kerjasama internasional dalam perspektif ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20330795-ta-garry...

95
UNIVERSITAS INDONESIA KERJASAMA INTERNASIONAL DALAM PERSPEKTIF REALISME, LIBERALISME, DAN KONSTRUKTIVISME, STUDI KASUS: SHANGHAI COOPERATION ORGANIZATION TUGAS KARYA AKHIR GARRY HARTANTO 0906636680 FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM STUDI ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL DEPOK JANUARI 2013 Kerjasama internasional..., Garry Hartanto, FK UI, 2013

Upload: others

Post on 20-Nov-2020

5 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • UNIVERSITAS INDONESIA

    KERJASAMA INTERNASIONAL DALAM PERSPEKTIFREALISME, LIBERALISME, DAN KONSTRUKTIVISME,

    STUDI KASUS: SHANGHAI COOPERATION ORGANIZATION

    TUGAS KARYA AKHIR

    GARRY HARTANTO0906636680

    FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIKPROGRAM STUDI ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL

    DEPOKJANUARI 2013

    Kerjasama internasional..., Garry Hartanto, FK UI, 2013

  • UNIVERSITAS INDONESIA

    KERJASAMA INTERNASIONAL DALAM PERSPEKTIFREALISME, LIBERALISME, DAN KONSTRUKTIVISME :

    STUDI KASUS SHANGHAI COOPERATION ORGANIZATION

    TUGAS KARYA AKHIRDiajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana

    Sosial di Universitas Indonesia

    Garry Hartanto0906636680

    FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIKDEPARTEMEN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL

    DEPOKJANUARI 2013

    Kerjasama internasional..., Garry Hartanto, FK UI, 2013

  • ii

    HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

    Tugas Karya Akhir ini adalah hasil karya saya sendiri,

    dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk

    telah saya nyatakan dengan benar.

    Nama : Garry Hartanto

    NPM : 0906636680

    Tanda Tangan :

    Tanggal : 16 Januari 2013

    Kerjasama internasional..., Garry Hartanto, FK UI, 2013

  • Kerjasama internasional..., Garry Hartanto, FK UI, 2013

  • iv

    KATA PENGANTAR

    Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat

    dan rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan penulisan Tugas Karya Akhir ini tepat

    pada waktunya. Penulisan ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat

    untuk memperoleh gelar Sarjana Sosial Jurusan Ilmu Hubungan Internasional pada

    Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia.

    Dalam membahas isu-isu Internasional, Ilmu Hubungan Internasional

    memiliki tiga paradigma utama, yakni : Realisme, Liberalisme, dan Konstruktivisme.

    Ketiga pandangan ini memiliki beberapa perbedaan esensial dalam melihat satu kasus

    yang sama. Oleh karena itu, dalam tulisan ini saya mencoba untuk memakai ketiga

    paradigma ini ke dalam satu contoh kasus yakni Shanghai Cooperation Organization.

    Shanghai Cooperation Organization (SCO) merupakan sebuah organisasi

    yang berdiri untuk menjaga stabilitas dan keamanan di kawasan Asia Tengah. SCO

    beranggotakan enam negara termasuk Cina dan Rusia. Tulisan ini akan membahas

    dinamika hubungan keenam negara ini di dalam SCO menggunakan beberapa teori

    dan konsep turunan dari tiga paradigma di atas, yakni Realisme Defensif,

    Neoliberalisme Intitusional, dan Norms Dynamic.

    Saya sendiri menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan kelemahan

    dalam Tugas Karya Akhir ini. Untuk itu, saran dan kritik yang membangun sangat

    diperlukan agar kajian ini dapat lebih kaya. Akhir kata, saya berharap agar tulisan ini

    dapat bermanfaat bagi siapapun yang membacanya dan dapat membantu penelitian

    selanjutnya.

    Depok, 16 Januari 2013

    Garry Hartanto

    Kerjasama internasional..., Garry Hartanto, FK UI, 2013

  • v

    UCAPAN TERIMA KASIH

    Penulis mengucapkan terima kasih dan puji syukur yang sebesar-besarnya

    kepada Tuhan Yesus Kristus yang telah menyertai penulis dalam menyelesaikan

    Tugas Karya Akhir dan masa studi di Universitas Indonesia selama 7 semester ini.

    Selain itu, Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak lain

    yang telah ikut membantu penulis lewat berbagai dukungan, antara lain :

    1) Dra. Suzie Sri Suparin S. Sudarman M.A selaku pembimbing penulis yang

    sangat berjasa dalam mengarahkan pemikiran, memberikan kritik, dan

    menyuntikkan semangat kepada penulis,

    2) Edy Prasetyono S.Sos, MIS, Ph.D, atas kesediaannya menjadi penguji ahli

    serta kritik dan sarannya selama sidang yang sangat membangun,

    3) Dra. Nurul Isnaeni MA, selaku Ketua Program S1 dan pemimpin sidang dan

    Aninda Rahmasari S.Sos., M.Litt, selaku sekretaris sidang atas kritik dan

    sarannya semasa sidang,

    4) Andi Widjajanto S.Sos., M.Sc, selaku pembimbing akademis selama masa

    studi di HIUI,

    5) Seluruh dosen, asisten dan staff Departemen HI UI yang tidak dapat

    disebutkan satu persatu,

    6) Orang tua dan adik penulis yang sudah memberikan dukungan moral dan

    materil kepada penulis dalam menyelesaikan studinya di Universitas

    Indonesia

    7) Keluarga HI UI 2009 : Pettisa, Dwinta, Aswin, Indi, Gesa, Catur, Afu, Arlina,

    Candini, Aline, Uwi, Pandu, Darang, Tintin, dicki, Fahmi, Lia, Imung,

    Hindun, Ladia, Jeklin, Iman, Doni, Indah, Mikha, Ryan, Kiki, Sandi, Vale,

    Richard, Widy, Ponda, Tama, Iqbal, Natali, Arif, Husni, hana, ipeh, Bagus

    dan Zein atas canda tawa, cerita dan semangat yang terukir selama ini,

    Kerjasama internasional..., Garry Hartanto, FK UI, 2013

  • vi

    8) Sahabat-sahabat di Ftb Atma Jaya : Jinia, Fungkey, Leo, Audi, dan Yola yang

    selalu memberikan dukungan, kicauan, dan celoteh yang entah mengapa

    selalu berhasil menambah semangat penulis.

    9) Keluarga PRK Gepembri Pelita, terutama Ko Dany dan Ci Motik, KSD

    Immanuel, serta teman-teman lainnya yang tak henti-hentinya mendukung

    dalam doa,

    10) Lusyanah, sahabat terdekat selama beberapa bulan terakhir yang sukses

    membuat penulis rajin menyelesaikan Tugas Akhirnya dengan berbagai

    ‘ancaman’ dan juga doanya,

    11) Keluarga Keilmuan BEM FISIP UI 2009, geng jambo : Natih, Febri, Shinta,

    Fahd, Rozin, Vuty, Galih, Ipeh, dan Zikri,

    12) Keluarga pengurus HMHI 2009 dan 2010 : Bang Adi, Indi, Tya, Jeklin, Irfan,

    Diky, Uli, Ryan, dan K,

    13) Seluruh Teman-teman HI, kakak-kakak 2007 dan 2008 atas bimbingannya

    selama TKHI dan masa studi dan Adik-Adik 2010, 2011, dan 2012,

    Depok, 16 Januari 2013Garry Hartanto

    Kerjasama internasional..., Garry Hartanto, FK UI, 2013

  • vii

    HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASITUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

    Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawahini :

    Nama : Garry HartantoNPM : 0906636680Program Studi : S-1 Reguler Ilmu Hubungan InternasionalDepartemen : Ilmu Hubungan InternasionalFakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu PolitikJenis Karya : Tugas Karya Akhir

    Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada

    Universtas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty-

    Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul :

    “Kerjasama Internasional Dalam Perspektif Realisme, Liberalisme, danKonstruktivisme : Studi Kasus Shanghai Cooperation Organization”

    Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti

    Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan,

    mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database),

    merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama

    saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.

    Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya,

    Dibuat di : Depok

    Pada Tanggal : 16 Januari 2013

    Yang menyatakan

    Garry Hartanto

    Kerjasama internasional..., Garry Hartanto, FK UI, 2013

  • viii Universitas Indonesia

    ABSTRAK

    Nama : Garry HartantoProgram Studi : Ilmu Hubungan InternasionalJudul : Kerjasama Internasional Dalam Perspektif Realisme, Liberalisme,dan Konstruktivisme : Studi Kasus Shanghai Cooperation Organization

    Shanghai Cooperation Organization (SCO) merupakan sebuah institusi keamanan diAsia Tengah yang sangat strategis. Organisasi ini berdiri pada tahun 2001 denganberanggotakan Rusia, Cina, Kazhakstan, Kyrgistan, Tajikistan, dan Uzbekistan.Realisme Defensif memandang organisasi ini sebagai sekumpulan negara defensifyang berada dalam situasi dilema keamanan. Neoliberal Institusionalisme,memandang SCO sebagai institusi yang didasari oleh perhitungan biaya danpencapaian absolut lewat hubungan yang saling tergantung dalam bidang ekonomi.sedangkan Konstruktivisme memandang SCO sebagai sebuah contoh prosesdinamika norma berjalan dalam sebuah institusi.

    Kata Kunci : Shanghai Cooperation Organization, Realisme Defensif, NeoliberalInstitusionalisme, Konstruktivisme

    ABSTRACT

    Name : Garry HartantoMajor : International relationsTitle : International Cooperation in Realism, Liberalism. AndConstructivism Perspective : Case Study Shanghai Cooperation Organization

    Shanghai Cooperation Organization (SCO) is a strategic institution in Central Asia.This Organization was established in 2001 with Russia, China, Kazakhstan,Kyrgyzstan, Tajikistan, and Uzbekistan as the members. Defensive Realism assumesthat SCO is a defensive alliance under Security Dilemma. Neoliberal Institutionalismassumes that SCO is an institution which has built based on cost consideration andabsolute gain through economic interdependence. While Constructivism sees SCO asprocess of Norm Dynamic in institution.

    Key words : Shanghai Cooperation Organization, Defensive Realism, NeoliberalInstitutionalism, Constructivism.

    Kerjasama internasional..., Garry Hartanto, FK UI, 2013

  • ix Universitas Indonesia

    DAFTAR ISI

    HALAMAN JUDUL......................................................................................................i

    HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS..........................................................ii

    LEMBAR PENGESAHAN..........................................................................................iii

    KATA PENGANTAR..................................................................................................iv

    UCAPAN TERIMA KASIH.........................................................................................v

    LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH…………...........…….vi

    ABSTRAK.................................................................................................................viii

    DAFTAR ISI................................................................................................................ix

    DAFTAR GAMBAR....................................................................................................xi

    DAFTAR GRAFIK......................................................................................................xi

    DAFTAR LAMPIRAN................................................................................................xi

    1. PENDAHULUAN....................................................................................................1

    1.1 Latar Belakang.............................................................................................1

    1.2 Perumusan Masalah.....................................................................................3

    1.3 Kerangka Pemikiran....................................................................................4

    1.3.1 Realisme Defensif.........................................................................4

    1.3.2 Neoliberal Institusionalisme.........................................................9

    1.3.3 Konstruktivisme dan Norm dynamic..........................................13

    1.4 Metode Penelitian......................................................................................18

    1.5 Tujuan dan Signifikansi Penulisan............................................................19

    2. SHANGHAI COOPERATION ORGANIZATION (SCO)...................................20

    2.1 Sejarah Singkat Pembentukan Shanghai Cooperation Organization.........20

    2.2 Timeline Peristiwa dalam Shanghai Cooperation Organization................22

    2.3 Profil Umum Negara Anggota Shanghai Cooperation Organization........25

    Kerjasama internasional..., Garry Hartanto, FK UI, 2013

  • x Universitas Indonesia

    3. PEMBAHASAN.....................................................................................................27

    3.1 SCO dalam Perspektif Realisme Defensif.......................................................27

    3.1.1 Karakteristik Defensif Negara-Negara SCO.............................27

    3.1.2 Security Dilemma dalam SCO....................................................31

    3.2 SCO dari Perspektif Liberalisme Institusional................................................38

    3.2.1 Unsur Institusi, Demokrasi dan Ketergantungan dalam

    SCO......................................................................................................38

    3.2.2 Pertimbangan Biaya, Absolute Gain dan Trust Building dalam

    SCO......................................................................................................42

    3.3.3 Analisis SCO berdasarkan Self Interest dan State

    Power...................................................................................................45

    3.3 Konstruktivisme Memandang SCO Melalui Teori Konstruktivisme Sosial dan

    Norm Dynamic.......................................................................................................49

    3.3.1 Norm Dynamic Dalam Pembentukan SCO.................................50

    3.3.2 Perubahan Interest dalam SCO...................................................52

    3.3.3 Pengaruh Budaya, Nilai dan Norma Aktor Politik Dalam

    Pembentukan SCO...............................................................................55

    4. KESIMPULAN......................................................................................................59

    DAFTAR REFERENSI.............................................................................................62

    Kerjasama internasional..., Garry Hartanto, FK UI, 2013

  • xi Universitas Indonesia

    DAFTAR TABEL

    Tabel 1.1 Tipologi Realisme.berdasarkan Realisme Neoklasik....................................5

    Tabel 1.2 Empat Dunia

    Jervis........................................................................................7

    Tabel 1.3 Tahapan Pembentukan dan Internalisasi Norma.........................................18

    Tabel 2.1 Timeline Peristiwa dalam Shanghai Cooperation Organization................23

    Tabel 2.2 Profil Negara-Negara Anggota Shanghai Cooperation Organization........25

    Tabel 3.1 Perbandingan Kekuatan Militer AS, Cina, dan Rusia tahun 2008..............35

    Tabel 4.1 Perbedaan 3 Pendekatan Hubungan Internasional Dalam Memandang

    Shanghai Cooperation Organization………………………………………………………61

    DAFTAR GAMBAR

    Gambar 1.1 Segitiga Kant............................................................................................10

    Gambar 1.2 Norm Life Cycle.......................................................................................16

    Gambar 3.3 Pangkalan militer AS di Asia dan Timur Tengah....................................37

    Gambar 3.4 Nilai dan Komposisi Import Energi Cina dari Rusia...............................41

    DAFTAR GRAFIK

    Grafik 3.1 Anggaran Militer Negara-Negara Anggota SCO 1996-2012 (dalam juta

    US$).............................................................................................................................30

    Grafik 3.2 Anggaran Militer Negara-negara Anggota SCO 1996-2012 (% of

    GDP)............................................................................................................................30

    Gambar 3.5 Tingkat kemiskinan Cina, Rusia, Kyrgistan, dan Kazhakstan 1996-

    2008.............................................................................................................................49

    Kerjasama internasional..., Garry Hartanto, FK UI, 2013

  • BAB 1 PENDAHULUAN

    I.1 Latar Belakang

    Asia Tengah merupakan wilayah pusat dari benua Asia yang terhampar dari

    Laut Kaspia di bagian barat sampai kepada negara Cina di bagian Timur serta

    Federasi Rusia di bagian Utara sampai Afghanistan di bagian Selatan. Wilayah ini

    juga mencakup sedikit teritori Iran, Mongolia dan Tibet. Karena memiliki wilayah

    yang sangat luas, sampai saat ini tidak ada pengertian resmi tentang wilayah mana

    saja yang termasuk wilayah kawasan Asia Tengah. Namun, dalam pengertian

    modern, Asia Tengah biasanya ditautkan ke dalam konteks lima negara bekas

    pecahan Uni Soviet, yakni, Kazhakhstan, Kyrgiztan, Tajikistan, Turkmenistan, dan

    Uzbekistan. Akhiran –stan dalam nama negara-negara tersebut merupakan

    peninggalan kebudayaan Persia yang memiliki arti ‘Tanah dari’. 1

    Wilayah Asia Tengah merupakan tempat berkembangnya kebudayaan-

    kebudayaan besar dunia terutama pada masa kerajaan Persia dan Islam. Wilayah ini

    juga merupakan jalur perdagangan penting yang disebut jalur sutra. Oleh karena itu,

    Asia tengah merupakan wilayah yang kaya akan budaya dan bahasa. Bahasa Rusia

    merupakan bahasa yang paling banyak dipakai di atas Turki.2

    Secara teritori, Kazhakhstan merupakan negara terbesar di wilayah Asia

    Tengah. Sedangkan Uzbekiztan memiliki luas wilayah terkecil namun memiliki

    populasi terbesar. Selain memiliki wilayah terbesar, Kazakhstan juga merupakan

    kekuatan ekonomi terbesar di wilayahnya dengan GDP per kapita mencapai

    $10.694.3 Komoditi utama di wilayah Asia Tengah adalah mineral dan gas alam.

    Bidang energi ialah pos pemasukan terbesar di negara-negara Asia Tengah. Oleh

    1 Touraj Atabaki dan Sanjyot Mehendale, Central Asia and The Caucasus Transnationalism and Dispora, (New York: Rouledge, 2005), hal.66 2 Ibid 3 World Bank, “GDP of Kazhakstan”, diakses dari http://data.worldbank.org/country/kazakhstan pada 14 November 2012 pukul 13:43 WIB

    Kerjasama internasional..., Garry Hartanto, FK UI, 2013

    http://data.worldbank.org/country/kazakhstan

  • karena itu, wilayah Asia Tengah merupakan wilayah yang sangat potensial dari segi

    geostrategi.

    Mengacu pada Zbigniew Brzezinski, negara yang menguasai wilayah Asia

    Tengahlah yang akan menjadi penguasa dunia.4 hal ini mungkin yang menjadi dasar

    dari berdirinya SCO serta keterlibatan Rusia dan Cina disana. Melihat semakin

    menipisnya pasokan minyak di Timur Tengah, keberadaan Asia Tengah sebagai

    region yang kaya energi semakin signifikan. Oleh karena itu, pemabahasan tentang

    wilayah ini sangat penting.

    Dalam perkembangannya, negara-negara di kawasan ini membentuk institusi

    kerjasama bersama negara lainnya dalam berbagai bidang seperti Collective Security

    Treaty Organization (CSTO) pada tahun 1992 dan Shanghai Cooperation

    Organization (SCO) pada tahun 2001. Bila CSTO memfokuskan kerjasama dalam

    bidang militer, SCO berfokus pada berbagai bidang dengan bidang utama pada sektor

    keamanan. Dalam pembahasan kali ini, penulis akan berfokus kepada Shanghai

    Cooperation Organization.

    Shanghai Cooperation Organization menjadi salah satu rezim internasional

    yang sangat vital karena negara anggotanya, meski hanya berjumlah enam,

    menguasai sekitar 60% luas daratan dunia dan populasinya yang mencapai

    seperempat populasi dunia serta setengah dari ras yang ada di dunia. SCO menurut

    para peneliti merupakan tandingan NATO di wilayah Asia. Hal ini dikarenakan

    karakteristik SCO yang lebih fokus pada bidang keamanan serta pernyataan terbuka

    dari menteri luar negeri Rusia :"Shanghai Cooperation Organisation (SCO) is

    working to establish a rational and just world order" – Sergey Levrov. Menteri Luar

    Negeri Rusia-5

    4 Gul Jammas Hussain, “Trilateral triangle”, diakses dari http://www.tehrantimes.com/guljammas-writings/98101-trilaterals-triangulating-in-pakistan pada 21 November 2012 pukul 13:21 WIB 5 Patrick Jackson, “Profile: Putin’s Foreign Minister Lavrov”, diakses dari http://news.bbc.co.uk/2/hi/europe/6242774.stm pada 21 November 2012 pukul 14:22 WIB

    Kerjasama internasional..., Garry Hartanto, FK UI, 2013

    http://en.wikipedia.org/wiki/Zbigniew_Brzezinskihttp://www.tehrantimes.com/guljammas-writings/98101-trilaterals-triangulating-in-pakistanhttp://news.bbc.co.uk/2/hi/europe/6242774.stm

  • Lewat pernyataan di atas, dapat dilihat intensi dari berdirinya SCO ialah

    mencari kekuatan (world order) lewat perimbangan dengan organisasi keamanan

    lainnya, dalam hal ini NATO. Sejak berdiri, SCO sudah berkonsentrasi dalam bidang

    keamanan. Namun demikian kebijakan-kebijakan keamananya tidaklah ekspansif

    bahkan cenderung defensif. Hal inilah yang akan penulis coba analisis dengan konsep

    realisme defensif.

    Di sisi lainnya, SCO merupakan salah satu bentuk dari sebuah rezim

    internasional baru untuk menciptakan perdamaian di Asia Tengah. Hal ini akan

    penulis analisis dengan konsep liberalisme institusional. Lebih dari itu, negara yang

    tergabung di dalam SCO merupakan negara yang masing-masing memiliki identitas-

    identitasnya sendiri. Dalam bagian konstruktivisme akan dibahas bagaimana

    identitas-identitas ini kemudian dapat melebur menjadi satu identitas yakni SCO.

    Selain identitas, akan dibahas interest apa yang kemudian menjadi insentif bagi

    negara anggota SCO untuk tetap mempertahankan kerjasama ini.

    Secara garis besar, penulis akan menganalisis SCO melalui tiga pandangan

    dalam ilmu hubungan internasional, yakni realisme defensif, liberalisme

    institusionalisme dan konstruktivisme. Melalui realisme defensif akan dilihat SCO

    sebagai perimbangan kekuatan organisasi keamanan lainnya. Lewat liberalisme

    institusional akan dilihat SCO sebagai institusi sebagai dampak globalisasi untuk

    mencapai absolute gain. Terakhir, akan dianalisis SCO dari sudut pandang

    konstruktivisme dengan melihat perubahan identitas dan interest dari tiap negara

    anggotanya.

    I.2 Perumusan Masalah

    Dengan mengacu kepada penjelasan dalam latar belakang sebelumnya,

    penulis akan berusaha menjawab pertanyaan Bagaimana perspektif Realisme,

    Liberalisme dan Konstruktivisme menjelaskan kerjasama Internasional dalam

    Shanghai Cooperation Organization (SCO)? Penjelasan akan dibatasi dari tahun

    Kerjasama internasional..., Garry Hartanto, FK UI, 2013

  • 1996 ketika Shanghai Five berdiri, tahun 2001 pada saat SCO berdiri, dan sampai

    pada tahun 2012 dimana penulis melakukan penelitian.

    I.3 Kerangka Pemikiran

    Dalam menjelaskan kerjasama Internasional di dalam Shanghai Cooperation

    Organization, penulis akan menggunakan tiga perspektif dalam ilmu hubungan

    internasional yakni, perspektif realisme, liberalisme dan konstruktivisme. Lebih

    spesifik akan digunakan perspektif reaslisme defensif, liberalisme institusional, dan

    konstruktivisme.

    I.3.1 Realisme Defensif

    Realisme merupakan salah satu pendekatan atau kerangka teori dalam ilmu

    hubungan internasional yang paling awal serta memiliki pengertian yang sangat

    beragam. Walaupun pandangan beberapa analis dan peneliti memiliki perbedaan satu

    dengan yang lainnya, namun umumnya, realist memiliki asumsi dasar yang sama

    terhadap realisme. Asumsi-asumsi tersebut antara lain 1) Negara sebagai aktor

    uniter, 2) Sistem Internasional bersifat anarkis, 3) Negara bertindak berdasarkan

    tindakan rasional, dan 4) power dan keamanan merupakan tujuan utama negara.6

    Pemikiran Realisme sudah berkembang dari berabad-abad yang lalu.

    Beberapa pemikiran awal realisme yang terkenal adalah tulisan Thucydides, History

    of the Peloponnessian War, strategi militer Cina, Art of War, yang ditulis oleh Sun

    Tzu dan Arthasastra, tulisan pemimpin India abad awal, Kautilya. Pada abad ke 14

    dan 15, Niccolo Machiavelli dan Thomas Hobbes juga ikut menulis tentang

    bagaimana natur seorang manusia untuk mencari kekuasaan atau power.

    Realisme dapat dibagi ke dalam beberapa tipologi dasar. Antara lain Realisme

    Klasik yang berpendapat bahwa sifat dasar manusia adalah jahat dan akan berusaha

    untuk mencapai kepentingannya atau power. Pencetus pandangan ini antara lain ialah

    E.H. Carr. Lalu muncul pandangan Neorealisme atau Realisme struktural yang

    6 Jack Donelly, Realism and International Relations, (UK: Cambridge University Press, 2000), hal.9

    Kerjasama internasional..., Garry Hartanto, FK UI, 2013

  • menganggap bahwa struktur yang anarkislah yang mendorong negara untuk mengejar

    power. Pandangan ini dikemukakan oleh Kenneth Waltz. Terakhir, muncul realisme

    neoklasik yang merupakan sintesa dari pandangan klasik dan struktural. realisme

    neoklasik lebih fokus untuk meneliti bagaimana distribusi power dalam sistem

    internasional, persepsi domestik terhadap sistem internasional dan kebijakan luar

    negeri suatu negara.7

    Realisme defensif sendiri merupakan salah satu cabang dalam pandangan

    Neorealisme dan Neoklasik Realisme di ilmu hubungan Internasional. Pandangan ini

    semakin berkembang ketika terjadi perdebatan antara pandangan neorealis dan

    neoliberalis tentang kooperasi dan gain yang akan didapat oleh negara. Suatu negara

    dikatakan defensif atau ofensif dalam realisme neoklasik berdasarkan pada tabel di

    bawah ini :

    Tabel 1.1 Tipologi Realisme.berdasarkan Realisme Neoklasik

    Defensive Realism Offensive Realism

    Phenomena Explains State Policy and Behavior State Policy and Behavior

    Level of analysis State State

    Anarchy Benign, Relatively Peaceful Unclear, difficult to

    distinguish

    Power Means not an end, maintain

    offensive/defensive balance

    Means not an end,

    maximization power

    State Behavior Great Powers Cooperate,

    Buck Passing

    Expansion

    Sumber : Liu Feng dan Zhang Ruizhuang, “The Typologies of Realism” dalam Chinese Journal of International Politics Vol 1 (1), 2006, hal.119

    7 Liu Feng dan Zhang Ruizhuang, “The Typologies of Realism” dalam Chinese Journal of International Politics Vol 1 (1), 2006, hal.119

    Kerjasama internasional..., Garry Hartanto, FK UI, 2013

  • Tabel di atas menunjukkan cara realisme defensif mengatasi dunia anarki

    yang relatif damai dengan melakukan kooperasi antar Great Powers atau

    buckpassing. Selain dari tabel di atas, dapat diketahui juga apakah suatu negara

    melakukan strategi pertahanannya berdasarkan realisme defensif atau realisme ofensif

    dari beberapa faktor. Antara lain 1) Ideologi negara tersebut (Toleran atau tidak), 2)

    Kebijakan terhadap minoritas di dalam negaranya, 3) kebijakan terhadap tetangganya

    yang lebih lemah, 4) kebijakan militer dan persenjataannya. Empat kriteria ini sangat

    dipengaruhi oleh pengendalian diri (self-restraint) dari suatu negara. Realisme

    defensif mempraktekkan pengendalian diri dan bersedia untuk ‘dipaksakan’

    (constraint) karena dirinya tidak berniat untuk mengeksploitasi atau memperlemah

    negara lainnya.8

    Menurut realisme defensif, power merupakan alat untuk mencapai kekuatan,

    bukan tujuan utama dari suatu Negara. Tujuan utama dari negara adalah keamanan.

    Jervis dalam tulisannya mengungkapkan keadaan yang memungkinkan negara untuk

    mempertahankan status-quo atau melakukan kerjasama tergantung dari security

    dilemma yang dialami oleh dua negara tersebut. Dilema yang dialami juga tergantung

    dari persepsi suatu negara terhadap negara lainnya.9 Apakah suatu negara dianggap

    memiliki intensi untuk ofensif atau tidak. Menurut Shiping Tang security dilemma

    ialah keadaan di mana dua negara defensif yang tidak memiliki intensi saling serang

    namun takut akan masa depannya masing-masing.10 Dalam pengertian ini ada

    beberapa faktor penting yang mendefinisikan keadaan security dilemma yakni

    Defensive state, offensive intention, dan fear.

    Lebih jauh lagi, Jervis mengungkapkan tiga situasi yang memungkinkan

    terjadinya security dilemma. Pertama, bila insentif untuk kooperasi tinggi dan biaya

    yang dikeluarkan rendah. Kedua, apabila insentif untuk terjadinya pembelotan

    (defect) rendah dan biaya bila tidak berkooperasi tinggi. Ketiga, apabila ekspektasi

    8 Andrew Kydd, “Sheep in Sheep’s Clothing: Why Security Seekers Do Not Fight Each Other” dalam Security Studies Journal Vol 7 (2), 1997, hal.114-155 9 Robert Jervis, “Cooperation Under the Security Dilemma” dalam World Politics Journal Vol 30 (2), 1978, hal. 167-214 10 Tang Shiping, “The Security Dilemma: A Conceptual Analysis” dalam Security Studies Vol 18 (3), 2009, hal. 594

    Kerjasama internasional..., Garry Hartanto, FK UI, 2013

  • atau persepsi kedua negara tinggi antara satu dengan yang lainnya. Lebih jelasnya,

    dapat dilihat melalui tabel berikut :

    Tabel 1.2 Empat Dunia Jervis

    Offense Has The

    Advantage

    Defense Has The

    Advantage

    Offensive Posture Not

    Distinguishable From

    Defensive One

    Doubly Dangerous Security Dilemma, but

    security requirement may

    be compatible

    Offensive Posture

    Distinguishable From

    Defensive One

    No Security dilemma, but

    aggression possible.

    Status-quo states can

    follow different policy

    than aggressors.

    Warning given.

    Doubly stable

    Sumber : Robert Jervis, “Cooperation Under the Security Dilemma” dalam World Politics Journal Vol 30 (2), 1978, hal. 167-214

    Dari tabel di atas dapat dilihat empat kemungkinan dunia bagi Jervis. Tabel

    pertama menunjukkan negara yang tidak jelas intensinya dan memiliki keuntungan.

    Karena intensinya yang tidak jelas, maka akan sangat mungkin terjadi mispersepsi

    dan ekpektasi yang rendah. Ditambah insentif untuk melakukan pembelotan yang

    tinggi, maka security dilemma tidak terjadi. Menyerang lebih dulu merupakan aksi

    yang paling menguntungkan dan arm race adalah kebijakan yang dilakukan.11

    Tabel kedua menjelaskan keadaan di mana negara defensif memiliki

    keuntungan dan intensi ofensif atau defensif tidak dapat dibedakan. Dalam situasi ini,

    intensi yang tidak jelas akan berusaha diwadahi dalam sebuah kebijakan keamanan.

    Karena negara defensif memiliki keuntungan, maka setiap aksi ofensif akan

    11 Ibid

    Kerjasama internasional..., Garry Hartanto, FK UI, 2013

  • ditanggapi dengan lambat sehingga tidak menimbulkan konflik. Negara defensif juga

    melakukan peningkatan persenjataan namun bukan untuk menyerang melainkan

    untuk menjaga dirinya dari insecurity yang dialaminya. Dalam keadaan ini, dilakukan

    balance of power oleh negara defensif untuk menjaga keseimbangan dengan negara

    ofensif. Dalam situasi demikian, security dilemma terjadi dan kooperasi dilakukan

    untuk mencegah konflik dan memeriksa intensi.12 Di sini, terlihat insentif kerjasama

    yang tinggi, biaya yang tinggi apabila tidak melakukan kooperasi serta ekspektasi

    yang tinggi.

    Tabel ketiga menunjukkan dominasi negara ofensif serta intensi yang jelas

    dari negara ofensif tersebut. bila negara ofensif memiliki cukup kekuatan maka akan

    terjadi perang. Bila tidak maka status-quo dan kooperasi mungkin saja terjadi.

    Namun security dilemma tidak terjadi karena salah satu negara sudah mempunyai

    intensi ofensif. Ekspetasi antar negara rendah dan insentif pembelotan yang juga

    tinggi.13

    Tabel keempat merupakan keadaan di mana negara defensif di posisi yang

    menguntungkan dan intensinya yang sangat jelas. Dalam keadaan ini, kondisi dunia

    relatif aman. kerjasama berlaku karena antar negara tidak memiliki intensi saling

    serang. Bisa dikatakan, dalam keadaan ini security dilemma alpa.14 Tabel ini hampir

    sama dengan tabel yang dibuat oleh Shiping Tang. Dalam pembagiannya Shiping

    Tang menggunakan indikator objektif dan subjektif apakah sebuah negara

    mengetahui intensi negara lain atau tidak. Disini, persepsi dan intensi kembali

    memainkan peranan penting.15 Realisme defensif di atas menjelaskan bagaimana

    negara defensif melakukan kerjasama dalam kondisi security dilemma. Konflik dapat

    dihindari dan maksimalisasi power untuk intensi ofensif dianggap tidak bijak.

    12 Ibid 13 Ibid 14 Ibid 15 Tang, Opcit, hal. 600

    Kerjasama internasional..., Garry Hartanto, FK UI, 2013

  • I.2 Liberalisme Institusional

    Ide dari teori ini muncul pertama kali dari pemikiran John Locke, Hugo

    Grotius, dan Immanuel Kant. Terutama Kant, berasumsi bahwa perdamaian adalah

    sebuah proses natural dalam diri tiap individu dalam mencapai self-interestnya. Kant

    juga percaya pada individu yang dapat memitigasi dan menanggulangi konflik lewat

    struktur pemerintahan bersama. Pandangan Kant ini kemudian dikenal dengan

    perspektif liberalisme institusional.16

    Kaum neoliberal institusionalisme setuju dengan pendapat kaum realis bahwa

    sistem dunia ini adalah anarki, di mana tidak ada otoritas yang berada di atas negara

    berdaulat. Kemudian, kaum ini juga setuju dengan state sebagai unitary actor. Teori

    ini mengatakan bahwa Negara tetap memegang peran paling penting dan menjadi alat

    analisa utama dalam hubungan internasional. Bedanya, neoliberal institutionalisme

    percaya bahwa perang dapat dihindari lewat keterkaitan antara demokrasi,

    perdagangan internasional, dan organisasi internasional. Realist sendiri percaya

    bahwa perang hanya bisa dihindari dengan deterrence lewat peningkatan rasio

    kekuatan, aliansi, dan power distance. Kesamaan dan perbedaan argumen antara

    neorealist dan neoliberal ini menimbulkan banyak perdebatan. Dua argumen bantahan

    utama kaum neoliberal terhadap neorealist adalah adanya interdependence dan

    stabilitas hegemoni dalam dunia yang dikatakan anarki ini.

    16 Immanuel Kant, Kant’s political Writings, (UK: Cambridge University Press,1970), hal.76

    Kerjasama internasional..., Garry Hartanto, FK UI, 2013

  • Gambar 1.1 Segitiga Kant

    Sumber : Immanuel Kant, “Perpetual Peace: A Philosophical Sketch” dalam Kant’s political Writings (UK: Cambridge University Press,1970), hal.76

    Teori ini semakin berkembang sejak berakhirnya Perang Dunia II serta

    dibentuknya Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Perkembangan teori ini terjadi

    ketika Robert Keohane dalam bukunya semakin menguatkan argumen-argumen

    liberalisme institusional. Argumen-argumen baru yang dikemukakan ialah adanya

    power interdependence atau saling ketergantungan antarnegara dalam interaksi global

    sekarang ini. Keohane mengatakan bahwa interaksi ini pada akhirnya akan

    melunturkan otoritas dan otonomi sebuah negara untuk bertindak atas pertimbangan

    yang unilateral. Kondisi yang digambarkan oleh Keohane merupakan kondisi yang

    sangat ideal bagi sebuah kerjasama di mana intensi negara untuk bekerjasama benar-

    benar murni untuk merangkul negara lain dalam kebersamaan dan menciptakan

    perdamaian dunia.17

    Dalam kerjasama menurut Keohane, setiap Negara tidak memperhatikan

    keuntungan jangka pendek, melainkan jangka panjang, sehingga kerjasama menjadi

    masuk akal. Neoliberal institusionalisme sedikit banyak setuju dengan kaum realis,

    hanya saja mereka lebih optimistis dalam membentuk perdamaian antar Negara.

    Dalam teori ini, mereka tidak memperhatikan relative gain (di mana keuntungan satu

    negara dibandingkan dengan keuntungan Negara lain), tetapi absolute gain, di mana

    17 Robert O. Keohane, “After Hegemony: Cooperation and Discord” dalam the World Political Economy, (New Jersey : Princeton University Press,1984), hal. 35-52

    Kerjasama internasional..., Garry Hartanto, FK UI, 2013

  • keuntungan tidak dibandingkan, yang menjadi penting adalah keuntungannya

    sendiri.18

    Pertimbangan biaya juga merupakan salah satu yang paling penting dalam

    membuat suatu institusi. Dengan institusi, biaya yang dikeluarkan untuk menghadapi

    ancaman lebih kecil. Apalagi bila yang dihadapi merupakan common threat. Oleh

    karena itu, institusi dapat dipandang sebagai tempat fasilitasi kerjasama untuk

    mengejar kepentingan bersama.19

    Bagaimanapun juga, terdapat beberapa hal yang para kaum neoliberal

    institutionalisme anggap sebagai ancaman. Ancaman terbesar bagi kerjasama yang

    diwadahi oleh institusi adalah pembelotan, yang disebut cheating atau defection.

    Maka itu, teori ini menekankan kepada pembentukan institusi dan pertemuan tingkat

    tinggi sebagai sarana untuk memperbesar arus informasi antar Negara sehingga tidak

    terjadi lack of trust, karena mereka menyadari situasi yang tidak aman berawal dari

    kurangnya kepercayaan.20 Aliran informasi ini merupakan salah satu sarana untuk

    membangun kepercayaan (trust building).

    Institusi sendiri didefinisikan oleh neoliberal institusionalisme sebagai

    ‘seperangkat peraturan yang terkoneksikan satu sama lain dan tetap, untuk

    memperkirakan peran dan perilaku serta membentuk ekspektasi. Sebisa mungkin,

    fungsi dari institusi harus terspesialisasi agar interest yang berbeda-beda dapat saling

    bertemu. Hal ini juga membuat institusi mempunyai batasan yang jelas. Menurut

    Keohane, institusi digunakan untuk mencapai minimal tiga tujuan. 1) mencari

    kekuatan hegemoni, 2) memecahkan masalah dan membuat keadaan better-off atau

    impas, 3) menjaga hubungan negara dalam satu organisasi.21

    Krasner yang seorang realist juga berpendapat bahwa untuk mewadahi semua

    kepentingan, lebih baik dibentuk sebuah rezim internasional. Rezim internasional

    18 Ibid 19 Ibid 20 Robert O. Keohane, “International Institutions: Two Approaches” dalam International Studies Quarterly, Vol. 32 (4), 1988, hal. 379-396 21 Keohane, Opcit, hal. 47

    Kerjasama internasional..., Garry Hartanto, FK UI, 2013

  • ialah sekumpulan prinsip, norma, aturan, dan keputusan yang dibuat secara eksplisit

    maupun implisit. Rezim merupakan sebutan bagi institusi yang lebih terspesialisasi.

    Dalam tulisannya, Krasner mengembangkan teori tentang Regime Development.

    Menurutnya, terdapat beberapa syarat yang menjaga perkembangan rezim. Syarat-

    syarat tersebut antara lain 1) Kepentingan (Egoistic Self Interest), 2) Norma, Prinsip,

    dan kebiasaan, 3) Kekuatan Politik, dan 4)Pengetahuan dan teknologi. Secara khusus,

    Krasner menjelaskan bahwa kekuatan politik berkaitan dengan bagaimana Great

    Powers, dalam suatu institusi, menyetir kebijakan negara-negara lainnya dan

    memastikan terjadinya distribusi kekuatan. 22

    Berkaitan dengan jenis-jenis rezim, Grieco, seorang neorealist, membagi

    rezim ke dalam tiga karakteristik yakni yang berdasarkan Ruled-based, Small-group,

    dan regional cooperation. Rezim yang berdasarkan Ruled-Based memiliki

    mekanisme hukum dan struktur yang jelas. Salah satu contohnya adalah World Trade

    Organization. Rezim yang bercirikan small-group biasanya merupakan perkumpulan

    informal antara kepala negara atau pembuat kebijakan untuk membicarakan masalah

    tertentu namun tidak ada peraturan yang mengikat. Sedangkan rezim dalam sebuah

    organisasi regional cakupannya lebih sempit dan memiliki keuntungan karena fokus

    pemecahan masalahnya lebih jelas.23

    Lebih jauh lagi Grieco menjelaskan bahwa lewat pasar yang terintegrasi,

    keamanan dan kepentingan politik dapat dicapai. Terdapat beberapa kepentingan

    politik dan strategi dalam kebijakan pasar ini. Yang pertama negara dapat

    mengkalkulasi seberapa besar kekuatan teknologi dan sumber daya negaranya

    sehingga bisa tercapai pertumbuhan ekonomi yang menciptakan keamanan dan

    menambah kekuatan negara. Yang kedua, kesempatan untuk mempengaruhi arah

    ekonomi dan politik negara lainnya. Ketiga, memperkuat ikatan kerjasama sehingga

    22 Stephen Krasner, International Regimes, (Ithaca: Cornell University Press, 1981), hal 27 23 Joseph M. Grieco dan G. John Ikenberry, State Power and world Markets, (New York: W.W Norton & Company, 2003), hal. 293-297

    Kerjasama internasional..., Garry Hartanto, FK UI, 2013

  • balance of power dapat dikurangi. Keempat, mencapai kepentingan dan kekuatan

    negara.24

    Grieco, mendasari pemikirannya berdasarkan relative gain. Grieco

    berpendapat bahwa dalam suatu organisasi relative gain tetap ada namun sangat kecil

    dan kalah dibandingkan absolute gain dan tetap signifikan. Selain itu, intensi untuk

    bargaining dalam kondisi mencapai absolute gain, sering dipandang sebagai aksi

    untuk mencari relative gain. Kecurigaan ini akan berkurang seiring dengan

    berjalannya waktu dan interaksi. Secara visioner, Grieco juga menjelaskan negara

    bersifat otomistik yakni hanya berkonsentrasi pada apa yang dia dapat di saat ini saja.

    Padahal, menurut Grieco, yang harus diteliti ialah kemungkinan relative gain yang

    akan didapat oleh suatu negara di masa mendatang. 25

    Tulisan Krasner dan Grieco merupakan kritik atas teori neoliberal institusional

    Keohane. Krasner memandang institusi sebagai alat bagi negara Great Powers untuk

    menanamkan pengaruhnya di dunia internasional tanpa melakukan pergerakan militer

    masif. Karena menurutnya, sebesar apapun kekuatan Great Power saat ini, mereka

    tidak akan mampu mengokupasi semua negara di dunia yang berjumlah 190 lebih. Di

    satu sisi, Grieco lebih menekankan pada kekuatan negara (state power) dalam suatu

    institusi atau rezim. Menurutnya, rezim atau institusi, hanyalah tempat untuk

    mendapatkan relative gain yang terselubung. Jadi, kedua kritik ini memandang rezim

    atau institusi dengan esensi yang berbeda walaupun dengan bentuk yang sama.

    I.3.3 Konstruktivisme Sosial26 dan Norms Dynamic27

    Konstruktivisme merupakan sebuah sudut pandang baru dalam ilmu

    hubungan internasional yang mempertanyakan metode ilmiah realisme dan

    24 Joseph M. Grieco, “Anarchy and The Limits of Cooperation : A Realist Critique of the Newest Liberalism Institutionalism” dalam International Organization Vol 42 (3), 2003, hal. 485-507 25 Ibid 26 Alexander Wendt, “Anarchy is what state make of it: the social construction of power politics” dalam International organization journal Vol 46 (2),1992, hal. 391-425 27 Martha Finnemore dan Kathryn Sikkink, “International Norm Dynamic and Political Change” dalam International Organization Journal Vol 52 (4), 1998, hal. 887-917

    Kerjasama internasional..., Garry Hartanto, FK UI, 2013

  • liberalisme. Teori ini pertama kali ditulis oleh Onuf namun di telaah secara lebih

    mendalam oleh Alexander Wendt. Dalam teori ini, Wendt mencoba untuk

    mengembangkan jalur pemikiran tengah antara rasionalis dan reflektivis. Selain itu

    Wendt juga mencobah menelaah teori ini dari sudut pandang epistemologi positivis

    dan ontologi positivis. Konstruktivisme Wendt berargumen bahwa sistem

    internasional adalah hasil dari konstruksi yang pada akhirnya memiliki nilai sosial,

    norma, dan asumsi sesuai dengan yang diimbuhinya.

    Teori Konstruktivis ini secara singkat menjelaskan beberapa hal. Pertama ide

    dari perspektif ini memberikan pemahaman konteks yang lebih luas daripada satu

    pengertian saja. Artinya dalam memandang suatu kasus, konstruktivis tidak

    melakukan generalisisasi dan terpaku pada asumsi-asumsi yang kaku. 28

    Kedua, konstruktivis menekankan pada dimensi sosial yang terdiri dari

    norma, nilai dan aturan yang disebarluaskan. Sebagai contoh, konstruktivisme

    menjelaskan bagaimana pemikiran Gorbachev menjadi dasar bagi berakhirnya perang

    dingin atau bagaimana aktor-aktor yang memiliki budaya dan nilai yang berbeda

    memiliki kebijakan yang berbeda. Ketiga, konstruktivis berargumen bahwa politik

    internasional merupakan dunia yang dibentuk. Argumen ini menantang ide ‘struktur’

    yang dijelaskan oleh teori neorealis dan neoliberal. Dengan argumen ini,

    konstruktivisme menjelaskan bagaimana proses interaksi akhirnya yang membentuk

    struktur tersebut. Alexander Wendt juga berpendapat bahwa dalam proses konstruksi,

    aktor-aktor yang ada juga tidak lepas dari pembentukan identitas yang dipertajam

    oleh budaya, sosial, dan situasi politik di mana mereka terlibat. 29

    Struktur merupakan salah satu pembahasan yang cukup penting bagi

    konstruktivisme yang membedakan dirinya dengan perskpektif rasionalis. Para

    rasionalis memandang struktur adalah kumpulan kompetisi dan distribusi kapabilitas.

    Struktur lah yang mendesak perilaku para aktor di dalamnya. Oleh karena itu,

    tindakan paling rasional bagi para aktornya ialah memaksimalkan kepentingannya.

    28 Wendt, Opcit, hal 398 29 Ibid

    Kerjasama internasional..., Garry Hartanto, FK UI, 2013

  • Melihat hal tersebut, dapat disimpulkan tindakan para aktor dalam asumsi rasionalis

    didasarkan pada logic of consequences.30

    Berbeda dengan pandangan rasionalis, konstruktivisme berfokus pada

    norma dan pengertian tentang suatu aksi. Struktur tidak hanya mendesak perbuatan

    aktor, namun struktur merupakan identitas dari aktor itu sendiri. Apa yang rasional

    tergantung dari apa yang sah (legitimate). Apa yang sah tergantung dari norma dan

    nilai yang berlaku di dalam diri individu atau organisasi tertentu. Di sini, berlaku

    intersubjektivitas. Oleh karena itu disimpulkan bahwa tindakan para aktor didasarkan

    pada logic of appropriateness.31

    Menurut para konstruktivis lagi, hubungan yang terjalin oleh para aktor

    dalam ilmu hubungan internasional adalah hubungan yang saling membangun

    (mutually constituted). Mereka melihat hubungan antara agen dan struktur dan

    bagaimana struktur mempengaruhi aktor dan sebaliknya. Proses hubungan ini, seiring

    berjalannya waktu, terus berevolusi dan hasil akhirnya sangat dipengaruhi oleh situasi

    budaya, sosial, dan politik. Hal inilah yang dalam tulisan Wendt disebut

    knowledgeable practices constituted subject di mana seorang aktor berubah menjadi

    subjek ketika muncul saling pengertian di antara mereka. Hal ini pula yang Wendt

    personifikasikan dalam kisah Alter Ego. 32

    Salah satu penjelasan penting tentang bagaimana sebuah institusi dapat

    terbentuk dari sudut pandang konstruktivisme ialah penjelasan norms dynamic oleh

    Martha Finnemore dan Kathryn Sikkink. Dalam tulisannya mereka menjelaskan

    proses terbentuknya norma dan bagaimana norma itu mempengaruhi politik yang

    rasional. Norma ialah aturan standard yang dianggap pantas yang memberikan

    identitas tertentu. Menurut March dan Olsen, institusi merupakan kebiasaan atau

    aturan kolektif yang mendifinisikan perilaku kumpulan aktor tertentu dalam situasi

    31 Ibid 32 Ibid

    Kerjasama internasional..., Garry Hartanto, FK UI, 2013

  • tertentu. Kedua pengertian di atas memiliki unsur yang sama. Perbedaannya hanya

    terletak pada kolektivitas institusi.33

    Norma yang berlaku di dalam institusi merupakan pandangan yang

    intersubjektif. Sesuatu dapat disebut norma ketika di dalamnya punya keharusan yang

    dipandang baik dan menjadi moral bersama serta terdapat banyak aktor yang

    mengakuinya. Menurut Finnemore dan Sikkink, ada proses pembentukan norma yang

    disebut norm entrepreneurs. Proses ini menjelaskan bagaimana norma pada awalnya

    terbentuk dalam lingkup yang domestik dan berkembang menjadi norma

    internasional. Struktur internasional atau organisasi internasional juga merupakan

    hasil interaksi ide dan nilai yang berlaku di lingkup kecil (negara) yang kemudian

    membentuk struktur (organisasi). Dalam proses tersebut terdapat 3 tahapan penting

    yang disebut Norms Life Cycle. 34

    Gambar 1.2 Norm Life Cycle

    Tahap pertama ialah Norms Emergence. Di dalam tahap ini, seorang agen

    perubahan akan mengusulkan norma baru yang mempunyai nilai kuat. Agen tersebut

    disebut Norm Entrepreneur. Motivasi dari agen tersebut bisa berupa empati,

    komitmen, atau idealisme tertentu. Dalam organisasi internasional, satu atau dua

    negara dapat menjadi agen perubahannya yang akhirnya mempengaruhi critical mass

    atau massa penting yang dapat melegitimasi norma yang dibawa lewat persuasi

    33 Finnemore dan Sikkink, Opcit, hal.894 34 Ibid

    Tipping Point

    Sumber : Martha Finnemore dan Kathryn Sikkink, “International Norm Dynamic and Political Change” dalam International Organization Journal Vol 52 (4), 1998, hal. 887-917

    Kerjasama internasional..., Garry Hartanto, FK UI, 2013

  • tertentu. Titik di mana critical mass melegitimasi norma yang dibawa oleh agen

    disebut tipping point.35

    Tahap kedua disebut Norms Cascade. Dalam tahap ini terjadi proses

    imitasi oleh anggota yang berusaha dipengaruhi sebelumnya oleh agen perubah.

    Proses ini biasanya dilakukan oleh negara dalam platform organisasi internasional.

    Motivasi ikutnya aktor ke dalam norma tersebut bervariasi. Antara lain, adanya

    tekanan untuk ikut bekerjasama, keinginan untuk memperkuat legitimasinya di dunia

    internasional, atau mencapai kepuasan dan kepentingan tertentu. Tugas utama agen

    perubah adalah menjadikan aktor yang tidak setuju dengan norma menjadi patuh. Hal

    ini dapat dicapai dengan berbagai cara, salah satunya pelaksanaan treaty, emulasi,

    pujian normatif, pengucilan, dan sosialisasi.36

    Tahap ketiga merupakan tahap di mana norma sudah menjadi sesuatu

    yang taken for granted disebut tahap internalization. Dalam tahap ini, semua aktor

    sudah menyetujui dan menjalankan norma tersebut tanpa bertanya lagi karena norma

    sudah dianggap sesuatu yang legitimate dan appropriate. Dalam tahap ini hukum

    yang jelas serta jajaran birokrasi dalam suatu organisasi memegang peranan penting.

    Konformitas ialah motivasi utama dalam tahap ini. Semua aktor berusaha untuk

    masuk ke dalam norma. Institusionalisasi merupakan mekanisme untuk mencapai

    tahap ini.37

    35 Ibid 36 Ibid 37 Ibid

    Kerjasama internasional..., Garry Hartanto, FK UI, 2013

  • Tabel 1.3. Tahapan Pembentukan dan Internalisasi Norma

    Stage 1

    Norm Emergence

    Stage 2

    Norm Cascade

    Stage 3

    Internalization

    Actors Norm

    Entrepreneurs

    with

    organizational

    platform

    States, International

    Organizations,

    networks

    Law, Profession,

    bureaucracy

    Motives Altruism,

    emphaty,

    ideational,

    commitment

    Legitimacy,

    Reputation, esteem

    Conformity

    Dominant

    Mechanism

    Persuasion Socialization,

    Institutionalization,

    demonstration

    Habit,

    Institusionalization

    Sumber : Martha Finnemore dan Kathryn Sikkink, “International Norm Dynamic and Political Change” dalam International Organization Journal Vol 52 (4), 1998, hal. 887-917

    Dalam hubungannya dengan pilihan rasional, Finnemore dan Sikkink

    juga mengatakan bahwa norma merupakan strategi konstruksi sosial yang dilakukan

    oleh agen untuk memaksimalkan utilitasnya (strategic social construction). Aktor

    mengkonstruksi dan ikut ke dalam norma, karena norma tersebut membantu mereka

    untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan. Salah satu cara konstruksi norma

    tersebut ialah dengan menentukan value dan meaning yang jelas dalam kooperasi.38

    I.4 Metode Penelitian

    Metode penelitian akan menggunakan data kualitatif dan kuantitatif namun

    tetap mengambil kesimpulan secara kualitatif. Hal ini dilakukan karena keterbatasan

    penulis dalam meneliti langsung hubungan antara berbagai perspektif yang ada

    38 Ibid

    Kerjasama internasional..., Garry Hartanto, FK UI, 2013

  • dengan kasus Shanghai Cooperation Organization. Oleh karena itu, tulisan ini dibuat

    dengan menggabungkan berbagai sumber terpercaya serta referensi dari penelitian

    sebelumnya.

    I.5 Tujuan dan Signifikansi Penelitian

    Tujuan dari penulisan ini ialah memberikan pemahaman yang komprehensif

    tentang Shanghai Cooperation Organization dipandang dari tiga perspektif yang

    berbeda dalam ilmu Hubungan Internasional. Dengan ini, diharapkan pembaca dapat

    mengklasifikasikan perbedaan antara tiga pandangan utama ini terutama dalam

    memandang satu kasus yang sama.

    Kerjasama internasional..., Garry Hartanto, FK UI, 2013

  • BAB 2 Shanghai Cooperation Organization

    2.1 Sejarah Singkat Pembentukan Shanghai Cooperation Organization

    Shanghai Cooperation Organization merupakan organisasi keamanan antar

    negara yang dibentuk pertama kali pada tahun 2001 di Shanghai. Enam negara

    tercatat merupakan member tetap dari organisasi ini, yakni Cina, Kazakhstan,

    Kyrgiztan, Rusia, Tajikistan, dan Uzbekistan. Organisasi ini berawal dari

    pembentukan Shanghai Five pada tahun 1996 dengan anggota yang sama, keculi

    Uzbekistan, yang bertujuan untuk meningkatkan keamanan antar perbatasan negara

    tersebut. Hal ini tercermin dari dua perjanjian penting yang ditandatangani dalam

    kerjasama awal tersebut, yaitu Deepening Military Trust in Border Regions dan

    Military Forces in Border Regions. Kerjasama keamanan paling anyar yang

    dilakukan oleh SCO ialah kerjasama latihan militer bersama yang dilakukan di

    Chelyabinsk, Russia.39

    Kerjasama di dalam SCO pada dasarnya merupakan kepentingan energi.

    Ketika jalur energi ini dirasa tidak aman lagi, maka yang terjadi adalah kerjasama

    keamanan dan perbatasan. Selain itu, kerjasama ekonomi juga dilakukan di sektor

    finansial dan investasi. sedangkan kerjasama kebudayaan dilakukan melalui festival

    dan pameran antar negara tersebut.40

    Sampai saat ini SCO sudah menyelenggarakan sekitar 12 pertemuan tingkat

    kepala negara serta 11 pertemuan kepala pemerintahan. Dalam keanggotaannya,

    terdapat beberapa negara penting yang menjadi observer di dalamnya antara lain,

    India, Iran, Mongolia, dan Pakistan. Secara struktur, pengambil keputusan tertinggi

    SCO ialah kepala negara diikuti oleh kepala pemerintahan. Selain itu terdapat

    sekretariat yang berfungsi sebagai badan eksekutif dan bertugas menjalankan

    39 Julie Boland, Learning From The Shanghai Cooperation Organization's 'Peace Mission-2010' Exercise, (USA:The Brookings Institution,2010), hal.33 40 BRIDGES, “China Intensifies Regional Trade Talks”, diakses dari www.ictsd.org/weekly/03-10-01/story3.html pada 14 November 2012 pukul 14:56 WIB

    Kerjasama internasional..., Garry Hartanto, FK UI, 2013

    http://www.brookings.edu/http://www.ictsd.org/weekly/03-10-01/story3.html

  • kebijakan-kebijakan yang telah dicapai. Saat ini sekretariat SCO berada di Beijing

    serta dipimpin oleh Muratbek Imanaliev dari Kyrgyzstan.41

    Sejak masih berbentuk Shanghai Five, SCO sudah mengawali kebijakan-

    kebijakannya dalam bidang keamanan terutama di bidang terorisme. Dalam

    pertemuannya di Shanghai pada tahun 2001, dimulai pengerjaan Shanghai

    Convention on Combating Terrorism, Separatism, and Extremism. Dalam

    pembahasan tersebut disepakati pengertian dari terorisme, separatisme, dan

    ekstrimisme itu sendiri yang sangat berguna untuk menjadi landasan kebijakan serta

    mencegah fenomena ini terjadi.42

    Selain dalam area terorisme, SCO juga sangat serius dalam pencegahan

    perdagangan manusia dan obat-obatan terlarang. Negara-negara di SCO yakin bahwa

    produksi obat-obatan terlarang di Afghanistan semakin meningkat meskipun terdapat

    tentara militer barat di kawsan tersebut. Secara statistic pula,aliran obat terlarang dari

    Afghanistan semakin meningkat dan membahayakan keamanan di kawasan Asia

    Tengah. Oleh karena itu, dalam pertemuannya di Tashkent pada tahun 2004 disetujui

    Agreement on Cooperation in Combating Illcit Trafficking of Narcotic Drugs,

    Psychotropic substance, and their precursors.43

    Selain kedua perjanjian di atas, dalam bidang ekonomi sangat terlihat

    keberadaan SCO sebagai organisasi keamanan. Hal ini tercermin dari adanya

    perjanjian aliran bebas perdagangan teknologi (free flow of technology) termasuk di

    dalamnya perdagangan senjata.44 Akibatnya, perdagangan senjata antara negara

    anggota SCO semakin meningkat terutama antara Rusia dan Cina.

    41 Matthew Brummer, “The Shanghai Cooperation Organization and Iran: A Power-full Union” dalam Journal of International Affairs Vol 60 (2), 2007, hal.66 42 Alexander Lukin, “The Shanghai Cooperation Organization:What next?” dalam Russia in Global Affairs Vol 5 (3),2007, hal.142 43 Ibid 44 Shanghai Cooperation Organization, “Shanghai Cooperation Organization Charter Article 3”, diakses dari http://www.sectsco.org/news_detail.asp?id=96&LanguageID=2 pada 13 November 2012 pukul 14:55 WIB

    Kerjasama internasional..., Garry Hartanto, FK UI, 2013

    http://en.wikipedia.org/w/index.php?title=Muratbek_Imanaliev&action=edit&redlink=1http://www.sectsco.org/news_detail.asp?id=96&LanguageID=2

  • Selain dalam bidang perdagangan senjata seperti yang disebutkan diatas,

    negara-negara dalam SCO juga melakukan kerjasama dalam bidang energi. Seperti

    yang diketahui, Rusia dan Cina memiliki hubungan perdagangan yang erat dengan

    Iran dalam bidang energi. Cina sendiri tercatat merupakan importer nomor satu Iran

    dalam bidang minyak dan gas. Nilai kontrak keduanya mencapai 120 Milliar dolar.

    Rusia sendiri lewat Gazprom dan Lukoil memiliki operasi yang cukup substansial di

    Iran. Dalam mengalirkan minyak bumi dan gasnya Cina dan Rusia membutuhkan

    kerjasama dengan negara-negara di Asia Tengah. Secara geografis, pipa-pipa energi

    dapat tersalurkan secara efektif bila melalui negara-negara tersebut. Oleh karena itu

    dalam SCO juga dibahas peningkatan kerjasama pembangunan jalur pipa energi

    transkontinen.Cina juga membangun kerjasama energi dengan Kazhakstan dengan

    membangun pipa minyak dari Atasu hingga Alanshankou sepanjang 988 km.

    kerjasama ini terjadi antara perusahaan minyak nasional Cina CNPC dan

    Petrokazhakstan.45

    Pada pertemuan terbaru di Beijing pada tahun 2012 ini, SCO kembali

    menunjukkan dirinya sebagai organisasi yang focus pada bidang keamanan. Hal ini

    ditandai dengan disepakatinya Treaty on the non-Proliferation of Nuclear Weapons

    yang berisi perjanjian zona bebas nuklir di kawasan Asia Tengah. Selain itu,

    disepakati pula bahwa tindakan unilateral di Timur Tengah sebagai sesuatu yang

    tidak dapat diterima. Hal ini mengacu kepada tindakan AS di Afghanistan dan Iran. 46

    2.2 Timeline Peristiwa Dalam Shanghai Cooperation Organization

    Dalam proses berdirinya, SCO mengalami berbagai dinamika kejadian dan

    peristiwa penting. Peristiwa-peristiwa tersebut nantinya akan digunakan penulis

    45 China View, “CNPC Completes Acquisition of Petrokazakhstan”, diakses dari http://news.xinhuanet.com/english/2005-10/27/content_3690493.htm pada 14 November 2012 pukul 13:42 WIB 46 Strategic Culture Foundation, “The SCO 2012-on the way to New World Order”, diakses dari http://www.strategic-culture.org/news/2012/06/08/sco-2012-shanghai-summit-way-new-world-order.html pada 17 November 2012 pukul 13:54 WIB

    Kerjasama internasional..., Garry Hartanto, FK UI, 2013

    http://news.xinhuanet.com/english/2005-10/27/content_3690493.htmhttp://www.strategic-culture.org/news/2012/06/08/sco-2012-shanghai-summit-way-new-world-order.htmlhttp://www.strategic-culture.org/news/2012/06/08/sco-2012-shanghai-summit-way-new-world-order.html

  • untuk menganalisis SCO dengan 3 pendekatan berbeda dalam ilmu Hubungan

    Internasional. Beberapa peristiwa penting yang tercatat, dirangkum dalam tabel di

    bawah ini :

    Tabel 2.1 Timeline Peristiwa dalam Shanghai Cooperation Organization

    Tahun dan Tempat Peristiwa 1996 – Shanghai, Cina - Rusia, Kazakhstan, Kirgizstan, Tajikistan,

    Cina membentuk Shanghai Five dengan tujuan meningkatkan kerjasama perbatasan dan militer

    - Cina dan Kazakhstan berdamai tentang masalah perbatasan

    1997 – Moscow, Rusia - Disepakati 100 Km Demilitarized Zone 1998 – Almaty, Kazakhstan - Pembahasan tentang 3 evils : Separatisme,

    Ekstrimisme, dan Terorisme - Cina dan Kazakhstan menandatangani border

    agreement 1999 – Bishkek, Kirgizstan - Cina dan Kirgizstan berdamai tentang

    masalah perbatasan - Inisiasi pembentukan Silk Road baru dalam

    bidang energi 2000 – Dushanbe, Tajikistan - Menolak opsi UN tentang masalah

    Afghanistan dan mengecam pembangunan misil di Taiwan

    2001 – Shanghai, Cina - Uzbekistan masuk sebagai anggota baru, mengubah nama menjadi Shanghai Cooperation Organization

    - Declaration on the Establishment of the Shanghai Cooperation Organization dan The Shanghai Convention on Combating Terrorism, Separatism and Extremism ditandatangani

    Kerjasama internasional..., Garry Hartanto, FK UI, 2013

  • Tabel 2.1 (Sambungan)

    2002 – St. Petersburg, Rusia - Dialog tentang masalah Israel-Palestina, India dan Pakistan, dan Korea

    - Peningkatan kerjasama bilateral di bidang ekonomi

    - Membentuk Sekretariat SCO di Beijing - Pemberian izin pembangunan US Airbase di

    Kirgizstan dan Uzbekistan - Agreement Between the Member States of the

    Shanghai Cooperation Organization on the Regional

    - Anti-Terrorist Structure dan Charter of the Shanghai Cooperation Organizatio ditandatangani

    2003 – Moscow, Rusia - Pelatihan Militer bersama di Almaty dan Xinjiang

    2004 – Tashkent, Uzbekistan 2004 – Tashkent

    - Beijing Secretariat diresmikan - Pembentukan SCO-Afghanistan Contact

    Group - Pembentukan Tashkent Regional

    Antiterrorism Center - Mongolia menjadi observer - The Regulations on Observer Status at the

    Shanghai Cooperation Organisation dan Agreement on the Database of the Regional Anti-Terrorist Structure of the Shanghai Cooperation Organization ditandatangani

    2005 – Astana , Kazakhstan - Inisiasi SCO Business Council & Development Fund

    - Pakistan, Iran, dan India diterima menjadi observer

    - Concept of Cooperation Between SCO Member States in Combating Terrorism, Separatism, and Extremism ditandatangani

    - Pemberian batas waktu tentang masa peminjaman pangkalan militer Amerika di Asia Tengah

    2006 – Shanghai, Cina - Pembentukan Joint Club, kerjasama dalam bidang energi

    - Pembahasan Drug Trafficking dari Afganistan

    Kerjasama internasional..., Garry Hartanto, FK UI, 2013

  • Tabel 2.1 (Sambungan)

    2007 – Bishkek, Kirgizstan - Treaty on Longterm Neighborhood Relations ditandatangani, meningkatkan kerjasama di berbagai bidang

    - Melibatkan beberapa anggota CSTO - Uzbekistan memutuskan kerjasama pangkalan

    militer dengan AS, Kyrgistan menandatangani perpanjangan kontrak sampai 2013 dengan AS

    2008 – Dushanbe, Tajikistan - Pembahasan tentang kerjasama kebudayaan dan pendidikan

    2009 – Yekaterinburg, Rusia - Pembahasan tentang Cybercrime 2010 – Tashkent, Uzbekistan - Pelatihan Peace Mission (latihan militer

    bersama) 2011 – Astana, Kazakhstan - Inisiasi pembentukan Midterm Development

    Strategies 2012 – Beijing, Cina - Pertemuan pertama Menteri Kebudayaan dan

    Pendidikan antar anggota SCO Sumber : Diolah penulis dari berbagai sumber

    2.3 Profil Umum Negara-Negara Anggota Shanghai Cooperation Organization

    Dalam pembahasan mengenai SCO, profil umum negara-negara anggotanya

    menjadi sangat penting karena dapat menentukan seberapa besar kapabilitasnya di

    dalam organisasi tersebut. Dalam profil ini akan dikemukakan beberapa indikator

    penting termasuk di dalamnya anggaran militer, GDP, dan demografi penduduk.

    Tabel 2.2 Profil Negara-Negara Anggota Shanghai Cooperation Organization

    Negara Budget

    Militer

    GDP per

    kapita

    Human

    Development

    Index

    Grup

    Etnis

    Sistem

    Pemerintahan

    Cina

    (Beijing)

    US$ 142

    Miliar

    US$ 8,2

    Triliun

    0.663 (110th) Han

    (91,5%)

    Satu Partai,

    Presidensial

    Kerjasama internasional..., Garry Hartanto, FK UI, 2013

  • Tabel 2.2 (sambungan)

    Kazakhstan

    (Astana)

    US$ 1,7

    Miliar

    US$ 216

    Miliar

    0.745 (68th) Kazakh

    (63%),

    Russian

    (23%)

    Partai Uniter-

    Dominan,

    Presidensial

    Kirgizstan US$ 202

    Juta

    US$ 13

    Miliar

    0.598 (109th) Kyrgiz

    (68%),

    Uzbek

    (14%)

    Parlementer

    Tajikistan US$ 88

    Juta

    US$ 6,5

    Miliar

    0.607 (127th) Tajik

    (80%),

    Uzbek

    (15%)

    Semi-

    Presidensial

    Uzbekistan US$ 71

    Juta

    US$ 51

    Miliar

    0.617 (102nd) Uzbek

    (80%)

    Presidensial

    Rusia US$ 71

    Miliar

    US$ 1,8

    Triliun

    0.755 (66th) Russian

    (81%)

    Semi-

    Presidensial

    Sumber : diolah penulis dari berbagai sumber

    Kerjasama internasional..., Garry Hartanto, FK UI, 2013

  • BAB 3 PEMBAHASAN

    3.1 Shanghai Cooperation Organization dalam Perspektif Realisme Defensif

    Pembahasan akan dimulai dengan menganalisis karakter defensif dari negara-

    negara di SCO sesuai dengan karakter ofensif-defensif Kydd. Kemudian, akan

    dijelaskan juga bagaimana security dilemma menjadi instrumen penting bagi

    kerjasama yang terjalin di SCO serta keadaan di dalam SCO yang memungkinkan

    terjadinya security dilemma. Pembahasan pada bab ini akan dijelaskan dalam

    kerangka pemikiran dasar realisme defensif bahwa kebijakan negara, sebagai unit

    analisis, dilakukan untuk mencari keamanan (security) dalam struktur anarki yang

    relatif damai dengan menjaga perimbangan kekuatan (balance of power) sebagai

    akibat dari security dilemma yang dialami.

    3.1.1 Karakteristik Defensif Negara-Negara Shanghai Cooperation Organization

    Bila negara-negara di dalam SCO merupakan negara yang defensif, maka

    menurut Kydd, Ideologi negara tersebut merupakan ide yang toleran, kebijakan

    terhadap minoritas di negaranya tidak agresif, kebijakan terhadap negara tetangganya

    kooperatif serta kebijakan militernya yang tidak ekspansif. Sebaliknya bila negara di

    SCO merupakan negara ofensif maka ideologi negara tersebut intoleran, kebijakan

    terhadap minoritas dan tetangganya agresif, dan kebijakan militernya ekspansif.

    Dilihat dari kriteria pertama yaitu ideologi, negara di dalam SCO merupakan

    negara-negara yang terbuka terhadap kerjasama terutama dilihat dari ideologi

    ekonominya. perubahan besar yang terjadi pada politik Rusia semenjak jatuhnya Uni

    Soviet serta reformasi ekonomi Deng Xiaoping di Cina telah membawa mereka ke

    dalam ideologi ekonomi yang lebih liberal. Perubahan ideologi ini praktis terjadi

    karena kondisi dunia yang sudah berubah. Perubahan dunia tersebut tidak

    memungkinkan negara untuk mencapai kapasitas ekonomi yang tinggi tanpa

    melakukan kerjasama dan melakukan perdagangan dengan negara lain. Hal inilah

    yang kemudian mengubah kedua negara Great Powers di dalam SCO ini untuk lebih

    Kerjasama internasional..., Garry Hartanto, FK UI, 2013

  • pragmatis. Begitu pula dengan Kazhakstan, Tajikistan, Uzbekistan, dan Kyrgiztan.

    Negara-negara ini ialah negara bekas pecahan Uni Soviet yang secara ekonomi cukup

    terpuruk. 20% dari penduduk Tajikiztan hidup di bawah garis kemiskinan49 dan

    pendapatan perkapita Uzbekiztan menempati peringkat bawah dunia.50 Beberapa

    kerjasama yang diikuti oleh Kazhaksatan, Tajikistan, Uzbekistan, dan Kyrgiztan

    adalah Commonwealth of Independent States, Eurasian Economic Community,

    United Nations, Organization for Security and Cooperation in Europe, dan masih

    banyak lagi.

    Di beberapa kebijakan politik, negara-negara di SCO bukanlah negara yang

    toleran. Hal ini terlihat dari aksi penembakan oleh National Security Service

    Uzbekistan pada tahun 2005 yang menembaki pengunjuk rasa di Andijan yang

    membela organisasi Akromiya yang dituduh sebagai teroris oleh pemerintahan Islam

    Karimov. Penembakan tersebut memakan korban 187 orang. Namun diduga, korban

    yang sebenarnya ialah sebesar 1500 orang.51 Di sisi lain, untuk menanggulangi

    masalah keamanan kawasan Uzbekistan terlihat relatif lunak dan patuh (constraint)

    dengan ikut serangkaian latihan militer yang diselenggarakan oleh Shanghai

    Cooperation Organization atau Commonwealth of Independent State sebagai langkah

    menjaga stabilitas kawasan tersebut. Hal ini membuktikan ideologi negara-negara di

    kawasan Asia Tengah yang mengalami dikotomi walaupun, bila dilihat dari

    mayoritas partai berkuasa dan sistem pemerintahan, ideologi negara di Asia Tengah

    cenderung intoleran.

    Kebijakan negara-negara SCO terhadap etnis minoritas cukup agresif.

    Terbukti dari perintah tembak di tempat pemerintahan Kyrgiztan untuk

    49 UNDP, “Human development Indices”, diakses dari http://hdr.undp.org/en/data/explorer/ pada 22 Desember 2012 pukul 13:55 WIB 50 World Bank, “World Development Indicator”, diakses dari http://siteresources.worldbank.org/DATASTATISTICS/Resources/GNIPC.pdf pada 22 Desember 2012 Pukul 17:34 WIB 51 C.J Chivers dan Ethan Wilensky-Lanford, “Uzbeks Say Troops Shot Recklessly at Civilans”, diakses dari http://www.nytimes.com/2005/05/17/international/asia/17uzbek.html?_r=0 pada 22 Desember 2012 pukul 13:12 WIB

    Kerjasama internasional..., Garry Hartanto, FK UI, 2013

    http://hdr.undp.org/en/data/explorer/http://siteresources.worldbank.org/DATASTATISTICS/Resources/GNIPC.pdfhttp://www.nytimes.com/2005/05/17/international/asia/17uzbek.html?_r=0

  • menanggulangi perang etnis Kyrgiz dan Uzbek di Osh pada tahun 201052 dan juga

    tindakan tegas untuk menangani Urumqi riots di Cina pada tahun 2009.53 Selain itu,

    terhadap negara tetangga, negara di SCO juga cukup kooperatif dengan adanya

    sejumlah kerjasama antar kawasan di wilayah Asia Tengah. Salah satu diantaranya

    adalah SCO. Lewat SCO, negara di Asia Tengah berikut Rusia dan Cina bersedia

    diatur dengan mengikuti aturan 100 Km Demilitarized Zone, atau Tindakan Islam

    Karimov untuk mengusir pasukan AS di wilayahnya pada tahun 2005.54 Satu-satunya

    tindakan tegas terhadap negara tetangga terlihat dari dukungan Rusia terhadap negara

    Ossetia Selatan yang diperebutkan oleh Georgia pada tahun 2008.

    Bila dilihat dari kebijakan militernya, tidak semua negara-negara di SCO

    bertindak agresif. Terlihat dari persentase pengeluaran militer terhadap GDP yang

    mengalami pengurangan dan stagnansi di beberapa negara termasuk Rusia. Praktis,

    hanya Cina yang terlihat cukup agresif dalam meningkatkan kapabilitas militernya.

    Dilihat dari anggaran riil, semua negara SCO mengalami peningkatan dalam

    anggaran militernya. Namun terdapat jurang besar antara Cina dan Rusia serta Rusia

    dengan keempat negara Asia Tengah lainnya. Artinya, tidak terjadi kejar mengejar

    kapabilitas militer yang masif di wilayah ini.

    52 Stefan Nicola, “Expert: Kyrgisztan could face civil war”, diakses dari http://www.upi.com/Top_News/Special/2010/04/09/Expert-Kyrgysztan-could-face-civil-war/UPI-78531270835021/ pada 23 Desember 2012 pukul 13:45 WIB 53 BBC News, “Scores Killed in China Protest”, diakses dari http://news.bbc.co.uk/2/hi/asia-pacific/8135203.stm pada 22 Desember 2012 pukul 22:31 WIB 54 Jia Qingquo, “The success of Shanghai Five”, diakses dari http://www.comw.org/cmp/fulltext/0110jia.htm pada 22 Desember 2012 pukul 23:34 WIB

    Kerjasama internasional..., Garry Hartanto, FK UI, 2013

    http://www.upi.com/Top_News/Special/2010/04/09/Expert-Kyrgysztan-could-face-civil-war/UPI-78531270835021/http://www.upi.com/Top_News/Special/2010/04/09/Expert-Kyrgysztan-could-face-civil-war/UPI-78531270835021/http://news.bbc.co.uk/2/hi/asia-pacific/8135203.stmhttp://news.bbc.co.uk/2/hi/asia-pacific/8135203.stmhttp://www.comw.org/cmp/fulltext/0110jia.htm

  • Grafik 3.1 Anggaran Militer Negara Anggota SCO 1996-2012 (dalam juta US$)

    Sumber : Stockholm International Peace Research Institute, “Military Expenditure Database”, diakses dari http://www.sipri.org/databases pada 23 Desember 2012 pukul 17:56 WIB

    Grafik 3.2. Anggaran Militer Negara Anggota SCO 1996-2012 (% of GDP)

    Sumber : Stockholm International Peace Research Institute, “Military Expenditure Database”, diakses dari http://www.sipri.org/databases pada 23 Desember 2012 pukul 17:56 WIB

    0

    20000

    40000

    60000

    80000

    100000

    120000

    140000

    160000

    Juta

    US$

    KazakhstanKyrgyzstanTajikistanTurkmenistanUzbekistanChina, P. R.Russia

    0,0

    0,5

    1,0

    1,5

    2,0

    2,5

    3,0

    3,5

    4,0

    4,5

    5,0

    KazakhstanKyrgyzstanTajikistanTurkmenistanUzbekistanChina, P. R.RussiaP

    erse

    ntas

    e

    Kerjasama internasional..., Garry Hartanto, FK UI, 2013

    http://www.sipri.org/databaseshttp://www.sipri.org/databases

  • Melihat dari beberapa contoh kasus di atas, dapat disimpulkan bahwa karakter

    negara-negara anggota di SCO masih kabur atau tidak jelas namun cenderung

    defensif. Dari segi ideologi politik, negara-negara SCO terlihat cukup agresif namun

    secara ekonomi sangat kooperatif. Dari sisi kebijakan terhadap minoritas, negara-

    negara SCO cenderung agresif namun terhadap negara tetangganya cukup kooperatif.

    Sisi keagresifitasannya pun dilakukan atas dasar stabilitas bukan okupasi. Dari sisi

    kebijakan militer tidak terlihat intensi peningkatan kapabilitas yang signifikan dan

    saling kejar mengejar yang masif antara negara-negara SCO. Hal ini membuktikan

    postur ofensif anggota SCO tidak dapat dibedakan dengan postur defensifnya.

    3.1.2 Security Dilemma dalam Shanghai Organization Cooperation

    Pada bagian ini akan dibahas ada tidaknya security dilemma yang dialami oleh

    negara-negara SCO. Beberapa indikator yang mendasarinya adalah insentif untuk

    melakukan kooperasi dan pembelotan, biaya yang dikeluarkan untuk melakukan

    kerjasama atau tidak, serta ekspektasi negara-negara tersebut. Kemudian keadaan di

    SCO akan dicocokkan ke dalam empat dunia Jervis. Dengan melihat intensi ofensif-

    defensif seperti yang sudah dijelaskan dalam subbab pertama serta negara mana yang

    memiliki keuntungan dalam keadaan ini.

    Bila dilihat dari segi insentif dan biaya, melakukan kerjasama di SCO akan

    sangat menguntungkan. Terutama untuk menjaga stabilitas keamanan di kawasan ini

    serta menjaga perimbangan kekuatan dunia. Negara-negara di Asia Tengah

    merupakan wilayah yang sarat akan konflik baik internal maupun eksternal. cikal

    bakal pembentukan Shanghai Five, yang kemudian menjadi SCO, pun didasari atas

    konflik perbatasan antara negara-negara Asia Tengah dengan Rusia dan Cina

    terutama. Cina mengalami konflik perbatasan dengan hampir semua negara Asia

    Tengah yang baru merdeka paska runtuhnya Uni Soviet. Perebutan alokasi sumber

    daya atas Laut Kaspia juga sempat terjadi antara Kazhakstan dan Rusia. Selain itu,

    kebijakan Perestroika sempat menimbulkan gejolak di Almaty yang kemudian

    Kerjasama internasional..., Garry Hartanto, FK UI, 2013

  • menimbulkan Almaty Riots.55 Posisi Asia Tengah yang sangat dekat dengan kawasan

    konflik Timur Tengah juga membawa masalah, terorisme, ektrimis, dan separatisme

    (yang disebut Three Evils) dan mengancam stabilitas politik di kawasan ini. Aksi solo

    negara tidak mungkin dan biaya bila tidak berkooperasi akan sangat tinggi. Negara-

    negara SCO secara geografis juga saling terhubung satu sama lain. Hal ini membuat

    insentif untuk melakukan pembelotan rendah karena akan mengancam keamanan di

    negaranya. Atas pertimbangan-pertimbangan inilah, security dilemma mungkin

    terjadi.

    Dari segi ekspektasi dan persepsi, negara-negara di SCO memiliki nilai yang

    cukup tinggi. Argumen ini didasari oleh grafik pengeluaran militer negara-negara di

    Asia Tengah yang cenderung stagnan bahkan menurun dilihat dari persentase GDP.

    Hal ini membuktikan bahwa tidak ada keterdesakkan untuk mengutamakan anggaran

    militer bagi keperluan perang terbuka. Kenaikan grafik militer dilihat dari anggran

    riil, dapat disebabkan oleh kemajuan teknologi dan kapabilitas ekonomi serta

    kerjasama.

    Melihat ekspektasi yang tinggi, insentif untuk melakukan kerjasama yang

    tinggi, insentif pembelotan yang rendah, dan biaya bila tidak melakukan kooperasi

    tinggi, maka sangat mungkin terjadi security dilemma. Namun harus dilihat lagi

    berdasarkan postur ofensif-defensif serta negara mana yang memiliki keuntungan.

    Bila mengacu pada penjelasan subbab pertama, postur negara-negara di SCO tidak

    dapat dibedakan apakah mereka ofensif atau defensif. Dan bila kita melihat

    komposisi negara-negara di SCO, Rusia dan Cinalah yang meiliki peranan paling

    besar di SCO. Mereka merupakan Great Powers sedangkan negara Asia Tengah

    lainnya merupakan negara yang lebih kecil kapabilitasnya. Maka, untuk melihat

    apakah negara defensif atau ofensif yang berada dalam posisi menguntungkan atau

    tidak, kita harus melihat posisi Cina dan Rusia di dalam SCO.

    55 Igor Rotar, “Group of Five Without Yeltsin: Statement on Development of Mutual Trust To Be Signed in Almaty Today” dalam Moscow Nezavisimaya Gazeta,Vol 3 (2), 1998, hal.10

    Kerjasama internasional..., Garry Hartanto, FK UI, 2013

  • Cina dan Rusia merupakan dua kubu yang memulai wacana pembentukan

    Shanghai Five. Dalam pengambilan keputusan di SCO pun, sangat terlihat dominasi

    dan keuntungan yang didapat oleh Cina dan Rusia baik dari segi global power dan

    ekonomi. Secara kapabilitas, Cina dan Rusia juga memiliki kapabilitas yang jauh

    lebih besar. Hal ini menegaskan posisi Cina dan Rusia yang menguntungkan. Lalu

    apakah kedua negara ini merupakan negara yang cenderung ofensif? Bila melihat dari

    laju pengeluaran militer keduanya, tidak terjadi arms race yang masif. Namun

    sebenarnya keduanya cukup imbang dikarenakan Rusia sudah sangat pesat

    perkembangan teknologi persenjataannya dibanding Cina. Selain itu, masih banyak

    kapabilitas militer Rusia yang sudah dibangun terlebih dahulu semasa perang dingin.

    Rusia dan Cina juga mempraktekkan self-restraint dengan tidak saling

    menyerang antar anggota SCO dan juga kepada ancaman di luar SCO secara kolektif.

    Sebagai contoh, Rusia dan Cina tidak bertindak agresif terhadap manuver AS di

    Timur tengah. Bila Rusia dan Cina tidak mendasari tindakannya dengan postur

    defensif, maka yang akan terjadi adalah pengiriman tentara ke daerah konflik dimana

    tentara AS berada, merebut pangkalan-pangkalan militer yang AS kuasai di wilayah

    Asia Tengah, atau memberikan ultimatum keras terhadap sanksi yang diberikan

    kepada Iran. Pada kenyataannya, Rusia dan Cina lebih terlihat ‘lunak’ alam

    kebijakan-kebiakannya. Rusia dan Cina lebih terlihat berkonsentrasi kepada

    pencapaian-pencapaiannya tanpa campur tangan AS dan tanpa menantang AS secara

    terbuka. Dibuktikan juga dengan masuknya India dan Pakistan yang notabene dekat

    dengan AS sebagai observer. Dengan kata lain, SCO mengejar keamanan dengan AS

    dengan cara memaksimalisasi kekuatannya sendiri (Balance of Power).

    Oleh karena itu, jelaslah bahwa negara yang mempunyai keuntungan dalam

    SCO adalah Cina dan Rusia, serta mereka berkarakter lebih defensif. Sesuai dengan

    tipologi empat dunia Jervis, maka akan terjadi security dilemma di mana postur

    ofensif-defensif tidak dapat dibedakan dan negara defensif memiliki posisi

    menguntungkan. Keadaan ini kemudian memungkinkan terjadinya kooperasi antar

    negara-negara di Asia Tengah. Beberapa pengaturan keamanan diperlukan. Untuk itu,

    Kerjasama internasional..., Garry Hartanto, FK UI, 2013

  • SCO mempunyai beberapa perjanjian penting di antaranya Shanghai Convention on

    Combating Terrorism, Separatism, and Extremism dan pendirian Counter terrorism

    Center di Tashkent. Salah satu implikasi dari security dilemma ini ialah balancing

    act yang dilakukan oleh Cina dan Rusia sebagai negara Great Powers dan

    buckpassing yang dilakukan oleh negara Asia Tengah lainnya.

    Selain karena Security Dilemma di dalam, SCO juga melakukan aksi

    balancing akibat ketakutan dari ancaman luar, sebagai contoh misalnya, SCO

    menetapkan aliran bebas teknologi yang memungkinkan terjadinya perdagangan

    senjata besar-besaran antara negara anggotanya. Dengan demikian, Rusia dan Cina

    akan mampu menandingi kekuatan militer AS di wilayah tersebut. Rusia sendiri

    merupakan pemasok senjata paling besar di kawasan Asia tengah terutama terhadap

    Cina. Perdagangan keduanya termasuk pembelian Russian fighters, unmanned

    aircraft, long and short range missiles, sophisticated submarines dan guided-missile

    destroyers.56 Hal ini semakin menguatkan negara-negara SCO dalam bidang militer

    yang akhirnya semakin mendekati kapabilitas militer AS secara global. Kerjasama

    Rusia dan Cina di SCO tidak berhenti sampai disitu saja. Mereka juga melakukan

    latihan militer bersama setiap tahunnya yang bertujuan untuk menunjukkan kepada

    dunia bahwa kedua negara ini akan berdiri satu dalam dunia militer.

    56 Frederick W Stakelbeck, Jr, “The Shanghai Cooperation Organization”, Front Page Magazine. 8 Agustus 2005, hal.7

    Kerjasama internasional..., Garry Hartanto, FK UI, 2013

  • Tabel 3.1 Perbandingan Kekuatan Militer AS, Cina, dan Rusia tahun 2008

    Amerika Serikat Cina Rusia

    Defense Budget Appx $711,000,000,000

    Appx $143,000,000,000

    Appx $73,000,000,000

    Total Aircraft 18,234 5,176 2,749

    Total Naval Units 2,384 972 233

    Major Ports and Terminal

    21 8 7

    Destroyers 61 25 14

    Submarines 71 63 48

    Active Military Personnel

    1,477,896 2,285,000 1,200,000

    Sumber : Global Fire Power, Countries Comparison, Diakses dari http://www.globalfirepower.com/countries-comparison-detail.asp pada 22 November pkl 17:44 WIB

    Begitu pula dalam bidang ekonomi, pembangunan pipa-pipa energi di

    kawasan Asia Tengah akan semakin mendorong pertumbuhan ekonomi negara-

    negara di kawasan ini. Rusia sangat berkepentingan karena konsumen minyak

    utamanya merupakan Cina sedangkan Cina sangat membutuhkan pasokan energi

    untuk industrinya. Kerjasama energi antara keduanya sudah terjalin dengan adanya

    pengiriman minyak besar-besaran dari Gazprom ke Cina. Rusia menjadi salah satu

    pemasok minyak terbesar di SCO untuk Cina selain Iran. Presiden Hu dan Putin

    sendiri pada tahun 2006 menyetujui dibangunnya Altai, pipa minyak yang

    membentang dari Siberia hingga Cina.57

    Selain itu, dalam pertemuan kepala negara pada tahun 2005, negara Asia

    Tengah juga sepakat bahwa keberadaan Amerika tidak dibutuhkan lagi di

    Afghanistan. Salah satu langkah yang tercatat ialah ketika diktator Karimov

    memberikan pesan kepada AS untuk segera mengosongkan karshi-Kanhabad, basis

    57 Patrick G Moore, “China Gets its Pound of Russian Flesh”, Asia Times Ed. 24 Maret 2006, hal.24

    Kerjasama internasional..., Garry Hartanto, FK UI, 2013

    http://www.globalfirepower.com/countries-comparison-detail.asp

  • militer kedua terbesar milik Uni Soviet pada masa perang dingin.58 Dengan hilangnya

    izin dalam menggunakan basis militer tersebut, kemampuan AS dalam mencapai

    kepentingannya di Afghanistan tentu akan berkurang. Setelahnya pangkalan udara

    tersebut dipakai oleh Rusia.

    Namun demikian, langkah berani Islam Karimov tidak diikuti oleh

    Kyrgizstan. Biskhek tetap memberi izin kepada AS untuk menggunakan pangkalan

    militernya, Manas airbase. Sebagai upahnya, bantuan ekonomi diminta oleh

    Kyrgiztan. Menariknya, Biskhek juga memberi ijin kepada Rusia untuk

    meningkatkan personilnya di pangkalan militer dekat Kyrgiz sebanyak 50% pada

    tahun 2006. Dalam beberapa perbincangan SCO, Kyrgiztan juga tengah menjajaki

    kemungkinan untuk menyediakan pangkalan militer bagi Cina.59 Kasus terakhir

    merupakan bukti bahwa antara Rusia dan Cina sendiri terjadi aksi balance of power

    yakni dengan sama-sama meningkatkan kapabilitas militernya di kawasan Asia

    Tengah. Contoh di atas juga merupakan bukti bahwa SCO digunakan sebagai

    instrumen kepentingan balancing kekuatan besar dunia. Salah satu tindakan yang

    tidak sejalan dengan keadaan security dilemma ialah kerjasama Rusia dan Cina, yang

    meskipun saling membangun pengaruh di kawasan Asia Tengah, namun juga

    melakukan kerjasama besar-besaran di bidang energi dan militer. Lewat kerjasama

    ini, Cina terlihat lebih diuntungkan karena aliran kerjasama ini membuat Cina

    memiliki teknologi militer yang hampir sama dengan Rusia serta kapabilitas ekonomi

    yang besar akibat pasokan energi Rusia.

    58 Jim Nichol, “Uzbekistan’s Closure of the Airbase at Karshi-Khanabad: Context and Implications” dalam Congressional Research Service, 2005, hal.35 59 Erich Marquardt, “The Significance of Sino-Russian Military Exercises” dalam Power and Interest News Report, 2006, hal.3-27

    Kerjasama internasional..., Garry Hartanto, FK UI, 2013

  • Gambar 3.3 Pangkalan militer AS di Asia dan Timur Tengah

    Sumber : Business Insider, “The 15 Maps That Explain The Entire World”, diakses dari http://www.businessinsider.com/the-15-maps-that-explain-the-world-in-2012-2012-6?op=1 pada 22 November 2012 pukul 18:56 WIB

    Di sisi lainnya, tindakan buckpassing sangat terlihat dari kebijakan Kyrgiztan

    & Uzbekistan yang menyediakan pangkalan militernya baik untuk Cina, Rusia dan

    AS. Buck-passing (Melepas tanggung jawab) adalah tindakan suatu negara dengan

    tidak mengambil peran secara langsung dalam pertarungan adu kekuatan. Sebaliknya

    mendukung negara lain yang mampu menyaingi kekuatan negara besar atau bahkan

    berpindah dari sekutu oposisi ke sekutu dalam lingkup great power. Dengan kata lain,

    kebijakan yang mendukung dua kekuatan yang berseteru.60

    Dari penjelasan di atas, dapat ditarik benang merah bahwa intensi negara-

    negara di SCO tidak jelas namun cenderung defensif. Cina dan Rusia pun begitu.

    Keduanya merupakan negara yang memiliki posisi lebih menguntungkan

    dibandingkan dengan yang lain. Hal ini pada akhirnya memunculkan kondisi Security

    Dilemma, dimana negara