smart in organization terimalah kegagalan organisasi...

24
Smart In Organization 164 Terimalah Kegagalan Organisasi sebagai Pelajaran TERIMALAH KEGAGALAN ORGANISASI SEBAGAI PELAJARAN 5.1. MEREVOLUSI ORGANISASI DARI KEGAGALAN

Upload: dangthu

Post on 31-Mar-2019

249 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Smart In Organization 164

Terimalah Kegagalan Organisasi

sebagai Pelajaran

TERIMALAH KEGAGALAN

ORGANISASI SEBAGAI PELAJARAN

5.1. MEREVOLUSI ORGANISASI DARI KEGAGALAN

Smart In Organization 165 Pada 1980-an, IBM menjadi penjual Personal Computer (PC) yang sukses, yang menjadi barang komoditi, terutama harganya. IBM menawarka merek, kualitas, keamanan dan kepercayaan. Pada waktu itu IBM memperoleh 70 % keuntungan industri komputer dunia. Ketika konsumen mulai sadar bahwa PC buatan IBM tidak jauh beda dengan PC buatan perusahaan lainnya, maka komsumen mulai berpikir mengapa harus membayar lebih kepada merek IBM kalau tidak jauh beda. Mulai bermunculan merek-merek PC tiruan yang berakibat keuntungan IBM menurun dari 55 % pada 1990 menjadi 38 % pada !993. Akhirnya merek IBM berada pada urutan ketiga seluruh dunia dan turun dari singgasana. Pada 1994, keuntungan IBM mendekati nilai negatif dan hampir jatuh ke jurang. Padahal IBM merupakan penguasa teknologi informasi selama dua puluh tahun. “Masalah IBM bukan mengenai implementasi, tetapi mengengenai pandangan jauh ke depan” kata Gary Hamel, salah satu penulis buku Competing for The Future. Kegagalan IBM memberikan pelajaran yang sangat berharga. Perusahaan yang unggul dalam merek dapat terjatuh. “Kesalahan utama IBM adalah terpusat pada semakin jauhnya dengan pelanggan. Informasi pelanggan tidak ditangkap dan disebarkan. Manajer-manajer senior menjadi semakin jauh dengan apa yang terjadi di pasar” kata George S. Day.

Smart In Organization 166

Masuknya Louis V. Gerstner, Jr. sebagai Chairman dan CEO yang merupakan pejabat dari luar, yaitu mantan Chairman dan CEO dari RJR Nabisco. Gerstner mencoba untuk memperbaiki kesalahan IBM yang sangat fatal, yaitu jauh dari pelanggan. Ia mencoba untuk mengubah pola menjauhi pelanggan menjadi sensitif terhadap pelanggan dan berfikir strategis. Perubahan yang dilakukan secara dramatis tersebut juga meliputi memperbaiki kembali lini produk dan mengurangi biaya produksi secara berkesinambungan. Ia mengetahui bahwa salah satu kekuatan IBM yang masih bertahan adalah kemampuan untuk menyediakan solusi terintegrasi untuk pelanggan.

Smart In Organization 167

Louis V. Gerstner, Jr. Munculnya Internet dan jaringan komputer

perusahaan secara dramatik membuat industri komputer bergeser, tetapi justru IBM lebih siap dibanding pesaingnya. Dengan memfokuskan diri pada pelanggan yang membutuhkan solusi bisnis terintegrasi yang merupakan kunci kekuatan dari IBM

Smart In Organization 168

IBM Deep Blue

yang mengkombinasikan keahlian dalam solusi teknologi, produk dan pelayanan menjadikan IBM bangkit kembali. Pada 1995, pelayanan yang dilakukan IBM merupakan segmen yang tumbuh paling paling cepat, yaitu lebih dari 20 % per tahun. Visi baru IBM dari Gertner dan Public Realation Deep Blue yang dapat mengalahkan Juara Dunia Catur Garry Kasparov mengankat kembali citra IBM. Masuknya CEO baru, Palmisano menggantikan Gerstner dan Gerstner tetap sebagai Chairman menjadi IBM menjadi Perusahaan yang paling dikagumi dnia peringkat 9 pada 2005. Hal itu terjadi karena IBM belajar dari kegagalan, yaitu jauh dari pelanggannya.

Smart In Organization 169

Dalam agama disebutkan bahwa senyum adalah sodaqoh dan menyenangkan orang lain itu seperti ibadah 60 tahun.

Smart In Organization 170

5.2. BELAJAR DARI KEGAGALAN SONY

Perusahaan Jepang, Matsushita mengembangkan video VHS pada 1970-an dan kemudian melesensikan teknologinya. Sony mengembangkan video Betamax yang lebih baik dari VHS, tetapi gagal melisensikan teknologinya. Pada hal menurut para pengkaji produk secara teknis sepakat bahwa Betamax merupakan produk lebih baik daripada VHS. Perekam Betamax menghasilkan gambar dan suara dengan kualitas lebih bagus dibandingkan perekam VHS. Betamax dapat merekam TV dalam waktu satu jam, tetapi untuk VHS membutuhkan waktu dua jam atau empat jam. VHS kasetnya lebih besar dan pitanya bergerak lebih lambat. Selisih waktu tersebut dapat digunakan untuk melihat film atau bermain game. Akhirnya standar dunia video adalah VHS dan Betamax mengalami kegagalan, yang merupakan pelajaran berharga dari Sony. ”Jika Anda tidak mengetahui seluk beluk hukum, maka Anda tidak mungkin melakukan bisnis di Amerika Serikat” kata Akio Morita. Akhirnya Sony sangat hati-hati dalam menganalisis potensi terhadap masalah hukum sebelum mengeluarkan produk barunya. Prosedur ini merupakan bagian penting dalam mengembangkan produknya, terutama dalam teknologi dari perekaman video analog ke

Smart In Organization 171

VCR Betamax

digital. Sebelum pita audio digital diluncurkan, pembuat perangkat keras dan perangkat lunak bekerja sama dalam membuat draf proposal yang berkaitan dengan isu-isu hak cipta. Saat ini Sony menjadi perusahaan yang superior dalam teknologi audio visual yang tergabung dengan periperal komputer. Sony juga telah menciptakan media penyimpanan komputer, mulai dari floppy disk sampai CD-ROM dan DVD-ROM. Sony telah mengembangkan produk yang mengkombinasikan teknologi magnetik dan optik. Lebih dari itu, menciptakan layar komputer Trinitron dengan resolusi tinggi.

Smart In Organization 172

Akio Morita Kegagalan Sony berikutnya adalah ketika membeli Columbia Pictures dan CBS Records pada 1989. Hal ini dilakukan karena arogansinya terhadap Barat, agar Sony dikukuhkan sebagai penakluk dunia Barat dari Jepang. Sony mengeluarkan biaya $ 3,2 milyar untuk

Smart In Organization 173 membiayai operasional filmnya. Kegagalan ini merupakan salah satu cacat dari Sony, yang merupakan perusahaan salah satu perusahaan dunia yang inovatif. Tetapi dibalik itu, sesungguhnya Morita mempunyai tujuan lain, yaitu merupakan strategi untuk melindungi perangkat lunak yang kualitasnya tinggi agar dapat melengkapi produk perangkat keras yang merupakan kekayaan Sony terbesarnya. Pembelian dua perusahaan besar itu sesungguhnya merupakan strategi Sony pada abad 21. Sony telah siap untuk memicu sebuah reputasi yang kokoh sebagai pensuplai produk inovatif dan kualitas tinggi yang berhubungan dengan teknologi, misalnya perekaman magnetik, piranti optis, semikonduktor dan pengolahan sinyal digital. Sebagai tambahan, teknologi berbasis perangkat keras ini, membuat Sony mempunyai kemampuan menyatukan perangkat lunak dan perangkat keras sebagai cetak biru bisnis audio visual dalam abad 21. Sony membayar masa depan dengan kegagalan sebagai strategi.

Smart In Organization 174

5.3. BELAJAR DARI KEGAGALAN KESEJAHTERAAN KONVENSIONAL

Setengah abad yang lalu itu masih dengan tegas dikatakan oleh Kenneth Boulding bahwa materi subyek ekonomi kesejahteraan, berbeda dengan lain-lain bentuk kesejahteraan (welfare), harus didekati dari konsep harta atau “riches” ekonomi. Dengan pendekatannya ini ia lebih lanjut memperkukuhkan konsepsi yang telah dikenal sebagai “social optimum”, yaitu Pareto Optimal (optimalitas ala Pareto dan Edgeworth), di mana economics efficiency mencapai social optimum bila tidak seorangpun bisa lagi menjadi lebih beruntung (better-off) tanpa membuat orang lain merugi (worse-off). Dalam pada itu pemborosan (dalam konsepsi social optimum ini) masih terjadi bila seseorang masih bisa menolong orang lain tanpa merugi. Apa yang dikemukakan Boulding ini, dalam kaitan Vilfredo Pareto dan Francis Edgeworth, Alfried Marshall dan A.C. Pigou, pada dasarnya adalah “old utilitarian” dan tidak terlepas dari mekanisme persaingan sempurna dalam pasar. Kesejahteraan dan persaingan menjadi dua sejoli diangkat di sini sebagai paradigma klasikal oleh

Smart In Organization 175

Vilfredo Pareto kaum Smithian. Inilah “ekonomi kesejahteraan lama” yang berdasar pada utilitas, berorientasi harta atau kekayaan ekonomi individu dan self-interest

Smart In Organization 176 maximizalition, yang menegaskan tercapainya Pareto efficiency. Dengan demikian “social optimum” semacam ini menggambarkan berlakunya institusi ekonomi berdasar paham individualisme dan liberalisme ekonomi (Swasono,2005). Ekonomi kesejahteraan seperti inilah yang saat ini dipakai di Indonesia, yang juga kita sebut sebagai ekonomi kesejahteraan konvensional. Ekonomi yang hanya membangga-banggakan pertumbuhan, dengan melupakan yang lain yang lebih penting, yaitu modal sosial dan spiritual.

Kelemahan dari konsep Pareto Optimal adalah tidak dapat digunakan untuk memecahkan masalah-masalah sosial yang mendasar dari distribusi dan redistribusi. Islam sangat memperhatikan masalah-masalah sosial ini. Ekonomi kesejahteraan konvensional pada saat mempunyai masalah dalam alokasi dan mencoba memecahkan masalah alokasi tersebut berdasarkan pada pertimbangan nilai yang berubah-ubah dari alokasi tersebut. Pertimbangan nilai yang berubah-ubah tersebut berlaku pada fungsi kesejahteraan konvensional. Pengertian ini bukan dasar yang kokoh dari ilmu ekonomi kesejahteraan (Chowdhury,1999).

Sebaliknya ekonomi kesejahteraan syariah menggunakan pertimbangan moral dan sosial yang saling berhubungan harus mencakup pertimbangan nilai yang dikandung Al-Qur’an. Fungsi kesejahteraan semacam ini hanya dibatasi pada

Smart In Organization 177

Kabir Chowdhury masyarakat Islam. Jika para ekonom tidak mengetahui bagaimana membedakan antara berkembang dan kurang berkembang yang dihasilkan dari sebuah perubahan kebijakan yang seharusnya terhadap keputusan investasi baru, maka keputusan tersebut tidak dapat memberikan setiap rekomendasi mengenai setiap alokasi sumberdaya. Ini hanya

Smart In Organization 178 merupakan jalan keluar berupa rumusan dari seperangkat pertimbangan nilai secara eksplisit yang memungkinkan para analis untuk mengevaluasi keputusan investasi yang berdasarkan pada kriteria kesejahteraan. Prinsip Syariah adalah kebijaksanaan dan kemaslahatan manusia di dunia dan akhirat. Kemaslahatan ini terletak pada keadilan, kasih sayang, kesejahteraan dan kebijaksanaan yang sempurna. Apapun yang menyimpang dari keadilan pada penindasan, dari kasih sayang pada kekerasan, dari kesejahteraan pada kemiskinan, dan dari kebijaksanaan pada kebodohan adalah sama sekali tidak ada kaitannya dengan syariah (Ibnu Qayyim, 1955). Dengan demikian ekonomi kesejahteraan yang sejati adalah ekonomi kesejahteraan syariah.

Smart In Organization 179

Ibnu Qayyim

Smart In Organization 180

5.4. BELAJAR DARI KEGAGALAN NILAI GUNA KONVENSIONAL

Menurut Jeremy Betham, apa yang

menyebabkan kenikmatan adalah baik dan apa yang menyebabkan rasa sakit adalah buruk.

Jeremy Bentham

Smart In Organization 181

Dengan demikian baik dan buruk atau benar dan salah ditentukan oelh kriteria nyaman dan sakit, yang disebut nilai guna (utility). Betham menyatakan bahwa orang yang baik adalah orang yang memaksimalkan nilai gunanya dan masyarakat yang baik adalah mencari nilai guna total secara maksimal bagi semua anggotanya.

M. Umer Chapra Nilai guna yang diperkuat materialisme telah

menyediakan rasional logis bagi nafsu mencari kekayaan dan kenikmatan jasmaniah. Nilai guna ini hanya melihat konsumsi sebagai tujuan tertinggi dari kehidupan ekonomi, sumber utama kebahagiaan, upaya memaksimalkan penghasilan dan pemenuhan

Smart In Organization 182 kebutuhan sebagai kebaikan tertinggi (Chapra, 1995). Pendekatan yang tidak mempertimbangkan moral dan spiritual ini sangat lemah dan tidak akan menjadikan seseorang merasakan kenikmatan yang sesungguhnya. Meskipun demikian nilai guna ini masih diajarkan di sekolah-sekolah sampai saat ini.

Prinsip syariah akan menyediakan dasar untuk membuat alokasi, produksi dan distribusi secara adil dan sah. Oleh karena itu, prinsip syariah merupakan penting sekali untuk mengelompokkan kriteria umum yang akan membantu untuk membangun peringkat nilai guna (utility) dari kombinasi yang berbeda dari barang yang dikonsumsi oleh anggota masyarakat Islam. Peta indeference pada keputusan individu didasarkan barangkali dianggap sebagai fungsi kesejahteraan sosial dan moral Islam (Mannan, 1984).

Konsep nilai guna dalam Islam merupakan sebuah konsep yang lebih luas daripada konsep nilai guna dalam ekonomi kesejahteraan konvensional. Nilai guna konvensional, hanya mempertimbangkan material semata. Nilai guna dalam Islam dikenal dengan sebutan maslahah, yang dikemukakan oleh Malik bin Anas. Subyek ini diperjelas oleh Ghazali, Ibnu Qayyim, Shatibi, Tufi, Izzudin ibn Abdussalam dan Quraf. Ternyata konsep Maliki ini serupa dengan analisis nilai guna (utility) dari filosof barat seperti Jeremy Bentham dan J.S.Mill (Shiddiq, 1982).

Smart In Organization 183

Al-Ghazali

Bisa jadi Jeremy Bentham dan J.S.Mill terinspirasi dari Malik bin Anas. Bentuk maslahah merujuk pada kesejahteraan yang luas dari manusia.

Smart In Organization 184

J.S.Mill Menurut Al-Shatibi, maslahah merupakan kepenilikan atau kekuatan barang atau jasa yang menguasai elemen dasar dan sasaran kehidupan manusia di dunia. Ada lima elemen dasar kehidupan di dunia, yaitu kehidupan (al-nafs), kepemilikan (al-

Smart In Organization 185 mal), kebenaran (ad-din), kecerdasan (al-aql) dan keturunan (al-nasl). Semua barang dan jasa yang mempunyai kekuatan untuk menaikkan lima elemen dasar ini yang dikatakan mempunyai maslahah dan barang dan jasa yang mempunyai maslahah akan dinyatakan sebagai kebutuhan. Keinginan dalam ekonomi konvensional ditentukan oleh konsep nilai guna sementara kebutuhan dalam Islam ditentukan oleh konsep maslahah (Khan, 1989).

M Akram Khan

Smart In Organization 186 Konsep barang juga berbeda dalam Islam. Dalam Islam barang merupakan karunia yang terbaik dari Tuhan pada manusia. Menurut Al-Qur’an barang konsumsi adalah barang yang melambangkan nilai moral dan ideologi mereka (manusia). Dalam Al-Qur’an, barang dinyatakan dalam dua istilah, yaitu al-tayyibat dan al-rizq. Kata al-tayyibat digunakan 18 kali, sedangkan kata al-rizq digunakan 120 kali dalan Al-Qur’an. Al-tayyibat merujuk pada suatu yang bail, suatu yang murni dan baik, sesuatu yang bersih dan murni, sesuatu yang baik dan menyeluruh serta makanan yang terbaik. Al-rizq merujuk pada makanan yang diberkahi Tuhan, pemberian yang menyenangkan dan ketetapan Tuhan (Ali, 1975). Menurut Islam, barang konsumen adalah berdaya guna, materi yang dapat dikonsumsi yang bermanfaat yang bernilai guna yang menghasilkan perbaikan material, moral, spiritual bagi konsumen. Sesuatu yang tidak berdaya guna dan dilarang dalam Islam bukan merupakan barang dalam pengertian Islam. Dalam barang ekonomi konvensional adalah barang yang dapat dipertukarkan. Tetapi barang dalam Islam adalah barang yang dapat dipertukarkan dan berdaya guna secara moral. Kriteria kesejahteraan akan bekerja dalam kondisi untuk memilih di antara proyek-proyek investasi yang berbeda untuk mengalokasikan sumberdaya dengan dasar Syariah secara Islam. Memanglah, sebagian besar kriteria ini tumpang tindih satu dengan yang lainnya.

Smart In Organization 187 Meskipun, kriteria yang disebutkan tersebut merupakan kriteria yang hanya indikatif, tetapi tidak yang mendalam. Kriteria kesejahteraan tersebut, antara lain peningkatan ideologi, efisien penggunaan sumberdaya, keadilan dalam distribusi pendapatan, baik secara kolektif, prioritas terhadap kebutuhan yang mendesak, stabilitas, kepastian, keberlangsungan, produktivitas, pertimbangan manusia, universal, etika dan moral (Choudhury, 1991).