kebijakan luar negeri amerika ... - digilib.unila.ac.iddigilib.unila.ac.id/55425/3/skripsi tanpa bab...
TRANSCRIPT
KEBIJAKAN LUAR NEGERI AMERIKA SERIKAT
DALAM MENGHADAPI KEJAHATAN DRUGS TRAFFICKING,
2008-2016
(Skripsi)
Oleh
Della Almira Maktub
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
ABSTRACT
THE UNITED STATES FOREIGN POLICY
TOWARDS DRUGS TRAFFICKING, 2008-2016
BY
DELLA ALMIRA MAKTUB
This thesis aims to analyze the process of foreign policy making in the United
States towards drugs trafficking in the period of 2008-2016. The analytical
frameworks used in this research are foreign policy theory, the concepts of
transnational crime, and drugs trafficking. The author uses case study design.
Through the analysis of various documents, books, journals, and websites of DEA,
NIDA, UNODC, the author argues that the individual and nation-state level in
RAM theory were the most dominant factors in the U.S. foreign policy making on
drugs trafficking. On the annual report of NIDA, the number of illicit drug used in
the US was at the crucial level. the study found that the rates of heroin,
marijuana, cocaine, and alcohol consumed in The U.S. had been at a high level
and many of these users were at the age of 18-30 years which was a productive
age. This thesis also provides an overview of some the U.S. foreign policy in the
era of President Obama in overcoming drugs trafficking.
Keywords: drugs trafficking, The U.S. , foreign policy, DEA, NIDA, UNODC,
transnational crime.
ABSTRAK
KEBIJAKAN LUAR NEGERI AMERIKA SERIKAT
DALAM MENGHADAPI KEJAHATAN DRUGS TRAFFICKING,
2008-2016
OLEH
DELLA ALMIRA MAKTUB
Skripsi ini bertujuan untuk menganalisis proses pembuatan kebijakan luar negeri
Amerika Serikat mengenain masalah drugs trafficking pada periode tahun 2008-
2016. Kerangka piker analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori
kebijakan luar negeri serta konsep Rational Actor Model (RAM), konsep
kejahatan transnasional, dan drugs trafficking. Penulis menggunakan desain studi
kasus. Melalui analisis berbagai dokumen, buku, jurnal dan website DEA, NIDA,
UNODC, penulis berargumen bahwa individual dan nation state level dalam
konsep RAM merupakan faktor yang paling dominan dalam pengambilan
kebijakan AS terhadap drugs trafficking. Dalam laporan NIDA tahun 2013 angka
penggunaan obat-obatan terlarang di AS berada pada level yang
mengkhawatirkan. Penelitian ini menemukan bahwa angka penggunaan heroin,
ganja, kokain, dan alkohol di AS berada pada tingkat yang tinggi dan banyak dari
pengguna tersebut berada pada umur 18-30 tahun yang merupakan umur
produktif. Skripsi ini juga memberikan gambaran mengenai beberapa kebijakan
luar negeri AS pada era presiden Obama dalam mengatasi drugs trafficking.
Kata kunci: drugs trafficking, AS, kebijakan luar negeri, DEA, NIDA, UNODC,
kejahatan transnasional.
KEBIJAKAN LUAR NEGERI AMERIKA SERIKAT
DALAM MENGHADAPI KEJAHATAN DRUGS TRAFFICKING,
2008-2016
Oleh
DELLA ALMIRA MAKTUB
Skripsi
sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar
SARJANA HUBUNGAN INTERNASIONAL
pada
Jurusan Hubungan Internasional
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
Judul Skripsi : KEBIJAKAN LUAR NEGERI AMERIKA
SERIKAT DALAM MENGAHADAPI
KEJAHATAN DRUGS TRAFFICKING,
2008-2016
Nama Mahasiswa : Della Almira Maktub
Nomor Pokok Mahasiswa : 1316071010
Program Studi : Hubungan Internasional
Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
MENYETUJUI
Komisi Pembimbing
Dwi Wahyu Handayani, M.Si. Iwan Sulistyo, S.Sos., M.A.
NIP. 19780328 200812 2 002 NIP. 19860428 201504 1 004
Ketua Jurusan Hubungan Internasional
Drs. Aman Toto Dwijono, M.H.
NIP. 19570728 198703 1 006
MENGESAHKAN
1. Tim Penguji
Ketua : Dwi Wahyu Handayani, M.Si. .
Sekretaris : Iwan Sulistyo, S.Sos., M.A.
Penguji : Dr. Dedi Hermawan, M.Si.
2. Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Dr. Syarief Makhya, M.Si.
NIP. 19590803 198603 1 003
Tanggal Lulus Ujian Skripsi: 28 Desember 2018
RIWAYAT HIDUP
Nama lengkap penulis adalah Della Almira Maktub. Lahir
di Bandar Lampung pada 8 Agustus 1995 sebagai anak
ketiga dari empat bersaudara, buah hati dari pasangan
Bapak Maktub Djaiz dan Ibu Yenti.
Pendidikan Formal yang pernah ditempuh penulis dimulai
dari Taman Kanak-Kanak TK PTPN VII Bandar Lampung,
kemudian ke jenjang Sekolah Dasar di SDS Al-Kautsar Bandar Lampung pada
tahun 2001 dan lulus pada tahun 2007. Penulis menempuh pendidikan Sekolah
Menengah Pertama di SMPS Al-Kautsar Bandar Lampung pada tahun 2007 dan
lulus pada tahun 2010. Selanjutnya, pada tingkat sekolah menengah atas di SMA
Negeri 1 Bandar Lampung pada tahun 2010 dan lulus pada tahun 2013.
Penulis melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi dengan terdaftar sebagai
mahasiswa pada Jurusan Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik, Universitas Lampung pada tahun 2013 melalui jalur masuk Seleksi
Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN).
MOTTO
“GO FOR IT. NO MATTER HOW IT ENDS, IT WAS AN EXPERIENCE”
(Della Almira Maktub)
“YOU MAY NOT CONTROL ALL THE EVENTS THAT HAPPEN TO YOU, BUT
YOU CAN DECIDE NOT TO BE REDUCED BY THEM”
(Maya Angelou)
PERSEMBAHAN
Ku persembahkan karya sederhana ini untuk
Kedua orang tuaku tercinta,
Papa Maktub Djaiz dan Mama Yenti
sebagai tanda bakti dan cinta kasihku,
serta Almamater tercinta
Universitas Lampung.
SANWACANA
Alhamdulillahirabil’alamin, puji syukur atas keridhoan Allah SWT yang
senantiasa memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul “Kebijakan Luar Negeri Amerika Serikat
Dalam Menghadapi Kejahatan Drugs Trafficking, 2008-2016” ini. Shalawat
serta salam tak lupa penulis sanjungkan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai
suri tauladan yang baik bagi umatnya.
Skripsi ini merupakan salah satu syarat bagi penulis untuk menyelesaikan
studi dan memperoleh gelar Sarjana Ilmu Hubungan Internasional di Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung. Penulis menyadari bahwa
skripsi ini masih jauh dari sempurna sebagai bentuk adanya keterbatasan
kemampuan serta sebagai motivasi untuk lebih baik dan terus belajar kedepannya.
Penulis berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat untuk pembacanya dan sebagai
perkembangan penelitian dalam kajian ilmu sosial dan ilmu politik khususnya
pada ilmu hubungan internasional.
Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada
pihak-pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini. Penulis
mengucapkan terimakasih kepada :
1. Bapak Dr. Syarief Makhya, M.Si., selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Lampung.
2. Bapak Drs. Aman Toto Dwijono, M.H., selaku Ketua Jurusan Ilmu
Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Lampung
3. Ibu Dwi Wahyu Handayani, M.Si selaku Dosen Pembimbing Utama yang
selalu memberikan motivasi, kritik dan saran, serta dukungan dalam
menyelesaikan skripsi ini.
4. Mas Iwan Sulistyo, S.Sos., M.A., selaku Dosen Pembimbing Kedua
Skripsi yang telah meluangkan waktu untuk membantu, membimbing,
mengarahkan, memberikan kritik dan saran serta motivasi sehingga
penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini.
5. Bapak Dr. Dedi Hermawan, M.Si., selaku Dosen Pembahas/ Penguji yang
telah memberikan kritik dan saran yang sangat berguna dalam penyusunan
skripsi ini.
6. Seluruh jajaran dosen Jurusan Hubungan Internasional Universitas
Lampung dan staf Mba Febri dan Mba Ata atas dukungan pembelajaran
selama menempuh perkuliahan, serta membantu dalam proses administrasi
selama perkuliahan
7. Kedua orang tuaku, papa dan mama terima kasih atas semua kasih sayang,
doa, ridho, dukungan, dan materi yang selama ini telah diberikan.
Terimakasih telah bekerja keras untuk menjadikan Della sebagai anak
yang berpendidikan. Semoga mama dan papa selalu diberkahi rahmat dan
senantiasa dalam perlindungan Allah SWT serta cinta dan kasih-Nya.
8. Kakak dan adik tercinta, Iyay, Daing, Alka yang telah memberikan
dukungan moral dan semangat untuk segera menyelesaikan pendidikan S1
ini. Dan kedua keponakanku Abang dan Adek yang menjadi
penyemangatku di saat semua terasa lelah. Semoga kita semua selalu
diberikan jalan untuk menggapai cita-cita dan menjadi kebanggaan kedua
orang tua.
9. Sahabat yang menemani perjalanan perkuliahan yang selalu menemani
dalam suka dan duka, Mitha, Alif, Ajeng, Fikri, Haikal, Nadira, Akbar.
Terima kasih atas waktu kalian dan kenangan yang telah kita lalui bersama
di kampus tercinta ini.
10. Seluruh teman-teman Jurusan Hubungan Internasional angkatan 2013,
kita semua bisa menggapai mimpi kita masing-masing dan sukses dengan
jalannya masing-masing.
11. Teman-teman seperjuangan KKN selama 60 hari di Rantau Tijang
Tanggamus, Amel, Yelly, Sarah, Kak Yuda, Kak Marli dan Tri, semoga
persaudaraan tetap baik sampai tua.
12. Sahabat yang sudah menjadi keluargaku Dinda, Keke, Riski, Nadia, Amel,
Arum, Dian yang selalu mendukung dalam keadaan apapun dan selalu ada
ketika suka maupun duka tanpa kalian mungkin saya tidak bisa sampai di
tahap ini.
13. Semua pihak yang telah mendoakan dan mendukung penulis dalam bentuk
apapun.
Semoga Allah SWT senantiasa membalas semua kebaikan yang telah
diberikan oleh semua pihak yang membantu dalam proses yang dijalani oleh
penulis dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat.
Bandar Lampung, 20 Desember 2018
Penulis,
Della Almira Maktub
i
DAFTAR ISI
COVER...................................................................................................................
ABSTRAK..............................................................................................................
ABSTRACT...........................................................................................................
COVER SKRIPSI..................................................................................................
LEMBAR PERSETUJUAN..................................................................................
LEMBAR PENGESEHAN....................................................................................
PERNYATAAN......................................................................................................
RIWAYAT HIDUP................................................................................................
MOTO.....................................................................................................................
PERSEMBAHAN...................................................................................................
SANWACANA.......................................................................................................
DAFTAR ISI ........................................................................................................... I
DAFTAR TABEL ............................................................................................... IV
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. V
DAFTAR SINGKATAN ..................................................................................... VI
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah .............................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ....................................................................................... 7
C. Tujuan Penelitian ......................................................................................... 7
D. Kegunaan Penelitian .................................................................................... 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 9
A. Penelitian Terdahulu ................................................................................. 10
B. Landasan Teori .......................................................................................... 18
1. Teori Kebijakan Luar Negeri .............................................................. 18
2. Konsep Kepentingan Nasional............................................................ 23
3. Konsep Kejahatan Transnasional........................................................ 25
4. Konsep Drugs Trafficking .................................................................. 26
C. Kerangka Pemikiran .................................................................................. 27
ii
BAB III METODE PENELITIAN .................................................................... 29
A. Tipe Penelitian ........................................................................................... 29
B. Tingkat Analisis ........................................................................................ 30
C. Fokus Penelitian ........................................................................................ 30
D. Jenis dan Sumber Data .............................................................................. 31
E. Teknik Pengumpulan Data ........................................................................ 31
F. Teknik Analisis Data ................................................................................. 31
1. Data Reduction ................................................................................... 32
2. Data Display ....................................................................................... 32
3. Conclusion Drawing/Verification ....................................................... 32
4. Validitas Data ..................................................................................... 33
BAB IV ................................................................................................................. 34
DINAMIKA KEJAHATAN DRUGS TRAFFICKING DI AS, 2008-2016 ..... 34
A. Sejarah Peredaran Narkoba di AS ............................................................. 34
B. Perdagangan Narkoba di Perbatasan AS ................................................... 41
C. Kebijakan Amerika Mengenai Narkoba .................................................... 50
BAB V ................................................................................................................... 57
KEBIJAKAN LUAR NEGERI AS DALAM MENGHADAPI KEJAHATAN
DRUGS TRAFFICKING, 2008-2016 ............................................................. 57
A. The United Nations Convention Against Transnational Organized Crime
....................................................................................................................57
B. Undang-Undang AS dalam Penyalahgunaan Narkoba ............................. 58
C. Kapasitas dan Kebijakan Penangan Drugs Trafficking pada Individual
Level .......................................................................................................... 61
D. Kapasitas dan Kebijakan Penangan Drugs Trafficking pada Nation State
Level .......................................................................................................... 64
E. Kebijakan Amerika Serikat Pada Era Kepemimpinan Barack Obama
dalam Mengatasi Drugs Trafficking .......................................................... 70
1. West African Colective Security Inititatives ....................................... 70
2. Plan Kolombia .................................................................................... 79
3. Merida Initiatives ................................................................................ 81
iii
4. Kerja sama dengan Brazil ................................................................... 85
BAB VI PENUTUP ............................................................................................. 90
A. Kesimpulan ................................................................................................ 90
B. Saran .......................................................................................................... 92
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 93
iv
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Komparasi Penelitian Terdahulu……………………………………...16
Tabel 2.2 Kerangka Pemikiran. ............................................................................ 28
Tabel 3.1 Unit Analisis dan Unit Ekspalanasi ..................................................... 30
Tabel 5.1 Pendanaan AS melalui WACSI…………………………….……..….77
Tabel 5.2 Bentuk kebijakan AS dalam Mengatasi Drugs Trafficking……………88
v
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Ilicit drugs Use .................................................................................. 5
Gambar 5.1 Angka Pengguna Narkoba di AS .................................................... 65
Gambar 5.2 Jenis Narkoba Yang di Gunakan ..................................................... 66
Gambar 5.3 Pengguna Narkoba Usia 50 – 64 Tahun…………………………...67
Gambar 5.4 Angka Perokok di AS ..................................................................... 68
Gambar 5.5 Angka Kecanduan Narkoba di AS .................................................. 69
Gambar 5.6 Drugs Involved The U.S. Overdose Death ...................................... 69
Gambar 5.7 Rute Narkoba di Nigeria .............................................................. ...73
Gambar 5.8 Rute Narkoba Dari Kolombia ......................................................... 80
Gambar 5.9 Rute Kokain dari Kolombia ke AS………………..………...…….81
Gambar 5.10 Rute Narkoba dari Meksiko ke AS…………...…………………..82
Gambar 5.11 Narkoba di Brazil…………………………………..……………..86
vi
DAFTAR SINGKATAN
ACA : The Affordable Care Act
DEA : Drug Enforcement Administration
DTOs : Drugs Trans Organizations
FSA : The Fair Sentencing Act
MDMA : Methylenedioxy-Methamphetamine
NIDA : The National Institute on Drug Abuse
NDIC : The National Drugs Intelegent Center
NDLEA : Nigeria Drug Law Enforcement Agency
RAM : Rational Actor Model
SAMSHA : The Subtance AbuseandMental Health Service Administration
SSA : The Smarter Sentencing Act
UNODC : The United Nations Office on Drugs and Crime
WACSI : West Africa Cooperative Security Initiative
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Globalisasi merupakan era baru setelah masa Perang Dingin yang
menimbulkan berbagai ancaman baru yang tidak hanya berdimensi militer, tetapi
juga ekonomi, politik, sosial, dan teknologi informasi. Beragam ancaman ini
kemudian disebut sebagai ancaman keamanan non-militer (non-tradisional).
Mereka sering kali dilihat sebagai permasalahan dalam negeri atau berada dalam
ruang lingkup wewenang aparat penegak hukum domestik. Salah satu ancaman
keamanan baru tersebut ialah kejahatan transnasional (transnasional crime) yang
antara lain, terdiri dari perdagangan obat-obatan ilegal (drugs trafficking),
perbudakan (slavery), dan pembajakan (piracy).
Khusus untuk masalah perdagangan obat-obatan (drugs trafficking), hal ini
telah menjadi fenomena global yang dampaknya merambah hampir ke semua
negara. Sebab kejahatan lintas-batas negara dilakukan secara teroganisir dan
berorientasi pada uang. Oleh karena itu, masalah perdagangan obat-obatan ilegal
menjadi ancaman bagi keamanan nasional suatu negara atau kawasan. Pada saat
yang sama, perdagangan obat-obatan ilegal juga mengancam keamanan individu
warga negara.
2
Ancaman keamanan akibat drugs trafficking lebih mengarah kepada
kehancuran generasi muda dan stabilitas keamanan negara. Menurut Bambang
Cipto, seorang pakar hubungan internasional Indonesia, secara umum masalah
narkotika dibagi menjadi tiga bagian. Pertama, masalah produksi narkotika
melalui proses pembudidayaan tanaman menjadi bahan baku utama pembuatan
narkotika seperti tanaman opium poppies menjadi bahan baku heroin dan ganja,
tanaman coca sebagai bahan baku kokain yang kemudian diolah menjadi hashis
ataupun marijuana serta proses pengolahan bahan baku tersebut siap untuk
diperdagangkan dan dikonsumsi. Kedua, perdagangan narkotika adalah kegiatan
pasca-pembudidayaan tanaman atau pasca-pengolahan bahan baku hingga ke
tangan pengguna yang meliputi kegiatan pengangkutan, penyelundupan, dan
perdagangan. Ketiga, penyalahgunaan narkotika yaitu penggunaan narkotika yang
tidak digunakan untuk tujuan kesehatan sehingga membahayakan konsumen,
memburuknya kondisi kesehatan yang berakibat pada kerentanan terhadap
penyakit antara lain HIV/AIDS dan hepatitis serta meningkatnya tindak kejahatan
dan kekerasan (Cipto, 2007).
Pada saat ini, menurut the United Nations Office on Drugs and Crime
(UNODC), konsumsi heroin dunia menyentuh angka 340 ton dari jumlah sekitar
430-450 ton aliran heroin ke pasar global (UNDOC, 2011). Dari total tersebut,
masih menurut UNODC, opium Myanmar dan Laos menyumbangkan sekitar 50
ton dan sisanya sebanyak 380 ton di produksi secara ekslusif di Afganistan
dimana sebanyak 5 ton dari total produksi heroin dikonsumsi dan dijual di
Afganistan. Sisanya, sebanyak 380 ton dijual di seluruh dunia melalui negara-
negara tetangga Afganistan (UNDOC, 2011).
3
Jalur Balkan (yang melintasi Iran dan Pakistan, Turki, Yunani dan
Bulgaria melewati Eropa Tenggara menuju ke Eropa Barat) dan jalur utara
merupakan rute utama perdagangan heroin ke wilayah Rusia dan Eropa Barat
(melalui Tajikistan dan Kirgistan menuju Kazakstan dan pada akhirnya bermuara
ke pasar heroin yang berada di Rusia). Dari kedua jalur tersebut, penjualan heroin
diestimasikan sebanyak $13 miliar per tahun. Kemudian di pasar benua Amerika,
kokain diperjual-belikan dari Kolombia ke Meksiko dan menyebar luas hingga ke
sekitar negara-negara yang berada di benua tersebut termasuk Amerika Serikat
(AS) (UNDOC, 2011).
Narkoba masuk ke AS pertama kali pada abad ke-18 yaitu jenis morfin
yang berasal dari imigran Cina yang datang ke AS sebagai pekerja pembangunan
rel kereta api. Morfin mulai dikembangkan dan dimanfaatkan oleh para dokter
sebagai obat penghilang rasa sakit pasca operasi atau penyembuh luka pasca
perang. Pada zaman revolusi industri, AS baru mengenal opium yang dibawa oleh
pekerja–pekerja yang datang dari benua Eropa. Akibat perang sipil pada tahun
1840, permintaan akan impor opium dan morfin mengalami peningkatan. Pada
tahun 1884, komunitas kedokteran AS menemukan sebuah obat mujarab baru
yaitu kokain. Kokain dimanfaatkan untuk menyembuhkan hayfever, selesma, sakit
gigi, dan penyakit dingin yang berlebihan (Parasian, 2011).
Selain itu, menurut data dari The National Institute on Drugs Abuse
(NIDA) heroin merupakan salah satu jenis narkoba yang menyebabkan kematian
paling banyak pada tahu 1978 dimana hampir 1,5 angka kematian disebabkan oleh
penyalahgunaan heroin (Serenity, The History of Drug Use in The United States,
4
2016). Oleh karena itu, pasar obat-obatan ilegal di AS adalah salah satu yang
paling menguntungkan di dunia bagi kartel-kartel di Meksiko dan bagi negara-
negara AS. Kenyataan ini menarik bagi pengedar narkoba yang paling kejam,
canggih, dan agresif. Badan-badan penegak hukum obat-obatan ilegal AS
menghadapi tantangan besar dalam melindungi perbatasan negara. Setiap tahun,
menurut layanan bea cukai AS, sebanyak 60 juta orang memasuki AS dan sekitar
lebih dari 675.000 orang melalui jalur penerbangan komersial dan pribadi.
Sebanyak 6 juta datang melalui laut dan 370 juta melalui jalur darat. Selain itu,
116 juta kendaraan juga menyeberangi perbatasan darat Amerika-Kanada-
Meksiko. Juga, dari 90.000 pedagang dan penumpang kapal berlabuh di
pelabuhan AS, kapal tersebut membawa lebih dari 9 juta shipping container dan
400 juta ton kargo. Selain itu, 157.000 kapal yang lebih kecil pun mengunjungi
kota-kota pesisir Amerika. Dalam kondisi pasar yang begitu produktif, pengedar
obat-obatan ilegal itu menyebunyikan kokain, heroin, ganja, Methylenedioxy-
Methamphetamine (MDMA) dan sabu pada pengiriman logistik negara tetangga
Amerika (DEA, 2011).
The Subtance Abuse and Mental Health Service Administration
(SAMSHA) menyatakan bahwa masalah terkait penyalahgunaan obat-obatan
terlarang masih tinggi. Dari laporan SAMSHA pada awal 2000-an, ada lima jenis
narkoba yang disalahgunakan oleh generasi muda AS di antaranya adalah alkohol,
opiates, kokain, ganja, dan ampetamin. Kemudian, masih menurut SAMSHA,
statistik penggunaan alkohol masih mengalami perubahan yang konsisten dimana
terdapat 46 persen warga Amerika yang berusia 12 tahun masuk ke dalam
program pengobatan akibat penyalahgunaan alkohol, dan megalami penurunan ke
5
angka 39 persen. Namun angka tersebut dianggap masih tinggi pada tahun 2005.
Selanjutnya pada tahun 2010, angka penggunaan alkohol kembali mengalami
kenaikan ke angka 41 persen dan setengah dari para pengguna alkohol tersebut
pada saat yang bersamaan juga mengonsumsi narkoba. Sementara, pada kasus
heroin, angka penyalahgunaan juga mengalami kenaikan menurut SAMSHA, 17
persen orang yang mendapatkan program pengobatan akibat heroin naik ke angka
23 persen di tahun 2010 (Serenity, The History of Drugs Use in The United
States, 2016).
Gambar 1.1 Ilicit Drugs Use
(NIDA, Ilicit Drug Use, 2015)
Grafik di atas merupakan salah satu data dari NIDA mengenai penggunaan
macam-macam obat-obatan terlarang yang mengalami peningkatan sejak tahun
2002 sampai dengan 2013. Dalam laporan tersebut dapat terlihat bahwa, hampir
semua jenis obat-obatan terlarang di Amerika, memiliki jumlah pengguna yang
cukup signifikan. Terlihat dari data persen pengguna obat –obatan terlarang dalam
6
beberapa bulan terakhir yaitu mengalami kenaikan. (NIDA, Ilicit Drug Use,
2015)
Selain itu, walaupun Drug Enforcement Administration (DEA) dan
instansi pemerintah Amerika telah bekerja secara maksimal dalam membendung
gelombang obat-obatan yang masuk ke perbatasan AS, tetapi hal itu justru masih
menyisakan masalah penting di banyak negara bagian yang berbatasan langsung
dengan Meksiko. Setiap negara bagian tersebut selalu terlibat perang dengan
beberapa kelompok kartel narkoba asal Meksiko. Menurut laporan dari National
Drugs Intelegnt Center, ada setidaknya sembilan kartel besar yang beroperasi di
Meksiko dan mereka selalu menyelundupkan obat-obatan ilegal ke AS. Salah satu
yang paling terkenal yaitu Kartel Sanaloa yang dipimpin oleh Joaquin Archivaldo
Guzman Loera alias El Chapo. Kartel Sinaloa juga merupakan sumber terbesar
impor Narkoba ke AS (Walther, 2011).
Pada tahun 2016, Agen Federal AS menemukan terowongan
penyelundupan narkoba di perbatasan Meksiko sepanjang hampir 731 meter yang
berasal dari rumah di negara bagian Tijuana, Meksiko, yang memanjang sampai
ke wilayah Otay Mesa, San Diego, California, AS. Dari terowongan tersebut
ditemukan 2 ton kokain serta 7 ton ganja dan ditaksir itu semua menyentuh angka
US$ 22 juta. Dengan penemuan tersebut, sejak tahun 2016 Agen Federal Amerika
telah menemukan sebanyak 13 terowongan yang digunakan untuk
menyelundupkan narkoba ke AS. Oleh karena itu, pemerintah AS selalu berupaya
melakukan kerjasama bilateral dengan negara-negara yang merupakan bagian dari
7
jalur masuknya obat-obatan terlarang untuk mengatasi penyulundupan narkoba
ke wilayah AS (Christiatuti, 2016).
B. Rumusan Masalah
Sejak Richard Nixon dan Ronald Reagan, keduanya ialah Presiden AS,
memproklamirkan perang terhadap narkoba, AS selalu berjuang dalam
membentuk suatu kebijakan terkait narkoba dalam rangka melindungi generasi
mudanya dari bahaya kecanduaan terhadap narkoba dan alkohol. Sejak tahun
1920, pemerintah AS sebenarnya juga telah menetapkan larangan terhadap
produksi, distribusi, dan konsumsi semua minuman beralkohol dan narkotika.
Akan tetapi, pelarangan tersebut tidak berpengaruh terhadap angka kasus drugs
trafficking di AS.
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, penelitian ini telah menjawab
satu pertanyaan, yakni: Bagaimana kebijakan luar negeri AS dalam
menghadapi kejahatan drugs trafficking dalam periode 2008-2016?
C. Tujuan Penelitian
Dalam penelitian ini, penulis berusaha melakukan dua hal. Pertama,
menjelaskan dinamika kejahatan drugs trafficking di AS selama tahun 2008-2016.
Kedua, menganalisis kebijakan luar negeri AS dalam konteks menghadapi
kejahatan drugs trafficking. Melalui upaya-upaya tersebut, penulis berharap hasil
dari penelitian ini dapat berkontribusi pada kajian akademik mengenai kasus
drugs trafficking dari negara-negara di Amerika Selatan ke AS yang merupakan
ancaman keamanan bagi AS serta terkait bagaimana pula kebijakan-kebijakan
8
yang diambil oleh pemerintah AS dalam menangani kasus tersebut, baik yang
telah dilakukan maupun yang akan dilakukan. Kemudian penulis juga berharap
hasil penelitian ini mampu berkontribusi khusus dalam kajian keamanan
internasional dimana kasus penyelundupan narkoba sendiri telah terjadi di
berbagai belahan dunia lainnya.
D. Kegunaan Penelitian
Secara teoretis, penelitian ini diharapkan akan berkontribusi pada
pengembangan teori dan konsep yang berkaitan dengan faktor-faktor pendorong
kebijakan luar negeri suatu negara dalam konteks disiplin ilmu Hubungan
Internasional. Di samping itu, penelitian ini diharapkan juga bisa berkontribusi
pada perkembangan konsep terkait drugs trafficking dan kejahatan transnasional.
Secara praktis penelitian ini dapat memberikan pengetahuan tentang sejumlah
kebijakan yang diambil oleh pemerintah AS dalam mengatasi masalah
penyelundupan narkoba di wilayah sekitar perbatasan AS dengan negara-negara
tetangganya.
Penelitian ini juga diharapkan dapat melengkapi penelitian-penelitian
terdahulu seputar penyelundupan narkoba di perbatasan Amerika-Meksiko dan
bagaimana pula kebijakan AS untuk mengatasi masalah tersebut.
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Secara historis, pengertian istilah transnasional crime dijelaskan di dalam
keputusan VIII Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang Pencegahan
Kejahatan dan Perlakuan terhadap Para Pelanggar Hukum tahun 1990 serta
Konvensi Wina tentang Pencegahan dan Pemberantasan Lalu-Lintas Ilegal
Narkotika dan Psikotropika tahun 1988.
Mengacu pada sejumlah aturan tersebut, transnasional crime berarti
kejahatan yang memiliki karakteristik: “(1) melibatkan dua negara atau lebih, (2)
pelakunya atau korbannya adalah warga negara di negara yang berbeda (Warga
Negara Asing), dan (3) melampaui batas territorial satu negara atau lebih”.
Sebelumnya istilah kejahatan transnasional merupakan pengembangan
karakteristik dari bentuk kejahatan kontemporer yang disebut sebagai organized
crime atau kejahatan terorganisir pada 1970-an. Istilah tersebut digunakan untuk
menjelaskan kompleksitas yang ada di antara kejahatan terorganisir, white-collar
crime, serta korupsi yang melampaui batas negara dan berdampak pada
pelanggaran hukum di berbagai negara dengan karakteristik berbahaya di tingkat
internasional.
10
Pada perkembangannya, PBB kemudian menggunakan istilah kejahatan
lintas-negara sebagai kegiatan kejahatan dengan skala yang luas dan kompleks
yang dilakukan oleh kumpulan organisasi yang rumit yang mengeksploitasi pasar
ilegal yang ada di lingkungan masyarakat internasional (UNODC, The Protocol
Thereto, 2004).
A. Penelitian Terdahulu
Penelitian yang menjelaskan kebijakan luar negeri suatu negara khususnya
yang berkaitan dengan masalah penyelundupan narkoba, telah banyak dilakukan.
Beragam penelitian tersebut ialah mengenai kebijakan-kebijakan yang diambil
oleh beberapa negara dalam mengatasi masalah penyelundupan narkoba yang
dianggap sebagai salah satu ancaman bagi keamanan nasional. Pada bab ini,
penulis akan melakukan riviu terhadap penelitian-penelitian tersebut.
Pertama, penelitian yang dilakukan oleh Faisyal Rani dan Efragil Samosir,
dosen Hubungan Internasional (HI) dan alumnus Jurusan Ilmu HI Universitas
Riau, berjudul Dampak Kerjasama Merida Initiative Terhadap Penanggulangan
Peredaran Narkoba di Meksiko Tahun 2007-2012. Penelitian ini berfokus pada
dampak kerja sama Inisiatif Merida terhadap pemberantasan narkoba di Meksiko
pada tahun 2007-2012 (Samosir, 2015). Aktifitas Drugs Trans Organizations
(DTOs) di AS dan Meksiko telah menimbulkan dampak negatif pada kedua
negara. DTO Meksiko adalah pemasok utama kokain, heroin, metamfetamin, dan
ganja ke wilayah AS. Persaingan antara DTO dalam perlombaan untuk wilayah
distribusi di Meksiko telah menyebabkan ribuan kematian setiap tahunnya.
11
Masalah umum ini akhirnya menjadi kerja sama antara pemerintah AS. dan
Meksiko, yang disebut dengan Merida Initiative.
Studi mereka menemukan bahwa kerja sama Merida Initiative di AS. dan
Meksiko pada tahun 2007-2012 memiliki dampak positif bagi pemberantasan
perdagangan narkoba di Meksiko. Melalui program Inisiatif Merida, pemerintah
AS telah memberikan bantuan lebih dari $2 miliar berupa peralatan, senjata,
pelatihan dan pembagian teknologi dan informasi kepada pemerintah Meksiko
yang sangat membantu dalam menghancurkan DTO dan peningkatan hukum di
Meksiko.
Peredaran narkoba juga telah menimbulkan peningkatan angka
kriminalitas dan pelanggaran hukum lainnya. Tingkat kesadaran yang berkurang
setelah mengkonsumsi narkoba kerap menimbulkan kecelakaan perkelahian
dijalanan. Pada tahun 2005, 80 persen di seluruh penjara AS berhubungan dengan
kejahatan yang disebabkan oleh penyalahgunaan dan peredaran narkoba.
Penyalahgunaan narkoba di AS telah meliputi berbagai golongan umur, profesi
dan tingkat sosial. Tentunya pihak-pihak tersebut memainkan peran yang berbeda
dalam keterlibatannya dalam peredaran dan penyalahgunaan narkoba. Masyarakat
miskin yang didominasi oleh anak jalanan dan tidak memiliki pekerjaan yang
tetap biasanya berperan dalam memasarkan narkoba pada tingkat eceran.
Konsumen narkoba di AS di dominasi oleh masyarakat dalam usia produktif dan
memiliki pekerjaan tetap. Sedangkan aktor-aktor berpengaruh baik dalam
pemerintahan, bisnis swasta ataupun pemimpin preman biasanya berperan sebagai
12
penyalur dalam jumlah besar yang sering disebut sebagai Kartel Narkoba
(Samosir, 2015).
Dari penelitian tersebut, penulis berpendapat bahwa dampak dari kejasama
Merida lebih banyak menguntungkan Meksiko dibanding AS. Dalam hal ini,
Meksiko lebih diuntungkan dengan adanya bantuan sejumlah dana dari AS untuk
mengatasi masalah penyelundupan obat-obatan ke Amerika. Telah banyak warga
Amerika di perbatasan yang menjadi korban.
Sementara itu, penelitian yang akan penulis lakukan di dalam skripsi ini
ialah bukan mencari dampak dari kerjasama Merida, melainkan kebijakan-
kebijakan apa saja yang selanjutnya diambil oleh kedua negara pasca kerjasama
Merida.
Kedua, penelitian yang dilakukan oleh David A. Shirk. Direktur dari
Trans-Border Institute dan merupakan asisten professor di Universitas San Diego
dengan judul The Drug War in Mexico: Confronting a Shared Threat. Penelitian
yang dilakukan oleh David ini membahas kebijakan “perang” terhadap narkoba
yang diberlakukan di Meksiko serta bagaimana AS membantu kebijakan tersebut
mengingat beberapa kasus penyelundupan narkoba yang dilakukan oleh kartel-
kartel narkoba berasal dari Meksiko.
Dalam penelitian tersebut dijelaskan bahwa perang antar kartel narkoba di
Meksiko telah membunuh lebih dari tiga puluh ribu orang sejak 2006. Pihak
militer juga ikut membantu guna mengatasi masalah tersebut. Disamping itu,
kekuatan dan kekerasan yang tidak terkendali dari DTO Meksiko ini
13
menghadirkan masalah kemanusiaan yang substansial dan mereka telah
berkontribusi terhadap migrasi paksa dan sejumlah permintaan suaka ke AS
(Shirk, 2011).
Ketiga, penelitian yang dilakukan oleh Liana W. Rosen dengan judul
International Drug Control Policy: Background and U.S Responses. Rosen
menjelaskan bahwa upaya internasional untuk memerangi perdagangan narkoba
didasarkan pada komitmen multilateral jangka-panjang dan kuat yang telah
dilakukan AS. Keterlibatan AS dalam pengendalian obat internasional bertumpu
pada premis sentral yang membantu pemerintah asing untuk memerangi obat-
obatan terlarang di luar negeri pada akhirnya akan mengurangi ketersediaan dan
penggunaan di AS. Untuk tujuan ini, administrasi saat ini mempertahankan tujuan
mengurangi dan menghilangkan arus internasional obat-obatan terlarang ke AS
melalui kerja sama internasional untuk mengganggu perdagangan obat terlarang,
upaya perundingan, dan dukungan untuk pengurangan permintaan (Rosen, 2015).
Kemudian, dalam beberapa tahun terakhir, sejumlah besar pendukung
internasional, termasuk beberapa mantan kepala pemerintahan dan kepala negara,
telah mulai meminta evaluasi ulang atas kebijakan obat internasional yang
melarang penggunaan obat terlarang. Alternatif untuk rezim kontrol obat
internasional yang ada dapat mencakup legalisasi atau dekriminalisasi obat-obatan
tertentu. Perdebatan juga dapat berfokus pada pergeseran prioritas dan sumber
daya di antara berbagai pendekatan terhadap kontraindikasi, termasuk
pengurangan permintaan dan penawaran; Distribusi dana kontrol obat domestik
14
dan internasional dan keseimbangan yang relatif diantara peran sipil, penegakan
hukum, dan militer dalam upaya anti-narkoba (Rosen, 2015).
Keempat, penelitian yang dilakukan oleh Susanne Gratius dengan judul
Europe and Latin America: Combating Drugs and Drugs Trafficking. Susanne
menjelaskan bahwa narkoba juga merupakan ancaman yang serius bagi
masyarakat Eropa. Akan tetapi setelah dua dekade kerja sama antara Eropa dan
Amerika Latin untuk memerangi narkoba dan perdagangan narkoba terdapat
dampak terbatas dalam hal pengurangan konsumsi dan produksi obat-obatan
terlarang serta belum menyebabkan pengendalian jaringan kejahatan yang terlibat
dalam perdagangan manusia dengan lebih baik. Mengingat kurangnya kemajuan
yang menentukan ini, debat baru muncul di Amerika Latin mengenai
kemungkinan alternatif model tradisional untuk menangani obat-obatan terlarang,
yang seringkali dianggap terlalu usang. Alternatif ini termasuk tindakan seperti
dekriminalisasi dan regulasi parsial pasar obat. Studi ini berisi data terakhir
tentang konsumsi dan produksi obat-obatan terlarang di Uni Eropa dan Amerika
Latin, gambaran umum mengenai kebijakan yang diadopsi di kedua wilayah, dan
analisis alat kerja utama bi-regional utama dan aspek utama dari perdebatan saat
ini mengenai perdagangan narkoba. Studi ini diakhiri dengan sejumlah
rekomendasi tentang bagaimana mereformasi strategi dan program obat dan obat-
obatan terlarang yang dijalankan oleh kedua wilayah dan dengan mitra lainnya
(Gratius, 2012).
Selanjutnya di dalam penelitian tersebut disebutkan pula bahwa pada
tahun 2011, sebanyak 30 persen dari pengguna kokain di seluruh dunia
15
merupakan masyarakat Uni Eropa menurut (UNODC) dan lebih dari 123 ton
kokain senilai 33 miliyar dolar Amerika diperdagangkan ke Eropa, jumlah
tersebut hampir sama dengan yang diperdagangkan ke AS senilai 37 miliyar dolar
atau sebanyak 157 ton. Dari jumlah tersebut, Hampir 100 persen kokain di Eropa
berasal dari Amerika Latin, terutama dari Kolombia, Peru dan Bolivia, yang
mencakup hampir semua produksi kokain di seluruh dunia. Kokain
diperdagangkan ke Eropa melalui Kolombia, Ekuador, Venezuela dan berbagai
negara Amerika Tengah dan Karibia, terutama Republik Dominika, yang
digunakan oleh kartel Meksiko untuk pengiriman ke Spanyol yang merupakan
titik masuk utama kokain ke Eropa (Gratius, 2012).
Penelitian kelima dilakukan oleh Christopher Palmer dengan judul Drug
Trafficking, Gang Violence, and the U.S. Immigration Crisis. Di dalam penelitian
yang dilakukan Palmer tersebut dijelaskan bahwa AS perlu mengurangi kekerasan
yang disebabkan oleh perdagangan narkoba di Amerika Tengah untuk mengatasi
krisis imigran dimana antara tahun 2010-2015 ribuan anak-anak dibawah umur
bermigrasi ke Amerika dalam usaha untuk melepaskan diri dari meningkatnya
kekerasan di Amerika Tengah, kebanyakan dari kekerasan tersebut dilakukan oleh
beberapa kartel narkoba.
Proposal kebijakan terbaru, termasuk tindakan eksekutif Presiden Obama
dari tahun 2012 sampai 2015 dan Undang-Undang Modernisasi Perbatasan,
Peluang Ekonomi, dan Imigrasi, mengikuti tren kebijakan AS yang historis, yang
mengubah kebijakan domestik untuk mengatasi masuknya kelompok orang baru.
Secara tradisional, pembuat kebijakan AS memiliki undang-undang yang
16
melarang kelompok tertentu untuk menjadi warga negara atau telah
mempromosikan kebijakan permisif yang secara bertahap mengurangi hambatan
untuk mendapatkan kewarganegaraan.
Berdasarkan kelima penelitian terdahulu yang telah dipaparkan di atas,
dapat diketahui bahwa penelitian sebelumnya berfokus pada kebijakan-kebijakan
internasional dalam mengatasi masalah penyelundupan narkoba dan juga
kebijakan yang telah dilakukan oleh Amerika dan Meksiko dalam mengurangi
penyelundupan dan kekerasan yang disebabkan oleh kartel-kartel narkoba di
Meksiko.
Adapun penelitian yang akan dilakukan pada skripsi ini justru lebih
spesifik, yaitu membahas soal kebijakan luar negeri AS untuk mengatasi masalah
kejahatan drug trafficking pada tahun 2008-2016. Gambaran dari komparasi
kelima penelitian terdahulu dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 2.1
Komparasi Penelitian Terdahulu
Keterang-
an
Kajian Pertama Kajian
Kedua
Kajian
Ketiga
Kajian
Keempat
Kajian Kelima
Judul
Penelitian
Dampak
Kerjasama Merida
Initiative Terhadap
Penanggulangan
Peredaran Narkoba
di Meksiko Tahun
2007-2012.
The Drug
War in
Mexico:
Confrontin
g a Shared
Threat
Internation
al Drug
Control
Policy:
Backgroun
d and U.S
Responses
Europe and
Latin
America:
Combating
Drugs and
Drug
Trafficking
Drug
Trafficking,
Gang Violence,
and the U.S.
Immigration
Crisis
Penelitian Faisyal Rani dan
Efragil Samosir
David A.
Shirk
Liana W.
Rosen
Susanne
Gratius
Christopher
Palmer
Fokus
Penelitian
Penelitian ini
berfokus pada
dampak kerjasama
Inisiatif Merida
terhadap
Penelitian
ini berfokus
tentang
bagaimana
kebijakan
penelitian
ini
menjelaska
n bahwa
Upaya
Penelitian
Susanne
menjelaska
n bahwa
narkoba
Fokus
penelitian yang
dilakukan
Palmer adalah
menjelaskan
17
pemberantasan
narkoba di
Meksiko pada
tahun 2007-2012.
Dimana aktifitas
Drugs Trans
Organizations
(DTOs )di AS dan
Meksiko telah
menimbulkan
dampak negatif
pada kedua negara.
DTO Meksiko
adalah pemasok
utama kokain,
heroin,
metamfetamin,
dan ganja ke
wilayah A.S.
Persaingan antara
DTO dalam
perlombaan untuk
wilayah distribusi
di Meksiko telah
menyebabkan
ribuan kematian
setiap tahunnya.
Masalah umum ini
akhirnya menjadi
kerja sama antara
pemerintah A.S.
dan Meksiko, yang
disebut Merida
Initiative
perang
terhadap
narkoba
diberlakuka
n di
Meksiko
dan juga
bagaimana
AS
membantu
kebijakan
tersebut
dikarenaka
n beberapa
kasus
penyelundu
pan
narkoba
yang
dilakukan
oleh kartel-
kartel
narkoba
Meksiko.
internasion
al untuk
memerangi
perdaganga
n narkoba
didasarkan
pada
komitmen
multilateral
jangka
panjang
dan kuat,
yang telah
dilakukan
AS.
Keterlibata
n A.S.
dalam
pengendali
an obat
internasion
al bertumpu
pada
premis
sentral
yang
membantu
pemerintah
asing untuk
memerangi
obat-obatan
terlarang di
luar negeri
pada
akhirnya
akan
mengurangi
ketersediaa
n dan
penggunaa
n di AS.
juga
merupakan
ancaman
yang serius
bagi
masyarakat
Eropa akan
tetapi
setelah Dua
dekade
kerja sama
antara
Eropa dan
Amerika
Latin untuk
memerangi
narkoba dan
perdaganga
n narkoba
memiliki
dampak
terbatas
dalam hal
mengurangi
konsumsi
dan
produksi
obat-obatan
terlarang
dan belum
menyebabk
an
pengendalia
n jaringan
kejahatan
yang
terlibat
dalam
perdaganga
n manusia
dengan
lebih baik
AS perlu
mengurangi
kekerasan yang
disebabkan
oleh
perdagangan
narkoba di
Amerika
Tengah untuk
mengatasi
krisis imigran
dimana antara
tahun 2010-
2015 ribuan
anak-anak
dibawah umur
bermigrasi ke
Amerika dalam
usaha untuk
melepaskan
diri dari
menignkatnya
kekerasan di
Amerika
Tengah dimana
kebanyakan
dari kekerasan
tersebut
dilakukan oleh
beberapa kartel
narkoba.
Teori dan
Konsep
Kerjasama
Internasional
Kebijakan
Luar
Negeri
Kebijakan
Luar
Negeri
Kebijakan
Luar Negeri
dan Rezim
Internasional
Kebijakan Luar
Negeri dan
Persepsi
18
B. Landasan Teori
Dalam meningkatkan pemahaman akan masalah yang akan dibahas di
dalam skripsi ini, penulis mengemukakan kerangka pemikiran terlebih dahulu
beserta pendekatan yang berfungsi untuk menjelaskan atau memahami fenomena
yang terkait dengan penelitian yang penulis lakukan. Dalam pembahasan
kerangka pemikiran pada penelitian ini, diawali dengan pengertian HI itu sendiri.
HI sesungguhnya berkaitan erat dengan segala bentuk interaksi antara
masyarakat negara-negara, baik yang dilakukan oleh pemerintah maupun warga
negaranya. Interaksi antar negara dan bangsa beserta aspek-aspeknya merupakan
hakikat dari ilmu Hubungan Internasional yang saling mempengaruhi satu sama
lain untuk mencapai kepentingan-kepentingannya. Adapun pada penulisan karya
ilmiah ini, penulis menggunakan teori Kebijakan Luar Negeri, konsep
Kepentingan Nasional, konsep Kejahatan Transnasional dan konsep Drugs
Trafficking.
1. Teori Kebijakan Luar Negeri
Dalam studi kebijakan politik luar negeri ada banyak teori dan asumsi
yang menjelaskan fenomena ini. Berangkat dari asumsi bahwa kebijakan politik
luar negeri sebuah negera bukan hanya dapat dilihat dari kebutuhan politik
domestik yang di tujukan kepada negara lain, tetapi respon terhadap negara lain
dalam sebuah sistem internasional.
19
Akan tetapi, perkembangan mutakhir membuat konsep kebijakan luar
negeri semakin dipertanyakan, sehingga memunculkan keraguan pada pengertian
konvensional tentang kebijakan luar negeri sebagai aktivitas nyata, yang
berlangsung dilevel politik senior dan melibatkan interaksi diplomasi formal
antara dua negara atau lebih. Tekanan-tekanan ini datang dari berbagai arah.
Pertama, kemunculan neorealisme pada akhir 1970-an mengemukakan bahwa
kebijakan luar negeri, dan proses pembuatan keputusan politik internasional,
tidak lagi relevan. Menurut pandangan Kenneth Waltz dan yang lain, perilaku
negara pada dasarnya dapat dijelaskan melalui keseimbangan kekuatan yang
membentuk sistem kekuasaan internasional. Ketika faktor-faktor sistematik
dianggap sangat penting dan menentukan, sedikit sekali peran yang disisakan bagi
para pelaku kebijakan luar negeri, seperti para kepala pemerintah, menteri luar
negeri, menteri pertahanan, para diplomat terkemuka, dan seterusnya (Heywood,
2011).
Kebijakan luar negeri menyoroti hubungan timbal balik antara struktur dan
agen, menekankan bahwa peristiwa-peristiwa tidak dapat dijelaskan sepenuhnya
melalui tekanan-tekanan sistematik top-down atau sepenuhnya melalui pembuatan
keputusan individual bottom-up. Maka kebijakan luar negeri menggarisbawahi
pengaruh penting dari ruang pembuatan keputusan, pilihan dan tujuan di dalam
politik global (Heywood, 2011).
Dalam pembuatan kebijakan luar negeri terdapat sebuah konsep yang
dikenal dengan model aktor rasional (rational actors model). Pendekatan ini
dijalankan dengan memperhatikan beberapa instrumen, yaitu:
20
a. Pengidentifikasian persoalan secara mendasar.
b. Menentukan tujuan/sasaran secara obyektif berdasarkan pada
berbagai masukan dari pihak-pihak yang memiliki otoritas
c. Menyesuakan berbagai cara/langkah dalam mencapai sasaran, serta
mempersiapkan evaluasi untuk mencapai efektifitas dari kebijakan,
kepercayaan dari publik hingga penyelarasan terhadap anggaran
dan lain-lainnya (Heywood, 2011).
Menurut Kenneth Waltz di dalam studinya tentang penyebab-penyebab
perang, kebijakan luar negeri suatu negara dipengaruhi oleh beberapa level
analisis yang paling bepengaruh dalam pengambilan kebijakan. Waltz sendiri
menjelaskan bahwa ada tiga level analisis dalam pengambilan kebijakan suatu
negara, yaitu:
1. Kondisi dalam sistem internasional yang memaksa atau menekan
negara untuk bertindak dengan cara tertentu, yaitu mengikuti kebijakan
luar negeri tertentu.
2. Kondisi Politik Domestik atau hubungan antara pemerintah dan
kelompok-kelompok masyarakat di suatu negara.
3. Pembuat kebijakan suatu negara atau dalam hal ini adalah presiden
dimana cara presiden berfikir, kepercayaan dan intuisinya berpengaruh
terhadap bagaimana kebijakan diambil (Robert Jackson, 2013).
Kemudian pembuatan kebijakan luar negeri juga tidak lepas dari konsep
Rational Actors Model (RAM), dimana birokrasi memiliki kemampuan untuk
mempertahankan kepentingan nasional. Koordinasi hingga kolaborasi antar aktor
21
yang terlibat akan mendukung pencapaian kepentingan nasional berdasarkan pada
keahlian, sistem yang berkelanjutan hingga mencapai sebuah sistem birokrasi
yang berkesinambungan dan efektif (Robert Jackson, 2013). RAM merupakan
pendekatan yang mengarahkan sebuah strategi kebijakan luar negeri yang
menjembatani antara pemerintah/birokrat dan masyarakat (civil society) dalam
pembuatan kebijakan yang kesemuanya mengarah pada berbagai alternatif dan
pilihan rasional (rational choice).
Konsep RAM juga mengatur antara pembuatan kebijakan luar negeri
dengan melibatkan individu yang memiliki kompetensi dan kemampuan, baik
yang berada di dalam lingkungan rezim ataupun di luar rezim. Berbagai masukan
dan tawaran akan ikut menentukan proses pembuatan kebijakan luar negeri
melalui berbagai penyesuaian, evaluasi yang pada akhirnya dapat menentukan
kebijakan luar negeri yang terbaik (Robert Jackson, 2013).
Dalam pembuatan kebijakan luar negeri juga harus mempertimbangkan
aspek pengertian dari publik (human cognitions). Hal ini penting untuk
membentuk sebuah kebijakan luar negeri yang memiliki legitimasi/kepercayaan,
serta memiliki pola dan sudut pandang yang sama, diantara stakeholder, baik
pemerintah, legislatif, insitusi-insitusi hingga kalangan masyarakat secara luas.
Kemudian Andrew Heywood dalam proposisinya mengemukakan bahwa
dalam esensi kebijakan luar negeri adalah untuk mewujudkan tercapaianya
kepentingan nasional. Negara memiliki kemampuan kolektif untuk dapat menjaga
22
kelangsungan sosial-ekonominya melalui distribusi sumber daya alam dengan
mengerahkan berbagai kemampuan yang ada (Heywood, 2011).
Munculnya berbagai pertentangan atas kelemahan norma internasional,
serta sikap impresif negara-bangsa mendorong implementasi kebijakan luar negeri
harus dapat dijalankan dengan mengedepankan win-win solution dan mengindari
dengan apa yang disebut dengan absolute reachting. Andrew Heywood
mengungkapkan bahwa masih terdapat beberapa celah untuk dapat mencapai
kepentingan bersama dengan tentunya memperhatiakan kaidah dan instrumenasi
norma/hukum internasional.
Teori kebijakan luar negeri merupakan pendekatan yang relevan dalam
kasus drugs trafficking di AS yang kebanyakan dilakukan oleh kartel narkoba di
Meksiko dikarenakan persoalan ini melibatkan masyarakat luar AS. Pelaku-
pelaku drugs trafficking di AS, baik secara kolektif (kelompok) ataupun secara
individu masuk ke wilayah AS untuk melalukan aksi kejahatan tersebut.
Dalam mengenai persoalan ini pemerintah AS tidak hanya dapat
menangani kejahatan drugs trafficking secara eforia, tetapi juga harus didasarkan
pada konsep hukum internasional. Jika melihat pada objek hukumnya yaitu
masyarakat luar maka berbagai upaya AS melalui penegakan hukum ataupun
tindakan prefentif adalah bagian dari implementasi kebijakan luar negeri untuk
mendukung pencapaian kepentingan nasional.
Jika dikaitkan dengan pendekatan level pembuatan kebijakan, serta RAM
(rational actors model) maka kebijakan AS dalam mengatasi drugs trafficking
23
merupakan strategi dengan menjadikan persoalan ini sebagai problematika/isu
nasional dan internasional. Kebijakan atau upaya yang ditempuh dijalankan untuk
mewujudkan kepentingan nasional secara berkesinambungan yaitu kedaulatan
nasional (national soverignty).
Pihak-pihak yang terlibat (stakeholders) jika dikaitkan dengan level
pembuatan kebijakan, serta Rational Actors Mode (RAM) adalah multi bidang
dengan harapan dapat terbangun kolaborasi, sudut pandang publik yang positif,
serta kepercayaan. Adapun pihak-pihak yang terlibat adalah aktor indivual yaitu
presiden hingga menteri melalui otoritas, serta ide-ide dan gagasannya. Sementara
pada tingkat national state adalah institusi pertahanan-keamanan, diantaranya
mencakup Drugs Enforcement Agency (DEA), National Institute of Drugs Abuse
(NIDA), dan lain-lainnya.
2. Konsep Kepentingan Nasional
Konsep Kepentingan Nasional menurut Jack C. Plano dan Roy Olton
didefinisikan sebagai:
“The fundamental objective and ultimate determinant that guides the
decisions makers of a state in making foreign policy. The national interest of a
state is typical a highly generalize conception of these element that constituteto
the state most vital needs.Theseinclude self preservation, independent, territorial
integrity, military security, and economic well being” (Jack C. Plano R. , 1999).
24
Self preservation diartikan Jack C. Plano dan Roy Olton sebagai hak suatu
Negara untuk mempertahankan eksistensi negaranya. Self preservations juga
dapat diartikan sebagai upaya suatu Negara untuk mempertahankan jati diri dan
identitas negaranya ditengah perkembangan global, dimana eksistensi menjadi
penting dalam pergaulan internasional sebagai bentuk pengakuan Negara
terhadap Negara lain. Secara tidak langsung, hal ini akan menjadi penting untuk
mempertahankan kelangsungan hidup Negara dalam pergaulan internasional.
Kemudian, independen diartikan sebagai kemerdekaan atau kebebasan suatu
Negara untuk dapat menentukan nasibnya sendiri dengan tidak terikat atau
terjajah oleh Negara lain. Sehingga hal ini akan dapat menentukan sikap dalam
menentukan keputusan politiknya. Kemerdekaan tersebut juga dapat turut
mempengaruhi kelangsungan hidup dan pengakuan suatu Negara dalam kancah
internasional.
Kemudian, teritorial intregity diartikan sebagai suatu intregitas wilayah.
Keutuhan dan kesatuan wilayah merupakan suatu bentuk kedaulatan suatu
Negara. Dimana kedaulatan tersebut sebagai bentuk eksistensi dan pengakuan
tertinggi atas keberadaan suatu Negara dalam kancah politik internasional.
Kesatuan wilayah atau keamanan wilayah juga turut berpengatuh terhadap
stabilitas keamanan dan politik suatu Negara yang sangat berpengaruh dalam
pengambilan kebijakan suatu Negara. Military security atau keamanan militer,
dimana hal tersebut menjadi penting bagi stabilitas dan eksistensi suatu Negara.
Hal tersebut dikarenakan adanya kecenderungan bahwa Negara yang memiliki
kuantitas dan kualitas persenjataan yang kuat maka Negara tersebut akan lebih
memiliki Beginning position dan Power yang besar dimana dapat mempengaruhi
25
posisinya dalam hubungan antar Negara. Selanjutnya, Economic well-being
diartikan sebagai upaya mewujudkan kesejahteraan ekonomi dimana
kesejahteraan ekonomi merupakan salah satu pilar penyokong kesetabilan suatu
Negara. Yang mana kesetabilan ekonomi merupakan suatu faktor terpenting yang
mempengaruhi tingkat kemajuan dan pembangunan suatu bangsa.
Dari konsep kepentingan nasional diatas, maka pada dasarnya kepentingan
suatu bangsa dalam percaturan masyarakat internasional tidak terlepas dari dua
tujuan utama yaitu kepentingan ekonomi untuk kesejahteraan (welfare). Setiap
negara didunia pada umumnya mempunyai tujuan untuk memajukan dan
mengembangkan kepentingan ekonomi negaranya. Tujuan tersebut meliputi upaya
peningkatan kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat, baik secara
keseluruhan/individu tersebut dapat dicapai melalui jangka pendek maupun
jangka panjang. Kepentingan nasional sebuah Negara salah satunya adalah
meningkatkan kesejahteraan masyarakat yaitu dengan memajukan dan
mengembangkan ekonomi negaranya.
3. Konsep Kejahatan Transnasional
Kejahatan transnasional (transnational crime) adalah suatu pelanggaran
hukum baik perdata maupun pidana di mana suatu kasus tersebut melintasi batas-
batas dari suatu negara, kejahatan ini bisa ditujukan kepada negara, kepada
individu atau kepada harta benda baik milik negara maupun milik individu. Secara
konsep, transnational crime merupakan tindak pidana atau kejahatan yang
26
melintasi batas negara. Konsep ini diperkenalkan pertama kali secara internasional
pada era tahun 1990-an dalam The Eigth United Nations Congress on the
Prevention of Crime and the Treatment of Offenders. Sebelumnya istilah yang
telah lebih dahulu berkembang ialah “organized crime” (Ionel, 2016).
Kemudian pada tahun 1995, PBB telah mengidentifikasi 18 jenis kejahatan
transnasional, yaitu pencucian uang, terorisme, pencurian benda seni dan budaya,
pencurian kekayaan intelektual, perdagangan senjata gelap, pembajakan pesawat,
pembajakan laut, penipuan asuransi, kejahatan komputer, kejahatan lingkungan,
perdagangan orang, perdagangan bagian tubuh manusia, perdagangan narkoba,
penipuan kepailitan, infiltrasi bisnis, korupsi, dan penyuapan pejabat publik atau
pihak tertentu (UNODC, Transnational Organized Crieme-The Globalized Illegal
Economy).
4. Konsep Drugs Trafficking
Drugs trafficking merupakan salah satu dari delapan kejahatan
transnasional yang telah ditetapkan oleh PBB. Adapun konsep drugs trafficking
menurut UNODC yaitu ―Drug trafficking is a global illicit trade involving the
cultivation, manufacture, distribution and sale of substances which are subject to
drug prohibition laws‖ atau drugs trafficking merupakan penjualan narkoba yang
meliputi penanaman, pembuatan, perdistribusian dan penjualan secara global
(UNODC, The Protocol Thereto, 2004). Dalam kasus drugs trafficking, UNODC
memperkirakan nilai tahunan dari pasar kokain dan opium global yang msing-
masing mencapai 85 dan 68 miliar dolar (UNDOC, 2011).
27
C. Kerangka Pemikiran
Dalam kerangka berpikir ini, peneliti mencoba menjelaskan bagaimana
kebijakan AS dalam mengatasi masalah kejahatan transnasional drugs trafficking.
Penulis berpendapat bahwa kondisi domestik AS menjadi poin penting dalam
pengambilan keputusan untuk mengatasi masalah drugs trafficking karena
pengguna narkoba di AS berada pada angka yang mengkhawatirkan. Sebagaimana
laporan dari National Institute on Drug Abuse (NIDA) pada tahun 2013 terdapat
24,6 juta warga AS usia 12 tahun keatas atau 9,4 populasi penduduk Amerika
telah menggunakan narkoba hal ini meningkat 8,3 persen sejak tahun 2002. Oleh
karena itu angka kematian yang diakibatkan narkoba juga ikut meningkat di
Amerika dimana jumlah kematian penduduk akibat narkoba mencapai 2,7
kematian per 100.000 penduduk daripada sebelumnya yang hanya 0,7 kematian
per 100.000 penduduk (NIDA, Nationwide trends, 2013).
Selain itu, dalam kasus penyelundupan narkoba di perbatasan Amerika-
Meksiko, kerjasama yang dilakukan oleh pemerintah Amerika dan Meksiko
merupakan salah satu upaya untuk mencapai kepentingan nasional Amerika
sendiri. Selain merupakan salah satu mitra dagang terbesar ketiga Amerika,
Meksiko juga merupakan negara kedua tujuan ekspor Amerika. Kasus
penyelundupan narkoba yang dilakukan oleh kartel-kartel Meksiko yang
menggunakan jalur terowongan bawah tanah di perbatasan membuat negara
tersebut terancam akan kedaulatan maupun keamanan nya sendiri. Gambaran
tentang hal tersebut dapat dilihat pada bagan dibawah ini:
28
Kepentingan
Nasional
Identifikasi
Masalah Drugs
Trafficking
Merugikan Kepentingan
Nasional
Kebijakan Luar Negeri
(Kenet Waltz)
Tabel 2.2
Kerangka Pemikiran
29
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Tipe Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif-deskriptif.
Metode kualitatif sendiri lebih menekankan aspek pencarian makna dibalik
kenyataan empiris dari realitas sosial yang ada sehingga pemahaman yang
mendalam akan realitas sosial tersebut dapat tercapai. Pada akhirnya penelitian
kualitatif menjadi lebih mudah dipahami sebagai metode dimana datanya dapat
berupa pernyataan-pernyataan dan data yang dihasilkan pun berupa data deskriptif
mengenai subjek yang diteliti, yaitu kata-kata baik tertulis maupun lisan (Synom,
1994).
Pemilihan metode kualitatif-deskriptif dianggap tepat karena dapat
mendeskripsikan apa yang berlaku saat ini, dan juga didalamnya terdapat upaya
mendeskripsikan, mencatat, menganalisis, dan mengintrepertasikan kondisi-
kondisi saat ini yang sedang terjadi. Dengan kata lain penelitian kualitatif-
deskriptif ini bertujuan untuk memperoleh berbagai informasi mengenai keadaan
saat ini, dan melihat kaitan antara variabel-variabel yang ada. Peneliti tidak
menguji hipotesis, melainkan mendeskripsikan informasi yang ada sesuai dengan
variabel yang diteliti.
30
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode kualitatif-deskriptif
untuk menganalisis kebijakan luar negeri AS dalam mengatasi masalah drugs
trafficking dari tahun 2008 hingga 2016.
B. Tingkat Analisis
Menurut Mohtar Mas’oed, tingkat analisis merupakan satuan atau
fenomena yang akan diteliti dan dijelaskan dalam suatu penelitian (Mas'oed,
1989). Dengan tingkat/level analisis state (negara), unit analisis dalam penelitian
ini ialah kebijakan luar negeri AS dalam menghadapi kejahatan drugs trafficking
tahun 2008-2016. Sedangkan unit ekslanasinya yaitu dinamika kejahatan drugs
trafficking di AS tahun 2008-2016.
Tabel 3.1
Unit Analisis dan Unit Ekspalanasi
Unit Analisis Unit Eksplanasi
Kebijakan luar negeri AS dalam
menghadapi kejahatan drugs trafficking
tahun 2008-2016.
Dinamika kejahatan drugs trafficking di
AS tahun 2008-2016.
C. Fokus Penelitian
Fokus peneliti dalam penelitian ini adalah:
1. Menjelaskan persoalan drugs trafficking di AS; dan
2. Menganalisis kebijakan luar negeri AS dalam mengatasi masalah
drugs trafficking pada tahun 2008-2016.
31
D. Jenis dan Sumber Data
Dalam penelitian ini penulis menggunakan data sekunder, yakni data yang
diperoleh secara tidak langsung dari informan, melainkan melalui dokumen
(Sugiyono, 2014), yakni melalui buku-buku, jurnal-jurnal, surat kabar, website
dan tulisan-tulisan yang berhubungan dengan permasalahan yang akan di bahas
dalam skripsi ini. Salah satunya ialah data dari UNODC dan laporan tahunan dari
DEA mengenai penyalahgunaan narkoba serta data soal kebijakan luar negeri AS
terkait penaggulangan drugs trafficking.
E. Teknik Pengumpulan Data
Sedangkan teknik pengumpulan data yang di gunakan yaitu melalui
penelitian pustaka (library research) yang memanfaatkan data atau bahan-bahan
yang ada di perpustakaan untuk mendukung penelitian yang di peroleh dari
berbagai buku, majalah, surat kabar, website dan bahan-bahan lain yang sesuai
dengan topic yang akan di teliti dan dapat di uji kebenarannya.
F. Teknik Analisis Data
Berdasarkan metode studi kasus yang digunakan, metode penelitian yang
digukan adalah metode kualitatif dengan mengumpulkan data dari lapangan
kemudian menganalisis dengan cara memaparkan hasil penelitian sesuai dengan
yang sebenarnya. Sehingga, untuk menganalisis data-data tersebut, diperlukan
teknik analisis data. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini
yakni teknik analisis data model Miles dan Huberman yang memiliki tahap-tahap
analisis data sebagai berikut:
32
1. Data Reduction
Reduksi data merujuk pada proses pemilihan, pemfokusan,
penyederhanaan, abstraksi dan pentransformasian data mentah yang terjadi dalam
catatan-catatan yang tertulis. Reduksi data merupakan suatu bentuk analisis yang
mempertajam, memilih memfokuskan membuang, dan menyusun data dalam
suatu cara dimana kesimpulan akhir dapat ditarik atau digambarkan dan
diverifikasi (Sugiyono, 2014). Dalam hal ini penulis memilih data yang terkait
dengan kebijakan Amerika dan Meksiko dalam masalah penyalahgunaan narkoba.
2. Data Display
Penyajian data ditujukan untuk mempermudah peneliti untuk dapat melihat
gambaran secara keseluruhan atau bagian-bagian tertentu dari data penelitian.
Dalam penelitian kualitatif data dapat disajikan dalam bentuk tabel dan bagan.
Melalui penyajian data tersebut, data menjadi terorganisasi, tersusun dalam pola
hubungan sehingga akan semakin mudah untuk dipahami. Peneliti melakukan
pengecekan ulang mengenai data yang telah dipilih pada proses reduksi.
Pengecekan terhadap data dapat digunakan untuk menyajikan suatu kesimpulan.
3. Conclusion Drawing/Verification
Tahap terakhir yatu penarikan kesimpulan dan verifikasi. Pada tahap ini,
data yang diperoleh dari telaah pustaka yang telah direduksi dan disajikan ditarik
kesimpulannya, yang pada akhirnya menjawab pertanyaan dari rumusan masalah
(Sugiyono, 2014). Dalam penelitian yang dilakukan mendapatkan hasil dan
pembahasan mengenai prose pembuatan kebijakan luar negeri AS untuk
mengatasi kejahatan drugs trafficking pada tahun 2008-2016.
33
4. Validitas Data
Trianggulasi adalah cara yang paling umum digunakan dalam penjaminan
validitas data dalam penelitian kualitatif. Trianggulasi merupakan teknik peme-
riksaan keabsahan data dengan memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data itu
untuk keperluan pengecekan data atau sebagai pembanding terhadap data itu.
Menurut Sugiyono (2006:267), Validitas merupakan “derajat ketetapan antara
data yang terjadi pada objek penelitian dengan daya yang dapat dilaporkan oleh
peneliti”. Kemudian, Sugiyono menjelaskan bahwa ada tiga trianggulasi. Ketiga
trianggulasi tersebut yaitu trianggulasi sumber, pengumpulan data, dan waktu.
Trianggulasi sumber adalah trianggulasi yang digunakan untuk menguji
kredibilitas data dengan cara mengecek data yang telah diperoleh melalui
beberapa sumber. Trianggulasi teknik adalah suatu alat untuk menguji kredibilitas
data dengan cara mengecek data yang sama namun dengan alat yang berbeda.
Trianggulasi waktu adalah triangulasi yang sering mempengaruhi data. Data yang
dikumpulkan dengan teknik wawancara dipagi, siang, maupun malam hari akan
memberikan data yang lebih valid sehingga lebih kredibel (Bachri, 2010).
Dari pemaparan di atas, penelitian ini menggunakan trianggulasi sumber
dimana data yang diperoleh peneliti diuji validitasnya dengan membandingkan
dengan sumber data yang lain diantarnya dengan membandingkan dampak dari
narkoba di AS melalui sumber dari NIDA, DEA dan UNODC.
34
BAB IV
DINAMIKA KEJAHATAN DRUGS TRAFFICKING DI AS,
2008-2016
Bab ini merupakan penjelasan dari kasus yang diteliti mengenai dinamika
kejahatan drugs trafficking di AS selama rentang waktu 2008-2016. Paparan
dibagi menjadi tiga sub bab. Pada bab pertama penulis menguraikan sejarah
peredaran narkoba di AS. Pada bab kedua penulis menjelaskan perdagangan
narkoba di wilayah perbatasan AS, hal ini tentunya sangat menggangu
kepentingan nasional AS dari segi aspek ekonomi karena hal ini memberikan
dampak kerugian kepada negara AS. Pada bab ketiga menguraikan mengenai
sejarah awal AS dalam membuat kebijakan mengenai narkoba.
A. Sejarah Peredaran Narkoba di AS
Narkoba masuk ke AS pertama kali pada abad ke-18 yaitu jenis morfin
yang berasal dari imigran Cina yang datang ke AS sebagai pekerja pembangunan
rel kereta api. Morfin mulai dikembangkan dan dimanfaatkan oleh para dokter
sebagai obat penghilang rasa sakit pasca operasi atau penyembuh luka pasca
peran. Pada zaman revolusi industri, AS baru mengenal opium yang dibawa oleh
para pekerja yang datang dari benua Eropa. Akibat perang sipil pada tahun 1840,
35
permintaan akan impor opium dan morfin mengalami peningkatan. Pada tahun
1884, komunitas kedokteran AS menemukan sebuah obat mujarab baru yaitu
kokain. Kokain dimanfaatkan untuk menyembuhkan hayfever, selesma, sakit gigi,
dan penyakit dingin yang berlebihan (Parasian, 2011).
Sejak tahun 1970, narkotika telah menjadi masalah signifikan di AS. Hal
ini adalah karena konsumen narkotika semakin meluas tidak hanya kalangan
pejuang perang saja tetapi juga meluas pada politisi dan orang-orang kelas
menengah hingga kelas atas. Selain itu, para pengedar narkotika melihat AS
sebagai tujuan pasar utama narkoba. Narkoba yang ada di AS berasal dari
Kolombia, Bolivia, dan Peru.
Kehadiran kartel Meksiko di AS ini membuat peredaran narkotika di AS
semakin Meningkat. Sejumlah kartel Meksiko di AS tidak hanya terpusat di
negara-negara bagian yang menjadi pintu masuknya narkotika ke AS seperti
California, Arizona, New Meksiko, dan Texas saja, tetapi juga tersebar di kota-
kota diseluruh negara bagian AS seperti kota Dallas, Chicago, Denver, Detroit,
Miami, El Paso, Houston, Los Angeles, Phoenix, San Antonio, dan San Diego.
Persediaan kokain terbesar di AS berada di wilayah Florida, Great Lakes, New
England, dan New York. Peredaran heroin terbesar terjadi di wilayah Los
Angeles, Phoenix, San Diego, San Frasisco, negara bagian Arkansas, Iowa, dan
Missouri. Sementara itu, persediaan ganja terbesar berada di wilayah Los
Angeles, San Diego, Tucson, Phoenix, Houston, Dallas, Miami, Seattle, Chicago,
dan New York.
36
Pada tahun 1970, kesadaran masyarakat terhadap bahaya yang terkait
dengan penyalahgunaan narkoba membantu mengurangi penggunaan narkoba
tersebut di beberapa wilayah AS. Diantara narkoba yang tersebar pada tahun 1970
tersebut yaitu: ganja, kokain, heroin dan anti-depresan. Meskipun penggunaan
akan kokain mengalami penurunan pada tahun tersebut, penggunaan narkoba
lainnya seperti ganja, anti-depresan dan heroin mengalami peningkatan. Menurut
data dari The National Institute on Drugs Abuse (NIDA) heroin merupakan salah
satu jenis narkoba yang menyebabkan kematian paling banyak pada tahun 1978
dimana hampir 1,5 angka kematian disebabkan oleh penyalahgunaan heroin. Hal
ini berbanding terbalik dengan angka kematian yang disebabkan oleh penggunaan
kokain (Serenity, The History of Drug Use in The United States, 2016).
Kemudian menurut Gallup pada surveynya di tahun 1973, sebanyak 12
persen dari reponden yang disurvey mengaku telah mengkonsumsi ganja angka
tersebut bertambah dua kali lipat menjadi 24 persen pada tahun 1977. Pada tahun
1978 hampir 66 persen responden dari survey menyatakan bahwa ganja
merupakan salah satu masalah yang serius dikalangan anak muda Amerika dan 35
persen dari responden menyatakan narkoba lainnya merupakan masalah yang juga
serius. Oleh karena itu, dengan mulai meningkatnya angka kekhawatiran akan
Narkoba, keinginan akan pengobatan dan pencegahan mulai meningkat
dikalangan masyarakat AS. Menurut The National Institute on Drugs Abuse,
202,689 orang mulai mencari pengobatan akan kecanduan terhadap narkoba dan
hal tersebut disambut baik oleh seluruh publik AS. Kesadaran akan kecanduan
terhadap narkoba mulai mengalami kemajuan yang cukup signifikan di Amerika
pada tahun tersebut, di mana 83 persen warga Amerika merasakan akan
37
pentingnya pemahan terhadap murid sekolah menengah atas akan bahaya
merokok, meminum minuman beralkohol dan juga penyalahgunaan narkoba atau
obat-obatan setelah mereka lulus dari sekolah. Hal tersebut disambut positif oleh
para orang tua dari murid-murid tersebut dimana mulai adanya program
pemerintah tentang pengembangan anti-narkoba di AS (Serenity, The History of
Drug Use in The United States, 2016).
Meskipun pada tahun-tahun sebelumnya mulai ada peningkatan akan
kesadaran bahaya narkoba, angka penggunaan narkoba jenis ganja, kokain, heroin
dan lainnya tidak mengalami penurunan pada tahun 1980. Pada tahun tersebut
kokain dan heroin merupakan narkoba yang banyak digunakan oleh anak-anak
muda di AS, menurut PBS puncak dari peggunaan kokain di AS adalah pada
tahun 1982 dimana 10,4 juta warga Amerika termasuk anak muda menggunakan
dan menyalahgukan kokain sehingga pada tahun tersebut kokain mengalami
ketenarannya sendiri dikalangan warga Amerika akan tetapi munculnya kokain
jenis bubuk merupakan perhatian baru pada tahun tersebut. PBS menjelaskan
bahwa kokain jenis bubuk mengalami ketenaran dikarenakan harganya yang jauh
lebih murah dari pada jenis kokain tablet, kokain jenis bubuk sendiri banyak
digunakan oleh kelas pekerja dan kalangan menengah kebawah. Selanjutnya,
survey dari Gallup pada tahun 1986 menghasilkan hampir 46 persen warga
Amerika menganggap bahwa kokain jenis terbaru tersebut merupakan ancaman
baru bagi masyarakat dan kalangan anak muda AS, oleh karena itu kongres
Amerika mengeluarkan kebijakan baru dan hukuman bagi para pengguna narkoba
dan obat-obatan terlarang (Serenity, The History of Drug Use in The United
States, 2016).
38
Kemudian, meskipun narkoba yang umum pada periode tersebut kokain
dan heroin, penyalahgunaan ganja masih dalam angka yang mengkhawatirkan di
AS dimana menurut PBS presiden Amerika pada saat itu menandatangani tagihan
untuk mengembalikan hukuman terkait kepemilikan ganja dan juga memastikan
bahwa akan ada sanksi-sanksi keras bagi para pengedar narkoba. Penyalahgunaan
narkoba yang mulai meningkat pada tahun tersebut memunculkan kekhawatiran
yang lebih besar akan resiko yang akan mengganggu bagi generasi muda AS,
meskipun ada upaya dari penegak hukum untuk mengurangi resiko tersebut dan
menindak tegas para pengedar narkoba di Amerika, masalah penyalahgunaan
narkoba dan obat-obatan terlarang masih saja berlanjut ke tahun-tahun setelahnya.
Pada tahun 1990, jumlah informasi mengenai bahaya narkoba dan
minuman beralkohol mengalami peningkatan, zat adiktif dianggap berada pada
titik yang mengkhawatirkan pada periode tersebut dan pencegahan pun berfokus
pada edukasi generasi muda AS. Meskipun mulai ada usaha mengedukasi dari
para pembuat kebijakan dan meningkatnya pengetahuan akan bahaya narkoba dan
minuman beralkohol, angka penyalahgunaan obat-obatan masih tinggi dan mulai
munculnya obat-obatan lama yang muncul kembali seperti LSD, apetamin dan
metapetamin. Narkoba jenis LSD dan psikedelik seperti ekstasi muncul kembali
menjadi narkoba yang dipilih oleh generasi muda AS, menurut Gallup ekstasi
bukan merupakan obat terlarang hingga tahun 1985 dan mengakibatkan
kebingungan diantara generasi muda AS akan status hukum dari ekstasi, sehingga
para kaum muda menganggap penggunaanya meruakan hal yang aman dan legal
di Amerika pada waktu itu. Pada era 90an Gallup menyatakan bahwa
metaphetamin mulai mengalami ketenaran diantara murid sekolah menengah dan
39
penggunaannya meningkat dua kali lipat dari tahun 90-96 dan bersamaan dengan
penggunaan obat-obatan yang lama tapi rasa baru, penggunaan ganja oleh
generasi muda AS mengalami penurun pada tahun 1999 dimana survey dari
Gallup menunjukan bahwa penggunaan ganja oleh generasi muda mengalami
penurunan 20 persen sejak 1981 (Serenity, The History of Drug Use in The
United States, 2016).
Meskipun mulai ada tanda-tanda yang positif akan penggunaan narkoba
yang mulai menurun terutama ganja, The Subtance Abuse and Mental Health
Service Administration (SAMSHA) menyatakan bahwa masalah akan
penyalahgunaan obat-obatan terlarang masih tinggi dan dari laporan SAMSHA
pada awal 2000an ada lima jenis narkoba yang disalahgunakan oleh generasi
muda AS diantaranya alkohol, opiates, kokain, ganja dan ampetamin. Kemudian
masih menurut SAMSHA bahwa statistik penggunaan alkohol masih mengalami
perubahan yang konsisten dimana terdapat 46 persen warga Amerika yang berusia
12 tahun masuk ke dalam program pengobatan dikarenakan penyalahgunaan
alkohol, dan megalami penurunan ke angka 39 persen akan tetapi angka tersebut
dianggap masih tinggi pada 2005. Selanjutnya pada tahun 2010, angka
penggunaan alkohol kembali mengalami kenaikan ke angka 41 persen dan 45 para
pengguna alkohol tersebut juga mengkonsumsi narkoba pada saat yang sama,
pada kasus heroin angka penyalahgunaan juga mengalami kenaikan menurut
SAMSHA dimana 17 persen orang yang mendapatkan program pengobatan pada
2000 naik ke angka 23 persen di tahun 2010 (Serenity, The History of Drug Use
in The United States, 2016).
40
The National Institute on Drug Abuse mengestimasikan bahwa hampir
23,5 juta orang Amerika membutuhkan program pengobatan akan kecanduan
terhadap alkohol dan narkoba, dari 23,5 juta orang tersebut hanya 11,2 persen
yang mencari dan melakukan program pengobatan akan kecanduan. Meskipun
begitu angka kecanduan terhadap alkohol masih berada pada tingkat yang
mengkhawatirkan yakni 41,4 persen dan 18,3 persen diantaranya kecanduan
terhadap alkohol dan obat-obatan dan hanya 20 persen diantaranya yang mencari
program pengobatan akan kecanduan.
Meskipun masalah penyalahgunaan narkoba dan alkohol oleh generasi
muda AS merupakan masalah yang telah berlangsung lama, bukan berati tidak ada
solusi untuk masalah kecanduan tersebut dimana sejak tahun 1960an penelitian
akan bahaya dari zat yang terkandung dari narkoba dan alkohol telah membantu
para peneliti di AS untuk mencari cara dan program pengobatan dari kencanduan
tersebut, solusi program yang berbeda telah berhasil dikembangkan berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh para ahli tersebut selama beberapa dekade terakhir.
Meskipun solusi pengobatan orang-orang yang kecanduan terhadap alkohol dan
narkoba akan tergantung pada situasi dan zat yang digunakan, ada banyak pilihan
program pemulihan yang tersedia dan telah dikembangkan oleh para ahli dibidang
tersebut selama beberapa tahun terakhir.
41
B. Perdagangan Narkoba di Perbatasan AS
Sejak tahun 1970an, perdagangan obat dan senjata lintas perbatasan
Amerika dan Meksiko telah membawa keuntungan yang besar dan kehancuran
mengerikan bagi kedua negara, menurut perkiraan beberapa lembaga di Meksiko
keuntungan tahunan dari perdagangan narkoba mencapai 3-4 persen dari GDP
negara atau hampir 30 miliyar dolar Amerika. Kemudian hampir setengah juta
orang Meksiko mendapatkan sebagian pendapatan mereka dari bisnis narkoba
tersebut, meskipun bisnis narkoba di Meksiko merupakan bisnis yang berbahaya
dan beresiko besar. Sejak Presiden Felipe Calderon menyatakan perang terhadap
narkoba pada 2006, sudah lebih dari 30.000 orang meninggal dalam kekerasan
yang terkait obat-obatan terlarang di Meksiko.
AS juga tidak kebal dari efek perdagangan obat bius. Kekejaman
organisasi perdagangan narkoba sudah terkenal di negara ini, terutama, meski
tidak secara eksklusif, di kota-kota dalam, dan kekerasan perang terhadap narkoba
Meksiko sekarang mulai menumpahkan perbatasan. Patroli perbatasan sudah
menelan biaya negara lebih dari $ 3 miliar per tahun sementara menghalangi
miliaran lebih banyak dalam perdagangan yang sah. Namun AS bukanlah korban
yang tidak bersalah. Hampir setengah dari orang dewasa Amerika mengaku telah
mencoba obat-obatan di masa lalu, dan AS tetap menjadi konsumen obat-obatan
terlarang di dunia. Ini juga merupakan pemasok senjata terbesar di dunia, yang
memicu perang obat-obatan secara lebih langsung. Sepenuhnya 10 persen dealer
senapan Amerika mencocokkan perbatasan Meksiko, dan undang-undang senjata
42
permisif negara tersebut menjadikannya sebagai sumber senjata ampuh, amunisi,
dan bahan peledak yang murah dan nyaman.
Meksiko berada di tengah krisis keamanan yang memburuk. Bentrokan
yang eksplosif dan perselisihan teritorial di antara organisasi perdagangan obat-
obatan terlarang (DTO) telah membunuh lebih dari tiga puluh ribu orang sejak
Presiden Felipe Calderón mulai menjabat pada bulan Desember 2006. Geografi
kekerasan itu terbatas namun terus menyebar, dan targetnya mencakup semakin
banyak pejabat pemerintah, petugas polisi, wartawan, dan individu yang tidak
terkait dengan perdagangan narkoba. Pemerintah Meksiko telah membuat perang
melawan obat-obatan sebagai prioritas utama dan bahkan telah meminta militer
untuk mendukung institusi polisi dan yudisial yang lemah di negara itu. Meski
begitu, beberapa warga Meksiko merasa lebih aman hari ini daripada yang mereka
lakukan sepuluh tahun yang lalu, dan kebanyakan percaya bahwa pemerintah
mereka kalah dalam pertarungan.
Meskipun penilaiannya sangat suram, negara Meksiko tidak mengalami
kegagalan dan juga menghadapi gerakan pemberontakan yang sedang
berkembang. Selain itu, kekerasan di tempat lain di belahan barat jauh lebih buruk
daripada di Meksiko. Sedangkan, 45.000 pembunuhan (14 per 100.000) telah
terjadi di Meksiko sejak tahun 2007, Brasil dan Kolombia masing-masing
melakukan pembunuhan di atas 80.000 (20 per 100.000) dan 50.000 (30 per
100.000). Meski begitu, kelompok kejahatan terorganisir dengan kekerasan
mewakili bahaya nyata dan sekarang ke Meksiko, AS, dan negara-negara
tetangga. Meski begitu, kelompok kejahatan terorganisir dengan kekerasan
43
mewakili bahaya nyata dan sekarang ke Meksiko, AS, dan negara-negara
tetangga.
Taktik yang mereka gunakan seringkali mirip dengan tindakan teroris dan
pemberontak, meskipun tujuan mereka mencari keuntungan daripada bermotif
politik. Sementara itu, meskipun negara Meksiko mempertahankan legitimasi
demokratis dan pemahaman yang kuat mengenai mayoritas wilayah Meksiko,
beberapa DTO memanfaatkan sentimen anti pemerintah dan memiliki kontrol
operasional terhadap wilayah geografis tertentu. DTO juga telah merusak pejabat
di semua tingkat pemerintahan, dan semakin mencambuk melawan pejabat
pemerintah Meksiko dan warga biasa. Pembunuhan seorang agen imigrasi dan bea
cukai pada bulan Februari 2011 menandakan bahwa petugas penegak hukum AS.
sekarang berada di garis bidik. Jika tren keamanan saat ini terus memburuk,
kemunculan gerakan pemberontak yang sejati, perkembangan "ruang tak
terkendali", dan penargetan yang disengaja dan berkelanjutan dari personil
pemerintah AS akan menjadi lebih mungkin terjadi (Shirk, 2011).
AS memiliki banyak keuntungan dengan membantu memperkuat
tetangganya di selatan dan bahkan lebih kehilangan jika tidak melakukannya.
Efek kumulatif dari negara bagian yang diperangi menyebabkan kerugian di AS
dan pengurangan lebih lanjut dari kapasitas negara Meksiko tidak dapat diterima
dan memberikan motivasi yang jelas untuk tindakan pencegahan AS.
Pertama, negara bagian Meksiko yang lebih lemah, kesulitan yang lebih
besar yang akan dialami AS dalam mengendalikan perbatasan hampir dua ribu
44
mil. Kekerasan yang menimpa, di mana DTO membawa perjuangan mereka ke
tanah Amerika, adalah skenario terburuk yang jauh. Meski begitu, pelanggaran
hukum di selatan perbatasan secara langsung mempengaruhi AS. Pemerintah
Meksiko yang lemah meningkatkan arus selundupan (seperti narkoba, uang, dan
senjata) dan imigran gelap ke AS. Sebagai distributor grosir obat-obatan terlarang
yang dominan ke konsumen AS, pedagang seks Meksiko juga merupakan satu-
satunya ancaman kejahatan terorganisir domestik terbesar di AS, yang beroperasi
di setiap negara bagian dan ratusan kota di AS, menjual zat-zat yang tidak
terkontrol yang secara langsung membahayakan kesehatan dan keselamatan jutaan
orang.
Kedua, secara ekonomi, Meksiko merupakan pasar yang penting bagi AS.
Sebagai anggota Perjanjian Perdagangan Bebas Amerika Utara (NAFTA), ini
adalah satu dari tujuh belas negara bagian yang memiliki pakta perdagangan
bebas, di luar Perjanjian Umum mengenai Perdagangan dan Tarif (GATT). AS
telah menempatkan hampir $ 100 miliar investasi langsung asing di Meksiko.
Meksiko juga merupakan mitra dagang terbesar ketiga di AS, sumber impor A.S.
terbesar ketiga, dan pengekspor barang dan jasa terbesar kedua di AS - dengan
potensi untuk pertumbuhan pasar lebih lanjut seiring perkembangan negara
tersebut. Perdagangan dengan Meksiko menguntungkan ekonomi A.S., dan
keruntuhan pasar yang mungkin akan menyertai situasi keamanan yang
memburuk dapat menghambat pemulihan ekonomi Amerika.
Ketiga, stabilitas Meksiko berperan sebagai jangkar penting bagi kawasan
ini. Dengan jaringan yang membentang ke Amerika Tengah, Karibia, dan negara-
45
negara Andean, DTO Meksiko merusak keamanan dan keandalan mitra AS
lainnya di belahan bumi, yang merusak pejabat tingkat tinggi, petugas militer, dan
petugas penegak hukum; Merongrong proses hukum dan hak asasi manusia;
Mengurangi dukungan publik untuk upaya melawan obat; Dan bahkan
memprovokasi permusuhan terhadap AS. Mengingat kerapuhan beberapa negara
Amerika Tengah dan Karibia, perluasan operasi dan kekerasan DTO ke wilayah
ini akan memiliki efek destabilisasi yang sangat buruk. Keempat, kekuatan dan
kekerasan yang tidak terkendali dari DTO Meksiko ini menghadirkan masalah
kemanusiaan yang substansial, dan mereka telah berkontribusi terhadap migrasi
paksa dan sejumlah permintaan suaka AS Jika situasinya memburuk, keadaan
darurat kemanusiaan dapat menyebabkan arus orang yang tidak terkendali ke AS.
Ini juga akan mempengaruhi banyak warga AS yang tinggal di Meksiko (Shirk,
2011).
Tidak hanya memecahkan krisis dalam kepentingan nasional AS, AS
memiliki tanggung jawab bersama untuk menyelesaikannya, karena konsumsi
obat-obatan, senjata api, dan uang AS telah memicu banyak kekerasan baru-baru
ini di Meksiko. Oleh karena itu, AS harus memanfaatkan sepenuhnya
Penyelesaian yang belum pernah terjadi sebelumnya dari otoritas Meksiko untuk
bekerja secara bilateral untuk mengatasi ancaman umum. Harapan terbaik untuk
kemajuan jangka pendek adalah untuk memperkuat upaya penegakan hukum
dalam negeri AS untuk mengendalikan penyebaran obat terlarang, penyelundupan
senjata api, dan pencucian uang.
46
Dalam jangka menengah, AS juga harus membuat komitmen keseluruhan
untuk pencegahan dan pengobatan penyalahgunaan obat terlarang dan penyakit
masyarakat lainnya yang disebabkan oleh obat-obatan, sementara mengevaluasi
kembali efektivitas kebijakan narkoba AS dan internasional saat ini. Dengan mata
untuk memperkuat Meksiko dalam jangka panjang, AS juga harus
melipatgandakan supremasi hukum dan bantuan ekonomi ke Meksiko, dengan
penekanan pada memprofesionalkan sektor peradilan dan menciptakan alternatif
ekonomi untuk kehidupan kejahatan. Untuk mencegah masalah Meksiko
menyebar ke Amerika Tengah dan Karibia, AS juga harus bekerja secara aktif
untuk menghidupkan kembali dan menyesuaikan kerangka keamanan regional
untuk tantangan transnasional era pasca-Perang Dingin (Shirk, 2011).
Krisis keamanan Meksiko sangat kompleks dan berakar kuat dalam
perjuangan ekonomi dan pembangunan politik negara ini. Dimulai pada 1970-an,
Meksiko mengalami fluktuasi ekonomi dan ketidakpastian yang berkontribusi
terhadap tingginya tingkat pengangguran, berkurangnya peluang pasar kerja, dan
lonjakan signifikan dalam aktivitas kriminal. Pada tahun 1980an dan 1990an,
pengenalan pasar terhadap reformasi pasar bebas di Meksiko menghasilkan
beragam hasil, dan pelaksanaan bertahap reformasi tersebut mendorong banyak
orang Meksiko biasa untuk menemukan pekerjaan alternatif dalam ekonomi
bawah tanah yang berkembang, yang oleh beberapa perkiraan, menyumbang 40
persen dari semua aktivitas ekonomi termasuk pedagang kaki lima, taksi bajak
laut, dan pasar barang bekas yang dicuri dari sumber lokal seperti onderdil mobil,
elektronik, dll.
47
Seiring pertumbuhan ekonomi global, demikian pula jaringan pengusaha
gelap yang terdiversifikasi dan inovatif, dan perdagangan obat terlarang
mempresentasikan peluang pasar gelap yang paling menguntungkan. Peningkatan
konsumsi zat psikotropika terlarang (terutama kokain) pada tahun 1970an dan
upaya kontra-obat yang lebih ketat di Kolombia dan Teluk Meksiko menggeser
rute produksi dan perdagangan obat terlarang ke Meksiko pada tahun 1980an.
Sementara Meksiko telah menjadi sumber lama ganja, opium, dan obat-obatan
sintetis untuk pasar AS, kenaikannya sebagai titik transit untuk kokain
menciptakan peluang kerja baru yang menguntungkan bagi sekitar 450.000 orang
yang bergantung pada perdagangan narkoba sebagai sumber pendapatan yang
signifikan hari ini. . Perkiraan resmi menunjukkan bahwa aktivitas perdagangan
narkoba sekarang mencapai 3 persen sampai 4 persen dari GDP Meksiko yang
mencapai lebih dari $ 1 triliun (Diego Eparza, 2012).
Situasi keamanan domestik Meksiko mulai memburuk pada pertengahan
tahun 1990an, terutama karena krisis ekonomi yang parah, yang membawa
peningkatan tajam dalam perampokan dan kejahatan properti. Bahkan setelah
ekonomi stabil, pertikaian di antara pedagang obat bius berlanjut dan diversifikasi
kegiatan terlarang mereka untuk memasukkan penculikan, perampokan,
penyelundupan manusia, dan pemerasan membuat kekerasan DTO menjadi risiko
utama bagi orang-orang Meksiko biasa. Jumlah tahunan pembunuhan terkait
narkoba telah meningkat lebih dari enam kali lipat sejak tahun 2005; Pada tahun
2010 saja, surat kabar Meksiko Reforma mendokumentasikan lebih dari sebelas
ribu pembunuhan. Semua mengatakan, pemerintah Meksiko memperkirakan
bahwa dari Januari 2007 sampai akhir 2010, ada lebih dari tiga puluh dua ribu
48
pembunuhan terkait narkoba, dari sekitar empat puluh lima ribu kasus
pembunuhan (sekitar dua belas per seratus ribu orang) total selama periode yang
sama.
Meski tidak terlihat dari statistik mentah, kekerasan obat-obatan di
Meksiko sangat terkonsentrasi. Dua pertiga kasus pembunuhan terkait narkoba
terjadi di lima dari tiga puluh dua negara bagian Meksiko dan sekitar 80 persen
terjadi di hanya 168 dari 2.456 kotamadya. Kerapatan kekerasan telah membuat
kota-kota perdagangan besar seperti Ciudad Juarez dan Culiacan di antara tempat-
tempat paling mematikan di dunia. Dengan lebih dari satu juta penduduk, Juárez
memiliki lebih dari dua ribu pembunuhan pada tahun 2009 dan 2010, jumlah yang
melebihi gabungan jumlah total tahunan untuk New York, Chicago, Los Angeles,
dan Washington, DC. Kekerasan semakin diarahkan kepada pemerintah. Puluhan
pejabat terpilih, ratusan personil polisi dan militer, dan agen intelijen yang bekerja
dengan penegak hukum AS dalam perang melawan kejahatan terorganisir telah
dibunuh. Selain itu, pembunuhan dan penghilangan enam puluh tujuh wartawan
selama dekade terakhir telah membuat pesan ke media - mata, telinga, dan suara
masyarakat sipil dan menjadikan Meksiko salah satu tempat paling berbahaya
bagi wartawan di dunia.
Memburuknya kejahatan, kekerasan, korupsi, dan peradilan pidana
disfungsional telah membayangi kemajuan ekonomi dan demokrasi Meksiko.
Pada tahun 2000, Meksiko merayakan sebuah daerah kritis, karena pemilihan
demokratis menghasilkan perpindahan kekuasaan damai pertama negara tersebut
antara partai politik yang berlawanan. Vicente Fox, anggota partai oposisi tertua
49
di negara itu, Partai Aksi Nasional (PAN), mengambil alih kepresidenan setelah
tujuh puluh satu tahun pemerintahan tanpa gangguan oleh Partai Revolusioner
Institusional (PRI). Dalam mengkonsolidasikan demokrasi barunya, Meksiko
telah melakukan upaya yang mengesankan untuk memperbaiki transparansi dan
kredibilitas pemilihan, melindungi hak-hak masyarakat adat, memperkuat
independensi peradilan, dan bahkan menyelidiki pelanggaran pemerintah
sebelumnya. Apalagi setelah beberapa dekade mengalami krisis dan
restrukturisasi, ekonomi Meksiko telah menunjukkan stabilitas yang luar biasa
dan bahkan kemajuan moderat dalam beberapa tahun terakhir, dengan keuntungan
dalam pengurangan kemiskinan dan kemunculan kelas menengah.
Apa yang menonjol tentang kekerasan terkait obat-obatan di Meksiko
akhir-akhir ini adalah sejauh mana upaya perubahan politik dan upaya melawan
narkotika telah benar-benar meningkatkan persaingan di antara DTO, dan konflik
kekerasan di antara mereka. Upaya pemberantasan dan pemberantasan yang
menargetkan perdagangan obat-obatan di Meksiko dimulai lebih dari lima puluh
tahun yang lalu, namun untuk sebagian besar periode tersebut hanya ada beberapa
upaya serius untuk membongkar DTO utama. Memang, sampai tahun 1980an,
banyak operator kartel top saat ini hampir semuanya berakar pada operasi Sinaloa
yang sebagian besar tidak terganggu dalam aliansi longgar yang mengendalikan
komisi, atau plaza yang berbeda, untuk menyelundupkan narkoba ke AS dan
mendapat keuntungan dari lingkungan permisif sistem politik single-party
Meksiko yang terpusat memungkinkan DTO untuk menciptakan jaringan korupsi
berbasis sistem yang menjamin hak distribusi, akses pasar, dan bahkan
50
perlindungan resmi pemerintah untuk pedagang obat bius sebagai ganti suap yang
menguntungkan.
Pejabat Meksiko sekarang ingin mematahkan DTO utama menjadi
potongan-potongan yang lebih kecil, mengubah ancaman keamanan nasional
menjadi masalah keamanan publik. Namun, yang lebih kecil tidak berarti lebih
mudah dikelola. Karena kelompok kriminal terorganisir telah melakukan
fraksionalisasi dan desentralisasi, hasilnya adalah pola konflik kekerasan yang
jauh lebih kacau dan tidak dapat diprediksi. Pada tahun 1990an ada empat DTO
utama, hari ini setidaknya ada tujuh kelompok DTO (Diego Eparza, 2012).
C. Kebijakan Amerika Mengenai Narkoba
Meskipun sejak Richard Nixon dan Nancy Reagan memproklamirkan
perang terhadap narkoba, AS selalu berjuang dalam membentuk suatu kebijakan
tentang narkoba dalam rangka melindungi generasi muda AS dari bahaya
kecanduaan akan narkoba dan alkohol. Diakhir tahun 1990an undang-undang
untuk melarang rokok opium yang dibawa oleh pekerja dari china mulai
diterapkan, pemerintah juga mulai menerapkan beberapa hukum dan kebijakan
untuk membatasi penyalahgunaan akan narkoba dan alkohol di AS dimana
sebenarnya hukum dan kebijakan yang serupa telah dikembangkan sejak tahun
1880an untuk membendung akan penawaran dan permintaan terhadap obat-obatan
terlarang, distribusi dan ketersedian resep yang kemudian pada tahun 1920
pemerintah AS telah menetapkan larangan terhadap produksi, distribusi, dan
51
konsumsi semua minuman beralkohol yang kemudian menjadi pemerintahan
waktu itu gemar berkampanye tentang perang terhadap narkoba yang terus
menjadi masalah yang serius di AS sampai sekarang (Abuse, 2013).
Tahun 1875 merupakan awal dari kebijakan pemerintah AS untuk
melarang penggunaan obat-obatan terlarang secara berlebihan dimana pada tahun
tersebut dibentuknya aturan tentang penggunaan opium dikota San Fransisco yang
membuat penggunaan opium berlebihan adalah sebuah pelanggaran. Setelah
munculnya sentimen anti orang China pada tahun 1881, pembatasan penggunaan
opium mulai diberlakukan di seluruh wilayah California. Akan tetapi kebijakan
tersebut belum terlalu efektif dalam mengurangi penyalahgunaan opium di
California, menyadari hal tersebut pihak berwenang segera menerapkan tarif pada
opium yang di impor dari Tiongkok melalui pelabuhan meskipun penyelundupan
masih terjadi di wilayah tersebut dan penjualannya merupakan hal yang illegal di
California pada waktu itu dan pemerintah California mulai melakukan
penangkapan terhadap para penjual opium meskipun hukumannya hanya sebatas
denda dan dalam beberapa kasus berhasil menyeret penjual opium ke penjara
(Alcohol, 2013).
Pada tahun 1907 wilayah California mulai mengesahkan undang-undang
tentang ilegalnya penjualan non-resep opium dan kokain juga peningkatan
penegakan hukum terhadap pelaku-pelaku penjualan narkoba jenis tersebut.
Sebagai pelopor strategi penegakan hukum narkoba yang modern, para petugas
dikirim untuk menyusup ke wilayah-wilayah dengan budaya penggunaan opium
dan kokain demi mendapatkan informasi yang akurat tentang penyalahgunaan
52
barang tersebut, akan tetapi dengan semakin tegas dan modernnya strategi
tersebut mengakibatkan munculnya penjualan dan penggunaan narkoba bawah
tanah dengan demikian para pecandu narkoba semakin mudah dalam
mendapatkan kokain dan opium. Menindaklanjuti apa yang dilakukan oleh
pemerintah California, akhirnya pada tahun 1914 kongres Amerika mengesahkan
The Harrison Act yaitu undang-undang federal pertama dimana di dalamnya
diatur bahwa penggunaan narkotika tanpa resep merupakan salah satu tindakan
kriminal di AS. The Harrison Act melarang penggunaan kokain, heroin, opium
dan morfin akan tetapi barang lainnya seperti ganja, amfetamin, barbitura dan
obat-obatan halusiongen lainnya belum termasuk dalam undang-undang tersebut.
Selama puluhan tahun upaya untuk membatasi perdagangan obat-obatan
terlarang diikuti dengan statistik kecanduan obat menigkat di AS, Presiden Nixon
menandatangani sebuah hukum yang komprehensif tentang penyalgunaan obat-
obatan dan pencegahannya juga sebagain kontrol terhadap The Harrison Act
undang-undang baru ini sekaligus mengamandemen undang-undang sebelumnya
dimana menurut U.S News and World Report:
"The Controlled Substances Act of 1970 consolidates over fifty federal
narcotic, marijuana and dangerous drug laws into one law designed to control
the legitimate drug industry and to curtail importation and distribution of illicit
drugs throughout the United States" (Alcohol, 2013).
Dengan undang-undang baru tersebut maka lebih dari 50 jenis obat-obatan
yang pada undang-undang sebelumnya masih legal menjadi ilegal dan
53
penjualannya tanpa resep merupakan sebuah tindakan kriminal. Dalam undang-
undang tersebut dijelaskan mengenai klasifikasi obat-obatan yang dibagi menjadi
dua, yang pertama yaitu obat-obatan yang tidak memiliki nilai medis dan
memiliki potensi penyalahgunaan termasuk dalam kategori satu ini yaitu ganja
dan heroin. Yang kedua yaitu obat-obatan yang mengandung nilai medis dan
rentan terhadap penyalahgunaan termasuk dalam kategori ini yaitu morpin dan
kokain. Seperti The Harrison Act, Controlled Act of 1970 berfokus terutama pada
sisi suplay distribusi narkoba dan hukuman yang terlibat dalam hal kepemilikan
dan distribusi obat-obatan terlarang akan tetapi dalam Controlled Act ini tidak
adanya perhatian yang lebih terhadap pecandu dan penurunan angka permintaan
terhadap obat-obatan terlarang tersebut.
Pada era 1980-1990an dengan menigkatnya angka penderita penyakit
HIV/AIDS dan muncul kembalinya crack kokain berpengaruh besar terhadap
program ―War on Drugs‖ pemerintah federal, dimana penggunaan jarum suntik
untung mengkonsumsi narkoba meningkatkan penggunanya terhadap resiko
penyakit HIV dan untuk meningkatkan kesadaran akan hal tersebut kongres
mengesahkan undang-undang penyalahgunaan anti-narkoba pada tahun 1986 dan
meningkatkan dana hibah untuk layanan kecanduan dan untuk penelitian penyakit
HIV/AIDS. Selanjutnya pada tahun 1988 kongres kembali mengalokasikan dana
untuk sekolah berbasis program pendidikan dan untuk pengobatan
penyalahgunaan obat-obatan dengan fokus peningkatan perhatian pada pemakaian
narkoba menggunakan jarum suntik yang bisa menyebabkan penularan penyakit
HIV/AIDS.
54
Masalah mengenai crack kokain ditangani berbeda oleh pemerintah,
dimana barang tersebut menjadi alternatif yang lebih murah dibandingkan kokain
biasa dan begitu popular dikalangan masyarakat menengah kebawah dan
hukumannya langsung penjara buka pengobatan, hal ini yang menjadikan salah
satu strategi pra pembuat hukum untuk menyerang satu sama lain dimana dengan
mudahnya menghukum dan memenjarakan para pemakai akan menyebabkan
kenaikan angka penghuni penjara bahkan bisa saja membludak dan ini masih
dijadikan pembahasan sampe saat ini di para anggota pembuat hukum (Alcohol,
2013).
Kemudian pada masa pemerintahan Presiden Obama, The Office of
National Drug Control Policy menawarkan pemerintah federal insiatif yang
mendukung pemulihan pada komunitas yang meliputi:
1. Access to Recovery (ATR): penyalahgunaan obat-obatan dan
administrasi layanan kesehatan mental (SAMSHA) yang merupakan
program pemberian hibah yang kompetitif untuk negara-nagara bagian
untuk mengiplementasikan sistem voucher untuk mengurangi kecanduan
menggunakan pengobatan dan pemulihan layanan dukungan.
2. Recovery Community Services Program (RSCP): SAMSHA
memberikan program yang mendanai organisasi-organisasi untuk
menyediakan layanan pemulihan bagi masyarakat yang mencari
program pemulihan dari kecanduan alkohol dan narkoba, sejak dimulai
55
pada tahun 1998, RSCP telah menjadi layanan pemulihan ungguan di
berbagai organisasi masyarakat.
3. Targeted Capacity Expansion-Local Recovery-Oriented Systems of
Care (TCE-ROSC): SAMHSA’s Targeted Capacity of Expansion
(TCE) Local Recovery-Oriented Systems of Care (TCE-Local ROSC)
grants assist in the development of Recovery-oriented Systems of Care
(ROSC) at a local level.
4. Partners for Recovery (PFR): yang merupakan sebuah inisiatif dari
SAMSHA yang mendukung pengembangan kebijakan yang
berorientasi pemulihan, sistem dan layana yang juga melibatkan para
stakeholder termasul agen-agen federal, negara bagian, pemerintah
daerah, asosiasi pedagang, kelompok berbasis keyakinan, perawat,
pekerja sosial dan dukungan penyedia layanan pemulihan.
5. Addiction Technology Transfer Center (ATTC) Network:
SAMSHA CSAT mendanai 14 jaringan dai daerah ATTCs, yang
memberikan bantuan teknis dan pelatihan untuk negar bagian, jaringan
tersebut menerbitkan panduan, toolkit dan monograf yang mendukung
pengobatan dan pemulihan sistem dan layanan, ini termsuk berbagai
publikasi mengenai topik-topik khusus pemulihan. Setiap ATTCs telah
mendirikan tim implementasi ROSC untuk membantu negara bagian
dalam melaksanakan ROSC.
56
6. U.S. Department of Education Higher Education Center for Alcohol,
Drug Abuse, and Violence Prevention: menyediakan dukungan untuk
upaya pencegahan dan penggunaan alkohol, obat lain, dan kekerasan di
kampus secara nasional, yang dalam hal ini membantu perguruan tinggi
dan Universitas dalam mengembangkan strategi untuk mengubah
budaya kampus, pembinaan lingkungan yang mempromosikan gaya
hidup sehat dan mendukung pemulihan dan mencegah penggunaan
alkohol dan obata-obatan lainnya (Alcohol, 2013).
Demikianlah penjelasan tentang sejarah dan kebijakan narkoba di AS.
Dengan kondisi tersebut, tentunya adalah menarik untuk menganalisis bagaimana
kebijakan yang diambil oleh pemerintah AS dalam menanggulangi drugs
trafficking di AS. Hal tersebut akan penulis analisis pada bab selanjutnya.
90
BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
Perdagangan narkoba di dunia internasional telah menyebar ke berbagai
belahan dunia sebagai akibat dari adanyaa kemudahan dalam bertransaksi antara
konsumen dan produsen. Hasil riset yang dilakukan oleh Bovin menunjukkan
bahwa struktur internasional mempengaruhi jaringan perdagangan narkoba
internasional . Struktur ekonomi dunia sendiri menciptakan kelas-kelas negara
yang di teorikan dalam perspektif sistem dunia (world system) sebagai negara-
negara inti dan negara periferi. Negara-negara inti adalah negara-negara maju,
sementara egara-negara periferi adalah negara-negara yang sdang berkembang.
Dalam hal ini, negara berkembang selalu berada di posisi yang paling
lemah daripada negara-negara maju dikarenakan negara berkembang memiliki
keterbatasan dalam banyak hal. Negara berkembang berusaha untuk menciptakan
komoditas yang dapat dijual dengan harga tinggi, tetapi dengan biaya produksi
yang rendah. Hal ini dilakukan oleh negara berkembang agar dapat mengimbangi
perdagangan di negara maju yang bisa menjual barang dengan harga tinggi di
negara berkembang. Gambaran penanganan drugs trafficking di AS pada era
presiden Obama dalam konsep RAM dapat dilihat dari beberapa kebijakan yang
diambil dengan pencapaian yang berbeda-beda. Melaluli kerjasama WACSI
91
pemerintah AS membentuk kerjasama AIRCOP dan CCP untuk mengurangi
masuknya narkoba dari beberapa negara pemasuk dari afrika. Kemudian pada
masa pemerintahan Obama, AS serikat mengganti kerjasama Plan Kolombia
menjadi Peace Kolombia dengan sumbangan dana sebesar 450 juta dolar pada
tahun 2017, dimana kolombia merupakan negara pemasok heroin ke AS.
Sementara itu pada kerjasama dengan meksiko melalui Merida Initiatives
menghasilkan beberapa pilar yang diantaranya sumbangan dana sebesar 290 juta
dolar untuk membantu pemerintah meksiko mengurangi pasokan narkoba ke AS.
Terakhir melalui kerjasama dengan Brazil, pemerintah AS membantu Brasil
dalam program pencegahan narkoba.
Hal ini dilakukan untuk membantu kekurangan armada Brasil dalam
menangani organisasi kriminal internasional. Untuk bantuan keuangan, Brasil
memperoleh 1 juta Dollar pada tahun 2010, kemudian 1 juta dolar lagi pada tahun
2011, serta bertambah menjadi 2,9 juta dolar pada tahun 2012.
Walaupun masalah drugs trafficking menjadi masalah yang selalu melekat
di AS dan tidak pernah menghilang sepenuhnya, namun data menunjukan
kebijakan-kebijakan yang dirancang oleh Obama mampu mengurangi angka drugs
trafficking. Hal ini menunjukan bahwa Obama sebagai presiden AS mampu
merancang kebijakan yang secara jelas bukan hanya melawan drugs trafficking,
namun mencegah kejahatan itu berkembang di waktu yang akan datang.
92
B. Saran
Melalui penelitian penulis dapat memberikan saran baik kepada para
pemangku kepentingan (stakeholder) atau rezim penanggulangan drugs
trafficking masing-masing adalah sebagai berikut:
a. Kepada para stakeholder penangulangan drugs trafficking hendaknya
diperlukan kebijakan-kebijakan luar negeri dalam skala yang lebih luas sebagai
bentuk pro-aktif sekaligus preventif dengan harapan agar terbentuk sebuah agenda
penanganan drugs trafficking sebagai isu internasional hal ini dikarenakan drugs
trafficking merupakan salah satu kejahatan transnasional yang dapat mengancam
keamanan suatu negara.
b. kepada para akedemisi diperlukan juga penelitian lebih lanjut tentang
kebijakan AS dalam mengatasi drugs trafficking.
93
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
Cipto, B. (2007). Hubungan Internasional di Asia Tenggara: Teropong Terhadap
Dinamika, Kondisi Rill dan Masa depan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Dougherty, J. E. (1981). The Configuration of the Global System. Issues in
Global Politics.
Dougherty, J. E. (1981). The Configuration of The Global System. London: The
Free Press.
Heywood, A. (2011). Global Politics: The State and Foreign Policy in Global
Age. New York: Palgraff.
Holsti, K. (1998). Politik Internasional untuk Kerangka Analisis. Jakarta: PT.
Erlangga.
Jack C. Plano, R. (1999). Kamus Hubungan Internasional. Jakarta: Putra A
Bardin.
Jack C. Plano, R. O. (1999). Kamus Hubungan Internasional. Jakarta: Putra A
BArdin.
Mas'oed, M. (1989). Studi Hubungan Internasional: Tingkat Analisis dan
Teoritisasi. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.
Parasian, S. (2011). Globalisasi Peredaran Narkoba dan penanggulangannya di
Indonesia. Jakarta: Yayasan Wajar Hidup.
Robert Jackson, G. S. (2013). Introduction to INternational Relations Theories
and Approach. London: oxford University Press.
Rudy, T. M. (2003). Hubungan Internasional Kontemporer dan Masalah Masalah
Global . Bandung: PT. Rafika Aditama.
Sudarto. (1995). Metode penelitian Filsafat. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Sugiyono. (2014). Metode penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
Synom, C. C. (1994). Qualitative Methods in Organizational Research. London:
Sage Publication.
Tisch Sarah J, M. B. (1994). Dillema of Development Assistance: The What, why,
and Who of Foreign Aid. United States of America: Westview Press.
Warsito, T. (1998). Teori-Teori Politik Luar Negeri, keterbatasan dan
relevansinya. Yogyakarta: BIGRAF.
Winarno, B. (2014). Isu-Isu Global Kontemporer. Yogyakarta: CAPS.
Yin, R. (2009). Case Study Research: Design and Method. London: Sage
Publication.
JURNAL
Bachri, B. S. (2010). Meyakinkan Data Melalui Trianggulasi pada Penelitian
Kualitatif. Jurnal Teknologi Pendidikan, 17.
94
Boister, N. (2003). Transnational Criminal Law. European Journal of
International Law.
Crime, U. O. (2004). United Nations Convention against Transnational Organized
Crime and The Protocol Thereto. United Nation, 92.
Department, S. (2012). Fiscal Year. Washington: Congressional Budget
Justification for Foreign Operations.
Diego Eparza, A. U. (2012). The History of Mexican Drug Policy. western
political science association, 34.
GAO. (2010). Merida Initiatives: The United States has Provide Counternarcotics
and Anticrime Support but Needs Better Performance Measures. United
States Government Accountability.
Gratius, S. (2012). EUROPE AND LATIN AMERICA: COMBATING DRUGS
AND DRUG TRAFFICKING. European Parliament: Directorate-
General For External Policies, 27.
Harry E Vanden, G. P. (2006). Politics of Latin America: The Power Game. 1.
Ionel, S. (2016). Transnational Organized Crime an (Inter)National Perspective.
Journal of Resources Management, 18.
Laksmi, K. T. (2013). Kerjasama Pemerintah Amerika Serikat dalam Upaya
Penanggulangan Narkoba di Nigeria. jurnal Universitas Udayana, 14.
Rosen, L. W. (2015). International Drug Control Policy: Background and U.S
Responses. Congressional Research Service, 42.
Samosir, F. R. (2015). Dampak Kerjasama Merida Initiative Terhadap
Penanggulangan Peredaran NArkoba di Meksiko tahun 2007-2012. Jurnal
Transnasional vol 6, 19.
Seelke, C. R. (2017). U.S-Mexican Security Cooperation: The Merida Initiatives
and Beyond. Congresional Research Service.
Shirk, D. A. (2011). The Drug War in Mexico. Council on Foreign Relation, 35.
Yong-an, Z. (t.thn.). Asia, International Drug Trafficking and US-China
Counternarcotics Cooperation. Brooking.edu.
INTERNET
Abuse, D. (2013). Drug Policy and History. Dipetik Januari 22, 2018, dari
drugabuse.net: http://www.drugabuse.net/drug-policy/.
Alcohol, Q. (2013). Alcohol and Drug Abuse. Dipetik Januari 22, 2018, dari
auitalcohol.com: http://www.quitalcohol.com/information/alcohol-and-
drug-abuse-u-s-government-policies-and-actions.html.
Bovin, R. (t.thn.). Drugs Trafficking Networks iin the World Economy. Dipetik
Februari 22, 2018, dari www.erdr.org: http://www.erdr.org/texes/boivin-
Christiatuti, N. (2016, April 21). As Temukan NArkoba Rp 289 M di Terowongan
bawah tanah perbatasan Meksiko. Dipetik July 19, 2017, dari Detik.com:
http://news.detik.com/internasional/3193427/as-temukan-narkoba-rp-289-
m-di-terowongan-bawah-tanah-perbatasan-meksiko
Crime, U. N. (t.thn.). Drugs Trafficking. Dipetik februari 22, 2018, dari
(http://www.unodc.org/unodc/en/drug-trafficking/index.html)
95
DEA. (2011). Drug Trafficking in the US. Dipetik July 19, 2017, dari DEA.gov:
https://www.dea.gov/index.shtml
drugpolicy. (2013). The Drug War Across Borders: Us Drugs Policy and Latin
America. Dipetik 2018, dari drgpolicy.org:
http://www.drugpolicy.org/docUploads/fact_sheet_borders.pdf
Fraczek, J. (t.thn.). Perdagangan Narkoba di Eropa. Dipetik Februari 22, 2018,
dari dw.de: (http://www.dw.de/perdagangan-narkoba-di-eropa/a-
16568806).
House, t. W. (2016). A drug policy. Dipetik Februari 22, 2018, dari
obamawhitehouse.gov:
https://obamawhitehouse.archives.gov/node/287066
INCSR. (2012). Narcotics and Law Enforcement Affairs. Dipetik Februari 22,
2018, dari state.gov: http://www.state.gov/j/inl/rls/nrcrpt/2012/index.htm;
Kaufman, G. (2015, Oktober 12). PRESIDENT OBAMA SAYS IT'S TIME TO
END THE WAR ON DRUGS AND START THE WAR ON
ADDICTION. Dipetik Februari 22, 2018, dari mtv.com:
http://www.mtv.com/news/2356281/president-obama-addiction-
prescription-pills-heroin/
NIDA. (2013). Nationwide trends. Dipetik July 19, 2017, dari drugabuse.gov:
https://www.drugabuse.gov/publications/drugfacts/nationwide-trends
NIDA. (2015). Ilicit Drug Use. Dipetik Januari 2, 2018, dari drugabuse.gov:
https://www.drugabuse.gov/publications/drugfacts/nationwide-trends
NIDA. (t.thn.). Nationwide Trends. Dipetik Februari 22, 2018, dari
Drugabuse.gov:
https://www.drugabuse.gov/publications/drugfacts/nationwide-trends.
Pratt, T. (2016, Maret 30). Obama: 'Drug addiction is a health problem, not a
criminal problem'. Dipetik Februari 22, 2018, dari Theguardian.com:
https://www.theguardian.com/us-news/2016/mar/29/barack-obama-drug-
addiction-health-problem-not-criminal-problem
Serenity. (2016, February 17). The History of Drug Use in The United States.
Dipetik July 19, 2017, dari Serenityrecovery.com:
http://www.serenityrecovery.com/the-history-of-drug-use-in-the-united-
states/
Serenity. (2016). The History of Drugs Use in The United States. Dipetik Januari
05, 2018, dari Serenityrecovery.com:
http://www.serenityrecovery.com/the-history-of-drug-use-in-the-united-
states/
States. (2008). Index. Dipetik Februari 22, 2018, dari state.gov:
http://www.state.gov/t/pm/index.htm.
Telefus, B. Z. (t.thn.). A Paradigm Shift in the War on Drugs? Obama's Drug
Policy in Perspective. Dipetik September 22, 2017, dari idc.ac.il:
https://www.idc.ac.il/en/schools/government/uselections/Documents/Telef
us-Ben-Zion.pdf
Toosi, N. (2016, April 02). Obama reveals plans to boost aid to Colombia to $450
million. Dipetik februari 22, 2018, dari politico.com:
https://www.politico.com/story/2016/02/obama-colombia-aid-217640
UNDOC. (2011). Drug Trafficking. Dipetik July 19, 2017, dari UNDOC.org:
https://www.unodc.org/unodc/en/drug-trafficking/index.html
96
UNESCAP. (2011). “Expert Group Meeting on Preparations for the Ministerial
Conference on Transport. UNESCAP, 14-15.
UNODC. (t.thn.). “Misuse of Licit Trade for Opiate Trafficking in Western and
Central Asia". Dipetik Februari 22, 2018, dari unodc.org:
(http://www.unodc.org/document/data-and-
analysis/studies/Opiate_Trafficking_and_Trade_Agreements_english_web
UNODC. (2004). The Protocol Thereto. Dipetik Agustus 20, 2017, dari
UNODC.org:
Https://Www.Unodc.Org/Documents/Middleeastandnorthafrica/Organised
crime/United Nations Convention agains Transnational Organized Crime
and The Protocols Thereto.Pdf
UNODC. (2009). Opium Poppy Cultivation in South-East Asia. UNODC, 65.
UNODC. (t.thn.). The Translantic Cocain Market. Dipetik Februari 22, 2018, dari
unodc.org: http://www.unodc.org/documents/dat-and-
analysis/studies/transatlantic_cocaine_market.pdf.
UNODC. (t.thn.). Transnational Organized Crieme-The Globalized Illegal
Economy. Dipetik Desember 22, 2017, dari UNODC.org:
https://www.unodc.org/documents/toc/factsheets/TOC12_fs_general_EN_
HIRES.pdf.
Walther, M. F. (2011). National Drugs Intelegent Center. Dipetik July 19, 2017,
dari U.S Departmen of Justice:
https://www.justice.gov/archive/ndic/dmas/New_Mexico_DMA-
2011%28U%29.pdf
Yong-an, Z. (2002). International Drug Trafficking and U.S- China
Counternarcotics Cooperation. Dipetik Februari 22, 2018, dari
brookings.edu: http://www.brookings.edu/research/papers/202/02/drug-
trafficking-zhang).