kepentingan tiongkok dalam kerjasama regional …digilib.unila.ac.id/57608/3/skripsi tanpa bab...
TRANSCRIPT
KEPENTINGAN TIONGKOK DALAM KERJASAMA REGIONAL
COMPREHENSIVE ECONOMIC PARTNERSHIP PADA MASA
PEMERINTAHAN XI JINPING TAHUN 2012-2017
(Skripsi)
Oleh
RIDHO RAKHMAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2019
ABSTRAK
KEPENTINGAN TIONGKOK DALAM KERJASAMA REGIONAL
COMPREHENSIVE ECONOMIC PARTNERSHIP PADA MASA PEMERINTAHAN
XI JINPING TAHUN 2012-2017
Oleh
RIDHO RAKHMAN
Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) merupakan salah satu kerjasama
regional di bidang ekonomi. RCEP merupakan kerjasama yang diinisiasikan oleh Tiongkok
yang diikuti oleh lima belas anggota di antaranya sepuluh negara anggota ASEAN, Korea
Selatan, India, Jepang, Australia, dan Selandia baru. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji
kepentingan apa sajakah yang ingin dicapai oleh Tiongkok dalam kerjasama RCEP.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan teknik pengumpulan data analisis
data sekunder. Penelitian ini menemukan bahwa ada tiga kepentingan Tiongkok dalam
RCEP, yaitu : kepentingan ekonomi, kepentingan politik, dan kepentingan rivalitas
Tiongkok-Amerika Serikat terutama di kawasan Asia Tenggara. Dalam setiap kepentingan
tersebut memiliki beberapa faktor pendorong bagi Tiongkok. Faktor pendorong kepentingan
ekonomi yang dimiliki Tiongkok ialah keuntungan dalam sumber daya alam, sumber daya
manusia, dan yang ketiga yaitu memudahkan jalur masuk perdagangan dan investasi. Faktor
pendorong kepentingan politik Tiongkok ialah untuk memperkuat citra sebagai negara super
power, kedua yaitu untuk menguasai bidang ekonomi di antaranya perdagangan barang dan
jasa, dan, sektor investasi, untuk mempertahankan hegemoni pada sektor perdagangan
khususnya dengan negara-negara ASEAN. Faktor kepentingan dalam rivalitas Tiongkok-
Amerika Serikat, yaitu untuk meminimalisir ancaman dari tindakan yang dilakukan Amerika
Serikat terhadap Tiongkok, serta untuk menggusur hegemoni Amerika Serikat pada bidang
ekonomi di beberapa sektor.
Kata kunci : Kerjasama Ekonomi, Kepentingan, Tiongkok, RCEP.
ABSTRACT
THE INTEREST OF TIONGKOK IN THE COOPERATION OF REGIONAL
COMPREHENSIVE ECONOMIC PARTNERSHIP IN THE XI JINPING
GOVERNMENT IN 2012-2017
By
RIDHO RAKHMAN
The Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) is one of the regional
cooperation in the economic sector. RCEP is initiated by China which is attended by fifteen
members including ten ASEAN member countries, South Korea, India, Japan, Australia and
New Zealand. This study aims to examine what interests that China wants to achieve from
RCEP. This study uses a qualitative approach with secondary data analysis data collection
techniques. This study found that there were three Chinese interests in RCEP, such as
economic interests, political interests, and the interests of China-United States rivalry. In each
of these interests has several driving factors for China. The driving factor for economic
interests that China has is profits in natural resources, human resources, which facilitates
trade and investment entry points. The driving factor for China's political interests is to
strengthen the image as a super power country, to control the economic sector, including
trade in goods and services, and, the investment sector, and to maintain hegemony in the
trade sector especially with ASEAN countries. A factor in the rivalry between China and the
United States, namely to minimize the threat of actions taken by the United States towards
China, and to displace US hegemony in the economic sector in several sectors.
Key words : Economic Cooperation, Interest, Tiongkok, RCEP.
KEPENTINGAN TIONGKOK DALAM KERJASAMA REGIONAL
COMPREHENSIVE ECONOMIC PARTNERSHIP PADA MASA
PEMERINTAHAN XI JINPING TAHUN 2012-2017
Oleh
RIDHO RAKHMAN
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar
SARJANA HUBUNGAN INTERNASIONAL
Pada
Program Sarjana Ilmu Hubungan Internasional
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2019
RIWAYAT HIDUP
Ridho Rakhman lahir di Jakarta pada tanggal 25
Oktober 1997. Penulis merupakan anak keempat dari
lima bersaudara pasangan bapak Mukjizat, S.sos.,M.S.I.
dan ibu Masrani. Penulis menempuh pendidikan Sekolah
Dasar (SD) di SDI Assa’adah Jakarta Timur dan lulus
pada tahun 2009, kemudian melanjutkan pendidikan di
Sekolah Menengah Pertama (SMP)
di SMPN.194 Jakarta Timur yang diselesaikan pada tahun 2012. Penulis kemudian
melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMAN. 107 Jakarta Timur dan
lulus pada tahun 2015.
Pada tahun yang sama penulis dinyatakan berhasil di terima sebagai mahasiswa
Jurusan Hubungan Internasional Universitas Lampung melalui jalur Ujian Mandiri.
Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah mengikuti program pertukaran pelajar ke
Tiongkok melalui program yang diselenggarakan AIESEC pada tahun 2017. Penulis juga
sempat mengikuti acara MUN atau Model United Nations yang diselenggarakan di Madrid
Univesity, Spanyol.
MOTTO
Do Not To Find Out Your Personal Identity, Just Create It.
(Wayne Dyer)
“Allah Tidak Akan Membebani Seseorang Melainkan Sesuai
Dengan Kadar Kesanggupannya”
(QS Al Bawarah : 286)
PERSEMBAHAN
Dengan Segala Kerendahan Hati Kupersembahkan Karya
Kecilku ini Kepada :
Kedua Orang Tuaku
Terimakasih Untuk Semua Kasih Sayang Dan
Pengorbanannya selama ini. Hidup Merantau Hampir Empat
Tahun Membuat Saya Sadar Bahwa Hidup Jauh Dari
Keluarga Ialah Salah Satu Hal Terberat Dalam Membentuk
Jati Diri.
SANWACANA
Puji Syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan
hidayah-Nya skripsi ini dapat terselesaikan. Skripsi dengan judul “Kepentingan
Tiongkok Dalam Kerjasama Regional Comprehensive Economic Partnership Pada
Masa Pemerintahan Xi Jingping Tahun 2012-2017” adalah salah satu syarat untuk
memeperoleh gelar sarjana Hubungan Internasional di Universitas Lampung. Dalam
kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. Syarief Makhya selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Lampung
2. Bapak Drs. Aman Toto Dwijono, M.H. selaku pembimbing pertama skripsi. Terima
kasih atas jasa, ilmu, saran, masukan, serta dukungan moril yang sangat berguna bagi
pengembangan diri penulis. Mohon maaf penulis sampaikan jika terdapat tindakan
tercela selama proses bimbingan yang dilakukan penulis. Doa dan dukungan Bapak
Aman sangat berguna bagi penulis sebagai bekal untuk masa depan.
3. Bapak Dr. Suripto, S.Sos., M.AB selaku dosen pembahas yang selalu memberikan
pandangan kehidupan mengenai konsep usaha, ikhtiar, dan tawakal kepada penulis
serta membantu membangun logika penulis dalam penulisan skirpsi. Terima kasih
bapak selalu memberikan semangat dan doa agar penulis sukses dalam segala hal.
4. Mba Astiwi Inayah, S.IP., M.A. selaku pembimbing skripsi yang selama ini selalu
membimbing dan memotivasi penulis dalam merangkai cita-cita dan masa depan.
Terima kasih telah menjadi sosok panutan yang sangat baik, yang penuh perhatian
dan pengetahuan sehingga selalu membantu berbagai kesulitan yang penulis alami.
Penulis juga berharap mba Tiwi senantiasa diberikan kelancaran dalam hidup dan
kesehatan.
5. Bapak Mukjizat dan Ibu Masrani selaku kedua orang tua yang sangat penulis cintai
dan selalu ingin penulis banggakan dan bahagiakan. Terima kasih sudah memahami
dengan sabar hingga penulis dapat menyelesaikan studi ini. Terima kasih atas segala
dukungan, motivasi, perhatian, kasih sayang, doa, dan semangat yang senantiasa
diberikan kepada penulis selama ini. Mohon maaf untuk baba dan mama penulis
sampaikan jika selama ini ada sikap penulis yang membebankan maupun
mengecewakan baba dan mama. Penulis juga senatiasa berharap baba dan mama
selalu diberikan kesehatan dan lindungan dari Allah SWT.
6. Irma Tata Manggala, Aditya Pratama, Firly Ramadhan, Abdurahman Wahid, Kent
Ramadhan, Azizul Kohar Terimakasih sudah menemani penulis dalam mengerjakan
penelitian atau mengerjakan tugas-tugas lainnya. Penulis berharap dalam waktu
dekat kita dapat mencapai kesuksesan sesuai yang kita harapkan.
7. Saka Dete dan Meka Nurhadi selaku kakak tingkat yang penulis sayangi. Terima
kasih sudah menjadi kakak dan sekaligus contoh panutan yang baik, dan menjadi
teman berkumpul. Terima kasih bang Saka atas semua bantuan yang sudah
diberikan disaat kepada penulis.
8. Staff Jurusan, Dekanat, Universitas terima kasih telah berperan dan membantu
penulis dalam segala urusan administrasi yang diperlukan.
9. Dosen-dosen Jurusan Hubungan Internasional terima kasih atas seluruh ilmu yang
telah diberikan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir
dengan lancer dan tepat waktu..
10. Teman-teman Hubungan Internasional angkatan 2015. Terima kasih sudah menjadi
bagian dari perjalanan perkuliahan penulis. Terima kasih sudah berbagai tawa,
cerita dan kesulitan bersama. Maaf jika selama ini penulis pernah melakukan
perbuatan maupun perkataan yang kurang mengenakan, sungguh penulis tidak
bermaksut demikian.
11. Untuk orang-orang yang belum disebutkan dan tidak mungkin untuk disebutkan.
Penulis mengucapkan terima kasih atas semuanya, yang pernah terjadi dahulu telah
membuat penulis menjadi pribadi yang lebih baik lagi dan memberikan
pembelajaran yang sangat bermakna bagi penulis. Maaf atas kesalahan yang pernah
penulis lakukan di masa itu.
Akhir kata, penulis menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari kata
kesempurnaa, akan tetapi sedikit harapan semoga skripsi ini dapat berguna dan
bermanfaat bagi semua. Amin.
Bandar Lampung, 1 Juli,2019
Penulis,
Ridho Rakhman
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ........................................................................................................................... II
DAFTAR TABEL ................................................................................................................ III
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................................... IV
DAFTAR SINGKATAN ..................................................................................................... V
I. PENDAHULUAN ......................................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ....................................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah .................................................................................................. 6
1.3. Tujuan Penelitian .................................................................................................. ..7
1.4. Manfaat Penelitian................................................................................................ ..8
II. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................................ ..9
2.1. Penelitian Terdahulu ............................................................................................ ..9
2.2. Landasan Teoritis ................................................................................................. 17
2.2.1 Konsep Kerjasama Internasional ........................................................... 18
2.2.2 Konsep Kepentingan Nasional ............................................................. 22
2.2.3 Teori Ekonomi Politik ............................................................................. 23
2.2.4 Power Transition Theory ........................................................................ 26
2.3. Kerangka Pemikiran ............................................................................................ 29
III. METODE PENELITIAN ......................................................................................... 31
3.1. Jenis Penelitian ...................................................................................................... 31
3.2. Fokus Penelitian .................................................................................................... 32
3.3. Sumber Data ........................................................................................................... 33
3.4. Teknik Pengumpulan Data ................................................................................. 33
3.5. Teknik Analisis Data ........................................................................................... 34
3.5.1. Reduksi Data .............................................................................................. 34
3.5.2. Penyajian Data ........................................................................................... 34
3.5.3. Penarikan Kesimpulan ............................................................................ 35
IV. GAMBARAN UMUM ............................................................................................... 36
4.1. Keikutsertaan Tiongkok Dalam Kerjasama Ekonomi Regional ............. 37
4.2. Kerjasama RCEP .................................................................................................. 40
4.3. Fokus Kepentingan Tiongkok di Bidang Kerjasama Ekonomi ............... 49
V. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................................. 60
5.1. Angka Perekonomian Tiongkok Tahun 2010-2017 ................................... 61
5.1.1. Angka Pertumbuhan GDP Tiongkok .................................................. 62
5.1.2. Angka GNP Tiongkok ............................................................................. 65
5.1.3. Angka FDI Tiongkok .............................................................................. 67
5.1.4. Angka Ekspor Tiongkok ......................................................................... 72
5.1.5. Angka Impor Tiongkok .......................................................................... 75
5.1.5. Angka Konsumsi Tiongkok ................................................................... 77
5.2. Motif Kepentingan Tiongkok Dalam Kerjasama RCEP ........................... 79
5.2.1. Motif Kepentingan Ekonomi ................................................................. 79
5.2.2. Motif Kepentingan Politik ..................................................................... 84
5.2.3. Motif Kepentingan Rivalitas Tiongkok-Amerika Serikat ............. 87
VI. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................................ 91
6.1. Kesimpulan ............................................................................................................. 91
6.2. Saran ......................................................................................................................... 92
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................
II
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
2.1. Komparasi Penelitian Terdahulu .............................................................................. 16
4.1. Kerjasama Regional Tiongkok .................................................................................. 39
5.1. Peringkat GNP Terbesar.............................................................................................. 66
5.2. Angka Investasi Tiongkok dengan Jepang ............................................................ 68
5.3. Peringkat Investasi dengan ASEAN ........................................................................ 71
5.4. Ekspor Impor Tiongkok Dengan Jepang ................................................................ 71
5.5. Pendapatan Ekspor Terbesar dengan ASEAN ...................................................... 74
5.6. Angka Impor Terbesar dengan ASEAN ................................................................. 75
III
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1.1. Perkembangan Perjanjian Pasar Bebas ................................................................... 2
1.2. Grafik Ekspor dan Impor Tiongkok dengan ASEAN ......................................... 4
2.1. Model Kerangka Pemikiran Penelitian ................................................................... 30
5.1. Data Peningkatan GDP Tiongkok Tahun 2010-2017 ......................................... 62
5.2. Persentasi Indikator GDP Tiongkok ........................................................................ 63
5.3. Data Peringkat GDP Terbesar 2009-2017.............................................................. 64
5.4. Data GNP Tiongkok ..................................................................................................... 65
5.5. Angka FDI Outflow Tiongkok................................................................................... 67
5.6. Angka FDI Outflow Tiga Negara Terbesar............................................................ 68
5.7. Angka Investasi Tiongkok ke ASEAN ................................................................... 69
5.8. Angka FDI Intflow Tiongkok .................................................................................... 71
5.9. Angka Perbandingan Ekspor Tiongkok Dengan Amerika ................................ 72
5.10. Angka Ekspor Tiongkok-ASEAN ......................................................................... 73
5.11. Angka Impor Tiongkok ............................................................................................. 75
5.12. Angka Impor Tiongkok dan Amerika Serikat .................................................... 77
5.13. Angka Konsumsi Tiongkok ..................................................................................... 78
IV
DAFTAR SINGKATAN
AFTA : ASEAN Free Trade Area
APEC : Asia Pasific Economic Cooperation
ASEAN : Association of Southeast Asia Nations
CAFTA : China-ASEAN Free Trade Area
EFTA : European Free Trade Association
FOCAC : Forum on China-Africa Cooperation
FDI : Foreign Direct Investment
FTA : Free Trade Area
GATT : General Agreement on Tariffs and Trade
GDP : Gross Domestic Product
GNP : Gross National Product
NAFTA : North Amerika Free Trade Area
PBB : Persatuan Bangsa-Bangsa
RCEP : Regional Comprehensive Economic Partnership
TPP : Trans-Pacific Partnership
UN : United Nations
WTO : World Trade Organizations
V
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Semakin berkembangnya kondisi ekonomi serta politik global, telah
membentuk beberapa sistem dalam bidang perekonomian dari berbagai negara di
seluruh dunia. Di antara sistem tersebut terdapat salah satu sistem yang
mengalami perkembangan cukup signifikan yaitu sistem perdagangan bebas atau
terintegrasinya pasar global yang menjanjikan kemudahan serta keuntungan di
dalam penciptaan sistem tersebut. Dalam sistem inipun dikenal upaya untuk
mengurangi hambatan – hambatan dalam perdagangan bebas, seperti kontrol suatu
tariff dan juga pembatasan kuota subsidi impor dan ekspor. Regional
Comprehensive Economic Partnership (RCEP) merupakan salah satu bentuk
integrasi pasar atau kerjasama perdagangan bebas yang diresmikan pada tahun
2012 di Kamboja dan diinisiasi oleh Tiongkok. Kerjasama ini diikuti oleh seluruh
negara Association of Southeast Asia Nations (ASEAN) serta enam negara lainnya
yaitu Tiongkok, Jepang, India, Korea Selatan, Australia dan Selandia Baru.
Dibawah ini terdapat data yang menunjukan perkembangan dari sistem
perdagangan bebas yang mengalami peningkatan jumlah kerjasama perdagannya.
2
Gambar 1.1 Perkembangan Perjanjian Pasar Bebas
Sumber : www.wto.org
Kegiatan kerjasama perdagangan menjadi salah satu indikator penting bagi
suatu negara dalam meningkatkan intensitas power negara tersebut. Hal inipun
memiliki kesamaan seperti asumsi yang diungkapkan oleh A.F.K Organski dalam
bukunya yang berjudul “World Politics”, yaitu:
“one of the most important determinants of a nation’s power is it
economic organizations, or more specifically, the degree to which it
has industrialized. We have already seen that natural resources do not
contribute to a nation power unless they are developed, and their
development is a question of technology and economic organization.”1
Kemunculan awal dari sistem perdagangan bebas inipun awalnya
diperkenal oleh Adam Smith yang mengkritik sistem perdagangan saat itu yang
lebih banyak dikendalikan oleh pemerintah dalam menentukan kepentingan –
kepentingan dalam melakukan perdagangan. Adam Smith berasumsi bahwa
1 A.F.K Organski, 1968, World Politics (Second Edition), Random house: United States. Halaman
155
3
seharusnya sistem pasar global inipun harus terbebas dari campur tangan para
pemerintah, karena jika pemerintah ikut dalam menentukan kebijakan dalam
sistem tersebut sering kali mengakibatkan suatu tindakan kolusi antara pemerintah
dan para pengusaha.2
Keadaan sistem pasar global ini pada awalnya memiliki titik terang pada
saat dibentuknya GATT (General Agreement on Tariffs and Trade) pada tahun
1947. GATT diresmikan pada tahun 1948 yang saat itu diresmikan di Geneva,
Swiss.3 Setelah beberapa kali mengadakan pertemuan antar anggota GATT, tepat
pada tanggal 1 Januari 1995 GATT berubah nama menjadi WTO atau yang saat
ini dikenal sebagai World Trade Organizations. Dalam perubahan nama ini ada
beberapa hal yang juga berubah dari kebijakan awal yang dibentuk saat GATT
yaitu hanya membahas tentang perdagangan suatu barang, dan hal yang
ditambahkan pada saat berubah menjadi WTO yaitu mereka juga membahas
tentang regulasi perdagangan jasa dan juga kekayaan intelektual.
Tiongkok menjadi salah satu negara dari 23 negara yang ikut meratifikasi
GATT pada saat pertama kali dibentuk pada tahun 1947. Lalu Tiongkok keluar
dari GATT pada tahun 1949 dari Tiongkok baru bergabung kembali dengan WTO
pada tahun 2001.4 Setelah bergabung dengan WTO, Tiongkok mulai melakukan
revolusi dibidang ekonominya. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya kerjasama –
kerjasama dalam bidang ekonomi yang diikuti oleh Tiongkok baik itu kerjasama
regional atau intra regional. Setelah melakukan kerjasama dibidang ekonomi ,
Tiongkok muncul menjadi suatu kekuatan baru yang dapat menyaingi kekuatan
2 Walter Carlnaes, Thomas Risse, and Beth A Simmons, 2004, Handbook of International
Relations, London: SAGE Publications. Halaman 932 3 WTO, “History of Trade”, (www.wto.org/english/thewto_e/history_e/history_e.htm), diakses
pada 20 Oktober 2018. 44 ibid
4
negara – negara yang sudah maju lebih awal dari Tiongkok seperti negara
Amerika Serikat dan Jepang. Dibawah ini terdapat data angka ekspor dan impor
Tiongkok dengan ASEAN yang diketahui sebagai sumber kekuatan baru dari
Tiongkok.
Gambar 1.2 Grafik Ekspor dan Impor Tiongkok dengan ASEAN
Sumber : www.wto.org
RCEP merupakan salah satu bentuk kerjasama perdagangan bebas antara
negara Anggota ASEAN dan enam negara lainnya yaitu Tiongkok, Jepang, India,
Korea Selatan, Australia dan juga Selandia baru. RCEP resmi diperkenalkan
pada 21st ASEAN Summit and Related Summits di Phnom Penh, Kamboja pada
November 2012.5 Pertemuan pertama setelah diperkenalkan, diselenggarakan
pada tanggal 19 Agustus 2013. Pertemuan yang diwakilkan oleh masing – masing
utusan negara anggota RCEP saat itu yang bertujuan untuk saling bernegosiasi
antara negara anggota RCEP, didalam pertemuan yang pertama itu dibentuk lah
tiga kelompok kerja dalam RCEP ini. 6
5 ASEAN, “Regional Comprehensive Economic Parthership”, (asean.org/?static_post=rcep-
regional-comprehensive-economic-partnership), diakses pada 20 Oktober 2018. 6 Ibid, 20 Oktober 2018.
5
A. Kelompok kerja Trade in Goods
B. Kelompok kerja Trade in Services
C. Kelompok kerja Investment
Pada tahun 2013 sampai tahun 2018, RCEP sudah melakukan pertemuan
sebanyak delapan kali. Berdasarkan delapan pertemuan itu, RCEP sudah
membentuk beberapa kesepakatan yaitu diantaranya tentang perdagangan barang
antara negara anggota yang telah menyepakati bahwa RCEP akan bertujuan
secara progresif dalam menghilangkan hambatan tariff dan non-tarif pada semua
perdagangan yang bersubstansi semua jenis barang, kesepakatan lainnya yaitu
mengenai perdagangan jasa bahwa RCEP akan secara komprehensif dan
berkualitas tinggi dan akan mencakup keseluruhan substansi dalam
menghilangkan pembatasan ataupun tindakan diskriminasi yang berhubungan
dalam perdagangan jasa antara negara anggota RCEP, kesepakatan selanjutnya
yaitu mengenai tentang kelompok kerja investasi, RCEP akan bertujuan
menciptakan lingkungan investasi yang secara liberal, fasilitatif dan juga
kompetitif diseluruh wilayah masing – masing negara anggota, dan negosiasi
untuk investasi di bawah naungan RCEP ini memiliki empat pilar yaitu promosi,
perlindung, fasilitasi dan liberalisasi, dan kesepakatan yang terakhir yaitu RCEP
akan memasukan mekanisme dalam penyelesaian sengketa antara anggota RCEP
yang akan memberikan solusi secara efektif, efisien dan juga transparan.
Adanya indikasi lain yang membuat Tiongkok memiliki kepentingan lebih
dalam RCEP ialah ada beberapa kerjasama perdagangan antar negara seluruh
regional yang tidak diikuti oleh Tiongkok, salah satunya yaitu Trans-Pacific
Partnership (TPP). Kemudian terdapat peningkatan interaksi dibidang ekonomi
6
salah satunya kegiatan ekspor dan impor yang dilakukan oleh Tiongkok dengan
negara anggota ASEAN yang mengalami peningkatan sejak awal RCEP ini
diperkenalkan dan peningkatan inipun mengindikasikan kepentingan lain yang
dimiliki oleh Tiongkok.
Terdapat suatu kesenjangan dalam kerjasama perdagangan ini. Pertanyaan
tentang mengapa Tiongkok lebih tertarik untuk menginisiasi Regional
Comprehensive Economic Partnership dibandingkan ikut bergabung ke dalam
berbagai kerjasama perdagangan bebas yang sudah terbentuk sebelumnya,
menarik untuk diteliti. Selain itu kepentingan apa sajakah yang dimiliki Tiongkok
dalam menginisiasi Regional Comprehensive Economic Partnership juga menarik
untuk dikaji lebih lanjut.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan penjelasan latar belakang yang sudah dijelaskan sebelumnya,
bahwa Tiongkok sebelumnya sudah memiliki beberapa bentuk kerjasama
perdagangan dengan negara – negara anggota RCEP dan Tiongkok pun lebih
memilih untuk menginisiasi kerjasama perdagangan baru lagi yaitu, RCEP dari
pada memperkuat kerjasama perdagangannya yang sudah dibentuk oleh Tiongkok
sebelumnya.
Hal inipun memunculkan pertanyaan tentang kepentingan apakah yang
mempengaruhi Tiongkok dalam menginisiasi RCEP. Rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah : Apa sajakah kepentingan yang ingin dicapai Tiongkok
melalui kerjasama RCEP ?
7
Pertanyaan ini penting untuk diteliti agar dapat memberikan perspektif
bagi seluruh negara anggota RCEP dalam mengambil kebijakan perdagangannya,
khususnya untuk Indonesia agar dapat memberikan sedikit gambaran dalam
pengambilan kebijakan kerjasama perdagangannya sehingga terhindar dari
kepentingan Tiongkok yang dapat berdampak buruk bagi Indonesia.
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini dibentuk untuk menjadi alur atau arahan dalam
analisis yang akan disajikan dipenelitian ini. Tujuan penelitannya ialah untuk
1. Mendekripsikan kebijakan luar negeri Tiongkok dalam kerjasama
perdagangannnya
2. Menjelaskan apa saja kepentingan yang ingin dicapai Tiongkok melalui
kerjasama RCEP
3. Menganalisis faktor – faktor lain yang membentuk kepentingan Tiongkok
dalam RCEP
1.4. Manfaat penelitian
1. Manfaat Keilmuan
Dalam bidang keilmuan, penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber
informasi atau sumber ilmu tentang bagaimana kebijakan luar negeri
Tiongkok dibangun sesuai dengan kepentingan yang mereka miliki dalam
kerjasama RCEP, baik itu kepentingan ekonomi ataupun politik. Penelitian
ini juga diharapkan dapat memperkaya pengetahuan di kajian Hubungan
Internasional terkait bidang kerjasama internasional.
8
2. Manfaat Praktis
Untuk bidang praktis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan
pertimbangan bagi seluruh negara anggota RCEP dalam membentuk
kebijakan luar negeri mereka di bidang kerjasama perdagangan, agar
kebijakan tersebut dapat membuahkan keuntungan baik itu ekonomi atau
pun keuntungan politik. khususnya bagi Indonesia, penelitian ini
diharapkan dapat membantu dalam menyesuaikan kebijakan luar negeri
dalam bidang perdagangan agar terhindar dari dampak negatif seperti
eksploitasi pasar yang sering dilakukan oleh Tiongkok.
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini diawali tentang beberapa penelitian terdahulu, yang membahas
topik atau kajian tentang kepentingan Tiongkok dalam kerjasama regional. Bagian
ini diawali dengan penjelasan dari beberapa penelitian terdahulu yang memiliki
relevansi dengan penelitian ini. Penelitian terdahulu inipun juga digunakan untuk
mengetahui perbedaan dan keunikan dari penelitian ini.
2.1. Penelitian Terdahulu
Karya ilmiah yang pertama yaitu ditulis oleh Shamsul Khan dan Lei Yu,
dengan judul “Evolving China-ASEAN Relations and CAFTA: Chinese
Perspectives on China Initiatives in Relation to ASEAN Plus 1”. Latar belakang
dari penelitian ini ialah mengenai perjanjian perdagangan antara Tiongkok dengan
ASEAN. Perjanjian ini diinisiasi oleh Tiongkok. Dalam penjelasan tulisan ini,
Tiongkok memiliki alasan dalam menginisiasi kerjasama ini. Hal ini dikarenakan
ASEAN menjadi salah satu wilayah regional yang dominan dengan populasi
sebesar 1,9 juta jiwa dan memiliki angka GDP hampir 8 trilyun dollar Amerika. 7
Dalam penelitiannya ini, Shamsul Khan dan Lei Yu menggunakan data
sekunder yang banyak diambil dari buku, jurnal ataupun dokumen – dokumen dari
7 Shamsul Khan and Lei Yu, 2013, Evolving China-ASEAN Relations and CAFTA: Chinese
Perspectives on China Initiatives in Relation to ASEAN Plus 1. Australia: University of South
Australia. Vol 13, no.10. halaman 81-107.
10
perjanjian. Ada beberapa konsep yang digunakan dalam karya ilmiah ini yaitu
Intra-regional cooperation, Foreign Policy, dan Economic Diplomacy.
Penelitian ini menganalisis peluang apa saja yang akan didapatkan oleh
Tiongkok dalam kerjasama perdagangan dengan ASEAN ini atau disebut CAFTA
(China-ASEAN Free Trade Area). Shamsul Khan dan Lei Yu mengatakan bahwa
dalam kerjasama ini Tiongkok bukan hanya memiliki kepentingan dalam
kerjasama ekonomi dan menjalin hubungan dengan negara besar di ASEAN saja.
Shamsul Khan dan Lei Yu menganalis bahwa ada kepentingan geopolitik yang
dimiliki oleh Tiongkok dalam CAFTA ini. Salah satunya yaitu membuat mata
uang Tiongkok menjadi lebih internasional dan dapat menyaingi mata uang besar
seperti mata uang dollar Amerika ataupun mata uang Eropa.
Relevansi dari penelitian Shamsul Khan dan Lei Yu dengan penelitian
yang akan saya lakukan ialah adanya suatu persamaan dalam pembahasan tentang
peluang dan juga kepentingan yang dimiliki oleh Tiongkok dalam menjalin
kerjasama perdagangan dengan ASEAN atau yang bernama CAFTA. Adapun
yang membedakan penelitian Shamsul Khan dan Lei Yu dengan penelitian saya
ialah variabel – variabel penelitian yang dapat dilihat dari penelitian sebelumnya
menggunakan variabel Uni Eropa dan juga negara besar di ASEAN saja dalam
menganalis kepentingan geopolitik yang dimiliki oleh Tiongkok.
Karya ilmiah yang kedua yaitu berjudul “The Forum on China – Africa
Cooperation, Ideas and Aid: National Interest(s) or Strategic Partnership?” yang
ditulis oleh Ambrose Du Plesis.8 Latar belakang dari dilakukannya penelitian ini
ialah adanya suatu kerjasama antara Tiongkok dan juga Afrika yang membentuk
8 Ambrose Du Plesis, 2014, The Forum on China – Africa Cooperation, Ideas and Aid: National
Interest(s) or Strategic Partnership?. London: SAGE Publication. Vol. 6, no.2. halaman 113-130.
11
suatu forum yang bernama FOCAC (Forum on China-Africa Cooperation).
Dalam kerjasama FOCAC inipun timbul suatu kebijakan Tiongkok yang
menimbulkan pertanyaan apakah ada kepentingan lain Tiongkok dalam
memberikan bantuan pembangunan bagi Afrika.
Dalam penelitiannya, Ambrose Du Plesis menggunakan data – data
sekunder yang menjadi referensi dan didapatkan dari buku, jurnal dan juga
dokumen – dokumen penting terkait kerjasama FOCAC. Pada penelitian Ambrose
menggunakan beberapa konsep dan teori, seperti National Interest, Strategic
Partnership dan juga Foreign Aid.
Penelitian ini menjelaskan bagaimana awal terbentuknya kerjasama antara
Tiongkok dan Afrika. Kerjasama antara Tiongkok dan Afrika bukanlah suatu hal
baru. Kerjasama ini sudah berlangsung sejak pada awal masa perang dingin
dimulai. Pada saat itupun ada suatu kesamaan nasib antara Tiongkok dan juga
negara – negara di Afrika, yaitu sama – sama merasakan penindasan dari negara –
negara Barat saat itu. Kesamaan itulah yang menjadi alasan awal terbentuk
kerjasama antara Tiongkok dan Afrika. Setelah perang dingin berakhir barulah
Tiongkok semakin mengembangkan kerjasamanya dengan Afrika dan membentuk
suatu forum yaitu FOCAC. Disaat berjalannya FOCAC, Tiongkok merancang ide
baru yang mengusung suatu bentuk Strategic Partnership yang berisikan tentang
bantuan pembangunan baik itu dalam bentuk hibah, pinjaman, dan hutang.
Munculnya ide inipun membuat suatu pertanyaan untuk membuat suatu analisis
dari ide yang diinisiasikan oleh Tiongkok tersebut. Penelitian ini memberikan
suatu sudut pandang untuk menjadi kacamata dalam menganalisis ide tersebut.
12
Ada dua sudut pandang yang diberikan dalam penelitian ini, yaitu negatif
dan juga positif. Penglihatan positif itupun didapatkan dari dokumen – dokumen
pidato para pejabat yang berasal dari Tiongkok, yang berisikan tentang
keuntungan yang akan didapatkan oleh Afrika dalam kerjasama tersebut.
Berdasarkan sisi negatif itupun dilihat dari adanya kepentingan lain atau
kepentingan geopolitik yang dimiliki oleh Tiongkok. Hal ini diungkapkan bahwa
Afrika dijadikan alat untuk Tiongkok meminimalisir power negara – negara Barat.
Hal itupun dapat dilihat bahwa negara – negara di Afrika banyak menjadi negara
kolonialisasi beberapa negara Barat. Ada beberapa alasan mengapa negara –
negara Afrika ikut dalam meratifikasi kerjasama ini ialah karena merasa lebih
banyak mendapatkan keuntungan dan merasa bahwa kerjasama ini merupakan
suatu bentuk Positive sum-game, hal itupun dapat membuat negara – negara
Afrika lepas tangan dengan negara – negara Barat yang diketahui sangat dominan
salah satunya dalam Pan Afrikanisme.
Relevansi penelitian ini dengan penelitian yang akan saya lakukan ialah
terlatak pada analisis kepentingan lain seperti kepentingan geopolitik dari
kerjasama yang dilakukan oleh Tiongkok. Penelitian inipun memiliki beberapa
persamaan dengan karya ilmiah yang pertama, yaitu terletak pada kepentingan
geopolitik yang berhubungan dengan negara – negara Barat atau juga Uni Eropa.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan ialah terlihat dari
variabel penelitian yang hampir sama dengan karya ilmiah yang pertama.
Karya ilmiah yang ketiga ditulis oleh Xiangshuo Yin dengan judul ”The
Impact of The China-ASEAN Free Trade Agreement on Regional Trade”.
Penelitian ini memiliki latar belakang yaitu keuntungan apa sajakah yang
13
didapatkan oleh masing – masing anggota kerjasama ini baik itu dari sisi
Tiongkok dan juga dari negara – negara ASEAN. Penelitian ini menganalisis
tentang keuntungan yang didapatkan oleh semua pihak yang terlibat.9
Penelitian ini menggunakan perspektif liberal institusionalisme dalam
melihat kerjasama China-ASEAN Free Trade Agreement on Regional Trade. Pada
penelitian ini menggunakan konsep perdagangan bebas, yang menjadi acuan
dalam menganalisis dan mencari keuntungan apa saja yang didapatkan oleh semua
pihak yang terlibat. Penelitian ini menggunakan data sekunder dalam menjadi
acuan penelitan yang didapatkan dari berbagai sumber kredibel seperti buku,
jurnal dan juga dokumen – dokumen dari perjanjian tersebut.
Penelitian yang ditulis oleh Xiangshuo Yin ini diawali dari bagaimana
sejarah awal mula Tiongkok membuka atau menggunakan sistem pasar bebas dan
juga membahas tentang bagaimana perkembangan kerjasama perdagangan
regional berkembang, khususnya ASEAN yang dikenal dengan AFTA (ASEAN
Free Trade Area). Dalam penelitian ini, penulis lebih berkonsentrasi dengan
penjelasan bahwa perdagangan bebas dapat membawa banyak keuntungan yang
salah satunya dalam bidang ekonomi pembangunan dan juga peningkatan
teknologi. Penelitian ini terdiri dari beberapa pembahasan tentang pengaruh dan
keuntungan apa saja yang didapatkan dari kerjasama. Bagian pertama membahas
tentang sejarah perkembangan Tiongkok dalam perkembangan ekonomi dan
perkembangan perdagangan. Bagian kedua penelitian ini membahas tentang
sejarah Tiongkok di perdagangan Internasional dan perdagangan Regional.
Bagian ketiga membahas tentang dampak yang didapatkan oleh Tiongkok dan
9 Xiangshuo Yin, 2004, The Impact of The China-ASEAN Free Trade Agreement on Regional
Trade. Institut For National Security Strategy. Vol.18, no.2. halaman 311-339.
14
juga ASEAN dari CAFTA. Pada bagian terakhir membahas tentang dampak
ekonomi dari masing – masing anggota regional ini.
Relavansi penelitian ini dengan penelitian yang akan saya lakukan ialah
terletak pada pembahasan tentang bagaimana kerjasama perdagangan bebas itu
saling memberikan keuntungan bagi masing – masing negara anggota. Hal itu
dapat menjadi salah satu referensi untuk penelitian yang akan saya lakukan nanti.
Perbedaan dari penelitian ini dengan penelitian yang akan saya lakukan nanti
terletak pada isu dan juga unit analisisnya. Unit analisis penelitian ini hanya
menggunakan kepentingan ekonomi. Sementara penelitian yang akan saya
lakukan nanti akan menambahkan unit analisis lain, seperti kepentingan politik
ataupun kepentingan lainnya.
Karya ilmiah yang keempat yaitu berjudul ”China’s Cross-Regional
FTA Initiatives: Towards Comprehensive National Power”. Karya ilmiah ini
ditulis oleh Stephen Hoadley dan Jian Yang. Penelitian ini di latar belakangi oleh
perubahan orientasi kebijakan perdagangan Tiongkok yang awalnya menganut
privatisasi pasar berubah menjadi lebih menganut sistem perdagangan global dan
juga lebih kefokus ke dalam bidang agrikultur dan sektor industri. Perubahan
inipun dapat ditandai dari banyaknya kerjasama – kerjasama perdagangan yang
dilakukan oleh Tiongkok bersama dengan negara ataupun wilayah regional
tetangga.10
Penelitian ini menggunakan beberapa teori serta konsep seperti National
Interest, Strategic Partnership, dan Foreign Policy. Data yang digunakan dalam
10 Stephen Hoadley and Jian Yang, 2007, China’s Cross-Regional FTA Initiatives: Towards
Comprehensive National Power. Pacific Affairs: University of British Columbia. Vol.80, no.2.
halaman 327-348
15
penelitian mengacu pada data sekunder yang diambil dari berbagai sumber
kredibel seperti buku, jurnal, atau juga dokumen – dokumen dari setiap perjanjian.
Penelitian ini diawali dengan membahas tentang sejarah kerjasama
perdagangan yang pernah dilakukan oleh Tiongkok. Di awal penelitian, penulis
juga menjelaskan bahwa Tiongkok memiliki banyak tujuan dan juga kepentingan
di luar kepentingan ekonomi dalam setiap bentuk kerjasama perdagangan yang
mereka lakukan. Selain memiliki kepentingan ekonomi, Tiongkok juga memiliki
tujuan dan juga kepentingan lainnya dalam setiap kerjasama seperti peningkatan
power yang lebih komprehensif. Hal itu tentunya juga membawa kepentingan
politik dan keamanan yang mereka anggap penting atau vital. Penelitian ini juga
menjelaskan tentang bagaimana Tiongkok membentuk setiap kerjasama
perdagangannya berdasarkan kepentingan yang didapatkan dari negara tersebut.
Dalam kesimpulannya, penulis menyebutkan bahwa semua kerjasama
perdagangan yang dilakukan untuk menambahkan kekuatan keamanan ekonomi
Tiongkok. Penulis juga menjelaskan bahwa kerjasama perdagangan digunakan
untuk mempengaruhi dan juga menambah kemampuan dalam persaingan dengan
negara – negara super power lainnya, seperti Jepang dan Amerika Serikat.
Penelitian ini memiliki relevensi dengan penelitian yang akan saya
lakukan nanti. Hal itu dapat dilihat dari bagaimana Tiongkok menyusun kebijakan
perdagangan mereka dengan melakukan kerjasama perdagangan. Kerjasama
perdagangan tersebut memiliki banyak kepentingan, seperti kepentingan di luar
bidang ekonomi itu sendiri. Penelitian ini juga dapat menjadi acuan atau referensi
dalam penelitian yang akan dilakukan nanti. Dari seluruh penelitian terdahulu
16
yang sudah disebutkan diatas, terdapat beberapa ringkasan penting yang sudah di
masukkan dalam tabel dibawah ini :
Tabel 2.1. Komparasi Penelitian Terdahulu
Shamsul Khan
dan Lei Yu
“Evolving China-
ASEAN Relations
and CAFTA:
Chinese
Perspectives on
China Initiatives in
Relation to ASEAN
Plus 1”
Ambrose Du
Plesis “The Forum
on China – Africa
Cooperation,
Ideas, and Aid:
National
Interest(s) or
Strategic
Partnership”
Xiangshuo Yin
“The Impact of The
China-ASEAN Free
Trade Agreement on
Regional Trade”
Stephen Hoadley
dan Jian Yang
“China’s Cross-
Regional FTA
Initiatives:
Towards
Comprehensive
National Power”
Met
od
e
Pendekatan:
Kualitatif
Sumber
data:Sekunder
Metode Data: Studi
Literatur
Pendekatan:
Kualitatif
Sumber
data:Sekunder
Metode Data:
Studi Literatur.
Pendekatan:
Kualitatif
Sumber
data:Sekunder
Metode Data: Studi
Literatur.
Pendekatan:
Kualitatif
Sumber
data:Sekunder
Metode Data: Studi
Literatur
Ob
jek
Pen
elit
ian
Analisis kerjasama
perdagangan
CAFTA
Analisis
kepentingan
nasional Tiongkok
dalam FOCAC
Dampak dari
CAFTA
Analisis
Kepentingan
Tiongkok dalam
FTA
Teo
ri
&K
on
sep
1. Kerjasama
Regional
2. Foreign Policy
3. Economic
Diplomacy
1. National
Interest
2. Strategic
Partnership
3. Foreign Aid.
Konsep
Perdagangan bebas.
1. National Interes
2. Strategic
3. Partnership,
Foreign Policy
Kes
imp
ula
n
Adanya
kepentingan
Geopolitik Dari
kerjasama CAFTA
Masing – masing
anggota saling
mendapatkan
keuntungan dan
juga saling
memiling
kepentingan
politik
Masing – masing
Anggota perjanjian
saling mendapatkan
keuntungan
ekonomi.
Setiap kerjasama
yang dilakukan
tiongkok memiliki
kepentingan
disegala bidang.
Sumber: hasil pengelolaan data peneliti terdahulu
Berdasarkan seluruh penelitian terdahulu yang sudah dijelaskan
sebelumnya, ada beberapa persamaan dan juga perbedaan dengan penelitian yang
akan dilakukan. Beberapa persamaannya ialah penelitian yang dilandasi dengan
kerjasama dibidang ekonomi yang dilakukan oleh Tiongkok. Adapun perbedaan
17
dari penelitian ini berada pada tujuan penelitian yang mencari kepentingan lain
yang dimiliki oleh Tiongkok pada kerjasama RCEP.
Penelitian ini menarik karena saya akan mencoba untuk meneliti
kepentingan apa sajakah yang dimiliki oleh Tiongkok dalam kerjasama RCEP
yang mereka inisiasikan. Penelitian ini akan memakai berbagai faktor yang
didapatkan dari berbagai sumber yang kredibel atau dari penelitian yang
sebelumnya. Penelitian ini juga diharapkan dapat menemukan suatu kesimpulan
yang merangkum jawaban dari pertanyaan penelitian .
2.2. Landasan Teoritis
Dalam meneliti kepentingan apa sajakah yang dimiliki oleh Tiongkok
pada kerjasama RCEP diperlukan suatu landasan teoritis untuk membantu dalam
menentukan logika berfikir. Dalam menyusun landasan teoritis, penelitian ini
kembali meneruskan berdasarkan keempat penelitian terdahulu dalam meneliti
kepentingan Tiongkok dalam satu kerjasama, sehingga penelitian ini
menggunakan beberapa konsep serta teori yaitu diantaranya konsep kepentingan
nasional yang digunakan sebagai landasan latar penelitian, konsep kerjasama
internasional, teori ekonomi politik dan teori power transition yang digunakan
sebagai landasan dalam menentukan kerangka berfikir dan menjelaskan indikator
dalam kepentingan yang dimiliki oleh Tiongkok.
2.2.1. Konsep Kerjasama Internasional
Kerjasama internasional menurut asumsi dari Robert O. Keohane ialah
suatu kondisi atau aktivitas suatu aktor internasional untuk menentukan kebijakan
18
yang akan mereka bentuk. Dalam terbentuknya kerjasama internasional terjadi
beberapa perubahan khususnya setelah berakhirnya perang dunia kedua, yaitu
adanya perubahan dari aktor kerjasama internasional yang lebih banyak dilakukan
oleh negara – negara industri yang berkonsentrasi untuk bernegosiasi dalam
bidang ekonomi. Robert O. Keohane menyebutkan bahwa kerjasama internasional
tidak dapat dipisahkan dari berbagai kepentingan yang dimiliki oleh aktor – aktor
yang terlibat. Kerjasama internasional juga memiliki dua kondisi seperti dilakukan
untuk mencegah timbulnya situasi yang dapat memicu suatu keributan, dan juga
kondisi kerjasama internasional dapat menimbulkan suatu situasi yang memicu
terjadinya suatu keributan yang dikarenakan oleh adanya suatu kepentingan
didalam suatu kerjasama internasional yang akan membawa suatu ancaman bagi
aktor – aktor lainnya.11
Robert Angel dan Ramsey Muir juga berasumsi mengenai kerjasama
internasional, yang menyebutkan bahwa kerjasama internasional muncul karena
berkurangnya jarak dan perbedaan dari berbagai mekanisme yang sudah ada.
Robert Angel dan Ramsey Muir juga menyebutkan bahwa kerjasama internasional
bisa menjadi hal pendorong bagi meningkatnya interdepedensi antar aktor
internasional dan akan secara langsung berimbas pada perubahan politik dunia.
Asumsi yang terakhir yaitu mereka bahwa pada pandangan Robert Angel dan
Ramsey Muir, kerjasama internasional tidak dapat menyebabkan hilangnya
konflik, melainkan akan menjadikan konflik – konflik dalam bentuk – bentuk
yang baru.12
11 Robert O. Keohane, 1984, After Hegemony: Cooperation and Discord in the World Political
Economy, New Jersey: Princenton University Press. Halaman 5 – 12. 12 Walter Carlnaes, Thomas Risse, dan Beth A Simmonns, 2004, Handbook of International
Relations, London: SAGE Publications. Halaman 495 - 496
19
Asumsi selanjutnya mengenai kerjasama internasional menurut yang
dikatakan oleh Lauri Siitonen, sebagai suatu bentuk aktivitas interaksi sosial antar
aktor internasional yang didalamnya ada suatu kepentingan untuk mencapai
tujuan secara bersama – sama. Hal ini dilakukan dengan tanpa adanya suatu
paksaan dari berbagai pihak. Didalam suatu bentuk kerjasama terdapat suatu
kemungkinan terjadinya hubungan yang kurang rukun karena adanya bentuk
perebutan kekuasaan secara halus dan tersembunyi diantara para aktor yang ber
kerjasama, dan sering kerjasama tersebut berjalan dengan sistem yang didominasi
oleh suatu aktor diantara aktor lainnya. Jika dilihat dari hal ini, kerjasama
internasional tidak dapat dilihat sebagai suatu hubungan yang hanya membawa
suatu kerukunan melainkan dapat juga menimbulkan suatu konflik.13
Dalam sebuah buku literatur hubungan internasional ada sebuah asumsi
mengenai kerjasama internasional dapat berkembang dan meningkat dikarenakan
oleh keberadaan dari berbagai lembaga – lembaga internasional. Lembaga –
lembaga internasional dapat mendorong negara – negara untuk berperilaku dengan
cara yang lebih kooperatif. Kerjasama internasional juga dapat meningkat
keberadaannya ketika adanya suatu sanksi atau suatu ancaman. Kerjasama
internasional juga dapat terbentuk karena sikap dari berbagai aktor internasional
dalam menanggapi aturan – aturan internasional yang sudah ada sebelumnya. dan
dalam literatur ini, mengatakan bahwa kerjasamaa internasional dapat
menyebabkan suatu konflik yang dikarenakan oleh keberadaan lembaga –
lembaga internasional. Hal ini dikatakan karena disaat adanya tumpang tindih dari
13 Lauri Siitonen, 1990, Political Theories of Development Cooperation – A study of Theories of
International Cooperation, Wider Working Papers No. 86, Helsinki: World Institute for
Development Economics Research of the United Nations University. Halaman 6-7
20
keberadaan lembaga yang sama, maka akan muncul suatu kerjasama untuk
menjatuhkan lembaga yang baru terbentuk.14
Dalam kerjasama internasional terdapat dua bentuk kerjasama yaitu
kerjasama bilateral dan kerjasama multilateral. Kerjasama bilateral ialah suatu
aktivitas kerjasama yang dilakukan oleh dua aktor internasional yang biasanya
memiliki kepentingan yang berbeda namun tetap memiliki tujuan yang sama dan
juga rasional. Sedangkan kerjasama multilateral ialah suatu bentuk kerjasama
yang dilakukan oleh tiga atau lebih aktor internasional. Dalam kerjasama
multilateral tidak jarang berbagai aktor – aktor yang terlibat sering membentuk
suatu institusi atau organisasi dalam menjalankan kerjasama multilateral tersebut.
Institusi atau organisasi yang dibentuk biasanya memiliki suatu tujuan yang sama
antar anggotanya atau juga dari kedekatan wilayah geografis antar anggota.
Ada beberapa literatur dari hubungan internasional yang menjelaskan
tentang sifat dari suatu kerjasama internasional bagi seluruh aktor yang berada
didalamnya. yang pertama yaitu sifat Positive sum game yang diasumsikan oleh
Robert Jackson dan George Sorensen sebagai suatu keadaan didalam suatu
kerjasama memiliki suatu keuntungan timbal balik antar aktor kerjasama tersebut.
Walaupun keuntungan yang diberikan dari kerjasama tersebut tidak secara merata
melainkan ada aktor yang lebih dominan dalam mendapatkan keuntungan, namun
hal itu masih dianggap suatu hal yang rasional.15 Sifat yang kedua diasumsikan
oleh R. Viotti dan Mark V. Kauppi yaitu Zero sum game, sifat ini diasumsikan
bahwa dalam suatu kerjasama akan terdapat suatu keuntungan yang didapatkan
14 Walter Carlnaes, Thomas Risse, dan Beth A Simmonns, 2004, Handbook of International
Relations, London: SAGE Publications. Halaman 408 - 411 15 Robert Jackson dan Georg Sorensen. 2013. Introduction to International Relations: Theories
and Approaches, Fifth Edition. Oxford: Oxford University Press. Halaman 165-166
21
oleh satu aktor dan keuntungan tersebut akan mengakibatkan suatu kerugian bagi
aktor lainnya. Hal ini dianggap lebih memberatkan bagi suatu pihak yang
berkerjasama.16
Berdasarkan berbagai konsep menganai kerjasama internasional yang
sudah dijelaskan di atas, terdapat beberapa penjelasan yang hampir sama yaitu
dari berbagai konsep di atas mengatakan bahwa dalam suatu bentuk kerjasama
tidak dapat terlepas dari keberadaan kepentingan – kepentingan domestik yang
dimiliki oleh aktor internasional yang berkerja sama. Berdasarkan beberapa
konsep di atas juga menyebutkan bahwa kerjasama internasional tidak hanya
terbentuk dengan tujuan untuk membuat hubungan yang harmonis tetapi juga
dapat terbentuk untuk membuat suatu keadaan yang kurang rukun antar aktor
internasional. Kerjasama internasional juga tidak selamanya menjunjung sifat
keadilan dan kerjasama internasional juga tidak selamanya terbentuk dalam
kondisi damai tetapi juga dapat terbentuk dalam kondisi konflik.
Dalam berbagai literatur di atas yang menjelaskan tentang kerjasama
internasional banyak dilakukan dalam bidang ekonomi politik. Hal ini dapat
dilihat bahwa banyaknya kepentingan antar aktor dalam kerjasama internasional
yang lebih mengacu pada peningkatan ekonomi domestik saja. Salah satu
kerjasama yang banyak terbentuk ialah dalam perjanjian perdagangan bebas.
Seperti yang dikatakan oleh Adam Smith bahwa perdagangan bebas akan banyak
menghasilkan peluang untuk mendapatkan keuntungan yang lebih besar. Konsep
ini akan dikaitkan menjadi landasan pemahaman pendukung dalam menganalisis
kerjasama RCEP yang diinisiasikan oleh Tiongkok.
16 Paul R. Viotti and Mark. V Kauppi. 2012. International Relations Theory: Fifth Edition.
Glenview: Pearson Education, Inc. Halaman 54-55
22
2.2.2. Konsep Kepentingan Nasional
Konsep kepentingan nasional menurut Robert Jackson dan Georg
Sorensen ialah cara yang dilakukan oleh suatu negara untuk menetapkan dan
menjalankan kepentingan yang berada di kebijakan negara tersebut. Kepentingan
nasional juga merupakan petunjuk dasar bagi negara untuk membuat kebijakan
luar negeri yang merupakan hasil dari pemikiran moral yang harus dipertahankan
dan dimajukan oleh para pemimpin negara. Kepentingan nasional terlihat
bergerak seperti sinyal otomatis yang memerintahkan para pemimpin negara
kapan dan kemana harus bergerak. Kepentingan nasional dapat dikatakan berhasil
pada saat kebijakan luar negeri yang dijalankan oleh para pemimpin tidak banyak
diketahui atau tidak ada yang menyangka bahwa ada suatu kepentingan lain dari
kebijakan yang dikeluarkan oleh negara tersebut. Hal ini tergantung pada
kelihaian dan kebijaksanaan keputusan yang diambil.17
Menurut Jack C. Plano dan Roy Olton, kepentingan nasional ialah suatu
tujuan yang mendasar dan menjadi penentu akhir yang memandu dari pembuatan
keputusan suatu negara dalam membentuk kebijakan luar negeri. Kepentingan
nasional memiliki tipikal yang sangat umum yaitu merupakan kebutuhan paling
penting dibagian suatu negara seperti kebutuhan keamanan teritorial, keamanan
militer dan kesejahteraan ekonomi. Jack dan Roy juga berasumsi bahwa tidak ada
kepentingan tunggal yang mendominasi fungsi pembuatan kebijakan dari suatu
negara. Jack dan Roy mengatakan bahwa ada beberapa teknik yang digunakan
oleh suatu negara untuk mengaplikasikan kepentingan nasionalnya, yaitu dengan
17 Robert Jackson and Georg Sorensen, 2013, Introduction to International Relations: Theories
and Approaches(Fifth Edition), Oxford University Press. Halaman 140-141
23
teknik diplomasi, bergabung dengan organisasi regional atau lembaga global
seperti Persatuan Bangsa – Bangsa dan lembaga – lembaganya.18
Asumsi selanjutnya dikatakan oleh Joseph Frankel yang mengatakan
bahwa konsep kepentingan nasional ialah sebagai alat analisis yang digunakan
untuk mendeskripsikan, menjelaskan atau mengevaluasi sumber suatu kebijakan
luar negeri suatu negara. konsep inipun juga dapat digunakan sebagai tindakan
politik yang berfungsi untuk menjadi sarana pembenaran untuk mengusulkan
kebijakan. Konsep ini merujuk pada sesuatu yang terbaik untuk masyarakat
nasional. Setiap kebijakan yang dikeluarkan bertujuan untuk dapat
menguntungkan bagi berbagai pihak.19
Konsep kepentingan nasional ini akan digunakan untuk memetakan dan
mendeskripsikan kepentingan – kepentingan nasional yang dimiliki oleh
Tiongkok dalam bentuk kerjasama yang diinisiasikan Tiongkok, yaitu RCEP.
2.2.3. Teori Ekonomi Politik
Robert Gilpin berasumsi mengenai ekonomi politik ialah suatu kondisi
adanya kegiatan ekonomi yang dipengaruhi oleh urusan atau kepentingan lain
seperti sosial, politik, lingkungan dan juga budaya. Adanya kepentingan –
kepentingan itulah yang mempengaruhi tujuan dari suatu kegiatan ekonomi dan
juga menentukan batas – batas kegiatan ekonomi yang harus berfungsi. Ekonomi
politik juga merupakan suatu teori yang dapat digunakan untuk menganalisis
berbagai kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh suatu aktor negara atau non-
negara dengan melihat dari berbagai faktor seperti sosial, politik atau psikologi.
18 Jack C. Plano and Roy Olton, 1988, The International Relations Dictionary(Fourth Edition),
Western Michigan University. Halaman 10-11 19 Joseph Frankel, 1970, “Key Concept in Political Science, National Interest”, Pall Mall Press:
London. Halaman 15-16
24
Robert Gilpin juga berasumsi bahwa ekonomi politik lebih cenderung tertarik
pada bagaimana pembagian keuntungan dari kegiatan pasar internasional dapat di
distribusikan secara merata diantara semua aktor ekonomi tersebut. Ekonomi
politik dapat memberikan suatu pertimbangan bagi suatu aktor dalam melakukan
kegiatan ekonomi, apakah kegiatan tersebut dapat berdampak pada suatu
kekuasaan atau nilai – nilai politik yang sudah ada. Ekonomi politik juga dapat
membuat suatu negara untuk melakukan kegiatan ekonomi internasional yang
dapat menjaga atau bahkan menambah kekuatan kekuatan negara tersebut agar
mendapatkan kebebasan dalam bertindak. Ekonomi politik juga dapat membuat
suatu negara memanipulasi kekuatan pasar bebas untuk meningkatkan kekuatan
dan pengaruh mereka atas negara – negara lainnya.20
Dalam buku yang ditulis oleh Robert O. Keohane menjelaskan bahwa
ekonomi politik ialah suatu interaksi antar aktor internasional dalam suatu
hubungan atau kerjasama yang bertujuan untuk mengejar kekayaan atau
kekuasaan. Keohane juga menjelaskan bahwa ekonomi politik dapat dilihat ketika
suatu aktor internasional menggunakan kekuasaannya untuk menjalankan
kegiatan ekonomi dan dijalankan secara politik. Ekonomi politik juga memiliki
suatu sumber daya non-ekonomi yang dapat menjadi faktor penting yaitu status
atau kekuasaan. Keohane juga berasumsi bahwa ekonomi politik didasari dari
kepentingan tertentu yang dimiliki oleh suatu aktor internasional dan kepentingan
itu terbentuk oleh keinginan untuk mendapatkan kekuasaan, kekayaan, atau juga
nilai – nilai yang lainnya.21
20 Robert Gilpin, 2001, Global Political economy: Understanding the International Economic
Order. Princeton University Press: New Jersey. Halaman 74-77 21Robert O. Keohane, 1984, After Hegemony Cooperation and Discourd In the World Political
Economy. Princeton University Press: New Jersey. Halaman 18-22
25
Ekonomi politik diartikan oleh Robert A. Dahl dan Charles E. Lindlom
sebagai suatu benuk aktivitas dari suatu negara dibidang ekonomi yang terbentuk
atas kepentingan lain yang bersifat non-ekonomi seperti sosial, budaya, politik
dan lain – lain. Ekonomi politik juga dapat dilihat dari suatu kebijakan yang
dikeluarkan oleh suatu negara dan jika kebijakan tersebut direncanakan dengan
baik, makan akan memiliki dampak yang baik bagi negara lain dan negara
tersebut, hal ini juga dapat menimbulkan dampak buruk bagi negara lainnya.22
Dalam sebuah buku literatur hubungan internasional, ekonomi politik
didefinisikan sebagai bentuk kegiatan suatu aktor baik itu negara atau non-negara
yang menggabungkan bidang ekonomi internasional dan ilmu politik untuk
mencari perubahan bagi ekonomi politik nasional yang mereka miliki. Aktivitas
ini dapat berupa aliansi atau kerjasama antar aktor internasional dan aktor tersebut
sering menggunakan peran negara untuk menjalankan kepentingan nasionalnya.23
Berdasarkan semua penjelasan dan juga asumsi mengenai ekonomi politik
yang didapatkan dari beberapa literatur, ada suatu penjelasan yang hampir
memiliki kesamaan antara satu literatur dengan literatur lainnya, yaitu ekonomi
politik ialah suatu alat yang digunakan oleh aktor internasional baik itu negara
negara atau non-negara dalam menjalankan kegiatan ekonomi yang didalamnya
memiliki berbagai kepentingan lain yang bersifat non-ekonomi. Ekonomi politik
memiliki suatu perbedaan yang sangat mendasar dengan teori ekonomi klasik,
yaitu ekonomi klasik hanya memiliki tujuan atau kepentingan untuk mencari dan
mendapatkan keuntungan ekonomi atau keuntungan finansial sebanyak –
22 Robert A. Dahl and Charles E. Lindblom, 1963, Politics, Economics, and Welfare (Planning
and Politico-Economic System Resolved into Basic Social Proceses). Harper & Row Publishers:
New York. Halaman 3-5 23 Walter Carlnaes, Thomas Risse, dan Beth A Simmonns, 2004, Handbook of International
Relations, London: SAGE Publications. Halaman 966-967
26
banyaknya. Namun karena banyak para ilmuan meneliti bahwa teori ekonomi
klasik hanyalah sebuah teori yang tidak memberikan keuntungan secara konsisten,
lantas muncul ekonomi politik yang mulai terlilhat pada masa perang dingin dan
sampai saat ini. Ekonomi politik sendiripun banyak digunakan oleh negara –
negara yang memang memiliki keunggulan dibidang industri. Selanjutnya
ekonomi politik diketahui dapat digunakan untuk mengubah hegemoni pasar
bebas disuatu kawasan yang dikuasai oleh suatu negara menjadi dikuasai oleh
negara lainnya. Teori ekonomi politik ini akan dijadikan landasan berfikir untuk
memetakan kebijakan yang dimiliki oleh Tiongkok apakah ada unsur ekonomi
politik khususnya dalam seluruh aktivitas yang dilakukan Tiongkok dalam
kerjasama RCEP.
2.2.4. Power Transition Theory
Power Transition Theory didefinisikan oleh Organski adalah suatu
pergerakan atau perubahan dibidang distribusi kekuasaan dengan upaya
memaksimalisasi beberapa faktor penentu seperti ukuran populasi, efisiensi
politik, angka persenjataan atau pembangunan ekonomi. Hal ini dapat terjadi
karena pada era saat ini, adanya ketidak stabilan pada tatanan internasional yang
membuat perubahan dapat terjadi dengan cepat berdasarkan angka populasi,
organisasi politik dan kekuatan negara – negara industri. Power Transition Theory
Didasari oleh asumsi yang mengatakan bahwa masing – masing negara akan
memiliki kekuatan jika menang dalam perang atau membuat aliansi baru. Namun
asumsi ini sudah berubah di era modern, munculnya faktor – faktor lain yang
merealisasikan Power Transition Theory ini seperti melakukan revolusi industri
secara besar – besaran. Hal inipun sudah dilakukan oleh beberapa negara yang
27
dianggap berhasil menggeser kekuatan suatu negara yang sudah sejak lama
melakukan revolusi industri. 24
Menurut Organski, industrialisasi saat ini berkembang menjadi faktor
penting dalam hal kekuatan nasional. Hal ini dikarenakan bahwa industrialisasi
dapat meningkatkan angka populasi masyarakat, memperoleh kekayaan finansial
serta akan berpengaruh pada efisiensi pemerintahan. Organski juga mengatakan
bahwa dalam pergeseran suatu negara untuk melakukan transisi kekuasaan
memiliki beberapa tahapan yang juga dapat menjadi bahan analisis sudah dimana
pergerakan suatu negara, tahapannya yaitu 25
1. Potential Power
2. Transitional growth in power
3. Power Maturity
Tahapan yang pertama ialah tahapan dimana suatu negara itu bukan negara
industri dan biasanya memiliki fokus dibidang perkebunan. Dalam tahapan ini
diisi oleh negara – negara yang memang banyak sekali memiliki kekurang baik itu
pembangunan ekonominya, kualitas sumber daya manusia bahkan didalam
pemerintahan di negara itu sendiri. Tahapan yang kedua diisi oleh negara – negara
yang baru saja melakukan pra-industrialisasi, negara yang berada ditahapan ini
biasanya negara berkembang yang memiliki angka pembangunan ekonomi yang
cukup baik. Tahapan yang ketiga diisi oleh negara – negara yang sudah lama
melakukan revolusi industri dan negara – negara tersebut sudah memiliki angka
ekonomi yang tinggi yang dihasilkan dari bidang industri yang mereka miliki.26
24A. F. K. Organski, 1968, World Politics. Random Hause, New york. Halaman 338-339. 25 Ibid. halaman 340-341 26 Ibid. halaman 342-343.
28
Asumsi selanjutnya yaitu dari Margit Bussman dan John R. Oneal yang
mengatakan bahwa Power Transition Theory muncul karena adanya kemungkinan
terjadinya perang ketika negara yang terkemuka ditantang oleh negara pesaing
yang tumbuh dengan cepat dan tidak puas dengan adanya hegemoni yang hanya
menguntungkan satu negara itu saja. Negara pesaing yang tidak puas dengan
kondisi hegemoni seperti itu biasanya melakukan aliansi dengan negara lain agar
memiliki kekuatan yang dominan. Margit dan John juga mengatakan bahwa
dalam terjadinya transisi kekuatan dapat menggunakan beberapa model seperti
sengketa militer, hasil dari perang atau pertumbuhan ekonomi, dan dengan
menggunakan beberapa model itulah, suatu negara yang tidak puas dengan negara
yang dominan, berusaha untuk mengambil alih kekuasaan agar dapat
berkontribusi dalam membuat peraturan – peraturan internasional.27
Power Transition Theory me`nurut Douglas Lemke ialah suatu teori yang
berfokus pada interaksi negara besar yang mengimplikasikan untuk adanya
perubahan struktur kekuasaan sistem internasional. Douglas Lemke juga
mengatakan bahwa teori ini bukanlah teori realis murni. Hal ini dapat dilihat dari
interaksi yang digunakan biasanya terjadi dengan cara diplomasi, ekonomi
ataupun militer. Douglas Lemke juga berpendapat bahwa transisi kekuasaan ini
terjadi karena negara – negara yang dominan memiliki peran yang sangat besar
dalam membuat aturan internasional dalam bidang politik, ekonomi atau militer,
karena merasa adanya ketidak adilan atas pembagian keuntungan yang dihasilkan
dari aturan – aturan tersebut maka munculah negara - negara yang tidak suka
dengan ketidak adilan tersebut. Selanjutnya yang tidak suka itu berusaha untuk
27 Margit Bussman and John R. Oneal, 2007, Do Hegemons Distribute Private Goods? A Test of
Power-Transition Theory. Sage Publication. Vol. 51, No.1. Halaman 88-90
29
mengambil alih kekuasaan dari negara yang dominan tersebut dengan
meningkatkan interaksi diberbagai bidang seperti diplomasi ekonomi atau
militer.28
Power Transition Theory dalam penelitian ini dijadikan sebagai landasan
pemahaman pendukung dalam memetakan strategi atau kepentingan yang dimiliki
oleh Tiongkok, khususnya di bidang ekonomi. Hal ini dikaitkan dengan posisi
Tiongkok yang tengah melakukan industrialisasi serta posisi Tiongkok yang
sudah sangat maju, menyebabkan negara yang sudah lama melakukan
industrialisasi merasa sedikit terancam dengan keadaan Tiongkok saat ini,
misalnya Amerika Serikat.
2.3. Kerangka Pemikiran
Dalam penelitian ini menggunakan konsep kepentingan nasional, konsep
kerjasama internasional, teori ekonomi politik dan power transition theory.
Konsep kepentingan nasional digunakan untuk menganalisis dan memetakan
kepentingan nasional yang miliki oleh Tiongkok dalam kebijakan yang mereka
keluarkan yaitu menginisiasi kerjasama RCEP. Dalam menganalisis bentuk
kepentingan yang miliki oleh Tiongkok, penelitian ini menggunakan konsep
kerjasama internasional, teori ekonomi politik dan power transition theory untuk
menjadi landasan pemikiran dalam memetakan kepentingan – kepentingan yang
dimiliki Tiongkok sesuai dengan literatur di atas.
Kerjasama yang diinisiasikan oleh Tiongkok dapat menimbulkan beberapa
kemungkinan. Dalam penelitian ini kerjasama RCEP menjadi variabel dependen
28 Douglas Lemke, 1997, The Continuation of History: Power Transition Theory and the End of
the Cold War, Florida State University. Vol.34, No.1. Halaman 24
30
yang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti kepentingan nasional yang
dimiliki oleh Tiongkok yaitu kepentingan ekonomi politik atau transisi kekuasaan.
Sementara variabel independen dalam penelitian ini yaitu kepentingan nasional,
ekonomi politik dan transisi kekuasaan. Di bawah ini terdapat kerangka pikir
dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut:
Gambar 2.1 Model Kerangka Pemikiran Penelitian
Sumber: Diolah oleh peneliti.
Kepentingan Nasional yang ingin dicapai
Tiongkok dalam RCEP
Ke
Ekonomi Politik Tiongkok -Potensi pasar di RCEP -meningkatkan ketergantungan anggota RCEP terhadap Tiongkok
Transisi kekuasaan - menggeser hegemoni pasar yang dilakukan oleh suatu negara di suatu kawasan. - mengecilkan potensi pasar suatu negara. - meningkatkan hegemoni pasar disuatu kawasan regional.
Kerjasama Internasional dibidang ekonomi
RCEP diinisiasi oleh Tiongkok
Ke
Variabel dependen
Variabel independen
Variabel dependen
31
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Penelitian ini akan menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif yang
dijelaskan oleh John W. Cresswell ialah sebagai penelitian yang fokus pada suatu
analisis terhadap interpretasi data relevan atas isu yang diteliti. Penelitian
kualitatif juga menekankan pada pemahaman mendalam mengenai sikap dan
perilaku suatu aktor. Penelitian kualitatif juga berusaha mengeksplorasi dan
memahami sebuah makna, baik dari kejadian individu atau kelompok yang
dianggap sebagai masalah sosial.29 Penelitian ini memiliki fokus terhadap sikap
dan perilaku negara yang diamati. Penelitian dekriptif kualitatif yang digunakan
dipenelitian ini menggunakan data yang didapatkan melalui sumber dokumen,
situs resmi dan jurnal yang relevan dan dideskripsikan dalam penjabaran paragraf.
Metode deskriptif menurut Moh. Nazir adalah suatu metode dalam
meneliti status kelompok manusia, suatu objek, suatu kondisi, sistem pemikiran
atau suatu peristiwa. Tujuan dari penelitian deskriptif ini adalah untuk membuat
deskripsi atau gambaran secara sistematis, factual dan akurat mengenai fakta –
fakta, sifat – sifat serta hubungan antar fenomena30
29 John W. Cresswell. 2014. Research Design: Qualtative, Quantitative, and Mixed Methods
Approaches. 4th ed. USA: SAGE Publication, Inc. Halaman 105 30 Moh. Nazir, 2005, Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Halaman 54
32
Penelitian yang ini akan berusaha untuk mengimpretasikan data dengan
akurat dan dapat memberikan deskripsi kritis mengenai signifikansi dari
perbedaan data baru dan kontradiksinya dengan data yang didapatkan
sebelumnya. Melalui deskripsi kritis, penelitian ini diharapkan dapat menemukan
pola dan pemetaan serta dapat menarik kesimpulan umum dari data yang
dipaparkan.
Dalam penelitian ini, akan dipaparkan kepentingan apa saja yang dimiliki
oleh Tiongkok dalam kerjasama RCEP, khususnya pada masa pemerintahan Xi
Jinping. Analisis deskriptif dalam penelitian ini digunakan untuk menemukan
faktor – faktor yang mempengaruhi kepentingan Tiongkok dalam kerjasama
RCEP.
3.2. Fokus Penelitian
Penelitian ini akan berfokus pada analisis kepentingan apa saja yang miliki
oleh Tiongkok dalam kerjasama RCEP yang diinisiasikan oleh Tiongkok.
Penelitian ini dijelaskan melalui beberapa konsep dan teori seperti konsep
kerjasama internasional, konsep kepentingan nasional, teori ekonomi politik dan
power transition theory. Beberapa konsep dan teori tersebut akan membantu saya
dalam menganalisis kepentingan yang dimiliki oleh Tiongkok dalam kerjasama
RCEP. Dalam menganalisis kepentingan yang dimiliki Tiongkok, terdapat
beberapa faktor yang menjadi bahan analisis penelitian ini, yaitu faktor ekonomi
dan politik. Penelitian ini akan mengkaji kepentingan ekonomi apa sajakah yang
ingin dicapai oleh Tiongkok dan juga kepentingan politik apa sajakah yang ingin
dicapai oleh Tiongkok.
33
3.3. Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini ialah yang mengenai kebijakan
luar negeri Tiongkok dan kepentingan apa saja yang mereka miliki. Data ini bisa
berupa pernyataan resmi kenegaraan atau dokumen terkait kebijakan luar negeri
Tiongkok yang berhubungan dengan kerjasama perdagangan.
Data yang didapatkan dalam penelitian ini berupa data sekunder. Data
sekunder digunakan dalam penelitian ini sama seperti apa yang dikatakan oleh
Nicholas Walliman, yaitu data yang didapatkan dari bahan tertulis seperti website,
surat, catatan, buku, jurnal, Koran dan lain – lain. Data lainnya berbentuk data
tidak tertulis seperti program televise, radio, rekaman suara, video, film dan lain –
lain.31
3.4. Teknik Pengumpulan Data
Penelitian ini akan menggunakan teknik studi kepustakaan dan teknik
dokumentasi. Teknik data dalam penelitian kualitatif merupakan suatu upaya yang
dilakukan oleh peneliti untuk mengumpulkan informasi yang relevan dengan
penelitian yang akan dilakukan.32 Penelitian ini akan mengumpulkan data melalui
studi kepustakaan dan studi dokumentasi.
Studi kepustakaan yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah
pengumpulan data dari sejumlah literatur, jurnal dan artikel. Selain itu teknik studi
dokumentasi yang dilakukan dalam penelitian ini akan menggunakan dokumen
yang relevan seperti dokumen yang diiliki oleh World Bank atau publikasi laporan
kementerian perdagangan Tiongkok.
31 Nicholas Walliman. 2011. Research Methods: The Basics. New York: Routledge. Halaman 74 32 John W Cresswell. 2014. Research Design: qualtative, quantitative, and mixed methods
approaches. 4th ed. USA: SAGE Publication, Inc. Halaman 178
34
3.5. Teknik Analisis Data
Dalam penelitian kualitatif memiliki tiga tahapan dalam proses analisis
data. Penelitian ini akan menggunakan teknik analisis data seperti yang dikatakan
oleh Miles dan Huberman yaitu sebagai berikut,33
3.5.1. Reduksi Data
Dalam penelitian kualitatif, reduksi data merupakan proses pemilihan dan
penyederhanaan data dalam bentuk yang lebih baik dan mudah untuk diolah
sesuai dengan tujuan penelitian. Dalam mereduksi data, penelitian ini akan
memilih dan memusatkan data atau informasi terkait dengan kepentingan yang
dimiliki oleh Tiongkok.
3.5.2. Penyajian Data
Kegiatan ini merupakan tahapan yang dilakukan setelah melakukan
tahapan reduksi data. Penyajian data merupakan upaya penyederhanaan data
melalui teori dan konsep yang digunakan, lalu mempertajam dengan pertanyaan
penelitian yang dilanjutkan dengan melakukan kembali pengumpulan data jika
masih kurang lengkap. Dalam penelitian ini akan melakukan penyajian data
terkait kepentingan Tiongkok dalam kerjasama RCEP, lalu dikaitkan dengan
konsep serta teori yang digunakan dalam penelitian ini.
3.5.3. Penarikan Kesimpulan
Tahapan terakhir dari proses ini ialah proses penarikan kesimpulan, yang
merupakan upaya menarik kesimpulan akhir dari proses analisis data yang telah
dilakukan. Kesimpulan akhir ini diperoleh sesuai dengan konsep dan teori yang
33 Nicholas Walliman. 2011. Research Methods: The Basics. New York: Routledge. Halaman 129
35
digunakan dalam penelitian ini, sehingga akan terbentuk suatu kesatuan data yang
akan memunculkan kesimpulan umum terkait penelitian. Makna dari interpretasi
atas data yang diperoleh dan sudah dihubungkan dengan konsep serta teori yang
digunakan akan diuraikan dalam bab hasil dan pembahasan.
36
BAB IV
GAMBARAN UMUM
Bab ini akan memaparkan kerjasama ekonomi regional yang diikuti
Tiongkok dan juga kerjasama RCEP. Paparan di bab ini dibagi menjadi tiga sub
bab. Sub bab pertama akan menjelaskan sejarah kerjasama ekonomi regional yang
diikuti Tiongkok, sub bab kedua memaparkan tentang kerjasama RCEP dan pada
sub bab ketiga akan memaparkan tentang kepentingan Tiongkok dalam kerjasama
ekonomi.
Tiongkok merupakan negara republik yang mengalami perubahan nama
menjadi Republik Rakyat Tiongkok tepatnya pada tanggal 1 Oktober 1949.
Populasi punduduk yang dimiliki oleh Tiongkok merupakan tingkat populasi
terpadat di dunia yang menempati urutan pertama di atas India dan Amerika
Serikat.34 Banyaknya jumlah penduduk yang dimiliki oleh Tiongkok merupakan
salah satu sumber daya yang paling berpengaruh bagi perkembangan dalam
kemajuan yang dialami oleh Tiongkok. Jumlah penduduk yang cukup tinggi
dapat mendukung kemajuan perkembangan sumber daya manusia terutama bagi
peningkatan pada bidang ekonomi industri, produksi, pembangunan dan
perdagangan. Peningkatan atau kemajuan ini tentu dapat tercapai jika negara
memiliki banyak sumber daya manusia yang produktif.
34 WorldBank, “Peringkat Populasi Dunia”, (https://data.worldbank.org/indicator/sp.pop.totl),
diakses pada tanggal 10 April 2019
37
4.1 Keikutsertaan Tiongkok Dalam Kerjasama Ekonomi Regional
Tiongkok merupakan negara dengan angka populasi penduduk terbanyak
di dunia. Tiongkok memiliki jumlah penduduk lebih dari 1,4 miliar jiwa.
Tiongkok melakukan reformasi di bidang ekonominya yaitu pada tahun 1978.
Sejak saat itu Tiongkok mulai menggunakan kebijakan ekonominya berbasis
pasar bebas atau perdagangan bebas.
Tiongkok merupakan salah satu negara dari 23 negara yang ikut
meratifikasi GATT pada saat pertama kali dibentuk. Namun pada saat tahun 1949
Pemerintahan Tiongkok menyatakan keluar dari GATT tepatnya pasca terjadinya
revolusi besar-besaran Tiongkok saat itu. Tiongkok mengalami fase revolusi dan
juga reformasi dalam Pemerintahan Negara Tiongkok, hal inipun yang membuat
beberapa perubahan dalam kebijakan yang dikeluarkan oleh Negara Tiongkok
khususnya dalam bidang ekonomi.
Revolusi yang terjadi di Tiongkok saat itu disebabkan oleh adanya perang
saudara di dalam Pemerintahan Tiongkok yang berhasil dikuasai oleh otoritas
partai komunis. Ketika revolusi ini terjadi di Tiongkok, Pemerintahan Tiongkok
mengambil kebijakan sistem ekonomi tertutup yang dimana Tiongkok tidak
melakukan kerjasama dengan dunia internasional saat itu sehingga mereka tidak
ikut menjadi negara anggota GATT pada tahun 1949. Reformasi di Tiongkok
pada tahun 1979 yang ditandai dengan adanya perubahan di dalam Pemerintahan
Tiongkok yang diambil alih oleh partai nasionalis mulai mengeluarkan kebijakan
ekonomi pasar sosialis. Kebijakan ekonomi pasar sosialis merubah fokus
Tiongkok yang hanya dibidang agrikultur menjadi lebih berfokus pada bidang
ekonomi lainnya seperti perdagangan internasional, industri, dan kerjasama
38
ekonomi. Bidang-bidang ini memiliki dampak yang sangat positif bagi
masyarakat untuk bangkit dari krisis yang terjadi di Tiongkok saat itu.
Pasca terjadinya reformasi, tepatnya pada tahun 1985 Tiongkok mulai
melakukan negosiasi dengan GATT untuk dapat diterima menjadi negara anggota
GATT. Pada tahun 2001 Tiongkok resmi menjadi negara anggota WTO35
tepatnya pada tanggal 11 Desember.36 Pasca reformasi pada tahun 1978 menjadi
suatu awal kebangkitan Tiongkok. Tiongkok mengalami perubahan serta
perkembangan yang cukup signifikan dari kebijakan ekonomi internasional. Hal
inipun membawa dampak positif bagi angka ekonomi Tiongkok untuk bangkit
dari masa krisis di rezim komunis tradisional Mao Zedong. Setelah melakukan
negosiasi dengan WTO Tiongkok mulai terlibat dalam perbincangan mengenai
kerjasama ekonomi regional yang diawali dalam forum Asia Pasifik. Tiongkok
bergabung dengan APEC (Asian Pasific Economic Coorporation) pada tahun
199137. Setelah melakukan negosiasi dengan WTO dan sudah menjadi anggota
APEC, Tiongkok mulai gencar meningkatkan intensitas kerjasama ekonomi
regional dengan beberapa kawasan regional ataupun dengan negara – negara di
berbagai kawasan.
Setelah mengetahui peluang yang dihasilkan dari kerjasama dalam bidang
ekonomi, Tiongkok mulai gencar untuk meningkatkan intensitas kerjasama di
bidang ekonomi internasionalnya. Setalah bergabung menjadi anggota APEC dan
WTO Tiongkok mulai melakukan inisiatif untuk membentuk suatu kerjasama
dengan negara – negara di kawasan Asia Tenggara. Tepat pada tahun 2000
35 GATT berganti nama menjadi WTO pada tahun 1995. 36 Yang Jiang, 2013, China’s Policymaking for Regional Economic Cooperation, Palgrave
Macmillan: United States. Halaman 11-12 37 Ibid. halaman 14
39
Tiongkok mulai bernegosiasi dengan ASEAN untuk membentuk sebuah
hubungan kerjasama perdagangan. Negosiasi Tiongkok dengan ASEAN pertama
kali dilakukan pada ASEAN Summit ke empat di Singapura. Setelah melakukan
negosiasi di beberapa pertemuan, kerjasama antara Tiongkok dengan ASEAN
yang dinamai CAFTA atau (China ASEAN Free Trade Area) telah berhasil
disetujui oleh masing-masing ketua dari setiap negara anggota tepat pada tanggal
4 November 2002 di Phonom Penh Kamboja.38
Selain berkerjasama dengan ASEAN, Tiongkok tercatat sudah membentuk
suatu kerjasama ekonomi dengan negara-negara dari berbagai kawasan. Tercatat
dalam dokumen yang dimiliki WTO, Tiongkok sudah memiliki lebih dari dua
puluh bentuk kerjasama ekonomi dengan berbagai negara. Di bawah ini terdapat
data kerjasama ekonomi yang dilakukan oleh Tiongkok dengan berbagai negara
dan kawasan.
Tabel 4.1 Kerjasama Regional Tiongkok
Bentuk Kerjsama Negara Kawasan Tahun
Kerjasama
Perdagangan barang
Thailand Asia Pasific Trade
Agreement (APTA)
1978
Kerjasama
perdagangan barang
dan jasa
Taiwan, Australia,
Korea Selatan
Northeast Asia on
Goods and Services,
2008
Kerjasama Bidang
Investasi,
Perdagangan Barang
dan Jasa
Chile, Costarica,
Hongkong,
Islandia, Macau,
Peru, Selandia
Baru, Singapura,
Swiss, Brazil.
Asia Timur, ASEAN
dan RCEP
2010
Sumber : WTO tahun 2015
38 Yang Jiang, 2013, China’s Policymaking for Regional Economic Cooperation, Palgrave
Macmillan: United States. Halaman 32-33
40
4.2 KERJASAMA RCEP
RCEP merupakan kerjasama perdagangan bebas yang terdiri dari enam
belas negara yang diantaranya ialah negara-negara ASEAN dengan enam negara
lainnya yaitu Tiongkok, Korea Selatan, Jepang, India, Australia, dan Selandia
Baru. RCEP pada awalnya diinisiasi oleh Tiongkok yang lalu dibentuk pada
bulan Agustus tahun 2012 tepatnya pada ASEAN Summit ke-21 di Kamboja. Pada
pertemuan di Kamboja itupun yang diwakili oleh menteri ekonomi masing-
masing negara anggota sudah sah untuk menyepakati the Guiding Principles and
Objectives for Negotiating the Regional Comprehensive Economic Partnership.39
RCEP dalam proses pembentukannya diproyeksi dapat menjadi wadah
dalam penciptaan pasar bebas yang dapat memberikan banyak keuntungan. Hal
ini dapat dilihat dari total GDP seluruh anggota RCEP yang mencapai 30% dari
total GDP seluruh negara.40 RCEP memberikan ruang yang cukup besar bagi
UKM di masing-masing negara anggotanya agar mendapatkan keuntungan lebih
dalam mengatasi persaingan di era globalisasi dan liberalisasi perdagangan seperti
saat ini. RCEP memiliki prinsip-prinsip bagi anggotanya dalam menjalankan
kerjasama, prinsip-prinsip inipun sudah disetujui oleh masing-masing kepala
negara anggota. Di bawah ini terdapat daftar dokumen dari prinsip kerjasama
RCEP.41
1. The RCEP will be consistent with the WTO, including GATT Article XXIV and
GATS Article V. (RCEP akan konsisten dengan WTO, termasuk GATT artikel
XXIV dan GATS artikel V)
39 ASEAN, “Regional Comprehensive Economic Partnership” (asean.org?static_post=rcep-
regional-comprehensive-economic-partnership), 10 April 2019 40 Ibid. 10 April 2019 41 Ibid. 10 April 2019
41
2. The RCEP will have broader and deeper engagement with significant
improvements over the existing ASEAN+1 FTAs, while recognizing the individual
and diverse circumstances of the participating countries. (RCEP akan memiliki
keterlibatan yang lebih luas dan lebih dalam dengan peningkatan secara signifikan
atas FTA ASEAN + 1 yang ada, sambil mengakui keadaan individu dan beragam
dari negara-negara yang berpartisipasi.)
3. The RCEP will include provisions to facilitate trade and investment and to
enhance transparency in trade and investment relations between the participating
countries, as well as to facilitate the participating countries’ engagement in
global and regional supply chains. (RCEP akan mencakup ketentuan untuk
memfasilitasi perdagangan dan investasi serta untuk meningkatkan transparansi
dalam perdagangan dan hubungan investasi antara negara-negara yang
berpartisipasi dan juga untuk memfasilitasi keterlibatan negara-negara peserta
dalam rantai pasokan global dan regional.)
4. Taking into consideration the different levels of development of the
participating countries, the RCEP will include appropriate forms of flexibility
including provision for special and differential treatment, plus additional
flexibility to the least-developed ASEAN Member States, consistent with the
existing ASEAN+1 FTAs, as applicable. (Mempertimbangkan berbagai tingkat
perkembangan negara-negara yang berpartisipasi, RCEP akan mencakup bentuk-
bentuk fleksibilitas yang sesuai termasuk ketentuan untuk perlakuan khusus dan
berbeda, ditambah fleksibilitas tambahan untuk Negara-negara Anggota ASEAN
yang paling kurang berkembang, konsisten dengan FTA ASEAN+1 yang ada
sebagaimana berlaku)
42
5. The ASEAN+1 FTAs and the bilateral/plurilateral FTAs between and among
participating countries will continue to exist and no provision in the RCEP
agreement will detract from the terms and conditions in these
bilateral/plurilateral FTAs between and among the participating countries. (FTA
ASEAN + 1 dan FTA bilateral / plurilateral di antara negara-negara peserta akan
terus ada dan tidak ada ketentuan dalam perjanjian RCEP yang akan mengurangi
syarat dan ketentuan FTA bilateral / plurilateral antara dan di antara negara-negara
yang berpartisipasi)
6. Any ASEAN FTA Partner that did not participate in the RCEP negotiations at
the outset would be allowed to join the negotiations, subject to terms and
conditions that would be agreed with all other participating countries. The RCEP
agreement will also have an open accession clause to enable the participation of
any ASEAN FTA partner that did not participate in the RCEP negotiations and
any other external economic partners after the completion of the RCEP
negotiations. (Setiap Mitra FTA ASEAN yang tidak berpartisipasi dalam
negosiasi RCEP sejak awal akan diizinkan untuk bergabung dengan negosiasi,
dengan tunduk pada syarat dan ketentuan yang akan disepakati dengan semua
negara peserta lainnya. Perjanjian RCEP juga akan memiliki klausa aksesi terbuka
untuk memungkinkan partisipasi mitra FTA ASEAN yang tidak berpartisipasi
dalam negosiasi RCEP dan mitra ekonomi eksternal lainnya setelah penyelesaian
negosiasi RCEP.)
7. Provisions for technical assistance and capacity building may be made
available, building upon the ASEAN+1 FTAs, to the developing and least-
developed countries participating in the RCEP to enable all parties to fully
43
participate in the negotiations, implement obligations under the RCEP and enjoy
the benefits from the RCEP. (Ketentuan untuk bantuan teknis dan peningkatan
kapasitas dapat dibuat tersedia, dibangun berdasarkan FTA ASEAN + 1, untuk
negara-negara berkembang dan paling tidak berkembang yang berpartisipasi
dalam RCEP untuk memungkinkan semua pihak untuk berpartisipasi penuh dalam
negosiasi, melaksanakan kewajiban di bawah RCEP dan menikmati manfaat dari
RCEP.)
8. The negotiations on trade in goods, trade in services, investment and other
areas will be conducted in parallel to ensure a comprehensive and balanced
outcome. (Negosiasi perdagangan barang, perdagangan jasa, investasi dan bidang
lainnya akan dilakukan secara paralel untuk memastikan hasil yang komprehensif
dan seimbang.)
Kelompok kerjasama dalam RCEP:
I. TRADE IN GOODS
The RCEP will aim at progressively eliminating tariff and non-tariff
barriers on substantially all trade in goods in order to establish a free
trade area among the parties. Tariff negotiations will be conducted on
a comprehensive basis. Such negotiations should aim to achieve the
high level of tariff liberalization, through building upon the existing
liberalization levels between RCEP participating countries and
through tariff elimination on a high percentage of both tariff lines and
trade value. The scheduling of tariff commitments should seek to
maximize the benefits of regional economic integration. Priority will
be attached to early tariff elimination on products of interest to the
44
least developed ASEAN Member States. (Perdagangan Barang RCEP
akan bertujuan untuk secara progresif menghilangkan hambatan tarif
dan non-tarif pada semua perdagangan barang secara substansial untuk
membangun area perdagangan bebas di antara para pihak. Negosiasi
tarif akan dilakukan secara komprehensif. Negosiasi semacam itu
harus bertujuan untuk mencapai tingkat tinggi liberalisasi tarif, melalui
membangun tingkat liberalisasi yang ada antara negara-negara peserta
RCEP dan melalui penghapusan tarif pada persentase tinggi dari kedua
jalur tarif dan nilai perdagangan. Penjadwalan komitmen tarif harus
berupaya memaksimalkan manfaat dari integrasi ekonomi regional.
Prioritas akan dilampirkan pada penghapusan tarif awal atas produk-
produk yang menarik bagi Negara-negara Anggota ASEAN yang
paling tidak berkembang.)
II. TRADE IN SERVICES
The RCEP will be comprehensive, of high quality and substantially
eliminate restrictions and/or discriminatory measures with respect to
trade in services between the RCEP participating countries. Rules and
obligations on trade in services under the RCEP will be consistent
with the General Agreement on Trade in Services (GATS) and will be
directed towards achieving liberalization commitments building on the
RCEP participating countries’ commitments under the GATS and the
ASEAN+1 FTAs. All sectors and modes of supply will be subject to
negotiations. (Perdaganga Dalam Layanan Jasa RCEP akan bersifat
komprehensif, berkualitas tinggi dan secara substansial menghilangkan
45
pembatasan dan / atau tindakan diskriminatif sehubungan dengan
perdagangan jasa antara negara-negara peserta RCEP. Aturan dan
kewajiban perdagangan jasa di bawah RCEP akan konsisten dengan
Perjanjian Umum tentang Perdagangan Jasa (GATS) dan akan
diarahkan untuk mencapai komitmen liberalisasi yang dibangun di atas
komitmen negara-negara peserta RCEP di bawah GATS dan FTA
ASEAN + 1. Semua sektor dan mode pasokan akan dikenakan
negosiasi.)
III. INVESTMENT
The RCEP will aim at creating a liberal, facilitative, and competitive
investment environment in the region. Negotiations for investment
under the RCEP will cover the four pillars of promotion, protection,
facilitation and liberalization. (INVESTASI RCEP akan bertujuan
untuk menciptakan lingkungan investasi yang liberal, fasilitatif, dan
kompetitif di kawasan ini. Negosiasi untuk investasi di bawah RCEP
akan mencakup empat pilar promosi, perlindungan, fasilitasi, dan
liberalisasi.)
IV. ECONOMIC AND TECHNICAL COOPERATION
Economic and technical cooperation under the RCEP will aim at
narrowing development gaps among the parties and maximizing
mutual benefits from the implementation of the RCEP agreement. The
economic and technical cooperation provisions in the RCEP will build
upon existing economic cooperation arrangements between ASEAN
and ASEAN’s FTA partners participating in the RCEP. Cooperation
46
activities should include electronic commerce and other areas that
would be mutually agreed upon by the RCEP participating countries.
(EKONOMI DAN TEKNIS KERJASAMA, RCEP akan bertujuan
untuk mempersempit kesenjangan pembangunan di antara para pihak
dan memaksimalkan saling menguntungkan dari pelaksanaan
perjanjian RCEP. Ketentuan kerjasama ekonomi dan teknis dalam
RCEP akan dibangun di atas pengaturan kerjasama ekonomi yang ada
antara ASEAN dan mitra FTA ASEAN yang berpartisipasi dalam
RCEP. Kegiatan kerjasama harus mencakup perdagangan elektronik
dan bidang lain yang akan disepakati bersama oleh negara-negara
peserta RCEP)
V. INTELLECTUAL PROPERTY
The text on intellectual property in the RCEP will aim to reduce IP-
related barriers to trade and investment by promoting economic
integration and cooperation in the utilization, protection and
enforcement of intellectual property rights. (KEKAYAAN
INTELEKTUAL, Teks tentang kekayaan intelektual dalam RCEP
akan bertujuan untuk mengurangi hambatan terkait IP untuk
perdagangan dan investasi dengan mempromosikan integrasi ekonomi
dan kerja sama dalam pemanfaatan, perlindungan, dan penegakan hak-
hak kekayaan intelektual.)
VI. COMPETITION
Provisions on competition will form the basis for parties to cooperate
in the promotion of competition, economic efficiency, consumer
47
welfare and the curtailment of anti-competitive practices while
cognizant of the significant differences in the capacity and national
regimes of RCEP participating countries in the area of competition.
(PERSAINGAN Ketentuan mengenai kompetisi akan menjadi dasar
bagi pihak-pihak untuk bekerja sama dalam mempromosikan
kompetisi, efisiensi ekonomi, kesejahteraan konsumen dan
pengurangan praktik anti-persaingan sementara menyadari perbedaan
signifikan dalam kapasitas dan rezim nasional negara-negara peserta
RCEP di wilayah tersebut. kompetisi.)
VII. DISPUTE SETTLEMENT
The RCEP will include a dispute settlement mechanism that would
provide an effective, efficient and transparent process for
consultations and dispute resolution. (PENYELESAIAN SENGKETA
RCEP akan mencakup mekanisme penyelesaian perselisihan yang
akan memberikan proses konsultasi dan penyelesaian perselisihan
yang efektif, efisien dan transparan.)
VIII. OTHER ISSUES
The RCEP negotiations will consider including other issues covered by
FTAs among RCEP participating countries, which may be identified
and mutually agreed in the course of negotiations, and take into
account new and emerging issues relevant to business realities.
(MASALAH LAINNYA Negosiasi RCEP akan mempertimbangkan
termasuk isu-isu lain yang dicakup oleh FTA di antara negara-negara
peserta RCEP, yang dapat diidentifikasi dan disepakati bersama dalam
48
proses negosiasi, dan mempertimbangkan masalah baru dan yang
muncul yang relevan dengan realitas bisnis.)
Dalam perkembangan kerjasama RCEP telah melakukan beberapa
perbaikan dalam kesepakatan yang dilakukan dari tahun 2012 sampai 2019.
Kesepakatan-kesepakatan yang dilakukan dalam RCEP secara umum berfokus
pada bidang perdagangan barang, perdagangan jasa dan investasi. kerjasama
RCEP sudah melakukan dua belas kali pertemuan yang dimana delapan
diantaranya diwakili oleh masing-masing menteri dan sisanya diwakili oleh
masing-masing kepala negara setiap anggota RCEP. Di bawah ini terdapat hasil
kesepakatan yang dilakukan di setiap pertemuan.42
1. Kesepakatan dalam mengadopsi kerjasama RCEP yang dilakukan oleh
para kepala negara pada tahun 2012 di Kamboja.
2. Menyepakati pembentukan tiga working group atau kelompok kerja yaitu
dibidang perdagangan barang, perdagangan jasa dan investasi.
kesepakatan ini diwakili oleh para menteri yang dilakukan di Brunei
Darussalam pada tanggal 19 Agustus 2013.
3. Negosiasi kerjasama ekonomi lain seperti kekayaan intelektual, persaingan
dalam perdagangan, masalah hukum serta kelembagaan. Kesepakatan ini
diwakili oleh para menteri yang dilakukan di Myanmar pada tanggal 27
Agustus 2014.
4. Kesepakatan dalam membuat akses pasar yang substantif agar dapat
mencapai ekonomi modern, transparan dan adil. Kesepakatan ini membuat
negara berkembang dan negara maju mendapatkan keuntungan yang sama.
42 ASEAN, “Regional Comprehensive Economic Partnership” (asean.org?static_post=rcep-
regional-comprehensive-economic-partnership), 10 April 2019
49
Hal ini disepakati oleh para menteri yang dilakukan di Malaysia pada
tanggal 24 Agustus 2015.
5. Penyempurnaan perjanjian RCEP dengan memberikan panduan kebijakan
strategis untuk memajukan negosiasi khususnya dalam perdagangan
barang, perdagangan jasa dan investasi. kesepakatan ini dilakukan oleh
para menteri di Filiphina pada tanggal 3-4 November 2016.
6. Kesepakatan dalam penambahan aturan yang memfasilitasi perdagangan
modern. Pertemuan ini dihadiri oleh para menteri di Vietnam pada tanggal
21-22 Mei 2017.
7. Kesepakatan dalam membentuk kelompok kerja baru yaitu kelompok kerja
pengadaan pemerintah dan sub-kelompok kerja pemulihan perdagangan.
Kesepakatan ini dilakukan di Filipina oleh para menteri pada tanggal 10
September 2017
8. Kesepakatan dalam meratifikasi peraturan disetiap kelompok kerja.
Kesepakatan ini dilakukan oleh masing-masing kepala negara yang
dilakukan di Filiphina pada tanggal 14 November 2017.
9. Negosiasi dalam membentuk peraturan yang memfasilitasi perdagangan
dan investasi agar dapat menghasilkan lebih meningkatkan pertumbuhan
ekonomi dan lahan pekerjaan. Kesepakatan ini dilakukan oleh para
menteri di Singapura pada tanggal 3 Maret 2018
4.3 Fokus Kepentingan Tiongkok di Bidang Kerjasama Ekonomi
Tiongkok sebagai sebuah negara yang berdaulat memiliki tujuan atau
kepentingan yang ingin dicapai. Kepentingan nasional Tiongkok berasal dari
50
pelbagai sektor, salah satu yang memiliki perhatian tinggi bagi pemerintahannya
adalah sektor ekonomi perdagangan. Untuk sektor ekonomi perdagangan,
Tiongkok memiliki tujuh belas sub-sektor yang menjadi fokus dalam kepentingan
mereka, yaitu di antaranya ialah:43
1. To formulate the strategies, guidelines anad policies of developing
domestic and foreign trade with international economic cooperation, draft
the laws and regulations governing domestic and foreign trade, foreign
investment in Tiongkok, foreign assistance, overseas investment and
foreign economic cooperation, devise relevant departmental rules and
regulations. (untuk merumuskan strategi, pedoman dan kebijakan
perdagangan dalam dan luar negeri serta kerjasama ekonomi internasional,
menentukan rancangan undang-undang dan peraturan yang mengatur
perdagangan dalam dan luar negeri, investasi asing di Tiongkok, bantuan
asing dan kerjasama ekonomi lainnya.
2. To advance the structural readjustment of distribution industries, guide
the reform of distribution enterprises, the development of commercial and
trade services. Promote distribution standardization and such modern
distribution modalities as chain operation, franchising, logistics and e-
commerce. (untuk memajukan penyesuaian struktural industri distribusi,
memandu reformasi perusahaan distribusi, pengembangan layanan
komersial dan perdagangan jasa. Mempromosikan perusahaan kecil dan
standarisasi distribusi sert modalitas distribusi modern seperti sistem rantai
toko, waralaba, logistic dan penjualan elektronik.
43 EIU, “Ministry of Commerce People’s Republic of Tiongkok.”, (https://store.eiu.com
/product/country-commerce/china). 10 April 2019
51
3. To formulate development plans for domestic trade, foster and develop
urban and rural markets, study and put forward the policies guiding
domestic and foreign capital to flow to the development of a market
system, to guide the program of bulk commodities retail markets and the
planning of urban commercial networks, guide the construction of the
commercial system, advance rural market system construction, and
organize and implement modern rural distribution networks. (Untuk
merumuskan rencana pengembangan perdagangan dalam negeri,
menumbuhkan dan mengembangkan pasar perkotaan dan pedesaan,
mempelajari dan mengedepankan kebijakan yang memandu modal
domestik dan asing untuk mengalir ke pengembangan sistem pasar)
4. To lead the coordination work for rectifying and standardizing
international market economy order, formulate policies for standardizing
market operation and distribution order, promote credit building in
commerce sectors, give guidance to sales based on business credit,
construct public service platforms based on market credibility, and
supervise and administer the special distribution industries according to
relevant rules. (Untuk memimpin pekerjaan koordinasi dalam
memperbaiki dan membakukan tatanan ekonomi pasar internasional,
merumuskan kebijakan untuk membakukan operasi pasar dan tatanan
distribusi, mempromosikan pembangunan kredit di sektor perdagangan,
memberikan panduan untuk penjualan berdasarkan kredit bisnis,
membangun platform layanan publik berdasarkan kredibilitas pasar,
52
mengawasi dan mengelola industri distribusi khusus sesuai dengan aturan
yang relevan).
5. To organize the adjustment of market of major consumer goods and
regulation of the distribution of major means of production, institute an
emergency management mechanism for the market supply of life
necessities, monitor and analyze market activities and commodity supply
and demand, study and analyze the commodity information to make
forecasts, issue early warnings and provide guiding information. To be
responsible for important consumer goods reserve management and
market regulation in line with its assignments. To supervise and regulate
refined oil distribution in accordance with relevant regulations. (Untuk
mengatur penyesuaian pasar barang-barang konsumen utama dan regulasi
distribusi alat-alat produksi utama, buat mekanisme manajemen darurat
untuk pasokan pasar kebutuhan hidup, memantau dan menganalisis
kegiatan pasar dan penawaran dan permintaan komoditas, mempelajari
dan menganalisis komoditas informasi untuk membuat ramalan,
mengeluarkan peringatan dini dan memberikan informasi panduan.
Bertanggung jawab atas manajemen cadangan barang konsumen yang
penting dan regulasi pasar sesuai dengan penugasannya. Mengawasi dan
mengatur distribusi minyak sulingan sesuai dengan peraturan terkait.)
6. To work out measures for the regulation of import and export commodities
and processing trade, and compile catalogues of import and export
commodities and technologies. To draft polices and measures for
facilitating the transformation of foreign trade growth pattern. To
53
organize the implementation of import and export quota plan of important
industrial products, raw materials and important agricultural products. To
work with other ministries and commissions to coordinate the import and
export of bulk commodities, guide trade promotion activities and the
development of the foreign trade promotion system. (Untuk menyusun
langkah-langkah pengaturan impor dan ekspor komoditas dan
pemprosesan perdagangan, dan menyusun katalog impor dan ekspor
komoditas dan teknologi. Untuk menyusun kebijakan dan langkah-langkah
untuk memfasilitasi transformasi pola pertumbuhan perdagangan luar
negeri. Untuk mengatur pelaksanaan rencana kuota impor dan ekspor
produk industri penting, bahan baku dan produk pertanian penting. Untuk
bekerja dengan kementerian dan komisi lain untuk mengoordinasikan
impor dan ekspor komoditas curah, membimbing kegiatan promosi
perdagangan dan pengembangan sistem promosi perdagangan luar negeri.)
7. To draft and execute policies concerning trade in technology, export
control and policies encouraging the import and export of technology and
complete set of equipment; to push forward the establishment of foreign
trade standardization system. To supervise technology introduction,
equipment import, export of domestic technologies subject to state export
restriction, and to issue import and export licenses pertaining to national
security issues such as nuclear non-proliferation in conformity with
laws. (Untuk menyusun dan melaksanakan kebijakan tentang perdagangan
teknologi, kontrol ekspor dan kebijakan yang mendorong impor dan
ekspor teknologi dan serangkaian peralatan lengkap; untuk mendorong
54
pengembangan sistem standardisasi perdagangan luar negeri. Untuk
mengawasi pengenalan teknologi, impor peralatan, ekspor teknologi dalam
negeri yang tunduk pada pembatasan ekspor negara, dan untuk
menerbitkan izin impor dan ekspor yang berkaitan dengan masalah
keamanan nasional seperti non-proliferasi nuklir sesuai dengan undang-
undang.)
8. To lead the efforts to draft development plans for trade in services and
carry out relevant work, work with other ministries and commissions to
formulate and enforce the plans and policies for promoting services export
and services outsourcing development. To facilitate the construction of
services outsourcing platforms. (Untuk memimpin upaya untuk menyusun
rencana pengembangan untuk perdagangan jasa dan melakukan pekerjaan
yang sesuai, bekerja dengan kementerian dan komisi lain untuk
merumuskan dan menegakkan rencana dan kebijakan untuk
mempromosikan layanan ekspor dan pengembangan layanan outsourcing.
Untuk memfasilitasi pembangunan platform layanan outsourcing.)
9. To formulate multilateral and bilateral (including regional and free trade
area) trade and economic cooperation strategies and policies, be
responsible for multilateral and bilateral negotiations on trade and
economic issues, coordinate domestic positions in negotiating with foreign
parties, and to sign the relevant documents and monitor their
implementation. To establish multilateral and bilateral intergovernmental
liaison mechanisms for economic and trade affairs and organize the
related work. (Untuk merumuskan strategi dan kebijakan perdagangan
55
multilateral dan bilateral (termasuk kawasan perdagangan bebas dan
regional), bertanggung jawab atas negosiasi multilateral dan bilateral
mengenai isu-isu perdagangan dan ekonomi, mengoordinasikan posisi
domestik dalam bernegosiasi dengan pihak asing, dan menandatangani
dokumen yang relevan dan memonitor implementasinya. Untuk
membangun mekanisme penghubung antar pemerintah multilateral dan
bilateral untuk urusan ekonomi dan perdagangan dan mengatur pekerjaan
terkait.)
10. To organize and coordinate the work pertaining to antidumping,
countervailing, safeguard measures and other issues related to fair trade
for import and export. To institute a fair trade early warning mechanism
for import and export and organize foreign trade investigations and
industry injury investigations in compliance with law. To guide and
coordinate domestic efforts in responding to industry security inquires and
foreign antidumping, countervailing, and safeguard investigations.
( Untuk mengatur dan mengoordinasikan pekerjaan yang berkaitan dengan
tindakan antidumping, countervailing, upaya perlindungan dan masalah
lain yang terkait dengan perdagangan yang adil untuk impor dan ekspor.
Untuk melembagakan mekanisme peringatan dini perdagangan yang adil
untuk impor dan ekspor dan mengatur penyelidikan perdagangan luar
negeri dan investigasi cedera industri sesuai dengan hukum. Untuk
memandu dan mengoordinasikan upaya domestik dalam menanggapi
permintaan keamanan industri dan penyelidikan antidumping,
penyeimbang, dan upaya perlindungan asing.)
56
11. To give general guidance to nationwide efforts in foreign investment. To
draw up and enforce foreign investment policies and reform schemes. To
examine and approve, according to relevant laws, the establishment and
changes thereafter of foreign-invested enterprises. To verify the contracts
and statutes of large-scale projects with foreign investment and their
major subsequent changes particularly stipulated in relevant legislations.
To supervise and inspect the enforcement of laws, regulations, contracts
and statutes by foreign-invested enterprises and coordinate the solution of
relevant issues. (Untuk memberikan panduan umum untuk upaya nasional
dalam investasi asing. Untuk menyusun dan menegakkan kebijakan
investasi asing dan skema reformasi. Untuk memeriksa dan menyetujui,
menurut undang-undang yang relevan, pendirian dan perubahan
sesudahnya dari perusahaan investasi asing. Untuk memverifikasi kontrak
dan ketetapan dari proyek-proyek skala besar dengan investasi asing dan
perubahan besar berikutnya, khususnya diatur dalam undang-undang yang
relevan.)
12. To be responsible for China's foreign economic cooperation efforts. To
formulate and implement policies on foreign economic cooperation, guide
and monitor overseas project contracting and labor service cooperation in
accordance with laws, promulgate policies governing the overseas
employment of Chinese citizens, and take the lead in protecting the rights
and interests of Chinese citizens providing labor services or taking up jobs
overseas. To work out administrative measures and specific policies
guiding China's outward investment and approve Chinese companies to
57
invest in and set up overseas establishments (excluding financial
companies). (Bertanggung jawab atas upaya kerja sama ekonomi asing
Tiongkok. Untuk merumuskan dan menerapkan kebijakan tentang kerja
sama ekonomi asing, membimbing dan memantau kontrak proyek luar
negeri dan kerja sama layanan ketenagakerjaan sesuai dengan undang-
undang, mengumumkan kebijakan yang mengatur ketenagakerjaan warga
negara Tiongkok di luar negeri, dan memimpin dalam melindungi hak dan
kepentingan warga Negara Tiongkok yang menyediakan tenaga kerja
layanan atau mengambil pekerjaan di luar negeri. Untuk melakukan
tindakan administratif dan kebijakan khusus yang memandu investasi luar
Tiongko dan menyetujui perusahaan-perusahaan Tiongkok untuk
berinvestasi dan mendirikan perusahaan di luar negeri (tidak termasuk
perusahaan keuangan).
13. To be in charge of China's efforts in providing aid to foreign countries and
regions. To formulate and implement China's foreign aid policies and
plans, facilitate the reform on foreign aid provision modalities, compile
foreign aid programs, select foreign aid projects and organize their
implementations. To manage funds in the nature of China's official foreign
assistance, the grant aid provided to China through multilateral and
bilateral channels (excluding the grants provided by foreign governments
and international financial institutions under the framework of fiscal
cooperation) and other development cooperation programs. (Untuk
bertanggung jawab atas upaya Tiongkok dalam memberikan bantuan
kepada negara dan wilayah asing. Untuk merumuskan dan
58
mengimplementasikan kebijakan dan rencana bantuan luar negeri
Tiongkok, memfasilitasi reformasi modalitas penyediaan bantuan luar
negeri, menyusun program bantuan asing, memilih proyek-proyek bantuan
asing dan mengatur implementasinya. Untuk mengelola dana dalam
bentuk bantuan asing resmi Tiongkok, bantuan hibah diberikan kepada
Tiongkok melalui saluran multilateral dan bilateral (tidak termasuk hibah
yang diberikan oleh pemerintah asing dan lembaga keuangan internasional
di bawah kerangka kerja sama fiskal) dan program kerja sama
pembangunan lainnya.)
14. To organize the direct trading activities with Taiwan, and deal with
bilateral and multilateral trade issues involving Taiwan. (Untuk mengatur
kegiatan perdagangan langsung dengan Taiwan, dan menangani masalah
perdagangan bilateral dan multilateral yang melibatkan Taiwan.)
15. To launch anti-monopoly investigations on the concentration of
undertakings, guide Chinese companies' response to monopoly allegations
overseas and carry out bilateral and multilateral exchanges and
cooperation on competition policies. (Untuk meluncurkan investigasi anti-
monopoli pada konsentrasi usaha, membimbing respon perusahaan
Tiongkok terhadap tuduhan monopoli di luar negeri dan melakukan
pertukaran bilateral dan multilateral dan kerjasama mengenai kebijakan
persaingan.)
16. To steer the work of the commercial branches of China's permanent
missions to the WTO, to the UN and other relevant international
organizations, as well as Chinese embassies in foreign countries,
59
providing guidance to their work, and training and selecting the staff. To
keep in touch with the representative offices of multilateral and
international economic and trade organizations in China and the
commercial functions of foreign diplomatic missions in China. (Untuk
mengarahkan pekerjaan cabang komersial dari misi permanen Tiongkok
ke WTO, ke PBB dan organisasi internasional terkait lainnya, serta
kedutaan besar Tiongkok di negara-negara asing, memberikan panduan
untuk pekerjaan mereka, dan melatih serta memilih staf. Untuk tetap
berhubungan dengan kantor perwakilan organisasi ekonomi dan
perdagangan multilateral dan internasional di Tiongkok dan fungsi
komersial misi diplomatik asing di Tiongkok.) 17. To undertake other assignments entrusted by the State Council. (Untuk
melakukan tugas-tugas lain yang dipercayakan oleh Dewan Negara.)
91
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
1. Terdapat tiga motif kepentingan yang dimiliki oleh Tiongkok dalam upayanya
menginisiasi kerjasama RCEP. Tiga kepentingan tersebut di antaranya ialah
kepentingan ekonomi, kepentingan politik dan kepentingan rivalitas Tiongkok
dan Amerika Serikat terutama di kawasan Asia Tenggara. Faktor-faktor yang
mendasari kepentingan ekonomi ialah sumber daya alam, sumber daya
manusia, keuntungan dalam investasi dan memperluas jaringan perdagangan.
Faktor yang mendasari kepentingan politik ialah memperkuat citra negara
super power, menguasai bidang ekonomi di beberapa sektor seperti perdangan
dan investasi, mempertahankan hegemoni pada sektor perdagangan dengan
negara-negara ASEAN, terakhir yaitu untuk membuat negara anggota RCEP
bergantung secara ekonomi dengan Tiongkok khususnya negara berkembang.
Faktor yang mendasari kepentingan rivalitas Tiongkok dan Amerika Serikat
adalah untuk mengubah hegemoni di bidang ekonomi dalam beberapa sektor
yang selama ini dikuasai oleh Amerika Serikat terutama di kawasan Asia
Tenggara. Keberadaan kerjasama yang dibentuk oleh Amerika Serikat dinilai
dapat mengancam keberadaan Tiongkok.
92
2. Hasil penelitian menunjukan bahwa kepentingan terkait rivalitas Tiongkok
dan Amerika Serikat terutama di kawasan Asia Tenggara menjadi motif
kepentingan terkuat yang dimiliki oleh Tiongkok. Kerjasama RCEP dinilai
berhasil membuat Tiongkok menggeser hegemoni Amerika Serikat dalam
beberapa sektor ekonomi seperti ekspor, impor, dan investasi.
6.2 Saran
Beberapa saran yang dapat penulis sampaikan dalam penelitian ini
diantaranya :
1. Saran ini ditunjukan untuk beberapa negara berkembang yang menjadi
anggota RCEP untuk mengkaji lebih dalam terkait peningkatan kerjasama
RCEP. Hal ini dikarenakan negara-negara berkembang akan mengalami
ketimpangan keuntungan, khususnya dengan negara-negara besar seperti
Tiongkok ataupun Jepang.
2. Saran selanjutnya yaitu untuk Pemerintah Indonesia yang menjadi salah satu
anggota RCEP. Saran yang diberikan ialah untuk mempersiapkan
kepentingan yang ingin dinegosiasikan dalam kerjasama RCEP. Hal ini
dilakukan untuk dapat memperoleh keuntungan yang seimbang dengan
negara-negara lainnya termasuk dengan Tiongkok. Saran lainnya bagi
Pemerintah Indonesia ialah untuk mempersiapkan sumber daya manusia
Indonesia agar mampu bersaing dengan negara-negara lainnya dalam sektor
perdagangan jasa.
93
3. Terakhir, untuk penelitian selanjutnya agar menambahkan fokus penelitian
kepentingan Tiongkok dalam RCEP terutama dengan negara-negara selain
dari kawasan Asia Tenggara yang juga menjadi anggota RCEP.
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku
Carlnaes, Walter, Thomas Risse and Beth A. Simmons. 2004. Handbook of
International Relations. London: SAGE Publications.
Cresswell, W. John. 2014. Research Design: Qualitative, Quantitative, and Mixed
Methods Approaches(4th Edition). USA: SAGE Publication, Inc.
Dahl, A. Robert and Charles E. Lindblom. 1963. Politics, Economic and Walfare
(Planning and Politico-Economic System Resolved into Basic Social Proceses).
Harper & Row Publishers: New York.
Frankel, Joseph. 1970. Key Concept in Political Science, National Interest. Pall Mall
Press: London
Gilpin, Robert. 2001. Global Political Economy: Understanding the International
Economic Order. Priceton University Press: New Jersey.
Jackson, Robert and Georg Sorensen. 2013. Introduction to International Relations:
theories and approaches. 5th ed. New York: Oxford University Press.
Jack C. Plano and Roy Olton, 1988, The International Relation Dictionary(Fourth
Edition), Western Michigan University.
Jagannath P. Panda, 2014, Factoring the RCEP and the TPP: China, india and the
Politics of Regional Integration, Publisher: Rouledge.
Keohane, O. Robert. 1984. After Hegemoni: Cooperation and Discord In The World
Political Economy. New Jersey: Princenton University Press.
Min Ye, 2015, China and Competing Cooperation in Asia Pasific: TPP, RCEP, and
the New Silk Road. Taylor and Francis Group.
Nazir, Moh. 2005. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia.
Organski, A.F.K. 1968. World Politics (second edition). Random Hause: United
States.
Plano, C. Jack and Roy Olton. 1988. The International Relations Dictionary (Fourth
Edition). Western Michigan University.
Viotti, R. Paul and Mark V. Kauppi. 2012. International Relations Theory: Fifth
Edition. Glanview: Pearson Education, Inc
.
Walliman, Nicholas. 2011. Research Methods: The Basic. New York, Routledge.
Wayne M. Morrison, 2018, China’s Economic Rise: History, Trends, Challenges,
and Implications for the United States. Congressional Research Service.
Yang Jiang, 2013, China’s Policymaking for Regional Economic Cooperation,
Palgrave Macmillan: United States.
B. Jurnal dan Penelitian
Bussman, Margit and John R. Oneal. 2007. Do Hegemons Distribute Private
Goods? A Test of Power-Transition Theory. Sage Publication. Vol. 51 No. 1.
Hoadley, Stephen and Jian Yang. 2007. China’s Cross-Regional FTA Initiatives:
Towards Comprehensive National Power. Pacific Affairs: University of British
Columbia. Vol. 80. No. 2.
I.William Zartman, James A. Paul and John P. Entelis, 2014, An Economic Indicator
of Socio Political Unrest, Cambrige University Press. Vol. 2. No. 4.
John Ravenhill, 2016, The Political Economy of an “Asian” Mega-FTA The
Regional Comprehensive Economic Partnership. The University of California
Pres’s. vol. 56, no. 6.
Khan, Shamsul and Lei Yu. 2013. Evolving China-ASEAN Relations and CAFTA:
Chinese Perspectives on China Initiatives in Relation to ASEAN plus 1.
University of South Australia: Australia. Vol.13 No.10.
Lemke, Douglas. 1997. The Continuation of History: Power Transition Theory and
The End of The Cold War. Florida State University. Vol.34 No. 1.
Plesis, Du Ambrose. 2014. The Forum on China-Africa Cooperation, Ideas and Aid:
National Interest(s) or Strategic Partnership?. London: Sage Publication. Vol.
6 No. 2.
Rafael Leak-Arcas, 2013, China and the Regional Comprehensive Economic
Partnership. Queen Mary University of London. Vol. 35. No, 2.
Siitonen, Lauri. 1990. Political Theories of Development Cooperation – A Study of
Theories of International Cooperation. Helsinki: World Intitute for
Development Economic Research of The United Nations University. Working
Paper, No.86.
William Zartman, James A Paul and John P. Entelis, 2014, An Economic Indicator
of Socio-Political Unrest. Cambridge University Press. Vol 2, no.4.
Yin, Xiangshuo. 2004. The Impact of The China-ASEAN Free Trade Area on
Regional Trade. Institut for National Security Strategy. Vol. 18 no.2.
C. Situs Internet Resmi dan Publikasi
History of Trade : http://www.wto.org
Regional Comprehensive
Economi Partnership : http://www. asean.org
World Bank : https://data.worldbank.org
Economist Intelligence Unit : https://store.eiu.com
Badan Pusat Statistik : www.bps.go.id
Tiongkok GNP : www.ceicdata.com
Trade in Goods : https://data.aseanstats.org