kehamilan ektopik

23
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Kehamilan ektopik terganggu merupakan masalah besar di bidang ginekologi di dunia, menimbulkan morbiditas dan mortalitas maternal yang tinggi. Kehamilan ektopik terganggu yang umumnya merupakan keadaan gawat darurat, bertanggung jawab terhadap 10% kematian maternal akibat penyebab obstetrik. Angka kejadian kehamilan ektopik terganggu di Indonesia. 1 Berdasarkan data dari Badan Kesehatan Dunia (WHO), pada tahun 2003 terdapat satu dari 250 (0,04%) kelahiran di dunia mende-rita kehamilan ektopik, dengan jenis ke-hamilan ektopik adalah kehamilan tuba fallopi, yang sebagian besar (80%) dialami oleh wanita pada usia 35 tahun keatas serta dilaporkan bahwa 60 % dialami oleh wanita dengan paritas pertama dan kedua. 2 Kejadian di Amerika Serikat meningkat pesat dalam lima dekade terakhir, dari 4,5 per 1000 kehamilan pada tahun 1970 menjadi sekitar 19,7 per 1000 kehamilan pada tahun 1992. Meskipun ruptur spontan dapat terjadi, pasien memiliki risiko terhadap ruptur tuba dan perdarahan katastrofik. Kehamilan ektopik masih merupakan suatu penyebab utama dari kematian ibu, yang meliputi sekitar 4% dari 20 kematian yang berkaitan dengan kehamilan setiap tahunnya di Kanada. 3 Sebagian wanita yang mengalami kehamilan ektopik terganggu berumur antara 20-40 tahun dengan umur rata-rata

Upload: muzaqin

Post on 08-Dec-2015

9 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

kehamilan ektopik terganggu

TRANSCRIPT

Page 1: Kehamilan ektopik

BAB IPENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Kehamilan ektopik terganggu merupakan masalah besar di bidang ginekologi di

dunia, menimbulkan morbiditas dan mortalitas maternal yang tinggi. Kehamilan ektopik

terganggu yang umumnya merupakan keadaan gawat darurat, bertanggung jawab

terhadap 10% kematian maternal akibat penyebab obstetrik. Angka kejadian kehamilan

ektopik terganggu di Indonesia.1 Berdasarkan data dari Badan Kesehatan Dunia (WHO),

pada tahun 2003 terdapat satu dari 250 (0,04%) kelahiran di dunia mende-rita

kehamilan ektopik, dengan jenis ke-hamilan ektopik adalah kehamilan tuba fallopi,

yang sebagian besar (80%) dialami oleh wanita pada usia 35 tahun keatas serta

dilaporkan bahwa 60 % dialami oleh wanita dengan paritas pertama dan kedua.2

Kejadian di Amerika Serikat meningkat pesat dalam lima dekade terakhir, dari 4,5

per 1000 kehamilan pada tahun 1970 menjadi sekitar 19,7 per 1000 kehamilan pada

tahun 1992. Meskipun ruptur spontan dapat terjadi, pasien memiliki risiko terhadap

ruptur tuba dan perdarahan katastrofik. Kehamilan ektopik masih merupakan suatu

penyebab utama dari kematian ibu, yang meliputi sekitar 4% dari 20 kematian yang

berkaitan dengan kehamilan setiap tahunnya di Kanada.3

Sebagian wanita yang mengalami kehamilan ektopik terganggu berumur antara

20-40 tahun dengan umur rata-rata 30 tahun. Di negara-negara maju insidennya

kelihatan meningkat sampai 6 kali lipat dalam 20 tahun terakhir, dan terdapat pada 2%

dari total kelahiran. Frekwensi kelahiran ektopik di indonesia dilaporkan 1 diantara 300

kehamilan. Frekwensi kehamilan ektopik yang berulang dilaporkan berkisar antara

14,6%.4

Meskipun terdapat frekuensi yang relatif tinggi dari kondisi serius ini, deteksi dini

masih menjadi tantangan. Hingga pada separuh dari semua perempuan dengan

kehamilan ektopik yang datang ke instalasi gawat darurat, kondisinya tidak

teridentifikasi pada penilaian awal. Meskipun insidens dari kehamilan ektopik pada

populasi umum sekitar 2%, prevalensinya di antara pasien-pasien hamil yang datang ke

instalasi gawat darurat dengan perdarahan atau nyeri trimester pertama, atau keduanya,

adalah 6% hingga 16%.3

Page 2: Kehamilan ektopik

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Kehamilan ektopik ialah suatu kehamilan yang pertumbuhan sel telur yang telah

dibuahi tidak menempel pada dinding endometrium kavum uteri. Lebih dari 95%

kehamilan ektopik berada di saluran telur.5

Ovum yang telah di buahi secara normal akan melakukan implantasi pada lapisan

endometrium di dalam kavum uteri. Kehamilan ektopik merupakan kehamilan yang

terjadi di luar kavum uteri, bentuk lain dari kehamilan ektopik yaitu kehamilan servikal.

Kehamilan ovarial, dan kehamilan abdominal.6

2.2 Etiologi

Kehamilan ektopik sudah banyak disebutkan karena ecara patofisiologi mudah

dimengerti sesuai dengan proses awal kehamilan sejak pembuahan sampai nidasi, bila

nidasi terjadi di luar endometrium maka terjadilah kehamilan ektopik. Faktor faktor

yang disebukan adalah:5

a. faktor tuba, adanya peradangan atau infeksi pada tuba menyebabkan lumen tuba

menyempit atau buntu

b. faktor abnormalitas dari zigot, apabila zigot tumbuh terlalu cepat atau tumbuh

dengan ukuran besar

c. faktor ovarium, bila ovarium memproduksi ovum dan di tangkap oleh tuba yang

kontralateral, dapat membutuhkan proses khusus atau waktu yang lebih panjang

sehingga kemungkinan terjadinya kehamilan ektopik lebih besar.

d. faktor hormonal, pil KB yang hanya mengandung progesteron dapat

mengakibatkan gerakan tuba melambat.

e. faktor lain, pemakai IUD dimana proses peradangan yang dapat timbul pada

endometrium dan endosalping dapat menyebabkan terjadi lehamilan ektopik.

2.3 Epidemiologi

Kehamilan ektopik belum terganggu sulit diketahui, karena biasanya

penderitatidak menyampaikan keluhan yang khas, kehamilan ektopik baru memberikan

gejala bila kehamilan tersebut terganggu.Sehingga insidens kehamilan ektopik yang

Page 3: Kehamilan ektopik

sesungguhnya sulit ditetapkan. Meskipun secara kuantitatif mortalitas akibat

KETberhasil ditekan, persentase insidens dan prevalensi KET cenderung meningkat

dalam dua dekade ini. Dengan berkembangnya alat diagnostik canggih, semakin banyak

kehamilan ektopik yang terdiagnosis sehingga semakin tinggi pula insidens

danPrevalensinya.7

Keberhasilan kontrasepsi pula meningkatkan persentase kehamilan ektopik,

karena keberhasilan kontrasepsi hanya menurunkan angka terjadinya kehamilan uterin,

bukan kehamilan ektopik, terutama IUD dan mungkin juga progestagen dosis rendah.

Meningkatnya prevalensi infeksi tuba juga meningkatkan keterjadian kehamilan

ektopik. Selain itu, perkembangan teknologi di bidang reproduksi, seperti fertilisasi in

vitro, ikut berkontribusi terhadap peningkatan frekuensi kehamilan ektopik.7

Kehamilan ektopik lebih sering di temukan pada wanita kulit hitam dari pada

wanita kulit putih. Perbedaan ini diperkirakan karena peradangan pelvis lebih banyak

ditemukan pada golongan wanita kulit hitam.Kehamilan ektopik banyak terdapat

bersama dengan keadaan gizi buruk dan keadaan kesehatan yang rendah, maka

insidennya lebih tinggi di Negara sedang berkembang dan pada masyarakat yang

berstatus sosio-ekonomi rendah daripada di negara maju dan pada masyarakat yang

berstatus sosio-ekonomi tinggi.7

Di Amerika Serikat, kehamilan ektopik terjadi pada 1 dari 64 hingga 1 dari 241

kehamilan, kejadian ini dipengaruhi oleh faktor sosial, mungkin karena pada golongan

pendapatan rendah lebih sering terdapat gonorrhoe karena kemungkinan berobat

kurang.7

2.4Klasifikasi

a. Kehamilan Pars Interstisialis Tuba

Kehamilan ektopik ini terjadi bila ovum bernidasi pada pars interstisialis tuba.

Keadaan ini jarang terjadi dan hanya satu persen dari semua kehamilan tuba. Rupture

pada keadaan ini terjadi pada kehamilan lebih tua, dapat mencapai akhir bulan keempat.

Perdarahan yang terjadi sangat banyak dan bila tidak segera dioperasi akan

menyebabkan kematian.5

Tindakan operasi yang dilakukan adalah laparatomi untuk membersihkan isi

kavum abdomen dari darah dan sisa jaringan konsepsi serta menutup sumber perdarahan

Page 4: Kehamilan ektopik

dengan melakukan irisan baji (wegde resection) pada kornu uteri dimana tuba pars

interstisialis berada.

b. Kehamilan ektopik ganda

Sangat jarang kehamilan ektopik berlangsung bersamaan dengan kehamilan

intrauterine. Keadaan ini disebut kehamilan ektopik ganda (combined ectopic

pregnancy). Frekuensinya berkisar 1 di antara 15.000 – 40.000 persalinan. Di Indonesia

sudah dilaporkan beberapa kasus.5

Pada umumnya diagnosis kehamilan dibuat pada waktu operasi kehamilan ektopik

yang terganggu. Pada laparotomi ditemukan uterus yang membesar sesuai dengan

tuanya kehamilan dan 2 korpora lutea.5

c. Kehamilan tuba

Fertilitas dapat terjadi dibagian mana saja di bagian tuba fallopi. Sekitar 55%

terjadi di ampula, 25% di ismus, 17% terjadi di fimbria. Oleh karena lapisan submukosa

di tuba fallopi tipis, kemungkiana ovum yang telah dibuahi dapat segera menembus

sampai ke epitel, zigot akan segera tertanam di lapisan muskuler. Trofoblas

berproliferasi dengan cepat dan menginvasi daerah sekitarya. secara bersamaan,

pembuluh darah ibu terbuka menyebabkan terjadi perdarahan di ruang antar trofoblas,

atau antara trofoblas dan jaringan yang ada di bawanya. Dindiing tuba menjadi tempat

implantasi zigot mempunyai ketahanan yang rendah terhadap invasi trofoblas. Embrio

atau janin pada kehamilan ektopik sering kali tidak di temukan atau tidak berkembang.6

d. Kehamilan ovarial.

Kehamilan ovarial primer sangat jarang terjadi. Diagnosis kehamilan tersebut di

tegakkan atas 4 kriterium dari spiegelberg yakni (1) tuba pada sisi kehamilan harus

normal, (2) kanong janin harus berlokasi pada ovarium, (3) kantong jannin di

hubungkan dengan uterus oleh ligamentum ovari propium, (4) jaringan ovarium yang

nyata harus di temukan dalam dinding kantong janin. Kriteria tersebut sebenernya sukar

dipenuhi karena kerusakan jaringan ovarium, prtumbuhan trofoblas yyang luas dan

perdarahan menyebabkan topografi kabur, sehingga pengenalan implantasi permukaan

ovum sukar ditentukan dengan pasti. Diagnosis yang pasti diperoleh bila kantong janin

kecil, dikelilingi oleh jaringan ovarium dengan trofoblas memasuki alat tersebut.5

Page 5: Kehamilan ektopik

e. Kehamilan servikal

Kehamilan servikal juga sangat jarang terjadi. Bila ovum berimplantasi dalam

kavum servikalis, maka akan terjadi perdarahan tanpa nyeri pada kehamilan muda. Jika

kehamilan berlangsung terus, serviks membesar dengan ostium uteri eksternum terbuka

sebagian. Kehamilan servikal jarang melampaui 12 minggu dan biasanya diakhiri secara

operatif oleh karena perdarahan. Pengeluaran hasil konsepsi pervaginam dapat

menyebabkan banyak perdarahan, sehingga untuk menghentikan perdarahan diperlukan

histerektomi totalis.8

Paalman dan Mc ellin (1959) membuat kriteria klinik sebagai berikut:

a. Ostium uteri internum tertutup

b. Ostium uteri eksternum terbuka sebagian

c. Seluruh hasil konsepsi terletak dalam endoservik

d. Perdarahan uterus setelah fase amenore tanpa disertai rasa nyeri

e. Serviks lunak, membesar, dapat lebih besar dari fundus uteri, sehingga terbentuk

hour-glass uterus

f. Kehamilan abdominal

kehamilan abdominal dapat terjadi akibat implantasi langsung hasil konsepsi di

dalam kavum abdomen yang disebut sebagai kehamilan abdominal primer, atau

awalnya dari kehamilan tuba yang ruptur dan hasil konsepsi yang terlepas selanjutnya

melakukan implantasi di kavum abdomen yang disebut sebagai kehamilan abdominal

sekunder. Sebagian besar plasenta tertahan d tempat perlekatan di tuba, perkembangan

lanjut bisa terjadi. Selain itu plasenta dapat pula terlepas dari tuba dan mengaakan

implantasi pada struktur panggul, termasuk uterus, ataupun dinding panggul.6

g. Kehamilan ektopik lanjut

Merupakan kehamilan ektopik dimana janin dapat tumbuh terus karena mendapat

cukup zat-zat makanan dan oksigen dari plasenta yang meluaskan implantasinya ke

jaringan sekitar misalnya ligamentum latum, uterus, dasar panggul, usus dan

sebagainya. Dalam keadaan demikian, anatomi sudah kabur. Kehamilan ektopik lanjut

biasanya terjadi sekunder dari kehamilan tuba yang mengalami abortus atau ruptur dan

janin dikeluarkan dari tuba dalam keadaan masih diselubungi oleh kantung ketuban

dengan plasenta yang masih utuh yang akan terus tumbuh terus di tempat implantasinya

yang baru.9

Page 6: Kehamilan ektopik

2.5 Faktor Resiko

Ada berbagai macam faktor yang dapat menyebabkan kehamilan ektopik. Namun

kehamilan ektopik juga dapat terjadi pada wanita tanpa faktor risiko.Lebih dari setengah

kehamilan ektopik yang berhasil diidentifikasi ditemukan pada wanita tanpa ada faktor

resiko.10

Faktor risiko kehamilan ektopik adalah:8

1. Riwayat kehamilan ektopik sebelumnya

Merupakan faktor risiko paling besar untuk kehamilan ektopik. Angka

kekambuhan sebesar 15% setelah kehamilan ektopik pertama dan meningkat sebanyak

30% setelah kehamilan ektopik kedua.

2. Penggunaan kontrasepsi spiral dan pil progesteron

Kehamilan ektopik meningkat apabila ketika hamil masih menggunakan

kontrasepsi spiral (3-4%). Pil yang mengandung hormon progesteron juga

meningkatkan kehamilan ektopik karena dapat mengganggu pergerakan sel rambut silia

di saluran tuba yang membawa sel telur yang sudah dibuahi untuk berimplantasi ke

dalam rahim.

3. Kerusakan dari saluran tuba

a). Faktor dalam lumen tuba

1. Endosalpingitis dapat menyebabkan lumen tuba menyempit atau membentuk

kantong buntu akibat perlekatan endosalping.

2. Pada Hipoplasia uteri, lumen tuba sempit dan berkeluk-keluk dan hal ini disertai

gangguan fungsi silia endosalping.

3. Operasi plastik tuba dan sterilisasi yang tak sempurna dapat menjadi sebab

lumen tuba menyempit.

b). Faktor pada dinding tuba

1. Endometriosis tuba dapat memudahkan implantasi telur yang dibuahi dalam

tuba.

2. Divertikel tuba kongenital atau ostium assesorius tubae dapat menahan telur

yang dibuahi di tempat itu.

Page 7: Kehamilan ektopik

c). Faktor di luar dinding tuba

1. Perlekatan peritubal dengan ditorsi atau lekukan tuba dapat menghambat

perjalanan telur.

2. Tumor yang menekan dinding tuba dapat menyempitkan lumen tuba

d). Faktor lain

1. Migrasi luar ovum yaitu perjalanan dari ovarium kanan ke tuba kiri atau

sebaliknya. Hal ini dapat memperpanjang perjalanan telur yang dibuahi ke

uterus, pertumbuhan telur yang terlalu cepat dapat menyebabkan implantasi

prematur.

2. Fertilisasi in vitro.

2.6 Patofisiologi

Proses implantasi ovum yang dibuahi yang terjadi di tuba pada dasarnya sama

dengan halnya di kavum uteri. Telur di tuba bernidasi secara kolumner atau

interkolumner. Implantasi secara kolumner yaitu telur berimplantasi pada ujung atau sisi

jonjot endosalping. Perkembangan telur selanjutnya dibatasi oleh kurangnya

vaskularisasi dan biasanya telur mati secara dini dan kemudian diresorpsi. Pada nidasi

secara interkolumner telur bernidasi antara dua jonjot endosalping. Setelah tempat

nidasi tertutup, maka telur dipisahkan dari lumen tuba oleh lapisan jaringan yang

menyerupai desidua dan dinamakan pseudokapsularis. Karena pembentukan desidua di

tuba tidak sempurna, dengan mudah vili korialis menembus endosalping dan masuk ke

dalam lapisan otot-otot tuba dengan merusak jaringan dan pembuluh darah.

Perkembangan janin selanjutnya bergantung pada beberapa faktor, seperti tempat

implantasi, tebalnya dinding tuba dan banyaknya perdarahan yang terjadi oleh invasi

trofoblas.5

Di bawah pengaruh hormon estrogen dan progesteron dari korpus luteum

graviditas dan trofoblas, uterus menjadi besar dan lembek. Endometrium dapat pula

berubah menjadi desidua. Setelah janin mati, desidua dalam uterus mengalami

degenerasi dan kemudian dikeluarkan berkeping-keping atau dilepaskan secara utuh.

Perdarahan pervaginam yang dijumpai pada kehamilan ektopik terganggu berasal dari

uterus dan disebabkan oleh pelepasan desidua yang degeneratif.5

Page 8: Kehamilan ektopik

Tuba bukanlah tempat untuk pertumbuhan hasil konsepsi, sehingga tidak mungkin

janin tumbuh secara utuh seperti dalam uterus. Sebagian besar kehamilan tuba

terganggu pada umur kehamilan antara 6 sampai 10 minggu. Terdapat beberapa

kemungkinan mengenai nasib kehamilan dalam tuba yaitu:

1. Hasil konsepsi mati dini dan diresorpsi

Pada implantasi secara kolumner, ovum yang dibuahi cepat mati karena

vaskularisasi kurang dan dengan mudah terjadi resorpsi total. Dalam keadaan ini

penderita tidak mengeluh apa-apa dan haidnya terlambat untuk beberapa hari.

2. Abortus ke dalam lumen tuba

Perdarahan yang terjadi karena pembukaan pembuluh-pembuluh darah oleh villi

koriales pada dinding tuba di tempat implantasi dapat melepaskan mudigah dari dinding

tersebut bersama-sama dengan robeknya pseudokapsularis. Pelepasan ini dapat terjadi

sebagian atau seluruhnya. Bila pelepasan menyeluruh, mudigah dan selaputnya

dikeluarkan dalam lumen tuba dan kemudian didorong oleh darah ke arah ostium tuba

abdominale. Perdarahan yang berlangsung terus menyebabkan tuba membesar dan

kebiru-biruan (Hematosalping) dan selanjutnya darah mengalir ke rongga perut melalui

ostium tuba, berkumpul di kavum douglas dan akan membentuk hematokel retrouterina.

3. Ruptur dinding tuba

Ruptur tuba sering terjadi bila ovum berimplantasi pada ismus dan biasanya pada

kehamilan muda. Sebaliknya ruptur pada pars interstitialis terjadi pada kehamilan yang

lebih lanjut. Faktor utama yang menyebabkan ruptur ialah penembusan villi koriales ke

dalam lapisan muskularis tuba terus ke peritoneum. Ruptur dapat terjadi secara spontan

atau karena trauma ringan. Darah dapat mengalir ke dalam rongga perut melalui ostium

tuba abdominale. Bila ostium tuba tersumbat, ruptur sekunder dapat terjadi. Dalam hal

ini, dinding tuba yang telah menipis oleh invasi trofoblas, pecah karena tekanan darah

dalam tuba. Kadang-kadang ruptur terjadi di arah ligamentum latum dan terbentuk

hematoma intraligamenter antara 2 lapisan ligamentum tersebut. Jika janin hidup terus,

dapat terjadi kehamilan intraligamenter. Pada ruptur ke rongga perut, seluruh janin

dapat keluar dari tuba, tetapi bila robekan tuba kecil, perdarahan terjadi tanpa hasil

konsepsi dikeluarkan dari tuba. Nasib janin bergantung pada tuanya kehamilan dan

kerusakan yang diderita. Bila janin mati dan masih kecil, dapat diresorpsi seluruhnya,

Page 9: Kehamilan ektopik

dan bila besar dapat diubah menjadi litopedion. Janin yang dikeluarkan dari tuba

dengan masih diselubungi oleh kantong amnion dan dengan plasenta masih utuh

kemungkinan tumbuh terus dalam rongga perut, sehingga terjadi kehamilan ektpik

lanjut atau kehamilan abdominal sekunder. Untuk mencukupi kebutuhan makanan bagi

janin, plasenta dari tuba akan meluaskan implantasinya ke jaringan sekitarnya misalnya

ke sebagian uterus, ligamentum latum, dasar panggul dan usus.5

2.7 Gejala klinis

1. Kehamilan ektopik belum terganggu

Kehamilan ektopik yang belum terganggu atau belum mengalami ruptur sulit

untuk diketahui, karena penderita tidak menyampaikan keluhan yang khas. Amenorea

atau gangguan haid dilaporkan oleh 75- 95% penderita. Lamanya amenore tergantung

pada kehidupan janin, sehingga dapat bervariasi. Sebagian penderita tidak mengalami

amenore karena kematian janin terjadi sebelum haid berikutnya. Tanda-tanda kehamilan

muda seperti nausea dilaporkan oleh 10-25% kasus.9

Di samping gangguan haid, keluhan yang paling sering disampaikan ialah nyeri di

perut bawah yang tidak khas, walaupun kehamilan ektopik belum mengalami ruptur.

Kadang-kadang teraba tumor di samping uterus dengan batas yang sukar ditentukan.

Keadaan ini juga masih harus dipastikan dengan alat bantu diagnostik yang lain seperti

ultrasonografi (USG) dan laparoskopi.5

Mengingat bahwa setiap kehamilan ektopik akan berakhir dengan abortus atau

ruptur yang disertai perdarahan dalam rongga perut, maka pada setiap wanita dengan

gangguan haid dan setelah diperiksa dicurigai adanya kehamilan ektopik harus ditangani

dengan sungguh-sungguh menggunakan alat diagnostik yang ada sampai diperoleh

kepastian diagnostik kehamilan ektopik karena jika terlambat diatasi dapat

membahayakan jiwa penderita.9

2. Kehamilan ektopik terganggu

Gejala dan tanda kehamilan tuba tergangu sangat berbeda-beda dari perdarahan

banyak yang tiba-tiba dalam rongga perut sampai terdapatnya gejala yang tidak jelas.

Gejala dan tanda bergantung pada lamanya kehamilan ektopik terganggu, abortus atau

ruptur tuba, tuanya kehamilan, derajat perdarahan yang terjadi dan keadaan umum

penderita sebelum hamil.5

Page 10: Kehamilan ektopik

Diagnosis kehamilan ektopik terganggu pada jenis yang mendadak atau akut

biasanya tidak sulit. Nyeri merupakan keluhan utama pada kehamilan ektopik terganggu

(KET). Pada ruptur tuba, nyeri perut bagian bawah terjadi secara tiba-tiba dan

intensitasnya disertai dengan perdarahan yang menyebabkan penderita pingsan, tekanan

darah dapat menurun dan nadi meningkat serta perdarahan yang lebih banyak dapat

menimbulkan syok, ujung ekstremitas pucat, basah dan dingin. Rasa nyeri mula-mula

terdapat dalam satu sisi, tetapi setelah darah masuk ke dalam rongga perut, rasa nyeri

menjalar ke bagian tengah atau keseluruh perut bawah dan bila membentuk hematokel

retrouterina menyebabkan defekasi nyeri.5

Perdarahan pervaginam merupakan tanda penting kedua pada kehamilan ektopik

terganggu. Hal ini menunjukkan kematian janin dan berasal dari kavum uteri karena

pelepasan desidua. Perdarahan dari uterus biasanya tidak banyak dan berwarna coklat

tua. Frekuensi perdarahan ditemukan dari 51-93%. Perdarahan berarti gangguan

pembentukan Hcg (human chorionic gonadotropin).5

Yang menonjol ialah penderita tampak kesakitan, pucat dan pada pemeriksaan

ditemukan tanda-tanda syok serta perdarahan rongga perut. Pada pemeriksaan

ginekologik ditemukan serviks yang nyeri bila digerakkan dan kavum Douglas yang

menonjol dan nyeri raba.5 Pada abortus tubabiasanya teraba dengan jelas suatu tumor di

samping uterus dalam berbagai ukuran dengan konsistensi agak lunak. Hematokel

retouterina dapat diraba sebagai tumor di kavum Douglas.5

Kesulitan diagnosis biasanya terjadi pada kehamilan ektopik terganggu jenis

atipik atau menahun. Kelambatan haid tidak jelas, tanda dan gejala kehamilan muda

tidak jelas, demikian pula nyeri perut tidak nyata dan sering penderita tampak tidak

terlalu pucat. Hal ini dapat terjadi apabila perdarahan pada kehamilan ektopik yang

terganggu berlangsung lambat. Dalam keadaan yang demikian, alat bantu diagnostik

sangat diperlukan untuk memastikan diagnosis.

2.8 Diagnosis

Gejala gejala kehamilan ektopik terganggu berabeka ragam, sehingga pembuatan

diagnosis kadang kadang menimbulkan kesulitan, khususnya pada kasus kasus

kehamilan ektopik yang belum mengalami atau ruptur pada dinding tuba sulit untuk di

buat diagnosis.11Berikut ini merupakan pemeriksaan untuk membantu diagnosis

kehamilan ektopik:

Page 11: Kehamilan ektopik

1.HCG-β, pengukuran subunit beta dari HCG-βmerupakan tes laboratorium

terpenting dalam diagnosis. Pemeriksaan ini dapat membedakan antar kehamilan

intrauterin dengan kehamilan ektopik.

2.Kuldosintesis, atau disebut juga punksi douglas. Adanya darah yang di hisap

berwarna hitam( darah tua ) biarpun sedikit, membuktikan adanya darah di kavum

dauglas

3.Dilatasi dan kuretase, biasanya dilakukan apabila sudah amenore terjadi

perdarahan yang cukup lama tanpa menemukan kelainan yang nyata disamping

uterus

4.Laparoskopi, hanya dilakukan sebagai alat bantu diagnosis terakhir apabila hasil

hasil penilaian prosedur diagnostik lain untuk kehamilan ektpik terganggu

meragukan. Namun beberapa dekade terakhir alat ini juga dipakai ntuk terapi

5.Ultrasonografi, cara pemeriksaan ini terhadap laparoskopi ialah tidak invasif,

artinya tidak perlu memasukkan rongga kedalam rongga perut. Daapat dinilai

kavum uteri, kosong atau berisi, tebal endometrium, adanya massa di kanan kiri

uterus dan apakah kavum dauglas berisi cairan.

6.Tes oksitosin, dalam dosis kecil intravena dapat membuktikan adanya kehamilan

ektopik lanjut. Dengan pemeriksaan bimanual, diluar kantong janin dapat diraba

suatu tumor.

7.Foto rontgen, tampak kerangka janin lebih tinggi dari letaknya dan berada dalam

letak paksa. Pada foto lateral tampak bagian-bagian janin menutupi vertebtrata

ibu.11

8.Histerosalpingografi, memberikan gambaran kavum uteri kosong dan lebih besar

dari pada biasanya, dengan janin di luar uterus. Pemeriksaan ini dlakukan jika

dagnosis kehamilan ektopik terganggu sudah dipastikan dengan USG dan MRI.

Triias klasik yang sering ditemukan adalah nyeri abdomen, perdarahan vagina

abnormal, dan amenore.

2.9 Diagnosis Banding

Yang perlu dipikirkan sebagai diagnosis banding adalah:

1. Infeksi pelvis, gejala yang menyertai infeksi pelvis biasanyan timbul waktu haid

dan jarang setelah mengenai amenore. Nyeri perut bagian bawah dan tahanan

Page 12: Kehamilan ektopik

yang dapat diraba pada pemeriksaan vaginal pada umumyabilateral. Pada infeksi

pelvik perbedaan suhu rektal dan ketiak melebihi 0.5oC, selain itu leukositosis

lebih tinggi daripada kehamilan ektopik terganggu dan tes kehamilan

menunjukkan hasil negatif.

2. Abortus imminen/ abortus inkomplit, dibandingkan dengan kehamilan ektopik

terganggu perdarahan lebih merah sesudah amenore, rasa nyeri yang sering

berlokasi didaerah median adanya perasaan subjektif penderita yang merasakan

rasa tidak enak di perut lebih menujukkan ke arah abortus imminen atau

permulaan abortus insipien. Pada abortus tidak dapat diraba tahanan di samping

atau di belakang uterus, dan gerakan servik uteri tidak menimbulkan nyeri

3. Tumor/kista ovarium, gejala dan tanda kehamilan muda, amenore, dan

perdarahan pervaginam biasanya tidak ada. Timor pada kista ovarium lebih

besar dan lebih bulat dibanding kehamilan ektopik terganggu.

4. Apendisitis, pada apendisitis tidak ditemukan tumor dan nyeri pada gerakan

servik uteri seperti yang ditemukan pada kehamilan ektopik terganggu. Nyeri

perut bagian bawah pada apendisitis terletak pada titik Mcburney.11

2.10 Penatalaksanaan

Pengelolaan kehamilan ektopik pada umumnya adalah laparotomi. Delam

tindakan demikian, beberapa hal harus diperhatikan dan di pertimbangka yaitu; kondisi

pemeriksa saat itu, keinginan penderita akan fungsi reproduksinya, lokasi kehamilan

ektopik, kondisi anatomik organ pevik, kemampuan teknik bedah mikro dokter

operator, dan kemampuan teknologi fertilisasi invitro setempat. Hasil pertimbangan ini

menentukan apakah perlu dilakukan salpingektomi pada kehamilan tuba, atau dapat

dilakukan pembedahan konservatif dalam artinya hanya dilakukan salpingostomi atau

reanastomosis tuba. Apabila kondisi penderita buruk. Misalnya dalam keadaan syok,

lebih baik dilakukan salpingektomi.5

Penatalaksanaan operatif dapat dengan laparotomiatau laparoskopi. Laparoskopi

operatif dianjurkan pada keadaan di mana penderita dalam keadaan stabil sebagai

pengganti laparotomi. Laparoskopi dilaporkan lebih efektif untuk perempuan usia

reproduksi di dalam rasio kembalinya kehamilan intra uterin yang akan datang,

menghindari rekurensi kehamilan ektopik berikutnya dan masa penyembuhan yang

lebih pendek. Teknik Operasi Laparoskopi: praoperatif harus sudah dapat ditentukan

Page 13: Kehamilan ektopik

lokasi dan besar lesi. Oleh karena keberhasilan operasi laparoskopi ditentukan oleh

banyaknya perdarahan maka penggunaan suktion trokar 10 mm sangat dianjurkan

sehingga bekuan darah dapat dikeluarkan dengan cepat dan akurat terlebih dahulu.

Cairan ringer’s lactat dapat membantu digunakan pulauntuk mengeluarkan bekuan

darah dan sisa jaringan trofoblas yang menempel pada lapisan serosa organ-organ di

peritoneum.3

Pada kasus kehamilan ektoopik di pars ampularis tuba yang belum pecah pernah

di coba di tangani dengan kemoterapi untuk menghindari tindakan pembedahan, adapun

kriteria kasus yang di obati dengan cara ini adalah; (1) kehamilan di pars ampularis tuba

belum pecah; (2) diameter kantong gestasi <4cm; (3) Perdarahan dalam rongga perut <

100 ml; (4) Tanda vital baik dan stabil. Obat yang dipergunakan adalah metrotreksat 1

mg/kg i.v dan faktor sitrovorum 0.1 mg/kg i.m. berselang seling setiap hari selama 8

hari. Dari seluruh 6 kasus yang di obati, satu kasus dilakukan salpingektomi pada hari

ke 12 karena gejala abdomen akut, sedangkan 5 kasus berhasil di obati dengan baik.5

2.11 Prognosis

Angka kematian ibu yang disebabkan oleh kehamilan ektopik terganggu turun

sejalan dengan ditegakkannya diagnosis dini dan persediaan darah yang cukup.

Kehamilan ektopik terganggu yang berlokasi di tuba pada umumnya bersifat bilateral.

Sebagian ibu menjadi steril (tidak dapat mempunyai keturunan) setelah mengalami

keadaan tersbut di atas. Namun dapat juga mengalami kehamilan ektopik terganggu lagi

pada tuba yang lain.5

Ibu yang pernah mengalami kehamilan ektopik terganggu memiliki resiko 10%

untuk terjadinya kehamila ektopik terganggu berulang. Ibu yang sudah mengalami

kehamilan ektopik terganggu sebanyak dua kali terdapat kemungkinan 50% mengalami

kehamilan ektopik terganggu berulang.12

Ruptur dengan perdarahan intraabdominal dapat mempengaruhi fertilitas wanita.

Dalam kasus-kasus kehamilan ektopik terganggu terdapat 50-60% kemungkinan wanita

steril. Dari sebanyak itu yang menjadi hamil lebih kurang 10%

Mengalami kehamilan ektopik berulang.6

Page 14: Kehamilan ektopik

DAFTAR PUSTAKA

1.Aloysius Suryawan, Rimonta F. Gunanegara, Hanafi Hartanto, Ucke S Sastrawinata. Profil Penderita Kehamilan Ektopik Terganggu Periode 1 Januari 2003 sampai 31 Desember 2004 di RS Immanuel Bandung. Bandung: JKM. Vol 6. Februari 2007.

2. Sri Cynthia D. LogorFreddy W. Wagey Maria F.T. Loho. Tinjauan Kasus Kehamilan Ektopik di BLUD RSUP prof. Dr. R. D. Kandou Manado Periode 1 Januari 2010 – 31 Desember 2011. Jurnal E biomedik. Vol 1 maret 2013.

3 Hadisaputra W. Penatalaksanaan Kehamilan Ektopik dengan Kajian Hasil Laparoskopi Operatif. Majalah Obstetri Dan Ginekologi Indonesia. Vol 32 April 2008.

4. Wiknjosastro, H. 2007. Ilmu kebidanan. Jakarta: YBPSP.

5. Sarwono Prawiroharjo. 2011.Ilmu kebidanan. Cetakan ke 4. Jakarta: PT. Bina Pustaka.

6.Sarwono Prawiroharjo. 2011. Ilmu kandungan. Jakarta: PT Bina Pustaka

7. Rospida Bangun. 2009. Karakteristik Ibu Penderita Kehamilan Ektopik Terganggu (KET) Di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Tahun 2003-2008. Medan: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

8. Ima Damayanti. 2011. Kehamilan Ektopik. Pontianak : FKIK Program Studi Pendidikan Dokter Universitas Tanjungpura RSU Dokter Soedarso Pontianak.

9. Prawirohardjo, S. 2007, Kehamilan Ektopik dalam Ilmu Bedah Kebidanan, Jakarta Pusat : Yayasan Bina Pustaka.

10. Murray, H., Baakdah, H., Bardell, T., Tulandi, T., Diagnosis and Treatment of Ectopic Pregnancy, CMA MediaInc.(CMAJ),2005;173(8)

11.Harri Prawita Ezeddin. 2008. Gambaran Kasus Kehamilan Ektopik Terganggu Di Bagian Obstetri Dan Ginekologi RSUD Arifin Achmd Pekanbaru. Pekanbaru: Kakultas Kedokteran universitas riau.

12. schwart SI. Shires TS. 2000. Kehamilan ektopik. Dalam: Intisari prinsip-prinsip ilmu bedah. Edisi VI. Jakarta: EGC