ketikan bahan jiwa

32
Alkohol Alkohol merupakan substansi yang paling banyak digunakan di dunia, dan tidak ada obat lain yang dipelajari sebanyak alkohol. Dari segi kimiawi, alkohol merupakan suatu senyawa kimia yang mengandung gugus OH. Alkohol dalam masyarakat umum mengacu kepada etanol atau grain alkohol. Etanol dapat dibuat dari fermentasi buah atau gandum dengan ragi. Istilah alkohol sendiri pada awalnya berasal dari bahasa Arab “Al Kuhl” yang digunakan untuk menyebut bubuk yang sangat halus yang biasanya dipakai untuk bahan kosmetik khususnya eyeshadow. Sejak 5000 tahun yang lalu alkohol digunakan sebagai minuman dengan berbagai tujuan, seperti sarana untuk komunikasi transedental dalam upacara kepercayaan dan untuk memperoleh kenikmatan. Alkohol bersifat depresan terhadap sistem saraf pusat dengan menghambat aktivitas neuronal. Ini berakibat hilangnya kendali diri dan mengarah kepada keadaan membahayakan diri sendiri maupun orang disekitarnya. Diperkirakan alkohol menjadi penyebab 25% kunjungan ke Unit Gawat Darurat rumah sakit.1 Alkohol dapat menyebabkan komplikasi yang serius dalam menangani dan

Upload: ayumi-milasari

Post on 10-Dec-2015

37 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

KETIKAN BAHAN JIWA

TRANSCRIPT

Alkohol

Alkohol merupakan substansi yang paling banyak digunakan di dunia, dan tidak

ada obat lain yang dipelajari sebanyak alkohol. Dari segi kimiawi, alkohol

merupakan suatu senyawa kimia yang mengandung gugus OH. Alkohol dalam

masyarakat umum mengacu kepada etanol atau grain alkohol. Etanol dapat dibuat

dari fermentasi buah atau gandum dengan ragi.

Istilah alkohol sendiri pada awalnya berasal dari bahasa Arab “Al Kuhl” yang

digunakan untuk menyebut bubuk yang sangat halus yang biasanya dipakai untuk

bahan kosmetik khususnya eyeshadow. Sejak 5000 tahun yang lalu alkohol

digunakan sebagai minuman dengan berbagai tujuan, seperti sarana untuk

komunikasi transedental dalam upacara kepercayaan dan untuk memperoleh

kenikmatan.

Alkohol bersifat depresan terhadap sistem saraf pusat dengan menghambat

aktivitas neuronal. Ini berakibat hilangnya kendali diri dan mengarah kepada

keadaan membahayakan diri sendiri maupun orang disekitarnya. Diperkirakan

alkohol menjadi penyebab 25% kunjungan ke Unit Gawat Darurat rumah sakit.1

Alkohol dapat menyebabkan komplikasi yang serius dalam menangani dan

mengobati pasien trauma. Interaksi antara alkohol dengan obat lainnya dapat

terjadi, sehingga harus diperhitungkan secara hati-hati penggunaannya dalam

obat, operasi, maupun obat anestesi. Akibat penggunaan alkohol dapat muncul

masalah kesehatan lainnya seperti gangguan hati, cardiomyopati, gangguan

pembekuan darah, gangguan keseimbangan cairan, hingga ketergantungan

terhadap alkohol. Ini akan menyebabkan perlunya pertimbangan yang lebih

matang dalam menangani pasien dengan alkohol.

Mengidentifikasi permasalahan yang dapat timbul akibat penggunaan alkohol

pada pasien yang memerlukan pembedahan pada saat perioperatif merupakan

suatu tantangan bagi dokter, terutama ahli bedah dan anestesi. Setelah

diiidentifikasi, masalah pada pasien dapat ditangani dengan lebih efektif untuk

meningkatkan outcome dari pembedahan dan mengurangi efek samping yang

dapat terjadi.

Epidemiologi

Sekitar 14 juta warga Amerika termasuk dalam kriteria alkoholism, membuatnya

sebagai peringkat ketiga penyakit yang memerlukan kunjungan ke psikiater dan

menghabiskan lebih dari 165 miliar dolar amerika setiap tahunnya akibat

penurunan produksi kerja, kematian, dan biaya pengobatan langsung. Diantara

mereka 10% wanita dan 20% pria termasuk dalam kriteria penyalahgunaan

alkohol, sedangkan 3-5% wanita dan 10% pria dimasukkan dalam ketergantungan

alkohol.2

Usia 13-15 tahun merupakan usia yang berisiko dimana pada usia tersebut remaja

mulai menjadi peminum. Pengkonsumsi alkohol terbanyak berkisar pada usia 20-

35 tahun.2 Penelitian pada sebuah sekolah di Amerika menunjukkan bahwa siswa

kulit putih mengkonsumsi alkohol terbanyak, siswa kulit hitam merupakan

peminum yang paling sedikit, dan siswa Hispanic berada diantaranya. Survey

memfokuskan kepada masalah yang dihadapi oleh 4.390 siswa dimana hampir

80% dilaporkan menjadi peminuman saat pesta. Lebih dari 50% mengaku alcohol

menyebabkan mereka merasa sakit, kehilangan sekolah maupun pekerjaan,

ditahan polisi, atau mengalami kecelakaan lalu lintas.2

Pria dilaporkan mengkonsumsi alkohol lebih banyak dibandingkan wanita.

Wanita mulai mengkonsumsi alkohol lebih lambat dibandingkan pria. Namun

wanita lebih cepat menjadi alkoholik karena rendahnya kadar air dalam tubuh dan

tingginya lemak pada wanita dibandingkan pria.2 Karena tingginya kadar alkohol,

wanita memiliki risiko yang lebih besar untuk mengalami gangguan kesehatan

yang berkaitan dengan alkohol seperti cirosis, cardiomiopaty, dan atropi otak.

Alkohol

Dalam kimia, alkohol (atau alkanol) adalah istilah yang umum untuk senyawa

organik apa pun yang memiliki gugus hidroksil (-OH) yang terikat pada atom

karbon, yang ia sendiri terikat pada atom hidrogen dan/atau atom karbon lain.3

Rumus kimia umum alkohol adalah CnH2n+1OH. Alkohol dapat dibagi kedalam

beberapa kelompok tergantung pada bagaimana posisi gugus -OH dalam rantai

atom-atom karbonnya. Kelompok-kelompok alkohol antara lain alkohol primer,

sekunder, dan tersier. Titik didih alkohol meningkat seiring dengan meningkatnya

jumlah atom karbon.

Alkohol murni tidaklah dikonsumsi manusia. Alkohol sering dipakai untuk

menyebut etanol, yaitu minuman yang mengandung alkohol. Hal ini disebabkan

karena memang etanol yang digunakan sebagai bahan dasar pada minuman

tersebut, bukan metanol, atau grup alkohol lainnya. Bahan ini dihasilkan dari

proses fermentasi gula yang dikandung dari malt dan beberapa buah-buahan

seperti hop, anggur dan sebagainya.

Setiap Negara memiliki aturan yang membahas kadar alkohol dalam darah yang

masih ditolerir demi keamanan bersama. Kadar alkohol dalam darah atau Blood

Alkohol Concentration (BAC) digunakan sebagai satuan ukur intoksikasi alkohol

untuk tujuan hukum maupun medis. BAC dihitung dengan membandingkan massa

tubuh per volume. Jumlah alkohol yang dikonsumsi tidak dapat di hitung dengan

BAC, karena bervariasi terhadap berat badan, jenis kelamin, dan lemak tubuh.

Namun secara umum diperkirakan bahwa satu gelas alkohol yang tidak

menyebabkan mabuk (contohnya 14 gram (17,74 ml) ethanol berdasarkan standar

amerika) akan meningkatkan ± 0,02-0,05% BAC dalam 1,5 sampai 3 jam

berikutnya7.

Farmakokinetik Alkohol

Absorpsi

Setelah diminum, alkohol kebanyakan diabsorpsi di duodenum melalui difusi.

Kecepatan absorpsi bervariasi, tergantung beberapa faktor, antara lain8:

a) Volume, jenis, dan konsentrasi alkohol yang dikonsumsi. Alkohol dengan

konsentrasi rendah diabsorpsi lebih lambat. Namun alkohol dengan konsentrasi

tinggi akan menghambat proses pengosongan lambung. Selain itu, karbonasi juga

dapat mempercepat absorpsi alkohol.

b) Kecepatan minum, semakin cepat seseorang meminumnya, semakin cepat

absorpsi terjadi.

c) Makanan. Makanan memegang peranan besar dalam absorpsi alkohol. Jumlah,

waktu, dan jenis makanan sangat mempengaruhi. Makanan tinggi lemak secara

signifikan dapat memperlambat absorpsi alkohol. Efek utama makanan terhadap

alkohol adalah perlambatan pengosongan lambung.

d) Metabolisme lambung, seperti juga metabolisme hati, dapat secara signifikan

menurunkan bioavailabilitas alkohol sebelum memasuki sistem sirkulasi.

Distribusi

Alkohol didistribusikan melalui cairan tubuh. Terdapat perbedaan komposisi

tubuh antara pria dan wanita, dimana wanita memiliki proporsi cairan tubuh yang

lebih rendah dibandingkan pria, meskipun mereka memiliki berat badan yang

sama. Karena itu, meskipun seorang wanita dengan berat badan yang sama,

mengkonsumsi alkohol dalam jumlah yang sama dengan pria, wanita tersebut

akan memiliki kadar alkohol darah yang lebih tinggi.

Metabolisme

Metabolisme primer alkohol adalah di hati, dengan melalui 3 tahap. Pada tahap

awal, alkohol dioksidasi menjadi acetaldehyde oleh enzim alkohol dehydrogenase

(ADH). Enzim ini terdapat sedikit pada konsentrasi alkohol yang rendah dalam

darah. Kemudian saat kadar alkohol dalam darah meningkat hingga tarap sedang

(social drinking), terjadi zero-order kinetics, dimana kecepatan metabolisme

menjadi maksimal, yaitu 7-10 gram/jam (setara dengan sekali minum dalam satu

jam). Namun kecepatan metabolisme tersebut sangat berbeda antara masing-

masing individu, dan bahkan berbeda pula pada orang yang sama dari hari ke hari.

Tahap kedua reaksi metabolisme, acetaldehyde diubah menjadi acetate oleh enzim

aldehyde dehydrogenase. Dalam keadaan normal, acetaldehyde dimetabolisme

secara cepat dan biasanya tidak mengganggu fungsi normal. Namum saat

sejumlah besar alkohol di konsumsi, sejumlah acetaldehyde akan menimbulkan

gejala seperti sakit kepala, gastritis, mual, pusing, hingga perasaan nyeri saat

bangun tidur.

Tahap ketiga merupakan tahap akhir, terjadi konversi gugus acetate dari koenzim

A menjadi lemak, atau karbondioksida dan air.6 Tahap ini juga dapat terjadi pada

semua jaringan dan biasanya merupakan bagian dari siklus asam trikarbosilat

(siklus Krebs). Jaringan otak dapat mengubah alkohol menjadi asetaldehid, asetil

koenzim A, atau asam asetat.

Pada peminum alkohol kronis dapat terjadi penumpukan produksi lemak (fatty

acid). Fatty acis akan membentuk plug pada pembuluh darah kapiler yang

mengelilingi sel hati dan akhirnya sel hati mati yang akan berakhir dengan cirrosis

hepatis.

Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Wilkinson menunjukkan bahwa

konsentrasi alkohol dalam darah (BAC) setelah mengonsumsi secara cepat

berbeda pada setiap orang. Selain itu, jika sejumlah alkohol di konsumsi dalam

jangka waktu yang lama, BAC menjadi lebih rendah.8 Dibawah ini ditunjukkan

konsentrasi alkohol dalam darah setelah beberapa jam. 100 mg% merupakan

konsentrasi alkohol dalam darah yang masih di ijinkan pada beberapa negara,

sedangkan BAC 50 mg% merupakan kadar aman yang masih diperbolehkan untuk

mengemudikan kendaraan.

Farmakodinamik Alkohol

Alkohol lebih banyak bekerja pada sistem saraf, terutama otak. Pada otak, alkohol

mengakibatkan depresi yang menyerupai depresi akibat narkotik, kemungkinan

melalui gangguan pada transmisi sinaptik, dimana impuls saraf akan mengalami

inhibisi. Terjadi pembebasan pusat otak yang lebih rendah dari kontrol pusat yang

lebih tinggi dan inhibisi.8

a) Efek pada sistem GABA

Alkohol menimbulkan efek seperti kerja GABA-A dengan berinteraksi dengan

GABA-A reseptor, namun melalui tempat yang berbeda dari tempat berikatannya

GABA ataupun benzodiazepine. Interaksi ini akan mengaktifkan neuron DA di

sistem mesolimbik. Akibatnya muncul efek sedatif, anxiolytic, dan

hyperexcitability.

b) Efek pada sistem Dopamin dan Opioid

Alkohol tidak bekerja secara langsung pada reseptor DA, namun secara tidak

langsung dengan meningkatkan kadar DA pada sistem mesocorticolimbic.

Peningkatan ini memiliki efek terhadap penguatan efek alkohol dalam tubuh.

Interaksi alkohol dengan sistem opioid juga tidak langsung dan mengakibatkan

pengaktifan sistem opioid. Interaksi ini bersifat menguatkan (kemungkinan

melalui reseptor MU). Sistem opioid juga terlibat dalam munculnya kecanduan

alkohol.

c) Efek terhadap sistem lain (NMDA, 5HT, stress hormone)

Alkohol menghambat reseptor NMDA, tidak dengan berikatan langsung pada

glutamate binding site, namun dengan mengubah jalan glutamate menuju

tempatnya berikatan pada reseptor (allosteric effect). Interaksi ini juga

memfasilitasi munculnya efek sedatif/hypnotic alkohol, seperti halnya

neuroadaptation.

Sistem serotonin juga berperanan dalam farmakologi alkohol. Meskipun

mekanisme kerja belum jelas, namun membantu dalam pelepasan DA.

Peningkatan kadar serotonin pada sinap menurunkan pengambilan alkohol.

Konsumsi alkohol akut juga memiliki efek terhadap hypothalamic-pituitary axis,

kemungkinan dengan melibatkan hormone CRF (corticotrophin releasing factor).

Kerja pada tempat ini kemungkinan mendasari efek penekanan stress pada

alkohol.

Interaksi Alkohol dengan Obat

Terdapat dua tipe interaksi alkohol dan obat lain, yaitu interaksi farmakokinetik,

dimana alkohol mempengaruhi efek obat, dan interaksi farmakodinamik, alkohol

mengubah efek obat, umumnya di sistem saraf pusat (contoh : sedasi). Interaksi

farmakokinetik umumnya terjadi di hati, dimana alkohol dan banyak obat-obatan

di metabolisme, kebanyakan oleh enzim yang sama. Pada alkohol dosis akut

(sekali minum atau beberapa kali minum setelah beberapa jam) dapat

menghambat metabolisme obat dengan berkompetisi dengan menggunakan enzim

metabolisme yang sama. Interaksi ini akan memperpanjang dan mengubah

kemampuan obat, berpotensi meningkatkan risiko terjadinya efek samping obat.

Pada peminum alkohol kronis (dalam jangka waktu lama), alkohol akan

mengaktifkan enzim metabolisme. Ini akan menurunkan dan mengurangi efek

kerja obat. Setelah enzim diaktifkan, mereka akan selalu ada meskipun tanpa

adanya alkohol, mempengaruhi metabolisme beberapa obat selama beberapa

minggu setelah penghentian konsumsi alkohol.

Sejumlah golongan obat dapat menimbulkan interaksi dengan alkohol, termasuk

obat anestesi, antibiotic, antidepresan, antihistamin, barbiturate, benzodiazepine,

histamine H2 receptor antagonis, muscel relaxan, obat penghilang nyeri golongan

non narkotik, antiinflamasi, opioid, dan warfarin.

Obat Anestesi

Obat-obatan anestesi diberikan mengawali pembedahan untuk membuat pasien

tidak nyeri dan tenang. Konsumsi alkohol secara kronik meningkatkan dosis

propofol yang diperlukan untuk menurunkan kesadaran pasien. Konsumsi alkohol

dalam jangka lama akan meningkatkan risiko kerusakan hati oleh pemakaian gas

anestesi seperti enflurane dan halotan.

Antikoagulan

Warfarin berfungsi untuk memperlambat pembekuan darah. Adanya konsumsi

alkohol akut mengubah kemampuan warfarin, menyebabkan pasien berpeluang

mengalami pendarahan yang mengancam nyawa. Konsumsi alkohol secara kronik

menurunkan kerja warfarin, menimbulkan gangguan pembekuan darah.

Antidepressant

Alkohol meningkatkan efek sedasi dari tricyclic anti-depressant seperti

amitriptyline, menurunkan kemampuan yang diperlukan dalam mengemudi.

Konsumsi alkohol kronic meningkatkan kerja beberapa tricyclic dan menurunkan

kerja tricyclic lainnya. sebuah substansi kimia yang disebut tyramine terdapat

dalam beberapa bir dan wine, berinteraksi dengan beberapa antidepresan, seperti

monoamine oxidase (MAO) inhibitor menyebabkan peningkatan tekanan darah

yang berbahaya.

Antihistamin

Obat seperti diphenhydramine dapat digunakan untuk menangani gejala alergi dan

insomnia. Alkohol bersifat meningkatkan efek sedasi pada antihistamin. Obat ini

menyebabkan kelebihan sedasi dan nyeri kepala pada orang tua. Efek kombinasi

dengan alkohol akan sangat signifikan berbahaya pada kelompok ini.

Penghilang rasa nyeri golongan narkotik

Obat golongan ini digunakan untuk nyeri sedang hingga berat. Yang termasuk

dalam golongan ini antara lain morfin, codein, propoxyphene, dan meperidine.

Kombinasi alkohol dengan opioid meningkatkan efek sedasi kedua substansi

tersebut, meningkatkan risiko kematian akibat overdosis. Satu dosis alkohol dapat

meningkatkan kemampuan kerja propoxyphene, dan meningkatkan efek samping

sedasi. opioid merupakan agen yang memiliki efek seperti opium (sedatif,

penghilang nyeri, dan euphoria) yang digunakan untuk pengobatan. Overdosis

alkohol dan opioid sangat berbahaya karena mereka dapat menurunkan reflek

batuk dan fungsi pernafasan, sehingga berpotensi untuk terjadinya regurgitasi

maupun sumbatan jalan nafas.

Penghilang Nyeri golongan non-Narkotik

Aspirin paling sering dipergunakan oleh orang tua. Beberapa obat jenis ini dapat

menyebabkan pendarahan lambung dan menghambat pembekuan darah. Alkohol

dapat memperparah efek ini. Orang tua yang mencampurkan alkohol dengan

aspirin dalam dosis besar tanpa resep dokter memiliki risiko lebih besar untuk

mengalami pendarahan lambung. Aspirin juga meningkatkan kerja alkohol.

Konsumsi alkohol secara kronis mengaktifkan enzim yang mengubah

acetaminophen menjadi substansi kimia yang dapat menyebabkan kerusakan hati,

meskipun acetaminophen dipergunakan dalam kadar therapeutic. Efek ini dapat

terjadi dengan 2,6 gr acetaminophen yang diberikan pada pengkonsumsi alkohol

berat.

Sedatif dan Hipnotik

Interaksi farmakodinamik antara dosis kecil diazepam denga alkohol telah diteliti

dengan menggunakan double blind randomized study. Diazepam yang diberikan

sebanyak 5 mg dengan pemberian oral pada pasien yang telah disuntikkan alkohol

intravena hingga kadar dalam darah 0,5 gram. Dari penelitian ini didapatkan

bahwa kombinasi diazepam dan alkohol kebanyakan bersifat addictive tanpa

interaksi sinergis yang signifikan.

Benzodiazepines seperti diazepam (Valium®) pada umumnya digunakan untuk

mengobati kecemasan dan insomnia. Karena keamanannya, mereka telah

menggantikan barbiturates, yang sebagian besar digunakan untuk perawatan

darurat untuk kejang. Dosis Benzodiazepines yang diberikan secara berlebihan

sebagai obat penenang disertai dengan adanya alkohol dapat menyebabkan rasa

kantuk yang hebat, meningkatkan risiko kecelakaan rumah tangga dan lalu lintas.

Lorazepam telah digunakan untuk anticemas dan obat penenang. Kombinasi dari

alkohol dan lorazepam dapat menyebabkan peningkatan tekanan pada jantung dan

fungsi pernafasan, oleh karena itu Lorazepam sebaiknya tidak diberikan kepada

pasien mabuk

Relaksasi Otot

Beberapa obat relaksasi (carisoprodol, cyclobenzaprine, dan baclofen), saat

digunakan bersama alkohol dapat menimbulkan reaksi seperti narkotik, seperti

kelemahan pada alat gerak, pusing, euphoria, dan kebingungan. Carisopodol

dikenal sebagai obat narkotik yang dijual di jalanan. Campuran carisoprodol

dengan bir merupakan bahan adiktif yang popular di masyarakat jalanan untuk

mendapatkan keadaan euphoria secara cepat.

Permasalahan pasien alkoholik

Alkohol secara signifikan berperanan dalam terjadinya trauma. Berdasarkan miller

(1984), intoksifikasi (BAC 100 mg/dl) berhubungan dengan 40-50% kecelakaan

lalulintas yang fatal. Roizen (1988) melaporkan bahwa antara 20-37% dari semua

kasus trauma di Unit Gawat Darurat disebabkan karena penggunaan alkohol.9

Hasil dari tes laboratorium dan pengakuan pasien sangat penting untuk

mengidentifikasi penyakit yang berhubungan dengan penggunaan alkohol dan

juga untuk menangani lukanya.

Permasalahan yang dapat terjadi pada pasien dengan penyalahgunaan alkohol

antara lain thrombocytopenia., dimana terjadi penurunan jumlah platelet dalam

darah. Dengan menghentikan penggunaan alkohol, trombositosis akan terjadi

setelah satu minggu. Karena kedua kondisi ini dapat menyebabkan komplikasi

dalam pembedahan, maka sangatlah penting untuk memonitor secara ketat vital

sign, fungsi jantung, dan kadar elektrolit selama operasi dan dalam perawatan

pasca operasi.

Perioperatif Pasien Dalam Pengaruh Alkohol

Pada pasien yang telah biasa mengkonsumsi alkohol terjadi keruskan pada hati.

Akibat dari hilangnya kapasitas hati ini akan menunjukkan respon yang tidak

sesuai terhadap stres saat operasi, meningkatkan risiko pendarahan, hingga

kematian. Oleh karena itu, keputusan untuk melakukan operasi harus

dipertimbangkan secara matang. Faktor risiko dalam pembedahan bergantung

pada derajat disfungsi hati, jenis operasi, dan keadaan pasien sebelum operasi.

Faktor comorbid seperti coagulopathy, volume intravascular, fungsi ginjal,

elektrolit, keadaan kardiovaskular, dan nutrisi harus diidentifikasi terlebih dahulu

sebelum dilakukan operasi. Persiapan yang optimal, akan menurunkan kematian

dan komplikasi karena operasi.

Preoperative

Sangatlah penting untuk mengidentifikasi pasien dengan gangguan

penyalahgunaan alkohol sebelum operasi. Cara skrining untuk mendeteksi kadar

penggunaan alkohol antara lain dengan melakukan tes skrining frekuensi dan

kuantitas (contohnya the Alkohol Use Disorders Identification Test) dan skrining

untuk mengetahui adanya penyalahgunaan maupun ketergantungan (contohnya

the CAGE Questionnaire).10 Riwayat penggunaan alkohol sebelumnya, kondisi

mental, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium harus dinilai.

Pemeriksaan laboratorium yang diperlukan antara lain complete blood count,

platelet count, elektrolit, blood urea nitrogen, creatinine, glucose, enzim hati,

albumin, bilirubin, tes pembekuan, kalsium, magnesium, phosphorus, dan

electrocardiogram.

Detoksifikasi preoperative pada pasien dengan penggunaan alkohol dapat

menurunkan risiko kematian selama operasi. Beberapa pasien mungkin tidak

dapat melakukan detoksifikasi sebelum operasi karena merupakan kasus

emergensi, untuk itu terapi propilaksis (contohnya pemberian dosis benzodiasepin

terjadwal selama periode perioperatif) dapat mencegah timbulnya alkohol

withdrawal. Terapi harus segera dimulai setelah menurunnya konsumsi alkohol.

Melakukan profilaksis lebih awal dan adekuat dapat menurunkan komplikasi

postoperatif dan mempersingkat waktu perawatan di ICU (intensive care unit). 10

Intraoperative

Pasien dengan penggunaan alkohol memerlukan perhatian serius selama operasi.

Adanya peningkatan keperluan analgesia dan anesthesia serta adanya stress

pembedahan dapat terjadi selama operasi. Penghitungan dosis obat anestesi yang

diberikan pada pasien alkoholik berbeda dengan pasien non-alkoholik karena

perlu diperhatikan adanya perubahan kerja obat, seperti halnya propanolol dan

Phenobarbital yang durasi kerjanya bertambah panjang dengan adanya alkohol.

Karena patofisiologi yang mirip, respon stress pada pembedahan dan alkohol

withdrawal memiliki efek aditif. Respon stress pembedahan merangsang

perubahan fisiologis multiple yaitu: peningkatan denyut jantung, peningkatan

tekanan darah, dan peningkatan kadar katekolamin pada plasma. Tingkat

keparahan dari gejala withdrawal berkorelasi dengan kadar katekolamin plasma.

Peningkatan frekuensi perdarahan yang memerlukan transfusi didapati pada

postoperatif pasien alkoholisme. Pasien alkoholisme yang mengalami hipoksemia

atau hipotensi intraoperatif lebih rentan mengalami delirium postoperatif.

Pasien dengan penyalahgunaan alkohol umumnya telah terjadi gangguan hati

sehingga pemilihan obat sebisa mungkin menghindari semakin beratnya kerja

hati. Anestesi umum menurunkan aliran darah total hati. Dari semua gas anestesi,

halothane dan enflurane dapat menurunkan aliran darah arteri hepatic melalui

vasodilasi pembuluh darah dan efek ringan inotropic negative. Isoflurane

merupakan pilihan yang paling aman dibandingkan halotan pada pasien dengan

penyakit hati karena dapat meningkatkan aliran darah heparik.

Efek obat yang bekerja menghambat neuromuscular dapat memanjang pada

pasien dengan penyakit hati. Atracurium direkomendasikan sebagai obat pilihan

karena ia tidak diekskresikan melalui hati maupun ginjal. Obat-obatan seperti

morfin, meperidine, benzodiazepine, dan barbiturate harus dipergunakan dengan

hati-hati karena mereka di metabolism di hati. Secara umum, dosis mereka

hendaknya diturunkan 50%. Fentanyl merupakan narcotic yang lebih sering

digunakan.

Pada kondisi intoksikasi alkohol akut dengan kesadaran menurun dengan risiko

aspirasi dan pneumonia, serta membutuhkan pembedahan live-saving, prosedur

yang direkomendasikan :

a. Transquilizer : diazepam IV (10 – 15 mg; maksimal 0,15mg/kgBB) atau

midazolam (0,12mg/kgBB) atau promethazine.

b. Kontrol isi lambung : H1 dan H2 bloker, promethazine dan ranitidine IV;

pengosongan lambung : metoclopramide (5 mg IV).

c. Intubasi endotrakea : bila memungkinkan dengan awake intubation.

d. Rapid sequence induction : thiopental 4 mg/kgBB atau midazolam 0,25/kgBB.

e. Relaksasi : paralisis : dosis besar vecuronium0,15 mg/kgBB.

f. Maintenance dengan agen inhalasi : respirasi kendali, disarankan dengan

enfluran. Isofluran kurang memuaskan karena fenomena alkoholic withdrawal.

Pascaoperative

Pasien dengan penyalahgunaan alkohol memerlukan perhatian secara intensif

untuk mendeteksi withdrawal syndrome dan meminimalkan komplikasi. Beberapa

penelitian menunjukkan adanya peningkatan mortalitas dan morbiditas

postoperasi pada pasien dengan penyalahgunaan alkohol. Bila dibandingkan

dengan pasien tanpa penggunaan alkohol, pasien dengan penyalahgunaan alkohol

memiliki waktu yang lebih lama untuk tinggal di ruang perawatan intensif dan

rumah sakit.

Kompllikasi postoperasi yang paling sering ditemukan pada pasien ini adalah

infeksi, pendarahan, dan gangguan kerja kardiopulmonal. Beberapa mekanisme

patogenik yang diperkirakan berperanan dalam meningkatkan terjadinya

komplikasi telah dipelajari, diantaranya ketidakmampuan sistem imun,

ketidakseimbangan hemostatik, dan kegagalan penyembuhan luka.

Penyalahgunaan alkohol kronis telah diketahui menyebabkan terjadinya

cardiomyopaty, dan pasien dengan alkohol mengalami penurunan volume curah

jantung. Penekanan fungsi jantung dapat memicu meningkatnya risiko terjadinya

iskemik dan aritmia. Perioperative aritmia dapat terjadi tanpa adanya penyakit

jantung sebelumnya.

Meningkatnya waktu dan episode pendarahan sehingga memerlukan transfuse

telah sering terjadi postoperasi pada pasien dengan penyalahgunaan alkohol.

Pengguna alkohol kronis mengalami penurunan aktifitas dan proliferasi sel T,

sehingga terjadi perlambatan penyembuhan luka.

Pada pasien dengan sirosis, kegagalan hati merupakan penyebab kematian

postoperasi yang paling sering. Obat sedatif dan penghilang nyeri harus diberikan

secara hati-hati untuk mencegah terjadinya encepalopati hepatic. Fungsi ginjal

harus seIalu diawasi karena adanya risiko hepatorenal sindrom dan perpindahan

cairan yang dapat terjadi setelah operasi. Pemberian makanan melalui enteral

secepatnya diyakini akan meningkatkan keberhasilan pengobatan.

Tembakau

Tembakau sebagai komponen utama dalam rokok merupakan stimulan sistem

saraf pusat . Tembakau terdiri atas ribuan komponen , dimana komponen

utamanya terdiri atasnikotin , tar dan karbonmonoksida.

Nikotin dengan cepat masuk kedalam otak begitu seseorang merokok . Kadar

nikotin yang dihisap akan mampu menyebabkan kematian apabila kadarnya lebih

dari 30 mg . Setiap batang rokok rata-rata mengandung nikotin 0.1-1.2 mg nikotin

. Dari jumlah tersebut , kadar nikotin yang masuk dalam peredaran darah tinggal

25 % , namun jumlah yang kecil itu mampu mencapai otak dalam waktu 15 detik

Tar bukanlah zat tunggal , terdiri atas ratusan bahan kimia gelap dan lengket , dan

tergolong sebagai racun pembuat kanker . Seringkali , banyak pabrik rokok tidak

mencantumkankadar tar dan nikotin dalam kemasan rokok produksi mereka .

Sebagai contoh , Sampoerna A Mild yang diklaim sebagai rokok ringan ,

mempunyai kadar tar sebesar 1.5 mg per batangnya. Karbon monoksida

merupakan racun yang mengusir Oksigen dari ikatannya dengan haemoglobin

dalam butir darah merah . Ikatan CO dengan Hb (COHb) akan membuat HB tidak

bisa melepaskan ikatan CO dan sebagai akibatnya fungsi Hb sebagai pengangkut

oksigen berkurang fungsinya dan hal ini menyebabkan kerja jantung semakin.

Nikotin sebagai zat yang paling banyak dikaitkan dengan ketagihan pada rokok

diterima oleh reseptor asetilkolin-nikotinik yang kemudian ke jalur adrenergik

sehingga membuat perokok akan merasa lebih tenang , nikmat , memacu sistem

dopaminergik , dan merasa daya pikir lebih cemerlang . Sementara di jalur

adrenergik , zat iniakan mengaktifkan sistem adrenergik pada bagian yang

mengeluarkan neurotransmiter serotonin . Meningkatnya serotonin inilah yang

menyebabkan timbulnya rangsangan rasa senang untuk mencari rokok lagi .

Proses pembakaran rokok tidaklah berbeda dengan berbeda dengan proses

pembakaran bahan-bahan padat lainnya . Rokokyang terbuat dari dari daun

tembakau kering , kertas , zat perasa yang dapat dibentuk oleh elemen Carbon ( C)

, elemen Hidrogen ( H), elemen Oksigen ( O) , elemen Nitrogen ( N) , elemen

Sulfur ( S) dan elemen-elemen lainyang berjumlah kecil.

Rokok secara keseluruhan dapat diformulasikan secara kimia sebagai

CvHwOtNySzSi . Hal ini akan menimbulkan reaksi berbahaya rokok bagi

kesehatan antara lain :

a) Reaksi rokok dengan oksigen yang membentuk senyawa-senyawa seperti CO2 ,

H2O , NOx, SOx, dan CO . Reaksi ini disebut sebagai reaksi pembakaran yang

terjadi temperatur tinggi yaitu diatas 800 derajat Celcius yang terjadi pada bagian

ujung atau permukaan rokok yang mengalami kontak dengan udara .

Proses pembakaran rokok dapat dijelaskan dengan reaksi kimia CvHwOtNySzSi

+ O2 + pembakaran diatas 800 C menjadi CO2 + NOx + SOx + SiO2 ( abu ) .

b) Reaksi pemecahan struktur kimia rokok menjadi senyawa kimia kimia lainnya .

Reaksi ini terjadi akibat pemanasan yang tinggi dan absennya Oksigen dalam

reaksi ini . Reaksi ini lebih dikenal sebagai reaksi pirolisa . Pirolisa terjadi pada

pembakaranyang lebih rendah dari 800 derajad Celcius ( sekitar 400 – 800 derajad

Celcius .

Ciri khas pada reaksi pirolisa ini adalah terbentuknya ribuan senyawa kimia yang

bersifat kompleks . Proses ini dapat dijelaskan dengan reaksi kimia

CvHwOtNySzSi + pembakaran 400-800 C menjadi senyawa kimia lainnya ( 3000

molekul kompleks .

Meskipun reaksi pirolisa tidak dominan dalam proses merokok , tetapi banyak

senyawa yang dihasilkan tergolong pada senyawa beracun yang mempunyai

kemampuan berdifusi dalam darah . Reaksi pirolisa inilah yang sebenarnya

merupakan reaksi yang paling berbahaya dalam proses merokok . Sebenarnya

produk pirolisa ini bisa terbakar bila produk melewati temperatur yang tinggi dan

cukup Oksigen , hal yang tidak terjadi dalam proses merokok karena proses hirup

dan gas produk pada area temperatur 400-800 derajad Celcius langsung mengalir

kearah mulutyang bertemperatur sekitar 37 derajad Celcius ,

c) Reaksi penguapan air uap air dan nikotin .

Reaksi yang berlangsung pada temperatur 100-400 derajad Celcius dimana

nikotin yang menguap pada daerah temperatur ini tidak berkesempatan melalui

temperatur yang tinggi dan tidak mengalami proses pembakaran .

Terkondensasinya uap nikotin dalam gas tergantung pada temperatur , konsentrasi

uap nikotin dalam gas dan geometri saluran yang dilewati gas . Apabila suhu

kurang dari 100 derajad Celcius, maka nikotin sudah mengkondensasi , sehingga

sebelum gas memasuki mulut , kondensasi nikotin sudah terjadi dan gas yang

masuk kedalam paru-paru masih mengandung zat ini , dimana didalam paru-paru ,

nikotin akan mengalami kondensasi kembali

Kafein

Bagi Anda yang terbiasa mengkonsumsi kafein minimal tujuh cangkir kopi tubruk

dalam sehari, penelitian terkini melaporkan bahwa orang seperti Anda, rentan

mengalami halusinasi. Menurut para peneliti dari Universitas Durham, Inggris,

setiap orang yang gemar mengkonsumsi kafein apakah itu melalui kopi, teh,

cokelat, minuman berenergi, atau pil cenderung mendengar suara dan melihat

sesuatu yang sebetulnya tidak ada, dibandingkan dengan mereka yang

mengkonsumsi kafein dalam batas normal.

Tujuh cangkir kopi instan mengandung total 315 miligram kafein. Jumlah ini

sama dengan sekitar enam cangkir teh kental, sembilan minuman bersoda, empat

minuman berenergi, dan sekitar 1,5 cangkir kopi ala kafe.

Kafein berfungsi merangsang sistem saraf pusat yang sementara dapat menahan

rasa kantuk dan memperbaiki kesadaran. Sebanyak 90% penduduk Amerika Utara

mengkonsumi kafein setiap harinya, di mana menurut para peneliti adalah salah

satu bahan kimia yang paling banyak dikonsumsi di dunia.

Kafein diserap sepenuhnya oleh lambung dan usus halus, dan membutuhkan

waktu 45 menit untuk proses pencernaan.

Jika dikonsumsi dalam batas sewajarnya, kafein dapat meningkatkan kapasitas

kerja mental maupun fisik. Tapi, jika dikonsumsi berlebihan, kafein dapat

menyebabkan seseorang keracunan, merasa gelisah, cepat tersinggung, cemas,

otot bergetar, susah tidur, sakit kepala, dan jantung berdebar.

Menurut para peneliti, temuan ini akan menjelaskan kaitan antara efek nutrisi

dengan halusinasi dan bentuk lain dari gangguan psikologis seperti delusi dan

skizofrenia. Perubahan asupan makanan dan minuman, termasuk mengkonsumsi

kafein, dapat membantu mencegah atau menanggulangi halusinasi.

Dalam sebuah penelitian yang melibatkan 200 mahasiswa Inggris non-perokok,

mereka ditanyai mengenai jenis kafein yang mereka asup apakah itu dalam bentuk

kopi, teh, minuman energi, hingga coklat dan lain-lain.

Ternyata, hasil penelitian itu menunjukkan, lantaran mengkonsumsi kafein, kadar

stress para responden itu meningkat, begitu pula dengan kecenderungan mereka

melihat sesuatu termasuk ‘arwah orang mati’dan mendengar suara-suara yang

sebetulnya tidak ada.

Sejatinya, kafein berfungsi mempertajam efek stress pada tubuh, yakni munculnya

hormon kortisol, yang kian bertambah banyak jika dipicu dengan asupan kafein.

Dan, hormon kortisol yang berlebih dapat memicu kecenderungan seseorang

untuk berhalusinasi.

Meski demikian, menurut Simon Jones, pemimpin penelitian yang merupakan

lulusan dari Fakultas Psikologi Universitas Durham, halusinasi bukan pertanda

seseorang mengalami gangguan jiwa. “Kebanyakan orang akan mengalami

pengalaman singkat seperti mendengar suara yang sebetulnya tidak ada, dan tetap

menjalani hidup yang normal. Tapi, bagi mereka yang tidak menanggulangi hal

itu, sebaiknya memang berkonsultasi kepada ahli,” pungkas Jones.

Kafein merupakan senyawa kimia alkaloid yang terutama terdapat dalam teh (1-

4,8 persen), kopi (1-1,5 persen), dan biji kola (2,7-3,6 persen). Selain dari alam,

kafein juga diperoleh sebagai hasil tambahan pada proses mengurangi kadar

kafein dalam kopi, dan juga dapat dibuat secara semi-sintetik dari teobromin atau

secara sintetik dari urea atau dimetilurea.

Bersama-sama dengan teobromin dan teofilin, kafein, termasuk ke dalam senyawa

kimia golongan xanthin. Ketiga senyawa tersebut mempunyai daya kerja sebagai

stimulan sistem syaraf pusat, stimulan otot jantung, meningkatkan aliran darah

melalui arteri koroner, relaksasi otot polos bronki, dan aktif sebagai diuretika,

dengan tingkatan yang berbeda. Dan, tidak sama dengan yang lain, daya kerja

sebagai stimulan sistem syaraf pusat dari kafein sangat menonjol sehingga

umumnya digunakan sebagai stimulan sentral.

Meskipun kafein aman dikonsumsi, zat ini dapat menimbulkan reaksi yang tidak

dikehendaki seperti insomnia, gelisah, merangsang, delirium, takikardia,

ekstrasistole, pernapasan meningkat, tremor otot, dan diuresis.

Kafein bekerja pada sistem syaraf pusat, otot termasuk otot jantung, dan ginjal.

Pengaruh pada sistem syaraf pusat terutama pada pusat-pusat yang lebih tinggi,

yang menghasilkan peningkatan aktivitas mental dan tetap terjaga atau bangun.

Kafein meningkatkan kinerja dan hasil kerja otot, merangsang pusat pernapasan,

meningkatkan kecepatan dan kedalaman napas. Daya kerja sebagai diuretika dari

kafein, didapat dengan beberapa cara seperti meningkatkan aliran darah dalam

ginjal dan kecepatan filtrasi glomerulus, tapi terutama sebagai akibat pengurangan

reabsorpsi tubuler normal.

Kafein dapat mengakibatkan ketagihan ringan. Orang yang biasa minum kopi

akan menderita sakit kepala pada pagi hari, atau setelah kira-kira 12-16 jam dari

waktu mengkonsumsi kopi terakhir.

Dari penelitian diketahui terdapat hubungan antara mengkonsumsi kopi dan infark

myokardial akut. Bagi orang yang minum kopi sehari lebih dari 5 cangkir, risiko

terjadi infark meningkat 60-120 persen dibandingkan dengan orang yang tidak

minum kopi. Stimulasi yang konstan pada sistem syaraf dan jantung, mungkin

merupakan faktor dalam masalah jantung. Dan, mengkonsumsi kafein

menyebabkan peningkatan trigliserida dalam darah yang signifikan, yang dapat

menjadi permasalahan jantung selanjutnya.

Dari penelitian juga diketahui bahwa 23,2 persen wanita yang melahirkan bayi

abnormal mengonsumsi kopi sehari 8 cangkir atau lebih, dibandingkan dengan

hanya 12,9 persen pada wanita dengan bayi normal. FDA Amerika Serikat sudah

menganjurkan kepada ibu hamil untuk menghentikan mengonsumsi kafein selama

kehamilan.

Penyakit payudara fibrosistik pada wanita ditandai dengan pembengkakan atau

benjolan yang karakterisktik, nodul, dan penebalan jaringan payudara yang sering

sukar dibedakan dari jaringan kanker. Dan, wanita dengan penyakit payudara

fibrosistik yang berisiko memicu timbulnya kanker payudara meningkat. Kafein

diduga meningkatkan penyediaan Camp, suatu senyawa perangsang pertumbuhan

dalam jaringan payudara.

Kadar Camp pada penderita penyakit payudara fibrosistik 50 persen lebih tinggi,

meskipun belum diketahui dengan jelas apakah peningkatakn kadar enzim

tersebut sebagai penyebab atau akibat penyakit payudara.

Dari penelitian di Ohio State University’s College of Medicine, 65

persen dari 20 wanita penderita penyakit payudara fibrosistik yang menghindari

kopi, teh, cola dan coklat dari dietnya, nodul dan gejala yang lain, gangguan itu

menghilang dalam waktu 1-6 bulan.

Kafein juga termasuk sebagai obat doping, jika pada pemeriksaan urine terdapat

kafein lebih dari 12mcg/ml. Karena sekitar 75 persen kafein yang terdapat dalam

tubuh kita berasal dari minum kopi, maka perlu kewaspadaan dari para atlet yang

mengikuti pertandingan.