analisa kasus isk uretritis non spesifik mawan
TRANSCRIPT
Analisis Resep
INFEKSI SALURAN KEMIH
Disusun Guna Memenuhi Sebagian Syarat untuk Mengikuti Ujian
Ilmu Farmasi Kedokteran
Oleh :
Rahmawan Sakup M.
I1A007044
Pembimbing
Dra. Sulistianingtyas, Apt.
BAGIAN FARMAKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARBARU
2012
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Perihal Resep
Obat berperan penting dalam pelayanan kesehatan. Penanganan dan
pencegahan berbagai penyakit tidak dapat dilepaskan dari tindakan terapi dengan
obat atau farmakoterapi. Berbagai pilihan obat saat ini tersedia, sehingga
diperlukan pertimbangan yang cermat dalam pemilihan obat untuk suatu penyakit,
dengan mempertimbangkan efektivitas, keamanan, efek samping, interaksi antar
obat dan dari segi ekonomi.1
Intervensi farmakoterapi merupakan komponen yang tak terpisahkan
dalam pelayanan kesehatan. Dengan demikian, diperlukan suatu komunikasi yang
baik antara dokter dan penyedia obat agar pasien memperoleh pelayanan medik
yang baik. Salah satu bentuk alat komunikasi tersebut adalah resep.1 2
Resep juga perwujudan hubungan profesi antara dokter, apoteker dan
pasien. Selain itu, resep juga merupakan permintaan tertulis kepada apoteker
untuk mengambilkan obat dan merupakan perwujudan akhir dari kompetensi,
pengetahuan keahlian dokter dalam menerapkan pengetahuannya dalam bidang
farmakologi dan terapi.3,4
Berbagai hal yang perlu diperhatikan dalam penulisan resep mengharuskan
dokter untuk lebih teliti dalam menulis resep. Penulisan resep dan penggunaan
obat yang tidak rasional dapat menurunkan mutu pengobatan dan pelayanan
kesehatan secara langsung maupun tidak langsung. Kerasionalan penulisan resep
1
adalah kesesuaian kombinasi obat dari sudut terjadinya interaksi antar obat dalam
resep yang meliputi interaksi farmakodinamik dan/atau interaksi farmakokinetik.5
1.2. Definisi dan Arti Resep
Definisi
Resep menurut Permenkes RI No. 244 adalah suatu permintaan tertulis
dari dokter, dokter gigi, atau dokter hewan kepada Apoteker Pengelola Apotek
(APA) untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi penderita sesuai peraturan
perundang-undangan yang berlaku. 1
Resep dalam arti yang sempit ialah suatu permintaan tertulis dari dokter,
dokter gigi, atau dokter hewan kepada apoteker untuk membuatkan obat dalam
bentuk tertentu dan menyerahkannya kepada penderita. 2
Arti Resep 1
1. Dari definisi tersebut maka resep bisa diartikan/merupakan sarana komunikasi
profesional antara dokter (penulis resep), APA (apoteker penyedia/pembuat
obat), dan penderita (yang menggunakan obat).
2. Resep ditulis dalam rangka memesan obat untuk pengobatan penderita, maka
isi resep merupakan refleksi/pengejawantahan proses pengobatan. Agar
pengobatan berhasil, resepnya harus benar dan rasional.
1.3. Kertas Resep
Resep dituliskan di atas suatu kertas resep. Ukuran yang ideal ialah lebar
10-12 cm dan panjang 15-18 cm. Dokumentasi berupa pemberian obat kepada
2
1
penderita memang seharusnya dengan resep; permintaan obat melalui telepon
hendaknya dihindarkan. 2
Blanko kertas resep hendaknya oleh dokter disimpan di tempat yang aman
untuk menghindarkan dicuri atau disalahgunakan oleh orang yang tidak
bertanggung jawab, antara lain dengan menuliskan resep palsu meminta obat bius.
Kertas resep harus disimpan, diatur menurut urutan tanggal dan nomor urut
pembuatan serta disimpan sekurang-kurangnya selama tiga tahun. Setelah lewat
tiga tahun, resep-resep oleh apotek boleh dimusnahkan dengan membuat berita
acara pemusnahan seperti diatur dalam SK.Menkes RI
no.270/MenKes/SK/V/1981 mengenai penyimpanan resep di apotek. 2
1.4. Model Resep yang Lengkap
Resep harus ditulis dengan lengkap, supaya dapat memenuhi syarat untuk
dibuatkan obatnya di Apotek. Resep yang lengkap terdiri atas 2 :
1. Nama dan alamat dokter serta nomor surat izin praktek, dan dapat
pula dilengkapi dengan nomor telepon, jam, dan hari praktek.
2. Nama kota serta tanggal resep itu ditulis oleh dokter.
3. Tanda R/, singkatan dari recipe yang berarti “harap diambil”
(superscriptio).
4. Nama setiap jenis atau bahan obat yang diberikan serta jumlahnya
(inscriptio)
a) Jenis/bahan obat dalam resep terdiri dari :
3
Remedium cardinale atau obat pokok yang mutlak harus ada. Obat
pokok ini dapat berupa bahan tunggal, tetapi juga dapat terdiri dari
beberapa bahan.
Remedium adjuvans, yaitu bahan yang membantu kerja obat pokok;
adjuvans tidak mutlak perlu ada dalam tiap resep.
Corrigens, hanya kalau diperlukan untuk memperbaiki rasa, warna
atau bau obat (corrigens saporis, coloris, dan odoris)
Constituens atau vehikulum, seringkali perlu, terutama kalau resep
berupa komposisi dokter sendiri dan bukan obat jadi. Misalnya
konstituens obat minum air
b) Jumlah bahan obat dalam resep dinyatakan dalam suatu berat untuk
bahan padat (mikrogram, miligram, gram) dan satuan isi untuk cairan
(tetes, milimeter, liter).
Perlu diingat bahwa dengan menuliskan angka tanpa keterangan lain, yang
dimaksud ialah “gram”
5. Cara pembuatan atau bentuk sediaan yang dikehendaki
(subscriptio) misalnya f.l.a. pulv = fac lege artis pulveres = buatlah sesuai
aturan obat berupa puyer.
6. Aturan pemakaian obat oleh penderita umumnya ditulis dengan
singkatan bahasa Latin. Aturan pakai ditandai dengan signatura, biasanya
disingkat S.
4
7. Identitas penderita harus dituliskan secara lengkap, meliputi nama
penderita, alamat, umur, dan berat badan pasien, terutama untuk pasien
anak.
8. Tanda tangan atau paraf dari dokter/dokter gigi/dokter hewan yang
menuliskan resep tersebut yang menjadikan resep tersebut otentik. Resep
obat suntik dari golongan Narkotika harus dibubuhi tanda tangan lengkap
oleh dokter/dokter gigi/dokter hewan yang menulis resep, dan tidak cukup
dengan paraf saja.
1.5. Seni dan Keahlian Menulis Resep yang Tepat dan Rasional
Penulisan resep adalah “tindakan terakhir” dari dokter untuk penderitanya,
yaitu setelah menentukan anamnesis, diagnosis, dan prognosis serta terapi yang
akan diberikan; terapi dapat profilaktik, simptomatik, atau kausal. Penulisan resep
yang tepat dan rasional merupakan penerapan berbagai ilmu, karena begitu
banyak variabel-variabel yang harus diperhatikan, maupun variabel unsur obat
dan kemungkinan kombinasi obat, ataupun variabel penderitanya secara
individual. 1
Resep yang jelas adalah tulisannya terbaca. Misalnya nama obatnya ditulis
secara betul dan sempurna/lengkap. Nama obat harus ditulis yang betul, hal ini
perlu mendapat perhatian karena banyak obat yang tulisannya atau bunyinya
hampir sama, sedangkan khasiatnya berbeda. 2
Resep yang tepat, aman, dan rasional adalah resep yang memenuhi lima
tepat, ialah sebagai berikut : setelah diagnosisnya tepat maka kemudian memilih
obatnya tepat yang sesuai dengan penyakitnya diberikan dengan dosis yang tepat,
5
dalam bentuk sediaan yang tepat, diberikan pada waktu yang tepat, dengan cara
yang tepat, dan untuk penderita yang tepat. 2
Kekurangan pengetahuan dari ilmu mengenai obat dapat mengakibatkan
hal-hal sebagai berikut yaitu2 :
Bertambahnya toksisitas obat yang diberikan
Terjadi interaksi antara obat satu dengan obat lain
Terjadi interaksi antara obat dengan makanan atau minuman tertentu
Tidak tercapai efektivitas obat yang dikehendaki
Meningkatnya ongkos pengobatan bagi penderita yang sebetulnya dapat
dihindarkan
1.6. Resep yang Tidak Rasional
Penggunaan obat yang tidak rasional pada dasarnya tidak tetap secara
medik, yaitu tidak tepat indikasi, tidak tepat dosis, cara dan lamanya pemberian,
serta tidak tepat informasi yang disampaikan sehubungan pengobatan yang
diberikan. Ketidakrasionalan penggunaan obat juga terjadi bila risiko penggunaan
obat lebih besar dari manfaatnya. Dalam praktek sehari-hari ketidakrasionalan
penggunaan obat banyak dijumpai dan beragam jenisnya, mulai dari pereesepan
obat tanpa indikasi, pemberian yang tidak tepat, peresepan obat yang mahal atau
manfaatnya masih diragukan serta praktek polifarmasi.4
Penggunaan obat yang tidak rasional dapat diklasifikasikan menjadi:2,4
a. Extravagant prescribing (peresepan yang boros)
6
Keadaan ini ditemukan pada pemberian obat yang harganya mahal
(biasanya obat baru), padahal masih ada obat lama yang harganya masih lebih
murah.
b. Over prescribing (peresepan yang berlebihan)
Keadaan ini dtemukan pada pemberian obat yang tidak diperlukan,
manfaatnya diragukan, diberikan dalam dosis yang berlebihan, atau jangka
pemberian terlalu lama.
c. Incorret prescribing (peresepan yang salah)
Keadaan ini ditemukan pada pemberian obat untuk diagnosis yang salah,
indikasi yang salah atau tidak mempertimbangkan pengaruh factor genetic
maupun lingkungan.
d. Multiple prescribing (peresepan majemuk)
Keadaan ini ditemukan pada pemberian banyak obat untuk satu indikasi
yang sama atau pemberian banyak obat untuk penyakit yang berkaitan dengan
penyakit primer.
e. Under prescribing (peresepan kurang)
Keadaan ini ditemukan bila obat yang dibutuhkan tidak diresepkan atau
pemberian obat dengan dosis kurang atau jangka waktunya kurang.
Penggunaan obat yang tidak rasional mempunyai dampak negatif sebagai
berikut 1 :
7
1. Dampak terhadap mutu pengobatan dan pelayanan, yaitu menghambat upaya
penurunan morbiditas dan mortalitas penyakit, serta mencerminkan bahwa
mutu pengobatan masih kurang.
2. Dampak terhadap biaya pengobatan, yaitu pemberian obat tanpa indikasi,
pada keadaan tidak memerlukan obat atau penggunaan obat yang mahal,
menyebabkan pemboroson biaya obat.
3. Dampak terhadap efek samping dan efek lain yang tidak diharapkan, yaitu
makin banyak obat yang digunakan makin besar juga risiko terjadinya efek
samping, peningkatan resistensi pada pemberian antibiotik secara under atau
over prescribing atau kemungkinan penularan penyakit/terjadinya syok
anafilaktik.
4. Dampak psikososial, yaitu ketergantungan pasien terhadap intervensi obat
atau persepsi yang keliru terhadap pengobatan, misalnya kebiasaan
menyuntik atau pemberian obat penambah nafsu makan.
Infeksi Saluran Kemih
Definisi
A. Pengertian
Infeksi Saluran Kemih (ISK) atau Urinarius Tractus Infection (UTI) adalah
suatu keadaan adanya infasi mikroorganisme pada saluran kemih (3).
Etiologi
Mikroorganisme yang paling sering menyebabkan ISK adalah jenis bakteri
aerob, selain itu bisa juga disebabkan virus, ragi, dan jamur. Adakalanya ISK
tanpa bakteriuria ditemukan pada keadaan-keadaan 5:
8
1. Fokus infeksi tidak melewati urin, misalnya pada lesi dini pielonefritis
karena infeksi hematogen
2. Bendungan total pada saluran yang menderita infeksi
3. Bakteriuria disamarkan karena pemberian antibiotik
Berikut ini adalah mikroorganisme penyebab ISK:
Tabel 1. Mikroorganisme Penyebab ISK5
Mikroorganisme Persentase biakan (>103 cfu/ml)Escherichia coliKlebsiella atau EnterobacterProteus morganella atau ProvideciaPseudomonas aeruginosaStaphylococcus epidermisEnterococciCandida albicansStaphylococcus aureus
50-90%10-405-102-102-102-101-21-2
Penyebab yang terbanyak adalah gram negatif termasuk bakteri yang
biasanya menghuni usus yang kemudian naik ke saluran kemih. Dari gram negatif
ternyata E. Coli menduduki tempat teratas kemudian diikuti Proteus, Klebsiella,
Enterobacter dan Pseudomonas. Virus juga sering ditemukan dalam urin tanpa
gejala ISK akut, Adenovirus tipe 11 dan 12 diduga sebagai penyebab sistitis
hemorogik. Kandida merupakan jamur yang paling sering menyebabkan ISK
terutama pada pasien dengan kateter, pasien DM atau yang mendapat pengobatan
dengan antibiotik spectrum luas 5.
Patogenesis
Masuknya mikroorganisme ke dalam saluran kemih dapat melalui:
a. Penyebaran endogen yaitu kontak langsung dari tempat infeksi terdekat
b. Hematogen
9
c. Limfogen
d. Eksogen sebagai akibat pemakaian alat berupa kateter atau sistoskopi.
Dua jalur utama terjadinya ISK adalah hematogen dan ascending, dari kedua
cara ini yang paling sering adalah ascending 5
1. Infeksi Hematogen
Infeksi hematogen banyak terjadi pada pasien dengan daya tahan tubuh
rendah, karena menderita penyakit kronik atau pasien yang mendapat pengobatan
imunosupresif. Penyebaran hematogen bisa juga timbul akibat adanya focus
infeksi ditulang, kulit atau endotel. Salmonella, Pseudomonas, Candida dan
proteus termasuk jenis bakteri yang dapat menyebar secara hematogen 5.
Beberapa hal yang mempengaruhi dan mempermudah penyebaran
hematogen yaitu:
1. Adanya bendungan total aliran urin
2. Adanya bendungan intrarenal baik karena jaringan parut
maupun terdapat presipitasi obat intra tubular misalnya sulfonamide
3. Faktor vascular misalnya konstriksi pembuluh darah
4. Pemakaian obat analgetik atau estrogen
5. Penyakit ginjal polikistik
6. Penderita DM
Walaupun jarang terjadi, penyebaran hematogen ini dapat mengakibatkan
infeksi ginjal yang berat misalnya Staphylococcus dapat menimbulkan abses
ginjal.
2. Infeksi Ascending
10
a. Kolonisasi uretra dan daerah introitus vagina
Saluran kencing normal umumnya tidak mengandung mikroorganisme
kecuali pada bagian distal uretra yang biasanya juga dihuni oleh bakteri
normal kulit Streptococcus. Disamping bakteri normal flora kulit, pada
wanita daerah 1/3 bagian distal uretra ini disertai jaringan periuretral dan
vestibula vaginalis juga banyak dihuni bakteri yang berasal dari usus karena
letak anus tidak jauh dari tempat tersebut 5.
Faktor predisposisi kolonisasi basil koliform pada wanita didaerah
tersebut diduga karena adanya perubahan flora normal didaerah perineum,
berkurangnya antibodi fokal, bertambahnya daya lekat organisme pada sel
epitel wanita (5).
b. Masuknya mikroorganisme dalam kandung kemih
Proses masuknya mikroorganisme ke dalam kandung kemih belum
diketahui dengan jelas. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi
mikroorganisme ke dalam kandung kemih yaitu:
Faktor anatomi
Kebanyakan ISK terdapat pada wanita karena uretra wanita lebih
pendek dan letaknya dekat anus sedangkan laki-laki bermuara saluran
kelenjar prostat dan secret prostat yang berfungsi sebagai anti bakteri.
Faktor tekanan urin pada waktu miksi
Mikroorganisme naik ke kandung kemih pada waktu miksi karena
tekanan urin dan selama miksi terjadi refluks ke dalam kandung kemih
setelah pengeluaran urin
11
Manipulasi uretra
Misalnya manipulasi manual pada masturbasi atau pada hubungan
sex
Faktor lain
Adanya perubahan hormonal saat menstruasi, kebersihan alat
genitalia bagian luar, adanya bahan antibakteri dalam urine dan
pemakaian kontrasepsi oral.5
c. Multiplikasi bakteri dalam kandung kemih dan
pertahanan kandung kemih.
Pertahanan kandung kemih tergantung dari interaksi 3 faktor yaitu:
Eradikasi organisme yang disebabkan oleh pembilasan dan
pengenceran
Efek antibakteri dari urin karena urine mengandung urea dan asam
organik yang bersifat bakteriostatik
Mekanisme pertahanan mukosa kandung kemih yang instrinsik
diduaga ada hubungannnya dengan mukopolisakarida dan
glikosaminoglikan yang terdapat pada mukosa dan bersifat
bakteriostatik.
Eradikasi bakteri dan kandung kemih tidak terjadi bila terdapat
urine sisa, miksi yang tidak adekuat, benda asing atau batu saluran
kemih, tekanan kandung kemih yang tinggi atau terjadi inflamasi
sebelumnya pada kandung kemih.5
d. Naiknya bakteri dari kandung kemih ke ginjal
12
Disebabkan oleh refluks vesikoureter dan menyebarnya infeksi dari
pelvis ke korteks karena refluks intrarenal. Refluks vesikoureter adalah
keadaan patologis karena tidak berfungsinya valvula vesikoureter
sehingga aliran urin naik dari kandung kemih ke ginjal.5,7
Gejala Klinis
Gejala klinis ISK sesuai dengan bagian saluran kemih yang terinfeksi
sebagai berikut:
ISK bagian bawah, keluhan pasien biasanya rasa sakit atau rasa panas
diuretra sewaktu kencing dengan air kemih yang sedikit-sedikit serta rasa
tidak enak didaerah suprapubik
ISK bagian atas dapat ditemukan gejala sakit kepala, malaise, mual,
muntah, demam, menggigil, rasa tidak enak atau nyeri penggang 5,7
Pasien mungkin hadir dengan gejala yang minimal atau parah. Gejala ISK
ringan mungkin asimptomatik 8
Disuria internal biasanya merujuk ke saluran kemih. Disuria eksternal yang
paling sering mengacu pada vagina.
Gejala mungkin termasuk frekuensi kencing, keraguan, sakit perut bagian
bawah, dan urgensi.
Gross hematuria (hemoragik sistitis) hadir dalam 30-40% kasus perempuan,
paling sering orang dewasa muda. Ini dapat terjadi pada laki-laki tetapi tidak
biasa dan penyebab yang lebih serius harus dipertimbangkan.
Gambaran gejala suprapubik bervariasi dan mungkin termasuk
ketidaknyamanan berat, nyeri, atau tekanan.
13
Gejala pielonefritis akut dapat hadir untuk berbagai derajat.
Keparahan nyeri dapat ringan, sedang, atau berat. Nyeri pinggang dapat
terjadi unilateral atau kadang-kadang bilateral. Ketidaknyamanan atau nyeri
dapat hadir di bagian belakang (bawah atau tengah) dan / atau daerah
suprapubik. Nyeri perut bagian atas tidak biasa, dan radiasi dari rasa sakit
untuk selangkangan adalah sugestif dari batu saluran kemih.
Demam tidak selalu hadir. Saat ini, tidak jarang untuk suhu melebihi 103 ° F
(39,4 ° C).
Pasien mungkin menunjukkan demam dan menggigil dapat hadir dalam
ketiadaan demam menunjukkan.
Malaise dan kelemahan juga dapat hadir.
Gejala gastrointestinal bervariasi. Biasanya ada anoreksia. Mual dan muntah
bervariasi dalam frekuensi dan intensitas dari absen sampai parah. Diare
jarang terjadi.
Laboratorium5,9
1. Urinalisis
a. leukosuria merupakan petunjuk yang penting terhadap dugaan ISK.
Leukosuria dinyatakan positif bila terdapat >5 leukosit/lapang pandang
sedimen air kemih
b. hematuria, dipakai oleh beberapa peneliti sebagai petunjuk adanya
ISK jika dijumpai 5-10 eritrosit/lapang pandang sedimen air kemih
2. Bakteriologis
14
a. Mikroskopis, menggunakan air kemih segar tanpa diputar atau
tanpa pewarnaan gram. Bakteri dinyatakan positif bermakna bila
dijumpai satu bakteri/lapang pandang minyak imersi
b. Biakan bakteri, basil yang bermakna sesuai dengan kriteria Cattell
Wanita, simptomatik
102 organisme koliform/ml urine plus piuria atau
105 organisme patogen apapun/ml urin atau
timbulnya organisme patogen apapun pada urine yang diambil dengan cara
aspirasi suprapubik.
Lelaki, simptomatik
102 organisme patogen/ml urine
Pasien asimtomatik
> 105 organisme patogen/ml urine pada dua contoh urine berurutan.
15
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Resep
Resep yang dianalisis yaitu contoh resep umum dari poliklinik kebidanan
dan penyakit kandungan sebagai berikut:
16
2.1.1 Keterangan Resep
Klinik : Poliklinik Penyakit Dalam
Tanggal : -
Nama Pasien : Tn. Bahri
Umur : 40 Tahun
No. RMK : 0-96-18-07
Alamat : Jl. Sutoyo S. No.36 RT.14
Keluhan Utama : nyeri saat kencing
Riwayat Penyakit Sekarang: Nyeri saat kencing dirasakan sejak 2 minggu yang
lalu. Pasien mengeluh ada demam, dan ada keluar nanah
dari alat kelamin.
Tanda Vital : TD : 130/90 mmHg RR : 18 x/menit
N : 88 x/menit T : 37,4 C
Diagnosis : Infeksi Saluran Kemih (ISK)
Pengobatan : Cravit 500mg 1x1
Urispas 3x1
Erysanbe 500mg 4x1
Lancid 2x1
17
2.2. Analisis Resep
2.2.1. Penulisan resep
Secara umum resep kurang jelas terbaca dan cukup sulit untuk dipahami.
Seharusnya suatu resep harus jelas dibaca sehingga tidak menimbulkan kesalahan
dalam pemberian obat-obatan. Hal ini sesuai dengan aturan penulisan resep yang
benar tulisan harus dapat dibaca dengan jelas agar tidak terjadi kesalahan dalam
pemberian obat.
Resep sudah ditulis dengan bahasa latin sehingga sudah memenuhi kriteria
resep yang benar. Resep pada penulisan sudah ditulis dengan menggunakan tinta,
sehingga diharapkan tulisan pada kertas resep tidak akan hilang selama
penyimpanan.
Pada resep ini ukuran kertas yang digunakan lebarnya 11 cm dan
panjangnya 20 cm. Ukuran kertas resep yang ideal adalah lebar 10-12 cm dan
panjang 15-18 cm.4 Berdasarkan ketentuan tersebut, ukuran kertas yang
digunakan pada resep ini, lebarnya dan panjang ukuran kertas resep belum ideal.
2.2.2. Kelengkapan Resep
1. Nama dan Alamat Dokter
Pada bagian atas tercantum nama rumah sakit, kota rumah sakit, nama
dokter, dan nama bagian instansi Rumah Sakit tempat dokter tersebut bekerja.
Nama dokter dan instansi Rumah Sakit diketahui dari tulisan yang ada di kiri atas.
Namun, pada bagian atas tidak tercantum alamat lengkap rumah sakit, yang
merupakan kelengkapan suatu resep.
18
2. Nama Kota serta Tanggal Pembuatan Resep
Nama kota tersebut dituliskan pada kanan atas resep. Resep ini kurang ideal
karena pada resep ini tidak dituliskan tanggal ppenulisan resep.
3. Tanda R/ (superscriptio)
Tanda R/ sudah tercantum pada resep ini (superscriptio). Penulisan tanda
R/ dicantumkan di depan nama obat pertama yang dibuat racikan, dan pada nama
obat yang bukan racikan. Setiap resep, termasuk yang magistralis diakhiri oleh
garis penutup namun penulisan paraf pada resep kurang jelas.
4. Inscriptio
a. Jenis/bahan obat dalam resep ini terdiri dari :
Remedium Cardinale atau obat pokok yang
digunakan adalah cravit dan erysanbe.
Remedium Adjuvans atau obat tambahan yang
digunakan adalah urispas dan lancid
Corrigens adalah bahan yang digunakan untuk
memperbaiki rasa, bau dan warna. Pada resep ini tidak dipergunakan.
Constituens atau vehikulum tidak digunakan.
b. Pada resep ini telah disebutkan jumlah obat yang dinyatakan dalam suatu
berat sediaan yaitu miligram pada semua nama obat.
c. Resep ini sudah mencantumkan berapa jumlah obat yang ingin diberikan.
5. Subscriptio
19
Pada resep ini tidak dicantumkan subscriptio (cara pembuatan obat dan
sediaan obat).
6. Signatura atau Aturan Pakai
a. Signatura dicantumkan namun kurang jelas dan sulit dibaca.
b. Waktu pemberian, pada obat pokok dicantumkan waktu pemberian
misalnya : p.c.
7. Nama pasien tercantum pada pojok kanan bawah resep sedangkan umur
pasien, berat badan dan alamat tidak dicantumkan. Seharusnya identitas pasien
ditulis lengkap sehingga mudah menelusuri bila terjadi sesuatu dengan obat
pada pasien.
8. Tanda tangan dokter yang menuliskan resep terdapat pada kanan atas resep,
ini menjadikan resep tersebut otentik
2.2.3. Keabsahan Resep
Kertas resep yang digunakan di sini adalah resep Umum. Untuk sahnya
suatu resep harus tercantum hal-hal sebagai berikut :
Nama dan tanda tangan dokter penulis resep sudah tercantum, begitu juga
bagian/unit pelayanan Rumah Sakit tersebut.
Karena resep berasal dari Rumah Sakit, maka harus mencantumkan nama,
alamat, bagian/unit pelayanan Rumah sakit tersebut.
Dari penjelasan di atas maka resep ini bisa dikatakan tidak sah karena
bagian/unit pelayanan RS tidak tercantum.
20
2.2.4. Dosis Obat, Frekwensi, Lama dan Waktu Pemberian
1. Levofloxacin
Levoloxacin adalah suatu antibakterial golongan kuinolon generasi 3 yang
merupakan isomer S dari ofloxacin. Levofloxacin pertama kali dipatenkan pada
tahun 1987 (Levofloxacin European Patent Daiichi) dan telah diterima
penggunaannya oleh Food Drug Administration (FDA), Amerika pada tahun
1996.1 Saat ini, Levofloxacin dipasarkan dengan berbagai merk dagang.
Levofloxacin dapat menghambat enzim topoisomerase IV dan DNA gyrase
yaitu enzim yang diperlukan untuk replikasi, transkripsi, perbaikan (repair), dan
rekombinasi DNA bakteri.
Levofloxacin mempunyai spektrum aktivitas antibakteri yang luas yaitu
dapat melawan bakteri gram positif (seperti: Streptococcus pneumoniae termasuk
yang resisten terhadap penicillin, Staphylococcus aureus yang peka terhadap
methicillin) dan negatif (seperti: Haemophillus influenzae, Moraxella catarrhalis,
Enterobacteriaceae) serta bakteri atipikal (seperti: Chlamydia pneumoniae,
Mycoplasma pneumoniae dan Legionella spp). Aktivitas bakterisidal levofloxacin
tergantung pada konsentrasi (concentration dependent). Oleh karena itu, aktivitas
terhadap bakteri dapat meningkat dengan cara memaksimalkan konsentrasinya.
Semakin tinggi AUC:MIC dan Cmak:MIC maka efektivitasnya semakin besar.
Dosis pada infeksi saluran kemih digunakan 250 – 500 mg selama 7 hari.
Resistensi fluorokuinolon dapat terjadi melalui mutasi pada daerah tertentu dari
DNA gyrase atau topoisomerase IV yang disebut dengan istilah Quinolone-
Resistance Determining Regions (QRDRs), atau melalui perubahan efluks.
21
Fluorokuinolon termasuk levofloxacin, mempunyai struktur kimia dan mekanisme
aksi yang berbeda dari aminoglycoside, macrolide dan antibiotik β-lactam
termasuk penicillin sehingga fluoroquinolones mungkin efektif untuk mengatasi
bakteri yang resisten terhadap antimikroba yang tersebut. Secara in vitro,
resistensi levofloxacin karena mutasi spontan jarang terjadi (10-9 sampai 10-10).
Meskipun resistensi silang dapat teramati pada penggunaan levofloxacin dengan
fluoroquinolone lain, beberapa mikroorganisme yang resisten terhadap
fluoroquinolone lain mungkin saja peka terhadap levofloxacin. Berdasarkan
program surveillance di Amerika, resistensi levofloxacin diantara patogen saluran
pernafasan termasuk S. pneumoniae masih rendah (≤1%).
2. Eritromisin
Eritromisin merupakan golongan makrolid. pertama kali ditemukan tahun
1952. Komponen lain golongan makrolid merupakan derivat sintetik dari
eritromisin yang strukturnya bervariasi antara 14 (eritromisin, klaritromisin,
roksitromisin) 15 (Azitromisin) -16 cincin lakton. Aktivitas antimikroba golongan
makrolid secara umum meliputi gram positif coccus seperti Staphylococcus
aureus, coagulase-negatif staphylococci, streptococci β-hemolitik dan
Streptococcus spp, H. Influenzae, Neisseria spp, Bordetella spp, Corynebacterium
spp, Chlamydia, Mycoplasma, Rickettsia dan Legionella spp.
In vitro, efek terbesar eritromisin terhadap kokus gram positif, seperti
S.pyogenes dan S.pneumonia. S.viridans mempunyai kepekaan yang bervariasi
terhadap eritromisin. S.aureus hanya sebagian yang peka terhadap obat ini. Strain
S.aureus yang resisten terhadap eritromisin sering dijumpai di rumah sakit (strain
22
nosokomial). Batang gram positif yang peka terhadap eritromisin ialah
C.perfringens, C.diphtheriae, dan L.monocytogenes. Eritromisin tidak aktif
terhadap kebanyakan kuman gram negatif, namun ada beberapa spesies yang
sangat peka terhadap eritromisin yaitu N.gonorrhoeae, Campylobacter jejuni,
M.pneumoniae, Legionella pneumophila, dan C.trachomatis, H.influenzae
mempunyai kepekaan yang bervariasi terhadap obat ini.
Dosis pada infeksi saluran kemih eritromisin 500 mg 4 x sehari selama 7 hari.
Efek samping yang berat akibat pemakaian eritromisin dan turunannya jarang
terjadi. Reaksi alergi mungkin timbul dalam bentuk demam, eosinofilia dan
eksantem yang cepat hilang bila terapi dihentikan. Hepatitis kolestatik adalah
reaksi kepekaan yang terutama ditimbulkan oleh eritromisin estolat. Kelainan ini
biasanya menghilang dalam beberapa hari setelah terapi dihentikan. Efek samping
ini dijumpai pula pada penggunaan eritromisin etilsuksinat tetapi jarang sekali
terjadi. Eritromisin oral dalam dosis besar sering menimbulkan iritasi saluran
cerna seperti mual, muntah dan nyeri epigastrium. Suntikan IM dapat
menimbulkan sakit yang sangat hebat. Pemberian 1 g dengan infuse IV sering
disusul oleh timbulnya tromboflebitis. Eritromisin dilaporkan meningkatkan
toksisitas karbamazepin kortikosteroid, siklosporin, digoksin, warfarin, terfenadin,
astemizol dan teofilin karena menghambat sitokorm P-450. Kombinasi dengan
terfenadin dan astemizol dapat menimbulkan aritmia jantung yang berbahaya.
3. Urispas
Flavoxate hidroklorida merupakan derivat flavone yang secara langsung
bekerja sebagai spasmolitik pada otot polos saluran kemih. Tiap tablet salut
23
selaput mengandung flavoxate hidroklorida 200 mg. Urispas digunakan untuk
mengurangi gejala-gejala akibat gangguan saluran kemih seperti dysuria, urgency,
nocturia, suprapubic pain, frequency dan incontinence yang terjadi pada penderita
cystitis, prostatitis, urethritis, urethrocystitis dan urethrotrigonitis. Dewasa dan
anak diatas 12 tahun: 200 mg, sehari 3 - 4 kali. Dosis diturunkan sejalan dengan
berkurangnya gejala.
4. Lansoprazole
Lansoprazole merupakan obat golongan penghambat pompa proton yang
bekerja menghambat sekresi asam lambung dengan menghambat sistem enzim
adenosin trifosfatase hidrogen-kalium (pompa proton) dari sel parietal
lambung. Indikasi pemberian obat ini adalah untuk pengobatan jangka pendek
tukak duodenum dan tukak lambung ringan, refluks esofagitis.
Dosis lansoprazole untuk tukak lambung adalah 30 mg sehari pada pagi
hari selama 8 minggu. Untuk tukak duodenum adalah 30 mg sehari pada pagi
hari selama 4 minggu. Dosis pemeliharaannya adalah 15 mg perhari.
No
Nama Obat Fungsi Obat Dosis Frekuens
i
Waktu Pemberian
Obat
Lama Pemberian
Obat
Resep
1 Cravit (Levofloxacin)
Obat Antibiotik golongan kuinolon derivat
siklopropil dari kelompok fluorokuinolon
.
250-500mg
1x Setelah makan
Sesuai prosedur terapi
pemberian antibiotik 7-14
hari
1 x 1 tab,
selama 7 hari
2 Erysanbe (Eritromisin)
Obat Antibiotik golongan makrolida
500 mg 4x Setelah makan
Sesuai prosedur terapi
pemberian antibiotik 7-14
hari
4 x 500 mg
selama 7 hari
3 Lancid Obat Maintena 1x Sebelum Bila perlu 2x1
24
(Lansoprazole) golongan pompa proton inhibior
nce : 15 mgTukak lambung 30mg.
makan selama 10 hari
4 Urispas
(Flavoxate HCl)
Obat golongan spasmolitik
200 mg Setelah makan
Bila perlu 3x1 selama 3 hari
2.2.5. Bentuk Sediaan Obat
Pada resep kali ini bentuk sediaan yang diberikan adalah bentuk sediaan
padat yaitu Cravit (tablet), Erisanbe (tablet) Lancid (kapsul) dan Urispas (tablet).
Pemilihan bentuk sediaan ini dianggap sudah tepat dengan memperhatikan bahwa
pasien adalah orang dewasa yang kooperatif dan tidak ada kesulitan menelan.
2.2.6. Interaksi Obat
Obat yang diberikan pada kasus ini ada 2 jenis, yaitu antibiotik,
spasmolitik, dan pompa proton inhibitor. Tidak ada interaksi yang saling
menghambat dan mempengaruhi antara satu obat dengan obat yang lain.
2.2.7. Efek Samping Obat
Levofloxacin
Secara umum, levofloxacin dapat ditoleransi dengan baik. Secara
keseluruhan insiden, tipe dan distribusi efek samping pasien yang mendapat terapi
750 mg, 250 mg, dan 500 mg, 1 kali sehari mirip. Efek samping paling sering
yang menyebabkan penghentian obat adalah saluran cerna (terutama mual dan
muntah), pusing, dan nyeri kepala.
25
Eritromisin
Efek samping yang berat akibat pemakaian eritromisin dan turunannya
jarang terjadi. Reaksi alergi mungkin timbul dalam bentuk demam, eosinofilia dan
eksantem yang cepat hilang bila terapi dihentikan. Hepatitis kolestatik adalah
reaksi kepekaan yang terutama ditimbulkan oleh eritromisin estolat. Kelainan ini
biasanya menghilang dalam beberapa hari setelah terapi dihentikan. Efek samping
ini dijumpai pula pada penggunaan eritromisin etilsuksinat tetapi jarang sekali
terjadi. Eritromisin oral dalam dosis besar sering menimbulkan iritasi saluran
cerna seperti mual, muntah dan nyeri epigastrium. Suntikan IM dapat
menimbulkan sakit yang sangat hebat. Pemberian 1 g dengan infuse IV sering
disusul oleh timbulnya tromboflebitis. Eritromisin dilaporkan meningkatkan
toksisitas karbamazepin kortikosteroid, siklosporin, digoksin, warfarin, terfenadin,
astemizol dan teofilin karena menghambat sitokorm P-450. Kombinasi dengan
terfenadin dan astemizol dapat menimbulkan aritmia jantung yang berbahaya.
Lanzoprazole
Secara umum efek samping golongan penghambat pompa proton adalah
gangguan saluran cerna (seperti mual, muntah, nyeri lambung, kembung, diare
dan konstipasi), sakit kepala dan pusing. Efek samping yang kurang sering terjadi
adalah mulut kering, insomia, malaise, penglihatan kabur, ruam kulit dan pruritus.
Efek samping yang jarang atau sangat jarang terjadi adalah gangguan pengecapan,
disfungsi hati, udem perifer, reaksi hipersensitivitas, demam, berkeringat, depresi,
nefritis interstitial, gangguan darah (leukopenia, leukositosis, pansitopenia,
trombositopenia), antralgia, mialgia, dan reaksi pada kulit (Syndrome Steven-
26
Johnson) Selain itu, lansoprazole sendiri juga dilaporkan obat ini dapat
menyebabkan alopesia, paraestesia, bruising, purpura, petechiea, lelah, vertigo,
halusinasi, binggung dan yang jarang terjadi adalah genikomastia dan impotensi.
Urispas
Efek samping yang dapat diakibatkan oleh urispas ialah mual, muntah, mulut
kering, vertigo, sakit kepala, mengantuk, pandangan kabur, tekanan mata
meningkat, gangguan pada akomodasi mata, kekacauan mental, disuria,
takhikardia, berdebar, hiperpireksia (keadaan suhu badan yang meningkat
melampaui 41,1°C), eosinofilia, leukopenia, urtikaria (biduran/kaligata) dan
dermatosis lainnya.
2.2.8 Analisa Diagnosa
Dari data yang diperoleh dari status pasien, anamnesa tidak diketahui
secara jelas. Pasien nyeri pada saat kencing. Nyeri sejak 2 minggu yang lalu.
Pasien mengeluh ada demam, dan ada keluar nanah dari kemaluaan pasien.
Diagnosa kerja pasien tersebut adalah ISK (Infeksi Saluran Kemih) yang
mengarah ke ureritis non spesifik.
Infeksi saluran kemih (ISK) adalah keadaan dimana kuman tumbuh dan
berkembangbiak didalam saluran kemih dalam jumlah yang bermakna.3
Berdasarkan teori yang ada, pada kasus ini pasien datang dengan nyeri dan
demam yang terjadi akibat infeksi saluran kemih (ISK) sejak 2 minggu yang lalu.
Pada kasus ini nampak adanya tanda dan gejala infeksi yang diderita pasien,
tetapi pada kasus ini dokter memberikan 2 antibiotik dari golongan yang berbeda,
27
serta pemberian obat gangguan pencernaan tanpa adanya keluhan sistem
pencernaan.
2.2.9 Usulan Resep
28
PROPINSI PEMERINTAH DAERAH TINGKAT I
KALIMANTAN SELATANRUMAH SAKIT UMUM “ULIN”
BANJARMASINJL. A. Yani Km.2 No.2 Banjarmasin
Nama Dokter : dr. Rahmawan S. M, Sp.PD Tanda Tangan Dokter
UPF/Bagian : Poli Penyakit Dalam
Kelas I/II/III/Utama
Banjarmasin, 10 Januari 2012
R / Eritromisin tab 500 mg No.XXX
S q dd tab I pc (0.6.h)
R / Ibuprofen caps 600 mg No.XX
S prn t d d caps I pc (dur.dol.)
Nama : Tn. Bahri Umur : 40 th Alamat : JL. Sutoyo S. RT. 36 No. 14
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan analisis resep diatas dan berdasarkan 5 tepat pada resep
rasional, maka resep tersebut :
1. Tepat obat
Pemilihan obat dalam kasus ini belum tepat karena belum sesuai dengan
indikasi yaitu Infeksi Saluran Kemih. Karena pada kasus ini diberikan dua
jenis antibiotik tanpa adanya diagnosis ISK yang spesifik. Serta pemberian
lansoprazole tanpa adanya indikasi gangguan pada sistem pencernaan
pasien.
2. Tepat dosis
Pada resep ini, dosis dan waktu pemberian telah dituliskan.
3. Tepat bentuk sediaan
Pada resep ini, telah tertulis bentuk sediaan yang diberikan.
4. Tepat cara dan waktu penggunaan obat
Pada resep ini obat diberikan per oral namun tidak tertulis pada resep, hal
ini sudah tepat sesuai dengan keadaan pasien dimana pasien merupakan
orang dewasa yang kooperatif. Mengenai waktu penggunaan obat tidak
dituliskan dengan jelas kapan obat seharusnya diminum.
5. Tepat penderita
Penggunaan obat sesuai dengan keadaan pasien pria dewasa tetapi dengan
indikasi yang masih kurang tepat..
29
Kelengkapan lain yang perlu ditulis adalah : Identitas pasien seperti umur,
berat badan dan alamat. Selain itu perlu diperhatikan kaidah baku penulisan resep.
30
DAFTAR PUSTAKA
1. Lestari, CS. Seni menulis resep teori dan praktek. Jakarta: PT Pertja, 2001.
2. Joenoes, Nanizar Zaman. Ars prescribendi – penulisan resep yang rasional 1. Surabaya: Airlangga University Press, 1995.
3. Harianto. Hubungan antara kualifikasi dokter dengan kerasionalan penulisan resep obat oral kardiovaskuler pasien dewasa ditinjau dari sudut interaksi obat (studi kasus di apotek “x” Jakarta Timur). Majalah Ilmu Kefarmasian, Vol. III, No.2, Agustus 2006, 66 – 77.
4. Tim Editor. Perihal resep I. Dalam Diktat Farmakologi III edisi 5 Program Studi Pendidikan Dokter. Banjarbaru: Bagian Farmakologi FK Unlam, 2009.
5. Tessy A, Arday, Siswanto. 2001. Infeksi Saluran Kemih dalam Ilmu Penyakit Dalam Ed. III. FKUI. Jakarta
6. Purnomo, Basuki. B. 2000. Dasar-Dasar Urologi. CV. Sagung Seto. Jakarta
7. Fauci AS,Kasper DL, Longo DL, et al. Harrison's Principles of Internal Medicine, 17th Edition. Philadelphia: The McGraw-Hill Companies, Inc, 2008
8. Olzon RP, Harren LJ. Kaye KS. Antibiotic Resistance in Urinary Isolates of Escherichia coli from College Women with Urinary Tract Infections. Antimicrobial Agents and Chemotherapy;2009;1285–1286
9. Gupta K, Hooton TM, Naber KG, et al. Executive Summary: International Clinical Practice Guidelines for the Treatment of Acute Uncomplicated Cystitis and Pyelonephritis in Women: A 2010 Update by the Infectious Diseases Society of America and the European Society for Microbiology and Infectious Diseases. Clinical Practice Guidelines;2010;51:561-564
10. Ganiswarna, Sulistia G. Farmakologi dan Terapi edisi 5. Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran UI. Jakarta, 2007.
11. Tjay, Tan Hoan dan Kirana Rahardja. Obat-Obat Penting Edisi ke 5. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia, 2002
12. Almatsier M. MIMS edisi bahasa Indonesia. Jakarta: BIP, 2010.
13. Croom, Goa. Levofloxacin. A review of its use in the treatment of bacterial infections in the United States. Drugs 2003;63(24):2769-2802.
14. Nightingale, Murakawa, Ambrose (eds). Antimicrobial Pharmacodynamics in Theory and Clinical Practice. New York: Marcel Dekker, Inc; 2002.
31
15. Levofloxacin. A review of its use as a high-dose, short-course treatment for bacterial infection. Drugs 2008;68 (4):535-65.
16. Katzung, G Bertram. Farmakologi Dasar dan Klinik. Buku 2 Ed.ke-8. Jakarta: Salemba Medika, 2002.
32