kebijakan luar negeri australia 1938-1965
DESCRIPTION
makalah mata kuliah Sejarah Diplomasi Australiaoleh, Firdha WidyantariProgram Studi Ilmu Sejarah, Universitas IndonesiaTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Australia, sebagai salah satu Negara maju di dunia, memiliki sejarah
panjang dalam setiap kemajuan yang timbul saat ini. Sejarah yang panjang ini
terjadi dalam semua aspek kehidupan masyarakat seperti kebudayaan, social,
ekonomi, pemerintahan, hukum, dan politik. Dalam bidang pemerintahan dan
politik sendiri, sejak abad 19, masih sebagai koloni Kerajaan Inggris, Australia
telah memiliki cukup banyak partai politik dengan corak yang berbeda yang
disetiap kepemiminan wakilnya mencerminkan setiap kebijakan yang diambil.
Seperti dua partai besar dalam kancah politik Australia, Partai Buruh Australia
(Australian Labor Party), dalam setiap kebijakan yang ditetapkannya, sesuai
dengan nama partai ini sendiri, tentunya berusaha semaksimal mungkin untuk
menjamin kesejahteraan buruh dan menerapkan paham sosialismenya. Berbeda
dengan pesaing utamanya, Partai Liberal (Liberal Party of Australia) yang
lebih konservatif dan sesuai namanya pula mendukung perdagangan bebas dan
juga terkenal sebagai partai yang sangat Inggris.
Kebijakan Australia, khususnya kebijakan luar negerinya, mengalami
suatu evolusi yang cukup panjang dan terkesan terombang-ambing bergantung
kepada Negara sekutunya, seperti Inggris dan Amerika Serikat.
Ketergantungan kepada dua Negara adidaya pada masanya ini membuat
kebijakan yang diambil cenderung terlihat menyesuaikan dengan situasi dunia
kala itu terutama kondisi dalam negeri kedua sekutunya tersebut. Pada masa
sebelum terjadinya Perang Dunia II, Australia secara jelas dan terbuka
mendukung setiap aksi yang akan dilakukan pemerintah Kerajaan Inggris tetapi
1
pada saat Perang Pasifik yang secara langsung mengancam Australia dan
Perang dingin yang terjadi antara Uni Soviet dan Amerika Serikat, kebijakan
luar negeri Australia berubah haluan dengan lebih dekat kepada Amerika
Serikat dibandingkan kepada Inggris. Apa yang terjadi dan apa pertimbangan
pemerintah Australia saat itu akan dibahas dalam BAB II makalah ini.
Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah “Kebijakan Luar Negeri Australia 1938-
1965” ini brtujuan untuk menginformasikan dan memaparkan dengan jelas
bagaimana situasi yang terjadi pada saat itu yang menjadi pertimbangan
berubahnya kebijakan luar negeri Australia.
Ruang Lingkup Penulisan
Penulis membatasi makalah ini selama kurun waktu 1938 sampai
dengan 1965. Dengan pertimbangan bahwa pada tahun 1938 ini merupakan
awal dimulainya perselisihan antara Inggris dan Jerman yang dalam
negosiasinya tidak membuahkan hasil sehingga menjadi salah satu factor
pemicu invasi Jerman ke Negara-negara Eropa disekitarnya yang juga
berdampak pada kebijakan Australia yang pro Inggris. Sementara kurun waktu
1965 di pilih sebagai batasan makalah ini karena pada tahun tersebut Australia
tengah menjalin hubungan dengan berbagai Negara Asia yang akhirnya
membuat kebijakan Negara ini tidak hanya terkonsentrasi pada Negara-negara
Eropa dan Amerika Serikat tetapi juga mulai berperan dalam situasi di Asia.
2
Rumusan Masalah
Permasalahan yang timbul dan akan dibahas dalam makalah ini antara
lain:
1. Apa peranan Australia dalam setiap peristiwa sejarah selama kurun
1938-1965?
2. Bagaimana kebijakan luar negeri Australia saat Partai Buruh dan
Partai Liberal memimpin pemerintahan?
3. Apa peranan Inggris dan Amerika Serikat dalam kebijakan luar
negeri yang dikeluarkan Australia?
4. Kondisi apa saja yang mempengaruhi penetapan kebijakan tersebut?
3
BAB II
PEMBAHASAN
Joseph Aloysius Lyons, Perdana Menteri skaligus pemimpin United
Australia Party pada tahun 1938, menyampaikan pidatonya kepada masyarakat
Australia yang menginginkan kejelasan sikap pemerintah tentang permasalahan
antara Inggris dan Jerman saat itu, dalam pidatonya ia menyatakan
“It will be seen…that what the Government of Great Britain has been
doing, with the support of the Government of Australia, has been to make every
effort to preserve the world’s peace…If war is come to the world it will not
come by reason of anything that any British nation has done or failed to do.
Our hands are clean. We have done our best to keep peace. We have no selfish
interest to serve. Even as the clouds gather about as we still hope that peace
may be preserved1 ”
Pidato ini dikeluarkan Lyons pada tanggal 28 September 1938 atas
situasi yang terjadi di Cekoslovakia, dimana Pemerintah Cekoslovakia yang
berdiri setelah berakhirnya Perang Dunia I dituntut oleh Hitler untuk menarik
mundur semua pasukannya dari area Sudeten. Dalam area ini terdapat Sudeten
German yang menginginkan daerahnya bergabung dengan Jerman, bukan
dengan Cekoslovakia. Tidak adanya titik temu dalam permasalahan ini
membuat Hitler mengancam untuk menggunakan tentaranya memaksa tentara
Cekoslovakia mundur2.
Mempertimbangkan kemungkinan pecahnya perang antara Jerman
dengan Cekoslovakia, membuat Inggris dan Perancis merancang pertemuan
1 Commonwealth Parliamentary Debates, Vol. 157, Hlm. 3122 Alan Watt, The Evolution of Australian Foreign Policy, Hlm. 2
4
dengan Jerman dan sekutunya Italia, mengenai masalah Sudeten. Pertemuan
yang bertempat di Munich ini disebut sebagai Munich Agreement, pemimpin
yang hadir pada saat itu adalah Neville Chamberlain selaku Perdana Menteri
Inggris, Edouard Daladier Perdana Menteri Perancis dengan Adolf Hitler dan
Mussolini dari Jerman dan Italia3. Perjanjian yang ditandatangani pada 30
September 1938 ini akhirnya memutuskan bahwa wilayah Sudeten, yang
banyak ditinggali etnis Jerman menjadi kekuasaan Nazi Jerman. Hal ini
tentunya menimbulkan kekecewaan bagi Cekoslovakia, karena wilayah mereka
yang dikelilingi oleh wilayah Jerman dirasa akan menjadi suatu ancaman yang
sewaktu-waktu akan membahayakan Negara ini.
Benar saja, hampir satu tahun setelah penandatanganan perjanjian ini,
pada Maret 1939 Hitler menginvasi Ceko, saat itu Slovakia telah memisahkan
diri dan menyatakan sebagai sekutu Jerman, dilain pihak Italia dan Jerman
semakin memperluas jangkauan invasi mereka hingga menyentuh Belanda dan
Perancis. Hal ini membuat Inggris harus mempertahankan dirinya dengan
berbagai cara jika tidak menginginkan Jerman menguasai negaranya.
Dengan banyaknya kejadian yang terjadi di Eropa, membuat Australia
yang terkendala masalah jarak dengan Negara Eropa lainnya, tidak mengetahui
secara jelas tentang detail yang terjadi disana. Perdana Menterei Australia pada
tahun 1938, Lyons menetapkan dirinya netral walaupun tetap mendukung
semua kebijakan yang diambil oleh Inggris, seperti pesan yang dibuatnya untuk
Chamberlain saat penandatanganan Perjanjian Munich;
“My collagues and I desire to express our warmest congratulations at
the outcome of the negotiation at Munich. Australian in common with all other
3 Robert Kee, Munich, Hlm. 198
5
peoples of the British Empire owe a deep debt of gratitude to you for you
unceasing efforts to preserve peace4”
Memang, situasi yang sebelumnya dikira Lyons akan menjadi situasi
perang ini berubah dengan disepakatinya perjanjian Munich, namun saat situasi
kembali memanas pada pertengahan tahun 1939, Lyons meninggal dunia dan
digantikan oleh Robert G. Menzies, berasal dari Partai Liberal dan beraliran
konservatif. Berbeda dengan Lyons yang terlihat lebih tenang dalam
menghadapi situasi di Eropa, Menzies dengan keras mengatakan bahwa apabila
Inggris berada dalam perang begitu pula dengan Australia. Australia akan
membantu Inggris semaksimal mungkin dalam menghadapi perang dengan
Jerman.
Menzies menjadi Perdana Menteri setelah Hitler memasuki Praha pada
15 Maret 1939 dan setelah Chamberlain menyadari bahwa Hitler berusaha
untuk mendominasi Eropa. Maka saat Inggris berusaha semaksimal mungkin
untuk mempersiapkan tentaranya, begitu pula hal yang dilakukan Australia di
bawah Menzies. Melalui Menteri Urusan Luar Negeri, Sir Henry Gullet,
menyatakan bahwa dengan tidak adanya situasi tingkat tinggi di daerah Timur
Jauh, maka Australia bisa fokus membantu Inggris melawan Jerman, berikut
adalah pernyataannya di Parlemen;
“Until the war had actually commenced there was positive
apprehension that the Allies might have, even at the outset, to contend against
more than one enemy. So far, at least, the only enemy is German.5”
Tentu saja hal ini diutarakan Gullet sebelum ia melihat kekuatan dari
pasukan Jepang. Saat Jepang menyerang Pearl Harbour pada Desember 1940.
4 Alan Watt, The Evolution of Australian Foreign Policy, Hlm. 35 Ibid, Hlm. 27
6
Misi kebijakan luar negeri Australia yang seperti ini menunjukan
inisiatif yang sangat besar dari Australia kepada Inggris baik dalam pelaporan
setiap dukungan yang diberikan kepada Inggris ataupun komentar mendukung
yang selalu di ungkapkan oleh Australia dalam pemerintahan Menzies kepada
Inggris. Tentunya kebijakan yang seperti ini akan memberikan keuntungan
tersendiri bagi Australia khususnya pada saat setelah pengeboman terhadap
Pearl Harbour, kondisi keamanan Australia menjadi sangat rentan karena
menerima ancaman langsung dari Jepang. Pada saat itu lah, Inggris yang
sebelumnya dibantu oleh Australia, akan berusaha untuk membantu
melindungi Negara tersebut, meskipun peranan Amerika lah yang sangat besar
dalam hal ini.
Bila pada awal-awal Perang Dunia II Australia memiliki hubungan luar
negeri yang sangat erat dengan Inggris dan menggunakan segala cara dalam
membantu Negara tersebut dalam perang melawan Nazisme Jerman sampai
mengadakan wajib militer dan mengirimkan lebih dari separuh tentara
Australia untuk bergabung dengan tentara Inggris terutama dalam perang di
Mediterania berbeda dengan setelah Perang Dunia II yang membuat Australia
lebih dekat kepada Amerika Serikat.
Setelah Menzies mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Perdana
Menteri, terutama karena faktor-faktor yang ia sebutkan seperti, ia merasa tidak
lagi populer dikalangan masyarakat karena kinerja kolega-kolega di kabinetnya
yang sangat baik melebihi dirinya dan terutama karena adanya perbedaan
pendapat yang sangat besar antara partai yang berada di pemerintahannya
dengan dirinya sendiri yang tidak pernah dialami oleh pemimpin-pemimpin
Australia sebelumnya. Maka pada 28 Agustus 1941 ia resmi mengundurkan
diri dan sementara tempatnya di gantikan oleh A.W. Fadden yang merupakan
7
pemimpin dari United Australia Party dan Country Party , sebelum Gubernur
Jenderal menetapkan penggantinya yang resmi6.
Pada 3 Oktober 1941, Gubernur Jenderal menetapkan John Curtin,
pemimpin Partai Buruh saat itu sebagai pengganti Menzies7. Dalam
pemerintahannya yang baru ia menetapkan Dr. H.V. Evatt sebagai Menteri
Luar Negeri. Dengan adanya pemerintahan yang dipimpin oleh wakil Partai
Buruh ini akan membawa perubahan yang sangat besar dan berbeda dari
kebijakan luar negeri pemerintahan sebelumnya.
Selama Perang Dunia I dan awal Perang Duna II, Curtin merupakan
orang yang pasif melakukan aksi-aksi yang berhubungan dengan hal tersebut,
untuk itu saat ia menjadi Perdana Menteri ia banyak menerapkan kebijakan
yang lebih “Australia” maksudnya adalah ia lebih mementingkan menjaga
kondisi kestabilan dalam negeri Australia sendiri dan tidak mencampuri urusan
diluar konteks keterlibatan Australia. Maka akan menjadi sangat ironi saat
orang seperti Curtin yang ingin sekali menjaga jarak dengan perang malah
harus terlibat didalamnya bahkan dalam skala yang pengaruhnya langsung
terhadap Australia di masa pemerintahannya ini.
Saat pemerintahan Curtin berlangsung, Jepang yang memihak Jerman
diperkirakan akan melakukan serangan ke daerah-daerah selatannya yang atas
kesepekatannya dengan Jerman, berhak melakukan invasi ke daerah-daerah
tersebut, hal ini berarti Jepang akan melakukan invasi ke Asia Tenggara
bahkan sampai Australia, hal yang ditakuti oleh Curtin.
Pada masa Curtin ini perlu di garis bawahi bahwa kebijakan luar negeri
khususnya yang berkaitan dengan perang ini lebih banyak bekerjasama dengan
Amerika Serikat dibandingkan dengan Inggris, memang sejak pemerintahan 6 Ibid, Hlm. 427 http://www.laborhistory.org.au/timeline#timeline/item/15/18
8
sebelumnya telah dijalin kerjasama yang cukup baik dengan Amerika melalui
Australian Legation, hubungan ini akan menjadi sangat penting saat nantinya
Amerika memasuki Perang Dunia II. Sebelum terjadinya pemboman terhadap
Pearl Harbor pada 7 Desember 1941 Curtin telah menyiapkan beberapa asumsi
tentang serangan-serangan Jepang, seperti;
1. Jika Jepang menyerang Cina, khususnya Yunnan dan Jalur Burma,
maka Cina akn memberikan dukungan untuk perang melawan Jepang
2. Jika Jepang menyerang Thailand, maka dukungan dari tentara
persmakmuran akan bergantung pada keterlibatan Amerika
3. Jika Jepang menyerang Rusia, Inggris akan mendeklarasikan perang
melawan Jepang dan membuat Rusia juga melawan Jepang, jika
nantinya Jepang akan bergerak ke selatan maka Inggris terlibat dalam
perang melawan Jepang di Pasifik
4. Jaminan tentara akan diberikan kepada Hindia Belanda apabila wilayah
ini diserang Jepang. Hindia Belanda juga harus memberikan timbale
balik atas bantuan Australia ini
5. Jika Jepang menyerang Timor Timor, Inggris akan mendeklarasikan
perang pada Jepang dan Portugal harus memberikan timbale balik pula
atas bantuan ini8
Tetapi pada kenyataannya, Jepang pertama kali menyerang Pearl
Harbor dan mengejutkan banyak pihak, tetapi hal ini menjadi keuntungan
tersendiri bagi Australia karena ini berarti Amerika Serikat akan terlibat
langsung dalam perang di Pasifik melawan Jepang.
Untuk pertama kalinya Australia menyadari bahwa perang ini akan
berdampak langsung pada Negara ini, maka Curtin menekan Churcill untuk
menarik semua pasukan Australia yang dibawa Churcill untuk memperkuat
8 Hasluck, Government and People, Hlm. 274
9
pasukan Inggris, namun hal tersebut sulit untuk dilakukan dengan cepat karena
Churcill yang terkesan senang mengulur waktu dalam melaksanakan
permintaan Curtin ini. Maka pada masa 7 Desember 1941 sampai 4 Juni 1942
hubungan antara Canberra dan London memanas. Australia, dibawah Curtin
menyadari bahwa walaupun mereka terikat dengan Inggris tetapi pada masa
perang seperti ini, hal utama yang harus dilakukan adalah melindungi
masyarakat Australia.
Barulah setelah jatuhnya Singapura pada 15 Februari 1942, Kabinet
Perang Inggris menyatakan bahwa akan segera memulangkan Divisi 6 dan 9
Australia, tetapi hal ini ditolak oleh Kabinet Perang Australia yang juga
menginginkan Divisi 7 dibawah Churchill segera dipulangkan.
Ditengah-tengah perdebatan London dan Canberra ini, Roosevelt
berusaha menengahi dengan mengirimkan telegram kepada Curtin yang
berbunyi;
“Under any circumstances you can depend upon our fullest support”9
Melihat pesan yang langsung dikirimkan orang nomor satu Amerika
kepada Perdana Menteri Australia memperlihatkan bahwa telah tercipta
hubungan yang sangat baik dengan Amerika Serikat pada masa pemerintahan
Curtin sampai Roosevelt sendiri menjanjikan bantuan maksimal untuk
mendukung pertahanan Australia dari serangan Jepang.
Walaupun begitu, tensi yang tinggi antara Canberra dan London ini
terus terjadi sampai Jepang telah memasuki kawasan Hindia Belanda.
Perdebatan ini tidak hanya dipicu oleh keadaan saat itu tetapi juga karena
pemerintahan Australia adalah pemerintahan Partai Buruh sementara di
parlemen Inggris pemerintahannya dikuasai oleh orang-orang yang beraliran
Konservatif, yang secara umum sangat berlawanan dengan ideology dan
kebijakan Partai Buruh.
9 Alan Watt, op cit, Hlm. 57
10
Selama pemerintahan tahun 1941 – 1945, kebijakan luar negeri yang
diambil sangat berhubungan dengan situasi Pasifik. Pada tahun-tahun ini
diwarnai dengan serangan-serangan yang ditujukan kepada Jepang. Setelah
kekalahan Jepang pada tahun 1945, Australia ikut mengirimkan tentara
pendudukan untuk mengawasi proses berjalannya pemerintahan Jepang yang
baru10.
Setelah John Curtin meninggal dunia pada pertengahan tahun 1945,
Chifley maju untuk menggantikannya. Pada masa pemerintahan Chifley,
perang di Pasifik telah usai, Chifley harus menghadapi dampak dari perang
tersebut, salah satunya adalah kondisi ekonomi yang buruk setelah perang. Saat
itu kondisi ekonomi di Inggris mengalami krisis akibat biaya yang dikeluarkan
dalam perang, di Australia sendiri kondisi ekonomi tidak sampai mencapai
krisis.
Evatt masih menjabat sebagai Menteri Luar Negeri pada masa
pemerintahan Chifley ini. Berbagai gebrakal dilakukan oleh Evatt pada masa
ini seperti misalnya Evatt ikut ambil bagian dalam pertemuan di Dunbarton
Oaks pada November 1944. Dalam pertemuan ini dibahas tentang rancangan
pembentukan organisasi PBB. Sekitar satu tahun kemudian diadakan
pertemuan lanjutan di San Fransisco pada April 1945, dalam pertemuan ini
dihadiri oleh 45 negara.
Sebenarnya Evatt memiliki misi yang di bawanya dalam
keikutsertaannya dalam berbagai pertemuan Negara-negara besar ini, yaitu;
1. Meningkatkan ide-ide social seperti peningkatan standar hidup buruh,
kebebasan Negara dan lain-lain
2. Pembatasan hak veto bagi Negara-negara besar
10 http://www.skwirk.com/p-c_s-56_u-430_t-1102_c-4263/australian-foreign-policy-1918-1945/qld/sose-history/conflict-consensus-and-care/1918-1945
11
3. Memperkuat peranan Majelis Umum dibandingkan dengan Dewan
Keamanan11
Walaupun setelah diresmikannya pendirian organisasi dunia PBB, tetap
saja organisasi ini belum bisa berjalan dengan maksimal, karena Negara-negara
yang termasuk dalam Dewan Keamanan PBB sedang mengalami masalah
internal sendiri di negerinya yang cukup membuat sibuk Negara tersebut,
seperti Inggris dan Perancis harus berkutat dengan kondisi ekonomi setelah
perang yang diliputi krisis karena keterlibatan mereka yang sangat besar dalam
Perang Dunia II. Cina yang sedang mengalami perang saudara kian diselimuti
oleh pengaruh komunisme dan Amerika Serikat tengah memasuki Perang
Dingin bersama dengan Uni Soviet.
Setelah era pemerintahan Chifley berakhir dengan meninggalnya
Chifley karena serangan jantung di dalam mobilnya, Partai Liberal segera
mengambil alih kepemimpinan. Kali ini Perdana Menterinya adalah Robert
Gordon Menzies yang pada pemerintahan Lyons pernah menjabat sebagai
Menteri Luar Negeri. Dengan perpindahan pemerintah dari kebijakan Partai
Buruh ke Partai Liberal, banyak kebijakan luar negerinya yang ikut berubah
sesuai dengan karakter Partai Liberal yang konservatif.
Sekitar tahun 1950, Pemerintah Menzies memunculkan kembali
masalah tentang dibuatnya aliansi antara Negara yang memiliki kekuatan yang
besar dalam hal ini adalah Amerika Serikat dengan Negara Pasifik lainnya,
sebelumnya ide tentang aliansi ini dikemukakan pertama kali oleh Evatt pada
pemerintahan Chifley sebagai kebijakan dari Partai Buruh, tetapi sampai
berakhirnya pemerintahan Chifley hal ini belum terlaksana. Baru pada
pemerintahan Menzies lah hal ini kembali dikemukakan dengan lebih tajam
dari pemerintahan sebelumnya hal ini di dasari oleh tiga factor, yang pertama
11 Presentasi Kelompok 6 Sejarah Diplomasi Australia, Australia setelah Perang Dunia II. (Rabu, 15 Desember 2010)
12
adalah karena penggunaan hak veto oleh Uni Soviet dalam Dewan Keamanan
PBB yang dinilai sangat kasar oleh Australia, kedua karena pemerintahan saat
ini dinilai tidak terlalu berambisi seperti Evatt dalam hal penggunaan basis
militer Amerika Serikat untuk mengatur keamanan di daerah Pasifik Barat dan
yang terakhir karena pemerintahan Menzies ini dimulai saat Uni Soviet
memberikan tanda-tanda akan dimulainya Perang Dingin yang secara langsung
menghentikan fase “libur” Australia dan Amerika Serikat, Australia dirasa
harus memiliki perlindungan dalam Perang Dingin ini.
Maka pada masa pemerintahan Menzies ditandatangani Pakta
Keamanan Pasifik yang dikenal sebagai ANZUS ditandatangani pada
September 1951. Pakta ini dibentuk oleh Australia, Selandia Baru dan Amerika
Serikat. Secara umum tujuan dari pembentukan pakta ini adalah untuk
memberikan bantuan militer kepada Negara-negara yang terlibat dalam perang.
Saat itu Australia takut akan bahaya komunisme Uni Soviet yang semakin
meluas saat Perang Dingin, Australia merasa harus memiliki pertahanan dari
Negara lain yang berkuasa untuk membendung bahaya komunisme.
Setelah pembentukan ANZUS, pemerintah Australia yang diwakili oleh
Menteri Luar Negerinya saat itu, Mr. R.G. Casey, ikut serta dalam
pembentukan SEATO (South-East Asia Collective Defence Treaty) yang
dihadiri oleh 8 negara, Australia, Selandia Baru, Perancis, Pakistan, Filipina,
Thailand, Inggris dan Amerika Serikat, ditandatangani di Manila pada 8
September 195412. Walaupun menuai banyak perdebatan di Parlemen tentang
pembentukan dua Pakta Pertahanan ini, tetapi pemerintahan Menzies sukses
ikut terlibat dalam Perang Dingin dan membentuk benteng pertahanan dari
komunis dengan bergantung kepada Amerika Serikat.
Walaupun pada awalnya Australia sendiri tidak ingin terlibat dalam
Perang Dingin dan ingin menjadi perantara kedua belah pihak, tetapi karena
12 Modelski, Australian in World Affairs 1950-1955, Hlm. 179.
13
selalu diselimuti rasa takut tentang bahaya komunisme yang datang dari
wilayah Asia membuat Australia harus menetapkan kubu mana yang ia pilih13.
BAB III PEMBAHASAN
Hubungan Australia dengan wilayah Asia khususnya Indonesia mulai
terlihat sangat jelas saat pemerintahan Partai Buruh di bawah pimpinan Chifley
mendukung kemerdekaan Indonesia atas Belanda. Evatt selaku Menteri Luar
Negeri saat itu sangat antusias memperjuangkan kemerdekaan Indonesia, dia
13 Alan Watt, op cit, Hlm. 100
14
pula lah yang meminta kepada Dewan Keamanan PBB untuk meminta Belanda
menghentikan agresinya di Indonesia. Pada masa-masa mencapai kemerdekaan
ini, Australia sebagai anggota UNCI (United Nation Commission on Indonesia)
mengawasi setiap perjanjian yang dilakukan antara Belanda dengan Indonesia,
mulai dari Perjanjian Renville hingga Konfrensi Meja Bundar.
Sebelum munculnya dukungan dari pemerintah Buruh saat itu, kondisi
Indonesia yang tengah dijajah Jepang membuat pemerintah Hindia Belanda
membentuk pemerintahan darurat di Australia, pada saat itu Australia dan
Belanda merupakan sekutu dalam Perang Dunia II. Pada masa pemerintahan
darurat inilah, pemerintah Hindia Belanda banyak mengangkut tawanannya di
Indonesia ke Australia, yang sebagian besar merupakan tahanan politik, yang
dimaksudkan pemerintah Hindia Belanda akan diasingkan di Australia14.
Para tawanan inilah yang memberitahukan kepada buruh-buruh
Australia, khususnya, buruh pelabuhan tentang apa yang telah dilakukan
Belanda. Buruh yang mendengar tentang hal ini memberikan simpati yang
besar kepada Indonesia dalam melawan Belanda dan melakukan berbagai aksi-
aksi seperti menahan kapal-kapal Belanda yang berisi senjata api yang akan
dikirimkan ke Indonesia untuk militer Belanda disana15.
Pemerintah Australia juga membantu para pejuang nasionalis Indonesia
dalam perjuangan mereka mencapai kemerdekaan. Pada tahun 1947, Indonesia
meminta Australia untuk mewakili Indonesia dalam Komisi Tiga Negara yang
diusahakan oleh Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB). Australia mewakili
Indonesia dalam perundingan-perundingan yang menuju ke pengakuan
Belanda terhadap Indonesia pada tahun 1949. Australia juga mensponsori
masuknya Indonesia ke PBB pada tahun 195016.
14 http://www.dfat.gov.au/aii/publications/bab11/index.html15 Dalam film Indonesia Callingkarya Joris Evans16 http://www.dfat.gov.au/aii/publications/bab11/index.html
15
Hubungan yang sangat baik antar kedua Negara ini harus terganggu
saat pemerintahan Buruh yang mendukung hal ini kalah dalam pemilu dan
digantikan pemerintahan Partai Liberal di bawah Menzies yang cenderung
membela Belanda dalam perebutan wilayah Irian Barat.
Mr. Spender selaku Menteri Luar Negeri, pada 9 Maret 1950 dalam
pernyataannya di Parlemen mengatakan bahwa
“for security and strategic reason, Australia had a vital interest in the
question of the future status of Dutch New Guinea”17.
Pernyataan ini menunjukan bagaimana sikap pemerintahan Australia
yang baru terhadap Indonesia. Australia sendiri mengkhawatirkan apabila Irian
Barat jatuh ke tangan Indonesia, Negara ini tidak akan mampu mengurus
masalah disana dengan baik karena Australia dibawah pemerintahan Liberal
melihat Indonesia sendiri tidak bisa memecahkan masalah ekonomi maupun
politik yang melanda Negara itu ditambah pengaruh Partai Komunis Indonesia
yang semakin kuat. Australia yang sering kali memiliki ketakutan besar
terhadap ancaman bagi pertahanannya menilai wilayah ini lebih baik berada
dibawah kepemilikan Belanda.
Masalah Irian Barat ini akhirnya selesai dengan bantuan PBB pada
tahun 1962, PBB menetapkan Irian Barat sebagai bagian dari wilayah
Indonesia.
Setelah masalah Irian Barat ini selesai, muncul masalah baru lain yang
membuat hubungan Australia dan Indonesia semakin memburuk. Pada pidato
kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1963, Presiden Soekarno menggambarkan
tentang 12 bulan yang gemilang bagi Indonesia. Presiden juga menegaskan
bahwa akan memakai kebijakan konfrontasi untuk melawan pembentukan
Negara Malaysia bentukan Inggris yang dianggap sebagai sebuah ancaman
bagi Indonesia. Sebulan setelah Presiden memberikan pidato ini,, pemerintah
17 Allan Watt, The Evolution of Australian Foreign Policy, Hlm. 252
16
Australia menyatakan kesanggupannya untuk mendukung dan menjaga
keamanan Malaysia yang telah merdeka dari tekanan Indonesia18.
Masalah ini semakin memanas ketika Presiden Soekarno menolak tim
investigasi PBB dan menegaskan akan menghancurkan Malaysia, pemerintah
Australia menanggapi ini dengan tidak kalah sengitnya bahwa Australia
mengambil tempat terdepan dalam melawan Indonesia dalam hal ini.
Ketika cara diplomasi tidak juga membuahkan hasil meredam
konfrontasi ini, terjadilah pertempuran di utara Kalimantan antara pasukan
Indonesia dengan tentara Malaysia yang didalamnya terdapat tentara Australia.
Masalah ini selesai dengan sendirinya ketika terjadi G30S/PKI yang
akhirnya menggulingkan kekuasaan Presiden Soekarno dan digantikan oleh
Presiden Soeharto pada tahun 1965 yang lebih pro barat dibandingkan
Soekarno.
BAB III PENUTUP
KESIMPULAN
Selama kurun waktu 1938-1965, dunia internasional diwarnai berbagai
peristiwa bersejarah yang mengubah situasi dunia saat ini. Negara-negara di
dunia khususnya Negara barat terlibat dalam setiap kejadian ini. Negara di Asia
pun juga mengambil peran, seperti keterlibatan Jepang dalam Perang Dunia II.
Australia yang dihuni sebagian besar penduduk Eropa terjebak di wilayah Asia
tidak membuat Negara ini kehilangan perannya dalam setiap peristiwa
bersejarah.
18 Alan Watt, The Australian Commitment to Malaysia, Jacaranda Press: Queensland, July 1964
17
Pada tahun 1938 ketika Nazisme mulai menunjukan kekuatannya di
Eropa dan dicoba dihalau oleh Inggris sebagai Negara Eropa yang berkuasa
saat itu, namun setiap negosiasi yang dilakukan pada akhirnya tidak dapat
membendung keinginan invasi Jerman terhadap Negara-negara Eropa. Dalam
situasi seperti ini, Australia yang dipimpin Lyons dari United Australian Party
dengan Robert Gordon Menzies menjabat Menteri Luar Negeri dalam
kabinetnya mendukung setiap langkah yang diambil oleh Inggris pada saat itu.
Ketika pemerintahan beralih kepada Menzies sebagai Perdana
Menterinya pada tahun 1939, dukungan terhadap Inggris semakin santer
dikumandankan. Menzies yang lahir di Skotlandia ini memang terkenal sebagai
“orang Australia yang sangat Inggris”. Pada masa kepemimpinannya pun ia
dengan tegas mengatakan apabila Inggris berada dalam perang begitupula
dengan Australia. Apabila Inggris tengah menyiapkan tentaranya untuk
berperang, begitupula dengan Australia. Menzies menyanggupi memberika
bantuan tentara semaksimal mungkin sesuai dengan permintaan Inggris.
Pada periode berikutnya sekitar tahun 1949, dimana Menzies kembali
terpilih sebagai Perdana Menteri Australia ia memiliki kiblat baru dalam
pengeluaran setiap kebijakannya. Kini tidak hanya pro terhadap Inggris tetapi
juga sangat dekat dengan Amerika. Hal ini terlihat dari ditandatanganinya
Pakta Pertahanan ANZUS dan keterlibatan Australia dalam setiap masalah luar
negeri Amerika Serikat yang sekiranya memerlukan bantuan Australia.
Diwilayah Asia bisa dikatakan pemerintahan Menzies tidaklah terlalu
ramah khususnya kepada Indonesia. Ia beberapa kali memiliki pendapat yang
berlawanan dengan Indonesia, seperti pada masalah wilayah Irian Barat antara
Indonesia dengan Belanda. Pemerintahan Australia dibawah Menzies
mendukung Belanda. Lalu setelah masalah ini selesai, Australia kembali
terlibat konflik dengan Indonesia mengenai kebijakan konfrontasi Presiden
18
Soekarno terhadap Malaysia. Australia lebih tegas dalam masalah ini dan
mengatakan berada di pihak Malaysia dan siap membantu melawan Indonesia.
Berbeda dengan kebijakan yang dikeluarkan pada masa pemerintahan
partai Liberal, pada masa Partai Buruh berkuasa kebijakan yang diambil lebih
sesuai dengan kondisi zaman saat itu dan kebijakan terhadap Negara Asia
khususnya Indonesia juga lebih ramah. Pada pemerintahan Chifley dengan
Evatt sebagai Menteri Luar Negerinya, Australia mendukung kemerdekaan
Indonesia dari kolonialisme Belanda, Australia juga menjadi wakil Indonesia
dalam Komisi Tiga Negara. Pada pemerintahan Curtin, sikap Australia
menghadapi Perang Pasifik saat itu lebih realistis. Curtin meminta pada
Churchill untuk memulangkan divisi 7 Australia yang “dipinjam” Inggris.
Langkah ini diambil untuk menjaga kawasan Australia dari Jepang mengingat
sebagian besar tentara yang dimiliki Australia berada dalam pasukan Kerajaan
Inggris.
Pada pemerintahan Chifley pun Australia sudah memulai hubungan
baik dengan Amerika Serikat yang akan membuahkan Pakta ANZUS pada
pemerintahan selanjutnya.
Kebijakan luar negeri Australia sangat dipengaruhi oleh kondisi
keadaan dunia, Negara mana yang berkuasa dan Partai mana yang memimpin
pemerintahan. Pada intinya semua kebijakan yang diambil ini bertujuan untuk
mengamankan kawasan Australia yang dirasa rentan dan sangat terpengaruh
kestabilan politik maupun ekonomi Negara-negara Asia disekitarnya,
khususnya Indonesia yang paling dekat dengan Negara ini. Australia dikenal
sebagai “the freghneted country” yang walaupun secara ekonomi dan politik
stabil dengan dukungan keamanan dari Negara-negara besar seperti Inggris dan
Amerika Serikat tetap secara psikologis selalu merasa terancam keamanannya
karena berada di wilayah Asia dan terpisah dari Negara barat lainnya.
19
20
DAFTAR PUSTAKA
Greenwood dan Harper, ed. Australian in World Affairs 1950-1955.
Melbourne: Cheshire. 1957.
Hasluck, Paul. The Government and The People 1939-1941. Canberra:
Australian War Memorial. 1952. (www.book.google.com)
Kee, Robert. Munich. (www.book.google.com)
Makalah Kelompok 6 Sejarah Diplomasi Australia. Australia Setelah Perang
Dunia II. 2010.
Watt, Alan. The Evolution of Australian Foreign Policy. Cambridge:
University Press. 1967.
http://www.dfat.gov.au/aii/publications/bab11/index.html (diakses pada 16
Desember 2010, pukul 20.00)
http://www.laborhistory.org.au/timeline#timeline/item/15/18 (diakses pada 14
Desember 2010, pukul 15.00)
http://www.skwirk.com/p-c_s-56_u-430_t-1102_c-4263/australian-foreign-
policy-1918-1945/qld/sose-history/conflict-consensus-and-care/1918-1945
(diakses pada 16 Desember 2010, pukul 19.00)
21
LAMPIRAN
Figure 1 Wilayah Jerman mengelilingi wilayah Cekoslovakia yang berwarna biru. Perebutan wilayah yang akhirnya menimbulkan Perang Dunia II
Figure 2 Wilayah Sudeten yang berwarna hitam, diperebutkan oleh Jerman dan Cekoslovakia
22
Figure 3 hasil dari Munich Agreement yang ditandatangani oleh Chamberlein dan Hitler
Figure 4 Negara-negara yang termasuk dalam ANZUS
23
Figure 5 Artikel surat kabar yang menggambarkan tanggapan masyarakat Australia tentang ANZUS
24
Figure 6 Negara-negara SEATO
25