kpd + augmentasi persalinan

36
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA (UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA) Jl. Arjuna Utara No.6 Kebun Jeruk – Jakarta Barat KEPANITERAAN KLINIK STATUS OBSTETRI FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA SMF OBSTETRI RUMAH SAKIT SIMPANGAN DEPOK Nama Mahasiswa : Maria Priscilla NIM : 11 - 2014 - 325 Dr. Pembimbing : Dr. Adi Guritno, SpOG IDENTITAS PASIEN Nama : Ny. NA Umur : 25 tahun Agama : Islam Suku : Jawa Pendidikan : S1 Pekerjaan : Guru Alamat : Raya Kalimulya RT 05/02 Cilodong-Depok Masuk RS : 21 Agustus 2015 08.05 WIB 1

Upload: maria-priscilla-siboe

Post on 20-Feb-2016

76 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

kpd + augmentasi persalinan

TRANSCRIPT

Page 1: kpd + augmentasi persalinan

FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA

(UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA)

Jl. Arjuna Utara No.6 Kebun Jeruk – Jakarta Barat

KEPANITERAAN KLINIK

STATUS OBSTETRI

FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA

SMF OBSTETRI

RUMAH SAKIT SIMPANGAN DEPOK

Nama Mahasiswa : Maria Priscilla

NIM : 11 - 2014 - 325

Dr. Pembimbing : Dr. Adi Guritno, SpOG

IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. NA

Umur : 25 tahun

Agama : Islam

Suku : Jawa

Pendidikan : S1

Pekerjaan : Guru

Alamat : Raya Kalimulya RT 05/02 Cilodong-Depok

Masuk RS : 21 Agustus 2015 08.05 WIB

1

Page 2: kpd + augmentasi persalinan

SUAMI PASIEN

Nama : Tn. F

Umur : 28 tahun

Agama : Islam

Suku : Jawa

Pekerjaan : Wiraswasta

Alamat : Raya Kalimulya RT 05/02 Cilodong-Depok

I. ANAMNESIS

Autoanamnesis tanggal 21 Agustus 2015 pukul 08.20 WIB

A. Keluhan Utama

Keluar cairan jernih dari jalan lahir sejak jam 10 malam.

B. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien Ny. NA datang atas rujukan bidan, mengeluh keluar cairan dari

jalan lahir sejak 20 Agustus 2015 jam 10 malam WIB. Menurut pasien air

yang keluar mengalir seperti kencing yang merembes tidak dapat ditahan.

Pasien mengaku ini adalah kehamilan pertama. Saat dilakukan pemeriksaan

dalam di bidan didapatkan pembukaan 1. Pukul 02.00 WIB dilakukan

pemeriksaan dalam dan didapatkan pembukaan 5. Setelah itu pasien dirujuk ke

rumah sakit karena tidak ada kemajuan pembukaan, Tiba di rumah sakit pukul

08.05 WIB. Pukul 08.15 WIB 21 Agustus 2015 pasien masuk ruang bersalin

RS Simpangan Depok, pasien mengeluh air ketuban terus keluar, perut mules.,

dilakukan pemeriksaan dalam dan didapatkan pembukaan 5, kepala Hodge 2,

ketuban negatif. His adekuat 2x10 menit kira-kira 25 detik. Tekanan darah

110/70, nadi 76x/menit, napas 28x/menit. Tinggi fundus uteri 31cm.

Pasien mengaku merasakan gerakan janin, sedikit nyeri saat janin

bergerak, Tidak ada demam, tidak ada keputihan. HPHT 20 November 2014.

2

Page 3: kpd + augmentasi persalinan

Umur kehamilan 39 minggu, taksiran partus 27 Agustus 2015 berdasarkan

haid terakhir.

C. Riwayat Menstruasi

Menarche pada usia 11 tahun, siklus 28 hari, teratur, lamanya 4 hari,

banyaknya ± 2-3 pembalut/hari, nyeri haid (-).

HPHT : 20 November 2014

TP : 27 Agustus 2015

D. Status Pernikahan

Menikah 1x dan sudah berlangsung 2 tahun.

E. Riwayat Kehamilan yang lalu

-

F. Riwayat Kehamilan Sekarang

Hamil muda : mual (+). Muntah (-), perdarahan (-), hipertensi (-)

Hamil tua : mual (-). Muntah (-), perdarahan (-), hipertensi (-)

ANC di bidan teratur tiap bulan.

G. Riwayat KB : tidak ada

H. Riwayat Penyakit Sistemik

Penyakit kencing manis, penyakit ginjal,penyakit jantung, hipertensi, penyakit

hati, dan asma disangkal pasien.

I. Riwayat Operasi : tidak ada.

J. Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada riwayat hipertensi, Kencing manis, penyakit ginjal, jantung, asma.

K. Riwayat Kebiasaan dan Psikososial

3

Page 4: kpd + augmentasi persalinan

Tidak merokok, minum alkohol, narkotika dan minum jamu.

II. PEMERIKSAAN FISIK

Status Generalis

Keadaan umum : baik

Kesadaran : Compos mentis

Tanda Vital :

Tensi 110/70 mmHg

Nadi 76 x/m

RR 28x/m

Suhu 36,4

Berat badan : sebelum hamil : 45 kg

saat hamil : 58 kg

setelah melahirkan : 54 kg

Kepala : Normocephali, rambut hitam, lurus, distribusi merata

Mata : Konjungtiva tidak anemis, Sklera tidak ikterik.

Mulut : Tidak kering, tidak cyanosis.

Leher : Pembesaran kelenjar (-).

Thoraks

Cor : BJI-II regular, murmur (-), gallop (-).

Pulmo : Sn Vesikuler, Rh (-/-), Wh (-/-).

Ekstremitas : akral hangat, oedem -/-

Status Obstetrik

Abdomen

Inspeksi : membuncit, membesar arah memanjang, striae gravidarum(+).

Palpasi :

Leopold I : TFU 31cm, teraba bagian bulat dan kenyal.

Leopold II :tahanan terbesar di sebelah kanan perut ibu,keras

seperti papan

4

Page 5: kpd + augmentasi persalinan

Leopold III : Teraba 1 bagian besar, bulat, keras, dan melenting.

Leopold IV : divergen

His : (+) 2x/10’/25”

Tafsiran Berat Janin : 2945 gram

Auskultasi : DJJ 140 dpm, teratur.

Kesan :Janin tunggal, Hidup Intrauterin, Presentasi kepala,Punggung kanan, bagian

terbawah janin berada di Hodge II.

Anogenital

- Inspeksi : keluar cairan jernih,lendir (+) darah (+),edema (-)

- Inspekulo : tidak dilakukan

- VT : pembukaan 5,H 2, ketuban (-) lendir + darah + pada

handscoon

III. PEMERIKSAAN PENUNJANG

A. Laboratorium (23 Agustus 2015 : 00.10)

Hematologi

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan

Leukosit 19.600 mm3 5000-10000

Haemoglobin 13,0 g/dl 12-16

Trombosit 169000 mm3 150000-400000

Hematokrit 38 % 37-47

Masa Perdarahan 2’37 Menit 1-3

Masa Pembekuan 7’55 Menit 6-10

B. CTG

5

Page 6: kpd + augmentasi persalinan

C. USG

Tidak dilakukan

IV. RESUME

Pasien Ny. NA, 25 tahun, G1P0A0 datang dengan keluhan keluar cairan dari

jalan lahir sejak 10 jam SMRS. Air berwarna jernih,tidak berbau dan mengalir

tidak dapat ditahan. Gerak janin (+), nyeri saat janin bergerak (+), mulas (+),

lendir + darah (+), demam (-).ANC di bidan teratur. HPHT : 20/11/2014, TP :

27/08/2015. Pemeriksaan fisik, KU tampak sakit ringan, kesadaran compos

mentis, TD : 110/70 mmHg, N: 76x/m, RR : 28x/m, BB saat hamil =58kg, TFU

31 cm, VT pembukaan 5 H II, selaput ketuban (-),lendir darah (+), status generalis

dalam batas normal, CTG reaktif, pemeriksaan laboratorium darah terdapat

leukositosis. DJJ 140dpm.

V. DIAGNOSIS

G1P0A0, 25 tahun, hamil 39 minggu inpartu kala I fase aktif memanjang dengan

KPD 10 jam.

VI. TATA LAKSANA

Kosongkan kantong kemih pasien

Pasang infuse RL + oksitosin 5 unit setengah ampul ke dalam botol

infuse.

Pasang oksigen 3L/m

6

Page 7: kpd + augmentasi persalinan

Minta ibu miring ke kiri

Observasi his, DJJ, TTV

o Pukul 10.00 WIB : VT ulang : pembukaan 8 H II, Ketuban -, his

3x10’/35’’, DJJ : 153x/ menit.

o Bishop score :

Posisi : anterior (+2)

konsistensi : lunak (+2)

pendataran : 60% (+2)

dilatasi : 8cm (+3)

letak bayi : -2 (+1)

TOTAL : 10

- Persiapan persalinan

- Menunggu gejala dan tanda kala II persalinan, yaitu: dorongan meneran

bersamaan dengan terjadinya kontraksi, tekanan pada anus, perineum menonjol,

vulva membuka dan meningkatnya pengeluaran lendir bercampur darah. .

- Setelah tampak kepala bayi, dokter langsung melindungi perineum dengan satu

tangan yang dilapisi kain bersih dan kering. Tangan yang lain menahan kepala

bayi untuk menahan posisi defleksi dan memantau lahirnya kepala.

- Tidak ada lilitan tali pusat setelah kepala lahir.

- Setelah kepala melakukan putaran paksi luar, kepala dipegang secara biparietal.

Dokter menganjurkan ibu untuk meneran saat ada kontraksi. Dengan lembut,

kepala bayi ke arah bawah dan distal bahu depan muncul di bawah arkus pubis

dan kemudian gerakkan ke arah atas dan distal untuk melahirkan bahu belakang,

kemudian lakukan sanggah susur setelah seluruh bagian bayi lahir, bayi lahir

pukul 12.50.

- Bayi di letakkan di atas kain yang telah disiapkan, dalam waktu 2 menit setelah

bayi lahir, tali pusat dijepit dengan klem kira-kira 3 cm dari pusat bayi.

Mendorong isi tali pusat ke arah distal (ibu) dan jepit kembali tali pusat pada 2 cm

dari distal klem pertama. Dengan satu tangan pegang tali pusat yang telah dijepit

(lindungi perut bayi) dan lakukan pengguntingan tali pusat di antara 2 klem

tersebut. Kemudian resusitasi pada bayi dengan menggunakan suction,

7

Page 8: kpd + augmentasi persalinan

dihangatkan, disuntikan Neo K 0,5 cc IM, bayi jenis kelamin perempuan, berat

badan 3,1 kg, panjang badan 50cm.

- Meraba fundus uteri, memastikan tidak ada bayi lain di dalam uterus

- Memberikan suntikan oksitosin 10 IU I.M. pada 1/3 atas paha bagian luar segera

(dalam satu menit pertama).

- Memindahkan klem hingga 5-10 cm dari vulva.

- Tangan yang lain diletakkan pada perut ibu untuk meraba kontraksi uterus dan

menekan uterus pada saat peregangan tali pusat terkendali.

- Setelah terjadi kontraksi, tali pusat diregangkan dengan satu tangan dan tangan

yang di atas perut untuk mendorong uteus ke arah dorsokranial

- Setelah plasenta tepisah, menganjurkan ibu untuk meneran agar plasenta

terdorong keluar melalui introitus vagina.

- Setelah sebagian plasenta keluar, diputar dengan perlahan searah jarum jam

hingga semua selaputnya terlepas dan keluar.

- Melakukan masase uterus untuk merangsang uterus berkotraksi baik dan kuat

- Evaluasi tinggi fundus uteri

- Memeriksa apakah ada perdarahan dari robekan perineum, didapati robekan

perineum derajat 2.

- Bidan menyuntikan lidocain 2 amp IM.

- bidan melakukan jahitan dengan menggunakan benang catgut chromic.

- persalinan selesai sekitar jam 13.45.

FOLLOW UP 2 jam post partum :

- 13.50 : TD 100/60 mmHg, N 95x/mnt, RR 22x/mnt, TFU sepusat

- 14.05 : TD 100/60 mmHg, N 90x/mnt, RR 20x/mnt, TFU sepusat.

- 14.20 : TD 90/60 mmHg, N 90x/mnt, RR 21x/mnt, TFU sepusat.

- 14.35 : TD 90/60 mmHg, N 92x/mnt, RR 21x/mnt, TFU sepusat.

- 14.50.: TD 90/60 mmHg, N 90x/mnt, RR 20x/mnt, TFU sepusat.

- 15.15: TD 100/60 mmHg, N 95x/mnt, RR 22x/mnt, TFU sepusat.

21/08/2015 pukul 15.35 WIB pasien dipindahkan ke ruang perawatan mawar 3.

Medikamentosa :

8

Page 9: kpd + augmentasi persalinan

Terapi selanjutnya :

- Ciprofloxacin 500mg 2x1 (po)

- Cataflam 2x1 (po)

- Mefinal 3x1 (po)

- Sangobion 1x1 tab (po)

Non Medikamentosa :

Anjurkan ibu untuk makan dan minum

Anjurkan ibu untuk mobilisasi

Memastikan bekas operasi kering

-

VII. PROGNOSIS

Ibu

Ad Vitam : Dubia ad bonam

Ad Fungsionam : Dubia ad bonam

Ad Sanationam : Dubia ad bonam

Janin

Ad Vitam : Dubia ad bonam

FOLLOW UP

21 Agustus 2015 jam 18.00

S : nyeri di vagina karena luka jahitan, sulit BAK.

O :

Tekanan darah : 100/50 mmHg

Nadi : 92 x / menit

Pernapasan : 20 x / menit

Keadaan umum : Baik

Abdomen : TFU 1 sepusat, perdarahan minimal, Urine (-)

9

Page 10: kpd + augmentasi persalinan

A : P1A0 post partum pevaginam

22 Agustus 2015 jam 06.00

S : nyeri luka jahitan, BAK -, pusing, flatus (+),

O :

Tekanan darah : 100/60 mmHg

Nadi : 88 x / menit

Pernapasan : 24x / menit

Keadaan umum : Baik

Abdomen : sepusat, perdarahan minimal, Urine (-), mobilisasi (+).

A : P1A0 post partum dengan retensio urine

P : pasang kateter 06.30 : urine 500cc, dipasang urine bag

22 Agustus 2015 jam 12.00

S : nyeri luka jahitan,pusing.

O :

Tekanan darah : 90/60 mmHg

Nadi : 92 x / menit

Pernapasan : 24x / menit

Keadaan umum : Baik

Abdomen : sepusat, perdarahan minimal, Urine 80cc, mobilisasi (+).

A : P1A0 post partum dengan retensio urine

10

Page 11: kpd + augmentasi persalinan

22 Agustus 2015 jam 18.00

S : nyeri luka jahitan, kateter masih terpasang, BAB + 1x.

O :

Tekanan darah : 90/60 mmHg

Nadi : 96 x / menit

Pernapasan : 20x / menit

Keadaan umum : Baik

Abdomen : sepusat, perdarahan minimal, Urine 400cc, mobilisasi (+).

A : P1A0 post partum dengan retensio urin

23 Agustus 2015 jam 06.00

S : nyeri di vagina karena luka jahitan, kateter masih terpasang.

O :

Tekanan darah : 90/60 mmHg

Nadi : 84 x / menit

Pernapasan : 20 x / menit

Keadaan umum : Baik

Abdomen : TFU 1 sepusat, perdarahan minimal, Urine 200CC

A : P1A0 post partum pevaginam dengan retensio urine

P : lepas urine bag, pasang kateter buka tutup, pasien pulang.

25 Agustus 2015 jam 08.20

S : kontrol jahitan, kateter masih terpasang.

O :

11

Page 12: kpd + augmentasi persalinan

Tekanan darah : 110/60 mmHg

Nadi : 84 x / menit

Pernapasan : 20x / menit

Keadaan umum : Baik

A : P1A0 dengan retensio urine

P : lepas kateter, minum banyak, ukur urine residu.

G1P0A0 Hamil 39 Minggu Inpartu Kala I Fase Aktif Memanjang dengan Ketuban Pecah Dini 10 Jam

Definisi

Ketuban pecah dini (PROM, premature rupture of membrane) adalah kondisi dimana

ketuban pecah sebelum proses persalinan dan usia gestasi ≥37 minggu. Jika ketuban pecah

pada usia gestasi <37 minggu, maka disebut ketuban pecah dini pada kehamilan prematur

(PPROM, preterm premature rupture of membrane).1 Selaput ketuban normalnya pecah

secara spontan pada waktu proses persalinan yaitu pada akhir kala I atau awal kala II,

diakibatkan oleh kontraksi uterus yang berulang-ulang. Ketuban yang pecah sebelum

mulainya persalinan dengan usia kehamilan sebelum 37 minggu disebut ketuban pecah dini

preterm.2

Epidemiologi

Insidens ketuban pecah dini (KPD) ini didapatkan sebanyak 8-10% dari semua

kehamilan, dimana sebagian besar kasus terjadi pada umur kehamilan lebih dari 37 minggu.1

KPD lebih banyak terjadi pada kehamilan cukup bulan daripada yang kurang bulan, yaitu

sekitar 95%, sedangkan pada kehamilan yang tidak cukup bulan atau KPD pada preterm

terjadi sekitar 34% dari seluruh kelahiran premature.

12

Page 13: kpd + augmentasi persalinan

Etiologi

Penyebab dari ketuban pecah dini masih belum diketahui secara pasti. Pada sebagian

besar kasus ternyata berhubungan dengan infeksi (sampai 65 %).Beberapa laporan

menyebutkan faktor-faktor yang berhubungan erat dengan KPD, namun faktor-faktor mana

yang lebih berperan sulit diketahui. Kemungkinan yang menjadi faktor predesposisi adalah :

Infeksi yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban maupun ascenden dari

vagina atau infeksi pada cairan ketuban bisa menyebabkan terjadinya KPD. Penelitian

menunjukkan infeksi sebagai penyebab utama ketuban pecah dini.

2. Servik yang inkompetensia. Pada keadaan tertentu pemendekan dan penipisan leher

rahim (serviks) terjadi secara dini pada kehamilan yang bukan disebabkan oleh proses

persalinan, melainkan akibat lemahnya struktur serviks. Lemahnya struktur ini

disebabkan oleh sejumlah kondisi, yang mana terbanyak akibat cedera sebelumnya

pada serviks atau karena kelainan bawaan. Akibatnya, serviks tidak mampu menahan

bobot kehamilan, serviks membuka tanpa adanya kontraksi, kadang sampai membuka

lengkap. Akibat terbuka maka selaput ketuban akan menonjol dan bahkan pecah jauh

sebelum bayi bisa hidup di luar (prematur). Faktor resikonya adalah riwayat serviks

inkompeten pada kehamilan sebelumnya, pembedahan, cedera leher rahim, dan

kelainan anatomi leher rahim.

3. Tekanan intra uterin yang meningkat secara berlebihan (overdistensi uterus) misalnya

tumor, hidramnion, gemelli.

Etiologi Hidramnion

1. Produksi air ketuban bertambah :cairan ketuban dihasilkan oleh

sel-sel amnion, tetapi air ketuban juga dapat bertambah karena

cairan lain masuk ke dalam ruangan amnion, misalnya air

kencing anak atau cairan otak pada anensefal.

2. Pengaliran air ketuban terganggu : Air ketuban yang telah

dibuat dialirkan dan diganti dengan yang baru. Salah statu jalan

pengaliran adalah ditelan oleh janin, diabsorbsi oleh usus dan

dialirkan ke plasenta, akhirnya masuk ke dalam peredaran

darah ibu. Jalan ini kurang terbuka kalau anak tidak mampu

menelan, seperti pada atresia esophagus, anensefal, atau tumor-

tumor plasenta. Pada anensefal diduga hidramnion terjadi

13

Page 14: kpd + augmentasi persalinan

karena transudasi cairan dari selaput otak dan selaput sum-sum

tulang.

4. Trauma oleh beberapa ahli disepakati sebagai faktor predisposisi atau penyebab

terjadinya KPD. Trauma yang didapat misalnya hubungan seksual, pemeriksaan

dalam, maupun amniosintesis menyebabkan terjadinya KPD karena biasanya disertai

infeksi

5. Kelainan letak misalnya lintang, sehingga tidak ada bagian terendah yang menutupi

pintu atas panggul (PAP) yang dapat menghalangi tekanan terhadap membran bagian

bawah.

6. Keadaan sosial ekonomi yang berhubungan dengan rendahnya kualitas perawatan

antenatal, penyakit menular seksual misalnya disebabkan oleh Chlamydia trachomatis

dan Neisseria gonorrhoeae.

7. Faktor lain yaitu:

· Faktor disproporsi antar kepala janin dan panggul ibu

· Defisiensi gizi dari tembaga dan vitamin C

Patofisiologi

Secara teoritis pecahnya selaput ketuban adalah karena hilangnya elastisitas yang

terjadi pada daerah tepi robekan selaput ketuban dengan perubahan yang besar. Hilangnya

elastisitas selaput ketuban ini sangat erat kaitannya dengan jaringan kolagen, yang dapat

terjadi karena penipisan oleh infeksi atau rendahnya kadar kolagen. Kolagen pada selaput

ketuban terdapat pada amnion di daerah lapisan kompakta, fibroblast serta pada korion di

daerah lapisan retikuler dan trofoblas, dimana sebagian besar jaringan kolagen terdapat pada

lapisan penunjang (dari epitel amnion sampai dengan epitel basal korion). Sintesis maupun

degradasi jaringan kolagen dikontrol oleh sistem aktifitas dan inhibisi interleukin-1 dan

prostaglandin.Adanya infeksi dan inflamasi menyebabkan bakteri penyebab infeksi

mengeluarkan enzim protease dan mediator inflamasi interleukin-1 dan prostaglandin.

Mediator ini menghasilkan kolagenase jaringan sehingga terjadi depolimerisasi kolagen pada

selaput korion/ amnion menyebabkan selaput ketuban tipis, lemah, dan mudah pecah spontan.

Selain itu mediator tersebut membuat uterus berkontraksi sehingga membran mudah ruptur

akibat tarikan saat uterus berkontraksi.2,3

Ketuban pecah dini ada hubungannya dengan hal-hal sebagai berikut :

14

Page 15: kpd + augmentasi persalinan

Diagnosis

Diagnosis harus ditegakkan secara tepat dan efisien. Pemeriksaan yang berulang pada

vagina, baik itu pemeriksan dalam ataupun inspekulum tidak boleh terlalu sering dilakukan

untuk mengurangi terjadinya infeksi.1

A. Gejala subjektif

Pasien dengan ketuban pecah dini mengeluh adanya keluar air ketuban warna putih

keruh, jernih, kuning, hijau, atau kecoklatan sedikit-sedikit atau sekaligus banyak. Kebocoran

cairan jernih dari vagina merupakan gejala yang khas. Dapat disertai demam jika sudah ada

infeksi. Pasien tidak sedang dalam masa persalinan. 2,3

Riwayat haid pasien, umur kehamilan pasien diperkirakan dari hari haid terakhir dan

umur kehamilan lebih dari 20 minggu.

B. Pemeriksaan Fisik

Kadang-kadang agak sulit atau meragukan apakah ketuban sudah pecah atau belum,

terutama bila pembukaan kanalis servikalis belum ada atau kecil.

1. Pemeriksaan dengan spekulum.

Pemeriksaan inspekulo secara steril merupakan langkah pemeriksaan pertama

terhadap kecurigaan KPD. Pemeriksaan dengan spekulum pada KPD akan tampak

keluar cairan dari orifisium uteri eksternum (OUE), kalau belum juga tampak keluar,

fundus uteri ditekan, penderita diminta batuk, megejan atau lakukan manuver valsava,

atau bagian terendah digoyangkan, akan tampak keluar cairan dari ostium uteri dan

terkumpul pada forniks anterior/posterior.

Pemeriksaan dalam

Didapat cairan di dalam vagina dan selaput ketuban sudah tidak ada lagi.

Mengenai pemeriksaan dalam vagina dengan tocher perlu dipertimbangkan, pada

kehamilan yang kurang bulan yang belum dalam persalinan tidak perlu diadakan

pemeriksaan dalam karena pada waktu pemeriksaan dalam, jari pemeriksa akan

mengakumulasi segmen bawah rahim dengan flora vagina yang normal.

15

Page 16: kpd + augmentasi persalinan

Mikroorganisme tersebut bisa dengan cepat menjadi patogen. Pemeriksaan dalam

vagina hanya dilakukan kalau KPD yang sudah dalam persalinan atau yang dilakukan

induksi persalinan, dan bila akan dilakukan penanganan aktif (terminasi kehamilan),

dan dibatasi sedikit mungkin.1,4

3. Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan laboraturium

Cairan yang keluar dari vagina perlu diperiksa : warna, konsentrasi, bau dan pH nya.

Cairan yang keluar dari vagina ini kecuali air ketuban mungkin juga urine atau sekret

vagina.

1.Tes Lakmus (tes Nitrazin).

yaitu dengan memeriksa kadar keasaman cairan vagina. Kertas mustard emas yang

sensitive, pH ini akan berubah menjadi biru tua pada keberadaan bahan basa. pH

normal vagina selama kehamilan adalah 4,5-5,5, pH cairan amniotik adalah 7-7,5.

Tempatkan sepotong kertas nitrazin pada mata pisau spekulum setelah menarik

spekulum dari vagina, jika kertas lakmus merah berubah menjadi biru menunjukkan

adanya air ketuban (alkalis). Darah dan infeksi vagina dapat menghasilkan tes yang

positif palsu.2,5

2.Mikroskopik (tes pakis), dengan meneteskan air ketuban pada gelas objek dan

dibiarkan kering. Pemeriksaan mikroskopik menunjukkan gambaran daun pakis.

3.Hitung darah lengkap dengan apusan darah: Leukositosis >15000/mm3 dengan

peningkatan bentuk batang pada apusan tepi menunjukkan infeksi intrauterine.

b. Pemeriksaan ultrasonografi (USG)

Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan ketuban dalam kavum

uteri. Pada kasus KPD terlihat jumlah cairan ketuban yang sedikit. Namun sering

terjadi kesalahan pada penderita oligohidromnion.

c. Nilai bunyi jantung janin dengan stetoskop Laenec atau dengan fetal phone atau CTG.

Bila ada infeksi intrauterin atau peningkatan suhu, bunyi jantung janin akan

meningkat.

Komplikasi

Infeksi fetus dan neonatus

16

Page 17: kpd + augmentasi persalinan

Walaupun ibu belum menunjukkan gejala-gejala infeksi tetapi janin mungkin sudah

terkena infeksi, karena infeksi intrauterine lebih dahulu terjadi (amnionitis, vaskulitis)

sebelum gejala pada ibu dirasakan. Jadi akan meninggikan mortalitas dan morbiditas

perinatal. Janin yang mengalami takhikardi mungkin mengalami infeksi intrauterin.

Infeksi maternal

Karena jalan terlalu terbuka, maka dapat terjadi infeksi intrapartal, apalagi bila

terlalu sering diperiksa dalam. Ketuban pecah dini menyebabkan hubungan langsung

antara dunia luar dan ruangan dalam rahim, sehingga memudahkan terjadinya infeksi

ascenden. Salah satu fungsi selaput ketuban adalah melindungi atau menjadi pembatas

dunia luar dan ruangan dalam rahim sehingga mengurangi kemungkinan infeksi.

Makin lama periode laten, makin besar kemungkinan infeksi dalam rahim, persalinan

prematuritas dan selanjutnya meningkatkan kejadian kesakitan dan kematian ibu dan

bayi atau janin dalam rahim.

Korioamnionitis

Merupakan keadaan pada perempuan hamil dimana korion, amnion, dan

cairan ketuban terkena infeksi bakteri. Ini merupakan komplikasi paling serius bagi

ibu dan janin, bahkan dapat berlanjut menjadi sepsis. Penyebab yang terutama adalah

yang berasal dari traktus urogenitalis ibu. Secara spesifik permulaan infeksi berasal

dari vagina, anus, atau rectum dan menjalar ke uterus. Korioamnionitis tidak selalu

menimbulkan gejala. Bila timbul gejala antara lain demam, nadi cepat, berkeringat,

uterus lembek, dan cairan berbau keluar dari vagina.

Pada ketuban pecah 6 jam, risiko infeksi meningkat 1 kali.Ketuban pecah 24

jam, risiko infeksi meningkat sampai 2 kali lipat. Protokol : berikan antibiotika luas

dan janin dilahirkan tanpa memandang usia gestasi.. Ditandai seperti demam (37º),

maternal dan fetal takikardia, leukositosis, nyeri tekan pada uteri dan bau yang tidak

enak (foul odor) dari amnion dapat digunakan untuk menegakkan diagnosa. Bila

terdapat setidaknya 2 dari gejala klinik tersebut maka dapat dikatakan menderita

korioamnionitis. Sekitar 20% dari pasien KPD kemungkinan terkena korioamnionitis

dan hal ini berbanding terbalik dengan umur gestasi (UCLA series), kemungkinan

terkena korioamnionitis semakin besar pada kehamilan kurang dari 28 minggu atau

berat janin kurang dari 2000 gram. Hal ini mungkin disebabkan karena imunitas yang

berasal dari cairan amnion masih rendah, begitu juga dengan fetusnya pada kehamilan

muda. Insiden terjadinya infeksi korioamnionitis pada pasien KPD berhubungan

17

Page 18: kpd + augmentasi persalinan

dengan lamanya waktu masa laten dari terjadinya KPD hingga terjadinya persalinan.

Bakteri penyebab terjadinya korioamnionitis biasanya streptococcus grup B. Pasien

dengan jumlah leukosit 18.500/mm3 dan shift to the left dapat dicurigai adanya

korioamnionitis, ditambah dengan penilaian terhadap C-reaktive protein (CRP) darah

yang dinilai normalnya pada kehamilan adalah 0,7- 0,9 mg/dl dan terjadinya

peningkatan ini terlihat 2 – 3 hari sebelum timbulnya gejala klinis.2,4,6

Prolaps/kompressi tali pusat

Prolapsus tali pusat lebih sering terjadi pada kasus KPD. KPD preterm yang inpartu

mempunyai 8,5% insiden gawat janin dibandingkan 1,5% pada persalinan pretarem

tanpa KPD. Yang biasanya terjadi adalah timbulnya variabel deselerasi akibat

kompresi pada tali pusat yang disebabkan oleh keadaan oligohidramion. Dan sebagai

konsekuensinya adalah banyaknya pasien dengan KPD yang harus dilakukan seksio

cesaria.

Deformasi pada fetus

Deformitas mungkin terjadi karena lamanya KPD. Seperti pada pulmonary hipoplasia,

kebanyakan pada kasus ini muncul pada KPD sebelum 26 minggu dan setelah masa

laten 5 minggu atau lebih.

Hypoplasia pada pulmonary (dengan early, severe oligohydramnion)

Penyakit ini sering timbul bila KPD terjadi pada kehamilan kurang dari 26 minggu

dan masa laten diperpanjang hingga 5 minggu. Yang nantinya dapat berkembang

menjadi multiple pneumothoraks dan interstisial emphysema. Biasanya penyakit ini

akan beakibat kematian, namun bayi yang dapat bertahan akan menderita kronik

bronkopneumothorak displasia. Diagnosis perinatalnya dapat ditegakkan dengan

mengukur rasio antar lingkar torak dengan abdomen. Rasio ini akan tetap konstan

selama masa kehamilan dan bila lebih dari 0,89 maka prognosisnya baik.

Penatalaksanaan Ketuban Pecah Dini

Penatalaksanaan yang dapat dilakukandidasarkan pada usia gestasi sebagai berikut :

a. <34 minggu – Apabila benefit dari in utero development lebih besar dibandingkan

dengan infeksi ascenden, maka pemilihan tatalaksana konservatif adalah tepat.

Pulmonary hypoplasia dan deformitas skeletal mungkin terlihat dikarenakan

oligohidramnion akibat ketuban pecah spontan pada prematur yang ekstrem.

18

Page 19: kpd + augmentasi persalinan

Hypoplasia pulmonary yang terjadi setelah ketuban pecah spontan mencapai 50% dari

kasus yang usia gestasinya di bawah 20 minggu, sedangkan pada usia gestasi lebih

dari 24 minggu, persentase terjadinya hypoplasia pulmonary adalah 3%. Betametason

12 mg/hari diberikan selama 2 hari bertujuan untuk meningkatkan produksi surfaktan

fetal sebelum dilakukan persalinan. Selain betametason, dapat juga digunakan

deksametason I.M. 2x6 mg dengan jarak setiap 12 jam, pemberian hanya untuk 2

hari. Bila janin dalam satu minggu belum lahir, maka pemberian kortikosteroid dapat

diulang. Penggunaan antibiotik untuk profilaksis belum terbukti menguntungkan

untuk fetus. Dalam usia gestasi ini, rawat pasien hingga air ketuban tidak keluar lagi

sambil diobservasi kondisi ibu dan janin.1,3,4

Masalah berat terjadi apabila ketuban pecah dini terjadi pada kehamilan kurang dari

26 minggu.Bila berat janin sudah mencapai 2000 gram,induksi dapat

dipertimbangkan. Kegagalan induksi disertai dengan infeksi yang diikuti

histerektomi.2

b. 34-37 minggu – Apabila tidak ada tanda-tanda stress pada aktivitas uterus dan tidak

ada tanda-tanda infeksi, maka dilakukan manajemen konservatif. Resiko dari

respiratory distress syndrome (RDS) pada infant sekitar 5%. Terapi antibiotik dapat

diberikan untuk menurunkan infeksi maternal tetapi lebih baik pengobatan infeksi

dilakukan jika terdeteksi adanya infeksi dibandingkan pengobatan infeksi secara

subjektif pada semua pasien. Induksi persalinan pada 36 minggu dilakukan untuk

menghindari resiko yang berlanjut dari infeksi ascenden serta selagi resiko dari RDS

masih rendah. Apabila belum inpartu, diberikan profilaksis antibiotik, steroid,

observasi tanda infeksi dan kesejahteraan janin. Tetapi bila ada tanda inpartu, maka

berikan steroid, antibiotik intrapartum profilaksis, dan lakukan induksi setelah 24

jam.4

c. >37 minggu- jika tidak terjadi persalinan dalam waktu 24 jam sejak ketuban pecah, maka

induksi persalinan dilakukan untuk menghindari perkembangan infeksi yang berhubungan

dengan peningkatan morbiditas. Komplikasi yang terjadi termasuk : infeksi, perdarahan

antepartum dan fetal compromise. Jika tidak ada komplikasi, maka menunggu sampai 96

jam untuk persalinan masih dapat dilakukan namun ada baiknya tidak menunggu selama

ini, dikarenakan 48-72 jam merupakan waktu yang rentan persalinan atau terjadinya

korioamnionitis. Induksi dilakukan dengan oksitosin atau misoprostol 25-50 mcg

intravaginal tiap 6 jam maksimal 4 kali. Bila ada tanda infeksi, berikan antibiotik dosis

19

Page 20: kpd + augmentasi persalinan

tinggi dan terminasi. Bila skor pelvik < 5, lakukan pematangan serviks, kemudian

induksi. Jika tidak berhasil, akhiri persalinan dengan seksio sesarea.

Bishop’s Score untuk menghitung pematangan serviks

Cerviks 0 1 2 3

Position Posterior Midposition Anterior -

Consistency Firm Medium Soft -

Effacement 0-30% 40-50% 60-70% >80%

Dilation Closed 1-2cm 3-4cm >5cm

Baby’s station -3 -2 -1 +1, +2

Antibiotik yang dapat diberikan (ampisilin 4x1-2 gram IV atau eritromisin 4x250 mg

IV selama 2 hari, untuk 5 hari selanjutnya diberikan terapi per oral, amoksisilin dan

eritromisin(4x250mg PO) dan metronidazol 2x500 mg selama 7 hari). Hindari

pemberian co-amoksiklav pada perempuan dengan PPROM, dapat menyebabkan

Necrotizing Enterocolitis(NEC).1

20

Page 21: kpd + augmentasi persalinan

Gambar 2.Tatalaksana penanganan ketuban pecah dini.8

INDUKSI DAN AUGMENTASI PERSALINAN

Induksi persalinan adalah upaya menstimulus kontraksi spontan uterus yang belum

muncul untuk mempersiapkan kelahiran. Indikasinya adalah postmature, KPD, IUFD,

oligohidramnion, infeksi amnionitis. Teknik induksi dapat berupa pemberian sintosinon,

pemberian prostaglandin E2, pemberian misoprostol, dan amniotomi.

Augmentasi persalinan adalah intervenasi untuk mengatasi kemajuan persalinan yang

lambat. Perbaikan kontraksi uterus yang tidak efektif meliputi amniotomi, pemberian

okssitosin dan amniotomi, atau pemberian oksitosin jika sebelumnya terjadi ketuban pecah.

Augmentasi persalinan mengacu pada penggunaan obat/intervensi lain untuk ‘mempercepat’

proses persalinan. Biasanya melibatkan artificial untuk meningkatkan frekuensi atau kekuatan

21

Page 22: kpd + augmentasi persalinan

kontraksi uterus, dengan atau tanpa memecahkan ketuban, perubahan posisi, penggunaan

instrumental (forceps, vakum), dan teknik lainnya.

Tahap augmentasi persalinan :

1. Tahap pertama : tahap pertama persalinan belangsung sejak kontraksi uterus teratur

hingga serviks membuka lengkap. Obat-obat yang merangsang rahim seperti

oksitosin, dapat digunakan untuk membantu mempercepat kerja pembukaan.

Oksitosin tidak mungkin digunakan saat persalinan tidak aman dan rahim tidak kuat

karena jaringan parut. Oksitosin merupakan pilihan aman untuk mengelola kala 1

yang berkepanjangan. Jika pembesaran selama tahap pertama tidak mengalami

kemajuan persalinan seperti yang diharapkan, persalinan sectio caesaria mungkin

diperlukan.

2. Tahap kedua

`tahap kedua dimulai ketika pembukaan serviks lengkap sampai berakhir dengan

lahirnya bayi.

- Amniotomi

- Forceps atau vakum

- episiotomi

Retensio Urin Post Partum

Retensio urin merupakan tidak adanya proses berkemih spontan 6-10 jam post partum

yang membutuhkan pertolongan kateter. Pada kehamilan, terjadi peningkatan elastisitas pada

saluran kemih, sebagian disebabkan oleh hormon progesteron yang menurunkan tonus otot

detrusor. Pada bulan ketiga, otot detrusor kehilangan tonusnya dan kapasitas vesika urinaria

meningkat perlahan-lahan. Akibatnya,wanita hamil biasanya merasa ingin berkemih. Ketika

wanita hamil berdiri, uterus menekan vesika urinaria. Tekanan ini menjadi dua kali lipat pada

usia kehamilan memasuki 38 minggu. Penekanan ini makin membesar ketika bayi akan

dilahirkan, memungkinkan terjadi trauma intrapartum pada uretra dan vesika urinaria dan

menimbulkan obstruksi. Tekanan ini menghilang setelah bayi dilahirkan, menyebabkan

vesika urinaria tidak lagi dibatasi kapasitasnya oleh uterus. Akhirnya vesika urinaria menjadi

hipotonik dan cenderung berlangsung beberapa lama. Retensi urin post partum sering terjadi

karena disinergis dari otot detrusor dan sfingter uretra. Terjadinya relaksasi sfingter uretra

yang tidak sempurna menyebabkan nyeri dan udem, sehingga ibu post partum tidak dapat

mengosongkan kandung kemihnya dengan baik.

22

Page 23: kpd + augmentasi persalinan

Daftar pustaka

1. Chris T,et al.Kapita selekta kedokteran. Edisi ke-4. Jakarta:Media

Aesculapius;2014.h.442-3.

2. Abdul Bari Saifuddin, Prof., dr., SpOG, MPH, (ed) “Ketuban Pecah Dini”, Ilmu

Kebidanan, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo-POGI, Jakarta,

2002.h.677-82.

23

Page 24: kpd + augmentasi persalinan

3. Svigos, J.M, Robinson, J.S, Vigneswaran,R. “Premature Rupture of the Membranes”,

High Risk Pregnancy Management Options, W.B Saunders Company, London,

1994.h.163-71.

4. Elder, M.G, et al. “Preterm Premature Rupture of Membranes”, Preterm Labor, 1sted,

Churchill Livingstone Inc. New York, 1997.h.153-64.

5. Pengurus Besar Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia, “Ketuban Pecah

Dini “, Standar Pelayanan Medik Obstetri dan Ginekologi, Jakarta, 1991.h.39-40.

6. Wilkes, P.T, “Premature Ruptur of Membrane”, 2004 available at www. emedicine.

com / med/med/topic.3246.htm

7. Pitkin J, Peattie AB, Magowan BA.Obstetrics and gynaecology.USA:Elsevier Science

Limited;2003.p.19.

8. Manuaba IBG.Penuntun kepaniteraan klinik obstetri dan ginekologi.Edisi ke-2.Jakarta

: EGC;2004.h.73.

Diskusi khusus :

Peningkatan normal berat badan bayi dan berat badan ibu

24

Page 25: kpd + augmentasi persalinan

Dari pemeriksaan fisik, seharusnya pasien KPD tidak dilakukan pemeriksaan dalam

terlalu sering karena akan menyebabkan infeksi asendens.

Dari pemeriksaan penunjang yang dilakukan hanya pemeriksaan CTG, padahal CTG

tidak bermakna untuk menentukan apakah seseorang itu KPD atau bukan, tetapi

mungkin dikerjakan untuk memantau keadaan janin setelah KPD.

Dari pemeriksaan darah ditemukan leukositosis tanpa adanya demam. Kemungkinan

penyebabnya adalah bakteri. Pada pasien ditemukan retensio urine dan dicurigai

disebabkan oleh infeksi saluran kemih. Seharusnya dilakukan urinalisa ambil urine

midstream cek bakteriuria >100.000 koloni/ml infeksi +.

Saya setuju dengan penatalaksanaan pemberian oksitosin sebagai augmentasi persalinan

bukan sebagai induksi pada pasien ini, sebab pasien sudah inpartu kala 1 aktif

memanjang dengan KPD. Pemberian oksitosin ini bertujuan untuk menambah dan

25

Page 26: kpd + augmentasi persalinan

memperkuat his sehingga persalinan menjadi lebih cepat. Pasien tidak mengalami

kemajuan pembukaan lebih lanjut selama 4 jam sejak pembukaan terakhir, padahal

seharusnya kecepatan pembukaan rata-rata pada pasien primi gravida adalah 1cm per

jam, sehingga diperlukan intervensi guna menyebabkan kemajuan persalinan dan

menghindari terjadinya infeksi lebih lanjut. Pada pemberian oksitosin drip pembukaan

bertambah dan his menjadi lebih kuat dan sering.

Saya kurang setuju dengan penatalaksanaan untuk KPD tanpa pemberian antibiotik

profilaksis dikarenakan KPD sudah terjadi selama 10 jam, dan pemeriksaan darah ibu

terdapat leukositosis yang merupakan kemungkinan salah satu tanda terjadinya infeksi

pada ibu. Dari literatur seharusnya antibiotik profilaksis diberikan sebab pada ketuban

pecah 6 jam, risiko infeksi meningkat 1 kali. Ketuban pecah 24 jam, risiko infeksi

meningkat sampai 2 kali lipat.

Setuju dengan pemasangan kateter sementara karena pasien sudah mencoba berkemih

namun tidak ada hasil, pasien mulai merasa tidak enak pada bagian perut. Kateter

dipasang selama 48 jam untuk menjaga kantung kemih tetap kosong dan

memungkinkan kandung kemih menemukan kembali tonus otot normal. Saat kateter

dilepas, pasien disuruh banyak minum dan ditunggu selama 2 jam untuk diukur residu

urin. Setelah didapatkan RU < 100ml pasien dinyatakan sembuh.

26