kebijakan luar negeri pemerintah indonesia dalam …
TRANSCRIPT
KEBIJAKAN LUAR NEGERI PEMERINTAH
INDONESIA DALAM MERESPON PROTES
PEMERINTAH JEPANG TERKAIT PENERAPAN UU
MINERAL DAN BATUBARA
PERIODE 2014
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
oleh
Ash Shiddiq
1112113000021
PROGRAM STUDI ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2018 M/1439 H
iv
ABSTRAKSI
Penelitian ini fokus untuk memberikan analisa atas sebuah kebijakan luar
negeri yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia terhadap Pemerintah Jepang dalam
penyelesaian masalah ekonomi dan perdagangan. UU No. 4 Tahun 2009 yang
diterbitkan oleh Pemerintah Indonesia membawa dampak yang sangat signifikan bagi
masa depan perekonomian Jepang, terutama dalam sektor supply impor Nikel yang
digunakan sebagai bahan utama beragam usaha otomotif dan lainnya di sana. Pasca
penerbitan peraturan tersebut, ketergantungan Jepang yang sangat tinggi terhadap
bahan mentah Nikel dan jenis mineral lainnya dari Indonesia menemui banyak
kendala. Pemerintah Indonesia menginginkan adanya keuntungan yang lebih lewat
kebijakan hilirisasi mineral dan batubara di dalam negeri demi mencapai kepentingan
nasionalnya.
Kebijakan Indonesia dalam peraturan tersebut menjadi alasan kuat bagi
Pemerintah Jepang mengancam dan melaporkan Indonesia ke Badan Penyelesaian
Sengketa WTO karena dianggap melanggar aturan dan prinsip keanggotaan WTO. Di
sisi lain, Jepang sebagai mitra strategis dalam sejarah hubungan diplomatik
Indonesia, membuat Pemerintah Indonesia perlu merumuskan kebijakan luar negeri
dengan menggunakan pendekatan yang nantinya dapat lebih diterima secara baik oleh
Jepang dan hubungan antar keduanya akan terus terjaga.
Penelitian ini akan mengurai arah kebijakan luar negeri Pmeerintah Indonesia
dalam mengatasi problem hubungan antarnegara dalam kacamata konsep
Kepentingan Nasional (National Interest), dan pendekatan Konsep Model Proses
Organisasi (Organization Process Model). Beberapa perspektif yang akan membawa
Indonesia pada pilihan kebijakan diplomasi yang terbilang efektif dan dapat diterima
secara baik oleh Jepang.
Kata Kunci: Indonesia, Jepang, UU No. 4 Tahun 2009, National Interest,
Organization Process Model.
v
KATA PENGANTAR
Sudah selayaknya rasa syukur terhatur tulus kehadirat Allah subhaanahu wa
ta’ala Tuhan semesta alam, atas berkat karunia iman, Islam, kesehatan, dan juga
kesempatan yang tak terhingga sehingga saat ini penulis masih bisa merasakan
indahnya berproses dalam menambah cakrawala ilmu pengetahuan. Salam dan
salawat teriring penuh kasih kepada manusia teladan, ‘diplomat ulung’, guru
paripurna, Nabi Muhammad shallallaahu a’laihi wa sallam. Semoga kita selalu
mampu meneladani risalah kehidupan beliau dan seluruh manusia-manusia baik yang
berada di lingkarannya. Aamiin.
Karya ilmiah ini akan terasa sulit hadir tanpa adanya dukungan, nasihat, kritik,
saran, hingga bantuan yang berbentuk materil dari manusia-manusia hebat yang telah
menjadi pensupport utama bagi penulis. Kiranya untaian terima kasih yang
mendalam sangat pantas penulis sampaikan kepada manusia-manusia tersebut atas
dedikasi yang tinggi hingga skripsi ini dapat terwujud.
Manusia terhebat yang penulis sangat hormati dan cintai serta menjadi sosok
inspiratif sampai kapanpun. Dialah orang tua penulis, Almarhum Abi, Achmad
Seno Adji dan Umi tersayang, Lilis Retnowati. Dua orang paling berpengaruh
dalam kehidupan penulis. Terima kasih Ayah, Ibu atas keikhlasanmu mengayomi tiap
derap langkah kehidupan penulis. Baktiku untuk kalian akan selalu terus diusahakan
walau takkan mampu terbalaskan. Semoga Allah terus menjaga Ayah, Ibu, beserta
keluarga di rumah dalam sebaik-baiknya penjagaan.
vi
Selanjutnya, penulis juga sampaikan rasa takzim (hormat) dan apresiasi tinggi
kepada Bapak Fajri sebagai Dosen Pembimbing Skripsi penulis yang sangat baik
dan telah sabar membimbing saya sampai sejauh ini. Juga kepada semua rekan-
rekan yang terus mensupport saya hingga pada akhirnya Skripisi ini selesai.
Akhirnya, tiada gading yang tak retak, tiada manusia yang sempurna. Nasihat
dan iringan doa selalu penulis harapkan dari kalian semua. Penulis tetap berkeyakinan
bahwa sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi sesama.
vii
DAFTAR ISI
ABSTRAK ..................................................................................................................iv
KATA PENGANTAR ................................................................................................v
DAFTAR ISI .............................................................................................................vii
DAFTAR TABEL.......................................................................................................ix
DAFTAR GAMBAR...................................................................................................x
DAFTAR SINGKATAN............................................................................................xi
DAFTAR LAMPIRAN.............................................................................................xii
BAB I PENDAHULUAN
A. Pernyataan Masalah ...................................................................................1
B. Pertanyaan Penelitian ...............................................................................15
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................................15
D. Tinjauan Pustaka ......................................................................................16
E. Kerangka Teoritis ....................................................................................21
1. Kepentingan Nasional (National Interest) ..........................................23
2. Organization Process Model...............................................................26
F. Metode Penelitian.....................................................................................31
G. Sistematika Penulisaan.............................................................................33
BAB II POTENSI MINERAL DAN BATUBARA INDONESIA SERTA
PENERAPAN KEBIJAKAN UU NO. 4 TAHUN 2009
A. Potensi Mineral dan Batubara di Indonesia .............................................36
B. Manfaat Penerapan Kebijakan Undang-Undang No. 4 Tahun 2009
tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba) bagi
Indonesia ..................................................................................................62
BAB III KEBIJAKAN LUAR NEGERI JEPANG SEBAGAI RESPON ATAS
DIBERLAKUKANNYA PENERAPAN KEBIJAKAN UU
MINERBA
A. Protes dan Tekanan .................................................................................59
B. Diplomasi Pemerintah Jepang .................................................................62
C. Pelaporan kepada Mahkamah Arbritase WTO ........................................67
BAB IV ANALISA KEBIJAKAN LUAR NEGERI PEMERINTAH
INDONESIA DALAM MERESPON PENOLAKAN PEMERINTAH
JEPANG ATAS PENERAPAN KEBIJAKAN UU MINERBA
viii
A. Langkah–Langkah Konstruktif Pemerintah Indonesia dalam Merespon
Penolakan Jepang Terhadap Penerapan Kebijakan UU Minerba ............70
B. Kebijakan Luar Negeri Indonesia ke Jepang: Kepentingan Nasional dan
Perspektif Organization Process Model ..................................................87
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan...............................................................................................94
B. Saran.........................................................................................................99
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................xiii
LAMPIRAN-LAMPIRAN.......................................................................................xiii
ix
DAFTAR TABEL
Tabel II.A.1.I Mineral Logam Strategis ........................................................41
Tabel II.A.1.II Jumlah Sumber Daya dan Cadangan Mineral Logam ............42
Tabel II.A.2.I Produksi Tambang Batubara ...................................................46
Tabel II.A.2.II Ekspor Tambang Batubara 2009-2014 ...................................46
Tabel II.C.2.a.I Skema Peningkatan Nilai Tambah Nikel dan Tembaga .........53
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar II.C.2.b.I Peta Distribusi Pengolahan dan Pemurnian Mineral ..............54
xi
DAFTAR SINGKATAN
ASEAN Association of South East Asia Nations
WTO World Trade Organization
UU Undang-Undang
RI Republik Indonesia
UUD Undang-Undang Dasar
OPM Organization Process Model
IJEPA Indonesia Japan Economic Partnership Agreement
IUP Izin Usaha Pertambangan
GATT General Agreement on Tariffs and Trade
IUPK Izin Usaha Pertambangan Khusu
Minerba Mineral dan Batubara
OBP Organization Behavior Paradigm
SOP Standar Operating Procedure
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran A Transkrip Wawancara I ...............................................................xxiii
Lampiran B Transkrip Wawancara II ..............................................................xxxi
Lampiran C Transkrip Wawancara III ..........................................................xxxvi
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Pernyataan Masalah
Kegiatan usaha pertambangan pada jenis mineral dan batu bara merupakan satu
pembahasan yang strategis untuk dikaji. Hal ini didasari bahwa industri
pertambangan memiliki daya tarik bagi banyak kalangan pengusaha bisnis,
disebabkan bisnis di bidang pertambangan dianggap suatu bisnis yang memiliki nilai
ekonomi tinggi dan keuntungan besar bagi para pelakunya.1 Namun dibalik itu semua
kegiatan usaha di bidang pertambangan merupakan suatu bidang bisnis yang
mempunyai tingkat resiko tinggi, modal besar, dan menggunakan teknologi modern,
sehingga tidak semua orang atau pengusaha mampu melakukan kegiatan usaha
pertambangan dalam produksi dengan skala yang besar (Industry scale).2
Dunia internasional mengakui bahwa Indonesia merupakan negara dengan
potensi bisnis pertambangan yang sangat besar. Faktanya Indonesia merupakan salah
satu eksportir mineral dari jenis tembaga, nikel, timah dan batu bara terkemuka di
dunia. Selain itu, Indonesia juga dikenal sebagai salah satu produsen utama emas, gas
alam, dan bauksit. Namun, sayangnya semua barang tambang masih diekspor dalam
kondisi yang sangat mentah dengan harga jual yang sangat rendah. Lain jika
1Deni Bakri, “Hak Penguasaan Negara Dalam Bidang Pertambangan Mineral dan Batu bara”,
(Depok: Universitas Indonesia, 2013), 1. 2Bakri, Hak Penguasaan Negara Dalam Bidang Pertambangan Mineral dan Batu bara, 1.
2
Indonesia mengekspor mineral dan batu bara yang sudah memasuki tahap pemurnian,
tentunya harga jualnya menjadi lebih tinggi.3
Oleh karena itu, sumber daya alam yang melimpah seperti mineral logam,
bukan logam, batu-batuan, dan batu bara yang tersebar diseluruh wilayah Indonesia
seyogyanya dapat dikelola secara bijak dan dioptimalkan berdasarkan asas
kebermanfaatan, keadilan dan keseimbangan serta keberpihakan kepada kepentingan
nasional.4 Karena secara teoritis suatu negara yang memiliki kekayaan alam tentu
dapat menopang tingkat pembangunan ekonomi dan mewujudkan kesejahteraan
masyarakatnya, bilamana dalam pengelolaannya dilakukan secara baik dan benar.
Dalam rangka menunjukan keseriusannya, Pemerintah Indonesia pada 12 Januari
2014 telah memberlakukan Undang-Undang No. 4 tahun 2009 tentang Mineral dan
Batu bara (UU Minerba)5.
Secara historis, UU Minerba diterbitkan demi melakukan perubahan dasar pada
UU Nomor 11 tahun 1967 yang menganut sistem kontrak karya. Perubahan mendasar
tersebut bertujuan untuk memperbaiki dan memperkuat kembali posisi Pemerintah
Indonesia menjadi pemegang penuh atas hak penguasaan pertambangan6 mineral dan
3Indra Tauhid dkk, “Optimalisasi Penerimaan Negara Sektor Minerba”, ESDMMAG, edisi 03
2014, 14-16. 4Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Perdagangan, Analisis Dampak Kebijakan
Larangan Ekspor Raw Material Tambang Mineral dan Batu bara. (Jakarta: Pusat Kebijakan
Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan RI, 2015) [database on-line]; tersedia di
http://www.kemendag.go.id/files/pdf/2015/02/02/analisis-dampak-kebijakan-1422852872.pdf.;
diunduh pada 10 Juni 2016. 5Bakri, Hak Penguasaan Negara Dalam Bidang Pertambangan Mineral dan Batu bara, 3. 6Sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka penelitian, pengelolaan, dan
pengusahaan mineral atau batu bara yang meliputi penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan,
konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan
pasca tambang.
3
batu bara di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).7 Selain
itu, UU Minerba telah mewajibkan bagi para pemegang Izin Usaha Pertambangan
(IUP) Operasi Produksi dan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) untuk
melakukan peningkatan nilai tambah mineral dan batu bara melalui pengolahan dan
pemurnian di dalam negeri. Dengan kata lain, para pemegang IUP dan IUPK
diwajibkan menambah investasinya untuk membangun industri hilirisasi (pabrik
smelter) atau melakukan pemurnian mineral dan batu bara sampai dengan kadar yang
telah ditetapkan oleh peraturan sebelum di ekspor. Jika hal tersebut tidak dilakukan
maka pemerintah akan mencabut izinnya sehingga tidak bisa lagi beroperasi.
Ketentuan tersebut termaktub pada pasal 103 dan 170 dengan bunyi sebagai berikut8:
Pasal 103
Pemegang IUP dan IUPK Operasi Produksi wajib melakukan pengolahan dan
pemurnian hasil penambangan di dalam negeri
Pasal 107
Pemegang kontrak karya sebagaiman dimaksuddalam pasal 169 yang sudah
berproduksi wajib melakukan pemurnian sebagaiman dimaksud dalam Pasal
103 ayat (1) selambat-lambatnya 5 (lima) tahun sejak Undang-Undang ini
diundangkan.
Kebijakan lain yang diatur dalam UU Minerba yang juga mengandung aspek
kebijakan luar negeri sehingga memberikan dampak yang signifikan pada
perdagangan komoditas pertambangan mineral dan batu bara ditingkat global adalah
pelarangan ekspor barang mentah (baku) berupa bijih (ore) dari seluruh jenis
pertambangan mineral dan batu bara. Adapun enam komoditas utama pertambangan
7Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Perdagangan Kementerian Perdagangan RI,
Analisis Dampak Kebijakan Larangan Ekspor Raw Material Tambang Mineral dan Batu bara. 8Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan
Batu bara. Pasal 103 dan Pasal 107.
4
mineral dan batu bara yakni emas, nikel, bauksit, bijih besi, tembaga, timah dan batu
bara. Kebijakan ini termaktub dengan jelas pada Pasal 13 ayat 1, adapun bunyi pasal
tersebut adalah sebagai berikut9:
Pasal 13 Ayat 1
Pemegang IUP Operasi Produksi tembaga, IUPK Operasi Produksi tembaga,
dan IUP Operasi Produksi Khusus untuk pengolahan dan/atau pemurnian
tembaga serta IUP Operasi Produksi khusus untuk pengangkutan dan
penjualan yang menjual komoditas tambang tembaga, termasuk produk
samping atau sisa hasil pengolahan dan/atau pemurnian berupa lumpur anoda
dan tembaga telurid ke luar negeri wajib memenuhi batasan minimum
pengolahan dan/atau pemurnian komoditas tambang mineral logam
sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Pada dasarnya UU Minerba merupakan bentuk pengejawantahan atas amanat
Pasal 33 Undang Undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa bumi dan air dan
kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan
sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Lebih dalam lagi, bahwa aturan-aturan
yang terkandung dalam UU Minerba sangat memperhatikan unsur perlindungan
lingkungan hidup dan kedaulatan atas kekayaan sumber daya alam yang ada didalam
wilayah hukum pertambangan NKRI, serta adanya aturan yang mengandung unsur
kebijaksanaan dalam melakukan pengelolaan (penggunaan) sumber daya alam yang
tidak terbarukan.
Para ahli pertambangan Indonesia juga menilai bahwa penerapan UU Minerba
merupakan wujud dari kepentingan nasional yang memberikan dampak positif bagi
berbagai aspek, terutama untuk peningkatan nilai tambah setiap jenis mineral dan
9Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan
Batu bara. Pasal 13 Ayat 1.
5
batu bara sehingga memperbesar postur pendapatan negara. Selain itu, UU Minerba
juga secara konkret mendorong investasi lokal maupun asing dalam membangun dan
mengembangkan teknologi industri hilirisasi pertambangan minerba (smelter) di
Indonesia.10
Untuk melihat sejauh mana UU Minerba memberikan dampak yang cukup
signifikan dalam memberikan nilai tambah pada setiap jenis mineral dan batu bara,
maka para ahli pertambangan memberikan contoh pada satu jenis ekspor mineral dari
jenis bijih bauksit. Pada periode Januari hingga November tahun 2013, ekspor bijih
bauksit Negara Indonesia telah mencapai 47,01 juta ton dengan penerimaan terhadap
Indonesia sebesar US$ 40 per ton. Artinya, secara keseluruhan Indonesia
mendapatkan pemasukan sebesar US$ 1,88 Milyar. Namun, jika saja bijih bauksit
tersebut memasuki tahap pemurniaan (diolah menjadi barang setengah jadi) terlebih
dahulu maka penerimaan yang didapat oleh Indonesia bisa mencapai 10 kali lipat. Hal
itu berarti pendapatan yang akan diterima adalah US$ 400 per ton dikalikan dengan
jumlah pencapaian 47,01 juta ton yaitu menjadi US$ 18,8 Milyar. Terdapat perbedaan
yang sangat signifikan, maka tidak heran apabila Indonesia selalu mengalami defisit
anggaran setiap tahunnya akibat kurangnya pendapatan.11
Penerapan kebijakan UU Minerba yang mengintervensi pelaku pasar faktanya
memiliki berbagai tantangan besar yang datang dari dalam maupun luar negeri dalam
pelaksanaanya. Dengan kata lain dalam hal ini tidak semua pihak dapat secara bijak
10Teguh Y. Akasyah, “UU Minerba Tingkatkan Nilai Tambah Mineral,” [artikel on-line];
tersedia di http://www.itb.ac.id/news/4191.xhtml; Internet; diakses pada 10 Juni 2016. 11Akasyah, UU Minerba Tingkatkan Nilai Tambah Mineral.
6
menerima (menolak) keputusan Pemerintah Indonesia. Penolakan terbesar datang dari
negara-negara yang selama ini mendapatkan akses untuk menikmati pasokan bahan
baku untuk industri negaranya berupa tambang mineral dan batu bara mentah yang
didatangkan dari Indonesia. Namun demikian diantara semua negara yang
memberikan respon negatif dari penerapan kebijakan UU Minerba, Jepang
menjadi negara yang paling vokal menolak penerapan kebijakan UU Minerba.
Bahkan Pemerintah Jepang sampai memberikan ancaman akan mengadukan
Pemrintah Indonesia kepada Mahkamah Peradilan/Badan Penyelesaian Sengketa
WTO jika Pemerintah Indonesia tetap memberlakukan kebijakan UU Minerba.
Menurut Takayuki Ueda, Direktur Umum Industri Manufaktur Kementerian
Perdagangan Jepang, langkah-langkah sepihak Indonesia dalam menerapkan
kebijakan UU Minerba tidak sesuai dengan prinsip ketiga WTO yang tertulis
dalam GATT Artikel III yaitu The National Treatment Obligation. Prinsip
tersebut menyebutkan bahwa negara anggota dilarang mengenakan diskriminasi tarif
pajak di dalam negeri atau membuat kebijakan lain yang dapat menyebabkan manfaat
yang diperoleh dari penurunan tarif menjadi tidak berguna.12 Seperti yang dikutip dari
keterangan pers Kementerian Ekonomi, Perdagangan, dan Industri Pemerintah Jepang
(METI), meyakini kebijakan Indonesia dalam UU Minerba itu merupakan
12Erlangga Djumena, "Jepang Ancam Seret Indonesia ke WTO," [berita on-line], tersedia di
https://ekonomi.kompas.com/read/2012/06/12/15422779/Jepang.Ancam.Seret.Indonesia.ke.WTO;
Internet; diakses pada 17 Juni 2016.
7
pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan yang telah diatur WTO untuk
anggotanya.13
Penolakan Jepang atas penerapan kebijakan UU Minerba memang sangat
beralasan. Hal ini terkait beberapa industri besar yang menjadi tulang punggung
perekonomian Jepang seperti Industri Stainless Steel, Industri Hilirisasi (Smelter),
dan berbagai industri manufaktur lainnya terancam eksistensinya, karena selama ini
mereka menggantungkan sebagian besar pasokan bahan baku industrinya yaitu bijih
mineral dan batu bara melalui impor dari Indonesia.14 Dalam sebuah kesempatan,
Takayuki Ueda kembali menyatakan bahwa penerapan kebijakan UU Minerba telah
banyak menimbulkan kekhawatiran besar dikalangan Asosiasi Indusrti Pertambangan
Jepang. Setidaknya terdapat 53 perusahaan Jepang terancam melakukan pemutusan
hubungan kerja secara besar-besaran dan memungkinkan akan menghadapi kondisi
terburuknya, yaitu kebangkrutan.15
Oleh karenanya sejak diberlakukan UU Minerba, Pemerintah Jepang dengan
sigap mengambil tindakan untuk mengalihkan 50% impor kebutuhan mineral mentah
dari Indonesia ke Filiphina. Tindakan ini dilakukan demi mengantisipasi kondisi
darurat dan krisis pasokan bahan baku yaitu mineral mentah dari Indonesia yang
13Idris Rusadi Putra, “Jepang ngotot lobi Indonesia soal UU Minerba Indonesia,” [berita on-
line]; tersedia di http://www.merdeka.com/uang/jepang-ngotot-lobi-indonesia-soal-uu-minerba-
indonesia.html; Internet; diakses pada 17 Juni 2016. 14Franziska Killiches, “Fragmentation or Cooperation in Global Resource Governance? A
Comparative Analysis of the Raw Materials Strategies of the G20,” [research paper on-line]; tersedia
di https://www.swp-berlin.org/fileadmin/contents/products/research_papers/2013_RP01_hlp_mdn.pdf,
88; Internet; diakses pada 17 Juni 2016. 15Djumena, Jepang Ancam Seret Indonesia ke WTO.
8
melanda berbagai industri pertambangan di Jepang.16 Padahal menurut Tosiho
Nakamura, Manajer Umum Bahan Baku Logam Mitsui & Co17, bahwa tidak ada
negara lain yang mampu menggantikan posisi Indonesia dalam memenuhi pasokan
mineral mentah dan batu bara yang dibutuhkan oleh Jepang, baik secara kuantitas
maupun kualitas. 18
Selain mengakibatkan hilangnya pasokan mineral dan batu bara yang diperoleh
Jepang dari Indonesia, kebijakan UU Minerba juga mengakibatkan naiknya harga jual
mineral di pasar mineral internasional, terutama untuk jenis Nikel yang sangat
dirasakan oleh banyak pengusaha Jepang.19 Kebijakan UU Minerba memicu potensi
kenaikan harga nikel sebesar 17% menjadi US$ 20.000 per metrik ton. Hal ini
dikarenakan Indonesia merupakan salah satu negara utama pemasok kebutuhan bijih
nikel di dunia.20
Dengan demikian, secara tidak langsung dampak dari penerapan kebijakan UU
Minerba juga mengakibatkan meningkatnya biaya produksi pada industri stainless
steel tidak hanya di Jepang, tapi juga diseluruh dunia. Perlu kita ketahui bersama
bahwa Jepang merupakan negara yang dikenal sebagai rumah produsen stainless steel
16“Soal Larangan Eskpor Mineral Mentah, Jepang Ancam Laporkan Indonesia ke WTO,”
[berita on-line]; tersedia di http://www.gresnews.com/berita/politik/84627-soal-larangan-eskpor-
mineral-mentah--jepang-ancam-laporkan-indonesia-ke-wto-/#; Internet; diakses pada 18 Juni 2016 17 Mitsui & Co merupakan salah satu perusahaan Stainlees Steel terbesar di Jepang, yang sangat
bergantung dengan pasokan berbagai jenis ore mineral dan batu bara dari Indonesia, teruma ore nikel. 18Djumena, Jepang Ancam Seret Indonesia ke WTO. 19Putra, Jepang Ngotot Lobi Indonesia Soal UU Minerba Indonesia. 20Djumena, Jepang Ancam Seret Indonesia ke WTO.
9
terbesar di dunia yang membutuhkan bahan baku berupa bijih nikel.21 Kebutuhan
bijih nikel tersebut sebagian besar diimpor dari Indonesia. Selama ini industri
stainlees steel di Jepang mengimpor bijih nikel sebanyak 40 hingga 53% dari
Indonesia.
Menurut data yang dihimpun dan dikeluarkan oleh Kementerian Keuangan
Republik Indonesia, pada tahun 2011 Jepang mengimpor bijih nikel sebanyak 3,65
juta ton, dimana sebanyak 1,95 juta ton atau 53% didatangkan dari Indonesia. Pada
tahun selanjutnya, yaitu pada kuartal satu tahun 2012 dari total kebutuhan nikel di
Jepang yang mencapai 437.100 ton, sebanyak 221.390 tonnya didatangkan dari
Indonesia. Selain mineral, kebutuhan Jepang akan batu bara juga cukup besar, dimana
sebanyak 20% (116,5 juta ton) diimpor dari tambang Batu bara di Indonesia. Batu
bara tersebut digunakan sebagai salah satu sumber energi untuk menghidupkan
banyak industri di Jepang termasuk di dalamnya industri stainless steel dan
manufaktur.22
Maka tidak mengherankan apabila implementasi UU Minerba telah menjadi
permasalahan yang sangat serius bagi Pemerintah Jepang. UU Minerba seperti
menjadi batu besar yang akan mengganjal perputaran roda perekonomian Jepang baik
secara mikro maupun makro. Dalam menghadapi permasalahan ini pada akhirnya
21Ignatia Oktavia Simorangkir, “New Guidance on the Processing and Refining of Mining
Producs, Budiarto Law Partnership Newsletter 005” [artikel on-line], tersedia di
https://www.blp.co.id/newsletters/BLP%20Newsletter%20005%20-%20March%202014.pdf.; internet;
diakses pada 20 Juni 2016. 22Setiawan Sigit, “Kebijakan Stimulus Abeconomics Jepang: Dampak terhadap dan Jepang
Kajian Ekonomi Keuangan Volume 18 Nomor 2”, [artikel on-line], tersedia dalam
http://www.fiskal.kemenkeu.go.id/Kliping/KEK/2014/volume-18-no-2/index.html.; internet; diakses
pada. 21 Juni 2016.
10
Pemerintah Jepang mengambil langkah besar dengan memusatkan
perhatiannya terhadap upaya diplomasi untuk menegoisasi penerapan
kebijakan UU Minerba yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia. Upaya
negoisasi menjadi salah satu Kebijakan Luar Negeri yang Pemerintah Jepang
ambil. Sikap penolakan terhadap penerapan kebijakan UU Minerba serta
mengancam akan membawa persoalan ini untuk diselesaikan di Mahkamah
Abritase atau Dispute Settlement Body (DSB) WTO juga merupakan bentuk
salah satu kebijakan luar negeri yang diambil oleh Pemerintah Jeapng.
Aksi penolakan yang juga bernada ancaman dari Pemerintah Jepang dengan
diiringi upaya diplomasi tentu menjadi hal yang biasa dilakukan oleh negara-negara
yang sedang menghadapi konflik kepentingan nasionalnya dengan negara yang
bersangkutan. Proses diplomasi tersebut dilakukan oleh Menteri Luar Negeri Jepang
YM Fumio Kishida melalui kunjungannya kepada Presiden Terpilih Joko Widodo
(Jokowi) pasca Pemilihan Presiden di Republik Indonesia. Dalam kunjungannya
tersebut, YM Fumio Kishida menyinggung persoalan UU Minerba yang sangat
memberatkan Negara Jepang dan meminta agar pemerintahan yang baru di Negara
Indonesia dapat mengkaji ulang kembali UU Minerba.23
Disusul dengan pertemuan antara Duta Besar Jepang untuk Indonesia
Yoshonori Katari dengan Menteri Perindustrian Republik Indonesia MS Hidayat
dalam suatu kesempatan. Pemerintah Jepang berupaya terus melobi dan memaksa
23Citra Listya Rini, “Jokowi diminta hati-hati Terhadap Keinginan Jepang” [berita on-line];
tersedia di http://m.republika.co.id/berita/nasional/umum/14/08/13/na82w2-jokowi-diminta-hatihati-
terhadap-keinginan-jepang; internet; diakses pada tanggal 21 Juni 2016.
11
Indonesia agar membuka kembali ekspor mineral mentah, setidaknya aturan larangan
ekspor mineral mentah dapat diperlunak.24 Bahkan dalam keterangan pers pada 7
Januari 2014, Menteri ESDM Republik Indonesia Jero Wacik mengakui telah
mendapat serangan terkait UU Minerba dari Amerika Serikat dan Jepang dalam
pertemuan APEC Minister Responsible for Mining di Beijing.25
Menanggapi seluruh sikap dan aksi diplomasi yang dilakukan oleh Pemerintah
Jepang terkait penerapan Kebijakan UU Minerba, maka Pemerintah Indonesia perlu
mengambil tindakan yang tepat. Karena bagaimanapun juga Jepang merupakan mitra
penting bagi Indonesia yang memiliki peran strategis terutama dalam kerjasama
bilateral diberbagai bidang seperti perdagangan ekspor-impor, investasi,
pembangunan infrastruktur, pengembangan dan penerapan teknologi, pengembangan
pendidikan serta peningkatan kapasitas Sumber Daya Manusia.26 Melihat peran
penting Negara Jepang maka perlu bagi Pemerintah Indonesia berhati-hati dalam
bertindak dan mengambil langkah untuk menanggapi keberatan Jepang atas UU
Minerba. Karena terkadang, kekecewaan yang kecil bisa menjadi akar untuk
24Harian Rakyat Merdeka, “Dilobi Dubes Katori, Menteri Hidayat Tolak Kabulkan Permintaan
Jepang” [berita on-line]; tersedia di www.kemenperin.go.id/artikel/8851/Dilobi-Dubes-Katori,-
Menteri-Hidayat-Tolak-Kabulkan-Perminta an-Jepang; internet; diakses pada tanggal 10 Juni 2016. 25Idris Rusadi Putra, “Jero Wacik: AS dan Jepang tidak suka pada UU Minerba” [berita on-
line]; tersedia di http://www.merdeka.com/uang/jero-wacik-as-dan-jepang-tidak-suka-pada-uu-
minerba.html; internet; diakses pada tanggal 11 September 2016. 26Ginandjar Kartasasmita, “Indonesia and Japan – 50 years of partnership” [artikel on-line];
tersedia di http://www.id.emb-japan.go.jp/oda/en/topics_ginanjar.htm#top; internet; diakses pada
tanggal 02 Desember 2016.
12
menciptakan konflik yang besar, jika permasalahan atau konflik yang dihadapi tidak
dimanajerial secara baik.27
Untuk melakukan respon yang tepat atas permasalahan yang diangkat oleh
Pemerintah Jepang dalam penerapan Kebijakan UU Minerba, menurut Hipotesa
Peneliti Pemerintah Indonesia pada dasarnya memiliki empat alternatif kebijakan luar
negeri. Alternatif kebijakan luar negeri yang pertama adalah Pemerintah
Indonesia tidak perlu memberikan respon apapun terhadap berbagai aksi protes yang
dilakukan oleh Pemerintah Jepang dalam upayanya mendapatkan relaksasi atas
penerapan kebijakan UU Minerba.
Alternatif kebijakan luar negeri yang kedua adalah Pemerintah Indonesia
tetap konsisten dalam menerapkan kebijakan UU Minerba namun tetap menjalankan
upaya diplomasi dalam rangka memberikan pengertian kepada Pemerintah Jepang
agar tetap mengikuti apa yang sudah menjadi ketetapan UU Minerba. Ruang
diplomasi yang diberikan untuk Pemerintah Jepang juga mendorong hubungan
diplomatik antara Pemerintah Indonesia dengan Pemerintah Jepang tetap terbuka
sehingga dapat menghasilkan proses komunikasi yang berjalan baik dan tidak
menutup kemungkinan akan mendapat apa yang disebut dengan two state solution.
Alternatif kebijakan luar negeri yang ketiga yaitu Pemerintah Indonesia
memenuhi permintaan Pemerintah Jepang untuk melakukan revisi atau penyesuaian
penerapan kebijakan UU Minerba yang tengah berlaku, namun dengan
27Dikutip dari wawancara antara penulis dengan Direktur Asia Timur Kementerian Luar Negeri
Republik Indonesia, Edi Yusuf.
13
mengikutsertakan berbagai persyaratan dan aturan lain guna menghindari stigma
publik atas lemahnya Pemerintah Indonesia dalam mempertahankan kedaulatan atas
penguasaan sumberdaya mineral dan batu bara. Selain itu persyaratan yang
diikutsertakan tentu harus tetap menjaga esensi dan kerangka besar kebijakan UU
Minerba. Yaitu mempertahan kepentingan dan mendapatkan keuntungan di bidang
pengelolaan energi, pengembangan teknologi pertambangan, dan pertumbuhan
ekonomi secara nasional.
Alternatif kebijakan luar negeri yang keempat adalah dengan mengundur
waktu penerapan kebijakan UU Minerba hingga Industri Hilirisasi siap beroperasi
menampung seluruh atau setidaknya dapat meneyerap 80% dari hasil produksi
tambang mineral dan batu bara yang masih dalam bentuk Raw Material. Dalam
tenggat waktu pengunduran tersebut Pemerintah Indonesia mengeluarkan peraturan
yang mewajibkan pembayaran Bea Keluar khusus dan besaran investasi bagi para
negara dan perusahaan jika ingin tetap mendapatkan impor mineral dan batu bara
dalam bentuk raw material dari Indonesia.
Dari keempat pilihan tersebut Pemerintah Indonesia memilih menjalankan
pilihan kedua sebagai tindakan yang tepat untuk merespon Jepang. Karena faktanya
Pemerintah Indonesia tetap pada posisi mempertahankan kebijakan UU Minerba dan
tetap membuka ruang diplomasi bagi Pemerintah Jepang. Berbagai cara dilakukan
termasuk tindakan preventive diplomasi yang dilakukan langsung oleh Direktur
Jenderal Mineral dan Batu bara Kementerian ESDM Thamrin Sihite di Jepang dalam
sebuah agenda Clean Coal Day In Japan 2012 International Symposium di Tokyo
14
pada 4-5 September 2012.28 Hingga pada beberapa kali kesempatan, Pemerintah
Indonesia menerima kunjungan resmi dari Pemerintah Jepang dalam upayanya
merenegosiasi penerapan kebijakan UU Minerba.
Alternatif Kebijakan Luar Negeri yang kedua yang diambil Pemerintah
Indonesia tentu bertujuan untuk memberikan pengertian dan pemahaman kepada
Jepang bahwa UU Minerba merupakan bagian dari kepentingan nasional yang juga
merupakan amanat UUD 1945 sebagai falsafah bernegara dan berbangsa yang wajib
dilaksanakan. Selain itu, tehnik diplomasi pada dasarnya merupakan sebuah
instrumen komunikasi resmi antar negara untuk mengklarifikasi, menegoisasi, dan
menyepakati suatu kepentingan termasuk untuk meredam kembali ketegangan
diplomatik yang sedang berlangsung.29
Pada akhirnya, peneliti melihat bahwa dalam konteks kepentingan nasional
penerapan kebijakan UU Minerba menjadi sebuah polemik yang cukup serius bagi
kedua negara. Di satu sisi UU Minerba merupakan representasi dari kepentingan
nasional Indonesia untuk meningkatkan perekonomian negara dan kesejahteraan
rakyat. Namun disisi lain, UU Minerba juga mengancam keberlangsungan berbagai
industri pertambangan dan industri penting lainnya di Jepang yang juga memiliki
peran penting dalam menggerakan dan mempertahankan laju perekonomian domestik
28Thamrin Sihite, Coal Policy and The new Mining Law No. 4/2009 In Indonesia (Jakarta:
Kementerian ESDM, 2012) [database on-line]; tersedia di
http://www.jcoal.or.jp/coaldb/shiryo/material/ 2012day1_session1_4.pdf. 29Corneliu Bjola and Markus Kornprobst, Understanding International Diplomacy: Theory,
practice, and ethics (New York: Routledge, 2013), 77.
15
Jepang. Berangkat dari sini, peneliti melihat peristiwa ini perlu untuk diteliti demi
mendapatkan analisa yang komprehensif.
B. Pertanyaan Penelitian
Dari penjabaran pernyataan masalah di atas, penulis merumuskan sebuah
pertanyaan masalah penelitian yakni:
“Faktor apa yang menyebabkan diplomasi dalam mempertahan
penerapan kebijakan UU Minerba menjadi pilihan kebijakan luar negeri
Pemerintah Indonesia dalam merespon protes Pemerintah Jepang atas
penerapan Kebijkan UU Minerba?”
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk memberikan kontribusi wawasan
dan kajian tentang Kebijakan Luar Negeri, diplomasi, dan ekonomi politik
internasional di bidang Mineral dan Batu bara. Sedangkan tujuan khususnya adalah
untuk mendapatkan analisia terbaik terkait keputusan Pemerintah Indonesia
mengambil langkah diplomasi dalam mempertahankan kepentingan nasionalnya
kepada mitra terbaiknya yaitu Jepang. Sehingga pada akhirnya, kita akan mengetahui
bahwa dalam menentukan suatu kebijakan luar negeri yang tepat suatu pemerintahan
akan sangat mempertimbangkan dan dipengaruhi oleh berbagai faktor (variable).
Selain itu, penelitian ini juga bertujuan menegaskan bahwa dunia diplomasi
bukan tentang siapa yang menang dan siapa yang kalah, akan tetapi bagaimana aktor
16
negara yang terlibat di dalamnya dapat mencari jalan keluar terbaik agar terhindar
dari konflik yang berkepanjangan, tentunya hal ini sesuai doktrin Politik Luar Negeri
Indonesia yang bebas aktif dengan slogan zero enemy thousand friends.
Penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi bukti ilmiah bahwa dalam dunia
diplomasi setiap aktor yang terlibat memiliki kesempatan yang sama untuk dapat
memenangkan dan mengakomodir kepentingannya masing-masing, dalam konteks
penelitian ini tentunya antara Indonesia dan Jepang.
Sedangkan hasil dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi
perkembangan kajian kebijakan luar negeri, diplomasi, dan ekonomi politik
internasional dalam studi hubungan internasional. Penelitian ini juga diharapkan
memberikan manfaat lain bagi penelitian selanjutnya terutama dapat memberikan
wawasan dan preposisi terbaru bagi para peneliti dan akademisi Internatonal Studies
terkait upaya diplomasi Indonesia dalam mempertahankan kepentingan nasionalnya
ditingkat global.
D. Tinjauan Pustaka
Dalam rangka menjamin orisinalitas dari penelitian ini dan menjadi pembeda
dari kajian yang sudah ada sebelumnya, maka penelitian ini akan merujuk kepada
beberapa jurnal, skripsi tesis, dan buku. Hal ini yang kemudian juga akan membantu
memperkuat penelitian ini dalam menganalisa permasalahan dan memberikan sudut
pandang atau fokus yang berbeda.
17
Pertama, adalah skripsi dari Fitri Sanjaya mahasiswa Hubungan Internasional
dari Universitas Riau. Penelitian yang dilakukan berfokus pada kebijakan pemerintah
Indonesia mengurangi ekspor Bijih Nikel ke Jepang setelah pemberlakuan UU
Minerba. Selain itu, dijabarkan juga secara komprehensif alasan pemerintah
Indonesia memberlakukan kebijakan tersebut. Salah satunya adalah untuk
meningkatkan nilai tambah pada hasil pertambangan mineral dan batu bara. Lebih
jauh lagi Fitri Sanjaya melihat penerapan kebijakan UU Minerba adalah sebuah
instrumen untuk membangun dan mengembangkan teknologi industri pertambangan
di dalam negeri melalui mekanisme Foreign Direct Invesment.
Pada penelitiannya, Fitri Sanjaya juga menyinggung status UU Minerba yang
melanggar perjanjian kerjasama perdagangan yang terangkum dalam Indonesia Japan
Economic Partnership Agreement (IJEPA). Perjanjian ini pada dasarnya menyepakati
bahwa kedua belah pihak baik Indonesia maupun Jepang sama-sama berkomitmen
terhadap konsesi khusus. Konsesi tersebut berupa penghapusan atau penurunan tarif
bea masuk dalam tiga klasifikasi: fast–track, normal track, dan pengecualian, dengan
memasang rambu-rambu tindakan pengamanan (emergency and safeguard measures)
untuk mencegah kemungkinan dampak negatifnya terhadap industri domestik.
Namun demikian, Fitri Sanjaya sama sekali tidak menyinggung persoalan mengenai
negosiasi atau diplomasi yang dilakukan Indonesia dalam merespon penolakan keras
Jepang terhadap penerapan kebijakan UU Minerba. Sedangkan dalam penelitian kali
ini, upaya diplomasi yang menjadi kebijakan luar negeri Indonesia dalam merespon
18
penolakan Jepang terhadap UU Minerba akan menjadi urgensi dan fokus utama
penelitian.
Kedua adalah jurnal yang dikeluarkan oleh Kementerian Perdagangan Republik
Indonesia dengan judul Analisis Dampak Kebijakan Pelarangan Ekspor Raw
Material Tambang dan Mineral. Fokus pembahasan pada jurnal tersebut adalah
sejumlah dampak dari penerapan kebijakan UU Minerba. Beberapa diantaranya
adalah penghentian operasi usaha pertambangan yang dilakukan oleh perusahaan
swasta yang berstastus Perusahaan Modal Asing (PMA), tekanan diplomatik dari
berbagai negara yang memiliki perusahaan yang beroperasi di Indonesia, dan potensi
penurunan pendapatan negara dari sektor tambang mineral dan batu bara. Dalam
Jurnal tersebut juga dijelaskan akibat terburuk yang akan Indonesia dapatkan, yaitu
meningkatnya angka pengangguran yang berdampak kepada meningkatnya jumlah
kemiskinan.
Namun demikian, yang membedakan antara jurnal di atas dengan penelitian
kali ini adalah pembahasan mengenai dampak dari penerapan kebijakan UU Minerba
bagi Indonesia yang dilihat hanya dari sisi hubungan Indonesia dengan Jepang.
Terutama dampak hubungan dagang dan hubungan diplomatik di antara kedua
negara.
Tinjauan ketiga berasal dari jurnal yang ditulis oleh Ricardo Pereira dan Orla
Gough dengan judul, “Permanent Sovereignty Over Natural Resources in The 21st
Century: Natural Resources Governance and The Right To Self-Detemination Of
Indigenous Peoples Under International Law” yang menyatakan bahwa sumber daya
19
alam merupakan suatu kesatuan dari kedaulatan sebuah negara yang muncul sebagai
prinsip dasar Hukum Internasional. Sehingga memungkinkan bagi negara-negara
postcolonialism untuk menegaskan kedaulatan penuh atas sumber daya alam yang
ditemukan dalam batas-batas yurisdiksi mereka. Pembahasan lain yang tidak kalah
menarik dalam jurnal ini adalah memungkinkan hak legal kepemilikan atas sumber
daya alam secara individu, serta memungkinkan terjadinya proses transfer hak
penguasaan atas sumber daya alam dari negara kepada aktor non-negara seperti
masyarakat lokal.
Secara umum jurnal ini menekankan aspek penguasaan negara atas sumber
daya alam yang berada dalam batas jurisdiksinya. Kedaulatan penuh ini telah diatur di
bawah payung Hukum Internasional pada The First United Nations General
Assembly Resolutions. Perbedaan antara penelitian ini dengan jurnal dimaksud adalah
pada aspek penguasaan Indonesia atas sumber daya alam yang berada dalam batas
jurisdiksinya, yang sesuai dengan penerapan kebijakan UU Minerba.
Tinjauan keempat berasal dari tesis yang berjudul, Indonesia New Mining Law
Regime: Balancing Between State’s And The Investor’s Interest. Dalam tesis ini
berkembang pemahaman tentang pentingnya keseimbangan antara pemerintah dengan
perusahaan, negara dan pasar, regulasi dengan perkembangn bisnis. UU Minerba
secara langsung memberikan perubahan secara drastis pada dunia usaha
pertambangan yang tidak hanya di tingkat domestik, tapi juga di tingkat regional dan
global. Di level domestik terjadi proses transisi kontrak pengusaha wilayah tambang,
di tingkat regional Indonesia memposisikan dirinya menjadi negara pengolah
20
tambang dan menjualnya pada kondisi setengah jadi, dan di level global Indonesia
memicu guncangan terbesar dalam industri nikel, terutama bagi pabrik-pabrik baja
stainless yang memproduksi mulai dari peralatan dapur hingga mobil dan bahan
bangunan.
Namun tesis ini belum menyertakan pembahasan tentang munculnya suatu
keseimbangan baru dalam iklim bisnis pertambangan di Indonesia yang tentunya
akan dibahas dalam penelitian kali ini. Keseimbangan baru yang dimaksud antara lain
munculnya fenomena perubahan pada power structure atas penguasaan pertambangan
pada jenis mineral dan batu bara di Indonesia yang mempengaruhi berbagai kebijakan
lainnya. Seperti mengakhiri pendapatan negara yang berasal dari komoditas raw
material dan memulai menggenjot pendapatan dari komoditas barang setengah jadi
hasil dari pemurnian. Lebih jauh lagi, dengan adanya perubahan power structure
maka akselerasi pembangunan industri hi-tech, peningkatan kapasitas SDM, dan
transfer modal pada industri pertambangan dalam negeri akan semakin optimal.
Tinjauan Kelima disarikan dari buku Scott Burchill yang berjudul kepentingan
nasional dalam teori hubungan nnternasional. Dalam buku ini dibahas secara
historiographical ide tentang kepentingan nasional, salah satunya adalah yang
dikemukakan oleh Frankle, bahwa kepentingan nasional didasarkan atas tujuan utama
yang berhubungan dengan kebijakan luar negeri suatu bangsa. Demi menemukan
kepentingan nasional tersebut, para pembuat kebijakan melakukan penyelidikan
sistematis yang independen dari kepentingan eksternal (sistem global). Selanjutnya
Frankle mengungkapkan bahwa kepentingan nasional juga didasari oleh kepentingan-
21
kepentingan permanen yang berdasarkan atas geografi, sejarah, negara tetangga,
sumber daya, ukuran populasi dan etnis.
Searah dengan gagasan yang tertuang dari buku tersebut, penelitian ini akan
menjelaskan lebih spesifik bahwa UU Minerba memiliki unsur kebijakan luar negeri
yang telah dibentuk atas dasar kepentingan nasional bangsa Indonesia. Kepentingan
nasional yang dimaksud yaitu upaya memaksimalkan potensi Sumber Daya Alam
yang melimpah dari jenis pertambangan Mineral dan Batu bara untuk kesejahteraan
rakyat dan mengoptimalkan pemasukan negara untuk pembangunan di berbagai
bidang. Oleh karena itu, sebagai negara yang berdaulat dan memiliki cita-cita luhur
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, maka Pemerintah Indonesia perlu
mempertahankan eksistensi dari penerapan kebijakan UU Minerba.
E. Kerangka Teoritis
Demi menjawab pertanyaan penilitian secara tepat dan komprehensif, maka
Konsep Kepentingan Nasional, Organization Process Model, dan Non Zero Sum
Game sebagai pendekatan yang digunakan dalam proses analisa. Dipilihnya tiga pisau
analisa tersebut disebabkan oleh tiga faktor utama.
Pertama, UU Minerba merupakan representasi dari kepentingan nasional di
bidang ekonomi yang mengatur pengelolaan hasil kekayaan bumi dari jenis
pertambangan Mineral dan Batu bara. Hal ini disebutkan pada pembukaan UU
Minerba alinea pertama bahwa mineral dan batu bara yang terkandung dalam wilayah
hukum pertambangan Indonesia merupakan kekayaan alam tak terbarukan sebagai
22
karunia Tuhan Yang Maha Esa yang mempunyai peranan penting dalam memenuhi
hajat hidup orang banyak, karena itu pengelolaannya harus dikuasai oleh negara
untuk memberi nilai tambah secara nyata bagi perekonomian nasional dalam usaha
mencapai kemakmuran dan kesejahteraan rakyat secara berkeadilan.30
Namun demikian, disaat yang bersamaan penerapan kebijakan UU Minerba
mengancam eksistensi berbagai industri besar di Negara Jepang dan akan berdampak
buruk bagi perputaran roda perekonomian Negara Jepang. Pemerintah Jepang menilai
langkah-langkah penerapan kebijakan UU Minerba secara sepihak oleh Pemerintah
Indonesia telah mengancam kepentingan nasionalnya di bidang ekonomi. Oleh karena
itu, dalam kasus ini baik Indonesia maupun Jepang keduanya sama-sama
memperjuangkan kepentingan nasionalnya masing-masing.
Kedua, dengan adanya kebijakan UU Minerba, melalui serangkaian kebijakan
luar negeri Pemerintah Jepang menyatakan menolak dan akan menggugat Pemerintah
Indonesia pada Mahkamah Abritase WTO untuk kasus UU Minerba. Dengan adanya
pernyataan sikap dan situasi seperti ini, Pemerintah Indonesia perlu berhati-hati
dalam memberikan respon kebijakan luar negeri mengingat Jepang merupakan mitra
penting bagi Indonesia dalam berbagai bidang pembangunan nasional.
Saat itu Pemerintah Indonesia dihadapkan pada empat alternatif kebijakan luar
negeri seperti yang telah disebutkan pada penjelasan sebelumnya. Namun fakta
menunjukan bahwa Pemerintah Indonesia lebih memilih jalur diplomasi sebagai
30Undang–Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral
dan Batu bara. Pembukaan UU Minerba.
23
bentuk kebijakan luar negeri untuk merespon kembali sikap Jepang terhadap UU
Minerba. Lantas seperti apa proses penentuan kebijakan luar negeri Indonesia dalam
menghadapi permasalahan ini.
Ketiga, hubungan diplomatik dan kerjasama antara Pemerintah Indonesia
degan Pemerintah Jepang sudah terbangun cukup panjang. Terutama di bidang
perdagangan dalam hal ini ekspor-impor, investasi, pembangunan infrastruktur,
pembanguanan sarana transportasi, dan pengembangan kualitas sumber daya
manusia. Pemerintah Jepang telah mengambil posisi menjadi mitra yang sangat
strategis bagi Pemerintah Indonesia, begitu juga sebaliknya. Oleh karena itu, sangat
bijak apabila Pemerintah Indonesia mengeluarkan langkah diplomasi yang sangat
terbuka demi mendapatkan kebijakan dan solusi yang proporsional bagi kedua
negara.
Dalam kasus ini, disebabkan adanya saling ketergantungan oleh kedua negara,
Indonesia cenderung akan menerapkan opsi kebijakan non-zero sum game yang tidak
akan menimbulkan banyak pertentangan dengan negara sahabat sehingga jalinan
kerjasama yang selama ini telah lama dibangun tidak serta-merta rusak disebabkan
oleh satu hal saja. Di sisi lain pun pemerintahan Jepang diharapkan mampu menerima
kebijaksanaan Indonesia sebagai negara pengekspor bahan mentah Nikel dan dapat
ikut kooperatif dalam menjalankan tiap tawaran opsi kebijakan bersama yang ada.
24
1. Kepentingan Nasional (National Interest)
Dalam kehidupan politik modern, kepentingan nasional telah menjadi istilah
umum di kalangan politisi dan ilmuwan politik. Hampir pada setiap diskusi tentang
perubahan kebijakan luar negeri, kepentingan nasional menjadi variabel yang paling
signifikan dalam mendukung argument kebijakan luar negeri suatu negara. Akan
tetapi, konsep kepentingan nasional tidak memiliki standar definisi yang bisa
digunakan, Hal ini berkaitan erat dengan tokoh atau siapa yang mendefenisikan
kepentingan nasional.31
Dalam buku yang berjudul National Interest in International Theory, Scott
Burchil berargumentasi bahwa permasalahan yang berlangsung dalam kajian politik
modern khususnya dalam praktik berdiplomasi adalah memaknai kepentingan
nasional karena memiliki definisi term yang sangat besar (largely) tanpa ada
pemaknaan substantif yang menyeluruh. Hal itu dikarenakan rasionalisasi dalam
mendefinisikan kepentingan nasional pada suatu negara biasanya didasari atas kondisi
internalnya, baik dari kondisi politik-ekonomi, ideologi, militer, dan sosial-budaya
atau hal-hal lain yang menjadi kepentingan negaranya.32
Namun demikian, Kepentingan Nasional dapat dipahami sebagai tujuan-tujuan
yang ingin dicapai sehubungan dengan kebutuhan dan hal-hal yang dicita-citakan
oleh suatu bangsa atau negara. Sementara itu, Bence Nemeth menyatakan bahwa di
31“Chapter 1 - The Concept of National Interest,” [artikel on-line]; tersedia di
http://learn.tsinghua.edu.cn/homepage/2000990147/interestbook/chap1.htm; internet; diakses pada 5
Agustus 2016. 32Scott Burchil, National Interest in International Theory (New York: Palgrave Macmillan,
2005), 206.
25
antara seluluh negara yang ada di dunia ini terdapat pola yang paling umum dalam
merumuskan kepentingan nasionalnya, yaitu kepentingan nasional di bidang
keamanan (security) dan kesejahteraan (prosperity).33
Hal ini sejalan dengan W. Kegley dan Eugene R. Wittkopf yang menyatakan
bahwa tujuan suatu negara untuk mencapai kepentingan nasionalnya adalah negara
harus bisa mempromosikan kesejahteraan untuk warga negaranya, menyediakan
sistem pertahanan untuk menghadapi agresi eksternal, melestarikan nilai-nilai
kenegaraan dan cara pandang hidup dan tidak ada satupun negara yang mampu
mencapai keamanan dan kesejahteraannya dengan mengurangi keamanan dan
kesejahteraan pesaingnya.34
Kepentingan nasional menjadi sebuah teori yang penting dalam penelitian ini
dikarenakan kepentingan nasional dijadikan dasar bagi pemerintah Indonesia untuk
menerapkan kebijakan UU Minerba. Dikarenakan dalam UU tersebut terdapat sebuah
aturan bahwa mengekspor mineral dan batu bara dalam bentuk raw material tidak
lagi diperbolehkan dan seluruh pemegang IUP dan IUPK wajib pembangunan smelter
serta mendivestasikan sahamnya kepada Pemerintah Indonesia secara bertahap.
Selain itu, kepentingan nasional menjadi teori penting untuk memperkuat
pondasi kebijakan luar negeri Pemerintah Indonesia dengan mengambil langkah
33Bence Nemeth, The Highly Important, Non-Existent National Interest (Budapest: Central
European University, 2009), 18. 34Martinus Siswanto Prajogo, “Kepentingan Nasional: Sebuah Teori Unviersal dan
penerapannya oleh Amerika Serikat di Indonesia,” [artikel on-line]; tersedia di
http://strahan.kemhan.go.id/media/files/kepentingan-nasional.pdf.; internet; diunduh pada 15 April
2016.
26
diplomasi dalam merespon sikap Pemerintah Jepang yang menolak atas penerapan
kebijakan UU Minerba.
2. Organization Process Model
Konsep kebijakan luar negeri yang akan digunakan dalam penelitian kali ini,
menggunakan pendekatan Organization Process Model (OPM) atau juga disebut
dengan Organization Behavior Paradigm (OBP) guna melihat tehnik pengambilan
kebijakan luar negeri Pemerintah Indonesia dalam merespon penolakan Jepang
terhadap penerapan kebijakan UU Minerba.
OPM merupakan sebuah model atau konsep yang menjadikan subjek/Unit of
Analysis dalam menetapkan kebijakan luar negeri suatu negara adalah hasil dari
proses koordinasi struktur organisasi pemerintahan (Kementerian/Badan/Lembaga).
Konsep dasar dari OPM, yang diperkenalkan oleh Graham T. Allison, menjelaskan
secara ekstensif bahwa struktur organisasi di bawah suatu pemerintahan berperan
dalam membuat dan menerpakan kebijakan luar negeri sesuai dengan SOP yang
berlaku. Menurut model ini, kebijakan luar negeri adalah output dari perilaku dan
peran struktur organisasi pada ruang lingkup birokrasi suatu pemerintahan.35
Graham T. Allison merupakan seorang Ilmuwan Politik Amerika dan Profesor
di John F. Kennedy School of Government di Harvard. Dia terkenal karena
kontribusinya pada akhir tahun 1960 dan awal 1970-an dengan analisis birokrasi
35Graham Tillet Allison dan Philip David Zelikow, Essence of Decision: Explaining the Cuban
Missile Crisis (New York: Longman,1999), 144.
27
pengambilan keputusan, terutama selama masa krisis misil di kuba pada Oktober
1962. Sejak tahun 1970-an, Allison juga telah menjadi seorang analis terkemuka AS
kebijakan keamanan dan pertahanan nasional, dengan minat khusus dalam senjata
nuklir dan terorisme.36
Model ini menggambarkan politik luar negeri sebagai hasil kerja suatu
organisasi besar yang berfungsi menurut suatu pola perilaku. Pembuatan keputusan
bukan semata-mata proses intelektual, lebih merupakan proses mekanik, keputusan
merujuk kepada keputusan-keputusan yang telah dibuat dimasa lalu, prosedur rutin
yang berlaku, atau pada peran yang ditetapkan bagi unit birokrasi itu (standard
operating procedure).37
Lebih lanjut Graham Allison memperkenalkan model ini memiliki banyak
keunggulan dibandingkan konsep kebijakan luar negeri yang berdasarkan idiocentric
(self orientied), pasalnya proses pengambilan kebijakan luar negeri dengan
melibatkan proses organisasi jauh lebih banyak memberikan analisa dan informasi
yang menyeluruh serta mendalam, sehingga kebijakan luar negeri yang dihasilkan
lebih matang. Pada akhirnya dalam model ini sosok individu atau orientasi individu
menjadi kurang berpengaruh dalam proses pengambilan kebijakan, karena skema
operasional dalam model ini wajib memastikan fungsi struktur organisasi berjalan
dengan baik, seperti dalam mengaplikasikan SOP yang berlaku, memperhatikan
36Graham T. Allison dan Philip D. Zelikow, Essence of Decision, 143. 37Graham T. Allison dan Philip D. Zelikow, Essence of Decision, 143.
28
Hukum atau Undang-Undang yang telah ditetapkan, termasuk dalam hal ini alur
birokrasi dalam struktur pemerintahan.38
Penggunaan standar oprasional prosedur (SOP) oleh struktur organisasi di
bawah suatu pemerintahan artinya mensupply alur koordinasi dan pembagian peran
sesuai dengan tugas serta fungsi masing-masing departemen dalam menyusun sebuah
kebijakan luar negeri. Menjalankan SOP pada sebuah organisasi biasanya akan selalu
sesuai dengan program dan arahan yang telah ditetapkan sebelumnya pada masa
perencanaan kerja. Oleh karena itu dari waktu ke waktu SOP dan program pada
sebuah organisasi biasanya tidak banyak berubah secara signifikan, dan hal ini
pulalah yang menjadi salah satu faktor mengapa kebijakan luar negeri jauh lebih
stabil dan konsisten dalam penerapannya. Adapun perubahan biasanya dikarenakan
dua hal budgetary fist atau budgetary famine atau karena kegagalan kinerja yang
dramatis.39
Kelebihan lain yang didapatkan dalam model ini, pada konteks yang akan
digunakan dalam membuat analisa kebijakan luar negeri untuk menghadapi
permasalahan politik luar negeri atau konflik yang terjadi dalam hubungan bilateral
maupun multilateral, adalah dengan menempatkan para pengambil kebijakan dalam
hal ini badan/organisasi sebagai subjek yang saling berkonstelasi. Artinya ruang
diskusi, koordinasi, saling bertukar data dan informasi antar badan/organisasi untuk
menghasilkan suatu kebijakan luar negeri yang sesuai dengan tujuan dan sasaran dari
38Graham T. Allison dan Philip D. Zelikow, Essence of Decision, 145. 39Graham T. Allison dan Philip D. Zelikow, Essence of Decision, 144.
29
kepentingan nasional akan terformulasi dengan sangat baik. Perilaku organisasi
pemerintah yang mewakili suatu negara dalam pergaulan internasional juga
disimpulkan sebagai sebuah tindakan yang dipilih secara rasional, saling terintegrasi,
dikendalikan secara terpusat, terkoordinasikan dengan baik, dan memaksimalkan
nilai-nilai kepentingan suatu negara.40
Allison juga menegaskan bahwa konsep dasar analisa yang digunakan oleh
model ini menempatkan pemerintahan suatu negara bukan hanya sekedar sebagai
pemimpin negara atau pemimpin politik atau aktor politik dalam pergaulan
internasional, melainkan terdiri dari struktur organisasi dengan serangkaian SOP dan
berbagai program yang tengah ditetapkan. Allison memberikan tiga filosofi dari
organisasi untuk mengukuhkan keunggulan model ini dan menjadikannya organisasi
pemerintahan layak menjadi sebuah unit analisis dalam konsep kebijakan luar
negeri.41
Pertama bahwa organisasi mengatur secara sitematis sekumpulan manusia
untuk bersatu dalam melakukan suatu tindakan yang harmonis. Kedua bekerja secara
organisasi mampu menciptakan peluang dan kekuatan yang lebih besar untuk
mencapai suatu tujuan yang tidak mungkin dilakukan dengan kerja secara individu.
Dengan kata lain organisasi mampu menciptakan sesuatu yang mustahil diciptakan
oleh individu, dan sesuatu yang dilakukan oleh individu sudah pasti dapat dilakukan
oleh organisasi. Ketiga perilaku organisasi yang berdampak terhadap eksistensi
40Graham T. Allison dan Philip D. Zelikow, Essence of Decision, 143-145. 41Graham T. Allison dan Philip D. Zelikow, Essence of Decision, 143.
30
organisasi dan kinerja dalam merealiasikan program-program organisasi jauh lebih
terukur dibandingkan oleh perilaku individu.42
Untuk mengoperasikan model ini Allison telah membuat konsederasi khusus
dan preposisi umum sebagai bagian yang tidak terpisahkan untuk mendapatkan hasil
analisa yang kuat. Konsederasi khusus yang dimaksud untuk memastikan bahwa
setiap badan/organisasi di bawah pemerintahan disuatu negara tidak bersifat
monolitik terhadap pemimpin, akan tetapi mereka merupakan aktor yang saling
berkonstelasi dan memiliki keterkaitan satu sama lain. Dengan kata lain OPM hanya
dapat diaplikasikan untuk negara-negara yang menganut faham demokrasi dalam
menjalankan sistem pemerintahannya dan hanya diaplikasikan untuk peristiwa yang
mengikutsertakan peran dari berbagai badan/organisasi di bawah pemerintah dalam
menghadapi suatu permasalahan Politik Luar Negeri. Karena proses analisa dalam
model ini menuntut adanya fraksinasi kekuasaan dan desentralisasi tanggung jawab
yang didistribusikan kepada setiap badan/organisasi yang memiliki kewenangan
terhadap isu permasalahan Politik Luar Negeri suatu negara. Intinya model ini
memastikan bahwa fungsi masing-masing organisasi dalam menghadapi persoalan
politik luar negeri berjalan dengan baik, sesuai dengan visi-misi, program, SOP, dan
target capaian kinerja.43
Adapun preposisi umum dari model ini adalah pertama perilaku internasional
dan kebijakan luar negeri yang diambil oleh suatu negara merupakan output dari
42Graham T. Allison dan Philip D. Zelikow, Essence of Decision, 145. 43Graham T. Allison dan Philip D. Zelikow, Essence of Decision, 164-166.
31
kinerja organisasi yang saling berkonstelasi dan terhubung satu sama lain sesuai
dengan SOP yang telah ditentukan. Kedua dominasi peran dalam mengambil
kebijakan Luar Negeri tidak lagi terpusat pada pemimpin negara (Presiden atau
Perdana Menteri) melainkan diserahkan kepada proses operasional kinerja
badan/organisasi di bawah pemerintah. Meskipun pada dasarnya pemimpin negara
tetap memberikan arahan dan batasan umum yang disesuaikan dengan kepentingan
nasional. Ketiga kebijakan Luar Negeri yang dihasilkan umumnya sesuai dengan visi
misi, program, dan capaian kinerja organisasi yang memiliki dampak jangka panjang.
Keempat keputusan dalam mengambil kebijakan luar negeri tentu menjadi tidak
fleksible karena ruang gerak organisasi akan sangat terbatas oleh SOP dan anggaran
yang tersedia.44
Dalam penelitian ini konsep OPM digunakan untuk memberikan analisa
bagaimana proses pengambilan kebijakan luar negeri yang dilakukan oleh Pemerintah
Indonesia dari beberapa alternatif kebijakan yang ada, dalam merespon protes Jepang
terhadap penerapan UU Minerba. Fakta dan data yang dikumpulkan oleh peneliti
bahwa terdapat empat kementerian dari Indonesia yang ikut terlibat aktif dan
memiliki tanggung jawab untuk merespon potes Jepang. Begitu juga sebaliknya,
dalam upaya jepang mendapatkan relaksasi kebijakan UU Minerba dari Pemerintah
Indonesia, beberapa proses lobi dan negoisasi kepada beberapa kementerian di bawah
Pemerintahan Indonesia tengah dilakukan.
44Graham T. Allison dan Philip D. Zelikow, Essence of Decision, 175-182.
32
F. Metode Penelitian
Metode yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif.
Penelitian kualitatif adalah penelitian yang lebih mementingkan ketepatan dan
kecukupan data dengan penekanan kepada kesesuaian antara data dan fakta.45 Peneliti
juga menggunakan metode deskriptif dan eksplanatif, yang berarti dalam melakukan
penelitian Hubungan Internasional harus melihat dari permasalahan yang diteliti
dapat dikaitkan dan dijelaskan dengan teori maupun konsep yang ada dalam Studi
Hubungan Internasional.46
John W. Creswell dalam karyanya “Qualitative Inquiry and Research Design”
menerangkan bahwa dalam penelitian kualitatif, terdapat objek penelitian yang harus
dipandang secara khusus, agar hasil penelitiannya mampu menggali substansi
terperinci dan menyeluruh terkait fakta yang ada. Objek penelitian yang demikianlah
yang disebut sebagai ‘kasus’. Selanjutnya Creswell mempertegas wewenang ‘kasus’
sebagai satu kesatuan sistem yang dibatasi (bounded system) yang terikat dalam
dimensi ruang dan waktu tertentu.47
Dalam pengumpulan dan pengolahan data, penelitian ini akan mengandalkan
data primer dan sekunder. Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari data yang
sudah tersedia berupa publikasi dan sudah dikumpulkan oleh pihak atau instansi lain.
Sedangkan data primer adalah data yang diperoleh dari proses perolehan data yang
45Bagong Suyanto, Metode Penelitian Sosial: Berbagai Alternatif Pendekatan (Jakarta:
Kencana, 2007), 175. 46Mohtar Mas’oed, Ilmu Hubungan Internasional: Disiplin dan Metodelogi Dictionary (Jakarta:
LP3ES, 1990), 223. 47John W. Creswell, Qualitative Inquiry and Research Design, (Thousand Oaks, CA: Sage,
2007), 60.
33
dilakukan oleh peneliti secara langsung melalui wawancara guna mendukung
menjawab pertanyaan penelitian.48 Wawancara dilakukan kepada Direktur Asia
Timur dan Pasifik Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia yaitu Edi Yusuf,
Staf Ahli Bagian Hukum dan Perundang-Undangan Kementerian ESDM yaitu Sony
Heru Prasetyo dan Deputi Direktur Perdagangan dan Perjanjian Investasi dan
Perdagangan Interantional Kementerian Luar Negeri Repblik Indonesia Bapak
Syahda Guruh Samudera sehingga dapat mendukung jawaban dari pertanyaan
penelitian pada skripsi ini.
G. Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan dalam penelitian ini terdiri dari beberapa bab dan
sub bab yang akan diuraikan sebagai berikut:
Bab I, peneliti akan memberikan gambaran secara umum tentang penelitian
yang akan dilakukan. Penjelasan tersebut akan diurai satu persatu melalui beberapa
poin pembahasan. Poin pertama akan menjelaskan urgensi dari objek penelitian yang
akan dilakukan sehingga penelitian ini layak untuk dilakukan. Poin kedua adalah
terkait pertanyaan penelitian yang diajukan, guna mengidentifikasi secara spesifik,
mengerucutkan, dan menegaskan fokus dari penelitian ini. Poin ketiga adalah tinjauan
pustaka yang akan membuktikan bahwa penelitian yang dilakukan dalam skripsi ini
48John W. Creswell, Research Design: Qualitative and Quantitative Aproaches, (Thousand
Oaks CA: SAGE Publications, Inc., 1994), 145.
34
memiliki perbedaan dari penelitian lainnya. Poin keempat merupakan penjelasan
tentang tujuan dan manfaat dari penelitian ini.
Pada poin kelima, peneliti akan meletakan dasar kerangka pemikiran dengan
beberapa konsep sebagai pisau analisa untuk mampu memberikan jawaban atas
pertanyaan penelitian dengan tepat. Poin keenam akan disampaikan batasan dan
metodologi yang digunakan dalam penelitian ini. Adapun poin terakhir adalah
sistematika penulisan, pada bab ini peniliti akan menuliskan gambaran secara umum
terkait isi dalam setiap bab.
Bab II, peneliti akan menjelaskan bahwa UU No. 4 Tahun 2009 merupakan
pengejawantahan dari kepentingan nasional Negara Kesatuan Republik Indonesia
dalam melakukan optimalisasi pengelolaan sumber daya alam dari jenis
pertambangan mineral dan batu bara melalui tiga aspek utama. Pada aspek pertama
peneliti akan menjabarkan kondisi fisik dari pertambangan mineral dan batu bara di
Indonesia. Aspek kedua peneliti akan menggambarkan daya saing pertambangan
mineral dan batu bara di tingkat global dan mengukur sejauh mana pertambangan
mineral dan batu bara dapat diandalkan sebagai komoditas perdagangan yang
memiliki keunggulan komparatif. Aspek ketiga adalah pembahasan secara mendetail
penerimaan manfaat yang akan diterima Indonesia dari diberlakukannya UU Minerba
melalui sudut pandang ekonomi-politik.
Bab III, mengulas pembahasan tentang Kebijakan Luar Negeri Pemerintah
Jepang terhadap penerapan kebijakan UU Minerba oleh Pemerintah Indonesia. Pada
bab ini akan dipaparkan beberapa Kebijakan Luar Negeri Pemerintah Jepang yang
35
dikonversi dalam bentuk protes, sikap penolakan, dan aksi diplomasi terhadap
Pemerintah Indonesia, termasuk apa yang menjadi alasan mendasar ancaman Jepang
yang akan membawa Pemerintah Indonesia untuk bertanding di Mahkamah Abritase
WTO. Selanjutnya.
Bab IV, menyambung pada bab sebelumnya, dimana pada bab ini peneliti akan
mengulas proses dan rumusan kebijakan luar negeri dari perspektif Pemerintah
Indonesia sebagai bentuk respon atas kebijakan luar negeri Pemerintah Jepang yang
memprotes dan menolak penerapan kebijakan UU Minerba. Dalam bab ini juga
peneliti akan melakukan proses analisa atas kebijakan luar negeri Pemerintah
Indonesia yang telah diambil, untuk selanjutnya diharapkan analisa yang dilakukan
dapat menjawab secara ilmiah pertanya penilitian yang telah diajukan pada bab
pertama.
Bab V, merupakan bab akhir dari penelitian ini yang akan memberikan sebuah
kesimpulan dan pandangan terhadap penelitian yang telah dilakukan, terutama dalam
menjawab pertanyaan penelitian.
36
BAB II
POTENSI MINERAL DAN BATU BARA INDONESIA SERTA
PENERAPAN KEBIJAKAN
UU NO. 4 TAHUN 2009
Dalam rangka memperkuat pondasi analisa dalam penelitian, di bab kedua
peneliti akan terlebih dahulu menjelaskan signifikansi dari penerapan kebijakan UU
Minerba. Signifikansi tersebut dibangun melalui tiga pandangan umum yaitu
membedah potensi dari mineral dan batu bara di Indonesia, perdagangan mineral dan
batu bara antara Negara Indonesia dengan Negara Jepang dalam waktu sepuluh tahun
terakhir terhitung dari 2004 hingga 2014, dan dampak multiplayer effect yang akan
didapat Indonesia apabila penerapan kebijakan UU Minerba. Dengan demikian, tiga
pandangan umum tersebut diharapkan dapat memperkokoh argumentasi bahwa UU
Minerba merupakan bentuk dari kepentingan nasional Indonesia yang penting untuk
dipertahankan.
A. Potensi Mineral dan Batu bara di Indonesia
Mineral dan batu bara merupakan salah satu dari kekayaan sumber daya alam
yang dimiliki oleh Negara Indonesia dengan sifat yang tidak terbarukan dan
mempunyai peranan penting dalam memenuhi kepentingan nasionalnya. Jika dikelola
secara optimal maka akan memberikan nilai tambah dan ikut menyumbangkan
percepatan laju pertumbuhan ekonomi Indonesia. Oleh karena itu sudah sepatutnya
tujuan dari pengaturan pengelolaan mineral dan batu bara di Indonesia dalam jangka
37
panjang berpengaruh besar terhadap koridor pembangunan nasional Negara Kesatuan
Republik Indonesia.49
Melimpahnya jenis tambang mineral dan batubaru beserta jenis tambang
lainnya di Indonesia tentu didorong oleh faktor-faktor yang dapat dijelaskan secara
ilmiah. Faktor pertama ialah faktor geografis dimana Indonesia merupakan negara
yang terletak di antara dua lempeng besar dunia yakni lempeng Pasifik di utara dan
lempeng Australia di selatan.50 Lalu faktor yang kedua dikarenakan wilayah
Indonesia yang dilewati oleh jalur cincin api (ring of fire) sehingga kondisi geologi
Indonesia memiliki banyak endapan mineral khususnya timah yang terkonsentrasi di
Kepulauan Riau dan Kepulauan Bangka-Belitung.51
Dalam rangka mendukung penelitian ini, terlebih dahulu peneliti akan
mengidentifikasi besar potensi mineral dan batu bara yang ada di Indonesia. Sehingga
dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa mineral dan batu bara merupakan salah satu
komoditas dagang dari Indonesia yang memiliki daya saing dan layak untuk
menyandang predikat komoditas dagang dengan keunggulan komparatif.
Keberagaman jenis tambang mineral dan batu bara yang tersebar di seluruh wilayah
hukum pertambangan Indonesia tentu memiliki potensi dan kontribusi ekonomi yang
berbeda-beda. Namun dari sekian banyak jenis mineral logam dan batu bara, hanya
terdapat beberapa jenis saja yang selama ini menjadi komoditas unggulan Indonesia
49BAPPENAS, “Pertambangan dan Energi,” [artikel on-line]; tersedia di http://www.
bappenas.go.id/index.php/download_file/view/9020/231; internet; diakses pada 10 September 2016. 50Bakri, Hak Penguasaan Negara Dalam Bidang Pertambangan Mineral dan Batu bara, 1. 51Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Perdagangan Kementerian Perdagangan RI,
Analisis Dampak Kebijakan Larangan Ekspor Raw Material Tambang Mineral dan Batu bara.
38
pada pasar domestik maupun internasional. Untuk melihat seberapa besar potensi dari
beberapa jenis mineral dan batu bara yang dijadikan sebagai komoditas unggulan di
Indonesia, peneliti akan menyampaikannya dalam dua bagian terpisah antara Mineral
dan Batu bara.
1. Mineral
Sektor pertambangan mineral merupakan sektor yang sangat strategis
dalam perekonomian pusat maupun daerah. Sektor ini merupakan penggerak
utama (prime mover) pembangunan dan juga memberikan manfaat multiplier
effect yang cukup signifikan.52 Pertambangan mineral juga merupakan modal
nasional yang perlu dikembangkan dan dimanfaatkan secara optimal untuk
menunjang pembangunan.
Mineral dibagi menjadi dua jenis berdasarkan sifatnya yaitu mineral
logam dan non logam. Faktanya mineral logam menjadi komoditas yang lebih
strategis dibandingkan mineral non logam di dalam perekonomian nasional. Hal
ini dikarenakan mineral logam merupakan salah satu motor penggerak bagi
sektor-sektor industri lainnya, dan pada akhirnya pertumbuhan industri
memberikan kontribusi bagi pertumbuhan ekonomi.53
52Kementerian ESDM RI, Laporan Akuntabilitas Kinerja Pemerintah (LAKIP) KESDM 2011
(Jakarta: Pusat Data dan Teknologi Informasi Energi Dan Sumber Daya Mineral, Kementerian ESDM
RI) [database on-line]; tersedia di http://kip.esdm.go.id/kipbaru/images/program_kerja/laporan
_kinerja/laporan_kinerja03.pdf. 53Ditjen Mineral dan Batu bara Kementerian ESDM RI, Kajian Supply Demand Mineral Tahun
2013 (Jakarta: Pusat Data Dan Teknologi Informasi Energi Dan Sumber Daya Mineral, Kementerian
ESDM RI) [database on-line]; tersedia di https://www.esdm.go.id/assets
/media/content/Supply_demand_ mineral_2013.pdf.
39
Selain itu, mineral logam dalam bentuk ore atau konsentrat yang
kemudian diolah dalam bentuk logam siap pakai atau logam jadi, telah lama
diakui sebagai bahan dasar vital untuk pengembangan industri dan
infrastruktur, bahkan sebagai peralatan penunjang pada kehidupan masyarakat
sehari-hari. Hampir pada semua segmen kehidupan mulai dari peralatan dapur,
transportasi, generator pembangkit listrik, sampai kerangka gedung dan
jembatan menggunakan bahan baku besi-baja dan logam non-ferro lainnya.54
Keberadaaan mineral logam hanya bisa ditemukan di beberapa wilayah
dan dimiliki oleh beberapa negara saja. Pemerintah Indonesia telah menetapkan
wilayah pertambangan mineral berdasarkan pulau-pulau yang memiliki potensi
sumber daya dan kapasitas cadangan mineral pada skala tertentu. Beberapa
pulau tersebut seperti Kalimantan, Sulawesi, Papua, Sumatera, Jawa, dan Bali.
Adapun Mineral logam seperti tembaga, nikel, bauksit, emas, perak, dan timah
tersebar di 437 lokasi di seluruh Indonesia dan dikelola dengan kapasitas
industri pertambangan skala kecil maupun yang besar.55
Potensi tambang mineral yang dimiliki oleh Indonesia diklasifikasikan
kedalam dua jenis, yaitu yang berdasarkan sumberdaya (resource) dan
berdasarkan cadangan (reserve). Secara istilah, sumberdaya adalah endapan
barang tambang yang diharapkan dapat dimanfaatkan secara nyata. Sumberdaya
54Ditjen Mineral dan Batu bara Kementerian ESDM RI, Kajian Supply Demand Mineral Tahun
2013. 55Kementerian ESDM RI, “Penetapan Wilayah Pertambangan (WP) Ditjen Mineral dan Batu
bara Kementerian ESDM Republik Indonesia,” [artikel on-line]; tersedia di
https://www.minerba.esdm.go.id/public/20196c/Penetapan-Wilayah-Pertambangan-(WP); internet;
diakses pada 30 April 2017.
40
dengan keyakinan geologi tertentu dapat berubah menjadi cadangan setelah
dilakukan pengkajian kelayakan tambang dan memenuhi kriteria layak
tambang. Sedangkan cadangan (reserve) dapat diartikan sebagai endapan
barang tambang yang telah diketahui ukuran, bentuk, sebaran, kuantitas dan
kualitasnya dan yang secara ekonomis, teknis, hukum, lingkungan dan sosial
dapat ditambang pada saat perhitungan dilakukan. 56
Terdapat sebelas jenis mineral logam strategis yang telah ditetapkan oleh
Kementerian ESDM Republik Indonesia. Penetapan jenis mineral logam
strategis didasari oleh jumlah sumber daya dan cadangan yang tersedia,
komoditas unggulan, dan berdasarkan SNI 13-50414 Tahun 1998 yang
mengkelompokan mineral logam kedalam 4 golongan. Terlebih, jenis mineral
logam strategis ini sudah mulai dikembangkan industri pengolahan dan
pemurniannya di dalam negeri. Sebelas jenis mineral logam tersebut adalah
Emas Premier, Nikel, Bauksit, Tembaga, Besi, Timah, Bijih/Pasir Besi,
Seng, Xenotim, Perak, dan Mangan.57
Dibawah ini adalah data mengenai jumlah secara angka potensi dari jenis
mineral logam strategis yang telah diinventarisasi oleh Kementerian ESDM
Pada tahun 2015.
56Badan Standarisasi Nasional, Klasifikasi Sumberdaya Mineral dan Cadangan, Amandemen 1
(Jakarta: Kementerian ESDM RI) [database on-line]; tersedia di https://www.minerba.esdm.go.id
/library/sijh/SNI%2013-7261998_Klasifikasi%20Sumberdaya%20Mineral%20dan%20Cadangan_pdf. 57Pusat Sumber Daya Mineral, Batu bara dan Panas Bumi, Laporan Pemuktahiran Data dan
Neraca Sumber Daya Mineral, T.A 2013 (Jakarta: Kementerian ESDM RI) [database on-line]; tersedia
di http://psdg.bgl.esdm.go.id/Neraca/NeracaMineral 214. pdf.
41
Tabel II.A.1.I Mineral Logam Strategis
NO KOMODITI
TOTAL SUMBER DAYA
(TON)
TOTAL CADANGAN
(TON)
BIJIH LOGAM BIJIH LOGAM
1 Emas Primer 8.703.669.136 6.613 2.832.377.068 2.537
2 Bauksit 3.617.770.882 1.740.461.414 1.257.169.367 571.254.869
3 Nikel 5.756.362.683 79.172.702 3.197.178.940 50.872.304
4 Tembaga 29.753.119.232 149.678.344 5.485.960.754 51.213.125
5 Besi 1.397.068.930 418.888.703 279.354.825 97.555.769
6 Pasir Besi 4.459.586.351 1.683.084.164 808.938.227 397.334.700
7 Mangan 60.893.820 27.977.709 87.236.536 43.134.791
8 Seng 670.658.336 7.487.776 19.864.091 2.274.983
9 Timah 3.924.474.108 2.464.171 1.592.208.743 572.349
10 Xenotim 6.466.257.914 20.734 - -
11 Perak 14.469.988.181 838.765 3.056.379.162 1.691.957
Sumber: http://psdg.bgl.esdm.go.id/Neraca/NeracaMineral 214. pdf
Selain dari 11 jenis mineral logam strategis, Kementeriaan ESDM
Republik Indonesia per tahun 2015 juga menginventarisasi seluruh potensi
mineral logam yang ada di Wilayah Hukum Pertambangan Republik Indonesia.
Data yang ada telah diolah langsung dari sumber primer database
Kementeriaan ESDM Republik Indonesia per tahun 2015 dan hasilnya sungguh
mengejutkan, bahwa ternyata kekayaan sumber daya alam Indonesia memiliki
jumlah yang sangat besar.
Tabel II.A.1.II Jumlah Sumberdaya dan Cadangan Mineral
Logam Republik Indonesia
COMODITY RESOURCE (Tonnes) RESERVE (Tonnes)
Ore Metal Ore Metal
A. Base Metal
Mercury 32.254.881,50 75,91 - -
Zinc 624.641.336,00 7.299.422,66 5.844.090,90 795.802,50
42
Copper 17.464.123.144,94 105.805.629,64 3.044.920.376,80 27.183.065,13
Tin 449.420.640,87 2.081.628,56 801.245.947,00 410.491,00
Lead 401.218.565,67 10.941.142,39 5.844.090,90 473.189,09
Total
18.971.658.568,98 126.127.899,16 3.857.854.505,60 28.862.547,72
19.097.786.468,14 3.886.717.053,32
22.984.503.521,46
B. Iron and Ferroalloy
Primary Iron 881.784.155,32 402.029.833,67 70.807.925,00 42.633.535,46
Cedimentary
Iron 18.643.723,37 11.747.136,10 - -
Lateritic Iron 1.903.028.017,30 668.178.316,67 347.746.020,00 94.739.851,09
Iron Sand 1.049.492.030,00 443.597.991,51 173.810.612,00 25.412.652,63
Cobalt 978.542.000,00 1.630.161,04 490.336.020,00 471.693,33
Primary
Chromite 1.642.925,00 756.391,90 - -
Manganese 14.303.262,73 5.859.457,92 4.429.029,00 2.834.916,25
Molybderium 706.000.005,59 238.400,39 - -
Nickel 3.347.728.997,00 49.238.150,35 1.162.834.951,40 21.553.762,61
Laterictic
Titanium 741.298.559,00 2.985.335,15 - -
Total
9.642.463.675,31 1.586.261.174,70 2.249.964.557,40 187.646.411,37
11.228.724.850,01 2.437.610.968,77
13.666.335.818,78
C. Precious Metal
Primary Gold 28.225.619.942,98 9.837,35 3.351.248.566,13 2.669,26
Aluvial Gold 1.746.478.700,52 159,22 16.749.186,00 16,06
Silver 13.754.848.291,00 834.167,43 3.253.373.162,23 13.734,11
Platinum 115.000.000,00 13.031,02 - -
Total
43.841.946.934,50 857.195,02 6.621.370.914,36 16.419,43
43.842.804.129,52 6.621.387.333,79
50.464.191.463,31
D. Light and Rare Metal
Bauxite 1.166.120.141,69 485.382.735,40 580.221.415,00 238.157.920,26
Monasite 1.569.312.847,40 25.920,80 - 2.715,00
Total
2.735.432.989,09 485.408.656,20 580.221.415,00 238.160.635,26
3.220.841.645,29 818.382.050,26
4.039.223.695,55
TOTAL
43
91.154.254.499,10
*Keterdapatan komoditi mineral logam tersebar di 1339 titik di seluruh wilayah hukum
pertambangan Indonesia, dihitung berdasarkan inventarisasi database mineral logam dalam
satu Sistem Informasi Geografis (SIG) Kementerian ESDM Republik Indonesia.
Sajian data diatas dapat menunjukan bahwa Indonesia memiliki potensi
dan keberagaman jenis mineral yang melimpah ruah, baik yang tercatat sebagai
sumberdaya maupun cadangan. Hal ini tentu memperkuat pendapat yang
menyebutkan bahwa Indonesia memiliki sumberdaya dan cadangan mineral
dengan jenis paling lengkap di seluruh dunia.58 Dalam posisi strategis seperti
ini, seharusnya Indonesia berkesempatan memiliki posisi tawar yang tinggi
dalam memenuhi kebutuhan mineral dunia, maupun sebagai bagian pengendali
harga komoditas mineral di pasar internasional.
Sayangnya itu tidak terjadi, karena terbatasnya keberadaan pabrik smelter
di Indonesia, sehingga selama ini Indonesia hanya masih menjadi pemasok
mineral mentah (ore) dengan nilai jual yang rendah untuk bahan baku industri
hilirisasi yang ada di luar negeri. Namun, jika pada proses pengelolaan hasil
produksi tambang mineral dilakukan secara sempurna dari hulu ke hilir, maka
selain dapat memperkuat posisi tawar Indonesia di market global, dampak lain
yang dihasilkan adalah semua wilayah di Indonesia yang memiliki titik-titik
sumberdaya dan cadangan mineral dapat berkembang sesuai dengan potensinya
masing-masing. Proses pembangunan dan pemerataan ekonomipun tidak lagi
58Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Perdagangan Kementerian Perdagangan RI,
Analisis Dampak Kebijakan Larangan Ekspor Raw Material Tambang Mineral dan Batu bara.
44
sepenuhnya dibebankan kepada pemerintah pusat. Namun akan ada pada
sinergisitas pembangunan sektoral ditingkat daerah untuk selanjutnya dapat
menjaga keuntungan kompetitif dalam skala nasional, regional, dan
internasional.59
Pada akhirnya, seluruh potensi tambang mineral yang terdapat di seluruh
wilayah hukum pertambangan Indonesia sudah seharusnya dapat mendorong
Indonesia menjadi salah satu negara di dunia yang memiliki kemampuan dalam
melakukan pengolahan tambang mineral dari hulu ke hilir, sehingga seluruh
manfaat ekonomi yang dihasilkan dapat terserap secara baik dan memberikan
kesejahteraan untuk rayat Indonesia.
2. Batu bara
Batu bara merupakan salah satu jenis dari energi fosil yang sangat banyak
tersedia di Indonesia dibandingkan dengan minyak dan gas bumi. Cadangan
batu bara Indonesia terhitung mencapai 83% dari total keseluruhan cadangan
berbagai energi fosil yang ada di Indonesia. Dan batu bara merupakan bagian
dari bahan tambang yang saat ini masih menjadi primadona dan digunakan
sebagai salah satu sumber energi primer.60
Di Indonesia terdapat 20 provinsi yang memiliki potensi sumberdaya batu
bara namun hanya provinsi Sumatera Selatan dan Kalimantan Timur yang
59Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Perdagangan Kementerian Perdagangan RI,
Analisis Dampak Kebijakan Larangan Ekspor Raw Material Tambang Mineral dan Batu bara. 60Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Perdagangan Kementerian Perdagangan RI,
Analisis Dampak Kebijakan Larangan Ekspor Raw Material Tambang Mineral dan Batu bara.
45
memiliki tingkat sumberdaya batu bara tertinggi di Indonesia, yaitu setara
dengan 82% dari total sumberdaya batu bara di Indonesia yang berjumlah lebih
dari 119,45 miliar ton.61 Namun demikian jika kita bandingkan dengan
cadangan sumberdaya batu bara di dunia, cadangan sumberdaya batu bara
Indonesia secara total hanya sebesar 3% dari total cadangan batu bara di
dunia.62
Menurut perhitungan Kementerian ESDM Republik Indonesia, pada
Tahun 201363 tercatat bahwa cadangan sumberdaya batu bara Indonesia adalah
sebesar 120,5 miliar ton. Adapun Angka pertumbuhan sumberdaya dan
cadangan nasional mencapai 5% dan 11% pertahun. Sumber daya dan cadangan
batu bara tersebar di beberapa lokasi di Indonesia dengan nilai kalori yang
berbeda, mulai dari kalori rendah sampai kalori sangat tinggi.64
Berkaitan dengan produksi batu bara nasional terhitung sejak UU
Minerba disahkan pada tahun 2009 hingga tahun dimulainya penerapan
kebijakan UU Minerba yaitu pada bulan 1 quartal 1 tahun 2014, dapat dilihat
melalui tabel berikut ini.
61Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM RI, Mineral and Coal 2013
(Jakarta: Pusat Data Dan Teknologi Informasi Energi Dan Sumber Daya Mineral Kementerian ESDM
RI) [database on-line]; tersedia di https://www.minerba.esdm.go.id/library/content/file/28935-
Publikasi/ef1034f994c53 744 277e2889b2f6dc5f2015-01-30-13-56-35.pdf., 25 62Ditjen Mineral dan Batu bara Kementerian ESDM RI, Kajian Supply Demand Mineral Tahun
2013, 40. 63Peneliti menggunakan data dengan pembatasan waktu yaitu tahun 2013. Dikarenakan UU
Minerba mulai diberlakukan pada 1 Januari Tahun 2014. 64Direktorat Jenderal Mineral dan Batu bara Kementerian ESDM, Laporan Kinerja Tahun 2015
(Jakarta: Pusat Data Dan Teknologi Informasi Energi Dan Sumber Daya Mineral Kementerian ESDM
RI) [database on-line]; tersedia di https://www.minerba.esdm.go.id/library/publish/LAKIN%20
MINERBA%202015. pdf., 4.
46
Tabel II.A.2.I Produksi Tambang Batu bara
TAHUN JUMLAH PRODUKSI (TON)
2009 228 806 887
2010 325.325.793
2011 415.765.068
2012 466.307 241
2013 458.462.513
2014 435.742.874
Sumber: Badan Pusat Statistik Nasional Republik
Indonesiahttps://www.bps.go.id/dynamictable/2016/01/28/1126/produksi-barang-tambang-
mineral-1996-2015.html
Pada tahun 2017, produksi batu bara nasional tahun mencapai 461 juta
ton. Dari jumlah tersebut, sebanyak 97 juta ton dimanfaatkan untuk
kepentingan dalam negeri Domestic Market Obligation (DMO).65 Artinya
sebagian besar produksi batu bara Indonesia diekspor. Fakta ini
mengungkapkan bahwa konsumsi/kebutuhan batu bara domestik Indonesia
relatif sedikit.
Tabel II.A.2.II Ekspor Tambang Batu bara 2009 - 2014
No Negara Tujuan 2009 2010 2011 2012 2013 2014
1 Tiongkok1) 39.330,8 74.805,0 104.143,4 115.702,1 130.393,4 136.352,1
2 India 39.108,9 51.254,3 74.723,2 96.076,0 118.288,5 99.280,3
3 Korea Selatan 33.418,4 43.275,6 39.598,2 37.899,1 37.711,5 35.631,5
4 Jepang 32.217,7 35.266,7 35.364,0 35.518,3 36.273,3 35.584,6
5 Taiwan 24.723,4 25.002,2 27.131,8 29.105,2 28.323,3 27.271,8
6 Malaysia 12.483,3 15.535,7 17.337,5 16.138,0 17.128,9 16.241,5
7 Thailand 11.229,7 13.081,8 13.293,9 14.676,0 14.508,8 15.021,3
8 Hongkong 10.714,2 11.110,9 11.868,2 11.984,8 14.365,0 14.494,0
65Tim Komunikasi ESDM, “Cadangan Batu bara Indonesia 26 Miliar Ton.” [artikel on-line];
tersedia di https://www.esdm.go.id/en/media-center/news-archives/cadangan-batu bara-indonesia-
sebesar-26-miliar-ton; internet; diakses pada 27 Maret 2018.
47
9 Lainnya 7.976,8 9.706,2 10.989,7 11.636,2 12.964,3 12.581,6
10 Philipina 7.518,1 7.279,8 6.654,3 5.704,8 5.924,0 6.880,1
11 Italia 5.797,0 6.306,3 5.080,8 5.414,0 4.078,0 4.071,5
12 Spanyol 4.808,4 2.719,1 3.559,3 4.082,8 3.016,6 3.516,3
13 Belanda 3.384,8 1.936,5 2.848,4 215,6 1.177,4 1.311,8
14 Amerika Serikat 2.081,6 1.564,3 805,4 154,3 172,2 0,0
Jumlah 234.793,1 298.844,4 353.398,1 384.307,2 424.325,2 408.238,4
Sumber: Badan Pusat Statistik, RI, Ekspor Batu Bara Menurut Negara Tujuan Utama,
2009 - 2013
Tabel diatas menggambarkan besaran dan negara tujuan ekspor batu bara
Indonesia dalam lima tahun terakhir sejak diberlakukannya UU Minerba.
Tiongkok, India, Korea Selatan, dan Jepang menjadi negara tujuan utama untuk
ekspor batu bara Indonesia. Pada tahun-tahun kejayaan harga batu bara,
penerimaan negara dari sektor pertambangan sekitar 85 persen disumbang dari
penjualan batu bara.66
B. Manfaat Penerapan Kebijakan Undang-Undang No. 4 Tahun 2009 tentang
Pertambangan Mineral dan Batu bara (UU Minerba) bagi Indonesia.
Melihat begitu besar potensi mineral dan batu bara yang ada di Indonesia
tentunya diperlukan sebuah regulasi yang mengatur secara tepat agar pemerintah dan
rakyat Indonesia secara keseluruhan dapat merasakan penerimaan manfaat yang
maksimal dari potensi tersebut. Mengingat, dalam Pasal 33 UUD 1945
mengamanatkan kepada negara bahwa semua kekayaan alam yang timbul ataupun
66Indonesia Investmen, “Batu bara,” [artikel on-line]; tersedia di https://www.indonesia-
investments.com/id/bisnis/komoditas/batu-bara/item236?.; internet; diakses pada 02 April 2018.
48
tersembunyi di wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia harus dikelola
demi kepentingan kesejahteraan rakyat.
Atas dasar tersebut Pemerintah Indonesia menetapkan UU No. 4 Tahun 2009
tentang Mineral dan Batu bara (UU Minerba). Keberadaan UU Minerba secara
otomatis menggantikan rezim UU No 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan
Pokok Pertambangan yang sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan nasional
maupun internasional.67
1. Kebijakan UU Minerba
Perubahan mendasar yang terjadi pada UU Minerba adalah perubahan
dari sistem Kontrak Karya dan Kontrak Perjanjian menjadi sistem perizinan. Itu
artinya Pemerintah Indonesia tidak lagi berada dalam posisi yang sejajar
dengan pelaku usaha. Pemerintah Indonesia menjadi pihak yang memberi izin
kepada pelaku usaha industri pertambangan mineral dan batu bara. Selain itu
UU Minerba memberi ruang keterlibatan pemerintah Provinsi dan Pemerintah
Kabupaten/Kota dalam hal kewenangan pengelolaan pertambangan.68
Adapun hal mendasar yang merupakan perubahan dengan berlakunya UU
Minerba ini antara lain69:
67Pembukaan UU Minerba 68Bakri, Hak Penguasaan Negara Dalam Bidang Pertambangan Mineral dan Batu bara. 69Djoko Darmono, Mineral dan Energi Kekayaan Bangsa: Sejarah Pertambangan dan Energi
Indonesia (Jakarta: Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, 2009), 352-354.
49
1. Tidak ada lagi perlakuan yang berbeda terhadap pengusahan baik
asing maupun dalam negeri yang ingin menanamkan modalnya di
bidang pertambangan mineral dan batu bara.
2. Wilayah Pertambangan (WP) adalah wilayah yang memiliki
potensi mineral dan/atau batu bara dan tidak terikat dengan batasan
administrasi pemerintahan yang merupakan bagian dari tata ruang
nasional.
3. Setiap pemegang IUP dan IUPK wajib melakukan pengolahan dan
pemurnian dari hasil tambangnya di dalam negeri.
Perubahan mendasar yang terjadi berlandaskan atas suatu alasan yang
telah terangkum dalam pokok-pokok pemikiran dalam UU Minerba70, antara
lain yaitu:
1. Mineral dan batu bara sebagai sumber daya yang tidak terbarukan
dikuasai oleh negara dan pengembangan serta pendayagunaannya
dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
bersama dengan pelaku usaha.
2. Dalam rangka penyelenggaraan desentralisasi dan otonomi daerah
pengelolaan pertambangan mineral dan batu bara dilaksanakan
70Komisi Pengawas Persaingan Usaha “Background Paper Analisis Kppu Terhadap Undang-
Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral Dan Batu bara,” [artikel on-line];
tersedia di http://www.kppu.go.id/docs/Positioning_Paper/positioning_paper_minerba.pdf, 3 - 4;
internet; diakses pada 5 Mei 2017.
50
berdasarkan eksternalitas, akuntabilitas, dan efisiensi yang
melibatkan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
3. Usaha pertambangan harus memberi manfaat ekonomi dan sosial
yang sebesar-besarnya bagi kesejahteraan rakyat Indonesia.
4. Usaha pertambangan harus dapat mempercepat pengembangan
wilayah dan mendorong kegiatan ekonomi masyarakat/pengusaha
kecil dan menengah serta mendorong tumbuhnya industri
penunjang pertambangan
5. Dalam rangka terciptanya pembangunan berkelanjutan, kegiatan
usaha pertambangan harus dilaksanakan dengan memperhatikan
prinsip lingkungan hidup, transparansi, dan partisipasi masyarakat.
Dalam konteks pelaksanaan UU Minerba, tindakan yang dilakukan oleh
Pemerintah Indonesia, juga pernah dilakukan oleh Venezuela, Rusia, Bolivia,
dan Kazakhstan, sebagai negara yang kaya dengan sumber daya alam. Bremmer
(2011) mengistilahkannya sebagai nasionalisme sumber daya alam.71
71Lukman Adam, “Kebijakan Mineral Dan Batu bara di Indonesia,” [artikel on-line]; tersedia di,
http://berkas.dpr.go.id/puslit /files/info_singkat/Info%20Singkat-VI-14-II-P3DI-Juli-2014-68.pdf, 15;
internet; diakses pada 03 April 2017.
51
2. UU Minerba Sebagai Instrumen Pengoptimalisasian Penerimaan
Negara, Masuknya Investasi Asing dan Penyerapan Tenaga Kerja.
Selain mendorong berkembangnya teknologi dan kapasitas SDM pada
sektor industri pertambangan mineral dan batu bara di Indonesia, agenda utama
dari penerapan kebijakan UU Minerba oleh Pemerintah Indonesia yaitu
meningkatkan penerimaan negara buka pajak dari sektor pertambangan
mineral dan batu bara, masuknya investasi asing, serta membuka
lapangan pekerjaan. Para ahli pertambangan telah sepakat bahwa penerapan
UU Minerba ini memberikan dampak positif dari berbagai aspek, terutama
investasi di sektor minerba.
a. Meningkatkan Penerimaan Negara.
Langkah yang diambil Pemerintah Indonesia untuk menghentikan ekspor
bijih mineral tanpa melalui proses hilirisasi dinilai beralasan kuat sebagai
sebuah kepentingan nasional yang harus segera direalisasikan. Karena dengan
adanya proses pengolahan dan pemurnian bijih mineral akan memberikan nilai
tambah dan memiliki harga jual yang jauh lebih tinggi. Dengan melimpahnya
potensi sumberdaya dan cadangan mineral yang ada di Indonesia tentu ini
menjadi sebuah momentum untuk meraup dan mengkapitalisasi pendapatan
negara yang berasal dari non pajak.
Berikut ini adalah simulasi potensi pendapatan negara yang akan
diperoleh Pemerintah Indonesia apabila penerapan kebijakan UU Minerba
berjalan konsisten dan efektif. Pada periode Januari - November 2013 ekspor
52
bijih mineral bauksit Indonesia mencapai 47,01 juta ton dengan hasil ekspor
sebesar US$ 40 per ton, sedangkan apabila bijih bauksit tersebut memasuki
tahap pemurnian terlebih dahulu menjadi alumina maka akan menaikkan nilai
ekspor sebesar US$ 400 per ton atau sepuluh kali dari kondisi bijih. Sedangkan
jika alumina kemudian diolah lebih lanjut menjadi alumunium, maka nilai
tambahnya bisa mencapai 139 kali lipat sebesar US$ 2.500 per ton
dibandingkan dengan harga jual bijih bauksit.72
Pada Bijih besi yang juga merupakan sebagai komoditas utama ekspor
Indonesia ketika dilakukan proses nilai tambah menjadi sponge iron akan
meningkat nilainya sebesar 13 kali, yaitu dari harga bijih besi laterit dengan
kadar Fe 45% sebesar US$ 22,3 per ton menjadi sebesar US$ 299,7 per ton
ketika menjadi sponge iron, sedangkan jika diolah menjadi besi billet harganya
bisa mencapai US$ 490 per ton. Sedangkan total ekspor bijih besi Indonesia per
tahun 2013 adalah sebesar 22,3 Miliar Ton (22.308.219.653).73 Bisa dihitung
kira-kira berapa ratus kali lipat peningkatan pendapatan negara yang berasal
dari sektor pertambangan mineral jika kebijakan UU Minerba berjalan efektif.
72Yusri Usman, “Hilirisasi Industri Mineral Di Persimpangan Jalan,” [artikel on-line]; tersedia
di http://id.beritasatu.com/home/hilirisasi-industri-mineral-di-persimpangan-jalan/163572; internet;
diakses pada 10 Mei 2017. 73Sugeng Mujiyanto, Dampak Pembatasan Ekspor Bijih Besi Terhadap Penerimaan Sektor
ESDM dan Perekonomian Nasional [buku on-line] (Jakarta: Pusat Data dan Teknologi Informasi
Energi dan Sumber Daya Mineral Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, 2015, diunduh pada
pada 10 Mei 2017); tersedia di https://www.esdm.go.id/assets/media/content/KEI-
Dampak_Pembatasan_Ekspor_Bijih_Besi_Terhadap_Penerimaan_Sektor_ESDM_dan_Perekonomian
_Nasional.pdf; internet.
53
Selanjutnya pada jenis mineral nikel dan tembaga yang juga merupakan
komoditas ekspor penting Indonesia dan memiliki posisi penting pada
perdagangan dunia, dimana sejak tahun 2009 sampai dengan 2013 Indonesia
menjadi negara ekportir nikel terbesar di dunia, yaitu berkisar 600.000 –
700.000 ton atau menyumbang 30% dari total supply dunia.74 Sedangkan untuk
tembaga, Indonesia menjadi negara ekportir terbesar ke empat di dunia, dengan
rata-rata pertahunnya sebesar 1.804.500 ton.75 Adapun skema peningkatan nilai
tambah untuk jenis mineral tembaga dan nikel adalah sebagai berikut.
Tabel II.C.2.a.I Skema Peningkatan Nilai Tambah Nikel
dan Tembaga
Tembaga Bijih Konsentrat Tembaga Katoda Tembaga
US$ 80 US$ 3.000 US$ 8.000
Nikel Bijih Fero Nikel Logam Nikel
US$ 60 US$ 17.500 US$ 20.000
Sumber: Direktorat Jenderal Mineral dan Batu bara, Kementerian ESDM-RI
Secara umum, dari hasil kajian didapat potensi peningkatan nilai tambah
dari bijih dan konsentrat mineral yang semestinya dapat diolah di dalam negeri.
Potensi nilai tambah dapat dihitung dari selisih antara nilai impor produk
mineral dasar dengan nilai ekspor bijih dan konsentrat mineral. Pada tahun
2011, dari 3 (tiga) jenis komoditi mineral logam yaitu Tembaga, Nikel dan
74Teuku Mufizar Mahmud “Setelah Lima Tahun Menunggu” Halo Vale, April 2014, 9. 75Ditjen Mineral dan Batu bara Kementerian ESDM RI, Kajian Supply Demand Mineral Tahun
2012 (Jakarta: Pusat Data Dan Teknologi Informasi Energi Dan Sumber Daya Mineral, Kementerian
ESDM RI) [database on-line]; tersedia di https://www.esdm.go.id/assets/media
/content/Supply_demand_mineral_2012.pdf., 19.
54
Bauksit didapat potensi peningkatan nilai tambah sebesar kurang lebih US$
268.100.725.360,-.76
b. Menjaring Investasi Big Fish.
Realisasi penerapan kebijakan UU Minerba juga telah medorong secara
pesat penyerapan investasi di sektor pertambangan khususnya terkait dengan
pembangunan pabrik smelter. Dan Pemerintah Indonesia telah membuat
rencana jangka panjang pembangunan pabrik smelter, detail sampai dengan titik
daerah yang akan dibangung. Setidaknya ada 65 Pabrik Smelter baru dari
berbagai jenis mineral yang akan dibangun tersebar di beberapa daerah di
Indonesia. Mulai dari nikel, bauksit, besi, timbal dan seng, kaolin dan zeolit,
zirkon, mangan dan tembaga.77
Gambar II.C.2.b.I Peta Distribusi Pengolahan
dan Pemurnian Mineral
76Ditjen Mineral dan Batu bara Kementerian ESDM RI, Kajian Supply Demand Mineral Tahun
2012, 3. 77Ditjen Mineral dan Batu bara Kementerian ESDM RI, Peta Sebaran Fasilitas Pengolahan
dan Pemurnian (Jakarta: Pusat Data Dan Teknologi Informasi Energi Dan Sumber Daya Mineral,
Kementerian ESDM RI) [database on-line]; tersedia di
https://www.minerba.esdm.go.id/library/content/file/28935Peta/04e44853a31fe7ce2d0850df3eaf1ddd2
014-03-26-10-21-19.pdf.
55
Sumber: Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia
https://www.esdm.go.id/assets/media /content/Supply_demand_mineral_2012.pdf.
Besaran nilai investasi untuk membangun satu pabrik smelter untuk setiap
jenis mineral tentu berbeda-beda dan juga menyesuaikan kapasitas pabrik yang
dibangun. Setelah diterbitkannya Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya
Mineral No. 7 Tahun 2012 tentang peningkatan nilai tambah mineral melalui
kegiatan pengolahan dan pemurnian mineral, Pemerintah Indonesia menerima
banyak proposal pengajuan pembangunan smelter di Indonesia dari Investor
baik dari dalam maupun Luar Negeri.78 Setidaknya hingga akhir tahun 2013
Kementerian ESDM Republik Indonesia telah menerima sebanyak 185
proposal pembangunan pabrik smelter dengan nilai investasi sebesar US$ 555
Miliar atau senilai dengan Rp. 5.233,6 Triliun (nilai tukar rupiah pada tahun
2013),79
Namun demikian tidak semua proposal diloloskan semua, terdapat proses
assesment dan uji kelayakan terhadap setiap proposal yang diajukan oleh
investor kepada Pemerintah Indonesia. Tercatat realisasi investasi
pembangunan pabrik smelter sepanjang tahun 2013 sebesar US$ 346 Juta dan
hingga akhir Tahun 2014 sebesar US$ 5 Miliar80, sebetulnya angka ini masih
78Ditjen Mineral dan Batu bara Kementerian ESDM RI, Kajian Supply Demand Mineral Tahun
2012, 13. 79Teuku Mufizar Mahmud “Membangun Smelter Tidak Mudah” Halo Vale, April 2014, 16. 80Teuku Mufizar Mahmud, Membangun Smelter Tidak Mudah, 17.
56
jauh dari target yang telah ditetapkan sepanjang tahun 2014 yaitu sebesar US$
17,5 Miliar.81
Hingga tahun 2017 terdapat 34 proyek industri smelter dengan total
investasi mencapai Rp 752,62 triliun. Industri smelter ini terdiri dari pengolah
bijih besi, bijih nikel, bijih bauksit, konsentrat tembaga, stainless steel, dan
aluminium. Pada awal tahun 2018, terdapat tambahan investasi sekitar US$ 3
Miliar dari pembangunan pabrik smelter, baik itu yang melakukan ekspansi
maupun investasi baru.
c. Penyerapan Tenaga Kerja.
Bersamaan dengan potensi peningkatan nilai tambah pada mineral dan
realisasi investasi untuk pembangun Pabrik Pengolahan dan Pemurnian Mineral
atau Pabrik Smelter, terdapat benefit lain yaitu penyerapan tenaga kerja.
Diperkirakan penyerapan tenaga kerja melalui industri pengolahan mineral
logam dasar sebanyak kurang lebih 2.402.600 orang secara nasional.
Penyerapan tenaga kerja ini belum termasuk tenaga kerja di industri hilir dan
multiplier effect yang didapat dari pengolahan hasil produk industri hulu
mineral logam di Indonesia.82
81Rosmiyati D. Kandi, “Realisasi Investasi Smelter Tahun Ini Jauh dari Target,” [artikel on-
line]; tersedia di https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20141222084036-85-19657/realisasi-
investasi-smelter-tahun-ini-jauh-dari-target; internet; diakses pada 13 Mei 2017. 82Ditjen Mineral dan Batu bara Kementerian ESDM RI, Kajian Supply Demand Mineral Tahun
2012, 3.
57
Sebagai contoh, berdasarkan dari studi kelayakan yang telah dibuat oleh
Kementerian ESDM Republik Indonesia dampak dari investasi pabrik smelter
di Provinsi Sulawesi Tenggara sebesar US$ 3,8 miliar atau sekitar 20,11 % dari
investasi pabrik smelter secara nasional, terhadap penyerapan tenaga kerja baik
dalam kegiatan smelter maupun penambangan, pada tahun 2015 terjadi
penyerapan tenaga kerja sebesar 19.102 orang, dengan perincian 11.899 orang
pada smelter dan 7.203 orang pada penambangan. Pada tahun 2016, naik lagi
menjadi 40.773 orang, dengan perincian 27.775 orang pada smelter dan 12.998
orang pada penambangan. Sementara pada tahun 2017, angka penyerapan
tenaga kerja menjadi 65.440 orang, terdiri atas 34.375 orang pada smelter dan
31.065 orang pada penambangan.83
Jumlah penyerapan tenaga kerja diatas baru dari pembangunan Pabrik
Smelter di Wilayah Sulawesi Tenggara yang dikhususkan untuk jenis mineral
Nikel. Sedangkan proyeksi Pembangunan Pabrik Smelter Nasional untuk
mengolah dan memurnikan berbagai jenis mineral tersebar di seluruh wilayah
Indonesia.
83Sugeng Mujiyanto, Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi
Sulawesi Tenggara [buku on-line] (Pusat Data dan Teknologi Informasi Kementerian ESDM RI, 2015,
diunduh pada 13 mei 2017) tersedia di https://www.esdm.go.id/assets/media/content/KEI-
Dampak_Pembangunan_Smelter_di_Kawasan_Ekonomi_Khusus_(Studi_Kasus_Provinsi_Sulawesi_T
enggara).pdf., iv; internet.
58
BAB III
KEBIJAKAN LUAR NEGERI JEPANG SEBAGAI RESPON ATAS
DIBERLAKUKANNYA PENERAPAN KEBIJAKAN UU MINERBA
Kewajiban dan aturan baru yang ditetapkan dalam UU Minerba menjadi hal
yang sangat positif bagi tumbuh kembangnya industri pertambangan di Indonesia.
Setidaknya ada tiga hal yang secara umum menjadi angin segar bagi peningkatan
sumber daya ekonomi di Indonesia. Pertama peningkatan nilai tambah pada barang
tambang mineral dan batu bara. Kedua peningkatan teknologi industri pertambangan.
Ketiga adalah pemerataan pembangunan dan kesejahteraan.
Hanya saja sesuatu yang positif ini menjadi tidak lagi menjadi positif ketika
dibenturkan dengan berbagai kepentingan dari berbagai pihak, terutama kepentingan
yang berasal dari negara atau perusahaan asing yang selama ini mendapatkan
keuntungan dari hasil pertambangan Indonesia. Karena bagaimanapun, mineral dan
batu bara yang berada diseluruh wilayah hukum pertambangan Indonesia secara
langsung maupun tidak langsung telah memiliki banyak sumbangsih sekaligus
menyentuh secara signifikan sendi dan kepentingan perekonomian mereka.
Seperti yang telah disampaikan pada bab pendahuluan bahwa Jepang menjadi
satu-satunya negara yang secara serius mengutarakan penolakannya terhadap
pemberlakuan kebijakan UU Minerba. Kebijakan Luar Negeri Pemerintah Jepang
jelas, yaitu menolak diberlakukannya Kebijakan UU Minerba. Alasannya adalah
Kebijakan UU Minerba sempat membuat harga nikel melonjak dan dianggap
merugikan perusahaan Jepang. Selama ini Jepang memang dikenal sebagai produsen
59
stainless steel terbesar dunia, yang 40-50 persen bahan bakunya yaitu bijih nikel
dipasok dari Indonesia.84
Selain itu produsen stainless steel di Jepang lebih mengandalkan instalasi
pemurnian mineral (pabrik smelter) di dalam negeri, sehingga lebih suka mengimpor
bahan mentahnya saja. Sehingga apabila UU Minerba tetap dijalankan maka
dampaknya bukan hanya pada persoalan pasokan bahan baku yang terganggu, tapi
ada ancaman dari sisi tenaga kerja yang bisa jadi akan dirumahkan secara besar-
besaran apabilan pabrik tidak berproduksi, bahkan tidak menutup kemungkinan
berujung pada gulung tikarnya perusahaan.85 Berangkat dari kecemasan tersebut
berikut Pemerintah Jepang berupaya melakukan langkah-langkah ssebagai wujud dari
Kebijakan Luar Negeri yang menolak penerapan kebijakan UU Minerba.
A. Protes dan Tekanan.
Sejak awal disahkannya UU Minerba pada tahun 2009 Pemerintah Jepang
tampak tidak terlalu memberikan respon yang positif. Berbagai sikap dan tindakan
dinilai menjadi sebuah cara untuk mencari celah agar Pemerintah Jepang
mendapatkan relaksasi atas penerapan kebijakan UU Minerba. Untuk pertamakalinya
tindakan tersebut dilakukan langsung melalui Menteri Ekonomi, Perdangangan, dan
84Giras Pasopati, “Kemendag: Indonesia-Jepang Sudah Berdamai Soal Ekspor Minerba,”
[artikel on-line]; tersedia di http://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20141203164332-92-
15630/kemendag-indonesia-jepang-sudah-berdamai-soal-ekspor-minerba; internet; diakses pada 11
Juni 2017. 85Ahmad Baiquni, “Jepang tak punya celah gugat Indonesia soal UU Minerba”, [artikel on-
line]; tersedia di https://www.merdeka.com/uang/jepang-tak-punya-celah-gugat-indonesia-soal-uu-
minerba. html,;internet; diakses pada 11 Juni 2017.
60
Industri (METI) Jepang yaitu Yukio Edano, dan Duta Besar Jepang untuk Indonesia
yaitu Yoshinori Katori dalam pertemuannya dengan Menteri Perindustrian Republik
Indonesia yaitu M.S Hidayat pada 23 September 2011.
Pada pertemuan tersebut delegasi Jepang meminta kepada Pemerintah
Indonesia agar tetap bisa diizinkan mengimpor hanya untuk sisa bahan baku mineral
yang telah diolah, meskipun dalam UU Minerba jelas dinyatakan bahwa tidak
dibukanya lagi keran ekspor bahan baku mineral dan batu bara dalam bentuk apapun.
Akan tetapi permintaan tersebut hanya ditanggapi dingin oleh M.S Hidayat dengan
tidak memberikan respon apapun terhadap permintaan tersebut.86
Protes selanjutnya dilayangkan oleh Menteri Luar Negeri Jepang dan METI
Jepang pada 02 April 2014 melalui sebuah surat yang ditujukan kepada Presiden
Republik Indonesia, dalam surat tersebut disampaikan bahwa Pemerintah Jepang
memutuskan untuk mengajukan protes terkait larangan ekspor mineral mentah
Indonesia dan meminta penjelasan khusus mengenai UU Minerba. Melalui rilis berita
di media massa Menteri Perdagangan Republik Indonesia yaitu Muhammad Lutfi
telah mengkonfirmasi bahwa dirinya sudah menerima disposisi surat tersebut dan
diminta oleh Presiden Republik Indonesia untuk menindaklanjuti maksud dari surat
tersebut. Adapun tindaklanjut yang dilakukan oleh Muhammad Lutfi adalah dengan
mempersiapkan tim yang sudah ada melalui direktorat terkait di Kementerian
Perdagangan, dan meminta agar tim yang telah ditunjuk mengkaji secara mendalam
86Syahid Latif, Iwan Kurniawan, “RI Tolak Minat Jepang Impor Bahan Tambang,” [artikel on-
line]; tersedia di http://bisnis.news.viva.co.id/news/read/249569-ri-tolak-minat-jepang-impor-bahan-
tambang; internet; diakses pada 12 Juni 2017.
61
serta mengatur strategi jika sewaktu-waktu WTO mengabulkan permohonan
Pemerintah Jepang untuk memproses gugatannya pada Mahkamah Abritase WTO.87
Tidak berhenti sampai disitu, kali ini Pemerintah Jepang menekan Pemerintah
Indonesia dalam forum APEC Minister Responsible for Mining di Beijing yang
berlangsung pada tanggal 27-28 Juni 2014. Dalam Forum tersebut Pemerintah Jepang
memberikan berbagai pernyataan tidak suka terhadap kebijakan UU Minerba.
Peristiwa ini diakui sendiri oleh Menteri ESDM Negara Indonesia Jero Wacik pada
saat konferensi pers di kantornya pada 1 Juli 2014.88
Meskipun demikian Jero Wacik hanya menanggapi bahwasanya pernyataan-
pernyataan yang dilontarkan oleh Pemerintah Jepang pada forum APEC hanya
memandang persolan UU Minerba dari perspektif pelaku industri saja. Belum melihat
kepada persoalan inti dari penerapan Kebijakan UU Minerba. Selanjutnya pada
kesempatan tersebut Jero Wacik juga mengajak Pemerintah Jepang beserta Industri
Pertambangan di Jepang agar ikut berinvestasi dalam pembangunan smelter di
Indonesia.
Senada dengan hal diatas, tekanan-tekanan yang dilakukan oleh Pemerintah
Jepang terhadap Pemerintah Indonesia juga pernah dilakukan jauh sebelum jatuh
tempo pelaksanaan UU Minerba pada 12 Januari 2014. Yakni melalui sebuah
pernyataan dari Direktur Jenderal Industri Pengolahan Kementerian Perdagangan
87Dani Jumadil Akhir, “Diprotes Jepang, RI Tetap Jalankan UU Minerba,” [artikel on-line];
tersedia di http://economy.okezone.com/read/2014/04/02/19/964439/diprotes-jepang-ri-tetap-jalankan-
uu-minerba,; internet; diakses pada 12 Juni 2017. 88Putra, Jero Wacik: AS dan Jepang tidak suka pada UU Minerba.
62
Jepang Takayuki Ueda pada tanggal 11 Juni 2012. Dalam pernyataannnya Pemerintah
Jepang mengancam akan membawa persoalan UU Minerba ke Organisasi
Perdagangan Dunia (WTO) untuk diselesaikan melalui Badan Penyelesaian Sengketa
(Dispute Settlement Body). Menurutnya Pemerintah Indonesia telah melakukan
langkah-langkah sepihak dalam memberlakukan kebijakan UU Minerba, dan itu tidak
sesuai dengan aturan WTO dalam pasal 13 GATT tentang Non-Discriminatory
Administration Of Quantitative Restrictions.89
Pada pasal tersebut memang disebutkan bahwa negara-negara yang menjadi
bagian dari anggota WTO tidak diperkenankan membuat sebuah kebijakan berkenaan
dengan larangan ekspor dan impor terhadap produk tertentu dan kepada negara
tertentu yang masih menjadi bagian dari keanggotan WTO.90
B. Diplomasi Pemerintah Jepang
Dalam merespon kebijakan UU Minerba Pemerintah Jepang tetap berusaha
menggunakan jalur dan etika diplomasi pada umumnya. Karena melawan Indonesia
dengan cara-cara yang represifpun sangat tidak obyektif bagi Jepang. Karena disatu
sisi Jepang memiliki banyak kepentingan strategis dan hubungan kerja jangka
panjang dengan Indonesia di berbagai bidang, terutama dibidang infrastruktur dan
89Asnil Bambani Amri "Jepang Ancam Seret Indonesia ke WTO" [artikel on-line]; tersedia di
http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2012/06/12/15422779/Jepang.Ancam.Seret.Indonesia.ke.WTO
; internet; diakses pada 23 Maret 2018. 90TEXT OF ARTICLE XIII AND RELEVANT INTERPRETATIVE NOTES 1, 2 Article XIII
Non-Discriminatory Administration of Quantitative Restrictions.
63
energi. Hal ini diungkapkan langsung oleh Takayuki Ueda, Direktur Umum Industri
Manufaktur Departemen Perdagangan Jepang.91
Adapun proses diplomasi ditangani langsung melalui Duta Besar Jepang untuk
Indonesia yaitu Yoshinori Katori dan Menteri Luar Negeri Jepang yaitu Fumiyo
Kishida. Pertemuan dengan pemangku kebijakan di Indonesiapun dilaksanakan
beberapa kali, termasuk pada saat itu Menteri Luar Negeri Jepang YM Fumiyo
Kishida berkesempatan menemui presiden terpilih pada pilpres Tahun 2014 yaitu
Jokowi dengan agenda meminta peninjauan kembali UU Minerba.92
Pertemuan-pertemuan yang dilakukan oleh Duta Besar Yoshinori Katori
maupun Menlu Fumiyo Kishida membawa dua misi utama, pertama adalah melobi
Pemerintah Indonesia agar membuka kembali keran ekspor mineral baik dalam
bentuk bijih maupun konsentrat, terutama untuk bijih nikel. Lalu yang kedua yaitu
menegoisasi Pemerintah Indonesia untuk memberikan kelonggaran (relaksasi) atas
penerapan kebijakan UU Minerba, hal ini berdasarkan atas ketidaksiapan para pelaku
Industri Pertambangan dan Manufaktur di Jepang dalam menghadapi kelangkaan
pasokan bijih nikel yang selama ini diimpor dari Indonesia.93
Selain menyampaikan kedua misi diatas pada sebuah pertemuan langsung
dengan Menteri Perindustrian Republik Indonesia MS Hidayat pada hari rabu tanggal
19 Maret 2014, beberapa poin penting lainnya juga disampaikan oleh Dubes Katori.
91Asnil Bambani Amri, Jepang Ancam Seret Indonesia ke WTO. 92Desi Angriani, “Temui Jokowi, Menlu Jepang Minta Renegoisasi UU Minerba,” [artikel on-
line]; tersedia di http://pemilu.metrotvnews.com/read/2014/08/12/276438/temui-jokowi-menlu-jepang-
minta-renegoisasi si-uu-minerba; internet; diakses pada 24 Maret 2017. 93Kemenperin RI. Dilobi Dubes Katori, Menteri Hidayat Tolak Kabulkan Permintaan Jepang.
64
Terutama kaitannya dengan rencana pembangunan smelter di Indonesia oleh
beberapa perusahaan Jepang yang masih melakukan studi kelayakan (feasibility
study/FS). Pemerintah Jepang juga mengakui telah siap memberikan dukungan
kepada Pemerintah Indonesia terkait dengan pembinaan industri di Indonesia dengan
meningkatkan nilai tambah pada bijih besi yang belum diolah.94
Namun agar rencana pembangunan smelter di Indonesia dapat terealiasi dengan
cepat dan proses pembinaan industri pengolahan bijih nikel dapat berjalan dengan
baik kedepannya, Pemerintah Jepang meminta supaya keran ekspor terutama pada
jenis nikel agar dibuka kembali untuk beberapa waktu, sampai menemukan pengganti
pemasok.95
Sayangnya penawaran tersebut lantas tidak membuahkan sebuah penyelesaian.
Justru sebaliknya, Pemerintah Indonesia melihat adanya ketidak seriusan yang datang
dari Pemerintah Jepang. MS Hidayat dan R Sukhyar selaku Dirjen Minerba
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang hadir dalam pertemuan
tersebut justru kembali memberikan penawaran, dimana Pemerintah Jepang atau
pelaku industri manufaktur dan pertambangan agar dapat menyetorkan uang jaminan
sebagai betuk keseriusan investasi dalam pembangunan smelter dengan menyertakan
proposal rencana pembangunan smelter yang sesuai dengan standar prosedur di
Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).96
94Kemenperin RI. Dilobi Dubes Katori, Menteri Hidayat Tolak Kabulkan Permintaan Jepang. 95Kemenperin RI. Dilobi Dubes Katori, Menteri Hidayat Tolak Kabulkan Permintaan Jepang. 96Kemenperin RI. Dilobi Dubes Katori, Menteri Hidayat Tolak Kabulkan Permintaan Jepang.
65
Lantaran belum mendapatkan penyelesaian, Pemerintah Jepang mengancam
akan menggugat permasalahan ini ke WTO. Namun, sebelum sampai kearah sana
Pemerintah Jepang meminta agar dapat melakukan sebuah pertemuan khusus secara
government to government (G to G) dengan Menko Perekonomian atau dengan
Menteri Luar Negeri. Hal ini dikonfirmasi oleh Rizal Affandi Lukman, Deputi
Menko Perekonomian Bidang Perdagangan Internasional dan Kerjasama Ekonomi
bahwa pemerintah Jepang akan bersua untuk melakukan negosiasi dengan pemerintah
Indonesia terkait penerapan UU Minerba.97
Selanjutnya tepat pada tanggal 12 Agustus 2014 pasca pilpres yang
dilaksanakan pada tanggal 9 Juni 2014, Menteri Luar Negeri Jepang, YM Fumiyo
Kishida datang ke Indonesia untuk menemui Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa
dan Presiden terpilih Jokowi. Inti agenda dari kedatangannya adalah dalam rangka
memperkuat hubungan antara Jepang dan Indonesia. Namun pada pertemuannya
dengan Jokowi Menlu Jepang meminta Jokowi untuk merenegosiasi Undang-Undang
Minerba. Namun, Jokowi menegaskan Pemerintah Indonesia yang akan saya pimpin
5 tahun mendatang tetap akan berpegang teguh pada konstitusi dan Undang-Undang
Nomor 4 tahun 2009 tentang Mineral dan Batu bara.98
Selanjutnya Menteri Luar Negeri Jepang bertemu dengan Menteri Luar Negeri
Indonesia, keduanya membahas banyak hal terkait mineral dan batu bara (minerba)
hingga konflik Gaza dalam pertemuan tertutup selama 1 jam. Dalam pertemuan
97Angriani, Temui Jokowi, Menlu Jepang Minta Reneoisasi UU Minerba. 98Angriani, Temui Jokowi, Menlu Jepang Minta Reneoisasi UU Minerba.
66
tersebut Menteri Luar Negeri Jepang meminta penyelesaian yang menguntungkan
kedua belah pihak (win-win solutions), bagaimana supaya Indonesia tetap bisa
membangun industri hilirnya dan di sisi lain Jepang tetap bisa mengimpor bahan baku
mineral dari Indonesia. Dan kali ini Pemerintah Indonesia sejalan dengan apa yang
diutarakan oleh Menteri Luar Negeri Jepang YM Fumiyo Kishida, dalam
pernyataannya Marty memberikan rambu dengan mengajak Pemerintah Jepang
menyelesaikan persoalan ini sesuai dengan asas mutual benefit, dimana terlebih
dahulu diuraikan satu per satu dari setiap isu permasalahan yang ingin diselesaikan
dalam penerapan kebijakan UU Minerba. Dari sana kita bisa melihat pada bagian
yang mana Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Jepang bisa bertukar keuntungan..99
Namun demikian rambu hanyalah rambu, baik Pemerintah Indonesia dan
Pemerintah Jepang harus kembali berupaya menerjemahkan kembali bahasa
diplomatis yang terekam dalam sesi negoisasi tersebut. Terutama bagi Pemerintah
Jepang harus kembali menerjemahkan secara utuh apakah rambu-rambu yang
diberikan pada pertemuan tersebut merupakan sebuah kemajuan diplomasi yang
selama ini diupayakan. Atau malah justru sebaliknya, Pemerintah Indonesia ingin
menunjukan bahwa pada prinsipnya tetap berpegang teguh pada kebijakan UU
Minerba. Meski pada saat kunjungan Menteri Luar Negeri Jepang saat itu pelaporan
kepada WTO sudah dilakukan.
99Redaksi Detik, “Menlu Indonesia-Jepang Bahas UU Minerba hingga Konflik Gaza,”[artikel
on-line]; tersedia di https://news.detik.com/berita/2660396/menlu-indonesia-jepang-bahas-uu-minerba-
hingga-konflik-gaza; internet; diakses pada 24 Maret 2017.
67
C. Pelaporan kepada Mahkamah Arbritase WTO
Pemerintah Jepang resmi menyampaikan gugatannya mengenai kebijakan UU
Minerba ke Mahkamah Abritase WTO (Dispute Settlement Body WTO / DSB WTO)
tepat pada tanggal 18 April 2014. Namun Pemerintah Jepang harus menunggu kira-
kira hingga 2,5 tahun kedepan untuk mendapatkan hasil putusan dari gugatan yang
diajukan. Itupun jika gugatan yang diajukan oleh WTO pada prosesnya berjalan ideal.
Karena dalam proses dan mekanisme yang ada pada DSB WTO membutuhkan
proses yang sangat panjang. Pertama setelah gugatan masuk kepada panitia di DSB
WTO negara yang mangajukan gugatan diminta untuk melakukan konsultasi bilateral
selama dua bulan. Jika konsultasi bilateral berhasil, dalam artian kedua negara
menemukan solusi yang dapat diterima, maka proses dispute yang adapun ikut
berakhir. Negara penggugat biasanya secara otomatis akan mencabut gugatannya.
Namun apabila konsultasi bilateral gagal maka akan dibentuk Panel dan pada
umumnya untuk menentukan Panel dibutuhkan waktu sekitar dua bulan karena
biasanya akan sangat lama memilih negara yang disepakati oleh penggugat dan yang
tergugat untuk mengisi jumlah panel yang ditetapkan oleh DSB WTO. Jadi jika
melihat sampai pada proses pembentukan panel sudah memakan waktu 4 bulan dan
belum memberikan progess yang berarti bagi perkembangan kasus, tentu ini menjadi
cost politic yang perlu dipertimbangkan khususnya bagi Pemerintah Jepang.
Dasar gugatan Jepang bahwa kebijakan UU Minerba Indonesia bertentangan
dengan ketentuan Pasal XIII Artikel XI GATT dan TRIMs Agreement. Dimana
ditegaskan bahwa Negara Anggota WTO tidak diperkenankan memberikan hambatan
68
ekspor maupun impor dalam bentuk apapun (seperti penyertaan Lisensi Ekspor/Impor
dan Kuota Impor) selain untuk kepentingan bea cukai, pajak, dan biaya lainnya.
Adapun jika sewaktu-waktu dibutuhkan pembatasan maka pelaksanaan pembatasan
harus didasari oleh kontrak perjanjian yang disepakati oleh pihak-pihak terkait.100
100Lihat di https://www.wto.org/english/res_e/booksp_e/analytic_index_e/gatt1994_05_e.htm
#article11A1. Diakses pada 23 Maret 2018.
69
BAB IV
ANALISA KEBIJAKAN LUAR NEGERI PEMERINTAH INDONESIA
DALAM MERESPON PENOLAKAN PEMERINTAH JEPANG ATAS
PENERAPAN KEBIJAKAN UU MINERBA
Kebijakan UU Minerba mendapat respon dan tanggapan yang kurang baik dari
Pemerintah Jepang, hal ini tentu menjadi sebuah tantangan yang harus disikapi secara
bijak oleh Pemerintah Indonesia. Karena bagaimanapun juga Jepang merupakan
negara yang memiliki kedudukan cukup strategis sebagai mitra dalam pembangunan
Indonesia diberbagai bidang. Sehingga keharmonisan hubungan bilateral antara
Pemerintah Indonesia dengan Pemerintah Jepang harus tetap dijaga.
Namun demikian sebagai negara yang berdaulat, hukum yang berlaku dalam
batas yurisdiksi negara Indonesia akan selalu menjadi batasan, barometer, dan standar
atas kebijakan atau putusan yang diambil dan dijalankan. Termasuk dalam hal
mengedepankan dan mempertahankan penerapan kebijakan UU Minerba secara utuh.
Karena dibentuknya UU Minerba merupakan sebuah upaya dari kepentingan nasional
yang akan memberikan sentimen positif dan dampak yang signifikan, tertutama akan
dua hal yaitu pada peningkatan nilai tambah barang tambang yang diproduksi dan
pada perkembangan teknologi disektor industri pertambangan nasional. Dan dari
kedua hal tersebut diharapkan dapat menyumbangkan lebih baik lagi untuk
pendapatan negara dan kesejahteraan ekenomi masyarakat Indonesia.
Oleh karena itu UU Minerba merupakan hal mutlak yang harus dijalankan oleh
pihak manapun selama berada dalam wilayah pertambangan Indonesia. Adapun
upaya negoisasi yang dilakukan oleh Pemerintah Jepang dalam rangka meminta
70
relaksasi terkait penerapan kebijakan UU Minerba, merupakan sesuatu yang
bertentangan terhadap kepentingan nasional dan regulasi hukum yang sudah
ditetapkan. Sehingga pada dasarnya tidak ada alasan yang cukup kuat bagi
Pemerintah Jepang untuk mendapatkan relaksasi tersebut, ditambah Pemerintah
Indonesia tidak memiliki pemikiran akan memberikan ruang relaksasi kepada
Pemerintah Jepang.101
Pemerintah Indonesia dalam menanggapi protes Jepang telah melakukan
beberapa langkah konstruktif melalui masing kementerian terkait sesuai dengan tugas
dan fungsinya masing-masing serta kewajibannya dalam menjalankan amanah UU
Minerba.
A. Langkah-Langkah Konstruktif Pemerintah Indonesia dalam Merespon
Penolakan Jepang Terhadap Penerapan Kebijakan UU Minerba
Ruang lingkup birokrasi pada tubuh Pemerintahan Indonesia membentuk
sebuah mekanisme perumusan kebijakan eksekutif berupa Peraturan Pemerintah,
Peraturan Menteri, Peraturan Perundang-undangan dan Instruksi Presiden akan secara
langsung melibatkan kabinet (Jajaran Kementerian). Tujuannya adalah untuk saling
berkoordinasi sehingga mencegah terjadinya kerancuan hukum, melangkahi
konstitusi negara yaitu UUD 1945, mencederai nilai-nilai Pancasila, dan adanya
tumpang tindih suatu regulasi yang telah dibuat dengan yang akan dibuat. Secara
101Dikutip dari wawancara antara penulis dengan Direktur Asia Timur Kementerian Luar
Negeri Republik Indonesia, Edi Yusuf.
71
umum proses perumusan kebijakan yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia akan
melalui tahap rapat koordinasi tertutup antara Presiden dengan Jajaran Kabinetnya.
Baik yang akan menyinggung persoalan internal pemerintah, publik, domestik,
maupun internasional.
Didasarkan lingkungan birokrasi yang terbentuk di Republik Indonesia,
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono selaku kepala negara dan pemerintahan
Republik Indonesia meminta kepada empat Kementerian yang memiliki keterkaitan
dan andil dalam penerapan kebijakan UU Minerba untuk merumuskan putusan
ataupun kebijakan yang tepat dalam merespon persoalan ini. Selanjutnya kebijakan
dari masing-masing Kementerian akan dipertimbangkan dan disimpulkan sebagai
sebuah reaksi dalam sebuah Kebijakan Luar Negeri Pemerintah Indonesia. Pada
akhirnya simpulan kebijakan yang akan diputuskan oleh Presiden Republik Indonesia
dapat dilihat sebagai reaksi Pemerintah Indonesia dalam menanggapi aksi Pemerintah
Jepang dalam agenda penolakannya atas penerapan kebijakan UU Minerba.
Adapun empat kementerian yang dimaksud adalah sebagai berikut:
1. Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia
Sebagai institusi negara yang menangani secara khusus persoalan politik
luar negeri yang secara langsung menjadi garda terdepan dalam mengemban
tugas dan fungsi diplomasi Pemerintah Indonesia, Kementerian Luar Negeri
Republik Indonesia memiliki beberapa strategi dan penanganan khusus dalam
menanggapi persoalan ketidaksetujuan Jepang atas penerapan Kebijakan UU
Minerba.
72
Bersandar pada perkembangan yang ada pada tahun 2014, Edi Yusuf
selaku Direktur Asia Timur dan Pasifik Kementerian Luar Negeri Republik
Indonesia dan Syahda Guruh Samudera selaku Deputi Direktur Perjanjian
Perdagangan dan Investasi International, telah memiliki beberapa pandangan
dan catatan terkait langkah yang digunakan oleh Kementerian Luar Negeri
Republik Indonesia dalam merespon protes keras Pemerintah Jepang terkait
penerapan kebijakan UU Minerba di Indonesia.
Bagi Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, penerapan kebijakan
UU Minerba telah selesai secara prinsip. UU Minerba merupakan Kepentingan
Nasional dibidang ekonomi dan energi yang penting untuk diperjuangkan.
Dalam menafsirkan UU Minerba sebagai kepentingan nasional Kementerian
Luar Negeri perlu melihat melihat apakah amanat UU Minerba sudah sejalan
dengan amanat konstitusi UUD 1945 Republik Indonesia. Kemudian
bagaimana proses kelayakan materi UU Minerba yang telah dilakukan oleh
lembaga legislatif, eksekutif, dan yudikatif secara bersama-sama. Dan yang
terakhir apakah telah disahkan dalam sidang Paripurna di DPR-RI.102
Ketika Ketiga hal tersebut telah terpenuhi maka Kementerian Luar Negeri
Republik Indonesia, sebagai lembaga eksekutif tentu akan melaksanakan apa-
apa yang telah termaktub dalam UU Minerba sesuai dengan tugas dan
fungsinya. Termasuk jika ada negara, institusi, perusahaan maupun
102Dikutip dari wawancara antara penulis dengan Deputi Direktur Perjanjian Perdagangan dan
Investasi Internasional Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, Syahda Guruh Samudera.
73
perseorangan yang meminta ruang diplomasi untuk membahas kebijakan UU
Minerba.
Hanya saja dalam konteks berdiplomasi dan berbicara tentang penegakan
hukum maka tidak mungkin treatment antara satu negara dengan negara lainnya
berbeda-beda. Misalnya karena Jepang ramai dalam mempersoalkan penerapan
kebijakan UU Minerba dan Jepang merupakan pangsa pasar ekspor strategis
Indonesia untuk mineral, kemudian Pemerintah Indonesia terbitkan kebijakan
relaksasi terhadap Jepang. Tentu kebijakan tersebut sangat diskiriminatif dan
jauh akan lebih parah keadaannya nanti, bisa lebih banyak yang akan meng-
invoke ke DSB WTO. Tentu hal ini sangat dihindari oleh negara manapun di
dunia.103
Perihal Pemerintah Jepang yang memprotes keras penerapan kebijakan
UU Minerba merupakan dinamika yang biasa terjadi dalam hubungan bilateral
antar negara. Menurut Edi Yusuf, rencana Pemerintah Jepang hanya untuk
menyelesaikan permasalahan UU Minerba dengan menggunakan mekanisme
DSB WTO menjadi sesuatu yang sangat tidak efektif dan efisien. Karena
setidaknya dibutuhkan 2,5 tahun waktu ideal untuk sampai pada tahap akhir
penyelesaian sebuah kasus. Sedangkan apabila dalam waktu 2,5 tahun
Pemerintah Jepang hanya menunggu putasan dari DSB WTO, maka Jepang
103Dikutip dari wawancara antara penulis dengan Deputi Direktur Perjanjian Perdagangan dan
Investasi Internasional Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, Syahda Guruh Samudera.
74
akan tertinggal jauh oleh China yang saat ini sudah mulai masuk investasinya
untuk pembangunan Pabrik Smelter.104
Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia juga melihat bahwa
tuduhan Pemerintah Jepang yang menyatakan bahwa UU Minerba melanggar
prinsip dan ketentuan WTO terkait quantitative restriction dirasa belum cukup
kuat dan tepat. Karena penerapan kebijakan UU Minerba yang mewajibkan
pengolahan dan pemurnian mineral dilakukan di dalam negeri adalah untuk
melakukan pencegahan dan mengurangi dampak kerusakan lingkungan yang
diakibatkan aktivitas pertambangan mineral dan batu bara. Hal ini menjadikan
penerapan kebijakan UU Minerba mendapat posisi yang semakin kuat, karena
tujuan kebijakannya ikut terakomodir oleh pasal 20 general exception
GATT.105
Jika dicermati lebih jauh China tidak pernah mempermasalahkan UU
Minerba serta mematuhi ketentuan yang ada dengan ikut berinvestasi dalam
pembangunan pabrik smelter, padahal investasi China di Indonesia untuk
pembangunan pabrik smelter meningkat drastis. Kondisi ini tentu memperkuat
premis diplomasi dan negoisasi Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia
kepada pihak Jepang untuk tetap stand up pada penerapan kebijakan UU
104Dikutip dari wawancara antara penulis dengan Deputi Direktur Perjanjian Perdagangan dan
Investasi Internasional Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, Syahda Guruh Samudera. 105Dikutip dari wawancara antara penulis dengan Deputi Direktur Perjanjian Perdagangan dan
Investasi Internasional Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, Syahda Guruh Samudera.
75
Minerba dan mendesak Pemerintah Jepang untuk mengajak industrinya
berinvestasi di Indonesia untuk membangun pabrik smelter.106
2. Kementerian Perdagangan Republik Indonesia
Dalam menanggapi reaksi Pemerintah Jepang atas pemberlakuan UU
Minerba yang akan menggugat Pemerintah Indonesia ke DSB WTO, menurut
Menteri Perdagangan Indonesia saat itu yaitu Muhammad Luthfi, menegaskan
bahwa konflik atau perseturuan perdagangan antar negara yang muncul akibat
adanya regulasi atau intervensi kebijakan pemerintah merupakan hal yang wajar
terjadi di dunia. Pemerintah Indonesia tidak perlu takut karena hilirisasi adalah
program yang dirancang dan telah dikaji secara mendalam, terlebih dari sisi
hukum baik yang berlaku di dalam negeri maupun luar negeri.
Selanjutnya Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementrian
Perdagangan Indonesia, Bachrul Chairi, berharap rencana Direktur Jenderal
Industri Pengolahan Kementerian Perdagangan Jepang, Takayuki Ueda untuk
melaporkan Indonesia ke WTO terkait undang-undang minerba yang melarang
ekspor mineral mentah ke luar negeri batal. Hal ini karena larangan ekspor
barang tambang sebuah negara demi alasan lingkungan dan meningkatkan
value itu diperbolehkan.
106Dikutip dari wawancara antara penulis dengan Deputi Direktur Perjanjian Perdagangan dan
Investasi Internasional Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, Syahda Guruh Samudera.
76
Kebijakan yang diambil oleh Kementerian Perdagangan dalam
menanggapi protes dan penolakan Pemerintah Jepang terhadap pelaksanaan
Kebijakan UU Minerba adalah sebagai berikut:
a. Memberikan klarifikasi yang dimintai oleh Pemerintah Jepang
terkait program hilirisasi yang tertuang dalam UU Minerba dan
berujung pada larangan ekspor bahan mentah mineral, terutama
nikel. Karena dengan adanya penerapan kebijakan UU Minerba
fasilitas pemurnian nikel di Jepang yang sudah didesain hanya
untuk memurnikan nikel khusus dari Indonesia menjadi tidak
berfungsi secara optimal.
b. Menunjuk tim melalui direktorat terkait di Kementerian
Perdagangan Republik Indonesia untuk menyusun strategi jika
memang gugatan Jepang di DSB WTO dikabulkan untuk diproses.
3. Kementerian Perindustrian Republik Indonesia
Menteri Perindustrian Republik Indonesia, MS Hidayat, menegaskan
bahwa UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batu bara merupakan
kebijakan yang telah disepakati bersama oleh seluruh lembaga atau badan resmi
pemerintahan. Sehingga siapapun harus patuh dan melaksanakan UU tersebut,
terlebih kepada pihak-pihak yang terlibat langsung dan menjadi objek dari
regulasi yang dituangkan dalam UU Minerba.
77
Dalam pertemuannya dengan Duta Besar Jepang untuk Indonesia
Yoshinori Katori, MS Hidayat menekankan bahwa Pemerintah Indonesia tetap
konsisten melaksanakan larangan ekspor sesuai amanat UU Minerba dan UU
Perindustrian. MS Hidayat juga turut menyarankan agar pemerintah Jepang
mendorong berbagai perusahaan di Jepang untuk membangun industri
pengolahan di Indonesia.107
Yoshinori Katori juga ikut menyampaikan bahwa beberapa perusahaan
Jepang akan membangun industri hilir tambang di dalam negeri untuk
mengikuti aturan Indonesia dan telah melakukan Studi Kelayakan (feasibility
study/FS). Namun menurut MS Hidayat bukti keseriusan akan membangun
smelter adalah dengan menyetorkan uang jaminan smelter dan sudah
mempunyai rencana pembangunan yang dikomunikasikan dengan Pemerintah
Indonesia.108
Kementerian Perindustrian meminta kepada para perusahaan tambang
yang telah dan belum mengantongi izin IUP dan IUPK dari Kementerian
ESDM tetap patuh pada Undang-Undang nomor 4 tahun 2009 tentang Mineral
dan Batu bara dan segera membangun industri pengolahan bahan mineral.
Selaku pemegang kebijakan tertinggi di lingkungan Kementerian Perindustrian
MS Hidayat juga meminta agar perusahaan asing, atau perusahaan yang
107Kemenperin RI. Dilobi Dubes Katori, Menteri Hidayat Tolak Kabulkan Permintaan Jepang. 108Bisnis Indonesia, “Semua Perusahaan Harus Patuhi UU Minerba,” [artikel on-line]; tersedia
di http://www.kemenperin.go .id/artikel/6124/Semua-Perusahaan-Harus-Patuhi-UU-Minerba.; internet;
diakses pada 28 September 2017.
78
kepemilikan sahamnya dimiliki oleh asing dapat bekerja sama dengan
perusahaan lokal untuk membangun pabrik smelter.109
Dalam langkahnya mendorong penerepan kebijakan UU Minerba
Kementerian Perindustrian Republik Indonesia memberikan dukungan melalui
pemberian insentif bagi siapa saja yang ingin membangun smelter. Insentif itu
berupa pembebasan pajak selama periode tertentu (tax holiday) bagi perusahaan
tambang yang membangun pabrik smelter atau menjadi perusahaan pionir
dengan investasi minimal satu triliun rupiah. Beleid tersebut memberikan
kewenangan kepada pemerintah memberikan keringanan berupa pembebasan
pajak penghasilan badan maksimal 10 tahun dan paling singkat 5 tahun,
terhitung sejak perusahaan berproduksi secara komersial.110
Perlu diketahui bahwa Nilai investasi pembangunan pemurnian dan
pengelohan nikel atau smelter yang tersebar pada 32 proyek di Indonesia
mencapai 227,6 triliun rupiah. Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat
Transportasi, dan Elektronika Kementerian Perindustrian Republik Indonesia, I
Gusti Putu Suryawirawan mengatakan, bahwa peningkatan investasi
pembangunan pemurnian dan pengolahan nikel bertambah secara signifikan
109Bisnis Indonesia, Semua Perusahaan Harus Patuhi UU Minerba. 110Bisnis Indonesia, Semua Perusahaan Harus Patuhi UU Minerba.
79
setelah pemerintah mengeluarkan kebijakan pelarangan ekspor mineral
mentah.111
Sebanyak 32 proyek pembangunan pemurnian dan pengolahan nikel
menyerap 23.000 tenaga kerja yang tersebar di 11 provinsi dan 22
kabupaten/kota se-Indonesia. Diyakini bahwa nilai investasi smelter di sektor
nikel dan logam lainnya akan terus bertambah seiring dengan peningkatan
kapasitas pabrik yang sedang dalam pembangunan.112
Selanjutnya, dalam menanggapi pemerintah Jepang yang akan meakukan
pertemuan G to G dengan Menko Perekonomian, Menteri Perindustrian MS
Hidayat memberikan usulan kepada pemerintah Jepang agar mengarahkan
perusahaan Jepang relokasi bangun pengolahan di Indonesia. Dan bila tidak ada
penyelesaian, dan tetap ingin menyelesaikan persoalan UU Minerba dengan
diwasiti oleh World Trade Organization (WTO) maka Indonesia akan sangat
siap. Meskipun Jepang memiliki hak untuk membawa masalah ini ke WTO,
menurut pandangan MS Hidayat jalan menuju persidangan inti masih panjang
dan memerlukan biaya yang tidak sedikit.113
111Nur Aini, “Investasi Proyek Smelter Bernilai Ratusan Triliun”, [artikel on-line]; tersedia di
http://www.republika.co.id/berita/ekonomi/makro/17/05/08/opn7ut382-investasi-proyek-smelter-bernil
ai-ratusan-triliun; internet; diakses pada 27 September 2017. 112Aini, Investasi Proyek Smelter Bernilai Ratusan Triliun. 113Riendy Astria, “Ekspor Mineral Diperketat: Jepang Segera Lobi Indonesia,” [artikel on-line];
tersedia di http://industri.bisnis.com/read/20140319/44/212157/javascript; internet; diakses pada 27
September 2017.
80
4. Kementerian Energi Sumber Daya dan Mineral Republik Indonesia
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Republik
Indonesia menolak permintaan pemerintah Jepang dalam hal memberikan
relaksasi kebijakan UU Minerba, terlebih untuk mempertimbangakan
dibentuknya rumusan kebijakan agar sementara waktu Undang-Undang Mineral
dan Batu Bara Nomor 4 Tahun 2009 tidak diberlakukan.114 Jero Wacik selaku
Menteri ESDM Republik Indonesia menegaskan bahwa ekspor mineral mentah
tetap dilarang dan itu artinya UU Minerba tetap harus dijalankan. Keputusannya
tetap, mineral yang diekspor dari Indonesia harus sesuai dengan ketentuan yang
tertuang dalam UU minerba dan Peraturan Pemerintah yang berlaku.115
Jero Wacik juga menambahkan bahwa apa yang diamanatkan dalam UU
Minerba merupakan sesuatu yang sangat baik, memperkuat kedaulatan
sumberdaya alam Indonesia yang juga menjadi bagian tidak terpisahkan dari
kedaulatan negara, termasuk bagaimana menciptakan perlindungan bagi
lingkungan hidup dan peningkatan nilai ekonomi secara krusial pada sektor
pertambangan mineral ditingkat nasional. Oleh karenanya, Kementerian ESDM
pun tidak memiliki alasan untuk tidak melaksankan amanat UU Minerba.116
114Gustidha Budiartie, “Kementerian Energi Tolak Permintaan Jepang Evaluasi UU Minerba,”
[artikel on-line]; tersedia di https://bisnis.tempo.co/read/357917/kementerian-energi-tolak-permintaan-
jepang-evaluasi-uu-minerba#Ak ZL AYhT7IC3DCJQ.99 diakses pada 27 September 2017. 115Lily Rusna Fajriah, “Jero kembali tegaskan ekspor mineral mentah dilarang,” [artikel on-line]
tersedia di https://ekbis.sindonews.com/read/841777/34/jero-kembali-tegaskan-ekspor-mineral-
mentah-dilarang-1394097022; internet; diakses pada 27 September 2017. 116Fajriah, Jero kembali tegaskan ekspor mineral mentah dilarang.
81
Pada saat pertemuan Menteri Energi di APEC Minister Responsible for
Mining yang diadakan di Beijing Tiongkok, bahwa UU Minerba di Indonesia
menjadi topik pembicaraan yang cukup hangat. Indonesia banyak mendapat
serangan terutama dari Negara Jepang dan Amerika Serikat. Namun pada
momentum tersebut Jero Wacik mewakili Pemerintah Indonesia menyatakan
tetap bertahan pada argumentasi untuk tetap memberlakukan UU Minerba.117
Pertemuan yang saaat itu dihadiri oleh berbagai negara di dunia, dengan
tegas Jero Wacik menyampaikan bahwa UU Minerba merupakan hajat besar
rakyat Indonesia yang menginginkan sumber daya alam mineral dan batu bara
dapat dikelola secara maksimal dengan mandiri. UU Minerba secara nyata
memberikan kesempatan dan peluang kepada Pemerintah Indonesia untuk
mendapatkan banyak revenue, terbukanya lapangan pekerjaan baru, dan
lingkungan juga ikut terjaga. Jero Wacik menyampaikan khusus terkait dengan
aturan lingkungan Jero Wacik akan pasang badan, pasalnya UU Minerba secara
langsung mengatur .118
Dalam kesempatan yang sama Jero Wacik juga menyampaikan dihadapan
Menteri Energi peserta APEC bahwa Indonesia tidak bisa lagi digaruh ekspor
mentah begitu saja, UU Minerba akan melarang itu semua, dan hal tersebut
sepenuhnya akan dijalankan oleh Pemerintah Indonesia tanpa ada negoisasi
sedikitpun. Meskipun pada akhirnya banyak pihak dari negara-negara yang
117Fajriah, Jero kembali tegaskan ekspor mineral mentah dilarang. 118Fajriah, Jero kembali tegaskan ekspor mineral mentah dilarang.
82
memiliki kepentingan atas ekspor minerba Indonesia merasa tidak senang dan
tidak mendukung, tapi beberapa negara mendukung langka Pemerintah
Indonesia dalam menjalankan UU Minerna. Jero Wacik menambahkan sulit
kita berjuang untuk kebaikan kita, karena bagi negara-negara tertentu Indonesia
dianggap megganggu kepentingan negaranya.119
Selanjutnya, sikap serupa juga disampaikan oleh Direktur Jendral
Minerbal dan Batu bara Kementerian ESDM Republik Indonesia, Thamrin
Sihite menanggapi bahwa pengelolaan dan pengolahan sumber daya mineral di
dalam negeri akan lebih menguntungkan bagi Indonesia daripada harus
mengirim mineral dan batu bara dalam kondisi mentah ke luar negeri.
Pemerintah Indonesia juga menjanjikan adanya insentif bagi para pengusaha
tambang yang menerapkan aturan untuk mengelola sumber daya di dalam
negeri. Begitupun disinsentif juga akan diberikan bagi yang tidak menerapkan
aturan UU Minerba berupa bea keluar dan pajak progresif, yang sedang
diusulkan sebesar 15-20 persen.120
Menanggapi ancaman Jepang yang akan membawa persoalan UU
Minerba ke dalam Makamah Abritase WTO. Kementerian ESDM Republik
Indonesia telah menyiapkan kajian dan argumentasi terutama terkait dengan
UU Minerba yang disinyalir menimbulkan Hambatan Ekspor. Kementerian
119Fajriah, Jero kembali tegaskan ekspor mineral mentah dilarang. 120Investor Daily, “Aturan Ekspor Segera Terbit,” [artikel on-line]; tersedia di
http://www.kemenperin.go.id/artikel/3080/ Aturan-Ekspor-Batu bara-Segera-Terbit; internet; diakses
pada 27 September 2017.
83
ESDM melihat bahwa pada dasarnya ada celah/peluang yang mampu
memperkuat posisi bahwa UU Minerba sama sekali tidak melanggar sesuatu
yang telah di atur dalam WTO.
Dasar argumentasi yang dipersiapkan bermula karena WTO belum
memiliki aturan yang tegas terkait pengenaan pajak ekspor.121 Salah satu celah
untuk tetap dapat memberlakukan pengendalian ekspor gas dan batu bara
adalah dengan menggunakan dasar dari Artikel XX, GATT (General
Agreement on Tariffs and Trade) tentang General Exception yang
memungkinkan pengecualian:
“Subject to the requirement that such measures are not applied in a
manner which would constitute a means of arbitrary or unjustifiable
discrimination between countries where the same conditions prevail, or a
disguised restriction on international trade, nothing in this Agreement
shall be construed to prevent the adoption or enforcement by any
contracting party of measures”
Adapun Beberapa butir dalam Artikel XX cukup relevan dengan dasar
pengendalian ekspor minerba.
Pada butir (b) tertulis:
(b) necessary to protect human, animal or plant life or health.
Dalam butir (b) dijelaskan bahwa kegiatan pertambangan yang dilakukan
secara besar-besaran untuk memenuhi permintaan pasar internasional dapat
menimbulkan kerusakan lingkungan.
121Mujiyanto, Dampak Pembatasan Ekspor Bijih Besi Terhadap Penerimaan Sektor ESDM dan
Perekonomian Nasional,19-21.
84
Pada butir (g) tertulis:
(g) relating to the conservation of exhaustible natural resources if such
measures are made effective in conjunction with restrictions on domestic
production or consumption.
Dalam butir (g) diterangkan bahwa mineral adalah sumber daya yang
tidak terbarukan dan dapat habis di masa depan. Selain itu, dalam komoditas
mineral utama yang diekspor dapat saja terdapat kandungan mineral lain
(mineral ikutan) yang terbatas ketersediaannya atau bahkan dapat dikategorikan
langka.
Pada butir (i) dan (j) tertulis:
(i) involving restrictions on exports of domestic materials necessary to
ensure essential quantities of such materials to a domestic processing
industry during periods when the domestic price of such materials is held
below the world price as part of a governmental stabilization plan;
Provided that such restrictions shall not operate to increase the exports
of or the protection afforded to such domestic industry, and shall not
depart from the provisions of this Agreement relating to non-
discrimination.
(j) essential to the acquisition or distribution of products in general or
local short supply; Provided that any such measures shall be consistent
with the principle that all contracting parties are entitled to an equitable
share of the international supply of such products, and that any such
measures, which are inconsistent with the other provisions of the
Agreement shall be discontinued as soon as the conditions giving rise to
them have ceased to exist. The CONTRACTING PARTIES shall review
the need for this sub-paragraph not later than 30 June 1960.
Dalam butir (i) dan (j) menyimpulkan dimana pengendalian ekspor gas
dan batu bara diperlukan untuk mencukupi kebutuhan industri domestik jika
harga internasional bahan mentah lebih tinggi dibanding harga domestik.
Selain itu tahun 2003-2009 banyak negara dari dunia ketiga menerapkan
kebijakan pajak ekspor, bahkan jumlah negara yang melakukan kebijakan pajak
85
ekspor secara prosentase relatif meningkat tajam. Kebijakan tersebut diterapkan
terhadap komoditas hasil pertambangan, pertanian, perikanan, dan kehutanan
terutama jika komoditas tersebut diekspor dalam bentuk bahan mentah.122
Bahkan China sebagai produsen utama mineral mentah dunia
memberlakukan kebijakan proteksi terhadap mineral mentahnya dengan cara
membatasi kuota ekspor bagi negara-negara importir mineral China. Kebijakan
ini membuat Amerika Serikat, Uni Eropa, dan Meksiko mengajukan gugatan
terhadap China untuk diselesaikan melalui WTO. Badan Banding WTO
mengeluarkan keputusan yang menyatakan China bersalah karena melanggar
kesepakatan WTO untuk menghilangkan hambatan perdagangan.123
China menjalankan keputusan ini, namun China tetap melakukan
kebijakan proteksi pada mineral lain yang lebih langka. Hal ini menunjukkan
bagaimana Pemerintah China juga merespon keputusan WTO mengenai
pembatasan mineral mentah yang dilakukannya dengan menggunakan
kedaulatan ekonomi dan kedaulatan akan sumber daya alam sebagai alasan
tindakan proteksi tersebut.124
Namun demikian terkait dengan tinjauan kebijakan UU Minerba dengan
aturan main di dalam WTO, melalui Bapak Sony selaku pihak yang berwenang
dalam menjalankan regulasi UU Minerba di lingkungan Kementerian ESDM
122122Mujiyanto, Dampak Pembatasan Ekspor Bijih Besi Terhadap Penerimaan Sektor ESDM
dan Perekonomian Nasional, 15. 123Mujiyanto, Dampak Pembatasan Ekspor Bijih Besi Terhadap Penerimaan Sektor ESDM dan
Perekonomian Nasional, 21. 124Mujiyanto, Dampak Pembatasan Ekspor Bijih Besi Terhadap Penerimaan Sektor ESDM dan
Perekonomian Nasional, 21.
86
telah mengkonfirmasi bahwa pada dasarnya dalam seluruh pasal pada UU
Minerba maupun kebijakan Pemerintah Indonesia lainnya yang merupakan
turunan dari UU Minerba, baik yang keluar dalam bentuk Peraturan Menteri
maupun Peraturan Pemerintah, tidak satupun yang bisa dikategorikan
melanggar aturan WTO. Hal ini dikarenakan kebijakan atau regulasi yang
ditetapkan adalah kewajibannya untuk memurnikan mineral bukan melarang
ekspor mineral. Adapun suatu negara diperbolehkan mengatur kualifikasi
barang seperti apa yang boleh atau layak dijual atau diekspor keluar negeri,
bukan berarti kita melarang. Dan kebijakan itu merupakan hak suatu negara
untuk kebutuhan industri domestiknya dan mengatur kedaulatan kita agar
industri di dalam negeri juga bisa berkembang.125
Oleh karena itu, menurut Sony untuk merespon sikap Pemerintah Jepang
yang mempermaslahan UU Minerba, Pemerintah Indonesia khususnya
Kementerian ESDM Republik Indonesia hanya perlu untuk tetap konsisten
dengan penerapan kebijakan UU Minerba. Dan jika Jepang merasa bahwa tidak
ada pasokan ore lagi dari Indonesia seperti dulu, Kementerian ESDM Republik
Indonesa hanya akan mempersilahkan Jepang untuk berinvestasi di
Indonesia.126
125Dikutip dari wawancara antara penulis dengan Staf Ahli Bagian Hukum dan Perundang-
Undangan Kementerian ESDM Republik Indonesia, Sony Heru Prasetyo. 126Dikutip dari wawancara antara penulis dengan Staf Ahli Bagian Hukum dan Perundang-
Undangan Kementerian ESDM Republik Indonesia, Sony Heru Prasetyo.
87
B. Analisa Kebijakan Luar Negeri Indonesia ke Jepang: Pendekatan
Organization Process Model, Kepentingan Nasional, dan Konsep Non Zero
Sum Game.
Sesuai dengan pembahasan pada BAB I bahwa Pemerintah Indonesia
mengambil alternatif kebijakan luar negeri yang kedua yaitu Pemerintah Indonesia
membuka ruang diplomasi untuk terus berupaya memberikan pengertian
kepada Pemerintah Jepang agar tetap mengikuti apa yang sudah menjadi
ketetapan Pemerintah Indonesia dalam UU Minerba. Dalam penelitian kali ini
kebijakan luar negeri yang diambil oleh Pemerintah Indonesia dapat dianalisa dengan
menggunakan Konsep Kepentingan Nasional dan Organization Process Model atau
Organization Behavior Paradigm.
1. Kepentingan Nasional
Meskipun Konsep Kepentingan Nasional dalam Hubungan Internasional
tidak memiliki standar definisi umum yang bisa digunakan, dalam buku yang
Scott Burchil dalam bukunya yang berjudul National Interest in International
Theory, menerangkan bahwa kepentingan nasional pada suatu negara biasanya
didasari atas kondisi internalnya, baik dari kondisi politik-ekonomi, ideologi,
militer, dan sosial-budaya atau hal-hal lain yang menjadi kepentingan
negaranya.
Kepentingan Nasional juga dapat dipahami sebagai tujuan yang ingin
dicapai sehubungan dengan kebutuhan dan hal-hal yang dicita-citakan oleh
88
suatu bangsa atau negara. Bence Nemeth menyatakan bahwa terdapat pola yang
paling umum dalam merumuskan kepentingan nasionalnya dalam konteks
pendekatan kebijakan luar negeri, yaitu kepentingan nasional di bidang
keamanan (security) dan kesejahteraan (prosperity).
Yang dimaksud dengan Kepentingan Nasional dibidang keamanan yaitu
negara sebagai aktor internasional dalam menghasilkan kebijakan luar negeri
harus mampu menjamin security dengan konteks yang sangat luas. Artinya
tidak hanya menitikberatkan pada hal-hal yang bersifat hard security (Ancaman
Perang), tapi juga harus mampu menjamin keamanan dari kejahatan
transnasional, ekonomi, energi, pangan, dan kesehatan. Adapun Kepentingan
Nasional dibidang kesejahteraan mengarah kepada bagaimana kebijakan luar
negeri suatu negara mampu mengupayakan pertumbuhan ekonomi, menjaga
iklim investasi yang baik, sehingga mampu menghadirkan pemerataan
kesejahteraan bagi negara dan rakyatnya.
Narasi yang dibangun oleh Bence Nemeth sejalan dengan langkah
kebijakan luar negeri Indonesia yang diatur dalam UU Minerba dan peraturan
turunannya. Larangan ekspor hasil produksi tambang mineral dan batu bara
yang masih dalam kondisi mentah serta kewajiban divestasi saham atas
investasi pabrik smelter kepada Pemerintah Indonesia secara bertahap,
merupakan upaya Pemerintah Indonesia dalam mengontrol penggunaan
kekayaan sumber daya alam dan energi serta upaya dalam mencapai tujuan
diversifikasi ekonomi pada sektor pertambangan. Adapun langkah Diversifikasi
89
Ekonomi pada sektor pertambangan merupakan strategi yang banyak digunakan
oleh negara-negara yang kaya akan sumber daya alam dalam meningkatkan
energy and economic security.
Pada kebijakan luar negeri yang diambil oleh Pemerintah Indonesia
dalam merespon protes Pemerintah Jepang terhadap penerapan kebijakan UU
Minerba, tentu senada dengan apa yang disebut oleh Bence Nemeth bahwa
kebijakan luar negeri suatu negara pada umumnya juga dapat didasarkan atas
tujuan kesejahteraan (prosperity) rakyatnya. Telah dijelaskan pada bab kedua
bahwa penerapan kebijakan UU Minerba membawa multiplayer effect seperti
penambahan postur pendapatan negara dari sektor bukan pajak, penjaringan
investasi big fish, dan penyerapan tenaga kerja. Dalam pokok-pokok pemikiran
UU Minerba juga telah disinggung bahwa usaha pertambangan harus memberi
manfaat ekonomi dan sosial yang sebesar-besarnya bagi kesejahteraan rakyat
Indonesia.
Langkah yang diambil oleh Pemerintah Indonesia untuk tetap
menjalankan regulasi yang telah diatur dalam UU Minerba sekaligus
memberikan ruang bagi Pemerintah Jepang untuk berdiplomasi, telah sesuai
dengan konsep yang diajukan oleh Bence Nemeth dimana kebijakan luar negeri
yang dihasilkan oleh suatu negara harus mampu memiliki tujuan untuk
menjamin security dan prosperity.
90
2. Organization Process Model
Sebagaimana gagasan yang ditawarkan oleh OPM, bahwa sebuah
kebijakan luar negeri merupakan output yang dihasilkan oleh proses badan atau
organisasi pemerintahan yang sesuai dengan SOP, kepentingan nasional, tujuan
dan sasaran kebijakan. Senada dengan fakta bahwa proses perumusan kebijakan
luar negeri Pemerintah Indonesia dalam merespon protes Pemerintah Jepang
atas penerapan kebijakan UU Minerba, merupakan output dari empat
kementerian di bawah Pemerintah Indonesia. Masing-masing kementerian
melakukan proses analisa dan memberikan argumennya atas permsalahan UU
Minerba yang diangkat dalam penelitian kali ini.
Konsep ini dioperasionalkan melalui dua mekanisme proses analisa, yang
pertama adalah preposisi umum dan yang kedua adalah konderasi khusus.
Disebutkan dalam preposi umum bahwa perilaku internasional atau kebijakan
luar negeri yang diambil oleh suatu negara merupakan output dari kinerja
organisasi yang saling berkonstelasi dan terhubung satu sama lain sesuai
dengan SOP yang telah ditentukan. Adapun yang dimaksud dengan saling
berkonstelasi adalah dimana badan atau organisasi pemerintah yang saling
terlibat dalam proses perumusan kebijakan luar negeri bukan satu entitas yang
memiliki kesamaan visi misi, target pencapain kinerja, dan SOP. Namun
demikian entitas yang berbeda mereka saling berkolaborasi, mengumpulkan
data dan informasi, serta saling berkoordinasi dan terintegrasi satu sama lain.
91
Dalam preposisi juga disebutkan bahwa dominasi peran dalam
mengambil kebijakan Luar Negeri tidak lagi terpusat pada pemimpin negara
(Presiden atau Perdana Menteri) melainkan diserahkan kepada proses
operasional kinerja badan/organisasi di bawah pemerintah yaitu kementerian.
Meskipun pada dasarnya pemimpin negara tetap memberikan arahan dan
batasan umum yang disesuaikan dengan kepentingan nasional.
Penerapan preposisi umum yang dikonsepsikan oleh OPM tentu dapat
kita temukan pada mekanisme kerja yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia
dengan menitikberatkan keterlibatan empat kementerian yang saling
berkonstelasi dalam merumuskan kebijakan luar negeri. Adapun peran Presiden
Republik Indonesia bahkan tidak dominan atau malah tidak terlihat sama sekali.
Bahkan jika dilihat dari fakta yang telah dipaparkan sebelumnya, Pemerintah
Jepang tidak cukup hanya berkunjung kepada satu kementerian yang ada di
dalam Kabinet Pemerintahan Indonesia, meskipun pada akhirnya Pemerintah
Jepang tetap tidak mendapatkan keinginannya untuk bisa mendapatkan
relaksasi daripada penerapan kebijakan UU Minerba.
Peristiwa ini menunjukan bahwa empat kementerian dibawah
Pemerintahan Indonesia merupakan entitas yang berbeda dan saling
berkonstelasi dalam proses perumusan kebijakan luar negeri. Argumentasi-
argumentasi yang telah dibangun juga menunjukan bahwa empat entitas yang
saling berkonstelasi tetap pada jalur koordinasi yang saling terintegrasi dengan
payung besarnya adalah UU Minerba.
92
Setelah selesai dengan preposisi umum, OPM melanjutkan mekanisme
analisa melalui konsederasi khusus dimana dalam meknisme ini setiap
badan/organisasi di bawah pemerintahan disuatu negara tidak bersifat monolitik
terhadap pemimpin, akan tetapi mereka merupakan aktor yang saling
berkonstelasi dan memiliki keterkaitan satu sama lain. Dengan kata lain OPM
hanya dapat diaplikasikan untuk negara-negara yang menganut faham
demokrasi dalam menjalankan sistem politik dan pemerintahannya. Karena
konsep OPM hanya diaplikasikan untuk peristiwa yang mengikutsertakan peran
dari berbagai badan/organisasi di bawah pemerintah dalam menghadapi suatu
permasalahan Politik Luar Negeri. Karena proses analisa dalam model ini
menuntut adanya fraksinasi kekuasaan dan desentralisasi tanggung jawab yang
didistribusikan kepada setiap badan/organisasi yang memiliki kewenangan
terhadap isu permasalahan Politik Luar Negeri suatu negara. Intinya model ini
memastikan bahwa fungsi masing-masing organisasi dalam menghadapi
persoalan politik luar negeri berjalan dengan baik, sesuai dengan visi-misi,
program, SOP, dan target capaian kinerja.
Pernyataan ini dapat dibuktikan melalui sistem presidensial yang
dijalankan oleh Pemerintah Indonesia. Kebijakan UU Minerba yang disahkan
melalui badan legislatif lalu secara teknis pelaksanaan diturunkakan kepada
badan eksekutif. Dan dalam hal penanganan kasus protes Jepang terhadap UU
Minerba melibatkan peran kementerian yang juga menunjukan bahwa fungsi
organiasi berjalan dengan sangat baik. Adanya pengaplikasian sistem
93
presidensial yang cukup baik dan dijalankannya fungsi birokrasi pemerintahan
secara sistemis menjadikan peran sentral individu presiden tidak terlalu
dominan dan terjadi fraksinasi kekuasaan.
94
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kebijakan UU Minerba mewajibkan proses pemurnian mineral dilakukan di
dalam negeri dan menutup kegiatan ekspor mineral mentah dari Indonesia. Kebikan
ini membuat berbagai industri vital seperti industri manufaktur dan stainless steel di
Jepang merasa terancam karena kesulitan mendapat pasokan bahan baku. Kita ketahui
bersama bahwa Jepang merupakan salah satu rumah terbesar bagi industri manufaktur
dan stainless steel di dunia, sekitar 44-53% pasokan bahan bakunya di impor dari
Indonesia.
Di sisi lain pada ada saat yang bersamaan kebijakan UU Minerba memicu
potensi kenaikan harga nikel dunia sebesar 17% menjadi US$ 20.000 per metrik ton.
Hal ini disebabkan terbentuknya titik keseimbangan baru sebagai akibat dari
hilangnya peredaran komoditas nikel yang berasal dari Indonesia untuk mensupply
kebutuhan nikel dunia. Karena bagaimanapun Indonesia merupakan negara kedua
sebagai negara dengan hasil produksi nikel terbesar di dunia.
Secara resmi Direktur Umum Industri Manufaktur Kementerian Perdagangan
Jepang, Takayuki Ueda, menyatakan setidaknya terdapat 53 perusahaan Jepang
terancam melakukan pemutusan hubungan kerja secara besar-besaran dan
memungkinkan akan menghadapi kondisi terburuknya, yaitu kebangkrutan akibat
penerapan kebijakan UU Minerba oleh Pemerintah Indonesia. Sealnjutnya Tosiho
Nakamura selaku Manajer Umum Bahan Baku Logam Mitsui & Co menyatakan
95
bahwa tidak ada negara lain yang mampu menggantikan posisi Indonesia dalam
memenuhi pasokan mineral mentah dan batu bara yang dibutuhkan oleh Jepang, baik
secara kuantitas maupun kualitas.
Melihat industri vital yang terancam eksistensinya, Pemerintah Jepang
memutuskan untuk mengambil sikap dan kebijakan luar negeri yang menolak UU
Minerba, dan secara sigap untuk sementara waktu 50% kebutuhan impor bahan baku,
terutama nikel dialihkan ke Filiphina agar terhindar dari kemungkinan buruk yang
akan terjadi. Pernyataan sikap dan kebijakan luar negeri Pemerintah Jepang yang
menolak UU Minerba ditunjukan dengan berbagai cara, seperti dalam bentuk
penolakan resmi melalui surat yang dilayangkan kepada Presiden Republik Indonesia,
protes keras daam forum internasional APEC, aktivitas negoisasi diberbagai level
atau forum diplomasi, dan bahkan ancaman akan membawa persoalan ini untuk
diselesaikan melalui mekanisme DSB WTO.
Fakta ini menunjukan bahwa betapa Pemerintah Jepang mendesak agar
Pemerintah Indonesia melakukan relaksasi kebijakan UU Minerba, karena penerapan
kebijakan UU Minerba berada pada posisi yang mengancam kepentingan nasional
Jepang di bidang ekonomi. Meskipun demikian, bagi Pemerintah Indonesia
menerapkan kebijakan UU Minerba juga merupaka agenda kepentingan nasional
yang tidak bisa ditunda lagi pelaksanaannya. Tenggat waktu lima tahun dari
pengesahan hingga pelaksanaan kebijakan UU Minerba merupakan waktu yang
sengaja diberikan agar semua pihak yang memiliki kepentingan terhadap tambang
mineral dan batu bara di Indonesia agar mempersiapkan diri dengan regulasi yang
96
baru, salah satunya dengan melakukan investasi dengan membangun pabrik smelter
di Indonesia.
Adanya kegiatan pengolahan dan pemurnian sumber daya mineral di Indonesia
akan memberikan multiplayer effect yang dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat
dan pendapatan negara. Secara teknis keuntungan yang akan didapatkan dari
diterapkannya UU Minerba adalah sebagai berikut:
1. Peningkatan sektor investasi, Pengembangan Teknologi dan Sumber
Daya Manusia untuk pengolahan Industri Hilirisasi pertambangan
mineral.
2. Adanya potensi penyerapan tenaga kerja sebanyak 2 juta.
3. Mengembangkan Perekonomian Daerah dengan munculnya industri
pendukung untuk menjalankan consist business dari industri induk
hilirisasi.
4. Menigkatnya Pendapatan Negara dan Cadangan Devisa dari Komoditas
Mineral.
5. Menjadi negara yang memiliki keunggulan dalam industri pengolahan
mineral.
Kelima poin diatas merupakan gambaran ideal yang akan Pemerintah Indonesia
dapatkan apabila secara konsisten menjalankan amanat UU Minerba. Oleh sebab itu
melihat dari sisi keuntungan yang akan didapat, maka dalam menanggapi protes
Pemerintah Jepang Pemerintah Indonesia mengeluarkan suatu kebijakan luar negeri,
yaitu kebijakan untuk memberi ruang diplomasi bagi Pemerintah Jepang dalam
97
upayanya merajuk Pemerintah Indonesia agar mendapat relaksasi kebijakan UU
Minerba, namun Pemerintah Indonesia pada dasarnya akan tetap konsisten dalam
menjalankan amanat UU Minerba. Kebijakan ini diambil atas pertimbangan
kepentingan nasional dan hasil proses output dari kementerian yang terlibat
dalam menjalankan amanat UU Minerba.
UU Minerba secara efektif menjadi salah satu agenda kepentingan nasional bagi
Pemerintah Indonesia karena dilatarbelakangi oleh fakta bahwa UU Minerba
merupakan pengewejantahan pasal 33 dari konstitusi Negara Indonesia yaitu UUD
1945. Sebagai negara yang berdaulat sudah menjadi keharusan bagi Pemerintah
Indonesia dalam membuat regulasi dan kebijakan harus sesuai dengan amanat
konstitusi negaranya. Termasuk dalam kebijakan mengelola seluruh potensi sumber
daya dan cadangan mineral dan batu bara yang sangat berlimpah dan bernilai
ekonomi sangat tinggi. Terlebih mineral dan batu bara merupakan sumber daya alam
yang tidak terbarukan sehingga harus dikelola secara bijak oleh Pemerintah Indonesia
agar dikemudian hari dapat memberikan kesejahteraan dan kemajuan bagi rakyatnya.
Konsistensi Pemerintah Indonesia dalam penerapan kebijakan UU Minerba
yang menutup keran ekspor bahan mentah dan mewajibkan adanya proses pemurnian
di dalam negeri sebelum diekspor untuk seluruh jenis tambang mineral dan batu bara,
merupakan bentuk kebijakan luar negeri dalam konteks mempertahankan kepentingan
nasional. Karena dengan demikian Pemerintah Indonesia 5-10 tahun terhitung dari
diberlakukannya UU Minerba akan merasakan manfaat dari multiplayer effect secara
ideal seperti lima poin diatas. Tentu ini senada dengan konsep kepentingan nasional
98
dalam studi hubungan internasional yang menyatakan bahwa suatu negara harus
menjamin kepentingan nasional di bidang keamanan (security) dan kesejahteraan
(prosperity) melalui politik maupun kebijakan luar negerinya.
Adapun mengenai ruang diplomasi yang diberikan oleh Pemerintah Indonesia
untuk Pemerintah Jepang, merupakan bentuk apresiasi dan juga dalam rangka
mempertahankan kepentingan nasional Pemerintah Indonesia mengenai kemitraan
strategis dan hubungan bilateral yang selama ini dibangun secara harmonis sehingga
memberikan banyak manfaaat terutama dalam menyokong pembangunan Indonesia
pada sektor-sektor strategis ditingkat nasional. Seperti pengembangan teknologi
transportasi, industri manufaktur, industri pengolahan, dan pengembangan. Meskipun
sejak awal Pemerintah Indonesia menutup rapat-rapat kesempatan Pemerintah Jepang
mendapat kebijakan relaksasi UU Minerba.
Ruang diplomasi juga digunakan oleh Pemerintah Indonesia sebagai instrumen
pada setiap kesempatan pertemuan dengan delegasi resmi Pemerintah Jepang untuk
menjelaskan dan memberikan pengertian bahwa UU Minerba sudah menjadi
kebutuhan nasional yang tidak bisa lagi ditunda pelaksanaannya. Pemerintah
Indonesia juga menyarankan bahwa sudah saatnya Pemerintah atau pihak swasta
Jepang ikut berperan dalam pembangunan pabrik smelter. Caranya adalah dengan
memberikan dukungan melalui investasi. Dengan demikian secara otomatis
Pemerintah atau Pihak Swasta Jepang secara langsung akan memperoleh keuntungan
dalam proses bisnis yang dikembangkan pada pembangunan smelter. Hingga akhir
tahun 2014 dimana Pemerintah Jepang tidak lagi mempersoalkan kebijakan UU
99
Minerba, Pemerintah Indonesia tetap pada posisinya menjalankan amanat UU
Minerba.
Selain pertimbangan faktor kepentingan nasional, proses output dari empat
kementerian Republik Indonesia baik yang terlibat secara langsung maupun hanya
menjadi korespondensi dalam menjalankan amanat UU Minerba juga menjadi faktor
penting dalam menyusun kerangka kebijakan luar negeri Pemerintah Indonesia pada
kasus UU Minerba yang diangkat oleh Jepang. Fakta-fakta yang ada menunjukan
bahwa peran kepala negara atau pemerintahan telah terfraksinasi pada level
kementerian, dalam hal ini Kementerian Luar Negeri, Kementerian ESDM,
Kementerian Perdagangan, dan Kementerian Perindustrian.
Meskipun setiap kementerian yang ikut terlibat dalam merespon protes Jepang
atas UU Minerba membangun argumentasinya masing-masing, semuanya
terkoordinasi dan terintegrasi dengan sangat baik. Kebijakan yang dikeluarkan oleh
masing-masing kementerian arahnya adalah Pemerintah Indonesia harus tetap
konsisten dalam menjalankan penerapan kebijakan UU Minerba dan aturan
turunannya yang membahas teknis pelaksanaan. Hal ini menunjukan bahwa kerja
organisasi dibawah pemerintahan telah berjalan efektif sesuai dengan visi-misi dan
target capaian kerja masing-masing kementerian secara garis besar sesuai dengan
arahan konstitusi UUD 1945 dan regulasi yang telah ditetapkan melalaui Undang-
Undang maupun Peraturan Pemerintah. Fakta ini tentu senada dengan proses
operasional preposisi umum yang digagas oleh Graham T. Allison dalam konsep
Organization Process Model.
100
B. Saran
Penulis berharap tema tentang dinamika perdagangan antara Indonesia dengan
negara-negara lain dapat terus diproduksi oleh para kalangan akademisi dikarenakan
pentingnya sumbangsih ide dari para ahli kepada negaranya sehingga mampu
mendatangkan opsi kebijakan yang tepat dan efektif bagi negara dan bangsa.
Khususnya dalam sektor vital bagi negara seperti pengelolaan sumber daya mineral
dan batu bara, minyak dan gas, serta lain sebagainya.
Oleh karena itu, penelitian ini diharapkan bukan hanya mampu membuka
cakrawala dan analisa kebijakan yang dilakukan oleh Indonesia terhadap respon
Jepang, melainkan juga dapat membangun kesadaran kolektif bagi seluruh elemen
bangsa untuk ikutserta mengawal dan menjadi pioner bagi pemanfaatan sumber daya
alam yang sebesar-besarnya untuk rakyat tanp juga menafikan hubungan baik dengan
negara sahabat.
Akhirnya, penulis menyarankan bagi para pembaca agar dapat terus
mengelaborasi ide-ide yang linear dengan topik ini. Penulis juga mengharapkan
adanya sumbangsih saran yang konstruktif dari para pembaca sehingga timbul
perbaikan dalam penyusunan penelitian ilmiah ini. Semoga dapat bermanfaat bagi
seluruh komponen masyarakat, bangsa, dan negara.
xiii
DAFTAR PUSTAKA
Buku/Jurnal/Artikel
Allison, Graham Tillet, dan Zelikow, Philip David, Essence of Decision: Explaining
the Cuban Missile Crisis. New York: Longman,1999.
Bakri, Deni. Hak Penguasaan Negara Dalam Bidang Pertambangan Mineral dan
Batu bara. Depok: Universitas Indonesia 2013.
Bjola, Corneliu, and Kornprobst, Markus, Understanding International Diplomacy:
Theory, practice, and ethics. New York: Routledge, 2013.
Burchil, Scott, National Interest in International Theory. New York: Palgrave
Macmillan, 2005.
Darmono, Djoko, Mineral dan Energi Kekayaan Bangsa: Sejarah Pertambangan dan
Energi Indonesia. Jakarta: Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral,
2009.
John W. Creswell, Qualitative Inquiry and Research Design. Thousand Oaks, CA:
Sage, 2007.
John W. Creswell, Research Design: Qualitative and Quantitative Aproaches.
Thousand Oaks CA: SAGE Publications, Inc., 1994.
Mahmud, Teuku Mufizar, “Membangun Smelter Tidak Mudah” Halo Vale, April
2014, 16.
Mahmud, Teuku Mufizar, “Setelah Lima Tahun Menunggu” Halo Vale, April 2014,
9.
Mas’oed, Mohtar, Ilmu Hubungan Internasional: Disiplin dan Metodelogi
Dictionary. Jakarta: LP3ES, 1990.
Nemeth, Bence, The Highly Important, Non-Existent National Interest. Budapest:
Central European University, 2009.
Suyanto, Bagong, Metode Penelitian Sosial: Berbagai Alternatif Pendekatan. Jakarta:
Kencana, 2007.
xiv
Tauhid, Indra. “Optimalisasi Penerimaan Negara Sektor Minerba”, ESDMMAG, edisi
03 2014, 14-16.
______TEXT OF ARTICLE XIII AND RELEVANT INTERPRETATIVE NOTES
1, 2 Article XIII Non-Discriminatory Administration of Quantitative
Restrictions.
Dokumen Elektronik
Adam, Lukman, “Kebijakan Mineral Dan Batu bara di Indonesia,” [artikel on-line];
tersedia di, http://berkas.dpr.go.id/puslit/files/info_singkat/Info%20Singkat-VI-
14-II-P3DI-Juli-2014-68.pdf, 15; internet; diakses pada 03 April 2017.
Aini, Nur, “Investasi Proyek Smelter Bernilai Ratusan Triliun”, [artikel on-line];
tersedia di
http://www.republika.co.id/berita/ekonomi/makro/17/05/08/opn7ut382-
investasi-proyek-smelter-bernil ai-ratusan-triliun; internet; diakses pada 27
September 2017.
Akasyah, Teguh Y, “UU Minerba Tingkatkan Nilai Tambah Mineral,” [artikel on-
line]; tersedia di http://www.itb.ac.id/news/4191.xhtml; Internet; diakses pada
10 Juni 2016.
Akhir, Dani Jumadil, “Diprotes Jepang, RI Tetap Jalankan UU Minerba,” [artikel on-
line]; tersedia di
http://economy.okezone.com/read/2014/04/02/19/964439/diprotes-jepang-ri-
tetap-jalankan-uu-minerba,; internet; diakses pada 12 Juni 2017.
Amri, Asnil Bambani, "Jepang Ancam Seret Indonesia ke WTO" [artikel on-line];
tersedia di
http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2012/06/12/15422779/Jepang.Ancam.S
eret.Indonesia.ke.WTO; internet; diakses pada 23 Maret 2018.
Angriani, Desi, “Temui Jokowi, Menlu Jepang Minta Renegoisasi UU Minerba,”
[artikel on-line]; tersedia di
http://pemilu.metrotvnews.com/read/2014/08/12/276438/temui-jokowi-menlu-
jepang-minta-renegoisasi si-uu-minerba; internet; diakses pada 24 Maret 2017.
Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Perdagangan, Analisis Dampak
Kebijakan Larangan Ekspor Raw Material Tambang Mineral dan Batu bara.
Jakarta: Pusat Kebijakan Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan
xv
RI, 2015. Database on-line. Tersedia di
http://www.kemendag.go.id/files/pdf/2015/02/02/analisis-dampak-kebijakan-
1422852872.pdf,
Badan Standarisasi Nasional. Klasifikasi Sumberdaya Mineral dan Cadangan,
Amandemen 1. Jakarta: Kementerian ESDM RI. Database on-line. Tersedia di
https://www.minerba.esdm.go.id/library/sijh/SNI%2013-
7261998_Klasifikasi%20Sumberdaya%20Mineral%20dan%20Cadanga n_pdf.
Baiquni Ahmad, “Jepang tak punya celah gugat Indonesia soal UU Minerba,” [artikel
on-line]; tersedia di https://www.merdeka.com/uang/jepang-tak-punya-celah-
gugat-indonesia-soal-uu-minerba. html,;internet; diakses pada 11 Juni 2017.
BAPPENAS, “Pertambangan dan Energi,” [artikel on-line]; tersedia di http://www.
bappenas.go.id/index.php/download_file/view/9020/231; internet; diakses pada
10 September 2016.
Bisnis Indonesia, “Semua Perusahaan Harus Patuhi UU Minerba,” [artikel on-line];
tersedia di http://www.kemenperin.go.id/artikel/6124/Semua-Perusahaan-
Harus-Patuhi-UU-Minerba.; internet; diakses pada 28 September 2017.
Budiartie, Gustidha, “Kementerian Energi Tolak Permintaan Jepang Evaluasi UU
Minerba,” [artikel on-line]; tersedia di
https://bisnis.tempo.co/read/357917/kementerian-energi-tolak-permintaan-
jepang-evaluasi-uu-minerba#Ak ZL AYhT7IC3DCJQ.99 diakses pada 27
September 2017.
Ditjen Mineral dan Batu bara Kementerian ESDM RI, Kajian Supply Demand
Mineral Tahun 2012. Jakarta: Pusat Data Dan Teknologi Informasi Energi Dan
Sumber Daya Mineral, Kementerian ESDM RI. Database on-line. Tersedia di
https://www.esdm.go.id/assets/media
/content/Supply_demand_mineral_2012.pdf.
Ditjen Mineral dan Batu bara Kementerian ESDM RI. Peta Sebaran Fasilitas
Pengolahan dan Pemurnian. Jakarta: Pusat Data Dan Teknologi Informasi
Energi Dan Sumber Daya Mineral Kementerian ESDM RI. Database on-line.
tersedia di
https://www.minerba.esdm.go.id/library/content/file/28935Peta/04e44853a31fe
7ce2d0850df3eaf1ddd2014-03-26-10-21-19.pdf.
Ditjen Mineral dan Batu bara Kementerian ESDM RI. Kajian Supply Demand
Mineral Tahun 2013. Jakarta: Pusat Data Dan Teknologi Informasi Energi Dan
Sumber Daya Mineral, Kementerian ESDM RI. Database on-line. Tersedia di
xvi
https://www.esdm.go.id/assets/media/content/Supply_demand_mineral_2013.p
df.
Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM RI, Mineral and Coal
2013. Jakarta: Pusat Data Dan Teknologi Informasi Energi Dan Sumber Daya
Mineral Kementerian ESDM RI. Database on-line. Tersedia di
https://www.minerba.esdm.go.id/library/content/file/28935-
Publikasi/ef1034f994c53744 277e2889b2f6dc5f2015-01-30-13-56-35.pdf.
Direktorat Jenderal Mineral dan Batu bara Kementerian ESDM. Laporan Kinerja
Tahun 2015. Jakarta: Pusat Data Dan Teknologi Informasi Energi Dan Sumber
Daya Mineral Kementerian ESDM RI. Database on-line. Tersedia di
https://www.minerba.esdm.go.id/library/publish/LAKIN%20
MINERBA%202015. pdf.
Djumena, Erlangga, "Jepang Ancam Seret Indonesia ke WTO," [berita on-line],
tersedia di
https://ekonomi.kompas.com/read/2012/06/12/15422779/Jepang.Ancam.Seret.I
ndonesia.ke.WTO; Internet; diakses pada 17 Juni 2016.
Fajriah, Lily Rusna, “Jero kembali tegaskan ekspor mineral mentah dilarang,” [artikel
on-line] tersedia di https://ekbis.sindonews.com/read/841777/34/jero-kembali-
tegaskan-ekspor-mineral-mentah-dilarang-1394097022; internet; diakses pada
27 September 2017.
Harian Rakyat Merdeka, “Dilobi Dubes Katori, Menteri Hidayat Tolak Kabulkan
Permintaan Jepang” [berita on-line]; tersedia di
www.kemenperin.go.id/artikel/8851/Dilobi-Dubes-Katori,-Menteri-Hidayat-
Tolak-Kabulkan-Perminta an-Jepang; internet; diakses pada tanggal 10 Juni
2016.
Indonesia Investment, “Batu bara,” [artikel on-line]; tersedia di
https://www.indonesia-investments.com/id/bisnis/komoditas/batu-
bara/item236?.; internet; diakses pada 02 April 2018.
Investor Daily, “Aturan Ekspor Segera Terbit,” [artikel on-line]; tersedia di
http://www.kemenperin.go.id/artikel/3080/ Aturan-Ekspor-Batu bara-Segera-
Terbit; internet; diakses pada 27 September 2017.
Kandi, Rosmiyati D, “Realisasi Investasi Smelter Tahun Ini Jauh dari Target,”
[artikel on-line]; tersedia di
https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20141222084036-85-19657/realisasi-
investasi-smelter-tahun-ini-jauh-dari-target; internet;
xvii
Kartasasmita, Ginandjar, “Indonesia and Japan – 50 years of partnership” [artikel on-
line]; tersedia di http://www.id.emb-
japan.go.jp/oda/en/topics_ginanjar.htm#top; internet; diakses pada tanggal 02
Desember 2016.
Kementerian ESDM RI. Laporan Akuntabilitas Kinerja Pemerintah (LAKIP)
KESDM 2011. Jakarta: Pusat Data dan Teknologi Informasi Energi Dan
Sumber Daya Mineral, Kementerian ESDM RI. Database on-line. Tersedia di
http://kip.esdm.go.id/kipbaru/images/program_kerja/laporan
_kinerja/laporan_kinerja03.pdf.
Kementerian ESDM RI, “Penetapan Wilayah Pertambangan (WP) Ditjen Mineral dan
Batu bara Kementerian ESDM Republik Indonesia,” [artikel on-line]; tersedia
di https://www.minerba.esdm.go.id/public/20196c/Penetapan-Wilayah-
Pertambangan-(WP); internet; diakses pada 30 April 2017.
Killiches Franziska, “Fragmentation or Cooperation in Global Resource Governance?
A Comparative Analysis of the Raw Materials Strategies of the G20,” [research
paper on-line]; tersedia di https://www.swp-
berlin.org/fileadmin/contents/products/research_papers/2013_RP01_hlp_mdn
.pdf, 88; Internet; diakses pada 17 Juni 2016.
Komisi Pengawas Persaingan Usaha “Background Paper Analisis Kppu Terhadap
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral Dan
Batu bara,” [artikel on-line]; tersedia di
http://www.kppu.go.id/docs/Positioning_Paper/positioning_paper_minerba.pdf,
; internet; diakses pada 5 Mei 2017.
Latif, Syahid dan Kurniawan, Iwan, “RI Tolak Minat Jepang Impor Bahan
Tambang,” [artikel on-line]; tersedia di
http://bisnis.news.viva.co.id/news/read/249569-ri-tolak-minat-jepang-impor-
bahan-tambang; internet; diakses pada 12 Juni 2017.
Martinus Siswanto Prajogo, “Kepentingan Nasional: Sebuah Teori Unviersal dan
penerapannya oleh Amerika Serikat di Indonesia,” [artikel on-line]; tersedia di
http://strahan.kemhan.go.id/media/files/kepentingan-nasional.pdf.; internet;
diunduh pada 15 April 2016.
Mujiyanto, Sugeng. Dampak Pembangunan Smelter di Kawasan Ekonomi Khusus
Provinsi Sulawesi Tenggara. Jakarta: Pusat Data dan Teknologi Informasi
Kementerian ESDM RI, 2015 Buku on-line. tersedia di
xviii
https://www.esdm.go.id/assets/media/content/KEI-
Dampak_Pembangunan_Smelter_di_Kawasan_Ekonomi_Khusus_(Studi_Kasu
s_Provinsi_Sulawesi_Tenggara).pdf.
Mujiyanto, Sugeng, Dampak Pembatasan Ekspor Bijih Besi Terhadap Penerimaan
Sektor ESDM dan Perekonomian Nasional. Jakarta: Pusat Data dan Teknologi
Informasi Energi dan Sumber Daya Mineral Kementerian Energi dan Sumber
Daya Mineral, 2015. Buku on-line tersedia di
https://www.esdm.go.id/assets/media/content/KEI-
Dampak_Pembatasan_Ekspor_Bijih_Besi_
Terhadap_Penerimaan_Sektor_ESDM_dan_Perekonomian_Nasional.pdf.
Pasopati, Giras, “Kemendag: Indonesia-Jepang Sudah Berdamai Soal Ekspor
Minerba,” [artikel on-line]; tersedia di
http://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20141203164332-92-15630/kemendag-
indonesia-jepang-sudah-berdamai-soal-ekspor-minerba; internet; diakses pada
11 Juni 2017.
Pusat Sumber Daya Mineral, Batu bara dan Panas Bumi. Laporan Pemuktahiran
Data dan Neraca Sumber Daya Mineral, T.A 2013. Jakarta: Kementerian
ESDM RI. Database on-line. Tersedia di
http://psdg.bgl.esdm.go.id/Neraca/NeracaMineral 214.pdf.
Pusat Data dan Teknologi Informasi Energi dan Sumber Daya Mineral Kementerian
ESDM RI “Dampak Pembatasan Ekspor Bijih Besi Terhadap Penerimaan
Sektor ESDM dan Perekonomian Nasional,” [database on-line]; tersedia di
https://www.esdm.go.id/assets/media/content/KEIDampak_Pembatasan_Ekspor
_Bijih_Besi_Terhadap_Penerimaan_Sektor_ESDM_dan_Perekonomian_Nasio
nal.pdf,; internet; diakses pada 05 Desember 2017.
Putra, Idris Rusadi, “Jero Wacik: AS dan Jepang tidak suka pada UU Minerba”
[berita on-line]; tersedia di http://www.merdeka.com/uang/jero-wacik-as-dan-
jepang-tidak-suka-pada-uu-minerba.html; internet; diakses pada tanggal 11
September 2016.
Putra, Idris Rusadi, “Jepang ngotot lobi Indonesia soal UU Minerba Indonesia,”
[berita on-line]; tersedia di http://www.merdeka.com/uang/jepang-ngotot-lobi-
indonesia-soal-uu-minerba-indonesia.html; Internet; diakses pada 17 Juni 2016.
Redaksi Detik, “Menlu Indonesia-Jepang Bahas UU Minerba hingga Konflik
Gaza,”[artikel on-line]; tersedia di
https://news.detik.com/berita/2660396/menlu-indonesia-jepang-bahas-uu-
minerba-hingga-konflik-gaza; internet; diakses pada 24 Maret 2017.
xix
Riendy Astria, “Ekspor Mineral Diperketat: Jepang Segera Lobi Indonesia,” [artikel
on-line]; tersedia di
http://industri.bisnis.com/read/20140319/44/212157/javascript; internet;
diakses pada 27 September 2017.
Rini, Citra Listya, “Jokowi diminta hati-hati Terhadap Keinginan Jepang,” [berita on-
line]; tersedia di
http://m.republika.co.id/berita/nasional/umum/14/08/13/na82w2-jokowi-
diminta-hatihati-terhadap-keinginan-jepang; internet; diakses pada tanggal 21
Juni 2016.
Simorangkir, Ignatia Oktavia, “New Guidance on the Processing and Refining of
Mining Producs, Budiarto Law Partnership Newsletter 005,” [artikel on-line],
tersedia di https://www.blp.co.id/newsletters/BLP%20Newsletter%20005%20-
%20March%202014.pdf.; internet; diakses pada 20 Juni 2016.
Sigit, Setiawan, “Kebijakan Stimulus Abeconomics Jepang: Dampak terhadap dan
Jepang Kajian Ekonomi Keuangan Volume 18 Nomor 2”, [artikel on-line],
tersedia dalam http://www.fiskal.kemenkeu.go.id/Kliping/KEK/2014/volume-
18-no-2/index.html.; internet; diakses pada. 21 Juni 2016.
Sihite, Thamrin, Coal Policy and The new Mining Law No. 4/2009 In Indonesia
(Jakarta: Kementerian ESDM, 2012) [database on-line]; tersedia di
http://www.jcoal.or.jp/coaldb/shiryo/material/ 2012day1_session1_4.pdf.
______Chapter 1 - The Concept of National Interest,” [artikel on-line]; tersedia di
http://learn.tsinghua.edu.cn/homepage/2000990147/interestbook/chap1.htm;
internet; diakses pada 5 Agustus 2016.
Tim Komunikasi ESDM, “Cadangan Batu bara Indonesia 26 Miliar Ton.” [artikel on-
line]; tersedia di https://www.esdm.go.id/en/media-center/news-
archives/cadangan-batu bara-indonesia-sebesar-26-miliar-ton; internet; diakses
pada 27 Maret 2018.
Usman, Yusri, “Hilirisasi Industri Mineral Di Persimpangan Jalan,” [artikel on-line];
tersedia di http://id.beritasatu.com/home/hilirisasi-industri-mineral-di-
persimpangan-jalan/163572;internet; diakses pada 10 Mei 2017.
______https://www.wto.org/english/res_e/booksp_e/analytic_index_e/gatt1994_05_e
.htm#article11A1. Diakses pada 23 Maret 2018.
xx
______“Soal Larangan Eskpor Mineral Mentah, Jepang Ancam Laporkan Indonesia
ke WTO,” [berita on-line]; tersedia di
http://www.gresnews.com/berita/politik/84627-soal-larangan-eskpor-mineral-
mentah--jepang-ancam-laporkan-indonesia-ke-wto-/#; Internet; diakses pada 18
Juni 2016
Undang-Undang
Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan
Mineral dan Batubara. Pasal 103 dan Pasal 107.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan
Mineral dan Batubara. Pasal 13 Ayat 1.
Undang–Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan
Mineral dan Batubara. Pembukaan UU Minerba.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 1980 Tentang
Penggolongan Bahan-Bahan Galian. Pasal 1 Huruf (a), (b), dan (c).
Pembukaan UU Minerba
Wawancara
Dikutip dari wawancara antara penulis dengan Direktur Asia Timur Kementerian
Luar Negeri Republik Indonesia, Edi Yusuf.
Dikutip dari wawancara antara penulis dengan Deputi Direkturat Perjanjian
Perdagangan dan Investasi Internasional Kementerian Luar Negeri Republik
Indonesia, Syahda Guruh Samudera.
Dikutip dari wawancara antara penulis dengan Staf Ahli Bagian Hukum dan
Perundang-Undangan Kementerian ESDM Republik Indonesia, Sony Heru
Prasetyo
xxi
LAMPIRAN
A. Transkrip Wawancara I
Pewawancara : Ash Shiddiq
Narasumber : Edi Yusuf, Direktur Asia Timur dan Pasifik Kementeria Luar
Negeri Republik Indonesia
Bold Font : Ash Shiddiq Reguler Font : Edi Yusuf
Terkait protes Jepang terhadap kebijakan UU Minerba yang diterapkan oleh
Pemerintah Indonesia dan mengancam akan membawa persoalan ini untuk
diselesaikan melalui Dipute Settlement Body WTO, bagaimana respon dari
Kementerian Luar Negeri dan rencana apa yang tengah dipersiapkan untuk
merespon kembali sikap Jepang?
Kalo Indonesia sebenarnya, Indonesia itukan founding fathernya GATT, sejak GATT
tahun 1944. Indonesia kan dulu dibawah Belanda, dan kita sudah masuk anggota
GATT. Indonesia tidak ada kewajiban untuk melarang. Dan Indonesia boleh saja
mengambil tindakan pelarangan minerba. Tapi masalahnya adalah harus kuat-kuatan,
karena Jepang kan sekarang negara utama (di WTO). Jepang bisa saja mengancam,
jika ada pelarangan maka tidak akan investasi ke Indonesia.
Yang jelas bagi kami diajukan atau tidak diajukan, tidak masalah. Karena Dispute
Settleman Mechanism ini membutuhkan proses yang panjang, dari awal hingga akhir
prosesnya kira-kira membutuhkan waktu dua setengah tahun. Pertama konsultasi dua
bulan, yaitu konsultasi bilateral. Jika konsultasi bilateral disepakati, dibawa ke
dispute. Jika konsultasi bilateral gagal akan diajukan ke Dispute Settleman
Mechanism. Nanti Dispute Settleman Mechanism akan menentukan panel. Panelnya
itu juga membutuhkan dua bulan untuk menentukan. Misalnya panelnya diputuskan
ada lima, kita bisa protes terkait anggota panelnya, misal: saya tidak mau anggota
panelnya yang ini, maunya dari negara berkembang juga. Maka dari itu prosesnya
lama, kurang lebih dua bulan. Jadi belum apa-apa sudah menghabiskan waktu empat
bulan.
Sampai diputuskan itu, memakan waktu 2,5 tahun. Kalau keputusan Dispute
Settleman Mechanism mengatakan bahwa Indonesia telah melanggar ketentuan,
sehingga Indonesia harus merubah kebijakan. Maka Indonesia bisa merubah
kebijakannya. Tapi tadi, risikonya waktu yang dibutuhkan sampai keputusannya
keluar adalah dua setengah tahun.
xxii
Jika Indonesia mau mengembangkan minerba menjadi produk yang value-added
dibutuhkan smelter. Yang dituntut oleh Indonesia itu, adalah ekploitasi sudah lama
dilakukan maka iringilah dengan membangun smelter-nya. Sehingga nanti ada value
added-nya, produk yang kita jual tidak ingin hanya material saja, karena kerusakan
lingkungannya cukup tinggi.
Di dalam ketentuan WTO, (kalau tidak salah) ada pasal 21, bahwa kita boleh
melanggar aturan sepanjang kita bisa membuktikan bahwa itu merusak lingkungan,
menggangu kesehatan publik, mengganggu kepentingan masyarakat. Tapi harus kita
buktikan secara ilmiah ideal. Kita mau berdebat juga bisa, jadi kita dari Kemlu
biarkan saja ini dibawa ke WTO. Kita gambarkan saja betapa lingkungan kita rusak
karena perlakuan mereka. Saya kira kita akan bisa menang. Masalahnya apakah kita
mampu menahan tekanan/kekuatan mereka. Misalnya freeport yang kepemilikannya
oleh Amerika, gak gampang juga. Memang ada aspek politisnya juga.
Apakah dalam mempertahankan penerapan kebijakan UU Minerba oleh
Pemerintah Indonesia dalam merespon protes Jepang, mengandung aspek
politik?
Ya bukan politik. Aspek kekuatan negara maju sebagai investor. Karena kalau kita
terlalu ketat bisa lari juga investasinya. Makanya kebijakan ini maju mundur.
Kemarin Luhut tiba-tiba merevisi membolehkan dalam waktu 4-5 tahun. Kemudian
bagaimana dengan perusahaan lain yang sudah masuk? (karena Jepang gak masuk
masuk) contohnya China yang sudah masuk dan membangun smelter di Sulawesi
Tenggara. Kalau China udah bikin perusahaan smelter di Sulteng, sekarang barang
material di eskpor, kalo mereka butuh barang terus barangnya tidak ada. Jadi dirubah
lagi tuh pak Luhut, karena tekanan dari Jepang dan Amerika sangat kuat.
Kalau kita melarang ekspor minerba atau materialnya, industri smelter di Jepang bisa
bangkrut, karena barangnya ga ada, karena bahannya dari kita. Mereka cukup
ketergantungan dan kencang menekan ke Indonesia. Jadi kalau WTO sih, kalau tanya
pandangan Kemlu biarin aja mereka mau bawa kemana juga. Dalam waktu 2,5 tahun
kalau kita tidak mengekspor barang, bisa bangkrut Jepang.
Sejauh ini bagaimana Konsultasi/komunikasi dengan Jepang Pasca
pemberlakuan UU Minerba?
Masih tetap dilakukan komunikasi dengan Jepang. Tidak ada keputusan tidak
masalah dibawa ke pengadilanlah, pengadilan di WTO.
Sejauh mana posisi Indonesia untuk tetap konsisten terhadap penerapan
kebijakan UU minerba?
xxiii
Sejauh ini masih tarik ulur karena selain Jepang kepentingan Amerika nya juga cukup
tinggi. Sebetulnya kalau dicermati, yang paling banyak mengimpor itu bukan Jepang
bukan juga Amerika, tapi China. Tapi kenapa China tidak mempermasalahkan?
Karena China juga melakukan hal yang sama. Jadi menghadapi Jepang mudah saja,
“kenapa dipermasalahkan, ekspor kita lebih banyak ke China”. Karena perusahaan
smelter Jepang banyak yang bangkrut.
44% kebutuhan Jepang bergantung pada Indonesia. Yang menjadi penekanan kita ke
mereka (Jepang) adalah “kamu sudah berpuluh-puluh tahun, merusak lingkungan
kita, bikinlah smelternya.” Hanya saja smelter di Indonesia problemnya adalah
membangun smelter di Indonesia membutuhkan tenaga listrik yang besar. Tapi
tenaga listrik disini kurang. Makanya prioritas pak Jokowi adalah membangun tenaga
listrik 35000 mega watt. Kalau tanpa listrik bagaimana industri ini berkembang?
Kalau di negara maju, sudah memakai reaktor nuklir untuk pembangkit listrik.
Dengan reaktor nuklir bisa mensupply banyak dengan tenaga murah. Tapi di
Indonesia perdebatannya antara para profesor, jadi batal terus pembangunannya.
Padahal kalau kita cermati, kita sudah memiliki Pusat penelitian reaktor nulkir
pertama di Asia zamannya Sukarno. Pak Sukarno itu sudah memiliki visi jangka
panjang, tapi tidak terealisasi karena banyak perdebatan. Semua negara maju sudah
memakai nuklir, karena dengan nuklir murah sekali biayanya. Kalo listrik murah,
generate multivariate-nya juga banyak. Sekarang Vietnam sudah mendirikan dua,
Malaysia juga sudah membangun dan Indonesia masih belum juga karena berdebat
terus. Padahal Malaysia sudah over supply. Jadi nanti listrik di Vietnam dan Malaysia
ini akan sangat murah. Kita masih ga sanggup, dan berdebat. Inilah kalau membahas
minerba, ada tarik ulur antar kekuatan, disebutnya political-economy.
Political-economy istilahnya, bukan politik. Karena memang kekuatan investor itu
adalah negara besar semua. Jepang sebagai negara investor utama kita, kalau kita
tidak ramah ke Jepang makanya akan berdampak juga. Oleh sebab itu, tidak mudah
jadi pimpinan dan seringkali kita dapati kebijakan yang berubah-ubah. Sekarang kita
sudah semakin sulit, menurut saya harusnya kita konsisten, larang aja. Sebenarnya
mereka (Jepang) udah dari dulu menjanjikan membangun smelter. Belum dibangun
juga. Tapi syaratnya mereka bilang harus jaminan nyimpen uang dulu. Tapi tidak
dibangun juga. Akhirnya ya sudah larang saja, dan dengan pelarangan ini mereka
terpaksa membangun smelter. Kebetulan sekarang ada China masuk bangun smelter
di Sulteng, tapi Pak Luhut kemarin mengeluarkan kebijakan boleh sampai 4-5 tahun.
Tapi kan barangnya jadi ga ada, nanti Chinanya marah dong. Makanya sekarang kita
harus konsisten.
Demi menjaga kepercayaan investor ya pak? Yaa..ya memang Jepang pasti akan
komplen, tapi sebetulnya toh kalau dibawa ke WTO pun kita bisa berargumen bahwa
xxiv
kalau kita mengekstrak minerba tanpa batas, tanpa mengembangkan value added,
akan semakin banyak yang kita gali dan itu akan membuat kerusakan lingkungan.
Kalau misalkan di WTO sudah 2,5 tahun dan Indonesia menang, kira-kira
dampak yang akan muncul?
Dampak yang akan muncul Jepang akan kecewa, tapi menurut saya berdasarkan
hitung-hitungan investasi, kan investasi bukan masalah politik, tapi masalah untung-
untungan. Kalau tidak untung, dia tidak akan investasi. Jadi dia tidak peduli mau
negara itu demokrasi atau tidak. Buktinya kan di Vietnam karena untung ya masuk
saja walaupun negara tersebut komunis, di China juga sama. Jadi tidak benar itu
caranya harus demokratis, kalo negara itu stabil mungkin betul dia akan berinvestasi.
Tapi kalau dikaitkan dengan isu demokrasi, ham itu tidak benar. Yang namanya
bisnis tidak ada hubungannya dengan politik, ideologi, ini tentang untung rugi saja.
Jadi kebijakan tetap mempertahankan pemberlakuan kebijakan UU Minerba
jauh dari arena politik ya?
Ooh iya, sangat jauh. Simply, kalau kita konsisten, investor itu akan masuk. Terbukti
kan China juga masuk. Kalau China masuk, maka Jepang there’s no choice, dia
harus masuk juga. Kalau Jepang tidak masuk, China akan menguasai. (Seakan-akan
kita mendesak Jepang agar segera masuk).
Ini pendapat pribadi saya, kalau yang kasus freeport (kan oleh Amerika), namanya
juga Amerika dia bisa bemain di politik. Isu papua muncul. Kalau tidak dimudahkan,
siap-siap Papua dihancurkan. Itu aja yang ditakutkan oleh pemerintah pusat, buat
amerika kan gampang saja bermain isu.
Sejauh ini, Hubungan diplomatik dengan Jepang sendiri bagaimana?
Tidak ada masalah, semuanya berjalan baik baik saja.
Selama ini apakah ada tawaran khusus dari Jepang jika Indonesia membuka
kran ekspor mineralnya?
Saya tidak terlibat dengan perundingan itu, karena yang terlibat langsung mungkin
menteri ESDM. Tapi saya kira, pasti Jepang ini bilang kalo Indonesia membuka, kita
akan dorong investasi lebih banyak lagi. Biasanya seperti itu.
Jadi kalau diadukan ke WTO juga gausah takut, karena butuh waktu paling tidak tiga
tahun. Jadi tiga tahun itu sudah cukup bagi Indonesia menekan mereka agar
membangun bisnis smelter. Kalau engga, ya terbukti setelah kita larang China masuk,
dengan China masuk Amerika dan Jepang ketakutan karena kalo dia ga masuk akan
xxv
ya akan terlambat. Tapi mereka sih sebisa mungkin ya udah kita beli material aja
dengan harga murah dan diambil sebanyak mungkin.
Dalam hubungan internasional, hubungan antar negara itu penting, dengan
adanya UU Minerba, posisi Indonesia dan Jepang dalam pergaulan
Internasional seperti apa?
Tidak ada masalah, tetap berjalan normal. Itu hanya sebagian kecil dari hubungan
bilateral antara Indonesia dan Jepang. Ini kan sebetulnya, Jepang dapat keluhan dari
industri smelternya Jepang. Industri smelter itu menyampaikan kepada pemerintah
Jepang, “tolong nih, perusahaan kita kalo engga bangkrut nih, kita harus lay off
berapa ribu orang nih” tapi Indonesia kan punya concern yang sama “kami gabisa
dong, kami udah bertahun-tahun bisa habis minerba kita” kita gapunya industri baja,
kita gapunya industri-indutri yang dapat meningkatkan value added, terus
masyarakatnya juga gapunya kesempatan untuk dapat pekerjaan dari minerba yang
kita miliki. Jadi memang sebenarnya masing-masing memiliki argumen yang kuat.
Dan tidak ada masalah sekarang ini, hubungan dengan Jepang tetap jalan, Amerika
tetap jalan yaa walaupun Amerika mungkin kesal juga. Makanya kan kalo saya
melihatnya gerakan separatis pun meningkat, tapi kan tidak bisa dibuktikan. Tapi ya
saya kira, imunisasi ada. Tapi itu pandangan pribadi, mudah-mudahan salah.
Kalau pergaulan internasional antara Indonesia dan Jepang di WTO atau di
PBB. seperti apa? Apakah Jepang-Indonesia saling mendukung?
Tergantung, tergatung isinya. Karena saling mendukung ada positif negatifnya.
Misalnya kalo Indonesia minta di dukung dalam salah satu badan, tetapi Jepang juga
meminta Indonesia dukung di badan yang lain.
Contoh nyatanya seperti apa?
Banyak, tapi susah ya saya gak hafal. Tapi di badan-badan PBB itu kan banyak.
Misalnya, Indonesia itu menjadi anggota tidak tetap dewan keamanan PBB. Indonesia
akan dukung Jepang utuk periode kapan gitu ya, eh sorry Jepang kan bukan anggota
dewan keamanan PBB, jadi Jepang itu misalnya minta untuk Jepang akan memimpin
PBB di tahun 2019 dan Indonesia di 2021. Nah itu bisa tukeran tuh, saya dukung
Jepang ya di 2019, nanti kamu Jepang dukung Indonesia di 2021. Banyak di
organisasi lain, di IKAO, di badan-badan organisasi yang lain, itu normal. Dan
sebetulnya persoalan UU minerba itu tidak akan mengganggu hubungan bilateral kita
secara umum dengan Jepang. Karena memang harus dilihat juga berapa sih ekspor
kita ke Jepang nilainya, dibanding dengan hubungan overall investasi Jepang kesini,
hubungan kita dengan Jepang itukan besar, jadi nggak akan mempengaruhi. Dan
dibawa ke WTO itu bukan sesuatu yang mengerikan, engga biasa aja.
xxvi
Saya kan pernah disana, saya disana 8 tahun. Saya biasa di komplen. Kalo kita
melarang impor daging, dan Brazil komplen. Brazil bilang, kenapa kok barang saya
tidak masuk? Saya bilang, daging anda ada penyakit, dia bilang, enggak tidak semua
wilayah di Brazil itu berpernyakit buktinya barang saya masuk di eropa, kenapa di
Indonesia tidak masuk? Nah itu sebenarnya kalau kita tidak baik-baik dengan Brazil
bisa diajukan ke WTO juga. Kalau saya sih senang diajukan ke WTO, kenapa? karena
impor daging di Indonesia itu permainan. Misalnya sekarang yang ekspor itu
Australia, dekati aja orang Kemtan, dekati aja importirnya, importirnya yang main
sama kemtan. Kalau mau impor daging harus punya lisensi, nanti lisensinya kemtan
yang keluarin. Inget gak kasus siapa tuh yang mendapat Rp. 5.000 perkilo, kasus
daging kan agak rame tuh yang terakhir tapi bukan orang Kementerian Pertanian
yang main, mungkin dia yang ada main dengan orang Kementerian Pertanian. Jadi
orang personal, dia dapet Rp. 5.000 perkilo dari impor daging. Impor daging kan bisa
berton-ton. Nah kalo importir yang lain, kalo saya impor dari brazil nih, karena saya
nggak ngasih Rp. 5.000 perkilo makanya saya nggak dapet lisensinya. Makanya kalau
masalah daging silahkan ajukan saja ke WTO agar kami bisa merubah kebijakan agar
nggak ada lagi masalah lisensi impor daging sapi. Makanya di Indonesia itu daging
mahal sekali bisa 160 ribu, kalau di malaysia, engan pendapatan 4x lipat dari
Indonesia daging bisa 60 ribu/kilo. Di kita tuh 130-160 ribu, something wrong.
Harusnya bisa lebih murah. Jadi
Buat Indonesia, Jepang itu seperti apa?
Jepang partner strategis yang sangat penting bagi Indonesia, Jepang juga memandang
Indonesia sebagai partner yang sangat strategis. Kita sepakat menetapkan Jepang,
bahkan kita sepakat kedua negara memiliki nilai partner yang sangat strategis.
Kalau diangkain dari 1-10, berapa poin nilai untuk Investasi Jepang?
Agak susah, anda liat aja ranking investasinya. Jadi ranking investasi Jepang itu
nomor 3. Di bidang perdagangan Jepang itu kalo tidak 2 ya nomor 3. Kalau yang
paling besar perdagangan itu pertama dengan China, kedua dengan Singapore dan
ketiga dengan Jepang. Bisa dilihat di kemdag. Jepang itu antara itu, kalau gak tiga
empat. Artinya kebutuhan Jepang sangat penting bagi Indonesia
Indonesia juga dinilai sangat strategis buat Jepang. Karena target market mereka kan
Indonesia. Kita bisa liat, mobil-mobil Jepang di Indonesia. Kalau di angka dari
bidang perdagangan, investasi. Kalau dari pembangunan nasional? Banyak. MRT Ini
kan yang bikin Jepang. Banyak proyek2 infrasusktur Jepang banyak. Kemarin kan
Jepang mau bikin pelabuhan di daerah sebelah pelabuhan ratu, tapi dipindahkan
karaena ada kilang minyak disitu. Banyak proyek-proyek infrastruktur, energi,
banyak. Pembangunan nasional peran Jepang? Ini proyek jangka panjang nih. Ini jadi
yang pertama ini, dari sini ke HI biayanya tinggi 21 triliun, terus nanti dari HI ke
xxvii
kota. Nanti akan ada beberapa tahap, ini akan ada tahap 2, tahap 3. Jepang sekarang
mulai ketakutan, takut kalah cepat dia dari China. Jadi dia ikut pembangunan juga
kereta cepat jakarta.
Kalahnya dalam hal, kalo harga sama tapi kalo Jepang dia tidak bisa menjamin. Kalau
China ini kan begini, kalo pemerintah untuk kereta cepat tidak memakai APBN, tidak
ada jaminan pemerintah dan Bussines to Bussines. Nah Jepang tidak bisa, Jepang
gabisa karena berpikir kan siapa pengusaha di Indonesia yang punya uang sebanyak
itu, kan harus dibuktiin tuh proyek itu. Jepang gabisa karena harus ada jaminan untuk
itu. Kalau China ngga, karena China uangnya banyak, karena tiga kriteria itu akhirnya
China ngambil. Sebenarnya kalau dari segi teknologi ya mending memilih Jepang.
Dari segi safety kan sudah terjamin, shinkasen itu gapernah tabrakan selama
beroperasi. Kalau China itu kan kemarin tabrakan. Jadi ada thunder, jadi yang depan
berhenti, terus yang belakan nabrak. Dan itu banyak yang mati karena kan 300km/
jam jadi memang itu yang ditakutkan. Terus kalau China itu bilang 3 tahun selesai
belum tentu selesai 3 tahun. Kalau Jepang kan, dia bikin planningnya matang, dia
bilang 4 tahun pasti selesai 4 tahun. Kalau China belum tentu, udah gitu ntar
harganya naik lagi. Kejadian di Vietnam juga gitu. Tapi itu, China berani tidak ada
jaminan pemerintah tapi nanti swasta yang jamin. Karena sekarang yang bisa
meminjamkan uang 70 triliun siapa? Bank mana? Tidak ada bank di Indonesia yang
bisa kasih pinjem uang sebanyak itu. China pinter, dia kasih pinjem Bank Mandiri 10
triliun, Bank BNI 10 triliun, bank ada tiga bank tuh yang dikasih uang. Nah nanti itu
yang kasih pinjeman. Nanti kalau proyeknya gagal, BNI nya dibeli sama dia, kalau
engga dia ambil sahamnya, tuh disitu pinternya China.
Dan proyeknya sedah mulai, kalau lihat di daerah Halim, itukan startnya disana.
Makanya sempet rame di Halim tuh, tiba-tiba orang China ngegali tanah padahal
itukan tempatanya angkatan udara, ngamuk kan angkatan udara, karena darisana
mulainya.
Jadi dimensinya itu bisa karena faktor political economy. Makanya sekarang ka
negara maju itu ingin menerpkan perjanjian investasi di yang lebih maju, dari salah
satu pasal perjanjian investasi yang baru itu, kalau anda baca itu namanya Trans
Pasific Partnership (TPP). Itukan yang FTA itu ada Vietnam ada Singapore. Di TPP
itu, salah satu chapter itu mengenai investasi, disitu diatur bahwa swasta boleh
menuntut pemerintah di international . Pak jokowi akan gabung juga disitu, nah salah
satu persolan kita kan gapernah konsisten, jadi kalau kita merubah kebijakan yang
dulu tidak ada melarang ekspor minerba terus kita tiba-tiba merubah, pusat bisa
menuntut ke pemerintah. Menuntunya di intenational arbitrase, di pengadilan
intrnasional. Nuntut bahwa dengan kebijakan ini saya sudah rugi 100 triliun.
Indonesia akan dihukum? Engga, kita akan didenda sebesar 100 triliun itu, padahal
investasinya Indonesia mungkin cuma 1 triliun. Tapi dia bilang aja ruginya 100
triliun. Makanya kita lagi mikir-mikir, are you ready to join? Karena mulai dari
xxviii
sekarang kita bisa gak menerapkan kebijakan, karena gapernah konsisten. Kemarin
pak Luhut tiba-tiba aja ngomong gitu, wawancara media. Terus tiba-tiba dibatalin
lagi, konsistensinya dimana. Nanti dengan perjanjian investasi yang baru, gabisa lagi
kita merubah kebijakan. Kalau swasta yang dirugikan, investor dirugikan, dia akan
bawa ke pengadilan. Sekarang kalo ada perlu dengan bilateral, misalnya perjanjian
perdagangan bebas Indonesia-Korea, salah satu chapternya itu satu, investasi yang
baru salah satunya adalah mengatur mekanisme penyelesaian sengketa antara swasta
dan pemerintah. Kalau sekarang kan pemerintah dengan pemerintah, kalau swata
yang menuntut pemerintah di badan internasional, kita akan kalah. Karena disana
lawyernya umumnya swasta. Pengalaman negara lain, kalah terus. Swasta terus yang
menang. Jadi harus hati-hati.
Pemerintah ini kan sekarang yang penting investasi masuk, tapi kalau kebijakan kita
gak konsisten ya investasi yang masuk 10 milyar kita dituntut 50 milyar, kan kita
yang rugi. Tapi sebenarnya memang, negara itu kan dituntut kekonsistenan, dituntut
stabilitas gampang, kebijakannya harus konsisten karena kebijakan konsistem
investasi akan masuk. Makanya sekarang kan vietnam termasuk yang one of the top
destination for investment. Karena Vietnam berani bikin perjanjian perdagangan
bilateral bebas dengan Jepang, Korea, Australia. Vietnam tuh walaupun negaranya
komunis, ekonominya sangat bebas. Karena dia ingin masyarakatnya semua bekerja.
Samsung mau investasi, dia biarkan tanahnya selama lima puluh tahun dipake dan
gausah bayar. Dia bikin pabrik yang besar-besaran. Tapi di Indonesia kan gabisa,
karena tanah milik individu. Kalo di Vietnam kan negara komunis, tanah milik
negara. Kalau kita kan gabisa karena tanah milik individu. Kita membangun kereta
api cepat Jakarta-Bandung aja pembebasan lahannya lama. Tanah yang awalnya 10
ribu, dibangun kereta cepat jadi 1 juta semeter. Pemerintah pusing. Kalau di negara
komunis, ini untuk kepentingan publik. Makanya Vietnam sekarang luar biasa banyak
sekali investasinya.
xxix
B. Transkrip Wawancara II
Pewawancara : Ash Shiddiq
Narasumber : Syahda Guruh Samudera, Deputi Direktorat Perjanjian Investasi
dan Perdagangan Internasional Kementerian Luar Negeri
Republik Indonesia
Bold Font : Ash Shiddiq Reguler Font : Syahda Guruh Samudera,
b
Perihal protes Jepang terhadap kebijakan UU Minerba, sejauh ini bagaimana
diplomasi yang sudah dilakukan?
Semua jalur sepertinya sudah ditempuh ya, melalui nota diplomatik, melalui
pertemuan antar menteri, pertemuan antarpejabat, sepertinya sudah semua. Bahkan
hal kecil seperti mempertanyakan mengenai kebijakan tersebut itu adalah bagian dari
diplomasi. Komunikasi dalam level tinggi ada, komunikasi dari surat ada, komunikasi
yang dalam tingkat rendah juga ada. Semua komunikasi pernah Jepang lakukan.
Sama dengan kita, jika memiliki concern terhadap sesuatu kita akan melakukan hal
yang sama, dari atas sampai bawah.
Jepang merupakan mitra strategis untuk Indonesia, dengan berbagai tekanan
yang ada dari Jepang apakah Pemerintah Indonesia tetap berdiri dengan
kebijakan UU Minerba?
Tanpa memperdulikan permintaan siapapun, mengapa? Karena ini national interest,
kepentingan nasional.
Selain faktor kepentingan ekonomi apakah ada faktor politik domestik atau
factor hubungan diplomatik? Karena pertimbangannya begini, waktu itu kan
dekat dengan pemilu jadi harus memiliki kebijakan yang pro rakyat. Apakah
ada kaitannya dengan hal itu?
Ketika kita berbicara tentang UU Minerba berarti kita berbicara dengan sudut
pandang hukum atau regulasi, dan kalau dalam hukum tidak ada latar belakang
politik. Kita tidak akan melihat isu politik atau bukan politik. Kita hanya tau ada
aturan keluar kemudian ada respon.
Adapun untuk motif atau latar belakang dari penerapan kebijakan UU Minerba, bisa
ada latar apapun. Cuma satu lagi yang harus dilihat. Kita tidak mungkin treatmennya
beda. Kita tidak akan memandang berbeda misalnya karena Jepang ramai dan mereka
merupakan pangsa pasar ekspor strategis kita, kemudian kita relaksasi terhadap
Jepang. Itu tidak mungkin, itu diskiriminasi. Akan lebih parah lagi nanti keadaannya.
Bisa banyak yang invoke ke DSB (Dispute Settleman Body). Yang kita lakukan
xxx
adalah ketegasan. Namanya juga UU Minerba, dampaknya akan terasa ke banyak
pihak salah satunya Jepang, tapi tidak hanya Jepang. Selain Jepang juga banyak.
Jepang mengatakan bahwa beberapa regulasi yang termaktub dalam UU
Minerba, berpotensi melanggar salah satu prinsip dan pasal di WTO?
Iya sudah biasa. Semua juga mengatakan hal itu dalam kasus yang macam-macam.
Tinggal dijawab bahwa itu tidak melanggar prinsip.
Apa rasionalisasinya?
Argumentasi hukumnya kalau gak salah pakai General Acception ya, ada di pasal 20
WTO. Ini isu lingkungan ya? Coba nanti cek di internet, pasal 20 GATT. Iya 20
GATT kok. GATT yaaa, bukan services. (GATS). Nanti juga bisa di cek kok, kalau
ada konsultasi, maksudnya konsultasi yang di luar dari sebelum invoke ke WTO,
biasanya ada kan. Nah biasanya ada di internet. Di website WTO, coba aja googling,
isu export restriction mineral. Kalau TRIMs kan isunya macem-macem. Isinya
konsultasi tentang Indonesia apa. Amerika apa itu banyak, disitu bisa keliatan
kasusnya apa. Dan disitu bisa jadi satu kasus beberapa negara yang ikut
mempertanyakan, tidak hanya Jepang. Dan biasanya dalam pertemuan itu, biasanya
masing-masing akan membawa pasal 20. Jepang akan bilang itu bertentangan dengan
pasal 20, tapi kitanya bilang tidak masalah dengan pasal 20. Tapi kan emang
melanggar pasal 11 GATT, tentang quantitative restrictions.
Yang perlu dikhawatirkan dari pemrintah Indonesia dari adanya UU minerba
terhadap hubungan diplomatik, gimana ada gak sih?
Sama jawabanya sama Pak Edi Yusuf. Tapi ada karakter dari orang Jepang, dia ini
tidak mau konfrontasi. Jadi dia tetap mau dalam berbagai perjanjian selalu ada
mekanisme penyelasaian sengketea. Tapi dia tidak mau head to head masuk ke
arbitrase internasional. Kecenderungannya tiak melakukan seperti itu. Itu yang kami
perhatikan. Tetapi kita gatau ke depan seperti apa Jepang mungkin bisa lebih agresif
lagi ke depan, memakai instrumen hukum. Tapi selama ini yan belum ada dia bawa
dia kesana. Jepang pernah gak bawa kita ke DBS? Belum pernah kan. Yang paling
doyan tuh Amerika. Karena Amerika itu legal society, meleknya tuh ke arah sana.
Kalo Jepang ini kan masih ada kultur Asianya.
Kemarin ini saya terkendala di data soal alternatif kebijakan, akhirnya saya
harus buat hipotesa sendiri. Ada 4 hipotesa. Satu, pemerintah status quo, ya
jalan aja gak merespon apapun. Kedua. Merevisi kebijakan UU minerba.
Karena dari data yang ada saya juga melihat Jepang bukan partner penting
Indonesia dalam hubungan internasional. Itu juga tentang relaksasi. Baru
dibahas akhir-akhir ini. Cuma banyak yang kontra. Terus yang ketiga itu
xxxi
masalah penangguhan, seperti yang dilakukan hari ini. Aku kemarin ngobrol
sama ESDM terntaya pas tahun 2014 dilarang, terus Jepang protes. Terus aku
baca berita Jepang udah memasukan itu, udah melapor ke WTO. Tapi aku
gatau melapornya tuh apa, karena di berita gitu aja. Terus sempet dibikin
kebijakan, ditangguhkan sampai tahun 2017 tapi ada bea keluar yang
ditambahkan untuk ekspor minerba mentah. Itu hipotesis ketiga. Terus yang
keempat, membatalkan UU Minerba. Bagaimana tanggapannya?
Itu bisa, itu bisa jadi opsi. Tapi belum tentu pemerintah mau. Tantangan pemerintah
sekarang itu, konsistensi terhadap peraturan perundang-undangan. Konsistensi antar
peraturan perundang-undangan, dan konsistensi antar aturan pemerintahan dengan
perjanjian internasional. Kalau sampai negara-negara yang melakukan komplain
terhadap minerba itu belum involve bawanya ke WTO berarti kan mereka masih
pikir-pikir. Karena ada dua pilihan. Pilihannya tidak hanya isu mengenai ekpornya,
tapi isu mengenai investasinya. Jadi merka juga ngitung, lebih baik saya bangunkan
smelterkah atau saya ributin ini, digugat ke WTO. Tapi ketika sudah digugat ke
WTO, produksi kan tetep berhenti.
Misalnya Indonesia melakukan pembatasan, dalam arti tidak boleh melakukan ekspor
mineral mentah. Berarti apa? Yang terjadi, mineral mentah yang ditambang tidak bisa
diekspor kan sejak peraturan perundang-undangannya keluar. Kemudian, syaratnya
pemerintah apa, supaya dibangun smelter, jadi diproses disini. Pasti mereka nanya
segala macem, tapi tetep aja itukan gabisa dieskpor. Sedangkan di dalam tidak bisa
menyerap semua. Kemudian ini yang dilakukan mereka, berpikir lebih untung yang
mana, bangun smelterkah atau menggugat ke WTO tapi saya tidak bisa
memanfaatkan minerba yang ada.
Sebenernya ini bisa dipasarkan di dalam negeri jadinya tidak diekspor. Dimasukan ke
smelter-smelter yang ada di dalam negeri.
Kalau dari sisi aturan dan hukum yang ada di WTO apakh kebijakan yang
pemerintah ambil saat itu, tentang status quo, yaitu tidak memperdulikan yang
lain. Indonesia sudah mantap dengan kebijakan UU Minerba tidak akan
dipersepsikan bersalah atau melanggar?
Ya yang lain tetap ada yang berpersepsi salah. Tapi dalam negeri kita harus yakin.
Mungkin sebagian beranggapan ini melanggar. Tapi ini kepentingan nasional, kita
harus bisa mengembangkan smelter. Bahwa prosuksi itu kita tidak hanya
mengirimkan barang mentah. Oleh karena itu kita harus bisa membangu smelter atau
memaksa investor membangun smelter. Yasudah kalau seperti itu, kita harus bisa
membuat kebijakannya. Ketika ada yang memprotes bisa dijawab.
xxxii
Dan Indonesia baru dinyatakan bersalah apabila ada yang lapor ke DSB, terus panel
dibentuk dan panel memutuskan salah. Itu baru salah. Selama panel tidak
memutuskan itu, kita tidak salah. Meskipun kita tau, ini punya potensi digugat di
DSB. Iya memang. Rame kan, banyak persepsi ini bertentangan dan tidak
bertentangan dengan pasal 20. Tapi kan ketika orang invoke atau tidak invoke itukan
ada hitungannya. Hitungannya entah hitungan politis atau hitungan ekonomis.
Hitungan politis hubungan baik biasanya. Tapi biasanya gak laku isu hubungan baik
ini, orang akan mikir isu hitungan ekonomis dibanding politis, karena apa? Kalau
sudah ada rule internasionalnya, tinggal patuh atau tidak. Dan masing-masing kan
sudah menyatakan dengan ratifikasi dan tanda tangan, instrumen kepentingan
nasional. Dia menyatakan patuh.
Artinya mas, ketika misalkan Pemerintah Indonesia ini ada kepentingan
nasional tapi satu sisi terikat dengan peraturan internasional. Itu yang
didahulukan kepentingan nasional atau mentaati rules yang sudah ditanda
tangan?
Kalau aku, kepentingan nasional. Bagaimana ini, kan rakyat harus makan. Tapi
caranya bagaimana pelaksanaan kepentingan nasional itu bisa konsisten dan
komitmen di hukum internasional. Gataulah gimana caranya. Karena inikan
pernyataan hipotetif, kita harus bisa melaksanakan kepentingan nasional yang
sesuai/konsisten dengan komitmen kita di hukum internasional. Tidak banyak yang
faham, bayangannya memang susah kalau seperti ini. Tapi tetep aja kepentingan
nasional paling penting, menafsirkan kepentingan nasional gimana caranya? Pertama,
tujuan negara. Habis tujuan negara, konstitusinya ngomong apa. Inikan cara agar
sumber-sumber ekonomi tetap dikuasi oleh negara.
Jadi, apakah dalam penetapan kebijakan Pemerintah Indonesia dalam
mempertahankan UU Minerba yang diprotes Jepang ini juga dilatarbelakangi
oleh dimensi hukum?
Dimensi hukum itu jadi gini, hukum itu dibentuk oleh proses politik. Tidak hanya
hukum asli. Memang ada idealita hukum. Namanya idealita hukum itu untuk
kebenaran, keadilan, kepastian hukum segala macem. Tetapi hukum itu tidak
terbentuk dengan sendirinya, kecuali hukum Tuhan kan. Hanya hukum Tuhan yang
langsung diberikan. Hukum ini dibuat manusia. Membuatnya gimana? Dari proses
politik,di Indonesia hukum dibuatnya oleh proses politik dimana? Di parlemen. Di
ranah internasional, hukum dibuatnya dari proses politik apa? Di politik internasional
entah di organisasi internasional seperti WTO, atau proses politik yang sifatnya
bilateral. Itu proses politik, negosiasi itu proses politik. Tantangannya adalah, ketika
kita membentuk berbagai norma hukum iternasional, tapi di satu sisi kita membuat
norma hukum nasional. Tantangannya adalah konsistensi. Tapi kadang ada dilematis,
waduh tapi kok ini bertentangan. Tapi ini harus tetap dijalankan, kalo engga rakyat
xxxiii
akan mati. Atau tetep saja kita akan jadi pengekspor tanah doang. Ya sudah kita
jalankan. Pasti akan ada pertanyaan, tapi akan kita selalu harus jawab. Orang bilang
itu bertentangan kita bilang itu tidak bertentangan. Caranya gimana untuk
memutuskan itu bertetangan atau tidak? Salah satu pihak harus melaporkan ke WTO.
Yang bisa meng-invoke adalah yang komplen, bukan kita. Kalau gak puas, diputusin
ternyata Indonesia salah, majuin ke appeal. Kecuali kembali diputuskan juga setelah
itu, biasanya akan diberi waktu Indonesia sekitar 30 hari atau 60 hari itu segera
diubah peraturan perundang-undangannya. Kalo engga nanti akan diberi retaliasi.
Retaliasi itu balasan, balasannya bisa jadi misalnya produk Indonesia yang lain tidak
boleh masuk.
Kalau dari yang sudah terjadi, ada kemungkinan atau diprediksi Indonesia
bersalah atau malah kalah dalam mempertahankan kebijakannya atas respon
protes Jepang?
Aku tidak akan bilang potensi menang atau kalah, tapi potensi melanggar atau tidak.
Kalo dibilang potensi melanggar, iya itu ada potensi itu. Tapi kita tidak akan pernah
bilang ke orang luar bahwa itu potensi melanggar.
xxxiv
C. Transkrip Wawancara III
Pewawancara : Ash Shiddiq
Narasumber : Sony Heru Prasetyo, Staf Ahli Bagian Hukum dan Perundang-
Undangan Kementerian ESDM Republik Indonesia
Bold Font : Ash Shiddiq Reguler Font : Sony Heru Prasetyo
Mau Riset Tentang apa mas?
Riset saya tentang kebijakan Pemerintah Indonesia dalam merespon kasus
penolakan Jepang terkait penerapan UU Minerba. Kemudian, saya juga sudah
sempat datang ke beberapa kementerian juga untuk wawancara. Sekarang di
Kementerian ESDM.
Kalau dari kita apa yang mau diketahui?
Hmm, iya ini saya sudah buat outline wawancaranya. Memang kalau kita
ketahui bahwa UU Minerba merupakan kepentingan nasional. Apakah UU
Minerba juga mengakomodir agenda kepentingan nasional dibidang energi?
kita kan Mineral dan Batubara, dari mineral dan batubara itu ada yang menjadi
sumber energi dan ada juga yang menjadi bahan dasar industri berbasis logam. Kalau
kita bicara energi kita hanya berbicara tentang batubara,
Tantangan seperti apa yang dihadapi oleh KESDM dalam menerapkan
kebijakan UU Minerba, khususnya dalam konteks proses pemurnian raw
material dan mendorong laju investasi dalam pembangunan pabrik smelter?
Nah sekarang sebetulnya problem hilirisasi itu ada di mineral. Kalau di batubara
sebenarnya masalahnya pada konsumsi domestiknya yang hanya mampu menyerap
25 – 30% dari total produksi nasional sekitar 400 juta ton, sehingga 70%nya harus di
ekspor, itu berbeda dengan mineral. Kalau kita bicara batubara tadi, sekarang bahwa
batubara menjadi sebuah energi itu betul, masalahnya batubara untuk menjadi energi
harus ada pembangkit. Contohnya sekarang misal proyek 35.000 watt. Kalau dilihat
dari bauran energi mix, batubara memiliki porsi yang paling besar, setelahnya gas,
kemudian dan EBT (Energi Baru Terbarukan). EBT itu seperti panas bumi,
mikrohidro, matahari, sampai tahun 2025 target nasional hanya 25% itu kecil sekali.
Sekarang untuk hilirisasi batubara sebetulnya yang paling penting membangun
industrinya, karena batubaranya sudah melimpah.
xxxv
Yang di mineral, problemnya adalah ada pada smelter. Kita punya UU Nomor 4
Tahun 2009 yang mengamanatkan agar perusahaan itu bukan membangun smelter
tapi kewajibannya adalah untuk mengolah atau memurnikan di dalam negeri.
Justru kalau dikatakan bahwa kewajibannya dalah membangun smelter, itu tidak
ekonomis. Kenapa? Pasokannya dari mana? Contoh, Mas Shiddiq punya perusahaan
tambang mineral, saya juga punya. Lalu perusahaan Mas Shiddiq dan perusahaan
saya membangun smelter lalu perusahaan “x” juga ikut membangun smelter, pasti
tidak akan ekonomis. Karena investasi membangun smelter itu besar, dan dia butuh
kepastian pasokan cadangan. Itu mengapa dalam UU Minerba kewajibannya bukan
untuk membangun smelter, tapi untuk memurnikan. Jadi nantinya setiap pelaku usaha
pertambangan mineral bisa memurnikan di smelter yang dibangunnya sendiri, atau
bekerjasama dengan smelter yang sudah ada, atau yang sedang dibangun oleh pihak
lain.
Jadi kalau yang masalah hilirisasi mineral ada di waktu, investasinya kan besar mas.
Contoh, untuk membangun smelter tembaga kita membutuhkan investasi 2 – 3 M
US$. Yang di gresik nih contohnya punya PT. Freeport, kapasitasnya baru 30% dari
konsentratnya PT. Freeport. Nah untuk meningkatkan kapastias itu dia butuh 2 – 3 M
US$. Padahal sebetulnya ketika bicara soal pemurnian, dari konsentrat tembaga
menjadi katoda tembaga. Itu peningkatan nilai tambahnya tidak signifikan.
Mengolah dari ore (bijih) tembaga sampai dengan kosentrat itu tingkat pemurniannya
sudah sampai dengan 94%-an mas. Jadi kalau kita bicara sebenarnya yang dijual itu
bukan barang mentah, tapi yang dijual itu sudah menjadi barang setengah jadi, karena
sudah lebih dari 90% mas kualitas konsentrat itu. Jadi sekarang mereka diminta untuk
bangun smelter untuk meningkatkan dari 94 – 100%, kecil sekali untuk peningkatan
nilai tambahnya padahal investasi yang dibutuhkan 2 – 3 M US$. Bisa kebayangkan
begitu luar biasa besar, sehingga sekarang banyak perusahaan yang mengatakan
bahwa untuk membangun smelter menjadi sangat tidak ekonomis, karena itu tadi
peningkatan nilai tambahnya kecil sedangkan investasinya besar.
Jadi kalau misalkan demikian, peningkatan nilai tambahnya kecil sedangkan
investasinya besar, apakah smelter yang sudah dibangun di Indonesia saat ini
menampung seluruh kapasitas produksi tambang mineral yang ada semisal
tembaga atau nikel?
Jelas tidak, jauh sekali mas seperti yang saya katakana tadi. Per komoditaspun
berbeda-beda. Kayak tembaga yang tadi saya katakan, smelter tembaga di Indonesia
itu baru menampung 30% dari total produksi yang ada.
Sekarang yang cenderung cukup agresif itu adalah Nikel mas. Di Indonesia sendiri
smelter nikel itu sudah ada sebanyak 20 smelter. Makanya sebetulnya saya pribadi
mengatakan ya memang kebijkan pemerintah Indonesia mengenai UU Minerba harus
xxxvi
konsisten. Jadi artinya pada saat kita nge-ban ekspor itu jika ada investor dari China
misalnya ke Indonesia bangun smelter di Indonesia. Dan mereka sudah datang dan
bangun di Indonesia yang jumlahnya sudah more than 20, dan pembangunan smelter
itu sudah dibangun sejak 2014 lalu pada saat UU Minerba diberlakukan. Makanya
sekarang kalau Pemerintah ingin mengeluarkan relaksasi misalnya, memerbolehkan
jual raw material untuk yang nikel, maka yang pertama nggak ada kepastian hukum
dari smelter yang sudah dibangun, dan ini menajadi investasi yang sia-sia bagi para
investor, dan jelas ini akan mempengaruhi kepercayaan investor.
Lalu apakah investasi smeleter di Indonesia pada kenyataannya memiliki
prospek komersil yang baik?
Lagi-lagi perkomoditas beda mas, ini variabelnya banyak. Beberapa komoditas
seperti misalnya bauksit dan tembaga peningkatan nilai tambahnya tidak terlalu besar
sedangkan investasinya besar. Berbeda dengan Nikel, nikel itu investasinya bisa
dimulai dari 50 juta US$ untuk buat smelter, dan nggak perlu sampai Miliar US$.
Meskipun dengan kapasitas yang terbatas tapi bisa dari anggak segitu, kalau bicara
ekonomis nggak ekonomis ya untuk nikel masih ekonomis. Bijih besi juga sangat
ekonomis.
Nah tadi kan China ya mas untuk yang saat ini sudah take action untuk
membangun smelter, lalu bagaimana dengan Jepang?
Hmm.. saya ngga melihat, jarang sekali ya, artinya tidak banyak. Makanya Jepang
menunggu dan sekali lagi menunggu apabila pemerintah mengeluarkan kebijakan
relaksasi UU Minerba. Dengan kata lain menurut saya belum ada investasi yang
berarti dari Jepang untuk pembangunan smelter. Kalau data yang ada sekarang
investasi yang berarti asal datangnya dari China. Dari Jepang nggak ada, ya artinya
datanya nanti kita lihat ya, tapi tidak seagresif China.
Pendekatan-pendekatan apa yang dilakukan KESDM kepada negara-negara
importir Minerba Indonesia selain yang dilakukan oleh Bapak Thamrin Sihite
pada Japan Clean Coal Day?
Wah itu mas harus Tanya kebagian Direktorat Investasi tuh, kami nggak punya
datanya dan pasti kami tidak ikut disitu. Atau itu pada level investment policy ya.
Nah terkait dengan penolakan Jepang terhadap UU Minerba, bagaimana
dengan tanggapan dari Dirjen Minerba itu sendiri?
Sebenernya nggak ada masalah ya mas, artinya Jepang kita berlakukan seperti negara
lain yang berinvestasi di Indonesia. Tapi begini ya mas, kan saat ini instrument
hukum hilirisasinya belum keluar, tapi akan keluar sampai dengan sebelum Mei 2017
xxxvii
nanti. Tapi ya mungkin kalau saya ramalkan kita akan tetap konsisten untuk tetap
tidak jual raw material. Jadi nanti jika Jepang merasa bahwa dia tidak ada pasokan
ore lagi dari Indonesia seperti dulu, ya silahkan berinvestasi di Indonesia.
Dalam merespon kebijakan Jepang dengan memprotes kebijakan UU Minerba,
langkah-langkah strategis apa yang akan atau sudah dilakukan oleh KESDM?
Strateginya kurang lebih akan sama seperti yang dilakukan oleh Kementerian
Keungan dengan mengeluarkan PMK terkait Bea Keluar. Jadi nanti kami akan
menerapkan instrument yang namanya pungutan ekspor mineral. Lalu apa bedanya
dengan Bea Keluar, kalau Bea Keluar dana yang masuk kedalam pendapatan pajak
yang akan dikelola oleh Kementerian Keuangan, tapi ingat pengelolaannya tidak
secara khusus untuk membangun industri hilir. Kedepan, share dari pungutan ekspor
mineral, nanti sebagian dananya akan digunakan oleh pemerintah untuk
pembangunan industri hilir. Sebagai contoh seperti ini, ada berbagai macam investasi
membangun smelter yang begitu besar, investasi itu akan membengkak jika tidak ada
investasi pendukungnya termasuk supply listrik, pembebasan lahan, pembangunan
jalan, dsb. Nah nanti dana yang di dapat dari pungutan ekspor mineral sebagian akan
dialokasikan kedalam investasi pendukung sehingga beban investasi yang ditanggung
oleh perusahan agak menjadi lebih kecil dan investasinya menjadi cukup ekonomis.
Arahnya kesana. Termasuk sebagian juga untuk membangun smelter nya.
Dengan adanya insentif berupa dukungan investasi pada infrastruktur
pendukung pada pembangunan pabrik smelter dari Pemerintah Indonesia,
seberapa besar akan membuka peluang masuknya investasi tersebut?
Jadi begini deh, investasi yang akan dikembangkan melalui pola pembangunan
infrastruktur pendukung pabrik smelter justru menjadi syarat utama. Karena paling
tidak jika ada orang atau perusahaan yang akan bangun smelter dia akan mencari
lokasi yang paling tidak sudah ada infrastruktur pendukungnya seperti sumber listrik,
kemudahan aksesibilitas, dan lain sebagainya, hal ini supaya biaya investasinya
masuk. Contohnya deh ya PT. Freeport Indonesia, kenapa sih PT. Freeport nggak
bangun saja pabrik smelternya di Papua tapi malah di Gresik? Ada tidak infrastruktur
pendukiungnya, seperti sumber energi listriknya. Lalu bisa tidak dibangun? Susah
mas nanti investasinya membengkak, buka hanya 2-3 M US$, mungkin lebih dari itu,
menambah lagi. Karena itu pasti orang maupun perusahaan akan mencari lokasi yang
sudah setel secara infrastruktur pendukungnya. Selanjutnya jika kita bicara investasi
smelter ya mas, prinsipnya nggak mungkin pakai uang sendiri pasti dia harus cari
financial closing dari perbankan, bank pun akan melihat kelayakan dari proyek. Kan
nggak mungkin mas, semakin proyeknya besar RoI-nya pun akan semakin lama, nah
itu kan proyeknya menjadi semakin tidak ekonomis. RoI-nya kecil, investasinya
besar, dan akan harus dicicil berapa lama? Seperti New Moon ya, mereka sudah
menghitung berapa besar investasi yang dibutuhkan untuk membangun smelter
xxxviii
tembaga di NTB atau di mana gitu, dan itu ternyata tidak ekonomis.Tapi pemerintah
komit, intinya kan tidak boleh ekspor raw material lah. Nah satu lagi mas terkait
dengan rencana kami untuk mengeluarkan instrument pungutan ekspor mineral juga
bisa diserahkan kepada BUMN untuk dibangunkan smelter, jadi nanti Unit
Pertambangan yang nggak membangun smelter bisa ikut kesana untuk melakukan
proses pemurnian.
Apakah penerapan kebijakan UU Minerba mendukung dan sesuai dengan
kapasitas modal perusahaan Milik Negara seperti Antam dan perusahaan lokal
lainnya?
Masalahnya gini mas, UU Nomor 4 Tahun 2009 tidak memberikan previllage kepada
BUMN atau BUMS juga, semuanya sama. Makanya tadi, nanti jika instrument
pungutan mineral ekspor itu disetujui bisa saja insentifnya diberikan kepada BUMN
untuk mendukung pembangunan Smelter.
Dari data yang peneliti miliki, dan dari perspektif negara Jepang, kebijakan UU
Minerba memiliki resiko melanggar prinsip yang diatur dalam keanggotaan
WTO, argumentasi seperti apa yang akan KESDM keluarkan dalam
menanggapi hal tersebut?
Pertama indikasi apa yang membuat UU Minerba melanggar WTO? Coba cari, ada
tidak dalam UU Minerba yang melarang ekspor? Karena tidak ada mas dalam UU
Minerba yang melarang ekspor. Tadikan kita sudah diskusi diawal, bahwa dalam UU
Minerba itu kewajibannya adalah memurnikan. Bukan melarang ekspor, anda boleh
ekspor tapi harus dimurnikan dulu di Indonesia. Kan boleh suatu negara mengatur
kualifikasi barang seperti apa yang boleh atau layak dijual atau diekspor keluar
negeri, bukan berarti kita melarang. Dan itu kalau menurut saya hak suatu negara
untuk kebutuhan industri domestiknya. Coba mas bayangkan kalau misalkan
Indonesia tetap mengekspor ore, dan ada negara-negara yang tidak memiliki sumber
daya alam seperti Jepang dan seterusnya. Justru mereka lebih untuk dibandingkan
Dari Indonesia dengan Industri smelternya. Karena nilai tambah ore setelah di proses
di smelter bisa puluhan kali lipat. Jadi Indonesia dapat satu dan mereka mendapatkan
puluhan kali lipat, padahal mereka tidak punya sama sekali resources. Dan ini
merupakan hak suatu negara untuk mengatur kedaulatan kita agar industri di dalam
negeri juga bisa berkembang.