lana adila lbm 3 modul 9

71
LBM 3 SGD 18 STEP 1 Rhematoid factor : protein yang diproduksi oleh sistem imun tubuh yang dapat menyerang jaringan sehat di dalam tubuh (bagian dari sistem kekebalan tubuh yang menyerang jaringan sendiri, bukan jaringan asing) Hasil laboratorium bakteri positif : terdapat bakteri pada hasil pemeriksaan Foto radiologi : Memfoto bagian tertentu menggunakan bantuan sinar x Sendi sacroiliaca : sendi yang menghubungkan os. Sacrum dengan os. Iliaca facies dari auricularis. Hubungan os.sacrum auricularis dengan os. Iliaca auricularis dengan facies auricularis STEP 2 1. Mengapa terjadi kaku pada saat pagi hari? 2. Mengapa penderita mengalami infeksi saluran kemih? 3. Mengapa pada skenario disertai mata merah? 4. Mengapa sakit bila buang air kcil? 5. Mengapa bila siang hari sakit berkurang? 6. Apa tujuan dokter merujuk pasien untuk melakukan pemeriksaan laboratorium rhematoid factor? 7. Mengapa didapat penyempitan pada celah sendi sacroiliaca? 8. Apa hubungan bakteri dengan keluhan di skenario? 9. DD? 10. Diagnosis? 11. Apa etiologi dari diagnosis? 12. Patofisiologi dan Patogenesis? 13. Klasifikasi pada diagnosis? 14. Manifestasi klinik? Lana Adila – LBM 3 MODUL 9 1

Upload: lana-adila

Post on 27-Oct-2015

112 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

sst

TRANSCRIPT

Page 1: Lana Adila Lbm 3 Modul 9

LBM 3 SGD 18

STEP 1

Rhematoid factor : protein yang diproduksi oleh sistem imun tubuh yang dapat menyerang jaringan sehat di dalam tubuh (bagian dari sistem kekebalan tubuh yang menyerang jaringan sendiri, bukan jaringan asing)

Hasil laboratorium bakteri positif : terdapat bakteri pada hasil pemeriksaan

Foto radiologi : Memfoto bagian tertentu menggunakan bantuan sinar x

Sendi sacroiliaca : sendi yang menghubungkan os. Sacrum dengan os. Iliaca facies dari auricularis.

Hubungan os.sacrum auricularis dengan os. Iliaca auricularis dengan facies auricularis

STEP 2

1. Mengapa terjadi kaku pada saat pagi hari?2. Mengapa penderita mengalami infeksi saluran kemih?3. Mengapa pada skenario disertai mata merah?4. Mengapa sakit bila buang air kcil?5. Mengapa bila siang hari sakit berkurang?6. Apa tujuan dokter merujuk pasien untuk melakukan pemeriksaan laboratorium

rhematoid factor?7. Mengapa didapat penyempitan pada celah sendi sacroiliaca?8. Apa hubungan bakteri dengan keluhan di skenario?9. DD?10. Diagnosis?11. Apa etiologi dari diagnosis?12. Patofisiologi dan Patogenesis?13. Klasifikasi pada diagnosis?14. Manifestasi klinik?15. Pemeriksaan penunjang?16. Apa terapi dari diagnosis?

Lana Adila – LBM 3 MODUL 9 1

Page 2: Lana Adila Lbm 3 Modul 9

STEP 3

1. Mengapa terjadi kaku pada saat pagi hari?Kekakuan sendi karena tidak digerakkan karena pada pagi hari baru bangun tidur, udara dingin menyebabkan sendi nyeri.Cairan sinovial sebagai nutrisi rawan sendi, supaya bila sendi bergesekan, ada bakteri ke cairan sinovialKolagen tipe 2, salah kode. Mengkode kolagen tipe 1 (keras). Sehingga ada cairan sinovial untuk pelumas, ada interleukin, menyebabkan sinovial berkurang. Bila sakit tubuh mengkompensasi dengan kolagen tipe 1, pada osteofit(penambahan tulang baru).Semakin berat beban, semakin berat, pada pagi hari.Kaku pada pagi hari selama 30 menit, pada siang hari sembuh.Pada suhu dingin, sehingga kaku. Perubahan intra articuler dengan perubahan suhu.

2. Mengapa penderita mengalami infeksi saluran kemih?Bakteri streptococus beta hemoliticus.Mengalami penyempitan di celah sendi dengan saluran kemih, terganggunya jalur saluran kemih

3. Hubungan mata merah dengan keluhan?Keduanya berhubungan dengan imun dan bakteri.Sakit punggungminum analgesic ada bakteributuh sinovialke celah tulang rawanArtitis rhematoid

4. Mengapa pada skenario disertai mata merah?

5. Mengapa sakit bila buang air kecil?

6. Mengapa bila siang hari sakit berkurang?

7. Apa tujuan dokter merujuk pasien untuk melakukan pemeriksaan laboratorium rhematoid factor?

8. Mengapa didapat penyempitan pada celah sendi sacroiliaca?

Lana Adila – LBM 3 MODUL 9 2

Page 3: Lana Adila Lbm 3 Modul 9

9. Apa hubungan bakteri dengan keluhan di skenario?

10. DD?OA, pada lutut menopang beban, sehingga tulang rawan habisGout artitis, karena asam urat, kristal urat meningkat pada sendi-sendi kecilArtitis reaktif, ada nyeri punggung ke saluran kemih, mataRhematoid artitisSindrom reiterAnkilosing spondilitis

Artritis RemathoidRheumatoid artritis (RA) adalah suatu penyakit kronik, biasanya ditandai dengan inflamasi di lapisan sendi atau disebut juga sinovium.Ia bisa menyebabkan kerusakan sendi jangka panjang, nyeri kronik, kehilangan fungsi dan kecacatan. ( American Rheumatism Association )Rheumatoid artritis adalah suatu penyakit sistemik kronik yang melibatkan persendian, jaringan penghubung, otot, tendon, dan jaringanfibrosa. Ia biasanya menyerang pada kelompok dewasa produktif, umur antara 20 hingga 40, dan merupakan kondisi kecacatan kronik yang biasanya menyebabkan rasa nyeri dan deformitas. ( World Health Organization , WHO )1. Gejala-gejala konstitusional, misalnya lelah, anoreksia, berat badan menurun dan demam. Terkadang kelelahan dapat demikian hebatnya.2. Poliartritis simetris terutama pada sendi perifer, termasuk sendi-sendi di tangan, namun biasanya tidak melibatkan sendi-sendi interfalangs distal. Hampir semua sendi diartrodial dapat terserang.3. Kekakuan di pagi hari selama lebih dari 1 jam: dapat bersifat generalisata tatapi terutama menyerang sendi-sendi. Kekakuan ini berbeda dengan kekakuan sendi pada osteoartritis, yang biasanya hanya berlangsung selama beberapa menit dan selalu kurang dari 1 jam.4. Artritis erosif merupakan ciri khas penyakit ini pada gambaran radiologik. Peradangan sendi yang kronik mengakibatkan erosi di tepi tulang dan ini dapat dilihat pada radiogram.5. Deformitas: kerusakan dari struktur-struktur penunjang sendi dengan perjalanan penyakit. Pergeseran ulnar atau deviasi jari, subluksasi sendi metakarpofalangeal, deformitas boutonniere dan leher angsa adalah beberapa deformitas tangan yang sering dijumpai pada penderita. Pada kaki terdapat protrusi (tonjolan) kaput metatarsal yang timbul sekunder dari subluksasi metatarsal. Sendi-sendi besar juga dapat terserang dan mengalami

Lana Adila – LBM 3 MODUL 9 3

Page 4: Lana Adila Lbm 3 Modul 9

pengurangan kemampuan bergerak terutama dalam melakukan gerak ekstensi.6. Nodula-nodula reumatoid adalah massa subkutan yang ditemukan pada sekitar sepertiga orang dewasa penderita arthritis rheumatoid. Lokasi yang paling sering dari deformitas ini adalah bursa olekranon (sendi siku ) atau di sepanjang permukaan ekstensor dari lengan; walaupun demikian nodulanodula ini dapat juga timbul pada tempat-tempat lainnya. Adanya nodulanodula ini biasanya merupakan suatu petunjuk suatu penyakit yang aktif dan lebih berat.7. Manifestasi ekstra-artikular: artritis reumatoid juga dapat menyerang organorgan lain di luar sendi. Jantung (perikarditis), paru-paru (pleuritis), mata, dan pembuluh darah dapat rusak (Daud R. 2002).Kriteria Diagnosa Rheumatoid ArtritisMenurut American Rheumatism Association, 1987 diagnosa arthritis reumatoid dapat dikatakan positif apabila sekurang-kurangnya empat dari kriteria yang sekurang-kurangnya sudah berlangsung selama 6 minggu. Kriteria tersebut adalah:1.Kekakuan dipagi hari lamanya paling tidak 1 jam2.Arthritis pada tiga atau lebih sendi3.Arthritis sendi-sendi jari tangan 4.Arthritis yang simetris5.Nodul rheumatoid6.Faktor rheumatoid dalam serum7.Perubahan-perubahan radiologik, seperti:a.Pembengkakan jaringan lunakb.Erosic.Osteoporosis artikularhttp://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21607/4/Chapter%20II.pdf

GoutPada keadaan normal kadar urat serum pada laki-laki mulai meningkat setelah pubertas. Pada perempuan kadar urat tidak meningkat sampai setelah menopause karena estrogen meningkatkan ekskresi asam urat melalui ginjal. Setelah menopause, kadar urat serum meningkat seperti pada pria.

Gout jarang ditemukan pada perempuan. Sekitar 95% kasus adalah laki-laki. Gout dapat ditemukan di seluruh dunia, pada semua ras manusia. Ada prevalensi familial dalam gout yang mengesankan suatu dasar genetic dari penyakit ini. Namun, ada sejumlah factor yang agaknya mempengaruhi timbulnya penyakit ini, termasuk diet, berat badan, dan gaya hidup.

Sumber: Patofisiologi Sylvia

Lana Adila – LBM 3 MODUL 9 4

Page 5: Lana Adila Lbm 3 Modul 9

Defenisi

Gout adalah peradangan akibat adanya endapan kristal asam urat pada sendi dan jari

(depkes, 1992). Penyakit metabolik ini sudah dibahas oleh Hippocrates pada zaman Yunani

kuno. Pada waktu itu gout dianggap sebagai penyakit kalangan sosial elite yang disebabkan

karena terlalu banyak makan, anggur dan seks. sejak saat itu banyak teori etiologis dan

terapeutik yang telah diusulkan. Sekarang ini, gout mungkin merupakan salah satu jenis

penyakit reumatik yang paling banyak dimengerti dan usaha-usaha terapinya paling besar

kemungkinan berhasil.

Etiologi dan Patofisiologi

Gambaran klasik artritis gout yang berat dan akut ada kaitan langsung dengan hiperurisemia

(asam urat serum tinggi). Gout mungkin primer atau sekunder. Gout primer merupakan

akibat langsung pernbentukan asam urat tubuh yang berlebihan atau akibat penurunan

ekskresi asam urat. Gout sekunder disebabkan an karena pembentukan asam urat yang

berlebihan atau ekskresi asam urat yang berkurang akibat proses penyakit lain atau

pemakaian obat tertentu.

Endapan urat dalam sendi atau traktus urinarius dialkibatkan: karena, asam urat yang

rendah daya larutnya dan akibat garam-garainnya. Asam. urat yang berlebihan dan garam-

garam tersebut keluar dari serum dan urin masing-masing mengendap dalam sendi dan

traktus urinarius

Gambaran klinis

Gout akut biasanya terjadi pada pria sesudah lewat masa pubertas dan sesudah menopause

pada wanita, sedangkan kasus yang paling banyak diternui pada usia 50-60. Gout lebih

banyak dijumpai pada pria, sekitar 95 persen penderita gout adalah pria. Urat serum wanita

normal jumahnya sekitar 1 mg per 100 mI, lebih sedikit jika dibandingkn dengan pria. Tetapi

sesudah menopause perubahan tersebut kurang nyata. Pada pria hiperurisemia biasanya

tidak timbul sebelurn mereka mencapai usia remaja.

Lana Adila – LBM 3 MODUL 9 5

Page 6: Lana Adila Lbm 3 Modul 9

Gout Akut biasanya monoartikular dan timbulnya tiba-tiba. Tanda-tanda awitan serangan

gout adalah rasa sakit yang hebat dan peradangan lokal. Pasien mungkin juga menderita

demam dan jumlah sel darah putih meningkat. Serangan akut mungkin didahului oleh

tindakan pembedahan, trauma lokal, obat, alkohol dan stres emosional. Meskipun yang

paling sering terserang mula-mula adalah ibu jari kaki, tetapi sendi lainnya dapat juga

terserang. Dengan semakin lanjutnya penyakit maka sendi jari, lutut, pergelangan tangan,

pergelangan kaki dan siku dapat terserang gout. Serangan gout akut biasanya dapat sembuh

sendiri. Kebanyakan gejala-gejala serangan Akut akan berkurang setelah 10-14 hari

walaupun tanpa pengobatan.

Perkembangan serangan Akut gout biasanya merupakan kelanjutan dari suatu rangkaian

kejadian. Pertama-tama biasanya terdapat supersaturasi urat dalam plasma dan cairan

tubuh. Ini diikuti dengan pengendapan kristal-kristal urat di luar cairan tubuh dan endapan

dalarn dan seldtar sendi. Tetapi serangan gout sering merupakan kelanjutan trauma lokal

atau ruptura tofi (endapan natrium urat) yang merupakan penyebab peningkatan

konsentrasi asam urat yang cepat. Tubuh mungkin tidak dapat menanggulangi peningkatan

ini dengan memadai, sehingga mempercepat proses pengeluaran asam urat dari serum.

Kristalisasi dan endapan asam urat merangsang serangan gout. Kristal-kristal asam urat ini

merangsang respon fagositosis oleh leukosit dan waktu leukosit memakan kristal-kristal urat

tersebut maka respon mekanisme peradangan lain terangsang. Respon peradangan

mungkin dipengaruhi oleh letak dan besar endapan kristal asam urat. Reaksi peradangan

mungkin merupakan proses yang berkembang dan memperbesar diri sendiri akibat endapan

tambahan kristal-kristal dari serum.

Periode antara serangan gout akut dikenal dengan nama gout inter kritikal. Pada masa ini

pasien bebas dari gejala-gejala klinik.

Gout kronik timbul dalarn jangka waktu beberapa tahun dan ditandai dengan rasa nyeri,

kaku dan pegal. Akibat adanya kristal-kristal urat maka terjadi peradangan kronik, sendi

yang bengkak akibat gout kronik sering besar dan berbentuk nodular. Serangan gout Aut

dapat terjadi secara simultan diserta gejala-gejala gout kronik. Tofi timbul pada gout kronik

Lana Adila – LBM 3 MODUL 9 6

Page 7: Lana Adila Lbm 3 Modul 9

karena urat tersebut relatif tidak larut. Awitan dan ukuran tofi sebanding dengan kadar urat

serum. Yang sering terjadi tempat pembentukan tofi adalah: bursa olekranon, tendon

Achilles, permukaan ekstensor dari lengan bawah, bursa infrapatella dan helix telinga

Tofi-tofi ini mungkin sulit dibedakan secara klinis dari rheumatoid nodul. Kadang-kadang tofi

dapat membentuk tukak dan kemudian mengering dan dapat membatasi pergerakan sendi.

Penyakit ginjal dapat terjadi akibat hiperurisemia kronik, tetapi dapat dicegah apabila gout

ditangani secara memadai.

https://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=5&cad=rja&ved=0CEQQFjAE&url=http%3A%2F%2Fiwansaing.files.wordpress.com%2F2009%2F06%2F8-gout-74-801.doc&ei=e2PVUY3rKMTUrQe9t4GIDw&usg=AFQjCNHm3S4EyA14Uyh2b7kWWm-5pYruIQ&sig2=khEoDJaIJZOuf3VUGgw0eQ&bvm=bv.48705608,d.bmk

Spondiloartropati SeronegatifSuatu kelompok gangguan yang berkaitan, dalam kelompok ini termasuk penyakit spondilitis ankilosans, arthritis psoriatic, dan sindrom Reiter. Gangguan gangguan ini disebut seronegatif karena tidak ditemukan factor rheumatoid pada serum. Selain itu ada hubungan antara gangguan-gangguan ini dengan HLA-B27. Artropati ini berbeda dengan yang lain karena menyerang sendi-sendi perifer dan sakroiliaka dan biasanya lebih sering terdapat pada laki-laki.

Artritis PsoriatikArtritis psoriatic paling sering timbul sebagai peradangan asimetris yang hanya menyerang beberapa sendi perifer pada suatu waktu tertentu. Sendi-sendi distal dari tangan dan kaki adalah sendi-sendi yang paling sering terserang, tetapi sendi-sendi lain pun dapat terserang, termasuk semua persendian pada tangan, kaki, lutut, dan panggul. Ada kecenderungan aktivitas arthritis ini berubah-ubah sesuai dengan jenis psoriasisnya, terutama pada psoriasis yang melibatkan kuku. Arthritis psoriatik dapat timbul sebagai arthritis yang simetris sehingga menyerupai arthritis rheumatoid; atau dapat menyerupai arthritis mutilans apabila semua sendi diresorpsi lagi dengan sempurna, atau sebagai spondilitis yang serupa dengan spondilitis ankilosans. Arthritis psoriatic umumnya kurang menimbulkan kecacatan bila dibandingkan dengan arthritis rheumatoid.

Sindrom Reiter

Lana Adila – LBM 3 MODUL 9 7

Page 8: Lana Adila Lbm 3 Modul 9

Sindrom reiter ditandai dengan trias gejala : uretritis, arthritis, dan konjungtivitis. Lesi-lesi mukokutan di mulut, keratoderma blenoragikum (suatu dermatitis khas), dan balanitis sirsinata.Penyebabnya belum diketahui. Ada kaitan antara antigen HLA-B27 dengan penyakit Reiter ini. Artritis psoriatic dan sindrom Reiter mungkin adalah dua penyakit yang hamper mirip, sebab perubahan-perubahan yang terjadi pada kulit dan gambaran dermatitis sangat mirip pada kedua penyakit ini. Adanya riwayat paparan seksual atau disentri mengarah pada kecurigaan bahwa penyakit ini adalah suatu penyakit respons imun terhadap agen-agen infeksi tertentu.

Gambaran KlinisGejala-gejala konstitusional, penurunan berat badan, dan demam dapat timbul pada

awal sindrom Reiter. Adanya uretritis purulen atau berair yang membuat pasien menyangka bahwa ia terkena penyakit kelamin, seringkali merupakan salah satu factor yang membuatnya cepat-cepat pergi ke dokter.

Manifestasi sendi seringkali pada kaki dan mata kaki, lutut, dan sakroiliaka. Nyeri pada tumit cukup sering terjadi. Konjungtivitas dapat dengan secret purulen dan fotofobia. Lesi-lesi pada mulut dan penis sering kali tidak sakit. Pada beberapa kasus, terdapat perubahan elektrokardiogram dan kelainan pada katup aorta.

Perjalanan penyakit tidak dapat diduga. Sindrom Reiter dapat bersifat akut, subakut, atau kronik. Kebanyakan pasien sembuh dari serangan pertama setelah beberapa bulan, tetapi kebanyakan akan kembali mengalami satu atau dua serangan lanjutan dalam 2 tahun berikutnya. Tigapuluh persen pasien mengalami cacat jangka panjang atau gejala sisa yang permanen, termasuk kerusakan sendi setelah serangan yang berat dan nyeri tulang belakang apabila persendian sakroiliaka juga terserang.

Sumber : Patofisiologi – Price & Wilson – Edisi 6

Diagnosis Banding

Beberapa penyakit yang harus dipikirkan sbeagai diagnosis banding adalah spondylosis lumbalis, strain lumbal, penyakit lain dalam kelompok spondiloartropati seronegatif, diffuse idiopathic hyperostosis (DISH/penyakit Forestier) dan ostitis condensan iliaka.

Sumber :

BIBLIOGRAPHY Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam [Book] / auth. Sudoyo Aru W [et al.]. - Jakarta Pusat : Interna Publishing, 2009. - Vol. Jilid III Edisi V.

Lana Adila – LBM 3 MODUL 9 8

Page 9: Lana Adila Lbm 3 Modul 9

Spondilitis ankilosis (SA) merupakan penyakit inflamasi kronik, bersifat

sistemik, ditandai dengan kekakuan progresif, dan terutama menyerang sendi tulang

belakang (vertebra) dengan penyebab yang tidak diketahui. Penyakit ini dapat

melibatkan sendi-sendi perifer, sinovia, dan rawan sendi, serta terjadi osifikasi

tendon dan ligamen yang akan mengakibatkan fibrosis dan ankilosis tulang.

Terserangnya sendi sakroiliaka merupakan tanda khas penyakit ini. Ankilosis

vertebra biasanya terjadi pada stadium lanjut dan jarang terjadi pada penderita yang

gejalanya ringan. Nama lain SA adalah Marie Strumpell disease atau Bechterew's

disease1,2

11. Diagnosis?Spondilitis ankilosis (SA) merupakan penyakit inflamasi kronik, bersifat

sistemik, ditandai dengan kekakuan progresif, dan terutama menyerang sendi tulang

belakang (vertebra) dengan penyebab yang tidak diketahui. Penyakit ini dapat

melibatkan sendi-sendi perifer, sinovia, dan rawan sendi, serta terjadi osifikasi

tendon dan ligamen yang akan mengakibatkan fibrosis dan ankilosis tulang.

Terserangnya sendi sakroiliaka merupakan tanda khas penyakit ini. Ankilosis

vertebra biasanya terjadi pada stadium lanjut dan jarang terjadi pada penderita yang

gejalanya ringan. Nama lain SA adalah Marie Strumpell disease atau Bechterew's

disease1,2

http://www.scribd.com/doc/62092631/ANKILOSIS-SPONDILITIS#download

Definisi

Spondilitis ankilosa (SA) merupakan penyakit jaringan ikat yang ditandai dengan

peradangan pada tulang belakang dan sendi-sendi yang besar, menyebabkan kekakuan

progresif,nyeri dan dengan penyebab yang tidak diketahui. Penyakit ini dapat melibatkan

sendi-sendi perifer, sinovia, dan rawan sendi, serta terjadi osifikasi tendon dan ligamen yang

akan mengakibatkan fibrosis dan ankilosis tulang. Terserangnya sendi sakroiliaka

merupakan tanda khas penyakit ini. Ankilosis vertebra biasanya terjadi pada stadium lanjut

Lana Adila – LBM 3 MODUL 9 9

Page 10: Lana Adila Lbm 3 Modul 9

dan jarang terjadi pada penderita yang gejalanya ringan. Nama lain SA adalah Marie

Strumpell disease atau Bechterew's disease.

Insidens

Ankilosis spondilitis dianggap sebagai penyakit rematik yang relatif jarang terjadi.

Sering terjadi pada laki-laki muda.

Umur 15-25 tahun

Dapat terjadi degan riwayat anggota keluarga dengan ankilosis spondilitis

http://www.scribd.com/doc/61596970/REFERAT-ankilosis-spondilitis#download

Definisi Ankylosing Spondylitis

Ankylosing spondylitis adalah bentuk peradangan kronis dari tulang belakang (spine) dan sendi-sendi tulang sacroiliac (sacroiliac joints). Sacroiliac joints berlokasi pada belakang bawah dimana sakrum (tulang kelangkang, tulang yang tepat berada diatas tulag ekor) bertemu tulang-tulang ilium (tulang-tulang yang berada di kedua sisi dari bokong atas). Peradangan kronis pada area-area ini menyebabkan nyeri dan kekakuan dalam dan sekitar tulang belakang (spine). Dengan berjalannya waktu, peradangan spine yang kronis (spondylitis) dapat menjurus pada suatu penyatuan bersama sepenuhnya (fusion) dari vertebra-vertebra, proses yang dirujuk sebagai ankylosis. Ankylosis menjurus pada kehilangan mobilitas dari tulang belakang (spine).Ankylosing spondylitis adalah juga suatu penyakit rematik sistemik, yang berarti ia dapat mempengaruhi jaringan-jaringan lain diseluruh tubuh. Karena itu, ia dapat menyebabkan peradangan atau luka pada sendi-sendi tulang lain yang jauh dari spine, begitu juga pada organ-organ lain, seperti mata-mata, jantung, paru-paru, dan ginjal-ginjal. Ankylosing spondylitis berbagi banyak ciri-ciri dengan beberapa kondisi-kondisi arthritis lain, seperti psoriatic arthritis, reactive arthritis, dan arthritis yang berhubungan dengan penyakit Crohn dan radang borok usus besar (ulcerative colitis). Setiap dari kondisi-kondisi arthritis ini dapat menyebabkan penyakit dan peradangan pada spine, sendi-sendi tulang lain, mata-mata, kulit, mulut, dan beragam organ-organ. Mengingat bahwa persamaan dan kecenderungan mereka menyebabka peradangan dari spine, kondisi-kondisi ini secara kolektif dirujuk sebagai "spondyloarthropathies".Ankylosing spondylitis adalah dua sampai tiga kali lebih umum pada pria-pria daripada pada wanita-wanita. Pada wanita-wanita, tulang-tulang sendi yang berjauhan dari spine lebih sering dipengaruhi daripada pada pria-pria. Ankylosing spondylitis mempengaruhi semua kelompok umur, termasuk anak-anak. Umur yang paling umum timbulnya gejala-gejala adalah di dekade kedua dan ketiga dari kehidupan.http://www.totalkesehatananda.com/ankylosing4.html

Lana Adila – LBM 3 MODUL 9 10

Page 11: Lana Adila Lbm 3 Modul 9

Definisi

Spondilosis Ankilosis adalah merupakan penyakit reumatik inflamasi sistemik kronik yang terutama menyerang sendi aksial ( vertebra ). Yang merupakan tanda khas adalah terserangnya sendi sakro iliaka, juga sering menyerang sendi panggul, bahu dan ekstremitas pada stadium lanjut serta merupakan penyakit kronis dan biasanya progresif yang paling sering menyerang sendi sakroiliak, apofiseal, dan kostovertebral serta jaringan yang berdekatan. Umumnya penyakit ini berawal disendi sakroiliak dan perlahan-lahan berkembang ke wilayah lumbar, toraks dan servikal di tulang belakang. Deteriorasi tulang dan kartilago bisa menyebabkan pembentukan jaringan fibrosa dan akhirnya fusi antara tulang belakang dan sendi perifera.

Sumber : IPD FK UI Jilid 3

12. Apa etiologi dari diagnosis?

Etiologi

Etiologi dari spondilitis ankilosa belum diketahui. Penelitian menunjukan hubungan kuat dengan HLA-B27 yang berarti ada factor imun yang berperan, dan diperlukan peran dari infeksi bakteri gram negative untuk mencetuskan penyakit. Hasil riset yang ada menggambarkan peran Klebsiela pneumonia dalam patofisiologi spondilitis ankilosa. Klebsiela mempunyai 6 asam amino yang homolog dengan HLA-B27 yang mengesankan adanya molecular mimicry. Ekspresi HLA-B27 menyebabkan peningkatan respon imunologik atau setidaknya menyebabkan perubahan toleransi imun terhadap bakteri gram negative. Banyak bukti yang mendukung peran sitokin proinflamasi seperti TNFa dan IL-1 serta adanya infiltrasi sel-sel inflamasi pada jaringan patologis pasien spondilitis ankilosa.

HLA-B27 sendiri mempunyai 45 subtipe dimana sebagian berhubungan dengan spondilis ankilosa seperti HLA-B2705, -B2702 dan –B2704 sedangkan –B2706 dan –B2709 malah tidak berhubungan. Populasi di Indonesia umumnya mempunyai HLA-B2706. HLA-B60 dan HLA-DR1 dilaporkan juga mempunyai keterkaitan dengan penyakit ini.

Patologi

Gambaran patologis spondilitis ankilosa yang unik pertama kali dideskripsikan oleh Ball (1971) dan disempurnakan oleh Bywaters (1984). Lokasi patologis primer adalah entesis yaitu insersi dari ligament, kapsul dan tendon ke tulang. Perubahan entesopati yang terjadi adalah fibrosis dan osifikasi jaringan. Pada vertebra, entesopati pada situs insersi annulus fibrosus menyebabkan squaring dari korpus vertebra, destruksi vertebral end plate, dan formasi sindesmofit. Osifikasi pada region diskus, epifiseal dan sendi sakroiliaka serta ekstraspinal oleh lesi pada insersi ligament.

Lana Adila – LBM 3 MODUL 9 11

Page 12: Lana Adila Lbm 3 Modul 9

Perjalanan penyakit tipikal dimulai dari sendi sakroiliaka. Sakrolitis ditandai dengan sinovitis dan formasi panus dan jaringan granulasi. Semua proses tersebut akan mengerosi, mendestruksi dan mengganti rawan sendi dan tulang subkondral. Tulang parartikular juga akan menipis akibat peningkatan aktivitas osteoblastik. Infalamasi pada sendi sakroiliaka mempunyai predileksi pada sisi iliaka, hal ini mungkin karena jaringan fibrokartilago yang lebih banyak dan shar stress yang lebih besar pada sisi tersebut.

Pada vertebra terjadi inflamasi kronik di annulus fibrosus, khususnya pada insersi ke tepi vertebra, menyebabkan resorpso tulang yang diikuti perubahan reparasi pada korpus vertebra akan berperan dalam terjadinya squaring. Jaringan granulasi akan mengalami metaplasia kartilago yang diikuti dengan kasifikasi pada tepi vertebra dan sisi luar annulus; dan menyebabkan gambaran sindesmofit pada foto polos. Keterlibatan menyeluruh vertebra memberikan gambaran bamboo spine.

Lesi ekstraspinal terjadi di daerah artikular dan nonartikular. Lesi artikular meliputi sendi sinkondrotik seperti simfisis pubis dan sendi manubriosternal, sendi synovial seperti sendi panggul dan lutut dan entesis. Infalamsi pada situs nonartikular meliputi uvea, katup jantung, fibrosis apeks paru.

Sumber :

BIBLIOGRAPHY Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam [Book] / auth. Sudoyo Aru W [et al.]. - Jakarta Pusat : Interna Publishing, 2009. - Vol. Jilid III Edisi V.

Patogenesis pada SA tidak begitu dipahami, tetapi SA merupakan penyakit

yang diperantari oleh sistem imun, dibuktikan dengan adnya peningkatan IgA dan

berhubungan erat dengan HLA B27.3 Secara imunologi terdapat interaksi antara class

I HLA molecule B27 dan Limfosit T. Tumor necrosis factor (TNF-α) teridentifikasi

sebagai pengatur sitokin.4

Kecenderungan terjadinya SA dipercayai sebagai penyakit yang diturunkan

secara genetik, dan mayoritas (hampir 90%) penderita SA lahir dengan suatu gen

yang disebut dengan HLA B27. Pada pemeriksaan darah dapat ditemukan adanya

HLA B27 gene marker yang dapat menjelaskan adanya hubungan HLA B27 dengan

SA. Adanya gen HLA B27 ini hanya menunjukan adanya kecenderungan yang

meningkat terhadap terjadinya SA ini meskipun ada faktor lain yang mempengaruhi

seperti lingkungan. Akhir-akhir ini, dua gen lain telah teridentifikasi berhubungan

dengan SA, yaitu ARTS1 dan Il23R yang mempunyai peran dalam mempengaruhi

fungsi imunitas.4

Lana Adila – LBM 3 MODUL 9 12

Page 13: Lana Adila Lbm 3 Modul 9

Faktor Risiko

Penyakit ini sering dimulai pada usia antara 20-40 tahun, tapi dapat pula

dimulai sebelum usia 10 tahun. Pada umumnya pria lebih banyak menderita Pada

umumnya pria lebih banyak menderita dari pada wanita dengan perbandingan laki-

laki : wanita kurang lebih 5:1, bahkan ada yang menyebutkan 2-10:1. Faktor-faktor

risiko ini meliputi riwayat keluarga dengan spondilitis ankilosa dan jenis kelamin laki-

laki.5,6,7.

http://www.scribd.com/doc/62092631/ANKILOSIS-SPONDILITIS#download

Etiologi

Meskipun secara tepatnya penyebab ankilosis spondilitis, faktor predisposisi genetik

memegang peranan penting pada spondilitis ankilosis. Penyakit ini sering ditemukan pada

kelompok keluarga dengan HLA B-27, meskipun demikian tidak setiap orang dengan HLA B-

27 menderita spondilitis ankilosis sehingga diduga ada faktor pemicu lainnya.

Peran HLA B-27:

Antigen leukosit manusia B27-B merupakan alel HLA dari MHC kelas I molekul dan

merupakan penanda genetik kerentanan didirikan paling untuk AS. HLA-B27 gen menunjuk

sebuah keluarga paling sedikit 31 terkait erat alel, yang dikenal sebagai subtipe. Tidak

semua subtipe yang terkait dengan AS, HLA-B * 2705 ditemukan dalam semua populasi,

seperti induk HLA B27-molekul. Sebagian besar subtipe adalah hasil dari satu atau lebih

substitusi asam amino sebagian besar akibat dari perubahan dalam ekson 2 dan 3 yang

menyandi-alpha 1 dan alpha-2 domain dari rantai berat dan sepanjang pola geografis

tertentu. Subtipe yang paling umum (HLA-B * 2705, B * 2702, B * 2704, dan B * 2707)

berhubungan dengan AS. Subtipe HLA-B * 2706 dan B * 2709, yang ditemukan di Asia

Tenggara dan Sardinia, masing-masing, tidak berhubungan dengan AS.

Lana Adila – LBM 3 MODUL 9 13

Page 14: Lana Adila Lbm 3 Modul 9

Fungsi utama dari molekul HLA Kelas I adalah untuk menyajikan antigen peptida ke

αß reseptor pada sel T-sitotoksik (CD8 +) T limfosit. HLA Kelas I molekul terdiri dari rantai 45-

kD berat polimorfik, noncovalently dikomplekskan dengan rantai cahaya larut

nonpolymorphic, 12-kD unit monomorfik, ß2m. Rantai berat itu sendiri terdiri dari 3 domain,

α1, α2, α3. Yang 2 pertama domain bersama-sama membentuk 2 heliks antiparalel

beristirahat pada platform lembar lipit 8-terdampar, yang itu sendiri bertumpu pada

struktur 2 gentong berasal dari domain ketiga dan ß2m. Beristirahat di dalam platform

merupakan peptida antigenik yang biasanya 8-11 asam amino panjang. Peptida ini berasal

dari protein endogen dan dari protein dari virus dan bakteri yang telah menginvasi sel.

Peptida antigenik yang bersentuhan dengan rantai berat di beberapa lokasi yang dikenal

sebagai "kantong." Saku ini ditujukan AF sepanjang platform. Fitur yang membedakan HLA-

B27 dari HLA Kelas lain yang paling aku alel adalah residu dari saku yang disebut B-jadi dari

rantai berat. Ini saku B menampung residu kedua peptida antigenik. Residu asam glutamat

lapisan ini saku HLA-B27 B sangat penting, mendiktekan bahwa saku B HLA-B27 dapat

menampung hanya residu arginin dari peptida. Sebagai akibatnya, residu peptida yang

paling cocok adalah arginin. Memang, urutan peptide HLA-B27 endogen menujukkan bahwa

peptide antigenik paling terkait dengan HLA-B27 memiliki arginin sebagai residu kedua.

Dalam sel-antigen penyajian, molekul MHC menyajikan peptida yang berasal dari

antigen ke sel T CD8. Para peptida terbentuk dari degradasi protein dalam sitoplasma oleh

proteasomes. Peptida pendek ini diangkut ke ER di mana mereka bertemu MHC kelas I

molekul. Molekul MHC kelas I melipat dengan peptida yang kemudian diangkut ke

permukaan sel melalui aparatus Golgi. Pengakuan kompleks MHC-peptida oleh reseptor T-

sel dari limfosit T antigen-spesifik melengkapi presentasi antigen.

http://www.scribd.com/doc/61596970/REFERAT-ankilosis-spondilitis#download

Penyebab dari spondilitis Ankilosis sampai saat ini masih belum diketahui dengan pasti, kelihatannya ada faktor genetik yang terlibat. Saat ini kira-kira 90% penderita yang terdiagnosa Spondilitis Ankilosis juga memiliki antigen HLA – B 27 positif. Bisa juga sebagai komplikasi TBC melalui penyebaran secara hemotogen.

Sumber : IPD FK UI Jilid 3

Penyebab-Penyebab Ankylosing Spondylitis

Lana Adila – LBM 3 MODUL 9 14

Page 15: Lana Adila Lbm 3 Modul 9

Kecenderungan mengembangkan ankylosing spondylitis dipercayai adalah diwariskan secara genetik, dan mayoritas (hampir 90%) dari pasien-pasien dengan ankylosing spondylitis dilahirkan dengan gen HLA-B27. Tes-tes darah telah dikembangkan untuk mendeteksi marker gen HLA-B27 dan telah memajukan pengertian kita tentang hubungan antara HLA-B27 dan ankylosing spondylitis. Gen HLA-B27 tampaknya hanya meningkatkan kecenderungan mengembangkan ankylosing spondylitis, dimana beberap faktor-faktor tambahan, mungkin lingkungan, adalah perlu untuk timbulnya penyakit atau menjadi jelas. Contohnya, ketika 7% dari populasi Amerika mempunyai gen HLA-B27, hanya 1% dari populasi yang benar-benar mempunyai penyakit ankylosing spondylitis. Di bagian utara Skandinavia (Lapland), 1.8% dari populasi mepunyai ankylosing spondylitis sedangkan 24% dari populasi umum mempunyai gen HLA-B27. Bahkan diantara individu-individu yang positif HLA-B27, risiko mengembangkan ankylosing spondylitis tampaknya lebih jauh berhubungan dengan keturunan. Pada individu-individu yang positif HLA-B27 yang mempunyai saudara-saudara dengan penyakit ini, risiko mereka mengembangkan ankylosing spondylitis adalah 12% (enam kali lebih besar daripada mereka yang saudara-saudaranya tidak mempunyai ankylosing spondylitis).Akhir-akhir ini, dua lagi gen-gen telah diidentifikasikan yang berkaitan dengan ankylosing spondylitis. Gen-gen ini disebut ARTS1 dan IL23R. Gen-gen ini tampaknya memainkan peran dalam mempengaruhi fungsi imun. Diantisipasikan bahwa dengan mengerti efek-efek dari setiap dari gen-gen yang diketahui ini, peneliti-peneliti akan membuat kemajuan-kemajuan yang signifikan dalam menemukan penyembuhan untuk ankylosing spondylitis.Bagaimana peradangan terjadi dan menetap pada organ-organ dan sendi-sendi tulang yang berbeda pada ankylosing spondylitis adalah persoalan dari penelitian yang aktif. Setiap individu cenderung mempunyai pola unik kehadiran dan aktivitas dari penyakit mereka sendir. Peradangan awal mungkin adalah akibat dari aktivitas dari sistim imun tubuh oleh infeksi bakteri atau kombinasi dari kuman-kuman infeksi. Sekali diaktifkan, sistim imun tubuh menjadi tidak mampu untuk memadamkannya sendiri, meskipun infeksi bakteri awal mungkin telah hilang lama. Peradangan jaringan yang kronis yang berakibat dari aktivitas yang terus menerus dari sistim imun tubuh pada ketidakhadiran dari infeksi yang aktif adalah tanda dari penyakit peradangan autoimunhttp://www.totalkesehatananda.com/ankylosing4.html

13. Patofisiologi dan Patogenesis?

Proses patofisiologi yang terjadi pada spondilitis ankilosa ditandai dengan

adanya inflamasi dan terjadinya fusi. Hal tersebut dapat diilustrasikan dalam gambar

dibawah ini:8,9.

Lana Adila – LBM 3 MODUL 9 15

Page 16: Lana Adila Lbm 3 Modul 9

Gambar 1. Tulang Belakang Normal dan Tulang Belakang dengan Spondilitis Ankilosa8

Sedangkan manifestasi terjadinya spondilitis ankilosa ditunjukkan dalam

skema sebagai berikut:

Gambar 2. Mekanisme Spondilitis ankilosis8

http://www.scribd.com/doc/62092631/ANKILOSIS-SPONDILITIS#download

Lana Adila – LBM 3 MODUL 9 16

Page 17: Lana Adila Lbm 3 Modul 9

PATOFISIOLOGI

Penyakit ini bersifat kronis dan progresif yang menyerang pada sendi sakro iliakal dan sendi panggul serta sendi-sendi sinovial pada spiral. Inti kuman biasanya merusak spingiosa korpus vertebra. Bagian-bagian intervertebra menjadi meradang dan akhirnya terjadi fusi atau kekakuan atau persatuan tulang pada sendi sakro iliakal dan spinal-spinal lain melalui servukal. Proses fusi ini terjadi setelah 10 – 20 tahun.Penyakit ini dapat timbul pada usia 10 – 30 tahun dan biasanya menjadi progresif setelah 50 tahun dan lebih pada laki-laki.

Sumber : IPD FK UI Jilid 3

Pathogenesis

Berbeda dengan rheumatoid arthritis yang menyerang membran sinovial, ankylosing

spondylitis menyerang bagian dari insersi tendon, ligamen, fascia dan jaringan fibrosa kapsul

sendi dan dinamakan "entheses". Proses patologis adalah salah satu proses fibrosis

progresif dan pengerasan dalam jaringan lunak periarticular: yang dinamakan proses

"enthesopathy".

Penyakit ini secara perlahan menyebar sepanjang tulang belakang yang

mempengaruhi capsul posterior facet join. Lumbal vertebra mungkin dapat terkena pada

stadium dini. Tulang vertebra juga dapat menjadi rigid atau kaku. Elemen sistemik yang

terlibat meliputi mata, paru, jantung dan kelenjar prostat.

http://www.scribd.com/doc/61596970/REFERAT-ankilosis-spondilitis#download

Lana Adila – LBM 3 MODUL 9 17

Page 18: Lana Adila Lbm 3 Modul 9

http://cnennisa.files.wordpress.com/2007/08/ankilosing-spondilitis-pat.pdf

14. Klasifikasi pada diagnosis?15. Manifestasi klinik?

Manifestasi Skeletal

Nyeri dan kaku pada pinggango Nyeri pinggang (low back pain) merupakan keluhan yang sering pula dijumpai

pada masyarakat yang bukan penderita penyakit ini.o Oleh karena itu perlu diketahui bahwa nyeri pinggang pada ankylosing

spondylitis ditandai oleh :1. Dimulai dengan adanya rasa nyaman di pinggang dan penderita

sebelum berumur 40 tahun;2. Permulaannya insidious (perlahan-lahan).3. Nyeri menetap paling sedikit selama 3 bulan;4. Berhubungan dengan kaku pada pinggang waktu pagi hari;

Lana Adila – LBM 3 MODUL 9 18

Page 19: Lana Adila Lbm 3 Modul 9

5. Nyeri berkurang/membaik dengan olah raga.o Rasa sakit mula-mula dirasakan pada daerah gluteus bagian dalam, sulit

untuk menentukan titik asal sakitnya dengan permulaan yang insidious. Kadang-kadang pada stadium awal nyeri dirasakan hebat di sendi sacroiliacs, dapat menjalar sampai kista, iliaca atau daerah trochanter mayor, atau ke paha bagian belakang.

o Nyeri menjalar ini sangat menyerupai nyeri akibat kompresei nervus ischiadicus. Rasa sakit bertambah pada waktu batuk, bersin atau melakukan gerakan memutar punggung secara tiba-tiba. Pada awalnya rasa sakit tidak menetap dan hanya menyerang satu sisi (unilateral); sesudah beberapa bulan nyeri biasanya akan menetap dan menyerang secara bilateral disertai rasa kaku dan sakit pada bagian di bawah lumbal.

o Rasa sakit dan kaku ini dirasakan lebih berat pada pagi hari yang kadang-kadang sampai membangunkan penderita dari tidurnya. Sakit/ kaku pagi hari ini biasanya menghilang sesudah 3 jam. Di samping itu kaku/sakit pagi hari ini akan berkurang sampai hilang dengan kompres panas, olah raga atau aktivitas jasmani lain.

o Pada penyakit yang ringan biasanya gejala timbul hanya di pinggang saja dan apabila penyakitnya bertambah berat, maka gejala berawal dari daerah lumbal, kemudian thorakal akan akhirnya sampai pada daerah servikal : untuk mencapai daerah servikal penyakit ini memerlukan waktu selama 12-25 tahun.

o Penyakit ini kadang-kadang dirasakan sembuh sementara atau untuk selamanya, akan tetapi kadang-kadang akan berjalan terus dan mengakibatkan terserangnya seluruh vertebrae.

o Selama perjalanan penyakitnya dapat terjadi nyeri radikuler karena terserangnya vertebra thorakal atau servikal dan apabila telah terjadi ankylose sempurna, keluhan nyeri akan menghilang.

Nyeri dadao Dengan terserangnya vertebra thorakalis termasuk sendi kostovertebra dan

adanya enthesopati pada daerah persendian kostosternal dan manubrium sternum, penderita akan merasakan nyeri dada yang bertambah pada waktu batuk atau bersin. Keadaan ini sangat menyerupai pleuritic pain.

o Nyeri dada karena terserangnya persendian costovertebra dan costotranversum sering kali disertai dengan nyeri tekan daerah costosternal junction. Pengurangan ekspansi dada dari yang ringan sampai sedang sering kali dijumpai pada stadium awal.

o Keluhan nyeri dada sering ditemukan pada penderita dengan HLA-B27 positif walaupun secara radiologis tidak tampak adanya kelainan sendi sacroiliaca (sacroiliitis).

Nyeri tekano Nyeri tekan ekstra-artikuler dapat dijumpai di daerah-daerah tertentu pada

beberapa penderita. Keadaan ini disebabkan oleh enthesitis, yaitu reaksi inflamasi yang terjadi pada inserasi tendon tulang.

o Nyeri tekan dapat dijumpai pada daerah-daerah sambungan costosternal, prosesus spinosus, krista iliaca, trochanter mayor, ischial tuberosities atau tumtit (achiles tendinitis atau plantar fasciitis). Pada pemeriksaan radiologis kadang-kadang dapat ditemukan osteofit.

Lana Adila – LBM 3 MODUL 9 19

Page 20: Lana Adila Lbm 3 Modul 9

Persendiano Sendi panggul dan bahu merupakan persendian ekstraaxial yang paling sering

terserang (35%). Kelainan ini merupakan manifestasi yang sering dijumpai pada juvenile ankylosing spondylitis.

o Kelainan sendi panggul sering dijumpai di negaranegara Algeria, India dan Mexico.

o Pada ankylosing spondylitis yang menyerang anak-anak antara umur 8-10 tahun, keluhan pada sendi panggul sering dijumpai, terutama pada penderita dengan HLA-B27 positif atau titer ANA negatif. Sendi lutut juga sering terserang, dengan manifestasi efusi yang intermitten. Di samping itu sendi temporomandibularis juga dapat terserang (10%).

Manifestasi Ekstra Skeletal

Gejala konstitusional seperti : rasa lelah, berat badan menurun dan subfebril sering dijumpai.Manifestasi ekstra skeletal lain adalah :

Matao Uveitis anterior akut atau iridocyclitis merupakan manifestasi ekstra skeletal

yang sering dijumpai (20-30%). Permulaannya biasanya akut dan unilateral, akan tetapi yang terserang dapat bergantian.

o Mata tampak merah dan terasa sakit disertai dengan adanya gangguan penglihatan, kadang-kadang ditemukan fotopobia dan hiperlakrimasi.

o Apabila pengobatan terlambat dapat mengakibatkan glaucoma; apabila diberikan pengobatan sedini mungkin gangguan pada mata tersebut akan sembuh tanpa cacat sesudah 4-5 minggu.

o Kelainan mata ini sering dijumpai pada penderita dengan HLA-B27 positif. Jantung

o Secara klinis biasanya tidak menunjukkan gejala. Manifestasinya adalah : ascending aortitis, gangguan katup aorta, gangguan hantaran, kardiomegali dan perikarditis.

o Gangguan katup aorta terjadi pada 3,5% penderita yang telah menderita ankylosing spondylitis selama 15 tahun dan 10% pada penderita yang telah menderita selama 30 tahun. Gangguan hantaran terjadi pada 2,7% penderita yang menderita selama 15 tahun dan 8,5% pada penderita yang telah menderita selama 30 tahun.

o Gangguan jantung ini terjadi dua kali lebih sering pada penderita -yang terserang sendi perifernya.

Paru-paruo Terserangnya paru-paru pada penderita ankylosing spondylitis jarang terjadi

dan merupakan manifestasi lanjut penyakit. Manifestasinya dapat berupa : fibrosis baru lobus atas yang progresif dan rata-rata terjadi pada yang telah menderita selama 20 tahun. Lesi tersebut akhirnya menjadi kista yang merupakan tempat yang baik bagi pertumbuhan aspergilus.

o Keluhan yang dapat timbul pada keadaan ini antara lain : batuk, sesak nafas dan kadang-kadang hemoptisis. Ventilasi paru-paru biasanya masih terkompensasi dengan baik karena meningkatnya peran diafragma sebagai

Lana Adila – LBM 3 MODUL 9 20

Page 21: Lana Adila Lbm 3 Modul 9

kompensasi terhadap kekakuan yang terjadi pada dinding dada. Kapasitas vital dan kapasitas paru total mungkin menurun sampai tingkat sedang akibat terbatasnya pergerakan dinding dada. Walaupun demikian residual volume dan function residual capacity biasanya meningkat.

Sistem sarafo Komplikasi neurologis pada ankylosing spondylitis dapat terjadi akibat

fraktur, persendian vertebra yang tidak stabil, kompresi atau inflamasi.o Kecelakaan lalulintas atau trauma ringan dapat mengakibatkan fraktur

vertebra; yang sering terkena adalah C5- C6 dan C6-C7. Subluksasi persendian atlantoaksial dan atlanto-osipital dapat terjadi akibat inflamasi pada persendian tersebut sehingga tidak stabil. Kompresi, termasuk proses osifikasi pada ligamentum longitudinal posterior akan mengakibatkan terjadinya mielopati kompresi; lesi destruksi pada diskus intervertebra dan stenosis spinal.

o Sindrom cauda equina merupakan komplikasi yang jarang terjadi tetapi merupakan keadaan yang serius. Sindrom ini akan menyerang saraf lumbosakral, dengan gejala-gejala incontinentia urine et alvi yang berjalan perlahan-lahan, impotensi, saddle anesthesia dan kadang-kadang refleks tendon achiles menghilang. Gejala motorik biasanya jarang timbul atau sangat ringan. Sindrom ini dapat ditegakkan dengan bantuan pemeriksaan CT scan atau MRI. Apabila tidak ditemukan lesi kompresi, maka perlu dipikirkan kemungkinan adanya arachnoiditis atau perlengketan pada selaput arachnoid.

Gangguan ginjalo Nefropati (lgA) telah banyak dilaporkan sebagai komplikasi ankylosing

spondylitis. Keadaan ini khas ditandai oleh kadar 1gA yang tinggi pada 93% kasus disertai dengan gagal ginjal 27%

Gambaran Klinis

Spondilitis ankilosa dapat bermanifestasi pada skeletal maupun ekstraskeletal. Presentasi klasik terjadi pada dewasa muda yang mengeluh nyeri punggung bawah dan kekakuan yang sering memburuk pada pagi hari atau setelah istirahat lama. Nyeri akan mengilang dengan aktivitas fisik dan biasanya berpusat di vertebra lumbosacral meski bias juga terasa pada sendi panggul dan pantat dan kadang-kadang menjalar ke paha. Kekakuan biasanya berlangsung lebih dari 30 menit.

Pasien bias mengeluh nyeri dan kaku pada vertebra torakalis, leher dan bahu. Keterlibatan costovertebral menyebabkan gangguan ekspansi dada. Sendi perifer dapat mengalami sinovitis, terutama sendi besar dan proksimal seperti bahu dan panggul. Umumnya monoartikular atau oligoartikular asimetris. Nyeri pergelangan kaki bias terjadi akibat entesopati di calcaneus sedangkan Tendinitis Achiles cukup sering ditemukan.

Lana Adila – LBM 3 MODUL 9 21

Page 22: Lana Adila Lbm 3 Modul 9

Manifestasi ekstraskeletal yang bias timbul adalah gejala konstitusional seperti kelemahan, penurunan berat badan dan subfebril; gangguan mata, kardiovaskuler, paru, neurologis dan ginjal.

Keterlibatan mata merupakan manifestasi ekstraskeletal yang cukup sering pada pasien spondilitis ankilosa, berupa uvetis anterior atau iridosiklitis. Umumnya unilateral dan sering berulang dengan terjadi jaringan parut dan glaucoma sekunder.

Manifestasi kardiovaskuler berupa aortitis, regurgitasi katup aorta, gangguan konduksi dan perikarditis. Keterlibatan paru cukup jarang dan merupakan manifestasi lanjut dari spondilitis ankilosa, berupa fibrosis lobus superior yang progresif lambat. Nefropati IgA dan amiloidosis sekunder dapat ditemui pada pasien spondilitis ankilosa.

Komplikasi neurologi yang sering timbul adalah akibat fraktur, instabilitas, kompresi atau inflamasi. Fraktur sering pada vertebra C5-C6 or C6-C7, instabilitas mengakibatkan subluksasi sendi atlantoaksial dan antlato oksipitalis. Osifikasi dari ligament longitudinal posterior akan menyebabkan kompresi mielopati dan stenosis spinalis. Sindroma kauda equine jarang terjadi tapi merupakan komplikasi serius.

Sumber :

BIBLIOGRAPHY Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam [Book] / auth. Sudoyo Aru W [et al.]. - Jakarta Pusat : Interna Publishing, 2009. - Vol. Jilid III Edisi V.

Manifestasi Klinis

Gejala klinik Spondilosis Ankilosa (SA) dapat dibagi dalam manifestasi skeletal

dan ekstraskeletal. Manifestasi skeletal berupa artritis aksis, artritis sendi panggul

dan bahu, artritis perifer, entensopati, osteoporosis, dan fraktur vertebra.

Manifestasi ekstraskeletal berupa iritis akut, fibrosis paru, dan, amiloidosis.9,10

Gejala utama SA adalah sakroilitis. Perlangsungannya secara gradual dengan

nyeri hilang timbul pada pinggang bawah dan menyebar ke bawah pada daerah

paha. 2-5, 7-13. Keluhan konstitusional biasanya sangat ringan seperti anoreksia,

kelemahan, penurunan berat badan, dan panas ringan yang biasanya terjadi pada

awal penyakit.9,10.

Manifestasi pada Tulang

Keluhan yang umum dan karakteristik awal penyakit ialah nyeri pinggang dan

sering menjalar ke paha. Nyeri biasanya menetap lebih dari 3 bulan, diserati kaku

Lana Adila – LBM 3 MODUL 9 22

Page 23: Lana Adila Lbm 3 Modul 9

pinggang pada pagi hari, dan membaik dengan aktivitas fisik atau bila dikompres air

panas. Nyeri pinggang biasanya tumpul dan sukar ditentukan lokasinya, dapat

unilateral atau bilateral. Nyeri bilateral biasanya menetap, beberapa bulan

kemudiandaerah pinggang bawah menjadi kaku dan nyeri. Neri ini lebih terasa di

daerah bokong dan bertambah hebat bila batuk, bersin, atau pinggang mendadak

terpuntir. Inaktivitas lama akan menambah nyeri dan kaku. Keluhan nyeri dan kaku

pinggang merupakan keluhan dari 75% kasus di klinik. 9,10.

Nyeri tulang juksa artikular dapat menjadi keluhan utama, misalnya entesis

yang dapat menyebabkan nyeri di sambungan kostosternal, prosesus spinosus, krista

iliaka, trokanter mayor, tuberositas tibia, atau tumit. Keluhan lain dapat berasal dari

sendi kostovertebra dan manubrium sternal yang menyebabkan keluhan nyeri dada,

sering disaladiagnosiskan sebagai angina. 9,10..

Manifestasi di Luar Tulang

Manisfestasi di luar tulang terjadi pada mata, jantung, paru, dan sindroma

kauda ekuina. Manifestasi di luar tulang yang paling sering adalah uveitis anterior

akut, biasanya unilateral, dan ditemukan 25-30% pada pasien SA dengan gejala nyeri,

lakrimasi, fotofobia, dan penglihatan kabur. Manifestasi pada jantung dapat berupa

insufisiensi aorta, dilatasi pangkal aorta,, jantung membesar, gangguan konduksi.

Pada paru dapat terjadi fibrosis, umumnya setelah 20 tahun menderita SA, dengan

lokasi pada bagian atas, biasanya bilateral, dan tampak bercak-bercak linier pada

pemeriksaan radiologis, menyerupai tuberkulosis. 9,10.

http://www.scribd.com/doc/62092631/ANKILOSIS-SPONDILITIS#download

Gejala Klinis

Peradangan ringan sampai menengah biasanya bergantian dengan periode tanpa

gejala. Gejala yang paling sering ditemukan adalah nyeri punggung, yang intensitasnya

bervariasi dari satu episode ke episode lainnya dan bervariasi pada setiap penderita. Nyeri

sering memburuk di malam hari.

Lana Adila – LBM 3 MODUL 9 23

Page 24: Lana Adila Lbm 3 Modul 9

Kekakuan di pagi hari yang akan hilang jika penderita melakukan aktivitas,juga sering

ditemukan. Nyeri punggung dan kejang otot-ototnya seringkali bisa berkurang jika penderita

membungkukkan badannya ke depan. Karena itu penderita sering mengambil posisi

membungkuk, yang bisa menyebabkan bungkuk menetap bila tidak diobati.

Pada penderita lainnya, tulang belakang dengan jelas tampak lurus dan kaku. Nyeri

punggung bisa disertai dengan hilangnya nafsu makan, penurunan berat badan, kelemahan

dan anemia.

Jika sendi yang menghubungkan tulang iga dan tulang belakang meradang, rasa nyeri

akan membatasi kemampuan dada untuk mengembang dan untuk menarik nafas dalam.

Kadang-kadang nyeri dimulai di sendi yang besar, seperti panggul, lutut dan bahu.

Sepertiga penderita mengalami serangan berulang dari peradangan mata

(iritisakut),yang biasanya tidak mengganggu penglihatan.

Lana Adila – LBM 3 MODUL 9 24

Pasien dengan ankylosing spondylitis

mempengaruhi tulang belakang leher

dan dada atas. Tulang punggung pasien

telah menyatu dalam posisi tertekuk.

Page 25: Lana Adila Lbm 3 Modul 9

Pada penderita lainnya, peradangan bisa menyerang katup jantung. Jika kerusakan

tulang belakang menekan saraf atau urat saraf tulang belakang, bisa timbul mati rasa,

kelemahan atau nyeri di daerah yang dipersarafinya.

Sindroma kauda equina (Sindroma Ekor Kuda) merupakan komplikasi yang jarang,

berupa gejala yang timbul jika kolumna tulang belakang yang meradang, menekan sejumlah

saraf yang berjalan dibawah ujung urat saraf tulang belakang.

Gejalanya berupa impotensi, inkontinensia uri di malamhari, sensasi yang berkurang

pada kandung kemih dan rektum dan hilangnya refleks mata kaki.

Manifestasi pada Tulang.

Keluhan yang umum dan karakteristik awal penyakit ialah nyeri pinggang dan sering

menjalar ke paha. Nyeri biasanya menetap lebih dari 3 bulan, disertai dengan kaku pinggang

pada pagi hari, dan membaik dengan aktivitas fisik atau bila dikompres air panas. Nyeri

pinggang biasanya tumpul dan sukar ditentukan lokasinya, dapat unilateral atau bilateral.

Nyeri bilateral biasanya menetap, beberapa bulan kemudian daerah pinggang bawah

menjadi kaku dan nyeri. Nyeri ini lebih terasa seperti nyeri bokong dan bertambah hebat

bila batuk, bersin, atau pinggang mendadak terpuntir. Inaktivitas lama akan menambah

gejala nyeri dan kaku. Keluhan nyeri dan kaku pinggang merupakan keluhan dari 75% kasus

di klinik. Nyeri tulang juksta-artikular dapat menjadi keluhan utama, misalnya entesis yang

dapat menyebabkan nyeri di sambungan kostosternal, prosesus spinosus, krista iliaka,

trokanter mayor, tuberositas tibia atau tumit. Keluhan lain dapat berasal dari sendi

kostovertebra dan manubriosternal yang menyebabkan keluhan nyeri dada, sering

disalahdiagnosiskan sebagai angina.

Manifestasi di Luar Tulang

Manifestasi di luar tulang terjadi pada mata, jantung, paru, dan sindroma kauda

ekuina. Manifestasi di luar tulang yang paling sering adalah uveitis anterior akut, biasanya

unilateral, dan ditemukan 25--30% pada penderita SA dengan gejala nyeri, lakrimasi,

fotofobia, dan penglihatan kabur. Manifestasi pada jantung dapat berupa aorta insufisiensi,

dilatasi pangkal aorta, jantung membesar, dan gangguan konduksi. Pada paru dapat terjadi

fibrosis, umumnya setelah 20 tahun menderita SA, dengan lokasi pada bagian atas, biasanya

Lana Adila – LBM 3 MODUL 9 25

Page 26: Lana Adila Lbm 3 Modul 9

bilateral, dan tampak bercak-bercak linier pada pemeriksaan radiologis, menyerupai

tuberculosis.

http://www.scribd.com/doc/61596970/REFERAT-ankilosis-spondilitis#download

Gejala-gejala ankylosing spondylitis berhubungan dengan peradangan dari spine, sendi-sendi tulang (joints), dan organ-organ lain. Kelelahan adalah gejala umum yang berkaitan dengan peradangan aktif. Peradangn spine menyebabkan nyeri dan kekakuan pada belakang bawah , area bokong atas, leher, dan sisanya spine. Timbulnya nyeri dan kekakuan biasanya secara berangsur-angsur dan memburuk secara progresif melalui waktu berbulan-bulan. Adakalanya, timbulnya sangat cepat dan hebat/keras. Gejala-gejala nyeri dan kekakuan adalah seringkali parah waktu pagi atau setelah periode-periode tidak aktif yang panjang. Nyeri dan kekakuan seringkali mereda dengan gerakan, panas, dan mandi hangat pada pagi hari. Karena ankylosing spondylitis seringkali mempengaruhi pasien-pasien masa remaja, timbulnya nyeri belakang bawah kadangkala disalahartikan sebagai luka-luka olahraga pada pasien-pasien yang lebih muda.Pasien-pasien yang memunyai peradangan spine kronis yang berat dapat mengembangkan penyatuan tulang sepenuhnya dari spine (ankylosis). Sekali menyatu, nyeri pada spine hilang, namun pasien mempunyai suatu kehilangan sepenuhnya dari mobilitas spine. Spine yang menyatu ini adalah sangat rapuh dan mudah patah (fracture) ketika telibat pada trauma, seperti kecelakaan-kecelakaan motor. Penimbulan mendadak dari nyeri dan moblitas pada area spine dari pasien-pasien ini dapat mengindikasikan kerusakkan tulang (fracture). Leher bagian bawah (cervical spine) adalah area yang paling umum untuk kerusakkan-kerusakkan (fractures) seperti itu.Spondylitis dan ankylosis kronis menyebabkan lengkungan kedepan (bongkok) dari batang tubuh bagian atas (thoracic spine), membatasi kapasitas pernapasan. Spondylitis dapat juga mempengaruhi area-area dimana tulang-tulang iga (ribs) dicantelkan pada spine bagian atas, lebih jauh membatasi kapasitas paru-paru. Ankylosing spondylitis dapat menyebabkan peradangan dan luka goresan pada paru-paru, menyebabkan batuk dan sesak napas, terutama dengan latihan dan infeksi-infeksi. Oleh karenanya, kesulitan bernapas dapat menjadi komplikasi yang serius dari ankylosing spondylitis.Pasien-pasien dengan ankylosing spondylitis dapat juga mempunyai arthritis pada sendi-sendi tulang yang lain daripada tulang belakang (spine). Pasien-pasien mugkin merasakan nyeri, kekakuan, panas, bengkak, kehangatan, dan/atau kemerahan pada tulang-tulang sendi seperti pinggul-pinggul, lutut-lutut, dan pergelangan-pergelangan. Adakalanya, tulang-tulang sendi yang kecil dari jari-jari kaki dapat meradang, atau berbentuk "sosis". Peradangan dapat terjadi pada tulang rawan (cartilage) sekitar tulang dada (costochondritis) begitu juga pada tendon-tendon dimana otot-otot menempel pada tulang (tendinitis) dan tempelan-tempelan ligamen (ligament attachments) pada tulang. Beberapa pasien-pasien dengan penyakit ini mengembangkan Achilles tendinitis, menyebabkan nyeri dan kekakuan pada belakang tumit, terutama jika bertolak dengan kaki ketika naik tangga-tangga. Peradangan jaringan-jaringan dari alas kaki, plantar fasciitis, terjadi lebih sering pada orang-orang dengan ankylosing spondylitis.

Lana Adila – LBM 3 MODUL 9 26

Page 27: Lana Adila Lbm 3 Modul 9

Area-area lain dari tubuh yang dipengaruhi oleh ankylosing spondylitis termasuk mata-mata, jantung, dan ginjal-ginjal. Pasien-pasien dengan ankylosing spondylitis dapat mengembangkan peradangan pada iris, disebut iritis. Iritis dikarakteristikan dengan kemerahan dan nyeri pada mata, terutama ketika melihat pada sinar-sinar yang terang. Serangan-serangan yang terjadi kembali dari iritis dapat mempengaruhi kedua mata. Sebagai tambahan pada iris, badan siliari (ciliary body) dan koroid (choroid) dari mata dapat meradang dan ini dirujuk sebagaiuveitis. Iritis dan uveitis dapat menjadi komplikasi-komplikasi yang serius dari ankylosing spondylitis yang dapat merusak mata dan mengganggu penglihatan, dan mungkin memerlukan suatu pelayanan yang mendesak dari seorang spesialis mata (ophthalmologist). Perawatan-perawatan khusus untuk peradangan mata yang serius dibahas pada bagian perawatan dibawah. Perlu dicatat bahwa iritis dan peradangan spine dapat terjadi dalam bentuk-bentuk lain dari arthritis seperti reactive arthritis (dahulunya sindrom Reiter), psoriatic arthritis, dan arthritis dari penyakit peradangan usus.Suatu komplikasi yang jarang dari ankylosing spondylitis melibatkan luka parut dari sistim elektrik jantung, menyebabkan denyut jantung yang abnormal rendah. Alat pemacu jantung mungkin perlu pada pasien-pasien ini untuk mempertahankan denyut jantung dan hasil (output) yang memadai. Bagian aorta yang paling dekat dengan jantung dapat meradang, berakibat pada kebocoran dari klep aorta. Pasien-pasien ini dapat mengembangkan sesak napas, kepeningan, dan gagal jantung.Spondylitis yang lanjut dapat menjurus pada endapan-endapan yang disebutamyloid kedalam ginjal-ginjal dan berakibat pada kegagalan ginjal. Penyakit ginjal yang progresif dapat menjurus pada kelelahan kronis dan mual dan dapat memerlukan pembuangan racun-racun darah yang terakumulasi dengan mesin penyaringan (dialysis).http://www.totalkesehatananda.com/ankylosing4.html

16. Pemeriksaan penunjang?

Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik spondilitis ankilosis dapat ditemukan:9,10,11.

Sikap/postur tubuh

Selama perjalanan penyakitnya, sikap tubuh yang normal akan hilang. Lordosis lumbal yang menghilang umumnya merupakan tanda awal. Apabila vertebra cervical terserang, maka pergerakan leher akan terbatas serta menimbulkan rasa nyeri. Leher penderita mengalami pergeseran ke depan dan hal ini dapat dibuktikan dengan cara : penderita diminta berdiri tegak, apabila terjadi pergeseran maka occiput tidak dapat menempel pada dinding. 9,10,11

Mobilitas tulang belakang

Lana Adila – LBM 3 MODUL 9 27

Page 28: Lana Adila Lbm 3 Modul 9

Pertama kali yang diperiksa adalah apakah ada keterbatasan gerak. Biasanya ditemukan adanya keterbatasan gerak pada tulang vertebra lumbal, yang dapat dilihat dengan cara melakukan gerakan fleksi badan ke depan, ke samping dan ekstensi. 9,10,11

Tes Schober atau modifikasinya, berguna untuk mendeteksi keterbatasan gerak fleksi badan ke depan. Caranya : penderita diminta untuk berdiri tegak, pada prosesus spinosus lumbal V diberi tanda (titik), kemudian 10 cm lurus di atasnya diberi tanda ke dua. Kemudian penderita diminta melakukan gerakan membungkuk (lutut tidak boleh dibengkokkan). Pada orang normal jarak kedua titik tersebut akan bertambah jauh; bila jarak kedua titik tersebut tidak mencapai 15 cm, hal ini menandakan bahwa mobilitas tulang vertebra lumbal telah menurun (pergerakan vertebra lumbal mulai terbatas). Di samping itu fleksi lateral juga akan menurun dan gerak putar pada tulang belakang akan menimbulkan rasa sakit. 9,10,11

Ekspansi dada

Penurunan ekspansi dada dari yang ringan sampai sedang, sering dijumpai pada kasus ankylosing spondylitis stadium dini dan jangan dianggap sebagai stadium lanjut. Pada pengukuran ini perlu dilihat bahwa nilai normalnya sangat bervariasi dan tergantung pada umur dan jenis kelamin. Sebagai pedoman yang dipakai adalah : ekspansi dada kurang dari 5 cm pada penderita muda disertai dengan nyeri pinggang yang dimulai secara perlahan-lahan, harus dicurigai mengarah ke adanya ankylosing spondylitis. Pengukuran ekspansi dada ini diukur dari inspirasi maksimal sesudah melakukan ekspirasi maksimal. 9,10,11

Enthesitis

Adanya enthesitis dapat dilihat dengan cara menekan pada tempat-tempat tertentu antara lain : ischial tuberositas, troc-hanter mayor, processus spinosus, costochondral dan manu-briosternal junctions serta pada iliac fasciitis plantaris juga merupakan manifestasi dari enthesitis. 9,10,11

Sacroilitis

Pada sacroiliitis penekanan sendi ini akan memberikan rasa sakit, akan tetapi hal ini tidak spesifik karena pada awal penyakit atau pada stadium lanjut sering kali tanda-tanda ini tidak ditemukan. Pada stadium lanjut tidak ditemukan nyeri tekan pada sendi sacroiliaca oleh karena telah terjadi fibrosis atau, bony Ankylosis9,10,11

Pemeriksaan Penunjang

Lana Adila – LBM 3 MODUL 9 28

Page 29: Lana Adila Lbm 3 Modul 9

Pemerikasan laboratorium tidak mempunyai gambaran yang khas untuk pasien spondilitis ankilosa. HLA-B27 akan didapatkan pada lebih dari 90% pasien dan akan mencapai 100% jika disertai dengan uveitis atau gangguan jantung. Laju endap darah (LED) dan C-reactive protein (CRP) akan meningkat tapi tidak berhubungan dnegan aktivitas penyakit. Bias didapatkan anemia normokrom normositer ringan dan trombositosis ringan. Kadar IgA serum juga meningkat taoi belum diketahui hubungan dengan spondilitis ankilosa.

Tes fungsi paru biasanya baru menunjukkan kelainan jika vertebra torakalis sudah terlibat dimana akan terjadi penurunan kapasitas vital paru dan peningkatan volume residual paru.

Pemeriksaan radiologis diperlukan untuk mendeteksi abnormalitas yang terjadi. Kelainan yang paling mendukung adalah ditemukannya inflamasi pada sendi sakroiliaka. Gambaran yang tampak adalah erosi pada sisi iliaka terutama pada sepertiga bawah sendi sakroiliaka. Sering demngan perjalanan penyakit akan terjadi pseudowidening dari sendi dan selanjutnya akan mengalami fusi. Teknik yang lebih superior adalah MRI dan CT yang bias mendeteksi kelainan lebih dini. Keunggulan MRI adalah bias memvisualisasi lesi kartilago dan entesis.

Perubahan pada vertebra pada fase awal spondilitis adalah erosi yang dikelilingi sklerosis pada tepi korpus vertebra sebagai akibat inflamasi apda sistus insersi annulus fibrosus di korpus vertebra (tanda Romanus). Selanjutnya periostitis di perifer korpus vertebra akan menyebabkan terbentuknya squaring. Karakteristik yang penting adalah formasi sindesmofit akibat dari kondritis vertebra dan osteitis subkondral yang diikuti dengan fibrosis dan osifikasi. Orientasi dari sindesmofit adalah vertical yang akan membedakannya dengan osteofit akibat penyakit degenerative. Pada tahap akhir, gambaran radilogis vertebra dikenal dnegan nama bamboo spine.

Gradasi sakroilitis pada Spondilitis Ankilosa

Grade 0 : Normal

Grade 1 : Mencurigakan

Grade 2 : Sklerosis, sedikit erosi

Grade 3 : Erosi berat, pelebaran celah sendi, sebagian ankilosis

Grade 4 : Ankilosis kom

Sumber :

BIBLIOGRAPHY Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam [Book] / auth. Sudoyo Aru W [et al.]. - Jakarta Pusat : Interna Publishing, 2009. - Vol. Jilid III Edisi V.

Lana Adila – LBM 3 MODUL 9 29

Page 30: Lana Adila Lbm 3 Modul 9

A. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang pada spondilitis ankilosis meliputi:

1. Pemeriksaan Laboraturium

Tidak ada uji diagnostik yang patognomonik. Peninggian laju endap darah ditemukan pada 75% kasus, tetapi hubungannya dengan keaktifan penyakit kurang kuat. Serum C reactive protein (CRP) lebih baik digunakan sebagai petanda keaktifan penyakit. Kadang-kadang, ditemukan peninggian IgA. Faktor rematoid dan ANA selalu negatif. Cairan sendi memberikan gambaran sama pada inflamasi. Anemia normositik-normositer ringan ditemukan pada 15% kasus. Pemeriksaan HLA B27 dapat digunakan sebagai pembantu diagnosis. 9,10.

2. Pemeriksaan Radiologi

Kelainan radiologis yang khas pada SA dapat dilihat pada sendi aksial, terutama pada sendi sakroiliaka, diskovertebral, apofisial, kostovertebral, dan kostotransversal. Perubahan pada sendi S2 bersifat bilateral dan simetrik, dimulai dengan kaburnya gambaran tulang subkonral, diikuti erosi yang memberi gambaran mirip pinggir perangko pos. Kemudian, terjadi penyempitan celah sendi akibat adanya jembatan interoseus dan osilikasi. Setelah beberapa tahun, terjadi ankilosis yang komplit. 9,10.

Beratnya proses sakroilitis terdiri dari 5 tingkatan berdasarkan radiologis, yaitu tingkat 0 (normal), tingkat 1 (tepi sendi menjadi kabur), tingkat 2 (tingkat 1 ditambah adanya sclerosis periartikuler, jembatan sebagian tulang atau pseudo widening, tingkat 3 (tingkat 2 ditambah adanya erosi dan jembatan tulang), serta tingkat 4 (ankilosa yang lengkap). 9,10.

Akan terlihat gambaran squaring (segi empat sama sisi) pada kolumna vertebra dan osifikasi bertahap lapisan superfisial anulus fibrosus yang akan mengakibatkan timbulnya jembatan di antara badan vertebra yang disebut sindesmofit. Apabila jembatan ini sampai pada vertebra servikal, akan membentuk bamboo spine. Keterlibatan sendi panggul memperlihatkan adanya penyempitan celah sendi yang konsentris, ketidakteraturan subkhondral, serta formasi osteofit pada tepi luar permukaan sendi, baik pada asetabulum maupun femoral. Akhirnya, terjadi ankilosis tulang dan pada sendi bahu memperlihatkan penyempitan celah sendi dengan erosi. 9,10.

http://www.scribd.com/doc/62092631/ANKILOSIS-SPONDILITIS#download

Diagnosis

Lana Adila – LBM 3 MODUL 9 30

Page 31: Lana Adila Lbm 3 Modul 9

Diagnosis ditegakkan berdasarkan pola gejala-gejalanya dan foto rontgen dari tulang

belakang dan sendi yang terkena, dimana bisa dilihat adanya erosi pada persendian antara

tulang belakang dan tulang panggul (sendi sakroiliaka) dan pembentukan jembatan antara

tulang belakang, yang menyebabkan kekakuan pada tulang belakang. Laju endap darah

cenderung meningkat. Pada 90% penderita ditemukan gen spesifik HLA-B27.

Roma, 1961

Kriteria klinik

1. Nyeri pinggang dan kekakuan > 3 bulan, yang tidak reda dengan istirahat

2. Nyeri dan kekaknan pada regio thorax

3. Gerak terbatas pada vertebra lumbalis

4. Expansi dada terbatas

5. Riwayat atau adanya bukti dari iritis atau akibatnya

Kriteria Radiologik

Tampak adanya perubahan sacroiliac bilateral merupakan ciri SA

(ini harus disingkirkan OA bilateral dan sendi sacroiliac)

New York 1966

Kriteria klinik

1. Terbatasnya gerak dari vertebra lumbalis, dalam semua tiga bidang flexi. anterior,

flexi-lateral dan extensi

2. Nyeri pada sendi dorsolumbJ atau pada vertebra lumbalis.

3. Terbatasnya expansi dada = 2,5cm, diukur pada ketinggian spatium intercostale ke 4.

Kualitas (grading) radiologik: Normal = 0; suggestive = 1; minimal saroilitis = 2; moderat

sacroilitis = 3; Ankylosis = 4.

Diagnosis definitif ditegakkan berdasarkan:

Lana Adila – LBM 3 MODUL 9 31

Page 32: Lana Adila Lbm 3 Modul 9

1. Gambaran radiografi sakmiliitis bilateral derajat 3-4 ditambah 1 atau lebih kriteria di

atas, atau

2. Gambaran radiografi sakroiliitis unilateral derajat 3-4 atau sakroilitis bilateral derajat

2 dtambah kriteria 1 atau kriteria 2+3.

Diagnosis kemungkman SA (probable) ditegakkan berdasarkan: Gambaran radiografi

sakroiliitis derajat 3-4, tanpa disertai kriteria tersebut di atas.

Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan laboratorium

Tidak ada uji diagnostik yang spesifik. Terdapat anemia normositik ringan dan laju

endap darah ynag meninggi. Faktor reuma negatif. HLA-B27 pada keadaan tertentu dapat

membantu diagnosis.

Lana Adila – LBM 3 MODUL 9 32

Page 33: Lana Adila Lbm 3 Modul 9

2. Pemeriksaan radiologi

Perubahan yang karakteristik terlihat pada sendi aksial, terutama pada sendi

sakroiliaka. Pada bulan-bulan pertama perubahan hanya dapat dideteksi dengan tomografi

komputer. Perubahan yang terjadi bersifat bilateral dan simetris, dimulai dengan kaburnya

gambaran tulang subkondral diikuti erosi. Selanjutnya terjadi penyempitan celah sendi

akibat adanya jembatan interoseus dan osifikasi. Beberapa tahun kemudian terjadi ankilosis

komplit. Pemeriksaan anteroposterior sederhana sudah cukup untuk mandeteksi sakroilitis

yang merupakan awal perubahan. Terlihat pengapuran ligamen-ligamen spina anterior dan

posterior disertai demineralisasi korpus vertebra membentuk gambaran bamboo spine.

Gb. Ankilosis Spondilitis pada bahu

Lana Adila – LBM 3 MODUL 9 33

Page 34: Lana Adila Lbm 3 Modul 9

Gb. AS pada tulang vertebrae

http://www.scribd.com/doc/61596970/REFERAT-ankilosis-spondilitis#download

Pemeriksaan Penunjang1. Pemerikasaan LaboratoriumTidak ada uji diagnosis yang spesifik, terdapat anemia normositik normokrom ringan dan LED yang tinggi. Faktur reuma negatif. HLA – B 27 pada keadaan tertentu dapat membantu diagnosis.

2. Pemeriksaan RadiologiPerubahan yang karakteristik terlihat pada sendi aksial, terutama pada sendi sakro iliaka.Pada tahap awal pemeriksaan :Mungkin hanya terlihat adanya gambaran yang kabur pada sendi sakro iliaka dan ostioporosis difus pada tulang belakang, bila penyakit berlanjut terdapat erosi sendi. Bentuk vertebra menjadi lebih persegi dan penyempitan ruang antar vertebra.Pemeriksaan beberapa tahun kemudian :Terjadi ankilosis komplit, pemeriksaan anterior-posterior sederhana sudah cukup untuk mendeteksi sakrolitis, yang merupakan awal perubahan, terlihat pengapuran legamen – ligamen spina anterior-posterior disertai demineralisasi korpus vertebra membentuk gambaran bamboo spine.

Ankylosing spondylitis merupakan penyakit yang awal mulanya terjadi secara perlahan-lahan dan kadang-kadang tidak menunjukkan gejala khas. Oleh karenanya sering kali kita menghadapi permasalahan dalam menegakkan diagnosis, antara lain, apabila :

Pada pemeriksaan rontgen tidak ditemukan sacroiliitiso Pada umumnya para dokter enggan membuat diagnosis ankylosing

spondylitis bila pemeriksaan rontgen tidak terbukti adanya sacroiliitis. Perlu diketahui bahwa pada kenyataannya sanak-saudara penderita ankylosing spondylitis yang menunjukkan gejala khas kadang-kadang dalam jangka waktu yang lama pada pemeriksaan radiologis tidak menunjukkan sacroilliitis.

Lana Adila – LBM 3 MODUL 9 34

Page 35: Lana Adila Lbm 3 Modul 9

o Adanya sacroiliitis pada pemeriksaan rontgen sering ditemukan pada penderita ankylosing spondylitis, akan tetapi hal ini bukan berarti manifestasi dini atau manifestasi yang harus ada pada penyakit ini.

o Mau dkk (1988) menemukan bahwa 27% penderita dengan kemungkinan ankylosing spondylitis, dengan sendi sacroiliaca normal pada awal penelitian, akan menjadi ankylosing spondylitis definitif disertai kelainan sendi sacroiliaca (sacroiliitis) pada pemeriksaan radiologis, 5 tahun kemudian.

Nyeri dada tanpa kelainan laino Kadang-kadang penderita penyakit ini mengalami nyeri dinding dada yang

berulang tanpa kelainan sendi sacroiliaca pada pemeriksaan radiologis atau tanpa adanya tanda-tanda nyeri lumbal inflamasi.

o Nyeri dinding dada akan bertambah pada waktu batuk atau bersin dan keadaan ini sangat menyerupai dan khas untuk nyeri pleura (pleuritic pain).

Umuro Walaupun ankylosing spondylitis jarang timbul pada umur 50 tahun, akan

tetapi late onset of ankylosing spondylitis dapat terjadi. Penyakit dengan permulaan yang terlambat ini pada awal penyakitnya secara klinis kerangka aksial (axial skeleton) mungkin tidak terserang, akan tetapi terjadi oligoartritis dengan jumlah sel yang sedikit pada cairan sendinya disertai pitting edema pada ekstremitas bawah.

o Disamping itu juvenile onset of ankylosing spondylitis juga tidak jarang ditemukan. Kasus ini sering menunjukkan artritis perifer dan enthesitis. Pada penderita usia muda pada umumnya ditemukan laju endap darah yang tinggi, anemia dan hipergamma- globulinemia dibanding dengan penderita usia dewasa. Artritis perifer pada kasus ini sering kali berat dan mengakibatkan cacat.

Sumber : IPD FK UI Jilid 3

Pemeriksaan Fisik Pada pemeriksaan fisik spondilitis ankilosis dapat ditemukan:

Sikap/postur tubuhSelama perjalanan penyakitnya, sikap tubuh yang normal akan hilang. Lordosis lumbalyang menghilang umumnya merupakan tanda awal. Apabila vertebra cervical terserang, maka pergerakan leher akan terbatas serta menimbulkan rasa nyeri. Leher penderita mengalami pergeseran ke depan dan hal ini dapat dibuktikan dengan cara : penderita diminta berdiri tegak,apabila terjadi pergeseran maka occiput tidak dapat menempel pada dinding.9,10,11 Mobilitas tulang belakang Pertama kali yang diperiksa adalah apakah ada keterbatasan gerak. Biasanya ditemukanadanya keterbatasan gerak pada tulang vertebra lumbal, yang dapat dilihat dengan cara melakukangerakan fleksi badan ke depan, ke samping dan ekstensi. Tes Schober atau modifikasinya, berguna untuk mendeteksi keterbatasan gerak fleksi badan ke depan. Caranya : penderita diminta untuk berdiri tegak, pada prosesus spinosus lumbal Vdiberi tanda (titik), kemudian 10 cm lurus di atasnya diberi tanda ke dua. Kemudian

Lana Adila – LBM 3 MODUL 9 35

Page 36: Lana Adila Lbm 3 Modul 9

penderitadiminta melakukan gerakan membungkuk (lutut tidak boleh dibengkokkan). Pada orang normal jarak kedua titik tersebut akan bertambah jauh; bila jarak kedua titik tersebut tidak mencapai 15cm, hal ini menandakan bahwa mobilitas tulang vertebra lumbal telah menurun (pergerakanvertebra lumbal mulai terbatas). Di samping itu fleksi lateral juga akan menurun dan gerak putar pada tulang belakang akan menimbulkan rasa sakit.

Ekspansi dadaPenurunan ekspansi dada dari yang ringan sampai sedang, sering dijumpai pada kasusankylosing spondylitis stadium dini dan jangan dianggap sebagai stadium lanjut. Pada pengukuranini perlu dilihat bahwa nilai normalnya sangat bervariasi dan tergantung pada umur dan jeniskelamin. Sebagai pedoman yang dipakai adalah : ekspansi dada kurang dari 5 cm pada penderitamuda disertai dengan nyeri pinggang yang dimulai secara perlahan-lahan, harus dicurigaimengarah ke adanya ankylosing spondylitis. Pengukuran ekspansi dada ini diukur dari inspirasimaksimal sesudah melakukan ekspirasi maksimal.

EnthesitisAdanya enthesitis dapat dilihat dengan cara menekan pada tempat-tempat tertentu antaralain : ischial tuberositas, troc-hanter mayor, processus spinosus, costochondral dan manu- briosternal junctions serta pada iliac fasciitis plantaris juga merupakan manifestasi dari enthesitis.

SacroilitisPada sacroiliitis penekanan sendi ini akan memberikan rasa sakit, akan tetapi hal ini tidak spesifik karena pada awal penyakit atau pada stadium lanjut sering kali tanda-tanda ini tidak ditemukan. Pada stadium lanjut tidak ditemukan nyeri tekan pada sendi sacroiliaca oleh karenatelah terjadi fibrosis atau, bony Ankylosis

http://www.scribd.com/doc/62092631/ANKILOSIS-SPONDILITIS

17. Apa terapi dari diagnosis?

Penatalaksanaan Medikamentosa

Pengobatan dengan Anti Inflamasi Non-Steroid (AINS) untuk mengurangi nyeri, mengurangi inflamasi, dan memperbaiki kualitas hidup pasien. Indometasin 75-150 mg perhari memegang rekor terbaik. Apabila pasien tidak mampu mentolerir efek samping seperti gangguan lambung atau gangguan SSP berupa sakit kepala dan pusing, maka AINS yang lain dapat dicoba. 10,11.

Pasien yang tidak responsif dengan indometasin atau AINS yang baru lainnya dapat dicoba dengan fenilbutazon 100-300 mg per hari. Tingginya insiden agranulositosis atau anemia aplastik akibat efek samping obat ini dibandingkan dengan AINS yang lain perlu disampaikan pada pasien dengan jumlah eritrosit dan leukosit harus selalu dimonitor. 9,10.

Lana Adila – LBM 3 MODUL 9 36

Page 37: Lana Adila Lbm 3 Modul 9

Preparat emas dan penisilamin telah digunakan pada pasien dengan poliartritis perifer. Publikasi studi klinik terakhir dari Sulfasalazin 2-3 gram perhari, baik nyeri maupun kelainan spinal. 4,5.

Bila keluhan sangat mengganggu dalam kegiatan sehari-hari dapat dipertimbangkan untuk dilakukan artroplasti atau koreksi deformitas spinal. Tindakan ini sangat berguna untuk mengurangi keluhan akibat deformitas tersebut. 9,10.

Pengobatan lain dapat digunakan Biologic Response Modifiers (Remicade® = Infliximab; Enbrel® = Etanercept; Kineret® = Anakinra; Humira® = Adalimumab; Mabtera® = Rituximab). AS yang tidak responsif dengan AINS dapat digunakan protokol “Step-down Bridge” menggunakan kombinasi 6 imunosupresan intravena dan oral (SBP-6-IMNs). AS yang refrakter terhadap AINS adalah AS yang laju endap darah (LED), C-Reactive Protein (CRP) dan Skor BASDAI-nya tidak membaik atau memburuk secara bermakna meskipun telah diterapi dengan paling sedikit 2 AINS yang berbeda dalam kurun waktu sedikitnya 2 bulan. Pada AS dengan LED, CRP, dan BASDAI skor tinggi (> 4), inflamasi autoimun harus ditekan seluruhnya sesegera mungkin.11

Metode terapi standar protokol “Step-down Bridge” menggunakan kombinasi 6 imunosupresan intravena dan oral harian intravena 5 kali per minggu yang terdiri dari:11

Siklofofamid + Metilprednisolon + 5 Fluro Urasil harian + Metrotreksat mingguan + tanpa kortikosteroid oral (metilprednisolon, prednison, atau prednisolon), atau

Siklofofamid + 5 Fluro Urasil + Metrotreksat mingguan tanpa Metilprednisolon dan kortikosteroid oral.

Jumlah maksimum sesi intravena harian adalah 5 kali per minggu untuk mencegah dosis kumulatif mingguan yang tinggi dan efek samping. Pada AS refrakter siklofosfamid, Ifosfamid adalah suatu analog yang menggantikan siklofosfamid. Pada kasus-kasus resisten, pasien tidak lagi imuno-naif terhadap Siklofosfamid + Metilprednison + Metrotreksat mingguan. Walau demikian, pasien-pasien ini masih imuno-naif terhadap kombinasi baru Ifosfamide + 5 flourourasil intravena. Ini dapat kembali menimbulkan remisi pada AS yang refrakter terhadap Siklofofamid + Metilprednisolon + Metrotreksat mingguan (komunikasi pribadi).11

Dosis intravena

1. Siklofosfamid 25 – 100 mg per sesi +

2. Metilprednison 0 – 125 mg per sesi +

2. Metrotreksat 5 – 15 mg per sesi sekali seminggu +

3. 5 Flurourasil 25 – 100 mg per sesi) +

Lana Adila – LBM 3 MODUL 9 37

Page 38: Lana Adila Lbm 3 Modul 9

Dosis minimum perlu digunakan pada pasien yang sensitif atau pada mereka dengan berat badan yang sangat rendah (< 35 Kg). Pasien yang sensitif mungkin menderita efek samping dengan dosis 100 mg siklofosfamid dan 5 flurourasil, 15 mg metrotreksat, dan 125 mg metilprednison, tapi tidak pada dosis 75, 50 atau 25 mg siklofosfamid, 5 flurourasil atau dosis 5 mg metrotreksat. 11

Sebenarnya metilprednisolon tidak mutlak dibutuhkan untuk mencapai DiC dan RworalDs pada Nr-AS, tetapi secara relatif dibutuhkan untuk tapering-off dan mencapai DiC pada pasien yang masih menggunakan kortikosteroid oral saat datang. Akan tetapi kombinasi CyC + 5FU + MPS + MTX mingguan (SBP-6-IMNs) memberikan: efikasi yang lebih cepat, mengurangi jumlah total frekuensi sesi intravena; mengurangi ketergantungan pada kortikosteroid yang masih diminum pasien saat datang. 11

Penurunan kadar terapi IV secara bertahap (Tapering Off)

Jika LED turun menjadi < 40, < 30 dan < 25 mm/1 jam (pria < 30, < 20, dan < 15 mm/1 jam), sesi IV diturunkan masing-masing menjadi 3, 2 dan 1 kali per minggu. Setelah CRP < 3 mg%, BASDAI < 1, dan LED < 25 (wanita) atau < 15 mm (pria) Nr-AS dikatakan telah mencapai DiC. Kemudian sesi IV diturunkan menjadi 1 kali tiap dua minggu, 1 kali tiap 4 minggu, 1 kali tiap 8 minggu dan dihentikan. Pada beberapa pasien dengan AS yang telah lama diderita, dosis final pada minggu ke-12 mungkin dibutuhkan.11

Penatalaksanaan Non-Medikamentosa

Fisioterapi

Tujuan utama fisioterapi pada SA adalah untuk memperbaiki mobiltas dan kekuatan serta mencegah atau menurunkan terjadinya abnormalitas kurva tulang belakang. Fisioterapi mempunyai peranan terhadap manajemen SA namun tidak dapat menggantikan pengobatan medikamentosa. Pengobatan dan fisioterapi adalah bersifat koplementer satusama lain.9

Prinsip pengobatan utama pada SA adalah dengan menghilangkan nyeri, mengurangi inflamasi, latihan fisik untuk perbaikan kekuatan otot, dan memelihara postur tubuh. Penderita dianjurkan tidur terlentang menggunakan kasur yang agak keras dengan sebuah bantal tipis. Menggunakan bantal yang tebal atau beberapa bantal sebaiknya dihindari. Pada pagi hari, mandi air hangat, diikuti latihan fisik untuk penguatan otot-otot belakang (sesuai dengan petunjuk dokter atau dokter fisioterapi). Hal ini sebaiknya dilakukan di rumah secara teratur. Tidur tengkurap selama beberapa menit dilakukan beberapa kali dalam sehari merupakan tindakan yang bermanfaat dalam menjaga pergerakan ekstensi spinal. 6,10.

Lana Adila – LBM 3 MODUL 9 38

Page 39: Lana Adila Lbm 3 Modul 9

Latihan fisik penting dilakukan karena penyakit ini cenderung terjadi kelainan berupa fleksi spinal yang progresif. Oleh karena itu, otot-otot ekstensor spinal harus diperkuat. Manuver lain yang perlu dilakukan adalah bernapas dalam dan gerakan fleksi lumbal yang isometrik. Posisi postur tubuh harus diperhatikan setiap saat. Kursi dengan sandaran yang keras dianjurkan, tetapi diutamakan lebih banyak berjalan dari pada duduk.6,10.

Berenang merupakan latihan fisik yang terbaik selama otot-otot masih boleh menahan dalam keadaan ekstensi. Fusi spinal merupakan komplikasi dari spondilitis. Karena itu, postur harus dipertahankan dan menghindari terjadinya kontraktur dalam posisi fleksi dari bahu dan lutut. Penderita dianjurkan setiap saat tegak, seolah-olah tumit, bokong, pundak, bahu, dan belakang kepala selalu bersandar pada dinding.6,10.

Pembedahan

Pembedahan mungkin dibutuhkan dalam beberapa kasus SA. Mekanisme yang menyebabkan terjadinya osifikasi ligamen dan sendi sehingga terjadi fusi pada columna vertebrae belum dijelaskan secara rinci. Sebagai dampak dari fusi columna vertebrae ini terjadi keterbatasan dalam gerakan dan elatisitas. Munurunnya fleksibilitas dapat berakibat akan terjadinya berbagai kelainan pada tulang belakang seperti fraktur dan dislokasi, atlanto-axial dan atlanto-occipital subluxiation, deformitas tulang belakang, stenosis tilang belakang, dan kelainan pinggul. Ketika komplikasi ini terjadi. Tindakan pembedahan mungkin dapat dibutuhkan.6,10.

http://www.scribd.com/doc/62092631/ANKILOSIS-SPONDILITIS#download

Pengobatan

Tujuan perawatan untuk ankilosis spondilitis hampir sama dengan rheumatoid

arthritis:

1. Pertimbangan psikologis

Perlu diinformasikan bahwa kurang dari sepertiga orang dewasa muda akan

berkembang ankilosis spondilitis (gambaran ankilosis spondilitis).mereka juga

membutuhkan dukungan psikologis dalam menerima pentingnya perkembangan

bentuk tubuh yang lebih baik dan harus melakukan exercise setiap hari.

2. Terapi obat-obatan

Meskipun salisilat adalah obat paling aman dari golongan anti inflamasi non-

steroid (AINS), tetapi biasanya tidak begitu efektif pada ankilosis spondilitis. Dari

banyak NSAID yang tersedia, indometasin lebih tepat. Meskipun demikian pada

masa yang akan datang, dapat digantikan oleh obat yang lebih baru. Pada pasien

Lana Adila – LBM 3 MODUL 9 39

Page 40: Lana Adila Lbm 3 Modul 9

dimana indometasin tidak dapat ditolelir dengan baik, phenylbutazone dapat

digunakan. Perlu diwaspadai karena toksisitas jangka panjang menyebabkan depresi

sumsung tulang dan ulkus peptikum. Kortikosteroid efektif pada penyakit ini.

3. Terapi radiasi

Terapi radiasi dapat mengurangi rasa sakit. Terapi terapi radiasi tidak lagi

direkomendasikan sejak terbukti berpotensial menginduksi anemia aplastik atau

leukemia.

4. Peralatan ortopedi

Contohnya : spinal braces untuk mencegah fleksi deformitas pada tulang belakang.

Lana Adila – LBM 3 MODUL 9 40

Page 41: Lana Adila Lbm 3 Modul 9

Lana Adila – LBM 3 MODUL 9 41

Page 42: Lana Adila Lbm 3 Modul 9

5. Terapi fisik

Terapi fisik penting untuk melatih mengurangi rasa nyeri. Terapi ini dilakukan selama

hidupnya. berenang dapat bermanfaat sebagai terapi fisik.

6. Operasi bedah ortopedi

Tujuan utama terapi bedah adalah untuk mencegah deformitas tulang belakang yang

lebih berat.

1. Pendidikan pasien mengenai penyakitnya untuk meningkatkan kepatuhan berobat. Karena penyakit ini belum dapat disembuhkan hanya dapat di kontrol.2. Indometasin 25 – 50 mg diberikan 3 kali sehari bila telah terjadi perbaikan gejala dosis pemberian dapat diperkecil, obat-obatan lain : piroksikam, naproksen, dsb.3. Fisiotherapy :

a. Memakai tempat tidur yang dialasi papan dibawah kasur dengan ganjal didaerah lumbal untuk mengembalikan lardosis, bantal kepala sebaiknya yang tipis.b. Penyesuian pekerjaan terutama bila terdapat gangguan tulang punggung. Punggung hendaknya dipertahankan lurus, bila perlu meja ditinggikan atau kursi direndahkan jangan terlalu lama duduk.c. Latihan-latihan untuk menjaga postur tubuh, mengurangi deformitas, dan memelihara ekspansi dada setelah serangan akut diatasi, latihan fisik terbaik adalah berenang.

4. Pembedahan, kadang diperlukan misalnya : Wedge osteotomy pada deformitas tulang belakang, stabilisasi sendi atau artoplasti costa, hip replacement pada artritis berat dan fleksion deformity.5. Penyinaran tidak menunjukan hasil, mungkin dipakai untuk daerah-daerah tertentu ditulang belakang dimana proses terus aktif.6. Pengobatan atas komplikasi seperti anemia dan bronkhopneomonia, bila terjadi uveitis berikan segera kortikosteroid lokal pada mata.

Pengelolaan pada penyakit ankylosing spondylitis dapat dibagi dalam tiga kelompok, yaitu :

Ankylosing spondylitis tanpa keluhan nyeri dan kakuo Kebanyakan penderita penyakitnya ringan, tanpa mengganggu aktivitas

sehari-hari. Dalam hal ini obat-obatan belum diperlukan, akan tetapi olah raga harus dilakukan secara rutin untuk memelihara kelenturan persendian dan mencegah terjadinya osifikasi sendi.

o Manifestasi ektra skeletal yang paling sering adalah uveitis atau iridosiklitis. Keadaan ini biasanya dapat dikendalikan dengan steroid tetes mata untuk mengendalikan inflamasi yang terjadi dan perlu obat untuk melebarkan pupil untuk mencegah timbulnya glaukoma.

Lana Adila – LBM 3 MODUL 9 42

Page 43: Lana Adila Lbm 3 Modul 9

Ankylosing spondylitis disertai keluhan rasa nyeri dan kakuo Tujuan/sasaran pengobatan pada ankylosing spondylitis adalah :

menghilangkan rasa sakit/kaku, capai dan memelihara sikap tubuh dan fungsi jasmani. Hal ini dapat dicapai dengan cara memberikan obat-obatan, latihan dan penyulahan/ penerangan.

o Obat-obatan Obat-obatan terutama untuk mengobati keluhan atau gejala yang ada

dan keluhan penderita telah teratasi atau hilang, obat-obatan dapat dihentikan. Jadi obat-obatan diberikan untuk menghilangkan rasa sakit agar penderita dapat melakukan mobilitas atau latihan dengan baik dan teratur.

Obat-obatan yang diberikan antara lain adalah : Obat-obatan anti inflamasi non steroid.

Obat-obatan yang tergolong dalam kelompok ini sangat luas dipakai untuk mengatasi rasa sakit. Hasilnya pada umumnya cukup memuaskan.

Salah satu obat OAINS yang telah lama dipakai dan konon dalam pemakaian jangka lama dapat menghambat terjadinya osifikasi skeletal adalah phenylbutazon, akan tetapi pemakaian dalam jangka waktu yang lama harus hati-hati karena efek samping hematologik yang dapat terjadi.

Pada kasus-kasus dengan keluhan kaku sendi pagi hari, pada umumnya pemberian OAINS ditingkatkan pada sore atau malam hari atau dapat ditambah dengan obat lain.

Sulfasalazin Pemakaian sulfasalazin pada ankylosing spondylitis

berdasarkan atas hubungan yang erat antara inflammatory bowel disease dengan spondyloarthropathy, dan sulfasalazine terbukti cukup efektif untuk pengobatan inflammatory bowel disease.

Sulfasalazin telah dicoba untuk mengobati penderita ankylosing spondylitis dan ternyata cukup berhasil dalam mengurangi/ menghilangkan kaku pagi hari, rasa sakit dan menurunkan kadar lgA dalam darah serta dapat mencegah terjadinya uveitis yang berulang.

o Latihan Antara tahun 1920-1930-an, ankylosing spondylitis dianggap sebagai

variant dari artritis reumatoid, maka terapi yang diberikan adalah istirahat dan plaster jackets atau brace, dengan asumsi bahwa proses inflamasi tersebut akan berhenti apabila sendi yang sakit termasuk tulang punggung diistirahatkan. Akan tetapi kenyataannya hal ini akan membawa petaka, tulang punggung maupun sendi lain yang terserang akan lebih cepat menjadi anakylose, kaku dan tidak dapat dipakai secara efektif.

Salah satu kunci keberhasilan dalam pengelolaan ankylosing spondylitis adalah mobilitas, padahal penderita pada umumnya

Lana Adila – LBM 3 MODUL 9 43

Page 44: Lana Adila Lbm 3 Modul 9

mengalami pergerakan yang sangat terbatas karena rasa sakit dan kaku. Oleh karena itu sangat perlu diberikan obat-obatan untuk menekan rasa sakit agar penderita dapat melakukan latihan-latihan dengan baik dan teratur.

Latihan yang dianjurkan adalah berenang (hidroterapi) atau latihan berkelompok yang dipimpin oleh seorang fisioterapist untuk menjaga agar mobilitas vertebra thoracolumbal tetap baik. Di samping itu olah raga yang lainnya dapat pula dilakukan seminggu paling sedikit 2 kali selama 3 jam tiap kali olah raga

o Radioterapi Telah dicoba pemakaian radioterapi untuk ankylosing spondylitis,

ternyata menimbulkan efek samping lekemia atau kanker kulit. Dengan ditemukannya dosimetri, dilaporkan bahwa komplikasi ini jarang terjadi.

o Penerangan/penyuluhan. Penderita harus diberi penerangan tantang sifat dan perjalanan

penyakit agar program pengelolaannya dapat dilaksanakan dengan baik dan penuh kesadaran, sehingga tidak menimbulkan cacat jasmani. Dengan demikian penderita dapat melakukan kegiatannya sehari-hari tanpa memerlukan bantuan orang lain dan percaya dirinya akan besar, sehingga mampu untuk mencari nafkah baik untuk dirinya sendiri maupun untuk keluarganya.

Ankylosing spondylitis disertai gangguan fungsio Apabila sendi panggul terserang dan menimbulkan cacat jasmani yang sangat

menganggu penderita dalam melakukan aktivitas sehari-hari, maka perlu dilakukan tindakan operasi. Demikian pula apabila terjadi deformitas lain misalnya deformitas fleksi yang mengakibatkan penderita tidak dapat melihat lurus ke depan, perlu tindakan operasi untuk membetulkan deformitas tersebut.

Sumber : http://emirzanurwicaksono.blog.unissula.ac.id/2013/04/28/spondilitis-ankilosis/

Penatalaksanaan MedikamentosaPengobatan dengan Anti Inflamasi Non-Steroid (AINS) untuk mengurangi nyeri, mengurangiinflamasi, dan memperbaiki kualitas hidup pasien. Indometasin 75-150 mg perhari memegang rekor terbaik. Apabila pasien tidak mampu mentolerir efek samping seperti gangguan lambung atau gangguanSSP berupa sakit kepala dan pusing, maka AINS yang lain dapat dicoba.

Pasien yang tidak responsif dengan indometasin atau AINS yang baru lainnya dapat dicobadengan fenilbutazon 100-300 mg per hari. Tingginya insiden agranulositosis atau anemia aplastik akibatefek samping obat ini dibandingkan dengan AINS yang lain perlu disampaikan pada pasien dengan jumlaheritrosit dan leukosit harus selalu dimonitor.

Preparat emas dan penisilamin telah digunakan pada pasien dengan poliartritis perifer. Publikasistudi klinik terakhir dari Sulfasalazin 2-3 gram perhari, baik nyeri maupun kelainan spinal

Lana Adila – LBM 3 MODUL 9 44

Page 45: Lana Adila Lbm 3 Modul 9

Bila keluhan sangat mengganggu dalam kegiatan sehari-hari dapat dipertimbangkan untuk dilakukan artroplasti atau koreksi deformitas spinal. Tindakan ini sangat berguna untuk mengurangikeluhan akibat deformitas tersebut.

Pengobatan lain dapat digunakan Biologic Response Modifiers(Remicade = Infliximab; Enbrel =Etanercept; Kineret = Anakinra; Humira= Adalimumab; Mabtera= Rituximab). AS yang tidak responsif dengan AINS dapat digunakan protokol “Step-down Bridge´ menggunakan kombinasi 6imunosupresan intravena dan oral (SBP-6-IMNs). AS yang refrakter terhadap AINS adalah AS yang lajuendap darah (LED), C-Reactive Protein (CRP) dan Skor BASDAI-nya tidak membaik atau memburuk secara bermakna meskipun telah diterapi dengan paling sedikit 2 AINS yang berbeda dalam kurun waktusedikitnya 2 bulan. Pada AS dengan LED, CRP, dan BASDAI skor tinggi (> 4), inflamasi autoimun harusditekan seluruhnya sesegera mungkin.

Metode terapi standar protokol Step-down Bridge menggunakan kombinasi 6 imunosupresanintravena dan oral harian intravena 5 kali per minggu yang terdiri dari:

- Siklofofamid + Metilprednisolon + 5 Fluro Urasil harian + Metrotreksat mingguan + tanpakortikosteroid oral (metilprednisolon, prednison, atau prednisolon), atau

- Siklofofamid + 5 Fluro Urasil + Metrotreksat mingguan tanpa Metilprednisolon dan kortikosteroidoral.

Jumlah maksimum sesi intravena harian adalah 5 kali per minggu untuk mencegah dosis kumulatif mingguan yang tinggi dan efek samping. Pada AS refrakter siklofosfamid, Ifosfamid adalah suatu analogyang menggantikan siklofosfamid. Pada kasus-kasus resisten, pasien tidak lagi imuno-naif terhadapSiklofosfamid + Metilprednison + Metrotreksat mingguan. Walau demikian, pasien-pasien ini masihimuno-naif terhadap kombinasi baru Ifosfamide + 5 flourourasil intravena. Ini dapat kembali menimbulkanremisi pada AS yang refrakter terhadap Siklofofamid + Metilprednisolon + Metrotreksat mingguan(komunikasi pribadi).

Dosis intravena1. Siklofosfamid 25 ± 100 mg per sesi +2. Metilprednison 0 ± 125 mg per sesi +2. Metrotreksat 5 ± 15 mg per sesi sekali seminggu +3. 5 Flurourasil 25 ± 100 mg per sesi) +Dosis minimum perlu digunakan pada pasien yang sensitif atau pada mereka dengan berat badanyang sangat rendah (< 35 Kg). Pasien yang sensitif mungkin menderita efek samping dengan dosis 100 mgsiklofosfamid dan 5 flurourasil, 15 mg metrotreksat, dan 125 mg metilprednison, tapi tidak pada dosis 75,50 atau 25 mg siklofosfamid, 5 flurourasil atau dosis 5 mg metrotreksat.

Sebenarnya metilprednisolon tidak mutlak dibutuhkan untuk mencapai DiC dan RworalDs pada Nr-AS, tetapi secara relatif dibutuhkan untuk tapering-off dan mencapai DiC pada pasien yang masih menggunakan kortikosteroid oral saat datang. Akan tetapi kombinasi CyC + 5FU + MPS + MTX mingguan(SBP-6-IMNs) memberikan: efikasi yang lebih cepat, mengurangi jumlah total frekuensi sesi intravena;mengurangi ketergantungan pada kortikosteroid yang masih diminum pasien saat datang.

Lana Adila – LBM 3 MODUL 9 45

Page 46: Lana Adila Lbm 3 Modul 9

P enurunan kadar terapi IV secara bertahap (Tapering Off) Jika LED turun menjadi < 40, < 30 dan < 25 mm/1 jam (pria < 30, < 20, dan < 15 mm/1 jam), sesiIV diturunkan masing-masing menjadi 3, 2 dan 1 kali per minggu. Setelah CRP < 3 mg%, BASDAI < 1,dan LED < 25 (wanita) atau < 15 mm (pria) Nr-AS dikatakan telah mencapai DiC. Kemudian sesi IVditurunkan menjadi 1 kali tiap dua minggu, 1 kali tiap 4 minggu, 1 kali tiap 8 minggu dan dihentikan. Pada beberapa pasien dengan AS yang telah lama diderita, dosis final pada minggu ke-12 mungkin dibutuhkan. Penatalaksanaan Non-MedikamentosaFisioterapi

Tujuan utama fisioterapi pada SA adalah untuk memperbaiki mobiltas dan kekuatan sertamencegah atau menurunkan terjadinya abnormalitas kurva tulang belakang. Fisioterapi mempunyai peranan terhadap manajemen SA namun tidak dapat menggantikan pengobatan medikamentosa.Pengobatan dan fisioterapi adalah bersifat koplementer satusama lain.

Prinsip pengobatan utama pada SA adalah dengan menghilangkan nyeri, mengurangi inflamasi,latihan fisik untuk perbaikan kekuatan otot, dan memelihara postur tubuh. Penderita dianjurkan tidur terlentang menggunakan kasur yang agak keras dengan sebuah bantal tipis. Menggunakan bantal yang tebalatau beberapa bantal sebaiknya dihindari. Pada pagi hari, mandi air hangat, diikuti latihan fisik untuk penguatan otot-otot belakang (sesuai dengan petunjuk dokter atau dokter fisioterapi). Hal ini sebaiknyadilakukan di rumah secara teratur. Tidur tengkurap selama beberapa menit dilakukan beberapa kali dalamsehari merupakan tindakan yang bermanfaat dalam menjaga pergerakan ekstensi spinal.

Latihan fisik penting dilakukan karena penyakit ini cenderung terjadi kelainan berupa fleksi spinalyang progresif. Oleh karena itu, otot-otot ekstensor spinal harus diperkuat. Manuver lain yang perludilakukan adalah bernapas dalam dan gerakan fleksi lumbal yang isometrik. Posisi postur tubuh harusdiperhatikan setiap saat. Kursi dengan sandaran yang keras dianjurkan, tetapi diutamakan lebih banyak berjalan dari pada duduk.Berenang merupakan latihan fisik yang terbaik selama otot-otot masih boleh menahan dalamkeadaan ekstensi. Fusi spinal merupakan komplikasi dari spondilitis. Karena itu, postur harusdipertahankan dan menghindari terjadinya kontraktur dalam posisi fleksi dari bahu dan lutut. Penderita dianjurkan setiap saat tegak, seolah-olah tumit, bokong, pundak, bahu, dan belakang kepala selalu bersandar pada dinding. P embedahan Pembedahan mungkin dibutuhkan dalam beberapa kasus SA. Mekanisme yang menyebabkan terjadinya osifikasi ligamen dan sendi sehingga terjadi fusi pada columna vertebrae belum dijelaskan secararinci. Sebagai dampak dari fusi columna vertebrae ini terjadi keterbatasan dalam gerakan dan elatisitas.Munurunnya fleksibilitas dapat berakibat akan terjadinya berbagai kelainan pada tulang belakang sepertifraktur dan dislokasi, atlanto-axial dan atlanto-occipital subluxiation, deformitas tulang belakang, stenosistilang belakang, dan kelainan pinggul. Ketika komplikasi ini terjadi. Tindakan pembedahan mungkin dapatdibutuhkan

Lana Adila – LBM 3 MODUL 9 46

Page 47: Lana Adila Lbm 3 Modul 9

Sumber : www.scribd.com/doc/62092631/ANKILOSIS-SPONDILITIS- Sunarto. Diagnosis dan Penatalaksanaan Spondiloartropati Seronegatif, dalam Hirlan,

M Husein Gasse ,Lestariningsih (eds) Pertemuan Ilmiah Tahunan VII Perhimpunan Dokter Ahli Penyakit Dalam CabangSemarang. Balai Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang. 2004: 144-7

- Isbagio H. Spondiloartropati Seronegatif. Dalam: Noer HMS, Waspadji S, Rachman AM, et al (Eds): BukuAjar Penyakit Dalam I 3rd., Balai Penerbit FKUI, Jakarta 1996, 142-5

Prognosis

Prognosis dari SA sangat bervariasi dan susah diprediksi. Secara umum,

penderita lebih cenderung dengan pergerakan yang normal daripada timbulnya

restriksi berat. Keterlibatan ekstraspinal yang progresif merupakan determinan

penting dalam menentukan prognosis. Beberapa survei epidemiologis menunjukkan

bahwa apabila penyakitnya ringan, berkurangnya pergerakan spinal yang ringan, dan

berlangsung dalam 10 tahun pertama maka perkembangan penyakitnya tidak akan

memberat. Keterlibatan sendi-sendi perifer yang berat menunjukkan prognosis

buruk. Sebagian besar penderita dengan SA memperlihatkan keluhan serta

perlangsungan yang ringan dan dapat dikontrol sehingga dapat menjalankan tugas

dan kehidupan sosial dengan baik.12

Secara umum, wanita lebih ringan dan jarang progresif serta lebih banyak

memperlihatkan keterlibatan sendi-sendi perifer. Sebaliknya, bamboo spine lebih

sering terlihat pada pria2-5,12-15. Terdapat dua gambaran yang secara langsung

berpengaruh terhadap morbiditas, mortalitas, dan prognosis. Keduanya dianggap

sebagai akibat dari trauma, baik yang tidak disadari maupun trauma berat. Awalnya,

terjadi lesi destruksi pada salah satu diskovertebra, biasa terjadi pada segmen spinal

yang bisa dilokalisir, dan ditandai dengan nyeri akut atau berkurangnya tinggi badan

yang mendadak. Skintigrafi dan tomografi tulang memperlihatkan kelainan, baik

elemen anterior maupun posterior. Imobilisasi yang tepat dan diperpanjang dapat

memberikan penyembuhan pada sebagian besar kasus. Komplikasi kedua yang

menyusul trauma berat maupun yang ringan berupa fraktur yang dapat

menyebabkan koropresi komplit atau inkomplit.12

Lana Adila – LBM 3 MODUL 9 47

Page 48: Lana Adila Lbm 3 Modul 9

Prognosis

Prognosis dari SA sangat bervariasi dan susah diprediksi. Secara umum, penderita

lebih cenderung dengan pergerakan yang normal daripada timbulnya restriksi berat.

Keterlibatan ekstraspinal yang progresif merupakan determinan penting dalam menentukan

prognosis. Beberapa survei epidemiologis menunjukkan bahwa apabila penyakitnya ringan,

berkurangnya pergerakan spinal yang ringan, dan berlangsung dalam 10 tahun pertama

maka perkembangan penyakitnya tidak akan memberat. Keterlibatan sendi-sendi perifer

yang berat menunjukkan prognosis buruk. Sebagian besar penderita dengan SA

memperlihatkan keluhan serta perlangsungan yang ringan dan dapat dikontrol sehingga

dapat menjalankan tugas dan kehidupan sosial dengan baik.

Secara umum, wanita lebih ringan dan jarang progresif serta lebih banyak

memperlihatkan keterlibatan sendi-sendi perifer. Sebaliknya, bamboo spine lebih sering

terlihat pada pria. Terdapat dua gambaran yang secara langsung berpengaruh terhadap

morbiditas, mortalitas, dan prognosis. Keduanya dianggap sebagai akibat dari trauma, baik

yang tidak disadari maupun trauma berat. Awalnya, terjadi lesi destruksi pada salah satu

diskovertebra, biasa terjadi pada segmen spinal yang bisa dilokalisir, dan ditandai dengan

nyeri akut atau berkurangnya tinggi badan yang mendadak. Skintigrafi dan tomografi tulang

memperlihatkan kelainan, baik elemen anterior maupun posterior. Imobilisasi yang tepat

dan diperpanjang dapat memberikan penyembuhan pada sebagian besar kasus. Komplikasi

kedua yang menyusul trauma berat maupun yang ringan berupa fraktur yang dapat

menyebabkan koropresi komplit atau inkomplit.

DAFTAR PUSTAKA

1. Taurog JD, Lipsky P. Ankylosing spondylitis, reactive arthritis, and undifferentiated spondyloarthropathy. In: Isselbacher KJ, Braunwald E, Wilson JD, Marthin JB, Fauci

Lana Adila – LBM 3 MODUL 9 48

Page 49: Lana Adila Lbm 3 Modul 9

AS, Kasper DL (Eds): Harrison's Principles of Internal Medicine, 13th ed., Mc Graw-Hill Inc., International Edition, 1998, 1, 1664-69.

2. Weisman MH. Spondyloarthropathies. In: Stein JH, Hutton JJ, Kohler PO (Eds): Internal Medicine, 4th ed., Mosby Year Book Inc., Missouri 1994, pp 2454-62.

3. J Sieper, J Braun et al : Ankylosing Spondylitis , an overview,Ann Rheum Dis 2002; 61. (suppl 3) iii 8-18.

4. Ckou CT, Factors effecting pathogenesis of AS, Chin Med J (Engl) 2001; 114 : 212-13.

5. Braun J, Bollow M, Remlinger G, et al. Prevalence of spondyloarthropathies in HLA-B27 positive and negative blood donors. Arthritis Rheum 1998;41:58-67.

6. 6. Hadi S . Spondiloartropati seronegatif, dalam Prijanto Poerjoto, Sugiri, Sutikno T (eds) Pendidikan Kedokteran berkelanjutan ke II Ilmu Penyakit Dalam. Balai Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang. 1997: 31-5.

7. Sunarto. Diagnosis dan Penatalaksanaan Spondiloartropati Seronegatif, dalam Hirlan, M Husein Gasse , Lestariningsih (eds) Pertemuan Ilmiah Tahunan VII Perhimpunan Dokter Ahli Penyakit Dalam Cabang Semarang. Balai Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang. 2004: 144-7.

8. Isbagio H, Spondiloartropati Seronegatif dalam Sarwono waspaji, D Muin Rahman, LA Lesmana, Djoko Widodo, Hari Isbagio, Idrus Alwi, Unggul Budi Husodo (eds) Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I edisi ketiga . Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 1996: 143-6

9. Weisman MH. Spondylopathies. In:Stein JH Hutton JJ. Kohler PO (eds): Internal Me22dicine, 4th ed., Mosby Year Book Inc., Missouri 1994, pp 2454-62.

10. Isbagio H. Spondiloartropati Seronegatif. Dalam: Noer HMS, Waspadji S, Rachman AM, et al (Eds): Buku Ajar Penyakit Dalam I 3rd., Balai Penerbit FKUI, Jakarta 1996, 142-5

11. Klippel J H, Seronegative Spondyloarthropathies, Ankylosing Spondylitis in Primer on The Rheumatic Desease Edition 12. Arthritis Fondation. Atlanta Georgia. 2001: 250-4.

12. Darmawan John. Terobosan dalam Pengobatan Spondilitis Ankilosis yang Refrakter Terhadap AINS memakai Protokol Step-down Bridge (Kombinasi 6 Imunosupresan Intravena dan Oral). Semarang. (Diunduh dari : http://www.lupusarthritisindonesia.org/id/download/mi-07.pdf 10-8-2011)

DAFTAR PUSTAKA

Lana Adila – LBM 3 MODUL 9 49

Page 50: Lana Adila Lbm 3 Modul 9

1. Apley A Graham, Solomon Louis. Apley’s System of Orthopaedics and Fractures. 6th

ed. London: English Book Society/Butterworths, 41-43

2. Robert Bruce Salter, Text Book Of Disorders And Injuries Of The Musculoskeletal

System, 1983. p 201

3. Sjamsjulhidayat R., Jong W.D., Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2, EGC, Jakarta, 2004, Hlm

913

4. http://www.medicinenet.com/ankylosing_spondylitis/article.htm

5. http://www.kesimpulan.com/2009/05/spondilitis-ankilosa-sa.html

6. http://medicafarma.blogspot.com/2009/04/spondilitis-ankilosa.html

7. http://emedicine.medscape.com/article/1263287-overview

8. http://www.thirdage.com/health-wellness/ankylosing-spondylitis-marie-strumpell-

disease

Endokarditis reaktif, sistem imun nempel di katup jantungjantung rhematoid

STEP 4

Lana Adila – LBM 3 MODUL 9 50

Kaku Mata merah

Nyeri saat Buang Air Kecil

DD

OA Gout Artitis RA Penyempitan Bakteri +

Page 51: Lana Adila Lbm 3 Modul 9

Lana Adila – LBM 3 MODUL 9 51

OA Gout Artitis RA Penyempitan Bakteri +