kedudukan hadis tentang hewan amfibirepository.uinbanten.ac.id/4196/1/skripsi endang wahyuni...
TRANSCRIPT
i
KEDUDUKAN HADIS TENTANG
HEWAN AMFIBI
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Syarat
Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S.Ag)
Pada Fakultas Ushuluddin dan Adab Jurusan Ilmu Hadis
Universitas Islam Negeri “Sultan Maulana Hasanuddin Banten”
Oleh :
ENDANG WAHYUNI
NIM : 153700031
FAKULTAS USHULUDDIN DAN ADAB
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
“SULTAN MAULANA HASANUDDIN BANTEN”
2019 M/ 1440 H
ii
iii
ABSTRAK
Nama: Endang Wahyuni, NIM : 153700031, Judul: “Kualitas
Hadis Tentang Hewan Amfibi,” Jurusan Ilmu Hadis,
Fakultas Ushuluddin Dan Adab, UIN Sultan Maulana
Hasanuddin Banten 2019 M/1440 H.
Suatu benda atau perbuatan tidak lepas dari empat perkara,
yaitu halal, haram, makruh, dan mubah. Seluruh hal-hal yang baik
secara mutlak oleh Allah dibolehkan untuk memakannya.
Sedangkan untuk sesuatu yang haram kita harus menjauhkannya.
Banyak makanan atau minuman yang masuk dalam kategori halal
maupun haram.
Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah
adalah: 1). Bagaimana kualitas hadis tentang hewan amfibi?, 2).
Bagaimana pandangan ulama hadis tentang hewan amfibi?, 3).
Bagaimana pandangan ulama fiqih tentang hewan amfibi?
Adapun tujuan penelitiannya adalah: 1). Mengetahui kualitas
hadis tentang hewan amfibi. 2). Untuk mengetahui hukum
mengkonsumsi hewan amfibi dalam pandangan ulama hadis, 3).
Untuk mengetahui hukum mengkonsumsi hewan amfibi dalam
pandangan ulama fiqih.
Metode yang digunakan dalam skripsi ini adalah metode
penelitian kepustakaan (library research) yaitu mengumpulkan
data dan informasi dengan mengumpulkan buku-buku,
selanjutnya data di analisa dengan menggunakan metode takhrij
hadis, yaitu meneliti hadis dengan penelusuran hadis dari berbagai
kitab sebagai sumber aslinya untuk mengetahui keaslian sanad.
Hasil dari penelitian ini, sebagai berikut: Hadis tentang
larangan membunuh katak termasuk dalam kategori hadis shahih
dan dapat dijadikan sebagai hujjah. Menurut pandangan ulama
hadis bahwasannya katak haram untuk dikonsumsi dan dijadikan
obat karena membunuhnya saja tidak boleh apalagi
menjadikannya sebagai obat. Dan menurut pandangan ulama fiqih
mengkonsumsi hewan amfibi termasuk hewan yang khabais| (menjijikan).
iv
ABSTRACT
Name: Endang Wahyuni, NIM : 153700031, Title : “The
Position Of The Hadith About Amphibians,” Department
Ilmu Hadis, Ushuluddin Faculty and Adab, UIN Sultan
Maulana Hasanuddin Banten 2019 M/1440 H.
An object or deed cannot be separated from four cases,
namely halal, haram, makruh, and mubah. All things that are
absolutely good by Allah SWT are allowed to eat it. Whereas for
something that is unclean we must stay way form it. A lot of fod
or drinks that fall into the category of halal and haram. After that
there are some foods or drinks that we must avoid because of a
number of factors and it is unclean. Amphibians are living
animals in two habitats and many people are still debating about
consumption
Based on the background above, the formulation of the
problem in this thesis is: 1) How the quality of the hadith about
amphibians? 2) what is the view of the scholars of hadith about
amphibian animals? 3) how do islamic jurisprudents view
amphibian animals? As are the objectives this study are: 1) know
the quality of the hadith about amphibian animals. 2) know the
law of consuming amphibians in the view of scholars hadith. 3)
know the law of consuming amphibians in the view of Islamic
jurisprudents.
The method used in this thesis is the library research that s
collecting data and information by collecting books, then the data
is analyzed using the hadith takhrij method, namely axamining
hadith by tracing the traditions of various books as the original
source to find out the authenticity of the sanad.
The result of this study are as follows about the prohibition
of killing frogs belongs to the category of authentic hadith and
can be used as evidence. In the view of islamic jurisprudence
sholars disgusting animal frog and are halved by the law, namely
carcasses halal to eat and haram because they cannot be
slaughtered.
v
صورة تجريدية
رؾذ مع "عدح ٣٠١٠٥٥٥١٣اذاظ اؽ, سق اىزغغو:
الأؽبد ػ اىجشبئبد" لا ن فقو اىؾء أ اىفؼو ػ أسثغ ؽبلاد ، اىؾلاه
ب غػ ىب أ رأميب. اىؾشا اىنشػ اىجبػ. مو الأؽبء اىز ف فبىؼ الله رب
جؼذ. ز رن اىؼذذ الأهؼخ أ اىؾشثبد ف ثبىغجخ ىؾء غش ظف ، غت أ
فئخ ؽلاه أ ؽشا. ثؼذ رىل بك ثؼل الأهؼخ أ اىؾشثبد اىز غت أ زغجب ثغجت
ػذح ػاو غش ظفخ. اىجشبئبد ؽابد رؼؼ ف ائو لا ضاه مضش
.اىبط بقؾب ؽش اعزلامب
(. ب ػخ ٣ػي اىخيفخ أػلا ، فبغخ اىؾنيخ ف ز اىسقخ : ثبء
(. ب عخ ظش ػيبء اىؾذش ػ اىؾابد اىجشبئخ؟ ٢اىؾذش ػ اىؾابد اىجشبئخ؟
( مف ش اىفقبء الإعلا ؽابد اىجشبئبد؟ ١
. الأذاف اىفائذ ف ز اىذساعخ :
ىغزخذخ ف ز اىشعبىخ هشقخ اىجؾش ف اىنزجخ ، اىز رق اىطشقخ ا
ثغغ اىجببد اىؼيبد خلاه عغ اىنزت ، ص ز رؾيو اىجببد ثبعزخذا هشقخ
اىؾذش اىؾغش ، اىز رذسط اىؾذش خلاه رزجغ اىؾذش خزيف اىنزت مقذس
.أفي ىؼشفخ اىقذاقخ. عذ
زبئظ ز اىذساعخ مب ي: اىؾذش ػ ؽظش قزو اىنفبدع ز إى فئخ اىؾذش
، ؽمب الأفو ن اعزخذا مذىو. فقب ساء ػيبء الأؽبدش ، ضو الإب ؽمب
قيذ إ اىنفبدع غش إث رخ ,اب اىجق, اث أصش, الإب اىزشز, اب اىخطج
غزيل رغزخذ مخذساد ؛ ، ثبلإمبفخ إى رىل ، قه اىجؼل أ فد اىؾشػخ ر
اىنفبدع ػجبسح ػ خشص فلاح أ اىنفبدع مبذ غبػذح ىيج إثشا ػذب أؽشق
إثشا. ىزىل غت ؽبخ اىنفبدع
عخ ظش اىفق الإعلا ، ضو الإب اىقبفؼ ، اىؾجي ، اىؾف
غزين اىجشبئبد ، ثب ف رىل اىؾابد اىز خجـ | )اىقشف(. ص اعزلام
ثب ف رىل اىؾش ، إى عبت اىزؼشك ىيقب قف اىقف. أمو اىيؾ اىؾلاه ، ىن
غ رىل ، فقب ىلإب اىبىن ، فإ اعزلاك اىجشبئبد غػ غظ لأ لا ن رثؾب.
ث ، لأ لا رعذ ؽغخ قخ رفغش اىؾظش ػي اعزلاك ؽابد اىجشبئبد
vi
vii
viii
ix
PERSEMBAHAN
Alhamdulillah atas berkat Rahmat dan Hidayah-Nya, saya
dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik, karya ini saya
persembahkan kepada:
Kedua orangtua yang selama ini menjadi penyemangat dalam
hidupku, yaitu Ibu Isnaining Yuni Yanti dan Bapak Sukarta, karena
berkat doa dan dorongan kalian aku bisa menyelesaikan skripsi ini
dengan tepat waktu.
Adyl Two Bagaskara sebagai adik saya satu-satunya.
Keluarga besar Kakek alm. Mukthar Harun dan Nenek Tati
Sugiarti dan keluarga besar Kakek alm. Ribut Harsono dan Nenek
Usriyah.
Keluarga Mama Aisyah sebagai keluarga keduaku.
x
MOTTO
Yang halal sudah jelas dan yang haram juga sudah jelas.
Namun diantara keduanya ada perkara syubhat (samar) yang
tidak diketahui oleh banyak orang. Maka barangsiapa yang
menjauhi diri dari yang syubhat berarti telah memelihara
agamanya dan kehormatannya.
(HR. Bukhari)
xi
RIWAYAT HIDUP
Nama: Endang Wahyuni, tempat tanggal lahir Palembang, 06
Mei 1997. Penulis adalah anak pertama dari dua bersaudara, dari
pasangan Bapak Sukarta dan Ibu Isnaining Yuni Yanti.
Penulis menyelesaikan pendidikan formal di TK Bina Sejahtera
pada tahun 2003, kemudian penulis melanjutkan pendidikan ke SDN
Senter Merak dan lulus pada tahun 2009, lalu melanjutkan ke MTS N
Pulomerak dan lulus pada tahun 2012, kemudian melanjutkan ke tingkat
menengah atas di MAN PULOMERAK lulus pada tahun 2015, dan
pada tahun 2015 penulis melanjutkan belajar di Universitas Islam
Negeri “ Sultan Maulana Hasanuddin “ Banten pada Fakultas
Ushuluddin dan Adab Jurusan Ilmu Hadis.
Selama menjadi mahasiswa di Universitas Islam Negeri “Sultan
Maulana Hasanuddin” Banten, penulis pernah mengikuti organisasi
kemahasiswaan intra kampus yaitu menjadi anggota Himpunan
Mahasiswa Jurusan (HMJ).
xii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Ilahi Rabbi Allah SWT yang telah
memberikan limpahan karunia dan nikmatnya kepada kita semua,
khususnya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyusun dan
menyelesaikan skripsi ini dengan tepat waktu. Shalawat serta
salam semoga selalu terlimpah curahkan kepada junjungan Nabi
Muhammad SAW beserta keluarga, para sahabat dan umatnya.
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis merasa tidak akan
mampu menyelesaikan skripsi ini secara tepat waktu jika tanpa
bantuan dari berbagai pihak, baik bantuan yang bersifat moril
maupun materil. Maka dari itu penulis merasa perlu untuk
menyampaikan terimakasih yang setulus-tulusnya kepada :
1. Bapak Prof. Dr. H. Fauzul Iman, M.A. Selaku Rektor UIN
“SMH” Banten.
2. Bapak Prof. Dr. H. Udi Mufrodi Mawardi, Lc., M.Ag selaku
Dekan Fakultas Ushuluddin dan Adab UIN “SMH” Banten.
3. Bapak Dr. H. Masrukhin Muhsin, Lc., M.A. selaku Ketua
Jurusan Ilmu Hadis.
xiii
xiv
DAFTAR ISI
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ............................................... i
ABSTRAK .............................................................................................. ii
TRANSLITE ABSTRAK ...................................................................... iii
SURAT PENGAJUAN NOTA DINAS................................................... v
LEMBAR PERSETUJUAN MUNAQOSAH ........................................ vi
LEMBAR PENGESAHAN .................................................................. vii
PERSEMBAHAN ................................................................................ viii
MOTTO .................................................................................................. ix
RIWAYAT HIDUP .................................................................................. x
KATA PENGANTAR .............................................................................. xi
DAFTAR ISI .......................................................................................... xiii
PEDOMAN TRANSLITERASI ............................................................. xv
DAFTAR SINGKATAN PENTING ...................................................... xxiv
BAB I PENDAHULUAN ......................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ............................................. 1
B. Rumusan Masalah .................................................... 11
C. Tujuan Penelitian .................................................... 11
D. Tinjauan Pustaka ..................................................... 12
E. Kerangka Pemikiran .................................................. 14
F. Metode Penelitian ...................................................... 17
G. Sistematika Penulisan................................................. 20
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HEWAN
AMFIBI ........................................................................... 21
A. Definisi Hewan Amfibi .............................................. 21
B. Manfaat Dan Peranan Hewan Amfibi ........................ 35
C. Pandangan Ulama Tentang Hewan Amfibi ................ 42
BAB III KUALITAS HADIS TENTANG HEWAN
AMFIBI ........................................................................... 64
A. Teks Hadis .................................................................. 64
B. Unsur Hadis ................................................................ 67
a. Rawi Sanad ............................................................ 67
b. Matan ..................................................................... 68
c. Matrik Rawi Sanad ................................................ 70
d. Skema Silsilah Sanad ............................................ 74
C. I‟tibar Sanad ............................................................... 76
D. Kualitas Para Perawi .................................................. 78
xv
BAB IV ANALISIS TERHADAP HADIS-HADIS
HEWAN AMFIBI ........................................................ 95
A. Analisis Sanad .......................................................... 95
B. Analisis Matan ......................................................... 103
C. Meneliti Kandungan Matan ...................................... 107
D. Kandungan Makna Hadis ........................................ 113
BAB V PENUTUPAN ............................................................ 115
A. Kesimpulan............................................................... 115
B. Saran-saran ............................................................... 116
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................... 118
LAMPIRAN- LAMPIRAN ................................................................ 125
xvi
PEDOMAN TRANSLITERASI
1. Konsonan
HurufArab Nama Huruf Latin Pelafalan
Alif Tidak ا
dilamban
gkan
Tidak dilambangkan
Ba B Be ة
Ta T Te د
Sa S>>| Es (dengan titik di atas) س
Jim J Je ط
Ha h{ Ha (dengan titik di bawah) ػ
Kha Kh Ka dan ha ؿ
Dal D De د
Zal Z| Zet (dengan tiitk di bawah) ر
Ra R Er س
Zai Z Zet ص
Sin S Es ط
xvii
Syin Sy Es dan ye ػ
Sad s} Es (dengan titi di bawah) ؿ
Dad d} De (dengan titik di bawah) ك
Ta t} Te (dengan titik di bawah) ه
Za z} Zet (dengan titik di bawah) ظ
A‟in ...‘... Koma terbalik di atas ع
Gain G Ge ؽ
Fa F Ef ف
Qaf Q Ki ق
Kaf K Ka ك
Lam I El ه
Mim M Em
Nun N En
Wau W We
Ha H Ha
O Hamzah ..”.. Apostrof
Ya Y Ye
xviii
2. Vocal
Vocal bahasa Arab, seperti vocal bahasa Indonesia terdiri dari
vocal tunggal atau monoftrom dan vocal rangkap atau
diftong.
1) Vocal tunggal
Vocal tunggal bahasa Arab yang lambangnya berupa
tanda atau harakat, transliterasinya sebagai berikut:
Tanda Nama Huruf
Latin
Nama
__ Fathah A A
__ Kasrah I I
__ Dammah U U
Contoh:
Kataba : ز ت م
Su‟ila : عئ و
Yaz|habu : ز ت
2) Vocal rangkap
xix
Vocal rangkap bahasa Arab yang lambangnya berupa
gabungan huruf, yaitu:
Tanda dan
huruf
Nama Gabungan
huruf
Nama
Fathah dan
ya
Ai a dan i
Fathah dan
wau
Au A dan
u
Contoh :
Kaifa : ف م
Walau : ى
Syai‟un : ئ ؽ
3. Maddah
Maddah atau vocal panjang yang lambangnya berupa harakat
dan huruf translitersainya berupa huruf dan tanda, yaitu :
Harakat
dan
Huruf
Nama Huruf
dan
Tanda
Nama
xx
Fathah dan alif atau ب
ya
a> A dan garis
diatas
Kasrah dan ya i> I dan garis di
atas
Dammah wau u> U dan garis di
atas
4. Ta Marbutoh )ة)
Transliterasi untuk ta marbutah ada dua:
1) Ta Marbutoh hidup
Ta marbutoh yang hidup atau mendapat harakat fathah,
kasrah dan dammah transliterasinya adalah /t/.
Contoh :
Minal jinnati wanna>s : اىغخ اىبط
2) Ta Marbutoh mati
Ta marbutoh yang mati atau mendapat harakat sukun
transliterasinya adalah /h/.
Contoh:
Khair al-bariyyah : خش اىجشخ
xxi
3) Jika pada suatu kata yang akhir katanya ta marbutah
diikuti oleh kata yang menggunakan kata sandang al, serta
bacaan kedua kata itu terpisah maka ta marbutah itu
ditransliterasikan ha (h)
contoh:
as-Sunnah an-Nabawiyah : اىغخ اىجخ
tetapi bisa disatukan, maka ditulis : as-sunnatun
nabawiyah.
5. Syaddah (tasydid)
Syaddah atu tasydid yang dalam sistem tulisan Arab
dilambangkan dalam sebuah tanda, ( ) tanda syaddah atau
tanda taysdid, dalam transliterasi ini dilambangkan dengan
huruf yaitu huruf yang sama dengan huruf yang diberi tanda
syaddah itu.
Contoh :
As-sunnah an-nabaiyah : اىغخ اىجخ
6. Kata Sandang
Kata sandang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan
dengan huruf (اه), yaitu: al. Namun dalam transliterasinya
xxii
kata sandang itu dibedakan antara kata sandang yang diikuti
oleh huruf syamsiyah dan kata sandang yang diikuti oleh
huruf qomariah.
1) Kata sandang yang diikuti oleh huruf syamsiyah
Kata sandang yang diikuti oleh huruf syamsiyah
ditransliterasikan sesuai dengan bunyinya, yaitu huruf /l/
diganti dengan huruf yang sama dengan huruf yang
langsung mengikuti kata sandang itu.
Contoh :
As-sunnah an-nabawiyah : اىغخ اىجخ
2) Kata sandang yang diikuti oleh huruf qomariah
Kata sandang yag diikuti oleh huruf qomariah
ditransliterasikan sesuai dengan aturan yang digariskan di
depan dan sesuai dengan bunyinya
Contoh :
Khair al-bariyah: خشاىجشخ
Baik diikuti oleh huruf syamsiah maupun huruf qomariah
kata sandang ditulis terpisah dari kata yang mengikuti dan
dihubungkan dengan tanda sambung/hubung.
xxiii
7. Hamzah
Dinyatakan di depan Daftar Transliterasi Arab Latin bahwa
hamzah di transliterasikan dengan apostrof. Namun, hanya
terletak di tengah dan di akhir kata. Bila hamzah itu terletak
di awal kata, dia tidak di lambangkan karena dalam tulisan
Arab berupa alif.
8. Penulisan Kata
Pada dasarnya setiap kata, baik fiil, isim maupun huruf, ditulis
terpisah. Bagi kata-kata tertentu yang penulisannya dengan
huruf Arab yang sudah lazim dirangkaikan dengan kata lain
karena ada huruf atau harakat yang dihilangkan maka dalam
transliterasi ini penulisan kata tersebut bisa dilakukan dengan
dua cara. Bisa dipisah perkata dan bisa pula dirangkaikan.
9. Huruf Kapital
Meskipun dalam system tulisan Arab huruf kapital tidak
dikenal, dalam transliterasi ini huruf tersebut digunakan juga.
Penggunaan huruf kapital seperti apa yang berlaku dalam
EYD, diantaranya huruf kapital digunakan untuk menuliskan
huruf awal, nama diri dan permulaan kalimat. Bila nama diri
xxiv
itu didahului oleh kata sandang, maka yang ditulis dengan
huruf kapital tetap huruf awal, nama diri dan permulaan
kalimat. Bila nama diri itu didahului kata sandang, maka yang
ditulis dengan huruf kapital tetap huruf awal nama diri tersebut
bukan huruf awal kata sandang.
Penggunaan huruf awal kapital untuk Allah hanya berlaku bila
dalam tulisan Arabnya memang lengkap demikian dan kalau
penulisan itu disatukan dengan kata lain sehingga ada huruf
atau harakat yang dihilangkan, huruf kapital tidak
dipergunakan.
xxv
Daftar Singkatan Penting
ed = Editor
H = Tahun Hijriah
H.R. = Hadis Riwayat
K.H. = Kiyai Haji
M = Tahun Masehi
No = Nomor
P = Page (halaman)
pp = Multi page (lebih dari satu halaman)
Q.S. = Alquran Surat
r.a = Radhiyallahu „anhu
SAW = Shallallau „alaihi wa sallam
SWT = Subhanahu wa ta‟ala
terj. = Terjemah
tp. = Tanpa Penerbit
tt = Tanpa Tempat
tth = Tanpa Tahun
W = Wafat
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Allah SWT yang telah menghamparkan alam yang indah,
menciptakan berbagai macam binatang, tumbuh-tumbuhan, buah-
buahan serta sayur-sayuran. Allah SWT menciptakan segalanya
guna kepentingan manusia supaya dapat memanfaatkannya
dengan baik sebagai bahan sandang, pangan, dan papan. Kasih
sayang Allah SWT yang tidak pernah ada habisnya terhadap para
hambanya, selain memberikan rezeki yang berlimpah, Allah
SWT juga memberi petunjuk dan undang-undang agama kepada
umatnya tentang makanan guna menjaga jiwa manusia.
Dalam QS. Al-Ma@idah (hidangan) yang merupakan surat ke
lima dalam Alquran, yang terdiri dari 120 ayat termasuk dalam
golongan surat Madaniyyah. Sekalipun ada ayatnya yang turun di
Mekkah, namun surat ini turun setelah Nabi Muhammad hijrah ke
Madinah, yaitu di waktu haji wadaa‟. Di dalamnya surat ini
menjelaskan tentang makanan dan minuman. Surat ini dinamakan
2
Al-Ma@idah karena memuat kisah tentang para pengikut setia Nabi
Isa as, meminta kepada Nabi Isa as agar Allah SWT menurunkan
kepada mereka hidangan dari langit (ayat 112) dan dinamakan al-
Uqud (perjanjian), karena kata itu terdapat pada ayat pertama
surat ini, di mana Allah SWT menyuruh hamba-hambaNya untuk
memenuhi janji prasetia kepada Allah SWT dan perjanjian-
perjanjian yang mereka buat kepada sesamanya.1
Beberapa petunjuk Allah tentang makanan dan minuman
disebutkan secara eksplisit dan implisit kepada manusia. Dalam
Alquran hal yang menyangkut tentang makanan begitu banyak
dijelaskan diantaranya, (QS. Al-Mu’minu@n: 19) tentang sumber
bahan pangan manusia dari tumbuhan khususnya kurma dan
angggur. (QS. Al-Mu’minu@n: 21) tentang mengkonsumsi daging
hewan ternak beserta air susunya. (QS. An-Nah{l: 69) tentang
mengkonsumi madu sebagai pengobatan. (QS. An-Nah{l : 14)
tentang mengkonsumsi makanan sehat dari laut.
Keamanan pangan (food safety) ini secara implisit
dinyatakan dalam QS. Al-Ma@idah ayat 88 yang berbunyi :
1 Diana Candra Dewi, Rahasia di balik Makanan Haram, (Malang,
cet.1, 2007), p. 8
3
Artinya:
“Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang
Allah telah rezekikan kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah
yang kamu beriman kepadanya (QS. Al-Ma@idah : 88).”
Ayat ini memerintahkan manusia agar selalu bertakwa dalam
mengkonsumsi makanan dan berupaya agar manusia
menghindarkan makanan yang dapat membahayakan dirinya.2
Istilah makanan dalam pembahasan ini adalah segala sesuatu
yang dapat dimakan oleh manusia, baik berupa makanan pokok
maupun bukan. Pada dasarnya, semua makanan adalah halal,
kecuali jika ada dalil yang mengharamkannya.
Allah SWT berfirman:
2 Dewi, Rahasia di balik..., p. 9-11
4
Artinya :
“Wahai manusia, makanlah dari (makanan) yang halal dan
baik yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti
langkah-langkah syaitan, karena sesungguhnya syaitan adalah
musuh yang nyata bagimu.” (QS. Al-Baqarah{2}: 168)
Maka berlaku kaidah ushul:
الأشياءالأباحةحتى يأتيػها التىحري الأصل ف
Artinya : “Asal segala sesuatu itu boleh, selama tidak adanya dalil
apapun yang mempersoalkannya. Itulah prinsip dasar dalam
persoalan makanan.”3
Tidak ada makanan yang diharamkan, kecuali jika ada nash
(dalil) di dalam alquran atau hadis yang mengharamkannya.4
Setiap Muslim harus mengetahui hukum makanan yang
dikonsumsi, karena segala sesuatu yang kita makan memiliki
dampak terhadap diri kita sendiri.
Rasulullah bersabda bahwa :
ثن ممىد ثػنا ابن أب عدي عن ابن عون عن الشىعب حدى بن المثػنى حدىعت النىبى صلىى اللىو عليو وسلىم عت النػعمان بن بشير رضي اللىو عنو س س
3 Fadhlan Mudhafier dan A.F.Wibisono, Makanan Halal Kebutuhan
Umat dan Kepentingan Pengusaha, cet. 1(Jakarta , 2004), p. 46 4 Abu Malik Kamal, Fiqih Sunah Wanita, (PT. Cordoba
Internasional Indonesia, 2016), p. 3
5
ثػنا ابن ع ثػنا علي بن عبد اللىو حدى ثػنا أبو فػروة عن الشىعب و حدى نة حدى يػيػعت النىبى صلىى اللىو عليو وسلىم و عت النػعمان بن بشير قال س قال س
نة عن أب فػروة سعت ا ثػنا ابن عيػيػ ثػنا عبد اللىو بن ممىد حدى لشىعبى حدىعت النػعمان بن بشير رضي اللىو عنػهما عن النىب صلىى اللىو عليو وسلىم سثػنا ممىد بن كثير أخبػرنا سفيان عن أب فػروة عن الشىعب عن النػعمان حدى
قال النىب صلىى اللىو عليو وسلىم اللل بػي لىو عنو قال بن بشير رضي الث كان لما نػهما أمور مشتبهة فمن تػرك ما شبو عليو من ال والرام بػي وبػيػ
ث أوشك أن يػواقع ما استبان أتػرك ومن اجتػرأ على ما ي شك فيو من ال استبان والمعاصي حى اللىو من يػرتع حول المى يوشك أن يػواقعو
Artinya:
Telah menceritakan kepada kami Muh}ammad bin Al
Mus|anna telah menceritakan kepada kami Ibnu Abi @ 'Adiyyi
dari Ibnu 'Auni@ dari Asy-Syi'bi@ aku mendengar An-Nu'man
bin Basyir r.a aku mendengar Nabi SAW. Dan diriwayatkan
pula, telah menceritakan kepada kami 'Ali bin 'Abdullah
telah menceritakan kepada kami Ibnu 'Uyainah telah
menceritakan kepada kami Abu Farwah dari Asy-Sya'bi@
berkata, aku mendengar An-Nu'man bin Basyir telah
menceritakan kepada kami berkata, aku mendengar Nabi
SAW. Dan diriwayatkan pula 'Abdullah bin Muhammad dari
Ibnu 'Uyainah dari Abu Farwah aku mendengar Asy-Sya'bi@
aku mendengar An-Nu'ma@n bin Basyir r.a dari Nabi SAW.
Telah menceritakan kepada kami Muh{ammad bin Kas|ir telah
mengabarkan kepada kami Sufya@n dari Abu Farwah dari
Asy-Sya'bi@ dari An-Nu'man bin Ba@syi@r r.a berkata, telah
bersabda Nabi SAW : "Yang halal sudah jelas dan yang
6
haram juga sudah jelas. Namun diantara keduanya ada
perkara yang syubhat (samar). Maka barang siapa yang
meninggalkan perkara yang samar karena khawatir
mendapat dosa, berarti dia telah meninggalkan perkara yang
jelas keharamannya dan siapa yang banyak berdekatan
dengan perkara samar maka dikhawatirkan dia akan jatuh
pada perbuatan yang haram tersebut. Maksiat adalah
larangan-larangan Allah. Maka siapa yang berada di dekat
larangan Allah itu dikhawatirkan dia akan jatuh pada
larangan tersebut." (HR. Bukha@ri@: 2051)5
Islam memberikan batasan terhadap suatu produk yang halal
dikonsumsi dan yang digunakan oleh manusia. Prinsip utamanya
ialah segala sesuatu dan manfaatnya yang diciptakan Allah adalah
halal dan tidak ada yang haram, kecuali apa yang disebutkan oleh
nash (dalil) yang shahih dan sharih. Dengan demikian, wilayah
haram dalam syariat Islam sangatlah sempit, sedangkan wilayah
halal dalam Islam sangat luas. Hal ini disebabkan nash yang
secara shahih dan tegas mengharamkan sesuatu jumlahnya sangat
sedikit, sedangkan sesuatu yang tidak disebutkan halal atau
haram maka hukumnya adalah mubah, dan dimaafkan oleh Allah
SWT. Alquran menerangkan bahwa kewajiban mentaati Allah
5 Abu „Abdullah Muh{ammad bin Isma@il al-Bukha@ri, Ensiklopedia
Hadis: Shahih Bukha@ri, Terj. Masyhar dkk, Jil. 1 (Jakata: Almahira, 2011), cet.
1 p. 456. Lidwa Pusaka i-Software - Kitab 9 Imam Hadis.
7
harus diikuti dengan taat kepada Rasul dan mentaati apa yang
diajarkannya, baik berupa perundang-undangan maupun
peraturan lainnya yang dibawa oleh Rasul-Nya.6
Penjelasan-penjelasan tentang arti dan makna ayat-ayat
Alquran yang diberikan oleh Nabi SAW ada banyak bentuknya,
baik berupa ucapan, taqrir, ataupun tulisan dan pembenaran
berupa diamnya beliau atas perbuatan yang dilakukan oleh
sahabatnya.7
Sebagai contoh ialah dalam menentukan sesuatu makanan
yang termasuk halal dan haram. Kata halalan berasal dari bahasa
arab berakar dari kata halla, artinya lepas, sah atau tidak terikat.
Secara etimologi halal ialah sesuatu yang boleh dilakukan karena
bebas dari ketentuan- ketentuan yang melarangnya, atau bisa juga
diartikan dengan bebas dari duniawi dan ukhrawi.
Sementara haram adalah sesuatu yang dilarang atau tidak
dibenarkan oleh syari‟at Islam untuk dilakukan. Jika
6 Endad Musaddad, Ringkasan Ilmu Hadis, cet.2 (tt. FUDA Uin
Sultan Maulana Hasanuddin Banten, 2016), p. 3 7 Musaddad, Ringkasan Ilmu ..., p. 15
8
melakukannya maka terkena sanksi, baik di dunia maupun di
akhirat.8
Benda yang dapat dimakan ada dua macam, yaitu hewani dan
nabati. Tidak ada batasan tegas tentang mana yang bisa dimakan
dari keduanya, karena hukum dasar makanan adalah boleh,
kecuali yang di haramkan syariat karena suatu faktor tertentu,
sebagaimana yang telah di jelaskan.
Kata hewan berasal dari kata hayawan yang berakar dari kata
hayat (kehidupan) yang identik dengan segala sesuatu yang
bernyawa. Lawan katanya adalah mawatan, berawal dari kata
maut yang berarti (kematian). Jadi, hewan adalah segala makhluk
yang bernyawa yang dagingnya bisa dikonsumsi manusia.
Berdasarkan habitat dan tabiat hidupnya, hewan terbagi menjadi
tiga macam, di antaranya ialah binatang darat, binatang air, dan
binatang amfibi (hewan yang hidup di dua alam).
Masing-masing jenis binatang memiliki status hukum
tersendiri, dihalalkan atau diharamkan. Di antara binatang itu ada
yang diharamkan karena substansinya sendiri, seperti babi, ada
8 Wibisono, Makanan Halal..., p. 37
9
yang di haramkan karena faktor yang ada padanya, binatang
tercekik, buruan di Tanah Suci, dan hasil buruan orang yang
sedang ihram. 9
Amfibi adalah binatang yang hidup di darat dan di air,
berperilaku sama di kedua ekosistem tersebut, contohnya, buaya,
kodok, kepiting, lobster, kura-kura dan masih banyak lagi yang
lainnya. Amfibi terbagi menjadi dua macam, yaitu yang memiliki
darah mengalir dan yang tidak. Dua faktor utama yang perlu
dijadikan pedoman dalam menentukan status makanan halal,
yaitu penyembelihan binatang yang ketika disembelih menyebut
nama Allah, dan kedua jenis binatang yang disembelih harus
halal menurut hukum syara‟.10
Lalu bagaimana dengan hewan
amfibi yang menjadi perbedaan pendapat para ulama dalam hal
mengkonsumsi?
Salah satu dari binatang amfibi yang masih dipertanda
tanyakan kejelasan statusnya ialah katak. Katak adalah hewan
yang masuk dalam kategori amfibi, ia bisa hidup didarat dan di
9 Abdul Wahab Abdussalam Thawilah, Fiqih Kuliner, cet.1 (Mesir:
Dar As-Salam, Kairo-Alexandria, 2010), p. 48-49. 10
Siti Zulaekha dan Yuli Kusumawati, “Halal dan Haram Makanan
dalam Islam”: Jurnal (Fakultas Ilmu Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Surakarta, 2005)
10
air. Sayangnya, hewan ini tidak sepopuler hewan-hewan lainnya
yang biasa dikonsumsi.11
Jangankan untuk dikonsumsi, untuk
dijadikan obat saja Rasul melarangnya, karena kodok haram
untuk dibunuh dan ini jelas ada dalam hadisnya, tetapi para ulama
tetap berbeda pendapat dalam hal ini.
ثػنا ممىد بن كثير، أخبػرنا سفي ان، عن ابن أب ذئب، عن سعيد بن حدىخالد، عن سعيد بن المسيب، عن عبد الرىحن بن عثمان : أنى طبيبا سأل النىبى صلىى الله عليو وسلىم عن ضفدع يعلها ف دواء، فػنػهاه النىب
(۱۷۸۳لىى الله عليو وسلىم عن قػتلها )رواه ابوداود : ص
Artinya :
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Kas|i@r, telah megabarkan kepada kami Sufyan, dari Ibn Abi Z>>|i’bi, dari
Said bin Kha @lid, dari Said bin Musayyib, dari Abdurrahman bin
Us{ma@n ra berkata: Seorang dokter bertanya kepada Rasulullah SAW tentang katak yang dijadikan obat, maka Rasulullah SAW
melarang membunuhnya (HR. Abu Da@ud: 3871( Dilihat dari permasalahan diatas, maka dari itu penulis
tertarik untuk membahas ke dalam judul skripsi “KEDUDUKAN
HADIS TENTANG HEWAN AMFIBI.
11
Dewi, Rahasia di balik ..., p. 57 12
Sunan Abu Da@ud, (Bairut: Darul Fikr, 1994 M), p. 1507.
11
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan
di atas, maka penulis dapat merumuskan berbagai masalah yang
penulis teliti dari suatu latar belakang tersebut yaitu sebagai
berikut :
1) Bagaimana kualitas hadis tentang hewan yang hidup di
dua alam ?
2) Bagaimana pandangan ulama hadis tentang hukum
mengkonsumsi hewan yang hidup di dua alam ?
3) Bagaimana pandangan ulama fiqih tentang hukum
mengkonsumsi hewan yang hidup di dua alam ?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka adapun
tujuan penulisan ini adalah :
1) Untuk mengetahui kualitas hadis tentang hewan yang
hidup di dua alam.
2) Untuk mengetahui hukum mengkonsumsi hewan yang
hidup di dua alam dalam pandangan para ulama hadis.
12
3) Untuk mengetahui hukum mengkonsumsi hewan yang
hidup di dua alam dalam pandangan para ulama fiqih.
D. Tinjauan Pustaka
Ada beberapa rujukan yang berkaitan dengan Kedudukan
Hadis Tentang Hewan Amfibi, diantaranya ialah :
Pertama, Harir Ats Tsaqofi, “Manfaat Katak Dalam
Sistem Kosmos” UIN Sunan Ampel Surabaya, dalam
penelitiannya yang berjudul Manfaat Katak Dalam Sistem
Kosmos menjelaskan tentang penafsiran hadis yang diriwayatkan
oleh Abu Dawud di dalam kitabnya Sunan Abu Dawud nomor
3817 mengenai larangan membunuh katak dengan menggunakan
metode pemaknaan hadis. Namun, perbedaan dengan skripsi yang
saya susun yaitu menganalisis hadis tentang hewan amfibi
menggunakan takhrij hadis.13
Kedua, Siti Zulaekha dan Yuli Kusumawati, “Halal Dan
Haram Makanan Dalam Islam” Universitas Muhammadiyah
Surakarta, dalam penelitiannya yang berjudul Halal Dan Haram
13
Harir Ats Tsaqofi, “Manfaat Katak Dalam Sistem Kosmos,”
(Skripsi, UIN “Sunan Ampel,” Surabaya, 2018)
13
Makanan Dalam Islam menjelaskan bahwa umat Islam harus
berhati hati dalam menentukan makanan mana yang halal dan
haram, karena Islam adalah agama yang jelas, yang tidak di
ragukan lagi. Perbedaannya dengan skripsi saya ialah mengetahui
pendapat para ulama hadis dan ulama fiqih mengenai halal
haramnya hewan amfibi.14
Ketiga, Roly Mardinata, “Keanekaragaman Amfibi (Ordo
Anura) Di Tipe Habitat Berbeda Resort Balik Bukit Taman
Nasional Bukit Barisan Selatan” Universitas Lampung, dalam
penelitiannya yang berjudul Keanekaragaman Amfibi (Ordo
Anura) Di Tipe Habitat Berbeda Resort Balik Bukit Taman
Nasional Bukit Barisan Selatan lebih menjelaskan tentang ciri-
ciri hewan amfibi beserta penyebaran dan keanekaragamannya.
Perbedaannya dengan skripsi saya ialah menjelaskan tentang
hukum mengkonsumsi hewan amfibi.15
14
Siti Zulaekha dan Yuli Kusumawati, “Halal Dan Haram Makanan
Dalam Islam”: Jurnal (Fakultas Ilmu Kedokteran Universitas Muhammadiyah
Surakarta, 2005) 15
Roly Mardinata, “Keanekaragaman Amfibi (Ordo Anura) Di Tipe
Habitat Berbeda Resort Balik Bukit Taman Nasional Bukit Barisan Selatan,”
(Skripsi, UNILA, Lampung, 2017)
14
E. Kerangka Pemikiran
Alquran dan Hadis dijadikan pedoman oleh umat Islam
dalam menentukan segala sesuatunya terutama dalam hal
makanan, di mana mengkonsumsi makanan adalah hal yang
terpenting dalam hidup karena demi menjaga metabolisme tubuh
kita. Bagi umat Islam ada yang jauh lebih berarti dari sekedar
rasa dan penampilan makanan yang enak yaitu halal dan
haramnya suatu makanan. Selain kita harus teliti dalam
menentukan halal dan haramnya, kita juga harus memperhatikan
kebersihannya demi menjaga kesehatan kita. Allah SWT
berfirman :
Artinya:
“Dan ia menghalalkan yang baik dan mengharamkan atas
mereka segala yang buruk (menjijikan).” (QS. Al-A’ra@f{7}: 157)
Makanan yang kita konsumsi bukan hanya berasal dari
tumbuh-tumbuhan atau buah-buahan saja, melainkan hewan
termasuk dalam kategori makanan, karena daging hewan yang
15
bisa dikonsumsi. Makanan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan
atau biji-bijian mungkin sudah jelas halalnya. Namun, untuk
binatang mungkin masih timbul keraguan di dalamnya bagi umat
Islam, karena status penyembelihannya.
Bangsa Arab pada zaman Jahiliyyah mengharamkan sebagian
binatang karena dianggap kotor, dan sebagian yang lain
beribadah mendekatkan diri kepada berhala, dan juga mengikuti
anggapan-anggapan yang salah, seperti bah}i@rah, sa@ibah, was}i@lah
(penyambung), dan h}a@mi (penjaga). Dan sebaliknya, mereka
banyak menghalalkan binatang-binatang yang kotor seperti
bangkai dan darah yang mengalir.
Terdapat beberapa golongan manusia seperti kaum Brahmana
(Hindu) dan sebagian filosuf yang mengharamkan diri mereka
menyembelih binatang dan memakannya. Mereka hanya
mengkonsumsi tumbuh-tumbuhan saja. Mereka berkata,
“Menyembelih binatang menunjukkan adanya kekejaman hati
manusia terhadap sesama makhluk hidup, padahal dia tidak boleh
menghalangi haknya untuk hidup.”
16
Menurut pandangan Yahudi dan Nasrani, Allah SWT telah
banyak mengharamkan jenis binatang laut dan darat atas kaum
Yahudi. Penjelasan ini bisa dilihat dalam pasal sebelas kitab Lewi
dalam Taurat. Alquran menyebutkan sebagian dari apa yang
diharamkan Allah atas orang-orang Yahudi, dan menyebutkan
sebab diharamkannya itu sebagaimana yang sudah disebutkan di
muka sebagai hukuman atas kedzaliman dan dosa-dosa mereka.16
Hewan amfibi adalah hewan yang hidup di dua alam, yang
dimana letak halal dan haram untuk mengkonsumsinya masih
diperselisihkan oleh umat Islam, dan adanya perbedaaan pendapat
antara ulama fiqih dan ulama hadis.
Kebanyakan ulama menggunakan hadis yang diriwayatkan
oleh Abu Da@ud untuk menghukumi bahwa katak itu haram.
Mereka berpendapat bahwa katak itu haram dengan
berargumentasi ijtihad membunuh saja haram apalagi
memakannya. Tetapi, ada juga yang berpendapat bahwa katak
boleh dimakan.
16
Dewi, Rahasia di balik ..., p. 57-58
17
Hadis tersebut menjelaskan bahwa umat Islam dilarang
membunuh katak. Tetapi Nabi SAW tidak menjelaskan mengapa
katak itu dilarang untuk dibunuh. Lain hal nya dengan larangan
terhadap binatang amfibi lainnya seperti katak yang benar-benar
dinyatakan tegas dalam hadis tersebut. Menurut M. Harir “Fazlur
Rahman yang menyebut hadis sebagai “Sunnah yang Hidup”,
“Formalisasi Sunnah”, atau “Verbalisasi Sunnah”. Dari teori ini
menunjukan bahwa hadis ini tidak hanya sekedar perkataan saja.
Pasti ada alasan ilmiah tentang larangan membunuh katak.”17
Dengan demikian, kebenaran pendapat tersebut sangat
bergantung pada kebenaran sumber hukumnya.
F. Metodologi Penelitian
Dalam pelaksanaan penelitian, penulis menggunakan
langkah-langkah sebagai berikut :
1) Jenis Penelitian
Penelitian yang digunakan oleh penulis berupa penelitian
kualitatif. Metode kualitatif ini suatu cara untuk memecahkan
17
M. Harir Ats Tsaqafi, “Manfaat Katak Dalam Sistem Kosmos”,
(Skripsi, UIN “Sunan Ampel”, Surabaya, 2018), p. 8
18
masalah, baik dari sudut pandang teoritis maupun praktis untuk
menguji kebenarannya melalui pengumpulan data yang bersifat
khusus. Dalam penelitian ini penulis meggunakan metode
kepustakaan (Library Research).
2) Metode Pengumpulan Data
Agar mendapatkan data yang akurat untuk penulisan
skripsi ini, penulis menggunakan tekhnik pengumpulan
data berupa dokumen dan kitab-kitab hadis yang
menjelaskan tentang skripsi tersebut. Selain itu, penulis
menggunakan kitab Al-Mu’jam al-Mufahras untuk
meneliti atau mengetahui keadaan dari hadis tersebut serta
menggunakan beberapa metode dan langkah-langkahnya.
a) Data Primer
Sumber data primer merupakan sumber data yang
langsung memberikan data kepada peneliti. Dikarenakan penulis
fokus penelitian terhadap hadis Nabi sebagai kunci persoalan,
maka sumber ini diambil dari kitab-kitab hadis Nabi SAW
diantaranya, Kitab Kutubu Tis‟ah, Al-Mu’jam al-Mufahras, dan
19
kitab-kitab lainnya yang masih saling berkaitan dengan takhrij
hadis.
b) Data Sekunder
Sumber data sekunder adalah sumber data kedua
setelah sumber data primer. Data sekunder meliputi, buku-buku,
jurnal, skripsi, majalah, dan sebagainya.
3) Metode Analisis
Karena data yang diperoleh ialah berupa teks tertulis dalam
berbagai kitab, maka metode pertama penulis gunakan ialah
metode content analysis yaitu suatu metode penelitian literatur
dengan menganalisis isi buku.
Yang kedua, penulis menggunakan metode khusus penelitian
hadis, berupa Takhrij Hadis. Adapun yang di maksud dengan
metode ini ialah meneliti hadis dengan penelusuran atau
pencarian hadis dari berbagai kitab sebagai sumber hadis yang
aslinya untuk mengetahui keaslian sanadnya.
20
G. Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisannya ialah terdiri dari 5 bab,
di antaranya :
Bab pertama, pendahuluan terdiri dari : latar
belakang, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian,
tinjauan pustaka, kerangka pemikiran, metodologi penelitian, dan
sistematika penulisan.
Bab kedua, tinjauan umum tentang hewan amfibi, yang
terdiri dari definisi hewan amfibi, manfaat dan peranan hewan
amfibi, serta pandangan ulama tentang hewan amfibi.
Bab ketiga, menguraikan kualitas hadis tentang hewan
amfibi yang terdiri dari unsur hadis, matrik rawi sanad, dan
skema silsilah sanad.
Bab keempat, menguraikan tentang analisis terhadap
hadis-hadis hewan amfibi yang terdiri dari analisis sanad, analisis
matan, meneliti kandungan matan, dan kandungan makna hadis.
Bab kelima, terdiri dari penutup yang berisi kesimpulan,
saran-saran dari penulis dan daftar pustaka yang menjadi sumber
rujukan.
21
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG HEWAN AMFIBI
A. Definisi Hewan Amfibi
Amfibi berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari dua
kata, yaitu “Amphi” (rangkap) dan “bios” (hidup).18
Hewan yang
hidup di dua alam sering disebut dalam bahasa arab dengan
istilah barma@ i@ ( )ثشبئ. Kata barma@ i@ merupakan penggabungan
dari dua kata, yaitu barr )ثش( yang artinya daratan dan ma@ )بء(
yang berarti air. Secara sederhana artinya ialah hewan darat dan
air (amfibi).19
Atau dapat diartikan sebagai hewan vertebrata
(bertulang belakang) dengan kelembaban kulit yang tinggi, tidak
tertutupi oleh rambut yang hidup di dua alam, yakni di air dan
darat.
Oleh karena itu, amfibi diartikan sebagai hewan yang
hidup di dua habitat.20
Namun, tidak semua hewan amfibi hidup
di dua habitat yang berbeda, karena ada yang hidup di air seperti
18
Dian Angga Hermawan, Reptil dan Amfibi, (Yogyakarta: Istana
Media, 2017), p. 57 19
Ahmad Sarwat, Halal dan Haram, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama), p. 182 20
Hermawan, Reptil dan..., p. 57
22
salamander dan di darat seperti beberapa jenis katak. Hewan
amfibi dapat bernafas dengan paru-paru atau insang.21
1. Hewan Amfibi Dalam Teori Umum
Amfibi ialah kelompok terkecil di antara vertebrata hanya
dengan jumlah 3.000 spesies. Seperti ikan dan reptil (binatang
melata). Pada umumnya, amfibi banyak ditemukan di tempat
yang lembab agar tetap memiliki kandungan air di dalam kulit,
amfibi termasuk hewan berdarah dingin, ini yang menyebabkan
amfibi tidak dapat mengatur suhu badannya sendiri.
Maka dari itu amfibi membutuhkan sinar matahari untuk
menghangatkan badannya. Amfibi mengawali hidupnya di
perairan dan melakukan pernafasan menggunakan insang, seiring
dengan pertumbuhan paru-paru dan kakinya berkembang maka
amfibi pun dapat berjalan di daratan.22
Amfibi dapat dijumpai di seluruh dunia kecuali di kutub.
Mereka menempati sejumlah habitat yang berbeda-beda, seperti
hutan hujan, kolam, dan danau. Mereka juga ada di daerah
21
Dimas Herjuno, Vertebrata, (Yogyakarta: Istana Media, 2017), p.
15 22
Hermawan, Reptil dan ..., p. 55
23
berumput di lereng pegunungan tinggi bahkan juga di gurun.
Sebagai hewan yang berdarah dingin, amfibi tidak aktif dalam
kondisi dingin, biasanya mereka melakukan hibernasi dalam
lumpur di dasar kolam.23
Menurut penelitian yang dilakukan oleh
beberapa peneliti di Eropa, amfibi ialah hewan pertama yang
tinggal di daratan. Namun, sebagian besar amfibi termasuk dalam
hewan berdarah dingin (Poikiloterm).
Sebagian besar amfibi mengalami metamorfosis, di mana
hasil pembuahannya menjadi larva (kepompong). Contoh hewan
amfibi, antara lain katak, kodok, salamander, dan kadal air.
Perbedaan katak dengan kodok ialah katak hidupnya selalu di
tempat basah atau lembab, sedangkan kodok hidup di tempat
yang kering.24
Egi dkk mengutip dari buku yang berjudul “Panduan
Lapangan Satwa Taman Nasional Gunung Gede Pangrango”
bahwa Amfibi yang hidup di dunia terdiri dari tiga ordo, yang
pertama ialah Caudata (salamander), Cecilia (Gymnopiona) dan
Anura. Anura terdiri dari katak dan kodok yang memiliki jumlah
23
Ibid. 24
Herjuno, Vert..., p. 16-17
24
ordo yang cukup banyak dengan jumlah spesies 5.208 spesies.
Katak dan kodok memiliki perbedaan, katak mudah di kenal dari
tubuhnya yang khas dengan empat kaki, leher yang tidak jelas,
mata cenderung besar, permukaan kulit yang licin dan berlendir.
Dan kodok memiliki tekstur kulit yang kasar dan berbenjol yang
diliputi bintil-bintil berduri, tangan dan kaki cenderung lebih
pendek di banding dengan kaki katak yang lebih panjang.25
Adapun salamander termasuk dalam kelompok amfibi
yang memiliki tubuh yang memanjang, memiliki ekor serta
kepala yang berbeda. Sebagian besar salamander memiliki empat
kaki, meskipun tungkai pada beberapa spesies akuatik mereduksi,
biasanya pendek sesuai ukuran tubuh.26
Dalam proses evolusi
salamander kehilangan paru-paru serta adanya paedomorphosis
(karakteristik larva pada salamander dewasa. Nah, itulah
kecenderungan yang cukup menonjol.27
Tidak adanya paru-paru
terjadi pada salamander, karena kulit salamander memungkinkan
terjadinya pertukaran gas. Keuntungan dari hilangnya paru-paru
25
Egi Yudha Winata, et., eds, “Jenis-Jenis Katak (Amphibi: Anura)” :
Di Desa Kepenuhan Hulu Kecamatan Kepenuhan Hulu Kabupaten Rokan
Hulu Provinsi Riau, Jurnal, p. 1 26
Hermawan, Reptil dan..., p. 69 27
Ibid., p. 66.
25
pada plethodontidae adalah spesialis dari apparatus hyoideus
yang terdapat di dalam tenggorokan sebagai mekanisme dalam
menjulurkan lidah untuk menangkap mangsa. Kartilago hyoideus
merupakan alat bantu pernapasan pada salamander yang memiliki
paru-paru.28
Untuk ukuran amfibi pada masa kini yang paling awal
adalah cukup besar, tetapi beberapa hewan yang kemudian ada
mempunyai ukuran yang sungguh menakjubkan. Beberapa
contoh fosil berukuran kurang lebih 2,5 m. Amfibi ini berjaya
selama zaman Karbon. Zaman ini diikuti oleh suatu periode
ketika bumi menjadi lebih dingin dan lebih kering. Penurunan
kejayaan amfibi terjadi hingga saat ini. Dan hanya tertinggal tiga
ordo, di antaranya sama seperti yang disebutkan di atas tadi yang
merupakan hewan tanpa kaki seperti cacing. Karena amfibi tidak
memiliki kulit dan telur yang kedapan air, maka tak ada satupun
amfibi yang dapat menyesuaikan sepenuhnya keadaan di
daratan.29
28
Hermawan, Reptil dan ..., p. 67. 29
John W. Kimball, Biologi jilid 3, edisi Kelima (Jakarta: Ciracas,
PT. Gelora Aksara Pratama), p. 931
26
Meski ada yang memiliki persamaan, setiap jenis amfibi
memiliki ciri yang berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya.
Ciri-ciri tersebut ialah penutup tubuhnya berupa kulit yang
berlendir dan lembab, termasuk hewan yang berdarah dingin,
metamorfosis yang sempurna, antara kepala dan badan lebar
bersatu, tidak memiliki leher dan ekor. Pada kepala memiliki
mulut yang lebar untuk mengambil makanan, memiliki dua
lubang hidung yang kecil letaknya dekat ujung hidung yang
berfungsi sebagai alat pernapasan, memiliki mata yang bulat dan
di belakangnya terdapat dua lubang pipih tertutup oleh membrane
tympani yang berfungsi sebagai telinga untuk menerima
gelombang suara.
Ketika amfibi berada di daratan kemampuan mereka
untuk mendeteksi suara merupakan hal yang sangat penting dan
amfibi telah mengembangkan telinga sederhana dari struktur
yang diwarisinya. Spirakel tertutup dengan membran yang
berfungsi sebagai gendang telinga dan tulang rahang yang tidak
dipakai lagi yang berasal dari lengkung insang agnatha yang
berfungsi untuk meneruskan getaran dari membran ini ke telinga
27
dalam. Dan sanggurdi (tulang pendengaran yang amat dalam)
adalah homolog dengan tulang tadi.30
Matanya memiliki kelopak bawah dan atas, di dalamnya
memiliki selaput mata bening membran nictintans untuk
menutupi mata apabila berada di dalam air. Di bagian ujung
belakang badan terdapat anus yang berfungsi untuk membuang
sisa-sisa makanan yang tidak dicerna, urine dan kelamin atau
telur dari alat-alat reproduksi.31
Termasuk dalam hewan berkaki
empat (tetrapoda) dengan dua pasang alat penggerak dan
memiliki selaput di antara jari-jari kakinya yang berfungsi untuk
berenang dan melompat. Perbedaan alat pernapasan karena
mengalami perubahan ketika sebelum maupun sesudah
metamorfosis. Ketika masih kecil bernafas dengan insang, dan
ketika sudah dewasa bernafas menggunakan paru-paru dan kulit,
memiliki jantung dengan 3 ruang yaitu, 1 bilik (ventrikel) dan 2
serambi (atrium). Keadaan jantung amfibi agak maju. Antrium
kanan menerima darah miskin oksigen dari pembuluh darah balik
(vena) yang berasal dari aneka ragam jaringan dan organ-organ.
30
Ibid., jilid 3, p. 931. 31
Hermawan, Reptil dan ..., p. 75-76.
28
Darah dari paru-paru kaya akan oksigen di alirkan ke
atrium sebelah kiri. Darah dari kedua atrium tersebut mengalir ke
sebuah ventrikel yang tunggal. Kontraksi vantrikel mendesak
darah ke sebuah pembuluh yang bercabang-cabang menjadi
cabang kanan dan kiri. Dari cabang tersebut terbagi lagi menjadi
tiga cabang arteri pokok. Arteri anterior mengalirkan darah ke
kepala dan otak. Cabang tengah, lung aorta mengalirkan darah ke
jaringan internal dan alat dalam badan, sedangkan arteri porterior
mengalirkan darah ke kulit dan paru-paru.32
Paru-paru dan
tulang anggota dalam tubuhnya memberikan sarana untuk
lokomosi dan bernafas di udara. Autrium kedua dalam jantung
memungkinkan darah yang mengandung oksigen langsung
kembali ke dalamnya untuk dipompa keseluruh badan dengan
penuh tekanan. Sementara percampuran darah yang mengandung
oksigen dengan darah yang kurang mengandung oksigen terjadi
dalam vertikal tunggal, jantung yang beruang tiga memberikan
peningkatan yang berarti dalam efisiensi peredaran dan dengan
32
Kimball, jilid 2..., p. 508
29
demikian meningkatkan kemampuan untuk mengatasi lingkungan
daratan yang keras dan lebih banyak berubah-ubah.33
Sesuai dengan namanya, amfibi hanya separuh hidup di
daratan. Amfibi harus kembali ke air untuk bertelur, dan
setidaknya keturunan masa kininya tidak tahan lama terhadap
udara kering. Amfibi mengurangi masukan darah ke glomerulus,
karena peralihan berkala dari air ke daratan dan sebaliknya yang
menimbulkan masalah tambahan dalam mempertahankan
keseimbangan air dan eksresi limbah nitrogen. Hal ini dapat
mengurangi aliran darah dari glomerulus ke tubulus. Akan tetapi,
fungsi tubulus harus dipertahankan dan peningkatan aktivitas
sistem portarenal.34
Pengertian hewan yang hidup di dua alam bukan hanya
sekedar yang bisa hidup di air dan di darat saja, maka kerbau
yang hobinya berkubang di air bukan termasuk hewan amfibi.
Pengertian hewan yang hidup di dua alam ialah hewan yang
mampu bertahan hidup dalam jangka waktu yang lama dan
normal, baik di darat maupun di air. Air di sini bukan berarti di
33
Ibid., jilid 3, p. 931 34
Kimball, jilid 3, p. 931.
30
permukaan air, melainkan di dalam air dan bernafas seperti
biasa.35
2. Hewan Amfibi Dalam Hadis
Menurut pengqiyasan pendapat kebanyakan ulama
mengenai hewan amfibi, disamakan dengan hewan dimana
kebanyakannya ia berada, yaitu dimana tempat ia dilahirkan.
Contohnya, seperti burung laut. Para ulama fuqaha berpendapat
bahwa burung tersebut dihukumi sebagai hewan darat.
Dari „Atha diriwayatkan bahwa pendapatnya tentang
burung laut tersebut hukumnya menurut tempat di mana
kebanyakan hidupnya berada. 36
Salah satu contoh hewan amfibi
adalah kodok.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kodok
adalah binatang yang hidup di dua alam, pemakan serangga,
berkulit licin, berwarna hijau atau merah kecokelatan, pandai
berenang dan kaki belakang lebih panjang dari kaki yang depan.37
35
Sarwat, Halal dan ..., p.183. 36
A. Hanafi, Bidayatul Mujtahid, (Jakarta: Bulan Bintang), p. 103. 37
Dekdipbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, cet. 1 (Jakarta: Balai
Pustaka, 1991), p. 452
31
Syekh Kamaluddin bin Musa ad-Darimi@ mengutarakan
dalam Haya@tu al-h{ayawa@n al-Kubra, juz ke-1 hal 579-580.
Sebagai berikut :
فة الري ت ادع انػواع كثيػرة و والضىف كون منسفاد وتػتػولىد من المياه القائمة الصىعيػومن الفونات وعقب الامطار العزيػرةحت يظن انىو يػقع من السىحاب لكثػرة ما
طر والريح و ليس ذلك عن ذكر وأنػثى وانى الله يػرى منو على الاسطحة عقب الم
يلقو ف تلك السىاعة من طباع تلك التػربات Katak itu banyak macamnya. Ada yang terjadi melalui
hubungan kelamin, ada pula yang tanpa hubungan terbit dari
air-air tenang yang lemah alirannya dari pembusukan-
pembusukan dan sesudah hujan-hujan lebat, sehingga ada yang
menduga bahwa ia jatuh dari awan, karena banyak terlihat pada
atap-atap rumah setelah hujan dan angin, dan bukan terlahir
melalui yang jantan dan yang betina, sesungguhnya Allah ketika
itu menjadikannya dari tabiat-tabiat tanah di tempat itu.38
3. Pendapat Para Ahli Hukum Islam
Menurut Syaikhul al-Azhar Mahmud Syaltut dalam
bukunya Al-Fata@wa dapat disimpulkan sebagai berikut :
1) Makanan yang diharamkan oleh Alquran secara global ada
empat macam, yaitu bangkai, darah yang mengalir, daging babi
38
M. Syafi‟i Hadzami, Fatwa-Fatwa Muallim Taudhihul Adillah 6,
(Jakarta: PT. Elex Media Kumputindo, 2010), p. 289.
32
dan binatang yang disembelih dengan menyebut selain nama
Allah.
2) Dalam QS. Al-Ma@idah ayat 3-4 menjelaskan bahwa bangkai
binatang yang mati, tercekik, dipukul atau karena jatuh dan
diterkam binatang buas (kecuali sempat disembelih) serta yang
disembelih untuk sajian berhala.
Menurut Syaltut, hadis-hadis nabi yang menjelaskan
tentang larangan atau mengharamkan binatang buas/ burung buas,
kucing, kelajengking, tikus, ular, anjing liar dan sebagainya untuk
dimakan daging atau harganya, menurut penelitian beliau
menunjukkan hukum makruh tidak sampai kepada tingkat
haram.39
Sebagian ulama dari kalangan madzhab Asy-Syafi‟iyah
salah satunya yaitu Ar-Ramli sebagai ulama besar di madzhab
tersebut, lalu diikuti oleh Ar-Rafi dan An-Nawawi, yang mereka
maksud dengan hewan amfibi tersebut ialah kodok, buaya, kura-
kura, dan kepiting.40
39
Syaikhul al-Azhar Mahmud Syaltut, Al-Fata@wa 40
Sarwat, Halal dan..., p. 184
33
Kepiting hanya bernafas dengan insang, kepiting bisa
bertahan di darat hingga 4-5 hari karena insangnya dapat
menyimpan air, tetapi bila tidak ada airnya sama sekali ia akan
mati. Maka dari itu kepiting tidak bisa lepas dari air.
Menurut Sulistiono orang yang ahli dari Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) IPB (Institut Pertanian
Bogor) kepiting bukan termasuk hewan amfibi.
Ada 4 (empat) jenis kepiting bakau yang sering
dikonsumsi masyarakat dan menjadi komoditas, yaitu Scylla
serrata, Scylla tranquebarrica, Scylla olivacea, dan Scylla
pararnarnosain. Empat kepiting bakau ini oleh masyarakat sering
disebut sebagai kepiting.
Dari ke empat jenis kepiting di atas disebutkan ada
yang hidup di air tawar, di air laut, dan ada pula yang hidup di
keduanya. Namun, tidak ada yang hidup di dua alam.
Kesimpulannya, kepiting ialah binatang air yang bernafas dengan
insang, berhabitat di air. Namun tidak pernah mengeluarkan telur
34
di darat melainkan selalu di air karena membutuhkan oksigen dari
air.41
1) Hikmah Pengharaman Hewan-Hewan Tertentu
Hikmah dari pengharaman hewan tertentu ialah bahwa
kita sebagai manusia tetap membutuhkan yang namanya
binatang, serta wajib bagi kita menyayangi dan menjaganya
dengan baik. Hewan tertentu disini menunjukkan kepada hewan-
hewan yang tadinya dihalalkan berubah menjadi haram karena
seringnya diadu. Contohnya seperti ayam. Hukum memakan
daging ayam adalah halal, namun jika ayam tersebut mati, karena
sering diadu atau dibiarkan diadu maka ayam tersebut berubah
menjadi haram. Contoh lainnya banyak, bukan hanya ayam saja.
Maka para ulama menetapkan pengharaman memakan
hewan yang mati karena sering diadu, walaupun terluka kena
tanduk dan mengeluarkan darah, dan walaupun darah yang keluar
tersebut dari tempat sembelihannya. Maka dari itu, tujuan dari
pengharaman tersebut adalah sebagai hukuman dari membiarkan
hewan-hewan tersebut saling beradu hingga keduanya saling
41
Sarwat, Halal dan ..., p. 187.
35
terbunuh. Maka, dengan diharamkannya hewan ini ialah balasan
yang setimpal. Maksudnya ialah karena si pemilik hewan ini
sama-sama membiarkan atau karena memang sengaja diadu,
maka Allah SWT mengharamkan hewan tersebut untuk
dikonsumsi dan balasan yang setimpal ini dikhususkan untuk
orang-orang yang telah mengadu serta membiarkan hewan
tersebut saling terbunuh.
Adapun hikmah dari pengharaman memakan hewan
yang telah dimangsa oleh binatang buas, didalamnya terdapat
hikmah memuliakan manusia, membersihkannya dari memakan
suatu bekas sisa makanan binatang buas. 42
B. Manfaat dan Peranan Hewan Amfibi
Amfibi memiliki banyak peranan penting bagi kehidupan
manusia, diantaranya ialah peranan ekologis maupun ekonomis.
Amfibi secara ekologis memiliki peranan penting dalam rantai
makanan sebagai konsumen sekunder. Egi dkk menyatakan dari
buku yang berjudul “Amfibi Jawa Bali” menjelaskan bahwa
42
Yusuf Al-Qardhawi, Halal dan Haram dalam Islam, (Surabaya:
PT. Bina Ilmu, 1993), penerjemah, Mu‟ammal Hamidy, p. 50. Lihat Kitab
Halal Wa Haram Fil Islam, p. 59-60.
36
amfibi telah banyak dikonsumsi oleh restauran-restauran China.
Dua spesies yang paling banyak dikonsumsi diantaranya adalah
Fejervarya dan limnonectes macrodon yakni spesies yang
tubuhnya besar yang sering dijadikan protein tinggi. Dan Egi dkk
juga menyatakan dari buku yang bejudul “A Natural History Of
Amphibians” selain untuk dikonsumsi, amfibi juga memiliki
kegunaan sebagai binatang peliharaan, binatang percobaan dan
bahan obat-obatan.
Selanjutnya Egi dkk juga mengambil dari buku yang
berjudul “Panduan Lapangan Amfibi Kawasan Ekosistem
Leuser” menjelaskan bahwa amfibi mempunyai potensi yang
besar untuk menanggulangi hama serangga karena makanan
utama amfibi ialah serangga dan larvanya. Selain bermanfaat
sebagai ekonomi dan ekologi, amfibi juga memiliki manfaat
dalam pengobatan. Kulit amfibi yang selalu basah karena di
dalamnya terdapat kelenjar-kelenjar sekresi. Sekresi dari kelenjar
kulit amfibi mengandung berbagai senyawa yang kaya akan
protein, peptida, steroid, dan masih banyak lagi senyawa lainnya,
37
sehingga senyawa sekresi tersebut dapat dijadikan sebagai bahan
obat antibiotik dan antimikrobia.43
1) Faktor Penyebab Penurunan Populasi Amfibi
a) Penangkapan Lebih
Katak ditangkap untuk dikonsumsi. Sedikitnya ada
empat jenis katak yang diperjual belikan untuk konsumsi di
Indonesia, antara lain Fejervarya cancrivora, Fejervarya
limnocharis, Limnonectes macrodon dan Rana catesbeiana.
Berbagai macam jenis yang ditangkap ini bervariasi tergantung
pulau, walaupun ada kesamaan dari jenis ini yaitu berukuran
besar dan memiliki kulit tanpa kelenjar racun.
Mirza D Kusrini mengutip dalam sebuah buku yang
berjudul Prosiding Seminar Hasil Penelitian Konservasi Amfibi
dan Reptil di Indonesia bahwa Indonesia masuk dalam kategori
negara pengekspor terbesar paha katak beku di dunia. Setiap
tahun sekitar 4 juta kilogram paha katak beku Indonesia diekspor
ke berbagai negara terutama ke negara-negara di Eropa di mana
43
Roly Mardinata, "Keanekaragaman Amfibi (Ordo Anura) Di Tipe
Habitat Berbeda Resort Balik Bukit Taman Nasional Bukit Barisan Selatan,”
Jurnal (Bandar Lampung, 2017) , p. 28-29.
38
lebih dari 80% merupakan hasil penangkapan dari alam. Sebelum
Indonesia, India dan Bangladesh adalah negara pengekspor katak
beku terbesar. Karena makin berkurangnya populasi katak untuk
dikonsumsi di negara tersebut, maka katak-katak tersebut
kemudian menjadi dilindungi dan di masukkan dalam Appendix
II CITES.
Dan Mirza D Kusrini mengutip pula dalam sebuah
buku yang berjudul The Amphibian and Reptile Trade With
Particular Reference To Collecting In Europe bahwa selain
digunakan sebagai bahan makanan, amfibi diperjual belikan antar
negara sebagai binatang peliharaan dan digunakan pula sebagai
bahan percobaan di laboraturium dan sebagainya, karena kulitnya
bisa di jadikan bahan kerajinan. Macam-macam amfibi yang
diperjual belikan untuk hewan peliharaan biasanya yang
berwarna cerah dan jinak dan amfibi yang laku diperjual belikan
ialah salamander dan katak dendrobatid dari Amerika Selatan. 44
44
Mirza D Kusrini, “Konservasi Amfibi Di Indonesia: Masalah
Global dan Tantangan,” Jurnal: Konservasi Sumber Daya Hutan dan
Ekowisata, Vol. XII, No. 2 (Agustus, 2007), p. 90.
39
b) Hilangnya Hutan dan Lahan Basah
Mirza D Kusrini mengutip dalam sebuah buku yang
berjudul Perilaku Berbiak Katak Pohon Hijau bahwa kebanyakan
amfibi berkembang biak di lahan basah. Namun, di berbagai
negara telah kehilangan lahan basah yang sangat menonjol,
karena digunakan untuk kepentingan lain umumnya seperti lahan
pembangunan. Hilangnya lahan basah sama dengan hilangnya
amfibi. Selain hilangnya lahan basah, perubahan kualitas lahan
basah melalui euotrofikasi, pencemaran, pemasukan ikan,
hilangnya hutan dan lain sebagainya yang mampu menghilangkan
populasi amfibi. Banyak spesies amfibi yang memerlukan lahan
basah temporer yang hanya muncul saat musim hujan.
Contohnya, genangan atau kubangan air yang timbul pada saat
hujan turun.
c) Pencemaran
Lahan basah biasanya digunakan untuk pembuangan
atau penampungan dan pengakumulasi bahan pencemar. Mirza D
Kusrini mengutip dalam sebuah buku yang berjudul Ecotoxiology
Of Amphibians and Reptiles bahwa amfibi rentan terhadap
40
senyawa-senyawa, seperti logam berat, produk petroleum,
herbisida dan pestisida.
d) Penyakit
Berbagai macam penyakit yang disebabkan oleh
berbagai sebab di duga berperan dalam penurunan populasi
amfibi di dunia. Mirza D Kusrini mengutip dalam sebuah buku
yang berjudul Chytridiomycosis Causes Amphibian Mortality
Associated With Population Declines In The Rain Fores Of
Austaralia And Central America bahwa jamur batracochytrium
dendrobatidis sebagai penyebab penyakit chytridiomycosis di
duga menjadi penyebab kematian masal amfibi di Amerika
Tengah dan Australia dan ini telah di teliti secara intensif.45
e) Spesies Intodusir
Amfibi di berbagai habitat danau dan sungai seringkali
hilang karena dimakan oleh ikan atau jenis katak lain. Contohnya
ialah katak lembu Rana catesbiana di mana bentuk dewasa
maupun berudunya adalah predator yang sengaja di introdusir
manusia untuk keperluan konsumsi. Mirza D Kusrini mengutip
45
Kusrini, “Konservasi Amfibi ..., p. 91.
41
dalam sebuah buku yang berjudul Amfibi Jawa dan Bali bahwa
jenis katak yang tidak di introdusir yaitu katak lembu Rana
catesbiana yang berasal dari Amerika Selatan terutama ditujukan
untuk penangkaran. Mirza D Kusrini mengutip dari sebuah jurnal
yang berjudul Effectts Of Intoduced Bullfrogs, Rana catesbiana,
On The Native Frogs Of The San Joaquin Valley bahwa Rana
catesbiana menjadi salah satu kompetitor utama katak asli di
Amerika Serikat dan kini dianggap sebagai hama.
f) Kecacatan Pada Katak
Kecacatan dapat terjadi pada semua makhluk hidup.
Isu kecacatan pada hewan amfibi baru muncul pada beberapa
tahun yang lalu. Mirzan D Kusrini mengutip dalam sebuah buku
yang berjudul Amphibian Deformeties bahwa amfibi di
perkirakan mempunyai laju kecacatan normal pada angka sekitar
5%. Frekuensi kecacatan tertinggi biasanya terdapat pda katak
yang baru saja bermetamorfosis berudu. Penyebab dari kecacatan
ini ialah banyak macamnya antara lain berhubungan dengan
bahan pencemar dan sebagainya.46
46
Kusrini, “Konservasi Amfibi..., p. 92.
42
C. Pandangan Ulama Tentang Hewan Amfibi
Para ulama menegaskan wajibnya mengetahui perbedaan
pendapat para fuqaha sebagaimana wajibnya mengetahui apa
yang telah disepakati. Karena perbedaan pendapat mereka
merupakan rahmat dan kesepakatan mereka bisa dijadikan
sebagai hujjah. Sebab, mereka telah berijtihad dengan
mengerahkan sebuah tenaga guna mencari kebenaran. Memang
benar bahwasannya pendapat jumhur itu memiliki bobot yang
membuat kita harus meneliti lebih jauh pendapat yang
bertentangan dengannya. Kita tidak bisa keluar dari pendapat
jumhur kecuali ada beberapa alasan yang lebih kuat. Tetapi
pendapat jumhur itu tetap tidak ma‟shum.47
Banyak sahabat yang memiliki pendapat yang berbeda
dari semua sahabat, tapi hal ini tidak membahayakan. Dan berapa
banyak pula fuqaha tabi‟in yang punya pendapat berbeda dari
para fuqaha lain, tetapi hal itu tidak menggugurkan pendapatnya.
Pangkal persoalannya terletak pada hujjah bukan pada suara
terbanyak.
47
al-Qardhawy, Fiqh Perbedaan, cet 6..., p. 113
43
Mazhab yang empat kendatipun telah diterima oleh
mayoritas umat bukanlah hujjah dari agama Allah, tetapi apa
yang menjadi hujjah ialah dalil-dalil syar‟i yang melandasinya.48
Perbedaan pendapat ulama disebabkan oleh, pertama
perbedaan qiraat (bacaan). Alquran diterima oleh para sahabat
bukan hanya satu tipe qiraat saja, melainkan dalam banyak tipe.
Banyak tipe qiraat yang ikut serta dalam menciptakan perbedaan
pendapat ulama dalam hukum Islam. Kedua, tidak mengetahui
adanya hadis nabi, karena setiap sahabat berbeda-beda dalam
berinteraksi dengan Nabi SAW. Sehingga mereka berbeda dalam
mengetahui hadis nabi. Ada sahabat yang mengetahui banyak
hadis nabi, ada pula yang mengetahui sedikit hadis nabi. Ketiga,
para ulama ragu-ragu dalam mengamalkan sebuah hadis, karena
mereka ragu terhadap keshahihan hadis.49
Keempat, perbedaan sahabat dalam memahami dan
menafsirkan sebuah teks. Kelima, pertentangan antar dalil. Dalam
sebuah permasalahan, tidak jarang terdapat banyak dalil yang
48
Ibid., p. 114 49
Khoiron, “Sebab-Sebab Perbedaan Pendapat Ulama,”
http://www.mu.or.id/post/read/86896/sebab-sebab-perbedaan-pendapat-ulama-
1 (diakses pada 06 maret 2018)
44
kadang terlihat saling bertentangan dan ini banyak ditemukan.
Keenam, perbedaan kaidah istinbath hukum dan ini yang
menyebabkan perbedaan pendapat mereka dalam hukum Islam.50
Ketujuh, tidak adanya nash dalam masalah. Kedelapan,
perbedaan dalam qawaid al-Ushuliyyah. Kesembilan, perbedaan
dalil yang dijadikan sebagai hujjah. Kesepuluh, perbedaan kuat
atau tidaknya hadis yang diterima.51
a. Argumentasi Ulama Hadis Tentang HaramnyaMengkonsumsi
Hewan Amfibi
Dalam Hadis riwayat Abu Da@ud no. 3871 ditemukan bahwa
ada dalil yang berbunyi, “ada seorang thabib bertanya kepada
Rasul tentang katak yang dipergunakan dalam campuran obat.
Maka Rasulullah SAW melarang membunuhnya.
Asbabul Wurud: Sebagaimana terdapat dalam Sunan Abu
Da@ud dari Abdurrahman bin Usma@n at-Taimi, bahwa seorang
50
Khoiron, “Sebab-Sebab Perbedaan Pendapat Ulama,”
http://www.mu.or.id/post/read/87155/sebab-sebab-perbedaan-pendapat-ulama-
12-habis (diakses pada 13 maret 2018) 51
Awwalul Zikri Zailani, “9 Sebab Munculnya Perbedaan Pendapat
di Kalangan Ulama dan Bagaimana Menyikapinya,”
http://konsultasifiqih.com/perbedaan-pendapat-di-kalangan-ulama/ (diakses
pada 31-Juli-2016)
45
dokter bertanya kepada nabi tentang katak untuk dijadikan obat.
Maka Nabi SAW melarang membunuhnya karena katak itu selalu
bertasbih.
Keterangan: Al-Baidhawi berkata membunuh katak dengan
alasan menjadikannya sebagai obat bukanlah karena
keharamannya, melainkan karena kenajisannya atau karena katak
termasuk binatang yang menjijikan, atau katak diketahui
membahayakan kesehatn di luar apa yang diketahui oleh dokter
yang hanya mengetahui bermanfaat bagi pengobatan.52
Dan hadis ini disyarahkan dalam kitab „Aunul Ma‟bud
karya Ibnu Qayyim. Telah menceritakan Harun bin „Abdullah,
telah menceritakan Muh{ammad bin Basyir, telah menceritakan
Yunus Ibn Abi Isha@q, dari Mujahid, dari Abu Hurairah. Ia
berkata: Rasulullah SAW melarang obat-obatan dari sesuatu yang
menjijikan. Albani menshahihkan hadis tersebut.
Imam Asy- Syauka@ni pengarang Nailul Aut{ar mengatakan
bahwa tidak ada dalil syara‟ yang dapat memberikan pengertian
52
Ibnu Hamzah al-Husaini al-Hanafi Ad-Damsyiqi, terj. M. Suwarta
Wijaya, B.A dan Zafrullah Salim, Asbabul Wurud 3 Latar Belakang Historis
Timbulnya Hadis-Hadis Rasul, cet. 1, (Jakarta: Kalam Mulia, Maret 2002), p.
346
46
haram pada binatang, karena sesuatu yang diperintahkan atau
dilarang membunuhnya. Oleh sebab itu, hendaknya dianggap
tidak ada hukum sebelum ada perintah yang sharih menunjukkan
keharaman memakannya. Imam Asy-Syauka@ni mengatakan
bahwasannya kencing unta tidak dinyatakan sebagai yang haram
atau najis. Dan ini bisa menggabungkan antara yang halal dan
yang haram. Al-Mundhiri mengatakan dalam hadisnya, Isma @il bin
Ayyash.53
Dalil haramnya memakan katak, setelah diterimanya
kaidah bahwa larangan membunuh berkosekuensi larangan
memakannya54
Apabila binatang yang dilarang atau diperintahkan
membunuhnya itu dimasukkan dalam kategori khabais|, maka
dasar keharamannya adalah ayat Alquran. Tetapi, apabila tidak
ada ayat maka hukumnya halal, sesuai dengan ketentuan-
ketentuan yang telah dirintis oleh para fuqaha yang memiliki
prinsip bahwa asal segala sesuatu itu hukumnya mubah.
53
Syekh Syariful Haqq, „Aunul Ma‟bud jilid 10, )Darul Kitab
Ulmiyyah), p. 252 54
Ibid, jilid 15, )Darul Kitab Ulmiyyah), p. 63
47
Al-Baihaqi@ dalam Kita@b Al-Sunan al-Kubra@ menyebutkan
bahwa di dalam hadis tersebut mengandung pengertian bahwa
tidak semua binatang yang hidup di air hukumnya sama dengan
ikan.
Ibnu As|ir sahabat Ibnu Abbas ra menerangkan bahwa di
dalam salah satu riwayat dijelaskan, Rasul saw melarang
membunuh empat macam binatang, di antaranya semut, lebah,
burung belatuk, dan burung bangau. Kemudian Ibnu As|ir berkata,
bahwa pendapat yang kuat tentang larangan membunuh binatang-
binatang yang telah disebutkan di atas terdapat manfaat atau
karena ada mudharatnya. Seperti, lebah bisa diambil manfaatnya
karena ia menghasilkan madu, adapun larangan membunuh
burung belatuk, karena dagingnya bau busuk. Maka dari itu
larangan membunuh binatang belum tentu menunjukkan kepada
larangan memakan dagingnya, karena ada alasan yang lain.55
Menurut Ibnu Taimiyyah dalam kumpulan Majm@u’
Fatwanya, bahwa mengenai hadis Rasul yang diriwayatkan oleh
Abu Dawud tentang larangan membunuh katak untuk dijadikan
55
Ismail Thaib, “Pandangan Islam Terhadap Makanan,” Jurnal,
(edisi ke 4, 2002), p.5.
48
obat, Nabi menjawab sesungguhnya suara katak adalah tasbih,
dan Ibnu Taimiyyah mengomentari keterangan tersebut bahwa
katak dilarang untuk dibunuh dan tidak boleh digunakan sebagai
obat. Menurut Ibnu Taimiyyah, boleh jadi keharaman katak lebih
ringan dari pada keharaman “al-khabaits” lainnya. Karena
kebanyakan orang mengatakan bahwa bunyi katak adalah
tasbih.56
Diriwayatkan pula dari „Abdullah bin Amr Ibn Al-As}, ia
berkata:
يي، ثنا وأخبػرنا أبو عبد الله، وأبو سعيد بن أب عمرو قالا: ثنا أبو العبىاس، ثنا، عن قػتادة، عن زرارة بن أوف، عن عبد الله عبد الوىىاب، أنبأ ىشام الدىستػوائي
لا تػقتػلوا الضىفادع فإنى نقيقها تسبيح , ولا بن عمرو رضي الله عنػهما قال:اش فإنىو لمىا خرب بػيت المقدس قال: يا رب سلطن على البحر تػقتػلوا الفى
حتى أغرقػهم. فػهذان موقوفان ف الفىاش وإسنادها صحيح فالىذي أمر بقتلو ف حرام الل والرم يرم أكلو , إذ ل و كان حللا لما أمر بقتلو ف الرم ولا ف ال
حرام , والىذي نػهى عن قػتلو يرم أكلو إذ , وقد نػهى الله عن قػتل الصىيد ف الما نػهى عن قػتلو كما ل يػنو عن قػتل لو كان حللا أمر بذبو ولما نػهى عنو ول
)رواه البيهقي( ما يل ذبو وأكلو , والله أعلم
56
Ibid.
49
Artinya :
Telah mengabarkan kepada kami Abu „Abdillah, Abu Sa‟id
bin Abi „amri, berkata: Dari Abdullah bin Amr ibnu al-As{ r.a ia berkata, “Janganlah kamu membunuh katak-katak, karena
keruknya itu tasbih, dan jangan kamu membunuh kelelawar,
karena ketika Baitul Maqdis dirubuhkan, dia pernah berkata,
“Ya Tuhanku! Berilah aku kekuatan di dalam lautan sehingga
aku dapat tenggelamkan mereka (armada bukhtanasar). Maka
dengan ini kelelawar dengan sanad yang shahih, diperintahkan
untuk dibunuh sebagai solusi. Ini dua kedudukan tentang
kelelawar sanad kedua-duanya shahih, yang pertama ialah
tentang memerintahkan untuk membunuhnya di tanah halal
(diluar tanah suci) dan membunuhnya di tanah haram (tanah
suci) haram juga dimakan. Jikalau boleh (halal) dibunuh di
tanah suci, tetapi tidak halal selama berihran, sungguh Allah
SWT melarang memburu binatang pada saat ihram. Yang kedua
binatang yang dilarang untuk dibunuh, maka haram dimakan.
Karena jika hewan itu halal, tentu akan diperintahkan untuk
disembelih dan tidak dilarang untuk dibunuh, sebagaimana
binatang lainnya yang halal untuk dikonsumsi.” (HR. al-Baihaqi
dengan sanad yang shahih)57
Postur tubuh katak yang berlekuk membuka pikiran
manusia bahwasannya katak bisa dijadikan sebagai obat dan
dapat menyembuhkan pernyakit. Namun katak adalah hewan
amfibi yang dilarang oleh Rasul untuk dibunuh. Sesuatu yang
dilarang untuk dibunuh biasanya memiliki sesuatu yang jarang
kita ketahui diantaranya yang pertama yaitu mungkin saja hewan
57
Al-Baihaqi@, As-Sunan Al-Kubra@ 9, no.19382, (Darul Kitab ul-
Miyah Bairut), p. 534.
50
tersebut adalah hewan pembangkang atau mungkin hewan
tersebut masuk dalam kategori hewan yang najis.
Al-Khatta@bi dalam hadis yang diriwayatkan oleh an-
Nasa@’i mengatakan bahwa katak itu haram untuk dimakan dan itu
tidak dalam batas yang diperbolehkan dari hewan air, dan
siapapun yang melarang membunuhnya dari binatang itu, maka
itu untuk satu dari dua hal, baik untuk haram dalam dirinya
sendiri atau adanya larangan dari dagingnya yang khabais|.
Menurut Al-Khatta@bi obat dari sesuatu yang menjijikan dapat
disembelih dari dua sisi, salah satunya adalah keharaman yang
tidak najis atau yang memabukkan seperti khamar, dan daging
hewan lainnya yang tidak bisa dimakan.58
Tirmiz|i mengatakan tentang obat dari sesuatu yang
menjijikan dikatakan najis atau haram dan ini telah dijelaskan
dalam kitabnya.59
58
Syekh Syariful Haqq, „Aunul Ma‟bud, jilid 10, )Darul Kitab
Ulmiyyah) p. 252 59
Ibid.
51
Sudah jelas bahwa segala sesuatu yang kotor ialah haram,
karena Alquran telah meletakkan kaidah umum untuk barang
yang diharamkan, yaitu yang terdapat dalam QS. Al-‘Ara@f: 157.
Yang dimaksud dengan t{ayyiba@t di sini ialah semua yang
dapat dinikmati oleh manusia atau segala sesuatu yang baik-baik,
tanpa adanya nash pengharaman. Sedangkan yang di maksud
dengan khabais| ialah segala sesuatu yang dianggap kotor atau
menjijikan oleh perasaan manusia secara umum, walaupun
beberapa prinsip mungkin menganggap tidak kotor.60
b. Argumentasi Ulama Fiqih Tentang Haramnya Mengkonsumsi
Hewan Amfibi
Imam Syafi‟i mengartikan at}-T}ayyiba@t ialah apa-apa yang
dianggap baik dan nikmat oleh orang Arab. Di dalam kitab Ad-
Darari al-Mud {abbah mentarjihkan pendapat, mengatakan at}-
T}ayyiba@t bukan hanya sesuatu yang dianggap baik dan enak oleh
orang Arab saja, namun “siapa saja yang dianggap kotor oleh
manusia dari pada binatang bukan karena „illat dan bukan karena
menyerang, tetapi karena kotor atau jorok semata-mata, maka
60
Imam Al-Ghozali, Benang Tipis Antara Halal dan Haram, cet, 1,
(Surabaya: Putra Pelajar, 2002), p. 119
52
hukumnya haram. Dan jika sebagian menganggap kotor atau
jorok maka yang diambil ialah pendapat yang mayoritas.61
Jumhur ulama‟ dari kalangan Hanafiyyah, Asy Syafi‟iyyah,
dan Hanbali telah sepakat atas haramnya kodok. Mereka
berhujjah dengan hadis yang melarang membunuh katak.
Pengambilan dalil dari pengharaman memakan hewan yang
dilarang untuk dibunuh, bahwa larangan membunuhnya berarti
larangan menyembelihnya. Tidak dihalalkan menyembelihnya
karena dilarang memakannya. Seandainya halal, tentu tidak
dilarang membunuhnya.
Menurut Hanafiyyah bahwa semua hewan yang hidup di air
semuanya haram dimakan kecuali ikan. Menurut mereka binatang
laut selain ikan termasuk khabais\ yang diharamkan. Demikian
pula katak, menurut mereka juga haram.
Zainuddin bin Ibra@him bin Najim Al Mishri (ulama‟
mazhab Hanafiyyah) berkata, “Menurut kami (hewan air selain
ikan) tentu haram untuk dimakan. Berdasarkan firman Allah:
61
Ibid. p. 120
53
ويرم عليهم البائث
Artinya :
“Dan (Allah) mengharamkan bagi mereka segala yang
buruk.”
Imam An Nawawi (ulama‟ Madzhab Asy Syafi‟iyah)
berkata, “Tidak halal mengkonsumsi katak”, berdasarkan riwayat
bahwa Nabi melarang membunuh katak. Seandainya kodok halal
tentu beliau tidak akan melarang membunuhnya.”62
Beliau juga
menyimpulkan dari hadis yang di riwayatkan oleh Al-Abdari dari
Abu Bakar Ashiddiq ra, dari Umar bin Khattab “Pendapat yang
shahih dan dapat dijadikan pegangan adalah semua binatang laut
(air) halal bangkainya kecuali katak. Maka apa yang disebutkan
(tentang haramnya katak) oleh sahabat kami atau sebagian dari
mereka mencakup kura-kura, ular, nisnas (sejenis kera) yang
hidup di air selain laut (juga haram).”63
Imam An-Nawawi dalam
Kita@b Al-Majmu@‟ Syarh{ Al- Muhaz|ab mengatakan bahwa
menurut ulama Syafi‟i, semua jenis kotoran boleh dijadikan obat
62
Imam an-Nawawi, Al Majmu’ Syarh Al Muhaz |ab jilid 9, (Da@rul
Fikr), p. 30 63
Ibid. p. 33
54
kecuali yang memabukkan dan binatang yang tidak mati di air
hukumnya halal dan tidak perlu disembelih, sama halnya dengan
ikan. Dan adapun binatang yang hidup di air, maka tidak bisa
diserupakan dengan ikan.64
Dalam kitab shahih Bukha@ri dan Muslim, mereka
mengatakan bahwa Rasul memerintahkan untuk meminum urin
unta karena bisa dijadikan sebagai obat, ia berkata hadis ini
menceritakan apabila tidak ada lagi obat selain urin unta.65
Ibnu Qudamah Al Maqdisi berkata, “Semua hewan laut
(air) mubah. Berdasarkan firman Allah, “Dihalalkan bagimu
binatang buruan laut dan makanan (yang berasal) dari laut
sebagai makanan yang lezat bagimu, dan bagi orang-orang yang
dalam perjalanan.” (QS. Al-Ma@idah: 96). Kecuali katak, ular dan
buaya. Dan menurut Ibnu Hamid kecuali ikan hiu.66
Abu Umar Yusuf bin „Abdullah al- Qurt{ubi@, (ulama‟
Mazhab Malikiyyah) berkata, “Tidak mengapa memakan
kepiting, kura-kura, katak, dan tidak masalah pula ular (air)
64
Thaib, “Pandangan Islam ..., p. 4 65 “
Hukum Memakan Daging Katak,”
http://darusyahadah.com/hukum-memakan-daging-katak/ (diakses pada 26
febuari-2019) 62
Haqq, „Aunul..., jilid 10, p. 252
55
buruannya orang-orang Majusi, karena tidak perlu disembelih.
Jika di dalam dalil tidak tertuang secara eksplisit tentang najis
atau haramnya suatu hewan, maka mereka tidak
mengharamkannya. Dan bagi mereka untuk mengelompokkan
hewan yang khabaits (kotor) tidak bisa dilakukan secara individu,
karena akan bersifat subjektif.67
Ibnu Abi@ Laili (ulama‟ mazhab Malikiyyah) berkata,
“Semua (binatang) yang ada di laut, baik berupa kodok, kepiting,
ular air dan selainnya halal (dimakan), baik (saat mendapatkan)
masih hidup ataupun sudah mati.”68
Menurut pandangan umum, dikalangan fuqaha ada tiga
pendapat, di antaranya menurut Abu Thaib pendapat yang shahih
ialah yang menyatakan hukumnya halal. Abu Thaib berpegang
teguh pada firman Allah dalam QS. Al-Ma@idah ayat 96 dan ke
universalan hadis halal bangkainya (الحل ميتته) .69
67 Sarwat, Halal dan..., p. 182 68 Abu „Amr Yusuf, Al-Istiz|kar, (Dar al-Kita@b Ulumiyyah: Bairut) p.
284 69
Yusuf, Al-Istiz|..., p. 4.
56
Menurut Muhammad Abduh, larangan Rasul dalam
membunuh binatang seperti binatang melata, semut, lebah,
burung bangau, burung belatuk tidak menunjukkan kepada
larangan memakan dagingnya, begitupun dengan kodok termasuk
hewan yang khabais|, dengan ukuran selera orang Arab tidaklah
dipandang sebagai patokan yang universal, karena agama Islam
diturunkan Allah untuk seluruh umat manusia (Tafsir al-Manar
hal 165).70
Diantaranya katak, lalu Rasul melarang
membunuhnya.71
Sementara itu, Ibnu Qoyyim Al-Jauziyah dalam Kita@b
Za@dul Ma@’d mengutip perkataan Imam Ahmad bin Hambal
bahwa katak tidak boleh digunakan sebagai obat, karena Rasul
melarang membunuhnya. Selain itu, Ibnu Qoyyim juga
menelusuri keterangan pengarang Kita@b Al-Qa@nu@n yaitu Ibnu
Sina@ yang berbunyi, barang siapa yang memakan darah dan
daging katak bengkaklah badannya, warna kulitnya berubah,
70
M. Rasyid Ridho, Tafsir al-Manar, (Al-Manar: Press Mesir Kuno,
terbitan awal (1337 H- 1298 H), p. 165. 71
Thaib, “Pandangan Islam..., p. 3.
57
spermanya hancur, dan terpancar terus menerus bisa
menyebabkan kematian.72
Kesimpulan dari dampak memakan daging katak ialah
apabila kita mengkonsumsi katak yang beracun, maka resiko
untuk gangguan kesehatan yang telah disebutkan di atas akan
meningkat, sehingga bisa membuat kita keracunan bahkan
kehilangan nyawa. Karena di dalam daging katak sering
ditemukan cacing yang sangat berbahaya bagi kesehatan tubuh
manusia.
Apabila seseorang memperhatikan semua makhluk yang
ada, maka ia akan mengetahui bahwasannya baik makhluk hidup
atau benda-benda mati yang Allah SWT ciptakan seluruhnya
tunduk dan takluk pada suatu ketetapan yang mereka tidak bisa
melepaskannya.
Allah SWT menciptakan semua makhluk dengan
settingan yang sama, mulai dari segi penciptaan yang indah dan
pengaturan dalam hal makan hingga tidur dan pengetahuan
instingpun tetap terjaga. Sehingga bukan hanya dari manusia,
72
Thaib, Pandangan Islam, p. 5
58
tumbuhan, bulan, halilintar dan sebagainya. Tetapi hewan-
hewanpun ikut bertasbih memuji nama Allah SWT. Karena itu
adalah hal yang wajar bagi Allah SWT, jika Allah SWT
mendapatkan tasbih dari mereka dengan cara yang telah
ditetapkan-Nya.73
Sesuai dengan firman Allah SWT:
طائر يطير بناحيو إلاى أمم أمثالكم وما من دابىة ف الأرض ولا م يشرون (۱۷) ما فػرىطنا ف الكتاب من شيء ثى إل رب
Artinya :
“Dan tiadalah binatang-binatang yang ada di bumi dan
burung-burung yang terbang dengan kedua sayapnya, melainkan
umat (juga) seperti kamu. Tidaklah kami alpakan sesuatupun
dalam al-Kitab, kemudian kepada Tuhanlah mereka
dihimpunkan.” (QS. Al-An’a@m (6)}: 38)
Diantara banyaknya argumen ulama selain katak tidak
boleh dijadikan sebagai obat, ternyata suara katak termasuk
tasbih di mana banyak sumber-sumber yang mengatakan bahwa
suara katak memanglah tasbih dan keistimewaan katak selain dari
suaranya yang bertasbih ialah karena katak penyelamat Nabi
Ibrahim as dikala Nabi Ibrahim as dibakar.
73
Khoirotul Fitriyani, “Manifestasi Tasbih Makhluk Menurut Al-
Qur‟an” (Skripsi, tt. Fakultas Ushuluddin IAIN “Walisongo,” Semarang,
2012), p. 82
59
Khoirotul Fitriyani mengutip dari sebuah buku yang
berjudul “Mu‟jam Mufrodatil Alfaz |i Alquran” bahwa tasbih
berasal dari kata ارغجؼ yang berarti berlari cepat di dalam air atau
terbang di udara. Diberi nama tasbih karena akan segera pergi
untuk beramal dalam rangka menyembah Allah. Pada umumnya
tasbih sendiri merupakan ibadah, baik secara lisan, perbuatan
ataupun niat.
Khususnya lagi tasbih ialah untuk mengingat Allah SWT
dengan menyebut atau memuji Allah SWT dengan lafal yang
baik bagi Allah SWT. Selain itu juga makna tasbih ialah menjaga
Allah SWT dari segala kekurangan dan kelemahan serta
memurnikan Allah SWT dari semua karakter pembaruan dalam
ciptaan-Nya.74
Berikut sedikit cerita tentang seekor katak dan
sang Nabi Ibrahim as:
Riwayat hidup katak sungguh kontras dengan citranya
yang marjinal. Kisah makhluk lemah ini begitu dramatis, apalagi
berada dalam peta politik sebuah impremium yang tengah
bergejolak di zaman raja Namrud. Seorang raja yang ingin
74
Fitriyani, Manifestasi Tasbih..., p. 27
60
membakar Nabi Ibrahim. Titah bakar diputuskan pasca Nabi
Ibrahim dianggap secara sah dan meyakinkan membuat makar,
tak tanggung-tanggung makar Ibrahim bukanlah soal kekuasaan.
Namun lebih dari itu, Ibrahim as mengusik kebenaran mutlak
yang dimapankan kekuasaan soal pencipta semesta alam.
Kala itu Raja Namrud marah besar, titah pun keluar. Tak
bisa diganggu gugat, hukuman yang mungkin pertama dalam
sejarah ia lakukan. Ibrahim as dibakar hidup-hidup. Kayu bakar
dikumpulkan hingga menggunung, api dinyalakan dan Nabi
Ibrahim as di masukkan dalam kobaran api yang sangat panas.
Tak ada satupun yang menolong, kecuali seekor katak. Dia
perlahan-lahan mendekati kobaran api tersebut, di dalam
mulutnya tersimpan air yang tak seberapa, tujuannya untuk
memadamkan api sehingga Nabi Ibarahim pun selamat.
Apalah daya seekor katak dengan beberapa tetes airnya itu
mengharapkan semoga api bisa padam, tetapi malah sebaliknya,
kobaran api makin panas. Keinginannya untuk bisa memadamkan
api telah gagal, namun Allah SWT berkehendak lain. Allah SWT
justru menghargai usaha si katak, maka jerih payah katak pun
61
tidak sia-sia. Dengan rasa cinta dan keinginan membela Nabi
Ibrahim katak di muliakan oleh Allah SWT. Sejak saat itulah
muncul larangan membunuh katak.
Perintah Allah SWT akan terus diberlakukan hingga masa
Rasulullah SAW. Dengan kata lain, perintah larangan membunuh
katak berlaku hingga akhir zaman. Perbuatan seekor katak
membuat Allah SWT memuliakan seluruh golongan katak.75
Seperti riwayat „Abdurrazaq rahimahullah dalam kitabnya
“Al-Mus}annaf” juz 4 hal. 446 no. 8392:
عن معمر، عن الزىري، عن عروة، عن عائشة، أنى النىبى صلىى الله عليو وسلىم فخ فيو، فػنهي كانت الضفدع تطفئ النىار عن »قال: إبػراىيم، وكان الوزغ يػنػ
«عن قػتل ىذا، وأمر بقتل ىذاArtinya :
“Dari Ma‟mar, dari Zuhri, dari Urwah, dari „A@isyah radhiyallahu 'anha berkata: Sesungguhnya Nabi shallallahu
„alaihi wa sallam bersabda: “Dulunya katak memadamkan api
dari Nabi Ibrahim (ketika dibakar), sedangkan cicak
menghidupkannya padanya, maka dilarang membunuh ini (katak)
dan diperintahkan membunuh ini (cicak).”76
75
Amirullah Suhada, “Katak Pembela Nabi Ibrahim,”
https://www.kompasiana.com/amirullahsuhada/550a095ca33311484b2e3b2c/k
atak-pembela-nabi-ibrahim (diakses pada 08 september 2011) 76
Abdurrazaaq, Kitab Al-Mushannaf 4/446, no. 8392, (Maktabul
Islami-Bairut: ٣0٥١) p.445
62
Diriwayatkan oleh Abdurrazaaq dalam kitabnya “Al-
Mus{annaf” juz 4 hal. 446 no. 8393:
، عن أبان، عن أنس بن مالك قال: قال رسول قال: أخبػرنا أبو سعيد الشىاميأمنوا الضفدع؛ فإنى صوتو الىذي تسمعون تسبيح، »اللىو صلىى الله عليو وسلىم:
، إنى البػهائم استأذنت ربػىها ف أن تطفئ النىار عن إبػراىيم، وتػقديس، وتكبير «فأذن للضىفادع فػتػراكبت عليو، فأبدلا اللىو بر النىار الماء
Artinya :
“Telah mengabarkan kepada kami Abu Sa‟id Asy-Sya@mi, dari Aba@n, dari Anas bin Ma@lik, berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: “Berilah keamanan bagi katak
(jangan dibunuh), kaena sesungguhnya suaranya yang kalian
dengan adalah tasbih, takqdis, dan takbir. Sesungguhnya hewan-
hewan meminta izin kepada Rabb-nya untuk memadamkan api
dari Nabi Ibrahim, maka diizinkanlah bagi katak. Kemudian api
menimpanya maka Allah menggantikan untuknya panas api
dengan air.” 77
Apabila binatang yang dilarang atau diperintahkan
membunuhnya itu dimasukkan dalam kategori khabaits, maka
dasar keharamannya adalah ayat Alquran. Tetapi, apabila tidak
ada ayat yang menjelaskannya maka hukumnya halal, sesuai
dengan ketentuan-ketentuan yang telah dirintis oleh para fuqaha
77
Ibid no. 8393, p. 446
63
yang memiliki prinsip bahwa asal segala sesuatu itu hukumnya
mubah.78
78
Thaib, Pandangan Islam..., p. 4
64
BAB III
KUALITAS HADIS TENTANG HEWAN AMFIBI
A. Teks Hadis
Hadis dikutip dari kitab Bulughul Maram, terdapat dalam
bab makanan sebagai berikut:
ثػنا ممىد بن كثير، أخبػرنا سفيان، عن ابن أب ذئب، عن سعيد بن )د( حدىخالد، عن سعيد بن المسيب، عن عبد الرىحن بن عثمان : أنى طبيبا سأل النىبى
دع يعلها ف دواء، فػنػهاه النىب صلىى الله عليو صلىى الله عليو وسلىم عن ضف (۱۷۸۳داود : وسلىم عن قػتلها )رواه ابو
Berdasarkan teks hadis di atas, dapat diketahui bahwa al-
Mashadir al-Ashliyah hadis tersebut terdapat dalam Sunan Abu
Da@ud )د(.
Untuk menelusuri kelengkapann hadis tersebut maka
diperlukan informasi yang menunjukan keberadaan hadis tersebut
dalam kitab-kitab hadis.
Untuk menelusuri keberadaan hadis tersebut penulis
menggunakan kamus al-Mu‟jam al-Mufahras Li al-Fadz al-Hadis
karya Arnold John Wensink (w. 1939 M).79
79
Arnold John Wensink, dkk, al-Mu’jam al-Mufahras Li al-Faz| al-
Hadis, (Leiden, 1943), Juz. 2, p. 205.
65
Dalam kamus al-Mu‟jam al-Mufahras Li al-Fadz al-Hadis
tersebut ditemukan lafadz hadis:
صيد, أن رسول الله )ص( نهى عن قتل الضفادع )د طب, ن صيد, جو
دى أضاحى(
Berdasarkan petunjuk kamus di atas, maka letak hadis
tersebut terdapat dalam kitab Sunan Abu Da @ud bab طب, Sunan
an-Nasa @’i bab صيد, Sunan Ibnu Ma@jah bab صيد, Sunan ad-
Darimi@ bab أضاحى.
Berdasarkan petunjuk kitab 9 Imam, bunyi teks hadis
tersebut ialah:
1. Sunan Abu Da @ud no. 3871
ثػنا ممىد بن كثير، أخبػرنا سفيان، عن ابن أب ذئب، عن سعيد بن خالد، حدىعن سعيد بن المسيب، عن عبد الرىحن بن عثمان : أنى طبيبا سأل النىبى صلىى
دواء، فػنػهاه النىب صلىى الله عليو وسلىم عن الله عليو وسلىم عن ضفدع يعلها ف (۱۷۸۳داود : قػتلها )رواه ابو
Artinya:
Telah menceritakan kepada kami Muh{ammad bin Kas{ir, telah megabarkan kepada kami Sufya@n, dari Ibn Abi Z>>|i’bi, dari
Sa‟id bin Kha@lid, dari Sa‟id bin Musayyib, dari Abdurrahman bin
Us{ma@n ra berkata: Seorang dokter bertanya kepada Rasulullah
66
SAW tentang katak yang dijadikan obat, maka Rasulullah SAW
melarang membunuhnya (HR. Abu Da@ud: 3871)80
2. Sunan an-Nasa @’i no. 4360
ثػنا ابن أب فديك عن ابن أب ذئب عن سعيد بن خالد أخبػرنا قػتػيبة قال حدىعن سعيد بن المسيىب عن عبد الرىحن بن عثمان أنى طبيبا ذكر ضفدعا ف دواء عند رسول اللىو صلىى اللىو عليو وسلى م فػنػهى رسول اللىو صلىى اللىو عليو
وسلىم عن قػتلو )رواه النسائ : ٣(Artinya :
Telah mengabarkan kepada kami Qutaibah, ia berkata;
telah menceritakan kepada kami Ibnu Abi@ Fudaik dari Ibnu Abu Z|i’bi@ dari Sa'id bin Kha@lid dari Sa'id bin Al Musayyib dari ‘Abdurrahman bin Us|ma@n bahwa terdapat seorang dokter menyebutkan kodok sebagai obat di hadapan Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam, kemudian beliau melarang dari
membunuhnya (HR. An-Nasa@’i: 4360)81
3. Sunan ad-Darimi@ no. 1998
ثػنا ابن أب ذئب عن سعيد بن خالد أخبػرنا عبػيد اللىو بن عبد المجيد حدىالقارظي عن سعيد بن المسيىب عن عبد الرىحن بن عثمان أنى رسول اللىو صلىى
(۳٩٩۷نػهى عن قػتل الضفدع )رواه الدرمي : اللىو عليو وسلىم Artinya :
Telah mengabarkan kepada kami 'Ubaidullah bin „Abdul
Majid telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Z|i’bi@ bahwa
80
Sunan Abu Da@ud, jilid 4, (Beirut: Darul Fikr, 1994 M), p. 1507 81
Sunan An-Nasa@‟i, jilid 7, (Beirut: Darul Fikr, 1994 M), p. 2372
67
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam melarang untuk
membunuh katak (HR. Ad-Darimi : 1989)82
4. Sunan Ibnu Ma@jah no. 3223
ثػنا أبو عامر ثػنا ممىد بن بشىار وعبد الرىحن بن عبد الوىىاب قالا حدى حدىثػنا إبػراىيم بن الفضل عن سعيد المقبي عن أب ىريػرة قال نػهى العقدي حدى
)رواه رسول اللىو صلىى اللىو عليو وسلىم عن قػتل الصرد والضفدع والنىملة والدىد (۱ابن ماجو :
Artinya :
Telah memberitakan kepada kami Muh{ammad bin Basysya@r dan „Abdurrahman bin Abdul Waha@b keduanya
berkata; telah memberitakan kepada kami Abu 'Amir Al 'Aqadi
telah memberitakan kepada kami Ibra@him bin Al Fad{l dari Sa'id
Al Maqburi dari Abu Hurairah dia berkata, "Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam melarang membunuh Shurad
(sejenis burung pipit), katak, semut dan Hudhud. (HR. Ibnu
Ma@jah : 3223)83
B. Unsur Hadis
a. Rawi Sanad
1. Sunan Abu Da@ud
Hadis no. 3871 sahabat dari „Abdurrahman bin Us|ma@n,
yaitu Sa‟id bin Musayyib, Sa‟id bin Kha @lid, Muh}ammad
bin ‘Abdurrahman bin al-Mugirah bin al-H{aris| Ibn Abi
82
Sunan Ad-Darimi, Sunan Ad-Darimi, (penerjemah, Ahmad Hotiba,
Faturrohman), (Jakarta: Pustaka Azzam, 2007), p. 212 83
Sunan Ibnu Ma@jah, jilid 2, (Bairut: Darul Fikr, 1994 M), p. 2672
68
Z|i’bi, Sufya @n bin Sa’id, Muh {ammad bin Kas|ir, Abu
Da@ud.
2. Sunan an- Nasa@’i
Hadis no. 4360 sahabat dari „Abdurrahman bin Us|ma@n,
yaitu Abu Fudaik, Qutaibah, dan an- Nasa@’i.
3. Sunan ad-Darimi@
Hadis no. 1998 sahabat dari „Abdurrahman bin Us|ma@n,
yaitu „Ubaidullah bin „Abdul Majid dan ad-Darimi@.
4. Sunan Ibnu Ma @jah
Hadis no. 3223 sahabat dari Abu Hurairah, yaitu
„Abdurrahman bin Sakhr, Sa‟id bin Abi Sa‟id, Ibrahim bin
al-Fad {l, ‘Abdul Malik bin ‘Amr, Muh {ammad bin
Basysya@r, dan Ibnu Ma@jah.
b. Matan
Matan berasal dari bahasa Arab متن yang berarti punggung
jalan (muka jalan), tanah yang tinggi dan keras. Sedangkan
menurut ilmu hadis matan adalah penghujung sanad, yaitu
sabda Nabi Muhammad SAW yang disebut sesudah sanad.
Matan hadis berarti isi hadis. Matan hadis terbagi tiga,
69
diantaranya ucapan, perbuatan, dan taqrir Nabi Muhammad
SAW.84
Dari beberapa hadis di atas, setelah diadakan pembuktian
terkait matan hadis, di dalamnya ada beberapa persamaan dan
perbedaan redaksi, tetapi subtansinya sama. Perbedaan redaksi
dalam ilmu hadis dinamakan dengan riwayat bi al-makna.
Berikut di bawah ini gambaran matan.
No. Al-Mashadir
Al-Ashliyah
Matan Hadis
1
Sunan Abu Da@ud
no. 3871
أنى طبيبا سأل النىبى صلىى الله عليو وسلىم عن ضفدع يعلها ف دواء، فػنػهاه النىب صلىى الله عليو وسلىم عن قػتلها
2
Sunan an-Nasa@’i
no. 4360
أنى طبيبا ذكر ضفدعا ف دواء عند رسول اللىو صلىى اللىو عليو وسلىم فػنػهى رسول اللىو صلىى اللىو عليو وسلىم عن قػتلو
3
Sunan ad-Darimi@
no. 1998
أنى رسول اللىو صلىى اللىو عليو وسلىم نػهى عن قػتل الضفدع
4
Sunan Ibnu Ma@jah
no. 3223
نػهى رسول اللىو صلىى اللىو عليو وسلىم عن قػتل الصرد والضفدع والنىملة والدىد
84
Bustamin, dan M. Isa, Metodologi Kritik Hadis, cet.1 (Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada, 2004), p. 59
70
c. Matrik Rawi Sanad (Daftar Rawi Sanad)
Dengan menggunakan kitab Tahz|ibu Tahz|ib karya Ibnu
Hajar al-‘Asqola @ni dan diperkuat oleh Kitab Sembilan Imam.
Maka dibuatlah tabel rawi sanad untuk mendeskripsikan lahir,
wafat, rutbah, jarh wa ta‟dil dan rawi-rawi dalam sanad hadis di
No. Rawi/ Sanad L W Rutbah Jarh Wa Ta'dil Thabaqoh
Jarh Ta'dil Tahz|ib S-T
1
‘Abdurrahman
bin Us|ma@n
73 H Sahabat
2
Sa’id bin
Musayyib
P
93 H Tsiqat Tabi'in tua T1
71
No. Rawi/ Sanad L W
Rutbah Jarh Wa
Ta'dil Thabaqah
Jarh Ta'dil Tahz|ib S-T
3 Sa'id bin
Kha@lid
Dha’if
laa
Yahtaj
u bihi
Tsiqat,
Saduq
Tabi'in
pertengahan T1
4
Muhammad
bin
Abdurrahman
bin al-
Mughirah bin
al- Ha@ris|i Ibn
Abi Z|ib
158
H
Tsiqat,
Faqih Tabi‟in T1
5 Sufya@n bin
Sa’id
161
H
Tsiqat,
Hafiz,
Hujjah,
Huffadz
Mutqin
Tabi’in tua
T1
6
Muhammad
bin Kas|ir
223
H
Saduq
Tsiqat Tabi’ul Atba’ T2
7 Ubaidullah bin
‘Abdul Majid
209
H
La@ ba’sa
bih
Tsiqat
Tabi‟ut Tabi‟in
kalangan biasa T2
72
No. Rawi/ Sanad L W Rutbah Jarh Wa Ta'dil Thabaqah
Jarh Ta'dil Tahz|ib S-T
8 Abi Fudaik 200
H
La@ ba’sa bih
Tsiqat
Saduq
Tabi‟ut
Tabi‟in
pertengahan
T2
9 Qutaibah 240
H
Tsiqat
Saduq
Tsiqat Sabat
Tabi‟ul
Atba‟
kalangan
tua
T2
10
Abdurrahman
bin Sakhr
57 H Sahabat
11
Sa’id bin Abi
Sa’id
123
H
La@ ba’sa bih
Tsiqat
Saduq
Tabi‟in
pertengahan
T1
12
Ibra@him bin
al-Fad{lal
TD
Munkar
Dhaif
Matruk
Tabi‟ut
Tabi‟in
pertengahan
T2
13 ‘Abdul Malik
bin Umar
204
H
Hafizh, tsiqat
Saduq
as|-S|iqa@t
Tabi‟ut
Tabi‟‟in
biasa
T2
14
Muh{ammad
bin Basyaya@r
bin Us|ma@n
252
H
La@ ba’sa bih
Saduq
Tsiqat
as\- S|iqa@t
Hafizh
Tabi‟ul
Atba T2
73
15 Abu Da@ud 202
H
275
H
Tsiqat
Saduq
Hafizh
Mushannif T4
16 An-Nasa@’i 215
H
303
H
Tsiqat
Tsabat
Hafizh
Mushannif T4
1٠ Ad- Darimi@ 181
H
255
H
Tsiqat
Saduq
Hafizh
Mushannif T4
18
Ibnu Ma@jah
207
H
273
H Mushannif T4
74
d. Silsilah Skema Sanad
عبدالرحمن بن عثمان
رسول الله صلى الله عليه وسلم
سعيد بن مسيب
سعيد بن خالد
أبن أبي ذئب
سفيان بن سعيد
محمد ابن كثير
ابي داود
عبيدالله بن عبدالمجيد
الدرمي
أبي فديك
قتيبة
النسائي
75
رسول الله صلى الله عليه وسلم
عبدالرحمن بن سخر
سعيد بن أبي سعيد
ابن ماجه
عبدالملك بن عمر
محمد بن بشر بن عثمان
ابرهيم بن الفضلل
76
C. I‟tibar Sanad
I‟tibar adalah menerima informasi dan petunjuk dari
literatur, baik dari kitab atau diwan (musanhaf, musnad, sunan,
dan shahih) lainnya dalam menelaah kitab-kitab fan tertentu
(tafsir, tauhid, fiqih, tasawuf dan akhlak) yang memuat dan
menggunakan hadis sebagai dalil pembahasannya.85
Sanad secara etimologi mengandung kesamaan arti kata
t{ari@q yang berarti jalan atau sandaran.86
Atau bisa diartikan
dengan sesuatu yang dapat dipegangi (al-Mu‟tamad).87
Secara
terminologi sanad ialah jalan yang menyampaikan pada matan
hadis.88
Bisa diartikan dengan sekelompok rawi yang
menyampaikan hadis sampai pada matan.89
Atau mata rantai yang terdiri dari rawi yang
menghubungkan antara pencatat hadis dengan sumber riwayat,
85
Asep Herdi, Memahami Ilmu Hadis, cet. 1, (Bandung: Buah Batu,
2014), p. 138 86
Bustamin, dan M. Isa, Metodologi Kritik Hadis, cet, 1 (Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada, 2004), p. 5 87
Ayat Dimyati, Pengantar Studi Sanad Hadis, (tt. Fakultas Syariah
IAIN Sunan Gunung Djati), p. 22 88
M. Isa, Metodologi Kritik ..., p. 5 89
Dimyati, Pengantar Studi ..., p. 22
77
yaitu Rasulullah SAW ( marfu‟) sahabat (mauquf) dan tabi‟in
(maqthu).90
Jadi yang di maksud dengan i‟tibar sanad adalah meneliti
jalur atau sanad-sanad hadis tertentu yang hanya diketahui oleh
satu perawi saja, agar diketahui apakah ada rawi lainnya dalam
riwayat hadis tersebut.
Setelah melakukan penggabungan sanad, maka dapat
disimpulkan bahwa hadis yang diriwayatkan oleh an-Nasa@’i dan
ad-Darimi menjadi tabi‟ tam dari hadis Abu Da @ud tentang
larangan membunuh katak yang memiliki syahid bil ma‟na.91
Sedangkan hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Ma @jah tidak
memiliki persamaan dengan hadis yang diriwayatkan oleh Abu
Da @ud, an-Nasa@’i dan ad-Darimi@ baik dari perawi, maupun matan.
Akan tetapi memiliki makna yang serupa.
90
Daniel Juned, Ilmu Hadis Paradigma Baru dan Rekonstruksi Ilmu
Hadis, (tt. PT. Gelora Aksara Pratama), p. 28 91
Syahid bil ma‟na adalah hadis yang diriwayatkan oleh sahabat lain,
hanya sesuai maknanya saja.
78
Hadis yang diriwayatkan oleh Abu Da@ud, Ad-Darimi dan
an-Nasa@’i merupakan tabi@’ qasr92
karena Sufya@n, Abi Fudaik, dan
‘Ubaidullah mengambil hadis dari gurunya yaitu Ibnu Abi Z|i’bi.
D. Kualitas Perawi
1. Kualitas Perawi Dari Jalur Riwayat Abu Da @ud
Sunan Abu Da @ud
Menurut „Abdurrahman bin Abi Ha@tim, bahwa nama Abu
Da@ud adalah Sulaima@n bin al Asy'as| bin Syadad bin 'Amru bin
'Amir. Menurut Muh}ammad bin „Abdul 'Aziz Al Hasyimi,
Sulaima@n bin al Asy'as| bin Basya@r bin Syadad.
Ibnu Dasah dan Abu 'Ubaid Al Ajuri berkata; Sulaima@n bin al
Asy'as| bin Ish{a@q bin Basya@r bin Syadad. Pendapat ini diperkuat
oleh Abu Bakar al-Khat{ib di dalam Tarikhnya. Dan dia dalam
bukunya menambahi dengan; Ibnu 'Amru bin Imran al-Imam,
Syaikh as Sunnah, Muqaddimu al- Huffazh, Abu Da@ud al-azadi
as-Sajastani, muhaddits Bashrah. Beliau lahir pada tahun 202 H,
negeri hidup Sijistan dan Abu 'Ubaid al-Ajuri@ menuturkan; 'Imam
92 Tabi@’ qasr adalah periwayatan muttabi‟ mengikuti periwayatan
guru-guru muttaba‟ yang terdekat saja.
79
Abu Da@ud meninggal di Basrah pada hari jum'at tanggal 16 bulan
syawal tahun 275 H, pada usia 73 tahun.93
Pada masa Abu Da@ud, metode penulisan kitab masih
berupa jami‟/ musnad selain memuat hadis hukum, Abu Da@ud
juga memuat hadis tentang amalan terpuji, kisah-kisah nasihat,
adab, dan tafsir. Dalam kitabnya Abu Da@ud tidak hanya
memasukkan hadis shahih saja, tetapi beliau juga memasukan
hadis hasan dan dhoif yang tidak ditinggalkan oleh ulama hadis.
Kitab syarah Sunan Abu Da@ud, di antaranya ialah:
Pertama, Kitab Ma‟lim as-Sunan karya Imam Abu
Sulaima@n Ah{mad bin Ibra@him bin Khat{t}ab, kitab ini membahas
tentang bahasa, meneliti riwayat, serta menggali hukum dan adab.
Kedua, Kitab „Aunul Ma‟bud karya Syekh Syarafatul
Haqq, kitab ini membahas tentang kata-kata yang sulit dipahami
dan menguatkan hadis satu sama lainnya secara ringkas tanpa
menjelaskan berbagai dalil yang ditunjukan oleh mazhab-mazhab
secara menyeluruh melainkan hanya sebagian.
93
Kitab 9 Imam
80
Ketiga, Kitab al-Manhalu „Az|bu al-Maurud karya Syekh
Mah{mud bin Muh}ammad, kitab ini membahas tentang
menjelaskan kata-kata yang sulit, mengungukap hukum dan adab,
menunjukkan nama perawi.94
Guru-gurunya dalam periwayatan hadis ialah Ah{mad bin
Muh{ammmad bin Hanbal as-Syaibani@ al-Bagdadi@, Yahya bin
Ma'in Abu Zakariya@, Ish{a@q bin Ibra@him bin Rahuyah Abu Ya'qub
al- Hanzhali, Us|ma@n bin Muh{ammad bin Abi Syaibah Abu al-
Hasan al- „Abasi al-Kufi, Muslim bin Ibra@him al- Azdi,
„Abdullah bin Maslamah bin Qa'nab al- Qa'nabi al Haris| al-
Madani, Musaddad bin Musarhad bin Musarbal, Musa bin Isma@il
at- Tamimi, Muhammad bin Basya@r, Zuhair bin Harbi (Abu
Khais|amah), Umar bin Khat{t}ab as- Sijistani, Ali bin Al Madini,
Ash Shalih Abu Sarri (Hannad bin sarri), Qutaibah bin Sa'id bin
Jamil al Baghlani, Muhammad bin Yahya Adz Dzuhli.
Pendapat ulama kritikus hadis tentangnya: Menurut
„Abdurrahman bin Abi@ H{atim@ S|iqah.95
94
Ibnu Ahmad „Alimi, “Tokoh dan Ulama Hadis,” (Sidoarjo:
Manshur, 2008), p. 212 95
Kitab 9 Imam
81
Muh{ammad bin Kas|ir
Nama lengkapnya adalah Muh{ammad bin Kas|i@r al- ‘Iba@di@,
kuniyah Abu ‘Abdullah al-Bas}ari@, kalangan Tabi‟ul Atba
kalangan tua. Kuniyah Abu „Abdullah, negeri hidup Bashrah dan
(w. 223 H).
Guru-gurunya dalam periwayatan hadis ialah Ibra@him bin
Na@fi al-Makki, Isra@il bin Yunus, Isma@il bin ‘Iyasy, Ju’far bin
Sulaima@n ad}-D}ab’i, Sufya@n as|-S|auri, saudaranya Sulaima@n bin
Kas|ir, Syu’bah bin al-H{aja@j, ‘Amr bin Marzuki al-Wa@syakhi,
Huma@m bin Yahya, Abi ‘Awwa@nah al- Wad}a@h} bin ‘Abdullah.
Pendapat ulama kritikus hadis tentangnya: Menurut Yahya
bin Ma‟in lam yakun bi S |iqah, Abu Ha@tim S|aduq, Ibnu Hibban
‘as|-S|iqa@t, dan menurut Ibnu Hajar al- „Asqalani S|iqah.96
Sufya@n bin Sa’id
Nama lengkapnya ialah Sufya @n bin Sa’id bin Masruq
As|s|auri. Kalangan tua, kuniyah Abu „Abdullah. Negeri hidup
Kuffah dan (w. 161 H).
96
Al-Mizzi, Tahz|ib al Kamal, ...jil, 9, p. 291
82
Guru-gurunya dalam periwayatan hadis ialah Abu Ish{a@q
Asyaiba@ni, Abi Ish{a@q as-Sabi’i@, ‘Abdul Malik bin Umair,
‘Abdurrahman bin ‘Abba@s bin Rabi’ah, Isma @il bin Kuhail, T{hariq
bin ‘Abdurrahman, Aswad bin Qais, Baya@n bin Basyi@r, Ja@mi’ bin
Abi@ Ra@syid, Habib bin Abi S{abit, H{usain bin ‘Abdurrahman al-
‘Amsy, Mans{ur, Mugiroh, H{uma@d bin Abi Sulaima@n, Zubaid al-
Ya@mi, S{a@lah bin S{a@lah bin H{a, Abi H{usain, ‘Amru bin Marrah,
‘Awn bin Abi Juh{aifah, Fira @s bin Yahya, Fat{ir bin Khalifah,
Muh{a@rb bin Dis{ar, Abi Malik al-Asyja’i.
Pendapat ulama kritikus hadis tentangnya: Menurut Ma@lik
bin Anas, Yahya bin Ma‟in S |iqah, menurut Ibnu Hibba@n
termasuk dari para Huffadz Mutqin, menurut Ibnu Hajar al-
‘Asqala @ni S|iqah Hafidz faqih, Abid, Imam, Hujjah dan Adz-
Dzahabi Imam.97
Muh{ammad bin ‘Abdurrahman bin al-Mugirah bin al-H{aris|
Ibn Abi Z|i’bi
Nama lengkapnya ialah Hisya@m bin Syu’bah bin
‘Abdullah bin Abi Qais bin ‘Abdu bin Nas{r bin Ma@lik bin H}asl
97
Ibnu Hajar, Tahz|ib al Tahz|ib, ...juz 2, p. 715
83
bin ‘A@mr bin Lui bin Ga@lib al-Qurasy al-‘A@miri, Abu H{aris| al-
Madani. Kalangan Tabi‟in biasa, kuniyah Abu al-H{aris|. Negeri
hidup Madinah dan (w. 158 H).
Guru-gurunya dalam periwayatan hadis ialah Ish }a@q bin
Yazid al-Haz|li, al-Aswad bin al-Ula@i bin Ja@riyah as|-S|aqafi,
‘Usaid bin Abi@ ‘Usaid al-Bira@d, Jubair bin Abi@ S{aleh, H{asan bin
Zaid bin H{asan bin ‘Ali bin Abi T{a@lib, al-H{akam bin Muslim bin
al-H{akam as-Sa@li, Sa’id bin Abi Sa’id al-Maqbari, Sa’id bin
Kha@lid al-Qariz{.
Pendapat ulama kritikus hadis tentangnya: Menurut
Ah{mad bin Hambal, Yahya bin Ma‟in, an-Nasa @’i, dan adz-
Dzahabi S|iqah. Menurut Ibnu Hajar al-‘Asqala@ni S|iqah, faqih.98
Sa’id bin Kha@lid
Nama lengkapnya ialah Sa‟id bin Kha @lid bin ‘Abdullah
bin Qa@riz{ al-Kina@ni al-Madani, kuniyah H{alif Bani Zuhrah.
Kalangan Tabi‟in pertengahan, negeri hidup Madinah.
Guru-gurunya dalam periwayatan hadis adalah pamannya
Ibrahim, Rabi‟ah bin Iba @d, Sa’id bin Musayyib, Abi Salamah,
98
Al-Mizzi, Tahz|ib al Kamal, ...jil, 9, p. 138
84
Abi ‘Ubaid Maula Ibn Azhar, Isma@il bin Abdurrahman bin Abi
Z|uaib.
Pendapat ulama kritikus hadis tentangnya: Menurut an-
Nasa@’i d {haif, menurut ad-Daruqut{ni Madani, Yah{taju bihi,
menurut Ibnu Hibba@n S|iqa@h, dan menurut Ibnu Hajar al-
‘Asqala @ni S{aduq.99
Sa‟id bin Musayyib
Nama lengkapnya ialah Sa‟id bin Musayyib bin Hazan
bin Abi Wahab bin „Amru bin „A@iz| bin Imra@n bin Makhzum al-
Qurasy al-Mah}zumi, kalangan Tabi‟in tua, kuniyah Abu
Muh{ammad. Negeri hidup Madinah dan (w. 93 H).
Guru-gurunya dalam periwayatan hadis adalah Abi Bakar
Mursala @, dari ‘Amr, Us|ma@n, ‘Ali, Sa’id bin Waqa@s {H{akim bin
Haza@m, Ibnu ‘Abba@s, Ibn ‘Amr, Ibn ‘Amr bin A@s{, dan ayahnya
Musayyib, Mu‟amar bin „Abdullah bin Nad }lah, Abi Z|ar, Abi
Darda@’, H{asa@n bin S|a@bit , Hakim bin Haz@m, Zayyid bin S|a@bit,
‘Abdullah bin Zayyid al-Ma@zani, ‘Ita@b bin Usaid, Us|ma@n bin Abi
99
Ibnu Hajar, Tahz|ib al Tahz|ib, ...juz 2, p. 632
85
‘A@s,{ Abi S|ualabah al-Umais, Khaulat binti H{akim, Fa@t{imah binti
Qais, Ummu Salim, Ummu Syarik.
Pendapat ulama kritikus hadis tentangnya: Menurut
Ah{mad bin Hambal S}iqah, menurut Abu Zur’ah Arrazy S{iqah
Imam, menurut Adz-Dzahabi Imam, Ahadul A’lam, S{iqah Hujjah
dan ahli fiqih.100
‘Abdurrahman bin Us|ma@n
Nama lengkapnya ialah ‘Abdurrahman bin Us|ma@n bin
‘Ubaidullah bin Us|ma@n bin Amr bin Ka’ab bin Sa’id bin Tayyimi
bin Murra at-Tayyimi, kalangan sahabat. Negeri hidup Marur
Rawdz dan (w. 73 H).
Guru-gurunya dalam periwayatan hadis adalah Nabi
SAW, dari ibunya T }alh{ah{ bin ‘Ubaidullah , dan Us|ma@n bin
Affa@n.
Pendapat ulama kritikus hadis tentangnya: Menurut Ibnu
Hajar al-„Asqala@ni dan Adz-Dzahabi sahabat.101
100
Ibnu Hajar, Tahz|ib al Tahz|ib, ...juz 2, p. 689-691 101
Syihab al-Din Ahmad „Ali bin Hajar Al- ‘Asqala@ni, Tahz|ib al
Tahz|ib, (Beirut: Dar al-Fikr, 1995), juz 4, p. 92
86
2. Kualitas Perawi Dari Jalur Riwayat An-Nasa@’i
An-Nasa@’i
Nama lengkapnya ialah Ahmad bin Syu‟aib bin Ali@ bin
Sinan bin Bahr, kuniyah Abu „Abdurrahman, lahir tahun 215 H102
dan (w. 303 H).103
Guru-gurunya dalam periwayatan hadis ialah Qutaibah bin
Sa‟id, Ish{a@q bin Ibra@him, Hisyam bin „Ammar, Suwaid bin Nas}r,
Ah{mad bin ‘Abdah Adl Dabbi, Abu T{ahir bin as Sarh, Yusuf bin „Isa
Az Zuhri, Ish{a@q bin Rahawaih, Al- H{aris| bin Miskin, „Ali@ bin Kasyram,
Imam Abu Da@wud, Imam Abu „Isa at- Tirmidzi.
Pendapat ulama kritikus hadis tentangnya : Menurut Abu Sa‟id
bin Yunus ialah S|iqah, tsabat dan hafizh.104
Qutaibah
Nama lengkapnya ialah Qutaibah bin Sa‟id bin Jamil bin
T {arif bin ‘Abdullah. Kalangan Tabiul atba‟ kalangan tua, kuniyah
Abu Raja. Negeri hidup Himsh dan (w. 240 H).
Guru-gurunya dalam periwayatan hadis ialah Ma @lik, al-
Lais|, ‘Abdul Waha@b as|-S|aqafi, Abi Zubaid ‘Abs|ar bin Qa @sm,
102
Kitab Hadis 9 Imam 103
„Alimi, “Tokoh dan..., p. 224 104
Kitab Hadis 9 Imam
87
‘Abdul Aziz bin Abi Ha@zm, ‘Iba@d bin ‘Iba@d, Sahl bin Yusuf, Abi
Mu’awiyyah, Hisya @m, Abi ‘Awwa@nah, Jarir bin ‘Abdul Hamid,
H{afs{ bin Giyas|, Muhammad bin ‘Abdullah al-Ans|ari.
Pendapat ulama kritikus hadis tentangnya : Menurut Abu
Ha@tim, An-Nasa @‟i dan Yahya bin Mu‟in yaitu S|iqah, menurut
Zadin an-Nasa@’i yaitu S}aduq, sedangkan menurut Ibnu Hajar al-
Asqala@ni yaitu S|iqah S|abat.105
Abi Fudaik
Nama lengkapnya ialah Muh{ammad bin Isma @il bin
Muslim bin Abi Fudaik, Dina@r ad-Daili. Kalangan Tabiut Tabi‟in
pertengahan, kuniyah Abu Isma@il. Negeri hidup Madinah dan (w.
200 H).
Guru-gurunya dalam periwayatan hadis ialah Ibra@him bin
Isma @il bin H}abibah, Ibra@him bin al-Fad{l al-Makhzumi, Abi@ bin
Abba@s bin Sahl bin Sa’ad, ayahnya Isma@il bin Muslim bin Abi
Fudaik, H}asan Ibn ‘Abdullah bin Abi ‘Atiyah As|-S|aqafi, Khalil
bin ‘Abdullah, Da@ud bin Qais al-Fura@’, Sa’id bin Sufya@n al-
Isla@mi, Salamah bin Wirda@n, ‘Abdulah bin ‘Abdurrahman bin
105
Ibnu Hajar, Tahz|ib al Tahz|ib, ...juz 5, p. 332
88
Yahsa, ‘Abdurrahman bin ‘Abdul Majid as-Suhmi,
‘Abdurrahman bin Abi Bakri al-Maliki.
Pendapat ulama kritikus hadis tentangnya: Menurut an-
Nasa @’i laisa bihi ba’s, menurut Ibnu Hibba@n as|-S|iqa@t, menurut
Yahya bin Mu‟in S|iqah, sedangkan menurut Ibnu Hajar al-
‘Asqala@ni dan Az|-Z|ahabi yaitu S{aduq.106
3. Kualitas Perawi Dari Jalur Riwayat Ad-Darimi@
Ad-Darimi@
Nama aslinya adalah „Abdullah bin „Abdurrahman bin al-
Fad{l bin Bahram bin „Abdus }s{omad ad-Darimi at-Tamimi Abu
Muh{ammad as-Samarqondi al-H{a@fid{ mim Bani Da@rim bin Ma@lik
bin H{andalah bin Zaid Muna@h bin Tamimi.
Guru-gurunya dalam periwayatan hadis ialah Ibra @him bin
al-Mundir al-H{azu@mi, Ah{mad bin Ish{a@q al-H{ad{orimi, Ah{mad bin
al-H{aja@j al-Maruzi, Ah{mad bin H{umaid al-Kufi, Ah{mad bin Abi
Syu’aib al-H{ara@ni, Ah{mad bin ‘Abdurrahman bin Baka@r al-Bisri,
‘A@sim bin Yusuf, ‘Ubaidullah bin Musa.107
106
Al-Mizzi, Tahz|ib al Kamal, ...jil 8, p. 574 107
Al-Mizzi, Tahz|ib..., jil 5, p. 446
89
‘Ubaidullah bin Abdul Majid
Nama lengkapnya ialah „Ubaidullah bin „Abdul Majid
Abu „Ali al-Hanafi al-Bashari. Kalangan Tabi'ut Tabi'in kalangan
biasa, kuniyah Abu 'Ali. Negeri semasa hidup Bashrah, (w. 209
H).
Guru-gurunya dalam periwayatan hadis ialah Isra@il bin
Yunus, Isma@il bin Ibrahim bin Muha@jir, Ibrahim bin Muslim al-
‘Ibad, Da@ud bin Qais al- Fira@’, Da@ud bin Yazid al-‘Audi, Raba@h
bin Abi Ma’ruf al-Makki, Zum’ah bin Sa @leh, Salim bin Zurair,
Salim bin Hiya@n, ‘Ibad bin Ra@syid, ‘Abdurrahman bin Abi Zinad.
Pendapat ulama kritikus hadis tentangnya: Menurut Abu
H{a@tim ialah laisa bihi ba’sa, menurut Ibnu Hibba@n as|-S|[email protected]
4. Kualitas Perawi Dari Jalur Riwayat Ibnu Ma @jah
Ibn Ma@jah
Nama lengkapnya Muh {ammad bin Ya@zid al-Raba’i@ Maula
Abu ‘Abdullah bin Ma@jah al-Qazwaini al-Hafiz} penulis kitab
al-Sunan.109
Ibnu Ma @jah adalah nama nenek moyang yang
108
Al-Mizzi, Tahz|ib al Kamal, ...jil 6, p. 568 109
Ibnu Hajar, Tahz|ib al Tahz|ib, ...juz 7, p. 498
90
berasal dari Kota Qazwain.110
Beliau dilahirkan pada tahun
207 H, dan wafat pada hari selasa bulan Ramadhan tahun 273
H.111
Beliau belajar hadis dari Khurasan, Irak, Hijaj, Mesir,
Syiam, dan negara lainnya.112
Muhammad bin Basyasyar bin Us |ma@n
Nama lengkapnya ialah Muh}ammad bin Basyayar bin
‘Usma@n bin Da@ud bin Kaisa@n bin al-‘Ibadi. Kalangan Tabi‟ul
Atba‟ kalangan tua, kuniyah Abu Bakar. Negeri hidup
Bashrah dan (w. 252 H).
Guru-gurunya dalam periwayatan hadis, yaitu Ibra@him bin
‘Amr bin Abi al- Wazir, Azhar bin Said al-Sama @n, Umiyah
bin Kha@lid, Bidal bin al-Mahbura, Basyr bin al-Wada@’, Ja’far
bin ‘Aun, Kha @lid bin H{a@ris|, Sahl bin Yusuf, Safwa@n bin ‘Isa,
‘Abdullah bin Da@ud al-Khari, ‘Abdul H{amid bin ‘Abdul
Wa@h{id al-Gunawi, ‘Abdurrahman bin Mahdi, ‘Afa@n bin
Muslim, ‘Abdul Waha@b bin ‘Abdul Majid as|-S|aqafi, ‘Amr
110
Al-Mizzi, Tahz|ib al Kamal, ...jil, 27, p. 41 111
Ibnu Hajar, Tahz|ib al Tahz|ib, ...juz 7, p. 499, Al-Mizzi, Tahz|ib al
Kamal, ...jil, 27, p. 41 112
Ibnu Hajar, Tahz|ib al Tahz|ib, ...juz 7, p. 498, Al-Mizzi, Tahz|ib al
Kamal, ...jil, 27, p. 40
91
bin ‘A@s{im al-Kala@bi, Abi ‘Ali bin H{anafi, Abi Hisya@m al-
Makhzumi.
Pendapat ulama kritikus hadis tentangnya: Menurut Abu
H{a@tim s{aduq, menurut an-Nasa @‟i la ba’sa bih, menurut Ibnu
Hibba@n ‘as|- S|iqa@t, menurut Ibnu Hajar al-‘Asqolani al-‘Ajli
S|iqah, dan Adz-Dzahabi Hafizh.113
„Abdul Malik bin „Amr
Nama lengkapnya ialah „Abdul Malik bin „Amr al-Qais,
kalangan Tabi‟ut tabi‟in biasa, kuniyah Abu „A @mir, negeri
hidup Bashrah, dan (w. 204 H).
Guru-gurunya dalam periwayatan hadis, yaitu Ibra @him bin
Isma@il bin Abi Habibah, Ibra@him bin T{ahima@n, Ibra@him bin
al-Fadl al-Makhzumi, Ibra@him bin Na@fi’ al-Makki, Isra@il bin
Yunus, Aflah bin H{umaid, Aflah{ bin Sa’id, ‘Aiman bin Na@bil
al-Makki@, Ayyub bin S|a@bit, Huma@d bin Salamah, Zaid bin
S|abit, Kho@lid bin Ilya@s, Kho@lid bin Maisarah, Abi Ga@lib bin
Khalifah Ibnu Ga@lib al-Lays|yi al-Bas}ari, Da@ud bin Qais al-
113
Al-Mizzi, Tahz|ib al Kamal, ...jil, 8, p. 585-588
92
Fura@’, Zakariya@ bin Ish{a @q al-Makki@, Sulaima@n bin Bala@l,
Sulaima@n bin al-Mugiroh, Syu’bah bin al-Haja@j.
Pendapat ulama kritikus hadis tentangnya: Menurut Adz-
Dzahabi Hafizh, Menurut Ibnu Hajar, Ibnu Sa‟ad dan Yahya
bin Ma‟in S|iqah, Abu H{a@tim S}aduq, dan menurut Ibnu
Hibban ‘As|-s\[email protected]
Ibra@him bin al-Fad}lal
Nama lengkapnya ialah Ibra@him bin al-Fad}lal al-
Mukhazumi Abu Ish}a@q al-Madini. Kalangan Tabi‟ut Tabi‟in
pertengahan, kuniyah Abu Ish }a@q. Negeri Hidup Madinah.
Guru-gurunya dalam periwayatan hadis, yaitu Sa‟id bin
Abi Sa‟id al-Maqbari, „Abdullah bin „Abdurrahman bin Abi
H}usain an-Naufali, ‘Abdullah bin Muhammad bin Uqail.
Pendapat ulama kritikus hadis tentangnya: Menurut
„Abdullah bin Ah {mad bin H{anbal dari ayahnya d{haif al-h{adis,
laisa biqowi fi al-h{adis, menurut Aba @s ad-Dauri dari Yahya
bin Muin, Abu Zur’ah, dan Tirmiz|i d{haif, menurut Abu
H{a@tim Ar-Razy d {haif al-h{adis, munkar al-h{adis, menurut
114
Al-Mizzi, Tahz|ib al Kamal, ...jil, 6, p. 449-450
93
Bukhari, an-Nasa@i munkar al-h{adis, menurut al-H{akim Abu
Ah}mad laisa biqowi, menurut As-Sa‟aji disebutkan dalam adl
dlu‟afa, menurut ad-Daruqut{ni dan Ibnu Hajar al-‘Asqala@ni
matruk, dan adz-Dzahabi mereka mendhaifkannya.115
Sa‟id bin Abi Sa‟id
Nama lengkapnya ialah Sa‟id bin Abi Sa‟id Kaisa@n al-
Maqbura. Kalangan Tabi‟in pertengahan, kuniyah Abu @ Sa’ad
al-Madani. Negeri hidup Madinah dan (w. 123 H).
Guru-gurunya dalam periwayatan hadis, yaitu Sa‟ad, Abi
Hurairah, Abi Sa‟id, ‘A@isyah, Ummu Salamah, Mu’a@wiyah
bin Sufya @n, Abi Syuroih{, Anas bin Ma@lik, Ja@bir bin
‘Abdullah, Ibnu Amru, dan dari ayahnya Abi Sa’id, Yazid bin
Hurmaz, dan saudaranya Iba @d bin Abi Sa’id, Abdullah bin
Ra@fi’ Maula Ummu Salamah, Sa@lim bin Abdullah Maula an-
Nas{riyyin, Abi al-H{uba@b Sa’id bin Yasa@r, Abdullah bin Abi
Qata@dah, Ubaid bin Juraij, Amru bin Salim, At{a bin Maina@’,
Iya@d{ bin ‘Abdullah bin Sa’ad Abi Sarh}, Abi Sa’id Maula al-
115
Imam al-Hafiz Abi al-Hajaz Jama@luddin Yusuf bin „Abdurrahman
al-Mizzi,Tahz |ibu Kama@l, (Beirut: Darul Kitab al-Ulumiyyah , 1995), jil 1, p.
276-277
94
Mahri, Abi Salamah bin ‘Abdurrahman, Syarik bin ‘Abdullah
bin Abi Namr.
Pendapat ulama kritikus hadis tentangnya: Menurut
„Abdullah { bin Ah{mad dari ayahnya laisa bihi ba‟sa, menurut
Us|ma@n Ad-Da@rimi dari Ibnu Ma’in said aus||iq, menurut Ibnu
Madini, Ibnu Sa’ad, Al-‘Ijli, Abu Zur’ah, Ibnu Khirasy, An-
Nasa@’i, dan Ibnu Hajar al-‘Asqolani Siqah, menurut Abu@ Ha@tim
Ar-Razy S{aduq.116
‘Abdurrahman bin Sakhr
Nama lengkapnya ialah ‘Abdurrahman bin Sakhr.
Kalangan sahabat, kuniyah Abu Hurairah. Negeri hidup
Madinah dan (w. 57 H).
Pendapat ulama kritikus hadis tentangnya: Menurut
Ibnu Hajar al-Asqolani sahabat.117
116
Syihab al-Din Ahmad „Ali bin Hajar Al- „Asqalani, Tahz|ib al
Tahz|ib, (Beirut: Dar al-Fikr, 1995), juz 2, p. 647-648 117
Ibnu Hajar, Tahz|ib al Tahz|ib, ...juz 4, p. 66, Tahz |ib al- Kamal...,
jil. 6
95
BAB IV
ANALISIS TERHADAP HADIS-HADIS HEWAN
AMFIBI
A. Analisis Sanad
Sanad secara etimologi mengandung kesamaan arti kata
t{ari@q yang berarti jalan atau sandaran.118
Atau bisa diartikan
dengan sesuatu yang dapat dipegangi (al-Mu‟tamad).119
Secara
terminologi sanad ialah jalan yang menyampaikan pada matan
hadis.120
Bisa diartikan dengan sekelompok rawi yang
menyampaikan hadis sampai pada matan.121
Atau mata rantai
yang terdiri dari rawi yang menghubungkan antara pencatat hadis
dengan sumber riwayat, yaitu Rasulullah SAW ( marfu‟) sahabat
(mauquf) dan tabi‟in (maqthu).122
Objek kajiannya berupa biografi rawi yang meliputi
keadaan rawi yang dapat menentukan apakah rawi tersebut dhobit
118
Bustamin, dan M. Isa, Metodologi Kritik Hadis, cet, 1 (Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada, 2004), p. 5 119
Ayat Dimyati, Pengantar Studi Sanad Hadis, ( tt. Fakultas Syariah
IAIN Sunan Gunung Djati), p. 22 120
M. Isa, Metodologi Kritik ..., p. 5 121
Dimyati, Pengantar Studi ..., p. 22 122
Daniel Juned, Ilmu Hadis Paradigma Baru dan Rekonstruksi Ilmu
Hadis, (tt. PT. Gelora Aksara Pratama), p. 28
96
atau dhaif serta kualifikasi orang perorang dalam jajaran rantai
narasi tersebut dan hubungan antara masing-masing rawi yang di
atas dengan di bawahnya secara berurutan (proses tahammul wa
ada). 123
1. Hadis Riwayat Sunan Abu Da@ud No. 3871
Bahwasannya kedudukan Abu Da@ud dalam sanad hadis
tersebut yaitu sebagai mukharrij. Pada jalur sanad tersebut Abu
Da@ud menyandarkan periwayatan pada Muh{ammad bin Kas|ir
sebagai jalur sanad pertama sehingga sanad terakhirnya ialah
„Abdurrah{man bin Us|ma@n, akan tetapi ‘Abdurrah{man bin Us|ma@n
juga disebut sebagai periwayat pertama, karena beliau sebagai
sahabat Rasul yang berstatus menjadi saksi pertama atas
periwayatan hadis ini.
Analisis ketersambungan sanad dari hadis yang
diriwayatkan oleh Sunan Abu Da@ud terdapat lima periwayat yaitu
Muh{ammad bin Kas|ir, Sufya@n, Abi Z\i’bi, Sa’id bin Kho@lid, Sa’id
bin Musayyib, ‘Abdurrah{ma@n bin Us|ma@n seluruh rawi dalam
semua tabaqat terindikasi adanya pertemuan, karena dari masing-
123
Juned, Ilmu Hadis Paradigma ..., p. 29
97
masing rawi saling berhubungan antara guru dan murid. Selain itu
dari keterangan tahun lahir dan tahun wafatnya tidak ada
kejanggalan, sehingga dari sanad pertama hingga akhir dalam
keadaan tersambung, sehingga sanad ini berkualitas shahih li
zatih.
Berdasarkan informasi jarh wa ta‟dil di atas dapat
dinyatakan bahwa para ulama berkomentar hadis, menilai para
perawi dalam sanad hadis yang diriwayatkan oleh Abu Da@ud
dimulai dari Muh{ammad bin Kas|ir sampai „Abdurrah}ma@n bin
Us|ma@n tidak ada yang mentarjih (mencela), sehingga bisa
dinyatakan s\|iqah.
Term periwayatan yang digunakan Ibn Abi Z|i’bi sampai
„Abdurrah}man bin Us|ma@n adalah „an yang rentan akan tadlis,
namun tidak ada indikasi yang mengarah pada tadlis. Sementara
dari mukharrij sampai Sufya@n menggunakan term akhbarana@ dan
Muh{ammad bin Kas|ir menggunakan term Haddasa@na@ yang
merupakan term tertinggi dalam periwayatan hadis yang
mengindikasi bahwa hadis tersebut diterima dengan cara
langsung.
98
Dengan demikian kualitas hadis ini adalah shahih. Hadis
ini dituturkan oleh „Abdurrah}man bin Us|ma@n, dalam setiap
mukharrij redaksi yang dipakai hadis ini sama. Dari sini dapat
disimpulkan bahwa lambang „an dalam periwayatan disebut
sebagai hadis Ma‟an‟an dengan metode at-tahammul al-sima.
2. Hadis Riwayat Sunan ad-Darimi @ no. 1998
Bahwasannya kedudukan ad-Darimi@ dalam sanad hadis
tersebut yaitu sebagai mukharrij. Pada jalur sanad tersebut ad-
Darimi@ menyandarkan periwayatan pada „Ubaidullah bin „Abdul
Majid sebagai jalur sanad pertama sehingga sanad terakhirnya
ialah „Abdurrah{man bin Us|ma@n, akan tetapi ‘Abdurrah{man bin
Us|ma@n juga disebut sebagai periwayat pertama, karena beliau
sebagai sahabat Rasul yang berstatus menjadi saksi pertama atas
periwayatan hadis ini.
Analisis ketersambungan sanad dari hadis yang
diriwayatkan oleh Sunan ad-Darimi@ terdapat lima periwayat,
yaitu „Ubaidullah bin „Abdul Majid, Abi Z\i’bi, Sa’id bin Kho@lid
al-Qa@raz{i, Sa’id bin Musayyib, dan ‘Abdurrah{ma@n bin Us|ma@n.
Seluruh rawi dalam semua tabaqat terindikasi adanya pertemuan,
99
karena dari masing-masing rawi saling berhubungan antara guru
dan murid. Selain itu dari keterangan tahun lahir dan tahun
wafatnya tidak ada kejanggalan, sehingga dari sanad pertama
hingga akhir dalam keadaan tersambung (ittisal sanad) dan sanad
ini berkualitas shahih li zatih.
Berdasarkan informasi jarh wa ta‟dil di atas dapat
dinyatakan bahwa para ulama berkomentar hadis, menilai para
perawi dalam sanad hadis yang diriwayatkan oleh ad-Darimi@
dimulai dari „Ubaidullah bin „Abdul Majid sampai „Abdurrah{ma@n
bin Us|ma@n tidak ada yang mentarjih (mencela), sehingga bisa
dinyatakan s\|iqah.
Term periwayatan yang digunakan dari Sa’id bin Kha @lid
sampai ‘Abdurrah}man bin Us|ma@n adalah „an yang rentan akan
tadlis, namun tidak ada indikasi yang mengarah pada tadlis.
Sementara dari mukharrij sampai Ibn Abi Z|i’bi menggunakan
term Haddasa@na@, sedangkan ‘Ubaidullah bin ‘Abdul Majid
menggunakan term akhbarana@. Term Haddasa@na@ atau term
akhbarana@ sama-sama merupakan term tertinggi dalam
periwayatan hadis yang mengindikasi bahwa hadis tersebut
100
diterima dengan cara langsung. Dari sini dapat disimpulkan
bahwa lambang „an dalam periwayatan disebut sebagai hadis
Ma‟an‟an dengan metode at-tahammul al-sima.
3. Hadis Riwayat Sunan an-Nasa@’i no. 4360
Bahwasannya kedudukan an-Nasa@’i dalam sanad hadis
tersebut yaitu sebagai mukharrij. Pada jalur sanad tersebut an-
Nasa@’i menyandarkan periwayatan pada Qutaibah sebagai jalur
sanad pertama sehingga sanad terakhirnya ialah „Abdurrah{man
bin Us|ma@n. Akan tetapi ‘Abdurrah{man bin Us|ma@n juga disebut
sebagai periwayat pertama, karena beliau sebagai sahabat Rasul
yang berstatus menjadi saksi pertama atas periwayatan hadis ini.
Analisis ketersambungan sanad dari hadis yang
diriwayatkan oleh an-Nasa@’i terdapat lima periwayat, yaitu
Qutaibah, Ibn Abi Fudaik, Abi Z\i’bi, Sa’id bin Kha@lid, Sa’id bin
Musayyab, dan ‘Abdurrah{ma@n bin Us|ma@n. Seluruh rawi dalam
semua tabaqat terindikasi adanya pertemuan, karena dari masing-
masing rawi saling berhubungan antara guru dan murid. Selain itu
dari keterangan tahun lahir dan tahun wafatnya tidak ada
101
kejanggalan, sehingga dari sanad pertama hingga akhir dalam
keadaan tersambung dan sanad ini berkualitas shahih li zatihi.
Berdasarkan informasi jarh wa ta‟dil di atas dapat
dinyatakan bahwa para ulama berkomentar hadis, menilai para
perawi dalam sanad hadis yang diriwayatkan oleh an-Nasa@’i
dimulai dari Qutaibah sampai „Abdurrah{ma@n bin Us|ma@n tidak
ada yang mentarjih (mencela), sehingga bisa dinyatakan s\|iqah.
Term periwayatan yang digunakan dari Abi Z|i’bi sampai
‘Abdurrah}man bin Us|ma@n adalah „an yang rentan akan tadlis,
namun tidak ada indikasi yang mengarah pada tadlis. Sementara
dari mukharrij sampai Ibn Abi Fudaik menggunakan term
haddasana@, sedangkan Qutaibah menggunakan term akhbarana@.
Term haddasa@na@ atau term akhbarana@ sama-sama merupakan
term tertinggi dalam periwayatan hadis yang mengindikasi bahwa
hadis tersebut diterima dengan cara langsung. Dari sini dapat
disimpulkan bahwa lambang „an dalam periwayatan disebut
sebagai hadis Ma‟an‟an dengan metode at-tahammul al-sima.
102
4. Hadis Riwayat Sunan Ibnu Ma@jah no. 3223
Bahwasannya kedudukan Ibnu Ma@jah dalam sanad hadis
tersebut yaitu sebagai mukharrij. Pada jalur sanad tersebut Ibnu
Ma@jah menyandarkan periwayatan pada Muh{ammad bin
Basysya@r sebagai jalur sanad pertama sehingga sanad terakhirnya
ialah Abi Hurairah. Akan tetapi Abi Hurairah juga disebut
sebagai periwayat pertama, karena beliau sebagai sahabat Rasul
yang berstatus menjadi saksi pertama atas periwayatan hadis ini.
Analisis ketersambungan sanad dari hadis yang
diriwayatkan oleh an-Nasa@’i terdapat lima periwayat, yaitu
Muh{ammad bin Basysya@r, ‘Abdul Malik bin Umar, Ibra @him bin
Al-Fad{l, Sa’id bin Abi Sa’id, dan ‘Abdurrah {man bin Sakhr.
Seluruh rawi dalam semua tabaqat terindikasi adanya pertemuan,
karena dari masing-masing rawi saling berhubungan antara guru
dan murid. Dengan demikian sanad Ibnu Ma@jah melalui jalur
Muha{ammad bin Basysyar mulai dari sanad pertama hingga
terakhir dalam keadaan muttasil.
Berdasarkan informasi jarh wa ta‟dil di atas dapat
berbeda-beda dalam tingkatan jarh wa ta‟dil, di antara yang
103
lainnya, Ibra@him bin Al-Fad{l adalah seorang perawi yang paling
banyak dinyatakan oleh kritikus ulama hadis yaitu sebagai rawi
yang dhoif, munkar dan matruk. Maka penulis menilai bahwa
hadis riwayat Ibnu Ma@jah tersebut dapat diterima karena
memenuhi kriteria hadis hasan li z|atihi, sehingga hadis ini
berkualitas sebagai hadis hasan li z|atihi.
Term periwayatan yang digunakan dari Sa’id al-Maqburi
sampai Abu Hurairah adalah „an yang rentan akan tadlis, namun
tidak ada indikasi yang mengarah pada tadlis. Sementara dari
mukharrij sampai Muh{ammad bin Basysya@r menggunakan term
haddasa@na@ yang merupakan term tertinggi dalam periwayatan
hadis yang mengindikasi bahwa hadis tersebut diterima dengan
cara langsung. Dari sini dapat disimpulkan bahwa lambang „an
dalam periwayatan disebut sebagai hadis Ma‟an‟an dengan
metode at-tahammul al-sima.
B. Analisis Matan
Proses selanjutnya yang kita tempuh, yaitu mengetahui
kualitas hadis tentang hewan amfibi dari segi matan.
104
Unsur-unsur yang harus dipenuhi oleh suatu matan yang
berkualitas shahih ada dua macam, yaitu terhindar dari syaz| dan
illat. Maka kedua unsur tersebut dijadikan acuan utama dalam
meneliti matan. Namun, penelitian syaz| dan illat tidaklah mudah,
karena kitab-kitab yang khusus menghimpun berbagai matan
yang mengandung syaz| dan illat belum ada. Istilah yang dipakai
khusus untuk matan yaitu munqalib, sebagian ulama
menggunakannya hanya khusus untuk salah satu macam dari
matan yang dhaif.124
Menurut muhadditsi @n kriteria keshahihan matan hadis
sangat beragam. Perbedaannya mungkin disebabkan oleh
perbedaan latar belakang, keahlian alat bantu, dan persoalan,
serta masyarakat yang dihadapi oleh mereka.
1. Meneliti Susunan Redaksi Matan yang Semakna
Untuk meneliti ada atau tidaknya lafdz pada berbagai
riwayat yang semakna, maka peneliti akan menjelaskan tentang
susunan matan pada setiap riwayat:
124
Ismail, Metode Penelitian..., p. 116-118
105
Hadis tentang larangan membunuh katak memiliki redaksi
yang bermacam-macam. Ada yang langsung menyebutkan bahwa
Rasul melarang membunuh katak, ada pula yang menyebutkan
Rasul melarang katak dijadikan sebagai obat, dan ada pula yang
menyebutkan bahwa Rasul melarang membunuh beberapa
binatang. Konfigurasi redaksi yang digunakan dapat digambarkan
sebagai berikut:
Menurut Imam Abu Da@ud dikatakan bahwa
أنى طبيبا سأل النىبى صلىى الله عليو وسلىم عن ضفدع يعلها ف دواء، فػنػهاه النىب صلىى الله عليو وسلىم عن قػتلها
Seorang dokter bertanya kepada Rasulullah SAW tentang
katak yang dijadikan obat, maka Rasulullah SAW melarang
membunuhnya. Menurut an-Nasa‟ @i dikatakan bahwa
أنى طبيبا ذكر ضفدعا ف دواء عند رسول اللىو صلىى اللىو عليو وسلىم فػنػهى رسول اللىو صلىى اللىو عليو وسلىم عن قػتلو
Terdapat seorang dokter menyebutkan kodok sebagai
obat dihadapan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam,
kemudian beliau melarang dari membunuhnya.
Menurut Sunan ad-Darimi@
نػهى عن قػتل الضفدع أنى رسول اللىو صلىى اللىو عليو وسلىم
106
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam melarang untuk
membunuh katak.
Dilihat dari lafal berbagai matan hadis tentang larangan
membunuh katak, peneliti menemukan perbedaan lafal, namun
maknanya sama. Hadis tentang larangan membunuh katak
memiliki redaksi matan yang sama, akan tetapi terdapat tambahan
pada kalimat yang terdapat dalam riwayat Ibnu Ma @jah, yaitu:
قػتل الصرد والضفدع والنىملة والدىد نػهى رسول اللىو صلىى اللىو عليو وسلىم عن
Keempat hadis tersebut memiliki redaksi matan dan
makna yang sama. Hanya saja pada riwayat Sunan ad-Darimi@
lafal matannya lebih pendek dari Sunan an-Nasa @’i dan Abu Da@ud.
Dan kalimat tersebut tidak ditemui pada riwayat Ibnu Ma@jah. Dari
sini peneliti mengetahui bahwa matan hadis ini tergolong
berdekatan. Melihat dari lafal matan hadis tersebut, maka peneliti
menyimpulkan bahwa hadis ini memiliki makna yang sama dari
riwayatnya tergolong bi lafdzi.
107
C. Meneliti Kandungan Matan
Kriteria keshahihan matan menurut Salah Ad-Di @n Al-
Adabi, yaitu tidak bertentangan dengan hukum Alquran yang
telah ditetapkan, tidak bertentangan dengan akal sehat, tidak
bertentangan dengan hadis muttawatir, tidak bertentangan dengan
amalan yang telah menjadi kesepakatan ulama masa lalu, tidak
bertentangan dengan dalil yang sudah pasti, tidak bertentangan
dengan hadis ahad yang kualitas keshahihannya lebih kuat, dan
susunan pernyataannya menunjukkan ciri-ciri sabda kenabian.125
1. Tidak Bertentangan Dengan Alquran
Sebagaimana firnan Allah dan QS. Al-a’ra@f: 157 yang
berbunyi:
125
M. Isa, Metodologi Kritik..., p. 64
108
Artinya:
(Yaitu) orang-orang yang mengikut rasul, Nabi yang
Ummi yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat
dan Injil yang ada di sisi mereka, yang menyuruh mereka
mengerjakan yang ma'ruf dan melarang mereka dari
mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka
segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang
buruk dan membuang dari mereka beban-beban dan belenggu-
belenggu yang ada pada mereka[574]. Maka orang-orang yang
beriman kepadanya. memuliakannya, menolongnya dan
mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al
Quran), mereka Itulah orang-orang yang beruntung.126
Ayat di atas sangat berkaitan serta menjelaskan bahwa
apapun yang dilarang oleh Allah SWT dan Rasul pasti memiliki
mudharat dan ke munkaran, sedangkan apa yang dihalalkan oleh
Allah SWT pasti mengandung manfaat. Berkaitan dengan hadis
yang diriwayatkan oleh Sunan Abu Da@ud bahwasannya Nabi
Muhammad melarang umatnya untuk tidak membunuh katak
apalagi menjadikannya sebagai obat, sehingga katak haram untuk
dikonsumsi.
126
[574] Maksudnya: dalam syari'at yang dibawa oleh Muhammad itu
tidak ada lagi beban-beban yang berat yang dipikulkan kepada Bani Israil.
Umpamanya: mensyari'atkan membunuh diri untuk sahnya taubat, mewajibkan
kisas pada pembunuhan baik yang disengaja atau tidak tanpa membolehkan
membayar diat, memotong anggota badan yang melakukan kesalahan,
membuang atau menggunting kain yang kena najis.
109
Sebab segala sesuatu yang sudah ditetapkan dalam
Alquran dan as-sunnah wajib untuk kita taati, karena Allah SWT
telah mengatur dengan sebaik-baik segalanya di dalam Alquran
dan as-sunnah sebagai penjelas. Walaupun memang di dalam
Alquran tidak ada ayat yang menjelaskan tentang haramnya
hewan amfibi, akan tetapi ada suatu ayat yang mengatakan
pengharaman al-khabaits.
2. Tidak Bertentangan Dengan Akal Sehat dan Sejarah
Bila dilihat dari sudut pandang akal sehat, matan hadis
tentang larangan membunuh katak sangat tidak bertentangan.
Sebab apa yang telah Allah SWT dan Nabi larang pasti memiliki
kebaikan untuk hambanya. Lagi pula katak memang binatang
yang menjijikan, walaupun mungkin sebagian dari ulama bertolak
belakang karena alasan yang menjijikan dan itu tidak bisa
dijadikan sebagai patokan, sebab pasti ada saja orang yang
merasa tidak jijik dengan hewan tersebut maka membolehkan
untuk membunuh dan mengkonsumsinya. Dan bukankah Allah
SWT telah menetapkan bahwa hewan yang halal untuk dimakan
harus disembelih terlebih dahulu. Lantas bagaimana kita
110
mengkonsumsi katak, sedangkan katak sendiri hewan yang hidup
di dua alam dan Allah bersama Nabi SAW telah melarang kita
untuk membunuhnya.
Dan bukankah yang halal sudah jelas, dan yang harampun
sudah jelas dan di antaranya adalah perkara mutasyabihat,
kebanyakan manusia tidak mengetahui hukumnya. Barang siapa
yang berhati-hati dalam perkara syubhat sebenarnya ia telah
menyelamatkan agama dan dirinya. Selain itu menurut para ahli
bidang medispun mengatakan bahwa daging kodok tidak baik
untuk kesehatan.
Sedangkan dari sudut pandang sejarah seperti yang telah
penulis paparkan sebelumnya pada bab II, Nabi SAW melarang
umatnya untuk tidak membunuh katak, karena perjuangan dan
kebaikan katak yang pernah menolong Nabi Ibrahim ketika Nabi
Ibrahim dibakar oleh Raja Namrudz dan disaat itulah katak
sangat diistimewakan oleh Allah SWT dan para Nabi. Maka
sampai kapanpun katak tidak boleh dibunuh dan seekor katak
memang masuk dalam kategori hewan yang menjijikan.
111
3. Kandungan Matan Tidak Bertentangan Dengan Hadis
Lain
Beberapa redaksi hadis di atas tampaknya tidak ada yang
bertentangan antara hadis yang satu dengan yang lain. Akan
tetapi, tampaknya saling mendukung satu sama lain. Adapun
riwayat lain yang memperkuat hadis tersebut shahih yaitu hadis
yang diriwayatkan oleh al-Hakim:
منصور العدل, ثنا عمربن حفص السدوسي, ثنا بن أخبني عمرو بن ممد يد بن مسيبعاصم بن علي, ثنا ابن أب ذئب, عن سعيد بن خالد عن سع
صلى عن عبد الرحن بن عثمان التيمي قال: دكر طبيب الدواء عند رسول الله صلى الله عليو وسلم الله عليو وسلم فذكر الضفداع يكون ف الدواء فنهى النب
عن فتلو )ىذا حديث صحيح السناد(Artinya:
Telah mengabarkan kepadaku Umar ibnu Muh{ammad ibn Mans{ur al-‘adl, telah menceritakan kepada kami ‘Amr ibn Hafs as-Sadusi, telah menceritakan kepada kami ‘A@sim bin ‘Ali@, telah
menceritakan kepada kami Ibn Abi@ Z|i’bi, dari Sa’id bin Kho@lid, dari Sa’id bin Musayyib, dari ‘Abdurahman bin Us|ma@n at-taymi@ berkata, “ada seorang dokter bertanya kepada Rasulullah
tentang katak yang akan dijadikan sebagai obat, kemudian Nabi
SAW melarang membunuhnya,” (hadis ini hadis shahih).
Bagi penulis penjelasan tentang hadis yang diriwayatkan
oleh Abu Da @ud bisa dijadikan sebagai hujjah, karena memenuhi
112
kriteria keshahihan matan yaitu shahih dan maqbul. Dari segi
matan hadis yang diriwayatkan oleh Abu Da @ud tidak
bertentangan dengan hadis yang lebih shahih, bahkan isi
kandungannya sangat didukung dan dibenarkan oleh perawi lain
dan memiliki relevansi dengan Alquran.
4. Susunan Pernyataan Menunjukkan Sabda Kenabian
Hadis yang menyatakan bahwa Nabi melarang membunuh
katak menunjukkan bahwa pernah ada seorang dokter yang
bertanya langsung tentang katak yang dijadikan sebagai obat, lalu
Rasul melarang membunuhnya. Hadis ini dikategorikan sebagai
hadis qauliyah (ucapan nabi) karena seorang sahabat mendengar
langsung dari nabi perihal tersebut. Dan ucapan nabi tersebut
bisa digunakan sebagai tolak ukur karena benar-benar keluar
langsung dari mulut nabi, walaupun nabi tidak menjelaskan
secara langsung alasan larangan membunuh katak tersebut. Tapi
yang pasti dibalik larangan nabi tersebut mengandung makna
tersirat.
113
D. Kandungan Makna Hadis Tentang Larangan Mebunuh
Katak
Pada hakikatnya hadis harus selalu dikembangkan di dalam
situasi yang baru untuk menghadapi masalah yang baru. Semakin
berkembangnya zaman, maka harus semakin pula hadis-hadis
Nabi diaplikasikan agar tidak salah langkah dalam memutuskan
segala hal. Sebab bagaimanapun juga Alquran dan as-Sunnah
tetaplah menjadi pedoman umat Islam hingga akhir hayat.
Allah SWT memerintahkan umat-Nya hanya untuk
memakan makanan halal dan baik saja, sebab yang Allah SWT
haramkan sudah pasti memiliki dampak yang buruk untuk umat-
Nya. Seperti hadis yang diriwayatkan oleh Abu Da @ud tentang
larangan membunuh katak. Apabila dipahami secara tekstual
terjemah dari lafal hadis tersebut merupakan larangan secara
mutlak. Sebab Rasul mengucapkan langsung dari mulutnya.
Para ulama Indonesia juga telah sepakat bahwa katak haram
untuk dibunuh dan dikonsumsi dengan dalil yang diriwayatkan
114
oleh Abu Da @ud dan dalil tersebut sebagai pendukung dari
keputusan fatwa MUI itu sendiri.127
Mungkin memang benar jika katak termasuk dalam
makanan yang kaya akan protein, sehingga apabila
mengkonsumsi daging katak secara berlebihan tersebut dapat
memicu kenaikan berat badan. Yang menjadi masalah ialah dari
sekitar 150 jenis katak yang ditemukan di Indonesia hanya ada
sekitar 10 jenis katak yang dianggap aman. Selebihnya
mengandung racun sehingga bisa berakibat fatal, seperti
keracunan, gangguan pencernaan dan sebagainya.128
Bahaya
katak bagi tubuh selain mengandung racun ternyata di dalam
tubuh katak sendiri banyak cacing, rentan terkena kanker, gagal
ginjal, membuat pusing, menimbulkan gejala sirosis hati yang
membahayakan.129
127
Fatwa MUI, 2018 128
https://doktersehat-
com.cdn.ampproject.org/v/s/doktersehat.com/suka-makan-daging-kodok-
waspadai-resiko-kesehatan-ini/amp/?amp_js_v=a2& 129
www.google.com/amp/s/halosehat.com/makanan/dagingberbahaya
(diakses oleh Ratna Lidya, 23 juni 2015)
115
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah penulis membahas mengenai kedudukan hadis
tentang hewan amfibi dalam pandangan ulama serta kualitas
keshahihannya, maka pada bab ini penulis mendapatkan beberapa
kesimpulan, diantaranya:
Pertama, kualitas hadis tentang hewan amfibi berdasarkan
hadis yang diriwayatkan oleh Sunan Abu Da@ud, Sunan Ibnu
Ma@jah, Sunan Ad-Darimi@, dan Sunan An-Nasa@’i dinyatakan
shahih sehingga dapat dijadikan sebagai hujjah.
Kedua, menurut pandangan ulama hadis, seperti Imam
Syauka@ni, al- Baihaqi, Ibnu Taimiyyah, Ibnu As|ir, Timiz|i, dan
al-Khat{t{a@bi tentang mengkonsumsi hewan amfibi ialah haram,
karena membunuhnya saja tidak boleh apalagi menjadikannya
sebagai obat.
Ketiga, menurut pandangan ulama fiqih, seperti Imam
Syafi‟i, Hanafi, dan Hanbali tentang mengkonsumsi hewan
116
amfibi sama dengan seperti pandangan ulama hadis yaitu haram,
karena hewan amfibi ialah hewan yang khabais| (menjijikan) serta
terkena hukum separuh-separuh yaitu separuh halal dan separuh
haram. Halal karena bangkainya bisa dimakan dan haram karena
ia tidak bisa disembelih. Sedangkan hewan darat butuh
penyembelihan untuk boleh dimakan. Namun, menurut Imam
Malik hukum mengkonsumsi hewan amfibi ialah mubah
(diperbolehkan) karena tidak ada dalil yang tegas tentang
pengharaman hewan amfibi tersebut.
Hewan amfibi memang masih menjadi hal yang
kontravesional. Bukan hanya dalam dunia medis saja, namun
dalam agama juga. Maka dari itu ada baiknya bila kita tidak
mengkonsumsinya, karena pakar kesehatan juga masih
mengkhawatirkan adanya kandungan beracun yang bisa
menyebabkan dampak buruk bagi ginjal dan hati.
B. Saran
Di akhir penulisan skripsi ini penulis menyadari bahwa
skripsi ini jauh dari kata sempurna bahkan terdapat kekurangan,
kesalahan serta ketidakpuasan di dalamnya. Karena kurangnya
117
sumber referensi dan inilah kekurangan penulis dalam mencari
sumber. Penulis berharap akan ada yang lebih lagi dalam
mengkaji kedudukan hadis tentang hewan amfibi ini.
Penulis berharap agar kita sebagai umat muslim yang
segala sesuatunya sudah ada di dalam alquran dan sunnahnya, ada
baiknya kita mengikuti apa yang telah menjadi ketetapan-Nya.
Bila itu baik untuk kita, Allah SWT tidak mungkin melarangnya,
begitupun sebaliknya. Akan tetapi dibalik larangan Allah SWT
sudah pasti ada kemudharatan serta hikmah di dalamnya. Karena,
akhir-akhir ini, muncul segelintir orang yang berupaya
melemahkan nilai penting sunnah nabi. Padahal sebagaimana
telah disepakati bahwasannya sunnah nabi merupakan sumber
hukum Islam yang kedua serta menjadi bayyan (penjelas) bagi
Alquran.
118
DAFTAR PUSTAKA
„Amr Yusuf, Al-Istiz|kar,Abu, Bairut: Dar al-Kita@b Ulumiyyah
Abdullah Muh{ammad bin Isma@il al-Bukha@ri, Abu, Ensiklopedia
Hadis: Shahih Bukha@ri, Terj. Masyhar dkk, Jil. 1, cet 1,
Jakata: Almahira, 2011
Abdurrazaq, Kitab Al-Mushannaf 4/446, no. 8392, Bairut:
Maktabul Islami-٣0٥١
Abu Da @ud, Sunan, jilid 4, Beirut: Darul Fikr, 1994 M
Ad-Darimi, Sunan, Sunan Ad-Darimi, (penerjemah, Ahmad
Hotiba, Faturrohman), Jakarta: Pustaka Azzam, 2007
Ahmad „Alimi, Ibnu, Tokoh dan Ulama Hadis, Sidoarjo:
Manshur, 2008
Al-Baihaqi@, As-Sunan Al-Kubra@ 9, no.19382, Darul Kitab ul-
Miyah Bairut
al-Din Ahmad „Ali bin Hajar Al- ‘Asqala@ni, Syihab, Tahz|ib al
Tahz|ib, Juz 4, Beirut: Dar al-Fikr, 1995
al-Hafiz Abi al-Hajaz Jama@luddin Yusuf bin „Abdurrahman al-
Mizzi, Imam, Tahz|ibu Kama@l, jilid 1, Beirut: Darul Kitab
al-Ulumiyyah , 1995
119
Al-Hanafi Ad-Damsyiqi, Ibnu Hamzah al-Husaini, terj. M.
Suwarta Wijaya, B.A dan Zafrullah Salim, Asbabul
Wurud 3 Latar Belakang Historis Timbulnya Hadis-Hadis
Rasul, cet. 1, Jakarta: Kalam Mulia, Maret 2002
Al-Qardhawi, Yusuf, Halal dan Haram dalam Islam, Surabaya:
PT. Bina Ilmu, 1993 penerjemah, Mu‟ammal Hamidy.
Lihat Kitab Halal Wa Haram Fil Islam
Angga Hermawan, Dian, Reptil dan Amfibi, Yogyakarta: Istana
Media, 2017
An-Nasa@‟i, Sunan, jilid 7, Beirut: Darul Fikr, 1994 M
An-Nawawi, Imam, Al Majmu’ Syarh Al Muhaz |ab jilid 9, Da@rul
Fikr
Bustamin, dan M. Isa, Metodologi Kritik Hadis, cet 1, Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada, 2004
Candra Dewi, Diana, Rahasia di balik Makanan Haram, cet 1,
Malang, 2007
D Kusrini, Mirza, “Konservasi Amfibi Di Indonesia: Masalah
Global dan Tantangan,” Jurnal Konservasi Sumber Daya
Hutan dan Ekowisata, Vol. XII, No. 2 (Agustus, 2007)
120
Dimyati, Ayat, Pengantar Studi Sanad Hadis, tt. Fakultas Syariah
IAIN Sunan Gunung Djati
Fatwa MUI, 2018
Fitriyani, Khoirotul, “Manifestasi Tasbih Makhluk Menurut Al-
Qur‟an” (Skripsi, Program Sarjana, Fakultas Ushuluddin
IAIN “Walisongo,” Semarang, 2012)
Hanafi, Ahmad, Bidayatul Mujtahid, Jakarta: Bulan Bintang
Harir Ats Tsaqafi, Muhammad, “Manfaat Katak Dalam Sistem
Kosmos,” (Skripsi Program Sarjana, Fakultas Ushuluddin
dan Filsafat, UIN “Sunan Ampel,” Surabaya, 2018)
Herdi, Asep, Memahami Ilmu Hadis, cet 1, Bandung: Buah Batu,
2014
Herjuno, Dimas, Vertebrata, Yogyakarta: Istana Media, 2017
https://doktersehat
com.cdn.ampproject.org/v/s/doktersehat.com/suka-makan-
daging-kodok-waspadai-resiko-kesehatan-
ini/amp/?amp_js_v=a2&
121
Hukum Memakan Daging Katak,
http://darusyahadah.com/hukum-memakan-daging-katak/
(diakses pada 26 febuari-2019)
Ibnu Ma@jah, Sunan, jilid 2, Bairut: Darul Fikr, 1994 M
John Wensink, Arnold, dkk, al-Mu’jam al-Mufahras Li al-Faz|
al-Hadis, Juz 2, Leiden, 1943
Juned, Daniel, Ilmu Hadis Paradigma Baru dan Rekonstruksi
Ilmu Hadis, tt. PT. Gelora Aksara Pratama
Khoiron, Sebab-Sebab Perbedaan Pendapat Ulama,
http://www.mu.or.id/post/read/86896/sebab-sebab-
perbedaan-pendapat-ulama-1 (diakses pada 06 maret
2018)
Khoiron,“Sebab-Sebab Perbedaan Pendapat Ulama,”
http://www.mu.or.id/post/read/87155/sebab-sebab-
perbedaan-pendapat-ulama-12-habis (diakses pada 13
maret 2018)
Lidya, Ratna,
www.google.com/amp/s/halosehat.com/makanan/dagingb
erbahaya (diakses, 23 juni 2015)
122
Malik Kamal, Abu, Fiqih Sunah Wanita, PT. Cordoba
Internasional Indonesia, 2016
Mardinata, Roly, “Keanekaragaman Amfibi (Ordo Anura) Di
Tipe Habitat Berbeda Resort Balik Bukit Taman Nasional
Bukit Barisan Selatan,” Jurnal, Bandar Lampung, 2017
Mudhafier, Fadhlan dan A.F.Wibisono, Makanan Halal
Kebutuhan Umat dan Kepentingan Pengusaha, cet 1,
Jakarta, 2004
Musaddad, Endad, Ringkasan Ilmu Hadis, cet 2, tt. FUDA UIN
Sultan Maulana Hasanuddin Banten, 2016
Purwanto, “Analisis Penyediaan Daging Halal Kepada Kaum
Muslim di Negara Jepang” (Skripsi, UIN “Syarif
Hidayatullah,” Jakarta, 2010)
Rasyid Ridho, Muhammad, Tafsir al-Manar, Al-Manar: Press
Mesir Kuno, terbitan awal 1337 H- 1298 H
Sarwat, Ahmad, Halal dan Haram, Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utama
Suhada, Amirullah, Katak Pembela Nabi Ibrahim,
https://www.kompasiana.com/amirullahsuhada/550a095ca
123
33311484b2e3b2c/katak-pembela-nabi-ibrahim (diakses
pada 08 september 2011)
Syafi‟i Hadzami, Muhammad, Fatwa-Fatwa Muallim Taudhihul
Adillah 6, Jakarta: PT. Elex Media Kumputindo, 2010
Syaltut, Mahmud, al-Fatawa
Thaib, Ismail, “Pandangan Islam Terhadap Makanan,” Jurnal,
cet. 4, 2002
W. Kimball, Jhon, Biologi jilid 2, edisi Kelima, Jakarta: Ciracas,
PT. Gelora Aksara Pratama
W. Kimball, Jhon, Biologi jilid 3, edisi Kelima, Jakarta: Ciracas,
PT. Gelora Aksara Pratama
Wahab Abdussalam Thawilah, Abdul, Fiqih Kuliner, cet 1,
Mesir: Dar As-Salam, Kairo-Alexandria, 2010
Yudha Winata, Egi, et., eds, Jenis-Jenis Katak (Amphibi: Anura),
Di Desa Kepenuhan Hulu Kecamatan Kepenuhan Hulu
Kabupaten Rokan Hulu Provinsi Riau, Jurnal
Zailani Awwalul, Zikri, 9 Sebab Munculnya Perbedaan Pendapat
di Kalangan Ulama dan Bagaimana Menyikapinya,”
124
http://konsultasifiqih.com/perbedaan-pendapat-di-
kalangan-ulama/ (diakses pada 31-Juli-2016)
Zulaekha, Siti dan Yuli Kusumawati, “Halal dan Haram Makanan
dalam Islam,” Jurnal Fakultas Ilmu Kedokteran
Universitas Muhammadiyah, Surakarta, 2005