kasus dan penjelasan non-maleicience
DESCRIPTION
medicalTRANSCRIPT
MAKALAH
Kaedah Dasar BioetikNon-Maleficence
YOHANES TJANDRA
110111300
FAKULTAS KEDOKTERAN UMUMUNIVERSITAS SAM RATULANGIMANADO
2011
BAB IPENDAHULUAN
I. Latar BelakangEtika merupakan bagian filsafat yang meliputi hidup baik, menjadi orang yang baik, berbuat baik dan menginginkan hal baik dalam hidup. Etika ini adalah studi tentang moralitas atau tentang etika dalam arti pertama. Etika ini mempelajari kehidupan baik atau buruk dalam arti moral dan coba menentukan yang harus dilakukan atau tidak boleh dilakukan. Etika ini termasuk filsafat dan karena itu disebut juga etika filosofi atau filsafat moral.Masalah-masalah etika yang sama sekali baru merupakan latar bagi munculnya bioetika. Bioetika tidak menjadi mode sesaat saja, sebagaimana terjadi dengan cukup banyak inovasi intelektual lainnya. Di Indonesia pun bioetika sudah bukan benda asing lagi, terutama dalam kalangan akademis.Dalam praktiknya, seorang dokter harus melakukannya sesuai kaidah dasar bioetik. Kaidah dasar bioetik termasuk dalam prinsip-prinsip moral yaitu beneficence, non-maleficence, autonomidanjustise.II. MasalahBerdasarkan latar belakang penulis mengambil satu masalah pokok, yaitu:1. Bagaimanakah analisis kasus menurut kaidah dasar bioetik Non-Maleficence?
III. TujuanDari permasalahan di atas dapat dirumuskan tujuan dari makalah ini adalah untuk mengetahui analisis kasus menurut kaedah dasar bioetik Non-Maleficence
BAB IIISI2.1 KasusKeluarga Tn S begitu terkejut mengetahui laki-laki usia 30 tahun tersebut mengalami kecelakaan lalu lintas. Selama tujuh hari dia tidak sadarkan diri dan mendapatkan perawatan di Rumah Sakit. Hasil pemeriksaan CT Scan kepala menunjukkan adanya gumpalan darah di dalam otak kanan bagian depan. Gumpalan darah tersebut mengakibatkan proses kerusakan otak terus berlanjut dan bila tidak dihentikan akan memperparah kondisi penderita bahkan menyebabkan kematian. Untuk menghentikan proses kerusakan otak diperlukan penanganan definitip yaitu tindakan operasi bedah saraf untuk mengambil gumpalan darah tersebut.Setelah melalui berbagai pertimbangan termasuk penjelasan dokter mengenai tujuan dan risiko operasi bedah saraf, keluarga setuju agar dilakukan tindakan operasi untuk mengambil gumpalan darah tersebut. Pada saat operasi, rambut kepala dicukur sesuai dengan lokasi perdarahan. Kepala dibersihkan dengan cairan khusus untuk mengurangi resiko infeksi. Setelah ditentukan lokasi yang sesuai, kulit kepala dibuka lapis demi lapis hingga mencapai tulang kepala. Selanjutnya tulang kepala dibuka menggunakan alat khusus. Perdarahan yang berada dibawah tulang akan segera ditemukan setelah tulang terbuka, namun bila perdarahan terjadi dilapisan yang lebih dalam, maka lapisan pembungkus otak harus dibuka terlebih dahulu untuk mencapai lokasi perdarahan tersebut. Setelah dipastikan semua gumpalan darah dapat terambil dan sumber perdarahannya bisa dihentikan maka dilakukan penutupan operasi. Penutupan dilakukan lapis demi lapis mulai lapisan pembungkus otak, pengembalian tulang ke posisi semula dan penutupan kulit kepala.Pada beberapa kasus, tulang kepala tidak dikembalikan dengan berbagai alasan seperti terkontaminasi kotoran, tulang kepala pecah dalam fragmen-fragmen kecil atau terjadi pembengkakan otak. Pada kondisi tersebut, pemasangan tulang dilakukan beberapa bulan kemudian setelah kondisi penderita membaik.Tindakan operasi lain yang sering dilakukan pada kasus cedera otak adalah pemasangan monitor tekanan otak. Hal ini dilakukan untuk mengetahui tekanan otak sekaligus mengurangi tekanan tersebut dengan mengeluarkan cairan otak. Operasi dilakukan dengan memasang selang khusus ke dalam ruang cairan otak.Setelah operasi penderita dirawat diruang intensive dengan pengawasan khusus. Sebagian penderita tetap tidak sadar dan memerlukan bantuan mesin pernafasan hinggga beberapa jam atau beberapa hari setelah operasi. Bila kesadaran membaik dan penderita bisa bernafas sendiri makan bantuan mesin akan dihentikan.
2.2 Analisis Kasus (Non-Maleficence)Non-maleficenceAda/TidakAnalisa pada kasus
Menolong pasien emergensiAdamengalami kecelakaan dan mengalami penggumpalan darah bagian otak kanan depan
Kondisi untuk menggambarkan criteria ini adalah:a. Pasien dalam keadaan amat berbahaya (darurat)b. Dokter sanggup mencegah bahaya atau kehilangan tersebut.c. Tindakan Kedokteran tadi terbukti efektifManfaat bagi pasien > kerugian dokter (hanya mengalami risiko minimal)
Tidak
Menghormati pasien yang terlukaTidak
Tidak membunuh pasien (tidak melakukan euthanasia)Adatidak mencabut bantuan mesin apabila belum sadar/membaik
Tidak menghina/caci maki/ memanfaatkan pasienTidak
Tidak memandang pasien hanya sebagai objek Tidak
Tidak mengobati secara tidak proposional Adapasien dioperasi dan dirawat secara intensive untuk memantau kesadaran pasien
Mencegah pasien dari bahaya AdaKepala pasien dibersihkan dengan cairan khusus untuk mengurangi resiko infeksi
Menghindari misrepresentasi dari pasien Tidak
Tidak membahayakan kehidupan pasien karena kelalaian Tidak
Memberikan semangat hidup Tidak
Melindungi pasien dari seranganTidak
Tidak melakukan white collar crime dalam bidang kesehatan/ kerumah-sakitan yang merugikan pihak pasien/ keluarganya Tidak
BAB IIIKESIMPULAN3.1 KesimpulanDari pembahasan pada bab 2 penulis menarik kesimpulan, yaitu dokter dalam melakukan praktik harus sesuai KDB. Namun euthanasia masih menjadi kontroversi dan perdebatan di berbagai pihak. Jadi penilaian baik atau tidaknya tindakan euthanasia, tergantung bagaimana pandangan masing-masing individu atau suatu Negara. Jadi dari kasus di atas tentang tindakan cloning itu tidak tepat menurut Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI).3.2 SaranDari peristiwa-peristiwa yang ada penulis memberikan saran, yaitu :1. Dokter dalam melakukan praktik harus sesuai KDB, jangan menganggap pasien adalah orang yang tidak mengerti apa-apa.