keuntungan tambang terbuka
TRANSCRIPT
Keuntungan Tambang Terbuka
Ketimbang
Tambang Bawah Tanah
Tambang merpakan suatu proses penggalian yang dilakukan di muka bumi untuk
mendapatkan suatu mineral yang bernilai harganya dan bermanfaat bagi kehidupan manusia.
Dalam dunia pertambangan terdapat dua metoda atau cara untuk pengambilan mineral, yaitu
menggunakan metoda tambang terbuka dan metoda tambang bawah tanah yang terkenal akan
bahayanya.
Tambang terbuka atau dalam istilah lainnya disebut dengan Open Pit Mine yang berarti
bukaan yang dibuat di permukaan tanah, yang bertujuan untuk mengambil bijih dan akan
dibiarkan tetap terbuka dalam arti lain tidak ditimbun kembali selama proses pengambilan bijih
masih berlangsung. Dalam hal ini tak mudah untuk mencapainya karena untuk mencapai badan
bijih yang umumnya terletak di kedalaman diperlukan pengupasan tanah atau pengupasan batuan
penutup (waste rock) dalam jumlah yang besar.
Tujuan utama dari operasi penambangan ini adalah menambang dengan biaya yang
serendah mungkin sehingga dicapai keuntungan yang maksimal yang dapat dilakukan dengan
pemilihan berbagai parameter desain dan penjadwalan dalam pengambilan bijih serta
pengupasan batuan penutup dengan melibatkan pertimbangan teknik dan ekonomi yang rumit.
Mesti diambil jalan negosiasi secara optimal antara memaksimalkan perhitungan ekonomis dan
adanya parameter pembatas antara faktor geologi dan pertimbangan teknik lain yang didukung
dengan berkembang teknologi dan teknik pertambangan sehingga cadangan yang dulunya dinilai tidak
ekonomis, sekarang dapat berubah menjadi sumber yang layak tambang(bernilai dan ekonomis). Hal ini
juga didorong oleh meningkatnya permintaan akan bahan tambang seiring dengan peningkatan
konsumsi per kapita. Secara umum, tambang terbuka dinilai lebih menguntungkan dibanding metode
tambang bawah tanah dalam hal recovery (mineral yang dapat ditambang dibanding dengan banyak
cadangan), grade control (pengendalian kadar), keluwesan operasi, keselamatan, dan lingkungan kerja.
Namun, dalam situasi dimana deposit terlalu kecil, berbentuk tak teratur, atau terletak terlalu
dalam di bawah tanah, metode tambang bawah tanah akan lebih menguntungkan.
Suatu tambang terbuka pada satu titik mungkin saja perlu diubah menjadi tambang bawah
tanah ketika batuan penutup (waste rock) yang perlu dikupas menjadi terlalu besar. Ini biasanya
terjadi jika cadangan bijih berlanjut hingga sangat dalam. Faktor teknologi, kondisi pasar, dan
kebijakan pemerintah akhirnya juga akan turut jadi pertimbangan dalam pemilihan metode
tambang yang pas yang ditentukan oleh beberapa factor, yaitu: (1) faktor geologi berkaitan
dengan geometri dan distribusi bijih, (2) faktor teknis yang meliputi kajian kestabilan
batuan/lereng, teknologi, dan peralatan, dan (3) pertimbangan ekonomi, termasuk besarnya
investasi dan ketersediaan sumber pendanaan yang dimana ini berarti bahwa cadangan dengan
kadar tinggi atau bernilai tinggi akan tetap menguntungkan ditambang dengan memilih metode
“selective mining” yang mengisyaratkan bahwa penambangan dilakukan secara selektif mungkin
hanya cadangan yang berkadar tinggi saja yang ditambang. Sedangkan cadangan yang berkadar
rendah harus diimbangi dengan kuantitas yang besar agar tetap menguntungkan. Cadangan
seperti ini umumnya ditambang dengan metode non-selektif (bulk mining) seperti block caving.
Semua metode tambang paling tidak akan melibatkan empat tahapan, yaiu: (1)
pengambilan bijih, (2) pemisahan bijih dari batuan yang tidak berguna, (3) peremukan
(penghancuran) bijih hingga mencapai ukuran yang diinginkan, dan (4) pengangkutan ke fasilitas
pengolahan.
Bijih yang berada pada batuan lunak akan memudahkan penambangannya. Bijih cukup
ditambang dengan alat-alat mekanis seperti shovel, back-hoe, atau scraper. Sedang untuk batuan
keras, peledakan menjadi mutlak diperlukan sebelum bijih dapat diambil. Sebagai panduan
umum, tambang permukaan umumnya berbiaya lebih rendah dibanding tambang bawah tanah.
Tahap pra-tambang (development) tambang terbuka juga relatif lebih singkat dibanding tambang
bawah tanah.
Namun, limbah batuan tak berguna(waste rock) pada tambang permukaan akan semakin
meningkat seiring kedalaman tambang yang bertambah (biaya juga bertambah). Kondisi ini akan
mencapai suatu titik dimana metode tambang bawah tanah akan lebih menguntungkan, tetapi
sehubungan dengan hal itu, mustahil rasanya bahwa metodatambang bawah tanah sangat
menguntukan jika di lihat dari peralatan penunjang keamanan yang perlu di perhatikan karena
tambang bawah tanah disebut juga sebagai pekerjaan berbahaya karena adanya 2 macam resiko
sekaligus, yaitu: keselamatan dan kesehatan.
Berikut ini adalah resiko-resiko keselamatan:
Ruang kerja terbatas
Bekerja di bawah tanah meniscayakan lingkungan yang jauh berbeda dibanding bekerja
normal diatas permukaan. Besar bukaan terowongan mesti dihitung cermat agar efisien dari
sudut biaya, dan aman dilihat dari pertimbangan teknis. Terowongan tidak boleh terlalu besar
karena akan membutuhkan biaya tinggi. Terowongan yang besar juga akan meningkatkan
kerumitan-kerumitan teknis.
Dari ilustrasi ini dapat disimpulkan bahwa para miner dituntut untuk bekerja dalam
lingkungan yang terbatas. Terbatasnya ruang sudah jelas akan mempertinggi resiko yang dapat
mengancam keselamatan. Bahaya tertabrak kendaraan bergerak (loader, truk bawah tanah)
menjadi salah satu penyebab kecelakaan yang lumayan tinggi akibat terbatasnya ruang.
Cahaya terbatas
Bekerja di perut bumi berarti mesti bekerja tanpa cahaya matahari. Siang dan malam hari
tak tampak bedanya. Cahaya bantuan dari lampu penerangan memang dimungkinkan, akan tetapi
dengan panjang terowongan yang bisa mencapai puluhan kilometer penerangan tidak mungkin
dipasang di semua tempat.
Bekerja dengan penerangan terbatas jelas akan menjadi tantangan tersendiri. Di beberapa
area, penerangan bahkan hanya mengandalkan lampu kepala yang dipasang di helm para miners.
Jika lampu sampai mati, hanya tertinggal gelap yang pekat. Itu sebab, umumnya miner tidak
diperbolehkan bekerja sendirian. Dia mesti didampingi setidaknya oleh satu kawan untuk
mengantisipasi situasi darurat semacam mati lampu tadi.
Batuan rapuh
Batuan rapuh adalah musuh terbesar miners. Aneka cara untuk memperkuat batuan
dengan berbagai metode penyanggaan memang sudah dilakukan, tapi tetap, miners mesti
waspada akan bahaya ini.
Kalau yang runtuh hanya batuan sebesar bola bekel sih bukan masalah besar. Lain
perkara jika yang runtuh batu sebesar gerobak. Untuk meminimalkan resiko ini, selain
penyanggaan batuan, bermacam prosedur kerja menjadi diperlukan dan mesti dipatuhi para
miners.
Gas berbahaya
Metan merupakan contoh paling populer dari gas berbahaya. Metan adalah gas yang lebih
ringan dari udara, tak berwarna, tak berbau, dan tak beracun.
Pekerja Tambang Bawah Tanah, Profesi Penantang Bahaya.
Debu
Jangan salah, debu ternyata dapat menimbulkan masalah kesehatan serius.
Namun tidak semua debu berbahaya. Debu yang mampu merusak kesehatan adalah yang
mengandung partikel silika di dalamnya. Dalam jangka waktu lama, silika yang mengendap
dalam paru-paru dapat menyebabkan silicosis.
Silicosis terjadi karena partikel silika yang terhirup tidak dapat dikeluarkan lagi dari paru-paru. Adanya
benda asing membuat jaringan paru-paru membengkak. Silika dan unsur ikutan lain juga menjadi
senyawa racun yang kemudian merusak jaringan paru-paru.
Jenis debu yang juga berbahaya adalah debu batubara dan debu dari bijih radioaktif. Debu-debu
ini juga mampu menimbulkan masalah kesehatan yang serius.
Upaya yang umum dilakukan untuk mengurangi tingkat resiko yaitu dengan membikin sistem
ventilasi udara yang baik. Sirkulasi udara di terowongan mesti dibuat selancar mungkin. Selain
itu, miners juga harus dilengkapi dengan respirator (masker) sebagai alat pelindung kesehatan.
Gas beracun
Miners juga rawan terpapar dengan gas beracun. Akibat sirkulasi udara terowongan yang
terbatas, gas-gas beracun tidak bisa langsung terlepas ke atmosfer. Beberapa gas beracun ini
antara lain CO, H2S, NOx, dan SO2.
Pada banyak kondisi, akan sulit membuat kadar masing-masing gas itu menjadi benar-benar nol.
Itu sebab ditetapkanlah ambang batas. Tidak ada satupun pun gas yang boleh melebihi ambang
batas ini.
Jika terdapat dalam kadar tinggi, gas-gas ini dapat menyebabkan kematian.
Berikut adalah alat keselamatan yang melekat pada seorang pekerja tambang bawah tanah:
1. Helm
Fungsi helm pengaman sudah jelas, untuk melindungi kepala dari jatuhan batu atau benda
lainnya. Helm yang digunakan di terowongan agak berbeda dengan yang dipermukaan. Helm
pekerja tambang bawah tanah memiliki tepi yang lebih melebar dengan cantelan di bagian depan
untuk mengaitkan lampu kepala.
2. Lampu kepala
Malam dan siang hari di terowongan tak ada bedanya: sama-sama gelap. Itu sebab, lampu
kepala jadi wajib dikenakan. Lampu ini bisa bertenaga aki (elemen basah) atau batere (elemen
kering) yang digantung di pinggang. Dibanding batere, aki memiliki beberapa kelemahan. Selain
ukuran dan bobot aki yang lebih berat, cairan asam sulfat yang bocor dapat merusak pakaian.
3. Kacamata keselamatan
Tidak hanya pekerja tambang bawah tanah, yang bekerja di permukaan pun sebenarnya
wajib mengenakan alat pelindung ini. Untuk orang berkacamata minus atau plus, disediakan
lensa khusus sesuai dengan kebutuhan yang bersangkutan. Yang pasti, lensa ini tidak boleh
terbuat dari kaca, karena jika terjadi benturan dan lensa pecah, serpihan kaca malah akan
membahayakan penggunanya.
4. Respirator
Respirator atau masker berguna untuk melindungi jalur pernapasan para pekerja.
Respirator yang digunakan adalah respirator khusus, jadi tidak sekedar kain kasa putih yang
biasa digunakan untuk menangkal influenza. Respirator ini mesti memiliki filter yang dapat
diganti-ganti. Penggunaan filter harus disesuaikan dengan keadaaan, apakah untuk menangkal
debu atau gas berbahaya.
5. Sabuk
Sabuk ini terutama digunakan sebagai cantelan berbagai alat keselamatan lain.
Setidaknya ada dua alat yang melekat setia pada sabuk, aki/batere untuk lampu kepala dan self
resquer. Sabuk juga dilengkapi kait di bagian belakang yang dapat digunakan untuk cantelan
alat-alat tangan (kunci inggris, palu) atau senter.
6. Self resquer
Dalam kondisi darurat akibat kebakaran atau ditemukannya gas beracun, alat inilah yang
dapat jadi penyelamat para pekerja. Alat ini dirancang dapat memasok oksigen secara mandiri
kepada pekerja. Tidak lama memang, tapi ini diharapkan memberikan cukup waktu bagi pekerja
untuk mencari jalan keluar atau mencapai tempat pengungsian yang lebih permanen.
7. Safety vest
Safety vest adalah nama lain untuk rompi keselamatan. Rompi ini diengkapi dengan
iluminator, bahan yang dapat berpendar jika terkena cahaya. Bahan berpendar ini akan
memudahkan dalam mengenali posisi pekerja ketika berada di kegelapan terowongan. Ini
menjadi penting untuk menghindari tertabrak ketika mereka mesti bekerja dengan alat-alat berat.
8. Sepatu boot
Dengan kondisi terowongan yang umumnya berlumpur, sepatu boot menjadi kebutuhan
pokok. Sepatu pendek hanya akan menyebabkan kaki terbenam dalam lumpur. Sepatu boot ini
juga mesti dilengkapi dengan sol berlapis logam dan lapisan logam untuk melindungi jari kaki.
9. Alat tambahan
Untuk pekerja yang melakukan tugas khusus, alat pelindung ini bisa bertambah. Untuk
bekerja di ketinggian, pekerja memerlukan safety harness. Alat ini digunakan sebagai pelindung
jatuh, agar ketika terpeleset, pekerja tetap tertahan dan tidak berdebam. Pekerja yang melakukan
pengelasan, juga membutuhkan alat pelindung mata atau muka khusus serta di butuhkan juga
alat-alat berat yang mendukung proses penambangan mineral dalam terowongan.
Jadi bisa tergambar tantangan yang dihadapi pekerja di terowongan. Selain lingkungan kerja
yang lebih menantang, mereka pun diharuskan menenteng berbagai alat keselamatan yang
nampak ribet dan berat.
Dengan perkembangan metode dan alat-alat pertambangan, berbagai resiko keselamatan
dan kesehatan ini telah dapat dikurangi secara berarti. Angka kecelakaan juga tercatat menurun
dibandingkan dengan beberapa puluh tahun silam. Upaya untuk mengurangi angka kecelakaan
dan kesakitan ini mesti melibatkan semua pihak, baik manajemen maupun karyawan.
Manajemen harus mempunyai komitmen dalam menjamin keselamatan dan kesehatan
karyawannya.
Ini dibuktikan dengan kesanggupan mereka menyediakan semua alat pelindung diri untuk
karyawannya. Manajemen juga dituntut pro aktif mengeluarkan kebijakan, training, maupun
prosedur untuk meningkatkan standar K3 perusahaan. Di lain sisi, karyawan juga mesti
berpatisispasi aktif dalam program K3 tersebut. Ini ditunjukkan dengan ketaatan karyawan dalam
mengikuti prosedur dan secara aktif memberikan masukan kepada manajemen terkait
peningkatan standar K3 secara keseluruhan.
Jadi pekerja tambang bawah tanah memiliki tantangan, resiko, dan pembiayaan kesediaan
alat yang sedikit mahal ketimbang dengan mereka yang bekerja di permukaan yang haya
memerlukan beberapa alat pengaman dan alat berat(pengangkut).