skripsi syilvi wahyuni

Upload: bagaskara-aspha

Post on 24-Feb-2018

245 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

  • 7/25/2019 SKRIPSI SYILVI WAHYUNI

    1/98

    1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Tuntutan dalam perwujudan good governance di Indonesia yang semakin

    meningkat berimplikasi pada sistem pengelolaan keuangan secara akuntabel

    dan transparan. Hal ini tidak terpisahkan oleh adanya sistem pengendalian dan

    pengawasan di setiap instansi pemerintah yang secara sistematis terdiri dari

    proses perencanaan, pelaksanaan, pengawasan hingga pertanggungjawaban

    secara efektif, efisien dan terkendali.

    Dalam mengefektifkan penyelenggaraan sistem pengendalian, audit

    internal merupakan satuan pengawas intern dan pembina penyelenggaraan

    sistem pengendalian intern pemerintah. Hal tersebut dijelaskan dalam fungsi

    audit internal oleh IIAS board (2009 dalam Tunggal 2011:4):

    Internal auditing is an independent, objective assurance and consultingactivity designed to add value and improve an organizations operations. Ithelps an organization accomplish its objectives by bringing a systematic,disciplined approach to evaluate and improve the effectiveness of riskmanagement, control, and governance processes.

    Definisi tersebut menunjukkan bahwa audit internal merupakan sendi utama

    dalam pencapaian tujuan organisasi karena dapat memberikan nilai tambah

    dalam menjalankan tanggung jawabnya dengan memberikan analisis, penilaian,

    pengendalian dan mampu menghadapi resiko yang potensial dari seluruh

    kegiatan yang diaudit dalam organisasi serta memastikan apakah organisasi

    telah berjalan sesuai dengan aturan yang berlaku.

  • 7/25/2019 SKRIPSI SYILVI WAHYUNI

    2/98

    2

    Definisi tersebut diperkuat oleh Peraturan Pemerintah Republik No.60

    tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah. Aturan tersebut

    menyatakan bahwa pengendalian intern merupakan seluruh proses kegiatan

    audit, review, evaluasi, pemantauan, dan kegiatan pengawasan lain terhadap

    penyelenggaraan tugas dan fungsi organisasi dalam rangka memberikan

    keyakinan yang memadai bahwa kegiatan telah dilaksanakan sesuai dengan

    tolok ukur yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien untuk kepentingan

    pimpinan dalam mewujudkan pemerintahan yang baik

    (http://www.dephut.go.id/files/PP_60_08.pdf:2008). Sementara itu, kedudukan

    audit internal dalam mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan yang baik

    dalam konteks pengawasan, sejatinya telah diatur dalam Peraturan Pemerintah

    Republik Indonesia No.79 tahun 2005 tentang Pedoman Dan Pembinaan

    Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah. Ketetapan tersebut

    menyatakan bahwa pengawasan dilaksanakan oleh aparat pengawasan intern

    yaitu inspektorat jenderal departemen, unit pengawasan lembaga pemerintah

    non departemen, inspektorat provinsi, dan inspektorat kabupaten/kota dalam

    melaksanakan fungsi dan wewenangnya.

    Dengan demikian, secara luas inspektorat daerah mempunyai fungsi dan

    tanggung jawab sebagai auditor internal yang bekerja dalam pencapaian tujuan

    organisasi pemerintah daerah. Kemudian, Amrizal (2004) mengemukakan

    kegiatan-kegiatan utama auditor internal yaitu: (1) mampu menelaah dan menilai

    kebaikan, memadai tidaknya penerapan sistem pengendalian manajemen,

    struktur pengendalian intern dan pengendalian operasional lainnya serta

    mengembangkan pengendalian yang efektif dengan biaya yang tidak terlalu

    mahal; (2) memastikan ketaatan terhadap kebijakan, rencana dan prosedur-

    prosedur yang telah ditetapkan oleh manajemen; (3) memastikan seberapa jauh

  • 7/25/2019 SKRIPSI SYILVI WAHYUNI

    3/98

    3

    harta perusahaan dipertanggungjawabkan dan dilindungi dari kemungkinan

    terjadinya segala bentuk pencurian, kecurangan dan penyalahgunaan; (4)

    memastikan bahwa pengelolaan data yang dikembangkan dalam organisasi

    dapat dipercaya; (5) menilai mutu pekerjaan setiap bagian dalam melaksanakan

    tugas yang diberikan oleh manajemen; (6) menyarankan perbaikan-perbaikan

    operasional dalam rangka meningkatkan efisensi dan efektifitas. Dari kegiatan-

    kegiatan tersebut secara garis besar dapat diindikasikan bahwa auditor internal

    antara lain memiliki peranan dalam: (a) pencegahan kecurangan (fraud

    prevention); (b) pendeteksian kecurangan (fraud detection); dan (c)

    penginvestigasian kecurangan (fraud investigation). Dengan demikian audit

    internal merupakan lembaga yang secara langsung menerima dampak atas

    pendekatan pencegahan, pendeteksian dan penginvestigasian terhadap

    kecurangan (fraud).

    Peran dalam penerapan kebijakan fraud sangat bervariasi dari satu

    instansi dengan instansi lainnya, namun terdapat suatu kesepakatan umum

    bahwa pemilik tanggung jawab kebijakan anti-fraudada pada pimpinan instansi

    (tone at the top)di mana para pimpinan instansi harus membantu memantau dan

    menegakkan tanggung jawab operasional atas pelaksanaan pengujian dan

    penilaian yang dilakukan oleh audit internal. Pengujian dan penilaian risiko yang

    dilakukan oleh internal audit harus diberikan prioritas yang tinggi, kebutuhan ini

    akan semakin mendorong dan memacu audit internal untuk meningkatkan

    kemampuan dan keahliannya. Sejalan dengan pernyataan standar profesional

    audit internal (2004 dalam Tunggal 2012: 13) yang menerangkan bahwa auditor

    internal harus memiliki pengetahuan yang memadai untuk dapat mengenali,

    meneliti dan menguji adanya indikasi kecurangan.

  • 7/25/2019 SKRIPSI SYILVI WAHYUNI

    4/98

    4

    Secara teoritis, seluruh gambaran di atas menunjukkan adanya

    ekspektasi terhadap pengawasan internal pemerintah (inspektorat) yang ketat

    dan diharapkan mampu mengidentifikasikan dan meredam gejala fraud. Oleh

    karenanya, inspektorat memiliki posisi yang sangat strategis, sebagai katalisator

    dan dinamisator dalam menyukseskan pembangunan daerah yang berkaitan

    dengan kelancaran jalannya pemerintahan daerah, optimalnya pembangunan,

    pembinaan aparatur daerah, dan sebagainya. Sehingga inspektorat daerah

    sebagai pengawas internal dapat menjadi tombak untuk mewujudkan

    akuntabilitas dan transparansi menuju good governance.

    Namun, di sisi lain fakta di Indonesia menunjukkan masih banyak terjadi

    ketimpangan dalam pengawasan intern khususnya di instansi pemerintahan.

    Bagi mereka yang berkecimpung di dunia pengawasan (baik internal maupun

    eksternal), temuan tersebut sebenarnya bukanlah sesuatu yang baru dan

    mengejutkan. Terlebih oleh kepala instansi, hal tersebut bukan lagi menjadi

    alasan bahwa kepala instansi tidak mengetahui ataupun tidak menyadari adanya

    penyimpangan kebijakan ataupun kecurangan di instansinya.

    Dengan kata lain terdapat kemungkinan bahwa inspektorat tidak mampu

    memberikan solusi yang nyata kepada instansi untuk menghentikan atau

    setidaknya mencegah terjadinya penyimpangan meski telah mampu mengetahui

    gejala-gejala (symptoms) di berbagai kecurangan (fraud). Penyimpangan

    kecurangan (fraud) dapat dilakukan baik oleh manajemen puncak maupun

    pegawai lainnya untuk mendapatkan keuntungan secara tidak beretika dengan

    cara melakukan tindakan-tindakan kriminal seperti korupsi, kolusi, penipuan, dan

    lain sebagainya (Santoso: 2008, Pambelum: 2008).

    Praktik korupsi yang telah sejak lama terjadi di Indonesia merupakan

    salah satu bentuk fraud yang paling mencolok di negeri kita. Praktik-praktiknya

  • 7/25/2019 SKRIPSI SYILVI WAHYUNI

    5/98

    5

    berupa penyalahgunaan wewenang, penyuapan, pungutan liar, hingga kolusi dan

    nepotisme serta pemanfaatan uang negara untuk kepentingan pribadi secara

    tidak beretika. Ironisnya, meskipun pemerintah berupaya dalam

    memberantasnya, praktik-praktik korupsi tersebut tetap berlangsung tanpa ada

    penurunan pada tingkat persentasenya bahkan terjadi peningkatan dari tahun ke

    tahun. Wakil Ketua KPK Jasin, menilai dengan tiadanya perbaikan dalam

    pemberantasan korupsi, target Presiden Susilo Bambang Yudhoyono agar skor

    IPK Indonesia pada tahun 2015 sebesar 5,0 dipastikan tak akan terwujud. Target

    Presiden itu disampaikan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah

    tahun 2010. Diperkirakan, IPK Indonesia paling tinggi 3,1

    (http://www.kpk.go.id/modules/news/article.php?storyid=1631, diakses 5 Oktober

    2012).

    Hal tersebut telah menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara

    terkorup di kawasan Asia Tenggara dan dunia(www.tranparency.org: diakses 7

    Maret 2012). Hal ini dapat dilihat pada tabel 1 yang berisi peringkat tingkat

    korupsi negara Indonesia berdasarkan Indeks Persepsi Korupsi (IPK) negara-

    negara di dunia yang dikeluarkan pada tahun 2011.

  • 7/25/2019 SKRIPSI SYILVI WAHYUNI

    6/98

    6

    Tabel 1. Peringkat Tingkat Korupsi Negara-Negara di Asia Tenggara PeringkatNegara-Negara Skore IPK 2011

    No. Skor NegaraIndeks Persepsi Korupsi

    (IPK)

    1 5 Singapore 9.22 44 Brunei 5.2

    3 60 Malaysia 4.3

    4 80 Thailand 3.4

    5 100 Indonesia 3.0

    6 112 Vietnam 2.9

    7 129 Philippines 2.6

    8 143 Timor Leste 2.4

    9 154 Laos 2.210 164 Kamboja 2.1

    11 180 Myanmar 1.5

    *Jumlah negara yang diikutsertakan dalam pemeringkatan sebanyak 182 negara** Skor IPK berdasarkan persepsi para pebisnis dan para analis negara tentang tingkatkorupsi yang teramati. Rentangan skor antara 10 (sangat bersih) dan 0 (sangat korup)

    Data yang diperoleh dari situs korupsi dunia yang dipublikasikan oleh

    organisasi Transparency International, diperoleh angka indeks korupsi dimana

    posisi negara Indonesia berada pada rangking 100 dari 159 negara. Mengingat

    Indonesia berada di kawasan Asia Tenggara, dapat diurutkan pula tingkat

    persepsi korupsi negara Indonesia berada pada ranking 5 dari seluruh negara

    anggota ASEAN. Dari data tersebut, dapat diketahui bahwa negara Indonesia

    dengan IPK 3.0 menunjukkan di Indonesia telah banyak terjadi praktik korupsi.

    Peringkat tingkat korupsi di Indonesia yang tampak pada Tabel 1 menunjukkan

    sebuah indikasi bahwa penggunaan keuangan negara Indonesia yang tidak

    ekonomis, efisien, dan efektif karena mengalami kebocoran yang disebabkan

    praktik korupsi. Akibatnya akan timbul pertumbuhan pembangunan yang lambat

    dan juga tidak meratanya pendistribusian hasil-hasil pembangunan. Hal tersebut

  • 7/25/2019 SKRIPSI SYILVI WAHYUNI

    7/98

    7

    akan berimplikasi kepada masyarakat sebagai sasaran akhir dan fokus utama

    seluruh kegiatan pembangunan karena pemerintah tidak mampu secara

    maksimal memberikan pelayanan dalam berbagai segi kehidupan seperti

    kesehatan, pendidikan, ekonomi.

    Kemudian di Indonesia, Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi

    Keuangan (PPATK) melansir persentase kasus dugaan korupsi di beberapa

    provinsi di Indonsia.

    Tabel 1.2 Peringkat Tingkat dan Persentase Korupsi Provinsi-Provinsi DiIndonesia 2011

    No. Provinsi %

    1 DKI Jakarta 46,7

    2 Jawa Barat 6,0

    3 Kalimantan Timur 5,7

    4 Jawa Timur 5,2

    5 Jambi 4,1

    6 Sumuatera Utara 4,0

    7 Jawa Tengah 3,5

    8Kalimantan Selatan, Nangroe Aceh

    Darussalam2,1

    9 Papua 1,8

    10 Sulawesi Selatan, Sumatera Selatan, Riau 1,5

    11 Sulawesi Utara 0,9

    12 Sumatra Barat, Bali 0,7

    13 Kalimantan Tengah 0,6

    14 Nusa Tenggara Barat, Papua Barat 0,5

    15 Sulawesi Tengah 0,4

    16 Sulawesi Barat 0,3

    17 Bangka Belitung 0,1

    Sumber: http://www.lensaindonesia.com (diakses 5 Oktober 2012)

  • 7/25/2019 SKRIPSI SYILVI WAHYUNI

    8/98

    8

    Wakil Ketua PPATK Agus Santoso menyatakan bahwa umumya korupsi

    di daerah menggunakan modus memindahkan dana anggaran APBD ke

    rekening bendahara provinsi. Berdasarkan persentase di tabel 1.2, Provinsi

    Sulawesi Selatan berada pada urutan ke sebelas dengan persentase 1.5%

    menunjukkan cukup besarnya praktik korupsi yang ada. Hal ini disebabkan

    bahwa minimnya integritas yang dimiliki oleh Provinsi sulawesi selatan, sesuai

    dengan survei integritas KPK di 98 instansi tingkat pusat dan daerah yang

    dilakukan pada 2009, skor integritas pemprov Sulawesi Selatan menduduki

    urutan terendah alias rentannya kasus korupsi yang ditemukan. Senada dengan

    pernyataan tersebut, laporan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional

    (BAPPENAS) punya kesimpulan sama bahwa Sulawesi Selatan lemah dalam

    rencana aksi daerah pemberantasan korupsi. Hal demikian dipertegas oleh

    Abraham Samad (ketua KPK yang pernah menjabat sebagai Direktur Anti-

    Corruption Committee (ACC) bahwa mereka yang bersalah tidak takut

    dikarenakan aparatnya yang lemah

    (http://infokorupsi.com/id/korupsi.php?ac=4579&l=sulawesi-selatan-daerah-

    surga-para-koruptor, diakses 22 Oktober 2012). Tidak dapat dielakkan lagi

    bahwa Provinsi Sulawesi Selatan merupakan surga bagi orang yang ingin

    melakukan korupsi. Namun, untuk meminimalisir keadaan yang demikian perlu

    ada upaya-upaya khusus untuk mendorong perbaikan-perbaikan di Provinsi

    Sulawesi Selatan.

    Singh (1974) mengungkapkan penyebab terjadinya korupsi yang ditulis

    oleh Revida dalam artikelnya yang berjudul Korupsi Di Indonesia: Masalah Dan

    Solusinya (2003:2) yaitu kelemahan moral (41,3%), tekanan ekonomi (23,8%),

    hambatan struktur administrasi (17,2%), hambatan struktur sosial (7,08 %).

    Apabila diperluas penyebab terjadinya korupsi di Indonesia diantaranya yaitu

  • 7/25/2019 SKRIPSI SYILVI WAHYUNI

    9/98

    9

    lambannya struktur pemerintahan, serta lemahnya peraturan hukum di Indonesia

    terutama pada tindak pidana korupsi. Hal ini dibuktikan bahwa sampai saat ini

    belum ada hukuman berat yang sesuai dengan hasil korupsi yang dinikmati oleh

    sebagian koruptor. Ditambah lagi dengan moral bangsa yang mulai bobrok yang

    dipengaruhi oleh memudarnya nilai-nilai etika dan agama, padahal kita ketahui

    bahwa Indonesia merupakan negara beragama dan menjunjung tinggi budaya

    timur yang peduli terhadap moralitas. Salah satu faktor utama yang lain yaitu

    kesejahteraan masyarakat di Indonesia sangat kurang yang berasal dari upah

    ataupun gaji rendah yang mereka dapat dari hasil kerja mereka. Oleh karena itu,

    Pemerintah harus mampu menurunkan atau mengurangi tingkat korupsi di

    Indonesia melalui pengawasan terstruktur yang cukup ketat. Maraknya korupsi

    dapat berujung pada tidak optimalnya pembangunan.

    Praktik penyimpangan lain yang marak terjadi yaitu terhadap anggaran

    daerah dengan berbagai macam modus oleh PNS. Salah satunya dan yang

    sudah melekat di instansi pemerintah yaitu perjalanan dinas fiktif. Hal tersebut

    diperjelas oleh wakil ketua KPK, Bambang Wiljajanto, ada beberapa modus yang

    dilakukan oleh PNS dan pejabat negara dalam melakukan korupsi perjalanan

    dinas. Pertama, mengakali jumlah tiket pesawat; kedua, menggelembungkan

    biaya akomodasi penginapan (hotel); dan ketiga, mengagendakan biaya

    perjalanan fiktif (Republika.co.id, diakses 27 September 2012).

    Pernyataan tersebut adalah wajar, Hutasuhut (2012) dalam penelitiannya

    menyatakan bahwa di SKPD telah terjadi kecurangan. Penyebab kecurangan

    adalah faktor interen kesempatan (opporturity), motivasi (motivation),dan faktor

    ekstern yaitu kurang efektifnya pengendalian intern pemerintahan

    kabupaten/kota. Penelitian tersebut juga memperoleh hasil bahwa internal audit

    mampu mendeteksi kecurangan pada SKPD Kabupaten/Kota.

  • 7/25/2019 SKRIPSI SYILVI WAHYUNI

    10/98

    10

    Sesungguhnya kecurangan (fraud) yang terjadi di lingkungan instansi

    pemerintah bukan hanya perjalanan dinas dan korupsi, masih banyak modus-

    modus lainnya. Hampir pada semua proses bisnis dan pelayanan yang

    dijalankan oleh instansi pemerintah, pusat maupun daerah masih sarat dengan

    kecurangan dan KKN. Selain modus perjalanan dinas fiktif, penyimpangan yang

    sudah banyak terungkap mencakup; rekayasa pengadaan barang/jasa,

    penyimpangan penerimaan negara/daerah, biaya perijinan, pungutan tidak resmi,

    penyalahgunaan wewenang, kontribusi pihak swasta yang tidak

    dipertanggungjawabkan dan bantuan dana antar instansi yang

    dipertanggungjawabkan secara tidak benar.

    Dari beberapa bentuk kecurangan di atas tidak dapat dihindari lagi

    pertanyaan bahwa apakah sesungguhnya Inspektorat sebagai pengawas internal

    mampu menjalankan fungsi dan wewenangnya sesuai tugas dan

    tanggungjawabnya memberikan pembinaan dan pengawasan terhadap instansi/

    SKPD sebagaimana yang terulis dalam konsep pemerintah dalam rangka

    mencapai good governance? Sebaliknya apakah Inspektorat ikut berperan dalam

    proses pembiaran terjadinya fraud? Berdasarkan uraian dari latar belakang di

    atas, penulis tertarik untuk mengambil judul penelitian Analisis Peranan Audit

    Internal dalam Mendeteksi Kecurangan pada Pemerintahan Provinsi Sulawesi

    Selatan.

  • 7/25/2019 SKRIPSI SYILVI WAHYUNI

    11/98

    11

    1.2. Perumusan Masalah

    Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka penulis merumuskan

    masalah sebagai berikut: Bagaimana peranan audit internal inspektorat dalam

    mendeteksi kecurangan pada Pemerintahan Provinsi Sulawesi Selatan?

    1.3 Tujuan Penelitian

    Berdasarkan uraian latar belakang dan perumusan masalah tersebut di

    atas, maka tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah untuk mengetahui

    peranan audit internal oleh Inspektorat dalam mendeteksi kecurangan pada

    Pemerintahan Provinsi Sulawesi Selatan.

    1.4 Kegunaan Penelitian

    Kegunaan Penelitian dari penulisan ini terdiri dari kegunaan praktis dan

    kegunaan teoritis.

    a) Kegunaan praktis

    Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi

    pemerintah provinsi mengenai seberapa jauh peranan audit internal dalam

    mendeteksi kecurangan. Permasalahan ini sangat penting dikemukakan

    karena tidak menutup kemungkinan akan terjadi ketidak konsistenan peran

    dan fungsi auditor internal sebagai bagian dari salah satu fasilitas pengelolaan

    keuangan pemerintah provinsi. Selain itu audit internal merupakan pilar utama

    dalam sistem pengawasan keuangan pemerintahan, oleh karena itu auditor

    internal harus menjalankan tugasnya dengan baik.

    b) Kegunaan teoritis

  • 7/25/2019 SKRIPSI SYILVI WAHYUNI

    12/98

    12

    Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan

    peneliti di bidang audit internal khususnya di sektor pemerintahan. Selain itu

    diharapkan dapat bermanfaat bagi dunia pendidikan dan akademisi

    khususnya untuk menjadi referensi bagi peneliti selanjutnya yang lebih lanjut

    yang berkaitan dengan masalah ini.

    1.4. Sitematika Penulisan

    Untuk memperoleh gambaran yang utuh mengenai penulisan skripsi ini,

    maka dalam penulisannya akan dibagi menjadi lima bab, dengan rincian sebagai

    berikut:

    BAB I PENDAHULUAN

    Pemanduan uraian-uraian mengenai masalah yang timbul

    sehingga mendorong penulisan skripsi ini, yang meliputi latar

    belakang masalah, rumusan permasalahan, tujuan dan manfaat

    penelitian serta sistematika penulisan.

    BAB II TINJAUAN PUSTAKA

    Uraian mengenai teori-teori dan penelitian terdahulu yang

    melandasi penulisan skripsi ini. Selain itu, dijelaskan pula definisi

    variabel operasional. Bab ini juga akan menguraikan kerangka

    pemikiran.

    BAB III METODE PENELITIAN

    Uraian mengenai lokasi penelitian, rancangan penelitian, jenis

    penelitian, teknik pengumpulan data dan analisis data.

    BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

  • 7/25/2019 SKRIPSI SYILVI WAHYUNI

    13/98

    13

    Pada bab ini terdiri dari uraian atas data yang diperoleh setelah

    melaksanakan penelitian. Data disajikan berasal dari jawaban

    informan yang diperoleh dari lapangan dan memberikan

    interpretasi terhadap masalah yang diajukan.

    BAB V PENUTUP

    Berisi kesimpulan dan saran yang sesuai dengan hasil penelitian

    yang telah dilakukan.

  • 7/25/2019 SKRIPSI SYILVI WAHYUNI

    14/98

    14

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Teori Peran Mencerminkan Fungsionalisme

    Dalam hubungan antar manusia terdapat tiga teori yang dapat dijadikan

    acuan untuk membantu menerangkan model dan kualitas hubungan antar

    manusia. Salah satunya adalah teori peran.

    Berawal dari pemikiran fungsionalis yang merupakan kontribusi dari

    sosiolog Amerika yaitu Talcott Parsons (Biddle, 2010). Teori ini memanfaatkan

    konsep peran dan hingga saat ini banyak penulis yang berupaya memformalkan

    fungsionalisme.

    Peran adalah bentuk dari perilaku yang diharapkan dari seesorang pada

    situasi sosial tertentu (Barbara,1995: 21 dalam Lia, 2009). Ahmadi (1982)

    mendefinisikan peran sebagai suatu kompleks pengharapan manusia terhadap

    cara individu harus bersikap dan berbuat dalam situasi tertentu berdasarkan

    status dan fungsi sosialnya.

    Levinson dalam Soekanto (2009: 213) mengatakan peranan mencakup

    tiga hal, antara lain: (1) peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan

    dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat. Peranan dalam arti ini

    merupakan rangkaian peraturan-peraturan yang membimbing seseorang dalam

    kehidupan bermasyarakat; (2) peranan merupakan suatu konsep tentang apa

    yang dapat dilakukan oleh individu dalam masyarakat sebagai organisasi; (3)

    peranan juga dapat dikatakan sebagai perilaku individu yang penting bagi

    struktur sosial masyarakat.

    14

  • 7/25/2019 SKRIPSI SYILVI WAHYUNI

    15/98

    15

    Pada dasarnya ada dua paham yang dipergunakan dalam mengkaji teori

    peran yakni paham strukturisasi dan paham interaksionis. Paham strukturisasi

    lebih mengaitkan antara peran-peran sebagai unit cultural, serta mengacu ke

    perangkat hak dan kewajiban, yang secara normatif telah dicanangkan oleh

    sistem budaya. Sistem budaya tersebut, menyediakan suatu sistem posisional,

    yang menunjuk pada suatu unit dari struktur sosial. Pada intinya, konsep struktur

    menonjolkan suatu konotasi pasif-statis, baik pada aspek permanensasi maupun

    aspek saling-kait antara posisi satu dengan lainnya.

    Paham interaksionis, lebih memperlihatkan konotasi aktif-dinamis dari

    fenomena peran, terutama setelah peran tersebut merupakan suatu perwujudan

    peran (role performance) yang bersifat lebih hidup dan lebih organis serta

    sebagai unsur dari sistem sosial yang telah diinternalisasi oleh selfdari individu

    pelaku peran. Dalam hal ini, pelaku peran menjadi sadar akan struktur sosial

    yang didudukinya. Karenanya ia berusaha untuk selalu nampak mumpuni dan

    dipersepsi oleh pelaku lainnya bahwa ia tak menyimpang dari sistem harapan

    yang ada dalam masyarakatnya.

    Kejelasan peran pada paham strukturisasi, dapat dilihat dari pemahaman

    terhadap tugas dan tanggung jawab, serta pemahaman mengenai batas

    wewenang dan hak-hak dalam pekerjaan. Sedangkan paham interaksionis,

    dapat dilihat dari penerimaan tugas yang sesuai dengan latar belakang dan

    pengalaman, serta hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan tugas.

    Wirutomo (1981 dalam Kaghoo, 2010) mengemukakan pendapat David

    Berry bahwa dalam peranan yang berhubungan dengan pekerjaan, seseorang

    diharapkan menjalankan kewajiban-kewajibannya yang berhubungan dengan

    peranan yang dipegangnya.

  • 7/25/2019 SKRIPSI SYILVI WAHYUNI

    16/98

    16

    Selanjutnya dikatakan bahwa di dalam peranan terdapat dua macam

    harapan, yaitu: pertama, harapan-harapan dari masyarakat terhadap pemegang

    peran atau kewajiban-kewajiban dari pemegang peran, dan kedua harapan-

    harapan yang dimiliki oleh pemegang peran terhadap masyarakat atau terhadap

    orang-orang yang berhubungan dengannya dalam menjalankan peranannya atau

    kewajiban-kewajibannya. Dalam pandangan Berry (Kaghoo, 2010), peranan-

    peranan dapat dilihat sebagai bagian dari struktur masyarakat sehingga struktur

    masyarakat dapat dilihat sebagai pola-pola peranan yang saling berhubungan.

    Jika diperincikan lebih detail dapat digambarkan bahwa masyarakat

    mempunyai harapan terhadap para pemegang peranan apakah mewakili

    organisasi atau institusi tertentu selaras dengan kewajiban dan

    tanggungjawabnya. Dalam hubungan dengan penelitian ini peranan diartikan

    berfungsinya inspektorat di Pemerintahan Provinsi Sulawesi Selatan yang secara

    sengaja dibentuk oleh pemerintah sebagai audit internal. Dalam hal ini audit

    internal diharapkan dapat memberikan keyakinan dalam menangani sistem

    keuangan dan non keuangan dari hal-hal yang berbau ketidakwajaran dan

    berbagai aspek di seluruh instansi pemerintah provinsi.

    2.2 Audit Internal

    Faktor utama diperlukannya audit internal adalah meluasnya rentang

    kendali yang dihadapi instansi di pemerintah provinsi yang memilki ribuan

    pegawai serta mengelola kegiatan yang bervariasi sesuai bidang yang ada.

    Sehingga, berbagai penyimpangan dan ketidakwajaran dalam

    menyelenggarakan laporan keuangan daerah ataupun yang bersifat non-

    keuangan merupakan potensial masalah nyata yang harus dihadapi.

  • 7/25/2019 SKRIPSI SYILVI WAHYUNI

    17/98

    17

    Untuk mendeteksi dan mencegah berbagai masalah yang ada pada

    sistem birokrasi pemerintahan maka diperlukan audit internal untuk melakukan

    pengawasan serta pembinaan. Oleh karena itu, diperlukan pengujian dan

    pengevaluasian pada kegiatan-kegiatan dalam pemerintahan tersebut.

    2.2.1 Pengertian Audit Internal

    Konsorsium organisasi profesi Auditor Internal Indonesia menyatakan

    definisi audit internal yang sepenuhnya mengikuti definisi yang dikembangkan

    oleh The Institute of Internal Auditors Inc.(IIA) yang dikutip oleh Tunggal (2012:

    1)dalam bukunya yang berjudul Pedoman Pokok Audit Internal:

    Audit internal adalah kegiatan assurance dan konsultasi yang independendan obyektif, yang dirancang untuk memberikan nilai tambah danmeningkatkan kegiatan operasi organisasi.

    Definisi lain dalam buku Tunggal (2012: 3) menurut Sawyer:

    Internal auditing is a systematic, objectif appraisal by internal auditor ofthe diverse operation an d control within on organization to determinewhether (1) financial and operating information is accurate and reliable;(2) risk to the enterprise are identified and minimized; (3) external

    regulations and acceptable internal policies and procudere are followed;(4) satisfactory operating criteria are met; (5)resources are used efficientlyand economically and, (6) the organizations objectives are effectivelyachieved-all for the purpose of consulting with management and forassisting member of the organization in the effecive discharge of theirresponsibilities.

    Definisi menurut Sawyer secara jelas diterangkan bahwa audit internal

    merupakan tonggak utama dalam mendukung keefektifan suatu organisasi

    dalam mencapai tujuannya, serta efisiennya terhadap penggunaan seluruh

    sumber daya yang ada. Tercapainya tujuan secara efektif dan efisien dalam

    organisasi yaitu melalui perbaikan manajemen risiko terhadap integrityrisk yang

    akan timbul dalam organisasi melalui identifikasi ataupun meminimalisirnya.

    Keandalan informasi keuangan dan operasi merupakan salah satu kriteria yang

  • 7/25/2019 SKRIPSI SYILVI WAHYUNI

    18/98

    18

    dimasukkan dalam proses audit internal. Uraian di atas menunjukkan bahwa

    audit internal memberikan kontribusi terhadap operasi dan pengendalian secara

    objektif dan sitematis dalam pencapaian tujuan organisasi.

    Selanjutnya IIAS Board of Directors memperbarui definisi audit internal

    disebabkan definisi yang dikeluarkan oleh sawyer tidak mengikat lagi kebutuhan

    stakeholders seiring perkembangan dunia bisnis dan teknologi. Berikut definisi

    yang telah diperbarui yang dikeluarkan oleh IIAS Board of Directorsyang ditulis

    oleh Tunggal (2012: 4):

    Internal auditing is an indepent, objective assurane and consulting activitydesigned to add value and improve an organization/operation. It help anorganization accomplish its objectives by bringing a systematis, diciplinedapproach to evaluate and improve to effectiveness of risk management ,control and governance processes.

    Secara spesifik perbedaan antara definisi baru dan definisi lama dapat

    diformulasikan pada tabel di bawah ini.

    Tabel 2 Perbedaan definisi baru dan definisi lama audit internal

    No. Definisi Lama Definisi Baru

    1) Fungsi penilaian yang independen

    yang dibentuk dalam suatu

    organisasi

    Suatu aktivitas independen dan

    objektif

    2) Fungsi penilaian Aktivitas pemberian jaminan

    keyakinan dan konsultasi

    3) Mengkaji dan mengevaluasi

    aktivitas organisasi sebagai bentuk

    jasa yang diberikan bagi organisasi

    Dirancang untuk memberikan

    suatu nilai tambah, serta

    meningkatkan kegiatan operasi

    organisasi

    4) Membantu para anggota organisasi

    agar dapat menjalankan tanggung

    jawabnya secara efektif

    Membantu organisasi dalam

    usaha mencapai tujuannya

    5) Memberi hasil analisis, penilaian,

    rekomendasi, konseling dan

    informasi yang berkaitan dengan

    Memberikan suatu pendekatan

    disiplin yang sistematis untuk

    mengevaluasi dan meningkatkan

  • 7/25/2019 SKRIPSI SYILVI WAHYUNI

    19/98

    19

    aktivitas yang dikaji dan

    menciptakan pengendalian efektif

    dengan biaya wajar

    keefektifan manajemen risiko,

    pengendalian dan proses

    pengaturan dan pengelolaan

    organisasi

    Sumber: Tunggal (2012)

    Dari beberapa definisi tentang audit internal di atas, dapat disimpulkan

    beberapa poin penting yaitu:

    1) Audit internal merupakan suatu fungsi penilaian independen dalam suatu

    organisasi. Hal Ini menunjukkan bahwa orang yang melakukan penilaian

    tersebut adalah anggota dari organisasi tersebut.

    2) Dalam pengukuran yang dilakukan auditor internal, independensi dan

    objektivitas harus dipegang.

    3) Memberikan suatu pendekatan disiplin yang sistematis untuk mengevaluasi

    dan meningkatkan efektivitas manajemen risiko pengendalian dan proses

    pengelolaan organisasi.

    4) Auditor internal memeriksa dan mengevaluasi seluruh kegiatan baik finansial

    maupun non finansial.

    5) Menentukan apakah kebijakan dan prosedur yang telah ditetapkan dijalankan

    sesuai target dalam mencapai tujuan organisasi.

    2.2.2 Fungsi dan Tanggung Jawab Audit Internal

    Menurut Hartadi (1991), fungsi audit internal adalah melaksanakan

    kegiatan bebas dan memberi saran-saran suatu fungsi pengendalian manajemen

    guna mengukur dan meneliti efektivitas sistem pengendalian intern.

  • 7/25/2019 SKRIPSI SYILVI WAHYUNI

    20/98

    20

    Tanggung jawab audit internal ditulis oleh Hartadi (1991) dalam bukunya

    Internal Auditing: Suatu Tinjauan Sistem Informasi Manajemen dan Cara

    Pelaporannya yaitu:

    1) Menilai prosedur dan menilai hal-hal yang saling berhubungan, terdiri dari:

    a) Memberi pendapat efisiensi atau kelayakan prosedur

    b) Mengembangkan atau memperbaiki prosedur

    c) Menilai personalia

    d) Ide-ide seperti pembuatan standar.

    2) Verifikasi dan analisis data, yang menyangkut:

    a) Penelaahan data yang dihasilkan sistem akuntansi guna membuktikan

    bahwa laporan-laporan yang dihasilkan adalah benar (valid)

    b) Membuat analisis-analisis lebih lanjut untuk memberi dasar/membantu

    penyimpulan-penyimpulannya.

    3) Verifikasi kelayakan yaitu:

    Prosedur akuntansi atau kebijakan lainnya yang telah dilakukan

    a) Prosedur operasi/kegiatan yang mengikuti peraturan-peraturan

    pemerintah telah dilaksanakan

    b) Kewajiban-kewajiban yang bersangkutan dengan kontrak yang berjalan

    telah dipatuhi.

    Sedangkan fungsi perlindungan audit internal yaitu:

    1) Menghindari dan menemukan penggelapan, ketidakjujuran atau

    kecurangan.

    2) Memeriksa semua kekayaan dalam organisasi.

    3) Meneliti transaksi dengan pihak luar.

    4) Melatih dan memberi bantuan kepada pegawai/staf terutama bidang

    akuntansi.

  • 7/25/2019 SKRIPSI SYILVI WAHYUNI

    21/98

    21

    5) Jasa-jasa lainnya termasuk penyelidikan khusus yaitu dengan membantu

    pihak luar seperti, kantor akuntan (yang memeriksa laporan keuangan

    secara periodik), atau konsultan lainnya yang berkepentingan dengan data

    kegiatan di dalam organisasi.

    2.2.3 Aktivitas Audit Internal

    Kosasih (1981) dalam bukunya berjudul Auditing: Prinsip dan Prosedur

    memaparkan aktivitas audit internal. Aktivitas audit internal menyangkut dua hal

    yaitu: financial audit atau pemeriksaan keuangan adalah verifikasi eksistensi

    kekayaan dan meyakinkan bahwa pengamanannya cukup dan apakah sistem

    akuntansi dan sistem pelaporan dapat dipercaya termasuk pembahasaninternal

    control. Selanjutnya yaitu operational/management audit atau pemeriksaan

    pengelolaan merupakan perluasan jangkauan internal auditingke seluruh

    tingkat operasi dari perusahaan, tidak terbatas pada keuangan dan

    pembukuan.

    Dari pernyataan di atas diterangkan bahwa financial auditmemusatkan

    pemeriksaannya pada informasi keuangan dan operasi dalam hal ini untuk

    memperoleh kebenaran atas proses pencatatannya. Sedangkan, management

    auditing berfokus pada keekonomisan dan efisiensi penggunaan sumber daya

    perusahaan dalam rangka pencapaian tujuan organisasi, atau dengan kata lain,

    menilai efektivitas kinerja organisasi tersebut.

    2.2.4 Tahap-tahap Audit Internal

    Tahap pekerjaan audit internal menurut Tunggal (2012: 120) terdiri atas

    lima proses:

  • 7/25/2019 SKRIPSI SYILVI WAHYUNI

    22/98

    22

    a) Audit Planningdan Risk Analysis

    Dalam tahap ini proses audit memfokuskan perencanaan bahwa apa yang

    seharusnya dilakukan, di mana, dan kapan dilakukan. Adapun poin penting

    dalam tahap ini adalah menganalisis penilaian audit, mengumpulkan fakta

    tentang wilayah audit, analisis risiko kinerja, mengidentifikasi bukti audit,

    menuliskan secara detail objek yang diaudit, mengembangkan program kerja

    audit, menentukan jadwal serta membagi pekerjaan kepada staf.

    b) Preliminary Survey

    Dalam tahap ini seorang auditor menentukan segala aspek terhadap wilayah

    audit yang terdiri dari program, fungsi, entitas atau yang diaudit. Poin penting

    dalam tahap ini yaitu: mengetahui latar belakang informasi, menelusuri

    wilayah aktivitas, menentukan segala kemungkinan alasan dan dokumentasi,

    dan menggunakan hasil survey secara efektif.

    c) Audit Field Work

    Audit kerja lapangan yaitu usaha yang dilakukan oleh auditor internal dalam

    membentuk suatu opini dan menghadirkan, serta merekomendasikan tentang

    wilayah audit. Dalam tahap ini terdapat dua hal utama yaitu: mengevaluasi

    sistem pengendalian internal, serta mendesain tes audit.

    d) Audit Findingdan Recomendation

    Adanya temuan merupakan pernyataan dari kondisi yang menyatakan suatu

    fakta. Temuan audit yang baik tergantung pada kualitas kerja lapangan

    seorang auditor dan dilengkapi dengan kertas kerja. Terdapat empat poin

    penting dalam tahap ini: mengembangkan temuan audit, mendokumentasikan

    temuan audit, dan melakukan penutupan (closing).

    e) Reporting

  • 7/25/2019 SKRIPSI SYILVI WAHYUNI

    23/98

    23

    Reporting merupakan bagian yang terpenting dalam tahap proses audit

    internal. Banyak yang mampu menulis sebuah report, tapi tak satupun yang

    mampu menulisnya dengan benar. Empat poin penting dalam tahap ini:

    outline report, menulis draf awal, mengedit draf dan menuliskan final report.

    f) Follow Up

    Dalam tahap ini dilakukan pengoreksian terhadap kontrol yang lemah yang

    telah diidentifikasi oleh internal audit dan dilaporkan kepada manajemen. Ada

    dua hal penting pada tahap ini: kebutuhan akan follow up atau tindak lanjut

    dan melakukan tindak lanjut terhadap audit.

    2.2.5 Perbedaan Auditor Internal dan Auditor Eksternal

    Berikut perbedaan audit internal dan auditor eksternal yang

    dielaborasikan:

    a) Perbedaan Misi

    Auditor internal memiliki tanggung jawab utama yang tidak terbatas pada

    pengendalian internal berkaitan dengan tujuan reliabilitas pelaporan

    keuangan saja, namun juga melakukan evaluasi desain dan implementasi

    pengendalian internal, manajemen risiko, dan governance dalam

    pemastian pencapaian tujuan organisasi. Selain tujuan pelaporan

    keuangan, auditor internal juga mengevaluasi efektivitas dan efisiensi serta

    kepatuhan aktivitas organisasi terhadap ketentuan perundang-undangan

    dan kontrak, termasuk ketentuan-ketentuan internal organisasi. Sedangkan

    audit eksternal memiliki tanggung jawab utama dalam memberikan opini

    atas kewajaran pelaporankeuangan organisasi, terutama dalam penyajian

  • 7/25/2019 SKRIPSI SYILVI WAHYUNI

    24/98

    24

    posisi keuangan dan hasil operasi dalam suatu periode. Mereka juga

    menilai apakah laporan keuangan organisasi disajikan sesuai dengan

    prinsip-prinsip akuntansi yang diterima secara umum, diterapkan secara

    konsisten dari periode ke periode, dan seterusnya. Opini ini akan

    digunakan para pengguna laporan keuangan, baik di dalam organisasi

    terlebih di luar organisasi, antara lain untuk melihat seberapa besar tingkat

    reliabilitas laporan keuangan yang disajikan oleh organisasi tersebut.

    b) Perbedaan Organisasional

    Dalam organisasi auditor internal merupakan bagian integral di mana klien

    utama mereka adalah manajemen dan dewan direksi, serta dewan

    komisaris, termasuk komite-komite yang ada. Biasanya auditor internal

    merupakan karyawan organisasi yang bersangkutan. Meskipun dalam

    perkembangannya pada saat ini dimungkinkan untuk dilakukan outsourcing

    atau co-sourcing internal auditor, namun sekurang-kurangnya penanggung

    jawab aktivitas audit internal (CAE) tetaplah bagian integral dari organisasi.

    Sementara auditor eksternal sebaliknya, di mana auditor eksternal

    merupakan pihak ketiga alias bukan bagian dari organisasi. Mereka

    melakukan penugasan berdasarkan kontrak yang diatur dengan ketentuan

    perundang-udangan maupun standar profesional yang berlaku untuk auditor

    eksternal.

    c) Perbedaan Pemberlakuan

    Secara umum, fungsi audit internal tidak wajib bagi organisasi. Namun

    demikian, untuk perusahaan yang bergerak di industri tertentu, seperti

    perbankan, dan juga perusahaan-perusahaan yang listing di Bursa Efek

    Indonesia diwajibkan untuk memiliki auditor internal. Perusahaan-

    perusahaan milik negara (BUMN) juga diwajibkan untuk memiliki auditor

  • 7/25/2019 SKRIPSI SYILVI WAHYUNI

    25/98

    25

    internal. Sementara itu, pemberlakuan kewajiban untuk dilakukan audit

    eksternal lebih luas dibandingkan audit internal. Perusahaan-perusahaan

    yang listing, badan-badan sosial, hingga partai politik dalam keadaan-

    keadaan tertentu diwajibkan oleh ketentuan perundang-undangan untuk

    dilakukan audit eksternal.

    d) Perbedaan fokus dan Orientasi

    Auditor internal lebih berorientasi ke masa depan, yaitu kejadian-kejadian

    yang diperkirakan akan terjadi, baik yang memiliki dampak positif (peluang),

    maupun dampak negatif (risiko), serta bagaimana organisasi bersiap

    terhadap segala kemungkinan pencapaian tujuannya. Sedangkan, auditor

    eksternal berfokus pada akurasi dan bisa dipahaminya kejadian-kejadian

    historis sebagaimana terefleksikan pada laporan keuangan organisasi.

    e) Perbedaan Kualifikasi

    Kualifikasi yang diperlukan untuk seorang auditor internal tidak harus

    seorang akuntan, namun juga teknisi, personil marketing, insinyur produksi,

    serta personil yang memiliki pengetahuan dan pengalaman lainnya tentang

    operasi organisasi sehingga memenuhi syarat untuk melakukan audit

    internal. Berbeda dengan auditor eksternal yang harus memiliki kualifikasi

    akuntan yang mampu memahami dan menilai risiko terjadinya errors dan

    irregularities, mendesain audit untuk memberikan keyakinan memadai dalam

    mendeteksi kesalahan material, serta melaporkan temuan tersebut. Pada

    kebanyakan negara, termasuk di Indonesia, auditor perusahaan publik harus

    menjadi anggota badan profesional akuntan yang diakui oleh ketentuan

    perundang-undangan.

    f) Perbedaan Timing

  • 7/25/2019 SKRIPSI SYILVI WAHYUNI

    26/98

    26

    Auditor internal melakukan review terhadap aktivitas organisasi secara

    berkelanjutan. Sedangkan auditor eksternal biasanya melakukan secara

    periodik/tahunan.

    2.3 Kecurangan (Fraud)

    2.3.1 Pengertian Kecurangan

    Menurut kamus hukum, mengartikan fraud (Inggris) = fraude (Belanda)

    sebagai kecurangan. Frauderen/verduisteren (Belanda) berarti menggelapkan

    sebagaimana dimaksud dalam Pasal 278 KUHP, Pasal 268 KUHPer.

    Sedangkan definisif fraud menurut Black Law Dictionaryadalah:

    (a) A knowing misrepresentation of the truth or concealment of materialfact to induce another to act to his or her detriment; is usual a tort, but insome cases (especially when the conduct is willful) it may be a crime; (2)a misrepresentation made recklessly without belief in its truth to induceanother person to act; (3) a tort arising from knowing misrepresentation,concealment of material fact, or reckless misrepresentation made toinduce another to act to his or her detriment.

    Sementara itu, Institute of Internal Auditors (IIA) menyatakan bahwa

    kecurangan mencakup suatu kesatuan ketidakberesan (irregularities) dan

    tindakan ilegal yang bercirikan penipuan yang disengaja. Definisi lain menurut

    Comer yang ditulis oleh Tunggal (2011: 1):

    Fraud is any behavior by which one person gains or intends to gain adishonest advantage over another. A crime is a intentional act thatviolates the criminal law under which no legal excuse applices and wherethere is a state to codify such laws and endores penalties in response totheir breach. The distinction is important . Not all frauds are crimes andthe majority of crimes are not frauds. Companies lost through frauds, butthe police and other enforcement bodies can take action only againtscrime.

    Selain itu, definisi menurut Bologna, Lindquist dan Wellsoleh Tunggal (2011: 1),

    fraud is criminal deception intended to financially benefit the deceiver.

  • 7/25/2019 SKRIPSI SYILVI WAHYUNI

    27/98

    27

    Berdasarkan definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa kecurangan dapat

    menyebabkan timbulnya kerugian dari tempat melakukan tindakan fraud. Hal

    tersebut dikarenakan bahwa fraud merupakan suatu perbuatan yang

    bertentangan dengan kebenaran karena dilakukan secara sengaja oleh pihak

    yang ingin memperoleh keuntungan yang bukan merupakan hak pelakunya.

    2.3.2 Tipe Tipe Kecurangan

    Secara garis besar kecurangan berdasarkan pelakunya terbagi atas dua

    kelompok menurut Tunggal(2011: 3):

    1) Pihak dalam perusahaan (Internal)

    a) Manajemen untuk kepentingan perusahaan, yaitu salah saji yang timbul

    karena kecurangan pelaporan keuangan (misstatements arising from

    fraudulent financial reporting). Contoh: perusahaan yang membuat neraca

    palsu dengan menaikkan nilai aktiva serta tidak mencatat hutang. Hal ini

    dilakukan biasanya untuk perusahaan yang ingin menarik investor.

    b) Pegawai untuk keuntungan individu, yaitu salah saji yang berupa

    penyalahgunaan aktiva (misstatements arising from misappropriation of

    assets). Contoh: Seorang pegawai di bidang persediaan yang juga

    memegang catatan persediaan. Dengan kesempatan yang ada, mereka

    dapat mengambil item-item persediaan dan menutupi pencurian itu

    dengan menyesuaikan catatan akuntansi.

    2) Pihak Luar Perusahaan (External)

    Pihak di luar perusahaan, yaitu pelanggan, supplier, mitra usaha, dan pihak

    asing yang dapat menimbulkan kerugian bagi perusahaan. Contoh: Supplier,

    kecurangan yang dilakukan berupa kecurangan pada saat pengiriman

  • 7/25/2019 SKRIPSI SYILVI WAHYUNI

    28/98

    28

    barang yang tidak sesuai dengan perjanjian jual-beli, seperti kualitas barang

    berbeda, jumlah tidak sesuai, pengiriman tidak tepat waktu, penagihan

    berulang-ulang yang dilakukan pada transaksi sama. Sedangkan, oleh

    debitur sebagai penerima piutang pada umumnya melakukan penggelapan

    barang, pembayaran piutang tidak sesuai perjanjian.

    Fraud (kecurangan) merupakan penipuan yang sengaja dilakukan yang

    menimbulkan kerugian tanpa disadari oleh pihak yang dirugikan tersebut dan

    memberikan keuntungan bagi pelaku kecurangan. Namun, kecurangan timbul

    bukan karena tanpa alasan. Umumnya kecurangan terjadi karena adanya

    tekanan untuk melakukan penyelewengan atau dorongan untuk memanfaatkan

    kesempatan yang ada dan adanya pembenaran (diterima secara umum)

    terhadap tindakan tersebut.

    Secara sederhana, Tunggal (2012:119) mengungkapkan kondisi

    penyebab kecurangan diilustrasikan seperti gambar di bawah ini, atau yang

    populer dengan nama segitiga kecurangan(fraud triangle):

    I need to hitmy monthly targets

    Nobody really checks everyones doing it

    Gambar 1.2 : Segitiga Kecurangan

    Incentive /

    pressure

    Fraud

    Attitude/Opportunity

  • 7/25/2019 SKRIPSI SYILVI WAHYUNI

    29/98

    29

    Berikut ulasan dari segitiga kecurangan di atas:

    1) Incentive/pressure(tekanan). Pressure adalah dorongan yang menyebabkan

    seseorang melakukan fraud, contohnya hutang atau tagihan yang

    menumpuk, gaya hidup mewah, ketergantungan narkoba, dan lain-lain. Pada

    umumnya yang mendorong terjadinya fraudadalah kebutuhan atau masalah

    finansial. Tapi banyak juga yang hanya terdorong oleh keserakahan.

    2) Opportunity (kesempatan). Opportunityadalah peluang yang memungkinkan

    fraud terjadi. Biasanya disebabkan karena internal controlsuatu organisasi

    yang lemah, kurangnya pengawasan, dan/atau penyalahgunaan wewenang.

    Di antara tiga elemen fraud triangle, opportunity merupakan elemen yang

    paling memungkinkan untuk diminimalisir melalui penerapan proses,

    prosedur kontrol dan upaya deteksi dini terhadap fraud.

    3) Attitude (Rasionalisasi).Attitudemerupakan elemen penting terjadinya fraud,

    di mana pelaku mencari pembenaran atas tindakannya atau merasionalkan

    tindakannya, sehingga pelaku membenarkan hal tersebut, misalnya: pelaku

    merasa telah cukup lama bekerja dan dia merasa seharusnya berhak

    mendapatkan lebih dari yang telah dia dapatkan sekarang (posisi, gaji,

    promosi, dan lain-lain). Perusahaan telah mendapatkan keuntungan yang

    sangat besar tetapi seorang manajer tidak memberikan sedikitpun kepada

    karyawannya.

    2.3.3 Jenis-jenis Kecurangan

    Amrizal (2004) mengungkapkan menurut Association of Certified Fraud

    Examinations (ACFE) kecurangan dapat dikategorikan dalam tiga kelompok

    sebagai berikut:

  • 7/25/2019 SKRIPSI SYILVI WAHYUNI

    30/98

    30

    1) Kecurangan Laporan Keuangan (Financial Statement Fraud)

    Kecurangan laporan keuangan dapat didefinisikan sebagai kecurangan yang

    dilakukan oleh manajemen dalam bentuk salah saji material laporan

    keuangan yang merugikan investor dan kreditor. Kecurangan ini dapat

    bersifat financialatau kecurangan non financial.

    2) Penyalahgunaan Aset (Asset Misappropriation)

    Penyalahgunaan aset dapat digolongkan ke dalam kecurangan kas dan

    kecurangan atas persediaan dan aset lainnya, serta pengeluaran-

    pengeluaran biaya secara curang (fraudulentdisbursement). Pada kasus ini

    biasanya mudah untuk dideteksi karena sifatnya tangible atau dapat diukur.

    3) Korupsi (Corruption)

    Korupsi dalam konteks pembahasan ini adalah korupsi menurut ACFE,

    bukannya pengertian korupsi menurut UU Pemberantasan TPK di Indonesia.

    MenurutACFE, korupsi terbagi ke dalam pertentangan kepentingan (conflict

    of interest), suap (bribery), pemberian illegal (illegal gratuity), dan pemerasan

    (economic extortion).

    2.3.4 Pencegahan dan Pendeteksian Kecurangan

    Dewasa ini kecurangan merupakan tindakan yang sifatnya kontinyu dan

    memang sulit dalam upaya menghapuskan tindakan tersebut, meski telah ada

    upaya internal audit dalam suatu organisasi dikarenakan kecurangan itu sendiri

    telah membudaya serta sifat manusia yang terkadang mempunyai sifat serakah

    yang akhirnya dapat memicu hal tersebut. Meski demikian, internal audit tetap

    berupaya dalam meminimalisir kecurangan dalam organisasi dengan

  • 7/25/2019 SKRIPSI SYILVI WAHYUNI

    31/98

    31

    mengupayakan pencegahan dini, serta memberikan pembinaan-pembinaan

    dalam sebuah perusahaan atau organisasi.

    AICPA bersama dengan organisasi profesional, menerbitkan

    Management Anti Fraud Program and Controls: Guidance to Prevent, Deter, and

    Detect Fraud. Dalam pedoman tersebut, mengungkapkan tiga unsur untuk

    mencegah, menghalangi, dan mendeteksi kecurangan: (1) budaya jujur dan etika

    yang tinggi; (2) tanggung jawab manajemen untuk mengevaluasi resiko

    kecurangan; (3) pengawasan oleh komite audit.

    Mencakup ketiga hal di atas, maka pengendalian internal merupakan cara

    yang paling efektif dalam mencegah dan menghalangi kecurangan. Namun,

    penciptaan lingkungan pengendalian yang efektif tidak luput dari adanya nilai

    atau norma yang dianut dalam perusahaan tersebut. Dengan adanya nilai dan

    norma dapat membantu menciptakan budaya jujur dan etika yang tinggi.

    Penciptaan budaya jujur dan etika yang tinggi menurut Tunggal (2012:

    220) mencakup enam unsur:

    1) Tone at the top.

    Manajemen dan dewan direksi berada pada posisi atas. Dalam hal ini

    menajemen dan dewan direksi selaku pemberi arahan terhadap

    karyawannya serta tidak membiarkan karyawan yang tidak menanamkan

    kejujuran dan perilaku etis.

    2) Menciptakan lingkungan kerja positif.

    Semangat karyawan akan semakin meningkat jika dalam perusahaannya ia

    merasa lebih santai, namun tetap memiliki dedikasi yang tinggi. Dengan

    demikian, karyawan tidak merasa terabaikan dalam lingungannya, misalnya

    seorang karyawan yang tidak mendapatkan tekanan berlebihan, ancaman

    dan sebagainya.

  • 7/25/2019 SKRIPSI SYILVI WAHYUNI

    32/98

    32

    3) Mempekerjakan dan mempromosikan pegawai yang tepat.

    Perusahaan sebaiknya memprioritaskan karyawan untuk mendapat promosi

    atau mempekerjakan berdasarkan tingkat kejujuranya agar karyawan di

    dalamnya dapat lebih kompeten dan menanamkan kejujurannya sehingga

    dapat membantu pencegahan terjadinya kecurangan. Hal demikian

    dimaksudkan agar lebih mengefektifkan pencegahan atau menghalangi

    kecurangan.

    4) Pelatihan.

    Pelatihan merupakan tool serta menjadi pegangan bagi karyawan dalam

    perusahaan agar mampu menerapkan perilaku etisnya. Pelatihan

    merupakan bagian yang penting dalam pengendalian anti kecurangan ini.

    5) Konfirmasi.

    Adakalanya pegawai mengkonfirmasikan tanggung jawab serta perilaku

    mereka selama bekerja tanpa melaporkan suatu tindakan yang melanggar.

    Hal ini dapat mengokohkan kebijakan kode perilaku dan juga membantu

    pegawai untuk tidak melakukan kecurangan.

    6) Disiplin.

    Setiap pegawai harus mengetahui bahwa mereka akan dimintai

    pertanggungjawaban jika tidak mengikuti kode perilaku perusahaannya atau

    melanggar nilai dan norma, sehingga pegawai akan merasa enggan untuk

    berbuat tidak etis yang merujuk pada kecurangan.

  • 7/25/2019 SKRIPSI SYILVI WAHYUNI

    33/98

    33

    2.4 Penelitian Terdahulu

    Untuk mendukung penelitian ini, berikut dikemukakan beberapa hasil

    penelitian yang berhubungan dengan penelitian ini:

    Wardhini (2010) dalam penelitian yang berjudul : Peranan Audit Internal dalam

    Pencegahan Fraud (Studi Kasus PT. PLN Distribusi Jabar). Tujuan dari

    penelitian ini untuk mengetahui peranan audit internal dalam mencegah dan

    mengatasi kecurungan khususnya di PT. PLN Distribusi Jabar, serta untuk

    mengetahu hambatan yang terjadi dalam menemukan kecurangan. Metode

    penelitian yang digunakan yaitu deskriptif dengan analisis kualitatif kuantitatif.

    Teknik pengumpulan data menggunakan kuesioner, observasi dan wawancara.

    Hasil kuesioner yang disajikan menunjukkan bahwa peranan audit internal

    sangat memadai dan tingginya tindakan yang dilakukan dalam pencegahan

    kecurangan. Dari hasil penelitiannya menunjukkan adanya peranan audit internal

    yang signifikan terhadap pengungkapan kecurangan.

    Hutasuhut (2012) dalam penelitian yang berjudul : Pentingnya Audit

    Internal Dalam Mendeteksi Kecurangan Pada Inspektorat Pemerintahan Provinsi

    Sumatera Utara. Penelitian ini bertujuan untuk menjaga keuangan pemerintahan

    kabupaten/kota dengan mencegah dan mendeteksi tindakan korupsi dan

    tindakan untuk mencari keuntungan secara tidak beretika, serta memfasilitasi

    pengelolaan keuangan pemerintahan kabupaten atau kota secara sehat. Objek

    penelitian dalam skripsi ini adalah Inspektorat Pemerintah Provinsi Sumatera

    Utara terutama bagian yang menyangkut keuangan, kepegawaian, dan barang

    belanja modal. Penelitian ini melakukan pengumpulan data dengan metode

    deskriptif kualitatif. Penelitian yang dilakukan adalah penelitian yng didasarkan

    pada teori yang mendukung tentang pentingnya audit internal dalam mendeteksi

    kecurangan pada Inspektorat Pemerintah Provinsi Sumatera Utara. Penelitian ini

  • 7/25/2019 SKRIPSI SYILVI WAHYUNI

    34/98

    34

    menggunakan wawancara, kuesioner dan studi dokumentasi, untuk memperkuat

    hasil penelitian ini. Hasil dari penelitian dan pembahasan menunjukkan bahwa

    pentingnya audit internal pada inspektorat pemerintahan Provinsi Sumatera

    Utara cukup berperan dalam mendeteksi kecurangan.

    2.5 Kerangka Konseptual

    Audit internal sebagai suatu cara yang digunakan untuk mencegah

    kecurangan dalam suatu organisasi yang kegiatannya meliputi pengujian dan

    penilaian efektivitas serta kecukupan sistem pengendalian internal organisasi.

    Fungsi audit internal dapat berupa layanan informasi, sistem atau proyek. Tanpa

    audit internal, kepala instansi tidak akan memiliki sumber informasi internal yang

    bebas mengenai kinerja dalam organisasi.

    Gambar 2.1Kerangka Konseptual

    DAFTAR PUSTAKA

    DAFTAR PUSTAKA

    Audit Internal Inspektorat Provinsi

    Sulawesi Selatan

    Fungsi Audit Internal yang

    Memadai

    Mendeteksi dan Mengatasi

    Kecurangan

  • 7/25/2019 SKRIPSI SYILVI WAHYUNI

    35/98

    35

    BAB III

    METODE PENELITIAN

    3.1. Rancangan Penelitian

    Desain penelitian merupakan bagian dari penelitian yang menunjukkan

    usaha peneliti dalam melihat apakah penelitian yang direncanakan telah memiliki

    validitas internal dan validitas eksternal yang komprehensif (Sukardi, 2004).

    Uraian berikut ini merupakan tindakan-tindakan oleh peneliti dalam menyusun

    penelitian ini:

    1) Peneliti menaruh minat terhadap suatu topik, kemudian dilakukan pendalaman

    terutama terhadap hal-hal yang berkaitan dengan informan atau audience,

    keberadaan dan kemudahan informasi keadaan dan lokasi penelitian.

    2) Peneliti kemudian merumuskan sejumlah penelitan pendahuluan, guna

    mengetahui lebih lanjut tentang informasi-informasi apa yang diperlukan.

    3) Peneliti mengidentifikasi macam-macam metode pengumpulan data, dan

    kemudian memilih satu atau dua metode yang relevan dan tepat.

    4) Mengidentifikasi tempat atau situs penelitian di mana informan melakukan

    kegiatan.

    Dalam penelitian ini, pemilihan desain penelitian dimulai dengan

    menempatkan bidang penelitian ke dalam pendekatan kualitatif. Selanjutnya,

    diikuti dengan mengidentifikasi paradigma penelitian yaitu paradigma interpretif

    yang memberikan pedoman terhadap pemilihan metodologi penelitian yang tepat

    yaitu interpretif. Langkah yang terakhir adalah pemilihan metode pengumpulan

    dan analisis data yang tepat yaitu dengan wawancara, dan analisis dokumen

    35

  • 7/25/2019 SKRIPSI SYILVI WAHYUNI

    36/98

    36

    3.2. Jenis Penelitian

    Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Penelitian kualitatif

    dilakukan pada kondisi alamiah dan bersifat penemuan atau eksplorasi. Creswell

    (1998:15) mengartikan penelitian kualitatif merupakan suatu proses penelitian

    dan pemahaman yang berdasarkan pada metodologi yang menyelidiki suatu

    fenomena sosial dan masalah manusia. Pada pendekatan ini, peneliti membuat

    suatu gambaran kompleks, meneliti kata-kata, laporan terinci dari pandangan

    responden, dan melakukan studi pada situasi yang alami. Pada penelitian ini,

    peneliti sebagai instrumen kunci yang berarti peneliti harus memiliki bekal teori

    dan wawasan yang luas sehingga mampu bertanya, menganalisis, dan

    mengkonstruksi objek yang diteliti agar menjadi lebih jelas.

    Cokroaminoto (2011) membagi lima jenis penelitian kualitatif, yaitu:

    biografi, fenomenologi, grounded theory, etnografi, studi kasus. Penelitian ini

    menggunakan pendekatan fenomenologi dengan maksud agar peneliti dapat

    memahami makna peristiwa serta interaksi pada orang-orang dalam situasi

    tertentu (Moelong,1988 dalam Endraswara, 2008).

    Jika dikaji lagi, fenomenologi itu berasal dari kata phenomenon yang

    berarti realitas yang tampak dan logos yang berarti ilmu. Jadi, fenomenologi

    adalah ilmu yang berorientasi untuk mendapatkan penjelasan dari realitas yang

    tampak. Dapat diartikan bahwa fenomenologi tidak menganut sepenuhnya teori

    atau dengan kata lain menolak teori. Fenomenologi berasumsi bahwa orang-

    orang secara aktif menginterpretasi pengalaman-pengalamannya dan mencoba

    memahami dunia dengan pengalaman pribadinya (Littlejohn, 2009 dalam

    Endraswara, 2008). Dalam hal ini, peneliti lebih mengutamakan peristiwa yang

    benar-benar terjadi (realitas) atau pengalaman dengan mengesampingkan

    gagasan peneliti untuk memahami objek yang akan diteliti. Dengan demikian,

  • 7/25/2019 SKRIPSI SYILVI WAHYUNI

    37/98

    37

    peneliti seolah-olah memasuki sudut pandang orang lain, hal ini dimaksudkan

    bahwa peneliti mampu memasuki pandangan yang menjadi subjek penelitian

    yaitu organisasi audit internal inspektorat, serta berupaya untuk mengetahui

    mengapa demikian terjadi.

    Fenomenologi berusaha memahami budaya lewat pandangan pemilik

    budaya atau pelakunya. Menurut paham fenomenologi, ilmu bukanlah values

    free, bebas nilai dari apa pun, melainkan values bound, memiliki hubungan

    dengan nilai. Aksioma dasar fenomenologi adalah: (a) kenyataan ada dalam diri

    manusia baik sebagai individu maupun kelompok selalu bersifat majemuk atau

    ganda yang tersusun secara kompleks, dengan demikian hanya bisa diteliti

    secara holistik dan tidak terlepas-lepas; (b) hubungan antara peneliti dan subjek

    inkuiri saling mempengaruhi, keduanya sulit dipisahkan; (c) lebih ke arah pada

    kasus-kasus, bukan untuk mengeneralisasi hasil penelitian; (d) sulit

    membedakan sebab dan akibat, karena situasi berlangsung secara simultan; (e)

    inkuiri terikat nilai, bukan values free.

    Penelitian ini dilakukan dalam situasi yang alami, sehingga tidak ada

    batasan dalam memaknai atau memahami fenomena yang dikaji. Menurut

    Creswell (1998), pendekatan fenomenologi menunda semua penilaian tentang

    sikap yang alami sampai ditemukan dasar tertentu. Penundaan ini biasa disebut

    epoche (jangka waktu). Konsep epoche adalah membedakan wilayah data

    (subjek) dengan interpretasi peneliti. Konsep epoche menjadi pusat di mana

    peneliti menyusun dan mengelompokkan dugaan awal tentang fenomena untuk

    mengerti tentang apa yang dikatakan oleh informan.

    Sebelum melakukan pilihan pendekatan (approach), metode (method),

    teknik (technique) atau pun cara dan piranti (ways and instruments), peneliti

    menetapkan cara pandang yang digunakan terhadap bahan dan tujuan

  • 7/25/2019 SKRIPSI SYILVI WAHYUNI

    38/98

    38

    kajiannya. Cara pandang yang mendasar inilah merupakan paradigma kajian

    (paradigm of inquiry). Jadi, paradigma adalah cara pandang, cara memahami,

    cara menginterprestasikan, suatu kerangka pikir, dasar keyakinan yang memberi

    arahan pada tindakan.

    Pengelompokan teori-teori dan pendekatan untuk membentuk paradigma

    menghasilkan pemetaan yang bervariasi berdasarkan peneliti. Salah satunya

    menurut Burrel dan Morgan (1979 dalam Badu, 2010) yang memetakan

    pengetahuan dalam tiga paradigma, yaitu fungsionalis-interpretif (functionalist-

    interpretive), radikal-humanis (radical humanist), dan radikal strukturalis (radical

    structuralist). Untuk desain penelitian kualitatif merupakan bentuk metode yang

    cocok dengan paradigma ini. Paradigma ini memasukkan aliran etnometodologi

    dan interaksionis simbolis fenomenologi yang didasarkan pada aliran sosiologis,

    hermenetik, dan fenomenologis. Burrel dan Morgan berpendapat bahwa

    paradigma interpretif menggunakan cara pandang para nominalis yang melihat

    realitas sosial sebagai sesuatu yang hanya merupakan label, nama, atau konsep

    yang digunakan untuk membangun realitas dan bukanlah sesuatu yang nyata,

    melainkan hanyalah penamaan atas sesuatu yang diciptakan oleh manusia atau

    merupakan produk manusia itu sendiri. Dengan demikian, realitas sosial

    merupakan sesuatu yang berada pada dalam diri manusia, sehingga bersifat

    subjektif bukan objektif.

    Paradigma ini menganggap ilmu pengatahuan tidak digunakan untuk

    menjelaskan (to explain) melainkan untuk memahami (to understand)(Triyuwono

    dalam Ihsan & Ishak, 2005). Paradigma interpretif menyatakan bahwa

    pengetahuan dan pemikiran awam berisikan arti atau makna yang diberikan

    individu terhadap pengalaman dan kehidupannya seharihari, dan hal

    tersebutlah yang menjadi langkah awal penelitian ilmuilmu sosial. Oleh karena

  • 7/25/2019 SKRIPSI SYILVI WAHYUNI

    39/98

    39

    itu, dengan menggunakan paradigma ini, penulis dapat melihat fenomena dan

    menggali pengalaman dari objek penelitian.

    Pendekatan interpretif berangkat dari upaya untuk mencari penjelasan

    tentang peristiwa-peristiwa sosial atau budaya yang didasarkan pada perspektif

    dan pengalaman orang yang diteliti. Interpretif melihat fakta sebagai sesuatu

    yang unik dan memiliki konteks dan makna yang khusus sebagai esensi dalam

    memahami makna sosial serta melihat fakta sebagai hal yang cair (tidak kaku)

    yang melekat pada sistem makna dalam pendekatan kualitatif. Secara umum

    pendekatan kualitatif merupakan sebuah sistem sosial yang memaknai perilaku

    secara detail karena secara langsung mengobservasi objek penelitian (Newman,

    1997 dalam Erna, 2008). Berkaitan dengan penelitian ini, dengan pendekatan

    kualitatif peneliti mendeskripsikan serta menginterpretasikan hasil observasi

    berdasarkan fenomena yang ada yaitu pada audit internal dalam mendeteksi

    kecurangan yang kemudian memberikan penilaian terhadap realita kinerja audit

    internal.

    3.3 Lokasi dan Objek Penelitian

    Berdasarkan judul yang diangkat oleh penulis yaitu Analisis Peranan

    Audit Internal dalam Mendeteksi Kecurangan pada Pemerintah Provinsi Sulawesi

    Selatan, maka untuk memperoleh data, penelitian ini dilakukan di Inspektorat

    Pemerintahan Provinsi Sulawesi Selatan. Peranan audit internal dalam

    mendeteksi kecurangan menjadi objek dalam penelitian ini. Guna memperoleh

    data yang berkaitan dengan judul penelitian tersebut, maka dilakukan

    pembatasan dari beberapa pihak yang hanya terdiri dari auditor karena memiliki

    pengetahuan serta pengalaman tentang audit internal dan yang mempunyai

  • 7/25/2019 SKRIPSI SYILVI WAHYUNI

    40/98

    40

    kepentingan yang berkaitan dengan audit internal. Alasan peneliti memilih audit

    internal di pemerintahan karena begitu banyaknya kasus-kasus kecurangan yang

    mencuat akhir-akhir ini khususnya di Provinsi Sulawesi Selatan. Parahnya,

    terdapat beberapa kasus kecurangan yang tidak sampai pada penyelesaian akhir

    dan seolah-olah kasus kecurangan tidak ada habisnya. Oleh karena itu,

    Inspektorat Provinsi Sulawesi Selatan selaku audit internal Provinsi Sulawesi

    Selatan menjadi objek dalam menemukan jawaban dari tujuan penelitian ini.

    3.4 Sumber Data

    Bila dilihat dari keperluan penelitian, sumber data yang digunakan yaitu :

    1) Data primer terdiri dari dokumen-dokumen maupun dapat berupa lisan dan

    juga ada yang tercatat jika langsung dari sumbernya (tentang diri sumber

    data).

    2) Data sekunder adalah data yang diperoleh melalui studi kepustakaan dan

    mengkaji buku-buku, referensi-referensi yang berkaitan dengan judul yang

    merupakan data pendukung primer.

    3.5 Teknik Pengumpulan Data

    Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini

    adalah sebagai berikut:

    1) Wawancara

    Wawancara dalam penelitian ini yaitu proses tanya jawab ataupun diskusi

    antara penelti dan informan yang menjadi narasumber. Informan yang

    dimaksud yaitu yang memungkinkan peneliti memperoleh data berupa

    informasi yang memadai tentang tujuan penelitian.

  • 7/25/2019 SKRIPSI SYILVI WAHYUNI

    41/98

    41

    2) Studi Dokumentasi

    Teknik Dokumentasi, yaitu upaya peneliti dalam mengumpulkan data

    sekunder yang telah terdokumentasi dalam Inspektorat Provinsi Sulawesi

    Selatan. Data berupa dokumen seperti ini bisa dipakai untuk menggali

    infromasi yang terjadi di masa silam. Peneliti perlu memiliki kepekaan teoretik

    untuk memaknai semua dokumen tersebut sehingga tidak sekadar barang

    yang tidak bermakna.

    3.6 Teknik Pengolahan dan Analisis Data

    Teknik pengolahan dan analisis data merupakan tahapan penting dalam

    penelitian. Data yang telah diperoleh tidak akan berarti apa-apa jika tidak diolah

    dan dianalisis, sebab dengan proses analisis dapat diperoleh kesimpulan dari

    penelitian.

    Menurut Moelong (1994 dalam Niammuddin, 2011), analisis data adalah

    sebagai proses yang merinci usaha secara formal untuk menemukan tema dan

    merumuskan ide seperti yang disarankan oleh data sebagai usaha untuk

    memberikan bantuan pada tema dan ide. Menurut Muhadjir (2002 dalam

    Cokroaminoto, 2012), analisis data merupakan upaya mencari dan menata

    secara sistematis catatan hasil observasi, wawancara, dan lainnya untuk

    meningkatkan pemahaman peneliti tentang kasus yang diteliti dan

    menyajikannya sebagai temuan kepada orang lain. Adapun untuk meningkatkan

    pemahaman tersebut analisis perlu dilanjutkan dengan berupaya mencari makna

    (meaning).

    Analisis data penelitian kualitatif menurut Miles dan Hubermen (1992) ada

    tiga tahap, yaitu: (a) tahap reduksi data; (b) tahap penyajian data; (c) tahap

  • 7/25/2019 SKRIPSI SYILVI WAHYUNI

    42/98

    42

    penarikan kesimpulan dan verifikasi data. Reduksi data adalah proses pemilihan,

    pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi

    data kasar yang muncul dari catatan-catatan tertulis dari lapangan. Reduksi data

    merupakan suatu bentuk analisis yang menajamkan, menggolongkan,

    mengarahkan, membuang yang tidak perlu, dan mengorganisasi data dengan

    cara sedemikian rupa hingga kesimpulan-kesimpulan akhirnya dapat ditarik dan

    diverifikasi. Dengan reduksi data peneliti tidak perlu mengartikannya sebagai

    kuantifikasi. Data kualitatif dapat disederhanakan dan ditransformasikan dalam

    aneka macam cara, yakni: melalui seleksi yang ketat, melalui ringkasan atau

    uraian singkat, menggolongkannya dalam satu pola yang lebih luas dan

    sebagainya. Kadangkala, dapat juga mengubah data ke dalam angka-angka atau

    peringkat-peringkat, tetapi tindakan ini tidak selalu bijaksana.

    Penyajian data adalah kegiatan ketika sekumpulan informasi disusun,

    sehingga memberi kemungkinan akan adanya penarikan kesimpulan dan

    pengambilan tindakan. Kesimpulan hasil penelitian yang diambil dari hasil

    reduksi dan panyajian data adalah merupakan kesimpulan sementara. Upaya

    penarikan kesimpulan dilakukan terus menerus selama di lapangan. Kesimpulan

    sementara ini masih dapat berubah jika ditemukan bukti-bukti kuat lain pada saat

    proses verifikasi data di lapangan. Jadi, proses verifikasi data dilakukan dengan

    cara peneliti terjun kembali ke lapangan untuk mengumpulkan data yang

    dimungkinkan akan memperoleh bukti-bukti kuat lain yang dapat merubah hasil

    kesimpulan sementara yang diambil. Jika data yang diperoleh memiliki keajegan

    (sama dengan data yang telah diperoleh) maka dapat diambil kesimpulan yang

    baku dan selanjutnya dimuat dalam laporan hasil penelitian.

    Beberapa bentuk analisis data dalam penelitian kualitatif, didasarkan

    pada pendekatan atau studi yang digunakan. Mengingat bahwa penelitian ini

  • 7/25/2019 SKRIPSI SYILVI WAHYUNI

    43/98

    43

    menggunakan metode fenomenologi, berikut langkah-langkah analisis datanya,

    yaitu:

    1) Peneliti mulai mengorganisasikan semua data atau gambaran menyeluruh

    tentang fenomena pengalaman yang telah dikumpulkan.

    2) Membaca data secara keseluruhan dan membuat catatan pinggir mengenai

    data yang dianggap penting.

    3) Menemukan dan mengelompokkan makna pernyataan yang dirasakan oleh

    informan dengan melakukan horizonaliting yaitu setiap pernyataan pada

    awalnya diperlakukan memiliki nilai yang sama. Selanjutnya, pernyataan

    yang tidak relevan dengan topik dan pertanyaan, maupun pernyataan yang

    bersifat repetitif atau tumpang tindih dihilangkan, sehingga yang tersisa

    hanya horizons (arti tekstural dan unsur pembentuk atau penyusun dari

    phenomenonyang tidak mengalami penyimpangan).

    4) Pernyataan tersebut kemudian dikumpulkan ke dalam unit makna lalu ditulis

    gambaran tentang bagaimana pengalaman tersebut terjadi.

    5) Selanjutnya peneliti mengembangkan uraian secara keseluruhan dari

    fenomena tersebut sehingga menemukan esensi dari fenomena tersebut.

    Kemudian mengembangkan textural description (mengenai fenomena yang

    terjadi pada informan) dan structural description (yang menjelaskan

    bagaimana fenomena itu terjadi).

    6) Peneliti kemudian memberikan penjelasan secara naratif mengenai esensi

    dari fenomena yang diteliti dan mendapatkan makna pengalaman informan

    mengenai fenomena tersebut.

    7) Membuat laporan pengalaman setiap partisipan. Setelah itu, gabungan dari

    gambaran tersebut ditulis.

  • 7/25/2019 SKRIPSI SYILVI WAHYUNI

    44/98

    44

    3.7 Pengujian Kredibilitas Data

    Kredibilitas data ialah kesesuaian antara konsep peneliti dan konsep

    responden untuk memperoleh keyakinan akan kebenaran dari hasil penelitian

    (Cokroaminoto, 2011).Agar kredibilitas terpenuhi maka yang utama adalah lama

    penelitian, observasi yang detail, triangulasi, peer debriefing, analisis kasus

    negatif, membandingkan dengan hasil penelitian lain, dan member check. Cara

    memperoleh tingkat kepercayaan hasil penelitian, yaitu:

    a) Memperpanjang masa pengamatan, memungkinkan peningkatan derajat

    kepercayaan data yang dikumpulkan, mempelajari kebudayaan dan dapat

    menguji informasi dari informan untuk membangun kepercayaan para

    informan terhadap peneliti, dan juga kepercayaan diri peneliti sendiri.

    b) Pengamatan yang terus menerus, untuk menemukan ciri-ciri dan unsur-

    unsur dalam situasi yang sangat relevan dengan persoalan atau isu yang

    sedang diteliti, serta memusatkan diri pada hal-hal tersebut secara rinci.

    c) Triangulasi, pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang

    lain di luar data untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding

    terhadap data tersebut.

    d) Peer debriefing (membicarakan informasi dengan orang lain) yaitu

    mengekspos hasil sementara atau hasil akhir yang diperoleh dalam bentuk

    diskusi analitik dengan rekan-rekan sejawat.

    e) Mengadakan member check yaitu dengan menguji kemungkinan dugaan-

    dugaan yang berbeda dan mengembangkan pengujian-pengujian untuk

    mengecek analisis, dengan mengaplikasikannya pada data, serta dengan

    mengajukan pertanyaan-pertanyaan tentang data.

  • 7/25/2019 SKRIPSI SYILVI WAHYUNI

    45/98

    45

    BAB IV

    DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN

    4.1 Dasar Hukum Organisasi

    Berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 9

    tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Inspektorat, Badan Perencanaan

    Pembangunan Daerah, Lembaga Teknis Daerah dan Lembaga Lain Provinsi

    Sulawesi Selatan disebutkan bahwa inspektorat mempunyai tugas pokok

    menyelenggarakan urusan di bidang pengawasan berdasarkan asas

    desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan. Penyusunan perda

    tersebut mengacu pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 64 tahun 2007

    tentang Pedoman Teknis Organisasi dan Tata Kerja Inspektorat Provinsi dan

    Kabupaten/Kota.

    4.2 Fungsi Organisasi

    Dalam menyelenggarakan tugas tersebut, Inspektorat Provinsi Sulawesi

    Selatan mempunyai fungsi :

    1) Menyusun perencanaan program pengawasan.

    2) Melakukan perumusan kebijakan dan fasilitas pengawasan.

    3) Melaksanakan pemeriksaan, pengusutan, pengujian dan penilaian tugas

    pengawasan.

    4) Penyelenggaraan tugas lain yang diberikan oleh Gubernur sesuai dengan

    bidang tugas dan fungsinya.

    45

  • 7/25/2019 SKRIPSI SYILVI WAHYUNI

    46/98

    46

    4.3 Visi Organisasi

    Visi sebagai gambaran abstrak masa depan yang ingin diwujudkan dalam

    jangka waktu tertentu atau periode tahun 2008-2013 adalah Menjadi Lembaga

    Pengawasan Yang Profesional Dan Responsif Untuk Mendorong Terwujudnya

    Tata Kelola Pemerintahan Yang Baik. Makna profesional adalah suatu upaya

    untuk menghasilkan kinerja maksimal dari sebuah organisasi yang dinamis

    dengan dukungan sumber daya aparatur yang mempunyai kompetensi baik

    dalam menjalankan fungsi pengawasan dalam mendorong tata kelola

    pemerintahan yang baik dalam mengawal visi, misi, dan program-program

    strategi Gubernur/Wakil Gubernur periode 2008-2013. Sedangkan makna

    responsif adalah suatu upaya organisasi untuk senantiasa tanggap terhadap

    kondisi lingkungan yang berpengaruh.

    4.4 Misi Organisasi

    Untuk mewujudkan visi tersebut di atas, maka berdasarkan tugas pokok

    dan fungsi Inspektorat Provinsi Sulawesi Selatan, maka dapat dirumuskan misi

    sebagai berikut :

    1) Meningkatkan kualitas pengawasan dan pembinaan terhadap urusan serta

    penyelenggaraan pemerintahan di provinsi dan kabupaten/kota.

    2) Meningkatkan pengetahuan, kemampuan teknis dan etika pengawas agar

    dapat mandiri melaksanakan tugas pengawasan urusan dan

    penyelenggaraan pemerintahan daerah.

    3) Mendorong peningkatan kinerja SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah)

    dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi aparat pemerintah daerah

  • 7/25/2019 SKRIPSI SYILVI WAHYUNI

    47/98

    47

    serta meningkatkan kepatuhan peraturan perundang-undangan yang berlaku

    melalui pembinaan dan pengawasan.

    4) Mencegah secara dini terjadinya penyimpangan, penyalahgunaan

    wewenang, kebocoran, dan tindakan KKN melalui pembinaan dan

    pengawasan.

    5) Mendorong peran serta masyarakat terhadap pelaksanaan pengawasan

    pelayanan publik dan kegiatan pembangunan.

    4.5 Nilai Organisasi

    Nilai-nilai yang perlu diterapkan untuk mendukung pencapaian sasaran

    dan tujuan Inspektorat Provinsi Sulawesi Selatan sesuai dengan visi dan misi

    yang telah ditempuh. Nilai-nilai tersebut adalah: 1) transparansi/keterbukaan; 2)

    inovatif; 2) profesionalisme; 3) responsif; 4) akuntabel; 5) kreatif; 6) nilai-nilai

    lokal; lempu, adatongeng, sipakatau, tamappasilengeng, danabulosibatang.

    Dengan demikian baik nilai-nilai umum dalam pemerintahan (prinsip-

    prinsip good governance), maupun nilai-nilai lokal (kearifan lokal) menjadi dasar

    mengantar pencapaian tujuan misi dan visi organisasi/Inspektorat Provinsi

    Sulawesi Selatan.

    4.6 Tujuan dan Sasaran Organisasi

    Visi dan misi inspektorat provinsi mempunyai tujuan meningkatkan

    kualitas hasil pembinaan dan pengawasan kepada SKPD maupun kepada

    pemerintah kabupaten/kota dengan sasaran pokok meningkatnya kinerja SKPD

    maupun kepada pemerintah kabupaten/kota serta berkurangnya penyimpangan

    aparat, sehingga good governancedapat tercapai.

  • 7/25/2019 SKRIPSI SYILVI WAHYUNI

    48/98

    48

    4.7 Kebijakan dan Program Organisasi

    Dalam mengemban visi dan misinya, Inspektorat Provinsi Sulawesi

    Selatan mendorong penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan bersih serta

    efektif dan efisien dalam pencapaian visi dan misi gubernur/wakil gubernur.

    Dengan demikian, diperlukan sebuah rangkaian langkah strategis yang

    konsepsional sistematis, realistis dan konstruktif.

    Berbagai kecenderungan dan fenomena yang terjadi perlu disikapi dan

    dikenali secara cermat dalam rangka penetapan agenda aksi yang tepat guna

    dalam memberikan respon agar pengawasan yang dilaksanakan dapat efektif.

    A. Kebijakan

    Kebijakan pokok yang ditempuh untuk mengefektifkan pencapaian visi

    dan misi inspektorat provinsi dalam melaksanakan tugas dan fungsi adalah

    kebijakan peningkatan kinerja SKPD, kebijakan peningkatan kualitas

    profesionalisme aparatur pemerintah, serta kebijakan penataan kelembagaan

    dan ketatalaksanaan pemerintah.

    B. Program dan Kegiatan

    Untuk mengefektifkan pelaksanaan garis kebijaksanaan pokok dan

    strategi tersebut di atas diperlukan berbagai langkahlangkah nyata yang

    bersifat strategis dalam bentuk agenda program aksi. Program ini selain

    merupakan langkah strategis, juga akan menggambarkan kondisi inspektorat

    yang diharapkan dapat dicapai, yang merupakan langkah untuk mencapai visi

    dan misi yang diembannya sebagai berikut:

    1) Program

    a) Kebijakan Peningkatan Kinerja SKPD

    Kebijakan peningkatan kinerja SKPD ini diharapkan dapat mengoptimalkan

    dukungan terhadap tugas pokok dan fungsi inspektorat provinsi

  • 7/25/2019 SKRIPSI SYILVI WAHYUNI

    49/98

    49

    berdasarkan standar pelayanan yang telah ditentukan. Kebijakan

    peningkatan kinerja tersebut, meliputi:

    1. Program pelayanan administrasi perkantoran.

    Program ini memberikan dukungan terhadap pelaksanaan tugas

    pembinaan pengawasan secara administrasi.

    2. Program peningkatan sarana dan prasarana aparatur.

    Program ini memberikan dukungan berupa kelengkapan sarana dan

    prasarana bagi aparatur pengawasan yang dapat meningkatkan kinerja

    pengawasan dan pembinaan.

    3. Program peningkatan disiplin aparatur.

    Program ini merupakan upaya bagi inspektorat untuk memberikan citra

    positif bagi aparat khususnya dalam meningkatkan kedisiplinan yang

    diharapkan kinerjanya akan meningkat pula.

    4. Program peningkatan kapasitas sumber daya aparatur.

    Untuk meningkatkan kompetensi aparat di lingkungan Inspektorat Provinsi

    Sulawesi Selatan dalam mendukung upaya pembinaan dan pengawasan

    maka dibutuhkan peningkatan kapasitas sumber daya aparatur antara lain

    melalui jalur pendidikan formal, bimbingan teknis, maupun melalui

    pengembangan profesi.

    5. Program peningkatan pengembangan sistem pelaporan kinerja dan

    keuangan.

    Untuk mengukur kinerja inspektorat maka dibutuhkan pelaporan secara

    berkala maupun berjenjang sehingga akuntabilitas dan transparansi dapat

    tercapai.

    b) Kebijakan Peningkatan Kualitas Profesionalisme Aparatur Pemerintah

  • 7/25/2019 SKRIPSI SYILVI WAHYUNI

    50/98

    50

    Kebijakan ini diarahkan untuk meningkatkan kualitas profesionalisme

    aparatur pengawas pada Inspektorat Provinsi Sulawesi Selatan dalam

    menjalankan tugas pembinaan dan pengawasan sesuai arah

    pengembangan karir dan kebutuhan organisasi. Pada kebijakan ini terdapat

    program peningkatan profesionalisme tenaga pemeriksa dan aparat

    pengawasan untuk meningkatkan kualitas aparat pengawasan dalam

    manajemen umum dan manajemen pemerintahan, keahlian dan kompetensi

    khusus serta kepemimpinan yang berkelanjutan. Dengan demikian, melalui

    kebijakan peningkatan profesionalisme aparat maka kualitas hasil

    pengawasan akan dapat lebih ditingkatkan.

    c) Kebijakan Penataan Kelembagaan dan Ketatalaksanaan Pemerintah.

    Kebijakan ini diarahkan untuk meningkatkan kapasitas dan kualitas kinerja

    kelembagaan dan ketatalaksanaan pemerintah daerah sesuai dengan

    kaidah-kaidah good governance. Kebijakan ini meliputi:

    1. Program pengembangan sistem informasi pengawasan.

    Untuk memutakhirkan dan otomatisasi data pengawasan sebagai bahan

    evaluasi pelaksanaan pembinaan dan pengawasan, serta bahan

    masukan dalam pengambilan keputusan organisasi.

    2. Program pengembangan standar dan prosedur pengawasan.

    Program ini dimaksudkan untuk menyusun kebijakan, peraturan, standar

    dan prosedur sebagai pedoman pelaksanaan pembinaan dan

    pengawasan. Selain itu, penerapan kode etik pengawasan yang

    diharapkan jika telah tersusun maka dapat menjadi pedoman

    pelaksanaan kegiatan pembinaan dan pengawasan oleh aparat

    pengawasan.

  • 7/25/2019 SKRIPSI SYILVI WAHYUNI

    51/98

    51

    3. Program peningkatan kapasitas dan intensitas pengawasan internal dan

    pengendalian pelaksanaan kebijakan KDH.

    Program ini dimaksudkan untuk meningkatkan pengendalian internal dan

    akuntabilitas pelaksanaan APBD, serta upaya pencegahan secara dini

    terjadinya penyimpangan pelaksanaan pemerintahan dan pembangunan.

    4. Program peningkatan koordinasi dan kerjasama antar pemerintah daerah.

    Program ini dimaksudkan untuk mewujudkan sinkronisasi pelaksanaan

    pembinaan dan pengawasan antara pemerintah provinsi maupun

    pemerintah kabupaten/kota.

    5. Peningkatan intensitas dan responsif penanganan pengaduan

    masyarakat.

    Program ini dimaksudkan untuk meningkatkan peran serta masyarakat

    dalam pengawasan pelayanan publik dan pelaksanaan pembangunan.

    Masyarakat sebagai pemberi mandat diharapkan menjadi alat kendali dari

    luar sistem pemerintahan sehingga dapat diperoleh kinerja yang lebih

    baik.

    6. Pemantapan pembudayaan pengawasan dan hasil-hasil pengawasan.

    Program ini merupakan upaya lebih membudayakan pengawasan pada

    semua lapisan pelaksana kegiatan pemerintahan sehingga semua

    elemen dapat melaksanakan pengendalian secara baik pada masing-

    masing wilayah kewenangannya sehingga penyimpangan dapat dicegah.

    Dalam program ini dilakukan juga pemaparan secara berkala hasil-hasil

    pengawasan yang dapat dijadikan bahan evaluasi dalam pengambilan

    keputusan pelaksana kegiatan pemerintahan.

    7. Peningkatan akuntabilitas dan transparansi pengadaan barang dan jasa

    pemerintah.

  • 7/25/2019 SKRIPSI SYILVI WAHYUNI

    52/98

    52

    Program ini merupakan upaya mengawal pengadaan barang dan jasa

    pemerintah yang merupakan salah satu komponen pengeluaran pada

    masing-masing SKPD sehingga dapat dicapai akuntabilitas dan

    transparansi mulai dari perencanaan sampai dengan pemanfaatannya.

    2) Kegiatan

    a) Program pelayanan administrasi perkantoran, dengan kegiatan sebagai

    berikut: 1) penyediaan jasa surat menyurat; 2) penyediaan jasa komunikasi,

    sumber daya air dan listrik; 3) penyediaan jasa pemeliharaan dan perijinan

    kendaraan dinas/operasional; 4) penyediaan jasa kebersihan kantor; 5)

    penyediaan jasa perbaikan peralatan kerja; 6) penyediaan alat tulis kantor;

    7) penyediaan barang cetakan dan penggandaan; 8) penyediaan komponen

    instalasi listrik/penerangan bangunan kantor; 9) penyediaan peralatan dan

    perlengkapan kantor; 10) penyediaan bahan bacaan dan peraturan

    perundang-undangan; 11) penyediaan makanan dan minuman; 12) rapat-

    rapat koordinasi dan konsultasi ke luar daerah; 13) peningkatan administrasi

    umum; 14) peningkatan administrasi kepegawaian; 15) pemantapan jabatan

    fungsional; 16) penilaian angka kredit jabatan fungsional. Pengembangan

    SIMAKDA & SIMGAJI.

    b) Program peningkatan sarana dan prasarana aparatur, dengan rincian

    kegiatan sebagai berikut: 1) pengadaan kendaraan dinas operasional; 2)

    pengadaan perlengkapan gedung kantor; 3) pengadaan meubeleur

    pengadaan perlengkapan olahraga; 4) pemeliharaan rutin/berkala gedung

    kantor; 5) pemeliharaan rutin/berkala mobil jabatan; 6) pemeliharaan

    rutin/berkala kendaraan dinas/operasional; 7) pemeliharaan rutin/berkala

    perlengkapan gedung kantor; 8) pemeliharaan rutin/berkala meubeler; 9)

    rehabilitasi sedang/berat gedung kantor.

  • 7/25/2019 SKRIPSI SYILVI WAHYUNI

    53/98

    53

    c) Program peningkatan disiplin aparatur, dengan rincian kegiatan sebagai

    berikut: 1) pengadaan mesin/kartu absensi; 2) pengadaan pakaian dinas

    beserta perlengkapannya; 3) pengadaan pakaian korpri, pengadaan pakaian

    khusus hari-hari tertentu.

    d) Program peningkatan kapasitas sumber daya aparatur, dengan rincian

    kegiatan sebagai berikut:1) pendidikan dan pelatihan formal; 2) sosialisasi

    peraturan perundang-undangan; 3) bimbingan teknis fungsional.

    e) Program peningkatan pengembangan sistem pelaporan kinerja dan

    keuangan, dengan rincian kegiatan sebagai berikut: 1) penyusunan laporan

    capaian kinerja dan ikhtisar realisasi kinerja SKPD; 2) penyusunan laporan

    keuangan semesteran; 3) penyusunan pelaporan prognosis realisasi

    anggaran; 4) penyusunan pelaporan keuangan akhir tahun; 5) peningkatan

    perencanaan dan pengendalian pengawasan; 6) peningkatan evaluasi dan

    pelaporan pengawasan; 7) peningkatan administrasi keuangan.

    f) Program peningkatan profesionalisme tenaga pemeriksa dan aparat

    pengawasan, dengan rincian kegiatan sebagai berikut: 1) pelatihan teknis

    fungsional pengawasan; 2) pelatihan kantor sendiri dan penyertaan pada

    diklat instansi terkait; 3) pendidikan fungsional.

    g) Program pengembangan standar dan prosedur pengawasan, dengan rincian

    kegiatan sebagai berikut: 1) penyusunan kebijakan sistem dan prosedur

    pengawasan; 2) penyusunan peraturan gubernur kode etik pemeriksaan; 3)

    penyusunan peraturan gubernur tentang pengawasan.

    h) Program peningkatan kapasitas dan intensitas pengawasan internal dan

    pengendalian pelaksanaan kebijakan KDH, dengan rincian kegiatan sebagai

    berikut:1) pelaksanaan pengawasan internal secara berkala; 2) pengelolaan

    temuan hasil pemeriksaan; 3) tindak lanjut hasil temuan pengawasan; 4)