keahlussunnahan

8
KEAHLUSSUNNAHAN HAL YANG BERHUBUNGAN DENGAN AHLUSSUNNAH WA’AL-JAMA’AH I. Pendahuluan Islam adalah satu-satunya Din (Agama) di sisi Allah (Ali Imran-19). Dan barang siapa yang mencari selain Islam sebagai Agama, maka ia tidak akan diterima (Ali Imran- 85) Islam adalah agama Allah yang diwahyukan untuk manusia melalui para Rasul-Nya. Allah telah menyempurnakan agama dan menerima Islam sebagai agama (Al-Maidah:3) yang diturunkan kepada Rasul-Nya Muhammad Saw. Untuk disampaikan dan diturunkan-temurunkan kepada seluruh manusia sampai akhir Zaman. Wakyu Allah kepada Rasul-Nya Muhammad Saw yang disampaikan melalui Malaikat Jibril adalah Qur’an dan yang langsung keada Rasulullah adalah Sunnah. Wahyu/petunjuk Allah dalam Qur’an dan yang Sunnah mencakup tuntunan mengenai segala aspek kehidupan manusia. Petunjuk Allah mengenai keimanan, mengenai hukum dan mengenai akhlak/tasauf dinamakan syari’ah, yang khusus mengenai keimanan disebut usul syari’ah, yang berkenaan dengan hukum disebut furu’ syari’ah dan yang berkenaan denga akhlak/tasauf dinamakan maqasid syari’ah. Kata syari’ah juga dipakai denga arti hukum dan juga dengan arti hukum Islam dan kata Islam dalam H.R Bukhari dan Muslim juga dipakai dengan arti lima pilar ibadah yang populer disebut dengan rukun Islam. Memahami masalah-masalah keimanan (aqidah) atau hukum (syari’ah) atau akhlak (ihsan) dari Qur’an dan Sunnah tidaklah mudah, karena Qur’an dan Sunnah itu bukanlah kitab akidah, bukan kitab undang-undang/hukum dan bukan pula kitab akhlak. Oleh sebab itu perbedaan paham mengenai masalah-masalah itu dari Qur’an dan Sunnah adalah mungkin da telah terjadi. II. Istilah Ahlussunnah wal-Jamaah 1

Upload: fitrayadi

Post on 06-Jun-2015

365 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

makalah kealussunnahan yang disampaikan oleh Buya Drs. Abdul Jalal pada pengenalan ke Tarbiyahan pada Pemuda Tarbiyah di MTI Canduang, Bukittinggi, Summbar april 2008

TRANSCRIPT

Page 1: KEAHLUSSUNNAHAN

KEAHLUSSUNNAHANHAL YANG BERHUBUNGAN DENGAN AHLUSSUNNAH WA’AL-JAMA’AH

I. PendahuluanIslam adalah satu-satunya Din (Agama) di sisi Allah (Ali Imran-19). Dan barang siapa yang mencari selain Islam sebagai Agama, maka ia tidak akan diterima (Ali Imran- 85)

Islam adalah agama Allah yang diwahyukan untuk manusia melalui para Rasul-Nya. Allah telah menyempurnakan agama dan menerima Islam sebagai agama (Al-Maidah:3) yang diturunkan kepada Rasul-Nya Muhammad Saw. Untuk disampaikan dan diturunkan-temurunkan kepada seluruh manusia sampai akhir Zaman.

Wakyu Allah kepada Rasul-Nya Muhammad Saw yang disampaikan melalui Malaikat Jibril adalah Qur’an dan yang langsung keada Rasulullah adalah Sunnah. Wahyu/petunjuk Allah dalam Qur’an dan yang Sunnah mencakup tuntunan mengenai segala aspek kehidupan manusia.

Petunjuk Allah mengenai keimanan, mengenai hukum dan mengenai akhlak/tasauf dinamakan syari’ah, yang khusus mengenai keimanan disebut usul syari’ah, yang berkenaan dengan hukum disebut furu’ syari’ah dan yang berkenaan denga akhlak/tasauf dinamakan maqasid syari’ah. Kata syari’ah juga dipakai denga arti hukum dan juga dengan arti hukum Islam dan kata Islam dalam H.R Bukhari dan Muslim juga dipakai dengan arti lima pilar ibadah yang populer disebut dengan rukun Islam.

Memahami masalah-masalah keimanan (aqidah) atau hukum (syari’ah) atau akhlak (ihsan) dari Qur’an dan Sunnah tidaklah mudah, karena Qur’an dan Sunnah itu bukanlah kitab akidah, bukan kitab undang-undang/hukum dan bukan pula kitab akhlak. Oleh sebab itu perbedaan paham mengenai masalah-masalah itu dari Qur’an dan Sunnah adalah mungkin da telah terjadi.

II. Istilah Ahlussunnah wal-JamaahNabi Muhammad Saw. Berdasarka wahyu dari Allah menyatakan; bahwa ummat sepeniggal beliau akan berbeda paham yang jumlahnya mencapai 73 firqah dan hanya satu firqah diantaranya yang selamat/masuk surga. Sabda-sabda Rasullullah mengenai firqah-firqah ini diriwayatkan dari beberapa sahabat, diantaranya dari Abi Hurairah, dari Abdillah bin Umar dan dari Mu’awiyah, diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Daud dan lain-lain. Hadis-hadis mengenai firqah-firqah ini ada yang Shahih dan ada pula yang tidak. Yang tidak. Yang tidak Shahih yang sejalan maknanya dengan yang Shahih menjadi Shahih li-Ghairih dan yang tidak sejalan/bertentangan dengan yang Shahih tetap tidak Shahih. Di antara riwayat-riwayat mengenai firqah-firqah ini adalah:1. Hadis Riwayat Tarmizi yang artinya

(Sesugguhnya Bani Israil telah terpecah atas 72 millah (paham) dan umatku akan terpecah atas 73 paham, semuanya masuk neraka, kecuali satu paham. Mereka (para Sahabat) bertanya; Siapakah dia (yang satu paham) itu ya Rasulullah? Dia (Rasulullah) menjawab: (orang yang mengikuti) peganganku dan pegangan sahabat-sahabatku).

1

Page 2: KEAHLUSSUNNAHAN

2. Hadis Riwayat Tahrani yang artinya(Demi Tuhan yang jiwa Muhammad ditangan-Nya; Sungguh akan terpecah umatku atas 73 firqah (golongan), yang satu masuk surga dan yang 72 masuk neraka. Ditanya (oleh Sahabat): Siapa mereka (yang satu golongan) itu ya Rasulullah? Dia (Rasulullah)menjawab: Ahlussunnah wal-Jamaah).

Makna hadis-hadis itu jelas bahwa dar yang 73 firqah itu yang selamat/masuk surga adalah yang mengikuti pegangan Rasulullah dan sahabat-sahabatnya, yaitu paham Ahlussunnah wal-Jama’ah.

Tafsir Al-Manar mengungkapkan penalaran Muhammad Abduh mengenai hadis-hadis yang berkaitan dengan firqah-firqah itu yang intinya adalah sebagai berikut:

Sulit menentukan firqah yang selamat itu, karena masing-masing firqah menyatakan bahwa firqahnya yang selamat, dan karena penalar dapat mengatakan;Pertama : Boleh jadi firqah yang selamat yang mengikuti pegangan Nabi dan

sahabat-sahabatnya itu telah pernah ada dan ttelah punah, sedangkan yang tersisa sekarang termasuk yang tidak selamat.

Kedua : Mungkin firqah-firqah yang dimaksud oleh hadis-hadis itu belum mencapai 73 firqah.

Ketiga : Mungkin yang selamat itu sampai kini belum ada dan akan adaKeempat : Boleh jadi firqah-firqah yang ada semuanya selamat, karena semua

firqah sesuai dengan pegangan Nabi dan sahabat-sahabatnya tentang prinsip-prinsip yang diketahui dari mereka mengenai ketuhanan. Kenabian dan hari akhirat, sedangkan firqah lainnya baru akan ada, seperti yang mendakwakan ketuhanan Ali seperti firqah Nusairiyah.

Konsekwensi dari keraguan (kemungkinan) itu ialah tak satu firqahpun kecuali penalar menemukan padanya kikuatkan dengan Kitab, Sunnah, Ijma’ dan yang seumpamanya sedangkan nash-nash bertentangan aspek-aspeknya. Di antara yang menyenangkan (Muhammad Abduh) ialah ada hadis lain bahwa yang binasa dari mereka adalah satu firqah (yang 72 firqah adalah selamat).

Sebenarnya keragu-raguan yang dikemukakan Muhammad Abduh itu tidak semestinya ada, karena alasan dari firqah yang banyak itu tidak akurat dan tidak shahih.

Adapun empat kemungkinan yang dikemukakan Muhammad Abduh itu, maka kemungkinan pertama bahwa yang selamat sudah punah dan kemungkinan ketiga bahwa firqah yang selamat belum ada, jelas bertentangan dengan hadis riwayat Bukhari dan Muslim yang artinya:(akan senantiasa ada sekelompok dari umatku menegakkan yang hak sampai datang perintah Allah (hari kiamat) da ereka menegakkannya).

Kemungkinan kedua bahwa firqah yang ada sekarang belum mencapai 73 firqah adalah tidak berarti semua yang ada sekarang adalah selamat atau semuanya tidak selamat, tetapi ada yang selamat dan ada yang tidak selamat.

2

Page 3: KEAHLUSSUNNAHAN

Kemungkinan keempat bahwa firqah-firqah yang ada sekarang semuanya selamat dan yang tidak selamat sudah punah atau belu ada, jelas-jelas berlawanan dengan kenyataan sejarah, bukankah dari dahulu sampai sekarang ada saja kelompok yang mengingkari Sunnah, yang mengingkari Qadar dan lain-lain, sedangkan aqidah Islamiyah tidak hanya diukur dengan keyakinan akan ketuhanan, kenabian dan hari akhirat saja, tetapi ada lagi pilar-pilar akidah yang lain.

Akhir-akhir ini ada pakar yang tanpaknya senang mengintip dan mengutip pendapat ragu-ragu Abduh itu, karena dianggap berwawasan luas dan (rada) ilmiyah yang barangkali dengan tujuan (penyesuaian) agar diterima oleh semua kelompok untuk mempersatukan umat, padahal Sunnatullah senantiasa berlaku, di antaranya sebagaimana petunjuk Rasulullah bahwa umat akan berfirqah-firqah.

Sebenarnya Tafsir Al-Manar lebih lanjut menerangkan:Bahwa penalaran Abduh seperti telah dikemukakan itu adalah pada saat kekurangan waktu untuk menelaah kitab-kitab hadis. Setelah cukup waktu, sesungguhnya dia (Abduh) telah menjazamkan bahwa mengikuti pegangan Rasulullah dan sahabat-sahabatnya adalah Ahlus Hadis dan Ulama Atsar yang dapat petunjuk dengan petunjuk Salaf yang senantiasa ada sampai hari kiamat, sesuai dengan hadis (riwayat Bukhari) yang shahih, dan dia (Abduh) tidak gemberi dengan hadis yang menyatakan bahwa yang binasa adalah satu firqah, karena riwayat itu tidaklah shahih. Seterusnya Al-Manar melanjutkan:Bahwa beliau (Abduh) mendalami semua Mazhab Ilmu Kalam, Falsafah dan Tasauf, lantas Allah memberinya petunjuk mengikuti Mazhab Salaf yang Salih secara global dan kemudian secara terperinci serta kembali dari menyalahkan bagian-bagian dari Ilmu Kalam dan Tasauf secara berangsur-ansur.

Kalau hadis menyatakan bahwa firqah yang selamat/masuk surga adalah yang mengikuti pegangan Rasulullah dan sahabat-sahabatnya, yaitu Ahlussunnah wal-Jamaah, maka Al-Manar memakai istilah Mazhab Salaf, pengertian Istilah Ahlussunnah wal-Jamaah dengan mazhab Salaf tentu tidaklah persis sama.

Menurut Ba’lawi 73 firqah itu adalah:a. Ahlussunnah Wal-Jamaah : 1 kelompokb. Syi’ah : 22 kelompok c. Khawarij : 20 kelompokd. Mu’tazilah : 20 kelompoke. Najjariyah : 3 kelompokf. Murjiah : 5 kelompokg. Jabariyah : 1 kelompokh. Musyabihah : 1 kelompok

III. Makna dan Sejarah Ahlussunnah wal-Jama’ahSesuai dengan uraian terdahulu, maka makna Ahlussunnah wal-Jama’ah adalah orang yang mengikuti pegangan (paham) Rasullullah dan sahabat-sahabat beliau. Pegangan/paham mengandung makna:

3

Page 4: KEAHLUSSUNNAHAN

Pertama : Cara/pola memahami masalah-masalah akidah serta cara/pola memberikan pemahaman kepada orang lain mengenai masalah-masalah itu.

Kedua : Hasil pemahaman/yang dipahami mengenai masalah-masalah itu.

Makna Ahlussunnah wal-Jamaah dapat diuraikan sbb:a. Ahlussunnah terdiri atas kata Ahl dan al-Sunnah. Ahl berarti orang/warga. Makna

al-Sunnah:Pertama : Cara/pola Nabi dan para sahabat menerima Mutasyabihat Qur’an dan

menyerahkan maksudnya kepada Allah. Kedua : al-Sunnah berarti hadis (petunjuk Rasullullah). Dengan demikian,

maka arti Ahlussunnah ialah orang yang mengikuti cara/pola Nabi dan para sahabatnya menerima mutasyabihat Qur’an dan mempedomani Sunnah Rasullullah.

b. Wal-Jama’ah terdiri atas kata wa dan al-Jama’ah. Wa berarti dan, al-Jama’ah maksudnya golongan pengikut Sunnah yang banyak jumlahnya dari kalangan Sahabat dan generasi berikutnya yang cenderung kepada persatuan dan tidak saling mengkafirkan sesamanya bila ada perbedaan pendapat.

Pada masa awal dari zaman Sahabat, istilah mengenai firqah atau paham dalam masalah akidah belum lagi populer, karena kalaupun waktu itu telah ada paham dalam masalah akidah belum lagi populer, karena kalaupun waktu itu telah ada paham sempalan, namun baru merupakan paham perorangan, setalah terjadi peristiwa pembunuhan atas Khalifah Usman sampai peristiwa Tahkim Qur’an, maka semula yang timbul hanya firqah-firqah siasat, dan kemudian baru dikaitkan dan ditopang dengan masalah aqidah.

Berdasarkan keputusan juru runding pada Tahkim Quran itu, dimana Ali dan Mu’awiyah sama-sama dima’zulkan (diberhentikan) dari jabatan khalifah tetapi setelah juru runding pihak Ali (Abu Musa Al-Asy’ari) mengumumkan pemberhentian Ali dan juru runding pihak Mu’awaiyah (‘Amru bin Ash) tidak jadi memberhentikan Mu’awiyah dia adalah khalifah yang sah secara hukum sejak waktu itu dan secara defakto dia didukung oleh julah kaum muslimin yang banyak. Pihak Ali dan sebagian pengikutnya berpendapat bahwa tugas juru runding hanyalah sebatas mencari fakta (fact finding) dan mengupayakan konsensi (ishlah) dan tidak berhak memberhentikan khalifah, karenanya Ali tetap sebagai khalifah yang sah, tetapi sebagian dari pengikut Ali berpendapat bahwa walau bagaimanapun yang berhak dan yang sah sebagai khalifah adalah Ali, sesuai dengan hadis riwayat Tarmizi yang artinya: Barangsiapa yang aku pemimpinnya, maka Ali adalah pemimpinnya. Kelompok ini disebut Syi’ah atau Syi’ah Ali.

Kelompok Syi’ah sebelumnya secara diam-diam telah berusaha membentuk opini, maka setelah Tahkim Qur’an secara terang-terangan menguatkan siasat mereka dengan aqidah, di antaranya dengan memitoskan Ali sama dengan Nabi dan bahkan sebagai unsur ketuhanan yang menjelma ke bumi.

Selain itu timbul pula firqah Khawarij dari sebagian yang semula mendukung kekhalifahan Ali, tetapi karena khalifah Ali menerima Tahkim Qur’an, mereka berbalik menjadi penentang Ali dan juga menentang Mu’awiyah. Mereka melandasi pendapat mereka dengan akidah. Mereka merupakan firqah sempalan yang sangat

4

Page 5: KEAHLUSSUNNAHAN

radikal yang kemudian berhasil membunuh Ali, tetapi gagal membunuh Mu’awiyah dan juru rundingnya ‘Amru bin ‘Ash.

Mungkin sebagai antitesa dari lahirnya firqah Khawarij timbul pula firqah Murjiah yang tidak memihak kepada Ali atau Muawiyah. Kalau Khawarij mengkafirkan orang-orang yang yang berdosa dan yang tidak sepaham dengannya, maka Murjiah menangguhkan penentuan hukuman orang-orang yang berdosa besar sampai nanti di akhirat.

Sejak munculnya firqah-firqah baru terutama Syi’ah, maka mulai pula populer sebutan firqah Ahlussunnah wal-Jama’ah untuk bagian terbesar dari Sahabat dan pengikut-pengikutnya.

Pada bagian kedua abad pertama hijriah, kajian Islam mulai berpola, di Hijaz beraliran Ahlul Hadis dan di Iraq beraliran Ahlurra’yi serti timbul pula paham-paham sempalan baru perorangan. Setelah memasuki abad ke II H dan masa-masa sesudahnya timbul lagi firqah-firqah baru yang menyimpang dari paham Ahlussunnah wal-Jamaah, seperti Mu’tazilah, Qadariah dan Jabariah, sedangkan imam-imam Mazhab yang empat yang lebih populer dibidang Fiqh Populer pula sebagai imam-imam Ahlussunnah.

Pada abad ke III H beberapa khalifah Abbasyiah sepeninggal Harun al-Rasyid setidak-tidaknya berpihak kepada Mu’tazilah yang dalam kajiannya menjadikan akal sebagai dalil utama, memenjarakan pentolan-pentolan Ahlussunnah wal-Jama’ah sampai wafat, seperti Buwaiti yang Syafi’iyah (231 H) dan Ahmad bin Hanbal (241 H), hanya lantaran tidak sependapat dengan paham Mu’tazilah yang menyatakan bahwa Qur’an makhluk.

Pada awal abad ke IV H. tampil Abu Hasan Al-Asy’ari (324 H) mempertahankan paham Ahlussunnah wal-Jamaah dengan menandingi dan mengoreksi teori-teori Ilmu Kalam dan Filsafat yang tidak sesuai dengan Sunnah yang dianut oleh firqah-firqah sempalan. Sebelum Asy’ari, Ahlussunnah wal-Jama’ah berpegang teguh pada dalil-dalil Naqli tanpa membahasnya secara filsafat. Atas jasa Asy’ari tu, maka kemudian paham Ahlussunnah diidentikkan dengan Asy’ariyah.

Diantara tokoh-tokoh Ahlussunnah wal-Jama’ah penerus Asy’ari ialah Bagilani (403 H), Juwaini (460 H) dan al-Ghazali (505 H) yang semuanya adalah Syafi’iyah, sedangkan tokoh utama Ahlussunnah yang lain ialah Abu Mansur al-Maturidi (333 H) dari Hanafiyah.

Selain paham Ahlussunnah wal-Jama’ah tetap saja ada sampai sekarang orang yang mengikuti atau yang sependapat dengan salah satu paham dari firqah sempalan yang telah pernah ada walaupun tanpa memakai nama firqah tertentu yang telah ada atau nama baru.

IV. s

5