konsep etika politik -...

85
KONSEP ETIKA POLITIK DALAM PERSPEKTIF ALI SYARI’ATI Oleh: SUGIYONO NIM: 103033227801 JURUSAN PEMIKIRAN POLITIK ISLAM FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1430 H/2009 M

Upload: vukhuong

Post on 30-Jan-2018

227 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: KONSEP ETIKA POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7545/1/SUGIYONO... · Sedulur Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) Komisariat UIN

KONSEP ETIKA POLITIK

DALAM PERSPEKTIF ALI SYARI’ATI

Oleh:

SUGIYONO

NIM: 103033227801

JURUSAN PEMIKIRAN POLITIK ISLAM

FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 1430 H/2009 M

Page 2: KONSEP ETIKA POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7545/1/SUGIYONO... · Sedulur Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) Komisariat UIN

KONSEP ETIKA POLITIK

DALAM PERSPEKTIF ALI SYARI’ATI

Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin dan Filsafat

untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar

Sarjana Sosial (S. Sos)

Oleh:

SUGIYONO

NIM. 103033227801

Di bawah Bimbingan

Dr. Shobahussurur

NIP. 196411301998031001

JURUSAN PEMIKIRAN POLITIK ISLAM

FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

1430 H/ 2009 M

Page 3: KONSEP ETIKA POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7545/1/SUGIYONO... · Sedulur Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) Komisariat UIN
Page 4: KONSEP ETIKA POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7545/1/SUGIYONO... · Sedulur Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) Komisariat UIN

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi yang berjudul “KONSEP ETIKA POLITIK DALAM PERSPEKTIF

ALI SYARI’ATI” telah diujikan dalam sidang munaqosah Fakultas

Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, pada tanggal 26

Juni 2009. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk

memperoleh gelar sarjana program Strata I (SI) pada Jurusan Pemikiran

Politik Islam.

Jakarta, 14 Juni 2009

Sidang Munaqosah

Ketua Sidang Sekretaris Sidang

Dra. Ida Rosyidah, MA 196306161990032002

Dra. Wiwi Siti Sajaroh, MA 196902101994032004

Penguji I Penguji II

Dr. Nawiruddin, MA 19722001121003

Agus Nugraha, M.Si 196808012000031001

Pembimbing

Dr. Shobahussurur, MA 196411301998031001

Page 5: KONSEP ETIKA POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7545/1/SUGIYONO... · Sedulur Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) Komisariat UIN

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Puji syukur ke hadirat Allah SWT. Yang Maha Pengasih lagi Maha

Penyayang, pemilik segala kesempurnaan, sumber segala kekuatan dan daya upaya.

Shalawat teriring salam semoga selalu terlimpah-curahkan kepada figur panutan dan

teladan utama para pencari kebenaran, Rasulullah Muhammad saw.

Untaian tutur maaf dan terima kasih teriring sujud simpuh bakti penulis

sampaikan kepada Ayahanda, Thobari, dan Ibunda, Mujaeni, tercinta, yang dalam

kesahajaannya tetap gigih bertekad, berjuang dan berkorban untuk mempersiapkan

masa depan yang lebih baik bagi permata-permata hatinya. Terima kasih atas

kesabaran, doa restu dan kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk menuntut

ilmu. Rasa haru bercampur bangga penulis kepada Kakak, Sumawati dan Suami

Khusnan yang ada di Lamongan, Susiati dan suami Mas Tris di Surabaya, dan

Keponakan tersayang, Erwin, rika, dan Adel hiasan hati dan elan vital penulis dalam

rantau. Rasa terima kasih juga tak terlupakan kepada seluruh keluarga di Tangerang

terkhusus Kusmiyatin dan Suaminya Mas Joko di Tangerang, penggugah semangat

dalam proses studi penulis.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan pula kepada :

1. Bapak Dr. M. Amin Nurdin, MA., Dekan Fakultas Ushuluddin dan Filsafat

beserta Pembantu Dekan dan karyawan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif

i

Page 6: KONSEP ETIKA POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7545/1/SUGIYONO... · Sedulur Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) Komisariat UIN

Hidayatullah Jakarta yang telah mendidik, mengarahkan dan mendampingi

penulis dalam proses pengembaraan intelektual.

2. Bapak Dr. Shobahussurur, MA. yang telah sabar membimbing penulis dalam

menyelesaikan tugas akhir perkuliahan ini. Terima kasih atas arahan, dorongan

dan kerelaan meluangkan waktunya untuk mendengarkan permasalahan yang

dihadapi penulis.

3. Bapak Drs. Agus Darmadji, M. Fils. dan Ibu Dra Wiwik Siti Sajaroh, M.A.,

Ketua dan Sekretaris Program Studi Pemikiran Politik Islam yang telah membina

selama masa kuliah dan membantu menyelesaikan persoalan administrasi.

4. Seluruh Pengajar dan staf Dosen Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan tuntunan dan ilmunya kepada

penulis, terkhusus untuk Bapak M. Zaki Mubarok, M.Si, Dr. Nawiruddin, MA,

Agus Nugraha, M. Si, Dr. Bahtiar Efendi, MA, Dr. Din Syamsuddin, MA, Dr.

Saiful Muzani, MA, Eva Nugraha, M.Ag.

5. Kepada Keluarga Besarku yang berada di Jakarta dan Tangerang, Cak Amin

sekeluarga, cak Mat sekeluarga, dan famili-famili yang tidak bisa disebutkan,

terima kasih atas dukungan selama kuliah di Jakarta.

6. Special thank’s for my frieands, Markhamatul Aeni, Kaka Hanifa, Selviana,

sebagai pendorong semangat dan motivasi, yang telah dengan sabar menunggu

dan mendengarkan keluh-kesah penulis dalam penyelesaian skripsi ini. Sahabat-

sahabatku, Ismail Marzuki, Mahfud, Jeko, Bembeng, Junaidi, , yang telah berjasa

ii

Page 7: KONSEP ETIKA POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7545/1/SUGIYONO... · Sedulur Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) Komisariat UIN

7. Kakak-kakakku, Nur Kholis, Faizin, Mas Arif, Cak Habib, Irfan, Jajak, Cak

Muhib dan Istri, Cak Ali Ghozi dan istri, Cak Heri dan istri, Cak Uday Mashudi

dan istri, dan Mbak Among dan suaminya, atas dorongan semangat dan nasehat-

nasehatnya.

8. Aktifis WASIAT (Wadah silaturrahim Alumni Tarbiyatut Tholabah) yang

mensupport dan membimbing dalam menjalani hidup di perantauan di Jakarta,

Cak ut, Ka Mila, Mas Amiq, Cak Huda, Cak Anam, Mas Doel Karim, Mas

Kholid, mbak Umus, Mbak Latifa, Mbak Bayinah, Dail, Masykur, dan temen-

temen yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Tanpa mereka, niscaya penulisan

skripsi ini tidak akan terselesaikan sesuai waktu yang ditentukan.

9. Sedulur Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) Komisariat UIN Jakarta, Mas

Kisno, Mas Robi Habibi, Mas Muhlisin, Mbak Sukma, Mas Supria, Nuryanto,

Saipul, Juki, dan yang lain. Hormat kami persembahkan untuk ketua Cabang

PSHT Cabang Jakarta Selatan, Pak Dr. Surahman, SH,MH,MM dan rayon se

Jakarta Selatan.

10. Kepada teman-teman di Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Badan

Eksekutif Mahasiswa UIN Jakarta (BEMU), Aliansi BEM PTAI se-Indonesia

Raya, FORKAS Futsal Club, PARAMUDA Foundation, ELSAS, Forum

Mahasiswa Ushuluddin se-Indonesia (FORMADINA), Lingkar Studi dan Aksi

Demokrasi Indonesia (LS-ADI), Komunitas Bambu Apus (KOMBA), Ikatan

iii

Page 8: KONSEP ETIKA POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7545/1/SUGIYONO... · Sedulur Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) Komisariat UIN

Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU), Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI),

Pelajar Islam Indonesia (PII), Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Ikatan

Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), Forum Mahasiswa Lamongan (FORMALA),

Akbar Tanjung Institut (ATI), LP3ES, Piramida Circle, Lembaga Surve Indonesia

(LSI), Laboratorium Politik Islam (LPI), Institut Lembang Sembilan (IL9),

Pemuda Pembaharuan PDP, Pemuda Partai Demokrat, Fraksi Partai Kebangkitan

Bangsa (PKB),

11. Terakhir, buat seluruh masyarakat PPI khususnya angkatan 2003, semoga Allah

selalu memberikan Rahmat-Nya kepada kita semua.

Selanjutnya, kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu,

penulis hanya bisa mengucapkan terima kasih seraya berdoa semoga amal baik

mereka dibalas oleh Allah dengan balasan yang lebih baik di dunia maupun di akherat

nanti.

Akhir kata, semoga skripsi ini menambah cakrawala berfikir bagi

pembacanya. Segala saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan agar

dapat menyusun sebuah karya tulis ilmiah yang lebih baik lagi di masa-masa

mendatang.

Jakarta, 26 Juli 2009

P e n u l i s

iv

Page 9: KONSEP ETIKA POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7545/1/SUGIYONO... · Sedulur Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) Komisariat UIN

v

Page 10: KONSEP ETIKA POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7545/1/SUGIYONO... · Sedulur Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) Komisariat UIN

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................... i

DAFTAR ISI .............................................................................................................. iii

BAB I : PENDAHULUAN ...................................................................................... 1

A. Latar Belakang Masalah ........................................................................ 1

B. Batasan dan Rumusan Masalah ............................................................. 4

C. Tujuan Penelitian ................................................................................... 5

D. Kajian Pustaka ....................................................................................... 6

E. Metode Penelitian .................................................................................. 6

F. Sistimatika Penulisan ............................................................................ 8

BAB II : BIOGRAFI ALI SYARI’ATI ................................................................... 9

A. Latar Belakang Sosial dan Pendidikan .................................................. 9

B. Karir dan Aktifitas Politik Ali Syari’ati ............................................... 12

C. Karya–karya Ali Syari’ati ..................................................................... 16

BAB III : STUDI TENTANG ETIKA POLITIK ................................................... 19

A. Pengertian Dasar ................................................................................... 19

1. Pengertian Etika .............................................................................. 19

2. Pengertian Politik ........................................................................... 21

B. Gambaran Umum tentang Etika Politik ............................................... 23

C. Sejarah Etika Politik ............................................................................. 27

D. Etika Politik dalam Teologi Islam ........................................................ 33

1. Politik Islam Sunni ......................................................................... 34

2 Politik Islam Syi’ah ........................................................................ 39

v

Page 11: KONSEP ETIKA POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7545/1/SUGIYONO... · Sedulur Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) Komisariat UIN

vi

BAB IV : KAJIAN KRITIS TENTANG KONSEP ETIKA POLITIK ALI

SYARI’ATI ...................................................................................... 46

A. Masyarakat Ideal Pandangan Ali Syari’ati .......................................... 49

B. Konsep Kepemimpinan Politik ........................................................... 52

C. Islam sebagai Dasar Etika Politik Syari’ati ......................................... 56

BAB V : PENUTUPAN ........................................................................................... 65

A. Kesimpulan .......................................................................................... 65

B. Saran-saran .......................................................................................... 67

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 69

Page 12: KONSEP ETIKA POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7545/1/SUGIYONO... · Sedulur Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) Komisariat UIN

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Etika merupakan problematika dan tantangan manusia sepanjang sejarah.

Pada dasarnya peradaban manusia telah melahirkan nilai-nilai etika yang mulia,

tetapi kemuliaan nilai-nilai tersebut masih memiliki kekurangan dan masih jauh dari

kesempurnaan. Al-Quran telah menggambarkan bahwa bangsa-bangsa terdahulu

seperti kaum Ad, Tsamud, Saba’, dan kaum nabi Luth, menunjukkan bahwa

eksistensi kaum tersebut ditentukan oleh etika bangsanya.

Agama Islam hadir di tengah bangsa Arab yang sedang merosot etikanya.

Islam datang dengan membawa misi utama perbaikan etika bangsa Arab yang telah

jauh menyimpang dari peradaban manusia.1 Maka misi utama nabi Muhammad

diutus sebagai Rasul Islam terakhir yang diturunkan Allah untuk menuntun dan

membimbing gejola ambisi manusia, sebagaimana sabda Rasulullah SAW: Innama

buitstu li utammima makarima al akhlaq, yang artinya: tidaklah aku diutus

melainkan untuk menyempurnakan Akhlak.2

Pembahasan etika sudah dimulai jauh hari, bahkan sebelum adanya negara

yang mengatur tata kehidupan manusia dalam masyarakat. Dalam era Yunani,

pembahasan filsafat etika dimulai pada abad kelima sebelum masehi, muncul tokoh-

tokoh filsafat yang membahas etika seperti; Phytagoras, Sokrates, Plato, dan

1 Abdul Qodir Jailani, Negara Ideal: Menurut Konsepsi Islam , (Surabaya: Bina Ilmu, 1995)

h.149 2 Ihsan Ali, “Perjalanan Nab”i, Diakses tanggal 24 Februari 2008, 20:10 http: //www.

suara-islam.com.

1

Page 13: KONSEP ETIKA POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7545/1/SUGIYONO... · Sedulur Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) Komisariat UIN

Aristoteles.3 Namun dalam kajiannya para filosof belum mendefinisikan etika secara

spesifik seperti yang ada dalam sekarang.

Secara umum, etika adalah masalah yang fleksibel dan tidak dapat

dipisahkan dari perilaku manusia. Ia adalah sebagai bahan acuan dan norma yang

mengatur perilaku, namun dalam menentukan penilaian terhadap perilaku orang lain

sangat dipengaruhi oleh kekuatan intuisi sehingga hasil dari penilaian tersebut akan

sangat beragam. Karena tidak adanya barometer yang mampu mendeteksi nilai

positif dan negatif setiap perilaku, untuk itu perlunya adanya barometer atau alat

yang tepat dalam mengukur hasil penilaian terhadap setiap perilaku.

Etika bukan hanya suatu keharusan dalam perilaku politik, namun dalam

segala bentuk aktivitas manusia tidak terlepas dari nilai-nilai etika sehingga inti dari

permasalahannya terletak pada cara pandang yang berbeda dalam memaknai etika.

Dilain pihak kadang nilai etika tersebut diukur dengan intuisi dan dilain pihak pula

etika tersebut sering diukur dengan agama.4 Sebagaimana pemikir Yunani, Socrates

mengatakan bahwa untuk mencapai kebijakan (virtue) manusia harus memiliki

pengetahuan dan tolak ukur mengenai apa yang baik dan buruk. Untuk itu manusia

perlu memahami etika serta menggunakan akal atau rasionya secara maksimal.5

Plato dan Aristoteles juga menganut prinsip mementingkan kebijakan

(vertue) dalam mengatur negara yang ideal. Kebajikan menurut mereka adalah

pengetahuan. Apapun yang dilakukan atas nama agama haruslah dimaksudkan untuk

mencapai kebajikan itu.6 Thomas Aquinas juga berujar bahwa tugas penguasa

3 Harun Hadiwijoyo, Sari Sejarah Filsafat, cet. Ke-11, (Yogyakarta: Kanisius, 1995) h. 51-

52 4 Vikar, Islam dan Politik, artikel di akses tanggal 26 Januari 2008 dari http://www.pikiran-

rakyat.com/cetak/2005/0305/15/0805.ht 5 Ahmad Suhelmi, Pemikiran Politik Barat, (Jakarta: Gramedia, 2001) h. 35 6 Ahmad Suhelmi, Pemikiran Politik Barat, h. 37

2

Page 14: KONSEP ETIKA POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7545/1/SUGIYONO... · Sedulur Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) Komisariat UIN

negara yang utama adalah mengusahakan kesejahtraan dan kebajikan hidup

bersama. Untuk itu penguasa negara dituntut untuk memenuhi kebutuhan materil,

diantaranya sandang dan pangan.7 Bagi para pemikir politik Islam, politik terkait

erat dengan etika. Bedanya, jika pemikir Yunani membicarakan keterkaitan itu

dalam wilayah filsafat moral, pemikir politik Islam mendiskusikannya dalam

naungan teologi. Ini indikasi, bahwa bagi Islam persoalan politik tidak terpisah

dengan persoalan agama.8

Pemikiran politik telah menjadi persoalan yang paling banyak digeluti oleh

kaum intelektual Muslim selama dua abad terakhir ini. Hal ini dapat dijelaskan,

terutama oleh perjuangan yang tengah berlangsung di kalangan rakyat muslim di

berbagai negara untuk memperoleh kemerdekaan politik dan kebebasan dari

ketergantungan kepada kekuatan-kekuatan Barat. Salah satu tokoh intelektual dan

aktivis politik yang berorientasi pada kebijakan atau etika adalah Ali Syari’ati.

Tahun 1970-an, ia telah membawa perubahan-perubahan besar dalam dunia Muslim.

Dari Sudan sampai Sumatra, agama timbul kembali sebagai faktor penting dalam

politik muslim.9

Ali Syari’ati sebagai pemikir terkemuka di Iran sangatlah luas gagasannya.

Ia tidak memandang agama sebagai spesialisasi ilmiah atau satu kebudayaan, tapi ia

menjadikannya sebagai sebuah ideologi dan mazhab pemikiran sebagai satu sistem

keyakinan. Ini berarti memahami agama sebagai suatu gerakan kemanusiaan,

historis, dan intelektual.10 Etika sebagai basis pemikiran dan gerakan menjadikan

7 Ahmad Suhelmi, Pemikiran Politik Barat, h. 100 8 Nurcholish Madjid, Agama dan Negara dalam Islam: Telaah atas Fiqh Siyasy Sunni,

dalam Budy Munawar-Rachman (editor), Kontekstualisasi Doktrin Islam Dalam Sejarah (Jakarta: Paramadina, 1994), h.588.

9 Ali Syari’ati, pengantar Membangun Masa Depan Islam, ( Bandung: Mizan, 1988 ) h. 11 10 Ali Syari’ati, Islam Mazhab Pemikiran dan Aksi, (Bandung: Mizan, 1992) h. 18

3

Page 15: KONSEP ETIKA POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7545/1/SUGIYONO... · Sedulur Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) Komisariat UIN

manusia sebagai rusyanfikrn, yaitu kaum intelektual dalam arti yang sebenarnya.

Kelompok orang yang merasa terpanggil untuk memperbaiki masyarakat,

menangkap aspirasi mereka, merumuskan dalam bahasa yang dapat dipahami setiap

orang, menawarkan strategi, dan alternatif pemecahan masalah 11. Salah satu

pernyataan Syari’ati adalah ”Manusia menjadi ideal dengan mencari serta

memperjuangkan umat manusia, dan dengan demikian, ia menemukan Tuhan”.

Sedangkan ciri pemikiran Syari’ati adalah ” agama harus ditransformasikan dari

ajaran etika pribadi ke program revolusioner untuk mengubah dunia”.12

Berdasarkan latar belakang di atas, kemudian menarik perhatian penulis

untuk mengangkat permasalahan tersebut dalam satu pembahasan dengan judul:

Konsep Etika Politik Dalam Perspektif Ali Syari’ati

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Menguraikan tentang Pemikiran Ali Syari’ati merupakan hal yang sangat

luas sekali pembahasannya, karena beliau dengan segala fenomena telah banyak

sekali kiprah dan sumbangsihnya dalam segala aspek kehidupan di seluruh dunia,

terutama di negara Islam. Untuk itu, dalam hal ini penulis akan memfokuskan

penulisan skripsi ini pada konsep-konsep etika atau moralitas politik dan Kajian

Biografi Ali Syari’ati

Pertama, studi etika politik yang di dalamnya menyoroti tentang; pengertian

dasar, gambaran umum, sejarah etika politik, dan etika politik dalam teologi Islam,

yang meliputi politik Islam Sunni dan Syiah; konsep etika politik Ali Syari’ati yang

11 Ali Syariati, Ideologi Kaum Intelektual, (Bandung: Mizan, 1985) h. 14 12 Ekky Malaky, Ali Syari’ati, Filosof Etika dan Arsitek Iran Modern, ( Mizan: Juli 2004 )

h. 119

4

Page 16: KONSEP ETIKA POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7545/1/SUGIYONO... · Sedulur Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) Komisariat UIN

meliputi konsep masyarakat ideal, konsep kepemimpinan politik, yang meliputi hak,

kewajiban, dan tanggung jawab penguasa; dan konsep Islam sebagai dasar etika

politik, berkenaan dengan landasan ideologi Islam sebagai ruh perjuangan dan tolak

ukur etika. Ini diharapkan mampu menjadi pisau analisis dalam memahami konsep

pemikiran Ali Syari’ati tentang etika politik. Kedua, kajian biografi digunakan

sebagai penelusuran mengenahi, siapa Ali Syari’ati dan peran politik Ali Syari’ati di

negara Iran.

Berdasarkan pada pembatasan masalah diatas, maka penulis melakukan

perumusan masalah dalam bentuk pertanyaan yaitu: bagaimana konsep etika politik

dalam perspektif Ali Syari’ati?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk menjelaskan pengertian etika politik

2. Untuk menjelaskan konsep politik Ali Syari’ati

3. Sebagai upaya untuk memahami konsep etika politik perspektif Ali

Syari’ati.

D. Kajian Pustaka

Dalam skripsi ini penulis ingin mengetahui bagaimana konsep pemikiran

etika politik Ali Syari’ati. Dari hasil pengetahuan penulis ada beberapa tulisan

terkait dengan Ali Syari’ati, Sebut saja misalnya Ibrahim Jamil Tanjung, Islam

Mazhab Pemikiran dan Aksi: konsep Ummah dan Imamah dalam Perspektif politik

Ali Syari’ati 1933-1977 (skripsi). Dalam tulisan ini dibahas pemikiran Syari’ati

5

Page 17: KONSEP ETIKA POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7545/1/SUGIYONO... · Sedulur Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) Komisariat UIN

tentang konsep dasar mazhab pembebasan, konsep Ummah dan Imamah, serta

pembahasan perjuangan Ali Syari’ati. Firman, Haji: Perjalanan Manusia Menuju

Tuhan (Sebuah Telaah Terhadap Karya Pemikiran Ali Syari’ati) (skripsi), tulisan ini

menyoroti pemikiran Ali Syari’ati tentang konsep manusia dan haji dari sudut

pandang filsafat dan sosiologi.

Sementara itu, tulisan yang membahas tentang etika politik Ali Syariati

belum ada. Oleh karena itu, penulis akan memfokuskan dalam skripsi ini mengenahi

pemikiran etika politik Ali Syari’ati yang di kaji dan dianalisa dari berbagai sumber,

baik dari buku, majalah, jurnal, artikel, ataupun data-data kepustakaan lainnya

E. Metode Penelitian

Dalam pembahasan skripsi ini penulis menggunakan teknik analisis data

(deskriptif-analisis), yaitu data yang saya dapatkan tentang etika politik Ali Syariati

akan saya uraikan secara umum dengan cara menguraikan sesuai dengan data yang

ada di lapangan. Jenis penelitian deskriptif analisis ini dimaksud untuk

menggambarkan obyek atau fakta sosial yang diamati dengan duduk permasalahan

dan hubungan sosial yang terdapat di dalamnya. Dengan teknik ini diharapkan

mampu memahami apa yang menjadi pokok permasalahan.

Secara kategoris, teknik pengumpulan data dalam skripsi ini menggunakan

penelitian pustaka (library research), yaitu dengan memanfaatkan sumber informasi

yang terdapat di Perpustakaan dan informasi yang tersedia, baik yang

terdokumentasikan dalam bentuk buku, majalah, jurnal, artikel, ataupun data-data

kepustakaan lainnya yang berhubungan dengan konsep etika politik dalam

pandangan Ali Syariati. Selain itu sumber data dalam teknik penulisan skripsi ini

6

Page 18: KONSEP ETIKA POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7545/1/SUGIYONO... · Sedulur Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) Komisariat UIN

dengan menggunakan sumber data primer dan sekunder. Data primer adalah obyek

kajian utama yang berupa karya-karya Ali Syariati seperti, Ummah dan Immama:

Suatu Tinjauan Sosiologis, Membangun Masa Depan Islam, Ideologi Kaum

Intelektual; Suatu Wawasan Islam, Islam Mazhab Pemikiran dan Aksi, Paradigma

Kaum Tertindas; Sebuah Kajian Sosiologi Islam, Tugas Cendikiawan Muslim, dan

Pemimpin Mustadh’afin.

Sedangkan data sekunder merupakan tulisan-tulisan yang mendukung

mengenai pembahasan tentang revolusi dalam pandangan Ali Syariati, seperti karya

Deden M. Ridwan, Melawan Hegemoni Barat: Ali Syari’ati dalam Sorotan

Cendikiawan Indonesia, Ali Rahmena, Ali Syari’ati: Biografi Politik Intelektual

Revolusioner , Antony Black, Pemikiran Politik Islam atau karya-karya lain yang

berhubungan dengan pembahasan.

Untuk teknik penyusunan atau penulisan skripsi ini, penulis mengacu pada

buku “Pedoman Akademik Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta ” tahun 2005/2006.

F. Sistimatika Penulisan

Untuk mempermudah membahas dan penulisan yang lebih sistematis, maka

penulis menyusun kedalam lima bab yang masing-masing terdiri dari sub-sub bab,

yaitu:

Bab pertama, merupakan pendahuluan yang menjelaskan tentang latar

belakang masalah, kemudian pembatasan dan perumusan masalah, dilanjutkan

dengan tujuan penelitian, kajian pustaka, metode penelitian serta sistematika

penulisan.

7

Page 19: KONSEP ETIKA POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7545/1/SUGIYONO... · Sedulur Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) Komisariat UIN

Bab kedua, biografi politik Ali Syari’ati yang meliputi latar belakang sosial

dan pendidikan, karir dan aktifitas politik, dan karya –karyanya.

Bab ketiga, merupakan pembahasan tentang etika politik, yang meliputi

pengertian etika dan politik, gambaran umum etika politik, sejarah etika politik,

etika politik dalam teologi Islam; politik Islam sunni dan politik Islam Syiah.

Bab keempat, pembahasan tentang etika politik dalam perspektif Ali

Syari’ati, yaitu masyarakat ideal pandangan Ali Syariati, konsep kepemimpinan

politik , dan Islam sebagai dasar etika politik Ali Syari’ati

Bab kelima, adalah bab terakhir yang berisikan kesimpulan dan saran, yang

berkaitan dengan masalah yang diajukan dari keseluruhan penulisan skripsi

8

Page 20: KONSEP ETIKA POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7545/1/SUGIYONO... · Sedulur Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) Komisariat UIN

BAB II

BIOGRAFI ALI SYARI’ATI

A. Latar Belakang Sosial dan Pendidikan

Ali Syari’ati, anak pertama dari Muhammad Taqi dan Zahra13, dilahirkan

pada tanggal 24 November 1933 di sebuah desa kecil di Kahak, sekitar 70 kilometer

dari Sabzevar, propinsi Khorasan Iran. Dia merupakan anak pertama dengan nama

kecil Muhammad Ali Mazinani, dengan tiga orang saudara perempuannya, Tehereh,

Tayebeh, Batul (Afsaneh). Ali hidup dalam lindungan keluarga penyayang dari

masyarakat urban kelas menengah bawah.

Ibunya bernama Zahra, yang merupakan sosok perempuan relegius yang

memiliki dedikasi dan pekerja keras. Ia mengatur rumah tangga dan membesarkan

anak-anak dengan memberi contoh tingkah laku yang baik. Stamina dan

kesabarannya dalam menghadapi kondisi ekonomi keluarga yang serba kurang

menjadikan ia sosok ibu yang dikagumi Ali. Sedangkan Ayahnya, Muhammad Taqi

Syari’ati adalah seorang ulama yang mempunyai silsilah panjang keluarga ulama

dari Masyhad. Ia bekerja di lebih dari satu institusi pendidikan di kota Masyhad

untuk kehidupan keluarga.

Dari sebuah keluarga sederhana itulah Ali tumbuh dan besar dengan dibekali

pengertian bahwa moralitas dan etika adalah nilai-nilai yang mengangkat status dan

kehormatan sosialnya, bukan uang. Ia tidak malu karena kondisi mereka yang cukup

miskin, justru keluarga Syariati bangga akan hal itu. Dalam hal pendapatan keluarga

yang minim, Zahra adalah orang yang bersedia melakukan semua bentuk

13 Ali Syariati, Islam Agama ”Protes”, terj. Satria Pinandito, (Bandung: Pustaka Hidayah,

1993), h. 7

9

Page 21: KONSEP ETIKA POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7545/1/SUGIYONO... · Sedulur Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) Komisariat UIN

pengorbanan pribadi. Dia menerima kehidupan yang menyedihkan dengan makan

yang paling sederhana, sementara menyiapkan makanan yang cukup bagi anggota

keluarganya. Tanpa memperdulikan kualitas dan model pakaiannya, dia memastikan

bahwa semua anggota keluarganya yang lain akan kelihatan bisa terhormat. Dari

sinilah Ali mewarisi karakter dan sifat ibunya, sensitivitas mistik, kerja keras, tegas,

toleran, dan halus. Sedangkan dari ayahnya telah memberi kepercayaan diri melalui

ilmu pengetahuan dan status sosial serta spirit politik dan etika. 14 Taqi Syari’ati

adalah merupakan model dan pengaruh formative bagi sang anak dalam pandangan

keagamaan dan sosial-politik: Bapakku itu membentuk dimensi-dimensi yang

pertama bagi semangatku. Dialah yang mengajarkanku seni berfikir dan seni

makhluk manusiawi... Saya berangsur besar dan matang dalam perpustakaannya

yang baginya merupakan keseluruhan hidupnya dan keluarga.15

Ali memasuki sekolah dasar Ibnu Yamin sebulan setelah sekutu menginvansi

Iran tahun 1941. Walaupun Ali hanya seorang anak laki-laki kecil, ia menyaksikan

keberadaan dan gerakan tentara-tentara Uni Soviet di Masyhad. Ini merupakan

kondisi yang memprihatinkan karena makanan sulit didapat.

Di sekolah dasar Ali pendiam dan pemalu, ia lebih suka memisahkan dirinya

dari aktivitas kawan-kawannya. Bahkan ketika kumpul dalam keluarganya ia juga

sering melamun, berbicara dan hidup dalam pikirannya sendiri dengan tidak

memperdulikan dunia di sekitarnya. Di sekolah Syari’ati tidak tertarik pada

pelajaran dan tidak termotivasi untuk belajar keras, bahkan ia sering bolos. Sering

kali pergi ke sekolah tetapi bersembunyi di suatu tempat dalam gedung sekolah

untuk menghindari masuk kelas. Guru-gurunya banyak mengeluh kepada ayahnya

14 Ali Rahnema, Ali Syariati: Biografi Politik Intelektual Revolusioner, terj. Dien Wahid dkk., ( Jakarta: Erlangga, 2000 ) h. 53

15 Ali Syariati, On the Sociology of Islam, (Bandung: Mizan Pers, 1979) h. 17

10

Page 22: KONSEP ETIKA POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7545/1/SUGIYONO... · Sedulur Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) Komisariat UIN

mengenai kemalasan Syari’ati. Prestasi dia biasa-biasa saja tetapi cukup untuk

membuat dia naik kelas, padahal Ayahnya yang juga guru dalam sekolah itu

mengharapkan ia menjadi murid yang teladan namun Syari’ati muda tidak

memenuhi harapan itu.

Meskipun Syari’ati malas di sekolah, namun dia senang membaca. Sejak dia

kelas lima dan enam sekolah dasar Syari’ati sering terjaga dan membaca dengan

ayahnya sampai larut malam. Ia menenggelamkan dirinya di perpustakaan ayahnya

yang mengoleksi buku 2000 jilid.16 Dalam praktik, kelihatanya Syari’ati mengganti

belajar di kelas dengan belajar dan membaca buku di rumah yang membuatnya

tertarik dan senang. Ini menjadikan Syari’ati pintar dan lebih terdidik dibanding

teman-temannya meskipun ia tidak harus ranking satu.

Dalam masa studi selanjutnya sifat pendiam dan kesendirian Syari’ati masa-

masa kecil berubah menjadi sosok yang ceria dan nakal. Ia suka mengorganisir

anak-anak tetangganya untuk bermain. Ia menghabiskan waktu untuk bermain

layang-layang, melatih merpati, dan berputar-putar di jalan. Di kelas ia sering

membuat lelucon bahkan ketika ada gurunya. Sampai ia terpengaruh dengan teman

kecil terdekatnya, Falsafi yang membuat Syari’ati meninggalkan perilaku bebasnya

dan tertarik dengan studinya.

Setelah menyelesaikan sekolah dasar di Ibnu Yamin, pada bulan September

1947 Syari’ati memasuki sekolah Menengah Firdaus. Di lingkungan sekolah ada

perpustakaan, laboratorium ilmu pengetahuan, fasilitas olah raga dan teater. Di

sekolah menengah, Syari’ati terkenal di antara teman-temannya sebagai murid

pemalas, tetapi bisa bersosialisasi dan sangat menyenangkan untuk dijadikan teman.

16 Ali Rahnema, Ali Syariati: Biografi Politik Intelektual Revolusioner, h. 58

11

Page 23: KONSEP ETIKA POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7545/1/SUGIYONO... · Sedulur Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) Komisariat UIN

Di lain sisi dia dikenal sebagai anak kalem, bijaksana, dan cerdas. Tahun 1956, Ali

Mazinani melanjutkan studi di Fakultas Sastra universitas Masyhad.17 Tahun 1960

ia mendapat beasiswa dari pemerintah Iran dan melanjutkan pendidikan di

Universitas Sorbonne, Perancis. Kembali ke Iran Syariati menjadi dosen di sebuah

perguruan tinggi di Teheran.18

B. Karir dan Aktifitas Politik Ali Syariati

Ali Syari’ati (1933-1977) merupakan tokoh reformis Iran yang

mempersatukan banyak arus reformasi pada masanya: oposisi terhadap rezim Shah,

penolakan Westernisasi, revivalisme keagamaan, dan pembaharuan sosial.

Semenjak dalam pendidikan lanjutan atas, dia aktif dalam gerakan remaja

yang diasuh bapaknya, bernama Pusat Penyebaran Ajaran Islam (Center for the

Spread of Islamic Teachings), bertujuan menanamkan semangat Islam dalam

kalangan angkatan Muda Iran, menamakan kesadaran akan relevansi Islam dengan

kehidupan bangsa Iran dewasa ini.19

Kemudian pada periode 1950-1951, Ali Mazinani seperti ayahnya,

bergabung dengan Gerakan Sosialis Penyembah Tuhan (Movement of God

Worshipping Socialists) yang berikhtiar melakukan sinthesa antara Syi’ah dengan

sosialisme Barat.20 Bapak dan anak itu pun aktif dalam gerakan nasionalis yang

dipimpin oleh Perdana Menteri Muhammad Mushadiq. Ketika gerakan itu pecah

menjadi Liga Kemedekaan Rakyat Iran, ia juga ikut bergabung. Setelah Mushadiq

gagal melancarkan kudeta tahun 1953, ia ikut dalam Gerakan Perlawanan Nasionalis

17 Ali Rahnema, Ali Syariati: Biografi Politik Intelektual Revolusioner, h. 60 18 Antoni Black, Pemikiran Politik Islam, terj. Abdullah Ali, (Jakarta: Serambi Ilmu

Semesta, 2006), h. 585 19 Ali Syariati, On the Sociology of Islam, (Bandung: Mizan Pers, 1979) h. 25 20 Antoni Black, Pemikiran Politik Islam, 585

12

Page 24: KONSEP ETIKA POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7545/1/SUGIYONO... · Sedulur Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) Komisariat UIN

(National Resistance Movement). Karena gerakan itulah ia bersama ayahnya

dipenjara di rumah tahanan Qazil Qala’ah, Teheran selama 8 bulan sebagai akibat

gerakan oposisinya melawan Rezim Syah Reza Pahlevi.21

Setelah menyelesaikan studi pada Teacher Training College (Perguruan

Tinggi Pendidikan Guru) kemudian Ali mengajar pada sekolah dasar. Pada masa

inilah dia menemukan pahlawan kedua atau model bagi kehidupan Islam, yaitu Abu

Dzar al-Giffari (wafat 32 H/653 M). Ia merupakan seorang sahabat nabi Muhammad

yang pada masa belakangan menuduh kemewahan dan korupsi dalam kehidupan

istana para pembesar khafilah dan sebagai pahlawan yang memperjuangkan

perbaikan kehidupan kaum melarat. Dalam pandangan Syariati dan dalam

pandangan aktivis-aktivis sosialis muslim, Abu Dzar adalah perlambang perjuangan

keadilan sosial sepanjang Islam atau sosialisme Islam. Selain itu beliau juga

merupakan perlambang oposisi Islam terhadap korupsi dan kosentrasi

kemakmuran.22

Tahun 1956, ketika Ali Syariati menempuh pendidikan dengan mengambil

studi Islam dan sosiologi di Universitas Sorbonne, Perancis inilah ia menjalin

hubungan secara pribadi dengan intelektual terkemuka seperti Louis Massiggnon

(Islamolog Prancis beragama Katolik), Jean-Paul sartre, “Che” Guevara, dan

Jacques Berque. Ia juga bertemu dengan Henri Bergson dan Albert Camus.23 Selama

di Prancis ia memberikan sumbangan bagi perkembangan dalam bidang intelektual

dan politik. Disana juga ia aktif dalam Gerakan Pembebasan Iran (Liberation

Movement of Iran) yang dibangun oleh Mehdi Bazargan dan Ayatullah Taliqani dan

21 Ekky Malaky, Ali Syari’ati, Filosof Etika dan Arsitek Iran Modern, (Bandung: PT. Mizan

Publika, 2004) h. 19 22 John L. Esposito, Islam dan Politik, (Jakarta: PT Bulan Bintang, 1990) h, 255 23 Ekky Malaky, Ali Syari’ati, Filosof Etika dan Arsitek Iran Modern, h. 19

13

Page 25: KONSEP ETIKA POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7545/1/SUGIYONO... · Sedulur Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) Komisariat UIN

menerbitkan secara berkala Free Iran ( Iran Merdeka).24 Dalam studi di Perancis itu,

dia sadar bahwa pemikiran Barat bisa mencerahkan sekaligus memperbudak

pemikiran pelajar Iran. Dia melihat adanya proses pembaratan total yang

membentuk eropanoid. Dari sini muncul pemikirannya dan memetakan inteletual

Islam yang meniru dan ‘intelektual Islam sejati’. Intelektual sejati mengikuti tradisi

Nabi. Perenungannya ini kelak membuatnya berpikir tentang Rausyanfikr

(intelektual yang tercerahkan) tercermin dari aktifitasnya di Hussainiah Irshad dan

kumpulan tulisan What is To Be Done

Pada tahun 1965, ketika Ali Mazinani pulang ke Iran, pihak pemerintahan

Shah menganggapnya suatu ancaman. Ia ditangkap di Bazarqan (perbatasan Iran-

Turki) dan dipenjara 1,5 bulan karena aktifitasnya di Paris menantang pemerintahan.

Ali pun dibebasan tapi kemudian ia tidak boleh lagi mengajar di Teheran

University.25

Periode 1967-1973 adalah periode paling aktif dalam hidup Ali Mazinani. Ia

pergi ke Teheran dan mengajar di Masyhad, Hussainiyah Irshad serta beberapa

universitas dan lembaga pendidikan Islam lainnya. Dalam wanktu singkat, ia

menjadi populer di kalangan mahasiswa dan meluas ke masyarakat umum. Di

Teheran, Ali Syariati diangkat sebagai pemimpin Pusat Bimbingan Keagamaan

Husainiah (Husayniyah Irshad Religious Center), sebuah lembaga pendidikan untuk

kenangan kepada Husain bin Ali (wafat 61 H/681 M) yang mati syahid di Karbala.

Lembaga pusat itu merupakan simbul perjuangan yang hakiki dari Husain dalam

menentang penindasan dan ketidak-adilan Khilafah Umayyah. Bagi syariati,

lembaga itu melambangkan situasi rakyat Iran dewasa itu.

24 John L. Esposito, Islam dan Politik, h, 256 25 Ekky Malaky, Ali Syari’ati, Filosof Etika dan Arsitek Iran Modern, h. 19

14

Page 26: KONSEP ETIKA POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7545/1/SUGIYONO... · Sedulur Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) Komisariat UIN

Dalam perkuliaan di Teheran, Ali Syariati merupakan sosok yang dikagumi

oleh mahasiswa, kalangan intelektual, dan kalangan kiri sehingga menyebabkan

pihak otoritas menuduhnya “ Marxist Muslim”. Selain itu aktifitasnya yang selalu

dianggap mempropagandakan perlawanan membuat khawatir Syah Pahlevi. Karena

itulah pada September 1973, SAVAK menangkap ayah Ali Syariati dan

memenjarakannya selama 18 bulan

Karena desakan masyarakat Iran dan juga protes dari dunia internasional,

pada 20 Maret 1975 Ali Mazinani terpaksa dibebaskan. Ia kemudian diawasi dengan

ketat dan diharuskan tinggal di desanya, Marzinan. Ia dilarang menerbitkan buku,

dan dilarang berhubungan dengan murid-muridnya, namun secara diam-diam ia

tetap memberikan kuliah perlawanan.

Menyadari dibatasi, Muhammad Ali Mazinani mengganti nama resminya

menjadi Ali Syari’ati dan meninggalkan Iran pada 16 Mei 1977 menuju London.

Pergantian nama ini dimaksudkan agar ia tidak terdeteksi pihak bandara dan polisi

Iran (SAVAK). Lama tidak terlihat, pada 8 Juni 1977 SAVAK mengeluarkan edaran

bahwa Ali Mazinani telah meninggalkan Iran secara illegal dengan mengganti nama

menjadi Ali Syari’ati.26

Tanggal 18 Juni, Pouroan, istri Syaria’ti, beserta tiga putrinya hendak

menyusul ke London, tetapi tidak dijinkan oleh pihak berwenang. Tetapi Soosan dan

Sara, dua anak lainnya dibolehkan. Begitu tiba di Heathrow, Syari’ati menjemput

26 Ekky Malaky, Ali Syari’ati, Filosof Etika dan Arsitek Iran Modern, h. 25

15

Page 27: KONSEP ETIKA POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7545/1/SUGIYONO... · Sedulur Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) Komisariat UIN

mereka dan membawa mereka ke sebuah rumah sewaan di daerah Southampton,

Inggris.

Tetapi keesokan paginya, 19 Juni 1977 Syari’ati ditemukan tewas di

Southampton, Inggris. Pemerintah Iran menyatakan Syari’ati tewas akibat penyakit

jantung, tetapi banyak yang percaya ia dibunuh oleh Polisi rahasia Iran. Sang istri

menolak biaya pemakaman dari pemerintah karena tidak ingin terlibat dalam

eksploitasi nama suaminya demi kepentingan propaganda Syah Pahlevi. Syari’ati

lalu dimakamkan pada 27 Juni 1977 di Damaskus, Suriah, bersebelahan dengan

makam Zainab, cucu nabi dan saudara perempuan Imam ketiga, Husein bin Ali.27

Innalillahi wainnailaihi rojiun. Kematiannya menjadi mitos “Islam Militan”.

Pada hari ke-40, kematiannya diperingati di sekolah menengah atas Ameliat, Beirut,

dan mirip dengan pertemuan puncak berbagai organisasi pembebasan dari berbagai

Negara seperti Lebanon, Pakistan, Iran, Amerika, Kanada, Zimbawe, dan

sebagainya. Roh perjuangannya terus mengalir dalam tiap nadi rakyat Iran,

masyarakat Arab dan Internasional, menyusup dalam kesewenang-wenangan

kekuasaan hingga memuncak selama berlangsungnya revolusi Iran Februari 1979.

Fotonya mendominasi di jalan-jalan Teheran, berdampingan dengan Ayatullah

Khomeini. 28

B. Karya-karya Ali Syariati

Ali Syari’ati merupakan seorang pemikir Islam yang inovatif, menganut

pendirian yang kontras dan tajam dengan interpretasi keagamaan tradisional dari

pihak ulama dan begitu pun dengan pandangan sekuler ala Barat dan kebanyakan

27 Antoni Black, Pemikiran Politik Islam, 572 28 Ekky Malaky, Ali Syari’ati, Filosof Etika dan Arsitek Iran Modern, h. 26

16

Page 28: KONSEP ETIKA POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7545/1/SUGIYONO... · Sedulur Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) Komisariat UIN

mahaguru Universitas. Ia dipengaruhi oleh kaum modernist Islam seperti

Jamaluddin al-Afgani dan Muhammad Iqbal. Ia juga menegaskan watak Islam yang

dinamik, progresif, dan ilmiah untuk mengatasi kemunduran negara-negara Islam

dan untuk membangkitkan vitalitas masyarakat Islam. Ali Syari’ati menggabungkan

pemikiran Islam dengan bahasa ilmiyah Barat dalam ikhtiar mengungkap ideologi

Syiah bagi pembaharuan sosio-politik.

Kumpulan kuliah Dr. Ali Syariati dan berbagai karya lainnya mencerminkan

Iran-Islam pada masanya: “sebab-sebab kemunduran Agama” (Reasons for the

Decline of Religion), “Mesin dan Tawanan Paham Serbamesin” ( the Machine and

the Captivity of Machinism), dan “Manusia tanpa Pribadi: dua Konsep Asing” (Man

Without Self: Two Concepts of Alienation), “Revolusi Nilai-nilai” (A Revolution of

Values), “Tauhid: Filsafat Sejarah” (Tauhid: a Philosophy of History). 29

Penulis tidak akan menulis satu-persatu karya Dr. Ali Syariati, namun hanya

karya-karya beliau yang terkenal dan releven dengan kajian skripsi penulis. Diantara

karya Ali Syariati adalah: Rahname-ye horasan, teheran: Entesharat, 1363.

Collected Work (C.W) 35 jilid yang dihimpun dan dikoreksi oleh Daftar –e Tadvin

va Tamzim-e Majmu-eh-e Asar-e Mo’alem-e Shahid Doktor Ali Syariati. Namun

banyak karya Ali Syariati yang diterjemahkan dalam bahasa Indonesia antara lain:

Ummah dan Immamah: Suatu Tinjauan Sosiologis (Bandung: Pustaka Hidaya,

1995), Membangun Masa Depan Islam (Bandung: Mizan, 1989), Ideologi Kaum

Intelektual; Suatu Wawasan Islam (Bandung: Mizan, 1985), Ali Syariati, On the

Sociology of Islam (Bandung: Mizan Pers, 1979), Islam Mazhab Pemikiran dan Aksi

(Bandung: Mizan, 1992), Pemimpin Mustadh’afin (Bandung: Muthahhari

29 Ali Syariati, On the Sociology of Islam, h. 17

17

Page 29: KONSEP ETIKA POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7545/1/SUGIYONO... · Sedulur Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) Komisariat UIN

Paperbacks, 2002), Agama versus “Agama”, (Bandung: Pustaka Hidayah, 2000),

Kritik Islam atas Marxisme dan Sesat Pikir Barat Lainnya (Bandung: Mizan, 1990 ),

Paradigma Kaum Tertindas; Sebuah Kajian Sosiologi Islam, dan Tugas

Cendikiawan Muslim.

18

Page 30: KONSEP ETIKA POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7545/1/SUGIYONO... · Sedulur Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) Komisariat UIN

BAB III

STUDI TENTANG ETIKA POLITIK

Dewasa ini pemahaman etika dan politik ibarat air dengan minyak. Keduanya

sulit untuk dipertemukan dalam posisi yang sama. Etika atau moral dianggap

sebagai nilai yang keserba-baikan, keserba-sucian dan keserba-murnian. Sementara,

politik mewakili hal-hal yang kotor, licik, intrik, manipulasi dan sejenisnya. Untuk

melihat sejauh mana titik singgung dan titik pisah diantara keduanya, dalam bab ini,

penulis memaparkan tentang studi etika politik secara umum. Terlebih dahulu akan

dipaparkan pengertian dasar tentang etika dan politik untuk membentuk mainstream

sebagai pondasi memahami etika politik lebih luas.

A. Pengertian Dasar

1. Pengertian Etika

Kata etika berasal dari kata ethos, bahasa Yunani yang mempunyai arti

dalam bentuk tunggal; tempat tinggal yang biasa, padang rumput, kebiasaan adat,

watak, perasaan, sikap dan cara berfikir. Dalam bentuk jamak “ta etha” yang artinya

adalah adat kebiasaan.30 Etika adalah ilmu tentang adat kebiasaan untuk mengatur

tingkah laku manusia. Baik atau buruk perbuatan manusia dapat dilihat dari

persesuaian dengan adat istiadat yang umum berlaku di lingkungan dan kesatuan

sosial tertentu.31

Pendapat lain mengatakan etika merupakan filsafat atau pemikiran kritis dan

mendasar tentang ajaran-ajaran dan pandangan moral. Etika adalah ilmu bukan

30 K. Bretens, Etika, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1994), h. 4. 31 Kamus Besar Bahasa Indonesia (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan: Balai

Pustaka, 1990), h. 592

19

Page 31: KONSEP ETIKA POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7545/1/SUGIYONO... · Sedulur Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) Komisariat UIN

sebuah ajaran. Apabila etika menjadi penelitian sistematis dan metodis, maka etika

disini sama artinya filsafat moral.32

Emile Durkhem mendefinisikan pengertian moral meliputi tiga unsure;

Pertama, unsur moral adalah semangat disiplin. Kedua, keterikatan pada kelompok

sosial; moral berarti aktivitas yang impersional (tidak mengenai orang tertentu).

Ketiga, otonomi penentuan nasib; otonomi menyangkut keputusan pribadi dengan

mengetahui sepenuhnya konsekuensi- konsekuensi dari tindakan yang

dilakukanya.33

Kata lain dari etika adalah akhlak, dari bahasa arab. Dalam bahasa Indonesia

akhlak berarti tata susila atau budi pekerti yang merupakan kata majemuk dari kata

budi dan pekerti.34 Dalam bahasa arab kata ini berasal dari khalaqa yang berarti

menciptakan, seakar dengan kata khaliq (pencipta), makhluk (yang di ciptakan), dan

khalq (pencipta). Dan akhlak dalam bentuk jamak dari khuluq yang berarti budi

pekerti, perangai, tingkah laku, dan tabiat. Akhlak memang bukan saja tata aturan

atau norma perilaku yang mengatur hubungan antara sesama manusia, tetapi juga

mengatur hubungan antar manusia dengan Tuhan bahkan dengan alam semesta.35

Ada pendapat yang mengatakan bahwa akhlak adalah segala perbuatan yang

timbul dari orang yang melakukan ikhtiar dan sengaja, ia mengetahui waktu

melakukan apa yang diperbuat. 36 Inilah yang dapat diberi hukum “baik dan buruk”,

dengan arti lain akhlak adalah kebiasaan dan kehendak. Selain itu akhlak

mengandung arti sifat yang tertanam dalam jiwa, tanpa membutuhkan atau

32 Ahmad Charis Zubair, Kuliah Etika, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995), h. 16 33 Emile Durkhem, Pendidikan Moral, (Jakarta: Erlangga, 1990), Cet. Ke-1, h.xi 34 Rahmat Jatnika, Sistem Etika islam; Akhlak Mulia, (Surabaya: Pustaka Islam, 1985), h. 25 35 Yunahar Ilyas, Kuliah Akhlak, (Yogyakarta: LPPI, 2001), Cet. Ke-4, h. 1

36 Ahmad Amin, Etika (Ilmu Akhlak), (Jakarta: Bulan Bintang, 1975), Cet. Ke-8, h.5

20

Page 32: KONSEP ETIKA POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7545/1/SUGIYONO... · Sedulur Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) Komisariat UIN

memerlukan pemikiran dan pertimbangan untuk kemudian memilih melakukan dan

meninggalkan.37

Intisari yang terkandung dalam istilah-istilah di atas adalah sama-sama

menentukan nilai baik dan buruk sikap dan perbuatan. Perbedaan mendasar antara

ketiganya terletak pada standar masing-masing. Bagi akhlak standarnya adalah al-

Qur’an dan Sunnah, bagi etika standarnya pertimbangan akal pikiran, dan moral

standarnya adalah adat kebiasaan yang umum berlaku di masyarakat.38

Dengan demikian, dikatakan bahwa moral dan akhlak menerangkan tentang

kenyataan-kenyataan yang ada di lapangan, sedangkan kata etika menerangkan

konsep kenyataan yang ada di lapangan dalam dimensi ideal. Etika mengandung

tingkah manusia secara umum (universal), sedangkan moral dan akhlak secara local.

Etika bersifat teori (hukum), akhlak dan moral adalah praktek (sikap), atau moral

dan akhlak membicarakan bagaimana adanya, sedangkan etika membicarakan

bagaimana seharusnya.

Sekalipun dalam pengertian antara ketiganya dapat dibedakan, namun dalam

pembicaraan sehari-hari bahkan dalam literature keIslaman, penggunaannya sering

tumpang tindih (overlaping).39

2. Pengertian Politik

Politik berasal dari bahasa Yunani kuno, satu pendapat mengatakan bahwa

politik berasal dari kata “politikos”, artinya kepunyaan Negara. Politik merupakan

37 Yunahar, Ilyas, Kuliah Etika, h. 3 38 Asmaran AS, Pengantar Studi Akhlak, (Jakarta: Raja Grafindo, 1994), Cet, ke-2, h. 9

39 Ilyas, Kuliah Akhlak, h. 3

21

Page 33: KONSEP ETIKA POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7545/1/SUGIYONO... · Sedulur Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) Komisariat UIN

kegiatan yang dilakukan dalam suatu system politik yang disebut Negara, karena

pada dasarnya membicarakan politik adalam membicarakan Negara.40

Selanjutnya dikatakan lagi bahwa politik berasal dari kata “polis” yang

berarti “Negara kota”. Dengan politik berarti ada hubungan khusus antara manusia

yang hidup bersama, dalam hubungan itu timbul aturan kewenangan dan kekuasaan

bagi pelakunya. Oleh karenanya pelaku politik haruslah cerdik dan bijaksana dalam

menentukan dan melaksanakan tujuan-tujuannya.41

Menurut Meriam Budiarjo, sedikitnya ada lima pendekatan yang digunakan

untuk mendefinisikan istilah tersebut. Pendekatan-pendekatan tersebut adalah;

pendekatan kenegaraan (state), kekuasaan (power), pengambilan keputusan

(decision making), kebijaksanaan (policy, belied), dan pembagian kekuasaan

(distribution) atau alokasi (allocation).42 Menurut Hugo F. Reading politik

diistilahkan sebagai suatu aloksi nilai-nilai otoritatif yang menjadi bagian dari

tindakan-tindakan atas nama pemerintah dan Negara.43 Nilai yang dimaksud dapat

bersifat abstrak, seperti kejujuran, kebebasan pendapat, kebebasan mimbar dan

sebagainya. Dan yang bersifat konkret (material), seperti rumah, kekayaan, dan

sebagainya.44

Sama halnya dengan pendapat di atas, Ramlan Subakti mengatakan bahwa

sekurang-kurangnya ada lima pandangan mengenai politik. Pertama, pandangan

klasik yang mengatakan politik adalah usaha yang ditempuh warga Negara untuk

membicarakan dan mewujudkan kebaikan bersama. Kedua, politik secara

40 Inu Kencana Syafi’I, Ilmu Politik,(Jakarta: Rineka Cipta, 1997), Cet. Ke-1, h. 19 41 Kencana Syafi’I, Ilmu Politik, h. 19

42 Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1998 ), Cet. Ke-19, h. 8

43 Hugo F. Reading, Kamus Ilmu-ilmu Sosial, terj. Sahat Simamora (Jakarta: Rajawali Pers, 1986), Cet. Ke-1, h. 305

44 Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, h. 9-13

22

Page 34: KONSEP ETIKA POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7545/1/SUGIYONO... · Sedulur Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) Komisariat UIN

kelembagaan, artinya politik adalah segala hal yang berkaitan dengan

penyelenggaraan Negara dan pemerintahan. Ketiga, politik sebagai kekuasaan

diartikan sebagai segala kegiatan yang diarahkan untuk mencari dan

mempertahankan kekuasaan dalam masyarakat. Keempat, politik sebagai

fungsionalisme, yaitu politik sebagai kegiatan yang berkaitan dengan perumusan dan

pelaksanaan kebijakan umum. Kelima, politik sebagai konflik, yaitu kegiatan

mempengaruhi proses perumusan dan pelaksanaan kebijakan umum untuk mendapat

atau mempertahankan nilai-nilai.45

Di Dunia Timur, dipergunakan istilah siyasah sebagai pengganti istila

politik. pemakaian kata Siyasah jauh lebih tua dari perkataan politik, namun

kepopuleran dan keluasan pemakaiannya tidak mengimbangi perkataan sesudah itu.

Siyasah berasal dari bahasa arab yang merupakan masdar dari kata sasa yasusu

berarti kepemimpinan. Dalam pengertian bahwa siyasah adalah ilmu pemerintah,

yaitu kewajiban menangani sesuatu yang mendatangkan kemaslahatan. Dia harus

dipegang oleh orang yang mengerti betul tentang dasar-dasar pengetahuan dan

peraturan-peraturan dalam Negara.46

B. Gambaran Umum tentang Etika Politik

Etika merupakan cabang falsafah dan sekaligus merupakan suatu cabang dari

ilmu-ilmu kemanusiaan (humaniora). Sebagi cabang falsafah ia membahas sistem-

sistem pemikiran yang mendasar tentang ajaran dan pandangan moral. Sebagai

cabang ilmu ia membahas bagaimana dan mengapa kita mengikuti suatu ajaran

moral tertentu. Etika sebagai ilmu dibagi menjadi dua, yaitu etika umum dan etika

45 Ramlan Subakti, Memahami Ilmu Politik, (Jakarta: Gramedia, 1999), Cet. Ke-4, h.2 46 Yusuf Qardhawi, Pedoman Bernegara dalam Perspektif Islam, (Jakarta: Pustaka Kausar,

1999), Cet. Ke-1, h. 35

23

Page 35: KONSEP ETIKA POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7545/1/SUGIYONO... · Sedulur Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) Komisariat UIN

khusus. Etika umum membahas prinsip-prinsip umum yang berlaku bagi setiap

tindakan manusia. Dalam falsafah Barat dan Timur, seperti dalam Islam, aliran-

aliran pemikiran beraneka ragam. Tetapi pada prinsipnya membicarakan asas-asas

dari tindakan dan perbuatan manusia, serta sistem nilai apa yang terkandung di

dalamnya.47

Etika khusus dibagi menjadi dua, yaitu etika individual dan etika sosial. Etika

individual membahas kewajiban manusia terhadap dirinya sendiri dan dengan

kepercayaan agama yang dianutnya serta panggilan nuraninya, kewajibannya dan

tanggungjawabnya terhadap Tuhannya. Etika sosial di lain hal membahas kewajiban

serta norma-norma sosial yang seharusnya dipatuhi dalam hubungan sesama

manusia, masyarakat, bangsa, dan negara.48

Etika sosial meliputi cabang-cabang etika yang lebih khusus lagi seperti etika

keluarga, etika profesi, etika bisnis, etika pendidikan, etika kedokteran, etika

jurnalistik, dan etika politik. Etika politik sebagai cabang dari etika sosial dengan

demikian membahas kewajiban dan norma-norma dalam kehidupan politik, yaitu

bagaimana seseorang dalam suatu masyarakat kenegaraan (yang menganut sistem

politik tertentu) berhubungan secara politik dengan orang atau kelompok masyarakat

lain. Dalam melaksanakan hubungan politik itu seseorang harus mengetahui dan

memahami norma-norma dan kewajiban-kewajiban yang harus dipatuhi.

Sebagai cabang – cabang etika lain, etika politik meletakkan dasar

fundamental manusia sebagai manusia, yaitu bahwa manusia pada hakikatnya

merupakan individu dan anggota sosial, sekaligus merupakan pribadi merdeka, juga

sebagai makhluk Tuhan. Manusia pada hakikatnya merupakan makhluk yang

47 Loren Bagus, Kamus Filsafat, Cetakan ketiga (Jakarta; Gramedia, 2002) hal 217. 48 K. Bertens, Etika (Jakarta; Gramedia Pustaka Utama, 2004) hal 5.

24

Page 36: KONSEP ETIKA POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7545/1/SUGIYONO... · Sedulur Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) Komisariat UIN

beradab dan berbudaya, yang tidak bisa hidup di luar adab dan budaya tertentu.

Dalam etika politik, manusia dipandang sebagai subyek yang berdeka dalam dirinya

sendiri dengan kepercayaan dan pandangan hidup yang dianutnya. Ukuran paling

utama dalam etika politik ialah harkat dan martabat manusia. 49

Dengan demikian pengertian ‘politik’ yang diletakkan kepada etika politik

mengandung pengertian yang luas, bukan pengertian yang sempit seperti dibahas

dalam ilmu politik. Kata-kata politik, dari kata politics dalam bahasan Yunani,

mempunyai arti khusus dalam ilmu politik. Ia dikenakan biasanya kepada

anekaragam kegiatan dalam masyarakat berkenaan dengan system politik tertentu

yang dianut oleh negara di mana suatu masyarakat atau bangsa itu hidup. Maka

kegiatan politik selalu dihubungkan dengan kehidupan kenegaraan, pemerintahan,

penentuan dan pelaksanaan kebijakan negara tentang berbagai hal menyangkut

kepentingan publik, serta kegiatan-kegiatan lain dari berbagai lembaga sosial, partai

politik dan organisasi keagamaan yang berkaitan langsung dengan kehidupan

kemasyarakatan dan negara.

Di sini politik terutama dikaitkan dengan kegiatan yang menyangkut

kepentingan publik dan tujuan-tujuan yang berhubungan dengan kehidupan publik.

Secara ringkas dapat dikatakan bahwa dalam ilmu politik, cakupan pengertian

politik itu dibatasi pada konsep-konsep pokok yang berkaitan dengan negara (state),

kekuasaan (power), pengambilan keputusan (decision making), kebijaksanaan

(policy), pembagian (distribution) – misalnya distribusi kekuasaan – dan alokasi

(allocation). 50

49 Ramlan Surbakti, Memahamai Ilmu Politik (Jakarta; Gramedia, 1992) hal 1

50 Miriam Budiarjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, (Jakarta: Gramedia, 1977), h. 8-9

25

Page 37: KONSEP ETIKA POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7545/1/SUGIYONO... · Sedulur Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) Komisariat UIN

Dalam kehidupan sehari-hari tidak semua manusia dapat melakukan tindakan

berdasarkan pertimbangan moral dan akal pikiran. Banyak orang melakukan

tindakan demi dorongan egonya semata-mata yang sering tidak masuk akal dan

tidak bermoral. Untuk alasan itulah hukum diperlukan. Hukum di sini ikut berfungsi

memberi pengertian lebih mendasar tentang tindakan yang baik dan buruk. Hukum

berfungsi pula mengingatkan manusia akibat-akibat dari pelanggaran yang

dilakukannya.

Hukum terdiri dari norma-norma bagi tindakan yang dapat dibenarkan dan

tidak dapat dibenarkan. Tetapi hukum hanya bersifat normative, dan tidak dengan

sendirinya menjamin masyarakat mentaatinya. Oleh karena itu yang secara efektif

menentukan perilaku dan tindakan masyarakat ialah lembaga yang mempunyai

kekuasaan untuk memaksakan kehendaknya, dan lembaga itu adalah negara. Hukum

tanpa kekuasaan negara adalah sesuatu yang tidak bermakna, sebab hukum hanya

bisa dilaksanakan dalam konteks kekuasaan negara atau lembaga hukum yang diberi

wewenang oleh negara. Sebaliknya negara tidak bias berbuat apa-apa tanpa landasan

hukum yang jelas dan disepakati bersama. Negara seperti halnya hukum

memerlukan legitimasi dan itu ada di tangan rakyat.

Etika politik membicarakan masalah-masalah yang berkaitan dengan obyek

formal etika, yaitu tinjauan kehidupan politik berdasarkan prinsip-prinsip dasar

etika. Obyek materialnya meliputi legitimasi negara, hukum, kekuasaan dan

penilaian kritis terhadap legitimasi-legitimasi tersebut.51

Dalam konteks Indonesia etika politik dalam pelaksanaan dan

penyelenggaraan negara adalah Pancasila, yang menuntut agar kekuasaan dalam

51 Franz Magnis Suseno, Etika Politik , (Jakarta: Gramedia, 2003) h. xiii

26

Page 38: KONSEP ETIKA POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7545/1/SUGIYONO... · Sedulur Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) Komisariat UIN

negara dijalankan sesuai dengan: (1); Asas legalitas atau legitimasi hukum, yaitu

dijalankan sesuai dengan hukum yang berlaku dalam negara RI yang berdasarkan

Pancasila; (2) Disahkan dan dijalankan secara demokratis; (3) Dilaksanakan

berdasarkan prinsip-prinsip moral atau tidak bertentangan dengan moral.

Muhammad Hatta mengatakan bahwa negara harus berdasarkan moral Ketuhanan

dan moral kemanusiaan agar tidak terjerumus menjadi “negara kekuasaan”.

Pancasila sebagai etika politik didasarkan atas sila-sila yang terkandung di

dalamnya, yang nilai-nilainya sebagai pedoman hidup bernegara di Indonesia.

C. Sejarah Etika Politik

Alasan paling mendasar penelitian ini adalah upaya menghubungkan kembali

keterputusan tindakan politik dengan nilai moral yang kabur dan nyaris hilang.

Sebagaimana dapat dipahami, setelah manusia mengalami kebangkitan peradaban,

rasionalitas menjadi ujung tombak penentu segala-galanya. Moral yang terlalu

metafisik lambat laun tidak menarik lagi dalam perdebatan para ilmuan. Dimana

tindakan sosial diukur dengan metodelogi sains yang positifistik. Pada kenyataannya

kebangkitan rasionalitas manusia telah mengalami kebuntuan, etika yang

ditanamkan pada abad pertengahan tidak mampu memberikan jawaban kegelisahan

manusia modern. Keberadaan agama dalam suatu negara seakan-akan menjadi

penghias sejarah belaka. Masalah etika dan politik selalu dibenturkan dengan agama

dan negara. Padahal sesungguhnya, etika dan politik bila dilihat dari sudut pandang

filsafat moral merupakan dua entitas yang tidak dapat dipisahkan.

Pada perkembangan sejarah etika politik kekinian, tampaknya semangat moral

muncul kembali. Banyak ilmuan, politisi dan pengamat yang berpaling kepada ilmu-

27

Page 39: KONSEP ETIKA POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7545/1/SUGIYONO... · Sedulur Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) Komisariat UIN

ilmu sosial untuk mencari jawaban kerumitan standar tindakan yang etis dan

bermoral. Dengan demikian, etika menjadi sejumlah keyakinan yang ada pada

masyarakat, juga sejumlah kecenderungan pribadi. Hal ini mendorong tidak saja

mempelajari etika moral yang sudah ada, melainkan juga mencari landasan baru

bagi etika itu sendiri. Banyak orang berpaling kepada tradisi dan agama untuk

mencari bimbingan dalam memecahkan masalah etika. Dua bidang ilmu ini

memiliki keterbatasan, sehingga nilai-nilai agama dan tradisi seringkali tumpang

tindih. Tradisi bisa menjadi bagian dari nilai moral yang ada pada agama, begitu

juga sebaliknya, agama bagian dari tradisi yang sumber nilainya masih

diberlakukan.52

Dengan demikian, dapat dinyatakan bahwa tindakan yang etis tidak cukup

disandarkan pada nilai agama dan tradisi. Suatu tindakan itu dianggap benar ataupun

salah, bukan karena dianjurkan dalam agama dan tradisi. Akan tetapi baik buruk bisa

saja dipelajari dari pesan moral yang disampaikan, tetapi moralitas tidak terbatas

pada tradisi ataupun agama. Selain itu, belakangan ini juga semakin banyak filosof

menaruh minat pada etika terapan, yaitu etika yang menangani masalah moral,

bukan menangani teori moral yang abstrak semata. Melihat berbagai disiplin ilmu

pengetahuan dari kaca mata etika.

Hal ini merupakan suatu upaya yang dilakukan untuk membumikan nilai-nilai

moral ke dalam masalah-masalah yang aktual, juga keberanian diri untuk

mengambil sikap dan tindakan yang menyangkut kebajikan umum. Perkembangan

ini merupakan titik balik pengakuan terhadap adanya realitas dari berbagai masalah

52 Virginia, Held, Etika Moral;Pembenaran Tindakan Sosial, Penerjemah Drs.Y Ardy Handoko, Cetakan kedua (Jakarta; Erlangga, 1991) hal 9.

28

Page 40: KONSEP ETIKA POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7545/1/SUGIYONO... · Sedulur Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) Komisariat UIN

etika yang aktual.53 Tugas etika selanjutnya adalah mengevaluasi berbagai

keyakinan serta nilai yang dimiliki oleh agama dan tradisi pemikiran. Untuk

mewujudkan itu, teori-teori etika harus brangkat dari kebutuhan manusia, yang

berisi konteks historis dari sejumlah pengalaman yang sudah terstruktur sekian lama.

Begitu pula dengan penelitian ini, dimaksudkan dapat menjadi penilaian etis dalam

pemikiran politik.

Sejarah pemikiran etika politik jauh hari sudah ada, bahkan sebelum adanya

Negara yang mengatur tata kehidupan manusia dalam bermasyarakat. Para filosof

politik klasik berusaha menjawab tentang struktur-struktur organisasi mana yang

paling baik. Dalam hal ini, Plato dan Aristotekes sama-sama mempertanyakan

Negara yang baik. Bagi Plato, Negara yang baik adalah Negara yang merealisasikan

keadilan, yang ditata secara selaras dan seimbang, dengan pimpinan yang

berorientasi pada idea metafisik kebaikan. Dia yakin bahwa, etika politik seperti itu

paling sesuai dengan kebutuhan seluruh masyarakat dan dengan demikian paling

menunjang kebaikan masyarakat.

Berbeda dengan Aristoteles, pendekatan etis yang dilakukannya adalah

kebahagiaan.54 Dengan adanya Negara, manusia dapat hidup bahagia, maka tingkah

laku manusia harus memiliki keutamaan-keutamaan etis. Agar manusia dapat

mengeksiskan diri dalam bernegara, harus megembangkan bakat-bakat etis yang

tertanam dalam kodratnya, hingga dapat menjadi manusia yang paling sempurnah.

Aristoteles menolak orientasi pada idea-idea metafisik. Dengan begitu, Negara yang

paling baik adalah Negara yang organisasinya sesuai dengan fungsinya, serta

dipimpin oleh orang yang berpengalaman dan memiliki keutamaa-keutamaan yang

53 Franz Magnis Suseno, Etika Politik, hal 12. 54 Frans Magnis Suseno, 13 Model Pendekatan Etika (Yogyakarta; Kanisius, 1998) hal 36.

29

Page 41: KONSEP ETIKA POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7545/1/SUGIYONO... · Sedulur Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) Komisariat UIN

diperlukan. Harapan kedua filsuf ini jelas, yakni Negara yang paling baik dan sesuai

dengan kebutuhan masyarakat. Motivasi harapan tersebut merupakan suatu penilaian

etis yang kebijaksana.55

Dalam fase filsafat politik (etika politik) Yunani belum mengenal tuntutan

legitimasi kekuasaan. Penguasa hanya dihimbau untuk berlaku bijaksana. Hal ini

masih sekedar himbauan moral terhadap penguasa. Faham bahwa kekuasaan harus

dipertanggungjawabkan secara etis masih asing dibicarakan. Bangunan etika politik

waktu itu belum merefleksikan nilai transendental dan sama sekali belum

memahami maksud dari kesejahteraan. Dalam filsafat moral ini, yang dianggap

paling mulia dalam manusia bukanlah dia sendiri, melainkan logos, dan partisipasi

untuk hal itu.

Bertolak dari itu kemudian berkembang terhadap pemikiran yang mengajukan

tuntutan legitimasi etis. Dalam fase ini legitimasi etis menjadi sorotan dalam

perbincangan etika politik. Seorang neo-platonisme, Augustinus mengajukan bahwa

legitimasi etis terdapat dalam negara, yang dibedakan menjadi dua; yaitu Negara

Allah dan Negara duniawi.56 Pertama adalah negara Allah yang akan mencapai

kesempurnaan pada akhir zaman, sedangkan kedua, adalah Negara yang akan hancur

pada akhir zaman nanati. Negara sebenarnya merupakan sesuatu yang buruk, namun

diperlukan karena manusia dalam keadaan berdosa di dalamnya. Karena kelemahan

kesadaran moral manusia itulah diperlukan kekuasaan duniawi yang menata

kehidupan manusia. Jadi, Negara bukan tujuan, melainkan semata-mata sarana

penertiban manusia. Peran dan fungsi Negara hanya terbatas pada penertiban

manusia yang berdosa. Negara tidak berhak untuk memerintahkan sesuatu hal yang

55 Frans Magnis Suseno, Etika Politik, hal 190. 56 Frans Magnis Suseno, Etika Politik, hal 194.

30

Page 42: KONSEP ETIKA POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7545/1/SUGIYONO... · Sedulur Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) Komisariat UIN

bertentangan dengan ketentuan-ketentuan Allah, dan dapat dibenarkan sejauh dalam

batas-batas kebenaran dan keadilan.

Dengan demikian, tuntutan legitimasi etis dalam hal ini menjadi mutlak

keberadaannya. Pada prinsipnya, pendekatan etis yang dilakukan Augustinus adalah

usaha untuk menggambarkan hirarki nilai-nilai yang dikehendaki Allah.57 Semakin

manusia hidup sesuai dengan hirarki itu, semakin ia akan menikmati kebahagiaan.

Namun demikian, etika politik ini belum menemukan bentuknya. Augustinus belum

menawarkan kerangka untuk mengusahakan suatu perbaikan Negara itu sendiri. Dia

melihat, Negara sebagai sesuatu yang jelek, sedangkan manusia terpaksa harus

menerimanya. Negara dipandang sebagai akibat dosa manusia, dan bukan sebagai

realitas duniawi yang sebenarnya positif. Augustinus belum menerangkan kerangka

etika politik secara teoritis.

Dalam perkembangan berikutnya, tuntutan legitimasi politik digali kembali

oleh Thomas Aquinas, yang sejajar dengan Plato, Aristoteles dan Augustinus.

Perhatiannya pada bidang kenegaraan dan politik, khususnya hubungan Negara

dengan hukum kodrat. Dalam anggapannya, hukum kodrat adalah hukum dasar

moral yang mencerminkan hukum kebijaksanaan Ilahi. Pendekatan etis ini

merupakan moralitas manusia sebagai ketaatan terhadap hukum kodrat.58 Dengan

kata lain, hukum kodrat adalah partisipasi dalam hukum abadi, yang bukan lain

kebijaksanaan Allah, sebagai asal-usul dan penentu kodrat ciptaan. Hukum positif

yang dibuat manusia hanyalah sah jikalau tidak bertentangan dengan hukum kodrat.

Begitu pula tindakan Negara hanya legitimit asalkan sesuai dengan norma-norma

moral.

57 Frans Magnis Suseno, 13 Model Pendekatan Etika, hal 76. 58 Frans Magnis Suseno, 13 Model Pendekatan Etika, hal 87.

31

Page 43: KONSEP ETIKA POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7545/1/SUGIYONO... · Sedulur Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) Komisariat UIN

Dapat diringkas bahwa, Negara yang tidak berdasarkan hukum kodrat, akan

bertentangan dengan moral. Hukum ini tidak membatasi wewenang Negara,

melainkan mejadi dasarnya. Inti filsafat Negara Thomas Aquinas adalah bahwa

eksistensi Negara bersumber dari kodrat manusia.59 Dia menolak anggapan

Augustinus, bahwa Negara hanya perlu karena kedosaan manusia. Ia kembali pada

etika politik Yunani klasik, bahwa Negara berdasarkan suatu kebutuhan kodrat

manusia. Thomas Aquinas mengikat tujuan Negara pada tujuan manusia, dengan

menjadi kebutuhan manusia sangat penting dalam Negara.

Bagi Thomas Aquinas, Negara merupakan realitas yang positif dan rasional.

Positif sesuai dengan kodrat manusia, yang mengakui dan bersedia menaatinya.

Negara tidak ditaati karena orang takut terhadap ancamannya, melainkan karena

fungsi dan wewenangnya dimengerti. Thomas Aquinas meletakkan dasar untuk

bersifat kritis terhadap Negara.

Dalam fase selanjutnya etika politik berkembang menjadi kajian yang lebih

sistematis. Pada abad ke-17 muncul tokoh-tokoh filsafat yang mengembangkan

pokok-pokok etika politik. Kita bisa melihat konsep Jonh Locke tentang “pemisahan

antara kekuasaan gereja dan kekuasaan negara”, “kebebasan berfikir dan bernegara”,

“pembagian kekuasaan”, dan konsep tentang “hak asasi manusia”. Selain itu ada

tokoh lain, Montesquie dengan gagasan “pembagian kekuasaan”, Rousseau dengan

pemikiran “kedaulatan rakyat”, dan Khan dengan ide tentang “negara hukum

demokrasi/republican”.60

Dalam dunia Islam, realitas politik dan adanya semangat teologi tersebut

mendorong para filosof dan para ahli politik Islam untuk membuat aturan-aturan 59 Frans Magnis Suseno, Etika Politik, hal 198.

60 Franz Magnis Suseno, artikel ini di tulis dari makalah kuliah umum ”Sekitar etika Politik”, (Yogyakarta: UGM, 27 Agustus 2007 )

32

Page 44: KONSEP ETIKA POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7545/1/SUGIYONO... · Sedulur Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) Komisariat UIN

pemilihan seorang pemimpin pemerintahan demi terwujudnya negara ideal. Dalam

beberapa karya tulis misalnya, Al-Farabi dalam karyanya, Al-Madiinah Al-

Faadhilah, Ibnu Maskawih dalam bukunya Tahziib Al-Akhlak, dan Al-Mawardi

dalam karyanya Al-Ahkaam Al-Shultaaniyah. Ini artinya, para pemikir Islam

menyadari betapa Islam memperhatikan dalam menciptakan dan mengembangkan

negara ideal dan ajaran tentang etika politik.

C. Etika Politik dalam Teologi Islam

Persoalan Etika politik merupakan sesuatu yang sangat penting dalam agama

Islam. Pertama, politik itu dipandang sebagai bagian dari ibadah, karena itu harus

dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip ibadah. Misalnya, dalam berpolitik diniatkan

dengan lillahi taala. Dalam berpolitik tidak boleh melanggar perintah-perintah

dalam beribadah, karena pelanggaran terhadap prinsip-prinsif ibadah akan merusak

”kesucian” politik.

Kedua, etika politik dipandang sangat perlu karena politik itu berkenaan

dengan prinsip Islam dalam pengelolaan masyarakat. Dalam berpolitik sering

menyangkut hubungan antar manusia, misalnya saling menghormati, menghargai

hak orang lain, saling menerima dan tidak memaksakan pendapat sendiri. Itulah

perinsip hubungan antar manusia yang harus berlaku di dalam dunia politik.61

Hubungan yang erat antara etika politik di dalam agama Islam dikarenakan

asas dalam teori politik Islam tidak ada pemisahan antara agama (al-din) dengan

negara (al-daulah). Islam bukanlah sekedar agama dalam pengertian Barat yang

sekuler, tetapi merupakan suatu pola hidup yang lengkap dengan pengaturan untuk

61 Azyumardi Azra, Etika Politik dalam Islam, artikel diakses tanggal 25 Januari 2009, dalam http://www.repubika.co.id

33

Page 45: KONSEP ETIKA POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7545/1/SUGIYONO... · Sedulur Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) Komisariat UIN

segala aspek kehidupan, termasuk politik. Oleh karena itu dalam paradigma para

teoritis politik Muslim, baik kaum Sunni maupun Syi’ah adalah perlu untuk

merumuskan kerangka yang tepat agar hubungan Islam dan negara betul-betul

organik.

Perubahan pemikiran dalam aspek politik Islam itu sendiri tidak bisa

terhindarkan. Hal ini meniscayakan politik Islam secara konseptual senantiasa

berdialektika dengan zaman yang dihadapi. Dalam berbagai pandangan tentang

hubungan Islam dengan politik telah memberi pengaruh yang sangat signifikan

terhadap pola pikit dan perilaku generasi muslim, baik secara individual maupun

kelompok. Akibatnya, lahirnya berbagai macam aliran dalam pengamalan ajaran

Islam. Dari yang paling lembut, moderat, sampai yang paling ekstrem.

Masing-masing aliran mempunyai alasan tersendiri. Namun, semuanya

bermuara kepada sumber utama Islam, yakni al-Qur’an dan Sunnah. Dari sini

lahirlah berbagai konsep yang mempunyai karakteristiknya masing-masing dengan

model dan pola yang unik, baik dilihat dari segi penampilan maupun sistem nilai

(etika) yang dianutnya. 62

Di bawah ini penulis memaparkan konsep politik dua kelopok besar

dalam teologi Islam, yaitu kelompok sunni dan syi’ah. Ini dimaksud sebagai kajian

dalam memahami secara historis etika politik dalam teologi Islam

1. Politik Islam Sunni

Meskipun memiliki beberapa variasi yang akan kita singgung di bawah, pada

intinya pemikiran politik Sunni sepakat bahwa pemerintahan adalah sesuatu yang

62 Hasan Basri al-Mardawy, Etika Politik dalam Perspektif al-Qur’an, (Jakerta: Jurnal

Madina, edisi 30 Juni-06 Juli 2008), h. 4

34

Page 46: KONSEP ETIKA POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7545/1/SUGIYONO... · Sedulur Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) Komisariat UIN

niscaya demi memungkinkan manusia bekerja sama untuk meraih tujuan hidup yang

sejati. Yakni suatu kehidupan yang baik berdasar syariah yang pada gilirannya akan

menghasilkan bagi mereka tempat yang baik di kehidupan akhirat.63

Perdebatan biasanya hanya berkisar pada apakah keniscayaan menegakkan

pemerintahan merupakan kewajiban keagamaan ataukah sesuatu kebutuhan yang

bersifat rasional. Kelompok Sunni yang diwakili oleh Al-Mawardi, Al-Gozali, Ibn

Taimiyah, dan sebagaianya berpendapat bahwa hal ini bukan merupakan kewajiban

keagamaan, melainkan suatu kebutuhan yang bersifat duniawi. Hal ini penting

mengingat ini akan menentukan cara pandangnya atas sifat sacral atau profane

kepemimpinan dan cara-cara pengelolaan suatu Negara atau pemerintahan secara

etis.

Untuk dapat bekerja sama demi meraih tujuan sejati itu, manusia perlu

mengorganisir diri dalam sebuah Negara yang di dalamnya para penduduknya

bekerja sama untuk mencapai tujuan tersebut. Kerjasam manusia dalam bentuk

Negara ini bersifat niscaya karena dua hal: Pertama, sebagai makhluk social

manusia perlu bekerja sama untuk saling mendukung dalam menjalani kehidupan

yang baik berdasarkan syariah. Jika tidak ada saling dukungan ini, lingkungan yang

kondusif bagi hal itu tak akan tercipta. Maka masyarakat pun sedikit banyak akan

terhalang dalam menjalankan syariah. Kedua, banyak di antara aturan-anturan

syariah, seperti zakat, jihad, dan sebagainya, pelaksanaannya memang melibatkan

kegiatan yang bersifat kolektif.64

63 Kholid Ibrahim Jindan, Teori Pemerintahan Islam menurut Ibnu Taimiyah, (Jakarta:

Rineka Cipta,1994), h. 9 64 Yamani, Antara al-Farabi dan Khomaini: Filsafat Politik Islam, (Bandung: Mizan, 2002)

cet. Ke 1, h. 98

35

Page 47: KONSEP ETIKA POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7545/1/SUGIYONO... · Sedulur Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) Komisariat UIN

Dengan sendirinya asosiasi ini membutuhkan pemimpin yang bisa

menjadikan upaya-upaya “menjalani kehidupan yang lebih baik berdasarkan

syariah” berlangsung sebaik mungkin. Pada gilirannya, karena syariah adalah

sesuatu yang sentral, seseorang pemimpin haruslah sebelum yang lain memiliki

syarat yang sesuai dengan itu: pemahaman syariah yang baik dan akhlak yang baik.

Baru, setelah itu dibutuhkan syarat kafa’ah yang terkait dengan kapabilitas

manajerial dan administrative, sebagai syarat umum kepemimpinan lainnya. Inilah

dasar imamah atau kepemimpinan relegius yang akan dijelaskan di bawa ini, yang

menjadi isu sentral dalam konsep politik dan kenegaraan di kalangan sunni.65

Ketika kita mempelajari teori-teori politik dan kenegaraan yang

dikembangkan oleh para pemikir politik Sunni sepanjangh sejarah. Keberadaan

imam, khalifah, dan sultan merupakan isu sentral di dalamnya. Pemikiran para ahli

hukum Sunni, termasuk Abu Yusuf, al-Baqillani, al-Bagdadi, al-Juwaini, al_Gozali,

Fakhr al-Din al-Razi, seluruh otoritas dan kekuasaan dipusatkan pada person imam

sebagai pemimpin kaum beriman, dan tidak ada otoritas atau kekuatan dianggap sah

kecuali dilaksanaan sebagi hasil delegasi darinya, baik langsung maupun tidak

Bahkan, dengan bangkitnya Dinasti ‘Abbasiyah’, imamah makin dilihat

sebagai suatu pancaran dan delegasi dari otoritas Ilahi. Sampai pada suatu tingkat

sedemikian, sehingga ditolaknya pandangan al-Baqillani dan al-Bagdadi, dua orang

teoretisi politik terpenting di kalangan Sunnisme klasik-mengenahi ummah sebagai

sumber klaim kekuasaan imam, dan pendapat al-Juwaini yang menunjuk ahl hal wa

al’aqd sebagai sumber klaim sedemikian. Penguasa pun kemudian disebut-antara

65 Abu Zahra Muhammad, Aliran Politik dan Aqidah dalam Islam, (Jakarta: Logos, 1996), h.

20

36

Page 48: KONSEP ETIKA POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7545/1/SUGIYONO... · Sedulur Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) Komisariat UIN

lain oleh ibn Taimiyah sebagai Bayangan Tuhan di bumi dan bahwa kedaulatannya

merupakan refleksi kemahakuasaan Tuhan, nyaris suatu teokrasi.66

Akan tetapi, semua ini adalah konsep ideal yang mereka rumuskan secara a

priori terhadap situasi dan kondisi politik pada masa itu. Antara lain, karena

tantangan-tantangan praktis belum memberikan tekanan yang terlalu besar pada

rumusan-rumusan politik mereka.

Ketika kemudian kekhalifahan Abbasiyah melemah dan mendapatkan

tantangan dari kekhalifahan-kekhalifahan baru yang melepaskan diri darinya, para

ahli hukum Sunni dihadapkan pada suatu situasi yang mengharuskan mereka

mengambil sikap. Dari sinilah modifikasi-modifikasi terhadap teori ummah

universal dimulai.

Suatu delimatis yang lebih serius muncul ketika Kekhalifahan Abbasiyyah

belakangan sama sekali kehilangan kekuasaan efektifnya. Dalam mengatasi hal ini,

al-Mawardi justru menegaskan keniscayaan kepemimpinan imam dan dengan

demikian memulihkan legitimasi kekhalifahan Abasiyah. Di sisi lain kekuasaan

penguasa actual, dalam hal ini Dinasti Saljuk Turki dan Buwaihiyyah, harus pula

dilegitimasi.67

Peran ini kemudian diambil alih oleh Ghozali. Ia memulai dengan

menyatakan bahwa kekuasaan temporar dan spiritual bisa dipisahkan dan tidak harus

berada pada suatu pusat kekuasaan tunggal. Ketika tidak ada imam yang mampu

atau tidak memungkinkan mengemban kedua fungsi kekuasaan ini, suatu kerjasama

yang di dalamnya salah satu bertindak sebagai pemimpin spiritual sementara yang

lain sebagai pemimpin temporal de facto (sultan) merupakan yang sama sahnya.

66 Yamani, Antara al-Farabi dan Khomaini: Filsafat Politik Islam, h. 99 67 Yamani, Antara al-Farabi dan Khomaini: Filsafat Politik Islam, h. 100

37

Page 49: KONSEP ETIKA POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7545/1/SUGIYONO... · Sedulur Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) Komisariat UIN

Konsep tersebut diwujudkan pada masa pemerintahan Saljuk, yang mana pada saat

itu diwajibkan oleh al-Ghozali ketaatan terhadap pemerintahan yang dikuasai

kekuatan militer sebagai pemimpin dalam pemerintahan.68

Ketika akhirnya kekhalifahan benar-benar runtuh dan tidak ada lagi, para

ulama Sunni mengambil langkah yang lebih radikal. Mereka pun memodifikasi teori

politik dengan memungkinkan transfer kepemimpinan umat dari khalifah kepada

sultan sebagai penguasa temporal. Selama sultan mengakui universalitas syariah,

maka pemerintahan sultan adalah sah. Lebih jauh lagi, mereka melanjutkan langkah

al-Mawardi dan al-Ghozali dalam melonggarkan syariat-syariat (ideal) seorang

imam pemimpin umat. Umat, menurut perkembangan teori terbaru politik ini bahkan

tidak boleh memberontak kepada sultan meskipun ia memiliki akhlak yang buruk.69

H.A.R. Gibb menyatakan bahwa banyak kesalahan pemahaman tehadap

pemikiran Sunni, ia menjelaskan; di dalam masyarakat Sunni tidak ada satu teori

politik universal. Dasar pemikiran politik Sunni memustahilkan setiap teori sebagai

definitive atau final. Yang pasti di dalam adalah prinsip bahwa khilafah dalam suatu

pemerintahan yang menjaga aturan-aturan syariah dan menjamin penerapannya

dalam praktik.70

Dalam pandangan etika politik Sunni, al-Qur’an dan Hadist tidak menetukan

bentuk legal-formal negara yang ideal. Islam hanya memiliki seperangkat nilai etis

yang dapat dijadikan rujukan dalam penyelenggaraan negara yang sejalan dengan

prinsip-prinsip demokrasi. Persoalan politik (negara) lebih merupakan urusan

kreatifitas manusia, atau kerangka wilayah fiqh yang perlu dilakukan ijtihad.

68 Muhammad Azhar, Filsafat Politik Islam: Perbandingan Antara Islam dan Bara,( Jakarta:

Rajagrafindo, 1996) h.18 69 Yamani, Antara al-Farabi dan Khomaini: Filsafat Politik Islam, h. 101 70 Hamilton A.R. Gibb, Studies on the Civilization of Islam, (Boston: Beacon Press, 1968) h.

148

38

Page 50: KONSEP ETIKA POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7545/1/SUGIYONO... · Sedulur Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) Komisariat UIN

Sebagai wilayah fiqh maka setiap rumusan dan interpretasi yang dihasilkan tentu

berbeda, karena paradigma yang digunakan pun juga berbeda.

Sepanjang negara berpegang kepada nilai-nilai yang ada dalam al-Qur'ân

maka pembentukan "negara Islam" dalam pengertian yang formal dan ideologis

tidaklah begitu penting. Yang penting adalah substansinya, artinya nilai-nilai al-

Qur'ân seperti, musyawarah (syûrâ), keadilan ('adâlah), persamaan (musâwah), hak-

hak asasi manusia (huqûq al-adamî), perdamaian (shalâh), keamanan (aman) dan

lain-lain bisa direalisasikan dalam konteks bernegara. Sehingga pada akhirnya

baldatun toyyibatun wa robbun ghafur bukan hanya sekedar ide dan cita-cita, tetapi

sebuah realita yang bisa dirasakan.

II. Politik Islam Syiah

Dalam sejarah perkembangannya, politik syiah sesungguhnya lebih banyak

dipengaruhi oleh quietisme (kecenderungan untuk diam dan bersifat apolitis)

ketimbang aktivisme di bidang politik. hal ini berlangsung sejak masa pasca Ali ibn

Abi Tholib, yang juga imam pertama dalam Syiah. Pada masa pasca Ali itulah Syiah

sebagai sebuah madzab terbentuk. Awal sejarah Syiah dimulai dengan apa yang bisa

dilihat sebagai suatu kekalahan politik. Kaum Syiah yang ketika itu dipimpin oleh

Hasan ibn Ali abi Thalib (imam kedua dalam rangkaian Imam Syiah), memberikan

konsesi kepada Muawiyyah (pendiri dinasti Umayyah). Imam Hasan berhasil

dipaksa oleh Muawiyyah untuk menyerahkan kekuasaan politik Islam pasca Khulafa

Rasyidin dari bani Hasyim kepada bani Umayyah. Selanjutnya, kekalahan imam

Husain, penerus kepemimpinan keluarga Hasyimiyyah setelah Hasan ibn Ali abi

39

Page 51: KONSEP ETIKA POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7545/1/SUGIYONO... · Sedulur Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) Komisariat UIN

Thalib, baik secara politis maupun militer dalam peristiwa karbala. Dalam peristiwa

itu, Husain bersama hampir seluruh keluarga dan pengikutnya dibantai.71

Sejak itu, yakni mulai pada masa Ali Zain al-Abidin (38 H/658 M-94 H/712

M), putra Husain yang selamat dari pembantaian Karbala, quietisme dimulai. Imam

Ali ibn Husain dikenal dengan gelar Zain al-Abidin (yang ibadahnya paling baik)

dan al-Sajjad (si banyak sujud). Dalam sejarah , ia memang dikenal sebagai ahli

ibadah. Satu-satunya “protes politis” kalau bisa disebut demikian-adalah upaya yang

dilakukannya untuk menyusun sebuah kumpulan doa yang amat artikulatif, dikenal

sebagai al-shahifah al sajjadiyyah (antologi al-Sajjad)

Masa-masa Imam Muhammad al-Baqir (57 H/676 M-114 H/732 M) dan

Imam Ja’far al-Shadiq (80 H/699 M-148 H/765 M) setelah itu, dikenal sebagai masa

perkembangan keilmuan di kalangan Syi’ah (yakni Syi’ah Itsna Asyariyyah atau

Syi’ah dua belas Imam atau Syi’ah Imamiyah) yang berpuncak pada kodifikasi fiqih

Syi’ah aliran lain. Kodifikasi fiqih ini memang kemudian dikenal sebagai fiqih

madzab Ja’far berasal dari nama imam Ja’far sebagai founding father-nya. Memang,

dalam sejarah Islam dikatakan bahwa imam Ja’far al-Shadiq berhasil secara relative

leluasa, menghimpun sekitar 4.000 murid yang belajar dengannya (termasuk Imam

Abu Hanifah dan Imam Malik yang belakangan menjadi dua di antara empat imam

terbesar dalam sejarah pemikiran fiqih Sunni, selain Imam Syafi’I dan Imam Ahmad

ibn Hanbal). Betapapun hal ini bias dilakukan oleh Imam Ja’far berkat kenyataan

bahwa kekhalifahan pada masa itu memberikan keleluasaan kepadanya untuk

melaksanakan kegiatan keilmuan.72

71 Yamani, Antara al-Farabi dan Khomaini: Filsafat Politik Islam, h. 102 72 Munawir sjadzali, Islam dan Tata Negara, (Jakarta: UI-Press, 2993), h. 212

40

Page 52: KONSEP ETIKA POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7545/1/SUGIYONO... · Sedulur Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) Komisariat UIN

Hal ini berbeda, misalnya dengan peran Zaid ibn Ali Zain al-Abidin ibn

Husain ibn Ali Ibn Abi Thalib (saudara Imam al-Baqir) yang secara terbuka

melancarkan konfrontasi terhadap kekhalifahan Umayyah pada masa itu, dan

menghimpun kekuatan militer serta melancarkan pemberontakan. Demikianlah,

madzab Zaidiyyah, salah satu dari tiga madzab besar dalam Syi’ah selain

Ismailiyyah dan Itsa Asyariyyah yang terbentuk pada masa ini, dikenal antara lain

oleh doktrinnya yang mengharuskan seorang imam melancarkan konfrontasi terbuka

terhadap kekuasaan yang tidak sah. Bagai sebagian orang, hal ini ditafsirkan sebagai

kritik kepada sikap Imam al-Baqir yang cenderung memilih tindakan

nonkonfrontatif untuk mengatasi persoalan zaman.

Demikian pula halnya dengan Imam Ali Ridha (imam kedelapan). Dalam

sejarah, ia ditunjuk oleh Khalifah al-Makmun (198 M/813 H-218 M/833H) sebagai

putra mahkota yang akan menggantikan kekhalifahan Dinasti Abbasiyyah.

Betapapun hal ini dimungkinkan sekali lagi lebih karena prakarsa al-Makmun untuk

mengembalikan institusi kekhalifahan kepada keluarga Hasyimiyyah. Banyak ahli

sejarah mengatakan bahwa upaya al-Makmun itu merupakan bagian dari maneuver

politiknya untuk mengambil hati dan memperoleh legitimasi dari lebih banyak kaum

Muslim yang menganggap bahwa kekhalifahan itu merupakan hak bani Hasyim.

Pada kenyataanya, banyak ahli sejarah Syi’ah sepakat bahwa Imam Ali Ridha

sendiri wafat karena diracuni oleh kaki tangan al-Makmun.73

Demikianlah sejarah para imam di Syi’ah ini terus berlanjut hingga masa

imam mahdi yang dipercayai menghilang dan suatu saat nanti kembali lagi ke dunia

73 Yamani, Antara al-Farabi dan Khomaini: Filsafat Politik Islam, h.103

41

Page 53: KONSEP ETIKA POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7545/1/SUGIYONO... · Sedulur Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) Komisariat UIN

ini untuk memimpin gerakan kaum mustadh’afin (kaum tertindas) merebut kembali

kepemimpinan umat manusia

Sampai pada titik ini kita dapat menyimpulkan bahwa, pertama, sejarah

Syi’ah Itsa Asyariyyah pra-modern diwarnai oleh kekalahan politik, oleh quietisme

dan bukan aktivisme. Kesimpulan kedua terkait erat dengan konsep ruj’ah

(kembali) Imam Mahdi seperti tersebut di atas. Dalam pemahaman ini terkandung

suatu mafhum mukhalafah bahwa sampai kembalinya imam Mahdi orang Syi’ah

hanya bisa menunggu. Konsep ini antara lain secara doctrinal menjadi kaum Syiah

quietis. Selain itu sepanjang sejarah politik Islam pasca Khulafa Rasyidin telah

didominasi oleh kaum Sunni, sehingga kaum Syi’ah hanya menjadi kelompok

pinggiran dan cenderung tertindas. Selain itu adanya konsep Mahdiisme membuat

kaum Syi’ah lebih memisahkan diri dari percaturan politik dan hidup dalam

komunitas yang tertutup dengan konsekuensi menjadi independent dari politik pusat

kekuasaan.

Sikap itu didukung oleh konsep taqiyyah, yakni menyamarkan keyakinan

kesyi’ahanya dengan tujuan menyelamatkan mereka dari kepunahan dan

berkembang secara alami. Kalaupun dalam sejarah terbukti ada dinasti Syi’ah yang

besar, diantaranya dinasti Buwaihiyyah (932-1062 M) dan dinasti Shafawiyyah

(1501-1722 M) kenyataannya dinasti-dinasti ini dibentuk bukan sebagai bagian dari

upaya komunitas Syi’ah untuk merahi kekuasaan, melainkan paling tidak pada

awalnya malah tidak berkaitan dengan Syi’ah sebagai madzab. Yang terjadi adalah

munculnya orang-orang dari suku tertentu, yang kebetulan penganut Syi’ah yang

mempunyai aspirasi kekuasaan dan berhasil membangun sebuah dinasti. Baru

belakangan mereka melakukan tindakan-tindakan yang mencerminkan ke-Syi’ah-an

42

Page 54: KONSEP ETIKA POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7545/1/SUGIYONO... · Sedulur Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) Komisariat UIN

mereka. Bahkan dinasti Shafawiyyah didirikan oleh para pengikut tarekat yang

awalnya bukan bagian komunitas Syi’ah.74

Seiring waktu dalam ajaran Syiah terdapat perubahan yang dimulai dengan

tercetusnya revolusi Islam di Iran. Doktrin quietisme yang selama ini mengkristal

didobrak oleh pemikir politik Syi’ah. Mereka meyakinkan bahwa umat Syi’ah harus

pro aktif dalam mempersiapkan panggung bagi kemunculan kembali Imam Mahdi.

Para revolusioner berargumen bahwa imam Mahdi tidak akan muncul kembali

secara anakronistik di panggung sejarah, hal itu terjadi jika masyarakat sudah siap

untuk dipimpinnya dalam merebut kekuasaan di dunia. Revolusi doctrinal inilah

yang mentransformasikan quietisme Syi’ah menjadi aktivisme revolusioner.

Meskipun demikian, terdapat varian-varian pendapat mengenahi sikap politik

Syi’ah di masa ghaibah Imam di dalam tubuh Syi’ah sendiri. Di sepanjang sejarah

dapat ditemukan situasi-situasi yang di dalamnya kaum Syi’ah hampir selalu berada

dalam posisi tertindas sehingga bersikap akomodatif terhadap kekuasaan de facto.75

Hamid Henayat mengatakan, dalam kepustakaan sejarah dini Syi’ah,

khususnya dalam karya-karya Syaikh Thusi (w. 461 H-1068 M) dan Ibn Idris (w.

598 H-1202M), kaum muslim Syi’ah dianjurkan dan diinstruksikan untuk ber-

bai’ah kepada sejenis penguasa yang disebut “penguasa yang saleh dan adil” (al-

sulthan al-haqq al-adil). Yang disebut terakhir ini tentu saja berbeda dengan

Imam.76

Dalam etika politik Syi’ah, seperti yang dikemukakan oleh al-Maududi

bahwa kedaulatan dalam semua aspek berada di tangan Tuhan. Ini didasarkan atas

teks al-Qur’an yang artinya; ” Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak

74 Yamani, Antara al-Farabi dan Khomaini: Filsafat Politik Islam, h.106 75 Yamani, Antara al-Farabi dan Khomaini: Filsafat Politik Islam, h.108 76 Hamid Henayat, Reaksi Politik Sunni dan Syi’ah, (Bandung: Pustaka, 1988) h. 37

43

Page 55: KONSEP ETIKA POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7545/1/SUGIYONO... · Sedulur Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) Komisariat UIN

Allah, Maha suci Allah, Tuhan semesta alam ” (al-A’raf, 7: 54). Sementara yang

mengoperasionalisasikan kedaulatan Tuhan di bumi adalah para Nabi. Setelah

berakhir kenabian, maka yang mendapat limpahan disposisi adalah ulil ’amrih

(pemerintah). Dalam konteks syi’ah, ulil ’amrih direpresentasikan oleh imam yang

berjumlah 12 (syi’ah itsna ’asyariyah). Para imam dianggap penerus para nabi yang

bertugas menjelaskan syariat. Dengan demikian seorang imam bukan hanya

penguasa temporal, melainkan juga spiritual.

Dalam dua aliran dalam teologi Islam di atas, jika ditelusuri lebih dalam

sebenarnya terdapat perbedaan penting antara politik Islam Syi’ah dan Sunni dalam

hal sikap akomodatif kedua kelompok ini terhadap penguasa de facto yang dianggap

tidak sah. Bagi Sunni yang diwakili oleh para teoritis politik seperti al-Mawardi, al-

Ghozali, dan ibn Taimiyah cenderung kompromi dengan gagasan-gagasan politik

islam dengan kenyataan actual dan kemudian mengembangkan teori-teori politik

yang sesuai dengan kondisi. Kaum Sunni tidak menentukan secara formal bentuk

pemerintahan dan negara, melainkan secara substansial harus mengandung nilai-

nilai Qur’an dan hadist seperti, musyawarah, persamaan, hak-hak asasi manusia,

perdamaian, keamanan, dan lain-lain yang bisa direalisasikan dalam konteks

bernegara.

Sedangkan Syia’ah umumnya mengambil sikap akomodatif sebagai bagian

program ad hoc yang tidak perna benar-benar berpengaruh terhadap kesatuan teori

politik Syi’ah. Bagi Syi’ah hal ini juga merupakan bagian dari sikap taqiyyah,

menutup-nutupi keyakinan untuk menyamarkan atau memodifikasikannya secara

taktis dan temporer.

44

Page 56: KONSEP ETIKA POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7545/1/SUGIYONO... · Sedulur Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) Komisariat UIN

Ahmad Subhi, seorang ulama Sunni menunjukkan perbedaan antara sunni

dan syi’ah dalam hal kepemimpinan. Sepanjang sejarah Syi’ah memiliki figur atau

tokoh dengan kepribadian besar dan ini bukan hanya diakui penganutnya, tapi juga

diakui kebesarannya dan ketokohannya oleh kaum Sunni. Sementara itu, kaum

syi’ah bisa belajar mengenahi prinsip-prinsip musyawarah atau demokrasi dari kaum

sunni.77

77 Yamani, Antara al-Farabi dan Khomaini: Filsafat Politik Islam, h.109

45

Page 57: KONSEP ETIKA POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7545/1/SUGIYONO... · Sedulur Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) Komisariat UIN

BAB IV

KONSEP ETIKA POLITIK PERSPEKTIF

ALI SYARI’ATI

Sebagaimana disebutkan di atas bahwa, etika merupakan ilmu tentang apa

yang baik dan apa yang buruk, tentang hak dan kewajiban. Selanjutnya, etika juga

sebagai kumpulan asas nilai yang berkenaan dengan perbuatan, tindakan dan

sikap.78 Seperti apa yang dikatakan oleh Socrates, etika merupakan penilaian yang

baik tidak berdasarkan sebab-akibat, akan tetapi prinsip batin atau kesenangan jiwa

merupakan salah satu komponennya.79 Demikian juga Aristoteles mengatakan,

bahwa etika merupakan satu nilai yang memiliki tujuan kebahagian dalam hidup.

Sebagaimana etika, politik dapat dimaknai sebagai konsep yang berkenaan

dengan soal pemerintahan. Makna politik disini mengandung nilai estetik dan nilai

etis yang memerlukan seperangkat unsur, seperti halnya menjalankan pemerintahan,

mengatur pola aktivitas keseharian masyarakat.80 Maka dari itu, politik seyogyanya

dapat mengukur perilaku buruk dan baik manusia, serta mengatur perilaku hidup

tersebut kearah yang lebih baik lagi.81 Dalam arti yang lebih filosofis, bahwa politik

memiliki peran dan fungsi ganda, dituntut untuk berbuat baik kesesama manusia,

pada saat yang sama juga kebijakan negara harus mempertimbangkan kebaikan

masyarakat yang lebih luasa.

Dengan demikian, politik bukanlah bertujuan untuk kekuasaan belaka,

melainkan juga untuk dapat mewujudkan kesejahteraan secara umum. Bila diamati

78 K. Bertens, Etika (Jakarta; Gramedia Pustaka Utama, 2004) hal 5. 79 Loren Bagus, Kamus Filsafat, Cetakan ketiga (Jakarta; Gramedia, 2002) hal 217. 80 Listiyono Santoso, Teologi Politik Gus Dus (Yogyakarta: Ar-Ruz, 2004) hal 186. 81 Ramlan Surbakti, Memahamai Ilmu Politik (Jakarta; Gramedia, 1992) hal 1

46

Page 58: KONSEP ETIKA POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7545/1/SUGIYONO... · Sedulur Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) Komisariat UIN

lebih lanjut, politik dan etika, merupakan sebuah relasi yang tidak dapat dipisahkan.

Keduanya diibaratkan dua sisi yang saling membutuhkan. Ketika yang satu terapung

maka satu sisi lainnya akan tenggelam.

Franz Magnis Suseno mengartikan etika politik dengan sejumlah nilai luhur

yang seharusnya diterapkan dalam politik. Etika politik juga merupakan kewajiban

hati nurani yang tidak difokuskan pada apa yang baik atau benar secara abstrak,

tetapi pada apa yang baik dan benar dalam situasi yang konkrit. Etika politik bukan

hanya masalah moral individual belaka, melainkan masalah moral sosial tidak bisa

dilepaskan dari tindakan kolektif.

Sederhananya, etika politik bertujuan untuk mengulas prinsip moral

kenegaraan bukan etika kelakuan politisi. Melakukan pengajian pandangan-

pandangan dasar yang berkembang selama lebih dari dua ribu tahun, terutama dalam

tiga ratus tahun terakhir, tentang bagaimana harkat manusia dan keberadaban

kehidupan masyarakat dapat dijamin berhadapan dengan kekuasaan negara.82

Etika politik menjawab dua pertanyaan, pertama, bagaimana seharusnya

menata masyarakat yang ideal dan bagaimana etika kepemimpinan yang bisa

menjaga lembaga-lembaga negara seperti hukum dapat berjalan dengan adil dan

bijaksana. Selain itu membahas tentang bagaimana bentuk negara yang seharusnya

demokratis. Kedua, apa yang seharusnya menjadi dasar dan tujuan segala kebijakan

politik.

Dalam pandangan Ali Syari’ati menjelaskan, bahwa politik adalah

pemerintah/system pemerintah yang mempunyai tanggung jawab memelihara agar

masyarakat bisa aman dan menyediakan sarana-sarana kesejahteraan bagi warganya

82 Franz Magnis Suseno, Etika Politik , (Jakarta: Gramedia, 2003) h. xiii

47

Page 59: KONSEP ETIKA POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7545/1/SUGIYONO... · Sedulur Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) Komisariat UIN

sebagai suatu tugas administrasi Negara. Istilah politique muncul di tengah suasana

pemerintahan di Yunani, karena seluruh kota pada masa itu membentuk diri sebagai

Negara-negara kota (cite etat). Kota Athena misalnya, merupakan Negara tersendiri

dengan bentuk pemerintahan tersendiri pula. Maka menjadi identiklah istilah negeri

dengan Negara, kepala negeri dengan kepala Negara. Politik adalah administrasi

kota dan ia mencakup sejumlah tanggung jawab yang terletak dalam wilayah

pemerintahan atau Negara.

Dalam pengertian ini, pemerintah yang bertugas dalam bidang administrasi

kota, dalam bentuknya yang paling ideal merupakan tanggung jawab kenegaraan

dalam suatu kota. Lembaga Negara yang ada di kota tersebut sama sekali tidak

memikul tanggung jawab apa pun dalam soal-soal memperbaiki pandangan hidup

masyarakat, cara berfikir kaum muda, pengembangan pendidikan anak yang harus

diterapkan oleh orang tua, modernisasi pemikiran keagamaan, atau melakukan

perbaikan moral masyarakat. Tugas-tugas seperti ini berada di luar tanggung jawab

kenegaraan dan kepala negaranya. Sebab, sebuah Negara kota hanya bertanggung

jawab terhadap administrasi kota dalam bentuk yang sedemikian, sehingga warga

kota tersebut bisa memperoleh kebebasan dan kesejahtraan serta memelihara sistem-

sistem umum yang ada.83

Dengan demikian bahwa Syariati memandang peran negara bukan hanya

dalam bidang administrasi, namun juga peran-peran etis untuk membangun

masyarakat dan negara yang bermoral. Disinilah pengejawantahan etika politik

harus diterapkan dalam sebuah negara, meskipun Ali Syariati tidak mendefinisikan

secara jelas tentang etika politik, namun dalam konsep politik Syariati menunjukkan

83 Dr. Ali Syari’ati, Umah dan Imamah, (Bandung: Pustaka Hidayah, 1995 ), Cet. Ke-2, h.

55-56

48

Page 60: KONSEP ETIKA POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7545/1/SUGIYONO... · Sedulur Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) Komisariat UIN

landasan etika politik dalam mendefinisikan politik. Ini bisa dilihat dari konsep

negara Syariati yang mempunyai arti birokrasi atau administrasi dan tanggung jawab

kenegaraan untuk mendidik atau memperbaiki pandangan hidup masyarakat.

Atas dasar itu penulis mengulas tentang konsep masyarakat ideal dalam

pemikiran Syariati sebagai dasar pandangannya terhadap tata kenegaraan dan

konsep etika politik sesuai dengan zamannya.

A. Masyarakat Ideal Pandangan Ali Syariati

Dalam pandangan Syariati masyarakat islam yang ideal disebut umat.

Mengantikan konsep semacamnya yang dalam berbagai bahasa dan budaya

menunjukkan pengelompokan manusia, seperti society, nation, rece, people, tribe,

clan, qaum, qabilah, sya’b, dan lain sebagainya. Menurut Syariati kata ummat

mengandung makna yang progresif serta mengandung pandangan sosial yang

dinamis, komited, dan ideologis.84

Istilah ummah secara terperinci mengandung tiga konsep, yaitu kebersamaan

dalam arah dan tujuan, gerakan, dan tujuan tersebut, dan seharusnya adanya

pemimpin dan petunjuk kolektif. 85 Ummat menurut Syari’ati adalah suatu

masyarakat dimana sejumlah perseorangan yang mempunyai keyakinan dan tujuan

yang sama, menghimpun diri secara harmonis dengan maksud untuk bergerak maju

kearah tujuan bersama86. Dari kajian filologi di atas, Syari’ati memandang bahwa

sesungguhnya tidak mungkin ada ummat tanpa imamah. Sebagaimana istilah

ummat, imamah menampakkan diri dalam bentuk sikap, dimana seorang dipilih

84 Ali Syari’ati, On the Sociology of Islam, h. 119 85 Ali Syari’ati, Ummah dan Imammah; suatu tinjauan sosiologis, terj. Afif Muhammad,

(Jakarta: Pustaka Hidayah, 1989), h. 53 86 Ali Syari’ati, On the Sociology of Islam, h. 119

49

Page 61: KONSEP ETIKA POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7545/1/SUGIYONO... · Sedulur Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) Komisariat UIN

sebagai kekuatan penstabil dan pendinamisan massa, yang pertama berarti

menguasai massa sehingga berada dalam stabilitas dan ketenangan, dan kemudian

melindungi mereka dari ancaman, penyakit, dan bahaya. Yang terakhir berkenaan

dengan asas kemajuan dan perubahan ideologis, sosial, dan keyakinan, serta

menggiring massa dan pemikiran mereka menuju bentuk ideal.87

Ali Syari’ati memandang ummat dan imam dalam kondisi yang dinamis,

yang selalu bergerak ke arah perubahan demi tujuan bersama. Ia memandang bahwa

tanggung jawab paling utama dan penting dari imamah adalah perwujudan dari

penegakan asas pemerintahan pada kaida kemajuan, perubahan dan transformasi

dalam bentuknya yang paling cepat, lalu melakukan akselerasi, dan menggiring

ummat menuju kesempurnaan sampai pada lenyapnya ambisi sebagai individu

terhadap ketenangan dan kenyamanan88

Dalam pandangan Syari’ati kerangka dasar ummat adalah ekonomi, karena

menurutnya ”barang siapa yang tidak menghayati kehidupan duniawi maka dia pun

tidak akan mengalami kehidupan batiniah”.89 Sistem sosialnya didasarkan atas

kesamaan dan keadilan serta hak milik yang ditempatkan di tangan rakyat, atas

kebangkitan kembali ”sistem habil”, yakni masyarakat yang ditandai oleh

persaudaraan. Bentuk pemerintahan umat adalah kepemimpinan yang komited dan

revolusioner, bertanggung jawab atas gerakan dan pertumbuhan masyarakat atas

dasar pandangan hidup dan ideologisnya, bertanggung jawab untuk melealisasikan

fitra suci manusia dengan rencana kejadiannya.

87 Ali Syari’ati, Ummah dan Imammah; suatu tinjauan sosiologis, terj. Afif Muhammad, h. 63

88 Ali Syari’ati, Ummah dan Imammah; suatu tinjauan sosiologis, h. 64 89 Ali Syariati, on the sociology of islam, h. 119

50

Page 62: KONSEP ETIKA POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7545/1/SUGIYONO... · Sedulur Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) Komisariat UIN

Sementara itu manusia ideal yang dimaksud Syariati adalah manusia

theomorphis yang dalam pribadinya ruh Allah telah memenangkan belahan dirinya

yang berkaitan dengan iblis, dengan lempung dan lumpur.90 Dalam pandangannya

manusia ideal harus mengenal Tuhan dengan sebaik-baiknya, memperjuangkan

nasib dan kepentingan masyarakat, memiliki pola pikir yang tajam dan luas,

meninggalkan nafsu dan egoisme, sadar akan fitrah dirinya, memiliki rasa cinta

kepada sesama, dan menentang segala bentuk kezaliman.

Menurut Syariati manusia ideal memiliki tiga aspek, yaitu pertama,

kebenaran. Manusia ideal senantiasa menjunjung tinggi kebenaran dan senantiasa

membela kebenaran. Landasan kebenarannya adalah pengetahuan. Setiap perbuatan

yang tidak dilandasi denga pengetahuan akan menjadi sia-sia. Oleh karena itu,

manusia ideal selalu melandasi setiap pola tindakannya dengan pengetahuan. Kedua,

kebajikan. Dalam pandangan Syariati, manusia ideal harus memiliki kebajikan, baik

dalam perkataan, perbuatan, maupun cara berfikirnya. Tolak ukur kebajikannya

adalah akhlak. Oleh karena itu, manusia ideal harus memiliki akhlak yang muilia,

yang melandasi setiap perkataan dan perbuatannya. Ketiga, keindahan. Manusia

ideal adalah manusia yang menyukai keindahan. Tutur kata dan perbuatannya indah,

sehingga masyarakat selalu merasa tentram, bila mendengar perkataannya dan

melihat tingkah lakunya.

Menurut Syariati, manusia ideal merupakan gambaran dari khalifah Allah,

yaitu manusia yang menjalankan amanat Allah untuk menjadi wakil-Nya, terutama

manusia. Khalifah Allah, dalam pandangan Ali Syariati memiliki tiga keunggulan,

yaitu pertama, ia memiliki kesadaran yang tinggi tentang jati dirinya, tujuan

90 Ali Syariati, on the sociology of islam, h. 121

51

Page 63: KONSEP ETIKA POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7545/1/SUGIYONO... · Sedulur Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) Komisariat UIN

penciptaannya, dan tugas serta tanggung jawabnya di muka bumi. Kedua, ia

memiliki kemerdekaan dalam bertindak. Setiap pola tindaknya bukan didasarkan

atas paksaan. Ketiga, ia memiliki kreativitas yang tinggi.

B. Konsep Kepemimpinan Politik

Setelah di atas penulis membahas tentang masyarakat ideal yang mempunyai

tujuan bersama, tentunya aturan yang dibentuk dalam masyarakat tidak mungkin

terwujud dengan tanpa adanya seorang pemimpin dalam mengkonsolider

kepentingan masyarakat. Untuk itu di sini saya mencoba memaparkan pemikiran Ali

Syariati yang berkenaan dengan etika politik kepemimpinan.

Sesuai dengan konsep masyarakat yang ideal, bahwasanya keharusan adanya

pimpinan sebagai petunjuk kolektif. Bagi Syariati pemimpin merupakan sosok yang

menampakkan diri dalam bentuk sikap sepurna, dimana seseorang dipilih sebagai

kekuatan penstabil dan pendinamisan massa. Penstabil berarti menguasai massa

sehingga berada dalam stabilitas dan ketenangan, dan kemudian melindungi mereka

dari ancaman, penyakit, dan bahaya. Pendinamisan massa berkenaan dengan asas

kemajuan dan perubahan ideologis, sosial, dan keyakinan, serta mengiringi massa

dan pemikiran mereka menuju bentuk yang ideal.91

Syariati memandang bahwa pemimpin dalam bentuk yang dinamis, selalu

bergerak ke arah perubahan demi tujuan bersama. Ia memandang bahwa tanggung

jawab paling utama dan penting adalah perwujudan dari penegakan asas

pemerintahan pada kaidah kemajuan, perubahan, dan transformasi dalam bentuk

yang paling cepat. Seorang pemimpin selalu melakukan akselerasi, dan menggiring

91 Ali Syariati, Ummah dan Imamah: Suatu Tinjauan Sosiologis, (Jakarta: Pustaka Hidayah,

1989) h. 53

52

Page 64: KONSEP ETIKA POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7545/1/SUGIYONO... · Sedulur Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) Komisariat UIN

umat menuju kesempurnaan sampai pada lenyapnya ambisi sebagai individu

terhadap ketenangan dan kenyamanan.92 Dalam tulisan yang lain Syariati

mengatakan, ” pemimpin dalam pemikiran Syiah adalah kepemimpinan progresif

dan revolusioner yang bertentangan dengan rezim-rezim politik lainnya guna

membimbing manusia serta membangun masyarakat diatas fondasi yang benar dan

kuat, yang bakal mengarahkan menuju kesadaran, pertumbuhan, dan kemandirian

dalam mengambil keputusan”.93

Tugas seorang pemimpin tidak hanya terbatas memimpin manusia dalam

satu aspek politik, kemasyarakatan, dan perekonomian, juga tidak terbatas pada

masa-masa tertentu dalam kedudukannya sebagai panglima, amir, atau khalifah,

tetapi tugasnya adalah menyampaikan kepada masyarakat dalam semua aspek

kemanusiaan yang bermacam-macam. Seorang pemimpin tidak hanya terbatas

hanya pada masa hidupnya, tetapi juga selalu hadir di setiap saat dan hidup

selamanya.94 Walau sedemikian tinggi makna karakteristik seorang pemimpin bagi

Syariati namun ia mengingatkan bahwa pemimpin bukanlah supra-manusia tetapi

hanya manusia biasa yang memiliki banyak kelebihan di atas manusia lain dan

manusia super.95

Kalaupun demikian agung dan tinggi hakikat seorang pemimpin, kemudian

bagaimana cara pemilihan pemimpin? Dalam menjawab Ali Syariati memulai

dengan pertanyaan, ”bagaimana imam dipilih melalui pengangkatan atau pemilihan,

ataukah berdasar penunjukan dari Nabi Saw. atau imam sebelumnya?” kemudian ia

menjawab secara teoritis, ” bahwa imam adalah suatu hak yang bersifat esensial

92 Ali Syariati, Ummah dan Imamah: Suatu Tinjauan Sosiologis, h. 63 93 Ali Syariati, Ummah dan Imamah: Suatu Tinjauan Sosiologis, h. 65 94 Ali Syariati, Islam Mazhab Pemikiran dan Aksi, (Bandung: Mizan, 1992), h. 65 95 Ali Syariati, on the sociology of islam h. 114

53

Page 65: KONSEP ETIKA POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7545/1/SUGIYONO... · Sedulur Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) Komisariat UIN

yang muncul dari diri seseorang. Sumbernya adalah dari imam itu sendiri, dan bukan

dari faktor eksternal, semisal pengangkatan atau pemilihan”. ”Dia adalah seorang

imam, tak perduli apakah ia muncul dari penjara al-Mutawakkil maupun dari

mimbar Rasul, baik didukung oleh seluruh umat atau hanya diketahui keagungannya

oleh tujuan atau delapan kelompok orang saja”. Bagi Syariati imam tidak diperoleh

melalui pemilihan, melainkan melalui pembuktian kemampuan seseorang. Artinya,

masyarakat yang merupakan sumber kedaulatan dalam sistem demokrasi tidak

terikat dengan imam melalui ikatan pemerintahan, tetapi berdasarkan ikatan orang

banyak dengan kenyataan yang ada. Mereka bukan menunjuknya sebagai imam,

tetapi mengakui kelayakannya sebagi imam.96

Dalam teori politik Islam kita mengenal istilah Imamah dan Khilafah, dalam

hal ini Ali Syariati mempunyai pengertian istilah tersebut. Baginya Imamah97 (yang

diakui) adalah pribadi tertentu sebagaimana halnya dengan nubuwah dan

mempunyai tanggung jawab terbatas. sedangkan Khilafah (yang dipilih) merupakan

tanggung jawab yang tidak terbatas dalam sejarah baik dalam masa maupun

orangnya. Dengan mengabaikan perbedaan di atas, Ali Syariati memaparkan bahwa

imamah dan khilafah sebenarnya merupakan tanggung jawab yang satu, untuk

mencapai satu tujuan dengan keterbatasan, seperti setelah dikemukakan di atas

dimana seorang penguasa tidak selamanya seorang imam.98

Dalam pandangan Syariati hubungan khilafah dengan Imamah yang ada pada

suatu masa merupakan bentuk hubungan seorang pemimpin spiritual, politik, dan

96 Ali Syariati, Ummah dan Imamah: Suatu Tinjauan Sosiologis, h. 141-145 97 Ada dua makna imamah: imamah dalam arti jabatan dan imamah dalam arti sifat / atribut.

Pemisahan imamah dan khilafah (dalam arti jabatan) akan bermuara pada pemisahan negara dengan agama. Pemisahan khilafah dan imamah (sifat / atribut) tidak bermuara ke sana. Dan yang terakhir ini yang disetujui Syari'ati.

98 Ali Syariati, Ummah dan Imamah: Suatu Tinjauan Sosiologis, h. 156-158

54

Page 66: KONSEP ETIKA POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7545/1/SUGIYONO... · Sedulur Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) Komisariat UIN

sosial dengan penguasa, sebagaimana Nabi Muhammad yang memimpin perang

tetapi juga menjadi imam sholat. Sejarah Islam kemudian mencatat terjadinya

pergeseran yang memisahkan antara khilafah dan imamah dalam bentuk aplikatif.

selain itu terjadi pereduksian peranan imamah dak khilafah dalam sejarah Islam, lalu

masing-masing ditempatkan dalam medan yang sempit.

Adapun yang dimaksud Syariati dengan pemisahan khilafah dan Imamah

(atribut/sifat) di atas adalah pada tataran realitas. Ada imam yang diakui oleh

sekelompok orang, lalu kelompok lain memilih orang lain menjadi khilafah. Bagi

Syariati imamah bukanlah jabatan tetapi atribut (sifat). Bentuk seperti ini di mata

Syariati adalah wajar, sedangkan pemisahan antara kedua tugas tersebut dapat

memberi jaminan bagi tetap terpeliharanya keagungan dan kehormatan Imam. Ini

sesuai dengan posisi Muhammad sebagai seorang Rasul dan menunjuk orang lain

pada jabatan pemerintahan bagi bangsa Arab atau muslim Emperoro Islam. Dalam

bangsa Barat kita mengenal kepemimpina Yesus dalam hal spiritual dan dilain pihak

terdapat Kaisar yang memimpin politik.99

Bagi Syariati, dalam ajaran Islam tidak mengenal pemisahan antara urusan

negara atau politik dengan agama. Jika terjadi pada suatu masa adanya imam dan

adanya khilafah maka hubungan yang terjadi adalah saling melengkapi dengan

tanggung jawab masing-masing. Imam meskipun diam di rumah tidak berarti ke-

imam-annya hilang, karena imam adalah atribut (sifat) dengan tanpa melewati

pemilihan. dengan demikian tanggung jawab seorang imam (meskipun tidak terpilih

sebagai khilafah) tetaplah ada.

99 Ali Syariati, Ummah dan Imamah: Suatu Tinjauan Sosiologis, h. 161

55

Page 67: KONSEP ETIKA POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7545/1/SUGIYONO... · Sedulur Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) Komisariat UIN

Bagi Syariati inilah yang membedakan dengan konsep Barat yaitu pemisahan

antara negara dan agama. Bagi Islam seorang imam adalah pemimpin spiritual

sedangkan khilafah pemimpin politik. Jika kemudian imam terpilih sebagai

pemimpin politik, maka bukanlah hal yang baru sepertihalnya Imam Ali dan Imam

Hasan. Inilah yang tidak mungkin terjadi dalam konsep sekuler karena pemimpin

spiritual bukanlah sebuah sifat tetapi sebuah atribut jabatan tersendiri.

C. Islam Sebagai dasar Etika Politik Islam Ali Syariati

Ali Syariati dikenal sebagai intelektual Iran yang cemerlang. Ia bukan saja

bergelut pada tataran wacana, tapi juga terlibat pada tataran politik praktis, yaitu

dengan turun menggerakkan revolusi Iran tahun 1979. Gerakan intelektual dan

praktis Ali Syariati ini diarahkan demi terwujudnya Islam Sejati, yaitu Islam yang

dihadirkan sebagai ideologi revolusioner, yang mampu membangkitkan idealitas-

idealitas yang di transformasikan ke dalam sistem etika politik dan relasi sosial.100

Untuk mengejawantahkan wacana etika politik Islam, Ali Syariati

menggunakan empat pendekatan; yaitu sejarah Islam, studi dunia kontemporer dan

kebutuhannya, teks-teks Islam, dan kepekaan terhadap elemen mistis dari agama.

Sejarah Islam yang dimaksud adalah sejarah yang dipahami melalui teks Islam,

bukan teks sejarah yang sesuai dengan ruang dan waktu. Misalnya dengan melihat

cara Nabi Muhammad mempertahankan kebiasaan Arab pra-Islam yaitu, ziarah

keagamaan tradisional di Makkah (Ka’bah). Nabi mengubah kandungan dan isinya,

jiwa, arahnya, serta aplikasi praktisnya dengan cara yang etis. Mendatangi Ka’bah

100 Robert D. Lee, Mencari Islam Autentik: dari Nalar Puitis Iqbal hingga Nalar Kritis

Arkoun. Terj. Ahmad Baiquni, (Bandung: Mizan, 2000), h. 140

56

Page 68: KONSEP ETIKA POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7545/1/SUGIYONO... · Sedulur Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) Komisariat UIN

bukan dengan maksud mendatangi bangunan tua, melainkan mendatangi “rumah

Allah” untuk beribadah.

Dalam studi dunia kontemporer, Syariati tidak menolak mentah-mentah,

melainkan menelaah secara mendalam sehingga menemukan bagian-bagian yang

harus ditolak dan bagian yang bisa ditiru. Bagi Syariati bagian yang harus ditolak

dari kemodernan adalah konsumerisme dan pencerabutan akan keautentikan Islam,

sedangkan yang bisa diambil contoh dari moderinisme adalah spirit untuk berkarya

dan berproduksi. Dalam hal ini Syariati mencontohkan ketika berhadapan dengan

marxisme. Marxisme merupakan paham yang diproduksi oleh Karl marx, yang

menginginkan terciptanya masyarakat yang sosialis, dimana antara kelompok

borjuis dan proletar setara. Perhatian Syariati terhadap marxisme adalah karena

kepekaannya pada realitas sosial, sejarah sebagai sumber kebenaran, analisisnya

tentang kapitalis dan imprealisme, dan seruan kepada revolusi. Sedangkan yang

ditolak olehnya adalah masalah kemanusiaan yang merupakan bentuk modus

produksi material101

Lebih lanjut Ali Syariati menekankan pentingnya menghidupkan ajaran

Islam dan kembali kepada sumber yang asli. Realitas yang dihadapi pada era ini

sangat kompleks dan terdapat percampuran antar ajaran Islam dengan ajaran di luar

Islam. Untuk itu perlu adanya tanggung jawab bagi umat islam untuk membersikan

unsur-unsur luar yang melekat pada pola pikir keyakinan keagamaan yang

diciptakan oleh kediktatoran, perbedaan kelas, dan interes politik dan kembali

kepada akar islam yang asli.102

101 Robert D. Lee, Mencari Islam Autentik: dari Nalar Puitis Iqbal hingga Nalar Kritis

Arkoun, h. 139 102 Ali Syariati, Ummah dan Imamah: Suatu Tinjauan Sosiologis, h. 22

57

Page 69: KONSEP ETIKA POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7545/1/SUGIYONO... · Sedulur Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) Komisariat UIN

Sedangkan yang berkaitan dengan hal mistik dalam Islam, menurutnya harus

dipahami dan tidak diabaikan. Walaupun bersifat irasional, namun pengalaman

mistik dapat dijadikan sebagai pertanda bahwa seorang hamba melakukan

pendekatan spiritual terhadap diri Allah. Hal ini tercermin dalam pengalaman mistik

Ali Syariati ketika kelas lima sekolah dasar. Ketika itu ia mendengar suara bel

berbunyi yang membuat dirinya terduduk di tanah, badannya gemetar, dan kepala

berputar-putar. Sejenak kemudian Syariati menemukan misi mengenahi vigur magis

berwarna hijau yang turun dari langit, seperti petir menembus melalui matanya dan

berjalan menuju hatinya, kemudian kehilangan jejaknya. Syariati memahami arti itu

pada usia sudah dewasa ketika mempelajari ajaran tokoh sufi Al-Jilli, ia memahami

bahwa figur mistik warna hijau adalah metafor untuk sinar pengetahuan yang

diberikan oleh Allah kepada orang yang dipilih-Nya dan pendistribusian penyatuan

seorang hamba dengan Tuhan.103

Dalam hal politik praktis, Ali Syariati menganut jalan tengah. Pada masa itu

dunia terbela menjadi dua blok besar yaitu, blok Barat dan blok Timur. Blok barat

adalah Amerika Serikat dan Eropa Barat yang kapitalis dan liberalistik, sedangkan

blok timur adalah Uni Soviet dan Eropa Timur yang komunistik dan sosialistik. Dua

blok ini selalu berhadapan, baik dalam masalah ekonomi, politik, budaya, dan

militer, sehingga tatanan dunia tergantung kepada dua blok ini. Pada kondisi yang

demikian Ali Syari’ati menawarkan posisi negara-negara Islam menjadi kelompok

independen. Ini bertujuan untuk menjadi bumper dan mengurangi ketegangan antara

dua blok transisional dan melawan intervensi yang tidak adil dari kedua blok dalam

urusan yang berkaitan dengan negara Islam.104

103 Ali Rahmena, Ali Syariati: Biografi Politik Intelektual Revolusioner, h. 233 104 Robert D. Lee, Mencari Islam Autentik, h. 140

58

Page 70: KONSEP ETIKA POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7545/1/SUGIYONO... · Sedulur Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) Komisariat UIN

Pemikiran Syari’ati ini terbukti ketika salah satu blok ini runtuh, negara-

negara Islam tidak terlalu terimbas dampak negatif. Bahkan ada negara Islam yang

terus melangkah maju dengan berpegangan keautentikan sebagi negara islam dengan

tetap modernis, seperti negara Qatar. Jalan tengah yang diambil Syariati ini juga

nampak ketika ia mengapresiasi revolusi Iran yang berhasil menjatuhkan diktator

rezim Syah. Keberhasilan itu bagi Syari’ati tidak terlalu disambut dengan eforia.

Kehadiran rezim baru pengganti rezim Syah, yaitu rezim yang berada di bawah

kendali ulama dikhawatirkan ditunggangi kepentingan pihak luar yang manipulator

masa lampau Iran dan arsitek yang menjadikan tradisi sebagai penjara. Ali Syariati

memandang bahwa rezim Syah tidak membangkitkan agama tapi mempertahankan

kerajaan yang mandek, sementara para ulama mempertahankan kemadekan islam.

Sikap jalan tengah yang ditempuh Ali Syari’ati ini berdasarkan dari

pemahamannya tentang etika politik. Baginya politik mempunyai pengerian

pendidikan, pembaruan, dan penyempurnaan. Selain itu bertugas dalam bidang

administrasi kota dalam bentuk yang ideal dan bertanggung jawab. Dengan

demikian Syari’ati mengartikan pemeritahan menjadi dua pandangan hidup dan

tanggungjawab, yakni menjalankan kewajiban memimpin dan mendidik manusia

mencapai bentuk yang lebih baik, yang didasarkan pada mazhab tertentu, sehingga

dengan demikian ia menjadi guru dan sekaligus pemimpin politik, atau menjadi

administrator, supervisor, dan birokrat bagi masyarakat politis.105

Dalam konteks situasi saat Syari’ati hidup, pemahaman Islam yang

ditawarkan Ali Syari’ati berbeda dengan pemahaman maintreem saat itu, Islam yang

dipahami banyak orang di masa itu adalah Islam yang hanya sebatas agama ritual

105 Ali Syariati, Ummah dan Imamah, h. 56

59

Page 71: KONSEP ETIKA POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7545/1/SUGIYONO... · Sedulur Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) Komisariat UIN

dan fiqh yang tidak menjangkau persoalan-persoalan politik dan sosial

kemasyarakatan. Islam hanyalah sekumpulan dogma untuk mengatur bagaimana

beribadah tetapi tidak menyentuh sama sekali cara yang paling efektif untuk

menegakkan keadilan, strategi melawan kezaliman atau pentunjuk untuk membela

kaum tertindas (mustad’afin). Islam yang demikian itu dalam banyak kesempatan

sangat menguntungkan pihak penguasa yang berbuat sewenang-wenang dan

mengumbar ketidakadilan, karena ia bisa berlindung di balik dogma-dogma yang

telah dibuat sedemikian rupa untuk melindungi kepentingannya.

Wacana Islam mainstreem itulah yang digunakan oleh sebagian besar ulama

untuk mendukung kekuasaan rezim Syah. Ketika rezim Syah menindas rakyat, para

ulama rezimis tidak mampu berbuat banyak untuk kepentingan rakyat. Justru ulama

dipaksa untuk memberikan justifikasi keagamaan atas kebijakan-kebijakan Syah.

Bagi Syari’ati hal demikian menganalogkan bahwa Islam yang demikian itu sebagai

Islam gaya penguasa (Islamnya Usman bin Affan ). Sementara Islam otentik,

sebagaimana yang dinyatakan Syariati adalah Islam Abu Zar, 106 sahabat Nabi sang

pencetus pemikiran sosialistik Islam. 107

Islam dalam pandangan Syariati bukanlah agama yang hanya memperhatikan

aspek spiritual dan moral atau hanya sekadar hubungan antara hamba dengan sang

106 Abu Zar menyaksikan peristiwa yang memalukan ini dan karena tidak bisa lagi

menerima hal itu itu, maka dia tidak lagi bisa diam, ia pun melawan, suatu perlawanan yang sangat bagus dan jantan; suatu perlawanan yang menyebabkan timbulnya perlawanan di semua wilayah Islam melawan kekuasaan Usman; suatu perlawanan dari gelombang gairah Islam yang tetap dirasakan sampai zaman sekarang di dalam sejarah umat manusia. Abu Zar sedang berusaha untuk membangun kesatuan ekonomi dan politik Islam dan rejim Usman sedang menghidupkan kembali aristocracy. Abu Zar percaya Islam sebagai tempat perlindungan orang yang membutuhkan pertolongan, si tertindas dan orang-orang yang terhina dan ‘Usman menjadikan Islam sebagai alat kapitalisme yang berarti pula benteng untuk memelihara para lintah darat, orang-orang kaya dan kaum ningrat. Lihat dalam, Ali Syariati, And Once Again abu-Dhar, diakses tanggal 22 Pebruari 2008, dari http://www.iranchamber.com/personalities/ashariati/ works/once_again_abu_dhar7.php,

107 Azyumardi Azra, “Akar-Akar Ideologis Revolusi Iran: Filsafat Pergerakan Ali Syari’ati”, dalam Azyumardi Azra, Pergolakan Islam Politik; Dari Fundamentalisme, Modernisme Hingga Post-Modernisme (Jakarta: Paramadina, 1996), hlm.77

60

Page 72: KONSEP ETIKA POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7545/1/SUGIYONO... · Sedulur Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) Komisariat UIN

Khaliq, tetapi lebih dari itu, Islam adalah sebuah ideologi emansipasi dan

pembebasan. Seperti yang ditulis dalam salah satu karyanya: adalah perlu

menjelaskan tentang apa yang dimaksud dengan Islam. Dengan kita maksudkan Abu

Zar; bukan Islamnya Khalifah. Islam keadilan dan kepemimpinan yang pantas;

bukan Islam penguasa, aristokrasi dan kelas atas. Islam pembebasan, kemajuan, dan

kesadaran; bukan Islam perbudakan, penawanan dan pasivitas. Islam kaum mujahid;

bukan Islam kaum ulama. Islam kebajikan dan tanggung jawab pribadi dan protes;

bukan Islam yang menekankan dissimulasi, keagamaan, wasilah ulama dan campur

tangan Tuhan. Islam perjuangan untuk keimanan dan pengetahuan ilmiah; bukan

Islam yang menyerah, dogmatis, dan imitasi tidak kritis kepada ulama.108

Dalam tulisan selanjutnya Ia katakan : tidak cukup dengan menyatakan kita

harus kembali kepada Islam. Kita harus menspesifikasi Islam mana yang kita

maksud: Islam Abu Zar atau Islam Marwa (bin Affan), sang penguasa. Keduanya

disebut Islam, walaupun sebenarnya terdapat perbedaan besar diantara keduanya.

Satunya adalah Islam ke-khalifah-an, istana, dan penguasa. Sedangkan lainnya

adalah Islam rakyat, mereka dieksploitasi dan miskin. Lebih lanjut, tidak cukup syah

dengan sekadar berkata, bahwa orang harus mempunyai kepedulian kepada kaum

miskin dan tertindas. Khalifah yang korup juga berkata demikian, Islam yang benar

lebih dari sekadar kepedulian. Islam yang benar memerintahkan kaum beriman

berjuang untuk keadilan, persamaan dan penghapusan kemiskinan.109

Gagasan Syariati tentang Islam revolusioner atau Islam pembebasan sejalan

dengan gagasan tentang teologi pembebasan (theology of liberation) yang banyak

108 Muhammad Nafis, “Dari Cengkeraman Penjara Ego Memburu Revolusi: Memahami

“Kemelut” Tokoh Pemberontak”, dalam M. Deden Ridwan (ed.), Melawan Hegemoni Barat: Ali Syari’ati dalam Sorotan Cendekiawan Indonesia (Jakarta: Penerbit Lentera, 1999), hlm. 61

109 Azyumardi Azra, “Akar-Akar Ideologis…”, h. 77-78

61

Page 73: KONSEP ETIKA POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7545/1/SUGIYONO... · Sedulur Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) Komisariat UIN

diusung oleh tokoh-tokoh revolusioner baik Latin maupun Asia. Ide dasar pemikiran

antara Syari’ati dengan para pengusung teologi pembebasan hampir sama yakni

ingin mendobrak kemapanan lembaga resmi keagamaan (ulama, gereja) yang

posisinya selalu berada pada pihak kekuasaan dan berpaling dari kenyataan ril umat

yang selalu ditindas oleh kekuasaan. Mereka sama-sama memberontak dan tidak

puas dengan doktrin yang telah dibuat oleh ulama atau gereja untuk melindungi

kepentingan kelas atas dan menindas kelas bawah. Islam revolusioner yang diusung

Syariati juga merupakan bentuk pengembalian hak menafsirkan agama itu kepada

rakyat, sehingga doktrin-doktrin yang terbentuk adalah ajaran agama sejati yang

berpihak pada kepentingan rakyat.110

Seperti yang dinyatakan oleh Leonardo Boff, Teologi Pembebasan adalah

pantulan pemikiran sekaligus cerminan dari kenyataan nyata, suatu praksis yang

sudah ada sebelumnya. Lebih tepatnya ia mengungkapkan atau pengabsahan suatu

gerakan sosial yang amat luas, yang muncul pada tahun 1960-an yang melibatkan

sektor-sektor penting sistem sosial keagamaan, seperti para elit kegamaan, gerakan

orang awam, para buruh, serta kelompok-kelompok masyarakat yang berbasis

keagamaan.111

Teologi pembebasan adalah produk kerohanian. Dan harus diakui, dengan

menyertakan di dalamnya suatu doktrin kegamaan yang benar-benar masuk akal.

Teologi pembebasan telah memberikan sumbangsi yang amat besar terhadap

perluasan dan penguatan gerakan-gerakan tersebut. Doktrin masuk akal itu telah

membentuk suatu pergeseran radikal dari ajaran tradisional keagamaan yang mapan.

110 Robert D. Lee, “Ali Shari’ati”, dalam Mencari Islam Autentik: Dari Nalar Puitis Iqbal,

Hingga Nalar Kritis Arkoun, terj. Ahmad Baiquni (Bandung: Mizan, 2000), hlm. 140 111 Michael Lowy, Teologi Pembebasan (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999), hlm. 27

62

Page 74: KONSEP ETIKA POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7545/1/SUGIYONO... · Sedulur Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) Komisariat UIN

Beberapa diantara doktrin ini adalah: 1) Gugatan moral dan sosial yang amat keras

terhadap ketergantungan kepada kapitalisme sebagai suatu sistem yang tidak adil

dan menindas, 2) Penggunaan alat analisis Marxisme dalam rangka memahami

sebab-sebab kemiskinan, 3) pilihan khusus pada kaum miskin dan kesetiakawanan

terhadap perjuangan mereka menuntut kebebasan, 4) suatu pembacaan baru terhadap

teks agama, 5) perlawanan menentang pemberhalaan sebagai musuh utama agama,

6) kecaman terhadap teologi tradisional yang bermuka ganda sebagai hasil dari

filsafat Yunani Platonis. 112

Sebagaimana yang telah terekam dalam sejarah Islam, bahwa kedatangan

Islam adalah untuk merubah status quo serta mengentaskan kelompok yang tertindas

dan eksploitasi. Ajaran Nabi mengatakan bahwa kemiskinan itu dekat dengan

kekufuran, dan menyuruh umat untuk berdoa kepada Allah agar dapat terhindar dari

keduanya. Penghapusan kemiskinan merupakan syarat bagi terciptanya masyarakat

Islam. Dalam hadis lain Nabi menyatakan, bahwa sebuah negara dapat bertahan

hidup walau di dalamnya ada kekufuran, namun tidak bisa bertahan jika di dalamnya

terdapat dhulm (penindas).113

Dalam konteks Iran, bagi Syari’ati ulama telah merubah Syi’ah dari

kepercayaan revolusioner menjadi ideologi konservatif dan menjadi agama negara.

Sedangkan dalam pihak lain ulama mempunyai hubungan organik dengan

kemewahan itu sendiri melalui kelas berharta, karena ulama Syiah memperoleh

pemasukan dari Khams (sedekah) dari sahm Imam (bagian dari zakat)114

112 Wahono Nitiprawiro, Teologi Pembebasan: Sejarah, metode, praksis, dan isinya,

(Yogyakarta: LkiS, 2000), h. 23-25 113 Asghar Ali Engineer, Islam dan Teologi Pembebasan, terj. Agung Prihantoro

(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003), cet. III, hlm. 7 114 Ali Rahnema, “Ali Syari’ati: Guru, Penceramah, Pemberontak”, dalam Ali Rahnema

(ed.), Para Perintis Zaman Baru Islam (Bandung: Mizan, 1996), hlm. 234.

63

Page 75: KONSEP ETIKA POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7545/1/SUGIYONO... · Sedulur Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) Komisariat UIN

Setelah Syari’ati mengkritik ulama yang dinilai sebagai akhud, Ia kemudian

menyampaikan tipikal ulama ideal. Menurutnya, ulama ideal secara sederhana

adalah ulama aktivis, yang menggalang massa untuk melakukan gerakan protes. Ia

mencontohkan ulama seperti al-Afgani sebagai idola. 115

Nampaknya pemikiran Ali Syari’ati tentang Islam secara konsisten berada

dalam aras Islam progresif dan revolusioner. Corak Islam yang demikian itu

dihasilkan dari pemahaman bahwa dalam ajaran Islam, Tuhan telah menugaskan

kepada manusia sebagai khalifah di bumi116. Khalifah haruslah dalam posisi pro-

aktif memperjuangkan prinsip-prinsip keadilan, bukan pasra dengan nasib secara

take for granted.

Bagi Syari’ati Islam merupakan agama yang dinamis dibanding agama lain.

Terminologi Islam memperlihatkan tujuan yang progresif. Di Barat, kata ”politik”

berasal dari bahasa Yunani ”polis” (kota), sebagai suatu unit administrasi yang

statis, tetapi pada kata Islamnya adalah ”siyasah”, yang secara harfiah berarti ”

menjinakkan seekor kuda liar”, suatu proses yang mengandung makna perjuangan

yang kuat untuk mencapai kesempurnaan yang sempurna. Ini artinya ideologi Islam

sebagai dasar dalam etika politik Ali Syari’ati mampu menggerakkan masyarakat ke

arah yang lebih baik, dan akhirnya menjadikan sebuah bangsa baldatun tayyibatun

wal ghofururrohi.

115 Azyumardi Azra, Akar-Akar Ideologis…, h. 82 116 Khalîfah dalam hal ini adalah pemangku tugas pembaharu dan selalu memimpin dunia

dengan keadilan dan kearifannya. Jika ditemukan dalam penggalan sejarah manusia-manusia serakah yang aksinya menindas dan memperkosa hak-hak manusia lain, maka menjadi tugas khalîfah untuk menyingkirkan jenis manusia itu dari muka bumi.

64

Page 76: KONSEP ETIKA POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7545/1/SUGIYONO... · Sedulur Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) Komisariat UIN

BAB V

PENUTUPAN

A. Kesimpulan

Setelah mendeskripsikan serta menganalisa konsep etika politik Ali Syari’ati,

maka penulis mencoba menarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Ali Syari’ati berpendapat politik merupakan sistem pemerintah yang mempunyai

tanggung jawab memelihara agar masyarakat bisa aman dan menyediakan

sarana-sarana kesejahtraan bagi warganya. Dengan demikian beliau memandang

bahwa peran negara bukan hanya dalam bidang administrasi, namun juga peran-

peran etis untuk membangun masyarakat dan negara yang bermoral. Meskipun

Ali Syariati tidak mendefinisikan secara jelas tentang etika politik, namun dalam

konsep politik Syariati menunjukkan landasan etika politik dalam

mendefinisikan politik. Ini bisa dilihat dari konsep negara Syariati yang

mempunyai arti birokrasi atau administrasi dan tanggung jawab kenegaraan

untuk mendidik atau memperbaiki pandangan hidup masyarakat.

2. Dalam pemikirannya, Ali Syari’ati mengejawantahkan Islam sebagai kerangka

dasar bagi kehidupan sosial dan politik Iran. Ia menginginkan agar Islam

dijadikan dasar etika politik yang mampu membebaskan rakyat dari berbagai

ketidakadilan dan kezaliman. Misi sejati Islam menurutnya, adalah

membebaskan ”golongan tertindas” (mustadh’afin, sebuah istilah al-Quran, watt

1988: 134), yang sekarang ini mengacu pada rakyat miskin yang tereksploitasi di

Iran dan dunia ketiga. Dia ”melihat ada sebuah ideologi dalam humanisme Islam

65

Page 77: KONSEP ETIKA POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7545/1/SUGIYONO... · Sedulur Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) Komisariat UIN

yang dapat menyelamatkan Iran dan seluruh bangsa yang tertindas”. Tetapi

Islam, dalam bentuk saat ini, harus direformasi jika ingin mencapai tujuannya.

3. Masalah kepemimpinan menurut Ali Syari’ati adalah manusia yang mempunyai bakat

dan karakter memimpin untuk membawa masyarakat (umah) ke arah yang lebih maju.

Ia memandang bahwa tanggung jawab paling utama seorang pemimpin adalah

perwujudan dari penegakan asas pemerintahan pada kaidah kemajuan,

perubahan, dan transformasi dalam bentuk yang paling cepat. Seorang pemimpin

selalu melakukan akselerasi, dan menggiring umat menuju kesempurnaan.

Dalam hal pemilihan pemimpin, bagi Syariati imam (pemimpin) tidak diperoleh

melalui pemilihan, melainkan melalui pembuktian kemampuan seseorang.

Artinya, masyarakat yang merupakan sumber kedaulatan dalam sistem

demokrasi tidak terikat dengan imam melalui ikatan pemerintahan, tetapi

berdasarkan ikatan orang banyak dengan kenyataan yang ada. Mereka bukan

menunjuknya sebagai imam, tetapi mengakui kelayakannya sebagi imam.

4. Selain berbicara tentang kepemimpinan Ali Syariati juga mempunyai konsep

tentang masyarakat ideal, yaitu manusia yang mengenal Tuhan dengan sebaik-

baiknya, memperjuangkan nasib dan kepentingan masyarakat, memiliki pola

pikir yang tajam dan luas, meninggalkan nafsu dan egoisme, sadar akan fitrah

dirinya, memiliki rasa cinta kepada sesama, dan menentang segala bentuk

kezaliman.

5. Pemikiran Ali Syari’ati tentang etika politik mempunyai relevansi yang sangat

kuat dengan kondisi moral saat ini. Penyalagunaan wewenang dan kekuasaan

kerap kali terjadi, untuk itu konsep etika politik Ali Syari’ati menjadi salah satu

tawaran untuk penyelesaikan problematika politik kekinian. Ali Syariati

66

Page 78: KONSEP ETIKA POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7545/1/SUGIYONO... · Sedulur Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) Komisariat UIN

menawarkan konsep etika politik yang di jelaskan oleh penulis di atas

merupakan landasan yang memuat nilai kebajikan

B. Saran

Sebagai sebuah hasil studi yang lahir dengan berbagai keterbatasan, dengan

rendah hati penulis menyadari bahwa karya ini jahu dari kesempurnaan. Karena itu

melalui kesempatan ini penulis bermaksud menyumbang saran dengan harapan bisa

ikut memberikan sumbangsi dalam studi etika politik.

Pertama, dalam abad 20 ini, umat Islam tetap dan terus dituntut untuk

mendirikan sebuah negara ideal. Merosotnya etika politik sebuah negara sering kali

disebabkan hancurnya moralitas politisi. Dalam hemat penulis kondisi tersebut

disebabkan terputusnya hubungan agama dengan politik yang diakibatkan oleh

paham Barat atau sekulerisme yang menyatakan, belief is one thing, and politics is

another (kepercayaan atau keimanan adalah satu hal, sedangkan politik adalah hal

lain). Jadi, meskipun politisi kita tahu tentang prinsip-prinsip akhlak politik, namun

mereka tidak mampu mengimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari

Kedua, demokrasi merupakan salah satu mekanisme untuk memilih seorang

pemimpin. Beberapa negara Islam telah menjalankan proses demokrasi, dan belum

berhasil, tetapi mekanisme demokrasi tetap diandalkan sebagai mekanisme untuk

memilih pemimpin. Ini dikarenakan di dalam mekanisme demokrasi terdapat sistem

check and balance, memperkuat civil society, mewujudkan good governance,

taushiyah, dan yang lain. Untuk itu umat Islam harus selalu berproses dan

membutuhkan kesabaran, ketangguhan, dan lainnya untuk bisa maju ke depan.

67

Page 79: KONSEP ETIKA POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7545/1/SUGIYONO... · Sedulur Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) Komisariat UIN

Ketiga, dalam konteks Indonesia etika politik mendapat porsi yang cukup

dalam dasar negara. Meskipun tidak berlandaskan negara Islam namun Indonesia

mempunyai falsafah yang memuat dasar keislaman yang tertuang dalam pancasila.

Sebagai falsafah dan pandangan hidup pancasila mengikat dan mengatur sistem

kenegaraan, kemasyarakatan, cita-cita hukum, serta cia-cita moral yang luhur

meliputi suasana kejiwaan bangsa. Namun demikian, dalam praktiknya masih jahu

dari harapan. Untuk itu perlu adanya pendalaman dan sinergitas bersama antara

pimpinan negara dengan masyarakat menuju cita-cita bersama menjadi negara adil

dan makmur.

Keempat, sudah bukan rahasia umum bahwa negara kita merupakan salah

satu negara yang tertinggi dalam hal KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme). Hal

ini tumbuh dan berkembang dengan luas. Sungguh ironis, bahwa negara yang

mayoritas muslim dan hampir 90% pemerintahannya berada di tangan cendikiawan

Muslim mendapat lebel demikian. Menurut penulis, salah satu hal ini diakibatkan

oleh krisis etika atau moral yang menjangkit para pelaku politik. Konsep etika

politik Ali Syari’ati yang penulis tuangkan dalam skripsi ini sekiranya dapat

dijadikan sebagai acuan dalam kehidupan bernegara yang lebih baik.

Terlepas dari semua itu, penulisan skripsi ini tentu memiliki kekurangan.

Karena itu, saya mengharap saran dan sumbangan pemikiran demi kerbaikan skripsi

ini. Wallahu a’lam

68

Page 80: KONSEP ETIKA POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7545/1/SUGIYONO... · Sedulur Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) Komisariat UIN

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Ihsan, Perjalanan Nabi, Diakses tanggal 24 Februari 2008, 20:10 http: //www. suara-islam.com.

Azra, Azyumardi, Etika Politik dalam Islam, Diakses tanggal 26 Februari 2008,

08:10 http: //www.repubika.co.id Amin, Ahmad, Etika (Ilmu Akhlak), (Jakarta: Bulan Bintang, 1975) Azhar, Muhammad, Filsafat Politik Islam: Perbandingan Antara Islam dan Bara,

(Jakarta: Rajagrafindo, 1996) al-Mardawy, Hasan Basri, Etika Politik dalam Perspektif al-Qur’an, (Jakerta: Jurnal

Madina, edisi 30 Juni-06 Juli 2008) Asmaran, AS, Pengantar Studi Akhlak, (Jakarta: Raja Grafindo, 1994) Bretens, K., Etika, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1994) Budiardjo, Miriam, Dasar-Dasar Ilmu Politik, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,

1998 ) Bagus, Loren, Kamus Filsafat, Cetakan ketiga (Jakarta; Gramedia, 2002) Black, Antoni, Pemikiran Politik Islam, (Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2006) Gibb, Hamilton A.R., Studies on the Civilization of Islam, (Boston: Beacon Press,

1968) Durkhem, Emile, Pendidikan Moral, (Jakarta: Erlangga, 1990) D. Lee, Robert, Mencari Islam Autentik: dari Nalar Puitis Iqbal hingga Nalar Kritis

Arkoun. Terj. Ahmad Baiquni, (Bandung: Mizan, 2000) Esposito, John L.(ed), Islam dan Politik, (Jakarta: PT Bulan Bintang, 1990) Hadiwijoyo, Harun, Sari Sejarah Filsafat, (Yogyakarta: Kanisius, 1995) Held, Virginia, Etika Moral;Pembenaran Tindakan Sosial, Penerjemah Drs.Y Ardy

Handoko, (Jakarta; Erlangga, 1991) Henayat, Hamid, Reaksi Politik Sunni dan Syi’ah, (Bandung: Pustaka, 1988) Ilyas, Yunahar, Kuliah Akhlak, (Yogyakarta: LPPI, 2001)

69

Page 81: KONSEP ETIKA POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7545/1/SUGIYONO... · Sedulur Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) Komisariat UIN

Jindan, Ibrahim, Khalid, Teori Pemerintahan Islam, ( Jakarta: Rineka Cipta, 1994) Jatnika, Rahmat, Sistem Etika islam; Akhlak Mulia, (Surabaya: Pustaka Islam, 1985) Jailani, Abdul Qodir, Negara Ideal: Menurut Konsepsi Islam , (Surabaya: Bina

Ilmu, 1995) Mumtaz, Ahmad, Masalah-Masalah Teori Politik Islam (Bandung: Mizan, 1993) Madjid, Nurkholis, Agama dan Negara dalam Islam: telaah atas Fiqih Siyasy Sunni

(Jakarta: Paramadina, 1994) Malaky, Ekky, Ali Syari’ati, Filosof Etika dan Arsitek Iran Modern, (Mizan: Juli

2004 ) Muhammad, Abu Zahra, Aliran Politik dan Aqidah dalam Islam, (Jakarta: Logos,

1996) Nitiprawiro, Wahono, Teologi Pembebasan: Sejarah, metode, praksis, dan isinya,

(Yogyakarta: LkiS, 2000) Qardhawi, Yusuf, Pedoman Bernegara dalam Perspektif Islam, (Jakarta: Pustaka

Kausar, 1999) Rachman dan Munawar, Budhy, Kontekstualisasi Doktrin Islam Dalam Sejarah

(Jakarta: Paramadina, 1994) Rahnema, Ali, Ali Syariati: Biografi Politik Intelektual Revolusioner, ( Jakarta:

Erlangga, 2000 ) Reading, F. Hugo, Kamus Ilmu-ilmu Sosial, terj. Sahat Simamora (Jakarta: Rajawali

Pers, 1986) Suhelmi, Ahmad, Pemikiran Politik Barat, (Jakarta: Gramedia, 2001) Santoso, Listiyono, Teologi Politik Gus Dus (Yogyakarta: Ar-Ruz, 2004) Subakti, Ramlan, Memahami Ilmu Politik, (Jakarta: Gramedia, 1999) Syafi’I, Kencana, Inu, Ilmu Politik,(Jakarta: Rineka Cipta, 1997) Suseno,Franz Magnis, Etika Politik , (Jakarta: Gramedia, 2003) --------------------------, 13 Model Pendekatan Etika (Yogyakarta; Kanisius, 1998) --------------------------, artikel ini di tulis dari makalah kuliah umum ”Sekitar etika

Politik”, (Yogyakarta: UGM, 27 Agustus 2007 )

70

Page 82: KONSEP ETIKA POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7545/1/SUGIYONO... · Sedulur Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) Komisariat UIN

71

Sjadzali, Munawir, Islam dan Tata Negara, (Jakarta: UI-Press, 2993) Shabhan, Sejarah Islam Penafsiran Baru (Jakarta: Rajawali Press, 1993) Syari’ati, Ali, Islam Mazhab Pemikiran dan Aksi, (Bandung: Mizan, 1992) ----------------, On the Sociology of Islam, (Bandung: Mizan Pers, 1979) ----------------, Ideologi Kaum Intelektual, (Bandung: Mizan, 1985) ----------------, Ummah dan Immamah, (Bandung: Pustaka Hidaya, 1995) ----------------, Islam Agama ”Protes”, terj. Satria Pinandito, (Bandung: Pustaka

Hidayah, 1993) ----------------, Pemimpin Mustadh’afin, (Bandung: Muthahhari Paperbacks, 2002) ----------------, Agama versus “Agama”, (Bandung: Pustaka Hidayah, 2000) ----------------, Membangun Masa Depan Islam, (Bandung: Mizan, 1989) Vikar, Islam dan Politik, artikel di akses tanggal 26 Januari 2008 dari

http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2005/0305/15/0805.ht Yamani, Antara al-Farabi dan Khomaini: Filsafat Politik Islam, (Bandung: Mizan,

2002) Zubair, Charis, Ahmad, Kuliah Etika, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995)

Page 83: KONSEP ETIKA POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7545/1/SUGIYONO... · Sedulur Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) Komisariat UIN

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Ihsan, Perjalanan Nabi, Diakses tanggal 24 Februari 2008, 20:10 http: //www. suara-islam.com.

Azra, Azyumardi, Etika Politik dalam Islam, Diakses tanggal 26 Februari 2008, 08:10 http:

//www.repubika.co.id Amin, Ahmad, Etika (Ilmu Akhlak), (Jakarta: Bulan Bintang, 1975) Azhar, Muhammad, Filsafat Politik Islam: Perbandingan Antara Islam dan Bara, (Jakarta:

Rajagrafindo, 1996) al-Mardawy, Hasan Basri, Etika Politik dalam Perspektif al-Qur’an, (Jakerta: Jurnal Madina,

edisi 30 Juni-06 Juli 2008) Asmaran, AS, Pengantar Studi Akhlak, (Jakarta: Raja Grafindo, 1994) Bretens, K., Etika, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1994) Budiardjo, Miriam, Dasar-Dasar Ilmu Politik, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1998 ) Bagus, Loren, Kamus Filsafat, Cetakan ketiga (Jakarta; Gramedia, 2002) Black, Antoni, Pemikiran Politik Islam, (Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2006) Gibb, Hamilton A.R., Studies on the Civilization of Islam, (Boston: Beacon Press, 1968) Durkhem, Emile, Pendidikan Moral, (Jakarta: Erlangga, 1990) D. Lee, Robert, Mencari Islam Autentik: dari Nalar Puitis Iqbal hingga Nalar Kritis Arkoun.

Terj. Ahmad Baiquni, (Bandung: Mizan, 2000) Esposito, John L.(ed), Islam dan Politik, (Jakarta: PT Bulan Bintang, 1990) Hadiwijoyo, Harun, Sari Sejarah Filsafat, (Yogyakarta: Kanisius, 1995) Held, Virginia, Etika Moral;Pembenaran Tindakan Sosial, Penerjemah Drs.Y Ardy Handoko,

(Jakarta; Erlangga, 1991) Henayat, Hamid, Reaksi Politik Sunni dan Syi’ah, (Bandung: Pustaka, 1988) Ilyas, Yunahar, Kuliah Akhlak, (Yogyakarta: LPPI, 2001)

Page 84: KONSEP ETIKA POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7545/1/SUGIYONO... · Sedulur Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) Komisariat UIN

Jindan, Ibrahim, Khalid, Teori Pemerintahan Islam, ( Jakarta: Rineka Cipta, 1994) Jatnika, Rahmat, Sistem Etika islam; Akhlak Mulia, (Surabaya: Pustaka Islam, 1985) Jailani, Abdul Qodir, Negara Ideal: Menurut Konsepsi Islam , (Surabaya: Bina Ilmu, 1995) Mumtaz, Ahmad, Masalah-Masalah Teori Politik Islam (Bandung: Mizan, 1993) Madjid, Nurkholis, Agama dan Negara dalam Islam: telaah atas Fiqih Siyasy Sunni (Jakarta:

Paramadina, 1994) Malaky, Ekky, Ali Syari’ati, Filosof Etika dan Arsitek Iran Modern, (Mizan: Juli 2004 ) Muhammad, Abu Zahra, Aliran Politik dan Aqidah dalam Islam, (Jakarta: Logos, 1996) Qardhawi, Yusuf, Pedoman Bernegara dalam Perspektif Islam, (Jakarta: Pustaka Kausar, 1999) Rachman dan Munawar, Budhy, Kontekstualisasi Doktrin Islam Dalam Sejarah (Jakarta:

Paramadina, 1994) Rahnema, Ali, Ali Syariati: Biografi Politik Intelektual Revolusioner, ( Jakarta: Erlangga, 2000 ) Reading, F. Hugo, Kamus Ilmu-ilmu Sosial, terj. Sahat Simamora (Jakarta: Rajawali Pers, 1986) Suhelmi, Ahmad, Pemikiran Politik Barat, (Jakarta: Gramedia, 2001) Santoso, Listiyono, Teologi Politik Gus Dus (Yogyakarta: Ar-Ruz, 2004) Subakti, Ramlan, Memahami Ilmu Politik, (Jakarta: Gramedia, 1999) Syafi’I, Kencana, Inu, Ilmu Politik,(Jakarta: Rineka Cipta, 1997) Suseno,Franz Magnis, Etika Politik , (Jakarta: Gramedia, 2003) --------------------------, 13 Model Pendekatan Etika (Yogyakarta; Kanisius, 1998) --------------------------, artikel ini di tulis dari makalah kuliah umum ”Sekitar etika Politik”,

(Yogyakarta: UGM, 27 Agustus 2007 ) Sjadzali, Munawir, Islam dan Tata Negara, (Jakarta: UI-Press, 2993) Shabhan, Sejarah Islam Penafsiran Baru (Jakarta: Rajawali Press, 1993) Syari’ati, Ali, Islam Mazhab Pemikiran dan Aksi, (Bandung: Mizan, 1992) ----------------, On the Sociology of Islam, (Bandung: Mizan Pers, 1979)

Page 85: KONSEP ETIKA POLITIK - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7545/1/SUGIYONO... · Sedulur Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) Komisariat UIN

----------------, Ideologi Kaum Intelektual, (Bandung: Mizan, 1985) ----------------, Ummah dan Immamah, (Bandung: Pustaka Hidaya, 1995) ----------------, Islam Agama ”Protes”, terj. Satria Pinandito, (Bandung: Pustaka Hidayah, 1993) ----------------, Pemimpin Mustadh’afin, (Bandung: Muthahhari Paperbacks, 2002) ----------------, Agama versus “Agama”, (Bandung: Pustaka Hidayah, 2000) ----------------, Membangun Masa Depan Islam, (Bandung: Mizan, 1989) Vikar, Islam dan Politik, artikel di akses tanggal 26 Januari 2008 dari http://www.pikiran-

rakyat.com/cetak/2005/0305/15/0805.ht Yamani, Antara al-Farabi dan Khomaini: Filsafat Politik Islam, (Bandung: Mizan, 2002) Zubair, Charis, Ahmad, Kuliah Etika, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995)