kti reza-1.doc

29
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rasa sakit (nyeri) merupakan keluhan yang sering di dapatkan dalam klinik, walaupun istilah sakit ini tampaknya sulit di definisikan. Persepsi tiap orang akan berbeda – beda, karena keluhan ini berasal dari pengalaman subjektif seseorang yang sulit dilakukan pengukurannya. Reaksi dan sikap individu terhadap stimulasi yang identik yang menyebabkan nyeri akan berbeda pula. Oleh karena itu, dokter pemeriksa diharapkan pada tugas untuk mendapatkan informasi yang selengkap mungkin dari pasien dan juga harus dapat membayangkan bagaimana pasien bereaksi terhadap rasa sakitnya itu. Ada banyak rasa nyeri yang kita alami salah satunya adalah nyeri abdomen. Perut adalah organ yang berongga, jadi didalamnya terdapat bermacam-macam organ yang terletak pada posisinya masing-masing, pada perut sebelah kanan dibagian atas terdapat organ hati, kandung empedu, ginjal, usus kecil dan usus besar, sedangkan pada sebelah kanan di bagian bawah terdapat usus besar dan appendix, saluran kencing, dan pada wanita terdapat saluran indung telur. Nyeri perut muncul mendadak kadang banyak penyebab yang berbeda. Kita harus menentukan letaknya, radiasi, keparahan, karakter, frekuensi, durasi, faktor pemicu dan mengurangi 1

Upload: mhd-arif-munandar

Post on 08-Jul-2016

248 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: kti reza-1.doc

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Rasa sakit (nyeri) merupakan keluhan yang sering di dapatkan dalam klinik, walaupun

istilah sakit ini tampaknya sulit di definisikan. Persepsi tiap orang akan berbeda – beda,

karena keluhan ini berasal dari pengalaman subjektif seseorang yang sulit dilakukan

pengukurannya. Reaksi dan sikap individu terhadap stimulasi yang identik yang menyebabkan

nyeri akan berbeda pula. Oleh karena itu, dokter pemeriksa diharapkan pada tugas untuk

mendapatkan informasi yang selengkap mungkin dari pasien dan juga harus dapat

membayangkan bagaimana pasien bereaksi terhadap rasa sakitnya itu.

Ada banyak rasa nyeri yang kita alami salah satunya adalah nyeri abdomen. Perut

adalah organ yang berongga, jadi didalamnya terdapat bermacam-macam organ yang terletak

pada posisinya masing-masing, pada perut sebelah kanan dibagian atas terdapat organ hati,

kandung empedu, ginjal, usus kecil dan usus besar, sedangkan pada sebelah kanan di bagian

bawah terdapat usus besar dan appendix, saluran kencing, dan pada wanita terdapat saluran

indung telur.

Nyeri perut muncul mendadak kadang banyak penyebab yang berbeda. Kita harus

menentukan letaknya, radiasi, keparahan, karakter, frekuensi, durasi, faktor pemicu dan

mengurangi gejala lain yang berhubungan. Nyeri perut dapat dikenali penyebabnya

berdasarkan lokasi dan karakteristik nyeri yang timbul.

Nyeri perut yang hebat dan mendadak kadang merupakan gejala yang sering membawa

pasien datang ke unit gawat darurat dan merupakan keluhan utama yang paling sering

ditemukan pada pasien dengan kasus pembedahan pada gangguan perut. Dalam kondisi

tertentu dan jarang nyeri perut menyebabkan komplikasi yang serius bahkan hingga kematian

jika diagnosis dan terapi yang tepat terlambat diberikan.

1.2 Identifikasi Masalah

1.Apa definisi dari penyakit Peritonitis Akut?

1

Page 2: kti reza-1.doc

2. Apa etiologi Peritonitis Akut?

3. Bagaimana anatomi dan dinding peritoneum?

4. Bagaimana patofisiologi dari penyakit Peritonitis Akut?

5. apa saja manifestasi klinis dari penyakit Peritonitis Akut?

6. Bagaimana diagnosa dari penyakit Peritonitis Akut?

7. Bagaimana penatalaksaan dari penyakit Peritonitis Akut?

8. Bagaimana pencegahan dari penyakit Peritonitis Akut?

9. Bagaimana komplikasi dari penyakit Peritonitis Akut?

10. Bagaimana prognosa dari penyakit Peritonitis Akut?

1.3 Batasan Masalah

Berdasarkan dari uraian yang ada pada latar belakang dan identifikasi masalah maka

batasan masalah adalah Peritonitis Akut

1.4 Tujuan

1. Dapat memahami tentang defenisi, penyebab, patofisiologi, gejala klinis diagnose,

pengobatan serta pencegahan dari penyakit Peritonitis Akut.

2. Dapat memahami dan melakukan anamnesa serta pemeriksaan fisik yang terkait

dengan penyakit Peritonitis Akut.

1.4 Manfaat

1. Untuk mengetahui bagaimana penanganan yang dilakukan terhadap

penderita Peritonitis Akut

2. Untuk menambah wawasan pembaca mengenai penyakit Peritonitis Akut.

1.5 Metode Penelitian

Karya tulis Ilmiah ini dibuat dengan menggunakan metode tinjauan kepustakaan

dengan mengacu kepada beberapa referensi.

2

Page 3: kti reza-1.doc

BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1 DefinisiPeritonitis adalah keadaan akut abdomen akibat peradangan sebagian atau seluruh selaput

peritoneum parietale ataupun viserale pada rongga abdomen4,5,6. Peritonitis seringkali

disebabkan dari infeksi yang berasal dari organ-organ di cavum abdomen. Penyebab tersering

adalah perforasi dari organ lambung, colon, kandung empedu atau apendiks. Infeksi dapat

juga menyebar dari organ lain yang menjalar melalui darah.

Peritonitis adalah inflamasi peritoneum- lapisan membrane serosa rongga abdomen dan

meliputi visera merupakan penyakit berbahaya yang dapat terjadi dalam bentuk akut maupun

kronis/ kumpulan tanda dan gejala, diantaranya nyeri tekan dan nyeri lepas pada palpasi,

defans muscular, dan tanda-tanda umum inflamasi.

Peritonitis merupakan sebuah proses peradangan pada membrane serosa yang melingkupi

kavitas abdomen dan organ yang terletak didalamnyah. Peritonitis sering disebabkan oleh

infeksi peradangan lingkungan sekitarnyah melalui perforasi usus seperti rupture appendiks

atau divertikulum karena awalnya peritonitis merupakan lingkungan yang steril. Selain itu

juga dapat diakibatkan oleh materi kimia yang irritan seperti asam lambung dari perforasi

ulkus atau empedu dari perforasi kantung empeduatau laserasi hepar. Padawanita sangat

dimungkinkan peritonitis terlokalisasi pada rongga pelvis dari infeksi tuba falopi atau

rupturnya kista ovari. Kasus peritonitis akut yang tidak tertangani dapat berakibat fatal.

2.2 EtiologiPenyebab yang paling serius dari peritonitis adalah terjadinya suatu hubungan (viskus) ke

dalam rongga peritoneal dari organ-organ intra-abdominal (esofagus, lambung, duodenum,

intestinal, colon, rektum, kandung empedu, apendiks, dan saluran kemih), yang dapat

disebabkan oleh trauma, darah yang menginfeksi peritoneal, benda asing, obstruksi dari usus

yang mengalami strangulasi, pankreatitis, PID (Pelvic Inflammatory Disease) dan bencana

vaskular (trombosis dari mesenterium/emboli).

3

Page 4: kti reza-1.doc

Peradangan peritoneum merupakan komplikasi berbahaya yang sering terjadi akibat

penyebaran infeksi dari organ-organ abdomen (misalnya apendisitis, salpingitis), ruptur

saluran cerna, atau dari luka tembus abdomen. Organisme yang sering menginfeksi adalah

organisme yang hidup dalam kolon pada kasus ruptur apendiks, sedangkan stafilokokus dan

stretokokus sering masuk dari luar.

2.3 Anatomi dan Fisiologi

Gambar 1

Dinding perut mengandung struktur muskulo-aponeurosis yang kompleks. Di bagian

belakang, struktur ini melekat pada tulang belakang, di sebelah atas pada iga, dan di bagian

bawah pada tulang panggul. Dinding perut ini terdiri atas beberapa lapis, yaitu dari luar ke

dalam, lapis kulit yang terdiri dari kutis dan subkutis; lemak subkutan dan fasia superfisial

(fasia Scarpa); kemudian ketiga otot dinding perut, m.oblikus abdominis eksternus, m.oblikus

abdominis internus, dan m.tranversus abdominis; dan akhirnya lapis preperitoneal, dan

peritoneum. Otot di bagian depan terdiri atas sepasang otot rektus abdominis dengan fasianya

yang di garis tengah dipisahkan oleh linea alba.

Dinding perut membentuk rongga perut yang melindungi isi rongga perut. Perdarahan

dinding perut berasal dari beberapa arah. Dari kranikaudal diperoleh pendarahan dari cabang

aa.interkostales VI s/d XII dan a.epigastrika superior. Dari kaudal, a.iliaka sirkumfleksa

superfisialis, a.pudenda eksterna, dan a.epigastrica inferior. Kekayaan vaskularisasi ini

memungkinkan sayatan perut horizontal maupun vertikal tanpa menimbulkan gangguan

4

Page 5: kti reza-1.doc

pendarahan. Persarafan dinding perut dilayani secara segmental oleh n.torakalis VI s/d XII

dan n.lumbalis

Rongga perut (cavitas abdominalis) dibatasi oleh membran serosa yang tipis mengkilap

yang juga melipat untuk meliputi organ-organ di dalam rongga abdominal. Lapisan membran

yang membatasi dinding abdomen dinamakan peritoneum parietale, sedangkan bagian yang

meliputi organ dinamakan peritoneum viscerale. Di sekitar dan sekeliling organ ada lapisan

ganda peritoneum yang membatasi dan menyangga organ, menjaganya agar tetap berada di

tempatnya, serta membawa pembuluh darah, pembuluh limfe, dan saraf. Bagian-bagian

peritoneum sekitar masing-masing organ diberi nama-nama khusus.

Mesenterium ialah bangunan peritoneal yang berlapis ganda, bentuknya seperti kipas,

pangkalnya melekat pada dinding belakang perut dan ujungnya yang mengembang melekat

pada usus halus. Di antara dua lapisan membran yang membentuk mesenterium terdapat

pembuluh darah, saraf dan bangunan lainnya yang memasok usus. Bagian mesenterium di

sekitar usus besar dinamakan mesokolon. Lapisan ganda peritoneum yang berisi lemak,

menggantung seperti celemek di sebelah atas depan usus bernama olentum majus. Bangunan

ini memanjang dari tepi lambung sebelah bawah ke dalam bagian pelvik abdomen dan

kemudian melipat kembali dan melekat pada colon tranversum. Ada juga membran yang lebih

kecil bernama omentum minus yang terentang antara lambung dan liver.

 Dalam keadaan normal, peritoneum dapat mengadakan fibrinolisis dan mencegah

terjadinya perlekatan. Peritoneum menangani infeksi dengan 3 cara:

1. Absorbsi cepat bakteri melalui stomata diafragma

Pompa diafragma akan menarik cairan dan partikel termasuk bakteri kearah stomata. Oleh

karena itu bila terdapat infeksi di peritoneum bagian bawah, bakteri yang turut dalam aliran

dapat bersarang di bagian atas dan dapat menimbulkan sindroma Fitz-Hugh-Curtis, yaitu

nyeri perut atas yang disebabkan perihepatitis yang menyertai infeksi tuba falopii (Evans,

2001).

Peritonitis menyebabkan pergeseran cepat cairan intravaskuler dan intersisiel ke rongga

peritoneum, sehingga dapat terjadi hipovolemia. Empedu, asam lambung, dan enzim pancreas

memperbesar pergeseran cairan ini (Heemken, 1997).

5

Page 6: kti reza-1.doc

2. Penghancuran bakteri oleh sel imun

Bakteri atau produknya akan mengaktivasi sel mesothel, netrofil, makrofag, sel mast, dan

limfosit untuk menimbulkan reaksi inflamasi (Iwagaki, 1997).

Selain melepas mediator inflamasi ia dapat mengadakan degranulasi zat vasoaktif yang

mengandung histamine dan prostaglandin. Histamine dan prostaglandin yang dilepas sel mast

dan makrofag menyebabkan vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas pembuluh

peritoneum sehingga menimbulkan eksudasi cairan kaya komplemen, immunoglobulin, faktor

pembekuan, dan fibrin (Marshall, 2003).

Sudah diketahui bahwa untuk penyembuhan jaringan diperlukan respon mediator pro-

inflamasi di daerah sakit sampai terjadi kesembuhan dimana mulai timbul mediator anti-

inflamasi yang menghentikan proses pro-inflamasi. Keadaan ini menunjukkan adanya

keseimbangan fungsi antara respon pro- dan anti-inflamasi. Tetapi pada keadaan tertentu

dapat terjadi ketidakseimbangan dimana salah satu yaitu: pro-inflamasi atau anti-inflamasi

atau bahkan keduanya sekaligus meningkat hebat diluar kebutuhan penderita. Dalam keadaan

ini kedua mediator yang bertentangan dapat menimbulkan kerusakan organ hebat sehingga

terjadi kegagalan organ (Marshall, 2003).

3. Lokalisasi infeksi sebagai abses

Pada peningkatan permeabilitas venula terjadi eksudasi cairan kaya protein yang

mengandung fibrinogen. Sel rusak mengeluarkan tromboplastin yang mengubah protrombin

menjadi thrombin dan fibrinogen menjadi fibrin. Fibrin akan menangkap bakteri dan

memprosesnya hingga terbentuk abses. Hal ini dimaksud untuk menghentikan penyebaran

bakteri dalam peritoneum dan mencegah masuknya ke sistemik. Dalam keadaan normal fibrin

dapat dihancurkan antifibrinolitik, tetapi pada inflamasi mekanisme ini tak berfungsi (Evans,

2001).

2.4 Klasifikasi

Infeksi peritoneal diklasifikasikan menjadi primer (spontan), sekunder (berhubungan

dengan proses patologi yang berlangsung di organ dalam), atau tersier (infeksi berulang yang

terjadi setelah terapi yang adekuat). Infeksi intaabdomen dapat dibagi menjadi lokal

(localized) atau umum (generalized), dengan atau tanpa pembentukan abses.

6

Page 7: kti reza-1.doc

Berdasarkan patogenesis peritonitis dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

A. Peritonitis Bakterial Primer

1.  Merupakan peritonitis akibat kontaminasi bakterial secara hematogen pada

cavumperitoneum dan tidak ditemukan fokus infeksi dalam abdomen.

Penyebabnya bersifat monomikrobial, biasanya E. Coli, Sreptococus atau Pneumococus.

Peritonitis bakterial primer dibagi menjadi dua, yaitu:

Spesifik : misalnya Tuberculosis

2. Non spesifik: misalnya pneumonia non tuberculosis an Tonsilitis.

Faktor resiko yang berperan pada peritonitis ini adalah adanya malnutrisi, keganasan

intraabdomen, imunosupresi dan splenektomi.

Kelompok resiko tinggi adalah pasien dengan sindrom nefrotik, gagal ginjal kronik, lupus

eritematosus sistemik, dan sirosis hepatis dengan asites.

B. Peritonitis Bakterial Akut Sekunder (Supurativa)

Peritonitis yang mengikuti suatu infeksi akut atau perforasi tractusi gastrointestinal atau

tractus urinarius. Pada umumnya organism tunggal tidak akan menyebabkan peritonitis

yangfatal. Sinergisme dari multipel organisme dapat memperberat terjadinya infeksi

ini. Bakteriianaerob, khususnya spesies Bacteroides, dapat memperbesar pengaruh bakteri

aerob dalam menimbulkan infeksi.

Selain itu luas dan lama kontaminasi suatu bakteri juga dapat memperberat suatu

peritonitis. Kuman dapat berasal dari:

·  Luka/trauma penetrasi, yang membawa kuman dari luar masuk ke dalam cavum

peritoneal.

·  Perforasi organ-organ dalam perut, contohnya peritonitis yang disebabkan oleh

bahankimia, perforasi usus sehingga feces keluar dari usus.

·  Komplikasi dari proses inflamasi organ-organ intra abdominal, misalnya appendisitis.

C. Peritonitis tersier, misalnya:

-Peritonitis yang disebabkan oleh jamur

-Peritonitis yang sumber kumannya tidak dapat ditemukan.

7

Page 8: kti reza-1.doc

Merupakan peritonitis yang disebabkan oleh iritan langsung, sepertii misalnya empedu,

getah lambung, getah pankreas, dan urine.

D. Peritonitis Bentuk lain dari peritonitis:

a.  Aseptik/steril peritonitis

b.  Granulomatous peritonitis

c.  Hiperlipidemik peritonitis

d.  Talkum peritonitis

2.5 Patofisiologi

Reaksi awal peritoneum terhadap invasi oleh bakteri adalah keluarnya eksudat fibrinosa.

Kantong-kantong nanah (abses) terbentuk di antara perlekatan fibrinosa, yang menempel

menjadi satu dengan permukaan sekitarnya sehingga membatasi infeksi.Perlekatan biasanya

menghilang bila infeksi menghilang, tetapi dapat menetap sebagai pita-pita fibrosa, yang

kelak dapat mengakibatkan obstuksi usus.

Peradangan menimbulkan akumulasi cairan karena kapiler dan membran

mengalamikebocoran. Jika defisit cairan tidak dikoreksi secara cepat dan agresif, maka

dapatmenimbulkan kematian sel. Pelepasan berbagai mediator, seperti misalnya interleukin,

dapat memulai respon hiperinflamatorius, sehingga membawa ke perkembangan selanjutnya

dari kegagalan banyak organ. Karena tubuh mencoba untuk mengkompensasi dengan cara

retensi cairan dan elektrolit oleh ginjal, produk buangan juga ikut menumpuk. Takikardi

awalnya meningkatkan curah jantung, tapi ini segera gagal begitu terjadi hipovolemia. Organ-

organ didalam cavum peritoneum termasuk dinding abdomen mengalami oedem. Oedem

disebabkan oleh permeabilitas pembuluh darah kapiler organ-organ tersebutmeninggi.

Pengumpulan cairan didalam rongga peritoneum dan lumen-lumen usus serta oedem seluruh

organ intra peritoneal dan oedem dinding abdomen termasuk jaringan

retroperitoneal menyebabkan hipovolemia. Hipovolemia bertambah dengan adanya kenaikan

suhu, masukan yang tidak ada, serta muntah.Terjebaknya cairan di cavum peritoneum dan

lumen usus, lebih lanjut meningkatkan tekana intra abdomen, membuat usaha pernapasan

penuh menjadi sulit dan menimbulkan penurunan perfusi.

8

Page 9: kti reza-1.doc

Bila bahan yang menginfeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum atau bila infeksi

menyebar, dapat timbul peritonitis umum. Dengan perkembangan peritonitis umum,

aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik; usus kemudian menjadi atoni dan

meregang. Cairan dan elektrolit hilang kedalam lumen usus, mengakibatkan dehidrasi, syok,

gangguan sirkulasi dan oliguria. Perlekatan dapat terbentuk antara lengkung-lengkung usus

yang meregang dan dapat mengganggu pulihnya pergerakan usus dan mengakibatkan

obstruksi usus.

Sumbatan yang lama pada usus atau obstruksi usus dapat menimbulkan ileus karena

adanya gangguan mekanik (sumbatan) maka terjadi peningkatan peristaltik usus sebagai

usaha untuk mengatasi hambatan. Ileus ini dapat berupa ileus sederhana yaituobstruksi usus

yang tidak disertai terjepitnya pembuluh darah dan dapat bersifat total atau parsial, pada ileus

stangulasi obstruksi disertai terjepitnya pembuluh darah sehingga terjadi iskemi yang akan

berakhir dengan nekrosis atau ganggren dan akhirnya terjadi perforasi usus dan karena

penyebaran bakteri pada rongga abdomen sehingga dapat terjadi peritonitis. Tifus abdominalis

adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan kuman S. Typhi yang masuk tubuh

manusia melalui mulut dari makan dan air yang tercemar. Sebagian kuman dimusnahkan oleh

asam lambung, sebagian lagi masuk keusus halus dan mencapai jaringan limfoid plaque

peyeri di ileum terminalis yang mengalami hipertropi ditempat ini komplikasi perdarahan dan

perforasi intestinal dapat terjadi, perforasi ileum pada tifus biasanya terjadi pada penderita

yang demam selama kurang lebih 2 minggu yang disertai nyeri kepala, batuk dan malaise

yang disusul oleh nyeri perut, nyeri tekan, defansmuskuler, dan keadaan umum yang merosot

karena toksemia.

Perforasi tukak peptik khas ditandai oleh perangsangan peritoneum yang mulai di

epigastrium dan meluas keseluruh peritonium akibat peritonitis generalisata. Perforasi

lambung dan duodenum bagian depan menyebabkan peritonitis akut. Penderita yang

mengalami perforasi ini tampak kesakitan hebat seperti ditikam di perut. Nyeri ini timbul

mendadak terutama dirasakan di daerah epigastrium karena rangsangan peritonium oleh asam

lambung, empedu dan atau enzim pankreas. Kemudian menyebar keseluruh

perutmenimbulkan nyeri seluruh perut pada awal perforasi, belum ada infeksi bakteria,

kadang fase ini disebut fase peritonitis kimia, adanya nyeri di bahu menunjukkan

rangsanganperitoneum berupa mengenceran zat asam garam yang merangsang, ini

9

Page 10: kti reza-1.doc

akan mengurangi keluhan untuk sementara sampai kemudian terjadi peritonitis bakteria. Pada

apendisitis biasanya biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh hiperplasi

folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis dan neoplasma. Obstruksi

tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalamibendungan,makin lama

mukus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan

sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intralumen dan menghambat aliran limfe yang

mengakibatkan oedem, diapedesis bakteri, ulserasi mukosa, dan obstruksi vena sehingga

udem bertambah kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang

diikuti dengan nekrosis atau ganggren dinding apendiks sehingga menimbulkan perforasi dan

akhirnya mengakibatkan peritonitis baik lokal maupun general.

Pada trauma abdomen baik trauma tembus abdomen dan trauma tumpul abdomen dapat

mengakibatkan peritonitis sampai dengan sepsis bila mengenai organ yang berongga intra

peritonial. Rangsangan peritonial yang timbul sesuai dengan isi dari organ berongga tersebut,

mulai dari gaster yang bersifat kimia sampai dengan kolon yang berisi feses. Rangsangan

kimia onsetnya paling cepat dan feses paling lambat. Bila perforasi terjadi dibagian atas,

misalnya didaerah lambung maka akan terjadi perangsangan segera sesudah trauma dan akan

terjadi gejala peritonitis hebat sedangkan bila bagian bawah seperti kolon, mula-mula

tidak terjadi gejala karena mikroorganisme membutuhkan waktu untukberkembang biak baru

setelah 24 jam timbul gejala akut abdomen karena perangsangan peritoneum.

Peritonitis menimbulkan efek sistemik. Perubahan sirkulasi, perpindahan cairan, masalah

pernafasan menyebabkan ketidakseimbangan cairan dan elektrolit. Sistem sirkulasi

mengalami tekanan dari beberapa sumber. Respon inflamasi mengirimkan darah ekstra ke

area usus yang terinflamasi. Cairan dan udara ditahan dalam lumen ini, meningkatkan tekanan

dan sekresi cairan ke dalam usus. Sedangkan volume sirkulasi darah berkurang, meningkatkan

kebutuhan oksigen, ventilasi berkurang dan meninggikan tekanan abdomen yang

meninggikan diafragma.

2.6 Manifestasi Klinis

Tanda-tanda peritonitis relative sama dengan infeksi berat yaitu demam tinggi atau pasien

yang sepsis bisa menjadi hipotermia, tatikardi, dehidrasi hingga menjadi hipotensi. Nyeri

abdomen yang hebat biasanya memiliki punctum maximum ditempat tertentu sebagai sumber

10

Page 11: kti reza-1.doc

infeksi. Dinding perut akan terasa tegang karena mekanisme antisipasi penderita secara tidak

sadar untuk menghindari palpasinya yang menyakinkan atau tegang karenairitasi peritoneum.

Syok (neurogenik, hipovolemik atau septik) terjadi pada beberpa penderita peritonitis

umum.

Demam

Distensi abdomen

Nyeri tekan abdomen dan rigiditas yang lokal, difus, atrofi umum, tergantung pada

perluasan iritasi peritonitis.

Bising usus tak terdengar pada peritonitis umum dapat terjadi pada daerah yang jauh dari

lokasi peritonitisnya.

Nausea

Vomiting

Penurunan peristaltik.

Pada wanita dilakukan pemeriksaan vagina bimanual untuk membedakan nyeri akibat

pelvic inflammatoru disease. Pemeriksaan-pemeriksaan klinis ini bisa jadi positif palsu pada

penderita dalam keadaan imunosupresi (misalnya diabetes berat, penggunaan steroid,

pascatransplantasi, atau HIV), penderita dengan penurunan kesadaran (misalnya trauma

cranial, ensefalopati toksik, syok sepsis, atau penggunaan analgesic), penderita dnegan

paraplegia dan penderita geriatric. Adanya nyeri abdomen (akut abdomen) dengan nyeri yang

tumpul dan tidak terlalu jelas lokasinya (peritoneum visceral). Kemudian lama kelamaan

menjadi jelas lokasinya (peritoneum parietal). Pada keadaan peritonitis akibat penyakit

tertentu, misalnya : perforasi lambung, duodenum, pankreatitis akut yang berat/ iskemia.

2.7 Diagnosis

2.7.1 Ananmnesis

Anamnesis (Markum, 1999; Boediarso, 2010 dan Wiryati, 2007).

• Usia: Sakit perut berulang biasanya terjadi pada usia 5-14 tahun.

• Jenis kelamin: Perempuan lebih sering mengalami sakit perut berulang

dibandingkan laki-laki (5:3).

• Riwayat sakit perut.

11

Page 12: kti reza-1.doc

a. Lokalisasi.

Sakit yang disebabkan gangguan saluran pencernaan bagian atas biasanya dirasakan di

daerah epigastrium. Gangguan di ileum distal dan appendiks dirasakan di daerah perut

kanan bawah. Rasa sakit yang disebabkan oleh infeksi usus ataupun gangguan psikis

lokalisasinya sukar ditentukan.

b. Sifat dan faktor yang menambah / mengurangi rasa sakit. Sakit yang berasal dari

spasme otot polos usus, traktus urinarius, traktus biliaris, biasanya berupa kolik yang

sukar ditentukan lokalisasinya dengan tepat dan tidak dipengaruhi oleh adanya batuk

atau penekanan abdomen. Sakit yang berasal dari iritasi peritoneum akan terasa

menetap di tempat iritasi dan menghebat bila penderita batuk atau ditekan perutnya.

c. Waktu timbul.

Waktu timbul yang dialami oleh sang anak dipengaruhi oleh apa saja.Misalkan dapat

dipengaruhi oleh jenis makanan, pola aktivitas dan lainnya.

d. Lama sakit perut.

Lamanya anak mengalami sangat perut juga sangat berpengaruh kepada hasil

diagnosis nantinya.

e. Frekuensi.

Begitu pula dengan freukensi, kadar seringnya terjadi nyeri perut juga dapat

menentukan hasil diagnosa dan pentalaksanaan yang dapat diberikan dengan segera

kepada anak.

f. Gejala yang mengiringi.

- Pola defekasi

- Pola kencing

- Siklus Haid

g. Akibat sakit perut pada anak:

a) Terdapatkah kemunduran kesehatan pada anak tersebut?

b) Bagaimana nafsu makan anak?

h. Gejala / gangguan traktus respiratorius

Adanya gangguan pada respiratori, bisa menyebabkan terjadinya nyeri perut pada

anak.

i. Gangguan muskuloskeletal

12

Page 13: kti reza-1.doc

Nyeri perut ini, juga bisa disebabkan oleh adanya gangguan ataupun kelainan pada

muskuloskeletal.

j. Aspek psikososial:

a. Pola hidup dan kebiasaan pola tidur, aktivitas sehari-hari, makanan, penggunaan

toilet.

b. Lingkungan: tetangga, sekolah, perkawinan orang tua, keadaan rumah, persaingan

sesama saudara kandung, beban keuangan, disiplin yang terlalu kaku.

c. Temperamen, pola respon yang dipelajari: bagaimana anak mengatasi stress di masa

lampau, gampang bergaul, kaku, perfeksionis, obsesif, depresi kronik, sulit diatur

k. Trauma.

Trauma tumpul dapat menyebabkan hematoma subserosal ataupun pankreatitis

l. Penyakit yang pernah diderita dalam keluarga.

Adakah di antara− keluarga yang menderita kista fibrosis, pankreatisis,ulkus

peptikum, kolon irritable. Adakah faktor stress dalam keluarga.

2.7.2 Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik, pasien dengan peritonitis, keadaan umumnya tidak baik. Demam

dengan temperatur >380C biasanya terjadi. Pasien dengan sepsis hebat akan muncul gejala

hipotermia. Takikardia disebabkan karena dilepaskannya mediator inflamasi dan hipovolemia

intravaskuler yang disebabkan karena mual damuntah, demam, kehilangan cairan yang

banyak dari rongga abdomen. Dengan adanya dehidrasi yang berlangsung secara progresif,

pasien bisa menjadi semakin hipotensi. Hal ini bisa menyebabkan produksi urin berkurang,

dan dengan adanya peritonitis hebat bisa berakhir dengan keadaan syok sepsis.

Inspeksi : Tanda paling nyata pada penderita dengan peritonitis adalah adanya

distensi dari abdomen. Akan tetapi, tidak adanya tanda distensi abdomen tidak

menyingkirkan diagnosis peritonitis, terutama jika penderita diperiksa pada awal dari

perjalanan penyakit, karena dalam 2-3 hari baru terdapat tanda-tanda distensi

abdomen. Hal ini terjadi akibat penumpukan dari cairan eksudat tapi kebanyakan

distensi abdomen terjadi akibat ileus paralitik (Cole et al,1970).

13

Page 14: kti reza-1.doc

Gambar 2

Auskultasi : Auskultasi dilakukan untuk menilai apakah terjadi penurunan suara

bising usus. Pasien dengan peritonitis umum, bising usus akan melemah atau

menghilang sama sekali, hal ini disebabkan karena peritoneal yang lumpuh sehingga

menyebabkan usus ikut lumpuh/tidak bergerak (ileus paralitik). Sedangkan pada

peritonitis lokal bising usus dapat terdengar normal.

Palpasi : Palpasi harus selalu dilakukan di bagian lain dari abdomen yang tidak

dikeluhkan nyeri. Hal ini berguna sebagai pembanding antara bagian yang tidak nyeri

dengan bagian yang nyeri. Nyeri tekan dan defans muskular (rigidity) menunjukkan

adanya proses inflamasi yang mengenai peritoneum parietale (nyeri somatik). Defans

yang murni adalah proses refleks otot akan dirasakan pada inspirasi dan ekspirasi

berupa reaksi kontraksi otot terhadap rangsangan tekanan. Ditemukan nyeri tekan

setempat. Otot dinding perut menunjukkan defans muskular secara refleks untuk

melindungi bagian yang meradang dan menghindari gerakan atau tekanan setempat.

Perkusi : Nyeri ketok menunjukkan adanya iritasi pada peritoneum, adanya udara

bebas atau cairan bebas juga dapat ditentukan dengan perkusi melalui pemeriksaan

pekak hati dan shifting dullness. Pada pasien dengan peritonitis, pekak hepar akan

menghilang, dan perkusi abdomen hipertimpani karena adanya udara bebas.

2.7.3 Pemeriksaan Penunjang

a. Test laboratorium

1.Leukositosis

2.Hematokrit meningkat

14

Page 15: kti reza-1.doc

3.Asidosis metabolic (dari hasil pemeriksaan laboratorium pada pasien peritonitis didapatkan

PH =7.31, PCO2= 40, BE= -4 )

4.X. Ray

Dari tes X Ray didapat:

Foto polos abdomen 3 posisi (anterior, posterior, lateral), didapatkan:

1. Illeus merupakan penemuan yang tak khas pada peritonitis.

2. Usus halus dan usus besar dilatasi.

3. Udara bebas dalam rongga abdomen terlihat pada kasus perforasi.

Gambar 4

2.8 PenatalaksanaanPrinsip umum pengobatan adalah mengistirahatkan saluran cerna dengan memuasakan

pasien, pemberian antibiotik yang sesuai, dekompresi saluran cerna dengan penghisapan

nasogastrik atau intestinal, penggantian cairan dan elektrolit yang hilang yang dilakukan

secara intravena, pembuangan fokus septik (apendiks) atau penyebab radang lainnya, bila

mungkin dengan mengalirkan nanah keluar dan tindakan-tindakan menghilangkan nyeri.7

Prinsip umum dalam menangani infeksi intraabdominal ada 4, antara lain: (1) kontrol infeksi

yang terjadi, (2) membersihkan bakteri dan racun, (3) memperbaiki fungsi organ, dan (4)

mengontrol proses inflamasi.Eksplorasi laparatomi segera perlu dilakukan pada pasien dengan

akut peritonitis.

Penatalaksanaan peritonis meliputi, antara lain:

15

Page 16: kti reza-1.doc

1. Pre Operasi

Resusitasi cairan

Oksigenasi

NGT, DC

Antibiotika

Pengendalian suhu tubuh

2. Durante Operasi

Kontrol sumber infeksi

Pencucian rongga peritoneum

Debridement radikal

Irigasi kontinyu

Ettapen lavase/stage abdominal repair

3. Pasca Operasi

Balance cairan

Perhitungan nutrisi

Monitor vital Sign

Pemeriksaan laboratorium

Antibiotika

2.9 Komplikasi

Komplikasi yang timbul dari peritonitis adalah sebagai berikut :

-  Eviserasi Luka.

-  Pembentukan abses.

Komplikasi dapat terjadi pada peritonitis bakterial akut sekunder, dimana komplikasi

tersebut dapat dibagi menjadi komplikasi dini dan lanjut, yaitu:

1. Komplikasi dini.

1. Septikemia dan syok septic.

2. Syok hipovolemik.

16

Page 17: kti reza-1.doc

3. Sepsis intra abdomen rekuren yang tidak dapat dikontrol dengan kegagalan

multisystem.

4. Abses residual intraperitoneal.

5. Portal Pyemia (misal abses hepar).

2. Komplikasi lanjut.

1.Adhesi.

2.Obstruksi intestinal rekuren.

2.10 Prognosis

Angka mortalitas umumnya adalah 40%. Faktor-faktor yang mempengaruhi prognosis,

antara lain:

1. jenis infeksinya/penyakit primer

2. durasi/lama sakit sebelum infeksi

3. Keganasan

4. gagal organ sebelum terapi

5. gangguan imunologis

6. usia dan keadaan umum penderita

Keterlambatan penanganan 6 jam meningkatkan angka mortalitas sebanyak 10-30%.

Pasien dengan multipel trauma 80% pasien berakhir dengan kematian. Peritonitis yang

berlanjut, abses abdomen yang persisten, anstomosis yang bocor, fistula intestinal

mengakibatkan prognosis yang jelek.

BAB III

17

Page 18: kti reza-1.doc

PENUTUP

Kesimpulan

Peritonitis adalah peradangan yang disebabkan oleh infeksi pada selaput organ perut

(peritonieum). Penyebab paling sering dari peritonitis primer adalah spontaneous bacterial

peritonitis (SBP) akibat penyakit hepar kronis. Penyebab peritonitis sekunder paling sering

adalah perforasi appendicitis, perforasi gaster dan penyakit ulkus duodenale, serta perforasi

kolon. Tanda-tanda peritonitis yaitu demam tinggi dan mengigil, bisa menjadi hipotermia,

takikardi, dehidrasi hingga menjadi hipotensi. Nyeri  abdomen yang hebat, dinding perut akan

teras tegang karena iritasi peritoneum.

         Tatalaksana utama pada peritonitis antara lain pemberian cairan dan elektrolit, kontrol

operatif terhadap sepsis dan pemberian antibiotik sistemik. Komplikasi postoperatif sering terjadi

dan umumnya dibagi menjadi komplikasi lokal dan sistemik. Faktor-faktor yang mempengaruhi

tingginya tingkat mortalitas antara lain tipe penyakit primer dan durasinya, keterlibatan

kegagalan organ multipel sebelum pengobatan, serta usia dan kondisi kesehatan awal pasien.

Saran

            Setiap peritonitis harus ditangani secermat mungkin bila tidak ingin penyakit berjalan

terus. Source control harus dilaksanakan sebaik mungkin. Pemeriksaan kultur dan resistensi

harus diulang terutama pada mereka yang menunjukkan perjalanan penyakit yang panjang dan

berat. Awasi terjadinya perubahan organisme penyebab infeksi dan gunakan obat yang sesuai

resistensi dan tidak lagi menggantungkan pada antibiotik spektrum luas.

18

Page 19: kti reza-1.doc

DAFTAR PUSTAKA

1. M Qureshi, Abrar, ...[et al.], 2005. Predictive Power Of Mannheim Peritonitis Index.

Original Article.

2. Principles of Surgery/ editor, Seymour I. Schwartz . . . [et al.], —7th ed. McGraw-Hill, A

Division of The McGraw-Hill Companies. An Enigma Electronic Publication, 1999.

3. Buku-ajar ilmu bedah/editor, R. Sjamsuhidajat, Wim de Jong. -Ed.2.- Jakarta: EGC, 2004.

4. The Merck Manual (Seventeenth Edition), Copyright © 1999 by Merck & Co., Inc.

The Merck Manual of Geriatrics (Second Edition), Copyright © 1995 by Merck & Co., Inc.

5. Molmenti, Hebe, 2004. Peritonitis. Medical Encyclopedia. Medline Plus

http://medlineplus.gov/

6. Anonim, 2003. Peritonitis. The Merck Manuals.

http://www.merck.com/

7. Price, Sylvia Anderson. Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit =

Pathophysiology.clinical concepts of disease processes/Sylvia Anderson Price, Lorraine

McCarty Wilson; alih bahasa, Peter Anugerah; editor, Caroline Wijaya. –Ed.4.- Jakarta: EGC,

1994.

8. Reksoprodjo, Soelarto, 1995. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia. Jakarta.

9. Genuit, Thomas,...[et al], 2004. Peritonitis and Abdominal Sepsis. Emedicine Instant

Access to The Minds of Medicine

http://www.emedicine.com/.

19