kelayakan usahatani beberapa tanaman...

28
KELAYAKAN USAHATANI BEBERAPA TANAMAN OBAT Ermiati ABSTRAK PENDAHULUAN Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik Jln. Tentara Pelajar No 3 Bogor 16111 E-mail: [email protected] Prospek yang baik terhadap permintaan berbagai tanaman obat belum disertai dengan peningkatan produktivitas dan pendapatan petani. Hal ini disebabkan karena teknik budidaya yang diterapkan belum sesuai dengan teknologi yang dianjurkan serta keterbatasan modal petani dalam pengembangan usahataninya. Tulisan ini bertujuan untuk memberikan informasi tentang kelayakan usahatani beberapa tanaman obat, khususnya tanaman obat unggulan, yaitu temulawak, jahe, kunyit, kencur dan purwoceng. Suatu usahatani dikatakan berhasil, apabila usahatani tersebut dapat memenuhi kewajiban membayar bunga modal, alat-alat yang digunakan, upah tenaga luar serta sarana produksi lain dan dapat menjaga kelestarian usahanya. Layak atau tidaknya suatu usahatani, harus memenuhi beberapa kriteria, diantaranya; B/C Ratio > 1, NPV > 0, IRR (%) > tingkat bunga bank yang berlaku, produksi (kg) > BEP produksi (kg), Harga (Rp/kg) > BEP harga (Rp/kg) dan terjadi penurunan harga produksi, maupun peningkatan harga faktor produksi, sampai batas tertentu tidak menyebabkan kerugian. Hasil analisis kelayakan usahatani beberapa tanaman obat ungulan, seperti temulawak, jahe, kunyit, kencur dan purwoceng, secara finansial layak diusahakan, akan tetapi semua tergantung terutama dari harga jual dan produksi saat itu. Dari hasil penelitian juga diketahui beberapa kendala pengembangan tanaman obat pada tingkat petani, diantaranya; belum menggunakan varietas unggul yang dilepas, teknologi yang digunakan masih tradisional/belum sesuai dengan teknologi yang dianjurkan, keterbatasan modal petani, kepemilikan lahan yang sempit, fluktuasi harga, jauhnya lokasi kebun dari pasar, belum adanya usaha diversifikasi produk pada tingkat petani (untuk menciptakan pasar), bahkan khusus untuk temulawak belum adanya pasar di lokasi penelitian (Cileungsi, Sumedang dan Boyolali). Salah satu solusi yang bisa ditempuh untuk menciptakan pasar, yaitu dengan diversifikasi hasil. Kata kunci: Kelayakan, Usahatani, Tanaman Obat Indonesia adalah negara yang memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi, menempati posisi nomor dua setelah Brazil. Dari 40.000 species yang ada di dunia, 30.000 spesies terdapat di Indonesia dengan 1.845 jenis tumbuhan yang memiliki potensi biofarmaka (Ohistein ., Zuraida ., 2009). Meskipun demikian baru sekitar 180 spesies yang telah digunakan untuk keperluan industri obat herbal dan jamu. Sedangkan yang dibudidayakan secara intensif baru hanya beberapa spesies saja. et al dalam et al 86 Penguatan Inovasi Teknologi Mendukung Kemandirian Usahatani Perkebunan Rakyat

Upload: doanhanh

Post on 03-Feb-2018

262 views

Category:

Documents


7 download

TRANSCRIPT

Page 1: KELAYAKAN USAHATANI BEBERAPA TANAMAN OBATperkebunan.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2013/11/... · KELAYAKAN USAHATANI BEBERAPA TANAMAN OBAT Ermiati ABSTRAK PENDAHULUAN

KELAYAKAN USAHATANI BEBERAPA TANAMAN OBAT

Ermiati

ABSTRAK

PENDAHULUAN

Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik

Jln. Tentara Pelajar No 3 Bogor 16111

E-mail: [email protected]

Prospek yang baik terhadap permintaan berbagai tanaman obat belum disertai dengan

peningkatan produktivitas dan pendapatan petani. Hal ini disebabkan karena teknik budidaya

yang diterapkan belum sesuai dengan teknologi yang dianjurkan serta keterbatasan modal petani

dalam pengembangan usahataninya. Tulisan ini bertujuan untuk memberikan informasi tentang

kelayakan usahatani beberapa tanaman obat, khususnya tanaman obat unggulan, yaitu

temulawak, jahe, kunyit, kencur dan purwoceng. Suatu usahatani dikatakan berhasil, apabila

usahatani tersebut dapat memenuhi kewajiban membayar bunga modal, alat-alat yang

digunakan, upah tenaga luar serta sarana produksi lain dan dapat menjaga kelestarian usahanya.

Layak atau tidaknya suatu usahatani, harus memenuhi beberapa kriteria, diantaranya; B/C Ratio >

1, NPV > 0, IRR (%) > tingkat bunga bank yang berlaku, produksi (kg) > BEP produksi (kg), Harga

(Rp/kg) > BEP harga (Rp/kg) dan terjadi penurunan harga produksi, maupun peningkatan harga

faktor produksi, sampai batas tertentu tidak menyebabkan kerugian. Hasil analisis kelayakan

usahatani beberapa tanaman obat ungulan, seperti temulawak, jahe, kunyit, kencur dan

purwoceng, secara finansial layak diusahakan, akan tetapi semua tergantung terutama dari harga

jual dan produksi saat itu. Dari hasil penelitian juga diketahui beberapa kendala pengembangan

tanaman obat pada tingkat petani, diantaranya; belum menggunakan varietas unggul yang

dilepas, teknologi yang digunakan masih tradisional/belum sesuai dengan teknologi yang

dianjurkan, keterbatasan modal petani, kepemilikan lahan yang sempit, fluktuasi harga, jauhnya

lokasi kebun dari pasar, belum adanya usaha diversifikasi produk pada tingkat petani (untuk

menciptakan pasar), bahkan khusus untuk temulawak belum adanya pasar di lokasi penelitian

(Cileungsi, Sumedang dan Boyolali). Salah satu solusi yang bisa ditempuh untuk menciptakan

pasar, yaitu dengan diversifikasi hasil.

Kata kunci: Kelayakan, Usahatani, Tanaman Obat

Indonesia adalah negara yang memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi,

menempati posisi nomor dua setelah Brazil. Dari 40.000 species yang ada di dunia, 30.000

spesies terdapat di Indonesia dengan 1.845 jenis tumbuhan yang memiliki potensi

biofarmaka (Ohistein ., Zuraida ., 2009). Meskipun demikian baru sekitar

180 spesies yang telah digunakan untuk keperluan industri obat herbal dan jamu.

Sedangkan yang dibudidayakan secara intensif baru hanya beberapa spesies saja.

et al dalam et al

86 Penguatan Inovasi Teknologi Mendukung Kemandirian Usahatani Perkebunan Rakyat

Page 2: KELAYAKAN USAHATANI BEBERAPA TANAMAN OBATperkebunan.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2013/11/... · KELAYAKAN USAHATANI BEBERAPA TANAMAN OBAT Ermiati ABSTRAK PENDAHULUAN

Adanya kecendrungan masyarakat untuk kembali kepada produk alami (

), ini menyebabkan makin meningkatnya kebutuhan masyarakat akan produk

kesehatan yang berasal dari bahan alami. Fenomena ini membuka peluang besar tidak

hanya bagi pengembangan tanaman obat dan obat tradisional tapi juga berdampak

kepada pengembangan industri farmasi, makanan, minuman dan kosmetik berbasis

bahan alami, baik di dalam maupun di luar negeri. Indonesia sebagai salah satu negara

dengan biodiversitas tinggi, mempunyai modal dasar yang cukup potensial untuk

merespon perkembangan tersebut (Anon, 2002).

Untuk meningkatkan pelayanan kesehatan kepada masyarakat dan menggali

potensi khasanah obat asli Indonesia salah satu program yang dicanangkan Departemen

Kesehatan adalah pengembangan dan pemanfaatan obat tradisional dan fitofarmaka di

dalam pelayanan kesehatan formal. Untuk itu industri farmasi telah meluncurkan

produk obat fitofarmaka yang memenuhi standar persyaratan mutu obat. Diantaranya

yaitu pil pelancar asi dari daun katuk, obat sakit lambung dari ekstrak rimpang kunyit

dan obat gangguan fungsi hati/lever dari ekstrak temulawak. Untuk mendukung

program tersebut diperlukan bahan baku dengan standar mutu yang baik dan

kontinuitas produksi yang pasti (Anon, 2002).

Adanya pertumbuhan yang tinggi dalam perdagangan produk obat/herbal/

berbasis bahan alami dan potensinya akan menghasilkan keuntungan yang besar.

Dengan adanya perubahan sosial masyarakat berupa pandangan positif terhadap

produk obat alami telah menarik lembaga permodalan untuk membantu investasi

finansial dalam bisnis sektor ini. Dari segi kebijakan hal ini pun telah mendorong usaha

pengaturan yang harus dilakukan untuk evaluasi kualitas, keamanan, manfaat terapi dan

pedoman klinik dari produk herbal/berbasis bahan alami, sehingga pemakaiannya dapat

dipertanggung jawabkan (Lestari Y., ., 2009).

Potensi pasar produk tumbuhan obat di Indonesia dapat dilihat dari jumlah

perusahaan pembuat obat tradisional (OT) yang dari tahun ke tahun terus bertambah,

untuk IKOT (Industri Kecil Obat Tradisional) sampai tahun 1990 yang mendapat izin ada

259 buah, tahun 1997 (masa awal krisis ekonomi) ada 458 buah, tahun 2000 ada 853 buah,

tahun 2003 ada 905 buah dan akhir tahun 2005 mencapai 1037 buah. Sedangkan untuk

IOT (Industri Obat Tradisional) sampai tahun 1996 (61 buah), 1998 (79 buah), tahun 2000

(87 buah), 2003 (97 buah) dan akhir tahun 2005 (129 buah). Jadi total IKOT dan IOT pada

akhir tahun 2005 ada 1166 buah. Penyebaran industri OT ini tidak hanya terpusat di

Pulau Jawa saja, tapi sudah menyebar ke seluruh provinsi. Hal yang menarik, suatu

kenyataan bahwa industri farmasi yang selama ini memproduksi obat-obat dari senyawa

sintetis, pada saat ini (terutama setelah krisis ekonomi) juga sudah memproduksi

produk-produk tumbuhan obat, bahkan beberapa produknya sudah dipasarkan (Anon,

2009).

Mengingat potensi pasar dan potensi hayati alam Indonesia, maka Indonesia

memiliki prospek hayati (tumbuhan) yang besar, khususnya dibidang kesehatan. Tapi

perlu diingat bahwa sumber daya alam yang melimpah tidak akan langgeng jika tidak di

back to

nature

et al

87Penguatan Inovasi Teknologi Mendukung Kemandirian Usahatani Perkebunan Rakyat

Page 3: KELAYAKAN USAHATANI BEBERAPA TANAMAN OBATperkebunan.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2013/11/... · KELAYAKAN USAHATANI BEBERAPA TANAMAN OBAT Ermiati ABSTRAK PENDAHULUAN

kelola dengan baik. Sebagian besar (74%) dari tumbuhan obat yang digunakan oleh

industri jamu diambang langsung dari alam, selebihnya (26%) dibudidayakan secara

terbatas. Kecuali beberapa tanaman obat multiguna, seperti jahe, kunyit, kencur dan

temulawak (Anon, 2002 dan Lestari Y., ., 2009).

Berdasarkan klaim khasiat yang dimiliki, jumlah serapan oleh IOT (Industri Obat

Tradisonal) dan IKOT (Industri Kecil Obat Tradisonal), jumlah petani dan tenaga yg

terlibat, prospek pengembangan dan tren investasi ke depan, temulawak, jahe, kunyit,

kencur dan purwoceng merupakan tanaman potensial dalam pengembangan agribisnis

tanaman obat unggulan yang pemanfaatannya belum optimal (Balitbang Pertanian,

2007).

Temulawak, kunyit, kencur dan jahe merupakan tanaman temu-temuan

( , yang digunakan dalam hampir semua produk obat tradisional (jamu)

karena paling banyak diklaim sebagai penyembuh berbagai penyakit (degeneratif,

penurunan imunitas, penurunan vitalitas). Sedangkan purwoceng sangat potensial

untuk dikembangkan sebagai komplemen dan substitusi ginseng impor, sehingga dapat

menghemat devisa negara.

Produk yang dapat dihasilkan dari tanaman temulawak, kunyit, kencur dan jahe

adalah produk setengah jadi (simplisia, pati, minyak, ekstrak), produk industri

(makanan/minuman, kosmetika, farmasi, Industri Kecil Obat Tradisional (IKOT) dan

Industri Obat Tradisional (IOT), dan produk jadi (sirup, instan, bedak, tablet dan kapsul).

Sedangkan untuk purwoceng, produk setengah jadi berupa simplisia dan ekstrak,

produk industri dalam bentuk jamu seduh, minuman kesehatan (IKOT/IOT), dan pil atau

tablet/kapsul (Farmasi) (Balitbang Pertanian, 2007).

Temulawak, kunyit, kencur dan jahe mempunyai kontribusi yang tinggi terhadap

PDB nasional, masyarakat petani dan industri. Dalam waktu 6 tahun (2005-2010),

diperkirakan terjadi kekurangan pasokan bahan baku dari keempat komoditas tersebut,

terutama jahe, sehingga terbuka peluang untuk intensifikasi dan/atau ekstensifikasi

seluas 10-15% dari areal yang tersedia (Balitbang Pertanian, 2007). Upaya peningkatan

produksi dan produktivitas, pendapatan, kesejahteraan, daya beli dan taraf hidup petani

dapat melalui intensifikasi, ekstensifikasi, rehabilitasi, adopsi teknologi maupun

diversifikasi hasil (Sutawi, 2003).

Masalah yang dihadapi dalam pengembangan tanaman obat adalah rendahnya

produktivitas, mutu, harga produk-produk primer, ketidak pastian pasar dan lemahnya

modal dan daya tawar petani. Berdasarkan permasalahan tersebut, pengembangan

tanaman obat diarahkan untuk meningkatkan kualitas, kuantitas dan kontinuitas bahan

baku dan peningkatan nilai tambah komoditas temu-temuan dan juga purwoceng. Hal

tersebut dapat dicapai melalui pemanfaatan varietas/klon unggul, pengembangan di

daerah yang sesuai, budidaya dengan penerapan praktek pertanian yang baik (

GAP) yang didasarkan atas SOP

untuk masing-masing komoditas serta panen dan pengolahan produk juga harus sesuai

dengan GMP , sosialisasi dan pelatihan teknologi, serta

bantuan investasi permodalan (Balitbang Pertanian, 2007).

et al

Zingiberaceae)

Good

Agricultural Practices) ( (Standard Operational Procedures)

(Good Manufacturing Practices)

88 Penguatan Inovasi Teknologi Mendukung Kemandirian Usahatani Perkebunan Rakyat

Page 4: KELAYAKAN USAHATANI BEBERAPA TANAMAN OBATperkebunan.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2013/11/... · KELAYAKAN USAHATANI BEBERAPA TANAMAN OBAT Ermiati ABSTRAK PENDAHULUAN

Teknologi budidaya dan pascapanen temulawak, kencur, kunyit, jahe dan

purwoceng, telah tersedia. Namun teknologi tersebut belum semuanya diadopsi oleh

petani, mengingat proses di dalam pengalihan teknologi kepada petani memerlukan

investasi yang cukup tinggi. Karena keterbatasan modal, petani belum mampu

mengadopsi teknologi tersebut.

Tulisan ini akan memberikan informasi tentang kelayakan usahatani beberapa

tanaman obat, terutama tanaman obat unggulan (temulawak, jahe, kunyit, kencur dan

purwoceng).

Menurut Kadarsan, 1993 Suratiyah, 2006, usahatani adalah suatu tempat

dimana seseorang atau sekumpulan orang berusaha mengelola unsur-unsur produksi

seperti alam, tenaga kerja, modal dan ketrampilan dengan tujuan berproduksi untuk

menghasilkan sesuatu di lapangan pertanian.

Petani sebagai pelaksana mengharapkan produksi usahataninya lebih besar agar

memperoleh pendapatan yang besar pula. Untuk itu petani menggunakan tenaga, modal

dan sarana produksinya sebagai umpan untuk mendapatkan produksi yang diharapkan.

Ada kalanya produksi yang diperoleh justru lebih kecil dan ada kalanya lebih besar.

Suatu usahatani dikatakan berhasil apabila usahatani tersebut dapat memenuhi

kewajiban membayar bunga modal, alat-alat yang digunakan, upah tenaga kerja luar

serta sarana produksi yang lain dan dapat menjaga kelestarian usahanya (Suratiyah,

2006).

Layak tidak suatu usahatani dipengaruhi oleh harga input/faktor produksi, upah

tenaga kerja, produksi dan harga jual. Suatu usahatani dikatakan layak harus memenuhi

beberapa kriteria, diantaranya:

(NPV) > 0

(B/C Ratio) > 1

(IRR) > atau di atas tingkat suku bunga bank yang berlaku

- Produksi (kg) > BEP produksi (kg)

- Harga (Rp/kg) > BEP harga (Rp/kg)

- Penerimaan (Rp) > BEP penerimaan (Rp)

- Jika terjadi penurunan harga produksi maupun peningkatan harga faktor produksi

sampai batas tertentu tidak menyebabkan kerugian

(Adnyana O.M., 1989; Gittinger, 1986; Kadariah , 1988; Soetrisno, 1982 dan Suratiyah

K., 2006).

KELAYAKAN USAHATANI

dalam

- Net Present Value

- Benefit Coat Ratio

- Internal Rate of Return

et al

89Penguatan Inovasi Teknologi Mendukung Kemandirian Usahatani Perkebunan Rakyat

Page 5: KELAYAKAN USAHATANI BEBERAPA TANAMAN OBATperkebunan.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2013/11/... · KELAYAKAN USAHATANI BEBERAPA TANAMAN OBAT Ermiati ABSTRAK PENDAHULUAN

A. Kelayakan usahatani beberapa tanaman obat

1. Kelayakan usahatani temulawak ( Roxb)Curcuma xanthorhiza

Temulawak Roxb) adalah tanaman obat asli Indonesia (Prana,

1985) dan merupakan obat potensial yang belum dimanfaatkan secara optimal (Dirjen

Horti, 2006).

Mengingat pemanfaatan yang sangat luas, peluang pengembangan tanaman ini

terbuka lebar, baik untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri maupun ekspor. Wilayah

pengembangan dan sentra tanaman temulawak di Indonesia pada tahun 2003 meliputi 15

propinsi, yaitu: Sumatera Utara, Riau, Jambi, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI

Yogyakarta, Jawa Timur, Banten, Bali, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Sulawesi

Utara, Sulawesi Selatan dan Gorontalo, pada tahun 2005 bertambah menjadi 27 propinsi,

penambahan propinsi tersebut antara lain: Sumbar, Sumsel, Bengkulu, Lampung, Kep.

Bangka Belitung, NTB, NTT, Kalteng, Kalsel, Sulsel, Sultra dan Irian Jaya Barat (Dirjen

Horti, 2006). Rata-rata perkembangan luas panen dan produksi temulawak dari tahun

2000 sampai 2008, masing-masing sebesar 15,36% dan 25,89%/tahun (BPS, 2006; Dirjen

Horti, 2007; 2008, data diolah).

Salah satu permasalahan dalam budidaya temulawak adalah masih rendahnya

produktifvitas dan mutu. Walaupun tanaman temulawak sudah ada dari zaman nenek

moyang, namun budidayanya masih tradisional bahkan masih banyak berupa tanaman

liar. Pengadaan benih masih menggunakan benih dari kebun sendiri atau dari tanaman

liar dan belum mengacu kepada standar mutu benih, sehingga rata-rata produksi yang

diperoleh rendah dan pemasarannyapun tidak menentu (Dirjen Horti2006). Sampai saat

ini produktivitas temulawak nasional baru berkisar 9 - 15 ton/ha ( BPS, 2006; Dirjen Horti

(Statistik), 2007; 2008).

Walaupun temulawak sudah banyak diketahui khasiatnya dan ditanam secara luas

oleh masyarakat Indonesia tetapi teknik budidaya masih tradisional dan belum

menggunakan varietas unggul yang telah dilepas dengan kualitas dan produktivitas

yang tinggi. Untuk itu dalam pembudidayaan temulawak perlu adanya prioritas yang

berorientasi kepada kepentingan petani, perkembangan tingkat ekonomi/pasar serta

jumlah kebutuhan pasar.

Balittro memiliki 6 nomor harapan temulawak dengan karakteristik produksi,

kadar atsiri dan pati, rata-rata lebih tinggi dibandingkan dengan yang biasa ditanam oleh

petani. Nomor-nomor ini merupakan hasil karakterisasi dan evaluasi tahun 2004

terhadap 20 nomor plasma nutfah temulawak hasil eksplorasi tahun 1995. Keenam

nomor harapan tersebut memiliki rata-rata produksi 2.39 - 3.37 kg/m , lebih tinggi

dibandingkan dengan rata-rata nasional 1.73 kg/m (Setiyono ., 2007; BPS., 2006).

Keenam nomor harapan tersebut selain mempunyai potensi poduksi tinggi, juga

memiliki mutu yang tinggi dan telah memenuhi persyaratan ekspor, dimana kandungan

minyak atsirinya berkisar 6.2 - 9.8% sedangkan yang umum di pasar adalah rata-rata 5.0%

(standar MMI), kadar kurkuminnya berkisar 1.16 - 3.24% dan yang umum rata-rata 1.93%

(Setiyono ., 2008).

(Curcuma xanthorhiza

et al

et al

2

2

90 Penguatan Inovasi Teknologi Mendukung Kemandirian Usahatani Perkebunan Rakyat

Page 6: KELAYAKAN USAHATANI BEBERAPA TANAMAN OBATperkebunan.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2013/11/... · KELAYAKAN USAHATANI BEBERAPA TANAMAN OBAT Ermiati ABSTRAK PENDAHULUAN

Pada lembaran ini akan disajikan kelayakan usahatani temulawak tingkat petani, dan 6

calon varietas unggul milik Balittro dan dua varietas lokal sebagai pembanding hasil uji

multilokasi di tiga lokasi dengan agroekologi yang berbeda serta kelayakan usahatani

yang berasal dari benih dengan berbagai ukuran.

Penelitian di lakukan di Desa Cipenjo Kecamatan Cileungsi Kabupaten Bogor

pada bulan Agustus 2008. Lokasi penelitian ditentukan secara sengaja, yaitu di Desa

Cipenjo Kecamatan Cileungsi Kabupaten Bogor karena daerah tersebut merupakan

daerah sentra produksi temu-temuan di Kabupaten Bogor. Daerah ini merupakan

daerah dataran rendah dengan ketinggian 200 m dpl., memiliki kisaran suhu 28 -34 C,

jumlah hari hujan 90 hari per tahun dengan sifat fisika tanah liat berpasir. Penelitian

dilakukan pada bulanAgustus 2008 dengan metode survei.

Tabel 1. NPV, B/C Ratio, IRR, Harga dan Produksi BEP Usahatani Temulawak di Desa

Cipenjo Kecamatan Cileungsi Kabupaten Bogor th 2008 (1 000 m²)

Kelayakan usahatani temulawak di tingkat petani

o

Uraian/ Discription Hasil/Out put

Produksi/ Production (kg) 1750 1750

Produksi/ Production (kg) 1500 1000

Discount Faktor (%/bln) 1,50% 1,50%

Penerimaan bersih / Net benefit (Rp) 876380 1380

NPV / Net Present Value ( Rp) 598368 -155591

IRR/Internal Rateof Return (%) 4% -1%

Net B/C Ratio / Net Benefit Cost Ratio 1,5 0,87

Harga BEP/ Price BEP (Rp/kg) 1100 1100

Produksi BEP/Production BEP 1290 1925

Sumber: Ermiati, 2011

Hasil analisis kelayakan usahatani temulawak tingkat petani di Desa Cipenjo

Kecamatan Cileungsi Kabupaten Bogor dengan tingkat produksi 1.750 kg/1.000 m² dan

harga Rp 1.500,-/kg (harga yang berlaku saat penelitian) = harga rata-rata dari harga yang

pernah berlaku (Rp 1.000,- - Rp 2.000,-/kg) serta “discount factor” 1,5%/bulan atau

18%/tahun, layak secara finansial karena Net B/C ratio > 1 (1.5), (NPV)

positif (Rp 598.368,-), dan rn (IRR) aktual (4%/bulan) > dari IRR

(1,5%/bulan). Akan tetapi bila harga yang berlaku, harga terendah (Rp 1.000,-/kg), maka

usahatani temulawak merugi karena B/C ratio < 1 (0,87), NPV negative (Rp 144.591,-) dan

IRR actual (- 1%) < IRR estimate atau di bawah tingkat suku bunga bank yang berlaku

(1,5%). Produksi BEP untuk harga terendah, harus mencapai 1.925 kg, sedangkan

produksi actual hanya 1 750 kg/1000 m² (Tabel 1).

Net Present Value

Internal Rate of Retu estimate

91Penguatan Inovasi Teknologi Mendukung Kemandirian Usahatani Perkebunan Rakyat

Page 7: KELAYAKAN USAHATANI BEBERAPA TANAMAN OBATperkebunan.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2013/11/... · KELAYAKAN USAHATANI BEBERAPA TANAMAN OBAT Ermiati ABSTRAK PENDAHULUAN

Tab

el 2

. P

eng

elu

aran

dan

Pen

erim

aan

Usa

hat

ani

Tem

ula

wak

Tin

gk

at P

etan

i d

i K

ecam

atan

Cil

eun

gsi

(10

00 m

²)T

emu

law

ak (

Java

Tu

mer

ic)

Vlm

Hrg

/B

ula

n k

e/M

onth

Ura

ian

/ D

iscr

ipti

on

Stn

stn

01

23

45

67

89

10

I. T

enag

a K

erja

/L

abor

-P

eng

ola

han

tan

ahtr

akto

r1

2000

0020

0000

-Pem

bu

atan

dra

inas

e d

an l

ob

ang

ho

k2

3000

060

000

-P

emu

pu

kan

Das

ar/P

uk

an 1

ho

k3

3000

090

000

-P

enan

aman

/h

ok

230

000

6000

0

-P

eny

ula

man

/h

ok

00

-P

emu

pu

kan

su

sula

n/

ho

k1

3000

030

000

-P

HT

/P

est

con

trol

ho

k0

0

-P

eny

ian

gan

/W

eedi

ng

ho

k4

3000

060

000

6000

0

-P

emb

um

bu

nan

/Fil

l u

ph

ok

00

-P

anen

/Har

vest

&h

ok

1030

000

3000

00

Jum

lah

Bia

ya

T.K

erja

/0

00

4100

000

3000

060

000

00

6000

00

00

3000

00

II. S

aran

a P

rod

uk

si/

-B

ibit

/See

dk

g20

010

0020

0000

-P

up

uk

kan

dan

g/M

anu

rek

rg (

a20

kg

)10

040

0040

0000

-K

Cl/

K(P

otas

ium

)k

g0

-U

RE

A/N

(k

g15

1500

2250

0-

SP

36 p

up

uk

K (

kg

00

-P

esti

sid

a/P

esti

cide

00

0

Jum

lah

Bia

ya

Pro

d./

00

060

0000

022

500

00

00

00

00

III.

Bia

ya

Pen

yu

suta

n P

eral

atan

/4.

112

4.11

24.

112

4.11

24.

112

4.11

24.

112

4.11

24.

112

4.11

2

Jum

lah

Bia

ya

Pen

yu

suta

n/

04.

112

4.11

24.

112

4.11

24.

112

4.11

24.

112

4.11

24.

112

4.11

2

IV. T

ran

spo

rtas

i /

Tra

nsp

orta

tion

mo

bil

bo

x1

2250

0022

5000

Jum

lah

Bia

ya

Tra

nsp

ort

asi/

00

00

00

00

00

2250

00

Jum

lah

Bia

ya

/Tot

al C

ost

I+II

+III

+IV

00

010

1000

041

1256

612

6411

241

1241

1264

112

4112

4112

4112

5291

12

Pro

du

ksi

, har

ga

& p

ener

imaa

n k

oto

r26

2500

0

00

0-1

0100

00-4

112

-566

12-6

4112

-411

2-4

112

-641

12-4

112

-411

2-4

112

2095

888

Net

Pre

sen

t V

alu

e(N

PV

)-1

01

00

00

-40

51

,23

-54

95

1,1

0-6

13

11

,40

-38

74

,26

-38

17

,01

-58

63

3,1

3-3

70

5,0

2-3

65

0,2

7-3

59

6,3

21

80

59

58

92 Penguatan Inovasi Teknologi Mendukung Kemandirian Usahatani Perkebunan Rakyat

Page 8: KELAYAKAN USAHATANI BEBERAPA TANAMAN OBATperkebunan.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2013/11/... · KELAYAKAN USAHATANI BEBERAPA TANAMAN OBAT Ermiati ABSTRAK PENDAHULUAN

Kelayakan usahatani 6 nomor harapan temulawak dan 2 varietas lokal sebagaipembanding hasil uji multilokasi di tiga lokasi dengan agroekologi yang berbeda(Cileungsi, Sumedang dan Bayolali)

Penelitian dilakukan di daerah sentra produksi temu-temuan di Jawa Barat dan

Jawa Tengah. Di Jawa Barat, yaitu 1) Di Desa Cipenjo Kecamatan Cileungsi Kabupaten

Bogor (penelitian mewakili dataran rendah) dengan ketinggian 200 m dpl, memiliki

kisaran suhu udara 28-34 C, jumlah hari hujan 90 hari/tahun dengan sifat fisika tanah liat

berpasir. 2) Di Desa Ganjar Resik Kecamatan Wado Kabupaten Sumedang (penelitian

mewakili dataran tinggi) yang terletak pada ketinggian 800 m dpl dengan jenis tanah

pudzolik merah kuning dan type iklim B (klasifikasi Schmidt dan Ferguson). 3) Di Jawa

Tengah yaitu di Desa Kragilan Kecamatan Mojosongo Kabupaten Bayolali (penelitian

mewakili dataran sedang) dengan ketinggian 450 m dpl , kisaran suhu 18-35 C, curah

hujan 5500-6500mm/th, hari hujan 185-195 hari/th dengan kelembaban udara berkisar

antara 40 - 70%. Penelitian dilaksanakan dari bulan November 2006 - Agustus 2007. Bahan

tanaman yang digunakan adalah 6 nomor harapan temulawak asal Balittro (A, B, C, D, E,

F) dan 2 varietas lokal (L1 dan L2) sebagai pembanding. Percobaan menggunakan

Rancangan Acak kelompok dengan 4 (empat) ulangan. Ukuran plot percobaan 30 m² (6 m

x 5 m) dengan jarak tanam 70 cm x 50 cm dan setiap plot terdapat 80 tanaman. Semua

perlakuan di pupuk dengan 20 ton pupuk kandang, 200 kg SP36 dan 200 kg KCl/ha yang

diberikan pada awal tanam, khusus Urea 200kg/ha diberikan 3 kali agihan, masing-

masing 1/3 bagian pada 1, 2 dan 3 bulan setelah tanam (BST).

Tabel 3. Rata-rata produksi klon-klon temulawak di tiga lokasi uji multilokasi

o

o

LokasiVarietas

clg smd bylRata-rata

Standar

Deviasi

A 26188 26064 16958 23070 5293

B 25076 23228 13500 20601 6219

C 17249 5073 6833 9719 6581

D 26908 21622 13708 20746 6643

E 25764 22628 17767 22053 4030

F 25997 17573 14883 19484 5798

L1 23982 17671 13375 18343 5335

L2 24351 21589 13858 19933 5439

Sumber: Ermiati ., 2008et al

93Penguatan Inovasi Teknologi Mendukung Kemandirian Usahatani Perkebunan Rakyat

Page 9: KELAYAKAN USAHATANI BEBERAPA TANAMAN OBATperkebunan.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2013/11/... · KELAYAKAN USAHATANI BEBERAPA TANAMAN OBAT Ermiati ABSTRAK PENDAHULUAN

Tanaman di panen pada umur 10 BST. Sedangkan data yang diamati meliputi; data

asupan (input) berupa penggunaan sarana produksi usahatani, penggunaan tenaga kerja

dan peralatan berupa biaya penyusutan alat serta data keluaran ( ) berupa hasil

rimpang segar/basah. Sedangkan harga masukan dan keluaran yang digunakan

mengacu pada harga standar/pasar yang berlaku. Rata-rata produksi masing-masing

klon dari tiga lokasi uji multilokasi dapat dilihat pada Tabel 3.

Dalam analisa ini harga yansg digunakan adalah harga rata-rata (Rp 1.500,-) dari

harga yang berlaku pada petani selama itu yang berkisar antara Rp 1.000,- - Rp 2.000,-/kg

rimpang basah. Dengan memakai harga rata-rata rimpang dan produksi rata-rata per ha

dari 3 lokasi hasil uji multilokasi dari setiap klon, hasil analisis finasial temulawak

menunjukkan, bahwa nilai NPV positif, IRR aktual > IRR estimate dan B/C ratio > 1 untuk

semua varietas, kecuali klon C. Hal ini berarti, bahwa jika harga Rp 1.500,-/kg rimpang,

maka klonA, B, D, E, F, L1 dan L2 secara finansial layak untuk diusahakan (Tabel 4).

Tabel 4.Analisis finansial usahatani klon-klon temulawak per ha

output

KlonParameter

A B C D E F L1 L2

Produksi (kg) 23.070 20.601 9.719 20.746 22.053 19.484 18.343 19.933

Harga (Rp/kg) 1.500 1.500 1.500 1.500 1.500 1.500 1.500 1.500

Discount

faktor 1,0% 1,0% 1,0% 1,0% 1,0% 1,0% 1,0% 1,0%

NPV 15.987.456 12.634.726 -2.142.273 12.831.626 14.606 441 11.117.917 9.568.519 11.727.628

IRR 10,0% 8.6% 0,0% 8,7% 9,5% 7,9% 7,2% 8,2%

B/C 2,22 1,96 0,84 1,98 2,11 1,85 1,73 1,89

Harga BEP

(Rp/kg) 735 820 1.740 815 770 870 920 850

Produksi BEP

(kg/ha) 16.875

Sumber: Setiyono ., 2007 dan Ermiati ., 2008et al et al

Hasil analisis sensitifitas harga menunjukkan bahwa dengan tingkat produktivitas

tetap, kondisi usahatani setiap klon akan terjadi jika harga rimpang basah

per kg untuk klon A, B, D, E, F, L1 dan L2, masing-masing sebesar Rp 735,-, Rp 820,-, Rp

815,-, Rp 770,-, Rp 870,-, Rp 920,-, dan Rp 850,-. Hal ini berarti jika harga rimpang basah

turun menjadi Rp 1000,-/kg, usahatani setiap klon tersebut secara finansial masih layak

diusahakan.

Hasil analiss sensitifitas produksi menunjukkan bahwa jika harga rimpang basah

sebesar Rp 1.000,-/kg, kondisi usahatani temulawak akan terjadi jika

produktivitas mencapai 16.875 kg/ha. Hal ini berarti jika harga rimpang basah mencapai

harga terendah (Rp 1.000,-/kg) dan produktivitas usahatani di bawah 16.875 kg/ha, maka

usahatani akan mengalami kerugian. Dari data produktivitas terlihat bahwa

produktivitas semua klon dilokasi Bayolalin kecuali klon Adan E di bawah 16.875 kg. Hal

ini menunjukkan bahwa walaupun semua klon layak secara finansial untuk diusahakan

break event point

break event point

94 Penguatan Inovasi Teknologi Mendukung Kemandirian Usahatani Perkebunan Rakyat

Page 10: KELAYAKAN USAHATANI BEBERAPA TANAMAN OBATperkebunan.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2013/11/... · KELAYAKAN USAHATANI BEBERAPA TANAMAN OBAT Ermiati ABSTRAK PENDAHULUAN

walaupun harga rimpang mencapai harga terendah (Rp 1.000,-/kg) akan tetapi dari

keragaman pencapaian produktivitas yang ada hanya klon A dan E yang layak

diusahakan di setiap lokasi penelitian.

Penelitian dilakukan di Kebun Percobaan Sukamulia Sukabumi yang terletak pada

ketinggian 350 m dpl., dengan type iklim A (Schmidt and Ferguson) dan jenis tanah

latosol merah. Penelitian dilaksanakan mulai bulan November 2007 sampai bulan

Agustus 2008. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 5

perlakuan dan 5 ulangan. Bahan tanaman yang digunakan berasal dari nomor harapan

temulawak milik Balittro, yaitu nomor harapan A. Benih yang digunakan; perlakuan 1

(rimpang induk utuh = 220.5 g), 2 (rimpang induk dibelah 2 = 109.7g), 3 (rimpang induk

dibelah 4 = 54.36 g), 4 (rimpang induk dibelah 8 = 27.29 g) dan perlakuan 5 (anak rimpang =

2 2,01 g). Masing-masing satu per lobang tanam. Ukuran plot percobaan 30 m² (5 m x 6 m)

dengan jarak tanam 70 cm x 50 cm, sehingga setiap pot terdapat 80 tanaman. Semua

perlakuan di pupuk dengan 20 ton pupuk kandang, 200 kg UREA, 200 kg SP36 dan 200 kg

KCl/ha. Khusus untuk UREAdiberikan 3 kali agihan, yaitu 1, 2 dan 3 BST masing-masing

67 kg/ha/agihan.

Panen dilakukan pada umur tanaman 10 bulan setelah tanam. Data yang diamati

meliputi; data asupan ( ) berupa penggunaan sarana produksi usahatani,

penggunaan tenaga kerja dan peralatan serta data keluaran ( ) berupa hasil dan

harga jual rimpang basah. Harga masukan dan keluaran yang digunakan mengacu pada

harga standar/pasar yang berlaku.

Hasil analisis, jika modal usahatani berasal dari modal petani sendiri, maka dari

hasil tabulasi analisis biaya dan pendapatan untuk ke 5 perlakuan dengan harga rimpang

basah sebesar Rp 1.500.-/kg ternyata memberikan pendapatan positif untuk semua

perlakuan (ke 1,2,3,4 dan ke 5), secara berturut-turut sebesar Rp 13.502.347,-,

Rp 11.077.347,-, Rp 4.702.347,- Rp 952.347,-, dan Rp 4.382.347,- per 10 bulan. Perlakuan

yang memberikan pendapatan terbesar, yaitu perlakuan ke 1 (benih induk utuh), yaitu

sebesar Rp 13.502.347,-) dan yang terkecil perlakuan ke 4 (rimpang induk belah 8), hanya

sebesar Rp 952.347,-) per panen (Tabel 5).

Kelayakan usahatani temulawak yang berasal dari benih dengan ukuran yang berbeda

input

output

95Penguatan Inovasi Teknologi Mendukung Kemandirian Usahatani Perkebunan Rakyat

Page 11: KELAYAKAN USAHATANI BEBERAPA TANAMAN OBATperkebunan.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2013/11/... · KELAYAKAN USAHATANI BEBERAPA TANAMAN OBAT Ermiati ABSTRAK PENDAHULUAN

Tabel 5. Total Biaya, Produksi, Pendapatan dan Kelayakan Usahatani Temulawak yang

berasal dari Benih dengan berbagai Ukuran (Ha)

URAIAN PERLAKUAN KE

Varietas

1

(Induk Utuh)

2

(Induk dibelah 2)

3

(induk dibelah 4)

4

(Induk dibelah 8)

5

(R. Cabang)

Produksi (Kg) 24 480 21 780 16 380 13 230 16 200

Harga (Rp) 1 500 1 500 1 500 1 500 1 500

Tot.Biaya (Rp)

23.217.653

(100%)

21.592.653

(93%)

19.867.653

(85,6%) 18.892.653 (81,4%)

19.917.653

(85,8%)

Pendapatan (Rp) 13.502.347 11.077.347 4.702.347 952.347 4.382.347

DF (%) 1,5 1,5 1,5 1,5 1,5

NPV (Rp) 9.433.448 7.482.238 2.058.275 -1.138.394 1.768.709

IRR (%) 6,41 5,78 2,88 0,65 2,68

B/C ratio 1,54 1,46 1,13 0,93 1,11

Hrg BEP 1050 1100 1350 1600 1375

Prod BEP 17200 16000 14750 1418 0 14890

Sumber: Ermiati dan Sukarman, 2011

Akan tetapi jika modal usahatani berasal dari modal pinjaman dengan tingkat suku

bunga bank 1,5%/bulan, hasil analisis kelayakan menunjukkan bahwa semua perlakuan

secara finansial layak untuk diusahakan karena masing-masing NPV positif, B/C ratio-

nya > 1, dan IRR actual > IRR estímate. Kecuali perlakuan ke 4 (rimpang induk belah 8)

merugi karena NPV negatif, B/C ratio < 1 dan IRR actual < IRR estímate.

Hasil análisis sensitifitas harga menunjukkan bahwa jika tingkat produktivitas

tetap, kondisi usahatani temulawak tiap perlakuan akan terjadi jika harga

rimpang basah per kg untuk perlakuan 1, 2, 3 dan 4 masing-masing sebesar Rp 1.050,-,

Rp 1.100,-, Rp 1.350,-, dan Rp 1.375,-/kg. Hal ini berarti bahwa jika harga rimpang basah

temulawak turun jadi harga terendah (Rp 1.000,-/kg), maka usahatani semua perlakuan

akan merugi.

Jahe merupakan salah satu tanaman obat asli Indonesia dengan klaim khasiat

paling banyak dan memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Rimpangnya digunakan sebagai

bahan baku industri obat, makanan, minuman dan juga kosmetik. Disamping itu jahe

juga merupakan komoditi ekspor potensial yang memberi subangan devisa negara

cukup besar.

Ekspor total jahe Indonesia dari tahun 2002 - 2009 berfluktuasi dengan rata-rata

perkembangan sebanyak 24,33% per tahun. Ekspor tertinggi terjadi pada tahun 2008,

yaitu sebanyak 11 137 115 kg dengan nilai nominal US $ 4 221 453. Negara tujuan Japan,

Singapure, Philippines, Malaysia, Brunei Darusslam, India, Pakistan, Bangladesh, Saudi

Arabia. Eypt, United States, United Kingdom dan Netherlands (Badan Pusat Statistik,

2002-2009. Data diolah).

break event point

2. Kelayakan usahatani jahe ( Rosc.)Zingiber officinalle

96 Penguatan Inovasi Teknologi Mendukung Kemandirian Usahatani Perkebunan Rakyat

Page 12: KELAYAKAN USAHATANI BEBERAPA TANAMAN OBATperkebunan.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2013/11/... · KELAYAKAN USAHATANI BEBERAPA TANAMAN OBAT Ermiati ABSTRAK PENDAHULUAN

Di Indonesia dikenal tiga tipe jahe yang didasarkan atas ukuran dan warna

rimpang, yaitu jahe putih besar, jahe putih kecil atau dikenal juga dengan jahe emprit

serta jahe merah. Jahe putih kecil dan merah sebagian besar dimanfaatkan dalam industri

minuman penyegar dan bahan baku IOT, herbal terstandar maupun fitofarmaka

(Bermawie . , 2005).

Untuk meningkatkan daya saing jahe, perlu dilakukan perbaikan produktivitas

dan kualitas hasil dari hulu sampai hilir. Untuk menunjang permintaan ekspor dan

idustri OT, telah dilakukan perluasan area pengembangan jahe yang pada tahun 1993 -

1997, mengalami peningkatan rata-rata 20%/tahun dan dari tahun 2003 - 2008,

6,28%/tahun. Sedangkan produksi peningkatan rata-rata 6,30% pertahun. Khusus untuk

jahe putih kecil (JPK) data yang tersedia hanya ada di Propinsi Bali, dengan

produktivitas sebanyak 4,58 ton/ha (Puslitbangbun, 2007; Ditjenhorti, 2003-2008. Data

diolah).

Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik (Balittro), sudah melepas beberapa

varietas unggul jahe putih kecil (JPK), yaitu Halina 1, 2, 3 dan varietas unggul jahe merah

(JM), yaitu Jahira 1 dan 2. Pada lembaran ini akan dibahas kelayakan usahatani Jahira 2

serta Halina 1 dan 2.

Penelitian dilakukan di 4 lokasi dengan agroekologi berbeda, yaitu Sumedang,

Majalengka, Sukabumi dan Garut pada tahun 2003 - 2005 dengan kondisi agroklimat

seperti pada Tabel 6 (Bermawie 2005).

Tabel 6. Kondisi agroklimat masing-masing lokasi/daerah penelitian

et al

et al.

Kelayakan usahatani varietas unggul Jahira 2 (JM Genotip C)

Lokasi

Penelitian/

Pengujian

Ketinggian

Tempat (dplTipe iklim Jenis tanah

Sukabumi

Sumedang

Garut

Majalengka

350 m

800 m

640 m

700 m

A (Schmidt and Ferguson)

B (Schmidt and F erguson)

B (Schmidt and Ferguson)

A (Schmidt and Ferguson)

Latosol Merah

Latosol merah sangat gembur

Latosol merah kekuningan

Regosol coklat

Sumber : Bermawie ., 2005et al

Teknis budidaya yang dilakukan mengacu kepada Jarak tanam 60

x 40 cm. Pupuk yang diberikan; pupuk kandang sebagai pupuk dasar diberikan 2 kali

(sebulan sebelum tanam dan pada umur 4 bulan, masing-masing sebanyak 20 ton).

Pupuk SP-36 (300 kg) dan KCl (400 kg/ha) diberikan pada saat tanam, sedangkan pupuk

Urea 600 kg/ha diberikan dalam 3 agihan, yaitu pada umur 1, 2 dan 3 bulan setelah tanam

(BST), masing-msing 200 kg tiap aplikasi. Sebelum ditanam benih direndam dalam

larutan fungisida dan insektisida masing-masing 2 g/l. Pemeliharaan yang dilakukan

Sudiarto (1978).

97Penguatan Inovasi Teknologi Mendukung Kemandirian Usahatani Perkebunan Rakyat

Page 13: KELAYAKAN USAHATANI BEBERAPA TANAMAN OBATperkebunan.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2013/11/... · KELAYAKAN USAHATANI BEBERAPA TANAMAN OBAT Ermiati ABSTRAK PENDAHULUAN

meliputi penyiangan mulai umur 1 sampai 6 bulan, pembumbunan pada umur 4 bulan

serta penyemprotan hama dan penyakit. Tanaman di panen pada umur 9 - 10 BST.

Produktivitas jahe diukur berdasarkan bobot rimpang per rumpun, kemudian data

yang didapat dikonversikan ke ha dengan perhitungan bobot rimpang per rumpun

dikalikan dengan populasi tanaman per ha (40.000) dengan faktor koreksi 70%.

Sedangkan parameter yang diamati, adalah penggunaan sarana produksi, tenaga kerja,

peralatan, produksi dan harga jual. Untuk mengetahui besarnya pendapatan dari

usahatani jahe merah, dilakukan analisis pendapatan dengan metode

tabulasi yang kemudian disajikan secara deskriptif.

Menurut Bermawie . (2005), berdasarkan hasil analisis gabungan dan stabilitas

dari 4 genotipe yang diuji terhadap produksi rimpang, ternyata JM Genotip C lebih

adaptif dan stabil di Sumedang, Sukabumi dan Garut. Oleh sebab itu JM Genotip C dapat

dijadikan dan telah diusulkan sebagai varietas unggul jahe merah untuk produksi

rimpang, industri minuman kesehatan dan bahan baku ekstrak dengan nama Jahira (Jahe

Merah Indondesia) 2, karena itu analisis kelayakan hanya dilakukan pada JM Genotip C

(JAHIRA 2) pada tiap-tiap lokasi yang adaptif dan stabil (Sumedang, Sukabumi dan

Garut).

Tabel 7. Besar Pendapatan Petani, NPV, B/C ratio dan IRR (DF 1.5%/bln) Usahatani Jahe

Merah Genotip C (Jahira 2) pada masing-masing lokasi yang adaptif dan

stabil/1000 m².

(Adnyana, 1989)

et al

Harga (Rp/kg) Pendapatan DF 1.5%/bln

Lokasi GenotipTotal

Produksi

Prod.

untuk

Konsumsi

(30%)

Prod.untuk

Bibit

(70%)Konsumsi Bibit (Rp/ha) NPV

B/C

Ratio

IRR/

Bln

Sumedang C 1611 483 1128 6000 13000 13 383 682 11 079 873 3.74 15%

Sukabumi C 1441 432 1009 6000 13000 11 557 696 9 506 481 3.36 14%

Garut C 1266 379 887 6000 13000 9 667 618 7 877 862 3 13%

Sumber: Ermiati dan N. Bermawie (2006)

Dalam analisis biaya faktor-faktor produksi serta harga jual pada tiap-tiap lokasi

penelitian diasumsikan sama dan berdasarkan pengalaman banyak rimpang yang dapat

dijadikan untuk bibit sekitar 70% dan 30% lainnya untuk konsumsi dengan harga yang

berlaku masing-masing Rp 13.000,- dan Rp 6.000,-/kg. Hasil analisis menunjukkan bahwa

usahatani jahe merah genotip C pada masing-masing lokasi, secara finansial layak untuk

diusahakan karena masing-masing NPV positif, B/C ratio > 1 dan IRR actual > IRR

estimate atau > dari tingkat suku bunga bank yang berlaku (Tabel 7).

Menurut Bermawie . (2005), berdasarkan hasil analisis gabungan dan stabilitas

dari 6 genotipe yang diuji dengan 2 pembanding lokal, ditemukan 2 genotip JPK yang

Kelayakan usahatani jahe putih kecil Genotip G dan K (Halina 1 dan 2)

et al

98 Penguatan Inovasi Teknologi Mendukung Kemandirian Usahatani Perkebunan Rakyat

Page 14: KELAYAKAN USAHATANI BEBERAPA TANAMAN OBATperkebunan.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2013/11/... · KELAYAKAN USAHATANI BEBERAPA TANAMAN OBAT Ermiati ABSTRAK PENDAHULUAN

dapat dijadikan sebagai varietas unggul untuk produktivitas rimpang karena adaptif dan

stabil di beberapa lokasi penelitian. JPK yang dimaksud adalah JPK Genotip G untuk

produktivitas rimpang adaptif dan stabil di Garut, Sukabumi dan Sumedang dan JPK

Genotip K untuk produktivitas rimpang dan minyak atsiri, adaptif dan stabil disemua

lokasi pengujian (Garut, Sukabumi, Majalengka dan Sumedang). Oleh karena itu JPK

Genotip G telah diusulkan sebagai varietas unggul jahe putih kecil untuk produksi

rimpang dengan nama Halina 1 dan JPK Genotip K untuk produksi rimpang dan minyak

atsiri dengan nama Halina 2. Karena itu dalam analis finansial, yang dianalisis hanya

JPK Genotip G dan K pada tiap-tiap lokasi.

Hasil analisis kelayakan usahatani varietas unggul jahe putih kecil Genotip G dan K

(Halina 1 dan 2) pada masing-masing lokasi dengan tingkat harga yang berlaku Rp 6.000,-

untuk konsumsi dan Rp 7.500,-/kg untuk bibit, secara finansial layak untuk diusahakan

karena masing-masing NPV positif, B/C ratio >1 dan IRR actual > estimate (Tabel 8).

Tabel 8. Besar Pendapatan Petani, NPV, B/C ratio dan IRR (DF 1.5%/bln) Usahatani Jahe

Putih Kecil Genotip G dan K (Halina 1 dan 2) pada masing-masing lokasi yang

adaptif dan stabil (1 000 m²)

Lokasi Genotip

Total

produksi

(kg)

Prod.

untuk

konsumsi

30% (kg)

Prod.

untuk bibit

(70%)

(kg)

Harga

konsumsi

(Rp/kg)

Harga

bibit

(Rp/kg)

Pendapata

n

(Rp)

NPV

(Rp)

B/C

ratio

IRR

(%)

Garut G 767 230 537 6000 7500 1 348 017 709 135 1.18 2%

K 853 256 597 6000 7500 1 951 962 1 229 535 1.31 3%

Majalengka G - - - - - - - - -

K 981 294 687 6000 7500 2 829 436 1 985 625 1.50 5%

Sukabumi G 1170 351 819 6000 7500 4 135 618 3 111 199 1.80 7%

K 1195 357 838 6000 7500 4 302 144 3 254 609 1.80 7%

Sumedang G 1537 461 1076 6000 7500 6 667 145 5 292 453 2.30 10%

K 1683 505 1178 6000 7500 7 679 813 6 165 036 2.50 11%

Sumber : Ermiati dan N. Bermawie, 2007

Hasil analisis sensitifitas harga, jika produktivitas masing-masing varietas tetap

pada masing-masing lokasi, maka kondisi usahatani Halina 1 dan 2

terjadi jika harga yang berlaku pada masing-masing lokasi Rp 5.294,-, Rp 3.517,-, Rp 2.712

dan Rp 4.777,-, Rp 4.168,-, Rp 3.450,-, Rp 2.487,-. Hal ini berarti jika harga yang berlaku

Rp 6.000,-/kg maka usahatani ke dua varietas tersebut secara finansial layak untuk

diusahakan (Tabel 9).

Hasil analisis sensitivitas, menunjukkan bahwa daerah Sumedang, baik untuk JPK

Genotip G ataupun K, disamping memberikan produksi dan pendapatan tertinggi juga

mempunyai produksi dan harga minimum terendah dari tiga lokasi pengujian lainnya

(Garut, Sukabumi dan Majalengka). Untuk itu, JPK genotip G dan K akan lebih efektif

dan efisien kalau dikembangkan di daerah Sumedang atau di daerah dengan ketinggian

break event point

99Penguatan Inovasi Teknologi Mendukung Kemandirian Usahatani Perkebunan Rakyat

Page 15: KELAYAKAN USAHATANI BEBERAPA TANAMAN OBATperkebunan.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2013/11/... · KELAYAKAN USAHATANI BEBERAPA TANAMAN OBAT Ermiati ABSTRAK PENDAHULUAN

800 m dpl., tipe iklim A dan B (Schmidt & Ferguson), jenis tanah latosol merah sangat

gembur.

Tabel 9. Analisis Sensitivitas Varietas Unggul Genotip G dan K pada masing-masing

lokasi yang adaptif dan stabil

JPK Genotip

G (Halina 1) K (Halina 2)Lokasi

Produktivitas

(kg/ha)

Produksi BEP

(kg)

Harga BEP

(Rp/kg)

Produktivitas

(kg)

Produksi BEP

(kg)

Harga BEP

(Rp/kg)

Garut 7677 6773 5294 8533 6793 4777

Majalengka - - - 9818 6820 4168

Sukabumi 11707 6863 3517 11949 6870 3450

Sumedang 15369 6947 2712 16831 6977 2487

Sumber: Ermiati dan Bermawie, 2007

Kelayakan usahatani jahe putih kecil tingkat petani di Kabupaten Sumedang

Penelitian dilaksakan di Desa Nyalindung Kecamatan Cimalaka Kabupaten

Sumedang. Daerah tersebut merupakan daerah sentra produksi jahe di Jawa

Barat. Daerah ini terletak pada ketinggian 800 m dpl., type iklim B (Schmidt and

Ferguson) dengan jenis tanah latosol merah sangat gembur. Penelitian dilakukan

pada bulan November 2007 dengan metode survey.

Hasil analisis menunjukkan kelayakan usahatani jahe putih kecil tingkat

petani di Desa Nyalindung Kec. Cimalaka Kabupaten Sumedang dengan

produksi sebanyak 1.570 kg/1.000 m² dan harga yang berlaku pada saat penelitian

hanya Rp 1.000,-/kg, dengan 1%/bulan ternyata masih

menguntungkan. Hal ini ditunjukkan oleh kriteria NPV > 0 (Rp 497.769,-), B/C

ratio > 1 (1,7) dan IRR 6%. Sedangkan harga BEP Rp 643,-/kg dan BEP produksi 1

010 kg/1000 m².

discount factor

Tabel 10. NPV, B/C Ratio, IRR, Harga dan Produksi BEP Usahatani Jahe Putih Kecil di

Kecamatan Cimalaka Kabupaten Sumedang th 2007 (1000 m²)

Parameter Jahe Putih Kecil

Produksi/Production (kg) 1570

Harga/Price (Rp/kg) 1000

Discount Faktor (%/bln) 1,00%

NPV (Rp) 497 769

IRR 6%

B/C 1,7

Harga BEP/Price BEP (Rp/kg) 643

Produksi BEP/Production BEP 1010

Sumber: Ermiati, 2010

100 Penguatan Inovasi Teknologi Mendukung Kemandirian Usahatani Perkebunan Rakyat

Page 16: KELAYAKAN USAHATANI BEBERAPA TANAMAN OBATperkebunan.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2013/11/... · KELAYAKAN USAHATANI BEBERAPA TANAMAN OBAT Ermiati ABSTRAK PENDAHULUAN

Kelayakan usahatani sangat dipengaruhi oleh terutama besarnya produksi dan

harga jual. Dengan harga jual sebesar Rp 1.000,-/kg memang petani masih untung akan

tetapi sangat tipis sekali, hanya Rp 497.769,-/1.000 m²/12 bulan atau hanya Rp 41.480,-

/bulan. Sangat memprihatinkan.

Kendala utama pengembangan usahatani jahe di lokasi penelitian adalah

sempitnya luas kepemilikan lahan, modal yang terbatas dan fluktuasi harga, disamping

itu tidak mau menggunakan varietas unggul karena pengalaman petani pernah gagal

menggunakan varietas unggul yang ditawarkan oleh salah satu perusahaan pada tahun

1998/1999 dengan cara kredit, sehingga kreditpun macet.

Penelitian dilaksanakan di Luhak Cimpanas Desa Werasari Kecamatan Bantarujek

Kabupaten Majalengka pada bulan November 2004 sampai dengan bulan Agustus 2005.

Daerah ini terletak pada ketinggian 600 m dpl dengan suhu rata-rata 20°C, tekstur tanah

lempung berpasir dan PH netral.

Hasil analisis menunjukan bahwa pola tanam jahe merah, baik yang monokultur,

tumpangsari dengan bawang daun dan kacang merah menguntungkan dan layak di

usahakan, ini ditujukkan B/C ratio masing- masing > 1. Meskipun semua pola tanam

monokultur menguntungan, akan tetapi mungkin akan lebih baik ditanam secara

tumpang sari karena kalau terjadi kegagalan panen pada jahe, pada umur 3 bulan tanam

petani sudah dapat penghasilan dari bawang daun.

Tabel 11. Produksi, biaya dan pendapatan usahatani jahe merah tumpang sari dengan

bawang daun dan kacang merah di Desa Werasari Kecamatan Batarujek

Kabupaten Majalengka (1 000 m²)

Kelayakan usahatani jahe merah dan jahe emprit tumpang sari dengan bawang daun

dan kacang merah

Jahe merah monokultur Jahe merah + bawang daun Jahe merah + kacang merah

Uraian SatuanVolume

Harga

(Rp)

Jumlah

(Rp)Volume

Harga

(Rp)

Jumlah

(Rp)Volume

Harga

(Rp)

Jumlah

(Rp)

Total biaya Rp 1.536.547 1.742.610 1.606.870

Produksi:

1.Jahe kg 1.575 1.575 1.110 2.500 832.500

-konsumsi kg 473 2.500 1.182.500 473 2.500 1.182.500 333 6.500 5.050.500

-bibit Kg 1.102 6.500 7.163.000 1.102 6.500 7.163.000 777

B. daun kg 529 2.500 1.322.500

K. merah Kg 168 4.000 672.000

Penerimaan Rp 8.345.500 9.668.000 6.555.000

Pendapatan Rp 6.853.954 7.940.390 4.963.130

B/C ratio 4,6 4,6 3,1

Sumber; Ermiati dan Sukarman, 2006

101Penguatan Inovasi Teknologi Mendukung Kemandirian Usahatani Perkebunan Rakyat

Page 17: KELAYAKAN USAHATANI BEBERAPA TANAMAN OBATperkebunan.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2013/11/... · KELAYAKAN USAHATANI BEBERAPA TANAMAN OBAT Ermiati ABSTRAK PENDAHULUAN

Dari Tabel 12 diketahui bahwa pola tanam jahe emprit, baik yang monokultur,

tumpangsari dengan bawang daun dan kacang merah menguntungkan dan layak di

usahakan, ini ditujukkan B/C ratio masing-masing > 1. Pola tanam jahe emprit + kacang

merah memberikan keuntungan lebih dari polatanam jahe emprit monokultur,

disamping memberikan pendapatan lebih, petani juga dapat memperoleh penghasilan

tambahan sebelum tanaman pokok dipanen. Pola tanam jahe emprit + bawang daun

memberi keuntungan lebih tinggi dengan B/C ratio 2,4.

Tabel 12. Produksi, biaya dan pendapatan usahatani jahe emprit tumpang sari dengan

bawang daun dan kacang merah di Desa Werasari Kecamatan Batarujek

Kabupaten Majalengka (1 000 m²)

Jahe emprit monokultur Jahe emprit + bawang daun Jahe emprit + kacang merah

Uraian SatuanVolume

Harga

(Rp)

Jumlah

(Rp)Volume

Harga

(Rp)

Jumlah

(Rp)Volume

Harga

(Rp)

Jumlah

(Rp)

Total biaya Rp 1.741.500 1.992.610 1.871.870

Produksi:

1.Jahe kg 2.295 2.100 2.010

-konsumsi kg 688,5 1.200 826.200 630 1.200 756.000 603 1.200 723.600

-bibit Kg 1.606,5 2.000 3.213.000 1.470 2.000 2.940.000 1.407 2.000 2.814.000

B. daun kg 428 2.500 1.070.000

K. merah Kg 192 4.000 768.000

Penerimaan Rp 4.039.200 4.766.000 4.305.600

Pendapatan Rp 2.297.700 2.773.400 2.433.730

B/C ratio 2,3 2,4 2,3

Sumber; Ermiati dan Sukarman, 2005

3. Kelayakan usahatani kencur ( L)Kaempferia galanga

Kencur ( L) termasuk ke dalam komoditas yang memiliki

prospek pasar cukup baik karena merupakan bahan baku industri penting baik untuk

obat tradisional, kosmetika, obat herbal terstandar, saus rokok, bumbu, bahan makanan

maupun minuman penyegar lainnya (Ditjen TPH, 1996).

Pada tahun 2005, telah dilepas tiga varietas unggul kencur yaitu Galesia 1, 2 dan 3.

Ketiga varietas tersebut mempunyai keunggulan yang berbeda dalam produksi rimpang,

ukuran serta mutunya. Ditinjau dari segi produksi, produktivitas Galesia 1 sebanyak 959

kg/1000 m², Galesia 2, 1070 kg/1000 m² dan Galesia 3, 1040 kg/ m².

Kaempferia galanga

102 Penguatan Inovasi Teknologi Mendukung Kemandirian Usahatani Perkebunan Rakyat

Page 18: KELAYAKAN USAHATANI BEBERAPA TANAMAN OBATperkebunan.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2013/11/... · KELAYAKAN USAHATANI BEBERAPA TANAMAN OBAT Ermiati ABSTRAK PENDAHULUAN

Tabel 13. Kondisi lingkungan lokasi penelitian/pengujian

No.

Lokasi Penelitian/

Pengujian

Experimental locations

Ketinggian

Tempat (dpl)/

Altitude.

Tipe iklim/

Climmate type

(Oldeman)

Jenis tanah/

Soil.type.

1.

2.

3.

4.

5.

Desa Jingkang - Sumedang

Kelurahan Wanareja – Subang

Cileugsi - Bogor

Cijeruk - Bogor

KP Sukamulya - Sukabumi

550 m

80 m

80 m

650 m

350 m

B2

C2

C2

A

B1

Latosol Merah/red latosol

Latosol coklat/brown latosol.

Latosol merah/ red latosol.

Andosol/Andosol

Latosol/Latosol

Sumber: Dinas pertanian pada masing-masing lokasi penelitian.

Analisis finansial dilakukan terhadap ke tiga varietas unggul tersebut, ditinjau dari

segi produksi masing-masing yang merupakan hasil uji multilokasi di lima lokasi dengan

agroekologi yang berbeda, yaitu 1) Desa Jingkang, Kecamatan Tanjungmedar, Kabupaten

Sumedang, 2) Kelurahan Wanareja, Kecamatan Cibogo, Kabupaten Subang, (3) Desa

Rawailat, Kecamatan Cileungsi, Kabupaten Bogor, (4) Desa Tugu Jaya, Kecamatan

Cijeruk, Kabupaten Bogor dan (5) Kebun Percobaan Sukamulya, Kabupaten Sukabumi.

Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 1.

Hasil analisis menunjukkan bahwa, kelayakan usahatani kencur baik Galesia 1, 2

ataupun Galesia 3 dengan tingkat harga untuk konsumsi Rp 5.000,-/kg dan untuk bibit

Rp 7.500,-/kg, secara finansial layak untuk di usahakan. Hal ini ditunjukkan oleh kriteria

NPV masing-masing +, B/C ratio > 1 da IRR di atas tingkat suku bunga bank yang berlaku.

Akan tetapi yang memberikan keuntungan yang tinggi (Rp 3.334 680,-) yaitu Galesia 2

karena produksinya tertinggi (1.070) dan yang terkecil yaitu Galesia 1 (Rp 2.702.001,-)

karena produksinya paling rendah (959 kg).

Tabel 14. Kelayakan Usahatani Varietas Unggul Kencur galesia 1, 2 dan 3 (1000 m²)

Varietas Produksi (kg) Harga (Rp/kg) Pendapatan DF 1.5%/bln Beradaptasi

Unggul Total Bibit Konsumsi Konsumsi Bibit (Rp) NPV B/C IRR/ di

-70% -30% Ratio bln

Galesia 1 959 671.3 287.7 5000 7500 3 498 250 2 702 001 1.94 8% Sumedang,

Cilengsi(V2)

Cijeruk,

Sukamulya

Galesia 2 1070 749 321 5000 7500 4 232 500 3 334 680 2.16 9% Cijeruk,

Sumedang(V4)

Sukamulya

Galesia 3 1040 728 312 5000 7500 4 030 000 3 160 193 2.10 9%

Cileungsi,

Cijeruk,

(V3) Sumedang,

Sumber: Ermiati dan Otih Rostiana, 2007

103Penguatan Inovasi Teknologi Mendukung Kemandirian Usahatani Perkebunan Rakyat

Page 19: KELAYAKAN USAHATANI BEBERAPA TANAMAN OBATperkebunan.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2013/11/... · KELAYAKAN USAHATANI BEBERAPA TANAMAN OBAT Ermiati ABSTRAK PENDAHULUAN

4. Kelayakan usahatani kunyit ( Val)Curcuma domestica

Kunyit merupakan tanaman obat potensial yang dapat dimanfaatkan dalam

banyak hal. Sebagai obat, kunyit dimanfaatkan untuk antikoagulan, penurun tekanan

darah, penambah darah, dll. Selain sebagai obat, kunyit juga digunakan sebagai bahan

pewarna, bahan campuran kosmetika, bakterisida, fungisida, dan stimulant. Kunyit juga

digunakan sebagai alat peningkat daya tahan tubuh, disamping sebagai jamu dan bumbu

dapur.

Produktivitas kunyit di Indonesia masih rendah 1,62 ton/ha. Hal ini disebabkan

oleh penggunaan bibit asalan, teknik budidaya yang belum optimal, dan adanya masalah

penyakit layu bakteri dan serangan hama rimpang.

Tabel 15. Kondisi lingkungan lokasi penelitian/pengujian

No.Lokasi Penelitian/

Pengujian

Ketinggian

Tempat (dpl)Tipe iklim Jenis tanah

1.

2.

3.

Garut

Subang

Sumedang

560 m

80 m

700 m

C

C2 (Oldeman)

C2

Latosollatosol

Latosol coklat/brown latosol.

Latosol/ latosol.

Sumber: Dinas pertanian pada masing-masing lokasi penelitian

Pada tahun 2005, telah dilepas 3 varietas unggul kunyit, yaitu Cudo 21, Cudo 30

dan Cudo 38, masing-masing dengan nama TURINA 1, TURINA 2 dan TURINA 3 yang

mempunyai keunggulan dari segi produktivitas rimpang dan kadar kurkumin, akan

tetapi masih rentan terhadap penyakit layu bakteri

Tiga varietas unggul kunyit (Turina 1, Turina 2 dan Turina 3) yang sudah dilepas,

merupakan hasil uji multilokasi dari 10 nomor harapan milik Balittro. Kegiatan dimulai

dari tahun 2001-2004 ditiga lokasi dengan agro ekologi yang berbeda, diantaranya Garut,

Subang dan Sumedang (Tabel 15).

104 Penguatan Inovasi Teknologi Mendukung Kemandirian Usahatani Perkebunan Rakyat

Page 20: KELAYAKAN USAHATANI BEBERAPA TANAMAN OBATperkebunan.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2013/11/... · KELAYAKAN USAHATANI BEBERAPA TANAMAN OBAT Ermiati ABSTRAK PENDAHULUAN

Tabel 16. Rata-rata produksi rimpang kunyit aktual di 3 lokasi, tahun tanam 2001/2002,

2002/2003 dan 2003/2004).

Sumber: Syukur ., 2005et al

Nomor -nomor

harapan kunyit

Rata-rata produksi

rimpang (g/rumpun)

Rata-rata produksi

kg/1000 m²

Cudo 03 703,33 2251

Cudo 11 712,22 2279

Cudo 13 633,33 2027

Cudo 21 745,93 2387

Cudo 37 752,22 2407

Cudo 22 704,07 2253

Cudo 23 687,96 2201

Cudo 38 782,96 2505

Cudo 28 715,18 2289

Cudo 30 723,7 2316

Lokal 675,93 2163

Rata-rata 712,49 2280

KK (%) 13,11

Penanaman tahun pertama, dilaksanakan pada awal musim hujan (bulan

September 2001), yang dipanen pada tahun berikutnya (2002) pada saat tanaman

berumur 10 BST. Pada tahun kedua, penanaman pada bulan Sepember 2002, yang

kemudian di panen pada tahun berikutnya (2003) juga pada saat tanaman berumur 10

BST. Sedangkan pada tahun ke tiga penanaman dilakukan bulan September 2003 yang

dipanen pada tahun berikutnya (2004) pada saat tanaman berumur 10 BST. Pengujian

dilaksanakan dengan menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) dengan teknik

budidaya seperti berikut; Jarak tanam 50 x 50 cm., ukuran petak 3 x 4 m (12 m²) (1 petak 48

tanaman). Sedangkan pupuk yang diberikan terdiri atas pupuk kandang (20 ton/ha)

sebagai pupuk dasar yang diberikan seminggu sebelum tanam, SP36 dan KCl (masing-

masing sebanyak 100 dan 150 kg/ha) diberikan pada saat tanam dan UREA (150 kg/ha)

diberikan pada saat tanaman berumur 2 bulan setelah tanam (2 BST). Rata-rata produksi

masing-masing nomor harapan kunyit di 3 lokasi bisa dilihat pada Tabel 16.

105Penguatan Inovasi Teknologi Mendukung Kemandirian Usahatani Perkebunan Rakyat

Page 21: KELAYAKAN USAHATANI BEBERAPA TANAMAN OBATperkebunan.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2013/11/... · KELAYAKAN USAHATANI BEBERAPA TANAMAN OBAT Ermiati ABSTRAK PENDAHULUAN

Tabel 17. VPV, B/C Ratio, IRR dan Sensitivitas/BEP masing-masing nomor harapan dan

varietas unggul kunyit (Cudo 21, 30 dan 38) (1000 m²)

Uraian Cudo 03 Cudo 11 Cudo 13 Cudo 21 Cudo 30 Cudo 22 Cudo 23 Cudo 38 Cudo 28 Cudo 37 Lokal

Produksi 2251 2279 2027 2387 2407 2253 2201 2505 2289 2316 2163

a.Konsumsi 675 684 608 716 722 676 660 752 687 695 649

b.Bibit 1575 1595 1419 1671 1685 1577 1541 1754 1602 1621 1514

NPV (Rp) 4957149 5046595 4252649 5385887 5449166 4964508 4802442 5758548 5077228 5162146 4681451

B/C Ratio 3 3 3 4 4 3 3 4 3 3 3

IRR (%) 17 16 15 17 17 16 16 17 16 16 15

BEP harga 1350 1330 1525 1260 1250 1350 1385 1190 1330 1310 1415

Sumber: Ermiati dan C. Syukur, 2007

Hasil analisis menunjukkan bahwa dengan tingkat harga untuk konsumsi Rp 500,-/

kg dan untuk bibit Rp 5.000,-/kg, semua nomor harapan yang ada secara finansial layak di

usahakan karena masing-masing NPV positif, B/C ratio > 1 dan IRR > dari tingkat suku

bunga bank yang berlaku. Akan tetapi yang adaptif dan stabil pada tiap lokasi uji

multilokasi baik dari segi produksi dan kadar kurkumin hanya nomor harapan Cudo 21,

30 dan 38. Dengan produktivitas yang lebih tinggi varietas unggul kunyit baik Cudo 21,

30 maupun Cudo 38 memberikan NPV, B/C ratio dan IRR yang lebih tinggi pula dengan

harga BEP terendah dibanding nomor lainnya (Tabel 17).

Purwoceng Molk.) merupakan tanaman endemik asli

Indonesia, dikategorikan langka dan hampir punah, serta berkhasiat afrodisiak.

Tanaman ini tumbuh dipegunungan pada ketinggian 1800 - 3500 m dpl. Daerah

sebarannya antara lain dataran tinggi di Jawa Timur, Jawa Tengah dan Jawa Barat. Di Jawa

Barat ditemukan banyak tumbuh di Gunung Galunggung dan Gunung Pangrango,

sedangkan di Jawa Tengah terdapat di Pegunungan Dieng (Rifai, 1986; Burkill, 1935;

Rahardjo, 2005).

Pada awalnya purwoceng merupakan tanaman liar yang tumbuh di bawah tegakan

hutan. Secara turun temurun purwoceng telah dimanfaatkan sebagai obat penambah

stamina bagi pria (afrodisiak). Purwoceng terus dicari oleh pelaku usaha obat tradisional

maupun obat moderen sebagai bahan baku untuk meningkatkan vitalitas pria. Namun,

karena tanpa diikuti oleh upaya budidaya yang memadai, maka akhirnya semakin langka

sehingga harga semakin mahal.

Sekitar 80% bahan baku obat alami (tradisional) masih diperoleh dari alam. Hanya

sekitar 20% yang telah dibudidayakan dengan cara sederhana. Saat ini terdapat sekitar 54

jenis tanaman obat dalam kondisi langka, satu di antaranya adalah purwoceng.

Meskipun pemerintah belum mengizinkan industri obat tradisional mengeluarkan

produk dengan bahan baku purwoceng, tetapi industri skala rumah tangga telah banyak

menjual produk kemasan jamu berbahan baku purwoceng tersebut (Rahardjo, 2005).

5. Kelayakan usahatani purwoceng ( Molk)Pimpinella pruatjan

(Pimpinella pruatjam

106 Penguatan Inovasi Teknologi Mendukung Kemandirian Usahatani Perkebunan Rakyat

Page 22: KELAYAKAN USAHATANI BEBERAPA TANAMAN OBATperkebunan.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2013/11/... · KELAYAKAN USAHATANI BEBERAPA TANAMAN OBAT Ermiati ABSTRAK PENDAHULUAN

Bagian yang bermanfaat sebagai afrodisiak pada purwoceng adalah akarnya yang

mengandung turunan senyawa sterol, saphonin dan alkaloida sebagai tanaman asli

Indonesia purwoceng dapat menjadi substitusi bahkan sebagai penganti ginseng yang di

impor dari Cina dan Korea. Karena itu prospek pengembangan purwoceng sebagai

bahan baku obat alami sangat cerah dan pemanfaatan untuk afrodisiak merupakan

peluang besar untuk meningkatkan devisa dari sektor industri obat fitofarmaka dan

minuman kesehatan (Caropeboka dan Lubia, 1985; Rajardjo, 2005).

Sarnpai saat ini tanaman purwoceng belum dibudidayakan secara besar-besaran,

usahatani purwoceng masih terbatas sebagai tanaman pekarangan dengan luasan lahan

yang sempit dan dengan tingkat teknologi budidaya yang sederhana.

Pembudidayaan purwoceng di Kabupaten Wonosobo hanya terdapat di satu desa,

yaitu Desa Sikunang. Tidak berkembangnya tanaman ini ke daerah lain, karena adanya

satu mitos yang mengatakan, bahwa tanaman ini tidak tumbuh bila dipindahkan dari

habitat aslinya, walaupun mitos itu telah dapat dihapus oleh penelitian Balittro, dimana

dengan penanaman di luar habitat aslinya seperti di Banjarnegara, di Gunung Putri

Cianjur, Jawa Barat, di Gunung Lawu tanaman ini dapat tumbuh dengan baik (Kemala

., 2003). Pada Tabel 18 dapat dilihat keragaan usahatani purwoceng sebagai tanaman

pekarangan Desa Sikunang Kecamatan Kejajar Kabupaten Wonosobo.

Hasil Penelitian

et

al

107Penguatan Inovasi Teknologi Mendukung Kemandirian Usahatani Perkebunan Rakyat

Uraian Keterangan

Total lahan ± 1000 m ,

Rata-rata kepemilikan lahan usahatani purwoceng/ petani ± 37 m 2

Range kepemilikan lahan usahatani 4 m2 - 200 m 2

Jumlah petani purwoceng di Desa Sikunang 27 KK

Nama Kelompok Tani Sikunang

Umur tanaman mulai tanam sampai panen 7 bulan

Umur tanaman untuk pohon induk/sumber bibit 1 tahun

Produksi 428,6 kg basah/1000 mz

Range harga punvoceng basah (Rp/kg) Rp. 50.000, - - Rp. 85.000, -/kg

Harga purwoceng basah saat penelitian (Rp/kg) Rp 75 000, -

Tabel 18. Keragaan usahatani purwoceng sebagai tanaman pekarangan di Desa

Sikunang Kec. Kejajar Kab. Wonosobo, MT 2004 (per 1000 m ).2

Sumber: Ermiati ., 2006et al

Page 23: KELAYAKAN USAHATANI BEBERAPA TANAMAN OBATperkebunan.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2013/11/... · KELAYAKAN USAHATANI BEBERAPA TANAMAN OBAT Ermiati ABSTRAK PENDAHULUAN

Hasil analisis diketahui bahwa dari usahatani purwoceng di peroleh produksi

sebanyak 428,6 kg basah/panen/1000 m². Dengan harga yang berlaku pada saat penelitian

sebesar Rp. 75.000,-/kg basah dan biaya produksi sebesar Rp. 5.706.000,- diperoleh

keuntungan sebesar Rp 26.439.000,-/panen/1000 m atau rata-rata sebesar Rp. 1.321.950,-/

bulan dengan B/C Ratio sebesar = 5,63. Ini menunjukkan bahwa usahatani purwoceng

menguntungkan, layak dan punya prospek untuk dikembangkan sebatas luas lahan

tertentu sesuai dengan permintaan untuk mempertahankan harga (Tabel 3).

2

108 Penguatan Inovasi Teknologi Mendukung Kemandirian Usahatani Perkebunan Rakyat

Tabel 19. Analisis Usahatani Purwoceng di Desa Sikunang Kec. Sejajar Kab. Wonosobo

MT 2004 (1000)

Uraian Satuan Volume Harga (Rp) Nilai (Rp)

I. Tenaga Kerja

- Pengolahan Tanah HOK 10 I 15.000 I 150.000

- Pembuatan Drainase HOK 3 15.000 45.000

- Pemupukan dasar HOK 2 15.000 30.000

- Penanaman HOK 10 15.000 150.000

- Penyulaman HOK 1 15.000 15.000

- Pemberian pupuk daun HOK 3 15.000 45.000

- Penyiangan HOK 15 15.000 225.000

- Pembumbunan HOK 15 15.000 225.000

- Panen HOK 5 15.000 75.000

Total Biaya Tenaga Kerja - - - 960.000

I1. Sarana Produksi

- Bibit rimpang 7500 460 3.450.000

- Bambu batang 40 5.000 200.000

- Paranet buah 8 50.000 400.000

- Pupuk kandang karung 100 2.500 250.000

- Pupuk daun botol 20 11.000 220.000

Total Biaya Sarana Produksi - - - 4 520.000 ~

III. Peralatan

- Cangkul

- Garpu

- Gacok

buah

buah

buah

2

2

2

25.000

50.000

8.000

50.000

16.000

16.000

Total Biaya Peralatan - - - 226.000

Total Biaya I + II + III - - - 5.706.000

IV. Produksi / Penerimaan K g 428,6 75.000 32.145. 000

Keuntungan Rp - - 26.439.000

Rata-rata keuntungan/bulan Rp - - _1.321.950

Harga pokok/kg Kg - - 13.313

B/C Ratio- -- - - J 5,63

Sumber: Ermiati ., 2006

Keterangan : 1 karung pupuk kandang = 20 kg

1 kg purwoceng basah = berkisar antara 15 - 20 rumpun

et al

Page 24: KELAYAKAN USAHATANI BEBERAPA TANAMAN OBATperkebunan.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2013/11/... · KELAYAKAN USAHATANI BEBERAPA TANAMAN OBAT Ermiati ABSTRAK PENDAHULUAN

Harga yang berlaku selama ini pada petani berkisar antara Rp 50.000,- sampai

Rp 85.000,-/kg basah. Hasil analisis sensitivitas menunjukkan, bahwa dengan tingkat

produksi minimal sebesar 428,6 kg basah/panen/1000 m , harga minimum purwoceng

untuk mencapai titik impas sebesar Rp. 13.313,-/kg. Dengan harga Rp. 50.000,/kg basah,

maka produksi minimal sebesar 114,12 kg basah/panen/1000 m dan kalau harga sebesar

Rp. 85.000,-/kg basah, maka produksi minimal 76 kg basah/panen/1000 m untuk

mencapai titik impas. Sedangkan dengan tingkat harga yang berlaku saat penelitian

dilaksanakan, yaitu sebesar Rp. 75.000,-, maka titik impas terjadi apabila produksinya

turun menjadi 67,13 kg basah/panen/1000 m . Hal ini menunjukkan bahwa dengan

fluktuasi harga yang tinggi saat ini , petani masih memperolah keuntungan yang tinggi.

Tabel 20. Analisis Sensitivitas Usahatani Purwoceng di Desa Sikunang Kec. Kejajar Kab.

Wonosobo (1000 m )

2

2

2

2

2

Harga (Rp/kg basah) Produksi (kg basah/panen/1000 mz) B/C Ratio

13.313 428,6 1

50.000 114,12 1

75.000 76 1

85.000 6 7,13 1

Sumber: Ermiati ., 2006et al

III. KESIMPULAN DAN SARAN

Layak atau tidaknya suatu usahatani, harus memenuhi beberapa kriteria,

diantaranya; B/C Ratio > 1, NPV > 0, IRR (%) > tingkat bunga bank yang berlaku, produksi

(kg) > BEP produksi (kg), Harga (Rp/kg) > BEP harga (Rp/kg) dan terjadi penurunan harga

produksi, maupun peningkatan harga faktor produksi, sampai batas tertentu tidak

menyebabkan kerugian.

Hasil analisis kelayakan usahatani beberapa tanaman obat unggulan, seperti

temulawak, jahe, kunyit, kencur dan purwoceng, secara finansial layak diusahakan, akan

tetapi semua tergantung terutama pada besarnya produksi dan harga jual yang berlaku

saat itu karena harga komoditi hortikultura itu sangat berfluktuasi.

Dari hasil penelitian juga diketahui beberapa kendala pengembangan tanaman

obat pada tingkat petani, diantaranya; belum menggunakan varietas unggul yang

dilepas, teknologi yang digunakan masih tradisional/belum sesuai dengan teknologi

yang dianjurkan, keterbatasan modal petani, kepemilikan lahan yang sempit, fluktuasi

harga, jauhnya lokasi kebun dari pasar, belum adanya usaha diversifikasi produk pada

tingkat petani (untuk menciptakan pasar), bahkan khusus untuk temulawak belum

adanya pasar di lokasi penelitian (Cileungsi, Sumedang dan Bayolali). Salah satu solusi

yang bisa ditempuh untuk menciptakan pasar, yaitu dengan diversifikasi hasil.

109Penguatan Inovasi Teknologi Mendukung Kemandirian Usahatani Perkebunan Rakyat

Page 25: KELAYAKAN USAHATANI BEBERAPA TANAMAN OBATperkebunan.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2013/11/... · KELAYAKAN USAHATANI BEBERAPA TANAMAN OBAT Ermiati ABSTRAK PENDAHULUAN

Tanaman obat sebagai sarana perawatan kesehatan, memperkuat daya tahan tubuh

dan untuk menanggulangi berbagai macam penyakit sudah berakar kuat dalam

kehidupan masyarakat Indonesia, disamping juga sebagai bahan baku untuk kosmetik

atau untuk kecantikan. Ini merupakan aset nasional yang belum dimanfaatkan secara

optimal, untuk itu perlu diteliti dan dikembangkan lebih jauh.

Anonymous, 2002. Benih Unggul Tanaman Obat. Info Teknologi Tanaman Rempah dan

OBat. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. Badan Litbang Pertanian.

Hal 6 - 9.

Adnyana O.M., 1989. Analisis ekonomi dalam penelitian sistem usahatani. Latihan

Metodologi Penelitian Sistem Usahatani. Badan Litbang Pertanian. Jakarta, 1989: 12

hal.

Bermawie N., Hobir, N. Ajijah, Sukarman, Meynarti S.D Ibarahim dan Susi P., 2005.

Usulan Pelepasan Varietas Jahe Putih Kecil dan Jahe Merah. Balai

PenelitianTanaman Obat dan Aromatika. Pusat Penelitian dan Pengembangan

Tanaman Perkebunan. Bogor. 0 hal.

Balitbang Pertanian., 2007. Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Tanaman Obat,

Edisi kedua. Balitbang Pertanian. Deptan. Hal v-vi.

.

BPS., 2002. Statistik Perdagangan Luar Negeri Indonesia,

Ekspor/Exports Jilid/ I. Badan Pusat Staustik Jakarta. Hal 77-78.

BPS. 2003. Statistik Perdagangan Luar Negeri Indonesia,

Ekspor/Exports Jilid/ I. Badan Pusat Staustik Jakarta. Hal 80-81.

BPS. 2004. Statistik Perdagangan Luar Negeri Indonesia,

Ekspor/Exports Jilid/ I. Badan Pusat Staustik Jakarta. Hal 68.

BPS. 2005. Statistik Perdagangan Luar Negeri Indonesia,

Ekspor/Exports Jilid/ I. Badan Pusat Staustik Jakarta. Hal 65.

BPS. 2006. Statistik Perdagangan Luar Negeri Indonesia,

Ekspor/Exports Jilid/ I. Badan Pusat Staustik Jakarta. Hal. 65.

DAFTAR PUSTAKA

Anonymous, 2009. Bunga Rampai Biofarmaka Kehutanan Indonesia dari Tumbuhan

Hutan untuk Keunggulan Bangsa dan Negara. Pusat Penelitian dan

Pengembangan Hutan Tanaman. Badan Litbang Kehutanan. Dephut. Hal 37.

http://www.litbang.deptan.go.id/special/publikasi/doc_perkebunan/tanamanobat/tan-

obat-bagian-a.pdf 21April 2010

Indonesia Foreigh Trade Statistics

Volume

Indonesia Foreigh Trade

Statistics Volume

Indonesia Foreigh Trade

Statistics Volume

Indonesia Foreigh Trade

Statistics Volume

Indonesia Foreigh Trade

Statistics Volume

110 Penguatan Inovasi Teknologi Mendukung Kemandirian Usahatani Perkebunan Rakyat

Page 26: KELAYAKAN USAHATANI BEBERAPA TANAMAN OBATperkebunan.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2013/11/... · KELAYAKAN USAHATANI BEBERAPA TANAMAN OBAT Ermiati ABSTRAK PENDAHULUAN

BPS. 2006. Statistik Tanaman Biofarmaka (Obat-obatan) dan Hias. Badan Pusat Statistik

Jakarta.

BPS. 2007. Statistik Perdagangan Luar Negeri Indonesia,

Ekspor/Exports Jilid/ I. Badan Pusat Staustik Jakarta. Hal 68-69.

BPS. 2008. Statistik Perdagangan Luar Negeri Indonesia,

Ekspor/Exports Jilid/ I. Badan Pusat Staustik Jakarta. Hal 74.

BPS. 2009. Statistik Perdagangan Luar Negeri Indonesia,

Ekspor/Exports Jilid/ I. Badan Pusat Staustik Jakarta. Hal 75.

Buletin Tanaman Rempah dan Obat Vol. XVIII (1). 2007. Pusat Penelitian dan

Pengembangan Perkebunan. Hal 86-106.

Burkill, LH., 1935. A Dictionary of the Economic Products of the Malay Peninsula. Vol. II.

London. 1364 p.

Caropebola, A.M., Dan Lubis. 1985. Pemeriksaan Pendahuluan Kimia Akar Purwoceng

( ). Prosiding Simposium Penelitian Tanaman Obat I. Bogor.

Direktorat Jenderal Hortikultura. 2006. Profil Sentra Produksi Temulawak (

Roxb). Direktorat Budididaya Tanaman Sayuran dan Biofarmaka.

Direktorat Jendral Hortikultura. Deptan. 71 p.

Direktorat Jendral Bina Produksi Hortikultura, 2003. Produksi, Luas Panen dan

Produktivitas buah-buahan, sayuran, tanaman hias dan tanaman obat. Angka

Tetap. Dirjen Bina Produksi Hortikultura. Deptan. 2004. Hal 87.

Direktorat Jendral Hortikultura, 2004. Produksi, Luas Panen dan Produktivitas buah-

buahan, sayuran, tanaman hias dan tanaman obat. Angka Tetap. Dirjen Bina

Produksi Hortikultura. Deptan. 2005. Hal 82.

Direktorat Jendral Hortikultura., 2007. Statistik Produksi Hortikultutra. Direktorat

Jenderal Hortikultura. Deptan. Hal. 83 - 85.

Direktorat Jendral Hortikultura., 2008. Statistik Produksi Hortikultutra. Direktorat

Jenderal Hortikultura. Deptan. Hal. 91 - 92.

Ditjen TPH. 1996. Program Pengembangan Perbenihan Tanaman Obat-obatan di

Indonesia. Tidak diterbitkan. 1996. 16 p.

Ermiati dan Sukarman, 2006. Analisa Kelayakan Usahatani Jahe Gajah Tumpangsari

dengan Bawang Daun dan Kacang Merah. Jurnal Ilmiah Pertanian. Gakuryoku Vol.

XI (3), Oktober 2005. Persada. Hal 44 - 47.

Indonesia Foreigh Trade Statistics

Volume

Indonesia Foreigh Trade Statistics

Volume

Indonesia Foreigh Trade Statistics

Volume

Pimpinella alpine

Curcuma

xanthorrhiza

111Penguatan Inovasi Teknologi Mendukung Kemandirian Usahatani Perkebunan Rakyat

Page 27: KELAYAKAN USAHATANI BEBERAPA TANAMAN OBATperkebunan.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2013/11/... · KELAYAKAN USAHATANI BEBERAPA TANAMAN OBAT Ermiati ABSTRAK PENDAHULUAN

Ermiati, 2005. Pola Tanam Jahe Emprit Dengan Bawang Daun dan Kacang Merah di

Kabupaten Majalengka Jawa Barat. Buletin Tanaman Rempah dan Obat Vol. XVI

(1), 2005. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. Hal 38 - 48.

Ermiati, C. Indrawanto dan O. Rostiana, 2006. Kelayakan Usahatani Purwoceng sebagai

Tanaman Pekarangan dan Kontribusinya Terhadap Pendapatan Petani. Prosiding

Seminar Nasional dan Pameran Tumbuhan Obat Indonesia XXVII. Baittro

kerjasama dengan Pokjanas TOI dan Direktorat Tanaman Sayuran dan Biofarmaka.

Hal 91 - 100.

Ermiati dan N. Bermawie, 2006. Keunggulan Varietas Unggul Jahe Merah. Prosiding

Seminar Nasional. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Aromatik. Pusat

Penelitian dan Pengembangan Perkebunan.

Ermiati dan N. Bermawie, 2007. Analisis Finansial Varietas Unggul Jahe Putih Kecil di

Jawa Barat. Hal 86-106.

Ermiati dan O. Rostiana, 2007. Kelayakan Usahatani Varietas Unggul Kencur Gelesia 1, 2

dan 3. Prosiding Buku I. Seminar Nasional dan Pameran Pengembangan Teknologi

Tanaman Obat dan Aromatik, Balai Penelitian Obat dan Aromatik. Pusat Penelitian

dan Pengembangan Perkebunan. Hal 220-234.

Ermiati dan C. Syukur, 2007. Analisis Kelayakan Pengembangan Usahatani Varietas

Unggul Kunyit (Turino 1, Turino 2 dan Turino 3). Prosiding Buku 2. Seminar

Nasional dan Pameran Pengembangan Teknologi Tanaman Obat dan Aromatik.

Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik. Pusat Penelitian dan Pengembangan

Perkebunan. Hal 471-482.

Ermiati, 2010.Analisa Kelayakan dan Kendala Pengembangan Usahatani Jahe Putih Kecil

di Kabupaten Sumedang (Studi Kasus Kecamatan Cimalaka Kabupaten

Sumedang). Buletin Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. Pusat Penelitian dan

Pengembangan Perkebunan. Hal 80 - 92.

Ermiati dan Sukarman, 2006. Pola Tanam Jahe Merah dan Pengaruhnya terhadap

Produksi Benih dan Pendapatan Petani. Jurnal Ilmiah Pertanian. Gakuryoku Vol.

XII (2), Juli 2006. Persada. Hal 152 - 159.

Ermiati, C. Indrawanto dan Rudi T. Setiyono, 2008. Analisa Kelayakan Usahatani 6

Nomor-nomor Harapan Temulawak dan 2 Varietas Lokal sebagai pembanding di 3

Lokasi dengan Kondisi Agroekologi Berbeda (Belum dipublikasikan). Balai

Penelitian Tanaman Rempah, Obat danAromatik. 30 p.

Ermiati, 2011. Analisa Kelayakan, Kendala Pengembangan Usahatani dan Solusi

Diversivikasi Produk Akhir Temulawak di Kabupaten Bogor (Studi Kasus

Kecamatan Cileungsi).Buletin Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. Pusat

Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. Hal 97 - 114.

112 Penguatan Inovasi Teknologi Mendukung Kemandirian Usahatani Perkebunan Rakyat

Page 28: KELAYAKAN USAHATANI BEBERAPA TANAMAN OBATperkebunan.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2013/11/... · KELAYAKAN USAHATANI BEBERAPA TANAMAN OBAT Ermiati ABSTRAK PENDAHULUAN

Gittinger J. Price, 1986. Analisa Ekonomi Proyek-proyek Pertanian. Edisi ke dua.

Universitas Indonesia (UI-Press), Jakarta, 1986. 579 hal.

Kadariah L.,Karlina dan Gray., 1988. Pengantar Evaluasi Proyek. Analisa Ekonomis Edisi

Kedua. LPFE - UI. Jakarta. 122 hal.

Kemala ., 2003. Serapan Pasokan dan Pemanfaatan Tanaman Obat di Indonesia.

Laporan Teknis Penelitian Balittro. p 381-392.

Lestari Y., D Iswantini, Latifah, K Darusman, E Djauhari, M Ghulammahdi dan Ervizal

A.M, Zuhud, 2009. Tantangan dan Arah Pengembangan Biofarmaka Kehutanan.

Bunga Rampai Biofarmaka Kehutanan Indonesia dari Tumbuhan Hutan untuk

Keunggulan Bangsa dan Negara.. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan

Tanaman. Badan Litbang Kehutanan. Dephut. Hal 29 - 41.

Prana, M,S. 1985. Beberapa Aspek Biologi temulawak ( Roxb.).

Prosiding Simposium Nasional Temulawak. Bandung 17-18 September 1985: 42-48.

Puslitbangbun., 2007. Varietas Unggul Tanaman Perkebunan. Badan Penelitian dan

Pengembangan Pertanian. Deptan. Hal 4 - 9.

Rahardjo M., 2005. Purwoceng Budidaya dan Pemanfaatan untuk Obat Perkasa Pria. Seri

Agrisehat. Penebar Swadaya Cimanggis Depok. 59 p.

Fifai MA., 1990. 30 Tumbuhan Obat Langka Indonesia. Hori Bunda No. 10. 15 p.

Setiyono R.T., C. Indrawanto dan Ermiati, 2007. Uji Multilokasi Nomor-nomor Harapan

Temulawak pada Berbagai Kondisi Agroekologi. Laporan Teknis Penelitian T.A

2007. Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik. Pusat Penelitian dan

Pengembangan Perkebunan. Hal 220 - 256.

Setiyono, R.T., N. Ajijah dan N. Bermawie, 2008. Usulan Pelepasan Varietas Temulawak

( Roxb.). Balai Penelitian Tanaman Obat danAromatik. 35 hal.

Soetrisno, 1982. Soetrisno, 1982. Dasar-Dasar Evaluasi Proyek (Dasar-dasar perhitungan

teori dan studi kasus). Fakultas Ekonomi UGM. Andi Offset. Yokyakarta, 1982. Hal.

231 - 240.

Suratiyah K., 2006. Ilmu Usahatani. Cetakan I. Penebar Swadaya Jakarta. 124 p.

Sutawi, 2003. Ketahanan Pangan dan Kesengsaraan Petani. Tanggapan untuk Siswono

Yudo Husodo dan Khudori. Kompas, Senen.23/Juni/2003. Hal 4.

Syukur ., 2005. Usulan Pelepasan Varietas Kunyit Balai Penelitian Tanaman Obat dan

Aromatik. 32 p.

Zuraida, Lelana A dan Nuroniah HS., 2009. Perkembangan Biofarmaka Kehutanan.

Bunga Rampai Biofarmaka Kehutanan Indonesia dari Tumbuhan Hutan untuk

Keunggulan Bangsa dan Negara. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan

Tanaman. Badan Litbang Kehutanan. Dephut. Hal 3 - 13.

et al

Curcuma xanthorizha

Curcuma xanthorrhiza

et al

113Penguatan Inovasi Teknologi Mendukung Kemandirian Usahatani Perkebunan Rakyat