kasus 3 kad iis perbaikan2

22
BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM FAKULTAS KEDOKTERAN UNPAD RSUP DR. HASAN SADIKIN BANDUNG PRESENTASI KASUS Edema Serebri Pada Ketoasidosis Diabetikum Selasa, 23 Juni 2009 Oleh dr. Ronald David Martua Nababan Pembimbing : dr. Januar Wibawa Martha, SpPD SpJP Pendahuluan Laporan kasus ini mengenai seorang wanita usia 18 tahun yang datang dengan keluhan sesak nafas, kemudian mengalami penurunan kesadaran saat perawatan di rumah sakit dr. Hasan Sadikin (RSHS), dengan diagnosa Diabetes Mellitus (DM) tipe 1 dengan komplikasi ketoasidosis diabetikum (KAD) dan edema cerebri. Kasus ini membahas kemungkinan suatu edema cerebri pada kasus KAD dan penatalaksanaan yang seharusnya. Laporan kasus Seorang wanita, 18 tahun, belum menikah datang ke unit gawat darurat (UGD) RSHS dengan keluhan sesak nafas sejak 3 hari sebelum masuk ke rumah sakit. Tidak ada batuk-batuk. Keluhan diawali oleh panas badan tidak terlalu tinggi sejak satu minggu sebelumnya disertai pegal-pegal di sekujur tubuh, dan mual-mual tanpa muntah. Penderita berobat ke dokter umum dan dikatakan radang saluran pencernaan, diberikan obat primadex forte, metoklopramide, dan sakaneuron. Setelah minum obat tersebut penderita mengeluh sesak nafas, lalu keesokan harinya berobat lagi ke dokter umum yang berbeda dikatakan radang pencernaan dan 1

Upload: yoga-karsenda

Post on 24-Apr-2015

99 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

ilmu penyakit dalam

TRANSCRIPT

Page 1: Kasus 3 KAD Iis Perbaikan2

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM FAKULTAS KEDOKTERAN UNPAD RSUP DR. HASAN SADIKIN BANDUNG

PRESENTASI KASUSEdema Serebri Pada Ketoasidosis Diabetikum

Selasa, 23 Juni 2009Oleh dr. Ronald David Martua Nababan

Pembimbing : dr. Januar Wibawa Martha, SpPD SpJP

Pendahuluan

Laporan kasus ini mengenai seorang wanita usia 18 tahun yang datang dengan keluhan

sesak nafas, kemudian mengalami penurunan kesadaran saat perawatan di rumah sakit dr. Hasan

Sadikin (RSHS), dengan diagnosa Diabetes Mellitus (DM) tipe 1 dengan komplikasi ketoasidosis

diabetikum (KAD) dan edema cerebri. Kasus ini membahas kemungkinan suatu edema cerebri

pada kasus KAD dan penatalaksanaan yang seharusnya.

Laporan kasus

Seorang wanita, 18 tahun, belum menikah datang ke unit gawat darurat (UGD) RSHS

dengan keluhan sesak nafas sejak 3 hari sebelum masuk ke rumah sakit. Tidak ada batuk-batuk.

Keluhan diawali oleh panas badan tidak terlalu tinggi sejak satu minggu sebelumnya disertai

pegal-pegal di sekujur tubuh, dan mual-mual tanpa muntah. Penderita berobat ke dokter umum

dan dikatakan radang saluran pencernaan, diberikan obat primadex forte, metoklopramide, dan

sakaneuron. Setelah minum obat tersebut penderita mengeluh sesak nafas, lalu keesokan harinya

berobat lagi ke dokter umum yang berbeda dikatakan radang pencernaan dan disarankan agar obat

dihentikan dan diganti ranitidin, spasminal dan grafalin, namun keluhan tidak berkurang sehingga

penderita kemudian ke RSHS.

Tidak ada keluhan cepat haus banyak minum, banyak kencing, banyak makan namun

berat badan makin menurun. Kedua orang tua penderita ini menderita diabetes.

Pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum sakit berat, status gizi lebih dan body mass

indeks (BMI) : 24.97 kg/m2 (berat badan 60 kg tinggi badan 155 cm). Saat datang kesadaran

compos mentis dengan tanda vital : tekanan darah 140/100 mmHg dengan mean arterial pressure

MAP 113, nadi 124 x/menit regular equal isi cukup, pernafasan 36 x/menit dalam dan suhu 36,3 0C.

Pada pemeriksaan kepala konjungtiva tidak anemis, tidak terdapat pernafasan cuping

hidung maupun sianosis perioral. Pada leher tekanan vena jugular tidak meninggi, kelenjar getah

1

Page 2: Kasus 3 KAD Iis Perbaikan2

bening tidak teraba. Pada dada bentuk dan gerak simetris, batas jantung normal dengan bunyi

jantung S1-S2 normal tidak ada bunyi S3 gallop. Pada paru vocal fremitus, vocal resonance,

vesicular breathing sound kanan sama dengan kiri, tidak ada ronchi, tidak ada wheezing

Abdomen: datar lembut, hati tidak teraba, limpa tidak teraba, ruang traube kosong. Pada

ekstremitas tidak terdapat edema.

Pemeriksaan Penunjang

Saat di Emergensi RSHS pada penderita dilakukan pemeriksaan penunjang berupa

Laboratorium didapatkan hasil Hemoglobin (Hb) : 15.5 g/dl (nilai normal 12-16),

Hematokrit (Ht) : 47% (35-47), Leukosit (L) : 17.000/mm3 (3.800-10.600), Trombosit (tr):

300.000/mm3 (150.000-440.000), Ureum (Ur) : 18 mg/dL(15-50), Kreatinin (Kr) : 0.39

mg/dL (0.5-0.9), Gula darah (GD) : 412 mg/dL (< 140), Natrium (Na) : 130 mEq/L (135-

145), Kalium (K) : 4.4 mEq/L(3.6-5.5), Amilase 54 U/L (28-100), Lipase 80.9 U/L (13-60)

Osmolaritas plasma : 282

Pemeriksaan urine : BJ: 1.025 pH: 5.0 Nitrit : negatif, Protein : negatif Glukosa : 1000/+++

+, Keton : 50/++++, Eri : 2-4, leuko 1-3 epitel : 0-2

Analisa gas darah pH 7,017 pCO2: 12.9 pO2 :194.4 HCO3: 3.2 TCO2: 3.5 BE: -25.5

SatO2: 98.8 %

Ro thoraks : Suspek bronkopneumonia kanan dan kardiomegali dd/ posisi

Diagnosa EKG : sinus takikardi

Diagnosa kerja dan diagnosa banding

- DM tipe 1 dd/ DM tipe lain dengan komplikasi KAD.

Penatalaksanaan

Saat di emergensi penderita mendapatkan terapi O2 lembab 3 liter/menit, Infus NaCl

0.9% 1 liter pertama dalam ½ dilanjutkan, 1 liter kedua dalam 1, 1 liter ketida dalam 2 jam III

selanjutnya 1 liter ketiga dalam 3 jam. Diberikan bolus insulin 0.1 u/kgBB yaitu sebanyak 12

unit, setelah dilakukan rehidrasi sebanyak 2000 cc, dilanjutkan dengan insulin drip mulai 0.1

u/jam (6 unit) dosis titrasi sampai tercapai GD 200-250 mg/dl dengan target penurunan gula darah

50-75 mg/dl/jam, bicnat 50 meq drip habis dalam 2 jam, drip substitusi KCl 25 meq dalam NaCl

0,9% 500 cc dalam 6 jam dan pemantauan gula darah tiap jam, kalium tiap 4 jam, dan analisa gas

darah tiap 12 jam.

2

Page 3: Kasus 3 KAD Iis Perbaikan2

Pada pukul 23.30 penderita masuk keruangan intermediate health care (IHC) dengan

keadaan umum sakit berat dan kesadaran kompos mentis. Selama perawatan hari pertama

penderita mendapat rehidrasi total 5350 cc dengan balance + 2000 cc/24 jam. GDS terakhir 162

dengan actrapid drip 2 unit/jam. Penurunan gula darah tidak lebih dari 50-75 mg/dl per jam

Hari rawat ke-2 (IHC), Tanggal 17 Mei 2009

Pada perawatan hari ke-2 keadaan umum sakit berat kesadaran kompos mentis, tekanan

darah 122/83 mmHg, Respirasi : 42 x/menit dalam, Heart Rate (HR) : 148 x/menit. Total Intake

: 5371cc output : 6301cc dan balance cairan -1030 cc/24 jam. Gula darah berkisar antara 127-255

mg/dl dengan insulin 1 unit/jam, dan kadar kalium antara 3.3 - 4.5 meq/L.

Pada pukul 04.00 setelah pemasangan central venous catheter (CVC) terbaca 9 cm H2O,

penderita dilaporkan mengalami penurunan kesadaran, tiba-tiba menjadi gelisah, dan tidak ada

respon saat diajak bicara atau saat badannya digoyang-goyang, tidak diawali kejang ataupun

kelemahan tubuh sebelah, tidak ada keluhan sakit kepala ataupun muntah-muntah sebelumnya.

Hari rawat ke-3 (IHC) tanggal 18 Mei 2009

Pasien dalam keadaan sakit berat kesadaran sopor (GCS E1M3V2), tekanan darah 103/63

mmHg (MAP: 70), Respirasi : 42 x/menit dalam, HR : 146 x/menit, Suhu 36.3 oC. Total Intake :

5230 cc output : 4510 cc dan balance cairan +720 cc/24 jam. Central venous pressure (CVP)

terbaca 10. Pada pemasangan Nasogastric tube (NGT) cairan dalan urine bag tampung tampak

kehitaman dengan jumlah 300 cc. Gula darah penderita berkisar antara 87-257 mg/dl dengan

insulin 2 unit/jam. Penderita masih asidosis berat dengan pH 7.094, HCO3 4.6 dan PCO2 15.5.

osmolaritas plasma 285, dengan high anion gap 23 (Na : 140, Cl- : 112 HCO3- : 4.6).

Diagnosa kerja saat ini adalah DM tipe 1 dd/ DM tipe lain (masih curiga lipid toxicity)

dengan pankreatitis, dengan komplikasi KAD, Community Acquired Pneumonia (CAP) dan

Stress ulcer. Penderita masih dipuasakan, dilakukan rehidrasi sesuai panduan CVP dengan

balance cairan 0 s.d (+)1000 cc, actrapid drip dilanjutkan dengan dosis 2 u/jam. Penderita

dikonsulkan ke sub bagian gastroenterohepatologi dan pulmonologi. Jawaban dari sub bagian

Pulmonologi DK/ Bronkhitis akut dengan saran levofloxacin 1x750 mg p.o, sedangkan jawaban

dari sub bagian gastroenterohepatologi DK/ Stress ulcer dan tidak jelas ada tanda-tanda

pankreatitis akut dengan saran pemberian omeprazole 1x40 mg i.v, sucralfat 3x500 mg p.o,

periksa amilase lipase ulang. Penderita kemudian keperiksa kadar trigliseridanya ternyata normal

162, amilase 69, lipase 76.5 dan kalsium bebas 4.90

3

Page 4: Kasus 3 KAD Iis Perbaikan2

Penurunan kesadaran diduga karena KAD, mengingat adanya asidosis metabolik dengan

high anion gap.

Hari ke-4 dan 5 IHC Tanggal 19 Mei 2009

Keadaan umum sakit berat kesadaran sopor (GCS E1M3V1), tekanan darah 107/55

mmHg (MAP: 71), Respirasi : 32 x/menit dalam, HR : 131 x/menit, Suhu 36.4 0C. Total Intake :

6419 cc output : 5074 cc dan balance cairan +545 cc/24 jam. CVP terbaca 18 cm H2O dengan

undulasi (+). Hb 9.7 g/dl, leukosit 6.800/mm3 Tr : 293.000/mm3. Penderita masih dipuasakan

karena NGT masih tampak kotor. Nutrisi parenteral belum diberikan. Gula darah penderita

berkisar antara 235-321 mg/dl dengan insulin 2 unit/jam. Penderita masih asidosis berat dengan

pH 7.097, HCO3 5.7 dan PCO2 17.3. Hasil analisis urine didapatkan ketonuria (++).

Permasalahan penderita sampai hari perawatan ke-4 adalah masih adanya asidosis yang

memberat dengan ketosis, walaupun gula darah sudah terkontrol dan tidak ada dehidrasi, nilai

ureum dan kreatinin normal (ureum 46 mg/dL kreatinin 0.92 mg/dL), produksi urin yang banyak.

Penderita kemudian dilakukan koreksi asidosis metabolik sesuai dengan perhitungan base excess

pada pukul 15.00 dengan Bicnat 220 meq habis dalam 2 jam pertama dilanjutkan 220 meq habis

dalam 22 jam selanjutnya.

Pada keesokan harinya asidosis metabolik mulai membaik dengan ph 7.288, HCO3 11.9

19.0 PCO2 25.343.9. Permasalahan adalah tetap ada penurunan kesadaran, penderita mulai

febris, asidosis metabolik mulai membaik namun PCO2 semakin naik, didapatkan hipernatremi

yang kemungkinan disebabkan faktor sentral ataupun akibat koreksi bicnat dalam jumlah besar.

Pada perawatan hari ini mulai diberikan nutrisi parenteral, nutrisi enteral belum diberikan

karena terdapat illeus paralitik. Diberikan nutrisi dengan aminofuschin L-600, D5% dan larutan

2A.

Hasil follow up bagian neurologi mendapatkan adanya defisit neurologi global dan tidak

terdapat defisit neurologik fokal, penurunan kesadaran akibat metabolik encephalopati ec asidosis

metabolik. Dari Sub Bagian Ginjal hipertensi membuat diagnosa DM tipe 1 dengan komplikasi

KAD, Hipernatremia ec overhidrasi, Asidosis metabolik pada penderita ini merupakan bagian

dari KAD.

Hari ke-6-7 MIC-CICU, 21-22 Mei 2009

Perawatan hari ke-6 keadaan umum pasien masih sakit berat kesadaran sopor (GCS

E1M3V1), tekanan darah 115/75 mmHg (MAP: 92) kemudian turun menjadi 90/47 mmHg (MAP:

4

Page 5: Kasus 3 KAD Iis Perbaikan2

56), Respirasi : 40x/menit dangkal, HR : 136 x/menit, Suhu 38,9 C. CVP terbaca 17 cm H 2O.

Total Intake : 4580 cc output : 4537 cc dan balance cairan + 43 cc/24 jam.

Hasil pemeriksaaan AGD didapatkan pH : 7.252 HCO3 19 namun PO2 turun menjadi

57.4 dengan perbandingan PaO2 : FiO2 = 173. (<200). Hasil lab lain Hb: 9.5 g/dl; Ht : 29 L :

6.200/mm3 Tr : 289.000/mm3 Ureum : 41 mg/dl Kreat : 0.90 mg/dl. Gula darah penderita

berkisar antara 138-382 mg/dl dengan insulin 4 unit/jam.

Penderita dibuat diagnosa baru dengan DM tipe 1 komplikasi KAD dengan sepsis ec

CAP dd/ intra abdominal dengan syok sepsis, respiratory failure dan asidosis laktat, suspek

edema cerebri dan stress ulcer. Penderita kemudian diberikan vasopressor dopamine mulai

10u/kgBB/menit dosis titrasi dengan target MAP 70, dilakukan pemasangan sungkup O2,

pemeriksaan laktat, pemeriksaan bulyon kultur dan urine rutin.

Keesokan harinya keadaan umum sakit berat kesadaran sopor (GCS E1M2V1), tekanan

darah 90/47 mmHg (MAP: 56), Respirasi : 38x/menit dalam, HR : 140 x/menit, Suhu 39.7 C.

CVP terbaca 17. Total Intake : 3215 output : 1905 dan balance cairan +1310 cc/24 jam.

Dari pemeriksaan fisik didapatkan bunyi nafas tambahan berupa slem dikedua lapang

paru, AGD menunjukkan respiratory failure type 2 dengan PCO2 111.7, penderita kemudian

dibuat diagnosa tambahan suspek aspirasi pneumonia dengan respiratory failure tipe 2 lalu

dilakukan intubasi, dan dipindahkan ke Intensive care unit (ICU), sementara dititipkan di Cardiac

Intensive Care Unit (CICU) untuk pemasangan ventilator. Antibiotika ditambah dengan

ceftazidime 3x1 gr, metronidazole 3x500 mg i.v dan levofloxacin 1x750 mg i.v.

Pada penderita dilakukan pemeriksaan rontgen toraks dan dari hasil ekspertise

disimpulkan tidak terdapat tanda-tanda pneumonia

Hari 8-9 CICU Tanggal 23 Mei 2009

Keadaan umum sakit berat kesadaran dibawah pengaruh obat (DPO) (miloz 2mg/jam),

tekanan darah 96/67 mmHg (MAP 73) dengan dopamine 15 u/kgbb/menit, Respirasi : on

ventilator SIMV 14 PS PEEP 6 FiO2 50% sat O2 100%, HR : 164 x/menit, Suhu 40.2 C. CVP

terbaca 17. Total Intake : 2113 cc output : 2558 cc dan balance cairan -445 cc/24 jam.

Data lab menunjukkan elektrolit dalam batas normal, gula darah menjadi tidak stabil

antara 86-374 mg/dl. AGD menunjukkan pH 7.337 PCO2 48.5 dan HCO3 24.6, sempat terdapat

hipokalsemia Ca : 4.06 koreksi dengan Ca glukonas 4 gr, ulang menjadi 4.95, Mg : 2.36 ,

Na : 140, Kalium 4.2, Ureum : 69, Kreatinin : 0.92. Kepada Bagian neurologi ditanyakan

kemungkinan edema cerebri dengan hasil pemeriksaan fundoskopi didapatkan papil batas tegas,

5

Page 6: Kasus 3 KAD Iis Perbaikan2

namun sulit untuk menilai adanya edema cerebri karena penderita dibawah pengaruh obat,

disarankan untuk melakukan CT scan.

Penderita kemudian mengalami penurunan fungsi dari jantung dan paru dan meninggal

dengan penyebab kematian multi organ failure (MOF).

RESUME

Wanita, 19 tahun yang belum pernah diketahui menderita DM sebelumnya datang dengan

keluhan sesak nafas, kesadaran saat datang kompos mentis. Diagnosa awal: DM tipe 1 dengan

komplikasi KAD, telah dilakukan penanganan sesuai panduan KAD dengan penurunan Gula

darah tidak melebihi 75 mg/jam.

Dalam perjalanan penyakitnya penderita :

• Penurunan kesadaran mendadak pada hari perawatan ke 2 (post pemasangan CVP), dan

kesadaran tidak pernah membaik.

• Asidosis metabolik yang refrakter, walaupun telah terehidrasi dan gula darah stabil

• Timbul panas badan (38,5) pada hari perawatan ke-5 yang semakin meningkat sampai pada

kematiannya

• Hari perawatan ke-5 timbul hipernatremi (Na : 160 mg/dl)

• Hari perawatan ke-6 pernafasan menjadi cepat dan dangkal (awalnya cepat dan dalam) AGD

PCO2 meningkat dan terjadi asidosis respiratori

• Penderita masuk ventilator pada hari rawat-7

• Penderita meninggal hari ke-9 dengan penyebab MOF (fatique dari kardiak)

• Diagnosa akhir:

• DM tipe 1 dengan komplikasi KAD

• Suspek Edema cerebri

• Sepsis dengan sumber yang belum diketahui dengan MOF respiratory failure, syok

septic dan stress ulcer

6

Page 7: Kasus 3 KAD Iis Perbaikan2

Pembahasan dan diskusi

1. Bagaimana sebaiknya pendekatan diagnosa pada penderita ini?

2. Bagaimana mendiagnosa edema cerebri pada penderita ini?

3. Bagaimana terapi yang sebaiknya diberikan?

1. Bagaimana pendekatan diagnosa pada penderita ini?

Penderita adalah seorang wanita muda dengan tidak ada riwayat diabetes sebelumnya,

datang dengan permasalahan asidosis metabolik. Pendekatan pada penderita ini berdasarkan

permasalahan asidosis metabolik yang dialami oleh penderita. Menurut literatur asidosis

metabolik dapat dibedakan menjadi tipe high anion gap maupun normal anion gap1.

Tabel 1. Penyebab dari asidosis metabolikCause Examples High anion gapKetoacidosis Diabetes

Chronic alcoholismUndernutritionFasting

Lactic acidosis (from physiologic processes)

ShockPrimary hypoxia due to lung disordersSeizures

Lactic acidosis (from exogenous toxins) Carbon monoxide, Cyanide, IronIsoniazid Some Trade Names (INH, NYDRAZID) Toluene (initially high gap; subsequent excretion of metabolites normalizes gap)

Renal failure —Toxins metabolized to acids Alcohol, Methanol (formate), Ethylene glycol (oxalate)

Paraldehyde (acetate, chloracetate), SalicylatesRhabdomyolysis (rare) —Normal anion gap (hyperchloremic acidosis)GI HCO3 − loss Colostomy, Diarrhea, Enteric fistulas

Ileostomy, Use of ion-exchange resinsUrologic procedures Ureterosigmoidostomy, Ureteroileal conduitRenal HCO3 − loss Tubulointerstitial renal disease

Renal tubular acidosis, types 1, 2, and 4Hyperparathyroidism

Ingestions Acetazolamide Some Trade Names DIAMOX, CaCl2 , Mg sulfate (MgSO4)

Parenteral infusion Arginine Some Trade Names R-GENE, Lysine, Ammonium Cl (NH4Cl)Rapid NaCl infusion

Other Hypoaldosteronism, HyperkalemiaToluene (late)

Diambil dari the merck manual, Metabolic acidosis:Acid-base regulation and disorders, 2007

7

Page 8: Kasus 3 KAD Iis Perbaikan2

Pada penderita ini terdapat asidosis metabolik dengan high anion gap yaitu 23. Sehingga

yang memungkinkan adalah suatu ketoasidosis, gagal ginjal, asidosis laktat, dan rabdomiolisis.

Namun berdasarkan data laboratorium lebih mendukung kearah suatu ketoasidosis. Lebih jauh

lagi dikatakan bahwa penyebab ketoasidosis yang paling sering adalah diabetes, chronic

malnutrition, alkoholisme dan puasa. Untuk dugaan malnutrisi dapat disingkirkan mengingat

penderita bertubuh gemuk dengan BMI 24.97. Dugaan alkoholik pada penderita ini juga dapat

disingkirkan karena tidak didapatkan anamnesa intake alkohol pada penderita ini. Dari anamnesa

belum tergali puasa sebagai penyebab asidosis metabolik, mengingat penderita adalah wanita

muda bertubuh gemuk sehingga puasa berlebihan sebagai penyebab ketoasidosis, namun melihat

klinis penderita yang sangat berat paling memungkinkan adalah diabetes sebagai penyebab

keadaan asidosis metabolik pada penderita ini. Walaupun demikian pemberian nutrisi yang

terlambat pada penderita ini juga memungkinkan menetapnya KAD2. Oleh karena itu pemberian

nutrisi sesegera mungkin akan banyak membantu penderita dalam memperbaiki KAD-nya2.

Diabetik ketoasidodis adalah suatu keadaan dekompensasi atau kekacauan metabolik

yang ditandai oleh trias hiperglikemi, asidosis dan ketosis yang terutama disebabkan oleh

defisiensi insulin absolute atau relatif dan adanya peningkatan hormon kontra regulator seperti

glukagon, katekolamin, kortisol dan hormon pertumbuhan3,4,5,6,7. Pada penderita diabetes mellitus

tipe 1 sering kali KAD merupakan gejala awal dari suatu DM (tidak diketahui riwayat DM

sebelumnya), mekanismenya belum banyak diketahui5,7.

Tabel 2 standar diagnostik ketoasidosisStandar diagnosis Pada penderita ini

Diabetic – glucose >250 mg/dL GDS 425Keto – ketones produced Ketone uri ++++

Acidosis – anion gap metabolic acidosis; HCO3- <15, pH<7.30

pH 7.017 ; HCO3 : 4.2 Anion Gap : 23

Diabetes mellitus adalah kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik

hiperglikemia karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Klasifikasi :

• Type 1 : Defisiensi insulin absolut

• Type 2 : Resistensi insulin dengan defisiensi insulin relatif

• Type 3 : Defek genetik sel beta, defek insulin, penyakit eksokrin pankreas,

endokrinopati, infeksi (virus yang merusak sel B pankreas) coxsackievirus B,

cytomegalovirus, adenovirus, dan mumps3,4,5.

Pada penderita ini secara klinis tidak jelas adanya suatu Dibetes Mellitus, tidak ada

keluhan khas DM. Petunjuk yang ada adalah hiperglisemia pada penderita ini. Baik tipe 1, 2

8

Page 9: Kasus 3 KAD Iis Perbaikan2

maupun tipe lain masih memungkinkan pada penderita ini mengingat kurangnya data yang

mendukung, berdasarkan keseringannya menimbulkan komplikasi KAD maka diambil DM tipe 1

sebagai diagnosa pada penderita ini.

Tabel 3 Kemungkinan tipe DM pada penderita ini

Tipe 1

Yang mendukung - Usia Muda

- Komplikasi KAD sering pada penderita DM tipe 1 yang

belum pernah diketahui DM

Yang tidak mendukung - Badan gemuk

Tipe 2

Yang mendukung - Kemungkinan resistensi insulin pada penderita ini

- Usia DM tipe 2 mulai bergeser

Yang tidak mendukung - Usia terlalu muda

Tipe lainYang mendukung - Ada riwayat febris 1 minggu sebelum timbul keluhan

Yang tidak mendukung - Kejadian KAD lebih jarang

2. Bagaimana mendiagnosa suatu edema cerebri pada penderita ini

Edema cerebri merupakan suatu kelainan yang jarang namun sangat berat pada suatu

kejadian ketoasidosis metabolik (KAD). Kejadian edema cerebri pada DKA memang lebih sering

pada usia muda walaupun kejadian ini pertama kali diketahui pada orang dewasa.

Mekanisme terjadinya suatu KAD bisa belum diketahui secara pasti. Berbagai teori

menyatakan bahawa kejadian edema cerebri terjadi pada faktor resiko usia muda, PCO 2 yang

sangat rendah, peningkatan kadar ureum, tingginya kadar gula darah tidak berhubungan dengan

kejadian edema cerebri8,9,10.

Tekanan CO2 yang rendah (PCO2) sendiri biasanya dibuat sebagai tindakan medis untuk

menanggulangi adanya edema cerebri, tampak seperti kontradiksi, sebuah penelitian menyatakan

bahwa hipoksia berat yang lama justru akan menimbulkan vasokonstriksi sehingga menimbulkan

iskemia di otak, akan meningkatkan kebutuhan oksigen di otak, dan lebih lanjut akan

menyebabkan eksitabilitas sel otak dan pelepasan exitotoksin seperti glutamate15.

Kecurigaan akan adanya komplikasi edema cerebri pada penderita ini baru timbul setelah

adanya penurunan kesadaran yang menetap, febris tinggi, keadaan hipernatremia pada kondisi

euvolemia.

Penurunan kesadaran pada penderita ini tidak berlangsung gradual, tapi mendadak saat

perawatan hari ke-3, berdasarkan data ini ditambah adanya hipernatremi dan hipertermi makin

9

Page 10: Kasus 3 KAD Iis Perbaikan2

memperkuat dugaan penurunan kesadaran dengan penyebab sentral, walaupun tidak didahului

sakit kepala hebat, muntah muntah dan tidak ada kejang atau kelemahan anggota gerak8,9,10,11.

Tabel 4. Kemungkinan penyebab hipernatremi pada penderita ini.

SentralSentral IatrogenikIatrogenikYang mendukung :Yang mendukung :

-- Produksi urine yang banyak >3000 cc, namun Produksi urine yang banyak >3000 cc, namun tubuh tidak mampu mengeluarkan garam tubuh tidak mampu mengeluarkan garam (diabetes insipidus sentral)(diabetes insipidus sentral)

-- Status hidrasi euvolemiStatus hidrasi euvolemi-- Sesuai setting klinis yang lainSesuai setting klinis yang lain--

Yang mendukungYang mendukung-- Terdapat pemberian NaHCO3 dalam jumlah 440 Terdapat pemberian NaHCO3 dalam jumlah 440

meqmeq-- Penderita diinfus NaCl 0.9% dalam jumlah yang Penderita diinfus NaCl 0.9% dalam jumlah yang

besarbesar-- Komplikasi hipernatremi sering timbul pada Komplikasi hipernatremi sering timbul pada

KAD dengan infus NaCl dan bicna t dalam KAD dengan infus NaCl dan bicna t dalam jumlah besarjumlah besar

Yang tidak mendukung :Yang tidak mendukung : - Tidak ada alat bukti obyektif- Tidak ada alat bukti obyektif

Yang tidak mendukungYang tidak mendukung- Produksi urin sangat banyakProduksi urin sangat banyak

Hipernatremi sendiri secara umum dibagi atas hipernatremi dengan kondisi hipovolemia,

euvolemia atau hipervolemia16. Penderita ini digolongkan dalam keadaan euvolemia, ditunjukkan

dengan klinis yang tidak dehidrasi dan tidak bengkak, monitoring intake output dalam kondisi

balance 0-500 cc, dengan produksi urine yang banyak dan CVP antara 16-17 cm H2O. Lebih

lanjut kondisi hipernatremi dengan euvolemia yang paling memungkinkan pada penderita ini

adalah suatu sentral diabetes insipidus, diperkuat juga dengan adanya produksi urine yang banyak

sampai >5.000 cc, dan tidak terdapat bukti gangguan ginjal.12,13,17

Tabel 5. Penyebab hipernatremia

10

Page 11: Kasus 3 KAD Iis Perbaikan2

Hypernatremia with hypovolemia (decreased TBW and Na; relatively greater decrease in TBW)

Extrarenal losses

GI: Vomiting, diarrhea

Skin: Burns, excessive sweating

Renal losses

Intrinsic renal disease

Loop diuretics

Osmotic diuresis (glucose, urea, mannitol Some Trade Names Osmitrol, Resectisol

Hypernatremia with euvolemia (decreased TBW; near-normal total body Na)

Extrarenal losses

Respiratory: Tachypnea

Skin: Fever, excessive sweating

Renal losses

Central diabetes insipidus

Nephrogenic diabetes insipidus

Other

Inability to access water

Primary hypodipsia

Reset osmostat

Hypernatremia with hypervolemia (increased Na; normal or increased TBW)

Hypertonic fluid administration (hypertonic saline, NaHCO3, total parenteral nutrition)

Mineralocorticoid excess

Adrenal tumors secreting deoxycorticosterone

Congenital adrenal hyperplasia (caused by 11-hydroxylase defect)

IatrogenicDiambil dari merck manual Hypernatremia:Fluid and electrolyte imbalance, 2007

Yang juga membuat dugaan kearah gangguan sentral lainnya adalah adanya hipertermi

pada penderita ini. Panas badan baru timbul setelah penderita mengalami penurunan kesadaran,

tidak membaik walaupun telah diberi obat penurun panas maupun terapi antimikroba (atas dugaan

infeksi), hal ini makin memperkuat dugan kearah gangguan sentral sebagi penyebab hipertermi

walaupun terdapat riwayat panas badan sebelum penderita ke RS. Namun dengan tidak

didapatkannya bukti infeksi maka penyebab panas oleh karena sepsis dapat dibuat diurutan kedua.

Setelah dipaparkan berbagai alasan mengapa kelainan sentral yang diduga kuat sebagai

penyebab gangguan pada penderita ini. Berikut dipaparkan beberapa alasan menjadikan edema

cerebri sebagai kelainan sentralnya.

Tabel 6 berbagai tipe kelainan sentral yang mungkin pada penderita ini

Edema cerebriEdema cerebri Pseudo tumorPseudo tumor

11

Page 12: Kasus 3 KAD Iis Perbaikan2

Yang mendukungYang mendukung Merupakan komplikasi KADMerupakan komplikasi KAD KAD pada usia < 20 tahunKAD pada usia < 20 tahun PCO2 sangat rendahPCO2 sangat rendah

Yang mendukung :Yang mendukung : Gejala TTIKGejala TTIK

Yang tidak mendukungYang tidak mendukung Pemeriksaan kearah edema cerebri tidak Pemeriksaan kearah edema cerebri tidak

dilakukandilakukan

Yang tidak mendukung :Yang tidak mendukung : Sulit diterangkan melalui perjalanan Sulit diterangkan melalui perjalanan

penyakitnyapenyakitnya

3 . Penatalaksanaan

Kejadian edema serebri memang jarang namun memiliki angka kematian yang tinggi,

Dalam beberapa laporan kasus dikatakan 95% kejadian terdapat pada penderita dibawah usia 20

tahun, dan 1/3 nya terjadi pada penderita dibawah 5 tahun13,14,15. Kejadian cerebral edema serebri

pada penderita dibawah 20 tahun sekitar 1%, dan lebih banyak terjadi pada orang yang belum

pernah diketahui sebagai penderita diabetes, dan merupakan penyebab kematian utama pada

anak-anak dengan ketoasidosis. Angka kematian berkisar dari 24%-90%. Klinis dari suatu edema

serebri bisa diawali penurunan kesadaran, kelemahan badan, dan sakit kepala. Awitan kejadian

bervariasi, paling sering adalah 4-12 jam setelah pemberian terapi, nemun terdapat beberapa

laporan kasus kejadian edema serebri sebelum mulainya terapi. Patofisiologi kejadian edema

cerebri belum sepenuhnya diketahui. Beberapa mekanisme telah dipaparkan seperti

1. Hipoksia

2. Penurunan osmolaritas plasma yang terlalu cepat saat treatment DKA

3. Efek dari insulin pada membran sel yang menyebabkan edema.

Yang juga penting adalah mengetahui faktor resiko seseorang akan menderita edema

serebri sebagai komplikasi dari suatu KAD. Glaser N telah meneliti 61 anak yang menderita

ketoasidosis metabolik dengan edema serebri, ternyata angka kejadian berbanding lurus secra

bermakan dengan rendahnya kadar PCO2, tingginya kadar ureum sedangkan untuk terpeutik,

ternyata hanya tindakan pemberian bicarbonat yang meningkatkan kejadian edema serebri.,

kecepatan pemberian resusitasi cairan, kecepatan penurunan gula darah dan pemberian insulin

ternyata tidak berhubungan bermakan dengan kejadian edema serebri pada penelitian ini12,13,14,15.

Tabel 7. Faktor resiko terjadinya edema serebri pada penderita DKA

VARIABLE RELATIVE RISK P VALUE

12

Page 13: Kasus 3 KAD Iis Perbaikan2

(95% CI)

Male sex 0.6 (0.3–1.4) 0.27

Age (per 1-yr increase) 0.9 (0.6–1.3) 0.53

Initial serum sodium concentration (per increase of 5.8 mmol/liter)

0.7 (0.5–1.02) 0.06

Initial serum glucose concentration (per increase of 244 mg/dl) 1.4 (0.5–3.9) 0.58

Initial serum urea nitrogen concentration (per increase of 9 mg/dl)

1.8 (1.2–2.7) 0.008

Initial serum bicarbonate concentration (per increase of 3.6 mmol/liter)

1.2 (0.5–2.6) 0.73

Initial partial pressure of arterial carbon dioxide(per decrease of 7.8 mm Hg)

2.7 (1.4–5.1) 0.002

Rate of increase in serum sodium concentrationduring therapy (per increase of 5.8 mmol/liter/hr)

0.6 (0.4–0.9) 0.01

Rate of decrease in serum glucose concentrationduring therapy (per decrease of190 mg/dl/hr)

0.8 (0.5–1.4) 0.41

Rate of increase in serum bicarbonate concentrationduring therapy (per increaseof 3 mmol/liter/hr)

0.8 (0.5–1.1) 0.15

Administration of insulin bolus 0.8 (0.3–2.2) 0.62

Treatment with bicarbonate 4.2 (1.5–12.1) 0.008

Rate of infusion of intravenous fluid (per increase of 5 ml/kg of body weight/hr)

1.1 (0.4–3.0) 0.91

Rate of infusion of sodium (per increase of 0.6 mmol/kg/hr) 1.2 (0.6–2.7) 0.59

Rate of infusion of insulin (per increase of 0.04 unit/kg/hr) 1.2 (0.8–1.8) 0.30Diambil dari New England Journal of Medicine, 2001; 344:264-269.

Ketika kejadian edema serebri terjadi pengobatan diarahkan untuk menurunkan tekanan

intrakranial. Pemberian manitol dapat berguna untuk menurunkan tekanan intrakranial, dengan

dosis 1-2 g/kg dalam 15 menit. Tekanan intrakranial dimonitoring dan hipoventilasi dilakukan

secepatnya menunjukkan banyak perbaikan secara klinis. Pemberian dekasametasone dan

diuretics tidak pernah diteliti. Selanjutnya unutk pencegahan edema serebri pada orang yang

beresiko tinggi mengalami edema serebri adalah 13,14,15:

- Pemberian cairan dan garam secara gradual pada orang yang hiperosmolar. (maksimum

penurunan 3 mOsm/kgH2O tiap jam)

- Hindari penggunaan bicarbonat kecuali pada keadaan yang sangat memaksa

- Pemberian dekstrosa I.V sebagai terapi cairan segera setelah gula darah mencapai 250 mg/dL.

Kesimpulan

13

Page 14: Kasus 3 KAD Iis Perbaikan2

Telah disampaikan sebuah laporan kasus mengenai seorang wanita muda yang belum

pernah diketahui menderita DM sebelumnya, dengan diagnosa Ketoasidosis Metabolik dengan

edema serebri.

Edema cerebri sebagai suatu komplikasi dari KAD merupakan hal yang jarang terjadi

namun perlu dipikirkan pada:

Usia < 20 tahun

Tidak jelas riwayat DM sebelumnya

PCO2 yang sangat rendah

Saran

Pemeriksaan neurologis segera dilakukan pada penderita KAD yang kesadarannya tidak

pulih dalam 24 jam pertama penanganan.

Terapi adjuvantivus dengan manitol terbukti telah berhasil pada beberapa kasus pediatrik

Pemberian nutrisi yang sesegera mungkin diyakini dapat memutuskan jalur lipolisis dan

dapat memperbaiki kondisi asidosis.

DAFTAR PUSTAKA

1. Metabolic acidosis : Acid-base regulation and disorders. Available from www.merck

manualprofesional.com

2. Shah P, Isley WL. Ketoacidosis during a Low-Carbohydrate Diet. N Engl J Med

2006;354:23-26

3. Soewondo P. Ketoasidosis diabetik. In : In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata

M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam PAPDI. Pusat Penerbitan FKUI. Jakarta, 2006.

p.1874-1880

4. Powers AC. Diabetes Mellitus. In: Fauci AS, Braunwald E, Kasper DL, Hauser SL, Longo

DL, Jameson JL, et al. Harrison’s Principles of Internal Medicine. 17th edition. McGrawHill.

NewYork.2008. p.2152-2182

5. Gustaviani R. Diagnosis dan klasifikasi diabetes melitus. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi

I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam PAPDI. Pusat Penerbitan FKUI.

Jakarta, 2006. p1857-1859

6. Rosenbloom AL, Hanas R. Diabetic ketoacidosis (DKA) : Treatment Guidelines. Clin Ped

1996; 332: 261-266

14

Page 15: Kasus 3 KAD Iis Perbaikan2

7. Charfen MA, Fernandez M. Diabetic Ketoacidosis. Emerg Med Clin N Am 2005;23:609–

628.

8. Muir QB, Quisling RG, Yang MC, Rosenblom AL. Cerebral edema in childhood diabetic

ketocidosis. Diabetes care 2004; 27: 1541-1546.

9. Bohn D, MB, Daneman D. Diabetic ketoacidosis and cerebral edema. Curr Opin Pediatr

2002;14:287–291

10. Levin DL. Cerebral edema in diabetic ketoacidosis. Pediatr Crit Care Med 2008; 9:320-329

11. Glaser NS. Gorges SL, Marcin JP, Buonocore MH, Dicarlo J, Neely K, et al. Mechanism of

cerebral edema in children with diabetic ketoacidosis. J Pediatr 2004;145:164-171

12. Lawrence SE, Cummings EA, Gaboury I, Daneman D, Population-based study of incidence

and risk factors for cerebral edema in pediatric diabetic ketoacidosis. J Pediatr 2005;146:688-

692

13. Dunger DB. Predicting cerebral edema During diabetic ketoacidosis. N Eng J Med 2001;

344: 204-212

14. Glaser NS. Barnet P, McCalsin I, Marcin JP, Kaufman F, Dicarlo J, Quayle K et al. Risk

factors for cerebral edema in children with diabetic ketoacidosis. N Engl J Med 2001;

344:264-269.

15. Laffey JG, Avanagh PK. Hypocapnia. N Engl J Med 2002;347:43-52

16. Hypernatremia : Fluid and electrolyte imbalance. Available from www.merck

manualprofesional.com

17. Ellison DH, Berl T. The Syndrome of Inappropriate Antidiuresis. N Engl J Med 2007;

356(20) :2064-2072

15