karya tulis ilmiah uas kp

24
Kebijakan Publik “ Lemahnya Pengawasan Terhadap Pembatasan Kebebasan dan Hak bagi Pemerintah ” Nama : Nensi Sinaga Nim : 07121001100 Jurusan : Ilmu Administrasi Negara Dosen : Dr. Raniasa Putra M.Si Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sriwijaya

Upload: eric-afrizal-simanungkalit

Post on 06-Nov-2015

223 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

SFNFX

TRANSCRIPT

Kebijakan Publik Lemahnya Pengawasan Terhadap Pembatasan Kebebasan dan Hak bagi Pemerintah

Nama : Nensi SinagaNim : 07121001100Jurusan : Ilmu Administrasi NegaraDosen : Dr. Raniasa Putra M.Si

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu PolitikUniversitas Sriwijaya2013BAB IPENDAHULUAN1.1 Latar BelakangTanpa disadari di Negara Indonesia terjadi kesalahan dalam sistem pemerintahan. Perhatian terhadap sistem pemerintahan yang berjalan saat ini harus di tingkatkan. Para aparatur negara menyalahgunakan hak dan wewenang. Kewenangan yang mereka punya digunakan sebagai hak kuasa penuh untuk melumpuhkan demokrasi para rakyat biasa yang seharusnya memiliki kebebasan dalam bernegara.Kebiasaan ini terus berlanjut karena kurangnya perhatian dan kepedulian masyakat terhadap keberlangsungan implementasi kebijakan pemerintah terhadap masyarakat yang belum sepenuhnya terjalankan. Hak dan kewajiban pemerintah sebagi pengayom bagi masyarakatnya belum terlaksana secara menyeluruh.Sistem politik yang dianut bangsa Indonesia telah jauh dari tujuan negara yang tertera dalam pembukaan Undang-undang dasar 1945 yaitu: Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Inndonesia Memajukan kesejahteraan umum Mencerdaskan bangsa Melaksanakann ketertiban duniaTujuan negara yang tertetra di atas di abaikan oleh aparatur negara demi kepentingan pribadi.

1.2 Rumusan Masalah1. Pengertian implementasi kebijakan2. Kebebasan yang menjadikan politik dinasti berlangsung3. Cara mencegah keberlangsungan politik dinasti

1.3 Tujuan Penulisan1. Untuk mengetahui bagaimana pemerintah dalam menjalankan tugas2. Untuk mengetahui apa dan bagaimana hak dan kewajiban pemerintah3. Untuk mengetahui hak dan kewajiban masyarakat dalam mengawasi cara kerja aparatur negara

1.4 Metode Penulisan1. Deskriftif2. Kajian pustaka dilakukan dengan mencari dari buku buku panduan dan internet serta media cetak lainnya.

BAB IIKERANGKA TEORI

2.1 Pengertian Implementasi pelaksanaan keputusan kebijaksanaan dasar, biasanya dalam bentuk undang-undang, namun dapat pula berbentuk perintah- perintah atau keputusan-keputusan eksekutif yang penting atau keputusan badan peradilan. Lazimnya, keputusan tersebut megidetifikasikan masalah yang ingin diatasi, menyebutkan secara tegas tujuan atau sasaran yang ingin dicapai, dan berbagai cara untuk menstrukturkan atau mengatur proses implementasinya.Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa implementasi merupakan suatu proses yang dinamis, dimana pelaksana kebijakan melakukan suatu aktifitas atau kegiatan, sehingga pada akhirnya akan mendapatkan suatu hasil yang sesuai dengan tujuan atau sasaran kebijakan itu sendiri.Implementasi kebijakan publik atau suatu sistem yang digunakan model marille. S. Grindle mengatakan bahwa pelaksanaan kebijakan juga harus disukung oleh sumber daya-sumber daya yang mendukung agar pelaksanaannya berjalan dengan baik. Dalam hal ini sumberdaya manusia para pelaksana kebijakan harus berkualias dan kompetitif guna dapat menjalankan tugas sbagai abdi masyarakat dengan baik.2.2 Kebebasan yang Menjadikan Politik Dinasti BerlangsungUndang-undang Dasar 1945 tidak melarang kerabat mencalonkan diri dalam pilkada atau pemilu sebab setiap orang memiliki hak yang sama untuk memilih dan dipilih. Namun, pembatasan untuk menjamin hak dan kebebasan orang lain berdasarkan keadilan dan norma-norma lain, seperti tercantum dalam pasal 28 J (2) yang berbuyi dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan utntuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan normal, nilai agama, keamanan, dan keteriban umum dalam suatu masyarakat demokratis. Di sisi lain tujuan negara yang tertera dalam pembukaan UUD 19945 tidak serta merta dijalankan secara bersamaan karena kewenangan yang dimiliki para penguasa digunakan hanya untuk keuntungan pribadi saja. Gaji yang besar serta fasilias yag disediakan negara belum juga mampu menyudutkan perhatian mereka terhadap kepentingan masyarakat. Masa kepemimpinan yang memiliki batas waktu dipergunakan untuk mengambil keunntungan dari negara. Dan apabila massa kepemimpinan telah berakhir, maka tugas pun dilepas dengan tanpa penyelessaian yanng jelas (terlihat).Secara kasat mata pemerintahan kita memang memiliki suatu sistem yang berpedoman kepada pancasila dan undang-undang. Namun hal tersebut ssebagai aturan yang tertulis yang pengaplikasiannya belum sepenuhnya terwujud. Mengapa hal itu bisa terjadi? Hal ini dikarenakan SDM para pelaksana kebijakan tidak mendukung akan keberlangungan kebijakan yang di formulasikan.Sumerdaya-sumberdaya yang handal atau yang mendukung pelaksanaan kebijakan ini berjalan dengan baik adalah sumberdaya-sumberdaya yang berpotensi untuk menjalakan setiap sistem pemerintahan yang berlaku, yang memiliki kepatuhan dan respon yang baik pada kebijakan yang dijalankan. Karena kegiatan pelaksanaan kebijakan dipegaruhi oleh isi atau onteks yang diterapkan.Pemerintahan-pemerintahan yang terurai diatas memang jelas adanya, namun untuk membuktian hal itu tertera kita tidak mengetahui apakah jelas tindak lanjut mereka pada kepatuhan dan memiliki respon yang baik bagi melayani masarakat, sebagai tugas utama mereka.Para penguasa yang memiliki wewenang untuk membua suatu kebijakan berorientasi pada bagaimana mereka membuat suatu kebijakan yang membuat masyarakat nyaman dan tak mampu berkutik dengan kebijakan yang mereka jalankan. Alhasil para penguasa tetap pada kejayaannya dan rakyat kecil menikmati kesengsarannya.Dalam hal ini langkah yang mereka lakukan ialah bagaimana caranya berkuasa atas hak-hak yang seharusnya dinikmati masyarakat. Kerja cerdas daam hal ini membuahkan hasil. Namun hasil yang berpihak kepada para pelaksana kebijakan bukan untuk masyarakat. Pada dasarnya semua kebijakan publik dimaksudkan untuk mempengaruhi atau mengawasi prilaku manusia dalam bebeerapa cara untuk membujuk oorang supaya bertindak sessuai dengan aturan atau tujuan yang ditentukan oleh pemerintah.Azas pemanfaatan dimulai. Berdasarkan pada pemahaman tersebut pemerintah mulai beraksi. Mereka mulai mencari simpati masyarakat dengan cara-cara yang tidak biasa. Mereka memperhatikan masyarakat dengan memberikan bantuan bantuan yang membuat masyarakat tertipu. Pada pelaksanaan kebijakan membeli hak-hak masyarakat dengan bantuan yang mereka beri. Tanpa disadari para masyarakat tidak akan bisa bersuara lagi dalam menuntut kesejahteraan mereka. Karena setiap apapun yang mereka terima berpotensi untuk mengurangi demokrasi mereka.Yang dimaksud dengan hal tersebut diatas adalah dimana masyarakat dengan kata lain telah disuap secara masal tanpa mereka sadari. Dan apabila masyarakat menuntut para aparatur kebijakan publik maka para aparatur akan menjawab dengan santai dan buat dengan perkataan mereka bahwa masyarakat telah menerima haknya.Begelut dalam kesalahan ini berlama-lama membua masyarakat maka terbiasa berdiam diri dan tidak melakukan prosess kepada pemeerintah yang telah menyalahgunakan sistem yang sedang berjalan. Seiring dengan sistem yang berjalan tersebut masa kepemimpinan akan berakhir. Dengan kenikmatan yag mereka ambil dari negara, tentu saja mereka tidak akan mau melepass kekuasaan itu begitu saja. Maka dengan demikian, mereka (aparatur negara) akan menggeser kepemimpinan mereka kepada keluarga atau kerabat dekat mereka. Meski secara langsung pemilihan pemimpin dilakukan secara terbuka, maka hal itu tidak akann menjadi permasalahan yang besar.Orang-orang yang masa kepemimpinannya akan habis maka akan memperkenalkan calon-calon pemimpin yang baru kepada masyarakat. Mulai dari memperkenalkan para calon pemimpin, mempublikasikan apa yang mereka telah perbuat untuk masyarakat, memperkenalkan misi-misi kepada publik. Mereka yakin dengan melakukan hal-hal tersebut akan mampu menarik simpati masyarakat lagi. Politik diktator di negara demokrasi pun dimulai. Para pelaksana kebijakan yang masa kepemimpinannya akan habis, maka mereka akan mencalonkan diri mereka lagi utnuk periode berikutnya. Karena dalam peraturan perundang-undangan periode pemerintahan bisa dilakukan sampai dua kali periode. Dalam hal tersebut, mereka akan mencalonkan diri mereka secara bersamaan, dan siapapun yang dipilih masyarakat atau dengan kata lain siapapun yang jadi pemenangnya itu tidak akan jatuh ketangan orang lain.Atau dilain kasus masa jabatan yang hanya bisa dilakukan dua periode saja dihabiskan oleh salah satu anggota keluarga terlebih dahulu, maka untuk selaanjutnya anggota keluarga tersebut, istri, anak, menantu, bahkan kerabat sendiri akan ditunjuk sebagai calon pemimpin selanjutnya.Hal ini biasa terjadi tidak hanya dipemerintahan pusat saja, bahkan sampai kepemerintahan daerahpun politik diktator terjadi. Mendahulukan kekeluargaan tanpa potensi yang jelas, mengambil keuntungan secara bersama sama, menomor duakan untuk pelayanan masyarakat yang mereka pimpin.

2.3 Dampak Negatif Politik DinastiApabila politik dinasti ini diteruskan, akan muncul banyak dampak negatif. Pertama, menjadikan partai sebagai mesin politik semata yang pada gilirannya menyumbat fungsi ideal partai sehingga tak ada target lain kecuali kekuasaan. Dalam posisi ini, rekruitmen partai lebih didasarkan pada popularitas dan kekayaan caleg untuk meraih kemenangan. Di sini kemudian muncul calon instan dari kalangan selebriti, pengusaha, darah hijau atau politik dinasti yang tidak melalui proses kaderisasi.Kedua, sebagai konsekuensi logis dari gejala pertama, tertutupnya kesempatan masyarakat yang merupakan kader handal dan berkualitas. Sirkulasi kekuasaan hanya berputar di lingkungan elit dan pengusaha semata sehingga sangat potensial terjadinya negosiasi dan penyusunan konspirasi kepentingan dalam menjalankan tugas kenegaraan.Ketiga, sulitnya mewujudkan cita-cita demokrasi karena tidak terciptanya pemerintahan yang baik dan bersih (clean and good governance). Fungsi kontrol kekuasaan melemah dan tidak berjalan efektif sehingga kemungkinan terjadinya penyimpangan kekuasaan seperti korupsi, kolusi dan nepotisme sangat besar. Efek negatif dari Politik Dinasti yang paling sering kita dengar adalah nepotisme dimana hubungan keluarga membuat orang yang tidak kompeten memiliki kekuasaan. Tapi hal sebaliknya pun bisa terjadi, dimana orang yang kompeten menjadi tidak dipakai karena alasan masih keluarga. Di samping itu, cita-cita kenegaraan menjadi tidak terealisasikan karena pemimpin atau pejabat negara tidak mempunyai kapabilitas dalam menjalankan tugasnya.2.4 Upaya Untuk Mencegah Keberlanjutan Politik DinastiKarena, dinasti politi ini suda bagian dari negara Indonesia sejak dulu, dari sistem kerajaan yang ada. Namun, keberadaan dinasti ini jangan sampai berdampak negatif dalam politik, dan juga jangan sampai terjadi perebutan dinasti yang merugikan masyarakat dan negara. Untuk itu, dinasti politik ini sudah menjadi kultural, tetapi tetap jangan sampai dinasti ini jadi sesuatu yang struktural dan jangan sampai hal ini mempengaruhi pertarungan politik yang menjadi berdampak pada masyarakat banyak.Kehidupan politik di Indonesia tidak bisa dipisahkan dari budaya politik. Sementara budaya Indonesia adalah patrionase. Tidak hanya dibirokrasi ternyata tumbuh juga di partai politik. Karena satu sisi negara telah menjalankan demokrasi tetapi disisi lain demokrasi itu justru menyuburkan politik dinasti. Banyak hal sebenarnya dapat kita lakukan untuk membatasi dinasti politik. Salah satu caranya adalah mengurangi wewenng kepala daerah, terutama mengenai penggunaan anggran atau otoritas terhadap izin-izin sperti tambang atau usaha lain. Karena dengan hal ini akan membuat kebebasan kepala daerah dalam mengambil keuntungan dari anggaran tersebut.Dalam aturan RUU pilkada, juga harus memberikan ruang kepada rakyat untuk melakukan kontrol. Disisi lain, partai politik dituntut untuk melakukan proses rekruitmen secara serius. Dan juga pemerintah harus melakukan rumusan mengenai kata ulang sistem pemilihan kepala daerah. Diantaranya sebagai contoh bupati atau walikota dipilih melalui perwakilan parlementera.Pertama, pencegahan politik dinasti bisa juga dilakukan dengan pemilu serentak. Secara akademis, pengertian pemilu serentak adalah penggabungan pelaksanaan pemilu legislatif dan pemilu eksekutif dalam satu hari H pemungutan suara. Sesungguhnya konsep pemilu serentak hanya dikenal di negara-negara penganut sistem pemerintahan presidensial. Sebab, dalam sistem ini, baik anggota legislatif maupun pejabat eksekutuif sama-sama dipilih melalui pemilu.Mengapa pemilu serentak mampu mengatasi poltik dinasti? Pertama, bila pemilu legislatif atau pemilu eksekutif dilaksanakan bersamaan, setiap orang (termasuk petahana dan kerabatnya) memiliki peluag terbatas untuk mencalonkan diri. Mereka harus memilih salah satu jabatan yang hendak digapai: anggota legislatif atau jabatan eksekutif. Baik yang terpilih maupun yang tidak berada dalam posisi sama dalam kurun lima tahun kedepan. Dibandingkan dengan situasi saat ini pada pemilu legislatif, setiap orang memburu kursi DPR, DPD, dan DPRD. Selang satu atau dua tahun kemudian mereka yang sudah mendapat kursi parlemen maupun yang gagal bergerak ke arena eksekutif berebut kursi kepala daerah dalam pilkada. Dengan hal ini yang berhasil akan meninggalka kursinya untuk orang lain, yang bisa jadi adalah kerabatnya. Kedua, penggabugan pemilu legislatif dan pemilu eksekutif memaksa partai-partai politik membanguun koaslisasi sejak dini. Koalisasi besar menjadikan jumlah pasangan calon terbatas, yang berarti juga membatasi gerak politik dinasti. Dengan demikian kebobrokan politik dinasi di negara demokrasi dapat dihambat dan mampu mengejar ketertinggalan ekonomi dan politik yang ada di Indonesia.

BAB IIIPENUTUP3.1 KesimpulanMelihat kenyataan yang sebelumnya terurai, kita telah mengetahui bagaimana proses dan cara kerja aparatur negara dalam menjalankan kewenangannya. Apabila di biarkan berlangsung begitu saja maka masadepan akan sistem pemerintahan yang baik akan buruk dan tidak dapat menjamin keberlangsungan masyarakat.

3.2 SaranSetelah membaca karya tulis ini, semooga para pembaca atau masyarakat dapat mengetahui akan pentingnya pengawasan dalam implementasi kebijakan pemerintah terhadap masyarakat. Dan bisa menjalankan masyarakat demokrasi sebagaimana mestinya.

3.3 LampiranTertangkapnya adik Gubernur Banten, Ratu Atut Chosiyah, Tubagus Chaery Wardana alias Wawan, karena diduga menyuap Ketua Mahkamah Konstitusi (nonaktif) Akil Mochtar dalam kasus sengketa Pilkada Lebak, telah menimbulkan debat hangat soal praktik politik dinasti dan dinasti politik.Dinasti politik Ratu Atut disorot tajam karena dianggap melanggengkan kembali praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme yang telah digusur oleh reformasi. Ratu Atut sendiri telah diperiksa oleh KPK terkait kasus suap Akil.Namun, terlepas dari kasus hukum yang tengah dihadapi salah satu kerabat gubernur Banten itu, kita sebaiknya jangan cepat menjatuhkan palu godam bahwa itu adalah khas dinasti politik Ratu Atut. Sejujurnya, politik dinasti dan dinasti politik bukan hanya fenomena Ratu Atut di Banten.Praktik politik yang kental dengan sistem kekerabatan (kroniisme dan nepotisme), adalah fenomena umum Indonesia sejak pemilihan umum kepala daerah (pilkada) langsung mulai digelar pada 2005. Anak dan istri yang menggantikan ayah dan suami mereka untuk memimpin daerah sejak lama sudah menjadi cerita umum.Kementerian Dalam Negeri bahkan telah mencatat setidaknya ada 57 pergantian kepala daerah petahana, yang berputar hanya dalam satu garis keturunan: dari suami ke istri, ayah ke anak, kakak ke adik atau keponakan, dan seterusnya.Atau, jika sang kakak atau suami berada pada posisi sebagai gubernur, sang adik atau keponakan yang bertarung dalam pemilihan bupati akan dengan mudah meraih jabatan tersebut. Hampir di semua ajang pilkada, bila suami sudah menyelesaikan masa tugasnya sebagai kepala daerah, maka sang istri seolah-olah terpanggil ikut meneruskan jejak kepemimpinan keluarga dalam politik.Sebut saja contoh keluarga Gubernur Sulawesi Selatan Syahrul Yasin Limpo (SYL). Ichsan Yasin Limpo, yang kini Bupati Gowa adalah adik kandung sang gubernur. Di Sulawesi Utara, ada Wakil Bupati Minahasa Ivan SJ Sarundajang yang adalah putra Gubernur Sulut Sinyo Harry Sarundajang. Wali Kota Padang Sidempuan, Sumatera Utara, Andar Amin Harahap adalah anak Bupati Padang Lawas Bachrum Harahap. Masih ada sederetan panjang daftar pimpinan daerah yang berganti kedudukan karena pola kekerabatan yang begitu kental.Itu pada lingkaran kekuasan eksekutif. Pada lingkaran kekuasaan legislatif, praktik yang sama juga marak terjadi. Adalah hal umum bahwa ayah yang gubernur atau bupati bisa dengan bersemangat mendorong sang istri atau putra-putrinya untuk bertarung dan merebut kursi di DPR atau DPRD.Tapi, di manakah letak persoalan sesungguhnya dan mengapa hal itu sampai terjadi? Itulah dampak samping dari reformasi politik yang tak diimbangi oleh reformasi hukum dan perundang-undangan. Reformasi bidang politik bergerak begitu cepat seperti meteor, tapi sebaliknya, reformasi bidang hukum dan perundang-undangan berjalan lamban seperti siput.Hukum sangat lemah, tidak hanya dilihat dari sisi produk, tapi juga pengawasannya di lapangan. Dari sisi produk, tak sedikit undang-undang yang dihasilkan pemerintah dan DPR harus diuji-materikan di Mahkamah Konsitusi hanya karena sejumlah pasalnya tak sinkron atau bahkan bertentangan dengan isi konstitusi. Begitu pula banyak UU yang dihasilkan ternyata isinya bertentangan antara satu dengan lain.Produk hukum dan perundang-undangan yang lemah ini dimanfaatkan secara cerdas oleh mereka yang memang sudah punya syahwat kekuasaan yang besar. Kelemahan hukum di satu sisi dan kebebasan berpolitik yang begitu luas di sisi lain, juga menjadi celah yang dimanfaatkan dengan amat baik oleh para aktor politik yang memiliki segala akses untuk meraih uang dan menggapai kekuasaan. Lahirlah kemudian praktik politik dinasti yangdengan jaringannya yang kuatmenjalani politik balas budi, politik uang, dan politik melanggengkan kekuasaan.

Daftar Pustakahttp://www.radar-bekasi.com/?p=173832agustino, leo.2004. dasar dasar kebijakan publik. Cv. Alvabeta. Bandung