kebijakan luar negeri australia 1938-1965

38
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Australia, sebagai salah satu Negara maju di dunia, memiliki sejarah panjang dalam setiap kemajuan yang timbul saat ini. Sejarah yang panjang ini terjadi dalam semua aspek kehidupan masyarakat seperti kebudayaan, social, ekonomi, pemerintahan, hukum, dan politik. Dalam bidang pemerintahan dan politik sendiri, sejak abad 19, masih sebagai koloni Kerajaan Inggris, Australia telah memiliki cukup banyak partai politik dengan corak yang berbeda yang disetiap kepemiminan wakilnya mencerminkan setiap kebijakan yang diambil. Seperti dua partai besar dalam kancah politik Australia, Partai Buruh Australia (Australian Labor Party), dalam setiap kebijakan yang ditetapkannya, sesuai dengan nama partai ini sendiri, tentunya berusaha semaksimal mungkin untuk menjamin kesejahteraan buruh dan menerapkan paham sosialismenya. Berbeda dengan pesaing utamanya, Partai Liberal (Liberal Party of Australia) yang lebih 1

Upload: fwidyantari

Post on 02-Jul-2015

902 views

Category:

Documents


9 download

DESCRIPTION

makalah mata kuliah Sejarah Diplomasi Australiaoleh, Firdha WidyantariProgram Studi Ilmu Sejarah, Universitas Indonesia

TRANSCRIPT

Page 1: Kebijakan Luar Negeri Australia 1938-1965

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Australia, sebagai salah satu Negara maju di dunia, memiliki sejarah

panjang dalam setiap kemajuan yang timbul saat ini. Sejarah yang panjang ini

terjadi dalam semua aspek kehidupan masyarakat seperti kebudayaan, social,

ekonomi, pemerintahan, hukum, dan politik. Dalam bidang pemerintahan dan

politik sendiri, sejak abad 19, masih sebagai koloni Kerajaan Inggris, Australia

telah memiliki cukup banyak partai politik dengan corak yang berbeda yang

disetiap kepemiminan wakilnya mencerminkan setiap kebijakan yang diambil.

Seperti dua partai besar dalam kancah politik Australia, Partai Buruh Australia

(Australian Labor Party), dalam setiap kebijakan yang ditetapkannya, sesuai

dengan nama partai ini sendiri, tentunya berusaha semaksimal mungkin untuk

menjamin kesejahteraan buruh dan menerapkan paham sosialismenya. Berbeda

dengan pesaing utamanya, Partai Liberal (Liberal Party of Australia) yang

lebih konservatif dan sesuai namanya pula mendukung perdagangan bebas dan

juga terkenal sebagai partai yang sangat Inggris.

Kebijakan Australia, khususnya kebijakan luar negerinya, mengalami

suatu evolusi yang cukup panjang dan terkesan terombang-ambing bergantung

kepada Negara sekutunya, seperti Inggris dan Amerika Serikat.

Ketergantungan kepada dua Negara adidaya pada masanya ini membuat

kebijakan yang diambil cenderung terlihat menyesuaikan dengan situasi dunia

kala itu terutama kondisi dalam negeri kedua sekutunya tersebut. Pada masa

sebelum terjadinya Perang Dunia II, Australia secara jelas dan terbuka

mendukung setiap aksi yang akan dilakukan pemerintah Kerajaan Inggris tetapi

1

Page 2: Kebijakan Luar Negeri Australia 1938-1965

pada saat Perang Pasifik yang secara langsung mengancam Australia dan

Perang dingin yang terjadi antara Uni Soviet dan Amerika Serikat, kebijakan

luar negeri Australia berubah haluan dengan lebih dekat kepada Amerika

Serikat dibandingkan kepada Inggris. Apa yang terjadi dan apa pertimbangan

pemerintah Australia saat itu akan dibahas dalam BAB II makalah ini.

Tujuan Penulisan

Tujuan dari penulisan makalah “Kebijakan Luar Negeri Australia 1938-

1965” ini brtujuan untuk menginformasikan dan memaparkan dengan jelas

bagaimana situasi yang terjadi pada saat itu yang menjadi pertimbangan

berubahnya kebijakan luar negeri Australia.

Ruang Lingkup Penulisan

Penulis membatasi makalah ini selama kurun waktu 1938 sampai

dengan 1965. Dengan pertimbangan bahwa pada tahun 1938 ini merupakan

awal dimulainya perselisihan antara Inggris dan Jerman yang dalam

negosiasinya tidak membuahkan hasil sehingga menjadi salah satu factor

pemicu invasi Jerman ke Negara-negara Eropa disekitarnya yang juga

berdampak pada kebijakan Australia yang pro Inggris. Sementara kurun waktu

1965 di pilih sebagai batasan makalah ini karena pada tahun tersebut Australia

tengah menjalin hubungan dengan berbagai Negara Asia yang akhirnya

membuat kebijakan Negara ini tidak hanya terkonsentrasi pada Negara-negara

Eropa dan Amerika Serikat tetapi juga mulai berperan dalam situasi di Asia.

2

Page 3: Kebijakan Luar Negeri Australia 1938-1965

Rumusan Masalah

Permasalahan yang timbul dan akan dibahas dalam makalah ini antara

lain:

1. Apa peranan Australia dalam setiap peristiwa sejarah selama kurun

1938-1965?

2. Bagaimana kebijakan luar negeri Australia saat Partai Buruh dan

Partai Liberal memimpin pemerintahan?

3. Apa peranan Inggris dan Amerika Serikat dalam kebijakan luar

negeri yang dikeluarkan Australia?

4. Kondisi apa saja yang mempengaruhi penetapan kebijakan tersebut?

3

Page 4: Kebijakan Luar Negeri Australia 1938-1965

BAB II

PEMBAHASAN

Joseph Aloysius Lyons, Perdana Menteri skaligus pemimpin United

Australia Party pada tahun 1938, menyampaikan pidatonya kepada masyarakat

Australia yang menginginkan kejelasan sikap pemerintah tentang permasalahan

antara Inggris dan Jerman saat itu, dalam pidatonya ia menyatakan

“It will be seen…that what the Government of Great Britain has been

doing, with the support of the Government of Australia, has been to make every

effort to preserve the world’s peace…If war is come to the world it will not

come by reason of anything that any British nation has done or failed to do.

Our hands are clean. We have done our best to keep peace. We have no selfish

interest to serve. Even as the clouds gather about as we still hope that peace

may be preserved1 ”

Pidato ini dikeluarkan Lyons pada tanggal 28 September 1938 atas

situasi yang terjadi di Cekoslovakia, dimana Pemerintah Cekoslovakia yang

berdiri setelah berakhirnya Perang Dunia I dituntut oleh Hitler untuk menarik

mundur semua pasukannya dari area Sudeten. Dalam area ini terdapat Sudeten

German yang menginginkan daerahnya bergabung dengan Jerman, bukan

dengan Cekoslovakia. Tidak adanya titik temu dalam permasalahan ini

membuat Hitler mengancam untuk menggunakan tentaranya memaksa tentara

Cekoslovakia mundur2.

Mempertimbangkan kemungkinan pecahnya perang antara Jerman

dengan Cekoslovakia, membuat Inggris dan Perancis merancang pertemuan

1 Commonwealth Parliamentary Debates, Vol. 157, Hlm. 3122 Alan Watt, The Evolution of Australian Foreign Policy, Hlm. 2

4

Page 5: Kebijakan Luar Negeri Australia 1938-1965

dengan Jerman dan sekutunya Italia, mengenai masalah Sudeten. Pertemuan

yang bertempat di Munich ini disebut sebagai Munich Agreement, pemimpin

yang hadir pada saat itu adalah Neville Chamberlain selaku Perdana Menteri

Inggris, Edouard Daladier Perdana Menteri Perancis dengan Adolf Hitler dan

Mussolini dari Jerman dan Italia3. Perjanjian yang ditandatangani pada 30

September 1938 ini akhirnya memutuskan bahwa wilayah Sudeten, yang

banyak ditinggali etnis Jerman menjadi kekuasaan Nazi Jerman. Hal ini

tentunya menimbulkan kekecewaan bagi Cekoslovakia, karena wilayah mereka

yang dikelilingi oleh wilayah Jerman dirasa akan menjadi suatu ancaman yang

sewaktu-waktu akan membahayakan Negara ini.

Benar saja, hampir satu tahun setelah penandatanganan perjanjian ini,

pada Maret 1939 Hitler menginvasi Ceko, saat itu Slovakia telah memisahkan

diri dan menyatakan sebagai sekutu Jerman, dilain pihak Italia dan Jerman

semakin memperluas jangkauan invasi mereka hingga menyentuh Belanda dan

Perancis. Hal ini membuat Inggris harus mempertahankan dirinya dengan

berbagai cara jika tidak menginginkan Jerman menguasai negaranya.

Dengan banyaknya kejadian yang terjadi di Eropa, membuat Australia

yang terkendala masalah jarak dengan Negara Eropa lainnya, tidak mengetahui

secara jelas tentang detail yang terjadi disana. Perdana Menterei Australia pada

tahun 1938, Lyons menetapkan dirinya netral walaupun tetap mendukung

semua kebijakan yang diambil oleh Inggris, seperti pesan yang dibuatnya untuk

Chamberlain saat penandatanganan Perjanjian Munich;

“My collagues and I desire to express our warmest congratulations at

the outcome of the negotiation at Munich. Australian in common with all other

3 Robert Kee, Munich, Hlm. 198

5

Page 6: Kebijakan Luar Negeri Australia 1938-1965

peoples of the British Empire owe a deep debt of gratitude to you for you

unceasing efforts to preserve peace4”

Memang, situasi yang sebelumnya dikira Lyons akan menjadi situasi

perang ini berubah dengan disepakatinya perjanjian Munich, namun saat situasi

kembali memanas pada pertengahan tahun 1939, Lyons meninggal dunia dan

digantikan oleh Robert G. Menzies, berasal dari Partai Liberal dan beraliran

konservatif. Berbeda dengan Lyons yang terlihat lebih tenang dalam

menghadapi situasi di Eropa, Menzies dengan keras mengatakan bahwa apabila

Inggris berada dalam perang begitu pula dengan Australia. Australia akan

membantu Inggris semaksimal mungkin dalam menghadapi perang dengan

Jerman.

Menzies menjadi Perdana Menteri setelah Hitler memasuki Praha pada

15 Maret 1939 dan setelah Chamberlain menyadari bahwa Hitler berusaha

untuk mendominasi Eropa. Maka saat Inggris berusaha semaksimal mungkin

untuk mempersiapkan tentaranya, begitu pula hal yang dilakukan Australia di

bawah Menzies. Melalui Menteri Urusan Luar Negeri, Sir Henry Gullet,

menyatakan bahwa dengan tidak adanya situasi tingkat tinggi di daerah Timur

Jauh, maka Australia bisa fokus membantu Inggris melawan Jerman, berikut

adalah pernyataannya di Parlemen;

“Until the war had actually commenced there was positive

apprehension that the Allies might have, even at the outset, to contend against

more than one enemy. So far, at least, the only enemy is German.5”

Tentu saja hal ini diutarakan Gullet sebelum ia melihat kekuatan dari

pasukan Jepang. Saat Jepang menyerang Pearl Harbour pada Desember 1940.

4 Alan Watt, The Evolution of Australian Foreign Policy, Hlm. 35 Ibid, Hlm. 27

6

Page 7: Kebijakan Luar Negeri Australia 1938-1965

Misi kebijakan luar negeri Australia yang seperti ini menunjukan

inisiatif yang sangat besar dari Australia kepada Inggris baik dalam pelaporan

setiap dukungan yang diberikan kepada Inggris ataupun komentar mendukung

yang selalu di ungkapkan oleh Australia dalam pemerintahan Menzies kepada

Inggris. Tentunya kebijakan yang seperti ini akan memberikan keuntungan

tersendiri bagi Australia khususnya pada saat setelah pengeboman terhadap

Pearl Harbour, kondisi keamanan Australia menjadi sangat rentan karena

menerima ancaman langsung dari Jepang. Pada saat itu lah, Inggris yang

sebelumnya dibantu oleh Australia, akan berusaha untuk membantu

melindungi Negara tersebut, meskipun peranan Amerika lah yang sangat besar

dalam hal ini.

Bila pada awal-awal Perang Dunia II Australia memiliki hubungan luar

negeri yang sangat erat dengan Inggris dan menggunakan segala cara dalam

membantu Negara tersebut dalam perang melawan Nazisme Jerman sampai

mengadakan wajib militer dan mengirimkan lebih dari separuh tentara

Australia untuk bergabung dengan tentara Inggris terutama dalam perang di

Mediterania berbeda dengan setelah Perang Dunia II yang membuat Australia

lebih dekat kepada Amerika Serikat.

Setelah Menzies mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Perdana

Menteri, terutama karena faktor-faktor yang ia sebutkan seperti, ia merasa tidak

lagi populer dikalangan masyarakat karena kinerja kolega-kolega di kabinetnya

yang sangat baik melebihi dirinya dan terutama karena adanya perbedaan

pendapat yang sangat besar antara partai yang berada di pemerintahannya

dengan dirinya sendiri yang tidak pernah dialami oleh pemimpin-pemimpin

Australia sebelumnya. Maka pada 28 Agustus 1941 ia resmi mengundurkan

diri dan sementara tempatnya di gantikan oleh A.W. Fadden yang merupakan

7

Page 8: Kebijakan Luar Negeri Australia 1938-1965

pemimpin dari United Australia Party dan Country Party , sebelum Gubernur

Jenderal menetapkan penggantinya yang resmi6.

Pada 3 Oktober 1941, Gubernur Jenderal menetapkan John Curtin,

pemimpin Partai Buruh saat itu sebagai pengganti Menzies7. Dalam

pemerintahannya yang baru ia menetapkan Dr. H.V. Evatt sebagai Menteri

Luar Negeri. Dengan adanya pemerintahan yang dipimpin oleh wakil Partai

Buruh ini akan membawa perubahan yang sangat besar dan berbeda dari

kebijakan luar negeri pemerintahan sebelumnya.

Selama Perang Dunia I dan awal Perang Duna II, Curtin merupakan

orang yang pasif melakukan aksi-aksi yang berhubungan dengan hal tersebut,

untuk itu saat ia menjadi Perdana Menteri ia banyak menerapkan kebijakan

yang lebih “Australia” maksudnya adalah ia lebih mementingkan menjaga

kondisi kestabilan dalam negeri Australia sendiri dan tidak mencampuri urusan

diluar konteks keterlibatan Australia. Maka akan menjadi sangat ironi saat

orang seperti Curtin yang ingin sekali menjaga jarak dengan perang malah

harus terlibat didalamnya bahkan dalam skala yang pengaruhnya langsung

terhadap Australia di masa pemerintahannya ini.

Saat pemerintahan Curtin berlangsung, Jepang yang memihak Jerman

diperkirakan akan melakukan serangan ke daerah-daerah selatannya yang atas

kesepekatannya dengan Jerman, berhak melakukan invasi ke daerah-daerah

tersebut, hal ini berarti Jepang akan melakukan invasi ke Asia Tenggara

bahkan sampai Australia, hal yang ditakuti oleh Curtin.

Pada masa Curtin ini perlu di garis bawahi bahwa kebijakan luar negeri

khususnya yang berkaitan dengan perang ini lebih banyak bekerjasama dengan

Amerika Serikat dibandingkan dengan Inggris, memang sejak pemerintahan 6 Ibid, Hlm. 427 http://www.laborhistory.org.au/timeline#timeline/item/15/18

8

Page 9: Kebijakan Luar Negeri Australia 1938-1965

sebelumnya telah dijalin kerjasama yang cukup baik dengan Amerika melalui

Australian Legation, hubungan ini akan menjadi sangat penting saat nantinya

Amerika memasuki Perang Dunia II. Sebelum terjadinya pemboman terhadap

Pearl Harbor pada 7 Desember 1941 Curtin telah menyiapkan beberapa asumsi

tentang serangan-serangan Jepang, seperti;

1. Jika Jepang menyerang Cina, khususnya Yunnan dan Jalur Burma,

maka Cina akn memberikan dukungan untuk perang melawan Jepang

2. Jika Jepang menyerang Thailand, maka dukungan dari tentara

persmakmuran akan bergantung pada keterlibatan Amerika

3. Jika Jepang menyerang Rusia, Inggris akan mendeklarasikan perang

melawan Jepang dan membuat Rusia juga melawan Jepang, jika

nantinya Jepang akan bergerak ke selatan maka Inggris terlibat dalam

perang melawan Jepang di Pasifik

4. Jaminan tentara akan diberikan kepada Hindia Belanda apabila wilayah

ini diserang Jepang. Hindia Belanda juga harus memberikan timbale

balik atas bantuan Australia ini

5. Jika Jepang menyerang Timor Timor, Inggris akan mendeklarasikan

perang pada Jepang dan Portugal harus memberikan timbale balik pula

atas bantuan ini8

Tetapi pada kenyataannya, Jepang pertama kali menyerang Pearl

Harbor dan mengejutkan banyak pihak, tetapi hal ini menjadi keuntungan

tersendiri bagi Australia karena ini berarti Amerika Serikat akan terlibat

langsung dalam perang di Pasifik melawan Jepang.

Untuk pertama kalinya Australia menyadari bahwa perang ini akan

berdampak langsung pada Negara ini, maka Curtin menekan Churcill untuk

menarik semua pasukan Australia yang dibawa Churcill untuk memperkuat

8 Hasluck, Government and People, Hlm. 274

9

Page 10: Kebijakan Luar Negeri Australia 1938-1965

pasukan Inggris, namun hal tersebut sulit untuk dilakukan dengan cepat karena

Churcill yang terkesan senang mengulur waktu dalam melaksanakan

permintaan Curtin ini. Maka pada masa 7 Desember 1941 sampai 4 Juni 1942

hubungan antara Canberra dan London memanas. Australia, dibawah Curtin

menyadari bahwa walaupun mereka terikat dengan Inggris tetapi pada masa

perang seperti ini, hal utama yang harus dilakukan adalah melindungi

masyarakat Australia.

Barulah setelah jatuhnya Singapura pada 15 Februari 1942, Kabinet

Perang Inggris menyatakan bahwa akan segera memulangkan Divisi 6 dan 9

Australia, tetapi hal ini ditolak oleh Kabinet Perang Australia yang juga

menginginkan Divisi 7 dibawah Churchill segera dipulangkan.

Ditengah-tengah perdebatan London dan Canberra ini, Roosevelt

berusaha menengahi dengan mengirimkan telegram kepada Curtin yang

berbunyi;

“Under any circumstances you can depend upon our fullest support”9

Melihat pesan yang langsung dikirimkan orang nomor satu Amerika

kepada Perdana Menteri Australia memperlihatkan bahwa telah tercipta

hubungan yang sangat baik dengan Amerika Serikat pada masa pemerintahan

Curtin sampai Roosevelt sendiri menjanjikan bantuan maksimal untuk

mendukung pertahanan Australia dari serangan Jepang.

Walaupun begitu, tensi yang tinggi antara Canberra dan London ini

terus terjadi sampai Jepang telah memasuki kawasan Hindia Belanda.

Perdebatan ini tidak hanya dipicu oleh keadaan saat itu tetapi juga karena

pemerintahan Australia adalah pemerintahan Partai Buruh sementara di

parlemen Inggris pemerintahannya dikuasai oleh orang-orang yang beraliran

Konservatif, yang secara umum sangat berlawanan dengan ideology dan

kebijakan Partai Buruh.

9 Alan Watt, op cit, Hlm. 57

10

Page 11: Kebijakan Luar Negeri Australia 1938-1965

Selama pemerintahan tahun 1941 – 1945, kebijakan luar negeri yang

diambil sangat berhubungan dengan situasi Pasifik. Pada tahun-tahun ini

diwarnai dengan serangan-serangan yang ditujukan kepada Jepang. Setelah

kekalahan Jepang pada tahun 1945, Australia ikut mengirimkan tentara

pendudukan untuk mengawasi proses berjalannya pemerintahan Jepang yang

baru10.

Setelah John Curtin meninggal dunia pada pertengahan tahun 1945,

Chifley maju untuk menggantikannya. Pada masa pemerintahan Chifley,

perang di Pasifik telah usai, Chifley harus menghadapi dampak dari perang

tersebut, salah satunya adalah kondisi ekonomi yang buruk setelah perang. Saat

itu kondisi ekonomi di Inggris mengalami krisis akibat biaya yang dikeluarkan

dalam perang, di Australia sendiri kondisi ekonomi tidak sampai mencapai

krisis.

Evatt masih menjabat sebagai Menteri Luar Negeri pada masa

pemerintahan Chifley ini. Berbagai gebrakal dilakukan oleh Evatt pada masa

ini seperti misalnya Evatt ikut ambil bagian dalam pertemuan di Dunbarton

Oaks pada November 1944. Dalam pertemuan ini dibahas tentang rancangan

pembentukan organisasi PBB. Sekitar satu tahun kemudian diadakan

pertemuan lanjutan di San Fransisco pada April 1945, dalam pertemuan ini

dihadiri oleh 45 negara.

Sebenarnya Evatt memiliki misi yang di bawanya dalam

keikutsertaannya dalam berbagai pertemuan Negara-negara besar ini, yaitu;

1. Meningkatkan ide-ide social seperti peningkatan standar hidup buruh,

kebebasan Negara dan lain-lain

2. Pembatasan hak veto bagi Negara-negara besar

10 http://www.skwirk.com/p-c_s-56_u-430_t-1102_c-4263/australian-foreign-policy-1918-1945/qld/sose-history/conflict-consensus-and-care/1918-1945

11

Page 12: Kebijakan Luar Negeri Australia 1938-1965

3. Memperkuat peranan Majelis Umum dibandingkan dengan Dewan

Keamanan11

Walaupun setelah diresmikannya pendirian organisasi dunia PBB, tetap

saja organisasi ini belum bisa berjalan dengan maksimal, karena Negara-negara

yang termasuk dalam Dewan Keamanan PBB sedang mengalami masalah

internal sendiri di negerinya yang cukup membuat sibuk Negara tersebut,

seperti Inggris dan Perancis harus berkutat dengan kondisi ekonomi setelah

perang yang diliputi krisis karena keterlibatan mereka yang sangat besar dalam

Perang Dunia II. Cina yang sedang mengalami perang saudara kian diselimuti

oleh pengaruh komunisme dan Amerika Serikat tengah memasuki Perang

Dingin bersama dengan Uni Soviet.

Setelah era pemerintahan Chifley berakhir dengan meninggalnya

Chifley karena serangan jantung di dalam mobilnya, Partai Liberal segera

mengambil alih kepemimpinan. Kali ini Perdana Menterinya adalah Robert

Gordon Menzies yang pada pemerintahan Lyons pernah menjabat sebagai

Menteri Luar Negeri. Dengan perpindahan pemerintah dari kebijakan Partai

Buruh ke Partai Liberal, banyak kebijakan luar negerinya yang ikut berubah

sesuai dengan karakter Partai Liberal yang konservatif.

Sekitar tahun 1950, Pemerintah Menzies memunculkan kembali

masalah tentang dibuatnya aliansi antara Negara yang memiliki kekuatan yang

besar dalam hal ini adalah Amerika Serikat dengan Negara Pasifik lainnya,

sebelumnya ide tentang aliansi ini dikemukakan pertama kali oleh Evatt pada

pemerintahan Chifley sebagai kebijakan dari Partai Buruh, tetapi sampai

berakhirnya pemerintahan Chifley hal ini belum terlaksana. Baru pada

pemerintahan Menzies lah hal ini kembali dikemukakan dengan lebih tajam

dari pemerintahan sebelumnya hal ini di dasari oleh tiga factor, yang pertama

11 Presentasi Kelompok 6 Sejarah Diplomasi Australia, Australia setelah Perang Dunia II. (Rabu, 15 Desember 2010)

12

Page 13: Kebijakan Luar Negeri Australia 1938-1965

adalah karena penggunaan hak veto oleh Uni Soviet dalam Dewan Keamanan

PBB yang dinilai sangat kasar oleh Australia, kedua karena pemerintahan saat

ini dinilai tidak terlalu berambisi seperti Evatt dalam hal penggunaan basis

militer Amerika Serikat untuk mengatur keamanan di daerah Pasifik Barat dan

yang terakhir karena pemerintahan Menzies ini dimulai saat Uni Soviet

memberikan tanda-tanda akan dimulainya Perang Dingin yang secara langsung

menghentikan fase “libur” Australia dan Amerika Serikat, Australia dirasa

harus memiliki perlindungan dalam Perang Dingin ini.

Maka pada masa pemerintahan Menzies ditandatangani Pakta

Keamanan Pasifik yang dikenal sebagai ANZUS ditandatangani pada

September 1951. Pakta ini dibentuk oleh Australia, Selandia Baru dan Amerika

Serikat. Secara umum tujuan dari pembentukan pakta ini adalah untuk

memberikan bantuan militer kepada Negara-negara yang terlibat dalam perang.

Saat itu Australia takut akan bahaya komunisme Uni Soviet yang semakin

meluas saat Perang Dingin, Australia merasa harus memiliki pertahanan dari

Negara lain yang berkuasa untuk membendung bahaya komunisme.

Setelah pembentukan ANZUS, pemerintah Australia yang diwakili oleh

Menteri Luar Negerinya saat itu, Mr. R.G. Casey, ikut serta dalam

pembentukan SEATO (South-East Asia Collective Defence Treaty) yang

dihadiri oleh 8 negara, Australia, Selandia Baru, Perancis, Pakistan, Filipina,

Thailand, Inggris dan Amerika Serikat, ditandatangani di Manila pada 8

September 195412. Walaupun menuai banyak perdebatan di Parlemen tentang

pembentukan dua Pakta Pertahanan ini, tetapi pemerintahan Menzies sukses

ikut terlibat dalam Perang Dingin dan membentuk benteng pertahanan dari

komunis dengan bergantung kepada Amerika Serikat.

Walaupun pada awalnya Australia sendiri tidak ingin terlibat dalam

Perang Dingin dan ingin menjadi perantara kedua belah pihak, tetapi karena

12 Modelski, Australian in World Affairs 1950-1955, Hlm. 179.

13

Page 14: Kebijakan Luar Negeri Australia 1938-1965

selalu diselimuti rasa takut tentang bahaya komunisme yang datang dari

wilayah Asia membuat Australia harus menetapkan kubu mana yang ia pilih13.

BAB III PEMBAHASAN

Hubungan Australia dengan wilayah Asia khususnya Indonesia mulai

terlihat sangat jelas saat pemerintahan Partai Buruh di bawah pimpinan Chifley

mendukung kemerdekaan Indonesia atas Belanda. Evatt selaku Menteri Luar

Negeri saat itu sangat antusias memperjuangkan kemerdekaan Indonesia, dia

13 Alan Watt, op cit, Hlm. 100

14

Page 15: Kebijakan Luar Negeri Australia 1938-1965

pula lah yang meminta kepada Dewan Keamanan PBB untuk meminta Belanda

menghentikan agresinya di Indonesia. Pada masa-masa mencapai kemerdekaan

ini, Australia sebagai anggota UNCI (United Nation Commission on Indonesia)

mengawasi setiap perjanjian yang dilakukan antara Belanda dengan Indonesia,

mulai dari Perjanjian Renville hingga Konfrensi Meja Bundar.

Sebelum munculnya dukungan dari pemerintah Buruh saat itu, kondisi

Indonesia yang tengah dijajah Jepang membuat pemerintah Hindia Belanda

membentuk pemerintahan darurat di Australia, pada saat itu Australia dan

Belanda merupakan sekutu dalam Perang Dunia II. Pada masa pemerintahan

darurat inilah, pemerintah Hindia Belanda banyak mengangkut tawanannya di

Indonesia ke Australia, yang sebagian besar merupakan tahanan politik, yang

dimaksudkan pemerintah Hindia Belanda akan diasingkan di Australia14.

Para tawanan inilah yang memberitahukan kepada buruh-buruh

Australia, khususnya, buruh pelabuhan tentang apa yang telah dilakukan

Belanda. Buruh yang mendengar tentang hal ini memberikan simpati yang

besar kepada Indonesia dalam melawan Belanda dan melakukan berbagai aksi-

aksi seperti menahan kapal-kapal Belanda yang berisi senjata api yang akan

dikirimkan ke Indonesia untuk militer Belanda disana15.

Pemerintah Australia juga membantu para pejuang nasionalis Indonesia

dalam perjuangan mereka mencapai kemerdekaan. Pada tahun 1947, Indonesia

meminta Australia untuk mewakili Indonesia dalam Komisi Tiga Negara yang

diusahakan oleh Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB). Australia mewakili

Indonesia dalam perundingan-perundingan yang menuju ke pengakuan

Belanda terhadap Indonesia pada tahun 1949. Australia juga mensponsori

masuknya Indonesia ke PBB pada tahun 195016.

14 http://www.dfat.gov.au/aii/publications/bab11/index.html15 Dalam film Indonesia Callingkarya Joris Evans16 http://www.dfat.gov.au/aii/publications/bab11/index.html

15

Page 16: Kebijakan Luar Negeri Australia 1938-1965

Hubungan yang sangat baik antar kedua Negara ini harus terganggu

saat pemerintahan Buruh yang mendukung hal ini kalah dalam pemilu dan

digantikan pemerintahan Partai Liberal di bawah Menzies yang cenderung

membela Belanda dalam perebutan wilayah Irian Barat.

Mr. Spender selaku Menteri Luar Negeri, pada 9 Maret 1950 dalam

pernyataannya di Parlemen mengatakan bahwa

“for security and strategic reason, Australia had a vital interest in the

question of the future status of Dutch New Guinea”17.

Pernyataan ini menunjukan bagaimana sikap pemerintahan Australia

yang baru terhadap Indonesia. Australia sendiri mengkhawatirkan apabila Irian

Barat jatuh ke tangan Indonesia, Negara ini tidak akan mampu mengurus

masalah disana dengan baik karena Australia dibawah pemerintahan Liberal

melihat Indonesia sendiri tidak bisa memecahkan masalah ekonomi maupun

politik yang melanda Negara itu ditambah pengaruh Partai Komunis Indonesia

yang semakin kuat. Australia yang sering kali memiliki ketakutan besar

terhadap ancaman bagi pertahanannya menilai wilayah ini lebih baik berada

dibawah kepemilikan Belanda.

Masalah Irian Barat ini akhirnya selesai dengan bantuan PBB pada

tahun 1962, PBB menetapkan Irian Barat sebagai bagian dari wilayah

Indonesia.

Setelah masalah Irian Barat ini selesai, muncul masalah baru lain yang

membuat hubungan Australia dan Indonesia semakin memburuk. Pada pidato

kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1963, Presiden Soekarno menggambarkan

tentang 12 bulan yang gemilang bagi Indonesia. Presiden juga menegaskan

bahwa akan memakai kebijakan konfrontasi untuk melawan pembentukan

Negara Malaysia bentukan Inggris yang dianggap sebagai sebuah ancaman

bagi Indonesia. Sebulan setelah Presiden memberikan pidato ini,, pemerintah

17 Allan Watt, The Evolution of Australian Foreign Policy, Hlm. 252

16

Page 17: Kebijakan Luar Negeri Australia 1938-1965

Australia menyatakan kesanggupannya untuk mendukung dan menjaga

keamanan Malaysia yang telah merdeka dari tekanan Indonesia18.

Masalah ini semakin memanas ketika Presiden Soekarno menolak tim

investigasi PBB dan menegaskan akan menghancurkan Malaysia, pemerintah

Australia menanggapi ini dengan tidak kalah sengitnya bahwa Australia

mengambil tempat terdepan dalam melawan Indonesia dalam hal ini.

Ketika cara diplomasi tidak juga membuahkan hasil meredam

konfrontasi ini, terjadilah pertempuran di utara Kalimantan antara pasukan

Indonesia dengan tentara Malaysia yang didalamnya terdapat tentara Australia.

Masalah ini selesai dengan sendirinya ketika terjadi G30S/PKI yang

akhirnya menggulingkan kekuasaan Presiden Soekarno dan digantikan oleh

Presiden Soeharto pada tahun 1965 yang lebih pro barat dibandingkan

Soekarno.

BAB III PENUTUP

KESIMPULAN

Selama kurun waktu 1938-1965, dunia internasional diwarnai berbagai

peristiwa bersejarah yang mengubah situasi dunia saat ini. Negara-negara di

dunia khususnya Negara barat terlibat dalam setiap kejadian ini. Negara di Asia

pun juga mengambil peran, seperti keterlibatan Jepang dalam Perang Dunia II.

Australia yang dihuni sebagian besar penduduk Eropa terjebak di wilayah Asia

tidak membuat Negara ini kehilangan perannya dalam setiap peristiwa

bersejarah.

18 Alan Watt, The Australian Commitment to Malaysia, Jacaranda Press: Queensland, July 1964

17

Page 18: Kebijakan Luar Negeri Australia 1938-1965

Pada tahun 1938 ketika Nazisme mulai menunjukan kekuatannya di

Eropa dan dicoba dihalau oleh Inggris sebagai Negara Eropa yang berkuasa

saat itu, namun setiap negosiasi yang dilakukan pada akhirnya tidak dapat

membendung keinginan invasi Jerman terhadap Negara-negara Eropa. Dalam

situasi seperti ini, Australia yang dipimpin Lyons dari United Australian Party

dengan Robert Gordon Menzies menjabat Menteri Luar Negeri dalam

kabinetnya mendukung setiap langkah yang diambil oleh Inggris pada saat itu.

Ketika pemerintahan beralih kepada Menzies sebagai Perdana

Menterinya pada tahun 1939, dukungan terhadap Inggris semakin santer

dikumandankan. Menzies yang lahir di Skotlandia ini memang terkenal sebagai

“orang Australia yang sangat Inggris”. Pada masa kepemimpinannya pun ia

dengan tegas mengatakan apabila Inggris berada dalam perang begitupula

dengan Australia. Apabila Inggris tengah menyiapkan tentaranya untuk

berperang, begitupula dengan Australia. Menzies menyanggupi memberika

bantuan tentara semaksimal mungkin sesuai dengan permintaan Inggris.

Pada periode berikutnya sekitar tahun 1949, dimana Menzies kembali

terpilih sebagai Perdana Menteri Australia ia memiliki kiblat baru dalam

pengeluaran setiap kebijakannya. Kini tidak hanya pro terhadap Inggris tetapi

juga sangat dekat dengan Amerika. Hal ini terlihat dari ditandatanganinya

Pakta Pertahanan ANZUS dan keterlibatan Australia dalam setiap masalah luar

negeri Amerika Serikat yang sekiranya memerlukan bantuan Australia.

Diwilayah Asia bisa dikatakan pemerintahan Menzies tidaklah terlalu

ramah khususnya kepada Indonesia. Ia beberapa kali memiliki pendapat yang

berlawanan dengan Indonesia, seperti pada masalah wilayah Irian Barat antara

Indonesia dengan Belanda. Pemerintahan Australia dibawah Menzies

mendukung Belanda. Lalu setelah masalah ini selesai, Australia kembali

terlibat konflik dengan Indonesia mengenai kebijakan konfrontasi Presiden

18

Page 19: Kebijakan Luar Negeri Australia 1938-1965

Soekarno terhadap Malaysia. Australia lebih tegas dalam masalah ini dan

mengatakan berada di pihak Malaysia dan siap membantu melawan Indonesia.

Berbeda dengan kebijakan yang dikeluarkan pada masa pemerintahan

partai Liberal, pada masa Partai Buruh berkuasa kebijakan yang diambil lebih

sesuai dengan kondisi zaman saat itu dan kebijakan terhadap Negara Asia

khususnya Indonesia juga lebih ramah. Pada pemerintahan Chifley dengan

Evatt sebagai Menteri Luar Negerinya, Australia mendukung kemerdekaan

Indonesia dari kolonialisme Belanda, Australia juga menjadi wakil Indonesia

dalam Komisi Tiga Negara. Pada pemerintahan Curtin, sikap Australia

menghadapi Perang Pasifik saat itu lebih realistis. Curtin meminta pada

Churchill untuk memulangkan divisi 7 Australia yang “dipinjam” Inggris.

Langkah ini diambil untuk menjaga kawasan Australia dari Jepang mengingat

sebagian besar tentara yang dimiliki Australia berada dalam pasukan Kerajaan

Inggris.

Pada pemerintahan Chifley pun Australia sudah memulai hubungan

baik dengan Amerika Serikat yang akan membuahkan Pakta ANZUS pada

pemerintahan selanjutnya.

Kebijakan luar negeri Australia sangat dipengaruhi oleh kondisi

keadaan dunia, Negara mana yang berkuasa dan Partai mana yang memimpin

pemerintahan. Pada intinya semua kebijakan yang diambil ini bertujuan untuk

mengamankan kawasan Australia yang dirasa rentan dan sangat terpengaruh

kestabilan politik maupun ekonomi Negara-negara Asia disekitarnya,

khususnya Indonesia yang paling dekat dengan Negara ini. Australia dikenal

sebagai “the freghneted country” yang walaupun secara ekonomi dan politik

stabil dengan dukungan keamanan dari Negara-negara besar seperti Inggris dan

Amerika Serikat tetap secara psikologis selalu merasa terancam keamanannya

karena berada di wilayah Asia dan terpisah dari Negara barat lainnya.

19

Page 20: Kebijakan Luar Negeri Australia 1938-1965

20

Page 21: Kebijakan Luar Negeri Australia 1938-1965

DAFTAR PUSTAKA

Greenwood dan Harper, ed. Australian in World Affairs 1950-1955.

Melbourne: Cheshire. 1957.

Hasluck, Paul. The Government and The People 1939-1941. Canberra:

Australian War Memorial. 1952. (www.book.google.com)

Kee, Robert. Munich. (www.book.google.com)

Makalah Kelompok 6 Sejarah Diplomasi Australia. Australia Setelah Perang

Dunia II. 2010.

Watt, Alan. The Evolution of Australian Foreign Policy. Cambridge:

University Press. 1967.

http://www.dfat.gov.au/aii/publications/bab11/index.html (diakses pada 16

Desember 2010, pukul 20.00)

http://www.laborhistory.org.au/timeline#timeline/item/15/18 (diakses pada 14

Desember 2010, pukul 15.00)

http://www.skwirk.com/p-c_s-56_u-430_t-1102_c-4263/australian-foreign-

policy-1918-1945/qld/sose-history/conflict-consensus-and-care/1918-1945

(diakses pada 16 Desember 2010, pukul 19.00)

21

Page 22: Kebijakan Luar Negeri Australia 1938-1965

LAMPIRAN

Figure 1 Wilayah Jerman mengelilingi wilayah Cekoslovakia yang berwarna biru. Perebutan wilayah yang akhirnya menimbulkan Perang Dunia II

Figure 2 Wilayah Sudeten yang berwarna hitam, diperebutkan oleh Jerman dan Cekoslovakia

22

Page 23: Kebijakan Luar Negeri Australia 1938-1965

Figure 3 hasil dari Munich Agreement yang ditandatangani oleh Chamberlein dan Hitler

Figure 4 Negara-negara yang termasuk dalam ANZUS

23

Page 24: Kebijakan Luar Negeri Australia 1938-1965

Figure 5 Artikel surat kabar yang menggambarkan tanggapan masyarakat Australia tentang ANZUS

24

Page 25: Kebijakan Luar Negeri Australia 1938-1965

Figure 6 Negara-negara SEATO

25