kualitas hidup pada pasien epilepsi yang

22

Click here to load reader

Upload: sabhan-dinata

Post on 27-Jun-2015

2.746 views

Category:

Health & Medicine


7 download

TRANSCRIPT

Page 1: Kualitas Hidup Pada Pasien Epilepsi Yang

Kualitas Hidup pada Pasien Epilepsi yang

Resisten terhadap Pengobatan : Pengaruh dari Usia Pasien , Usia saat Onset Kejang dan Durasi Penyakit

Epilepsi

 

Diterjemahkan dari

Quality of Life in medication – resistant epilepsy : The effects

Of patient’s age, age at seizure onset, and disease duration

Magdalena Szaflarski, Jason M. Mecker, Michael D. Privitera, jerzy P. Szaflarski

Available online 17 February 2006

 

 

Page 2: Kualitas Hidup Pada Pasien Epilepsi Yang

 

 

Oleh :

Dwi Purnomo Sidhi

 

Nara sumber :

DR.Dr.Tjipta Bachtera,Sp.A(K)

 

PPDS-I ILMU KESEHATAN ANAK FK UNDIP

SMF KESEHATAN ANAK RS Dr. KARIADI

SEMARANG

2007

Kualitas Hidup pada Pasien Epilepsi yang Resisten terhadap Pengobatan: Pengaruh dari Usia Pasien, Usia saat Onset Kejang, dan

Durasi Penyakit Epilepsi

Magdalena Szaflarski, Jason M. Mecker, Michael D. Privitera, Jerzy P. Szaflarski

 

Page 3: Kualitas Hidup Pada Pasien Epilepsi Yang

Abstrak

Tujuan . Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh dari usia, usia saat onset dan durasi penyakit epilepsi terhadap

kualitas hidup yang berhubungan dengan kesehatan (HRQOL) pada pasien dengan epilepsi yang resisten terhadap pengobatan.

Metode. Kami menganalisa data dengan sampel sebesar 99 pasien dengan epilepsi yang resisten terhadap pengobatan yang berasal

dari the Epilepsy Monitoring Unit . Pasien telah melengkapi kuesioner the Quality of Life in Epilepsy-89 (QOLIE-89), Profile of Mood States

(POMS), dan Adverse Event Profile . Banyaknya penyakit penyerta serta jumlah obat anti epilepsi yang diberikan dirangkum dalam sebuah

tabel. Variabel tergantungnya adalah seluruh nilai QOLIE-89. Data kemudian di analisa menggunakan tes regresi least-square biasa.

Hasil . Hasil regresi sederhana menunjukkan adanya pengaruh yang tidak signifikan dari usia pasien pada QOLIE-89 (p=0,354),

sementara usia saat onset dan durasi penyakit memiliki pengaruh yang signifikan (p=0,004 dan p=0,012, secara berturut-turut); semakin

tinggi usia saat onset dan semakin pendek durasi penyakit, semakin rendah nilai HRQOL. Setelah ditambah dengan variabel

Depresi/Penolakan POMS, Adverse Event Profile , penyakit penyerta dan obat-obat anti epilepsi, pengaruh dari usia saat onset dan durasi

penyakit tidak lagi signifikan (p=0,084 dan p=0,207).

Kesimpulan . Epilepsi yang onsetnya pada saat dewasa akan mengganggu kehidupan sosial, ekonomi dan psikologis seseorang,

sementara mekanisme penanganan yang lebih baik dan dukungan sosial dapat memperbaiki HRQOL ketika durasi penyakit memanjang.

Hubungan yang sederhana dari usia saat onset dan durasi penyakit dengan HRQOL dapat dijelaskan oleh keadaan mood dan kejadian

merugikan, yang merupakan prediktor yang jauh lebih kuat untuk HRQOL. Intervensi untuk meningkatkan HRQOL pada pasien dengan

epilepsi yang resisten terhadap pengobatan harus, oleh karenanya, terfokus pada penanganan gangguan mood dan meminimalkan efek

samping obat.

Kata kunci : epilepsi; kualitas hidup yang berhubungan dengan kesehatan; the Quality of Life in Epilepsy-89 ; usia; usia saat onset;

durasi; mood; depresi; kejadian merugikan.

Page 4: Kualitas Hidup Pada Pasien Epilepsi Yang

I. Pendahuluan

Epilepsi terkenal sebagai penyebab terganggunya kualitas hidup. Pasien dengan epilepsi harus memikul beban pembatasan aktifitas

dan stigma sosial, mereka bahkan selalu ketakutan akan kejang yang selanjutnya akan dialami olehnya, dan mereka tidak terlindung dari

efek samping obat yang merugikan. Semua faktor tersebut berperan dalam mengganggu kualitas hidup yang berhubungan dengan kesehatan

(HRQOL). Karena tertarik pada pengaruh epilepsi terhadap HRQOL, telah menyebabkan terjadinya perkembangan dalam instrumentasi

untuk menilai kualitas hidup yang spesifik untuk epilepsi, yang diakui dan digunakan secara luas untuk menilai respon terapi, dan juga untuk

menilai faktor resiko kualitas hidup yang buruk pada pasien dengan epilepsi. Frekuensi kejang, penyakit medis atau psikologis penyerta,

jumlah dari obat antiepilepsi (AED) yang diberikan, dan efek samping pengobatan seluruhnya telah dihubungkan dengan rendahnya

HRQOL. Morbiditas yang berkaitan dengan usia, khususnya durasi dari epilepsi dan usia saat onset, telah diketahui dapat mempengaruhi

kualitas hidup dalam analisa sekunder pada sub kelompok tertentu dari pasien epilepsi, misalnya, pada remaja, namun hanya sedikit

penelitian yang mengeksplorasi pengaruh langsung dari usia, dan belum pernah ada penelitian yang membandingkan pengaruh usia, usia saat

onset kejang, dan durasi penyakit pada HRQOL. Dalam penelitian ini, kami menguji ketiga tipe pengaruh yang berkaitan dengan usia ini

terhadap HRQOL dalam sebuah sampel pasien yang resisten terhadap pengobatan epilepsi. Diantara orang-orang dengan penyakit epilepsi,

mereka adalah orang-orang yang menderita akibat kejang yang selalu berulang meski telah diberikan terapi medikamentosa, dan diketahui

memiliki HRQOL yang lebih rendah. Memahami faktor-faktor yang berkaitan dengan HRQOL pada populasi pasien ini sangat dibutuhkan

untuk mengetahui intervensi yang sesuai.

 

2. Metode

Kami mengumpulkan data dari pasien yang masuk pada the Epilepsy Monitoring Unit (EMU) di Universitas Cincinnati antara 20

Januari 2001 dan 20 Januari 2003. Banyak pasien dengan epilepsi yang resisten terhadap pengobatan melakukan pemeriksaan dengan

monitoring menggunakan video/EEG sebagai bagian dari penatalaksanaan klinis mereka, maka dari itu pusat monitoring epilepsi adalah

Page 5: Kualitas Hidup Pada Pasien Epilepsi Yang

tempat yang paling logis dimana kami dapat melakukan penelitian pada populasi pasien ini. Saat masuk, pasien melengkapi instrumentasi

the Quality of Life in Epilepsy-89 (QOLIE-89), Profile of Mood States (POMS), dan Adverse Event Profile . Pasien dapat menjadi peserta

penelitian jika mereka berusia 18 tahun atau lebih dan tidak memiliki keterbatasan mental signifikan atau kondisi yang dapat mengganggu

kemampuan mereka untuk mengisi kuesioner dengan kemampuan mereka sendiri. Diagnosis epilepsi diberikan berdasarkan hasil dari

monitoring video/EEG yang panjang (PVEM). Resistensi terhadap pengobatan didefinisikan sebagai kejang yang terus dialami meski telah

diberikan percobaan terapi medikamentosa adekuat yang diberikan paling tidak berupa dua kali pengobatan monoterapi dan minimal satu

kali pengobatan kombinasi. Badan pengawas institusi pada Universitas Cincinnati telah menyetujui penelitian ini.

Dalam periode penelitian, 324 pasien terdaftar di EMU. Lima puluh lima pasien tidak dapat dimasukkan dalam penelitian ini karena

mengalami kecacatan mental, memiliki status mental yang terganggu, atau hanya berada di EMU kurang dari 24 jam. Total 269 pasien

memenuhi persyaratan dan diminta untuk berpartisipasi dalam penelitian ini. Dari seluruh pasien yang kami minta untuk berpartisipasi, 10

pasien menolak untuk menjadi peserta penelitian. Dalam sampel sebanyak 259 pasien yang setuju untuk berpartisipasi, 101 pasien (39%)

didiagnosis dengan epilepsi yang resisten terhadap pengobatan, dan 158 pasien (61%) didiagnosis dengan kondisi epilepsi lainnya (misalnya:

kejang non-epileptik psikogenik atau sinkope yang disertai kejang, N=104) atau belum didiagnosis dengan pasti (misalnya: kejang tipikal

yang tidak terekam, N=54). Karakteristik pasien secara demografis dan klinis dari sampel EMU ini telah dijelaskan sebelumnya. Analisis

yang dilakukan saat ini berdasarkan pada subkelompok pasien dengan diagnosis resistensi terhadap pengobatan yang pasti.

Kami menilai HRQOL dengan QOLIE-89, yaitu intrumen yang paling banyak dipakai dan paling komprehensif yang dikembangkan

khusus untuk evaluasi HRQOL pada pasien dengan epilepsi. Nilai intrumen yang lebih tinggi mengindikasikan kualitas hidup yang lebih

baik. Pengukuran status psikologis yang kami gunakan adalah dengan skala Depresi/Penolakan POMS. POMS adalah instrumen yang paling

banyak digunakan dan mengandung 65 item yang berhubungan dengan mood dalam 6 dimensi (depresi/penolakan, ketegangan/ansietas,

fatigue/inersia, kekacauan/kebingungan, kemarahan/permusuhan, dan vigor/aktifitas). Nilai yang semakin tinggi pada skor

Depresi/Penolakan POMS menunjukkan masalah mood yang semakin buruk. The Adverse Event Profile adalah 19 item yang digunakan

untuk menilai efek samping pengobatan. Semakin tinggi skornya, semakin berat pengaruh merugikan yang ada dalam pengobatan.

Page 6: Kualitas Hidup Pada Pasien Epilepsi Yang

Karekteristik demografis dan riwayat medis didata melalui tinjauan pada catatan medis dan dari informasi yang disampaikan pasien

sendiri. Frekuensi kejang dinilai dari informasi yang diberikan pasien tentang jumlah kejang dalam satu minggu, dirata-rata dalam satu tahun

sebelum masuk EMU. Variabel tergantung dalam penelitian kami adalah kualitas hidup pada epilepsi yang diukur dengan skor QOLIE-89

secara keseluruhan. Variabel independen yang utama adalah usia, usia saat onset, dan durasi epilepsi. Usia diukur dalam tahun. Usia saat

onset dinilai dari wawancara klinis dan dari catatan klinis sebelumnya. Durasi epilepsi dihitung dengan mengurangi usia dengan usia saat

onset. Variabel kovariat termasuk Depresi/Penolakan POMS, Adverse Event Profile , jumlah penyakit penyerta, dan jumlah dari AED—

seluruhnya telah ditunjukkan berhubungan dengan kualitas hidup pada epilepsi.

Untuk statistik deskriptif, kami menghitung persentase distribusi untuk variabel kategorikal dan nilai tengah (median), dengan

standar deviasi untuk variabel kontinyu. Korelasi bivariat (Pearson r digunakan untuk data yang terdistribusi normal dan Spearman p untuk

data yang terdistribusi secara tidak normal) dan-regresi least-square biasa-digunakan untuk memperkirakan hubungan antara variabel yang

berkaitan dengan usia (usia pasien, usia saat onset kejang dan durasi epilepsi), faktor mood dan klinis, dan QOLIE-89 sebagai variabel

dependen. Untuk tiap variabel prediktor yang berkaitan dengan usia, kami melakukan cara regresi sederhana yang diikuti sebuah cara

termasuk cara kovariat lainnya, seperti variabel yang memiliki hubungan yang signifikan dengan skor QOLIE-89 secara keseluruhan pada

analisis korelasi. Kami juga menguji pasangan variabel yang berkaitan dengan usia, sendiri-sendiri atau secara kombinasi dengan variabel

prediktor lainnya (ketiga variabel tidak dapat dimasukkan dalam persamaan karena durasi didefinisikan sebagai usia dan usia saat onset).

Sampel kami memiliki kekuatan 80% pada metode two-tailed α sebesar 0,05 untuk mendeteksi korelasi dari Pearson r=0,346 atau r2 = 0,121.

 

3. Hasil

Dari 101 pasien yang memenuhi syarat untuk analisa, 13 pasien (13%) tidak melengkapi POMS dan atau Adverse Event Profile .

Berdasarkan analisis data yang hilang, kami mengganti nilai yang hilang dengan nilai rata-rata dari data yang ada. Namun, 2 pasien

Page 7: Kualitas Hidup Pada Pasien Epilepsi Yang

dieksklusi dari analisis karena tidak adanya data QOLIE-89, penyakit penyerta, dan atau data demografis. Jumlah sampel akhirnya adalah

N=99.

Statistik deskriptif untuk sampel dirangkum dalam Tabel 1. Enam puluh tiga persen sampel adalah perempuan. Usia rata-rata adalah

37 tahun. Usia saat onset epilepsi rata-rata adalah 19 tahun, dan durasi penyakit epilepsi rata-rata adalah 18 tahun. Nilai tengah skor QOLIE-

89 secara keseluruhan adalah 55,8.

Tidak didapatkan korelasi bivariat signifikan yang dapat ditemukan antara jenis kelamin, frekuensi kejang, dan riwayat adanya hasil

MRI abnormal dan variabel lainnya dalam penelitian ini. Usia memiliki hubungan positif dengan usia saat onset (r=0,509, P<0,001) dan

durasi penyakit epilepsi (r=0,228, P=0,023); dua variabel yang disebutkan terakhir, berkorelasi secara negatif (r = - 0,722, P<0,001). Jumlah

dari penyakit penyerta secara positif berkorelasi dengan usia saat onset (r=0,342, P=0,001) dan berkorelasi negatif dengan durasi epilepsi (r

= - 0,270, P=0,007). Jumlah AED berkorelasi negatif dengan usia saat onset (r = - 0,459, P<0,001) dan berkorelasi positif dengan durasi

epilepsi (r=0,530, P<0,001). Korelasi antara QOLIE-89 dan usia tidaklah signifikan, sementara korelasi antara QOLIE-89 dan usia saat onset

(r = - 0,289, P=0,004) dan durasi epilepsi (r=0,251, P=0,012) masih sedang. Hubungan bivariat yang agak lebih kuat (P<0,001) diamati

antara QOLIE-89 dan Depresi / Penolakan POMS dan Adverse Event Profile (r = - 0,614), dan Depresi / Penolakan POMS dengan Adverse

Event Profile (r=0,527). Hanya variabel yang memiliki korelasi signifikan dengan QOLIE-89 dan/atau variabel lain dalam penelitian ini

yang digunakan dalam analisis regresi.

Hasil regresi terangkum dalam Tabel 2. Model 1 menunjukkan cara regresi yang hanya menggunakan variabel yang berkaitan dengan

usia sebagai prediktor QOLIE-89. Model 2 menunjukkan sebuah cara termasuk variabel prediktor yang berkaitan dengan usia dan variabel

prediktor lainnya (seperti yang tercantum dalam kolom kiri terluar dari tabel). Hasil dari model regresi sederhana menunjukkan bahwa usia

bukanlah prediktor HRQOL yang signifikan (P=0,354), sementara usia saat onset dan durasi epilepsi adalah prediktor yang signifikan (P <

0,01; hasilnya akan serupa jika ditambahkan variabel usia). Jika usia saat onset dan durasi epilepsi dimasukkan sendiri-sendiri dalam sebuah

pengukuran, mereka tidak memiliki pengaruh yang signifikan pada HRQOL (lihat di bawah tabel 2); mereka menjelaskan pengaruh satu

sama lain. Hasil regresi multipel (model 2) menunjukkan bahwa bahwa tidak ada variabel yang berhubungan dengan usia yang memiliki

Page 8: Kualitas Hidup Pada Pasien Epilepsi Yang

pengaruh yang signifikan pada HRQOL (P=0,460, P=0,084, dan P=0,207, berturut-turut menurut usia, usia saat onset, dan durasi dalam

model terpisah). Depresi/Penolakan POMS, Adverse Event Profile , jumlah penyakit penyerta, dan jumlah AED menjelaskan pengaruh dari

usia saat onset dan durasi penyakit pada HRQOL. Model regresi multipel memberikan 52-54% penjelasan untuk QOLIE-89 (R2 =0,535),

dibandingkan 1%, 6%, dan 8% pada model terhadap usia, durasi epilepsi, dan usia saat onset, secara berturut-turut (R 2 =0,01; 0,06; dan

0,08).

 

4. Pembahasan

Penelitian ini berusaha untuk menjelaskan peran dari usia, usia saat onset kejang, dan durasi penyakit terhadap HRQOL pada

epilepsi. Penemuan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa meskipun usia tidak berkorelasi dengan kualitas hidup pada epilepsi, usia saat

onset dan durasi penyakit dapat diharapkan memiliki hubungan yang signifikan dengan kualitas hidup pada epilepsi – jika tidak adalagi

selain QOLIE-89 yang diketahui memiliki korelasi . Bagaimanapun, bila data tambahan, khususnya yang mengikutsertakan kejadian depresi

dan merugikan, yang tersedia, data tersebut harus digunakan dalam penjelasan yang lebih baik lagi dalam kualitas hidup pada epilepsi.

Analisis sub kelompok tentang pengaruh dari epilepsi pada HRQOL, khususnya pada anak-anak, telah mengesankan bahwa semakin

dini usia saat onset, dihubungkan dengan HRQOL yang semakin buruk. Penelitian tersebut menyediakan data yang mendukung hubungan

antara kontrol kejang yang buruk, hilangnya fungsi neuropsikologis, dan rendahnya HRQOL pada pasien dengan usia saat onset yang dini.

Pada penelitian kami, kami menemukan hal yang sebaliknya: dengan semakin bertambahnya usia saat onset, maka sebenarnya akan

menurunkan HRQOL, jika tidak mempertimbangkan faktor lain. Terdapat beberapa kemungkinan penjelasan dari penemuan kami. Populasi

dalam penelitian kami memiliki usia rata-rata 19 tahun, yang lebih tinggi secara signifikan dibandingkan dengan penelitian pada anak-anak.

Kemungkinan terdapat pengaruh batas tertinggi: onset epilepsi dini pada populasi anak-anak mungkin menghasilkan atau dihasilkan dari

keterlambatan perkembangan yang terjadi secara signifikan. Hal ini dapat disebabkan oleh frekuensi kejang yang sering pada saat awal-awal

masa pertumbuhan atau mungkin disebabkan oleh pengaruh merugikan dari obat-obatan yang diberikan selama masa perkembangan sosial

Page 9: Kualitas Hidup Pada Pasien Epilepsi Yang

dan kognitif yang sedang berjalan cepat. Namun tentu, pengaruh fenobarbital pada perkembangan kognitif sudah sangat diketahui, dan pada

usia saat onset yang dini pada populasi anak-anak, sering dihubungkan dengan epilepsi yang sulit ditangani yang membutuhkan medikasi

AED multipel sehingga akan dialami kejadian merugikan yang berhubungan dengan pengobatan secara kumulatif. Miller dkk, dalam

analisisnya pada populasi anak-anak dengan epilepsi, juga meneliti pengaruh variabel seperti usia, jenis kelamin, diagnosis epilepsi, durasi

penyakit, usia saat onset, beratnya kejang, jumlah AED, pengaruh merugikan dari pengobatan, tipe terapi, dan adanya gangguan neurologis

yang menyertai terhadap HRQOL. Hasilnya mengindikasikan bahwa hanya gangguan neurologis penyerta dan jumlah AED saja yang

merupakan prediktor signifikan dari HRQOL saat kovariat dimasukkan dalam analisis. Bagaimanapun, hasil regresi bertahap

mengindikasikan adanya hubungan negatif yang secara statistik signifikan antara durasi penyakit dan hubungan positif yang signifikan

antara usia saat onset dan gangguan neurologis penyerta. Penemuan ini mengesankan bahwa pada populasi anak-anak, seperti juga pada

dewasa, usia saat onset dan durasi penyakit adalah signifikan jika tidak dilakukan analisis kovariat.

Pada populasi dewasa, perkembangan sosial dan intelektual telah terjadi pada titik yang berada di tempat yang memiliki mekanisme

pendukung yang lebih baik, dan kemampuan untuk mengatasi masalah yang didefinisikan lebih baik pula. Dalam kondisi seperti ini, onset

kejang yang terjadi pada usia yang lebih tua dapat menyebabkan pengaruh yang lebih penting terhadap HRQOL untuk alasan yang lebih

praktis. Hilangnya kemampuan untuk mengemudi, sebagai contoh, menjadi sangat penting jika lingkungan pekerjaan dan sosial pasien

berputar dengan aktifitas ini. Pekerjaan dapat langsung terpengaruh oleh usaha pencegahan kejang jika pekerjaan pasien memiliki resiko

yang tinggi seperti mengoperasikan mesin atau alat berat. Meski terdapat mekanisme penyelesaian masalah yang lebih baik, cara hidup

seseorang telah lebih pasti pada saat dewasa, dan, karenanya, onset kejang yang terjadi pada usia yang lebih tua dapat bersifat lebih merusak.

Pengaruh dari durasi epilepsi pada HRQOL belum diteliti dengan baik. Dalam satu penelitian di Tunisia yang membandingkan

kualitas hidup pasien epilepsi dengan durasi epilepsi dalam populasi secara umum, durasi epilepsi tidak mempengaruhi HRQOL. Berbagai

laporan mengenai pengaruh durasi dari penyakit lainnya seperti penyakit Parkinson dan diabetes pada HRQOL, telah menemukan bahwa

penyakit yang waktunya lama, akan menurunkan kualitas hidup. Penemuan bahwa HRQOL akan meningkat seiring dengan peningkatan

durasi penyakit epilepsi mungkin mencerminkan konsekuensi penyesuaian sosial dan psikologis dengan penyakit dan terjadinya perbaikan

pada mekanisme dalam mengatasi masalah. Hasil dari analisis kovariat menambahkan tingkat kepercayaan pada hipotesa ini, seperti depresi,

Page 10: Kualitas Hidup Pada Pasien Epilepsi Yang

pengaruh merugikan dari pengobatan, penyakit penyerta dan jumlah AED menjadi lebih bersifat prediktif pada HRQOL pada saat kami

mempertimbangkan pengaruhnya. Meskipun peningkatan durasi penyakit epilepsi mengesankan adanya peningkatan jumlah dari AED,

percobaan medikasi multipel dan titrasi dapat menyebabkan didapatkannya terapi optimal dengan efek samping yang semakin kecil.

Penemuan kami tidak dapat diberlakukan secara umum pada semua orang dengan epilepsi dalam populasi umum. Subjek dalam

penelitian kami adalah pasien dengan epilepsi yang resisten terhadap pengobatan yang menerima perawatan dalam kondisi yang sangat

khusus. Sebagian besar pasien dengan epilepsi (60-70%) dapat diterapi dengan baik dan tidak mengalami kejang yang berulang kembali,

dan, karena itu, mereka jarang dievaluasi di EMU. Penelitian kami secara lebih jauh akan dapat dinyatakan salah jika digunakan pasien

epilepsi yang paling resisten terhadap pengobatan, namun dalam kasus ini, kami tidak percaya hal tersebut akan terjadi. Sampel kami tampak

mewakili populasi pasien dengan epilepsi yang resisten terhadap pengobatan. Nilai tengah skor QOLIE-89 dalam sampel kami (55,8) serupa

dengan nilai tengah skor QOLIE-89 (65,5) pada kelompok pasien yang sangat parah yang dimasukkan dalam penelitian yang menggunakan

skor QOLIE-89, dan pada nilai skor QOLIE-89 pasien yang dimasukkan dalam penelitian bedah epilepsi baru-baru ini (52,9-60,5).

Karakteristik demografis dari pasien juga serupa pada ketiga penelitian ini.

Akhirnya, akan sangat berguna jika kita memiliki data kualitatif tambahan yang berdasarkan pada wawancara dengan pasien yang

ditujukan untuk menilai kualitas hidup pada pasien dengan onset epilepsi yang terjadi pada usia yang lebih tua. Bagaimanapun, penelitian

aslinya memiliki tujuan untuk mengetahui berbagai faktor yang lebih luas dalam kualitas hidup pada penderita epilepsi. Artikel ini

didasarkan pada analisa data yang sebelumnya telah didapatkan. Penelitian selanjutnya direkomendasikan untuk melihat secara lebih

mendalam pada masalah yang terkait usia pada epilepsi.

Secara singkat, jika data kovariat seperti mood dan pengaruh merugikan dari pengobatan tidak dimasukkan, kami menemukan bahwa

onset yang lebih dini dan durasi penyakit yang lebih lama berhubungan dengan HRQOL yang lebih baik pada pasien dewasa yang dirujuk

pada EMU, hanya jika faktor lain tidak ikut dipertimbangkan. Meskipun penemuan ini telah dijelaskan, sebagian-dengan mood-pengaruh

merugikan dari pengobatan, kondisi penyakit penyerta yang lebih banyak dan peningkatan jumlah pengobatan dengan AED, pada pasien

Page 11: Kualitas Hidup Pada Pasien Epilepsi Yang

dengan onset epilepsi yang terjadi pada usia yang lebih tua dan baru saja didiagnosis, terapi gangguan mood dan minimalisasi akibat

merugikan dari pengobatan epilepsi dapat menyebabkan perbaikan pada HRQOL.

 

Tabel 1

Statistik deskriptif untuk sampel pasien epilepsi (N=99)

Variabel % atau nilai tengah SD Range

Perempuan

Usia

Usia saat onset

Durasi epilepsi (tahun)

Jumlah penyakit penyerta

Kejang/minggu

Jumlah AED

MRI abnormalb

63,0%

37

19

18

1

2a

6

52,5%

 

10

15

16

2

12

3

 

 

18-77

1-76

0-52

0-8

0-75

0-14

 

Page 12: Kualitas Hidup Pada Pasien Epilepsi Yang

Skor QOLIE-89 keseluruhan

Skor Depresi / Penolakan POMS

Skor Adverse Event Profile

55,8

14,1

44,8

17,2

9,9

9,4

13,8-91,5

0-38

19-67

a Median

b N=97

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 13: Kualitas Hidup Pada Pasien Epilepsi Yang

 

 

 

Page 14: Kualitas Hidup Pada Pasien Epilepsi Yang

Tabel 2

Hasil regresi   least square biasa (variabel tergantung: skor QOLIE-89 keseluruhan, N=99)

 

Variabel prediktorModel 1 Model 2

B SE P B SE P

Usiaa

Depresi / Penolakan POMS

Adverse Event Profile

Jumlah penyakit penyerta

Jumlah AED

Konstanta

R2

- 0,515

 

 

 

 

61,539

0,009

0,167 0,354 - 0,089

- 0,678

- 0,771

- 1,572

0,451

102,892

0,523

0,120

0,148

0,158

0,831

0,403

0,460

<0,001

<0,001

0,062

0,266

Usia saat onsetb

Depresi / Penolakan POMS

Adverse Event Profile

- 0,339

 

 

0,114 0,004 - 0,177

- 0,642

- 0,752

0,101

0,147

0,157

0,084

<0,001

<0,001

Page 15: Kualitas Hidup Pada Pasien Epilepsi Yang

Jumlah penyakit penyerta

Jumlah AED

Konstanta

R2

 

 

62,331

0,083

- 1,154

0,091

103,062

0,535

0,862

0,446

 

0,184

0,838

Durasi Epilepsib

Depresi / Penolakan POMS

Adverse Event Profile

Jumlah penyakit penyerta

Jumlah AED

Konstanta

R2

0,333

 

 

 

 

49,958

0,063

0,136 0,012 0,150

- 0,642

- 0,768

- 1,383

0,135

97,822

0,528

0,118

0,149

0,157

0,846

0,469

0,207

<0,001

<0,001

0,106

0,774

Usia saat onsetb

Durasi Epilepsi

Depresi / Penolakan POMS

Adverse Event Profile

- 0,263

0,118

 

 

0,165

0,187

0,114

0,530

- 0,154

0,046

- 0,637

- 0,752

0,125

0,146

0,149

0,157

0,224

0,754

<0,001

<0,001

Page 16: Kualitas Hidup Pada Pasien Epilepsi Yang

Jumlah penyakit penyerta

Jumlah AED

Konstanta

R2

 

 

58,809

0,087

- 1,135

0,043

101,989

0,535

0,868

0,474

0,194

0,927

 

Catatan: seluruh variabel yang termasuk dalam model telah ditunjukkan. Kovariat potensial lain (jenis kelamin, frekuensi kejang, MRI

abnormal) tidak dimasukkan karena mereka tidak menunjukkan hubungan dengan variabel yang tersisa dalam penelitian yang berdasarkan

pada sebuah analisis korelasi. B=koefisien regresi yang tidak terstandarisasi; SE = Standard error .

a hasilnya akan serupa jika usia saat onset atau durasi dimasukkan sebagai prediktor tambahan. Usia, usia saat onset, dan durasi tidak

seluruhnya dapat dimasukkan dalam satu model karena durasi didefinisikan sebagai selisih antara usia dan usia saat onset.

b hasilnya akan serupa jika usia dimasukkan sebagai prediktor tambahan