karakteristik endapan deposit
TRANSCRIPT
Tugas Perkuliahan Pemodelan dan Evaluasi Cadangan
PS S2 Teknik Pertambangan, Univeristas Sriwijaya
KARAKTERISTIK ENDAPAN DEPOSIT
Farisyah Melladia Utami1*
1 PS S2 Teknik Pertambangan, Pps FT Universitas Sriwijaya
*CORRESPONDING author: [email protected]
ABSTRAK: Setiap endapan memiliki karakteristik yang berbeda antara endapan yang satu dengan endapan yang
lainnya. Studi mengenai karakteristik dari suatu endapan sangat penting dalam kegiatan pemodelan cadangan suatu
endapan. Dengan mengetahui karakteriktik dari suatu endapan maka akan mempermudah kita dalam menentukan
langkah penambangannya. Mengenal karakteristik dari suatu endapan dapat memberikan gambaran mengenai jumlah
sumberdaya suatu endapan beserta kualitasnya untuk menjadi acuan penelitian lebih detail.
Kata Kunci: karakteristik endapan, pemodelan cadangan
PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara yang kaya akan
sumber daya alamnya. Terutama sumber daya alam yang
berhubungan dengan kekayaan yang terdapat di dalam
bumi yang berhubungan dengan hasil tambangnya.
Kekayaan tambangyang ada di indonesia beragam
jenisnya, mulai dari minyak dan gas bumi, mineral bijih,
maupun batubara.
Dari setiap jenis endapan yang ada, terbentuk
dengan cara yang berbeda beda. Hal ini mengakibatkan
beragamnya karakteristik yang dimiliki oleh masing-
masing jenis endapan. Mengetahui karakteristik dari
setiap endapan sangat penting untuk mengambil langkah
dari kegiatan penambangan yang akan dilakukan.
Pencarian dan pengumpulan data serta analisis yang
tepat dari kondisi geologi dan karakteristik setiap
endapan dapat memberi gambaran mengenai jumlah
sumberdaya endapan beserta kualitasnya, sehingga dapat
menjadi sebuah acuan untuk penelitian yang lebih detail
ISI MAKALAH
A. GEOTERMAL
Karakterisasi reservoir panas bumi dapat diketahui
dengan cara melakukan evaluasi pada setiap tahap
kegiatannya mulai dari tahap survei pendahuluan,
eksplorasi, penilaian kelayakan hingga ke tahap
eksploitasi dan saat pemanfaatannya. Ada empat jenis
reservoir panas bumi yaitu terdiri dari reservoir
hidrotermal (hydrothermal reservoir), reservoir
bertekanan tinggi (geopressured reservoir), reservoir
batuan panas kering (hot dry rock reservoir), dan
reservoir magma (magma reservoir). Dari keempat jenis
reservoir tersebut, reservoir sistem hidrotermal paling
banyak dimanfaatkan saat ini. Reservoir sistem
hidrotermal merupakan panas bumi dimana reservoir nya
mengandung uap, air, atau capiran keduanya yang
dipengaruhi oleh tekanan dan temperatur reservoir .
Apabila temperatur reservoir lebih rendah dari
temperatur titik didih air pada tekanan reservoir tersebut,
maka jenis fluidanya adalah air. Apabila temperatur
lebih tinggi dari temperatur titik didih pada tekanan
reservoir , maka jenis fluidanya adalah uap (superheated
steam). Apabila tekanan temperatur reservoir sama
dengan tekanan dan temperatur titik didih, maka
fluidanya terdiri dari dua fasa yaitu campuran uap dan
air.
Sistem panas bumi di Indonesia terdiri dari dua
kategori yaitu sistem dominasi uap dan sistem dominasi
air panas. Reservoir sistem dominasi uap memiliki
temperatur resevoir yang hampir homogen yaitu antara
230oC sampai 250
oC dengan kedalaman puncak
reservoir yang relatif dangkal 700 sampai 1200 m, jauh
lebih dangkal dari reservoir panas bumi sistem dominasi
air. Sedangkan reservoir sistem dominasi air memiliki
temperatur yang bervariasi, bahkan dapat mencapai
300oC yang dikontrol oleh tekanan hidrostatik. Reservoir
umumnya diisi oleh air NaCl. Kedalaman puncak
reservoir umumnya di Sumatera (1000 m sampai 1500
m) jauh lebih dangkal dibandingkan di Jawa (1000 m
sampai 2500 m).
Gambar 1 adalah suatu penampang model skematik
dari sistem panas bumi atau hidrotermal yang umum
terjadi di sepanjang jalur vulkanik Kuarter di Indonesia,
seperti di Sumatera, Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Maluku
Farisyah Melladia Utami
dan Sulawesi Utara. Sedangkan gambar berikutnya
merupakan model skematik sistem panas bumi yang
terjadi di daerah graben dengan topografi relatif datar,
seperti di sebagian daerah Sumatera yang berasosiasi
dengan Sesar Besar Sumatera. Keberadaan rentetan
gunung api di sebagian wilayah Indonesia beserta
aktivitas tektoniknya dijadikan dasar dalam penyusunan
model konseptual pembentukan sistem panas bumi
Indonesia.
Gambar 1. Penampang Model Skematik Sistem Panas
Bumi
Kedua model skematik tersebut memperlihatkan
bahwa keberadaan manifestasi di permukaan seperti
mata air panas, tanah panas, fumarol, solfatar, dan
sebagainya dapat menjadi indikator kepastian adanya
suatu sistem panas bumi di bawahnya. Sehingga dalam
pencarian atau eksplorasi sumber energi panas bumi
tidak akan terlalu jauh keberadaannya dari manifestasi
yang ada.
B. BATUBARA
Batubara merupakan bahan tambang yang tidak
termasuk didalam kelompok mineral. Batubara tersusun
atas unsure C (karbon) dimana dalam proses
pembentukannya membutuhkan waktu yang cukup lama
akibat adanya pengaruh tekanan dan temperatur dan
terbentuk dari tetumbuhan dalam lingkungan bebas
oksigen. Proses pembentukan batubara (coalification)
merupakan proses pengeluaran berangsur-angsur dari zat
pembakar (O2) dalam bentuk karbon dioksida (CO2) dan
air (H2O) hingga akhirnya menyebabkan konsentrasi
karbon tetap (fixed carbon) dalam bahan asal batubara
bertambah.
Endapan batubara umumnya sering dijumpai
berlapis-lapis atau berseling-seling dengan batuan
sedimen lain seperti clay stone, sand stone, limestone, dll.
Terkadang, lapisan batubara (seam) juga memiliki
ketebalan yang sangat tebal, tipis-tipis, bercabang, dan
berbentuk sisipan (lenses) batu lempung dan batu pasir.
Model endapan dan perlapisan batubara dapat dibedakan
menjadi 2 tipe yaitu berdasarkan model stratigrafi dan
struktur geologi.
1. Model Stratigrafi
Pada model stratigrafi endapan batubara terbentuk
karena adanya proses sedimentasi normal atau adanya
erosi dan ketidakselarasan (unconformity). Akibat
adanya proses sedimentasi tersebut, mangakibatkan
model lapisan batubara berupa lapisan yang datar atau
sedikit miring dan terkadang dijumpai sisipan lempung
dan batupasir. Model batubara yang diakibatkan karena
adanya pengaruh stratigrafi terdiri dari:
a. Bentuk Burried Hill terjadi apabila ditempat dimana
proses penggambutan terdapat suatu kulminusi
(pincak atau punggung di dasar rawa) sehingga
lapisan batubara yang terbentuk terpotong oleh
semacam intrusi.
b. Wash out adalah adanya cut out lapisan batubara. Cut
out merupakan batu lempung atau batuserpih yang
mengisi bagian tererosi dalam lapisan batubara.
Washed out terjadi karena hilangnya sebagian atau
keseluruhan lapisan batubara yang kemudian
tergantikan oleh endapan sedimen lain akibat adanya
erosi dan proses pengendapan. Hilangnya lapisan
batubara tersebut dapat disebabkan oleh pengikisan
sungai purba maupun sungai recent ataupun gletser.
2. Model Struktur Geologi
Model ini terjadi akibat adanya struktur geologi yang
berkembang selama proses penggambutan maupun
pembatubaraan. Struktur geologi yang mempengaruhi
antara lain adanya perlipatan (fold), patahan atau
pensesaran (fault), subsidance, dan lain lain. Model
batubara yang terjadi akibat adanya struktur geologi
terdiri dari:
a. Split Coal merupakan laipsan batubara yang terpisah
oleh parting lempung, serpih, atau sandstone dengan
ketebalan tertentu sehingga mengakibatkan lapisan
yang terpisah tidak dapat ditambang secara
bersamaan.
b. Model Clay Vein (urat lempung) terjadi akibat proses
penggambutan mengalami patahan, yang kemudian
pada bidang patahan yang merupakan rekahan
terbuka terisi oleh material lempung atau pasir.
c. Bentuk Fault (Patahan) terjadi dimana deposit
batubara mengalami beberapa tahap patahan.Patahan
umumnya terjadi setelah lapisan batubara terbentuk
dengan bidang patahan relatif tidak terbuka sehingga
tidak memunculkan urat lempung.
d. Bentuk Fold (Lipatan) terjadi apabila batuan
mengalami perlipatan akibat adanya gaya-gaya yang
bekerja. Makin intesnif gaya yang bekerja, maka
pembentukan lipatan akan semakin komplek.
Karakteristik Endapan Deposit
e. Bentuk Horse Back (Punggung Kuda) dicirikan oleh
perlapisan batubara dan batuan yang menutupinya
melengkung kearah atas akibat adanya gaya
kompresi.
f. Bentuk Pinch dicirikan oleh perlapisan yang menipis
dibagian tengah. Pada umumnya dasar dari lapisan
batubara merupakan batuan yang plastis, sedangkan
diatas lapisan batubara ditutupi oleh batu pasir yang
secara lateral merupakan pengisian suatu alur.
C. MINYAK DAN GAS BUMI
Reservoir merupakan suatu tempat terakumulasinya
fluida hidrokarbon yang terdiri dari minyak, gas, dan air.
Syarat terbentuknya reservoir harus memenuhi unsur-
unsur: batuan reservoir yang berperan sebagai wadah
untuk terjadinya akumulasi hidrokarbon, yaitu:
1. Batuan Induk (Source Rock) yang merupakan tempat
terbentuknya fluida hidrokarbon
2. Batuan reservoir (Reservoir Rock) merupakan
batuan yang diisi dan dijenuhi oleh minyak dan gas bumi
dan berupa lapisan batuan yang berongga ataupun
berpori.
3. Jalur Migrasi merupakan jalan yang digunakan fluida
untuk berpindah dari batuan induk sampai terakumulasi
pada batuan reservoir .
4. Perangkap reservoir (trap) merupakan tempat
terkumpulnya minyak bumi yang berupa perangkap dan
mempunyai bentuk konkav ke bawah sehingga minyak
dan gas bumi dapat terjebak di dalamnya.
5. Lapisan Penutup (Cap Rock) merupakan lapisan
impermeable yang terdapat diatas reservoir dan
berfungsi sebagai penghalang minyak dan gas bumi agar
tidak keluar dari reservoir .
Karakteristik dari jenis perangkap minyak dan gas
bumi ini terbagi menjadi perangkap stratigrafi,
perangkap struktural, perangkap kombinasi stratigrafi-
struktur dan perangkap hidrodinamik. Perangkap
stratigrafi dipengaruhi oleh variasi perlapisan secara
vertikal dan lateral, perubahan fasies batuan dan
ketidakselarasan dan variasi lateral dalam litologi pada
suatu lapisan reservoir dalam perpindahan minyak bumi.
Prinsip dalam perangkap stratigrafi adalah minyak dan
gas bumi terperangkap dalam perjalanan ke atas
kemudian terhalang dari segala arah terutama dari bagian
atas dan pinggir, hal ini dikarenakan batuan reservoar
telah menghilang atau berubah fasies menjadi batu lain
sehingga merupakan penghalang permeabilitas
(Koesoemadinata, 1980). Dan jebakan stratigrafi tidak
berasosiasi dengan ketidakselarasan seperti Channels,
Barrier Bar, dan Reef, namun berasosiasi dengan
ketidakselarasan seperti Onlap Pinchouts, dan
Truncations (Gambar 2).
Sumber: www. Petroleoumseismology.com
Gambar 2. Jebakan stratigrafi. A) menunjukkan reef. B)
Menunjukkan barrier- bar sand. C) menunjukkan
channel. D) menunujukkan onlap sand pinchout trap. E)
menunjukkan trunction trap.
Perangkap struktural banyak dipengaruhi oleh
kejadian deformasi perlapisan dengan terbentuknya
struktur lipatan dan patahan yang merupakan respon dari
kejadian tektonik atau struktur seperti pelipatan dan
patahan (Koesoemadinata, 1980) (Gambar 3).
Sumber: www. Petroleoumseismology.com
Gambar 3. Contoh Perangkap Struktural
Perangkap kombinasi antara struktural dan stratigrafi
merupakan faktor bersama dalam membatasi
bergeraknya atau menjebak minyak bumi. Pada jenis
perangkap ini, terdapat leboh dari satu jenis perangkap
yang membenuk reservoar. Sebagai contohnya antiklin
patahan, terbentuk ketika patahan memotong tegak lurus
pada antiklin (Gambar 4).
Farisyah Melladia Utami
Sumber: www. Petroleoumseismology.com
Gambar 4. Contoh Perangkap Kombinasi
Karakteristik suatu reservoir sangat dipengaruhi oleh
karakteristik batuan penyusunnya, fluida reservoir yang
menempatinya dan kondisi reservoir itu sendiri, yang
satu sama lain akan saling berkaitan. Batuan reservoir
umumnya terdiri dari batuan sedimen, yang berupa
batupasir dan karbonat (sedimen klastik) serta batuan
shale (sedimen non-klastik). Masing-masing batuan
tersebut mempunyai komposisi kimia yang berbeda,
demikian juga dengan sifat fisiknya (Gambar 5).
Gambar 5. Diagram Komponen Penyusun Batuan
D. EMAS
Endapan Epitermal
Endapan epitermal didefinisikan sebagai salah satu
endapan dari sistem hidrotermal yang terbentuk pada
kedalaman dangkal yang umumnya terbentuk pada busur
vulkanik yang dekat dengan permukaan. Penggolongan
tersebut berdasarkan temperatur (T), tekanan (P) dan
kondisi geologi yang dicirikan oleh kandungan
mineralnya. Endapan epitermal terbentuk pada
kedalaman dangkal hingga 1000 meter dibawah
permukaan dengan temperatur relatif rendah 50oC-200
oC
dengan tekanan tidak lebih dari 100 atm dari cairan
meteorik dominan yang agak asin (Pirajno, 1992).
Endapan epithermal umumnya ditemukan sebagai
sebuah pipe seperti zona dimana batuan mengalami
breksiasi dan teralterasi ke tingkat yang lebih tinggi.
Veins juga ditemukan sepanjang zona patahan dan
mineralisasi vein mempunyai tipe tidak menerus
(discontinuous). Endapan emas epitermal mememiliki
karakteristik jenis air berupa air meteorik dengan sedikit
air magmatik, mengandung mineral bijih epigenetic yang
umumnya memiliki batuan induk berupa batuan
vulkanik, memiliki bentuk tubuh bijih bervariasi dan
terdapat sistem urat dengan dip yang terjal terbentuk di
sepanjang zona regangan, mineral gangue utama berupa
kuarsa yang menyebabkan bijih keras dan relatif tahan
terhadap pelapukan, serta kandungan sulfida pada vein
relatif sedikit yaitu 1% - 20%.
Dalam pengklasifikasiannya endapan epitermal
terbagi menjadi 2 kondisi berdasarkan reaksi yang terjadi
dan keterdapatan mineral-mineral alterasi dan mineral
bijihnya, yaitu epitermal sulfida rendah (epithermal low
sulfidation) dan epitermal sulfidasi tinggi (epithermal
high sulfidation). Endapan epitermal sulfida rendah
dicirikan oleh larutan hidrotermal yang bersifat netral
dan mengisi celah celah batuan. Batuan induk pada
deposit logam mulia sulfidasi rendah adalah andesit
alkali, dasit, riodasit atau riolit. Secara genesa sistem
epitermal sulfidasi rendah berasosiasi dengan
vulkanisme riolitik. Tipe ini dikontrol oleh struktur-
struktur pergeseran (dilatational jog). Karakteristik dari
endapan epitermal sulfidasi rendah dapat dilihat pada
Tabel 1.
Tabel 1. Karakteristik Endapan Epitermal Sulfidasi
Rendah
Tipe endapan Sinter breccia, stockwork
Posisi tektonik Subduction, collision, dan rift
Tekstur Colloform atau crusstiform
Asosiasi
mineral
Stibnit, sinnabar, adularia, metal
sulfida
Mineral bijih Pirit, elektrum, emas, sfalerit,
arsenopirit
Contoh endapan Pongkor
Model konseptual dari endapan emas sulfidasi rendah
endapan ephitermal sulfidasi rendah berasosiasi dengan
lingkungan volkanik, tempat pembentukan yang relatif
dekat permukaan serta larutan yang berperan dalam
proses pembentukannya berasal dari campuran air
magmatik dengan air meteorit (Gambar 6).
Gambar 6. Model Endapan Emas
Karakteristik Endapan Deposit
Endapan epitermal high sulfidation dicirikan dengan
host rock berupa batuan vulkanik bersifat asam hingga
intermediet dengan kontrol struktur berupa sesar secara
regional atau intrusi subvulkanik, kedalaman formasi
batuan sekitar 500-2000 meter dan temperatur 100oC-
320oC. Endapan Epitermal High Sulfidation terbentuk
oleh sistem dari fluida hidrotermal yang berasal dari
intrusi magmatik yang cukup dalam, fluida ini bergerak
secara vertikal dan horizontal menembus rekahan-
rekahan pada batuan dengan suhu yang relatif tinggi
(200oC-300
oC), fluida ini didominasi oleh fluida
magmatik dengan kandungan acidic yang tinggi yaitu
berupa HCl, SO2, H2S (Pirajno, 1992).
Endapan Porfiri
Endapan porfiri adalah suatu endapan primer
(hipogen) yang berukuran relatif besar dengan kadar
rendah sampai medium. Pada umumnya endapan porfiri
dikontrol oleh struktur geologi. Secara spasial dan
genetik berhubungan dengan intrusi porfiritik felsik
sampai dengan intermediet.
Endapan profiri memiliki beberapa tipe, yaitu:
endapan porfiri Cu (Au, Mo, Ag, Re), endapan porfiri
Cu-Mo (Au, Ag), endapan porfiri Cu-Mo-Au (Ag),
endapan porfiri Cu-Au (Ag, Mo), endapan porfiri Mo (W,
Sn), dan endapan porfiri Sn (W, Mo, Ag, Bi, Cu, Zn, In).
Endapan porfiri sendiri memiliki karakteristik tekstur
porfiritik, nilai tonase yang besar, kadar ore yang rendah,
serta vein terdiri dari vein late, stockwork. Zona alterasi
terdiri dari 2 bagian, yaitu sisi terdalam (inner zone) dan
sisi terluar (outer zone). Sisi terdalam (inner zone)
umumnya berupa zona potassic yang dicirikan oleh
kehadiran biotite dan K-feldspar (amphibole, magnetite,
dan anhydrite). Sedangkan sisi terluar (outer zone)
merupakan propylitic alteration yang mengandung
quartz, chlorite, epidote, calcite, dan albite berasosisi
dengan pyrite. Zona-zona phyllic alteration (quartz,
seiricite, pyrite) dan argilic alteration (quartz, illite,
pyrite, kaolinite, smectite, montmorillonite, dan calcite)
dapat terbentuk sebagai zona-zona yang terletak diantara
zona potassic dan propylic (Gambar 7).
Gambar 7. Zona Alterasi Endapan Porfiri
E. BATU GAMPING
Batu gamping non-klastik, merupakan koloni dari
binatang laut antara lain dari Coelenterata, Molusca dan
Protozoa, Foraminifera dan sebagainya. Jenis batu
gamping ini sering disebut sebagai batu gamping koral
karena penyusun utamanya adalah koral yang merupakan
anggota dari Coelenterata. Batu gamping ini merupakan
pertumbuhan atau perkembangan koloni koral, oleh
sebab itu di lapangan tidak menunjukkan perlapisan
yang baik dan belum banyak mengalami pengotoran
mineral lain. Batu gamping klastik, merupakan hasil
rombakan jenis batu gamping non-klastik melalui proses
erosi oleh air, transportasi, sortasi, sedimentasi. Oleh
karenanya selama proses tersebut terikut jenis mineral
lain yang merupakan pengotor dan memberi warna pada
batu gamping yang bersangkutan. Akibat adanya proses
sortasi, maka secara alamiah akan terbentuk
pengelompokan ukuran butir. Dikenal jenis kalsirudit
apabila batu gamping tersebut fragmental, kalkarenit
apabila batu gamping tersebut berukuran pasir, dan
kalsilutit apabila batu gamping tersebut berukuran
lempung. Tingkat pengotoran atau kontaminasi oleh
mineral asing berkaitan erat dengan ukuran butirnya.
Pada umumnya jenis batu gamping ini di lapangan
menunjukkan berlapis.
Secara kimia batu gamping terdiri atas kalsium
karbonat (CaCO3). Di alam tidak jarang pula dijumpai
batu gamping magnesium. Kadar magnesium yang tinggi
mengubah batu gamping menjadi batu gamping
dolomitan dengan komposisi kimia(CaCO3MgCO3).
Hasil penelitian hingga kini menyebutkan bahwa kadar
Calsium Oksida batu gamping di Jawa umunya tinggi
(CaO > 50%). Selain magnesium, batu gamping sering
kali tercampur dengan lempung, pasir, bahkan jenis
mineral lainnya. Batu gamping yang padat dan keras
mempunyai berat jenis 2. Selain yang pejal (masif),
dijumpai pula batu gamping yang sarang (porus).
Mengenai warna dapat dikatakan bervariasi dari putih
susu, abu-abu muda, abu-abu tua, coklat, merah, bahkan
hitam. Semuanya disebakan karena jumlah dan jenis
pengotor yang ada.
Batu gamping atau batuan karbonat adalah suatu
batuan sedimen yang terbentuk dalam lingkungan
pengendapan yang khas, dan pengetahuan mengenai
posisi pertumbuhannya diketahui dengan lebih baik
setelah dilakukan eksplorasi untuk mendapatkan
cadangan hidrokarbon dari perangkap yang disusun oleh
batuan karbonat.
Berdasarkan karakter fisik dan biota yang
dikandungnya, batuan karbonat dapat dikelompokkan
menjadi 7 fasies, yakni : (1) fasies boundstone, (2) fasies
rudstone, (3) fasies cross bedded grainstone, (4) fasies
Farisyah Melladia Utami
foraminiferal packstone, (5) fasies algal-foram
packstone, (6) fasies floatstone, dan (7) fasies thin
bedded wackestone-packstone. Fasies boundstone dapat
dibagi menjadi 2 subfasies yaitu subfasies bafflestone
dan subfasies framestone.
Fasies Boundstone
Fasies ini dibentuk terutama oleh berbagai macam
koral dengan matriks bertekstur packstone dimana
terdapat butiran-butiran bioklastik seperti foraminifera
besar, ganggang merah, bentos, moluska dan echinoid.
Fasies boundstone dapat dibagi menjadi 2 subfasies
berdasarkan tipe koral pembentuknya, yaitu :
Subfasies Bafflestone
Batugamping subfasies ini dibentuk oleh koral
bercabang dengan tekstur bafflestone, berwarna putih
terang, sebagian sudah chalky, terdapat fragmen rijang
berwarna abu-abu, sebagian berbentuk bioturbasi,
berlapis tebal dan buruk. Ketebalan lapisan berkisar 20-
50 cm. Umumnya koral cabang yang didapatkan berupa
potongan-potongan dan berlimpah, juga didapatkan
sedikit koral masif, worm tube dan bioturbasi. Dalam
matrik terdapat red algae, foraminifera besar, potongan
moluska, echinoid, bentos dll.
Subfasies Framestone
Ciri subfasies ini adalah batugamping dengan koral
masif sebagai biota utamanya, berwarna abu-abu terang,
berlapis tebal (1-2 m.) dan buruk, dan sebagian chalky.
Kandungan koral masif berlimpah dengan matrik
packstone. Didalam matrik terdapat moluska
(Pelecypoda, Gastropoda), foraminifera besar
(Lepidocyclinasp.), algae dll.
Fasies Rudstone
Fasies ini dicirikan oleh batugamping yang
didalamnya terdapat pecahan-pecahan koral yang cukup
menonjol jumlahnya, berwarna terang berlapis tebal dan
buruk. Jenis koral yang ditemukan adalah koral masif
dan koral bercabang dalam bentuk potongan-potongan.
Sebagai matrik adalah packstone yang didalamnya
mengandung butiran-butiran foraminifera besar,
potongan koral cabang dan moluska.
Fasies Cross Bedded Grainstone
Batugamping yang didapatkan pada fasies ini
berwarna terang, berlapis 10 – 20 cm, dijumpai struktur
cross bedded dan channeling. Biota-biota yang
didapatkan berupa foram besar, bentos, red algae,
echinoid dalam jumlah banyak, moluska dan potongan-
potongan koral. Fasies Grainstone pada sayatan tipis
menunjukkan fosil echinoid, foram besar.
Fasies Foraminiferal Packstone
Fasies ini dicirikan oleh kandungan foraminifera
besar yang dominan, berwarna coklat terang, berlapis
baik dengan ketebalan berkisar antara 0,5– 2 m di
beberapa tempat terlihat adanya parallel lamination.
Foraminifera besar adalah dari jenis Lepidocyclina,
sedang fosil lain yang dijumpai adalah bentos (milliolid),
echinoid berlimpah, red algae, moluska dan potongan
potongan koral.
Fasies Algal-foram Packstone
Fasies ini memperlihatkan tekstur packstone terdiri
dari berbagai cangkang fosil (bioklast) dalam masa
mikrit. Ciri fasies ini adalah terdapatnya fosil
foraminifera dan algae yang sangat dominan, berwarna
abu-abu gelap dan berlapis baik dengan ketebalan
berkisar antara 0,2-1 meter. Jenis foraminifera besar
yang dijumpai adalah Lepidocyclina sp. dan Alveolina
sp.
Fasies Floatstone
Fasies ini berwarna abu-abu, berlapis tebal dengan
ketebalan sekitar 0,5 – 1 meter didapatkan branching
coral dan platy coral yang mengambang dalam matrik
bertekstur packstone yang banyak mengandung
ganggang hijau jenis Halimeda. Biota lain yang
didapatkan antara lain gastropoda dan pelecypoda. Pada
fasies ini didapatkan adanya sisipan lempung berwarna
abu-abu gelap–hitam. Fasies floatstone pada sayatan
tipis memperlihatkan koral branching dan Halimeda,
Miogypsina sp., Cycloclipeus sp., dan Miogypsinoides
sp.
Fasies Thin Bedded Wackestone-Packstone
Fasies ini dibentuk oleh batugamping berwarna
abu-abu gelap, berlapis tipis, banyak bioturbasi dengan
ketebalan 1 – 5 cm dan bersifat sangat keras. Pada
beberapa tempat fasies ini memperlihatkan adanya
struktur cross bedding. Biota yang dijumpai adalah
moluska dan foraminifera besar. Sebaran fasies ini yang
berdekatan dengan lokasi intrusi telah mengalami proses
rekristalisasi.
DAFTAR PUSTAKA
Idrus, Arifudin, dkk. 2007. Eksplorasi Sumberdaya
Mineral. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.
Kasbani, 2009. Tipe Sistem Panas Bumi di Indonesia
dan Estimasi Potensi Energinya , Buletin Sumber
Daya Geologi Vol. 4, No 3. 2009, Badan Geologi,
hal. 19-26. Koesoemadinata, R.P, 1978, Geologi Minyak dan Gas
Bumi, Bandung, Jilid 1, Penerbit ITB.
Karakteristik Endapan Deposit
Pirajno F. 1992. Hydrothermal mineral deposits-
principles and fundamental concepts for the
exploration geologist. Springer, Berlin.
Praptisih,dkk. 2012. Fasies dan Lingkungan
Pengendapan Batuan Karbonat Formasi Parigi di
Daerah Palimanan Cirebon. Riset Geologi dan
Pertambangan Vol.22 No.1, hal. 33-43.
Saptadji, Nenny Miryani. 2009. Karakterisasi Reservoir
Panas Bumi. Bandung: Training “Advanced
Geothermal Reservoir Engineering, 6-17 Juli 2009.
Syabarudding, dkk. 2003. Pemetaan Fasies Vulkanik
Pada Daerah Prospek Panasbumi Gunung Unggaran,
Jawa Tengah. Jakarta: Proceedings of Joint
Convention.