konservasi

11
Konservasi Energi untuk Konservasi Lingkungan Energi dan modernitas. Dua kata yang tak terpisahkan. Sebenarnya sejak munculnya kehidupan pun energi telah dibutuhkan. Tumbuhan membutuhkan energi untuk melakukan fotosintesisnya. Hewan membutuhkan energi untuk bergerak dan berkembangbiak. Pun manusia, membutuhkan energi untuk melakukan berbagai aktivitasnya. Semua benda di alam semesta inipun mengalun dan bergerak karena memiliki energi. Dapat dikatakan, energi adalah sumber kehidupan. Semua segi kehidupan membutuhkan energi. Di zaman seperti sekarang ini, dimana digitalisasi dan modernisasi merasuki tiap sendi kehidupan masyarakat, meningkatnya kebutuhan energi tak terelakkan. Ilmuwan kenamaan dari Inggris, James Prescott Joule, pada tahun 1984 mengemukakan teorinya tentang hukum kekekalan energi yang berbunyi “energi tidak bisa dimusnahkan atau diciptakan”. Energi itu unik. Ia tak bisa dicipta, tak bisa dimusnahkan, hanya bisa diubah dari satu bentuk menjadi bentuk yang lain. Namun kita tak akan bisa mengonversi kembali energi-energi yang sudah kita gunakan, karena tak ada proses yang reversibel di dunia ini. Seperti energi dari bahan bakar minyak yang telah kita gunakan sebagai penggerak kendaraan bermotor, tak akan bisa kita gunakan kembali. Yang memprihatinkan, cadangan energi primer sebagai sumber dari energi-energi lain seperti energi listrik, makin hari makin menipis dan cukup mengkhawatirkan keberadaannya. Sedang kebutuhan akan energi makin hari malah semakin melonjak.

Upload: giyonx

Post on 03-Dec-2015

215 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Konservasi

Konservasi Energi untuk Konservasi Lingkungan

Energi dan modernitas. Dua kata yang tak terpisahkan. Sebenarnya sejak munculnya kehidupan

pun energi telah dibutuhkan. Tumbuhan membutuhkan energi untuk melakukan fotosintesisnya.

Hewan membutuhkan energi untuk bergerak dan berkembangbiak. Pun manusia, membutuhkan

energi untuk melakukan berbagai aktivitasnya. Semua benda di alam semesta inipun mengalun

dan bergerak karena memiliki energi. Dapat dikatakan, energi adalah sumber kehidupan. Semua

segi kehidupan membutuhkan energi. Di zaman seperti sekarang ini, dimana digitalisasi dan

modernisasi merasuki tiap sendi kehidupan masyarakat, meningkatnya kebutuhan energi tak

terelakkan.

Ilmuwan kenamaan dari Inggris, James Prescott Joule, pada tahun 1984 mengemukakan teorinya

tentang hukum kekekalan energi yang berbunyi “energi tidak bisa dimusnahkan atau diciptakan”.

Energi itu unik. Ia tak bisa dicipta, tak bisa dimusnahkan, hanya bisa diubah dari satu bentuk

menjadi bentuk yang lain. Namun kita tak akan bisa mengonversi kembali energi-energi yang

sudah kita gunakan, karena tak ada proses yang reversibel di dunia ini. Seperti energi dari bahan

bakar minyak yang telah kita gunakan sebagai penggerak kendaraan bermotor, tak akan bisa kita

gunakan kembali. Yang memprihatinkan, cadangan energi primer sebagai sumber dari energi-

energi lain seperti energi listrik, makin hari makin menipis dan cukup mengkhawatirkan

keberadaannya. Sedang kebutuhan akan energi makin hari malah semakin melonjak.

Indonesia mengalami peningkatan yang sangat signifikan dalam konsumsi energi setelah tahun

1998, masa dimana  krisis moneter yang mendera bangsa ini berakhir. Setelah pulih dari krisis

moneter, pembangunanpun makin digalakkan di segala lini. Tak ayal, kebutuhan akan energi

semakin meningkat. Laju peningkatan konsumsi energi yang semakin tinggi, diiringi dengan laju

penurunan jumlah cadangan sumber energi setiap harinya.

Energi listrik yang kita ketahui sebagai energi yang setiap hari kita gunakan, selama ini

bersumber dari hasil pembakaran bahan bakar fosil yang kini jumlahnya semakin menipis. 

Batubara, minyak bumi, gas, memang tersedia melimpah di bumi Indonesia ini. Namun sumber-

sumber energi tersebut merupakan sumber energi yang tak terbarukan. Membutuhkan waktu

jutaan tahun untuk mendapatkannya kembali. Sedang sumber energi bersih seperti tenaga air,

tenaga panas bumi dan tenaga surya, kontribusinya terhadap penyediaan energi listrik di

Indonesia belum mencapai 10%.

Page 2: Konservasi

Permasalahan utama dalam pengembangan renewable energy di Indonesia adalah pada modal

dan investasi. Energi-energi bersih memang tak semenjanjikan energi fosil. Tenaga angin, air,

panas bumi, bahkan surya, meski tersedia gratis dan ada terus menerus, membutuhkan teknologi

yang tak murah. Dan hasilnya tak sebesar energi fosil. Itu sebabnya investor masih berpikir dua

kali untuk menanam modalnya di proyek energi bersih.

Energi fosil masih menjadi andalan karena cukup murah dan mampu menyediakan suplai energi

listrik yang kontinu dan andal. Namun jumlahnya yang semakin menipis lantas membuat kita

harus bertindak sesuatu untuk menghindari berkurangnya suplai energi. Energi memang unik.

Tak bisa disamakan dengan komoditas lain. Prinsip ekonomi berkata bahwa semakin tinggi

permintaan (demand), maka akan semakin tinggi pula penawaran atau penyediaan (supply).

Prinsip ini tak dapat kita berlakukan pada energi. Komoditas lain, katakanlah sandang,

diproduksi dan selanjutnya disimpan untuk didistribusikan kepada konsumen. Waktu

penyimpanan pun bisa disesuaikan. Bahan baku juga bisa didapat dan diperbaharui. Namun

energi, terutama energi listrik, tak dapat disimpan setelah diproduksi. Proses bisnis energi listrik

terjadi dalam waktu yang aktual, real time, saat ini juga. Proses mulai dari produksi hingga

distribusi ke konsumen berlangsung secara kontinu dan tak berhenti. Energi juga terbatas

sumbernya, itulah yang menyebabkan dalam bisnis energi tak dapat diterapkan prinsip ekonomi

diatas. Semakin tinggi permintaan, bukan keuntungan yang semakin besar yang akan didapat,

melainkan kesulitan-kesulitan seperti kelangkaan energi. Mungkin bisa saja perusahaan penyedia

energi menambah jumlah produksinya mengikuti jumlah permintaan konsumen yang semakin

meningkat. Namun bisa dipastikan, hal itu menyebabkan semakin singkatnya keberlangsungan

produksi perusahaan tersebut. Karena semakin besar jumlah energi yang dijual, semakin menipis

pula persediaan energinya. Sekali lagi, karena energi tak dapat diperbaharui atau diciptakan.

Proses untuk mendapatkan energi hingga bisa kita nikmati pun tak mudah. Mulai dari eksplorasi

sumber energi yang membutuhkan modal tak sedikit, proses pengolahan, dan proses distribusi ke

konsumen. Teknologinya tak murah, apalagi kita masih banyak menggunakan jasa dari pihak

asing. Itu sebabnya dalam mengonsumsi energi, kita sebagai bangsa yang mampu berpikir jauh

kedepan harus bijak. Konservasi energi menjadi satu-satunya solusi dalam permasalahan ini.

Menurut Peraturan Pemerintah No. 70 Tahun 2009 tentang Konservasi Energi, definisi

konservasi energi adalah upaya sistematis, terencana, dan terpadu guna melestarikan sumber

daya energi dalam negeri serta meningkatkan efisiensi pemanfaatannya. Konservasi bukan

Page 3: Konservasi

dilakukan untuk membatasi pemakaian melalui penjatahan penggunaan yang dapat mengganggu

pertumbuhan tetapi utamanya adalah untuk meningkatkan efisiensi pemakaian. Efisiensi yang

dimaksud disini adalah ketepatan penggunaan energi dan meminimalisir terbuangnya energi

secara sia-sia.

Dalam program konservasi energi ini, tentu tak hanya pemerintah dan pengambil kebijakan yang

berkewajiban berperan serta, karena program ini merupakan suatu tindakan yang mencakup

multi dimensi. Termasuk didalamnya dituntut perubahan budaya dalam masyarakat. Konservasi

energi merupakan bagian dari usaha untuk menanamkan budaya hemat, efisien dan produktif

dalam masyarakat.

Mengubah budaya. Itulah kuncinya. Budaya merupakan sesuatu yang telah menjadi keseharian,

kebiasaan, tentu akan sulit sekali untuk mengubahnya. Namun sulit tidak berarti tak bisa. Yang

dibutuhkan adalah usaha dan komitmen serta kesabaran, karena proses ini membutuhkan waktu

yang tidak sebentar. Negara-negara maju seperti Jepang dan negara-negara Eropa pun ternyata

membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk mengubah kebiasaan lama masyarakatnya menuju

kebiasaan baru yang efisien dan hemat. Dan mereka menjalani proses tersebut dengan komitmen

tinggi. Tentu kita sebaiknya tak berharap budaya hemat dan efisien dapat kita terapkan di

Indonesia dalam satu atau dua tahun kedepan.

Membudayakan masyarakat untuk berhemat dan efisien dalam menggunakan energi dapat

dimulai dengan sosialisasi tentang pengertian energi, sifat-sifatnya dan pemanfaatannya.

Kesadaran  tak akan terbentuk bila masyarakat tak tahu dan tak mengerti. Setelah

menyosialisasikan hal-hal tersebut, perlulah ditanam paradigma baru tentang penggunaan energi,

mendidik masyarakat tentang pengetahuan dan cara-cara konservasi energi serta skill yang

diperlukan agar penggunaan energi bisa lebih efisien. Efisien dalam tindakan, sekecil apapun,

dapat membantu menyelamatkan dan menghemat penggunaan energi. Tindakan-tindakan kecil

namun berdampak besar seperti mematikan lampu saat tidak lagi digunakan, merupakan salah

satu wujud budaya hemat yang masih sulit dilakukan oleh kebanyakan masyarakat.

Sosialisasi selama ini memang telah dilakukan oleh pihak kementerian energi dan sumber daya

mineral (ESDM) melalui iklan layanan masyarakatnya di media massa, baik elektronik maupun

cetak serta baliho-baliho pada lokasi strategis. Cara ini merupakan salah satu upaya untuk

menanamkan budaya baru yang perlu dibentuk, yaitu budaya hemat dan efisien.

Page 4: Konservasi

Upaya lain sebagai bentuk follow up dari sosialisasi seperti diatas mungkin dapat berupa

pemberian contoh oleh public figure seperti walikota, kepala lurah, atau bahkan artis yang

dikenal oleh masyarakat luas. Dengan contoh dan tindakan nyata, paradigma baru tentang

keharusan berhemat energi akan lebih mudah diterima oleh masyarakat. Apalagi kini msayarakat

Indonesia semakin kritis dan pintar. Mendidik masyarakat secara kredibel dan dengan tindakan

nyata akan sangat dibutuhkan. Percuma juga apabila sosialisasi yang telah dilakukan disana sini

hanya sekadar menjadi pajangan dan formalitas belaka, tanpa ada tindakan nyata dari pelaku

sosialisasi. Budaya yang kita harapkan tak akan kunjung menyentuh masyarakat sebagai pelaku

budaya.

Sudah saatnya kita sebagai masyarakat yang beradab dan modern menggeser budaya-budaya

yang tak lagi relevan dan tidak menguntungkan untuk kemajuan bangsa. Tentu saja budaya-

budaya dari pendahulu kita yang baik dan membangun harus tetap dipertahankan. Budaya baru

demi kebaikan masa depan dan kelangsungan hidup berbagai makhluk, budaya hemat dan

efisien.

Saatnya Mengoptimalkan Pemanfaatan Energi Non Fosil

Berita Populer

Error 404 : Page not found Direktorat Jenderal Minyak dan Gas

Direktorat Jenderal Mineral Dan Batubara

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral

Sekretariat Jenderal

JAKARTA. Kondisi energi saat ini menunjukkan kenyataan sebagai berikut. Akses masyarakat terhadap energi masih terbatas, rasio elektrifikasi tahun 2008 sebesar 66% atau 34% rumah tangga belum berlistrik, pengembangan infrastruktur energi terutama daerah perdesaan/terpencil dan pulau-pulau terluar pada umumnya belum mendapatkan akses energi. Pertumbuhan konsumsi energi rata-rata 7% pertahun belum diimbangi dengan suplai energi yang mencukupi. Ketergantungan terhadap Energi Fosil masih tinggi sementara cadanganya semakin terbatas.

Page 5: Konservasi

Pemanfaatan energi terbarukan dan implementasi Konservasi Energi belum optimal. Keterkaitan dengan isu lingkungan kita mempunyai komitmen nasional untuk melakukan penurunan emisi sebesar 26% pada tahun 2020. Dalam bauran energi primer nasional penggunaan energi masih sangat didominasi oleh energi fosil yang tidak terbarukan. Sebagai gambaran penggunaan minyak bumi mencapai 42,99%, gas bumi 18,48%, dan batubara sebesar 34,47%, sedangkan penggunaan energi baru terbarukan hanya mencapai 4,07%.

Berdasarkan data dan informasi terakhir, diketahui bahwa potensi energi terbarukan masih sangat melimpah dan belum dimanfaatkan secara optimum. Sebagai gambaran potensi sumber daya energi tenaga air yang tersedia sebesar 75.000 MW baru dimanfaatkan sebesar 7,54%, potensi energi panas bumi sebesar 28.543 MW baru dimanfaatkan sebesar 4,17%, potensi energi biomassa sebesar 49.810 MW baru dimanfaatkan sebesar 3,25%, demikian juga untuk energi surya dan energi angin masih sangat terbatas pemanfaatannya.

Berdasarkan kenyataan tersebut di atas maka sudah saatnya untuk mengubah paradigma dalam pengelolaan energi yaitu dari paradigma lama “Energi Supply Side Management” menjadi paradigma baru “Energi Demand Side Management”. Dalam paradigma lama pengelolaan energi, pemenuhan kebutuhan energi masih boros dan dipenuhi dari energi fosil dengan biaya berapapun serta disubsidi, sedangkan energi terbarukan hanya sebagai alternatif. Dalam paradigma baru pengelolaan energi, pemenuhan kebutuhan energi diefisienkan dan dimaksimalkan dengan pemanfaatan energi terbarukan dan bila perlu disubsidi, sedangkan energi fosil dipakai sebagai penyeimbang.

Untuk melaksanakan paradigma baru pengelolaan energi tersebut Kementerian Energi Dan Sumber Daya Mineral mengeluarkan Arah Kebijakan Energi yang dituangkan dalam Visi 25/25. Kebijakan utama energi yang pertama adalah Konservasi Energi untuk meningkatkan efisiensi penggunaan energi di sisi suplai dan pemanfaatan (Demand Side), yang kedua adalah Diversifikasi Energi untuk meningkatkan pangsa energi baru terbarukan dalam bauran energi nasional (Suplly Side). Dalam visi tersebut ditargetkan tercapainya peran energi baru dan terbarukan sebesar 25% dari bauran energi nasional pada tahun 2025. Visi 25/25 tersebut dilengkapi dengan prakarsa Inisiatif Energi Bersih atau dikenal dengan istilah Indonesia “REFF-Burn” Program (Reducing Emissions from Fossil Fuel Burning).

Prakarsa tersebut dilakukan dengan mengintegrasikan semua upaya dan teknologi untuk menurunkan emisi dari pembakaran bahan bakar fosil melalui tiga tingkatan upaya. Pertama merupakan upaya yang dilakukan sebelum terjadi pembakaran atau Pre Combustion yang merupakan upaya pencegahan terjadinya emisi hasil pembakaran energi fosil. Upaya ini dilaksanakan dengan memanfaatkan teknologi yang efisien dalam mengkonsumsi bahan bakar fosil, serta meningkatkan pengunaan energi terbarukan.

selanjutnya, yang kedua merupakan upaya yang dilakukan selama terjadi pembakaran atau During Combustion yang merupakan upaya pengurangan emisi hasil pembakaran energi fosil. Upaya ini dilaksanakan dengan meggunakan peralatan teknologi yang bersih emisi pada waktu terjadi pembakaran energi fosil (Clean Fossil Technology). Ketiga merupakan upaya yang dilaksanakan setelah terjadi pembakaran atau Post Combustion yang merupakan upaya pengolahan emisi hasil pembakaran

Page 6: Konservasi

energi fosil. Upaya ini dilaksanakan dengan meggunakan teknologi untuk menangkap emisi hasil pembakaran energi fosil kemudian disimpan dalam sistem penimbunan karbon yang diinjeksikan kedalam tanah (Carbon Capture and Storage) misalnya pada sumur tua minyak bumi yang sudah tidak terpakai. (SF)

Bali Sebagai Percontohan Energi BersihSenin, 8 Juni 2015 | 08:01 WIB | Ferial

Page 7: Konservasi

EBTKE-- Provinsi Bali akan menjadi wilayah percontohan energi bersih. Hal tersebut diungkapkan oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (MESDM) Sudirman Said ketika bertemu Wakil Gubernur Bali I Ketut Sudikerta, Minggu, 07 Juni 2015.

Menanggapi hal tersebut, Sudikerta menyambut baik rencana Menteri ESDM. Hal ini sejalan dengan visi untuk menjadikan Bali yang clean and green. Percontohan energi bersih ini akan dilakukan dengan antara lain melalui pemanfaatan gas untuk pembangkit listrik, pengembangan jaringan gas kota, memaksimalkan energi baru, terbarukan dan penerapan prinsip-prinsip energi bersih.

Sudirman menjelaskan bahwa hasil pertemuan dengan Wakil Gubernur Bali ini akan ditindaklanjuti dengan penyusunan rencana kerja bersama dengan menugaskan Tenaga Ahli Menteri ESDM bidang energi baru terbarukan William Sabandar dari pihak ESDM. Sementara

Page 8: Konservasi

itu, Provinsi Bali menugaskan Dinas Pekerjaan Umum dan ESDM serta Pemerintah Daerah Bali untuk menindaklanjuti rencana pengembangan energi bersih ini.

Pemilihan Bali sebagai wilayah percontohan karena banyak dikunjungi wisatawan, baik lokal maupun mancanegara, sehingga penetapannya sebagaiwilayah percontohan dapat cepat tersebar dan diikuti wilayah lainnya.

Sebagaimana diketahui, Provinsi Bali telah memiliki Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) yang berlokasi di Kabupaten Karangasem dengan kapasitas 1 megawatt peak ( MWp) on grid, PLTS Bangli 1 MWp on grid dan 6 Unit PLTS 15 kilowatt peak (kWp) off grid.

Selain itu, pada tahun 2014 lalu telah dibangun PLT Biomassa berkapasitas 400 kw dengan limbah bambu sebagai bahan baku.