kerjasama internasional dalam perspektif ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20330795-ta-garry...
TRANSCRIPT
-
UNIVERSITAS INDONESIA
KERJASAMA INTERNASIONAL DALAM PERSPEKTIFREALISME, LIBERALISME, DAN KONSTRUKTIVISME,
STUDI KASUS: SHANGHAI COOPERATION ORGANIZATION
TUGAS KARYA AKHIR
GARRY HARTANTO0906636680
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIKPROGRAM STUDI ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL
DEPOKJANUARI 2013
Kerjasama internasional..., Garry Hartanto, FK UI, 2013
-
UNIVERSITAS INDONESIA
KERJASAMA INTERNASIONAL DALAM PERSPEKTIFREALISME, LIBERALISME, DAN KONSTRUKTIVISME :
STUDI KASUS SHANGHAI COOPERATION ORGANIZATION
TUGAS KARYA AKHIRDiajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Sosial di Universitas Indonesia
Garry Hartanto0906636680
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIKDEPARTEMEN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL
DEPOKJANUARI 2013
Kerjasama internasional..., Garry Hartanto, FK UI, 2013
-
ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Tugas Karya Akhir ini adalah hasil karya saya sendiri,
dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk
telah saya nyatakan dengan benar.
Nama : Garry Hartanto
NPM : 0906636680
Tanda Tangan :
Tanggal : 16 Januari 2013
Kerjasama internasional..., Garry Hartanto, FK UI, 2013
-
Kerjasama internasional..., Garry Hartanto, FK UI, 2013
-
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat
dan rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan penulisan Tugas Karya Akhir ini tepat
pada waktunya. Penulisan ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Sosial Jurusan Ilmu Hubungan Internasional pada
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia.
Dalam membahas isu-isu Internasional, Ilmu Hubungan Internasional
memiliki tiga paradigma utama, yakni : Realisme, Liberalisme, dan Konstruktivisme.
Ketiga pandangan ini memiliki beberapa perbedaan esensial dalam melihat satu kasus
yang sama. Oleh karena itu, dalam tulisan ini saya mencoba untuk memakai ketiga
paradigma ini ke dalam satu contoh kasus yakni Shanghai Cooperation Organization.
Shanghai Cooperation Organization (SCO) merupakan sebuah organisasi
yang berdiri untuk menjaga stabilitas dan keamanan di kawasan Asia Tengah. SCO
beranggotakan enam negara termasuk Cina dan Rusia. Tulisan ini akan membahas
dinamika hubungan keenam negara ini di dalam SCO menggunakan beberapa teori
dan konsep turunan dari tiga paradigma di atas, yakni Realisme Defensif,
Neoliberalisme Intitusional, dan Norms Dynamic.
Saya sendiri menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan kelemahan
dalam Tugas Karya Akhir ini. Untuk itu, saran dan kritik yang membangun sangat
diperlukan agar kajian ini dapat lebih kaya. Akhir kata, saya berharap agar tulisan ini
dapat bermanfaat bagi siapapun yang membacanya dan dapat membantu penelitian
selanjutnya.
Depok, 16 Januari 2013
Garry Hartanto
Kerjasama internasional..., Garry Hartanto, FK UI, 2013
-
v
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih dan puji syukur yang sebesar-besarnya
kepada Tuhan Yesus Kristus yang telah menyertai penulis dalam menyelesaikan
Tugas Karya Akhir dan masa studi di Universitas Indonesia selama 7 semester ini.
Selain itu, Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak lain
yang telah ikut membantu penulis lewat berbagai dukungan, antara lain :
1) Dra. Suzie Sri Suparin S. Sudarman M.A selaku pembimbing penulis yang
sangat berjasa dalam mengarahkan pemikiran, memberikan kritik, dan
menyuntikkan semangat kepada penulis,
2) Edy Prasetyono S.Sos, MIS, Ph.D, atas kesediaannya menjadi penguji ahli
serta kritik dan sarannya selama sidang yang sangat membangun,
3) Dra. Nurul Isnaeni MA, selaku Ketua Program S1 dan pemimpin sidang dan
Aninda Rahmasari S.Sos., M.Litt, selaku sekretaris sidang atas kritik dan
sarannya semasa sidang,
4) Andi Widjajanto S.Sos., M.Sc, selaku pembimbing akademis selama masa
studi di HIUI,
5) Seluruh dosen, asisten dan staff Departemen HI UI yang tidak dapat
disebutkan satu persatu,
6) Orang tua dan adik penulis yang sudah memberikan dukungan moral dan
materil kepada penulis dalam menyelesaikan studinya di Universitas
Indonesia
7) Keluarga HI UI 2009 : Pettisa, Dwinta, Aswin, Indi, Gesa, Catur, Afu, Arlina,
Candini, Aline, Uwi, Pandu, Darang, Tintin, dicki, Fahmi, Lia, Imung,
Hindun, Ladia, Jeklin, Iman, Doni, Indah, Mikha, Ryan, Kiki, Sandi, Vale,
Richard, Widy, Ponda, Tama, Iqbal, Natali, Arif, Husni, hana, ipeh, Bagus
dan Zein atas canda tawa, cerita dan semangat yang terukir selama ini,
Kerjasama internasional..., Garry Hartanto, FK UI, 2013
-
vi
8) Sahabat-sahabat di Ftb Atma Jaya : Jinia, Fungkey, Leo, Audi, dan Yola yang
selalu memberikan dukungan, kicauan, dan celoteh yang entah mengapa
selalu berhasil menambah semangat penulis.
9) Keluarga PRK Gepembri Pelita, terutama Ko Dany dan Ci Motik, KSD
Immanuel, serta teman-teman lainnya yang tak henti-hentinya mendukung
dalam doa,
10) Lusyanah, sahabat terdekat selama beberapa bulan terakhir yang sukses
membuat penulis rajin menyelesaikan Tugas Akhirnya dengan berbagai
‘ancaman’ dan juga doanya,
11) Keluarga Keilmuan BEM FISIP UI 2009, geng jambo : Natih, Febri, Shinta,
Fahd, Rozin, Vuty, Galih, Ipeh, dan Zikri,
12) Keluarga pengurus HMHI 2009 dan 2010 : Bang Adi, Indi, Tya, Jeklin, Irfan,
Diky, Uli, Ryan, dan K,
13) Seluruh Teman-teman HI, kakak-kakak 2007 dan 2008 atas bimbingannya
selama TKHI dan masa studi dan Adik-Adik 2010, 2011, dan 2012,
Depok, 16 Januari 2013Garry Hartanto
Kerjasama internasional..., Garry Hartanto, FK UI, 2013
-
vii
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASITUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawahini :
Nama : Garry HartantoNPM : 0906636680Program Studi : S-1 Reguler Ilmu Hubungan InternasionalDepartemen : Ilmu Hubungan InternasionalFakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu PolitikJenis Karya : Tugas Karya Akhir
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada
Universtas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty-
Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul :
“Kerjasama Internasional Dalam Perspektif Realisme, Liberalisme, danKonstruktivisme : Studi Kasus Shanghai Cooperation Organization”
Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti
Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan,
mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database),
merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama
saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya,
Dibuat di : Depok
Pada Tanggal : 16 Januari 2013
Yang menyatakan
Garry Hartanto
Kerjasama internasional..., Garry Hartanto, FK UI, 2013
-
viii Universitas Indonesia
ABSTRAK
Nama : Garry HartantoProgram Studi : Ilmu Hubungan InternasionalJudul : Kerjasama Internasional Dalam Perspektif Realisme, Liberalisme,dan Konstruktivisme : Studi Kasus Shanghai Cooperation Organization
Shanghai Cooperation Organization (SCO) merupakan sebuah institusi keamanan diAsia Tengah yang sangat strategis. Organisasi ini berdiri pada tahun 2001 denganberanggotakan Rusia, Cina, Kazhakstan, Kyrgistan, Tajikistan, dan Uzbekistan.Realisme Defensif memandang organisasi ini sebagai sekumpulan negara defensifyang berada dalam situasi dilema keamanan. Neoliberal Institusionalisme,memandang SCO sebagai institusi yang didasari oleh perhitungan biaya danpencapaian absolut lewat hubungan yang saling tergantung dalam bidang ekonomi.sedangkan Konstruktivisme memandang SCO sebagai sebuah contoh prosesdinamika norma berjalan dalam sebuah institusi.
Kata Kunci : Shanghai Cooperation Organization, Realisme Defensif, NeoliberalInstitusionalisme, Konstruktivisme
ABSTRACT
Name : Garry HartantoMajor : International relationsTitle : International Cooperation in Realism, Liberalism. AndConstructivism Perspective : Case Study Shanghai Cooperation Organization
Shanghai Cooperation Organization (SCO) is a strategic institution in Central Asia.This Organization was established in 2001 with Russia, China, Kazakhstan,Kyrgyzstan, Tajikistan, and Uzbekistan as the members. Defensive Realism assumesthat SCO is a defensive alliance under Security Dilemma. Neoliberal Institutionalismassumes that SCO is an institution which has built based on cost consideration andabsolute gain through economic interdependence. While Constructivism sees SCO asprocess of Norm Dynamic in institution.
Key words : Shanghai Cooperation Organization, Defensive Realism, NeoliberalInstitutionalism, Constructivism.
Kerjasama internasional..., Garry Hartanto, FK UI, 2013
-
ix Universitas Indonesia
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL......................................................................................................i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS..........................................................ii
LEMBAR PENGESAHAN..........................................................................................iii
KATA PENGANTAR..................................................................................................iv
UCAPAN TERIMA KASIH.........................................................................................v
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH…………...........…….vi
ABSTRAK.................................................................................................................viii
DAFTAR ISI................................................................................................................ix
DAFTAR GAMBAR....................................................................................................xi
DAFTAR GRAFIK......................................................................................................xi
DAFTAR LAMPIRAN................................................................................................xi
1. PENDAHULUAN....................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.............................................................................................1
1.2 Perumusan Masalah.....................................................................................3
1.3 Kerangka Pemikiran....................................................................................4
1.3.1 Realisme Defensif.........................................................................4
1.3.2 Neoliberal Institusionalisme.........................................................9
1.3.3 Konstruktivisme dan Norm dynamic..........................................13
1.4 Metode Penelitian......................................................................................18
1.5 Tujuan dan Signifikansi Penulisan............................................................19
2. SHANGHAI COOPERATION ORGANIZATION (SCO)...................................20
2.1 Sejarah Singkat Pembentukan Shanghai Cooperation Organization.........20
2.2 Timeline Peristiwa dalam Shanghai Cooperation Organization................22
2.3 Profil Umum Negara Anggota Shanghai Cooperation Organization........25
Kerjasama internasional..., Garry Hartanto, FK UI, 2013
-
x Universitas Indonesia
3. PEMBAHASAN.....................................................................................................27
3.1 SCO dalam Perspektif Realisme Defensif.......................................................27
3.1.1 Karakteristik Defensif Negara-Negara SCO.............................27
3.1.2 Security Dilemma dalam SCO....................................................31
3.2 SCO dari Perspektif Liberalisme Institusional................................................38
3.2.1 Unsur Institusi, Demokrasi dan Ketergantungan dalam
SCO......................................................................................................38
3.2.2 Pertimbangan Biaya, Absolute Gain dan Trust Building dalam
SCO......................................................................................................42
3.3.3 Analisis SCO berdasarkan Self Interest dan State
Power...................................................................................................45
3.3 Konstruktivisme Memandang SCO Melalui Teori Konstruktivisme Sosial dan
Norm Dynamic.......................................................................................................49
3.3.1 Norm Dynamic Dalam Pembentukan SCO.................................50
3.3.2 Perubahan Interest dalam SCO...................................................52
3.3.3 Pengaruh Budaya, Nilai dan Norma Aktor Politik Dalam
Pembentukan SCO...............................................................................55
4. KESIMPULAN......................................................................................................59
DAFTAR REFERENSI.............................................................................................62
Kerjasama internasional..., Garry Hartanto, FK UI, 2013
-
xi Universitas Indonesia
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Tipologi Realisme.berdasarkan Realisme Neoklasik....................................5
Tabel 1.2 Empat Dunia
Jervis........................................................................................7
Tabel 1.3 Tahapan Pembentukan dan Internalisasi Norma.........................................18
Tabel 2.1 Timeline Peristiwa dalam Shanghai Cooperation Organization................23
Tabel 2.2 Profil Negara-Negara Anggota Shanghai Cooperation Organization........25
Tabel 3.1 Perbandingan Kekuatan Militer AS, Cina, dan Rusia tahun 2008..............35
Tabel 4.1 Perbedaan 3 Pendekatan Hubungan Internasional Dalam Memandang
Shanghai Cooperation Organization………………………………………………………61
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Segitiga Kant............................................................................................10
Gambar 1.2 Norm Life Cycle.......................................................................................16
Gambar 3.3 Pangkalan militer AS di Asia dan Timur Tengah....................................37
Gambar 3.4 Nilai dan Komposisi Import Energi Cina dari Rusia...............................41
DAFTAR GRAFIK
Grafik 3.1 Anggaran Militer Negara-Negara Anggota SCO 1996-2012 (dalam juta
US$).............................................................................................................................30
Grafik 3.2 Anggaran Militer Negara-negara Anggota SCO 1996-2012 (% of
GDP)............................................................................................................................30
Gambar 3.5 Tingkat kemiskinan Cina, Rusia, Kyrgistan, dan Kazhakstan 1996-
2008.............................................................................................................................49
Kerjasama internasional..., Garry Hartanto, FK UI, 2013
-
BAB 1 PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Asia Tengah merupakan wilayah pusat dari benua Asia yang terhampar dari
Laut Kaspia di bagian barat sampai kepada negara Cina di bagian Timur serta
Federasi Rusia di bagian Utara sampai Afghanistan di bagian Selatan. Wilayah ini
juga mencakup sedikit teritori Iran, Mongolia dan Tibet. Karena memiliki wilayah
yang sangat luas, sampai saat ini tidak ada pengertian resmi tentang wilayah mana
saja yang termasuk wilayah kawasan Asia Tengah. Namun, dalam pengertian
modern, Asia Tengah biasanya ditautkan ke dalam konteks lima negara bekas
pecahan Uni Soviet, yakni, Kazhakhstan, Kyrgiztan, Tajikistan, Turkmenistan, dan
Uzbekistan. Akhiran –stan dalam nama negara-negara tersebut merupakan
peninggalan kebudayaan Persia yang memiliki arti ‘Tanah dari’. 1
Wilayah Asia Tengah merupakan tempat berkembangnya kebudayaan-
kebudayaan besar dunia terutama pada masa kerajaan Persia dan Islam. Wilayah ini
juga merupakan jalur perdagangan penting yang disebut jalur sutra. Oleh karena itu,
Asia tengah merupakan wilayah yang kaya akan budaya dan bahasa. Bahasa Rusia
merupakan bahasa yang paling banyak dipakai di atas Turki.2
Secara teritori, Kazhakhstan merupakan negara terbesar di wilayah Asia
Tengah. Sedangkan Uzbekiztan memiliki luas wilayah terkecil namun memiliki
populasi terbesar. Selain memiliki wilayah terbesar, Kazakhstan juga merupakan
kekuatan ekonomi terbesar di wilayahnya dengan GDP per kapita mencapai
$10.694.3 Komoditi utama di wilayah Asia Tengah adalah mineral dan gas alam.
Bidang energi ialah pos pemasukan terbesar di negara-negara Asia Tengah. Oleh
1 Touraj Atabaki dan Sanjyot Mehendale, Central Asia and The Caucasus Transnationalism and Dispora, (New York: Rouledge, 2005), hal.66 2 Ibid 3 World Bank, “GDP of Kazhakstan”, diakses dari http://data.worldbank.org/country/kazakhstan pada 14 November 2012 pukul 13:43 WIB
Kerjasama internasional..., Garry Hartanto, FK UI, 2013
http://data.worldbank.org/country/kazakhstan
-
karena itu, wilayah Asia Tengah merupakan wilayah yang sangat potensial dari segi
geostrategi.
Mengacu pada Zbigniew Brzezinski, negara yang menguasai wilayah Asia
Tengahlah yang akan menjadi penguasa dunia.4 hal ini mungkin yang menjadi dasar
dari berdirinya SCO serta keterlibatan Rusia dan Cina disana. Melihat semakin
menipisnya pasokan minyak di Timur Tengah, keberadaan Asia Tengah sebagai
region yang kaya energi semakin signifikan. Oleh karena itu, pemabahasan tentang
wilayah ini sangat penting.
Dalam perkembangannya, negara-negara di kawasan ini membentuk institusi
kerjasama bersama negara lainnya dalam berbagai bidang seperti Collective Security
Treaty Organization (CSTO) pada tahun 1992 dan Shanghai Cooperation
Organization (SCO) pada tahun 2001. Bila CSTO memfokuskan kerjasama dalam
bidang militer, SCO berfokus pada berbagai bidang dengan bidang utama pada sektor
keamanan. Dalam pembahasan kali ini, penulis akan berfokus kepada Shanghai
Cooperation Organization.
Shanghai Cooperation Organization menjadi salah satu rezim internasional
yang sangat vital karena negara anggotanya, meski hanya berjumlah enam,
menguasai sekitar 60% luas daratan dunia dan populasinya yang mencapai
seperempat populasi dunia serta setengah dari ras yang ada di dunia. SCO menurut
para peneliti merupakan tandingan NATO di wilayah Asia. Hal ini dikarenakan
karakteristik SCO yang lebih fokus pada bidang keamanan serta pernyataan terbuka
dari menteri luar negeri Rusia :"Shanghai Cooperation Organisation (SCO) is
working to establish a rational and just world order" – Sergey Levrov. Menteri Luar
Negeri Rusia-5
4 Gul Jammas Hussain, “Trilateral triangle”, diakses dari http://www.tehrantimes.com/guljammas-writings/98101-trilaterals-triangulating-in-pakistan pada 21 November 2012 pukul 13:21 WIB 5 Patrick Jackson, “Profile: Putin’s Foreign Minister Lavrov”, diakses dari http://news.bbc.co.uk/2/hi/europe/6242774.stm pada 21 November 2012 pukul 14:22 WIB
Kerjasama internasional..., Garry Hartanto, FK UI, 2013
http://en.wikipedia.org/wiki/Zbigniew_Brzezinskihttp://www.tehrantimes.com/guljammas-writings/98101-trilaterals-triangulating-in-pakistanhttp://news.bbc.co.uk/2/hi/europe/6242774.stm
-
Lewat pernyataan di atas, dapat dilihat intensi dari berdirinya SCO ialah
mencari kekuatan (world order) lewat perimbangan dengan organisasi keamanan
lainnya, dalam hal ini NATO. Sejak berdiri, SCO sudah berkonsentrasi dalam bidang
keamanan. Namun demikian kebijakan-kebijakan keamananya tidaklah ekspansif
bahkan cenderung defensif. Hal inilah yang akan penulis coba analisis dengan konsep
realisme defensif.
Di sisi lainnya, SCO merupakan salah satu bentuk dari sebuah rezim
internasional baru untuk menciptakan perdamaian di Asia Tengah. Hal ini akan
penulis analisis dengan konsep liberalisme institusional. Lebih dari itu, negara yang
tergabung di dalam SCO merupakan negara yang masing-masing memiliki identitas-
identitasnya sendiri. Dalam bagian konstruktivisme akan dibahas bagaimana
identitas-identitas ini kemudian dapat melebur menjadi satu identitas yakni SCO.
Selain identitas, akan dibahas interest apa yang kemudian menjadi insentif bagi
negara anggota SCO untuk tetap mempertahankan kerjasama ini.
Secara garis besar, penulis akan menganalisis SCO melalui tiga pandangan
dalam ilmu hubungan internasional, yakni realisme defensif, liberalisme
institusionalisme dan konstruktivisme. Melalui realisme defensif akan dilihat SCO
sebagai perimbangan kekuatan organisasi keamanan lainnya. Lewat liberalisme
institusional akan dilihat SCO sebagai institusi sebagai dampak globalisasi untuk
mencapai absolute gain. Terakhir, akan dianalisis SCO dari sudut pandang
konstruktivisme dengan melihat perubahan identitas dan interest dari tiap negara
anggotanya.
I.2 Perumusan Masalah
Dengan mengacu kepada penjelasan dalam latar belakang sebelumnya,
penulis akan berusaha menjawab pertanyaan Bagaimana perspektif Realisme,
Liberalisme dan Konstruktivisme menjelaskan kerjasama Internasional dalam
Shanghai Cooperation Organization (SCO)? Penjelasan akan dibatasi dari tahun
Kerjasama internasional..., Garry Hartanto, FK UI, 2013
-
1996 ketika Shanghai Five berdiri, tahun 2001 pada saat SCO berdiri, dan sampai
pada tahun 2012 dimana penulis melakukan penelitian.
I.3 Kerangka Pemikiran
Dalam menjelaskan kerjasama Internasional di dalam Shanghai Cooperation
Organization, penulis akan menggunakan tiga perspektif dalam ilmu hubungan
internasional yakni, perspektif realisme, liberalisme dan konstruktivisme. Lebih
spesifik akan digunakan perspektif reaslisme defensif, liberalisme institusional, dan
konstruktivisme.
I.3.1 Realisme Defensif
Realisme merupakan salah satu pendekatan atau kerangka teori dalam ilmu
hubungan internasional yang paling awal serta memiliki pengertian yang sangat
beragam. Walaupun pandangan beberapa analis dan peneliti memiliki perbedaan satu
dengan yang lainnya, namun umumnya, realist memiliki asumsi dasar yang sama
terhadap realisme. Asumsi-asumsi tersebut antara lain 1) Negara sebagai aktor
uniter, 2) Sistem Internasional bersifat anarkis, 3) Negara bertindak berdasarkan
tindakan rasional, dan 4) power dan keamanan merupakan tujuan utama negara.6
Pemikiran Realisme sudah berkembang dari berabad-abad yang lalu.
Beberapa pemikiran awal realisme yang terkenal adalah tulisan Thucydides, History
of the Peloponnessian War, strategi militer Cina, Art of War, yang ditulis oleh Sun
Tzu dan Arthasastra, tulisan pemimpin India abad awal, Kautilya. Pada abad ke 14
dan 15, Niccolo Machiavelli dan Thomas Hobbes juga ikut menulis tentang
bagaimana natur seorang manusia untuk mencari kekuasaan atau power.
Realisme dapat dibagi ke dalam beberapa tipologi dasar. Antara lain Realisme
Klasik yang berpendapat bahwa sifat dasar manusia adalah jahat dan akan berusaha
untuk mencapai kepentingannya atau power. Pencetus pandangan ini antara lain ialah
E.H. Carr. Lalu muncul pandangan Neorealisme atau Realisme struktural yang
6 Jack Donelly, Realism and International Relations, (UK: Cambridge University Press, 2000), hal.9
Kerjasama internasional..., Garry Hartanto, FK UI, 2013
-
menganggap bahwa struktur yang anarkislah yang mendorong negara untuk mengejar
power. Pandangan ini dikemukakan oleh Kenneth Waltz. Terakhir, muncul realisme
neoklasik yang merupakan sintesa dari pandangan klasik dan struktural. realisme
neoklasik lebih fokus untuk meneliti bagaimana distribusi power dalam sistem
internasional, persepsi domestik terhadap sistem internasional dan kebijakan luar
negeri suatu negara.7
Realisme defensif sendiri merupakan salah satu cabang dalam pandangan
Neorealisme dan Neoklasik Realisme di ilmu hubungan Internasional. Pandangan ini
semakin berkembang ketika terjadi perdebatan antara pandangan neorealis dan
neoliberalis tentang kooperasi dan gain yang akan didapat oleh negara. Suatu negara
dikatakan defensif atau ofensif dalam realisme neoklasik berdasarkan pada tabel di
bawah ini :
Tabel 1.1 Tipologi Realisme.berdasarkan Realisme Neoklasik
Defensive Realism Offensive Realism
Phenomena Explains State Policy and Behavior State Policy and Behavior
Level of analysis State State
Anarchy Benign, Relatively Peaceful Unclear, difficult to
distinguish
Power Means not an end, maintain
offensive/defensive balance
Means not an end,
maximization power
State Behavior Great Powers Cooperate,
Buck Passing
Expansion
Sumber : Liu Feng dan Zhang Ruizhuang, “The Typologies of Realism” dalam Chinese Journal of International Politics Vol 1 (1), 2006, hal.119
7 Liu Feng dan Zhang Ruizhuang, “The Typologies of Realism” dalam Chinese Journal of International Politics Vol 1 (1), 2006, hal.119
Kerjasama internasional..., Garry Hartanto, FK UI, 2013
-
Tabel di atas menunjukkan cara realisme defensif mengatasi dunia anarki
yang relatif damai dengan melakukan kooperasi antar Great Powers atau
buckpassing. Selain dari tabel di atas, dapat diketahui juga apakah suatu negara
melakukan strategi pertahanannya berdasarkan realisme defensif atau realisme ofensif
dari beberapa faktor. Antara lain 1) Ideologi negara tersebut (Toleran atau tidak), 2)
Kebijakan terhadap minoritas di dalam negaranya, 3) kebijakan terhadap tetangganya
yang lebih lemah, 4) kebijakan militer dan persenjataannya. Empat kriteria ini sangat
dipengaruhi oleh pengendalian diri (self-restraint) dari suatu negara. Realisme
defensif mempraktekkan pengendalian diri dan bersedia untuk ‘dipaksakan’
(constraint) karena dirinya tidak berniat untuk mengeksploitasi atau memperlemah
negara lainnya.8
Menurut realisme defensif, power merupakan alat untuk mencapai kekuatan,
bukan tujuan utama dari suatu Negara. Tujuan utama dari negara adalah keamanan.
Jervis dalam tulisannya mengungkapkan keadaan yang memungkinkan negara untuk
mempertahankan status-quo atau melakukan kerjasama tergantung dari security
dilemma yang dialami oleh dua negara tersebut. Dilema yang dialami juga tergantung
dari persepsi suatu negara terhadap negara lainnya.9 Apakah suatu negara dianggap
memiliki intensi untuk ofensif atau tidak. Menurut Shiping Tang security dilemma
ialah keadaan di mana dua negara defensif yang tidak memiliki intensi saling serang
namun takut akan masa depannya masing-masing.10 Dalam pengertian ini ada
beberapa faktor penting yang mendefinisikan keadaan security dilemma yakni
Defensive state, offensive intention, dan fear.
Lebih jauh lagi, Jervis mengungkapkan tiga situasi yang memungkinkan
terjadinya security dilemma. Pertama, bila insentif untuk kooperasi tinggi dan biaya
yang dikeluarkan rendah. Kedua, apabila insentif untuk terjadinya pembelotan
(defect) rendah dan biaya bila tidak berkooperasi tinggi. Ketiga, apabila ekspektasi
8 Andrew Kydd, “Sheep in Sheep’s Clothing: Why Security Seekers Do Not Fight Each Other” dalam Security Studies Journal Vol 7 (2), 1997, hal.114-155 9 Robert Jervis, “Cooperation Under the Security Dilemma” dalam World Politics Journal Vol 30 (2), 1978, hal. 167-214 10 Tang Shiping, “The Security Dilemma: A Conceptual Analysis” dalam Security Studies Vol 18 (3), 2009, hal. 594
Kerjasama internasional..., Garry Hartanto, FK UI, 2013
-
atau persepsi kedua negara tinggi antara satu dengan yang lainnya. Lebih jelasnya,
dapat dilihat melalui tabel berikut :
Tabel 1.2 Empat Dunia Jervis
Offense Has The
Advantage
Defense Has The
Advantage
Offensive Posture Not
Distinguishable From
Defensive One
Doubly Dangerous Security Dilemma, but
security requirement may
be compatible
Offensive Posture
Distinguishable From
Defensive One
No Security dilemma, but
aggression possible.
Status-quo states can
follow different policy
than aggressors.
Warning given.
Doubly stable
Sumber : Robert Jervis, “Cooperation Under the Security Dilemma” dalam World Politics Journal Vol 30 (2), 1978, hal. 167-214
Dari tabel di atas dapat dilihat empat kemungkinan dunia bagi Jervis. Tabel
pertama menunjukkan negara yang tidak jelas intensinya dan memiliki keuntungan.
Karena intensinya yang tidak jelas, maka akan sangat mungkin terjadi mispersepsi
dan ekpektasi yang rendah. Ditambah insentif untuk melakukan pembelotan yang
tinggi, maka security dilemma tidak terjadi. Menyerang lebih dulu merupakan aksi
yang paling menguntungkan dan arm race adalah kebijakan yang dilakukan.11
Tabel kedua menjelaskan keadaan di mana negara defensif memiliki
keuntungan dan intensi ofensif atau defensif tidak dapat dibedakan. Dalam situasi ini,
intensi yang tidak jelas akan berusaha diwadahi dalam sebuah kebijakan keamanan.
Karena negara defensif memiliki keuntungan, maka setiap aksi ofensif akan
11 Ibid
Kerjasama internasional..., Garry Hartanto, FK UI, 2013
-
ditanggapi dengan lambat sehingga tidak menimbulkan konflik. Negara defensif juga
melakukan peningkatan persenjataan namun bukan untuk menyerang melainkan
untuk menjaga dirinya dari insecurity yang dialaminya. Dalam keadaan ini, dilakukan
balance of power oleh negara defensif untuk menjaga keseimbangan dengan negara
ofensif. Dalam situasi demikian, security dilemma terjadi dan kooperasi dilakukan
untuk mencegah konflik dan memeriksa intensi.12 Di sini, terlihat insentif kerjasama
yang tinggi, biaya yang tinggi apabila tidak melakukan kooperasi serta ekspektasi
yang tinggi.
Tabel ketiga menunjukkan dominasi negara ofensif serta intensi yang jelas
dari negara ofensif tersebut. bila negara ofensif memiliki cukup kekuatan maka akan
terjadi perang. Bila tidak maka status-quo dan kooperasi mungkin saja terjadi.
Namun security dilemma tidak terjadi karena salah satu negara sudah mempunyai
intensi ofensif. Ekspetasi antar negara rendah dan insentif pembelotan yang juga
tinggi.13
Tabel keempat merupakan keadaan di mana negara defensif di posisi yang
menguntungkan dan intensinya yang sangat jelas. Dalam keadaan ini, kondisi dunia
relatif aman. kerjasama berlaku karena antar negara tidak memiliki intensi saling
serang. Bisa dikatakan, dalam keadaan ini security dilemma alpa.14 Tabel ini hampir
sama dengan tabel yang dibuat oleh Shiping Tang. Dalam pembagiannya Shiping
Tang menggunakan indikator objektif dan subjektif apakah sebuah negara
mengetahui intensi negara lain atau tidak. Disini, persepsi dan intensi kembali
memainkan peranan penting.15 Realisme defensif di atas menjelaskan bagaimana
negara defensif melakukan kerjasama dalam kondisi security dilemma. Konflik dapat
dihindari dan maksimalisasi power untuk intensi ofensif dianggap tidak bijak.
12 Ibid 13 Ibid 14 Ibid 15 Tang, Opcit, hal. 600
Kerjasama internasional..., Garry Hartanto, FK UI, 2013
-
I.2 Liberalisme Institusional
Ide dari teori ini muncul pertama kali dari pemikiran John Locke, Hugo
Grotius, dan Immanuel Kant. Terutama Kant, berasumsi bahwa perdamaian adalah
sebuah proses natural dalam diri tiap individu dalam mencapai self-interestnya. Kant
juga percaya pada individu yang dapat memitigasi dan menanggulangi konflik lewat
struktur pemerintahan bersama. Pandangan Kant ini kemudian dikenal dengan
perspektif liberalisme institusional.16
Kaum neoliberal institusionalisme setuju dengan pendapat kaum realis bahwa
sistem dunia ini adalah anarki, di mana tidak ada otoritas yang berada di atas negara
berdaulat. Kemudian, kaum ini juga setuju dengan state sebagai unitary actor. Teori
ini mengatakan bahwa Negara tetap memegang peran paling penting dan menjadi alat
analisa utama dalam hubungan internasional. Bedanya, neoliberal institutionalisme
percaya bahwa perang dapat dihindari lewat keterkaitan antara demokrasi,
perdagangan internasional, dan organisasi internasional. Realist sendiri percaya
bahwa perang hanya bisa dihindari dengan deterrence lewat peningkatan rasio
kekuatan, aliansi, dan power distance. Kesamaan dan perbedaan argumen antara
neorealist dan neoliberal ini menimbulkan banyak perdebatan. Dua argumen bantahan
utama kaum neoliberal terhadap neorealist adalah adanya interdependence dan
stabilitas hegemoni dalam dunia yang dikatakan anarki ini.
16 Immanuel Kant, Kant’s political Writings, (UK: Cambridge University Press,1970), hal.76
Kerjasama internasional..., Garry Hartanto, FK UI, 2013
-
Gambar 1.1 Segitiga Kant
Sumber : Immanuel Kant, “Perpetual Peace: A Philosophical Sketch” dalam Kant’s political Writings (UK: Cambridge University Press,1970), hal.76
Teori ini semakin berkembang sejak berakhirnya Perang Dunia II serta
dibentuknya Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Perkembangan teori ini terjadi
ketika Robert Keohane dalam bukunya semakin menguatkan argumen-argumen
liberalisme institusional. Argumen-argumen baru yang dikemukakan ialah adanya
power interdependence atau saling ketergantungan antarnegara dalam interaksi global
sekarang ini. Keohane mengatakan bahwa interaksi ini pada akhirnya akan
melunturkan otoritas dan otonomi sebuah negara untuk bertindak atas pertimbangan
yang unilateral. Kondisi yang digambarkan oleh Keohane merupakan kondisi yang
sangat ideal bagi sebuah kerjasama di mana intensi negara untuk bekerjasama benar-
benar murni untuk merangkul negara lain dalam kebersamaan dan menciptakan
perdamaian dunia.17
Dalam kerjasama menurut Keohane, setiap Negara tidak memperhatikan
keuntungan jangka pendek, melainkan jangka panjang, sehingga kerjasama menjadi
masuk akal. Neoliberal institusionalisme sedikit banyak setuju dengan kaum realis,
hanya saja mereka lebih optimistis dalam membentuk perdamaian antar Negara.
Dalam teori ini, mereka tidak memperhatikan relative gain (di mana keuntungan satu
negara dibandingkan dengan keuntungan Negara lain), tetapi absolute gain, di mana
17 Robert O. Keohane, “After Hegemony: Cooperation and Discord” dalam the World Political Economy, (New Jersey : Princeton University Press,1984), hal. 35-52
Kerjasama internasional..., Garry Hartanto, FK UI, 2013
-
keuntungan tidak dibandingkan, yang menjadi penting adalah keuntungannya
sendiri.18
Pertimbangan biaya juga merupakan salah satu yang paling penting dalam
membuat suatu institusi. Dengan institusi, biaya yang dikeluarkan untuk menghadapi
ancaman lebih kecil. Apalagi bila yang dihadapi merupakan common threat. Oleh
karena itu, institusi dapat dipandang sebagai tempat fasilitasi kerjasama untuk
mengejar kepentingan bersama.19
Bagaimanapun juga, terdapat beberapa hal yang para kaum neoliberal
institutionalisme anggap sebagai ancaman. Ancaman terbesar bagi kerjasama yang
diwadahi oleh institusi adalah pembelotan, yang disebut cheating atau defection.
Maka itu, teori ini menekankan kepada pembentukan institusi dan pertemuan tingkat
tinggi sebagai sarana untuk memperbesar arus informasi antar Negara sehingga tidak
terjadi lack of trust, karena mereka menyadari situasi yang tidak aman berawal dari
kurangnya kepercayaan.20 Aliran informasi ini merupakan salah satu sarana untuk
membangun kepercayaan (trust building).
Institusi sendiri didefinisikan oleh neoliberal institusionalisme sebagai
‘seperangkat peraturan yang terkoneksikan satu sama lain dan tetap, untuk
memperkirakan peran dan perilaku serta membentuk ekspektasi. Sebisa mungkin,
fungsi dari institusi harus terspesialisasi agar interest yang berbeda-beda dapat saling
bertemu. Hal ini juga membuat institusi mempunyai batasan yang jelas. Menurut
Keohane, institusi digunakan untuk mencapai minimal tiga tujuan. 1) mencari
kekuatan hegemoni, 2) memecahkan masalah dan membuat keadaan better-off atau
impas, 3) menjaga hubungan negara dalam satu organisasi.21
Krasner yang seorang realist juga berpendapat bahwa untuk mewadahi semua
kepentingan, lebih baik dibentuk sebuah rezim internasional. Rezim internasional
18 Ibid 19 Ibid 20 Robert O. Keohane, “International Institutions: Two Approaches” dalam International Studies Quarterly, Vol. 32 (4), 1988, hal. 379-396 21 Keohane, Opcit, hal. 47
Kerjasama internasional..., Garry Hartanto, FK UI, 2013
-
ialah sekumpulan prinsip, norma, aturan, dan keputusan yang dibuat secara eksplisit
maupun implisit. Rezim merupakan sebutan bagi institusi yang lebih terspesialisasi.
Dalam tulisannya, Krasner mengembangkan teori tentang Regime Development.
Menurutnya, terdapat beberapa syarat yang menjaga perkembangan rezim. Syarat-
syarat tersebut antara lain 1) Kepentingan (Egoistic Self Interest), 2) Norma, Prinsip,
dan kebiasaan, 3) Kekuatan Politik, dan 4)Pengetahuan dan teknologi. Secara khusus,
Krasner menjelaskan bahwa kekuatan politik berkaitan dengan bagaimana Great
Powers, dalam suatu institusi, menyetir kebijakan negara-negara lainnya dan
memastikan terjadinya distribusi kekuatan. 22
Berkaitan dengan jenis-jenis rezim, Grieco, seorang neorealist, membagi
rezim ke dalam tiga karakteristik yakni yang berdasarkan Ruled-based, Small-group,
dan regional cooperation. Rezim yang berdasarkan Ruled-Based memiliki
mekanisme hukum dan struktur yang jelas. Salah satu contohnya adalah World Trade
Organization. Rezim yang bercirikan small-group biasanya merupakan perkumpulan
informal antara kepala negara atau pembuat kebijakan untuk membicarakan masalah
tertentu namun tidak ada peraturan yang mengikat. Sedangkan rezim dalam sebuah
organisasi regional cakupannya lebih sempit dan memiliki keuntungan karena fokus
pemecahan masalahnya lebih jelas.23
Lebih jauh lagi Grieco menjelaskan bahwa lewat pasar yang terintegrasi,
keamanan dan kepentingan politik dapat dicapai. Terdapat beberapa kepentingan
politik dan strategi dalam kebijakan pasar ini. Yang pertama negara dapat
mengkalkulasi seberapa besar kekuatan teknologi dan sumber daya negaranya
sehingga bisa tercapai pertumbuhan ekonomi yang menciptakan keamanan dan
menambah kekuatan negara. Yang kedua, kesempatan untuk mempengaruhi arah
ekonomi dan politik negara lainnya. Ketiga, memperkuat ikatan kerjasama sehingga
22 Stephen Krasner, International Regimes, (Ithaca: Cornell University Press, 1981), hal 27 23 Joseph M. Grieco dan G. John Ikenberry, State Power and world Markets, (New York: W.W Norton & Company, 2003), hal. 293-297
Kerjasama internasional..., Garry Hartanto, FK UI, 2013
-
balance of power dapat dikurangi. Keempat, mencapai kepentingan dan kekuatan
negara.24
Grieco, mendasari pemikirannya berdasarkan relative gain. Grieco
berpendapat bahwa dalam suatu organisasi relative gain tetap ada namun sangat kecil
dan kalah dibandingkan absolute gain dan tetap signifikan. Selain itu, intensi untuk
bargaining dalam kondisi mencapai absolute gain, sering dipandang sebagai aksi
untuk mencari relative gain. Kecurigaan ini akan berkurang seiring dengan
berjalannya waktu dan interaksi. Secara visioner, Grieco juga menjelaskan negara
bersifat otomistik yakni hanya berkonsentrasi pada apa yang dia dapat di saat ini saja.
Padahal, menurut Grieco, yang harus diteliti ialah kemungkinan relative gain yang
akan didapat oleh suatu negara di masa mendatang. 25
Tulisan Krasner dan Grieco merupakan kritik atas teori neoliberal institusional
Keohane. Krasner memandang institusi sebagai alat bagi negara Great Powers untuk
menanamkan pengaruhnya di dunia internasional tanpa melakukan pergerakan militer
masif. Karena menurutnya, sebesar apapun kekuatan Great Power saat ini, mereka
tidak akan mampu mengokupasi semua negara di dunia yang berjumlah 190 lebih. Di
satu sisi, Grieco lebih menekankan pada kekuatan negara (state power) dalam suatu
institusi atau rezim. Menurutnya, rezim atau institusi, hanyalah tempat untuk
mendapatkan relative gain yang terselubung. Jadi, kedua kritik ini memandang rezim
atau institusi dengan esensi yang berbeda walaupun dengan bentuk yang sama.
I.3.3 Konstruktivisme Sosial26 dan Norms Dynamic27
Konstruktivisme merupakan sebuah sudut pandang baru dalam ilmu
hubungan internasional yang mempertanyakan metode ilmiah realisme dan
24 Joseph M. Grieco, “Anarchy and The Limits of Cooperation : A Realist Critique of the Newest Liberalism Institutionalism” dalam International Organization Vol 42 (3), 2003, hal. 485-507 25 Ibid 26 Alexander Wendt, “Anarchy is what state make of it: the social construction of power politics” dalam International organization journal Vol 46 (2),1992, hal. 391-425 27 Martha Finnemore dan Kathryn Sikkink, “International Norm Dynamic and Political Change” dalam International Organization Journal Vol 52 (4), 1998, hal. 887-917
Kerjasama internasional..., Garry Hartanto, FK UI, 2013
-
liberalisme. Teori ini pertama kali ditulis oleh Onuf namun di telaah secara lebih
mendalam oleh Alexander Wendt. Dalam teori ini, Wendt mencoba untuk
mengembangkan jalur pemikiran tengah antara rasionalis dan reflektivis. Selain itu
Wendt juga mencobah menelaah teori ini dari sudut pandang epistemologi positivis
dan ontologi positivis. Konstruktivisme Wendt berargumen bahwa sistem
internasional adalah hasil dari konstruksi yang pada akhirnya memiliki nilai sosial,
norma, dan asumsi sesuai dengan yang diimbuhinya.
Teori Konstruktivis ini secara singkat menjelaskan beberapa hal. Pertama ide
dari perspektif ini memberikan pemahaman konteks yang lebih luas daripada satu
pengertian saja. Artinya dalam memandang suatu kasus, konstruktivis tidak
melakukan generalisisasi dan terpaku pada asumsi-asumsi yang kaku. 28
Kedua, konstruktivis menekankan pada dimensi sosial yang terdiri dari
norma, nilai dan aturan yang disebarluaskan. Sebagai contoh, konstruktivisme
menjelaskan bagaimana pemikiran Gorbachev menjadi dasar bagi berakhirnya perang
dingin atau bagaimana aktor-aktor yang memiliki budaya dan nilai yang berbeda
memiliki kebijakan yang berbeda. Ketiga, konstruktivis berargumen bahwa politik
internasional merupakan dunia yang dibentuk. Argumen ini menantang ide ‘struktur’
yang dijelaskan oleh teori neorealis dan neoliberal. Dengan argumen ini,
konstruktivisme menjelaskan bagaimana proses interaksi akhirnya yang membentuk
struktur tersebut. Alexander Wendt juga berpendapat bahwa dalam proses konstruksi,
aktor-aktor yang ada juga tidak lepas dari pembentukan identitas yang dipertajam
oleh budaya, sosial, dan situasi politik di mana mereka terlibat. 29
Struktur merupakan salah satu pembahasan yang cukup penting bagi
konstruktivisme yang membedakan dirinya dengan perskpektif rasionalis. Para
rasionalis memandang struktur adalah kumpulan kompetisi dan distribusi kapabilitas.
Struktur lah yang mendesak perilaku para aktor di dalamnya. Oleh karena itu,
tindakan paling rasional bagi para aktornya ialah memaksimalkan kepentingannya.
28 Wendt, Opcit, hal 398 29 Ibid
Kerjasama internasional..., Garry Hartanto, FK UI, 2013
-
Melihat hal tersebut, dapat disimpulkan tindakan para aktor dalam asumsi rasionalis
didasarkan pada logic of consequences.30
Berbeda dengan pandangan rasionalis, konstruktivisme berfokus pada
norma dan pengertian tentang suatu aksi. Struktur tidak hanya mendesak perbuatan
aktor, namun struktur merupakan identitas dari aktor itu sendiri. Apa yang rasional
tergantung dari apa yang sah (legitimate). Apa yang sah tergantung dari norma dan
nilai yang berlaku di dalam diri individu atau organisasi tertentu. Di sini, berlaku
intersubjektivitas. Oleh karena itu disimpulkan bahwa tindakan para aktor didasarkan
pada logic of appropriateness.31
Menurut para konstruktivis lagi, hubungan yang terjalin oleh para aktor
dalam ilmu hubungan internasional adalah hubungan yang saling membangun
(mutually constituted). Mereka melihat hubungan antara agen dan struktur dan
bagaimana struktur mempengaruhi aktor dan sebaliknya. Proses hubungan ini, seiring
berjalannya waktu, terus berevolusi dan hasil akhirnya sangat dipengaruhi oleh situasi
budaya, sosial, dan politik. Hal inilah yang dalam tulisan Wendt disebut
knowledgeable practices constituted subject di mana seorang aktor berubah menjadi
subjek ketika muncul saling pengertian di antara mereka. Hal ini pula yang Wendt
personifikasikan dalam kisah Alter Ego. 32
Salah satu penjelasan penting tentang bagaimana sebuah institusi dapat
terbentuk dari sudut pandang konstruktivisme ialah penjelasan norms dynamic oleh
Martha Finnemore dan Kathryn Sikkink. Dalam tulisannya mereka menjelaskan
proses terbentuknya norma dan bagaimana norma itu mempengaruhi politik yang
rasional. Norma ialah aturan standard yang dianggap pantas yang memberikan
identitas tertentu. Menurut March dan Olsen, institusi merupakan kebiasaan atau
aturan kolektif yang mendifinisikan perilaku kumpulan aktor tertentu dalam situasi
31 Ibid 32 Ibid
Kerjasama internasional..., Garry Hartanto, FK UI, 2013
-
tertentu. Kedua pengertian di atas memiliki unsur yang sama. Perbedaannya hanya
terletak pada kolektivitas institusi.33
Norma yang berlaku di dalam institusi merupakan pandangan yang
intersubjektif. Sesuatu dapat disebut norma ketika di dalamnya punya keharusan yang
dipandang baik dan menjadi moral bersama serta terdapat banyak aktor yang
mengakuinya. Menurut Finnemore dan Sikkink, ada proses pembentukan norma yang
disebut norm entrepreneurs. Proses ini menjelaskan bagaimana norma pada awalnya
terbentuk dalam lingkup yang domestik dan berkembang menjadi norma
internasional. Struktur internasional atau organisasi internasional juga merupakan
hasil interaksi ide dan nilai yang berlaku di lingkup kecil (negara) yang kemudian
membentuk struktur (organisasi). Dalam proses tersebut terdapat 3 tahapan penting
yang disebut Norms Life Cycle. 34
Gambar 1.2 Norm Life Cycle
Tahap pertama ialah Norms Emergence. Di dalam tahap ini, seorang agen
perubahan akan mengusulkan norma baru yang mempunyai nilai kuat. Agen tersebut
disebut Norm Entrepreneur. Motivasi dari agen tersebut bisa berupa empati,
komitmen, atau idealisme tertentu. Dalam organisasi internasional, satu atau dua
negara dapat menjadi agen perubahannya yang akhirnya mempengaruhi critical mass
atau massa penting yang dapat melegitimasi norma yang dibawa lewat persuasi
33 Finnemore dan Sikkink, Opcit, hal.894 34 Ibid
Tipping Point
Sumber : Martha Finnemore dan Kathryn Sikkink, “International Norm Dynamic and Political Change” dalam International Organization Journal Vol 52 (4), 1998, hal. 887-917
Kerjasama internasional..., Garry Hartanto, FK UI, 2013
-
tertentu. Titik di mana critical mass melegitimasi norma yang dibawa oleh agen
disebut tipping point.35
Tahap kedua disebut Norms Cascade. Dalam tahap ini terjadi proses
imitasi oleh anggota yang berusaha dipengaruhi sebelumnya oleh agen perubah.
Proses ini biasanya dilakukan oleh negara dalam platform organisasi internasional.
Motivasi ikutnya aktor ke dalam norma tersebut bervariasi. Antara lain, adanya
tekanan untuk ikut bekerjasama, keinginan untuk memperkuat legitimasinya di dunia
internasional, atau mencapai kepuasan dan kepentingan tertentu. Tugas utama agen
perubah adalah menjadikan aktor yang tidak setuju dengan norma menjadi patuh. Hal
ini dapat dicapai dengan berbagai cara, salah satunya pelaksanaan treaty, emulasi,
pujian normatif, pengucilan, dan sosialisasi.36
Tahap ketiga merupakan tahap di mana norma sudah menjadi sesuatu
yang taken for granted disebut tahap internalization. Dalam tahap ini, semua aktor
sudah menyetujui dan menjalankan norma tersebut tanpa bertanya lagi karena norma
sudah dianggap sesuatu yang legitimate dan appropriate. Dalam tahap ini hukum
yang jelas serta jajaran birokrasi dalam suatu organisasi memegang peranan penting.
Konformitas ialah motivasi utama dalam tahap ini. Semua aktor berusaha untuk
masuk ke dalam norma. Institusionalisasi merupakan mekanisme untuk mencapai
tahap ini.37
35 Ibid 36 Ibid 37 Ibid
Kerjasama internasional..., Garry Hartanto, FK UI, 2013
-
Tabel 1.3. Tahapan Pembentukan dan Internalisasi Norma
Stage 1
Norm Emergence
Stage 2
Norm Cascade
Stage 3
Internalization
Actors Norm
Entrepreneurs
with
organizational
platform
States, International
Organizations,
networks
Law, Profession,
bureaucracy
Motives Altruism,
emphaty,
ideational,
commitment
Legitimacy,
Reputation, esteem
Conformity
Dominant
Mechanism
Persuasion Socialization,
Institutionalization,
demonstration
Habit,
Institusionalization
Sumber : Martha Finnemore dan Kathryn Sikkink, “International Norm Dynamic and Political Change” dalam International Organization Journal Vol 52 (4), 1998, hal. 887-917
Dalam hubungannya dengan pilihan rasional, Finnemore dan Sikkink
juga mengatakan bahwa norma merupakan strategi konstruksi sosial yang dilakukan
oleh agen untuk memaksimalkan utilitasnya (strategic social construction). Aktor
mengkonstruksi dan ikut ke dalam norma, karena norma tersebut membantu mereka
untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan. Salah satu cara konstruksi norma
tersebut ialah dengan menentukan value dan meaning yang jelas dalam kooperasi.38
I.4 Metode Penelitian
Metode penelitian akan menggunakan data kualitatif dan kuantitatif namun
tetap mengambil kesimpulan secara kualitatif. Hal ini dilakukan karena keterbatasan
penulis dalam meneliti langsung hubungan antara berbagai perspektif yang ada
38 Ibid
Kerjasama internasional..., Garry Hartanto, FK UI, 2013
-
dengan kasus Shanghai Cooperation Organization. Oleh karena itu, tulisan ini dibuat
dengan menggabungkan berbagai sumber terpercaya serta referensi dari penelitian
sebelumnya.
I.5 Tujuan dan Signifikansi Penelitian
Tujuan dari penulisan ini ialah memberikan pemahaman yang komprehensif
tentang Shanghai Cooperation Organization dipandang dari tiga perspektif yang
berbeda dalam ilmu Hubungan Internasional. Dengan ini, diharapkan pembaca dapat
mengklasifikasikan perbedaan antara tiga pandangan utama ini terutama dalam
memandang satu kasus yang sama.
Kerjasama internasional..., Garry Hartanto, FK UI, 2013
-
BAB 2 Shanghai Cooperation Organization
2.1 Sejarah Singkat Pembentukan Shanghai Cooperation Organization
Shanghai Cooperation Organization merupakan organisasi keamanan antar
negara yang dibentuk pertama kali pada tahun 2001 di Shanghai. Enam negara
tercatat merupakan member tetap dari organisasi ini, yakni Cina, Kazakhstan,
Kyrgiztan, Rusia, Tajikistan, dan Uzbekistan. Organisasi ini berawal dari
pembentukan Shanghai Five pada tahun 1996 dengan anggota yang sama, keculi
Uzbekistan, yang bertujuan untuk meningkatkan keamanan antar perbatasan negara
tersebut. Hal ini tercermin dari dua perjanjian penting yang ditandatangani dalam
kerjasama awal tersebut, yaitu Deepening Military Trust in Border Regions dan
Military Forces in Border Regions. Kerjasama keamanan paling anyar yang
dilakukan oleh SCO ialah kerjasama latihan militer bersama yang dilakukan di
Chelyabinsk, Russia.39
Kerjasama di dalam SCO pada dasarnya merupakan kepentingan energi.
Ketika jalur energi ini dirasa tidak aman lagi, maka yang terjadi adalah kerjasama
keamanan dan perbatasan. Selain itu, kerjasama ekonomi juga dilakukan di sektor
finansial dan investasi. sedangkan kerjasama kebudayaan dilakukan melalui festival
dan pameran antar negara tersebut.40
Sampai saat ini SCO sudah menyelenggarakan sekitar 12 pertemuan tingkat
kepala negara serta 11 pertemuan kepala pemerintahan. Dalam keanggotaannya,
terdapat beberapa negara penting yang menjadi observer di dalamnya antara lain,
India, Iran, Mongolia, dan Pakistan. Secara struktur, pengambil keputusan tertinggi
SCO ialah kepala negara diikuti oleh kepala pemerintahan. Selain itu terdapat
sekretariat yang berfungsi sebagai badan eksekutif dan bertugas menjalankan
39 Julie Boland, Learning From The Shanghai Cooperation Organization's 'Peace Mission-2010' Exercise, (USA:The Brookings Institution,2010), hal.33 40 BRIDGES, “China Intensifies Regional Trade Talks”, diakses dari www.ictsd.org/weekly/03-10-01/story3.html pada 14 November 2012 pukul 14:56 WIB
Kerjasama internasional..., Garry Hartanto, FK UI, 2013
http://www.brookings.edu/http://www.ictsd.org/weekly/03-10-01/story3.html
-
kebijakan-kebijakan yang telah dicapai. Saat ini sekretariat SCO berada di Beijing
serta dipimpin oleh Muratbek Imanaliev dari Kyrgyzstan.41
Sejak masih berbentuk Shanghai Five, SCO sudah mengawali kebijakan-
kebijakannya dalam bidang keamanan terutama di bidang terorisme. Dalam
pertemuannya di Shanghai pada tahun 2001, dimulai pengerjaan Shanghai
Convention on Combating Terrorism, Separatism, and Extremism. Dalam
pembahasan tersebut disepakati pengertian dari terorisme, separatisme, dan
ekstrimisme itu sendiri yang sangat berguna untuk menjadi landasan kebijakan serta
mencegah fenomena ini terjadi.42
Selain dalam area terorisme, SCO juga sangat serius dalam pencegahan
perdagangan manusia dan obat-obatan terlarang. Negara-negara di SCO yakin bahwa
produksi obat-obatan terlarang di Afghanistan semakin meningkat meskipun terdapat
tentara militer barat di kawsan tersebut. Secara statistic pula,aliran obat terlarang dari
Afghanistan semakin meningkat dan membahayakan keamanan di kawasan Asia
Tengah. Oleh karena itu, dalam pertemuannya di Tashkent pada tahun 2004 disetujui
Agreement on Cooperation in Combating Illcit Trafficking of Narcotic Drugs,
Psychotropic substance, and their precursors.43
Selain kedua perjanjian di atas, dalam bidang ekonomi sangat terlihat
keberadaan SCO sebagai organisasi keamanan. Hal ini tercermin dari adanya
perjanjian aliran bebas perdagangan teknologi (free flow of technology) termasuk di
dalamnya perdagangan senjata.44 Akibatnya, perdagangan senjata antara negara
anggota SCO semakin meningkat terutama antara Rusia dan Cina.
41 Matthew Brummer, “The Shanghai Cooperation Organization and Iran: A Power-full Union” dalam Journal of International Affairs Vol 60 (2), 2007, hal.66 42 Alexander Lukin, “The Shanghai Cooperation Organization:What next?” dalam Russia in Global Affairs Vol 5 (3),2007, hal.142 43 Ibid 44 Shanghai Cooperation Organization, “Shanghai Cooperation Organization Charter Article 3”, diakses dari http://www.sectsco.org/news_detail.asp?id=96&LanguageID=2 pada 13 November 2012 pukul 14:55 WIB
Kerjasama internasional..., Garry Hartanto, FK UI, 2013
http://en.wikipedia.org/w/index.php?title=Muratbek_Imanaliev&action=edit&redlink=1http://www.sectsco.org/news_detail.asp?id=96&LanguageID=2
-
Selain dalam bidang perdagangan senjata seperti yang disebutkan diatas,
negara-negara dalam SCO juga melakukan kerjasama dalam bidang energi. Seperti
yang diketahui, Rusia dan Cina memiliki hubungan perdagangan yang erat dengan
Iran dalam bidang energi. Cina sendiri tercatat merupakan importer nomor satu Iran
dalam bidang minyak dan gas. Nilai kontrak keduanya mencapai 120 Milliar dolar.
Rusia sendiri lewat Gazprom dan Lukoil memiliki operasi yang cukup substansial di
Iran. Dalam mengalirkan minyak bumi dan gasnya Cina dan Rusia membutuhkan
kerjasama dengan negara-negara di Asia Tengah. Secara geografis, pipa-pipa energi
dapat tersalurkan secara efektif bila melalui negara-negara tersebut. Oleh karena itu
dalam SCO juga dibahas peningkatan kerjasama pembangunan jalur pipa energi
transkontinen.Cina juga membangun kerjasama energi dengan Kazhakstan dengan
membangun pipa minyak dari Atasu hingga Alanshankou sepanjang 988 km.
kerjasama ini terjadi antara perusahaan minyak nasional Cina CNPC dan
Petrokazhakstan.45
Pada pertemuan terbaru di Beijing pada tahun 2012 ini, SCO kembali
menunjukkan dirinya sebagai organisasi yang focus pada bidang keamanan. Hal ini
ditandai dengan disepakatinya Treaty on the non-Proliferation of Nuclear Weapons
yang berisi perjanjian zona bebas nuklir di kawasan Asia Tengah. Selain itu,
disepakati pula bahwa tindakan unilateral di Timur Tengah sebagai sesuatu yang
tidak dapat diterima. Hal ini mengacu kepada tindakan AS di Afghanistan dan Iran. 46
2.2 Timeline Peristiwa Dalam Shanghai Cooperation Organization
Dalam proses berdirinya, SCO mengalami berbagai dinamika kejadian dan
peristiwa penting. Peristiwa-peristiwa tersebut nantinya akan digunakan penulis
45 China View, “CNPC Completes Acquisition of Petrokazakhstan”, diakses dari http://news.xinhuanet.com/english/2005-10/27/content_3690493.htm pada 14 November 2012 pukul 13:42 WIB 46 Strategic Culture Foundation, “The SCO 2012-on the way to New World Order”, diakses dari http://www.strategic-culture.org/news/2012/06/08/sco-2012-shanghai-summit-way-new-world-order.html pada 17 November 2012 pukul 13:54 WIB
Kerjasama internasional..., Garry Hartanto, FK UI, 2013
http://news.xinhuanet.com/english/2005-10/27/content_3690493.htmhttp://www.strategic-culture.org/news/2012/06/08/sco-2012-shanghai-summit-way-new-world-order.htmlhttp://www.strategic-culture.org/news/2012/06/08/sco-2012-shanghai-summit-way-new-world-order.html
-
untuk menganalisis SCO dengan 3 pendekatan berbeda dalam ilmu Hubungan
Internasional. Beberapa peristiwa penting yang tercatat, dirangkum dalam tabel di
bawah ini :
Tabel 2.1 Timeline Peristiwa dalam Shanghai Cooperation Organization
Tahun dan Tempat Peristiwa 1996 – Shanghai, Cina - Rusia, Kazakhstan, Kirgizstan, Tajikistan,
Cina membentuk Shanghai Five dengan tujuan meningkatkan kerjasama perbatasan dan militer
- Cina dan Kazakhstan berdamai tentang masalah perbatasan
1997 – Moscow, Rusia - Disepakati 100 Km Demilitarized Zone 1998 – Almaty, Kazakhstan - Pembahasan tentang 3 evils : Separatisme,
Ekstrimisme, dan Terorisme - Cina dan Kazakhstan menandatangani border
agreement 1999 – Bishkek, Kirgizstan - Cina dan Kirgizstan berdamai tentang
masalah perbatasan - Inisiasi pembentukan Silk Road baru dalam
bidang energi 2000 – Dushanbe, Tajikistan - Menolak opsi UN tentang masalah
Afghanistan dan mengecam pembangunan misil di Taiwan
2001 – Shanghai, Cina - Uzbekistan masuk sebagai anggota baru, mengubah nama menjadi Shanghai Cooperation Organization
- Declaration on the Establishment of the Shanghai Cooperation Organization dan The Shanghai Convention on Combating Terrorism, Separatism and Extremism ditandatangani
Kerjasama internasional..., Garry Hartanto, FK UI, 2013
-
Tabel 2.1 (Sambungan)
2002 – St. Petersburg, Rusia - Dialog tentang masalah Israel-Palestina, India dan Pakistan, dan Korea
- Peningkatan kerjasama bilateral di bidang ekonomi
- Membentuk Sekretariat SCO di Beijing - Pemberian izin pembangunan US Airbase di
Kirgizstan dan Uzbekistan - Agreement Between the Member States of the
Shanghai Cooperation Organization on the Regional
- Anti-Terrorist Structure dan Charter of the Shanghai Cooperation Organizatio ditandatangani
2003 – Moscow, Rusia - Pelatihan Militer bersama di Almaty dan Xinjiang
2004 – Tashkent, Uzbekistan 2004 – Tashkent
- Beijing Secretariat diresmikan - Pembentukan SCO-Afghanistan Contact
Group - Pembentukan Tashkent Regional
Antiterrorism Center - Mongolia menjadi observer - The Regulations on Observer Status at the
Shanghai Cooperation Organisation dan Agreement on the Database of the Regional Anti-Terrorist Structure of the Shanghai Cooperation Organization ditandatangani
2005 – Astana , Kazakhstan - Inisiasi SCO Business Council & Development Fund
- Pakistan, Iran, dan India diterima menjadi observer
- Concept of Cooperation Between SCO Member States in Combating Terrorism, Separatism, and Extremism ditandatangani
- Pemberian batas waktu tentang masa peminjaman pangkalan militer Amerika di Asia Tengah
2006 – Shanghai, Cina - Pembentukan Joint Club, kerjasama dalam bidang energi
- Pembahasan Drug Trafficking dari Afganistan
Kerjasama internasional..., Garry Hartanto, FK UI, 2013
-
Tabel 2.1 (Sambungan)
2007 – Bishkek, Kirgizstan - Treaty on Longterm Neighborhood Relations ditandatangani, meningkatkan kerjasama di berbagai bidang
- Melibatkan beberapa anggota CSTO - Uzbekistan memutuskan kerjasama pangkalan
militer dengan AS, Kyrgistan menandatangani perpanjangan kontrak sampai 2013 dengan AS
2008 – Dushanbe, Tajikistan - Pembahasan tentang kerjasama kebudayaan dan pendidikan
2009 – Yekaterinburg, Rusia - Pembahasan tentang Cybercrime 2010 – Tashkent, Uzbekistan - Pelatihan Peace Mission (latihan militer
bersama) 2011 – Astana, Kazakhstan - Inisiasi pembentukan Midterm Development
Strategies 2012 – Beijing, Cina - Pertemuan pertama Menteri Kebudayaan dan
Pendidikan antar anggota SCO Sumber : Diolah penulis dari berbagai sumber
2.3 Profil Umum Negara-Negara Anggota Shanghai Cooperation Organization
Dalam pembahasan mengenai SCO, profil umum negara-negara anggotanya
menjadi sangat penting karena dapat menentukan seberapa besar kapabilitasnya di
dalam organisasi tersebut. Dalam profil ini akan dikemukakan beberapa indikator
penting termasuk di dalamnya anggaran militer, GDP, dan demografi penduduk.
Tabel 2.2 Profil Negara-Negara Anggota Shanghai Cooperation Organization
Negara Budget
Militer
GDP per
kapita
Human
Development
Index
Grup
Etnis
Sistem
Pemerintahan
Cina
(Beijing)
US$ 142
Miliar
US$ 8,2
Triliun
0.663 (110th) Han
(91,5%)
Satu Partai,
Presidensial
Kerjasama internasional..., Garry Hartanto, FK UI, 2013
-
Tabel 2.2 (sambungan)
Kazakhstan
(Astana)
US$ 1,7
Miliar
US$ 216
Miliar
0.745 (68th) Kazakh
(63%),
Russian
(23%)
Partai Uniter-
Dominan,
Presidensial
Kirgizstan US$ 202
Juta
US$ 13
Miliar
0.598 (109th) Kyrgiz
(68%),
Uzbek
(14%)
Parlementer
Tajikistan US$ 88
Juta
US$ 6,5
Miliar
0.607 (127th) Tajik
(80%),
Uzbek
(15%)
Semi-
Presidensial
Uzbekistan US$ 71
Juta
US$ 51
Miliar
0.617 (102nd) Uzbek
(80%)
Presidensial
Rusia US$ 71
Miliar
US$ 1,8
Triliun
0.755 (66th) Russian
(81%)
Semi-
Presidensial
Sumber : diolah penulis dari berbagai sumber
Kerjasama internasional..., Garry Hartanto, FK UI, 2013
-
BAB 3 PEMBAHASAN
3.1 Shanghai Cooperation Organization dalam Perspektif Realisme Defensif
Pembahasan akan dimulai dengan menganalisis karakter defensif dari negara-
negara di SCO sesuai dengan karakter ofensif-defensif Kydd. Kemudian, akan
dijelaskan juga bagaimana security dilemma menjadi instrumen penting bagi
kerjasama yang terjalin di SCO serta keadaan di dalam SCO yang memungkinkan
terjadinya security dilemma. Pembahasan pada bab ini akan dijelaskan dalam
kerangka pemikiran dasar realisme defensif bahwa kebijakan negara, sebagai unit
analisis, dilakukan untuk mencari keamanan (security) dalam struktur anarki yang
relatif damai dengan menjaga perimbangan kekuatan (balance of power) sebagai
akibat dari security dilemma yang dialami.
3.1.1 Karakteristik Defensif Negara-Negara Shanghai Cooperation Organization
Bila negara-negara di dalam SCO merupakan negara yang defensif, maka
menurut Kydd, Ideologi negara tersebut merupakan ide yang toleran, kebijakan
terhadap minoritas di negaranya tidak agresif, kebijakan terhadap negara tetangganya
kooperatif serta kebijakan militernya yang tidak ekspansif. Sebaliknya bila negara di
SCO merupakan negara ofensif maka ideologi negara tersebut intoleran, kebijakan
terhadap minoritas dan tetangganya agresif, dan kebijakan militernya ekspansif.
Dilihat dari kriteria pertama yaitu ideologi, negara di dalam SCO merupakan
negara-negara yang terbuka terhadap kerjasama terutama dilihat dari ideologi
ekonominya. perubahan besar yang terjadi pada politik Rusia semenjak jatuhnya Uni
Soviet serta reformasi ekonomi Deng Xiaoping di Cina telah membawa mereka ke
dalam ideologi ekonomi yang lebih liberal. Perubahan ideologi ini praktis terjadi
karena kondisi dunia yang sudah berubah. Perubahan dunia tersebut tidak
memungkinkan negara untuk mencapai kapasitas ekonomi yang tinggi tanpa
melakukan kerjasama dan melakukan perdagangan dengan negara lain. Hal inilah
yang kemudian mengubah kedua negara Great Powers di dalam SCO ini untuk lebih
Kerjasama internasional..., Garry Hartanto, FK UI, 2013
-
pragmatis. Begitu pula dengan Kazhakstan, Tajikistan, Uzbekistan, dan Kyrgiztan.
Negara-negara ini ialah negara bekas pecahan Uni Soviet yang secara ekonomi cukup
terpuruk. 20% dari penduduk Tajikiztan hidup di bawah garis kemiskinan49 dan
pendapatan perkapita Uzbekiztan menempati peringkat bawah dunia.50 Beberapa
kerjasama yang diikuti oleh Kazhaksatan, Tajikistan, Uzbekistan, dan Kyrgiztan
adalah Commonwealth of Independent States, Eurasian Economic Community,
United Nations, Organization for Security and Cooperation in Europe, dan masih
banyak lagi.
Di beberapa kebijakan politik, negara-negara di SCO bukanlah negara yang
toleran. Hal ini terlihat dari aksi penembakan oleh National Security Service
Uzbekistan pada tahun 2005 yang menembaki pengunjuk rasa di Andijan yang
membela organisasi Akromiya yang dituduh sebagai teroris oleh pemerintahan Islam
Karimov. Penembakan tersebut memakan korban 187 orang. Namun diduga, korban
yang sebenarnya ialah sebesar 1500 orang.51 Di sisi lain, untuk menanggulangi
masalah keamanan kawasan Uzbekistan terlihat relatif lunak dan patuh (constraint)
dengan ikut serangkaian latihan militer yang diselenggarakan oleh Shanghai
Cooperation Organization atau Commonwealth of Independent State sebagai langkah
menjaga stabilitas kawasan tersebut. Hal ini membuktikan ideologi negara-negara di
kawasan Asia Tengah yang mengalami dikotomi walaupun, bila dilihat dari
mayoritas partai berkuasa dan sistem pemerintahan, ideologi negara di Asia Tengah
cenderung intoleran.
Kebijakan negara-negara SCO terhadap etnis minoritas cukup agresif.
Terbukti dari perintah tembak di tempat pemerintahan Kyrgiztan untuk
49 UNDP, “Human development Indices”, diakses dari http://hdr.undp.org/en/data/explorer/ pada 22 Desember 2012 pukul 13:55 WIB 50 World Bank, “World Development Indicator”, diakses dari http://siteresources.worldbank.org/DATASTATISTICS/Resources/GNIPC.pdf pada 22 Desember 2012 Pukul 17:34 WIB 51 C.J Chivers dan Ethan Wilensky-Lanford, “Uzbeks Say Troops Shot Recklessly at Civilans”, diakses dari http://www.nytimes.com/2005/05/17/international/asia/17uzbek.html?_r=0 pada 22 Desember 2012 pukul 13:12 WIB
Kerjasama internasional..., Garry Hartanto, FK UI, 2013
http://hdr.undp.org/en/data/explorer/http://siteresources.worldbank.org/DATASTATISTICS/Resources/GNIPC.pdfhttp://www.nytimes.com/2005/05/17/international/asia/17uzbek.html?_r=0
-
menanggulangi perang etnis Kyrgiz dan Uzbek di Osh pada tahun 201052 dan juga
tindakan tegas untuk menangani Urumqi riots di Cina pada tahun 2009.53 Selain itu,
terhadap negara tetangga, negara di SCO juga cukup kooperatif dengan adanya
sejumlah kerjasama antar kawasan di wilayah Asia Tengah. Salah satu diantaranya
adalah SCO. Lewat SCO, negara di Asia Tengah berikut Rusia dan Cina bersedia
diatur dengan mengikuti aturan 100 Km Demilitarized Zone, atau Tindakan Islam
Karimov untuk mengusir pasukan AS di wilayahnya pada tahun 2005.54 Satu-satunya
tindakan tegas terhadap negara tetangga terlihat dari dukungan Rusia terhadap negara
Ossetia Selatan yang diperebutkan oleh Georgia pada tahun 2008.
Bila dilihat dari kebijakan militernya, tidak semua negara-negara di SCO
bertindak agresif. Terlihat dari persentase pengeluaran militer terhadap GDP yang
mengalami pengurangan dan stagnansi di beberapa negara termasuk Rusia. Praktis,
hanya Cina yang terlihat cukup agresif dalam meningkatkan kapabilitas militernya.
Dilihat dari anggaran riil, semua negara SCO mengalami peningkatan dalam
anggaran militernya. Namun terdapat jurang besar antara Cina dan Rusia serta Rusia
dengan keempat negara Asia Tengah lainnya. Artinya, tidak terjadi kejar mengejar
kapabilitas militer yang masif di wilayah ini.
52 Stefan Nicola, “Expert: Kyrgisztan could face civil war”, diakses dari http://www.upi.com/Top_News/Special/2010/04/09/Expert-Kyrgysztan-could-face-civil-war/UPI-78531270835021/ pada 23 Desember 2012 pukul 13:45 WIB 53 BBC News, “Scores Killed in China Protest”, diakses dari http://news.bbc.co.uk/2/hi/asia-pacific/8135203.stm pada 22 Desember 2012 pukul 22:31 WIB 54 Jia Qingquo, “The success of Shanghai Five”, diakses dari http://www.comw.org/cmp/fulltext/0110jia.htm pada 22 Desember 2012 pukul 23:34 WIB
Kerjasama internasional..., Garry Hartanto, FK UI, 2013
http://www.upi.com/Top_News/Special/2010/04/09/Expert-Kyrgysztan-could-face-civil-war/UPI-78531270835021/http://www.upi.com/Top_News/Special/2010/04/09/Expert-Kyrgysztan-could-face-civil-war/UPI-78531270835021/http://news.bbc.co.uk/2/hi/asia-pacific/8135203.stmhttp://news.bbc.co.uk/2/hi/asia-pacific/8135203.stmhttp://www.comw.org/cmp/fulltext/0110jia.htm
-
Grafik 3.1 Anggaran Militer Negara Anggota SCO 1996-2012 (dalam juta US$)
Sumber : Stockholm International Peace Research Institute, “Military Expenditure Database”, diakses dari http://www.sipri.org/databases pada 23 Desember 2012 pukul 17:56 WIB
Grafik 3.2. Anggaran Militer Negara Anggota SCO 1996-2012 (% of GDP)
Sumber : Stockholm International Peace Research Institute, “Military Expenditure Database”, diakses dari http://www.sipri.org/databases pada 23 Desember 2012 pukul 17:56 WIB
0
20000
40000
60000
80000
100000
120000
140000
160000
Juta
US$
KazakhstanKyrgyzstanTajikistanTurkmenistanUzbekistanChina, P. R.Russia
0,0
0,5
1,0
1,5
2,0
2,5
3,0
3,5
4,0
4,5
5,0
KazakhstanKyrgyzstanTajikistanTurkmenistanUzbekistanChina, P. R.RussiaP
erse
ntas
e
Kerjasama internasional..., Garry Hartanto, FK UI, 2013
http://www.sipri.org/databaseshttp://www.sipri.org/databases
-
Melihat dari beberapa contoh kasus di atas, dapat disimpulkan bahwa karakter
negara-negara anggota di SCO masih kabur atau tidak jelas namun cenderung
defensif. Dari segi ideologi politik, negara-negara SCO terlihat cukup agresif namun
secara ekonomi sangat kooperatif. Dari sisi kebijakan terhadap minoritas, negara-
negara SCO cenderung agresif namun terhadap negara tetangganya cukup kooperatif.
Sisi keagresifitasannya pun dilakukan atas dasar stabilitas bukan okupasi. Dari sisi
kebijakan militer tidak terlihat intensi peningkatan kapabilitas yang signifikan dan
saling kejar mengejar yang masif antara negara-negara SCO. Hal ini membuktikan
postur ofensif anggota SCO tidak dapat dibedakan dengan postur defensifnya.
3.1.2 Security Dilemma dalam Shanghai Organization Cooperation
Pada bagian ini akan dibahas ada tidaknya security dilemma yang dialami oleh
negara-negara SCO. Beberapa indikator yang mendasarinya adalah insentif untuk
melakukan kooperasi dan pembelotan, biaya yang dikeluarkan untuk melakukan
kerjasama atau tidak, serta ekspektasi negara-negara tersebut. Kemudian keadaan di
SCO akan dicocokkan ke dalam empat dunia Jervis. Dengan melihat intensi ofensif-
defensif seperti yang sudah dijelaskan dalam subbab pertama serta negara mana yang
memiliki keuntungan dalam keadaan ini.
Bila dilihat dari segi insentif dan biaya, melakukan kerjasama di SCO akan
sangat menguntungkan. Terutama untuk menjaga stabilitas keamanan di kawasan ini
serta menjaga perimbangan kekuatan dunia. Negara-negara di Asia Tengah
merupakan wilayah yang sarat akan konflik baik internal maupun eksternal. cikal
bakal pembentukan Shanghai Five, yang kemudian menjadi SCO, pun didasari atas
konflik perbatasan antara negara-negara Asia Tengah dengan Rusia dan Cina
terutama. Cina mengalami konflik perbatasan dengan hampir semua negara Asia
Tengah yang baru merdeka paska runtuhnya Uni Soviet. Perebutan alokasi sumber
daya atas Laut Kaspia juga sempat terjadi antara Kazhakstan dan Rusia. Selain itu,
kebijakan Perestroika sempat menimbulkan gejolak di Almaty yang kemudian
Kerjasama internasional..., Garry Hartanto, FK UI, 2013
-
menimbulkan Almaty Riots.55 Posisi Asia Tengah yang sangat dekat dengan kawasan
konflik Timur Tengah juga membawa masalah, terorisme, ektrimis, dan separatisme
(yang disebut Three Evils) dan mengancam stabilitas politik di kawasan ini. Aksi solo
negara tidak mungkin dan biaya bila tidak berkooperasi akan sangat tinggi. Negara-
negara SCO secara geografis juga saling terhubung satu sama lain. Hal ini membuat
insentif untuk melakukan pembelotan rendah karena akan mengancam keamanan di
negaranya. Atas pertimbangan-pertimbangan inilah, security dilemma mungkin
terjadi.
Dari segi ekspektasi dan persepsi, negara-negara di SCO memiliki nilai yang
cukup tinggi. Argumen ini didasari oleh grafik pengeluaran militer negara-negara di
Asia Tengah yang cenderung stagnan bahkan menurun dilihat dari persentase GDP.
Hal ini membuktikan bahwa tidak ada keterdesakkan untuk mengutamakan anggaran
militer bagi keperluan perang terbuka. Kenaikan grafik militer dilihat dari anggran
riil, dapat disebabkan oleh kemajuan teknologi dan kapabilitas ekonomi serta
kerjasama.
Melihat ekspektasi yang tinggi, insentif untuk melakukan kerjasama yang
tinggi, insentif pembelotan yang rendah, dan biaya bila tidak melakukan kooperasi
tinggi, maka sangat mungkin terjadi security dilemma. Namun harus dilihat lagi
berdasarkan postur ofensif-defensif serta negara mana yang memiliki keuntungan.
Bila mengacu pada penjelasan subbab pertama, postur negara-negara di SCO tidak
dapat dibedakan apakah mereka ofensif atau defensif. Dan bila kita melihat
komposisi negara-negara di SCO, Rusia dan Cinalah yang meiliki peranan paling
besar di SCO. Mereka merupakan Great Powers sedangkan negara Asia Tengah
lainnya merupakan negara yang lebih kecil kapabilitasnya. Maka, untuk melihat
apakah negara defensif atau ofensif yang berada dalam posisi menguntungkan atau
tidak, kita harus melihat posisi Cina dan Rusia di dalam SCO.
55 Igor Rotar, “Group of Five Without Yeltsin: Statement on Development of Mutual Trust To Be Signed in Almaty Today” dalam Moscow Nezavisimaya Gazeta,Vol 3 (2), 1998, hal.10
Kerjasama internasional..., Garry Hartanto, FK UI, 2013
-
Cina dan Rusia merupakan dua kubu yang memulai wacana pembentukan
Shanghai Five. Dalam pengambilan keputusan di SCO pun, sangat terlihat dominasi
dan keuntungan yang didapat oleh Cina dan Rusia baik dari segi global power dan
ekonomi. Secara kapabilitas, Cina dan Rusia juga memiliki kapabilitas yang jauh
lebih besar. Hal ini menegaskan posisi Cina dan Rusia yang menguntungkan. Lalu
apakah kedua negara ini merupakan negara yang cenderung ofensif? Bila melihat dari
laju pengeluaran militer keduanya, tidak terjadi arms race yang masif. Namun
sebenarnya keduanya cukup imbang dikarenakan Rusia sudah sangat pesat
perkembangan teknologi persenjataannya dibanding Cina. Selain itu, masih banyak
kapabilitas militer Rusia yang sudah dibangun terlebih dahulu semasa perang dingin.
Rusia dan Cina juga mempraktekkan self-restraint dengan tidak saling
menyerang antar anggota SCO dan juga kepada ancaman di luar SCO secara kolektif.
Sebagai contoh, Rusia dan Cina tidak bertindak agresif terhadap manuver AS di
Timur tengah. Bila Rusia dan Cina tidak mendasari tindakannya dengan postur
defensif, maka yang akan terjadi adalah pengiriman tentara ke daerah konflik dimana
tentara AS berada, merebut pangkalan-pangkalan militer yang AS kuasai di wilayah
Asia Tengah, atau memberikan ultimatum keras terhadap sanksi yang diberikan
kepada Iran. Pada kenyataannya, Rusia dan Cina lebih terlihat ‘lunak’ alam
kebijakan-kebiakannya. Rusia dan Cina lebih terlihat berkonsentrasi kepada
pencapaian-pencapaiannya tanpa campur tangan AS dan tanpa menantang AS secara
terbuka. Dibuktikan juga dengan masuknya India dan Pakistan yang notabene dekat
dengan AS sebagai observer. Dengan kata lain, SCO mengejar keamanan dengan AS
dengan cara memaksimalisasi kekuatannya sendiri (Balance of Power).
Oleh karena itu, jelaslah bahwa negara yang mempunyai keuntungan dalam
SCO adalah Cina dan Rusia, serta mereka berkarakter lebih defensif. Sesuai dengan
tipologi empat dunia Jervis, maka akan terjadi security dilemma di mana postur
ofensif-defensif tidak dapat dibedakan dan negara defensif memiliki posisi
menguntungkan. Keadaan ini kemudian memungkinkan terjadinya kooperasi antar
negara-negara di Asia Tengah. Beberapa pengaturan keamanan diperlukan. Untuk itu,
Kerjasama internasional..., Garry Hartanto, FK UI, 2013
-
SCO mempunyai beberapa perjanjian penting di antaranya Shanghai Convention on
Combating Terrorism, Separatism, and Extremism dan pendirian Counter terrorism
Center di Tashkent. Salah satu implikasi dari security dilemma ini ialah balancing
act yang dilakukan oleh Cina dan Rusia sebagai negara Great Powers dan
buckpassing yang dilakukan oleh negara Asia Tengah lainnya.
Selain karena Security Dilemma di dalam, SCO juga melakukan aksi
balancing akibat ketakutan dari ancaman luar, sebagai contoh misalnya, SCO
menetapkan aliran bebas teknologi yang memungkinkan terjadinya perdagangan
senjata besar-besaran antara negara anggotanya. Dengan demikian, Rusia dan Cina
akan mampu menandingi kekuatan militer AS di wilayah tersebut. Rusia sendiri
merupakan pemasok senjata paling besar di kawasan Asia tengah terutama terhadap
Cina. Perdagangan keduanya termasuk pembelian Russian fighters, unmanned
aircraft, long and short range missiles, sophisticated submarines dan guided-missile
destroyers.56 Hal ini semakin menguatkan negara-negara SCO dalam bidang militer
yang akhirnya semakin mendekati kapabilitas militer AS secara global. Kerjasama
Rusia dan Cina di SCO tidak berhenti sampai disitu saja. Mereka juga melakukan
latihan militer bersama setiap tahunnya yang bertujuan untuk menunjukkan kepada
dunia bahwa kedua negara ini akan berdiri satu dalam dunia militer.
56 Frederick W Stakelbeck, Jr, “The Shanghai Cooperation Organization”, Front Page Magazine. 8 Agustus 2005, hal.7
Kerjasama internasional..., Garry Hartanto, FK UI, 2013
-
Tabel 3.1 Perbandingan Kekuatan Militer AS, Cina, dan Rusia tahun 2008
Amerika Serikat Cina Rusia
Defense Budget Appx $711,000,000,000
Appx $143,000,000,000
Appx $73,000,000,000
Total Aircraft 18,234 5,176 2,749
Total Naval Units 2,384 972 233
Major Ports and Terminal
21 8 7
Destroyers 61 25 14
Submarines 71 63 48
Active Military Personnel
1,477,896 2,285,000 1,200,000
Sumber : Global Fire Power, Countries Comparison, Diakses dari http://www.globalfirepower.com/countries-comparison-detail.asp pada 22 November pkl 17:44 WIB
Begitu pula dalam bidang ekonomi, pembangunan pipa-pipa energi di
kawasan Asia Tengah akan semakin mendorong pertumbuhan ekonomi negara-
negara di kawasan ini. Rusia sangat berkepentingan karena konsumen minyak
utamanya merupakan Cina sedangkan Cina sangat membutuhkan pasokan energi
untuk industrinya. Kerjasama energi antara keduanya sudah terjalin dengan adanya
pengiriman minyak besar-besaran dari Gazprom ke Cina. Rusia menjadi salah satu
pemasok minyak terbesar di SCO untuk Cina selain Iran. Presiden Hu dan Putin
sendiri pada tahun 2006 menyetujui dibangunnya Altai, pipa minyak yang
membentang dari Siberia hingga Cina.57
Selain itu, dalam pertemuan kepala negara pada tahun 2005, negara Asia
Tengah juga sepakat bahwa keberadaan Amerika tidak dibutuhkan lagi di
Afghanistan. Salah satu langkah yang tercatat ialah ketika diktator Karimov
memberikan pesan kepada AS untuk segera mengosongkan karshi-Kanhabad, basis
57 Patrick G Moore, “China Gets its Pound of Russian Flesh”, Asia Times Ed. 24 Maret 2006, hal.24
Kerjasama internasional..., Garry Hartanto, FK UI, 2013
http://www.globalfirepower.com/countries-comparison-detail.asp
-
militer kedua terbesar milik Uni Soviet pada masa perang dingin.58 Dengan hilangnya
izin dalam menggunakan basis militer tersebut, kemampuan AS dalam mencapai
kepentingannya di Afghanistan tentu akan berkurang. Setelahnya pangkalan udara
tersebut dipakai oleh Rusia.
Namun demikian, langkah berani Islam Karimov tidak diikuti oleh
Kyrgizstan. Biskhek tetap memberi izin kepada AS untuk menggunakan pangkalan
militernya, Manas airbase. Sebagai upahnya, bantuan ekonomi diminta oleh
Kyrgiztan. Menariknya, Biskhek juga memberi ijin kepada Rusia untuk
meningkatkan personilnya di pangkalan militer dekat Kyrgiz sebanyak 50% pada
tahun 2006. Dalam beberapa perbincangan SCO, Kyrgiztan juga tengah menjajaki
kemungkinan untuk menyediakan pangkalan militer bagi Cina.59 Kasus terakhir
merupakan bukti bahwa antara Rusia dan Cina sendiri terjadi aksi balance of power
yakni dengan sama-sama meningkatkan kapabilitas militernya di kawasan Asia
Tengah. Contoh di atas juga merupakan bukti bahwa SCO digunakan sebagai
instrumen kepentingan balancing kekuatan besar dunia. Salah satu tindakan yang
tidak sejalan dengan keadaan security dilemma ialah kerjasama Rusia dan Cina, yang
meskipun saling membangun pengaruh di kawasan Asia Tengah, namun juga
melakukan kerjasama besar-besaran di bidang energi dan militer. Lewat kerjasama
ini, Cina terlihat lebih diuntungkan karena aliran kerjasama ini membuat Cina
memiliki teknologi militer yang hampir sama dengan Rusia serta kapabilitas ekonomi
yang besar akibat pasokan energi Rusia.
58 Jim Nichol, “Uzbekistan’s Closure of the Airbase at Karshi-Khanabad: Context and Implications” dalam Congressional Research Service, 2005, hal.35 59 Erich Marquardt, “The Significance of Sino-Russian Military Exercises” dalam Power and Interest News Report, 2006, hal.3-27
Kerjasama internasional..., Garry Hartanto, FK UI, 2013
-
Gambar 3.3 Pangkalan militer AS di Asia dan Timur Tengah
Sumber : Business Insider, “The 15 Maps That Explain The Entire World”, diakses dari http://www.businessinsider.com/the-15-maps-that-explain-the-world-in-2012-2012-6?op=1 pada 22 November 2012 pukul 18:56 WIB
Di sisi lainnya, tindakan buckpassing sangat terlihat dari kebijakan Kyrgiztan
& Uzbekistan yang menyediakan pangkalan militernya baik untuk Cina, Rusia dan
AS. Buck-passing (Melepas tanggung jawab) adalah tindakan suatu negara dengan
tidak mengambil peran secara langsung dalam pertarungan adu kekuatan. Sebaliknya
mendukung negara lain yang mampu menyaingi kekuatan negara besar atau bahkan
berpindah dari sekutu oposisi ke sekutu dalam lingkup great power. Dengan kata lain,
kebijakan yang mendukung dua kekuatan yang berseteru.60
Dari penjelasan di atas, dapat ditarik benang merah bahwa intensi negara-
negara di SCO tidak jelas namun cenderung defensif. Cina dan Rusia pun begitu.
Keduanya merupakan negara yang memiliki posisi lebih menguntungkan
dibandingkan dengan yang lain. Hal ini pada akhirnya memunculkan kondisi Security
Dilemma, dimana negara