kumpulan lp r-8

44
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN Ny. A DENGAN POST SC a / i PROM ≥ 12 JAM + USIA > 35 TAHUN + FC + PER DI RUANG 8 OBSTETRIK RSUD Dr. SAIFUL ANWAR MALANG Disusun Untuk Memenuhi Tugas Individu Departemen Maternitas Oleh : Merchilliea Eso Navy Gyana 115070200111046 Kelompok 17 PSIK A 2011

Upload: merchilliea-esonavy-gyana

Post on 05-Dec-2015

21 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

lmj

TRANSCRIPT

Page 1: KUMPULAN LP R-8

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

Ny. A DENGAN POST SC a/i PROM ≥ 12 JAM + USIA > 35 TAHUN + FC + PER

DI RUANG 8 OBSTETRIK RSUD Dr. SAIFUL ANWAR

MALANG

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Individu Departemen Maternitas

Oleh :

Merchilliea Eso Navy Gyana 115070200111046

Kelompok 17 PSIK A 2011

JURUSAN KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2015

Page 2: KUMPULAN LP R-8

HALAMAN PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

Ny. A DENGAN POST SC a/i PROM ≥ 12 JAM + USIA > 35 TAHUN + FC + PER

DI RUANG 8 OBSTETRIK RSUD Dr. SAIFUL ANWAR

MALANG

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Individu Departemen Maternitas

di RSUD Dr. SAIFUL ANWAR

MALANG

Oleh :

Merchilliea Eso Navy Gyana 115070200111046

Kelompok 17 PSIK A 2011

Menyetujui,

Pembimbing Akademik, Pembimbing Klinik,

(……………....……………..) (……………………..………..)

Page 3: KUMPULAN LP R-8

SECTIO CAESAREA

1. Definisi

Sectio caesarea adalah suatu persalinan buatan, dimana janin dilahirkan

melalui suatu insisi pada dinding perut dan dinding rahim dengan sayatan rahim

dalam keadaan utuh serta berat janin diatas 500 gram (Sarwono, 2005, hal. 133).

Sectio caesarea atau bedah sesar adalah sebuah bentuk melahirkan

anak dengan melakukan sebuah irisan pembedahan yang menembus abdomen

seorang ibu (laparotomi) dan uterus (hiskotomi) untuk mengeluarkan satu bayi

atau lebih (Dewi Y, 2007, hal. 1-2). Sehingga penulis dapat menyimpulkan bahwa

sectio caesarea adalah suatu tindakan operasi yang bertujuan untuk melahirkan

bayi dengan jalan pembukaan dinding perut.

2. Jenis-Jenis Sectio Caesarea

a. Abdomen (sectio caesarea abdominalis)

1) Sectio caesarea transperitonealis:

a) SC klasik atau corporal (dengan insisi memanjang pada corpus uteri).

Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada korpus uteri

kira-kira 10 cm.

Kelebihan:

Mengeluarkan janin dengan cepat.

Tidak mengakibatkan komplikasi kandung kemih tertarik.

Sayatan bisa diperpanjang proksimal atau distal.

Kekurangan:

Infeksi mudah menyebar secara intra abdominal karena tidak

adareperitonealis yang baik.

Untuk persalinan yang berikutnya lebih sering terjadi ruptureuteri

spontan.

b) SC ismika atau profundal (low servical dengan insisi pada

segmenbawah rahim).

Dilakukan dengan melakukan sayatan melintang konkat pada

segmenbawah rahim (low servical transversal) kira-kira 10 cm.

Kelebihan:

Penjahitan luka lebih mudah.

Page 4: KUMPULAN LP R-8

Penutupan luka dengan reperitonealisasi yang baik.

Tumpang tindih dari peritoneal flap baik sekali untuk

menahanpenyebaran isi uterus ke rongga peritoneum.

Perdarahan tidak begitu banyak.

Kemungkinan rupture uteri spontan berkurang atau lebih kecil.

Kekurangan:

Luka dapat melebar kekiri, kanan, dan bawah sehingga

dapatmenyebabkan uteri uterine pecah sehingga

mengakibatkanperdarahan banyak.

Keluhan pada kandung kemih post operasi tinggi.

2) SC ekstra peritonealis yaitu tanpa membuka peritoneum parietalis

dengandemikian tidak membuka cavum abdominal.

b. Vagina (section caesarea vaginalis)

Menurut sayatan pada rahim, sectio caesarea dapat dilakukan

sebagaiberikut:

1) Sayatan memanjang (longitudinal).

2) Sayatan melintang (transversal).

3) Sayatan huruf T (T insicion).

3. Indikasi sectio cesarea

Para ahli kandungan menganjurkan sectio caesarea apabila kelahiran

melalui vagina mungkin membawa resiko pada ibu dan janin. Indikasi untuk

sectsio caesarea antara lain meliputi:

a. Indikasi Medis

Ada 3 faktor penentu dalam proses persalinan yaitu :

1) Power : Yang memungkinkan dilakukan operasi caesar, misalnya daya

mengejan lemah, ibu berpenyakit jantung atau penyakit menahun lain

yang mempengaruhi tenaga.

2) Passanger : Diantaranya, anak terlalu besar, anak “mahal” dengan

kelainan letak lintang, primi gravida diatas 35 tahun dengan letak

sungsang, anak tertekan terlalu lama pada pintu atas panggul, dan anak

menderita fetal distress syndrome (denyut jantung janin kacau dan

melemah).

Page 5: KUMPULAN LP R-8

3) Passage : Kelainan ini merupakan panggul sempit, trauma persalinan

serius pada jalan lahir atau pada anak, adanya infeksi pada jalan lahir

yang diduga bisa menular ke anak, umpamanya herpes kelamin (herpes

genitalis), condyloma lota (kondiloma sifilitik yang lebar dan pipih),

condyloma acuminata (penyakit infeksi yang menimbulkan massa mirip

kembang kol di kulit luar kelamin wanita), hepatitis B dan hepatitis C.

(Dewi Y, 2007, hal. 11-12)

b. Indikasi Ibu

1) Usia : Ibu yang melahirkan untuk pertama kali pada usia sekitar 35

tahun, memiliki resiko melahirkan dengan operasi. Apalagi pada wanita

dengan usia 40 tahun ke atas. Pada usia ini, biasanya seseorang

memiliki penyakit yang beresiko, misalnya tekanan darah tinggi,

penyakit jantung, kencing manis, dan preeklamsia. Eklampsia

(keracunan kehamilan) dapat menyebabkan ibu kejang sehingga dokter

memutuskan persalinan dengan sectio caesarea.

2) Tulang Panggul : Cephalopelvic diproportion (CPD) adalah ukuran

lingkar panggul ibu tidak sesuai dengan ukuran lingkar kepala janin yang

dapat menyebabkan ibu tidak melahirkan secara alami. Tulang panggul

sangat menentukan mulus tidaknya proses persalinan.

3) Persalinan Sebelumnya dengan sectio caesarea : Sebenarnya,

persalinan melalui bedah caesar tidak mempengaruhi persalinan

selanjutnya harus berlangsung secara operasi atau tidak. Apabila

memang ada indikasi yang mengharuskan dilakukanya tindakan

pembedahan, seperti bayi terlalu besar, panggul terlalu sempit, atau

jalan lahir yang tidak mau membuka, operasi bisa saja dilakukan.

4) Faktor Hambatan Jalan Lahir : Adanya gangguan pada jalan lahir,

misalnya jalan lahir yang kaku sehingga tidak memungkinkan adanya

pembukaan, adanya tumor dan kelainan bawaan pada jalan lahir, tali

pusat pendek, dan ibu sulit bernafas.

5) Kelainan Kontraksi Rahim : Jika kontraksi rahim lemah dan tidak

terkoordinasi (inkordinate uterine action) atau tidak elastisnya leher

rahim sehingga tidak dapat melebar pada proses persalinan,

menyebabkan kepala bayi tidak terdorong, tidak dapat melewati jalan

lahir dengan lancar.

Page 6: KUMPULAN LP R-8

6) Ketuban Pecah Dini : Robeknya kantung ketuban sebelum waktunya

dapat menyebabkan bayi harus segera dilahirkan. Kondisi ini membuat

air ketuban merembes ke luar sehingga tinggal sedikit atau habis. Air

ketuban (amnion) adalah cairan yang mengelilingi janin dalam rahim.

7) Rasa Takut Kesakitan : Umumnya, seorang wanita yang melahirkan

secara alami akan mengalami proses rasa sakit, yaitu berupa rasa

mulas disertai rasa sakit di pinggang dan pangkal paha yang semakin

kuat dan “menggigit”. Kondisi tersebut karena keadaan yang pernah

atau baru melahirkan merasa ketakutan, khawatir, dan cemas

menjalaninya. Hal ini bisa karena alasan secara psikologis tidak tahan

melahirkan dengan sakit. Kecemasan yang berlebihan juga akan

mengambat proses persalinan alami yang berlangsung (Kasdu, 2003,

hal. 21-26).

c. Indikasi Janin

1) Ancaman Gawat Janin (fetal distress) : Detak jantung janin melambat,

normalnya detak jantung janin berkisar 120- 160. Namun dengan CTG

(cardiotography) detak jantung janin melemah, lakukan segera sectio

caesarea segara untuk menyelematkan janin.

2) Bayi Besar (makrosemia)

3) Letak Sungsang : Letak yang demikian dapat menyebabkan poros janin

tidak sesuai dengan arah jalan lahir. Pada keadaan ini, letak kepala

pada posisi yang satu dan bokong pada posisi yang lain.

4) Faktor Plasenta

a) Plasenta previa : Posisi plasenta terletak dibawah rahim dan menutupi

sebagian atau selruh jalan lahir.

b) Plasenta lepas (Solution placenta) : Kondisi ini merupakan keadaan

plasenta yang lepas lebih cepat dari dinding rahim sebelum waktunya.

Persalinan dengan operasi dilakukan untuk menolong janin segera

lahir sebelum ia mengalami kekurangan oksigen atau keracunan air

ketuban.

c) Plasenta accreta : Merupakan keadaan menempelnya plasenta di otot

rahim. Pada umumnya dialami ibu yang mengalami persalinan yang

berulang kali, ibu berusia rawan untuk hamil (di atas 35 tahun), dan ibu

Page 7: KUMPULAN LP R-8

yang pernah operasi (operasinya meninggalkan bekas yang

menyebabkan menempelnya plasenta.

5) Kelainan Tali Pusat

a) Prolapsus tali pusat (tali pusat menumbung) : keadaan penyembulan

sebagian atau seluruh tali pusat. Pada keadaan ini, tali pusat berada di

depan atau di samping atau tali pusat sudah berada di jalan lahir

sebelum bayi.

b) Terlilit tali pusat : Lilitan tali pusat ke tubuh janin tidak selalu

berbahaya. Selama tali pusat tidak terjepit atau terpelintir maka aliran

oksigen dan nutrisi dari plasenta ke tubuh janin tetap aman.(Kasdu,

2003, hal. 13-18).

4. Prosedur Tindakan

a. Izin Keluarga

Pihak rumah sakit memberikan surat yang harus ditanda tangani oleh

keluarga, yang isinya izin pelaksanaan operasi.

b. Pembiusan

Pembiusan dilkakukan dengan bius epidural atau spinal. Dengan cara ini

ibu akan tetap sadar tetapi ibu tidak dapat melihat proses operasi karena

terhalang tirai.

c. Disterilkan

Bagian perut yang akan dibedah, disterilkan sehingga diharapkan tidak

ada bakteri yang masuk selama operasi.

d. Pemasangan Alat

Alat-alat pendukung seperti infus dan kateter dipasangkan. macam

peralatan yang dipasang disesuaikan dengan kondisi ibu.

e. Pembedahan

Setelah semua siap, dokter akan melakukan sayatan demi sayatan

sampai mencapai rahim dan kemudian selaput ketuban dipecahkan.

Selanjutnya dokter akan mengangkat bayi berdasarkan letaknya.

f. Mengambil Plasenta

Setelah bayi lahir, selanjutnya dokter akan mengambil plasenta.

Page 8: KUMPULAN LP R-8

g. Menjahit

Langkah terakhir adalah menjahit sayatan selapis demi selapis sehingga

tetutup semua.

(Juditha, dkk, 2009, hal. 90-91)

5. Komplikasi

Komplikasi Sectio Caesaria Menurut Farrer (2001) adalah :

a. Nyeri pada daerah insisi,

b. Perdarahan primer sebagai akibat kegagalan mencapai homeostatis

karena insisi rahim atau akibat atonia uteri yang dapat terjadi setelah

pemanjangan masa persalinan,

c. Sepsis setelah pembedahan, frekuensi dari komplikasi ini lebih besar bila

sectio caesaria dilaksanakan selama persalinan atau bila terdapat infeksi

dalam rahim,

d. Cidera pada sekeliling struktur usus besar, kandung kemih yang lebar

dan ureter,

e. Infeksi akibat luka pasca operasi,

f. Bengkak pada ekstremitas bawah,

g. Gangguan laktasi,

h. Penurunan elastisitas otot perut dan otot dasar panggul, dan

i. Potensi terjadinya penurunan kemampuan fungsional.

Page 9: KUMPULAN LP R-8

Riwayat SC sebelumnya. Panggul sempit, usia ibu terlalu muda atau tua, usia kehamilan blm cukup / lebih bulan,dll

Hambatan Mobilitas Fisik

Page 10: KUMPULAN LP R-8

PREMATURE RUPTURE OF MEMBRANE

DEFINISI DAN KLASIFIKASI

Ketuban pecah dini (KPD) adalah keadaan pecahnya selaput ketuban sebelum

persalinan. Bila KPD terjadi sebelum usia kehamilan (UK) 37 minggu maka disebut

KPD pada kehamilan premature (Prawirohardjo, 2008). KPD alah selaput ketuban

yang pecah sebelum terdapat / dimulainya tanda persalinan dan setelah ditunggu 1

jam belum ada tanda persalinan. (Manuaba, 2010). Berdasarkan usia kehamilan

(Manjoer, 2001), dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

1. KPD pada usia kehamilan < 37 minggu

KPD pada preterm pecahnya membrane chorio-amniotik sebelum tanda

persalinan atau disebut juga PPROM (premature PRELABOUR rupture of

membrane). Dengan insiden 2% kehamilan.

2. KPD pada usia kehamilan > 37 minggu

KPD pada aterm pecahnya membrane chorio-amniotik sebelum tanda

persalinan atau disebut juga PROM (premature rupture of membrane). Dengan

insiden 6-19% kehamilan.

EPIDEMIOLOGI

Insiden ketuban pecah dini dilaporkan bervariasi sekitar 6 – 10 persen dimana

sekitar 20 persen kasus terjadi sebelum memasuki masa getasi 37 minggu. Sekitar 8 –

10 persen ketuban pecah dini memiliki resiko infeksi intrauterine akibat interval ketuban

pecah dan persalinan yang memanjang. Ketuban pecah dini berhubungan erat

dengan30 – 44 persen persalinan pretermdimana 75 persen klien akan mengalami

persalinan 1minggu lebih dini dari jadwal. (Wiknjosastro, 2007)

Berdasarkan servei demografi dan kesehatan indonesia (SDKI) 2002/2003

angka kematian ibu di Indonesia masih berada pada angka 307 per 100.000 kelahiran

hidup atau setiap jam nya terdapat 2 orang ibu meninggal karena bebrbagai sebab.

Diantaranya 65 persen kematian terjadi akibat komplikasi dari ketuban pecah dini.

(Wiknjosastro, 2007)

FAKTOR RESIKO

Penyebab KPD masih belum diketahui dan tidak dapat ditentukan secara pasti.

Beberapa laporan menyebutkan faktor-faktor yang berhubungan erat dengan KPD,

namun faktor-faktor mana yang lebih berperan sulit diketahui (Nugroho, 2011).

Page 11: KUMPULAN LP R-8

Faktor-faktor predisposisi itu antara lain adalah:

1. Infeksi (amnionitis atau korioamnionitis).

Korioamnionitis adalah keadaan pada perempuan hamil dimana korion,

amnion dan cairan ketuban terkena infeksi bakteri. Korioamnionitis merupakan

komplikasi paling serius bagi ibu dan janin, bahkan dapat berlanjut menjadi sepsis

(Prawirohardjo, 2008).

Membrana khorioamnionitik terdiri dari jaringan viskoelastik. Apabila jaringan

ini dipacu oleh persalinan atau infeksi maka jaringan akan menipis dan sangat rentan

untuk pecah disebabkan adanya aktivitas enzim kolagenolitik. Grup B streptococcus

mikroorganisme yang sering menyebabkan amnionitis. Selain itu Bacteroides fragilis,

Lactobacilli dan Staphylococcus epidermidis adalah bakteri-bakteri yang sering

ditemukan pada cairan ketuban pada kehamilan preterm. Bakteri-bakteri tersebut

dapat melepaskan mediator inflamasi yang menyebabkan kontraksi uterus. Hal ini

menyebabkan adanya perubahan dan pembukaan serviks, dan pecahnya selaput

ketuban (Varney, 2007).

2. Riwayat ketuban pecah dini

Riwayat ketuban pecah dini sebelumnya beresiko 2-4 kali mengalami ketuban

pecah dini kembali. Patogenesis terjadinya ketuban pecah dini secara singkat ialah

akibat adanya penurunan kandungan kolagen dalam membrane sehingga memicu

terjadinya ketuban pecah dini dan ketuban pecah dini preterm terutama pada pasien

risiko tinggi (Nugroho, 2010).

Wanita yang mengalami ketuban pecah dini pada kehamilan atau menjelang

persalinan maka pada kehamilan berikutnya wanita yang telah mengalami ketuban

pecah dini akan lebih beresiko mengalaminya kembali antara 3-4 kali dari pada wanita

yang tidak mengalami ketuban pecah dini sebelumnya, karena komposisi membran

yang menjadi mudah rapuh dan kandungan kolagen yang semakin menurun pada

kehamilan berikutnya. (Nugroho, 2010).

3. Tekanan intra uterin

Tekanan intra uterin yang meningkat secara berlebihan (overdistensi uterus)

misalnya hidramnion dan gemeli. Pada kelahiran kembar sebelum 37 minggu sering

terjadi pelahiran preterm, sedangkan bila lebih dari 37 minggu lebih sering mengalami

ketuban pecah dini (Nugroho, 2010).

Perubahan pada volume cairan amnion diketahui berhubungan erat dengan

hasil akhir kehamilan yang kurang bagus. Baik karakteristik janin maupun ibu dikaitkan

dengan perubahan pada volume cairan amnion. Polihidramnion dapat terjadi akibat

Page 12: KUMPULAN LP R-8

kelainan kongenital, diabetes mellitus, janin besar (makrosomia), kehamilan kembar,

kelainan pada plasenta dan tali pusat dan penggunaan obat-obatan (misalnya

propiltiourasil). Kelainan kongenital yang sering menimbulkan polihidramnion adalah

defek tabung neural, obstruksi traktus gastrointestinal bagian atas, dan kelainan

kromosom (trisomi 21, 18, 8, 13) komplikasi yang sering terjadi pada polihidramnion

adalah malpresentasi janin, ketuban pecah dini, prolaps tali pusat, persalinan pretem

dan gangguan pernafasan pada ibu (Prawirohardjo, 2008).

4. Serviks yang tidak lagi mengalami kontraksi (inkompetensia)

Serviks yang tidak lagi mengalami kontraksi (inkompetensia), didasarkan pada

adanya ketidakmampuan serviks uteri untuk mempertahankan kehamilan.

Inkompetensi serviks sering menyebabkan kehilangan kehamilan pada trimester

kedua. Kelainan ini dapat berhubungan dengan kelainan uterus yang lain seperti

septum uterus dan bikornis. Sebagian besar kasus merupakan akibat dari trauma

bedah pada serviks pada konisasi, produksi eksisi loop elektrosurgical, dilatasi

berlebihan serviks pada terminasi kehamilan atau laserasi obstetrik (Prawirohardjo,

2008).

5. Paritas

Paritas terbagi menjadi primipara dan multipara. Primiparitas adalah seorang

wanita yang telah melahirkan bayi hidup atau mati untuk pertama kali. Multiparitas

adalah wanita yang telah melahirkan bayi hidup atau mati beberapa kali (sampai 5 kali

atau lebih) (Varney, 2007).

6. Kehamilan dengan janin kembar

Pada kehamilan kembar, evaluasi plasenta bukan hanya mencakup posisinya

tetapi juga korionisitas kedua janin. Pada banyak kasus adalah mungkin saja

menentukan apakah janin merupakan kembar monozigot atau dizigot. Selain itu, dapat

juga ditentukan apakah janin terdiri dari satu atau dua amnion. Upaya membedakan ini

diperlukan untuk memperbaiki resiko kehamilan. Pengawasan pada wanita hamil

kembar perlu ditingkatkan untuk mengevaluasi resiko persalinan preterm. Gejala

persalinan preterm harus ditinjau kembali dengan cermat setiap kali melakukan

kunjungan (Nugroho, 2010).

Wanita dengan kehamilan kembar beresiko tinggi mengalami ketuban pecah

dini juga preeklamsi. Hal ini biasanya disebabkan oleh peningkatan massa plasenta

dan produksi hormon. Oleh karena itu, akan sangat membantu jika ibu dan keluarga

dilibatkan dalam mengamati gejala yang berhubungan dengan preeklamsi dan tanda-

tanda ketuban pecah (Varney, 2007).

Page 13: KUMPULAN LP R-8

7. Usia ibu yang ≤ 20 tahun

Usia ibu yang ≤ 20 tahun, termasuk usia yang terlalu muda dengan keadaan

uterus yang kurang matur untuk melahirkan sehingga rentan mengalami ketuban

pecah dini. Sedangkan ibu dengan usia ≥ 35 tahun tergolong usia yang terlalu tua

untuk melahirkan khususnya pada ibu primi (tua) dan beresiko tinggi mengalami

ketuban pecah dini (Nugroho, 2010).

8. Defisiensi vitamin C

Vitamin C diperlukan untuk pembentukan dan pemeliharaan jaringan kolagen.

Selaput ketuban (yang dibentuk oleh jaringan kolagen) akan mempunyai elastisitas

yang berbeda tergantung kadar vitamin C dalam darah ibu.

9. Faktor tingkat sosio-ekonomi

Sosio-ekonomi yang rendah, status gizi yang kurang akan meningkatkan insiden

KPD, lebih-lebih disertai dengan jumlah persalinan yang banyak, serta jarak kelahiran

yang dekat.

MANIFESTASI KLINIS

Gejala adalah kunci untuk diagnosis, pasien biasanya melaporkan cairan yang

tiba-tiba menyembur dari vagina dan pengeluaran cairan yang berlanjutan. Gejala

tambahan yang mungkin penting termasuk warna dan konsistensi cairan adalah

adanya bintik-bintik dari vernix atau mekonium, pengurangan ukuran uterus, dan

peningkatan keunggulan janin untuk palpasi (Saiffudin, 2011).

Menurut Mansjoer ( 2000) manifestasi ketuban pecah dini adalah:

1. Keluar air krtuban warna keruh. Jernih, kuning, hijau, atau kecoklatan sedikit-

sedikit atau sekaligus banyak.

2. Dapat disertai demam bila sudah terjadi infeksi

3. Janin mudah diraba

4. Pada pemeriksaan dalam selaput ketuban sudah tiadak ada, air ketuban sidah

kering

5. Inspekulo: tampak air ketuban mengalir atau selaput keruban tidak ada dan air

ketuban sudah kering

6. Usia kehamilan vible (>20 minggu)

7. Buyi jantung bisa tetap normal

PATOFISIOLOGI (terlampir)

Page 14: KUMPULAN LP R-8

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

Mendiagnosa ketuban pecah dini dapat dengan berbagai cara. Pertama,

dengan melakukan anamnesis yang baik dan teliti kapan mulai keluar air, jumlahnya,

merembes atau tiba-tiba banyak, konsistensinya encer atau kental dan baunya.

Kemudian dengan melakukan pemeriksaan fisik, sebagai berikut (Suwiyoga, 2006 ;

Steer, 1999) :

Semua wanita dengan keluhan keluar air pervaginam harus dilakukan

pemeriksaan inspekulo steril. Pemeriksaan serviks mungkin memperlihatkan

keluarnya cairan amnion dari lubang serviks.

Jika meragukan apakah cairan berasal dari lubang serviks atau cairan pada

forniks posterior vagina, dilakukan pemeriksaan pH dari cairan tersebut (cairan

amnion akan merubah lakmus menjadi berwarna biru karena bersifat alkalis).

Cairan vagina dalam keadaan normal bersifat asam. Perubahan pH dapat terjadi

akibat adanya cairan amnion, adanya infeksi bahkan setelah mandi. Tes nitrazine

kuning dapat menegaskan diagnosa dimana indikator pH akan berubah berwarna

hitam, walaupun urine dan semen dapat memberikan hasil positif palsu.

Melihat cairan yang mengering di bawah mikroskop, cairan amnion akan

menunjukkan fern-like pattern (gambaran daun pakis), walaupun tes ini sedikit

rumit dan tidak dilakukan secara luas.

Batasi pemeriksaan dalam untuk mencegah ascending infection. Lakukan vaginal

swab tingkat tinggi. Jika curiga terjadi infeksi, periksa darah lengkap, cRP, MSU

dan kultur darah. Berikan antibiotika spektrum luas.

Pemeriksaan lebih lanjut seperti USG digunakan untuk melihat organ interna dan

fungsinya, juga menilai aliran darah uteroplasenta. USG yang menunjukkan

berkurangnya volume likuor pada keadaan ginjal bayi yang normal, tanpa adanya

IUGR sangat mengarah pada terjadinya ketuban pecah dini, walaupun volume

cairan yang normal tidak mengeksklusi diagnosis.

Pada masa yang akan datang, tes seperti cairan prolaktin atau alpha-fetoprotein,

dan penghitungan fibronektin bayi mungkin dapat menentukan dengan lebih tepat

adanya ketuban pecah dini

PENATALAKSANAAN MEDIS

1. Konservatif (Prawirohardjo, 2008).

Rawat di rumah sakit, berikan antibiotik (ampisilin 4 x 500 mg atau eritromisin

bila tidak tahan dengan ampisilin dan metronidazole 2 x 500 mg selama 7 hari).

Page 15: KUMPULAN LP R-8

Jika umur kehamilan < 32 – 34 minggu, dirawat selama air ketuban masih

keluar atau sampai air ketuban tidak lagi keluar.

Jika usia kehamilan 32 – 37 minggu, belum inpartu, tidak ada infeksi, tes busa

negatif berikan deksametason, observasi tanda – tanda infeksi, dan

kesejahteraan janin.

Terminasi pada kehamilan 37 minggu. Jika usia kehamilan 32 – 37 mingguu,

sudah inpartu, tidak ada infeksi, berikan tokolitik (salbutamol), deksametason,

dan induksi sesudah 24 jam.

Jika usia kehamilan 32 – 37 minggu, ada infeksi, berikan antibiotik dan lakukan

induksi, nilai tanda – tanda infeksi (suhu, leukosit, tanda – tanda infeksi

intrauterin).

Pada usia kehamilan 32 – 37 minggu berikan steroid untuk memacu

kematangan paru janin, dan bila memungkinkan periksa kadar lesitin dan

spingomielin tiap minggu. Dosis betametason 12 mg sehari dosis tunggal

selama 2 hari, deksametason IM 5 mg setiap 6 jam selama 4 kali.

2. Aktif (Prawirohardjo, 2008).

Kehamilan lebih dari 37 minggu induksi dengan oksitosin. Bila gagal seksio

sesarea. Bila ada tanda – tanda infeksi berikan dosis tinggi dan persalinan

diakhiri.

Bila skor pelvik < 5 lakukan pematangan serviks, kemudian induksi. Jika tidak

berhasil, akhiri persalinan dengan seksio sesarea. Bila skor pelvik > 5 induksi

perlasinan

Page 16: KUMPULAN LP R-8

KOMPLIKASI

KPD berpengaruh terhadap kehamilan dan persalinan. jarak antara pecahnya

ketuban dan permulaan persalinan disebut periode laten (lag period = LP). Makin

muda umur kehamilan makin memanjang LP-nya. KPD dapat menimbulkan komplikasi

yang bervariasi sesuai dengan usia kehamilan, baik terhadap janin maupun terhadap

ibu. Kurangnya pemahaman terhadap kontribusi dari komplikasi yang mungkin timbul

dengan peningkatan morbiditas dan mortalitas perinatal bertanggung jawab terhadap

kontroversi dalam penatalaksanaannya (Saifudin, 2002; Manuaba, 201) :

1.      Terhadap janin

Walaupun ibu belum menunjukkan gejala-gejala infeksi, tetapi janin sudah terkena infeksi,

karena infeksi intrauterin lebih dahulu terjadi (amnionitis, vaskulitis) sebelum gejala pada ibu

dirasakan. jadi akan meninggikan morbiditas dan mortalitas perinatal. Beberapa komplikasi

yang berhubungan dengan KPD antara lain:

- Infeksi intrauterin

- Tali pusat menumbung

- Kelahiran prematur

- Amniotic Band Syndrome

2.      Terhadap ibu

Karena jalan telah terbuka, maka dapat terjadi infeksi intrapartal, apalagi bila

terlalu sering diperiksa dalam. Selain itu juga dapat dijumpai infeksi puerpuralis (nifas),

peritonitis, septikemia, dan dry-labor. Ibu akan merasa lelah karena terbaring di tempat

tidur, partus akan menjadi lam, maka suhu badan naik, nadi cepat dan nampaklah

gejala-gejala infeksi. Hal-hal tersebut dapat meninggikan angka kematian dan

morbiditas pada ibu.

Page 17: KUMPULAN LP R-8

FETAL COMPROMISED

1. Definisi

Fetal distress adalah adanya suatu kelainan pada fetus akibat gangguan

oksigenasi dan atau nutrisi yang bisa bersifat akut (prolaps tali pusat), sub akut

(kontraksi uterus yang terlalu kuat), atau kronik (plasenta insufisiensi).

Fetal Distress (Gawat janin) adalah gangguan pada janin dapat terjadi pada

masa antepartum atau intrapartum. Kegawatan janin antepartum menjadi nyata dalam

bentuk retardasi pertumbuhan intrauterin. Hipoksia janin peningkatan tahanan vaskular

pada pembuluh darah janin. (Nelson, Ilmu Kesehatan Anak).

Keadaan janin biasanya dinilai dengan menghitung denyut jantung janin

(DJJ). Dan memeriksa kemungkinan adanya mekonium didalam cairan amniom.Sering

dianggap DJJ yang abnormal, terutama bila ditemukan mekonium, menandakan

hipoksia dan asidosis.Akan tetapi, hal tersebut sering kali tidak benarkan.Misalnya,

takikardi janin dapat disebabkan bukan hanya oleh hipoksia dan asidosis, tapi juga

oleh hipotemia, sekunder dari infeksi intra uterin.

Keadaan tersebut biasanya tidak berhubungan dengan hipoksia janin atau

asidosis.sebaliknya, bila DJJ normal, adanya mekonium dalam cairan amnion tidak

berkaitan dengan meningkatnya insidensi asidosis janin. Untuk kepentingan klinik perlu

ditetapkan criteria apa yang dimaksud dengan gawat janin. Disebut gawat janin bila

ditemukan bila denyut jantung janin diatas 160 / menit atau dibawah 100 / menit,

denyut jantung tidak teratur , atau keluarnya mekonium yang kental pada awal

persalinan.

2. Klasifikasi

a. Gawat janin yang terjadi secara ilmiah

- Gawat janin iatrogenic

Gawat janin iatrogenik adalah gawat janin yang timbul akibat tindakan medik

atau kelalaian penolong.Resiko dari praktek yang dilakukan telah

mengungkapkan patofisiologi gawat janin iatrogenik akibat dari pengalaman

pemantauan jantung janin.

- Posisi tidur ibu

Posisi terlentang dapat menimbulkan tekanan pada Aorta dan Vena Kava

sehingga timbul Hipotensi.Oksigenisasi dapat diperbaiki dengan perubahan

posisi tidur menjadi miring ke kiri atau semilateral.

Page 18: KUMPULAN LP R-8

- Infus oksitosin

Bila kontraksi uterus menjadi hipertonik atau sangat kerap, maka relaksasi

uterus terganggu, yang berarti penyaluran arus darah uterus mengalami

kelainan.Hal ini disebut sebagai Hiperstimulasi.Pengawasan kontraksi harus

ditujukan agar kontraksi dapat timbul seperti kontrkasi fisiologik.

- Anestesi Epidural

Blokade sistem simpatik dapat mengakibatkan penurunan arus darah vena,

curah jantung dan penyuluhan darah uterus.Obat anastesia epidural dapat

menimbulkan kelainan pada denyut jantung janin yaitu berupa penurunan

variabilitas, bahkan dapat terjadi deselerasi lambat.Diperkirakan ibat-obat

tersebut mempunyai pengaruh terhadap otot jantung janin dan vasokontriksi

arteri uterina.

(Kapita Selekta Kedaruratan Obstetri dan Ginekkologi, 1994 : 211-213)

b. Gawat janin sebelum persalinan

Gawat janin sebelum persalinan biasanya merupakan gawat janin yangbersifat

kronik berkaitan dengan fungsi plasenta yang menurun atau bayi sendiri yangsakit

(Hariadi, 2004).

a. Data subyektif dan obyektif

Gerakan janin menurun. Pasien mengalami kegagalan dalam pertam bahan

berat badan dan uterus tidak bertambah besar. Uterus yang lebih kecil daripadaumur

kehamilan yang diperkirakan memberi kesan retardasi pertumbuhan intrauterin atau

oligohidramnion. Riwayat dari satu atau lebih faktor-faktor resiko tinggi, masalah-

masalah obstetri, persalinan prematur atau lahir mati dapatmemberikan kesan suatu

peningkatan resiko gawat janin.

b. Faktor predisposisi

Faktor-faktor resiko tinggi meliputi penyakit hipertensi, diabetes

mellitus,penyakit jantung, postmaturitas, malnutrisi ibu, anemia, dan lain-lain.

c. Data diagnostik tambahan

Pemantauan denyut jantung janin menyingkirkan gawat janin sepenjangdenyut

jantung dalam batas normal, akselerasi sesuai dengan gerakan janin, tidak ada

deselerasi lanjut dengan adanya kontraksi uterus.Ultrasonografi : Pengukuran diameter

biparietal secara seri dapat mengungkapkanbukti dini dari retardasi pertumbuhan

intrauterin. Gerakan pernafasan janin, aktifitas janin dan volume cairan ketuban

Page 19: KUMPULAN LP R-8

memberikan penilaian tambahankesekatan janin. Oligihidramnion memberi kesan

anomali janin atauretardasi pertumbuhan.

d. Penatalaksanaan

Keputusan harus didasarkan pada evaluasi kesehatan janin inutero

danmaturitas janin. Bila pasien khawatir mengenai gerakan janin yang

menurunpemantauan denyut jantung janin atau dimiringkan atau oksitosin challenge

testsering memberika ketenangan akan kesehatan janin. Jika janin imatur dan

keadaaninsufisiensi plasenta kurang tegas, dinasehatkan untuk mengadakan

observasitambahan. Sekali janin matur, kejadian insufisiensi plasenta biasanya berarti

bahwakelahiran dianjurkan. Persalinan dapat diinduksi jika servik dan presentasi

janinmenguntungkan. Selama induksi denyut jantung janin harus dipantau secara teliti.

Dilakukan sectio secaria jika terjadi gawat janin, sectio sesaria juga dipilih untuk

kelahiran presentasi bokong atau jika pasien pernah megalami operasi uterus

sebelumnya.

c. Gawat janin selama persalinan

Gawat janin selama persalinan menunjukkan hipoksia janin. Tanpa oksigen

yang adekuat, denyut jantung janin kehilangan variabilitas dasarnya danmenunjukkan

deselerasi lanjut pada kontraksi uterus. Bila hipoksia menetap,glikolisis anaerob

menghasilkan asam laktat dengan pH janin yang menurun.

a. Data subyektif dan obyektif

Gerakan janin yang menurun atau berlebihan menandakan gawat janin.Tetapi

biasanya tidak ada gejala-gejala subyektif. Seringkali indikator gawat janinyang

pertama adalah perubahan dalam pola denyut jantung janin (bradikardia,takikardia,

tidak adanya variabilitas, atau deselerasi lanjut).Hipotensi pada ibu, suhu tubuh yang

meningkat atau kontraksi uterus yanghipertonik atau ketiganya secara keseluruhan

dapat menyebabkan asfiksia janin.

b. Faktor-faktor etiologi

1) Insufisiensi uteroplasental akut

aktivitas uterus berlebihan.

hipotensi ibu.

solutio plasenta.

plasenta previa d/ pendarahan.

2) Kompresi tali pusat

3) Insufisiensi uteroplasental kronik

penyakit hipertensi.

diabetes mellitus.

isoimunisasi Rh.

postmaturitas atau dismaturitas

4) Anestesi blok paraservikal

Page 20: KUMPULAN LP R-8

c. Data diagnostik tambahan

Pemantauan denyut jantung janin : pencatatan denyut jantung janin yang

segeradan kontinu dalam hubungan dengan kontraksi uterus memberika suatu

penilaiankesehatan janin yang sangat membantu dalam persalinan.

Indikasi-indikasi kemungkinan gawat janin adalah:

1) bradikardi : denyut jantung janin kurang dari 120 kali permenit.

2) takikardi : akselerasi denyut jantung janin yang memanjang (> 160) dapat

dihubungkan dengan demam pada ibu sekunder terhadap terhadap infeksi

intrauterin. Prematuritas dan atropin juga dihubungkan dengan denyut jantung

dasar yang meningkat.

3) variabilitas: denyut jantung dasar yang menurun, yang berarti depresi sistem

saraf otonom janin oleh mediksi ibui (atropin, skopolamin, diazepam,

fenobarbital, magnesium dan analgesik narkotik).

4) pola deselerasi: Deselerasi lanjut menunjukan hipoksia janin yang disebabkan

oleh insufisiensi uteroplasental. Deselerasi yang bervariasi tidak berhubungan

dengan kontraksi uterus adalah lebih sering dan muncul untuk menunjukan

kompresi sementara waktu saja dari pembuluh darah umbilikus. Peringatan

tentang peningkatan hipoksia janin adalah deselerasi lanjut, penurunan atau

tiadanya variabilitas, bradikardia yang menetap dan pola gelombang sinus.

d. Penatalaksanaan

Prinsip-prinsip umum

1) bebaskan setiap kompresi tali pusat.

2) perbaiki aliran darah uteroplasental.

3) menilai apakah persalinan dapat berlangsung normal atau terminasi kehamilan

merupakan indikasi. Rencana kelahiran didasarkan pada faktor-faktor etiologi,

kondisi janin, riwayat obstetri pasien, dan jalannya persalinan.

Langkah-langkah khusus :

1) posisi ibu diubah dari posisi terlentang menjadi miring, sebagai usaha untuk

memperbaiki aliran darah balik, curah jantung, dan aliran darah uteroplasental.

Perubahan dalam posisi juga dapat membebaskan kompresi tali pusat.

2) oksigen diberikan 6 liter/menit, sebagai usaha meningkatkan penggantian oksigen

fetomaternal.

3) oksitosin dihentikan karena kontraksi uterus akan mengganggu sirkulasi darah

keruang intervilli.

Page 21: KUMPULAN LP R-8

4) hipotensi dikoreksi dengan infus IV D5% dalam RL. Transfusi darah dapat

diindikasikan pada syok hemorragik.

5) pemeriksaan pervaginan menyingkirkan prolaps tali pusat dan menentukan

perjalana persalinan. Elevasi kepala janin secara lembut dapat merupakan suatu

prosedur yang bermanfaat.

6) pengisapan mekoneum dari jalan nafasi bayi baru lahir mengurangi resiko asfirasi

mekoneum. Segera setelah kepala bayi lahir, hidung dan mulut dibersikan dari

mekoneum dengan kateter penghisap. Segera setelah kelahiran, pita suara harus

dilihat dengan laringoskopi langsung sebagai usaha untuk menyingkirkan

mekoneum dengan pipa endotrakeal (Melfiawati, 1994).

3. Etiologi

Adapun Penyebab dari fetal distress diantaranya :

a. Ibu mengalami hipotensi atau syok yang disebabkan oleh apapun, penyakit

kardiovaskuler, anemia, penyakit pernafasan, malnutrisi, asidosis dan dehidrasi.

b. Uterus mengalami kontraksi telalu kuat atau terlalu lama, degenerasi vaskuler.

c. Plasenta degenerasi vaskuler, hipoplasi plasenta.

d. Tali pusat :kompresi tali pusat.

e. Fetus : infeksi, malformasi dan lain-lain.

4. Penatalaksanaan

a. Penanganan umum:

Pasien dibaringkan miring ke kiri, agar sirkulasi janin dan pembawaan oksigen

dari obu ke janin lebih lancer.

Berikan oksigen sebagai antisipasi terjadinya hipoksia janin.

Hentikan infuse oksitosin jika sedang diberikan infuse oksitosin, karena dapat

mengakibatkan peningkatan kontraksi uterus yang berlanjut dan meningkat

dengan resiko hipoksis janin.

Jika sebab dari ibu diketahui (seperti demam, obat-obatan) mulailah

penanganan yang sesuai.

Jika sebab dari ibu tidak diketahui dan denyut jantung janin tetap abnormal

sepanjang paling sedikit 3 kontraksi, lakukan pemeriksaan dalam untuk mencari

penyebab gawat janin:

- Bebaskan setiap kompresi tali pusat

- Perbaiki aliran darah uteroplasenter

Page 22: KUMPULAN LP R-8

- Menilai apakah persalinan dapat berlangsung normal atau kelahiran segera

merupakan indikasi.

Rencana kelahiran (pervaginam atau perabdominam) didasarkan pada faktor-

faktor etiologi, kondisi janin, riwayat obstetric pasien dan jalannya persalinan.

b. Penatalaksanaan Khusus

Posisikan ibu dalam keadaan miring untuk membebaskan kompresi aortokaval

dan memperbaiki aliran darah balik, curah jantung dan aliran darah

uteroplasenter. Perubahan posisi dapat membebaskan kompresi tali pusat.

Oksigen diberikan melalui masker muka 6 liter permenit sebagai usaha untuk

meningkatkan pergantian oksigen fetomaternal.

Oksigen dihentikan, karena kontraksi uterus akan mengganggu curahan darah

ke ruang intervilli.

Hipotensi dikoreksi dengan infus intravena dekstrose 5 % berbanding larutan

laktat. Transfusi darah dapat di indikasikan pada syok hemoragik.

Pemeriksaan pervaginam menyingkirkan prolaps tali pusat dan menentukan

perjalanan persalinan.

Pengisapan mekonium dari jalan napas bayi baru lahir mengurangi risiko

aspirasi mekoneum. Segera setelah kepala bayi lahir, hidung dan mulut

dibersihkan dari mekoneum dengan kateter pengisap. Segera setelah

kelahiran, pita suara harus dilihat dengan laringoskopi langsung sebagai usaha

untuk menyingkirkan mekoneum dengan pipa endotrakeal.

(Abdul, dkk.2002 )

5. Identifikasi Gawat Janin

a. Periksa frekuensi bunyi jantung janin setiap 30 menit pada Kala I dan setiap 15

menit sesudah pembukaan lengkap.

b. Periksa ada / tidaknya air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan).

(Prawirohardjo, 2009).

6. Pencegahan

a. Gunakan partograf untuk memantau persalinan.

b. Anjurkan ibu sering berganti posisi selama persalinan.Ibu hamil yang berbaring

terlentang dapat mengurangi aliran darah ke rahimnya.

(Prawirohardjo, 2009).

Page 23: KUMPULAN LP R-8

PRE EKLAMPSIA RINGAN (PER)

1. Definisi

Pre-eklampisa adalah penyakit dengan tanda-tanda hipetensi, edema, dan

proteinuria yang timbul karena kehamilan.Penyakit ini umumnya terjadi dalam trimester

ketiga kehamilan, tetapi dapat terjadi sebelumnya, misalnya pada mola hidatidosa.

Preeklampsia dibagi dalam golongan ringan dan berat (Abdul, dkk, 2006).

Preeklampsia adalah kelainan malafungsi endotel pembuluh darah atau

vaskular yang menyebar luas sehingga terjadi vasospasme setelah usia kehamilan 20

minggu, mengakibatkan terjadinya penurunan perfusi organ dan pengaktifan endotel

yang menimbulkan terjadinya hipertensi, edema nondependen, dan dijumpai

proteinuria 300mg per 24 jam atau 30mg/dl (+1 pada dipstick) dengan nilai sangat

fluktuatif saat pengambilan urin sewaktu (Brooks MD, 2011).

2. Klasifikasi

Pre-eklampsia merupakan penyulit kehamilan yang akut dan dapat terjadi ante,

intra, dan postpartum. Dari gejala-gejala klinik preeklampsia dapat dibagi menjadi

preeklampsia ringan dan preeklampsia berat.Pembagian preeklampsia menjadi berat

dan ringan tidaklah berarti adanya dua penyakit yang jelas berbeda, sebab seringkali

ditemukan penderita dengan preeklampsia ringan dapat mendadak mengalami kejang

dan jatuh dalam keadaan koma.

a. Preeklampsia ringan, bila disertai keadaan sebagai berikut:

Tekanan darah 140/90 mmHg, atau kenaikan diastolik 15 mmHg atau lebih,

atau kenaikan sistolik 30 mmHg atau lebih setelah 20 minggu kehamilan

dengan riwayat tekanan darah normal.

Proteinuria kuantitatif ≥ 0,3 gr perliter atau kualitatif 1+ atau 2+ pada urine

kateter atau midstream.

b. Preeklampsia berat, bila disertai keadaan sebagai berikut:

Tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih.

Proteinuria 5 gr atau lebih perliter dalam 24 jam atau kualitatif 3+ atau 4+.

Oligouri, yaitu jumlah urine kurang dari 500 cc per 24 jam.

Adanya gangguan serebral, gangguan penglihatan, dan rasa nyeri di

epigastrium.

Terdapat edema paru dan sianosis

Trombositopeni

Page 24: KUMPULAN LP R-8

Gangguan fungsi hati

Pertumbuhan janin terhambat

3. Etiologi

Beberapa penelitian menyimpulkan sejumlah faktor yang mempengaruhi

terjadinya preeklampsia. Faktor risiko tersebut meliputi:

a. Riwayat Preeklampsia.

Seseorang yang mempunyai riwayat preeklampsia atau riwayat keluarga dengan

preeklampsia maka akan meningkatkan risiko terjadinya preeklampsia

b. Primigravida

Pada primigravida pembentukan antibodi penghambat(blocking antibodies) belum

sempurna sehingga meningkatkan risiko terjadinya preeklampsia.Perkembangan

preeklampsia semakin meningkat pada umurkehamilan pertama dan kehamilan

dengan umur yang ekstrem, seperti terlalu muda atau terlalu tua.

c. Kegemukan

d. Kehamilan Ganda.

Preeklampsia sering terjadi pada wanita yang mempuyai bayi kembar atau lebih.

e. Riwayat penyakit tertentu.

Wanita yang mempunyai riwayat penyakit tertentu sebelumnya, memiliki risiko

terjadinya preeklampsia.Penyakit tersebut meliputi hipertensi kronik, diabetes,

penyakit ginjal atau penyakit degeneratif seperti reumatik arthritis atau lupus.

4. Manifestasi Klinis

Tanda dan gejala pada Pre Eklamsia Ringan antara lain :

a. Tekanan darah diastolik 15 mmHg atau >90 mmHg dengan 2 kali pengukuran

berjarak 1jam atau tekanan diastolik sampai 110mmHg. Tekanan darah sistolik

30 mmHg atau > atau mencapai 140 mmHg.

b. Protein urin positif 1

c. Edema (pembengkakan), terutama tampak pada tungkai, dapat pada muka.

Edema disebabkan ada penumpukan cairan yang berlebihan disela- sela

jaringan tubuh. (Rochjati, 2003)

Page 25: KUMPULAN LP R-8

5.

Pemeriksaan Penunjang

a. Tes diagnostik dasar

Pengukuran tekanan darah, analisis protein dalam urin, pemeriksaan edema,

pengukuran tinggi fundus uteri, pemeriksaan funduskopik.

b. Tes laboratorium dasar

Evaluasi hematologik (hematokrit, jumlah trombosit, morfologi eritrosit pada

sediaan apus darah tepi). Pemeriksaan sel darah juga dilakukan, untuk

mengetahui adanya kemungkinan sel yang menghambat aliran darah.

c. Pemeriksaan fungsi hati (bilirubin, protein serum, aspartat aminotransferase,

dan sebagainya).

d. Pemeriksaan fungsi ginjal (ureumdankreatinin). Uji untuk meramalkan

hipertensi Roll Over test Pemberian infus angiotensin II.

e. Fungsi pembekuan darah, pemeriksaan dengan USG untuk melihat

pertumbuhan janin, dan pemindaian dengan alat Doppler untuk mengukur

efisiensi aliran darah ke plasenta. Dan dianjurkan untuk melakukan tes stres

janin untuk mengetahui janin tetap memperoleh pasokan oksigen dan makanan

yang cukup dengan mengukur pergerakan bayi dan denyut jantung bayi

(Rochjati, 2003).

6. Penatalaksanaan

Page 26: KUMPULAN LP R-8

a. Penatalaksanaan rawat jalan pasien pre eklampsia ringan :

Banyak istirahat (berbaring tidur / mirring).

Diet : cukup protein, rendah karbohidraat, lemak dan garam.

Sedativa ringan : tablet phenobarbital 3 x 30 mg atau diazepam 3 x 2 mg per oral

selama 7 hari.

Kunjungan ulang setiap 1 minggu.

Pemeriksaan laboratorium : hemoglobin, hematokrit, trombosit, urine lengkap,

asam urat darah, fungsi hati, fungsi ginjal.

b. Penatalaksanaan rawat tinggal pasien pre eklampsia ringan berdasarkan criteria

Setelah 2 minggu pengobatan rawat jalan tidak menunjukkan adanya perbaikan

dari gejala-gejala pre eklampsia.

Kenaikan berat badan ibu 1 kg atau lebih per minggu selama 2 kali berturut-turut

(2 minggu).

Timbul salah satu atau lebih gejala atau tanda-tanda pre eklampsia berat

- Bila setelah 1 minggu perawatan di atas tidak ada perbaikan maka pre

eklampsia ringan dianggap sebagai pre eklampsia berat.

- Bila dalam perawatan di rumah sakit sudah ada perbaikan sebelum 1

minggu dan kehamilan masih preterm maka penderita tetap dirawat selama

2 hari lagi baru dipulangkan. Perawatan lalu disesuaikan dengan

perawatan rawat jalan.

c. Perawatan obstetri pasien pre eklampsia ringan :

Kehamilan preterm (kurang 37 minggu)

- Bila desakan darah mencapai normotensif selama perawatan, persalinan

ditunggu sampai aterm.

- Bila desakan darah turun tetapi belum mencapai normotensif selama

perawatan maka kehamilannya dapat diakhiri pada umur kehamilan 37

minggu atau lebih.

Kehamilan aterm (37 minggu atau lebih)

Persalinan ditunggu sampai terjadi onset persalinan atau dipertimbangkan untuk

melakukan persalinan pada taksiran tanggal persalinan.

Cara persalinan

Persalinan dapat dilakukan secara spontan. Bila perlu memperpendek kala II

Page 27: KUMPULAN LP R-8

Untuk mencegah kejadian preeklampsia ringan dapat dilakukan nasehat

tentang dan berkaitan dengan preeklampsia, antara lain :

a. Diet makanan

Makanan tinggi protein, rendah karbohidrat, cukup vitamin, rendah lemak.

Makanan berorientasi pada empat sehat lima sempurna.

b. Cukup istirahat

Istirahat yang cukup pada hamil semakin tua dalam arti bekerja seperlunya dan

disesuaikan dengan kemampuan.Lebih banyak duduk atau berbaring kearah

punggung janin sehingga aliran darah menuju plasenta tidak mengalami

gangguan.

c. Pengawasan antenatal

Bila terjadi perubahan peraan dan gerak janin dalam rahim segera datang ke

tempat pemeriksaan. Keadaan yang memerlukan perhatian :

Uji kemungkinan preeclampsia :

- Pemeriksaan tekanan darah atau kenaikannya

- Pemeriksaan tinggi fundus uteri

- Pemeriksaan kenaikan berat badan atau edema

- Pemeriksaan protein dalam urine

- Kalau mungkin dilakukan pemeriksaan fungsi ginjal, fungsi hati, gambaran

darah umum, dan pemeriksaa retina mata.

- Penilaian kondisi janin dalam rahim 

- Pemeriksaan tinggi fundus uteri

- Pemeriksaan janin : gerakan janin dalam rahim, denyut jantung janin,

pemantauan air ketuban

- Usulkan untuk melakukan pemeriksaan ultrasonografi (Curtis, 1999).

Pada Ibu :

• Eklampsia

• Solusio plasenta

• Pendarahan subkapsula hepar

• Kelainan pembekuan darah ( DIC )

• Sindrom HELPP ( hemolisis, elevated,

liver,enzymes dan low platelet count )

• Ablasio retina

• Gagal jantung hingga syok dan kematian.

Pada Janin :

• Terhambatnya pertumbuhan

dalam uterus

• Prematur

• Asfiksia neonatorum

• Kematian dalam uterus

• Peningkatan angka kematian

dan kesakitan perinatal

Page 28: KUMPULAN LP R-8

7. Komplikasi

Penjelasan :

a. Berkurangnya aliran darah menuju plasenta

Preeklamsia akan mempengaruhi pembuluh arteri yang membawa darah menuju

plasenta. Jika plasenta tidak mendapat cukup darah, maka janin akan mengalami

kekurangan oksigen dan nutrisi sehingga pertumbuhan janin melambat atau lahir

dengan berat kurang.

b. Lepasnya plasenta

Preeklamsia meningkatkan risiko lepasnya plasenta dari dinding rahim sebelum

lahir, sehingga terjadi pendarahan dan dapat mengancam bayi maupun ibunya.

c. Sindrom HELLP

HELLP adalah singkatan dari Hemolyssi (perusakan sel darah merah), Elevated

liver enzym dan low platelet count (meningkatnya kadar enzim dalam hati dan

rendahnya jumlah sel darah dalam keseluruhan darah). Gejalanya, pening dan

muntah, sakit kepala serta nyeri perut atas.

d. Eklamsia

Jika preklamsia tidak terkontrol, maka akan terjadi eklamsia. Eklamsia dapat

mengakibatkan kerusakan permanen organ tubuh ibu, seperti otak, hati atau ginjal.

Eklamsia berat menyebabkan ibu mengalami koma, kerusakan otak bahkan

berujung pada kematian janin maupun ibunya.

Page 29: KUMPULAN LP R-8

Penyebab pre eklampsia ringan belum diketahui secara jelas. Penyakit ini

dianggap sebagai “maladaptation syndrome” akibat vasospasme general dengan

segala akibatnya.

PATOFISIOLOGI

Page 30: KUMPULAN LP R-8

DAFTAR REFERENSI

Prawirohardjo E.J. 2008, Ilmu Kebidanan, Penerbit Yayasan Bina Pustaka, Jakarta.

Manuaba I.B.G. 2010. Gawat Darurat, Obstetri Ginekologi dan Obstetri Ginekologi

Sosial untuk Profesi Bidan, Penerbit Buku Kedokteran, EGC, Jakarta

Mansjoer, Arif. 2001. Kapita selekta kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius

Wiknjosastro H,. ILMU KEBIDANAN. Edisi III, yayasan Bina Pustaka Sarwono

Prawirohardjo, jakarta, 2007

Saifuddin, Abdul bari. 2002. Buku acuan nasional pelayanan kesehatan maternal dan

neonatal. Jakarta : YBP-SP

Saifuddin, A.B., 2005. Ilmu Bedah Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina

PustakaSarwono Prawirohardjo.

Saifuddin, A.B., 2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono

Prawirohardjo.

Nugroho, Taufan. 2011, Kasus Emergency Kebidanan, Penerbit Buku Kompas,

Jakarta.

Varney, Hellen, 2007, Midwifery, Edisi ketiga

Suwiyoga IK, Budayasa AA, Soetjiningsih. Peranan Faktor Risiko Ketuban Pecah Dini

terhadap Insidens Sepsis Neonatorum Dini pada Kehamilan Aterm. Cermin

Dunia Kedokteran, No 151. 2006. p: 14-17

Steer P, Flint C. ABC of labour care Preterm labour and prematur rupture of

membrans. BMJ volume 318, April 1999. http://www.bmj.com. Akses 17 Oktober

2011.

Bobak dkk. 2004. Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Jakarta: EGC

Cuningham, G., 2005. Obstetri Wiliams Volume 1 Edisi 21. Jakarta : EGC.

Doengoes, Marilynn E, dkk,. 2001. Rencana perawatan maternal/bayi. Edisi 2. Holmes,

D. dan Baker, P.N., 2011. Buku Ajar Ilmu Kebidanan. Jakarta : EGC.

Kasdu, D., 2003. Operasi Caesar Masalah dan Solusinya. Jakarta : Puspa Swara.

Llewellyn, D., 2001. Dasar- dasar Obstetri dan Ginekologi Edisi 6. Jakarta :Hipokrates.

Manuaba, Chandarnita, dkk,. 2008. Gawat-darurat obstetri-ginekologi & obstetri-

ginekologi sosial untuk profesi bidan. Jakarta: EGC.

Silbernagl, Stefan. Teks dan Atlas berwarna, Patofisiologi. ECG,Penerbit Buku

Kedokteran. 2007.

Page 31: KUMPULAN LP R-8

Sinaga, Ezra. 2007. Karakteristik Ibu Yang Mengalami Persalinan Dengan

SeksioSesarea Yang Dirawat Inap Di Rumah Sakit Umum Daerah

SidikalangTahun 2007 : USU Repository © 2008

Varney, H., 2008. Buku ajar Asuhan Kebidanan Volume 2 Edisi 4. Jakarta : EGC.

Yudoyono, Ani. 2008. Kejadian Persalinan Sectio Caesarea. Jurnal Penelitian,tanggal

25 November 2008. Jakarta: EGC.

Abdul, dkk. 2006. Penanganan Preeklampsi. Jakarta: Arcan.

Bobak, dkk. 2005. Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Jakarta: EGC.

Cendika Dewi dkk.2007. Panduan Pintar Hamil dan Melahirkanhal. 126. Jakarta: WahyuMedia.

Curtis, Glade B. 1999. Apa Yang Anda Hadapi Minggu Per Minggu Kehamilan. Jakarta : Arcan.

Dewi Y., dkk. 2007. Operasi Caesar, Pengantar dari A sampai Z, hal. 11-12. Jakarta: EDSA Mahkota.

Gunawan A. 2004. Perdarahan Pada Hamil Tua. Makasar: Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

Hamilton-Fairley D.2004.Lecture Notes: Obstetrics and Gynaecology, 2nd ed. Massachusetts: Blackwell Publishing.

Hanafiah TM. 2004. Plasenta Previa. Medan: Universitas Sumatra Utara.

Kasdu.2003. Operasi Caesar Masalah dan Solusinyahal. 21-26. Jakarta: Puspa Swara.

Kumboyo DA, et al. 2008. Standar Pelayanan Medik Ilmu Obstetri Dan Ginekologi.Disertasi tidak diterbitkan. Mataram: Fakultas Kedokteran Universitas Mataram.

Prawirohardjo, S. 2008. Ilmu Kebidanan Edisi Keempat. Jakarta: YBP-SP.

Rochjati, Poedji. 2003. Skrining Antenatal Pada Ibu Hamil. Surabaya: UNAIR Press.

Saifuddin AB, Rachimhadhi T, Winknjosastro H. 2008.Ilmu kebidanan. Jakarta: YBPSP.

Wardana GA, Karkata MK. 2007. Faktor Resiko Plasenta Previa. Jakarta: Cermin Dunia Kedokteran.

Wiknjosastro, Hanifa. 2005.Ilmu Kebidanan. Ed. 3. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka.