lbm 2 githa

34
LBM 1 Hipersensitivitas Definisi •Adalah respon imun yang merusak jaringan tubuh sendiri. •Adalah peningkatan reaktivitas atau sensitivitas terhadap antigen yang pernah dipajankan atau dikenal sebelumnya. (Sumber: Imunologi dasar,Edisi ke- 8,FKUI)

Upload: githaayuastarika

Post on 12-Dec-2014

182 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: LBM 2 GITHA

LBM 1

• HipersensitivitasDefinisi

• Adalah respon imun yang merusak jaringan tubuh sendiri. • Adalah peningkatan reaktivitas atau sensitivitas

terhadap antigen yang pernah dipajankan atau dikenal sebelumnya.

(Sumber: Imunologi dasar,Edisi ke-8,FKUI)

Page 2: LBM 2 GITHA

–Macam• Tipe1( Anafilaksis )/ reaksi cepat• Tipe2 ( Sitoksik )• Tipe3 ( kompleks imun) /

penumpukan antibodi di jaringan.• Tipe4 ( reaksi lambat )/Limfosit T

Page 3: LBM 2 GITHA

– Reaksi hipersentsitivitas memiliki 4 tipe reaksi seperti berikut:• Tipe I : Reaksi Anafilaksi• Di sini antigen atau alergen bebas akan bereaksi dengan antibodi, dalam hal ini IgE yang

terikat pada sel mast atau sel basofil dengan akibat terlepasnya histamin. Keadaan ini menimbulkan reaksi tipe cepat.

• Tipe II : reaksi sitotoksik• Di sini antigen terikat pada sel sasaran. Antibodi dalam hal ini IgE dan IgM dengan

adanya komplemen akan diberikan dengan antigen, sehingga dapat mengakibatkan hancurnya sel tersebut. Reaksi ini merupakan reaksi yang cepat menurut Smolin (1986), reaksi allografi dan ulkus Mooren merupakan reaksi jenis ini.

• Tipe III : reaksi imun kompleks • Di sini antibodi berikatan dengan antigen dan komplemen membentuk kompleks imun.

Keadaan ini menimbulkan neurotrophichemotactic factor yang dapat menyebabkan terjadinya peradangan atau kerusakan lokal. Pada umumnya terjadi pada pembuluh darah kecil. Pengejawantahannya di kornea dapat berupa keratitis herpes simpleks, keratitis karena bakteri.(stafilokok, pseudomonas) dan jamur. Reaksi demikian juga terjadi pada keratitis Herpes simpleks.

• Tipe IV : Reaksi tipe lambat• Pada reaksi hipersensitivitas tipe I, II dan III yang berperan adalah antibodi (imunitas

humoral), sedangkan pada tipe IV yang berperan adalah limfosit T atau dikenal sebagai imunitas seluler. Limfosit T peka (sensitized T lymphocyte) bereaksi dengan antigen, dan menyebabkan terlepasnya mediator (limfokin) yang jumpai pada reaksi penolakan pasca keratoplasti, keraton- jungtivitis flikten, keratitis Herpes simpleks dan keratitis diskiformis

• Imunologi Dasar, Edisi ke-7, Karnen Garna Baratawidjaja, FKUI

Page 4: LBM 2 GITHA

Faktor yang mempengaruhi dan reaksi

Page 5: LBM 2 GITHA

Macam penyakitnya

Page 6: LBM 2 GITHA

• Sistem imun– Definisi system imun

• Adalah system kekebalan tubuh atau kemampuan untuk melawan mikroorganisme,toksin,dan benda asing yang masuk kedalam tubuh.

Imunologi Dasar, Edisi ke-7, Karnen Garna Baratawidjaja, FKUI

Page 7: LBM 2 GITHA

– Macam sistem imun• Spesifik (didapat/....) : sistem imun yang bekerjanya

harus dikenali dulu ( opsonin ).– Imunitas humoral– Imunitas seluler

• non spesifik (natural ) : sistem imun bawaan (...) dari lahir.– fisik– larut– Selular

Page 8: LBM 2 GITHA

Macam-macam system imun

• Imunitas Bawaan • suatu iminitas tambahan yang merupakan akibat dari prosese umum, dan bukan dari proses yg terarah

pada organisme penyebab penyakit spesifik. Imunitas bawaan meliputi :– fagositosis terhadap bekteri dan penyerbu lainnya oleh sel darah putih dan sel pada sisten

mikrofag jaringan.– pengrusakan oleh asam lambung dan enzim pencernaan terhadap organisme yg tertelan ke dalam

lambung– daya tahan kulit terhadap invasi organisme.– adanya senyawa kimia tertentu dalam darah yg melekat pada organisme asing atau toksin dan

menghancurkannya. senyawa tersebut adalah :• lisozim, suatu polisakarisda mukolitik yang menyerang bakteri dan membuatnya terlarut.• polipeptida dasar, yang bereaksi dengan bakteri gram positif tertentu dan membuatnya

menjadi tidak aktif.• kompleks komplemen, merupakan suatu sistem yg terdiri dari kurang lebih 20 protein, yang

dapat diaktifkan melalui bermacam – macam cara untuk merusak bakteri.• limfosit pembunuh alami, yang dapat mengenali dan menghancurkan sel – sel asing, sel – sel

tumor, dan bahkan beberapa sel yg terinfeksi.• imunitas bawaan ini membuat tubuh manusia tahan terhadap penyakit seperti beberapa infeksi virus

paralitik pada binatang, kolera pada babi, pes pada lembu, dan distemperpenyakit virus yang banyak menyebabkan kematian pada anjing yg menderita penyakit ini.

Page 9: LBM 2 GITHA

• Imunitas Didapat • tubuh manusia juga mampu membentuk imunitas spesifik yg sangat kuat untuk

melawan agen penyerbu yang bersifat mematikan, seperti bakteri, virus, toksin, dan bahkan jaringan asing yg berasal dari binatang lain.

• imunitas didapat dihasilkan oleh sistem imun khusus yang membentuk antibodi dan mengaktifkan limfosit yang mampu menyerang dan menghancurkan organisme spesifik atau toksin.

• imunitas di dapat seringkali mampu memberikan perlindungan yang kuat. contohnya imunitas didapat mampu melindungi tubuh dari efek toksin tertentu. seperti toksin paralitik dari botulinum atau toksin kejang dari tetanus, dalam dosis sebanyak 100.000 kali jumlah yang dapat menimbulkan kematian bila tidak ada imunitas.

• tipe – tipe dasar dari imunitas didapat :• imunitas humoral atau imunitas sel B(karena limfosit B memproduksi antibodi).• tubuh membentuk antibodi yang bersirkulasi, yaitu molekul globulin dalam

darah yang mampu menyerang agen penyerbu. tipe imunitas ini • tipe ke dua dari imunitas didapat diperoleh melalui pembentukan limfosit

teraktivasi dalam jumlah besar yg secara khusus dirancang untuk menghancurkan benda asing. Jenis imunitas ini disebut imunitas yg diperantarai sel atau imunitas sel T( karena limfosit yang teraktivasi merupakan limfosit T)

• (Fisiologi Kedokteran Guyton & Hall)

Page 10: LBM 2 GITHA

– Mekanisme kerja sistem imun

RESPON IMUN SPESIFIK• Mempunyai specificity : kemampuan utk mengenali & bedakan Ag• Mampu bedakan self & non self : kemampuan bedakan protein / molekul milik sendiri / benda asing• Mampu bentuk Memory : kemampuan utk mengingat Ag pertama kali dijumpai shg sistem imun ini sdh siap

mengeleminasi Ag• Diversitas : jml total spesifitas limfosit thd Ag ( Lymphocyte receptor ) sgt besar• Spesialisasi :sistem imun berikan respon berbeda dg cara berbeda thd Ag berlainan• Membatasi diri ( Self limition ) : respon imun mereda stlh terjadi serangan• Dibagi dua :• Respon imun seluler• Fungsi dari Limfosit T• Dlm melawan mikrorganisme intraseluler ada cara :• Menyingkirkan mikroorganisme intraseluler dg cara : aktivasi sel terinfeksi shg mampu membunuh mikroorganisme

intraseller• Membunuh sel yg terinfeksi• Respon imun humoral• Dilaksanakan oleh Sel B• Berfungsi sbg pertahanan ekstraseluler• Sel B bentuk klon sel B memory bentuk Ab komplek Ag Ab• aktivasi komplemen hancurnya antigenRESPON IMUN NONSPESIFIK• Kemampuan pertahankan Ag ke dlm tubuh scr fisik / kimia ( antimikroba yg diproduksi oleh epitel )• Kemampuan fagositosis ( PMN, makrofag, sel NK ( Natural killer )• Proses fagositosis :• Kemotaktik Opsonisasi Endositosis• Rx Inflamasi• Sumber : Ilmu Penyakit Dalam

Page 11: LBM 2 GITHA

Faktor yang mempengaruhi sistem

imun• Jenis kelamin• Anti gen ( bentuk,jenis,ukuran )• Umur• Geografis• Riwayat keluarga, sosial.• Derajad kesehatan• Cara pajanan antigen• Kesehatan• Pengalaman sebelumnya

(Fisiology guyton)

Page 12: LBM 2 GITHA

• Spesies • Diantara berbagai spesies trdpt perbedaan kerentanan yang jelas trhdp berbegai mikroorganisme, misal tikus sangat

resisten, sedang pd manusia sengat rentan trhdp difteri• Perbedaan individu dan pengaruh usia • Peranan herediter yg menentukan resistensi trhdp infeksi terlihat dr studi tuberkulosis pd pasangan kembar. Bila satu dr

kembar homozigot menderita TBC, pasangan lainnya menunjukkan resiko lebih besar untuk juga menderita TBC dibanding dgn pasangan kembar yg heterozigot

• Suhu • Kelangsungan hidup banyak jenis mikroorganisme tergantung pd suhu. Kuman TBC tdk akan menginfektir hewan

berdarah dingin. Gonokok dan treponema mati pd suhu diatas 40 derajat celcius; sebelum ditemukan antibiotik, pernah dilakukan terapi dgn meningkatkan suhu trhdp infeksi gonokk dan sifilis serebral

• Pengaruh hormon• Pada diabetes mellitus, hipotiroidisme, dan disfungsi adrenal ditemukan resistensi yg menurun trhdp infeksi. Sebabnya

belum diketahui. Steroid yg merupakan antiinflamasi berefek menurunkan kemampuan fagositosis, tetapi juga menghambat efek toksik endotoksin yg dihasilkan kuman

• Faktor nutrisi • Resistensi trhdp infeksi yg menurun oleh efek nutrisi yg buruk sudah tidak dipersoalkan lagi. Pada binatang percobaan

hali trsbt sudah jelas terbukti yg disertai fagositosis yg menurun dan lekopeni. Sebaliknya keadaan nutrisi yg buruk dapat menyulitkan proliferasi virus shg seseorang seseorang dgn nutrisi buruk dapat lebih tahan trhdp infeksi virus ttt dibanding dgn orang yg nutrisi lebih baik. Parasit malaria menentukan para-aminobenzoic acid untuk perkembangannya dan yg akhir mgkn defisien pd malnutrisi. Dilain pihak, nutrisi yg kurang baik sering disertai pula sanitasi buruk yg dpt meningkatkan infeksi

• Flora bakteri normal• Flora bakteri normal dikulit dapat membentuk berbagai bahan antimokrobial spt bactriocine dan asam. Pada waktu yg

sama, flora normal berkompetisi dgn patogen potensial untuk mendapat nutrisi essensial. Di kulit manusia ditemukan sekitar 1012 dan di usus sekitar 1014 kuman komensal. Mungkin kegunaan organisme komensal trsbt untuk menyingkirkan mikroorganisme lain atau patogen. Bila organisme komensal di usus dihilangkan karena antibiotik, mikroba patogen dgn mudah mengambil tempat organisme komensal tadi

(imunologi dasar)

Page 13: LBM 2 GITHA

• Kelainan sistem imun• Hipersensitivitas• Asma• Bronchitis kronik:hipertrofi kelenjar mukosa bronkus .batuk

kronik-peningkatan sekresi bronkus-mempengaruhi bronkiolus kecil-bronkiolus rusak dan dinding melebar.faktor etiologi utama dikarenakan merokok dan polus udara di daerah industrii,polusi memperlambat aktivitas silia dan fagositosis,shgga timbunan mucus(membrane mucus) meningkat dan pertahanannya sendiri lemah– Penatalaksanaan dgn obat2n antiinflamasi (inhalasi beta-

adrenergik),kortikosteroid,epinefrin

• Dermatitis atropi:gangguan kulit kronik,yg sering ditemukan pd penderita rhinitis alergika dan asma

• Edema dan berbagai infiltrasi– Gatal,bersisik,memerah,\

• DD:dermatitis seboroik• Urtikaria:lesi kulit umum yg kadang2 mencerminkan adanya

proses imunologis yg melibatkan IgE atau mekanisme khusus lain dr IgE

Page 14: LBM 2 GITHA

• Reaksi Alergi / Hipersensitifitas adalah reaksi imun yang berlebihan. • Coombs and Gell membedakan reaksi hipersensitivitas menjadi 4 tipe ;• Hipersensitivitas tipe I atau disebut juga Immediate Hipersensitivity atau Anaphylactic

reaction• terjadi apabila alergen direspon atau diikat oleh antibodi dari kelas IgE dimana IgE ini

mempunyai aktivitas biologi mampu mengaktivkan sel mast sehingga sel mast mengalami degranulasi melepaskan mediator-mediator inflamasi terutama adalah Histamin sehingga terjadi reaksi inflamasi dan dapat menyebabkan kerusakan jaringan.

• Hipersensitivitas tipe II yang disebut juga dengan ADCC Reaction (Antibody Dependent Cell Cytotoxic)

• pada reaksi ini yang berperan dalam mengikat alergen adalah Antibodi dari kelas IgG atau IgM dimana aktivitas biologi dari kedua antibodi tersebut adalah dapat mengaktivkan sel Killer untuk melakukan aktivitas fagosit atau juga dapat mengaktivkan reaksi komplement untuk melakukan aktivitas sitolisis.

• Hipersensitivitas tipe III disebut juga dengan immune complexes reaction• terjadi akibat penumpukan antibodi pada jaringan dimana terdapat alergen sehingga

terjadi reaksi komplek imun yang dapat mengaktifkan reaksi complement dan dapat merusak jaringan tersebut.

• Hipersensitivitas tipe IV atau disebut juga Delayed Type Hipersensitivity (DTH).• berbeda dengan tiga tipe hipersensitivity sebelumnya dimana pada tipe IV ini mediator

yang berperan bukan respon imun humoral (Antibodi) tetapi respon imun seluler. Pada tipe IV ini alergen diikat oleh reseptor sel T (TCR) kemudian sel limfosit T yang teraktivasi melepas mediator humoral yang berupa Cytokine yang dapat mengaktivkan sel pagosit seperti makrofag untuk melepas mediator inflamasi dan melakukan aktivitas fagositosis. (Abbas et al.,2000;Stites et al.,1997;Roitt’s,1997; Roitt et al.,1998)

Page 15: LBM 2 GITHA

Imunogllobulin– Macam :

• IgM, berbentuk pentameter besarnya lima kali IgG,terdiri atas sepuluh ikatan polipeptida,jumlah IgM merupakan 10% jumlah total imunoglobulin. Konsentrasi normal berkisar antara 48-414 mg/ 100ml dengan rata-rata 100mg/100ml. IgM mrupakan antibodi yang pertama kali muncul apabila terjadi pajanan dengan antigen ataupun pada proses imunitas. IgM mengadakan fiksasi dengan komplemen. Kebanyakan atibodi terhadap sel darah, aglutinin dingin, dan faktor reumatoid termasuk dalam golongan IgM.

• IgA, disintesis di sumsum tulang, darah tepi, dan yang terbanyak di traktus gastrointestinalis (90% seluruh jumlah IgA). Sintetis pada traktus gastrointestinalis dapat bertindak sebagai proteksi terhadap absorpsi protein tertentu dan toksin. Besar molekul IgA sama dengan IgG, juga terdiri atas dua rantai polipeptida, meskipun IgA yang disekresi ke dalam gaster beberbentuk dimerik yang terdiri atas dua molekul IgA yang dihubungkan dengan rantai J serta bagian kecil yang bersifat sekretorik disebut sebagian bagian T. Kadar dalam serum normal berkisar antara 40-468 mg/100 ml dengan rata-rata 200 mg/100 ml dan merupakan 15% jumlah total imunoglobin IgA tidak dapat melewati plasenta maupun memacu perangsangan komplemen.

• IgD, merupakan Ig yang terdapat pada permukaan limfosit B , merupakan tempat melekatnya antigen serta memacu pembentukan antibodi. IgD terbentuk pada saat diferensiasi limfosit B. Kadar normal dalam serum 2 mg/100 ml, tidak dapat melewati plasenta maupun memacu perangsangan komplemen.

• IgE, terbentuk dari dua rantai polipeptida tidak dapat melewati plasenta maupun memacu perangsangan komplemen, terdapat sangat sedikit di dalam serum normal. Kebanyakan IgE terikat pada sel mas ataupun basofil dan akan memacu proses degranulasi sehingga terlepas mediator reaksi alergi yang disebut sebagai vasoaktifamin, yaitu antara lain histamin, heparin, serotonin, dan sebagainya. IgE juga mempunyai peranan dalam pemusnahan parasit dari traktus gastrointestinal. IgE disebut juga sebagai antibodi reagin yang berperan dalam reaksi anafilaksis

• IgG, berkadar normal (pada usia dewasa) 1.200 mg/100 ml serum (berkisar antara 500-1500 mg/100 ml). Dikenal kelas IgG1 sebagai jumlah terbanyak (65% dari seluruh jumlah IgG) , IgG2, IgG3, IgG4. IgG tersebut diproduksi oleh sel plasma dengan adanya rangsangan oleh bakteri, virus, dan toksin, banyaknya merupakan 75% jumlah total imunoglobin. Molekul IgG terdiri atas dua rantai polipeptida.

Page 16: LBM 2 GITHA

Fungsi• Perbedaan komponen – komponen sistim imun

• IgG• IgG merupakan komponen utama (terbanyak) imunoglobulin serum, dengan berat molekul

160.000. IgG juga ditemukan dalam berbagai cairan lain ataranya cairan saraf cental (CSF) dan juga urin. IgG dapat masuk ke plasenta dan menembus ke janin dan berperan dalam imunitas sampai umur 6-9 bulan.IgG dapat mengaktifkan komplemen, meningkatkan pertahanan badan melalui opsonisasi dan reaksi inflamasi. IgG mempunyai sifta yang efektif oleh karena monosit dan makrofag memiliki reseptor untuk fraksi Fe dari IgG yang dapat mempererat hubungan antara fagosit dengan sel sasaran. Selanjutnya opsonisasi dibantu reseptor untuk komplemen pada permukaan fagosit. IgG terdiri atas 4 subkelas yaitu Ig 1,Ig 2,Ig 3 dan Ig 4. Ig 4 dapat diikat oleh sel mast dan basofil.

• IgA• IgA ditemukan dalam jumlah sedikit dalam serum, tetapi kadarnya dalam cairan sekresi

saluran nafas, saluran cerna, saluran kemih, airmata, keringat, ludah dan kolostrum lebih tinggi sebagai IgA sekretori. Baik IgA dalam serum maupun dalam sekresi dapat menetralisirtoksin atau virus dan atau mencegah kontak antara toksin/virus dengan alat sasaran. IgA sekretori diproduksi lebih dulu dari pada IgA dalam serum dan tidak menembus plasenta. sIgA melindungi tubuh dari patogen oleh karena dapat bereaksi dengan molekuladhesi dari patogen potensial sehingga mencegah adheren dan kolonisasi patogen tersebut dalam sel penjamu. IgA juga bekerja sebagai opsonin, oleh karena neutrofil, monosit dan makrofag memiliki reseptor untuk Fca sehingga dapat meningkatkan efek bakteriolitik komplemen dan menetralisir toksin. IgA juga diduga berperan dalam imunitas cacing pita.

Page 17: LBM 2 GITHA

• IgM• IgM (M berasal dari makroglobulin) mempunyai rumus bangun pentamer dan merupakan Ig terbesar.

Kebanyakan sel B mengandung IgM pada permukaannya sebagai sebagai reseptor antigen. IgM dibentuk lebih dahulu pada respon imun tetapi tidak berlangsung lama, karena itu kadar IgM yang tinggi merupakan tanda adanya infeksi dini.

• Bayi yang baru dilahirkan hanya mempunyai IgM 10 % dari kadar IgM dewasa oleh karena IgM tidak menmbus plasenta. Fetus umur 12 minggu sudah dapat membentuk IgM bila sel B nya dirangsang oleh infeksi intrauterin seperti sifilis kongenital, rubela, toksoplasmosis dan virus sitomegalo. Kadar IgM anak mencapai kadar IgM dewasa pada usia 1 tahun. Kebanyakan antibodi alamiah seperti isoaglutinin, golongan darah AB, antibodi heterofil adalah IgM. IgM dapat mencegah gerakan mikroorganisme patogen, memudahkan fagositosis dan merupakan aglutinator kuat terhadap butir antigen. IgM juga merupakan antibodi yang dapat mengikat komplemen dengan kuat dan tidak menembus plasenta.

• IgD• IgD ditemukan dengan kadar sangat rendah dalam darah (1% dari total imunoglobin dalam serum). IgD

tidak mengikat komplemen, mempunyai aktivitas antibodi terhadap antigen berbagai makanan dan autoantigen seperti komponen nukleus. Selanjutnya IgD diotemukan bersama IgM pada permukaan sel B sebagai reseptor antigen pada aktivasi sel B.

• IgE• IgE ditemukan dalam serum dalam jumlah yang sangat sedikit. IgE mudah diikat mastosit, basofil,

eusinofil, makrofag dan trombosit yang pada permukaannya memiliki reseptor untuk fraksi Fc dari IgE. IgE dibentuk juga oleh sel plasma dalam selaput lendir saluran napas dan cerna. Kadar IgE serum yang tinggi ditemukan pada alergi, infeksi cacing, skistosomiasis, penyakit hidatid, trikinosis. Kecuali pada alergi, IgE diduga juga berperan pada imunitas parasit. IgE pada alergi dikenal sebagai antibodi reagin.

• ( Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam FKUI, Edisi : 11.Jilid 1l )

Page 18: LBM 2 GITHA

– Fungsi/peran• IgM,

a. Aktivasi komplemen• IgA,

a. Antibodi sekretorik b. Aktivasi komplemen ( alternatif)

• IgD,a. Reseptor permukaan limfosit

• IgE,a. Antibodi reaginb. Antibodi homositotropik

• IgG,a. Aktivasi komplemenb. Menembus plasentac. Antibodi heterotropik

Page 19: LBM 2 GITHA

Alergi

• Definisi : Alergi merupakan suatu reaksi abnormal dalam tubuh yang disebabkan zat-zat yang tidak berbahaya. Alergi timbul bila ada kontak terhadap zat tertentu yang biasanya, pada orang normal tidak menimbulkan reaksi.

• Imunologi Dasar, Edisi ke-7, Karnen Garna Baratawidjaja, FKUI

Page 20: LBM 2 GITHA

• Macam alergen :Zat yang paling sering menyebabkan alergi:

• Serbuk tanaman; jenis rumput tertentu; jenis pohon yang berkulit halus dan tipis; serbuk spora;

• penisilin; • seafood; • telur; • kacang panjang, kacang tanah, kacang kedelai

dan kacang-kacangan lainnya; susu; jagung dan tepung jagung;

• sengatan insekta; bulu binatang; kecoa; debu dan kutu.

• Yang juga tidak kalah sering adalah zat aditif pada makanan, penyedap, pewarna dan pengawet.Imunologi Dasar, Edisi ke-7, Karnen Garna Baratawidjaja, FKUI

Page 21: LBM 2 GITHA

– Menurut epiptop• unideterminan, univalen

– hanya ada 1 determinan/epitop pada satu molekul

• unideterminan, multivalen– hanya ada satu jenis determinan tetapi dua atau lebih determinan tsb ditemukan pada

asatu molekul

• multideterminan, univalent– banyak epitop yg bermacam-macam tetapi hanya satu dari setiap macamnya

(kebanyakan protein)

• multideterminan, multivalent– banyak macam determinan dan banyak dari setiap macam pada satu molekul

– Menurut spesifitas• heteroantigen, dimiliki oleh banyak antigen• Xenoantigen, yang hanya dimiliki oelh spesies tertentu• Aloantigen, yang spesifik untuk individu dalam satu spesies• Antigen organ spesifik, yg hanya dimiliki organ tertentu• Autoantigen, yg dimiliki alat tubuh tertentu

– Menurut ketergantungan thd sel T :• T dependen, yg memerlukan pengenalan oleh sel T terlebih dahulu untuk

dapat menimbulkan respon antibody• T undependent, yg dpt merangsang sel B tanpa bantuan sel T untuk

membentuk antibody

• (Imunologi Dasar, Karnen Garnd Baratawidjaya)

Page 22: LBM 2 GITHA

– Mekanisme alergi :Mekanisme terjadinya alergi• Antigen masuk tubuh respon IgE dari FC sel

mast histamin gatal.• Pada dermis stratum papilare pada ujung saraf bebas,karena

kurangnya rangsangan jadi gatal

– Menurut waktu• Reaksi cepat (menghilang dalam 2 jam)

• Antigen yang diikat IgE pada permukaan sel mast menginduksi pelepasan mediator vasoaktif. Manifestasi berupa :– Pilek-bersin– Asma– Urtikaria– Eksim 

• Reaksi intermediate (menghilang dalam 24 jam)• Diawali IgG yang disertai kerusakan jaringan pejamu oleh sel

neutrofil atau NK. Manifestasi berupa:• Reaksi transfusi darah, eritroblastosis fetalis dan anemia

hemolitik autoimun• Reaksi arthus lokal dan reaksi sistemik seperti serum sickness,

vaskulitis nekrotis, glomerulonefritis, artritis reumatoid, dan LES • Reaksi lambat (terlihat sampai sekitar 48 jam)

• Terjadi akibat aktivasi sel Th. Contoh: dermatitis kontak, reaksi Mycobacterium tuberkulosis dan reaksi penolakan tandur

• (Imunologi Dasar, Edisi ke-7, Karnen Garna Baratawidjaja, FKUI) 

Page 23: LBM 2 GITHA

– Menurut mekanisme• Reaksi Tipe I atau Reaksi Cepat

• Reaksi yang segera timbul setelah alergen masuk. Antigen yang masuk tubuh ditangkap oleh fagosit, prosesnya lalu dipresentasikan ke sel Th2. Sel yang akhir melepas sitokinin yang merangsang sel B untuk membentuk IgE. IgE akan diikat oleh sel yang memiliki reseptor untuk IgE (Fce-R) seperti sel mast, basofil dan eosinofil. Jika tubuh terpajan sel yang sama, alergen diikat IgE pada permukaan sel mast sehingga terjadi degranulasi sel mast. Degranulasi mengeluarkan mediator seperti histamin, prostagladin dan leukotrin sehingga menimbulkan reaksi hipersensitivitas tipe I. Contoh: asma bronkial, rinitis, urtikaria, dan dermatitis atopik

• Reaksi Tipe II atau Reaksi Sitotoksik• Terbentuk antibodi jenis IgG atau IgM terhadap antigen, ikatan ini

mengaktifkan komplemen yang menimbulkan lisis. Sel NK dapat berperan sebagai sel efektor dan menimbulkan kerusakan melalui Antibody Dependent Cell Cytotoxicity (ADCC). Contoh: Anemia hemolitik pada bayi.

• Reaksi Tipe III atau Reaksi Kompleks Imun• Ada kompleks imun yang terjadi akibat endapan komplemen antibodi-

antigen dalam jaringan atau pembuluh darah yang mengaktifkan berbagai komplemen dan melepas mediator berupa machropage chemotatic factor. Kompleks imun ini mengaktifkan C3a dan C5a yang merangsang basofil dan trombosit melepas histamin,

• Reaksi Tipe IV atau Reaksi Hipersensitivitas Lambat– Delayed Type Hypersensitivity (DTH)

• Terjadi melalui sel CD4+ Th1 berperan sebagai sel efektor yang mengaktifkan makrofag . CD4+ Th1 melepas sitokinin yang mengaktifkan dan menginduksi inflamasi.

– T Cell Mediated Cytolisis• Terjadi melalui sel CD8+ yang langsung membunuh sel sasaran• Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I, EGC

Page 24: LBM 2 GITHA

• Macam tes alergi :– Prick Test– Patch test

• Prick test– Definisi : salah satu jenis test kulit sebagai alat diagnosa yang

banyak digunakan para klinisi untuk membuktikan adanya IgEspesifik yang terikat pada sel mast kulit.

– Cara– Tujuan– Alat dan bahan– Kelebihan dan kekurangan

• Pencegahan alergi

Page 25: LBM 2 GITHA

• – Macam – macam pemeriksaan Penunjang

• Pricktest : Mula-mula kulit bagian volar dari lengan bawah dibersihkan dengan alkohol, biarkan hingga kering. Tempat penetesan alergen ditandai secara berbaris dengan jarak 2 – 3 cm diatas kulit tersebut. Teteskan setetes alergen pada tempat yang disediakan, kontrol positif ( larutan histamin fosfat 0,1 %) dan kontrol negatif (larutan phosphate-buffer saline dengan fenol 0,4 %). Dengan jarum disposible ukuran 26, dilakukan tusukan dangkal melalui masing-masing ekstrak yang telah diteteskan. Jarum yang digunakan harus baru pada tiap-tiap tusukan pada masing-masing tetesan untuk menjaga supaya alergen jangan tercampur. Tusukan dijaga jangan sampai menimbulkan perdarahan.

• Pembacaan dilakukan setelah 15-20 menit dengan mengukur diameter bentol, eritema yang timbul, juga pseudopoda yang terjadi. Hasil yang negatif, didapatkan bila hasil test sama dengan kontrol negatif. Hasil tes positif dinilai berdasarkan bentol atau eritema dengan penilaian :

• Hasil negatif : sama dengan kontrol negatif• Hasil +1 : 25 % dari kontrol positif• Hasil +2 : 50 % dari kontrol positif• Hasil +3 : 100 % dari kontrol positif• Hasil +4 : 200 % dari kontrol positif• Harus diingat sebelum melakukan tes kulit, pasien diminta menghentikan konsumsi beberapa obat.

Sebagian besar antihistamin generasi pertama harus dihindari minimal 72 jam sebelum tes, sedangakan untuk antihistamin generasi kedua harus dihentikan minimal 1 minggu sebelumnya. Pemakaian kortikosteroid sistemik jangka singkat dosis rendah (<20 mg prednison) dihentikan 3 hari, dosis tinggi harus dihentikan 1 minggu. Sedangkan pemakaian kortikosteroid jangka lama perlu dihentikan minimal 3 minggu sebelum dapat dilakukan tes. Obat lain juga harus dihindari adalah antidepresan trisiklik (1-2 minggu sebelum tes) dan beta adrenergik (1 hari sebelumnya).

• ( Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam FKUI, Edisi : 11.Jilid 1l )

Page 26: LBM 2 GITHA

• Patch test : Jenis tes lainnya adalah tes tempel (patch test). Bila dokter menduga kelainan kulit yang ada diakibatkan kontak dengan bahan kimia, maka satu-satunya cara untuk membuktikannya yakni dengan tes tempel ini. Alergi sejenis ini disebut dermatitis kontak alergi.

• Patch test dilakukan dengan menempatkan bahan-bahan kimia dalam tempat khusus (finn chamber) lalu ditempelkan pada punggung pasien. Waktu yang digunakan sekitar 48 jam dan selama pemeriksaan pasien dianjurkan untuk tidak melakukan kegiatan jasmani atau bekerja keras.

• Bagian tubuh yang ditempel juga tidak boleh terkena air, supaya tempelan bahan kimia itu tidak terkelupas. Dua hari kemudian pasien diminta datang kembali dan tes tersebut akan diangkat serta dibaca oleh dokter. Reaksi pada tes ini lambat, makanya setelah 72 jam dihitung sejak bahan ditempel pada punggung baru, bisa dilepas.

• ( Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam FKUI, Edisi : 11.Jilid 1 )• Elisa : tes Elisa dan imunokromatografi terhadap IgM dan IgG, baik

menggunakan serum akut maupun ganda tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna (p>0,05). Hasil tes Elisa IgM dan IgG menggunakan serum akut memberikan sensitivitas sebesar 68,3%, sedangkan tes Imunokromatografi IgM dan IgG memberikan sensitivitas 65% dengan spesifisitas masing-masing 96%. Dibandingkan dengan tes HI menggunakan serum akut, sensitivitas dari ke-dua tes ini sedikit lebih tinggi (sensitivitas tes HI 51,7%). Bila pada tes Elisa dan imunokromatografi digunakan serum ganda maka sensitivitas meningkat menjadi 98,3% dengan spesifisitas 96%. Secara tersendiri sensitivitas IgM serum akut dan ganda pada tes imunokromatografi lebih tinggi dari Elisa dan menunjukkan perbedaan yang bermakna (p<0,05).

• (http://digilib.litbang.depkes.go.id)• Interdermal test : intradermal skin test ini merupakan test kulit yang lebih sensitiv dari test

cukit. Test ini dilakukan terhadap alergi racun serangga (Insect Venom), alergi obat terutama golongan pinicilin dan test tuberculin pada orang yang dicurigai terpapar oleh kuman TBC. Test ini juga digunakan apabila pada etst cukit dicurigai hasil negatif palsu.

• Hasil positif yang timbul kurang dari 30 menit menunjukkan reaksi tipe cepat (Immediate allergy reactions) sedangkan hasil postif yang timbul setelah 48 jam menunjukkan reaksi alergi tipe lambat (delayed allergy reactions).

• (http://www.allergyclinic.co.uk)

Page 27: LBM 2 GITHA

Dermatitis atopik

• Definisi : Dermatitis atopi adalah keadaan peradangan kulit kronis dan residif, disertai gatal, yang berhubungan dengan riwayat atopi baik pada diri sendiri maupun keluarga.Keadaan kulit berupa papul gatal,yang kemudian mengalami ekskoriasi dan likenifikasi.(Sumber : Ilmu penyakit kulit dan kelamin,Edisi 5 FK UI)

Page 28: LBM 2 GITHA

Macam/tipe

• Ada 3 Fase – D.A. Infatil (Terjadi pada usia 2 bulan sampai 2

tahun)– D.A. Anak (2 sampai 10 tahun )– D.A. pada remaja dan dewasa

(Sumber : Ilmu penyakit kulit dan kelamin,Edisi 5 FK UI)

Page 29: LBM 2 GITHA

Etiologi– Faktor intrinsik

• genetik (imunologik)• karakteristik kulit penderita DA (kering)• stres

– Faktor ekstrinsik • alergen hirup ( aeroalergen )• alergen makanan• faktor lingkungan

(Sumber : Ilmu penyakit kulit dan kelamin,Edisi 5 FK UI)– ETIOLOGI

Penderita dermatitis atopik biasanya juga memiliki penyakit alergi lainnya. Hubungan antara dermatitis dan penyakit alergi tersebut tidak jelas; beberapa penderita memiliki kecenderungan yang sifatnya diturunkan untuk menghasilkan antibodi secara berlebihan (misalnya immunoglobulin E) sebagai respon terhadap sejumlah rangsangan yang berbeda. Berbagai keadaan yang bisa memperburuk dermatitis atopik: Stres emosional Perubahan suhu atau kelembaban udara Infeksi kulit oleh bakteri Kontak dengan bahan pakaian yang bersifat iritan (terutama wol). Pada beberapa anak-anak, alergi makanan bisa memicu terjadinya dermatitis atopik.

(Sumber : Ilmu penyakit kulit dan kelamin,Edisi 5 FK UI)

Page 30: LBM 2 GITHA

Patofisiologi

• Disregulasi Ig EPeningkatan kadar serum Ig E yang melebihi normal akibat ketidakseimbangan sel TH-1 dan TH-2 , dengan dominasi dari IL-4 yang disekresi sel TH-2. IL-4 merupakan perangsang sintesa Ig E yang poten.

• Disregulasi sistim saraf otonom• Penurunan beta adrenergik dan peningkatan alfa adrenergik menyebabkan terjadi

peningkatan pelepasan mediator vasoaktif seperti histamin dan leukotrien setelah stimulus yang adekuat.

• Kolonisasi mikroba• Peningkatan kolonisasi M. furfur dan S. aureus dapat menstimulasi produksi Ab-IgE• Faktor psikosomatik• Tingkat keparahan pruritus pada DA digambarkan berhubungan langsung dengan

gejala depresi• (Sumber : Ilmu penyakit kulit dan kelamin,Edisi 5 FK UI)

Page 31: LBM 2 GITHA

Gejala dan tanda klinis

• Kulit penderita D.A. umumnya kering,pucat/redup, kadar lipid di epidermis meningkat. Jari tangan teraba dingin.Penderita D.A.cenderung tipe astenik,dengan intelengensia di atas rata-rata,sering merasa cemas,egois,frustasi,agresif,atau merasa tertekan.

• Gejala utama D.A. ialah (Pruritus),dapat hilang timbul sepanjang hari,tetapi umumnya lebih hebat pada malam hari. Akibatnya penderita akan menggaruk sehingga timbul bermacam-macam kelainan di kulit berupa papul,likenifikasi,eritema,erosi,ekskoriasi,eksudasi,dan krusta. (Sumber : Ilmu penyakit kulit dan kelamin,Edisi 5 FK UI)

Page 32: LBM 2 GITHA

Gejala Dermatitis Atopik

Clinical Guidelines: Eczema Management. Avaailable from http://www.rch.org.au/rchcpg/index.cfm?doc_id=9971 Kids health Info for Parents: Eczema. Available from http://www.rch.org.au/kidsinfo/factsheets.cfm?doc_id=3721

Page 33: LBM 2 GITHA

Pemeriksaan penunjang

• Pemeriksaan Histopatologi (lesi akut, kronik)• Kadar IgE serum (lebih dari 200IU/ml) / IgE spesifik RAST• Kadar eosinofil (4-8 jam setelah aktivitas sel mas)• Subpopulasi sel T Gambaran imunitas selular Uji tusuk dan

uji tempel (reaksi positif setelah 24-48 jam)(Sumber : Ilmu penyakit kulit dan kelamin)

Page 34: LBM 2 GITHA

Penatalaksanaan:• Penatalaksanaan• Penatalaksanaan dermatitis atopi

– medikamentosa – nonmedikamentosa

• Antihistamin– Antihistamin jenis klasik yang bersifat sedatif.

• Antibiotik sistemik– Pemberian antibiotik sistemik pada dermatitis atopik dengan infeksi sekunder – Terdapat banyak lesi yang eksudatif dan luas.

• Kortikosteroid sistemikMerupakan obat pilihan terakhir pada :

• DA berat dan luas• Sukar diatasi dengan pemberian antihistamin dan kortikosteroid topikal.

• Obat kotrikosteroid topikal • Kortikosteroid topikal merupakan pilihan yang tepat. • Pemakaian kortikosteroid topikal yang aman untuk anak dimulai dari potensi yang ringan (hidrokortison).• Antibiotik topikal• Antibiotik topikal digunakan bila terdapat infeksi sekunder ringan. • Antiseptik• Sehari-hari bahan antiseptik merupakan bahan yang dimasukan kedalam bentuk sabun, misalnya triklosan,

klorheksidin, povidon iodin, dasn benzalkonium serta dapat diterima sebagai bahan pembersih dan antiseptik ringan.

• Pengobatan nonmedikamentosa Ditujukan pada mengendalikan penyakitnya Dapat dilakukan sendiri oleh pasien, orangtua, dan keluarganya

(Sumber : Ilmu penyakit kulit dan kelamin,Edisi 5 FK UI)