kpd lapkas
DESCRIPTION
vTRANSCRIPT
STATUS PASIEN
1. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. R
Umur : 42 tahun
Tempat, Tanggal Lahir : Bima, 05-06-1973
Alamat : Jl. Bend. Melayu RT 04, RW 18, Tugu
Selatan, Jakarta Utara.
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Nama Suami : Tn. E
Tanggal MRS : 23-06-2015
Nomor Rekam Medis : 00130435
Dokter yang Merawat : dr. Rusmaniah, Sp.OG
2. ANAMNESA ( Autoanamnesa)
Keluhan utama:
Pasien datang dengan keluhan nyeri perut bagian bawah sejak 2-3 bulan
yang lalu
Riwayat penyakit sekarang:
Riwayat penyakit dahulu:
Hipertensi disangkal, asma disangkal, diabetes mellitus, penyakit
jantung, dan penyakit serius lainnya disangkal
Riwayat operasi
1
Pasien pernah dilakukan dilatasi dan kuretase tahun 2003 dan 2006
dikarenakan abortus.
Riwayat Penyakit Keluarga:
Riwayat Diabetes Melitus, penyakit hipertensi, asma dalam keluarga
disangkal
Riwayat Pengobatan
Konsumsi obat-obatan disangkal
Riwayat Perkawinan
Perkawinan pertama, masih kawin lama kawin 17 tahun.
Riwayat haid:
Haid pertama : umur 13 tahun
Siklus haid : tidak teratur
Lama : 4-5 hari
Panjang siklus : 30 hari
Nyeri haid : Nyeri
Haid terakhir : 18-6-2015
Riwayat Persalinan
N
o
Tempat
Bersalin
Penolong Tahun Aterm Jenis
Persa
linan
Penyulit Anak
Sex Berat Keada
an
2
1 Abortus
usia 2
bulan
Dokter 2003
(kureta
se)
2 Abortus
usia 3
bulan
Dokter 2006
(kureta
se
Riwayat Alergi
Alergi makanan, obat, maupun suhu disangkal.
Riwayat Sosial dan Kebiasaan:
Pasien Tidak merokok
Pasien tidak Minum alkohol
3. PEMERIKSAAN FISIK
STATUS GENERALIS:
Keadaan Umum : sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Berat Badan : 56 kg.
Tinggi Badan : 150 cm.
Tekanan Darah : 130/ 80 mmHg.
Nadi : 82 x/menit, regular, isi cukup.
Pernapasan : 20 x/menit.
Suhu : 36,8 0C
Kulit
3
Warna : Sawo matang, tidak pucat, tidak ikterik
Turgor : Baik
Kepala
Bentuk : Normosefali, simetris
Rambut : Rambut hitam, tidak mudah rontok
Mata
Konjungtiva : Anemis -/-
Sklera : Ikterik -/-
Mulut dan Tenggorokan
Bibir : Pucat (-), lembab (+)
Gigi geligi : Lengkap, karies (-)
Leher
Tiroid : Pembesaran (-)
Kelenjar Getah Bening
KGB leher : tidak terdapat pembesaran
KGB aksila : tidak terdapat pembesaran
KGB inguinal : tidak terdapat pembesaran
Thoraks
Paru-paru:
Inspeksi :Bentuk simetris, pergerakan pada pernapasan
normal, tidak ada bagian yang tertinggal.
4
Auskultasi :Bunyi nafas vesikuler +/+, Bunyi nafas
tambahan (wheezing -/-, rhonki -/-)
Jantung:
BJ I, II regular (+), Murmur (-), Gallop (-)
Mamae
Simetris, tidak ada benjolan.
Puting susu menonjol, ASI (-)
Abdomen
Status Ginekologi
Ekstremitas
Akral hangat +/+, Varises (-), Sianosis (-), edema (-), RCT < 2 detik (+)
4. STATUS GINEKOLOGI
Inspeksi : Tidak ada tanda-tanda peradangan, bekas operasi (-), terlihat
adanya benjolan di bawah pusat.
Palpasi : Teraba massa padat, immobile, nyeri tekan (-), ukuran kurang
lebih sebesar kepalan tangan orang dewasa, pole atas 1 jari
dibawah pusat, pole bawah setentang simphisis.
Pemeriksaan Dalam
Vaginal Touche : Tidak dilakukan
5. PEMERIKSAAN PENUNJANG
USG:
5
6. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Pemeriksaan HASIL SATUAN NILAI NORMAL
HEMATOLOGI LENGKAP
Hemoglobin 11,6 g/dL 11,3-15,5
Leukosit 9.800 /µL 4.300-10.400
Hematokrit 35,5 % 36,0-46,0
Trombosit 367.000 / µL 132.000 – 400 .000
PEMBEKUAN
Masa Perdarahan 3ꞌ00 ꞌꞌ Menit 1ꞌ -3ꞌ
Masa Pembekuan 4ꞌ00 ꞌꞌ menit 2ꞌ-6ꞌ
KARBOHIDRAT
Gula Darah Sewaktu 140 mg/dl <120
ENZYM
SGPT 9 U/L <31
FAAL GINJAL
Ureum 29 mg/dl 15-40
7. ASSESSMENT
Mioma uteri
8. RENCANA
9. LAPORAN PEMBEDAHAN
Dokter Ahli Bedah : dr.Rusmaniah, Sp.OG
dr. Sunaryo, Sp.B
6
Asisten : Yoyok, Siti Nafiah
Tanggal Pembedahan : 24-6-2015
Lama Pembedahan :±3 jam
Tindakan Pembedahan :Histerektomi total stadium IV, adhesiolisis,
kauterisasi endometriosis
Uraian Pembedahan:
Pasien berbaring terlentang
Asepsis dan Antisepsis
Insisi midline ±12 cm
Tampak uterus membesar dengan ukuran 15x4x8 cm, multiple
mioma uteri, adenomiosis di corpus uteri posterior, melengket antara
uterus dan colon sigmoid
Dilakukan adesiolisis oleh dr.Sunaryo, Sp.B
Dilakukan histerektomi total
Endometriosis di ovarium kanan dan kiri kauterisasi
Kontrol perdarahan
Jahit dinding abdomen,
Operasi selesai
10. Diagnosa Pasca Operasi
Adenomiosis+multiple mioma uteri+perlengketan antara uterus dan
colon sigmoid, endometriosis
11. FOLLOW UP PRA OPERASI DAN PASCA OPERASI
Hari/
Tanggal,
jam
7
23/6/2015
23.30
S: OS mengaku keluar air ketuban terakhir sore hari dan
masih keluar air sedikit hingga sekarang
O: KU= baik, Kes= CM, TD=120/80, N =80x/menit,
S=360C, RR=18x/menit
Mata: konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-)
Leher: Pemb KGB dan tiroid (-)
Thorax:
Cor: BJ1, II regular (+), murmur (-), gallop(-)
Pulmo: Vesikuler (+), wheezing (-), ronkhi (-)
Mamae: ASI (+), puting menonjol (+), simetris (+)
Abdomen: BU (+), tinggi fundus uteri 34 cm
Vagina: Darah(-), lendir (-), air air(+) banyaknya sedikit,
FA(-)
Ekstrimitas: edema (-), simetris(+)
Otonom: BAB(+), BAK(+), Flatus (+)
A: G4P2A1 gravid 37 minggu+Ketuban Pecah Dini
P: Rencana sc elektif, observasi TTV
24/6/2015
Pkl 05.00
S:OS mengaku perut terasa nyeri perut
O: KU= Baik, Kes= CM, TD=120/70, N =66x/menit,
S=36,3, RR=20x/menit
Mata: konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-)
Leher: Pemb KGB dan tiroid (-)
Thorax:
Cor: BJ1, II regular (+), murmur (-), gallop(-)
Pulmo: Vesikuler (+), wheezing (-), ronkhi (-)
Mamae: ASI (-), puting menonjol (+), simetris (+)
Abdomen: BU (+), terlihat pembesaran di abdomen
bagian bawah,
8
Vagina: Darah(-), lendir (-),FA(-)
Ekstrimitas: edema (-), simetris(+), akral hangat (+),
RCT ≤ 2 detik (+)
Otonom: BAB(+), BAK(+), Flatus (+)
A: mioma uteri
P: rencana operasi
26/6/2015
Pkl 05.00
S:OS mengaku nyeri pada bekas jahitan
O: KU= Baik, Kes= CM, TD=110/70, N =84x/menit,
S=36,3, RR=19x/menit
Mata: konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-)
Leher: Pemb KGB dan tiroid (-)
Thorax:
Cor: BJ1, II regular (+), murmur (-), gallop(-)
Pulmo: Vesikuler (+), wheezing (-), ronkhi (-)
Mamae: ASI (+), puting menonjol (+), simetris (+)
Abdomen: BU (+)
Vagina: Darah(+), lendir (-),FA(-)
Ekstrimitas: edema (-), simetris(+)
Otonom: BAB(-), BAK(+), Flatus (-)
A: P3A1 gravid 37 minggu, oligohidramnion post sc hari
pertama
P:cefadroxil 3x1, asam mefenamat 3x1,mobilisasi
27/6/2015
Pkl 05.00
S:OS mengaku masih nyeri pada bekas jahitan
O: KU= Baik, Kes= CM, TD=110/70, N =78x/menit,
S=360C, RR=18x/menit
Mata: konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-)
Leher: Pemb KGB dan tiroid (-)
Thorax:
9
Cor: BJ1, II regular (+), murmur (-), gallop(-)
Pulmo: Vesikuler (+), wheezing (-), ronkhi (-)
Mamae: ASI (+), puting menonjol (+), simetris (+)
Abdomen: BU (+)
Vagina: Darah(+), lendir (-),FA(-)
Ekstrimitas: edema (+), simetris(+)
Otonom: BAB(-), BAK(+), Flatus (-)
A: P3A1 gravid 37 minggu, oligohidramnion post sc hari
kedua
P:terapi dilanjutkan
28/6/2015
Pkl 05.00
S:OS mengaku nyeri pada bekas jahitan sudah
berkurang, pasien sudah bias berjalan ke kamar mandi
O: KU= Baik, Kes= CM, TD=110/70, N =70x/menit,
S=36,60C, RR=20x/menit
Mata: konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-)
Leher: Pemb KGB dan tiroid (-)
Thorax:
Cor: BJ1, II regular (+), murmur (-), gallop(-)
Pulmo: Vesikuler (+), wheezing (-), ronkhi (-)
Mamae: ASI (+), puting menonjol (+), simetris (+)
Abdomen: BU (+)
Vagina: Darah(+), lendir (-), FA(-)
Ekstrimitas: edema (+), simetris(+)
Otonom: BAB(-), BAK(+), Flatus (+)
A: P3A1 gravid 37 minggu, oligohidramnion post sc hari
ketiga
P:terapi dilanjutkan, off infuse, off kateter
10
1. Definisi
Ketuban pecah dini (KPD) didefinisikan sebagai pecahnya ketuban
sebelum waktunya melahirkan. Hal ini dapat terjadi pada akhir
kehamilan maupun jauh sebelum waktunya melahirkan. KPD preterm
adalah KPD sebelum usia kehamilan 37 minggu. KPD yang memanjang
adalah KPD yang terjadi lebih dari 12 jam sebelum waktunya
melahirkan.
KPD terjadi sekitar 10.7% pada wanita hamil, sekitar 94 % kasus terjadi
pada kehamilan aterm, 5% terjadi pada kehamilan preterm ( berat fetus
1000-2500 gram ) dan 1 % terjadi pada kehamilan immature ( berat fetus
< 1000 gram ).
Gambar 1. Ketuban Pecah
2. Etiologi dan Faktor Resiko
Pada sebagian besar kasus, penyebabnya belum ditemukan. Faktor yang
disebutkan memiliki kaitan dengan KPD yaitu riwayat kelahiran
prematur, merokok, dan perdarahan selama kehamilan.
Beberapa faktor risiko dari KPD :
12
Inkompetensi serviks (leher rahim)
Polihidramnion (cairan ketuban berlebih)
Riwayat KPD sebelumya
Kehamilan kembar
Trauma
Serviks (leher rahim) yang pendek (<25mm) pada usia kehamilan
23 minggu
Infeksi
3. Gejala Klinis dan Diagnosa
Untuk mendiagnosa KPD, maka diperlukan anamnesa yang sesuai dan
mengarah, 90 % diagnosa ditentukan dari anamnesis yang di dapat.
Anamnesis dan Gejala klinis yang terjadi adalah riwayat keluarnya cairan
ketuban merembes melalui vagina. Cairan ketuban normal berwarna
bening dan mungkin sedikit keruh, Aroma air ketuban berbau manis
( tidak berbau amoniak ). Biasanya cairan ketuban dapat merembes
ataupun menetes, banyak nya cairan ketuban yang keluar kadang sedikit,
kadang banyak tergantung pada kehamilan. Apakah terdapat rasa mulas,
rasa sakit pada perut, apakah terdapat perdarahan dari jalan lahir, apakah
terdapat riwayat trauma sebelumnya ( riwayat terjatuh), riwayat koitus
sebelumnya, riwayat penggunaan obat – obatan.
Pemeriksaan fisik dapat dilakukan dengan inspekulo secara steril, yang
memperlihatkan cairan yang mengenang pada forniks posterior.
13
Pemeriksaan dalam perlu dihindari karena akan menyebabkan terjadinya
infeksi intrauteri, memperpendek periode laten, dan meningkatkan
insiden dari sepsis neonatorum.
4. Pemeriksaan penunjang
a) Kertas Lakmus ( Nitrazine )
Pemeriksaan secara langsung cairan yang merembes tersebut dapat
dilakukan dengan kertas Lakmus / nitrazine, kertas ini mengukur pH
(asam-basa). pH normal dari vagina adalah 4- 4,7 sedangkan pH
cairan ketuban adalah 7,1-7,3.
Apabila cairan ketuban diperiksa oleh kertas lakmus, maka kertas
Lakmus merah akan menjadi biru karena pH Alkali / basa.
Sedangkan apabila cairan tersebut cairan vagina maka kertas lakmus
berwana merah karena pH asam.
Hasil positif yang salah apabila terdapat keterlibatan trikomonas,
darah, semen, lendir leher rahim, dan air seni. Hasil yang negatif
dapat ditemukan pada KPD yang berkepanjangan dan bila cairan
amnionnya sedikit.
14
b) Ferning Test ( Cairan Amnion )
Ferning Test adalah suatu pemeriksaan pada cairan amnion (Apabila
dicurigai adanya pecahnya cairan ketuban pada kehamilan ). Tes
yang dilakukan yaitu mengambil apusan dari cairan yang diduga
amnion pada kaca objek, dibiarkan kering, dan dilihat dibawah
mikroskop, dan akan terbentuk kristalisasi yang akan tampak
gambaran ”ferning” ( daun pakis).
Kedua tes tersebut sudah mengkonfirmasi KPD sebesar 99%.
Gambar
2. 2.
Ferning
Appearance
c) Ultrasonography ( USG )
USG dapat juga mengkonfirmasi adanya oligohidramnion akibat
KPD, tetapi keadaan ini dapat disebabkan oleh hal lain diluar KPD.
Disebut oligohidramnion bila volume cairan amnion < 500 ml pada
usia kehamilan 32-36 minggu.
d) Amniosentesis
Sangat jarang dilakukan karena invasive. Cara Tes ini yaitu
memasukkan zat warna indigo carmine atau fluorescein, kemudian
dipasang sebuah tampon diletakkan di vagina lalu dilakukan
15
pemeriksaan setelah 2 jam, dimana pada tampon akan
menampakkan zat warna tersebut.
5. Penanganan KPD
Untuk upaya pencegahan terjadinya KPD sebaiknya ibu hamil
mengurangi aktivitas atau lebih banyak istirahat pada akhir triwulan
kedua atau awal triwulan ketiga.
Penanganan awal apabila Ketuban Pecah di Rumah:
1. Apabila terdapat rembesan atau aliran cairan dari vagina, segera
hubungi dokter atau petugas kesehatan dan bersiaplah untuk ke
Rumah Sakit
2. Gunakan pembalut wanita (jangan tampon) untuk penyerapan air
yang keluar
3. Daerah vagina sebaiknya sebersih mungkin untuk mencegah
infeksi, jangan berhubungan seksual atau mandi berendam
4. Selalu membersihkan dari arah depan ke belakang untuk
menghindari infeksi dari dubur
5. Jangan coba melakukan pemeriksaan dalam sendiri
A. PENANGANAN KPD PADA KEHAMILAN ATERM
Penatalaksanaan ketuban pecah dini tergantung pada umur kehamilan
dan tanda infeksi intrauterine. Ketika KPD terjadi pada usia kehamilan
aterm, terjadinya persalinan akan berlangsung dalam 24 jam pada lebih
dari 90% pasien. Apabila terjadi KPD yang berkepanjangan (>24-48
jam) menyebabkan terjadinya korioamnionitis dan sepsis pada janin dan
mortalitas janin pun meningkat.
16
Penanganan KPD aterm ditujukan untuk mencegah terjadinya KPD
yang berkepanjangan, dengan cara menginduksi persalinan dengan
oksitosin setelah pasien dalam jangka waktu tertentu (6-12 jam)
dibiarkan untuk terjadinya persalinan spontan.
Pertama dilakukan Monitoring ketat pada ibu dan janin sampai
terjadinya persalinan. KPD harus terlebih dahulu terdiagnosis,
melakukan pemeriksaan umur kehamilan, dan pemeriksaan kultur. Bila
hasil abnormal dibutuhkan monitoring ketat dan dipertimbangkan untuk
diinduksi secepatnya. Jika persalinan spontan belum terjadi dalam 24
jam setelah terjadinya KPD, diperlukan pemeriksaan rutin. Nadi dan
suhu tubuh ibu diperiksa, Dilakukan pemeriksaan apakah timbul nyeri
pada uterus ibu, perubahan sekret serviks menjadi purulen, dan adanya
meconium staining. Dilakukan juga monitoring bunyi jantung janin
untuk melihat kesejahteraan janin (mengetahui bila timbul takikardi
sebagai gejala awal suatu infeksi). Jika terdapat gejala korioamninitis
atau gawat janin, induksi harus segera dimulai. Bila ada tanda infeksi,
berikan antibiotik dosis tinggi dan terminasi.
B. PENANGANAN KPD PADA KEHAMILAN PRETERM
KPD preterm adalah pecahnya selaput ketuban yang terjadi sebelum
umur kehamilan 37 minggu dan sebelum masa persalinan.
Untuk usia kehamilan <37 minggu dilakukan penanganan konservatif
dengan mempertahankan kehamilan sampai usia kehamilan matur.
Untuk usia kehamilan 37 minggu atau lebih lakukan induksi dan
pemberian antibiotik profilaksis streptokokkus grup B. Untuk kehamilan
34-36 minggu lakukan penatalaksanaan sama halnya dengan aterm
17
Untuk usia kehamilan 32-33 minggu lengkap lakukan tindakan
konservatif kecuali jika paru-paru sudah matur (maka perlu dilakukan
tes pematangan paru), profilaksis streptokokkus grup B, pemberian
kortikosteroid, pemberian antibiotik selama fase laten.
Untuk previable preterm (usia kehamilan 24-31 minggu) lakukan
tindakan konservatif, pemberian profilaksis streptokokkus grup B,
kortikosteroid, tokolisis dan pemberian antibiotik selama fase laten (jika
tidak ada kontraindikasi)
Untuk non viable preterm (usia kehamilan <24 minggu), lakukan
konseling pasien dan keluarga, lakukan tindakan konservatif atau
induksi persalinan, tidak direkomendasikan profilaksis streptokokkus
grup B dan kortikosteroid, pemberian antibiotik tidak dianjurkan karena
belum ada data untuk pemberian yang lama.
Rekomendasi klinik untuk KPD, yaitu pemberian antibiotik,
kortikosteroid harus diberikan antara 24-32 minggu (untuk mencegah
terjadinya respiratory distress syndrome), tidak boleh dilakukan digital
cervical examinations jadi pilihannya adalah dengan spekulum, tokolisis
untuk jangka waktu yang lama tidak diindikasikan sedangkan untuk
jangka pendek dapat dipertimbangkan untuk memungkinkan pemberian
kortikosteroid, antibiotik dan transportasi maternal, pemberian
kortikosteroid setelah 34 minggu dan pemberian multiple course tidak
direkomendasikan.
Pematangan paru dilakukan dengan pemberian kortikosteroid yaitu
deksametason 2×6 mg (2 hari) atau betametason 1×12 mg (2 hari)
18
Agentokolisis yaitu B2 agonis (terbutalin, ritodrine), kalsium antagonis (
nifedipine ), prostaglandin sintase inhibitor ( indometasin ), magnesium
sulfat, oksitosin antagonis (atosiban)
Tindakan terminasi dilakukan jika terdapat tanda-tanda
chorioamnionitis, terdapat tanda-tanda kompresi tali pusat/janin (fetal
distress) dan pertimbangan antara usia kehamilan, lamanya ketuban
pecah dan resiko menunda persalinan
KPD pada kehamilan < 37 minggu tanpa infeksi, berikan antibiotik
eritromisin 3×250 mg, amoksisillin 3×500 mg dan kortikosteroid
KPD pada kehamilan > 37 minggu tanpa infeksi (ketuban pecah >6
jam) berikan ampisillin 2×1 gr IV dan penisillin G 4×2 juta IU,
lakukan induksi persalinan dengan oksitosin, jika serviks tidak
memungkinkan lakukan SC.
KPD dengan infeksi (kehamilan <37 ataupun > 37 minggu), berikan
antibiotik ampisillin 4×2 gr IV, gentamisin 5 mg/KgBB, lakukan
induksi persalinan dengan oksitosin, jika tidak memungkinkan
lakukan SC
Komplikasi KPD
a. Korioamnionitis
Risiko infeksi meningkat pada kejadian KPD. Semua ibu hamil dengan
KPD prematur sebaiknya dievaluasi untuk kemungkinan terjadinya
korioamnionitis (radang pada korion dan amnion).
19
Infeksi intrapartum adalah infeksi yang terjadi dalam masa persalinan / in
partu. Disebut juga Korioamnionitis, karena infeksi ini melibatkan
selaput janin. Pada ketuban pecah 6 jam, risiko infeksi meningkat 1 kali.
Ketuban pecah 24 jam, risiko infeksi meningkat sampai 2 kali lipat.
Dianjurkan paling lama 2 x 24 jam setelah ketuban pecah, harus
sudah partus.
Patofisiologi infeksi intrapartum yaitu Ascending infection, pecahnya
ketuban menyebabkan ada hubungan langsung antara ruang intraamnion
dengan dunia luar, Infeksi intraamnion bisa terjadi langsung pada ruang
amnion, atau dengan penjalaran infeksi melalui dinding uterus, selaput
janin, kemudian ke ruang intraamnion, jika ibu mengalami infeksi
sistemik, infeksi intrauterin menjalar melalui plasenta (sirkulasi
fetomaternal), dan tindakan iatrogenik traumatik atau higiene buruk,
misalnya pemeriksaan dalam yang terlalu sering
Diagnosis infeksi intrapartum
o Demam
o Nadi Ibu takikardia (>100 denyut per menit)
o Fetal takikardia (>160 denyut per menit)
o Nyeri abdomen dan Nyeri tekan uterus
o Cairan amnion berwarna keruh atau hijau dan berbau
o Leukositosis pada pemeriksaan darah tepi (>15000-20000/mm3)
o Pemeriksaan penunjang lain : leukosit esterase (+)
20
Komplikasi infeksi intrapartum:
Komplikasi pada ibu : Endometritis, penurunan aktifitas miometrium
(atonia), sepsis (karena daerah uterus dan intraamnion memiliki vaskularisasi
sangat banyak), dapat terjadi septic syok sampai kematian ibu.
Komplikasi pada janin : Asfiksia janin, sepsis perinatal sampai kematian
janin.
b. Respiratory Distress Syndrome
Komplikasi paling sering terjadi pada KPD sebelum usia kehamilan
37 minggu, terjadi pada 10-40% bayi baru lahir.
c. Prolapse Tali pusat.
d. Hipoplasia Paru
Merupakan komplikasi fatal yang terjadi pada KPD preterm pada
usia kehamilan 28-36 minggu.
e. Sindroma Potter
Merupakan sindroma dimana terdapat deformitas janin yang
berhubungan dengan oligohidramnion pada KPD preterm, yang meliputi
restriksi pertumbuhan intrauteri, deformitas akibat kompresi pada muka
(Potter facies) dan ekstremitas, dan hipoplasia paru.
21
DAFTAR PUSTAKA
1. Andersen HF, Hopkins MK, Hayashi RH, Premature Rupture of the
Membranes, Dalam: Gynecology and Obstetrics, Volume 2, Sciarra JJ,
penyunting. Philadelphia: J.B. Lippincott Company, 1995: (47)1-6.
2. Garite T, Premature Rupture of Membranes, Dalam: Current Therapy
in Obstetrics and Gynecology, Edisi ke-5, Quilligan EJ, Zuspan FP,
penyunting. New York: W.B.Saunders Company, 2000: 326-9.
3. Svigos JM, Robinson JS, Vigneswaran R, Prelabor rupture of the
Membranes, Dalam: High Risk Pregnancy Management Options, James
DK, Steer PJ, Weiner CP, Gonik B, penyunting. New York: W.B
Saunders, 2001: 1015-22.
4. Gregg AR, Introduction to Premature Rupture of Membranes, Dalam:
Obstetrics and Gynecology Clinics of North America Premature Rupture
of Membranes, Wenstrom KD, Weiner CP, penyunting. Philadelphia:
W.B Saunders Company, 1992;19: 241-7.
5. Jazayeri A, Galan H, Premature Rupture of Membranes. diakses
tanggal 5 Desember 2011. dari http://www.emedicine.com
23
6. Sairam VK, Travis L, Potter Syndrome. 27 Maret 2006. diakses tanggal 5
Desember 2011 dari http://www.emedicine.com.
7. Williams Obstetrics, Edisi ke-22, Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom
SL, Hauth JC, Gilstrap L, Wenstrom KD, penyunting. New York:
McGraw-Hill. 2005: 177.
24