keadaan hemostasis pada penderita hemofilia

29
KEADAAN HEMOSTASIS PADA PENDERITA HEMOFILIA Penulis : drg. I Gst Ayu Fienna Novianthi Sidiartha, Sp.KG PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER GIGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA BALI 2018

Upload: others

Post on 16-Oct-2021

4 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: KEADAAN HEMOSTASIS PADA PENDERITA HEMOFILIA

KEADAAN HEMOSTASIS PADA PENDERITA

HEMOFILIA

Penulis :

drg. I Gst Ayu Fienna Novianthi Sidiartha, Sp.KG

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER GIGI

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS UDAYANA

BALI

2018

Page 2: KEADAAN HEMOSTASIS PADA PENDERITA HEMOFILIA

i

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa k a r e n a atas

berkat dan rahmatNya, penulis dapat menyelesaikan kajian pustaka ini. Penulis menyadari

bahwa tanpa bantuan, bimbingan, dan masukan dari berbagai pihak pada penyusunan

kajian pustaka ini, sangatlah sulit untuk dirampungkan. Oleh karena itu, penulis

menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu pembuatan kajian

pustaka ini.

Penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dari kajian pustaka ini,

maka dari itu penulis memohon maaf apabila ada kesalahan maupun kekurangan dari

penulisan kajian pustaka ini. Semoga kajian pustaka ini dapat memberikaan manfaat bagi

setiap orang yang membacanya.

Denpasar, 19 Desember 2018

Penulis

Page 3: KEADAAN HEMOSTASIS PADA PENDERITA HEMOFILIA

ii

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ...................................................................................................................

KATA PENGANTAR .................................................................................................................. i

DAFTAR ISI ................................................................................................................................ ii

BAB I. PENDAHULUAN ........................................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ..................................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................ 2

1.3 Tujuan .................................................................................................................. 2

1.4 Manfaat ................................................................................................................ 3

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................................ 4

2.1. Darah ......................................................................................................................... 4

2.2. Komponen Darah ...................................................................................................... 4

2.3. Fungsi Darah ............................................................................................................. 9

2.4. Hemostasis .............................................................................................................. 10

2.5. Mekanisme Hemostasis .......................................................................................... 11

2.6. Hemofilia ................................................................................................................ 13

2.7. Kelaianan Darah Pada Penderita Hemofilia ........................................................... 17

2.8. Keadaan Hemostasis Pada Penderita Hemofilia ..................................................... 19

2.9. Penatalaksanaan Hemofilia ..................................................................................... 20

BAB III. KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................................. 22

3.1. Kesimpulan ............................................................................................................. 22

3.2. Saran ....................................................................................................................... 22

DAFTAR PUSTAKA

Page 4: KEADAAN HEMOSTASIS PADA PENDERITA HEMOFILIA

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Setiap orang pada umumnya menginginkan hidup yang sehat fisik maupun psikis, dengan

berbagai upaya menerapkan pola hidup yang sehat, seperti berolahraga secara rutin dan

mengatur pola makan. Namun pada kenyataanya terdapat beberapa penyakit yang tidak dapat

dihindari, seperti diantaranya kecacatan fisik sejak lahir dan penyakit keturunan. Beberapa

contoh dari penyakit keturunan diantaranya adalah Diabetes, Albino, Hemofilia dan lain

sebagainya. Penyakit keturunan tidaklah dapat disembuhkan melainkan hanya dapat dikelola

dengan baik agar penderita dapat hidup secara normal. Ketika mendengar “Hemofilia” yang

terbesit dalam pikiran adalah penyakit herediter yang mematikan. Hemofilia diturunkan dari

orang tua kepada anaknya, meskipun sebagian kecil penderita hemofilia tidak memiliki riwayat

keluarga hemofilia tetapi kemungkinan terjadi karena mutasi genetik.

Pada tahun 1803, Dr. John Conrad Otto, seorang dokter asal Philadelphia menulis

sebuah laporan mengenai perdarahan yang terjadi pada suatu keluarga tertentu. Beliau

menyimpulkan bahwa kondisi tersebut hanya dapat diturunkan pada pria. Beliau menelusuri

penyakit tersebut pada seorang wanita dengan tiga generasi sebelumnya yang tinggal dekat

Plymouth, New Hampshire pada tahun 1780. Kata hemofilia pertama kali muncul pada sebuah

buku yang ditulis oleh Hopff di Universitas Zurich, tahun 1828. Dan menurut ensiklopedia

Britanica, istilah hemofilia (haemophilia) pertama kali diperkenalkan oleh seorang dokter

berkebangsaan Jerman, Johann Lukas Schonlein (1793-1864), pada tahun 1928 (Maritalia,

2012)

Page 5: KEADAAN HEMOSTASIS PADA PENDERITA HEMOFILIA

2

Penyakit hemofilia merupakan penyakit yang disebabkan oleh adanya gangguan

hemostasis pada proses pembekuan darah pada manusia pada faktor VIII dan IX. Menurut

survey angka kejadian hemofilia A adalah 1 dari 10.000 kelahiran, sedangkan hemofilia B 1

dari 60.000 kelahiran. Dalam sebuah peneltian menunjukan bahwa di Indonesia terdapat 1.409

pasien baik anak maupun dewasa. Hemofilia dapat terjadi dalam bentuk ringan, sedang, dan

berat berkaitan dengan kadar faktor plasma.

Penyakit hemofilia merupakan penyakit keturunan yang jarang terjadi dan yang memiliki

angka harapan hidup terpendek. Penderita hemofilia cenderung meninggal pada usia anak-

anak, hal tersebut terjadi karena tanggalnya gigi susu pada masa anak-anak yang tidak dapat

dihindari. Ketika tanggalnya gigi susu, maka akan terjadi pendarahan terus-menerus yang

akhirnya menyebakan kematian. Namun seiring berkembangnya pengetahuan medis

angka harapan hidup pasien hemofilia dapat ditingkatkan dengan terapi. Terapi hemofilia

dengan pemberian FVIII telah meningkatkan harapan hidup secara bermakna. Pada awal tahun

1900 harapan hidup hanya sekitar 11,3 tahun, sedangkan saat ini harapan hidup pasien

hemofilia berkisar antara 60-70 tahun (Prasetyawaty, 2016).

1.2 Rumusan masalah

Bagaimana keadaan hemostasis pada penderita hemofilia?

1.3 Tujuan

Tujuan penulisan student project ini adalah untuk mengetahui bagaimana keadaan

hemostasis pada penderita hemofilia.

Page 6: KEADAAN HEMOSTASIS PADA PENDERITA HEMOFILIA

3

1.4 Manfaat

Penulisan student project ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

1.4.1 Memberikan pengetahuan mengenai keadaan hemostasis pada penderita hemofilia.

1.4.2 Menjadi sumber pengetahuan bagi masyakat agar dapat meningkatkan angka

harapan hidup bagi penderita hemofilia.

Page 7: KEADAAN HEMOSTASIS PADA PENDERITA HEMOFILIA

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Darah

Darah adalah komponen penting yang terdiri dari komponen cair dan padat.

Komponen cair disebut plasma dan yang padat disebut sel darah. Beberapa unsur sel

darah antara lain sel darah merah (eritrosit), sel darah putih (leukosit) dan keping darah

yang disebut trombosit. Pembentukan dan pematangan sel darah ini terjadi di sumsum

tulang, proses pembentukan sel darah ini disebut hematopoiesis (Price dan Wilson,

2013). Volume darah secara keseluruhan rata-ratanya adalah 5 liter. Sekitar 55% nya

adalah cairan, sedangkan 45% terdiri atas sel darah, angka ini dinyatakan dalam nilai

hematokrit atau volume sel darah yang dipadatkan berkisar antara 40% sampai 47%

(Pearce, 2009).

2.2 Komponen darah

Komponen darah manusia dapat terbagi menjadi dua bagian besar, yakni plasma darah

dan sel-sel darah. Kandungan plasma darah ini sebesar 55% di dalam darah, sedangkan

kandungan sel-sel darah ini sebesar 45%. Dan volume darah hanya 7-8% dari berat badan

tubuh kita.

2.2.1 Plasma

Komponen darah yang pertama adalah plasma darah. Pada dasarnya, plasma

darah merupakan air yang mengandung hormon, berbagai jenis protein, berbagai

Page 8: KEADAAN HEMOSTASIS PADA PENDERITA HEMOFILIA

jenis garam, dan lain-lain. Persentase kandungannya sebesar 90% air, 7% protein,

0,9% garam dan 0,1% adalah glukosa. Selain itu, plasma darah juga memiliki

kandungan pH sebesar 6,8-7,7. Kandungan protein dalam plasma darah adalah

seberat sekitar 200-300 gram dari total berat seluruh plasma darah di dalam tubuh

kita. Nantinya, protein ini akan membentuk koloid yang dapat memberikan

pengaruh terhadap tingkat kekentalan pada darah. Jenis-jenis protein yang

terkandung dalam plasma darah, yakni albumin, beta globulin dan fibrinogen.

Albumin biasanya disebut sebagai serum albumin dan memiliki volume yang

besar dibandingkan jenis asam yang lainnya, yaitu sebesar 4-5% (Mallo et al.,

2012). Selain itu, plasma darah juga memiliki beberapa fungsi yang sangat

penting, antara lain :

1. Sebagai transportasi

Salah satu fungsi paling penting plasma darah yakni sebagai transportasi

hasil metabolisme yang diperlukan oleh tubuh. Saat makanan dicerna oleh

usus kemudian dipecah menjadi komponen-komponen yang lebih kecil

seperti lipid, glukosa, dan asam lemak, plasma darah berfungsi

mentransformasikan seluruh komponen tersebut ke seluruh tubuh. Selain itu,

plasma darah juga berfungsi sebagai pengangkut zat sisa hasil metabolisme

menuju alat-alat eksresi tubuh, seperti urea, amonium garam yang bisa

dikeluarkan melalui ginjal.

2. Penjaga keseimbangan elektrolit di dalam darah.

Plasma darah membawa garam ke seluruh tubuh, hal ini disebut elektrolit.

Garam-garam tersebut antara lain seperti natrium, kalsium, kalium,

Page 9: KEADAAN HEMOSTASIS PADA PENDERITA HEMOFILIA

magnesium, dan klorida. Kandungan ini sangat penting bagi fungsi tubuh.

Tanpa garam-garam ini, otot tidak akan bisa berkontraksi dan saraf-saraf

tidak akan bisa mengirim sinyal dari dan ke otak.

3. Mempertahankan tubuh

Plasma membawa banyak protein lain ke seluruh tubuh. Contohnya adalah

immunoglobulin yang juga dikenal sebagai antibodi merupakan protein yang

melawan zat asing, seperti bakteri yang menyerang tubuh. Ada juga protein

fibrinogen yang diperlukan untuk membantu trombosit dalam proses

pembekuan darah. Dengan protein ini, plasma darah memiliki peran penting

dalam mempertahankan tubuh terhadap infeksi dan kehilangan darah dalam

jumlah yang besar.

2.2.2 Sel-sel Darah

Sel darah pada manusia dapat dibagi menjadi tiga, yakni sel darah merah

(eritrosit), sel darah putih (leukosit), dan keping-keping darah atau trombosit

(Fajrina et al., 2016).

1. Sel darah merah (Eritrosit)

Sel darah merah merupakan salah satu penyusun jaringan darah pada

manusia yang paling besar. Pada wanita, kandungan eritrositnya sekitar 4,5

juta/mm3, sedangkan pada laki-laki, kandungan eritrositnya sekitar 5 juta/mm3.

Sel darah merah berbentuk seperti cakram dengan diameter 75 nm, dan memiliki

ketebalan di tepi 2 nm dan ketebalan ditengah 1 nm. Pada orang dewasa, sel

darah merah dibentuk di dalam sumsum tulang. Sel pembentuk ini dinamakan

osteoblast. Namun pada embrio, sel darah merah dibentuk di dalam hati dan

limpa. Warna merah pada sel darah merah disebabkan karena pigmen merah

yang disebut hemoglobin (Hb). Hemoglobin adalah suatu protein yang terdiri

Page 10: KEADAAN HEMOSTASIS PADA PENDERITA HEMOFILIA

atashemin yang mengandung zat besi serta globin. Hb ini mempunyai daya ikat

tinggi terhadap O2. Dalam peredarannya menuju seluruh tubuh, oksigen diikat

oleh Hb yang kemudian diberi nama oksihemoglobin. Selain mengikat O2, Hb

juga dapat mengikat CO2 dan sisa metabolisme tubuh untuk dikeluarkan ke luar

tubuh melalui organ-organ ekskresi, Hb tersebut dinamakan

karbominohemoglobin.

2. Sel darah putih (Leukosit)

Sel darah putih merupakan salah satu mekanisme pertahanan tubuh

terhadap infeksi dari luar tubuh. Saat terjadi luka, maka sel darah putih akan

berkumpul di tempat terjadinya luka yang merupakan jalur masuk bagi bakteri

dan virus. Saat ada bakteri atau virus yang masuk, maka sel darah putih akan

menyerang virus atau bakteri tersebut yang hasilnya akan menimbulkan nanah.

Sel darah putih memilki nukleus yang bentuknya bervariasi. Ukurannya sekitar

10 nm – 25 nm. Sel darah putih berfungsi untuk melindungi badan dari infeksi

penyakit serta sebagai antibodi di dalam tubuh. Jumlah sel darah putih dalam

tubuh lebih sedikit daripada sel darah merah dengan perbandingan 1:700.

Jumlah sel darah putih di dalam tubuh berkisar antara 5.000–9.000 butir/mm3,

namun jumlah ini bisa saja naik atau turun. Salah satu faktor penyebab turunnya

sel darah putih adalah karena infeksi kuman/penyakit. Pada kondisi sel darah

putih yang turun di bawah normal disebut dengan leukopenia, sedangkan saat di

mana jumlah sel darah putih naik di atas jumlah normal disebut dengan

leukositosis. Sel darah putih diproduksi di dalam sumsum tulang, limfe, dan

kelenjar limfe.

Page 11: KEADAAN HEMOSTASIS PADA PENDERITA HEMOFILIA

Sel darah putih terdiri dari agranulosit dan granulosit. Agranulosit

merupakan leukosit dimana plasmanya tidak bergranula, sedangkan granulosit

merupakan leukosit dimana plasmanya memiliki granula.

2.1 Granulosit (leukosit bergranula)

2.1.1 Neutrofil, plasmanya bersifat netral, inti selnya sering kali berjumlah

banyak dengan bentuk bermacam-macam, bersifat fagositosis

terhadap eritrosit.

2.1.2 Eosinofil, plasmanya bersifat asam sehingga akan berwarna merah

tua bila ditetes eosin, bersifat fagosit dan jumlahnya akan meningkat

jika tubuh terkena infeksi.

2.1.3 Basofil, plasmanya bersifat basa sehingga akan berwarna biru jika

ditetesi larutan basa, jumlahnya bertambah banyak jika terjadi infeksi,

bersifat fagosit, mengandung heparin, yaitu zat kimia anti

penggumpalan.

2.2 Agranulosit (leukosit tidak bergranula)

2.2.1 Limfosit, tidak dapat bergerak, berinti satu, ukuran ada yang besar dan

ada yang kecil, berfungsi untuk membentuk antibodi.

2.2.2 Monosit, dapat bergerak seperti Amoeba, mempunyai inti yang bulat

atau bulat panjang, diproduksi pada jaringan limfa dan bersifat

fagosit.

Page 12: KEADAAN HEMOSTASIS PADA PENDERITA HEMOFILIA

3. Keping darah (Trombosit)

Di dalam darah mengandung protein (trombin) yang akan larut dalam plasma

darah yang mengubah fibrinogen menjadi fibrin atau benang-benang. Fibrin

tersebut akan membentuk anyaman dan terisi keping darah, sehingga

menyebabkan penyumbatan dan akhirnya darah membeku. Kulit terluka

mengakibatkan darah keluar dari pembuluh darah. Trombosit juga ikut keluar

bersama darah kemudian menyentuh permukaan-permukaan kasar dan akan

menyebabkan trombosit pecah. Trombosit akan mengeluarkan zat (enzim) yang

disebut trombokinase. Trombokinase ini akan masuk ke dalam plasma darah dan

akan mengubah protrombin menjadi enzim aktif yang disebut dengan trombin.

Perubahan tersebut dipengaruhi oleh ion kalsium (Ca2+) di dalam plasma darah.

Protrombin merupakan senyawa protein yang larut di dalam darah yang

mengandung globulin. Zat ini adalah enzim yang belum aktif yang dibentuk oleh

hati. Pembentukannya dibantu oleh vitamin K. Trombin yang terbentuk tersebut

akan mengubah fibrinogen menjadi benang-benang fibrin. Terbentuknya

benang-benang fibrin ini akan menyebabkan luka tertutup sehingga darah tidak

mengalir keluar lagi. Fibrinogen merupakan sejenis protein yang larut dalam

darah.

2.3 Fungsi Darah

Fungsi darah di dalam tubuh yang terpenting yaitu sebagai alat transportasi, misalnya

membawa dan menghantarkan nutrisi dan bahan kimia dari saluran pencernaan ke

seluruh jaringan tubuh. Menghantarkan oksigen dari paru-paru ke jaringan tubuh.

Membawa keluar sisa metabolisme dan karbondioksida untuk diekskresi. Membantu

mengangkut hormon dan enzim dari tempat produksi ke organ target (Siswanto, 2017).

Page 13: KEADAAN HEMOSTASIS PADA PENDERITA HEMOFILIA

Selanjutnya darah juga memiliki fungsi mempertahankan temperatur atau suhu tubuh

karena darah dalam arteri mempunyai panas spesifik yang tinggi. Sel darah putih sebagai

media pertahanan tubuh terhadap mikroorganisme. Mempertahankan keseimbangan

asam basa untuk menghindari kerusakan jaringan dengan menggunakan hemoglobin,

oksihemoglobin, bikarbonat, fosfat, dan protein plasma (Fajrina, 2016).

2.4 Hemostasis

Hemostasis adalah mekanisme tubuh yang berfungsi dalam pencegahan kehilangan

darah yang berlebih saat terjadinya trauma ataupun luka. Terdapat tiga kompartemen

penting di dalam hemostasis dan berkaitan dengan trombosit, protein darah dan jaringan-

jaringan fibrin pembuluh darah (Mahmuddin, 2015). Hemostasis merupakan suatu fungsi

tubuh yang berperan untuk mempertahankan keenceran darah sehingga darah tetap

mengalir pada pembuluh darah dan dapat menutup kerusakan dinding pembuluh darah

sehingga mengurangi kehilangan darah pada saat terjadinya kerusakan pembuluh darah.

Terdapat empat sistem yang dilibatkan dalam hemostasis diantaranya yaitu sistem

vaskuler, sistem trombosit, sistem koagulasi, dan sistem fibrinolisis. Keempat sistem

tersebut harus saling berkoordinasi untuk mendapatkan hemostasis yang baik.

2.4.1 Komponen Hemostasis

Hemostasis terdiri atas beberapa komponen yaitu diantaranya trombosit dan

endotel vaskuler (Kemenkes RI, 2018). Berikut penjelasannya:

1. Trombosit

Trombosit merupakan sel yang ikut terlibat dalam proses hemostasis.

Trombosit dihasilkan dari megakariosit. Jumlah trombosit yang terdapat pada

Page 14: KEADAAN HEMOSTASIS PADA PENDERITA HEMOFILIA

darah normal adalah 150.000-450.000/ μL, tetapi 5% populasi normal memiliki

hitung trombosit di luar rentang nilai normal. Hormon trombopoietin (TPO)

merupakan regulator utama produksi trombosit, terutama yang disintesis pada

hepar. Dalam sirkulasinya rata-rata masa hidup trombosit adalah 7-10 hari

(Sianipar, 2014).

2. Endotel vaskuler

Sel endotel vaskular melapisi seluruh sistem peredaran darah, dari jantung

hingga kapiler terkecil. Sel ini memiliki fungsi unik dalam biologi vaskular.

Fungsi sel endotel vaskular yaitu filtrasi cairan, tonus pembuluh darah,

hemostasis, pengerahan neutrofil, dan lalu lintas hormon.

2.5 Mekanisme Hemostasis

Pada pembuluh darah yang mengalami kerusakan terjadi vasokonstriksi inisial

sehingga aliran darah di sebelah distal cedera terganggu (Kemenkes RI, 2018).

Hemostasis memiliki 3 fase yaitu :

1. Pembekuan pada proses pembentukan agregasi trombosit yang masih awal, masih

longgar dan bersifat sementara pada tempat luka. Kolagen diikat oleh trombosit pada

luka pembuluh darah dan selanjutnya diaktifkan oleh trombin yang terbentuk dalam

kaskade peristiwa koagulasi pada tempat yang sama, atau oleh ADP yang dilepaskan

trombosit aktif lainnya. Pada pengaktifan, trombosit akan berubah bentuk dan dengan

adanya fibrinogen, trombosit kemudian melakukan proses agregasi untuk membentuk

sumbat hemostatik ataupun trombus (Kemenkes RI, 2018).

Page 15: KEADAAN HEMOSTASIS PADA PENDERITA HEMOFILIA

2. Terbentuknya jaring atau benang fibrin yang terikat dengan agregat trombosit

sehingga terjadi sumbatan hemostatik atau disebut juga dengan trombus yang kuat dan

stabil (Kemenkes RI, 2018).

3. Proses pelarutan parsial atau total agregat hemostatik atau trombus oleh plasmin

(Kemenkes RI, 2018).

Faal hemostasis untuk dapat berjalan normal memerlukan tiga langkah, yaitu :

Langkah I : Langkah pertama ini juga disebut dengan Hemostasis primer, yang

merupakan pembentukan “primary platelet plug”. Hal ini terjadi

apabila terdapat deskuamasi dan luka kecil pada pembuluh darah.

Tunika intima pembuluh darah dan trombosit dilibatkan dalam

langkah ini. Luka akan menginduksi terjadinya vasokonstriksi dan

sumbat trombosit. Sifat dari hemostasis primer ini adalah cepat dan

tidak bertahan lama (Mahmuddin, 2015).

Langkah II : Langkah kedua atau Hemostasis sekunder merupakan pembentukan stable

hemostatic plug (platelet+fibrin plug). Hemostasis sekunder ini

terjadi bila terdapat luka yang relatif besar pada pembuluh darah atau

jaringan lain, sehingga vasokontriksi dan sumbat trombosit belum

cukup untuk mengkompensasi luka tersebut. Trombosit dan faktor

koagulasi serta mencakup pembentukan jaring-jaring fibrin dilibatkan

hemostasis sekunder. Sifat dari hemostasis sekunder ini adalah

delayed and long-term response (Mahmuddin, 2015).

Langkah III : Hemostasis tersier, memiliki tujuan untuk mengontrol agar aktivitas

koagulasi tidak berlebihan. Sistem fibrinolisis terlibat pada

Page 16: KEADAAN HEMOSTASIS PADA PENDERITA HEMOFILIA

hemostasis tersier. Fibrinolisis yang dapat menyebabkan lisis dari

fibrin setelah dinding vaskuler mengalami reparasi sehingga

pembuluh darah kembali (Mahmuddin, 2015).

3.6 Hemofilia

3.6.1 Definisi Hemofilia

Hemofilia merupakan gangguan koagulasi herediter atau didapat yang paling

sering dijumpai, bermanifestasi sebagai episode pendarahan intermiten. Hemofilia

disebabkan oleh mutasi gen faktor VIII (F VIII) atau faktor IX (F IX),

dikelompokkan sebagai hemofolia A dan hemofilia B. Kedua gen tersebut terletak

pada kromosom X, sehingga termasuk penyakit resesif terkait-X (Ginsberg,2008).

Oleh karena itu, semua anak perempuan dari laki-laki yang menderita hemofilia

adalah karier penyakit, dan anak laki-laki tidak terkena. Anak laki-laki dari

perempuan yang karier memiliki kemungkinan 50% untuk menderita penyakit

hemofilia. Dapat terjadi wanita homozigot dengan hemofilia (ayah hemofilia, ibu

karier), tetapi keadaan ini sangat jarang terjadi. Kira-kira 33% pasien tidak

memiliki riwayat keluarga dan mungkin akibat mutasi spontan.

Hemofilia merupakan kelainan perdarahan herediter terikat faktor resesif yang

dikarakteristikkan oleh defisiensi faktor pembekuan esensial yang diakibatkan oleh

mutasi pada kromosom X (Handayani, 2008).

Hemofilia adalah penyakit perdarahan akibat kekurangan faktor pembekuan

darah yang diturunkan (herediter) secara sex-linked recessive pada kromosom X

(Xh). Meskipun hemofilia merupakan penyakit herediter tetapi sekitar 20-30%

pasien tidak memiliki riwayat keluarga dengan gangguan pembekuan darah,

Page 17: KEADAAN HEMOSTASIS PADA PENDERITA HEMOFILIA

sehingga diduga terjadi mutasi spontan akibat lingkungan endogen maupun

eksogen (Aru et al, 2010).

Hemofilia adalah kelompok gangguan perdarahan yang diturunkan dengan

karakteristik defisiensi faktor pembekuan darah. Hemofilia adalah kelainan

perdarahan kongenital terkait kromosom X dengan frekuensi kurang lebih satu per

10.000 kelahiran. Jumlah orang yang terkena di seluruh dunia diperkirakan kurang

lebih 400.000. Hemofilia A lebih sering dijumpai daripada hemofilia B, yang

merupakan 80-85% dari keseluruhan.

2.6.2 Klasifikasi Hemofilia

Menurut Handayani (2008) hemofilia dibagi menjadi tiga bentuk, yaitu sebagai

berikut:

1. Hemofilia A

Hemofilia Ahemofilia yang paling umum ditemukan, keadaan terkait –X

yang disebabkan oleh kekurangan faktor koagulasi VIII. Hemophilia ini juga

disebut hemofilia klasik

2. Hemofilia B

Hemofilia B, jenis hemofilia yang umum ditemukan, keadaan terkait-X

yang disebabkan oleh kekurangan faktor koagulasi IX. Hemophilia ini disebut

juga chrismast disease. Hemofilia B Leyden, bentuk peralihan defisiensi faktor

koagulasi IX, tendensi perdarahan menurun setelah pubertas.

3. Hemofilia C

Hemofilia C, gangguan autosomal yang disebabkan oleh kekurangan faktor

koagulasi XI, terutama terlihat pada orang turunan Yahudi Aohkenazi dan

ditandai dengan episode berulang perdarahan dan memar ringan, menoragia,

Page 18: KEADAAN HEMOSTASIS PADA PENDERITA HEMOFILIA

perdarahan pascabedah yang hebat dan lama, dan masa rekalsifikasi dan

tromboplastin parsial yang memanjang. Disebut juga plasma tromboplastin

antecedent deficiency. PTA deficiency, dan Rosenthal syndrome. (Dorland’s

Ilustrated Medical Dictionary, 29/E. 2002).

Derajat penyakit pada hemofilia :

1. Berat: Kurang dari 1 % dari jumlah normal. Penderita hemofilia berat dapat

mengalami beberapa kali perdarahan dalam sebulan. Kadang-kadang

perdarahan terjadi begitu saja tanpa sebab yang jelas.

2. Sedang: 1% – 5% dari jumlah normalnya. Penderita hemofilia sedang lebih

jarang mengalami perdarahan dibandingkan hemofilia berat. Perdarahan

kadang terjadi akibat aktivitas tubuh yang terlalu berat, seperti olahraga yang

berlebihan.

3. Ringan: 6 % – 50 % dari jumlah normalnya. Penderita hemofilia ringan

mengalami perdarahan hanya dalam situasi tertentu, seperti operasi, cabut

gigi, atau mengalami luka yang serius (Betz, Cecily Lynn. 2009).

2.6.3 Penyebab Hemofilia

Hemofilia adalah penyakit keturunan yang menyebabkan gangguan

pembekuan darah pada faktor VIII (Anti Hemophilic) yang disebut Hemofilia

A, faktor IX (Christmas Factor) yang disebut Hemofilia B dan faktor XI yang

disebut Hemofilia C. Kelainan ini disebabkan oleh mutasi gen kromosom X (X-

linked recessive) sama seperti penyakit keturunan lainnya. Ini berarti penyakit

ini menyebabkan perempuan sebagai carrrier (pembawa sifat) kepada anak laki-

laki sebagai penderita walaupun 30% dari penderita hemofilia tidak memiliki

Page 19: KEADAAN HEMOSTASIS PADA PENDERITA HEMOFILIA

keluarga sebagai penderita hemofilia. Hal ini dikarenakan sebagian besar kasus

hemofilia disebabkan oleh mutasi gen secara spontan (Ayu, 2016).

Ketika terjadi defisit faktor XIII, IX, dan XI maka pembentukan bekuan

darah akan terlambat dan tidak stabil, oleh karena itu penderita hemofilia

biasanya akan sulit mengalami pendarahan tetapi jika sudah terjadi pendarahan

maka darah akan sulit berhenti. Pada saat ada pendarahan pada ruang yang

tertutup maka akan berhenti akibat efek tamponade tetap jika terjadi pendarahan

pada ruang yang terbuka maka efek tamponade tidak ada dan akan terjadi

pendarahan masif (Bakta, 2017).

2.6.4 Gejala

Gambaran klinis yang sering terjadi pada klien dengan hemofilia adalah

adanya perdarahan berlebihan secara spontan setelah luka ringan,

pembengkakan, nyeri, dan kelainan-kelainan degeneratif pada sendi, serta

keterbatasan gerak. Hematuria spontan dan perdarahan gastrointestinal juga

kecacatan terjadi akibat kerusakan sendi (Handayani, Wiwik, 2008).

Pada penderita hemofilia ringan perdarahan spontan jarang terjadi dan

perdarahan terjadi setelah trauma berat atau operasi. Pada hemofilia sedang,

perdarahan spontan dapat terjadi atau dengan trauma ringan. Sedangkan pada

hemofilia berat perdarahan spontan sering terjadi dengan perdarahan ke dalam

sendi, otot dan organ dalam. Perdarahan dapat mulai terjadi semasa janin atau

pada proses persalinan. Umumnya penderita hemofilia berat perdarahan sudah

mulai terjadi pada usia di bawah 1 tahun. Pendarahan dapat terjadi di mukosa

mulut, gusi, hidung, saluran kemih, sendi lutut, pergelangan kaki dan siku

Page 20: KEADAAN HEMOSTASIS PADA PENDERITA HEMOFILIA

tangan, otot iliospoas, betis dan lengan bawah. Pendarahan di dalam otak, leher

atau tenggorokan dan saluran cerna yang masif dapat mengancam jiwa.

Menurut Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (2006)

dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam menyatakan bahwa Hemartrosis paling

sering ditemukan (85%) dengan lokasi berturut-turut sebagai berikut, sendi

lutut, siku, pergelangan kaki, bahu, pergelangan tangan dan lainnya. Sendi

engsel lebih sering mengalami hemartrosis dibandingkan dengan sendi peluru

karena ketidakmampuannya menahan gerakan berputar dan menyudut pada saat

gerakan volunter maupun involunter, sedangkan sendi peluru lebih mampu

menahan beban tersebut karena fungsinya.

Hematoma intramaskuler terjadi pada otot – otot fleksor besar, khususnya

pada otot betis, otot-otot region iliopsoas (sering pada panggul) dan lengan

bawah. Hematoma ini sering menyebabkan kehilangan darah yang nyata.

Pendarahan intracranial bisa terjadi secara spontan atau trauma yang

menyebabkan kematian. Retriperitoneal dan retrofaringeal yang membahayakan

jalan nafas dan mengancam kehidupan. Kulit mudah memar, pendarahan

memanjang akibat luka, hematuria spontan, epiktasis, hemartrosis (perdarahan

pada persendian menyebabkan nyeri, pembengkakan, dan keterbatasan gerak,

serta pendarahan jaringan lunak. Pembengkakan, keterbatasan gerak, nyeri dan

kelainan degenerative pada persendian yang lama kelamaan dapat

mengakibatkan kecacatan (Aru et al, 2010).

2.7 Kelainan Darah Pada Penderita Hemofilia

Hemofilia adalah kelainan koagulasi arah bawaan yang paling sering dan serius,

berhubungan dengan defisiensi faktor VIII, IX atau XI. Biasanya hanya terdapat pada

Page 21: KEADAAN HEMOSTASIS PADA PENDERITA HEMOFILIA

anak laki-laki, terpaut kromosom x dan bersifat resesif. Sekitar 80% kasus hemofilia

adalah hemofilia A. Hemofilia jenis ini disebut juga hemofilia klasik, karena jenis

hemofilia ini adalah paling banyak kekurangan faktor pembekuan pada darah. Penyakit

ini disebabkan oleh defisiensi faktor VIII (globulin atau faktor anti hemolitik) yang

diturunkan secara genetik (Antihaemophilic Factor). Mekanisme pembekuan pada

penderita hemofili mengalami gangguan yaitu jumlah pembeku darah jenis tertentu

kurang dari jumlah normal, bahkan hampir tidak ada. Darah pada seorang penderita

hemofilia tidak dapat membeku dengan sendirinya secara normal. Proses pembekuan

pada seorang penderita hemofilia tidak secepat dan sebanyak orang lain yang normal. Ia

akan lebih banyak membutuhkan waktu untuk proses pembekuan darahnya. Penderita

hemofilia kebanyakan mengalami gangguan perdarahan dibawah kulit, seperti luka

memar jika sedikit mengalami benturan, atau luka memar timbul dengan sendirinya jika

penderita telah melakukan aktifitas yang berat, pembengkakan pada persendian, seperti

lutut, pergelangan kaki atau siku tangan.Pada kasus hemofilia ringan sampai sedang

menunjukan riwayat perdarahan yang terus-menerus yang sering melibatkan rongga

mulut. Penderita hemofilia-A dapat mengalami perdarahan spontan pada gingiva yang

mengalami inflamasi (Afanty, 2008).

Hemofilia adalah gangguan perdarahan bersifat herediter yang berkaitan dengan

defesiensi atau kelainan biologik faktor VIII, Faktor X dan faktor XI dalam plasma.

Hemofilia merupakan penyakit gangguan pembekuan darah yang diturunkan melalui

kromosom X. Karena itu, penyakit ini lebih banyak terjadi pada pria karena mereka

hanya mempunyai kromosom X, sedangkan wanita umumnya terjadi pembawa sifat saja

(carrier). Namun, wanita juga bisa menderita hemofilia jika mendapatkan kromosom X

dari ayah hemofilia dan ibu pembawa carrier serta bersifat letal (Summer, 2010). Gejala

yang paling sering terjadi pada hemofilia ialah perdarahan, baik yang terjadi di dalam

Page 22: KEADAAN HEMOSTASIS PADA PENDERITA HEMOFILIA

tubuh (internal bleeding) maupun yang terjadi di luar tubuh (external bleeding). Internal

bleeding yang terjadi dapat berupa: hyphema, hematemesis, hematoma, perdarahan

intrakranial, hematuria, melena, dan hemartrosis. Terdapatnya external bleeding dapat

bermanifestasi sebagai pendarahan masif dari mulut ketika ada gigi yang tanggal

(Prastowo, 2010).

Secara umum, penderita hemofilia parah atau berat yang hanya memiliki faktor VIII

atau faktor IX kurang dari 1% dari jumlah normal di dalam darahnya, dapat mengalami

beberapa kali pendarahan dalam sebulan. Kadang-kadang pendarahan terjadi begitu saja

tanpa sebab yang jelas. Penderita sedang lebih jarang mengalami perdarahan

dibandingkan hemofilia berat. Perdarahan kadang terjadi akibat aktifitas tubuh yang

terlalu berat, seperti olahraga yang berlebihan. Penderita hemofilia ringan lebih jarang

mengalami perdarahan. Mereka mengalami masalah perdarahan hanya dalam situasi

tertentu, seperti operasi, cabut gigi atau mengalami luka yang serius. Wanita hemofilia

ringan mungkin akan mengalami perdarahan lebih pada saat mengalami menstruasi

(Koesema, 2008).

2.8 Keadaan Hemostasis Pada Penderita Hemofilia

Hemostasis bergantung pada beberapa faktor diantaranya faktor koagulasi, trombosit

dan pembuluh darah. Mekanisme hemostasis terdiri dari respons pembuluh darah, adesi

trombosit, agregasi trombosit, pembentukan bekuan darah, stabilisasi bekuan darah,

pembatasan bekuan darah pada tempat cedera oleh regulasi antikoagulan, dan pemulihan

aliran darah melalui proses fibrinolisis dan penyembuhan pembuluh darah (Kemenkes

RI, 2018).

Cidera yang terjadi pada pembuluh darah akan menyebabkan vasokonstriksi

pembuluh darah dan terpaparnya darah terhadap matriks subendotelial. Faktor von

Page 23: KEADAAN HEMOSTASIS PADA PENDERITA HEMOFILIA

Willebrand (vWF) akan aktif yang diikuti dengan adesi trombosit. Setelah proses ini,

adenosine diphosphatase, tromboxane A2 dan protein lain trombosit dilepaskan granul

yang berada di dalam trombosit dan menyebabkan agregasi pada trombosit. Selain itu,

cidera yang terjadi pada pembuluh darah juga melepaskan tissue factor dan melakukan

perubahan pada permukaan pembuluh darah, sehingga memulai kaskade pembekuan

darah dan menghasilkan fibrin. Bekuan fibrin dan trombosit ini akan distabilkan oleh

faktor XIII (Ariambarini, 2016).

Penderita hemofilia mengalami defisit F VIII atau F IX yang mengakibatkan tidak

stabilnya pembentukan bekuan darah. Pendarahan yang terjadi di dalam ruang tertutup

seperti pada sendi, proses perdarahan terhenti akibat adanya efek tamponade.

Namun pada luka terbuka tidak ada efek tamponade dan pendarahan masih dapat terjadi.

Defisit F VIII dan F IX ini disebabkan oleh mutasi yang terjadi pada gen F8 dan F9.

2.9 Penatalaksanaan Hemofilia

2.9.1 Terapi Suportif

1. Melakukan pencegahan baik menghindari luka atau benturan

2. Merencanakan suatu tindakan operasi serta mempertahankan kadar aktivitas

faktor pembekuan sekitar 30-50%

3. Lakukan Rest, Ice, Compressio, Elevation (RICE) pada lokasi perdarahan

untuk mengatasi perdarahan akut yang terjadi.

4. Kortikosteroid, untuk menghilangkan proses inflamasi pada sinovitis akut

yang terjadi setelah serangan akut hemartrosis

5. Analgetik, diindikasikan pada pasien hemartrosis dengan nyeri hebat, hindari

analgetik yang mengganggu agregasi trombosit

Page 24: KEADAAN HEMOSTASIS PADA PENDERITA HEMOFILIA

6. Rehabilitasi medik, sebaiknya dilakukan sedini mungkin secara komprehensif

dan holistic dalam sebuah tim karena keterlambatan pengelolaan akan

menyebabkan kecacatan dan ketidakmampuan baik fisik, okupasi maupun

psikososial dan edukasi. Rehabilitasi medis atritis hemofilia meliputi : latihan

pasif/aktif, terapi dingin dan panas, penggunaan ortosis, terapi psikososial dan

terapi rekreasi serta edukasi.

2.9.2 Terapi Pengganti Faktor Pembekuan

Dilakukan dengan memberikan F VIII atau F IX baik rekombinan,

kosentrat maupun komponen darah yang mengandung cukup banyak faktor

pembekuan tersebut. Hal ini berfungsi untuk profil aktif/untuk mengatasi

episode perdarahan. Jumlah yang diberikan bergantung pada faktor yang

kurang.

2.9.3 Terapi lainnya

1. Pemberian DDAVP (desmopresin) pada pasien dengan hemofili A ringan

sampai sedang. DDAVP meningkatkan pelepasan factor VIII.

2. Pemberian prednisone 0.5-1 mg/kg/bb/hari selama 5-7 hari mencegah

terjadinya gejala sisa berupa kaku sendi (atrosis) yang mengganggu aktivitas

harian serta menurunkan kualitas hidup pasien Hemofilia (Aru et al, 2010)

3. Transfusi periodik dari plasma beku segar (PBS)

4. Hindari pemberian aspirin atau suntikan secara IM

5. Membersihkan mulut sebagai upaya pencegahan

6. Bidai dan alat orthopedic bagi pasien yang mengalami perdarahan otak dan

sendi (Handayani, Wiwik, 2008).

Page 25: KEADAAN HEMOSTASIS PADA PENDERITA HEMOFILIA

16

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Hemofilia merupakan penyakit yang diturunkan dari orang tua dan menyebabkan

gangguang hemostasis. Hemofilia disebabkan oleh mutasi gen kromoson x (x-linked

recessive) sehingga wanita cenderung menjadi pembawa sifat sedangkan laki-laki

sebagian besar menjadi penderita. Gangguan hemostasis yang terjadi yaitu kurangnya

atau bahkan tidak adanya faktor koagulasi VIII (Anti Hemophilic) untuk penderita

hemofilia A, kurang atau tidak adanya faktor koagulasi IX untuk penderita Hemofilia B

dan kurangnya atau tidak adanya faktor koagulasi XI. Penderita hemofilia biasanya sulit

untuk mengalami pendarahan tetapi ketika sudah mengalami pendarahan akan sangat

susah untuk membeku. Tentunya penyakit ini merupakan penyakit yang tidak bisa

disembuhkan dan hanya dapat dicegah serta diobati gejalanya seperti melakukan terapi

suportif yaitu mencegah adanya benturan yang menyebabkan luka, melakukan RICE,

melakukan operasi untuk mempertahankan faktor koagulasi, meminum obat anti nyeri

jika seandainya gejala klinis meradang dan melakukan rehabilitas medik.

3.2 Saran

3.2.1 Saran kepada masyarakat

Penyakit ini merupakan penyakit keturunan yang jelas saja sangat tidak

mungkin untuk dicegah melainkan penyakit ini hanya dapat diatasi gejalanya

saja. Cara mengatasinya dengan melakukan terapi. Berbagai macam terapi

Page 26: KEADAAN HEMOSTASIS PADA PENDERITA HEMOFILIA

17

untuk hemofilia memang tidak akan menyembuhkan penyakit hemofilia tetapi

dengan dilakukannya terapi-terapi tersebut maka diharapkan angka harapan

hidup pasien meningkat.

3.2.2 Saran kepada mahasiswa

Sebagai calon tenaga kesehatan kita seharusnya dapat melakukan sosialisasi

guna memberikan edukasi mengenai terapi dan penatalaksanaan penyakit

hemofilia kepada masyarakat. Di zaman globalisasi ini para peneliti banyak

menciptakan terapi maupun penatalaksanaan lainnya untuk mempertahankan

angka harapan hidup penderita hemofilia. Terapi yang ada seperti terapi yang

mengobati gejala dari hemofilia, penambahan faktor VIII, IX, dan XI yang

merupakan penyebab hemofilia, donor komposisi darah yang dibutuhkan

serta terapi lainnya. Oleh karena itu tenaga kesehatan sebaiknya menyediakan

sarana untuk penatalaksanaan hemofilia lebih banyak agar masyarakat guna

meningkatkan angka harapan hidup penderita hemofilia.

Page 27: KEADAAN HEMOSTASIS PADA PENDERITA HEMOFILIA

1

DAFTAR PUSTAKA

Afanty, A. 2008. Perawatan Gingivitis pada Penderita Hemofilia-A (Gingivitis

Treatment in Children with Hemofilia-A). Jurnal Kedokteran Gigi Indonesia

(PDGI). Edisi Khusus PIN IKGIA II: 191-194.

Ariambarini, 2016, Patofisiologi Hemofilia B, diakses pada tanggal 15 November 2018

(20:35),

tersedia di http://repository.unair.ac.id/68213/3/Fis.S.34.17%20.%20Ayu.o%20-

%20JURNAL.pdf

Aru, W., Sudoyo. 2010. Ilmu Penyakit dalam Jilid II: Edisi V. Jakarta: Interna Publishing.

Ayu, Y.A.W. 2016. Orientasi Kesehatan Penderita Hemofilia dalam Proses Pengobatan

(Studi Kualitatif tentang Tindakan Sosial Penderita Hemofili di RSUD Dr.

Soetomo Surabaya). Jurnal Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

Airlangga. Surabaya.

Cecily, L., Betz. 2009. Buku Saku Keperawatan Pediatrik alih bahasa Eni Meiliya.

Edisi 5. EGC.Jakarta.

Fajrina, S.N. 2016. Jenis-Jenis Sel Darah Beserta Fungsinya. Laporan Praktikum

Fakultas Ilmu Keperawatan dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah.

Semarang.

Ginsberg, L. 2008. Lecture Notes Neurologi. Erlangga. Jakarta.

Handayani, Wiwik dan Haribowo, A.S. 2008. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan

Gangguan Sistem Hematologi. Salemba Medika. Jakarta

Page 28: KEADAAN HEMOSTASIS PADA PENDERITA HEMOFILIA

2

Bakta, I.M. 2017. Hematologi Klinik Ringkas EGC. Jakarta.

Kemenkes RI. 2018. Bahan Ajar Teknologi Laboratorium Medik (LTM) Hemostasis.

Jakarta.

Koesoema., A.M. 2008. Penyakit Hemofilia di Indonesia Masalah Diagnostik dan

Pemberian Komponen Darah. Tesis. Universitas Sumatra Utara. Medan.

Mahmuddin, I. 2015. Efek Antiperdarahan Alga Coklat (Sargassum sp. dan Padina sp.)

pada Luka Potong Ekor Mencit (Mus Musculus) (Pilot Study). Skripsi. Fakultas

Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin. Makassar.

Mallo, P. Y., Sompie, U. A. Nerasiang, dan B. S. Baharudin. 2012. Rancang Bangun

Alat Ukur Kadar Hemoglobin dan Oksigen Dalam Darah dengan Sensor

Oximeter Secara Non-Invasive. Jurnal Teknik Elektro dan Komputer 1(1).

Maritalia, R. 2012. Biologi Reproduksi. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.

Pearce, EC. 2009. Anatomi Fisiologi untuk Paramedis. Gramedia. Jakarta.

Prasetyawaty, F., L. Sukrisman, B. Setyohadi, S. Setiati, dan M. Prasetyo. 2016.

Prediktor Kualitas Hidup terkait Kesehatan pada Pasien Hemofilia Dewasa di

Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. Jurnal Penyakit Dalam Indonesia 3(3): 116-

124.

Prastowo, D. 2010. Penanganan Dental pada Pasien Hemofilia. Majalah Kedokteran

Gigi. Edisi Khusus Temu Ilmiah Nasional: 312-315.

Price, S.A., Wilson , L.M. 2013. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.

Edisi VI. EGC. Jakarta

Page 29: KEADAAN HEMOSTASIS PADA PENDERITA HEMOFILIA

3

Sianipar, Nicholas Benedictus. 2014. Trombositopenia dan Berbagai Penyebabnya.

CDK-217 41(6).

Siswanto. 2017. Darah dan Cairan Tubuh. Diktat Laboratorium Fisiologi Veteriner.

Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana. Denpasar.

Summer, E. 2010. Guidelines for the Management of Hemofilia. Montreal. World

Federation of Hemofilia.