kritik kepemimpinan dan perubahan sosial pada naskah...
TRANSCRIPT
KRITIK KEPEMIMPINAN DAN PERUBAHAN SOSIAL
PADA NASKAH DEMONSTRAN KARYA N.RIANTIARNO (STUDI ANALISIS WACANA KRITIS)
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Untuk Memenuhi
Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)
Oleh :
Tri Amirullah
NIM: 109051000212
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1435 H/2014 M
ANALISIS WACANA KRITIK DAN PERUBAHAN SOSIAL
PADA NASKAH DEMONSTRAN KARYA N.RIANTIARNO
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
Untuk Memenuhi Syarat-Syarat Mencapai Gelar Sarjana Komunikasi Islam
(S.Kom.I)
Oleh :
Tri Amirullah
NIM: 109051000212
Di Bawah Bimbingan
Dr. Rulli Nasrullah, M.Si
NIP. 19750318200801 1 008
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1435 H/2014 M
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupaan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar srata satu (S1) di Universitas
Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalan penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti kaya ini bukan hasil karya saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 22 September 2014
Tri Amirullah
i
ABSTRAK
Tri Amirullah
109051000212
Analisi Wacana Kritik dan Perubahan Sosial Pada Naskah Demonstran
Karya N.Riantiarno
Naskah Demonstran mengandung unsur kritik sosial terutama kritik
terhadap kepemimpinan dan imlplikasinya, penyampaian kritik sosial dinilai
cukup efektif melalui pertunjukan seni terutama melalui seni drama teater.
Penyampaian sebuah pesan akan memiliki dampak yang yang lebih positif karena
seni yang notabene nya adalah sebuah hiburan maka akan memiliki dua manfaat,
yaitu mendidik dan menghibur.
Dari penjelasan di atas, kemudian peneliti merumuskan sebuah
permasalahan sebagai objek pembahasan skripsi ini yaitu, Bagaimana
penyampaian wacana kritik dan perubahan sosial yang terkandung dalam naskah
Demonstran karya N.Riantiarno? Bagaimana Penyusunan wacana kritik sosial
dilihat dari kognisi sosial dan konteks sosial?
Kritik sosial yang terkandung dalam naskah Demonstran karangan
N.Riantiarno ini, lebih banyak menitik beratkan kepada kisah seorang mantan
aktifis yang dipaksa kembali turun kejalan. Kritik yang diangkat adalah mengenai
gaya kepemimpinan dan keadaan sosial politik yang berlangsung belakangan ini.
Secara kajian teori, peneliti mengambil teoir Tim Dant mengenai kritik
sosial dan Robert H. Lauer mengenai perubahan sosial yang keduanya ternyata
adalah dua hal yang saling berhubungan antara kaitanya dengan kritik dan
perubahan.
Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan
analisis wacana Teun A van Dijk dengan penjabaran secara teks, kognisi dan
konteks sosial yang merupakan salah satu alternatif dalam menganalisis dengan
pendekatan kualitatif.
Dalam memformulasikan kritik sosial, penulis naskah di dalam cerita ini
menyampaikan pesan sesuai dengan judulnya yaitu melalui jalan demonstrasi.
Dalam analsisis kognisi sosial pengarang merupakan sumber utama dalam
terbentuknya cerita. Kemudian pada proses analisis melalui pendekatan konteks
sosial adlaah melihat bagaimana kecedurungan faktor eksternal yang dapat
mempengaruhi cerita. Dalam naskah Demonstran ini menguraikan bagaimana
cerita seorang mantan aktifis sukses yang ketenarannya dipakai sebagai
akomodasi politik demi kepentingan golongan partai tertentu.
ii
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur peneliti panjatkan kepada Allah SWT karena
berkat rahmat, hidayah serta inayah Nya peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini.
Sholawat dan salam peneliti sanjungkan kepada Nabi Muhammad SAW yang
telah membawa Al-Qur’an dan Hadist Nya.
Dalam penelitian skripsi, peneliti menyadari bahwa hasil yang diperoleh
jauh dari kesempurnaan, diharapkan kritik dan saran yang membangun kepada
semua pihak demi kesempurnaan penelitian ini. Dan dalam proses penyusunan,
peneliti mendapatkan banyak bantuan, petunjuk, bimbingan, serta motivasi dari
berbagai pihak. Oleh karena itu, sudah sepatutnya peneliti mengucapkan terima
kasih kepada :
1. Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Bapak Dr. H. Arief
Subhan, M.A, Wakil Dekan I Bidang Akademik, Bapak Dr. Suparto,
M.Ed, Wakil Dekan II Bidang Administrasi Umum, Bapak Drs. Jumroni,
M.Si, serta Wakil Dekan III Bidang Kemahasiswaan, Bapak Dr. H.
Sunandar, M.A.
2. Bapak Rachmat Baihaky, M.A selaku Ketua Jurusan Komunikasi dan
Penyiaran Islam dan Ibu Umi Musyarofah, M.A selaku Sekretaris Jurusan
Komunikasi dan Penyiaran Islam.
3. Bapak Noor Bekti, SE, M. Si. selaku Penasehat Akademik yang telah
memberi saran mengenai judul skripsi.
4. Bapak Dr. Rulli Nasrullah M,Si selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang
telah bersedia meluangkan waktunya untuk membimbing dan memberikan
masukan dalam penelitian skripsi ini.
iii
5. Para dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah
mewariskan ilmu kepada peneliti selam masa perkuliahan. Semoga ilmu
yang diberikan bermanfaat bagi peneliti dan masyarakat serta menjadi
amal sholeh yang akan terus mengalir.
6. Bapak N. Riantiarno selaku penulis naskah dan semua pekerja seni di
Teater Koma yang dengan baik hati menerima & memberikan izin untuk
melakukan penelitian, serta Rangga Bhuana dan Randhika yang membantu
peneliti mencari data.
7. Keluarga tercinta Ayahku Mardi Patin yang memberikan pelajaran
berharga bahwa dari manapun asal kita setiap orang berhak mendapatkan
hidup yang lebih baik dan Ibuku Sri Mumpuni yang mengajari sebuah
makna cinta kasih, yang membuatku bertahan dari hidup yang terkadang
memihak. Kepada Mardiyanto, Maryanti Astuti dan Rahman Arif juga
keponakan tercinta Erisca Amanda, Satrio Almer, Zhafira dan Akbar
terima kasih atas segala perhatiannya, kita hanya perlu menjadi sesuatu
yang sangat berarti yang perlu orang lain kenang suatu saat nanti.
8. Teman-teman seperjuangan KPI.F 2009. Aryo Bimo Lukito, Abbil
Arqham, Gitarama Mahardhika, Fahrizal, Sukma Indrawan, Edy Laras
Kasman, Eron Sumantri, Imam Muzni, Azhari Surya Atmaja, Kamaludin,
Apriza Ramdhan, Faqihuddin Ahmad, Sadam Hussein, Andika Eka Cahya,
Muhammad Anas, Rizki Fadhila, Ilham Kurniawan, Popi Ramadhana,Yuli
Astuti, Yunita Dwi Rahmayanti, Silvi Arivianti, Finti Fatimah, dan Suci.
Semua yang terjadi 5 tahun belakangan ini adalah sebuah lembaran yang
mengajari sisi indah dari toleransi dan persahabatan.
iv
9. Teman-teman angkatan 2009, khususnya Aldi Haryo Sidik dan M Iqbal
Zhulfhami dan Fitri Hanani terima kasih atas segala dukungan dan
perhatian yang luar biasa kepada peneliti.
10. Kepada keluarga besar KPA KHALNUS, Sigit Ferdiansyah, Ray Sapta,
Rafli Teguh (alm), Alawi Al-hasan, Thomas Alvin Gea, Yose Rizal, Ani
Agustiani, Nurul Qudsi Hidayah, Aftinike Theresya dan Diajeng
Restuning. Juga kepada keluarga Besar Teater Batara Rangga
Armayansyah dan Ana Sulitianawati, kalian semua memberikan warna
indah dalam kehidupan.
11. Kepada semua pihak baik yang terlibat langsung maupun tidak langsung
yang tidak dapat disebutkan satu-persatu. Namun tidak mengurangi rasa
hormat, peneliti hanya bisa mengucapkan terima kasih atas segala bantuan
dan dukungannya. Semoga Allah senantiasa membalas semua kebaikan
dan keikhlasan yang telah diberikan kepada peneliti, Amin.
Jakarta, 15 September 2014
Tri Amirullah
v
DAFTAR ISI
ABSTRAK ........................................................................................................ i
KATA PENGANTAR ...................................................................................... ii
DAFTAR ISI ..................................................................................................... v
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ............................................................. 1
B. Batasan dan Rumusan Masalah .................................................. 7
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .................................................. 8
D. Metodologi Penelitian ................................................................ 9
E. Tinjauan Pustaka ........................................................................ 9
F. Sistematika Penulisan ................................................................ 16
BAB II KERANGKA TEORI
A. Drama Secara Umum ................................................................. 17
B. Kritik dan Perubahan Sosial ....................................................... 33
C. Analisis Wacana ......................................................................... 37
1. Pengertian Analisis Wacana ................................................. 37
2. Analsis Wacana Teun a Van Dijk ......................................... 43
D. Drama Sebagai Medium Wacana ............................................... 57
E. Wacana Kepemimpinan Dalam Islam ........................................ 60
BAB III GAMBARAN UMUM TEATER KOMA DAN PROFIL
N.RIANTIARNO
A. Sejarah Teater Koma ................................................................... 68
B. Profil Teater Koma ...................................................................... 73
C. Menyutradarai Teater Koma ....................................................... 77
BAB IV TEMUAN DAN HASIL PENELITIAN
A. Wacana Kritik Sosial Pada Naskah Demonstran ........................ 80
1. Struktur Makro ...................................................................... 80
a. Kritik Sosial Kepemimpinan ........................................... 81
vi
b. Kritik dan Perubahan Sosial ............................................ 96
B. Super Struktur ............................................................................. 109
C. Mikro Struktur ............................................................................. 136
1. Semantik ................................................................................ 136
2. Sintaksis ................................................................................ 140
3. Stilistik .................................................................................. 143
4. Retoris ................................................................................... 144
D. Analisis Naskah Melalui Pendekatan Kognisi Sosial ................. 146
E. Analisis Naskah Melalui Pendekatn Konteks Sosial .................. 149
BAB V KESIMPULAN
A. Kesimpulan ................................................................................. 152
B. Saran-saran .................................................................................. 154
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 156
LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam mempraktekan komunikasi manusia membutuhkan media
tertentu. Secara minimal komunikasi membutuhkan sarana berbicara seperti
mulut, bibir dan hal-hal yang berkaitan dengan bunyi ujaran. Ada kalanya
dibutuhkan tangan dan anggota tubuh lain (komunikasi non verbal) untuk
mendukung komunikasi lisan. Ditinjau secara lebih luas dengan penyebaran
komunikasi yang lebih luas pula, maka dipergunakanlah peralatan (media)
komunikasi seperti televise, surat kabar, radio, lukisan, patung dan lain-lain.1
Salah satu unsur kebudayaan yang sangat berperan dalam kehidupan manusia
adalah kesenian. Sehingga terkadang kebudayaan dan kesenian menjadi tolok
ukur untuk mengetahui tingkat peradaban suatu komunitas. Pola perubahan
yang menjadi harapan muncul dari segi afektif dan kognitif yang
mempengaruhi kehiduan sosial. Kesenian bukan hanya dimanfaatkan dan
digunakan sebagai media penyampaian pesan atau sebagai media komunikasi.
Tetapi juga menjadi sarana sekaligus metode untuk mempengaruhi komunikan
dalam menerima pesan komunikasi.
Seni salah satu pemanfaatan budi dan akal untuk menghasilkan karya
yang dapat menyentuh jiwa spriritual manusia. Karya seni merupakan suatu
wujud ekspresi yang bernilai dan dapat dirasakan secara visual maupun audio.
Seni terdiri dari musik, tari, rupa dan drama/sastra. Kata art memiliki sejarah
1 Totok Djuroto, Manajemen Penerbitan Pers, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2000),
2
yang panjang, pada awalnya art berasal dari arten (latin), berarti keterampilan,
kecakapan skill. Arti ini masih tetap dipergunakan hingga saat kini. Namun
demikian, di Eropa abad pertengahan art dipakai untuk merujuk pada muatan
kurikulum pendidikan yang terdiri dari grammar, logic, rhetoric, artimhetic,
geometry, music dan astronomy. Di dalam sebuah pertunjukan kesenian
biasanya memiliki nilai-nilai kehidupan tertentu atau mengandung pesan
moral kehidupan. Pada dasarnya masyarakat awam lebih mudah untuk
menangkap sebuah nilai melalu suatu hal yg sifatnya menghibur, seperti dalam
penyampaian nilai moral atau nilai agama lebih efektif bila menggunakan
metode bercerita.
Seiring dengan kebudayaan barat yang sangat mempengaruhi
perkembangan media komunikasi mengasilkan sebuah anggapan bahwa
penyampaian sebuah pesan umumnya diketahui hanya melalui media cetak
dan elektronik. Penciptaan kritik sosial salah satunya dapat diterapkan melauli
pertunjukan seni drama teater. Teater adalah sebuah tempat gedung
pertunjukan atau auditorium. Dalam arti umum teater ialah segala tontonan
yang dipertunjukan di depan orang banyak. Teater juga dapat diartikan sebagai
drama, sebuah kisah hidup dan kehidupan manusia yang diceritakan di atas
pentas dengan media percakapan, gerak dan laku berdasarkan yang telah
tertulis pada naskah.
Pemilihan bahasa dalam sebuah drama dapat mengartikan atau
mengisyaratkan suatu pesan. Beda hal nya seni drama perunjukan teater dan
seni rupa, bahasa rupa merupakan bahasa manusia yang paling tua
dibandingkan dengan bahasa verbal, sebab melihat sesuatu yang bersifat rupa
3
telah ada sebelum lahir kata-kata ketentuan bahasa rupa diperlihatkan dengan
jelas oleh manusia prasejarah sebagaimana pendapat Clarie Holt mengatakan
bahwa garis-garis yang mengayun pada dinding gua, bagaikan kata-kata yang
disusun dalam satu hubungan tematik yang jelas.2
Begitu juga dengan seni drama teater yang memadukan bahasa rupa
(non verbal) dan bahasa Verbal. Kesenian drama menjadi media yang paling
mudah dan mulus berkaitan dengan seni sebagai media komunikasi dalam
penyampaian kritik sosial. Sebuah permasalahan yang muncul disebabkan
karena kepentingan sosial yang berbeda dari setiap golongan (maksud
golongan disini adalah para pejabat politik), keadaan sosial politik yang sangat
tidak karuan di Indonesia dewasa ini menyebabkan sebuah kekhawatiran
masyarakat terhadap keberlangsungan hidup, keamanan dan rasa percaya
terhadap pemimpin kelak dikemudian hari. Dari sekian banyaknya golongan
kepentingan memberikan sebuah penafsiran tentang keadilan yang relative dan
bersifat subyektif.
Uraian tersebut yang kemudian menimbulkan protes keras atau kritik,
mengkritik ketidak benaraan dalam masyarakat. Kritik dapat dilakukan oleh
siapa saja, kritik bisa dilakukan oleh para ilmuan, baik ilmuan bidang sosial,
poltik, ekonomi, agama, serta dibidang pendidikan. Namun, kritik tidak
melulu dilakukan oleh para ilmuan dapat pula dilakukan oleh ahli seni atau
sering disebut juga seniman. Istilah kritik, memiliki arti harfiah yang dapat
diperoleh melalui kamus bahasa Indonesia adalah kecaman atau tanggapan
yang sering disertai oleh argumentasi baik maupun buruk tentang suatu karya,
2 Claire Holt, Art in Indonesia, Ithaca, (New York: Cornell University, Press, 1967), h. 6.
4
pendapat, situasi maupun tindakan seorang kelompok.3 Istilah sosial sering
dikaitkan dengan hal-hal yang berhubungan dengan manusia dalam
masyarakat, seperti kehidupan kaum miskin di kota, kehidupan kaum berada,
kehidupan kaum nelayan dan seterusnya.4
Kritik sosial adalah salah satu bentuk komunikasi dalam masyarakat
yang bertujuan atau berfungsi sebagai control terhadap jalannya sebuah sistem
sosial atau proses bermasyarakat.5 Menurut Susetiawan kritik sosial itu ada
karena ketimpangan sosial, kebijakan pemerintah yang tidak merakyat,
korupsi, dan berbagai konflik yang lain di masyarakat. Konflik dan kritik
sosial tidak perlu dipahami sebagai tindakan yang akan membuat proses
disintregasi, tetapi dapat memberi kontribusi terhadap harmonisasi sosial.
Harmoni sosial maksudnya terdapat keseimbangan kepentingan di masyarakat
walaupun esensinya beda.6
Kesenian dalam hal ini menangkap sebuah fenomena yang nampaknya
masyarakat sudah bosan dan jenuh untuk menghadapinya, sikap skeptisme
yang semakin menjalar membuat para seniman memikirkan sebuah gerakan
untuk paling tidak membuka wawasan mereka dari hal yang sebenarnya patut
kita perjuangkan dan dari hal yang tidak menyenangkan yang seharusnya kita
lawan, berkaitan dengan kritik sosial yang disampaikan pada pertunjukan
drama seni teater oleh sanggar Teater Koma yang berdiri sejak 1 maret 1977
3 Susetiawan, “Harmoni, Stabilitas Politik, dan Kritik Sosial”. (Yoyakarta 1997, UII
Press), h. 4. 4 Bambang Rudiyanto, Pranata Sosial, Dosen Antropologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Andalas, Padang; Dosen Sekolah Bisnis Manajemen Institut Teknologi
Bandung. 5 Akhmad Zaini Akbar, Kritik Sosial, Pers dan Politik Indonesia, (Yogyakarta 1997: UII
Press 1999), cet. 2, h. 47. 6 Susetiawan, “Harmoni, Stabilisasi Politik dan Kritik Sosial”. (Yogyakarta 1997, UII
Press), h. 27.
5
telah konsisten menampilkan banyak pertunjukan seni drama yang bertemakan
kritik sosial. Kelompok teater yang independen dan bekerja lewat berbagai
pentas yang mengkritisi situasi sosial politik di tanah air pernah harus
menghadapi pelarangan pentas serta pencekalan dari pihak berwenang. Namun
kelompok teater tersebut senantiasa berupaya bersikap opitmis. Berharap
teater ini berkembang dengan sehat, bebas dari interes politik praktis dan
menjadi tontonan yang dibutuhkan berbagai kalangan masyarakat.
Peran kesenian drama teater dalam kehidupan sosial dan politik sangat
berpengaruh. Bukan hanya sebagai pengawas melainkan sebagai media
penyadaran masyarakat terhadap penyimpangan dan ketimpangan yang di
tanah air ini. Dengan kata lain kesenian bisa menjadi pihak yang aktif dalam
membantu proses perbaikan tatanan sosial dengan berbagai nilai positif yang
terkandung disetiap pementasan dan pertunjukannya. Artinya masyarakat
dapat mendapatkan media yang baik untuk menerima kritik yang sifatnya
menghibur. Teater juga dapat diyakini sebagai salah satu jalan menuju
keseimbangan batin dan jembatan bagi terciptanya kebahagiaan manusiawi
yang jujur. Bercermin lewat teater yang diyakini pula sebagai salah satu cara
untuk mengasah daya akal sehat, daya budi dan hati nurani.
Permasalahann yang diangakat oleh kelompok seni drama Teater
Koma dalam judul “Deonstran” karya N. Riantiarno ini menjadi sangat
menarik untuk diteliti karena persoalan tersebut telah menjadi rahasia umum
yang diketahui oleh mayarakat, juga beberapa peristiwa yang digambarkan
kembali dalam pementasan tersebut. Seperti yang telah diketahui oleh ribuan
warga Indonesia terhadap kinerja para aparatur pemerintahan. Dari
6
penanganan kasus korupsi yang pemberitaannya kian marak karna kebanyakan
tersangkanya adalah para pejabat pemerintahan, konspirasi yang dilakukan
oleh para golongan dan partai politik yang menghalalkan segala cara demi
tercapainya kepentingan juga pemberdayaan dan kesejahteraan sosial yang
tidak merata.
Dalam memandang persoalan tersebut tentunya tidak bisa hanya dilhat
dari satu aspek, oleh karena itu peneliti dalam skripsi ini akan memaparkan
tinjauan tentang kritik sosial yang dilihat dari berbagai macam aspek guna
memberikan pengetahuan tentang permasalahan yg sebenarnya sedang
dihadapi di tanah air ini tidak hanya membahas peristiwa atau kehidupan di
lingkungan sekitar yang dikemas dalam bentuk kesenian yang sarat akan nilai-
nilai moral, pendidikan dan kemanusiaan atau human interest. Sehingga para
penonton atau audience dalam pertunjukan tersebut tidak terkesan jenuh.
Dalam memahami penyampaian pesan juga akan terasa lebih ringan dengan
bahasa yang sederhana namun penuh makna.
Penelitian mengenai naskah yang di dalamnya terdapat kritikan
terhadap kasus serta peristiwa yang ada di tanah air ini menjadi penting karna
naskah ini memiliki nilai sosial yang tinggi. Isi dari naskah ini memiliki
kedekatan (proximity) yang tinggi terhadap keberlangsungan masyarakat
dalam menanggapi berbagai peristiwa yang belakangan terjadi dalam
kaitannya dengan sosial dan juga politik. Naskah dan pertunjukan ini juga
dapat berpengaruh terhadap pola pikir masyarakat dalam menentukan pilhan
tahun Pemilu 2014 karna pementasan ini berlangsung pada 1-15 Maret
berdekatan satu bulan sebelum pemilihan umum legislatif pada 9 April 2014.
7
Berangkat dari latar belakan diatas, perlu kiranya dilakukan penelitian
lebih mendalam pada aspek cerita pertunjukan ini, guna memahami pesan apa
yang sebenarnya hendak disampaikan melalui sekenario yang ditulis. Dengan
pendekatan wacana Teun A. Van djik sebagai mata pisau, serta untuk
memeberikan apresiasi terhadap karya seorang pekerja seni yang tentunya
memiliki ideologi dan pemikiran tertentu dalam memandang realitas
kehidupan. Kemudian dijadikan sebagai isu untuk ditonjolkan kepada
masyarakat. Penelitian diberi judul “Kritik Kepemimpinan dan Perubahan
Sosial Pada Naskah Demonstran Karya N.Riantiarno (Studi Analisis
WAcana Kritis)” Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui wacana dan
nilai-nilai yang dibangun pada pementasan tersebut untuk menyampaikan
sebuah kritik pada kasus dan konflik yang terjadi di Tanah Air dewasa ini.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatsan Masalah
Merujuk pada latar belakang yang peneliti telah paparkan
sebelumnya, maka dalam hal ini dibuat pembatasan masalah. Untuk lebih
memfokuskan penulisan penelitian ini dibatasi hanya pada seputar naskah
pementasan teataer yang berjudul “Demonstran”.
2. Perumusan Masalah
Untuk mengetahui permasalahan yang akan diteliti, maka peneliti
akan merumuskan beberapa masalah sebagai berikut:
a. Bagaimana kontruksi wacana pada level teks pada naskah teater
Demonstran?
8
b. Bagaimana konteks sosial, dan kognisis sosial yang dibangun dalam
penyampaian kritik sosial pada naskah teater Demonstran?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
a. Untuk meneliti dan mengetahui kritik sosial yang dibangun pada
naskah teater Demonstran.
b. Untuk meneliti dan mengetahui kognisi serta konteks sosial yang
melatarbelakangi keluarnya wacana dalam naskah teater Demonstran.
2. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:
a. Manfaat akademis
Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memperkaya
wawasan dalam penelitian tekstual, khususnya dalam menggunakan
metode analisis wacana. Juga dapat memberikan gambaran kepada
siapa saja yang akan melakukan penelitian seputar naskah teater. Serta
dapat mempermudah dan membantu mahasiswa dalam melakukan
penelitian menggunakan analisis wacana.
b. Manfaat praktis
Kajian tentang kausa bahasa ini diharapkan dapat memberi
kontribusi positif dalam penelitian yang berkaitan dalam bidang seni.
Juga penelitian ini diharapkan menjadi bahan masukan untuk
memperkaya wawasan bagi para praktisi seni pertunjukan.
9
D. Tinjauan Pustaka
Beberapa skripsi mahasiswa/I yang mengangkat dan menggunakan
metode wacana dantaranya:
Analisis Wacana Pemberitaan Harian Republika Tentang
Makanan CAlon Haji Berformalin Karya Yusuf Gandang Pamuncak,
Analisis Wacana Teun Van Djik Berita Tentang Calon Presiden RI
2009 Partai Keadilan Sejahtera di Harian Republika karya Mochamad
Arifin, Analisis Wacana Citra Perempuan Dalam Tabloid Nova Edisi
Khusus Kecantikan Tanggal 21-27 november 2011 karya Tiara
Mustika. Dari ketiga judul skripsi tersebut memiliki focus penelitian
terhadap telaah pemberitaan metode analisis yang digunakan adalah
metode analisis wacana Teun A. van Djik. Dari ketiga skrisi tersebut
memiliki perbedaan dengan skripsi peneliti yaitu dari segi kasus yang
diteliti, dan media yang menjadi objek penelitiannya.
E. Metodologi Penelitian
1. Metode Penelitian
Metode penelitian tentang naskah teater Demonstran dari teater
koma karya N. Riantiarno ini menggunakan metode penelitian kualitatif
deskripstif dengan metode analisis wacana Teun A. van Djik. Peneliti
menganalisis teks drama Demosntran karya N. Riantiarno lalu
menyimpulkan hasil dari temuan analisis tersebut. Hasil penelitian ini
bersifat deskriptif. Dalam mengamati kasus dari berbagai sumber data
yang digunakan untuk menelti, menguraikan, dan menjelaskan secara
komperhensif, berbagai aspek individu, kelompok suatu program atau
peristiwa secara sistematis.7 Dengan menggunakan metode kualitatif
7 Rachmat Kiryanto, Teknik Praktis Riset Komunikasi. (Jakarta: 2007), Cet. Ke. 2, h. 102
10
deskriptif peneliti berusaha melukiskan secara sistematis fakta atau
karakteristik bidang tertentu secara faktual dan cermat.8
Ciri lain dalam metode analisis kualitatif deskriptif adalah titik
berat pada observasi dan suasana alamiah (natural setting). Peneliti
bertindak sebagai pengamat. Peneliti hanya membuat kategori pelaku,
mengamati gejala dan mencatatnya dalam buku observasinya. Hasil
penelitian ini bersifat deskriptif, yaitu memberikan gambaran tentang
bagaimana naskah teater Demonstran karya N. Riantiarno mengkonstruksi
permsalahan dan kritik sosial. Analisis wacana tidak cukup hanya
didasarkan pada analisis teks semata, karena teks hanya hasil daru suatu
praktek yang harus diamati.9 Analisis wacana merupakan salah satu
alternatif dari analisis isi selain kuantitatif yang dominan dan banyak
dipakai. Jika analisis kuantitatif lebih memfokuskan pada sisi komunikasi
yang tampak (tersurat/manifest/nyata). Sedangkan untuk menjelaskan hal-
hal yang tersirat (latent), misalnya ideologi apa yang ada di balik suatu
berita, maka dilakukan riset analisis isi kualitatif. Dalam perkembangan
Ilmu Komunikasi, metode analisis kualitatif berkembang menjadi
beberapa varian metode, analisis wacana salah satunya disamping analisis
framing dan semiotic.10
Pretense analisis wacana adalah pada muatan,
nuansa dan makna latent (tersembunyi) dalam teks media.11
Wacana oleh Van Djik digambarkan mempunyai tiga dimensi/
bangunan: teks, kognisi sosial dan konteks sosial. Inti analisis Van Djik
8 Jalaludin Rachmat, Metode Penelitian Komunikasi, (Bandung: PT. Remaja Rosda
Karya, 2005), h. 22. 9 Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media ( Yogyakarta: Lkis, 2001 ),
10 Rachmat Kiryanto, Teknik Praktis Riset Komunikasi. (Jakarta: 2007), Cet. Ke. 2, h. 62
11 Alex Sobur, Analisis Teks Media. (Bandung: Rosadakarya. 2004), Cet. Ke. 4, h. 70
11
adalah menggabungkan ketiga dimensi wacana tersebut kedalam satu
kesatuan analisis. Dalam dimensi teks, yang diteliti adalah bagaimana
struktur teks dan bagaimana strategi wacana yang dipakai untuk
menegaskan suatu tema tertentu. Pada level kognisi sosial, dipelajari
prosoes produksi naskah yang melibatkan kognisi individu dan pembuat
naskah. Sedangkan aspek ketiga menjelaskan dan memepelajari bangunan
wacana yang berkembang dimasyarakat akan suatu masalah, dalam
penelitian ini tentu saja berkenaan dengan sebuah kritik sosial dan
kaitannya dengan perubahan yg sekarang ini marak diperbincangkan.
Analisis Van Djik disini menggabungkan analisis tekstual yang
memusatkan perhatian selalu kepada teks.
2. Subjek dan Objek Penelitian
Untuk melakukan penelitian ini, yang menjadai subjek penelitian
adalah kritik sosial dalam pementasan drama. Objek yang dimaksud dalam
penelitian ini adalah “Naskah Drama yang Berjudul Demonstran Karya N.
Riantiarno”. Peneliti memilih naskah tersebut karena menilai bahwa ada
relevansi dan tujuan yang dimaksud terhadap realitas kehidupan sosial dan
politik di Indonesia.
3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan teknik atau cara-cara yang
digunakan peneliti untuk mengumpulkan data. Pada riset kualitatif ini
yang peneliti pakai adalah observasi teks dan dokumentasi. Penelitian ini
12
dengan sengaja memilih forman (atau dokumen atau bahan-bahan visual
lain) yang dapat memeberikan jawaban terbaik pertanyaan penelitian.12
a. Obesrvasi Teks
Analisis wacana lebih menekankan pada pemaknaan teks dari
pada penjumblahan unit kategori, dasar dari analisis wacana adalah
interpretasi, karena analisis wacana merupakan bagian dari metode
interpretative yang mengandalkan penafsiran peneliti, setiap teks pda
dasarnya dapat dimaknai berbeda, dan ditafsirkan secara beragam.13
Dalam hal ini peneliti mengamati dan memeperhatikan secara
menyeluruh dengan disesuaikan pada kerangka analisis wacana yang
dikemukakan oleh Teun Van Djik.
b. Dokumentasi
Peneliti mengumpulkan dan mempelajari data melalui literature
dan sumber bacaan, seperti buku-buku yang relevan dengan masalah
yang dibahas dan mendukung penelitian. Prosedur dokumentasi ini
dilakukan karena merupakan sumber yang stabil, dan sangat berguna
untuk penguatan terhadap bahan penelitian.
4. Pengolahan Data
Dalam pengolahan data peneliti menggabungkan hasil melalui
pengumpulan data kemudian diolah melalui kajian analisis wacana Teun
Van Djik. Dalam penelitian ini mata pisau yang diangkat adalah metode
analisis wacana, model ini kerap disebut kognisi sosial, istilah ini
12
John W. Creswell, Desain Penelitian: Pendekatan kualitatif dan Kuantitatif, (Jakarta:
KIK Press, 2003) h. 143 13
Sobur, Alex, Analisis Teks Media: Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Semiotik
dan Framing (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006), cet. Ke. 4, h. 11
13
sebenarnya diadopsi dari pendekatan psikologis sosial, terutama untuk
menjelaskan struktur dan terbentuknya teks.
Berikut prosedur pengolahan data yang akan dilakukan ole peneliti:
a. Pengamatan Struktur Makro
Untuk analisis data teks dalam mengamati struktur makro,
peneliti memecah tulisan tersebut menjadi makrostruktur sesuai
dengan urutan paragraf. Setelah menemukan makrostruktur tingkat
pertama yang merupakan tema per paragraf, peneliti mereduksi untuk
mendapatkan makrostruktur dengan tingkatan yang lebih tinggi yaitu
makrostruktur tingkat kedua. Pengeliminasian terakhir menjadikan
makrostruktur tingkat ketiga merupakan tema dari berita tersebut.
b. Pengamatan Struktur Mikro
Untuk analisis data teks dalam mengamati superstruktur dan
struktur mikro, peneliti memberikan nomor pada tiap lima barisnya hal
ini diperuntukan agar mempermudah pencarian kalimat atau tulisan
yang dimaksud. Setelah itu peneliti meneliti elemen skema untuk
mengamati superstruktur serta meneliti elemen latar, detail maksud,
bentuk kalimat, koherensi, leksikon, dan grafis untuk mengamati
struktr mikro.
c. Analisis Kognisis Sosial
Untuk analisis kognisi sosial peneliti melakukan observasi
dokumen terkait untuk mengetahui latar belakang dan wawasan
penulis naskah dalam menyampaian pesan. Setelah itu diolah untuk
mengetahui kognisi pembuat berita.
14
d. Analisis Konteks Sosial
Untuk analisis konteks sosial peneliti menelusuri literature
yang berkembang dimasyarakat mengenai keadaan sosial politik di
Indonesia. Setelah itu diolah untuk mengetahui wawasan khalayak
tentang kritik sosial yang telah disampaikan.
5. Analisis Data
Melihat pengkonstruksian yang dilakukan di dalam naskah
“Demonstran” mengenai kritik sosial, peneliti menggunakan metode
analisis wacana Teun A. Van Djik. Wacana oleh Van Djik digambarkan
mempunyai dimensi/bangunan: teks, kognisis sosial, dan konteks sosial.
Inti analisis Van Djik adalah mengabungkan ketiga dimensi wacana
tersebut kedalam satu kesatuan analisis. Dalam dimensi teks, yang akan
diteliti adalah bagaimana struktur teks dan strategi wacana yang dipakai
untuk menegasakan suatu tema tertentu. Pada level kognisi sosial
depelajari proses produksi teks berita yang melibatkan kognisi individu
dan wartawan. Sedangkan aspek ketiga mempelajari bangunan wacana
yang berkembang dalm masyarakat akan suatu masalah.14
Pada penelitian ini, peneliti mencoba mengemukakan tentang
pesan dari pertunjukan teater yang bertemakan kriik sosial yaitu
“Demonstran” yang diproduksi pada tahun 2013-2014 dan dipentaskan
pada tanggal 1-15 Maret 2014. Untuk melihat pesan tersebut, peneliti
mencoba menganalisa unsur dari pertunjukan tersebut yaitu melalui narasi
(sekenario/naskah) yaitu dengan menganalisis teks sekenario pertunjukan
14
Eriyanto, Op. Cit., Analisis Wacana Pengantar Teks Media, h. 4.
15
teater “Demostran” melalui teks tersebut akan diketahui pesan yang
terkandung dalam pertunjukan tater tersebut. Selanjutnya, penelitian ini
akan menggunakan beberapa referensi dan sumber-sumber yang terkait
dengan penelitian, yang akan mendukung penelitian ini.
Analisis data teks yang dikemukakan Van Djik dapat digambarkan
sebagai berikut:
Tabel 1.1
Struktur/Elemen Wacana Model Van Djik
Struktur Wacana Hal yang Diamati Elemen
Struktur Makro Tematik (apa yang dikatakan) Topik
Seperstruktur Skematik (bagaimana pendapat
disususn dan dirangkai)
Skema
Strukur Mikro Semantik (makna yang ingin
ditekankan dakm teks berita)
Latar, Detail, Maksud,
Pra-anggapan,
Nominalisasi.
Sruktur Mikro Sintaksis (bagaimana pendapat
disamaikan)
Bentuk Kalimat,
Koherensi, Kata ganti.
Struktur Mikro Stilistik (pilihan kata apa yang
dipakai)
Leksikon
Struktur Mikro Retoris (bagaimana dan
dengan cara apa penekanan
dilakukan)
Grafis, Metafora,
Ekspresi
Peneliti juga menganalisis data untuk mendapatkan konteks sosial.
Hal ini dilakuakn agar peneliti mengetahui wawasan yang berkembang di
masyarakat, wacana yang diyakini oleh masyarakat, serta pengetahuan
masyarakat tentang sebuah kritik sosial. Konteks sosial memperlihatkan
bagaimana teks itu dihubungkan lebih jauh dengan struktur sosial.
16
F. Sistematika Penulisan
Penelitian yang akan dibahas terdiri dari lima bab dan masing-masing
bab terdiri dari sub bab, yakni :
BAB I PENDAHULUAN membahas tentang latar belakang
masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metodelogi
penelitian, tinjauan pustaka, dan sistematika penulisan.
BAB II LANDASAN TEORI membahas pada ruang lingkup
krangka teori yang akan membangun struktur wacana terhadap objek
penelitian. Berdasarkan kerangka teori dalam bab ini, maka terdapat beberapa
poin pembahasan yaitu: pembahasan mengenai analisis wacana serta ruang
lingkupnya dan yang paling utama adalah pendalaman teori-teori wacana
model Teun A. Van Djik.
BAB III GAMBARAN UMUM PROFIL Teater Koma membahas
sekilas tentang biografi sanggar Teater Koma, hasil karya Teater Koma, dan
sekilas tentang naskah “Demonstran”.
BAB IV ANALISIS PENELITIAN membahas hasil penelitian yang
berisi tentang analisis lirik sekenario/naskah “Demonstran” karya N.
Riantiarno yang dibawakan oleh Teater Koma.
BAB V PENUTUP membahas kesimpulan dan saran-saran.
17
BAB II
KERANGKA TEORI
A. Drama Secara Umum
1. Pengertian Drama
Setiap orang tentu mengenal drama. Drama merupakan proyeksi
kehidupan manusia yang ditampilkan dalam bentuk pementasan. Sebagai
interpretasi kehidupan, drama erat hubungannya dengat berita yang terjadi
di kehidupan nyata masyarakat. Drama juga disebut sebagai potret
kehidupan, baik potret suka duka, pahit manis, maupun hitam putih
kehidupan manusia. Dewasa ini, drama mengalami banyak perkembangan.
Berbagai jenis drama banyak dipentaskan. Baik di lingkungan sekolah,
maupun di lingkungan masyarakat. Pentas drama semakin berkembang
setelah drama dijadikan sebagai salah satu tujuan pembelajaran.1 Juga
sebagai media penyampaian kritik sosial.
Drama, begitulah orang mengenalnya untuk pertama kali. Di
Indonesia drama ini mempunyai istilah tersendiri yang kita kenal dengan
kata sandiwara.2 Drama ialah kesenian yang bersifat nyata untuk dilihat,
didengar dan dimengerti akan motifasi yang dituju, apa yang
diketengahkan seni drama tidak jauh beda dengan kejadian disekeliling
kita, ada adegan lucu sedih juga ketegangan yang mencekam.3 Kata drama
berasal dari bahasa yunani “draomai” yang berarti berbuat, berlaku,
bertindak, dan beraksi. Drama juga berarti perbuatan. Ada orang yang
1 Bintang Angkasa Putra, Drama Teori dan Pementasan, (Yogyakarta: PT Intan Sejati,
2012) 2 Adhy Asmara dr, Apresiasi Drama, (Yogyakarta: Nur Cahya, 1979)
3 Djoddy M, Mengenal Permainan Seni Drama, (Surabaya: Arena Ilmu)
18
menganggap drama sebagai lakon yang menyedihkan, mengerikan
sehingga dapat diartikan sebagai sandiwara tragedi.4
Namun Djoddy M dalam bukunya yang berjudul Mengenal
Permainan Seni Drama beranggapan lain, dia mendefinisikan darama itu
sendiri melalui sejarah, yaitu DROOMMA yang berarti lingkaran atau
tempat untuk berkumpul hal demikian mengingatkan kita pada cara-cara
kuno dalam hal pendidikan budi pekerti dari seorang GURU (Pendeta,
Filsuf, Satria) untuk menerima ajaran kehidupan.5 Sedangkan drama dalam
buku Dramaturgi memiliki tiga pengertian.
Pertama, drama adalah kwualitet komunikasi, situasi aksi (segala
apa yang terlihat dalam pentas) yang menimbulkan perhatian, rasa kagum
dan ketegangan pada pendengar/penonton. Kedua, menurut Moulton
drama adalah hidup yang dilukiskan dengan gerak (life presented in
action). Maka dalm drama itu kita melihat kehidupan manusia
diekspresikan secara langsung dimuka kita sendiri. Dalam kutipan
Branden Mathews “konflik dari sifat manusia merupakan sumber pokok
dari drama”, Ferdinand Brundtierre ”drama haruslah melahirkan kehendak
manusia dengan aksi”, dan Balthazar Verhagen “drama adalah kesenian
melukis sifat dan sikap manusia dengan gerak”. Ketiga, drama adalah
cerita konflik manusia dalam bentuk dialog, yang diproyeksi dalam bentuk
pementasan dengan menggunakan percakapan dan aksi di hadapan
penonton (audience).6
4 Ma’ruf Ch, DramaTurgi dan Dasar Phantomim, (Ponorogo: Teater Islam Darusalam,
cet-1 1986) 5 Djoddy M, Mengenal Permainan Seni Drama, (Surabaya: Arena Ilmu), h. 13.
6 Ma’ruf Ch, DramaTurgi dan Dasar Phantomim, (Ponorogo: Teater Islam Darusalam,
cet-1 1986), h. 3-4.
19
Demikian pula menurut Ki Hajar Dewantara. Definisi secara bahasa,
sandiwara (drama) adalah pengajaran yang dilakukan dengan perlambangan.
Sandiwara sebagai pengganti kata ‘toneel” dan ‘toneel’ sebagai pengganti kata
‘drama’. Sebenarnya kata sandiwara lebih kena daripada kata toneel (bahasa
belanda). Yang artinya tidak lain adalah pertunjukan. Kata sandiwara
mengalami kemerosotan, bahkan kata tersebut menimbulkan rasa hina atau
ejekan. Karena seringkali terdapat hal-hal yang kurang baik. Seperti contoh
kata seorang guru atau seorang bapak kepada anaknya. “jangan main
sandiwara kamu!”.7 Maka dari itu pemilihan kata lebih cenderung kepada
drama untuk merepresentasikan sebuah seni aksi (akting).
Menurut asal kata dan istilah-istilah yang sering kita ketahui dari
drama, beberapa pengertian bisa kita dapatkan.8
a. Drama, drama berarti gerak. Atau dalam baha Inggris lebih lanjut kata
drama ini sebagai action atau a thing done. Arti lain dari drama ini adalah
suatu konflik sikap dan sifat manusia dalam bentuk dialog yang
diproyeksikan pada pentas dengan menggunakan percakapan dan gerak.
b. Sandiwara, istilah kata ini terbentuk dari kata sandhi (rahasia) dan warah
(ajaran) yang diambil dari bahasa jawa. Jadi sandiwara adalah suatu
pengajaran yang diberikan secara rahasia atau perlambangan karena
disampaikan secara tidak langsung lewat sebuah bentuk tontonan.
c. Tonil, toneel berasal dari bahasa belanda yang mempunyai arti
pertunjukan. Istilah ini mulai dikenal di negara kita pada masa penjajahan
sekitar sebelum perang dunia ke II. Tapi pada akhirnya banyak orang yang
7 Ma’ruf Ch, DramaTurgi dan Dasar Phantomim, (Ponorogo: Teater Islam Darusalam,
cet-1 1986), h. 5 8 Adhy Asmara dr, Apresiasi Drama, (Yogyakarta: Nur Cahya, 1979)
20
men-sinonimkan dengan komidi, terutama pada bentuk komidi bangsawan
dan komidi stambul.
d. Komidi, pada saat itu orang mengatakan komidi selalu identik dengan
komidi stambul, yaitu suatu bentuk drama yang kebanyakan ceritanya
diangkat dari Negara-negara Istambul (bekas ibu negara Turki) dalam
setiap pertunjukannya. Jika komidi bangsawan adalah komidi yang hanya
disajikan dan dipertunjukan untuk kaum bangsawan, karena di dalamnya
ada cerminan kemewahan yang menyolok.
e. Lakon, istilah drama yang berasal dari bahasa jawa ini, memiliki arti
perjalanan cerita (biasanya dikenakan dalam pementasan wayanag). Di
Indonesia sendiri istilah ini tidak begitu terkenal. Hanya dipakai pada
beberapa tempat saja seperti di Bali, Jawa, dan Madura.
f. Teater, berasal dari bahasa yunani yaitu Theraton. Yang diturunkan dari
kata theaomai yang artinya ta’jub melihat atau memandang. Tapi pada
akhirnya kini teater itu sendiri kemudian mewakili tiga pengertian. Yaitu:
1) Sebagai gedung tempat pertunjukan, panggung yaitu sejak jaman
Thucydides (471-395) dan Plato (428-348). Jelasnya disini teater
sebagai gedung tempat pertunjukan dimana sandiwara (drama)
diadakan.
2) Sebagai publik atau auditorium. Pengertian ini dikenal pada jaman
Herodotus (490/480-224).
3) Sebagai suatu bentuk karangan tonil.
Dalam arti kata yg luas, teater adalah segala macam jenis tontonan
yang dipertunjukan dihadapan orang banyak. Misalnya wayang orang,
21
ketoprak, ludruk, srandul, membai, randai, mayong, arja, rangda, reog, lenong,
topeng, dagelan, pantommim, tari, sulapan, akrobatik dan sebagainya. Dalam
arti kata sempit, drama ialah kisah hidup dan kehidupan manusia yang
diceritakan, diproyeksikan diatas pentas. Disajikan dengan media percakapan,
gerak dan laku, dengan atau tanpa dekor dan didasari pada naskah tertulis
(sebagai hasil sastra) atau secara lisan, improvisasi dengan atau tanpa musik,
nyanyian maupun tarian.9
Dari beberapa definisi mengenai drama dan beberapa istilah yang
melatarbelakangi gambaran umum sebuah drama. Peneliti menarik
kesimpulan bahwa drama, adalah seni gabungan dari seni gerak, tari, dan aksi
disajikan dalam satu pementasan disaksikan oleh orang banyak yang latar
ceritanya berasal dari dinamika kehidupan manusia. Disampaikan bisa melalui
kelompok (kwalitet) ataupun perorangan (monologue).
2. Jenis Drama
Drama di Indonesia mengalami beberapa tahap perkembangan, mulai
dari jenis drama tradisional, drama klasik, drama transisi, dan drama modern.
Selain itu, drama dibagi menjadi beberapa jenis. Pembagian drama tersebut
berdasarkan tiga keriteria, yaitu berdasarkan penyajian lakon, berdasarkan
sarana pertunjukan, dan berdasarkan keberadaan naskah.10
a. Jenis drama berdasarkan jenis penyajian lakon.
Berdasarkan jenis penyajian lakon drama dapat dibedakan menjadi
delapan jenis bagian, yaitu:
9 Adhy Asmara dr, Apresiasi Drama, (Yogyakarta: Nur Cahya, 1979) h. 10-12
10 Bintang Angkasa Putra, Drama Teori dan Pementasan, (Yogyakarta: PT Intan Sejati,
2012)
22
1) Tragedi
Tragedi atau duka, merupakan drama yang menceritakan kisah
yang penuh kesedihan. Tragedi disebut juga dengan drama duka.
Pelaku utama dalam drama tragedi dari awal sampai akhir pertunjukan
selalui menemui kegagalan dalam memperjuangkan nasibnya. Drama
tragedi diakhiri dengan kedudukan yang mendalam atas apa yang
menimpa pelakunya (sad ending). Saat menonton drama tragedi
penonton seolah-olah ikut menanggung derita yang dialami pelaku
utamanya. Oleh karena itu penonton seringkali merasa sedih. Bahkan
ikut menangis ketika menyaksikan drama tragedi.
2) Komedi
Komedi disebut juga dengan drama sukacita. Komedi
merupakan drama ringan yang sifatnya menghibur. Dalam cerita drama
komedi terdapat dialog kocak yang bersifat menyindir dan bisaanya
berakhir dengan kebahagiaan (happy ending). Sebagian orang
mengatakan bahwa komedi adalah drama gelak. Meskipun memiliki
unsur tawa, drama komedi tetap mempertahankan nilai-nilai dramatik,
seperti setting, alur, konflik, dan lakon. Kelucuan drama komedi sering
mengandung sindiran dan kritik kepada anggota masayarakat tertentu
secara tersirat. Namun drama komedi yang sama dapat dinilai berbeda
oleh beberapa penonton. Penonton yang satu dapat mengatakan drama
komedi tersebut lucu. Sebaliknya, penonton lain mengatakan drama
komedi tersebut tidak lucu.
23
3) Tragekomedi
Tragekomedi adalah perpaduan antara drama komedi dan
komedi. Isi drama tragekomedi berisi dengan penuh kesedihan, tetapi
juga mengandung hal-hal yang menggelitik dan menimbulkan tawa.
Suasana suka dan duka bergantian mengiringi drama tragekomedi. Saat
menonton drama tragekomedi penonton dapan merasakan kesedihan
dan kegembiraan yang mendalam. Contoh tragekomedi yaitu, “Api”
karya Usmar Ismail, “Opera Kecoa” karya N.Riantiarno, dan “Saija
dan Adinda” karya Max Havelaar/Multatuli.
4) Melodrama
Melodrama merupakan drama yang menampilkan lakon tokoh
sentimental, mendebarkan hati, dan menghacurkan. Cerita-cerita dalam
melodrama terkesan berlebihan sehingga kurang meyakinkan
penonton. Selain itu, penampulan alur dan penokohan dalam
melodrama kurang dipertimbangkan secara cermat. Tokoh-tokoh
dalam melodrama umumnya merupakan tokoh hitam putih atau
stereotip. Maksudnya adalah jika dalam melodrama ada seorang tokoh
jahat (hitam), tokoh tersebut seluruhnya digambarkan selalu bersifat
buruk. Begitu juga sebaliknya, tokoh baik (putih) merupakan tokoh
pujaan yang selalu luput dari kesalahan luput dari kekurangan dan
seluruh sifat buruk manusia.
5) Dagelan (farce)
Dagelan merupakan jenis drama yang memiliki lakon lucu.
Dagelan bersifat entertain sehingga tujuan utamanya yaitu menghibur.
24
Dagelan sering disebut komedi murahan karena isi dagelan ringan,
kasar, dan cenderung vulgar. Jika melodrama dihubungkan dengan
tragedi, dagelan berhubungan dengan komedi. Meskipun dapat
dikatakan hampir sama namun pada prinsipnya berbeda. Dagelan
memiliki perbedaan yang mendasar dengan komedi.
Jika dalam komedi terdapat lakon lucu tetapi tetap
mempertahankan nilai-nilai dramatik lain halnya dengan dagelanyang
alur dramatiknya bersifat longgar, mudah berubah, dan banyak timbul
improvisasi. Dalam dagelan, sekenario tidak begitu diperhatikan.
Kekuatan kata-kata dan tindakan merupakan hal utama yang
membangkitkan kelucuan.
6) Opera
Opera adalah drama yang dialognya beruopa nyanyian dengan
iringan musik. Lagu. yang dinyanyikan antara pemain satu dan pemain
yang lain berbeda. Opera lebih mementingkan nyanyian dan musik
daripada lakonnya. Salah satu contoh opera yaitu drama yang berjudul
“Yulius Caesar” (terjemahan Muh. Yasmin S.H). Ada istilah lain yang
bersifat ahmpir sama dengan opera, yaitu operet. Operet adalah drama
sejenis opera tetapi lebih pendek.
7) Tablo
Tablo merupakan jenis drama yang mengutamakan gerak. Jalan
cerita tablo dapat dimengerti melalui gerakan-gerakan yang dilakukan
para tokoh, seperti pantomime. Untuk memperkuat cerita, gerakan-
gerakan yang dilakukan tablo bisaanya diiringi bunyi-bunyian
pengiring.
25
8) Sendatari
Sendatari adalah gabungan antara seni drama dan seni tari.
Rangkaian cerita dan adegannya diwujudkan dengan gerakan dalam
bentuk tarian yang diiringi musik. Sendatari tidak mengandung dialog.
Hanya saja kadang-kadang dibantu narasi singkat agar para penonton
mengetahui peristiwa yang sedang dipentaskan. Penyajian lakon
sebagian besar diangkat dari kisah klasik, seperti kisah “Mahabarata”
karya Vyasa dan “Ramayana” karya walmiki.11
b. Jenis Drama Berdasarkan Sarana Pertunjukan
Berdasarkan sarana atau alat yang digunakan untuk menyampaikan
cerita kepada penonton, drama dibagi menjadi lima, yaitu:12
1) Drama Panggung
Drama panggung dimainkan oleh para pemain panggung
pertunjukan. Penonton berada disekitar panggung dan dapat menikmati
drama secara langsung. Setiap aksi dan ekspresi pemain drama juga
dapat dilihat langsung oleh para penonton. Drama panggung didukung
oleh tata rias, tata bunyi, tata lampu dan tata dekor yang
menggambarkan isi drama yang dipentaskan.
2) Drama Radio
Drama radio merupakan jenis drama yang disiarkan di radio.
Berbeda dengan drama panggung yang dapat ditonton saat dimainkan,
drama radio tidak dapat ditonton. Drama radio dapat disiarkan secara
11
Bintang Angkasa Putra, Drama Teori dan Pementasan, (Yogyakarta: PT Intan Sejati,
2012), h. 13-15 12
Bintang Angkasa Putra, Drama Teori dan Pementasan, (Yogyakarta: PT Intan Sejati,
2012)
26
langsung dan dapat direkam terlebih dahulu dan disiarkan pada waktu
yang dikehendaki. Bahkan, dapat pula disiarkan secara berulang-ulang
sesuai permintaan dan selera masyarakat. Dalam penyajiannya terdapar
beberapa hal yang perlu diperhatikan, musik pengiring dan jenis suara
sangat menentukan kualitas dan keberhasilan siaran drama karena
radio hanya dapat didengar secara auditif.
Karakter pemain juga harus dapat terdengar berbeda karena
hanya melalui suara, karakter atau tokoh dan watak pemain harus dapat
tertangkap oleh pendengarnya.
3) Drama Televisi
Drama televisi bersifat visual dan auditif. Drama televisi dapat
ditayangkan secara langsung atau direkam dahulu, kemudian
ditayangkan kapan saja sesuai dengan program acara televisi tersebut.
Kelebihannya adalah dalam hal penampilan alur cerita. Jika drama
panggung dan radio jarang menampilkan alur mundur (flash back),
drama tv akan banyak memunculkan alur mundur. Tujuannya untuk
menghidupkan lakon dan menciptakan variasi cerita.
4) Drama Film
Drama film hampir sama dengan drama tv. Jika drama tv
ditampilkan di layar kaca, drama film ditampilkan menggunakan layar
lebar dan bisaanya dipertunjukan dibioskop.
5) Wayang
Ciri khas tontonan drama adalah cerita dan dialog. Oleh karena
itu, banyak anggapan yang menyatakan semua bentuk tontonan yang
27
mengandung cerita disebut drama, teramasuk tontonan wayang kulit
dan wayang golek (boneka kecil) yang dimainkan oleh dalang.
Wayang banyak bercerita mengenai acaran agama maupun epos (cerita
kepahlawanan) yang mengedepankan sifat kesatriaan, keprajuritan dan
ajaran moralitas yang tinggi.
c. Jenis Drama Berdasarkan Ada atau Tidaknya Naskah
Berdasarkan ada atau tidaknya naskah, drama dibagi menjadi dua
jenis, yaitu:
1) Drama Tradisional
Drama tradisional adalah drama berkembang pada zaman
dahulu dan masih terpengaruh kuat dengan adat. Drama tradisional
sering ditampilkan dengan lakon tanpa naskah. Keberhasilan
pertunjukan sangat ditentukan oleh kepiawaian dan kreatifitas para
pemain. Semua pemain dituntut mampu memerankan lakonya dengan
baik.
2) Drama Modern
Seiring perkembangan zaman, kesenian drama semakin
berkembang hingga munculnya berbagai jenis drama modern. Drama
modern mampu mengalahkan keberadaan drama tradisional karena
struktur dan unsur drama modern lebih lengkap dari drama tradisional.
Penyajian drama modern lebih terarah dengan menampilkan tujuan
yang lebih jelas. Selain itu unsur pembanguan juga sangat
diperhatikan.
28
Unsur pembangunan pementasan drama meliputi naskah,
pemain, sutradara, make up, kostum, dekor, lighting, dan tata musik.
Naskah yang berisi dialog para pemain merupakan hal utama yang
harus diperhatikan. Sebelum mengadakan pementasan, pemain wajib
menghafal dialog dan melakukan berbagai latihan (gerak ekpresi)
seperti yang tertuilis dalam nasakah. Dialog yang sudah dihafalkan
dengan disertai gerak-gerik atau akting. Tidak jarang sebelum
pementasan, para pemain diharuskan berlatih berulang-ulang hingga
benar-benar dapat memerankan tokoh yang dimainkan dengan penuh
penjiwaan.
Itulah beberapa jenis drama berdasarkan penyajian lakon, sarana
pertunjukan, dan keberaaan naskah. Selain jenis-jenis tersebut, ada beberapa
jenis drama lain. Contohnya sebagai berikut:
a. Pantomime (drama yang dilakonkan dengan gerak isyarat penganti dialog).
b. Monolog (drama yang dilakoni oleh seorang tokoh).
c. Drama Kloset (drama yang lebih enak untuk dibaca daripada dipentaskan).
d. Drama pendidikan (drama yang menyampaikan ajaran moral serta pesan
pendidikan).
e. Drama teaterikal (drama yang tujuan utmanya untuk dipentaskan).
f. Drama adat (drama yang menampulkan adat istiadat suatu daerah).
g. Drama lingkungan (drama yang lakonya sering mengajak penonton
berdialog).
h. Drama sejarah (drama yang berisi cerita sejarah).
i. Drama romantik (drama yang dialognya menggunakan bahasa puitis).
29
3. Aliran Drama
Dari waktu ke waktu drama berkembang sesuai tuntutan sosial
masyarakat penikmatnya. Drama yang lahir pada tahun 1980-an tentu tentu
berbeda dengan drama masa sekarang, baik dari segi struktur, bahasa, gaya
panggung, gaya penyampaian, maupun alirannya. Setiap aliran drama tentu
mempunyai cirri. Berikut beberapa aliran drama dengan ciri masing-masing:13
a. Aliran Klasik dan Neo Klasik
Aliran klasik merupakan aliran yang tunduk pada aturan yang
bersifat konvensional. Aliran ini bersumber pada Hukum Trilogi
Aristoteles yang meliputi adanya kesatuan waktu, tempat, dan kejadian.
Jadi, sebuah drama dikatakan beraliran klasik jika ketiga unsur tersebut
terpenuhi dengan baik, bahkan mendominasi struktur lain. Contoh drama
beraliran klasik adalah Mahabarata dan Ramayana. Sejalan dengan
pengertian tersebut, di dalam buku Dramaturgi dan Dasar pantomin
menjelaskan cirri-ciri drama klasik sebagai berikut:14
1) Materi berdasarkan motif yunani/romawi: baik cerita klasik maupun
sejarah.
2) Ditulis dalam sajak berirama.
3) Akting bergaya deklamasi.
4) Laku statis, monolog sangat panjang (untuk memberi kesempatan
berdeklamasi yang berlebih-lebihan), akibatnya lakon dramatis
terlambat.
13
Bintang Angkasa Putra, Drama Teori dan Pementasan, (Yogyakarta: PT Intan Sejati,
2012) 14
Ma’ruf Ch, DramaTurgi dan Dasar Phantomim, (Ponorogo: Teater Islam Darusalam,
cet-1 1986)
30
5) Tunduk kepada trilogy Aristoteles.
Aliran Neoklasik merupakan yang berkonsep sebab akibat.
Kekuasaan Tuhan sangat dominan di dalam cerita drama beraliran neo
klasik. Drama aliran ini bisaanya religius.
b. Aliran Romantisme
Cirri aliran romantisme ini critanya bersifat fantastis. Selain itu,
dalam drama beraliran romantisme terdapat anggapan bahwa nasib
seorang ditentukan oleh diri sendiri dan takdirnya. Sedangkan dalam buku
Dramaturgi dan Dasar Pantomim member penjelasan bahwa aliran ini
berkembang pada akhir abad ke 18, sukar untuk memberi penjelasan
secara umum, yang jelas drama romantik berkembang dengan klasik, tidak
mematuhi draa hukum yang tetap. Berikut ciri-ciri drama aliran
romantisme:15
1) Kebebasan bentuk.
2) Isi yang fantastis, seringkali tidak logis.
3) Materi: bunuh-membunuh, teriakan-teriakan dalam gelap, korban
pembunuhan yang hidup kembali, tokoh-tokohnya sentimental.
4) Dipentingkan keindahan bahasa.
5) Dalam penyutradaraan segi visual ditonjolkan.
6) Aktingnya bernafsu, bombastis, dan mimik yang berlebihan.
Tokoh tokoh yang mempelopri adalah, Alfred de Musset, Heinrich
Von Kleist dramanya: Prinz Fredrich vn Hamburg, Christian Dietriech
Grabbe, dramanya “Hannibal”.
15
Ma’ruf Ch, DramaTurgi dan Dasar Phantomim.
31
c. Aliran Realisme
Aliran realisme menggambarkan cerita yang bersifat nyata.
Ceritanya dalam drama beraliran ini terkesan lebih mudah ditangkap
karena berhubungan dengan kejadian sehari-hari. Contoh drama beraliran
realisme, yaitu “Paman Vanya” karya Anton Checkov, “Matinya Seorang
Pedagang” karya Arthur Miller, dan “Musuh Masyarakat” karya Hendrik
Ibsen.16
Aliran realismee umumnya berusaha mencapai ilusi atas
penggambaran kenyataan. Drama realis bertujuan tidak untuk menghibur
melulu, tetapi meng Aliran mukakan problem dari suatu masa. Problem
ini bisa berasal dari luar (soal sosial) dan kontradiksi yang dialami
manusia (soal psikologis), maka dari itu drama realisme dibedakan
menjadi ada dua macam, yaitu:17
1) Realisme Sosial
Biasanya problem sosial dan psikologis saling mempengaruhi,
jarang bisa dipisahkan. Tetapi dalam drama realistis masalah sosial
dapat dipisahkan dari masalah psikologis. Ciri-cirinya sebagai berikut:
a) Peran utama biasanya rakyat jelata, petani, buruh dan pelaut.
b) Aktingnya wajar seperti yang dilihat dalam kehidupan sehari-hari.
c) Banyak memakai bahasa sehari-hari.
2) Realisme psikologis
Mengangkat alur ceritanya berdasarkan problema yang lebih
spesifik ke aspek psikologis, biasanya pergolakan batin dan
kontradiksi yang dialami manusia, ciri-cirinya sebagai berikut:
16
Bintang Angkasa Putra, Drama Teori dan Pementasan, (Yogyakarta: PT Intan Sejati,
2012) 17
Ma’ruf Ch, DramaTurgi dan Dasar Phantomim, (Ponorogo: Teater Islam Darusalam,
cet-1 1986)
32
a) Lakunya bebas
b) Dalam pementasan banyak ditonjolkan sifat-sifat seseorang seperti
pejabat, dan orang tua.
c) Ceritanya banyak mengisahkan keadaan yang terjadi dan dialami
pada diri seseorang.
d. Aliran symbolisme
Drama-drama beraliran sembolisme menyajikan cerita tentang
kenyataan lain dibalik kenyataan yang tampak. Dengan kata lain
menampilkan sisi lain dari sebuah sudut pandang pementasan.
e. Aliran Ekspresionisme
Aliran ini adalah aliran drama yang menonjolakan faktor psikis
atau kejiwaan para tokoh daripada penggambaran kejadianya. Teater-teater
pada zaman masakini terdapat pada gedung-gedung yang tertutup. Tata
sinar, dekorasi dalam teaer dikembangkan dan menempati kedudukan yang
cukup penting. Ciri-cirinya adalah sebagai berikut:
1) Kebanyakan ceritanya berisi suatu emosi.
2) Aktingnya lebih modern dibandingkan pada masa realisme.
3) Peralatanya cukup lengkap.
4) Terapat jarak antara penonton dan pemain.
f. Aliran Naturalisme
Aliran naturalisme merupakan perkembangan dari aliran realisme.
Akan tetapi, drama beraliran ini lebih menekankan pada unsur fisik alam.
Sebagai contoh, sebuah pementasan drama mengambil setting pedesaan,
maka suasana panggung benar-benar dibuat mendekati aslinya. Drama
beralian naturalisme cenderung terkesan hidup dan tidak dibuat-buat.
33
g. Aliran Eksistensialisme
Aliran eksistensialisme ini lebih menekankan pada penggambaran
tokoh sebagai individu yang bertanggung jawab atas dirinya sendiri dan
memiliki kemauan dan kebebasan.
h. Aliran Absurd
Aliran absurd berkisah tentang tidak adanya kebenaran mutlak
dalam kehidupan ini. Manusia adalah “Tuhan” bagi dirinya sendiri.
Contoh drama beraliran absurd, misalnya “Kursi-kursi” dan “Mata
Pelajar” karya Lonesco.18
B. Kritik Dan Perubahan Sosial
Krititsme seperti diungkapkan oleh Rayamond Williams “Fault
Finding” atau temuan kesalahan. Dia menemukan asal terminologi dalam
bahasa Yunani Kritos, ‘a judge’. Sebuah dugaan dari ‘fault finding’ membawa
kepada sebuah pendapat yang negatif, contohnya sesuatu yang salah bisa saja
dibenarkan dan bisa saja harus lebih baik dari yang dibenarkan. Namun
Theodor Ardono menemukan asal kata dari Yunani yang berbeda yaitu berasal
dari kata Kirno, ‘to decide’ and ‘crisis’. Sebuah kritikan adalah salah satu
penempatan dalam membuat sebuah justifikasi yang mana memutuskan
apakah sesuatu itu bagus atau tidak, yang memberi poin kepada yang bersalah
kemudian membenarkan untuk menuju hal yang lebih baik.
Kritik menyediakan sebuah sistem “checks and balance” yang
mencegah dari penyimpangan menuju kelaliman. Kritik dapat membangun
18
Bintang Angkasa Putra, Drama Teori dan Pementasan, (Yogyakarta: PT Intan Sejati,
2012) h. 22-24
34
sebuah kemungkinan untuk perlawanan, yaitu membangun sebuah pandangan
dan opini. Apa yang implisit disisni dari arti kritik bukan hanya untuk
menemukan kesalahan tetapi membentuk sebuah garis perlawanan.
Tim Dant mengatakan bahwa “Kita mengkritisi apa yang kita tidak
setujui. Ketika kita tidak setuju terhadap pendapat atau tindakan orang lain
dan menanyakan ‘mengapa?’, kita sudah mengkritisi mereka”. Untuk menjadi
kritis, hal pertama yang kita lakukan adalah membangun sebuah perspektif,
sebuah pandangan atau pendapat pada seperti apa dunia ini dan bagaimana
seharusnya, termasuk bagaimana kita dan orang lain seharusnya bertindak.
Yang ke dua, memberikan sebuah alasan mengapa persepektif atau pendapat
itu tepat, dan yang ke tiga melibatkan kecakapan dalam berbicara atau
mengemukakan pandangan dan alasan mengenai yang orang lain dengar atau
baca.19
Mengkritisi menempatkan kita di dalam sebuah situasi ketertarikan
yang sangat luas dan sebuah hubungan antara ketertarikan kita pada hal
tersebut dengan persepektif yang kita gunakan ketika kita mengkritik. Objek
dari sebuah kritikan bisa saja sebuah tindakan dari individu yang lain atau bisa
dari sebuah kebisaaan banyak orang. Krikitkan juga termasuk sebuah refleksi,
sebuah kebalikan dan jawaban dari sebuah kejadian dan tindakan yang telah
terjadi. 20
Kritik lebih berkonotasi negatif. Dalam KBBI (kamus besar bahasa
Indonesia) disebutkan arti kritik sebagai kecaman atau tanggapan, kadang-
kadang disertai uaraian pertimbangan akan baik dan buruknya suatu hasil
19
Tim Dant, Critical Social Theory: Culture, society and Critique, (London: SAGE
Publication, 2003) 20
Tim Dant, Critical Social Theory: Culture, society and Critique, (London: SAGE
Publication, 2003)
35
karya. Kritik juga sering dikaitkan dengan masalah sosial. Istilah sosial dalam
KBBI disebutkan dalam dua pengertian yaitu, berkenaan dengan masyarakat
dan suka memperhatikan kepentingan umum.
Sementara itu sosial memiliki arti “having to do with human beings
living together as a group in a situation that they have dealing with another”
(Webster, 1983:1723). Berdasarkan dari defenisi dua kata tersebut. Dengan
kata lain dapat dikatakan, kritik sosial adalah membandingkan serta
mengamati secara teliti dan melihat perkembangan serta secara cermat tentang
baik atau buruknya kualitas masyarakat. Adapun tindakan mengkritiki dapat
dilakukan oleh siapapun termasuk susastrawan, dan kritik sosial merupakan
suatu variable penting untuk memelihara sistem sosial dalam masyarakat.
Kritik sosial selalu berkaitan dengan sebuah perubahan, terutama pada
perubahan sosial. Seperti yang dikatakan Wilbert Moore misalnya, bahwa
perbahan sosial adalah perubahan penting dari struktur sosial. Dalam hal ini
yang dimaksud dengan struktur sosial adalah pola-pola perilaku dan interaksi
sosial21
. Dewasa ini yang melatarbelakangi perubahan sosial dapat
dipengaruhi oleh faktor sistem sosial yang kaku, ketimpangan sosial yang
mencolok, fragmentasi komunitas dan kepentingan terselubung22
.
Dalam menyampaikan sebuah kritik sosial harus dibarengi dengan
ideologi yang mumpuni untuk dapat memepengaruhi dan menimbulkan efek.
Seperti yang dikatakan Lerner “ide adalah senjata paling ampuh” dan manusia
memiliki ide baik untuk memahami maupun untuk mengendalikan kehidupan
21
Wilbert E. Moore,Order and Change; Essaysin Comparative Sociology, New York,
John Wiley & Sons, 1967 : 3 22
Robert H. Lauer, Perspektif Tentang Perubahan Sosial, (Jakarta : PT Rineka Cipta)
2001
36
mereka. Terkadang ide juga dapat menjelma menjadi tukang sihir yang
menguasai diri dan menyebabkan manusia melaksanakan perintahnya23
.
Kedua hal tersebut, antara Kritik dan Perubahan adalah dua hal yang
saling berkaitan. Awal dari adanya “social changes” adalah berawal dari
sebuah kontruski kritik yang dibangun untuk mempengaruhi dan memberikan
respon terhadap penyimpangan. Dalam kaitanya antara perubahan dan kritik,
perubahan adalah wujud dari sintesis atas bertemunya tesis dan antithesis.
Seperti teori dialektik Hegel, pemikiran seperti ini sebelumnya pernah
digunakan juga oleh Socrates, filsuf kuno yang menyatakan bahwa untuk
mencari kebenaran harus melalui dialog (debat atau diskusi). Kemudian
didukung oleh sistematika teori Hegel jika Tesis dibantah oleh Antitesis,
kemudian melahirkan Sintesis baru.24
Isi tesis, antithesis dan sintesis berbeda-
beda tergantung dari sifat dan aspek-aspek kenyataan dimana pengertian ini
diterapkan. Sesuai dengan judul peneliti, dialektik yang dimaksud adalah
mengenai kritik sosial terhadap kepemimpinan dan kebijakan politik dalam
naskah Demonstran, kemudian meneliti sintesa apa yang muncul dan menjadi
makna dari perubahan.
C. Analisis Wacana
1. Pengertian Analisis Wacana
Ada beberapa macam pengertian analisi wacana yang dipahami
oleh masyarakat. Hal ini tergantung pada keilmuan yang dianut oleh
seseorang. Wacana dipakai dalam berbagai macam jenis keilmuan.
Diantaranya psikologi, sosiologi, politik, studi bahasa, sastra dan
23
Max Lener, Ideas are Weapon, New York, Viking Press. 1939 dikutip dari buku
Perspektif Perubahan Sosial. 24
Darsono, Karl Marx Ekonomi dan Aksi Politik, (Jakarta : Diadit Media) 2007
37
komunikasi. Pemakaian istilah “wacana” seringkali diikuti oleh beragam
macam definisi. Dalam hal ini wacana yang digunakan adalah dilihat dari
definisi keilmuan komunikasi.25
Secara etomologi istilah wacana berasal dari bahasa Sangsekerta
wac/wak/uak yang memiliki arti kata ‘berkata’ atau ‘berucap’. Kemudian
kata tersebut mengalami perubahan menjadi wacana. Kata ‘ana’ yang
berbentuk sufiks (akhiran) yang bermakna ‘membendakan’ (nominalisasi).
Dengan demikian, kata wacana dapat dikatakan sebagai perkataan atau
tuturan.26
Namun, istilah wacana diperkenalkan dan digunakan oleh para
ahli linguistic (ahli bahasa) di Indonesia sebagai terjemahan dari istilah
bahasa Inggris, ‘discourse’. Kata discourse sendiri berasal dari bahasa
latin, discursus (lari kesana lari kemari). Kata ini diturunkan dari kata ‘dis’
(dan/dalam arah yang berbeda-beda) dan kata ‘curere’ (lari).27
Analisis wacana adalah suatu pencarian prinsip-prinsip yang
digunakan oleh komunikator dari persepektif mereka, ia tidak
memperdulikan ciri atau sifat psikologis tersembunyi atau fungsi otak,
namun terhadap problema percakapan sehari-hari yang kita kelola dan kita
pecahkan.28
Analisis wacana adalah dua kata yang memiliki arti. Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) analisis adalah penyelidikan
terhadap suatu peristiwa, penjelasan yang telah dikaji sebaik-baiknya,
25
Eriyanto, Analisis Wacana., h. 1-3 26
Dedy Mulyana, Kajian wacana: Teori, Metode Aplikasi, dan Prinsip-Prinsip Analisis
Wacana, (Yogyakarta:Tiara Wacana, 2005), h. 3 27
Dede Oetomo, Kelahiran dan Perkembangan Analisis Wacana, (Yogyakarta:
Kanisisus, 1993), h. 3 28
Alex Sobur, Analisis Teks Media, h. 48-49
38
penguraian suatu pokok atas berbagai bagian, serta penguraian karya sastra
atau unsur-unsurnya untuk memahami peretalia antar unsur tersebut.29
Dalam buku Eriyanto yang berjudul “Analisis Wacana Pengantar Analisis
Teks Media” menjelasakan wacana dari berbagai pendapat para tokoh.
Diantaranya bersumber dari (Roger Flower 1977) wacana adalah
komunikasi lisan atau tulisan yang dilihat dari sudut pandang kepercayaan
dan nilai.
Secara lebih sederhana wacana berarti objek atau ide yang
diperbincangkan secara terbuka kepada publik sehingga menimbulkan
pemahaman tertentu yang tersebar luas.30
Sobur merangkum pengertian
wacana dari berbagai pendapat ahli sebagai “rangkaian ujar atau rangkaian
tindak tutur yang mengungkapkan suatu hal (subjek) yang disajikan secara
teratur, sistematis, dalam satu kesatuan yang koheren, dibentuk oleh unsur
segmental maupun nonsegmental bahasa“. Lalu jika dirumuskan, analisis
wacana adalah studi tentang struktur pesan dalam komunikasi.
Marianne W. Jorgensen dan Louise J. Philips mendefinisikan cara
tertentu untuk membicarakan dan memahami dunia ini.31
J.S Badudu
dalam tulisan Eriyanto, menyebutkan definisi wacana yaitu: 1. Rentetan
kalimat yang berkaitan, yang menghubungkan proposisi yang satu dengan
proposisi lainya, membentuk satu kesatuan sehingga terbentuklah makna
yang serasi diantara kalimat-kalimat itu. 2. Kesatuan bahasa yang
terlengkap dan tertinggi atau terbesar diatas kalimat atau klausa dengan
29
Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, cet.ke-1 1988), h.
32 30
Alex Sobur, Analisis Teks Media, h. 11. 31
Marianne W. Jorgensen dan Louise J. Philips, Analisis Wacana Teori dan Praktik,
Pustaka Pelajar, Yogyakarta, cet- 5, h. 2.
39
koherensi dan kohensi yang tinggi yang berkesinambungan, yang mampu
mempunyai awal dan akhir yang nyata, disampaian secara lisan atau
tertulis.32
Menurut Eriyanto, pada studi analisis tekstual. Analisis wacana
termasuk ke dalam paradigma kritis yang melihat pesan/teks sebagai
petarungan kekuasaan, sehingga teks dipandang sebagai suatu dominasi
kelompok kepada kelompok yang lain.33
Ada beberapa tokoh yang mengenalkan model-model analisis
wacana. Model Roger Fowler dkk., model Theo van Leeuwen, model Sara
Mills, model Teun A. Van Dijk, dan model Norman Fairclough.
Dari model-model yang disebutkan diatas, terdapat persamaan dan
perbedaannya. Secara singkat, persamaan dari masing-masing model
adalah pada ideoligi sebagai posisi penting dari analalisis semua model.
Kekuasaan (power) juga menjadi bagian sentral. Poin penting dari analisis
semua model adalah kemungkinan besar bahwa wacana dapat
dimanipulasi oleh kelompok dominan atau kelas yang berkuasa dalam
masyarakat untuk memperbesar kekuasaannya. Selain persamaan tersebut,
unit Bahasa juga persaman yang digunakan sebagai alat untuk mendeteksi
ideologi dalam teks.
Perbedaan dari model-model tersebut terlihat pada tingkatan
kerangka analisis. Tingkatan tersebut terdiri dari tingkatan Mikro yang
menganalisis unsur bahasa pada teks. Kedua, Kognisi yang menganalisis
pada diri individu sebagai penghasil atau pemroduksi teks. Dan tingkatan
Ketiga, Konteks, yaitu analisis struktur sosial, ekonomi, politik, dan
32
Eriyanto, Analisis Wacana, h. 2. 33
Ibid, h. 18.
40
budaya masyarakat. Model Roger Flowerdkk., Theo van Leeuwen, dan
Sara Mills memusatkan penelitianya ditingkatan mikro dan makro.
Sementara pada model Van Dijk menggunakan ketiga tingkatan dalam
kerangka analisisnya.34
Model Roger Flower, berfokus pada struktur dan fungsi bahasa,
dimana tata bahasa itu menyediakan alat untuk dikomunikasikan kepada
khalayak. Flower dan kawan-kawan meletakan tata bahasa dan praktik
pemakaianya tersebut untuk mengetahui praktik ideologi.
Theo van Leeuwen menganalisis bagaimana suatu kelompok atau
seseorang dimarjinalkan posisinya dalam suatu wacana. Kelompok yang
dominan lebih memegang kendali dalam menafsirkan peristiwa dan
pemaknaannya, sementara kelompok lain yang possisinya lebih rendah
cenderung terus menerus sebagai objek yang digambarkan berlawanan.
Sara Mills lebih fokus kepada pemberitaan yanag berkaitan dengan
feminism, oleh karena itu, penelitian model Sara Mills disebut sebagai
perspektif feminis. Titik dari analisis wacana ini adalah menunjukan
bagaimana wanita digambarkan dan dimarjinalkan dalam teks berita, dan
bagaimana bentuk pola pemarjinalan itu dilakukan.
Sedangkan Van Dijk dan Fairclough menghubungkan teks mikro
dengan konteks masyarakat yang makro. Fairclough menitik beratkan
perhatiannya melihat bahasa sebagai praktik kekuasaan. Dari model-model
yang disebutkan di atas, model Van Dijk yang paling banyak digunakan.
Hal ini didasarkan pada Van Dijk yang menggabungkan elemen-elemen
34
Eriyanto, Analisis Wacana., h 342-356
41
wacana sehingga lebih praktis digunakan. Penelitian ini menggunakan
model penelitian Van Dijk.
Aalisis wacana Van Dijk melihat penelitian analisis wacana tidak
cukup hanya didasarkan pada analisis teks semata. Disini perlu dilihat pula
bagaimana suatu teks diproduksi, sehingga dapat diketahui bagaimana teks
bisa menjadi seperti itu. Model Van Dijk ini sering disebut sebagai kognisi
sosial.35
Analisis model Van Dijk melihat bagaimana struktur sosial,
dominasi, dan kelompok kekuasaan yang ada dalam masyarakat dan
bagaimana kognisi/pikiran dan kesadaran yang membentuk dan
berpengaruh terhadap teks tertentu. Wacana oleh Van Dijk digambarkan
mempunyai tiga dimensi/bangunan: teks, kognisi sosial, dan konteks
sosial. Inti dari model ini adalah menggabungkan ketiga dimensi wacana
tersebut ke dalam satu kesatuan analisis.
2. Analisis Wacana Model Teun A. Van Dijk
Teun Adrianus van Dijk adalah seorang sarjana biang linguistik teks,
analisis wacana dan analisis kritis. Van Dijk lahir di Naaldwijk, Belanda pada
tanggal 7 Mei 1943. Sejak 1980-an karyanya dalam analisis wacana
difokuskan terutama pada studi tentang reproduksi diskrusif rasisme dengan
apa yang dia sebut ‘elite simbolik’ (politikus, wartawan, sarjana, penulis),
studi tentang berita di pers dan pada teori ideologi dan konteks. Teun A. Van
Dijk adalah seorang professor studi wacana di Universitas Amsterdam dari
35
Eriyanto, OP. Cit., Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, h. 23.
42
tahun 1968 hingga 2004 dan hingga tahun 1999 ia telah mengajar di Pompeu
Fabra University, Barcelona.
Meski penelitian-penelitian wacana yang sering diteliti oleh Van Dijk
adalah mengenai rasialisme namun tidak menutup kemungkinan terhadap
objek penelitian berupa teks berita atau teks sekenario dan naskah. Seperti
objek penelitian terhadap naskah drama “Demonstran” ini. Penelitian dalam
skripsi ini menggunakan tokoh Teun A. van Dijk, maka harus diketahui
terminologis yang terdapat dalam buku “Crtical Discourse Analysis” dalam
pembahasan mengenai “What is Discourse?”:
Discourse analysis are, “key to define the concept of discourse.” Such as
the definition would have to consist of the whole discipline of discourse studies, in the
same way of linguistic provides many definitions of the definition of ‘languages’. In the
may view, it hardly makes to define fundamental notion such as ‘discourse, language,
cognition, interaction, power, or society. To understand these nations, we need whole
theories or discipline of the objects or phenomena we are dealing with. This, discourse is
a multidimentional sosial phenomenon. It is the same tune in linguistic (verbal
grammatical), object (meaningful sequences of words or sentences), an action (as an
assertion or a threat), a form of sosial interaction (like conversation), a sosial practice
(such as a lecture), a mental representation (a meaning, a mental model, an opinion,
knowledge), an interactional communicative event or activity (like parliamentary m), a
cultural product (like a telenovela), or even an economic commodity that is being sold
and bought (like a novel). In other words, a more or less complete ‘definition’ of the
notion of ‘discourse’ would involve many dimentions of consist of many other
fundamental notions that need definition, that is theory, such as meaning, interaction and
cognition.36
Proses produksi dan pendekatan ini sangat identik dengan Van Dijk,
yang melibatkan suatu proses yang disebut sebagai kognisi sosial. Istilah ini
diadopsi dari pendekatan di lapangan dalam ilmu psikologi sosial, terutama
36
Teun van Dijk, Critical Discourse Studies: A Sociocognitive Approach, (London; Sage,
2002), h. 66-67
43
untuk menjelaskan struktur dan proses terbentuknya suatu teks.37
Van Dijk
menjelaskan dalam karyanya yang berjudul Principles of Critical Discourse
Analysis
“Whereas of management of discourse access represents one of the crucial
sosial dimentions of dominance, that is, who is allowed to say/write/hear/read what
to/from whom, where, when and how we have stressed that modern power has a major
cognitive dimension.”38
Studi analisis wacana ini berasal dari analisis linguistik kritis.
Merambah kepada ilmu sosial lainya, seperti analis semiotik kritis, bahasa,
wacana, komunikasi, dan ilmu sosial lainya. Meski awalnya berasal dari
bahasan wacana linguistik, tetapi tidak menutup kesempatan kepada ilmu
sosial lainya untuk diteliti.
Van Dijk juga memfokuskan kajiannya pada peranan strategis wacana
dalam proses distribusi dan reproduksi, pengaruh hegemoni atau kekuasaan
tertentu. Salah satu elemen paling penting dalam proses analisa relasi
kekuasaan atau hegemoni dengan wacana adalah pola-pola akses terhadap
wacana publik yang tertuju kepada kelompok-kelompok masyarakat. Secara
teoritis, bisa dikatakan agar relasi antara suatu hegemoni dengan wacana bisa
terlihat dengan jelas, maka kita membutuhkan hubungan kognitif dari bentuk-
bentuk masyarakat, ilmu pengetahuan, ideologi dan beragam representasi
sosial lain yang terkait dengan pola pikir sosial, hal ini juga mengaitkan
individu dengan masyarakat, serta struktur sosial mikro dengan makro.39
37
Yoce Aliah Darma, Analisis Wacana Kritis, (Bandung: Yrama Widya) cet ke-2. 2013.
H. 86. 38
Teun A. van Dijk, Discourse and Society: Principles of Critical Discourse Analysis,
(London. Newbury Park and New Delhi), vol. 4(2) 1993 h. 257. 39
Teun A. van Dijk, Discourse and Society: Vol.4 (2). (London Highburry Park and New
Delhi: Sage, 1993), h. 249
44
Menurut Van Dijk, analisis wacana memiliki tujuan ganda yaitu
sebuah teori sistematis yang deskriptif, kemudian struktur dan strategi di
berbagai tingkatan dan wacana lisan tertulis yang dilihat baik secara objek
tekstual juga sebagai bentuk praktik sosial budaya antar tindakan dan
hubungan. Sifat teks ini berbicara dengan relevan pada struktur kognitif,
sosial, budaya, dan sejarah konteks. Momentum penting dari pendekatan
tersebut terletak pada fokus khusus yang terkait pada isu sosial-politik, dan
menyampaikan secara eksplisit cara penyalah gunaan kekuasaan kelompok
dominan yang mengakibatkan ke tidaksetaraan dan delegitimasi.40
Wacana oleh Van Dijk digambarkan mempunyai tiga dimensi yaitu
teks, kognisis sosial, dan konteks sosial. Van Dijk menggabungkan ketiga
dimensi wacana tersebut kedalam suatu kesatuan analisis. Dalam teks, yang
diteliti adalah bagaimana struktur teks dan strategi wacana dipakai untuk
menegaskan suatu tema tertentu. Kognisis sosial mempelajari proses induksi
teks yang melibatkan individu dari penulis. Sedangkan aspek ketiga yaitu
konteks sosial yang mempelajari bangunan wacana yang berkembang dalam
masyarakat akan suatu masalah. Model analisis Van Dijk ini bisa digambarkan
sebagai berikut.41
40
Teun Van Dijk, Menganalisis Rasisme Melalui Analisis Wacana MElalui Beberapa
Metodologi Relektif, artikel diakses pada 17 maret 2014 dari http.//www.discourse.org 41
Yoce Aliah Darma, Analisis Wacana Kritis. H. 88.
45
Teks
Kognisi Sosial
Konteks Sosial
Sumber; Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media,
Yogyakarta, Lkis, 2001, h. 225.
Gambar2.1
Model Analisis Wacana van Dijk
a. Teks
Van dijk melihat suatu teks terdiri atas beberapa struktur/tingkatan
yang masing-masing bagian saling mendukung. Ia membaginya kedalam
tiga tingkatan. Pertama, struktur makro. Ini merupakan makna umum dari
suatu teks yang dapat diamati dengan melihat topik atau tema yang
dikedepankan dalam suatu berita. Kedua, superstruktur. Ini merupakan
struktur wacana yang berhubungan dengan kerangka suatu teks,
bagaimana bagian-bagian teks tersusun secara utuh. Ketiga, struktur
mikro. Adalah makna wacana yang dapat diamati melalui bagian kecil dari
suatu teks yakni kata-kata, kalimat, proposisi, anak kalimat, paraphrase,
dan gambar.
46
Tabel 2.2
Struktur Analisis van Dijk
Struktur Makro
Makna global dari suatu teks yang dapat diamati dari topik/tema yang
diangkat oleh suatu teks
Superstruktur
Kerangka suatu teks, seperti bagian pendahuluan, isi, penutup, dan
kesimpulan.
Struktur Makro
Makna lokal dari suatu teks yang dapat diamati dari pilihan kata, kalimat, dan
gaya yang dipakai oleh suatu teks.
Sumber: Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media,
Yogyakarta, LKiS 2001, h. 227
Menurut van Dijk, meskipun terdisri atas berbagai elemen, semua
elemen merupakan suatu kesatuan, saling mendukung. Tabel di atas
menunjukan struktur analisis teks van Dijk, berikut adalah penjelasan
elemen-elemen yang dianalisa melalui struktur tersebut:42
1) Tematik
Elemen tematik menunjuk pada gambaran umum dari suatu
teks. Sering disebut juga sebagai gagasan inti, ringkasan, atau yang
42
Eriyanto, Analisis Wacana, h. 225
47
utama dari suatu teks. Topik menggambarkan apa yang ingin
diungkapkan oleh penulis dalam naskahnya. Topik menunjukan
konsep dominan, sentral, dan paling penting dari isi suatu tulisan. Oleh
karena itu, ia sering disebut sebagai tema/topik.
Topik ini akan didukung oleh subtopik satu dengan subtopik
yang lainnya yang saling mendukung terbentuknya topik umum.
Subopik ini juga didukung oleh serangkaian fakta yang ditampilkan,
yang menunjuk dan menggambarkan subtokpik, sehingga dengan sub
bagian yang saling mendukung antara bagian satu dengan bagian
lainya. Teks secara keseluruhan membentuk teks yang koheren dan
utuh. Gagasan van Dijk ini didaasarkan pada suatu mental pikir
tertentu. Kognisi atau mental ini seara jelas dapat dilihat pada topik
yang dimunculkan. Karena topik ini dapat dipahami sebagai mental
atau kognisi penulis, tidak heran jika semua elemen dalam berita
mengacu dan mendukung kepada topik yang diangkat.
2) Skematik
Teks atau wawancara umumnya mempunyai skema atau alur dari
pendahuluan sampai akhir. Alur tersebut menunjukan begaimana bagian-
bagian dalam teks disusun dan diurutkan sehingga membentuk kesatuan
arti. Jika dalam berita umumnya mempunyai kategori skema besar.
Pertama, summary yang umumnya ditandai dengan dua elemen yakni
judul dan lead begitu juga dengan sebuah drama teater. Elemen skema ini
merupakan elemen skema yang dipandang paling penting. Judul dan lead
48
umumnya mempunyai tema yang ingin ditampilkan. Lead ini umumnya
sebagai pengantar ringkasan apa yang ingin dikatakan. Kedua, story yakni
isi secara keseluruhan dalam sebuah naskah. Isi ini juga mampunyai dua
subkategori. Yang pertama berupa situasi, yakni proses atau jalannya
peristiwa, sedang yang kedua adalah sebuah komentar ditampilkan dalam
teks. Subkategori situasi yang menggambarkan kisah atau peristiwa
umunya terdisri atas dua bagian. Yang pertama mengenai episode atau
kisah utama dari peristiwa tersebut, dan yang kedua latar untuk
mendukung episode yang disajikan kepada khalayak. Sedangkan
subkategori komentar yang menggambarkan bagaimana pihak-pihak yang
terlibat memberikan komentar atas suatu peristiwa terdiri atas dua bagian.
Pertama, reaksi atau komentar verbal dari tokh yang ada dalam cerita
drama tersebut. Kedua, kesimpulan dari komentar beberapa tokoh.
Menurut van Dijk, arti penting skematik adalah strategi penulis
untuk pendukung topik tertentu yang ingin disampaikan dengan menyusun
bagian-bagian dengan urutan-urutan tertentu. Skematik memberikan
tekanan mana yang didahulukan dan bagian mana yang bisa kemudian
sebagai strategi untuk menyembunyikan informasi penting. Upaya
penyembunyian itu dilakukan dengan menepatkan bagian di akhir agar
terkesan kurang menonjol.
3) Latar
Latar merupakan bagian isi naskah yang dapat dipengaruhi
semantik (arti) yang ingin ditampilkan. Seorang sutradara ketika menulis
naskah biasanya mengemukakan latar belakang atas peristiwa yang dtulis.
49
Latar yang dipilih menentukan kea rah mana panangan masyarkat akan
dibawa. Latar umumnya ditampilkan di awal. Oleh karena itu latar
membantu menyelidiki bagaimana seorang memberi pemaknaan atas suatu
peristiwa. Latar peristiwa itu dipakai untuk menyediakan dasar kehendak
ke mana makna teks dibawa. Ini merupakan cerminan ideologis, di mana
penulis naskah dapat menyajikan latar belakang dapat juga tidak,
tergantung kepada kepentingan mereka.
4) Detail
Elemen wacana detail berhubungan dengan control informasi yang
ditampilkan seseorang. Komunikator akan menampilkan secara berlebihan
informasi yang menguntungkan dirinya atau citra yang baik. Sebaliknya, ia
akan menampilkan informasi dalam jumlah sedikit kalau hal itu merugikan
kedudukannya. Elemen detail merupakan strategi bagaimana penulis
naskah mengekspresikan sikapnya dengan cara yang implicit. Dari detail
bagian mana yang akan dikembangkan dan mana yang disampaikan
dengan detail yang besar, akan mengembangkan bagaimana wacana yang
dikembangkan oleh media.
5) Maksud
Elemen wacana maksud, hampir sama dengan elemen wacana
detail. Dalam detal, informasi yang menguntungkan komunikator akan
diuraikan dngan detail yang pannjang, elemen maksud melihat informasi
yang menguntungkan kommunkator akan diuraikan secara eksplisit dan
jelan. Sebaliknya informasi yang merugikan akan diuraikan secara samar,
implicit dan tersembunyi. Tujuan akhirnya adalah pubilk hanya disajikan
informasi yang menguntungkan komunikator.
50
6) Koherensi
Koherensi adalah pertalian atau jalinan antarkata, atau kalimat
dalam teks. Dua kalimat yang menggambarkan fakta yang berbeda apat
dihubungkan sehingga tampak koheren. Sehingga fakta yang tidak
berhubungan sekalipun tidak dapat menjadi berhubungan ketika seorang
menghubungkannya. Koherensi merupakan elemen wacana untu melihat
bagaimana seorang secara strategis mengunakan wacana untuk
menjelaskan suatu fakta atau peristiwa. Apakah peristiwa itu dipandang
saling terpisah, berhubungan atau malah sebab akibat. Pilihan-pilihan
mana yang diambil ditentukan oleh sejauh mana kepentingan komunikator
terhadap sesuatu.
7) Koherensi kondisional
Koherensi kondisional diantaranya ditandai dengan pemakaian
anak kalimat sebagai penjelas. Di sini ada dua kalimat, dimana kalimat
kedua adalah penjelasan atau keterangan dari proposisi kalimat pertama.,
yang dihubungkan dengan kata penghubung (konjungsi). Kelimat kedua
fungsinya dalam kalimat hanya sebagai penjelas (anak kalimat) sehingga
ada atau tidak ada anak kalimat itu tidak akan mengurangi arti kalimat.
Arti kalimat itu menjadi cermin kepentingan komunikator karena ia dapat
memberi keterangan yang baik dan yang buruk terhadap suatu pertanyaan.
Koherensi dalam banyak hal seringkali menggambarkan kepada kita
bagaimana sikap penulis atas peristiwa, kelompok, atau seorang yang
ditulis. Bagaimana sikat tersebut dilekatkan dan tanpa disadari mengiringi
pembaca pada pemahaman dan pemaknaan tertentu.
51
8) Koherensi pembeda
Koherensi pembeda berhubungan dengan pertanyaan bagaimana
dua peristiwa dihubungkan/dijelaskan, maka koherensi pembeda
berhubungan dengan pertanyaan bagaimana dua peristiwa atau fakta itu
hendak dibedakan. Dua buah peristiwa dapat dibuat seolah-olah saling
bertentangan dan bersebrangan dengan menggunakan koherensi ini. Efek
pemakaian koherensi pembeda ini bermacam-maca,. Akan tetapi, yang
terlihat nyata adalah bagaimana pemaknaan yang diterima oleh khalayak
berbeda. Karena satu fakta atau realitas dibandingan dengan realitas yang
lain.
9) Pengingkaran
Elemen wacana pengingkaran adalah bentuk praktik wacana yang
menggambarkan bagaimana proses penyembunyian apa yang ingin
diekspresika secara eksplisit. Dalam arti yang umum pengingkaran
menunjukan seorang penulis menyetujui sesuatu, padahal tidak setuju
dengan memberikan argumentasi atau fakta yang emnyangkal persetujuan
tersebut. Dengan kata lain, pengibgkaran merupakan bentuk strategi
wacana bahawa penyampaian pendapat kepada khalayak dilakukan tidak
secara tegas.
10) Bentuk Kalimat
Bentuk kalimat adalah segi sintaksis yang berhubungan dengan
cara berpikir logis yaitu prinsip kasualitas. Dimana ia menyatakan apakah
A yang menjelaskan B, ataukah B yang menjelaskan A. logika kasualitas
ini jika diterjemahkan kedalam bahasa menjadi susunan objek (yang
52
menerangkan) dan predikat (yang diterangkan). Bentuk kalimat ini bukan
hanya persoalan teknis kebenaran tata bahasa, tetapi menentukan makna
yang dibentuk oleh susunan kalimat. Dalam kalimay yang berstruktur
aktif, seorang menjadi subjek dari pernyataan, sedangkan dalam kalimat
pasif seorang menjadi objek dari pernyataanya.
11) Kata Ganti
Elemen kata ganti merupakan elemen untuk memanipulasi bahas
dengan menciptakan suatu komunitas imajinatif. Kata ganti merupakan
alat yang dipakai oleh komunikator untuk menunjukan dimana posisi
seseorang dalam wacana. Dalam mengungkapkan sikapnya, seorang dapat
menggunakan kata ganti “saya” atau “kami” yang menggambarkan bahwa
sikap tersebut merupakan sikap resmi komunikator semata-mata. Akan
tetapi, ketika memakai kata ganti “kita” menjadikan sikap tersebut sebagai
representasi dari sikap bersama dalam suatu komunitas tertentu. Batas
antara komunikator dengan khalayak sengaja dihilangkan untuk
menunjukan apa yang menjadi sikap komunitas secara keseluruhan.
Pemakaian katganti yang jamak seperti “kita” atau “kami” mempunyai
implikasi menumbuhkan solidaritas, aliansi serta mengurangi kritik dan
oposisi.
12) Leksikon
Elemen ini memandang bagaimana seseorang melakukan kata atas
berbagai kemungkinan kata yang tersedia. Pemilihan kata tersebut bukan
dilakukan secara kebetulan, tetapi juga seara ideologis emnunjukan
bagaimana pemaknaan seorang terhadap fakta/realitas. Pemilihan kata-kata
53
yang dipakai menunjukan sikap dan ideologi tertentu. Peristiwa sama
dapat digambarkan dengan pilihan kata yang berbeda-beda.
13) Hiperbola
Dalam suatu wacana, pokok pesan tidak hanya disampaikan
melalui pesan teks, tetapi juga kiasan, ungkapan, hiperbola, yang
dimaksud dari ornament atau bumbu dari sebuah cerita. Akan tetapi,
pemakaian hiperbola tentu saja bisa menjadi petunjuk utama untuk
memaknai dan mengerti akan isi suatu teks.
b. Kognisi Sosial
Van Dijk memahami peristiwa lewat skema. Skema
menggambarkan bagaimana seorang menggunakan informasi yang
tersimpan dalam memorinya dan bagaimana peristiwa dipahami,
ditafsirkan dan dimasukan sebagai bagian dari pengetahuan kita tentang
suatu realitas. Skema yang dapat digunakan dalam analisis ini adalah 1)
skema person: bagaimana seorang menggambarkan dan memandang orang
lain; 2) skema diri: bagaimana diri sendiri dipahami, dipandang dan
digambarkan oleh seseorang; 3) skema peran: bagaimana seseorang
memandang dan menggambarkan peranan dan posisi yang ditempati
seorang dalam masyaakat; 4) skema peristiwa: setiap peristiwa yang kita
tafsirkan dan dimaknai oleh skema tertentu.
Analisis wacana tidak hanya membatasi perhatiannya pada struktur
teks saja, tetapi juga bagaimana teks itu diproduksi. Van Dijk menyebut
sebagai kognisi sosial. Untuk mengetahui bagaimana makna tersembunyi
dari suatu teks, diperlukan analisis kognusi dan konteks sosial. Pendekatan
54
kognitif didasarkan pada asumsi bahwa teks tidak mempunyai makna,
tetapi makna itu diberikan oleh pemakai bahasa atau lebih tepatnya proses
kesadaran mental dari pemakai bahasa.43
Salah satu elemen yang
terpenting dalam kognisi sosial adalah memori. Secara umum memori
terdapat dua jenis yaitu memori jangka pendek, yang digunakan untuk
mengingat peristiwa, kejadian dengan durasi yang pendek. Yang kedua
adalah memori jangka panjang, yakni memori yang digunakan untuk
mengingat atau mengacu ke peristiwa yang terjadi pada kurun waktu yang
lama. Dan yang paling relevan dengan kognisi sosial adalah memori
jangka panjang.
c. Konteks Sosial
Dalam menganalisis wacana perlu dianalisis bagaimana wacana
berkembang dalam masyarakat. Penelitian dilakukan dengan menganalisis
bagaimana wacana tersebut berkembang di masyarakat lewat buku-buku,
pidato dan sebagainya. Titik penting Dari dimensi ini adalah untuk
menunjukan bagaimana makna yang dihayati bersama, kekuasaan sosial
diproduksi lewat praktik diskursus dan legitimasi. Menurut Van Dijk,
dalam analisis mengenai masyarakat ini ada dua poin penting:
1) kekuasaan (power)
Yang umumnya didasarkan pada kepemilikan atas sumber-
sumber yang bernilai. Dan poin yang kedua yaitu akses, mereka yang
lebih berkuasa mempunyai kesempatan yang lebih besar untuk
mempunyai akses pada media untuk mempengaruhi kesadaran
43
Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, h.259.
55
khalayak. Selain kontrol yang bersifat langsung kemudian fisik
kekuasaan itu dipahami oleh van Dijk sebagai bentuk persuasif.
Tindakan seseorang untuk secara tidak langsung mengontrol dengan
jalan mempengaruhi kondisi mental, seperti kepercayaan, sikap dan
pengetahuan.
2) Akses (acces)
Analisis wacana van Dijk memberi perhatian yang besar pada
akses, bagaimana akses di antara masing-masing kelompok dalam
masyarakat. Kelompok elit mempunyai akses yang lebih besar
dibandingkan dengan kelompok yang tidak berkuasa. Oleh karena itu,
mereka yang lebih berkuasa mempunyai kesempatan lebih besar untuk
mempengaruhi kesadaran khalayak. Akses yang lebih besar bukan
hanya memberi kesempatan untuk mengontrol kesadaran, tetapi juga
menentukan topik apa dan isi wacana apa yang disebarkan dan
didiskusikan kepada khalayak.44
D. Drama Sebagai Medium Wacana
Sebuah tulisan adalah sebuah wacana. Tetapi, apa yang dinamakan
wacana tidak perlu hanya sesuatu yang tertulis seperti yang diterangkan dalam
kamus Webster, sebuah pidato adalah wacana juga. Jadi, kita mengenal
wacana lisan dan wacana tertulis. Ini sejalan dengan pendapat Henry Guntur
Tarigan bahwa “istilah wacana mencakup bukan hanya percakapan atau
obrolan
44
Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, h 259.
56
Pembatasan yang paling utama dalam sebuah seni adalah sebuah hal
yang tidak bisa ditawar lagi oleh seorang seniman sebagai pengorbanan yang
cukup tinggi. Sebab drama bukan hanya sebagai seni tapi juga sebagai ilmu.
Karna itu untuk melibatkan drama sebagai sebuah ilmu ada persyaratan yang
mutlak yang harus dilakukan oleh seniman drama. Disamping itu pula harus
memahami dan menyadari bahwa ilmu akan selalu berkembang. Oleh karena
itu deperlukan itelegensi (kecerdasan) yang cukup tinggi, yang harus ditempa
terus menerus untuk kepentingan perkembangan ilmu pengetahuan.
Keindahan dalam seni adalah kenikmatan yang diiterima oleh pikiran
akibat pertemuan antara subjek dengan objeknya. Tidak hanya menerima,
supaya sampai pada tingkat keindahan seperti ini pikiran harus dilatiih dengan
jalan dibantu sedikit atau banyak pengetahuan tentang seni. Sebagai salah satu
karya seni, teater memang beda dengan sebuah karya novel, roman atapun
lukisan. Sebab seni itu secara relatif tidak merubah apa-apa. Sedangkan tearer
justru sebaliknya. Teater baru dianggap exist pada saat aktor melakukannya
dalam sebuah petunjukan seni.45
Teater atau drama sebagai medium dakwah adalah variasi baru dalam
penyampaian syiar islam dengan cara yang lebih kontemporer untuk mendifusi
ajaran islam. Karena drama menjadi aliran baru yg cukup menarik perhatian
masyarakat ketimbang tontonan lain yang mainstream. Drama menyajikan
sebuah gaya pertunjukan baru dengan materi pertunjukan yang sifatnya
dinamis namun mewakili kehidupan yang terjadi sehari-hari. Drama di
Indonesia dalam penyampaiannya memerlukan gaya baru yang lebih ringan
45
Adhy Asmara dr, Apresiasi Drama, (Yogyakarta: Nur Cahya, 1979)
57
dan dapat dinikmati secara umum, tidak melulu melalui khotbah dan majelis
ta’lim, pertunjukan drama adalah salah satu cara terbaru.
Menurut Keir Elam di dalam bukunya The Semiotic of Theater and
Drama, bahwa dalam definisi semiotika, Teater sebenarnya digunakan untuk
menunjukan sebuah fenomena yang kompleks yang dihubungkan dengan
transaksi antara performer to audience yang dimaksudkan dalam proses
komunikasi dari makna sebuah pertunjukan itu sendiri dengan tujuan tertentu
yang ingin disampaikan. kemudian Drama dalam arti lain adalah sebuah
makna yang artinya konstruksi dan sifatnya tidak nyata diwakili oleh sebuah
pertunjukan yang telah diatur secara khusus.46
Secara Bahasa dapat disimpulkan bahwa drama sebagai medium
wacana adalah istilah yang dapat digunakan untuk menjelaskan konstruksi
wacana yang dibangun dan meneliti pesan dan makna sebuah dari wacana
yang diangkan dari sebuah pertunjukan. Laswell membuat sebuah pernyataan
seperti berikut : “Who says what in wich chanel to whon in hat effect”.
Paradigma tersebut menunjukan bahwa komunikasi meliputi lima unsur
sebagai jawaban dari pertanyaan yang diajukan. Yaitu, komunikator, pesan,
media, komunikasi, dan efek. Dari paradigma tersebut dapat diartikan bahwa
komunikasi adalah sebuah proes penyampaian pesan yang dilakukan melalui
media yang menimbulkan efek. 47
Dalam hal ini, sistem sebuah wacana yang paling penting adalah
bahasa dan teks yang meliputi gaya dan pemakaian bentuk kalimatnya. Aspek
tersebut sangat dominan dalam proses penyampaiannya. Pada dasarnya ketika
46
Keir Elam, The Semiotic of Theater and Drama, (London and New York: Routledge,
1987) 47
Morissan dan Andy Corry Wardhany. Teori Komunikasi. hal. 27.
58
kita berbicara, menulis atau membaca sebuah hal kita sudah menggunakan
mental kita dalam basis kognitif yang disebut “an interface between social
beliefs and discourse” ini dapat diasumsikan jika wacana yang diangkat pada
sebuah teks akan menimbulkan efek dimana reperesesntasi dari produksi
wacana sesuai dengan proporsisi dari si penerima berita.48
Menurut Saussure, dia berpendapat bahwa ada yang namanya penanda
dan petanda. Dengan kata lain, penanda dikatakan sebagai bunyi atau coretan
yang mempunyai makna. Bisa diartikan aspek material dari bahasa.
Contohnya adalah apa yang dikatakan atau didengar dan apa yang dibaca
maupun ditulis. Wacana dan pertanda menurutnya adalah gambaran mental,
konsep dan pikiran yang bisa disebut aspek mental dan bahasa. Kedua unsur
ini tidak bisa dipisahkan. Saussure menyatakan bahwa penanda dan pertanda
merupakan kesatuan seperti dua sisi dari selembar kertas.49
E. Wacana Kepemimpinan Dalam Islam
Pemimpin adalah orang yang menjalankan kepemimpinan, dalam Al
Qur’an banyak dijumpai istilah kepemimpinan salah satunya adalah imamah.
Kepemimpinan dalam islam pada dasarnya adalah prinsip kepercayan.
Seringkali merupakan sebuah kontrak sosial (eksplisit) antara pemimpn dan
yang dipimpin. Sebuah kontrak yang mengisyaratkan intergritas dan keadilan.
Dalam islam kepimimpinan bukanlah milik segolongan kaum elit.50
Tetapi
menjadi kewajiban bagi setiap muslim. Rasulullah Saw bersabda:
48
Teun A. van Dijk, Journal Political and Ideologi. (www.discourse.org) 49
Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, hal 39–40. 50
Ahmadi Sofyan, Islam of Leadership (Jakarta: Lintas Pustaka, 2006), h. 30.
59
“setiap dari kamu adalah pemimpin dan setiap kamu akan diminta
pertanggung jawaban atas kepemimpinannya “ (H.R Bukhari)
Pemilihan pemimpin merupakan suatu proses pemilihan (musyawarah)
secara sukarela yang melibatkan setiap kelompok. Dalam proses ini secara
samar terlihat bahwa kepemimpinan merupakan sebuah proses dimana
pemimpin berperan sebagai pemandu keinginan pengikutnya. Ini berarti
seorang pemimpin tidak dapat bertindak sendiri atau memaksakan suatu
kehendak tanpa bermusyawarah dengan pengikutnya.
Menurut perspektif Islam, ada dua peran yang dimainkan oleh seorang
pemimpin, yaitu:51
1. Pelayan, pemimpin adalah pelayan bagi para pengikutnya, maka ia wajib
memberikan kesejahteraan bagi para pengikutnya (rakyat)
2. Pemandu, pemimpin adalah pemandu yang memberikan arahan pada
pengikutnya untuk menunjukan jalan yang terbaik bagi pengikutnya agar
selamat sampai tujuan.
Menurut Rafik Beekun dan Jamal Bawadi dalam “The Leadership
Process in Islam”, dalam melakukan fungsinya sebagai pemimpin atau
pengikut, seorang muslim akan melewati empat tahapan proses dalam
pembangunan spiritualnya. Keempat tahapan itu akan mempengaruhi perilaku
pemimpinnya, antara lain:52
1. Imam, meyakini pada kepercayaan kepada keesaan Allah dan kenabian
Muhammad Saw. Pemimpin yang beriman selalu meyakini bahwa apa
51
Ahmadi Sofyan, Islam of Leadership (Jakarta: Lintas Pustaka, 2006) 52
Ahmadi Sofyan, Islam of Leadership (Jakarta: Lintas Pustaka, 2006)
60
yang meruakan kepunyaan Allah, termasuk kekuasaan yang diamanahkan
dari rakyat.
2. Islam, berarti pencapaian kedamaian bersama Allah. Al Maududi dalam
bukunya: “Gerakan islam: Dinamika Nilai, Kekuasaan dan Perubahan”
mengatakan bahwa iman adalah benih dan Islam adalah buahnya. Karena
iman tersebut, maka seorang pemimpin yang mempraktekan islam tidak
akan pernah merasa dirinya sebagai seseorang yang paling berkuasa.
3. Taqwa, seorang yang tunduk kepada Allah memiliki kesadaran dalam
hatinya untuk selalu melakukan apa yang diperintahkan dan menjauhi apa
yang dilarang.
4. Ihsan, adalah kecintaan kepada Allah. Kecintaan ini memotivasi seseorang
untuk berbuat hanya pada tindakan yang diridhoi Allah SWT. Kecintaan
kepada Allah akan membuat seseorang pemimpin berlaku atau berbuat
yang terbaik, semampu yang ia bisa.
Kata "to lead" diambil dari ekspresi Viking yang menyebutkan
kepemimpinan adalah kemampuan meyakinkan orang supaya bekerja sama
pada pimpinannya sebagai tim untuk mencapai atau melakukan suatu tujuan
tertentu.53
G.R Terry mengemukakan beberapa teori kepemimpinan, Saladin
termasuk dalam Teori Kelakuan Pribadi yaitu kepemimpinan akan muncul
berdasarkan kualitas pribadi atau kelakuan para pemimpinnya. Teori ini
menyatakan bahwa seorang pemimpin melakukan tindakan berbeda dalam
berbagai situasi yang berbeda pula.
53
Veithzal Rivai dan Arviyan Arifin. Islamic Leadership. ( Jakarta: Bumi Aksara. 2009)
hal. 106.
61
Dasar kepemimpinan dalam Islam adalah pada manusia itu sendiri,
manusia terlahir sebagai pemimpin dan kelak akan dimintai pertanggung
jawabannya berkaitan dengan kepemimpinan. Rasulullah SAW bersabda. “
Pemimpin suatu kaum adalah pengabdi mereka” (HR. Abu Na’im). Pemimpin
adalah pelayan ummat orang yang bertugas dan diamanahkan untuk
melaksanakan tugas-tugas kepemimpinan, membimbing dan mengajak ke arah
yang lebih baik.
Dengan adanya kepemimpinan, maka ada pula tipe kepemimpinan
yang terbagi menjadi empat jenis, antara lain adalah otoriter, Laissez-faire,
demokratis dan Pseudo-demokratis. Tipe otoriter dalam kepemimpinan ini,
pemimpin bertindak sebagai diktator terhadap anggota kelompoknya. Baginya
itu adalah menggerakkan dan memaksa kelompok. Batasan kekuasaan
pemimpin otoriter hanya dibatasi oleh undang-undang. Bawahan harus patuh
dan setia secara mutlak.
Sedangkan tipe Laissez-faire, sebenarnya pemimpin tidak memberikan
kepemimpinannya, dia membiarkan bawahannya berbuat sekehendaknya.
Untuk para pemimpin tipe demokratis, pemimpin ikut berbaur di
tengah anggota kelompoknya. Hubungan pemimpin dengan anggota bukan
sebagai majikan dengan bawahan, tetapi lebih seperti kakak dengan saudara-
saudaranya. Dalam tindakan dan usaha-usahanya ia selalu berpangkal kepada
kepentingan dan kebutuhan kelompoknya, dan mempertimbangkan
kesanggupan dan kemampuan kelompoknya.
Dan yang terakhir adalah tipe Pseudo-demokratis. Tipe ini disebut juga
semi demokratis atau manipulasi diplomatik. Pemimpin yang bertipe pseudo-
62
demokratis hanya tampaknya saja bersikap demokratis padahal sebenarnya dia
bersikap otokratis. Misalnya jika ia mempunyai ide-ide, pikiran, atau konsep
yang ingin diterapkan di lembaga pendidikannya, maka hal tersebut akan
dibicarakan dan dimusyawarahkan dengan bawahannya, tetapi situasi diatur
dan diciptakan sedemikian rupa sehingga pada akhirnya bawahan didesak agar
menerima ide atau pikiran tersebut sebagai keputusan bersama. Bisa dikatakan
sebagai pemerintahan otoriter yang halus54
Sun Tzu menyatakan bahwa kepemimpinan adalah hal yang sangat
mutlak dalam membangun negara menuju yang lebih baik. Menurutnya,
kepemimpinan mengacu pada kualitas yang harus dimiliki dalam memimpin.
Kualitas tersebut mencakup kebijaksanaan, kepercayaan diri, belas kasihan,
keberanian dan keteguhan. Selain itu, kepemimpinan mencakup juga sistem
imbalan dan ancaman hukuman, logistik dan sebagainya. Hal mendasar ini
harus dimengerti sepenuhnya oleh setiap pemimpin. Baginya, mereka yang
mengerti akan semua hal tadi akan selalu menang, dan apabila ada salah satu
bagian yang tidak mengerti pasti akan kalah.55
1. Kepemimpinan Dalam Islam
Dalam pandangan Islam, At-Tabrasi dalam tafsirnya
mengemukakan bahwa kata imam mempunyai makna yang sama dengan
khalifah. Hanya saja kata imam digunakan untuk keteladanan. Karena ia
54
Dr. Kartini Kartono, Pemimpin dan Kepemimpinan, (Jakarta: Rajawali Pers. 2008) hal.
72-79. 55
Sun Tzu, diterjemahkan Danan Priyatmoko, The Art of War, (Jakarta: PT Elex Media
Komputindo. 1993) hal. 41-43
63
diperoleh dari kata yang mengandung arti depan, berbeda dengan khalifah
yang terambil dari kata "belakang".
Para pakar, setelah menelusuri Al Qur'an dan Hadits menetapkan
empat sifat yang harus dipenuhi oleh nabi yang pada hakikatnya pemimpin
utamanya. Yang pertama Ash Shidq yang berarti kebenaran dan
kesungguhan dalam bersikap, berucap, serta berjuang melaksanakan
tugasnya. Ke dua, Amanah, yaitu kepercayaan yang menjadikan dia
memeliharaa sebaik-baiknya apa yang diserahkan kepadanya, baik dari
Tuhan maupun dari orang-orang yang dipimpinnya. Ke tiga, Fathanah,
yaitu kecerdasan yang melahirkan kemampuan menghadapi dan
menanggulangi persoalan yang muncul seketika sekalipun. Ke empat,
Tabligh, yaitu penyampaian yang jujur dan bertanggung jawab atau
diistilahkan dengan keterbukaan.56
Ciri pemimpin menurut islam mempunyai beberapa kategori, yaitu
adalah setia, antara pemimpin dan orang yang dipimpin terikat kesetiaan
kepada Allah. Terikat pada tujuan, ketika diberi amanah sebagai pemimpin
dalam melihat tujuan bukan saja berdasarkan kepentingan kelompok.
Menjunjung tinggi syariat dan akhlak islam, seorang pemimpin yang baik jika
ia merasa terikat dengan peraturan islam akan bisa menjadi pemimpin selama
ia tidak menyimpang dari syariah. Memegang teguh amanah, seorang
pemimpin ketika menerima kekuasaan menganggap sebagai amanah yang
disertai oleh tanggung jawab.57
2. Prinsip kepemimpinan menurut Islam
56
Veithzal Rivai dan Arviyan Arifin. Islamic Leadership. 112-113. 57
Ibid, hal. 136.
64
a. Musyawarah
Mengutamakan musyawarah sebagai prinsip yang harus
diutamakan dalam kepemimpinan Islam. Seperti dalam Al Qur’an
berbunyi:
"Maka, berkat rahmat Allah, engkau (Muhammad) berlaku lemah lembut
terhadap mereka. Sekiranya engkau bersikap keras dan berhati kasar,
tentulah mereka menjauhkan diri dari sekitarmu. Karena itu maafkanlah
mereka dan mohonkanlah ampunan untuk mereka, dan bermusyawarahlah
dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian, apabila engkau telah
membulatkan tekap, maka bertawakallah kepada Allah. Sungguh, Allah
mencintai orang yang bertawakal"58
Dalam hal urusan yang dibahas dalam musyawarah dalam ayat
tersebut maksudnya adalah urusan peperangan dan hal hal duniawi
lainnya, seperti urusan politik, ekonomi, kemasyarakatan dan lainnya. Hal
ini adalah indikator bahwa pemimpin muslim tidak boleh membedakan
pendapat dari segi latar belakang kepercayaannya. Karena seorang muslim
diajarkan untuk menghargai sesama manusia tanpa pandang apa pun.
b. Adil
Pemimpin yang adil tidak berat sebelah dan tidak memihak. Seperti
dalam Al Qur’an berbunyi:
58
Surat Ali Imran (3) ayat 159
65
"Sungguh, Allah menyuruhmu menyampaikan amanat kepada yang berhak
menerimanya, dan apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia
hendaknya kamu menetapkannya dengan adil. Sungguh, Allah sebaik-baik
yang memberi pengajaran kepadamu. Sungguh, Allah Maha Mendengar,
Maha Melihat”59
c. Kebebasan berpikir
Seperti dalam Al Qur’an berbunyi:
"Dan sesunngguhnya Kami telah menjelaskan berulang-ulang kepada
manusia dalam Al Qur'an ini dengan bermacam-macam perumpamaan.
Tetapi menusia adalah memang yang paling banyak membantah"60
Manusia diberikan akal untuk berpikir bebas tentang fenomena
yang terjadi dalam hidupnya. Berpikir bebas bagi pemimpin Islam tidak
lain untuk mensejahterakan rakyatnya.61
59
Surat An Nisa(4) ayat 58 60
Surat Al Kahfi (18) ayat 54 61
Veithzal Rivai dan Arviyan Arifin. Islamic Leadership, hal. 191.
68
BAB III
GAMBARAN UMUM TEATER KOMA DAN PROFIL N.RIANTIARNO
A. Sejarah Teater Koma
Pada tanggal 1 Maret 1977, selasa, di Jakarta dua belas seniman yang
mempunyai itikad yan sama, mendirikan kelompok Teater Koma. Tekad
mendirikan kelompok teater antara lain didorong oleh keinginan
menghadirkan tontonan teater yang diharapkan memliki warna berbeda
dengan kelompok teater yang pernah ada. Teater Koma belajar dari kelompok-
kelompok teater terdahulu. Mingkin bentuk pementasannya gabungan dari
bentuk teater yang sudah pernah ada. Tapi bisa saja bentuknya malah berbeda
sama sekali. Titik tolak pembentukan kelompok, didorong oleh kegelisahan
pencarian berbagai kemungkinan lain dan upaya mewujudkannya di atas
pentas. Teater Koma menganggap, karya pentas teater yang ada selama ini,
belum seluruhnya selesai.1
Teater Koma bisa juga disebut teater tanpa selesai. Pencarian wujud
dan isi teater yang lebih karya warna, akan menjadi prioritas utama. Dalam
menjalani karirnya Teater Koma mempunyai dua tujuan pokok yang menjadi
landasan dalam bekerja yaitu pertama, membentuk kelompok menjadi wadah,
yang berupaya mencari berbagai kemungkinan lain untuk perkembangannya.
Naskah drama yang digali kandungan idenya, lebih diutamakan karya penulis
Indonesa. Kemudian akan diarahkan menuju perencanaan pementasan. Kedua,
menciptakan calon seniman dan pekerja seni yang tangguh. Pembinaan
1 Sejarah Teater Koma http://teterkoma.org/index.php?option=com_content&
view=article&id=44&Itemid=61 dikutip tgl. 5 Mei 2014
69
terhadap calon seniman dilakukan secara tidak resmi. Intim dan spontan, tapi
intensif melalui diskusi. Kemudian juga diundang seniman dan budayawan di
luar kelompok untuk memandu pembahasan sebuah topik yang punya
keterkaitan dengan seni budaya. Akan diselenggarakan pula latihan dasar, olah
tubuh, nafas, vokal dan berbagai pengetahuan teater.2
Pegangan yang menciptakan kegembiraan dalam bekerja adalah
kerjasama yang saling menghargai. Tidak perlu berikrar yang terlalu muluk,
misal “hidup dan matiku hanya untuk teater” atau omong kosong lain yang
sloganitas. Para anggota diminta untuk tidak berharap banyak dari teater,
terutama dari segi pemenuhan materi. Dengan kesungguhan hati, meski dalam
keterbatasan, karya teater yang baik juga bisa dilahirkan. Anggota kelompok
yang terlanjur memiliki pekerjaan di luar teater, kerjanya tidak boleh
terganggu. Tapi begitu ikrar terlibat dalam kegiatan, dia harus menyediakan
(mengelola) waktunya dengan sepenuh hati. Artinya, dia harus mencari akal
agar semua jadwal tidak terganggu.
Untuk membuktikan hal itu, Teater Koma menggelar produksinya
yang pertama berjudul Rumah Kertas, awal Agustus 1977, di Teater Tertutup
TIM. Dalam buklet pementasan, Teguh Karya, pemimpin-guru-sutradara
teater dan film yang sangat dihormati ini, menulis kata pengantar yang
berjudul Prospek. Salah satu anjurannya yang kemudian menjadi pegangan
adalah “bikin dan lahirkan pembaruan-pembaruan”.3
Hingga 2014, sudah menggelar 132 pementasan termasuk Demonstran
yang dipentaskan pada 1-15 Maret 2014. Seiring melakukan kiprah
2 Sejarah Teater Koma http://teterkoma.org/index.php?option=com_content&view=
article&id=44&Itemid=61 dikutip tgl. 5 Mei 2014 3 Sejarah Teater Koma http://teterkoma.org/index.php?option=com_content&view=
article&id=44&Itemid=61 dikutip tgl. 5 Mei 2014
70
kreatifitasnya di pusat Kesenian Jakarta Taman Ismail Marzuki, TVRI, dan
Gedung Kesenian Jakarta. Perkumpulan kesenian yang bersifat non-provit ini,
mengawali kegiatan dengan 12 seniman (kemudian disebut sebagai angkatan
pendiri). Kini kelompok didukung oleh sekitar 30 anggota aktif dan 50
anggota yang langsung bergabung jika waktu dan kesempatanyya
memungkinkan.4
Teater Koma banyak mementaskan karya N. Riantiarno, antara lain;
Rumah Kertas, Maaf.maaf.maaf., J.J, Kontes 1980, Trilogi Opera Kecoa (Bom
Waktu, Opera Kecoa, Opera Julini), Opera Primadona, Sampek Engtay, Banci
Gugat, Konglomerat Buriswara, Pialang Segi Tiga Emas, Suksesi, RSJ atau
Rumah Sakit Jiwa, Semar Gugat, Opera Ular Putih, Opera Sembelit, Samson
Delila, Presiden Burung-Burung, Repulbik Bagong, Republik Togog, Tanda
Cinta, dan Demonstran. Selain itu Teater Koma juga menggelar beberapa
karya dramawan kelas dunia; The Comedy of Error dan Romeo Juliet karya
William Shakespeare, Woyzeck/Georg Buchner, The Three Penny Opera dan
The Good Person of Shechzwan/Berlot Brecht, Orang Kaya Baru Kena Tipu-
Doea Dara-si Bakil-Tartuffe/Moliere, Woman in Parliament/Aristophanes,
The Crucible/Arthur Miller, The Mariage of Figaro/Beaumarcahise, Animal
Farm/George Owell, Ubu Roi/Alfred Jarre, The Robber/Friedrich Schiller,
The Visit/Der Besuch der Alten Damme/Kunjungan Cinta/Friedrich
Durrenmatt, What about Leonardo?/Kenapa Leonardo?/ Evald Flisar.5
4 Sejarah Teater Koma http://teterkoma.org/index.php?option=com_content&view
=article&id=44&Itemid=61 dikutip tgl. 5 Mei 2014 5 Sejarah Teater Koma http://teterkoma.org/index.php?option=com_content&view
=article&id=44&Itemid=61 dikutip tgl. 5 Mei 2014
71
Pentas-pentas Teater Koma agaknya kena di hati masayarakat.
Mengikat kalbu sehingga mereka rela menjadi penonton setia. Menurut sebuah
survey yang dilakukan oleh Koma sendiri, penonton Teater Koma yang
menonton hingga saat ini berjumblah sekitar 50% dari seluruh jumlah
penonton. Ternyata telah terjadi regenerasi pula di kalangan penonton. Tiga
generasi (kakek, anak, cucu) sering menonton bersama. Hal yang sangat
mengharukan dan tentu sangat menggembirakan. Dalam perjalanan memang
banyak terjadi hal-hal yang memperihatinkan. Antara lain interograsi aparat
terhadap N. Riantiarno, kecurigaan, pencekalan dan pelarangan, juga ancaman
bom. Apa boleh buat, semua itu diikhlaskan sebagai sebuah dinamika
perjalanan kreatifitas ber-teater dan sejauh ini masih bisa dilakoni dengan
tenang dan damai.
Teater Koma, kelompok teater independen yang bersifat non-profit (nir
laba). Anggotanya tidak hidup dari penghasilan kelompok, tak mengandalkan
perolehan dari pagelaran. Sebagian besar memiliki pekerjaan lain diluar
kelompok. Bagi sebagian anggota yang memilih teater sebagai “jalan hidup”
akibat kegiatanya (yang nyaris tidak menghasilkan uang) diyakini sebagai
resiko dari sebuah pilihan. Bukan jaminan Teater Koma didatangi banyak
penonton, ataupun keberhasilan dalam meraih sponsor. Seluruh biaya
produksi, jika dihitung secara benar dan terperinci, selalu tidak akan bisa
ditutup dari hasil perolehan karcis dan penonton sekalipun.
Teater Koma adalah paguyuban kesenian, bukan perusahaan.
Kegiatannya tetap bersifat amatir, dalam pengertian ‘anggotanya tidak
memperoleh hasil dari pekerjaannya sebagai penopang biaya hidup sehari-
72
hari’. Mereka mensubsidi sendiri kegiatnya, sebuah ‘hobi serius’ yang
dilakoni secara dedikatif, ikhlas dan gembira. Pada kenyataanya, setiap kali
merancang produksi, modal awal kadang dirogoh dari kantong pribadi, atau
‘bantingan’ (ditanggung bersama). Dan itulah yang masih tetap terjaga hingga
saat ini.
Meski banyak yang menganggap menajemen Teater Koma patut
diacungi jempol, kondisi keuangan kelompok, serupa dengan grup teater yang
ada di tanah air. Selalu pusing kepala setiap kali merencanakan produksi baru.
Keikhlasan hati para anggota dalam menyikapi kondisi tersebut, juga
kesetiaan para penonton hadir dalam pentas dengan memebeli karcis,
merupakan modal utama. Barangkali, hal ini pula yang membuat Teater Koma
mampu bertahan. Dalam kondisi dan situasi sesulit apapun, para anggota
berikrar terus merancang kegiatan dan senantiasa berupaya kreatif.
Teater Koma, kelompok teater yang independen dan bekerja lewat
berbagai pentas yang mengkritisi situasi atau kondisi sosial dan politik di
tanah air. Sebagai akibatnya, harus menghadapi larangan pentas serta
pencekalan dari pihak yang berwenang. Berbagai upaya juga dilakukan lewat
‘program apresiasi’ (PASTOJAK, Pasar Tontonan Jakarta, yang digelar
selama sebulan penuh di PKJ-TIM, Agustus 1997, diikuti oleh 24 kelompok
kesenian dari dalam dan luar negeri). Kelompok senantiasa berupaya bersikap
optimis. Berharap teater berkembang dengan sehat, bebas dari interest-politik
praktis dan menjadi tontonan yang dibutuhkan berbagai kalangan masyarakat.6
6 Sejarah Teater Koma http://teterkoma.org/index.php?option=com_content&view=
article&id=44&Itemid=61 dikutip tgl. 5 Mei 2014
73
Teater Koma yakin, teater bisa menjadi slah satu jembatan menuju
suatu keseimbangan batin dan jalan bagi terciptanya kebahagiaan yang
manusiawi. Jujur, bercermin lewat teater, diyakini pula sebagai salah satu cara
untuk mengasah daya akal sehat, daya budi dan hati nurani. Teater Koma
adalah kelompok kesenian yang konsisten dan produktif. Pentas-pentasnya
sering digelar lebih dari dua minggu oleh karna itu dengan minat dari
masyarakat yang banyak menjadikan Teater Koma sebagai salah satu grup
teater yang mempunyai pengaruh besar dalam dunia teater.
B. Profil Teater Koma
Teater Koma adalah salah satu grup teater yang bisa dikatakan sebagai
teater yang paling popular saat ini. Teater ini merupakan teater yang banyak
menginspirasi banyak seniman maupun dramawan dalam dunia seni peran.
Dapat dilihat dari pendiri sekaligus sutradaranya Nano Riantiarno yang
merupakan salah satu penggagas teater kritikan selain Rendra. Disamping itu
teater ini memiliki banyak aktor-aktor yang sudah mempuni dalam dunia
akting teater sehingga tokoh yang diperankan terlihat seperti sesungguhnya.
Teater ini berada di daerah Bintaro, tepatnya di jalan Cempaka Raya
No. 15. Galeri teater ini mudah dijumpai karena berada di pinggir jalan yang
sangat strategis untuk kegiatan teater ini. Keberadaan teater ini juga didukung
oleh sikap dari masyarakat sekitar. Terlihat dari hubungan kekerabatan yang
baik dari anggota Teater Koma kepada masyarakat di daerahnya. Suasana
galeri yang artistic sangat mendukung bagi para aktor Teater Koma
mengeluarkan energi positif dalam setiap latihan. Dalam struktur
74
organisasinya Teater Koma tidak terlalu seperti organisasi pada umumnya
yang bersifat formal.
Teater Koma mempunyai stuktur yang sangat sederhana, namun dalam
pelaksanaan sistem organisasinya, Teater Koma menjalankan asas
kekeluargaan dan gotong royong kepada anggotanya. Dapat terbentuk bahwa
struktur yang terdapat di Teater Koma ialah tidak terlalu sulit. Dimulai dari
adanya pimpinan sekaligus pendiri Teater Koma ini juga berperan sebagai
sutradara yang menciptakan karya-karyanya utnuk diproduksi kedalam
pertunjukan teater. Ratna Riantiarno yang bertugas sebagai manager sangat
berperan dari setiap pertunjukan Teater Koma. Untuk melaksanakan
pertnjukan, Teater Koma mendapatkan dana melalui sponsor untuk menunjang
kegiatan pementasannya. Ada pula sekertaris di sini yang bertugas mengurus
keperluan yang dibutuhkan oleh Teater Koma dari penulisan naskah hingga
perlengkapan. Yang terakhir adalah terdapatnya Humas yang bertugas
mempublikasikan pertunjukan teater melalui media cetak maupun online.
Dengan usia Teater Koma yang saat ini sudah menginjak 36 tahun,
teater ini sudah banyak memberikan karya-karyanya bagi bidang dunia seni
teater Indonesia. Banyaknya pengalaman yang sudah dirasakan Teater Koma
maka dapat dilihat pertunjukan Teater Koma yang semakin matang dalam
mementaskan seni teater. Selain itu di galeri ini juga terdapat poster-poster
produksi pertunjukan yang telah dimainkan oleh Teater Koma sejak 1977
hingga sekarang 2014. Karya pertama yang dipentaskan oleh Teater Koma
adalah cerita “Rumah Kertas” karya N. Riantiarno. Disamping itu juga untuk
menghormati rekan-rekan seperjuanganya dalam dunia seni peran tertempel
75
photo-photo almarhum Rendra dan sebagian aktor lainya dalam dunia seni
teater.
Teater Koma bukan merupakan akademi maupun lembaga pendidikan
yang formal dalam dunia seni peran. Teater ini merupakan suatu perkumpulan
atau kelompok kesenian yang berkumpul untuk mempertunjukan seni teater.
Seperti halnya sosio-edukasi, teater ini membimbing aktor maupun
penontonya dalam seni pertunjukan. Dalam kesempatan ini penulis melihat
bahwa selain komitmenya membawakan tema kritikan politik. Dengan melihat
pertunjukan dari Teater Koma masayarakat dapat melihat situasi politik
ataupun aspirasi politik dari rakyat yang disampaikan daam pertunjukan teater
dengan bahasa dan cerita yang dapat dikonsumsi oleh masyarakat dengan
baik.
Dengan melihat sejarah teataer ini, dapat diketahui bahwa perjalanan
teater ini tidaklah mudah hingga menjadi seperti saat ini banya pengalaman
yang sudah dialami Teater Koma maupun N. Riantiarno dalam membangun
Teater Koma dalam dunia seni. Sekilas merupakan gambaran umum mengenai
Teater Koma. Dari penulusuran penulis, penulis melihat melihat sesuatu yang
unik mengenai galeri Teater Koma. Galeri ini terdapat di halaman belakang
rumah N. Riantiarno. Apabila melihat sekilas dari luar tidak terlihat
keberadaan galeri ini. Galeri atau sanggar ini cukup kompetitif dalam latihan
teater. Dengan bangunan permanen yang dilengkapi panggung yang
berornamen seni membuat sanggar ini sangat artistic dan nyaman dalam
proses latihan seni peran Teater Koma.
76
Sanggar yang berdiri sejak tahun 1994 ini masih terlihat kokoh dengan
arsitektur ala Jawa. Sebelum menjalani latihan di sanggar ini Teater Koma
melaksanakan kegiatannya di Setiabudi. Sejak kediaman tempat tinggal N.
Riantiarno pindah, maka rumah yang dibuat sekaligus memilki sanggar ini
menjadi tempat kegiatan bagi Teater Koma. Sanggar ini memiliki
perlengkapan yang lengkap dari perpustakaan kecil milik N. Riantiarno,
penyimpanan kostum, dan properti-properti yang digunakan saat pementasan.
Namun juga kendala tetap dialami oleh sanggar ini yaitu keterbatasan luas dan
atap yang seperti layaknya rumah biasa dapat menghambat latihan produksi
teater ini. Tidak jarang juga mereka masih melakukan latihan di luar sanggar.
Dalam setiap kegiatan produksinya teater ini tidaklah selalu mudah.
Namun kendala tersebut dapat dipecahkan melalui mekanisme kerjasama yang
baik. Sejak awal didirikan, grup teater ini lambat atau cepat ternyata dapat
membentuk masyarakatnya sendiri. Mereka lahir atau terbentuk mulanya
memang hanya sebagai penonton biasa. Belum ada keterkaitan, sebagaimana
halnya penonton bioskop. Akan tetapi, lambat laun para penonton itu secara
alamiah menyeleksi kelompoknya sendiri. Kemudian sebagian besar dari
mereka merasa terikat oleh kebutuhan yang sama dimana terdapat rasa satu
keinginan yang sama.
Dengan hasil dari setiap produksi yang bisa dikatakan hampir
sempurna ini teater tersebut selalu dinantikan oleh para penggemar seni teater.
Bahkan baru setelah pementasan selesai tidak sedikit ada yang menanyakan
kapan produksi cerita selanjutnya. Dengan sikap konsisten yang seperti ini
Teater Koma dapat sedikitnya memproduksi 1 karya dalam setahun. Jadi
77
untuk saat ini Teater Koma seolah-olah masih memegang hegemoni dalam
dunia teater karena teater ini banyak menginspirasi bagi kelompok teater-
teater lain dan juga masyarakat.
C. Menyutradarai Koma
Teater Koma merupakan suatu wadah dalam dunia teater yang
didirikan oleh Nano Riantiarno. Selain pendiri Teater Koma N. Riantiarno
juga merupakan Sutradara dalam Teater Koma. Pementasan-pementasan yang
dilakukan Teater Koma banyak mengangkat cerita yang diusung oleh N.
Riantiarno. Beliau lahir di Cirebon tanggal 6 Juni 1949. Berteater sejak 1965,
di Cirebon. Tamat SMA, 1967 melanjutkan kuliah di Akademi Teater
Nasional Indonesia, ATNI, Jakarta. Bergabung dengan Teguh Karya dan
mendirikan Teater Populer, 1968. Masuk Sekolah TInggi Filsafat Drikarya,
1971.
Dengan sejarah singkatnya, N. Riantiarno telah mendirikan Teater
Koma sejak 1 Maret 1977 hingga sekarang telah mementaskan sebanyak 132
produksi panggung. Selain memproduksi panggung teater beliau juga aktif
dalam menulis banyak sekenario film dan televisi. Karya sekenarionya,
‘Jakarta Jakarta’, meraih Piala Citra pada Festival Film Indonesia di Ujung
Pandang, 1978. Karya sinetronya, ‘Karina’ meraih Piala Vidia pada Festival
Film Indonesia di Jakarta, 1987. Meraih hadiah sayembara Penulisan Naskah
Drama Dewan Kesenian Jakarta (1972-1973-1974-1975 dan 1998). Juga
78
merebut hadiah Sayembara Naskah Drama Anak-anak dari Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, 1978, berjudul ‘Jujur Itu’.7
Dua novelnya, ‘Ranjang Bayi’ dan ‘Percintaan Senja’ meraih hadiah
Sayembara Novelet Majalah FEMINA dan Sayembara Novel Majalah Kartini.
Pada 1993, dianugerahi Hadiah Seni, Piagam Kesenian dan Kebudayaan dari
Departemen P&K, atas nama Pemerintah Republik Indonesia. Film layar lebar
perdana karyanya, ‘Cemeng 2005’ (The Last Primadona), 1995, diproduksi
oleh Dewan Film Nasional Indonesia. Pada 1999 meraih penghargaan dari
Forum Film Bandung untuk serial film televisi berjudul ‘Kupu-kupu Ungu’
sebagai Penulis Sekenario Terpuji 1999. Forum yang sama mematok televisi
karyanya (berkisah tentang pembaruan), ‘Cinta Terhalang Tembok’ sebagai
Film Miniseri Televisi Terbaik, 2002.8
Salah satu lahirnya teater karena kebutuhan mewujudkan rasa estetik
keindahan. Kebutuhan yang lain adalah ‘ingin menyampaikan sesuatu’.
Pementasan, sebagai jawaban dari ‘keinginan menyampaikan sesuatu’ itu,
sebaiknya lahir karena kebutuhan yang sifatnyalebih kultural. Jika kebutuhan
‘menyampaikan sesuatu’ itu hanya terdorong oleh sesuatu yang diluar
kesenian, materi misalnya, maka boleh dibilang kegiatan ini tengah menggali
lubang kuburnya sendiri. Seperi yang diungkapkan N. Riantiarno:
“Saya punya pengalaman unik saat melakoni masa persiapan produksi
Rumah Kertas, pentas perdana Teater Koma itu. Ajakan-ajakan saya kepada
beberapa seniman tak dipercaya begitu saja. Niat mendirikan kelompok teater
7 Profil N. Riantiarno dikutip http://teaterkoma.org/index.php?option=com_conten&
viewarticle&id=44&Itemid=61&limitstart=3 pada tanggal 6 Mei 2014 pukul 17.10 8 Profil N. Riantiarno dikutip http://teaterkoma.org/index.php?option=com_conten&
viewarticle&id=44&Itemid=61&limitstart=3 pada tanggal 6 Mei 2014 pukul 17.10
79
baru, nyaris dicurigai. Seakan-akan saya hendak mendirikan partai baru.
Ketika beberapa seniman kemudian ikrar bergabung, masalah yang timbul
berbeda pula. Setiap saat, kemampuan saya bersutradara selalu diuji. Nasakah
yang sudah ada, bahkan seringkali drama karya saya sendiri tidak begitu
memuaskan dan harus selalu dikoreksi.”9
Di lapangan, banyak benturan yang ditemui. Sebagai penulis,
pendekatan yang beliau lakukan lebih condong kepada imajinasi. Padahal,
kenyataannya panggung dan kemampuan pembiayaan harus diperhitingkan
pula. Sebagai sutradara, memang harus menimbang banyak hal dari berbagai
sudut. Salah satunya dengan dapat merombak naskah yang disesuaikan
dembali kepada realita yang terjadi dilapangan. Dengan peristiwa kreatif itu
N. Riantiarno menganggap hal itu semua sebagai aspek pendidikan dalam
membangun seni drama yang dipenuhi nilai dan norma yang diterima
masyarakat. Selain itu juga dengan menyerap semua fenomena realita sosial
yang terjadi di masyarakat menjadikannya sebagai pembelajaran.
9 Profil N. Riantiarno dikutip http://teaterkoma.org/index.php?option=com_conten&
viewarticle&id=44&Itemid=61&limitstart=3 pada tanggal 6 Mei 2014 pukul 17.10
80
BAB IV
TEMUAN DAN HASIL PENELITIAN
A. Wacana kritik sosial pada naskah Demonstran
Dalam bab ini akan dibahas mengenai temuan dan analisis dalam
naskah Demonstran. Metode analisa yang dipakai adalah metode analsisis
wacana Teun Van Dijk. Sebagai sebuah kajian dan analisis, pada bab ini
peneliti mencoba memaparkan wacana hasil temuan data, peneliti akan
mendeskripsikan dan memaparkan potongan-potongan kalimat yang
mengandung kritik sosial kepemimpinan.
Berdasarkan teorinya, Van djik melakukan tiga tahapan analisa, yaitu
analisis pada dimensi teks, kognisi sosial, dan dimensi konteks sosial. Dalam
menganalisis teks, yang menjadi pusat pengamatan adalah intelektualitas atau
kajian seputar teks untuk menceritakan atau menggambarkan strukutr
pragmatik atau struktur kebahsaan dalam naskah Demonstran. Selanjutnya
dalam menganalisis seputar teks, pada metode analisis wacana Teun Van Djik
kajian teks ini dibagi menjadi tiga tahapan analisis, yaitu pada tingkatan
struktur makro (temantik) , superstruktur (skematik), dan yang terakhir adalah
struktur mikro yang terdiri dari semantik, sintaksis, stilistik, dan retoris.
Berikut ini penjelasan hasil analisis dan temuan data dalam pembagian tiga
level teks tersebut dalam naskah Demosntran.
1. Struktur Makro
Dalam struktur makro bagian atau elemen yang menjadi pusat
pembahasan adalah unsur tematik. Temantik atau tema ini adalah sebuah
gambaran umum terhadap suatu tulisan yang hendak disampaikan oleh
81
penulisnya dalam suatu teks, dapat juga dikatakan sebagai premis umum
atau gagasan inti dan ringkasan utama sebuah teks. Dalam tulisan Alex
Sobur yang mengutip Keraf, mengatakan bahwa tema adalah suatu amanat
utama yang disampaikan oleh penulis melalui penulisannya.1
Tema dan topik dikatan demikian karena sifatnya menunjukan
konsep dominan, sentral dan paling penting dari suatu teks. Dalam naskah
Demonstran, penulis menemukan beberapa tema besar yang mengandung
kritik sosial kepemimpinan, diantaranya adalah:
a. Kritik sosial kepemimpinan.
Asumsi ini dapat ditemukan pada adegan pertama pertunjukan.
Di dalam naskah ketika Sabar, Alun dan Satpam berkumpul di kredo
pasar, Sabar yang memulai percakapan dengan muatan dialognya
menceritakan keluh kesah rakyat yang sangat mengidamkan sosok
pemimpin yang mampu menaungi rakyat kecil dan mampu menerima
dan mengakomodir aspirasi mereka. Seperti dalam kutipan dialognya :
“..Zaman ini Zaman panik. Orang orang jadi serakah dan gampang curiga.
Sebagian besar kita, kena penyakit jiwa dan janji-janji bohong simpang siur di langit.
Isu lebih digemari disbanding pidato dan humor menemukan tuahnya disbanding
penderitaan. Yang tidak pro langsung dianggap kontra. Usul dan pendapat sering
dianggap kritikan. Tapi anehnya, si pengkritik sering tidak tahan kritikan.
Zaman ini Zaman bingung. Yang kecewa berkeliaran dimana-mana. Pegangan amat
rapuh. Tuhan teralu jauh dan nabi-nabi palsu tersebut pengikut. Orang-orang kaya
berkuasa dengan uangnya. Mereka sanggup membeli hati nurani para pejuang.
Ekonomi dan teknologi jadi tujuan utama. Pendidikan sangat mahal dan kesenian
kadang ada tapi sia-sia, malah lebih dianggap hiburan.
Inilah kredo orang bingung di zaman panik. Dilantunkan ketika bumi gonjang
ganjing dan sepertinya langit akan segera menimpa kepala. Inilah Kredo orang panik
di zaman bingung.” (babak 1)
1 Drs . Alex Sobur, M. Si, Analisis Teks Media (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2006), cet. Ke-4, h. 75.
82
Tema kepemimpinan yang terdapat pada dialog ini umumnya
menjelaskan secara implisit bagaimana seharusnya menjadi pemimpin
yang ideal, sesuai dengan syarat-sayarat yang perlu dimiliki oleh
pemimpin. Bentuk sesungguhnya dalam proses kepemimpinan adalah
mengarahkan atau menjadi role model. Persoalan utama dari pemikiran
Sabar mengenai dialog yang disampaikannya adalah, mengapa begitu
sulitnya untuk membedakan mana pemimpin yang baik dan benar-benar
baik. Sabar men-Generalisir bahwa hampir semua pemimpin meng-obral
tema kesederhanaan dan kerakyatan. Seperti yang sudah terjadi bahwa
rakyat dijadikan sebagai agen suara ketika pemilu berlangsung menjadi
lahan emas untuk digali simpati dan empatinya kemudian menjadi
kambing hitam di setiap implikasi kegagalan dalam kepemimpinannya.
Seharusnya Pemimpin Negara dan pemerintah harus membentuk
suatu sistem yang solid dalam proses memperoleh kepercayaan dan
paradigma positif dari masyarakat yang dipimpin. Soliditas tidak
ditentukan secara (kuantitatif) angka seberapa banyak anggota yang
bergabung melainkan secara kualitas (kualitatif) pada masing-masing
anggotanya. Ini bisa menajadi sebuah arti penting yang menjadikan
pemimpin sebagai role model yang isnpiratif. Gagasan tersebut didasari
dari pengamatan peneliti pada proses pemilu 2014 baik pada saat
pemilihan Legislatif maupun pemilihan Presiden.
Dalam babak pertama ini Sabar sebagai lakon yang sentral semakin
terlihat keresahaannya mengenai kritik sosisal, menjadikan tema krisis
kepemimpinan pada babak ini semakin nampak, dengan didukung oleh
stimulus yang diberikan oleh Alun dalam dialognya, yaitu:
83
“SABAR : Ini zaman serba tidak sabar. Zaman serba melompat. Inilah
zaman putus asa. Zaman antara tidur dan banggun. Zaman
serba menunduk karna terlalu sering melihat hp. Ini zaman
cermin pecah.
ALUN : Dimuliakanlah namamu ya kemunafikan! (TERIAK)
Pemimpi-i-i-nn!
SABAR : Jadi bersembunyi dimana kamu? Keadilan?
ALUN : Kursi.
SABAR : Ketika mentalitas abdi Negara ditanyakan kembali dan
korupsi merajalela, apa kamu peduli?
ALUN : Komisi.
SABAR : Ketika utang dibikin macet dan para penghutang Negara itu
jadi isu nasional yang tidak menasional, apa komentar
kamu?”(Babak 1).
Ditengah situasi seperti sekarang ini, nampaknya ketegasan
pemimpin dalam mengambil keputusan adalah problematika bangsa yang
harus segera dituntaskan. Cukup bisa dipahami bahwa penggalan dialog
diatas menggambarkan bahwa mentalitas abdi Negara (pemimpin) masih
patut dipertanyakan. Memberikan keadilan hanya kepada golongan
tertentu yang memiliki kekuasaan poliitik sedangkan hukum adalah milik
orang-orang yang rela berbuat kriminal lantaran untuk bertahan hidup dari
himpitan ekonomi. Dalam dialog tersebut seharusnya menjadi cermin
bahwa masyarakat butuh sosok inspirasional leader.
Perlu dicatat bahwa kritik sosial kepemimpinan dalam tatanan
sistem demokrasi belakangan ini memberikan sebuah jawaban bahwa
seharusnya masyarakat dapat secara bebas mengkritisi proses
perjalanannya baik dalam wujud demonstrasi, tulisan pada media cetak
maupun online. Untuk memberikan alasan mengapa dan apa yang menjadi
masalah. Pusat perhatian analisa temantik pada dialog ini adalah gaya
kepemimpinan yang sudah menyimpang dari tatanan demokrasi. Salah
84
satunya yang berkaitan dengan dialog Sabar, minusnya nilai
kepemimpinan pada pemerintahan saat ini yaitu menyangkut tidak
meratanya persamaan hak dalam segala bidang, kemerdekaan yang tidak
menyeluruh merupakan implikasi ke tidak tegasan sebuah Leader dalam
menjalankan keputusan.
Dalam mengambil keputusan, pemimpin juga harus
memperhitungkan seberapa sering dia harus berhubungan dengan rakyat,
tidak selalu membedakan hubungan antara masayarakat politik dan
masyarakat publik. Keterkaitan masyarakat publik dalam proses policy
decide sangat berdampak pada prososes jalannya sistem pemerintahan
yang demokratif.
Seorang pemimpin yang efektif adalah seseorang yang dengan
kekuasaanya dapat mempengaruhi pengikutnya untuk mencapai
achievement yang memuaskan, dalam berbagai situasi para pemimpin
dapat menggunakan bentuk-bentuk kekuasaan atau pemanfaatan
kekuasaan yang berbeda untuk mempengaruhi bawahan dan rakyat. Ada
beberapa hal penting yang harus dimiliki oleh seorag pemimpin, yaitu
integritas, responsibilitas, knowledge, komitmen, kepercayaan
(confidence) dan kemampuan untuk meyakinkan orang lain melalu
komunikasi (communication).
Sabar dan Alun pada babak pertama ini, dalam dialognya dapat
dilihat bahwa mereka ibarat memposisikan diri sebagai cawan air yang
telah penuh ter-isi oleh tetesan air hitam yang meluber. Tema pada babak
ini tidak menjabarkan sebuah tunutan terhadap pemimpin, tetapi tentang
85
bagaimana seharusnya moral pemimpin yang mau memperjuangkan nilai
dan kepentingan masyarakat luas. Bukan mengkebiri dan membatasi
kebebasan berdemokrasi.
Hal lain yang juga dapat dilihat pada babak pertama ini adalah
mengenai kecendurungan abused of power oleh pemimpin sebagai
“Immamah dan Khalifah”. Pemimpin seharusnya dapat diartikan juga
sebagai perisai bagi rakyat, yang akan melindungi rakyat dari berbagai
ancaman. Dialog Sabar mengemukakan kontradiksi terhadap realitas yang
sedang terjadi sekarang ini, yaitu:
“SABAR : Ketika buruh-buruh diperlakukan lebih buruk dari kuda, dan
para TKW kita dilecehkan seksualnya, apa tindakan kamu?
ALUN : Kita hilang..
SABAR : Ketika hakim-hakim malah adu tinju, artis-artis berebutan
jadi politikus. Mengapa kamu tidak bertindak dan melulu
hanya pidato, pidato dan pidato?
ALUN : (TERIAK) Pemimpi-i-i-nn!
SABAR : Ketika kebebasan dikebiri, demokrasi dikekang dan
kreatifitas dibendung, ketika partai-partai enggan berbeda
suara karena ada imbalanya dan wakil-wakil rakyat besar
gajinya tapi gentar berfikir untuk rakyat, siapa masih sanggup
membela rakyat?
ALUN : (MENJAJAKAN) Opini obral, seribu tiga!
SABAR : Ketika sebuah sistem digelar agar masa depan rakyat berubah
menjadi robot yang dikekang dan patuh, masih beranikah kita
punya nurani?”(Babak 1).
Dalam konteks kritik sosial kali ini dapat mengacu pada dialog
Sabar yang pertama yaitu sebuah tema perjuangan kelas dimana ideologi
kelas ditentukan oleh kedudukan dan kepentingan. Buruh, TKW dan
pemilik modal sama-sama sedang memeperjuang kelas, bedanya hanya
kepentingan dan wewenang kedua kelas ini sangat kontradiktif. Buruh dan
86
TKW adalah kelas yang hak nya dirampas oleh kelas pemilik modal atau
alat produksi yang besar. Hal ini retan sekali terjadi belakangan ini karena
sistem kepemimpinan yang mudah di-intervensi asing dengan mengatas
namakan pembangunan.
Kemudian pada dialog Sabar berikutnya adalah mengenai
mentalitas pemimpin dan para calon pemimpin. Peneliti disini tidaklah
mencoba untuk membentangkan rincian dari pertikaian tersebut.
Meskipun memang dapat dikatakan bahwa pertikaian yang ada pada
dialog tersebut semata hanya soal politk seseorang untuk memperoleh
kedudukan. Namun kritik yang ingin disampaikan adalah merujuk pada
kecenderungan seorang pemimpin yang dalam menyelesaikan masalah
selalu hanya mengedepankan dialog dan mufakat tanpa adanya tindakan
tegas dan punishment untuk pelanggar.
Begitu juga pada dialog berikutnya yang disampaikan Sabar
menyangkut kebebasan berdemokrasi. Kini tanpa disadari kita memang
hidup di era semua individu menginginkan kebebasan. Menurut peneliti
justru pengebirian kebebasan dan pembatasan demokrasi tidak hanya
terjadi pada masa orde baru. Kini di era pasca reformasi justru makna
tersebut menjadi anti klimaks.
Beberapa dampaknya yaitu, tensi per-politikan yang semakin
memanas karna banyak menyalah artikan sebuah makna dari demokrasi,
kebebasan berpendapat yang sudah tidak beretika dapat dilihat dari nafsu
para pejabat yg ngotot ingin pendapatnya didengar saat sidang di gedung
DPR, kemudian demonstrasi mahasiswa yang seharusnya menjadi sarana
87
penyampaian aspirasi justru malah menggangu stabilitas keamanan dan
kenyamanan masyarakat dan yang terakhir adalah meningkatnya
kerusuhan di masyarakat. Itu semua karena pemimpin dan para
pemerintah masih belum mampu menjalankan undang-undang dengan
sebagai mana mestinya.
Digambarkan pula pada dialog berikutnya keresahan dan gundah
sang Sabar, bagaimana dia takut untuk menatap masa depan yang seolah-
olah sudah tau nantinya akan berakhir seperti apa, seakan-akan semua
sudah di-setting sedemikian rupa agar rakyat menjadi boneka mainan bagi
para pemimpin. Karena pemimpin searusnya berada pada posisi yang
menentukan perjalanan pengikutnya (rakyat). Apabila rakyat memiliki
pemimpin yang prima, produktif dan cakap dalam pembangkitan daya
juang maka dapat dipastikan rakyat akan mencapai titik keberhasilan.
Dalam pandangan islam mengenai hal tersebut sangat sekali jelas
digambarkan melalu firman Allah dalam Al-Quran ( Qs. 17 : 16):
“dan jika kami berkehendak membinasakan suatu negeri, maka kami
perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah (kaum elit dan
konglomerat) di negeri itu (untuk menaati Allah), akan tetapi mereka melakukan
kedurhakan dalam negeri itu, maka sudah sepantasnyalah berlaku terhadapnya
perkataan (ketentuan kami), kemudian kami hancurkan negeri itu sehancur-
hancurnya.”
Tentu jika melirik pada presepktif islami tentang sebuah
kepemimpinan, ayat tersebut ada korelasinya dengan dialog sabar pada
hampir keseluruhan babak pertama. Dari proses hingga implikasi tertera
88
pada ayat tersebut. Oleh karena itu, dalam memilih peimpin diharapkan
masyarakat mempunyai calon pilihan yang kredibel, mengenali
pemimpinya dengan baik supaya tidak lagi memilih pemimpin seperti
memilih kucing dalam karung. Barangkali salah satu caranya adalah
sosialisai mengenai arah tujuan kepemimpinan yang dapat menyentuh
seluruh lapisan masyarakat.
Dengan lebih ringkas Sabar menjelaskan sebuah pergeseran drastis
mengenai makna kepemimpinan, dapat dikatakan bahwa setiap manusia
mempunyai jurang pemisah masing-masing antara kemauan (ideologi)
dan realitas kehidupan. Hal itu seharusnya menjadi tempat seorang
pemimpin untuk memposisikan diri sebagai penyambung lidah akyat,
penyambung harapan rakyat dan penyambung asa rakyat. Agar dapat
meyakinkan bahwa harapan perubahan menuju arah kebaikan itu masih
ada.
Kemudian dalam Al’Quran bagaimana kita seharunya memilih
pemimpin dijelaskan melalui firman Allah pada Q. S Ibrahim (14:4) :
“Kami tidak mengutus seorang rasulpun, melainkan dengan bahasa kaumnya,
supaya ia dapat memberi penjelasan dengan terang kepada mereka. Maka Allah
menyesatkan siapa yang Dia kehendaki, dan memberi petunjuk kepada siapa
yang Dia kehendaki. Dan Dialah Tuhan Yang Maha Kuasa lagi Maha
Bijaksana”
89
Disini dapat peneliti kaitkan dengan pemimpinan yang mampu
memahami kehendak dan memperhatikan penderitaan rakyat. Lalu pada
Q. S. At-Taubah (9:128):
“sesungguhnya telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaumu sendiri,
terasa berat baginya penderitaanmu lagi sangat mengharapkan kebaikan bagi
kamu, sangat penyantun dan penyayang bagi kaum mukmin.”
Dalam ayat tersebut, jika dikaitkan dengan dialog Sabar pada
babak pertama adalah mengenai sikap pemimpin juga harusnya bisa
mampu memahamu Bahasa penderitaan rakyatnya dan mengerti
kesusahan mereka. Karena pertanggung jawaban atas pemilihan seorang
mimpin akan dikembalikan kepada siapa yang mengangkatnya berikut
juga implikasinya.
Digambarkan pula bahwa pemimpin adalah bukan mengenai
kedudukan dan soal posisi strategis untuk memegang kendali atas orang
banyak. Pandangan tersebut yang mengakibatkan banyak orang justru
mengejar menjadi pemimpin dengan menghalalkan segala cara, seperti
pada proses pemilu presiden 2014 yang banyak ditemukan fakta
kampanye hitam dan kampanye negatif. Parahnya isu yang diangkat
banyak yang menyangkut soal SARA. Bisa dibayangkan mentalias
pemimpin yang seperti itu nantinya akan berujung seperti apa.
Tentang dialog lain pada naskah ini yang menyangkut kritik sosial
dan kepemimpinan ada pada babak ke 5 yaitu dialog yang terjadi di
malam hari saat Jiran, Niken dan Wiluta bersama-sama datang ke rumah
90
Topan untuk mengajak kembali turun kejalan, Mereka bertiga adalah
akktifis senior anak buah Topan. Pada bagian adegan ini Niken
mengajukan pertanyaan kepada topan, yaitu:
“NIKEN :Alat musyawarah itu selalu satu arah. Dari penguasa. Dan
mufakat adalah perintah. Rakyat tidak diberi hak untuk
bermusyawarah, mereka hanya wajib menjalankan perintah.
Siapa berani melawan arah penguasa dan perintah pejabat?
Rakyat?” (Babak 5).
Babak tersebut memaparkan sebuah kekecewaan Niken terhadap
ceriminan gaya kepemimpinan yang tidak demokratif. Padahal, selama
pemimpin masih dalam jaring-jaring demokrasi yang transparan dan
kembali pada filosofi demokrasi “dari rakyat untuk rakyat” tatanan sosial
akan menjalankan mekanismenya dengan baik. Bukan memberikan
kebijakan-kebijakan yang justru membelenggu kebebasan rakyat. Jika
terus demikian, tidak mengherankan jika kemudian proses demokrasi
harus dibayar dengan banyak demonstrasi yang kadang cenderung
berujung kerusuhan.
Pada dialog diatas, ter-gambarkan pula sebuah hegemoni penguasa
(pemimpin) dalam menentukan sebuah kebijakan tanpa kompromi namun
selalu sarat dengan birokrasi yang rumit, peneliti beranggapan bahwa
birokrasi adalah bentuk keterasingan rakyat, karena birokrasi dijadikan
sebuah perantara antara rakyat dengan kebutuhannya. Ketika rakyat sudah
dipengaruhi oleh birokrasi maka rakyat sudah tidak saling menghargai
melainkan saling memanfaatkan untuk memenuhi kebutuhannya.
Pada babak ke lima ini, Topan digambarkan adalah seseorang
mantan aktifis yang sudah pensiun dari aktifitasnya sebagai seorang
91
demonstran dan kini menjadi seorang pedagang juga pengusaha yang
sangat sukses, jadi ajakan ketiga mantan anak buahnya agar mau kembali
kejalan menimpin mereka kembali dalam bentuk demonstrasi selalu
ditolak dengan alasan-alasan yang cukup realistis untuk ukuran seorang
pengusaha. Namun penolakan topan kepada Jiran, Niken dan Wiluta
dianggapnya sebagai bentuk penghianatan.
Topan menganggap demonstrasi sudah bukan jamannya lagi untuk
memberikan alasan kepada pemimpin supaya mau mendengarkan aspirasi
mereka, meng-atas namakan “demonstrasi adalah perjuangan rakyat untuk
mendapatkan kembali haknya” menurut Topan itu adalah slogan yang
semu, tidak menemukan arah pasti, gagasan yang justru masih dapat
diperdebatkan. Kemudian ketiga mantan anak buahnya tersebut
menganggap jika Topan sebagai pemimpin sudah tidak lagi dapat
memberikan arah karena telah terlalu lama asik bersama pengusaha
menghitung laba.
Seperti yang dikutip dalam naskah demonstran, percakapan antara
Topan dengan Jiran, Niken dan Wiluta pada babak ke-lima:
“TOPAN :Tidak bisa, maaf. Saya sudah tua. Saya tidak sanggup lagi jadi
Robin Hood. Apa yang pernah saya lakukan, dulu, dan apa
yang kalian lakukan sekarang ini, itu permainan anak muda.
Saya? Lihat, perut sudah gendut, nafas ngos-ngosan, mata
tidak awas lagi. Saya sudah sejarah. Kekuatan saya habis.
NIKEN :Jadi, Abang tidak mau turun lagi kejalan memimpin kami?
WILUTA :Apa abang kuatir, kedudukan dan kekayaan abang bisa
terganggu? Hidup abang sekarang memang sudah enak.
Padahal ini semua hasil dari perjuangan abang, dulu, sebagai
demonstran, masa lupa?
TOPAN :Tenanglah sedikit… jangan paksa saya.
92
NIKEN :Lalu kemana lagi kami harus pergi? Kami tidak punya
pemimpin, kami hanya punya semangat. Kami bergerak
kurang teratur. Kami ingin diatur oleh tokoh yang mampu
menghadapi apa saja. Tokoh yang selalu ada di barisan paling
depan, tokoh yang dikenal sebagai Sang Topan. Abang.
WILUTA :Semua bekas aktifis tidak mau memimpin kami.
NKEN :Mereka bilang, hanya buang-buang energi, sia-sia. Ini
gerakan yang mereka anggap, sudah tidak ada gunanya.
WILUTA :Hanya abang harapan kami.
TOPAN :Ya, maaf saja, kalian juga sudah terlalu tua. Tidak mungkin lagi.
WILUTA :Maksudnya, kamu tidak bisa? Inilah saatnya, Abang..
TOPAN :Maaf…
NIKEN :Tidak sangka, sekarang abang sudah jadi penakut.
TOPAN :Saya berhak memilih untuk bilang tidak atau ya. Sekarang,
saya atur jalan hidup saya sendiri. Saya sudah finish…
NIKEN :Egois. Hanya nasib sendiri, yang abang pertimbangkan.
Abang tahu Negara makin berengsek. Tapi abang diam saja.
Jujur juga, saya menyesal ketemu abang sekarang. Pandangan
saya tentang abang hancur berantakan.
TOPAN :Apa boleh buat. Itu 20 tahun yang lalu… zaman berubah.
NIKEN : Minggu lalu abang bicara di koran, abang selalu siap jika
terpaksa harus turun ke jalan lagi. Sekarang ini waktunya.
TOPAN :Niken, pengusaha harus butuh publikasi. Masa kamu tidak
paham? Saya pengusaha. Itu bagian dari strategi. Tapi jika
kenyataan yang harus dihadapi diduga akan sangat pahit, kita
harus cepat-cepat menghindar. Ketika korupsi tidak bisa
dilawan lagi, kita….
NIKEN :Lari? Betul.
TOPAN :Realitas harus dihadapi dengan realistis. Pengusaha tak
pernah bermimpi, dia menghitung untung rugi.
WILUTA :Demi keuntungan pribadi.
TOPAN :Demi usaha agar tetap bisa survive. Kepala harus tetap
dingin. Zaman spontanitas otot dan emosi, sudah lewat.
Sekarang zaman otak dan strategi. Pikiran. Akal. Hitungan
langah adalah uang. Waktu, sangat berharga.
WILUTA :Ah, jadi kami sudah merampok waktu berharga abang.
TOPAN :Wiluta, Niken, maaf, saya betul-betul tidak bisa ikut. Kondisi
tidak memungkinkan. Saya bukan aktivis lagi.
93
JIRAN :Abang tidak perlu lagi turun lagi ke jalan, sebab kami tidak
punya uang untuk membeli payung kalau abang kepanasan.
Abang cukup mengatur strategi dan konsep pergerakan. Abang
akan lebih banyak duduk di markas saja. Katakanlah, kalau
gerakan demonstrasi itu bisa diibaratkan PT, maka abang
adalah dirut nya. Kami semua, karyawan operasionalnya.
Abang tidak perlu repot membersihkan got, cukup abang
pertintahkan, kami yang akan bekerja. Sayangnya, bekerja di
PT Demonstrasi tidak ada gaji.” (babak 5).
Dari cuplikan dialog pada babak ke-lima di atas, dari jawaban-
jawaban yang dilontarkan oleh mantan anak buahnya, maka dapat peneliti
katakana bahwa musuh besar dari idealisme adalah harta. Sejauh ini
dalam dinamika demokrasi mungkin banyak pengusaha yang justru turut
ikut andil dalam bursa pencalonan presiden (pemimpin). Namun, dibalik
penyalonannya terdapat kecenderungan yang mengarah kepada
kepentingan-kepentingan yang bertolak belakang dengan kepentingan
masyarakat luas, konsistensinya dengan tujuan kemakmuran dan
kesejahteraan rakyat masih dipertanyakan.
Sementara itu, demonstrasi yang dijalankan oleh ketiga mantan
anak buahnya Jiran, Niken dan Wiluta bukan sebagai kekuatan pendobrak
atas ke-laliman penguasa dan pemerintah. Sebab fungsinya hanyalah
sebagai penguat tuntutan. Walaupun pada era reformasi, ini adalah cara
jitu saat itu untuk meruntuhkan rezim akan tetapi kerusuhan bukan
menjadi role model dalam merubah sistem dengan cara yang singkat atau
revolusi, terlalu beresiko dan tidak ada jaminan untuk perubahan menuju
arah yang lebih baik.
94
Kemudian masih di dalam rumah Topan, ketiga anak buahnya terus
mendesak agar sang pemimpinnya mau kembali lagi ikut turun ke-jalan.
Upaya yang dilakukan Jiran, Niken dan Wiluta saat itu berakhir sia-sia.
Topan masih menganggap tujuan mereka kurang jelas dan ter-arah,
sepertinya pengetahuan Topan sebagai seorang pemimpin kala itu
dijadikan senjata untuk menolak ajakan dengan jawaban yg realistis.
Lebih terkesan sebagai seorang pemimpin yang mencari dalih, alasan dan
mengelak ketika diajak untuk berbuat sesuatu demi orang banyak
(masyarakat).
Seperti dalam cuplikan dialog pada babak ke-lima yaitu
percakapan antara Topan dan Jiran:
TOPAN :Siapa rakyat? Siapa mereka itu? Apa kalian benar-benar tahu
apa yang mereka inginkan? Bilang sama saya! Siapa Rakyat?
BILANG!
NIKEN :Rakyat adalah…
TOPAN :Ya siapa mereka?
NIKEN :Rakyat adalah…
TOPAN :Kalian tidak tahu siapa rakyat. Bagaimana bisa berjuang kalau
kalian tidak tahu untuk apa? Untuk siapa? Yang kalian rasa,
belum tentu dirasakan oleh semua orang. Kalian rakyat,
mereka yang digusur juga rakyat, orang miskin dan orang kaya
itu – rakyat, saya rakyat, bahkan para pejabat juga rakyat. Tapi
siapa rakyat sejati, itu yang harus kalian cari. Kalian terlalu
percaya unjuk rasa itu satu-satunya cara untuk menyelesaikan
masalah. Padahal seringkali sebaliknya.
JIRAN :Interogasi? Indoktrinisasi? Intimidasi? Kami mendatangi
gedung DPR bersama para petani yang resah karena sawah
mereka akan dibikin jadi apartemen dan padang golf. Kami
ingin bertanya, mengapa ada rencana macam itu. Dan
mengapa ganti rugi yang ditawarkan sangat rendah. Semeter
tanah, dihargai sama dengan sekilo ubi kayu. Tapi, orag-orang
desa itu dihadang dengan kekerasan. Dan abang tahu, tidak
95
satu koran pun yang berani memuat beritanya. Dan abang pasti
bisa menduga mengapa justru pers ketakutan. Derita petani itu
menjadi sangat penting.
NIKEN :Untuk apa cerita, Jiran. Dia sudah tidak punya kuping lagi.
JIRAN :Kami percaya, unjuk rasa adalah salah satu cara agar tuntutan
diperhatikan. Lalu, biarakan kebenaran menentukan jalannya.
WILUTA :Jalan kebenaran selalu kasar, terlalu banyak rambu-rambunya.
TOPAN :Terlalu banyak kebenaran, sulit memilih mana yang paling asli.
NIKEN :Lagi-lagi wejangan . Dalih. Dalih!
TOPAN :hanya emosi, kalian hanya mengikuti emosi. Unjuk rasa jika
dijalankan dengan emosi, hasilnya bisa jadi cuman anarki.
JIRAN :Emosi? Mengapa abang rela buka kedok? Betul. Abang sudah
jadi tumpul. Kemana perginya solidaritas abang yang dulu
terkenal sangat kental itu? HILANG? HILANG? HILANG?
NIKEN : Jiran… sudah. Cukup!
JIRAN :Siapa yang menentukan harga-harga? Siapa yang menipu dan
menghisap darah? Pabrik-pabrik siapa yang seenaknya berak
limbah tanpa ada sangsinya?
WILUTA : Jiran
JIRAN :Siapa yang giat menimbun kekayaan tapi dapat tepuk tangan
meriah setiap kali mereka mengguntung pita pembukaan
acara-acara sosial?
Jenis presiden macam apa yang ada sekarang ini? Masa dia
marah sama mentri, terus ngomong di televisi? Supaya rakyat
mendengar? Tidak ada yang mendengar. Bahkan mentrinya
sendiri berlagak seperti tidak tahu menahu. Rakyat capek
mendengarkan itu. Di Zaman dulu, bahkan ada seorang
presiden memanggil mentri itu ke rumah, lalu dimarahi.
Kalau mentrinya tidak setuju, ya saya pecat. Di zaman
presiden pertama, malah ada diskusi, karena mentrinya pinter-
pinter.
NIKEN :Jiran, untuk apa memberi tahu dia lagi?
WILUTA :Siapa sudi mendengar pengulangan? Tapi itulah kenyatan.
JIRAN :(TIDAK PEDULI)
Mereka bilang, sedang memerangi kebodohan dan
kemiskinan, padahal mereka justru sedang menyebarkan
kedua penyakit itu.
Kami, adalah orang-orang konyol yang sering diejek seperti
itu. Padahal kami Cuma mengingatkan masih banyak
96
persoalanyang belum diselesaikan. Kita wajib
menyelesaikannya.
Hingga beberapa cuplikan dialog di atas terdapat banyak pesan
kritik sosial terhadap kepemimpinan. Dapat peneliti katakan jika kejadian-
kejadian yang digambarkan diatas dapat diasumsikan bahwa kritik sosial
adalah sebagai pemantik dari awal sebuah perubahan.
b. Kritik dan Perubahan Sosial
Tentang kritik sosial dan perubahan dapat ditemukan dalam bagian
cerita drama ini. Bagian ini tidak berpretensi untuk menjelaskan secara
urut kritik-kritik yang mengarah dan meyebabkan perubahan sosial
mengingat pembahasan pada naskah drama ini tidak menggunakan skema
dan mekanisme yang sistematis dari alur cerita pertama ke alur cerita
berikutnya yang saling mengaitkan. Melainkan menjabarkan dengan
memberikan sketsa adegan dan dialog yang mengandung kritik dengan
pembahasan mengenai perubahan sosial.
Pada babak ke-sebelas dengan setting adegan yang terjadi di
malam hari di ballroom hotel mewah sedang berlangsung reuni para
mantan aktifis dan pejabat partai yang diantara mereka saling
menyembunyikan kepentingannya masing-masing. Di dalam ballroom
dihadiri oleh Mantan demontsran 1-6, Pejabat T, Bujok, Topan dan Bunga.
Mantan demonstran 1-6 adalah para sahabat dekat Topan saat mereka
masih sama-sama menjadi seorang aktifis. Pejabat T adalah seorang peabat
tinggi partai yang memiliki kepentingan untuk pencalonan diri sebagai
presiden dan Bujok adalah ajudan kepercayaanya. Lalu Bunga adalah istri
Topan.
97
Persoalan utama yang mendasari tema pada sub-bab ini mengenai
perubahan sosial adalah mengapa begitu sulitnya menyerukan sebuah
perubahan tatanan baru yang bisa menyimpulkan apa yang dimaui
masyarakat luas, agar mereka tahu kemana harus menyalurkan keinginan
dan kemauannya. Dengan mengkrtisi dan mengkoreksi, perubahan harus
menjadi solusi.
Seperti yang ada pada cuplikan dialog dalam naskah Demonstran,
yaitu percakapan antara Pejabat T dan Bujok:
“BUJOK : Perubahan yang mendasar.
PEJABAT-T : Betul. Perubahan mendasar. Dari segala sisi. Bagaimana bisa
dibilang mereka seakan-akan tengah menanggulangi
persoalan? Urusan yang menyangkut korupsi Proyek olahraga
itu saja susah, sulit ditangani. Masih mulur-mungkret.
Tersangka, seperti sembunyi di mana-mana. Urusan yang
menyangkut korupsi kader partai, kok didiamkan. Nah,
bahkan bank yang menangani utang sekian triliyun itu pun,
malah dibiarkan beku begitu saja. Lenyap!
BUJOK : Harus ada perubahan. Hanya partai, jawabannya!
PEJABAT-T : Betul, ada perubahan. Partai. Saya sudah bilang, urusan
seperti ini, memang harus ada yang nekad bertindak. Jangan
dikira semua bisa ditangani dengan omongan doang.
Tindakan. Itu perlu. Dikiranya segala urusan bisa ditangani
dengan membikin lagu-lagu. Harusnya ditanggulangi dengan
berbagai cara, eh, dia malah bikin konser.
BUJOK :Betul. Dan lihatlah para calo pejabat itu. Ketika mau diplih
rakyat, mereka pasang foto di jalanan. Siapa yang lihat?
Semua orang takut karena wajah mereka ternyata… mereka
bukan pemimpin. Rasanya, siapapun menghambat jalannya
revolusi, harus dihukum.
PEJABAT-T :Betul. Setuju. Tapi bagaimana mungkin dihukum? Mereka
masih bersembunyi dibawah payung partai. Semua seakan
dilindungi.
BUJOK :Partai kita harus berkuasa. Untuk menandingi partai tempat
kumpulnya orang-orang yang korupsi. Ya, Jendral, partai kita.
98
Jika cuman itu itu satu-satunya jalan, kenapa tidak?
Kekuasaan!
PEJABAT-T :Selalu itu saja yang dipikirkan, partai, partai! Memangnya
gampang? Lihat, berapa partai yang sekarang di negeri kita?
Banyak sekali. Partai, bukan tindakan cerdas. Kecuali, kalau
sangat terpaksa.
TOPAN :Partai apa pun, malah bisa membikin perkelahian baru. Untuk
kita, saya lebih setuju jika ada dua atau tiga partai saja.
PEJABAT-T :Ya, ya, itu pandangan Bujok. Namanya juga pandangan?
Benar atau tidak, kita bisa lihat nanti, ya`kan? Dan saya sudah
bikin partai!
BUJOK :Harus ada yang menandingi. Pikiran harus diubah.” (Babak 11).
Hingga akhirnya berlaih keadegan berikutnya, pada babak ke
sebelas dengan cuplikan dialog diatas dalam mencapai sebuah perubahan
tidak terlepas dari sebuah konflik dan aktifitas kritis dan mengkritisi.
Topan yang pada babak tersebut sebagai tamu undangan bersama Bunga,
dibujuk oleh Pejabat T untuk merumuskan sebuah formula perubahan
dengan melalui perjuangan partai. Namun kepentingan tetaplah
kepentingan, Pejabat T akan memanfaatkan popularitas Topan dalam
kampanye-nya.
Secara keseluruhan dialog pada babak ke-11 memang secara
eksplisit memaparkan sebuah seruan untuk perubahan dapat dilihat pada
saat awal Bujok mengataan “perubahan yang mendasar” kemudian
dilanjutkan oleh Pejabat T. peneliti dapat sedikit menyimpulkan bahwa
tema pada dialog tersebut sangat relevan dengan kondisi Indonesia
sekarang ini, dari kasus yang diangkat dan kritik kepada perkembangan
partai yang memenangkan dua periode pemilu tahun 2006 dan 2009 yang
99
era berkuasanya akan habis pada 2014. Memberikan sebuah alasan akan
munculnya langkah perubahan.
Dalam kondisi semacam itu, kemudian jika melihat kebelakang
saat tirani orde baru yang terjadi lebih kurang selama 32 tahun runtuh oleh
rentetan keberanian dan kritis dalam menyuarakan sebuah kepentingan
perubahan, hingga akhirnya terjadi reformasi yang dipelopori oleh gerakan
mahasiswa 1998 saat itu. Ini adalah sebagai bentuk warisan dari sebuah
depresi besar di era orde baru yang nampaknya harus tetap dipandang
sebagi sebuah bingkai intelektual bagi perubahan sosial di Indonesia.
Kritik sosial terhadap kepemimpinan yang memberikan alasan
untuk sebuah perubahan juga terdapat pada babak ke-12, saat itu setting
malam hari berada di sebuah jalanan kawasan kumuh dengan tema adegan
“Mencari Rakyat Sejati” . Setelah sebuah drama musikal dengan latar para
gelandangan dan tuna wisma, juga bandit-bandit kelas teri. Dunia gelap
yang tersisa hanya harapan. Pada saat itu sisa malam hanya diisi dengan
nyanyi dangdut dan jogetan. Hidup yang keras seakan dicoba untuk
dilupakan.
Dialog tersebut hanya dilakukan oleh Niken dan Wiluta setelah
melihat adegan drama musikal, berikut cuplikan dialognya :
“NIKEN :Apa mereka rakyat sejati?
WILUTA :Agar mereka bisa hidup lebih baik, adalah bagian dari
perjuanga kita.
NIKEN :Yang jelas, mereka rakyat. Sejati atau bukan itu perkara lain.
NIKEN :Rakyat itu siapa?
WILUTA :Rakyat itu kita..
NIKEN :Kita?
100
JIRAN :Rakyat adalah mereka yang punya hak untuk berkuasa. Tapi
sering, kali tanpa kita sadari, hak itu mendadak sudah beralih
tangan ke genggaman para penguasa. Dan para penguasa,
yang juga pemimpin partai, punya anak bego pun bisa dibikin
jadi pemimin partai. Gak apa goblok, tapi pemimpin partai.
Para penguasa itu sering bilang, kekuasan mereka adalah
barang pinjaman dari rakyat, tapi kenyataan, rakyat sering
dijadikan budak dan kambing hitam.
NIKEN :Jadi, kita tega dibikin budak dan kambing hitam?
WILUTA :Tapi harkat mereka, dibikin seolah-olah naik.
JIRAN :Rakyat punya hak waris, tapi untuk mempertahankan hidup,
mereka wajib membayar dengan sangat mahal.
NIKEN :Siapa menikmati hasil dari tujuan?
WILUTA : Penguasa.
NIKEN : Jadi, hanya selalu mereka yang sealu berkuasa.
JIRAN : Kepentingan rakyat sering jadi dalih kepentingan para
penguasa. Tapi kue hasil dari dalih itu, hanya sebagian kecil
saja yang sampai ke tangan rakyat.
NIKEN : Aku ingat dongeng kanak-kanak
(MENYANYI PERLAHAN)
Dua ekor kelinci berebut roti
Lalu mereka minta tolong kera
Agar diputuskan siapa berhak dapat bagian
Sang kera memotong roti menjadi dua
Ditimbang sebelah lalu digigit perlahan
Lagi, ditimbang sebelah lalu digigit
Begitu seterusnya hingga roti habis
Sang kere tertawa kenyang
Dua kelinci tak pernah dapat bagian
JIRAN : Ya, rakyat sering kali jadi kelinci. Yang langsung bisa
dipotong.” (babak ke-12).
Untuk tema seperti ini tepatnya pada babak ke-12 dapat
digambarkan dalam diri seorang Jiran. Dalam naskah ini Jiran memamng
digambarkan sebagai seorang yang sangat kritis dan memiliki jiwa sosial
tinggi, tidak jauh berbeda dengan dua teman aktifisnya Wiluta dan Niken.
101
Jiran lebih vokal dan memiliki keberanian yang lebih dalam mengutarakan
maksudnya. Pada dialog diatas Jiran mencoba untuk meyakinkan dirinya
mengenai konsep sebuah perubahan apa dan siapa yang harus dirubah
dalam proses perubahan itu. Pertanyaan yang dilontarkan oleh Topan
membuatnya berfikir keras mengenai arti dari rakyat sejati dan siapa
mereka sebenarnya.
Kemuadian Jiran sebagai tokoh central dalam tema perubahan ini
dikuatkan pula dalam beberapa dialognya yang lain, yaitu :
“NIKEN : Tapi di mana harus kita cari rakyat sejati?
JIRAN : Kita akan terus mencarinya. Sampai ketemu. Karena
pencarian kita belum sampai ujung.
NIKEN : Lalu, di mana ujung yang paling ujung?
JIRAN : Kita harus mencarinya.
NIKEN : Sampai kapan?
JIRAN : Entah. Dasar perjuangan adalah menemukan rakyat sejati,
dan tujuan perjuangan adalah mewujudkan apa saja yang di
kehendaki oleh mereka. Rakyat sejati! Tak tahu, apa bisa
ketemu.
WILUTA : Prihatin. Prihatin.” (babak 12).
Hal ini ditunjukan kepada Jiran, memang karena pada awal
pergerakannya tidak memiliki arah dan target yang pasti untuk
diperjuangkan. Saat dia bertemu Topan untuk mengajaknya memimpin
justru Jiran diberi wejangan-wejangan dan dalih atas pergerakanya
memperjuangkan rakyat yang masih semu itu membuat rasa pesimisme
muncul. Untuk mendapatkan arti sebuah perubahan Jiran harus
mengetahui sebenarnya rakyat yang akan mereka bela. Karena gambaran
objek perjuangannya yang semu justru melemahkan tujuan yang akan
dicapai.
102
Hakikatnya perubahan adalah perpindahan dari satu tatanan
menuju tatanan baru yang diharapkan lebih baik dari sebelumnya. Pada
awalnya perubahan yang mendasar yang harus dilakukan adalah pada
sebuah konsep dan gagasan dari munculnya ide perubahan. Jiran
menemukan konsep dan gagasan yang melandaskan memperjuangkan
rakyat sebagai pondasi utama. Peneliti tidak melihatnya sebagai kesalahan
melainkan menimbulkan sebuah persepsi yang dijelaskan sebelumnya
pada tema pertama bahwa rakyat selalu diposisikan sebagai kambing
hitam.
Rakyat dalam konteks kedudukan paling rendah adalah sebagai
pelaksana atas kebijakan politik dan rakyat dalam konteks kedudukan
paling tinggi adalah sebagai perumus dan penggagas kebijakan tersebut.
Jadi semua adalah sama-sama rakyat, jadi perubahan itu untuk rakyat yang
seperti apa?. Jelas disampaikan oleh Sabar mengenai kritik perubahan.
Dialog ini muncul di akhir babak ke 12 sebelum transisi ke adegan
berikutnya, yaitu :
“ALUN : (BERTANYA-TANYA) Apakah Anda, rakyat sejati?
SABAR : Ssst, salah. Pertanyaannya, apakah Anda rakyat?
ALUN : (BERTANYA-TANYA) Apakah Anda …. rakyat? (ALUN
DAN SABAR MENUNGGU JAWABAN. DIAM LAMA)
SABAR : Rakyat adalah penonton yang selalu menonton peristiwa
dengan diam. Rakyat, memang bukan pemain. Tapi mereka
pemain!
ALUN : Dan rakyat sejati?
SABAR : Rakyat sejati, ya mereka yang blaburd-blubard.
ALUN : Lho, kok, masa mereka itu blaburd-blubard.
SABAR : Ya, jelas, blaburd-blubard.
ALUN : Mereka cuma bisa blaburd-blubard, pidato-pidato doang ..
103
SABAR : Saya tidak suka keadaan ini, tidak suka. Bikin prihatin.
Menyedihkan.”(babak ke-12).
Dari kutipan-kutipan dialog di atas maka dapat digambarkan
bahwa tuntutan perubahan harus tetap dilakukan berdampingan dengan
mencari tahu siapa sebenarnya objek yang menjadi pertimbangan dalam
sebuah perjuangan setelah alasan kebobrokan mental para pemimpin yang
harus segera diubah. Dari tatan moral dan nilai demokrasi yang harus tetap
dijadikan pedoman dalam pemerintahan di Indonesia. Aktifitas semacam
ini bisa saja menjadi landasan agar sebuah konsep dan gagasan perubahan
lebih sistematis. Tidak terburu-buru lantaran terpengaruh oleh sisi
emosionalitas dalam menentukan langkah, karena seharusnya ide tersebut
muncul dari proses aktifitas pemikiran yang rasional dan ilmiah.
Sementara itu, menurut peneliti akutnya kelemahan konsep
perubahan seperti yang sudah peneliti jelaskan di paragraf sebelumnya
merupakan sebuah produk dari sikap apatis dan ada kaitannya juga dengan
minimnya pengetahuan. Ini adalah sebuah sintesa dari kemajemukan
asupan-asupan yang diberikan oleh media. Masing-masing disibukan oleh
pemenuhan kepentinganya sendiri. Sebenarnya masalah tersebut dapat
peneliti katakan juga sebagai persoalan elementer yang harus diubah.
Peneliti dapat memberikan sebuah pandangan bahwa perubahan
adalah kerja kolektif bukan perorangan maka dari itu dibutuhkan
kerjasama dari berbagai pihak. Walaupun dalam prosesnya, perubahan
tersebut selalu ada intervensi dari golongan-golongan yang ingin hajatnya
tercapai. Pandangan ini dapat dilihat pula pada naskah Demonstran ketika
104
terjadi perselisihan antara Pejabat T denngan Topan. konflik ini
disebabkan karena Topan sebagai mantan demonstran dan aktifis merasa
dimanfaatkan popularitasnya oleh pejabat T yang sebentar lagi akan
mencalonkan diri sebagai seorang presiden dengan membuat patung
Topan sang demonstran untuk menarik simpati masyarakat. Namun Topan
sadar bahwa patung dengan wujud dirinya dan diikuti patung orang-orang
dibelakangnya seperti mengikuti komando dari Topan dan menurutnya itu
merupakan hal yang berlebihan.
Topan protes keras kepada Pejabat T mengenai patung tersebut
yang dianggapnya berpotensi menjadi berhala politik dan segera meminta
untuk lekas dihancurkan. Namun Pejabat T menolak keras usulan tersebut
dan menganggap itu adalah sebuah hinaan. Karena pembangunan patung
tersebut dianggap Pejabat T adalah sebagai sebuah strategi kampanye.
Kritikan mulai bermunculan menerpa Topan mengenai patung tersebut,
dan Pejabat T tetap membiarkan patung berdiri kokoh. Topan mengancam
akan segera merobohkan sendiri patung tersebut bersama dengan teman-
teman aktifis lainnya.
Perdebatan antara Topan dan Pejabat T terjadi pada babak ke-24
saat pagi hari di ruang club house. Konflik yang menggambarkan sebuah
kondisi ketika sikap oportunis golongan yang memanfaatkan popularitas
orang lain demi kelancaran tujuan dan kepentingan mereka dengan
mengatas namakan sebuah perubahan, Berikut cuplikan dialognya :
“TOPAN : Saya tidak ingin dijadikan berhala. Jangan lagi orang
menghormati saya, karena perkara demontrasi itu. Saya ingin,
patung tentang saya itu dihancurkan. Saya ada di depan patung
itu. Wajah saya, muka saya. Dan itu sangat tidak bagus. Para
105
mahasiswa itu yang berjuang. Saya ikut bersama mereka.
Berjuang bersama mereka. Patung itu, maaf, sangat
mengganggu saya.
PEJABAT-T : Patung itu sudah didirikan, dengan upacara yang sangat
bagus. Mana mungkin dihancurkan? Ya ‘kan? Lalu, saya harus
bilang apa kepada masyarakat? Dan jangan lupa, setiap tahun,
perjuangan Sang Topan Pembela Bangsa, selalu kita
pentaskan. Itu yang tidak pernah kita lupakan. Setiap tahun,
Sang Topan menjadi inti cerita. Dari sejak demonstrasi dua
puluh tahun lalu itu, sampai sekarang. Mana mungkin kami
bisa melupakan Sang Topan? Demi masa depan!
BUJOK :Tidak mungkin bisa dilupakan. Sang Topan menjadi
inspirasi bangsa.
TOPAN : Bapak tidak perlu menyuruh orang menghancurkan patung
itu. Saya yang akan menghancurkannya. Dan untuk
sementara, patung itu akan kami tutup. Sampai ada patung
lain yang sesuai. Saya akan menghubungi pematung yang
mampu membikin patung yang seharusnya ada.
PEJABAT-T : Tidak bisa begitu. Patung itu didirikan dengan berbagai
maksud. Ada hubungannya dengan masa depan bangsa ini.
Tidak apa-lah muka patung itu seperti Bung Topan. Bisa saja
muka orang sama. Ya ‘kan? Jangan dihiraukan. Anggap orang
lain. Pembela Bangsa lain-lah. Kenapa harus repot? Kalau
patung itu dihancurkan, lalu nanti bagaimana saya harus
bicara kepada DPR? Masyarakat? Dan pers? Jangan coba
main-main. Patung itu sangat penting.
BUJOK : Anggap saja, Bung Topan adalah orang lain. Dan dia itulah
yang sekarang ini menjadi inspirasi bangsa ini.
TOPAN : Saya bicara kepada dia, bukan kepada Anda. Mengapa Anda
harus ikut bicara? Apa Anda ikut juga memutuskan perkara
ini?
BUJOK : Maaf.
TOPAN : Saya hanya minta izin untuk mengganti patung itu. Dalam
tempo pendek, patung yang lain sudah akan ada di situ.
PEJABAT-T : Tidak bisa, tidak akan saya izinkan.
TOPAN : Biarpun saya memintanya dengan sangat?
PEJABAT-T : Bung Topan, patung itu menjadi bagian dari strategi saya.
Untuk memimpin bangsa ini, saya harus memiliki berbagai
cara yang, katakan saja, paling ampuh. Patung itu, menjadi
106
salah satunya. Ada banyak cara lain, tapi patung itu menjadi
salah satunya. Orang harus mencintai pahlawan. Dan salah
satu pahlawan itu, sekarang ini, adalah Bung Topan. Dalam
pemilihan presiden, yang sebentar lagi akan dilakukan, saya
harus ada di depan rakyat. Jika orang tahu saya ada di depan
mereka, maka rakyat akan memilih saya. Karena sekarang ini,
saya adalah yang satu-satunya memimpin mereka. Para
pemimpin lain ketinggalan, karena mereka jauh dari rakyat.
TOPAN : Silahkan Jendral jadi presiden. Segala rencana Jendral tidak
akan saya ganggu. Patung itu sangat tidak cocok.
PEJABAT-T : Tidak bisa. Patung harus tetap berdiri, sampai kapan pun.
Bujok, suruh tentara menjaga patung ini. Jangan sampai ada
yang berani membongkar patung-patung itu. Siapa pun dia.
Bahkan juga Anda.” (babak ke-24).
Melalui ajudan kepercayaan Pejabat T yaitu Bujok membuat
sebuah konspirasi untuk menjebak Topan masuk kedalam sebuah
demonstrasi, Bujok menyamar menjadi mahasiswa dan menyerukan
sebuah perubahan memimpin mereka untuk melakukan aksi penetangan
terhadap penuntasan kasus-kasus yang terjadi dan mengajak anak buah
Jiran, Wiluta dan Niken untuk melancarkan aksi. Pada saat itu kelompok
mereka belum memiliki peimpin yang diplot sebagai leader demosntrasi.
Aksi ini sebenarnya bertujuan untuk mengeksekusi Topan agar tidak
banyak melakukan protes mengenai Patung dirinya dan mencegah Topan
melakukan kritikan lain yang menyangkut keberlangsungan hajat Pejabat
T. Topan pun terjebak dan akhirnya mati.
Gambaran konflik tersebut menunjukan bahwa akan
kecenderungan mengenai intervensi dalam aktifitas perubahan. Salah
satunya dengan memanfaatkan isu-isu yang mendasar dan kompleks yang
107
bisa menyebabkan emosi para aktifis untuk melakukan aksi mudah
terpancing, berikut cuplikan dialog yang ada pada babak ke-22, yaitu:
“BUJOK : Seorang profesor, pakar ekonomi kita, menyatakan blak-
blakan, bahwa 60% lebih Anggaran Belanja negara kita bocor
di tengah jalan. Berapa itu? Berapa itu? Saudara-saudara pasti
hanya bisa menggelengkan kepala dan prihatin ‘astagafiruullah
alazim’,
BUJOK : Puluhan kali. Karena hanya itu yang kita bisa. Geleng-
geleng kepala! Saudara-saudara, sekian trilyun, yang
seharusnya kita nikmati dalam wujud pembangunan sejahtera,
lenyap seperti dimakan setan. Lenyap tak tentu rimba. Jadi
ajang makanan para koruptor! (TERIAK) Koruptor !!
KOOR : (SEMUA TERIAK) Koruptor !!
BUJOK : Dan sementara bagian terbesar rakyat kita, tetap lapar
melarat, melata seperti kadal, mereka disana, senang, berpesta-
pora dan aman-tentram-damai-sentosa sampai anak cucu
mereka kelak. Genjot koruptor! Berantas korupsi sampai habis
!!
SEMUA : Genjot koruptor!
BUJOK : Dan saya ingin tanya: siapa yang sudah korupsi? Jelas bukan
kita, bukan rakyat kecil, bukan kita, tapi mereka! Mereka yang
memiliki kekuasaan dan kesempatan untuk korupsi. Siapa
mereka? Siapa?
KOOR : Mereka!
BUJOK : Penguasa!
KOOR : Penguasa!!
BUJOK : Inilah saatnya kita berjuang!
KOOR : Rakyat berjuang! Rakyat berjuang!
BUJOK : Sejak dulu, kampus adalah ajang ampuh, wadah
berkumpulnya para calon intelektual dan cendikia. Tempat
lahirnya banyak pemimpin bangsa. Kampus adalah candra
dimuka, tempat kita dibangkitkan kesadaran politiknya.
Gerakan pembaruan lahir di kampus. Hampir seluruh
pemimpin kita lahir di sini! Tapi sekarang silakan tengok!
Sekali lagi, maaf saja, astagafirullah alazim.
SEMUA : astagfirullah alazim
108
BUJOK : Sedih saya. Kenapa? Karena dengan teror yang sistematis,
saudara-saudara sudah jadi bonsai. Dikondisikan untuk jadi
bonsai dan rela dijadikan bonsai.
KOOR : Bonsai! Bonsai! Bonsai!
BUJOK : Apa saudara-saudara punya keberanian untuk bersikap?
Tidak. Untuk bebas berpendapat? Tidak. Tidak gentar
berpolitik? Tidak. Sudi menggerakan suatu pembaruan? Sama
sekali tidak, tidak, tidak! Dan, inilah yang harus jadi prioritas
perjuangan saudara-saudara. Kenapa? Karena masa depan
bangsa dan negara ada di tangan saudara-saudara!” (babak ke-
22).
Dari kutipan-kutipan dialog diatas maka dapat digambarkan bahwa
secara keseluruhan tema yang diangkat mengenai kepemimpinan dan
perubahan sosial adalah dua hal yang berkaitan satu sama lain. Kelaliman
dan konflik adalah pemicu/pemantik kemudian pergerakan demonstrasi
adala aplikasinya. Walaupun dalam kisah diatas terjadi akhir yang anti
klimaks yaitu dengan tewasnya Topan sebagai demonstran.
INTERPRETASI
Pada naskah ini, idealisme seorang Topan sebagai seorang
demonstran masih sama seperti saat ia muda hanya jalannya dan
segmentasi perjuangannya sudah berbeda. Kritik sosial yang dibangun
pada tema ini berawal dari sebuah keadaan sosial yang penuh dengan
kontradiksi. Seperti dikatakan Karl Marx bahwa kesadaran sosial itu
dilahirkan dari keadaan sosial. Kesadaran sosial yaitu ide, gagasan dan
pikiran yang ada pada manusia. Merupakan sebuah realitas dari interaksi
manusia dalam kegiatannya.2 Ini sangat bersangkut paut dengan alur
munculnya kritik sosial pada naskah ini. Terutama kritik sosial
2 Darsono, Karl Marx Ekonomi dan Aksi Politik, (Jakarta : Diadit Media) 2007
109
kepemimpinan yang juga disinggung dalam tema awal ini, dalam islam
tentu sistem kepemimpinan yang harus dijalankan adalah dengan
menerapkan hukum syariah seperti yang diterangkan dalam Al Qur’an
surat Annur ayat 1:
“(Ini adalah) satu surat yang Kami turunkan dan Kami wajibkan (menjalankan
hukum-hukum yang ada di dalam)nya, dan Kami turunkan di dalamnya ayat ayat
yang jelas, agar kamu selalu mengingatinya.”
B. Superstruktur (skematik)
Skematik adalah sebuah wacana yang pada umumnya memiliki alur
cerita dari awal sampai akhir. Dimana para pembaca disuguhkan bacaan yang
telah di-setting sedemikian rupa oleh penulis sehingga memberikan nuansa
yang berbeda disetap alurnya. Menurut Alex Sobur dalam tulisannya
mengatakan bahwa strukur skematis atau superstrukur menggambarkan bentuk
umum dari suatu teks. Bentuk wacana umum itu disusun dengan sejumlah
kategori atau pembagian umum seperti pendahuluan isi, kesimpulan,
pemecahan masalah, penutup, dan sebagainya.3
Jika topik dan tema telah membeberkan dan menunjukan makna umum
dari suatu wacana yang diangkat pada naskah Demonstran ini. Maka
kemudian struktur skematis akan menjelaskan sebuah bentuk umum dari suatu
teks. Para pembaca akan diberikan sebuah tahapan dan kerangka dari alur
cerita pada naskah Demonstran ini. Menceritakan dari awal hingga bagian
3 Alex Sobur, M. Si, Analisis Teks Media (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2006), cet.
Ke- 4, h 76.
110
akhir secara sistematis dari awal mengkosntruksi satu peristiwa (adegan) ke
peristiwa (adegan) yang lainnya sehingga membentuk sebuah kesatuan cerita.
Dalam konteks penyajian cerita, setiap pertunjukan drama memiliki
banyak model menyajian alur. Dari penyajian alur maju, alur mundur, alur
campuran, alur jamak alur erat, alur longgar alur tertutup, alur terbuka, alur
bawahan dan alur menanjak. Namunn dalam bagian skematis kali ini peneliti
hanya akan meberikan penjelasan dari point penting yang ada disetiap alur
atau biasa disebut plot.
Bagian dari plot drama meliputi enam tahapan yaitu,
1). pemaparan (eksposisi) adalah bagian dimana pebebera dari
sebuah cerita atau sebagai pengantar ke dalam situasi awal dari lakon
atau cerita yang disajikan. Biasanya waktu, tempat, aspek-aspek
psikologis dari situasi tokoh disampaikan pada bagian ini. Tentu saja
bagian ini sebagai peng-introduksi-an dari awal kejadian dan
rangsangan sebuah konflik.
2). Penggawatan (konflik) adalah sebuah insiden permulaan,
bagian ini adalah dasarnya dari konflik sebuah drama. Ia adalah tenaga
perangsang (exiting force).
3). Penanjakan laku (rising action) disini adalah bagian dari
penjelasan sebuah motif. Sebagai pembawa kepada rentetan berikutnya
dimana konflik itu kian menjadi.
4). Klimaks adalah bagian ketika sebuah titik perselisihan yang
paling ujung yang bisa dicapai oleh sebuah konfrontasi lakon
111
protagonist-antagonis. Ada dua kemungkinan saat sampai pada titik ini
konflik bisa semakin menghebat atau menurun.
5). Peleraian atau biasa juga disebut sebagai antiklimak adalah
bagian yang menyajkan ketegangan konflik yang sudah tidak
tertahankan. Kemudian mulailah diketengahkan suatu pemecahan
konlfik.
6). Penyelesaian (conclusion) pada bagian ini biasanya
berfungsi sebagai bagian yang mengakhiri segenap kejadian dalam
lakon dan memberikan sebuah jawaban yang diperlukan public yang
telah mengikuti segala persoalan dan menyaksikan konflik-konflik di
dalamnya.4
Kemudian dalam buku Dramaturgi dijelaskan pula istilah mengenai
plot dari Aristoteles filsuf yunani dan seorang sastrawan jerman Gustav
Freytag pada dasarnya arti dari istilah yang mereka kemukakan itu secara
umum menjelaskan mengenai plot, pada penggunaan istilahnya saja yang
berbeda. Aristoteles memilki empat istilah Dramatik Plot yaitu, protatis
(permulaan), epitasio (jalinan kejadian), catastatis (klimaks), catastrophes
(penutupan). Kemudian Gustav Freytag memiliki tujuh istilah yaitu,
exposition (eksposisi), complication (komplikasi), climax (klimaks),
resolution (resolusi), conclusion (konklusi), catastrophe (penutupan) dan
denoument (pelurusan).5
4 Adhy Asmara dr, Apresiasi Drama, (Yogyakarta: Nur Cahya, 1979)
5 Ma’ruf Ch, DramaTurgi dan Dasar Phantomim, (Ponorogo: Teater Islam Darusalam,
cet-1 1986)
112
Pada tahap ini di dalam sebuah pertunjuakan teater melalui naskah
Demontstran telah diceritakan dari awal hingga akhir sebuah plot yang
berkesinambungan hingga membentuk sebuah kesatuan yang padu dari sebuah
cerita. Makna yang terkandung dalam cerita sangat mudah untuk ditangkap
walaupun akan menimbulkan penafsiran yang berbeda dari setiap penonton
yang menonton pertunjukan. Berkaitan dengan tema yang diangkat pada
penelitian ini yaitu mengenai sebuah kritik sosial dan sebuah perubahan sosial
peneliti ingin memberikan sebuah analiasa skematik melalui perpaduan dari
patern skema pada disiplin ilmu skematik dengan dramatik plot yang
dikemukakan oleh Aristoteles.
Agar lebih mudah untuk meyampaiakan pesan mengenai kritik sosial
dan perubahan. Kedua hal tersebut memiliki keterkaitan satu sama lain pada
tahapan yang memberikan penjelasan bahwa sebuah ideologi mempengaruhi
sebuah perubahan. Ideologi kali ini dimaksudkan pada ideologi dalam kritik
sosial dan pengaplikasiannya. Naskah Demonstran karya N. Riantiarno
memberikan sebuah cerita yang menggambarkan kesinambungan dua hal
tersebut yaitu kritik sosial dan perubahan.
Dalam skematik biasanya menggunakan tiga stuktur yaitu Babak
pertama, Konflik dan Resolusi. Dengan ditambahkan teori Aristoteles, peneliti
akan memberikan sebuah improvisasi dengan menambahkan spesifikasi
disetiap strukturnya yaitu pada babak pertama akan ditambahkan Protatis
(perkenalan), pada babak konflik, akan ditambahkan Catasitas (klimaks) dan
Epitasitas atau Rising Action (komplikasi). Kemudian pada babak resolusi
113
akan ditambahkan Catastrophe yang di dalamnya terdapat Conclusion
(konklusi) dan Denoument (pelurusan).
1. Babak Pertama
Di babak pertama ini penulis naskah Demonstran menceritakan
sebuah awalan yang unik, tokoh utama tidak diperkenalkan langsung.
Melainkan penjelasan terlebih dahulu mengenai kondisi sosial Indonesia
belakangan ini oleh Sabar dan Alun. Menceritakan sebuah latar belakang
demokrasi yang kian carut marut kala itu. Penyampaian yang dilakukan
oleh mereka berdua. Melalui bahasa yang menjadi alat komunikasi
melahirkan sebuah pendapat mempersatukan jiwa untuk sebuah
pencapaian tertinggi sebuah kedaulatan rakyat.
Kemudian dialanjutkan dengan munculnya Niken, Jiran dan
Wiluta. Pada babak ini mereka bertiga mendapati kendala mengenai
sahabatnya yang ditahan oleh aparat kepolisian akibat dari aksinya yang
anarkis. Topan sang Demonstran yang kini sudah sejahtera karena
keuntungan aksi yang telah dia lakukan dimasa lalu enggan membantu
mereka bertiga dengan dalih sudah bukan umur dan masanya kini hanya
seorang pengusaha sukses. Penolakan tersebut dianggap sebuah
penghianatan lantaran Topan adalah mantan ketua pimpinan yang
dianggapnya selalu vokal dalam beraksi.
Di babak pertama juga digambarkan para sahabat-sahabat topan
pada masa perjuangan yang pada naskah ini disebut sebagai mantan
demonstran. Mereka ada enam orang dan semuanya telah hidup mewah.
Mereka selalu mengadakan perkumpulan rutin guna hanya untuk bincang-
114
bincang, nostalgia atau pamer barang mewah yang baru mereka dapat.
Enam orang mantan demonstran ini masih menganggap bahwa topan
adalah pemimpin mereka. Ini adalah wujud dari sebuah moral yang baik
bahwa mereka tidak melupakan pemimpin yang memperjuangkan mereka
hingga hidup mewah.
Cita-cita demokrasi menurut Topan telah tercapai setelah
perjuangan kerasnya dulu berbuah manis sekarang. Namun ketenaran
topan dimanfaatkan oleh oknum tertentu yaitu oleh Pejabat T dan Bujok.
Mereka berdua memanfaatkan dalil perubahan dan menunggangi
ketenaran Topan agar kepentingannya menjadi presiden terwujud. Disini
penonton mulai menemukan titik konflik dari sebuah cerita. Dengan segala
upaya Pejabat T membujuk Topan agar mau untuk menjadi bahan
propagandanya. Sampai pada bagian ini peneliti menjelaskan sebuah
peristiwa di babak awal yang memicu ke babak konflik.
Sesuai dengan penjelasan diawal pada pembahasan skematik,
peneliti akan menambahkan sebuah protatis atau perkenalan.
a. Protatis
Protatis atau perkenalan pada bagian ini adalah dimaksudkan
untuk menjelaskan karakter tokoh-tokoh yang ada dalam sebuah cerita.
Sejauh pada penjelasan di babak pertama peneliti menemukan peran-
peran sentral yang diperkenalkan pada adegan-adegan yang
berlangsung. Memproduksi opini untuk kemudian diangkat sebagai
sebuah pesan kritik sosial. Pada masing-masing tokoh menggabarkan
keadaan yang relevan dengan kondisi saat ini. Hanya saja diimbuhi
115
oleh peran Topan yang menjadi pembeda dan penyeimbang tokoh-
tokkoh lain.
Bunga adalah istri Topan yang pada cerita ini disinyalir
memiliki hubungan spesial dengan Pejabat T adalah mantan aktifis
juga, sosok yang lembut terhadap Topan namun memiliki watak dan
idealisme yang kuat. Jiran, Niken dan Wiluta adalah sahabat topan,
mereka memiliki karakter yang berbeda Jiran digambarkan pada cerita
ini sebagai sosok yang agak pendiam berbeda dengan Niken dan
Wiluta yang arogan selalu menggebu untuk menyerukan sebuah aksi.
Sabar dan Alun juga bisa dikatakan menjadi sosok karakter
penyeimbang, namun beda halnya dengan topan yang masuk dalam
inti pokok sebuah cerita Sabar dan Alun seolah-olah sebagai dewa
yang disetiap adegan selalu memberi petuah-petuah. Kemudaian ada
Pejabat T dengan sosok jenaka yang sangat ambisius bersama Bujok
yang lebih mudah dikatakan sebagai kacung dari Pejabat T. Kemudian
beberapa adegan yang diselipkan dengan musik bersamaan dengan
munculnya koor. Itu adalah beberapa pengenalan dari tokoh-tokoh
yang penting di dalam naskah ini.
Penjelasan tersebut adalah perkenalan dari permulaan sebuah
peran dan motif. Babak pertama yang menjelaskan pelukisan dari
cerita. Dalam adegan perkenalan ini banyak sekali terdapat penjelasan-
penjelasan mengenai pesan apa yang sebenarnya ingin disampaikan.
Pada cerita ini eksposisi berlangsung dalam keadaan yang seimbang
karena ini adalah pengantar menuju babak konflik. Peneliti akan
116
memberikan contoh dialog dari bagian babak pertama sebuah protatis
dan eksposisi.
Pada babak pertama mencangkup protatis dan eksposisi yang
menggambarkan sebuah kritik sosial kepimipinan, yaitu :
“SABAR : Zaman ini Zaman panik. Orang orang jadi serakah dan
gampang curiga. Sebagian besar kita, kena penyakit jiwa dan
janji-janji bohong simpang siur di langit. Isu lebih digemari
disbanding pidato dan humor menemukan tuahnya disbanding
penderitaan. Yang tidak pro langsung dianggap kontra. Usul
dan pendapat sering dianggap kritikan. Tapi anehnya, si
pengkritik sering tidak tahan kritikan.
Zaman ini Zaman bingung. Yang kecewa berkeliaran dimana-
mana. Pegangan amat rapuh. Tuhan teralu jauh dan nabi-nabi
palsu tersebut pengikut. Orang-orang kaya berkuasa dengan
uangnya. Mereka sanggup membeli hati nurani para pejuang.
Ekonomi dan teknologi jadi tujuan utama. Pendidikan sangat
mahal dan kesenian kadang ada tapi sia-sia, malah lebih
dianggap hiburan.
Inilah kredo orang bingung di zaman panik. Dilantunkan
ketika bumi gonjang ganjing dan sepertinya langit akan segera
menimpa kepala. Inilah Kredo orang panik di zaman bingung.”
(babak 1)
Pada babak tersebut digambarkan mengenai latar belakang yang
mendasar dari sebuah cerita perkenalan melalui penyamapaian fakta
menarik yang terjadi dewasa ini. Krisis kepemiminan yang coba
disampaikan oleh Sabar menjadi isu menarik walaupun adegan ini hanya
sebagai intermezzo dan pembuka wawasan menuju iklim lain yang akan
dimasuki pada cerita ini. Sabar dan Alun seperti hidup di dua alam, dia
tidak nyata tapi dia ada. Pada bagian tersebut, Sabar memeberikan sebuah
perkenalan melalui isu yang sangat relevan dengan kenyataan.
117
Kemudian ada dialog Topan dengan Wiluta, yaitu :
“TOPAN : Tidak bisa, maaf. Saya sudah tua. Saya tidak sanggup lagi
jadi Robin Hood. Apa yang pernah saya lakukan, dulu, dan
apa yang kalian lakukan sekarang ini, itu permainan anak
muda. Saya? Lihat, perut sudah gendut, nafasngos-ngosan,
mata tidak awas lagi. Saya sudah sejarah. Kekuatan saya habis.
NIKEN : Jadi, Abang tidak mau turun lagi kejalan memimpin kami?
WILUTA : Apa abang kuatir, kedudukan dan kekayaan abanf bisa
terganggu? Hidup abang sekarang memang sudah enak.
Padahal ini semua hasil dari perjuangan abang, dulu, sebagai
demonstran, masa lupa?
TOPAN : Tenanglah sedikit… jangan paksa saya.
NIKEN : Lalu kemana lagi kami harus pergi? Kami tidak punya
pemimpin, kami hanya punya semangat. Kami bergerak
kurang teratur. Kami ingin diatur oleh tokoh yang mampu
menghadapi apa saja. Tokoh yang selalu ada di barisan paling
depan, tokoh yang dikenal sebagai Sang Topan. Abang.
WILUTA : Semua bekas aktifis tidak mau memimpin kami.”(babak 5)
Pada dialog tersebut mengandung kontradiksi antagonis, kedua
belah pihak sama-sama mempertahankan argumentasinya. Awal mula
sebuah perdebatan yang mengarah kepada pecahnya sebuah kesatuan.
Karena dalam cerita ini Wiluta, Niken dan Jiran adalah mantan anak buah
Topan. Penjelasan singkat dari kedua pihak memberikan gambaran bahwa
berikutnya akan ada perdebatan-perdebatan lain untuk memaksa Topan
kembali turun ke jalan. Disini juga menggambarkan sosok karakter aktifis
yang arogan dan keras kepala.
Berikutnya, dialog lanjutan pada babak ke 5, yaitu :
“NIKEN : Alat musyawarah itu selalu satu arah. Dari penguasa. Dan
mufakat adalah perintah. Rakyat tidak diberi hak untuk
brmusyawarah, mereka hanya wajib menjalankan perintah.
Siapa berani melawan arah penguasa dan perintah pejabat?
Rakyat?
118
TOPAN : Siapa rakyat? Siapa mereka itu? Apa kalian benar-benar tahu
apa yang mereka inginkan? Bilang sama saya! Siapa Rakyat?
BILANG!
NIKEN : Rakyat adalah…
TOPAN : Ya siapa mereka?
NIKEN : Rakyat adalah…
TOPAN : Kalian tidak tahu siapa rakyat. Bagaimana bisa berjuang
kalau kalian tidak tahu untuk apa? Untuk siapa? Yang kalian
rasa, belum tentu dirasakan oleh semua orang. Kalian rakyat,
mereka yang digusur juga rakyat, orang miskin dan orang kaya
itu – rakyat, saya rakyat, bahkan para pejabat juga rakyat. Tapi
siapa rakyat sejati, itu yang harus kalian cari. Kalian terlalu
percaya unjuk rasa itu satu-satunya cara untuk menyelesaikan
masalah. Padahal seringkali sebaliknya.
JIRAN : Interogasi? Indoktrinisasi? Intimidasi? Kami mendatangi
gedung DPR bersama para petani yang resah karena sawah
mereka akan dibikin jadi apartemen dan padang golf. Kami
ingin bertanya, mengapa ada rencana macam itu. Dan
mengapa ganti rugi yang ditawarkan sangat rendah. Semester
tanah, dihargai sama dengan sekilo ubi kayu. Tapi, orag-orang
desa itu dihadang dengan kekerasan. Dan abang tahu, tidak
satu Koran pun yang berai memuat beritanya. Dan abang pasti
bisa mendugamengapa justru pers ketakutan. Derita petani itu
menjadi sangat penting.” (babak 5)
Pada adegan kali ini lebih menonjolkan kepada Jiran yang awal
kemunculannyua lebih banyak sebagai pengikut dari Wiluta dan Niken.
Kali ini Jiran menyerukan suaranya untuk mengajak sang Topan Turun ke
jalan. Tersampaikan juga secara implisit sebuah penjelasan mengenai
kondisi birokrasi yang tidak memihak rakyat kecil, pada dialog terakhir
Jiran dijadikan sebuah perkenalan untuk memasuki babak konflik dengan
warna lain dari isu-isu yang diangkat pada cerita ini. Sejauh ini
kemajemukan sebuah isu yang disampaikan menambah exitment baru
untuk berimajinasi apa yang selanjutnya akan terjadi.
119
Kemudian ada dialog yang keberadaannya hanya sebagai
pengenalan dan tokoh-tokoh dalam adegan ini sebagai media untuk
memunculkan trigger pada babak konflik. Berikut dialognya :
“MANTAN-1 : Jangan jadi direktur, apalagi direktur utama. Atau yang
sifatnya berhubungan dengan tugas-tugas persahaan.
Komisaris, apa lagi komisaris utama. Bahaya. Jadi apa saja
asal di luar perusahaan. Tapi yang penting, kita berkuasa. Ada
hukumnya. Bisa dicarikan. Penting dan berkuasa, tapi harus
selalu berada di luar perusahan.
MANTAN-3 : Penting dan berkuasa.
MANTAN-1 : Jika duitnya datang dari pemerintah, ah itu bagus. Kita semua
akan mengurusnya disini. Di komisi. Uang dari pemerintah
bisa langsung dilipatgandakan, dengan berbagai cara. Nah,
disitu kita main.
MANTAN-6 : Nopp nopo tokorogo somoto
MANTAN-7 : Cici kili piti himiti jiji
MANTAN-6 : Qolomojo totologo kolojo
MANTAN-5 : Ah, paham saya, paham. Kita terima segala tapi diluar
perusahaan.
MANTAN-4 : Hal-hal yang seperti itu apa bisa diatur?
MANTAN-1 : Bisa, bisa. Kita yang akan mengaturnya di komisi. Nanti
akan diurus oleh yang memang sering menangani perusahaan.
Uang itu pasti akan dipencar dan disebar. Dan ingat, jangan
sampai ada kwitansi atau bukti yang bisa membuat kita punya
hubungan dengan perusahaan. Tanpa kwitansi, tanpa bukti
pengeluaran.
MANTAN-2 : Caranya?
MANTAN-1 : Ah, pakai tanya-tanya. Pasti tahu semua diatur. Tanya saja
yang sama Pak Ketua. Pasti dia sudah tahu bagaimana
mengaturnya.
MANTAN-2 : Heheh, saya kira ada cara lain. Kalau begitu, kita semua tahu.
MANTAN-3 : Penting dan berkuasa, ini yang utama.
(MUNCUL PEJABAT-T, BUJOK, TOPAN, BUNGA DAN
PENATA RAMBUT)
PEJABAT-T : Sang Topan tokoh sepanjang masa. Legenda hidup dari
zaman perjuangan menumbangkan tirani yang sangat tiran it.
Luar bisaa. Anda sama sekali tidak berubah. Semua sama,
120
masih seperti dulu. Tubuh atletis. Gaya tetap garang. Apa
kabar?
TOPAN : Baik, Jendral.
PEJABAT-T : Bunga, apa kabar?
BUNGA : Baik, Jendral.
PEJABAT-T : Perkenalkan, Bujok. Sahabat saya. Di rumah, dia ini sudah
seperti family. (MEREKA BERSALAMAN) Ah, keadaan ini
sudah harus segera diubah. Tidak bisa kita kita biarkan terus
begini. Suasananya berengsek. Yang kacau malah dibiarkan
merajalela. harus ada perubahan.
TOPAN : Perubahan, Jendral?
BUJOK : Perubahan yang mendasar.
PEJABAT-T : Betul. Perubahan mendasar. Dari segala sisi. Bagaimana bisa
dibilang mereka seakan-akan tengah menanggulangi
persoalan? Urusan yang menyangkut korupsi Proyek olahraga
itu saja susah, sulit ditangani. Masih mulur-mungkret.
Tersangka, seperti sembunyi di mana-mana. Urusan yang
menyangkut korupsi kader partai, kok didiamkan. Nah, bahkan
bank yang menangani utang sekian triliyun itu pun, malah
dibiarkan beku begitu saja. Lenyap!
BUJOK : Harus ada perubahan. Hanya partai, jawabannya!
PEJABAT-T : Betul, ada perubahan. Partai. Saya sudah bilang, urusan
seperti ini, memang harus ada yang nekad bertindak. Jangan
dikira semua bisa ditangani dengan omongan doang.
Tindakan. Itu perlu. Dikiranya segala urusan bisa ditangani
dengan membikin lagu-lagu. Harusnya ditanggulangi dengan
berbagai cara, eh, dia malah bikin konser.
BUJOK : Betul. Dan lihatlah para calo pejabat itu. Ketika mau diplih
rakyat, mereka pasang foto di jalanan. Siapa yang lihat?
Semua orang takut karena wajah mereka ternyata… mereka
bukan pemimpin. Rasanya, siapapun menghambat jalannya
revolusi, harus dihukum.
PEJABAT-T : Betul. Setuju. Tapi bagaimana mungkin dihukum? Mereka
masih bersembunyi dibawah payung partai. Semua seakan
dilindungi.
BUJOK : Partai kita harus berkuasa. Untuk menandingi partai tempat
kumpulnya orang-orang yang korupsi. Ya, Jendral, partai kita.
Jika cuman itu itu satu-satunya jalan, kenapa tidak?
Kekuasaan!
121
PEJABAT-T : Selalu itu saja yang dipikirkan, partai, partai! Memangnya
gampang? Lihat, berapa partai yang sekarang di negeri kita?
Banyak sekali. Partai, bukan tindakan cerdas. Kecuali, kalau
sangat terpaksa.
TOPAN : Partai apa pun, malah bisa membikin perkelahian baru.
Untuk kita, saya lebih setuju jika ada dua atau tiga partai saja.
PEJABAT-T : Ya, ya, itu pandangan Bujok. Namanya juga pandangan?
Benar atau tidak, kita bisa lihat nanti, ya`kan? Dan saya sudah
bikin partai!
BUJOK : Harus ada yang menandingi. Pikiran harus diubah.” (babak
11)
Dari dialog pada babak ke 11 tersebut, dapat peneliti jelaskan
bahwa penampilan para Mantan Demonstran hanya sebagai pelengkap dari
rangkaian-rangkaian peristiwa supaya lebih berwarna. Adegan ini lebih
bertujuan sebagai pemicu konflik yang akan terjadi di babak berikutnya.
Dapat dilihat dari dialog Pejabat T dengan topan mengenai perubahan
yang hanya dapat dialakukan melalui aktifitas di partai politik. Bujok yang
sebagai ajudan sang calon presiden hanya mengikuti apa yang dikatakan
oleh Pejabat T tidak jarang juga sesekali memberi opininya, begitupun
Bunga yang sepanjang adegan pada babak ini tidak banyak memiliki
percakapan penting. Hanya sebagai pendamping Topan suaminya.
Itu adalah beberpa cuplikan dialog yang mengambarkan sebuah
perkenalan di babak pertama dalam term semantik. Peneliti menambahkan
improvisasi dengan memberi serta protatis sebagai eksposisi. Sehingga
menjabarkan secara spesifik apa yang sebenarnya yang terkandung ada
pada babak pertama. Protatis memberikan pendapat imbuhan yang masih
sesuai dengan pattern semantik.
122
2. Konflik
Pada taraf ini peneliti akan menjelaskan sebuah konflik dalam
artian dramatik. Pada dasarnya poin dramatik pada bagian ini dapat
ditemukan dalam banyak bagian, ada beberapa konflik yang mengikuti
konflik utama dari cerita ini. Insiden permulaan konflik ini berkembang
dengan baik sesuai dengan jalan ceritanya masing-masing. Seperti konflik
antara Topan dengan istrinya Bunga yang dicurigai memiliki hubungan
dengan Pejabat T, konflik antara Topan dengan tiga mantan anak buahnya
Jiran, Niken dan Wiluta. Juga konflik yang dimiliki Topan dengan Pejabat
T lantaran tindakannya yang memanfaatkan ketenaran Topan untuk
kepentingan partainya.
Pada awalnya Topan yang memutuskan telah pensiun dari dunia
demonstrasi dan memilih pelabuhan hidup untuk menjadi seorang
pengusaha berjalan sangat lancar dan menghasilkan kekayaan yang
berlimpah untuk menghidupi dirinya dan Bunga sang istri. Kemudian di
sisi lain mantan anak buahnya Jiran, Wiluta dan Niken masih lengket
kakinya dengan jalan demonstrasi. Hingga suatu saat mereka bertiga
datang kerumah Topan mengajaknya kembali turun ke jalan agar dapat
memimpin lagi untuk mengkritisi pemerintah yang saat itu dianggapnya
sangat lalim, disampaikan pula pada dialog mereka mengenai keburukan
pemerintah yang relevan dengan realitas per-politikan di Indonesia, berikut
cuplikan dialog yang menjadi awal konflik :
“TOPAN : Tidak bisa, maaf. Saya sudah tua. Saya tidak sanggup lagi
jadi Robin Hood. Apa yang pernah saya lakukan, dulu, dan
apa yang kalian lakukan sekarang ini, itu permainan anak
123
muda. Saya? Lihat, perut sudah gendut, nafasngos-ngosan,
mata tidak awas lagi. Saya sudah sejarah. Kekuatan saya habis.
NIKEN : Jadi, Abang tidak mau turun lagi kejalan memimpin kami?
WILUTA : Apa abang kuatir, kedudukan dan kekayaan abanf bisa
terganggu? Hidup abang sekarang memang sudah enak.
Padahal ini semua hasil dari perjuangan abang, dulu, sebagai
demonstran, masa lupa?
TOPAN : Tenanglah sedikit… jangan paksa saya.
NIKEN : Lalu kemana lagi kami harus pergi? Kami tidak punya
pemimpin, kami hanya punya semangat. Kami bergerak
kurang teratur. Kami ingin diatur oleh tokoh yang mampu
menghadapi apa saja. Tokoh yang selalu ada di barisan paling
depan, tokoh yang dikenal sebagai Sang Topan. Abang.
WILUTA : Semua bekas aktifis tidak mau memimpin kami.
NKEN : Mereka bilang, hanya buang-buang energy sia-sia. Ini
gerakan yang mereka anggap, sudah tidak ada gunanya.
WILUTA : Hanya abang harapan kami.
TOPAN : Ya, maaf saja, kalian juga sudah terlalu tua. Tidak mungkin lagi.
WILUTA : Maksudnya, kmau tidak bisa? Inilah saatnya, Abang..
TOPAN : Maaf…
NIKEN : Tidak sangka, sekarang abang sudah jadi penakut.
TOPAN : Saya berhak memilih untuk bilang tidak atau ya. Sekarang,
saya atur jalan hidup saya sendiri. Saya sudah finish…
NIKEN : Egois. Hanya nasib sendiri, yang abang pertimbangkan.
Abang tahu Negara makin berengsek. Tapi abang diam saja.
Jujur juga, saya menyesal ketemu abang sekarang. Pandangan
saya tentang abang hancur berantakan.
TOPAN : Apa boleh buat. Itu 20 tahun yang lalu… zaman berubah.
NIKEN : Minggu lalu abang bicara dikoran, abang selalu siap jika
terpaksa harus turun ke jalan lagi. Sekarang ini waktunya.
TOPAN : Niken, pengusaha harus butuh publikasi. Masa kamu tidak
paham? Saya pengusaha. Itu bagia dari strategi. Tapi jika
kenyataan yang harus dihadapi diduga akan sangat pahit, kita
harus cepat-cepat menghindar. Ketika korupsi tidak bisa
dilawan lagi, kita….
NIKEN : Lari? Betul.
TOPAN : Realitas harus dihadapi dengan realistis. Pengusaha tak
pernah bermimpi, dia menghitung untung rugi.
WILUTA : Demi keuntungan pribadi.
124
TOPAN : Demi usaha agar tetap bisa survive. Kepala harus tetap
dingin. Zaman spontanitas otot da emosi, sudah lewat.
Sekarang zaman otak dan strategi. Pkiran. Akal. Hitungan
langah adalah uang. Waktu, sangat berharga.
WILUTA : Ah, jadi kami sudah merampok waktu berharga abang.
TOPAN : Wiluta, Niken, maaf, saya betul-betul tidak bisa ikut. Kondisi
tidak memungkinkan. Saya bukan aktivis lagi.
JIRAN : Abang tidak perlu lagi turun lagi ke jalan, sebab kami tidak
punya uang untuk membeli paying kalau abang kepanasan.
Abang cukup mengatur strategi dan konsep pergerakan. Abang
akan lebih banyak duduk di markas saja. Katakanlah, kalau
gerakan demonstrasi itu bisa diibaratkan PT, maka abang
adalah dirut-nya. Kamu semua, karyawan operasionalnya.
Abang tidak perlu repot membersihkan got, cukup abang
pertintahkan, kami yang akan bekerja. Sayangnya, bekerja di
PT Demonstrasi tidak ada gaji.”(babak 5)
Menelik dari cuplikan diatas, konflik awal yang menjadi permulaan
ini adalah sebagai rentetan-rentetan konflik yang saling berhubungan satu
sama lain sehingga membuat alur cerita dalam naskah ini sangat bewarna.
Sindiran yang disampaikan pada tiap dialognya membuka pikiran para
penonton pada saat itu jika pemerintahan yang dijalankan belakangan ini
sudah terlalu banyak lubang hitamnya. Setelah itu lanjut lagi ada beberapa
cuplikan dialog yang menjadi penerus konflik pada bagian ini. Berikut
dialognya :
“NIKEN : Alat musyawarah itu selalu satu arah. Dari penguasa. Dan
mufakat adalah perintah. Rakyat tidak diberi hak untuk
brmusyawarah, mereka hanya wajib menjalankan perintah.
Siapa berani melawan arah penguasa dan perintah pejabat?
Rakyat?
TOPAN : Siapa rakyat? Siapa mereka itu? Apa kalian benar-benar tahu
apa yang mereka inginkan? Bilang sama saya! Siapa Rakyat?
BILANG!
NIKEN : Rakyat adalah…
125
TOPAN : Ya siapa mereka?
NIKEN : Rakyat adalah…
TOPAN : Kalian tidak tahu siapa rakyat. Bagaimana bisa berjuang
kalau kalian tidak tahu untuk apa? Untuk siapa? Yang kalian
rasa, belum tentu dirasakan oleh semua orang. Kalian rakyat,
mereka yang digusur juga rakyat, orang miskin dan orang kaya
itu – rakyat, saya rakyat, bahkan para pejabat juga rakyat. Tapi
siapa rakyat sejati, itu yang harus kalian cari. Kalian terlalu
percaya unjuk rasa itu satu-satunya cara untuk menyelesaikan
masalah. Padahal seringkali sebaliknya.
JIRAN : Interogasi? Indoktrinisasi? Intimidasi? Kami mendatangi
gedung DPR bersama para petani yang resah karena sawah
mereka akan dibikin jadi apartemen dan padang golf. Kami
ingin bertanya, mengapa ada rencana macam itu. Dan
mengapa ganti rugi yang ditawarkan sangat rendah. Semester
tanah, dihargai sama dengan sekilo ubi kayu. Tapi, orag-orang
desa itu dihadang dengan kekerasan. Dan abang tahu, tidak
satu Koran pun yang berai memuat beritanya. Dan abang pasti
bisa mendugamengapa justru pers ketakutan. Derita petani itu
menjadi sangat penting.
NIKEN : Untuk apa cerita, Jiran. Dia sudah tidak punya kuping lagi.
JIRAN : Kamu percaya, unjuk rasa adalah salah satu cara agar
tuntutan diperhatikan. Lalu, biarakan kebenaran menentukan
jalannya.
WILUTA : Jalan kebenaran selalu kasar, terlalu banyak rambu-rambunya.
TOPAN : Terlalu banyak kebenaran, sulitmemilih mana yang paling asli.
NIKEN : Lagi-lagi wejangan . Dalih. Dalih!
TOPAN : hanya emosi, kalian hanya mengikuti emosi. Unjuk rasa jika
dijalankan dengan emosi, hasilnya bisa jadi cuman anarki.
JIRAN : Emosi? Mengapa abang rela buka kedok? Betul. Abang
sudah jadi tumpul. Kemana perginya solidaritas abang yang
dulu terkenal sangat kental itu? HILANG? HILANG?
HILANG?
NIKEN : Jiran… sudah. Cukup!
JIRAN : Siapa yang menentukan harga-harga? Siapa yang menipu dan
menghisap darah? Pabrik-pabrik siapa yang seenaknya berak
limbah tanpa ada sangsinya?
WILUTA : Jiran
126
JIRAN : Siapa yang giat menimbun kekayaan tapi dapat tepuk tangan
meriah setiap kali mereka mengguntung pita pembukaan
acara-acara sosial?
Jenis presiden macam apa yang ada sekarang ini? Masa dia
marah sama mentri, terus ngomong di televise? Supaya rakyt
mendengar? Tidak ada yang mendengar. Bahkan mentrinya
sendiri berlagak seperti tidak tahu menahu. Rakyat capek
mendengarkan itu. Di Zaman dulu, bahkan ada seorang
presiden memanggil mentri itu ke rumah, lalu dimarahi.
Kalau mentrinya tidak setuju, ya saya pecat. Di zaman
presiden pertama, malah ada diskusi, karena mentrinya pinter-
pinter.
NIKEN : Jiran, untuk apa memberi tahu dia lagi?
WILUTA : Siapa sudi mendengar pengulangan? Tapi itulah kenyatan.
JIRAN :(TIDAKPEDULI)
Mereka bilang, sedang memerangi kebodohan dan kemiskinan,
padahal mereka justru sedang menyebarkan kedua penyakit
itu.
Kami, adalah orang-orang konyol yang sering diejek seperti
itu. Padahal kami Cuma mengingatkan masih banyak
persoalanyang belum diselesaikan. Kita wajib
menyelesaikannya.”(babak 5)
Kemudian konflik berikutnya terjadi antara Topan dengan Bunga
sang istri tercintanya, awal mula dari terkuaknya konflik ini adalah saat
Pejabat T yang mulai mendekati Topan demi kepentingan kampanye
partainya. Saat itu Topan yang belum mengetahui jika dirinya sedang
diolah untuk menjadi kendaraan politiknya membiarkan saja Pejabat T
terus berkomunikasi secara intensif dengan Bunga hingga akhirnya
terbongkarlah hubungan tersebut. Bunga selalu menolak mengenai
statement yang memojokan dirinya dengan Pejabat T dan berdalih bahwa
hubungan tersebut adalah sebatas antara Anak dan Ayah angkat. Berikut
adalah cuplikan dialognya :
127
“BUNGA : Demi Tuhan, tidak ada yang terjadi. Kami hanya saling
memegang dan saling memberikan perhatian. Beberapa kali
dia mencium pipiku, sudah itu sudah. Bahkan ciuman dengan
mulut pun kami belum pernah. Beberapa kali pelukan. Tapi itu
hanya pelukan sayang. Tak ada rasa atau keinginan untuk
saling memiliki. Memang dia sering terlihat manja. Ya, betul,
kadang dia memelukku.
TOPAN : (DIAM SAJA) ..
BUNGA : Ya, aku memperhatikan dia. Apa salah? Sejak kami pertama
dulu berhubungan, dia betul-betul sudah tidak mampu berbuat
apa-apa. Kami hanya saling menyayangi.
TOPAN : (DIAM SAJA) ..
BUNGA : Dia tidak punya apa-apa lagi. Dia lumpuh. Orang mengira
dia sehat, padahal tidak. Bahkan ingin punya anak pun, dia
sudah tidak mampu lagi. Seorang anak dari isterinya, sekolah
di luar negeri. Sampai sekarang, isterinya tidak dia ceraikan.
Masih tinggal serumah. Meski begitu, dia menyayangi aku.
Isterinya juga tahu. Abang tetap nomor satu.
TOPAN : Ah, ya. Nomor satu.
BUNGA : Tidak ada orang lain yang aku cintai, hanya abang.
TOPAN : Dia tidak?
BUNGA : Hanya abang. Jangan sampai abang merasa, aku seakan-akan
meninggalkan abang. Tidak akan.
TOPAN : Aku hanya merasa, rasanya, kau sudah meninggalkan aku.
Tapi kalau salah, lupakan. Atau kau memang sudah
meninggalkan aku?
BUNGA : Bagiku, Abang selalu menjadi nomor satu. Kapan pun, di
mana pun, dalam keadaan apa pun, Abang selalu menjadi
nomor satu. Ketika kami berhubungan dulu, aku menjadi aman
karena dia tidak mampu berbuat apa-apa. Dia hanya minta
agar apa pun yang menjadi kelemahannya jangan sampai
diketahui oleh umum. Dan aku harus memperhatikan dia.
TOPAN : Ya, memperhatikan dia ..
BUNGA : Ya, memperhatikan dia ..
TOPAN : Memperhatikan dia, dan segalanya ..
BUNGA : Hanya memperhatikan saja. Apa itu salah?
TOPAN : Kau punya suami.
BUNGA : Aku hanya memperhatikan dia. Cuma itu. Salah?
TOPAN : Sudahlah. Aku tak mau bicara itu lagi.
128
BUNGA : Jangan aku dianggap lain.
TOPAN : Bunga, stop! Stop!
BUNGA : Aku Bunga-mu yang dulu. Sampai sekarang masih seperti
dulu. Aku tidak pernah berubah. Inilah aku, dulu dan sekarang,
tetap sama.
TOPAN : (TERIAK) Diam! Coba, dengar aku!
BUNGA : (TERIAK) Aku harus mendengar apa?
TOPAN : Kalau dulu dia mampu bikin apa-apa, apa kau masih
melanjutkan? Ah, kamu masih tetap bersamanya, sampai
sekarang. BUNGA : Jangan bilang begitu ..
TOPAN : Baru sekarang kau bilang dia tidak mampu berbuat apa-apa.
Kalau dia mampu berbuat apa-apa, mana kutahu? Aku tidak
tahu apa yang terjadi selama kau bersama dia. Kalapun kau
bohong ..
BUNGA : Aku tak pernah bohong.
TOPAN : Aku tidak tahu. Baru sekarang kau bilang, dia tak mampu
berbuat apa-apa. Sekarang aku ingin dengar, coba saja, jika
dulu dia mampu berbuat apa-apa, apa kau masih tetap
berhubungan? Apakah masih?
BUNGA : Tidak.
TOPAN : Ah, apa yang ada dalam hatimu? Kenapa bicara lain?
BUNGA : Dia lain. Dia luar biasa. Dia negarawan. Guruku. Aku
anaknya, paling tidak dia menganggap aku seperti itu.
Sekarang, aku menganggap dia ayahku, apa itu salah? Apa
yang aku lakukan? Aku tidak berbuat apa-apa. Anggap ini
hubungan biasa saja. Dan dulu, kalau ternyata dia mampu
berbuat apa-apa, tentu saja aku akan hati-hati. Aku tidak akan
mau ada bersama dia.
TOPAN : Sudahlah ..
BUNGA : Aku bersumpah, jika dia mampu berbuat begitu, aku akan
hati-hati. Aku akan lebih mengajakmu, supaya kita hanya
berteman saja.
TOPAN : Bagaimana kau bisa tahu, dia mampu? Ataupun tidak
mampu? Sudahlah, Bunga. Jika kau merasa sudah harus
dihentikan, hentikan. Tapi kalau kau masih terus
berhubungan dengan dia, terserahlah. Itu putusanmu. Aku
tidak mau bicara lagi. BUNGA : Tidak ada yang salah. Dia
ayahku.
TOPAN : Ya, sudah. Dia ayahmu. Dan aku ini apa?
129
BUNGA : Abang kekasihku, cintaku, suamiku. Apa itu tidak cukup.
TOPAN : Bunga, apa yang tadi kuucapkan keluar dari dalam hati.
Hatiku. Kau sesungguhnya tahu apa yang harus dilakukan.
Kau bukan anak kecil lagi. Dan kau sudah
mengucapkannya tadi. Dia ayahmu atau gurumu, atau
apalah namanya, aku tak peduli. (PERGI. HATINYA
SANGAT PILU).”(babak 23)
Cuplikan dialog diatas adalah konflik tambahan dalam cerita ini
sehingga membuat alur tidak membosankan, insiden yang terdapat pada
adegan tersebut menggambarkan kegusaran Topan yang setelah kesekian
kali melihat Bunga dekat dengan Pejabat T.
Lalu ada juga konflik utama yang terdapat pada cerita ini yaitu
konflik antara Topan dan Pejabat T. mereka bersitegang mengenai
pemaknaan simbol dari patung yang didirikan oleh Pejabat T patung
tersebut adalah patung Topan Sang Demonstran, topan tidak bisa
membiarkan dirinya menjadi akomodasi politik Pejabat T dia sadar bahwa
nantinya patung tersebut menjadi berhala demokrasi yang harus selalu
diwujudkan melalui aksi dan demonstrasi. Topan meminta untuk segera
patung itu dirobohkan namun Pejabat T menolaknya.
Oleh karena itu akhirnya Topan memutuskan kembali turun kejalan
bersama mantan anak buahnya. Pejabat T yang merasa elektabilitasnya
akan terancam dengan runtuhnya patung tersebut kemudian membuat
sebuah langkah konspirasi untuk menjebak Topan. Perselisihan tersebut
memecah belah hubungan yang tadinya antara Topan dan Pejabat T sangat
dekat menjadi panas dan runyam ditambah kecemburuannya terhadap
istirnya yang dekat dengan Pejabat T, dan untuk menghentikannya Topan
130
harus kembali rela berpeluh dan berpanas-panasan kembali
berdemonstrasi.
Berikut adalah dialog pada bagian konflik antara Topan, Bujok dan
Pejabat T :
“TOPAN : Saya tidak ingin dijadikan berhala. Jangan lagi
orang menghormati saya, karena perkara demontrasi
itu. Saya ingin, patung tentang saya itu dihancurkan.
Saya ada di depan patung itu. Wajah saya, muka saya.
Dan itu sangat tidak bagus. Para mahasiswa itu yang
berjuang. Saya ikut bersama mereka. Berjuang
bersama mereka. Patung itu, maaf, sangat
mengganggu saya.
PEJABAT-T : Patung itu sudah didirikan, dengan upacara yang
sangat bagus. Mana mungkin dihancurkan? Ya ‘kan?
Lalu, saya harus bilang apa kepada masyarakat? Dan
jangan lupa, setiap tahun, perjuangan Sang Topan
Pembela Bangsa, selalu kita pentaskan. Itu yang tidak
pernah kita lupakan. Setiap tahun, Sang Topan
menjadi inti cerita. Dari sejak demonstrasi duapuluh
tahun lalu itu, sampai sekarang. Mana mungkin kami
bisa melupakan Sang Topan? Demi masa depan!
BUJOK : Tidak mungkin bisa dilupakan. Sang Topan
menjadi inspirasi bangsa.
TOPAN : Bapak tidak perlu menyuruh orang menghancurkan
patung itu. Saya yang akan menghancurkannya. Dan
untuk sementara, patung itu akan kami tutup. Sampai
ada patung lain yang sesuai. Saya akan menghubungi
pematung yang mampu membikin patung yang
seharusnya ada.
PEJABAT-T : Tidak bisa begitu. Patung itu didirikan dengan
berbagai maksud. Ada hubungannya dengan masa
depan bangsa ini. Tidak apa-lah muka patung itu
seperti Bung Topan. Bisa saja muka orang sama. Ya
‘kan? Jangan dihiraukan. Anggap orang lain. Pembela
Bangsa lain-lah. Kenapa harusrepot? Kalau patung itu
dihancurkan, lalu nanti bagaimana saya harus bicara
131
kepada DPR? Masyarakat? Dan pers? Jangan coba
main-main. Patung itu sangat penting.
BUJOK : Anggap saja, Bung Topan adalah orang lain. Dan
dia Itulah yang sekarang ini menjadi inspirasi bangsa
ini.
TOPAN : Saya bicara kepada dia, bukan kepada Anda.
Mengapa Anda harus ikut bicara? Apa Anda ikut juga
memutuskan perkara ini?
BUJOK : Maaf.
TOPAN : Saya hanya minta izin untuk mengganti patung itu.
Dalam tempo pendek, patung yang lain sudah akan
ada di situ.
PEJABAT-T : Tidak bisa, tidak akan saya izinkan.
TOPAN : Biarpun saya memintanya dengan sangat?
PEJABAT-T : Bung Topan, patung itu menjadi bagian dari strategi
saya. Untuk memimpin bangsa ini, saya harus
memiliki berbagai cara yang, katakan saja, paling
ampuh. Patung itu, menjadi salah satunya. Ada
banyak cara lain, tapi patung itu menjadi salah
satunya. Orang harus mencintai pahlawan. Dan salah
satu pahlawan itu, sekarang ini, adalah Bung Topan.
Dalam pemilihan presiden, yang sebentar lagi akan
dilakukan, saya harus ada di depan rakyat. Jika orang
tahu saya ada di depan mereka, maka rakyat akan
memilih saya. Karena sekarang ini, saya adalah yang
satu-satunya memimpin mereka. Para pemimpin lain
ketinggalan, karena mereka jauh dari rakyat.
TOPAN : Silahkan Jendral jadi presiden. Segala rencana
Jendral tidak akan saya ganggu. Patung itu sangat
tidak cocok.
PEJABAT-T : Tidak bisa. Patung harus tetap berdiri, sampai
kapan pun. Bujok, suruh tentara menjaga patung ini.
Jangan sampai ada yang berani membongkar patung-
patung itu. Siapa pun dia. Bahkan juga Anda.
BUJOK : Siap. Saya catat, Jendral. Patung itu, tak boleh
diganggu. Begitu ..
PEJABAT-T : Maaf. Ada orang lain yang harus saya temui
sekarang ini. Maaf ..
TOPAN :…(MARAH. HANYA MENGANGGUK DAN PERGI)
132
BUJOK : Jadi pahlawan, tidak mau. Apa yang dia mau?
PEJABAT-T : Apa yang harus kita lakukan? Dia bisa
mempengaruhi yang lain.
BUJOK : Saya sudah tahu caranya. Dia harus jadi tumbal.
PEJABAT-T : Semua harus bagus. Jangan sampai gerakan kita
terhambat. Saya merasa, rakyat sudah memilih saya.
Sayalah pemimpin itu. Presiden.”(babak 24)
Jaminan bagi terhindarnya Topan dari pragmatisme Pejabat T adalah
dengan melawannya, dan caranya adalah berdemonstrasi. Lalu Pejabat T juga
mengantisipasi citra dia yang terancam oleh aksi topan di jalan dengan
membuat konspirasi yang telah di-setting sedemikian rupa untuk menjebak
Topan kedalamnya kemudian dieksekusi. Sikap tidak sportif tersebut
tercermin dalam dinamika perpolitikan Indonesia halnya seperti kasus
penculikan terhadap pihak oposisi kerap menjadi tren di era orde baru.
Pada cerita ini tokoh yang menjadi central dan pusat adalah Topan,
oleh karena akar masalah banyak yang timbul darinya. Sementara itu
tingginya tensi yang didapat pada bagian ini memberikan sebuah benang
merah kemana cerita ini akan berjalan. Seolah-olah seperti rangkaian yang
menjadi satu dari konflik-konflik yang terjadi sebelumnya. Hinggga pada
akhirnya Topan mengumpulkan bala bantuan dan bersama Jiran, Wiluta dan
Niken. Sebuah kabar segar bagi mereka bahwa Topan Sang Demonstran mau
kembali turun ke jalan.
Pesan yang akan disampaikan disini menjadi beragam namun tetap
akan peneliti kerucutkan. Oleh karena itu penjelasan skematik pada bagian ini
menjeleaskan terlebih dahulu rentetan peristiwa-peristiwa yang menjadi
pemicu konflik. Kemudian akan kembali dijabarkan melalui penjelasan pada
133
bagian Epitasis dan Catasitaisis sesuai dengan penjelasan di awal bagian-
bagian skematika.
1) Epitasis
Epitasis atau jalinan kejadian yang menimbulkan rangkaian
kerumitan kali ini digambarkan pada awal mula Jiran Niken dan Wiluta
mengajak topan untuk kembali turun ke jalan. Di dalam sebuah perjuangan
memang harus ada pemimpin yang mampu mengarahkan anak buahnya ke
arah dan pola yang benar. Disisni mereka bertiga masih menganggap
bahwa Topan masih yang terbaik dan hanya dia yang mampu memipin
sebuah pergerakan. Namun berulang kali Topan mengingatkan kepada
mereka bahwa demonstrasi sudah bukan jamanya lagi kini adalah jaman
otak dan kecurangan yang berlaku. Dan juga penolakan Topan sangat
realistis bahwa dia kini adalah pengusaha kaya dan sukses, tidaklah
berlebihan jika kini dia ingin menikmati hasil jerih payahnya dahulu.
Setelah terlewatinya masa muda yang penuh dengan perjuangan
dan demonstrasi. Kini hidupnya bersama sahabat-sahabatnya yang juga
mantan aktifis sangat sejahtera. Namun, dibalik ketenarannya tersebut
muncul lah Pejabat T yang mencoba memanfaatkan ketenaraanya dengan
membuat patung berhala untuk mencari simpati masa demi
kepentingannya di pilpres mendatang. Ini adalah bagian kedua dari jalinan
konflik yang terjadi. Kerumitan yang muncul terjadi akibat dari elaborasi
sebuah masalah-masalah yang diangkat pada cerita ini.
Kemudian masalah yang muncul berikutnya disambungkan
kembali melalui Bunga yang semakin hari bertambah dekat dengan
134
Pejabat T. Selanjutnya sebagai sebuah langkah pemulus agar aksinya tidak
mendapat hambatan yang berarti, Pejabat T selalu mengajak Topan beserta
istrinya untuk berlibur atau sekedar makan malam. Disitulah mulai
kecurigaan Topan, berawal dari kecurigaan tersebutlah akumulasi dari
konflik-konflik mulai terbangun. Membuat sebuah komplikasi yang
diwujudkan dari satu peristiwa ke peristiwa selanjutnya berjalan selaras
hingga bertemu titik klimaksnya.
2) Catastatis
Catastasis atau klimaks pada bagian ini terdapat pada saat topan
yang mulai geram dengan tingkah laku Pejabat T, puncaknya adalah ketika
Topan mendapati patungnya telah berdiri megah ditengah kota dan
masyarakat menganggap bahwa patung ini sejajar dengan patung
pahlawan lainnya yang ada di Jakarta. Itulah hal yang ditakuti Topan,
merasa dirinya belum sejajar dengan patung pahlawan lainnya karna dia
bukan pahlawan dan hanya seorang mantan aktifis. Topan merasa resah
akan hal itu dan mulai melakukan aksi dengan bantuan para anak buahnya
untuk berdemonstrasi agar patungnya segera dirobohkan.
Penguraian kejadian mulai tergambar pada bagian klimaks ini, dari
rentetan awal insiden hingga memuncaknnya sebuah konflik. Sesuai
dengan ruh dari skematik, pada tahap konflik atau klimaks ini terfokus
pada adegan-adegan utama saja. Implikasi yang terjadi dari bom waktu
yang telah di-setting pada awal bagian sampai akhirnya menunggu untuk
meledak. Sangat jelas terlihat klimaks dari konflik iniberpusat pada Topan
yang menggebu-gebu untuk berdemo kembali.
135
3. Babak Resolusi
Pada babak akhir dari cerita ini atau babak penyelesaian, penulis cerita
memposisikan Topan seagai korban demokrasi yang kotor. Setelah sekian
lama dia berjuang kini hanya dibalas leh penghianatan. Semenjak dia
ditunggangi oleh partai politik, hidupnya memasuki sebuah kondisi yang
membuatnya gundah. Memang tidak sepatutnya Topan menolak ajakan para
mantan anak buahnya di awal cerita. Karena akhirnya tidak Topan saja yang
dijadikan sebuah akomodasi untuk modal kampanya, Jiran, Niken dan Wiluta
juga dimanfaatkan oleh Pejabat T. Setelah terbongkarnya maksud asli Pejabat
T baru lah Topan mau bergabung.
Kini pada babak akhir ada kekuatan lain yang timbul dari konflik
antara Topan dan Pejabat T yang telat diketahui oleh Jiran, Wiluta dan Niken.
Mereka terjebak pada sebuah konspirasi. Pejabat T memerintahkan Bujok di
akhir cerita untuk menjadi penyusup di kalangan demonstran bahkan dia juga
sempat mengumpulkan masa. Hingga akhirnya dia lah yang menjadi dalang
tewasnya Topan Sang Demonstran. Topan ditembak ditengah-tengah
demonstrasi yang tengah berlangsung. Hingga ada upacara pemakaman dan
pelantikan Pejabat T sebagai presiden, tidak ada yang tahu jika pembunuhnya
adalah berasal dari oknum Pejabat T juga.
a. Catastrophe
Pada bagian ini catastrophe yang dimaksud adalah ending of story
yang berakhir duka dapat disaksikan saat kematian Topan yang dibunuh
oleh Bujok orang keepercayaan Pejabat T. Dengan demikian para pengikut
136
Topan hanya bisa mengenang patungnya saja tanpa bisa menghakimi siapa
pelaku pembunuhan pempinnya itu.
b. Denouement
Disini denouement berperan sebagai pelurus dari sebuah cerita atau
bagian yang memberikan penjelasan mengenai kesimpulan dari peristiwa-
peristiwa yang terjadi selama adegan berlangsung. Kisah ini tidak
mengisahkan sebuah happy ending yang membuat penonton keluar dengan
perasaan berbunga-bunga. Justru penulis naskah sengaja membuat akhiran
sepert ini sebagai pemicu untuk dapat lebih mengkritisi dan peka terhdap
aksi pemimpinya kelak. Semua mendapat jatahnya masing-masing.
Penutupan cerita yang diakhiri dengan upacara pelantikan Pejabat T
sebagai presiden lalu diselipkan pidato dan berakhir melalui iringan
nyanyian dari pemain musik dan pemeran di pertunjukan tersebut semakin
dramatis.
C. Mikro struktur
Pada bentuk ini akan diarahkan pada beberapa elemen antara lain :
Semantik, (apa arti atau pendapat yang ingin disampaikan?, Sintaksis,
(bagaimana pendapat disampaikan?), Stilistik, (pilihan kata yang dipakai?),
Retoris, (bagaimana bagaimana dan dengan cara apa pendapat disampaikan?).
1. Semantik
Elemen ini merupakan instrument penting dalam analisis wacana
sebuah teks karena menyangkut makna yang ditekankan. Dalam
pengertian umum, semantik adalah disiplin ilmu bahasa yang menelaah
137
makna suatu lingual, baik makna lesikal ataupun makna gramatikal.6
Dapat diartikan juga sebagai makna lokal, yaitu makna yang muncul dari
hubungan antar kalimat, hubungan antar posisi yang membangun makna
tertentu dalam suatu bangunan teks. Dalam semantik terkandung beberapa
unsur, yaitu :
a. Latar
Latar adalah merupakan bagian dari sebuah teks yang dapat
mempengaruhi arti isi pesan yang akan disampaikan. latar juga dapat
diartikan sebagai unsur wacana yang menjadi pondasi isi yang kuat
untuk menjadi alasan pembenaran yang diajukan dalam suatu teks, ini
merupakan bentuk edukatif seorang komunikator dalam menyajikan
latar belakang. Latar belakang juga merupakan penjabaran singkat
ideologis komunikator dalam kepentingan penulisannya.
Latar dari naskah Demonstran ini menggambarkan sebuah
fenomena sosial yang terjadi pada atmosfer perpolitikan Indonesia dan
juga sebuah kondisi sosial masarakat yang terjadi belakangan ini.
Terdapat sebuah kontradiksi dasar yang terjadi saat munculnya
kepentingan-kepentingan yang berbeda antara satu dengan yang
lainnya. Latar belakang dinamika sosial intelektual juga terdapat dalam
naskah ini, dimana status mahasiswa saat menjalankan demonstrasi
dilabel sebagai aksi onar dan arogansi. Beberapa faktor yang
mempengaruhi sebuah latar yang akan disampaikan oleh penulis
6 Drs. Alex Sobur, M. Si, Analisis Teks Media (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2006).
Cet. Ke-4, h. 78
138
naskah Demonstran. Kontradiksi pokok yang dijadikan sebuah poros
dari bagian latar ini.
b. Detail
Pada bagian ini sangat akan terlihat subjektifisme seorang
pengarang naskah, seperti dikatakan Alex Sobur yaitu bahwa Detail
berhubungan dengan kontrol informasi yang ditampilkan seorang
komunikator. Komunikator akan menampilkan secara berlebihan
informasi yang menguntungkan dirinya atau citra yang baik.
Sebaliknya, ia akan menampilkan informasi dalam jumlah sedikit
(bahkan kalau perlu tidak disampaikan) kalau itu mengganggu
kedudukannya.7 Sebuah ekspresi yang diinterpretasikan sebagai
pondasi dan denotasi hal yang sangat individual. Peneliti mencoba
memahami kategori interpretasi dari kombinasi structural sehingga
peneliti akan dapat memahami sebuah formula dari bahasa yang
menjadi tujuan semantik ini.
Pada naskah ini secara umum penulis naskah banyak
memberikan kritik yang meliputi tatanan pemerintah kepemimpinan
dan dinamika sosial yang tidak disampaikan oleh satu tokoh saja.
Meskipun Topan adalah tokoh utama dalam naskah ini ada juga
beberapa pesan yang sangat baik yang juga disampaikan oleh tokoh
lain. Pada naskah Demonstran, N. Riantiarno, dalam hal ini adalah
komunikator, menampilkan sebuah pesan detail yang menyampaikan
7 Drs. Alex Sobur, M. Si, Analisis Teks Media (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2006).
Cet. Ke-4, h. 78
139
mengenai keprihatinannya terhadap para pekerja seni belakangan ini.
Seperti yang dikatakan oleh Mantan-2 dalam dialognya :
“Oo. Bikin bingung orang saja. Kita ini aktivis, mas. Jangan pakai bahasa
seniman ah, nanti jadi bingung sendiri. Bahasa kita bahasa kongkrit, bahasa
tinju dan yel-yel, bukan bahasa simbolik. Pakai mengutip blaburd-blaburd
segala. Jangan ngaco, ah. “ (babak 9).
Menurut peneliti, pada bagian ini ditemukan pandangan yang
berbeda yaitu seorang penulis naskah yang mencoba mengontrol
sebuah informasi dari fenomena yang sama namun melalui
penempatan tokoh yang berbeda seolah-olah ini bisa untuk diri
sendirinya juga. Karena dalam hal ini tidak adanya paradigm, model
dan sudut pandang yang diterima secara khusus, ini sifatnya universal.
Semua interpretasi akan ber-aneka ragam. Disini letak kemampuan dan
kegeniusan pengarang sehingga informasi memiliki makna yang kuat
namun samar dalam penafsirannya.
“Rakyat adalah penonton yang selalu menonton peristiwa dengan diam. Rakyat,
memang bukan pemain. Tapi mereka pemain!” (babak 12)
“Sabar. Sabar. Di mana kamu? Sabaaaaarrrr !!! Bagaimana? Umur sudah
berabad-abad, kelakuan masih kayak anak ingusan. Selalu begini. Kalau
sandiwara berkembang dan panas, dia hilang. Padahal kita pasti akan jadi saksi
mata. Itu peranan kita”(babak 20)
Kemudian pada bagian ini makna yang disampaikan adalah
mengenai peran para seniman di polemik masyarakat. Kedua cuplikan
dialog itu merupakan dialog Alun dan Sabar. Pada bagian ini secara
detail seorang pengarang memposisikan dirinya dan memnyampaikan
sebuah argumetasi melalui kedua tokoh tersebut.
140
c. Maksud
Maksud merupakan elemen yang melihat teks atau cerita yang
dibuat oleh pengarang disampaikan secara eksplisit atau implisit.
Elemen maksud dalam naskah Demonstran ini akan diuraikan
informasi yang disampaikan secara eksplisit dan jelas. Dapat dilihat
dari cuplikan dialog berikut :
“Seorang profesor, pakar ekonomi kita, menyatakan blak-blakan, bahwa 60%
lebih Anggaran Belanja negara kita bocor di tengah jalan. Berapa itu? Berapa
itu? Saudara-saudara pasti hanya bisa menggelengkan kepala dan prihatin
‘astagafiruullah alazim’, Puluhan kali. Karena hanya itu yang kita bisa. Geleng-
geleng kepala! Saudara-saudara, sekian trilyun, yang seharusnya kita nikmati
dalam wujud pembangunan sejahtera, lenyap seperti dimakan setan. Lenyap tak
tentu rimba. Jadi ajang makanan para koruptor! (TERIAK) Dan sementara
bagian terbesar rakyat kita, tetap lapar melarat, melata seperti kadal, mereka
disana, senang, berpesta-pora dan aman-tentram-damai-sentosa sampai anak
cucu mereka kelak. Genjot koruptor! Berantas korupsi sampai habis !! (babak
22)
Dari ungkapan diatas, dialog yang disampaikan oleh Bujok saat
dia melakukan pergerakan dan berorasi di depan mahasiswa
pengikutnya, mengungkapkan bahwa informasi tersebut diuraikan
dengan sangat jelas sehingga tidak perlu lagi penafsiran atau mencari
kesimpulan mengenai makna dari teks tersebut, sehingga akan nampak
mudah untuk dimengerti oleh pembaca dan penonton.
2. Sintaksis
Sintaksis adalah pembicaraan mengenai unit bahasa kalimat.8
Dalam hal ini adalah bagaimana sebuah kata atau kalimat disusun
sehingga menjadi satu kesatuan arti. Strategi untuk menampilkan diri
8 Jos Daniel Parera, Sintaksis (Jakarta : Gramedia, 1993), cet.ke-2, h. 1.
141
sendiri secara positif dan lawan secara negatif, itu juga dilakukan
dengan memanipulasi politik menggunakan sintaksis (kalimat).
Kemudian unsur-unsur dari sintaksis adalah sebagai berikut :
a. Koherensi
Koherensi adalah pertalian antar kata atau kalimat dan koherensi,
dapat secara mudah diamati diantaranya dari kata hubung yang dipakai
untuk menghubungkan fakta atau proposisi. Kata hubung atau
konjungsi yang dipakai (dan, akibat, tetapi, lalu, karena, meskipun).
Hal ini dapat terlihat pada kutipan :
“Kita akan terus mencarinya. Sampai ketemu. Karena pencarian kita belum
sampai ujung.” (babak 12)
“Rakyat sejati adalah mereka yang jadi sasaran dalam kita berjuang, dalam kita
melakukan unjuk rasa, tetapi siapa mereka, Abang mengira aku tidak tahu, dan
memang betul, aku tidak tahu. Jadi, selama ini, maaf saja, ternyata aku masih
belum tahu untuk apa ikut berjuang.”(babak 19)
Penempatan kata ‘karena’ merupakan kata penghubung yang
bermakna menjelaskan. Penggunaan kata penghubung memberikan arti
bahwa perjuangan untuk mencari siapa sebenarnya rakyat sejati belum
selesai. Sedangkan kata ‘tetapi’ pada dialog berikutnya yang
digunakan sebagai kata penghubung berfungsi sebagai penjelasan
bahwa pencarianan yang dilakukan oleh Jiran, Wiluta dan Niken
mengalami kebuntuan karena sangat sulit menafsirkan apa itu dan
siapa rakyat sejati.
Lalu, penempatan kata ‘dan’ pada keterangan diatas
mempunyai fungsi sebagai kata hubung yang menyatakan tambahan
142
atas kalimat sebelumnya. cuplikan dialog Niken dan Topan, bermakna
penekanan, penjelasan sebelumnya bahwa mereka mengalami
kebuntuan dalam pencarian rakyat sejati.
b. Bentuk kalimat
Bentuk kalimat adalah segi sintaksis yang berhubungan dengan
cara berpikir logis, yaitu prinsip kasualitas. Menjelaskan tentang porsi-
porsi yang diatur dalam satu rangkaian kalimat. Logika kasualitas
adalah menjelaskan susunan atau struktur kalimat yang terdiri dari
subjek, predikat, dan objek. Kalimat berikut dapat menjelaskan dan
membedakan sebuah bentuk kalimat :
“Dulu, Abang juga pernah mimpi sanggup mengubah dunia” (babak 5)
Dari kutipan di atas maka dapat dijabarkan sebagai berikut :
Dulu, Abang juga pernah mimpi sanggup mengubah dunia.
Ket.wakt S P O
Dari keterangan di atas, dapat terlihat bahwa pengarang mencoba
untuk mengikuti Ejaan Yang Disempurnakan (EYD). Sang pengarang
juga mencoba untuk menempatkan proposisi mana yang lebih tepat
digunakan di awal ataupun diakhir kalimat.
c. Kata ganti
Kata ganti merupakan alat yang digunakan oleh komunikator untuk
menunjukan dimana poros seseorang di dalam sebuah wacana. Dalam
menggunakan sikapnya seseorang dapat menggunakan kata ganti
“Saya” atau “Kami” yang menggambarkan bahwa sikap tersebut
merupakan sikap resmi komunikator semata-mata.
143
Kata ganti yang digunakan pada naskah Demonstran ini adalah
kata “Kami”, berikut dapat dilihat dalam kutipan dialog :
“Lalu kemana lagi kami harus pergi? Kami tidak punya pemimpin, kami hanya
punya semangat. Kami bergerak kurang teratur. Kami ingin diatur oleh tokoh
yang mampu menghadapi siapa saja. Tokoh yang selalu ada di barisan paling
depan, tokoh yang dikenal sebagai Sang Topan. Abang.” (babak 5)
Kata ganti “Kami” di atas, menggambarkan bahwa ini adalah
pesan pengarang sebagai pemilik karakter, yang direpresentasikan oleh
tokoh yang ada di dalam naskah tersebut. Disini juga terlihat bahwa
penulis naskah ingi menyerukan bahwa “kami” disini adalah milik
semua orang yang sedang berjuang.
3. Stilistik
Stilistik adalah cara yang digunakan pengarang untuk menyatakan
maksud melalui pemilihan kata yang digunakan. Pusat perhatian
stilistika adalah style. Gaya bahasa disini adalah mencakup struktur
kalimat, majas, citraan, dan sebagainya. Seperti terdapat pada kutipan
berikut :
“Emosi? Mengapa Abang rela buka kedok? Betul. Abang sudah jadi tumpul.
Kemana perginya solidaritas Abang yang dulu terkenal sangat kental itu?
Hilang? Hilang? Hilang?” (babak 5)
“Siapa yang menentukan harga-harga? Siapa yang menipu dan menghisap
darah? Pabrik-pabrik siapa yang seenaknya berak limbah tanpa ada
sangsinya?” (babak 5)
Dengan kutipan gaya Bahasa seperti cuplikan diatas dengan
menggunakan kata “kental” pada contoh dialog yang pertama, maka
peneliti bisa sampaikan bahwa pengarang ingin menunjukan bahwa
sifat dan sikap solidaritas yang dimiliki Topan dulu terhadap para
144
sesama aktifis dalam berjuang sangat erat meskipun sekarang dia
dikenal sebagai pengusaha kaya yang sukses.
Kemudian gaya bahasa yang ada pada contoh dialog ke dua, yaitu
penggunaan kata “penghisap darah” menggunakan majas hiperbola atau
melebih-lebihkan kasus yang dilakukan oleh pemerintah pada saat itu
agar lebih terkesan dramatis. Lalu kata “berak limbah” cukup bisa
dipahami bahwa bagian ini adalah digunakan untuk menjelaskan sektor
industri yang main kotor tanpa mementingkan ekosistem sekitar tempat
pabrik-pabrik mendirikan dan membuang limbahnya. Dilanjutkan
dengan kalimat yang menjelaskan bahwa kegiatan yang merugikan
tersebut masih cukup marak terjadi dan pemerintah khususnya
pemimpin kurang peka terhadap hal tersebut.
4. Retoris
Strategi dalam level retoris adalah gaya yang diungkapkan seorang
pengarang ketika menyampaikan pesan melalui menulis dan berbicara.
Miisalnya pemakaian kata yang berlebihan (hiperbolik), atau bertele-
tele. Biasanya bagian retroris menyatakan sesuatu dengan sebuah
intonasi dan penekanan. Contoh ekspresi lain adalah pada penampilan
huruf tebal pada judul “DEMONSTRAN” yang sangat bermakna
untuk mengajak dan memberontak.
Elemen hiperbola, kalimat yang mendukung kiasan, ungkapan
yang dilebih-lebihkan. Semuanya digunakan memperjelas pesan utama,
agar lebih mudah untuk memahami dan mengingat isi pesan tersebut.
Berikut kutipannya :
145
“Kalau tidak sinting, mana berani kita bikin beginian? Mana berani di bawah
todongan bedil kita bilang: “Mas, yang merdeka itu kok cuma sampeyan, kita
‘nggak?” Alla, sampeyan juga sama sintingnya, kok.” (babak 17)
Berdasarkan data-data yang peneliti temukan pada analisis teks di
atas, maka peneliti dapat sampaikan secara keseluruhan mengenai kritik
sosial kepemimpinan dan kaitannya dengan perubahan sosial yang ada
di dalam naskah Demonstran karya N. Riantiarno ini. Banyak
menyoroti tentang polemik kehidupan bangsa khususnya pemerintahan
dan kepemimpinan. Perjuangan moral nampaknya sulit untuk segera
memperoleh hasil. Karena di dalam naskah ini ukuran baik buruk masih
sangat umum dan luas.
INTERPRETASI
Dalam makro sturktur, penjelasan bagian dari kategori struktur
wacana telah dijelaskan secara umum. Secara khusus juga telah terlihat
bahwa kondisi dan koherensi Bahasa diformulasikan sebagai topik dari
pembahasan. Pada naskah ini terdapat beberapa dialog yang
diungkapkan memiliki makna dan maksud secara implisit. Perihal kritik
sosial yang diangkat peneliti menemukan bahwa penyampaian pesan
yang dilakukan menggunakan Bahasa dan kalimat memiliki perannya
masing-masing. Timing yang tepat saat penyampaian dialog juga sangat
tepat.
Elemen elemen yang terkandung pada kategori semantik,
menjelaskan bagaimana kemampuan retotis dari pemilihan kata dan
146
penggunaan kalimat sangat lugas disampaikan, terutama pada dialog-
dialog panjang yang dialkukan Topan.
Dari semua yang telah dijelaskan diatas, perlu diklarifikasi atas
status yang mana sebagai topik pembahasan dan topik wacana.
Demikian juga naskah ini mencoba untuk menjawab pertanyaan “dalam
posisi seperti apa kita mengatakan bahwa sebuah kalimat adalah
‘mengandung sesuatu’?” van Dijk menjelaskan dalam buku Text and
context mengenai makro struktur bahwa, topik memerlukan sebuah
rangkaian secara keseluruhan. Itu dapat dilihat dari penjabaran dan
penjelasan elemen-elemen yang terkandung didalamnya.9
D. Analisis Naskah Demonstran Melalui Pendekatan Kognisi Sosial
Dalam analisi naskah Demontran dengan melalui pendekatan
kognisi sosial tidak hanya difokuskan pada teks semata, tetapi juga
melihat dari pandangan pengarang naskah Demontran yaitu N.
Riantiarno dari segi kognisi sosial.
Pada analisis kognisi sosial difokuskan pada bagaiman sebuah teks
diproduksi, dipahami dan ditafsirkan. Dari judul “Demonstran” ini
diambil karena berangkat dari akar sebuah perubahan yang hanya bisa
dilakukan dengan perlawanan, meskipun hakikatnya merupakan
kontraksi terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah selama ini. Di sini
dapat diamati dan ditafsirkan ideologi dan ide penulis dalam memahami
cerita, serta tokoh-tokoh yang terdapat di dalam naskah tersebut.
9 Teun A van Dijk, Teks and Context, (New York: Longman Group, 1992)
147
Pada naskah Demonstran ini penulis berusaha menunjukan sebuah
kisah tentang seorang mantan aktifis yang vokal dalam berorasi di
mimbar, bebas untuk mengkritik kepemimpinan pemerintah saat itu
namun di dalam cerita ini Topan sang mantan aktifis diposisikan
sebagai saudagar pengusaha kaya. Penulis memandang sebuah polemik
mahasiswa masa pasca reformasi yang aksi dan demonstrasinya lebih
cenderung ke arah anarkisme atas nama perubahan.
Naskah Demonstran ini berisi bahasa yang sangat lugas, hingga
mudah dicerna dan dipahami, mengandung kisah yang menggugah hati
serta mendapat sambutan yang luar bisa dari para penonton ketika
selesai menonton pertunjukan ini.
Menurut peneliti, penulis dalam proses penggarapan naskah ini
dibalut penuh dengan pandangan objektif mengenai dinamika sosial,
poltik dan ekonomi. Banyak pelajaran yang bisa dipetik untuk dijadikan
pola pikir yang kritis dan stigma yang ditampilkan pada naskah ini
mengajarkan kita bahwa selamanya poitik akan selalu kotor. Bersamaan
dengan itu, secara dialog juga ada beberapa pesan yang secara eksplisit
dapat langsung ditangkap dan ditafsirkan yaitu mengenai langkah yang
perlu segera diambil oleh pemerintah (pemimpin) untuk memberi
jaminan rasa aman bahwa masa depan bangsa tidak separah yang
selama ini rakyat bayangkan. Jadi yang terpenting bukanlah dialog dan
musyawarah dari usaha untuk menyelesaikan masalah ini melainkan
tindakan konkret.
148
Naskah Demonstran banyak menggambarkan dan menceritakan
gejolak yang dialami Topan, terlihat kental sekali konflik yang terjadi
antara Topan dan Pejabat T yang awalnya adalah kolega politik yang
baik. Perlawanan yang dilakukan Topan banyak mengandung pesan
kritik begitu juga dialog yang terjadi antara Topan dan anak buahnya
mengenai ajakan kembali turun kejalan untuk kembali memimpin
demonstrasi. Penulis menggambarkan situasi semacam ini memang
masih tetap diharapkan, kehadirannya untuk menjaga era reformasi
tidak didominasi oleh kepentingan-kepentingan sempit partai. Penulis
juga mampu memberi pelajaran berharga bahwa mengenai
kepemimpinan dan dukungan moral hendaknya selalu diberikan
terhadap mereka yang berpotesi untuk memihak kepada rasa keadilan
(sense of justice).
INTERPRETASI
Menurut penelti, pemahaman mengenai kepemimpinan dalam
naskah ini tidak selalu sempurna seperti halnya digambarkan dalam
nasakh ini ketika semua orang ingin menjadi pemimpin dan memahami
kepemimpinan dalam arti sempit sehingga para tafsiran pemimpin
adalah sebatas memimpin Negara, wilayah perusahaan dsb. Ke-tidak
sadaran inilah yang megakibatkan orang selalu membatasi diri dengan
pemimpin seperti munculnya jargon “saya ini rakyat kecil” padahal
secara individu dia adalah pemimpin juga untuk dirinya. Sesuai dengan
firman Allah di QS. Al-baqarah Ayat 30 :
149
“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: "Sesungguhnya
Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi". Mereka berkata:
"Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan
membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami
senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?"
Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu
ketahui"
Pada bagian kognisi sosial menjelaskan adanya hubungan antara
wacana dan sosial meskipun hubungannya secara tidak langsung namun
harus ditempatkan pada satu rangka, yaitu dalam proses sosial, politik
dan reproduksi budaya. Van Dijk dalam sebuah jurnal yang ditulisnya
menjelaskan bahwa proses dari reproduksi dan hubungan dari sebuah
dominasi tidak hanya diikutsertakan oleh teks dan pembicaraan atau
rumor, tapi juga terbagi dari representasi terhadap “social mind”. 10
E. Analisis Naskah Demonstran Melalui Pendekatan Konteks Sosial
Menurut Van Dijk bahwa konteks sosial adalah bagian terakhir
dari analisis wacana. Peneliti sudah menjelaskan sebelumnya, bahwa
konteks sosial adalah faktor eksternal yang mempengaruhi cerita atau
teks. Sehingga faktor tersebut menjadi inspirasi dan salah satu alasan
bagi penulis dalam menuangkan pemikiriannya pada naskah ini.
10
Teun van Dijk, Discourse and Cognition in Society (jurnal, di-download di situs
www.discourse.org )
150
Kemudian penulis dalam hal ini juga menggambarkan fenomena
yang diperparah oleh keadaan dan mental para pemimpin yang kerap
menunggangi aksi mereka (mahasiswa) sebagai alat propaganda.
Kapabilitas antara mahasiswa sebagai agen perubahan dan penerus
bangsa berbanding lurus dengan para pemerintah yang memiliki mental
kenegaraan yang patut dipertanyakan. Sementara itu mitos perjuangan
yang begitu luhur juga mulai luntur karena kini mereka tak layak lagi
seprti yang diharapkan. Krisis kepemimpinan makin tidak bisa ditutup-
tutupi.
Mengenai makna demonstrasi pada naskah ini, penulis melihat
faktor eksternal berupa gerakan mahasiswa yang selama ini merupakan
sebagai wujud keperihatinan terhadap kondisi bangsa dan juga
merupakan babak paling dramatis tentang dinamika sosial dan politik
bangsa. Ini menjadi indikasi akar pertumbuhan yang mendorong penulis
untuk menggarap naskah Demonstran. Biasanya pembahsan yang
berbau politik akan terasa sangat kaku dan membosankan namun
penulis mengemasnya dengan ditampilkan juga dagelan-dagelan yang
menghibur agar tidak melulu serius.
Kemudian selain Topan yang menjadi Tokoh utam dalam naskah
ini, Sabar dan Alun sangat berperan di dalam cerita meskipun perannya
diluar alur namun kaitanya dengan kisah ini sangat relevan. Mereka
berdua menjadi penyeimbang sebuah cerita, kemunculannya selalu
tidak terduga kadang saat interval kadang pula saat adegan inti
berlangsung. Disini terlihat kecerdikan penulis yang mampu
151
mengelaborasikan berbagai macam aspek masyarkat yang terlibat di
dalam naskah Demonstran.
Peneliti juga melihat konteks sosial lain yang melatar belakangi
penulisan naskah ini. Dalam membangun sebuah kritik pada naskah ini
penulis sangat jelih melihat fenomena yang berlangsung belakangan ini,
adalah mengenai sikap para partai politik yang sering mengatur
permainan dalam suatu gelanggang usaha untuk mengurus keperluan
dan kepentingannya. Sering mencari tunggangan politik praktis. Pesan
yang disampaikan juga menjadi lebih umum, yaitu mengenai sebuah
tuntutan politik, ekonomi, hukum, pemberantasan korupsi, kolusi dan
nepotisme bukan hanya disuarakan oleh mahasiswa. Semua kalangan
juga harus angkat bicara soal itu, hal tersebut dapat dilihat dari adegan
Julini dan Tuminah.
INTERPRETASI
Dalam konteks sosial pada naskah Demonstran tersirat dengan
jelas bagaimana N. Riantiarno menuliskan dan menggambarkan
keadaan masyarakat belakangan ini yaitu mengenai kehidupan politik
yang sering kali tidak murni untuk rakyat. Dinamika perpolitikan yang
perlu dikritisi, baik dari segi kepemimpinan maupun teknisnya karna
implikasi yang dapat merubah tatanan sosial.
Dalam hal konteks sosial di dalam naskah ini produksi sebuah
gagasan mengenai kritik diimbangi juga dengan pengaruh luar bukan
sekedar ideologi pengarang. Kemudian hal ini memberikan gambaran
152
bahwa hubungan luar juga sangat berpengaruh maka dari itu van Djik
menjelaskan jika property dari konteks menekankan kepada ke-
dinamisan kharakter. Disini menjelaskan bahwa seorang pengarang
naskah harus memiliki fleksibilitas dalam mencangkup dan menerima
stimulus dari luar untuk membangun sebuah wacana. Kemudian van
Djik mengatakan bahwa “A context is not just possible world-state, but
at least a sequence of world states. Moreover,these situations do not
remain identical in time, but change”11
11
Teun van Dijk, Text and Context,(jurnal, di-download di situs www.discourse.org )
152
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Setelah peneliti melakukan penelitian dan melakukan analisis
permasalahan-permasalaan yang telah diuraikan pada bab-bab sebelumya,
maka penulis dapat menyimpulkan sebagai berikut:
1. Dalam skripsi ini peneliti mencoba untuk mengelaborasikan dari
keterkaitan antara kritik sosial dan perubahan khususnya dalam
perkembangan kepemimpinan belakangan ini. Secara lebih spesifik
peneliti menggunakan teori analisis wacana Teun Van Dijk untuk
menganalisa sebuah teks atau wacana yang dibangun. Ditinjau dari
struktur tematik, dari naskah Demonstran, tema utama yang menjadi
determinasi adalah mengenai kritik terhadap kepemimpinan. Di dalamnya
banyak disebutkan dialog-dialog yang mengandung pesan tersebut,
pelanggaran yang menumbuhkan anarkisme. Seperti yang dikatakan
Thomas Hobbes “Homo Homini Lupus, Bulkum Omihium Contra Omnus”
yang artinya adalah manusia akan menjadi pemangsa manusia lainya.
Dalam hal ini perang melawan kelaliman menjadi wajib demi perubahan
dan runtuhnya sebuah hegemoni. Kepemimpinan dalam Islam adalah
Sunnatullah, yang telah menjadikan manusia sebagai pemimpin. Oleh
karena itu Islam memandang bahwa kepemimpinan memilki posisi yang
sangat strategis dalam terwujudnya masyarakat yang rukun, disitulah peran
pemimpin sebenarnya seperti dalam (QS. 34 : 15) “Apabila kamu
mengadakan perjalanan secara berkelompok, maka tunjuklah salah satunya
153
sebagai Imam (pemimpin perjalanan). Kemudian ditinjau dari skematik,
skema atau alur tulisan dalam naskah dibagi menjadi tiga babak yaitu
babak pertama yang menjelaskan mengenai sebuah pengenalan dan
preposisi dalam naskah lalu babak kedua yang menggambarkan sebuah
konflik yang terjadi hingga mencapai titik klimaks dan yang terakhir
adalah babak resolusi yaitu ending of story yang menjelaskan kesimpulan
atau pelurus sebuah cerita yang pada naskah ini akhir ceritanya adalah sad
ending. Kemudian sintaksis sebagai kata penghubung dalam naskah ini
berfungsi sebagimana mestinya sebuah kalimat. Selanjutnya tunjauan dari
segi sintaksis bentuk kalimat yang menghubungkan antara gaya
kepemimpinan dan proses dalam memperolehnya menjadi poros. Untuk
stilistik yang digunakan pada naskah ini cukup menggunakan bahasa yang
lugas dalam pemilihan katanya. Kemudian sudut pandang retoris dalam
naskah Demonstran ini menggunakan judul yang dicetak tebal untuk
menekankan makna sebenarnya yang ada di dalam naskah.
2. Dalam analisis naskah melalui pendekatan kognisi sosial ini difokuskan
pada bagaimana sebuah teks dirilis, dipahami, dan ditafsirkan. Dalam
penulisan naskah Demonstran, pengarang merupakan sumber utama yang
mempunyai peran dalam terbentuknya cerita. Ini diambil karena telah
banyak fenomena dari polemik politik dan kepemimpinan yang berujung
pada gagalnya sebuah kebijakan. Dalam naskah ini penulisan dialog yang
menggunakan pemilihan bahasa dan ditambah dengan adegan jenaka
menjadi nilai posistif untuk dapat memberikan pemahaman dengan cara
yang mudah ditangkap.
154
3. Dari segi konteks sosial, melihat bagaimana suatu teks dihubungkan lebih
jauh dari struktur sosial dan pengetahuan yang berkembang dimasyarakat
atas suatu wacana. Konteks sosial dilakukan untuk dapat menghubungkan
sebuah pesan yang akan disampaikan, oleh karena itu dalam konteks
wacana yang muncul didasari dari berbagai macam peristiwa. Kekuatan
kepimipinan demokratif yang menjadi absolut lantaran intervensi dari
berbagai macam kepentingan.
B. Saran-saran
Dalam sebuah penciptaan kesempurnaan hanya milik Allah, dan
kekurangan adalah mutlak milik makhluknya. Maka dalam hal ini peneliti
menyampaikan beberapa saran yang berkenaan dengan naskah Demonstran
karya N. Riantiarno.
1. Bagi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta dalam
hal ini adalah Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Jurusan
Komunikasi Penyiaran Islam. Untuk lebih membebaskan para
mahasiswanya dalam tema dan pemilihan objek skripsi agar menambah
khasanah ilmu di lingkungan akademis. Keharusan sebuah unsur Islam
dalam pemilihan judul justru akan membatasi pola pikir mahasiswa, latar
belakang kampus Islam ini seharusnya tidak menjadi pagar ilmu yang
masuk. Kasarnya, kalau sampai demikian pihak kampus tentu memiliki
kearifan yang dapat membatasi hal tersebut tanpa harus melarang ilmu
yang akan diterima. Kemudian dalam pemilihan teori dan metode analisis,
agar pihak fakultas lebih memperhatikan dan memberikan materi yang
155
seharusnya dipelajari agar mahasiswa tidak menemui hambatan dalam
pemahamanya.
2. Bagi pengarang, diharapkan agar dapat meningkatkan kreatifitasnya dan
terus menunjukan eksistensi di bidang kesenian pertunjukan drama teater.
Agar konten yang ingin disampaikan lebih memiliki arti untuk kehidupan
masyarakat umum dan semoga selama perjalanan karirnya tidak disusupi
oleh kepentingan yang lain yang menyebabkan nilai murni sebuah
kesenian terhapus.
3. Untuk penonton dan penikmat hiburan kesenian, hendaknya tidak sekedar
menikmati untuk mengisi waktu luang atau menjadikan sebuah opsi
pelarian saja. Namun membantu untuk melakukan sesuatu agar para
pekerja seni lebih diperhatikan dan dihimbau juga untuk para penikmat
seni untuk menelaah sebuah makna dari setiap pertunjukan seni yang
mungkin dapat merubah hidup anda setelah memahaminya.
156
DAFTAR PUSTAKA
Akbar, Akhmad Zaini, Kritik Sosial, Pers dan Politik Indonesia, Yogyakarta
1997: UII Press 1999, cet. 2
Asmara, Adhy, Apresiasi Drama, Yogyakarta: Nur Cahya, 1979
Andy Corry Wardhany, dan Morissan. Teori Komunikasi.
Bintang Angkasa Putra, Drama Teori dan Pementasan, (Yogyakarta: PT
Intan Sejati, 2012)
Creswell, John W., Desain Penelitian: Pendekatan kualitatif dan
Kuantitatif, Jakarta: KIK Press, 2003
Dijk, T. v. (2002). Critical Discourse Studies: A Sociocognitive Approach.
London: Sage.
Dijk, T. A. (1993). Discourse and Society. London: Sage.
Dijk, T. A. (1993). Discourse and Society: Principles of Critical Discourse
Analysis. (London. Newbury Park and New Delhi), : vol. 4(2).
Dijk, T. A. (n.d.). Journal Political and Ideology. www.discourse.org .
Dijk, T. A. (1992). Teks and Context. New York: Longman Group.
Dijk, T. v. (2002). Critical Discourse Studies: A Sociocognitive Approach.
London: Sage.
Dijk, T. v. (n.d.). Discourse and Cognition in Society. www.discourse.org .
Dijk, T. V. (n.d.). Menganalisis Rasisme Melalui Analisis Wacana Melalui
Beberapa Metodologi Relektif. www.discourse.org .
Dijk, T. v. (2002). TCritical Discourse Studies: A Sociocognitive Approach.
London: Sage.
157
Darma, Yoce Aliah, Analisis Wacana Kritis, Bandung: Yrama Widya, cet
ke-2. 2013
Darsono, Karl Marx Ekonomi dan Aksi Politik, Jakarta : Diadit Media, 2007
Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, cet.ke-
1 1988
Djoddy M, Mengenal Permainan Seni Drama, Surabaya: Arena Ilmu
Djuroto, Totok, Manajemen Penerbitan Pers, Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2000
Elam, Keir, The Semiotic of Theater and Drama, London and New York:
Routledge, 1987
Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, Yogyakarta:
Lkis, 2001
Holt, Claire, Art in Indonesia, Ithaca, New York: Cornell University, Press,
1967
Jorgensen, Marianne W. dan Philips, Louise J., Analisis Wacana Teori dan
Praktik, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, cet- 5
Kartono, Kartini, Pemimpin dan Kepemimpinan, Jakarta: Rajawali Pers.
2008
Kiryanto, Rachmat, Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta: 2007, Cet.
Ke. 2
Lauer, Robert H., Perspektif Tentang Perubahan Sosial, Jakarta : PT Rineka
Cipta, 2001
Lener, Max, Ideas are Weapon, New York, Viking Press. 1939 dikutip dari
buku Perspektif Perubahan Sosial.
Ma’ruf Ch, DramaTurgi dan Dasar Phantomim, Ponorogo: Teater Islam
Darusalam, cet-1 1986
Moore, Wilbert E., Order and Change; Essaysin Comparative Sociology,
New York, John Wiley & Sons, 1967
Mulyana, Dedy, Kajian wacana: Teori, Metode Aplikasi, dan Prinsip-
Prinsip Analisis Wacana, Yogyakarta:Tiara Wacana, 2005
Oetomo, Dede, Kelahiran dan Perkembangan Analisis Wacana,
Yogyakarta: Kanisisus, 1993
158
Parera, Jos Daniel, Sintaksis, Jakarta : Gramedia, 1993, cet.ke-2
Putra, Bintang Angkasa, Drama Teori dan Pementasan, Yogyakarta: PT
Intan Sejati, 2012
Rachmat, Jalaludin, Metode Penelitian Komunikasi, Bandung: PT. Remaja
Rosda Karya, 2005
Rudiyanto, Bambang, Pranata Sosial, Dosen Antropologi Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik Universitas Andalas, Padang; Dosen Sekolah Bisnis
Manajemen Institut Teknologi Bandung.
Sobur, Alex, Analisis Teks Media, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006,
cet. Ke-4
Sobur, Alex, Analisis Teks Media: Suatu Pengantar Untuk Analisis
Wacana, Semiotik dan Framing, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006, cet. Ke.
4
Sofyan, Ahmadi, Islam of Leadership, Jakarta: Lintas Pustaka, 2006
Susetiawan, “Harmoni, Stabilisasi Politik dan Kritik Sosial”. Yogyakarta
1997, UII Press
Tim Dant, Critical Social Theory: Culture, society and Critique, London:
SAGE Publication, 2003
Tzu, Sun, diterjemahkan Danan Priyatmoko, The Art of War, Jakarta: PT
Elex Media Komputindo. 1993
Veithzal Rivai dan Arviyan Arifin. Islamic Leadership. Jakarta: Bumi
Aksara. 2009
http://teterkoma.org/
www.discourse.org
LAMPIRAN-LAMPIRAN