Download - Kehamilan ektopik
BAB IPENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Kehamilan ektopik terganggu merupakan masalah besar di bidang ginekologi di
dunia, menimbulkan morbiditas dan mortalitas maternal yang tinggi. Kehamilan ektopik
terganggu yang umumnya merupakan keadaan gawat darurat, bertanggung jawab
terhadap 10% kematian maternal akibat penyebab obstetrik. Angka kejadian kehamilan
ektopik terganggu di Indonesia.1 Berdasarkan data dari Badan Kesehatan Dunia (WHO),
pada tahun 2003 terdapat satu dari 250 (0,04%) kelahiran di dunia mende-rita
kehamilan ektopik, dengan jenis ke-hamilan ektopik adalah kehamilan tuba fallopi,
yang sebagian besar (80%) dialami oleh wanita pada usia 35 tahun keatas serta
dilaporkan bahwa 60 % dialami oleh wanita dengan paritas pertama dan kedua.2
Kejadian di Amerika Serikat meningkat pesat dalam lima dekade terakhir, dari 4,5
per 1000 kehamilan pada tahun 1970 menjadi sekitar 19,7 per 1000 kehamilan pada
tahun 1992. Meskipun ruptur spontan dapat terjadi, pasien memiliki risiko terhadap
ruptur tuba dan perdarahan katastrofik. Kehamilan ektopik masih merupakan suatu
penyebab utama dari kematian ibu, yang meliputi sekitar 4% dari 20 kematian yang
berkaitan dengan kehamilan setiap tahunnya di Kanada.3
Sebagian wanita yang mengalami kehamilan ektopik terganggu berumur antara
20-40 tahun dengan umur rata-rata 30 tahun. Di negara-negara maju insidennya
kelihatan meningkat sampai 6 kali lipat dalam 20 tahun terakhir, dan terdapat pada 2%
dari total kelahiran. Frekwensi kelahiran ektopik di indonesia dilaporkan 1 diantara 300
kehamilan. Frekwensi kehamilan ektopik yang berulang dilaporkan berkisar antara
14,6%.4
Meskipun terdapat frekuensi yang relatif tinggi dari kondisi serius ini, deteksi dini
masih menjadi tantangan. Hingga pada separuh dari semua perempuan dengan
kehamilan ektopik yang datang ke instalasi gawat darurat, kondisinya tidak
teridentifikasi pada penilaian awal. Meskipun insidens dari kehamilan ektopik pada
populasi umum sekitar 2%, prevalensinya di antara pasien-pasien hamil yang datang ke
instalasi gawat darurat dengan perdarahan atau nyeri trimester pertama, atau keduanya,
adalah 6% hingga 16%.3
BAB IITINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Kehamilan ektopik ialah suatu kehamilan yang pertumbuhan sel telur yang telah
dibuahi tidak menempel pada dinding endometrium kavum uteri. Lebih dari 95%
kehamilan ektopik berada di saluran telur.5
Ovum yang telah di buahi secara normal akan melakukan implantasi pada lapisan
endometrium di dalam kavum uteri. Kehamilan ektopik merupakan kehamilan yang
terjadi di luar kavum uteri, bentuk lain dari kehamilan ektopik yaitu kehamilan servikal.
Kehamilan ovarial, dan kehamilan abdominal.6
2.2 Etiologi
Kehamilan ektopik sudah banyak disebutkan karena ecara patofisiologi mudah
dimengerti sesuai dengan proses awal kehamilan sejak pembuahan sampai nidasi, bila
nidasi terjadi di luar endometrium maka terjadilah kehamilan ektopik. Faktor faktor
yang disebukan adalah:5
a. faktor tuba, adanya peradangan atau infeksi pada tuba menyebabkan lumen tuba
menyempit atau buntu
b. faktor abnormalitas dari zigot, apabila zigot tumbuh terlalu cepat atau tumbuh
dengan ukuran besar
c. faktor ovarium, bila ovarium memproduksi ovum dan di tangkap oleh tuba yang
kontralateral, dapat membutuhkan proses khusus atau waktu yang lebih panjang
sehingga kemungkinan terjadinya kehamilan ektopik lebih besar.
d. faktor hormonal, pil KB yang hanya mengandung progesteron dapat
mengakibatkan gerakan tuba melambat.
e. faktor lain, pemakai IUD dimana proses peradangan yang dapat timbul pada
endometrium dan endosalping dapat menyebabkan terjadi lehamilan ektopik.
2.3 Epidemiologi
Kehamilan ektopik belum terganggu sulit diketahui, karena biasanya
penderitatidak menyampaikan keluhan yang khas, kehamilan ektopik baru memberikan
gejala bila kehamilan tersebut terganggu.Sehingga insidens kehamilan ektopik yang
sesungguhnya sulit ditetapkan. Meskipun secara kuantitatif mortalitas akibat
KETberhasil ditekan, persentase insidens dan prevalensi KET cenderung meningkat
dalam dua dekade ini. Dengan berkembangnya alat diagnostik canggih, semakin banyak
kehamilan ektopik yang terdiagnosis sehingga semakin tinggi pula insidens
danPrevalensinya.7
Keberhasilan kontrasepsi pula meningkatkan persentase kehamilan ektopik,
karena keberhasilan kontrasepsi hanya menurunkan angka terjadinya kehamilan uterin,
bukan kehamilan ektopik, terutama IUD dan mungkin juga progestagen dosis rendah.
Meningkatnya prevalensi infeksi tuba juga meningkatkan keterjadian kehamilan
ektopik. Selain itu, perkembangan teknologi di bidang reproduksi, seperti fertilisasi in
vitro, ikut berkontribusi terhadap peningkatan frekuensi kehamilan ektopik.7
Kehamilan ektopik lebih sering di temukan pada wanita kulit hitam dari pada
wanita kulit putih. Perbedaan ini diperkirakan karena peradangan pelvis lebih banyak
ditemukan pada golongan wanita kulit hitam.Kehamilan ektopik banyak terdapat
bersama dengan keadaan gizi buruk dan keadaan kesehatan yang rendah, maka
insidennya lebih tinggi di Negara sedang berkembang dan pada masyarakat yang
berstatus sosio-ekonomi rendah daripada di negara maju dan pada masyarakat yang
berstatus sosio-ekonomi tinggi.7
Di Amerika Serikat, kehamilan ektopik terjadi pada 1 dari 64 hingga 1 dari 241
kehamilan, kejadian ini dipengaruhi oleh faktor sosial, mungkin karena pada golongan
pendapatan rendah lebih sering terdapat gonorrhoe karena kemungkinan berobat
kurang.7
2.4Klasifikasi
a. Kehamilan Pars Interstisialis Tuba
Kehamilan ektopik ini terjadi bila ovum bernidasi pada pars interstisialis tuba.
Keadaan ini jarang terjadi dan hanya satu persen dari semua kehamilan tuba. Rupture
pada keadaan ini terjadi pada kehamilan lebih tua, dapat mencapai akhir bulan keempat.
Perdarahan yang terjadi sangat banyak dan bila tidak segera dioperasi akan
menyebabkan kematian.5
Tindakan operasi yang dilakukan adalah laparatomi untuk membersihkan isi
kavum abdomen dari darah dan sisa jaringan konsepsi serta menutup sumber perdarahan
dengan melakukan irisan baji (wegde resection) pada kornu uteri dimana tuba pars
interstisialis berada.
b. Kehamilan ektopik ganda
Sangat jarang kehamilan ektopik berlangsung bersamaan dengan kehamilan
intrauterine. Keadaan ini disebut kehamilan ektopik ganda (combined ectopic
pregnancy). Frekuensinya berkisar 1 di antara 15.000 – 40.000 persalinan. Di Indonesia
sudah dilaporkan beberapa kasus.5
Pada umumnya diagnosis kehamilan dibuat pada waktu operasi kehamilan ektopik
yang terganggu. Pada laparotomi ditemukan uterus yang membesar sesuai dengan
tuanya kehamilan dan 2 korpora lutea.5
c. Kehamilan tuba
Fertilitas dapat terjadi dibagian mana saja di bagian tuba fallopi. Sekitar 55%
terjadi di ampula, 25% di ismus, 17% terjadi di fimbria. Oleh karena lapisan submukosa
di tuba fallopi tipis, kemungkiana ovum yang telah dibuahi dapat segera menembus
sampai ke epitel, zigot akan segera tertanam di lapisan muskuler. Trofoblas
berproliferasi dengan cepat dan menginvasi daerah sekitarya. secara bersamaan,
pembuluh darah ibu terbuka menyebabkan terjadi perdarahan di ruang antar trofoblas,
atau antara trofoblas dan jaringan yang ada di bawanya. Dindiing tuba menjadi tempat
implantasi zigot mempunyai ketahanan yang rendah terhadap invasi trofoblas. Embrio
atau janin pada kehamilan ektopik sering kali tidak di temukan atau tidak berkembang.6
d. Kehamilan ovarial.
Kehamilan ovarial primer sangat jarang terjadi. Diagnosis kehamilan tersebut di
tegakkan atas 4 kriterium dari spiegelberg yakni (1) tuba pada sisi kehamilan harus
normal, (2) kanong janin harus berlokasi pada ovarium, (3) kantong jannin di
hubungkan dengan uterus oleh ligamentum ovari propium, (4) jaringan ovarium yang
nyata harus di temukan dalam dinding kantong janin. Kriteria tersebut sebenernya sukar
dipenuhi karena kerusakan jaringan ovarium, prtumbuhan trofoblas yyang luas dan
perdarahan menyebabkan topografi kabur, sehingga pengenalan implantasi permukaan
ovum sukar ditentukan dengan pasti. Diagnosis yang pasti diperoleh bila kantong janin
kecil, dikelilingi oleh jaringan ovarium dengan trofoblas memasuki alat tersebut.5
e. Kehamilan servikal
Kehamilan servikal juga sangat jarang terjadi. Bila ovum berimplantasi dalam
kavum servikalis, maka akan terjadi perdarahan tanpa nyeri pada kehamilan muda. Jika
kehamilan berlangsung terus, serviks membesar dengan ostium uteri eksternum terbuka
sebagian. Kehamilan servikal jarang melampaui 12 minggu dan biasanya diakhiri secara
operatif oleh karena perdarahan. Pengeluaran hasil konsepsi pervaginam dapat
menyebabkan banyak perdarahan, sehingga untuk menghentikan perdarahan diperlukan
histerektomi totalis.8
Paalman dan Mc ellin (1959) membuat kriteria klinik sebagai berikut:
a. Ostium uteri internum tertutup
b. Ostium uteri eksternum terbuka sebagian
c. Seluruh hasil konsepsi terletak dalam endoservik
d. Perdarahan uterus setelah fase amenore tanpa disertai rasa nyeri
e. Serviks lunak, membesar, dapat lebih besar dari fundus uteri, sehingga terbentuk
hour-glass uterus
f. Kehamilan abdominal
kehamilan abdominal dapat terjadi akibat implantasi langsung hasil konsepsi di
dalam kavum abdomen yang disebut sebagai kehamilan abdominal primer, atau
awalnya dari kehamilan tuba yang ruptur dan hasil konsepsi yang terlepas selanjutnya
melakukan implantasi di kavum abdomen yang disebut sebagai kehamilan abdominal
sekunder. Sebagian besar plasenta tertahan d tempat perlekatan di tuba, perkembangan
lanjut bisa terjadi. Selain itu plasenta dapat pula terlepas dari tuba dan mengaakan
implantasi pada struktur panggul, termasuk uterus, ataupun dinding panggul.6
g. Kehamilan ektopik lanjut
Merupakan kehamilan ektopik dimana janin dapat tumbuh terus karena mendapat
cukup zat-zat makanan dan oksigen dari plasenta yang meluaskan implantasinya ke
jaringan sekitar misalnya ligamentum latum, uterus, dasar panggul, usus dan
sebagainya. Dalam keadaan demikian, anatomi sudah kabur. Kehamilan ektopik lanjut
biasanya terjadi sekunder dari kehamilan tuba yang mengalami abortus atau ruptur dan
janin dikeluarkan dari tuba dalam keadaan masih diselubungi oleh kantung ketuban
dengan plasenta yang masih utuh yang akan terus tumbuh terus di tempat implantasinya
yang baru.9
2.5 Faktor Resiko
Ada berbagai macam faktor yang dapat menyebabkan kehamilan ektopik. Namun
kehamilan ektopik juga dapat terjadi pada wanita tanpa faktor risiko.Lebih dari setengah
kehamilan ektopik yang berhasil diidentifikasi ditemukan pada wanita tanpa ada faktor
resiko.10
Faktor risiko kehamilan ektopik adalah:8
1. Riwayat kehamilan ektopik sebelumnya
Merupakan faktor risiko paling besar untuk kehamilan ektopik. Angka
kekambuhan sebesar 15% setelah kehamilan ektopik pertama dan meningkat sebanyak
30% setelah kehamilan ektopik kedua.
2. Penggunaan kontrasepsi spiral dan pil progesteron
Kehamilan ektopik meningkat apabila ketika hamil masih menggunakan
kontrasepsi spiral (3-4%). Pil yang mengandung hormon progesteron juga
meningkatkan kehamilan ektopik karena dapat mengganggu pergerakan sel rambut silia
di saluran tuba yang membawa sel telur yang sudah dibuahi untuk berimplantasi ke
dalam rahim.
3. Kerusakan dari saluran tuba
a). Faktor dalam lumen tuba
1. Endosalpingitis dapat menyebabkan lumen tuba menyempit atau membentuk
kantong buntu akibat perlekatan endosalping.
2. Pada Hipoplasia uteri, lumen tuba sempit dan berkeluk-keluk dan hal ini disertai
gangguan fungsi silia endosalping.
3. Operasi plastik tuba dan sterilisasi yang tak sempurna dapat menjadi sebab
lumen tuba menyempit.
b). Faktor pada dinding tuba
1. Endometriosis tuba dapat memudahkan implantasi telur yang dibuahi dalam
tuba.
2. Divertikel tuba kongenital atau ostium assesorius tubae dapat menahan telur
yang dibuahi di tempat itu.
c). Faktor di luar dinding tuba
1. Perlekatan peritubal dengan ditorsi atau lekukan tuba dapat menghambat
perjalanan telur.
2. Tumor yang menekan dinding tuba dapat menyempitkan lumen tuba
d). Faktor lain
1. Migrasi luar ovum yaitu perjalanan dari ovarium kanan ke tuba kiri atau
sebaliknya. Hal ini dapat memperpanjang perjalanan telur yang dibuahi ke
uterus, pertumbuhan telur yang terlalu cepat dapat menyebabkan implantasi
prematur.
2. Fertilisasi in vitro.
2.6 Patofisiologi
Proses implantasi ovum yang dibuahi yang terjadi di tuba pada dasarnya sama
dengan halnya di kavum uteri. Telur di tuba bernidasi secara kolumner atau
interkolumner. Implantasi secara kolumner yaitu telur berimplantasi pada ujung atau sisi
jonjot endosalping. Perkembangan telur selanjutnya dibatasi oleh kurangnya
vaskularisasi dan biasanya telur mati secara dini dan kemudian diresorpsi. Pada nidasi
secara interkolumner telur bernidasi antara dua jonjot endosalping. Setelah tempat
nidasi tertutup, maka telur dipisahkan dari lumen tuba oleh lapisan jaringan yang
menyerupai desidua dan dinamakan pseudokapsularis. Karena pembentukan desidua di
tuba tidak sempurna, dengan mudah vili korialis menembus endosalping dan masuk ke
dalam lapisan otot-otot tuba dengan merusak jaringan dan pembuluh darah.
Perkembangan janin selanjutnya bergantung pada beberapa faktor, seperti tempat
implantasi, tebalnya dinding tuba dan banyaknya perdarahan yang terjadi oleh invasi
trofoblas.5
Di bawah pengaruh hormon estrogen dan progesteron dari korpus luteum
graviditas dan trofoblas, uterus menjadi besar dan lembek. Endometrium dapat pula
berubah menjadi desidua. Setelah janin mati, desidua dalam uterus mengalami
degenerasi dan kemudian dikeluarkan berkeping-keping atau dilepaskan secara utuh.
Perdarahan pervaginam yang dijumpai pada kehamilan ektopik terganggu berasal dari
uterus dan disebabkan oleh pelepasan desidua yang degeneratif.5
Tuba bukanlah tempat untuk pertumbuhan hasil konsepsi, sehingga tidak mungkin
janin tumbuh secara utuh seperti dalam uterus. Sebagian besar kehamilan tuba
terganggu pada umur kehamilan antara 6 sampai 10 minggu. Terdapat beberapa
kemungkinan mengenai nasib kehamilan dalam tuba yaitu:
1. Hasil konsepsi mati dini dan diresorpsi
Pada implantasi secara kolumner, ovum yang dibuahi cepat mati karena
vaskularisasi kurang dan dengan mudah terjadi resorpsi total. Dalam keadaan ini
penderita tidak mengeluh apa-apa dan haidnya terlambat untuk beberapa hari.
2. Abortus ke dalam lumen tuba
Perdarahan yang terjadi karena pembukaan pembuluh-pembuluh darah oleh villi
koriales pada dinding tuba di tempat implantasi dapat melepaskan mudigah dari dinding
tersebut bersama-sama dengan robeknya pseudokapsularis. Pelepasan ini dapat terjadi
sebagian atau seluruhnya. Bila pelepasan menyeluruh, mudigah dan selaputnya
dikeluarkan dalam lumen tuba dan kemudian didorong oleh darah ke arah ostium tuba
abdominale. Perdarahan yang berlangsung terus menyebabkan tuba membesar dan
kebiru-biruan (Hematosalping) dan selanjutnya darah mengalir ke rongga perut melalui
ostium tuba, berkumpul di kavum douglas dan akan membentuk hematokel retrouterina.
3. Ruptur dinding tuba
Ruptur tuba sering terjadi bila ovum berimplantasi pada ismus dan biasanya pada
kehamilan muda. Sebaliknya ruptur pada pars interstitialis terjadi pada kehamilan yang
lebih lanjut. Faktor utama yang menyebabkan ruptur ialah penembusan villi koriales ke
dalam lapisan muskularis tuba terus ke peritoneum. Ruptur dapat terjadi secara spontan
atau karena trauma ringan. Darah dapat mengalir ke dalam rongga perut melalui ostium
tuba abdominale. Bila ostium tuba tersumbat, ruptur sekunder dapat terjadi. Dalam hal
ini, dinding tuba yang telah menipis oleh invasi trofoblas, pecah karena tekanan darah
dalam tuba. Kadang-kadang ruptur terjadi di arah ligamentum latum dan terbentuk
hematoma intraligamenter antara 2 lapisan ligamentum tersebut. Jika janin hidup terus,
dapat terjadi kehamilan intraligamenter. Pada ruptur ke rongga perut, seluruh janin
dapat keluar dari tuba, tetapi bila robekan tuba kecil, perdarahan terjadi tanpa hasil
konsepsi dikeluarkan dari tuba. Nasib janin bergantung pada tuanya kehamilan dan
kerusakan yang diderita. Bila janin mati dan masih kecil, dapat diresorpsi seluruhnya,
dan bila besar dapat diubah menjadi litopedion. Janin yang dikeluarkan dari tuba
dengan masih diselubungi oleh kantong amnion dan dengan plasenta masih utuh
kemungkinan tumbuh terus dalam rongga perut, sehingga terjadi kehamilan ektpik
lanjut atau kehamilan abdominal sekunder. Untuk mencukupi kebutuhan makanan bagi
janin, plasenta dari tuba akan meluaskan implantasinya ke jaringan sekitarnya misalnya
ke sebagian uterus, ligamentum latum, dasar panggul dan usus.5
2.7 Gejala klinis
1. Kehamilan ektopik belum terganggu
Kehamilan ektopik yang belum terganggu atau belum mengalami ruptur sulit
untuk diketahui, karena penderita tidak menyampaikan keluhan yang khas. Amenorea
atau gangguan haid dilaporkan oleh 75- 95% penderita. Lamanya amenore tergantung
pada kehidupan janin, sehingga dapat bervariasi. Sebagian penderita tidak mengalami
amenore karena kematian janin terjadi sebelum haid berikutnya. Tanda-tanda kehamilan
muda seperti nausea dilaporkan oleh 10-25% kasus.9
Di samping gangguan haid, keluhan yang paling sering disampaikan ialah nyeri di
perut bawah yang tidak khas, walaupun kehamilan ektopik belum mengalami ruptur.
Kadang-kadang teraba tumor di samping uterus dengan batas yang sukar ditentukan.
Keadaan ini juga masih harus dipastikan dengan alat bantu diagnostik yang lain seperti
ultrasonografi (USG) dan laparoskopi.5
Mengingat bahwa setiap kehamilan ektopik akan berakhir dengan abortus atau
ruptur yang disertai perdarahan dalam rongga perut, maka pada setiap wanita dengan
gangguan haid dan setelah diperiksa dicurigai adanya kehamilan ektopik harus ditangani
dengan sungguh-sungguh menggunakan alat diagnostik yang ada sampai diperoleh
kepastian diagnostik kehamilan ektopik karena jika terlambat diatasi dapat
membahayakan jiwa penderita.9
2. Kehamilan ektopik terganggu
Gejala dan tanda kehamilan tuba tergangu sangat berbeda-beda dari perdarahan
banyak yang tiba-tiba dalam rongga perut sampai terdapatnya gejala yang tidak jelas.
Gejala dan tanda bergantung pada lamanya kehamilan ektopik terganggu, abortus atau
ruptur tuba, tuanya kehamilan, derajat perdarahan yang terjadi dan keadaan umum
penderita sebelum hamil.5
Diagnosis kehamilan ektopik terganggu pada jenis yang mendadak atau akut
biasanya tidak sulit. Nyeri merupakan keluhan utama pada kehamilan ektopik terganggu
(KET). Pada ruptur tuba, nyeri perut bagian bawah terjadi secara tiba-tiba dan
intensitasnya disertai dengan perdarahan yang menyebabkan penderita pingsan, tekanan
darah dapat menurun dan nadi meningkat serta perdarahan yang lebih banyak dapat
menimbulkan syok, ujung ekstremitas pucat, basah dan dingin. Rasa nyeri mula-mula
terdapat dalam satu sisi, tetapi setelah darah masuk ke dalam rongga perut, rasa nyeri
menjalar ke bagian tengah atau keseluruh perut bawah dan bila membentuk hematokel
retrouterina menyebabkan defekasi nyeri.5
Perdarahan pervaginam merupakan tanda penting kedua pada kehamilan ektopik
terganggu. Hal ini menunjukkan kematian janin dan berasal dari kavum uteri karena
pelepasan desidua. Perdarahan dari uterus biasanya tidak banyak dan berwarna coklat
tua. Frekuensi perdarahan ditemukan dari 51-93%. Perdarahan berarti gangguan
pembentukan Hcg (human chorionic gonadotropin).5
Yang menonjol ialah penderita tampak kesakitan, pucat dan pada pemeriksaan
ditemukan tanda-tanda syok serta perdarahan rongga perut. Pada pemeriksaan
ginekologik ditemukan serviks yang nyeri bila digerakkan dan kavum Douglas yang
menonjol dan nyeri raba.5 Pada abortus tubabiasanya teraba dengan jelas suatu tumor di
samping uterus dalam berbagai ukuran dengan konsistensi agak lunak. Hematokel
retouterina dapat diraba sebagai tumor di kavum Douglas.5
Kesulitan diagnosis biasanya terjadi pada kehamilan ektopik terganggu jenis
atipik atau menahun. Kelambatan haid tidak jelas, tanda dan gejala kehamilan muda
tidak jelas, demikian pula nyeri perut tidak nyata dan sering penderita tampak tidak
terlalu pucat. Hal ini dapat terjadi apabila perdarahan pada kehamilan ektopik yang
terganggu berlangsung lambat. Dalam keadaan yang demikian, alat bantu diagnostik
sangat diperlukan untuk memastikan diagnosis.
2.8 Diagnosis
Gejala gejala kehamilan ektopik terganggu berabeka ragam, sehingga pembuatan
diagnosis kadang kadang menimbulkan kesulitan, khususnya pada kasus kasus
kehamilan ektopik yang belum mengalami atau ruptur pada dinding tuba sulit untuk di
buat diagnosis.11Berikut ini merupakan pemeriksaan untuk membantu diagnosis
kehamilan ektopik:
1.HCG-β, pengukuran subunit beta dari HCG-βmerupakan tes laboratorium
terpenting dalam diagnosis. Pemeriksaan ini dapat membedakan antar kehamilan
intrauterin dengan kehamilan ektopik.
2.Kuldosintesis, atau disebut juga punksi douglas. Adanya darah yang di hisap
berwarna hitam( darah tua ) biarpun sedikit, membuktikan adanya darah di kavum
dauglas
3.Dilatasi dan kuretase, biasanya dilakukan apabila sudah amenore terjadi
perdarahan yang cukup lama tanpa menemukan kelainan yang nyata disamping
uterus
4.Laparoskopi, hanya dilakukan sebagai alat bantu diagnosis terakhir apabila hasil
hasil penilaian prosedur diagnostik lain untuk kehamilan ektpik terganggu
meragukan. Namun beberapa dekade terakhir alat ini juga dipakai ntuk terapi
5.Ultrasonografi, cara pemeriksaan ini terhadap laparoskopi ialah tidak invasif,
artinya tidak perlu memasukkan rongga kedalam rongga perut. Daapat dinilai
kavum uteri, kosong atau berisi, tebal endometrium, adanya massa di kanan kiri
uterus dan apakah kavum dauglas berisi cairan.
6.Tes oksitosin, dalam dosis kecil intravena dapat membuktikan adanya kehamilan
ektopik lanjut. Dengan pemeriksaan bimanual, diluar kantong janin dapat diraba
suatu tumor.
7.Foto rontgen, tampak kerangka janin lebih tinggi dari letaknya dan berada dalam
letak paksa. Pada foto lateral tampak bagian-bagian janin menutupi vertebtrata
ibu.11
8.Histerosalpingografi, memberikan gambaran kavum uteri kosong dan lebih besar
dari pada biasanya, dengan janin di luar uterus. Pemeriksaan ini dlakukan jika
dagnosis kehamilan ektopik terganggu sudah dipastikan dengan USG dan MRI.
Triias klasik yang sering ditemukan adalah nyeri abdomen, perdarahan vagina
abnormal, dan amenore.
2.9 Diagnosis Banding
Yang perlu dipikirkan sebagai diagnosis banding adalah:
1. Infeksi pelvis, gejala yang menyertai infeksi pelvis biasanyan timbul waktu haid
dan jarang setelah mengenai amenore. Nyeri perut bagian bawah dan tahanan
yang dapat diraba pada pemeriksaan vaginal pada umumyabilateral. Pada infeksi
pelvik perbedaan suhu rektal dan ketiak melebihi 0.5oC, selain itu leukositosis
lebih tinggi daripada kehamilan ektopik terganggu dan tes kehamilan
menunjukkan hasil negatif.
2. Abortus imminen/ abortus inkomplit, dibandingkan dengan kehamilan ektopik
terganggu perdarahan lebih merah sesudah amenore, rasa nyeri yang sering
berlokasi didaerah median adanya perasaan subjektif penderita yang merasakan
rasa tidak enak di perut lebih menujukkan ke arah abortus imminen atau
permulaan abortus insipien. Pada abortus tidak dapat diraba tahanan di samping
atau di belakang uterus, dan gerakan servik uteri tidak menimbulkan nyeri
3. Tumor/kista ovarium, gejala dan tanda kehamilan muda, amenore, dan
perdarahan pervaginam biasanya tidak ada. Timor pada kista ovarium lebih
besar dan lebih bulat dibanding kehamilan ektopik terganggu.
4. Apendisitis, pada apendisitis tidak ditemukan tumor dan nyeri pada gerakan
servik uteri seperti yang ditemukan pada kehamilan ektopik terganggu. Nyeri
perut bagian bawah pada apendisitis terletak pada titik Mcburney.11
2.10 Penatalaksanaan
Pengelolaan kehamilan ektopik pada umumnya adalah laparotomi. Delam
tindakan demikian, beberapa hal harus diperhatikan dan di pertimbangka yaitu; kondisi
pemeriksa saat itu, keinginan penderita akan fungsi reproduksinya, lokasi kehamilan
ektopik, kondisi anatomik organ pevik, kemampuan teknik bedah mikro dokter
operator, dan kemampuan teknologi fertilisasi invitro setempat. Hasil pertimbangan ini
menentukan apakah perlu dilakukan salpingektomi pada kehamilan tuba, atau dapat
dilakukan pembedahan konservatif dalam artinya hanya dilakukan salpingostomi atau
reanastomosis tuba. Apabila kondisi penderita buruk. Misalnya dalam keadaan syok,
lebih baik dilakukan salpingektomi.5
Penatalaksanaan operatif dapat dengan laparotomiatau laparoskopi. Laparoskopi
operatif dianjurkan pada keadaan di mana penderita dalam keadaan stabil sebagai
pengganti laparotomi. Laparoskopi dilaporkan lebih efektif untuk perempuan usia
reproduksi di dalam rasio kembalinya kehamilan intra uterin yang akan datang,
menghindari rekurensi kehamilan ektopik berikutnya dan masa penyembuhan yang
lebih pendek. Teknik Operasi Laparoskopi: praoperatif harus sudah dapat ditentukan
lokasi dan besar lesi. Oleh karena keberhasilan operasi laparoskopi ditentukan oleh
banyaknya perdarahan maka penggunaan suktion trokar 10 mm sangat dianjurkan
sehingga bekuan darah dapat dikeluarkan dengan cepat dan akurat terlebih dahulu.
Cairan ringer’s lactat dapat membantu digunakan pulauntuk mengeluarkan bekuan
darah dan sisa jaringan trofoblas yang menempel pada lapisan serosa organ-organ di
peritoneum.3
Pada kasus kehamilan ektoopik di pars ampularis tuba yang belum pecah pernah
di coba di tangani dengan kemoterapi untuk menghindari tindakan pembedahan, adapun
kriteria kasus yang di obati dengan cara ini adalah; (1) kehamilan di pars ampularis tuba
belum pecah; (2) diameter kantong gestasi <4cm; (3) Perdarahan dalam rongga perut <
100 ml; (4) Tanda vital baik dan stabil. Obat yang dipergunakan adalah metrotreksat 1
mg/kg i.v dan faktor sitrovorum 0.1 mg/kg i.m. berselang seling setiap hari selama 8
hari. Dari seluruh 6 kasus yang di obati, satu kasus dilakukan salpingektomi pada hari
ke 12 karena gejala abdomen akut, sedangkan 5 kasus berhasil di obati dengan baik.5
2.11 Prognosis
Angka kematian ibu yang disebabkan oleh kehamilan ektopik terganggu turun
sejalan dengan ditegakkannya diagnosis dini dan persediaan darah yang cukup.
Kehamilan ektopik terganggu yang berlokasi di tuba pada umumnya bersifat bilateral.
Sebagian ibu menjadi steril (tidak dapat mempunyai keturunan) setelah mengalami
keadaan tersbut di atas. Namun dapat juga mengalami kehamilan ektopik terganggu lagi
pada tuba yang lain.5
Ibu yang pernah mengalami kehamilan ektopik terganggu memiliki resiko 10%
untuk terjadinya kehamila ektopik terganggu berulang. Ibu yang sudah mengalami
kehamilan ektopik terganggu sebanyak dua kali terdapat kemungkinan 50% mengalami
kehamilan ektopik terganggu berulang.12
Ruptur dengan perdarahan intraabdominal dapat mempengaruhi fertilitas wanita.
Dalam kasus-kasus kehamilan ektopik terganggu terdapat 50-60% kemungkinan wanita
steril. Dari sebanyak itu yang menjadi hamil lebih kurang 10%
Mengalami kehamilan ektopik berulang.6
DAFTAR PUSTAKA
1.Aloysius Suryawan, Rimonta F. Gunanegara, Hanafi Hartanto, Ucke S Sastrawinata. Profil Penderita Kehamilan Ektopik Terganggu Periode 1 Januari 2003 sampai 31 Desember 2004 di RS Immanuel Bandung. Bandung: JKM. Vol 6. Februari 2007.
2. Sri Cynthia D. LogorFreddy W. Wagey Maria F.T. Loho. Tinjauan Kasus Kehamilan Ektopik di BLUD RSUP prof. Dr. R. D. Kandou Manado Periode 1 Januari 2010 – 31 Desember 2011. Jurnal E biomedik. Vol 1 maret 2013.
3 Hadisaputra W. Penatalaksanaan Kehamilan Ektopik dengan Kajian Hasil Laparoskopi Operatif. Majalah Obstetri Dan Ginekologi Indonesia. Vol 32 April 2008.
4. Wiknjosastro, H. 2007. Ilmu kebidanan. Jakarta: YBPSP.
5. Sarwono Prawiroharjo. 2011.Ilmu kebidanan. Cetakan ke 4. Jakarta: PT. Bina Pustaka.
6.Sarwono Prawiroharjo. 2011. Ilmu kandungan. Jakarta: PT Bina Pustaka
7. Rospida Bangun. 2009. Karakteristik Ibu Penderita Kehamilan Ektopik Terganggu (KET) Di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Tahun 2003-2008. Medan: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
8. Ima Damayanti. 2011. Kehamilan Ektopik. Pontianak : FKIK Program Studi Pendidikan Dokter Universitas Tanjungpura RSU Dokter Soedarso Pontianak.
9. Prawirohardjo, S. 2007, Kehamilan Ektopik dalam Ilmu Bedah Kebidanan, Jakarta Pusat : Yayasan Bina Pustaka.
10. Murray, H., Baakdah, H., Bardell, T., Tulandi, T., Diagnosis and Treatment of Ectopic Pregnancy, CMA MediaInc.(CMAJ),2005;173(8)
11.Harri Prawita Ezeddin. 2008. Gambaran Kasus Kehamilan Ektopik Terganggu Di Bagian Obstetri Dan Ginekologi RSUD Arifin Achmd Pekanbaru. Pekanbaru: Kakultas Kedokteran universitas riau.
12. schwart SI. Shires TS. 2000. Kehamilan ektopik. Dalam: Intisari prinsip-prinsip ilmu bedah. Edisi VI. Jakarta: EGC