karya ilmiah akhir profil analgetik pasca operasi...
TRANSCRIPT
KARYA ILMIAH AKHIR
PROFIL ANALGETIK PASCA OPERASI PADA PASIEN PEDIATRI YANG MENJALANI OPERASI ELEKTIF DI RSUD DR. SOETOMO
dr. Regina Agustantina
Pembimbing: Dr. dr. Elizeus Hanindito Sp. An. KIC KAP
Dr. dr. Arie Utariani Sp. An. KAP
DEPARTEMEN / SMF ANESTESIOLOGI DAN REANIMASI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
RUMAH SAKIT DR. SOETOMO SURABAYA
2016
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR PROFIL ANALGETIK PASCA …..….. DR. REGINA AGUSTANTINA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR PROFIL ANALGETIK PASCA …..….. DR. REGINA AGUSTANTINA
ABSTRACT
Background: Postoperative pain is an important issue after surgery. By giving proper analgetic(s), pain will be managed effectively and will accelerate patient recovery dan discharge from hospital. Pain management in children is often poorly managed due to presumption that children do not suffer from pain. However, pain is affected by several factors include anxiety. Objective: To analyse analgetic profile used postoperatively in pediatric patients Methods: After obtaining approval from ethics committee, 122 patients were the subjects, aged 0-18 years, undergoing elective surgery in Dr. Soetomo Hospital Surabaya. Observation started at premedication room which preoperative anxiety and pain scale measured. Patients were given analgetic postoperatively and observed at 30 minutes, 1 hour, 2 hours, 1 day and 2 days postoperative. Observations included pain scale, sedation scale and hemodynamic (respiration rate, pulse, blood pressure and saturation). The results were analysed statistically using t Test, Mann-Whitney and Chi square test. Results: NSAID was the most used analgetic in general (54 patients) and the most used analgetic in group with 0 pain scale (no pain) in all times of pain scale evaluation. Combined analgetics had bigger pain scale compare to single analgetic in almost all times of pain scale evaluation except 2 days postoperative. However, statistically there was no difference between giving single and combined analgetics in almost all times of pain scale evaluation except 2 days postoperative. While preoperative anxiety statistically correlates with postoperative pain at 2 hours postoperative. Conclusion: There was difference between giving single and combined analgetics at 2 days postoperative evaluation (p 0.035). Preoperative anxiety correlate with postoperative pain at 2 hours postoperative evaluation (p 0.046). Keywords: Pain, Anxiety, Sedation, FLACC, NRS, mYPAS, Ramsay Scale
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR PROFIL ANALGETIK PASCA …..….. DR. REGINA AGUSTANTINA
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, segala puji syukur ke Hadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya,
saya dapat menyelesaikan Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) I
Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya
serta dapat menyusun dan menyelesaikan penelitian “Profil Analgetik Pasca Operasi
pada Pasien Pediatri yang Menjalani Operasi Elektif di RSUD Dr. Soetomo” sebagai
salah satu persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan keahlian di bidang
Anestesiologi.
Karya akhir ini disusun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan karya akhir ini. Saya
mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada semua pihak, pribadi dan
institusi yang telah merelakan hati, pikiran serta materi; mendukung dan mendorong
saya dalam meniti hari demi hari perjalanan yang indah penuh warna ini dan sekarang
telah berlalu. Semoga perjalanan tersebut akan selalu mewarnai perjalanan
selanjutnya yang lebih indah. Tiada lain hanya ucapan terima kasih dan rasa hormat
yang dapat saya sampaikan.
Tak lupa saya ucapkan terima kasih kepada Direktur BLUD RSUD Dr.
Soetomo dan Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga atas kesempatan
yang diberikan sehingga saya dapat menjalani pendidikan dokter spesialis di bidang
Anestesiologi dan Reanimasi.
Ucapan terima kasih sebesar-besarnya dan juga rasa hormat saya sampaikan
kepada seluruh guru dan panutan saya di Departemen/SMF Anestesiologi dan
Reanimasi atas segala bimbingan, bantuan, arahan dan nasihat kepada saya selama
menempuh pendidikan. Ucapan terima kasih secara khusus saya sampaikan kepada
pihak-pihak yang telah memberikan bantuan dalam menyusun karya akhir ini yaitu:
1. Dr. dr. Hamzah Sp.An. KNA sebagai Kepala Departemen Anestesiologi dan
Reanimasi yang telah memberi kesempatan untuk menjadi peserta PPDS I
Anestesiologi dan Reanimasi.
2. Dr. dr. Arie Utariani Sp.An. KAP sebagai Ketua Program Studi Anestesiologi
dan Reanimasi yang layaknya seperti orang tua saya di Departemen
Anestesiologi dan Reanimasi yang dengan sabar dan penuh kasih mendidik
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR PROFIL ANALGETIK PASCA …..….. DR. REGINA AGUSTANTINA
saya selama menempuh masa pendidikan sekaligus menjadi pembimbing
penelitian saya.
3. Dr. dr. Elizeus Hanindito Sp.An. KIC KAP sebagai guru dan pembimbing
penelitian yang telah sabar dan berbaik hati memberikan sumbangan pikiran,
tenaga dan waktu dalam membimbing saya menyelesaikan karya akhir ini.
4. dr. Agustina Salinding Sp.An. KIC sebagai dosen pembimbing saya yang telah
sabar membimbing, mendukung dan mendorong saya selama menempuh masa
pendidikan.
5. Seluruh guru saya di Departemen Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas
Kedokteran Universitas Airlangga/RSUD Dr. Soetomo Surabaya atas
kesediaan dan kesabaran dalam membimbing saya selama menempuh masa
pendidikan.
6. Rekan-rekan sejawat PPDS I di RSUD Dr. Soetomo Surabaya khususnya
rekan satu angkatan Juli 2011 yang telah menjadi teman dan saudara terbaik di
Departemen Anestesiologi dan Reanimasi. Semoga kita dipertemukan dalam
keadaan yang lebih baik.
7. Seluruh paramedis dan karyawan di lingkungan Departemen Anestesiologi
dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga/RSUD Dr.
Soetomo Surabaya.
8. Seluruh pasien di RSUD Dr. Soetomo yang telah berperan selayaknya guru
saya.
9. Kedua orang tua saya, Ir. Warsito dan Dra. Rin Retnowati MM, Ak. Atas
segala pengorbanan, kesabaran, doa dan dukungan selama menempuh masa
pendidikan.
10. Kakak dan adik saya, Eric Wisnuwardhana, BA dan dr. Winda Nirmala Sari
yang telah memberikan dukungan, doa dan moril selama menempuh masa
pendidikan.
Saya yakin masih terdapat banyak kekurangan dalam karya akhir ini. Oleh
karena itu, saran dan kritik yang membangun saya harapkan untuk penyempurnaan
karya akhir ini.
Akhir kata, saya sampaikan permohonan maaf kepada semua pihak atas segala
kekhilafan baik yang disengaja maupun tidak. Semoga karya akhir ini dapat berguna
bagi pengembangan ilmu dan menginspirasi lahirnya penelitian-penelitian baru.
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR PROFIL ANALGETIK PASCA …..….. DR. REGINA AGUSTANTINA
Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan rahmat, taufik dan hidayahNya kepada
kita semua. Amin.
Surabaya, 4 Desember 2016
Peneliti
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR PROFIL ANALGETIK PASCA …..….. DR. REGINA AGUSTANTINA
i
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI .…………………………………………………………………….. i
DAFTAR TABEL ..………………………………………………………………. vii
DAFTAR GAMBAR …………………………………………………………….. x
BAB 1 PENDAHULUAN ……………………………………………………… 1
1.1. Latar Belakang …………………………………………………… 1
1.2. Rumusan Masalah ………………………………………………... 6
1.3. Tujuan Penelitian ………………………………………………… 6
1.3.1. Tujuan Umum ………………………………………… 6
1.3.2. Tujuan Khusus ………………………………………… 6
1.4. Manfaat Penelitian ……………………………………………….. 6
1.4.1. Bagi Pengembangan Ilmu …………………………….. 6
1.4.2. Bagi Pelayanan ………………………………………... 6
1.4.3. Bagi Penderita ………………………………………… 7
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ………………………………………………... 8
2.1. Nyeri ……………………………………………………………… 8
2.2. Perkembangan Neurobiologi Nyeri pada Neonatus ……………… 10
2.2.1. Maturasi dari Respon Lokal Sistem Saraf Perifer atau
Transduksi ……………………………………………... 11
2.2.2. Maturasi dari Proses di Saraf Spinal atau Transmisi dan
Modulasi ……………………………………………….. 13
2.2.3. Respon Lokal Saraf Spinal …………………………….. 13
2.2.4. Transmisi Ascending …………………………………... 16
2.2.5. Transmisi Descending, Modulasi Nyeri ………………... 16
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR PROFIL ANALGETIK PASCA …..….. DR. REGINA AGUSTANTINA
ii
2.2.6. Proses Supraspinal dan Integrasi ………………………. 19
2.3. Jenis Pembedahan pada Pediatri ………………………………….. 20
2.4. Penilaian Nyeri pada Pediatri …………………………………….. 21
2.5. Tingkat Kecemasan pada Anak …………………………………... 27
2.6. Sedasi dalam Mengatasi Kecemasan ……………………………... 30
2.6.1. Midazolam …………………………………………….. 30
2.6.2. Nitrous Oxide (N2O) …………………………………... 31
2.6.3. Obat-obat Lainnya ……………………………………... 32
2.7. Aspek Umum Perkembangan Farmakologi ………………………. 32
2.8. Pedoman Tatalaksana Nyeri Pasca Operasi Pada Anak ………….. 34
2.8.1. Nyeri akut pada anak akibat trauma pembedahan yang luas
(disertai dengan kerusakan jaringan ringan) – NRS atau VAS
pasca operasi < 4 ………………………………………. 36
2.8.2. Prosedur operasi pada anak dengan kerusakan jaringan
sedang – NRS atau VAS pasca operasi 4-6 dan durasi nyeri
operasi < 3 hari ……………………………………….... 38
2.8.3. Prosedur operasi pada anak dengan kerusakan jaringan hebat
– NRS atau VAS pasca operasi > 7 dan durasi nyeri pasca
operasi > 3 hari ………………………………………… 39
2.9. Opioid …………………………………………………………….. 42
2.10. Efek Nyeri Pasca Operasi pada Anak …………………………...... 44
2.10.1. Sistem Kardiovaskular ………………………………… 45
2.10.2. Sistem Gastrointestinal ………………………………... 45
2.10.3. Sistem Respirasi ………………………………………. 45
2.10.4. Sistem Genitourinari ………………………………….. 46
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR PROFIL ANALGETIK PASCA …..….. DR. REGINA AGUSTANTINA
iii
2.10.5. Sistem Muskuloskeletal ……………………………….. 46
2.10.6. Sistem Imun …………………………………………… 47
2.10.7. Efek Psikologis dan Kognitif ………………………….. 47
2.10.8. Mual dan Muntah ……………………………………… 47
BAB 3 KERANGKA KONSEPTUAL …………………………………………. 48
BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN ………………………………………… 51
4.1. Desain Penelitian …………………………………………………. 51
4.2. Tempat dan Waktu Penelitian ……………………………………. 51
4.3. Populasi dan Sampel Penelitian ………………………………….. 51
4.3.1. Kriteria Inklusi ………………………………………… 51
4.3.2. Kriteria Eksklusi ………………………………………. 51
4.3.3. Besar Sampel ………………………………………….. 51
4.3.4. Teknik Pengambilan Sampel ………………………….. 51
4.4. Kerangka Operasional ……………………………………………. 52
4.5. Definisi Operasional ……………………………………………… 52
4.6. Bahan dan Cara Kerja ……………………………………………. 53
4.6.1. Bahan ………………………………………………….. 53
4.6.2. Cara Kerja ……………………………………………... 54
4.7. Analisa Statistik …………………………………………………... 54
4.8. Jadwal Penelitian …………………………………………………. 54
BAB 5 HASIL PENELITIAN …………………………………………………... 56
5.1. Profil Pasien ………………………………………………………. 56
5.1.1. Karakteristik Berdasarkan Jenis Kelamin ……………... 56
5.1.2. Karakteristik Berdasarkan Usia ……………………….. 57
5.1.3. Karakteristik Berdasarkan PS ASA …………………… 57
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR PROFIL ANALGETIK PASCA …..….. DR. REGINA AGUSTANTINA
iv
5.1.4. Karakteristik Berdasarkan Jenis Operasi ……………… 58
5.1.5. Karakteristik Berdasarkan Klasifikasi Operasi ………... 59
5.1.6. Karakteristik Berdasarkan Skala Nyeri Preoperatif …… 60
5.1.7. Karakteristik Berdasarkan Tingkat Kecemasan ……….. 61
5.1.8. Karakteristik Berdasarkan Teknik Anestesi …………… 62
5.2. Profil Analgetik …………………………………………………... 63
5.2.1. Karakteristik Berdasarkan Jenis Analgetik ……………. 63
5.2.2. Karakteristik Berdasarkan Jumlah Analgetik …………. 64
5.2.3. Karakteristik Analgetik Tunggal ………………………. 65
5.2.4. Karakteristik Analgetik Kombinasi ……………………. 65
5.3. Karakteristik Analgetik Tunggal dan Kombinasi ………………… 66
5.4. Nyeri Pasca Operasi ……………………………………………… 72
5.4.1. Skala Nyeri Pasca Operasi …………………………….. 72
5.4.2. Karakteristik Skala Nyeri pada Pemberian Analgetik
Tunggal dan Kombinasi ……………………………….. 74
5.4.3. Nyeri pada 30 Menit Pasca Operasi …………………… 76
5.4.4. Nyeri pada 1 Jam Pasca Operasi ………………………. 78
5.4.5. Nyeri pada 2 Jam Pasca Operasi ………………………. 80
5.4.6. Nyeri pada Hari Pertama Pasca Operasi ………………. 83
5.4.7. Nyeri pada Hari Kedua Pasca Operasi ………………… 84
5.5. Tingkat Kecemasan ………………………………………………. 86
5.5.1. Karakteristik Tingkat Kecemasan pada Pemberian Analgetik
Tunggal dan Kombinasi ……………………………….. 86
5.5.2. Uji Beda Tingkat Kecemasan Terhadap Skala Nyeri
Preoperatif ……………………………………………... 87
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR PROFIL ANALGETIK PASCA …..….. DR. REGINA AGUSTANTINA
v
5.5.3. Uji Beda Tingkat Kecemasan Terhadap Skala Nyeri 30
Menit Pasca Operasi ………………………………….... 89
5.5.4. Uji Beda Tingkat Kecemasan Terhadap Skala Nyeri 1 Jam
Pasca Operasi ………………………………………….. 90
5.5.5. Uji Beda Tingkat Kecemasan Terhadap Skala Nyeri 2 Jam
Pasca Operasi ………………………………………….. 91
5.5.6. Uji Beda Tingkat Kecemasan Terhadap Skala Nyeri Hari
Pertama Pasca Operasi ………………………………… 93
5.5.7. Uji Beda Tingkat Kecemasan Terhadap Skala Nyeri Hari
Kedua Pasca Operasi …………………………………... 94
5.6. Efek Sedasi Pasca Operasi ………………………………………... 95
5.6.1. Skala Sedasi Pasca Operasi ……………………………. 95
5.6.2. Uji Beda Skala Sedasi Terhadap Skala Nyeri 30 Menit Pasca
Operasi ………………………………………………… 96
5.6.3. Uji Beda Skala Sedasi Terhadap Skala Nyeri 1 Jam Pasca
Operasi ………………………………………………… 98
5.6.4. Uji Beda Skala Sedasi Terhadap Skala Nyeri 2 Jam Pasca
Operasi ………………………………………………… 99
BAB 6 PEMBAHASAN ………………………………………………………... 101
BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN …………………………………………. 110
7.1. Kesimpulan ……………………………………………………….. 110
7.2. Saran ……………………………………………………………… 110
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………….. 111
Lampiran 1 Penjelasan Untuk Mendapat Persetujuan …………………………. 117
Lampiran 2 Pernyataan Persetujuan …………………………………………… 119
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR PROFIL ANALGETIK PASCA …..….. DR. REGINA AGUSTANTINA
vi
Lampiran 3 Lembar Pengumpul Data …………………………………………. 120
Keterangan Kelaikan Etik ………………………………………………………... 127
Analisa Statistik …………………………………………………………………... 128
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR PROFIL ANALGETIK PASCA …..….. DR. REGINA AGUSTANTINA
vii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Skala FLACC (face, legs, activity, cry dan consolability) ……….. 24
Tabel 2.2. Skala NIPS (Neonatal Infant Pain Scale) ………………………... 25
Tabel 2.3. Intervensi pada Skala NIPS ………………………………………. 26
Tabel 2.4. Skala pengukuran CRIES (Crying, Requires O2 for SaO2 < 95%,
Increased vital signs, Expressions, Sleepless) ……………………. 26
Tabel 2.5. Modified Yale Preoperative Anxiety Scale (mYPAS) ……………. 28
Tabel 2.6. Tren Relevan Terkait Umur Terhadap Kerja Obat ……………….. 32
Tabel 2.7. Dosis Analgetik Paracetamol pada Anak ………………………...... 40
Tabel 2.8. Dosis Analgetik Metamizole pada Anak ………………………..... 41
Tabel 2.9. Dosis Analgetik NSAID pada Anak ……………………………... 41
Tabel 2.10. Dosis Analgetik Opioid pada Anak ………………………............. 42
Tabel 2.11. Patient-controlled analgesia (PCA) ……………………………… 42
Tabel 2.12. Nurse-controlled analgesia (NCA) ………………………………. 42
Tabel 5.1. Karakteristik Berdasarkan Jenis Kelamin ………………………… 56
Tabel 5.2. Karakteristik Berdasarkan Usia …………………………………... 57
Tabel 5.3. Karakteristik Berdasarkan PS ASA ………………………………. 58
Tabel 5.4. Karakteristik Berdasarkan Jenis Operasi …………………………. 58
Tabel 5.5. Karakteristik Berdasarkan Klasifikasi Operasi …………………… 59
Tabel 5.6. Karakteristik Berdasarkan Skala Nyeri Preoperatif ………………. 60
Tabel 5.7. Karakteristik Berdasarkan Tingkat Kecemasan …………………... 61
Tabel 5.8. Karakteristik Berdasarkan Teknik Anestesi ……………………… 62
Tabel 5.9. Karakteristik Berdasarkan Jenis Analgetik ……………………….. 63
Tabel 5.10. Karakteristik Berdasarkan Jumlah Analgetik ……………………... 64
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR PROFIL ANALGETIK PASCA …..….. DR. REGINA AGUSTANTINA
viii
Tabel 5.11. Karakteristik Berdasarkan Analgetik Tunggal …………………… 65
Tabel 5.12. Karakteristik Berdasarkan Analgetik Kombinasi ………………… 66
Tabel 5.13. Karakteristik Analgetik Tunggal dan Kombinasi ………………… 70
Tabel 5.14. Skala Nyeri Pasca Operasi ………………………...……………… 73
Tabel 5.15. Karakteristik Skala Nyeri Untuk Usia ≤ 12 tahun ………………… 74
Tabel 5.16. Karakteristik Skala Nyeri Untuk Usia > 12 tahun …………………75
Tabel 5.17. Nyeri pada 30 Menit Pasca Operasi ………………………...…….. 77
Tabel 5.18. Nyeri pada 1 Jam Pasca Operasi ………………………...………... 79
Tabel 5.19. Nyeri pada 2 Jam Pasca Operasi ………………………...………... 82
Tabel 5.20. Nyeri pada Hari Pertama Pasca Operasi ………………………...... 84
Tabel 5.21. Nyeri pada Hari Kedua Pasca Operasi ………………………...….. 86
Tabel 5.22. Karakteristik Tingkat Kecemasan ………………………...………. 87
Tabel 5.23. Uji Beda Tingkat Kecemasan Terhadap Skala Nyeri Preoperatif … 88
Tabel 5.24. Uji Beda Tingkat Kecemasan Terhadap Skala Nyeri 30 Menit Pasca
Operasi ………………………...………………………...………... 89
Tabel 5.25. Uji Beda Tingkat Kecemasan Terhadap Skala Nyeri 1 Jam Pasca
Operasi ………………………...………………………...………... 91
Tabel 5.26. Uji Beda Tingkat Kecemasan Terhadap Skala Nyeri 2 Jam Pasca
Operasi ………………………...………………………...………... 92
Tabel 5.27. Uji Beda Tingkat Kecemasan Terhadap Skala Nyeri Hari Pertama
Pasca Operasi ………………………...………………………...…. 93
Tabel 5.28. Uji Beda Tingkat Kecemasan Terhadap Skala Nyeri Hari Kedua Pasca
Operasi ………………………...………………………...………... 95
Tabel 5.29. Skala Sedasi Pasca Operasi ………………………...…………….. 96
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR PROFIL ANALGETIK PASCA …..….. DR. REGINA AGUSTANTINA
ix
Tabel 5.30. Uji Beda Skala Sedasi Terhadap Skala Nyeri 30 Menit Pasca Operasi
………………………...………………………...……………….… 97
Tabel 5.31. Uji Beda Skala Sedasi Terhadap Skala Nyeri 1 Jam Pasca Operasi
………………………...………………………...……………….… 98
Tabel 5.32. Uji Beda Skala Sedasi Terhadap Skala Nyeri 2 Jam Pasca Operasi
………………………...………………………...……………….… 100
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR PROFIL ANALGETIK PASCA …..….. DR. REGINA AGUSTANTINA
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Perjalanan Nyeri ………………………………………………… 10
Gambar 2.2. Pengukuran Skala Nyeri: Visual Analogue Scale (VAS), Numerical
Rating Scale (NRS) dan Facial Expressions Scale ……………... 23
Gambar 2.3. Ekspresi Wajah Akibat Rangsangan Nyeri ……………………... 26
Gambar 2.4. Farmakoterapi Preoperatif pada Prosedur Operasi dengan Kerusakan
Jaringan Ringan – Analgetik Preemtif …………………………… 37
Gambar 2.5. Farmakoterapi Postoperatif pada Prosedur Operasi dengan Kerusakan
Jaringan Ringan ………………………………………………….. 37
Gambar 2.6. Farmakoterapi Postoperatif pada Prosedur Operasi dengan Kerusakan
Jaringan Sedang ………………………………………………….. 38
Gambar 2.7. Farmakoterapi Postoperatif pada Prosedur Operasi dengan Kerusakan
Jaringan Hebat …………………………………………………… 40
Gambar 5.1. Karakteristik Berdasarkan Jenis Kelamin ………………………. 56
Gambar 5.2. Karakteristik Berdasarkan Usia …………………………………. 57
Gambar 5.3. Karakteristik Berdasarkan PS ASA ……………………………… 58
Gambar 5.4. Karakteristik Berdasarkan Jenis Operasi ………………………... 59
Gambar 5.5. Karakteristik Berdasarkan Klasifikasi Operasi …………………. 60
Gambar 5.6. Karakteristik Berdasarkan Skala Nyeri Preoperatif …………….. 61
Gambar 5.7. Karakteristik Berdasarkan Tingkat Kecemasan ………………… 61
Gambar 5.8. Karakteristik Berdasarkan Teknik Anestesi …………………….. 63
Gambar 5.9. Karakteristik Berdasarkan Jenis Analgetik ……………………... 64
Gambar 5.10. Karakteristik Berdasarkan Jumlah Analgetik …………………… 64
Gambar 5.11. Karakteristik Berdasarkan Analgetik Tunggal ………………….. 65
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR PROFIL ANALGETIK PASCA …..….. DR. REGINA AGUSTANTINA
xi
Gambar 5.12. Karakteristik Berdasarkan Analgetik Kombinasi ………………. 66
Gambar 5.13. Karakteristik Usia dan Berat Badan Terhadap Jumlah Analgetik 71
Gambar 5.14. Karakteristik Jenis Kelamin, PS ASA dan Usia Terhadap Jumlah
Analgetik ………………………………………………………… 71
Gambar 5.15. Karakteristik Jenis Operasi Terhadap Jumlah Analgetik ……….. 71
Gambar 5.16. Karakteristik Klasifikasi Operasi dan Tingkat Kecemasan Terhadap
Jumlah Analgetik ………………………………………………... 72
Gambar 5.17. Skala Nyeri Pasca Operasi ………………………………………. 73
Gambar 5.18. Karakteristik Skala Nyeri (1) ……………………………………. 75
Gambar 5.19. Karakteristik Skala Nyeri (2) ……………………………………. 76
Gambar 5.20. Nyeri pada 30 Menit Pasca Operasi ……………………………... 78
Gambar 5.21. Nyeri pada 1 Jam Pasca Operasi ………………………………… 80
Gambar 5.22. Nyeri pada 2 Jam Pasca Operasi ………………………………… 82
Gambar 5.23. Nyeri pada Hari Pertama Pasca Operasi ………………………… 84
Gambar 5.24. Nyeri pada Hari Kedua Pasca Operasi ………………………….. 86
Gambar 5.25. Karakteristik Tingkat Kecemasan ………………………………. 87
Gambar 5.26. Uji Beda Tingkat Kecemasan Terhadap Skala Nyeri Preoperatif 88
Gambar 5.27. Uji Beda Tingkat Kecemasan Terhadap Skala Nyeri 30 Menit Pasca
Operasi ………………………………………………………….. 90
Gambar 5.28. Uji Beda Tingkat Kecemasan Terhadap Skala Nyeri 1 Jam Pasca
Operasi ………………………………………………………….. 91
Gambar 5.29. Uji Beda Tingkat Kecemasan Terhadap Skala Nyeri 2 Jam Pasca
Operasi ………………………………………………………….. 92
Gambar 5.30. Uji Beda Tingkat Kecemasan Terhadap Skala Nyeri Hari Pertama
Pasca Operasi …………………………………………………… 94
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR PROFIL ANALGETIK PASCA …..….. DR. REGINA AGUSTANTINA
xii
Gambar 5.31. Uji Beda Tingkat Kecemasan Terhadap Skala Nyeri Hari Kedua
Pasca Operasi …………………………………………………… 95
Gambar 5.32. Skala Sedasi Pasca Operasi ……………………………………... 96
Gambar 5.33. Uji Beda Skala Sedasi Terhadap Skala Nyeri 30 Menit Pasca Operasi
……………………………………………………………………. 97
Gambar 5.34. Uji Beda Skala Sedasi Terhadap Skala Nyeri 1 Jam Pasca Operasi
……………………………………………………………………. 99
Gambar 5.35. Uji Beda Skala Sedasi Terhadap Skala Nyeri 2 Jam Pasca Operasi
……………………………………………………………………. 100
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR PROFIL ANALGETIK PASCA …..….. DR. REGINA AGUSTANTINA
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Manajemen nyeri yang memadai merupakan kebutuhan penting dan
universal dalam perawatan kesehatan. Di era modern seperti sekarang, implikasi
fisiologi dan psikologi nyeri yang merugikan tetap tidak teratasi dengan baik.
Manajemen nyeri yang tidak efektif pada anak dapat berakibat negatif terhadap
hasil klinis dan psikologis serta kualitas hidup pasien. Manajemen nyeri pasca
operasi yang inadekuat sebagian besar akan menyebabkan terjadinya chronic
persistent postsurgical pain (CPSP) dengan insiden hingga 50%. (1) Dampak
lainnya yaitu memperpanjang perawatan pasca anestesi, keterlambatan pasien
keluar rumah sakit, hingga tidak terantisipasinya pasien rawat jalan masuk rumah
sakit pasca operasi. (1) Sebuah studi oleh Power dkk menyebutkan bahwa terjadi
gangguan pola makan pada pasien pediatri yang tidak mendapat penanganan nyeri
yang baik pada 2 hari pertama pasca operasi, diikuti dengan kecemasan saat
berpisah dengan orang tua dan apatis. (2) Manajemen nyeri akut yang efektif akan
meningkatkan hasil luaran dan juga kepuasan pasien. Penelitian dan penerapan
terhadap pedoman tatalaksana nyeri mendokumentasikan adanya perbaikan
terhadap tatalaksana nyeri akut dan nyeri pasca operasi, namun kesadaran untuk
memberikan manajemen nyeri masih sangat kurang. Intervensi tertentu akan
meningkatkan sikap dan persepsi pasien terhadap nyeri. Penanganan nyeri secara
multidisiplin akan membawa perbaikan dalam manajemen nyeri pasien, edukasi
nyeri, hasil luaran serta tingkat kepuasan pasien.
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR PROFIL ANALGETIK PASCA …..….. DR. REGINA AGUSTANTINA
2
Nyeri pasca operasi merupakan permasalahan penting setelah tindakan
operasi. Penanganan nyeri yang efektif dengan efek samping sedikit akan
mempercepat pemulihan dan kepulangan pasien dari rumah sakit. Kenyamanan
pasien merupakan salah satu hal penting sehingga analgetik yang adekuat sangat
dibutuhkan pada periode pasca operasi.
Stimuli nyeri yang terjadi berulang memberi dampak merugikan seperti
perubahan sensitivitas terhadap nyeri serta perubahan permanen neuroanatomi dan
perilaku, karena itu The American Academy of Pediatrics and The American Pain
Society mengatakan bahwa nyeri harus dikenali dan dirawat lebih agresif terutama
pada anak-anak. (3)
Anak-anak telah mendapat penanganan nyeri yang tidak adekuat dan
prosedur yang menyakitkan karena adanya stigma yang salah bahwa mereka tidak
menderita atau merasa sakit ataupun mengingat pengalaman yang tidak
menyenangkan seperti halnya pada dewasa. Patofisiologi nyeri pada anak juga
terdiri dari 4 proses yaitu transduksi, transmisi, persepsi dan modulasi. Proses
modulasi pada neonatus tidak berlangsung dengan baik karena jalur descending
yang imatur. (4) Kurangnya keamanan dan efektivitas analgetik disertai
kekhawatiran risiko yang mungkin terjadi seperti depresi nafas, menimbulkan
lebih banyak alasan sehingga penanganan nyeri pada anak tidak adekuat. Sebuah
dogma yang terkenal menyebutkan bahwa anak-anak tidak merasakan nyeri dan
sangat berbahaya untuk memberikan analgetik kuat karena adanya risiko
ketergantungan. (5) Penanganan nyeri pasca operasi yang tidak adekuat meskipun
pada bayi dan anak akan merangsang respon stres biokimia dan fisiologis serta
menggangu sistem pernafasan, kardiovaskular, neuroendokrin, gastrointestinal,
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR PROFIL ANALGETIK PASCA …..….. DR. REGINA AGUSTANTINA
3
imunologi dan fungsi metabolik. (6) Finely dkk telah melaporkan bahwa berbagai
jenis pembedahan “minor” dapat menyebabkan nyeri yang signifikan pada anak,
dan terdapat kesalahpahaman pada orang tua tentang penanganan nyeri pada anak.
(7)
Manajemen nyeri pada anak tidak adekuat karena adanya morbiditas dan
juga mortalitas. Swaford dan Allen telah menyatakan bahwa “Paediatric patients
seldom need medication for relief of pain. They tolerate discomfort well…”
(pasien pediatri terkadang membutuhkan terapi untuk nyeri, karena mereka dapat
menahan rasa nyeri dengan baik). (8) Eland menemukan perbedaan signifikan
dalam manajemen nyeri pada anak dan dewasa. (9) Laporan insiden nyeri dan
pemberian analgetik akan bermunculan dalam beberapa tahun ke depan. Anand
dkk menggambarkan efek dari nyeri pada bayi karena anestesi minimal pada
artikelnya. (10) Artikel serupa juga diterbitkan pada jurnal medis utama. Setelah
artikel-artikel tersebut terbit, beberapa komite memberikan rekomendasi untuk
penatalaksanaan nyeri pada anak. The society of Paediatric Anaesthesia pada
pertemuan tahunan ke-15 di New Orleans, Lousiana tahun 2001 mengemukakan
bahwa bebas dari rasa nyeri merupakan hak asasi manusia, terlepas dari usia,
kondisi medis, pengobatan, ataupun lembaga medis yang menangani. (11)
Langlade dkk menyebutkan bahwa penanganan nyeri pasca operasi harus meliputi
rencana anestesi sebelum dilakukan induksi, mengutip ide „menangani nyeri
sebelum nyeri timbul‟. (12) Saat ini, manajemen nyeri pasca operasi merupakan
integral dari praktik anestesi pada anak di seluruh rumah sakit besar.
Nyeri akut adalah nyeri yang berhubungan dengan berbagai episode
kerusakan jaringan dan inflamasi, yang bisa disebabkan oleh pembedahan, luka
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR PROFIL ANALGETIK PASCA …..….. DR. REGINA AGUSTANTINA
4
bakar, atau trauma. Dalam studi Ganter dkk di sebuah rumah sakit di Zurich,
Switzerland menyebutkan bahwa pasien dengan nyeri pasca operasi yang tiba di
PACU (Post Anesthesia Care Unit) akan membutuhkan waktu lebih lama di
PACU sebelum pasien layak kembali ke ruang rawat inap. (11, 13) Friedrichsdorf
dkk mengatakan dalam studinya bahwa intensitas nyeri yang paling besar yang
didapatkan seorang anak saat berada di rumah sakit adalah karena trauma/cedera
diikuti dengan pembedahan. (14) Penelitian yang dilakukan oleh Kozlowski dkk di
sebuah rumah sakit anak tersier di Mid Atlantic juga menyebutkan bahwa sumber
nyeri paling banyak diakibatkan oleh prosedur pembedahan mayor seperti fusi
spinal, craniectomy dan colostomy. (15) Yang ironis adalah dari survei skala besar
dilaporkan bahwa 40% pasien pediatri yang menjalani pembedahan mengalami
nyeri pasca operasi sedang hingga berat dan 75% tidak mendapat analgetik yang
cukup. (16)
Hambatan yang terjadi terhadap penanganan nyeri pasca operasi yang baik
pada pasien pediatri dikarenakan penilaian nyeri terhadap anak sulit dilakukan
karena belum ada teknik penilaian nyeri yang ideal. (17) Metode yang dapat
digunakan untuk menilai nyeri pada anak antara lain self-report ataupun
pengamatan perilaku. Namun hal ini juga dihambat oleh adanya beberapa faktor
perancu seperti tingkat kecemasan preoperatif ataupun gangguan kognitif pada
anak.
Untuk mengatasi nyeri pasca operasi dapat dilakukan teknik farmakologi
dan non-farmakologi. Teknik farmakologi mencakup berbagai jenis obat yang
diberikan mulai dari per oral, intravena, rectal maupun regional. Sebuah studi
yang dilakukan oleh Menezes menyebutkan bahwa efek analgetik obat per rectal
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR PROFIL ANALGETIK PASCA …..….. DR. REGINA AGUSTANTINA
5
dan epidural caudal yang diberikan setelah induksi tidak jauh berbeda. (18)
Penelitian lain oleh Beyaz di sebuah rumah sakit pendidikan di Turki
menyebutkan bahwa efek analgetik preemtif antara obat analgetik intravena dan
blok caudal tidak berbeda secara signifikan. (19)
Pasien pediatri mempunyai farmakodinamik dan farmakokinetik obat
analgetik yang berbeda dari dewasa. Respon farmakodinamik terhadap opioid,
anestesi lokal, paracetamol dan obat antiinflamasi pada anak matur pada usia 2
tahun. Dan belum terdapat bukti kuat tentang efek analgetik dari paracetamol
ataupun nonsteroidal antiinflammatory drugs (NSAID) pada neonatus ataupun
bayi usia < 3 bulan. (20) Penelitian klinis tentang farmakodinamik dan
farmakokinetik pada populasi pediatri tidak dilakukan hingga tahun 1970an.
Penelitian sederhana mengemukakan bahwa parameter farmakokinetik seperti
waktu paruh, volume of distribution dan clearance plasma total sangat bervariasi
pada beberapa kelompok umur, meskipun berat badan hampir sama. (21) Hal ini
juga didukung oleh analisa populasi di berbagai rentang usia yang menyebutkan
bahwa usia, di samping ukuran tubuh, mempunyai peranan penting sebagai
parameter farmakokinetik pada populasi pediatri. (22)
Pembahasan tentang nyeri sangat luas, mulai dari pencegahan timbulnya
nyeri, penilaian nyeri di awal dan pasca operasi hingga komplikasi yang timbul
bila nyeri tidak diatasi dengan baik seperti bertambahnya waktu rawat di PACU.
Hal inilah yang mendasari saya membuat penelitian mengenai profil analgetik
pasca operasi pada pasien pediatri. Hambatan dari penelitian ini adalah sulitnya
menilai nyeri pada pediatri yang seringkali rancu dengan kecemasan. Oleh karena
itu, kedua aspek tersebut akan dinilai dalam penelitian ini.
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR PROFIL ANALGETIK PASCA …..….. DR. REGINA AGUSTANTINA
6
1.2. Rumusan Masalah
Bagaimana pengelolaan nyeri pasca operasi pasien pediatri di Gedung
Bedah Pusat Terpadu (GBPT) RSUD Dr. Soetomo?
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Menganalisa profil analgetik pasca operasi pasien pediatri di GBPT
RSUD Dr. Soetomo
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Mengetahui jenis analgetik pasca operasi pasien pediatri di GBPT
RSUD Dr. Soetomo
2. Mengetahui intensitas nyeri pasca operasi pasien pediatri di GBPT
RSUD Dr. Soetomo
1.4. Manfaat Penelitian
1.4.1. Bagi Pengembangan Ilmu
Memberikan informasi tentang jenis analgetik pasca operasi pasien
pediatri di GBPT RSUD Dr. Soetomo
1.4.2. Bagi Pelayanan
Dengan mengetahui apakah pengelolaan nyeri pasca operasi pasien
pediatri saat ini sesuai pedoman, maka diharapkan manajemen nyeri pada
pediatri dapat diperbaiki
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR PROFIL ANALGETIK PASCA …..….. DR. REGINA AGUSTANTINA
7
1.4.3. Bagi Penderita
Dengan adanya perbaikan manajemen nyeri pasca operasi pada pasien
pediatri maka diharapkan morbiditas pasien pediatri akibat nyeri dapat
menurun
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR PROFIL ANALGETIK PASCA …..….. DR. REGINA AGUSTANTINA
8
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Nyeri
Nyeri menurut The International for the study of Pain (IASP) adalah suatu
pengalaman sensoris dan emosional yang tidak menyenangkan, berkaitan dengan
kondisi aktual atau potensial terjadinya kerusakan jaringan. Nyeri terdiri dari 2
komponen utama yaitu komponen sensoris (fisik) dan emosional (psikologis).
Berdasarkan tipe, nyeri terdiri dari nyeri nosiseptif yang disebabkan oleh aktivasi
nosiseptor (reseptor nyeri) sebagai respon terhadap stimuli berbahaya dan nyeri
neuropatik yang disebabkan oleh proses sinyal di sistem saraf perifer atau pusat yang
menggambarkan sistem saraf. (23)
Nyeri merupakan stresor yang dapat mengganggu homeostasis. Respon adaptif
terhadap stres meliputi perubahan fisiologis di mana pada fase awal berguna sebagai
life saving. Adaptasi perifer melibatkan perpindahan energi dari tempat penyimpanan
menuju aliran darah untuk mengatasi stresor. Ini juga mencakup respon analgetik,
respon reflek menghilang dan berbagai perubahan fisiologis yang diperantarai oleh
sistem nervus simpatis. Namun, jika respon stres dibiarkan berlanjut, berbagai efek
berbahaya mungkin terjadi dengan melibatkan beberapa sistem tubuh dan berpotensi
mengancam jiwa. Fisiologi nyeri meliputi:
1. Transduksi
Proses ini meliputi perubahan stimulus berbahaya di ujung saraf sensorik
menjadi impuls saraf. Nosiseptor (neuron aferen primer) adalah ujung
saraf dengan kapasitas untuk membedakan antara rangsangan berbahaya
dan tidak berbahaya. Saat mereka terkena rangsangan berbahaya, sejumlah
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR PROFIL ANALGETIK PASCA …..….. DR. REGINA AGUSTANTINA
9
zat termasuk prostaglandin, bradikinin, serotonin, substansi P dan histamin
dirilis untuk memudahkan pergerakan impuls nyeri dari perifer ke saraf
spinal.
2. Transmisi
Pergerakan impuls dari tempat transduksi ke otak. Transmisi terjadi pada 3
tahap: dari serat nosiseptor ke saraf spinal, dari saraf spinal ke batang otak
dan thalamus, dan terakhir dari thalamus ke cortex. Agar stimulus nyeri
dapat diubah menjadi impuls dan berpindah dari perifer ke saraf spinal,
maka potensial aksi harus terjadi, yaitu berpindahnya ion natrium dan
kalium dari cairan ekstraseluler ke dalam intraseluler dan sebaliknya.
Transmisi terjadi pada serat C dan serat delta A dan neurotransmiter
dibutuhkan di tiap sinaps agar impuls nyeri dapat menyebrang celah
sinaps.
3. Persepsi
Proses yang terlibat yaitu mengenali, mendefinisikan dan menanggapi rasa
sakit. Ini merupakan hasil dari aktivitas saraf dan di mana nyeri menjadi
pengalaman sadar. Persepsi berlangsung terutama cortex, tetapi sistem
limbik dan sistem retikuler juga terlibat.
4. Modulasi
Ini melibatkan aktivasi jalur desenden yang memberi efek penghambatan
pada transmisi nyeri. Serat desenden melepaskan substansi seperti opioid
endogen, serotonin, noradrenalin, asam gamma-aminobutyric dan
neurotensin yang mempunyai kapasitas untuk menghambat transmisi
rangsangan berbahaya dan menghasilkan efek analgetik.
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR PROFIL ANALGETIK PASCA …..….. DR. REGINA AGUSTANTINA
10
Gambar 2.1. Perjalanan Nyeri
2.2. Perkembangan Neurobiologi Nyeri pada Neonatus (4)
Nyeri merupakan proses pendeteksi sensasi di perifer dan penghantaran
sensasi melalui saraf spinal, batang otak dan nukleus relay di thalamus menuju cortex
cerebri. Neuron nosisepsi sensitif terhadap suhu, mekanik ataupun rangsangan kimia
berbahaya. Rangsangan tersebut mempunyai neuropeptida yang dikeluarkan dan
sensitif terhadap hormon pertumbuhan tertentu yang terlibat dalam inflamasi
neurogenik (misal vasodilatasi dan leakage vaskular) dan regulasi neuroimun. Neuron
nosisepsi juga mempengaruhi kontraksi otot polos dan sekresi glandular ke dalam
saluran gastrointestinal dan urinari. Fisiologi nyeri pada neonatus ini dibagi menjadi 3
bagian yaitu:
Sistem saraf perifer lokal memproses atau proses transduksi terjadi saat
rangsangan diterjemahkan menjadi potensial aksi neuron pada
nosiseptor, yang merupakan ujung sensoris dari neuron aferen primer
perifer.
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR PROFIL ANALGETIK PASCA …..….. DR. REGINA AGUSTANTINA
11
Proses di saraf spinal, disebut sebagai proses transmisi dan modulasi,
merupakan propagasi potensial aksi di sepanjang jalur ascending dari
tempat transduksi menuju sistem saraf sensoris di saraf spinal, yang
kemudian menuju batang otak; dan aktivasi jalur descending yang
memberi efek inhibisi pada transmisi sinaps dari rangsangan berbahaya.
Proses supraspinal dan integrasi nyeri atau proses persespsi yang
merupakan hasil dari proses nyeri yang meliputi pengenalan,
pengidentifikasi dan respon terhadap rangsangan berbahaya di otak.
2.2.1. Maturasi dari Respon Lokal Sistem Saraf Perifer atau Transduksi
Sistem saraf perifer, sebagai bagian dari sistem somatosensoris, terdiri dari 3
serat aferen primer, Aδ (bermielin tipis, reseptor nyeri mekanosensitif), Aβ,
dan serat C-polimodal (tidak bermielin, reseptor nyeri sensitif terhadap
rangsangan mekanik, kimia dan suhu). Saat usia kehamilan 6 minggu,
perkembangan sinaps antara serat sensoris dan interneuron di cornu dorsalis
dari saraf spinal mulai terjadi. Pada saat usia kehamilan 7 minggu, reseptor
sensoris di kulit muncul di area perioral. Pada usia kehamilan 11 minggu,
reseptor di kulit berkembang ke seluruh wajah, telapak tangan, telapak kaki;
pada usia kehamilan 15 minggu berkembang ke badan dan proximal dari
lengan dan kaki; dan pada usia kehamilan 20 minggu berkembang ke seluruh
permukaan kulit dan mukosa. Pada usia kehamilan 24 minggu, sistem saraf
perifer berkembang matur dan befungsi. Namun, berbeda dengan dewasa,
neonatus mempunyai densitas ambang nyeri Aδ yang lebih tinggi dan Aβ yang
lebih rendah yang respon terhadap frekuensi rangsangan lebih rendah.
Rangsangan taktil dan berbahaya membangkitkan withdrawal kulit anggota
gerak pada neonatus pada usia kehamilan 27 minggu.
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR PROFIL ANALGETIK PASCA …..….. DR. REGINA AGUSTANTINA
12
Cedera jaringan memicu respon cascade di neuron perifer. Rangsangan
berbahaya yang diartikan sebagai aktivitas elektrik di ujung perifer dari serat
Aδ dan C-polimodal dan dikonduksikan dengan cepat menuju cornu dorsalis
saraf spinal. Kerusakan sel dan pembuluh darah akibat cedera disertai dengan
proses inflamasi dan adanya sel tumor, memicu pengeluaran mediator
biomekanik (bradikinin, ion kalsium dan kalium, substansi P dan
prostaglandin) yang mengaktivasi atau mensensitisasi nosiseptor aferen Aδ
dan C-polimodal yang mengirimkan impuls nyeri ke saraf spinal dan
menstimulasi timbulnya inflamasi lokal dan respon edema. Secara bersamaan,
substansi P dan prostaglandin meningkatkan inflamasi lokal jaringan dan
menyebabkan hiperalgesia lokal primer. Dengan kerusakan jaringan berulang,
proses inflamasi dan nyeri terkait dapat meluas ke jaringan di sekitar luka
sehingga menimbulkan allodynia dan menurunkan ambang reflek fleksor di
kulit hingga 50%.
Selain hiperalgesia, kerusakan jaringan pada awal kehidupan menyebabkan
penrkembangan dendrit secara mendalam dan persisten di saraf lokal sensoris
terminal. Dibanding dengan bayi yang lebih besar, perkembangan terjadi lebih
prominen jika kerusakan jaringan terjadi saat lahir atau beberapa saat
setelahnya. Studi perilaku menunjukkan bahwa hal tersebut menunjukkan
ambang mekanik dan hiperinervasi dari area luka yang menetap hingga
dewasa.
Dulu, kurangnya mielinisasi digunakan untuk mendukung argumen bahwa
sistem saraf pada bayi prematur adalah imatur sehingga bayi tidak mampu
merasakan nyeri. Namun, pada saraf perifer dewasa, impus nosisepsi
ditransmisikan melalui serat Aδ dan C-polimodal. Mielinisasi saraf neonatus
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR PROFIL ANALGETIK PASCA …..….. DR. REGINA AGUSTANTINA
13
yang tidak sempurna memperpanjang velositas konduksi, namun
dikompensasi sepenuhnya dengan jarak interneuron dan neuromuskular yang
lebih pendek yang dilalui oleh impuls saraf. Jalur saraf nosisepsi sistem saraf
pusat dan saraf spinal bermielinisasi pada usia kehamilan trimester kedua dan
ketiga. Jalur nosisepsi ascenden menuju batang otak dan thalamus
bermielinisasi secara sempurna pada usia kehamilan 30 minggu; sedangkan
serabut saraf thalamocortical di kapsula interna bagian posterior dan corona
radiata bermielinisasi pada usia kehamilan 37 minggu.
2.2.2. Maturasi dari Proses di Saraf Spinal atau Transmisi dan Modulasi
Di awal kehidupan, sistem saraf spinal neonatus yang imatur berfungsi sebagai
unit independen. Karena jalur descenden imatur, cortex neonatus hanya dapat
sedikit mengontrol rasa nyeri. Respon nyeri bioperilaku berespon terhadap
rangsangan berbahaya merupakan reflek spinal dekortikasi berkelanjutan. Saat
cortex mengasumsikan waktu, pengalaman dan maturitas nyeri; terjadi
integrasi reflek imatur menjadi pola perilaku dewasa yang canggih.
Saraf spinal mempunyai 3 level fungsi penting nosisepsi: (1) respon lokal,
yang seringkali bersifat reflek protektif; (2) transmisi nyeri ascenden dan (3)
modulasi dari impus nosispsi melalui jalur descenden. Namun deskripsi lebih
jelas dari anatomi dan fisiologi sistem saraf pusat tidak tersedia.
2.2.3. Respon Lokal Saraf Spinal
Dalam saraf spinal, glutamat dan takikinin menstimulasi N-methyl-D-aspartat
(NMDA) dan reseptor takininin membantu proses mediasi nosisepsi. Reseptor
NMDA dianggap bertanggung jawab terhadap sensitisasi sentral atau “wind up
phenomenon” di mana input sensoris ke dalam sistem saraf pusat diperkuat,
sehingga terjadi perubahan di dalam sistem saraf pusat dan menimbulkan
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR PROFIL ANALGETIK PASCA …..….. DR. REGINA AGUSTANTINA
14
nyeri. Semua lamina di cornu dorsalis pada neonatus merupakan NMDA yang
sensitif terhadap glutamat hingga usia 10-12 hari, di mana densitas tertinggi
terkonsentrasi di substansi gelatinosa. Peningkatan eksitabilitas dari resptor
nosisepsi di cornu dorsalis (“wind up”) juga menyebabkan hiperalgesia
sekunder pada jaringan normal di sekitar luka. Selain itu, input nosisepsi dari
tungkai berlawanan juga menyebabkan nyeri.
Reseptor NMDA dari cornu dorsalis pada neonatus lebih besar dari dewasa
hingga usia kehamilan 42 minggu, kemudian menurun menjadi sama dengan
ukuran dewasa pada usia kehamilan 43-44 minggu. Hal ini meningkatkan
ekspresi reseptor NMDA di cornu dorsalis saraf spinal yang menonjolkan
rendahnya ambang nyeri pada bayi prematur dan diduga berhubungan dengan
peningkatan kerentanan kerusakan eksitotoksis pada otak bayi yang baru lahir
yang menimbulkan nyeri yang lebih hebat dan lebih lama pada bayi. NMDA
yang bergantung serabut C membangkitkan depolarisasi sel saraf spinal dan
“wind up” sel pada stimulasi berulang serabut C telah terbukti pada usia muda
saraf spinal in vitro (8-14 hari) dan diobservasi pada neonatus prematur dan
aterm yang terpapar oleh prosedur menyakitkan berturut-turut.
Pada dewasa, γ-aminobutyric acid (GABA) menghambat aktivitas eksitatori
dari glutamat, namun pada bayi, GABA merangsang depolarisasi dependen, di
mana terdapat konsentrasi klorida intrasel. GABA lebih sensitif pada bayi
hingga usia 44 minggu. Reseptor NMDA yang besar dan level sinyal GABA
yang imatur berperan dalam hipersensitivitas nosisepsi pada bayi. Hasilnya
respon nyeri akan timbul dengan sedikit saja rangsangan invasif.
Respon saraf spinal memiliki efek besar terhadap respon bioperilaku neonatus
terhadap rangsangan. Dibandingkan dengan bayi aterm, anak-nak, remaja dan
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR PROFIL ANALGETIK PASCA …..….. DR. REGINA AGUSTANTINA
15
dewasa, bayi prematur mempunyai ambang nyeri lebih rendah dan mempunyai
respon reflek lebih sensitif terhadap rangsangan sentuhan. Penurunan ambang
nyeri membuat bayi lebih sensitif terhadap rangsangan berbahaya seperti
sentuhan di sekitar area luka yang dapat menimbulkan nyeri selama beberapa
hari atau minggu. Dengan adanya rangsangan berbahaya berulang, ambang
nyeri bahkan menurun lebih rendah akibat pengaruh NMDA dan GABA pada
eksitabilitas dari neuron sensoris saraf spinal. Variabilits signifikan dri respon
terhadap nyeri diamati pada neonatus untuk melihat penurunan nilai ambang
nyeri secara kontinyu dan peningkatan kepekaan neuron. Implikasi klinis pada
neonatus dibanding dewasa yaitu respon perilaku pada perawatan rutin akan
sama seperti respon perilaku pada prosedur invasif. Berdasarkan usia
kehamilan bayi, banyaknya pengalaman nyeri, perilaku bayi, atau penyakit
yang diderita, 1 rangsangan saja dapat menimbulkan respon nyeri yang
berlangsung beberapa menit ataupun tidak ada reaksi sama sekali.
Afinitas reseptor NMDA menurun seiring dengan usia postnatal. NMDA
sangat tinggi membangkitkan masuknya kalsium pada substansia gelatinosa
tikus pada minggu pertama postnatal kemudan menurun hingga sama seperti
dewasa pada usia 6-8 minggu postnatal. Jumlah reseptor NMDA yang imatur
lebih besar pada neonatus dibanding dewasa dan menurun seiring dengan usia
dan aktivitas sinaps. Hal ini disebabkan oleh perubahan komposisi subunit
reseptor NMDA. Sinaps glutamatergik mempunyai pola karakter maturasi dan
perkembangan. Pola ini termasuk perubahan gerakan reseptor NMDA dan
formasi “silent synapses” yang awalnya hanya menggambarkan arus NMDA
dan kemudian dibuat fungsional dengan penambahan arus reseptor AMPA.
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR PROFIL ANALGETIK PASCA …..….. DR. REGINA AGUSTANTINA
16
Hal ini memungkinkan jaringan fungsional beradaptasi akibat pengalaman
yang didapatkan.
2.2.4. Transmisi Ascending
Terdapat sejumlah studi besar yang menunjukkan bahwa bayi kecil mampu
berespon terhadap rangsangan berbahaya. Pada neonatus, jalur nosisepsi
ascenden akan matang pada usia kehamilan 20 minggu. Dan pada saat usia
kehamilan 30 minggu, jalur ascenden naonatus mempunyai fungsi yang sama
dengan dewasa.
Penelitian menetapkan bahwa ekspresi wajah dan gerakan tubuh berdasarkan
bukti merupakan variabel perilaku yang menunjukkan nyeri pada bayi. Alis
menonjol, gerakan bola mata, dan gerakan sudut bibir telah ada sejak usia
kehamilan 26 minggu dan terbukti sebagai respon nyeri. Ekspresi yang sama
pada dewasa, meskipun pada bayi dengan usia kehamilan kurang dari 30
minggu respon tidak sekuat pada dewasa. Denyut jantung, variabilitas denyut
jantung (heart rate variability-HRV), dan saturasi oksigen merupakan variable
fisiologis yang berhubungan dengan nyeri akut pada bayi. Respon autonom
protektif dan respon wajah tersebut dipicu oleh serabut nyeri ascenden yang
berhubungan dengan sistem aktivasi retikular dan area periaqueductal fray
(PAG) yang tidak tergantung pada input cortex.
2.2.5. Transmisi Descending, Modulasi Nyeri
Kontrol inhibisi descenden belum matang saat lahir. Jalur inhibisi descenden
berkembang mulai dari batang otak melalui funikulus dorsolateral saraf spinal
hingga cornu dorsalis pada masa fetus. Sekali transmisi dan persepsi nyeri
terjadi, serabut di traktus spinothalamicus menstimulasi area midbrain yang
mengirim proyeksi ke cornu dorsalis untuk memodulasi impuls nyeri. Namun,
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR PROFIL ANALGETIK PASCA …..….. DR. REGINA AGUSTANTINA
17
jalur inhibisi ini terkadang tidak mempunyai kolateral di cornu dorsalis dan
tidak berfungsi efektif. Keterlambatan ini disebabkan oleh ekspresi
penangguhan dari serotonin dan noradrenalin atau imaturitas interneuron
penting. Maturasi interneuron di substansia gelatinosa sebagian besar terjadi
pada periode postnatal dan merupakan hal penting dalam proses modulasi.
Karena sistem analgesik endogen yang belum matang tidak dapat mengurangi
input berbahaya saat rangsangan memasuki sistem saraf pusat, sehingga input
berbahaya mempunyai efek lebih besar pada bayi dibanding dewasa.
Neurotransmiter merupakan komponen penting pada transmisi nyeri orang
dewasa dan neonatus. Transmisi nyeri orang dewasa dan neonatus terjadi pada
saraf spinal dimediasi oleh neurotransmiter substansi P, somatostatin,
calcitonin gene-related peptide, polipeptida vasoaktif intestinal dan glutamat.
Modulasi dari transmisi nyeri terjadi saat rilis opioid endogen, enkephalin atau
serotonin, norepinephirne, acetylcholine, neurotensin dan GABA, glisin dan
dopamin dari area PAG.
GABA mempunyai peranan penting dalam mencegah penyebaran aktivitas
eksitatori glutamat. Pada sara spinal orang dewasa, GABA merupakan asam
amino transmiter inhibisi yang menyebabkan hiperpolarisasi membran melalui
aktivasi reseptor GABAA dan GABAB post sinaps dan menekan aksi rilis
transmiter melalui reseptor GABAB. Namun pada neonatus, GABA secara
transien diekspresikan berlebih saat perkembangan saraf spinal. Pada 90%
neuron embrio cornu dorsalis yang dikultur hingga lebih dari 1 minggu, baik
GABA dan glisin merangsang peningkatan kalsium dan depolarisasi sel. Efek
ini menurun seiring dengan lamanya kultur sehingga pada hari ke-30 efek
tersebut tidak lagi ada dan mengakibatkan hiperpolarisasi. Pada 2 minggu
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR PROFIL ANALGETIK PASCA …..….. DR. REGINA AGUSTANTINA
18
postnatal pertama, ekspresi enzim sintesa GABA, glutamate decarboxylase
(GAD), menunjukkan 50% neuron adalah GABA-positif dan 20% GABA-
positif pada minggu ketiga postnatal. Fenomena di mana GABA berperan
dalam eksitatori pada otak yang belum matang juga terjadi pada area
supraspinal pada otak tikus postnatal.
Pada bayi prematur, dopamin dan norepinephrine tidak dapat memodulasi
aktivitas nosisepsi sebelum usia kehamilan 36-40 minggu. Terlebih lagi,
serabut inhibisi yang berkembang dari area PAG dan area lainnya di batang
otak tidak memicu rilis serotonin hingga sekitar 6-8 minggu setelah lahir.
Karena neurotransmiter aferen eksitatori nyeri cukup banyak saat lahir, dan
tidak diimbangi dengan neurotransmiter inhibisi descenden, bayi prematur
mempunyai keterbatasan dalam memodulasi nyeri. Imaturitas jalur descenden
memaparkan sensitivitas dan intensitas nyeri lebih besar pada neonatus
sebelum usia kehamilan 48 minggu dibanding dewasa dan bayi.
Maturasi sambungan sinaps serabut C di cornu dorsalis, perkembangan
interneuron di substansia gelatinosa dan perkembangan fungsi sistem inhibisi
descenden mulai dari pusat supraspinal terjadi postnatal pada tikus.
Mekanisme modulasi mencapai maturasi lebih akhir dibanding mekanisme
dasar eksitatori sehingga bayi baru lahir tidak mencapai respon puncak dari
rangsangan nyeri. Respon ini tidak selalu dapat diprediksi. Kurangnya inhibisi
berperan terhadap respon dasar dan respon berlebih terhadap input sensoris
dengan nilai ambang rendah maupun tinggi, di mana respon nyeri tertentu
membutuhkan input aferen konvergen yang berkembang dari waktu ke waktu
sehingga menjadi jelas secara klinis. Onset proses inhibisi merupakan penentu
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR PROFIL ANALGETIK PASCA …..….. DR. REGINA AGUSTANTINA
19
penting aktivitas neuron dan merupakan sinyal darurat matangnya respon nyeri
pada bayi.
2.2.6. Proses Supraspinal dan Integrasi
Pada usia kehamilan 8 minggu, neocortex fetus mulai berkembang dan pada
usia kehamilan 20 minggu masing-masing cortex telah mempunyasi seluruh
komplemen 109 neuron. Neuron aferen di thalamus memproduksi akson yang
ada di otak sebelum mid-gestasi. Serabut ini “berlama-lama” di bawah
neocortex hingga bermigrasi dan cortex neuron berakhir sempurna dan
perkembangan sambungan sinaps intracortex di sekitar usia kehamilan 20
minggu menjadi sempurna. Pada usia kehamilan 24-26 minggu, serabut
thalamocortical dan hubungan sinaps telah sempurna. Potensi somatosensoris
yang dibangkitkan sangat lambat dan sederhana sebelum usia kehamilan 29
minggu, namun, pada usia kehamilan 40 minggu, pola menjadi rumit. Cortex
cerebri secara fungsional matur (termasuk cortex sensorimotor, sistem limbik,
diencephalon, thalamus, area batang otak midbrain) pada usia kehamilan 22
minggu dan menjadi sinkron bilateral pada usia kehamilan 27 minggu.
Migrasi sel cortex dari lapisan germinal ventrikel di mana mereka berasal ke
lokasi spesifik di lempeng cortex sempurna pada usia kehamilan kira-kira 24
minggu. Struktur yang mendukung matriks germinal masih kaya akan
pembuluh darah setelah migrasi sel selesai hingga usia kehamilan 28 minggu,
mengakibatkan struktur tersebut berisiko terjadi perdarahan. Pada saat proses
migrasi dan diferensiasi, apopotosis atau kematian sel terprogram
menghilangkan neuron dalam jumlah besar dari area cortex cerebri yang
berbeda. Jumlah neurin cortex mencapai puncaknya pada usia kehamilan 28
minggu kemudian menurun hingga 70% sebelum lahir.
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR PROFIL ANALGETIK PASCA …..….. DR. REGINA AGUSTANTINA
20
Pada usia kehamilan 20 minggu, electroencephalographic non spesifik secara
berkala muncul di kedua hemisfer otak. Mereka menetap pada usia kehamilan
22 minggu dan menjadi sinkron bilateral pada usia kehamilan 26-27 minggu.
Munculnya neuron non spesifik ini terjadi saat perkembangan neuron.
Hilangnya neuron tersebut memberi sinyal kegawatan terhadap potensial
spesifik dan maturasi sirkuit fungsi otak.
2.3. Jenis Pembedahan pada Pediatri
Seperti halnya pada dewasa, pembedahan pada pediatri juga dibagi menjadi 2
berdasarkan tingkat keparahan penyakit, bagian tubuh yang terkena, kompleksitas
operasi, dan waktu pemulihan yang diharapkan. Pembagian ini meliputi:
1. Operasi mayor
Meliputi operasi kepala, leher, dada dan beberapa operasi abdomen.
Waktu pemulihan dapat memanjang dan membutuhkan perawatan intensif
atau beberapa hari di rumah sakit. Terdapat risiko lebih tinggi untuk
komplikasi pada operasi tersebut. Beberapa jenis operasi mayor antara
lain:
Eksisi tumor
Koreksi malformasi tulang tengkorak
Repair penyakit jantung kongenital, transplantasi organ, repair defek
intestinal
Koreksi abnormalitas spinal dan terapi cedera serius
Koreksi masalah dalam perkembangan paru, intestinal, diafragma
atau anus
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR PROFIL ANALGETIK PASCA …..….. DR. REGINA AGUSTANTINA
21
2. Operasi minor
Beberapa operasi pada anak termasuk operasi minor. Waktu pemulihan
pendek dan anak dapat segera kembali pada aktivitas biasa. Sebagian besar
operasi ini merupakan operasi poliklinis, dan anak dapat pulang ke rumah
di hari yang sama. Operasi-operasi ini meliputi:
Repair hernia
Koreksi patah tulang
Eksisi lesi kulit
Biopsi
2.4. Penilaian Nyeri pada Pediatri
Penilaian nyeri merupakan komponen manajemen nyeri yang paling penting
dan kritis. Menilai nyeri pada anak-anak adalah hal yang menantang serta merupakan
tugas yang sulit, karena tidak ada metode yang dapat diandalkan untuk mengukur
nyeri pada anak. Self report anak merupakan indikator yang dapat dipercaya dalam
mengukur skala nyeri pada anak. Aspek kognitif dan emosional ditambah dengan
mekanisme pertahanan psikologis adalah variabel penting dalam menilai nyeri pada
anak. (24) Sayangnya hal ini hanya berlaku pada anak dengan kemampuan kognitif dan
komunikasi yang baik. Pada bayi atau anak dengan kemampuan kognitif dan
komunikasi yang kurang, self report anak tidak selalu memungkinkan dilakukan dan
penilaian nyeri berdasarkan pengamatan terhadap tingkah laku dan biologis adalah
satu-satunya cara. Salah satu cara menilai nyeri adalah QUESTT yaitu:
Q: Question the child – (tanyakan pada anak)
U: Use pain rating scales – (gunakan skala nyeri)
E: Evaluate child’s behavior – (evaluasi tingkah laku anak)
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR PROFIL ANALGETIK PASCA …..….. DR. REGINA AGUSTANTINA
22
S: Secure parent’s involvement – (libatkan orang tua)
T: Take cause of pain into account – (perhitungkan penyebab rasa nyeri)
T: Take earliest action (segera ambil tindakan awal) (25)
Question the child
Pernyataan verbal anak dan deskripsi nyeri adalah faktor penting dalam
menilai nyeri. Anak usia < 2 tahun dapat melaporkan dan melokalisir nyeri, meskipun
pada usia ini anak belum mampu menggambarkan kuantitas dari intensitas nyeri.
Bertanya pada anak harus sabar dan gunakan kata-kata yang familiar pada anak.
Berbicara dengan orang tua sebelum bertanya pada anak adalah cara pendekatan
terbaik dan kata-kata yang biasa digunakan dalam percakapan dengan keluarga harus
digunakan. Anak pada usia berapapun dapat menyangkal rasa nyeri jika penanya
adalah orang asing, atau karena mereka takut menerima sejumlah injeksi untuk
mengatasi nyeri.
Use pain rating scales
Pada anak usia < 4-5 tahun dapat digunakan pengukuran skala nyeri standar
dalam menilai nyeri. Penilai harus terlebih dulu memperkenalkan dan berdiskusi
tentang pengukuran skala nyeri tersebut pada orang tua dan pasien. Beberapa metode
pelaporan diri yang dapat digunakan antara lain Hester’s poker chip tool, Eland’s
colour scale, Visual Analog Scale (VAS), Smiley Analog Scale, Oucher Scale of
Beyer and Wells, dan Work Graphic Scale of Tesler dkk. Idealnya, tidak ada satu
pengukuran skala nyeri yang lebih baik dari lainnya.
Pada anak usia > 7-8 tahun dapat digunakan pengukuran skala nyeri dengan
angka (Numeric Rating Scale – NRS) ataupun skala VAS. Dengan menggunakan
skala tersebut, nyeri dapat dinilai untuk menentukan rencana terapi dan juga menilai
keberhasilan terapi yang diberikan.
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR PROFIL ANALGETIK PASCA …..….. DR. REGINA AGUSTANTINA
23
Gambar 2.2. Pengukuran Skala Nyeri: Visual Analogue Scale (VAS), Numerical
Rating Scale (NRS) dan Facial Expressions Scale
Evaluate child’s behavior and physiologic changes
Perilaku stres tertentu misal menangis, mengaduh, meringis, postur penjagaan
dan gerakan badan lainnya seringkali berhubungan dengan nyeri dan dapat digunakan
untuk mengevaluasi nyeri pada anak dengan keterbatasan kemampuan berkomunikasi.
Namun, sangat sulit untuk untuk membedakan perilaku tersebut disebabkan oleh nyeri
atau penyebab lainnya seperti lapar, takut ataupun cemas.
Banyak skala pengukuran perilaku telah dipublikasikan seperti Directly
Observed Children’s Hospital of Eastern Ontario Pain Scale (CHEOPS); Face, Legs,
Cry, Activity Concolability scale (FLACC); Toddler Preschool Post Operative Pain
Scale; Ten Item Post Operative Pain Score; CRIES scale; facial expression scale of
Wong dan Nurse or Parent rating of pain.
Skala FLACC awalnya digunakan untuk menilai nyeri postoperatif anak usia 2
bulan hingga > 12 tahun. Skala FLACC dibuat sebagai metode sederhana yang
digunakan perawat untuk mengidentifikasi, mendokumentasi, dan mengevaluasi nyeri
pada anak yang tidak mampu menyatakan nyeri dan intensintas nyeri secara verbal.
Skala ini meliputi penilaian face, legs, activity, cry dan consolability. Setiap
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR PROFIL ANALGETIK PASCA …..….. DR. REGINA AGUSTANTINA
24
komponen tersebut diberi nilai 0-2, sehingga nilai total 0-10. Skala FLACC telah
digunakan dalam berbagai populasi dan usia termasuk perawatan di NICU, anak yang
belum bisa bicara, anak dengan gangguan kognitif dan juga sebagai penilaian nyeri
postoperatif. (26)
Tabel 2.1. Skala FLACC (face, legs, activity, cry dan consolability) (26)
Sama seperti perubahan perilaku, perubahan fisiologis juga tidak dapat
dibedakan antara respon fisik terhadap nyeri ataupun bentuk stres lainnya.
Kebanyakan studi pengukuran fisiologis dipakai untuk mengukur nyeri akut, namun
merupakan indikator yang tidak dapat diandalkan untuk mengukur nyeri yang
persisten. Misal perubahan fisiologis terhadap nyeri adalah denyut jantung meningkat,
laju nafas dan tekanan darah meningkat, menangis, berkeringat, saturasi oksigen
menurun, pupil dilatasi, wajah kemerahan, mual dan otot menegang. Denyut jantung
adalah tanda yang paling sederhana dan cocok. Rangsang vagal dan variabilitas
denyut jantung seperti saat bernafas telah digunakan untuk mengindikasikan nyeri dan
distres. Denyut jantung akan menurun dan kemudian naik sebagai respon terhadap
nyeri tajam yang akut.
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR PROFIL ANALGETIK PASCA …..….. DR. REGINA AGUSTANTINA
25
Pembedahan juga memicu dikeluarkannya hormon stres (kortikosteroid,
katekolamin, glukagon dan hormon pertumbuhan). Kecuali dilakukan pemeriksaan
laboratoris dan penelitian lebih lanjut, pengukuran tersebut tidak berguna secara klinis
untuk menilai dan mengobati nyeri.
Neonatal Infant Pain Scale (NIPS) merupakan skala perilaku untuk
mengevaluasi nyeri yang dapat digunakan untuk pasien neonatus prematur maupun
aterm. Skala ini merupakan adaptasi dari skala CHEOPS dan indikasi adanya nyeri
ataupun distres. Skala ini terdiri dari 6 indikator yaitu: ekspresi wajah, tangisan, pola
nafas, postur tangan, postur kaki, dan kesadaran. Tiap indikator mempunyai nilai 0
atau 1 kecuali tangisan, mempunyai nilai 0, 1, dan 2. Bayi hendaknya diobservasi
selama 1 menit untuk setiap indikator. Nilai nyeri total antara 0-7.
Tabel 2.2. Skala NIPS (Neonatal Infant Pain Scale)
Kriteria Skor 0 Skor 1 Skor 2
Ekspresi wajah Rileks Merengut -
Tangisan Tidak ada Mengomel Menangis hebat
Pernafasan Rileks Berbeda dengan
basal
-
Postur tangan Rileks Tertekuk/tegang -
Postur kaki Rileks Tertekuk/tegang -
Kesadaran Tidur/tenang Tertekuk/tegang -
Intervensi terhadap nilai nyeri berbeda untuk setiap nilai nyeri. Keterbatasan
penilaian nyeri yang bukan merupakan self report adalah hambatan membedakan
antara nyeri dan kecemasan, namun intervensi non-farmakologis dapat membedakan
antara kedua hal tersebut.
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR PROFIL ANALGETIK PASCA …..….. DR. REGINA AGUSTANTINA
26
Tabel 2.3. Intervensi pada Skala NIPS
Level Nyeri Intervensi
0-2 = tidak nyeri/nyeri ringan
3-4 = nyeri ringan-sedang
>4 = nyeri hebat
Tidak ada
Intervensi non-farmakologis dengan penilaian
ulang dalam 30 menit
Intervensi non-farmakologis dan intervensi
farmakologis dengan penilaian ulang dalam 30
menit
Gambar 2.3. Ekspresi Wajah Akibat Rangsangan Nyeri (27)
Tabel 2.4. Skala pengukuran CRIES (Crying, Requires O2 for SaO2 < 95%, Increased
vital signs, Expressions, Sleepless)
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR PROFIL ANALGETIK PASCA …..….. DR. REGINA AGUSTANTINA
27
Secure parent’s involvement
Orang tua harus diwawancara mengenai identifikasi awal dan perubahan
perilaku anak akibat nyeri. Mereka juga harus didorong untuk berpartisipasi secara
aktif dalam menilai nyeri, kemajuan dan juga strategi pengobatan nyeri anak mereka.
Take cause of pain into account
Etilogi dan jenis preosedur dapat memberikan gambaran intensitas dan jenis
nyeri yang dirasakan anak.
Take a quick action to relieve the pain
Temukan tingkat nyeri yang dapat ditolerir anak dan gunakan metode yang
sesuai untuk mengatasinya.
2.5. Tingkat Kecemasan pada Anak
Kecemasan merupakan salah satu perasaan paling menyedihkan dalam kondisi
preoperatif yang dapat mengganggu praktik medis sehingga menyebabkan pasien,
terutama anak, enggan berkomunikasi atau meminum obat, menolak pemasangan
infus ataupun memasuki ruang operasi. Sebuah penelitian oleh Fortier dkk
menyebutkan bahwa tingkat kenyamanan anak yang rendah dan kecemasan orang tua
yang tinggi berhubungan dengan kecemasan anak perioperatif. Tingkat kecemasan
perioperatif berhubungan dengan nyeri postoperatif dan perubahan perilaku negatif
postoperatif seperti mimpi buruk, cemas saat perpisahan, dan ketakutan saat bertemu
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR PROFIL ANALGETIK PASCA …..….. DR. REGINA AGUSTANTINA
28
dokter. (28) Kecemasan preoperatif ditandai dengan perasaan tegang, ketakutan,
kegelisahan, dan kekhawatiran. Faktor yang mempengaruhi kecemasan pada masa
preoperatif antara lain: mood anak sebelum operasi, kenyamanan yang kurang,
sosialisasi yang kurang, perilaku adaptif, impulsif, pengalaman pembedahan
sebelumnya, pengalaman rawat inap sebelumnya, perlakuan tidak baik dari staf dokter
anak, maupun adanya kecemasan anggota keluarga. (29) Saat mengevaluasi kecemasan
pada anak, sangatlah penting untuk menggunakan metode yang dikembangkan secara
khusus untuk usia kelompok tertentu yang memungkinkan evaluasi psikiatrik,
evaluasi klinis, evaluasi diri atau skala observasional dan evaluasi anggota keluarga.
Berbagai skala yang didisain untuk digunakan oleh klinisi, orang tua, guru ataupun
anak telah dikembangkan untuk mengevaluasi adanya kecemasan pada anak. Namun,
sebagian besar tidak cocok digunakan untuk mengevaluasi kecemasan pada anak
prasekolah di masa preoperatif. Untuk anak usia < 5 tahun, Kain dkk menyebutkan
bahwa skala YPAS, yang kemudian dimodifikasi menjadi mYPAS digunakan untuk
anak saat preanestetik dan induksi. mYPAS meliputi observasi 5 komponen yang
menggambarkan hubungan anak dengan lingkungannya (aktivitas dan gairah),
vokalisasi, ekspresi emosi dan interaksi dengan anggota keluarga.
Tabel 2.5. Modified Yale Preoperative Anxiety Scale (mYPAS) (29)
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR PROFIL ANALGETIK PASCA …..….. DR. REGINA AGUSTANTINA
29
Selain mYPAS, penilaian kecemasan dapat dilakukan dengan menggunakan
State-Trait Anxiety Inventory (STAI). STAI merupakan self report yang meliputi 2-20
komponen, skala penilaian meninjau ciri khas dan kondisi cemas. Ibu merespon pada
skala bernilai 4 dan skor total dari setiap kuisioner berkisar antara 20 hingga 80 di
mana nilai yang lebih besar menggambarkan kondisi cemas yang lebih besar. Korelasi
tes-tes ulang dari STAI adalah tinggi yaitu 0.73 hingga 0.86. Validitas instrumen
diperiksa dalam 2 studi di mana STAI dinilai dengan memberikan kondisi stres
rendah dan tinggi pada sampel murid yang cukup besar. Nilai r berkisar antara 0.83
hingga 0.94 menunjukkan validitas yang sangat baik. (30)
Sayangnya STAI pada anak hanya dapat digunakan untuk menilai kecemasan
anak usia 9-12 tahun. Skala ini terdiri dari 2 bagian yaitu anxiety state (A state) dan
trait state (T state). Meski disusun untuk anak usia 9-12 tahun, namun penilaian ini
juga dapat dilakukan pada anak lebih muda dengan kemampuan membaca rata-rata
ataupun di atas rata-rata dan anak lebih tua dengan kemampuan membaca di bawah
rata-rata. A state terdiri dari 20 pertanyaan yang menanyakan perasaan mereka pada
saat tertentu. Hal tersebut mengukur keadaan cemas sementara, yang secara subyektif
merupakan perasaan takut, tegang atau khawatir dengan intensitas yang bervariasi dan
berfluktuasi dari waktu ke waktu. Sedangkan A trait terdiri dari 20 pertanyaan yang
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR PROFIL ANALGETIK PASCA …..….. DR. REGINA AGUSTANTINA
30
menanyakan perasaan mereka secara umum. Hal tersebut mengukur perbedaan
individu relatif dalam kecemasan rawan, yaitu perbedaan anak yang mempunyai
kecenderungan untuk mengalami cemas.
2.6. Sedasi dalam Mengatasi Kecemasan (31)
Lebih dari separuh anak-anak yang dijadwalkan operasi yang membutuhkan
anestesi umum akan mengalami stres dan ketakutan yang dapat menyebabkan
kurangnya kooperasi. Momen perpisahan anak dari orang tua saat memasuki kamar
operasi dapat menjadi momen yang paling sulit. Beberapa anak yang cemas akan
menunjukkan kecemasan dan ketakutan mereka baik secara verbal maupun nonverbal.
Berbagai teknik farmakologi dan nonfarmakologi telah digunakan untuk mengatasi
situasi ini. Metode nonfarmakologi lebih sering digunakan untuk mengurangi tingkat
kecemasan dan meningkatkan kerja sama. Sebagian anak mempunyai respon yang
baik saat menonton film kartun, bermain video games ataupun dihipnotis. Dokter
dengan kostum badut, stimulasi sensorik yang sedikit, ataupun terapi musik telah
dilakukan untuk membuat lingkungan lebih nyaman bagi anak. Meskipun metode
nonfarmakologi dapat meningkatkan kooperasi anak, namun metode ini tidak
menurunkan tingkat kecemasan secara konsisten.
Sedangkan metode farmakologi untuk mengatasi kecemasan pada anak antara
lain pemberian sedasi, anticemas, analgetik, dan anestesi. Pemberian sedasi secara
kontinyu tidak disarankan untuk dilakukan.
2.6.1. Midazolam
Dari beberapa studi, midazolam merupakan terapi pilihan dalam mengatasi
kecemasan proepratif pada anak. Midazolam dapat diberikan secara oral
maupun intranasal. Dosis pemberian midazolam oral adalah 0,5-0,75 mg/kg,
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR PROFIL ANALGETIK PASCA …..….. DR. REGINA AGUSTANTINA
31
maksimal 15 mg dan diberikan 15 hingga 30 menit sebelum prosedur. Dosis
intranasal yang diberikan adalah 0,2 mg/kg, maksimal 5 mg dan diberikan 5
menit sebelum prosedur. Pemberian midazolam preoperatif menunjukkan
tingkat stres yang lebih kecil dalam berbagai pengukuran. Sedikit efek
samping muncul. Midazolam dapat menyebabkan reaksi agitasi paradoksal
pada sebagian kecil anak. Reaksi ini telah ditunjukkan dalam laporan kasus
disertai dengan pemberian antidotum midazolam (flumazenil) baik pada anak
maupun dewasa. Ketamin, obat anestesi disosiatif, telah terbukti lebih efektif
mengatasi kecemasan daripada midazolam dengan dosis lebih besar ataupun
plasebo.
Efek amnesia tidak tergantung rute pemberian, karena tidak terdapat
perbedaan signifikan efek amnesia pada pemberian oral (0,45 mf/kg) dengan
intramuskular (0,2 mg/kg) pada anak. Midazolam terbukti memberikan
amnesia total atau parsial pada 90% anak yang menjalani aspirasi sumsum
tulang atau pungsi lumbal. (32)
Efek samping midazolam pada dosis tinggi yaitu hipoventilasi dan
hipoksemia. Depresi nafas dilaporkan terjadi pada dewasa namun hanya
terdapat sedikit laporan tentang depresi nafas pada anak. Depresi nafas
berbanding lurus dengan dosis yang diberikan, sehingga pemberian dosis
harus dipantau secara ketat.
2.6.2. Nitrous Oxide (N2O)
Dua studi mengevaluasi nitrous oxide dengan pemberian kontinyu 50% dan
70%. Pada studi yang dilakukan Keidan dkk dengan membandingkan 50%
nitrous oxide dengan 0,5 mg/kg midazolam oral menunjukkan bahwa tidak
terdapat perbedaan antara midazolam dan nitrous oxide.
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR PROFIL ANALGETIK PASCA …..….. DR. REGINA AGUSTANTINA
32
2.6.3. Obat-obat Lainnya
Pada sebuah studi yang membandingkan hidrat koral dosis 25 mg/kg dengan
midazolam oral dan plasebo menunjukkan tidak terdapat perbedaan secara
statistik dalam mengurangi stres. Hal ini mungkin disebabkan karena dosis
inadekuat atau kurangnya daya dalam penelitian ini.
2.7. Aspek Umum Perkembangan Farmakologi (33)
Farmakokinetik dan farmakodinamik analgetik berubah seiring dengan
pertumbuhan. Perubahan terkait umur beberapa variabel fisiologis terhadap fungsi
obat terangkum dalam Tabel 3. Perbedaan sistem enzim hepar yang memetabolisir
obat pada tingkat usia tertentu menjadi faktor utama yang menentukan perubahan
farmakokinetik dan farmakodinamik analgetik.
Neonatus mempunyai clearance obat yang lebih rendah dibanding bayi, anak
dan dewasa. Hal ini disebabkan oleh sistem enzim hepar yang belum matang secara
sempurna. Sebaliknya, anak usia 2-6 tahun mempunyai weight-normalized clearance
yang lebih besar dibanding dewasa pada beberapa jenis obat. Besarnya laju
metabolisme obat oleh sitokrom P-450 pada anak dibanding dewasa lebih
mencerminkan massa hepar per kilogram berat badan yang lebih besar dibanding
perubahan terkait usia dari enzim katalisator intrinsik. Clearance obat yang lebih
cepat pada anak dibanding dewasa mengindikasikan diperlukannya pemberian obat
lebih sering.
Tabel 2.6. Tren Relevan Terkait Umur Terhadap Kerja Obat *
Sistem Fisiologis Tren Terkait Umur Implikasi Klinis
Kompartemen tubuh
Neonatus: penurunan
lemak dan otot,
peningkatan jumlah air,
Peningkatan durasi kerja
obat larut air,
peningkatan interval
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR PROFIL ANALGETIK PASCA …..….. DR. REGINA AGUSTANTINA
33
peningkatan volume
distribusi obat larut air
dosis
Ikatan protein plasma Neonatus: penurunan
konsentrasi albumin dan
asam glikoprotein α1
Peningkatan konsentrasi
obat terikat protein kuat
yang tidak terikat,
peningkatan risiko terjadi
overdosis atau toksisitas
Sistem enzim hepar
untuk metabolisme obat
Neonatus dan bayi: subtipe
sitokrom hepar P-450
dan glucoronyl
transferase imatur
Anak usia 2-6 tahun:
peningkatan massa hepar
Neonatus dan bayi:
penurunan clearance
metabolik, penurunan
laju infus dan
peningkatan interval
dosis
Anak usia 2-6 tahun:
peningkatan clearance
metabolik, peningkatan
laju infus dan penurunan
interval dosis
Filtrasi renal dan
ekskresi obat dan hasil
metabolitnya
Neonatus dan bayi:
penurunan laju filtrasi
glomerulus
Neonatus dan bayi:
akumulasi obat yang
diekskresi di renal atau
metabolit aktif,
penurunan laju infus dan
peningkatan interval
dosis
Laju metabolik,
konsumsi oksigen dan
fungsi respirasi
Neonatus dan bayi:
peningkatan konsumsi
oksigen, peningkatan
rasio konsumsi oksigen
terhadap kapasitas residu
fungsional total,
penurunan serat
diafragma tipe 2 (anti-
Neonatus dan bayi: henti
respirasi atau apnea
menyebabkan
hipoksemia, peningkatan
laju onset dan offset
anestesi inhalasi,
peningkatan risiko
atelektasis jatau gagal
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR PROFIL ANALGETIK PASCA …..….. DR. REGINA AGUSTANTINA
34
lelah), penurunan
diameter jalan nafas,
peningkatan kerja nafas
yang berlawanan,
penurunan kontrol otot
faring dan lidah,
penurunan kekakuan
laring dan trakea
subglotis, penurunan
respon ventilasi terhadap
oksigen dan
karbondioksida,
penurunan kapasitas
residual menjelang
ekspirasi
nafas saat sakit atau
pembedahan yang
membebani kerja nafas,
peningkatan risiko
hipoventilasi akibat efek
kombinasi penurunan
reflek jalan nafas dan
respon terhadap opioid
atau sedasi
* Perbedaan variabel fisiologis dinyatakan sebagai peningkatan atau penurunan
relatif terhadap variabel berat yang sebanding pada orang dewasa. Perbedaan
dalam dosis (dinormalisasi per kilogram massa tubuh) atau laju infus
(dinormalisasi dalam miligram per kilogram per jam) disajikan sebagai
peningkatan atau penurunan relatif terhadap variabel yang sebanding pada
orang dewasa.
2.8. Pedoman Tatalaksana Nyeri Pasca Operasi Pada Anak
Timbulnya nyeri pasca operasi merupakan proses yang sangat kompleks.
Selama operasi mediator-mediator inflamasi dilepaskan, yang meliputi histamin,
leukotrien, prostaglandin, sitokin, bradikinin dll. Mediator-mediator tersebut
menimbulkan hiperalgesia di tempat luka dan jaringan sekitarnya. Neuron aferen
melepaskan asam amino stimulator (glumatat, aspartat) atau neurotransmiter peptida
(substansi P, neurokinin, kalsitonin, kolesistokinin dan somatostatin), yang
mempengaruhi konversi dan modulasi nyeri. Aktivitas nosiseptif dari saraf spinal
ditransmisikan ke pusat yaitu otak di mana nyeri dimodulasi oleh opioid endogen,
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR PROFIL ANALGETIK PASCA …..….. DR. REGINA AGUSTANTINA
35
noradrenalin dan 5-hydroxytryptamine (serotonin, 5-HT). Substansi tersebut mampu
membantu merangsang ataupun menghambat nyeri. Sesuai dengan asumsi, analgetik
multimodal harus diberikan di berbagai level di mana nyeri dapat timbul (perifer,
saraf spinal, pusat meduler) dan hal ini lebih efektif daripada metode manajemen
nyeri hanya pada 1 level saja. (26)
Manajemen nyeri pasca operasi adalah salah satu faktor penting dalam
merawat pasien anak yang menjalani pembedahan. Pedoman manajemen pemberian
analgetik berikut meliputi prinsip berdasarkan evaliasi kondisi pasien termasuk jenis
dan lama operasi. Membuat manajemen nyeri terpadu pada anak sangat sulit karena
rentang usia pasien anak beragam dan berpotensi menjadi masalah terlepas dari
adanya penyakit penyerta dan tingkat kesulitan operasi. Pedoman ini dibuat
berdasarkan bukti klinis esensial yang tersedia, termasuk evidence-based medicine
(EBM). Data-data tersebut meliputi data literatur, termasuk pedoman Australian &
New Zealand College of Anaesthetists (ANZCA) tahun 2010 dan the American
Psychological Association (APA) tahun 2012. (26)
Unsur vital nosiseptif pada bayi baru lahir merupakan dampak dari rangsangan
nyeri jangka panjang pada periode awal kehidupan sebagai bentuk pengendalian nyeri
yang tidak tertangani. Rangsangan nyeri jangka panjang pada bayi baru lahir tidak
hanya meningkatkan area somatosensoris di cortex cerebri yang bertanggung jawab
untuk persepsi nyeri, tetapi juga merubah alur timbulnya hipoalgesia dan hiperalgesia
karena rangsangan suhu di daerah inflamasi secara kompleks. Selama bertahun-tahun,
anggapan bahwa anak tidak merasakan nyeri dan tidak dapat mengingat pengalaman
yang berhubungan dengan nyeri diterapkan oleh tenaga medis di berbagai kasus.
Bahkan, pengetahuan tentang manajemen nyeri yang kurang, ketakutan akan efek
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR PROFIL ANALGETIK PASCA …..….. DR. REGINA AGUSTANTINA
36
samping opioid dan kurangnya manajemen analgetik menghasilkan terapi nyeri yang
tidak efektif pada anak. (26)
Reseptor sensoris pertama pada anak telah ada sejak minggu ke-7 kehidupan
fetal. Pada usia kehamilan 20 minggu, reseptor ada di seluruh kulit dan permukaan
mukosa. Secara simultan, struktur sinaptik berkembang di cornu posterior saraf spinal
dan menjadi matang pada usia kehamilan 37 minggu. Perkembangan hemisfer cerebri
bermula pada usia kehamilan 8 minggu, dan pada usia 20 minggu fetus telah memiliki
sel saraf yang lengkap. Terlepas dari proses pematangan struktur dan fungsi jalur
konduksi, peran penting dimainkan oleh neurotransmiter yang dilepaskan oleh sistem
opioid endogen. Konsentrasi substansi P di dalam sel saraf dan jumlah reseptor sistem
saraf pusat (SSP) yang spesifik terhadap nyeri lebih banyak pada anak dibanding pada
dewasa. Saat usia kehamilan 20 minggu, sel pituitari mulai memproduksi endorfin.
Setelah bayi lahir, bayi memiliki konsentrasi endorfin hingga 5x lebih banyak
daripada dewasa. (26)
2.8.1. Nyeri akut pada anak akibat trauma pembedahan yang luas (disertai
dengan kerusakan jaringan ringan) – NRS atau VAS pasca operasi < 4
Farmakoterapi preoperatif – analgetik preemtif
Krim EMLA digunakan untuk anak usia > 2 tahun di mana vena tempat akan
dilakukan insersi infus dapat diidentifikasi dan waktu anestesi dapat
ditentukan. Krim ini tidak dapat digunakan pada anak yang belum dapat
berkomunikasi; sudah mempunyai jalur infus atau kateter vaskular; dan yang
venanya sulit diidentifikasi. Dosis: 2 gram per 20 cm2 kulit, ditutup dengan
occlusive dressing selama 1-2 jam.
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR PROFIL ANALGETIK PASCA …..….. DR. REGINA AGUSTANTINA
37
Gambar 2.4. Farmakoterapi Preoperatif pada Prosedur Operasi dengan
Kerusakan Jaringan Ringan – Analgetik Preemtif (26)
Farmakoterapi postoperatif – analgetik lokal
Sebelum operasi, dilakukan injeksi pada garis insisi dengan lidocaine 1% atau
bupivacaine 0.25-0.5% (5-10 ml) sebagai analgetik preemtif kecuali telah
dilakukan blok anestesi. Setelah operasi selesai, injeksi ulang luka operasi
tergantung jenis pembedahan. Pemberian intra-artikular anestesi lokal 5-10 ml
bupivacaine 0.25-0.5% dan/atau opioid: morfin 1-2 mg atau fentanyl 20-25
mcg.
Gambar 2.5. Farmakoterapi Postoperatif pada Prosedur Operasi dengan
Kerusakan Jaringan Ringan (26)
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR PROFIL ANALGETIK PASCA …..….. DR. REGINA AGUSTANTINA
38
2.8.2. Prosedur operasi pada anak dengan kerusakan jaringan sedang – NRS
atau VAS pasca operasi 4-6 dan durasi nyeri pasca operasi < 3 hari
Farmakoterapi preoperatif
Sama seperti pada prosedur operasi dengan kerusakan jaringan ringan.
Farmakoterapi postoperatif
Setelah operasi selesai, injeksi ulang luka operasi tergantung jenis
pembedahan. Pemberian intra-artikular anestesi lokal 5-10 ml bupivacaine
0.25-0.5% dan/atau opioid: morfin 1-2 mg atau fentanyl 20-25 mcg. Pada hari
kedua hingga ketiga, analgetik dapat diberikan dalam pembagian dosis per
oral atau per rectal.
Gambar 2.6. Farmakoterapi Postoperatif pada Prosedur Operasi dengan
Kerusakan Jaringan Sedang (26)
Jika nyeri masih timbul, sesuai permintaan pasien, opioid dosis kecil dapat
diberikan dengan metode Nurse Controlled Analgesia (NCA) atau Patient
Controlled Analgesia (PCA) jika tersedia. Pemantauan kontinyu dari tanda-
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR PROFIL ANALGETIK PASCA …..….. DR. REGINA AGUSTANTINA
39
tanda vital seperti denyut nadi, rate pernafasan, intensitas nyeri, kedalaman
sedasi, efek samping harus dilakukan.
Obat anti-emetik:
- Metoclopramide: 0.1 mg/kg iv setiap 6-8 jam maksimal 5 mg;
metoclopramide tidak dapat diberikan pada pasien yang mendapat tramadol.
- Ondansetron: 0.05-0.1 mg/kg iv setiap 8-12 jam maksimal 4 mg;
ondansetron tidak dapat diberikan pada pasien yang mendapat tramadol.
- Dexamethasone: 0.15 mg/kg setiap 8-12 jam maksimal 5 mg.
2.8.3. Prosedur operasi pada anak dengan kerusakan jaringan hebat – NRS
atau VAS pasca operasi > 7 dan durasi nyeri pasca operasi > 3 hari
Farmakoterapi preoperatif
Sama seperti pada prosedur operasi dengan kerusakan jaringan ringan.
Farmakoterapi postoperatif
Infus opioid kontinyu: morfin, nalbuphine. Pemberian obat ini hanya
dilakukan di ruang rawat intensif. Jika tersedia, PCA dengan obat opioid dapat
digunakan. Jika pompa infus tidak tersedia, obat-obat tersebuut dapat
diberikan dengan dosis terbagi dikombinasi dengan infus paracetamol iv.
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR PROFIL ANALGETIK PASCA …..….. DR. REGINA AGUSTANTINA
40
Gambar 2.7. Farmakoterapi Postoperatif pada Prosedur Operasi dengan
Kerusakan Jaringan Hebat (26)
Obat anti-emetik:
- Metoclopramide: 0.1 mg/kg iv setiap 6-8 jam maksimal 5 mg;
metoclopramide tidak dapat diberikan pada pasien yang mendapat tramadol.
- Ondansetron: 0.05-0.1 mg/kg iv setiap 8-12 jam maksimal 4 mg;
ondansetron tidak dapat diberikan pada pasien yang mendapat tramadol.
- Dexamethasone: 0.15 mg/kg setiap 8-12 jam maksimal 5 mg
Tabel 2.7. Dosis Analgetik Paracetamol pada Anak (26)
Age Administration route
Saturating dose
Maintenance dose
Interval between
(h)
Max. daily dose
Duration of max. daily dose administration
(h) 28-32 weeks oral 20 mg/kg 10-15 mg/kg 8-12 30 mg/kg 48
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR PROFIL ANALGETIK PASCA …..….. DR. REGINA AGUSTANTINA
41
33-52 weeks
> 3 months
rectal
oral
rectal
oral
rectal
20 mg/kg
20 mg/kg
30 mg/kg
20-30 mg/kg
30-40 mg/kg
15 mg/kg
10-15 mg/kg
20 mg/kg
15 mg/kg
15-20 mg/kg
12
6-8
8
4-6
6-8
30 mg/kg
60 mg/kg
60 mg/kg
90 mg/kg
90 mg/kg
48
48
48
48-72
Body weight (kg) Administration route
Dose Interval between dose (h)
Max. daily dose
< 5 (newborn)
5-10
10-50
> 50
i.v.
i.v.
i.v.
i.v.
7.5 mg/kg
10 mg/kg
15 mg/kg
1 g
4-6
4-6
4-6
4-6
30 mg/kg
40 mg/kg
60 mg/kg
4-5 g
Tabel 2.8. Dosis Analgetik Metamizole pada Anak (26)
Administration route
Dose Interval between dose (h)
Max. daily dose Comments
i.v.
oral
10-15 mg/kg
5-20 mg/kg
6-8
6-8
60 mg/kg
60 mg/kg
Approved >15
years of age
Tabel 2.9. Dosis Analgetik NSAID pada Anak (26)
NSAID Dose Interval between doses (h)
Max. daily dose Comments
Ibuprofen
Ketoprofen
Diclofenac
Naproksen
Dexketoprofen
5-10 mg/kg p.o./p.r.
50-100 mg i.v.
1 mg/kg
50-150 mg p.o./p.r.
1 mg/kg p.r.
7.5 mg/kg p.o./p.r.
25 mg i.v.
50 mg i.v.
6-8
6-8-12
8
12
86-8-12
30 mg/kg
200 mg
4 mg/kg
150 mg
3 mg/kg
15 mg/kg
75 mg i.v.
150 mg i.v.
Approved > 3
months of age
Approved > 15 years
of age
Approved > 14 years
of age
Approved > 5 years
of age
Approved in adult
patients
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR PROFIL ANALGETIK PASCA …..….. DR. REGINA AGUSTANTINA
42
Tabel 2.10. Dosis Analgetik Opioid pada Anak (26)
Opioid Administration route
Dose Interval between dose (h)
Infusion Comments
Morphine
Fentanyl
Sufentanil
Tramadol
Oxycodone
Nalbuphine
iv./s.c.
p.o.
i.v.
i.v.
i.v.
i.v./p.o.
i.v.
Newborns 0.025 mg/kg
Children 0.05-0..2 mg/kg
Newborns 0.08 mg/kg
Children 0.2-0.5 mg/kg
1-5 µg/kg
0.05-0.5 µg/kg
1-2 mg/kg
0.05-0.15 mg/kg
0.1-0.2 mg/kg
3-4
4
4-6
3-4
3-6
10-40 µg/kg/h
0.5-2.5 µg/kg/h
0.05-1 µg/kg/h
0.07-0.25 mg/
kg/h
bolus 0.2 mg/kg
Preparation 1 mg/kg/
50 ml=20 mg/kg/ml
Bolus dose administered
in a 30-minutes infusion
Obligatory monitoring of
the patient
Approved > 12 years of
age
Approved > 12 years of
age
Approved > 18 months
Tabel 2.11. Patient-controlled analgesia (PCA) (26)
Drug Initial dose Infusion Bolus Max. 4-hour dose
Duration of pump block
Morphine
Fentanyl
Oxycodone
50-100 µg/kg
0.5-1 µg/kg
0.03 µg/kg
0-4 µg/kg/h
0.5-1 µg/kg/h
10-20 µg/kg
0.5-1 µg/kg
300 µg/kg
4-8 µg/kg
10-15 menit
5-10 menit
5-10 menit
Tabel 2.12. Nurse-controlled analgesia (NCA) (26)
Drug Initial dose Infusion Bolus Duration of pump block
Morphine 50-100 µg/kg 0-20 µg/kg/h 10-20 µg/kg 20-30 min
2.9. Opioid (33)
Indikasi pemberian opioid antara lain nyeri postoperatif, nyeri akibat penyakit
sickle cell, dan nyeri kanker. Pada anak, risiko ketergantungan obat lebih kecil
dibanding dewasa. Clearance berdasarkan berat dari beberapa opioid berkurang pada
neonatus dan mencapai nilai matur pada 6 -12 bulan. Waktu paruh eliminasi morfin
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR PROFIL ANALGETIK PASCA …..….. DR. REGINA AGUSTANTINA
43
dalam analisis yang dikumpulkan, rata-rata 9 jam pada neonatus prematur, 6,5 jam
pada neonatus aterm, dan 2 jam pada bayi dan anak. Metabolit aktif morfin
diekskresikan lewat ginjal dan dapat terakumulasi pada neonatus karena fungsi ginjal
yang belum matur. Clearane metabolit morfin di ginjal yang lambat dapat
menimbulkan efek analgetik, depresi nafas, dan kejang pada neonatus. Clearance
fentanyl dapat terganggu saat dan setelah operasi abdomen pada neonatus.
Respon reflek respirasi terhadap obstruksi jalan nafas, hiperkapnea, dan
hipoksemia belum sempurna pada awal kehidupan dan mencapai sempurna secara
bertahap dalam 2-3 bulan kehidupan baik pada neonatus prematur ataupun aterm.
Neonatus dan bayi dengan penyakit paru kronik mempunyai reflek ventilasi yang
terganggu, yang dapat meningkatkan risiko depresi nafas akibat opioid. Serial kasus
dari anak yang tidak diintubasi menunjukkan bahwa frekuensi depresi nafas akibat
opioid lebih besar pada neonatus dibanding bayi usia > 6 bulan. Namun, pemberian
morfin dalam masa postoperatif pada neonatus yang diintubasi berhubungan dengan
skor nyeri yang rendah dan hemodinamik yang stabil.
Pada bayi usia 3-6 bulan, efek analgetik morfin ataupun fentanyl mirip dan
efek depresi nafas tidak lebih besar dibanding dewasa dengan nilai konsentrasi plasma
dari morfin atau fentanyl yang sama. Pemberian infus morfin secara kontinyu pada
masa postoperatif telah digunakan secara luas pada bayi dan anak, dengan efektivitas
dan kemanan yang baik meskipun terdapat insiden efek samping kecil. Infus morfin
dimulai dari 0,01 mg/kg/jam pada bayi usia < 6 bulan hingga 0,025-0,04 mg/kg/jam
pada bayi usia > 12 bulan. Pada neonatus, laju infus morfin berdasarkan berat badan
harus lebih kecil, dan dosis pengulangan intermiten harus lebih kecil, lebih jarang
baik pada bayi maupun anak.
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR PROFIL ANALGETIK PASCA …..….. DR. REGINA AGUSTANTINA
44
Neonatus yang mendapat opioid harus dipantau secara ketat, bisa dengan pulse
oximetry dan harus dilakukan secara rutin sebagai bagian dari manajemen jalan nafas,
karena pemantauan rate nafas sendiri merupakan prediktor inadekuat dari impending
apnea. Penelitian belum dapat membuktikan opioid yang cocok untuk neonatus atau
bayi.
2.10. Efek Nyeri Pasca Operasi pada Anak
Rangsangan yang menyebabkan nyeri berdampak pada aktivitas sistem saraf
simpatis. Aktivasi simpatis ditandai dengan perilaku bertahan seketika terhadap
piloereksi, sekresi keringat, peningkatan nadi, peningkatan tekanan darah,
peningkatan cardiac output, dan juga peningkatan aliran darah di otot lurik yang
berdampak penurunan aliran darah pada kulit, ginjal, dan daerah splanknik. Sebagai
korelasi biokimia terhadap stres, katekolamin dilepaskan dari medula adrenal ke
dalam sirkulasi bersama dengan perubahan metabolik yang lain. Dalam penelitian
eksperimantal, stimulasi nyeri saraf sural telah digunakan untuk menginduksi respon
pertahanan saraf spinal post sinap yang ditandai dengan peningkatan nadi dan
penarikan ekstremitas menjauhi rangsangan nyeri, sehingga disebut reflek nosiseptif
withdrawal. Nyeri dan stres dapat menyebabkan perubahan kardiovaskular. Stres
kronik sebelumnya dikenal untuk mengubah respon kardiovaskular terhadap stres
akut. Namun, tidak diketahui apakah stres akut sebelumnya mengubah respon
variabilitas nadi terhadap stresor akut kedua seperti nyeri. Pertanyaan ini berkorelasi
karena subyek nyeri akut sering kali simultan dalam situasi stres yang tinggi. (34)
Perubahan fisiologis yang terjadi pada nyeri mempunyai dampak pada
beberapa sistem tubuh, sepert kardiovaskular, gastrointestinal, respirasi, genitourinari,
muskuloskeletal dan imun. Peningkatan denyut jantung dan nafas menyebabkan
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR PROFIL ANALGETIK PASCA …..….. DR. REGINA AGUSTANTINA
45
peningkatan kebutuhan oksigen dan nutrisi organ vital lainnya. Perubahan fisiologis
yang terjadi juga dapat merangsang muntah dan kondisi sakit kronis lainnya. Efek
samping psikologis dan kognitif juga sering terjadi. (35)
2.10.1. Sistem Kardiovaskular
Sistem kardiovaskular merespon stres yang terjadi akibat nyeri yang tidak
tertangani dengan meningkatkan aktivitas sistem saraf simpatis seperti
peningkatan denyut jantung, peningkatan tekanan darah dan resistensi vaskular
perifer. Akibat dari meningkatnya stres terhadap jantung, maka terjadi
hipertensi dan takikardi, serta konsumsi oksigen di miokard juga meningkat.
Jika konsumsi oksigen lebih besar dari suplai oksigen, miokard akan
mengalami iskemik dan berpotensi terjadi infark miorkard. Suplai oksigen
miokard dapat terganggu lebih lanjut jika terdapay penyakit jantung atau paru
sebelumnya, ataupun hipoksemia akibat terganggunya fungsi respirasi.
Hiperkoagulasi terjadi jika terdapat kekurangan fibrinolisis bersamaan dengan
meningkatnya denyut jantung, beban kerja jantung dan tekanan darah.
Aktivitas ini meningkatkan risiko terjadinya deep vein thrombosis (DVT) dan
edema paru.
2.10.2. Sistem Gastrointestinal
Peningkatan aktivitas sistem saraf simpatis dapat mengakibatkan gangguan
fungsi gastrointestinal sementara. Hal ini mencakup keterlambatan
pengosongan lambung dan mengurangi motilitas usus dan juga berpotensi
terjadi ileus paralitik.
2.10.3. Sistem Respirasi
Nyeri yang tidak tertangani dapat mengakibatkan pasien membatasi gerak otot
dada dan perut untuk mengurangi nyeri. Hal ini dapat menyebabkan disfungsi
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR PROFIL ANALGETIK PASCA …..….. DR. REGINA AGUSTANTINA
46
pernafasan akibat retensi dan retensi sputum akibat keengganan untuk batuk.
Akibatnya, atelektasis dan pneumonia dapat terjadi. Disfungsi paru tersebut
akibat nyeri menyebar di otot diafragma pada dinding otot, yang juga
berhubungan dengan pengurangan kapasitas vital paru, peningkatan tekanan
inspirasi dan ekspirasi, serta pengurangan ventilasi alveolar. Hasilnya,
hipoksia yang dapat menyebabkan komplikasi jantung, disorientasi dan
kebingungan serta keterlambatan penyembuhan luka.
2.10.4. Sistem Genitourinari
Nyeri yang tidak tertangani dapat meningkatkan pelepasan hormon dan enzim
seperti katekolamin, ADH, kortisol, angiotensin II dan prostaglandin, yang
membantu meregulasi produksi urine, cairan dan keseimbangan elektrolit
sama halnya volume dan tekanan darah. Hal ini menyebabkan retensi natrium
dan air, sehingga retensi urine terjadi. Ekskresi kalium meningkat akibat
hipokalemia. Penurunan jumlah cairan ekstraseluler terjadi akibat cairan
berpindah ke kompartemen intraseluler, yang mengakibatkan overload cairan,
peningkatan beban kerja jantung dan hipertensi.
2.10.5. Sistem Muskuloskeletal
Respon involunter terhadap rangsangan berbahaya akan menyebabkan refleks
spasme otot di tempat kerusakan jaringan. Fungsi otot yang rusak dan
kelelahan otot dapat menyebabkan imobilitas, sehingga terjadi statis dari vena,
peninggkatan koagubilitas darah yang juga meningkatkan risiko terjadinya
DVT.
Nyeri dapat menyebabkan gerkan otot dada dan perut terbatas sebagai usaha
mengurangi nyeri, sebuah fenomena yang dikenal dengan „splinting‟. Kurang
bekerjanya otot respirasi dapat menyebabkan fungsi respirasi berkurang.
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR PROFIL ANALGETIK PASCA …..….. DR. REGINA AGUSTANTINA
47
2.10.6. Sistem Imun
Sistem imun dapat terganggu akibat nyeri yang tidak tertangani. Hal ini dapat
menyebabkan luka menjadi terinfeksi, pneumonia hingga sepsis.
2.10.7. Efek Psikologis dan Kognitif
Tingkat kecemasan dan nyeri berhubungan secara positif. Pasien dengan
tingkat kecemasan yang tinggi cenderung mengalami insiden stres yang lebih
tinggi. Stres akut yang mengakibatkan perubahan hormonal digambarkan
sesuai dengan gejala depresi dan kecemasan, di mana hiperkortisolisme adalah
fisiologi kecemasan yang sesuai. Sehingga, efek dari stresor nyeri yang tidak
tertangani dapat berpotensi meningkatkan kecemasan lebih besar dan
mengganggu aktivitas sehari-hari seperti makan, latihan, kerja, ataupun
aktivitas santai serta mengganggu pola tidur yang berujung pada insomnia.
Nyeri yang tidak tertangani juga dapat menyebabkan seseorang mengalami
gangguan kognitif akibat stres seperti disorientasi, kebingungan dan
mengurangi kemampuan konsentrasi.
2.10.8. Mual dan Muntah
Saat reseptor nyeri di sistem saraf pusat dirangsang, pusat muntah di otak juga
teraktivasi sehingga dapat menyebabkan terjadinya muntah. Gangguan saluran
pencernaan dapat mengaktivasi pelepasan neurotransmiter 5-
hydroxytryptamine (5-HT3) yang dapat mengawali terjadinya muntah.
Awalnya, 5-HT3 beredar melalui sistem sirkulasi ke chemoreceptor trigger
zone di batang otak dan mengawali terjadinya muntah.
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR PROFIL ANALGETIK PASCA …..….. DR. REGINA AGUSTANTINA
48
BAB 3
KERANGKA KONSEPTUAL
Insisi
Kerusakan Jaringan
Asam Arakidonat
Mediator Inflamasi: Prostaglandin,
Bradikinin, Sitokin, Histamin,
Substansi P, Leukotrien, Serotonin
Impuls Nyeri Nosiseptor Perifer
Sensistisasi Saraf Perifer
Perubahan Kinetik Kanal Na+
Cyclooxygenase NSAID
Blok Kanal Na+
Preoperatif
Sedasi
Jenis Operasi
Physiological
Response
Dorsal Horn
Cortex Cerebri
Persepsi Nyeri
Opioid
Paracetamol
Blok Kanal Na+
Self
Report
Behavioral
Response
NRS
Wong Baker
Faces Pain Scale
FLACC
Tekanan Darah
Denyut Jantung
Frekuensi Nafas
Anestesi Lokal
Anestesi Regional
Cemas mYPAS
Analgetik
Sentral
Perifer
NIPS
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR PROFIL ANALGETIK PASCA …..….. DR. REGINA AGUSTANTINA
49
Proses nyeri yang terjadi saat pembedahan berawal dari kerusakan jaringan
yang terjadi saat insisi menyebabkan asam arakidonat yang dibantu oleh enzim
cyclooxygenasi (COX) mensintesis mediator inflamasi seperti prostaglandin dan
tromboksan. Mediator inflamasi lain seperti substansi P, bradikinin, leukotrien,
histamin, serotonin dan sitokin (interleukin, tumor necrotizing factor dan
neurotropin) juga dikeluarkan. Beberapa substrat ini dapat merangsang nosiseptor
(menyebabkan impuls) secara langsung atau tidak langsung melalui sel inflamator
dan kebanyakan akan mensensitisasi (meningkatkan frekuensi on-off implus)
nosiseptor, serta memiliki efek sinergistik. Impuls nyeri yang diterima oleh
nosiseptor akan mensensitisasi perifer dan dilanjutkan ke cornu dorsalis.
Selanjutnya akan ditransmisikan menuju cortex cerebri dan diterima sebagai
persepsi nyeri.
Persepsi nyeri yang terjadi akan menimbulkan respon fisiologis seperti
perubahan tekanan darah, denyut jantung dan frekuensi nafas. Perubahan
fisiologis ini juga dapat terjadi pada masa preoperatif yang disebabkan oleh rasa
cemas yang dapat menjadi faktor perancu dalam menilai nyeri. Oleh karena itu
Jalur inhibisi
Jalur aktivasi
Jalur korelasi
Yang diteliti
Analgetik sentral
Analgetik perifer
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR PROFIL ANALGETIK PASCA …..….. DR. REGINA AGUSTANTINA
50
dalam penelitian ini tingkat kecemasan preoperatif juga dinilai dengan
menggunakan mYPAS.
Penilaian nyeri pada pasien pediatri dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu
penilaian self report dan behavioral response. Respon verbal dan motorik pada
anak yang lebih tua dapat dinilai dengan self report berupa NRS dan Wong Baker
Faces Pain Scale, sedangkan pada anak yang lebih muda dapat dinilai dengan
behavioral response berupa FLACC dan NIPS. Pada penelitian ini akan dinilai
dari kedua jenis penilaian tersebut yaitu menggunakan NRS, NIPS, dan FLACC.
Analgetik diberikan untuk mengatasi nyeri pada pembedahan. Analgetik
dapat bekerja pada sentral maupun perifer. Analgetik yang bekerja secara sentral
yaitu golongan opioid dengan cara menghambat transmisi nyeri di cornu dorsalis
dengan menghambat pengeluaran neurotransmiter eksitatori. Sedangkan analgetik
yang bekerja di perifer antara lain anestesi lokal dan NSAID. NSAID bekerja
dengan menghambat sintesis mediator inflamasi prostaglandin dengan
menghambat enzim cyclooxygenase. Obat anestesi lokal juga bekerja sebagai
analgetik dengan menghambat kanal Na+ sehingga tidak terjadi depolarisasi dan
potensial aksi terhambat. Sedangkan anestesi regional bekerja dengan
menghambat transmisi pada serabut saraf posterior yang menghambat sensasi
somatik maupun autonom. Mekanisme kerja paracetamol hingga saat ini belum
diketahui dengan jelas, namun paracetamol diyakini berperan dalam menghambat
sintesis prostaglandin melalui proses peroxidase.
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR PROFIL ANALGETIK PASCA …..….. DR. REGINA AGUSTANTINA
51
BAB 4
METODOLOGI PENELITIAN
4.1. Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan studi deskriptif prospektif pada pasien pediatri usia
kurang dari 18 tahun yang menjalani operasi elektif di Gedung Bedah Pusat Terpadu
RSUD Dr. Soetomo Surabaya.
4.2. Tempat dan Waktu Penelitian
Tempat dan waktu penelitian adalah di Gedung Bedah Pusat Terpadu RSUD
Dr. Soetomo Surabaya. Lama penelitian sampai jumlah sampel terpenuhi.
4.3. Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi penelitian adalah seluruh pasien pediatri usia kurang dari 18 tahun
yang menjalani operasi elektif di Gedung Bedah Pusat Terpadu RSUD Dr. Soetomo
Surabaya.
4.3.1. Kriteria Inklusi
1. Pasien pediatri usia 0-18 tahun
4.3.2. Kriteria Eksklusi
1. Pasien dengan retardasi mental ataupun gangguan kognitif lainnya.
2. Pasien tidak mendapat terapi analgetik postoperatif
3. Pasien yang memerlukan perawatan pasca operasi di ICU dengan
ventilator
4. Pasien neonatus prematur
4.3.3. Besar Sampel
Besar sampel dengan menggunakan total sampling selama 1 bulan
4.3.4. Teknik Pengambilan Sampel
Sampel penelitian ini diambil dengan cara mengisi lembar penelitian
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR PROFIL ANALGETIK PASCA …..….. DR. REGINA AGUSTANTINA
52
4.4. Kerangka Operasional
4.5. Definisi Operasional
1. Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan.
2. Analgetik adalah obat yang diberikan untuk mengatasi rasa nyeri.
3. Analgetik induksi adalah analgetik yang diberikan saat dilakukan proses
anestesi.
PREOPERATIF
INDUKSI
CEMAS mYPAS
NYERI
POSTOPERATIF
ANALGETIK INDUKSI
ANALGETIK
POSTOPERATIF
Infiltrasi anestesi
lokal
Paracetamol
NSAID
Opioid
Anestesi regional
NRS
NIPS/FLACC
Hemodinamik
o Nadi
o Tekanan darah
o Frekuensi nafas
o SpO2
ANALGETIK RUMATAN
SEDASI
INSISI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR PROFIL ANALGETIK PASCA …..….. DR. REGINA AGUSTANTINA
53
4. Analgetik rumatan adalah analgetik tambahan yang diberikan durante
operasi.
5. Analgetik postoperatif adalah analgetik yang diberikan sesaat sebelum
operasi berakhir.
6. Sedasi adalah obat yang diberikan sebelum operasi di ruang premedikasi
untuk mengatasi kecemasan.
7. mYPAS (modified Yale Preoperative Anxiety Scale) adalah skala observasi
yang digunakan untuk menggambarkan kecemasan preoperatif bayi hingga
anak usia 12 tahun. Skala ini terdiri dari 5 komponen penilaian berupa
aktivitas, gairah, vokalisasi, ekspresi emosi dan interaksi dengan anggota
keluarga. Masing-masing nilai dari tiap komponen akan dijumlahkan dan
nilai yang lebih tinggi menunjukkan tingkat kecemasan yang lebih besar.
8. NRS (numeric rating scale) adalah skala nyeri berupa garis yang berukuran
10 cm yang diawali dengan label tidak nyeri dan sangat nyeri pada label
akhir. Nilai 0 berarti tidak nyeri dan 10 menggambarkan nyeri yang berat.
9. Skala FLACC (face, legs, activity, cry dan consolability) adalah skala nyeri
berdasarkan perilaku untuk anak usia 2 bulan hingga > 12 tahun yang terdiri
dari 5 komponen di mana masing-masing komponen mempunyai nilai 0-2.
Masing-masing nilai dari tiap komponen akan dijumlahkan dan nilai yang
lebih tinggi menunjukkan nyeri yang lebih besar. Nilai 0 menunjukkan tidak
nyeri, santai dan nyaman; 1-3: ketidaknyamanan ringan; 4-6: nyeri sedang;
7-10: ketidaknyamanan berat atau nyeri atau keduanya.
10. Skala NIPS (Neonatal Infant Pain Scale) adalah skala nyeri berdasarkan
perilaku untuk neonatus yang terdiri dari 6 komponen di mana 5 komponen
mempunyai nilai 0-1 dan 1 komponen mempunyai nilai 0-2. Masing-masing
nilai dari tiap komponen akan dijumlahkan dan nilai yang lebih tinggi
menunjukkan nyeri yang lebih besar. Nilai 0-2 menunjukkan tidak
nyeri/nyeri ringan; 3-4 nyeri ringan-sedang; >4 nyeri hebat
4.6. Bahan dan Cara Kerja
4.6.1. Bahan
1. Skala mYPAS
2. Skala NRS
3. Skala FLACC
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR PROFIL ANALGETIK PASCA …..….. DR. REGINA AGUSTANTINA
54
4. Skala NIPS
5. Lembar pengumpulan data
4.6.2. Cara Kerja
1. Semua pasien yang memenuhi kriteria inklusi diambil sebagai subyek
penelitian.
2. Pasien yang menjadi subyek penelitian akan dievaluasi nilai kecemasan
preoperatif menggunakan mYPAS.
3. Kemudian pasien akan menjalani operasi elektif. Pemberian analgetik
postoperatif akan dicatat.
4. Pasca operasi, nilai nyeri akan dinilai menggunakan skala NIPS, FLACC
dan NRS. Hemodinamik juga akan dicatat.
4.7. Analisa Statistik
Data yang dikumpulkan akan diolah secara deskriptif. Uji beda antar analgetik
akan diolah dengan Kruskal Wallis sedangkan uji korelasi antara nyeri dan
kecemasan diolah dengan Spearman.
4.8. Jadwal Penelitian
No Kegiatan Juli Agustus September Oktober
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1. Pembuatan
proposal X X X X X X
2. Presentasi dan
revisi proposal
X X
3. Pengumpulan
data
X X X X
4. Hasil dan analisa
data
X
5. Penulisan laporan
penelitian
X X
6. Presentasi hasil
penelitian
X
7. Revisi dan X
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR PROFIL ANALGETIK PASCA …..….. DR. REGINA AGUSTANTINA
55
penyerahan hasil
penelitian
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR PROFIL ANALGETIK PASCA …..….. DR. REGINA AGUSTANTINA
56
BAB 5
HASIL PENELITIAN
5.1. Profil Pasien
Penelitian dilakukan terhadap 157 pasien anak yang menjalani operasi elektif
pada bulan Oktober 2016 di GBPT RSUD Dr. Soetomo. Sebanyak 35 pasien anak
dieksklusi sehingga pasien anak yang menjadi obyek penelitian berjumlah 122 pasien.
Karakteristik demografi pasien pada penelitian meliputi usia, berat badan dan jenis
kelamin. Hasil selengkapnya dari data yang diperoleh dapat dilihat pada tabel berikut
ini:
5.1.1. Karakteristik Berdasarkan Jenis Kelamin
Jumlah pasien laki-laki lebih banyak dibanding perempuan di mana
didapatkan pasien laki-laki sebanyak 73 anak (59,8%) dan pasien perempuan
sebanyak 49 anak (40,2%).
Tabel 5.1. Karakteristik Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin Jumlah (n) Persentase (%)
Laki-laki 73 59,8 %
Perempuan 49 40,2 %
Gambar 5.1. Karakteristik Berdasarkan Jenis Kelamin
73
49
Laki-laki Perempuan
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR PROFIL ANALGETIK PASCA …..….. DR. REGINA AGUSTANTINA
57
5.1.2. Karakteristik Berdasarkan Usia
Karakteristik usia pada sampling penelitian ini dibagi menjadi usia remaja dan
usia anak kurang dari 12 tahun. Pasien anak usia kurang dari 12 tahun
berjumlah lebih besar yaitu 77 pasien (63,1%) sedangkan pasien usia remaja
berjumlah 45 pasien (36,9%).
Tabel 5.2. Karakteristik Berdasarkan Usia
Usia Jumlah (n) Persentase (%)
≤ 12 tahun 77 63,1 %
> 12 tahun 45 36,9 %
Gambar 5.2. Karakteristik Berdasarkan Usia
5.1.3. Karakteristik Berdasarkan PS ASA
Pasien dengan PS ASA 2 mendominasi sampling pasien anak sejumlah 87
pasien (71,3%) diikuti dengan pasien PS ASA 1 sejumlah 22 pasien (18%) dan
pasien PS ASA 3 sejumlah 13 pasien (10,7%).
77
45
≤ tahun > 12 tahun
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR PROFIL ANALGETIK PASCA …..….. DR. REGINA AGUSTANTINA
58
Tabel 5.3. Karakteristik Berdasarkan PS ASA
PS ASA Jumlah (n) Persentase (%)
PS 1 22 18 %
PS 2 87 71,3 %
PS 3 13 10,7 %
Gambar 5.3. Karakteristik Berdasarkan PS ASA
5.1.4. Karakteristik Berdasarkan Jenis Operasi
Operasi bedah anak menjadi jenis operasi yang paling banyak dilakukan yaitu
sejumlah 30 pasien (24,6%). Jumlah terbanyak berikutnya adalah operasi
orthopedi sejumlah 22 pasien (18%). Operasi mata dan urologi sejumlah 15
(12,3%) dan 14 pasien (11,5%) menjadi urutan berikutnya. Jenis operasi
lainnya terbagi rata yaitu THT 11 pasien (9%), bedah kepala-leher dan bedah
saraf masing-masing 10 pasien (8,2%), dan bedah plastik 9 pasien (7,4%).
Bedah TKV menjadi jenis operasi dengan jumlah pasien paling sedikit yaitu 1
pasien (0,8%).
Tabel 5.4. Karakteristik Berdasarkan Jenis Operasi
Jenis Operasi Jumlah (n) Persentase (%)
Bedah anak 30 24,6 %
22
87
13
PS 1 PS 2 PS 3
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR PROFIL ANALGETIK PASCA …..….. DR. REGINA AGUSTANTINA
59
Orthopedi 22 18 %
Mata 15 12,3 %
Urologi 14 11,5 %
THT 11 9 %
Bedah KL 10 8,2 %
Bedah saraf 10 8,2 %
Bedah plastik 9 7,4 %
Bedah TKV 1 0,8 %
Gambar 5.4. Karakteristik Berdasarkan Jenis Operasi
5.1.5. Karakteristik Berdasarkan Klasifikasi Operasi
Operasi minor menjadi operasi terbanyak yang dilakukan yaitu pada sejumlah
84 pasien (68,9%) dan operasi mayor sebanyak 38 pasien (31,1%).
Tabel 5.5. Karakteristik Berdasarkan Klasifikasi Operasi
Operasi Jumlah (n) Persentase (%)
Mayor 38 31,1 %
Minor 84 68,9 %
30
10
9
10
1
22
14
15
11
Bedah Anak Bedah KL Bedah Plastik
Bedah Saraf Bedah TKV Orthopedi
Urologi Mata THT
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR PROFIL ANALGETIK PASCA …..….. DR. REGINA AGUSTANTINA
60
Gambar 5.5. Karakteristik Berdasarkan Klasifikasi Operasi
5.1.6. Karakteristik Berdasarkan Skala Nyeri Preoperatif
Pasien anak yang menjalani operasi sebagian besar tidak merasakan nyeri
pada saat preoperatif. Hal ini ditandai dengan penilaian skala nyeri FLACC
(Face, Leg, Activity, Cry, dan Consolability) ataupun NRS (Numerical Rating
Scale) bernilai 0 yaitu sejumlah 75 pasien (61,5%). Sedangkan pasien yang
merasakan nyeri ringan preoperatif yaitu sejumlah 43 pasien (35,2%), nyeri
sedang preoperatif sejumlah 3 pasien (2,5%), dan nyeri berat preoperatif
sejumlah 1 pasien (0,8%).
Tabel 5.6. Karakteristik Berdasarkan Skala Nyeri Preoperatif
Kategori Nyeri Jumlah (n) Persentase (%)
Tidak nyeri 75 61,5 %
Nyeri ringan 43 35,2 %
Nyeri sedang 3 2,5 %
Nyeri berat 1 0,8 %
38
84
Mayor Minor
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR PROFIL ANALGETIK PASCA …..….. DR. REGINA AGUSTANTINA
61
Gambar 5.6. Karakteristik Berdasarkan Skala Nyeri Preoperatif
5.1.7. Karakteristik Berdasarkan Tingkat Kecemasan
Pasien anak yang menjalani operasi sebagian besar mengalami kecemasan
yaitu sejumlah 63 pasien (51,6%) sedangkan yang tidak mengalami
kecemasan sejumlah 59 pasien (48,4%).
Tabel 5.7. Karakteristik Berdasarkan Tingkat Kecemasan
Skala Kecemasan Jumlah (n) Persentase (%)
Tidak cemas 59 48,4 %
Cemas 63 51,6 %
Gambar 5.7. Karakteristik Berdasarkan Tingkat Kecemasan
75
43
3 1
Tidak nyeri Nyeri ringan Nyeri sedang Nyeri berat
59
63
Tidak cemas Cemas
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR PROFIL ANALGETIK PASCA …..….. DR. REGINA AGUSTANTINA
62
5.1.8. Karakteristik Berdasarkan Teknik Anestesi
Jika dilihat dari segi teknik anestesi maka GA (General Anesthesia) intubasi
menjadi teknik anestesi yang paling banyak dilakukan yaitu sejumlah 79
pasien (64,8%). Teknik anestesi terbanyak berikutnya yaitu GA LMA
(Laryngeal Mask Airway) dan GA caudal yaitu sejumlah 12 pasien (9,8%).
GA epidural berada di urutan berikutnya yaitu sejumlah 8 pasien (6,6%).
Hanya beberapa operasi dikerjakan dengan teknik lain yaitu GA masker
sejumlah 3 pasien (2,5%), GA TIVA (Total Intravenous Anesthesia) sejumlah
3 pasien (2,5%), dan RA (Regional Anesthesia) epidural sebanyak 2 pasien
(1,6%). Teknik anestesi lain yang jarang dilakukan yaitu GA trakeostomi, RA
CSEA (Combine Spinal Epidural Anesthesia), dan RA PNB (Peripheral
Nerve Block) sejumlah masing-masing 1 pasien (0,8%).
Tabel 5.8. Karakteristik Berdasarkan Teknik Anestesi
Teknik Anestesi Jumlah (n) Persentase (%)
GA intubasi 79 64,8 %
GA LMA 12 9,8 %
GA caudal 12 9,8 %
GA epidural 8 6,6 %
GA masker 3 2,5 %
GA TIVA 3 2,5 %
RA epidural 2 1,6 %
GA trakeostomi 1 0,8 %
RA CSEA 1 0,8 %
RA PNB 1 0,8%
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR PROFIL ANALGETIK PASCA …..….. DR. REGINA AGUSTANTINA
63
Gambar 5.8. Karakteristik Berdasarkan Teknik Anestesi
5.2. Profil Analgetik
5.2.1. Karakteristik Berdasarkan Jenis Analgetik
Pada penelitian ini, jenis analgetik pasca operasi yang digunakan digolongkan
menjadi 5. Golongan NSAID (Non Steroidal Anti-Inflammatory Drugs)
menjadi analgetik yang paling banyak digunakan yaitu pada 103 pasien.
Opioid menjadi jenis analgetik pasca operasi yang paling banyak digunakan
kedua yaitu sejumlah 33 pasien. Posisi berikutnya ditempati oleh paracetamol
yaitu sejumlah 22 pasien. Anestesi regional yang menjadi analgetik kombinasi
dilakukan pada 18 pasien. Sedangkan infiltrasi anestesi lokal hanya dilakukan
pada 1 pasien.
Tabel 5.9. Karakteristik Berdasarkan Jenis Analgetik
Analgetik Jumlah (n)
NSAID 103
Opioid 33
Paracetamol 22
79 12
3
3 12
8
1 2 1 1
GA intubasi GA LMA GA masker GA TIVA
GA caudal GA epidural GA trakeostomi RA epidural
RA CSEA RA PNB
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR PROFIL ANALGETIK PASCA …..….. DR. REGINA AGUSTANTINA
64
Anestesi regional 18
Infiltrasi anestesi lokal 1
Gambar 5.9. Karakteristik Berdasarkan Jenis Analgetik
5.2.2. Karakteristik Berdasarkan Jumlah Analgetik
Berbagai analgetik yang diberikan pasca operasi digolongkan menjadi
analgetik tunggal dan kombinasi pada penelitian ini. Analgetik tunggal
diberikan pada 68 pasien (55,7%) sedangkan analgetik kombinasi (lebih dari 1
jenis analgetik) diberikan pada 54 pasien (44,3%).
Tabel 5.10. Karakteristik Berdasarkan Jumlah Analgetik
Analgetik Jumlah (n) Persentase (%)
Tunggal 68 55,7 %
Kombinasi 54 44,3 %
Gambar 5.10. Karakteristik Berdasarkan Jumlah Analgetik
NSAID Paracetamol OpioidAnestesi
Regional
Infiltrasi
Anestesi
Lokal
Jumlah 103 22 33 18 1
0
20
40
60
80
100
120
Jum
lah
68
54
Tunggal Kombinasi
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR PROFIL ANALGETIK PASCA …..….. DR. REGINA AGUSTANTINA
65
5.2.3. Karakteristik Analgetik Tunggal
Jenis analgetik tunggal yang diberikan pasca operasi dibagi menjadi 3 jenis
yaitu NSAID, paracetamol dan opioid. NSAID menjadi jenis analgetik tunggal
yang paling banyak diberikan pasca operasi yaitu pada sejumlah 54 pasien,
diikuti dengan paracetamol sejumlah 13 pasien, sedangkan opioid diberikan
hanya pada 1 pasien.
Tabel 5.11. Karakteristik Berdasarkan Analgetik Tunggal
Analgetik Tunggal Jumlah (n)
NSAID 54
Paracetamol 13
Opioid 1
Gambar 5.11. Karakteristik Berdasarkan Analgetik Tunggal
5.2.4. Karakteristik Analgetik Kombinasi
Berbagai jenis analgetik kombinasi yang diberikan pasca operasi dijabarkan
dalam tiap jenis analgetik yang diberikan. Kombinasi NSAID + opioid
menjadi analgetik kombinasi yang paling banyak diberikan yaitu pada
sejumlah 28 pasien. Kombinasi NSAID + regional juga menjadi analgetik
NSAID Paracetamol Opioid
Jumlah 54 13 1
0
10
20
30
40
50
60
Jum
lah
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR PROFIL ANALGETIK PASCA …..….. DR. REGINA AGUSTANTINA
66
yang sering diberikan yaitu pada sejumlah 15 pasien. Kombinasi analgetik
yang lain tidak banyak diberikan yaitu NSAID + paracetamol pada 4 pasien,
paracetamol + opioid pada 3 pasien, paracetamol + anestesi regional pada 2
pasien, NSAID + infiltrasi anestesi lokal pada 1 pasien, dan NSAID + opioid
+ anestesi regional juga pada 1 pasien.
Tabel 5.12. Karakteristik Berdasarkan Analgetik Kombinasi
Analgetik Kombinasi Jumlah (n)
NSAID + opioid 28
NSAID + regional 15
NSAID + paracetamol 4
Paracetamol + opioid 3
Paracetamol + regional 2
NSAID + infiltrasi 1
NSAID + opioid + regional 1
Gambar 5.12. Karakteristik Berdasarkan Analgetik Kombinasi
5.3. Karakteristik Analgetik Tunggal dan Kombinasi
Karakteristik usia terhadap jumlah analgetik yaitu dengan nilai rata-rata 6.1863
pada pemberian analgetik tunggal dan 11.9599 pada pemberian analgetik
kombinasi. Uji beda dilakukan dengan T-test dan secara statistik menunjukkan
NSAID +
paraceta
mol
NSAID +
opioid
NSAID +
regional
NSAID +
infiltrasi
NSAID +
opioid +
regional
Paraceta
mol +
opioid
Paraceta
mol +
regional
Jumlah 4 28 15 1 1 3 2
0
5
10
15
20
25
30
Jum
lah
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR PROFIL ANALGETIK PASCA …..….. DR. REGINA AGUSTANTINA
67
terdapat perbedaan signifikan antara analgetik tunggal dan kombinasi dengan
nilai p 0.000 (p < 0.05). Sedangkan berat badan rata-rata pada pemberian
analgetik tunggal pasca operasi adalah 22.42 dan pada pemberian analgetik
kombinasi adalah 40.70. Uji beda dilakukan dengan T-test dan secara statistik
menunjukkan terdapat perbedaan signifikan antara analgetik tunggal dan
kombinasi dengan nilai p 0.000 (p < 0.05).
Sedangkan karakteristik jenis kelamin terhadap jumlah analgetik didapatkan pada
pasien dengan jenis kelamin laki-laki, analgetik tunggal diberikan pada 39 pasien
(53,4%) dan analgetik kombinasi diberikan pada 34 pasien (46,6%). Sedangkan
pada pasien dengan jenis kelamin perempuan, analgetik tunggal diberikan pada
29 pasien (59,2%) dan analgetik kombinasi diberikan pada 20 pasien (40,8%).
Uji beda dilakukan dengan Chi-Square dan secara statistik menunjukkan tidak
terdapat perbedaan signifikan antara analgetik tunggal dan kombinasi dengan
nilai p 0.580 (p > 0.05).
Karakteristik PS ASA terhadap jumlah analgetik didapatkan pada pasien PS ASA
1, analgetik tunggal diberikan pada 10 pasien (45,5%) sedangkan analgetik
kombinasi diberikan pada 12 pasien (54,5%). Pada pasien PS ASA 2, analgetik
tunggal diberikan pada 52 pasien (59,8%) dan analgetik kombinasi diberikan
pada 35 pasien (40,2%). Sedangkan pada pasien PS ASA 3, analgetik tunggal
diberikan pada 6 pasien (46,2%) dan analgetik kombinasi diberikan pada 7 pasien
(53,8%). Uji beda dilakukan dengan Chi-Square dan secara statistik
menunjukkan tidak terdapat perbedaan signifikan antara analgetik tunggal dan
kombinasi dengan nilai p 0.368 (p > 0.05).
Karakteristik usia terhadap jumlah analgetik didapatkan pada anak usia kurang
dari 12 tahun, analgetik tunggal diberikan pada 58 pasien (75,3%) sedangkan
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR PROFIL ANALGETIK PASCA …..….. DR. REGINA AGUSTANTINA
68
analgetik kombinasi diberikan pada 19 pasien (24,7%). Pada anak usia remaja (>
12 tahun), analgetik tunggal diberikan pada 10 pasien (22,2%) dan analgetik
kombinasi diberikan pada 35 pasien (77,8%). Uji beda dilakukan dengan Chi-
Square dan secara statistik menunjukkan terdapat perbedaan signifikan antara
analgetik tunggal dan kombinasi dengan nilai p 0.000 (p < 0.05).
Karakteristik jenis operasi terhadap jumlah analgetik didapatkan pada operasi
bedah anak, analgetik tunggal diberikan pada 14 pasien (46,7%) sedangkan
analgetik kombinasi diberikan pada 16 pasien (53,3%). Pada operasi bedah
kepala leher (KL), analgetik tunggal diberikan pada 1 pasien (10,0%) dan
analgetik kombinasi diberikan pada 9 pasien (90,0%). Pada operasi bedah plastik,
analgetik tunggal diberikan pada 5 pasien (55,6%) dan analgetik kombinasi
diberikan pada 4 pasien (44,4%). Pada operasi bedah saraf seluruh pasien
diberikan analgetik tunggal yaitu pada sejumlah 9 pasien (100%). Sebaliknya
pada operasi bedah Thoraks dan Kardiovaskular (TKV) satu-satunya pasien
(100%) yang menjadi obyek penelitian diberikan analgetik tunggal. Pada operasi
mata hampir seluruh pasien diberikan analgetik tunggal yaitu pada sejumlah 14
pasien (93,3%) dan hanya 1 pasien (6,7%) diberikan analgetik kombinasi.
Berlawanan dengan operasi mata, pada operasi orthopedi sebagian besar
diberikan analgetik kombinasi uaitu pada sejumlah 17 pasien (73,9%) dan hanya
6 pasien (26,1%) diberikan analgetik tunggal. Pada operasi Telinga, Hidung dan
Tenggorok (THT) analgetik tunggal diberikan pada 8 pasien (72,7%) dan
analgetik kombinasi diberikan pada 3 pasien (27,3%). Pemberian analgetik
tunggal juga mendominasi pada operasi urologi yaitu pada sejumlah 11 pasien
(78,6%) sedangkan analgetik kombinasi diberikan pada 3 pasien (21,4%). Uji
beda dilakukan dengan Chi-Square dan secara statistik menunjukkan terdapat
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR PROFIL ANALGETIK PASCA …..….. DR. REGINA AGUSTANTINA
69
perbedaan signifikan antara analgetik tunggal dan kombinasi dengan nilai p 0.000
(p < 0.05).
Karakteristik pemberian analgetik tunggal dan kombinasi juga tergambar pada
klasifikasi operasi di mana pada operasi mayor analgetik kombinasi lebih banyak
diberikan yaitu pada sejumlah 21 pasien (55,3%) sedangkan analgetik tunggal
diberikan pada sejumlah 17 pasien (44,7%). Sedangkan pada operasi minor
analgetik tunggal lebih banyak diberikan yaitu pada sejumlah 51 pasien (60,7%)
dan analgetik kombinasi diberikan pada 33 pasien (39,3%). Namun pada uji beda
dilakukan dengan Chi-Square, secara statistik menunjukkan tidak terdapat
perbedaan signifikan antara analgetik tunggal dan kombinasi dengan nilai p 0.100
(p > 0.05).
Karakteristik tingkat kecemasan terhadap jumlah analgetik didapatkan analgetik
tunggal lebih banyak diberikan pada pasien dengan kecemasan preoperatif yaitu
pada sejumlah 45 pasien (71,4%) sedangkan analgetik kombinasi diberikan pada
18 pasien (28,6%). Sebaliknya analgetik kombinasi lebih banyak diberikan pada
pasien yang tidak mengalami kecemasan preoperatif yaitu pada sejumlah 36
pasien (61,0%) dan analgetik tunggal diberikan pada sejumlah 23 pasien (39,0%).
Uji beda dilakukan dengan Chi-Square dan secara statistik menunjukkan terdapat
perbedaan signifikan antara analgetik tunggal dan kombinasi dengan nilai p 0.000
(p < 0.05).
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR PROFIL ANALGETIK PASCA …..….. DR. REGINA AGUSTANTINA
70
Tabel 5.13. Karakteristik Analgetik Tunggal dan Kombinasi
Analgetik p
(<0.05) Tunggal Kombinasi
Mean SD Mean SD
Usia 6.16863 5.06275 11.9599 5.66231 0.000
BB 22.42 15.726 40.70 20.165 0.000
Analgetik p
(<0.05) Tunggal Kombinasi
Jumlah Persentase Jumlah Persentase
Jenis
Kelamin
Laki-laki 39 53,4 % 34 46,6 % 0.580
Perempuan 29 59,2 % 20 40,8 %
PS ASA
PS 1 10 45,5 % 12 54,5% 0.368
PS 2 52 59,8 % 35 40,2 %
PS 3 6 46,2 % 7 53,8 %
Usia ≤ 12 tahun 58 75,3 % 19 24,7 % 0.000
> 12 tahun 10 22,2 % 35 77,8 %
Jenis
Operasi
B. Anak 14 46,7 % 16 53,3 % 0.000
B. KL 1 10,0 % 9 90,0 %
B. Plastik 5 55,6 % 4 44,4 %
B. Saraf 9 100 % 0 0 %
B. TKV 0 0 % 1 100 %
Mata 14 93,3 % 1 6,7 %
Orthopedi 6 26,1 % 17 73,9 %
THT 8 72,7 % 3 27,3 %
Urologi 11 78,6 % 3 21,4 %
Operasi Mayor 17 44,7 % 21 55,3 % 0.100
Minor 51 60,7 % 33 39,3 %
Kece-
masan
Cemas 45 71,4 % 18 28,6 % 0.000
Tdk cemas 23 39,0 % 36 61,0 %
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR PROFIL ANALGETIK PASCA …..….. DR. REGINA AGUSTANTINA
71
Gambar 5.13. Karakteristik Usia dan Berat Badan Terhadap Jumlah Analgetik
Gambar 5.14. Karakteristik Jenis Kelamin, PS ASA dan Usia Terhadap Jumlah
Analgetik
Gambar 5.15. Karakteristik Jenis Operasi Terhadap Jumlah Analgetik
Usia BB
Tunggal 6.1863 22.42
Kombinasi 11.9599 40.7
0
10
20
30
40
50
Me
an
Laki-
laki
Perem
puanPS 1 PS 2 PS 3
≤ tahun
> 12
tahun
Jenis Kelamin PS ASA Usia
Analgetik Tunggal 39 29 10 52 6 58 10
Analgetik Kombinasi 34 20 12 35 7 19 35
0
10
20
30
40
50
60
70
Jum
lah
B. Anak B. KLB.
PlastikB. Saraf B. TKV Mata
Orthop
ediTHT Urologi
Jenis Operasi
Analgetik Tunggal 14 1 5 9 0 14 6 8 11
Analgetik Kombinasi 16 9 4 0 1 1 17 3 3
02468
1012141618
Jum
lah
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR PROFIL ANALGETIK PASCA …..….. DR. REGINA AGUSTANTINA
72
Gambar 5.16. Karakteristik Klasifikasi Operasi dan Tingkat Kecemasan Terhadap
Jumlah Analgetik
5.4. Nyeri Pasca Operasi
5.4.1. Skala Nyeri Pasca Operasi
Evaluasi skala nyeri pasca operasi dibagi menjadi 4 kategori yaitu tidak nyeri
(skala FLACC/NRS 0), nyeri ringan (skala FLACC/NRS 1-3), nyeri sedang
(skala FLACC/NRS 4-6), dan nyeri berat (skala FLACC/NRS 7-10). Penilaian
skala nyeri dilakukan pada 5 waktu pasca operasi yaitu 30 menit, 1 jam, 2 jam,
1 hari, dan 2 hari pasca operasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian
besar tidak mengalami nyeri pada 30 menit pasca operasi yaitu sejumlah 80
pasien, sedangkan pasien yang mengalami nyeri ringan sejumlah 31 pasien.
Pasien yang mengalami nyeri sedang dan berat sejumlah masing-masing 8 dan
3 pasien. Pada evaluasi 1 jam pasca operasi nyeri ringan mendominasi yaitu
terjadi pada 59 pasien, diikuti dengan pasien yang tidak merasakan nyeri yaitu
sejumlah 54 pasien. Pasien yang mengalami nyeri sedang dan berat
mengalami penurunan jumlah pada evaluai 1 jam pasca operasi yaitu 7 dan 2
pasien. Pada evaluasi 2 jam pasca operasi nyeri ringan mengalami peningkatan
jumlah yaitu terjadi pada 71 pasien sedangkan pasien yang tidak mengalami
Mayor Minor Cemas Tdk cemas
Operasi Kecemasan
Analgetik Tunggal 17 51 45 23
Analgetik Kombinasi 21 33 18 36
0
10
20
30
40
50
60
Jum
lah
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR PROFIL ANALGETIK PASCA …..….. DR. REGINA AGUSTANTINA
73
nyeri terjadi pada 42 pasien. Pasien yang mengalami nyeri sedang dan berat
pada 2 jam pasca operasi sejumlah 8 dan 1 pasien. Pada evaluasi hari pertama
pasca operasi tidak terdapat pasien yang mengalami nyeri sedang maupun
nyeri berat. Namun nyeri ringan tetap mendominasi yaitu terjadi pada 74
pasien sedangkan pasien yang tidak mengalami nyeri pada hari pertama pasca
operasi terjadi pada 48 pasien. Pada evaluasi hari kedua pasca operasi juga
tidak terdapat pasien yang mengalami nyeri sedang maupun nyeri berat.
Pasien yang tidak mengalami nyeri juga mendominasi yaitu terjadi pada 79
pasien sedangkan nyeri ringan dialami pada 43 pasien 2 hari pasca operasi.
Tabel 5.14. Skala Nyeri Pasca Operasi
30’ Post
Op
1 Jam
Post Op
2 Jam
Post Op
H+1
Post Op
H+2
Post Op
Tidak nyeri 80 54 42 48 79
Nyeri ringan 31 59 71 74 43
Nyeri sedang 8 7 8 0 0
Nyeri berat 3 2 1 0 0
`
Gambar 5.17. Skala Nyeri Pasca Operasi
’ Post Op
1 Jam
Post Op
2 Jam
Post Op
H+1 Post
Op
H+2 Post
Op
Tidak nyeri 80 54 42 48 79
Nyeri ringan 31 59 71 74 43
Nyeri sedang 8 7 8 0 0
Nyeri berat 3 2 1 0 0
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
Jum
lah
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR PROFIL ANALGETIK PASCA …..….. DR. REGINA AGUSTANTINA
74
5.4.2. Karakteristik Skala Nyeri pada Pemberian Analgetik Tunggal dan
Kombinasi
Evaluasi skala nyeri pada anak usia kurang dari 12 tahun yang diberikan
analgetik tunggal pasca operasi baik pada saat preoperatif; 30 menit, 1 jam, 2
jam, 1 hari, dan 2 hari pasca operasi cukup rendah yaitu dengan nilai FLACC
rata-rata masing-masing 0.36, 0.55, 1.05, 1.34, 0.52 dan 0.22. Sedangkan pada
pasien anak usia kurang dari 12 tahun yang diberikan analgetik kombinasi
pasca operasi skala nyeri yang didapatkan pada saat preoperatif; 30 menit, 1
jam, 2 jam, 1 hari, dan 2 hari lebih tinggi yaitu dengan nilai FLACC rata-rata
masing-masing 1.53, 1.26, 2.16, 1.95, 1.05 dan 0.74.
Evaluasi skala nyeri pada anak usia remaja (> 12 tahun) yang diberikan
analgetik tunggal pasca operasi baik pada saat preoperatif; 30 menit, 1 jam, 2
jam, 1 hari, dan 2 hari pasca operasi cukup rendah yaitu dengan nilai NRS
rata-rata masing-masing 0.20, 0.90, 0.90, 0.70, 0.70 dan 0.94. Sedangkan pada
pasien usia remaja yang diberikan analgetik kombinasi pasca operasi skala
nyeri yang didapatkan pada saat preoperatif; 30 menit, 1 jam, 2 jam, 1 hari,
dan 2 hari rata-rata lebih tinggi (kecuali pada 2 hari pasca operasi) yaitu
dengan nilai NRS rata-rata masing-masing 0.84, 1.13, 0.91, 0.78, 0.94 dan
0.51.
Tabel 5.15. Karakteristik Skala Nyeri Untuk Usia ≤ 12 tahun
Tunggal Kombinasi
Jumlah Mean SD Jumlah Mean SD
FLACC Preop
58
0.36 0.583
19
1.53 2.294
FLACC 30’ 0.55 1.300 1.26 2.491
FLACC 1 Jam 1.05 1.395 2.16 2.363
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR PROFIL ANALGETIK PASCA …..….. DR. REGINA AGUSTANTINA
75
FLACC 2 Jam 1.34 1.319 1.95 2.147
FLACC H+1 0.52 0.538 1.05 0.911
FLACC H+2 0.22 0.421 0.74 0.806
Gambar 5.18. Karakteristik Skala Nyeri (1)
Tabel 5.16. Karakteristik Skala Nyeri Untuk Usia > 12 tahun
Tunggal Kombinasi
Jumlah Mean SD Jumlah Mean SD
NRS Preop
10
0.20 0.632
35
0.84 1.021
NRS 30’ 0.90 1.449 1.13 1.673
NRS 1 Jam 0.90 0.876 0.91 0.900
NRS 2 Jam 0.70 0.675 0.78 0.850
NRS H+1 0.70 0.483 0.94 0.765
NRS H+2 0.94 0.765 0.51 0.658
Tunggal Kombinasi
FLACC Preop 0.36 1.53’ FLACC 0.55 1.26
1 jam FLACC 1.05 2.16
2 jam FLACC 1.34 1.95
H+1 FLACC 0.52 1.05
H+2 FLACC 0.22 0.74
0
0.5
1
1.5
2
2.5
Me
an
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR PROFIL ANALGETIK PASCA …..….. DR. REGINA AGUSTANTINA
76
Gambar 5.19. Karakteristik Skala Nyeri (2)
5.4.3. Nyeri pada 30 Menit Pasca Operasi
Pada evaluasi 30 menit pasca operasi didapatkan pasien sebagian besar tidak
mengalami nyeri yaitu terjadi pada 80 pasien di mana analgetik tunggal
NSAID mendominasi analgetik pasca operasi yang diberikan yaitu pada
sejumlah 40 pasien. Analgetik tunggal lain yaitu paracetamol dan opioid
diberikan pada masing-masing 9 dan 1 pasien. Sedangkan analgetik kombinasi
yang paling banyak diberikan adalah kombinasi NSAID + opioid yaitu pada
sejumlah 14 pasien. Analgetik kombinasi lainnya yaitu kombinasi NSAID +
anestesi regional, NSAID + paracetamol, NSAID + infiltrasi anestesi lokal,
NSAID + opioid + anestesi regional, paracetamol + opioid, paracetamol +
anestesi regional diberikan pada masing-masing 9, 1, 1, 1, 2, dan 2 pasien.
Nyeri ringan terjadi pada 31 pasien pada 30 menit pasca operasi di mana
kombinasi NSAID + opioid menjadi analgetik yang paling banyak diberikan
yaitu pada sejumlah 11 pasien. NSAID berada di urutan kedua yaitu diberikan
pada sejumlah 10 pasien. Analgetik tunggal lainnya yaitu paracetamol
diberikan pada 4 pasien. Sedangkan analgetik kombinasi lainnya yaitu NSAID
Tunggal Kombinasi
NRS Preop 0.2 0.84’ NRS 0.9 1.13
1 jam NRS 0.9 0.91
2 jam NRS 0.7 0.78
H+1 NRS 0.7 0.94
H+2 NRS 0.94 0.51
0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2
Me
an
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR PROFIL ANALGETIK PASCA …..….. DR. REGINA AGUSTANTINA
77
+ anestesi regional, NSAID + paracetamol, paracetamol + opioid diberikan
pada masing-masing 3, 2, dan 1 pasien.
Nyeri sedang dan berat terjadi pada sebagian kecil pasien pada 30 menit pasca
operasi yaitu masing-masing 8 dan 3 pasien. Pada nyeri sedang analgetik
tunggal yang diberikan adalah NSAID pada 3 pasien dan analgetik kombinasi
NSAID + opioid pada 3 pasien, NSAID + anestesi regional pada 1 pasien dan
NSAID + paracetamol pada 1 pasien. Sedangkan pada nyeri berat analgetik
tunggal yang diberikan adalah NSAID pada 1 pasien dan analgetik kombinasi
NSAID + anestesi regional pada 2 pasien.
Dari hasil analisa statistik menggunakan Chi-Square menunjukkan secara
statistik tidak didapatkan perbedaan signifikan antara analgetik tunggal dan
kombinasi yang diberikan pada 30 menit pasca operasi dengan nilai p 0.205 (p
> 0.05).
Tabel 5.17. Nyeri pada 30 Menit Pasca Operasi
Tidak
Nyeri
Nyeri
Ringan
Nyeri
Sedang
Nyeri
Berat
p (<0.05)
Tunggal 50 14 3 1 0.205
NSAID 40 10 3 1
Paracetamol 9 4 0 0
Opioid 1 0 0 0
Kombinasi 30 17 5 2
NSAID + opioid 14 11 3 0
NSAID + regional 9 3 1 2
NSAID + paracetamol 1 2 1 0
NSAID + infiltrasi 1 0 0 0
NSAID + opioid + regional 1 0 0 0
Paracetamol + opioid 2 1 0 0
Paracetamol + regional 2 0 0 0
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR PROFIL ANALGETIK PASCA …..….. DR. REGINA AGUSTANTINA
78
Gambar 5.20. Nyeri pada 30 Menit Pasca Operasi
5.4.4. Nyeri pada 1 Jam Pasca Operasi
Pada evaluasi 1 jam pasca operasi didapatkan pasien yang tidak mengalami
nyeri sejumlah 54 pasien di mana analgetik tunggal NSAID mendominasi
analgetik pasca operasi yang diberikan yaitu pada sejumlah 23 pasien.
Analgetik tunggal lain yaitu paracetamol dan opioid diberikan pada masing-
masing 7 dan 1 pasien. Sedangkan analgetik kombinasi yang paling banyak
diberikan adalah kombinasi NSAID + opioid yaitu pada sejumlah 11 pasien.
Analgetik kombinasi lainnya yaitu kombinasi NSAID + anestesi regional,
NSAID + paracetamol, NSAID + infiltrasi anestesi lokal, paracetamol +
opioid, paracetamol + anestesi regional diberikan pada masing-masing 7, 1, 1,
2, dan 1 pasien.
0369
121518212427303336394245485154
Tu
ng
ga
l
Ko
mb
ina
si
Tu
ng
ga
l
Ko
mb
ina
si
Tu
ng
ga
l
Ko
mb
ina
si
Tu
ng
ga
l
Ko
mb
ina
si
Tidak nyeri Nyeri ringan Nyeri sedang Nyeri berat
Jum
lah
Paracetamol + regional
Paracetamol + opioid
NSAID + opioid + regional
NSAID + infiltrasi
NSAID + paracetamol
NSAID + regional
NSAID + opioid
Opioid
Paracetamol
NSAID
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR PROFIL ANALGETIK PASCA …..….. DR. REGINA AGUSTANTINA
79
Nyeri ringan terjadi pada sebagian besar pasien pada 1 jam pasca operasi
yaitu pada 59 pasien di mana analgetik tunggal NSAID tetap mendominasi
yaitu diberikan pada sejumlah 28 pasien. Analgetik tunggal lainnya yaitu
paracetamol diberikan pada 6 pasien. Analgetik kombinasi NSAID + opioid
menjadi analgetik kombinasi yang paling banyak diberikan yaitu pada
sejumlah 15 pasien. Sedangkan analgetik kombinasi lainnya yaitu NSAID +
anestesi regional, NSAID + paracetamol, NSAID + opioid + anestesi regional,
paracetamol + opioid diberikan pada masing-masing 6, 2, 1, dan 1 pasien.
Nyeri sedang dan berat terjadi pada sebagian kecil pasien pada 1 jam pasca
operasi yaitu masing-masing 7 dan 2 pasien. Pada nyeri sedang analgetik
tunggal yang diberikan adalah NSAID pada 2 pasien dan analgetik kombinasi
NSAID + opioid pada 2 pasien, NSAID + anestesi regional pada 1 pasien,
NSAID + paracetamol pada 1 pasien dan paracetamol + anestesi regional pada
1 pasien. Sedangkan pada nyeri berat analgetik tunggal yang diberikan adalah
NSAID pada 1 pasien dan analgetik kombinasi NSAID + anestesi regional
pada 1 pasien.
Dari hasil analisa statistik menggunakan Chi-Square menunjukkan secara
statistik tidak didapatkan perbedaan signifikan antara analgetik tunggal dan
kombinasi yang diberikan pada 1 jam pasca operasi dengan nilai p 0.519 (p >
0.05).
Tabel 5.18. Nyeri pada 1 Jam Pasca Operasi
Tidak
Nyeri
Nyeri
Ringan
Nyeri
Sedang
Nyeri
Berat
p (<0.05)
Tunggal 31 34 2 1 0.519
NSAID 23 28 2 1
Paracetamol 7 6 0 0
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR PROFIL ANALGETIK PASCA …..….. DR. REGINA AGUSTANTINA
80
Opioid 1 0 0 0
Kombinasi 23 25 5 1
NSAID + opioid 11 15 2 0
NSAID + regional 7 6 1 1
NSAID + paracetamol 1 2 1 0
NSAID + infiltrasi 1 0 0 0
NSAID + opioid + regional 0 1 0 0
Paracetamol + opioid 2 1 0 0
Paracetamol + regional 1 0 1 0
Gambar 5.21. Nyeri pada 1 Jam Pasca Operasi
5.4.5. Nyeri pada 2 Jam Pasca Operasi
Pada evaluasi 2 jam pasca operasi didapatkan pasien yang tidak mengalami
nyeri sejumlah 42 pasien di mana analgetik tunggal NSAID mendominasi
analgetik pasca operasi yang diberikan yaitu pada sejumlah 16 pasien.
Analgetik tunggal lain yaitu paracetamol dan opioid diberikan pada masing-
masing 5 dan 1 pasien. Sedangkan analgetik kombinasi yang paling banyak
diberikan adalah kombinasi NSAID + opioid yaitu pada sejumlah 10 pasien.
0
5
10
15
20
25
30
35
40
Tu
ng
ga
l
Ko
mb
ina
si
Tu
ng
ga
l
Ko
mb
ina
si
Tu
ng
ga
l
Ko
mb
ina
si
Tu
ng
ga
l
Ko
mb
ina
si
Tidak nyeri Nyeri ringan Nyeri sedang Nyeri berat
Jum
lah
Paracetamol + regional
Paracetamol + opioid
NSAID + opioid + regional
NSAID + infiltrasi
NSAID + paracetamol
NSAID + regional
NSAID + opioid
Opioid
Paracetamol
NSAID
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR PROFIL ANALGETIK PASCA …..….. DR. REGINA AGUSTANTINA
81
Analgetik kombinasi lainnya yaitu kombinasi NSAID + anestesi regional,
NSAID + paracetamol, NSAID + infiltrasi anestesi lokal, paracetamol +
opioid, paracetamol + anestesi regional diberikan pada masing-masing 6, 1, 1,
1, dan 1 pasien.
Nyeri ringan juga terjadi pada sebagian besar pasien pada 2 jam pasca operasi
yaitu pada sejumlah 71 pasien di mana analgetik tunggal NSAID tetap
mendominasi yaitu diberikan pada sejumlah 35 pasien. Analgetik tunggal
lainnya yaitu paracetamol diberikan pada 6 pasien. Analgetik kombinasi
NSAID + opioid menjadi analgetik kombinasi yang paling banyak diberikan
yaitu pada sejumlah 16 pasien. Sedangkan analgetik kombinasi lainnya yaitu
NSAID + anestesi regional, NSAID + paracetamol, paracetamol + opioid,
paracetamol + anestesi regional diberikan pada masing-masing 9, 2, 2, dan 1
pasien.
Nyeri sedang dan berat terjadi pada sebagian kecil pasien pada 2 jam pasca
operasi yaitu masing-masing 8 dan 1 pasien. Pada nyeri sedang analgetik
tunggal yang diberikan adalah NSAID pada 3 pasien dan paracetamol pada 2
pasien sedangkan analgetik kombinasi yang diberikan yaitu NSAID + opioid
pada 1 pasien, NSAID + paracetamol pada 1 pasien dan NSAID + opioid +
anestesi regional pada 1 pasien. Pada nyeri berat analgetik yang diberikan
adalah analgetik kombinasi NSAID + opioid pada 1 pasien.
Dari hasil analisa statistik menggunakan Chi-Square menunjukkan secara
statistik tidak didapatkan perbedaan signifikan antara analgetik tunggal dan
kombinasi yang diberikan pada 2 jam pasca operasi dengan nilai p 0.633 (p >
0.05).
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR PROFIL ANALGETIK PASCA …..….. DR. REGINA AGUSTANTINA
82
Tabel 5.19. Nyeri pada 2 Jam Pasca Operasi
Tidak
Nyeri
Nyeri
Ringan
Nyeri
Sedang
Nyeri
Berat
p (<0.05)
Tunggal 22 41 5 0 0.633
NSAID 16 35 3 0
Paracetamol 5 6 2 0
Opioid 1 0 0 0
Kombinasi 20 30 3 1
NSAID + opioid 10 16 1 1
NSAID + regional 6 9 0 0
NSAID + paracetamol 1 2 1 0
NSAID + infiltrasi 1 0 0 0
NSAID + opioid + regional 0 0 1 0
Paracetamol + opioid 1 2 0 0
Paracetamol + regional 1 1 0 0
Gambar 5.22. Nyeri pada 2 Jam Pasca Operasi
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
Tu
ng
ga
l
Ko
mb
ina
si
Tu
ng
ga
l
Ko
mb
ina
si
Tu
ng
ga
l
Ko
mb
ina
si
Tu
ng
ga
l
Ko
mb
ina
si
Tidak nyeri Nyeri ringan Nyeri sedang Nyeri berat
Jum
lah
Paracetamol + regional
Paracetamol + opioid
NSAID + opioid + regional
NSAID + infiltrasi
NSAID + paracetamol
NSAID + regional
NSAID + opioid
Opioid
Paracetamol
NSAID
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR PROFIL ANALGETIK PASCA …..….. DR. REGINA AGUSTANTINA
83
5.4.6. Nyeri pada Hari Pertama Pasca Operasi
Pada 1 hari pasca operasi evaluasi skala nyeri yang didapatkan adalah skala
nyeri ringan dan tidak nyeri. Tidak didapatkan pasien dengan skala nyeri
sedang maupun berat. Pasien yang tidak mengalami nyeri sejumlah 48 pasien
di mana analgetik tunggal NSAID mendominasi analgetik pasca operasi yang
diberikan yaitu pada sejumlah 27 pasien. Analgetik tunggal lain yaitu
paracetamol dan opioid diberikan pada masing-masing 4 dan 1 pasien.
Sedangkan analgetik kombinasi yang paling banyak diberikan adalah
kombinasi NSAID + opioid yaitu pada sejumlah 6 pasien. Analgetik
kombinasi lainnya yaitu kombinasi NSAID + anestesi regional, NSAID +
paracetamol, NSAID + infiltrasi anestesi lokal, paracetamol + anestesi
regional diberikan pada masing-masing 5, 3, 1, dan 1 pasien.
Nyeri ringan juga terjadi pada sebagian besar pasien pada 1 hari pasca operasi
yaitu pada sejumlah 74 pasien di mana analgetik tunggal NSAID tetap
mendominasi yaitu diberikan pada sejumlah 27 pasien. Analgetik tunggal
lainnya yaitu paracetamol diberikan pada 9 pasien. Analgetik kombinasi
NSAID + opioid menjadi analgetik kombinasi yang paling banyak diberikan
yaitu pada sejumlah 22 pasien. Sedangkan analgetik kombinasi lainnya yaitu
NSAID + anestesi regional, NSAID + paracetamol, NSAID + opioid +
anestesi regional, paracetamol + opioid, paracetamol + anestesi regional
diberikan pada masing-masing 10, 1, 1, 3, dan 1 pasien.
Dari hasil analisa statistik menggunakan Chi-Square menunjukkan secara
statistik tidak didapatkan perbedaan signifikan antara analgetik tunggal dan
kombinasi yang diberikan pada 2 jam pasca operasi dengan nilai p 0.63 (p >
0.05).
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR PROFIL ANALGETIK PASCA …..….. DR. REGINA AGUSTANTINA
84
Tabel 5.20. Nyeri pada Hari Pertama Pasca Operasi
Tidak Nyeri Nyeri Ringan p (<0.05)
Tunggal 32 36 0.63
NSAID 27 27
Paracetamol 4 9
Opioid 1 0
Kombinasi 16 38
NSAID + opioid 6 22
NSAID + regional 5 10
NSAID + paracetamol 3 1
NSAID + infiltrasi 1 0
NSAID + opioid + regional 0 1
Paracetamol + opioid 0 3
Paracetamol + regional 1 1
Gambar 5.23. Nyeri pada Hari Pertama Pasca Operasi
5.4.7. Nyeri pada Hari Kedua Pasca Operasi
Pada hari kedua pasca operasi evaluasi skala nyeri yang didapatkan sama
seperti hari pertama yaitu skala nyeri ringan dan tidak nyeri. Tidak didapatkan
0
5
10
15
20
25
30
35
40
Tunggal Kombinasi Tunggal Kombinasi
Tidak nyeri Nyeri ringan
Jum
lah
Paracetamol + regional
Paracetamol + opioid
NSAID + opioid + regional
NSAID + infiltrasi
NSAID + paracetamol
NSAID + regional
NSAID + opioid
Opioid
Paracetamol
NSAID
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR PROFIL ANALGETIK PASCA …..….. DR. REGINA AGUSTANTINA
85
pasien dengan skala nyeri sedang maupun berat. Pasien yang tidak mengalami
nyeri terjadi pada sebagian besar pasien yaitu pada sejumlah 79 pasien di
mana analgetik tunggal NSAID mendominasi analgetik pasca operasi yang
diberikan yaitu pada sejumlah 39 pasien. Analgetik tunggal lain yaitu
paracetamol dan opioid diberikan pada masing-masing 10 dan 1 pasien.
Sedangkan analgetik kombinasi yang paling banyak diberikan adalah
kombinasi NSAID + opioid yaitu pada sejumlah 15 pasien. Analgetik
kombinasi lainnya yaitu kombinasi NSAID + anestesi regional, NSAID +
paracetamol, NSAID + infiltrasi anestesi lokal, paracetamol + opioid,
paracetamol + anestesi regional diberikan pada masing-masing 8, 3, 1, 1, dan
1 pasien.
Nyeri ringan terjadi pada sejumlah 43 pasien pada hari kedua pasca operasi di
mana analgetik tunggal NSAID tetap mendominasi yaitu diberikan pada
sejumlah 15 pasien. Analgetik tunggal lainnya yaitu paracetamol diberikan
pada 3 pasien. Analgetik kombinasi NSAID + opioid menjadi analgetik
kombinasi yang paling banyak diberikan yaitu pada sejumlah 13 pasien.
Sedangkan analgetik kombinasi lainnya yaitu NSAID + anestesi regional,
NSAID + paracetamol, NSAID + opioid + anestesi regional, paracetamol +
opioid, paracetamol + anestesi regional diberikan pada masing-masing 7, 1, 1,
2, dan 1 pasien.
Dari hasil analisa statistik menggunakan Chi-Square menunjukkan secara
statistik terdapat perbedaan signifikan antara analgetik tunggal dan kombinasi
yang diberikan pada 2 jam pasca operasi dengan nilai p 0.035 (p < 0.05).
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR PROFIL ANALGETIK PASCA …..….. DR. REGINA AGUSTANTINA
86
Tabel 5.21. Nyeri pada Hari Kedua Pasca Operasi
Tidak Nyeri Nyeri Ringan p (<0.05)
Tunggal 50 18 0.035
NSAID 39 15
Paracetamol 10 3
Opioid 1 0
Kombinasi 29 25
NSAID + opioid 15 13
NSAID + regional 8 7
NSAID + paracetamol 3 1
NSAID + infiltrasi 1 0
NSAID + opioid + regional 0 1
Paracetamol + opioid 1 2
Paracetamol + regional 1 1
Gambar 5.24. Nyeri pada Hari Kedua Pasca Operasi
5.5. Tingkat Kecemasan
5.5.1. Karakteristik Tingkat Kecemasan pada Pemberian Analgetik Tunggal
dan Kombinasi
0
10
20
30
40
50
60
Tunggal Kombinasi Tunggal Kombinasi
Tidak nyeri Nyeri ringan
Jum
lah
Paracetamol + regional
Paracetamol + opioid
NSAID + opioid + regional
NSAID + infiltrasi
NSAID + paracetamol
NSAID + regional
NSAID + opioid
Opioid
Paracetamol
NSAID
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR PROFIL ANALGETIK PASCA …..….. DR. REGINA AGUSTANTINA
87
Tingkat kecemasan preoperatif yang diberikan analgetik tunggal pasca operasi
cukup tinggi yaitu dengan nilai mYPAS rata-rata 50.66. Sedangkan pada
pasien yang diberikan analgetik kombinasi tingkat kecemasan terjadi lebih
rendah yaitu dengan nilai mYPAS rata-rata 34.9.
Tabel 5.22. Karakteristik Tingkat Kecemasan
Tunggal Kombinasi
Jumlah Mean SD Jumlah Mean SD
mYPAS 68 50.66 26.424 54 34.9 19.607
Gambar 5.25. Karakteristik Tingkat Kecemasan
5.5.2. Uji Beda Tingkat Kecemasan Terhadap Skala Nyeri Preoperatif
Pada uji beda tingkat kecemasan terhadap skala nyeri preoperatif didapatkan
pasien cemas yang tidak merasakan nyeri preoperatif sejumlah 37 pasien
(58,7%). Sedangkan pasien yang mengalami nyeri ringan sejumlah 22 pasien
(34,9%). Pasien dengan nyeri preoperatif sedang dan besar didapatkan
sejumlah 3 pasien (4,8%) dan 1 pasien (1,6%).
Sedangkan pasien yang tidak merasakan cemas dan juga tidak merasakan
nyeri preoperatif sejumlah 38 pasien (64,4%). Sedangkan pasien yang
mYPAS
Analgetik Tunggal 50.66
Analgetik Kombinasi 34.9
0
10
20
30
40
50
60
Me
an
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR PROFIL ANALGETIK PASCA …..….. DR. REGINA AGUSTANTINA
88
mengalami nyeri ringan sejumlah 21 pasien (35,6%). Pada kelompok pasien
yang tidak mengalami kecemasan preoperatif tidak didapatkan pasien yang
mengalami nyeri sedang maupun berat.
Namun uji beda yang dilakukan dengan Chi-Square secara statistik
menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan signifikan antara pasien yang
merasakan cemas dan pasien yang tidak merasakan cemas preoperatif dengan
nilai p 0.271 (p > 0.05).
Tabel 5.23. Uji Beda Tingkat Kecemasan Terhadap Skala Nyeri Preoperatif
Cemas Tidak Cemas p (<0.05)
Jumlah Persentase Jumlah Persentase
Tidak Nyeri 37 58,7 % 38 64,4 % 0.271
Nyeri Ringan 22 34,9 % 21 35,6 %
Nyeri Sedang 3 4,8 % 0 0 %
Nyeri Berat 1 1,6 % 0 0 %
Total 63 100 % 59 100 %
Gambar 5.26. Uji Beda Tingkat Kecemasan Terhadap Skala Nyeri Preoperatif
Tidak
Nyeri
Nyeri
Ringan
Nyeri
Sedang
Nyeri
Berat
Cemas 37 22 3 1
Tidak Cemas 38 21 0 0
05
10152025303540
Jum
lah
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR PROFIL ANALGETIK PASCA …..….. DR. REGINA AGUSTANTINA
89
5.5.3. Uji Beda Tingkat Kecemasan Terhadap Skala Nyeri 30 Menit Pasca
Operasi
Pada uji beda tingkat kecemasan terhadap skala nyeri 30 menit pasca operasi
didapatkan pasien cemas yang tidak merasakan nyeri preoperatif sejumlah 41
pasien (65,1%). Sedangkan pasien yang mengalami nyeri ringan sejumlah 14
pasien (22,2%). Pasien dengan nyeri preoperatif sedang dan besar didapatkan
sejumlah 5 pasien (7,9%) dan 3 pasien (4,8%).
Sedangkan pasien yang tidak merasakan cemas dan juga tidak merasakan
nyeri preoperatif sejumlah 39 pasien (66,1%). Sedangkan pasien yang
mengalami nyeri ringan sejumlah 17 pasien (28,8%) dan pasien yang
mengalami nyeri sedang sejumlah 3 pasien (5,1%). Pada kelompok pasien
yang tidak mengalami kecemasan preoperatif tidak didapatkan pasien yang
mengalami nyeri berat.
Namun uji beda yang dilakukan dengan Chi-Square secara statistik
menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan signifikan antara pasien yang
merasakan cemas dan pasien yang tidak merasakan cemas preoperatif dengan
nilai p 0.294 (p > 0.05).
Tabel 5.24. Uji Beda Tingkat Kecemasan Terhadap Skala Nyeri 30 Menit
Pasca Operasi
Cemas Tidak Cemas p (<0.05)
Jumlah Persentase Jumlah Persentase
Tidak Nyeri 41 65,1 % 39 66,1 % 0.294
Nyeri Ringan 14 22,2 % 17 28,8 %
Nyeri Sedang 5 7,9 % 3 5,1 %
Nyeri Berat 3 4,8 % 0 0 %
Total 63 100 % 59 100 %
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR PROFIL ANALGETIK PASCA …..….. DR. REGINA AGUSTANTINA
90
Gambar 5.27. Uji Beda Tingkat Kecemasan Terhadap Skala Nyeri 30 Menit
Pasca Operasi
5.5.4. Uji Beda Tingkat Kecemasan Terhadap Skala Nyeri 1 Jam Pasca Operasi
Pada uji beda tingkat kecemasan terhadap skala nyeri 1 jam pasca operasi
didapatkan pasien cemas yang tidak merasakan nyeri preoperatif sejumlah 24
pasien (38,1%). Sedangkan pasien yang mengalami nyeri ringan sejumlah 31
pasien (49,2%). Pasien dengan nyeri preoperatif sedang dan besar didapatkan
sejumlah 6 pasien (9,5%) dan 2 pasien (3,2%).
Sedangkan pasien yang tidak merasakan cemas dan juga tidak merasakan
nyeri preoperatif sejumlah 30 pasien (44,3%). Sedangkan pasien yang
mengalami nyeri ringan sejumlah 28 pasien (47,5%) dan pasien yang
mengalami nyeri sedang sejumlah 1 pasien (1,7%). Pada kelompok pasien
yang tidak mengalami kecemasan preoperatif tidak didapatkan pasien yang
mengalami nyeri berat.
Namun uji beda yang dilakukan dengan Chi-Square secara statistik
menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan signifikan antara pasien yang
merasakan cemas dan pasien yang tidak merasakan cemas preoperatif dengan
nilai p 0.099 (p > 0.05).
Tidak
Nyeri
Nyeri
Ringan
Nyeri
Sedang
Nyeri
Berat
Cemas 41 14 5 3
Tidak Cemas 39 17 3 0
05
1015202530354045
Jum
lah
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR PROFIL ANALGETIK PASCA …..….. DR. REGINA AGUSTANTINA
91
Tabel 5.25. Uji Beda Tingkat Kecemasan Terhadap Skala Nyeri 1 Jam Pasca
Operasi
Cemas Tidak Cemas p (<0.05)
Jumlah Persentase Jumlah Persentase
Tidak Nyeri 24 38,1 % 30 44,3 % 0.099
Nyeri Ringan 31 49,2 % 28 47,5 %
Nyeri Sedang 6 9,5 % 1 1,7 %
Nyeri Berat 2 3,2 % 0 0 %
Total 63 100 % 59 100 %
Gambar 5.28. Uji Beda Tingkat Kecemasan Terhadap Skala Nyeri 1 Jam
Pasca Operasi
5.5.5. Uji Beda Tingkat Kecemasan Terhadap Skala Nyeri 2 Jam Pasca Operasi
Pada uji beda tingkat kecemasan terhadap skala nyeri 2 jam pasca operasi
didapatkan pasien cemas yang tidak merasakan nyeri preoperatif sejumlah 15
pasien (23,8%). Sedangkan pasien yang mengalami nyeri ringan sejumlah 41
pasien (65,1%). Pasien dengan nyeri preoperatif sedang dan besar didapatkan
sejumlah 6 pasien (9,5%) dan 1 pasien (1,6%).
Sedangkan pasien yang tidak merasakan cemas dan juga tidak merasakan
nyeri preoperatif sejumlah 27 pasien (45,8%). Sedangkan pasien yang
Tidak
Nyeri
Nyeri
Ringan
Nyeri
Sedang
Nyeri
Berat
Cemas 24 31 6 2
Tidak Cemas 30 28 1 0
0
5
10
15
20
25
30
35
Jum
lah
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR PROFIL ANALGETIK PASCA …..….. DR. REGINA AGUSTANTINA
92
mengalami nyeri ringan sejumlah 30 pasien (50,8%) dan pasien yang
mengalami nyeri sedang sejumlah 2 pasien (3,4%). Pada kelompok pasien
yang tidak mengalami kecemasan preoperatif tidak didapatkan pasien yang
mengalami nyeri berat.
Namun uji beda yang dilakukan dengan Chi-Square secara statistik
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan signifikan antara pasien yang
merasakan cemas dan pasien yang tidak merasakan cemas preoperatif dengan
nilai p 0.046 (p < 0.05).
Tabel 5.26. Uji Beda Tingkat Kecemasan Terhadap Skala Nyeri 2 Jam Pasca
Operasi
Cemas Tidak Cemas p (<0.05)
Jumlah Persentase Jumlah Persentase
Tidak Nyeri 15 23,8 % 27 45,8 % 0.046
Nyeri Ringan 41 65,1 % 30 50,8 %
Nyeri Sedang 6 9,5 % 2 3,4 %
Nyeri Berat 1 1,6 % 0 0 %
Total 63 100 % 59 100 %
Gambar 5.29. Uji Beda Tingkat Kecemasan Terhadap Skala Nyeri 2 Jam
Pasca Operasi
Tidak
Nyeri
Nyeri
Ringan
Nyeri
Sedang
Nyeri
Berat
Cemas 15 41 6 1
Tidak Cemas 27 30 2 0
05
1015202530354045
Jum
lah
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR PROFIL ANALGETIK PASCA …..….. DR. REGINA AGUSTANTINA
93
5.5.6. Uji Beda Tingkat Kecemasan Terhadap Skala Nyeri Hari Pertama Pasca
Operasi
Pada uji beda tingkat kecemasan terhadap skala nyeri hari pertama pasca
operasi didapatkan pasien cemas yang tidak merasakan nyeri preoperatif
sejumlah 24 pasien (38,1%). Sedangkan pasien yang mengalami nyeri ringan
sejumlah 39 pasien (61,9%). Pada kelompok pasien yang mengalami
kecemasan preoperatif tidak didapatkan pasien yang mengalami nyeri sedang
maupun berat.
Sedangkan pasien yang tidak merasakan cemas dan juga tidak merasakan
nyeri preoperatif sejumlah 24 pasien (40,7%). Sedangkan pasien yang
mengalami nyeri ringan sejumlah 35 pasien (59,3%). Pada kelompok pasien
yang tidak mengalami kecemasan preoperatif juga tidak didapatkan pasien
yang mengalami nyeri sedang maupun berat.
Namun uji beda yang dilakukan dengan Chi-Square secara statistik
menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan signifikan antara pasien yang
merasakan cemas dan pasien yang tidak merasakan cemas preoperatif dengan
nilai p 0.853 (p > 0.05).
Tabel 5.27. Uji Beda Tingkat Kecemasan Terhadap Skala Nyeri Hari Pertama
Pasca Operasi
Cemas Tidak Cemas p (<0.05)
Jumlah Persentase Jumlah Persentase
Tidak Nyeri 24 38,1 % 24 40,7 % 0.853
Nyeri Ringan 39 61,9 % 35 59,3 %
Total 63 100 % 59 100 %
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR PROFIL ANALGETIK PASCA …..….. DR. REGINA AGUSTANTINA
94
Gambar 5.30. Uji Beda Tingkat Kecemasan Terhadap Skala Nyeri Hari
Pertama Pasca Operasi
5.5.7. Uji Beda Tingkat Kecemasan Terhadap Skala Nyeri Hari Kedua Pasca
Operasi
Pada uji beda tingkat kecemasan terhadap skala nyeri hari kedua pasca operasi
didapatkan pasien cemas yang tidak merasakan nyeri preoperatif sejumlah 39
pasien (61,9%). Sedangkan pasien yang mengalami nyeri ringan sejumlah 24
pasien (38,1%). Pada kelompok pasien yang mengalami kecemasan
preoperatif tidak didapatkan pasien yang mengalami nyeri sedang maupun
berat.
Sedangkan pasien yang tidak merasakan cemas dan juga tidak merasakan
nyeri preoperatif sejumlah 40 pasien (67,8%). Sedangkan pasien yang
mengalami nyeri ringan sejumlah 19 pasien (32,2%). Pada kelompok pasien
yang tidak mengalami kecemasan preoperatif juga tidak didapatkan pasien
yang mengalami nyeri sedang maupun berat.
Namun uji beda yang dilakukan dengan Chi-Square secara statistik
menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan signifikan antara pasien yang
Tidak Nyeri Nyeri Ringan
Cemas 24 39
Tidak Cemas 24 35
05
1015202530354045
Jum
lah
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR PROFIL ANALGETIK PASCA …..….. DR. REGINA AGUSTANTINA
95
merasakan cemas dan pasien yang tidak merasakan cemas preoperatif dengan
nilai p 0.571 (p > 0.05).
Tabel 5.28. Uji Beda Tingkat Kecemasan Terhadap Skala Nyeri Hari Kedua
Pasca Operasi
Cemas Tidak Cemas p (<0.05)
Jumlah Persentase Jumlah Persentase
Tidak Nyeri 39 61,9 % 40 67,8 % 0.571
Nyeri Ringan 24 38,1 % 19 32,2 %
Total 63 100 % 59 100 %
Gambar 5.31. Uji Beda Tingkat Kecemasan Terhadap Skala Nyeri Hari
Kedua Pasca Operasi
5.6. Efek Sedasi Pasca Operasi
5.6.1. Skala Sedasi Pasca Operasi
Evaluasi skala sedasi pada 30 menit pasca operasi menunjukkan sebagian
besar masih dalam pengaruh sedasi (nilai Ramsay Sedation Scale-RSS 3-6)
yaitu sejumlah 111 pasien sedangkan pasien alert (nilai RSS 2) sejumlah 11
pasien. Pada evaluasi 1 jam pasca operasi sebagian besar pasien masih dalam
pengaruh sedasi yaitu sejumlah 70 pasien, pasien alert sejumlah 51 pasien
Tidak Nyeri Nyeri Ringan
Cemas 39 24
Tidak Cemas 40 19
05
1015202530354045
Jum
lah
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR PROFIL ANALGETIK PASCA …..….. DR. REGINA AGUSTANTINA
96
sedangkan pasien cemas (nilai RSS 1) sejumlah 1 pasien. Jumlah pasien alert
meningkat pada evaluasi 1 jam pasca operasi yaitu sejumlah 113 pasien,
sedangkan pasien cemas dan dalam pengaruh sedasi menurun yaitu sejumlah 1
dan 8 pasien. Pada evaluasi hari pertama dan kedua pasca operasi seluruh
pasien berada dalam kondisi alert (122 pasien).
Tabel 5.29. Skala Sedasi Pasca Operasi
30’ Post
Op
1 Jam
Post Op
2 Jam
Post Op
H+1
Post Op
H+2
Post Op
Cemas 0 1 1 0 0
Alert 11 51 113 122 122
Dalam sedasi 111 70 8 0 0
Gambar 5.32. Skala Sedasi Pasca Operasi
5.6.2. Uji Beda Skala Sedasi Terhadap Skala Nyeri 30 Menit Pasca Operasi
Pada evaluasi 30 menit pasca operasi sebagian besar pasien masih dalam
pengaruh sedasi yaitu sejumlah 111 pasien. Dari jumlah tersebut sejumlah 73
pasien (65,8%) tidak merasakan nyeri pasca operasi, 27 pasien (24,3%)
merasakan nyeri ringan, 8 pasien (7,2%) merasakan nyeri sedang dan 3 pasien
’ Post Op
1 Jam
Post Op
2 Jam
Post Op
H+1
Post Op
H+2
Post Op
Cemas 0 1 1 0 0
Alert 11 51 113 122 122
Dalam sedasi 111 70 8 0 0
0
20
40
60
80
100
120
140
Jum
lah
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR PROFIL ANALGETIK PASCA …..….. DR. REGINA AGUSTANTINA
97
(2,7%) merasakan nyeri berat. Sedangkan sisanya sejumlah 11 pasien sudah
berada dalam kondisi sadar baik (alert) pada evaluasi 30 menit pasca operasi.
Dari jumlah tersebut sejumlah 7 pasien (63,6%) tidak merasakan nyeri pasca
operasi, 4 pasien (36,4%) merasakan nyeri ringan dan tidak ada pasien yang
merasakan nyeri sedang maupun berat. Pada evaluasi 30 menit pasca operasi
juga tidak didapatkan pasien dalam kondisi cemas (nilai RSS 1).
Namun uji beda yang dilakukan dengan Spearman secara statistik
menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan signifikan antara pasien yang
masih berada dalam pengaruh sedasi dan pasien yang sudah sadar baik dengan
nilai p 0.924 (p > 0.05).
Tabel 5.30. Uji Beda Skala Sedasi Terhadap Skala Nyeri 30 Menit Pasca
Operasi
Cemas Alert Dalam Sedasi p (<0.05)
Jumlah % Jumlah % Jumlah %
Tidak Nyeri 0 0 % 7 63,6 % 73 65,8 % 0.924
Nyeri Ringan 0 0 % 4 36,4 % 27 24,3 %
Nyeri Sedang 0 0 % 0 0 % 8 7,2 %
Nyeri Berat 0 0 % 0 0 % 3 2,7 %
Total 0 11 100 % 111 100 %
Gambar 5.33. Uji Beda Skala Sedasi Terhadap Skala Nyeri 30 Menit Pasca Operasi
Tidak
Nyeri
Nyeri
Ringan
Nyeri
Sedang
Nyeri
Berat
Cemas 0 0 0 0
Alert 7 4 0 0
Dalam Sedasi 73 27 8 3
0
10
20
30
40
50
60
70
80
Jum
lah
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR PROFIL ANALGETIK PASCA …..….. DR. REGINA AGUSTANTINA
98
5.6.3. Uji Beda Skala Sedasi Terhadap Skala Nyeri 1 Jam Pasca Operasi
Pada evaluasi 1 jam pasca operasi sebagian besar pasien juga masih dalam
pengaruh sedasi yaitu sejumlah 70 pasien. Dari jumlah tersebut sejumlah 29
pasien (41,4%) tidak merasakan nyeri pasca operasi, 37 pasien (25,9%)
merasakan nyeri ringan, 3 pasien (4,3%) merasakan nyeri sedang dan 1 pasien
(1,4%) merasakan nyeri berat. Sedangkan sejumlah 51 pasien sudah berada
dalam kondisi sadar baik (alert) pada evaluasi 1 jam pasca operasi. Dari
jumlah tersebut sejumlah 25 pasien (49,0%) tidak merasakan nyeri pasca
operasi, 22 pasien (43,1%) merasakan nyeri ringan, 3 pasien (5,9%)
merasakan nyeri sedang dan 1 pasien (2,0%) merasakan nyeri berat. Pada
evaluasi 1 jam pasca operasi didapatkan 1 pasien dalam kondisi cemas (nilai
RSS 1) yang merasakan nyeri sedang.
Namun uji beda yang dilakukan dengan Spearman secara statistik
menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan signifikan antara pasien yang
masih berada dalam pengaruh sedasi, pasien yang sudah sadar baik (alert) dan
pasien cemas dengan nilai p 0.780 (p > 0.05).
Tabel 5.31. Uji Beda Skala Sedasi Terhadap Skala Nyeri 1 Jam Pasca Operasi
Cemas Alert Dalam Sedasi p (<0.05)
Jumlah % Jumlah % Jumlah %
Tidak Nyeri 0 0 % 25 49,0 % 29 41,4 % 0.780
Nyeri Ringan 0 0 % 22 43,1 % 37 52,9 %
Nyeri Sedang 1 100 % 3 5,9 % 3 4,3 %
Nyeri Berat 0 0 % 1 2,0 % 1 1,4 %
Total 1 100 % 51 100 % 70 100 %
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR PROFIL ANALGETIK PASCA …..….. DR. REGINA AGUSTANTINA
99
Gambar 5.34. Uji Beda Skala Sedasi Terhadap Skala Nyeri 1 Jam Pasca Operasi
5.6.4. Uji Beda Skala Sedasi Terhadap Skala Nyeri 2 Jam Pasca Operasi
Pada evaluasi 2 jam pasca operasi hanya 8 pasien masih dalam pengaruh
sedasi. Dari jumlah tersebut sejumlah 2 pasien (25,0%) tidak merasakan nyeri
pasca operasi, 5 pasien (62,5%) merasakan nyeri ringan, 1 pasien (12,5%)
merasakan nyeri sedang dan tidak ada pasien yang merasakan nyeri berat.
Sedangkan hampir seluruh pasien (113 pasien) sudah berada dalam kondisi
sadar baik (alert) pada evaluasi 2 jam pasca operasi. Dari jumlah tersebut
sejumlah 40 pasien (35,4%) tidak merasakan nyeri pasca operasi, 66 pasien
(58,4%) merasakan nyeri ringan, 7 pasien (6,2%) merasakan nyeri sedang dan
tidak ada pasien yang merasakan nyeri berat. Pada evaluasi 2 jam pasca
operasi didapatkan 1 pasien dalam kondisi cemas (nilai RSS 1) yang
merasakan nyeri berat.
Namun uji beda yang dilakukan dengan Spearman secara statistik
menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan signifikan antara pasien yang
masih berada dalam pengaruh sedasi, pasien yang sudah sadar baik (alert) dan
pasien cemas dengan nilai p 0.987 (p > 0.05).
Tidak
Nyeri
Nyeri
Ringan
Nyeri
Sedang
Nyeri
Berat
Cemas 0 0 1 0
Alert 25 22 3 1
Dalam Sedasi 29 37 3 1
0
5
10
15
20
25
30
35
40
Jum
lah
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR PROFIL ANALGETIK PASCA …..….. DR. REGINA AGUSTANTINA
100
Tabel 5.32. Uji Beda Skala Sedasi Terhadap Skala Nyeri 2 Jam Pasca Operasi
Cemas Alert Dalam Sedasi p (<0.05)
Jumlah % Jumlah % Jumlah %
Tidak Nyeri 0 0 % 40 35,4 % 2 25,0 % 0.987
Nyeri Ringan 0 0 % 66 58,4 % 5 62,5 %
Nyeri Sedang 0 0 % 7 6,2 % 1 12,5 %
Nyeri Berat 1 100 % 0 0 % 0 0 %
Total 0 100 % 113 100 % 8 100 %
Gambar 5.35. Uji Beda Skala Sedasi Terhadap Skala Nyeri 2 Jam Pasca Operasi
Tidak
Nyeri
Nyeri
Ringan
Nyeri
Sedang
Nyeri
Berat
Cemas 0 0 0 1
Alert 40 66 7 0
Dalam Sedasi 2 5 1 0
0
10
20
30
40
50
60
70
Jum
lah
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR PROFIL ANALGETIK PASCA …..….. DR. REGINA AGUSTANTINA
101
BAB 6
PEMBAHASAN
Dari hasil penelitian didapatkan sebanyak 122 pasien anak menjadi obyek
penelitian. Analgetik yang diberikan pasca operasi dibagi menjadi 2 yaitu analgetik
tunggal dan kombinasi. Secara keseluruhan hasil penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Analgetik tunggal (55,7%) lebih banyak diberikan pasca operasi dibanding
analgetik kombinasi (44,3%).
2. Analgetik tunggal yang paling banyak diberikan pasca operasi adalah NSAID
(54 pasien).
3. Analgetik kombinasi yang paling banyak diberikan pasca operasi adalah
NSAID + opioid (28 pasien).
4. Analgetik tunggal lebih banyak diberikan pada pasien dengan usia lebih muda
(mean 6.16863 ± 5.06275) dan berat badan lebih rendah (mean 22.42 ±
15.726) sedangkan analgetik kombinasi lebih banyak diberikan pada pasien
dengan usia lebih tua (mean 11.9599 ± 5.66231) dan berat badan lebih besar
(mean 40.70 ± 20.165).
5. Pada jenis operasi tertentu, analgetik tunggal dominan diberikan seperti pada
operasi mata (93,3%), urologi (78,6%) dan THT (72,2%). Sedangkan
analgetik kombinasi dominan diberikan pada beberapa jenis operasi seperti
orthopedi (73,9%).
6. Evaluasi skala nyeri pasca operasi menunjukkan bahwa pasien mayoritas tidak
merasakan nyeri pada 30 menit (80 pasien) dan hari kedua pasca operasi (79
pasien). Sedangkan pada evaluasi 1 jam (59 pasien), 2 jam (71 pasien) dan
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR PROFIL ANALGETIK PASCA …..….. DR. REGINA AGUSTANTINA
102
hari pertama (74 pasien) pasca operasi mayoritas pasien merasakan nyeri
ringan.
7. Evaluasi skala nyeri pada hari pertama dan kedua pasca operasi menunjukkan
tidak ada pasien yang merasakan nyeri sedang maupun berat.
8. Pada pasien usia ≤ 12 tahun, skala nyeri pada pemberian analgetik kombinasi
lebih tinggi dibanding analgetik tunggal pada kelima waktu evaluasi pasca
operasi. Hasil yang hampir serupa pada pasien usia > 12 tahun, di mana skala
nyeri pada pemberian analgetik kombinasi lebih tinggi dibanding analgetik
tunggal pada evaluasi 30 menit, 1 jam, 2 jam dan hari pertama pasca operasi.
Sedangkan skala nyeri pada pemberian analgetik tunggal lebih tinggi
dibanding analgetik kombinasi pada evaluasi hari kedua pasca operasi.
9. NSAID adalah analgetik yang paling banyak diberikan pada kelompok pasien
yang tidak merasakan nyeri pada kelima waktu evaluasi skala nyeri pasca
operasi (40 pasien pada 30 menit, 23 pasien pada 1 jam, 16 pasien pada 2 jam,
27 pasien pada hari pertama dan 39 pasien pada hari kedua)
10. Tingkat kecemasan tidak berhubungan dengan skala nyeri baik pada saat
preoperatif maupun pada evaluasi 30 menit, 1 jam, hari pertama dan hari
kedua pasca operasi. Tingkat kecemasan berhubungan dengan skala nyeri
pada evaluasi 2 jam pasca operasi.
Jenis analgetik tunggal lebih banyak diberikan pasca operasi dibanding
analgetik kombinasi (Tabel 5.10.). Analgetik tunggal yang paling banyak diberikan
adalah NSAID (54 pasien). NSAID merupakan obat analgetik yang diberikan untuk
mengatasi nyeri ringan hingga sedang. (3) Sebuah penelitian oleh Vetter dan Heiner
menyebutkan bahwa penggunaan NSAID (Ketorolac) dapat mengurangi penggunaan
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR PROFIL ANALGETIK PASCA …..….. DR. REGINA AGUSTANTINA
103
opioid hingga 30% pada 12 jam pertama pasca operasi. (3, 36) Menurut Misiolek dkk
yang merumuskan manajemen nyeri pasca operasi pada tahun 2014, pilihan analgetik
pasca operasi pada pasien pediatri dengan nyeri sedang adalah paracetamol
dikombinasi dengan NSAID. (26) Pada penelitian ini analgetik kombinasi paracetamol
+ NSAID hanya diberikan pada 4 pasien. Sedangkan paracetamol digunakan sebagai
analgetik tunggal pada 13 pasien. Paracetamol merupakan obat yang mempunyai efek
seperti NSAID. Paracetamol digunakan sebagai analgetik untuk mengatasi nyeri
ringan hingga sedang dan dapat dikombinasi dengan opioid untuk mengatasi nyeri
berat. (3) Paracetamol kurang begitu populer di kalangan residen sebagai analgetik
pasca operasi karena adanya kebijakan penggunaan paracetamol sebagai analgetik
yang diberikan pada pasien yang dirawat di ruang intensif yang juga memerlukan
terapi antipiretik berkelanjutan. (37, 38)
Pada penelitian ini jenis analgetik kombinasi yang paling banyak (28 pasien)
diberikan pasca operasi adalah kombinasi NSAID + opioid (Tabel 5.12.). Hal ini
sesuai dengan pedoman yang dirumuskan Misiolek dkk tentang manajemen nyeri
pasca operasi bahwa pilihan analgetik pasca operasi pada pasien pediatri dengan
kerusakan jaringan hebat adalah analgetik multimodal yaitu kombinasi paracetamol
ditambah NSAID dan jika perlu dapat ditambahkan opioid. (26)
Profil analgetik tunggal dan kombinasi dilihat dari usia dan berat badan (Tabel
5.13.) menunjukkan bahwa pasien dengan usia lebih muda dan berat badan lebih kecil
lebih banyak mendapat analgetik tunggal (mean usia 6.16863 dan mean berat badan
22.42). Sedangkan pasien dengan usia lebih tua dan berat badan lebih besar mendapat
analgetik kombinasi (mean usia 11.9599 dan mean berat badan 40.70). Hal ini
menunjukkan bahwa penggunaan analgetik kombinasi tidak banyak digunakan pada
pasien anak dengan usia muda. Penyebabnya adalah pilihan analgetik kombinasi yang
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR PROFIL ANALGETIK PASCA …..….. DR. REGINA AGUSTANTINA
104
dianjurkan yaitu opioid (morfin) sebagai analgetik tambahan memiliki efek samping
yang cukup berbahaya pada pasien anak usia muda terutama neonatus. Seperti yang
ditulis yang diterbitkan oleh American Medical Association tahun 2012 yang
menyebutkan bahwa bayi usia 3-6 bulan mempunyai respon ventilasi yang inadekuat
dan terkadang paradoksal terhadap kondisi hipoksia dan hiperkarbia sehingga opioid
dosis kecil saja dapat berakibat apnea atau nafas periodik. (3)
Profil analgetik tunggal dan kombinasi dilihat dari jenis operasi (Tabel 5.13.)
menunjukkan pada beberapa operasi seperti operasi orthopedi didapatkan pemberian
analgetik kombinasi yang mendominasi (17 pasien ~ 73,9%). Seperti yang diketahui
bahwa operasi orthopedi menghasilkan intensitas nyeri yang berat. (39, 40) Sebuah
penelitian yang dilakukan oleh Barbosa dkk pada tahun 2014 menunjukkan bahwa
dengan pemberian analgetik kombinasi (NSAID + analgetik sederhana + opioid atau
analgetik sederhana + opioid maupun analgetik sederhana + NSAID) dapat
menghasilkan pasien dengan skala nyeri ringan atau bahkan tidak merasakan nyeri
hingga 72 jam pasca operasi. (39) Pilihan yang berbeda didapatkan pada jenis operasi
urologi. Pada operasi urologi analgetik tunggal lebih banyak digunakan (11 pasien ~
78,6%). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Heid dan Jage pada
tahun 2002 yang menyebutkan bahwa sebagian besar prosedur operasi urologi
menghasilkan intensitas nyeri ringan yang dapat diatasi dengan NSAID. (40, 41) Sama
halnya dengan operasi urologi, pada operasi mata analgetik tunggal juga lebih banyak
digunakan (14 pasien ~ 93,3%). Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Paik dan Ahn
pada tahun 2002 menyebutkan bahwa intensitas nyeri pada anak pasca operasi mata
adalah nyeri ringan hingga sedang yang menurun seiring dengan berjalannya waktu
pasca operasi. (40, 42) Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, NSAID merupakan
analgetik yang tepat diberikan untuk mengatasi nyeri ringan hingga sedang. (3)
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR PROFIL ANALGETIK PASCA …..….. DR. REGINA AGUSTANTINA
105
Profil analgetik tunggal dan kombinasi dilihat dari klasifikasi operasi (Tabel
5.13.) menunjukkan bahwa pada operasi minor analgetik tunggal lebih banyak
digunakan (51 pasien ~ 60,7%). Sedangkan analgetik kombinasi lebih banyak
digunakan pada operasi mayor (21 pasien ~ 55,3%). Namun secara statistik
menunjukkan tidak terdapat perbedaan signifikan antara analgetik tunggal dan
kombinasi pada klasifikasi operasi mayor maupun minor (p value 0.100).
Pada evaluasi skala nyeri pasca operasi (Tabel 5.14.) didapatkan pada 30
menit pertama mayoritas pasien tidak merasakan nyeri (80 pasien), sedangkan pada 1
jam pasca operasi mayoritas pasien merasakan nyeri ringan (59 pasien). Nyeri ringan
tetap mendominasi skala nyeri yang dirasakan pasien pada 2 jam dan hari pertama
pasca operasi yaitu masing-masing 71 dan 74 pasien. Sedangkan pada evaluasi skala
nyeri hari kedua pasca operasi didapatkan mayoritas pasien tidak merasakan nyeri (79
pasien). Pada evaluasi hari pertama dan kedua pasca operasi tidak didapatkan pasien
dengan skala nyeri sedang maupun berat. Faktor sedasi tampak dapat dihubungkan
dengan penilaian nyeri pasca operasi. Evaluasi skala nyeri pada 2 jam pasca operasi
diharapkan menunjukkan penilaian skala nyeri yang sesungguhnya karena pada saat
itulah hampir seluruh pasien sudah dalam keadaan sadar baik (alert) yaitu sejumlah
113 pasien. Namun secara statistik menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan
signifikan antara pasien yang masih berada dalam pengaruh sedasi dan pasien yang
sudah sadar baik (Tabel 5.30., Tabel 5.31., Tabel 5.32.). Pada evaluasi hari pertama
dan kedua pasca operasi tidak didapatkan pasien yang masih berada dalam pengaruh
sedasi maupun cemas, seluruh pasien dalam keadaan sadar baik (alert) dengan nilai
RSS 2 (Tabel 5.29.). Meskipun demikian, tidak adanya variasi nilai skala sedasi
menyebabkan uji beda antara skala sedasi terhadap skala nyeri tidak dapat dilakukan.
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR PROFIL ANALGETIK PASCA …..….. DR. REGINA AGUSTANTINA
106
Selain faktor sedasi, pada pasien yang tidak merasakan nyeri pada evaluasi 30
menit pasca operasi dapat dipengaruhi oleh beberapa hal lain seperti pemberian
analgetik preoperatif/premedikasi atau analgetik yang digunakan durante operasi. (43)
Pada evaluasi skala nyeri 30 menit, 1 jam dan 2 jam pasca operasi didapatkan
1-2 pasien yang merasakan nyeri berat. Pada evaluasi 30 menit didapatkan 2 pasien
dengan skala nyeri berat di mana 1 pasien diberi analgetik tunggal dan 1 pasien diberi
analgetik kombinasi. Pasien yang mendapat analgetik tunggal adalah pasien yang
menjalani operasi aff DJ stent. Operasi ini adalah operasi minor dengan intensitas
nyeri ringan. (40, 41) Salah satu hal yang dapat menyebabkan skala nyeri pasca operasi
yang tinggi pada pasien ini adalah tingkat kecemasan preoperatif di mana nilai
mYPAS adalah 70. Fortier dkk menyebutkan dalam penelitiannya bahwa tingkat
kecemasan perioperatif berhubungan dengan nyeri pasca bedah dan perubahan
perilaku pasca operasi. (28) Sedangkan pasien yang mendapat analgetik kombinasi
adalah pasien osteosarcoma yang menjalani operasi amputasi. Operasi ini adalah
operasi mayor dengan intensitas nyeri sedang hingga berat. (40) Pasien ini mendapat
analgetik kombinasi berupa NSAID + anestesi regional. Pemilihan ini kurang tepat
sebagai analgetik pasca operasi dengan intensitas nyeri sedang hingga berat, namun
jenis nyeri pada pasien ini adalah nyeri kanker dengan nyeri kronik dan berpotensi
terjadi phantom limb pasca operasi. Seperti halnya yang dikatakan Katz dalam
penelitiannya yang menyebutkan bahwa anestesi regional merupakan salah satu cara
mencegah terjadinya phantom limb. (44) Pada pasien ini diduga obat anestesi regional
yang diberikan belum bekerja pada saat evaluasi 30 menit pasca operasi. Hal ini
dilihat dari skala nyeri yang menurun drastis pada evaluasi 1 jam pasca operasi (NRS
2-3). Pada evaluasi skala nyeri 1 jam pasca operasi juga didapatkan 2 pasien dengan
skala nyeri berat di mana 1 pasien diberi analgetik tunggal dan 1 pasien diberi
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR PROFIL ANALGETIK PASCA …..….. DR. REGINA AGUSTANTINA
107
analgetik kombinasi. Pasien yang mendapat analgetik tunggal adalah pasien yang
menjalani operasi urethroplasty. Sedangkan pasien yang mendapat analgetik
kombinasi adalah pasien dengan abses paru yang menjalani operasi lobectomy. Pada
kedua pasien tersebut, evaluasi skala nyeri di waktu selain 1 jam menunjukkan skala
nyeri ringan-sedang. Skala nyeri berat pada evaluasi 1 jam pasca operasi dapat
diakibatkan beberapa hal lain yang mempengaruhi penilaian nyeri pasca operasi.
Seperti yang dikemukakan Hamers dkk dalam penelitiannya, beberapa hal dapat
mempengaruhi penilaian nyeri pasca operasi antara lain usia, diagnosis, ekspresi anak
dan juga kehadiran orang tua. (45) Selain itu terdapat beberapa hal yang mempengaruhi
persepsi nyeri antara lain jenis kelamin, ras dan usia. (46) Pada evaluasi skala nyeri 2
jam pasca operasi didapatkan 1 pasien dengan skala nyeri berat yang diberi analgetik
kombinasi. Pasien ini adalah pasien dengan combustio yang menjalani operasi
debridement + Split Thickness Graft (STG). Pada pasien ini didapatkan skala nyeri
sedang pada evaluasi preoperatif dan juga tingkat kecemasan yang tinggi dengan nilai
mYPAS 76.67. Selain itu, pada pasien ini juga didapatkan gangguan penyesuaian.
Hal-hal tersebut dapat mempengaruhi skala nyeri pasca operasi. (28, 45, 46) Pasien-
pasien yang disebutkan dengan skala nyeri berat di atas adalah pasien yang berbeda-
beda, artinya tidak didapatkan pasien yang merasakan nyeri berat di dua waktu
evaluasi skala nyeri. Hal ini menunjukkan bahwa manajemen nyeri sudah cukup baik
sehingga pasien dengan skala nyeri berat tidak lagi menunjukkan skala nyeri berat
pada waktu evaluasi skala nyeri berikutnya.
Perbandingan skala nyeri antara pemberian analgetik tunggal dan kombinasi
menunjukkan bahwa pada pasien usia ≤ 12 tahun skala nyeri (FLACC) pada
pemberian analgetik kombinasi lebih besar daripada analgetik tunggal pada kelima
waktu evaluasi skala nyeri pasca operasi (Tabel 5.15.). Meskipun demikian nilai
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR PROFIL ANALGETIK PASCA …..….. DR. REGINA AGUSTANTINA
108
simpangan deviasi (SD) pada kelompok analgetik kombinasi lebih besar dibanding
kelompok analgetik tunggal. Hal ini menunjukkan bahwa distribusi data pada
kelompok analgetik kombinasi terlalu luas sehingga data menjadi tidak seragam.
Hasil ini tidak jauh berbeda pada kelompok pasien usia > 12 tahun. Skala nyeri (NRS)
pada pemberian analgetik kombinasi juga lebih besar daripada analgetik tunggal pada
evaluasi 30 menit, 1 jam, 2 jam dan hari pertama pasca operasi. Sedangkan skala
nyeri (NRS) pada hari kedua pasca operasi menunjukkan bahwa skala nyeri pada
pemberian analgetik tunggal memiliki nilai yang lebih besar dibanding analgetik
kombinasi (Tabel 5.16.). Namun, dari hasil analisa statistik menggunakan Chi-Square
menunjukkan bahwa tidak didapatkan perbedaan signifikan antara pemberian
analgetik tunggal dan kombinasi pada evaluasi 30 menit, 1 jam, 2 jam dan hari
pertama pasca operasi. Sedangkan pada evaluasi hari kedua pasca operasi (Tabel
5.21.) didapatkan perbedaan signifikan antara pemberian analgetik tunggal dan
kombinasi di mana p 0.035 (p < 0.05).
Pada evaluasi jenis analgetik yang diberikan pada setiap waktu evaluasi skala
nyeri didapatkan bahwa NSAID menjadi analgetik yang paling banyak diberikan pada
kelompok pasien yang tidak merasakan nyeri pada kelima waktu evaluasi skala nyeri
pasca operasi (Tabel 5.17., Tabel 5.18., Tabel 5.19., Tabel 5.20., Tabel 5.21.).
Pada evaluasi tingkat kecemasan yang dihubungkan dengan skala nyeri pada
saat preoperatif dan kelima waktu pasca operasi (Tabel 5.23., Tabel 5.24., Tabel 5.25.,
Tabel 5.27., Tabel 5.28.) didapatkan bahwa tingkat kecemasan tidak berhubungan
dengan skala nyeri dengan nilai p > 0.05 (tidak terdapat perbedaan) kecuali pada
evaluasi 2 jam pasca operasi (Tabel 5.26.) di mana nilai p 0.046 (p < 0.05). Penelitian
yang dilakukan oleh Al-Jundi dan Mahmood menyebutkan bahwa tingkat kecemasan
preoperatif dipengaruhi oleh beberapa hal antara lain usia, riwayat anestesi umum
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR PROFIL ANALGETIK PASCA …..….. DR. REGINA AGUSTANTINA
109
sebelumnya, riwayat anestesi umum pada usia sangat muda dan juga kecemasan
orang tua. (47)
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR PROFIL ANALGETIK PASCA …..….. DR. REGINA AGUSTANTINA
110
BAB 7
KESIMPULAN DAN SARAN
7.1. Kesimpulan
Analgetik pasca operasi yang paling banyak digunakan pada pasien pediatri
yang menjalani operasi elektif di RSUD Dr. Soetomo pada bulan Oktober 2016
adalah NSAID. NSAID juga menjadi analgetik yang paling banyak digunakan pada
kelompok pasien yang tidak merasakan nyeri pada kelima waktu evaluasi pasca
operasi. Manajemen nyeri cukup baik karena tidak didapatkan pasien dengan skala
nyeri sedang maupun berat pada evaluasi hari pertama dan kedua pasca operasi.
7.2. Saran
Penelitian ini menunjukkan adanya skala nyeri dengan simpangan deviasi
yang cukup besar pada kelompok analgetik kombinasi. Maka diharapkan penelitian
dengan jumlah sample lebih besar dapat dilakukan agar distribusi data menjadi lebih
baik sehingga perbandingan analgetik tunggal dan kombinasi dapat digambarkan
dengan lebih baik.
Evaluasi tentang intensitasi nyeri pasca operasi pada tiap jenis operasi perlu
dilakukan dalam skala lebih besar agar penentuan analgetik pasca operasi lebih tepat
untuk setiap jenis operasi.
Keterbatasan penelitian ini adalah adanya keterbatasan sumber alat dalam
mengevaluasi hemodinamik pasien pediatri di ruang pulih sadar sehingga data
mengenai hemodinamik pasien selama di ruang pulih sadar tidak lengkap yang
menyebabkan uji korelasi antara skala nyeri dengan perubahan hemodinamik tidak
dapat dilakukan.
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR PROFIL ANALGETIK PASCA …..….. DR. REGINA AGUSTANTINA
111
DAFTAR PUSTAKA
1. Baratta JL, Schwenk ES, Viscusi ER. Clinical Consequences of Inadequate
Pain Relief: Barriers to Optimal Pain Management. Plast Reconstr Surg. 2014
Oct;134(4):15-21.
2. Power NM, Howard RF, Wade AM, Franck LS. Pain and behaviour changes
in children following surgery. Arch Dis Child. 2012 Oct;97(10):879-84.
3. Fine PG, Lessage P, Lippe PM, Lipman AG, Portenoy RK, dkk. Pediatric
Pain. American Medical Association: Module 6. February 2010.
4. Hatfield LA. Neonatal pain: What’s age got to do with it? Surg Neurol Int.
2014;5(13):479-89.
5. Green A. Pain and stress in infancy and childhood--- where to now? Pediatr
Anaesth. 1996;6(3):167-72.
6. Rawal N, Sjöstrand U, Christoffersson E, Dahlström B, Arvill A, Rydman H,
Comparison of Intramuscular and Epidural Morphine for Postoperative
Analgesia in the Grossly Obese: Influence on Postoperative Ambulation and
Pulmonary Function. Anesth Analg. 1984;63:583-92.
7. Finley GA, McGrath PJ, Forward SP, McBeill G, Fitzgerald P. Parents’
management of children’s pain following ‘minor’ surgery. Pain, 64. 1996:83-
87.
8. Swafford L, Allen D. Pain relief in pediatric patient. Med Clin North Am.
1968; 52: 131-136.
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR PROFIL ANALGETIK PASCA …..….. DR. REGINA AGUSTANTINA
112
9. Eland JM, Anderson JE. The experience of pain in children. In: Jacox A., ed.
Pain: a source book for nurses and other health professionals. Boston: Little,
Brown 1977.
10. Anand KJS, Phil MBBS, Hickey PR. Pain and Its Effects in The Human
Neonate and Fetus. N Engl J Med. 1987 Nov 19;317(21):1321-9.
11. Frank HK. The Society of Pediatric Anesthesia: 15th Annual meeting, New
Orleans, Louisiana, October, 2001. Anesth Analg. 2002 Jan;94(1):1661-8.
12. Langlade A, Kriegel I. Treatment of acute postoperative pain. Ann Chir.
1997; 51(9): 1013-21.
13. Ganter MT, Blumenthal S, Dübendorfer S, Brunnschweiler S, Hofer T,
Klaghofer R, Zollinger A, Hofer CK. The length of stay in the post-
anaesthesia care unit correlates with pain intensivity, nausea and vomiting on
arrival. Perioperative Medicine. 2014, 3:10.
14. Friedrichsdorf SJ, Postier A, Eull D, Weidner C, Foster L, Gilbert M,
Campbell F. Pain Outcomes in a US Children’s Hospital: A Prospective
Cross-Sectional Survey. Hosp Pediatr. 2015 Jan;5(1):18-26.
15. Kozlowski LJ, Kost-byerly S, Colantuoni E, Thompson CB, Vasquenza KJ,
dkk. Pain Prevalence, Intensity, Assessment and Management in a
Hospitalized Pediatric Population. Pain Manag Nurs. 2014;15(1):22-35.
16. Lönnqvist PA, Morton NS. Postoperative analgesia in infants and children.
Br. J. Anaesth. 2005 July;95(1):59-68.
17. Lee JY, Jo YY. Attention to postoperative pain control in children. Korean J
Anesthesiol. 2014 March;66(3):183-8.
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR PROFIL ANALGETIK PASCA …..….. DR. REGINA AGUSTANTINA
113
18. Menezes MS, Gozzani JL. Postoperative Analgesia in Pediatric Patients:
Comparative Study among Local Anesthetics, Opioids and Non-Steroidal
Anti-Inflammatory Drugs. Rev Bras Anestesiol. 2002 April;52(2):175-84.
19. Seyaz GB. Comparison of preemptive intravenous paracetamol and caudal
block in terms of analgesic and hemodynamic parameters in children. JCEI.
2012 June;3(2):202-8.
20. Berde CB, Walco GA, Krane EJ, Anand KJS, Phil D, dkk. Pediatric
Analgesic Clinical Trial Designs, Measures, and Extrapolation: Report of an
FDA Scientific Workshop. Pediatrics. 2012 Feb;129(2):354-64.
21. Sumpter A, Anderson BJ. Pediatric pharmacology in the first year of life.
Current Opinion in Anesthesiology. 2009;22(4):469-75.
22. Lu H, Rosenbaum S. Developmental Pharmacokinetics in Pediatric
Populations. J Pediatr Pharmacol Ther. 2014;19(4):262-76.
23. Butterworth JF. Mackey DC, Wasnick JD. Morgan & Mikhail’s Clinical
Anesthesiology. 3rd ed. New York: McGrawhill; 2001.
24. Rice LJ. Pain management in children. Can J Anaesth 1996; 43: R155-R158.
25. Gehdoo RP. Post Operative Management in Paediatric Patients. Indian J.
Anaesth. 2004;48(5): 406-414.
26. Misiolek H, Cettler M, Woron J, Wordliczel J, Dobrogowski J, Mayzner-
Zawadzka E. The 2014 guidelines for post-operative pain management.
Anaesthesiol Intensive Ther. 2014 Sep-Oct;46(4):221-44.
27. Wong DL, Hess CS, Kasprisin CA. Wong and Whaley’s clinical manual of
pediatric nursing. 5th ed. Saint Louis:Mosby. 2000:320.
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR PROFIL ANALGETIK PASCA …..….. DR. REGINA AGUSTANTINA
114
28. Fortier MA, Del Rosario AM, Martin SR, Kain ZN. Perioperative anxiety in
children. Pediatr Anaesth. 2010;10:318-22.
29. Guaratini AA, Marcolino JAM, Teixeira AB, Bernardis RC, Passarelli MLB,
dkk. A Transversal Study on Preoperative Anxiety in Children: Use of the
Modified Yale Scale. Rev Bras Anestesiol. 2006;56(6):591-601.
30. MacLaren JE, Thompson C, Weinberg M, Fortier MA, Morrison DE, dkk.
Prediction of Preoperative Anxiety in Children: Who is Most Accurate?
Anesth Analg. 2009 June; 108(6):1777-82.
31. Kim JE, Jo BY, Oh HM, Choi HS, Lee Y. High Anxiety, Young Age and
Long Waits Increase the Need for Preoperative Sedatives in Children. J Int
Med Res. 2012;40:381-9.
32. Kupietzky A, Houpt MI. Midazolam:a review of its use for conscious
sedation of children. Pediatric Dentistry. 1993 July/Aug;15(4):237-41.
33. Berde CB, Sethna NF. Analgesics for the Treatment of Pain in Children. N
Engl J Med. 2002 Oct 3;347(14):1094-103.
34. Terkelsen AJ, Mølgaard H, Hansen J, Andersen OK, Jensen TS. Acute pain
increases heart rate: Differential mechanisms during rest and mental stress.
Auton Neurosci. 2005 Aug 31;121(1-2)101-9.
35. Middleton C. Understanding the physiological effects of unrelieved pain.
Nursing Times. 2003 Sep 16;99(37):28.
36. Vetter TR, Heiner EJ. Intravenous ketorolac as an adjuvant to pediatric
patient-controlled analgesia with morphine. J Clin Anesth. 1994;6:110-3.
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR PROFIL ANALGETIK PASCA …..….. DR. REGINA AGUSTANTINA
115
37. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 328/Menkes/SK/VIII/2013 Tentang Formularium
Nasional.
38. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Nomor HK.02.02/Menkes/137/2016 Tentang Perubahan Atas
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.02.02/Menkes/523/2015 Tentang
Formularium Nasional.
39. Barbosa MH, dr Araujo NF, da Silva JA, Corrêa TB, Moreira TM, dkk. Pain
assessment intensity and pain relief in patients post-operative orthopedic
surgery. Esc Anna Nery. 2014;18(1):143-7.
40. Gerbershagen HJ, Aduckathil S, van Wijck AJM, Peelen LM, Kalkman CJ,
dkk. Pain Intensity on the First Day after Surgery: A Prospective Cohort
Study Comparing 179 Surgical Procedures. Anesthesiology. 2013
Apr;118(4):934-44.
41. Heid F, Jage J. The treatment of pain in urology. BJU International.
2002;90:481-8.
42. Paik HJ, Ahn YM. Measurement of Acute Pain after Eye Surgery in Children.
Korean J Ophthalmol. 2002;16:103-9.
43. Wong J, Chung F, Peng PWH, Vivian HY, Abrishami A. Predictors of
Postoperative Pain and Analgesic Consumption. Anesthesiol. 2009;111:657-
77.
44. Katz J. Prevention of phantom limb by regional anesthesia. Lancet. 1997 Feb
22;349(9051):519-20.
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR PROFIL ANALGETIK PASCA …..….. DR. REGINA AGUSTANTINA
116
45. Hamers JPH, Abu-Saad HH, Schumacher JNM. Factors influencing nurses’
pain assessment and interventions in children. J Adv Nurs. 1994
Nov;20(5):853-60.
46. Wandner LD, Scipio CD, Hirsh AT, Torres CA, Robinson ME. The
Perception of Pain in Others: How Gender, Race, and Age Influence Pain
Expectations. J Pain. 2012 March;13(3):220-7.
47. Al-Jundi SH, Mahmood AJ. Factors affecting preoperative anxiety in children
undergoing general anaesthesia for dental rehabilitation. Eur Arch Paediatr
Dent. 2010 Feb;11(1):32-7.
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR PROFIL ANALGETIK PASCA …..….. DR. REGINA AGUSTANTINA
117
Lampiran 1
PENJELASAN UNTUK MENDAPAT PERSETUJUAN
(Information of Consent)
Penelitian ini berjudul “Profil Analgetik Pasca Operasi pada Pasien Pediatri
yang Menjalani Operasi Elektif di RS Dr. Soetomo Surabaya”. Dokter peneliti adalah
dr. Regina Agustantina, PPDS-1 (Program Pendidikan Dokter Spesialis-1)
Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga/Rumah
Sakit Umum Dr. Soetomo Surabaya, dengan alamat Jl. Pemuda 108-116 Surabaya
dan nomor telepon yang dapat dihubungi adalah 081216968686.
Penelitian ini menyangkut pemberian anti nyeri yang diberikan setelah operasi
pada anak usia kurang dari 18 tahun yang menjalani operasi terencana. Nyeri
merupakan aspek penting dalam proses pembedahan karena mempunyai dampak yang
luas terhadap pasien, termasuk kesembuhan luka operasi. Banyak obat dan teknik
dapat digunakan untuk menghilangkan rasa nyeri. Pedoman tentang pemberian anti
nyeri pasca operasi pada anak juga telah dikembangkan, namun pedoman ini tidak
serta merta dapat diterapkan kondisi lingkungan yang berbeda dan adanya
keterbatasan sumber daya.
Pasien sebagai sukarelawan pada penelitian ini, ditentukan berdasarkan
kriteria yang sudah ditetapkan sebelumnya. Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk
menganalisis analgetik pasca operasi pada pasien anak. Dengan mengetahui profil
analgetik pasca operasi diharapkan manajemen nyeri pasca operasi pada pasien anak
menjadi lebih baik sehingga morbiditas terhadap pasien anak akibat manajemen nyeri
yang tidak adekuat dapat berkurang.
Pasien yang turut serta sebagai sukarelawan pada penelitian akan menjalani
prosedur penelitian sebagai berikut:
1. Pasien akan diperiksa 1 hari sebelum operasi. Bila kondisi pasien cukup baik
dan memenuhi kriteria subyek penelitian, maka pasien akan diikutkan pada
penelitian ini.
2. Sebelum masuk ke dalam ruang operasi, pasien akan ditempatkan di ruang
premedikasi. Pada saat ini dilakukan penilaian tingkat kecemasan pasien.
3. Setelah masuk ke dalam ruang operasi, dokter anestesi akan melakukan
prosedur anestesi sesuai dengan jenis dan lama operasi, serta kondisi pasien.
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR PROFIL ANALGETIK PASCA …..….. DR. REGINA AGUSTANTINA
118
4. Operasi berlangsung.
5. Setelah operasi selesai, pasien akan diberi analgetik.
6. Di ruang pemulihan (recovery room), dilakukan penilaian nilai nyeri dan
hemodinamik.
Pasien atau keluarga pasien dapat mengundurkan diri dari keikutsertaan dalam
penelitian ini setiap saat dan tidak mempengaruhi keputusan dan tindakan medis yang
akan dijalankan. Pasien dan atau keluarga pasien bebas mengajukan pertanyaan
seputar penelitian ini kepada peneliti.
Surabaya, ……………………..
Yang memberi penjelasan Yang menerima penjelasan
dr. Regina Agustantina __________________________
(Tanda tangan & nama terang)
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR PROFIL ANALGETIK PASCA …..….. DR. REGINA AGUSTANTINA
119
Lampiran 2
PERNYATAAN PERSETUJUAN
(Statement of Consent)
Yang bertanda tangan di bawah ini:
I. Nama : ……………………………………………………………….
Umur : ……………………………………………………………….
Jenis Kelamin : Laki-laki / Perempuan (*)
Alamat : ……………………………………………………………….
……………………………………………………………….
Pendidikan : ……………………………………………………………….
Dengan ini menyatakan setuju untuk mengikuti penelitian setelah mendapat
penjelasan dari peneliti untuk: (anak kandung / saudara kandung / lainnya) (*) atas
II. Nama : ……………………………………………………………….
Umur : ……………………………………………………………….
Jenis Kelamin : Laki-laki / Perempuan (*)
Alamat : ……………………………………………………………….
……………………………………………………………….
No register : ……………………………………………………………….
Demikianlah surat pernyataan ini dibuat dengan kesadaran dan tanpa paksaan.
Surabaya, ……………………...
Dokter Peneliti Yang memberi pernyataan
dr. Regina Agustantina __________________________
(Tanda tangan & nama terang)
(*) coret yang tidak perlu
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR PROFIL ANALGETIK PASCA …..….. DR. REGINA AGUSTANTINA
120
Lampiran 3
LEMBAR PENGUMPUL DATA
I. Identitas Pengambil Data (nama lengkap & inisial)
Preoperatif : ……………………………………………………….
Durante Operasi : ……………………………………………………….
Pasca Operasi : ……………………………………………………….
II. Data Penderita
Petunjuk pengisian: Isilah pada ruang kosong yang tersedia sesuai data yang ada
pada pasien.
a. Tempat penelitian : GBPT RSUD Dr. Soetomo Surabaya
b. Nomor rekam medis :
c. Nama : ……………………………………………….
d. Umur : ………… (tahun / bulan / minggu / hari) (**)
e. Jenis Kelamin : Laki-laki / Perempuan (*)
f. Berat badan/tinggi badan : …………… kg / …………… cm
g. Diagnosis : ……………………………………………….
h. Operasi : ……………………………………………….
i. Tanggal operasi : ……………………………………………….
j. PS ASA : 1 / 2 / 3 / 4 / 5 (**)
Comorbid : …………………………………..
…………………………………..
…………………………………..
…………………………………..
…………………………………..
III. Data Preoperatif (sebelum induksi)
Hemodinamik
Nadi
Tekanan darah
Frekuensi nafas
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR PROFIL ANALGETIK PASCA …..….. DR. REGINA AGUSTANTINA
121
SpO2
NIPS/FLACC/NRS
Tingkat kecemasan preoperatif – Modified Yale Preoperative Anxiety Scale
(sebelum diberi obat premedikasi) (**)
a. Aktivitas
1. Anak melihat sekeliling, terlihat penasaran, bermain dengan mainan,
membaca (atau tingkah laku wajar yang lain sesuai usia); bergerak di
sekitar ruang premedikasi untuk mencari mainan atau anggota
keluarga.
2. Anak tidak mengeksplorasi sekitar atau bermain, hanya menunduk,
bermain dengan tangannya sendiri atau mengisap jempol atau selimut;
duduk di dekat anggota keluarga sambil bermain, atau menunjukkan
perilaku manik saat bermain.
3. Anak bergerak tanpa konsentrasi dari mainan ke anggota keluarga,
gerakan tidak berhubungan dengan aktivitas; anak terlihat
bingung/gelisah; berputar-putar, bergerak di atas meja; membuang
masker anestesi atau menarik anggota keluarga.
4. Anak mencoba lari, mendorong dengan kaki dan tangan,
menggerakkan seluruh badan; di ruang tunggu, anak berlarian tanpa
tujuan, tidak tertarik pada mainan, tidak mau dipisahkan dari anggota
keluarga, menempel putus asa pada anggota keluarga.
b. Vokalisasi
1. Vokalisasi tidak memadai untuk aktivitas, mengajukan pertanyaan,
membuat komentar, bicara gagap, tertawa, menjawab pertanyaan
dengan segera, tetapi biasanya tenang; anak terlalu kecil untuk
berbicara dalam situasi sosial atau terlalu asyik bermain.
2. Menjawab pertanyaan orang dewasa namun berbisik, berbicara dengan
“bahasa bayi”, hanya mengangguk atau menggelengkan kepala.
3. Diam, tidak bersuara ataupun menjawab pertanyaan orang dewasa.
4. Menangis, merintih, mendengus, silent cry.
5. Anak menangis atau berteriak “tidak”.
6. Menangis dengan nada melengking dan kontinyu.
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR PROFIL ANALGETIK PASCA …..….. DR. REGINA AGUSTANTINA
122
c. Ekspresi emosi
1. Senang, tersenyum atau berkonsentrasi pada bermain.
2. Netral, tidak ada ekspresi wajah.
3. Mulai dari khawatir hingga takut, sedih atau berkaca-kaca.
4. Tertekan, menangis, tidak terkendali, mata terbuka lebar.
d. Gairah
1. Sadar baik, terkadang melihat sekeliling, menyadari atau mengikuti
tindakan ahli anestesi (secara santai).
2. Withdrawn, tenang dan diam, mungkin mengisap jempol atau
wajahnya menyerupai wajah orang dewasa.
3. Penuh perhatian, melihat sekeliling secara cepat, mungkin terkejut
dengan suara, mata terbuka lebar, tubuh tegang.
4. Merengek panik, mungkin manangis atau menghindari orang lain,
memalingkan badan.
e. Interaksi dengan anggota keluarga
1. Berkonsentrasi saat bermain, duduk inaktif atau menunjukkan perilaku
yang sesuai dengan usia dan tidak membutuhkan pendampingan
anggota keluarga, berinteraksi dengan anggota keluarga jika pasien
yang memulai interaksi.
2. Memancing interaksi dengan anggota keluarga (mendekati anggota
keluarga yang diam), mencari dan menerima dukungan, dapat
bersandar terhadap anggota keluarga.
3. Menatap anggota keluarga, mengamati tingkah laku para dokter, tidak
mencari kontak personal atau hiburan tapi menerimanya jika
ditawarkan, menempel pada anggota keluarga
4. Menjaga anggota keluarga tetap berada dalam jarak dekat, mungkin
mengusir anggota keluarga atau menempel putus asa pada mereka,
tidak membiarkan mereka pergi
Nilai total = (A/4 + B/6 + C/4 + D/4 + E/4) x 100 : 5
Nilai total =
= .........................................................................................
_____ + _____ + _____ + _____ + _____
4 6 4 4 4
x 100
5
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR PROFIL ANALGETIK PASCA …..….. DR. REGINA AGUSTANTINA
123
IV. Data Anestesi
a. Mulai anestesi : …………… Selesai anestesi : ……………
b. Mulai operasi : …………… Selesai operasi : ……………
c. Premedikasi : …………………………………………………………
…………………………………………………………
d. Jenis anestesi : …………………………………………………………
e. Regional anestesi :
Preoperatif : …………………………………………………………
Obat anestesi : .…...……………………………………
Merk obat : .…...……………………………………
Postoperatif : ……………....…………………………………………
Obat anestesi : …………………………………………
Merk obat : .…...……………………………………
f. Induksi : …………………………………………………………
…………………………………………………………
…………………………………………………………
…………………………………………………………
…………………………………………………………
g. Maintenance : …………………………………………………………
Regional anestesi : …………………………………………………………
…………………………………………………………
h. Total analgetik : …………………………………………………………
…………………………………………………………
…………………………………………………………
i. Analgetik pasca operasi: ……...……………………………………………..
(yg diberikan di kamar …….………………………………………………
operasi) .……………………………………………………
Merk obat: ……..…………………………………
j. Keterangan : …………………………………………………………
…………………………………………………………
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR PROFIL ANALGETIK PASCA …..….. DR. REGINA AGUSTANTINA
124
V. Data Pasca Operasi
Kriteria 30 menit 1 jam 2 jam
1. Skala FLACC
Face
Legs
Activity
Cry
Consolability
Total
2. Skala NIPS
Ekspresi wajah
Tangisan
Pernafasan
Postur tangan
Postur kaki
Kesadaran
Total
3. NRS
4. Hemodinamik
Nadi
Tekanan darah
Frekuensi nafas
SpO2
5. Skala Sedasi
Ramsay
Skala nyeri untuk neonatus – NIPS (Neonatal Infant Pain Scale)
Kriteria Skor 0 Skor 1 Skor 2
Ekspresi wajah Rileks Merengut -
Tangisan Tidak ada Mengomel Menangis hebat
Pernafasan Rileks Berbeda dengan
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR PROFIL ANALGETIK PASCA …..….. DR. REGINA AGUSTANTINA
125
basal
Postur tangan Rileks Tertekuk/tegang -
Postur kaki Rileks Tertekuk/tegang -
Kesadaran Tidur/tenang Tidak nyaman -
Skala nyeri untuk bayi 2 bulan hingga usia 12 tahun – FLACC (face, legs,
activity, cry, consolability)
Kriteria Skor 0 Skor 1 Skor 2
Face (ekspresi
wajah)
Tidak ada ekspresi
khusus, senyum
Menyeringai,
mengurutkan dahi,
menarik diri,
sesekali mengeluh
Dagu gemetar
secara berkala atau
konstan, rahang
mengepal
Legs ( gerakan
kaki)
Posisi normal,
santai
Gelisah, khawatir,
tegang
Menendang,
menarik kaki
Activity (aktivitas) Berbaring tenang,
posisi normal,
bergerak dengan
mudah
Menggeliat,
mondar-mandir,
tegang
Melengkung, kaku
atau menyimak
Cry (tangisan) Tidak menangis
(terjaga atau
tertidur)
Mengerang atau
merintih, sesekali
mengeluh
Menangis secara
terus-menerus,
menjerit, sering
mengeluh
Consolability Skala
(konsolabilitas)
Santai, rileks Sesekali
diyakinkan dengan
sentuhan, pelukan
atau diajak
berbicara,
dialihkan
Sulit untuk dihibur
atau merasa
nyaman
Untuk pasien yang sadar: observasi selama 1-5 menit atau lebih. Observasi kaki dan badan
yang tidak tertutup. Nilai ketegangan badan dan lakukan intervensi bila diperlukan.
Untuk pasien yang tidur: observasi selama 5 menit atau lebih. Observasi kaki dan badan
yang tidak tertutup. Jika memungkinkan, reposisikan pasien. Sentuh badan untuk menilai
ketegangan.
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR PROFIL ANALGETIK PASCA …..….. DR. REGINA AGUSTANTINA
126
NRS
Skala Sedasi Ramsay
Level Sadar
Pasien cemas atau gelisah atau keduanya 1
Pasien kooperatif, berorientasi dan tenang 2
Pasien merespon perintah saja 3
Level Tidak Sadar
Respon cepat pada ketukan ringan di kening 4
Respon lambat pada ketukan ringan di kening 5
Tidak ada respon 6
(*) coret yang tidak perlu
(**) lingkari salah satu
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR PROFIL ANALGETIK PASCA …..….. DR. REGINA AGUSTANTINA
127
Keterangan Kelaikan Etik
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR PROFIL ANALGETIK PASCA …..….. DR. REGINA AGUSTANTINA
128
Analisa Statistik
Frequency Table
JENIS KELAMIN Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Laki-laki 73 59.8 59.8 59.8 Perempuan 49 40.2 40.2 100.0 Total 122 100.0 100.0
PSASA
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Validπ
1 22 18.0 18.0 18.0 2 87 71.3 71.3 89.3 3 13 10.7 10.7 100.0 Total 122 100.0 100.0
Jenis Operasi
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid Bedah Anak 30 24.6 24.6 24.6
Bedah KL 10 8.2 8.2 32.8 Bedah Plastik 9 7.4 7.4 40.2 Bedah Saraf 9 7.4 7.4 47.5 Bedah TKV 1 .8 .8 48.4 Mata 15 12.3 12.3 60.7 Orthopedi 22 18.0 18.0 78.7 Spine 1 .8 .8 79.5 THT 11 9.0 9.0 88.5 Urologi 14 11.5 11.5 100.0 Total 122 100.0 100.0
Klasifikasi Operasi
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid Mayor 38 31.1 31.1 31.1
Minor 84 68.9 68.9 100.0
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR PROFIL ANALGETIK PASCA …..….. DR. REGINA AGUSTANTINA
129
Klasifikasi Operasi Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Mayor 38 31.1 31.1 31.1 Minor 84 68.9 68.9 100.0 Total 122 100.0 100.0
ANALGESIK
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid Tunggal 68 55.7 55.7 55.7
Kombinasi 54 44.3 44.3 100.0 Total 122 100.0 100.0
REKAM MEDIK
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid <12 th 77 63.1 63.1 63.1
12 th > 45 36.9 36.9 100.0 Total 122 100.0 100.0
T-Test
Group Statistics ANALGESIK N Mean Std. Deviation Std. Error Mean USIA d
imension1
Tunggal 68 6.1863 5.06275 .61395 Kombinasi 54 11.9599 5.66231 .77054
BB dTunggal 68 22.42 15.726 1.907
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR PROFIL ANALGETIK PASCA …..….. DR. REGINA AGUSTANTINA
130
imension1
Kombinasi 54 40.70 20.165 2.744
TB dimension1
Tunggal 49 110.55 33.576 4.797 Kombinasi 45 143.84 29.533 4.403
Independent Samples Test
Levene's Test for Equality
of Variances t-test for Equality of
Means F Sig. t df
USIA Equal variances assumed
.638 .426 -5.936 120
Equal variances not assumed
-5.860 107.410
BB Equal variances assumed
3.719 .056 -5.625 120
Equal variances not assumed
-5.468 98.399
TB Equal variances assumed
3.989 .049 -5.086 92
Equal variances not assumed
-5.114 91.837
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR PROFIL ANALGETIK PASCA …..….. DR. REGINA AGUSTANTINA
131
Independent Samples Test
t-test for Equality of Means
Sig. (2-tailed)
Mean Difference
Std. Error Difference
USIA Equal variances assumed
.000 -5.77360 .97260
Equal variances not assumed
.000 -5.77360 .98523
BB Equal variances assumed
.000 -18.274 3.249
Equal variances not assumed
.000 -18.274 3.342
TB Equal variances assumed
.000 -33.293 6.547
Equal variances not assumed
.000 -33.293 6.511
Independent Samples Test
t-test for Equality of Means 95% Confidence Interval of
the Difference Lower Upper
USIA Equal variances assumed
-7.69928 -3.84792
Equal variances not assumed
-7.72661 -3.82059
BB Equal variances assumed
-24.707 -11.842
Equal variances not assumed
-24.905 -11.643
TB Equal variances assumed
-46.296 -20.291
Equal variances not assumed
-46.225 -20.362
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR PROFIL ANALGETIK PASCA …..….. DR. REGINA AGUSTANTINA
132
Crosstabs
JENIS KELAMIN * ANALGESIK Crosstabulation
ANALGESIK Total Tunggal Kombinasi
JENIS KELAMIN
Laki-laki Count 39 34 73 % within JENIS KELAMIN
53.4% 46.6% 100.0%
% within ANALGESIK
57.4% 63.0% 59.8%
% of Total 32.0% 27.9% 59.8% Perempuan Count 29 20 49
% within JENIS KELAMIN
59.2% 40.8% 100.0%
% within ANALGESIK
42.6% 37.0% 40.2%
% of Total 23.8% 16.4% 40.2% Total Count 68 54 122
% within JENIS KELAMIN
55.7% 44.3% 100.0%
% within ANALGESIK
100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 55.7% 44.3% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square .394a 1 .530 Continuity Correctionb .195 1 .659 Likelihood Ratio .395 1 .530 Fisher's Exact Test .580 .330 Linear-by-Linear Association
.391 1 .532
N of Valid Cases 122 a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 21.69. b. Computed only for a 2x2 table
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR PROFIL ANALGETIK PASCA …..….. DR. REGINA AGUSTANTINA
133
Crosstabs
PSASA * ANALGESIK Crosstabulation
ANALGESIK Total Tunggal Kombinasi
PSASA
1 Count 10 12 22 % within PSASA 45.5% 54.5% 100.0% % within ANALGESIK
14.7% 22.2% 18.0%
% of Total 8.2% 9.8% 18.0% 2 Count 52 35 87
% within PSASA 59.8% 40.2% 100.0% % within ANALGESIK
76.5% 64.8% 71.3%
% of Total 42.6% 28.7% 71.3% 3 Count 6 7 13
% within PSASA 46.2% 53.8% 100.0% % within ANALGESIK
8.8% 13.0% 10.7%
% of Total 4.9% 5.7% 10.7% Total Count 68 54 122
% within PSASA 55.7% 44.3% 100.0% % within ANALGESIK
100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 55.7% 44.3% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-sided)
Pearson Chi-Square 2.000a 2 .368 Likelihood Ratio 1.992 2 .369 Linear-by-Linear Association
.121 1 .728
N of Valid Cases 122 a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5.75.
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR PROFIL ANALGETIK PASCA …..….. DR. REGINA AGUSTANTINA
134
T-Test
Group Statistics REKAM
MEDIK N Mean Std.
Deviation Std. Error
Mean USIA di
mension1
< 12 tahun 77 4.8117 3.73514 .42566 > 12 tahun 45 15.4667 1.75292 .26131
BB dimension1
< 12 tahun 77 19.07 14.003 1.596 > 12 tahun 45 50.09 11.621 1.732
TB dimension1
< 12 tahun 52 102.25 29.707 4.120 > 12 tahun 42 156.50 11.160 1.722
Independent Samples Test
Levene's Test for Equality
of Variances t-test for Equality of
Means F Sig. t df
USIA Equal variances assumed
34.875 .000 -17.990 120
Equal variances not assumed
-21.333 115.695
BB Equal variances assumed
1.629 .204 -12.544 120
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR PROFIL ANALGETIK PASCA …..….. DR. REGINA AGUSTANTINA
135
Equal variances not assumed
-13.171 106.118
TB Equal variances assumed
43.127 .000 -11.204 92
Equal variances not assumed
-12.150 67.805
Independent Samples Test
t-test for Equality of Means
Sig. (2-tailed)
Mean Difference
Std. Error Difference
USIA Equal variances assumed
.000 -10.65498 .59226
Equal variances not assumed
.000 -10.65498 .49947
BB Equal variances assumed
.000 -31.020 2.473
Equal variances not assumed
.000 -31.020 2.355
TB Equal variances assumed
.000 -54.250 4.842
Equal variances not assumed
.000 -54.250 4.465
Independent Samples Test
t-test for Equality of Means 95% Confidence Interval of
the Difference Lower Upper
USIA Equal variances assumed
-11.82761 -9.48235
Equal variances not assumed
-11.64427 -9.66569
BB Equal variances assumed
-35.916 -26.124
Equal variances not assumed
-35.690 -26.351
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR PROFIL ANALGETIK PASCA …..….. DR. REGINA AGUSTANTINA
136
TB Equal variances assumed
-63.867 -44.633
Equal variances not assumed
-63.160 -45.340
Crosstabs
JENIS KELAMIN * REKAM MEDIK Crosstabulation
REKAM MEDIK Total <12 th 12 th >
JENIS KELAMIN
Laki-laki Count 47 26 73 % within JENIS KELAMIN
64.4% 35.6% 100.0%
% within REKAM MEDIK
61.0% 57.8% 59.8%
% of Total 38.5% 21.3% 59.8% Perempuan Count 30 19 49
% within JENIS KELAMIN
61.2% 38.8% 100.0%
% within REKAM MEDIK
39.0% 42.2% 40.2%
% of Total 24.6% 15.6% 40.2% Total Count 77 45 122
% within JENIS KELAMIN
63.1% 36.9% 100.0%
% within REKAM MEDIK
100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 63.1% 36.9% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square .126a 1 .723 Continuity Correctionb
.027 1 .870
Likelihood Ratio .125 1 .723 Fisher's Exact Test .848 .434
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR PROFIL ANALGETIK PASCA …..….. DR. REGINA AGUSTANTINA
137
N of Valid Cases 122 a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 18.07. b. Computed only for a 2x2 table Crosstabs
PSASA * REKAM MEDIK Crosstabulation
REKAM MEDIK Total <12 th 12 th >
PSASA
1 Count 9 13 22 % within PSASA 40.9% 59.1% 100.0% % within REKAM MEDIK
11.7% 28.9% 18.0%
% of Total 7.4% 10.7% 18.0% 2 Count 59 28 87
% within PSASA 67.8% 32.2% 100.0% % within REKAM MEDIK
76.6% 62.2% 71.3%
% of Total 48.4% 23.0% 71.3% 3 Count 9 4 13
% within PSASA 69.2% 30.8% 100.0% % within REKAM MEDIK
11.7% 8.9% 10.7%
% of Total 7.4% 3.3% 10.7% Total Count 77 45 122
% within PSASA 63.1% 36.9% 100.0% % within REKAM MEDIK
100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 63.1% 36.9% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-sided)
Pearson Chi-Square
5.695a 2 .058
Likelihood Ratio 5.505 2 .064 N of Valid Cases 122
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR PROFIL ANALGETIK PASCA …..….. DR. REGINA AGUSTANTINA
138
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-sided)
Pearson Chi-Square
5.695a 2 .058
Likelihood Ratio 5.505 2 .064 N of Valid Cases 122 a. 1 cells (16.7%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4.80. Means
Report ANALGESIK FLACCPRE
OP mYPASPreo
p 30'
FLACC 1 jam
FLACC Tunggal N 58 58 58 58
Minimum 0 20 0 0 Maximum 2 100 7 7 Mean .36 55.37 .55 1.05 Std. Deviation
.583 25.829 1.300 1.395
Kombinasi N 19 19 19 19 Minimum 0 23 0 0 Maximum 7 92 8 7 Mean 1.53 44.74 1.26 2.16 Std. Deviation
2.294 23.970 2.491 2.363
Total N 77 77 77 77 Minimum 0 20 0 0 Maximum 7 100 8 7 Mean .65 52.75 .73 1.32 Std. Deviation
1.326 25.646 1.683 1.735
Report
ANALGESIK 2 jam FLACC
H+1 FLACC
H+2 FLACC
Tunggal N 58 58 58
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR PROFIL ANALGETIK PASCA …..….. DR. REGINA AGUSTANTINA
139
Minimum 0 0 0 Maximum 5 2 1 Mean 1.34 .52 .22 Std. Deviation
1.319 .538 .421
Kombinasi N 19 19 19 Minimum 0 0 0 Maximum 9 3 2 Mean 1.95 1.05 .74 Std. Deviation
2.147 .911 .806
Total N 77 77 77 Minimum 0 0 0 Maximum 9 3 2 Mean 1.49 .65 .35 Std. Deviation
1.570 .684 .580
Explore ANALGESIK
Tests of Normality ANALGES
IK Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig. FLACCPREOP
dimension1
Tunggal .422 58 .000 .632 58 .000 Kombinasi .326 19 .000 .716 19 .000
mYPASPreop dTunggal .131 58 .015 .916 58 .001
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR PROFIL ANALGETIK PASCA …..….. DR. REGINA AGUSTANTINA
140
imension1
Kombinasi .235 19 .007 .831 19 .003
30' FLACC dimension1
Tunggal .423 58 .000 .497 58 .000 Kombinasi .431 19 .000 .581 19 .000
1 jam FLACC dimension1
Tunggal .240 58 .000 .745 58 .000 Kombinasi .240 19 .005 .826 19 .003
2 jam FLACC dimension1
Tunggal .224 58 .000 .853 58 .000 Kombinasi .227 19 .011 .784 19 .001
H+1 FLACC dTunggal .332 58 .000 .689 58 .000
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR PROFIL ANALGETIK PASCA …..….. DR. REGINA AGUSTANTINA
141
imension1
Kombinasi .207 19 .031 .865 19 .012
H+2 FLACC dimension1
Tunggal .479 58 .000 .515 58 .000 Kombinasi .293 19 .000 .774 19 .000
a. Lilliefors Significance Correction NPar Tests Mann-Whitney Test
Ranks ANALGES
IK N Mean Rank
Sum of Ranks
FLACCPREOP
dimension1
Tunggal 58 36.97 2144.00 Kombinasi 19 45.21 859.00 Total 77
mYPASPreop diTunggal 58 41.35 2398.50 Kombinasi 19 31.82 604.50
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR PROFIL ANALGETIK PASCA …..….. DR. REGINA AGUSTANTINA
142
mension1
Total 77
30' FLACC dimension1
Tunggal 58 38.44 2229.50 Kombinasi 19 40.71 773.50 Total 77
1 jam FLACC dimension1
Tunggal 58 36.97 2144.50 Kombinasi 19 45.18 858.50 Total 77
2 jam FLACC dimension1
Tunggal 58 37.56 2178.50 Kombinasi 19 43.39 824.50 Total 77
H+1 FLACC diTunggal 58 35.85 2079.50 Kombinasi 19 48.61 923.50
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR PROFIL ANALGETIK PASCA …..….. DR. REGINA AGUSTANTINA
143
mension1
Total 77
H+2 FLACC dimension1
Tunggal 58 35.68 2069.50 Kombinasi 19 49.13 933.50 Total 77
Test Statisticsa
FLACCPREOP
mYPASPreop
30' FLACC
1 jam FLACC
2 jam FLACC
Mann-Whitney U 433.000 414.500 518.500 433.500 467.500 Wilcoxon W 2144.000 604.500 2229.500 2144.500 2178.500 Z -1.666 -1.624 -.508 -1.469 -1.019 Asymp. Sig. (2-tailed)
.096 .104 .611 .142 .308
a. Grouping Variable: ANALGESIK
Test Statisticsa
H+1 FLACC
H+2 FLACC
Mann-Whitney U 368.500 358.500 Wilcoxon W 2079.500 2069.500 Z -2.393 -2.843 Asymp. Sig. (2-tailed)
.017 .004
a. Grouping Variable: ANALGESIK
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR PROFIL ANALGETIK PASCA …..….. DR. REGINA AGUSTANTINA
144
Means
Report ANALGESIK NRSPREO
P VAS_APre
op 30' NRS 1 jam NRS 2 jam NRS
Tunggal N 10 10 10 10 10 Minimum 0 0 0 0 0 Maximum 2 2 4 2 2 Mean .20 .50 .90 .90 .70 Std. Deviation
.632 .850 1.449 .876 .675
Kombinasi N 35 35 35 35 35 Minimum 0 0 0 0 0 Maximum 3 7 8 3 4 Mean 1.03 1.71 1.20 .91 .80 Std. Deviation
1.043 1.903 1.746 .919 .901
Total N 45 45 45 45 45 Minimum 0 0 0 0 0 Maximum 3 7 8 3 4 Mean .84 1.44 1.13 .91 .78 Std. Deviation
1.021 1.791 1.673 .900 .850
Report
ANALGESIK H+1 NRS
H+2 NRS
Tunggal N 10 10 Minimum 0 0 Maximum 1 1 Mean .70 .50 Std. Deviation
.483 .527
Kombinasi N 35 35 Minimum 0 0 Maximum 3 2 Mean .94 .51
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR PROFIL ANALGETIK PASCA …..….. DR. REGINA AGUSTANTINA
145
Std. Deviation
.765 .658
Total N 45 45 Minimum 0 0 Maximum 3 2 Mean .89 .51 Std. Deviation
.714 .626
Explore ANALGESIK
Tests of Normality ANALGES
IK Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig. NRSPREOP
dimension1
Tunggal .524 10 .000 .366 10 .000 Kombinasi .267 35 .000 .817 35 .000
VAS_APreop
dimension1
Tunggal .422 10 .000 .628 10 .000 Kombinasi .275 35 .000 .786 35 .000
30' NRS dTunggal .333 10 .002 .693 10 .001
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR PROFIL ANALGETIK PASCA …..….. DR. REGINA AGUSTANTINA
146
imension1
Kombinasi .288 35 .000 .710 35 .000
1 jam NRS dimension1
Tunggal .248 10 .082 .805 10 .017 Kombinasi .269 35 .000 .809 35 .000
2 jam NRS dimension1
Tunggal .272 10 .035 .802 10 .015 Kombinasi .241 35 .000 .775 35 .000
H+1 NRS dimension1
Tunggal .433 10 .000 .594 10 .000 Kombinasi .270 35 .000 .832 35 .000
H+2 NRS dTunggal .329 10 .003 .655 10 .000
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR PROFIL ANALGETIK PASCA …..….. DR. REGINA AGUSTANTINA
147
imension1
Kombinasi .354 35 .000 .719 35 .000
a. Lilliefors Significance Correction NPar Tests Mann-Whitney Test
Ranks ANALGES
IK N Mean Rank
Sum of Ranks
NRSPREOP
dimension1
Tunggal 10 14.95 149.50 Kombinasi 35 25.30 885.50 Total 45
VAS_APreop
dimension1
Tunggal 10 15.20 152.00 Kombinasi 35 25.23 883.00 Total 45
30' NRS diTunggal 10 20.80 208.00 Kombinasi 35 23.63 827.00
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR PROFIL ANALGETIK PASCA …..….. DR. REGINA AGUSTANTINA
148
mension1
Total 45
1 jam NRS dimension1
Tunggal 10 23.05 230.50 Kombinasi 35 22.99 804.50 Total 45
2 jam NRS dimension1
Tunggal 10 22.65 226.50 Kombinasi 35 23.10 808.50 Total 45
H+1 NRS dimension1
Tunggal 10 20.30 203.00 Kombinasi 35 23.77 832.00 Total 45
H+2 NRS dTunggal 10 23.50 235.00
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR PROFIL ANALGETIK PASCA …..….. DR. REGINA AGUSTANTINA
149
imension1
Kombinasi 35 22.86 800.00 Total 45
Test Statisticsb
NRSPREOP
VAS_APreop 30' NRS 1 jam NRS
2 jam NRS
Mann-Whitney U 94.500 97.000 153.000 174.500 171.500 Wilcoxon W 149.500 152.000 208.000 804.500 226.500 Z -2.412 -2.221 -.646 -.015 -.104 Asymp. Sig. (2-tailed) .016 .026 .518 .988 .917 Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]
.026a .033a .563a .989a .925a
a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: ANALGESIK
Test Statisticsb
H+1 NRS
H+2 NRS
Mann-Whitney U 148.000 170.000 Wilcoxon W 203.000 800.000 Z -.823 -.155 Asymp. Sig. (2-tailed) .411 .877 Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]
.475a .904a
a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: ANALGESIK
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR PROFIL ANALGETIK PASCA …..….. DR. REGINA AGUSTANTINA
150
Crosstabs
Nyeri_PreOps * Cemas_PreOps Crosstabulation
Cemas_PreOps Total Cemas Tidak Cemas
Nyeri_PreOps
Nyeri Berat Count 1 0 1 % within Nyeri_PreOps
100.0% .0% 100.0%
% within Cemas_PreOps
1.6% .0% .8%
% of Total .8% .0% .8% Nyeri Ringan Count 22 21 43
% within Nyeri_PreOps
51.2% 48.8% 100.0%
% within Cemas_PreOps
34.9% 35.6% 35.2%
% of Total 18.0% 17.2% 35.2% Nyeri Sedang
Count 3 0 3 % within Nyeri_PreOps
100.0% .0% 100.0%
% within Cemas_PreOps
4.8% .0% 2.5%
% of Total 2.5% .0% 2.5% Tidak Nyeri Count 37 38 75
% within Nyeri_PreOps
49.3% 50.7% 100.0%
% within Cemas_PreOps
58.7% 64.4% 61.5%
% of Total 30.3% 31.1% 61.5% Total Count 63 59 122
% within Nyeri_PreOps
51.6% 48.4% 100.0%
% within Cemas_PreOps
100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 51.6% 48.4% 100.0%
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR PROFIL ANALGETIK PASCA …..….. DR. REGINA AGUSTANTINA
151
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-sided)
Pearson Chi-Square
3.910a 3 .271
Likelihood Ratio 5.451 3 .142 N of Valid Cases 122 a. 4 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .48. Crosstabs Nyeri_30 * Cemas_PreOps
Crosstab
Cemas_PreOps Total Cemas Tidak Cemas
Nyeri_30
Nyeri Berat Count 3 0 3 % within Nyeri_30 100.0% .0% 100.0% % within Cemas_PreOps
4.8% .0% 2.5%
% of Total 2.5% .0% 2.5% Nyeri Ringan Count 14 17 31
% within Nyeri_30 45.2% 54.8% 100.0% % within Cemas_PreOps
22.2% 28.8% 25.4%
% of Total 11.5% 13.9% 25.4% Nyeri Sedang
Count 5 3 8 % within Nyeri_30 62.5% 37.5% 100.0% % within Cemas_PreOps
7.9% 5.1% 6.6%
% of Total 4.1% 2.5% 6.6% Tidak Nyeri Count 41 39 80
% within Nyeri_30 51.3% 48.8% 100.0% % within Cemas_PreOps
65.1% 66.1% 65.6%
% of Total 33.6% 32.0% 65.6%
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR PROFIL ANALGETIK PASCA …..….. DR. REGINA AGUSTANTINA
152
Total Count 63 59 122 % within Nyeri_30 51.6% 48.4% 100.0% % within Cemas_PreOps
100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 51.6% 48.4% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-sided)
Pearson Chi-Square
3.713a 3 .294
Likelihood Ratio 4.874 3 .181 N of Valid Cases 122 a. 4 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.45. Nyeri_1Jam * Cemas_PreOps
Crosstab
Cemas_PreOps Total Cemas Tidak Cemas
Nyeri_1Jam
Nyeri Berat Count 2 0 2 % within Nyeri_1Jam 100.0% .0% 100.0% % within Cemas_PreOps
3.2% .0% 1.6%
% of Total 1.6% .0% 1.6% Nyeri Ringan Count 31 28 59
% within Nyeri_1Jam 52.5% 47.5% 100.0% % within Cemas_PreOps
49.2% 47.5% 48.4%
% of Total 25.4% 23.0% 48.4% Nyeri Sedang
Count 6 1 7 % within Nyeri_1Jam 85.7% 14.3% 100.0% % within Cemas_PreOps
9.5% 1.7% 5.7%
% of Total 4.9% .8% 5.7% Tidak Nyeri Count 24 30 54
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR PROFIL ANALGETIK PASCA …..….. DR. REGINA AGUSTANTINA
153
% within Nyeri_1Jam 44.4% 55.6% 100.0% % within Cemas_PreOps
38.1% 50.8% 44.3%
% of Total 19.7% 24.6% 44.3% Total Count 63 59 122
% within Nyeri_1Jam 51.6% 48.4% 100.0% % within Cemas_PreOps
100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 51.6% 48.4% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-sided)
Pearson Chi-Square
6.266a 3 .099
Likelihood Ratio 7.425 3 .060 N of Valid Cases 122 a. 4 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .97. Nyeri_2Jam * Cemas_PreOps
Crosstab
Cemas_PreOps Total Cemas Tidak Cemas
Nyeri_2Jam
Nyeri Berat Count 1 0 1 % within Nyeri_2Jam 100.0% .0% 100.0% % within Cemas_PreOps
1.6% .0% .8%
% of Total .8% .0% .8% Nyeri Ringan Count 41 30 71
% within Nyeri_2Jam 57.7% 42.3% 100.0% % within Cemas_PreOps
65.1% 50.8% 58.2%
% of Total 33.6% 24.6% 58.2% Nyeri Sedang
Count 6 2 8 % within Nyeri_2Jam 75.0% 25.0% 100.0%
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR PROFIL ANALGETIK PASCA …..….. DR. REGINA AGUSTANTINA
154
% within Cemas_PreOps
9.5% 3.4% 6.6%
% of Total 4.9% 1.6% 6.6% Tidak Nyeri Count 15 27 42
% within Nyeri_2Jam 35.7% 64.3% 100.0% % within Cemas_PreOps
23.8% 45.8% 34.4%
% of Total 12.3% 22.1% 34.4% Total Count 63 59 122
% within Nyeri_2Jam 51.6% 48.4% 100.0% % within Cemas_PreOps
100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 51.6% 48.4% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-sided)
Pearson Chi-Square
8.010a 3 .046
Likelihood Ratio 8.536 3 .036 N of Valid Cases 122 a. 4 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .48. Nyeri_H1 * Cemas_PreOps
Crosstab
Cemas_PreOps Total Cemas Tidak Cemas
Nyeri_H1
Nyeri Ringan
Count 39 35 74 % within Nyeri_H1 52.7% 47.3% 100.0% % within Cemas_PreOps
61.9% 59.3% 60.7%
% of Total 32.0% 28.7% 60.7% Tidak Nyeri Count 24 24 48
% within Nyeri_H1 50.0% 50.0% 100.0%
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR PROFIL ANALGETIK PASCA …..….. DR. REGINA AGUSTANTINA
155
% within Cemas_PreOps
38.1% 40.7% 39.3%
% of Total 19.7% 19.7% 39.3% Total Count 63 59 122
% within Nyeri_H1 51.6% 48.4% 100.0% % within Cemas_PreOps
100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 51.6% 48.4% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square .085a 1 .770 Continuity Correctionb
.011 1 .915
Likelihood Ratio .085 1 .770 Fisher's Exact Test .853 .457 N of Valid Cases 122 a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 23.21. b. Computed only for a 2x2 table Nyeri_H2 * Cemas_PreOps
Crosstab
Cemas_PreOps Total Cemas Tidak Cemas
Nyeri_H2
Nyeri Ringan
Count 24 19 43 % within Nyeri_H2 55.8% 44.2% 100.0% % within Cemas_PreOps
38.1% 32.2% 35.2%
% of Total 19.7% 15.6% 35.2% Tidak Nyeri Count 39 40 79
% within Nyeri_H2 49.4% 50.6% 100.0% % within Cemas_PreOps
61.9% 67.8% 64.8%
% of Total 32.0% 32.8% 64.8% Total Count 63 59 122
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR PROFIL ANALGETIK PASCA …..….. DR. REGINA AGUSTANTINA
156
% within Nyeri_H2 51.6% 48.4% 100.0% % within Cemas_PreOps
100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 51.6% 48.4% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square .463a 1 .496 Continuity Correctionb
.241 1 .623
Likelihood Ratio .464 1 .496 Fisher's Exact Test .571 .312 N of Valid Cases 122 a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 20.80. b. Computed only for a 2x2 table Crosstabs Nyeri_30 * ANALGESIK
Crosstab
ANALGESIK Total Tunggal Kombinasi
Nyeri_30
Nyeri Berat Count 1 2 3 % within Nyeri_30 33.3% 66.7% 100.0% % within ANALGESIK
1.5% 3.7% 2.5%
% of Total .8% 1.6% 2.5% Nyeri Ringan Count 14 17 31
% within Nyeri_30 45.2% 54.8% 100.0% % within ANALGESIK
20.6% 31.5% 25.4%
% of Total 11.5% 13.9% 25.4% Nyeri Sedang
Count 3 5 8 % within Nyeri_30 37.5% 62.5% 100.0% % within ANALGESIK
4.4% 9.3% 6.6%
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR PROFIL ANALGETIK PASCA …..….. DR. REGINA AGUSTANTINA
157
% of Total 2.5% 4.1% 6.6% Tidak Nyeri Count 50 30 80
% within Nyeri_30 62.5% 37.5% 100.0% % within ANALGESIK
73.5% 55.6% 65.6%
% of Total 41.0% 24.6% 65.6% Total Count 68 54 122
% within Nyeri_30 55.7% 44.3% 100.0% % within ANALGESIK
100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 55.7% 44.3% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-sided)
Pearson Chi-Square
4.577a 3 .205
Likelihood Ratio 4.579 3 .205 N of Valid Cases 122 a. 4 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.33. Nyeri_1Jam * ANALGESIK
Crosstab
ANALGESIK Total Tunggal Kombinasi
Nyeri_1Jam
Nyeri Berat Count 1 1 2 % within Nyeri_1Jam
50.0% 50.0% 100.0%
% within ANALGESIK
1.5% 1.9% 1.6%
% of Total .8% .8% 1.6% Nyeri Ringan Count 34 25 59
% within Nyeri_1Jam
57.6% 42.4% 100.0%
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR PROFIL ANALGETIK PASCA …..….. DR. REGINA AGUSTANTINA
158
% within ANALGESIK
50.0% 46.3% 48.4%
% of Total 27.9% 20.5% 48.4% Nyeri Sedang
Count 2 5 7 % within Nyeri_1Jam
28.6% 71.4% 100.0%
% within ANALGESIK
2.9% 9.3% 5.7%
% of Total 1.6% 4.1% 5.7% Tidak Nyeri Count 31 23 54
% within Nyeri_1Jam
57.4% 42.6% 100.0%
% within ANALGESIK
45.6% 42.6% 44.3%
% of Total 25.4% 18.9% 44.3% Total Count 68 54 122
% within Nyeri_1Jam
55.7% 44.3% 100.0%
% within ANALGESIK
100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 55.7% 44.3% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-sided)
Pearson Chi-Square
2.267a 3 .519
Likelihood Ratio 2.286 3 .515 N of Valid Cases 122 a. 4 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .89. Nyeri_2Jam * ANALGESIK
Crosstab
ANALGESIK Total Tunggal Kombinasi
Nyeri_2Ja Nyeri Berat Count 0 1 1
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR PROFIL ANALGETIK PASCA …..….. DR. REGINA AGUSTANTINA
159
m % within Nyeri_2Jam
.0% 100.0% 100.0%
% within ANALGESIK
.0% 1.9% .8%
% of Total .0% .8% .8% Nyeri Ringan Count 41 30 71
% within Nyeri_2Jam
57.7% 42.3% 100.0%
% within ANALGESIK
60.3% 55.6% 58.2%
% of Total 33.6% 24.6% 58.2% Nyeri Sedang
Count 5 3 8 % within Nyeri_2Jam
62.5% 37.5% 100.0%
% within ANALGESIK
7.4% 5.6% 6.6%
% of Total 4.1% 2.5% 6.6% Tidak Nyeri Count 22 20 42
% within Nyeri_2Jam
52.4% 47.6% 100.0%
% within ANALGESIK
32.4% 37.0% 34.4%
% of Total 18.0% 16.4% 34.4% Total Count 68 54 122
% within Nyeri_2Jam
55.7% 44.3% 100.0%
% within ANALGESIK
100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 55.7% 44.3% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-sided)
Pearson Chi-Square
1.715a 3 .633
Likelihood Ratio 2.088 3 .554 N of Valid Cases 122
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR PROFIL ANALGETIK PASCA …..….. DR. REGINA AGUSTANTINA
160
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-sided)
Pearson Chi-Square
1.715a 3 .633
Likelihood Ratio 2.088 3 .554 N of Valid Cases 122 a. 4 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .44. Nyeri_H1 * ANALGESIK
Crosstab
ANALGESIK Total Tunggal Kombinasi
Nyeri_H1
Nyeri Ringan
Count 36 38 74 % within Nyeri_H1 48.6% 51.4% 100.0% % within ANALGESIK
52.9% 70.4% 60.7%
% of Total 29.5% 31.1% 60.7% Tidak Nyeri Count 32 16 48
% within Nyeri_H1 66.7% 33.3% 100.0% % within ANALGESIK
47.1% 29.6% 39.3%
% of Total 26.2% 13.1% 39.3% Total Count 68 54 122
% within Nyeri_H1 55.7% 44.3% 100.0% % within ANALGESIK
100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 55.7% 44.3% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square 3.831a 1 .050 Continuity Correctionb
3.136 1 .077
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR PROFIL ANALGETIK PASCA …..….. DR. REGINA AGUSTANTINA
161
Likelihood Ratio 3.881 1 .049 Fisher's Exact Test .063 .038 N of Valid Cases 122 a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 21.25. b. Computed only for a 2x2 table Nyeri_H2 * ANALGESIK
Crosstab
ANALGESIK Total Tunggal Kombinasi
Nyeri_H2
Nyeri Ringan
Count 18 25 43 % within Nyeri_H2 41.9% 58.1% 100.0% % within ANALGESIK
26.5% 46.3% 35.2%
% of Total 14.8% 20.5% 35.2% Tidak Nyeri Count 50 29 79
% within Nyeri_H2 63.3% 36.7% 100.0% % within ANALGESIK
73.5% 53.7% 64.8%
% of Total 41.0% 23.8% 64.8% Total Count 68 54 122
% within Nyeri_H2 55.7% 44.3% 100.0% % within ANALGESIK
100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 55.7% 44.3% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square 5.184a 1 .023 Continuity Correctionb
4.351 1 .037
Likelihood Ratio 5.184 1 .023 Fisher's Exact Test .035 .019 N of Valid Cases 122 a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 19.03.
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR PROFIL ANALGETIK PASCA …..….. DR. REGINA AGUSTANTINA
162
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square 5.184a 1 .023 Continuity Correctionb
4.351 1 .037
Likelihood Ratio 5.184 1 .023 Fisher's Exact Test .035 .019 N of Valid Cases 122 a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 19.03. b. Computed only for a 2x2 table Crosstabs
REKAM MEDIK * ANALGESIK Crosstabulation
ANALGESIK Total Tunggal Kombinasi
REKAM MEDIK
< 12 tahun Count 58 19 77 % within REKAM MEDIK
75.3% 24.7% 100.0%
% within ANALGESIK
85.3% 35.2% 63.1%
% of Total 47.5% 15.6% 63.1% > 12 tahun Count 10 35 45
% within REKAM MEDIK
22.2% 77.8% 100.0%
% within ANALGESIK
14.7% 64.8% 36.9%
% of Total 8.2% 28.7% 36.9% Total Count 68 54 122
% within REKAM MEDIK
55.7% 44.3% 100.0%
% within ANALGESIK
100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 55.7% 44.3% 100.0%
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR PROFIL ANALGETIK PASCA …..….. DR. REGINA AGUSTANTINA
163
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square 32.463a 1 .000 Continuity Correctionb 30.346 1 .000 Likelihood Ratio 33.798 1 .000 Fisher's Exact Test .000 .000 Linear-by-Linear Association
32.197 1 .000
N of Valid Cases 122 a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 19.92. b. Computed only for a 2x2 table Crosstabs
Jenis Operasi * ANALGESIK Crosstabulation
ANALGESIK Total Tunggal Kombinasi
Jenis Operasi Bedah Anak Count 14 16 30 % within Jenis Operasi
46.7% 53.3% 100.0%
% within ANALGESIK
20.6% 29.6% 24.6%
% of Total 11.5% 13.1% 24.6% Bedah KL Count 1 9 10
% within Jenis Operasi
10.0% 90.0% 100.0%
% within ANALGESIK
1.5% 16.7% 8.2%
% of Total .8% 7.4% 8.2% Bedah Plastik Count 5 4 9
% within Jenis Operasi
55.6% 44.4% 100.0%
% within ANALGESIK
7.4% 7.4% 7.4%
% of Total 4.1% 3.3% 7.4% Bedah Saraf Count 9 0 9
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR PROFIL ANALGETIK PASCA …..….. DR. REGINA AGUSTANTINA
164
% within Jenis Operasi
100.0% .0% 100.0%
% within ANALGESIK
13.2% .0% 7.4%
% of Total 7.4% .0% 7.4% Bedah TKV Count 0 1 1
% within Jenis Operasi
.0% 100.0% 100.0%
% within ANALGESIK
.0% 1.9% .8%
% of Total .0% .8% .8% Mata Count 14 1 15
% within Jenis Operasi
93.3% 6.7% 100.0%
% within ANALGESIK
20.6% 1.9% 12.3%
% of Total 11.5% .8% 12.3% Orthopedi Count 6 16 22
% within Jenis Operasi
27.3% 72.7% 100.0%
% within ANALGESIK
8.8% 29.6% 18.0%
% of Total 4.9% 13.1% 18.0% Spine Count 0 1 1
% within Jenis Operasi
.0% 100.0% 100.0%
% within ANALGESIK
.0% 1.9% .8%
% of Total .0% .8% .8% THT Count 8 3 11
% within Jenis Operasi
72.7% 27.3% 100.0%
% within ANALGESIK
11.8% 5.6% 9.0%
% of Total 6.6% 2.5% 9.0% Urologi Count 11 3 14
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR PROFIL ANALGETIK PASCA …..….. DR. REGINA AGUSTANTINA
165
% within Jenis Operasi
78.6% 21.4% 100.0%
% within ANALGESIK
16.2% 5.6% 11.5%
% of Total 9.0% 2.5% 11.5% Total Count 68 54 122
% within Jenis Operasi
55.7% 44.3% 100.0%
% within ANALGESIK
100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 55.7% 44.3% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-sided)
Pearson Chi-Square
39.211a 9 .000
Likelihood Ratio 46.626 9 .000 N of Valid Cases 122 a. 8 cells (40.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .44.
Crosstabs
Klasifikasi Operasi * ANALGESIK Crosstabulation
ANALGESIK Total Tunggal Kombinasi
Klasifikasi Operasi
Mayor Count 17 21 38 % within Klasifikasi Operasi
44.7% 55.3% 100.0%
% within ANALGESIK 25.0% 38.9% 31.1% % of Total 13.9% 17.2% 31.1%
Minor Count 51 33 84 % within Klasifikasi Operasi
60.7% 39.3% 100.0%
% within ANALGESIK 75.0% 61.1% 68.9% % of Total 41.8% 27.0% 68.9%
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR PROFIL ANALGETIK PASCA …..….. DR. REGINA AGUSTANTINA
166
Total Count 68 54 122 % within Klasifikasi Operasi
55.7% 44.3% 100.0%
% within ANALGESIK 100.0% 100.0% 100.0% % of Total 55.7% 44.3% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square 2.707a 1 .100 Continuity Correctionb
2.098 1 .147
Likelihood Ratio 2.699 1 .100 Fisher's Exact Test .118 .074 N of Valid Cases 122 a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 16.82. b. Computed only for a 2x2 table Crosstabs
Cemas_PreOps * ANALGESIK Crosstabulation
ANALGESIK Total Tunggal Kombinasi
Cemas_PreOps Cemas Count 45 18 63 % within Cemas_PreOps
71.4% 28.6% 100.0%
% within ANALGESIK
66.2% 33.3% 51.6%
% of Total 36.9% 14.8% 51.6% Tidak Cemas Count 23 36 59
% within Cemas_PreOps
39.0% 61.0% 100.0%
% within ANALGESIK
33.8% 66.7% 48.4%
% of Total 18.9% 29.5% 48.4% Total Count 68 54 122
% within Cemas_PreOps
55.7% 44.3% 100.0%
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR PROFIL ANALGETIK PASCA …..….. DR. REGINA AGUSTANTINA
167
% within ANALGESIK
100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 55.7% 44.3% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square 13.000a 1 .000 Continuity Correctionb
11.719 1 .001
Likelihood Ratio 13.233 1 .000 Fisher's Exact Test .000 .000 N of Valid Cases 122 a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 26.11. b. Computed only for a 2x2 table
Crosstabs
Nyeri30 * Sedasi30 Crosstabulation
Sedasi30 Total Alert Dalam Sedasi
Nyeri30 Tidak Nyeri Count 7 73 80 % within Nyeri30
8.8% 91.3% 100.0%
% within Sedasi30
63.6% 65.8% 65.6%
% of Total 5.7% 59.8% 65.6% Nyeri Ringan Count 4 27 31
% within Nyeri30
12.9% 87.1% 100.0%
% within Sedasi30
36.4% 24.3% 25.4%
% of Total 3.3% 22.1% 25.4% Nyeri Sedang
Count 0 8 8 % within Nyeri30
.0% 100.0% 100.0%
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR PROFIL ANALGETIK PASCA …..….. DR. REGINA AGUSTANTINA
168
% within Sedasi30
.0% 7.2% 6.6%
% of Total .0% 6.6% 6.6% Nyeri Berat Count 0 3 3
% within Nyeri30
.0% 100.0% 100.0%
% within Sedasi30
.0% 2.7% 2.5%
% of Total .0% 2.5% 2.5% Total Count 11 111 122
% within Nyeri30
9.0% 91.0% 100.0%
% within Sedasi30
100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 9.0% 91.0% 100.0%
Symmetric Measures
Value
Asymp. Std. Errora
Approx. Tb
Approx. Sig.
Interval by Interval
Pearson's R .041 .063 .453 .651c
Ordinal by Ordinal
Spearman Correlation
.009 .083 .096 .924c
N of Valid Cases 122 a. Not assuming the null hypothesis. b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis. c. Based on normal approximation. Crosstabs
Nyeri1jam * Sedasi1jam Crosstabulation
Sedasi1jam Total Cemas Alert Dalam Sedasi
Nyeri1jam
Tidak Nyeri Count 0 25 29 54 % within Nyeri1jam
.0% 46.3% 53.7% 100.0%
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR PROFIL ANALGETIK PASCA …..….. DR. REGINA AGUSTANTINA
169
% within Sedasi1jam
.0% 49.0% 41.4% 44.3%
% of Total .0% 20.5% 23.8% 44.3% Nyeri Ringan Count 0 22 37 59
% within Nyeri1jam
.0% 37.3% 62.7% 100.0%
% within Sedasi1jam
.0% 43.1% 52.9% 48.4%
% of Total .0% 18.0% 30.3% 48.4% Nyeri Sedang
Count 1 3 3 7 % within Nyeri1jam
14.3% 42.9% 42.9% 100.0%
% within Sedasi1jam
100.0% 5.9% 4.3% 5.7%
% of Total .8% 2.5% 2.5% 5.7% Nyeri Berat Count 0 1 1 2
% within Nyeri1jam
.0% 50.0% 50.0% 100.0%
% within Sedasi1jam
.0% 2.0% 1.4% 1.6%
% of Total .0% .8% .8% 1.6% Total Count 1 51 70 122
% within Nyeri1jam
.8% 41.8% 57.4% 100.0%
% within Sedasi1jam
100.0% 100.0% 100.0% 100.0%
% of Total .8% 41.8% 57.4% 100.0%
Symmetric Measures
Value
Asymp. Std. Errora
Approx. Tb
Approx. Sig.
Interval by Interval
Pearson's R -.016 .100 -.180 .858c
Ordinal by Ordinal
Spearman Correlation
.026 .094 .280 .780c
N of Valid Cases 122 a. Not assuming the null hypothesis.
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR PROFIL ANALGETIK PASCA …..….. DR. REGINA AGUSTANTINA
170
b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis. c. Based on normal approximation. Crosstabs
Nyeri2Jam * Sedasi2Jam Crosstabulation
Sedasi2Jam Total Cemas Alert Dalam Sedasi
Nyeri2Jam
Tidak Nyeri Count 0 40 2 42 % within Nyeri2Jam
.0% 95.2% 4.8% 100.0%
% within Sedasi2Jam
.0% 35.4% 25.0% 34.4%
% of Total .0% 32.8% 1.6% 34.4% Nyeri Ringan Count 0 66 5 71
% within Nyeri2Jam
.0% 93.0% 7.0% 100.0%
% within Sedasi2Jam
.0% 58.4% 62.5% 58.2%
% of Total .0% 54.1% 4.1% 58.2% Nyeri Sedang
Count 0 7 1 8 % within Nyeri2Jam
.0% 87.5% 12.5% 100.0%
% within Sedasi2Jam
.0% 6.2% 12.5% 6.6%
% of Total .0% 5.7% .8% 6.6% Nyeri Berat Count 1 0 0 1
% within Nyeri2Jam
100.0% .0% .0% 100.0%
% within Sedasi2Jam
100.0% .0% .0% .8%
% of Total .8% .0% .0% .8% Total Count 1 113 8 122
% within Nyeri2Jam
.8% 92.6% 6.6% 100.0%
% within Sedasi2Jam
100.0% 100.0% 100.0% 100.0%
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR PROFIL ANALGETIK PASCA …..….. DR. REGINA AGUSTANTINA
171
Nyeri2Jam * Sedasi2Jam Crosstabulation
Sedasi2Jam Total Cemas Alert Dalam Sedasi
Nyeri2Jam
Tidak Nyeri Count 0 40 2 42 % within Nyeri2Jam
.0% 95.2% 4.8% 100.0%
% within Sedasi2Jam
.0% 35.4% 25.0% 34.4%
% of Total .0% 32.8% 1.6% 34.4% Nyeri Ringan Count 0 66 5 71
% within Nyeri2Jam
.0% 93.0% 7.0% 100.0%
% within Sedasi2Jam
.0% 58.4% 62.5% 58.2%
% of Total .0% 54.1% 4.1% 58.2% Nyeri Sedang
Count 0 7 1 8 % within Nyeri2Jam
.0% 87.5% 12.5% 100.0%
% within Sedasi2Jam
.0% 6.2% 12.5% 6.6%
% of Total .0% 5.7% .8% 6.6% Nyeri Berat Count 1 0 0 1
% within Nyeri2Jam
100.0% .0% .0% 100.0%
% within Sedasi2Jam
100.0% .0% .0% .8%
% of Total .8% .0% .0% .8% Total Count 1 113 8 122
% within Nyeri2Jam
.8% 92.6% 6.6% 100.0%
% within Sedasi2Jam
100.0% 100.0% 100.0% 100.0%
% of Total .8% 92.6% 6.6% 100.0%
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR PROFIL ANALGETIK PASCA …..….. DR. REGINA AGUSTANTINA
172
Symmetric Measures
Value
Asymp. Std. Errora
Approx. Tb
Approx. Sig.
Interval by Interval
Pearson's R -.059 .144 -.645 .520c
Ordinal by Ordinal
Spearman Correlation
.002 .106 .017 .987c
N of Valid Cases 122 a. Not assuming the null hypothesis. b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis. c. Based on normal approximation. Crosstabs
Warnings No measures of association are computed for the crosstabulation of NyeriH1 * SedasiH1. At least one variable in each 2-way table upon which measures of association are computed is a constant.
NyeriH1 * SedasiH1 Crosstabulation
SedasiH1 Total Alert
NyeriH1
Tidak Nyeri Count 48 48 % within NyeriH1
100.0% 100.0%
% within SedasiH1
39.3% 39.3%
% of Total 39.3% 39.3% Nyeri Ringan
Count 74 74 % within NyeriH1
100.0% 100.0%
% within SedasiH1
60.7% 60.7%
% of Total 60.7% 60.7% Total Count 122 122
% within NyeriH1
100.0% 100.0%
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR PROFIL ANALGETIK PASCA …..….. DR. REGINA AGUSTANTINA
173
% within SedasiH1
100.0% 100.0%
% of Total 100.0% 100.0%
Symmetric Measures
Value Interval by Interval
Pearson's R .a
N of Valid Cases 122 a. No statistics are computed because SedasiH1 is a constant. Crosstabs
Warnings No measures of association are computed for the crosstabulation of NyeriH2 * SedasiH2. At least one variable in each 2-way table upon which measures of association are computed is a constant.
NyeriH2 * SedasiH2 Crosstabulation
SedasiH2 Total Alert
NyeriH2
Tidak Nyeri Count 79 79 % within NyeriH2
100.0% 100.0%
% within SedasiH2
64.8% 64.8%
% of Total 64.8% 64.8% Nyeri Ringan
Count 43 43 % within NyeriH2
100.0% 100.0%
% within SedasiH2
35.2% 35.2%
% of Total 35.2% 35.2% Total Count 122 122
% within NyeriH2
100.0% 100.0%
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR PROFIL ANALGETIK PASCA …..….. DR. REGINA AGUSTANTINA
174
% within SedasiH2
100.0% 100.0%
% of Total 100.0% 100.0%
Symmetric Measures
Value Interval by Interval
Pearson's R .a
N of Valid Cases 122 a. No statistics are computed because SedasiH2 is a constant.
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR PROFIL ANALGETIK PASCA …..….. DR. REGINA AGUSTANTINA