karakteristik endapan deposit

7
Tugas Perkuliahan Pemodelan dan Evaluasi Cadangan PS S2 Teknik Pertambangan, Univeristas Sriwijaya KARAKTERISTIK ENDAPAN DEPOSIT Farisyah Melladia Utami 1* 1 PS S2 Teknik Pertambangan, Pps FT Universitas Sriwijaya * CORRESPONDING author: [email protected] ABSTRAK: Setiap endapan memiliki karakteristik yang berbeda antara endapan yang satu dengan endapan yang lainnya. Studi mengenai karakteristik dari suatu endapan sangat penting dalam kegiatan pemodelan cadangan suatu endapan. Dengan mengetahui karakteriktik dari suatu endapan maka akan mempermudah kita dalam menentukan langkah penambangannya. Mengenal karakteristik dari suatu endapan dapat memberikan gambaran mengenai jumlah sumberdaya suatu endapan beserta kualitasnya untuk menjadi acuan penelitian lebih detail. Kata Kunci: karakteristik endapan, pemodelan cadangan PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alamnya. Terutama sumber daya alam yang berhubungan dengan kekayaan yang terdapat di dalam bumi yang berhubungan dengan hasil tambangnya. Kekayaan tambangyang ada di indonesia beragam jenisnya, mulai dari minyak dan gas bumi, mineral bijih, maupun batubara. Dari setiap jenis endapan yang ada, terbentuk dengan cara yang berbeda beda. Hal ini mengakibatkan beragamnya karakteristik yang dimiliki oleh masing- masing jenis endapan. Mengetahui karakteristik dari setiap endapan sangat penting untuk mengambil langkah dari kegiatan penambangan yang akan dilakukan. Pencarian dan pengumpulan data serta analisis yang tepat dari kondisi geologi dan karakteristik setiap endapan dapat memberi gambaran mengenai jumlah sumberdaya endapan beserta kualitasnya, sehingga dapat menjadi sebuah acuan untuk penelitian yang lebih detail ISI MAKALAH A. GEOTERMAL Karakterisasi reservoir panas bumi dapat diketahui dengan cara melakukan evaluasi pada setiap tahap kegiatannya mulai dari tahap survei pendahuluan, eksplorasi, penilaian kelayakan hingga ke tahap eksploitasi dan saat pemanfaatannya. Ada empat jenis reservoir panas bumi yaitu terdiri dari reservoir hidrotermal (hydrothermal reservoir), reservoir bertekanan tinggi (geopressured reservoir), reservoir batuan panas kering (hot dry rock reservoir), dan reservoir magma (magma reservoir). Dari keempat jenis reservoir tersebut, reservoir sistem hidrotermal paling banyak dimanfaatkan saat ini. Reservoir sistem hidrotermal merupakan panas bumi dimana reservoir nya mengandung uap, air, atau capiran keduanya yang dipengaruhi oleh tekanan dan temperatur reservoir . Apabila temperatur reservoir lebih rendah dari temperatur titik didih air pada tekanan reservoir tersebut, maka jenis fluidanya adalah air. Apabila temperatur lebih tinggi dari temperatur titik didih pada tekanan reservoir , maka jenis fluidanya adalah uap (superheated steam). Apabila tekanan temperatur reservoir sama dengan tekanan dan temperatur titik didih, maka fluidanya terdiri dari dua fasa yaitu campuran uap dan air. Sistem panas bumi di Indonesia terdiri dari dua kategori yaitu sistem dominasi uap dan sistem dominasi air panas. Reservoir sistem dominasi uap memiliki temperatur resevoir yang hampir homogen yaitu antara 230 o C sampai 250 o C dengan kedalaman puncak reservoir yang relatif dangkal 700 sampai 1200 m, jauh lebih dangkal dari reservoir panas bumi sistem dominasi air. Sedangkan reservoir sistem dominasi air memiliki temperatur yang bervariasi, bahkan dapat mencapai 300 o C yang dikontrol oleh tekanan hidrostatik. Reservoir umumnya diisi oleh air NaCl. Kedalaman puncak reservoir umumnya di Sumatera (1000 m sampai 1500 m) jauh lebih dangkal dibandingkan di Jawa (1000 m sampai 2500 m). Gambar 1 adalah suatu penampang model skematik dari sistem panas bumi atau hidrotermal yang umum terjadi di sepanjang jalur vulkanik Kuarter di Indonesia, seperti di Sumatera, Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Maluku

Upload: farisyah-melladia-utami

Post on 19-Jan-2016

40 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: Karakteristik Endapan Deposit

Tugas Perkuliahan Pemodelan dan Evaluasi Cadangan

PS S2 Teknik Pertambangan, Univeristas Sriwijaya

KARAKTERISTIK ENDAPAN DEPOSIT

Farisyah Melladia Utami1*

1 PS S2 Teknik Pertambangan, Pps FT Universitas Sriwijaya

*CORRESPONDING author: [email protected]

ABSTRAK: Setiap endapan memiliki karakteristik yang berbeda antara endapan yang satu dengan endapan yang

lainnya. Studi mengenai karakteristik dari suatu endapan sangat penting dalam kegiatan pemodelan cadangan suatu

endapan. Dengan mengetahui karakteriktik dari suatu endapan maka akan mempermudah kita dalam menentukan

langkah penambangannya. Mengenal karakteristik dari suatu endapan dapat memberikan gambaran mengenai jumlah

sumberdaya suatu endapan beserta kualitasnya untuk menjadi acuan penelitian lebih detail.

Kata Kunci: karakteristik endapan, pemodelan cadangan

PENDAHULUAN

Indonesia merupakan negara yang kaya akan

sumber daya alamnya. Terutama sumber daya alam yang

berhubungan dengan kekayaan yang terdapat di dalam

bumi yang berhubungan dengan hasil tambangnya.

Kekayaan tambangyang ada di indonesia beragam

jenisnya, mulai dari minyak dan gas bumi, mineral bijih,

maupun batubara.

Dari setiap jenis endapan yang ada, terbentuk

dengan cara yang berbeda beda. Hal ini mengakibatkan

beragamnya karakteristik yang dimiliki oleh masing-

masing jenis endapan. Mengetahui karakteristik dari

setiap endapan sangat penting untuk mengambil langkah

dari kegiatan penambangan yang akan dilakukan.

Pencarian dan pengumpulan data serta analisis yang

tepat dari kondisi geologi dan karakteristik setiap

endapan dapat memberi gambaran mengenai jumlah

sumberdaya endapan beserta kualitasnya, sehingga dapat

menjadi sebuah acuan untuk penelitian yang lebih detail

ISI MAKALAH

A. GEOTERMAL

Karakterisasi reservoir panas bumi dapat diketahui

dengan cara melakukan evaluasi pada setiap tahap

kegiatannya mulai dari tahap survei pendahuluan,

eksplorasi, penilaian kelayakan hingga ke tahap

eksploitasi dan saat pemanfaatannya. Ada empat jenis

reservoir panas bumi yaitu terdiri dari reservoir

hidrotermal (hydrothermal reservoir), reservoir

bertekanan tinggi (geopressured reservoir), reservoir

batuan panas kering (hot dry rock reservoir), dan

reservoir magma (magma reservoir). Dari keempat jenis

reservoir tersebut, reservoir sistem hidrotermal paling

banyak dimanfaatkan saat ini. Reservoir sistem

hidrotermal merupakan panas bumi dimana reservoir nya

mengandung uap, air, atau capiran keduanya yang

dipengaruhi oleh tekanan dan temperatur reservoir .

Apabila temperatur reservoir lebih rendah dari

temperatur titik didih air pada tekanan reservoir tersebut,

maka jenis fluidanya adalah air. Apabila temperatur

lebih tinggi dari temperatur titik didih pada tekanan

reservoir , maka jenis fluidanya adalah uap (superheated

steam). Apabila tekanan temperatur reservoir sama

dengan tekanan dan temperatur titik didih, maka

fluidanya terdiri dari dua fasa yaitu campuran uap dan

air.

Sistem panas bumi di Indonesia terdiri dari dua

kategori yaitu sistem dominasi uap dan sistem dominasi

air panas. Reservoir sistem dominasi uap memiliki

temperatur resevoir yang hampir homogen yaitu antara

230oC sampai 250

oC dengan kedalaman puncak

reservoir yang relatif dangkal 700 sampai 1200 m, jauh

lebih dangkal dari reservoir panas bumi sistem dominasi

air. Sedangkan reservoir sistem dominasi air memiliki

temperatur yang bervariasi, bahkan dapat mencapai

300oC yang dikontrol oleh tekanan hidrostatik. Reservoir

umumnya diisi oleh air NaCl. Kedalaman puncak

reservoir umumnya di Sumatera (1000 m sampai 1500

m) jauh lebih dangkal dibandingkan di Jawa (1000 m

sampai 2500 m).

Gambar 1 adalah suatu penampang model skematik

dari sistem panas bumi atau hidrotermal yang umum

terjadi di sepanjang jalur vulkanik Kuarter di Indonesia,

seperti di Sumatera, Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Maluku

Page 2: Karakteristik Endapan Deposit

Farisyah Melladia Utami

dan Sulawesi Utara. Sedangkan gambar berikutnya

merupakan model skematik sistem panas bumi yang

terjadi di daerah graben dengan topografi relatif datar,

seperti di sebagian daerah Sumatera yang berasosiasi

dengan Sesar Besar Sumatera. Keberadaan rentetan

gunung api di sebagian wilayah Indonesia beserta

aktivitas tektoniknya dijadikan dasar dalam penyusunan

model konseptual pembentukan sistem panas bumi

Indonesia.

Gambar 1. Penampang Model Skematik Sistem Panas

Bumi

Kedua model skematik tersebut memperlihatkan

bahwa keberadaan manifestasi di permukaan seperti

mata air panas, tanah panas, fumarol, solfatar, dan

sebagainya dapat menjadi indikator kepastian adanya

suatu sistem panas bumi di bawahnya. Sehingga dalam

pencarian atau eksplorasi sumber energi panas bumi

tidak akan terlalu jauh keberadaannya dari manifestasi

yang ada.

B. BATUBARA

Batubara merupakan bahan tambang yang tidak

termasuk didalam kelompok mineral. Batubara tersusun

atas unsure C (karbon) dimana dalam proses

pembentukannya membutuhkan waktu yang cukup lama

akibat adanya pengaruh tekanan dan temperatur dan

terbentuk dari tetumbuhan dalam lingkungan bebas

oksigen. Proses pembentukan batubara (coalification)

merupakan proses pengeluaran berangsur-angsur dari zat

pembakar (O2) dalam bentuk karbon dioksida (CO2) dan

air (H2O) hingga akhirnya menyebabkan konsentrasi

karbon tetap (fixed carbon) dalam bahan asal batubara

bertambah.

Endapan batubara umumnya sering dijumpai

berlapis-lapis atau berseling-seling dengan batuan

sedimen lain seperti clay stone, sand stone, limestone, dll.

Terkadang, lapisan batubara (seam) juga memiliki

ketebalan yang sangat tebal, tipis-tipis, bercabang, dan

berbentuk sisipan (lenses) batu lempung dan batu pasir.

Model endapan dan perlapisan batubara dapat dibedakan

menjadi 2 tipe yaitu berdasarkan model stratigrafi dan

struktur geologi.

1. Model Stratigrafi

Pada model stratigrafi endapan batubara terbentuk

karena adanya proses sedimentasi normal atau adanya

erosi dan ketidakselarasan (unconformity). Akibat

adanya proses sedimentasi tersebut, mangakibatkan

model lapisan batubara berupa lapisan yang datar atau

sedikit miring dan terkadang dijumpai sisipan lempung

dan batupasir. Model batubara yang diakibatkan karena

adanya pengaruh stratigrafi terdiri dari:

a. Bentuk Burried Hill terjadi apabila ditempat dimana

proses penggambutan terdapat suatu kulminusi

(pincak atau punggung di dasar rawa) sehingga

lapisan batubara yang terbentuk terpotong oleh

semacam intrusi.

b. Wash out adalah adanya cut out lapisan batubara. Cut

out merupakan batu lempung atau batuserpih yang

mengisi bagian tererosi dalam lapisan batubara.

Washed out terjadi karena hilangnya sebagian atau

keseluruhan lapisan batubara yang kemudian

tergantikan oleh endapan sedimen lain akibat adanya

erosi dan proses pengendapan. Hilangnya lapisan

batubara tersebut dapat disebabkan oleh pengikisan

sungai purba maupun sungai recent ataupun gletser.

2. Model Struktur Geologi

Model ini terjadi akibat adanya struktur geologi yang

berkembang selama proses penggambutan maupun

pembatubaraan. Struktur geologi yang mempengaruhi

antara lain adanya perlipatan (fold), patahan atau

pensesaran (fault), subsidance, dan lain lain. Model

batubara yang terjadi akibat adanya struktur geologi

terdiri dari:

a. Split Coal merupakan laipsan batubara yang terpisah

oleh parting lempung, serpih, atau sandstone dengan

ketebalan tertentu sehingga mengakibatkan lapisan

yang terpisah tidak dapat ditambang secara

bersamaan.

b. Model Clay Vein (urat lempung) terjadi akibat proses

penggambutan mengalami patahan, yang kemudian

pada bidang patahan yang merupakan rekahan

terbuka terisi oleh material lempung atau pasir.

c. Bentuk Fault (Patahan) terjadi dimana deposit

batubara mengalami beberapa tahap patahan.Patahan

umumnya terjadi setelah lapisan batubara terbentuk

dengan bidang patahan relatif tidak terbuka sehingga

tidak memunculkan urat lempung.

d. Bentuk Fold (Lipatan) terjadi apabila batuan

mengalami perlipatan akibat adanya gaya-gaya yang

bekerja. Makin intesnif gaya yang bekerja, maka

pembentukan lipatan akan semakin komplek.

Page 3: Karakteristik Endapan Deposit

Karakteristik Endapan Deposit

e. Bentuk Horse Back (Punggung Kuda) dicirikan oleh

perlapisan batubara dan batuan yang menutupinya

melengkung kearah atas akibat adanya gaya

kompresi.

f. Bentuk Pinch dicirikan oleh perlapisan yang menipis

dibagian tengah. Pada umumnya dasar dari lapisan

batubara merupakan batuan yang plastis, sedangkan

diatas lapisan batubara ditutupi oleh batu pasir yang

secara lateral merupakan pengisian suatu alur.

C. MINYAK DAN GAS BUMI

Reservoir merupakan suatu tempat terakumulasinya

fluida hidrokarbon yang terdiri dari minyak, gas, dan air.

Syarat terbentuknya reservoir harus memenuhi unsur-

unsur: batuan reservoir yang berperan sebagai wadah

untuk terjadinya akumulasi hidrokarbon, yaitu:

1. Batuan Induk (Source Rock) yang merupakan tempat

terbentuknya fluida hidrokarbon

2. Batuan reservoir (Reservoir Rock) merupakan

batuan yang diisi dan dijenuhi oleh minyak dan gas bumi

dan berupa lapisan batuan yang berongga ataupun

berpori.

3. Jalur Migrasi merupakan jalan yang digunakan fluida

untuk berpindah dari batuan induk sampai terakumulasi

pada batuan reservoir .

4. Perangkap reservoir (trap) merupakan tempat

terkumpulnya minyak bumi yang berupa perangkap dan

mempunyai bentuk konkav ke bawah sehingga minyak

dan gas bumi dapat terjebak di dalamnya.

5. Lapisan Penutup (Cap Rock) merupakan lapisan

impermeable yang terdapat diatas reservoir dan

berfungsi sebagai penghalang minyak dan gas bumi agar

tidak keluar dari reservoir .

Karakteristik dari jenis perangkap minyak dan gas

bumi ini terbagi menjadi perangkap stratigrafi,

perangkap struktural, perangkap kombinasi stratigrafi-

struktur dan perangkap hidrodinamik. Perangkap

stratigrafi dipengaruhi oleh variasi perlapisan secara

vertikal dan lateral, perubahan fasies batuan dan

ketidakselarasan dan variasi lateral dalam litologi pada

suatu lapisan reservoir dalam perpindahan minyak bumi.

Prinsip dalam perangkap stratigrafi adalah minyak dan

gas bumi terperangkap dalam perjalanan ke atas

kemudian terhalang dari segala arah terutama dari bagian

atas dan pinggir, hal ini dikarenakan batuan reservoar

telah menghilang atau berubah fasies menjadi batu lain

sehingga merupakan penghalang permeabilitas

(Koesoemadinata, 1980). Dan jebakan stratigrafi tidak

berasosiasi dengan ketidakselarasan seperti Channels,

Barrier Bar, dan Reef, namun berasosiasi dengan

ketidakselarasan seperti Onlap Pinchouts, dan

Truncations (Gambar 2).

Sumber: www. Petroleoumseismology.com

Gambar 2. Jebakan stratigrafi. A) menunjukkan reef. B)

Menunjukkan barrier- bar sand. C) menunjukkan

channel. D) menunujukkan onlap sand pinchout trap. E)

menunjukkan trunction trap.

Perangkap struktural banyak dipengaruhi oleh

kejadian deformasi perlapisan dengan terbentuknya

struktur lipatan dan patahan yang merupakan respon dari

kejadian tektonik atau struktur seperti pelipatan dan

patahan (Koesoemadinata, 1980) (Gambar 3).

Sumber: www. Petroleoumseismology.com

Gambar 3. Contoh Perangkap Struktural

Perangkap kombinasi antara struktural dan stratigrafi

merupakan faktor bersama dalam membatasi

bergeraknya atau menjebak minyak bumi. Pada jenis

perangkap ini, terdapat leboh dari satu jenis perangkap

yang membenuk reservoar. Sebagai contohnya antiklin

patahan, terbentuk ketika patahan memotong tegak lurus

pada antiklin (Gambar 4).

Page 4: Karakteristik Endapan Deposit

Farisyah Melladia Utami

Sumber: www. Petroleoumseismology.com

Gambar 4. Contoh Perangkap Kombinasi

Karakteristik suatu reservoir sangat dipengaruhi oleh

karakteristik batuan penyusunnya, fluida reservoir yang

menempatinya dan kondisi reservoir itu sendiri, yang

satu sama lain akan saling berkaitan. Batuan reservoir

umumnya terdiri dari batuan sedimen, yang berupa

batupasir dan karbonat (sedimen klastik) serta batuan

shale (sedimen non-klastik). Masing-masing batuan

tersebut mempunyai komposisi kimia yang berbeda,

demikian juga dengan sifat fisiknya (Gambar 5).

Gambar 5. Diagram Komponen Penyusun Batuan

D. EMAS

Endapan Epitermal

Endapan epitermal didefinisikan sebagai salah satu

endapan dari sistem hidrotermal yang terbentuk pada

kedalaman dangkal yang umumnya terbentuk pada busur

vulkanik yang dekat dengan permukaan. Penggolongan

tersebut berdasarkan temperatur (T), tekanan (P) dan

kondisi geologi yang dicirikan oleh kandungan

mineralnya. Endapan epitermal terbentuk pada

kedalaman dangkal hingga 1000 meter dibawah

permukaan dengan temperatur relatif rendah 50oC-200

oC

dengan tekanan tidak lebih dari 100 atm dari cairan

meteorik dominan yang agak asin (Pirajno, 1992).

Endapan epithermal umumnya ditemukan sebagai

sebuah pipe seperti zona dimana batuan mengalami

breksiasi dan teralterasi ke tingkat yang lebih tinggi.

Veins juga ditemukan sepanjang zona patahan dan

mineralisasi vein mempunyai tipe tidak menerus

(discontinuous). Endapan emas epitermal mememiliki

karakteristik jenis air berupa air meteorik dengan sedikit

air magmatik, mengandung mineral bijih epigenetic yang

umumnya memiliki batuan induk berupa batuan

vulkanik, memiliki bentuk tubuh bijih bervariasi dan

terdapat sistem urat dengan dip yang terjal terbentuk di

sepanjang zona regangan, mineral gangue utama berupa

kuarsa yang menyebabkan bijih keras dan relatif tahan

terhadap pelapukan, serta kandungan sulfida pada vein

relatif sedikit yaitu 1% - 20%.

Dalam pengklasifikasiannya endapan epitermal

terbagi menjadi 2 kondisi berdasarkan reaksi yang terjadi

dan keterdapatan mineral-mineral alterasi dan mineral

bijihnya, yaitu epitermal sulfida rendah (epithermal low

sulfidation) dan epitermal sulfidasi tinggi (epithermal

high sulfidation). Endapan epitermal sulfida rendah

dicirikan oleh larutan hidrotermal yang bersifat netral

dan mengisi celah celah batuan. Batuan induk pada

deposit logam mulia sulfidasi rendah adalah andesit

alkali, dasit, riodasit atau riolit. Secara genesa sistem

epitermal sulfidasi rendah berasosiasi dengan

vulkanisme riolitik. Tipe ini dikontrol oleh struktur-

struktur pergeseran (dilatational jog). Karakteristik dari

endapan epitermal sulfidasi rendah dapat dilihat pada

Tabel 1.

Tabel 1. Karakteristik Endapan Epitermal Sulfidasi

Rendah

Tipe endapan Sinter breccia, stockwork

Posisi tektonik Subduction, collision, dan rift

Tekstur Colloform atau crusstiform

Asosiasi

mineral

Stibnit, sinnabar, adularia, metal

sulfida

Mineral bijih Pirit, elektrum, emas, sfalerit,

arsenopirit

Contoh endapan Pongkor

Model konseptual dari endapan emas sulfidasi rendah

endapan ephitermal sulfidasi rendah berasosiasi dengan

lingkungan volkanik, tempat pembentukan yang relatif

dekat permukaan serta larutan yang berperan dalam

proses pembentukannya berasal dari campuran air

magmatik dengan air meteorit (Gambar 6).

Gambar 6. Model Endapan Emas

Page 5: Karakteristik Endapan Deposit

Karakteristik Endapan Deposit

Endapan epitermal high sulfidation dicirikan dengan

host rock berupa batuan vulkanik bersifat asam hingga

intermediet dengan kontrol struktur berupa sesar secara

regional atau intrusi subvulkanik, kedalaman formasi

batuan sekitar 500-2000 meter dan temperatur 100oC-

320oC. Endapan Epitermal High Sulfidation terbentuk

oleh sistem dari fluida hidrotermal yang berasal dari

intrusi magmatik yang cukup dalam, fluida ini bergerak

secara vertikal dan horizontal menembus rekahan-

rekahan pada batuan dengan suhu yang relatif tinggi

(200oC-300

oC), fluida ini didominasi oleh fluida

magmatik dengan kandungan acidic yang tinggi yaitu

berupa HCl, SO2, H2S (Pirajno, 1992).

Endapan Porfiri

Endapan porfiri adalah suatu endapan primer

(hipogen) yang berukuran relatif besar dengan kadar

rendah sampai medium. Pada umumnya endapan porfiri

dikontrol oleh struktur geologi. Secara spasial dan

genetik berhubungan dengan intrusi porfiritik felsik

sampai dengan intermediet.

Endapan profiri memiliki beberapa tipe, yaitu:

endapan porfiri Cu (Au, Mo, Ag, Re), endapan porfiri

Cu-Mo (Au, Ag), endapan porfiri Cu-Mo-Au (Ag),

endapan porfiri Cu-Au (Ag, Mo), endapan porfiri Mo (W,

Sn), dan endapan porfiri Sn (W, Mo, Ag, Bi, Cu, Zn, In).

Endapan porfiri sendiri memiliki karakteristik tekstur

porfiritik, nilai tonase yang besar, kadar ore yang rendah,

serta vein terdiri dari vein late, stockwork. Zona alterasi

terdiri dari 2 bagian, yaitu sisi terdalam (inner zone) dan

sisi terluar (outer zone). Sisi terdalam (inner zone)

umumnya berupa zona potassic yang dicirikan oleh

kehadiran biotite dan K-feldspar (amphibole, magnetite,

dan anhydrite). Sedangkan sisi terluar (outer zone)

merupakan propylitic alteration yang mengandung

quartz, chlorite, epidote, calcite, dan albite berasosisi

dengan pyrite. Zona-zona phyllic alteration (quartz,

seiricite, pyrite) dan argilic alteration (quartz, illite,

pyrite, kaolinite, smectite, montmorillonite, dan calcite)

dapat terbentuk sebagai zona-zona yang terletak diantara

zona potassic dan propylic (Gambar 7).

Gambar 7. Zona Alterasi Endapan Porfiri

E. BATU GAMPING

Batu gamping non-klastik, merupakan koloni dari

binatang laut antara lain dari Coelenterata, Molusca dan

Protozoa, Foraminifera dan sebagainya. Jenis batu

gamping ini sering disebut sebagai batu gamping koral

karena penyusun utamanya adalah koral yang merupakan

anggota dari Coelenterata. Batu gamping ini merupakan

pertumbuhan atau perkembangan koloni koral, oleh

sebab itu di lapangan tidak menunjukkan perlapisan

yang baik dan belum banyak mengalami pengotoran

mineral lain. Batu gamping klastik, merupakan hasil

rombakan jenis batu gamping non-klastik melalui proses

erosi oleh air, transportasi, sortasi, sedimentasi. Oleh

karenanya selama proses tersebut terikut jenis mineral

lain yang merupakan pengotor dan memberi warna pada

batu gamping yang bersangkutan. Akibat adanya proses

sortasi, maka secara alamiah akan terbentuk

pengelompokan ukuran butir. Dikenal jenis kalsirudit

apabila batu gamping tersebut fragmental, kalkarenit

apabila batu gamping tersebut berukuran pasir, dan

kalsilutit apabila batu gamping tersebut berukuran

lempung. Tingkat pengotoran atau kontaminasi oleh

mineral asing berkaitan erat dengan ukuran butirnya.

Pada umumnya jenis batu gamping ini di lapangan

menunjukkan berlapis.

Secara kimia batu gamping terdiri atas kalsium

karbonat (CaCO3). Di alam tidak jarang pula dijumpai

batu gamping magnesium. Kadar magnesium yang tinggi

mengubah batu gamping menjadi batu gamping

dolomitan dengan komposisi kimia(CaCO3MgCO3).

Hasil penelitian hingga kini menyebutkan bahwa kadar

Calsium Oksida batu gamping di Jawa umunya tinggi

(CaO > 50%). Selain magnesium, batu gamping sering

kali tercampur dengan lempung, pasir, bahkan jenis

mineral lainnya. Batu gamping yang padat dan keras

mempunyai berat jenis 2. Selain yang pejal (masif),

dijumpai pula batu gamping yang sarang (porus).

Mengenai warna dapat dikatakan bervariasi dari putih

susu, abu-abu muda, abu-abu tua, coklat, merah, bahkan

hitam. Semuanya disebakan karena jumlah dan jenis

pengotor yang ada.

Batu gamping atau batuan karbonat adalah suatu

batuan sedimen yang terbentuk dalam lingkungan

pengendapan yang khas, dan pengetahuan mengenai

posisi pertumbuhannya diketahui dengan lebih baik

setelah dilakukan eksplorasi untuk mendapatkan

cadangan hidrokarbon dari perangkap yang disusun oleh

batuan karbonat.

Berdasarkan karakter fisik dan biota yang

dikandungnya, batuan karbonat dapat dikelompokkan

menjadi 7 fasies, yakni : (1) fasies boundstone, (2) fasies

rudstone, (3) fasies cross bedded grainstone, (4) fasies

Page 6: Karakteristik Endapan Deposit

Farisyah Melladia Utami

foraminiferal packstone, (5) fasies algal-foram

packstone, (6) fasies floatstone, dan (7) fasies thin

bedded wackestone-packstone. Fasies boundstone dapat

dibagi menjadi 2 subfasies yaitu subfasies bafflestone

dan subfasies framestone.

Fasies Boundstone

Fasies ini dibentuk terutama oleh berbagai macam

koral dengan matriks bertekstur packstone dimana

terdapat butiran-butiran bioklastik seperti foraminifera

besar, ganggang merah, bentos, moluska dan echinoid.

Fasies boundstone dapat dibagi menjadi 2 subfasies

berdasarkan tipe koral pembentuknya, yaitu :

Subfasies Bafflestone

Batugamping subfasies ini dibentuk oleh koral

bercabang dengan tekstur bafflestone, berwarna putih

terang, sebagian sudah chalky, terdapat fragmen rijang

berwarna abu-abu, sebagian berbentuk bioturbasi,

berlapis tebal dan buruk. Ketebalan lapisan berkisar 20-

50 cm. Umumnya koral cabang yang didapatkan berupa

potongan-potongan dan berlimpah, juga didapatkan

sedikit koral masif, worm tube dan bioturbasi. Dalam

matrik terdapat red algae, foraminifera besar, potongan

moluska, echinoid, bentos dll.

Subfasies Framestone

Ciri subfasies ini adalah batugamping dengan koral

masif sebagai biota utamanya, berwarna abu-abu terang,

berlapis tebal (1-2 m.) dan buruk, dan sebagian chalky.

Kandungan koral masif berlimpah dengan matrik

packstone. Didalam matrik terdapat moluska

(Pelecypoda, Gastropoda), foraminifera besar

(Lepidocyclinasp.), algae dll.

Fasies Rudstone

Fasies ini dicirikan oleh batugamping yang

didalamnya terdapat pecahan-pecahan koral yang cukup

menonjol jumlahnya, berwarna terang berlapis tebal dan

buruk. Jenis koral yang ditemukan adalah koral masif

dan koral bercabang dalam bentuk potongan-potongan.

Sebagai matrik adalah packstone yang didalamnya

mengandung butiran-butiran foraminifera besar,

potongan koral cabang dan moluska.

Fasies Cross Bedded Grainstone

Batugamping yang didapatkan pada fasies ini

berwarna terang, berlapis 10 – 20 cm, dijumpai struktur

cross bedded dan channeling. Biota-biota yang

didapatkan berupa foram besar, bentos, red algae,

echinoid dalam jumlah banyak, moluska dan potongan-

potongan koral. Fasies Grainstone pada sayatan tipis

menunjukkan fosil echinoid, foram besar.

Fasies Foraminiferal Packstone

Fasies ini dicirikan oleh kandungan foraminifera

besar yang dominan, berwarna coklat terang, berlapis

baik dengan ketebalan berkisar antara 0,5– 2 m di

beberapa tempat terlihat adanya parallel lamination.

Foraminifera besar adalah dari jenis Lepidocyclina,

sedang fosil lain yang dijumpai adalah bentos (milliolid),

echinoid berlimpah, red algae, moluska dan potongan

potongan koral.

Fasies Algal-foram Packstone

Fasies ini memperlihatkan tekstur packstone terdiri

dari berbagai cangkang fosil (bioklast) dalam masa

mikrit. Ciri fasies ini adalah terdapatnya fosil

foraminifera dan algae yang sangat dominan, berwarna

abu-abu gelap dan berlapis baik dengan ketebalan

berkisar antara 0,2-1 meter. Jenis foraminifera besar

yang dijumpai adalah Lepidocyclina sp. dan Alveolina

sp.

Fasies Floatstone

Fasies ini berwarna abu-abu, berlapis tebal dengan

ketebalan sekitar 0,5 – 1 meter didapatkan branching

coral dan platy coral yang mengambang dalam matrik

bertekstur packstone yang banyak mengandung

ganggang hijau jenis Halimeda. Biota lain yang

didapatkan antara lain gastropoda dan pelecypoda. Pada

fasies ini didapatkan adanya sisipan lempung berwarna

abu-abu gelap–hitam. Fasies floatstone pada sayatan

tipis memperlihatkan koral branching dan Halimeda,

Miogypsina sp., Cycloclipeus sp., dan Miogypsinoides

sp.

Fasies Thin Bedded Wackestone-Packstone

Fasies ini dibentuk oleh batugamping berwarna

abu-abu gelap, berlapis tipis, banyak bioturbasi dengan

ketebalan 1 – 5 cm dan bersifat sangat keras. Pada

beberapa tempat fasies ini memperlihatkan adanya

struktur cross bedding. Biota yang dijumpai adalah

moluska dan foraminifera besar. Sebaran fasies ini yang

berdekatan dengan lokasi intrusi telah mengalami proses

rekristalisasi.

DAFTAR PUSTAKA

Idrus, Arifudin, dkk. 2007. Eksplorasi Sumberdaya

Mineral. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.

Kasbani, 2009. Tipe Sistem Panas Bumi di Indonesia

dan Estimasi Potensi Energinya , Buletin Sumber

Daya Geologi Vol. 4, No 3. 2009, Badan Geologi,

hal. 19-26. Koesoemadinata, R.P, 1978, Geologi Minyak dan Gas

Bumi, Bandung, Jilid 1, Penerbit ITB.

Page 7: Karakteristik Endapan Deposit

Karakteristik Endapan Deposit

Pirajno F. 1992. Hydrothermal mineral deposits-

principles and fundamental concepts for the

exploration geologist. Springer, Berlin.

Praptisih,dkk. 2012. Fasies dan Lingkungan

Pengendapan Batuan Karbonat Formasi Parigi di

Daerah Palimanan Cirebon. Riset Geologi dan

Pertambangan Vol.22 No.1, hal. 33-43.

Saptadji, Nenny Miryani. 2009. Karakterisasi Reservoir

Panas Bumi. Bandung: Training “Advanced

Geothermal Reservoir Engineering, 6-17 Juli 2009.

Syabarudding, dkk. 2003. Pemetaan Fasies Vulkanik

Pada Daerah Prospek Panasbumi Gunung Unggaran,

Jawa Tengah. Jakarta: Proceedings of Joint

Convention.