karakteristik fisik dan aktivitas antioksidan ekstrak … · kedua orang tua, ayahanda usman dan...

67
i KARAKTERISTIK FISIK DAN AKTIVITAS ANTIOKSIDAN EKSTRAK KAYU SECANG PADA BAKSO DAGING SAPI SELAMA PENYIMPANAN SKRIPSI OLEH DARTINA I 111 13 028 FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2017

Upload: others

Post on 08-Oct-2019

12 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

i

KARAKTERISTIK FISIK DAN AKTIVITAS

ANTIOKSIDAN EKSTRAK KAYU SECANG PADA

BAKSO DAGING SAPI SELAMA PENYIMPANAN

SKRIPSI

OLEH

DARTINA

I 111 13 028

FAKULTAS PETERNAKAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2017

ii

KARAKTERISTIK FISIK DAN AKTIVITAS

ANTIOKSIDAN EKSTRAK KAYU SECANG PADA

BAKSO DAGING SAPI SELAMA PENYIMPANAN

SKRIPSI

Oleh

DARTINA

I 111 13 028

Skripsi sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh

Gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan

Universitas Hasanuddin

FAKULTAS PETERNAKAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2017

iii

iv

v

ABSTRAK

DARTINA. I 111 13 028. Karakteristik Fisik dan Aktivitas Antioksidan

Ekstrak Kayu Secang pada Bakso Daging Sapi selama Penyimpanan. Dibawah

bimbingan oleh EFFENDI ABUSTAM sebagai pembimbing utama dan

HIKMAH M. ALI sebagai pembimbing anggota.

Bakso merupakan salah satu produk olahan daging yang sangat populer

dan disukai semua kalangan masyrakat, salah satu upaya untuk mempertahankan

kualitas bakso maka perlu dilakukan penambahan ekstrak kayu secang. Tujuan

penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh bentuk berbeda ekstrak kayu

secang terhadap karakteristik fisik dan aktivitas antioksidan ekstrak kayu secang

pada bakso daging sapi selama penyimpanan. Penelitian menggunakan Rancangan

Acak Lengkap (RAL) pola faktorial, faktor A adalah bentuk ekstrak kayu secang

(ekstrak secang cair dan ekstrak secang bubuk), dan faktor B adalah masa

penyimpanan, (0, 7, dan 14 hari) masing-masing 3 kali ulangan. Parameter yang

diukur yaitu nilai TBA, susut masak dan daya putus bakso. Hasil penelitian

menunjukkan pemberian ekstrak kayusecang pada bentuk cair mampu

menurunkan nilai TBA dan bentuk bubuk menurunkan nilai susut masak dan daya

putus bakso. Semakin lama masa penyimpanan hingga 14 hari maka menurunkan

nilai susut masak serta daya putus bakso dan meningkatkan nilai TBA.

Penambahan ekstrak kayu secang pada bentuk berbeda pada tiap masa

penyimpanan memiliki respon yang sama terhadap susut masak, daya putus, dan

TBA bakso daging sapi. Hasil terbaik menggunakan ekstrak kayu secang

berbentuk bubuk dengan penyimpanan 14 hari.

Kata kunci: Bakso, kayu secang, TBA, susut masak dan daya putus bakso

vi

ABSTRACT

DARTINA. I 111 13 028. Physical Characteristics and Antioxidant Activity

Wood Extracts Secang On Meatball Beef During Storage. Under the guidance of

EFFENDI ABUSTAM as the main coach and HIKMAH M. ALI as Co-

Supervisor

Meatball is one of the meat processed products that are very popular and well

liked by all people, one of the efforts to maintain the quality of meatballs, it is

necessary to add the extract of secang wood. The purpose of this study is to

determine the effect of different forms of secang wood extract on physical

characteristics and antioxidant activity of secang wood extract on beef meatballs

during storage. The research using Randomized Completely Randomized Design

(RAL) factorial pattern, Factor A is the extract of secang wood (extract secang

liquid and extract of powder), and factor B is storage period (0, 7, and 14 days) .

Parameters measured were the value of TBA, cooking loss and shear force value

of meatballs. The results showed that giving secang wood extract in liquid form

can decrease the value of TBA and powder form decrease cooking loss value and

shear force value of meatball. The long storage period up to 14 days then decrease

the value of cooking loss and the shear force value of meatball and increase the

value of TBA. The addition of secang wood extract to different forms in each

storage period has the same response to cooking loss, shear force value, and TBA

of beef meatball. Best results using a secang powdered wood extract with 14 days

storage.

Keywords: Meatball, wood secang, TBA, cooking loss and shear force value of

meatball

vii

KATA PENGANTAR

Bismillahirahmanirahim…..

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

Puji dan syukur penulis senantiasa panjatkan rahmat dan karunia Allah

SWT yang senantiasa memberikan nikmat kesehatan jasmani dan rohani sehingga

penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir/ Skripsi pada waktu yang tepat. Skripsi

tersebut berjudul “Karakteristik Fisik dan Aktivitas Antioksidan Ekstrak Kayu

Secang pada Bakso Daging Sapi selama Penyimpanan” sebagai Salah Satu Syarat

untuk memperoleh Gelar Sarjana pada Fakultas Peternakan Universitas

Hasanuddin, Makassar.

Penulis dengan rendah hati mengucapakan terima kasih kepada semua

pihak yang telah membantu dan membimbing dalam menyelesaikan skripsi ini

utamanya:

1. Segala hormat penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Ir.

M.S. Effendi Abustam, M.Sc. selaku Pembimbing utama dan Bapak Dr.

Hikmah M. Ali, S.Pt, M.Si. selaku pembimbing Anggota, atas segala bantuan

dan keikhlasannya untuk memberikan bimbingan, motivasi, nasehat dan saran-

saran sejak awal penelitian sampai selesainya penulisan skripsi ini.

2. Ucapan terima kasih juga penulis haturkan kepada Ibu Dr. Wahniyathi

Hatta, S.Pt., M.Si, Ibu Endah Murpi Ningrum, S.Pt., M.P dan Bapak Dr.

Muhammad Yusuf, S.Pt. atas saran-saran dalam penulisan skripsi ini.

3. Ibu Marhamah Nadir, SP, M.Si, Ph. D. selaku Penasehat Akademik.

viii

4. Ibu Prof. drh. Hj. Ratmawati Malaka, M.Sc selaku Ketua Program Studi

Teknologi Hasil Ternak, terima kasih atas segala bantuan terhadap penulis

selama menjadi mahasiswa di Program Studi THT, Fakultas Peternakan.

5. Bapak Prof. Dr. Ir. H. Sudirman Baco, M.Sc selaku Dekan Fakultas

Peternakan dan seluruh Staf Pegawai Fakultas Peternakan, terima kasih atas

segala bantuan kepada penulis selama menjadi mahasiswa di Fakultas

Peternakan.

6. Ibu dan Bapak Dosen tanpa terkecuali yang telah membimbing saya selama

kuliah di Fakultas Peternakan, Universitas Hasanuddin, Makassar.

7. Bapak Prof. Dr. Ir. M.S. Effendi Abustam, M.Sc selaku Pembimbing

Praktek Kerja Lapang (PKL) yang telah membimbing penulis selama

pelaksanaan PKL.

8. Terima kasih kepada Kakanda Syamsuddin, S.Pt., selaku Pembimbing

Lapangan Selama Penelitian dan Praktek Kerja Lapang (PKL) yang telah

banyak membantu penulis selama pelaksanaan PKL.

9. Kedua orang tua, ayahanda Usman dan ibunda Najji atas segala doa,

motivasi, teladan, pengetahuan dan dukungan penuh kasih sayang terbesar dan

selamanya sehingga penulis selalu berusaha dengan semangat dan percaya

diri. Kepada ketiga kakak penulis Darmawati, Sudirman dan Nurmiah S.Pd

yang selalu memberikan doa, bantuan dan dukungan yang telah banyak

memberikan semangat dan selalu menjaga penulis dengan penuh sikap tegas

serta selalu mengingatkan kodrat saya sebagai perempuan untuk menjaga

kesopanan dalam berpakaian dan bertutur kata. Keponakan penulis

ix

Muhammad Nufail Danish yang selalu menjadi sahabat setia penulis untuk

menjadi teman penghibur di saat lelah menghampiri.

10. Teman satu tim Praktek Kerja Lapang (PKL) Andi Tuang, Rahman,

Indrawati Basmar dan Eka Wahyuni terima kasih atas kerja sama dan

bantuannya mulai dari rencana sampai selesainya Praktek Kerja Lapang

(PKL).

11. Kakanda Team penelitian Nurul Ilmi Harun S.Pt, terima kasih telah

menjadi kaka yang memberihkan banyak pelajaran, bantuan dan ilmu yang

sangat berguna kepada penulis.

12. Kepada teman cimit-cimitku kak Nurul Ilmi Harun S.Pt, Abd.Rahman,

Indrawati Basmar dan Tuang terima kasih telah setia membantu penulis

dalam segala hal dan telah mengerti penulis meskipun terkadang penulis

banyak maunya, menjengkelkan dan susah diatur, tapi saya yakin bahwa rasa

sayang kalian lebih besar daripada rasa jengkelnya.

13. Kepada sahabat-sahabat setiaku “Kesayangan” Heriyana Muheyyade, Fitria

Ananda Eka putri AR, Andi Tuang, terima kasih atas segala kebaikan,

bantuan dan kebersamaan yang kalian berikan kepada penulis selama ini.

Kepada Ainun Raudya Tuz Zahira terima kasih atas segala motivasi, saran

dan bantuan yang diberikan kepada penulis dan telah menjadi pendengar yang

baik penulis.

14. Kepada sahabat sekaligus tempat curhat Nuhra Singgkeru, Ayu Handirsa,

Supardi Wiranata Subir dan A.umi Irma terima kasih atas segala kebaikan,

bantuan dan dukungan yang kalian berikan kepada penulis selama ini, yang

x

setia bertahan menemani dan mendukung penulis dan menjadi pendengar yang

baik penulis.

15. Seluruh Sahabat-sahabat LARFA-ku terima kasih telah menemani penulis

disaat suka maupun duka selama menempuh pendidikan di bangku kuliah.

Kalian adalah bagian-bagian lembaran kehidupan yang sangat ingin aku

ceritakan kepada anak cucuku nanti.

16. Sahabat-sahabat ”THT 13 ; Ainun , Rahman, Eka, Tri Wahyuni, Indah,

Ita, Ani, Fitri Endang, Erna, Ira, Linda, Aci, Fira, Vika, Rifadha, Getri,

Bernice, Niar, Hikmah, Sukma, Atira, Nita, Sertin, Upy, Alim, Tyo,

Syafi’i, Akbar Hapdang, Ardi, Dhayat, Wahyu, Febriansyah, Gede, Ode,

Dede, Wawan, Ashyadi.” terima kasih yang setinggi-tingginya atas segala

pengorbanan, bantuan, pengertian, canda tawa serta kebersamaan selama ini.

persahabatan kita membawa kesuksesan.

17. Kepada Kakanda Syamsuddin, S.Pt, Kakanda Syachroni, S.Pt, Kakanda

Andri Teguh Prabowo, S.Pt, Kakanda Nurul Ilmi Harun S.Pt, Asmi

Mangalisu, S.Pt, Kakanda Syahriana sabil, S.Pt, Kakanda Rachmat

Budianto S.Pt, Kakanda Nur Ichwan Husain, S.Pt, Kakanda Haikal S.Pt,

Andi Dharmawan Wicaksono, S.Pt, dan kakanda Kartina S.Pt, terima kasih

atas bantuan dan motivasinya kepada penulis.

18. Terima kasih kepada Rekan-Rekan Asisten Teknologi Pengolahan Limbah

dan Sisa Hasil Ternak atas bantuan, pengalaman dan ilmu yang diberikan

selama penulis kuliah di Fakultas Peternakan.

xi

19. “SEMA FAPET-UH” atas segala bentuk pengalaman dan ilmu yang telah di

ajarkan kepada penulis.

20. “HIMATEHATE-UH” yang selalu memberi keceriaan dan bagian paling

bersejarah dalam harian penulis.

21. Kepada Tanduk 01, Caput 02, Spider 03, Hamster 04, Lebah 05, Colagen

06, 07 Rumput, Bakteri 08, Merpati 09, Matador 10, Situasi 10,

Solandeven 011, Flock Mentality 012, dan Larfa 013, Ant 014, Rantai 015,

Tanduk 016 penulis ucapkan banyak terima kasih.

22. Teman-teman KKN Reguler UNHAS angkatan 93 khususnya Kecamatan

Liliriaja, Kelurahan Appanang, Kabupaten Soppeng; Sudin , Afdal Karim,

Arisman, Misbah, Titis , Lisa , Metri dan Nuhra Singkerru. Terima Kasih

dukungan dan motivasi yang mengalir kepada penulis.

23. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebut satu persatu, Terima Kasih atas

segala bantuan yang diberikan kepada penulis selama menyelesaikan studi.

Semoga Allah SWT membalas kebaikan dengan limpahan berkah, rahmat,

karunia dan hidayah-Nya. Amin. Melalui kesempatan ini penulis mengharapkan

kritik dan saran yang sifatnya mendidik, apabila dalam penyusunan skripsi ini

terdapat kekurangan dan kesalahan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi

penulis maupun pembaca Amin. Wassalam.

Makassar, Mei 2017

Dartina

xii

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI .................................................................................................... xii

DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xiii

DAFTAR TABEL ............................................................................................ xvi

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xv

PENDAHULUAN ........................................................................................... 1

TINJAUAN PUSTAKA

Tinjauan Umum Bakso ............................................................................. 3

Tinjauan Umum Kayu Secang .................................................................. 6

Tinjauan Umum Penyimpanan ................................................................. 9

Tinjauan Umum Antioksidan .................................................................... 12

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat .................................................................................... 14

Materi Penelitian ...................................................................................... 14

Rancangan Penelitian ............................................................................... 15

Prosedur Penelitian ................................................................................... 15

Pengukuran Parameter .............................................................................. 17

Analisa Data ............................................................................................. 21

HASIL DAN PEMBAHASAN

Nilai TBA (Thiobarbituric acid) ............................................................. 22

Susut Masak .............................................................................................. 26

Daya Putus Bakso .................................................................................... 29

KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................................... 32

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 33

RIWAYAT HIDUP ......................................................................................... 51

xiii

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

Teks

1. Diagram Alir Prosedur Penelitian ............................................................. 20

xiv

DAFTAR TABEL

No. Halaman

Teks

1. Standar Mutu Bakso ................................................................................... 4

2. Nilai Rata-Rata TBA (mg malonaldehida/kg) Bakso Daging Sapi

dengan Penambahan Ekstrak Kayu Secang pada Bentuk Berbeda serta

Lama Penyimpanan .................................................................................... 22

3. Nilai Rata-Rata Susut Masak (%) Bakso Daging Sapi dengan

Penambahan Ekstrak Kayu Secang pada Bentuk Berbeda serta Lama

Penyimpanan .............................................................................................. 26

4. Nilai Rata-Rata Daya Putus (kg/cm2) Bakso Daging Sapi dengan

Penambahan Ekstrak Kayu Secang pada Bentuk Berbeda serta Lama

Penyimpanan .............................................................................................. 29

xv

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

Teks

1. Hasil Analisis Ragam Pengaruh Penambahan Bentuk Ekstrak Kayu

Secang pada Penyimpanan Berbeda terhadap Nilai TBA Bakso Daging

Sapi ............................................................................................................. 38

2. Hasil Analisis Ragam Pengaruh Penambahan Bentuk Ekstrak Kayu

Secang pada Penyimpanan Berbeda terhadap Nilai Susut Masak Bakso

Daging Sapi ................................................................................................ 41

3. Hasil Analisis Ragam Pengaruh Penambahan Bentuk Ekstrak Kayu

Secang pada Penyimpanan Berbeda terhadap Nilai Daya Putus Bakso

Daging Sapi ................................................................................................ 44

4. Dokumentasi Penelitian ............................................................................. 48

1

PENDAHULUAN

Bakso merupakan salah satu produk olahan daging yang sangat populer

dan disukai semua kalangan masyrakat. Bakso dikenal sebagai produk yang

praktis dan dapat dikomsumsi kapan saja, serta terdiri dari beraneka ragam varian

rasa. Kesukaan komsumen tersebut sangat bergantung terhadap kualitas bakso

yang disajikan, dimana kualitas ini dipengaruhi oleh bahan, cara pembuatan,

penyimpanan dan cara penyajianya.

Penyajian bakso pada konsumen terdiri dari dua macam yaitu segar dan

beku. Bakso yang dijual segar akan langsung dikonsumsi oleh konsumen sesaat

setelah pembuatan, sedangkan untuk mengatasi kendala bakso segar yang tidak

dapat bertahan dalam waktu lama jika hanya disimpan di suhu ruang maka

dilakukan penyimpanan dalam bentuk beku. Pada penyimpanan beku, bakso

dapat bertahan selama beberapa minggu dengan beberapa perubahan sifat.

Menurut Rahmi (2009) Kayu secang merupakan sumber antioksidan alami.

khasiat tanaman secang sudah banyak diketahui, baik sebagai antimikroba,

antioksidan, maupun zat pewarna alami. Komponen brazilin merupakan spesifik

dari kayu secang yang dapat memberikan warna merah kecoklatan jika teroksidasi

atau dalam suasana basa. Selain itu, brazilin ini diduga juga dapat melindungi

tubuh dari keracunan akibat radikal kimia.

Bakso dengan penambahan ekstrak kayu secang dapat dijadikan sebagai

pangan fungsional yang tidak hanya enak dan disukai konsumen tetapi juga sehat.

Penambahan ekstrak kayu secang pada bakso diharapkan mampu

mempertahankan kualitas selama masa penyimpanan, dan produk dapat disukai

2

oleh konsumen. Hal inilah yang melatarbelakangi pelaksanaan penelitian

mengenai karakteristik fisik, dan organoleptik bakso dengan ekstrak kayu secang

pada masa penyimpanan.

Beberapa komponen penyusun daging dapat mempercepat pembusukan

sehingga mempengaruhi kualitas dan daya simpan bakso. Upaya memperbaiki

kualitas bakso daging sapi dilakukan penambahan ekstrak kayu secang pada

bentuk berbeda terhadap karakteristik fisik dan aktivitas antioksidan bakso daging

sapi pada penyimpanan yang berbeda.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh bentuk berbeda ekstrak

kayu secang dan lama penyimpanan terhadap karakteristik fisik dan aktivitas

antioksidan bakso daging sapi. Kegunaan dari penelitian ini adalah memberikan

informasi ilmiah kepada masyarakat dan industri bahwa ekstrak kayu secang

dapat digunakan untuk menghasilkan bahan pangan fungsional serta

memanfaatkan ekstrak kayu secang dalam proses pengolahan bakso.

3

TINJAUAN PUSTAKA

Tinjauan Umum Bakso

Standar Nasional Indonesia (1995) menyebutkan bahwa bakso daging

merupakan makanan berbentuk bulatan atau lain yang diperoleh dari campuran

daging ternak (kadar daging tidak kurang dari 50%) dan pati atau serelia dengan

atau tanpa penambahan makanan yang diizinkan. Pada umumnya bahan baku

utama bakso terbuat dari daging segar yang belum mengalami rigor mortis.

Daging sapi fase pre-rigor mortis memiliki daya ikat air yang tinggi, dalam arti

kemampuan protein daging mengikat dan mempertahankan air tinggi sehingga

menghasilkan bakso dengan kekenyalan tinggi.

Pada umumnya bahan baku utama bakso biasanya terbuat dari daging segar

yang belum mengalami rigor mortis. Daging sapi fase pre-rigor mortismemiliki

daya ikat air yang tinggi, dalam arti kemampuan protein daging mengikat dan

mempertahankan air tinggi sehingga menghasilkan bakso dengan kekenyalan

tinggi. Hal ini didukung oleh perubahan daging sapi fase pre-rigor mortis ke rigor

mortisselama penggilingan, pencampuran, penghalusan, pencetakan dan

perebusan sangat memacu kekenyalan bakso (Prastuti, 2010).

Bakso merupakan produk olahan daging dimana daging tersebut telah

dihaluskan terlebih dahulu dan dicampur dengan bumbu, tepung dan kemudian

dibentuk bola-bola kecil lalu direbus dalam air panas (Montolalu et al., 2013).

(Sunarlim R 1992) menyatakan Bakso yang ada di pasaran umumnya

merupakan bakso yang berasal dari daging sapi. Secara tidak disengaja daging

yang dipasarkan terutama di pasar-pasar tradisional, mengalami proses pelayuan

4

pada suhu kamar, namun waktu/lamanya tidak tertentu, dapat singkat sampai

panjang, sehingga mutu yang diperoleh tidak sesuai dengan harapan.

Bakso merupakan produk pangan yang populer dan digemari semua lapisan

masyarakat dan salah satu produk industri pangan, memiliki standar mutu yang

telah ditetapkan. standar mutu bakso menurut Standar Nasional Indonesia, dapat

dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Standar Mutu Bakso

No Kriteria Uji Satuan Persyaratan

1 Keadaan

1.1 Bentuk - Normal, khas daging

1.2 Bau - Gurih

1.3 Rasa - Normal

1.4 Warna - Kenyal

2 Air %b/b Maks 70,0

3 Abu %b/b Maks 3,0

4 Protein %b/b Min 9,0

5 Lemak %b/b Maks 2,0

6 Boraks - Tidak boleh ada

7 Bahan Tambahan Makanan

Sesuai dengan SNI

8 Cemaran logam

8.1 Timbal mg/kg Maks 2,0

8.2 Tembaga mg/kg Maks 20,0

8.3 Seng mg/kg Maks 40,0

8.4 Timah mg/kg Maks 40,0

8.5 Raksa mg/kg Maks 0,03

9 Cemaran Arsen mg/kg Maks 1,0

10 Cemaran Mikroba

10.1 Angka Lempeng Total koloni/g Maks 1 x 105

10.2 Bekteri bentuk koli APM/g Maks 10

10.3 E. Coli APM/g <3

10.4 Enterococci koloni/g Maks 1 x 103

10.5 Clostridium perfingens koloni/g Maks 1 x 102

10.6 Salmonella - Negatif

10.7 Staphylococcus aureus koloni/g Maks 1 x 102

Sumber : Standar Nasional Indonesia, 1995

5

Pada pembuatan bakso daging, kesegaran dan jenis daging sangatlah

mempengaruhi mutu dari bakso tersebut. Oleh karena itu, digunakan jenis daging

yang baik dan bermutu tinggi. Sebaikknya dipilih jenis daging yang masih segar,

berdaging tebal, dan tidak banyak lemak sehingga rendemennya tinggi. Selain itu,

cara pengolahan bakso juga sangat mempengaruhi mutu bakso yang dihasilkan,

misalnya jika lemak atau kulit terambil, warna bakso yang dihasilkan kotor atau

agak abu-abu (Wibowo, 1995).

Bakso terdiri dari dua yaitu bakso langsung konsumsi atau bakso dengan

penyimpanan. Bakso langsung dikonsumsi adalah bakso yang dimasak dengan air

panas dan kemudian dijual langsung ke konsumen pada hari yang sama di pasar

tanpa dikemas sedangkan bakso dengan penyimpanan adalah bakso yang

didinginkan, dikemas vakum kemudian dijual di refigerator toko-toko ataupun

yang disimpan dalam suhu ruang. Sejumlah besar bakso dijual dalam keadaan

dikemas vakum dan dibekukan. (Feiner, 2006).

Bakso yang tidak dikemas kadang-kadang dicelupkan dalam larutan yang

mengandung benzoat atau sorbat, yang melapisi permukaan dan bertindak sebagai

pengawet, akan tetapi penyimpanan yang terlalu lama dapat menurunkan kualitas

dari produk yang dibekukan. Bakso yang dikemas vakum sering diperoleh pada

swalayan atau mini market dengan menggunakan berbagai macam bahan

pengemasan yang dibuat untuk mempertahankan kualitas bakso kemasan tersebut.

Kualitas bakso dipengaruhi oleh beberapa kriteria , mulai dari penyediaan bahan

baku sampai dengan proses pengolahan menjadi bola-bola bakso, (Feiner, 2006).

6

Tinjauan Umum Kayu Secang

Secang (Caesilpinia sappan L.) merupakan tumbuhan perdu yang berduri

banyak, dengan tinggi 5 sampai 10 m. Tumbuhan ini umumnya tumbuh pada

pegunungan yang berbatu tetapi beriklim tidak terlalu dingin. Akar secang

berserabut dan berwarna gelap. Bagian batang secang dapat mencapai diameter 14

cm berwarna coklat keabuan (Heyne, 1987). Secang dikenal dengan berbagai

nama, seperti seupeueng, (Aceh), sepang (Gayo), sopang (Toba), lacang

(Minangkabau), secang (Sunda), secang (Madura), sepang (Sasak), supa (Bima),

sepel (Timor), hape (Sawu), hong (Alor), sepe (Roti) sema (Manado), dolo (Bare),

sapang (Makassar), sepang (Bugis), sepen (Halmahera selatan), savala (

Halmahera utara), dan suou (Jepang).

Kayu Secang merupakan tanaman yang telah lama dimanfaatkan sebagai

tanaman obat. Di Indonesia, kayu secang dimanfaatkan sebagai pewarna merah

minuman. Biji tumbuhan ini berfungsi sebagai bahan sedatif, kayu dan batangnya

dapat mengobati TBC, diare, dan disentri, sedangkan daun-daunnya dapat

dimanfaatkan untuk mempercepat pematangan buah pepaya dan mangga

(Adawiyah et. al., 2003). Kayu secang juga berkhasiat mengaktifkan aliran darah,

melarutkan gumpalan darah, mengurangi bengkak (swelling), meredakan nyeri

(analgesik), menghentikan perdarahan, antiseptic dan masih banyak kandungan

dari kayu secang yang dapat dimamfaatkan terutama dalam pengobatan

(Dalimartha, 2009).

Menurut Safitri (2002), ekstrak kayu secang mengandung lima senyawa

aktif jenis flavonoid yang berfungsi sebagai antioksidan. Asam lemak tidak jenuh

7

sangat rentan terhadap reaksi oksidasi, terutama reaksi autooksidan. Reaksi ini

meliputi tiga tahap reaksi oksidasi, yaitu tahap inisiasi, propogasi, dan terminasi.

Menurut Hariana, (2006) Kandungan kimia kayu secang ada 4 yang sangat

penting yaitu sebagai berikut.

1. Brazilin merupakan kristal berwarna kuning, akan tetapi jika teroksidasi akan

menghasilkan senyawa brazilein (C16H12O5) yang berwarna merah. Brazilien

merupakan senyawa antioksidan yang mempunyai katekol dalam struktur

mempunyai efek melindungi tubuh dari keracunan akibat radikal kimia.

Brizilien mempunyai efek anti-inflamasi dan anti bakteri.

2. Flavonoid merupakan golongan senyawa bahan alam dari senyawa fenolik

yang banyak merupakan pigmen tumbuhan. Fungsi kebanyakan flavonoid

dalam tubuh manusia adalah sebagai antioksidan. Antioksidan melindungi

jaringan terhadap kerusakan oksidatif akibat radikal bebas yang berasal dari

proses-proses dalam tubuh atau dari luar.

3. Tanin adalah komponen zat organik yang sangat kompleks dan terdiri dari

senyawa fenolik yang mempunyai berat molekul 500-3000 serta dapat bereaksi

dengan protein. Tanin bersifat sebagai antibakteri dan astringent atau

menciutkan dinding usus yang rusak karena asam atau bakteri.

4. Senyawa fenolik merupakan senyawa yang banyak ditemukan pada tumbuhan.

Fenolik memiliki cincin aromatik satu atau lebih gugus hidroksi (OH) dan

gugus – gugus lain penyertanya. Senyawa ini diberi nama berdasarkan nama

senyawa induknya, fenol. Senyawa fenol kebanyakkan memiliki gugus

hidroksil lebih dari satu sehingga disebut polifenol. Pada industri makanan dan

8

minuman, senyawa fenolik berperan dalam memberikan aroma yang khas

pada produk makanan dan minuman, sebagai zat pewarna makanan dan

minuman, dan sebagai antioksidan. Pada industri farmasi dan kesehatan,

senyawa ini banyak digunakan sebagai antioksidan, antimikroba, antikanker

dan lain-lain, contohnya obat antikanker (podofilotoksan), antimalaria

(kuinina) dan obat demam (aspirin).

Pada penelitian (Suryo, 2011) menyatakan secang yang ditambahkan pada

pembuatan sosis sapi mempengaruhi karakteristik sosis sapi dari aktivitas

antioksidan, total fenol dan karakteristik sensori yang dihasilkan. Secang yang

digunakan sebagai antioksidan alami pada penelitianya dari dua variasi, yaitu

ekstrak secang cair dan bubuk ektrak secang, dimana pada pengujian

antioksidan menujukkan bahwa penambahan ekstrak secang cair berpengaruh

terhadap aktivitas antioksidan dimana semakin besar konstentrasi ekstrak

secang yang digunakan dalam adonan sosis sapi maka semakin tinggi aktivitas

antioksidannya. Berbeda dengan penambahan ekstrak secang bubuk yang

mempunyai aktivitas antioksidan lebih kecil daripada penambahan ekstrak

secang cair. Ekstrak kayu secang bubuk memiliki nilai antioksidan yang tinggi,

artinya nilai aktivitas ekstrak kayu secang bubuk sebaiknya digunakan pada

produk pangan.

9

Tinjauan Umum Penyimpanan

Penyimpanan adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk menahan atau

menunda suatu barang sebelum dipakai tanpa mengubah bentuk barang tersebut

(Winarno dan Laksmi, 1974). Tujuan dari penyimpanan tersebut adalah untuk

menjaga dan mempertahankan mutu dan komoditi yang disimpan dengan

cara menghindari, mengurangi dan menghilangkan berbagai faktor yang dapat

menurunkan kualitas dan kuantitas komoditi (Soesarsono, 1988).

Keterbatasan dalam mengkonsumsi habis produk pangan adalah salah

satu faktor dilakukan penyimpanan produk agar dapat dikonsumsi lagi pada saat

diperlukan. Akan tetapi, masalah yang kemudian yang akan terjadi adalah bahwa

penyimpanan yang terlalu lama dapat menurunkan mutu bahan makanan (Hall,

1970).

Penyimapanan bakso di suhu ruang maupun secara beku akan

menyebabkan beberapa perubahan antara lain oksidasi lemak. Secara umum,

oksidasi adalah reaksi yang terjadi antara oksigen dengan ikatan ganda pada

asam lemak. Oksidasi lemak meliputi tiga tahapan mekanisme radikal bebas,

yaitu inisiasi, propogasi, dan terminasi. Inisiasi meliputi pembentukan radikal

bebas dari lemak melalui katalis, seperti panas, ion logam, dan iradiasi. Radikal

bebas yang terbentuk ini kemudian bereaksi dengan oksigen dan membentuk

radikal peroksil. Selama proses propogasi, radikal peroksil tersebut bereaksi

dengan molekul lemak lain untuk membentuk hidroperoksida dan radikal bebas

yang baru. Terminasi akan terjadi ketika pembentukan radikal bebas tersebut

saling berinteraksi membentuk produk non-radikal (Halminton, 1983).

10

Prinsip dasar penyimpanan pada suhu rendah adalah menghambat

pertumbuhan mikroba dan reaksi-reaksi enzimatis, kimiawi serta biokimiawi.

Penyimpanan dengan suhu rendah dibedakan antara pendinginan dan pembekuan.

Pendinginan atau refrigerasi ialah penyimpanan dengan suhu rata-rata yang

digunakan masih di atas titik beku bahan, biasanya antara –1oC sampai 4oC.

Pembekuan atau freezing ialah penyimpanan di bawah titik beku bahan, jadi

bahan disimpan dalam keadaan beku biasanya pada suhu antara –12oC sampai –

24oC (Mokhtar et. al., 2014).

Penggunaan suhu rendah dapat digunakan untuk mempertahankan sifat

segar bakso. Meskipun tetap masih terjadi perubahan-perubahan, tetapi perubahan

tersebut tidak begitu berarti jika dibandingkan dengan penyimpanan pada suhu

kamar atau pada suhu tinggi.

Perubahan-perubahan sifat ini bukan tidak disengaja atau tanpa tujuan

tetapi kebanyakan memang ditujukan untuk mendapatkan sifat optimal yang

disukai. Perubahan-perubahan tersebut meliputi (Mokhtar et. al., 2014):

1. Perubahan sifat fisik

Terbentuknya kristal es, Perubahan struktur dan tekstur bakso dan

Perubahan pada jaringan daging bakso

2. Perubahan sifat kimiawi

Perubahan pada protein daging (perubahan pada protein miofibrilar dan

perubahan pada protein sarkoplasma), Perubahan lemak, Perubahan enzim dan

Perubahan pH bakso.

11

3. Perubahan kandungan air bakso.

4. Perubaan warna bakso selama pembekuan.

Lama penyimpanan mempengaruhi terjadinya ketengikan pada makanan.

Hal ini dikarenakan semakin lama disimpan maka semakin tinggi pula nilai TBA

yang dihasilkan. Peningkatan nilai TBA terjadi karena pada proses penyimpanan

dalam waktu yang relatif lama sehingga memicu terjadinya reaksi oksidasi

lemak. Menurut Febrina (2012) yang menyatakan bahwa nilai rata-rata TBA

berpengaruh dengan lama penyimpanan yang disebabkan oleh perolehan fisik

daging yang mengalami proses oksidasi lemak yang dapat meningkatkan nilai

TBA. Batas ambang nilai TBA yaitu 1-2 mg/kg.

Aktifitas mikroba selama penyimpanan mengakibatkan terjadinya

dekomposisi senyawa kimia yang dikandung daging, khususnya protein akan

dipecah menjadi senyawa yang lebih sederhana dan apabila proses ini berlanjut

terus akan menghasilkan senyawa yang berbau busuk, seperti indol, skatol,

merkaptan, amin-amin dan H2S yang dapat menyebabkan ketengikan pada produk

daging pada masa penyimpanan (White, 1972; Frazier dan Westhoff, 1981).

Pendinginan atau refrigerasi ialah penyimpanan dengan suhu rata-rata yang

digunakan masih di atas titik beku bahan. Kisaran suhu yang digunakan biasanya

antara – 1oC sampai + 4oC. Pada suhu tersebut, pertumbuhan bakteri dan proses

biokimia akan terhambat. Pendinginan biasanya akan mengawetkan bahan pangan

selama beberapa hari atau beberapa minggu, tergantung kepada jenis bahan

pangannya. Pendinginan yang biasa dilakukan adalah dalam lemari es yang

mempunyai suhu –2oC sampai + 16Oc (Mokhtar et. al., 2014).

12

Tinjauan Umum Antioksidan

Menurut Fenneme, (1985) dalam Priatna, (1992) antioksidan merupakan

senyawa yang digunakan untuk mencegah atau mengurangi kecepatan oksidasi

lemak. Antioksidan yang digunakan pada bahan pakan harus memenuhi syarat-

syarat sebagai berikut (Priatna, 1992) :

1) Dapat aktif pada konsentrasi rendah,

2) Tidak menimbulkan keracunan,

3) Tidak menimbulkan perubahan bau, rasa dan warna pada

bahan pakan,

4) Mudah dicampur kedalam bahan,

5) Mudah diperoleh dan murah,

6) Mudah dideteksi, diidentifikasi maupun diukur.

Fungsi utama antioksidan yaitu digunakan untuk memperkecil terjadinya

proses oksidasi lemak dan minyak, memperkecil terjadinya proses kerusakan

dalam makanan, memperpanjang masa pemakaian dalam industri makanan,

meningkatkan stabilitas lemak yang terkandung dalam makanan. Antioksidan

dikelompokan menjadi dua yaitu, antioksidan primer dan antioksiden sekunder.

Antioksidan primer adalah suatu zat yang dapat menghentikan reaksi

berantai pembentukan radikal yang melepaskan hidrogen. Zat-zat yang termasuk

golongan ini dapat berasal dari alam dan buatan. Antioksidan alam antara lain

tokoferol, lesitin, gosipol dan asam askorbat. (Tahir dkk 2003).

Antioksidan adalah senyawa yang dapat memperlambat proses oksidasi

lipid. Antioksidan alami dan sintetis banyak digunakan dalam Ritonang, S.N.,

13

dkk., pengolahan bahan makanan (Afrianti, 2010). Dalam industri pengolahan

daging, antioksidan sintetik, seperti butylated hydroxytoluene (BHT) dan

butylated hydroxyanisole (BHA), sering digunakan untuk menghambat

pembentukan radikal bebas dan mencegah oksidasi lipid otomatis dan

pembusukan makanan. Dalam beberapa tahun terakhir banyak negara (Jepang

dan beberapa negara Eropa) telah menekan penggunaan antioksidan sintetis

karena potensi toksisitas dan karsinogenik (Tang et. al., 2001).

14

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari hingga Februari 2017 di

Laboratorium Daging dan Telur Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan

Universitas Hasanuddin, Makassar.

Alat dan Bahan

Penelitian ini menggunakan daging dari jenis otot Longissimus dorsi (has

luar) sapi Bali jantan umur 2,5 - 3 tahun sebanyak 3 kg yang diperoleh dari RPH

Tamarunang Kabupaten Gowa dan kayu secang diperoleh dari pasar

Sungguminasa. Bahan untuk pembuatan ekstrak kayu secang adalah kayu secang,

air, maltodekstrin, dan kertas saring sedangkan untuk pembuatan bakso adalah

tepung tapioka sebagai bahan pengisi, garam, es batu, bahan perasa (merica dan

bawang putih).

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah peralatan untuk membuat

bakso seperti food processor, kompor, panci perebusan, baskom, pisau dan untuk

pembuatan ekstrak secang dibutuhkan pisau, oven, dan blender. Alat untuk

pembuatan ekstrak kayu secang adalah pisau, blender, waterbath, stopwatch, dan

wadah. Alat untuk analisis adalah: alat-alat gelas, plastik klip, pH meter, dan

waterbath. Alat untuk uji TBA waterbath, labu khjedhal, pisau, kompor

15

listrik, spoit, tabung reaksi, rak tabung, plastik klip, blender, mikropipet, dan

spektrofotometer.

Rancangan penelitian

Penelitian ini disusun berdasarkan Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola

faktorial 3 x 3 dengan ulangan sebanyak 3 kali.

Faktor A adalah bentuk ekstrak kayu secang terdiri dari :

A0 = tanpa penambahan ekstrak kayu secang (dari berat daging)

A1 = 3% ekstrak kayu secang cair ( dari berat daging)

A2 = 3% ekstrak kayu secang bubuk (dari berat daging)

Faktor B adalah masa penyimpanan terdiri dari :

B0 = penyimpanan 0 hari

B1 = penyimpanan 7 hari

B2 = penyimpanan 14 hari

Prosedur Penelitian

1. Pembuatan ekstak kayu secang cair

Kayu secang dicuci bersih lalu ukuran diperkecil dengan pemotongan

kemudian diblender hingga halus. Serbuk kayu secang yang telah halus kemudian

dimasukkan ke air yang telah panas dan mencapai suhu 90oC. Perbandingan

serbuk kayu secang dengan air adalah 1 mg kayu secang : 5 ml air. Serbuk

direbus selama 20 menit lalu didiamkan selama 24 jam. Hasil perebusan

kemudian disaring menggunakan kertas saring.

2. Pembuatan tepung ekstrak kayu secang

16

ekstrak kayu secang sebanyak 1 ml ditambahkan dengan 1 mg

maltodekstrin. Ekstrak secang cair dan maltodekstrin dicampurkan hingga rata

kemudian disebar pada wadah dengan permukaan rata. Campuran kayu secang

dan maltodekstrin yang telah dicampurkan kemudian dikeringkan menggunakan

oven pada suhu 75oC selama 48 jam. Setelah pengeringan selesai ekstrak

dihaluskan menggunakan blender dan diayak.

3. Persiapan bahan

Daging sapi dibuang lemak dan jaringan ikatnya. Setelah itu daging

ditimbang untuk pengukuran adonan.

4. Penggilingan

Daging sapi dipotong kecil-kecil untuk memudahkan dalam proses

penggilingan. Daging tersebut digiling bersama es batu dengan ukuran setengah

dari jumlah formulasi dan garam 3 – 5% serta tepung ekstrak kayu secang 0%,

3%, bubuk dan 3% cair dari berat daging.

5. Pencampuran

Daging digiling kembali dengan penambahan tepung kanji, es batu dan

bumbu-bumbu.

6. Pencetakan

Adonan yang telah siap, dicetak menjadi bentuk bulatan-bulatan.

7. Perebusan/pemasakan

Proses pemasakan dilakukan dengan cara bulat-bulatan adonan bakso

ditampung di dalam waterbath yang berisi air dengan suhu berbeda 700C selama

15 menit.

17

8. Penyimpanan

Bakso yang telah direbus kemudian dilakukan penyimpanan selama 0, 7, dan

14 hari di freezer.

9. Thawing

10. Pengukuran parameter

Susut Masak (%)

Prosedur pengujian susut masak dapat dilakukan dengan cara sampel

sebanyak 20 gr dibungkus dengan plastik klip kemudian dimasukkan ke dalam

gelas ukur dan dimasak menggunakan waterbath selama 15 menit dengan suhu

70oC. Setelah perebusan selesai sampel dikeluarkan dan didinginkan. Setelah

sampel dikeluarkan dari plastik dan sisa air yang menempel dipermukaan daging

dikeringkan dengan menggunakan kertas hisap tanpa dilakukan penekanan.

Selanjutnya sampel ditimbang (Soeparno, 2005). Dengan rumus :

Berat susut masak =

x 100%

Daya Putus Bakso (Kg/cm²)

Pengukuran daya putus bakso menggunakan alat CD-Shear Force untuk

melihat daya putus bakso yang dinyatakan dalam satuan kg/cm2. Pengukuran ini

dilaksanakan setelah proses pemasakan. Bakso segar terlebih dahulu dimasak

pada suhu 70oC selama 15 menit kemudian dilakukan pengujian. Semakin rendah

nilai daya putus bakso, menunjukkan bakso tersebut semakin empuk, sebaliknya

semakin tinggi nilai daya putus daging maka semakin alot (Abustam, 2010).

Pengujian TBA

18

Parameter yang diamati pada penelitian ini adalah uji ketengikan (TBA). Uji

ketengikan dilakukan pada setiap sampel yang telah diberi perlakuan maupun

dengan kontrol yaitu menggunakan analisis intensitas ketengikan melalui metode

Thiorbarbituric Acid Reactive Subtances (TBARS) yang dinyatakan dalam

jumlah mg Malonaldehyde/kg sampel dalam unit awal. Uji ketengikan diukur

dengan penempatan bilangan TBA (Thiorbarbituric Acid). Prosedur

pengukurannya sebagai berikut (Apriyantono, 1989) :

1. 10 g daging sapi dari tiap sampel, ditimbang lalu dimasukan ke

waring blender, setelah itu ditambahkan 50 ml akuades dan dihancurkan

selama 2 menit.

2. Secara kuantitatif dipindahkan ke dalam labu destilasi dicuci dengan 47,5

ml akuades dan ditambahkan 2,5 HCl 4 M.

3. Destilasi dijalankan dengan pemanasan tinggi hingga diperoleh 50 ml

destilat.

4. Destilat yang diperoleh diaduk rata, kemudian dipipet 5 ml destilat

kedalam tabung reaksi tertutup

5. 5 ml pereduksi TBA (Thiorbarbituric Acid) ditambahkan lalu ditutup hingga

terampur secara merata dan dipanaskan selama 35 menit pada suhu 75° C di

waterbath.

6. Blangko dibuat menggunakan 5 ml akuades dan 5 ml pereaksi, dilakukan

seperti penetapan sampel.

7. Tabung reaksi didinginkan dengan air pendingin selama 10 menit. Lalu

diukur absorbasinya (D) pada panjang gelombang 528 nm dengan larutan

19

blangko sebagai titik nol dan digunakan sampel sel berdiameter 1 cm.

Bilangan TBA (Thiorbarbituric Acid) dinyatakan dalam mg malonaldehid

per kg sampel (Bilangan TBA = 7,8 D)

Bilangan TBA dapat diketahui dengan rumus :

Perhitungan bilangan TBA dalam sampel dilakukan melalui persamaan

sebagai berikut:

Bilangan TBA = 7.8 x A528

mg malonaldehid per kg sampel

=

Keterangan :

TBA = Thiobarbiturid Acid (mg malonaldehid per kg sampel)

A52 = Nilai absorbansi pada 528 nm

20

Diagram alir pembuatan bakso daging spi dengan penambahan ekstrak kayu

secang ditampilkan pada bagan sebagai berikut:

Pemisahan daging sapi

dengan lemak

Penimbangan bahan-

bahan

Grinding daging

Pencampuran bahan

Penambahan ekstrak

kayu secang

Penggilingan

Daya putus bakso dan Susuk

masak

Cair

Bubuk

Pencetakan bakso

Penyimpanan

Pengujian sampel

TBA

(Thiorbarbituric Aci

21

Gambar 2: Diagram Alir Prosedur Peneltian

Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis ragam berdasarkan rancangan acak lengkap

(RAL) pola faktorial 3 x 3 dengan 3 kali ulangan. Analisis ragam tersebut

didasarkan pada model matematika rancangan yang digunakan, sebagai berikut :

Yijk = + Ai + Bj + (AB)ij + ijk

i = 1,2,3, (Faktor a)

j = 1,2,3 (Faktor b)

k = 1,2,3 (Ulangan)

Keterangan :

Yijk : Nilai pengamatan pada faktor bentuk ekstrak secang ke-i, masa

penyimpanan ke-j, dan pada ulangan ke-k.

µ : Nilai tengah umum

Ai : Pengaruh faktor bentuk ekstrak secang ke-i

Bj : Pengaruh faktor masa penyimpanan ke-j

(AB)ij : Interaksi antara faktor bentuk ekstrak secang ke-i dan masa

penyimpanan ke-j

єijk : Pengaruh galat faktor bentuk ekstrak secang ke-i dan masa

penyimpanan ke-j pada ulangan ke-k.

Selanjutnya dilakukan pengolahan data menggunakan program SPSS 16.

Kemudian apabila perlakuan menunjukkan pengaruh maka dilanjutkan dengan uji

LSD (Gasperz, 1991).

22

HASIL DAN PEMBAHASAN

Nilai TBA (Thiobarbituric acid)

Hasil penelitian mengenai pengaruh penambahan ekstrak kayu secang pada

bentuk berbeda (bubuk dan cair) dan lama penyimpanan terhadap rata-rata TBA

bakso daging sapi disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Nilai Rata-Rata TBA (mg malonaldehida/Kg) Bakso Daging Sapi dengan

Penambahan Ekstrak Kayu Secang pada Bentuk Berbeda serta Lama

Penyimpanan

Bentuk Ekstrak

Kayu Secang

Lama Penyimpanan (Hari)

Rata-Rata

0 7 14

Kontrol 0,033±0,002 0,036±0,002 0,044±0,003 0,037±0,005a

Bubuk 0,015±0,004 0,017±0,000 0,019±0,007 0,017±0,004b

Cair 0,011±0,007 0,013±0,008 0,016±0,001 0,013±0,006b

Rata-Rata 0,020±0,011a

0,022±0,011ab

0,026±0,014b

Keterangan : Superskrip yang berbeda pada baris dan kolom yang sama

menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P˂0,01).

Analisis ragam (Lampiran 1) menunjukkan bahwa penambahan ekstrak

kayu secang berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap nilai TBA bakso daging

sapi. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa nilai rata-rata TBA bakso

tanpa penambahan ekstrak kayu secang pada Tabel 2, lebih rendah dibandingkan

dengan penambahan ekstrak kayu secang (bubuk dan cair ). Pemberian ekstrak

kayu secang cair memiliki nilai TBA yang lebih rendah dikarenakan kandungan

23

senyawa antioksidan yang lebih tinggi pada kayu secang. Proses pengeringan

dengan menggunakan oven pada pembuatan ekstrak bubuk menyebabkan

terjadinya pelepasan senyawa antioksidan didalamnya. Senyawa tersebut antara

lain flavonoid, fenol dan brazelin. Menurut Rivai et al., pengeringan

menyebabkan penurunan yang nyata terhadap perolehan ekstraktif, kadar senyawa

fenolat dan aktivitas antioksidan dibandingkan tanpa melalui proses pengeringan.

Hasil uji menujukkan kontrol dan penambahan bentuk berbeda

menghasilkan nilai TBA 0,017 (mg malonaldehida/kg) dan ekstrak secang cair

nilai TBA 0, 013 (mg malonaldehida/kg) memiliki nilai TBA yang tidak jauh

berbeda dibanding dengan tanpa penambahan nilai TBA yang dihasilkan 0,037

(mg malonaldehida/kg). Hal ini menandakan bahwa Ekstrak kayu secang sebagai

antioksidan alami yang mampu menghambat terjadinya oksidasi. Oksidasi terjadi

pada saat komponen-komponen yang terkadung di dalam daging terjadi kontak

dengan ion logam selama penggilingan sehingga terbentuk radikal bebas yang

nantinya membentuk oksidasi. Sudarsono dkk, (2002) menyatakan kayu secang

mengandung antioksidan, kandungan kimia kayu secang antara lain brazilin,

alkaloid, flavonoid, saponin, tanin, fenil propana, steroid, dan minyak atsiri,

senyawa flavonoid mempunyai fungsi dalam tubuh manusia sebagai antioksidan.

Senyawa flavonoid merupakan bagian dari senyawa polifenol yang bersifat

sebagai antioksidan. Dianasari (2009) menyatakan bahwa ekstrak polifenolik dari

tanaman dapat berperan sebagai penangkap radikal bebas. Melihat nilai rata-rata

TBA menujukkan bahwa penambahan ekstrak secang bubuk berpengaruh

menghasilkan nilai aktivitas antioksidan yang tinggi. Sejalan dengan penelitian

24

Mostafa et al. (2005) yang menyatakan bahwa semakin besar penambahan ekstrak

tanaman tropis seperti kayu secang maka semakin tinggi aktivitas antioksidan.

Ekstrak kayu secang (Caesalpinia sappan L. ) hasil penapisan mengandung lima

senyawa aktif yang terkait dengan flavoniod baik sebagai antioksidan primer

maupun antioksidan sekunder.

Analisis ragam (Lampiran 1) menunjukkan bahwa lama penyimpanan

berpengaruh sangat nyata (P<0,05) terhadap TBA bakso daging sapi. Berdasarkan

hasil penelitian nilai rata-rata Tabel 1 penyimpanan 0 hari dan 7 hari memiliki

nilai TBA yang sama, namun pada penyimpanan 7 hari dan 14 hari tidak berbeda

nyata. Pada penyimpanan 0 hari nilai TBA 0,020 (mg malonaldehida/kg). Pada

penyimpanan 7 hari nilai TBA meningkat menjadi 0,022 (mg malonaldehida/kg)

dan menjadi 0,026

(mg malonaldehida/kg) pada penyimpanan hari ke 14.

Penyimpanan akan berpengaruh terhadap nilai TBA seiring dengan waktu

penyimpanan. Semakin lama penyimpanan maka semakin tinggi niali TBA,

karena selama penyimpanan beku terjadi pembetukan kristal es. Ekstrak Kayu

secang dikenal sebagai sumber komponen antioksidan yang tinggi baik digunakan

sebagai bahan pengawet sebuah produk, karena mampu menekan terjadinya

oksidasi lemak pada saat penyimpanan (Safitri,2002). Selama penyimpanan

antioksidan yang terdapat dalam ekstrak kayu secang berikatan dengan senyawa

peroksida yang dihasilkan dari proses oksidasi lemak yang dihasilkan dari proses

oksidasi lemak yang menyebabkan terbentuknya senyawa yang stabil dan tidak

reaktif. Akibatnya pembentukan senyawa hidroperoksida yang menyebabkan

ketengikan pada bakso daging sapi dapat dihambat dengan rendahnya nilai TBA.

25

Sesuai pendapat Winarno (2007) reaksi oksidasi dimulai dengan pembentukan

radikal bebas asam lemak. Radikal ini dengan oksigen membentuk peroksida aktif

yang dapat membentuk hidroperoksida yang bersifat sangat tidak stabil dan

mudah pecah menjadi senyawa rantai karbon yang lebih pendek seperti asam-

asam lemak, aldehid-aldehid dan keton yang bersifat volatil dan menimbulkan

ketengikan.

Kerusakan asam lemak tak jenuh selama penyimpanan akan menyebabkan

ketengikan ditandai dengan meningkatnya jumlah bilangan TBA selama

penyimpanan. Namun dengan penambahan ekstrak secang yang mengandung

senyawa antioksidan, mampu menurunkan bilangan TBA selama penyimpanan.

Seperti dikemukakan oleh Pereira et. al. (2011) fenolik antioksidan tidak bekerja

sebagai oksigen peredam, melainkan untu k mencegah pembentukan radikal bebas

lemak, yang bereaksi dengan oksigen selama proses lipid oksidasi sehingga

menunda terjadinya proses autooksidatif pada lemak. Semakin lama penyimpanan

bakso maka nilai aktivitas antioksidan bakso akan meningkat.

Analisis ragam (Lampiran 1) menujukkan bahwa interaksi antara

penambahan ekstrak kayu secang pada bentuk berbeda dan lama penyimpanan

tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap nilai TBA bakso daging sapi. Hal ini

menunjukkan bahwa pengaruh penambahan ekstrak kayu secang terdapat respon

yang sama pada tiap penyimpanan. Bentuk ekstrak kayu secang bubuk dan cair

tidak mampu bertahan lama sehingga tidak terjadi interaksi antara penamabahan

bentuk bubuk dan cair.

26

Susut masak Bakso Daging Sapi (cooking loss)

Hasil penelitian mengenai karakteristik susut masak bakso daging sapi

dengan penambahan ekstrak kayu secang pada penyimpanan berbeda terhadap

susut masak bakso daging sapi dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Nilai Rata-Rata Susuk Masak Bakso (%) Daging Sapi dengan

Penambahan Ekstrak Kayu Secang pada Bentuk Berbeda serta Lama

Penyimpanan

Bentuk Ekstrak

kayu secang

Lama Penyimpanan (Hari)

Rata-Rata

0 7 14

Kontrol 2,61±0,09 2,40±0,10 2,43±0,13 2,48±0,44c

Bubuk 1,67±0,16 1,63±0,16 1,40±0,12 1,57 ±0,36

a

Cair 2,43±0,12 2,09±0,23 2,08±0,23 2,2±0,47b

Rata-Rata 2,24 ±0,13

b 2,04

±0,18

a 1,97

±0,22

a

Keteranan : Superskrip yang berbeda pada baris dan kolom yang sama

menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P˂0,01).

Analisis ragam (Lampiran 2) menunjukkan bahwa bentuk ekstrak kayu

secang berpengaruh sangat nyata (P< 0,01) terhadap susut masak bakso daging

sapi. Berdasarkan nilai rata-rata pada tabel 3 nilai susut masak cenderung

menurunan seiring dengan perubahan bentuk ekstrak kayu berbeda (cair dan

bubuk). Hal ini memperlihatkan bahwa penambahan bentuk bubuk ekstrak kayu

secang mampu menurunkan nilai susuk masak lebih baik dibanding bentuk cair

dan tanpa penambahan ekstrak kayu secang. Hal ini disebabkan karena ekstrak

kayu secang cair mengikat air lebih tinggi dibandingkan dengan ekstrak secang

bubuk. Susut masak berkaitan erat dengan DIA, dimana DIA yang rendah akan

menghasilkan susut masak tinggi. Hal ini sesuai pendapat Soeparno (2005)

27

menyatakan bahwa susut masak daging sapi dipengaruhi oleh daya ikat air dan

kadar air. Semakin tinggi daya ikat air, maka persentase susut masak daging sapi

semakin rendah. Terjadinya penurunan susut masak bakso daging sapi diduga

karena daging sapi mampu meningkatkan kandungan protein pada bakso,

sehingga jumlah air yang terikat oleh protein semakin tinggi dan mengakibatkan

susut masak semakin menurun. Penelitian Sunarlim (1992), menjelaskan jika

susut masak rendah maka mempunyai kualitas yang relatif lebih baik daripada

susut masak yang lebih besar, karena kehilangan nutrisi selama pemasakan.

Persentase susut masak bakso yang rendah memiliki kualitas nutrisi yang

lebih baik dibanding persentase susut masak bakso yang tinggi. Sesuai pendapat

Komariah (2009), menyatakan bahwa susut masak yang rendah mempunyai

kualitas yang relatif lebih baik dibanding dengan persentase tinggi, hal ini karena

kehilangan nutrisi selama proses pemasakan akan lebih sedikit. Nilai susut masak

yang dihasilkan tersebut termasuk normal, hal ini sesuai dengan pendapat

Soeparno (2005), menyatakan bahwa umumnya nilai susut masak daging sapi

bervariasi antara 1,5- 54,5 % dengan kisaran 15-40 %. Besarnya nilai susut masak

bakso daging sapi dipengaruhi oleh nilai pH bakso tersebut. Hal ini diperkuat oleh

Soeparno (2005), bahwa nilai susut masak sangat dipengaruhi oleh nilai pH

daging, apabila nilai pH lebih tinggi atau lebih rendah dari titik isoelektrik (5,0-

5,1), maka nilai susut masak daging tersebut akan rendah. Menurut Soeparno

(2005), kandungan susut masak yang rendah akan membuat kualitas bakso daging

sapi menjadi baik. Menurut Shanks et al. (2002), besar-nya susut masak

28

dipengaruhi oleh banyaknya kerusakan membran seluler, banyaknya air yang

keluar dari daging, degradasi protein dan kemampuan daging untuk mengikat air.

Analisis ragam (Lampiran 2) menunjukkan bahwa lama penyimpanan

berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap susut masak bakso daging sapi.

Berdasarkan nilai rata-rata pada tabel 1 nilai susut masak mengalami penurunan

seiring dengan perubahan waktu penyimpanan (7 dan 14 hari). Penyimpanan pada

suhu beku mampu menghamt reaksi-reaksi enzimatis, kimiawi, dan bikomiawi

pada bakso, sehingga pada penyimpanan beberapa hari terjadi pembentukan

kristal es sehingga mampu menurunkan nilai susut masak bakso daging sapi, hal

ini dikarenakan semakin lama penyimpanan maka semakin tinggi kemampuan

bakso daging untuk mengikat air sehingga peresentase nilai susut masak menurun

seiring dengan lama penyimpanan. Menurut Lawrie (1985) daya mengikat air

daging sangat mempengaruhi cooking loss daging, dimana daya mengikat air yang

tinggi akan mengurangi terjadinya penyusutan selama daging dimasak.

Analisis ragam (Lampiran 2 ) menujukkan bahwa interaksi antara tingkat

pemberian ekstrak kayu secang pada bentuk berbeda dan lama penyimpanan tidak

berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap susut masak bakso daging sapi. Hal ini

menujukkan bahwa pengaruh penambahan bentuk berbeda ekstrak kayu secang

terdapat respon yang sama pada tiap waktu penyimpanan terhadap susut masak.

Bentuk bubuk dan cair hanya mampu bertahan diawal proses penyimpanan

sehingga tidak terajdi interaksi pada lama penyimpanan.

29

Daya Putus Bakso Daging Sapi (DPB)

Hasil penelitian mengenai pengaruh bentuk berbeda ekstrak kayu secang

(bubuk dan cair) dan lama penyimpanan terhadap rata-rata daya putus bakso

disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Nilai Rata-Rata Daya Putus Bakso (kg/cm²) Bakso Daging Sapi dengan

Penambahan ekstrak kayu secang pada penyimpanan berbeda

Ekstrak kayu

secang

Lama Penyimpanan (Hari)

Rata-Rata

0 7 14

Kontrol 1,43±0,02 1.35±0,01 1.32±0,05 1.37 ±0,05

a

Bubuk 1,36±0,04 1,33±0,03 1,27±0,02 1,32 ±0,05

b

Cair 1,41±0,01 1,32±0,03 1,28±0,01 1.33 ±0,06

b

Rata-Rata 1,4 ±0,04

a 1,33±0,02

b 1,29

±0,03

c

Keterangan : Superskrip yang berbeda pada baris dan kolom yang sama

menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P˂0,01).

Analisis ragam (Lampiran 3) menunjukkan bahwa penambahan ekstrak

kayu secang pada bentuk berbeda berpengaruh sangat nyata (P<0.01) terhadap

daya putus bakso daging sapi. Berdasarkan hasil penelitian nilai rata-rata daya

putus bakso pada tabel 3 mengalami penurunan dengan pemberian bentuk ekstrak

kayu secang berbeda. Bentuk bubuk mengasilkan nilai daya putus bakso (1,32)

dan bentuk cair (1,33) lebih rendah dibanding kontrol (1,37). Penambahan ekstrak

kayu secang pada bentuk bubuk menghasilkan daya putus bakso lebih rendah

dibandingkan dengan penambahan ekstrak cair dan tanpa penambahan ekstrak

bubuk dan cair. Hal ini mengindikasikan bahwa ekstrak kayu secang selain

30

sebagai antioksidan dan antimikroba juga berperan sebagai bahan pengempuk

dengan kandungan fenol yang tinggi pada ekstrak kayu secang tersebut.

Hariana (2006) menyatakan bahwa kandungan tanaman kayu secang

antara lain brazilin dan fenol, kandungan fenol yang tinggi pada kayu secang

mampu melonggarkan daya serat daging. Menurut Natasasmita (1987) komponen

yang mempengaruhi keempukan yaitu jaringan ikat, serat-serat daging dan lemak

intramuskuler (marbling) ditambahakan oleh Soeparno (1992), ada tiga komponen

yang menetukan keempukan daging, yaitu struktur miofibrilar dan status

kontraksinya, kandungan jaringan ikat dan tingkat ikatan silaginya, WHC dan jus

daging (juiciness). Senyawa Fenol kayu secang yang tinggi memiliki gugus

hidroksil lebih dari satu sehingga disebut folifenol yang diduga mampu berikatan

dengan komponen-komponen daging.

Analisis ragam (Lampiran 2) menunjukkan bahwa lama penyimpanan

berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap daya putus bakso daging sapi.

Berdasarkan hasil penelitian nilai yang dihasilkan pada lama penyimpanan

menunjukkan bahwa semakin lama penyimpanan maka nilai daya putus bakso

daging sapi mengalami penurunan yang sangat nyata 0 hari (1.4 kg/cm²) ke

penyimpanan 7 hari (1.33 kg/cm²), Tidak terjadi perbedaan nyata antara

penyimpanan 7 hari (1.33 kg/cm²) dengan penyimpanan 14 hari (1.29 kg/cm²).

Penyimpanan 7 hari mampu meningkatkan keempukan daging yang menandakan

bahwa keempukan daging karena adanya kandungan fenol yang tinggi, Flavonoid

dan Brazillien sebagai antioksidan yang menghambat terjadinya oskidasi protein.

Hal ini sesuai dengan pendapat Wetwitayaklung et. al., (2005) mengungkapkan

31

bahwa kayu secang mengandung senyawa yang aromatik seperti caesalpin J,

Ptotosappin, benzil dihidrobenzofuran yang mampu berikatan dengan enzim-

enzim metabolik. Hal ini menadakan bahwa kandungan fenol selain sebagai

antioksidan dan antimikroba juga dapat berperan sebagai bahan pengempuk

sehingga aktivitas enzim glikolitik dalam proses glikolisis anaerobik terhenti.

Penyimpanan berkaitan erat dengan pH, semakin lama penyimpanan semakin

rendah pH yang dihasilkan. Hal mendukung penelitian Abustam dan Ali (2010)

yang menyatakan bahwa semakin lama penyimpanan semakin semakin rendah pH

yang dihasilkan.

Analisis ragam (Lampiran 3) menunjukkan bahwa interaksi antara

penambahan ekstrak kayu secang pada bentuk berbeda dan lama penyimpanan

tidak berpengaruh nyata (P<,05) terhadap daya putus bakso daging sapi. Hal ini

menujukkan bahwa penambahan ekstrak kayu secang pada bentuk berbeda

terdapat respon yang sama pada tiap waktu penyimpanan. Hal ini disebabkan

karena ekstrak kayu secang cair dan bubuk tidak mampu bertahan lama pada

penyimpanan sehingga tidak terjadi interaksi.

32

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat ditarik

kesimpulan sebagai berikut :

1. Pemberian ekstrak kayu secang pada bentuk cair mampu menghasilkan

nilai TBA yang rendah dan bentuk bubuk menurunkan nilai susut masak

dan daya putus bakso

2. Semakin lama masa penyimpanan maka menurunkan nilai susut masak

serta daya putus bakso dan meningkatkan nilai TBA.

3. Penambahan ekstrak kayu secang pada bentuk berbeda pada tiap masa

penyimpanan memiliki respon yang sama terhadap susut masak, daya

putus, dan TBA bakso daging sapi.

Saran

Disarankan untuk menggunakan ekstrak kayu secang berbentuk bubuk dan

penyimpanan 14 hari.

33

DAFTAR PUSTAKA

Abustam, E., M. Yusuf, M. H. Ali dan F.N, Yuliati. 2013. Karakteristik kualitas

daging sapi bali m. Longissimus dorsi pascapenambahan asap cair

pada konsentrasi dan waktu maturasi yang berbeda. Pros. Seminar

Nasional Peternakan Berkelanjutan 5. Unpad Jatinangor , 12

November 2013. Hal: 277-282.

Abustam, E dan H. M. Ali, 2010. Kemampuan Mengikat Air (Water Holding

Capacity) dan Daya Putus Daging Sapi Bali Prarigor melalui Tingkat

Penambahan Asap Cair. Fakultas Peternakan, Universitas

Hasanuddin. Makassar.

Abustam, E., dan Ali H. M. 2011. Pengaruh jenis otot dan level asap cair terhadap

daya ikat ir dan daya putus daging sapi Bali prarigor. Proc. of Nat.

Sem. On Zootechniques for Indegenenous Resources Development.

ISAA Publication No.1/2012. hal: 233-236.

Abustam, E., Likadja J. C. dan A. Ma’arif. 2009. Penggunaan asap cair sebagai

bahan pengikat pada pembuatan bakso daging sapi Bali. Prosiding

Seminar Nasional Kebangkitan Peternakan. Program Magister Ilmu

Ternak Pasacasarjana Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro.

Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Afrianti, L.H 2010. Pengawetan Makanan Alami dan Sintesis. Alfabeta Bandung

Apriyantono, A., Fardiaz D., N. L. Puspitasari, Sedamawati dan S. Budiyanto

1989. Analisis Pangan. PAU Pangan dan Gizi. IPB Press.

Arief, 2006. Tumbuhan obat dan khasiatnya. Penebar Swadaya : Jakarta Hlm.

Dalimartha, S. 2006. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia. Puspa Swara Jakarta.

Dianasari, N. 2009 Uji Efektivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Kayu Secang

(Caesalpinia sappan L. )terhadap Staphylococcus aureus dan Shigella

dysentriae serta Bioautografinya. Skripsi.Fakultas Farmasi Universitas

Muhammadiayah Surakarta. Surakarta.

34

Febrina, R. N. R. 2012. Pengaruh Tingkat Penambahan Nanas (Ananas comosu)

dan Lama Penyimpanan terhadap Tingkat Oksidasi Lemak dan

Perubahan Kualitas Dendeng Giling Daging Sapi. Skripsi. Fakultas

Peternakan. Universitas Hasanuddin. Makassar.

Feiner, G. 2006. Meat Products Handbook: Practical Science and

Technology.Woodhead Publishing Limited. England.

Gasperz, V. 1991. Metode Perancangan Percobaan. Armico. Bandung.

Hall, C.W. 1970. Handling and Storage of Food Grains in Tropical and

Subtropical Areas. FAO. Rome.

Hariana. 2006. Tumbuhan Obat dan Khasiatnya. Penebar Jakarta. Swadaya

Wisma Hijau.

Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia Jilid III (Terjemahan). Jakarta.

Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan.

Holinesti,. 2009. Studi pemanfaatan pigmen brazilein kayu secang (Caesalpinia

sappan L.) sebagai pewarna alami serta stabilitasnya pada model

pangan. Jurnal Pendidikan dan Keluarga UNP: 1 (2).

Komariah. 2009. Aneka Olahan Daging Sapi. Depok . Agromedia Pustaka.

Lawrie, R.A. 2003. Ilmu Daging. Meat Science UI Press. Jakarta.

Mokhtar, S. M., Youssef, K.M, dan Noha E. M. 2014. The effects of natural

antioxidants on colour, lipid stability and sensory evaluation of fresh

beef patties storedat 4°C. Journal of Agroalimentary Proceaaes and

Technologies. 20 (3): 282-292.

Montolalu, S.N. Lontaan, S., dan Sakul, A. dan Mirah. 2013. Sifat fisiko-kimia

dan mutu organoleptik bakso broiler dengan menggunakan tepung

ubi jalar (Ipomoea batatas L). Jurnal Zootek. 32(5):

Mostafa, H.A.M., Hala M.S.E l- , Hemmat, K.I.Khattab and Mervat. 2005.

Improving the characteristics of roselle seeds as a new source of

protein and lipidby gibberellin and benzyladenine application.

Journal of Applied Sciences Research 1(2): 161-167.

Natasasmita, S.,R. Priyantodan, D. M. danTauchid.1987. Pengantar Evaluasi

Karkas. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Pereira, A. L. F., Vidal T. F., M. C. Teixeira., P. F.Oliveira., R. C. F. Pompeu., M.

M. M Vieira dan J. F. F. Zapata. 2009. Antioksidant effect of mango

35

seed extract and butylated hydroxytoluene in bologna-type

mortadella during storage. Scienc. Technol. 31 (1): 35-140.

Prastuti, N. T. 2010. Pengaruh Substitusi Daging Sapi dengan Kulit

CakarAyamterhadap Daya Ikat Air (Dia), Rendemen dan KadarAbu

Bakso. Skripsi. Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro.

Semarang

Priatna, A. C. 1992. Penggunaaan Kemasan Plastik dan Penambahan Antioksidan

untuk Mempertahankan Mutu Alam .Skripsi. Fakultas Teknologi

Pertanian IPB. Bogor.

Rivai, H., Nurdin H., H., Suryani dan Bakhtiar A. 2010. Pengaruh cara

pengeringan terhadap perolehan ekstraktif, kadar senyawa fenolat dan

aktivitas antioksidan dari daun dewa (Gynura pseudochina (L.) DC.).

Majalah obat tradisonal. 15(1): 26-33.

Safitri, R. 2002. Karakterisasi Sifat Antioksidan InVitro Beberapa Senyawa yang

Terkandung dalam Tumbuhan Secang (Caesalpinia

sappanL.).Disertasi. Program Pasca Sarjana Universitas Padjadjaran.

Bandung.

Shanks, B.C., Wolf., D.M dan R.J. Maddock. 2002. Technical note: the effect of

freezing on warner Bratzler shear force values of beef longissimus

steak across several postmortem aging periods. J. Anim. Sci. 80:

2122-2125.

SNI. 1995. Standar Nasional Indonesia 01-3818-1995 tentang Bakso Daging Sapi.

Jakarta.

Soekarto, S.T. 1985. Penilaian Organoleptik Pusat Pengembangan Teknologi

Pangan. IPB Press. Bogor.

Soeparno, 1992. Ilmu dan Teknologi Daging, UGM Press. Yogyakarta.

Soeparno. 2005. Ilmu dan Teknologi Daging. Cetakan keempat. Gajah Mada

University Press. Yogyakarta.

Soesarsono. 1988. Teknologi Penyimpanan Komoditi Pertanian. Bogor: Program

Studi TIN Fateta Insitut Pertanian Bogor. Bogor.

Sudarsono, Gunawan, D., S., Wahyuono, I.A., Donatus, dan Purnomo. 2002.

Tumbuhan Obat II: Hasil Penelitian, Sifat-Sifat dan Penggunaan. Hal

96-100, Pusat Studi Obat Tradisional Universitas Gadjah Mada

Yogyakarta.

36

Sunarlim, R. 1992. Karakteristik Mutu Bakso Daging Sapi dan Pengaruh

Penambahan Natrium Klorida dan Natrium Tripolifosfat Terhadap

Perbaikan Mutu. Disertasi. Prog Pasca Sarjana Institut Pertanian

Bogor. Bogor.

Suryo, T.A. 2011. Pengaruh Secang (Caesalpinia Sappan L.) Terhadap Aktivitas

Antioksidan, Total Fenol dan Karakteristik Sensori Sosis Sapi.

Fakultas Pertanian, Jurusan Teknologi Hasil Pertanian. Universitas

Sebelas Maret.

Tahir, I., Wijaya, K., dan Widianingsih, D 2003. Seminar on Chemometrics-

Chemistry Dept Gadjah Mada University, Terapan Analisis Hansch

Untuk Aktivitas Antioksidan senyawa Turunan Flavon/Flavonol, 25

Januari.

Tang, S., Kerry., J. P. D. Sheehad., D. J. Buckley dan P. A. Morrissey. 2001.

Antioxidative effect of added tea catechins on suspectibility of cooked

red meat, poultry and fish patties to lipid oxidation. Food Research

International. 34(8): 651-657.

Wetwitayaklung, P., Phaechamud, T., dan S. Keokitichai, 2005, The antioxidant

activity of caesalpinia sappan L. Heartwood in Various Ages.

Naresuan University Journal. 13(2): 43-52.

White, G.C. 1972. Handbook of Chlorination, Van Nostrand Reinhold Co. New

York.

Wibowo, S.1995. Bakso Ikan dan Bakso Daging. Penebar Swadaya, Jakarta.

Winarno, F. G. 2007. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama,

Jakarta.

37

38

Lampiran 1. Analisis ragam pengaruh penambahan bentuk ekstrak kayu secang

pada penyimpanan berbeda terhadap nilai TBA bakso daging sapi

TBA

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable:TBA

Source

Type III Sum

of Squares Df Mean Square F Sig.

Corrected Model .003a 8 .000 19.219 .000

Intercept .014 1 .014 638.065 .000

Bentuk .003 2 .002 71.085 .000

Penyimpanan .000 2 .000 4.635 .024

Bentuk *

Penyimpanan 5.022E-5 4 1.256E-5 .578 .683

Error .000 18 2.174E-5

Total .018 27

Corrected Total .004 26

a. R Squared = ,895 (Adjusted R Squared = ,849)

39

Descriptive Statistics

Dependent Variable:TBA

Bentuk Penyimpanan Mean

Std.

Deviation N

Kontrol 0 hari .03300 .002000 3

7 hari .03600 .002000 3

14 hari .04400 .003464 3

Total .03767 .005408 9

Bubuk 0 hari .01500 .004359 3

7 hari .01667 .000577 3

14 hari .01900 .006557 3

Total .01689 .004314 9

Cair 0 hari .01133 .007024 3

7 hari .01300 .007810 3

14 hari .01600 .001732 3

Total .01344 .005703 9

Total 0 hari .01978 .010906 9

7 hari .02189 .011439 9

14 hari .02633 .013847 9

Total .02267 .011984 27

40

Multiple Comparisons

TBA

LSD

(I)

Bentuk

(J)

Bentuk

Mean

Difference (I-

J) Std. Error Sig.

95% Confidence Interval

Lower

Bound Upper Bound

Kontrol Bubuk .02078* .002198 .000 .01616 .02540

Cair .02422* .002198 .000 .01960 .02884

Bubuk Kontrol -.02078* .002198 .000 -.02540 -.01616

Cair .00344 .002198 .135 -.00117 .00806

Cair Kontrol -.02422* .002198 .000 -.02884 -.01960

Bubuk -.00344 .002198 .135 -.00806 .00117

Based on observed means.

The error term is Mean Square(Error) = 2,17E-005.

*. The mean difference is significant at the ,05 level.

Multiple Comparisons

TBA

LSD

(I)

Penyimpanan

(J)

Penyimpanan

Mean

Difference

(I-J)

Std.

Error Sig.

95% Confidence

Interval

Lower

Bound

Upper

Bound

0 hari 7 hari -.00211 .002198 .350 -.00673 .00251

14 hari -.00656* .002198 .008 -.01117 -.00194

7 hari 0 hari .00211 .002198 .350 -.00251 .00673

14 hari -.00444 .002198 .058 -.00906 .00017

14 hari 0 hari .00656* .002198 .008 .00194 .01117

7 hari .00444 .002198 .058 -.00017 .00906

41

Multiple Comparisons

TBA

LSD

(I)

Penyimpanan

(J)

Penyimpanan

Mean

Difference

(I-J)

Std.

Error Sig.

95% Confidence

Interval

Lower

Bound

Upper

Bound

0 hari 7 hari -.00211 .002198 .350 -.00673 .00251

14 hari -.00656* .002198 .008 -.01117 -.00194

7 hari 0 hari .00211 .002198 .350 -.00251 .00673

14 hari -.00444 .002198 .058 -.00906 .00017

14 hari 0 hari .00656* .002198 .008 .00194 .01117

7 hari .00444 .002198 .058 -.00017 .00906

Based on observed means.

The error term is Mean Square(Error) = 2,17E-005.

*. The mean difference is significant at the ,05 level.

Lampiran 2. Analisis ragam pengaruh penambahan bentuk ekstrak kayu secang

pada penyimpanan berbeda terhadap nilai Susut Masak bakso daging

sapi

Susut Masak

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable:Susut_Masak

Source

Type III Sum

of Squares df Mean Square F Sig.

Corrected Model 4.397a 8 .550 26.740 .000

Intercept 117.146 1 117.146 5.699E3 .000

Bentuk 3.951 2 1.976 96.115 .000

Penyimpanan .340 2 .170 8.261 .003

Bentuk *

Penyimpanan .106 4 .027 1.291 .310

Error .370 18 .021

Total 121.913 27

42

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable:Susut_Masak

Source

Type III Sum

of Squares df Mean Square F Sig.

Corrected Model 4.397a 8 .550 26.740 .000

Intercept 117.146 1 117.146 5.699E3 .000

Bentuk 3.951 2 1.976 96.115 .000

Penyimpanan .340 2 .170 8.261 .003

Bentuk *

Penyimpanan .106 4 .027 1.291 .310

Error .370 18 .021

Total 121.913 27

Corrected Total 4.767 26

a. R Squared = ,922 (Adjusted R Squared = ,888)

Descriptive Statistics

Dependent Variable:Susut_Masak

Bentuk Penyimpanan Mean

Std.

Deviation N

Kontrol 0 hari 2.6100 .08544 3

7 hari 2.4000 .10000 3

43

14 hari 2.4333 .11547 3

Total 2.4811 .13119 9

Bubuk 0 hari 1.6667 .15275 3

7 hari 1.6333 .15275 3

14 hari 1.4000 .17321 3

Total 1.5667 .18708 9

Cair 0 hari 2.4333 .11547 3

7 hari 2.0867 .22030 3

14 hari 2.0833 .12583 3

Total 2.2011 .22307 9

Total 0 hari 2.2367 .44677 9

7 hari 2.0400 .36318 9

14 hari 1.9722 .47111 9

Total 2.0830 .42820 27

Multiple Comparisons

Dependent Variable:Susut_Masak

(I)

Bentuk

(J)

Bentuk

Mean

Difference (I-

J) Std. Error Sig.

95% Confidence Interval

Lower

Bound Upper Bound

LSD Kontrol Bubuk .9144* .06759 .000 .7725 1.0564

44

Cair .2800* .06759 .001 .1380 .4220

Bubuk Kontrol -.9144* .06759 .000 -1.0564 -.7725

Cair -.6344* .06759 .000 -.7764 -.4925

Cair Kontrol -.2800* .06759 .001 -.4220 -.1380

Bubuk .6344* .06759 .000 .4925 .7764

Based on observed means.

The error term is Mean Square(Error) = ,021.

*. The mean difference is significant at the ,05

level.

Multiple Comparisons

Dependent Variable:Susut_Masak

(I)

Penyimpanan

(J)

Penyimpanan

Mean

Difference

(I-J)

Std.

Error Sig.

95% Confidence

Interval

Lower

Bound

Upper

Bound

LSD 0 hari 7 hari .1967* .06759 .009 .0547 .3387

14 hari .2644* .06759 .001 .1225 .4064

7 hari 0 hari -.1967* .06759 .009 -.3387 -.0547

14 hari .0678 .06759 .329 -.0742 .2098

14 hari 0 hari -.2644* .06759 .001 -.4064 -.1225

7 hari -.0678 .06759 .329 -.2098 .0742

Based on observed means.

The error term is Mean Square(Error) = ,021.

*. The mean difference is significant at the ,05 level.

Lampiran 3. Analisis ragam pengaruh penambahan bentuk ekstrak kayu secang

pada penyimpanan berbeda terhadap nilai Daya Putus bakso daging

sapi

DPB

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable:DPB

45

Source

Type III Sum

of Squares df Mean Square F Sig.

Corrected Model .066a 8 .008 11.660 .000

Intercept 48.669 1 48.669 6.880E4 .000

Bentuk .009 2 .005 6.665 .007

Penyimpanan .052 2 .026 36.822 .000

Bentuk *

Penyimpanan .004 4 .001 1.576 .224

Error .013 18 .001

Total 48.748 27

Corrected Total .079 26

a. R Squared = ,838 (Adjusted R Squared = ,766)

Descriptive Statistics

Dependent Variable:DPB

Bentuk Penyimpanan Mean

Std.

Deviation N

Kontrol 0 hari 1.4300 .01732 3

7 hari 1.3467 .00577 3

14 hari 1.3233 .04726 3

46

Total 1.3667 .05477 9

Bubuk 0 hari 1.3567 .04041 3

7 hari 1.3333 .03215 3

14 hari 1.2733 .01528 3

Total 1.3211 .04595 9

Cair 0 hari 1.4133 .01155 3

7 hari 1.3233 .02517 3

14 hari 1.2833 .01155 3

Total 1.3400 .05958 9

Total 0 hari 1.4000 .04031 9

7 hari 1.3344 .02297 9

14 hari 1.2933 .03428 9

Total 1.3426 .05502 27

Multiple Comparisons

Dependent

Variable:DPB

(I)

Bentuk

(J)

Bentuk

Mean

Difference (I-

J) Std. Error Sig.

95% Confidence Interval

Lower

Bound Upper Bound

LSD Kontrol Bubuk .0456* .01254 .002 .0192 .0719

Cair .0267* .01254 .048 .0003 .0530

47

Bubuk Kontrol -.0456* .01254 .002 -.0719 -.0192

Cair -.0189 .01254 .149 -.0452 .0075

Cair Kontrol -.0267* .01254 .048 -.0530 -.0003

Bubuk .0189 .01254 .149 -.0075 .0452

Based on observed means.

The error term is Mean Square(Error) = ,001.

*. The mean difference is significant at the ,05

level.

Multiple Comparisons

Dependent Variable:DPB

(I)

Penyimpanan

(J)

Penyimpanan

Mean

Difference

(I-J)

Std.

Error Sig.

95% Confidence

Interval

Lower

Bound

Upper

Bound

LSD 0 hari 7 hari .0656* .01254 .000 .0392 .0919

14 hari .1067* .01254 .000 .0803 .1330

7 hari 0 hari -.0656* .01254 .000 -.0919 -.0392

14 hari .0411* .01254 .004 .0148 .0675

14 hari 0 hari -.1067* .01254 .000 -.1330 -.0803

7 hari -.0411* .01254 .004 -.0675 -.0148

Based on observed means.

The error term is Mean Square(Error) = ,001.

*. The mean difference is significant at the ,05 level.

48

49

Pemisahan Daging dengan Jaringan Lemak Penimbangan Ekstrak Kayu Secang

Daging yang Sudah Dipisahkan dengan Lemak

Dipotong Daduh

Penggilingan daging

50

Adonan Bakso yang Sudah ditambahkan Ekstrak

Kayu Secang

Proses Pembuatan Bola-Bola Kecil Bakso

Proses pemasakan bakso Sediakan Bakso yang Sudah dimasak

51

Proses Homogen Larutan TBA Proses Destilasi

Sampel uji TBA Uji TBA dengan Spektrofotometer

52

RIWAYAT HIDUP

Dartina dilahirkan pada tanggal 15 April 1996 di, Kabupaten

Sidrap, Provinsi Sulawesi Selatan. Penulis adalah anak ke

empat dari pasangan Usman dan Najji. Pada tahun 2000

penulis memulai pendidikan di Sekolah Dasar 3 Carawali dan

tamat pada tahun 2006. Pada tahun yang sama, penulis

melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Watang Pulu, tamat pada

tahun 2009. Kemudian penulis melanjutkan ke Sekolah Menengah Atas Kejuruan

Negeri 1 Watang Pulu dan tamat pada tahun 2013. Pada tahun yang sama pula,

penulis melanjutkan pendidikan ke Perguruan Tinggi Negeri dan lulus melalui

jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) di Fakultas

Peternakan, Universitas Hasanuddin, Makassar.