peb dan kpd

50
Presentasi Kasus PEB , KPD 20 JAM, PADA PRIMIGRAVIDA HAMIL ATERM BELUM DALAM PERSALINAN Disusun Oleh : Khrestyawan Lukmanto G0006104 Achmad Gozali G0006173 Dominikus Yudha A. G0007059 Samuel Hotma Rotua G0007152 Pembimbing : DR. dr.Supriyadi Hari R, Sp.OG KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEBIDANAN DAN KANDUNGAN

Upload: meta-sakina

Post on 17-Dec-2015

37 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

peb dan kpd

TRANSCRIPT

BAB IV

Presentasi KasusPEB , KPD 20 JAM, PADA PRIMIGRAVIDA HAMIL ATERMBELUM DALAM PERSALINAN

Disusun Oleh :

Khrestyawan LukmantoG0006104Achmad GozaliG0006173

Dominikus Yudha A.G0007059Samuel Hotma RotuaG0007152Pembimbing :

DR. dr.Supriyadi Hari R, Sp.OGKEPANITERAAN KLINIK ILMU KEBIDANAN DAN KANDUNGAN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR MOEWARDI

SURAKARTA

2011

ABSTRAK

Preeklampsia adalah kelainan multisistem spesifik pada kehamilan yang ditandai oleh timbulnya hipertensi dan proteinuria setelah umur kehamilan 20 minggu. Wanita dengan preeklampsia harus diobservasi dengan pengawasan kondisi kesejahteraan ibu dan janin secara ketat1.

Ketuban Pecah Dini adalah pecahnya ketuban pada saat belum dalam persalinan. Insidensi KPD berkisar antara 8 - 10 % dari semua kehamilan dan lebih banyak terjadi pada kehamilan yang cukup bulan daripada yang kurang bulan, yaitu sekitar 95 %, sedangkan pada kehamilan tidak cukup bulan terjadi sekitar 34 % semua kelahiran prematur.

Sebuah kasus seorang G1P0A0, 32 tahun, UK 38+4 minggu, riwayat fertilitas baik, riwayat obstetri belum dapat dinilai, tekanan darah 180/100 mmHg, Protein uri ++. Janin tunggal, hidup, intra uterin, TBJ : 2900 gram, His (-), DJJ (+) reguler, Portio lunak, mendatar, - cm, effacement - %, air ketuban (+) jernih, tidak berbau, nitrazin test (+), STLD (-).

Adanya PEB pada ibu merupakan ancaman terjadinya hipoksia pada janin, dengan umur kehamilan yang aterm (> 35 minggu) merupakan indikasi untuk dilakukannya terminasi kehamilan,.

Kata kunci : PEB, KPD, atermBAB I

PENDAHULUANPreeklampsia adalah kelainan multisistem spesifik pada kehamilan yang ditandai oleh timbulnya hipertensi dan proteinuria setelah umur kehamilan 20 minggu1. Wanita dengan preeklampsia harus diobservasi dengan pengawasan kondisi kesejahteraan ibu dan janin secara ketat1.Faktor Risiko Pre-eklampsia meliputi kondisi-kondisi medis yang berpotensi menyebabkan penyakit mikrovaskuler (misal, Diabetes Melitus, Hipertensi kronik, kelainan vaskuler dan jaringan ikat), antifosfolipid antibody syndrome, dan nefropati.4 Faktor-faktor resiko lain dihubungkan dengan kehamilan itu sendiri atau lebih spesifik terhadap ibu dan ayah janin. 1Ketuban Pecah Dini adalah pecahnya ketuban pada saat fase laten sebelum adanya his. Pada persalinan yang normal, ketuban pecah pada fase aktif. Pada KPD kantung ketuban pecah sebelum fase aktif. Insidensi KPD berkisar antara 8 - 10 % dari semua kehamilan dan lebih banyak terjadi pada kehamilan yang cukup bulan daripada yang kurang bulan, yaitu sekitar 95 %, sedangkan pada kehamilan tidak cukup bulan terjadi sekitar 34 % semua kelahiran prematur.

Pengelolaan KPD merupakan masalah yang masih kontroversial dalam kebidanan. Pengelolaan yang optimal dan yang baku masih belum ada, selalu berubah. KPD sering kali menimbulkan konsekuensi yang dapat menimbulkan morbiditas dan mortalitas pada ibu maupun bayi terutama kematian perinatal yang cukup tinggi.

Dilema sering terjadi pada pengelolaan KPD dimana harus segera bersikap aktif terutama pada kehamilan yang cukup bulan, atau harus menunggu sampai terjadinya proses persalinan, sehingga masa tunggu akan memanjang, berikutnya akan meningkatkan kemungkinan terjadinya infeksi. Sedangkan sikap konservatif ini sebaiknya dilakukan pada KPD kehamilan kurang bulan dengan harapan tercapainya pematangan paru dan berat badan janin yang cukup.BAB II

TINJAUAN PUSTAKAA. PRE-EKLAMPSIA BERAT

Definisi

Preeklampsia adalah kelainan multisystem spesifik pada kehamilan yang ditandai oleh timbulnya hipertensi dan proteinuria setelah umur kehamilan 20 minggu. Kelainan ini dianggap berat jika tekanan darah dan proteinuria meningkat secara bermakna atau terdapat tanda-tanda kerusakan organ (termasuk gangguan pertumbuhan janin) 1.

Etiologi Penyebab pasti Preeklampsia masih belum jelas.1 Hipotesa faktor-faktor etiologi Preeklampsia bisa diklasifikasikan menjadi 4 kelompok, yaitu : genetic, imunologik, gizi dan infeksi serta infeksi antara factor-faktor tersebut. 4Ada beberapa teori yang mencoba menjelaskan perkiraan etiologi dari kelainan tersebut sehingga kelainan ini sering dikenal dengan The disease of theory adapun teori-teori tersebut antara lain :

1. Peran prostasiklin dan tromboksan S

Pada Preeklampsia didapatkan kerusakan pada endotel vaskuler sehingga terjadi penurunan produksi prostasiklin (PGI-2) yang pada kehamilan normal meningkat, aktivasi penggumpalan dan fibrinolisis. Aktivasi trombosit menyebabkan pelepasan tromboksan (TxA2) dan serotonin sehingga terjadi vasospasme dan kerusakan endotel.

2. Peran faktor imunologisPreeklampsia sering terjadi pada kehamilan pertama, hal ini dihubungkan dengan pembentukan blocking antibodies terhadap antigen plasenta yang tidak sempurna. Beberapa wanita dengan Preeklampsia mempunyai kompleks imun dalam serum. Beberapa study yang mendapati aktivasi komplemen dan system imun humoral pada Preeklampsia.

3. Peran faktor genetik / familial

Beberapa bukti yang mendukung factor genetik pada Preeklampsia antara lain:

a. Preeklampsia hanya terjadi pada manusia

b. Terdapat kecenderungan meningkatnya frekuensi Preeklampsia pada anak-anak dari ibu yang menderita Preeklampsia.

c. Kecenderungan meningkatnya frekuensi Preeklampsia pada anak cucu ibu hamil dengan riwayat Preeklampsia dan bukan ipar mereka.

d. Peran Renin-Angiotensin-Aldosteron-System (RAAS).

Faktor ResikoFaktor Risiko Preeklampsia meliputi kondisi-kondisi medis yang berpotensi menyebabkan penyakit mikrovaskuler (misal, Diabetes Melitus, Hipertensi kronik, kelainan vaskuler dan jaringan ikat), antifosfolipid antibody syndrome, dan nefropati.4 Faktor-faktor resiko lain dihubungkan dengan kehamilan itu sendiri atau lebih spesifik terhadap ibu dan ayah janin. 1 Faktor Resiko Preeklampsia

Faktor yang berhubungan dengan kehamilanFaktor yang berhubungan dengan kondisi maternalFaktor yang berhubungan dengan pasangan

Abnormalitas kromosom

Mola hidatidosa

Hidrops fetalis

Kehamilan ganda

Donor oosit atau inseminasi donor

Anomali struktur kongenital

ISK Usia > 35 tahun atau 140 mmHg atau diastolic > 90 mmHg setelah kehamilan 20 minggu yang sebelumnya memiliki tekanan darah yang normal.

Proteinuria : 0,3 gr atau lebih protein 24 jam Preeklampsia berat

Tekanan darah : sistolik > 160 mmHg atau diastolic > 110 mmHgProteinuria : 5 gr atau lebih protein 24 jam

Gejala lain : oliguria ( < 500 ml urin dalam 24 jam), gangguan pandangan, edema paru dan sianosis, nyeri epigastrik kuadran atas, gangguan fungsi liver, trombositopenia, gangguan pertumbuhan janin.

Pencegahan

Tidak ada alat ukur yang pasti untuk mencegah preeclampsia.1 walaupun demikian, beberapa usaha untuk mencegah preeclampsia telah dilakukan, antara lain :A. Pencegahan non medical

1. Restiksi garam

Tidak terbukti dapat mencegah terjadinya preeclampsia

2. Suplementasi diet yang mengandung :

a. Minyak ikan yang kaya dengan asam lemak tidak jenuh, misalnya Omega-3 PUFA.

b. Antioksidan : vit C, vit E, B karoten, CoQ1o-N-Acethyl cysteine, zinc, magnesium, calcium.

3. Tirah baring tidak terbukti :

a. Mencegah terjadinya preeclampsia

b. Mecegah persalinan preterm

Di Indonesia tirah baring masih diperlukan pada mereka yang mempunyai resiko tinggi terjadinya preeclampsia.

B. Pencegahan dengan Medikal

1. Diuretik : tidak terbukti mencegah terjadinya preeclampsia bahkan memperberat hipovolemia.

2. Anti hipertensi tidak terbukti mencegah terjadinya preekalmpsia

3. Kalsium : 1500-2000 mg/ hari, dapat dipakai sebagai suplemen pada resiko tinggi terjadinya preeclampsia, meskipun belum terbuktibermanfaat untuk mencegah preeclampsia.4. Zinc : 200 mg / hari

5. Magnesium 365 mg / hari

6. Obat anti hrombotic :

a. Aspirin dosis rendah : rata-rata dib awah 100 mg / hari, tidak terbukti mencegah terjadinya preeclampsia.

b. Dipyridamol

7. Abat-obatan antioksidan : vit C, vit E, B karoten, CoQ1o-N-Acethyl cysteine, asam lipoik-6.

Walaupun preeklampsia tidak dapat dicegah, banyak kematian akibat kelainan ini dapat dicegah. Deteksi awal, monitoring ketat dan terapi preeclampsia sangat penting dalam mencegah mortalitas akibat kelainan ini.1,7Komplikasi HELLP syndrom

Perdarahan otak

Gagal ginjal

Hipoalbuminemia

Ablatio retina

Edema paru

Solusio plasenta

Hipofibrinogenemia

Hemolisis

Prematuritas, dismaturitas dan kematian janin intrauterinPenatalaksanaan Pre-eklampsia Berat 31. Perawatan Aktif

Sedapat mungkin sebelum perawatan aktif pada setiap penderita dilakukan pemeriksaan fetal assesment (NST & USG).1. Indikasi (salah satu atau lebih) a. Ibu

- Usia kehamilan 37 minggu atau lebih

- Adanya tanda-tanda atau gejala impending eklampsia, kegagalan terapi

konservatif yaitu setelah 6 jam pengobatan meditasi terjadi kenaikan

desakan darah atau setelah 24 jam perawatan medisinal, ada gejala-gejala status quo (tidak ada perbaikan).

b. Janin

- Hasil fetal assesment jelek (NST & USG)

- Adanya tanda IUGR

c. Laboratorium

- Adanya "HELLP syndrome" (hemolisis dan peningkatan fungsi hepar,

trombositopenia).

Pengobatan Medisinal

Pengobatan medisinal pasien pre eklampsia berat yaitu :

1. Segera masuk rumah sakit2. Tirah baring miring ke satu sisi. Tanda vital diperiksa setiap 30 menit, refleks

patella setiap jam.3. Infus dextrose 5% dimana setiap 1 liter diselingi dengan infus RL (60-125

cc/jam) 500 cc.

4. Antasida

5. Diet cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam.

6. Pemberian obat anti kejang : magnesium sulfat

7. Diuretikum tidak diberikan kecuali bila ada tanda-tanda edema paru, payah

jantung kongestif atau edema anasarka. Diberikan furosemid injeksi 40mg/im.

8. Antihipertensi diberikan bila :

a. Desakan darah sistolis lebih 180 mmHg, diastolis lebih 110 mmHg atau MAP lebih 125 mmHg. Sasaran pengobatan adalah tekanan diastolis kurang 105 mmHg (bukan kurang 90 mmHg) karena akan menurunkan perfusi plasenta. b. Dosis antihipertensi sama dengan dosis antihipertensi pada umumnya.

c. Bila dibutuhkan penurunan tekanan darah secepatnya, dapat diberikan obat-obat antihipertensi parenteral (tetesan kontinyu), catapres injeksi. Dosis yang biasa dipakai 5 ampul dalam 500 cc cairan infus atau press disesuaikan dengan tekanan darah.

d. Bila tidak tersedia antihipertensi parenteral dapat diberikan tablet antihipertensi secara sublingual diulang selang 1 jam, maksimal 4-5 kali. Bersama dengan awal pemberian sublingual maka obat yang sama mulai diberikan secara oral. 9. Kardiotonika

Indikasinya bila ada tanda-tanda menjurus payah jantung, diberikan digitalisasi cepat dengan cedilanid D.

10. Lain-lain :

- Konsul bagian penyakit dalam / jantung, mata.

- Obat-obat antipiretik diberikan bila suhu rektal lebih 38,5 derajat celcius dapat dibantu dengan pemberian kompres dingin atau alkohol atau xylomidon 2 cc IM.

- Antibiotik diberikan atas indikasi.(4) Diberikan ampicillin 1 gr/6 jam/IV/hari.

- Anti nyeri bila penderita kesakitan atau gelisah karena kontraksi uterus. Dapat diberikan petidin HCL 50-75 mg sekali saja, selambat-lambatnya 2 jam sebelum janin lahir.

Pemberian Magnesium SulfatCara pemberian magnesium sulfat :

1. Dosis awal sekitar 4 gram MgSO4 IV (20 % dalam 20 cc) selama 1 gr/menit kemasan 20% dalam 25 cc larutan MgSO4 (dalam 3-5 menit). Diikuti segera 4 gr di bokong kiri dan 4 gram di bokong kanan (40 % dalam 10 cc) dengan jarum no 21 panjang 3,7 cm. Untuk mengurangi nyeri dapat diberikan 1 cc xylocain 2% yang tidak mengandung adrenalin pada suntikan IM.(6)

2. Dosis ulangan : diberikan 4 gram intramuskuler 40% setelah 6 jam pemberian dosis awal lalu dosis ulangan diberikan 4 gram IM setiap 6 jam dimana pemberianMgSO4 tidak melebihi 2-3 hari.(3)

3. Syarat-syarat pemberian MgSO4 :(4,7)

- Tersedia antidotum MgSO4 yaitu calcium gluconas 10%, 1 gram (10% dalam 10 cc) diberikan intravenous dalam 3 menit.

- Refleks patella positif kuat

- Frekuensi pernapasan lebih 16 kali per menit.

- Produksi urin lebih 100 cc dalam 4 jam sebelumnya (0,5 cc/kgBB/jam).

4. MgSO4 dihentikan bila :

a. Ada tanda-tanda keracunan yaitu kelemahan otot, hipotensi, refleks fisiologis menurun, fungsi jantung terganggu, depresi SSP, kelumpuhan dan selanjutnya dapat menyebabkan kematian karena kelumpuhan otot-otot pernapasan karena ada serum 10 U magnesium pada dosis adekuat adalah 4-7 mEq/liter. Refleks fisiologis menghilang pada kadar 8-10 mEq/liter. Kadar 12-15 mEq terjadi kelumpuhan otot-otot pernapasan dan lebih 15 mEq/liter terjadi kematian jantung.

b. Bila timbul tanda-tanda keracunan magnesium sulfat :

- Hentikan pemberian magnesium sulfat

- Berikan calcium gluconase 10% 1 gram (10% dalam 10 cc) secara IV dalam

waktu 3 menit.

- Berikan oksigen.

- Lakukan pernapasan buatan.

c. Magnesium sulfat dihentikan juga bila setelah 4 jam pasca persalinan sudah terjadi perbaikan (normotensif).Penanganan konservatif

1. Indikasi : Bila kehamilan preterm kurang 37 minggu tanpa disertai tanda-tanda inpending eklampsia dengan keadaan janin baik.

2.Pengobatan medisinal : Sama dengan perawatan medisinal pada pengelolaan aktif. Hanya loading dose MgSO4 tidak diberikan intravenous, cukup intramuskuler saja dimana 4 gram pada bokong kiri dan 4 gram pada bokong kanan.

3. Pengobatan obstetri :

a. Selama perawatan konservatif : observasi dan evaluasi sama seperti perawatan aktif hanya disini tidak dilakukan terminasi.

b. MgSO4 dihentikan bila ibu sudah mempunyai tanda-tanda pre eklampsia ringan, selambat-lambatnya dalam 24 jam.

c. Bila setelah 24 jam tidak ada perbaikan maka dianggap pengobatan medisinal gagal dan harus diterminasi.

d. Bila sebelum 24 jam hendak dilakukan tindakan maka diberi lebih dahulu

MgSO4 20% 2 gram intravenous.

4. Penderita dipulangkan bila :

a. Penderita kembali ke gejala-gejala / tanda-tanda pre eklampsia ringan dan

telah dirawat selama 3 hari.

b. Bila selama 3 hari tetap berada dalam keadaan pre eklampsia ringan : penderita dapat dipulangkan dan dirawat sebagai pre eklampsia ringan (diperkirakan lama perawatan 1-2 minggu).B. KETUBAN PECAH DINI

Definisi

Ketuban pecah dini (KPD) masih merupakan suatu teka-teki di bidang obstetrik, hal ini dapat dilihat dari etiologi yang belum jelas, kesulitan dalam mendiagnosis, berhubungan dengan resiko pada ibu dan janin dan juga karena panatalaksanaannya yang bermacam-macam dan masih merupakan kontroversi. KPD dapat diartikan sebagai pecahnya ketuban pada saat fase laten sebelum adanya his. Pada persalinan yang normal, ketuban pecah pada fase aktif. Pada KPD, kantung ketuban pecah sebelum fase aktif. 5

KPD terjadi pada 10 % kehamilan, dimana sebagian besar terjadi pada usia kehamilan lebih dari 37 minggu dan juga terjadi spontan tanpa sebab yang jelas.5Etiologi Dan Patogenesis

KPD diduga terjadi karena adanya pengurangan kekuatan selaput ketuban, peningkatan tekanan intrauterine maupun keduanya. Sebagian besar penelitian menyebutkan bahwa KPD terjadi karena berkurangnya kekuatan selaput ketuban. Selaput ketuban dapat kehilangan elastisitasnya karena bakteri maupun his. Pada beberapa penelitian diketahui bahwa bakteri penyebab infeksi adalah bakteri yang merupakan flora normal vagina maupun servix. Mekanisme infeksi ini belum diketahui pasti. Namun diduga hal ini terjadi karena aktivitas uteri yang tidak diketahui yang menyebabkan perubahan servix yang dapat memfasilitasi terjadinya penyebaran infeksi. Faktor lainnya yang membantu penyebaran infeksi adalah inkompetent servix, vaginal toucher (VT) yang berulang-ulang dan koitus.4

Moegni, 1999, mengemukakan bahwa banyak teori yang menyebabkan KPD, mulai dari defek kromosom, kelainan kolagen sampai infeksi. Namun sebagian besar kasus disebabkan oleh infeksi. Kolagen terdapat pada lapisan kompakta amnion, fibroblast, jaringan retikuler korion dan trofoblas. Sintesis maupun degradasi jaringan kolagen dikontrol oleh sistem aktifitas dan inhibisi interleukin-1 (IL-1) dan prostaglandin. Jika ada infeksi dan inflamasi, terjadi peningkatan aktifitas IL-1 dan prostaglandin, menghasilkan kolagenase jaringan sehingga terjadi depolimerisasi kolagen pada selaput korion/amnion yang menyebabkan selaput ketuban tipis, lemah dan mudah pecah spontan.4

Faktor predisposisi KPD menurut Moegni, 1999 : 4a. Kehamilan multiple

b. Riwayat persalinan preterm sebelumnya

c. Koitus, namun hal ini tidak merupakan predisposisi kecuali bila hygiene buruk

d. Perdarahan pervaginam

e. Bakteriuria

f. pH vagina diatas 4,5

g. Servix yang tipis/kurang dari 39 mm

h. Flora vagina abnormal

i. Fibronectin > 50 ng/ml

j. Kadar CRH (Corticotropin Releasing Hormone) maternal tinggi

Diagnosis

Diagnosis KPD dapat ditegakkan dengan beberapa cara :2,4

a. Air ketuban yang keluar dari vagina

Diagnosis KPD dapat ditegakkan dengan mudah ketika ada cairan ketuban yang keluar dari vagina. Jika air ketuban tidak ada, tekanan ringan pada uterus dan gerakan janin dapat mengakibatkan keluarnya air ketuban.

b. Nitrazine test

pH vagina normal adalah 4,5 5,5 sedangkan air ketuban mempunyai pH 7,0 7,5, sehingga kertas nitrasin akan cepat berubah warna menjadi biru bila terkena air ketuban. Namun cairan antiseptik, urin, darah dan infeksi vagina dapat meningkatkan pH vagina dan hal ini menyebabkan hasil nitrazine test positif palsu.

c. Fern test

Test ini positif bila didapatkan gambaran pakis yang didapatkan pada air ketuban pada pemeriksaan secara mikroskopis.

d. Evaporation test

e. Intraamniotic fluorescein

f. Amnioscopy

g. Diamine oxidase test

h. Fetal fibronectin

i. Alfa-fetoprotein test

Komplikasi

KPD dapat menyebabkan beberapa komplikasi baik pada ibu maupun pada janin, diantaranya :2,3,4

a. Infeksi

Infeksi korioamniotik sering terjadi pada pasien dengan KPD. Diagnosis korioamnionitis dapat dilihat dari gejala klinisnya antara lain demam (37,80C), dan sedikitnya dua gejala berikut yaitu takikardi baik pada ibu maupun pada janin, uterus yang melembek, air ketuban yang berbau busuk, maupun leukositosis.

b. Hyaline membrane disease

Beberapa penelitian menyebutkan bahwa hyaline membrane disease sebagian besar disebabkan oleh ketuban pecah dini (KPD). Terdapat hubungan antara umur kehamilan dengan hyaline membrane disease dan chorioamnionitis yang terjadi pada pasien dengan KPD. Pada usia kehamilan kurang dari 32 minggu, angka risiko hyaline mebran disease lebih banyak dibandingkan risiko infeksi.

c. Hipoplasi pulmoner

Hal ini terjadi bila ketuban pecah sebelum usia kehamilan 26 minggu dan fase laten terjadi lebih dari 5 minggu yang diketahui dari adanya distress respirasi yang berat yang terjadi segera setelah lahir dan membutuhkan bantuan ventilator.

d. Abruptio placenta

Hal ini tergantung dari progresifitas penurunan fungsi plasenta yang mengakibatkan pelepasan plasenta. Gejala klinik yang terjadi adalah perdarahan pervaginam.

e. Fetal distress

Hal ini dapat diketahui dari adanya deselerasi yang menggambarkan kompresi tali pusat yang disebabkan oleh oligohidramnion. Sehingga untuk mengatasinya maka dilakukan sectio cesaria, yang mengakibatkan tingginya angka section cesaria pada pasien dengan KPD.

f. Cacat pada janin

g. Kelainan kongenital

Terapi

Manajemen pada pasien dengan ketuban pecah dini tergantung dari keadaan pasien. 2,3,4

a. Pasien yang sedang dalam persalinan

Tidak ada usaha yang dapat dilakukan untuk menghentikan proses persalinan dan memperlama kehamilan jika sudah ada his yang teratur dan pada pemeriksaan dalam didapatkan pendataran servix 100 % dan dilatasi servix lebih dari 4 cm. Penggunaan tokolitik tidak efektif dan akan mengakibatkan oedem pulmo.

b. Pasien dengan paru-paru janin yang matur

Maturitas paru janin dapat diketahui dari rasio lesitin-spingomielin, phosphatidylglycerol dan rasio albumin-surfaktan. Maturitas paru janin diperlukan untuk amniosintesis pada evaluasi awal pasien dengan ketuban pecah dini.

c. Pasien dengan cacat janin

Terapi konservatif dengan risiko infeksi pada ibu tidak perlu dilakukan bila janin mempunyai kalainan yang membahayakan. Namun pada janin dengan kelainan yang tidak membahayakan harus diperlakukan sebagai janin normal, namun input yang tepat merupakan terapi yang sangat penting.

d. Pasien dengan fetal distress

Kompresi tali pusat dan prolps tali pusat merupakan komplikasi tersering ketuban pecah dini, terutama padapresentasi bokong yang tidak maju (engaged), letak lintang dan oligohidramnion berat. Jika DJJ menunjukkan pola deselerasi sedang atau berat maka pasien harus cepat diterminasi. Jika janin dalam presentasi belakang kepala, maka dapat dilakukan amnioinfusion, induksi dan dapat dilakukan persalinan pervaginam. Namun bila janin tidak dalam presentasi kepala maka terapi yang dapat dilakukan adalh section cesaria.

e. Pasien dengan infeksi

Pasien dengan chorioamnionitis harus dilakukan induksi bila tidak ada kontraindikasi untuk dilakukan persalinan pervaginam dan bila belum dalam persalinan. Bila ada kontraindikasi untuk persalinan pervaginam, maka dilakukan section cesaria setelah pemberian antibiotic yang dimaksudkan untuk menurunkan komplikasi pada ibu dan janin. Beberapa penelitian menyebutkan section cesaria sebaiknya dilakukan bila persalinan pervaginam tidak dapat terjadi setelah 12 jam diagnosis chorioamnionitis ditegakkan.

Menurut Mansjoer, 2002 terapi ketuban pecah dini adalah :3,4

a. Ketuban pecah dini pada kehamilan aterm atau preterm dengan atau tanpa komplikasi harus dirujuk ke rumah sakit

b. Bila janin hidup dan terdapat prolaps tali pusat, pasien dirujuk dengan posisi panggul lebih tinggi dari badannya. Kalau perlu kepala janin didorong ke atas dengan 2 jari agar tali pusat tidak tertekan kepala janin

c. Bila ada demam atau dikhawatirkan terjadi infeksi atau ketuban pecah lebih dari 6 jam, berikan antibiotik

d. Pada kehamilan kurang dari 32 minggu dilakukan tindakan konservatif yaitu tirah baring dan berikan sedative, antibiotic selama 5 hari, glukokortikosteroid dan tokolisis, namun bila terjadi infeksi maka akhiri kehamilan

e. Pada kehamilan 33-35 minggu, lakukan terapi konservatif selama 24 jam lalu induksi persalinan. Bila terjadi infeksi maka akhiri kehamilan

f. Pada kehamilan lebih dari 36 minggu, bila ada his, pimpin persalinan dan lakukan akselerasi bila ada inersia uteri. Bila tidak ada his, lakukan induksi persalinan bila ketuban pecah kurang dari 6 jam dan bishop score kuran dari 5 atau ketuban pecah lebih dari 6 jam dan bishop score lebih dari 5, section cesaria bila ketuban pecah kurang dari 5 jam dan bishop score kurang dari 5.

Terapi ketuban pecah dini adalah :2,3,4

a. Terapi konservatif

rawat di Rumah sakit

antibiotika jika ketuban pecah lebih dari 6 jam

pada umur kehamilan kurang dari 32 minggu, dirawat selama air ketuban masih keluar atau sampai air ketuban tidak keluar lagi

Bila umur kehamilan sudah 32-34 minggu masih keluar, maka pada usia kehamilan 35 minggu dipertimbangkan untuk terminasi kehamilan

Nilai tanda-tanda infeksi

Pada umur kahamilan 32-34 minggu berikan steroid selama 7 hari untuk memacu kematangan paru janin dan bila memungkinkan perikasa kadar lesitin dan spingomyelin tiap minggu

b. Terapi Aktif

kehamilan lebih dari 36 minggu, bila 6 jam belum terjadi persalinan maka induksi dengan oksitosin, bila gagal lakukan section cesaria

pada keadaan DKP, letak lintang terminasi kehamilan dengan section cesaria

bila ada tanda-tanda infeksi berikan antibiotika dosis tinggi dan terminasi persalinan

a. Bila bishop score kurang dari 5, akhiri persalinan dengan section cesaria

b. Bila bishop score lebih dari 5, induksi persalinan dan partus pervaginam

c. Bila ada infeksi berat maka lakukan section cesaria

BAB III

STATUS PENDERITA

A. ANAMNESIS

Tanggal 24 November 20111. Identitas Penderita

Nama :Ny. IraUmur: 32 tahun

Jenis Kelamin:Perempuan

Pekerjaan :Ibu rumah tangga

Agama:Islam

Alamat :Kebonan RT 4/1 Sriwedari Laweyan SurakartaStatus Perkawinan :Kawin 1 kaliHPMT:28 Februari 2011HPL:5 Desember 2011UK:38+4 mingguTanggal Masuk:23 November 2011No.CM :01098006Berat badan

: 67 Kg

Tinggi Badan : 158 cm

2. Keluhan Utama

Kepala pusing dan kaki bengkak3. Riwayat Penyakit Sekarang

Seorang G1P0A0, 39 tahun dengan keluhan kaki bengkak. Pasien merasa hamil 7 bulan, kenceng-kenceng belum dirasakan, air kawah dirasakan keluar sejak 20 jam SMRS, gerak janin masih dirasakan, lendir darah (-). Pasien tidak merasakan sakit kepala yang terpusat di dahi, tidak merasakan pandangan kabur, tidak merasakan nyeri pada ulu hati.4. Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat sesak nafas

: Disangkal

Riwayat Hipertensi

: Disangkal

Riwayat Penyakit Jantung

: Disangkal

Riwayat DM

: Disangkal

Riwayat Asma

: Disangkal

Riwayat Alergi Obat/makanan

: Disangkal

Riwayat Minum Obat Selama Hamil: Disangkal

5. Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat Mondok

: Disangkal

Riwayat Hipertensi

: Disangkal

Riwayat Penyakit Jantung

: Disangkal

Riwayat DM

: Disangkal

Riwayat Asma

: Disangkal

Riwayat Alergi Obat/makanan

: Disangkal

6. Riwayat Fertilitas

Baik

7. Riwayat Obstetri

Belum dapat dinilai (I : Hamil ini)8. Riwayat Ante Natal Care (ANC)

Teratur, pertama kali periksa ke puskesmas pada usia kehamilan 1 bulan dengan frekuensi 1x/bulan9. Riwayat Haid

Menarche

: 12 tahun

Lama menstruasi

: 7 hari

Siklus menstruasi: 28 hari10. Riwayat Perkawinan

Menikah 1 kali, dengan suami sekarang 1,5 tahun.11. Riwayat Keluarga Berencana

(-)

B. PEMERIKSAAN FISIK

1. Status Interna

Keadaan Umum : Baik, CM, Gizi cukup

Tanda Vital :

Tensi

: 180/100 mmHg

Nadi

: 88 x / menit

Respiratory Rate : 20 x/menit

Suhu

: 36,5 0C

Kepala : Mesocephal

Mata : Conjuctiva anemis (-/-), Sklera Ikterik (-/-)

THT : Tonsil tidak membesar, Pharinx hiperemis (-)

Leher: Pembesaran kelenjar tiroid (-)

Thorax :

Normochest, retraksi (-)

Cor :

Inspeksi : Ictus Cordis tidak tampak

Palpasi : Ictus Cordis tidak kuat angkat

Perkusi : Batas jantung kesan tidak melebar

Auskultasi : Bunyi jantung I-II intensitas normal, reguler, bising (-)

Pulmo :

Inspeksi : Pengembangan dada kanan = kiri

Palpasi : Fremitus raba dada kanan = kiri

Perkusi : Sonor/Sonor

Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+), Ronki basah kasar (-/-)

Abdomen:

Inspeksi : Dinding perut > dinding dada

Stria gravidarum (+)

Palpasi : Supel, NT (-), hepar lien tidak membesar

Perkusi :Tympani pada bawah processus xiphoideus, redup pada daerah uterus

Auskultasi: Peristaltik (+) normal

Genital : Lendir darah (+), air ketuban (+)

Ekstremitas : Oedema

--

++

Akral dingin

--

--

2. Status Obstetri

Inspeksi

Kepala

: Mesocephal

Mata

: Conjungtiva Anemis (-/-), sclera ikterik (-/-)

Wajah

: Kloasma gravidarum (+)

Thorax :Glandula mammae hipertrofi (+), aerola mammae hiperpigmentasi (+)

Abdomen :

Inspeksi : Dinding perut > dinding dada, stria gravidarum (+)

Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), terapa janin tunggal, intra uterin (kepala di bawah, punggung di atas).

TFU

: 30 cm

TBJ

: 2900 gram

HIS (-)

Pemeriksaan Leopold

I : TFU setinggi 30 cm, Teraba bagian lunak memanjang, Kesan perut janin tunggalII: Di sebelah kanan teraba bagian keras, rata, memanjang, kesan punggungIII: teraba bagian keras dan bulat, kesan kepala

IV : Divergen. Kesan kepala masuk panggul.

Perkusi

:Tympani pada bawah processus xipoideus, redup pada daerah uterus

Auskultasi : DJJ (+) 144x/reguler

Genital eksterna

: Vulva/uretra tidak ada kelainan, lendir darah (-), peradangan (-), tumor (-)

Ekstremitas :

Oedema

--

++

akral dingin

--

--

Pemeriksaan Dalam :

VT : vulva / uretra tenang, dinding vagina dalam batas normal, portio lunak, mendatar, di depan, = -cm, effacement -%, teraba kepala terbawah, kepala turun di Hodge I-II, air ketuban (+) jernih tidak berbau, STLD (-), nitrazin test (+)UPD:promontorium tidak teraba

linea terminalis teraba < 1/3 bagian

spina ischiadica tidak menonjol

arcus pubis > 90

kesan : panggul ginekoid normal

C. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Laboratorium Darah tanggal 23 November 2011 :

Hemoglobin

: 13,5 gr/dl

Hematokrit

: 40 %

Antal Eritrosit

: 4,05 x 103/uL

Antal Leukosit

: 9,9 x 103/uL

Antal Trombosit

: 179 x 103/uL

Golongan Darah

: A

GDS

: 93 mg/dL

Ureum

: 15 mg/dL

Creatinin

: 0,5 mg/dL

Na+

: 138 mmol/L

K+

: 3,2 mmol/L

Ion klorida

: 112 mmol/L

SGOT : 16 u/l

SGPT

: 10 u/l

Albumin: 3,5 g/dl

LDH: 307 U/L

PT: 15,8

APTT: 30,0

HbS Ag

: non reaktifNitrazin Test : (+) positifProtein Urin: (++) / positif 2. Ultrasonografi (USG) tanggal 23 November 2011 :

Tampak janin tunggal, intrauterin, preskep, DJJ (+), dengan fetal biometri :

I. BPD: 80

FL: 70

AC: 324

EFBW: 2980

Plasenta berinsersi di fundus, Grade III

Air ketuban kesan cukup

Tak tampak jelas kelainan kongenital mayor

Kesan : saat ini janin dalam keadaan baikD. KESIMPULAN

Seorang G1P0A0, 32 tahun, UK 38+4 minggu, riwayat fertilitas baik, riwayat obstetri belum dapat dinilai, tekanan darah 180/100 mmHg, Protein uri ++. Janin tunggal, hidup, intra uterin, TBJ : 2900 gram, His (-), DJJ (+) reguler, Portio lunak, mendatar, - cm, effacemen - %, air ketuban (+) jernih, tidak berbau, Nitrazin test (+), STLD (-).E. DIAGNOSIS AWAL

PEB pada KPD 20 jam pada primigravida hamil postdate belum dalam persalinanF. PROGNOSIS

JelekG. TERAPI

Usul SCTP emergensi Protab PEB: Infus RL 12 tpm

O2 5 lpm

Injeksi MgSO4 40% 8 gr, 4 gr bokong kanan, 4 gr bokong kiri dilanjutkan 4 gr / 6 jam / 24 jam post partum

Nifedipin 3 x 10 mg

Pasang DC Injeksi Ceftriaxon 1 gram / 8 jam iv Cek darah lengkap Informed consent

Sedia darah WB Konsul anestesi Konsul jantungBAB IVANALISIS KASUS

A. Analisis Status

1. Pre-eklampsia BeratKriteria diagnostik untuk preeklampsia :

Preeclampsia

Tekanan darah : sistolik > 140 mmHg atau diastolic > 90 mmHg setelah kehamilan 20 minggu yang sebelumnya memiliki tekanan darah yang normal.

Proteinuria : 0,3 gr atau lebih dalam urin 24 jam

Preeklampsia berat

Tekanan darah : sistolik > 160 mmHg atau diastolic > 110 mmHg

Proteinuria : 5 gr atau lebih protein 24 jam

Gejala lain : oliguria ( < 500 ml urin dalam 24 jam), gangguan pandangan, edema paru dan sianosis, nyeri epigastrik kuadran atas, gangguan fungsi liver, trombositopenia, gangguan pertumbuhan janin.

Pada kasus ini kriteria yang mendukung ke arah pre-eklampsia berat (PEB ) yaitu :

a) Usia kehamilan 38+4 minggub) Pemeriksaan fisik, vital sign ( Tensi : 180/100 mmHgc) Pemeriksaan laboratorium proteinuria ( Ewitz ) +2Faktor Risiko Pre-eklampsia 1,2

Faktor Resiko Preeklampsia

Faktor yang berhubungan dengan kehamilanFaktor yang berhubungan dengan kondisi maternalFaktor yang berhubungan dengan pasangan

Abnormalitas kromosom

Mola hidatidosa

Hidrops fetalis

Kehamilan ganda

Donor oosit atau inseminasi donor

Anomali struktur kongenital

ISK Usia > 35 tahun atau 50 ng/ml

10. Kadar CRH (Corticotropin Releasing Hormone) maternal tinggi

Pada pasien ini faktor predisposisi terjadinya KPD tidak jelas. Diagnosis kehamilan aterm ditegakkan bila usia kehamilan berlangsung 37 sampai 40 minggu.B. Analisis Kasus PenatalaksanaanPada pasien ini umur kehamilan 38+4 minggu (aterm) dan belum didapatkan adanya tanda-tanda impending eklampsi yaitu nyeri kepala frontal, nyeri ulu hati ataupun pandangan kabur dan dari hasil pemeriksaan keadaan janin baik diusulkan SCTPem dengan indikasi PEB dengan komplikasi.Penatalaksanaan protab PEB adalah sesuai indikasi, yaitu pasien ini mengalami PEB. Pasien ini diberikan antibiotik sbg terapi krn KPD telah terjadi selama 20 jam & antibiotik disini berfungsi untuk mengatasi infeksi pada ibu. SCTP emergency dilakukan karena terdapat beberapa penyulit persalinan pada pasien ini yaitu PEB dan KPD, terlalu berisiko jika dilakukan persalinan pervaginam

DAFTAR PUSTAKA

1. Lana K. Wagener, M.D. 2004. Diagnosis and Management of Preeklampsia. American Family Physician. Volume 70, Number 12 Pp : 2317-24.http://www. Aafp.org

2. Agus abadi, 2004. Persalinan Preterm. Ilmu Kedokteran Fetomaternal. Himpunan Kedokteran Fetomaternal Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia. Surabaya. Pp: 364-7

3. Anthonius Budi Marjono. 1999. Hipertensi pada Kehamilan Pre-Eklampsia/Eklampsia. Kuliah Obstetri/Ginekologi FKUI.

http://www.geocities.com/yosemite/rapids/1744/cklobpt 2. html4. Luciano E. Mignini, MD, Jose Villar, MD, Khalid S, Khan, MD. 2006. Mapping the Theories of Preeclampsia : The Need for Systemetic reviews of Mechanism of Disease. American Journal of Obstetrics and Gynecology 194. Pp: 317-21

http://www.ajog.org5. Ketut Sudhaberata. 2001 Profil Penderita Preeklampsia-Eklampsia di RSU Tarakan, Kaltim. Bagian Kebidanan dan Kandungan, RSU Tarakan, Kaltim.

http://www.tempo.co.id/medica/arsip/022001/art-2.htm6. Kelompok Kerja Penyusunan Pedoman Pengelolaan Hipertensi dalam Kehamilan di Indonesia Himpunan Kedokteran Fetomaternal POGI. 2005. Pedoman Pengelolaan Hipertensi dalam Kehamilan di Indonesia. Edisi Kedua.7. Ridwan Amirudin, dkk. 2007. Issu Mutakhir Tentang Komplikasi Kehamilan (Preeklampsia dan Eklampsia). Bagian Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanudin Makasar.

8. Manoe, M, dkk. 2006. Pedoman Diagnosis dan Terapi Obstetri dan Ginekologi. Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanudin Makasar. http://www.geocities.com/klinikobgin/kelainankehamilan/preeklamsia-eklampsia.htm

9. Hacker Moore, Essential Obstetries Dan Gynekolo54rgy, Edisi 2, W.B Saunder Company, Philadelphia, Pennsylvania, 297-309.

10. Wiknyosastro H. Kelainan Dalam Lamanya Kehamilan. Ilmu Kebidanan Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo, Jakarta, 1991. 281-301, 386-400,675-688.

11. Cunningham FG Mac Donal P.C. William Obsetric, Edisi 18, Appletion & Lange, 1998 : 881-903.

12. Fernando Arias, Practicial Guide To Hight Risk Pregnancy And Delivery, 2 Nd Edition, St. Louis Missiori, USA, 1993 : 213-223.

13. Buku Acuan Nasional, Pelayanan Kesehatan Maternal Dan Neonatal. Masalah Yang Berhubungan Dengan Lamanya Kehamilan. Yayasan BP Sarwono Prawirohardjo, Jakarta, 2001, 300-304.

14. Robert K Creasy, Preterm Labor And Delivery, Maternal Fetal Medicine Principles And Practice, WB Saunder Company, Philadelpia, 1994 : 494-515.

15. John C Morison MD, Continuos Subcutaneus Terbutalin Administration Prolong Pregnancy After Recuren Preterm Labour, AM J Obstetry And Gynecology, June 2003, 1460-1467.

16. Thomas F MC Elrat MD, Association Between Use Antenatal Magnesium Sulfat In Preterm Labour And Adverse Health Outcomes In Infants, AM J Obstetry And Gynecology, January, 2003 : 294-295.

17. Nancy D Berkman, John M Thord, Tokolitic Treatmen For The Management Of Preterm Labour : A Review Of The Evidence, AM J Obstetry And Gynecology, June 2003 : 1648-1657.Faktor Predisposisi Preeklampsia

( imun, genetik, dll )

Perubahan plasentasi

Obstruksi mekanik dan fungsional dari arteri spiralis

Penurunan perfusi uteroplasental

PGE2/PGI2 (

Disfungsi endotel

( endotelin, ( NO

Tromboksan (

Renin/angiotensin II (

Kerusakan endotel

Aktivasi intravascular koagulasi

Vasokonstriksi arteri

DIC

Hipertensi sistemik

Organ lainnya

Hati

SSP

Ginjal

Proteinuri kejang LFT abnormal iskemi

GFR ( koma fibrin,

trombin

Hipertensi Gestasional

Preeklampsia /

Proteinuria (-) /

Setelah usia kehamilan 20 minggu

Sebelum usia kehamilan 20 minggu

Hipertensi kronik

Proteinuria (+) / meningkat, TD meningkat, HELLP Syndroma

Proteinuria (-) / stabil

Preeklampsia superimposed pada Hipertensi kronik

Proteinuria (+) /

1