kehamilan postterm

63
BAB I PENDAHULUAN Sekitar 7 % dari 4 juta bayi yang lahir di Amerika Serikat selama 2001 diperkirakan telah dilahirkan pada 42 minggu atau lebih. Analisa dari 27.677 kelahiran wanita Norwegia, terjadi peningkatan dari 10% ke 27%, jika kelahiran pertama postterm. Dan menjadi 39% jika dua kali kelahiran postterm. 1 Definisi kehamilan diperpanjang yang telah direkomendasi secara standar internasional, didukung oleh American College of Obstetricians and Gynecologists (1997), adalah menggenapi 42 minggu (294 hari) atau lebih, dari hari pertama periode menstruasi terakhir. Adalah penting untuk menegaskan kata-kata “menggenapi 42 minggu.” 1 Masalah utama dalam kehamilan postterm adalah bahwa mortalitas perinatal yang meningkat. Pada kehamilan postterm terjadi perubahan keadaan plasenta, cairan amnion dan janin. Perubahan tersebut meningkatkan risiko perinatal yang buruk. Beberapa keadaan yang penting untuk diwaspadai adalah oligohidramnion, aspirasi mekonium, asfiksia janin dan distosia bahu. 1,2 Untuk mengantisipasi keadaan tersebut, maka perlu memahami faktor risiko dan mempersiapkan secara seksama pengelolaan sebelum dan selama persalinan. Sehingga 1

Upload: rhlmfs

Post on 26-Jul-2015

290 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: Kehamilan Postterm

BAB I

PENDAHULUAN

Sekitar 7 % dari 4 juta bayi yang lahir di Amerika Serikat selama 2001

diperkirakan telah dilahirkan pada 42 minggu atau lebih. Analisa dari 27.677

kelahiran wanita Norwegia, terjadi peningkatan dari 10% ke 27%, jika kelahiran

pertama postterm. Dan menjadi 39% jika dua kali kelahiran postterm.1

Definisi kehamilan diperpanjang yang telah direkomendasi secara standar

internasional, didukung oleh American College of Obstetricians and

Gynecologists (1997), adalah menggenapi 42 minggu (294 hari) atau lebih, dari

hari pertama periode menstruasi terakhir. Adalah penting untuk menegaskan kata-

kata “menggenapi 42 minggu.” 1

Masalah utama dalam kehamilan postterm adalah bahwa

mortalitas perinatal yang meningkat. Pada kehamilan postterm terjadi

perubahan keadaan plasenta, cairan amnion dan janin. Perubahan tersebut

meningkatkan risiko perinatal yang buruk. Beberapa keadaan yang penting untuk

diwaspadai adalah oligohidramnion, aspirasi mekonium, asfiksia janin dan

distosia bahu.1,2

Untuk mengantisipasi keadaan tersebut, maka perlu memahami faktor

risiko dan mempersiapkan secara seksama pengelolaan sebelum dan selama

persalinan. Sehingga sejak dini dapat diwaspadai dan diantisipasi untuk

menurunkan morbiditas dan mortalitas perinatal

1

Page 2: Kehamilan Postterm

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Kehamilan Lewat Bulan, disebut juga kehamilan serotinus, kehamilan

lewat waktu, prolonged pregnancy, postterm pregnancy, extended pregnancy,

postdate/ posdatisme atau postmaturitas adalah :

Definisi kehamilan postterm yang telah direkomendasi secara standar

internasional, didukung oleh American College of Obstetricians and

Gynecologists (1997), adalah menggenapi 42 minggu (294 hari) atau lebih, dari

hari pertama periode menstruasi terakhir. Adalah penting untuk menegaskan kata-

kata “menggenapi 42 minggu.” Kehamilan antara 41 minggu hari 1 hingga 41

minggu hari 6, meskipun pada minggu ke-42, tidak melengkapi 42 minggu hingga

hari ketujuh telah berlalu.1

Definisi dari kehamilan postterm sebagai kehamilan yang bertahan selama 42

minggu atau lebih sejak onset dari sebuah periode menstruasi memperkirakan

bahwa menstruasi terakhir diikuti oleh ovulasi dua minggu kemudian. Ini

dikatakan, beberapa kehamilan mungkin sebenarnya tidak postterm, tetapi

cenderung merupakan kesalahan estimasi usia kehamilan karena kesalahan

mengingat tanggal menstruasi atau ovulasi yang tertunda. Jadi, terdapat dua

kategori kehamilan yang mencapai 42 minggu lengkap:1

1. Kehamilan yang benar-benar 40 minggu pasca konsepsi.

2. Kehamilan yang gestasinya kurang lanjut karena ketidaktepatan perkiraan

usia kehamilan.

Blondel dkk. (2002) menganalisis angka kehamilan posterm menurut enam

algoritma untuk memperkirakan usia gestasional berdasarkan baik periode

menstruasi terakhir, ultrasound pada 16-18 minggu, atau keduanya. Penelitian

Kanada ini melibatkan 44.623 wanita yang melahirkan antara 1978 dan 1996 di

RS Royal Victoria di Montreal. Proporsi kelahiran pada 42 minggu atau lebih

2

Page 3: Kehamilan Postterm

adalah 6,4 persen bila berdasarkan hanya periode menstruasi terakhir dan 1,9

persen bila hanya berdasarkan ultrasound. Ini menaikkan kemungkinan bahwa

tanggal menstruasi seringkali tidak akurat dalam mempekirakan kehamilan

postterm. Penelitian belakakangan oleh Bennett dkk. (2004) mengkonfirmasi hal

ini. Karena sebagian kecil wanita berovulasi lebih awal dari yang diperkirakan,

adalah mungkin bahwa genap 40 minggu pascakonsepsi dicapai setelah 41

minggu amenore. 1

Oleh karena itu, kebanyakan kehamilan yang dipercaya genap 42 minggu

setelah menstruasi terakhir mungkin tidak secara biologis diperpanjang.

Sebaliknya, beberapa yang belum 42 minggu mungkin saja postterm. Variasi pada

siklus menstruasi ini telah menjelaskan, paling tidak sebagian, mengapa sejumlah

kecil proporsi janin yang dilahirkan postterm memiliki bukti postmaturitas.

Karena tidak ada metode untuk mengidentifikasi kehamilan yang benar-benar

diperpanjang, semua kehamilan yang dinilai telah genap 42 minggu harus

ditangani sebagai perpanjangan abnormal.1

2.2 Insidensi

Sekitar 7 % dari 4 juta bayi yang lahir di Amerika Serikat selama 2001

diperkirakan telah dilahirkan pada 42 minggu atau lebih. Sebagai perbandingan,

12 % dari kelahiran hidup adalah preterm, didefinisikan sebagai 36 minggu atau

kurang.

3

Page 4: Kehamilan Postterm

Gambar 2.1

Usia gestasi pada kelahiran 4 juta bayi hidup di Amerika Serikat selama

2001. ( Disadur dari Martin dkk, 2002)1

Hasil kontradiktif ditemukan bila mempertimbangkan pentingnya variasi

dari faktor-faktor demografik maternal, seperti paritas, kelahiran postterm

sebelumnya, kelas sosioekonomi, dan usia. Satu hal yang menarik -

kecenderungan beberapa ibu untuk mengulangi kelahiran postterm - menunjukkan

bahwa beberapa kehamilan diperpanjang telah ditentukan secara biologis. Pada

sebuah analisis dari 27.677 kelahiran dari wanita Norwegia, insidensi dari

kelahiran posterm berkelanjutan meningkat dari 10 hingga 27 persen jika

kelahiran pertama adalah postterm. Hal ini meningkat hingga 39 persen jika telah

ada dua kelahiran postterm berurutan sebelumnya (Bakketeig dan Bergsjø, 1991).

Mogren dkk. (1999) melaporkan bahwa kehamilan diperpanjang juga muncul

antar generasi pada wanita Swedia. Jika ibu dan anak perempuannya telah

memiliki kehamilan sebelumnya, risiko kehamilan anak perempuan untuk

berkelanjutan diperpanjang meningkat dua hingga tiga kali lipat. Pada penelitian

Swedia lain, Laursen dkk. (2004) menemukan bahwa gen maternal, bukan

paternal, mempengaruhi kehamilan diperpanjang. Faktor fetal-placental yang

telah dilaporkan sebagai predisposisi kehamilan diperpanjang meliputi anensefal,

hipoplasia adrenal, dan defisiensi terpaut X dari placental sulfatase (MacDonald

4

Page 5: Kehamilan Postterm

dan Siiteri, 1965; Naeye, 1978; Rabe dkk., 1983). Ini menyebabkan kekurangan

kadar estrogen yang biasanya tinggi pada kehamilan normal. Akhirnya,

pengurangan pelepasan cervical nitric oxide dapat menjadi sebuah faktor

(Vaisanen-Tommiska dkk., 2004)1.

2.3 Etiologi

Seperti halnya teori bagaimana terjadinya persalinan, sampai saat ini sebab

terjadinya kehamilan postterm belum jelas. Beberapa teori diajukan, yang pada

umumnya menyatakan bahwa terjadinya kehamilan postterm sebagai akibat

gangguan terhadap timbulnya persalinan. Beberapa teori diajukan antara lain :3

1) Pengaruh progesterone : Penurunan hormon progesterone dalam kehamilan

dipercaya merupakan kejadian perubahan endokrin yang penting dalam

memacu proses biomolekuler pada persalinan dan meningkatkan sensitivitas

uterus terhadap oksitosin, sehingga beberapa penulis menduga bahwa

terjadinya kehamilan postterm adalah karena masih berlangsungnya pengaruh

progesterone.

2) Teori oksitosin : Pemakaian oksitosin untuk induksi persalinan pada

kehamilan postterm memberi kesan atau dipercaya bahwa oksitosin secara

fisiologis memegang peranan penting dalam menimbulkan persalinan dan

pelepasan oksitosin dari neurohipofisis wanita hamil yang kurang pada usia

kehamilan lanjut diduga sebagai salah satu faktor penyebab kehamilan

postterm.

3) Teori Kortisol/ACTH janin : Dalam teori ini diajukan bahwa sebagai

“pemberi tanda” untuk dimulainya persalinan adalah janin, diduga akibat

peningkatan tiba-tiba kadar kortisol plasma janin. Kortisol janin akan

mempengaruhi plasenta, sehingga produksi progesterone berkurang dan

memperbesar sekresi estrogen, selanjutnya berpengaruh terhadap

meningkatnya produksi prostaglandin. Pada cacat bawaan janin seperti

anensefalus, hipoplasia adrenal janin dan tak adanya kelenjar hipofisis pada

5

Page 6: Kehamilan Postterm

janin akan menyebabkan kortisol janin tidak diproduksi dengan baik sehingga

kehamilan dapat berlangsung lewat bulan.

4) Syaraf uterus : Tekanan pada ganglion servikalis dari pleksus Frankenhauser

akan membangkitkan kontraksi uterus. Pada keadaan dimana tidak ada

tekanan pada pleksus ini, seperti pada kelainan letak, tali pusat pendek dan

bagian bawah masih tinggi kesemuanya diduga sebagai penyebab terjadinya

kehamilan postterm.

5) Heriditer. Beberapa penulis menyatakan bahwa seorang ibu yang mengalami

kehamilan postterm, mempunyai kecenderungan untuk melahirkan lewat

bulan pada kehamilan berikutnya. Mogren (1999) seperti dikutip Cunningham,

menyatakan bahwa bilamana seorang ibu mengalami kehamilan postterm saat

melahirkan anak perempuan maka besar kemungkinan anak perempuannya

akan mengalami kehamilan postterm.

Patogenesis terjadinya kehamilan lewat waktu belum

diketahui secara jelas. Pada persalinan terjadi tiga hal, yaitu

pertama terjadi pematangan serviks, kedua timbulnya reseptor

oksitosin, dan terakhir terbentuknya gap junction diantara sel-sel

miometrium. Prostalglandin E2 dan Prostalglandin F2 alfa diyakini

berperan dalam proses permulaan persalinan, hal ini dibuktikan

dengan meningkatnya kadar PGE2 dan PGF2 alfa, baik dalam

cairan amnion, plasma maupun urin selama persalinan

berlangsung.8,9

Meskipun demikian, peranan prostalglandin dalam kejadian

persalinan kurang bulan masih belum jelas. Ada berbagai teori

yang mencoba untuk menjelaskan terjadinya proses persalinan,

salah satunya adalah Progesteron Withdrawal yang

menerangkan terjadinya proses inisiasi persalinan tersebut. Pada

kebanyakan spesies mamalia terjadi penurunan kadar

progesteron sebelum terjadinya inisiasi persalinan. Pada

manusia, progesteron secara fungsional akan menurun

mengikuti penurunan ekspresi reseptor progesteron sebelum

6

Page 7: Kehamilan Postterm

dimulainya persalinan.10,11 Penurunan ini mengubah supresi dari

ekspresi reseptor estrogen dan memberikan jalan aktivasi

estrogen terhadap jalur kontraktil termasuk peningkatan ekspresi

dari contractility-associated genes ( seperti : cyclo-oxygenase

tipe 2, connexin-43 dan reseptor oksitosin) dan responsifitas dari

miometrial terhadap uterotonin. Bersama dengan estrogen,

relaxin juga berperan dalam terjadinya parturien dengan

peningkatan fleksibilitas dari simfisis pubis dan lingkar

pelvis .8,9,12 

Progesteron diketahui berperan dalam menghambat

pembentukan dan pelepasan prostalglandin. Pada saat tertentu

bersamaan dengan matangnya janin, menyebabkan kelenjar

adrenal janin menjadi lebih peka terhadap ACTH, sehingga

terjadi peningkatan sekresi kortisol. Kortisol janin ini akan

merangsang 17 hidroksilase dalam jaringan trofoblas dengan

akibat menurunnya sekresi progesteron yang selanjutnya

meningkatkan pembentukan estrogen. Perubahan rasio

estrogen / progesteron menyebabkan peningkatan pembentukan

prostalglandin.8,9

 

2.4 Diagnosis

Tidak jarang seorang dokter mengalami kesulitan dalam menentukan

diagnosis kehamilan postterm. Karena diagnosis ini ditegakkan berdasarkan umur

kehamilan bukan terhadap kondisi dari kehamilan. Beberapa kasus yang

dinyatakan sebagai kehamilan postterm merupakan kesalahan dalam menentukan

umur kehamilan. Lipshutz menyatakan bahwa kasus kehamilan postterm yang

tidak dapat ditegakkan secara pasti sebesar 22 %.

Dalam menentukan diagnosis kehamilan postterm disamping dari riwayat

haid, sebaiknya dilihat pula dari hasil pemeriksaan antenatal.3

7

Page 8: Kehamilan Postterm

2.4.1 Riwayat haid

Diagnosis kehamilan postterm tidak sulit untuk ditegakkan bilamana hari

pertama haid terakhir (HPHT) diketahui dengan pasti. Untuk riwayat haid yang

dapat dipercaya, diperlukan beberapa kriteria antara lain :

o Penderita harus yakin betul dengan HPHT-nya

o Siklus 28 hari dan teratur

o Tidak minum pil anti hamil setidaknya 3 bulan terakhir

Selanjutnya diagnosis ditentukan dengan menghitung menurut rumus Naegele.

Berdasarkan riwayat haid, seorang penderita yang ditetapkan sebagai kehamilan

postterm kemungkinan adalah :

a. Terjadi kesalahan dalam menentukan tanggal haid terakhir atau akibat

menstruasi abnormal

b. Tanggal haid terakhir diketahui jelas namun terjadi kelambatan ovulasi

c. Tidak ada kesalahan menentukan haid terakhir dan kehamilan memang

berlangsung lewat bulan ( keadaan ini sekitar 20 – 30 % dari seluruh penderita

yang diduga kehamilan postterm).

2.4.2 Riwayat pemeriksaan antenatal

Test kehamilan : bila pasien melakukan pemeriksaan test imunologik

sesudah terlambat 2 minggu, maka dapat diperkirakan kehamilan memang

telah berlangsung 6 minggu

Gerak janin : Gerak janin atau quickening pada umumnya dirasakan ibu

pada umur kehamilan 18 – 20 minggu. Pada primigravida dirasakan sekitar

umur kehamilan 18 minggu sedang pada multigravida pada 16 minggu.

Petunjuk umum untuk menentukan persalinan adalah quickening ditambah

22 minggu pada primigravida atau ditambah 24 minggu pada multiparitas

Denyut jantung janin : Dengan stetoskop Laennec DJJ dapat didengar mulai

umur kehamilan 18 – 20 minggu sedangkan dengan Doppler dapat terdengar

pada usia kehamilan 10 - 12 minggu

8

Page 9: Kehamilan Postterm

Pernoll menyatakan bahwa kehamilan dapat dinyatakan sebagai kehamilan

postterm bila didapat 3 atau lebih dari 4 kriteria hasil pemeriksaan sebagai

berikut:

a. Telah lewat 36 minggu sejak test kehamilan positif

b. Telah lewat 32 minggu sejak DJJ pertama terdengar dengan Doppler

c. Telah lewat 24 minggu sejak dirasakan gerak janin pertama kali

d. Telah lewat 22 minggu sejak terdengarnya DJJ pertama kali dengan

stetoskop Laennec

2.4.3. Tinggi fundus uteri

Dalam trimester pertama, pemeriksaan tinggi fundus uteri dapat

bermanfaat bila dilakukan pemeriksaan secara berulang tiap bulan. Lebih dari 20

minggu, tinggi fundus uteri dapat menentukan umur kehamilan secara kasar.

Selanjutnya umur kehamilan dapat ditentukan secara klasik maupun memakai

rumus McDonald : TFU dalam cm X 8/7 menunjukkan umur kehamilan dalam

minggu

2.4.4 Pemeriksaan Ultrasonografi (USG)

Pada trimester pertama pemeriksaan panjang kepala-tungging ( crown-

rump length) memberikan ketepatan sekitar +/- 4 hari dari taksiran persalinan.

Pada umur kehamilan sekitar 16 – 26 minggu ukuran diameter biparietal dan

panjang femur memberikan ketepatan +/- 7 hari dari taksiran persalinan. Beberapa

parameter dalam pemeriksaan USG juga dapat dipakai seperti lingkar perut,

lingkar kepala dan beberapa rumus yang merupakan perhitungan dari beberapa

hasil pemeriksaan parameter seperti tersebut di atas. Taksiran persalinan tidak

dapat ditentukan secara akurat bilamana BPD > 9,5 cm dengan sekali saja

pemeriksaan USG ( tunggal )

2.4.5 Pemeriksaan radiologi

9

Page 10: Kehamilan Postterm

Umur kehamilan ditentukan dengan melihat pusat penulangan. Gambaran

epifisis femur bagian distal paling dini dapat dilihat pada kehamilan 32 minggu,

epifisis tibia proksimal terlihat setelah umur kehamilan 36 minggu, epifisis kuboid

pada kehamilan 40 minggu. Cara ini sekarang jarang dipakai selain karena dalam

pengenalan pusat penulangan sering kali sulit juga pengaruh tidak baik terhadap

janin.

2.4.6 Pemeriksaan cairan amnion

a. Kadar Lesitin/spingomielin

Bila kadar lesitin/spingomielin sama maka umur kehamilan sekitar 22–28

minggu, lesitin 1,2 kali kadar spingomielin: 28–32 minggu, pada kehamilan genap

bulan ratio menjadi 2:1. Pemeriksaan ini tidak dapat dipakai untuk menentukan

KLB tetapi hanya digunakan untuk menentukan apakan janin cukup umur /

matang untuk dilahirkan.

b. Aktivitas tromboplasti cairan amnion (ATCA)

Hastwell berhasil membuktikan bahwa cairan amnion mempercepat waktu

pembekuan darah. Aktivitas ini meningkat dengan bertambahnya umur

kehamilan. Yaffe menyatakan bahwa pada umur kehamilan 41-42 minggu ACTA

berkisar antara 45–65 detik, pada umur kehamilan lebih dari 42 minggu

didapatkan ACTA kurang dari 45 detik. Bila didapat ACTA antara 42–46 detik

menunjukkan bahwa kehaminan berlangsung lewat waktu

c. Sitologi cairan amniom

Pengecatan nile blue sulphate dapat melihat sel lemak dalam cairan

amnion . Bila jumlah sel yang mengandung lemak melebihi 10 % maka kehamilan

diperkirakan 36 minggu dan apabila 50% atau lebih maka umur kehamilan 39

minggu atau lebih

2.5 Perubahan pada Kehamilan Postterm

10

Page 11: Kehamilan Postterm

Terjadi beberapa perubahan cairan amnion, plasenta dan janin pada

kehamilan postterm. Dengan mengetahui perubahan tersebut sebagai dasar untuk

mengelola persalinan postterm.3

2.5.1 Perubahan cairan amnion

Terjadi perubahan kualitas dan kuantitas cairan amnion. Jumlah cairan

amnion mencapai puncak pada usia kehamilan 38 minggu sekitar 1000 ml dan

menurun sekitar 800 ml pada 40 minggu. Penurunan jumlah cairan amnion

berlangsung terus menjadi sekitar 480 ml, 250 ml, 160 ml pada usia kehamilan 41,

42 dan 43 minggu. Penurunan tersebut berhubungan dengan produksi urin janin

yang berkurang. Dilaporkan bahwa aliran darah janin menurun pada kehamilan

postterm dan menyebabkan oligohidramnion.4

Selain perubahan volume terjadi pula perubahan komposisi cairan amnion

menjadi kental dan keruh. Hal ini terjadi karena lepasnya vernik kaseosa dan

komposisi phosphilipid. Dengan lepasnya sejumlah lamellar bodies dari paru-paru

janin dan perbandingan Lechitin terhadap Spingomielin menjadi 4:1 atau lebih

besar. Dengan adanya pengeluaran mekonium maka cairan amnion menjadi hijau

atau kuning.1,2

Evaluasi volume cairan amnion sangat penting. Dilaporkan kematian

perinatal meningkat dengan adanya oligohidramnion yang menyebabkan

kompresi tali pusat. Keadaan ini menyebabkan fetal distress intra partum pada

persalinan postterm.

Untuk memperkirakan jumlah cairan amnion dapat diukur dengan

pemeriksan ultrasonografi. Metode empat kuadran sangat populer. Dengan

mengukur diameter vertikal darikantung paling besar pada setiap kuadran. Hasil

penjumlahan empat kuadran disebut Amniotic Fluid Index (AFI). Bila AFI kurang

dari 5 cm indikasi oligohidramnion. AFI 5-10 cm indikasi penurunan volume

cairan amnion. AFI 10-15 cm adalah normal. AFI 15-20 cm terjadi peningkatan

volume cairanamnion. Afi lebih dari 25 cm indikasi polihidramnion.1,4,5,6

11

Page 12: Kehamilan Postterm

Tabel 2.1 Estimasi volume cairan amnion dengan USG

Seperti terlihat pada Gambar 2.2, semakin kecil kantung cairan amnion,

semakin besar kecenderungan terdapat oligohidramnion berat. Tetapi volume

cairan amnion yang normal juga tidak menyingkirkan hasil abnormal. Alfirevic

dkk. (1997) mengacak 500 wanita dengan kehamilan possterm- didefinisikan

sebagai gestasi 290 hari atau lebih- untuk dinilai volume cairan amnion dengan

amnionic fluid index (AFI) atau kantung vertikal terdalam. Mereka menyimpulkan

bahwa AFI berlebih dalam perkiraan jumlah hasil abnormal dalam kehamilan

postterm.1

Gambar 2.2

Perbandingan nilai diagnostik dari berbagai perkiraan ultrasound terhadap

volume cairan amnion pada kehamilan diperpanjang. Hasil abnormal

mencakup cesarean atau kelahiran vaginal operatif untuk bahaya janin, skor

Apgar pada menit ke-5 6 atau kurang, pH darah arteri umbilikalis, atau

dirawat di neonatal intensive care unit. (disadur dari Fischer dkk., 1993)1

12

Page 13: Kehamilan Postterm

Terlepas dari kriteria yang digunakan untuk mendiagnosis

oligohidramnion pada kehamilan postterm, kebanyakan peneliti telah menemukan

peningkatan insidensi fetal distress selama persalinan. Jadi oligohidramnion oleh

kebanyakan pengertian merupakan penemuan klinis penting. Sebaliknya, jaminan

janin yang baik pada volume cairan amnion “normal” adalah kecil karena tidak

diketahui seberapa cepat oligohidramnion patologis berkembang. Clement dkk.

(1987) melaporkan enam kehamilan postterm dimana volume cairan amnion

berkurang mendadak dalam 24 jam dan satu janin meninggal.1

2.5.2 Perubahan pada plasenta

Plasenta sebagai perantara untuk suplai makanan dan tempat pertukaran

gas antara maternal dan fetal. Dengan bertambahnya umur kehamilan, maka

terjadi pula perubahan struktur plasenta.

Plasenta pada kehamilan postterm memperlihatkan pengurangan diameter

dan panjang villi chorialis. Perubahan ini secara bersamaan atau didahului dengan

titik-titik penumpukan kalsium dan membentuk infark putih. Pada kehamilan

atterm terjadi infark 10%-25% sedangkan pada postterm terjadi 60%-80%.

Timbunan kalsium pada kehamilan postterm meningkat sampai 10 g/100g

jaringan plasenta kering, sedangkan kehamilan aterm hanya 2-3g/100g jaringan

plasenta kering.4

Secara histologi plasenta pada kehamilan postterm meningkatkan infark

plasenta, kalsifikasi, trombosis intervilosus, deposit fibrin perivillosus, trombosis

arteial dan endarteritis arterial. Keadaan ini menurunkan fungsi plasenta sebagai

suplai makanan dan pertukaran gas. Hal ini dapat menyebabkan malnutrisi dan

asfiksia.6

Dengan pemeriksaan ultrasonografi dapat diketahui tingkat kematangan

plasenta. Pada kehamilan postterm terjadi perubahan sebagai berikut:

Piring korion: lekukan garis batas piring korion mencapai daerah basal. Jaringan

plasenta: berbentuk sirkuler, bebas gema di tengah, berasal dari satu kotiledon

(ada daerah dengan densitas gema tinggi dari proses kalsifikasi, mungkin

13

Page 14: Kehamilan Postterm

memberikan bayangan akustik). lapisan basal: daerah basal dengan gema kuat dan

memberikan gambaran bayangan akustik. Keadaan plasenta ini dikategorikan

tingkat tiga.5

Namun, konsep bahwa postmaturitas dikarenakan insufisiensi plasental

telah menetap meskipun tidak ada tanda morfologis atau penemuan kuantitatif

penting (Larsen dkk, 1995; Rushton, 1991). Smith dan Baker (1999) melaporkan

bahwa apoptosis plasental meningkat secara signifikan pada 41-42 minggu

lengkap dibandingkan dengan 36-39 minggu. Kepentingan klinis apoptosis masih

belum jelas saat ini.1

Jazayeri dkk. (1998) menyelidiki kadar erythropoietin tali pusat pada 124

newborns yang tumbuh dengan baik yang dilahirkan pada 37-43 minggu. Mereka

memeriksa apakah oksigenasi fetal berkurang karena penuaan plasenta pada

kehamilan postterm. Tekanan parsial oksigen yang berkurang adalah satu-satunya

stimulator erythropoetin yang diketahui. Setiap wanita yang dipelajari memiliki

persalinan tanpa komplikasi. Level erythropoetin tali pusat meningkat drastis pada

kehamilan yang mencapai 41 minggu atau lebih. Meskipun skor Apgar dan gas

darah tali pusat normal pada bayi-bayi ini, peneliti menyimpulkan bahwa terdapat

pengurangan oksigenasi janin pada gestasi postterm.1

2.5.3 Perubahan pada janin

a. Berat janin

Sekitar 45% janin yang tidak dilahirkan setelah hari perkiraan lahir, terus

berlanjut tumbuh dalam uterus. Ini terjadi bila plasenta belum mengalami

insufisiensi. Dengan penambahan berat badan setiap minggu dapat terjadi berat

lebih dari 4000g. Keadaan ini sering disebut janin besar. Pada umur kehamilan

38-40 minggu insiden janin besar sekitar 10% dan 43 minggu sekitar 43%.

Dengan keadaan janin tersebut meningkatkan risiko persalinan traumatik.1

Janin postterm dapat terus bertambah beratnya dan menjadi bayi besar

secara tak lazim dalam kelahiran. Ini paling tidak menunjukkan bahwa fungsi

plasenta tidak terganggu. Pertumbuhan fetal bekesinambungan, meskipun dengan

14

Page 15: Kehamilan Postterm

kecepatan rendah, merupakan karakteristik antara 38 dan 42 minggu (Gambar

2.3). Nahum dkk. (1995) mengkonfirmasi bahwa pertumbuhan janin berlanjut

hingga paling tidak 42 minggu. 1

Gambar 2.3

Rata-rata pertumbuhan harian janin selama minggu sebelum gestasi

(dari Jazayeri dkk., 1998, dengan izin.)1

Insidensi makrosomia (didefinisikan sebagai berat lahir lebih dari 4500 g)

meningkat dari 1,4 persen pada 37-41 minggu menjadi 2,2 persen pada 42 minggu

atau lebih (Martin dkk., 2002). Ini meningkatkan kemungkinan bahwa morbiditas

janin dan ibu terkait makrosomia dapat dihindari dengan induksi persalinan pada

waktu yang tepat untuk mencegah pertumbuhan lebih lanjut. The American

College of Obstetricians and Gynecologists (2000) telah menelaah intervensi

tersebut. Disimpulkan bahwa bukti saat ini tidak mendukung kebijakan induksi

persalinan awal pada usia cukup bulan yang dicurigai janin makrosomia. Terlebih

lagi, tanpa adanya diabetes pada ibu, persalinan vaginal bukan kontraindikasi pada

wanita dengan perkiraan berat janin mencapai 5000 g. Kelahiran cesarean

disarankan untuk perkiraan berat janin lebih dari 4500 g dalam keadaan kala dua

memanjang atau tidak maju pada kala dua.1

15

Page 16: Kehamilan Postterm

b. Sindroma postmaturitas:

Bayi postmatur memperlihatkan penampilan unik dan karakteristik

(Gambar 2.4). Tampilan meliputi kulit yang mengelupas, berkeriput, dan

berbercak (patchy); tubuh yang panjang, kurus mengindikasikan wasting; dan

maturitas lanjut karena bayi telah membuka mata, waspada yang tidak lazim, dan

terlihat tua dan terkesan cemas. Kulit berkeriput dan lebih nyata pada telapak

tangan dan kaki. Kuku secara khas cukup panjang. Kebanyakan bayi postmatur

seperti ini tidak terhalang pertumbuhannya karena berat badan mereka jarang

jatuh dibawah persentil ke 10 untuk usia kehamilan. Perhambatan pertumbuhan

yang berat, bagaimanapun juga, dimana secara logika pasti telah mendahului

penggenapan 42 minggu, dapat terjadi.1

GAMBAR 2.4

Bayi postprematur yang lahir pada minggu ke 43 kehamilan. Terdapat

mekonium yang kental mewarnai kulit yang mengalami deskuamasi.

Catatan: teradapat keriput pada telapak tangan.1

Janin postmatur mengalami penurunan jumlah lemak subkutaneus, kulit

menjadi keriput dan vernik kaseosa hilang. Hal ini menyebabkan kulit janin

16

Page 17: Kehamilan Postterm

berhubungan langsung dengan cairan amnion. Perubahan lain yaitu: rambut

panjang, kuku panjang, warna kulit kehijauan atau kekuningan karena terpapar

mekonium. 4,6

. Tidak seluruh neonatus kehamilan postterm menunjukkan tanda

postmaturitas tergantung fungsi plasenta. Umumnya didapat sekitar 12 – 20 %

neonatus dengan tanda postmaturitas pada kehamilan postterm. Tergantung

derajat insufisiensi plasenta yang terjadi tanda postmaturitas ini dapat dibagi

dalam 3 stadium, yaitu :3

Stadium I : Kulit menunjukkan kehilangan verniks kaseosa dan maserasi

berupa kulit kering, rapuh dan mudah mengelupas

Stadium II : ditambah pewarnaan mekonium pada kulit

Stadium III : disertai pewarnaan kekuningan pada kuku, kulit dan tali pusat

Insidensi sindrom postmaturitas pada bayi pada 41, 42, 43 minggu, di sisi

lain, belum dapat ditentukan. Pada salah satu dari sedikit laporan sementara yang

mengurutkan postmaturitas, Shime dkk. (1984) menemukan sindrom ini pada

sekitar 10 persen kehamilan antara 41 dan 43 minggu. Insidensi meningkat

menjadi 33 persen pada 44 minggu. Oligohidramnion terkait erat dengan

meningkatnya kecenderungan postmaturitas. Trimmer dkk (1990) mendiagnosis

oligohidramnion ketika ultrasound vertikal maksimal dari kantong cairan amnion

berukuran 1 cm atau kurang pada 42 minggu dan 88 persen dari seluruh bayi

adalah postmatur.1

c. Gawat janin atau kematian perinatal

menunjukkan angka meningkat setelah kehamilan 42 minggu atau lebih, sebagian

besar terjadi intrapartum. Umumnya disebabkan karena :3

Makrosomia yang dapat menyebabkan terjadinya distosia pada persalinan

Insufisiensi plasenta yang berakibat :

o Pertumbuhan janin terhambat

o Oligohidramnion : terjadi kompresi tali pusat, keluar mekoneum

yang kental

o Hipoksia janin

17

Page 18: Kehamilan Postterm

o Aspirasi mekonium oleh janin

Cacat bawaan : terutama akibat hipoplasia adrenal dan anensefalus

Fetal Distress dan Oligohidramnion

Alasan utama meningkatnya risiko janin postterm digambarkan oleh

Leveno dkk. (1984). Mereka melaporkan bahwa baik bahaya janin antepartum dan

fetal distress adalah akibat penekanan tali pusat yang berhubungan dengan

oligohidramnion. Pada analisis dari 727 kehamilan postterm, fetal distress yang

terdeteksi dengan perangkat elektrik tidak berhubungan dengan gambaran

deselerasi akhir dari insufisiensi uteroplasental. Namun satu atau lebih deselerasi

seperti pada Gambar 2.5 mendahului tiga perempat kelahiran cesarean darurat

untuk bahaya janin. Kecuali pada dua kasus, seluruh kasus juga tampak deselerasi

variabel (Gambar 2.6 ). Pola awam denyut jantung janin, meskipun tidak terlalu

menyeramkan, adalah garis dasar yang terlihat pada Gambar 2.7. Penemuan ini

konsisten dengan oklusi tali pusat sebagai penyebab awal fetal distress. Korelasi

lain yang ditemukan adalah oligohidramnion dan mekonium kental.1

18

Page 19: Kehamilan Postterm

Gambar 2.5

Deselerasi denyut jantung janin memanjang akibat cesarean darurat pada

kehamilan postterm dengan oligohidramnions (Leveno dkk.,1984)

Gambar 2.6

Deselerasi variabel berat – denyut jantung kurang dari 70kali/menit atau

lebih lama pada kehamilan postterm dengan olygohydramnion dan kelahiran

cesarean pada bahaya janin (Leveno dkk.,1984)1

19

Page 20: Kehamilan Postterm

Gambar 2.7

Garis dasar denyut jantung janin menunjukkan osilasi melebihi 20 denyut

per menit dan dihubungkan dengan oligohidramnion pada kehamilan

postterm. (Leveno dkk.,1984)1

Pengurangan volume cairan amnion biasanya muncul seiring berlanjutnya

kehamilan diatas 42 minggu ( Gambar 2.8 ). Juga terdapat kecenderungan bahwa

pelepasan mekonium ke dalam cairan amnion yang telah berkurang menyebabkan

mekonium tebal dan kental yang tampak dalam sindrom aspirasi mekonium.1

Gambar 2.8

Volume cairan amnion selama minggu-minggu terakhir kehamilan (disadur

dari: Elliott dan Inman, 1961).1

Trimmer dkk. (1990) mengukur produksi urin janin setiap jam

menggunakan pengukuran volume kandung kemih melalui ultrasound secara

berkala pada 38 kehamilan pada 42 minggu atau lebih. Produksi urin yang

berkurang ditemukan berhubungan dengan oligohidramnion. Mereka membuat

hipotesis, bahwa pengurangan aliran urin janin cenderung disebabkan

oligohidramnion yang telah ada dan menyebabkan terbatasnya janin yang

menelan. Oz dkk. (2002), menggunakan gelombang Doppler, melaporkan bahwa

aliran darah ginjal janin berkurang pada kehamilan postterm dengan

oligohidramnion.1

20

Page 21: Kehamilan Postterm

Gambar 2.9

Pengaruh mekonium

Restriksi Pertumbuhan Janin

Hingga akhir-akhir ini, kepentingan klinis restriksi pertumbuhan janin

pada kehamilan tanpa komplikasi baru menerima sedikit perhatian. Divon dkk.

(1998) dan Clauson dkk. (1999) menganalisis kelahiran dari 700.000 wanita

diantara 1991-1995 menggunakan register National Swedish Medical Birth.

Seperti yang terlihat dalam tabel 2, stillbirth lebih umum ditemukan diantara bayi-

bayi growth-restricted yang lahir pada 42 minggu atau lebih. Sepertiga dari

stillbirth postterm adalah growth-restricted. Selama tahun-tahun tersebut di

Swedia, induksi pesalinan dan tes janin antenatal biasanya dilaksanakan pada 42

minggu. Alexander dkk (2000) mempelajari hasil bayi dari 355 bayi postterm 42

minggu atau lebih dimana berat badannya pada persentil ke-3 atau kurang.

Mereka membandingkan hasilnya dengan 14.520 bayi diatas persentil ke-3 yang

dilahirkan pada RS Parkland dan menemukan bahwa morbiditas dan mortalitas

21

Page 22: Kehamilan Postterm

meningkat drastis pada bayi growth-restricted. Sebagai catatan, seperempat dari

seluruh bayi hidup yang berhubungan dengan kehamilan diperpanjang termasuk

dalam sejumlah kecil dari bayi growth-restricted.1

Tabel 2.2 Efek restriksi pertumbuhan janin pada angka stillbirth pada kehamilan

42 minggu atau lebih, dibandingkan dengan 37-41 minggu di Swedia (1991-

1995).1

Lama kehamilan

Hasil 37–41 Minggu  42 Minggu 

Kelahiran 469,056 40,973

Restriksi pertumbuhan janina (%)

 

10,312 (2) 1558 (4)

Stillbirths (per 1000)    

  Pertumbuhan normal 650 (1.4) 69 (1.8)

  Restriksi pertumbuhan janin 116 (11) 23 (15)

a didefinisikan sebagai berat lahir dibawah dua standar deviasi dari rata-rata berat

lahir untuk jenis kelamin dan usia gestasi. Dari Clausson dkk. (1999, dengan izin).

Mortalitas Perinatal

Dasar historis untuk konsep batas atas durasi kehamilan manusia adalah

pengamatan bahwa mortalitas perinatal meningkat setelah tanggal yang

diharapkan terjadwal telah terlewat. Hal ini paling baik terlihat ketika mortalitas

perinatal dianalisis dari saat sebelum intervensi kehamilan melebihi 42 minggu

secara luas dipergunakan. Pada dua penelitian besar Swedia yang terlihat pada

Gambar 2.10, setelah mencapai titik terendah pada 39-40 minggu, mortalitas

perinatal meningkat ketika kehamilan melewati 41 minggu. Lucas dkk. (1965)

membandingkan hasil perinatal pada 6.624 kehamilan postterm dengan hampir

60.000 kehamilan tunggal yang dilahirkan antara 38-41 minggu. Seluruh

komponen mortalitas perinatal – kematian antepartum, intrapartum, dan neonatal

22

Page 23: Kehamilan Postterm

– meningkat pada kehamilan 42 minggu dan lebih. Peningkatan tertinggi timbul

pada intrapartum. Penyebab utama dari kematian meliputi hipertensi pada

kehamilan, partus lama dengan cephalopelvic disproportion, “anoksia yang tak

dapat dijelaskan”, dan malformasi. Hasil yang sama juga dilaporkan Olesen dkk.

(2003) pada analisis mereka terhadap 78.022 wanita dengan kehamilan postterm

yang melahirkan sebelum induksi kehamilan rutin digunakan di Denmark.1

Gambar 2.10

Mortalitas perinatal pada kehamilan lama berdasarkan usia gestasional di

Swedia pada seluruh kelahiran selama 1943-1952 dibandingkan selama 1977-

1978. Skala logaritma digunakan untuk kenyamanan gambar (disadur dari

Bakketeig dan Bergsjø, 1991, dan Lindell, 1956.)1

Alexander dkk. (2000) merekap 56.317 kehamilan tunggal berurutan yang

melahirkan pada 40 minggu atau lebih antara 1988 dan 1998 di RS Parkland.

Seperti yang terlihat pada tabel 2.2, kelahiran diinduksi terjadi pada 35 persen

kehamilan yang mencapai 42 minggu. Angka kelahiran cesarean untuk distosia

dan fetal distress meningkat drastis pada 42 minggu dibandingkan dengan

kelahiran lebih dini. Lebih banyak bayi yang dirawat di perawatan intensif pada

kehamilan postterm. Insidensi kejang neonatal dan kematian meningkat dua kali

23

Page 24: Kehamilan Postterm

pada 42 minggu. Caughey dan Musci (2004) melaporkan hasil yang mirip pada

45.673 kehamilan.1

Table 2.3. Hasil kehamilan pada 56.317 kehamilan tunggal berurutan yang

dilahirkan pada atau lebih dari 40 minggu dari 1988 hingga 1998 di RS Parkland

  Usia kehamilan

Hasil 40 (n =

29,136)

41 (n =

16,386)

42 (n =

10,795)

P Value

Keluaran ibu (%)

  Induksi lahir 2 7 35 <.001

  Kelahiran Cesarean

    Distozia 7 6 9 <.001

    Fetal distress 2 3 4 <.001

Keluaran perinatal (per 1000)

  Neonatal intensive care 4 5 6 <.001

  Kejang neonatal 1 1 2 .12

  Stillbirth 2 1 2 .84

  Kematian neonatal 0.2 0.2 0.6 .17

Disadur dari Alexander dkk. (2000).1

Smith (2001) telah menentang analisis seperti ini karena populasi pada

risiko untuk mortalitas perinatal pada minggu yang diberikan meliputi seluruh

kehamilan yang berjalan daripada hanya kelahiran pada minggu yang diberikan.

Gambar 2.11 menunjukkan angka mortalitas perinatal yang dikalkulasi hanya

menggunakan kelahiran pada minggu yang diberikan dari gestasi dari genap 37-43

minggu dibandingkan kemungkinan kumulatif (indeks perinatal) dari kematian

ketika seluruh kehamilan yang sedang berjalan dimasukkan sebagai penyebut.

Smith menemukan bahwa kelahiran lebih dari 38 minggu dihubungkan dengan

risiko terendah dari kematian perinatal. 1

24

Page 25: Kehamilan Postterm

Gambar 2.11

Indeks risiko perinatal (o) dan angka mortalitas perinatal (●) yang

dihubungkan dengan gestasi antara 37 dan 43 minggu di Skotlandia, 1985

hingga 1996, dinyatakan sebagai kematian per 1000 kelahiran. Indeks risiko

perinatal adalah kemungkinan kumulatif dari kematian perinatal dikalikan

1000. Angka kematian perinatal adalah angka kematian perinatal dengan

kelahiran dalam minggu gestasi yang diberikan dibagi angka kelahiran total

pada minggu tersebut dikalikan 1000 (dimodifikasi dari Smith, 20001,

dengan izin.)1

2.5.4 Pengaruh pada ibu

a. Morbiditas / mortalitas ibu : dapat meningkat sebagai akibat dari

makrosomia janin dan tulang tengkorak menjadi lebih keras yang

menyebabkan terjadi distosia persalinan, incoordinate uterine action, partus

lama, meningkatkan tindakan obstetrik dan perdarahan postpartum.

b. Aspek emosi : ibu dan keluarga menjadi cemas bilamana kehamilan terus

berlangsung melewati taksiran persalinan. Komentar tetangga atau teman

seperti ‘ belum lahir juga ?” akan menambah frustasi ibu.

25

Page 26: Kehamilan Postterm

Tabel 2.4 Resiko yang berhubungan dengan kehamilan postterm

2.6 Penatalaksanaan

Sudah diterima secara luas bahwa intervensi antepartum diindikasikan

pada kehamilan diperpanjang. Tipe-tipe intervensi dan kapan menggunakannya

masih kontroversial. Satu masalah besar adalah apakah mengintervensi pada 41

atau 42 minggu. Lainnya adalah apakah induksi persalinan terjamin dibandingkan

dengan penatalaksanaan ekspektatif menggunakan pemeriksaan janin antepartum.

Roussis dkk. (1993) mensurvei anggota dari Society for Maternal–Fetal Medicine

pada 1990 dan menemukan bahwa sekitar dua pertiga dari responden diinduksi

persalinan pada minggu 41 jika serviks mendukung. Pemeriksaan fetal antepartum

disarankan dimulai pada 41 minggu ketika serviks tidak menunjang. Pada 42

minggu, secara nyata seluruh responden diinduksi persalinan ketika serviks

menunjang, dan 58 persen melakukannya ketika serviks tidak mendukung.

Lainnya (42 persen) merekomendasi pemeriksaan antepartum ketika serviks tidak

menunjang pada 42 minggu. Secara jelas, kemampuan servikal berpengaruh besar

terhadap penatalaksanaan.1

26

Page 27: Kehamilan Postterm

2.6.1 Serviks Tidak Menunjang

Sulit untuk mendefinisikan “serviks tidak menunjang (unfavorable

cervix)” secara tepat pada kehamilan memanjang, karena para peneliti

menggunakan kriteria berbeda. Sebagai contoh, Harris dkk. (1983) melaporkan

bahwa 92 persen wanita pada 42 minggu memiliki serviks yang tidak menunjang

berdasarkan skor Bishop kurang dari 7. Hannah dkk (2000) memeriksa 800 wanita

yang diinduksi karena kehamilan postterm pada RS Parkland. Mereka melaporkan

bahwa wanita yang tidak memiliki dilatasi servikal dua kali lipat lebih risiko

kelahiran cesarean karena distosia. Yang dkk. (2004) memunculkan penemuan

awal bahwa panjang serviks 3 cm atau kurang yang ditentukan oleh USG

transvaginal merupakan perkiraan untuk induksi yang sukses.1

Sejumlah peneliti telah memeriksa prostaglandin E2 untuk pematangan

servikal pada wanita dengan kehamilan diperpanjang dan seviks yang tidak

menunjang. National Institute of Child Health and Development Network of

Maternal–Fetal Medicine Units (1994) memeriksa gel prostaglandin E2 dan

menemukan bahwa hal itu tidak lebih baik dari plasebo. Alexander dkk. (2000c)

mempelajari 393 wanita dengan kehamilan postterm yang telah diberikan

prostaglandin E2 untuk pematangan serviks. Mereka tetap diperlakukan sama

meskipun serviks menunjang. Peneliti melaporkan bahwa hampir separuh dari 84

wanita dengan dilatasi servikal 2 sampai 4 cm memasuki persalinan hanya dengan

terapi prostaglandin E2. The American College of Obstetricians and Gynecologists

(1997) telah menyimpulkan bahwa gel prostaglandin dapat digunakan dengan

aman pada kehamilan postterm. 1

Sweeping or stripping of the membranes, untuk menginduksi persalinan

dan menghindari kehamilan postterm telah dipelajari pada 15 percobaan secara

acak selama tahun 1990-an. Boulvain dkk. (1999) melakukan sebuah meta-

analisis pada mereka dan menemukan bahwa pelepasan membran pada 38-40

minggu mengurangi frekuensi dari kehamilan postterm. Pelepasan seperti ini,

tidak merubah risiko kelahiran cesarean, dan infeksi maternal dan neonatal tidak

berkurang. Penulis menegaskan bahwa pelepasan membran dapat menyebabkan

27

Page 28: Kehamilan Postterm

nyeri dan dapat memprovokasi perdarahan vaginal dan kontrasi ireguler. Wong

dkk. (2002) dalam percobaan acak terhadap 120 wanita menemukan bahwa

pelepasan membran tidak mengurangi kebutuhan untuk menginduksi persalinan.1

Station verteks juga penting dalam memperkirakan induksi postterm yang

sukses. Shin dkk. (2004) mempelajari 484 nulipara yang menjalani induksi setelah

41 minggu. Angka kelahiran cesarean berhubungan langsung dengan station, yaitu

6 persen pada -1, 20 persen pada -2, 43 persen pada -3, dan 77 persen pada -4.1

2.6.2 Induksi Versus Pemeriksaan Antenatal

Sebuah rencana yang masuk akal untuk mengurangi mortalitas dan

morbiditas perinatal yang berhubungan dengan kehamilan yang memanjang

adalah untuk menterminasi kehamilan sebelum hal seperti itu muncul. Terdapat

keraguan mengenai nilai induksi persalinan, terutama karena ditakutkan bahwa

induksi dapat menyebabkan pada intervensi yang lebih operatif tanpa menghindari

kematian perinatal. Sebagai hasilnya, banyak klinisi memilih menggunakan

pemeriksaan fetal untuk menghindari induksi. Penelitian besar yang bertujuan

memecahkan masalah ini telah dikerjakan di Kanada dan Amerika Serikat.1

Hannah dkk (1992) mengacak 3407 wanita Kanada dengan kehamilan 41

minggu atau lebih untuk imduksi persalinan atau pemeriksaan fetal. Wanita yang

menjalani pemeriksaan fetal diminta menghitung berapa kali mereka merasakan

gerak janin dalam waktu dua jam setiap hari, dan mereka juga menjalani nonstress

test tiga kali seminggu. Volume cairan amnion diperiksa 2-3 kali setiap minggu,

dan kantong-kantong kurang dari 3 cm dianggap abnormal. Induksi persalinan

menghasilkan angka cesarean yang secara signifikan lebih rendah (21 persen)

dibandingkan kehamilan yang dilakukan pemeriksaan antepartum (24 persen).

Terdapat dua stillbirth pada kelompok pemeriksaan fetal dan tidak ada pada

kelompok induksi. Angka cesarean yang lebih rendah pada grup induksi adalah

karena prosedur-prosedur yang lebih sedikit untuk fetal distress. Sebuah analisis

efektivitas haraga dari data penduduk Kanada kemudian dilaporkan oleh Goeree

dkk. (1995). Rata-rata biaya adalah $3132 per pasien yang ditangani dengan

28

Page 29: Kehamilan Postterm

pemeriksaan fetal dibandingkan dengan $2329 untuk yang menjalani induksi

persalinan. Jadi induksi persalinan untuk kehamilan postterm menghasilkan hasil

yang lebih baik dan lebih ekonomis dibanding pemeriksaan fetal.1

Menticoglou dan Hall (2002) dari Winnipeg telah terus-menerus prihatin

bahwa induksi persalinan pada 41 minggu telah menjadi standar penatalaksanaan

di Kanada. Mereka menyimpulkan bahwa “ritual induksi pada 41 minggu” telah

menjadi praktek sekarang. Mereka berpendapat bahwa praktek ini adalah

berdasarkan bukti yang benar-benar salah, dan bahwa itu membentuk

“penyalahgunaan norma biologis”. Mereka menyarankan agar konsensus tak

masuk akal ini dihentikan karena menyebabkan interferensi yang berpotensi untuk

lebih membahayakan daripada menguntungkan dan menggoyahkan implikasi

sumber daya.1

Percobaan induksi The Maternal–Fetal Medicine Network melawan

pemeriksaan janin telah dilaporkan oleh Gardner dkk. (1996). Nonstress test dan

perkiraan volume cairan amnion dengan ultrasound dilakukan dua kali seminggu

pada 175 wanita yang kehamilannya mencapai 41 minggu atau lebih. Hasil

perinatal pada mereka dibandingkan dengan hasil 265 wanita acak yang diinduksi

dengan atau tanpa pematangan servikal. Tidak ada kematian perinatal pada kedua

kelompok, dan angka kelahiran cesarean tidak berbeda diantara dua grup ini. Jadi,

studi ini medukung validitas kedua skema penatalaksanaan.1

Crowley (1997) menggunakan Oxford Database of Perinatal Trials untuk

melakukan sebuah meta-analisis dari 18 studi dimana semua penatalaksanaan

kehamilan postterm dinilai. Induksi rutin setelah 41 minggu menghasilkan

berkurangnya mortalitas perinatal tanpa peningkatan risiko kelahiran cesarean

atau instrumental. Hasil yang sama juga dilaporkan oleh Sanchez-Ramos dkk.

(2003) pada meta-analisis mereka dari 16 studi. Pada sebuah studi dari 540.116

kelahiran Roberts dkk. (1999) menyimpulkan bahwa meta-analisis Crowley

menyebabkan induksi rutin setelah 41 minggu menjadi digunakan secara luas di

New South Wales, Australia. Secara spesifik, dari 1990 hingga 1996, terdapat

pengurangan signifikan dalam kelahiran pada genap 42 minggu atau lebih- 4,6

dibanding 2,8 persen. Berkaitan dengan itu, terdapat peningkatan angka induksi

29

Page 30: Kehamilan Postterm

pada 41 minggu, dan angka kelahiran cesarean juga meningkat. Karena hasil bayi

belum dijelaskan dalam laporan ini, efek pada neonatal belum ditentukan.1

Alexander dkk (2001) memeriksa efek induksi persalinan pada 42 minggu

pada angka kelahiran cesarean di RS Parkland. Hasil kehamilan pada 638 wanita

yang melahirkan secara induksi dibandingkan dengan 687 wanita dengan

melahirkan spontan pada 42 minggu. Angka kelahiran cesarean meningkat tajam

pada grup induksi karena kegagalan kemajuan (19 banding 14 persen). Ketika

faktor risiko dikoreksi menggunakan regresi terperinci, peneliti menyimpulkan

bahwa faktor intrinsik pasien, daripada induksi persalinan itu sendiri, mengarah

pada peningkatan kelahiran cesarean. Faktor-faktor ini mencakup nulipara, serviks

yang tidak menunjang, dan analgesi epidural.1

Bukti untuk intervensi substansial – apakah induksi atau pemeriksaan

janin – dimulai pada minggu 41 atau 42 masih terbatas. Kebanyakan bukti yang

digunakan untuk mendukung intervensi pada minggu 41 berasal dari percobaan

acak Amerika Serikat dan Kanada sebelumnya. Tidak ada studi acak yang secara

spesifik menilai intervensi pada 41 minggu melawan intervensi identik yang

digunakan pada 42 minggu. Secara penting sebuah kebijakan nasional untuk

mengintervensi kehamilan diperpanjang pada 41 atau 42 minggu akan berarti

sekitar 500.000 wanita lagi akan menjalani intervensi yang belum terbukti perlu

atau tidak berbahaya. 1

Usher dkk. (1988) menganalisis beberapa hasil dari 7663 kehamilan

dengan usia gestasi 40, 41, 42 minggu yang dikonfirmasi dengan pemeriksaan

ultrasound. Angka kematian perinatal, dikoreksi dari malformasi, adalah 1,5; 0,7;

dan 3,0 per 1000 untuk 40,41, dan 42 minggu. Hasil ini dapat digunakan untuk

menentang konsep intervensi rutin pada 41 minggu daripada 42 minggu.

Menariknya, Divon dkk. (1996) menemukan bahwa, meskipun hasil efek samping

bayi pada 41 minggu meningkat dibanding 40 minggu, mereka dihubungkan

dengan restriksi pertumbuhan. Mereka menyarankan agar strategi manajemen

harus difokuskan pada pertumbuhan janin daripada hanya usia gestasi dalam

kehamilan mencapai 41 minggu.1

30

Page 31: Kehamilan Postterm

Kehamilan postterm merupakan masalah yang banyak dijumpai dan

sampai saat ini pengelolaanya masih belum memuaskan dan masih banyak

perbedaan pendapat. Perlu ditetapkan terlebih dahulu bahwa setiap kehamilan

postterm dengan komplikasi spesifik seperti Diabetes Mellitus, kelainan faktor

Rhesus atau isoimunisasi, preeklampsia/eklampsia, hipertensi kronis dan lain

sebagainya yang meningkatkan risiko terhadap janin, kehamilan jangan dibiarkan

berlangsung lewat bulan. Demikian pula pada kehamilan dengan faktor risiko lain

seperti primitua, infertilitas, riwayat obstetrik yang jelek. Tidak ada ketentuan atau

hukum yang pasti dan perlu dipertimbangkan masing-masing kasus dalam

pengelolaan kehamilan postterm.3

Beberapa masalah yang sering dihadapi pada pengelolaan kehamilan postterm

antara lain :3

1) Pada beberapa penderita, umur kehamilan tidak selalu dapat ditentukan dengan

tepat, sehingga janin bisa saja belum matur sebagaimana yang diperkirakan

2) Sukar menentukan apakah janin akan mati, berlangsung terus atau mengalami

morbiditas serius bila tetap dalam rahim

3) Sebagian besar janin tetap dalam keadaan baik dan tumbuh terus sesuai dengan

tambahnya umur kehamilan dan tumbuh semakin besar.

4) Pada saat kehamilan mencapai 42 minggu, pada beberapa penderita didapatkan

sekitar 70 % serviks belum matang / unfavourable / dengan nilai Bishop

rendah sehingga induksi tidak selalu berhasil

5) Persalinan yang berlarut-larut akan sangat merugikan bayi postmatur

6) Pada kehamilan postterm sering terjadi disproporsi kepala panggul dan distosia

bahu ( 8% pada kehamilan genap bulan, 14% pada kehamilan postterm)

7) Janin kehamilan postterm lebih peka terhadap obat penenang dan narkose

Bedah sesar akan menimbulkan cacat pada ibu sekarang maupun untuk

kehamilan berikut ( risiko Bedah sesar 0,7% pada genap bulan & 1,3 % pada

kehamilan postterm)

8) Pemecahan kulit ketuban harus dengan pertimbangan matang. Pada

oligohidramnion pemecahan kulit ketuban akan meningkatkan risiko kompresi

31

Page 32: Kehamilan Postterm

tali pusat tetapi sebaliknya dengan pemecahan kulit ketuban akan dapat

diketahui adanya mekoneum dalam cairan amnion.

Sampai saat ini masih terdapat perbedaan pendapat dalam pengelolaan kehamilan

postterm.3

Beberapa kontroversi ini antara lain adalah :

a. Apakah kehamilan sebaiknya diakhiri pada usia kehamilan 41 atau 42 minggu

b. Apakah dilakukan pengelolaan secara aktif yaitu dilakukan induksi setelah

ditegakkan diagnosis kehamilan postterm ataukah sebaiknya dilakukan

pengelolaan secara ekspektatif yaitu menunggu dengan pemantauan terhadap

kesejahteraan janin.

Pengelolaan aktif: yaitu dengan melakukan persalinan anjuran pada usia

kehamilan 41 atau 42 minggu untuk memperkecil risiko terhadap janin.

Pengelolaan pasif / menunggu / ekspektatif : didasarkan pandangan bahwa

persalinan anjuran yang dilakukan semata-mata atas dasar kehamilan postterm

mempunyai risiko/komplikasi cukup besar terutama risiko persalinan operatif

sehingga menganjurkan untuk dilakukan pengawasan terus menerus terhadap

kesejahteraan janin, baik secara biofisik maupun biokimia sampai persalinan

berlangsung dengan sendirinya atau timbul indikasi untuk mengakhiri kehamilan.3

Sebelum mengambil langkah, beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam

pengelolaan kehamilan postterm adalah :3

a. Menentukan apakah kehamilan memang telah berlangsung lewat bulan atau

bukan. Dengan demikian penatalaksanaan ditujukan kepada dua variasi dari

kehamilan postterm ini.

b. Identifikasi kondisi janin dan keadaan yang membahayakan janin.

Pemeriksaan Kardiotokografi seperti nonstres test (NST) & contraction

stress test dapat mengetahui kesejahteraan janin sebagai reaksi terhadap

kontraksi uterus. Pemeriksaan ultrasonografi untuk menentukan besar janin,

denyut jantung janin, gangguan pertumbuhan janin, keadaan dan derajat

kematangan plasenta, jumlah dan kualitas air ketuban.

32

Page 33: Kehamilan Postterm

Tabel 2.5 Kriteria NST

c. Periksa kematangan serviks dengan skor Bishop. Kematangan serviks ini

memegang peranan penting dalam pengelolaan kehamilan postterm.

Sebagian besar kepustakaan sepakat bahwa induksi persalinan dapat segera

dilaksanakan baik pada usia 41 maupun 42 minggu bilamana serviks telah

matang. Pada umumnya penatalaksanaan sudah dimulai sejak umur

kehamilan mencapai 41 minggu dengan melihat kematangan serviks,

mengingat dengan bertambahnya umur kehamilan maka janin tumbuh besar,

terjadi kemunduran fungsi plasenta dan oligohidramnion. Kematian janin

neonatus meningkat 5 – 7 % pada persalinan 42 minggu atau lebih.

Tabel 2.6 Bishop Score

o Bila serviks telah matang ( dengan nilai Bishop > 5 ) dilakukan induksi

persalinan dan dilakukan pengawasan intrapartum terhadap jalannya persalinan

dan keadaan janin

33

Page 34: Kehamilan Postterm

o Bila serviks belum matang, perlu dinilai keadaan janin lebih lanjut apabila

kehamilan tidak diakhiri :

o NST dan penilaian volume kantong amnion. Bila keduanya normal,

kehamilan dibiarkan berlanjut dan penilaian janin dilanjutkan

seminggu dua kali.

o Bila ditemukan oligohidramnion (< 2 cm pada kantong yang

vertical atau indeks cairan amnion < 5 ) atau dijumpai deselerasi

variable pada NST maka dilakukan induksi persalinan.

o Bila volume cairan amnion normal dan NST tidak reaktif, tes

dengan kontraksi (CST) harus dilakukan. Bila hasil CST positif,

janin perlu dilahirkan sedangkan bila CST negatif kehamilan

dibiarkan berlangsung dan penilaian janin dilakukan lagi 3 hari

kemudian.

o Keadaan serviks ( Skor Bishop ) harus dinilai ulang setiap

kunjungan pasien dan kehamilan harus diakhiri bila serviks

matang.

o Kehamilan lebih dari 42 minggu diupayakan diakhiri

Pengelolaan selama persalinan adalah :3

1) Pemantauan yang baik terhadap ibu ( aktivitas uterus ) dan kesejahteraan janin.

Pemakaian continous electronic fetal monitoring sangat bermanfaat

2) Hindari penggunaan obat penenang atau analgetika selama persalinan.

3) Awasi jalannya persalinan

4) Persiapan oksigen dan bedah sesar bila sewaktu-waktu terjadi kegawatan janin

5) Cegah terjadinya aspirasi mekoneum dengan segera mengusap wajah neonatus

dan penghisapan pada tenggorokan saat kepala lahir dilanjutkan resusitasi

sesuai prosedur pada janin dengan cairan ketuban bercampur mekoneum.

6) Pengawasan ketat terhadap neonatus dengan tanda-tanda postmaturitas Perlu

kita sadari bahwa persalinan adalah saat paling berbahaya bagi janin postterm

sehingga setiap persalinan kehamilan postterm harus dilakukan pengamatan

ketat dan sebaiknya dilaksanakan di Rumah Sakit dengan pelayanan operatif

dan neonatal yang memadai.

34

Page 35: Kehamilan Postterm

POST TERM

Induksi

Serviks blm matang(skor bishop< 6

Pemantauan janinNST,OCT,USG

>41 Mgg

Serviks matang(skor bishop≥ 6

SC>4000gr

oligohidramnion Deselerasivariabel

V cairan amnion normalNST tdk reaktif

CSTUji dgn kontraksi

Induksi Induksi

(-)induksi

(+)Pemantauan janin diulangi

(2x/mgg)

Serviks matang 44mgg

Induksi Induksi

Gambar 2.12

Penatalaksanaan Kehamilan Postterm

35

Page 36: Kehamilan Postterm

2.6.3 Rekomendasi The American College of Obstetricians and Gynecologist

Rekomendasi berikut dirangkum pada tabel 2.7. Meskipun terdapat

fleksibilitas dalam evaluasi dan penatalaksanaan kehamilan genap 42 minggu,

direkomendasikan bahwa baik pemeriksaan antenatal atau induksi persalinan

harus dilakukan pada 42 minggu. Tak ada bukti kuat untuk menyarankan strategi

penatalaksanaan antara 40 dan genap 42 minggu. 1

Tabel 2.7. Evaluasi dan penatalaksanaan kehamilan postterm1

1. Kehamilan postterm didefinisikan sebagai kehamilan yang menggenapi

atau melebihi 42 minggu.

2. Wanita dengan gestasi postterm yang memiliki servikal yang tidak

menunjang dapat menjalani induksi persalinan atau penatalaksanaan

ekspetatif.

3. Prostaglandin dapat digunakan untuk pematangan servikal dan induksi

persalinan.

4. Persalinan harus berefek jika terdapat bukti kompromisasi janin atau

oligohidramnion

5. Adalah beralasan untuk memulai surveilans antenatal diantara 41 dan 42

minggu meskipun tidak cukup bukti bahwa monitoring meningkatkan

hasil.

6. Nonstress test dan pemeriksaan volume cairan amnion harus cukup,

meskipun tidak ada metode tunggal yang terbukti lebih baik.

7. Banyak rekomendasi untuk segera melahirkan pada wanita dengan

kehamilan postterm, serviks yang menunjang, dan tidak ada komplikasi

lainnya.

Dari American College of Obstetricians and Gynecologists (2004).

Kehamilan postterm telah diidentifikasi oleh American College of

Obstetricians and Gynecologists (1999) sebagai kondisi risiko tinggi dimana

pemeriksaan janin antepartum mungkin diindikasikan dua kali seminggu.

Velocimeter Doppler tidak disarankan. Oligohidramnion mendeteksi

36

Page 37: Kehamilan Postterm

menggunakan ultrasound, didefinisikan sebagai tidak ada kantung vertikal dari

cairan amnion lebih dari 2 cm atau AFI 5 cm atau kurang, dianggap indikasi untuk

persalinan atau suverlans janin ketat.1

Gambar 2.13

Algoritma manajemen kehamilan postterm

2.6.4 Pengelolaan Antepartum

Dalam pengelolan antepartum diperhatikan tentang umur kehamilan.

Menentukan umur kehamilan dapat dengan menghitung dari tanggal menstruasi

terakhir, atau dari hasil pemeriksaan ultrasonografi pada kehamilan 12-20

minggu. Pemeriksaan ultrasonografi pada kehamilan postterm tidak akurat untuk

menentukan umur kehamilan. Tetapi untuk menentukan volume cairan amnion

(AFI), ukuran janin, malformasi janin dan tingkat kematangan plasenta.

37

Page 38: Kehamilan Postterm

Untuk menilai kesejahteraan janin dimulai dari umur kehamilan 40

minggu dengan pemeriksaan Non Stess Test (NST). Pemeriksaan ini untuk

menditeksi terjadinya insufisiensi plasenta tetapi tidak adekuat untuk

mendiagnosis oligohidramnion, atau memprediksi trauma janin.

Secara teori pemeriksaan profil biofisik janin lebih baik. Selain NST juga

menilai volume cairan amnion, gerakan nafas janin, tonus janin dan gerakan janin.

Pemeriksaan lain yaitu Oxytocin Challenge Test (OCT) menilai kesejahteraan

janin dengan serangkaian kejadian asidosis, hipoksia janin dan deselerasi lambat.

Penilaian ini dikerjakan pada umur kehamilan 40 dan 41 minggu. Setelah umur

kehamilan 41 minggu pemeriksaan dikerjakan 2 kali seminggu. Pemeriksaan

tersebut juga untuk menentukan pengelolaan.2,4 Penulis lain melaporkan bahwa

kematian janin secara bermakna meningkat mulai umur kehamilan 41 minggu.

Oleh karena itu pemeriksaan kesejahteraan janin dimulai dari umur kehamilan 41

minggu.6

Tabel 2.8.: Skoring biofisik menurut Manning

38

Page 39: Kehamilan Postterm

Tabel 2.9 Skoring Profil Biofisik : Protokol PenatalaksanaanAngka Interpretasi Anjuran

10 Janin normal, tidak asfiksia Tidak ada indikasi janin untuk intervensi, uji ulang setiap minggu

kecuali pada kehamilan diabetik dan lebih bulan, yang harus dilakukan

2x seminggu.8/10,

cairan normalJanin normal, tidak asfiksia Tidak ada indikasi janin untuk

intervensi, ulang pengujian seperti di atas

8/10,Cairan

berkurang

Tersangka asfiksia janin kronikKemungkinan asfiksia janin

LahirkanLahirkan kalau volume cairan

amnion abnormal4 Mungkin asfiksia janin Ulangi pengujian pada hari yang

sama, kalau angka < 6 à lahirkan0-2 Hampir pasti asfiksia janin Lahirkan

Pemeriksaan amniosintesis dapat dikerjakan untuk menentukan adanya

mekonium di dalam cairan amnion. Bila kental maka indikasi janin segera

dilahirkan dan memerlukan amnioinfusion untuk mengencerkan mekonium.

Dilaporkan 92% wanita hamil 42 minggu mempunyai serviks tidak

matang dengan Bishop score kurang dari 7. Ditemukan 40% dari 3047 wanita

dengan kehamilan 41 minggu mempunyai serviks tidak dilatasi. Sebanyak 800

wanita hamil postterm diinduksi dan dievaluasi di Rumah Sakit Parkland. Pada

wanita dengan serviks tidak dilatasi, dua kali meningkatkan seksio cesarea karena

distosia.4

2.6.5 Pengelolaan Intrapartum

Persalinan pada kehamilan postterm mempunyai risiko terjadi bahaya pada

janin. Sebelum menentukan jenis pengelolaan harus dipastikan adakah disporposi

kepala panggul, profil biofisik janin baik. Induksi kehamilan 42 minggu menjadi

satu putusan bila serviks belum matang dengan monitoring janin secara serial.

Pilihan persalinan tergantung dari tanda adanya fetal compromise. Bila tidak ada

kelainan kehamilan 41 minggu atau lebih dilakukan dua pengelolaan. Pengelolaan

tersebut adalah induksi persalinan dan monitoring janin. Dilakukan pemeriksaan

pola denyut jantung janin.6

39

Page 40: Kehamilan Postterm

Selama persalinan dapat terjadi fetal distress yang disebabkan kompresi

tali pusat oleh karena oligohidramnion. Fetal distress dimonitor dengan

memeriksa pola denyut jantung janin. Bila ditemukan variabel deselerasi, satu

atau lebih deselerasi yang panjang maka seksio cesarea segera dilakukan karena

janin dalam bahaya.1

Bila cairan amnion kental dan terdapat mekonium maka kemungkinan

terjadi aspirasi sangat besar. Aspirasi mekonium dapat menyebabkan disfungsi

paru berat dan kematian janin. Keadaan ini dapat dikurangi tetapi tidak dapat

menghilangkan dengan penghisapan yang efektif pada faring setelah kepala lahir

dan sebelum dada lahir. Jika didapatkan mekonium, trakea harus diaspirasi segera

mungkin setelah lahir. Selanjutnya janin memerlukan ventilasi.4

The American College of Obstetricians and Gynecologist

mempertimbangkan bahwa kehamilan postterm (42 minggu) adalah indikasi

induksi persalinan. Penelitian menyarankan induksi persalinan antara umur

kehamilan 41-42 minggu menurunkan angka kematian janin dan biaya monitoring

janin lebih rendah.

Tabel 2.10 Kontraindikasi Induksi Persalinan

40

Page 41: Kehamilan Postterm

BAB III

KESIMPULAN

Masalah utama dalam kehamilan postterm adalah bahwa

mortalitas perinatal yang meningkat

Pada kehamilan postterm terjadi perubahan keadaan plasenta, cairan

amnion dan janin. Perubahan tersebut meningkatkan risiko perinatal yang

buruk. Beberapa keadaan yang penting untuk diwaspadai adalah

oligohidramnion, aspirasi mekonium, asfiksia janin dan distosia bahu

Dalam pengelolan antepartum diperhatikan tentang umur kehamilan. dapat

dengan menghitung dari tanggal menstruasi terakhir, atau dari hasil

pemeriksaan USG pada kehamilan 12-20 minggu. Pemeriksaan USG pada

kehamilan postterm tidak akurat untuk menentukan umur kehamilan.

Tetapi untuk menentukan volume cairan amnion (AFI), ukuran janin,

malformasi janin dan tingkat kematangan plasenta.

Pemantauan kesejahteraan janin dikerjakan pada umur kehamilan 40 dan

41 minggu. Setelah umur kehamilan 41 minggu pemeriksaan dikerjakan 2

kali seminggu. Pemeriksaan tersebut juga untuk menentukan pengelolaan

Induksi kehamilan 42 minggu menjadi satu putusan bila serviks belum

matang dengan monitoring janin secara serial. Pilihan persalinan

tergantung dari tanda adanya fetal compromise. Bila tidak ada kelainan

kehamilan 41 minggu atau lebih dilakukan pengelolaan induksi persalinan

dan monitoring janin.

41

Page 42: Kehamilan Postterm

DAFTAR PUSTAKA

1. Cuningham FG., Leveno KJ., Bloom, SL., Hauth JC., Gilstrap LC., Wenstrom KD. 2007. Postterm Pregnancy. in:Williams Obstetric.22nd ed. Dallas: McGraw-Hill Companies, Inc.

2. Gordon C.S, Life table analysis of the risk of perinatal death atterm and postterm in singelton pregnancies, Am J Obstet Gynecol 2001;184;489-96

3. Mochtar AB, Kristianto H., Kehamilan Postterm. Dalam Wignyosastro H, Saifudin AB, Rachimhadhi T. eds. Ilmu Kebidanan. Edisi keempat. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo., 2008.

4. Arias F, Prolonged Pregnancy in Practical Guide to High Risk Pregnancy and Delivery, 2nd ed, Mosby Year book, Inc,1993; 150-160

5. Hidayat W, Firman F, Pemantauan Biofisik Janin; Bandung, 1997 6. Michael Y, et al, Fetal and neonatal mortality in postterm pregnancy: The

impact of gestational age and fetal growth restriction, Am J Obstet Gynecol 1998;178:726-31

7. P. Barbara, et al, Temporal changes in rates and reasons for medical induction of term labor, 1980-1996, Am J Obstet Gynecol 2001;184;611-9

8. Greene MF. Progesteron and preterm delivery. N Engl J

Med.2003 ;348:2453-5 Available at

http://content.nejm.org/cgi/content/full/348/24/2453

9. Charllis JRG, Matthews SG, Gibb W, Lye SJ. Endocrine and

paracrine regulation of birth at term and preterm. Endcr

Rev.2000; 21:514-50

10. Mesiano S, Chan EC, Fitter JT, et al. Progesterone

withdrawall and estrogen activation in human parturition are

coordinated by progesterone reseptor a expression in the

myometrium. J Clin Endcr & Met.2002; 87(6):2924-2930

11. Sherwood OD. Relaxin's physiological roles and other

diverse action. Endocr Rev.2004; 25:205-234

12. Keelan JA, Coleman M, Mitchell MD. The molecular

mechanisms of term and preterm labor: recent progress and

clinical implications. M J Reprod Med.1995; 40:375-379.

Available at:

42

Page 43: Kehamilan Postterm

http://www.biomedcentral.com/content/download/xml/1471-

2393-7-s1-s9.xml

13. Briscoe D, Nguyen H., Mencer M., Gautam N., Kalb D.B., Management of Pregnancy Beyond 40 Weeks’ Gestation. Am Fam Physician 2005;71:1935-41, 1942. American

43