjukkan bahwa tingkat

kehamilan IVF lebih rendah pada pasien dengan endometriosis dibandingkan pada mereka

dengan infertilitas karena tuba. Review termasuk 22 studi, yang terdiri dari 2.377 siklus pada

wanita dengan endometriosis dan 4383 pada wanita tanpa penyakit. Setelah disesuaikan

untuk variabel pengganggu, ada 35% pengurangan kesempatan untuk mendapatkan

kehamilan (OR 0.63). Parameter hasil lainnya seperti tingkat fertilisasi, implantasi rate, rata-

rata jumlah oosit yang diambil dan puncak konsentrasi estradiol juga secara signifikan lebih

rendah pada kelompok endometriosis.

Meskipun kedua protokol GnRH antagonis dan GnRH-analog untuk IVF / ICSI sama-

sama efektif dalam hal implantasi dan angka kehamilan secara klinis, GnRH analog lebih

disukai.

Penggunaan jangka lama (3-6 bulan) sebelum IVF pada kelompok pasien dengan proporsi

cukup tinggi untuk diklasifikasikan sebagai endometriosis moderate - severe, menunjukkan

angka kehamilan lebih tinggi (rekomendasi kelas A).

PROGNOSIS

Endometriosis ditemukan dapat menghilang secara spontan pada 1/3 wanita yang tidak

ditatalaksana secara aktif. Manajemen medis (supresi ovulasi) efektif untuk mengurangi nyeri

pelvis tapi tidak efektif untuk pengobatan endometriosis yang berkaitan dengan infertilitas.

Namun, tetap ada potensi untuk konsepsi. Kombinasi estrogen progestin meredakan nyeri hingga

80-85% dari pasien dengan endometriosis yang berkaitan dengan nyeri pelvis. Setelah 6 bulan

terapi danazol, sebesar 90% pasien dengan endoimetriosis sedang mengalami penurunan nyeri

pelvis. Total abdominal hysterectomy and bilateral salpingo-oophorectomy dilaporkan efektif

hingga 90% dalam meredakan nyeri. Kehamilan masih mungkin bergantung pada keparahan

penyakit. Tanda dan gejala secara umum menurun dengan adanya onset menopause dan selama

kehamilan (Kapoor, 2015).

Page 16: Tatalaksana Endometriosis Fixx

DAFTAR PUSTAKA

American Society for Reproductive Medicine (ASRM). 2012. Endometriosis and Infertility : a Committe Opinion. Fertility and Sterility. 98(3)

Brown J, Kives S, Akhtar M. 2012.Progestagens and anti-progestagens for pain associated with endometriosis. Cochrane database of systematic reviews (Online). 3:CD002122.

Brown J, Pan A, Hart RJ. 2010. Gonadotrophin-releasing hormone analogues for pain associated with endometriosis. Cochrane database of systematic reviews (Online). (12):CD008475

Cobellis L, Razzi S, Simone SD, Sartini A, Fava A, Danero S, et al. 2004. The treatment with a COX-2 specific inhibitor is effective in the management of pain related to endometriosis. European Journal of Obstetrics & Gynecology and Reproductive Biology.116:100-2.

European Society for Human Reproduction and Embriology (ESHRE). 2013. Management of women with endometriosis.

Himpunan Endokrinologi Reproduksi dan Fertilitas Indonesia (HIFERI). 2013. Konsensus Penanganan Infertilitas.

Leyland N, Casper R, Laberge P, Singh SS. 2010. Endometriosis : Diagnosis and Management. SOGC Practice Guideline. Journal of Obstetrics and Gynaecology Canada. 32(7):S1-S28.

Nassif J, Mattar S, Abu Musa A, Eid A. 2013. Endometriosis and cancer: what do we know? Minerva ginecologica. 65(2):167-79. Epub 2013/04/20.

Nassif J, Trompoukis P, Barata S, Furtado A, Gabriel B, Wattiez A. 2011. Management of deep endometriosis. Reproductive Biomedicine Online.23:25-33.

Pavone ME, Bulun SE. 2012. Aromatase for the treatment of endometriosis. Fertility and Sterility. 98(6):1370-9.

Proctor M, Latthe P, Farquhar C, Khan K, Johnson N. 2010. Surgical interruption of pelvic nerve pathways for primary and secondary dysmenorrhoea. Cochrane Database of Systematic Reviews. (4).

Royal College of Obstetricians and Gynaecologists (RCOG). 2006. The investigation and management of endometriosis. Green-top Guideline. 24:1-14.

Schindler AE. 2011. Dienogest in long-term treatment of endometriosis. International journal of women's health.3:175-84.

Schweppe KW. 2009The place of dydrogesterone in the treatment of endometriosis and adenomyosis. Maturitas.65 Suppl 1:S23-7.

Soares SR, Martinez-Varea A, Hidalgo-Mora JJ, Pellicer A. 2012. Pharmacologic therapies in endometriosis: a systematic review. Fertility and Sterility. 98:529-55.

Verma, S. 2012, Evidence linked treatment for endometriosis associated infertility. Apollo medicine. 9(3), pp 184-192.

Page 17: Tatalaksana Endometriosis Fixx

de Ziegler D, Borghese B, Chapron C. 2010. Endometriosis and infertility: pathophysiology and management. Lancet. 376(9742):730-8.

Kapoor, Dharmesh. Endometriosis. 2015. Available at : http://emedicine.medscape.com/article/ 271899-overview#a6